168
TESIS INDEPENDENSI ODITUR MILITER TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI) DALAM MELAKSANAKAN FUNGSINYA DI ODITURAT MILITER III-14 DENPASAR MISRAN WAHYUDI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

  • Upload
    hacong

  • View
    271

  • Download
    11

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

i

TESIS

INDEPENDENSI ODITUR MILITER TENTARA

NASIONAL INDONESIA (TNI) DALAM

MELAKSANAKAN FUNGSINYA DI ODITURAT

MILITER III-14 DENPASAR

MISRAN WAHYUDI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 2: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

i

TESIS

INDEPENDENSI ODITUR MILITER TENTARA

NASIONAL INDONESIA (TNI) DALAM

MELAKSANAKAN FUNGSINYA DI ODITURAT

MILITER III-14 DENPASAR

MISRAN WAHYUDI

NIM 1390561013

PROGRAM STUDI MAGISTER

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

i

Page 3: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

ii

INDEPENDENSI ODITUR MILITER TENTARA

NASIONAL INDONESIA (TNI) DALAM

MELAKSANAKAN FUNGSINYA DI ODITURAT

MILITER III-14 DENPASAR

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

Pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Udayana

MISRAN WAHYUDI

NIM 1390561013

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

ii

Page 4: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

iii

Lembaran Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 16 APRIL 2015

Mengetahui

Pembimbing I

Prof. Dr. I Ketut Mertha, S.H., M.Hum.

NIP. 1946123119760110011

Pembimbing II

Dr. I Gede Artha, S.H., M.H.

NIP. 195801271985031002

Ketua Program Studi

Magister (S2) Ilmu Hukum

Universitas Udayana

Dr. Ni Ketut Supasti Darmawan,S.H.,M.Hum.,LLM.

NIP. 1961110119860112001

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SP.S(K).

NIP. 195902151985102001

iii

Page 5: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

iv

Tesis Ini Telah Diuji

Pada tanggal 16 April 2015

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Nomor : 863/UN14.4/HK/2015 Tanggal 9 April 2015

Ketua : Prof. Dr. I Ketut Mertha, SH., M.Hum.

Sekretaris : Dr. I Gede Artha, SH.,MH.

Anggota : 1. Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH., MS.

2. Dr. Gde Made Swardhana, SH., MH.

3. Dr. I Dewa Made Suartha, SH., MH.

iv

Page 6: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Misran Wahyudi

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Tesis : Independensi Oditur Militer Tentara Nasional Indonesia

(TNI) Dalam Melaksanakan Fungsinya Di Oditurat

Militer III-14 Denpasar.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila di

kemudian hari terbukti Plagiat dalam karya ilmiah, maka saya bersedia menerima

sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010

dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 16 April 2015

Yang menyatakan

Misran Wahyudi

v

Page 7: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat, hidayah dan kekuatan lahir batin kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Independensi Oditur Militer Tentara

Nasional Indonesia (TNI) Dalam Menjalankan Fungsinya Di Oditurat Militer

III-14 Denpasar”. Penulisan tesis ini merupakan persyaratan mutlak dalam

memperoleh gelar lengkap Magister Hukum (MH) pada Program Studi Magister

(S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, Bali.

Dalam penulisan tesis ini penulis menyadari akan segala keterbatasan yang

dimiliki,namun dengan segala ikhtiar yang sungguh-sungguh dan disertai doa,maka

semua kendala maupun hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh sebab itu dengan

segala kerendahan hati penulis mohon bantuan berupa kritik, saran atau masukan

yang bersifat membangun dari semua pihak guna mendapatkan kesempurnaan

dalam penulisan tesis ini. Semoga dengan penulisan tesis ini dapat memberikan

manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya kepada pemangku

kebijakan yang terkait dalam mewujudkan sistem peradilan militer yang kredibel

dan mandiri.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan berhasil dengan

baik tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait.

Sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD selaku Rektor

Universitas Udayana.

2. Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Udayana.

3. Ibu Dr. Ni Ketut Supasti Darmawan, SH., M.Hum., LLM selaku Kepala

Progam Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH., M.Hum selaku Sekretaris

Progam Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana.

vi

Page 8: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

vii

5. Bapak Prof. Dr. I Ketut Mertha, SH., M.Hum selaku pembimbing I yang

telah memberikan bimbingan dalam penulisan tesis ini, sehingga dapat

berjalan sesuai waktu yang telah ditentukan.

6. Bapak Dr. I Gede Artha, SH., MH selaku pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan arahannya dalam penulisan tesis ini, sehingga

dapat berjalan dengan lancar.

7. Para Dosen dan Staf Administrasi Progam Studi Magister (S2) Ilmu Hukum

Universitas Udayana yang telah mendukung kelancaran kegiatan belajar

mengajar.

8. Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI di Jakarta yang telah memberikan

ijin kuliah di Progam Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas

Udayana.

9. Kepala Dinas Pengawas Teknis Oditurat Jendral TNI Jakarta Kolonel Chk

Endro Nurwantoko, SH., MH yang telah memberikan sumbangsih berupa

pemikirannya dan data-data penunjang yang diperlukan.

10. Kepala Oditurat Militer III-14 Denpasar Kolonel Chk Yonavia, SH., MH

beserta staf yang telah memberikan motivasi berupa dukungan moral,

sehingga dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan lancar.

11. Letkol Chk Sumantri, SH., Mayor Chk Reman, SH., MH dan Mayor Laut

(KH) I Made Adnyana, SH selaku narasumber dalam penulisan tesis ini.

12. Rekan-rekan Mahasiswa angkatan tahun 2013 Progam Studi Magister (S2)

Ilmu Hukum Universitas Udayana atas segala bantuannya informasi,

sehingga tesis ini dapat selesai dengan tepat waktu.

13. Ibu Desak Karin, S.Par yang telah memberikan dukungan berupa

pemikirannya dalam menunjang penulisan tesis ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat sebutkan satu per satu, yang telah

memberikan bantuannya dalam menyelesaikan tesis ini.

15. Keluarga besar penulis yang berada di Yogyakarta atas segala doa serta

motivasi yang telah diberikan sampai dengan selesainya tesis ini.

vii

Page 9: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

viii

Permohonan maaf yang setinggi-tingginya apabila dalam penulisan tesis ini

terdapat kekurangan, karena sesungguhnya sifat manusia adalah tidak sempurna.

Namun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin agar segala

kekurangan tersebut tidak mempengaruhi makna dari subtansi yang sesungguhnya.

Akhirnya seraya memohon kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa agar

diberikan petunjuk, hidayah dan anugerah, sehingga jalan terang selalu menyertai.

Denpasar, 16 April 2015

Penulis

Misran Wahyudi

viii

Page 10: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

ix

ABSTRAK

Oditur Militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu sub

sistem dalam sistem peradilan militer di Indonesia. Oditur Militer selaku penuntut

umum di lingkungan TNI memiliki fungsi utama adalah melakukan penuntutan

dalam persidangan di Pengadilan Militer berdasarkan alat bukti yang sah dengan

senantiasa memperhatikan norma-norma keagamaan, kemanusiaan, dan kesusilaan

serta wajib menggali nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat

dan harus memperhatikan kepentingan pertahanan keamanan negara. Oditur Militer

dapat menjalankan fungsinya dengan baik, jika memiliki independensi. Bertitik tolak

dengan hal tersebut, adanya kebijakan rencana tuntutan yang dikeluarkan Oditur

Jenderal TNI berpotensi dapat mempengaruhi independensi Oditur Militer selaku

penuntut umum di lingkungan TNI. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian

dengan mengambil tema “Independensi Oditur Militer Tentara Nasional Indonesia

(TNI) Dalam Melaksanakan Fungsinya Di Oditurat Militer III-14 Denpasar”.

Rumusan permasalahan pertama adalah bagaimana independensi Oditur Militer

dalam melaksanakan fungsinya di Oditurat Militer III-14 Denpasar dengan

diberlakukannya kebijakan rencana tuntutan dari Oditur Jenderal TNI. Sedangkan

permasalahan kedua adalah upaya-upaya apakah yang harus dilakukan dalam

mewujudkan Oditur Militer yang memiliki independensi dalam sistem peradilan

militer di Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris. Penelitian ini bersifat

bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan narasumber yang berkopeten.

Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Setelah data

primer dan data sekunder lengkap kemudian dianalisis secara kualitatif

menggunakan teori hukum. Hasil analisis disajikan secara deskriptif analitis dalam

bentuk uraian-uraian sehingga mampu memberi gambaran dan kesimpulan yang

jelas.

Simpulan pembahasan tesis ini sebagai berikut : Pertama adalah Oditur

Militer dalam melaksanakan fungsinya di Oditurat Militer III-14 Denpasar menjadi

tidak independen dengan diberlakukannya kebijakan rencana tuntutan dari Oditur

Jenderal TNI menjadikan Oditur Militer karena pada saat membuat surat tuntutan

Oditur Militer menjadi tergantung kepada keputusan atasannya. Kedua upaya-

upaya yang dilakukan dalam mewujudkan Oditur Militer agar memiliki

independensi dalam sistem peradilan militer di Indonesia adalah upaya-upaya

bersifat teknis yang terbagi dalam tiga bidang yaitu bidang teknis penuntutan,

bidang pengawasan dan pengendalian, serta bidang pendidikan dan pelatihan,

sedangkan upaya bersifat kelembagaan dengan menempatkan lembaga Oditurat

berada langsung di bawah kendali Panglima TNI baik secara pembinaan organisasi,

prosedur administrasi dan finansial maupun secara teknis yustisial.

(kata kunci : Oditur Militer, Independensi, Fungsi)

ix

Page 11: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

x

ABSTRACT

Military Attorney is one of components in enforcing the law in the military

court of justice system. Moreover, the Military Attorney is as general prosecutor in

the Indonesian National Armed Forces. Confidently, it has major function in

demanding based on legitimating evidences in Military Court. Based on

aforementioned statement, Military Attorney consider to religious norm, humanity,

and civility. In addition, the dig law and justice are also discovered by concerning

the importance of defense and security system of the country. As well, based on its

duty, the subject of this study is about “The Independent of Military Attorney of the

Indonesian National Armed Forces (TNI) in implementing its function in Military

Prosecuting Attorneys III-14 Denpasar”. Afterwards, the first problem is wheter

Military Attorney independently achieve its function in Military Prosecuting

Attorneys III-14 Denpasar by conducted the plan demans policy as of Military

General Attorneyof Indonesian National Armed Forces. Whereas, the second

problem iswhether the efforts shoud be accomplished in establishing independent

Military Attorney of Indonesian military court of justice system.

This research was conducted by empirical legal research methods.

Moreover, this study was a descriptive analysis research by using primary data

and secondary data. Primary data were obtained by conducting the interviews of

sample. Further more, purposive sampling or judgmental sampling was applied in

this research. After the primary data and secondary data were completed, a theory

was analyzed by using qualitative method. Then,the result of the analysis was

presented in descriptive analysis in the form of descriptions that were able to

givean overview and appropriate conclusions based on the research problems.

Based on this research, it can be concluded that; first, Military Attorney is

on duty as general procecutor in Military Prosecuting Attorneys III-14 Denpasar

became less independent. It was occured because the implementation of the plan

demand policy by Military General Attorney. It can be stated that the demand was

only established by upper position. Finally, the judgments are not merely

according conscience. Secondly, Military Attorney attempt to independently in

military court justice system in three aspects such as technical field of prosecution,

field supervision and control, as well as education and training ; while the

institutional effort to put Military Prosecuting Attorney intitutions are directly

under control of the Commander of the Indonesian National Armed Forces of both

organization development, administrative and technical of judicial.

(keywords: Military Attorney, Independence, Functions)

xi

Page 12: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

xi

RINGKASAN

INDEPENDENSI ODITUR MILITER TENTARA NASIONAL

INDONESIA (TNI) DALAM MELAKSANAKAN FUNGSINYA

DI ODITURAT MILITER III-14 DENPASAR

Bab I sebagai awal penulisan tesis ini menguraikan tentang latar belakang

masalah, dengan rumusan masalah yaitu : Bagaimana independensi Oditur Militer

dalam melaksanakan fungsinya di Oditurat Militer III-14 Denpasar dengan

diberlakukannya kebijakan rencana tuntutan dan upaya-upaya apakah yang harus

dilakukan untuk mewujudkan Oditur Militer agar memiliki independensi dalam

sistem peradilan pidana militer di Indonesia. Latar belakang penulisan ini

berangkat dari adanya perbedaan antara das sollen dan das sein terhadap kebijakan

rencana tuntutan oleh Oditur Jenderal TNI (Orjen TNI) yang diberlakukan di

seluruh Oditurat termasuk di Oditurat Militer III-14 Denpasar sejak tahun 2006,

sehingga penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris. Penelitian ini bersifat

deskriptif analitik dengan menggunakan sumber data primer yang diperoleh dengan

cara observasi secara langsung dan wawancara (intervew) secara langsung dengan

nara sumber, sedangkan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan,

yang kemudian dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif analitis

dalam bentuk uraian-uraian, sehingga akan mendapatkan gambaran dan kesimpulan

yang jelas.

Bab II berisikan tinjauan umum tentang hakekat independensi, Oditur

Militer sebagai penuntut umum TNI, sistem peradilan pidana militer di Indonesia,

sistem penuntutan di lingkungan Kejaksaan dan kebijakan rencana tuntutan.

xii

Page 13: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

xii

Bab III membahas mengenai independensi Oditur Militer dalam

melaksanakan fungsinya di Oditurat Militer III-14 Denpasar dengan

diberlakukannya kebijakan rencana tuntutan dari Orjen TNI sejak tahun 2006.

Adapun pembahasannya adalah Oditur Militer dalam melaksanakan fungsinya di

Oditurat Militer III-14 Denpasar menjadi tidak independen dengan adanya

kebijakan rencana tuntutan dari Orjen TNI yang berlaku sejak tahun 2006,

dikarenakan Oditur Militer yang seharusnya lebih mengetahui fakta-fakta hukum

yang terjadi di Persidangan Militer secara utuh, tetapi pada saat membuat tuntutan

pidana kepada terdakwa keputusannya menjadi sangat tergantung kepada

keputusan atasannya/Orjen TNI, sehingga Oditur Militer tidak dapat menentukan

besaran tuntutan secara mandiri sesuai hati nuraninya dalam perkara yang menjadi

tanggung jawabnya.

Bab IV membahas mengenai upaya-upaya dalam mewujudkan Oditur

Militer agar memiliki independensi dalam sistem peradilan militer, yaitu berupa

upaya-upaya bersifat teknis dan upaya bersifat kelembagaan. Upaya-upaya bersifat

teknis yang terbagi dalam tiga bidang yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu

bidang teknis penuntutan, bidang pengendalian dan pengawasan, serta bidang

pendidikan dan latihan. Sedangkan upaya bersifat kelembagaan adalah dengan

melakukan penempatan lembaga Oditurat baik secara pembinaan organisasi

Oditurat, prosedur administrasi dan finansial maupun secara teknis yustisial berada

langsung di bawah kendali Panglima TNI dan perlunya menempatkan personel TNI

sebagai Perwira Penghubung (LO TNI) di Kejaksaan Agung guna memudahkan

koordinasi di bidang penuntutan.

xiii

Page 14: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

xiii

Bab V adalah penutup yang berisikan simpulan dan saran.

Simpulan dalam tesis ini, Oditur Militer dalam melaksanakan fungsinya di

Oditurat Militer III-14 Denpasar menjadi tidak independen dengan adanya

kebijakan rencana tuntutan dari Orjen TNI yang berlaku sejak tahun 2006,

dikarenakan Oditur Militer yang seharusnya lebih mengetahui fakta-fakta hukum

yang terjadi di Persidangan Militer secara utuh, tetapi pada saat membuat tuntutan

pidana kepada terdakwa keputusannya menjadi sangat tergantung kepada

keputusan atasannya/Orjen TNI, sehingga Oditur Militer tidak dapat menentukan

besaran tuntutan secara mandiri sesuai hati nuraninya dalam perkara yang menjadi

tanggung jawabnya. Selanjutnya dalam mewujudkan Oditur Militer yang memiliki

independensi dalam sistem peradilan militer dilakukan upaya-upaya yang bersifat

teknis maupun secara bersifat kelembagaan. Upaya-upaya yang bersifat teknis

terbagi dalam 3 (tiga) bidang yang harus mendapat perhatian khusus guna

dilakukan perbaikan, yaitu bidang teknis penuntutan, bidang pengendalian dan

pengawasan, serta bidang pendidikan dan latihan, sedangkan upaya yang bersifat

kelembagaan adalah dengan melakukan penempatan lembaga Oditurat baik secara

pembinaan organisasi Oditurat, prosedur administrasi dan finansial maupun secara

teknis yustisial berada langsung di bawah kendali Panglima TNI.

Saran yang dapat diberikan adalah: Pertama agar Orjen TNI untuk mengkaji

ulang terhadap kebijakan rencana tuntutan yang telah diberlakukan sejak tahun

2006 dan terkait rencana penuntutan menyesuaikan dengan ketentuan dalam

Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/5/II/2009 tanggal 27 Pebruari 2009 yang

terdapat pada Bab V angka 28 huruf h tentang tuntutan, sehingga mampu memberi

xiv

Page 15: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

xiv

marwah bagi independensi Oditur Militer selaku penuntut umum di lingkungan

TNI untuk bersikap profesional, mandiri dan mampu bertanggung jawab penuh

terhadap perkara yang ditangani. Kedua agar Pimpinan TNI memperbaiki

mekanime teknis di bidang penuntutan, pengendalian dan pengawasan serta

pendidikan dan pelatihan bagi Oditur Militer, serta secara kelembagaan agar

melakukan kajian yang utuh guna menyatukan wewenang kendali Oditurat Jenderal

TNI berada langsung dibawah Panglima TNI serta perlunya TNI menempatkan

Perwira Penghubung TNI (LO TNI) di Kejaksaan Agung agar memudahkan

koordinasi dalam bidang penuntutan.

xv

Page 16: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM TESIS ......................................................... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER HUKUM .................... ii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS ............................................................... iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ................................ iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................. v

UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................. vi

ABSTRAK ........................................................................................................ ix

ABSTRACT ...................................................................................................... x

RINGKASAN ................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xv

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR xviii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 12

1.3. Ruang Lingkup Masalah .......................................................... 13

1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................... 13

1.4.1. Tujuan Umum ................................................................ 13

1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................... 13

1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................... 14

1.5.1. Manfaat Teoritis ............................................................ 14

1.5.2. Manfaat Praktis .............................................................. 14

1.6. Orisinalitas Tesis ..................................................................... 14

1.7. Landasan Teoritis dan Kerangka Berfikir ............................... 15

1.8. Hipotesis .................................................................................. 29

1.9. Metode Penelitian .................................................................... 29

1.9.1. Jenis Penelitian .............................................................. 29

1.9.2. Sifat Penelitian ............................................................... 30

1.9.3. Data dan Sumber Data ................................................... 31

xvi

Page 17: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

xvi

1.9.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 32

1.9.5. Teknik Penentuan Sampel ............................................. 33

1.9.6. Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 34

1.9.7. Lokasi Penelitian ........................................................... 35

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAKEKAT INDEPENDENSI,

ODITUR MILITER SEBAGAI PENUNTUT UMUM TNI,

SISTEM PERADILAN PIDANA MILITER, SISTEM

PENUNTUTAN KEJAKSAAN, DAN KEBIJAKAN

RENCANA TUNTUTAN ................................................................

36

2.1. Hakekat Independensi .............................................................. 36

2.2. Oditur Militer SebagaiPenuntut Umum TNI ........................... 38

2.3. Sistem Peradilan Pidana Militer .............................................. 48

2.4. Sistem Penuntutan di Lingkungan Kejaksaan ......................... 64

2.5. Kebijakan Rencana Tuntutan ................................................... 72

BAB III INDEPENDENSI ODITUR MILITER DALAM

MELAKSANAKAN FUNGSINYA DI ODITURAT MILITER

III-14 DENPASAR DENGAN DIBERLAKUKANNYA

KEBIJAKAN RENCANA TUNTUTAN .........................................

77

3.1. Maksud dan Tujuan Berlakunya Kebijakan Rencana

Tuntutan ...................................................................................

77

3.2. Independensi Oditur Militer Dalam Melaksanakan Fungsinya

di Oditurat Militer III-14 Denpasar Dengan Diberlakukannya

Kebijakan Rencana Tuntutan ...................................................

80

BAB IV UPAYA-UPAYA DALAM MEWUJUDKAN ODITUR MILITER

YANG MEMILIKI INDEPENDENSI DALAM SISTEM

PERADILAN MILITER DI INDONESIA ......................................

107

4.1. Upaya-Upaya Yang Bersifat Teknis ........................................ 107

4.2. Upaya Yang Bersifat Kelembagaan ........................................ 114

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 137

xvii

Page 18: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

xvii

5.1. Simpulan .................................................................................. 137

5.2. Saran ........................................................................................ 139

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN

xix

Page 19: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

xviii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

TABEL

Tabel 1 Data Rentut Otmil III-14 Denpasar Tahun 2012 ................................. 87

Tabel 2 Data Rentut Otmil III-14 Denpasar Tahun 2013 ................................. 89

GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Berfikir ............................................................................ 29

Gambar 2 Karakteristik Sistem Peradilan Militer ............................................. 60

Gambar 3 Siklus Mekanisme Rencana Tuntutan .............................................. 79

Gambar 4 Bagan Mekanisme Pelaksanaan Rencana Tuntutan ......................... 80

Gambar 5 Struktur Organisasi Babinkum TNI ................................................. 120

Gambar 6 Struktur Organisasi Otjen TNI ......................................................... 121

Gambar 7 Struktur Organisasi Otjen TNI Yang Ideal ...................................... 126

xx

Page 20: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tentara Nasional Indonesia (TNI) berdasarkan Pasal 30 Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdiri atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. TNI sebagai alat pertahanan negara

yang bertugas mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan

kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tugas TNI diperjelas

dengan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang

Tentara Nasional Indonesia, yaitu menegakkan kedaulatan negara,

mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah

darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan

negara.

Prajurit TNI adalah warga negara yang memenuhi persyaratan khusus

yang ditentukan dalam perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang

berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan. Sesuai Pasal 2

Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 setiap prajurit harus memiliki jati diri

sebagai :

a. Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga

negara Indonesia;

b. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam

melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya;

1

Page 21: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

2

c. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas

demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan

golongan agama;

d. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi

secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin

kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang

menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia,

ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah

diratifikasi.

Setiap prajurit TNI dalam melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya dituntut agar bersikap profesional sesuai kewenangan dan job

description masing-masing. Kemudian di sisi lain setiap prajurit TNI wajib

menaati peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang berlaku di

masyarakat serta menghormati nilai-nilai dasar hak asasi manusia. Paradigma

Baru TNI menekankan penegakkan hukum terhadap prajurit TNI yang

melakukan pelanggaran hukum harus dilaksanakan sesuai ketentuan hukum

yang berlaku. Dalam hal tindakan yang dilakukan merupakan suatu tindak

pidana, harus diselesaikan menurut mekanisme yang berlaku tanpa

diskriminasi, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan di atas landasan

“setiap orang diperlakukan sama di muka hukum (equality before the law)”.1

Sesuai asas equality before the law, seorang pelaku suatu tindak pidana harus

dikenakan suatu akibat hukum, yang berupa hukuman pidana tanpa

membedakan baik sipil maupun militer.

Menurut Pompe hukum pidana adalah semua aturan hukum yang

menentukan terhadap tindakan apa yang seharusnya dijatuhkan pidana dan

1 Romli Atmasasmita, 2010, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana Prenada

Media Grup, Jakarta, h. 82.

Page 22: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

3

apa macam pidananya yang bersesuaian.2 Hukum pidana di dalamnya

mengatur perbuatan-perbuatan mana yang seharusnya dikenakan pidana dan

sanksi apa yang diterima oleh si pelaku yang melanggar hukum. Sedangkan

perbuatan melanggar hukum, yaitu bukan hanya suatu perbuatan atau

kelalaian yang melanggar hak orang lain, tetapi juga suatu perbuatan atau

kelalaian yang bertentangan dengan kewajiban yang didasarkan atas hukum

(rechtsplicht).3

H.L.A. Hart menyatakan :

“The criminal law is something which we either obey or disobey and what

its rule require is spoken of as a duty”. If we disobey we are said to

„break‟ the law and what we have done is legally „wrong‟, a „breach of

duty‟, or an offence”.4

Terjemahan bebas : Hukum pidana merupakan suatu yang kita patuhi atau

tidak kita patuhi dan apa yang dituntut oleh ketentuan-ketentuannya

dikatakan sebagai kewajiban. Jika kita tidak patuh, kita dikatakan

melanggar hukum dan apa yang kita telah lakukan merupakan suatu yang

secara legal salah, suatu pelanggaran kewajiban atau sebuah kesalahan.

Masih menurut H.L.A. Hart terkait pemidanaan terhadap anggota

militer, ia menyatakan :

2 S.R. Sianturi, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya,

Babinkum TNI, Jakarta (Selanjutnya disebut S.R. Sianturi I), h.14. 3 Chaidir Ali, 1978, Yuriprudensi tentang Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa

(onrechtmatige overheidaad), Penerbit Bina Cipta, Bandung, h. 16. 4 H.L.A. Hart, 1997, The Concept of Law : Second Edition, Oxford University Press, New

York, h. 27.

Page 23: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

4

“A Military example may make the idea of tacit order as clear as it is

possible to make it. A Sergeant who him self regulary obeys his superiors,

orders his men to do certain fatiques and punishes them when they

disobeys”.5

Terjemahan bebas : Satu contoh militer bisa menerangkan ide “perintah

secara diam” ini sejelas yang dimungkinkannya. Seorang Sersan, yang dia

sendiri taat kepada atasannya, memerintahkan orang-orangnya untuk

melakukan tugas tertentu dan menghukum mereka ketika mereka tidak

patuh.

Dasar pemidanaan adalah alasan untuk membenarkan

(rechtsvaardigen) penjatuhan pidana oleh penguasa.6 Sanksi dalam hukum

nasional dapat berupa dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu sebagai

penghukuman dan sebagai eksekusi sipil.7 Kedua jenis sanksi ini berupa

sebentuk kejahatan paksa atau berupa pencabutan paksa atas suatu nilai.

Sebagai contoh dalam kasus hukuman mati yang dicabut adalah nyawa

seorang individu, sedangkan dalam dalam kasus hukuman badan berupa

pemenjaraan. Pemberian sanksi terhadap pelaku kejahatan untuk membentuk

suatu keseimbangan agar tumbuh budaya hukum yang dalam masyarakat.

Budaya hukum merupakan gagasan, nilai, harapan dan sikap terhadap hukum

dan institusi hukum yang bersifat publik.8

5 Ibid, h. 46.

6 S.R. Sianturi I, op cit, h. 123.

7 Hans Kelsen, 2011, Teori Hukum Murni, Nusamedia, Bandung, h. 124.

8 Peter De Cruz, 2010, Perbandingan Sistem Hukum, Penerbit Nusamedia, Bandung, h. 7.

Page 24: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

5

Penegakan hukum Sistem penegakan hukum pidana terpadu

(intergrated criminal justice system) merupakan bagian dari sistem

penegakan hukum, dan sistem penegakan hukum merupakan bagian dari

kekuasaan kehakiman.9 Bertolak dari pemikiran tersebut, Barda Nawawi

Arief mengatakan dalam sistem peradilan pidana terdapat empat sub sistem

kekuasaan, yaitu:

a. Kekuasaan Penyidikan (Badan Penyidikan),

b. Kekuasan Penuntutan (Badan Penuntutan),

c. Kekuasan Mengadili (Badan Pengadilan), dan

d. Kekuasaan Pelaksana Pidana (Badan Eksekusi).

Sejalan dengan konsep sistem penegakan hukum pidana terpadu,

penegakan hukum pidana dalam sistem peradilan pidana militer akan berjalan

dengan baik apabila aparatur penegak hukumnya bersinergi dan mampu

bersikap profesional. Aparatur penegakkan hukum dalam sistem peradilan

militer terdiri dari :

a. Penyidik di lingkungan TNI terdiri dari Atasan Yang Berhak

Menghukum (Ankum), Polisi Militer (PM) dan Oditur Militer.

b. Kekuasaan penuntutan merupakan kewenangan Oditurat,

c. Kekuasan mengadili merupakan kewenangan Pengadilan Militer di

semua tingkatan.

9 H.R. Abdussalam dan Adri Desasfuryanto, 2012, Sistem Peradilan Pidana, Penerbit :

PTIK, Jakarta, h. 36.

Page 25: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

6

d. Kekuasaan pelaksana pidana merupakan kewenagan Lembaga

Pemasyarakatan, baik Lembaga Pemasyarakatan Militer maupun

Lembaga Pemasyarakat Umum.

Oditur Militer sebagai bagian dari aparatur penegak hukum dalam

sistem peradilan militer di Indonesia memiliki fungsi utama melaksanakan

kekuasaan negara di bidang penuntutan di lingkungan TNI. Oditur Militer

dalam melakukan penuntutan harus senantiasa memegang teguh nilai-nilai

kejujuran, kebenaran dan keadilan. Selain melakukan penuntutan, tugas

Oditur Militer adalah melaksanakan penetapan hakim dan putusan Pengadilan

Militer yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan

pengawasan terhadap pelaksananaan putusan pidana bersyarat, serta

melaksanakan pemeriksaan tambahan guna melengkapi berkas perkara dari

Penyidik Polisi Militer (PM) sebelum dilimpahkan kepada pengadilan di

lingkungan peradilan militer atau pengadilan di lingkungan peradilan umum

yang berwenang disertai dengan surat dakwaan dan Keputusan Perwira

Penyerah Perkara tentang penyerahan perkara.

Oditur Militer setelah selesai melaksanakan pemeriksaan terhadap

para saksi, terdakwa dan barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan di

Pengadilan Militer, berkewajiban surat tuntutan (requsitoir). Surat tuntutan

dibuat secara tertulis dengan mencantumkan tuntutan terhadap terdakwa

berupa penghukuman berdasarkan pemeriksaan saksi, ahli, surat dan

keterangan terdakwa yang nantinya menjadi dasar bagi hakim untuk

Page 26: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

7

menjatuhkan putusan. Putusan hakim tanpa adanya tuntutan Penuntut

berakibat putusan batal demi hukum.10

Berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang

Peradilan Militer, Oditur Militer dalam melakukan penuntutan diatur hal-hal

sebagai berikut:

a. Oditur melakukan penuntutan bertindak untuk dan atas nama

masyarakat, pemerintah, dan negara serta bertanggung jawab menurut

saluran hierarki.

b. Oditur melaksanakan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat

bukti yang sah “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa”.

c. Dalam melakukan penuntutan Oditur senantiasa mengindahkan norma

keagamaan, kemanusiaan dan kesusilaan serta wajib menggali nilai-

nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat dengan

memperhatikan kepentingan pertahanan keamanan negara.

Oditur Militer dalam menjalankan fungsinya selaku penuntut umum di

lingkungan TNI akan berjalan dengan baik apabila memiliki independensi.

