Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 PASAL 43
TENTANG PENGELOLAAN WAKAF PRODUKTIF PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
(Study diMasjid Azizi Kelurahan Payo Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Prodi Perbandingan Mazhab
Fakultas Syariah
Oleh:
M. FIRDAUS
SPM. 162595
PEMBIMBING:
Dr. Illy Yanti, M.Ag
Drs. RAHMADI, M.HI
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
TAHUN 2020
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : M. Firdaus
NIM : SPM. 162595
Jurusan : Perbandingan Mazhab
Fakultas : Syariah
Alamat : Desa Delima Kec. Tebing Tinggi Kab. Tanjung Jabung Barat
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang berjudul:
“IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 PASAL 43
TENTANG PENGELOLAAN WAKAF PRODUKTIF PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM (Study diMasjid Azizi Kelurahan Payo Lebar Kebun Jeruk
Kota Jambi)” adalah hasil karya pribadi yang tidak mengandung plagiarisme dan
tidak berisi materi yang dipublikasikan atau ditulis orang lain, kecuali kutipan
yang telah disebutkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan secara
ilmiah.Apabila pernyataan ini tidak benar, maka peneliti siap mempertanggung
jawabkanya sesuai hukum yang berlaku dan ketentuan UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, termasuk pencabutan gelar yang saya peroleh dari skripsi ini.
Jambi, 15 Mei 2020
Yang Menyatakan,
M. Firdaus
NIM. SPM. 162595
iii
Pembimbing I : Dr. Illy Yanti, M.Ag.
Pembimbing II : Drs. Rahmadi, M.HI
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi
Jl. Jambi- Muara Bulian KM. 16 Simp. Sei Duren
Jaluko Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. (0741) 582021
Jambi, 2020
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di-
JAMBI
NOTA DINAS
Assalamualaikum wr wb.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi
saudaraM. Firdaus, SPM. 162595 yang berjudul:
“IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 PASAL 43
TENTANG PENGELOLAAN WAKAF PRODUKTIF PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM (Study diMasjid Azizi Kelurahan Payo Lebar Kebun Jeruk
Kota Jambi)”
Telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqasahkan guna melengkapi
syarat-syarat memperoleh gelar sarjana starata satu (S1) dalam jurusan
Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
Demikianlah, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalamualaikum wr wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Dr.Illy Yanti, M.Ag. Drs. Rahmadi, M.HI
NIP. 1971102271994012001 NIP. 196611121993021001
iv
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS SYARIAH
Jln. Raya Jambi-Muara Bulian KM. 16 Simpang Sungai Duren Kab. Muaro Jambi. 36363
Telp/Fax (0741) 583183-584118 website: iainjambi.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI / TUGAS AKHIR
Nomor : B--4121/D.II/PP.009/03/2020
Skripsi/Tugas Akhir dengan Judul: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 41
TAHUN 2004 PASAL 43 TENTANG PENGELOLAAN WAKAF
PRODUKTIFPERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Study di Masjid Azizi Kelurahan Payo
Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi).
Yang dipersiapkan dan disusun oleh Nama : M. Firdaus
NIM : SPM. 162595
Telah dimunaqasyahkan pada : Rabu, 08 April 2020
Nilai Munaqasyah : 80.90 (A)
Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
TIM MUNAQASAH :
Ketua Sidang
Drs.Baharuddin Ahmad, M.HI
NIP. 19561221 19840 21001
Penguji I Penguji II
Drs. H. Hasbi Ash-Shidiqi, MA
NIP. 19640608 199203 1004
Idris, S.S., M.H
NIP. 19780401 201412 1004
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Illy Yanti, M.Ag. NIP. 197102271994012001
Sekretaris Sidang
Drs. Rahmadi, M.HI
NIP. 19661112 199302 1001
Dra. Choiriyah
NIP. 196608051994032001
Jambi, Mei 2020
Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
DEKAN
Dr. Sayuti, S.Ag.,M.H
NIP. 19720102 2000031 005
v
MOTTO
261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki.dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.(Q.S Al-
Baqarah;261)
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakann pedoman
tranliterasi berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543
b/U/1987, tanggal 22 Januari 1988. Adapun secara garis besar uraiannya sebagai
berikut:
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab
Nama Huruf Latin Keterangan
Alif Tidak ا
dilambangkan
Tidak dilambangkan
Ba´ B Be ة
Ta´ T Te ت
Sa´ Ṡ Es (dengan titik di atas) ث
Jim J Je ج
Ha´ Ḥ Ha (dengan titik di bawah) ح
Kha´ KH Ka dan Ha خ
Dal D De د
Źal Ż Zat (dengan titik di atas) ذ
Ra´ R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin SY Es dan Ye ش
Sád Ṣ Es (dengan titik di bawah) ص
Dad Ḍ De (dengan titik di bawah) ض
Ta´ Ṭ Te (dengan titik di bawah) ط
Za´ Ẓ Zet (dengan titik di bawah) ظ
Ain ´ Koma terbalik di atas ع
Gain G Ge غ
Fa F Ef ف
Qāf Q Qi ق
Kāf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em و
Nun N En
Wawu W We و
Ha´ H Ha
Hamzah ' Apostrof ء
Ya´ Y Ye ى
vii
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah di tulis Rangkap
Ditulis Muta‘adiddah يتعد دة
Ditulis ‘Iddah عدة
C. Ta‘ Marbutah di Akhir Kata
1. Bila dimatikan tulis h
Ditulis Hikmah حكة
Ditulis „illah عهة
Ketentuan ini tidak diperlakukan terhadap kata-kata Arab yang
sudah terserap kedalam bahasa Indonesia, seperti sholat, zakat,dan
sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya.
2. Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis dengan h.
‟Ditulis Karamatul al-auliya كر ية الأ و نيب ء
Bila ta‟ marbutha hidup atau harakat, fathah, kasrah dan dommah ditulis t
Ditulis Zakatul fitri ز كبة انفطر
D. Vokal Pendek
Ditulis A
Ditulis I
Ditulis U
E. Vokal Panjang
Fathah alif
جب ههية
Ditulis
Ditulis
Ā
Jāhiliyyah
Fathah ya‟ mati
يسعي
Ditulis
Ditulis
Ā
yas‟ā
Kasrah ya‟ mati
كريى
Ditulis
Ditulis
Ĭ
Karĭm
Dammah wawu mati
فروض
Ditulis
Ditulis
Ũ
Furũd
viii
F. Vokal Rangkap
Fathah alif
بيكى
Ditulis
Ditulis
Ai
Bainakum
Fathah wawu mati
قول
Ditulis
Ditulis
Au
Qaul
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata dipisahkan dengan
Apostrof
Ditulis A‟antum ااتى
Ditulis U‟iddat اعد ت
Ditulis La‟in syakartum نئ شكرتى
H. Kata Sandang Alif Lam
1. Bila diikuti Huruf Qamariyyah
Ditulis Al-Qur‟an انقر ا
Ditulis Al-Qiyas انقيب س
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkankan huruf/ (el)
nya
‟Ditulis As-Sama انسبء
Ditulis Asy-Syams انشس
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya
Ditulis Zawi al-furud ذو انفروض
Ditulis Ahl as-sunnah اهم انسة
ix
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan skripsi ini buat
Kedua orang tuaku Ayah (M. Syukri) dan Ibundaku (Fitriyani) Sebagai tanda
bukti, hormat dan terimahkasih yang tiada terhingga telah membesarkan,
mendidik, membimbing, menjaga, dan mendo‟akan dengan ketulusan hati serta
memberi motivasi dan dukungan moril maupun materil sehingga dapat menempuh
sekaligus menyelesaikan masa studi di UIN STS Jambi.
Sungguhku saying kalian, terimalah bukti kecil ini sebagai hadiah keseriusanku
untuk membalas pengorbananmu.Maafkan anakmu yang masih saja selalu
menyusahkanmu. Dalam setiap langkah aku berusaha mewujudkan harapan-
harapan yang kalian impikan, meski belum semua itu dapat ku raih, insya Allah
atas dukungan, do‟a dan restu kalian semua mimpi itu akan tercapai dimasa yang
penuh kehangatan nantinya.
Terimah kasih untuk kedua adikku (M. Zaki, M. Fauzan) dan seluruh
keluargaku dan teman-teman seperjuangan yang telah memberikan semangat,
pendorongku untuk menjadi lebih dewasa, pembawa kecerian dalam hidupku
dan selalu mendo‟akanku dalam menyelesaikan skripsi ini.
x
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Implementasi Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Pasal 43
Tentang Pengelolaan Wakaf Produktif di Masjid Azizi Kel. Payo Lebar Kebun
Jeruk Kota Jambi”. Kajian ilmiah ini membahas, pertama, pengelolaan wakaf
produktif di Masjid Azizi, kedua, perkembangan yang di dapat dari hasil wakaf
produktif tersebut, ketiga, tinjauan UU No. 41 Tahun 20014 tentang pengelolaan
wakaf di Masjid Azizi. Penelitian ini merupakanpenelitian lapanganfield research
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik analisis deskriptif tipe
pendekatan yuridis empiris. Jenis dan sumber data yang digunakan yaitu data
primer dan data sekunder. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah
observai, wawancara, dan dokumentasi. Teknik sampling yang digunakan adalah
non probability sampling dengan jenis teknik purposive sampling. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (verifikasi).
Adapun hasil dari penelitian ini penulis menemukan beberapa aset-aset yang
menjadi wakaf produktif milik Masjid Azizi yang telah dikelola oleh lima orang
nazhir dengan cara menyewakannya kemudian hasil dari sewa tersebut digunakan
untuk perawatan aset-aset wakaf , perkembangan masjid dan juga digunakan
untuk penunjang kegiatan-kegiatan kemakmuran Masjid Azizi.
Kata Kunci: Wakaf Produktif, Pengelolaan Harta Wakaf, Tinjauan UU No.
41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
xi
KATA PENGANTAR
قل ب العلن. الصلا ج السلا م عل اشسف الا ثا ء الوس سلي سد ا الحود الله الر أز ل الد ف
هحود عل ال صحث الرا تعي لن تا حسا ى ال م الد ي. أشد اى لا ال الا الله أشد اى سد ا
.هحودا عثد زس ل
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana dalam
penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula iringan shalawat
serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini diberi judul “Implementasi Undang-undang No. 41 Tahun 2004
Pasal 43 Tentang Pengelolaan Wakaf Produktif di Masjid Azizi Kel. Payo Lebar
Kebun Jeruk Kota Jambi.” merupakan suatu kajian terhadap pengelolaan wakaf
produktif.
Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap perkembangan
ilmu syariah dalam bagian Perbandingan Mazhab dan juga memenuhi sebagian
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Jurusan
Perbandingan Mazhab pada Fakultas Syariah di Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia.
Kemudian dalam penyelesaian skripsi ini, penulis akui tidak sedikitnya
hambatan dan rintangan yang penulis temui baik dalam pengumpulan data
maupun dalam penyusunannya. Dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak,
terutama bantuan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, hal yang pantas
penulis ucapkan adalah jutaan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung penyelesaian skripsi ini,
terutama sekali kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof Dr. H. H Su‟aidi Asy‟ari, M. A, Ph.D sebagai Rektor
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Ibu Dr. Rafiqah Ferawati, SE.,M.EI selaku Wakil Rektor 1, Bapak Dr.
As‟ad Isma‟ M.Pd selaku Wakil Rektor II, dan Bapak Dr. Bahrul Ulum,
MA selaku Wakil Rektor III Uin Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Sayuti, S.Ag,. M.H sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
xii
4. Bapak Agus Salim, M.A.,M.I.R., Ph.D, sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik, Bapak Ruslan Abdul Gani.,Sh.M.Hum, sebagai Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan, Bapak Dr. H.
Ishaq, SH. M.Hum, sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan
Kerjasama.
5. Bapak Alhusni, S.Ag., M.HI, Sebagai Ketua Prodi Perbandingan Mazhab
dan Bapak Tasnim Rahman Fitra, S.Sy.,M.H, Sekretaris Prodi
Perbandingan Mazhab Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
6. Ibu Dr. Illy Yanti, M.Ag,sebagai Pembimbing I.
7. Bapak Drs. Rahmadi, M.HI, sebagai Pembimbing II
8. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh Karyawan/Karyawati
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
9. Bapak dan Ibuk Karyawan/Karyawati Perpustakan Fakultas Syariah dan
Perpustakan Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifudin Jambi.
10. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung
maupun tidak langsung.
Akhirnya kepada Allah jualah penulis memohon agar jerih payah Bapak/Ibu dan
teman-teman semua menjadi amal shaleh bagi mereka semua dan mendapatkan
ridha Allah SWT serta mendapatkan balasan yang setimpal di hari kemudian
nantinya. Di samping itu dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih
banyak terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini, kepada Allah
SWT kita memohon ampunan-Nya dan kepada manusia kita memohon
kemanfaatannya, semoga amal kebajikan kita ini dinilai seimbang oleh Allah
SWT.
Jambi, 15 Mei 2020
Penulis
M. Firdaus
SPM. 162595
xiii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR .................................. ii
NOTA DINAS ................................................................................................. iii
PENGESAHAN TUGAS AKHIR ................................................................. iv
MOTTO .......................................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ......................................... vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................... x
ABSTRAK ...................................................................................................... xii
KATA PENGANTAR .................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Batasan Masalah .......................................................................... 5
D. Tujuan dan Kegunaan penelitian ............................................... 6
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 7
F. Kerangka Teori ............................................................................ 01
G. Metode Penelitian ......................................................................... 01
H. Sistematika Pembahasan ............................................................. 08
I. Jadwal Penelitian .......................................................................... 11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF
A. Wakaf Produktif Menurut Ulama Mazhab ............................... 20
B. Dasar Hukum Wakaf ................................................................... 23
C. Syarat-Syarat Wakaf ................................................................... 30
D. Rukun (Unsur) Wakaf ................................................................. 30
E. Asas-Asas Wakaf .......................................................................... 23
F. Bentuk-Bentuk Wakaf ................................................................. 38
G. Wakaf Produktif dalam Islam .................................................... 41
H. Wakaf Produktif dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004
........................................................................................................ 46
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Masjid Azizi Kel. Payo Lebar Kebun Jeruk
Kota Jambi .................................................................................... 50
B. Struktur Kepengurusan Masjid Azizi Kel. Payo Lebar Kebun
Jeruk Kota Jambi ......................................................................... 54
xiv
C. Bentuk-Bentuk Wakaf Produktif Milik Masjid Azizi Kel. Payo
Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi ................................................. 55
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Pengelolaan Wakaf Produktif di Masjid Azizi Kel. Payo Lebar
Kebun Jeruk Kota jambi ............................................................. 57
B. Tinjauan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Wakaf
Produktif di Masjid Azizi Kel. Payo Lebar Kebun Jeruk Kota
Jambi ............................................................................................. 63
C. Perkembangan dari Hasil Wakaf Produktif .............................. 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 67
B. Saran .............................................................................................. 68
C. Kata Penutup ................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
CURRICULUM VITAE
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Masjid Azizi
Gambar 2 : Tanah Sewa Milik Masjid Azizi
Gambar 3 : Ruko Milik Masjid Azizi
Gambar 4 : Ruko Permanen Milik Masjid Aizi
Gambar 5 : Foto Bersama Bapak H. Lukman Hakim (Ketua Masjid Azizi)
Gambar6 : Foto Bersama Bapak Amrin TH (Salah Satu Nazhir Wakaf Masjid
Azizi)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wakaf merupakan bentuk muamalah maliyah(harta benda) yang sangat
lama dan sudah dikenal oleh masyarakat sejak dahulu kala. Hal ini tidak lain
karena Allah SWT menciptakan manusia untuk mencintai kebaikan dan
melakukannya sejak ia dilahirkan hingga hidup di tengah-tengah masyarakat.
Demikian juga Allah SWT telah menciptakan dua sifat yang berlawanan dalam
diri manusia agar mereka mencintai yang lain, bekerja sama dan berkorban untuk
mereka, tanpa harus menghilangkan kecintaan pada dirinya sendiri1.
Karenanya perwakafan merupakan salah satu masalah yang penting dalam
rangka hubungan antara hubungan hukum Islam dengan hukum
Nasional.Dikatakan penting karena wakaf adalah suatu amalan-amalan kegiatan
kegamaan baik dibidang keagrariaan maupun bidang sarana fisik yang dapat
digunakan sebagai pengembangan kehidupan keagamaan khususnya umat Islam
dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat baik spiritual maupun materiil
menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Wakaf memainkan peran ekonomi dan sosial yang sangat penting dalam
sejarah Islam, Wakaf berfungsi sebagai sumber pembiayaan bagi masjid-masjid,
sekolah-sekolah, pengkajian dan penelitian, rumah-rumah sakit, pelayanan sosial
1 Siska Lis Sulistiani, Pembaharuan Hukum Wakaf di Indonesia, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2017), hlm.1.
2
dan pertahanan2. Sedangkan di Indonesia perwakafan sudah ada sejak lama, yaitu
sebelum Indonesia merdeka, karena di Indonesia dulu pernah berdiri kerajaan-
kerajaan Islam. Wakaf dalam kaitannya dengan masalah sosial ekonomi, wakaf
harus dikelola secara produktif sehingga dapat memberikan kontribusi dalam
meningkatkan sejarah masyarakat dan membantu pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.
Dalil yang menjadi dasar disyari‟atkannya ibadah waqaf bersumber dari
ayat al-Qur‟an , salah satu di antaranya adalah:
ن ل ع ت الله ى ا ف ئ ش ي ا ه ق ف ا ذ ه ى ثح ا ذ و ا ه ق ف ر ذ ح س ث ا ال ا ل ذ ي ل
(29)ال عوساى:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya allah mengetahui”.(QS: „Ali Imran:92).3
Dalam Islam, wakaf tidak terbatas pada tempat-tempat ibadah saja dan hal-
hal yang menjadi prasarana dan sarana saja, tetapi diperbolehkan dalam semua
macam sedekah. Wakaf bukan hanya seperti sedekah biasa, tetapi lebih besar
pahala dan manfaatnya terhadap diri yang berwakaf itu sendiri, karena pahala
wakaf itu terus-menurus mengalir selama barang wakaf itu masih
dimanfaatkan.Juga terhadap masyarakat, dapat menjadi jalan untuk kemajuan
yang seluas-luasnya dan dapat menghambat arus kerusakan4.
2Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, cet ke-1, (Jakarta: RM Books, 2007),
hlm. 75. 3 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya(Surabaya : Fajar Mulya, 2012),
hlm.63. 4 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Aglesindo, 1994), hlm. 341.
3
Potensi wakaf di Indonesia saat ini cukup besar dan dapat dijadikan titik
balik kebangkitan ekonomi umat Islam. Melalui pengelolaan wakaf ekonomi
produktif yang baik, diyakini akan berdampak besar pada perubahan kondisi
social ekonomi masyarakat Indonesia.5Terkait dengan persoalan wakaf, disini
pemerintah memberikan perhatian yang serius dengan mengeluarkan Undang-
undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf karena selama ini tradisi masyarakat
Indonesia khususnya dipedalaman dalam pengelolaan wakaf masih cenderung
bersifat konsumtif dan pengelolaan secara produktif yang diharapkan oleh
pemerintah belum maksimal.
Dengan demikian, lahirnya Undang-undang yang telah disebutkan diatas
adalah bagian dari semangat memperbaharui dan memperluas cakupan objek
wakaf dan pengelolaannya agar mendatangkan manfaat yang maksimal untuk
kesejahteraan umum dengan harapan bisa membantu mengurangi pengangguran
dan kemiskinan yang ada dimasyarakat.
Di Jambi, kebanyakan wakaf berupa masjid yang dibangun diatas tanah
wakaf. Bagi masyarakat Jambi masjid merupakan instrument yang paling penting
dalam hal beribadah kepada Allah SWT. Masjid berfungsi sebagai tempat
peribadatan umat Islam dan pusat pembinaan umat. Masjid bukan sekedar tempat
kegiatan keagamaan dan kebudayaan tetapi juga suatu tata kelembagaan yang
menjadi sarana pembinaan keluarga muslim dan komunitas muslim, selain sebagai
5
https://nasional.sindonews.com, Potensi Aset Wakaf di Indonesia Capai Rp.2.000
Triliun. Diakses pukul 22:40, 12-januari-2020.
4
tempat peribadatan, masjid juga rutin digunakan sebagai tempat pertemuan,
tempat bermusyawarah, tempat berdakwah dan perlindungan.
Masjid Al-Azizi Kel. Payo Lebar Kebun Jeruk adalah salah satu masjid di
kota Jambi yang mempunyai wakaf produktif yang dapat menjadi sumber
finansial untuk penunjang kegiatan-kegiatan yang berbasis kemakmuran masjid
dan untuk kegiatan kemaslahatan umat lainnya. Masjid Al-Azizi mempunyai
wakaf produktif yang dapat menjadi sumber dana berupa dua ruko dan tanah sewa
untuk bengkel.6
Dengan adanya beberapa aset yang dimiliki Masjid Azizi tersebut
sehingga dapat membantu dalam perkembangan Masjid Azizi, karena hasil dari
aset-aset tersebutlah Masjid Azizi sekarang bisa di renovasi menjadi lebih besar
dan nyaman. Tidak hanya membantu dalam pembangunan masjid, aset-aset
tersebut juga berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan pegawai-pegawai
syara‟ yang mengabdikan diri untuk Masjid Azizi.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan, penulis tertarik
untuk mengangkat sebuah penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut dengan
judul “Implementasi Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Pasal 43 Tentang
Pengelolaan Wakaf Produktif Perspektif Hukum Islam (Study di Masjid
Azizi Kel.Payo Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi).
6Wawancara bersama Bapak H. Lukman Hakim (Ketuan Masjid Azizi) Jam 13:30, 8
Mei 2019.
5
B. Rumusan Masalah
Pada dasarnya, penelitian ini di lakukan untuk menjawab rumusan
masalah. Jika suatu penelitian tidak memiliki rumusan masalah maka tidak akan
terjadi aktivitas penelitian yang sesungguhnya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan sebelumnya,
maka penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengelolaan wakaf produktif di Masjid Azizi Kel. Payo Lebar
Kebun Jeruk Kota Jambi ?
2. Bagaimana pengelolaan wakaf produktif di Masjid Azizi Kel. Payo Lebar
Kebun Jeruk Kota Jambi di lihat dari Undang-undang No. 41 tahun 2004
pasal 43 tentang wakaf?
3. Bagaimana perkembangan yang dihasilkan dari wakaf produktif di Masjid
Azizi Kel. Payo Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi ?
C. Batasan Masalah
Sebagai awal dari proses penelitian adalah batasan terhadap permasalahan
yang dikaji, karena apapun jenis penelitiannya yang menjadi titik tolak tetap
bersumber pada masalah. Tanpa masalah penelitian tidak akan pernah di lakukan.
Pembatasan masalah di lakukan dengan harapan pembahasan ini menjadi fokus
pada titik permasalahan tertentu dan tidak melebar pada masalah lainnya.
Mengingat luasnya permasalahan yang akan di bahas, maka penulis
memandang perlunya batasan masalah agar tidak terjadinya kesalahpahaman
6
dalam pembahasan ini. Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas beberapa
hal yang baerkaitan dengan Wakaf Produktif sebagai berikut:
1. Pengelolaan wakaf produktif di Masjid Azizi Kel. Payo Lebar Kebun
Jeruk Kota Jambi.
2. Pengelolaan Wakaf produktif di Masjid Azizi Kel. Payo Lebar Kebun
Jeruk Kota Jambi di lihat dari Undang-undang No. 41 tahun 2004 pasal 43
tentang wakaf.
3. Perkembangan yang dihasilkan dari wakaf produktif di Masjid AziziKel.
Payo Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi.
D. Tujuan dan Kegunaan penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada hakikatnya mengungkapkan apa yang di capai oleh
peneliti. Tujuan penelitian ini penulis klarifikasikan kedalam dua sifat.Pertama
bersifat umum yang terdiri dari:
1) Untuk mengetahui pengelolaan wakaf produktif di Masjid Azizi Kel. Payo
Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi.
2) Untuk mengetahui pengelolaan wakaf produktif di Masjid Azizi Kel. Payo
Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi di lihat dari Undang-undang No. 41 tahun
2004 pasal 43 tentang wakaf.
3) Untuk mengetahui perkembangan yang dihasilkan dari wakaf produktif
Masjid Azizi Kel. Payo Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi.
