Upload
duongphuc
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2015
Nomor ISSN : -
Nomor Publikasi : 3403.16.27
Katalog BPS : 4102002.3403
Ukuran Buku : 21 x 29,7 cm
Jumlah Halaman : vi rumawi + 53 halaman
Naskah :
Nur Hidayati, S.ST
Editor:
Amir Mishbahul Munir, S.ST, M.Si
Gambar Kulit :
Buhari Muslim, S.ST
Diterbitkan oleh :
BPS Kabupaten Gunungkidul
Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya.
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 i
SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN DAERAH
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari
pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya
untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal
ini tampaknya merupakan suatu kenyataan sederhana. Tetapi hal ini seringkali
terlupakan oleh berbagai kesibukan untuk memberikan perhatian utama pada
pertumbuhan ekonomi saja.
Upaya pemberdayaan manusia secara komprehensif merupakan tujuan utama
pembangunan serta menjadi indikator keberhasilan pembangunan itu sendiri. Buku ini
membahas aspek pembangunan manusia sebagai sasaran pembangunan dengan
maksud sebagai bahan evaluasi hasil pemberdayaan manusia yang telah dicapai.
Dengan terwujudnya publikasi ini, atas bantuan dan kerjasama semua pihak yang
terlibat, saya ucapkan terima kasih.
Wonosari, November 2016
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Gunungkidul
Kepala,
Ir. Syarief Armunanto, M.M.
NIP. 19590728 199003 1 003
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 ii
Publikasi Indeks Pembangunan Manusia (Metode Baru) Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 ini
merupakan publikasi tahunan Badan Pusat Statistik (BPS). Secara garis besar publikasi ini memberikan
gambaran umum mengenai kondisi pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul tahun 2015.
Adapun data dan informasi yang disajikan terdiri dari situasi pembangunan manusia di Kabupaten
Gunungkidul, hasil penghitungan besaran IPM beserta komponen-komponen serta perkembangannya, dis-
paritas IPM antar wilayah, dan posisi absolut antar wilayah dalam pembangunan ekonomi dan pem-
bangunan manusia secara simultan.
Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi hingga terbitnya publikasi ini, kami sampaikan terima
kasih. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masa mendatang.
Wonosari, September 2015
Badan Pusat Statistik
Kabupaten Gunungkidul
Kepala,
Drs. Sumarwiyanto
NIP. 196707131993031001
KATA PENGANTAR
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 iii
Kata Pengantar i Daftar Isi ii Daftar Tabel iv Daftar Gambar vi I. Pendahuluan 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Penulisan 4 1.3 Manfaat Penulisan 5 1.4 Sistematika Penulisan 5 II. Metodologi 7 2.1 Sejarah Penghitungan IPM 7 2.2 Sumber Data 7 2.3 Metode Penyusunan Indeks 8 2.4 Besaran Skala IPM 13 III. KONDISI UMUM PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL 2015 14 3.1 Kependudukan 14 3.2 Kondisi Kesehatan 19 3.2.1 Sarana Kesehatan 19 3.2.2 Derajat Kesehatan Masyarakat 23 3.3 Kondisi Pendidikan 30 3.3.1 Harapan Lama Sekolah 32 3.3.2 Rata-rata Lama Sekolah 33 3.3.3 Tingkat Partisipasi Sekolah 34 3.3.4 Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan 35 3.4 Kondisi Perekonomian 36 3.4.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 37 3.4.2 Struktur Ekonomi Regional 37 3.4.3 Pertumbuhan Ekonomi 39 3.4.4 PDRB per Kapita 40 IV Perkembangan Komponen IPM 42 4.1 Perkembangan Kesehatan 42 4.2 Perkembangan Pendidikan 44 4.2.1 Perkembangan Harapan Lama Sekolah 44 4.2.2 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah 45 4.3 Perkembangan Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan 46 4.4 Perkembangan IPM 48 4.5 Pertumbuhan IPM 49
V Disparitas IPM Antar Wilayah 50
VI Penutup 52
DAFTAR ISI
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 iv
No Judul Tabel Hal.
2.1 Dimensi, Indikator dan Indeks Pembangunan Manusia Metode Lama dan
Metode Baru 8
2.2 Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Dalam Penghitungan IPM 11
2.3 Klasifikasi Capaian IPM 13
3.1 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, dan Posyandu di
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 20
3.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2015 27
3.3 Rasio Jumlah Penduduk Terhadap Jumlah Dokter /Tenaga Kesehatan-
Menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul 28
3.4 Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2011-2015 (persen) 38
5.1 Indikator IPM Kabupaten Gunungkidul 2011-2015 50
5.2 Perbandingan Nilai IPM Kabupaten Gunungkidul dengan Daerah Lainnya di
Provinsi D I Yogyakarta 51
DAFTAR TABEL
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 v
No. Judul Gambar Hal. 3.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Gunungkidul Tahun 2010-2015 14
3.2 Kepadatan Penduduk/Km2 Gunungkidul Tahun 2015 15
3.3 Piramida Penduduk Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 17
3.4 Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2015 18
3.5 Persentase Tenaga Penolong Kelahiran Terakhir di Gunungkidul Tahun 2015 24
3.6 Persentase Penggunaan Imunisasi Pada Balita di Kabupaten Gunungkidul Tahun
2015 25
3.7 Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Kabupaten Gunung-
kidul Tahun 2015 26
3.8 Persentase Penduduk yang berobat jalan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 27
3.9 Persentase Alasan Utama Penduduk Tidak Berobat Jalan di Kabupaten Gunungkid-
ul Tahun 2015 27
3.10 Persentase Sumber Air Utama yang Digunakan Rumah Tangga untuk Minum di
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 28
3.11 Persentase Jarak Air Sumur/Pompa/Mata Air untuk Minum ke Tempat Penampun-
gan Limbah di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 29
3.12 Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 29
3.13 Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2011-2015 33
3.14 Angka Partisipasi Murni(APM) Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-2015 35
3.15 Persentase Penduduk 10 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan yang Dita-
matkan dan Jenis Kelamin Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 36
3.16 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-2015 (%) 40
3.17 PDRB per Kapita ADHB Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-2015 (Juta
Rupiah) 41
4.1 Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-2015 44
4.2 Harapan Lama Sekolah (HLS) Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-2015 45
4.3 Rata Lama Sekolah (RLS) Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-2015 46
4.4 Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-
2015 47
4.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-
2015 48
4.6 Pertumbuhan IPM di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-2015 49
DAFTAR GAMBAR
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinerja perekonomian suatu daerah seringkali diukur dengan besarnya Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dan parameter keberhasilan kinerja ekonomi yang identik dengan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Menurut Konferensi Internasional bertema Asia 2015 di London pada 6-7 Maret 2006 paradig-
ma tersebut tidak selamanya efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan menekan angka pengangguran
bila tidak diikuti oleh pemerataan distribusi pendapatan.
Besaran PDRB Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 atas dasar harga berlaku mencapai Rp
13,83 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 11,15 triliun. Sementara pertum-
buhan ekonomi Gunungkidul tahun 2015 sebesar 4,81 persen terhadap tahun 2014 (year on year). Pada
tahun 2014 kategori jasa keuangan dan asuransi memiliki laju pertumbuhan ekonomi tertinggi akan tetapi
pada tahun 2015 ini kategori jasa lainnya mengambil alih posisi pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu
sebesar 8,65 persen.
Persentase penduduk miskin di Gunungkidul tahun 2015 mencapai 21.73 persen. Angka ini merupa-
kan angka tertinggi jika di bandingkan dengan kabupaten/kota se D I Yogyakarta. Sedangkan persentase
penduduk miskin terendah berada di Kabupaten Sleman, dimana persentasenya hanya 9,46 persen.
Indikator penting ketenagakerjaan yang sering mendapatkan perhatian adalah terkait isu penganggu-
ran. Jumlah pengangguran pada Agustus 2015 sebanyak 11.526 orang sedangkan jumlah angkatan kerja
di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 397.984 orang. Dengan membadingkan jumlah pengangguran ter-
hadap jumlah angkatan kerja didapatkan Tingkat Pngangguran Terbuka Di kabupaten Gunungkidul pada
Agustus 2015 yaitu sebesar 2,90 persen
Kinerja perekonomian yang diukur melalui besaran nilai PDRB agar dapat dinikmati sebesar-besarnya
oleh seluruh masyarakat, maka pendapatan tersebut harus terdistribusi secara merata. Pengukuran
seberapa besar kemerataan atau ketimpangan distribusi pendapatan/pengeluaran konsumsi masyarakat
dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien gini ratio. Bila diperbandingkan, diperoleh fakta bahwa
gini ratio tahun 2015 di Kabupaten Gunungkidul ketimpangan distribusi pendapatan semakin tinggi. Hal ini
dijelaskan oleh nilai koefisien gini ratio yang mengalami peningkatan dari 0,29 di tahun 2014 menjadi 0,31
di tahun 2015.
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 2
Tingkat kemerataan pendapatan menurut Bank Dunia dengan mengelompokkan menjadi 40 persen
penduduk berpendapatan rendah, 40 persen penduduk berpendapatan menengah dan 20 persen
penduduk berpendapatan teratas juga menggambarkan kondisi yang serupa. Ketidakmerataan pendapa-
tan terutama terjadi pada kelompok 40 persen penduduk berpendapatan rendah dan 20 persen berpenda-
patan teratas. Pada tahun 2015 pada kelompok berpendapatan rendah, distribusi pendapatan yang se-
mestinya diterima 40 persen penduduk ternyata hanya 21.20 persen. Sementara pada kelompok
penduduk dengan pendapatan teratas yang semestinya menerima distribusi pendapatan sebesar 20 per-
sen ternyata pada kelompok ini menikmati 41.01 persen dari total pendapatan.
Pertumbuhan ekonomi Gunungkidul 2015 lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi D I Yogyakarta
(4,94). Relatif tingginya capaian pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gunungkidul dinilai belum berkualitas
karena disisi lain persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka masih tergolong tinggi.
Disamping itu koefisien gini ratio yang tidak mengalami perbaikan yang signifikan menggambarkan distri-
busi pendapatan yang tidak merata.
Penjelasan diatas menggambarkan bahwa pengukuran keberhasilan pembangunan yang hanya
didasarkan pada tingginya angka pertumbuhan ekonomi saja dirasakan kurang efektif. Diperlukan sebuah
parameter lainnya yang bersama-sama dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan pembangunan
disuatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Kemudian muncullah sebuah paradigma untuk mengukur
keberhasilan pembangunan dari sisi manusia atau lebih dikenal dengan pembangunan manusia.
Mengapa pembangunan manusia?. Banyak alasan mengapa pembangunan manusia mendapatkan
tempat yang istimewa dalam program pembangunan. Dalam sejarah didunia terbukti bahwa sangat jarang
negara yang mampu berkembang dan tumbuh hanya dengan mengandalkan sumber daya alam yang di-
milikinya. Korea Selatan dan Korea Utara adalah sebuah contoh kontras keberhasilan dan kegagalan
pembangunan. Korea Utara jauh tertinggal dibandingkan dengan Korea Selatan yang miskin sumber daya
alam tetapi sukses dalam mengembangkan sumber daya manusia. Disamping itu pengalaman menunjuk-
kan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dianggap mampu mengurangi kemiskinan menjadi kurang efektif
tanpa diimbangi dengan pengurangan kesenjangan pendapatan. Fakta lainnya yaitu di Amerika Latin
membuktikan bahwa tingginya tingkat kemiskinan dan kesenjangan pendapatan telah menghambat poten-
si-potensi pertumbuhan ekonomi. Masalah itu sebagian besar timbul karena negara-negara Amerika Latin
cenderung mengabaikan investasi pada manusia, khususnya rumah tangga miskin. Akibatnya, saat kes-
empatan ekonomi meluas, kelompok rumah tangga ini tertinggal dan pada gilirannya menimbulkan masa-
lah sosial.
Perbaikan kesenjangan hanya bisa dicapai dengan melakukan investasi pada pembangunan manu-
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 3
sia, baik dalam meningkatkan akses dan kualitas di bidang pendidikan maupun meningkatkan akses,
kualitas, dan layanan di bidang kesehatan.
Pembangunan manusia adalah suatu proses memperluas pilihan-pilihan bagi manusia. Di antara
pilihan-pilihan hidup yang terpenting adalah pilihan untuk hidup sehat, untuk menikmati umur panjang
dan sehat, untuk hidup cerdas, dan berkehidupan mapan.
Paradigma pembangunan manusia terdiri dari empat komponen utama, yaitu:
• Produktivitas. Masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas mereka dan berpartisipasi
secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu,
pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia.
• Ekuitas. Masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua
hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat ber-
partisipasi di dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan-kesempatan ini.
• Kesinambungan. Akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk
generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manu-
sia, lingkungan hidup harus dilengkapi.
• Pemberdayaan. Pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat, dan bukan tanpa mereka.
Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses yang
mempengaruhi kehidupan mereka.