Makna independensi adalah tidak terpengaruh oleh pihak manapun dalam

menentukan keputusan dan mengambil kebijakan, sehingga lembaga yang

memiliki predikat independen mempunyai kebebasan dalam menentukan misi

yang diembannya. Prinsip independensi (the principle of independence)

dihubungkan dengan fungsi Oditur Militer adalah setiap menjalankan tugas,

10

Http://www.politikindonesia.com/hukum/rencana-tuntutan-bisa-jadi-komoditas, diunduh

pada hari Sabtu, 03 Mei 2014, jam 04.00 wib.

Page 27: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

8

wewenang dan tanggung jawabnya seharusnya harus terbebas dari berbagai

intervensi yang bersifat mempengaruhi, namun demikian bukan bebas

sebebas-bebasnya, tetapi tetap patuh dan tunduk pada aturan hukum yang

berlaku.

Bertolak belakang dengan prinsip independensi yang seharusnya

dimiliki oleh setiap Oditur Militer dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,

adanya kebijakan rencana tuntutan yang diberlakukan oleh Oditur Jenderal

TNI disingkat Orjen TNI sejak tahun 2006 berpotensi mengurangi

independensi Oditur Militer dalam menjalankan tugas, wewenang dan

tanggung jawabnya selaku penuntut umum. Sesuai dengan Peraturan

Panglima TNI Nomor 5/II/2009 tanggal 27 Februari 2009 tentang Petunjuk

Administrasi Oditurat Dalam Penyelesaian Perkara Pidana, yang terdapat

dalam Bab V angka 28 h tentang tuntutan disebutkan bahwa Oditur melalui

Kepala Oditurat Militer/Kepala Oditurat Militer Tinggi harus meminta

petunjuk dan arahan Orjen TNI sebelum mengajukan tuntutan:

a) Dalam Perkara :

(1) Yang diancam hukuman lima tahun atau lebih.

(2) Yang sifatnya menonjol.

b) Apabila akan menuntut bebas dari dakwaan atau lepas dari tuntutan.

Apabila mengacu Peraturan Panglima TNI Nomor 5/II/2009 tanggal

27 Februari 2009 di atas, rencana tuntutan yang seharusnya diajukan kepada

Orjen TNI guna dimintakan persetujuan hanyalah perkara yang ancaman

pidananya lima tahun atau lebih, perkara yang sifatnya menonjol maupun jika

Page 28: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

9

Oditur Militer akan menuntut bebas terdakwa. Namun dalam prakteknya

terdapat fakta yang berbeda ketentuan tersebut, yaitu terhadap perkara pidana

yang ancaman pidananya di bawah lima tahun Oditur Militer juga harus

mengajukan rencana tuntutan kepada Orjen TNI. Hal tersebut dapat dilihat

dari data rencana tuntutan Oditurat Militer pada kantor Oditurat Militer III-14

Denpasar tahun 2012, terdapat 41 perkara yang diajukan rencana tuntutan.

Dari 41 rencana tuntutan, sebanyak 2 perkara diajukan rencana tuntutan lokal

hanya kepada Kaotmil III-14 Denpasar, dan sebanyak 39 perkara diajukan

rencana tuntutan kepada Orjen TNI. Selanjutnya dari 39 yang diajukan

rencana tuntutan kepada Orjen TNI terdiri dari 9 perkara yang ancaman

pidananya 5 tahun atau lebih, dan sisanya sebanyak 30 perkara ancaman

pidananya kurang dari 5 tahun, sehingga seharusnya tidak layak dimintakan

persetujuan Orjen TNI.

Keadaan demikian jika terus berlangsung akan membuat Oditur

Militer menjadi kurang profesional karena berkurangnya independensi dalam

menjalankan penuntutan. Oditur Militer yang seharusnya lebih mengetahui

fakta-fakta hukum yang ada di persidangan secara utuh, namun saat

menentukan tuntutan pidana terhadap terdakwa keputusannya menjadi

tergantung atasannya. Dengan adanya kebijakan rencana yang merupakan

fungsi kontrol, namun di sisi yang lain tidak mengajari setiap Oditur Militer

untuk mandiri dan bertanggung jawab secara penuh dalam perkara yang

sedang ditanganinya. Begitu juga tidak adanya penjelasan mengenai

perbedaan besaran tuntutan yang diajukan Oditur Militer dengan besaran

Page 29: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

10

tuntutan persetujuan Orjen TNI menjadi beban tersendiri bagi setiap Oditur

Militer. Sebagai contoh Oditur Militer yang semula hanya mengajukan

tuntutan pidana berupa pidana penjara namun setelah dimintakan persetujuan

dari Orjen TNI justru memerintahkan agar menuntut terdakwa dengan pidana

pokok berupa pidana penjara dan pidana tambahan berupa pemecatan dari

dinas militer. Selain itu dengan diberlakukannya kebijakan rencana tuntutan

akan mempengaruhi efektivitas percepatan penyelesaian perkara, seringkali

persidangan yang seharusnya dapat dilaksanakan tetapi harus tertunda karena

persetujuan rencana tuntutan belum turun.

Kebijakan rencana tuntutan dari Orjen TNI melalui Surat Telegram

Orjen TNI Nomor : ST/20/2006 tanggal 22 Nopember 2006, yang isinya

Oditur Militer yang hendak melakukan penuntutan terhadap terdakwa agar

terlebih dahulu meminta persetujuan Orjen TNI dengan melampirkan fakta-

fakta hukum yang terungkap di persidangan dan hal-hal yang meringankan

serta memberatkan dalam perkara pidana yang ancaman pidananya di atas 2

(dua) tahun 8 (delapan) bulan. Penekanan ulang kebijakan tentang rencana

tuntutan dilakukan oleh Orjen TNI melalui Surat Telegram Nomor :

ST/01/2009 tanggal 18 Pebruari 2009 yang isinya setiap Oditur Militer/Oditur

Militer Tinggi yang akan melakukan penuntutan terhadap terdakwa agar

terlebih dahulu meminta persetujuan Orjen TNI yang dituangkan dalam

rencana tuntutan terhadap perkara yang ancaman pidananya dua tahun

delapan bulan dan perkara yang ancaman pidananya dua tahun delapan bulan

Page 30: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

11

ke bawah, tetapi akan dituntut dengan hukuman tambahan pemecatan dari

dinas militer, kecuali terhadap perkara desersi in absensia.

Kemudian setelah adanya Peraturan Panglima TNI Nomor 5/II/2009

tanggal 27 Februari 2009, ternyata kebijakan rencana tuntutan tetap

dilanjutkan meski sebenarnya tidak wajib melakukan rencana tuntutan, yaitu

melalui Surat Telegram Orjen TNI Nomor : ST/11/2011 tanggal 28 Desember

2011, ST/04/2012 tanggal 31 Januari 2012 dan ditekankan lagi melalui Surat

Telegram Orjen TNI Nomor : ST/26/2012 tanggal 21 Desember 2012, yang

isinya rencana tuntutan diajukan kepada Orjen TNI terhadap perkara-perkara:

a. Perkara yang akan dituntut kurang dari tiga bulan.

b. Perkara narkotika dan psikotropika.

c. Perkara susila yang melibatkan Keluarga Besar TNI.

d. Perkara yang ancaman pidananya lebih dari dua tahun delapan bulan.

e. Perkara yang ancaman pidananya kurang dari dua tahun delapan

bulan, tetapi akan dituntut dengan hukuman tambahan pemecatan

kecuali perkara desersi in absensia.

f. Perkara yang dimintakan Petunjuk Orjen TNI untuk Tuppera atau

Kumplin dan sesuai Petunjuk Orjen tetap diselesaikan melalui

Dilmil/Dilmilti.

Selain kebijakan rencana tuntutan, hal mendasar terkait dengan

permasalahan independensi Oditur Militer adalah faktor kelembagaan

Oditurat yang terjadi tumpang tindih dalam hierarki pertanggung jawaban.

Apabila mengacu dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor

Page 31: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

12

31 Tahun 1997, disebutkan pembinaan organisasi dan prosedur administrasi,

finansial Oditurat dilakukan oleh Panglima. Kemudian berdasarkan

Penjelasan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, bahwa Oditur

Jenderal TNI dalam melaksanakan tugas di bidang teknis penuntutan

bertanggung jawab kepada Jaksa Agung Republik Indonesia selaku penuntut

umum tertinggi di negara Republik Indonesia melalui Panglima, sedangkan

dalam pelaksanaan tugas pembinaan Oditurat bertanggung jawab kepada

Panglima. Jika mengacu ketentuan pada Pasal 7 ayat (1) dan Penjelasan 57

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Oditurat Jenderal TNI (Otjen TNI)

selaku Badan Penuntut Tertinggi di lingkungan TNI berada langsung di

bawah kendali Panglima TNI. Namun kenyataan Otjen TNI dalam pembinaan

penyelenggaraan Oditurat berada di bawah Badan Pembinaan Hukum TNI

(Babinkum TNI), dan Otjen TNI bertanggung jawab secara teknis yustisial di

bawah pengawasan Jaksa Agung RI selaku Penuntut Tertinggi di Negara

Republik Indonesia melalui Panglima TNI. Dengan demikian hierarki

pertanggung jawaban Otjen TNI terjadi dualisme pengendali/kepemimpinan,

sehingga hal tersebut sangat memungkinkan terjadinya tarik ulur kepentingan

terhadap lembaga Oditurat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka penulis

menyusun rumusan masalah sebagai berikut :

Page 32: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

13

1. Bagaimana independensi Oditur Militer dalam melaksanakan

fungsinya di Oditurat Militer III-14 Denpasar dengan diberlakukannya

kebijakan rencana tuntutan dari Orjen TNI sejak tahun 2006?

2. Upaya-upaya apakah yang harus dilakukan dalam mewujudkan Oditur

Militer yang memiliki independensi dalam sistem peradilan militer di

Indonesia?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Tesis mengenai “Independensi Oditur Militer Tentara Nasional

Indonesia Dalam Melaksanakan Fungsinya di Oditurat Militer III-14

Denpasar” akan membahas dua hal, yaitu mengenai independensi Oditur

Militer dalam melaksanakan fungsinya selaku Penuntut Umum TNI di

Oditurat Militer III-14 Denpasar dengan diberlakukannya kebijakan rencana

tuntutan yang dikeluarkan oleh Orjen TNI sejak tahun 2006 dan upaya-upaya

apakah yang harus dilakukan dalam mewujudkan Oditur Militer agar

memiliki independensi dalam sistem peradilan militer di Indonesia.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis

mengenai independensi Oditur Militer sebagai PenuntutUmum di

lingkungan TNI dalam melaksanakan fungsinya dalam sistem

paradilan militer.

Page 33: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

14

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Untuk menggambarkan dan menganalisis bagaimana

independensi Oditur Militer dalam melaksanakan fungsinya

sebagai Penuntut Umum di Oditurat Militer III-14 Denpasar

dengan diberlakukannya kebijakan rencana tuntutan sebelum

melakukan penuntutan.

b. Untuk menganalisis upaya-upaya apasaja yang harus dilakukan

dalam mewujudkan Oditur Militer yang memiliki independensi

dalam sistem peradilan militer di Indonesia.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi

pengembangan hukum pidana di Indonesia yang didalamnya termasuk

hukum pidana militer untuk menguatkan teori-teori yang telah ada.

1.5.2 Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih bagi

institusi penuntutan di lingkungan TNI, sehingga dapat dijadikan

bahan pembanding dalam membuat kebijakan di bidang

penuntutan.

b. Memberikan atensi berupa gambaran kepada masyarakat

maupun praktisi hukum tentang sistem penuntutan yang ada di

lingkungan TNI dan ciri khusus yang dimilikinya.

1.6. Orisinalitas Tesis

Page 34: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

15

Tesis ini belum ada yang menulis sebelumnnya, adapun sebagai bahan

pembanding adalah :

a. Sistem Peradilan Militer dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 34

Tahun 2004 oleh Mahasiswa Universitas Udayana atas nama Siti Alifah.

Tesis ini menitik beratkan pada Sistem Peradilan Militer dalam Undang-

Undang nomor 31 Tahun 1997, setelah berlakunya Undang-Undang

Nomor 34 tahun 2004 dan Kompetensi Peradilan Militer yang akan

datang.11

b. Wewenang Peradilan Militer dalam Mengadili Prajurit TNI Dengan

Berlakunya Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI oleh

Mahasiswa Universitas Udayana atas nama AAA. Oka Putu Dewi Iriani.

Tesis ini memfokuskan pembahasan pada kewenangan Peradilan Militer

mengadili perkara tertentu dan kewenangan Peradilan Militer dalam

mengadili Prajurit TNI yang akan datang.12

c. Kebijakan Legislatif Hukum Pidana Militer di Indonesia oleh Mahasiswa

Universitas Diponegoro atas nama Supriyadi. Tesis ini membahas tentang

kebijakan legislatif mengenai hukum pidana militer dalam hukum positif

di Indonesia saat ini dan masa yang akan datang.13

11

Siti Alifah, 2007, “Sistem Peradilan Militer dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor

34 Tahun 2004.” (tesis), Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Hukum Universitas

Udayana, Denpasar. 12

AAA. Oka Putu Dewi Iriani, 2007, “Wewenang Peradilan Militer dalam Mengadili

Prajurit TNI Dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.” (tesis),

Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Hukum Universitas Udayana, Denpasar. 13

Supriyadi, 2004, “Kebijakan Legislatif Hukum Pidana Militer di Indonesia.” (tesis),

Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.

Page 35: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

16

1.7. Landasan Teoritis Dan Kerangka Berpikir

Untuk menganalis data yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian,

dan untuk menjawab pertanyaan sebagaimana dalam rumusan masalah, maka

digunakan landasan teoritis, yang terdiri dari asas-asas hukum, konsep-

konsep hukum, doktrin dan teori-teori hukum, yaitu :

1.7.1. Asas-Asas Hukum

Menurut Scholten asas hukum adalah kecenderungan-

kecenderungan yang diisyaratkan oleh pandangan kita pada hukum,

merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai

pembawaan yang umum itu, tetapi yang tidak boleh tidak harus ada.14

a. Asas-Asas Sistem Peradilan Militer

Dalam hukum acara pada peradilan militer di Indonesia

sesuai Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1997 tentang Peradilan Militer berpedoman pada asas-asas

yang tercantum dalam tercantum dalam Undang-Undang

Pokok Kehakiman, tanpa mengabaikan asas dan ciri-ciri dalam

tata kehidupan militer sebagai berikut:

1) Asas kesatuan komando.

Kehidupan prajurit TNI/militer dalam struktur

organisasinya menempatkan seorang komandan dengan

kedudukan sentral dan bertanggung jawab penuh terhadap

kesatuan dan anak buahnya. Oleh sebab itu seorang komandan

14

Sudikno Mertokusumo, 2004, Penemuan Hukum, Penerbit Liberty, Yogyakarta, h. 5

Page 36: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

17

diberi wewenang penyerahan perkara dalam penyelesaian

perkara pidana dan berkewajiban untuk menyelesaikan

sengketa Tata Usaha di lingkungan Tentara Nasional

Indonesia yang diajukan oleh anak buahnya melalui upaya

administrasi.

2) Asas komandan bertanggung jawab terhadap anak

buahnya.

Tata kehidupan dan ciri-ciri organisasi Tentara

Nasional Indonesia, komandan berfungsi sebagai pimpinan,

guru, bapak, dan pelatih, sehingga seorang komandan harus

bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan anak

buahnya.Asas ini adalah merupakan kelanjutan dari asas

kesatuan komando.

3) Asas kepentingan militer.

Untuk menyelenggarakan pertahanan dan keamanan

negara, kepentingan militer diutamakan melebihi daripada

kepentingan golongan dan perorangan, namun dalam proses

peradilan pidana militer kepentingan militer selalu

diseimbangkan dengan kepentingan hukum.

b. Asas-asas di bidang pengorganisasian militer yaitu :15

1) Asas komando tunggal (unity of command);

15

S.R. Sianturi, 2010, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Babinkum TNI, Jakarta

(Selanjutnya disebut S.R. Sianturi II), h. 16.

Page 37: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

18

2) Asas pembagian tugas yang serasi (homogenus

assignment);

3) Asas delegasi kekuasaan (delegation of authority);

4) Asas rentang dan penggunaan pengawasan (spanned

and spent of control);

5) Asas rantai komando (chain of command);

6) Asas kekenyalan (flexibility);

7) Asas mobilitas (mobility);

8) Asas keserhanaan (simplicity);

9) Asas pembekalan sendiri (self sufficiency).

1.7.2. Konsep-Konsep Hukum

Menurut Soerjono Soekanto konsep merupakan kumpulan dari

arti-arti yang berkaitan dengan istilah.16

a. Konsep Mengenai Independensi

Independensi atau imparsialitas lembaga peradilan

merupakan konsep dari doktrin separation of power

(pemisahan/pembagian kekuasaan) yang dikenalkan oleh

Montesquieu. Montesquieu menginginkan pemisahan

/pembagian harus dilakukan secara tegas agar cabang-cabang

kekuasaan negara tidak saling mempengaruhi, yaitu kekuasaan

membuat undang-undang (legislative power), kekuasaan

16

Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan III, Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta, h. 132.

Page 38: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

19

menjalankan undang-undang (executive power), dan

kekuasaan kehakiman (judicial power).17

Menurut Gerald Turkel, kemandirian hukum dan

pranata hukum serta personel penegaknya tidak mungkin

dipahami kecuali dalam kontek sosial.18

Dalam pandangan

Turkel, gagasan tentang kemandirian hukum dipengaruhi oleh

kekuatan-kekuatan sosial dan nilai-nilai yang sifatnya

nonhukum, di mana hubungan ekonomi, politik, kekuasaan,

stratifikasi dapat melemahkan kemandirian, sehingga

kemandirian sangat berkaitan dengan the rule of law. Jika

kadar kemandirian dan kemerdekaan pranata hukum dan

penalaran hukum tidak kuat, maka the rule of law akan runtuh

menjadi alat dari berbagai kepentingan yang kuat, sehingga

kemandirian diartikan sebagai “komitmen yang kuat untuk

melaksanakan the rule of law dalam realita”.

b. Konsep Mengenai Oditur Militer (Ormil)

Menurut kamus hukum Oditur adalah penuntut umum

pada pengadilan tentara.19

Sedangkan Berdasarkan ketentuan

Pasal 47 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang

Peradilan Militer, bahwa Oditur adalah pejabat fugsional yang

17

Ikahi, 2012, Varia Peradilan : Majalah Hukum Tahun XXVII No. 323 Oktober 2012,

Penerbit Ikatan Hakim Indonesia, Jakarta Pusat, h. 32. 18

Ahmad Ali, 2004, Sosiologi Hukum : Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, Penerbit BP

IBLAM, Jakarta, h. 209. 19

Setiawan Widagdo, 2012, Kamus Hukum Cetakan Pertama, Penerbit PT. Prestasi

Pustakarya, Jakarta, h. 166.

Page 39: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

20

melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan

penyidikan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI)

dan Oditur adalah satu tidak terpisah-pisahkan dalam

melakukan penuntutan.

Oditur Militer dalam melaksanakan tugasnya dilandasi

dengan slogan “Jujur, Benar dan Adil” yang memiliki makna

suatu kebulatan yang menggambarkan kemuliaan, tekad dan

kesungguhan hati untuk melaksanakan tugasnya, harus lurus

hati, tidak curang, tulus ikhlas dan berani mengatakan benar

itu benar dan yang salah itu salah.

1.7.3. Doktrin

Doktrin Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah Tri Darma

Ekakarma yang berasal dari bahasa Sansekerta, yakni tri berarti tiga,

darma berarti pengabdian, eka berarti satu, dan karma berarti

perjuangan. Hakikat dari doktrin TNI adalah memberikan suatu

pengertian luhur yang merupakan pengabdian tiga matra dalam satu jiwa,

tekad dan semangat perjuangan TNI yang dilandasi oleh nilai-nilai

yang tekandung dalam Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan Delapan

Wajib TNI. Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut :

a. Sapta Marga

1. Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

bersandikan Pancasila.

2. Kami Patriot Indonesia, mendukung serta pembela

Ideologi Negara yang bertanggung jawab dan tidak

mengenal menyerah.

Page 40: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

21

3. Kami Ksatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran dan

keadilan.

4. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, adalah

Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia.

5. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, memegang

teguh disiplin, patuh dan taat kepada pemimpin serta

menjunjung tinggi sikap dan kehormatan Prajurit.

6. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, mengutamakan

keperwiraan didalam melaksanakan tugas, serta senantiasa

siap sedia berbakti kepada Negara dan Bangsa.

7. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, setia dan

menepati janji serta Sumpah Prajurit.

b. Sumpah Prajurit

1. Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin

keprajuritan.

3. Taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau

putusan.

4. menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa

tanggung jawab kepada Tentara dan Negara Republik

Indonesia.

5. Memegang rahasia segala rahasia tentara sekeras-kelasnya.

c. Delapan Wajib TNI

1. Bersikap ramah tamah terhadap rakyat.

2. Bersikap sopan santun terhadap rakyat.

3. menjunjung tinggi kehormatan wanita.

4. Menjaga kehormatan diri di muka umum.

5. Senantiasa menjadi contoh dalam sikap dan

kesederhanaannya.

6. Tidak sekali-kali merugikan rakyat.

7. Tidak sekali-kali manakuti dan menyakiti hati rakyat.

8. menjadi contoh dan memelopori usaha-usaha untuk

mengatasi kesulitan rakyat sekelilingnya.

1.7.4. Landasan Teori

Teori adalah bagian yang sangat penting dalam menganalisis

suatu permasalahan, sehingga akan memudahkan dalam mencari suatu

solusi pemecahannya. Radbruch mendefinisikan makna dari teori

Page 41: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

22

hukum sebagai : “The task of legal theory is clarification of legal

values and postulates up to their ultimate philosophical foundation”.20

Tugas teori hukum adalah membuat jelas nilai-nilai hukum serta

postulat-pustulatnya sampai pada landasan filosofisnya yang terdalam.

Tesis ini menggunakan beberapa teori yang berhubungan

dengan permasalahan yang dibahas. Adapun teori yang digunakan

adalah sebagai berikut:

a. Teori Sistem Hukum

Menurut Lawrence M. Friedman bahwa efektivitas

penegakan hukum tergantung dari 3 (tiga) unsur sistem hukum

yang mempengaruhi, yaitu struktur hukum (struktur of law),

substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum (legal

culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum,

substansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan

budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living law) yang

dianut dalam suatu masyarakat.

Tentang struktur hukum Lawrence M. Friedman

menjelaskan bahwa :

“To begin with, the legal sytem has the structure of a legal system

consist of elements of this kind: the number and size of courts;

their jurisdiction…strukture. Also means how the legislature is

organized. What procedures the police department follow, and go.

Structure is away, is a kind of crosss section of the legal system.

Akind of photograph with free the action”.

20

Jhonny Ibrahim, 2005, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia

Publishing, Malang, h. 179-180.

Page 42: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

23

Struktur dalam sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini, jumlah

dan ukuran pengadilan, yurisdiksinnya dan tata cara naik banding

dari pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti

bagaimana badan legislatif ditata, apa yang boleh dan tidak boleh

dilakukan oleh presiden, prosedur ada yang diikuti oleh kepolisian

dan sebagainya. Jadi struktur (legal structure) terdiri dari lembaga

hukum yang ada dimaksudkan untuk menjalankan perangkat

hukum yang ada.21

Substansi hukum (substance of the law) dapat dipahami

sebagai berikut :

“Another aspect of the legal system is its substance. By this is

meast the actual rules, norm, and behavioral patterns of people

inside the system …the stress here is on living law, not just rules

in law goods”.

Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya. Yang

dimaksud dengan substansinya adalah aturan, norma, dan pola

perilaku nyata manusia yang berada dalam system itu. Jadi

substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan

yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi

pedoman bagi aparat penegak hukum.22

21

Lawrence M. Friedman, 1984, American Law An Introduction, WW. Norton and

Company, New York, h. 7. 22

Ibid

Page 43: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

24

Sedangkan mengenai budaya hukum Friedman

berpendapat sebagai berikut :

“The third component of legal system, of legal culture. By this we

mean people‟s attitudes toward law and legal system their belief,

in other word, is the eliminate of social thought and social force

which determines how law is used aveded andavused”.

Budaya hukum yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya

hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem

hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk

menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun

kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya

hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan

masyarakat, maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara

efektif.23

b. Teori Kebijakan Hukum Pidana

Menurut Barda Nawawi Arief upaya atau kebijakan untuk

melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk

bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal

ini pun tdak lepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan

sosial(social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya

untuk kesejahteraan sosial (social welfare polcy) dan upaya-upaya

23

Ibid

Page 44: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

25

untuk perlindungan masyarakat (social defence policy).24

Tujuan

utama dari kebijakan hukum pidana adalah perlindungan

masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Pencegahan dan

penanggulangan kejahatan dengan dengan sarana penal

merupakan penal policy atau penal law enforcement yang

operasionalisasinya melalui tiga tahapan, yaitu tahap formulasi

(kebijakan legislatif), tahap aplikasi (kebijakan yudikatif/yudisial)

dan tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif).

Tahapan aplikasi memegang peranan penting dalam upaya

pencegahan dan penanggulangan kejahatan selain aparatur

penegak hukum. Tahapan aplikasi merupakan tahapan yang paling

strategis dari penal policy, karena apabila terjadi kesalahan dalam

tahap aplikasi justru akan dapat menjadi penghambat bagi

kemajuan sistem penegakkan hukum pidana. Selain daripada itu

pencegahan dan penanggulangan harus menunjang tujuan

kesejahteraan rakyat (social welfare) dan perlindungan

masyarakat (social defense).

c. Teori Fungsi Hukum

Menurut teori utility, Jeremy Bentham berpendapat bahwa

tujuan hukum ialah menjamin adanya kemanfaatan atau

kebahagiaan sebanyak-banyaknya bagi masyarakat luas. Hukum

dapat mengorbankan kepentingan individu perorangan demi

24

Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana

dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, h. 77.

Page 45: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

26

kepentingan masyarakat luas terpenuhi. Hukum bertujuan untuk

mewujudkan hal-hal yang bermanfaat atau berfaedah bagi orang,

dan tidak mempertimbangkan tentang hal-hal yang konkrit. Oleh

sebab itu apa yang bermanfaat belum tentu memenuhi nilai-nilai

keadilan.

Sedangkan fungsi hukum dalam masyarakat menurut

Roscoe Pound adalah law as a tool of social engineering25

Dalam

hal ini hukum bukan saja sebagai sekumpulan sistem peraturan,

doktrin, dan kaidah atau azas-azas, yang dibuat dandiumumkan

oleh badan yang berwenang, tetapi juga proses-proses yang

mewujudkan hukum itu secaranyata melalui penggunaan

kekuasaan. Oleh karena itu hukum menjadi alat legitimasi

penguasa untuk berbuat terhadap rakyatnya, sehingga hukum

menjadi alat pengendali penguasa terhadap rakyatnya.

Pound menggolongkan kepentingan-kepentingan yang

secara sah dilindungi, dalam tiga golongan yaitu:26

1) Kepentingan-kepentingan umum (public interests);

2) Kepentingan-kepentingan sosial (social interests);

3) Kepentingan-kepentingan individu (individual interests).

Penggolongan-penggolongan kepentingan tersebut dimaksudkan

jika terjadi perselisihan kepentingan dalam proses pembangunan

25

H.R. Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2004, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum,

Penerbit P.T. Alumni, Bandung, h. 33. 26

W. Friedmann, 1994, Teori & Filsafat Hukum : Idealisme Filosafis & Problema Keadilan,

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 141.

Page 46: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

27

khususnya benturan kepentingan umum atau sosial dengan

kepentingan individu, maka perlu diupayakan keseimbangan atau

harmonisasi kepentingan. Harmonisasi kepentingan akan terjadi

perubahan-perubahan sosial, serta membawa kemajuan dalam

masyarakat dan peradabannya, sehingga hukum akan memilih dan

mengakui kepentingan yang lebih utama melalui penggunaan

kekuasaan.

d. Teori Sistem Peradilan Pidana

Muladi mengemukakan bahwa sistemperadilanpidana

merupakan suatu jaringan (network) yang menggunakan hukum

pidana materiil, hukum pidana formal maupun hukum pelaksana

pidana.27

Makna integrated criminal justice system adalah

sinkronisasi atau keserampakan dan keselarasan, yang dibedakan

dalam :

1) Sinkronisasi struktural (structural syncronization), yaitu

keserampakan dan keselarasan dalam rangka hubungan antar

lembaga penegak hukum.

2) Sinkronisasi subtansial (subtancial syncronization), adalah

keserampakan dan keselarasan yang bersifat vertikal dan

horizontal dalam kaitannya dengan hukum positif.

3) Sinkronisasi kultural (cultural syncronization), yaitu

keserampakan dan keselarasan dalam menghayati pandangan-

27

Romli Atmasasmita,2010, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, h. 5.

Page 47: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

28

pandangan, sikap-sikap dan falsafah yang secara menyeluruh

mendasari jalannya sistem peradilan pidana.

1.7.5. Kerangka Berpikir

Tesis tentang “Independensi Oditur Militer Tentara Nasional

Indonesia (TNI) Dalam Melaksanakan Fungsinya di Oditurat Militer

III-14 Denpasar”, dapat digambarkan dalam kerangka berfikir sebagai

berikut:

Page 48: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

29

Gambar 1 Kerangka Berpikir

Independensi Oditur Militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) Dalam

Melaksanakan Fungsinya Di Oditurat Militer III-14 Denpasar

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana independensi

Oditur Militer dalam

melaksanakan fungsinya di

Oditurat Militer III-14

dengan diberlakukannya

kebijakan rencana tuntutan

dari Orjen TNI sejak tahun

2006 ?

2. Upaya-upaya apakah yang

harus dilakukan dalam

mewujudkan Oditur Militer

yang memiliki independensi

dalam sistem peradilan

pidana militer di Indonesia?

Metode Penelitian :

Jenis Penelitian

Sifat Penelitian

Data & Sumber

Data

Pengolahan dan

Analisis Data

Lokasi Penelitian

Landasan Teoritis :

Asas-Asas

Hukum

Konsep-Konsep

Hukum

Doktrin

Landasan Teori

Sasaran :

1. Mengetahui bagaimana independensi Oditur

Militer dalam melaksanakan fungsinya

selaku penuntut umum TNI dengan

diberlakukannya kebijakan rencana tuntutan

dari Orjen TNI sejak tahun 2006.

2. Mencari upaya-upaya dalam mewujudkan

Oditur Militer TNI yang memiliki

independensi dalam sistem peradilan militer

di Indonesia.

Latar Belakang Masalah

Adanya kebijakan rencana tuntutan dari Orjen TNI yang berlaku sejak

2006 dan di sisi lain adanya dualisme wewenang kendali lembaga

Oditurat yang berpotensi mengurangi terhadap independensi Oditur

Militer selaku penuntut umum di lingkungan TNI

Page 49: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

30

1.8. Hipotesis

Hipotesis-hipotesis adalah dugaan-dugaan yang belum diuji berkenan

dengan hubungan-hubungan di dalam kenyataan.28

Hipotesis atau jawaban

sementara rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Jika kebijakan rencana tuntutan tetap diberlakukan, maka Oditur Militer

dalam melaksanakan fungsinya di Oditurat Militer III-14 Denpasar

menjadi tidak independen.

b. Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam mewujudkan Oditur Militer

memiliki independensi dalam sistem peradilan militer, yaitu secara

teknis dengan menghapus kebijakan rencana tuntutan dan upaya secara

kelembagaan dengan menyatukan kendali Oditurat baik secara teknis

yustisial maupun secara organisasi, prosedur dan finansial di bawah

Panglima TNI.