7
Dan sifat keduasifat khusus, dari penelitian yang penulis lakukan ini
merupakan syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) pada Jurusan
Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan dari penelitian ini adalah:
a. Secara akademisi dapat menambah wawasan bagi penulis khususnya dan
kepada pembaca umumnya, dalam hal ini berkaitan dengan hukum wakaf
produktif menurut hokum Islam dan hukum di Indonesia.
b. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat melengkapi salah satu syarat guna
memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada Prodi Perbandingan
Mazhab Fakultas Syariah UIN STS Jambi dan tulisan ini di harapkan bisa
menambah perbendaharaan referensi kepustakaan di Fakultas Syariah dan
bagi mahasiswa yang mengkaji permasalahan tentang Wakaf Produktif.
c. Bagi instansi terkait, di harapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai
bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait topik penelitian
penuis.
E. Tinjauan Pustaka
Setelah peneliti mengadakan suatu kajian kepustakaan peneliti akhirnya
menemukan beberapa karya tulis hasil penelitian yang memiliki bahasan yang
hamper sama dengan yang akan peneliti teliti. Penelitian-penelitian tersebut
diantara lain adalah:
8
1. Skripsi yang ditulis oleh Izzi Azizi Mahasiswa UIN STS Jambi dengan
judul “Wakaf Produktif (Konsep dan Aplikasinya di Pondok Pesantren
An-Nur Tangkit Muaro Jambi)”.7Skripsi ini berfokus pada penerapan
konsep wakaf produktif yang ada di Pondok Pesantren An-nur
Tangkit.Metode penelitian yang di gunakan yaitu penelitian kualitatif.Cara
pengumpulan data yang di gunakan yaitu studi pustaka, observasi,
wawancara dan dokumentasi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah menjelaskan sistem wakaf produktif
yang diterapkan di lingkungan Pondok Pesantren An-nur Tangkit dan juga
menjelaskan faktor pengembangannya serta kendala dalam menjalankan
sistem wakaf tersebut.
2. Skripsi yang ditulis oleh Roni Zulmeisa UIN Ar-Raniry Darussalam Banda
Aceh dengan judul “Analisis Pengelolaan Wakaf Produktif Rumah Sewa
(Studi Kasus Pada Masjid Al-Furqan Gampong Beurawe Banda
Aceh)”.8Skripsi ini berfokus pada manajemen pengelolaan wakaf rumah
sewa pada Masjid Al-Furqan Gampong Beurawe Banda Aceh.Metode
penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan jenis penelitian
deskriptif analisis.Cara pengumpulan data yang digunakan yaitu studi
pustaka, wawancara dan dokumentasi.
7Izzi Azizi, Wakaf Produktif (Konsep dan Aplikasinya di Pondok Pesantren An-Nur
Tangkit Muaro Jambi), 2015. 8Roni Zulmeisa, Analisis Pengelolaan Wakaf Produktif Rumah Sewa (Studi Kasus Pada
Masjid Al-Furqan Gampong Beurawe Banda Aceh), 2016.
9
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah manajemen pengelolaan wakaf
produktif yang diterapkan di Masjid Al-Furqan Gampong Beurawe sudah
sesuai dengan hukum Islam, dikarenakan tujuan, fungsi dan peruntukan
wakaf tidak menyalahi konsep pengelolaan wakaf dalam hukum
Islam.Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih belum sepenuhnya
sempurna, karena dalam hal pemilihan nazhirhanya berdasarkan
kepercayaan bukan pada keprofesionalan untuk memilih nazhir yang
betul-betul paham dalam mengelola wakaf secara produktif, sehingga
potensi wakaf rumah sewa tersebut belum dapat dimanfaatkan secara
maksimal.
3. Jurnal yang ditulis oleh Nursyifa Yolanda Fakultas Syariah dan Ekonomi
Islam IAIN Pontianak dengan judul “Peranan Wakaf Produktif Terhadap
Keberlangsungan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan
Kesinambungan Badan Wakaf Walisongo”.9 Kesimpulan dari penelitian
ini adalah bahwa wakaf produktif memiliki peranan terhadap
keberlangsungan usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang berada di
atas tanah wakaf milik Yayasan Pondok Pesantren Walisongo. Hal ini
dibuktikan dengan berdirinya usaha-usaha di atas tanah wakaf milik
Yayasan Pondok Pesantren Walisongo tersebut serta mengalami
perkembangan dan peningkatan setiap tahunnya.
9 Nursyifa Yolanda, Peranan Wakaf Produktif Terhadap Keberlangsungan Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM) dan Kesinambungan Badan Wakaf Walisongo, 2015.
10
Pembahasan yang akan menjadi fokus pada penelitian ini ialah tentang
implementasi pengelolaan wakaf produktif menurut UU No. 41 Tahun 2004 yang
ada di Masjid Azizi Kel. Payo Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi.Dan penelitian ini
berbeda dari penelitian-penelitian yang telah penulis sebutkan di atas karena letak
penelitian ini berada di Masjid Azizi Kel.Payo Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi dan
pembahasannya tentang pengelolaan dan perkembangan dari hasil wakaf produktif
tersebut.
F. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penulisan karya ilmiah hukum mempunyai 4
(empat) ciri, yaitu (a) teori-teori hukum, (b) asas-asas hukum, (c) doktrin hukum,
dan (d) ulasan pakar hukum berdasarkan pembidangan kekhususannya. Keempat
ciri khas teori hukum tersebut, dapat dituangkan dalam penulisan kerangka teoritis
dan/atau salah satu ciri tersebut.10
Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian ini penulis menerapkan
2 (dua) teori yang berhubungan dengan penelitian ini, diantara teori-teori tersebut
adalah sebagai berikut:
1). Teori Wakaf Produktif
Secara terminologi wakaf produktif adalah transformasi dari pengelolaan
wakaf yang professional untuk meningkatkan atau menambah manfaat wakaf.
Sedanngkan Muhammad Syafi‟i Antonio mengatakan bahwa wakaf produktif
adalah pemberdayaan wakaf yang ditandai dengan ciri utama, yaitu: pola
10
H. Zainuddin Ali, “Metode Penelitian Hukum”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm.79.
11
manajemen wakaf harus terintegrasi, asas kesejahteraan nadzir, dan asas
transformasi dan tanggung jawab11
.
2). Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 adalah salah satu undang-undang
yang mengatur tentang perwakafan, undang-undang tersebut terdiri dari 11
(sebelas) Bab dan 71 (tujuh puluh satu) Pasal. Didalam undang-undang tersebut
telah di sebutkan tentang wakaf produktif yang mana penjelasannya terdapat pada
Bab V (lima) tentang pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, seperti
yang tercantum pada pasal 43 ayat 1-3 berikut ini:
Pasal 43
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir
sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip
syariah.
(2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara produktif.
(3) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang
dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga
penjamin syariah.
Yang di maksud dalam pasal 43 ayat 2 dan 3 di atas adalah sebagai berikut:
11
Jaih Mubarok), Wakaf Produktif, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), hlm .
35.
12
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf di lakukan secara
produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal,
produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian,
pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar
swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan
dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan dengan syariah.
Yang di maksud dengan lembaga penjamin syariah adalah badan hukum
yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan usaha yang
dapat dilakukan antara lain melalui skim asuransi syariah atau skim lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.12
G. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah pelajaran dilapangan yang penulis
paparkan dalam sebuah tulisan berbentuk karya ilmiah, yang dalam penulisan
skripsi ini penulis menggunakan metodologi sebagai berikut:
a. Jenis Penelitian
Berdasarkan judul yang ingin diteliti maka jenis dan pendekatan penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis deskriptif.Penelitian
deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarakan atau
melukiskan objek dan subjek sesuai keadaan.
12
“Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf & Peraturan Pemerintah Nomor
42 tahun 2006 tentang Pelaksanaannya”, (Departemen Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam, 2007), hlm. 53.
13
Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik dan
akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang
tertentu.Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya pada taraf deskripsi, yaitu
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah
untuk dipahami dan disimpulkan.13
b. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian sosiologi hukum atau biasa
disebut yuridis-empiris yaitu pendekatan yang digunakan untuk melihat gejala-
gejala sosial yang berkaitan dengan hukum dalam praktik legislasi Indonesia.14
Pendekatan yuridis-empiris mengkaji bagaimana ketentuan hukum yang berlaku
serta apa yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat.
c. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dilakukannya penelitian. Dengan
ditetapkannya lokasi dalam penelitian akan dapat lebih mudah untuk mengetahui
tempat dimana suatu penelitian dilakukan.
Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah di Masjid Al-Azizi
yang berlokasi di Kel.Payo Lebar, Kebun Jeruk Kota Jambi.
13
Husaini Usman, “Metodologi Penelitian Sosial”, (PT. Bumi Aksara, 2008), hlm.129. 14
Noor Mohammad Aziz, Urgensi Penelitian dan Pengkajian Hukum dalam
Pembentukan Peraturan Perndang-undangan, Jurnal Rechts Vinding BPHN, Vol 1 No. 1,
(Januari-April 2012), hlm. 19.
14
d. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Data merupakan salah satu komponen riset, artinya tanpa data tidak aka
nada riset. Data yang akan dipakai dalam riset haruslah data yang benar, karena
data yang akan salah akan menghasilkan informasi yang salah.15
Jenis data yang
digunakan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini adalah data primer dan
sekunder.
a). Data Primer
Data Primer, atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh
langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengambilan data
langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.
Data primer merupakan sumber data utama dan mendasar dari suatu
penelitian.Sumber data diperoleh dari para informan, yang berupa kata-kata dan
tindakan, yang memberikan informasi saat terjun ke lapangan tempat
penelitian.Informan adalah orang yang bisa memberikan informasi tentang situasi
dan kondisi latar penelitian. Serta beberapa dari informasi akan dipilih
berdasarkan kebutuhan penelitian16
. Data primer dalam penelitian ini adalah
keterangan-ketengan yang di peroleh dari hasil wawancara yang dilakukan
bersama ketua serta pengurus Masjid Al-Azizi Kel.Payo Lebar Kebun Jeruk Kota
Jambi.
15
Husein Umar, “Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis”, (Jakarta: Raja
Grafindo, 2009), hlm. 49. 16
Moloeng, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005),
hlm. 152
15
b). Data Sekunder
Data Sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang diperoleh secara
tidak langsung atau melalui perantara.Data juga merupakan yang diperoleh dari
sumber-sumber lain sebagai pendukung yang dipandang berkaitan dengan pokok
kajian yang diteliti.Tardapat beberapa data sekunder yang dipakai dalam
penelitian ini diantaranya adalah, buku-buku, artikel, jurnal, dan lain-lain yang
dianggap berkaitan dengan topik dalam penelitian ini.
e. Instrumen Pengumpulan Data
Instrument pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dan fakta penelitian17
.Adapun teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.
a). Observasi
Observasi adalah proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis
mengenai gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini menjadi salah satu dari teknik
pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian yang direncanakan dan
dicatat secara sistematis, serta dapat dikontrol keandalan (reliabilitas) dan
kesahihannya (validitasnya).Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti
baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian.18
Tujuan
observasi adalah untuk mendeskripsikan setting, waktu kegiatan yang terjadi,
17
Sayuti Una, “Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi: Syariah Press, 2014),
hlm.32. 18
Juliansyah Noor, “Metodologi Penelitian”, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 138.
16
orang yang terlibat dalam kegiatan, dan makna yang diberikan oleh para pelaku
yang diamati tentang peristiwa yang bersangkutan.
b). Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.19
Wawancara ini
dilakukan untuk memahami informasi secara detail dan mendalam dari
informan/narasumber sehubungan dengan fokus masalah yang diteliti.
Adapun narasumber yang akan di wawancarai diantaranya adalah Ketua
Masjid Al-Azizi kel.Payo Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi, Imam Masjid Azizi dan
salah satu nazhirwakaf Masjid Azizi.
Daftar pertanyaan yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum Masjid Azizi?
2. Bagaimana struktur kepengurusan Masjid Azizi?
3. Apa saja bentuk-bentuk wakaf produktif milik Masjid Azizi?
4. Bagaimana sejarah wakaf produktif milik Masjid Azizi?
5. Bagaimana pengelolaan wakaf produktif Masjid Azizi?
6. Usaha apa saja yang dilakukan dalam dalam pengelolaan wakaf tersebut?
7. Apa kontibusi wakaf produktif dalam kesejahteraan Masjid Azizi?
8. Bagaimana perkembangan yang dihasilkan dari wakaf produktif tersebut?
19
Deddy Maulana, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), hlm. 180.