Tingkat capaian pembangunan manusia telah mendapatkan perhatian dari penyelenggara negara
agar hasil-hasil pembangunan tersebut dapat diukur dan dibandingkan. Terdapat berbagai ukuran pem-
bangunan manusia yang telah dibuat, namun tidak seluruhnya dapat dijadikan sebagai sebuah ukuran
standar yang dapat digunakan untuk perbandingan antar waktu dan antar wilayah. Oleh karena itulah
Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan sebuah ukuran standar pembangunan manusia yang dapat
digunakan secara internasional yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI). Indeks komposit ini terbentuk atas empat komponen indikator, yaitu angka harapan hidup,
harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita disesuaikan. Indikator angka
harapan hidup merefleksikan dimensi hidup sehat dan umur panjang. Indikator harapan lama sekolah
dan rata-rata lama sekolah merepresentasikan output dari dimensi pendidikan. Indikator pengeluaran per
kapita disesuaikan untuk menjelaskan dimensi hidup layak.
Luasnya cakupan pembangunan manusia menjadikan peningkatan IPM sebagai manifestasi dari
pembangunan manusia. Hal ini dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 4
dan memperluas pilihan-pilihan manusia (enlarging the choice of the people). Dua faktor penting yang
dinilai efektif dalam pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan. Kedua faktor ini merupa-
kan kebutuhan dasar manusia untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
Capaian pembangunan manusia yang tinggi diperlukan sebuah percepatan untuk mendapatkan hasil
yang optimal bagi tiap daerah. Berdasarkan pengalaman pembangunan manusia di beberapa negara,
untuk mempercepat pembangunan manusia dapat dilakukan dengan distribusi pendapatan yang merata
dan alokasi belanja publik yang memadai untuk bidang pendidikan dan kesehatan. Sebagai contoh
sukses adalah Korea Selatan yang tetap konsisten mengaplikasikan dua hal tersebut. Sebaliknya Brazil
harus mengalami kegagalan karena ketimpangan distribusi pendapatan dan alokasi belanja publik yang
kurang memadai untuk bidang pendidikan dan kesehatan (UNDP, Bappenas, BPS, 2004).
Perhatian pemerintah Indonesia akan isu perkembangan pembangunan manusia kini semakin baik.
Hal ini ditandai dengan dijadikannya IPM sebagai salah satu alokator Dana Alokasi Umum (DAU) untuk
mengatasi kesenjangan keuangan antar wilayah (fiscal gap) dan memacu percepatan pembangunan di
daerah. Alokator lain yang digunakan untuk mendistribusikan DAU adalah luas wilayah, jumlah
penduduk, Produk Domestik Regional Bruto, dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Dengan adanya
DAU diharapkan daerah yang mempunyai IPM rendah mampu untuk mengejar ketertinggalannya dari
daerah lain yang mempunyai IPM lebih baik karena memperoleh alokasi dana yang berlebih. Namun hal
ini tergantung pada kebijakan dan strategi pembangunan dari masing-masing daerah apakah mampu
memanfaatkan kucuran dana yang ada untuk mencapai hasil pembangunan khususnya pembangunan
manusia secara lebih baik.
Publikasi “Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015” ini diharapkan mam-
pu memberikan gambaran tentang kondisi, posisi dan perkembangan pembangunan manusia serta kom-
ponen-komponen penyusunnya dibandingkan dengan daerah lain dan periode sebelumnya.
1.2 Tujuan Penulisan
Secara umum publikasi ini menyajikan data dan analisis indeks pembangunan manusia di Kabupat-
en Gunungkidul tahun 2015. Untuk melihat perkembangan dan keterbandingan antar waktu serta wila-
yah, umumnya data disajikan dari tahun 2012-2015 untuk membandingkan dengan kondisi sebelumnya
serta disajikan menurut kabupaten/kota.
Secara khusus, tujuan dari penulisan publikasi ini adalah:
1. Memberikan gambaran kondisi umum pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul dari tahun
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 5
ke tahun.
2. Menyajikan analisis indeks pembangunan manusia dan perkembangannya serta komponen-
komponen indeks pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul dari tahun ke tahun.
3. Menyajikan analisis disparitas pembangunan manusia antar wilayah di Kabupaten Gunungkidul tahun
2015.
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dari penyusunan publikasi ini adalah:
1. Tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan dalam memantau proses pembangunan manusia di
Kabupaten Gunungkidul secara berkesinambungan.
2. Selain sebagai sumber informasi dalam pemantauan pembangunan manusia, data dan informasi da-
lam publikasi ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam perencanaan pembangunan manu-
sia pada tahap pembangunan selanjutnya.
3. Publikasi ini dapat dijadikan rujukan atau referensi keilmuan bagi masyarakat pendidikan.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 disusun
menjadi beberapa bab dan diorganisasikan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan merupakan bab permulaan yang dimulai dengan latar belakang pentingnya
penyusunan publikasi yang menggambarkan proses pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat.
Ulasan selanjutnya dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat dari publikasi ini. Bab ini ditutup dengan siste-
matika penulisan.
Bab II Metodologi mengulas sumber data, sejarah penghitungan IPM dan metode penyusunan indeks.
Metode penghitungan masing-masing komponen IPM juga disertakan dalam sub bab metode penghi-
tungan IPM.
Bab III Kondisi Umum Pembangunan Manusia di Kabupaten Gunungkidul memberikan gambaran
secara lengkap hasil-hasil pembangunan manusia. Pembahasan difokuskan bidang pendidikan,
kesehatan dan perekonomian.
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 6
Bab selanjutnya yakni Bab IV menganalisis perkembangan komponen IPM. Pembahasan diperluas
dengan melakukan komparasi pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul dengan nasional, pem-
bahasan perkembangan IPM dan pertumbuhan IPM.
Bab V mengulas disparitas IPM antar wilayah. Didalamnya dapat diketahui bagaimana posisi relatif
IPM kabupaten/kota di tingkat provinsi dan posisi relatif provinsi di tingkat nasional. Analisis dsiparitas
IPM diperdalam dengan menggunakan indeks disparitas.
Publikasi ini ditutup dengan Bab VI. Bab Penutup ini terdiri dari sub bab kesimpulan dan saran yang
berisi ringkasan dari paparan pada Bab III hingga Bab V sekaligus sebagai jawaban atas tujuan dari
penyusunan publikasi ini.
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 7
BAB II METODOLOGI
2.1 Sejarah Penghitungan IPM
IPM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui
laporan pembangunan manusia (Human Development Report) dengan tujuan untuk mengetahui perkem-
bangan pembangunan kualitas manusia di 177 negara.
Di Indonesia, pemantauan pembangunan manusia mulai dilakukan pada tahun 1996. Laporan pem-
bangunan manusia tahun 1996 memuat informasi pembangunan manusia untuk kondisi tahun 1990 dan
1993. Cakupan laporan pembangunan manusia terbatas pada level provinsi. Mulai tahun 1999, informasi
pembangunan manusia telah disajikan sampai level kabupaten/kota.
Penghitungan IPM di seluruh Indonesia pada tahun 2015 menggunakan metode baru. Alasan per-
tama yang dijadikan dasar perubahan metodologi penghitungan IPM adalah ada beberapa indikator su-
dah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Kedua, penggunaan rumus rata-rata aritmatik
dalam penghitungan IPM metode lama dianggap sudah tidak sesuai. Penggunaan rumus rata-rata arit-
matik pada IPM metode lama tersebut mengakibatkan ada informasi yang tertutup dikarenakan capaian
yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain.
2.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam publikasi ini adalah:
1. Angka harapan hidup saat lahir (Sensus Penduduk 2010-SP2010, Proyeksi Penduduk).
2. Angka harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah (Survei Sosial Ekonomi Nasional-
SUSENAS).
3. PNB per kapita tidak tersedia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sehingga diproksi dengan
pengeluaran per kapita disesuaikan menggunakan data SUSENAS.
4. Penentuan nilai maksimum dan minimum menggunakan Standar UNDP untuk keterbandingan glob-
al, kecuali standar hidup layak karena menggunakan ukuran rupiah.
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 8
2.3 Metode Penyusunan Indeks
IPM mengukur pencapaian pembangunan manusia dalam tiga dimensi. Ketiga dimensi tersebut ada-
lah dimensi umur panjang dan sehat, dimensi pengetahuan dan kehidupan yang layak.
Tabel 2.1 Dimensi, Indikator dan Indeks Pembangunan Manusia Metode Lama dan Metode Baru
Angka harapan hidup pada saat lahir (Life Expectancy - E0)
Angka harapan hidup pada saat lahir adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asum-
si tidak ada perubahan pola mortalitas menurut kelompok umur. Adapun langkah-langkah penghitungan
angka harapan hidup adalah:
a. Mengelompokkan umur wanita dalam interval 15 – 19, 20 – 24, 25 – 29, 30 – 34, 35 – 39, 40 – 44,
dan 45 – 49 tahun.
b. Menghitung rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin
menurut kelompok umur pada huruf a di atas.
c. Input rata-rata anak lahir hidup dan anak masih hidup pada huruf b pada paket program MORTPACK
sub program CEBCS.
d. Gunakan metode Trussel untuk mendapatkan angka harapan hidup saat lahir. Referensi waktu yang
digunakan 3 atau 4 tahun sebelum survei.
e. Untuk mendapatkan proyeksi angka harapan hidup dilakukan berdasarkan tren SDKI.
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 9
Rata-rata lama sekolah - RLS (Mean Years of Schooling - MYS)
Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berumur 25
tahun atau lebih untuk menempuh suatu jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Langkah-
langkah penghitungan rata-rata lama sekolah sebagai berikut:
a. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun.
b. Cakupan penduduk yang dihitung RLS adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas.
c. RLS dihitung untuk usia 25 tahun ke atas dengan asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan
sudah berakhir.
d. Penghitungan RLS pada usia 25 tahun ke atas juga mengikuti standard internasional yang
digunakan oleh UNDP.
e. Menghitung rata-rata lama sekolah dengan melakukan agregat data menggunakan fungsi mean.
Untuk menghitungnya dapat menggunakan paket Program SPSS.
Harapan Lama Sekolah – HLS (Expected Years of Schooling – EYS)
a. Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang
diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang.
b. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jen-
jang.
c. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib
belajar.
d. Untuk mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS dikoreksi dengan siswa
yang bersekolah di pesantren.
e. Sumber data pesantren yaitu dari Direktorat Pendidikan Islam.
HLS dihitung dengan formula sebagai berikut:
n
ait
i
t
it
a
PEFKHLS
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 10
Keterangan:
: Harapan Lama Sekolah pada umur a di tahun t
: Jumlah Penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t
: Jumlah Penduduk usia i pada tahun t
FK : Faktor koreksi pesantren
Pengeluaran per Kapita Disesuaikan
a. Menghitung standar hidup layak didekati dengan pengeluaran per kapita disesuaikan yang diten-
tukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli.
b. Rata-rata pengeluaran per kapita setahun diperoleh dari Susenas Modul, dihitung dari level provinsi
hingga level kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar
2012=100. Formulanya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
: Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun atas dasar harga konstan 2012
: Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun pada tahun t
IHK(t,2012) : IHK tahun t dengan tahun dasar 2012
c. Perhitungan paritas daya beli (PPP) pada metode baru menggunakan 96 komoditas dimana 66 ko-
moditas merupakan makanan dan sisanya merupakan komoditas non makanan. Metode penghi-
tungannya menggunakan Metode Rao dengan formula sebagai berikut:
Keterangan : PPP : Paritas daya beli
Pik : Harga komoditas i di Jakarta Selatan
pij : Harga komoditas i di kab/kota j
m : Jumlah komoditas
t
aHLS
Et
i
Pt
i
mm
i ik
ij
jP
PPPP
1
1
100)2012,(
'*
t
tt
IHK
YY
*
tY
'
tY
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 11
d. menghitung pengeluaran per kapita disesuaikan dengan rumus berikut:
: Rata-rata pengeluaran per kapita disesuaikan
: Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun atas dasar harga
konstan 2012
Menghitung IPM
a. Setelah masing-masing komponen IPM dihitung, maka masing-masing indeks dihitung dengan per-
samaan:
X(i,j) = Indeks komponen ke-i dari kabupaten ke –j;
X(i-min) = Nilai minimum dari Xi
X(i-maks) = Nilai maksimum dari Xi
Nilai maksimum dan minimum dare masing-masing indeks tercantum pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.2 Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Dalam Penghitungan IPM
PPP
YY t
t
*
**
**
tY
*
tY
min)()(
min)(),(
imaksi
iji
j)( i,XX
XXX Indeks
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 12
min
min
AHHAHH
AHHAHHI
maks
kesehatan
b. Menghitung indeks per dimensi:
Indeks Kesehatan:
Indeks Pengetahuan
Dimana:
Indeks Hidup Layak
c. Nilai IPM dapat dihitung sebagai berikut:
d. Menghitung Pertumbuhan IPM : digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam
suatu kurun waktu tertentu.
