Upload
eddy-suryadi
View
771
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
Indikator – Indikator Tehnikal
Indicator -indicator teknikal biasanya dibagi dalam beberapa katagori dan ada beberapa
indicator yang masuk dalam lebih dari satu katagori..
1. Indicator Trend
2. Indicator Volatilitas
3. Indicator Momentum
4. Indicator Siklus
5. Indicator Kekuatan Pasar
1.Trend Indicators (Indicator Trend) Trend adalah suatu periode yang digunakan untuk melukiskan kecenderungan pergerakan
harga ke satu arah tertentu. Berikut ini beberapa indicator yang termasuk ke dalam
katagori Indikator Trend.
a.Directional Movement (DM) System , System ini dikembangkan oleh JW. Wilder
yang dikemukakan secara jelas dalam bukunya “
New Concept in Technical Trading System”.
Dalam bukunya Wilder secara objektiv
membatasi kondisi harga pasar dalam dua kondisi
yaitu trend dan nontrend, sehingga
memungkinkan trader untuk menentukan strategi
trading misalnya menjalankan trend-following-
strategy pada saat market dalam kondisi trend
atau menggunakan indikator lain yang dapat
bekerja dengan baik pada kondisi non-trending.
Untuk dapat mendeteksi kondisi pasar, dalam DM dikenal empat macam kurva yaitu :
• +DM atau PDI (Plus Directional Movement/Plus Derectional Index)
• -DM atau MDI (Minus Derectional Movement/Minus Directional Index)
• DX (Directional Index)
• ADX (Average Directional Index) adalah versi smooth dari DX
Biasanya hanya digunakan tiga kurva yaitu ADX, PDI dan MDI. ADX digunakan sebagai
panduan bagi trader untuk menentukan kondisi pasar, jika nilai ADX menaik , maka
pasar dianggap sedang dalam kondisi trend. Dalam hal ini Wilder menentukan pre-
determined-value di sekitar 20 sampai 30. Sebaliknya jika nilai ADX menurun, pasar
dianggap dalam kondisi non-trend.
Arah trend (naik atau turun) menurut Wilder ditunjukan dengan melihat kurva PDI dan
MDI.
PDI > MDI � Naik
PDI < MDI � Turun
Jika kondisi non-trending kita istilahkan akumulasi / konsolidasi atau harga bergerak
berkumpul disekitar range tertentu, turun dan kemudian naik dan turun kembali dan
seterusnya, mestinya dengan indicator ini kita dapat menentukan empat kondisi yang
mungkin terjadi di pasar, Yaitu
• Trend naik, Dimana ADX menaik dan PDI > MDI
• Trend turun, Dimana ADX Menaik dan PDI < MDI
• Konsolidasi naik Dimana ADX menurun dan PDI > MDI
• Konsolidasi turun Dimana ADX menurun dan PDI < MDI
Plus dan Minus Directional Index juga dapat digunakan bagi trader sebagai signal untuk
menentukan strategy di pasar, yaitu pada saat terjadi cross-over pada kedua kurva
tersebut.
Gambar 1.1
Pada Gambar terlihat bahwa pada kotak 1 adalah range periode
dimana Directional Movement System menggambarkan kondisi
Trend-Naik, yang kemudian penjelasannya ditunjukan dengan
makin menaiknya nilai ADX (Trend) dan nilai PDI > MDI
(Naik).
Pada kotak 2, ditunjukan dengan makin menurunnya nilai ADX
yang berarti trend melemah dan pasar berkonsolidasi pada range tertentu. Pada range
periode ini disarankan untuk menggunakan indicator lain yang mungkin dapat bekerja
lebih baik dalam memanfaatkan kondisi pasar akumulasi/konsolidasi.