17
c). Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu.Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental
dari seseorang.Dokumentasi adalah pengumpulan data melalui data peninggalan
tertulis seperti arsip dan termasuk buku-buku tentang pendapat, teori dan lain-lain
yang berhubungan dengan penelitian. Data dokumen yang dibutuhkan dalam
penelitian ini yaitu: Jurnal, Skripsi, Dokumen yang berhubungan dengan wakaf,
dan yang berkaitan dengan yang lainnya.
f. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis data versi
Miles dan Huberman sebagai berikut:20
a). Reduksi Data (Data Reduction)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
maka perlu dicatat secara teliti dan rinci, untuk itu perlu segera dilakukan analisis
data melalui reduksi data yang berarti merangkum dan memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dan membuang yang tidak perlu.21
Reduksi data atau data reduction
dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan lapangan.
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan
menggolongkan, mengkategorisasikan, mengarahkan, membuang data yang tidak
20
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), hlm. 85-87. 21
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2016), hlm. 338.
18
perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data yang
terkumpul dapat diverifikasi.
b). Penyajian Data
Penyajian data atau data display adalah pendeskripsian sekumpulan
informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Penyajian data dapat juga berbentuk matriks, grafik,
jaringan, dan bagan.Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi
tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.22
c). Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan di akhir
penelitian kualitatif.Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan melakukan
verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati
oleh subjek tempat penelitian itu dilaksanakan.
H. Sistematika Pembahasan
Pada penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan sistematika
pembahasan untuk memudahkan penulisan. Dengan demikian penulis
membaginya kedalam lima bab, dengan sistematikanya sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, pada bab ini berisi tentang beberapa sub bab seperti,
latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metode penelitian, sistematika
pembahasan dan jadwal penelitian.
22
Suryana, Metode Penelitian, Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bahan Ajar Perkuliahan, (Jakarta : Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), hlm. 17.
19
BAB II Tinjauan umum tentang wakaf produktif, pada bab ini berisi
tentang pengertian wakaf, dasar hukum wakaf, syarat-syarat wakaf, rukun wakaf,
asas-asas wakaf, bentuk-bentuk wakaf, wakaf produktif dalam Islam, wakaf
produktif dalam UU No. 41 Tahun 2004
BAB III Gambaran umum, pada bab ini berisi tentang gambaran umum
Masjid Azizi, struktur kepengurusan Masjid Azizi, dan bentuk-benttuk wakaf
milik Masjid Azizi.
BAB IV Pembahasan dan hasil penelitian, pada bab ini berisi tentang
pengelolaan wakaf produktif di Masjid Azizi, tinjauan UU No. 41 tentang
pengelolaan wakaf di Masjid Azizi dan perkembangan dari hasil wakaf produktif
BAB V Penutup, pada bab ini berisi tentang kesimpulan, saran dari hasil
penulisan skripsi dan kata penutup.
20
I. Jadwal Penelitian
Untuk mempermudah langkah-langkah dalam penelitian ini maka penulis
menyusun jadwal sebagai berikut:
Tabel I
Jadwal Penelitian
No. Kegiatan
Tahun 2019-2020
April
Mei
Sep
tember
Novem
ber
Desem
ber
Januari
Ap
ril
Mei
4 1 2 3 4 3 4 4 3 4 3 4
1. Pengajuan
Judul
X
2. Pembuatan
Proposal
X x X x X
3. Penunjukan
Dosen
Pembimbing
X
4. Keluar Jadwal
Seminar
X
5. Ujian Seminar
Proposal
X
6. Pengesahan
Judul
X
7. Surat Izin
Riset
X
8. Pengumpulan
Data
x X x
9. Pengelolaan
dan Analisis
Data
x X x
10. Bimbingan dan
perbaikan
Skripsi
11. Agenda dan
Ujian Skripsi
x
12. Perbaikan dan
Penjilidan
x
21
BAB II
TINJAUAN UMUM TETANG WAKAF
A. Wakaf Produktif Menurut Ulama Mazhab
Wakaf secara etimologi adalah al-habs (menahan). Ia merupakan kata
yang bebentuk masdar (gerund) dari ungkapan waqwu al-syai‟yang pada dasarnya
berarti menahan sesuatu.Dengan demikian, pengertian wakaf secara bahasa adalah
menyerahkan tanah untuk orang-orang miskin untuk ditahan. Diartikan demikian
karena barang milik itu dipegang dan ditahan orang lain, spserti menahan hewan
ternak, tanah dan segala sesuatu.23
Definisi wakaf menurut ulama klasik diwakili oleh ulama-ulama mazhab.
Menurut Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-„ain)
milik wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun
yang diinginkan untuk tujuan dan kebajikan.
Malikyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta
yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada
orang yang berhak dengan satu akad (sighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan keinginan wakif.
Syafi‟iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa member
manfaat serta kekal materi bendanya (al-„ain) dengan cara memutuskan hak
pengelolaan yang dimiliki oleh wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang
dibolehkan oleh syariah.
23
Ibn Manzur, Lisan al-„Arab, jil, 11.(kairo: al-Dar al-Misriyyah li al-Ta‟lif wa al-
Tarjamah, 1954). Hlm. 276.
22
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang
sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang
dihasilkan.24
Golongan ini (klasik) mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta
yang kekal materi bendanya (al-„ain), dalam arti harta yang tidak mudah rusak
atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan.
Pada definisi tersebut juga dijelaskan bahwa kedudukan harta wakaf masih
tetap tertahan atau terhenti ditangan wakif itu sendiri. Dengan artian, wakif
masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya
terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk aset hartanya.
Adapun wakaf menurut ulama kontemporer adalah sebagai berikut:
1. Imam Ibn Qudamah
Beliau adalah salah seorang ulama mazhab Hambali mendefinisikan
wakaf dengan bahasa sederhana:
ح ف ع ل الو ث ذ س ل س الأ ص ث ذ ح
“Menahan asal harta dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan”25
Pada definisi tersebut dapat kita nyatakan bahwa wakaf adalah dengan
menahan benda wakaf (mauquf „alaih) tidak mesti berpindah kepemilikan,
24
Dul Manan, Wakaf Produktif Dalam Perspektif Imam Madhab, Jurnal IAIM NU Metro
Lampung, Vol 1 No. 2, (Desember 2016), hlm. 367.. 25
Ibn Qudamah, al-Mughni, (Bairut:Dar al-Kutub al-Ilmiyah t.th), 8:184
23
dan tidak harus selama-lamanya, serta menyedekahkan manfaatnya sehingga
jika manfaatnya dapt diperuntukkan bagi umat (orang lain) maka hal tersebut
juga termasuk wakaf.
2. Nazih Hammad dan Munzir Qahaf
Nazih Hammad, mendefinisikan wakaf sebagai akad menahankan aset
wakafdan menyalurkan manfaatnya pada sabilillah.Munzir Qahaf mendefinisikan
wakaf yaitu akad menahan harta, baik bersifat selamanya maupun untuk
jangka waktu tertentu , agar diambil manfaatnya secara berulang-ulang, dari harta
tersebut atau dari hasilnya, untuk keperluan kebaikan, baik yang bersifat umum
maupun khusus.26
3. Majlis Ulama Indonesia
Menurut definisi Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia, wakaf adalah
menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara
tidak melakukan tindakan terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau
mewariskannya, untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah yang ada.27
B. Dasar Hukum Wakaf
1. Dasar Hukum Wakaf dalam Hukum Islam
Para ahli hukum Islam menyebutkan beberapa dasar hukum wakaf dalam
hukum Islam meliputi ayat al-qur‟an, hadits, ijma‟, dan ijtihad para ahli hukum
Islam serta hukum Indonesia yang mengatur tentang wakaf, yaitu sebagai berikut:
26
Munzir Qahaf, al-Waqf al-Islami : Tatawwuruhu, Idaratuhu, Tanmiyyatuhu,
(Damaskus:Dar al-Fikr, 2006), hlm54. 27
Komisi Fatwa MUI, Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia, (Jakarta:Dirjen Bimas Islam dan Pnyelenggara Haji, 2003), hlm.80.
24
a. Firman Allah SWT.
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.Dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (QS. Ali Imran [3]: 92).28
“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang
baik, dan dari apa yang kamu keluarkan untuk dari alam bumi.Dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk daripadanya untuk kemudian kamu infakkan
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan
mata (enggan).Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Al-
Baqarah [2]: 267).29
Kata-kata menafkahkan harta yang disebutkan dalam Al-Qur‟an tidak
kurang dari 72 tempat, selain berkonotasi pada nafkah wajib, seperti zakat atau
memberi nafkah keluarga, juga menunjuk hokum sunnah, seperti sedekah, hibah,
wakaf dan lain-lain. Selain itu Allah SWT menjanjikan kepada orang yang
menafkahkan sebagian hartanya, dilipatgandakan pahalanya 700 kali.30
28
Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Tejemahnya, (Surabaya : Fajar Mulia, 2012),
hlm.63. 29
Ibid, hlm.46. 30
Ahmad Rofiq, “Hukum Islam di Indonesia”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
hlm. 482.
25
Dalam Al-Qur‟an tidak ditemukan eksplisit dan tegas mengenai wakaf, Al-
Qur‟an hanya menyebutkan dalam artian umum saja, tidak tegas dan khusus
menggunakan kata-kata wakaf.Para fuqaha menjadikan ayat-ayat umum itu
sebagai dasar wakaf dalam Islam.Seperti ayat-ayat yang membicarakan sedekah,
infaq dan amal jariyah.Para ulama menafsirkan bahwa wakaf itu sudah tercakup di
dalam cakupan ayat tersebut31
.
Dalam ayat ini terdapat anjuran untuk melakukan infak secara umum
terhadap sebagian dari apa yang dimiliki seseorang, dan termasuk kedalam
pengertian umum infak menurut jumhur ulama adalah melalui sarana wakaf.
“Wahai orang-orang yang beriman, ruku‟lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”. (QS.
Al-Hajj: 77).32
Menurut Abdul Ghofur Anshori yang dikutip dari Al-Qurthubi
mengartikan “berbutlah kebajikan” sebagau suatu anjuran dari Allah SWT bagi
manusia untuk mengerjakan seluruh amalan kabaikan termasuklah didalamnya
31
Abdul Halim, “Hukum Perwakafan di Indonesia”, (Jakarta: Ciputat Press, 2005),
hlm.49. 32
Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Tejemahnya, (Surabaya : Fajar Mulia, 2012),
hlm.342.
26
mewakafkan harta, jadi ayat tersebut merupakan salah satu ayat tentang
pensyari‟atan ibadah wakaf.33
b. Hadits
Mayoritas ulama menyatakan asal mula disyari‟atkannya ibadah wakaf
dalam Islam adalah pada periode Rasulullah SAW, dimana ketika itu Umar bin
Khattab mendapat sebidang tanah di Kahibar, sebagaimana haits berikut:
س أ و ا ب ع س ق ال أ ص و ي ات ي ع ا ع ف س ر أ ه ل ن س س ل ل الله ع ص ث س ف أ ذ ا ث ضا ت خ ز
الا ق ة ه ث س ل ن أ ص ضا ت خ ث د أ ز أ ص ل الله إ س ف س ف ق ال از أ ط س ا ذ أ ه ف و د ه ع
لا ل ا لا ث اع أ ص س أ و د ق ت ا ع ق د ت ا ق ال ف ر ص د ذ ص ل ا د أص ث س خ ح ق ال إ ى ش ء ت
ف ا لق ث ر اء س ف ا لف ق س و د ق ع ة ق ال ف ر ص لا ز ز لا ف ا ع ق اب ف الس ت س
ف لا ج الض ل ث ات ي الس ل الله ث ن س ط ع ف أ س ع ا ت ا ل و ك ل ه ا أ ى أ ل ي ل ه اح ع
ل ف ر و س ه قا غ د ص
Dari Ibnu Umar r.a. dia berkata, “Pada suatu ketika Umar bin Khattab
memperoleh sebidang tanah di Khaibar, maka ia pergi menghadap Rasulullah
SAW untuk meminta petunjuk tentang pengelolaannya. Umar berkata, „Wahai
Rasulullah, saya telah memperoleh sebidang tanah di Khaibar dan tidak
memperoleh harta, tapi tanah tersebut lebih berharga dari harta.Oleh karena itu,
apa yang engkau perintahkan kepadaku dengan tanah tersebut?‟Lalu Rasulullah
SAW menjawab, „Wahai Umar, apabila kamu mau, maka pertahankanlah tanah
itu dan kamu dapat menyedekahkan hasilnya.‟Ibnu Umar berkata, “Lalu Umar
menyedekahkan hasil tanah itu, dengan syarat tanahnya tidak boleh dijual, dibeli,
diwarisi, ataupun dihibahkan.” Ia berkata, “ Umar ra menyedekahkan hasilnya
kepada fakir miskin, kaum kerabat, budak belian, fisabilillah, ibnu sabil dan tamu.