Keterangan:
IPMt : IPM suatu wilayah pada tahun t
IPMt-1 : IPM suatu wilayah pada tahun (t-1)
2
RLSHLSnpengetahua
III
IHLS =
IRLS =
(HLS – HLSmin) /(HLSmaks— HLSmin); dan
(RLS – RLSmin) /(RLSmaks— RLSmin)
)ln()ln(
lnln
minpendapatanpendapatan
pendapatanpendapatanI
maks
minlayak hidup
3layak hiduppendidikankesehatan IIIIPM
100
1
1
t
tt
IPM
IPMIPMIPM nPertumbuha
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 13
2.4 Besaran Skala IPM
IPM suatu wilayah dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori. Keempat kelompok itu adalah
(UNDP, 2010):
Tabel 2.3 Klasifikasi Capaian IPM
No Klasifikasi Capaian IPM
(1) (2) (3)
1 Sangat Tinggi IPM ≥ 80
2 Tinggi 70 ≤ IPM < 80
3 Sedang 60 ≤ IPM < 70
4 Rendah IPM < 60
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 14
3.1 Kependudukan
Dalam proses pembangunan, penduduk merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena
sumber daya alam yang tersedia tidak akan mungkin dapat berdaya guna tanpa adanya peranan dari
manusia. Dengan adanya manusia, sumber daya alam tersebut dapat dikelola untuk memenuhi kebu-
tuhan hidup secara berkelanjutan. Besarnya peran penduduk tersebut maka pemerintah dalam me-
nangani masalah kependudukan tidak hanya memperhatikan pada upaya pengendalian jumlah dan per-
tumbuhan penduduk saja tetapi lebih menekankan kearah perbaikan kualitas sumber daya manusia.
Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi dan mendatangkan manfaat yang besar bila
memiliki kualitas yang baik, namun besarnya jumlah penduduk tersebut dapat menjadi beban dan men-
imbulkan masalah sosial bila kualitasnya rendah. Informasi kependudukan yang baik sangat diperlukan
dalam menunjang ke arah pembangunan manusia yang berkualitas.
Diperlukan peranan pemerintah dalam melakukan perencanaan pembangunan dengan berorientasi
pada pembangunan berbasis kependudukan. Berbagai kebijakan yang akan dilaksanakan terutama
yang berkaitan dengan masyarakat luas dengan mempertimbangkan indikator-indikator demografi dan
kependudukan untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang ditimbulkan dari pertumbuhan
penduduk yang cepat.
Sumber : BPS, Proyeksi Penduduk 2010-2035
BAB III
KONDISI UMUM PEMBANGUNAN MANUSIA
KABUPATEN GUNUNGKIDUL 2015
Gambar 3.1
Perkembangan Jumlah Penduduk Gunungkidul 2010-2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 15
Berdasarkan Proyeksi Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010, jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul
pada tahun 2015 tercatat sebanyak 704.026 jiwa. Selama periode 2010-2015, jumlah penduduk
mengalami pertumbuhan rata-rata 0,78 persen per tahun. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, maka
tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Gunungkidul mencapai 473,98 jiwa/km2. Dilihat menurut
komposisinya, penduduk Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 340.531 penduduk laki-laki dan 363.495
penduduk perempuan sehingga rasio jenis kelaminnya tercatat sebesar 93,68 persen. Hal ini berarti dari
setiap seratus orang penduduk perempuan di Kabupaten Gunungkidul terdapat sekitar 94 orang
penduduk laki-laki. Selama beberapa tahun terakhir rasio jenis kelamin penduduk di Kabupaten
Gunungkidul berada pada kisaran 94 persen. Salah satu faktor yang cukup mempengaruhi adalah
mobilitas penduduk laki-laki yang lebih tinggi dari penduduk wanita, terutama pada penduduk yang sudah
berusia kerja. Terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia bagi para penduduk yang mulai memasuki
usia kerja menyebabkan banyak penduduk laki-laki produktif yang ke luar Gunungkidul untuk mencari
pekerjaan.
Sumber : BPS, Sumber : BPS, Proyeksi Penduduk 2010-2035
Gambar 3.2
Kepadatan Penduduk/Km2 Gunungkidul Tahun 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 16
Apabila di lihat menurut wilayah di Gunungkidul, jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Won-
osari yaitu sebesar 82.103 jiwa atau sekitar 25,75 dan 11,66 persen dari total penduduk Gunungkidul. Se-
mentara jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Purwosari hanya sebesar 20.183 jiwa (2,87 persen
dari total penduduk Gunungkidul). Untuk daerah yang memiliki kepadatan penduduk terbesar juga diduduki
oleh Kecamatan Wonosari dan daerah yang memiliki kepadatan penduduk paling kecil yaitu Kecamatan
Girisubo.
Ditinjau menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan, mayoritas penduduk Kabupaten Gunungkidul
yang berumur 15 tahun ke atas didominasi oleh mereka yang menamatkan tingkat pendidikan SD ke
bawah. Jumlahnya mencapai 50,84 persen. Kelompok penduduk yang telah menamatkan pendidikan
sampai tingkat SMP jumlahnya sekitar 26,68 persen. Adapun mereka yang menamatkan pendidikan sampai
SMA tercatat sebesar 11,10 persen dan selebihnya sekitar 11,38 persen adalah penduduk yang
menamatkan pendidikan tingkat Diploma ke atas.
Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, proporsi penduduk yang hanya berpendidikan SD ke
bawah sedikit naik dari 50,58 persen menjadi 50,84 persen. Untuk persentase mereka yang berpendidikan
SMP juga naik dari 23,62 persen menjadi 26,68 persen sedangkan yang berpendidikan SMA turun 11,10
persen dari 18,16 persen pada tahun sebelumnya. Adapun penduduk yang mengenyam pendidikan hingga
tingkat perguruan tinggi naik dari angka 7,64 persen menjadi 11,38 persen.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi DIY, Kabupaten
Gunungkidul masih memiliki persentase penduduk yang menamatkan pendidikan sampai dengan tingkat SD
yang terbesar. Hal ini menandakan secara relatif rata-rata tingkat pendidikan penduduk Kabupaten
Gunungkidul masih lebih rendah dibandingkan daerah lainnya. Kondisi ini membawa konsekuensi perlunya
upaya lebih kuat untuk meningkatkan tingkat pendidikan penduduk baik melalui jalur pendidikan formal
maupun non formal. Berdasarkan klasifikasi wilayahnya juga terdapat perbedaan yang cukup mencolok
antara daerah perkotaan dan pedesaan seputar pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduknya.
Hal ini terkait dengan belum meratanya persebaran fasilitas dan sarana belajar serta jumlah pengajar pada
masing-masing tingkat sekolah.
Struktur penduduk Gunungkidul dapat diketahui dari komposisi penduduk menurut kelompok umur.
Dalam Gambar 3.4, piramida penduduk menggambarkan struktur penduduk yang dibagi ke dalam kelompok
umur. Dari komposisi sebaran penduduk menurut kelompok umur tersebut terlihat bahwa penduduk
Gunungkidul paling banyak didominasi oleh penduduk usia 65-69 tahun yaitu sebesar 91.474 jiwa atau seki-
tar 12,99 persen yang sebagian besar adalah perempuan yang persentasenya mencapai 56,55 persen dari
penduduk usia tersebut. Sedangkan untuk penduduk usia 20-24 tahun memiliki jumlah yang paling sedikit
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 17
yaitu sebesar 34.373 jiwa atau hanya 4.88 persen dari penduduk Gunungkidul. Tingginya jumlah
penduduk usia tuan dan rendahnya jumlah penduduk usia produktif ini dikarenakan penduduk pada usia
20-24 tahun sebagian besar bekerja atau melanjutkan belajar di luar Gunungkidul dan kembali ke
Gunungkidul lagi ketika sudah tidak produktif lagi. Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 tergolong
pada penduduk usia tua karena memiliki median umur 38,21 tahun. Sesuai dengan kriteria penduduk
usia tua adalah bila median umur di suatu daerah lebih dari 30 tahun.
Sumber : BPS, Proyeksi Penduduk 2015
Salah satu implikasi dari struktur umur tua adalah tingkat beban ketergantungan yang tinggi. Rasio
ketergantungan (dependency ratio) digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan
keadaan ekonomi suatu daerah apakah tergolong daerah maju atau daerah yang sedang berkembang.
Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tinggi persentase
dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produk-
tif untuk menanggung hidup penduduk yang belum produktif dan tidak lagi produktif. Demikian pula se-
baliknya. Implikasi lain dari struktur umur tua adalah tingginya tingkat penganguuran di Gunungkidul. Ka-
rena usia 65 tahun keatas cenderung untuk tidak bekerja lagi akan tetapi dalam penghitungan angka
Penganguran masih masuk dalam angkatan kerja ( usia 15 tahun keatas).
Menurut para ahli demografi, sekitar tahun 2020-2030 nanti Indonesia akan mengalami Bonus De-
Gambar 3.3
Piramida Penduduk Kabupaten Gunungkidul 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 18
mografi. Bonus Demografi adalah sebuah kondisi dimana rasio ketergantungan mencapai nilai terendah
dibandingkan dengan tahun sebelum dan sesudahnya. Dengan kata lain jumlah penduduk usia produktif
berada pada jumlah yang paling maksimum. Bagaimana dengan Gunungkidul?. Bila dilihat dari struktur
umurnya dalam piramida penduduk, maka keadaan itu sulit terjadi dalam beberapa tahun kedepan. Na-
mun perlu diperhatikan bahwa bonus demografi seperti pedang bermata dua, penduduk usia produktif
besar tetapi menganggur justru akan menimbulkan masalah multidimensional.
Sumber : BPS, Proyeksi Penduduk 2015
Gambar 3.5 memberikan informasi bahwa persentase penduduk produktif dan non produktif baik itu
secara agregat maupun gender menunjukkan kecenderungan yang sama. Baik itu penduduk laki-laki
maupun perempuan serta total penduduk menunjukkan distribusi yang hampir seragam. Dependency
ratio, angka rasio ketergantungan yang menyatakan besarnya beban yang menjadi tanggungan
kelompok umur produktif tahun 2015 terhitung sebesar 70,56 yang berarti bahwa setiap 100 orang
penduduk usia produktif menanggung sekitar 71 orang yang belum produktif dan sudah tidak produktif
lagi. Angka tersebut didapatkan dari data jumlah penduduk kelompok umur 15-64 tahun sebanyak
412.773 jiwa atau sekitar 58,63 persen. Sedangkan sisanya, sebanyak 291.253 jiwa atau 41,37 persen
merupakan penduduk kelompok umur muda (0-14 tahun) dan kelompok umur tua (65 tahun keatas).
Namun demikian, ukuran ini masih sangat kasar karena hanya memandang penduduk dari sisi umur
saja. Sementara sisi yang lain seperti status sekolah, status pekerjaan serta aktivitas sehari-harinya
diabaikan.
Gambar 3.4
Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015
22.92 20.26 21.55
58.15 59.08 58.63
18.92 20.66 19.82
Laki-laki Perempuan L+P
65+ 15-64 0-14
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 19
3.2 Kondisi Kesehatan
Perhatian pemerintah dalam membangun indeks pembangunan manusia di bidang kesehatan, di-
wujudkan melalui penyedian fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai. Oleh karena itu, penyediaan
fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan menjadi sebuah indikator yang layak untuk diperhatikan.
Disamping itu, indikator lainnya yang dapat digunakan sebagai tolok ukur pembangunan manusia dalam
bidang kesehatan adalah manusia sebagai objek pembangunan itu sendiri. Tingkat kesehatan seseorang
dapat dilihat dari sejarah kesehatan yang diruntut dari kondisi kesehatannya sejak lahir, balita, anak-anak
hingga dewasa. Sedangkan tingkat kesehatan pada masyarakat secara umum dapat dilihat dari tingkat
pesakitan atau jumlah keluhan kesehatan, tingkat kematian bayi, penolong kelahiran bayi, dan lain-lain.
3.2.1 Sarana Kesehatan
a. Fasilitas Kesehatan
Tersedianya fasilitas dan pelayanan kesehatan yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh se-
luruh lapisan masyarakat (universal akses) menjadi prioritas utama. Beberapa indikator yang dapat
digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan kesehatan antara lain rasio fasilitas kesehatan per
penduduk.
Upaya mengatasi keluhan kesehatan yang diderita penduduk harus didukung oleh ketersediaan
fasilitas dan sarana kesehatan yang mudah diakses oleh penduduk. Disamping itu, keterjangkauan akses
dari sisi harga juga perlu diperhatikan. Karakteristik ekonomi sebagian besar masyarakat Kabupaten
Gunungkidul yang masih lemah, harus ditanggulangi dengan memberikan kesehatan relatif murah. Jenis
fasilitas kesehatan yang masih menjadi rujukan utama penduduk dalam berobat adalah puskesmas dan
puskesmas pembantu (pustu). Ketersediaan fasilitas kesehatan masyarakat milik Pemerintah yang
berbiaya murah ini serta dekat dengan lingkungan penduduk sekitarnya diharapkan mampu memberi
layanan kesehatan yang umumnya diderita oleh penduduk seperti penyakit-penyakit yang disebabkan
oleh infeksi, bukan penyakit degeneratif.
Sampai dengan tahun 2015, jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 5
rumah sakit, 30 puskesmas dan 110 Puskesmas pembantu. Jika diasumsikan setiap penduduk memiliki
akses yang sama terhadap fasilitas tersebut, maka setiap unit puskesmas memiliki beban untuk melayani
23.467 jiwa penduduk dan setiap pustu melayani 6400 jiwa penduduk. Sehingga rata-rata sebuah
fasilitas kesehatan baik rumah sakit, puskesmas maupun pustu di Kabupaten Gunungkidul memiliki
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 20
beban untuk melayani 4.855 penduduk. Angka ini masih lebih rendah dari rekomendasi PBB yang
menyatakan setiap fasilitas puskesmas dan pustu kesehatan yang tersedia maksimal melayani sebanyak
10.000 penduduk.