1.9.Metode Penelitian

1.9.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersumber dari data rencana tuntutan Oditur

Militer sebelum melakukan penuntutan di Oditurat Militer III-14

Denpasaryang berhubungan dengan fungsi Oditur Militer selaku

penuntut umum di lingkungan TNI. Pada penelitian ini menggunakan

data, maka dengan sendirinya merupakan penelitian empiris.29

28

B. Arief Sidharta, 2000, Apakah Teori Hukum Itu, Fakultas Ilmu Hukum Universitas

Katolik Parahyangan, Bandung, h. 88. 29

Mukti Fajar N.D.dan Achmad, Yulianto, 2007, Dualisme Penelitian Hukum, Pensil

Komunika, Yogyakarta, h. 32.

Page 50: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

31

Penelitian hukum empiris merupakan penelitian lapangan yang

bertitik tolak dari data primer yang diperoleh langsung dari

masyarakat dan direalisasikan kepada penelitian terhadap efektivitas

hukum.30

Hukum pada kenyataan dibuat dan diterapkan oleh manusia

hidup dalam masyarakat, artinya keberadaan hukum tidak bisa

dilepaskan dari keadaan sosial masyarakat serta perilaku manusia

yang terkait dengan lembaga hukum tersebut. Kajian dalam tesis ini

adalah independensi Oditur Militer dalam melaksanakan fungsinya di

Oditurat Militer III-14 Denpasar dengan diberlakukannya kebijakan

rencana tuntutan dari Orjen TNI sejak tahun 2006.

1.9.2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan tujuan untuk

menggambarkan secara tepat terhadap suatu peristiwa, gejala dan

keadaan yang sebenarnya dari permasalahan tentang independensi

Oditur Militer Militer selaku penuntut umum TNI dalam

melaksanakan fungsinya di Oditurat Militer III-14 Denpasar terkait

adanya kebijakan rencana tuntutan sejak tahun 2006. Metode

diskriptif adalah metode yang bertujuan membuat diskripsi atau

gambaran faktual secara sistematis yang akurat dan faktual

mengenai data yang terperinci serta fenomena-fenomena yang

diteliti.

30

Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 16.

Page 51: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

32

Sifat diskriptif dalam penelitian ini disesuaikan dengan metode

penelitian dalam menggambarkan tentang fenomena-fenomana yang

di teliti. Fakta-fakta yang ada dilakukan dengan suatu interpretasi,

evaluasi, dan pengetahuan umum, karena fakta tidak akan mempunyai

arti tanpa interpretasi evaluasi dan pengetahuan umum.31

1.9.3. Data dan Sumber Data

a. Data Primer

Data primer didapat dari observasi dan wawancara

dengan narasumbar yang berhubungan langsung dengan

permasalahan yang diteliti, yaitu hasil wawancara dengan

Oditur Militer di Oditurat Militer III-14 Denpasar maupun data

penunjang berupa rencana tuntutan yang ada di Oditurat

Militer III-14 Denpasar.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan bahan hukum dalam

penelitian yang diambil dari studi kepustakaan (studi

dokumentasi) yang terdiri dari :

1) Bahan hukum primernya berupa Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana Militer (KUHPM), Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan

31

I.S. Susanto, 1990, Kriminologi, Penerbit Undip, Semarang, h. 15

Page 52: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

33

Militer, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34

Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004

tentang Kejaksaan, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer,

Peraturan Panglima TNI Nomor : Perpang/5/II/2009

tentang Petunjuk Administrasi Oditurat Dalam

Penyelesaian Perkara Pidana dan peraturan-peraturan

yang terkait dengan permasalahan.

2) Bahan hukum sekunder terdiri dari berbagai macam

literatur hukum, jurnal-jurnal hukum dan artikel ilmiah.

Bahan hukum sekunder ini didapat dari bacaan yang

berupa Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), Petunjuk Teknis

(Juknis), Standar Operasi dan Prosedur (SOP) yang ada di

lingkungan TNI.

3) Bahan hukum tersier diambil dari kamus hukum dan

enslikopedi.

1.9.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data primer dalam penelitian ini

dilakukan melalui observasi secara langsung dan wawancara

(intervew) baik secara tertutup (closed interview) maupun secara

terbuka (open interview) dengan narasumber yang terkait dengan

permasalahan. Wawancara merupakan proses tanya jawab yang

Page 53: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

34

berlangsung secara lisan dan bertatap muka dengan dua orang atau

lebih guna mendapatkan informasi serta keterangan yang

dibutuhkan.32

Wawancara akan dilakukan dengan Oditur Militer

dikantor Oditurat Militer III-14 Denpasar.

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi

kepustakaan. Metode pengumpulan data ini sangat bermanfaat karena

dapat dilakukan tanpa menggunakan obyek penelitian teknik studi

kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dalam

bentuk peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam

lingkungan TNI, putusan hakim di lingkungan peradilan militer dan

publikasi ilmiah lainnya yang relevan dengan tesis ini.

1.9.5. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel

dengan metode non probability sampling dalam bentuk purposive

sampling atau judgemental sampling yaitu pengambilan sampel

berdasarkan penilaian peneliti mengenai siapa saja yang pantas

(memenuhi syarat) untuk dijadikan sampel. Penerapan tata cara

sampel tersebut, mempunyai beberapa keuntungan, misalnya :33

1. Tata cara ini tidak mengikuti seleksi secara random, sehingga

lebih mudah dan tidak akan banyak menelan biaya.

32

Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, 2004, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta,

h. 83. 33

Soerjono Soekanto, op cit, h. 196.

Page 54: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

35

2. Tata cara ini menjamin keinginan peneliti, untuk memasukkan

unsur-unsur tertentu ke dalam sample-nya.

Selanjutnya pengambilan sampel secara purposive sampling

dengan kriteria narasumber yang diwawancari adalah pihak yang

berkopeten dalam bidang penuntutan TNI dalam sistem peradilan

militer di wilayah Denpasar Bali, yaitu Oditur Militer di Kantor

Oditurat Militer III-14 Denpasar.

1.9.6. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara

kualitatif, yaitu dengan mengangkat fenomena yang terjadi di

lapangan,dengan pengkajian terhadap pemikiran secara mendalam

mengenai gejala-gejala yang menjadi obyek penelitian.34

Fenomena

yang diangkat dalam tesis ini dibahas dan dikaji menggunakan teori-

teori hukum dan diselaraskan dengan ketentuan-ketentuan normatif

dengan yang ada.

Kemudian dari hasil analisis tersebut disajikan secara

deskriptif analitis dalam bentuk uraian-uraian, sehingga mendapatkan

gambaran dan kesimpulan yang jelas dalam membahas masalah yang

dikemukakan. Menurut Bambang Sunggono bahwa deskriptif analitis

adalah permasalahan yang ada dipaparkan dalam bentuk uraian-uraian

yang berhubungan dengan teori-teori hukum yang ada, sehingga

34

Burhan Ashsofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, h. 57.

Page 55: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

36

memperoleh suatu kesimpulan dan gambaran yang jelas dalam

pembahasan masalah.35

1.9.7. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai “Analisis Independensi Oditur Militer

Tentara Nasional Indonesia(TNI) Dalam Melaksanakan Fungsinya Di

Oditurat Militer III-14 Denpasar, telah dilaksanakan di Kantor

Oditurat Militer III-14 Denpasar yang daerah hukumnya meliputi

Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Barat.

35

Bambang Sunggono, 2006, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

h. 134.

Page 56: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

37

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAKEKAT INDEPENDENDI, ODITUR

MILITER SEBAGAI PENUNTUT UMUM TNI, SISTEM PERADILAN

PIDANA MILITER, SISTEM PENUNTUTAN DI LINGKUNGAN

KEJAKSAAN DAN KEBIJAKAN RENCANA TUNTUTAN

2.1 Hakekat Independensi

Hakikat independensi ialah secara mendasar memiliki arti bahwa

orang mampu untuk menentukan sendiri secara bebas dalam mengambil

keputusan, tetapi tetap terikat oleh suatu aturan. Menurut Franz Magnis

Suseno, kebebasan di sini terbagi dalam dua jenis, yaitu kebebasan

eksistensial dan kebebasan sosial.36

Hakekat kebebasan eksistensial adalah

terdiri dalam kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri yang

sifatnya positif. Maksud dari konsep kebebasan ini adalah kebebasan tidak

menekankan segi bebas dari apa, tetapi bebas untuk apa. Jadi kebebasan itu

mendapat wujudnya yang positif dalam tindakan manusia yang disengaja

dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu. Sedangkan hakekat kebebasan

sosial berarti suatu keadaan di mana manusia tidak berada di bawah paksaan,

tekanan atau kewajiban dan larangan dari pihak manusia lainnya.37

Kebebasan eksistensial dan kebebasan sosial merupakan satu kesatuan

utuh dari kebebasan yang dimiliki manusia. Dalam memaknai kebebasan

36

Ahmad Kamil, 2012, Filsafat Kebebasan Hakim, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, h.

149. 37

Ibid, h. 155.

37

Page 57: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

38

dihubungkan dengan fungsi suatu lembaga tentunya tidak dapat dilepaskan

dari tanggung jawab yang menyertainya. Tanggung jawab merupakan sesuatu

yang membatasi kebebasan sosial agar tidak bertabrakan dengan kebebasan

orang lain yang dapat memuaskan seluruh tuntutan kebebasan eksistensial

manusia yang sesungguhnya memiliki dua dimensi. Pertama, mengandaikan

bahwa tanggung jawab merupakan bentuk aturan yang dilegitimasi oleh

lingkungan sosial manusia, dalam hal ini disebut masyarakat, untuk

menjamin hak-hak semua anggota masyarakat dan demi kepentingan dan

kemajuan masyarakat sesuai batas wewenang masing-masing. Kedua,

tanggung jawab merupakan ungkapan sadar manusia atas kebebasan

eksistensial agar digunakan dalam batas-batas yang tidak mengganggu dan

menimbulkan kerugian pada orang lain.38

Independensi Oditur Militer dalam melaksanakan fungsinya selaku

penuntut umum di lingkungan TNI merupakan prasyarat mutlak demi

terjaminnya tegaknya hukum dan keadilan yang merupakan cita-cita dari

suatu negara hukum. Prinsip independensi atau kemandirian (the principle of

independece) terhadap Oditur Militer dalam menjalankan fungsinya sebagai

penuntut umum TNI harus tercermin pada setiap mengambil keputusan,

terutama dalam melakukan penuntutan dalam sistem peradilan militer di

Indonesia. Independensi Oditur Militer dan Oditurat terwujud dalam

kemandirian oditurat sebagai institusi penuntutan yang berwibawa,

bermartabat dan terpercaya. Independensi terhadap peran dan fungsi Oditur

38

Ibid, h. 158.

Page 58: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

39

Militer dalam hal ini harus terbebas dari berbagai bentuk intervensi, baik

secara langsung maupun tidak langsung yang berasal dari dalam maupun luar

institusinya.

Tolok ukur atau batasan independensi Oditur Militer dikaitkan dengan

fungsi utamanya adalah melakukan penuntutan dalam sistem peradilan militer

di Indonesia terbebas dari pengaruh dan bebas dari paksaan maupun

rekomendasi. Jika Oditur Militer sebagai Penuntut Umum di lingkungan TNI

dalam melakukan penuntutan tidak independent, tentunya akan berdampak

kepada putusan hakim militer nantinya. Tujuan utama penuntutan oleh Oditur

Militer selaku penuntut umum adalah untuk mencari dan mendapatkan

kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu

perkara pidana sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku guna menentukan

apakah orang yang didakwanya dapat dinyatakan bersalah. Oditur Militer

dalam melakukan penuntutan juga bertujuan melindungi hak asasi individu,

baik yang menjadi korban maupun pelaku tindak pidana.

2.2 Oditur Militer Sebagai Penuntut Umum TNI

2.2.1. Pengertian dan Kewenangan Oditur Militer

Oditur Militer dan Oditur Militer Tinggi yang selanjutnya

disebut Oditur adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak

sebagai penuntut umum, sebagai pelaksana putusan atau penetapan

Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam

lingkungan peradilan umum dalam perkara pidana, dan sebagai penyidik

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Oditur Militer adalah

Page 59: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

40

pejabat fungsional yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang

penuntutan dan penyidikan dilingkungan TNI. Oditur adalah satu

tidak terpisah-pisahkan dalam melakukan penuntutan. Profesi Oditur

apabila dikaitkan dengan lingkup tugas dalam dimensi penegakan

hukum (law enforcement) mempunyai tugas, wewenang dan tanggung

jawab sesuai Pasal 1 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 31 tahun

1997 tentang Peradilan Militer adalah sebagai berikut :

a. Melakukan penyidikan.

b. Pemeriksaan tambahan.

c. Penuntutan perkara pidana.

d. Melaksanakan penetapan hakim atau putusan pengadilan

dalam lingkungan peradilan militer dan peradilan umum.

Tugas wewenang dan tangung jawab Oditur Militer/Oditur

Militer Tinggi merupakan perpanjangan tangan dari tugas, wewenang

dan tanggung jawab Oditur Jenderal TNI. Kedudukan Oditurat

Jenderal TNI adalah suatu badan yustisi di lingkungan peradilan

militer yang secara organisasi, administrasi dan keuangan

berkedudukan dilingkungan Mabes TNI dalam hal ini Babinkum TNI,

namun secara teknis yustisial dibawah Jaksa Agung Republik

Indonesia. Berdasarkan Pasal 47 dan pasal 48 Undang-Undang nomor

31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, susunan dan kekuasaan

Oditurat sebagai berikut:

Page 60: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

41

a. Oditurat melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan

dan penyidikan dilingkungan TNI.

b. Oditurat adalah satu tidak terpisah-pisahkan dalam melakukan

penuntutan.

c. Pembinaan teknis yustisial dan pengawasan bagi Oditur

dilakukan oleh Oditur Jenderal TNI.

2.2.2. Etika Profesi Oditur Militer

Oditur Militer dalam mengemban tugas, wewenang dan

tanggung jawab yang strategis dalam menegakkan hukum dan

keadilan tentunya sering harus menghadapi berbagai tantangan dan

godaan baik dalam masyarakat umum maupun dalam masyarakat

militer sendiri. Oleh sebab itu Oditur Militer harus dibekali dengan

suatu sikap ketangguhan moral berupa ethika profesi Oditur Militer.

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethikos” yang berarti moral dan dari

kata “ethos”yang berarti karakter. Etika merupakan filsafat moral

untuk mendapatkan petunjuk tentang prilaku yang baik, berupa nilai-

nilai luhur dan aturan-aturan pergaulan yang baik dalam hidup

bermasyarakat dan kehidupan pribadi seseorang.

Etika bertujuan agar orang hidup dengan baik dan

berkepribadian luhur (berkarakter) yang sesuai dengan etika moral

yang dianut oleh kesatuan atau lingkungan hidupnya. Etika moral ini

menumbuhkan kaedah-kaedah atau norma-norma ethika yang

mencakup teori nilai tentang hakekat apa yang baik dan apa yang

Page 61: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

42

buruk dan teori tentang perilaku “conduct” tentang perbuatan mana

yang baik dan mana yang buruk. Etika profesi merupakan etika moral

yang khusus diciptakan untuk kebaikan jalannya profesi yang

bersangkutan, karena setiap profesi mempunyai identitas, sifat/ciri dan

standar profesi tersendiri sesuai dengan ketentuan profesi masing-

masing demi tegaknya dan kebaikan jalannya profesi.

Etika profesi Oditur Militer mengatur tentang nilai-nilai moral,

kaedah-kaedah dalam tugas penuntutan dan aturan-aturan tentang

prilaku yang seharusnya dan seyogyanya dipegang teguh oleh setiap

Oditur Militer dalam menjalankan tugas profesinya. Tujuan akhir atau

filosofi dari etika profesi Oditur Militer adalah menegakan hukum,

kebenaran, keadilan dan kejujuran dalam suatu perkara pidana sesuai

keadilan, kebenaran dan kejujuran yang terdapat dalam alam “das

sollen” harus dapat diwujudkan dalam alam “das sein” melalui nilai-

nilai etika profesi yang berisikan kode ethik untuk mencapainya.

Nilai-nilai etika profesi yang melekat pada diri seorang Oditur

Militer dapat ditemukan dalam:

a. Pancasila yang di jabarkan dalam butir-butir dalam sila-sila

pancasila.

b. Sapta Marga, khususnya marga ke-3 yang berbunyi “Kami

ksatria indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, serta membela kejujuran kebenaran dan keadilan”.

Artinya segenap prajurit TNI akan menegakkan kejujuran,

Page 62: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

43

kebenaran dan keadilan yang merupakan hakekat dari hukum

dalam satu nafas dengan disiplin keprajuritan yang didasarkan

kepada ketaqwaan kepada Tuhan YME.

c. Sumpah Prajurit, khususnya butir ke-2 yang berbunyi “akan

tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin

keprajuritan”. Artinya segenap prajurit TNI dalam mengemban

tugasnya mendasarkan dan sesuai dengan ketentuan hukum

yang berlaku dan bersumpah akan patuh dan taat kepada

hukum.

d. Sumpah Perwira, seorang Oditur adalah perwira dan saat

dilantik sebagai perwira wajib mengucapkan sebagai berikut:

1) Bahwa saya akan memenuhi kewajiban perwira dengan

sebaik-baiknya terhadap Bangsa Indonesia dan Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

dan Undang-undang Dasar 1945.

2) Bahwa saya akan menegakkan harkat dan martabat perwira

serta menjunjung tinggi Sumpah Prajurit dan Sapta Marga.

3) Bahwa saya akan memimpin anak buah dengan memberi

suri teladan, membangun karsa, serta menuntun pada jalan

yang lurus dan benar.

4) Bahwa saya akan rela berkorban jiwa raga untuk membela

nusa dan bangsa.

e. Kode Etik Perwira ”Budhi Bakti Wira Utama”, diantaranya

berbuat luhur dengan bersendikan:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa.

2) Membela Kebenaran dan Keadilan.

3) Memiliki sifat-sifat kesederhanaan.

Page 63: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

44

f. Sumpah Jabatan Oditur Militer, sebelum memangku

jabatannya Oditur Militer wajib mengucapkan sumpah atau

janji menurut agamanya sebagai berikut:

“Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh

bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung

atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara

apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang

sesuatu kepada siapapun juga”.

“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini,

tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak

langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian”.

“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia

kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan

Pancasila sebagai dasar dan idiologi negara, Undang-Undang

Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain

yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia”.

“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan

menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan

dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku

dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan

seadil-adilnya seperti selayaknya bagi seorang oditur militer

yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan

keadilan”.

g. Etika profesi Oditur Militer yang tertuang dalam pusara

Babinkum TNI “Jujur Benar dan Adil”.

Kalimat “Jujur, Benar dan Adil” adalah motto

Babinkum TNI yang dibuat dengan warna kuning emas,

melambangkan suatu kebulatan yang menggambarkan

kemuliaan tekad dan kesungguhan hati personel Babinkum

TNI untuk melaksanakan tugasnya. Selanjutnya uraian kata

“Jujur” dalam pusara tersebut mengandung arti bahwa dalam

melaksanakan tugasnya warga Babinkum TNI harus lurus hati,

Page 64: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

45

tidak berbuat curang, tulus ikhlas dan berani mengatakan

benar jika itu benar dan yang salah jika itu salah.

h. Asas-asas dan prinsip-prinsip kepemimpinan yang berlaku

dalam lingkungan TNI.

2.2.3. Kemampuan Yang Harus Dimiliki Oditur Militer

Seorang Oditur Militer dapat melaksanakan profesinya dengan

baik jika mempunyai kemampuan sebagai berikut:

a. Kemampuan penilaian berkas perkara dengan benar dan jujur

sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kemampuan penilaian berkas perkara adalah berkaitan

dengan persyaratan formal dan material dalam lingkungan

peradilan militer. Kelengkapan tersebut meliputi kelengkapan

berkas perkara (terdiri dari sampul Daftar Pemeriksaan

Pendahuluan (DPP), nomor DPP dan isi berkas perkara), status

tersangka, ada/tidaknya laporan polisi atau pengaduan, dan

barang bukti disamping persyaratan material meliputi apakah

rangkaian perbuatan tersangka sudah memenuhi unsur-unsur

tindak pidana.

b. Kemampuan menyusun Berita Acara Pendapat (BAPAT) dan

Saran Pendapat Hukum (SPH) dengan benar dan jujur sesuai

ketentuan perundangan yang berlaku.

Oditur Militer setelah meneliti persyaratan formal dan

material dari suatu berkas perkara/DPP, kemudian Oditur

Page 65: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

46

Militer melakukan pengolahan perkara yang hasilnya

dituangkan dalam Berita Acara Pendapat (BAPAT). Kemudian

berdasarkan BAPAT Oditur pengolah, Kepala Oditurat Militer

membuat Saran Pendapat Hukum (SPH) berkaitan dengan

penyelesaian perkara tersangka kepada Panglima/Komandan/

Kepala Satuan selaku Perwira Penyerah Perkara yang

membawahi tersangka tersebut. Isi dari Saran Pendapat

Hukum Oditur Militer berupa saran agar perkara tersangka

tersebut diajukan kepengadilan militer atau diselesaikan

menurut hukum disiplin militer atau ditutup demi kepentingan

hukum atau disarankan kepada Perwira Penyerah Perkara

(Papera) untuk menutup perkara tersebut demi kepentingan

umum/militer.

c. Kemampuan analisis perkara secara yuridis dengan benar dan

jujur sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Analisis yuridis merupakan analisis dari unsur-unsur

tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka dikaitkan

dengan fakta-fakta yang terungkap dalam penyidikan. Dengan

adanya analisis yuridis tersebut dapat lebih awal diketahui dan

dipertanggung jawabkan apakah perbuatan tersangka cukup

atau tidak dapat memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang

disangkakan kepadanya yang nantinya akan dipakai sebagai

dasar laporan Oditur Militer kepada Perwira Penyerah Perkara

Page 66: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

47

(Papera) dalam Saran Pendapat Hukum (SPH). Apabila

perbuatan tersangka cukup memenuhi unsur-unsur tindakan

pidana, maka hal tersebut akan dipakai sebagai dasar dalam

surat dakwaan maupun tuntutan Oditur.

d. Kemampuan menyusun surat dakwaan dengan benar dan jujur

sesuai ketentuan perudang-undangan yang berlaku.

Surat dakwaan adalah suatu akta yang dibuat oleh

Oditur Militer sebagai Penuntut Umum yang memuat rumusan

tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, yang telah

dilakukan oleh terdakwa pada suatu waktu dan tempat tertentu.

Surat dakwaan Oditur Militer merupakan dasar yang

digunakan hakim militer dalam memeriksa dan mengadili

suatu perkara pidana di Pengadilan Militer. Dalam dimensi

tugas penegakan hukum dalam sistem peradilan militer,

kemampuan menyusun surat dakwaan dengan cermat

merupakan tugas Oditur Militer yang paling utama.

Surat dakwaan bagi Oditur Militer merupakan dasar

untuk melakukan penuntutan perkara, pembuktian dan

pembahasan yuridis dalam tuntutan pidana (requisitoir) serta

sebagai dasar untuk melakukan upaya hukum, dan bagi hakim

merupakan dasar pemeriksaan dipersidangan pengadilan dan

putusan yang akan dijatuhkan berkaitan dengan

terbukti/tidaknya kesalahan terdakwa sebagaimana dimuat

Page 67: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

48

surat dakwaan, sedangkan bagi terdakwa merupakan dasar

dalam pembelaan dan menyiapkan bukti-bukti sebaliknya dari

apa yang telah didakwakan kepadanya. Dengan demikian

seluruh isi surat dakwaan yang dapat dibuktikan dalam

persidangan harus dijadikan dasar oleh hakim dalam

putusannya dan apa yang telah dinyatakan terbukti dalam

persidangan harus dapat dikemukakan kembali dalam surat

dakwaan.

e. Kemampuan melakukan tuntutan pidana dengan benar, jujur

dan adil sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Setelah semua alat bukti yang diperlukan telah

diajukan dalam persidangan, selanjutnya Oditur Militer selaku

Penuntut Umum sebagai pejabat yang memulai proses perkara

pidana tersebut akan menarik kesimpulan dari alat-alat bukti

tersebut, fakta-fakta apa yang telah terbukti kemudian

mengajukan kepada majelis hakim untuk mendapat keputusan

yang tertuang dalam bentuk tuntutan pidana (requisitoir).

Tuntutan pidana yang dibuat oleh Oditur Militer

disusun dengan sistematis sebagai berikut :

1) Pendahuluan;

2) Fakta-fakta persidangan yang terdiri dari:

a) Keterangan para saksi;

b) Keterangan terdakwa; dan

Page 68: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

49

c) Barang bukti.

3) Fakta yuridis;

4) Analisis/pembahasan yuridis;

5) Kesimpulan;

6) Tuntutan pidana; dan

7) Penutup.

f. Kemampuan upaya hukum dengan benar dan jujur sesuai

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Upaya hukum

dimaksud meliputi upaya hukum biasa dan upaya hukum luar

biasa sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 31

tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

g. Kemampuan melaksanakan pidana (eksekusi) terhadap

putusan pengadilan dengan benar dan jujur sesuai ketentuan

perundang-undangan yang berlaku. Terhadap putusan

pengadilan baik pengadilan militer maupun pengadilan umum

yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT), sebagaimana

dalam amar putusan yang dijatuhkan harus dapat dilaksanakan

eksekusi.

2.3 Sistem Peradilan Pidana Militer di Indonesia

Penegakan hukum (law enforcement) dalam jajaran TNI apabila

mengikuti alur berpikir criminal justice system dilaksanakan oleh sub sistem

pengadilan militer. Penyidik Polisi Militer mempunyai tugas dan wewenang

melakukan penyidikan perkara pidana dalam lingkungan peradilan militer

Page 69: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

50

atau peradilan umum, Oditur Militer mempunyai tugas wewenang melakukan

penyidikan, pemeriksaan tambahan, penuntutan perkara pidana dan

melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan dalam lingkungan

peradilan militer dan peradilan umum, hakim pengadilan militer mempunyai

tugas dan wewenang memeriksa dan memutus perkara pidana dalam

lingkungan peradilan militer, dan pemasyarakatan militer mempunyai tugas

dan wewenang menyelenggarakan pemasyarakatan militer yang merupakan

salah satu usaha yang berhubungan dengan kegiatan pembinaan narapidana

militer.

2.3.1 Sejarah Peradilan Militer di Indonesia

Peradilan Militer Belanda di Indonesia sebelum terjadi Perang

Dunia II dikenal dengan nama Krijgsraad dan Hoog Militair

Gerechtshof. Ruang lingkup peradilan ini meliputi perbuatan pidana

militer dan anggota-anggotanya terdiri dari Angkatan Darat Belanda

di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) yaitu KNIL dan anggota

Angkatan Laut Belanda. Anggota Angkatan Darat Hindia Belanda

(KNIL) di periksa dan diadili oleh Krijgsraad untuk tingkat pertama,

sedangkan Hoog Militair Gerechtshof mengadili untuk tingkat

banding. Untuk anggota-anggota Angkatan Laut Belanda di periksa

dan diadili oleh Zeekrijgsraad dan Hoog Militair Gerechtshof.

Daerah hukum Krijgsraad di kota Cimahi Bandung meliputi

Jawa dan Madura, Sumatra Selatan (Bengkulu, Lampung, jambi,

Page 70: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

51

Palembang, Riau, Bangka dan Belitung. Daerah hukum Krijgsraad di

Padang meliputi Sumatra Barat, Tapanuli, Aceh dan Sumatra Timur,

sedangkan daerah hukum Krijgsraad di Makassar meliputi Sulawesi,

Manado, Maluku dan Timor.39

Sementara penguasa Belanda yang ada

di Jawa-Madura maupun di luar daerah mengadakan Temporaire

Krijgsraadatau Mahkamah Militer Sementara yang diberi wewenang

mengadili tindak pidana yang oleh orang-orang bukan militer serta

bukan di golongkan dalam bangsa Indonesia. Mahkamah Militer

Sementara dalam melakukan pemeriksaan persidangan dilakukan oleh

majelis hakim terdiri dari 3 (tiga) orang dan seorang Oditur atau Jaksa

landgerecht.

Hoog Militair Gerechtshof berkedudukan di Jakarta dan

merupakan peradilan militer yang tertinggi di Hindia Belanda.

Kekuasaan Hoog Militair Gerechtshof adalah mengadili perkara

pidana pada tingkat pertama, yang dilakukan oleh militer-militer yang

pangkatnya lebih tinggi dari pada Kapten. Sedangkan pada tingkat

banding, Mahkamah tersebut memutus tentang keputusan-keputusan

Krijgsraad yang dimintakan bandingan. Hoog Militair Gerechtshof

juga mengadili pada tingkat pertama terhadap perbuatan-perbuatan

pidana yang dilakukan oleh opsir-opsir angkatan laut berpangkat

Letnan Satu Laut ke atas.

39

R. Soepomo, 1983, Sistem Hukum di Indonesia, P.T. Pradnya Paramita, Jakarta, h. 67.

Page 71: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

52

Zeekrijgsraad merupakan peradilan pidana terhadap militer, di

luar negeri Belanda yang terdiri dari opsir-opsir angkatan laut.

Peradilan ini biasanya dilaksanakan di atas kapal di Hindia oleh

komandan angkatan laut. Pejabat Penuntut Umum pada peradilan ini

diserahkan kepada seorang opsir tata usaha angkatan laut. Terhadap

keputusan-keputusan Zeekrijgsraad dapat dimintakan banding kepada

Hoog Militair Gerechtshof.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia,

tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan titik awal bagi Bangsa

Indonesia untuk menentukan pejalanan berbangsa dan bernegara.

Pada tanggal 18 Agustus 1945 Undang-Undang Dasar 1945 disahakan

sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia. Sesudah berdirinya

Negara Republik Indonesia, pemerintah tetap mempertahankan badan-

badan peradilan maupun peraturan-peraturan peninggalan Jepang

yang telah ada untuk mengisi kekosongan hukum yang didasarkan

pada Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu

“Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung

berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang

Dasar ini”.

Kemudian setelah Angkatan Perang Republik Indonesia

dibentuk pada tanggal 5 Oktober 1945, dan kemudian peradilan

militer baru dibentuk setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1946 tanggal 8 Juni 1946 tentang Peraturan mengadakan

Page 72: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

53

Pengadilan Tentara disamping Pengadilan Biasa. Pengadilan Tentara

pada waktu itu terdiri dari 2 (dua) badan (tingkat) yaitu Mahkamah

Tentara dan Mahkamah Tentara Agung. Selanjutnya Pengadilan

Tentara berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1948 terdiri

dari :

a. Mahkamah Tentara.

b. Mahkamah Tentara Tinggi.

c. Mahkamah Tentara Agung.

Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 16

Tahun 1950, kekuasaan kehakiman dalam lingkungan peradilan

ketentaraan dilakukan oleh :

a. Pengadilan Tentara.

b. Pengadilan Tentara Tinggi.

c. Mahkamah Tentara Agung.

Sesuai dengan perkembangan istilah dalam bidang peradilan,

yang terdapat dalam berbagai perundang-perundangan, antara lain

Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman, maka terhadap nama Pengadilan

Ketentaraan perlu diadakan penyesuaian, yaitu menjadi:

a. Mahkamah Militer (Mahmil);

b. Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti); dan

c. Mahkamah Militer Agung (Mahmilgung).

Page 73: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

54

Pengadilan pada era sebelum lahir Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1997 Peradilan Militer adalah disebut dengan Mahkamah,

tetapi setelah keluarnya Undang-Undang Peradilan Militer, sebutan

Mahkamah dirubah menjadi Pengadilan. Namun pimpinannya tetap

saja disebut “Kepala”, bukan Ketua seperti di lingkungan Peradilan

Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Panglima TNI Nomor :

Kep/6/X/2003 tanggal 20 Oktober 2003 disusun sebagai berikut :

a. Pengadilan Militer(Dilmil);

b. Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti);

c. Pengadilan Militer Utama (Dilmiltama); dan

d. Pengadilan Militer Pertempuran (Dilmilpur).

Dalam sejarahnya peradilan militer sama seperti lembaga

peradilan yang lain, sebelumnya mempunyai dua atap yaitu secara

administrasi keuangan dan kepegawaian berada di bawah Departemen

Pertahanan, sementara secara pembinaan teknis di bawah Mahkamah

Agung. Sistem dua atap ini mulai berakhir dengan diterbitkan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman. Jangka waktu peralihan menjadi satu

atap di bawah Mahkamah Agung adalah lima tahun sampai dengan

tahun 2004.

Page 74: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

55

Sistem peradilan satu atap (one roof system) berawal dengan

diamandemennya Undang Nomor 14 Tahun 1970 dengan Undang

Nomor 35 Tahun 1999, kemudian diamandemen lagi dengan Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan terakhir setelah disahkannya

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman secara tegas mengatur tentang organisasi, administrasi

dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya

berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Yang dimaksud

dengan peradilan di bawahnya adalah peradilan umum, dengan

beberapa peradilan khusus di bawahnya, peradilan agama, peradilan

tata usaha negara dan peradilan militer. Peradilan militer hingga saat

ini belum mengalami perubahan dan tetap menggunakan Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, berbeda

dengan lingkungan peradilan lainnya yang telah mengalami

perubahan.

2.3.2 Yurisdiksi dan Justisiabel Peradilan Militer

Yurisdiksi dan justisiabel merupakan dua istilah yang saling

melengkapi. Yurisdiksi mempersoalkan kekuasaan memeriksa dan

mengadili, sedangkan justisiabel mempersoalkan orang-orang yang

diperiksa dan diadili (orang-orang yang tunduk/ditundukkan pada

kekuasaan badan peradilan tertentu) dalam hal ini adalah peradilan

militer.Justisiabel adalah mengenai seseorang yang diperiksa dan

diadili karena suatu perkara pidana, atau merupakan subyek hukum.

Page 75: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

56

Hubungan antara justisiabel dengan subyek hukum ialah bahwa orang

yang bersangkutan adalah pelaku (subyek) dari suatu tindak pidana

yang sekaligus merupakan justisiabel dari suatu peradilan tertentu.

Justisiabel peradilan militer berdasarkan Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer, bahwa peradilan

dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana

kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata, dengan

tugas dan wewenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh

seseorang pada waktu melakukan tindak pidana adalah :

a. Prajurit;

b. Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan

prajurit;

c. Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang

dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan

undang-undang.

Mengenai yurisdiksi perlu diperhatikan dalam uraian-uraian

bahwa persoalan yurisdiksi meliputi kekuasaan mengadili perselisihan

antara pengadilan-pengadilan sesamanya, akan tetapi yang

diutamakan adalah orang-orang (badan hukum) pencari keadilan

dalam suatu perkara pidana. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1997, susunan pengadilan di lingkungan peradilan militer

adalah sebagai berikut :

Page 76: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

57

a. Pengadilan Militer (Dilmil)

Pengadilan Militer merupakan Pengadilan Tingkat Pertama

bagi prajurit TNI yang berpangkat Kapten dan pangkat lain yang lebih

rendah dari Kapten.

b. Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti)

Pengadilan Militer Tinggi menjadi Pengadilan Tingkat

Pertama bagi prajurit TNI berpangkat Mayor ke atas, melakukan

pemeriksaan tingkat banding untuk perkara yang telah diputus oleh

Pengadilan Militer, sedangkan kewenangan pemeriksaan perkara

tingkat banding untuk perkara yang telah diputus oleh Dilmilti ada

pada Pengadilan Militer Utama. Pengadilan Militer Tinggi selain

mempunyai kekuasaan seperti telah diterangkan di atas juga memiliki

kekuasaan untuk :

a. Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata usaha

Militer, dalam hal ini sebagai Pengadilan Tingkat pertama.

b. Memeriksa dan memutus (pada tingkat pertama dan terakhir)

sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer

dalam daerah hukumnya.

c. Pengadilan Militer Utama (Dilmiltama)

Pengadilan Militer Utama menjadi Pengadilan Tingkat

banding atas perkara pidana maupun sengketa Tata usaha Militer yang

dimintakan banding, juga memiliki kekuasaan untuk memutus pada

tingkat pertama dan terakhir sengketa wewenang mengadili :

Page 77: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

58

a. Antar Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum

Pengadilan Militer Tinggi yang berbeda.

b. Antar Pengadilan Militer tinggi; dan

c. Antara Pengadilan Militer Tinggi dengan Pengadilan Militer.

Selain kewenangan di atas, Pengadilan Militer Utama juga

mempunyai kekuasaan untuk memutus “perbedaan pendapat” antar

Oditur Militer sebagai Pejabat Penuntut Umum dengan Perwira

Penyerah Perkara (Papera) tentang diserahkan tidaknya suatu perkara

tindak pidana ke Pengadilan. Setelah menerima permohonan Papera,

Pengadilan Militer Utama menunjuk Majelis Hakim Militer Utama

untuk memeriksa dan memutus perbedaan pendapat itu dalam sidang

yang dihadiri oleh Oditur Jenderal TNI (Orjen TNI).

Pengadilan Militer Utama melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan Pengadilan Militer,

Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran di

daerah hukumnya masing-masing dan pengawasan terhadap tingkah

laku dan perbuatan para Hakim dalam menjalankan tugasnya.

Kewenangan lain yang dimiliki Dilmiltama adalah :

a. Untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan

dengan teknis peradilan dari Pengadilan Militer, Pengadilan

Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran.

Page 78: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

59

b. Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang

perlu kepada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan

Pengadilan Militer Pertempuran.

c. Meneruskan perkara yang dimohonkan kasasi, peninjauan

kembali (PK), dan grasi Mahkamah Agung.

d. Pengadilan Militer Pertempuran (Dilmilpur)

Kekuasaan Pengadilan Militer Pertempuran adalah memeriksa

dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang

dilakukan oleh prajurit TNI di daerah pertempuran.Pengadilan Militer

Pertempuran bersifat mobil mengikuti gerakan pasukan dan

berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah pertempuran.

2.3.3 Karakteristik Sistem Peradilan Militer

Karakteristik yang membedakan sistem peradilan militer

dengan peradilan lain yang ada di Indonesia adalah peradilan militer

selain tetap berpedoman pada asas-asas yang tercantum dalam

Undang-Undang Pokok Kehakiman, dengan tanpa mengabaikan asas

dan ciri-ciri tata kehidupan militer yang mendasar, yaitu:

a Asas kesatuan komando

Struktur organisasi dalam kehidupan militer atau ketentaraan

menempatkan posisi seorang komandan pada kedudukan sentral dan

bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya. Oleh

sebab itu seorang komandan diberi wewenang penyerahan perkara

dalam penyelesaian perkara pidana dan berkewajiban untuk

Page 79: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

60

menyelesaikan sengketa Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia yang

diajukan oleh anak buahnya melalui upaya administrasi. Sesuai

dengan asas kesatuan komando tersebut, maka dalam sistem peradilan

pidana militer tidak dikenal adanya pra peradilan dan pra penuntutan.

b Asas komandan bertanggung jawab terhadap anak buahnya.

Asas komandan bertanggung jawab terhadap anak buahnya

adalah merupakan kelanjutan dari asas kesatuan komando, dimana

seorang komandan berfungsi sebagai pimpinan, guru, bapak, dan

pelatih, sehingga seorang komandan harus bertanggung jawab penuh

terhadap kesatuan dan anak buahnya.

c Asas kepentingan militer

Dalam rangka menyelenggarakan pertahanan dan keamanan

negara, kepentingan militer diutamakan melebihi daripada

kepentingan golongan dan perorangan, sedangkan khusus dalam

proses peradilan, kepentingan militer selalu diseimbangkan dengan

kepentingan hukum. Hukum acara pada sistem peradilan militer

disusun berdasarkan pendekatan kesisteman dengan memadukan

berbagai konsepsi hukum acara pidana nasional dengan berbagai

kekhususan yang bersumber dari asas-asas dan ciri-ciri tata kehidupan

yang belaku dalam kehidupan militer.

Penjatuhan pidana terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak

pidana yang sifatnya sangat ringan, seperti tindak pidana berupa

pelanggaran memungkinkan diselesaikan melalui hukum disiplin

Page 80: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

61

prajurit. Mengingat bahwa pidana yang dijatuhkan kepada seorang

militeradalah juga merupakan pendidikan/pembinaan baginya selama

tidak dibarengi dengan pemecatan dari dinas militer, maka wajarlah

apabila dimungkinkan penyelesaian suatu tindak pidana (yang bersifat

ringan) yang lebih mendekati “golongan pelanggaran disiplin militer”

secara hukum disiplin demi tujuan perbaikan seorang militer.40

Adapun karakteristik sistem peradilan militer dapat dilihat dalam

gambar sebagai berikut :

Gambar 2

Karakteristik Sistem Peradilan Militer

Sumber : Materi Susjab Oditur Militer tahun 2008

40

Moch. Faisal Salam, 2006, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Penerbit Mandar Maju,

Bandung, h. 47-48.

BADAN

PERADILA

N

KASUS

MILITER

ASAS KEP

HUKUM

ASAS KEP

MILITER

ANKUM

POM (PENAHANAN

DG SPRIN ANKUM)

ODITUR

(BAPAT HUKUM)

PAPERA

M

HAN NEG

RINGAN

SIFATNYA

TIDAK

RINGAN

SIFATNYA

SERAHKAN

ANKUM

SERAHKAN

DILMIL

PUTUSAN-EKSEKUSI

Page 81: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

62

2.3.4 Hukum Acara Peradilan Militer

Hukum pidana militer dan hukum acara pidana militer adalah

hukum khusus, disebut hukum khusus dengan pengertian untuk

membedakan dengan hukum acara pidana umum yang berlaku bagi

setiap orang.41

Suatu kekhususan dalam penyelesaian suatu perkara

yang dilakukan oleh anggota militer (anggota TNI) adalah peran

komandan satuan tidak dapat diabaikan, di samping peranan aparat

penegak hukumnya mulai dari Polisi Militer, Oditur Militer dan

Hakim Militer. Hal ini disebabkan adanya asas kesatuan komando

(unity of command) dan kesatuan penuntutan (de een ondeelbarheit

van het parket) yang berlaku dalam sistem peradilan militer.

Selain dari pada itu perlu diperhatikan, bahwa sanksi pidana

yang dijatuhkan kepada seorang militer, selama tidak dijatuhi pidana

tambahan berupa pemecatan dari dinas militer dilaksanakan di

lembaga pemasyarakat khusus militer adalah merupakan

pembinaan/pendidikan berbeda dengan pembinaan di lembaga

pemasyarakatan umum. Maksud dari pembinaan tersebut diharapkan

setelah terpidana militer selesai menjalani pidananya, mereka dapat

kembali ke kesatuannya dan menjadi anggota militer yang lebih baik.

Tahapan penyelesaian perkara pidana dalam sistem peradilan

militer sesuai dengan Hukum Acara Pidana Militer terbagi dalam

empat tahap, yaitu :

41

Ibid, h. 30.

Page 82: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

63

a. Tahap Penyidikan

Tahap Penyidikan dilakukan oleh Penyidik yang terdiri dari

Atasan yang Berhak Menghukum (Ankum), Polisi Militer (PM) dan

Oditur Militer. Namun kewenangan penyidikan yang ada pada Atasan

yang Berhak Menghukum tidak dilaksanakan sendiri, akan tetapi

dilaksanakan oleh Penyidik Polisi Militer maupun Oditur Militer.

Sedangkan penyelidikan sebagai salah satu tahap penyidikan

merupakan fungsi yang melekat pada komandan yang pelaksanaannya

dilakukan oleh Penyidik Polisi Militer.

Apabila pada tahap penyidikan, seorang Tersangka anggota

TNI dikhawatirkan akan melarikan diri, maka Atasan yang Berhak

Menghukum (Ankum) dan Perwira Penyerah Perkara (Papera) untuk

melakukan penahanan terhadap Tersangka yang pelaksanaan

dilaksanakan di rumah tahanan militer, karena di lingkungan peradilan

militer hanya dikenal satu jenis penahanan yaitu penahanan di rumah

tahanan militer. Untuk kepentingan penyidikan Ankum berwenang

melakukan penahanan paling lama 20 hari, kemudian jika penyidikan

belum selesai maka Papera berwenang melakukan perpanjangan

penahanan paling lama selama 6 kali 30 hari atau 180 hari dan

sesudah masa 200 hari belum dilimpahkan ke Pengadilan Militer,

Tersangka harus sudah dibebaskan dari tahanan demi hukum, walau

proses penyidikan belum selesai.

Page 83: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

64

b. Tahap Penyerahan Perkara

Penyerahan perkara kepada Pengadilan dalam lingkungan

peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum

wewenang ada pada Perwira Penyerah Perkara melalui Oditurat

Militer. Tahap penuntutan termasuk dalam tahap penyerahan perkara,

Papera setelah menerima pendapat hukum dari Oditur Militer tentang

penyelesaian suatu perkara, maka jika Papera sependapat dengan

pendapat Oditur Militer, maka Papera mengeluarkan Keputusan

Penyerahan Perkara (Keppera) untuk menyerahkan perkara kepada

Pengadilan yang berwenang melalui Oditur Militer untuk memeriksa

dan mengadili, menentukan perkara untuk diselesaikan menurut Hukum

Disiplin Prajurit atau menutup perkara demi kepentingan hukum atau

demi kepentingan umum/militer.

Kemudian jika Papera tidak sependapat dengan Saran Pendapat

Hukum (SPH) Oditurat Militer bahwa perkara akan diselesaikan di luar

Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam

lingkungan peradilan umum, sedangkan Oditur Militer berpendapat

bahwa untuk kepentingan peradilan perkara perlu diajukan ke

Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam

lingkungan peradilan umum, maka jika Oditur Militer tetap pada

pendiriannya, Papera mengajukan permohonan dengan disertai alasan-

alasannya ketidak setujuannya dengan pendapat Oditur Militer kepada

Page 84: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

65

Dilmiltama supaya perbedaan pendapat diputuskan dalam sidang oleh

Dilmiltama.

Selanjutnya Papera wajib mengirimkan permohonan Oditur

Militer tersebut dan berkas perkara yang disertai dengan pendapatnya

kepada Dilmiltama melalui Oditurat Militer. Sesudah mendengar

pendapat Orjen TNI di persidangan Dilmiltama, dengan putusannya

Hakim yang mengadili menyatakan perkara tersebut diajukan atau tidak

diajukan ke Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau

Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Apabila Dilmiltama

memutuskan perkara tersebut harus diajukan ke Pengadilan dalam

lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan

peradilan umum, maka Papera segera melaksanakan keputusan

Dilmiltama. Sesudah menerima Keppera dari Papera kemudian Oditur

Militer melimpahkan perkara tersebut kepada Pengadilan disertai surat

dakwaan.

c. Tahap Pemeriksaan Dalam Persidangan

Pemeriksaan di dalam persidangan Pengadilan

Militer/Pengadilan Militer Tinggi dilakukan sesuai asasnya, yaitu

sidang pengadilan terbuka untuk umum, kecuali untuk pemeriksaan

perkara kesusilaan, sidang dinyatakan tertutup. Dalam pemeriksaan

perkara pidana dikenal adanya acara pemeriksaan biasa, acara

pemeriksaan cepat, acara pemeriksaan khusus, dan acara pemeriksaan

koneksitas. Acara pemeriksaan cepat dilakukan untuk memeriksa

Page 85: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

66

perkara lalu lintas dan angkutan jalan. Acara pemeriksaan khusus

adalah acara pemeriksaan pada Pengadilan Militer Pertempuran, yang

merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir untuk perkara

pidana yang dilakukan oleh prajurit di daerah pertempuran yang

hanya dapat diajukan permintaan kasasi.

Hakim militer dalam pemeriksaan di sidang Pengadilan

Militer, bebas menentukan siapa yang akan diperiksa terlebih dahulu.

Pada prinsipnya pengadilan bersidang dengan hakim majelis kecuali

dalam acara pemeriksaan cepat. Terhadap tindak pidana militer

tertentu, Hukum Acara Pidana Militer mengenal peradilan in absensia

yaitu untuk perkara desersi. Hal tersebut berkaitan dengan

kepentingan komando dalam hal kesiapan kesatuan, sehingga tidak

hadirnya prajurit secara tidak sah, perlu segera ditentukan status

hukumnya.

d. Tahap Pelaksanaan Putusan

Tahap pelaksanaan putusan pengadilan setelah putusan hakim

berkekuatan hukum tetap, maka eksekusi bagi terpidana militer yang

tidak dikenakan hukuman tambahan berupa pemecatan dilaksanakaan

di Pemasyarakatan Militer, sedangkan bagi terpidana yang mendapat

hukuman tambahan berupa pemecatan eksekusinya dilaksanakan di

Lembaga Pemasyarakatan Umum. Pengawasan terhadap pelaksanaan

putusan hakim dilaksanakan oleh Kepala Pengadilan pada tingkat

pertama dan khusus pengawasan terhadap pelaksanaan pidana

Page 86: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

67

bersyarat dilakukan dengan bantuan komandan yang bersangkutan,

sehingga komandan dapat memberikan bimbingan supaya terpidana

kembali menjadi prajurit yang baik dan tidak akan melakukan tindak

pidana lagi.

2.4 Sistem Penuntutan di Lingkungan Kejaksaan

2.4.1. Jaksa Sebagai Penuntut Umum

Sistem penuntutan dalam sistem peradilan umum di Indonesia

tidak dapat dilepaskan dari peran seorang Jaksa selaku Penuntut

Umum. Jaksa menurut Mr. Susanto Kartoatmojo berasal dari bahasa

Sansekerta.42

“Adhyaksa” yang berarti superitendant atau

superitendance. Dahulu “Adhyaksa” tidak pernah dihubungkan

dengan dunia penegakkan hukum, namun saat ini telah mengalami

perubahan makna, yaitu dihubungkan dengan jabatan yang

disejajarkan dengan hakim komisaris yang mempunyai tugas

melakukan penyidikan perkara, penuntutan dan melakukan tugas

sebagai hakim komisaris.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, status dan

kedudukan Jaksa diatur dalam Inslandch Reglement (S.1848 Nomor

16) dan Rechterlyke Ordonantie (S. 1848 Nomor 57). Pada Pasal 62

RO menyebutkan, bahwa pekerjaan penuntut umum di Pengadilan

Negeri (Landraat) dilaksanakan oleh jaksa. Kedudukan Jaksa pada

saat itu sesuai Pasal 325 IR, tidak mempunyai wewenang untuk

42

Djoko Prakoso, 1983, Tugas dan Peran Jaksa Dalam Pembangunan, Penerbit GI, Jakarta,

h. 19.

Page 87: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

68

menjalankan suatu putusan pengadilan (esksekusi), karena

kewenangan eksekusi ada pada Asisten Resisden. Selanjutnya dengan

berlakunya HIR (S. 1941 No. 44), kedudukan jaksa tetap sebagai alat

kekuasaan Asisten Residen. Asisten Residen sebagai penuntut umum

(magistraat), sedangkan jaksa sebagai pembantu penuntut umum

(Ajunct Magistraat). Jabatan Asisten Residen dipegang oleh orang-

orang Belanda yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur

Jenderal, dan membawahi beberapa jaksa dari kalangan bumiputra.

Perkembangan selanjutnya pada masa penjajahan Jepang di

Indonesia, maka pengadilan-pengadilan untuk golongan Eropah

dihapuskan dan jabatan Asisten Residen sebagai Magistraat juga

dihapuskan. Dalam masa pendudukan Jepang, kedudukan jaksa

mengalami perubahan yang sangat mendasar, yaitu semua tugas dan

wewenang Asisten Residen dalam bidang penuntutan perkara pidana

kepada jaksa dengan jabatan Thoo Kensatsu Kyokuko atau setingkat

Kepala Kejaksaan di Pengadilan Negeri. Pengawasan. Pengawasan

kepada lembaga Kejaksaan dilakukan oleh Koo Too Kensatsu

Kyokuko atau Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Mahkamah

Agung (Saikoo Kensatsu Kyoku). Selanjutnya dengan

diberlakukannya Osamurai Nomor 49, Kejaksaan dimasukkan ke

dalam wewenang Cianbu atau Departemen keamanan yang memiliki

tugas mencari kejahatan dan pelanggaran, menuntut perkara serta

menjalankan putusan hakim. Wewenang jaksa tersebut masih

Page 88: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

69

dilaksanakan sampai dengan Indonesia memproklamasikan

kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Titik tolak sejarah perkembangan kejaksaan adalah

kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu melalui Maklumat

Pemerintah RI tanggal 1 Oktober 1945 kejaksaan dimasukkan pada

Departemen Kehakiman, sedangkan Kepolisian dimasukkan pada

Departemen Dalam Negeri. Kemudian berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 2 tahun 1945 tanggal 10 Oktober 1945, istilah

yang oleh HIR disebut “magistraat” sebagai pelaksana tugas

“Openbaar Ministerie” di setiap Pengadilan Negeri diartikan sebagai

Jaksa.Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961

tentang Pokok Kejaksaan, pada Pasal 1 ayat (1) ditentukan bahwa

“Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kejaksaan,

ialah alat negara penegak hukum yang terutama sebagai penuntut

umum.”

Selanjutnya sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana pada Pasal 1 butir 6, yang

dimaksud penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh

undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan

penetapan hakim. Jaksa sebagai penuntut umum berdasarkan Pasal 14

KUHAP mempunyai wewenang sebagai berikut :

Pasal 14 KUHAP

a. menerima dan memeriksa berkas perkara pinyidikan dari

penyidik atau penyidik pembantu;

Page 89: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

70

b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada

penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 10 ayat (3)

dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka

penyempurnaan penyidik dari penyidik;

c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan

atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan

setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

d. membuat surat dakwaan;

e. melimpahkan perkara ke pengadilan;

f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang

ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai

surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi,

untuk datang pada persidangan yang telah ditentukan;

g. melakukan penuntutan;

h. menutup perkara demi kepentingan hukum;

i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung

jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-

undang ini;

j. melaksanakan penetapan hakim.

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2004 tantang Kejaksaan, disebutkan bahwa

tugas dan wewenang kejaksaan adalah :

Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

(1) Dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :

a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari

penyidik atau penyidik pembantu;

b. melakukan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. melaksnakan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan

pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan

lepas bersyarat;

d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu

berdasarkan undang-undang;

e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat

melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke

pengadilan yang dalam pemeriksaannya dikoordinasikan

dengan penyidik.

Page 90: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

71

2.4.2. Prosedur Penuntutan di Lingkungan Kejaksaan

Berdasarkan Pasal 1 butir 7 KUHAP penuntutan adalah

tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke

Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam KUHAP dengan permintaan supaya diperiksa dan

diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Tindakan penuntutan oleh

penuntut umum mempunyai tujuan yang tidak dapat dilepaskan

dengan hak asasi manusia dalam negara hukum yang mempunyai sifat

universal seperti pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi

manusia. Oleh sebab itu tindakan pemerintah dalam hal ini aparatur

negara agar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum untuk

terjaminnya peradilan yang bebas selalu dikaitkan dengan sandi yang

utama, yaitu terjaminnya perlindungan hak asasi manusia.

Sejalan dengan dicanangkan program reformasi birokrasi di

tubuh Kejaksaan Republik Indonesia, guna membangun kepercayaan

masyarakat terhadap kinerja lembaga kejaksaan. Penyederhanakan

sistem kerja dan mekanisme penanganan perkara tindak pidana umum

yang efektif dan efisien harus dilaksanakan, dengan tetap

memperhatikan perkembangan hukum yang hidup dalam masyarakat,

penuh kearifan dan keadilan, sehingga hasil perubahan tersebutdapat

dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pencari keadilan.

Sesuai Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor :

SE-013/A/JA/12/2011 tanggal 29 desember 2011 tentang Pedoman

Page 91: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

72

Tuntutan Perkara Tindak Pidana Umum, hal-hal yang berhubungan

dengan penuntutan diatur sebagai berikut :

a. Pendelegasian Kewenangan Penuntutan

Kewenangan pengendalian rencana tuntutan pidana terhadap

perkara tindak pidana umum pada prinsipnya didelegasikan kepada

Kepala Kejaksaan Negeri, kecuali yang akan diajukan dengan

tuntutan bebas/lepasdari segala tuntutan, pidana percobaan, pidana

seumur hidup atau pidana mati, dan terhadap perkara tindak pidana

umum tertentu dapat diambil alih pengendaliannya oleh pimpinan.

b. Faktor Memberatkan dan Meringankan Tuntutan Pidana

Faktor-faktor yang dapat dijadikan alasan untuk menentukan

hal-hal yang memberatkan dan meringankan adalah perbuatan

terdakwa, keadaan diri dan dampak perbuatan terdakwa. Faktor-faktor

yang memberatkan adalah sebagai berikut :

1) Faktor-faktor yang memberatkan adalah :

a) Mengganggu stabilitas dan keamanan Negara;

b) Merusak hasil pembangunan;

c) Menimbulkan kerugian bagi negara dan masyarakat;

d) Menimbulkan keresahan yang meluas bagi masyarakat;

e) Menarik perhatian masyarakat;

f) Menyangkut SARA;

g) Merusak pembinaan generasi muda;

Page 92: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

73

h) Menimbulkan penderitaan yang mendalam dan

berkepanjangan bagi korban atau keluarganya;

i) Korban kehilangan nyawa, harta benda dan kehormatan;

j) Korban kehilangan mata pencaharian;

k) Pengulangan tindak pidana;

l) Perbuatan yang dilakukan secara sadis;

m) Motivasi melakukan tindak pidana;

n) Riwayat hidup terdakwa;

o) Karakter, moral, keadaan sosial dan ekonomi terdakwa;

p) Peranan terdakwa;

q) Keadaan jasmani/rohani terdakwa; dan

r) Umur terdakwa.

2) Faktor-faktor yang meringankan adalah :

a) Adanya perdamaian;

b) Terdakwa menyesali perbuatannya;

c) Terdakwa tidak berbelit-belit dalam memberikan

keterangan;

d) Terdakwa belum menikmati hasil kejahatan;

e) Terdakwa mengaku terus terang;

f) Terdakwa menyerahkan diri setelah melakukan tindak

pidana;

g) Terdakwa melakukan tindak pidana karena untuk

menghidupi keluarga;

Page 93: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

74

h) Nilai ekonomi obyek kejahatan relatif kecil;

i) Pengaruh pidana yang diajukan terhadap masa depan

terdakwa;

j) Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang terjadi;

k) Faktor lain yang bersumber dari hukum yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat.

3) Faktor-faktor dalam menuntut pidana percobaan atau pidana

bersyarat, adalah sebagai berikut :

a) Terdakwa belum cukup umur;

b) Adanya perdamaian;

c) Adanya pembayaran ganti rugi oleh terdakwa;

d) Saksi korban mencabut laporan/pengaduan; dan

e) Memperhatikan situasi keadaan, keadilan dalam masyarakat

setempat, kearifan lokal.

4) Sikap Penuntut Umum Terhadap Putusan Pengadilan

a) Dalam menempuh upaya banding, perlu memperhatikan

hal-hal sebagai berikut :

(1) Apabila terdakwa mengajukan banding, maka Penuntut

Umum wajib mengajukan perlawanan banding dan

harus menyerahkan memori banding serta kontra

memori banding apabila terdakwa menyerahkan

memori banding.

Page 94: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

75

(2) Apabila putusan hakim sekurang-kurangnya 20 tahun

penjara dari tuntutan pidana mati atau seumur hidup,

namun pertimbangan penuntut umum dalam tuntutan

pidana diambil alih sebagianatau seluruhnya sebagai

pertimbangan hakim dalam putusan, maka penuntut

umum tidak harus mengajukan banding.

(3) Apabila putusan hakim ½ dari tuntutan pidana, namun

pertimbangan penuntut umum dalam tuntutan pidana

diambil sebagian atau seluruhnya sebagai

pertimbangan atau seluruhnya sebagai pertimbangan

hakim dalam putusannya, maka penuntut umum tidak

harus mengajukan banding.

(4) Apabila putusan hakim 2/3 dari tuntutan pidana,

walaupun pertimbangan penuntut umum tidak diambil

sebagian atau seluruhnya sebagai pertimbangan hakim

dalam putusannya, maka penuntut umum tidak harus

mengajukan banding.

b) Upaya hukum kasasi digunakan oleh penuntut umum dalam

hal putusan hakim yang amarnya membebaskan terdakwa

ataupun lepas dari segala tuntutan hukum.

2.5 Kebijakan Rencana Tuntutan

Latar belakang keluarnya kebijakan rencana tuntutan dari Orjen TNI

yang berlaku sejak tahun 2006 adalah dalam rangka meningkatkan

Page 95: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

76

pengendalian dan pengawasan terhadap Oditur di lingkungan TNI pada saat

melaksanakan kekuasaan pemerintah di bidang penuntutan, sehingga rencana

penuntutan merupakan satu kendali Orjen TNI. Kebijakan rencana tuntutan

dari Orjen TNI mendasarkan pada ketentuan Pasal 47 ayat (2) Undang-

Undang Nomor31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, yaitu “Oditurat

adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan dalam melaksanakan penuntutan”.

Hal ini dimaknai bahwa setiap Oditur yang bertindak sebagai penuntut umum

di persidangan pengadilan, baik yunior maupun senior, namanya adalah

public prosecutor. Dengan kata lain semua Oditur apapun pangkatnya,

apapun jabatan strukturalnya ketika menjalankan penuntutan, dia adalah Alter

Ego Oditur Jenderal TNI, dia adalah personifikasi atau perumpamaan atau

perlambangan dari Oditur Jenderal TNI. Sedangkan dari Penjelasan Pasal 47

ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, yang dimaksud dengan

“Oditurat adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan” adalah satu landasan

dalam pelaksanaan tugas dan wewenang di bidang penuntutan yang bertujuan

memelihara kesatuan kebijaksanaan di bidang penuntutan sehingga dapat

menampilkan ciri-ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata

kerja Oditurat.