Selain itu, orang yang mengurusnya boleh memakan sebagian hasilnya dengan
cara yang baik dan boleh member makan temannya sekedarnya.” (Muslim, t.th:
5/74).34
33
Abdul Ghofur, “Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia”, (Yogyakarta: Pilar
Media, 2006), hlm.19. 34 Muslim, Shahih Muslim, (Mesir: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, t.t), Juz 8, hlm. 407.
27
اى س الا اخ ا ه ذ ا ع د ح ا ل ص د ل ت ع ف ر ن ل ع ح از ج ح ق د ص ي ه ح ث لا ث ي ه لا ا ل و ع ع ط ق ا
. ل
“Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: Apabila seseorang
meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah yang mengalir,
ilmu yang dimanfaatkan atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim).35
Sedekah yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah tidak lain yang
dimaksud adalah wakaf, dimana pokok bendanya tetap, sedangkan manfaat benda
yang diwakafkan itu mengalir terus (jariyah= mengalir) sehingga wakif (pelaku
wakaf) tetap mendapat pahala atas amalnya meskipun ia telah meninggal dunia.36
2. Dasar Hukum Wakaf dalam Hukum Positif
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 maka sejak
tanggal 24 Desember 1960 di bentuklah UUPA (Undang-undang Pokok Agraria)
yang mengandung ketentuan sebagai berikut:
1) Berdasarkan pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, Peraturan Wakaf Hindia
Belanda dinyatakan tetap berlaku dengan di keluarkannya petunjuk dari
Departemen Agama melalui surat edaran Nomor 5/D/1956 tentang
prosedur perwakafan tanah, tanggal 8 Oktober 1956.
2) Berdasarkan surat keputusan Menteri Agraria dan Menteri Agama tanggal
15 Maret 1959 Nomor 19/22/37-7, SK 62/KA/1959 tentang pengesahan
tanah milik di alihkan kepada Kepala Pengawas Agraria Kerasidenan yang
35
Ibid, hlm. 405. 36
Ibid, hlm.51.
28
pelaksanaannya di atur dengan Surat Keputusan Jawatan Agraria kepada
Pusat Jawatan Agama tanggal 13 Februari 1960 Nomor 23/1/34-11.
3) Diundangkannya UUPA Nomor 5 tahun 1960, pada bagian XI tertera
bahwa untuk keperlua suci dan sosial (pasal 49 ayat 3) ditentukan bahwa
perwakafan tanah milik dilindungi dan di atur dengan Peraturan
Pemerintah (PP).
4) Pada tanggal 17 Mei 1977 ditetapkan PP Nomor 28 tahun 1977 tentang
perwakafan tanah milik, sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 49 ayat 3
Undang-undang Pokok Agraria di atas.
5) Intruksi Presiden Nomor 1 tahun 1992 yang menetapkan Kompilasi
Hukum Islam yang didalamnya juga memuat Hukum Perwakafan.
6) Pada tanggal 21 Oktober 2004, pemerintah telh menetapkan Undang-
undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dan pada tanggal 15 Desember
2006 pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 42
Tahun 2006 tentang Pelaksanaannya.
Karena minimnya regulasi yang mengatur tentang perwakafan, maka
tidaklah heran jika perkembangan wakaf di Indonesia mengalami
stagnasi.Stagnasi perkembangan wakaf di Indonesia mulai mengalami dinamisasi
ketika pada tahun 2001, beberapa praktisi ekonomi Islam mulai mengusung
paradigm baru ke tengah masyarakat mengenai konsep baru pengelolaan wakaf
uang untuk peningkatan kesejahteraan umat.Ternyata konsep tersebut menarik dan
mampu memberikan energy untuk menggerakkan kemandegan pekembangan
29
wakaf.Kemudian pada Tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut
konsep tersebut dengan mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang
(waqf al-nuqud). Fatwa MUI tersebut kemudian diperkuat oleh hadirnya Undang-
undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf tidak
hanya benda tidak bergerak, tetapi juga dapat berupa benda bergerak, seperti uang.
Selain itu, diatur pula kebijakan perwakafan di Indonesia, mulai dari pembentukan
nazhir sampai dengan pengelolaan harta wakaf. Untuk dapat menjalankan
fungsinya, Undang-undang ini masih memerlukan perangkat lain yaitu Peraturan
Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama tentang Wakaf Uang yang akan
menjadi juklak dalam implementasinya, serta adanya Badan Wakaf Indonesia
(BWI) yang akan berfungsi sebagai sentral nazhir wakaf. Setelah melalui proses
panjang, pada penghujung tahun 2006 terbitlah Peraturan Pemerintah No. 42
tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Wakaf. Setelah itu, pada Juli
2007 keluar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75/M Tahun 2007
yang memutuskan dan mengangkat ke anggotaan BWI periode 2007-2010.37
Lahirnya Undang-undang No. 41 Tahun2004 tentang Wakaf, Fatwa
Majelis Ulama Indonesia berikut peraturan turunannya merupakan titik tolak
peningkatan pemberdayaan potensi wakaf di Indonesia kea rah yang lebih
produktif dalam bingkai fiqh Indonesia.
37
Hasan Tholhah, “Perkembangan Kebijakan Wakaf di Indonesia”, dalam Republika,
Rabu, 22 April 2009.
30
C. Syarat-Syarat Wakaf.
Beberapa syarat wakaf yaitu, tidak dibatasi waktu, tunai tidak ada khiyar dan jelas
kepada siapa diwakafkan.
a. Tidak dibatasi Waktu.
Selama-lamanya berarti tidak dibatasi waktu.Jika seseorang berkata, “Saya
wakafkan ini kepada fakir miskin dalam masa satu tahun,” maka wakaf semacam
ini tidak sah karena tidak selamnya.
b. Tunai dan Tidak Ada Khiyar Syarat.
Misalnya seseorang berkata, “Saya akan mewakafkan ini kepada murid-
murid.”Wakaf semacam ini tidak sah karena tidak tunai.Kecuali kalau
dihubungkan dengan meninggal.Misalnya, seseorang berkata, “Saya wakafkan
sawah saya sesudah saya meninggal kepada ulama Jakarta.”Lafal ini sah, menjadi
wasiat bukan wakaf.
c. Jelas Kepada Siapa di Wakafkan.
Seandainya seseorang berkata, “Saya wakafkan rumah ini.”Wakaf ini tidak
sah karena tidak jelas kepada siapa diwakafkan.
D. Rukun (Unsur) Wakaf.
Menurut Abdul Wahhab Khallaf rukun wakaf ada empat macam, yaitu:
1. Orang yang berwakaf (Wakif)
Yang dimaksud dengan wakif adalah pemilik harta benda yang melakukan
perbuatan hukum.Menurut paara pakar hukum Islam, suatu wakaf dianggap sah
dan dapat dilaksanakan apabila wakif mempunyai kecakapan untuk melakukan
31
tabarru, yakni melepaskan hak milik tanpa mengharapkan imbalan materiil. Oleh
karena itu, seorang wakif haruslah orang yang merdeka, berakal sehat, baligh dan
rasyid serta betul-betul memiliki harta benda.Wakaf harus didasarkan atas
kemauan sendiri, bukan atas tekanan atau paksaan dari pihak manapun.Para ahli
hukum Islam sudah sepakat bahwa wakaf dari orang yang dipaksa adalah tidak
sah hukumnya, begitu pula hukum atau ketentuan bagi setiap perbuatannya.
2. Harta yang diwakafkan (Mauquf bih)
Agar harta yang diwakafkan sah, maka harta benda tersebut harus,
pertama: mutaqawwin (mal mutaqawwin) yakni harta pribadi milik si wakif
secara sah dan halal, dapat benda bergerak atau tidak bergerak, benda berwujud
atau tidak berwujud, kedua: benda yang di wakafkan itu jelas wujudnya dan pasti
batas-batasannya dan tidak dalam keadaan sengketa, ketiga: benda yang di
wakafkan itu harus kekal yang memungkinkan dapat dimanfaatkan secara terus-
menerus. Namun demikian menurut Imam Malik dan golongan Syiah Imamiyah
wakaf dapat atau boleh dibatasi waktunya.
3. Tujuan wakaf (Mauquf „alaih)
Yang dimaksud dengan mauqufadalah tujuan wakaf yang harus
dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam.Oleh
karena itu, benda-benda yang dijadikan sebagai objek wakaf hendaknya benda-
benda yang termasuk dalam bidang mendekatkan diri (qurbat) kepada Allah
SWT.
Tidak dibenarkan pelaksanaan wakaf itu didasarkan kepada tujuan yang
tidak baik dan mendatangkan kemudaratan kepada masyarakat.Wakaf hendaknya
32
dilaksanakan dengan tujuan untuk kebaikan sesame manusia dengan mendapat
ridha dan pahala dari Allah SWT, misalnya untuk pelaksanaan pendidikan dan
untuk kepentingan umum lainnya seperti mendirikan rumah sakit dan sebagainya.
4. Ikrar wakaf (Sighat Wakaf)
Tentang sighat wakaf ini merupakan rukun wakaf yang disepakati oleh
Jumhur Fuqaha.Tanpa adanya ikrar wakaf, para Fuqaha menganggap wakaf
belum sempurna dilaksanakan.Yang dimaksud dengan ikrar wakaf adalah
pernyataan yang merupakan penyerahan barang-barang wakaf kepada nazir untuk
dikelola sebagaimana yang diharapakan oleh pemberi wakaf.
Ikrar wakaf yang diucapkan pemberi wakaf pada umumnya sebagai
berikut: “Saya wakafkan harta saya ini kepada Madrasah Fulan untuk dipakai
pembalanjaan dan penyelenggaraannya” atau “Saya wakafkan kebun kelapa ini
untuk digunakan hasilnya bagi penyelenggara yayasan yatim piatu fulan” dan
sebagainya.
Pada umumnya, lafaz kabul hanya diperuntukkan kepada wakaf
perorangan, tetapi bagi wakaf untuk umum tidak disyaratkan adanya lafaz qabul,
cukup dengan ikrar penyerahan saja.38
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, pelaksanaan
wakaf harus dipenuhi 6 unsur, yaitu:
1) Wakif.
2) Nadzir.
3) Harta benda wakaf.
38
H. Abdul Manan, “Pembaruan Hukum Islam di Indonesia”, (Depok: Kencana
Prenadamedia Group 2017), hlm. 280.
33
4) Ikrar wakaf.
5) Peruntukan harta benda wakaf.
6) Jangka waktu wakaf.
E. Asas-asas Wakaf.
Asas-asas dalam wakaf ada empat yaitu, asas manfaat, asas
pertanggungjawaban, asas profesionalitas manajemen dan asas keadilan sosial
a. Asas Manfaat
Selama ini pemahaman tentang wakaf oleh masyarakat Indonesia sangat
dipengaruhi oleh pandangan Imam Mazhab yang menjadi panutannya. Di
kalangan Mazhab Malikiyah dan Syafi‟iyah sangat menekankan pada keabadian
benda wakaf, walaupun sudah rusak sekalipun, tidak boleh benda wakaf itu
ditukarkan dengan benda yang lain walaupun benda akan rusak atau tidak
menghasilkan sesuatu. Ada sebagian para ahli hukum dikalangan Mazhab
Malikiyah dan Syafi‟iyah yang berpendapat bahwa benda wakaf boleh diganti asal
pergantian itu dengan benda yang lebih bermanfaat, sebab dengan adanya
pergantian itu, maka benda wakaf tidak akan sia-sia.39
Pendapat kedua Imam tersebut nampaknya menyebabkan kurang
fleksibelnya pandangan masyarakat Indonesia yang sampai saat ini banyak yang
bersikukuh memganginya. Akibatnya, banyak benda wakaf yang hanya dijaga
eksistensinya tanpa pengelolaan yang baik, meskipun telah usang dimakan usia
atau karena tidak strategis dan tidak memberi manfaat apa-apa kepada
39
Departemen Agama RI, “Paradigma Baru Wakaf di Indonesia”, Direktorat
Pengembangan Zakat dan Wakaf, Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, (Jakarta; 2005),
hlm. 67-69.