Di samping kedua fasilitas kesehatan tersebut, masih terdapat juga fasilitas kesehatan lainnya yang
dikelola oleh pemerintah maupun swasta seperti klinik kesehatan, rumah sakit, panti, dokter praktek,
perawat praktek, bidan desa dan yang lainnya. Diharapkan pada masa mendatang beban sebuah
puskesmas dalam melayani penduduk dapat lebih ringan lagi. Namun karena umumnya tarif fasilitas
kesehatan selain puskesmas dan pustu relatif lebih mahal, tidak semua lapisan masyarakat mampu
menjangkau dan memanfaatkannya sesuai dengan prosedur berobat yang resmi. Sehingga tumpuan
masyarakat untuk memperoleh layanan ke puskesmas dan pustu tetap merupakan pilihan utama bagi
penduduk untuk mengatasi masalah kesehatan.
Prasyarat yang cukup menentukan semakin baiknya derajat kesehatan penduduk adalah kondisi
makro ekonomi yang meningkat yang akan ditandai pula dengan membaiknya daya beli masyarakat. Hal
ini akan menaikkan kemampuan penduduk mengakses fasilitas kesehatan yang memadai jika mengalami
Tabel 3.1
Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, dan
Posyandu di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015
Kabupaten/Kota
Rumah Sakit
Puskesmas Polindes Posyandu Klinik/Balai Kesehatan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Panggang 0 2 1 45 0
Purwosari 0 1 1 32 0
Paliyan 0 1 0 55 0
Saptosari 0 1 0 61 1
Tepus 0 2 1 86 0
Tanjungsari 0 1 0 71 0
Rongkop 0 1 2 100 0
Girisubo 0 1 1 83 0
Semanu 1 2 1 109 1
Ponjong 0 2 1 121 0
Karangmojo 1 2 0 106 0
Wonosari 2 2 0 109 5
Playen 1 2 1 101 0
Patuk 0 2 1 72 0
Gedangsari 0 2 1 67 0
Nglipar 0 2 0 55 2
Ngawen 0 2 1 68 1
Semin 0 2 0 125 0
Papua Barat 5 30 12 1466 10
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul (Data Rumah Sakit), 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 21
masalah kesehatan. Pemberian fasilitas berobat terutama kepada keluarga miskin melalui kartu
Askeskin/Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) juga akan membantu peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Hal terpenting yang perlu menjadi perhatian serius pemerintah daerah adalah
peningkatan kualitas layanan dari fasilitas yang tersedia serta ketersediaan obat/vaksin yang memadai.
Distribusi pelayanan yang merata di semua wilayah juga harus mendapat perhatian serius. Masih
besarnya persentase penduduk terutama yang tinggal di daerah pedesaan pinggiran masih kesulitan
mengakses sarana kesehatan yang tersedia. Dari sisi biaya kesehatan, sebagian besar masyarakat
sudah mampu menjangkau. Namun mereka harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk
transportasi ke fasilitas kesehatan yang tersedia.
b. Tenaga Kesehatan
Selain fasilitas kesehatan, hal yang sangat mendukung adalah ketersediaan tenaga kesehatan atau
tenaga medis sebagai subjek yang melakukan pengobatan dan penanganan medis. Distribusi tenaga
kesehatan di Gunungkidul dapat dilihat pada Tabel 3.2..
Tabel 3.2
Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2015
Kabupaten/Kota
Tenaga Kesehatan
Tenaga Medis
Tenaga Keperawatan
Tenaga Kebidanan
Tenaga Kefarma-
sian
Tenaga Kesehatan
lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6)
Panggang 5 14 9 2 8
Purwosari 1 5 5 1 7
Paliyan 2 7 5 1 5
Saptosari 2 8 6 1 4
Tepus 4 13 6 2 6
Tanjungsari 2 4 3 1 7
Rongkop 2 11 2 1 4
Girisubo 3 7 7 0 5
Semanu 4 15 8 2 8
Ponjong 5 22 8 3 10
Karangmojo 4 12 10 2 11
Wonosari 32 153 30 3 12
Playen 6 14 11 1 11
Patuk 4 11 11 2 11
Gedangsari 4 10 7 2 5
Nglipar 3 14 7 1 9
Ngawen 5 13 10 2 9
Semin 4 13 11 2 8
Papua Barat 92 346 156 29 140
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul (Data Rumah Sakit), 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 22
Dari Tabel 3.2 , diketahui bahwa jumlah tenaga medis yang paling banyak ada di Kecamatan Wono-
sari yaitu sebanyak 32 tenaga medis. Sementara jumlah tenaga medis di kecamatan-kecamatan lain
semuanya kurang dari 10 orang. Tenaga kesehatan yang paling banyak di Gunungkidul adalah sebagai
tenaga keperawatan, yang jumlahnya mencapai 346 orang. Dimana jumlah perawat yang paling banyak
terdapat di Kecamatan Wonosari yaitu sebanyak 153 orang dan yang paling sedikit di Kecamatan Tan-
jungsari yang hanya berjumlah 4 orang perawat. Untuk tenaga kebidanan di Gunungkidul juga jumlahnya
cukup banyak yaitu 156 orang bidan . Selain itu juga terdapat tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya yang masing-masing jumlahnya 29 orang dan 140 orang.
Jumlah tenaga medis dalam suatu wilayah tertentu menentukan tingkat pelayanan kesehatan. Rasio
antara jumlah tenaga medis yang tersedia dengan jumlah penduduk yang membutuhkan layanan
kesehatan idealnya proporsional. Semakin besar rasio penduduk terhadap tenaga medis maka semakin
banyak penduduk yang harus dilayani. Implikasinya adalah semakin besar jumlah penduduk yang akan
tidak terlayani atau semakin sulit masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga
medis. Jika diperhatikan dari jumlah penduduk Gunungkidul tahun 2015 dan jumlah tenaga medis yang
tersedia, maka rasio jumlah penduduk terhadap jumlah tenaga medis di Gunungkidul adalah sebesar
7.652, atau mengandung makna bahwa satu tenaga medis rata-rata melayani sekitar 7.652 orang.
Sumber : Gunungkidul Dalam Angka 2016
Tabel 3.3
Rasio Jumlah Penduduk Terhadap Jumlah Dokter /Tenaga Medis
Menurut Kecamatan di Gunungkidul 2015
Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Tenaga Medis
Rasio Penduduk /
Tenaga Medis (1) (2) (3) (4)
Panggang 27.635 5 5.527
Purwosari 20.183 1 20.183
Paliyan 30.315 2 15.157
Saptosari 35.722 2 17.861
Tepus 33.240 4 8.310
Tanjungsari 26.786 2 13.393
Rongkop 28.039 2 14.019
Girisubo 23.126 3 7.708
Semanu 53.930 4 13.482
Ponjong 51.912 5 10.382
Karangmojo 50.830 4 12.707
Wonosari 82.103 32 2.565
Playen 56.808 6 9.468
Patuk 31.630 4 7.907
Gedangsari 36.757 4 9.189
Nglipar 30.945 3 10.315
Ngawen 32.964 5 6.592
Semin 51.101 4 12.775
Gunungkidul 704.026 92 7.652
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 23
3.2.2 Derajat Kesehatan Masyarakat
Selain dari sarana kesehatan, derajat kesehatan masyarakat juga dijadikan sebagai indikator untuk
melihat indeks pembangunan manusia dibidang kesehatan mengingat manusia sebagai objek dari pem-
bangunan itu sendiri. Pembangunan bidang kesehatan antara lain bertujuan untuk meningkatkan pela-
yanan kesehatan untuk semua lapisan masyarakat (universal akses) demi tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang lebih baik. Objek yang dijadikan perhatian dalam pembangunan di bidang kesehatan
salah satunya adalah kesehatan pada balita. Keberhasilan dalam meningkatkan tingkat kesehatan pada
balita dapat dilihat dari tingkat kematian bayi, penolong kelahiran, dan imunisasi pada balita.
Tingkat pesakitan atau banyaknya keluhan kesehatan menunjukkan seberapa besar kebutuhan pela-
yanan kesehatan pada masyarakat. Semakin banyak keluhan kesehatan yang terjadi dalam masyarakat
maka tingkat kesehatan masyarakat semakin rendah. Kesehatan pada masyarakat juga dipengaruhi oleh
pola hidup sehat yang dilakukan. Salah satunya adalah sistem sanitasi dalam masyarakat. Penggunaan
air bersih dan sistem pembuangan tinja dianggap sebagai hal yang perlu diperhatikan.
Penolong Kelahiran
Indikator penting terkait dengan kesehatan adalah angka kematian bayi. Angka kematian bayi ber-
pengaruh kepada penghitungan angka harapan hidup waktu lahir (e0) yang digunakan dalam salah satu
dimensi pada indeks komposit penyusun indeks pembangunan manusia ditilik dari sisi kesehatan. Se-
mentara itu salah satu aspek penentu besarnya angka kematian bayi adalah penolong kelahiran. Peno-
long kelahiran sebenarnya tidak hanya terkait dengan angka kematian bayi namun juga angka kematian
ibu sebagai resiko proses kelahiran. Dalam proses kelahiran bayi tidak dapat dipisahkan antara probabili-
ta keselamatan ibu atau anak yang dilahirkan. Keduanya harus diselamatkan dalam resiko besar sebuah
kelahiran. Penolong kelahiran yang dilakukan oleh dokter atau tenaga medis lainnya selama ini dianggap
lebih baik jika dibandingkan dengan dukun atau famili. Dalam analisis ini digunakan penolong pertama
pada kelahiran mengingat pada proses ini sangat mengandung resiko. Tabel 3.5 menunjukkan bahwa
51,84 persen penolong kelahiran balita dilakukan oleh bidan, kondisi ini mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 45,89 persen. Sementara penolong kelahiran tenaga
medis lain sebesar 3,64 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar
2,62 persen. Penolong kelahiran oleh dokter juga mengalami peningkatan 1,04 persen menjadi 17,80
persen di tahun 2015. Secara umum masyarakat masih dominan (lebih dari dua per tiga) dalam
menggunakan jasa tenaga kesehatan terlatih dibandingkan dengan penolong kelahiran tidak terlatih.
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 24
Fenomena penolong kelahiran dengan bantuan dukun secara umum memang masih terjadi, dan pa-
da beberapa Kecamatan. Di Kabupaten Gunungkidul, ada 2,43 persen masyarakatnya masih
menggunakan jasa dukun beranak dalam menolong proses persalinan terakhirnya. Sedangkan sebagian
besar masyarakat di Gunungkidul sudah mengggunakan tenaga medis dalam menolong kelahiran tera-
khirnya yaitu sebesar 97,57 persen dengan rincian 52,84 persen oleh bidan; 41,87 persen oleh dokter
kandungan, dan 2,86 persen oleh perawat.
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa penolong kelahiran pertama di Gunungkidul paling utama dilakukan
oleh bidan. Selain mayoritas proses persalinan tertangani oleh bidan, dominasi penolong kelahiran oleh
tenaga kesehatan terlatih (dokter, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya) masih terlihat, ini menunjukkan
bahwa pemahaman masyarakat untuk menggunakan jasa tenaga kesehatan terlatih masih baik, sehing-
ga resiko kematian bayi maupun ibu dapat ditekan, dan tentunya akan menurunkan angka kematian bayi
dan angka kematian ibu.
Imunisasi
Angka kematian bayi sangat berhubungan erat dengan proses kelahiran, setelah itu masih banyak
tahap yang harus dilalui seseorang untuk tetap survive terutama selama tahap usia balita. Untuk menja-
min kesehatan balita yang rentan dengan ancaman penyakit, sangat perlu diberikan imunisasi agar keke-
balan pada tubuh balita dapat terbentuk. Imunisasi yang diberikan pada balita diantaranya adalah
imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak/Morbili, dan Hepatitis B. Pemberian imunisasi sebagai salah satu
cara untuk mencegah terserang penyakit dan atau menyebabkan kematian. Tabel 3.5 menunjukkan bah-
wa di tahun 2015, persentase balita yang mendapatkan imunisasi cukup tinggi untuk semua jenis
Gambar 3.5
Persentase Tenaga Penolong Kelahiran Terakhir di Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2015
Sumber : Susenas 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 25
imunisasi yaitu BCG (100 %); DPT (94,64 %); Polio (99,05 %); Campak /Morbili (88,51 %); dan sebanyak
89,88 persen imunisasi Hepatitis B.
Tingkat kesadaran tertinggi terdapat pada jenis imuniasi BCG, sedangkan kesadaran imunisasi ter-
endah adalah pada jenis penggunaan imunisasi campak/morbili. Kesadaran dalam mengimunisasi balita
sangat penting perannya dalam tumbuh kembang balita. Sebenarnya tidak hanya kesadaran dalam
mengimunisasi balita saja yang harus diperhatikan oleh para orang tua, namun juga imunisasi dasar
lengkap harus dilakukan.