Pada kotak 3 kemudian Directional Movement menjelaskan adanya
kondisi Trend-Turun ditunjukan dengan makin menaiknya nilai
ADX dan PDI < MDI.
b.Aroon, Indikator ini dikembangkan oleh seorang India bernama
Tushar Chande pada sekitar awal tahun 1990-an. Aroon adalah
bahasa sansekerta yang berarti “terbit fajar”. Indikator ini memungkinkan kita untuk
mengantisipasi adanya perubahan-perubahan di pasar, misalnya perubahan dari kondisi
trending menjadi trading-range atau konsolidasi.
Aroon memplot dua jenis kurva yang diberi nama Aroon-Up yang mengukur nilai-nilai
tertinggi dari beberapa periode historis tertentu dan Aroon-Down yang mengukur nilai-
nilai terendah dari beberapa periode historis. Nilai actual dari indicator ini adalah range
antara 0 (nol) sampai 100 (seratus).
Misalnya kita menentukan parameter 13
periode, jika dalam 13 periode terakhir harga
membuat new-high maka nilai Aroon-Up =
100 , sebaliknya jika dalam 13 periode
terakhir harga membuat new-low, maka
Aroon-Down = 100. Kemudian jika pasar
tidak membuat new-high dan new-low dalam
13 periode terkahir, maka nilai Aroon-Up dan
Aroon-Down = 0.
Ada tiga kondisi dasar yang mestinya
diperhatikan untuk menginterpretasikan
indicator ini, yaitu :
• Extreme-level , jika nilai Aroon-Up mencapai 100 menunjukkan adanya gejala
kekuatan pasar kemudian jika nilai Aroon-Up terus berada antara range 70 sampai
100, Chande mengindikasikan adanya trend-up baru.
Sebaliknya jika nilai Aroon-Down mencapai nilai 100 menunjukkan adanya
gejala melemahnya pasar kemudian jika nilai Aroon-Down terus berada antara 70
dan 100, mengindikasikan adanya trend-down baru.
• Paralel Movement, Gerakan harga parallel diantara dua Aroon (Arron-Up dan
Aroon-Down) mengindikasikan adanya gejala konsolidasi. Kondisi konsolidasi
terus berlanjut sampai ada gerakan arah harga yang menunjukan gejala dimana
Aroon menuju cross-overs dan atau kemudian extreme-level.
• Corss-overs, jika Aroon-Down bergerak keatas memotong Aroon-Up sehingga
nilai Aroon-Down lebih tinggi dari pada Aroon-Up, inidikasi potensi melemahnya
pasar sehingga ekpektasi pasar cenderung mulai bergerak turun .
Berdasarkan hal-hal tersebut kesimpulan lebih lanjut mengenai indikator ini adalah
bahwa trend pasar ditunjukkan dengan adanya kondisi extreme-level, kemudian arah
trend ditentukan dengan membandingkan kedua kurva, jika Aroon-Up > Aroon-Down
maka disimpulkan harga naik dan demikian sebaliknya.
Saat trend melemah , kemudian diikuti dengan gerakan paralel kedua Aroon, harga
berkonsolidasi. Cross-overs menjadi semacam signal yang menunjukkan adanya gejala
harga bergerak kearah tertentu, kemudian diterjemahkan sebagai trend yang baru jika
setelah itu Aroon menuju ke kondisi extreme-level (gambar 1.2).
Gambar 1.2
c. Moving average, adalah metoda perhitungan rata-rata dari suatu variable misalnya
variable harga., volume, indicator teknikal dan lain sebagainya. Istilah moving
menekankan kondisi rata-rata pergerakan atau perubahan. Sebelum melakukan
perhitungan moving average secara matematis nilai rata-rata dari suatu varibel, kita harus
menentukan periode waktu yang dijadikan parameter dasar perhitungan.
Ada banyak cara menghitung pergerakan rata-rata suatu data
historis, dari mulai metoda perhitungan sederhana(simple MA),
eksponensial, rata-rata tertimbang (weighted) dan lain sebagainya.
Sebagai contoh misalnya metoda perhitungan sederhana (Simple
MA), setelah menentukan parameter misalnya 5 periode , kelima
periode data terkahir dijumlahkan dan dibagi 5 (dirata-ratakan).