Maksud dan tujuan dikeluarkan kebijakan rencana tuntutan oleh

Oditur Jenderal TNI adalah dalam rangka meningkatkan pengendalian dan

pengawasan (Dalwas) kepada setiap Oditur Militer dalam melakukan

penuntutan. Pelaksanaan kebijakan rencana tuntutan merupakan salah satu

fungsi kendali (kontrol) Orjen TNI dalam melaksanakan pengendalian dan

Page 96: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

77

pengawasan penyelesaian perkara. Harapan dengan dikeluarkan kebijakan

rencana tuntutan adalah :

a. Terciptanya satu kesatuan komando dalam pelaksanaan penuntutan

dikarenakan Oditur Militer adalah personifikasi dari Orjen TNI.

b. Terciptanya kehormatan dan eksistensi Oditurat yang dibanggakan,

c. Terciptanya kehormatan bagi Oditur Militer dalam melaksanakan

tugas pokoknya secara jujur, benar dan adil.

d. Terciptanya penegakkan hukum yang sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Kebijakan rencana tuntutan dikeluarkan pertama kali melalui Surat

Telegram Orjen TNI Nomor : ST/20/2006 tanggal 22 Nopember 2006. Dalam

Surat Telegram tersebut, Oditur Militer yang hendak melakukan penuntutan

terhadap terdakwa agar terlebih dahulu meminta persetujuan Orjen TNI

dengan melampirkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan

dan hal-hal yang meringankan serta memberatkan terhadap perkara pidana

yang ancaman pidana penjara di atas 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan.

Kemudian kebijakan rencana tututan ditekankan lagi oleh Orjen TNI

melalui Surat Telegram Nomor: ST/01/2009 tanggal 18 Pebruari 2009 yang

isinya setiap Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi yang akan melakukan

penuntutan terhadap terdakwa agar terlebih dahulu meminta persetujuan

Orjen TNI. Permohonan Oditur Militer kepada Orjen TNI dituangkan dalam

rencana tuntutan terhadap perkara yang ancaman pidananya di atas dua tahun

delapan bulan dan perkara yang ancaman pidananya 2 (dua) tahun 8 (delapan)

Page 97: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

78

bulan ke bawah, tetapi akan dituntut dengan hukuman tambahan pemecatan

dari dinas militer, kecuali terhadap perkara desersi in absensia.

Perkembangan selanjutnya mengenai pengaturan teknis penuntutan di

lingkungan TNI diatur dalam Peraturan Panglima TNI Nomor

Perpang/5/II/2009 tanggal 27 Februari 2009 tentang Petunjuk Administrasi

Oditurat Dalam Penyelesaian Perkara Pidana. Dengan keluarnya Peraturan

Panglima tersebut, diatur lebih khusus mengenai batasan perkara yang harus

dimintakan persetujuan tuntutannya kepada Orjen TNI yang terdapat dalam

Bab V angka 28 huruf h tentang tuntutan, yaitu Oditur melalui Kepala

Oditurat Militer/Kepala Oditurat Militer Tinggi harus meminta petunjuk dan

arahan Orjen TNI sebelum mengajukan tuntutan :

c) Dalam Perkara :

(3) Yang diancam hukuman lima tahun atau lebih.

(4) Yang sifatnya menonjol.

d) Apabila akan menuntut bebas dari dakwaan atau lepas dari tuntutan.

Keluarnya Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/5/II/2009 tanggal

27 Februari 2009 ternyata Surat Telegram Orjen TNI Nomor ST/20/2006

tanggal 22 Nopember 2006 dan Surat Telegram Nomor: ST/01/2009 tanggal

18 Pebruari 2009 tetap diberlakukan di semua jajaran Oditurat walau sudah

tidak sejalan lagi dengan Panglima TNI Nomor Perpang/5/II/2009 tanggal 27

Februari 2009. Kebijakan rencana tuntutan tetap diberlakukan dengan alasan

bahwa Oditur Militer telah di luar kendali dan tidak lazim karena banyaknya

perkara yang tidak wajib membuat rencana tuntutan yang dituntut oleh Oditur

Page 98: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

79

Militer dengan pidana penjara di bawah 3 (tiga) bulan. Penekanan rencana

tuntutan ini melalui Surat Telegram Orjen TNI Nomor ST/11/2011 tanggal 28

Desember 2011 dikarenakan Oditur Militer dianggap telah di luar kendali

dengan melakukan tuntutan terhadap terdakwa di bawah 3 bulan, sehingga

perkara yang tidak wajib membuat rencana tuntutan diwajibkan membuat

rencana tuntutan. Selanjutnya melalui ST/04/2012 tanggal 31 Januari 2012

Orjen TNI mengeluarkan petunjuk untuk melaksanakan rencana tuntutan

terhadap tindak pidana minimal 3 bulan. Kemudian penekanan ulang rencana

tuntutan disampaikan oleh Orjen TNI yaitu melalui ST/26/2012 tanggal 21

Desember 2012 yang isinya bahwa rencana tuntutan diajukan kepada Orjen

TNI terhadap perkara-perkara :

g. Perkara yang akan dituntut kurang dari tiga bulan.

h. Perkara narkotika dan psikotropika.

i. Perkara susila yang melibatkan Keluarga Besar TNI.

j. Perkara yang ancaman pidananya lebih dari dua tahun delapan bulan.

k. Perkara yang ancaman pidananya kurang dari dua tahun delapan

bulan, tetapi akan dituntut dengan hukuman tambahan pemecatan

kecuali perkara desersi in absensia.

l. Perkara yang dimintakan petunjuk Orjen TNI untuk penutupan

perkara atau hukum displin dan sesuai petunjuk Orjen TNI tetap

diselesaikan melalui Pengadilan Militer/Pengadilan Militer Tinggi.

Page 99: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

80

BAB III

INDEPENDENSI ODITUR MILITER DALAM MELAKSANAKAN

FUNGSINYA DI ODITURAT MILITER III-14 DENPASAR DENGAN

BERLAKUNYA KEBIJAKAN RENCANA TUNTUTAN

3.1. Maksud dan Tujuan Berlakunya Kebijakan Rencana Tuntutan

Menurut pendapat Kepala Dinas Pengawas Teknis Oditurat Jenderal

TNI Kolonel Chk Endro Nurwantoko, pelaksanaan rencana tuntutan yang

diberlakukan sejak tahun 2006 dimaksudkan menjadi satu alat kendali Orjen

TNI dalam melaksanakan pengendalian dan pengawasan penyelesaian

perkara (sebagai fungsi kontrol) agar setiap Oditur Militer tidak berlaku

semaunya sendiri dalam menentukan besaran tuntutan. Sesuai dengan Pasal

49 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, Oditur

adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan dalam melaksanakan penuntutan. Hal

tersebut maknanya adalah semua Oditur yang bertindak sebagai Penuntut di

Persidangan Pengadilan adalah deputy public presecutor. Dengan kata lain

ketika menjalankan penuntutan dia adalah “Alter Ego” personifikasi

(perlambangan) dari Orjen TNI, sehingga harus dapat menampilkan ciri khas

yang menyatu dalam tata pikir, tata laku dan tata kerjanya.

Tujuan pelaksanaan rencana tuntutan adalah terciptanya kehormatan

bagi Oditur Militer dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara

jujur, benar dan adil, sehingga mampu cipta penegakan hukum di lingkungan

TNI sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan adanya pelaksanaan rencana

Page 100: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

81

tuntutan diharapkan terciptanya kehormatan dan eksistensi Oditurat sebagai

lembaga penuntutan di lingkungan TNI yang dapat dibanggakan. Proses

pelaksanaan rencana penuntutan di jajaran Oditurat Jenderal TNI dapat dilihat

dari gambar siklus mekanisme rencana tuntutan pada gambar 3 di bawah ini:

Gambar 3

Siklus Mekanisme Rencana Tuntutan

Sumber : Bahan Rakornis Babinkum TNI TA. 2012

RENTUT

ODITUR

1

2

3

4

5

6

7

ORMIL/TI PU

KAOTMIL/TI

JUK ORJEN

RAPAT RENTUT

Page 101: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

82

Sedangkan alur pelaksanaan rencana penuntutan di jajaran Oditurat

Jenderal TNI dapat dilihat dari gambar bagan mekanisme rencana tuntutan

pada gambar 4 di bawah ini:

Gambar 3

Mekanisme Pelaksanaan Rencana Tuntutan

Sumber : Rakornis Babinkum TNI TA. 2012

ORJEN TNI

KA OTMILTI

KA OTMIL

RAPAT RENTUT

1. Pimp-Waorjen

2. Peserta :

a. Ses

b. Para Kadis

ORMILTI

ORMIL

PERSIDANGAN

Page 102: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

83

3.2. Independensi Oditur Militer Dalam Melaksanakan Fungsinya di

Oditurat Militer III-14 Denpasar Dengan Berlakunya Kebijakan

Rencana Tuntutan

Membahas tentang independensi Oditur Militer sebagai Penuntut

Umum di lingkungan TNI dalam melaksanakan fungsinya dengan berlakunya

kebijakan rencana tuntutan oleh Orjen TNI yang diberlakukan sejak tahun

2006 di seluruh jajaran Oditurat, maka penulis melakukan penelitian di

Kantor Oditurat Militer III-14 Denpasar (Otmil III-14 Denpasar). Daerah

hukum Oditurat Militer III-14 Denpasar meliputi Pulau Bali dan Nusa

Tenggara Barat, sedangkan tugas dan kewewenangan Otmil III-14 Denpasar

sebagai salah satu institusi penuntutan sesuai dengan ketentuan Pasal 64

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer adalah :

(1) Oditurat Militer mempunyai tugas dan wewenang:

a. melakukan penuntutan dalam perkara pidana yang Terdakwanya;

1) Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah;

2) mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b

dan huruf c yang terdakwanya “termasuk tingkat kepangkatan”

Kapten ke bawah;

3) mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili

oleh Pengadilan Militer;

b. melaksanakan penetapan hakim atau putusan Pengadilan dalam

lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan

peradilan umum;

c. melakukan pemeriksaan tambahan.

(2) Selain mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Oditurat Militer dapat melakukan penyidikan.

Page 103: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

84

Oditurat Militer III-14 Denpasar merupakan Oditurat Militer tipe “A”

yang dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dipimpin oleh seorang

Kepala yang berpangkat Kolonel dari korp hukum berkualifikasi Sarjana

Hukum, yang berkedudukan selaku Oditur Militer (Ormil). Kepala Oditurat

Militer III-14 Denpasar selaku penanggung jawab kebijakan dan

mengendalikan fungsi Oditurat Militer dalam bidang penuntutan dibantu oleh

Kepala Kelompok Oditur Militer, disingkat Kapok Ormil yang dijabat oleh

Pamen TNI berpangkat Letnan Kolonel korp hukum berkualifikasi Sarjana

Hukum, yang berkedudukan sebagai Oditur Militer. Kepala Kelompok Oditur

Militer dalam menjalankan fungsinya dibantu oleh tiga orang anggota Pok

Ormil yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI berpangkat Mayor korp

hukum berkualifikasi Sarjana Hukum yang berkedudukan sebagai Oditur

Militer. Setiap Oditur Militer bertugas melakukan pengolahan perkara dan

penuntutan perkara pidana yang ditangani langsung oleh Oditurat Militer III-

14Denpasar yang nantinya dilimpahkan ke Pengadilan Militer III-14

Denpasar untuk diperiksa dan diadili.

Hasil penelitian penulis dalam mencari jawaban tentang independensi

Oditur Militer tersebut, maka penulis mewancarai beberapa narasumber yang

berhubungan langsung permasalahan yang diangkat, yaitu Oditur Militer

yang bertugas di kantor Otmil III-14 Denpasar, antara lain :

a. Letkol Chk Sumantri

Wawancara dengan Letkol Chk Sumantri yang jabatan kesehariannya

adalah Kapok Ormil Otmil III-14 Denpasar dilakukan pada hari Senin tanggal

Page 104: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

85

8 Desember 2014 pukul 09.00 Wita. Dari hasil wawancara diperoleh

keterangan bahwa Oditur Militer Sidang yang melaksanakan sidang di

Pengadilan Militer tidak independen pada saat menjalankan fungsinya

sebagai penuntut umum, karena ketika akan menjatuhkan tuntutan pidana

harus membuat rencana tuntutan, atau setidak-tidaknya melaporkan kepada

Kepala Oditurat Militer untuk mendapat persetujuan. Dengan adanya

kebijakan rencana tuntutan yang merupakan fungsi kontrol, maka Oditur

Militer dianggap belum profesional dan belum memahami tugas pokok dan

fungsi (tupoksi) dalam menjalankan tugasnya selaku penuntut umum di

lingkungan TNI.

Oditur Militer yang seharusnya lebih mengetahui fakta-fakta yang

terjadi di Persidangan Militer secara utuh, ketika selesai melakukan

pemeriksaan terhadap Terdakwa dan pada saat membuat tuntutan,

keputusannya menjadi tergantung kepada pimpinan, sehingga keputusan yang

diambil tidak murni darinya. Dicontohkan, ketika Oditur Militer mengajukan

rencana tuntutan, besaran tuntutan pidana yang diajukan dalam rencana

tuntutan, setelah turun tidak sama dengan rencana tuntutan dari Oditur

Militer, begitu juga terhadap besaran tuntutan naik maupun kurang dengan

tanpa diberi penjelasan. Oditur Militer sudah selayaknya diberi kebebasan

dalam menentukan tuntutan, tetapi tetap mengedepankan kebebasan

bertanggungjawab dengan apa yang dilakukan. Dalam hal klasifikasi perkara

yang sifatnya menonjol harus diperjelas tolok ukurnya agar tidak menjadi

Page 105: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

86

multi penafsiran, seperti perkara yang mendapat perhatian masyarakat dan

juga berdampak kepada kepentingan publik.

b. Mayor Chk Reman.

Wawancara dengan Mayor Chk Reman yang kesehariannya menjabat

sebagai Kasilahkara Otmil III-14 Denpasar sekaligus merangkap sebagai

Oditur Militer dilakukan pada hari Rabu tanggal 10 Desember 2014 pukul

13.00 Wita. Dalam wawancara dijelaskan bahwa pada dasarnya Oditur

Militer yang melaksanakan sidang pada saat melakukan pemeriksaan

terhadap terdakwa, saksi dan alat bukti di persidangan dilakukan secara

independen. Oditur Militer mempunyai keyakinan sendiri karena mengetahui

suasana kebatinan pada saat melakukan pemeriksaan di persidangan

Pengadilan Militer, namun dalam membuat tuntutan keputusan akhir ada pada

pimpinan. Oditur Militer sangat berbeda dengan Hakim Militer, karena

Hakim Militer terhadap putusan murni tidak bertanggung jawab pada

Kepala/Atasannya, namun secara individu langsung bertanggung jawab

kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sehubungan dengan kebijakan rencana tuntutan dari Orjen TNI, hal

ini karena tidak lepas dari asas Oditurat satu dalam melakukan penuntutan,

yaitu supaya setiap Oditur Militer tidak keluar hal-hal yang telah diatur.

Rencana tuntutan yang diajukan tidak semuanya diajukan ke Orjen TNI,

tetapi ada yang cukup kepada Kepala Oditurat setempat saja dan rencana

tuntutan tetap diperlukan untuk perkara yang besifat menonjol saja. Rencana

tuntutan yang diajukan tidak selalu beda, namun terkadang yang menjadi

Page 106: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

87

beban adalah kalau dalam rencana tuntutan yang diajukan hanya memuat

tuntutan berupa pidana penjara, tetapi setelah turun dari Orjen TNI agar

dituntut juga dengan pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer.

Persetujuan rencana tuntutan nantinya menjadi dasar dalam membuat surat

tuntutan (requisitoir) yang nantinya dibacakan dalam persidangan di

Pengadilan Militer, sehingga hakim militer tetap memperhatikan tuntutan

Oditur Militer dalam memutus perkara yang diajukan kepadanya. Begitu juga

jika hakim memutus kurang dari separo tuntutan Oditur Militer, tentunya

sesuai aturan Oditur Militer akan melakukan upaya hukum berupa banding.

c. Mayor Laut (KH) I Made Adnyana

Wawancara dengan Mayor Laut (KH) I Made Adnyana yang jabatan

kesehariannya adalah Kasi Penuntutan Oditurat Militer III-14 Denpasar

sekaligus bertindak sebagai Oditur Militer dilakukan pada hari Kamis tanggal

11 Desember 2014 pukul 09.00 Wita. Dalam wawancara dijelaskan bahwa

Oditur Militer boleh dikatakan “ya atau tidak” independen. Ketidak bebasan

harus membuat laporan ke Orjen TNI yang membuat setiap Oditur Militer

pada saat melakukan penuntutan menjadi kurang independen. Oditur Militer

yang menyidangkan perkara lebih mengetahui fakta-fakta hukum di

persidangan maupun undang-undang dan batasan minimal maupun maksimal

tuntutan, termasuk di dalamnya ketentuan mengenai pemecatan terhadap

prajurit TNI yang dirasa sudah tidak layak dipertahankan dalam dinas

kemiliteran sesuai KUHPM. Oditur Militer mendasarkan pada pembuktian di

Page 107: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

88

persidangan, sehingga dalam menentukan tuntutan yang dirasa tetap dalam

memenuhi rasa keadilan.

Kebijakan rencana penuntutan yang merupakan fungsi kontrol dari

atasan tidak perlu dilakukan, tetapi terhadap fungsi kontrol ini seharusnya

dilakukan oleh intelejen pengawas. Intelejen pengawas berfungsi ke dalam

adalah melakukan pengawasan secara tertutup terhadap setiap tindakan

Oditur Militer dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan fungsi keluar

intelejen pengawas adalah menelusuri rekam jejak terdakwa sejak perkaranya

masuk ke Oditurat Militer, sehingga dapat dalam menilai kehidupan terdakwa

lebih obyektif dan dalam melakukan penuntutan terhadap terdakwa nantinya

dapat mendekati keadilan. Namun demikian intelejen pengawas di setiap

Oditurat Militer belum ada, sehingga perlu diadakan guna mendukung tugas

Oditurat yang lebih baik di masa yang akan datang.

Menurut ketiga responden narasumber Oditur Militer yang telah

diwawancari, baik secara inplisit maupun eksplisit menerangkan dengan

adanya kebijakan rencana tuntutan yang diberlakukan oleh Orjen TNI kepada

jajaran Oditurat, akan membuat Oditur Militer menjadi tidak independen

dalam menjalankan fungsinya selaku penuntut umum di lingkungan TNI. Hal

ini dikarenakan setiap Oditur Militer yang lebih mengetahui fakta-fakta

hukum yang terjadi di persidangan secara utuh namun pada saat akan

membuat tuntutan, keputusannya menjadi tergantung kepada pimpinan,

sehingga keputusan yang diambil tidak murni dari hati nuraninya. Kebijakan

rencana tuntutan menjadikan Oditur Militer tidak dapat secara mandiri

Page 108: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

89

mengambil keputusan dalam membuat tuntutan maupun bertanggung jawab

secara penuh terhadap perkara yang sedang ditangani.

Selain dari hasil wawancara dengan narasumber tersebut di atas, untuk

melengkapi ketepatan dalam menganalisis mengenai independensi Oditur

Militer, penulis menyajikan data rencana penuntutan di Oditurat Militer III-14

Denpasar sebagaimana dapat dilihat dari Tabel 1 dan Tabel 2 di bawah ini :

Tabel 1 Data Rentut Otmil III-14 Denpasar Tahun 2012

NO

URT.

NAMA

TERDAKWA

PSL DILANGGAR

(ANCAMAN PID)

RENTUT

KAOTMIL

JUK

ORJEN

VONIS

HAKIM

1. Prada Made Rida

Hubdam IX/Udy

Ps 87 ayat (1) ke-2 jo

(2) KUHPM

(2 thn 8 bln)

Pjr 5 bln

pottah

Pjr 5 bln

pottah

Pjr 3 bln pottah

2. Sertu Yuda Candra

Ps 363 (1) ke-3 jo Ps

53 ayat (1) KUHP

(maks 6 thn)

Pjr 3 bln

pottah

Pjr 4 bln

pottah

Pjr 4 bln MP 6

bln

3. Serda Made Rudi P

Kudam IX/Udy

Ps 359 KUHP

(maks 5 thn)

Pjr 5 bln

pottah

Pjr 5 bln

pottah

Pjr 5 bln MP 7

bln

4. Sertu Winarno

Kodim 1606

Ps 378 KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 12 bln

pottah+pecat

Pjr 12 bln

pottah+pecat

10 bln+pecat

5. Pratu Lalu Budiman

Denbek Mataram

Ps 360 ayat (2)

KUHP(maks 9 bln)

Pjr 3 bln Pjr 3 bln Pjr 3 bln MP 6

bln

6. Pratu Mastur

Lanud Rembiga

Ps 86 ke-1 KUHPM

(maks 1 thn 4 bln)

Pjr 4 bln Pjr 3 bln Pjr 2 bln

7. Pratu Yusran

Yonif 631

Ps 353 (1) jo Ps 55

(1) KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 1 thn 6

bln

Pjr 1 thn 6

bln

Pjr 11 bln

8. Pratu Nurman H.

Yonif 742/SWY

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM (inab)

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 1

thn+pecat

Pjr 1

thn+pecat

Pjr 1 thn+pecat

9. Serda Sohirin

Kodim Loteng

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM (inab)

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 1

thn+pecat

Pjr 1

thn+pecat

Pjr 1 thn+pecat

10. Koptu Agus

Mulyadi

Korem 163/WSA

Ps 1 (1) UU No.12/

1951+351 (2)KUHP

(maks 5 thn)

Pjt 2

thn+pecat

Pjt 5

thn+pecat

Pjr 1 thn

3bln+pecat

11. Peltu Lukman Jafar

Denma Kodam IX

Ps 114 UU No. 35/

2009 ttg Narkotika

(6-20 thn)

Pjr 5

thn+pecat

Pjr 5

thn+pecat

+denda 1

juta

10 bln+denda 1jt

subs 3bln

12 Serma Buang

Lanud Rai

Ps 284 (1) ke-2a dan

281 ke-1 KUHP

(maks 9 bln)

Pjr 9

bln+pecat

Pjr 9

bln+pecat

Pjr 10 bln+pecat

13 Serma IN Sulandra

Kodim Tabanan

Ps 335 (1) ke-1

KUHP (maks 1 thn)

Pjr 4 bln Pjr 4 bln Pjr 3 bln,MP 6

bln

14. Prada Parenta A.

Paldam IX/Udy

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

Pjr 3 bln Pjr 3 bln Pjr 2 bln

Page 109: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

90

(maks 2 thn 8 bln)

15. Sertu Budiman

Yonif 210

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(2thn 8 bln)

Pjr 5 bln Pjr 6 bln Pjr 6 bln 20 hari

16. Serma Abdul Malik

Kudam IX/Udy

Ps 86 (1) KUHPM

(1 thn 4 bln)

Pjr 3 bln Pjr 3 bln Pjr 1 bln 15 hari

17. Koptu Made

Kardiasa

Denmadam IX/Udy

Ps 86 (1) KUHPM

(1 thn 4 bln)

Pjr 4

bln+pecat

Pjr 4

bln+pecat

Pjr 3 bln 15 hari

18. Pratu Agustinus R.

Denzipur 9/YKR

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(2 thn 8 bln)

Pjr 4 bln Pjr 3 bln Pjr 3 bln

19. Kopda Hari Supri

Lanud Rembiga

Ps 352 (1) KUHP

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 3 bln - Pjr 11 bln

20. Kopda Rifaid

Yonif 742/SWY

Ps 299 (1) KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 8 bln Pjr 12 bln Pjr 9 bln

21. Pelda IN Astika

Babiminvetcaddam

Ps 263 (1) KUHP

Ps 263 (2) KUHP

(maks 6 thn)

Pjr 10 bln Pjr 10 bln Pjr 5 bln MP 8

bln

22. Kapten Ckm

Sukoco

Kesdam IX/Udy

Ps 335 (1) ke-1

KUHP (maks 1 thn)

Pjr 4 bln Pjr 4 bln Pjr 5 bln MP 8

bln

23. Kapten Chb Ismail

Denkomlek Dps

Ps 352 (1) KUHP

(4 thn)

Pjr 4 bln Pjr 3 bln Pjr 3 bln MP 5

bln

24. Sertu Agus Arsana

Rindam IX/Udy

Ps 124 (1) KUHPM

(maks 1 thn)

Pjr 3 bln Pjr 6 bln Pjr 3 bln MP 6

bln

25. Praka IB Cunadi, Cs

Denzipur 9/YKR

Ps 335 (1) ke-1

KUHP jo 55 (1)ke-1

(maks 1 thn)

@Pjr 4 bln @Pjr 6 bln @Pjr 5 bln MP 8

bln

26. Serka Suryono

Kodim Badung

Ps 112 (1) & (2) UU

No.35/2009

(4-12 thn)

Pjr 6 thn

denda 800jt

sub 8 bln

Pjr 6 thn

denda 800jt

sub 3 bln

4 thn,denda 1jt/3

bln

27. Peltu Nurjadianto

Sandidam IX/Udy

Ps 378 KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 7 bln Pjr 8 bln Pjr 4 bln

28. Serma IN Karyana

Kodim Bangli

Ps 351 (1) KUHP

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 5 bln Pjr 7 bln Pjr 4 bln MP 8

bln

29. Serma Usman

Pomdam IX/Udy

Ps 351 (1) KUHP jo

Ps 55 (1)ke-1 KUHP

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 6 bln - Pjr 9 bln

30. Sertu M. Ridwan

Yonif 742/SWY

Ps 352 (1) KUHP jo

Ps 55 (1)ke-1 KUHP

(4 thn)

Pjr 4 bln Pjr 4 bln Pjr 3 bln MP 5

bln

31. Sertu Y. Bengu

Kodim Loteng

Ps 352 (1) KUHP

(4 thn)

Pjr 4 bln Pjr 3 bln Pjr 3 bln MP 6

bln

32. Koptu Ahmad H.

Kodim Loteng

Ps 480 ke-1 KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 6 bln Pjr 12 bln Pjr 6 bln

33. Prada Abdul Munir

Yonif 742/SWY

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(2 thn 8 bln)

Pjr 1

thn+pecat

Pjr 1

thn+pecat

Pjr 7 bln+pecat

34. Kopka B. Taek

Korem 162/WB

Ps 263 (1) KUHP &

Ps 277 (1) KUHP

(maks 6 thn)

Pjr 11 bln Pjr 12 bln Pjr 3 bln

35. Serma Saiful

Kesdam IX/Udy

Ps 114 (1) UU No.

35/2009 &Ps 127(1)

(15 thn)

Pjr 6

thn,denda

800jt sub 6

bln

krngn+pecat

Pjr 6

thn,denda

800jt sub 6

bln

krngn+pecat

Pjr 3 thn+pecat

Page 110: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

91

36. Pratu Ariyawan P.

Denmadam IX/Udy

Ps 352 (1) KUHP

(4 thn )

Pjr 3 bln Pjr 3 bln Pjr 2 bln MP 4

bln

37. Pratu Arif Rahman

H.

Yonif 742/SWY

Ps 281 ke-1 KUHP &

Ps 86 ke-KUHPM

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 14 bln

+pecat

Pjr 11 bln

38. Kapten Chb Ismail

Denkomlek Dps

Ps 372 KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 1 thn +pecat

39. Letda Fatchur R.

Bekangdam IX/Udy

Ps 118 (1)KUHPM &

284(1)ke-1KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 1 thn +pecat

40. Praka La Sudarmin

Yonif 900/R

Ps 281 ke-1 KUHP

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 15 bln Pjr 18 bln Pjr 11 bln

41 Pelda Herman

Yanto

Kodim Sumbawa

Ps 263 (1) KUHP

(maks 6 thn)

Pjr 8 bln Pjr 8 bln Pjr 5 bln

Keterangan : Kolom diblok adalah perkara pidana yang ancaman pidananya di atas 5 tahun

Sumber : Data Rencana Tuntutan Otmil III-14 Denpasar Tahun 2012

Tabel 2

Data Rentut Otmil III-14 Denpasar Tahun 2013

NO

URT.