Imunisasi dasar lengkap adalah pemberian lima vaksin imunisasi sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan untuk bayi dibawah satu tahun. Imunisasi lengkap tersebut yaitu: (1) Hepatitis-B, umur pem-
berian kurang dari 7 hari sebanyak satu kali; (2) BCG, umur pemberian satu bulan sebanyak satu kali; (3)
DPT, umur pemberian dua bulan, tiga bulan, dan empat bulan sebanyak 3 kali; (4) Polio, umur pemberian
satu, dua, tiga, dan empat bulan sebanyak empat kali; (5) Campak, umur pemberian sembilan bulan
sebanyak satu kali.
Perlu diketahui bahwa informasi pada tabel ini tidak dapat menampilkan apakah balita yang ber-
sangkutan telah mendapatkan imunisasi secara lengkap, tetapi hanya menampilkan balita yang telah
mendapatkan imunisasi. Pemahaman masyarakat tentang pemberian imunisasi lengkap perlu terus diga-
lakkan agar tidak hanya sekedar diberikan imunisasi tetapi imunisasi dasar lengkap.
Tabel 3.6
Persentase Penggunaan Imunisasi Pada Balita di Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2015
Sumber : Susenas 2015
0
20
40
60
80
100
BCG Polio DPT HB Campak
100 99.0594.64
89.88 88.51
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 26
Morbiditas/ Tingkat Pesakitan
Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat dalam
suatu wilayah adalah angka kesakitan penduduk dan rata-rata lamanya sakit. Angka kesakitan
penduduk merupakan proporsi penduduk yang mengalami gangguan kesehatan sehingga
menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari, baik bekerja, sekolah maupun yang lainnya.
Sedangkan rata-rata lamanya sakit menyatakan rata-rata lamanya hari penduduk mengalami keluhan
sampai menyebabkan terganggunya aktivitas. Rata-rata lamanya sakit menunjukkan tingkat keparahan
penduduk akibat dari akumulasi sakit yang dirasakan penduduk. Kedua ukuran ini dihitung
berdasarkan data hasil Susenas. Waktu rujukan yang digunakan untuk mengamati indikator ini adalah
selama sebulan yang lalu dari saat pencacahan. Besaran ini menggambarkan derajat kesehatan
penduduk yang diwakili oleh angka kesakitan dan rata-rata lama sakit.
Berdasarkan hasil Susenas, persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan
selama tahun 2015 tercatat sebanyak 20,03 persen. Cukup banyak mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 41,84 persen. Akan tetapi tingkat keparahan
penyakit yang diukur dari rata-rata lamanya sakit mengalami kenaikan dari 4,68 hari pada tahun 2014
menjadi 5,84 hari pada tahun 2015. Fenomena ini mengindikasikan insiden kesakitan yang terjadi pada
masyarakat relatif menurun akan naiknya angka rata-rata lama kesakitan mengindikasikan tingkat
pelayanan fasilitas kesehatan yang tidak lebih baik. Angka kesakitan penduduk yang cukup tinggi ini
membutuhkan perhatian serius melalui upaya peningkatan kualitas pelayanan dan penanganan
Gambar 3.7
Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan
di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-2015
Sumber : Susenas 2015
14.5
38.5 38.341.84
20.03
2011 2012 2013 2014 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 27
penyakit yang diderita oleh penduduk.
Keluhan kesehatan yang banyak dialami oleh masyarakat adalah penyakit akibat perubahan
musim seperti pilek, batuk dan panas. Penyebab utama jenis penyakit tersebut adalah daya tahan
tubuh yang kurang menunjang, disamping faktor kesehatan lingkungan serta perubahan cuaca yang
terjadi secara mendadak. Gambar 3.9 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Gunungkidul
apabila memiliki keluhan kesehatan cenderung untuk berobat jalan yaitu sebesar 66,12 persen.
.
Informasi mengenai keluhan kesehatan dapat digunakan sebagai referensi dalam penyediaan
pelayanan kesehatan seperti persediaan obat-obatan dan tenaga medis maupun paramedis. Data
Susenas 2015 juga menunjukkan bahwa sebanyak 44,68 persen penduduk di Gunungkidul
melakukan pengobatan sendiri ketika menderita keluhan sakit. Dan lebih dari setengah penduduk
yang mempunyai keluhan kesehatan cenderung merasa tidak perlu untuk berobat jalan.
Gambar 3.8
Persentase Penduduk yang Berobat Jalan di Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2015
Sumber : Susenas 2015
Ya66.12%
Tidak33.88%
Gambar 3.9
Persentase Alasan Utama Penduduk tidak Berobat Jalan di
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015
0.25%
44.68%
0.37%50.44%
4.25%
Tidak ada biaya transport
Mengobati sendiri
Tidak ada yang mendampingi
Merasa tidak perlu
Lainnya
Sumber : Susenas 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 28
Penggunaan Air Bersih
Selain dilihat dari tingkat morbiditas, derajat kesehatan masyarakat juga dapat diamati dari pola
hidup. Pola hidup mempengaruhi tingkat kesehatan. Pola hidup yang bersih dan sehat tentunya lebih
dapat menjamin kesehatan jika dibandingkan dengan pola hidup yang tidak bersih. Penggunaan air ber-
sih baik itu sumber air minum maupun yang lainnya menentukan kondisi kesehatan masyarakat. Sumber
air minum menentukan kualitas air minum. Hasil Susenas 2015 menunjukkan bahwa sebesar 28,13 per-
sen rumah tangga di Gunungkidul menggunakan air leding meteran untuk minum; 26,19 persen
mengunakan air sumur terlindungi; 23,60 persen menggunakan air hujan; sedangkan pengguanaan air
yang lainnya untu minum persentasenya masing-masing kurang dari 10 persen (lihat Gambar 3.11).
Kondisi penggunaan air sumur/ pompa/mata air yang digunakan untuk air minum menunjukkan kon-
disi yang baik. Hal ini dapat dilihat dari gambar 3.11 yang menggambarkan persentase jauhnya jarak
sumber air minum ke tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat, dimana sebagian besar sumur/
pompa/mata air di Gunungkidul jaraknya lebih dari 10 meter ke tempat penampungan limbah/kotoran/
tinja terdekat, yaitu mencapai 87,06 persen. Sedangkan yang jaraknya kurang dari 10 meter persen-
tasenya sebesar 9,30 persen, dan sisanya tidak tahu.
Gambar 3.10
Persentase Sumber Air Utama yang Digunakan Rumah Tang-
ga untuk Minum Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015
Sumber : Susenas 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 29
Fasilitas air minum merupakan instalasi air minum yang dikelola oleh PAM/PDAM atau no-PAM/
PDAM, termasuk sumur dan pompa. Pendekatan yang digunakan untuk perhitungan ini adalah air minum
yang banyak digunakan dalam satu bulan terakhir. Dimana dapat dilihat dari gambar 3.11, sebagian be-
sar atau lebih dari setengah rumah tangga di Gunungkidul sudah memiliki fasilitas air bersih sendiri yaitu
sebesar 62,95 persen. Rumah tangga yang menggunakan fasilitas bersama sebesar 24,99 persen, yang
menggunakan fasilitas umum 3,89 persen dan yang tidak memiliki fasilitas air minum sebesar 8,17 per-
sen.
Gambar 3.11
Persentase Jarak Air Sumur/Pompa/Mata Air untuk Minum
ke Tempat penampungan Limbah Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2015
9.30
87.06
3.65
< 10 m >= 10 m Tidak tahu
Sumber : Susenas 2015
Gambar 3.12
Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2015
62.95
24.99
3.89
8.17
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00
Sendiri
Bersama
Umum
Tidak ada
Sumber : Susenas 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 30
3.3 Kondisi Pendidikan
Kemerdekaan memberikan janji kepada seluruh anak bangsa lintas generasi, seperti yang
dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945: “Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Janji adalah sesuatu yang harus dilunasi. Janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa menempatkan pembangunan pendidikan dan kebudayaan menjadi isu pokok dan agenda utama
tiap periode pemerintahan. Janji kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum lebih memperkuat
keniscayaan itu. Arti penting pembangunan pendidikan dan kebudayaan juga merupakan pelaksanaan
amanat konstitusi yang secara lugas dinyatakan dalam berbagai pasal. Pasal 28c, ayat (1), UUD 1945
menyatakan bahwa "setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia".
Pasal 31 menyatakan pemerintah wajib memajukan pendidikan dengan mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang,
memprioritaskan anggaran pendidikan serta memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia. Upaya melunasi janji kemerdekaan dan kesungguhan melaksanakan
amanat konstitusi terkait dengan pendidikan semakin didukung oleh perundang-undangan. Visi
Pendidikan Nasional pun menjadi semakin jelas. Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi
manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah.
Sementara itu, keterkaitan yang amat erat antara pembangunan pendidikan dan pembangunan
kebudayaan sudah diamanatkan oleh konstitusi. Selain pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 yang
disebut terdahulu, Pasal 32 menyatakan bahwa negara berperan dalam memajukan kebudayaan
nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya serta menghormati dan memelihara bahasa
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 31
daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015—2019 disusun
berdasarkan beberapa paradigma. Sebagian paradigma bersifat universal, dikenal dan dipakai berbagai
bangsa. Sebagian lagi lebih bersifat nasional, sesuai dengan nilai-nilai dan kondisi bangsa Indonesia.
Perincian paradigma itu adalah sebagai berikut.
1. Pendidikan untuk Semua "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia" adalah amanat konstitusi. Pendidikan harus dapat diakses oleh
setiap orang dengan tidak dibatasi oleh usia, tempat, dan waktu. Pemerintah harus menjamin
keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik, mental, ekonomi, sosial,
ataupun geografis.
2. Pendidikan Sepanjang Hayat Pendidikan merupakan proses yang berlangsung seumur hidup,
yaitu sejak lahir hingga akhir hayat. Pendidikan harus diselenggarakan dengan sistem terbuka
yang memungkinkan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program secara lintas satuan
dan jalur pendidikan.
3. Pendidikan sebagai Suatu Gerakan Pemerintah memang bertanggung jawab
menyelenggarakan pendidikan yang sebaik-baiknya bagi semua warga negara. Namun, semua
pihak dapat memberi kontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan agar hasilnya optimal.
Penyelenggaraan pendidikan harus disikapi sebagai suatu gerakan, yang mengintegrasikan
semua potensi negeri dan peran aktif seluruh masyarakat.
4. Pendidikan Menghasilkan Pembelajar Penyelenggaraan pendidikan harus memperlakukan,
memfasilitasi, dan mendorong peserta didik menjadi subjek pembelajar mandiri yang
bertanggung jawab, kreatif dan inovatif. Pendidikan diupayakan menghasilkan insan yang suka
belajar dan memiliki kemampuan belajar yang tinggi. Pembelajar hendaknya mampu
menyesuaikan diri dan merespons tantangan baru dengan baik.
5. Pendidikan Membentuk Karakter Pendidikan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan,
dan pembentukan kepribadian. Kepribadian dengan karakter unggul antara lain, bercirikan
kejujuran, berakhlak mulia, mandiri, serta cakap dalam menjalani hidup.
6. Sekolah yang Menyenangkan Sekolah sebagai satuan pendidikan yang utama merupakan suatu
ekosistem. Suatu tempat yang di dalamnya terjadi hubungan saling ketergantungan antara
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 32
manusia dengan lingkungannya. Sekolah harus menjadi tempat yang menyenangkan bagi
manusia yang berinteraksi di dalamnya, baik siswa, guru, tenaga pendidik, maupun orang tua
siswa.
7. Pendidikan Membangun Kebudayaan Pendidikan memiliki hubungan yang amat erat dengan
kebudayaan. Sebagian dari paradigma yang disebut di atas mengandung aspek kebudayaan
atau proses budaya. Pendidikan pada dasarnya juga merupakan proses membangun
kebudayaan atau membentuk peradaban. Pada sisi lain, pelestarian dan pengelolaan
kebudayaan adalah untuk menegaskan jati diri dan karakter bangsa Indonesia.
Langkah-langkah tersebut diatas merupakan semata-mata dilakukan pemerintah untuk memperbaiki
kualitas pendidikan dalam upaya untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Beberapa indikator pendidikan terpilih digunakan untuk melihat sejauh mana kualitas pendidikan di
Gunungkidul diuraikan sebagai berikut:
3.3.1 Harapan Lama Sekolah
Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang di-
harapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS dihitung pada usia 7
tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar. Angka ini bertujuan
untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam
bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak.
Untuk mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS dikoreksi dengan siswa
yang bersekolah di pesantren. Untuk mendapatkan data pesantren diperoleh dari Direktorat Pendidikan
Islam.
Angka harapan lama sekolah penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 sebesar 12,92
tahun, yang artinya lamanya sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur 7 tahun ada-
lah sampai lulus SMA (12 tahun) atau Diploma I (13 tahun). Angka ini relatif mengalami kenaikan diban-
dingkan dengan tahun sebelumnya, yakni hanya naik 0,10 point dari tahun sebelumnya. Kecilnya kenai-
kan angka harapan lama sekolah penduduk tidak berarti bahwa proses pembangunan di bidang pendidi-
kan yang telah dilakukan tidak mengalami kemajuan. Hal ini terjadi karena pendidikan merupakan sebuah
proses yang panjang dan hasilnya pun tidak dapat dilihat atau dirasakan secara instan.
