9
Indonesia dalam dinamika internasional Dalam gambaran dinamika internasional yang telah diuraikan, sikap Indonesia dalam hubungannya dengan AS merupakan hal yang paling utama. Itu terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa AS adalah satu-satunya adikuasa di dunia dengan kekuatan ekonomi, militer, sains dan teknologi yang belum ditandingi pihak lain. Apalagi AS sangat berkepentingan memperoleh kontrol atas Asia Tenggara dan Indonesia sebagai posisi silang yang amat strategis bagi perebutan hegemoni dunia. Hubungan Indonesia – AS adalah hal yang amat sulit dan penuh persoalan. Sudah pada permulaan berdirinya Negara Republik Indonesia nampak bahwa AS mempunyai kepentingan berbeda dengan Indonesia. [1] Itu antara lain nampak sekali dalam sikap AS ketika dilakukan Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949 di Den Haag, Belanda, untuk menentukan pengakuan dan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia. Mungkin itu dipengaruhi faktor politik, karena Indonesia yang di bawah kekuasaan Belanda akan lebih mudah dikontrol AS. Tetapi tidak mustahil faktor keturunan (banyak orang AS keturunan Eropa) dan faktor ras juga berpengaruh, mengingat di AS waktu itu masih ada diskriminasi kuat terhadap kulit hitam. Dalam perkembangan selanjutnya hubungan ini tidak menjadi lebih mudah. Perang Dingin makin menguat sedangkan Indonesia telah menetapkan diri sebagai negara non-blok yang menganut politik luar negeri bebas-aktif. . Bahkan Indonesia menjadi salah satu pelopor dalam pembentukan Gerakan Non-Blok (GNB). Meskipun dengan politik luar negeri bebas aktif Indonesia tidak berpihak blok Komunis, malahan pada tahun 1948 menumpas pemberontakan komunis ketika sedang sulit-sulitnya menghadapi Belanda. Tetapi itu belum cukup bagi AS, karena maksud AS tidak lain agar di Indonesia berkuasa satu pemerintah yang sepenuhnya berpihak kepadanya. Hubungan Indonesia dengan AS mengalami perubahan yang positif sifatnya ketika pada tahun 1965 Indonesia dapat mengalahkan pemberontakan komunis kedua dan mengakhiri riwayat Partai Komunis

Indonesia Dalam Dinamika Internasional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ISBD untuk PGSD

Citation preview

Indonesia dalam dinamika internasionalDalam gambaran dinamika internasional yang telah diuraikan, sikap Indonesia dalam hubungannya dengan AS merupakan hal yang paling utama. Itu terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa AS adalah satu-satunya adikuasa di dunia dengan kekuatan ekonomi, militer, sains dan teknologi yang belum ditandingi pihak lain. Apalagi AS sangat berkepentingan memperoleh kontrol atas Asia Tenggara dan Indonesia sebagai posisi silang yang amat strategis bagi perebutan hegemoni dunia.Hubungan Indonesia AS adalah hal yang amat sulit dan penuh persoalan. Sudah pada permulaan berdirinya Negara Republik Indonesia nampak bahwa AS mempunyai kepentingan berbeda dengan Indonesia. [1] Itu antara lain nampak sekali dalam sikap AS ketika dilakukan Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949 di Den Haag, Belanda, untuk menentukan pengakuan dan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia. Mungkin itu dipengaruhi faktor politik, karena Indonesia yang di bawah kekuasaan Belanda akan lebih mudah dikontrol AS. Tetapi tidak mustahil faktor keturunan (banyak orang AS keturunan Eropa) dan faktor ras juga berpengaruh, mengingat di AS waktu itu masih ada diskriminasi kuat terhadap kulit hitam.Dalam perkembangan selanjutnya hubungan ini tidak menjadi lebih mudah. Perang Dingin makin menguat sedangkan Indonesia telah menetapkan diri sebagai negara non-blok yang menganut politik luar negeri bebas-aktif. . Bahkan Indonesia menjadi salah satu pelopor dalam pembentukan Gerakan Non-Blok (GNB).Meskipun dengan politik luar negeri bebas aktif Indonesia tidak berpihak blok Komunis, malahan pada tahun 1948 