Time
series Data
ΣΣΣΣ n
Periode
ΣΣΣΣ n
Periode/n
1 2.0015 - -
2 2.0025 - -
3 2.0008 - -
4 2.0002 - -
5 1.9998 10.0048 2.0010
6 1.9995 10.0028 2.0006
7 2.0005 10.0008 2.0002
8 2.0015 10.0015 2.0003
9 2.0035 10.0048 2.0010
10 2.0078 10.0128 2.0026
Σ n = jumlah data n periode terakhir
Σ n / n = Simple Moving Averages
Pada Analisa Pasar Teknikal, metoda paling popular dalam menginterpretasikan MA
adalah dengan membandingkan hubungan antara MA dengan harga closing. Bila harga
berada di atas MA maka diasumsikan adanya signal buy dan jika harga lebih rendah dari
MA diasumsikan adanya signal sell.Penggunaan indikator ini tidak dimaksudkan untuk
mendeteksi adanya exact bottom atau exact top , MA didesign lebih untuk memberi
petunjuk pada para trader untuk tetap berada pada jalur trend.
Elemen kritis dari penggunaan indicator ini adalah penentuan parameter yang digunakan
dalam perhitungan. Pada saat melakukaan
peninjauan kebelakang, kita seringkali
mendapat gambaran bahwa MA cukup dapat
memberikan petunjuk yang baik di pasar.
Masalahnya adalah bagaimana menentukan
parameter yang tepat sehingga MA secara
konsisten dapat profitable bila digunakan.
Parameter paling popular dalam MA adalah 39-
weeks (39 Minggu) atau MA-200-days.
Parameter ini memiliki track-record yang baik
untuk penentuan siklus pasar jangka panjang
(Major/Long-term Market Cycle). Berikut
beberapa parameter yang mungkin dapat dijadikan petunjuk untuk mendeteksi siklus
pasar.
Trend Moving Average Length Very Short Term 5-13 days
Short Term 14-25 days
Minor Intermediate 26-49 days
Intermediate 50-100 days
Long Term 100-200 days
Gambar 1.3
2.Volatility Indicators (Indikator Volatilitas) Volatility adalah istilah umum yang digunakan
untuk menentukan besarnya fluktuasi harga dari
satu periode ke periode berikutnya, secara
umum volatility harga banyak memberikan
petunjuk tentang arah perubahan harga.
Berikut adalah beberapa indikator yang
termasuk dalam katagori ini.
a.Bollinger Bands, indikator ini dikembangkan
oleh John Bollinger dan se-type dengan
envelope. Kalau envelope di plot dengan
prosentase tertentu diatas dan di bawah Moving
average, sedangkan bollinger bands berdasarkan
standard deviation (Simpangan Baku) yang di
plot di atas dan di bawah moving average.
Selain sebagai Indikator volatility, Bollinger
bands juga termasuk indicator yang mampu
mendeteksi trend (trend indicator).
Middle Band = Moving average n periode
Lower Band = Moving average n periode – (Moving average n periode X Std_Dev)
Higher Band = Moving average n periode + (Moving average n periode X Std_Dev)
Gambar 2.1
Selanjutnya Mr. Bollinger memberikan catatan tentang beberapa karakteristik dari
Bollinger Bands, yaitu :
• Gerakan harga yang cukup besar dan cepat diikuti
dengan makin melebarnya jarak antara lower
band dan higher band hal tersebut terjadi setelah
bands mengecil / menyempit dimana volatilitas
berkurang.
• Jika harga berada diluar band, mengimplikasikan
bahwa trend akan berlanjut. Pada saat bands tidak
melebar (menyempit atau sejajar),harga yang
berada diluar bands dapat diidentifikasikan
sebagai kondisi overbought dan oversold .
• Bottoms/Tops yang terjadi diluar Bands dan
kemudian diikuti dengan Bottoms/Tops yang
terbentuk di dalam Bands memberi petunjuk
adanya gejala reversal trend.
• Gerakan awal salah satu band pada akhirnya akan diikuti oleh band yang lainnya.