NAMA

TERDAKWA

PSL DILANGGAR

(ANCAMAN PID)

RENTUT

KAOTMIL

JUK

ORJEN

VONIS

HAKIM

1. Kpt Cpm Simarmata

Pomdam IX/Udy

Ps 368 KUHP &

Ps 126 KUHPM

(maks 5 thn)

Pjr 11 bln Pjr 12 bln Pjr 7 bln

2. Sertu Hendra S,Cs

Pomdam IX/Udy

Ps 170 (1)ke-3 jo (2)

KUHP

(maks 12 thn)

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 11 bln

3. Ltd Inf M. Zainul E.

Korem 163/WSA

Ps 359 KUHP

(maks 5 thn)

Pjr 7 bln Pjr 10 bln Pjr 2 bln

4. Kpt Inf Muhdar,

SPd

Korem 163/WB

Ps 378 KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 3 bln Pjr 4 bln Pjr 4 bln MP 6

bln

5. Serka Johan Suardi

Kesdam IX/Udy

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(2 thn 8 bln)

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 6 bln pottah

6. Sertu Rai Winata

Korem 102/Panju

Ps 9 (1) jo 49a UU

23/2009 KDRT

(maks 3 thn)

Pjr 5 bln

pottah

Pjr 1 thn

+pecat

Pjr 11 bln pottah

7. Serma Pedes

Korem 163/WB

Ps 406 (1) jo Ps 352

(1) KUHP

(4 thn)

Pjr 8 bln Pjr 8 bln Pjr 3 bln

8. Pratu Aris Budi A.

Lanud Rembiga

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM jo Ps 88

(2 thn 8 bln)

Pjr 10 bln

+pecat

Pjr 10 bln

+pecat

Pjr 10 bln +pecat

9. Serda I Pt Yudanika

Rindam IX/Udy

Ps 360 (2) KUHP

(maks 9 bln)

Pjr 10 bln

+pecat

Pjr 10 bln

+pecat

Pjr 10 bln +pecat

10. Pelda Roesbiyanto I

Bintaldam IX/Udy

Ps 378 KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 6 bln Pjr 10 bln Pjr 5 bln MP 3

bln

11. Pelda Roesbiyanto

II

Bintaldam IX/Udy

Ps 378 KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 5 bln Pjr 6 bln

pottah

Pjr 4 bln pottah

12 Serma IW Narya Ps 131 (1) jo (2) Pjr 3 bln Pjr 8 bln Pjr 5 bln MP 8

Page 111: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

92

Babinminvetcaddam KUHPM

(maks 4 thn)

bln

13 Serka Johan Suardi

Kesdam IX/Udy

Ps 372 KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 1 thn Pjr 12 bln Pjr 6 bln pottah

14. Sertu A. Mujahidin

Korem 162/WB

Ps 328 KUHP

(maks 12 thn)

Pjr 7 bln Pjr 7 bln Pjr 3 bln

15. Praka Suparman

Yonif 742/SWY

Ps 480 ke-1 KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 3 bln Pjr 5 bln Pjr 2 bln 15 hari

16. Serda Antonius

Toni

Kodim Lotim

Ps 378 KUHP

(maks 4 thn)

Pjr 8 bln Pjr 8 bln Pjr 4 bln

17. Praka Handoko A.P.

Kesdam IX/Udy

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(2 thn 8 bln)

Pjr 1 thn

+pecat

Pjr 1 thn

+pecat

Pjr 7 bln +pecat

18. Kopda Md Sutayasa

Yonif 742/SWY

Ps 284 (1) ke 2a

KUHP (maks 9 bln)

Pjr 7 bln

+pecat

- Pjr 8 bln

20hr+pecat

19. Kaptn Lalu

Suparman

Korem 162/WB

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 10 bln

+pecat

Pjr 1 thn + pecat

20. Kopka Rohim

Kodim Loteng

Ps 351 (1) KUHP

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 5 bln Pjr 5 bln Pjr 4 bln

21. Pratu Jainul Abidin

Yonif 742/SWY

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(2 thn 8 bln)

Pjr 6 bln Pjr 6 bln Pjr 7 bln+pecat

22. Serda Muslehudin

Kodim 1607

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 5 bln Pjr 5 bln Pjr 4 bln pottah

23. Pratu Chandra S.

Yonif 742/SWY

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 10 bln

+pecat

Pjr 10 bln +pecat

24. Pratu Dadang D.

Yonif 742/SWY

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 10 bln

+pecat

Pjr 10 bln +pecat

25. Pratu Apris S. Olla

Yonif 742/SWY

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 12 bln

+pecat

Pjr 10 bln

+pecat

Pjr 10 bln +pecat

26. Pelda Murdali Lubis

Korem 162/WB

Ps 279(1) ke-1

KUHP (maks 5 thn)

Pjr 7 bln Pjr 7 bln Pjr 5 bln

27. Serka Wiyono

Korem 163/WSA

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(2 thn 8 bln)

Pjr 10 bln

+pecat

Pjr 10 bln

+pecat

Pjr 10 bln +pecat

28. Serma Rui

Carvalhera

Kodim Sumbawa

Ps 281 ke-1 KUHP

(maks 2 thn 8 bln)

Pjr 3 bln

pottah

Pjr 3 bln

pottah

Pjr 6 bln pottah

29. Prada Ariyawan P.

Denmadam IX/Udy

Ps 335 (1) ke-1

KUHP (maks 1 thn)

Pjr 7 bln - Pjr 8 bln +dipecat

30. Koptu Slamet R.

Denhubdam IX/Udy

Ps 86 ke-1 KUHPM

(1 thn 4 bln)

Pjr 4 bln - Pjr 3 bln

31. Serma Km Pedes

Korem 163/WB

Ps 335 (1) ke-1

KUHP (maks 1 thn)

Pjr 4 bln - Pjr 3 bln

32. Prada To Welros T.

Rindam IX/Udy

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(2 thn 8 bln)

Pjr 11 bln Pjr 9 bln

33. Serma I Ketut W.

Paldam IX/Udy

Ps 335 (1) ke-1

KUHP(maks 1 thn)

Pjr 4 bln - Pjr 3 bln MP 6

bln

34. Prada M. Sandy Y.P

Ajendam IX/Udy

Ps 351 (2) KUHP

(Maks 5 thn)

Pjr 10 bln

pottah

Pjr 12 bln

pottah

Pjr 11 bln pottah

35. Koptu IGN Yudana Psl 114 (1) &127(1) Pjr 5 thn Pjr 5 thn Bebas

Page 112: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

93

Korem 163/WB UU No 35/2009

(4-15 thn)

+pecat

denda 1M/6

bln

+pecat

denda 1M/6

bln

36. Kopka Ketut Kanis

Ajendam IX/Udy

Ps 263 (2) KUHP

(maks 6 thn)

Pjr 6 bln Pjr 9 bln Pjr 5 bln MP 9

bln

37. Pratu Saiful Arbangi

Bekangdam IX/Udy

Ps 281 ke-1 KUHP

(2 thn 8 bln)

Pjr 1

thn+pecat

- Pjr 8 bln+pecat

38. Serda Jainudin

Kodim Bima

Ps 281 ke-1 KUHP

(2 thn 8 bln)

Pjr 10 bln - Pjr 6 bln

39. Serda Gd Yuda P.

Rindam IX/Udy

Ps 86 ke-1 KUHPM

(1 thn 4 bln)

Pjr 3 bln - Pjr 1 bln 15 hari

40. Praka Km Kartika

Denmadam IX/Udy

Ps 335 (1) KUHP

(maks 1 thn)

Pjr 3 bln - Pjr 3 bln MP 5

bln

41 Pratu Bastian Tri K.

Denzipur 9/YKR

Ps 106 (1) KUHPM

(maks 9 thn)

Pjr 6 bln Pjr 6 bln Pjr 5 bln

42 Serka I Dewa Made

P

Pomdam IX/Udy

Psl 114 (2) &127(1)

UU No. 35/2009

(15 thn)

Pjr 10thn

+pecat

denda

1M/6bln

Pjr 7 thn

+pecat

denda 500jt

subs 6 bln

Pjr 6 thn

+pecat,denda 1

M/6 bln kurungan

43 Kopda Rifaid

Yonif 742/SWY

Ps 281 ke-1 KUHP

(2 thn 8 bln)

Pjr 10 bln

pottah

- Pjr 11 bln pottah

44 Serma Km Pedes

Korem 163/WSA

Ps 103 (1) KUHPM

(2 thn 4 bln)

Pjr 8 bln

pottah

- Pjr 5 bln+pecat

45. Serma Jainudin

Kodim Bima

Ps 87 (1) ke-2 jo (2)

KUHPM

(2 thn 8 bln)

Pjr 3 bln - Pjr 1 bln 15 hari

Keterangan : Kolom diblok adalah perkara pidana yang ancaman pidananya di atas 5 tahun

Sumber : Data Rencana Tuntutan Otmil III-14 Denpasar Tahun 2013

Selanjutnya dari kedua tabel di atas dapat disederhanakan tentang

pelaksanaan kebijakan rencana tuntutan yang tidak sesuai dengan Peraturan

Panglima TNI Nomor : Perpang/5/II/2009 tanggal 27 Februari 2009 yang ada

di Kantor Oditurat Militer III-14 Denpasar agar mudah dipahami. Dari data

rencana tuntutan Oditur Militer di Oditurat Militer III-14 Denpasar tahun

2012 terdapat 41 perkara pidana yang diajukan persetujuan rencana tuntutan.

Selanjutnya dari 41 perkara tersebut sebanyak 2 perkara diajukan rencana

tuntutan lokal atau cukup kepada Kepala Oditurat Militer III-14 Denpasar,

dan sebanyak 39 perkara diajukan rencana tuntutan kepada Orjen TNI.

Sedangkan dari 39 perkara yang diajukan rencana tuntutan kepada Orjen TNI

Page 113: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

94

hanya terdapat 9 perkara yang ancaman pidananya 5 (lima) tahun penjara atau

lebih dan sisanya sebanyak 30 perkara ancaman pidananya kurang dari 5

(lima) tahun.

Kemudian dari data rencana tuntutan Oditur Militer di Oditurat

Militer III-14 Denpasar tahun 2013 terdapat 45 perkara pidana yang diajukan

persetujuan rencana tuntutan. Dari 45 perkara tersebut sebanyak 11 perkara

diajukan rencana tuntutan lokal atau cukup kepada Kepala Oditurat Militer

III-14 Denpasar, dan sisanya sebanyak 34 perkara diajukan rencana tuntutan

kepada Orjen TNI. Sedangkan dari 34 perkara yang diajukan rencana tuntutan

kepada Orjen TNI hanya terdapat 9 perkara yang ancaman pidananya 5 (lima)

tahun penjara atau lebih dan sisanya sebanyak 25 perkara ancaman pidananya

kurang dari 5 (lima) tahun.

Sebelum menganalisis lebih lanjut menggunakan teori hukum, maka

untuk mendapatkan gambaran yang utuh penulis akan memberikan contoh

kasus yang diajukan rencana tuntutan kepada Orjen TNI oleh Oditur Militer

sampai mendapat vonis dari Majelis Hakim, yaitu dalam perkara pidana atas

nama terdakwa Prada Muhamad Sandy Yudha Putra NRP 31100219320388.

Pada perkara ini terdakwa diduga telah melakukan tindak pidana

“Penganiayaan Berat” sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (2) dengan

ancaman pidana penjara lima tahun, sehingga perkara tersebut layak diajukan

permohonan kepada Orjen TNI.

Page 114: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

95

Berikut ini adalah rencana tuntutan Oditur Militer pada Kantor

Oditurat Militer III-14 Denpasar dalam perkara terdakwa atas nama Prada

Muhamad Sandy Yudha Putra :

ODITURAT MILITER TINGGI-III

ODITURAT MILITER III-14 DENPASAR

Denpasar, 19 September 2013

Nomor : R/37/IX/2013

Klasifikasi : Rahasia

Lampiran : -

Perihal : Rencana tuntutan a.n. Terdakwa

Prada Muhamad Sandy Yudha

Putra NRP 31100219320388 Kepada

Yth. Orjen TNI

di

Jakarta

1. Dasar:

a. ST Orjen TNI Nomor ST/20/2006 tanggal 22 Nopember 2006

tentang Rencana Tuntutan.

b. Keputusan Penyerahan Perkara Keputusan Penyerahan Perkara dari

Danrem 162/WB No. Kep/91/VII/2013, tanggal 9 Juli 2013.

c. Surat Dakwaan Oditur Militer Nomor: Sdak/33/K/AD/VII/2013

tanggal 17 Juli 2013, yang pada pokoknya Terdakwa telah didakwa

melakukan tindak pidana “Penganiayaan Berat”.Sebagaimana diatur dan

diancam dengan pidana dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP.

2. Fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan sebagai berikut:

a. Bahwa benar Terdakwa menjadi prajurit TNI melalui pendidikan

Secata PK Gelombang II Tahun Anggaran 2009/2010 di Rindam

IX/Udayana, setelah lulus lalu dilantik dengan pangkat Prada, selanjutnya

pada tahun 2010 mengikuti pendidikan kecabangan Ajudan Jendral di

Pusdik Ajen di Bandung, selesai pendidikan kecabangan ditempatkan di

Ajendam XII/Tanjung Pura sampai dengan kejadian yang menjadi perkara

ini masih dengan pangkat Prada NRP. 31100219320388.

b. Bahwa benar Terdakwa kenal dengan Sdri. Lilik Susanti (Saksi

VIII) pada tahun 2008 di Desa Pelambik Kec. Praya Barat Daya Lombok

Tengah. Setelah kenal kemudian menjalin hubungan pacaran selama

kurang lebih 3 (tiga) tahun sejak tahun 2010 sampai dengan 2010.

Kemudian pada tanggal 11 Nopember 2010 Terdakwa memutuskan

hubungan pacaran dengan Saksi VIII karena Terdakwa telah mempunyai

pacar/kekasih lain.

Page 115: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

96

c. Bahwa benar kemudian sekira bulan Agustus 2012 Terdakwa

mendengar Saksi VIII (mantan pacar Terdakwa) telah mempunyai pacar

lain namun pada saat itu Saksi VIII tidak memberitahu siapa nama

pacarnya namun menjelaskan bahwa pacarnya tersebut adalah kawan dari

Sdr Nanang Satria (Saksi I).

d. Bahwa benar setelah mengetahui Saksi VIII telah mempunyai pacar

lain yang merupakan kawan dari Saksi I, maka kemudian pada bulan

Agustus 2012 Terdakwa menghubungi Saksi I menggunakan Hp lalu

meminta kepada Saksi I agar kawan Saksi I tersebut tidak usah mendekati

Saksi VIII karena Terdakwa sudah menjalin hubungan cukup lama dengan

Saksi-VIII namun Saksi I saat itu mengatakan bahwa urusan tersebut

adalah urusannya, lalu mengatakan, “Kamu jangan mentang-mentang

tentara, saya tidak takut aparat”.

e. Bahwa benar setelah Saksi I mengatakan bahwa ia tidak takut

kepada aparat maka Terdakwa lalu memaki “Kurang ajar, bangsat,

monyet kamu, kenapa tidak menghargai saya” selanjutnya Saksi I

mengatakan, “Saya memang tidak menghargai orang atau siapa-siapa,

teleninak kau (kemaluan ibu)”, selanjutnya HP langsung diputus.

f. Bahwa benar pada tanggal 26 Nopember 2012 Terdakwa

mengajukan corp raport /mengajukan cuti tahunan kepada kesatuan

dengan alasan menjenguk orang tua di Lombok Tengah Mataram NTB.

Selanjutnya berdasarkan Surat Cuti Nomor: SC/107/XI/2012 tanggal 28

Nopember 2012 Terdakwa melaksanakan cuti terhitung mulai tanggal 3

Desember 2012 sampai dengan tanggal 18 Desember 2012 di Lombok

NTB. Pada kesempatan cuti tersebut Terdakwa membawa serta pacar

barunya yang bernama Sdri. Verina Wulandari seorang Mahasiswi Untan

Pontianak yang berasal dari Kec. Batang Tarang Kab. Sanggau Kalbar.

Tujuan Terdakwa membawa serta Sdri. Verina Wulandari adalah untuk

diperkenalkan kepada orang tua Terdakwa di Lombok NTB.

g. Bahwa benar sehari menjelang cutinya habis, pada hari Senin

tanggal 17 Desember 2012 sekira pukul 22.00 wita Terdakwa dengan

berjalan kaki pergi ke rumah paman Terdakwa yang bernama Sdr Lalu

Dorahman yang beralamat di Dusun Orong Tengah Desa Pelambik, di

tengah perjalanan tepatnya di depan rumah Sdr Haji Ruslan (Saksi II)

Terdakwa secara kebetulan melihat Saksi I sedang berdiri sendirian, maka

kemudian Terdakwa langsung menghampirinya lalu bertanya, “Kenapa

kamu ngomong kasar di HP, bangsat, memang kamu tidak menghargai

orang” Saksi I menjawab, “Itu bukan urusan kamu, kamu baru cuti

jangan mentang-mentang”. Selanjutnya Saksi I memukul Terdakwa

dengan sebatang balok kayu dan pada saat Saksi I akan memukul untuk

kedua kalinya Terdakwa melihat ada sebilah parang tergeletak ditanah

dekat tembok rumah Saksi II, maka secepatnya Terdakwa mengambil

parang tersebut dan langsung mengayunkan parang tersebut ke arah Saksi

I namun oleh Saksi I ditangkis dengan tangan kirinya sehingga parang

Page 116: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

97

tersebut mengenai lengan tangan kirinya dan pada saat Saksi I akan

melarikan diri maka Terdakwa langsung mengayunkan parang tersebut

sebanyak 2 (dua) kali sehingga mengenai punggung Saksi I, setelah itu

tiba-tiba datang Saksi II melerai dengan mengatakan, “Sudah-sudah sana

pulang” selanjutnya Saksi I melarikan diri masuk kedalam tempat

permainan playstation.

h. Bahwa benar setelah melihat Saksi I lari ke dalam ruangan tempat

permainan playstation maka selanjutnya dengan parang masih ditangan

Terdakwa keluar melalui pintu tembok pekarangan, setelah diluar pintu

Terdakwa melemparkan parang tersebut ke arah seberang jalan tepatnya

ke parit dekat tempat pengambilan air wudu Masjid Nurul Huda yang

berjarak kurang lebih 5 meter, kemudian Terdakwa meninggalkan

halaman tempat permainan playstation menuju rumah nenek Terdakwa.

i. Bahwa benar setelah tiba di rumah nenek Terdakwa, Terdakwa

langsung bercerita kepada keluarga bahwa Terdakwa telah membacok

Saksi I, selanjutnya keluarga menyuruh Terdakwa bersembunyi di dalam

kamar, selama Terdakwa bersembunyi di dalam kamar Terdakwa tidak

melihat atau mendengar ada orang yang datang kerumah nenek Terdakwa

untuk membicarakan masalah penganiayaan tersebut, selanjutnya pada

keesokan harinya tepatnya pada hari Selasa tanggal 18 Desember 2012

sekira pkl 08.00 Wita Terdakwa diantar oleh Paman Terdakwa yang

bernama Sdr Sarjono (Saksi IV) menuju Terminal Sweta Bertais.

Selanjutnya dari Terminal Sweta Bertais menuju bandara Ngurah Rai Bali

selanjutnya dari Bandara Ngurah Rai Bali menuju Jakarta oleh karena

tidak dapat tiket maka Terdakwa menginap di Bandara Sukarno-Hatta dan

pada keesokan harinya Terdakwa baru berangkat ke Pontianak. Setelah

tiba di Pontianak Terdakwa diperintahkan melapor ke Kaajendam

XII/Tanjungpura. Setelah Terdakwa menghadap Kaajendam XII/TPR,

selanjutnya Terdakwa diperintahkan menjelaskan kronologis kejadian

penganiayaan yang telah dilakukannya.

j. Bahwa benar alasan Terdakwa melakukan penganiayaan terhadap

Saksi I karena Saksi I telah berani menantang Terdakwa, tidak menghargai

Terdakwa dan telah memaki Terdakwa dengan kata-kata kotor seperti

Teleninak (kemaluan ibu).

k. Bahwa benar akibat perbuatan Terdakwa tersebut di atas, maka

Saksi I mengalami luka robek di punggung kurang lebih diameter 15 (lima

belas) cm yang sudah dijahit, luka robek pada perut bagian kiri dengan

ukuran 5 x 0,5 cm dan luka terbuka pada lengan tangan kiri dengan tanda-

tanda patah tulang lengan kiri sesuai dengan Visum Et Repertum dari

RSUP Prov. NTB Nomor : 441.6/01/Rhs/RSUP-NTB/II/2013 tanggal 26

Pebruari 2013 yang dibuat dan ditangani oleh dr. Cahyo Wahyuni, Sp. Em

dokter pada RSUP Mataram.

- Dakwaan yang terbukti Pasal 351 Ayat (2) KUHP.

Page 117: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

98

3. Hal-hal yang mempengaruhi :

a. Hal-hal yang memberatkan :

- Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan Sapta Marga, Sumpah

Prajurit dan 8 Wajib TNI.

- PerbuatanTerdakwa merusak sendi-sendi disiplin prajurit TNI

- Perbuatan Terdakwa mencemarkan citra TNI dimata masyarakat.

- Perbuatan Terdakwa yang main hakim sendiri telah merusak

nama baik Kesatuannya.

b. Hal-hal yang meringankan :

- Terdakwa masih muda dan belum pernah dihukum.

- Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan

mengulanginya.

- Ada rekomendasi permohonan keringanan hukuman dari

Kaajendam XII/TPR No. : B/379/VIII/2013 tanggal 19 Agustus

2013, serta dukungan dari masyarakat adat setempat karena

korban sering membuat resah di masyarakat.

4. Rencana Tuntutan Oditur Militer :

Pidana Penjara selama 10 (sepuluh) bulan dikurangi selama Terdakwa

berada dalam penahanan sementara.

5. Tuntutan akan dibacakan pada hari Selasa tanggal 24 September 2013.

6. Demikian Rencana Tuntutan Oditur Militer, mohon persetujuan dan

petunjuk lebih lanjut.

Kepala Oditurat Militer III-14

cap/tertanda

Yonavia, S.H., M.H.

Kolonel Chk NRP 33544

Rencana tuntutan Oditur Militer dalam perkara terdakwa atas nama

Prada M Sandy Yudha Putra NRP 31100219320388 yang didakwa telah

melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 351 Ayat (2)

KUHP dibuat oleh Oditur Militer yang melaksanakan sidang di Pengadilan

Militer III-14 Denpasar atas nama Mayor Chk Sumantri, SH. Oditur Militer

dalam rencana tuntutan setelah memperhatikan hal-hal yang memberatkan

Page 118: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

99

maupun hal-hal yang meringankan dalam diri terdakwa, maka menentukan

besar tuntutan yang akan dijatuhkan terhadap terdakwa adalah pidana

penjara selama 10 (sepuluh) bulan dikurangi selama terdakwa menjalani

penahanan sementara. Setelah diajukan kepada Kepala Oditurat Militer III-14

Denpasar, Kepala Oditurat Militer III-14Denpasar sependapat dengan

OditurMiliter yang menentukan tuntutan pidana adalah pidana penjara

selama 10 (sepuluh) bulan dikurangi selama terdakwa menjalani penahanan

sementara. Oditur Militer kemudian mengirim rencana tuntutan melalui

Kepala Oditurat Militer III-14 Denpasar kepada Orjen TNI dengan register

Nomor : R/37/IX/2013 tanggal 19 September 2013 guna mendapat

persetujuan dari Orjen TNI. Kemudian Orjen TNI menentukan tuntutan dalam

perkara Prada M Sandy Yudha Putra NRP 31100219320388 adalah pidana

penjara 12 (dua belas) bulan dikurangi selama terdakwa menjalani

penahanan sementara.

Berdasarkan perintah dari Orjen TNI, kemudian Oditur Militer pada

kantor Oditurat Militer III-14 Denpasar yang menyidangkan terdakwa,

kemudian membuat tuntutan pidana (requisitoir) yang dibuat dan ditanda

tangani oleh Mayor Chk Sumantri yang dapat dilihat dalam penggalan surat

tuntutan di bawah ini :

ODITURAT MILITER TINGGI-III

ODITURAT MILITER III-14 DENPASAR

T U N T U T A N

(R E Q U I S I T O I R)

Hakim Ketua dan Hakim Anggota Yth.

Page 119: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

100

Sampailah kini pada bagian akhir dari tuntutan kami, berdasarkan

uraian di atas, kami mohon agar Pengadilan MiliterIII-14 Denpasar

menyatakan Terdakwa Prada M Sandy Yudha Putra NRP 31100219320388

terbukti bersalah melakukan tindak pidana:

“Penganiayaan berat”

Sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 351 ayat

(2) KUHP.

Dengan mengingat Pasal 351 ayat (2) KUHP serta peraturan

perundang-undangan lain yang berkaitan, kami mohon agar Terdakwa Prada

M Sandy Yudha Putra NRP 31100219320388 dijatuhi pidana :

Pidana Penjara selama 12 (dua belas) bulan, dikurangi selama

Terdakwa berada dalam tahanan sementara.

Kami mohon agar barang-barang bukti berupa :

1. Surat-surat :

a. 1 (satu) lembar Visum Et Repertum a.n. Sdr Nanang Satria dari

RSUP Prov. NTB Nomor : 441.6/01/Rhs/RSUP-NTB/II/2013

tanggal 26 Pebruari 2013.

b. 1 (satu) lembar Sket/bagan tempat kejadian perkara.

Tetap dilekatkan dengan berkas perkara.

2. Barang-barang :

a. 3 (tiga) lembar foto korban a.n. Nanang Satria.

b. 1 (satu) buah baju kaos warna biru milik korban a.n. Nanang

Satria

c. 1 (satu) buah sarung warna coklat milik korban a.n. Nanang Satria

Dikembalikan kepada Pemiliknya.

Membebani Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,-

(lima ribu rupiah).

Demikian tuntutan kami, kemudian kami serahkan kepada Pengadilan

yang bersidang pada hari ini, Selasa tanggal 24 September 2013 di Denpasar

untuk memutuskannya.

Oditur Militer

cap/tertanda

Sumantri, S.H.

Mayor Chk NRP 523050

Page 120: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

101

Berdasarkan surat tuntutan Oditur Militer pada Oditurat Militer III-14

Denpasar tanggal 24 September 2013 yang ditandatangani oleh Mayor Chk

Sumantri, SH., maka Majelis Hakim Pengadilan Militer III-14 Denpasar

diketuai oleh Letkol Chk Apel Ginting, SH beserta Hakim Anggota yang

terdiri dari Letkol Laut (KH/W) Tuty Kiptiani, SH dan Mayor Chk Untung

Hudiyono, SH yang menyidangkan dan mengadili perkara terdakwa atas

nama Prada M Sandy Yudha Putra, kemudian memutuskan menjatuhkan

pidana terhadap terhadap terdakwa atas nama Prada M Sandy Yudha Putra

dengan pidana penjara selama 11 bulan dipotong dalam masa penahanan

sementara, sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan Putusan Pengadilan

Militer III-14 Denpasar Nomor : 35-K/PM.III-14/AD/VII/2013 tanggal 8

Oktober 2013, sebagai berikut :

PENGADILAN MILITER III-14

DENPASAR

PUTUSAN

Nomor : 35-K/PM.III-14/AD/VII/2013

“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

Membaca, mendengar, memperhatikan, menimbang, mengingat dst tidak

ditulis.

MENGADILI

a. Menyatakan Terdakwa tersebut di atar yaitu Muhammad Sandy Yudha

Putra, Prada, NRP. 31100219320388, terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana : “Penganiayaan berat”.

b. Memidana Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama

11 (sebelas) bulan. Menetapkan selama waktu Terdakwa menjalani

penahanan sementara dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

c. Dst tidak ditulis.

Page 121: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

102

Demikian diputuskan pada hari ini Selasa tanggal 8 Oktober 2013 di

dalam musyawarah Majelis Hakim oleh APEL GINTING, SH, LETNAN

KOLONEL CHK NRP. 1930005770667 sebagai Hakim Ketua serta TUTY

KIPTIANI, SH, LETNAN KOLONEL LAUT (KH/W) NRP. 11871/P dan

UNTUNG HUDIYONO, SH, MAYOR CHK NRP. 581744 masing-

masingsebagai Hakim Anggota I dan Hakim Anggota II yang diucapkan pada

hari ini dan tanggal yang sama oleh Hakim Ketua di dalam sidang yang

terbuka untuk umumdengan dihadiri oleh para Hakim tersebut di atas, Oditur

Militer SUMANTRI, SH, MAYOR CHK NRP 523050, dan Panitera SUNTI

SUNDARI, SH, KAPTEN CHK (K) NRP. 622243 dihadapan umum dan

Terdakwa. HAKIM KETUA

Ttd

APEL GINTING, S.H.

LETKOL CHK NRP. 1930005770667

PANITERA

Ttd

SUNTI SUNDARI, S.H.

KAPTEN CHK (K) NRP. 622243

Apabila dikaji lebih lanjut dari rencana tuntutan awal terhadap

terdakwa atas nama Prada Muhammad Sandy Yudha Putra yang diajukan

Oditur Militer kepada Orjen TNI adalah berupa pidana penjara 10 (sepuluh)

bulan, kemudian setelah dikirim kepada Orjen TNI menjadi 12 (dua belas)

bulan penjara. Berikutnya setelah diadili diputus oleh majelis hakim yang

memeriksa di Pengadilan Militer III-14 Denpasar menjatuhkan pidana penjara

11 (sebelas) bulan kepada terdakwa. Selisih antara rencana tuntutan awal

Oditur Militer dengan putusan hakim militer di Pengadilan Militer adalah satu

bulan, sehingga masih mendekati nilai obyektif karena selisihnya tidak terlalu

HAKIM ANGGOTA I

Ttd

TUTY KIPTIANI, S.H.

LETKOL LAUT (KH/W) NRP. 11871/P

HAKIM ANGGOTA II

Ttd

UNTUNG HUDIYONO, S.H.

MAYOR CHK NRP. 581744

Page 122: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

103

jauh. Hal ini menunjukkan bahwa Oditur Militer di Oditurat Militer III-14

Denpasar sebenarnya sudah mampu bersikap profesional dalam melaksanakan

tugas dan fungsinya selaku penuntut umum di lingkungan TNI.

Sesuai dengan hasil penelitian yang tersaji dalam bentuk data berupa

hasil wawancara dengan Oditur Militer dan data penunjang berupa data

rencana tuntutan Oditur Militer di Oditurat Militer III-14 Denpasar maupun

studi dokumen terhadap bahan hukum, maka untuk menganalisis tentang

bagaimana independensi Oditur Militer dalam melaksanakan fungsinya di

Oditurat Militer III-14 Denpasar dengan adanya kebijakan rencana tuntutan

dari Orjen TNI sejak tahun 2006, maka penulis akan mengkaji terlebih dahulu

dengan menggunakan teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman, teori

kebijakan hukum pidana oleh Barda Nawawi Arief dan teori fungsi hukum

dari Jeremy Bentham serta dihubungkan dengan asas-asas hukum yang

berlaku di lingkungan TNI.

Menurut teori sistem hukum Lawrence M. Friedman, disebutkan

efektivitas penegakan hukum tergantung dari 3 (tiga) unsur sistem hukum

yang mempengaruhi, yaitu struktur hukum (struktur of law), substansi hukum

(substance of the law) dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum

menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi perangkat

perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup yang

dianut dalam suatu masyarakat.

Unsur yang pertama dalam sistem hukum adalah struktur hukum, yang

terdiri dari jumlah, ukuran pengadilan, yurisdiksinnya dan tata cara naik

Page 123: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

104

banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan oleh suatu badan, prosedur ada yang diikuti

oleh kejaksaan dan sebagainya. Jadi struktur terdiri dari lembaga hukum yang

ada dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada. Struktur

hukum di lingkungan TNI sangat berbeda dengan struktur organisasi lainnya,

kerena menganut asas kesatuan komando (unity of command) dan asas rantai

komando (chain of command), artinya dari pangkat terendah sampai dengan

pangkat yang tertinggi harus dalam satu garis komando. Oleh sebab itu dalam

suatu organisasi di lingkungan TNI tidak boleh ada berjalan sendiri-sendiri di

luar kontrol atau kendali pimpinan tertinggi TNI. Dikaikan dengan kebijakan

rencana tuntutan, Orjen TNI secara struktur organisasi sebagai penerima

delegasi dalam bidang penuntutan di lingkungan TNI dari Panglima TNI

harus sesuai atau sejalan dengan kebijakan yang telah digariskan oleh

Panglima selaku pemberi delegasi. Oleh karena Orjen TNI selaku penuntut

umum tertingi di lingkungan TNI tidak boleh mengeluarkan kebijakan yang

bertentangan kebijakan dari Panglima TNI, sehingga kebijakan rencana

tuntutan dari Orjen TNI yang telah diberlakukan sejak tahun 2006 sudah tidak

sesuai dengan arah kebijakan TNI, karena kedudukan Orjen TNI secara

struktur organisasi berada di bawah Panglima TNI.

Unsur kedua dari sistem hukum adalah substansi hukum, yaitu

berhubungan dengan aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang

berada dalam sistem itu. Substansi hukum menyangkut peraturan perundang-

undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi

Page 124: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

105

pedoman bagi aparat penegak hukum. Subtansi hukum yang mengatur tentang

petunjuk penuntutan di lingkungan Oditurat telah diatur secara jelas dalam

Bab V angka 28 huruf h Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/5/II/2009

tanggal 27 Februari 2009 tentang Petunjuk Adminitrasi Oditurat dalam

menyelesaikan perkara pidana, yang merupakan peraturan pelaksana Undang-

Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan Undang-Undang

Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Sesuai dengan Peraturan Panglima

tersebut, Oditur Militer berkewajiban membuat rencana tuntutan terhadap

perkara yang ancaman pidananya 5 (lima) tahun ke atas atau perkara bersifat

menonjol, dan ketika akan menuntut bebas terdakwa, sehingga tidak boleh

ada ketentuan lain yang kedudukannya berada di bawah Peraturan Panglima

TNI, substansinya bertentangan dengan substansi yang terdapat dalam

Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/5/II/2009 tanggal 27 Februari 2009.