menumpas pemberontakan komunis ketika sedang sulit-sulitnya menghadapi Belanda. Tetapi itu belum cukup bagi AS, karena maksud AS tidak lain agar di Indonesia berkuasa satu pemerintah yang sepenuhnya berpihak kepadanya.Hubungan Indonesia dengan AS mengalami perubahan yang positif sifatnya ketika pada tahun 1965 Indonesia dapat mengalahkan pemberontakan komunis kedua dan mengakhiri riwayat Partai Komunis Indonesia (PKI) yang telah menjadi partai komunis terbesar di dunia di luar negara komunis. Jadi amat menguntungkan blok Barat dan AS. Akan tetapi ketika Perang Dingin selesai berubah pula kepentingan AS, apalagi sekarang mengejar hegemoni dunia.Indonesia bersikap paralel dengan AS untuk mengakhiri Terorisme Internasional. Sebab Indonesia sendiri dirugikan oleh Al Qaeda dan cabangnya di Asia Tenggara yang disebut Jemaah Islamiyah. Akan tetapi Indonesia tidak setuju dengan sikap AS dan beberapa negara Barat yang menjadikan Islam sebagai biang keladi teror. Meskipun secara resmi AS tidak menuduh Islam sebagai biangnya teror, tapi dalam kenyataan perlakuan terhadap orang Islam dan pernyataan pendapat tentang Islam sangat melukai perasaan. Sehingga timbul pendapat bahwa AS hakikatnya memerangi Islam, apalagi ketika presiden Bush mengatakan bahwa AS sekarang sedang melakukan crusade atau perang salib. Demikian pula tampak sekali sangat meningkatnya pengaruh kaum Yahudi dan pendukungnya di AS. Memang tidak semua orang Yahudi mendukung Zionisme, seperti sikap Dr.Joseph E.Stiglitz yang secara terang-terangan mengecam semua praktek AS, Bank Dunia dan IMF yang merugikan banyak bangsa. Akan tetapi jelas sekali betapa pemerintah AS di bawah presiden Bush menjalankan politik luar negeri AS yang sangat berbeda arahnya dengan politik luar negerinya yang dulu selalu didominasi kaum WASP (White Anglo-Saxon Protestant). Politik luar negeri dan politik pertahanan AS sekarang lebih banyak dikuasai kaum neo-kon yang dekat kepada Israel dan orang yang mendukung mereka. Itu menghasilkan satu politik luar negeri yang mau tidak mau sangat pro-Israel sehingga sebaliknya kurang dekat dengan negara-negara berpenduduk Muslim seperti Indonesia. Kepentingan AS sekarang adalah agar negara berpenduduk Muslim sebanyak mungkin berorientasi kepada AS . Itu hanya mungkin kalau pemerintah negara-negara itu dipegang orang-orang yang berkiblat kepada AS.Jelas Indonesia tidak setuju dengan serangan AS ke Irak yang dilakukan tanpa persetujuan PBB dan menggunakan alasan yang kemudian tidak terbukti sama sekali oleh kenyataan. Indonesia mengecam invasi AS itu bukan karena mayoritas penduduk Indonesia Muslim, melainkan karena invasi itu benar-benar menunjukkan sikap sewenang-wenang yang membuat jutaan rakyat menderita tanpa alasan. AS mengatakan bahwa Irak mengembangkan senjata destruksi massal (WMD), tetapi itu tidak terbukti kebenarannya. Juga alasan bahwa Saddam Hussein mendukung Al Qaeda dalam pelaksanaan serangan 11 September sama sekali tidak terbukti. Sekarang Irak setelah diduduki AS dan sekutunya dalam keadaan kacau balau dengan penderitaan besar bagi rakyatnya dan AS jauh dari mampu untuk mengakhiri kekacauan itu.Indonesia juga melihat bahwa AS kurang sekali perhatiannya untuk mengakhiri Masalah Palestina secara baik dan adil, karena senantiasa menunjukkan sikap berpihak kepada Israel. Padahal Masalah Palestina adalah inti persoalan Timur Tengah yang dapat berakibat luas. Tidak hanya di Timur Tengah melainkan di dunia. AS selalu mendengungkan Hak Azasi Manusia dan Demokrasi. Akan tetapi terbukti itu hanya berlaku kalau sesuai dengan kepentingan AS. Rakyat Palestina yang telah diperlakukan sangat tidak adil secara bertahun-tahun tidak kunjung mendapat penyelesaian masalahnya yang sebenarnya sudah ditetapkan arahnya oleh beberapa keputusan PBB.AS selalu berusaha mempengaruhi perkembangan politik untuk menjadikan Indonesia