Menurut Bollinger observasi menggunakan indicator ini sangat berguna dalam
penentuan Price-objective (target harga).
b.Relative Volatility Index (RVI), RVI pertama kali diperkenalkan oleh Donald Dorsey
pada sekitar tahun 1993. RVI digunakan untuk mengukur arah volatilitas suatu variable.
Metode perhitungannya mirip dengan perhitungan RSI (Relative Strengh Index), bedanya
RVI mengukur standard deviasi perubahan harga dan bukan pada perubahan harga secara
absolut.
Pada tahun 1993 dalam artikelnya pada suatu
media cetak, beliau mengatakan bahwa para
analis teknikal selalu tergoda untuk
menggunakan suatu indikator untuk
mengkonfirmasikan signal yang dimunculkan
oleh indikator lainnya. Kita dapat memutuskan
untuk menggunakan MACD untuk
mengkonfirmasikan signal yang dimunculkan
oleh Stochastic oscillator misalnya. Logika
mengatakan bahwa keragaman akan
mempertinggi hasil, tapi juga sering kita temui
bahwa mengkonfirmasi suatu indikator dengan
menggunakan indikator lain hanyalah suatu
bentuk “repackaged” (merubah kemasan),
menurut Dorsey masing-masing indikator
menggunakan teori yang hampir serupa untuk
mendefinisikan prilaku pasar. Jadi setiap trader
mesti memahami betul indikator-indikator yang digunakan untuk menghindari adanya
duplicating information (informasi ganda).
Gambar 2.2
Pada saat melakukan test profitability dari suatu system perpotongan Moving average
yang menganut stretegi following-trend, Dorsey menemukan bahwa hasil trading dapat
ditingkatkan secara signifikan dengan mengikuti aturan-aturan RVI. Aturan-aturan
serupa mungkin saja efektif bagi indicator momentum atau indicator trend-following
lainnya. Berikut beberapa aturan yang disampaikan Dorsey dalam menggunakan RVI.
• buy signals pada saat RVI > 50.
• sell signals pada saat RVI < 50.
• Jika signal buy diabaikan, enter long jika RVI > 60.
• Jika signal sell diabaikan, enter short jika RVI < 40.
• Exit long position jika RVI turun di bawah 40
• Exit short position jika RVI naik di atas 60
Dikarenakan RVI menggunakan pendekatan yang berbeda dibandingkan indicator
lainnya dalam mendefinisikan dinamika pasar, sering kali RVI dapat diandalkan dalam
mengkonfirmasikan suatu indicator.
3.Momentum Indicators (Indikator Momentum)
Momentum adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan seberapa cepat
terjadinya perubahan harga pada suatu periode waktu tertentu. Ada banyak indikator yang
termasuk dalam kategori ini, beberapa diantaranya adalah :.
a.Relative strength Index (RSI), RSI adalah salah
satu indikator oscillator yang terpopuler yang sering
digunakan para teknikal analis. Pertama kali
diperkenalkan oleh Wilder pada sekitar tahun 1978.
Langkah demi langkah tentang interpretasi dan cara
perhitungan RSI, dijelaskan lebih lengkap dalam
bukunya “New Concepts in Technical Trading
Systems”.
Nama “Relative Strengh Index” sedikit berbeda
karena RSI tidak membandingkan relative strength
(kekuatan relative) dua jenis variable (harga) yang
berbeda, tetapi Internal strength dari hanya satu
variable (harga). Istilah yang lebih tepat mungkin
“Internal Strength Index”.
Rumusan dasar RSI mungkin cukup sederhana, tapi penjelasannya membutuhkan banyak
waktu dan halaman-halaman contoh, formula dasarnya dalah sebagai berikut :
100 Dimana :
U = Rata-rata perubahan harga naik
RSI = 100 - U D = Rata–rata perubahan harga turun
1 +
D
Pada saat memperkenalkan indicator ini Mr. Wilder menyarankan menggunakan
parameter 14 periode, tapi disarankan agar kita melakukan eksperimen sehingga
ditemukan parameter yang cocok bagi kita dalam menggunakan indicator ini.