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 33
3.3.2 Rata-rata Lama Sekolah
Di samping kemampuan dasar baca tulis, diperlukan suatu indikator yang dapat mewakili tingkat ke-
trampilan bagi mereka yang telah memperoleh pendidikan. Semakin lama mereka mengenyam bangku
sekolah diharapkan memiliki ketrampilan yang lebih baik. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan
hal itu adalah rata-rata lama sekolah yang dijalani oleh penduduk berusia dua puluh lima tahun ke atas.
Ukuran ini memberikan informasi sejauh mana tingkat pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk.
Pada tahun 2015, rata-rata lama sekolah penduduk mencapai 6,46 tahun. Rata-rata lamanya
penduduk berusia 25 tahun ke atas ini setara dengan kelas enam SD atau kelas tujuh SMP. Dibandingkan
dengan daerah lain di DIY, relatif lebih rendahnya rata-rata lama sekolah penduduk di Kabupaten
Gunungkidul menunjukkan prioritas meningkatkan akses penduduk untuk memperoleh pendidikan masih
perlu perhatian serius di daerah ini. Lebih lanjut, jika dicermati ada perbedaan yang cukup signifikan angka
partisipasi sekolah pada level SMP dan SMA penduduk Kabupaten Gunungkidul dengan lainnya memberi
petunjuk perlunya kesempatan yang lebih luas bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan SMP dan
SMA.
Gambar 3.13
Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah di Kabu-
paten Gunungkidul Tahun 2011-2015 (tahun)
Sumber : Susenas 2015
5.74 6.08 6.22 6.45 6.46
11.83 12.14 12.49 12.82 12.92
0
2
4
6
8
10
12
14
2011 2012 2013 2014 2015
RLS HLS
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 34
3.3.3 Tingkat Partisipasi Sekolah
Tingkat partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk
usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan komposisi penduduk terutama
penduduk usia muda. Tingkat partisipasi sekolah peserta didik, salah satunya dapat diukur dengan
mengamati angka partisipasi murni (APM). APM merupakan rasio antara murid berusia tertentu pada
suatu jenjang pendidikan dengan penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan.
Penduduk usia sekolah untuk jenjang SD adalah mereka yang berumur antara 7- 12 tahun, SMP 13-15
tahun dan jenjang SMA adalah mereka yang berusia 16-18 tahun. Nilai APM masih memiliki kelemahan,
misalnya seorang anak berusia 6 tahun yang telah masuk SD tidak dilibatkan dalam penghitungan APM
SD, karena usia di luar kisaran usia SD. Demikian pula bagi anak-anak yang terpaksa mengulang kelas
sehingga usianya melampaui 12 tahun namun masih duduk di bangku SD, juga tidak dicakup dalam
penghitungan APM SD.
APM penduduk usia SD (7-12 tahun) di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 mencapai 100
persen; yang berarti dari 100 orang penduduk usia SD semuanya masih aktif bersekolah pada tingkat
SD. Hal ini membutuhkan kajian yang lebih mendalam dari dinas yang terkait. APM di Gunungkidul
sudah mencapai 100 persen sejak tahun 2014 lalu.
Pencapaian APM pada tingkat SD diikuti dengan peningkatan SMP, akan tetapi menurun untuk APM
tingkat SMA. APM tingkat SMP terlihat naik dari 74,16 persen pada tahun 2014 menjadi 83,59 persen
pada tahun 2015. Sedangkan dengan APM tingkat SMA mengalami penurunan pada tahun 2015 ini men-
jadi 67,42 persen dari 70,75 persen di tahun 2014.
Meskipun angka APM pada tahun 2015 dari tingkatan SD sampai SMP mengalami kenaikan, namun
hal ini tidak serta merta meningkatkan angka rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf karena
kedua indikator tersebut sangat dipengaruhi oleh rentang umur dalam konsep yang mensyaratkan mini-
mal 15 tahun dan tanpa batas atas. Namun turunnya APM pada tingkat SMA sekarang ini perlu menda-
patkan perhatian khusus dari pemerintah agar anak lulusan SMP/sederajat mau melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi lagi.
Program prioritas pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun yang mencakup SD dan SMP dengan
biaya gratis perlu lebih digiatkan untuk meningkatkan partisipasi sekolah penduduk. Pemerintah Daerah
juga dapat mendorong program serupa untuk golongan usia SMP dan SMA karena APM pada tingkat
SMP dan SMA yang masih rendah, jauh tertinggal dari APM SD yang telah mencapai angka 100 persen.
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 35
Kecenderungan yang terlihat dari APM untuk jenjang pendidikan SD sampai dengan SMA adalah bahwa
semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh seseorang maka tingkat partisipasinya semakin rendah.
Dengan demikian dapat diartikan pula semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh maka angka putus
sekolahnya semakin besar.
Tren perkembangan APM untuk semua jenjang pendidikan memang mengalami peningkatan, namun
angka APM untuk jenjang pendidikan SLTP/MTs keatas masih relatif rendah. Apalagi gap antara APM SD/
MI dengan SLTP/MTs dan APM SLTA/MA . Hal ini menginformasikan bahwa siswa putus sekolah terbesar
terjadi ketika siswa menyelesaikan pendidikan SD/MI dan SLTP/MTs ke jenjang pendidikan selanjutnya.
3.3.4 Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
Gambaran mengenai peningkatan sumber daya manusia dapat dilihat dari kualitas tingkat pendidikan
penduduk usia 10 tahun keatas. Level pendidikan penduduk diketahui dari tingkat pendidikan yang dita-
matkan dengan diidentifikasi melalui ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki. Indikator ini dapat pula digunakan
untuk melihat perkembangan kualitas sumber daya manusia dengan mengetahui level tertinggi pendidikan
antar waktu dan antar wilayah.
Gambar 3.14
Angka Partisipasi Sekolah (APM) Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2011-2015
Sumber : Susenas 2015
90.96 93.6799.89 100 100
71.95 73.04 73.59 74.15 83.59
55.55 65.1868.16 70.75 67.42
0
20
40
60
80
100
120
2011 2012 2013 2014 2015
SD SMP SMA
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 36
Semakin tinggi tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan maka menggambarkan semakin baik
pula kualitas pendidikan manusianya. Hal ini ditandai dengan semakin tingginya persentase penduduk
yang berpendidikan tinggi (di atas SLTA). Biasanya terdapat kecenderungan bahwa penduduk yang
memiliki ijazah perguruan tinggi persentasenya lebih rendah.
Gambar 3.16 menggambarkan sebesar 17,32 persen penduduk berumur 10 tahun ke atas tidak
memiliki ijazah. Hal ini mencerminkan, kualitas SDM dari aspek pendidikan di Gunungkidul masih tergo-
long rendah. Hanya 4,02 Persen penduduk 10 tahun ke atas yang lulus dari perguruan tinggi. Tidak ada
kesenjangan penerimaan manfaat layanan pendidikan di antara laki-laki dan perempuan. Persentase
perempuan dan laki-laki hampir sama pada setiap jenjang pendidikan.
3.4 Kondisi Perekonomian
Situasi perekonomian secara makro Kabupaten Gunungkidul diukur dengan besarnya Nilai Tambah
Bruto (NTB) yang diperoleh dari kumulatif seluruh kegiatan ekonomi selama satu tahun atau biasa
dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sedangkan kinerja perekonomian diukur dari
kenaikan PDRB terhadap tahun sebelumnya berdasarkan harga konstan 2010. Sementara struktur
perekonomian ditunjukkan melalui distribusi persentase nilai tambah atas dasar harga berlaku per sektor.
Gambar 3.15
Persentase Penduduk 10 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidi-
kan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2015
Sumber : Susenas 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 37
PDRB Kabupaten Gunungkidul dihitung atas dasar harga berlaku (ADHB) dan atas dasar harga
konstan 2010 (ADHK). Penghitungan juga dibedakan dengan menyertakan minyak dan gas (dengan
migas) dan tanpa minyak dan gas (tanpa migas).
3.4.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan agregat nilai tambah aktivitas perekonomian
di suatu wilayah selama waktu tertentu. Angka PDRB yang dibagi dengan jumlah penduduk
menghasilkan nilai PDRB per kapita. Indikator ini sering digunakan sebagai salah satu ukuran untuk
melihat taraf hidup atau tingkat kemakmuran suatu daerah atau negara. Akan tetapi, banyak kritik yang
menyatakan PDRB per kapita belum sepenuhnya dapat mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat.
PDRB per kapita hanya merupakan suatu agregat yang belum tentu dinikmati secara merata oleh
seluruh penduduk dalam suatu wilayah. Bahkan tidak menutup kemungkinan pendapatan tersebut sama
sekali tidak dinikmati oleh penduduk, karena nilai tambah yang tercipta tersebut langsung ditransfer ke
wilayah lain. Hal itu mungkin terjadi jika faktor-faktor produksi dikuasai oleh orang/lembaga yang bukan
berasal dari daerah bersangkutan.
PDRB Kabupaten Gunungkidul tahun 2015 sebesar Rp. 13.834,23 triliun rupiah atas dasar harga
berlaku dan Rp. 11.151,69 triliun atas dasar harga konstan. PDRB tahun 2015 tersebut mengalami pen-
ingkatan dari tahun 2014 yaitu semula Rp. 12.564,33 triliun atas dasar harga berlaku dan Rp. 10.639,46
triliun atas dasar harga konstan 2010.
3.4.2 Struktur Ekonomi Regional
PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Gunungkidul dalam lima tahun terakhir menunjukkan
trend yang semakin meningkat, dari 9.739,09 milyar rupiah pada tahun 2011 hingga mencapai
13.834,23 milyar rupiah pada tahun 2015. Namun demikian, angka tersebut belum menggambarkan
kondisi riil perkembangan perekonomian, karena masih dipengaruhi oleh faktor inflasi/perubahan harga.
Nilai PDRB atas dasar harga konstan 2010 sebagai nilai PDRB yang sudah menghilangkan pengaruh
inflasi Kabupaten Gunungkidul pada periode yang sama juga menunjukkan trend yang semakin
meningkat, dari 9.248,01 milyar rupiah pada tahun 2011 menjadi 11.151,69 milyar rupiah pada tahun
2015. Nilai PDRB inilah yang menunjukkan perkembangan riil kinerja perekonomian Kabupaten
Gunungkidul selama periode tersebut.
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 38
Struktur perekonomian sebagian masyarakat Gunungkidul masih didominasi kategori Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan. Sumbangan kategori ini masih mencapai lebih dari seperempat nilai PDRB.
Sumbangan masing-masing kategori pada 2015 ini masih dipimpin oleh kategori tersebut, diikuti oleh
kategori konstruksi; kategori administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; kategori
industri pengolahan serta kategori perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.
Kategori lain yang menyumbang lebih dari 5 persen adalah kategori transportasi dan pergudangan;
kategori penyediaan akomodasi dan makan minum, kategori informasi komunikasi, serta kategori jasa
pendidikan. Sementara peranan kategori lainnya di bawah 5 persen.
Masih tingginya ketergantungan ekonomi terhadap sektor pertanian, seyogyanya membuat
pemerintah harus memperhatikan kesinambungan sektor ini dalam menyerap tenaga kerja selama belum
ada sektor lain yang dapat dikembangkan untuk menyerap limpahan pekerjanya. Di samping itu, penera-
pan teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian juga diperlukan untuk mening-
Tabel 3.6
Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 (Persen)
Kategori Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014* 2015**
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 26.21 26.92 26.43 25.08 25.56
B Pertambangan dan Penggalian 1.61 1.52 1.48 1.42 1.36
C Industri Pengolahan 10.07 9.07 9.42 9.59 9.28
D Pengadaan Listrik, Gas 0.08 0.08 0.07 0.06 0.06
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
0.18 0.17 0.17 0.18 0.17
F Konstruksi 9.32 9.52 9.62 9.70 9.61
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Repar-asi Mobil dan Sepeda Motor
8.76 8.87 8.70 8.87 8.79
H Transportasi dan Pergudangan 5.37 5.23 5.23 5.25 5.12
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.25 5.16 5.45 5.78 5.88 J Informasi dan Komunikasi 7.72 7.66 7.42 7.29 6.97
K Jasa Keuangan dan Asuransi 1.92 2.01 2.11 2.27 2.33
L Real Estate 3.28 3.34 3.35 3.42 3.43 M,N Jasa Perusahaan 0.49 0.47 0.43 0.44 0.44
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
8.43 8.82 9.10 9.28 9.39
P Jasa Pendidikan 6.15 5.97 5.89 6.15 6.33
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.92 1.97 1.97 1.97 2.01
R,S,T,U Jasa lainnya 3.25 3.21 3.18 3.25 3.27
Produk Domestik Regional Bruto 100 100 100 100 100
Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha BPS Kab. Gunungkidul 2015
Catatan : * angka sementara ** angka sangat sementara
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 39
katkan kesejahteraan petani. Apalagi diketahui selama ini sektor pertanian menjadi limpahan penganggu-
ran terselubung atau pekerja keluarga yang secara teoritis memiliki produktivitas yang rendah. Sehingga
upaya untuk mendorong pertumbuhan sektor ini membutuhkan peningkatan produktivitas yang nyata.