berkiblat atau sekurang-kurangnya sangat dekat kepada AS. AS memerlukan hal itu tidak hanya untuk menghadapi perangnya terhadap terorisme internasional Al Qaeda, tetapi juga dalam rangka usahanya merebut hegemoni dunia. Sebab Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia tentu dapat sangat bermanfaat bagi kepentingan AS kalau Indonesia berpihak kepadanya. Juga posisi geografi Indonesia amat penting bagi AS.Banyak kalangan AS memperkirakan bahwa satu saat China menjadi kuat dan menghalangi usaha hegemoni AS. Asia Tenggara dan khususnya Indonesia penting buat AS untuk menghadapi China di masa depan.Dalam dinamika internasional itu Indonesia harus menemukan jalan dan cara agar hubungannya dengan AS tidak berakibat buruk, tetapi malahan memperkuat kepentingan nasionalnya. Adalah kurang tepat kalau Indonesia bersikap jauh dan bermusuhan dengan AS, sebab hal itu akan merugikan kepentingan Indonesia, khususnya dalam ekonomi. Akan tetapi juga kurang tepat kalau Indonesia menuruti saja segala kehendak AS yang ditujukan dalam sikapnya terhadap dunia dan khususnya kepada Indonesia.Dalam sejarah masa lalu terbukti bahwa hubungan Indonesia dengan AS paling baik ketika Indonesia kuat, baik kuat ke dalam maupun ke luar, sehingga AS dan orang-orangnya tidak dapat memperlakukan Indonesia semaunya.[2] Sekarang konsep itu masih berlaku dan malahan menjadi lebih penting lagi karena kepentingan AS untuk mengontrol Asia Tenggara makin kuat. Sebab itu Indonesia harus memperkuat diri di dalam negeri sehingga mempunya kekuatan mantap untuk menjalankan hubungan dengan AS yang tidak merugikannya, bahkan menguntungkannya.Hal yang sama harus dilakukan Indonesia untuk menghadapi negara tetangganya. Terbukti sekali dalam hubungannya dengan Malaysia bahwa persamaan ras dan agama sama sekali tidak menjadi jaminan bahwa ada hubungan yang dekat dan erat antara dua bangsa. Tetap berlaku bahwa kepentingan negara-bangsa yang menjadi ukuran hubungan yang dekat itu dan itu sangat dipengaruhi bagaimana ditunjukkan kekuatan yang mendorong pihak lain mengadakan hubungan yang dekat. Terlebih lagi terhadap Singapore jelas sekali bahwa hanya Indonesia yang kuat dan berfungsi efektif dalam melakukan tugas negara dan masyarakat yang mereka hargai dan hormati. Sebaliknya, Indonesia yang kacau dan penuh kelemahan akan dimakan atau dimanfaatkan sepenuhnya untuk keuntungannya.Sikap Indonesia terhadap perkembangan Asia Timur yang sangat kompleks memerlukan pendalaman jauh lebih saksama dan tidak dapat dihadapi dengan kekuatan belaka. Indonesia tidak berkepentingan dengan terjadinya hubungan yang penuh konflik antara China dan Jepang. Sebab konflik antara dua bangsa itu akan berdampak sangat merugikan bagi Indonesia. Apalagi kalau ditambah dengan faktor Korea yang masih serba tanda tanya masa depannya.Memang kalau Indonesia menjadi negara yang kuat dan berfungsi efektif ada modal untuk berusaha mempengaruhi keadaan Asia Timur, karena masih ada harapan diperhatikan oleh semua negara di kawasan itu. Akan tetapi itu saja jauh dari cukup. Dengan modal itu Indonesia dapat berusaha melerai sikap Jepang dan China yang mungkin bermusuhan. Persoalan pokok yang dihadapi adalah bahwa antara dua bangsa itu pada dasarnya ada love-hate relationship atau hubungan cinta-benci yang terbawa dari perkembangan sejarah masing-masing. Sebab itu yang perlu diusahakan adalah makin kurangnya faktor emosi dalam hubungan itu.Satu faktor emosi yang kuat pengaruhnya adalah warisan sejarah Perang Dunia 2. Pendidikan tentang sejarah di Jepang oleh China dan Korea dinilai menutupi kenyataan perilaku Jepang selama perang. Demikian pula kunjungan para pejabat pemerintah Jepang, terutama perdana menteri, ke Kuil Yasukuni sangat menusuk perasaan China dan Korea. Sebaliknya, bagi pejabat Jepang hal itu dipandangnya sebagai penghormatan terhadap para pahlawan yang telah