Harga / nilai dari RSI adalah range antara 0 sampai 100. Metode paling popular dalam
menggunakan indicator ini adalah dengan mendeteksi adanya pola divergence, dimana
pasar membuat new-high , tapi RSI gagal mencapai nilai tertinggi sebelumnya. Pola
divergence ini dapat menjadi petunjuk selanjutnya bagi trader dalam mendeteksi adanya
reversal.
Dalam bukunya kemudian Mr. Wilder memberikan beberapa kondisi RSI yang dapat
dijadikan panduan dalam menganalisis pasar.
• Kondisi overbought dan oversold, biasanya pada RSI ditentukan dengan nilai
extreme 70 dan 30 untuk menilai kondisi tersebut. Kondisi ini secara efektif dapat
dijadikan pedoman pada saat harga non-trending.
• Failure swing, dikenal juga sebagai gerakan menembus area support atau resist,
misalnya failure swing terjadi pada saat RSI melebihi nilai 70 dan kemudian
membuat koreksi turun membentuk bottom kecil dan membuat high kedua
dimana high kedua gagal menembus high pertama kemudian harga kembali turun
melewati bottom koreksi yang terjadi sebelumnya.
• Patterns, Seperti layaknya chart harga , pada RSI juga dikenal pola yang mirip
terjadi pada candlestick patterns, seperti head and shoulders, rising wedges, flag
atau pada failure swing RSI biasanya membentuk pola triangle (ascending,
descending atau pennant)
• Divergence, kondisi divergence RSI terhadap harga menunjukan bahwa gerakan
naik atau turun sedang melemah, dimana harga membentuk new high / new low
tapi RSI gagal melewati previous high / previous low.
Gambar 3.1
b.Momentum dan Price ROC (rate of change), Momentum adalah ratio perbandingan
harga closing sekarang dengan harga closing X-periode yang lalu. Rumusan dasarnya
adalah :
Momentum = Harga Closing________
X 100 Harga closing X-Periode yang lalu
Momentum adalah indicator yang mengukur perubahan
harga pada suatu periode pengamatan tertentu. Apakah
perubahan harga cenderung naik atau turun dan apakah
tingkat perubahan itu meningkat atau melemah.
Momentum sangat identik dengan jenis indicator lainnya,
yaitu Price ROC (Rate of change).
Kalau Momentum menghitung perbandingan antara harga
closing sekarang dengan harga closing beberapa periode
yang lalu, sedangkan ROC, membandingkan selisih
perubahan harga selama X-periode terhadap harga closing
X-periode yang lalu. Rumusan dasarnya adalah :
Price ROC = (Harga Closing - Harga Closing X-periode yang lalu )
X 100 Harga closing X-Periode yang lalu
Kedua indicator tersebut digunakan dengan
mempertimbangkan fenomena yang cukup lama
dikenal yaitu fakta bahwa gerakan pasar cenderung
untuk melakukan pengulangan dan membuat
semacam gerakan bergelombang siklis . ROC dan
Momentum menggambarkan gerakan
bergelombang ini dalam bentuk oscillator.
Parameter yang dianggap popular dalam
menggunakan kedua indicator tersebut adalah 12 –
25 periode untuk short-term dan intermediate-term
trading, serta 255 periode untuk long-term trading.
• Keduanya memberikan gambaran kondisi overbought / oversold ditunjukan
dengan nilai relative +/- 5 untuk ROC dari nilai patokan = 0, serta +/- 0.5 untuk
momentum dengan dengan nilai patokan = 100. Level overbought/oversold yang
optimum sebenarnya sangatlah relative tergantung dari karakteristik variable yang
diobservasi. Misalnya suatu kondisi Bullish market yang sangat kuat , dengan
ROC kita dapat saja menentukan +10 untuk kondisi overbought dan -5 untuk
oversold.