Di masa mendatang, pengembangan sektor lainnya untuk menampung kelebihan tenaga kerja di
sektor pertanian perlu diperhatikan. Secara teoritis pengalihan ini tidak akan menyebabkan turunnya out-
put sektor pertanian. Dengan asumsi marginal produktivitas tenaga kerja sektor pertanian yang rendah
bahkan nol, maka relokasi tenaga kerja juga akan mendorong naiknya produktivitas pekerja sektor perta-
nian sehingga peluang meningkatkan kesejahteraan penduduk yang bekerja di sektor pertanian makin
terbuka.
Penurunan secara berangsur-angsur kontribusi kategori pertanian dan peningkatan kontribusi dari
tahun ke tahun untuk kategori industri pengolahan; konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; dan
jasa-jasa di dalam memberikan nilai tambah pada PDRB menunjukkan adanya kecenderungan
pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder maupun tersier.
3.4.3 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator makro untuk melihat kinerja nyata ekonomi
di suatu wilayah. Laju pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan perubahan PDRB atas dasar harga
konstan tahun bersangkutan terhadap tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat sebagai
peningkatan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua bidang usaha kegiatan ekonomi di sua-
tu daerah selama jangka waktu satu tahun.
Perekonomian Gunungkidul pada tahun 2015 mengalami percepatan dibandingkan pertumbuhan
tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan PDRB Gunungkidul tahun 2015 mencapai 4,81 persen, sedangkan
tahun 2014 sebesar 4,54 persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh kategori Jasa lainnya
sebesar 8,65 persen. Seluruh kategori ekonomi PDRB yang lain pada tahun 2015 mencatat pertumbuhan
yang positif, kecuali kategori pengadaan listrik dan gas yang tumbuh negatif 0,71 persen.
Adapun kategori-kategori lainnya berturut-turut mencatat pertumbuhan yang positif, di antaranya
kategori Jasa Lainnya mencatat 8,65 persen, kategori Jasa Keuangan dan asuransi sebesar 8,54 persen,
Jasa Pendidikan sebesar 7,19 persen, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 7,19 persen, kate-
gori Jasa Perusahaan 7,04 persen, kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor sebesar 6,89 persen, kategori Real Estat 6.65 persen, Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum mencatat sebesar 6,43 persen, diikuti kategori Informasi dan Komunikasi 5,65 persen,
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 40
dan kategori Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5,26 persen. Adapun
kategori yang pertumbuhannya kurang dari lima persen adalah kategori Konstruksi 4,36 persen, kategori
Transportasi dan Pergudangan sebesar 3,68 persen, kategori Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 2,88 persen, kategori Industri Pengolahan 2,64 persen, kategori Pertanian, Ke-
hutanan, dan Perikanan 2,58 persen dan kategori Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,25 persen.
3.4.4 PDRB per Kapita
Sebuah nilai yang cukup relevan dalam menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk secara
makro ekonomi adalah dengan menggunakan pendekatan PDRB per kapita. Pada PDRB per kapita, be-
saran nilai PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun dari wilayah tersebut. Jadi
besarnya PDRB telah tertimbang dengan jumlah penduduk pada masing-masing wilayah, sehingga ting-
ginya PDRB tidak lagi dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang besar.
Salah satu indikator tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah/wilayah dapat dilihat dari nilai
PDRB per kapita, yang merupakan hasil bagi antara nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan
ekonomi dengan jumlah penduduk. Oleh karena itu, besar kecilnya jumlah penduduk akan
mempengaruhi nilai PDRB per kapita, sedangkan besar kecilnya nilai PDRB sangat tergantung pada
Gambar 3.16
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2011-2015 (%)
Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha BPS Kab. Gunungkidul 2015
Catatan : * angka sementara ** angka sangat sementara
3.64
4.84 4.974.54
4.81
2011 2012 2013 2014 2015
Pertumbuhan ekonomi
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 41
potensi sumber daya alam dan faktor-faktor produksi yang terdapat di daerah tersebut. PDRB per kapita
atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk.
Pada tahun 2015, PDRB per kapita Gunungkidul mencapai 19,34 juta Rupiah dengan pertumbuhan
sebesar 8,96 persen. Pertumbuhan PDRB perkapita ini sedikit menurun apabila dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun sebelumnya yaitu sebesar 9,09 persen.
Gambar 3.17
PDRB per Kapita ADHB dengan Migas dan Tanpa Migas
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010-2015 (Juta Rupiah)
Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha BPS Kab Gunungkidul 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 42
BAB IV
PERKEMBANGAN KOMPONEN
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
IPM tersusun atas tiga aspek mendasar pembangunan manusia. Aspek kesehatan yang bermakna
mempunyai umur panjang diwakili oleh indikator harapan hidup, aspek pendidikan yang direpresentasi-
kan oleh indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, serta dimensi perekonomian yang
bermakna kehidupan yang layak digambarkan dengan pengeluaran per kapita disesuaikan. Ketiga aspek
tersebut dianggap mampu untuk merepresentasikan pembangunan manusia sehingga sampai saat ini
penghitungan IPM masih menjadi rujukan negara-negara di dunia dalam mengukur perkembangan pem-
bangunan manusia.
Perkembangan IPM dari tahun ke tahun sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen yang me-
nyusunnya. Sedangkan komponen-komponen tersebut bervariasi untuk tiap kabupaten/kota. Kemajuan
ini sangat tergantung pada komitmen penyelenggara pemerintah daerah dalam meningkatkan kapasitas
dasar penduduk yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup.
IPM sebagai indikator komposit memiliki nilai antara 0 hingga 100. Semakin besar nilai IPM
mengindikasikan kualitas pembangunan manusia yang semakin baik. Penggolongan IPM berdasarkan
kriteria dari United Nations Development Programme (UNDP) adalah sebagai berikut: nilai IPM yang
kurang dari 60 digolongkan sebagai kategori “rendah” ; rentang antara 60 hingga 69 masuk kriteria
sedang; rentang antara 70 hungga 79 masuk kriteria tinggi dan nilai 80 keatas merupakan kelompok
“sangat tinggi.
Karena keterbatasan indikator komposit yang hanya memberikan gambaran secara agregat, maka
implementasi hasil penghitungan IPM dalam program-program pembangunan membutuhkan
pencermatan lebih lanjut pada indikator atau variabel yang terkait dengan indikator utama yang
digunakan dalam menyusun IPM.
4.1 Perkembangan Kesehatan
Indikator ini menunjukkan kondisi dan sistem pelayanan kesehatan masyarakat, karena mampu
merepresentasikan output dari upaya pelayanan kesehatan secara komprehensif. Hal ini didasarkan
pada suatu pandangan bahwa jika seseorang memiliki derajat kesehatan yang semakin baik maka yang
bersangkutan akan berpeluang memiliki usia lebih panjang atau mempunyai angka harapan hidup yang
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 43
tinggi. Angka harapan hidup merupakan indikator yang cukup efektif untuk mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat pada khususnya. Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan di suatu
wilayah akan disertai oleh peningkatan usia harapan hidup penduduknya, namun sebaliknya semakin
rendah usia harapan hidup di suatu wilayah mencerminkan buruknya kualitas pembangunan kesehatan.
Angka harapan hidup menggambarkan perkiraan rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang
baru lahir pada suatu tahun tertentu.
Perkembangan komponen kesehatan digambarkan dengan indikator angka harapan hidup. Angka
harapan hidup adalah perkiraan banyaknya tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup
(secara rata-rata). Indikator ini seringkali digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal
kesejahteraan rakyat di bidang kesehatan.
Usia harapan hidup penduduk Kabupaten Gunungkidul selama periode 2011-2015 menunjukkan tren
yang semakin meningkat. Pada tahun 2011, usia harapan hidup penduduk mencapai 73,36 tahun, dan
terus meningkat menjadi 73,69 tahun pada tahun 2015. Secara umum, angka ini menunjukkan usia rata-
rata yang akan dijalani oleh seorang bayi yang dilahirkan hidup pada tahun 2015 adalah mencapai 73,69
tahun. Peningkatan usia harapan hidup ini secara tidak langsung menunjukkan adanya perbaikan
kualitas kesehatan penduduk. Program perbaikan kualitas kesehatan penduduk terutama pada kelompok
yang berpendapatan rendah selama beberapa tahun terakhir dilakukan melalui program Askeskin
(asuransi kesehatan bagi keluarga miskin), jamkesmas dan jamkesos. Program intervensi ini diharapkan
dapat menaikkan kualitas kesehatan penduduk secara umum dengan sasaran utama mereka yang
memiliki daya beli rendah terhadap pelayanan kesehatan.
Sebagai perbandingan, usia harapan hidup rata-rata di Provinsi DIY sekitar 74,68 tahun. Dengan
demikian seperti tahun-tahun sebelumnya, rata-rata angka harapan hidup penduduk Kabupaten
Gunungkidul masih berada di bawah rata-rata angka harapan hidup penduduk DIY.
Perkembangan angka harapan hidup per tahun di Gunungkidul tercatat tidak melebihi dari satu ta-
hun dalam satu periode jangka waktu satu tahun. Hal ini berarti bahwa kondisi angka kematian bayi
(infant mortality rate) di Gunungkidul termasuk dalam kategori Hardrock, artinya dalam waktu satu tahun
penurunan angka kematian bayi yang tajam sulit terjadi. Sehingga implikasinya adalah angka harapan
hidup yang dihitung berdasarkan harapan hidup waktu lahir menjadi lambat untuk mengalami kemajuan.
Hal ini terlihat dari perkembangan angka harapan hidup yang tidak melebihi satu digit dalam kurun waktu
satu tahun. Kondisi tersebut juga terjadi untuk kondisi nasional, penurunan angka kematian bayi terjadi
secara gradual bahkan mengarah melambat.
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 44
4.2 Perkembangan Pendidikan
Perkembangan komponen pendidikan direpresentasikan oleh harapan lama sekolah dan rata-rata
lama sekolah. Harapan lama sekolah didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharap-
kan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang, sedangkan rata-rata lama
sekolah menggambarkan rata-rata jumlah tahun yang dijalani oleh penduduk untuk menempuh pendidi-
kan formal. Bobot kedua indikator ini masing-masing sebesar setengah dalam membentuk komponen
pendidikan.
4.2.1 Perkembangan Harapan Lama Sekolah
Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang
diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS dapat digunakan
untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang. Untuk penghitungannya,
umur yang digunakan adalah 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib
belajar.
Untuk mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS dikoreksi dengan siswa
yang bersekolah di pesantren. Untuk mendapatkan data pesantren diperoleh dari Direktorat Pendidikan
Islam.
Gambar 4.1
Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Gunungkidul Ta-
hun 2011-2015
Sumber : BPS
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 45
Angka harapan lama sekolah penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 sebesar 12,92
tahun, yang artinya lamanya sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur 7 tahun
adalah sampai lulus SMA (12 tahun) atau Diploma I (13 tahun). Angka relatif mengalami kenaikan di-
bandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni hanya naik 0,10 persen dari tahun sebelumnya. Kecilnya
kenaikan angka harapan lama sekolah penduduk tidak berarti bahwa proses pembangunan di bidang
pendidikan yang telah dilakukan tidak mengalami kemajuan. Hal ini terjadi karena pendidikan merupa-
kan sebuah proses yang panjang dan hasilnya pun tidak dapat dilihat atau dirasakan secara instan.
4.2.2 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah
Indikator rata-rata lama sekolah sangat dipengaruhi oleh partisipasi sekolah untuk semua kelompok
umur. Bila angka partisipasi sekolah di Kabupaten Gunungkidul rendah maka kemungkinan besar angka
rata-rata lama sekolahnya juga akan rendah.
Angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Gunungkidul bergerak sangat lambat . Pada tahun
2015 rata-rata lama sekolah Kabupaten Gunungkidul mencapai 6,46 tahun atau hanya mengalami pen-
ingkatan sebesar 0,01 tahun dalam waktu satu tahun dibandingkan dengan tahun 2014. Sedangkan bila
Gambar 4.2
Harapan Lama Sekolah (HLS) Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2011-2015
Sumber : BPS
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 46
dibandingkan dengan tahun 2013, angka rata-rata lama sekolah hanya meningkat sebesar 0,05 tahun
dalam kurun waktu dua tahun.
Angka rata-rata lama sekolah sebesar 6,46 tahun mengandung arti rata-rata penduduk Kabupaten
Gunungkidul hanya mengenyam pendidikan sampai dengan kelas 6 SD atau putus sekolah pada kelas
1 SLTP. Kondisi ini bahkan hampir dapat dikatakan hanya terjadi sedikit perubahan selama kurun waktu
lima tahun yaitu periode tahun 2011-2015.
4.3 Perkembangan Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan
Komponen terakhir yang digunakan untuk penghitungan IPM adalah dimensi ekonomi yaitu kemam-
puan untuk hidup layak. Komponen ini digambarkan dengan pengeluaran per kapita disesuaikan diten-
tukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli. Daya beli merupakan kemampuan
masyarakat dalam membelanjakan uang untuk barang dan jasa. Kemampuan ini sangat dipengaruhi
oleh harga-harga riil antar wilayah karena nilai tukar yang digunakan dapat menaikkan atau menurunkan
daya beli
Dalam penghitungan pengeluaran per kapita disesuaikan, rata-rata pengeluaran per kapita dihitung
dari level provinsi hingga level kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan
Gambar 4.3
Rata Lama Sekolah (RLS) Kabupaten Gunungkidul Tahun
2011-2015
Sumber : Susenas 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 47
tahun dasar 2012=100. Paritas daya beli telah menggunakan harga yang telah distandarkan dengan
kondisi Jakarta Selatan sebagai rujukannya. Penggunaan standar harga ini untuk mengeliminasi
perbedaan harga antar wilayah sehingga perbedaan kemampuan daya beli masyarakat antar wilayah
dapat diperbandingkan.