34
masyarakat. Bahkan tidak kalah banyaknya benda-benda wakaf justru membebani
masyarakat sekitar.
Pendapat yang mengatakan bahwa benda-benda wakaf tidak boleh “diutak-
atik” tanpa sentuhan pengelolaan dan pengembangan yang lebih bermanfaat
semakin kurang relevan dengan kondisi saat ini. Yaitu sebuah kondisi dimana
segala sesuatu akan bisa memberikan nilai manfaat (ekonomi) apabila dikelola
secara baik. Sejarah berdirinya masjid Nabawi di masa Rasulullah yang dulunya
hanya terbuat dari pelepah kurma dan sekarang sudah dirombak sedemikian rupa
hingga menjadi salah satu masjid termegah dan termewah didunia dengan segala
fasilitas modern lainnya merupakan gambaran betapa pentingnya pengembangan
potensi (kekayaan) umat Islam untuk kemanfaatan yang lebih besar.40
Asas kemanfaatan benda wakaf menjadi landasan yang sangat relevan
dengan keberadaan benda wakaf itu sendiri.Hal ini karena ibadah wakaf di
kategorikan sebagai ibadah yang memiliki nilai pahala yang terus-menerus
mengalir walaupun orang yang mewakafkan sudah meninggal dunia. Suatu benda
wakaf dapat dikategorikan memiliki keabadian manfaat, paling tidak ada empat
hal yang harus ada, dua diantara empat tersebut adalah:
1). Benda wakaf itu dimanfaatkan oleh orang banyak.
2). Benda wakaf itu memberikan manfaat kepada orang lain.
40
“Paradigma Baru Wakaf di Indonesia”, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat
Jendral BIMAS Islam DEPAG RI Tahun 2017).hlm. 69.
35
b. Asas Pertanggungjawaban.
Wakaf merupakan ibadah yang memiliki dimensi Ilahiyah dan Insaniyah,
maka perlu dipertanggungjawabkan pelaksanaannya baik di dunia maupun di
akhirat kelak.Hal ini merupakan paradigma baru yang dianut dalam Undang-
undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf.Pelaksanaan wakaf harus dikelola
dengan baik secara transparansi dengan mempertanggungjawabkan baik kepada
Allah SWT, kelembagaan, sosial masyarakat dan hukum.
Pertanggungjawaban kepada Allah SWT meliputi keseluruhan
tanggungjawab, baik ia selaku yang memberi benda wakaf (wakif) yang harus
dilaksanakan dengan penuh keikhlasan semata-mata karena Allah SWT, selaku
Nazir apa yang menjadi tanggungjawabnya harus dilaksanakan dengan sungguh-
sungguh, profesional dan berkualitas dan dengan didasari dengan penuh kejujuran
dan niat yang tulus.
Tentang tanggungjawab kelembagaan dilaksanakan secara berjenjang
sebagaimana yang berlaku dalam sebuah organisasi.Pertanggungjawaban sosial
sangat berkaitan dengan kehidupan masyarakat pada umumnya.Sedangkan
pertanggungjawaban secara hukum memiliki aspek yang sangat luas, tidak hanya
menyangkut hal-hal yang telah diatur dalam hukum positif saja, tetapi
menyangkut segala hal yang telah diatur secara eksplisit dalam syariat Islam
tentang wakaf. Di samping segala hal yang telah diatur berdasarkan syariat Islam,
lahirnya Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf merupakan payung
36
hukum yang mengatur keseluruhan aspek dan proses pengelolaan wakaf yang
tidak boleh lagi disimpangi.41
c. Asas Profesionalitas Manajemen.
Menajemen pengelolaan menempati pada posisi paling urgen dalam dunia
perwakafan.Karena yang paling menentukan benda wakaf itu lebih bermanfaat
atau tidak tergantung pada pola pengelolaannya, bagus atau buruk. Kalau
pengelolaan banda-benda wakaf selama ini hanya dikelola “seada-adanya” dengan
menggunakan “manajemen kepercayaan” dan sentralisme kepemimpinan yang
mengesampingkan aspek pengawasan, maka dalam pengelolaan wakaf secara
modern harus menonjolkan sistem manajemen yang lebih profesional. Asas
profesionalitas manajemen ini harusnya dijadikan semangat pengelolaan benda
wakaf dalam rangka mengambil kemanfaatan yang lebih luas dan lebih nyata
untuk kepentingan masyarakat banyak (kabajikan).42
Segala perbuatan apabila dilaksanakan dengan manajemen yang baik dan
benar tentu akan menghasilkan output yang baik pula. Demikian pula dalam
pelaksanaan wakaf, apabila dilaksanakan dengan manajemen yang baik dan benar
tentu akan menghasilkan manfaat yang besar bagi kepentingan masyarakat.
Manajemen wakaf yang selama ini dilakukan oleh sementara pihak terkesan
tertutup dan tidak profesional hendaknya harus ditinggalkan, harus diterapkan
manajemen terbuka dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas serta
profesionalitas dalam pengelolaannya.
41
Ibid, hlm. 297-298. 42
“Paradigma Baru Wakaf di Indonesia”, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat
Jendral BIMAS Islam DEPAG RI Tahun 2017).hlm. 81.
37
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka rekrutmen aparat
pelaksanaan dan pengelola wakaf (nazir) hendaknya harus memiliki pendidikan
yang memadai dan standar moralitas yang bagus, sehingga seluruh proses yang
dilaksanakannya dapat menghasilkan produk yang bermanfaat dan tidak
merugikan masyarakat. Di samping itu, seorang pengelola wakaf (khususnya
nazir) harus mempunyai keterampilan dan keahlian, sehingga dengan demikian ia
akan menghasilkan produk yang berkualitas dan dapat mengoperasionalkan segala
kebijakan dengan standar opersional yang jelas dan terarah, sehingga tidak terjadi
kepincangan dalam manajemen.43
d. Asas Keadilan Sosial.
Pandangan Islam terhadap harta adalah pandangan yang tegas dan
bijaksana.Allah SWT mengemukakan bahwa harta itu adalah milik-Nya dan
diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya pula untuk dibelanjakan kepada
jalan Allah SWT.Fungsi sosial dari perwakafan memunyai arti bahwa penggunaan
hak milik oleh seseorang harus memberi manfaat langsung atau tidak langsung
kepada masyarakat.
Konsepsi Islam tentang keadilan sosial hendaknya dilandasi kepada
keimanan kepada Allah SWT.Ajaran Islam melarang seseorang menimbun harta
untuk kepentingan dirinya sendiri, sedang masyarakat disekitarnya hidup berada
dalam kesusahan dan kemelaratan. Apabila ibadah wakaf dapat dilaksanakan
dengan baik, maka akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan sosial yang
43
Ibid, H. Abdul Manan, hlm. 299-300.
38
positif dan dinamis dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Ibadah wakaf
dapat membawa pengaruh besar dalam kehidupan sosial masyarakat yang sedang
berada dalam kesempitan yakni memudahkan jalan dalam beribadah kepada Allah
SWT, menyediakan dan untuk mengobati mereka yang sedang sakit dan
menyediakan sarana untuk dapat belajar dengan baik dan segala keperluan lagi
untuk kepentingan umum.44
Konsep keadilan sosial yang dianut oleh Islam juga menjadi asas
paradigma baru wakaf, yaitu jika kita mewakafkan sebagian harta tidak tertuju
pada aspek kedermawanan seorang belaka, tetapi dengan sikap tersebut
mengandung sisi penegakan keadilan sosial yang lebih merata. Dan karena
memiliki asas fundamental tersebutlah, maka wakaf harus dikelola secara
profesional agar tidak menjadi tumpukan-tumpukan harta yang sedikit atau tidak
member manfaat kepada masyarakat umum.45
F. Bentuk-Bentuk Wakaf
Wakaf terbagi menjadi beberapa macam yaitu, wakaf berdasarkan tujuan,
wakaf berdasarkan batas waktunya dan wakaf berdasarkan penggunaan
bahannya.46
1. Wakaf Berdasarkan Tujuan.
Berdasarkan tujuannya wakaf terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
44
Ibid, hlm. 300-301 45
“Paradigma Baru Wakaf di Indonesia”, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat
Jendral BIMAS Islam DEPAG RI Tahun 2017).hlm. 93.
46
Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, penerjemah: Muhyiddin Mas Rida, Cet ke-3 (Jakarta: Pustaka Al-Kausar Grup, 2007), hlm.161.
39
a. Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat (khairi) yaitu apabila tujuan
wakafnya untuk kepentingan umum. Wakaf khairi adalah wakaf yang
secara tegas untuk kepentingan keagamaan atau kemasyarakatan
(kebajikan umum), seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan
pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak
yatim dan lain sebagainya.47
b. Wakaf keluarga (ahli/dzurri) yaitu apabila tujuan wakaf untuk member
manfaat kepada wakif, keluarganya, keturunannya dan orang-orang
tertentu tanpa melihat apakah kaya atau miskin, sakit atau sehat dan tua
maupun muda. Sasaran wakaf jenis ini adalah pribadi, tertentu atau
masyarakat yang memotivasinya bukan untuk kemajuan agama
Islam.48
Wakaf jenis ini (wakaf ahli/dzurri) kadang-kadang disebut juga
wakaf „alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan
jaminan sosial dalam lingkungan keluarga (family), lingkungan kerabat
sendiri.Wakaf untuk keluarga ini secara hukum Islam dibenarkan.49
c. Wakaf gabungan (musytarak) yaitu apabila tujuan wakafnya untuk umum
dan keluarga secara bersamaan.
2. Wakaf Berdasarkan Batas Waktunya.
Sedangkan berdasarkan batas waktunya wakaf terbagi menjadi dua macam
47 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UIP, 1988),
hlm. 89-90. 48 Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Cet ke-1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993),
hlm. 108. 49
Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Cet ke-2, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1999), hlm. 35.
40
yaitu:
a. Wakaf abadi, yaitu apabila wakafnya berbentuk barang yang bersifat
abadi, seperti tanah dan bangunan dengan tanahnya, atau barang yang
bergerak yang ditentukan waqifsebagai wakaf pribadi dan produktif
dimana sebagian hasilnya untuk disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf,
sedangkan sisanya untuk biaya perawatan wakaf dan mengganti
kerusakannya.
b. Wakaf sementara, yaitu apabila wakaf yang diwakafkan berupa barang
yang mudah rusak ketika dipergunakan tanpa memberi syarat untuk
mengganti bagian yang rusak. Wakaf sementara juga bisa dikarenkan oleh
kerugian waqif yang member batasan waktu ketika mewakafkan
barangnya.50
3. Wakaf Berdasarkan Penggunaannya.
Berdasarkan penggunaannya wakaf juga dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Wakaf langsung, yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk
mencapai tujuannya, seperti masjid untuk shalat, sekolah untuk kegiatan
belajar mengajar, rumah sakit untuk mengobati orang sakit dan lain
sebagainya.
b. Wakaf produktif, yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk
kegiatan produksi dan hasilnya diberikan sesuai dengan tujuan wakaf.
Meskipun para ahli telah menjelaskan beberapa macam wakaf, akan tetapi
50
Ibid, hlm. 161-162.
41
didapatkan dalam kitab undang-undang kontemporer masih banyak yang
meremehkan perincian wakaf tersebut.51
G. Wakaf Produktif Dalam Islam
Manajemen wakaf baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak telah
banyak dilakukan oleh para sahabat.52
Menurut Munzir Qahaf, wakaf di zaman
Islam telah dimulai bersamaan dengan dimulainya masa kenabian Nabi
Muhmmad di Madinah yang ditandai dengan pembangunan Masjid Quba‟, yaitu
masjid yang dibangun atas dasar takwa sejak dari pertama, agar menjadi wakaf
pertama dalam Islam untuk kepentingan agama. Peristiwa ini terjadi setelah Nabi
hijrah ke Madinah dan sebelum pindah ke rumah pamannya yang berasal dari
Bani Najjar.Kemudian disusul dengan pembangunan Masjid Nabawi yang
dibangun diatas tanah anak yatim dari Bani Najjar setelah dibeli oleh Rasulullah
dengan harga delapan ratus dirham.Dengan demikian, Rasulullah telah
mewakafkan tanah untuk pembangunan masjid.