• Divergence, kedua indicator ini dapat dijadikan pedoman untuk mendeteksi
kemungkinan adanya divergence.
Walaupun jika di plot kedua indicator ini menunjukan gerakan kurva yang sama tapi
skala yang digunakan untuk masing-masing indicator berbeda, disebabkan karena
perbedaan cara perhitungan, jika ROC disajikan dalam metode prosentase , sedangkan
momentum dalam bentuk ratio.
Gambar 3.2
c. Stochastic Oscillator, menurut Webster stochastic adalah salah satu alat untuk
mengukur suatu process gerakan variable-variable random yang tidak terbatas.
Stochastic membandingkan harga closing relative dengan trading range pada suatu
periode tertentu. Rumusan umumnya adalah sebagai berikut:
Contoh perhitungan Stochastic dengan parameter (5,3) dimana parameter 5 dalam
stochastic disebut %K periode dan parameter 3 disebut %K Slowing :
% D dalam stochastic adalah rata-rata bergerak (moving average) dari nilai stochastic itu
sendiri, sebagian trader menentukan titik potong (crossover) stochastic dan MA-nya
adalah semacam trigger untuk melakukan aksi di pasar.
Stochastic oscillator dapat digunakan dalam short dan atau intermediate term-trading
tergantung dari parameter yang digunakan . Nilai stochastic berada antara 0 (Nol) sampai
100 (seratus) . Jika nilai stochastic berada lebih rendah dari 20, dikatakan bahwa pasar
berada dalam kondisi oversold (jenuh turun/jenuh jual), sebaliknya jika nilai stochastic
berada lebih besar dari 80, dikatakan bahwa pasar berada dalam kondisi overbought
(jenuh naik/ jenuh beli).
Sesuai dengan katagorinya, indicator ini kurang dapat
digunakan dalam mendeteksi trend terutama long
term trend .Misalnya pada kondisi down-trending,
stochastic akan terus menerus menunjukan kondisi
oversold, demikian juga dalam kondisi up-trending
nilai stochastic akan terus berada diatas level 80.
Beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalam menggunakan Stochastic :
• Oversold dan Overbought, sebagian trader menggunakan indicator ini dengan
menunggu konfirmasi misalnya pada kondisi oversold atau overbought kita dapat
menganggap sebagai signal, konfirmasinya kemudian jika stochastic bergerak
menuju area netral ( diantara nilai 20 dan 80 ) dianggap saat yang tepat untuk
melakukan transaksi.
• Crossover, aktivitas transaksi dapat dilakukan berdasarkan pengamatan bahwa
telah terjadi crossover antara kurva stochastic dengan %D-nya .
• Divergence, sama dengan jenis indicator momentum lainnya , pola divergence
sering kali dapat digunakan dalam mengantisipasi gerakan pasar.
Gambar 3.3
Pada saat kondisi pasar berkonsolidasi, terlihat bahwa stochastic cukup baik digunakan
sebagai petunjuk bagi kita untuk mendefinisikan gerakan pasar . Sedangkan pada kondisi
trend, gerakan pembalikan (pullback / rebound) seringkali tidak sepadan dengan resiko
yang mungkin terjadi. Stochastic sebaiknya digunakan pada saat pasar berada dalam
kondisi akumulasi atau konsolidasi dimana harga bergerak relative di dalam range
tertentu.
Indicator Siklis (cycle Indicators)
Keragaman pendekatan dalam melakukan analisa pasar memungkinkan para pelaku
pasar untuk mampu membuat klasifikasi dari masing-masing sudut pandang mereka
dengan berbagai alternative alat analisa. Ditambah lagi beberapa indicator tehnis yang
standard kurang mampu menyediakan gambaran yang dibutuhkan dalam suatu sudut
pandang tertentu. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah melakukan Analisis
Pendekatan Siklis. Pendekatan ini lebih sering digunakan untuk keperluan analisis
fundamental yang sudah sejak lebih dari 50 tahun yang lalu dilakukan para ahli statistic
dalam mendeteksi siklus ekonomi.