Pengeluaran per kapita disesuaikan per tahun Kabupaten Gunungkidul tahun 2015 adalah sebesar
Rp. 8.366.000,- meningkat seiring dengan semakin tingginya kebutuhan hidup dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar Rp. 8.235.000,-. Kondisi tersebut juga meningkat dibandingkan dengan situasi pada tahun
2013 yang mempunyai pengeluaran per kapita disesuaikan sebesar Rp. 8.202.000,-. Kenaikan nilai ini
diperkirakan dipengaruhi oleh semakin membaiknya kondisi ekonomi penduduk dengan adanya kenai-
kan pendapatan. Hal ini mengakibatkan kemampuan masyarakat untuk mengakses pendidikan untuk
melanjutkan sekolah dan mengakses fasilitas kesehatan menjadi semakin baik.
Tabel 4.4
Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan di Kabupaten Gunung-
kidul Tahun 2010-2015 (Ribu Rupiah)
Sumber : Susenas 2012-2015
8093
81388170
82028235
8336
7950
8000
8050
8100
8150
8200
8250
8300
8350
8400
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 48
4.4 Perkembangan IPM
Di tahun 2015, IPM dihitung menggunakan metode baru. Hal ini disebabkan oleh beberapa indikator
sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Angka melek huruf sudah tidak relevan
dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain
itu, karena angka melek huruf di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat mem-
bedakan tingkat pendidikan antardaerah dengan baik. PDB per kapita tidak dapat menggambarkan pen-
dapatan masyarakat pada suatu wilayah. Alasan kedua, penggunaan rumus rata-rata aritmatik sudah
tidak sesuai dalam penghitungan IPM karena capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh
capaian tinggi dari dimensi lain.
Keuntungannya adalah terdapat indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan baik
(diskriminatif). Dengan memasukkan rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah, bisa
didapatkan gambaran yang lebih relevan dalam pendidikan dan perubahan yang terjadi. PNB mengganti-
kan PDB karena lebih menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Dengan
menggunakan rata-rata geometrik dalam menyusun IPM dapat diartikan bahwa capaian satu dimensi
tidak dapat ditutupi oleh capaian di dimensi lain. Artinya, untuk mewujudkan pembangunan manusia yang
baik, ketiga dimensi harus memperoleh perhatian yang sama besar karena sama pentingnya.
Secara umum besarnya capaian IPM Kabupaten Gunungkidul selalu mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Demikian pula dengan kabupaten/kota di Kabupaten Gunungkidul tidak satupun yang
Gambar 4.5
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Gunungkidul Tahun
2011-2015
Sumber : Diolah dari Susenas
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 49
mengalami penurunan angka IPM. Perkembangan capaian nilai IPM menandakan usaha-usaha pem-
bangunan manusia telah berjalan, meskipun ada yang mengalami kemajuan yang pesat dan ada juga
yang lambat berkembang.
4.5 Pertumbuhan IPM
Pertumbuhan IPM ditujukan untuk melihat kemajuan atau kemunduran dari pencapaian sasaran
pembangunan manusia di suatu daerah selama kurun waktu tertentu. Dengan kata lain, melalui angka
pertumbuhan ini dapat dilihat kecepatan perkembangan IPM suatu daerah.
Terdapat sebuah kecenderungan dalam pencapaian IPM, jika nilai IPM semakin mendekati nilai
maksimumnya (100 persen), maka pertumbuhannya akan semakin lambat. Sebaliknya jika angka ca-
paian IPM masih berada pada level yang rendah maka kemampuan untuk memacu pertumbuhan yang
tinggi dalam capaian IPM akan lebih mudah.
Pada tahun 2011 pertumbuhan IPM Gunungkidul mencapai 0,98 persen. Pada tahun 2012 pertum-
buhan IPM Gunungkidul mengalami peningkatan menjadi 1,33 persen. Pertumbuhan IPM Gunungkidul
mengalami perlambatan menjadi 0,94 persen pada periode 2013, namun kembali naik menjadi 1,09 per-
sen pada tahun 2014. Dan kembali mengalami perlambatan pada tahun 2015 ini yaitu sebesar 0,57 per-
sen.
Tabel 4.6
Pertumbuhan IPM di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-
2015
Sumber : Susenas 2012-2015
0.98
1.33
0.941.09
0.57
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
2011 2012 2013 2014 2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 50
BAB V
POSISI PEMBANGUNAN MANUSIA
Hasil penghitungan IPM dengan metode baru pada tahun 2015 untuk Kabupaten Gunungkidul
menunjukkan perkembangan yang positif. Komponen harapan hidup, pendidikan dan pengeluaran riil
perkapita meningkat dari tiap tahunnya. Ini mengindikasikan selama tahun 2011-2015 terjadi perbaikan
kualitas pembangunan manusia dari sisi kesehatan, pendidikan dan daya beli penduduk. Indeks harapan
hidup penduduk meningkat dari 82,10 pada tahun 2011 menjadi 82,60 pada tahun 2015. Indeks
pendidikan meningkat dari 51,99 pada tahun 2011 menjadi 57,42 pada tahun 2015. Sedangkan indeks
pendapatan meningkat dari 63,84 pada tahun 2011 menjadi 64,58 pada tahun 2015.
Berdasarkan rata-rata geometrik ketiga indeks yang menyusun IPM, diperoleh nilai IPM Kabupaten
Gunungkidul pada tahun 2015 sebesar 67,41. Selama lima tahun terakhir nilai IPM Kabupaten
Gunungkidul terus mengalami peningkatan, dari 64,83 pada tahun 2011 menjadi 67,41 pada tahun 2015.
Secara umum hal ini menggambarkan terjadinya perbaikan kualitas pembangunan sumber daya manusia
selama lima tahun terakhir di Kabupaten Gunungkidul. Menurut kategorinya, IPM Kabupaten
Gunungkidul selama lima tahun terakhir termasuk dalam kelompok “sedang”, yakni kelompok daerah
dengan nilai IPM berkisar antara 60 hingga dibawah 70.
Sumber : BPS Kabupaten Gunungkidul
Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Komponen IPM
1. Angka Harapan Hidup (tahun)
73.36 73.37 73.38 73.39 73.69
2. Harapan Lama Sekolah
(tahun) 11.83 12.14 12.49 12.82 12.92
3. Rata-rata Lama Sekolah (tahun)
5.74 6.08 6.22 6.45 6.46
4. Konsumsi riil perkapita (000 Rp)
8,138 8,170 8,202 8,235 8,336
Indeks
1. Harapan Hidup 82.10 82.11 82.13 82.14 82.60
2. Pendidikan 51.99 53.98 55.40 57.12 57.42
3. Pendapatan 63.84 63.96 64.08 64.20 64.58
IPM 64.83 65.69 66.31 67.03 67.41
Tabel 5.1
Indicator IPM Kabupaten Gunungkidul , 2011-2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 51
Untuk melihat pencapaian IPM Kabupaten Gunungkidul dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya
di Provinsi DIY, berikut ini disajikan hasil penghitungan IPM kabupaten/kota pada tahun 2015. Dalam
perbandingan antar kabupaten/kota se DIY, IPM Kabupaten Gunungkidul juga masih belum beranjak dari
peringkat 5 dari 5 kabupaten/kota se DIY. Fenomena ini menunjukkan tingkat pencapaian kualitas
pembangunan di beberapa kabupaten/kota lainnya yang lebih cepat dibanding Gunungkidul.
Sumber : BPS Kabupaten Gunungkidul
Wilayah/Daerah
Nilai IPM Peringkat se DIY
2013 2014 2015 2013 2014 2015
1 2 3 4 5 6 7
D I YOGYAKARTA 76.44 76.81 77.59
Kulon Progo 70.14 70.68 71.52 4 4 4
Bantul 76.78 77.11 77.99 3 3 3
Gunung Kidul 66.31 67.03 67.41 5 5 5
Sleman 80.26 80.73 81.20 2 2 2
Kota Yogyakarta 83.61 83.78 84.56 1 1 1
Tabel 5.2
Perbandingan Nilai IPM Kabupaten Gunungkidul dengan
Daerah Lainnya di Provinsi D I Yogyakarta, 2013-2015
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 52
BAB VI
PENUTUP
1. Posisi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 tercatat sebesar
67,41; meningkat dari 67,03 pada tahun 2014. Indeks komponen harapan hidup meningkat sebesar
0,46 poin selama 2014-2015. Indeks komponen pendidikan yang mewakili tingkat ketrampilan dan
penguasaan ilmu pengetahuan penduduk mengalami kenaikan 0,30 poin. Sementara itu, indeks
komponen pendapatan mengalami kenaikan 0,38 poin. Dapat dilihat bahwa pendorong utama
kenaikan IPM pada tahun 2014 berasal dari aspek kesehatan.
2. Indeks harapan hidup merupakan indeks yang berkembang paling pelan dibanding indeks lainnya.
Indeks harapan hidup tahun ini meningkat 0,46 poin, dan merupakan peningkatan tertinggi dalam
lima tahun terakhir, setelah sebelumnya hanya meningkat 0,01 poin. Pembangunan di bidang
kesehatan merupakan proses yang sangat panjang, hasilnya tidak dapat dinikmati secara instan.
Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan
hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan.
3. Kesenjangan penduduk dalam menjangkau fasilitas kesehatan dapat dikurangi dengan lebih
mengoptimalkan peran puskesmas, puskesmas pembantu serta puskesmas keliling. Keberadaan
posyandu sampai tingkat pedukuhan disertai dengan peningkatan kemampuan kader kesehatan
serta penempatan bidan desa juga dapat diupayakan untuk meningkatkan tingkat kesehatan
masyarakat di daerah pedesaan. Selain itu adanya program pemerintah dalam membantu penduduk
yang tidak mampu melalui program jamkesmas, jamkesos, jamkesta ataupun askeskin diharapkan
dapat meningkatkan derajat kesehatan penduduk secara keseluruhan. Meskipun tetap diperlukan
adanya pengawasan untuk mengawal jalannya program tersebut, sehingga penyimpangan seperti
tidak tepat sasaran, ataupun dananya tidak sampai kepada yang berhak menerima dapat
diminimalisir.
4. Kemudahan penduduk untuk menjangkau sarana pendukung kegiatan pendidikan terutama pada
tingkat SMP dan SMA masih belum merata antara daerah perkotaan dan pedesaan. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah lebih mengoptimalkan peran SMP dan SMA di ibukota
kecamatan. Perbaikan sarana transportasi juga perlu diperhatikan, karena salah satu sebab
tingginya angka putus sekolah di daerah pinggiran adalah kendala transportasi. Upaya penempatan
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 53
guru selaku fasilitator yang tinggal di daerah setempat juga bisa lebih mengoptimalkan peran
sekolah.
5. Beberapa faktor utama yang menjadi kendala dalam pemberdayaan sumber daya manusia di masa
mendatang adalah masih rendahnya kualitas angkatan kerja dan relatif tingginya tingkat
pengangguran. Pada tahun 2015, tingkat pengangguran terbuka memang kecil hanya 2,90 persen.
Penciptaan kesempatan berusaha serta pembukaan lapangan kerja baru merupakan prioritas yang
dapat ditempuh untuk meningkatkan akses penduduk terhadap sumber-sumber pendapatan.
Peningkatan tingkat ketrampilan/skill dan jiwa kewirausahaan penduduk, terutama bagi mereka yang
akan memasuki bursa kerja melalui program pelatihan kerja juga perlu lebih digiatkan. Diperlukan
proses sinkronisasi antara kebutuhan dunia usaha terhadap tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan
tenaga kerja yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan. Penciptaan lapangan kerja juga akan
mengurangi tingkat migrasi keluar penduduk berpendidikan yang secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap indeks pendidikan.
6. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul, Pemerintah
Daerah dapat menempuh beberapa program dengan kelompok sasaran utama adalah penduduk
miskin. Kendala utama untuk meningkatkan kualitas manusia terletak pada ketidakberdayaan
secara ekonomi. Kegiatan tersebut meliputi pemenuhan kebutuhan dasar penduduk dengan subsidi
pangan murah, bantuan penyelenggaraan pendidikan serta pelayanan kesehatan. Kebijakan
pemerintah pusat melalui program wajib belajar sembilan tahun yang didukung dengan pembebasan
biaya pendidikan pada sekolah negeri sampai tingkat SMP perlu lebih disosialisasikan secara luas.
Upaya ini dapat mengurangi angka putus sekolah di tingkat SMP secara signifikan. Dukungan
alokasi dana untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD juga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pendidikan. Bantuan pembiayaan bagi penduduk miskin melalui program
Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (Askes Gakin dan Jamkesmas) untuk bidang kesehatan
dan bantuan usaha untuk mengangkat daya beli masyarakat perlu mendapat dukungan pemerintah
daerah sehingga program ini lebih tepat sasaran. Pada akhirnya kondisi tersebut diharapkan dapat
mendorong peningkatan kesejahteraan mereka.