Manajemen pengelolaan wakaf yang telah terjadi pada masa Nabi dan
sahabat hanya fokus pada wakaf tanah dan dibangun khusus untuk masjid. Dalam
pengelolaan harta wakaf tidak boleh menyimpang dari apa yang telah diwakafkan.
Misalnya, benda tersebut telah di wakafkan untuk masjid maka tidak boleh
digunakan selain masjid.Konsep wakaf pada periode klasik didominasi oleh wakaf
51
Al- Mawardi, al-Hawi al-Kabir, jilid IX, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), hlm. 379. 52
Athaillah, “Hukum Wakaf” (Bandung: Yrama Widya, 2014), hlm. 1.
42
konsumtif (langsung).Wakaf secara langsung yaitu wakaf tanah dalam bentuk
masjid dan kuburan.53
Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh
kebun kurma beliau di wilayah Madinah, diantaranya ialah kebun A‟raf, Shafiyah,
Dalal, Barqah dan beberapa kebun lainnya.54
Wakaf lain yang terjadi pada masa
Rasulullah adalah wakaf tanah Khaibar yang dilakukan oleh Umar bin Khattab.
Tanah ini sangat disukai oleh Umar karena subur dan banyak hasilnya.55
Peristiwa sejarah yang sangat penting dan mungkin bisa dianggap sebagai
sebagai peristiwa wakaf terbesar dalam sejarah manusia, baik dari sisi
pelaksanaan maupun perluasan pemahaman tentang wakaf adalah wakaf tanah
yang dibebaskan oleh Umar ibn Khattab di beberapa Negara seperti Syam, Mesir
dan Iraq.Hal ini dilakukan Umar setelah bermusyawarah dengan para sahabat,
yang hasilnya adalah tidak boleh memberikan tanah pertanian kepada para tentara
dan mujahid yang ikut dalam pembebasan tersebut. Dengan mengambil dalil pada
Q.S Al-Hasyr: 7-10, Umar memutuskan agar tanah-tanah tersebut dijadikan wakaf
53
Muhyar Fanani, “Berwakaf Tidak Harus Kaya Dinamika Pengelolaan Wakaf Uang di
Indonesia” (Semarang: Walisongo Press, 2010), hlm. 26. 54
Mundzir Qahaf, al-Waqf al-Islami Tatawwaruhu, hlm. 6. 55
Sebuah Hadits riwayat al-Bukhari (1319 H: 2737) dan Muslim (1347 H: 1632). Bunyi
Hadits ini adalah: Dari Ibn Umar ra., ia berkata, „Bahwa sahabat Umar ra., memperoleh sebidang
tanah di Khaibar, kemudian Umar menghadap Rasulullah Saw. untuk meminta petunjuk, Umar
berkata, „Hai Rasulullah, saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapat harta
sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah bersabda , „Bila engkau
suka, engkau tahan pokoknya dan engkau sedekahkan hasilnya‟. Kemudian Umar
menyedekahkannya, harta itu tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan.Ibn Umar
berkata, „Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum
kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Tidak dilarang bagi yang mengelola
(nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau member makan
orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” (HR. Bukhari Muslim).
43
bagi umat Islam dan generasi Islam yang akan dating. Bagi para petani pengguna
tanah-tanah ini dikenakan pajak yang dalam ekonomi Islam disebut pajak bumi.56
Pengelolaan harta wakaf mengalami perkembangan yang sangat pesat pada
masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Harta wakaf menjadi bertambah dan
berkembang, bahkan tujuan wakaf menjadi semakin luas bersamaan dengan
berkembangnya masyarakat muslim ke berbagai penjuru. Kreativitas dalam
pengembangan wakaf sedikit demi sedikit berkembang dan telah mencakup
beberapa benda, seperti tanah dan perkebunan yang hasilnya di manfaatkan untuk
kepentingan tempat peribadatan dan kegiatan keagamaan serta diberikan kepada
fakir miskin.
Di berbagai kawasan dunia Islam terdapat wakaf dalam satu atau lain
bentuk dan negara-negara muslim modern mempunyai departemen yang
mengurusi wakaf atau paling tidak departemen Islam/keagamaan di bawah mana
urusan wakaf di tempatkan.57
Hal ini menunjukkan betapa peran wakaf sebagai
salah satu lembaga sosial Islam mendapatkan perhatian yang cukup serius dari
para pemegang kebijakan dalam dunia Islam. Walaupun wakaf merupakan
lembaga Islam yang hukumnya sunnah, namun lembaga ini dapat berkembang
dengan baik di beberapa negara misalnya Yordania, Bangladesh, Malaysia, Saudi
Arabia dan Mesir.
Wakaf di Mesir di kelola oleh Badan Wakaf Mesir yang berada di bawah
kementrian wakaf (wizaratu al-Auqaf) salah satu di antara kemajuan yang telah di
56 Mundzir Qahaf, hlm. 29-30.
57 Syamsul Anwar, “Studi Hukum Islam Kontemporer”, (Jakarta: RM Books, 2007), hlm.
75.
44
capai oleh Badan Wakaf Mesir adalah berperannya harta wakaf dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat.Hal ini di sebabkan benda yang di wakafkan
beragam, baik berupa benda tidak bergerak maupun benda bergerak, yang di
kelola secara baik dan benar.58
Pengelolaannya di lakukan dengan cara
menginvestasikan harta wakaf di Bank Islam (jika berupa uang) dan berbagai
perusahaan, seperti perusahaan besi dan baja.
Untuk menyempurnakan pengembangan wakaf , badan wakaf membeli
saham dan obligasi dari perusahaan-perusahaan penting. Hasil pengembangan
wakaf yang di investasikan di berbagai perusahaan tersebut di samping untuk
mendirikan tempat-tempat ibadah dan lembaga-lembaga pendidikan, juga di
manfaatkan untuk membantu kehidupan masyarakat (fakir miskin, anak yatim,
dan para pedagang kecil, kesehatan masyarakat (dengan mendirikan rumah sakit
dan penyediaan obat-obatan bagi masyarakat), bahkan Mesir berencana untuk
membuat rumah sakit model yang akan berupaya memberikan pelayanan gratis
bagi seluruh masyarakat, lebih dari itu di bidang real esteet pemerintah mesir
melalui kebijakan wakaf akan merencanakan pembangunan perumahan,
pengembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, dan berbagai pelatihan.
Dengan di kembangkannya wakaf secara produktif, wakaf di Mesir dapat
dijadikan salah satu lembaga yang di andalkan pemerintah untuk mewujudkan
kesejahteraan umat.59
58
Ibid, hlm. 77. 59
Uswatun Hasanah, “Wakaf Produktif untuk Kesejahteraan dalam Perspektif Hukum
Islam di Indonesia”, (Jakarta: Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Indonesia, 6
April 2009), hlm. 16.
45
Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan
“shadr al-Wuquf“ yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola
lembaga wakaf. Demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan
Abbasiyah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, sehingga lembaga
wakaf berkembang searah dengan pengaturan administrasinya.Perkembangan
wakaf cukup menggembirakan, di mana hampir semua tanah-tanah pertanian
menjadi harta wakaf dan semua dikelola oleh negara dan menjadi milik negara
(Baitul Mal).60
Pada awal abad kedua hijriyah, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhori
bahwa Imam az-Zuhri (wafat tahun 124 H) memfatwakan dan menganjurkan
wakaf dinar dan dirham untuk pembanguna sarana sosial, dakwah, dan pendidikan
umat Islam.Beliau yang berpendapat bahwa dinar dan dirham (keduanya mata
uang yang berlaku di Timur Tengah) boleh di wakafkan.Caranya ialah menjadikan
dinar dan dirham itu sebagai modal usaha (dagang), kemudian menyalurkan
keuntungannya sebagai wakaf.61
Pada masa dinasti Mamluk orde raja al-Dzahir Bibers perwakafan dapat
dibagi menjadi tiga kategori: pendapatan negara hasil wakaf yang diberikan oleh
penguasa kepada orang-orang yang dianggap berjasa, wakaf untuk membantu
haramain (fasilitas Makkah dan Madinah) dan kepentingan masyarakat umum.
Sejak abad lima belas, kerajaan Turki Usmani dapat memperluas wilayah
60
Ibid, hlm. 18. 61
Abu Su‟ud Muhammad, “Risalah fi Jawazi Waqf al-Nuqud”, (Bairut: Dar Ibn Hazm,
1997), hlm. 20-21.
46
kekuasaannya, sehingga Turki dapat menguasai sebagian besar wilayah negara
Arab.62
Kekuasaan politik yang diperoleh Turki Usmani ini secara otomatis
mempermudah tersosialisasinya peraturan undang-undang perwakafan yang
dikeluarkan pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H yang mengatur tentang
tata cara pencatatan wakaf, sertifikat wakaf, cara pengelolaan wakaf, upaya
mencapai tujuan wakaf, dan melembagakan wakaf dalam upaya realisasi wakaf
dari sisi administrasi dan perundang-undangan.63
Tahun 1287 H dikeluarkan undang-undang wakaf yang menjelaskan
tentang kedudukan tanah-tanah kekuasaan Turki Usmani dan tanah-tanah
produktif dan berstatus wakaf.Dari implementasi undang-undang tersebut
diperluas hingga pada manajemen pengelolaan pendapatan/profit atas tanah wakaf
tersebut yang ditampung dalam sebuah badan semacam Baitul Mal yang
pengelolaan dananya dilakukan secara profesional untuk dimanfaatkan bagi
kemaslahatan masyarakat secara luas.
H. Wakaf Produktif dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Pelaksanaan wakaf di Indonesia sudah berjalan dalam waktu yang cukup
lama, dan bahkan sama usianya dengan masuk dan berkembangnya Islam di tanah
air kita ini. Tanah-tanah tempat berdirinya Masjid atau Mushalla kaum muslimin
sejak masa lalu pada umummnya merupakan tanah wakaf dari umat Islam pada
62
Abu Su‟ud Muhammad, “Risalah fi Jawazi Waqf al-Nuqud”, (Bairut: Dar Ibn Hazm,
1997), hlm. 22. 63
Dirjen Bimas Islam, “Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai”, (Jakarta: Direktorat
Pemberdayaan Wakaf, 2007), hlm. 14.
47
waktu itu, kendatipun dalam pelaksanaannya belum memiliki aturan administratif
seperti sekarang.64
Pada tanggal 27 Oktober 2004 pemerintah mengeluarkan sebuah peraturan
baru yaitu Undang-undang N0.41 tahun 2004 tentang wakaf. Undang-undang ini
terdiri dari 11 (sebelas Bab dan 71 (tujuh puluh satu) Pasal, dengan rincian Bab I
Kerentuan umum, Bab II Dasar-dasar wakaf, Bab III Mengenai pendaftaran dan
pengumuman harta wakaf, Bab IV Perubahan status benda wakaf, Bab V
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, Bab VI Badan wakaf
Indonesia, Bab VII Penyelesaian sengketa, Bab VIII Pembinaan dan pengawasan,
Bab IX Ketentuan pidana dan sanksi administrasi, Bab X Ketentuan peralihan,
Bab XI Ketentuan penutup. 65
Pembahasan ini di fokuskan pada Bab V tentang pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf dari pasal 42 sampai pasal 46, diantara pasal-
pasal tersebut yaitu: Pasal 42 “Nazir wajib mengelola dan mengembangkan harta
benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Pada pasal 43 ayat
(1) dan (2) yaitu:
(1). Pengelolaan dan pengembanngan harta benda wakaf oleh nazir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip
syari‟ah.
64
Helmi Karim, “Fiqh Muamalah”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 116. 65
Hafsah, Wakaf Produktif dalam Hukum Islam Indonesia Analisis Filosofis Terhadap
Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Jurnal: Fakultas Tarbiyah IAIN SU, Vol.
XXXIII No. 1 Januari-Juni 2009.
48
(2). Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud
ayat (1) dilakukan secara produktif.
Pengelolaan wakaf adalah proses kerja yang dilakukan oleh nazir yakni
tercantum dalam Pasal 11 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf
yakni:
a. Melakukan pengadministrasian harta banda wakaf.
b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi dan peruntukannya.
c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Sedangkan pengembangan wakaf produktif adalah hasil wakaf produktif
yang dikelola yang dapat menjadikan harta wakaf tersebut menjadi bertambah
banyak atau bertambah luas, bahkan dapat membentuk harta benda wakaf baru.