Gerakan pasar adalah proses alam yang menunjukan perubahan prilaku manusia dalam
hal ini para pelaku pasar. Bagi para tahnikalis, pendekatan ini berguna untuk mendeteksi
siklus pasar dalam periode yang lebih sempit. Beberapa karakteriristik harga, terutama
harga futures market menunjukkan gejala adanya siklus . Perubahan harga sering kali
dapat diantisipasi pada suatu interval siklus tertentu .
a. Cycle Lines (Garis Siklis), bagaimapun juga pasar umumnya bergerak pada tingkat
yang predictable (dapat diprediksi), bahkan sekilas pada beberapa jenis karakteristik
harga, cukup bukti untuk melihat beberapa jenis dari pola siklis.
Pada pasar Global seperti Forex misalnya, waktu transaksi yang terus-menerus
menunjukkan makin heterogennya para pelaku pasar, kemudian adanya perbedaan waktu
memungkinkan kita untuk mengklasifikasi karakteristik para pelaku pasar yang berbeda.
Karakteristik pasar tentunya berbeda pada jam-jam pasar Asia dan Australia,
dibandingkan dengan pada saat Negara-negara Eropa mulai ambil bagian di pasar global
ini dan kemudian pada saat Pasar Asia off serta pada saat Amerkia Utara memulai
aktivitas transaksinya.
Gambar 4.1
Misalnya pada grafik GBPUSD tanggal 18 Desember sampai 20 November 2007 dengan
menggunakan chart 30 menit kita tentukan range waktu 6 jam mulai dari jam 00:00
sampai jam 06:00 dan seterusnya. Pada gambar terlihat bahwa pada interval waktu
dimana pada pasar Eropa dan Amerika belum mulai,(antara jam 06:00 – 12:00),
volatilitas fluktuasi harga tidak sebesar interval waktu setelahnya dimana Eropa dan
kemudian Amerika Utara mulai melakukan transaksi.
Dengan menggunakan cycle lines kita dapat membuat batasan pada setiap perbedaan
karakteristik tersebut dengan menarik garis vertical pada range waktu tertentu. Walaupun
tidak secara spesifik menjelaskan level-level harga pasar , metoda ini cukup membantu
dalam hal menentukan apakah pasar berada pada model siklus , atau berada pada model
trending. Pengklasifikasian karakteristik harga ini tentunya dapat dijadikan landasan
dasar para trader dalam menentukan strategi transaksinya pada setiap range waktu
tertentu.
b. Sine Wave (Gelombang Sinus), adalah metoda lain dalam mengklasifikasi siklus
pasar yaitu dengan menghitung sinus dari jumlah kumulatif seluruh periode grafik yang
diplot.
Gambar 4.2
Misalnya Sin(Cum(5)), Cum(5) maksudnya inidicator ini naik setiap 5 point pada setiap
tambahan satu periode waktu.
Indikator ini membentuk siklus semacam gelombang amplitude yang dapat digunakan
untuk penetuan interval waktu tertentu dalam mendefinisikan kondisi pasar. Indikator ini
fungsinya mirip cycle lines.
Sebagai perbandingan selain memplot Sine Wave kita juga menarik Cycle Lines dari
periode puncak amplitude ke dasar amplitude sehingga dapat memberikan petunjuk bagi
trader mengenai batasan waktu selanjutnya tentang karakteristik fluktuasi pasar kapan
berakhir dan kapan dimulainya perubahan karakter pasar terjadi kemudian.
b. Detrended Price Oscillator (DPO), adalah suatu indicator yang mencoba untuk meng-
eliminasi kondisi trend (detrending) yang sedang terjadi di pasar. Detrending Prices
memungkinkan kita untuk lebih mudah meng-identifikasi siklus level overbought dan
level oversold.
Untuk menghitung DPO pertama-tama kita tentukan X-periode SMA (simple moving
average), jika :
Kemudian harga closing dikurangi dengan n/2+1 satu perode sebelumnya, maka
Hasilnya adalah semacam oscillator yang memotong ke atas dan ke bawah nilai 0 (nol).