Oleh kerena substansi kebijakan rencana tuntutan yang terdapat dalam Surat

Telegram Orjen TNI Nomor ST/20/2006 tanggal 22 Nopember 2006 yang

kemudian dilakukan penekanan ulang melalui ST/01/2009 tangal 18 Pebruari

2009, ST/11/2011 tangal 28 Desember 2011, ST/04/2012 tanggal 31 Janusri

2012 dan ST/26/2012 tanggal 21 Desember 2012 tidak sejalan dengan

substansi dari Peraturan Panglima tersebut di atas.

Unsur ketiga dari sistem hukum adalah budaya hukum, yang

merupakan sikap manusia dalam hal ini termasuk budaya hukum aparat

penegak hukumnya terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun

penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan

Page 125: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

106

dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung

budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat,

maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif. Budaya hukum

dalam tata kehidupan militer yaitu selalu mengedepankan pola sikap yang

disiplin, patuh dan taat dalam menjalankan perintah dinas dari atasannya

selama perintah tersebut tidak bertentangan peraturan perundang-undangan

dan nilai-nilai hak asasi manusia. Faktor budaya hukum terkait ketaatan

aparatur penegak hukum harus mampu memberi contoh dalam konsistensi

menegakkan aturan hukum yang telah ada. Sehingga pemberlakuan kebijakan

rencana tuntutan yang dimaksudkan sebagai salah satu alat kendali Orjen TNI

kepada Oditur Militer merupakan bentuk ketidak taatan kepada aturan yang

lebih tinggi kedudukannya.

Kemudian pada tataran aspek kebijakannya, Barda Nawawi

menjelaskan dalam teori kebijakan hukum pidana, disebutkan bahwa tujuan

utama dari kebijakan hukum pidana adalah perlindungan masyarakat untuk

mencapai kesejahteraan. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan

sarana penal merupakan penal policy atau penal law enforcement yang

operasionalnya melalui tiga tahapan penting, yaitu tahap formulasi (kebijakan

legislatif), tahap aplikasi (kebijakan yudikatif/yudisial) dan tahap eksekusi

(kebijakan eksekutif/administratif).

Selanjutnya diantara ketiga tahapan tersebut di atas, jika dikaitkan

dengan berlakunya kebijakan rencana dari Orjen TNI, maka tahapan aplikasi

memegang peranan yang paling strategis dari penal policy dalam upaya

Page 126: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

107

pencegahan dan penanggulangan kejahatan karena apabila terjadi kesalahan

dalam tahap aplikasinya justru akan dapat menjadi penghambat dalam upaya

pencegahan dan penanggulangan kejahatan. Dalam kaitan ini kebijakan

rencana tuntutan yang dikeluarkan Orjen TNI yang mendasarkan pada asas

kesatuan penuntutan dan merupakan fungsi kontrol terhadap setiap Oditur

Militer yang akan melakukan fungsi penuntutan, namun dalam aplikasinya

menjadi penghambat terhadap pencari keadilan yang ada dalam masyarakat.

Hal ini disebabkan pelaksanaan kebijakan rencana penuntutan dari Orjen TNI

yang diberlakukan, justru membuat Oditur Militer menjadi terbatas

kewenangannya. Oditur Militer yang seharusnya menjadi garda terdepan

dalam penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana militer, yang lebih

mengetahui fakta-fakta hukum yang terjadi di Persidangan Militer secara

utuh, namun pada saat membuat tuntutan pidana sangat tergantung kepada

atasannya, sehingga tidak memiliki independensi dalam mengambil keputusan

secara mandiri dan bertanggung jawab penuh terhadap perkara yang

ditangani. Dengan tidak adanya independensi bagi aparatur penegak hukum,

khususnya Oditur Militer maka akan sangat sulit mewujudkan rasa keadilan

bagi pencari keadilan.

Kemudian dalam menentukan sejauh mana perlunya kebijakan

rencana tuntuan, mendasarkan pada teori fungsi hukum (utilititiarisme) dari

Jeremy Bentham yang menyatakan tujuan hukum adalah menjamin adanya

kemanfaatan atau untuk menjamin kebahagiaan bagi manusia, sehingga pada

hakekatnya hukum dimanfaatkan untuk menghasilkan sebesar-besarnya

Page 127: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

108

kesenangan atau kebahagiaan bagi orang banyak. Dari sini yang melatar

belakangi keluarnya kebijakan rencana tuntutan dari Orjen TNI sejak tahun

2006 adalah untuk memberikan perlindungan bagi justisiabelen atau pencari

keadilan, dengan melakukan kontrol terhadap tuntutan yang dibuat oleh

Oditur Militer agar tidak keluar dari aturan. Namun demikian dari aspek

kemanfaatan berlakunya kebijakan rencana tuntutan justru membuat Oditur

Militer tidak membawa manfaat yang berarti, justru mengurangi independensi

Oditur Militer dalam menjalankan fungsinya selaku penuntut umum di

lingkungan TNI, sehingga keputusan yang dikeluarkan dari badan yang

kurang independen akan jauh memenuhi rasa keadilan dari pencari keadilan.

Oditur Militer yang seharusnya diberikan kemandirian dalam bertindak dalam

melakukan penuntutan sehingga terbebas dari berbagai intervensi atau

penekanan dari siapapun, termasuk oleh institusinya sendiri, namun yang

membatasi independensi Oditur Militer hanyalah peraturan perundang-

undangan.

Hasil analisis mengenai independensi Oditur Militer dalam

melaksanakan fungsinya di Oditurat Militer III-14 Denpasar dengan

berlakunya kebijakan rencana tuntutan dari Orjen TNI sejak tahun 2006

dengan menggunakan teori sistem hukum, teori kebijakan hukum pidana dan

teori fungsi hukum , yaitu kebijakan rencana tuntutan tidak sejalan dengan

unsur-unsur dalam sistem hukum yang ada di lingkungan TNI terutama asas

kesatuan komando, dan aplikasinya yang tidak tepat sesuai justru menjadi

penghambat bagi penegakan hukum sendiri dalam hal ini Oditur Militer

Page 128: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

109

menjadi tidak profesional, sedangkan pada aspek fungsi kebijakan rencana

tuntutan aspek kemanfaatannya kontra produktif dengan independensi yang

seharusnya dimiliki setiap aparatur penegak hukum, khususnya Oditur

Militer. Dengan demikian adanya kebijakan rencana tuntutan dari Orjen TNI

yang berlaku di seluruh Oditurat sejak tahun 2006 menjadikan Oditur Militer

tidak memiliki independensi dalam menjalankan fungsinya selaku penuntut

umum di lingkungan dikarenakan keputusannya dalam membuat tuntutan

pidana tidak dilakukan secara mandiri, namun menjadi sangat tergantung dari

keputusan atasan dari Oditur Militer, sehingga keputusan yang dihasilkan dari

lembaga yang kurang memiliki independensi akan jauh dari memenuhi aspek

keadilan bagi pencari keadilan.

Page 129: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

110

BAB IV

UPAYA-UPAYA DALAM MEWUJUDKAN ODITUR MILITER

YANG MEMILIKI INDEPENDENSI DALAM SISTEM

PERADILAN MILITER DI INDONESIA

4.1. Upaya-UpayaYang Bersifat Teknis

Upaya dalam meningkatkan independensi Oditur Militer selaku

Penuntut Umum di Lingkungan TNI, maka diperlukan kehendak bersama

untuk melakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan

yang mengarah kepada hal yang lebih baik, sehingga Oditur Militer sebagai

penuntut umum di lingkungan TNI nantinya mampu mandiri dan bertanggung

jawab penuh, serta profesional terhadap perkara yang ditanganinya. Dengan

perubahan ini sasaran utama yaitu terciptanya kehormatan bagi setiap Oditur

Militer dalam melaksanakan tugas pokoknya dengan jujur, benar dan adil,

sehingga eksistensi Oditurat dapat dibanggakan.

Roscoe Pound mengemukakan dalam teori fungsi hukum dalam

masyarakat adalah law as a tool of social engineering. Bahwa hukum adalah

keseluruhan azas-azas dan kaedah-kaedah yang mengatur masyarakat,

termasuk di dalamnya lembaga dan proses untuk mewujudkan hukum itu ke

dalam kenyataan. Oleh karena itu hukum bukan saja sebagai sekumpulan

sistem peraturan, doktrin, dan kaidah atau azas-azas, yang dibuat dan

diumumkan oleh badan yang berwenang, tetapi juga proses-proses yang

mewujudkan hukum itu secara nyata melalui penggunaan kekuasaan. Oleh

110

Page 130: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

111

karena itu hukum menjadi alat legitimasi penguasa untuk berbuat terhadap

rakyatnya, sehingga hukum menjadi alat pengendali penguasa terhadap

rakyatnya. Dengan demikian maka akan terjadi perubahan-perubahan sosial,

yang membawa kemajuan dalam peradaban masyarakat, sehingga hukum

akan memilih dan mengakui kepentingan yang lebih utama melalui

penggunaan kekuasaan. Hukum sebagai alat rekayasa sosial dimaksudkan

agar perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakatdapat dikontrol agar

dapat menjalankan dengan tertib dan teratur.

Sejalan dengan teori fungsi hukum, proses-proses hukum secara nyata

akan berjalan dengan baik,sehingga perlu adanya kehendak bersama sebagai

pelopor dalam mewujudkan Oditur Militer yang memiliki independensi harus

dimulai dari dalam (intern) lembaga Oditurat, baik prosedur penuntutan,

konsistensi dalam menerapkan aturan hukum maupun sumber daya manusia

yang mengawaki dari institusi penuntutan di lingkungan TNI tersebut. Oleh

karena itu perlu adanya rekayasa sebagai sarana perubahan dalam hal ini bagi

Oditur Militer, yaitu adanya pedoman perilaku yang benar terhadap

mekanisme penuntutan yang dijadikan pedoman demi tegaknya keadilan.

Menurut hasil wawancara dengan beberapa Oditur Militer di Oditurat Militer

III-14 Denpasar, untuk menjadikan Oditur Militer yang memiliki

independensi dalam sistem peradilan pidana militer perlu adanya upaya-

upaya yang bersifat teknis perlu dilakukan perubahan/perbaikan, yaitu :

Page 131: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

112

a. Bidang Teknis Penuntutan

Perubahan mendasar dalam bidang teknis penuntutan perlu adanya

upaya yang signifikan yang selama ini kurang memperoleh perhatian,

sehingga dapat diaplikasikan dengan baik tanpa mengurangi independensi

Oditur Militer, tetapi justru dalam rangka mendukung profesionalisme Oditur

Militer, yaitu melalui:

1) Adanya pendelegasian kewenangan pengendalian rencana tuntutan.

Pendelegasian kewenangan pengendalian tuntutan pidana dari

Orjen TNI kepada Kepala Oditurat Militer/Oditurat Militer Tinggi

mutlak harus dilakukan guna mengupayakan prosedur teknis yang

lebih baik bagi Oditur Militer dalam melakukan penuntutan.

Pendelegasian kewenangan sejalan dengan asas-asas pengorganisasan

di lingkungan TNI. Perkara-perkara pidana yang tetap harus

dimintakan persetujuan kepada Orjen TNI melalui rencana tuntutan

adalah perkara tindak pidana yang ancaman hukumannya lima tahun

atau lebih, dan terhadap perkara tindak pidana yang sifatnya

menonjol, serta perkara yang akan diajukan dengan tuntutan

bebas/lepas dari tuntutan.

Adanya pendelegasian kewenangan pengendalian penuntutan

kepada Kepala Oditurat Militer/Oditurat Militer Tinggi selain

terhadap perkara tersebut di atas, yaitu terhadap perkara yang

ancaman pidananya di bawah lima tahun tidak perlu lagi dibuatkan

rencana tuntutan kepada Orjen TNI, melainkan cukup mendapat

Page 132: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

113

persetujuan Kepala Oditurat Militer/Oditurat Militer Tinggi, sehingga

akan lebih efektif dan efisien terhadap percepatan penyelesaian

perkara pidana. Dengan demikian Orjen TNI lebih fokus melakukan

pengawasan dan supervisi terhadap kinerja jajaran yang ada di

bawahnya, yaitu Oditurat Militer maupun Oditurat Militer Tinggi.

2) Adanya pedoman yang baku mengenai tuntutan pidana.

Pedoman baku mengenai tuntutan pidana sangat penting

merupakan hal yang penting untuk dibuat oleh Orjen TNI yang

nantinya dijadikan acuan bagi setiap Oditur Militer ketika akan

menentukan besaran tuntutan pidana. Dengan adanya aturan berupa

pedoman tuntutan pidana, diharapkan setiap Oditur Militer selaku

penuntut umum di lingkungan TNI tidak akan ada keraguan dalam

menentukan tuntutan pidana. Selain dari pada itu akan memberi

pembelajaran pada diri setiap Oditur Militer dalam menjalankan

fungsinya untuk mampu mandiri dan bertanggung jawab dalam

melakukan penuntutan. Kemudian jika setiap Oditur Militer mampu

bersikap profesional dan terukur dalam menjalankan tugas pokok dan

fungsinya, sehingga intervensi terhadap kewenangannya tidak

diperlukan lagi. Pedoman tuntutan pidana di dalamnya memuat

tentang hal-hal yang perlu diperhatikan setiap Oditur Militer dalam

melakukan penuntutan, yaitu :

Page 133: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

114

a. Tolok ukur menentukan tuntutan pidana berupa batasan pidana

yang akan dijatuhkan secara terinci dalam pasal-pasal yang ada

dalam KUHPM, KUHP dan Undang-Undang lainnya.

b. Faktor-faktor yang memberatkan dan meringankan tuntutan

pidana yang dibuat secara detail dan terperinci.

c. Faktor-faktor dalam menuntut pidana percobaan atau pidana

bersyarat.

d. Sikap Oditur selaku Penuntut Umum TNI terhadap putusan

pengadilan.

b. Bidang Pengendalian dan Pengawasan

Upaya yang harus dilakukan dalam bidang pengendalian dan

pengawasan terhadap tuntutan Oditur Militer di setiap Oditurat harus

dilakukan secara maksimal oleh Kepala Oditurat yang bersangkutan

kemudian hasilnya dilaporan secara berkala kepada Orjen TNI. Dengan

mempelajari hasil laporan berkala setiap Oditurat,Orjen TNI dapat

menganalis apakah rencana tuntutan maupun tuntutan dari Oditur Militer di

jajarannya telah sesuai memenuhi stadard yang telah ditentukan atau tidak

dan dirasa cukup adil tidak sesuai perbuatan terdakwa. Kemudian apabila

ditemukan tuntutan yang diduga tidak sesuai dengan aturan yang telah

ditentukan, maka dapat dilakukan eksaminasi dan evaluasi terhadap rencana

tuntutan atau tuntutan yang ditengarai di luar kewajaran,seperti menuntut

terdakwa terlalu ringan.

Page 134: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

115

Selanjutnya jika ditemukan unsur kesengajaan maupun motivasi lain

yang dilakukan Oditur Militer dengan menuntut ringan terdakwa, maka

Oditur Militer yang bersangkuan dapat dilakukan pemeriksaan oleh bidang

pengawasan di Orjen TNI. Apabila terbukti melakukan perbuatan tercela

menyalahgunakan kekuasaannya untuk menguntungkan dirinya sendiri atau

orang lain, Oditur Militer yang bersangkutan dapat dijatuhkan sanksi sesuai

kesalahannya. Oleh karena itu sudah saatnya setiap Oditur Militer harus

diberikan keleluasaan dalam menjalankan fungsinya selaku penuntut umum

TNI, akan tetapi dengan tetap mengedepankan pertanggung jawaban Oditur

Militer, maka setiap Odtur Militer tidak akan semaunya sendiri melakukan

tuntutan di luar ketentuan. Dengan demikian Oditur Militer ke depan akan

mampu bersikap obyektif dan profesional dalam menjalankan fungsinya

selaku penuntut umum di lingkungan TNI.

c. Bidang Pendidikan dan Latihan

Pendidikan dan latihan memegang peran penting bagi upaya

menjadikan Oditur Militer yang profesional. Dalam melakukan rekruitmen

terhadap para perwira TNI yang akan dijadikan sebagai Oditur Militer dan

ditempatkan jajaran Oditurat selama ini diambil dari satuan-satuan hukum

yang ada, baik dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara

dengan pangkat minimal Kapten dengan latar belakang dari korp hukum yang

berkualifikasi Sarjana Hukum. Pada saat rekruitmen tidak sedikit para

perwira yang akan dijadikan calon Oditur Militer tidak sedikit hanya berbekal

Page 135: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

116

Sarjana Hukum, tanpa sebelumnya mengikuti pendidikan khusus seperti

Suspa Minlahkara maupun Kursus Jabatan Oditur Militer (Susjab Ormil).

Kemudian para perwira TNI yang telah direkruit menjadi Oditur

Militer langsung dilantik dan diambil sumpah menjadi menjadi Oditur Militer

oleh Orjen TNI tanpa terlebih dahulu mengikuti pendidikan teknis fungsional

penuntutan dan langsung di hadapkan dengan tugas sebagai penuntut umum

di lingkungan TNI. Keadaan yang demikan ini tentunya menjadikan beban

tersendiri bagi setiap Oditur Militer yang baru dalam menjalankan fungsinya

sebagai penuntut umum dikarenakan tidak cukup bekal pengetahuan tentang

penuntutan, sehingga Oditur Militer yang baru dalam prakteknya harus

belajar banyak dengan Oditur Militer yang lebih dahulu menjadi Oditur.

Begitu juga setelah menjadi Oditur Militer sangat minim mendapatkan

pendidikan dan bintek-bintek tentang penuntutan, tetapi lebih mengandalkan

pengalaman dalam praktek saja.

Oleh sebab itu untuk mengatasi minimnya dalam bidang pendidikan

dan pelatihan maupun bintek-bintek tentang penuntutan yang diadakan oleh

intern TNI, maka perlu mengintensifkan kerja sama antara Mabes TNI dalam

hal ini Otjen TNI dengan Kejaksaan Agung RI guna meningkatkan

kemampuan setiap Oditur Militer dalam bidang penuntutan. Oleh sebab itu

Mabes TNI sangat perlu menempatkan Perwira Penghubung (LO) di

Kejaksaan Agung RI yang berfungsi mengkoordinasikan dalam bidang

penuntutan, sehingga mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan

teknis penuntutan bagi Oditur Militer. Dengan adanya kerjasama dan

Page 136: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

117

koordinasi yang baik antara TNI dan Kejaksaan Agung, sehingga TNI dapat

mengirimkan Oditur Militer yang berada di bawah komandonya untuk

mengikuti setiap ada pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh Badiklat

Kejaksaan Agung.

4.2. Upaya Yang Bersifat Kelembagaan

Kedudukan lembaga Oditurat berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 31 Tahun1997 tentang Peradilan Militer, yaitu pembinaan

organisasi dan prosedur administrasi, finansial Oditurat dilakukan oleh

Panglima TNI. Kemudian sesuai ketentuan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1997 disebutkan bahwa Oditur Militer merupakan pejabat

fungsional yang dalam melakukan penuntutan bertindak untuk dan atas nama

masyarakat, pemerintah, dan negara serta bertanggung jawab menurut saluran

hierarki. Selanjutnya menurut Penjelasan Pasal 57 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1997 tersebut, menyebutkan Oditur Jenderal TNI dalam

melaksanakan tugas di bidang teknis penuntutan bertanggung jawab kepada

Jaksa Agung Republik Indonesia selaku penuntut umum tertinggi di negara

Republik Indonesia melalui Panglima, sedangkan dalam pelaksanaan tugas

pembinaan Oditurat bertanggung jawab kepada Panglima TNI. Sehingga

Orjen TNI seharusnya kedudukannya baik teknis pembinaan keodituratan

yang terdiri dari pembinaan administrasi, organisasi dan finansial maupun

secara teknis yustisial berada langsung di bawah kendali Panglima TNI.

Namun demikan kedudukan Oditurat Jenderal TNI selaku Badan

Penuntutan TNI kenyataan justru memiliki dua jalur garis pembinaan atau

Page 137: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

118

pertanggung jawaban, yaitu dalam pembinaan penyelenggaraan Oditurat

berada di bawah Babinkum TNI dan secara teknis yustisial di bawah

pengawasan Jaksa Agung RI melalui Panglima TNI. Sehingga Orjen TNI

selaku penuntut umum tertinggi TNI secara kelembagaan memiliki dualime

pertanggung jawaban. Kerancuan dalam hirarki pertanggung jawaban Otjen

TNI yang tidak satu garis komando, sehingga terjadi dualisme pertanggung

jawaban yang memungkinkan terjadinya tarik ulur kepentingan terhadap

lembaga tersebut. Penyebabnya tidak lain adalah secara pembinaan

organisasi, administrasi dan finansial Oditurat berada di bawah Babinkum

TNI, namun di sisi lain secara teknis yustisial Oditurat bertanggung jawab

kepada Panglima TNI.

Berdasarkan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/24/VIII/2005

tanggal 10 Agustus 2005, Babinkum TNI adalah suatu Badan Pelaksana Pusat

pada tingkat Markas Besar TNI yang berkedudukan langsung di bawah

Panglima TNI bertugas membantu Panglima TNI dalam menyelenggarakan

pembinaan hukum dan HAM di lingkungan TNI, pembinaan

penyelenggaraan Oditurat, dan Pemasyarakatan Militer dalam lingkungan

Peradilan Militer. Babinkum TNI sebagai pembantu utama Panglima TNI

dipimpin oleh Kababinkum TNI, yang dijabat oleh seorang Pati bintang dua

dari korp hukum berkualifikasi Sarjana Hukum. Kababinkum TNI

bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada

Panglima TNI, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh

Kasum TNI.

Page 138: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

119

Babinkum TNI sebagai pembantu utama Panglima TNI mempunyai

fungsi utama sebagai berikut :

a. Pemberian dukungan hukum dalam pembinaan dan penggunaan

kekuatan TNI.

b. Penyelenggaraan penegakan hukum dan pembinaan hukum di

lingkungan TNI.

c. Penyelenggaraan penyuluhan hukum dan HAM di lingkungan TNI.

d. Pemberian bantuan dan nasehat hukum kepada Badan/Instansi/

Lembaga TNI, prajurit TNI dan keluarga.

e. Penyelenggaraan penelitian, pengkajian, evaluasi, pengembangan

hukum dan HAM.

f. Pembinaan organisasi, admistrasi dan finansial Oditurat dan

Pemasyarakatan Militer.

g. Penyelenggaraan pendidikan keahlian profesi Hakim, Oditur, Panitera

dan pelaksana teknis pemasyarakatan militer.

h. Penyelenggaraan, pengendalian dan pengawasan dalam pembinaan

organisasi, administrasi dan finansial Oditurat dan Pemasyarakatan

Militer.

i. Penyelenggaraan koordinasi dengan Direktorat Hukum/Dinas Hukum

Angkatan dalam pembinaan hukum dan pemberi direktif kepada

Perwira Hukum Komando Utama Operasional TNI.

Page 139: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

120

j. Penyelenggaraan koordinasi dengan Mahkamah Agung dalam

pembinaan personel TNI yang bertugas pada Mahkamah Agung dan

pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Oditurat Jenderal TNI dalam melaksanakan tugasnya secara teknis

yustisial membawahi setiap Oditurat Militer, Oditurat Militer Tinggi dan

Oditurat Militer Pertempuran, yang di dalamnya terdapat para Oditur

Militer/Oditur Militer Tinggi yang berfungsi sebagai Penuntut Umum di

Peradilan Militer maupun Peradilan Umum. Otjen TNI mempunyai fungsi

utama sebagai berikut :

a. Penyelenggaraan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan

pelaksanaan teknis Oditurat.

b. Perumusan kebijakan di bidang Oditurat yang berkaitan dengan

pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya.

c. Penyelenggaraan riset kriminal dan pelanggaran HAM di lingkungan

TNI dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas TNI.

d. Penyelenggaraan pelaksanaan pengawasan terhadap Narapidana

Militer yang menjalani pidana bersyarat dan yang memperoleh

pembebasan bersyarat.

e. Penyelenggaraan kooordinasi dengan Kejaksaan Agung Republik

Indonesia, Polisi Militer, dan badan hukum lainnya dalam

penyelesaian tindak pidana tertentu.

f. Memberikan saran kepada Kababinkum TNI mengenai

penyelenggaraan pembinaan Oditurat.

Page 140: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

121

Oditurat Jenderal TNI dipimpin oleh Oditur Jenderal TNI, disingkat

Orjen TNI yang dijabat oleh seorang Pati TNI bintang satu dari korp hukum

berkualifikasi Sarjana Hukum. Orjen TNI dalam kedudukannya selaku

Penuntut Umum tertinggi di lingkungan TNI, mempunyai tugas dan

kewajiban Orjen TNI adalah sebagai berikut :

a. Melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab selaku Penuntut

Umum Tertinggi di lingkungan TNI, bertindak untuk dan atas nama

masyarakat, pemerintah dan negara serta bertanggung jawab secara

hirarki.

b. Merumuskan kebijakan dan mengendalikan pengambilan keputusan

guna terselenggaranya fungsi Oditurat.

c. Memberikan pertimbangan kepada Presiden melalui Panglima TNI

mengenai permohonan grasi dalam hal pidana mati, permohonan atau

rencana pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi sebagaimana

diatur dalaam ketentuan perundang-undangan.

d. Mengkoordinasikan, mengawasi, dan memberikan pengarahan atas

penyelenggaraan fungsi Oditurat.

e. Mengendalikan dan mengawasi penggunaaan wewenang penyidikan,

penyerahan perkara, dan penuntutan di lingkungan TNI.

f. Melaksanakan tugas khususyang diberikan oleh Panglima TNI.

g. Dalam kedudukannya selaku Penuntut Umum Tertinggi di lingkungan

TNI, Orjen TNI bertanggung jawab kepada Jaksa Agung RI selaku

Page 141: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

122

Penuntut Umum Tertinggi di Negara Republik Indonesia melalui

Panglima TNI.

h. Orjen TNI bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pembinaan

penyelenggaraan Oditurat kepada Kababinkum TNI.

i. Orjen TNI dapat mengadakan hubungan dengan

Badan/Instansi/Lembaga di dalam dan di luar TNI, guna kepentingan

tugasnya di bidang teknis yustisial, sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

j. Hubungan Orjen TNI selaku Penuntut Tertinggi di lingkungan TNI

dengan Jaksa Agung RI selaku Penuntut Umum Tertinggi di Negara

Republik Indonesia, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keadaaan mengenai mengenai dualisme hirarki pertanggung jawaban

Oditurat Jenderal TNI sesuai Lampiran I Keputusan Panglima TNI Nomor

Kep/24/VIII/2005 tanggal 10 Agustus 2005 tentang Pokok-Pokok Organisasi

dan Prosedur Babinkum TNI dapat dilihat dalam gambar di bawah ini :

Page 142: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

123

Gambar 5

Struktur Organisasi Babinkum TNI

Sumber : Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/24/VIII/2005 tanggal 10 Agustus 2005

Struktur Organisasi Oditurat sesuai Lampiran II Keputusan Panglima

TNI Nomor Kep/24/VIII/2005 tanggal 10 Agustus 2005 tentang Pokok-

Pokok Oditurat Jenderal TNI (Otjen TNI) dapat dilihat dalam gambar di

bawah ini :

BABINKUM TNI

WAKIL

SET

DIS

WAS DIS

GAKKUM

DIS

LUHKUM

DIS

MINRADMIL

DIS

KUMDANGHAM

DIS

BANHATKUM

ODITURAT PUSMASMIL

PANGLIMA

TNI JAKSA

AGUNG RI PANGLIMA

TNI

MENKUM

HAM RI

Catatan :

: Garis Pembinaan organisasi, administrasi dan Finansial

: Garis Pembinaan Teknis Oditurat

: Garis Koordinasi

Page 143: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

124

Gambar 6

Struktur Organisasi Oditurat Jenderal TNI (Otjen TNI)

Sumber : Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/24/VIII/2005 tanggal 10 Agustus 2005

Mengenai struktur organisasi yang baik dalam sistem peradilan pidana

sesuai teori sistem peradilan pidanayang dikemukan oleh Muladi, disebutkan

bahwa sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) yang

menggunakan hukum pidana materiil, hukum pidana formal maupun hukum

pelaksana pidana. Makna integrated criminal justice system adalah

sinkronisasi atau keserampakan dan keselarasan, yang dibedakan dalam :

4) Sinkronisasi struktural (structural syncronization), yaitu

keserampakan dan keselarasan dalam rangka hubungan antar lembaga

penegak hukum.

OTJEN TNI

WAKIL

SET

DISWASNIS DIS TUT DIS RISKRIMHAM

OTMILTI OTMILPUR OTMIL

Page 144: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

125

5) Sinkronisasi subtansial (subtancial syncronization), adalah

keserampakan dan keselarasan yang bersifat vertikal dan horizontal

dalam kaitannya dengan hukum positif.

6) Sinkronisasi kultural (cultural syncronization), yaitu keserampakan

dan keselarasan dalam menghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap

dan falsafah yang secara menyeluruh mendasari jalannya sistem

peradilan pidana.

Aspek pertama dalam sistem peradilan pidana adalah sinkronisasi

struktural yang merupakan keserampakan dan keselarasan dalam rangka

hubungan antar lembaga penegak hukum. Struktur hukum di lingkungan TNI

adalah menganut asas kesatuan komando (unity of command) dan asas rantai

komando (chain of command). Hal ini dapat dipahami bahwa dalam suatu

organisasi yang ada di lingkungan TNI hanya terdapat satu hierarkhi

komando yang memimpinnya. Oleh sebab itu tidak boleh ada kesatuan-

kesatuan dalam tubuh TNI yang memiliki garis komando yang ganda. Begitu

juga Oditurat Jendral TNI sebagai badan penuntut umum tertinggi di

lingkungan TNI hierarki pertanggung jawabannya harus dalam garis tegak

lurus ke atas, dalam hal ini adalah Panglima TNI. Oleh karena itu sudah

seharusnya aparatur penegak hukum dalam sistem peradilan mliter adalah

sudah seharuskan menempatkan Otjen TNI pada posisi yang semestinya

sesuai peran dan fungsinya.Penempatan Otjen TNI yang di dalamnya

mewadahi para Oditur Militer selama ini terjadi dualisme dalam hierarki

pertanggung jawaban, yaitu garis struktur pembinaan penyelenggaraan

Page 145: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

126

Oditurat berada di bawah Babinkum TNI sedangkan secara teknis yustisial di

bawah pengawasan Jaksa Agung melalui Panglima TNI. Ketidakselarasan

dalam penempatan struktur organisasi Oditurat akan menjadikan Oditur

Militer tidak mandiri, sehingga ke depan perlu dilakukan perubahan agar

tidak terjadi tumpang tindih, yaitu menyatukan kendali Otjen TNI di langsung

bawah Panglima TNI.