membela bangsanya, seperti pejabat Indonesia mengadakan upacara Hari Pahlawan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Akan tetapi bagi China, dan juga Korea, hal itu dipandang sebagai sikap Jepang yang menjunjung tinggi militerisme. Sebab di Yasukuni juga disimpan abu para pemimpin Jepang yang telah dihukum sebagai penjahat perang karena telah memimpin Jepang terjun dalam Perang Dunia 2 dan memerangi China serta menduduki Korea. Setiap kunjungan seorang perdana menteri Jepang ke Kuil Yasukuni menimbulkan luka pada China dan Korea. Kalau masalah ini dapat dipecahkan secara efektif dengan satu win-win solution, maka tuduhan terhadap Jepang menjadi militeristis kembali ketika berubah menjadi negara normal mungkin sekali akan dapat dielakkan atau diatasi melalui perundingan yang saling memahami.Dilema antara Kepentingan Individu danMayarakatSetiap yang disebut manusia selalu terdiri dari dua kepentingan, yaitu kepentingan individu yang termasuk kepentingan keluarga, kelompok atau golongan dan kepentingan masyarakat yang termasuk kepentingan rakyat . Dalam diri manusia, kedua kepentingan itu satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Apabila salah satu kepentingan tersebut hilang dari diri manusia, akan terdapat satu manusia yang tidak bisa membedakan suatu kepentingan, jika kepentingan individu yang hilang dia menjadi lupa pada keluarganya, jika kepentingan masyarakat yang dihilangkan dari diri manusia banyak timbul masalah kemasyarakatan contohnya korupsi. Inilah yang menyebabkan kebingungan atau dilema manusia jika mereka tidak bisa membagi kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.Dilema anatara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat adalah pada pertanyaan mana yang harus diutamakan, kepentingan manusia selaku individu atau kepentingan masyarakat tempat saya hidup bersama? Persoalan pengutamaan kepentingan individu atau masyarakat ini memunculkan dua pandangan yang berkembang menjadi paham/aliran bahkan ideologi yang dipegang oleh suatu kelompok masyarakat.1. Pandangan IndividualismeIndividualisme berpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari manusia yang lain. Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan individulah yang harus diutamakan. Yang menjadi sentral individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya. Paham individualisme menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini bisa disebut juga ideologi individualisme liberal.Paham individualisme liberal muncul di Eropa Barat (bersama paham sosialisme) pada abad ke 18-19. Yang dipelopori oleh Jeremy Betham, John Stuart Mill, Thomas Hobben, John Locke, Rousseau, dan Montesquieu. Beberapa prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme adalah sebagai berikut.1. Penjaminan hak milik perorangan. Menurut paham ini , pemilikan sepenuhnya berada pada pribadi dan tidak berlaku hak milik berfungsi sosial,2. Mementingkan diri sendiri atau kepentingan individu yang bersangkutan.3. Pemberian kebebasan penuh pada individu4. Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya masing-masing.Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri bisa menimbulkan persaingan dan dinamika kebebasan antar individu. Menurut paham liberalisme, kebebasan antar individu tersebut bisa diatur melalui penerapan hukum. Jadi, negara yang menjamin keadilan dan kepastian hukum mutlak diperlukan dalam rangka mengelola kebebasan agar tetap menciptakan tertibnya penyelenggaraan hidup bersama.2. Pandangan SosialismePaham sosialisme ditokohi oleh Robert Owen dari Inggris (1771-1858), Lousi Blanc, dan Proudhon. Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatlah yang diutamakan. Kedudukan individu hanyalah objek dari masyarakat. Menurut pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar hilang. Hak-hak individu timbul karena keanggotaannya dalam suatu komunitas atau kelompok.Sosialisme adalah paham yang mengharapkan terbentuknya masyarakat yang adil, selaras, bebas, dan sejahtera bebas dari penguasaan individu atas hak milik dan alat-alat produksi. Sosialisme muncul dengan maksud kepentingan masyarakat secara keseluruhan terutama yang tersisih oleh system liberalisme, mendapat keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan. Untuk meraih hal tersebut, sosialisme berpandangan bahwa hak-hak individu harus diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dalam sosialisme yang radikal/ekstem (marxisme/komunisme) cara untuk meraih hal itu adalah dengan menghilangkan hak pemilikan dan penguasaan alat-alat produksi oleh perorangan. Paham marxisme/komunisme dipelopori oleh Karl Marx (1818-1883).Paham individualisme liberal dan sosialisme saling bertolak belakang dalam memandang hakikat manusia. Dalam Declaration of Independent Amerika Serikat 1776, orientasinya lebih ditekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk individu yang bebas merdeka, manusia adalah pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang luhur. Sedangkan dalam Manifesto Komunisme Karl Marx dan Engels, orientasinya sangat menekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial semata. Menurut paham ini manusia sebagai makhluk pribadi yang tidak dihargai. Pribadi dikorbankan untuk kepentingan negara.Dari kedua paham tersebut terdapat kelemahannya masing-masing. Individualisme liberal dapat menimbulkan ketidakadilan, berbagai bentuk tindakan tidak manusiawi, imperialisme, dan kolonialisme, liberalisme mungkin membawa manfaat bagi kehidupan politik, tetapi tidak dalam lapangan ekonomi dan sosial. Sosialisme dalam bentuk yang ekstrem, tidak menghargai manusia sebagai pribadi sehingga bisa merendahkan sisi kemanusiaan. Dalam negara komunis mungkin terjadi kemakmuran, tetapi kepuasan rohani manusia belum tentu terjamin.3. Kehidupan di IndonesiaDalam negara Indonesia yang berfalsafahkan Pancasila, hakikat manusia dipandang memiliki sifat pribadi sekaligus sosial secara seimbang. Manusia bukanlah makhluk individu dan sosial, tetapi manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Frans Magnis Suseno, (2001) menyatakan bahwa manusia adalah individu yang secara hakiki bersifat sosial dan sebagai individu manusia bermasyarakat.Bung Karno menerangkan tentang seimbangnya dua sifat tersebut dengan ungkapan Internasianalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme (Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, 1998). Paduan harmoni antara individu dan sosial dalam diri bangsa Indonesia diungkap dalam sila kedua dan ketiga Pancasila. Bangsa Indonesia memiliki prinsip menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Namun demi kepentingan bersama tidak dengan mengorbankan hak-hak dasar setiap warga negara.Akan tetapi pada masyarakat Indonesia sekarang lebih condong ke arah liberalisme bagaimana tidak ? seorang pejabat pemerintah bisa mengkorupsi uang pajak untuk rakyat sampai bermiliyar miliyar rupiah itu yang torbongkar, belum lagi yang tidak terbongkar. Dari yang terkecil seperti premanisme juga mengakar pada budaya kita. Semua itu tidak dipungkiri masalah ekonomi Indonesia yang kurang baik, banyak suap dimana mana , dari jalan raya sampai gedung bertingkat, ada juga nipotisme yang masih banyak terjadi banyak orang yang tidak berkompeten menjadi ketua organisasi karena saudaranya seorang pejabat publik, akan tetapi jika sesorang itu ahli dibidangnya dan mendaptkan pekerjaaan di bidangnya karena saudaranya malah dianjurkan.Banyak juga orang yang mementingkan masyarakat dari pada diri sendiri seperti pekerja sosial yang lupa pada keluarganya sehingga terlantar. Hal inilah yang harus dibenahi kita harus kembali menengok kepada pancasila yang benar benar memandang sifat pribadi sekaligus sosial secara seimbang.