Siklus Jangka Panjang membuat rentetan Siklus Jangka Pendek. Dalam mengidentifikasi
turning point (titik balik) siklus yang lebih panjang kita analisa komponen siklus yang
lebih pendek. DPO sering kali membantu dalam mengenali komponen siklus yang
mendasari gerakan harga.
Gambar 4.3
Indicator Kekuatan Pasar (Market Strength Indicators)
Beberapa indicator berikut ini dapat digunakan untuk mengukur kekuatan pasar dan
diantaranya memasukan / mengandung unsur volume dan atau open interest yang secara
mendasar memang sering digunakan sebagai alat ukur dari kekuatan pasar. Pada
umumnya volume dan atau open interest yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa ada
lebih banyak partisipan di pasar.
a. Demand Index(DI), dikembangkan oleh James Sibbet pada sekitar tahun 1970-an,
sebagai salah satu indicator pendahulu. Perhitungan Demand Index cukup kompleks,
model perhitungan yang lebih sederhana kemudian dikemukakan oleh Kaufman bahwa :
Keterangannya adalah jika kita menggunakan parameter 10, maka jumlah volume harga
naik selama 10 periode terakhir dibagi dengan jumlah volume harga turun selama 10
periode terakhir. Indicator ini diplot dalam bentuk kurva yang memotong ke atas dan ke
bawah nilai 0.
Indicator ini sering digunakan sebagai indikator petunjuk dalam menganalisis perubahan
harga, didasarkan pada pengamatan umum bahwa volume lebih dulu membuat peak
sebelum gejolak harga terjadi.
Beberapa cara dikemukan dalam hal meng-interpretasikan penggunaan demand index,
satu diantaranya adalah dengan memepertimbangkan beberapa hal , yaitu :
• Suatu Divergence antara trend harga di pasar dengan demand index memberi
kesan kondisi melemahnya harga pasar.
• Lebih dari satu rally yang membuat beberapa new high biasanya mengikuti
puncak ekstrim dari demand index, dimana index menunjukan performa sebagai
Leading Indicator (indicator petunjuk).
• Harga yang lebih tinggi dengan demand index yang lebih rendah, biasanya
bertepatan dengan puncak utama.
• Pada saat demand index melakukan penetrasi mendekati titik nol (0), menunjukan
adanya gejala perubahan arah trend.
• Jika demand index bergerak disekitar nilai nol (0) dalam suatu periode waktu
tertentu ,menunjukkan bahwa gejala melemahnya fluktuasi harga terindikasi tidak
lama berselang.
• Devergence Long-term antara harga dengan demand index mengindikasikan
adanya major top atau major bottom.
Gambar 5.1
b. Correlation (korelasi), indicator ini mengukur hubungan antara dua variable dalam hal
ini harga pasar dan volume. Cara ini cukup memberikan informasi tentang bagaimana
volume mempengaruhi kekuatan fluktuasi harga pasar.
Gambar 5.2
Pada gambar terlihat bahwa kita sesungguhnya dapat mengukur besarnya kekuatan
volume (inner window bawah) mempengaruhi fluktuasi harga (inner window tengah).
Jika diberi batasan bahwa jika nilai korelasi (inner window atas) berada diatas 0 maka
pengaruh volume terhadap harga pasar positif, artinya peningkatan volume akan
menaikan harga. Sebaliknya jika nilai korelasi di bawah nol, maka korelasinya negatif,
artinya peningkatan volume cenderung menurunkan harga. Singkatnya jika korelasi
positif setiap peningkatan volume berarti bertambahnya volume buyers, dan jika korelasi
negative, berarti setiap peningkatan volume menunjukan peningkatan jumlah sellers.
Garis horizontal +/- 0,5 menggambarkan kekuatan korelasi tersebut. Terjadi korelasi
positif yang kuat jika nilai korelasi diatas 0,5 dan sebaliknya ada korelasi negative yang
kuat jika nilainya di bawah -0,5.