Kemudaan aspek kedua adalah sinkronisasi subtansial yang

merupakan keserampakan dan keselarasan yang bersifat vertikal dan

horizontal dalam kaitannya dengan hukum positif. Peraturan perudang-

undangan (hukum positif) yang mengatur tentang kedudukan lembaga

Oditurat dalam sistem peradilan militer di Indonesia adalah Pasal 7 ayat (1)

dan Penjelasan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997

tentang peradilan militer. Pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1997 disebutkan pembinaan organisasi dan prosedur adminitrasi

finansial oleh Panglima TNI dan Penjelasan Pasal 57 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1997 adalah bertanggung jawab menurut satuan

hierarki. Sedangkan Oditur Jenderal TNI selaku Penuntut Umum tertinggi di

lingkungan TNI dalam melaksanakan tugas bidang teknis penuntutan

bertanggung jawab kepada Jaksa Agung Republik Indonesia selaku penuntut

umum tertinggi di negara Republik Indonesia melalui Panglima TNI,

sedangkan dalam pelaksanaan tugas pembinaan Oditurat bertanggung jawab

kepada Panglima TNI. Namun pada kenyataannya sinkronisasi subtansial

terjadi kontradiktif, Begitu juga dalam pelaksanaan tugas pembinaan

Page 146: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

127

Oditurat, Orjen TNI bertanggung jawab kepada Panglima TNI namun

kenyataannya sesuai Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/24/VIII/2005

tanggal 10 Agustus 2005, Orjen TNI berada di bawah Babinkum TNI.

Upaya untuk memecahkan permasalahan secara kelembagaan dalam

membentuk Oditur Militer yang ideal serta memiliki independensi dalam

sistem peradilan militer, dengan mengacu teori sistem peradilan pidana maka

perlu adanya suatu terobosan baru yang signifikan dengan melakukan

sinkronisasi dalam struktur organisasi Oditurat Jenderal TNI yang selama ini

terjadi tumpang tindih karena terjadinya dualisme pertanggung jawaban.

bahwa lembaga Oditurat yang yang terdiri dari Oditurat Militer, Oditurat

Tinggi, Oditurat Militer Pertempuran dan Oditurat Jenderal TNI dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya akan lebih independen jika alur

pertanggung jawabannya dalam satu garis komando.

Sesuai hasil wawancara dengan narasumber terkait, yaitu Oditur

Militer di Oditurat Militer III-14 upaya memperkuat kedudukan Oditurat

sebagai lembaga penuntut umum di lingkungan TNI, adalah dengan

melakukan perubahan struktur organisasi Babinkum TNI, sehingga Otjen TNI

beserta jajarannya sebelumnya di bawah Kababinkum TNI menjadi di bawah

kendali langsung Panglima TNI dan di sisi lain TNI perlunya menempatkan

Perwira Penghubung TNI (LO TNI) di Kejaksaan Agung Republik Indonesia

agar memudahkan koordinasi yang berhubungan dengan tugas-tugas di

bidang penuntutan. Dengan pemisahan Otjen TNI dari Babinkum TNI,

kemudian kedudukan Otjen TNI baik secara struktural maupun finansial

Page 147: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

128

langsung berada di bawah Panglima TNI selaku Perwira Penyerah Perkara

(Papera) tertinggi TNI, sehingga antara Babinkum TNI dan Otjen TNI

menjadi lembaga yang sederajat, namun dengan tugas pokok dan fungsi yang

berbeda. Tugas utama Babinkum TNI adalah membantu Panglima TNI dalam

meyelenggarakan pembinaan hukum dan HAM di lingkungan TNI dan

pembinaan penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer, sedangkan pembinaan

penyelenggaraan Oditurat diserahkan kepada Otjen TNI untuk melakukannya

secara mandiri.

Upaya pemisahan antara Babinkum TNI dan Otjen TNI dapat

dilakukan dengan tanpa melakukan perubahan terhadap Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sehingga cukup dengan

melakukan perubahan terhadap Keputusan Panglima TNI Nomor

Kep/24/VIII/2005 tanggal 10 Agustus 2005 tentang Pokok-Pokok Organisasi

dan Prosedur Babinkum TNI. Begitu juga dengan adanya pemisahan Otjen

TNI dari Babinkum TNI, konsekuensinya ada penambahanan beberapa dinas

atau bagian unit kerja baru di Otjen TNI, seperti contoh Sekretariat Otjen TNI

dibantu sekurang-kurangnya 6 kepala bagian, yaitu Bagpers, Baglog,

Bagprogar, Bagtaud, Bagpulahta dan Bagpenkum.

Setelah Oditurat Jenderal TNI berada langsung secara pembinaan

organisasi, administrasi dan finansial Oditurat maupun secara teknis yustisial

Oditurat bertanggung jawab kepada Panglima TNI diharapkan tidak lagi

terjadi tarik ulur kepentingan karena tidak ada lagi dualisme mekanisme

pertanggung jawaban. Setelah dilakukan penyesuaian terhadap lembaga

Page 148: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

129

Oditurat, maka setidak-tidaknya struktur organisasi Otjen TNI ke depan dapat

dilihat dalam bagan di bawah ini :

Gambar 7

Gambaran Ideal Tentang Struktur Organisas Otjen TNI

Setelah dilakukan perubahan yang disesuaikan dengan tuntutan tugas

pokok dan fungsi Oditurat, maka perangkat dari Susunan Organisasi Otjen

TNI sekurang-kurangnya terdiri dari :

a. Oditur Jenderal TNI (Orjen TNI)

Orjen TNI adalah merupakan pimpinan Oditurat Jenderal TNI

yang dijabat oleh seorang Pati TNI bintang dua dari korps hukum

OTJEN TNI

WAKIL

SET

DINAS

RISKRIMHAM

OTMILTI OTMILPUR OTMIL

PANGLIMA

TNI

JAKSA AGUNG

RI

DINAS

PENGAWASAN

DINAS

PENUNTUTAN

DINAS

PEMBINAAN

Catatan :

: Garis Pembinaan organisasi, administrasi dan finansial

: Garis Pembinaan Teknis Oditurat

Page 149: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

130

berkualifikasi Sarjana Hukum, dengan tugas dan kewajiban sebagai

berikut :

1) Memberikan pertimbangan dan saran kepada Panglima mengenai

hal yang berkaitan dengan bidang tugasnya.

2) Melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab selaku

Penuntut Umum Tertinggi di lingkungan TNI, bertindak untuk dan

atas nama masyarakat, pemerintah, dan negara serta bertanggung

jawab secara hierarki.

3) Menentukan kebijakan dan mengendalikan pengambilan

keputusan guna terselenggaranya fungsi Oditurat.

4) Memberikan pertimbangan kepada Presiden melalui Panglima

TNI mengenai permohonan grasi dalam hal pidana mati,

permohonan atau rencana pemberian amnesti, abolisi dan

rehabilitasi sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan.

5) Mengoordinasikan, mengawasi, dan memberikan pengarahan atas

penyelenggaraan fungsi Oditurat.

6) Mengendalikan dan mengawasi penggunaan wewenang

penyidikan, penyerahan perkara, dan penuntutan di lingkungan

TNI.

7) Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Panglima TNI.

8) Dalam kedudukannya selaku Penuntut Umum Tertinggi di

lingkungan TNI, Orjen TNI bertanggung jawab kepada Jaksa

Page 150: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

131

Agung RI selaku Penuntut Umum Tertinggi di Negara Republik

Indonesia melalui Panglima TNI.

9) Orjen TNI dapat mengadakan hubungan dengan

Badan/Instansi/Lembaga di dalam dan di luar TNI, guna

kepentingan tugasnya di bidang teknis yustisial, sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

10) Hubungan Orjen TNI selaku Penuntut Tertinggi di lingkungan

TNI dengan Jaksa Agung RI selaku Penuntut Umum Tertinggi di

Negara Republik Indonesia, sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Penyesuaian terhadap kepangkatan Orjen TNI harus

dilakukan, yang selama ini dijabat oleh Perwira Tinggi TNI

berpangkat bintang satu, dengan restruktirisasi Oditurat Jenderal TNI

yang sebelumnya berada di bawah kendali Babinkum TNI dan

kemudian berada langsung dibawah Panglima TNI maka Orjen TNI

setidak-tidaknya dijabat oleh Pati TNI berpangkat bintang dua. Hal ini

tidak berlebihan dan sangat rasional dikarenakan jabatan Orjen TNI

sejajar dengan jabatan Kepala Pengadilan Militer Utama

(Kadilmiltama) yang saat ini dijabat oleh Perwira Tinggi TNI

berpangkat bintang dua dari korp hukum.

Selain daripada itu mengacu pada salah satu tugas Orjen TNI

adalah mengendalikan dan mengawasi penggunaan wewenang

penyidikan termasuk di dalamnya melantik dan mengambil sumpah

Page 151: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

132

para Penyidik di lingkungan Polisi Militer, akan lebih ideal apabila

pejabat Orjen TNI secara kepangkatan sejajar dengan Komandan

Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat (Danpuspomad) yang dijabat

oleh Pati TNI AD berpangkat Mayor Jenderal TNI.

b. Wakil Oditur Jenderal TNI (Waorjen TNI)

Waorjen TNI merupakan pembantu utama Orjen TNI yang

berkedudukan selaku Oditur Militer Tinggi (Ormilti) dijabat oleh

seorang Pati TNI bintang satu dari korps hukum berkualifikasi Sarjana

Hukum, dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut :

1) Memberikan pertimbangan dan saran kepada Orjen TNI mengenai

hal yang berkaitan dengan bidang tugasnya.

2) Mengkoordinasikan dan mengawasi semua kegiatan Staf serta

administrasi Otjen TNI.

3) Memelihara dan mengawasi pelaksanaan prosedur kerja di

lingkungan Otjen TNI.

4) Mewakili Orjen TNI, apabila Orjen TNI berhalangan melakukan

tugas dan kewajibannya.

c. Sekretaris Orjen TNI (Ses Otjen TNI).

Ses Otjen TNI dijabat oleh seorang Pamen TNI berpangkat

Kolonel korps hukum berkualifikasi Sarjana Hukum, sebagai

pembantu Orjen TNI di bidang pembinaan fungsi organik, dengan

tugas dan kewajiban sebagai berikut :

Page 152: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

133

1) Menyelenggarakan, memelihara dan mengendalikan pembinaan

personel Orjen TNI.

2) Merencanakan dan merumuskan program pengadaan kebutuhan

logistik Otjen TNI.

3) Mengoordinasikan dan menyiapkan rencana, program kerja dan

anggaran Otjen TNI.

4) Menyelenggarakan pengumpulan dan evaluasi serta menyusun

laporan atas pelaksanaan program kerja dan anggaran Otjen TNI

5) Membina dan memelihara dokumentasi dan informasi yang

diperlukan Otjen TNI.

6) Menyelenggarakan pengamanan personel, administrasi, materiil

dan kegiatan di lingkungan Otjen TNI.

7) Melaksanakan dukungan administrasi dan urusan dalam bagi

penyelenggaraan kegiatan Otjen TNI.

8) Menyelenggarakan proses pengangkatan Oditur dan penyidik serta

penyidik pembantu.

Ses Otjen TNI dibantu oleh enam orang Kepala Bagian, yang

masing-masing dijabat oleh seorang Pamen TNI berpangkat Letnan

Kolonel, sebagai berikut :

1) Kepala Bagian Personel (Kabagpers).

2) Kepala Bagian Logistik (Kabaglog).

3) Kepala Bagian Program Kerja dan Anggaran (Kabagprogar).

4) Kepala Bagian Tata Usaha dan Urusan Dalam (Kabagtaud).

Page 153: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

134

5) Kepala Bagian Pengumpulan dan Pengolah Data (Kabagpulahta).

6) Kepala Bagian Penerangan Hukum (Kabagpenkum).

d. Kepala Dinas Pembinaan (Kadisbin) Otjen TNI.

Kadisbin Otjen TNI dijabat oleh seorang Pamen TNI

berpangkat Kolonel korps hukum berkualifikasi Sarjana Hukum, yang

juga berkedudukan selaku Ormilti/Ormil, dengan tugas dan kewajiban

sebagai berikut :

1) Merencanakan, merumuskan kebijakan dan menyelenggarakan

kursus jabatan Oditur militer.

2) Merencanakan dan merumuskan kebijakan pembinaan dan

penegakan hukum serta mengendalikan proses penyelesaian

perkara di lingkungan Oditurat.

3) Menyiapkan, merumuskan dan memberikan petunjuk tentang

pengendalian penyelesaian perkara pada Oditurat guna percepatan

penyelesaian perkara.

4) Menyiapkan, merumuskan dan memberikan petunjuk tentang tata

laksana administrasi Oditurat.

5) Mengumpulkan dan mengevaluasi data penyelesaian perkara

sebagai bahan penyusunan program pembinaan.

Kadisbin Otjen TNI dibantu oleh tiga orang Kepala Subdinas

berpangkat Letnan Kolonel korps hukum berkualifikasi Sarjana

Hukum, yang juga berkedudukan selaku Ormil, sebagai berikut :

Page 154: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

135

1) Kepala Subdinas Pembinaan Pendidikan dan Latihan Profesi

(Kasubdis bindiklatprof).

2) Kepala Subdinas Pembinaan Oditurat (Kasubdis binot).

3) Kepala Subdinas Pembinaan Profesi (Kasubdis binprof).

e. Kepala Dinas Penuntutan (Kadistut) Otjen TNI.

Kadistut dijabat oleh seorang Pamen TNI berpangkat Kolonel

korps hukum berkualifikasi Sarjana Hukum, yang juga berkedudukan

selaku Ormilti/Ormil, dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut :

1) Merumuskan dan menyiapkan petunjuk teknis bidang penuntutan

dan penyidikan.

2) Mengkoordinasikan pelaksanaan penuntutan, penyidikan, dan

pelaksanaan putusan/penetapan Hakim sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

3) Menyelenggarakan pengendalian tugas Otmilti/Otmil di bidang

penyidikan, penuntutan, upaya hukum, pelaksanaan

putusan/penetapan Hakim, dan barang bukti.

4) Merumuskan dan menyelenggarakan petunjuk pengawasan dan

pengendalian atas penggunaan wewenang Atasan Yang Berhak

Menghukum (Ankum) dan Perwira Penyerah Perkara (Papera)

dalam penyelesaian perkara di lingkungan TNI.

Kadistut Otjen TNI dibantu oleh tiga orang Kepala Subdinas

berpangkat Letnan Kolonel korps hukum berkualifikasi Sarjana

Hukum, yang juga berkedudukan selaku Ormil, sebagai berikut :

Page 155: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

136

1) Kepala Subdinas Pembinaan Teknis (Kasubdisbinnis).

2) Kepala Subdinas Pengolahan Perkara (Kasubdislahkara).

3) Kepala Subdinas Penuntutan (Kasubdistut).

f. Kepala Dinas Pengawasan (Kadiswas) Otjen TNI.

Kadiswas Otjen TNI dijabat oleh seorang Pamen TNI

berpangkat kolonel korps hukum berkualifikasi Sarjana Hukum, yang

juga berkedudukan selaku Ormilti/Ormil, dengan tugas dan

kewajiban sebagai berikut :

1) Menyelenggarakan pengawasan terhadap pekerjaan dan kegiatan

yang bersifat teknis administratif Oditurat.

2) Menyelenggarakan pengawasan profesi Oditur

3) Menyelenggarakan pengawasan dan pemeriksaan terhadap

pendayagunaan organisasi, administrasi dan finansial.

4) Menyelenggarakan pengawasan atas program penyelesaian

perkara serta administrasi keuangan perkara.

5) Menyelenggarakan penelitian dan pemeriksaan terhadap personel

yang diduga melakukan pelanggaran hukum.

6) Merumuskan dan menyiapkan petunjuk teknis pengawasan

keodituratan.

7) Menyelenggarakan pengawasan pelaksanaan teknis penerapan

hukum pidana materiil dan formil.

8) Menyelenggarakan pengawasan terhadap proses penyelesaian

perkara dan pelaksanaan putusan/penetapan Hakim, serta

Page 156: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

137

pengawasan terhadap kinerja dan tingkah laku para Oditur dalam

pelaksanaan tugas.

9) Melaksanakan pengawasan terhadap narapidana militer yang

menjalani pidana bersyarat dan yang memperoleh pembebasan

bersyarat.

Kadiswas Otjen TNI dibantu sekurang-kurangnya oleh empat

orang Kepala Subdinas berpangkat Letnan Kolonel korps hukum

berkualifikasi Sarjana Hukum, yang juga berkedudukan selaku Ormil,

sebagai berikut :

1) Kepala Subdinas Pengawasan Umum (Kasubdiswasum).

2) Kepala Subdinas Pengawasan Khusus (Kasubdiswasus).

3) Kepala Subdinas Pengawasan Teknis (Kasubdiswasnis).

4) Kepala Subdinas Pengawasan Administrasi Perkara (Kasubdis

wasminkara).

g. Kepala Dinas Riset Kriminal dan Hak Asasi Manusia (Kadisriskrim-

ham) Otjen TNI.

Kadisriskrimham Otjen TNI dijabat oleh seorang Pamen TNI

berpangkat Kolonel korps hukum berkualifikasi Sarjana Hukum, yang

juga berkedudukan selaku Ormilti/Ormil, dengan tugas dan kewajiban

sebagai berikut :

1) Mengumpulkan, menyusun, dan memelihara data kriminal perkara

tindak pidana dan pelanggaran HAM di lingkungan TNI.

Page 157: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

138

2) Menyelenggarakan penelitian, pengolahan dan pengkajian data

kriminal dan pelanggaran HAM.

3) Menyusun perumusan unsur dan tafsiran kualifikasi tindak pidana

berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Kadisriskrimham Otjen TNI dibantu oleh tiga orang Kepala

Subdinas berpangkat Letnan Kolonel korps hukum berkualifikasi

Sarjana Hukum, yang juga berkedudukan selaku Ormil, sebagai

berikut :

1) Kepala Subdinas Pengolahan Data Kriminal (Kasubdis

Lahtakrim).

2) Kepala Subdinas Pengolahan Data Perkara Pidana Khusus dan

Pelanggaran HAM (Kasubdis Lahkaraham).

3) Kepala Subdinas Penelitian dan Pengembangan (Kasubdis

Litbang).

h. Oditurat Militer Tinggi (Otmilti), Oditurat Militer (Otmil) dan

Oditurat Militer Pertempuran (Otmilpur) tidak mengalami perubahan

tetap disesuaikan daerah hukum Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti),

Pengadilan Militer (Dilmil) dan Pengadilan Militer Pertempuran

(Dilmilpur).

Sesuai dengan uraian di atas mengenai upaya bersifat kelembagaan

adalah dengan menyatukan wewenang kendali Oditurat Jenderal TNI berada

langsung di bawah Panglima TNI baik secara pembinaan prosedur

administrasi dan finansial maupun secara teknis yustisial. Hal ini sangat

Page 158: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

139

sejalan dengan asas-asas di bidang pengorganisasian militer, yaitu asas

komando tunggal (unity of command), asas pembagian tugas yang serasi

(homogenus assignment), asas delegasi kekuasaan (delegation of authority)

dan asas rantai komando (chain of command) . Dengan beralihnya pembinaan

Oditurat Jenderal TNI dari Badan Pembina Hukum TNI kepada Panglima

TNI , serta adanya Perwira Penghubung TNI (LO TNI) ditempatkan di

Kejaksaan Agung Republik Indonesia guna memudahkan koordinasi di

bidang penuntutan, diharapkan lembaga Oditurat sebagai naungan para

Oditur Militer lebih memiliki independensi daripada sebelumnya dan terbebas

dari berbagi bentuk intervensi, sehingga mampu menjalankan tugas dan

fungsi dengan mengedepankan nilai-nilai kejujuran, kebenaran dan keadilan.

Page 159: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

140

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab III dan bab IV

sebelumnya, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Oditur Militer dalam melaksanakan fungsinya di Oditurat Militer III-14

Denpasar menjadi tidak independen dengan adanya kebijakan rencana

tuntutan dari Orjen TNI yang berlaku sejak tahun 2006, dikarenakan

Oditur Militer yang seharusnya lebih mengetahui fakta-fakta hukum

yang terjadi di Persidangan Militer secara utuh, tetapi pada saat

membuat tuntutan pidana kepada terdakwa keputusannya menjadi

sangat tergantung kepada keputusan atasannya/Orjen TNI, sehingga

Oditur Militer tidak dapat menentukan besaran tuntutan secara mandiri

sesuai hati nuraninya dalam perkara yang menjadi tanggung jawabnya.

2. Upaya-upaya dalam mewujudkan Oditur Militer yang memiliki

independensi dalam sistem peradilan militer di Indonesia dilakukan

dengan 2 cara, yaitu :

a. Upaya-upaya yang bersifat teknis yang harus terbagi dalam 3

bidang, yaitu bidang teknis penuntutan, bidang pengendalian dan

pengawasan, serta bidang pendidikan dan latihan.

1) Bidang teknis penuntutan dengan adanya pedelegasian

kewenangan terhadap pengendalian rencana tuntutan dari

140

Page 160: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

141

Orjen TNI kepada Kepala Oditurat Militer/Oditurat Militer

Tinggi dalam perkara yang ancaman pidananya kurang dari 5

tahun penjara. Selain itu harus adanya peraturan tentang

pedoman tuntutan pidana dalam perkara tindak pidana yang

dijadikan acuan oleh setiap Oditur Militer dalam menentukan

besaran tuntutan pidana.

2) Bidang pengendalian dan pengawasan terhadap kinerja

Oditur Militer di setiap Oditurat dilakukan secara maksimal

oleh Kepala Oditurat yang bersangkutan, melalui laporan

berkala yang dikirimkan kepada Orjen TNI. Apabila

ditemukan tuntutan yang diduga tidak sesuai dengan

ketentuan, maka Orjen TNI dapat melakukan eksaminasi dan

evaluasi terhadap tuntutan Oditur Militer, sehingga jika

ditemukan unsur kesengajaan atau adanya motivasi lain yang

dilakukan Oditur Militer dengan menuntut ringan terdakwa,

maka Oditur Militer yang bersangkuan dapat berikan sanksi

tegas.

3) Bidang Pendidikan dan Pelatihan, guna meningkatkan

kemampuan setiap Oditur Militer dalam bidang penuntutan,

maka diperlukan kerja sama yang terpadu antara TNI dengan

Kejaksaan Agung RI, sehingga TNI dapat mengirimkan

Oditur Militer untuk mengikuti setiap ada pendidikan dan

pelatihan yang diadakan oleh Badiklat Kejagung RI.

Page 161: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

142

b. Upaya yang bersifat kelembagaan guna menjadikan Oditur

Militer yang memiliki independensi dalam sistem peradilan

Militer di Indonesia adalah dengan menyatukan wewenang

kendali Oditurat Jenderal TNI berada langsung di bawah

Panglima TNI baik secara pembinaan prosedur administrasi dan

finansial maupun secara teknis yustisial.

5.2. Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, adapun saran yang dapat

dikemukakan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Agar Orjen TNI untuk mengkaji ulang terhadap kebijakan rencana

tuntutan yang telah diberlakukan sejak tahun 2006 dan terkait rencana

penuntutan menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Panglima

TNI Nomor Perpang/5/II/2009 tanggal 27 Pebruari 2009 yang terdapat

pada Bab V angka 28 huruf h tentang tuntutan, sehingga mampu

memberi marwah bagi independensi Oditur Militer selaku penuntut

umum di lingkungan TNI untuk bersikap profesional, mandiri dan

mampu bertanggung jawab penuh terhadap perkara yang ditangani.

2. Agar Pimpinan TNI memperbaiki mekanime teknis di bidang

penuntutan, pengendalian dan pengawasan serta pendidikan dan

pelatihan bagi Oditur Militer, serta secara kelembagaan agar melakukan

kajian yang utuh guna menyatukan wewenang kendali Oditurat Jenderal

TNI berada langsung dibawah Panglima TNI serta menempatkan

Page 162: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

143

Perwira Penghubung TNI (LO TNI) di Kejaksaan Agung agar

memudahkan koordinasi dalam bidang penuntutan.

Page 163: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

144

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdussalam, H.R. dan Desasfuryanto, Adri, 2012, Sistem Peradilan Pidana,

Penerbit PTIK, Jakarta.

Ali, Chaidir, 1978, Yurisprudensi Tentang Perbuatan Melanggar Hukum Oleh

Penguasa (Onrechtmatige Overheidaad), Penerbit Bina Cipta,

Bandung.

Ali, Ahmad, 2004, Sosiologi Hukum : Kajian Empiris Terhadap Pengadilan,

Penerbit BP IBLAM, Jakarta.

Ashsofa, Burhan, 2001, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Arief, Barda Nawawi, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum

Pidana Dalam Penenggulangan Kejahatan, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta.

, 2010, Perbandingan Hukum Pidana, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

, 2011, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif

Kajian Perbandingan, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Atmasasmita, Romli, 2005, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT. Refika

Aditama, Bandung.

, 2010, Sistem Peradilan Pidana Kontenporer, Kencana

Predana Media Grup, Jakarta.

, 2000, Pengantar Hukum Pidana Internasional, PT Refika

Aditama, Bandung.

Bhatia, K.L., 2010, Legal Language and Legal Writing, Universal Law Publishing

Co., New Delhi India.

Bruggink, J.J.H., 1999, Refleksi Tentang Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Cohen, Morris L. dan Olson, Kent C., 2000, Legal Research In A Nutshell, West

Group, ST. Paul, Minn.

Cotterrel, Roger, 2012, Sosiologi Hukum, Penerbit Nusa Media, Bandung.

Page 164: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

145

De Cruz, Peter, 2010, Perbandingan Sistem Hukum, Penerbit Nusamedia,

Bandung.

Fajar, Mukti dan Achmad, Yulianto, 2007, Dualisme Penelitian, Pensil Komunika,

Yogyakarta.

Friedman, Lawrence M.,1984, American Law An Introduduction, WW. Norton and

Company, New York.

Friedmann W., 1990, Teori & Filsafat Hukum ; Telaah Kritis Atas Teori-Teori

Hukum (Susunan I), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

, 1994, Teori & Filsafat Hukum ; Idealisme Filosofis &

Problematika Keadilan (Susunan II), PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

, 1994, Teori & Filsafat Hukum ; Hukum & Masalah-Masalah

Kontemporer (Susunan III), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Harjon, Philipus M. dan Djamiati, Tatiek Sri, 2005, Argumentasi Hukum (Legal

Argumentation/Legal Reasoning), Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Hart, H.L.A, 1997, The Concept of Law, Oxford University Press, New York.

Ibrahim, Johnny, 2007, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,

Bayumedia Publishing, Malang.

Ikahi, 2012, Varia Peradilan : Majalah Hukum Tahun XXVII No. 323 Oktober

2012, Penerbit Ikatan Hakim Indonesia, Jakarta Pusat.

Kelsen, Hans, 2011, Teori Hukum Murni Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif,

Nusamedia, Bandung.

Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta.

McCoubrey, Hilaire, and White, Nigel D., 1996, Jurisprudence, Blackstone Press

Limited, London.

Mertokusumo, Sudikno , 2004, Penemuan Hukum, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Narbuko, Cholid dan Achmadi, H. Abu, 2004, Metodologi Penelitian, Bumi

Aksara, Jakarta.

Ngani, Nico, 1985, Mengenal Hukum Acara Pidana, Penerbit : Liberty,

Yogyakarta.

Page 165: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

146

Rahardjo, Satjipto, 1977, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan

Ilmu Hukum, Penerbit Alumni, Bandung.

, 2012, Ilmu Hukum, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Salam, Moch. Faisal, 2006, Hukum Pidana Militer Di Indonesia, Penerbit Mandar

Maju, Bandung.

Sianturi, S.R., 2010, Hukum Pidana Militer Di Indonesia, Babinkum TNI,

Jakarta.

, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya,

Babinkum TNI, Jakarta.

, 2012, Tindak Pidana Di KUHP Berikut Uraiannya, Babinkum

TNI, Jakarta.

, 2014, Hukum Penitensia Di Indonesia, Babinkum TNI, Jakarta.

Sidharta, B. Arief, 2000, Apakah Teori Hukum Itu, Fakultas Ilmu Hukum

Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 2014, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta.

, 2004, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Soepomo, R., 1983, Sistem Hukum di Indonesia, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Soeroso, R., 2010, Hukum Acara Khusus : Kompilasi Ketentuan Hukum Acara

Dalam Undang-Undang, Sinar Grafika, Jakarta.

Suharto, R.M., 1997, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, Sinar Grafika, Jakarta

Timur.

Sunarso, Siswanto, 2012, Viktimologi Dalam Sistem Peradilan Pidana, Sinar

Grafika, Jakarta Timur.

Sunggono, Bambang, 2006, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Sutherland, Edwin H., 1973, On Analyzing Crime, The University Of Chicago

Press, Chicago and London.

Page 166: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

147

Tanya, Bernard L., 2010, Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan

Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta.

Waluyo, Bambang, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika,

Jakarta.

Widnyana, I Made, 2013, Hukum Pidana Adat Dalam Pembaharuan Hukum

Pidana, PT. Fikahati Aneska, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan

Militer (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor

84).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 140).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan

Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2000 Nomor 208).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor

3).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara

Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004 Nomor 127).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum

Disiplin Militer (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 257).

Page 167: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

148

TESIS

Alifah, Siti, 2007, “Sistem Peradilan Militer dengan Berlakunya Undang-Undang

Nomor 34 Tahun 2004.” (tesis), Program Pasca Sarjana Program

Studi Magister Hukum Universitas Udayana, Denpasar.

Iriani, AAA. Oka Putu Dewi, 2007, “Wewenang Peradilan Militer dalam

Mengadili Prajurit TNI Dengan Berlakunya Undang-Undang

Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.” (tesis), Program Pasca Sarjana

Program Studi Magister Hukum Universitas Udayana, Denpasar.

Supriyadi, 2004, “Kebijakan Legislatif Hukum Pidana Militer di Indonesia.”

(tesis), Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Hukum

Universitas Diponegoro, Semarang.

ARTIKEL DALAM FORMAT ELEKTRONIK

Http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2, diunduh pada hari Sabtu, 27 September 2014,

jam 08.00 Wita.

Http://www.politikindonesia.com/hukum/rencana-tuntutan-bisa-jadi-komoditas,

diunduh pada hari Sabtu, 03 Mei 2014, jam 04.00 Wib.

Page 168: independensi oditur militer tentara nasional indonesia (tni) dalam

149

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Letkol Chk Sumantri, SH.

Tempat, tanggal lahir : Klaten, 19 Agustus 1964

Jabatan : Kapok Ormil Otmil III-14 Denpasar

Alamat : Kantor Oditurat Militer III-14 Denpasar,

Jl. Raya Puputan Renon No. 7 Denpasar

2. Nama : Mayor Chk Reman, SH., MH.

Tempat, tanggal lahir : Sukoharjo, 19 Januari 1972

Jabatan : Kasilahkara Otmil III-14 Denpasar

Alamat : Kantor Oditurat Militer III-14 Denpasar,

Jl. Raya Puputan Renon No. 7 Denpasar

3. Nama : Mayor Laut (KH) I Made Adnyana, SH.

Tempat, tanggal lahir : Tabanan, 21 Juni 1970

Jabatan : Kasitut Otmil III-14 Denpasar

Alamat : Kantor Oditurat Militer III-14 Denpasar,

Jl. Raya Puputan Renon No. 7 Denpasar