Jika merujuk pada pengelolaan dan pengembangan harta wakaf produktif saat ini
yang telah dipraktekkan di beberapa negara, maka biasanya harta wakaf yang
terletak di kawasan perkotaan sebaiknya merupaka proyek pemukiman dan
perdagangan sedangkan harta wakaf yang terletak pada kawasan di luar kota
adalah proyek pertanian.
Berbicara mengenai pemanfaatan untuk kemaslahatan tidak berarti hanya
dihabiskan tanpa ada perhitungan dan pertimbangan.Sudah saatnya dihindari
penghabisan tanpa ada perhitungan dan pertimbangan. Sudah saatnya dihindari
penghabisan dana secara konsumtif. Ini berarti perlu adanya pemetaan tentang
49
apasaja yang masuk kategori manfaat secara umum. Langkah berikutnya adalah
harus mampu membuat skala prioritas, mana atau apa saja yang perlu didahulukan
di antara sekian banyak hal atau program yang dapat dikategorikan kemaslahatan
umum itu. Disini perlu ada manajemen yang tepat guna untuk mengelola harta
wakaf, bukan hanya sekedar untuk hal-hal yang konsumtif dan tidak kontrol.
50
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. GAMBARAN UMUM MASJID AZIZI KEL. PAYO LEBAR KEBUN
JERUK KOTA JAMBI
Masjid Azizi terletak di jl. Lintas Sumatera Kel. Payo Lebar Kota Jambi,
atau tepatnya berada di depan SPBU Kebun Jeruk Kota Jambi. Masjid ini berdiri
pada tahun 1954 atas wakaf tanah dari ibu Hj. Azizah, yang mana pada awalnya
ialah hanya sebuah langgar/musholla, dan belum menjadi sebuah masjid. Hingga
berjalannya waktu akhirnya pada perkiraan tahun 1971-1972 langgar tersebut
berubah menjadi masjid.
Diawal-awal pembangunannya sebagai masjid, masjid ini mengalami
kekurangan dana yang menjadi penghambat dalam proses pembangunannya, dan
kemudian pengurus masjid tersebut memiliki inisiatif untuk meminta iuran kepada
seluruh masyarakat yang tinggal di lingkungan masjid tersebut dengan
memberikan beban biaya sebesar Rp. 120.000,- per kepala keluarga yang harus di
bayar dalam tempo waktu satu tahun. Kemudian di samping memberlakukan iuran
kepada masyarakat tersebut, pengurus masjid juga giat untuk mencari donator-
donatur yang berkenan menyumbangkan hartanya untuk di berikan kepada masjid,
dan dalam hal ini pengurus masjid lebih menekankan kepada para donator untuk
menyumbangkan hartanya dalam bentuk benda langsung seperti semen, keramik,
pasir, dan lain-lain. Dengan dana-dana dan sumbangan dari donatur-donatur itulah
51
kemudian pengurus masjid perlahan mulai melakukan tahap demi tahap dalam
proses pembangunan Masjid Azizi tersebut.66
Selain untuk tempat ibadah, Masjid Azizi juga menjadi sarana dalam
mencerdaskan masyarakat, dengan adanya kajian-kajian Islam atau pengajian
agama serta baik TPA (Taman Pendidikan Al-qur‟an) maupun PAMI (Pengajian
Antara Maghrib dan Isya‟) bagi anak-anak menjadi wadah bagi masyarakat di
sekitar Masjid untuk menimba ilmu agama sebanyak mungkin dan juga kegiatan-
kegiatan tersebut dilakukan secara rutin dan berkelanjutan dari masa ke masa.
Adapun kajian-kajian Islami atau pengajian agama yang diterapkan di
Masjid Azizi antara lain:
a. Pengajian Malam Kamis
Pengajian malam Kamis ini terbuka untuk umum, untuk ustadznya pihak
pengurus masjid memanggil ustadz dari luar untuk memberikan tausiahnya,
diantaranya ada ustadz Suryadi, S.Ag.dan juga ustadz Hendri Mansur serta ustadz-
ustadz lainnya. Sedangkan untuk materi pengajiannya tergantung ustadz yang
mengajar membahas tentang apa. Pengajian ini dimulai sesudah sholat maghrib
dan berakhir ketika waktu isya‟ tiba. Jama‟ah yang mengikuti pengajian inipun
cukup banyak, dikarenakan letak masjid yang strategis berada di samping jalan
raya maka jama‟ah pengajiannyapun dari berbagai kalangan tidak hanya dari
masyarakat sekitar masjid, namun juga masyarakat lain yang datang dari jauh
cukup antusias untuk mengikuti pengajian tersebut.
66
Wawancara bersama Bapak Amrin T. H (Salah Satu Nazir Wakaf Masjid Azizi) Jam
6:00, 7 Januari 2020.
52
b. Pengajian Rabu Siang (pengajian ibu-ibu)
Pengajian ini diikuti oleh jama‟ah ibu-ibu di lingkungan Masjid Azizi yang
di isi oleh penceramah dari luar (ustadz yang di tentukan oleh koordinator
pengajian ibu-ibu). Pengajian ini di mulai jam dua tepat dan berakhir ketika waktu
sholat ashar tiba. Ibu-ibu yang mengikuti pengajian inipun cukup banyak, selain
untuk memperkuat tali silaturahmi antar ibu-ibu tersebut pengajian inipun
diharapkan bisa menjadi bekal untuk ibu-ibu tersebut dalam mendidik anak-
anaknya di rumah sebagai madrasah pertama untuk anak-anaknya agar menjadi
anak-anak yang sholeh dan sholehah.
c. Pengajian Siang Sabtu (Ibu-ibu)
Pengajian ini juga diikuti oleh ibu-ibu, pengajian ini di mulai jam dua tepat
dan berakhir ketika waktu sholat ashar tiba.Pengajian ini adalah pengajian untuk
memperbaiki bacaan Al-Qur‟an. Menyadari pentingnya membaca Al-Qur‟an
dengan baik dan benar maka para ibu-ibu di lingkungan Masjid Azizi tersebut
berinisiatif untuk memanggil ustadz dan mengajarkan cara membaca Al-Qur‟an
yang baik dan benar.
d. Pengajian TPA
Pengajian ini dimulai jam 4 dan berakhir smapai menjelang waktu sholat
maghrib tiba, pengajian TPA ini diikuti oleh anak-anak di lingkungan Masjid
Azizi dan murid-muridnyapun cukup banyak. Untuk tenaga pengajarnya pihak
pengurus masjid memanggil guru dari luar yaitu ustadz Adi Susanto dan Ustadz
Bajuri S.HI.
53
e. Pengajian PAMI
Sama seperti pengajian TPA, pengajian PAMI inipun di ikuti oleh anak-
anak, tidak hanya anak-anak yang berada di lingkungan Masjid Azizi saja yang
ikut pengajian ini, ada juga jama‟ah luar rutin Masjid Azizi yang membawa anak-
anaknya untuk belajar mengaji di sini. Pengajian ini dimulai dari sesudah sholat
maghrib dan berakhir ketika waktu sholat isya‟ tiba.Tenaga pengajar dalam
pengajian PAMI ini adalah Imam-imam Masjid Azizi tersebut.67
67
Wawancara bersama Bapak H. Lukman Hakim (Ketuan Masjid Azizi) Jam 13:30, 8
Januari 2020
54
B. STRUKTUR KEPENGURUSAN MASJID AZIZI KEL. PAYO LEBAR KEBUN JERUK KOTA JAMBI
KETUA
H. Lukman Hakim IMAM
H. M. Ayurveda
H. Lukman Hakim
H. M. Ngazam
WAKIL KETUA
Roheman
SEKRETARIS
BENDAHARA
H. M. Sidik Daud
SEKSI IBADAH
Baijuri
Bujang Fahmi
Harmen
Thoharuddin
SEKSI INFAK
Sudarto
M. Ali
Amrin. TH
Yusnadi
SEKSI PEMBANGUN
Wardiantoro
Salmin
Hermanto
Syahroni
SEKSI HUMAS
Yulian
Nando H
SEKSI KEAMANAN
Mardani
A. Rakhman
55
C. BENTUK BENTUK WAKAF PRODUKTIF MILIK MASJID AZIZI
KEL. PAYO LEBAR KEBUN JERUK KOTA JAMBI
Masjid Azizi adalah salah satu masjid di kota Jambi yang mempunyai
wakaf produktif yang dapat menjadi sumber finansial untuk penunjang kegiatan-
kegiatan yang berbasis kemakmuran masjid dan untuk kegiatan kemaslahatan
lainnya. Ada beberapa aset yang dimiliki Masjid Azizi yang bisa dikatakan
sebagai wakaf produktif seperti, masjid tersebut memiliki dua buah ruko dan tanah
sewa.
Seluruh wakaf produktif yang dimiliki Masjid Azizi tersebut adalah wakaf
dari almarhumah Hj. Azizah, beliau juga yang mewakafkan tanah untuk Masjid
Azizi.Almarhumah Hj. Azizah dulunya dikenal sebagai orang yang memiliki
banyak tanah pada waktu itu, sehingga tidak heran kalau dia mewakafkan tanah
untuk Masjid Azizi sekaligus beberapa wakaf produktif yang juga membantu
dalam finansial masjid tersebut.
Berikut ini penulis akan mendeskripsikan wakaf-wakaf produktif yang
dimiliki Masjid Azizi, diantaranya adalah:
a. Tanah Sewa Untuk bengkel
Tanah sewa untuk bengkel ini berada tepat disamping Masjid Azizi. Tanah
ini sudah disewakan sejak tahun 1971, sebelum di sewakan untuk bengkel, tanah
ini dulunya digunakan untuk sekolah TK, namun karena letak nya yang berada di
pinggir jalan raya yang mana banyak kendaraan yang lewat terus menurus
sehingga sangat membahayakan bagi keselamatan murid-murid yang belajar di
sana akhirnya sekolah TK yang ada tersebut di pindah ketempat lain. Tanah ini
56
memiliki ukuran panjang 20 meter dan lebar 11,8 meter, dalam hal ini Masjid
Azizi hanya memiliki hak terhadap tanahnya saja, sedangkan bangunan
bengkelnya milik orang lain.
Tanah ini di sewakan untuk bengkel sejak tahun 2010. Untuk harga sewa
dari tanah tersebut adalah Rp. 75.000.000,- yang di bayar per lima tahun sekali.
b. Ruko di Sebrang Toko Ahok
Ruko ini berada di sebrangan toko Ahok yang ada di simpag pulai atau
tepatnya disamping penjahit Benny.Ruko ini sudah ada sejak tahun 1974, ruko ini
memiliki ukuran 4*16 meter, bangunan ruko ini sebelumnya hanya dari papan dan
sekarang telah di renovasi oleh pengurus masjid menjadi bangunan permanen.
Dahulunya ruko ini adalah tempat jualan kayu.
Ruko ini digunakan untuk berjualan nasi gemuk, lontong, pecel dan lain-
lain. Untuk harga sewa dari ruko ini adalah Rp. 15.000.000,- yang di bayar per
satu tahun sekali.
c. Ruko di Samping Toko Ahok
Ruko ini berada di samping lorong sebelah kanan Toko Ahok. Ruko ini
sudah ada sejak tahun 1954, ruko ini berukuran 4*13 meter yang bangunannya
masih menggunakan papan.Ruko ini di gunakan untuk berjualan gorengan dan
minuman pop ice. Untuk harga sewa dari ruko ini adalah Rp. 7.500.000,- yang di
bayar per satu tahun sekali.68
68
Wawancara bersama Bapak Amrin T. H (Salah Satu Nazir Wakaf Masjid Azizi) Jam
6:00, 7 Januari 2020.
57
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. PENGELOLAAN WAKAF PRODUKTIF DI MASJID AZIZI KEL.
PAYO LEBAR KEBUN JERUK KOTA JAMBI
Sistem manajemen pengelolaan wakaf merupakan salah satu aspek penting
dalam pengembangan paradigma baru wakaf di Indonesia. Kalau dalam
paradigma lama wakaf selama ini lebih menekankan pentingnya pelestarian dan
keabadian benda wakaf, maka dalam pengembangan paradigma baru wakaf lebih
menitik beratkan pada aspek pemanfaatan yang lebih nyata tanpa kehilangan
eksistensi benda wakaf itu sendiri. Untuk meningkatkan dan mengembangkan
aspek kemanfaatannya, tentu yang sangat berperan sentral adalah sistem
manajemen pengelolaan yang diterapkan69
Untuk memperoleh manfaat yang lebih besar dari hasil wakaf produktif
hendaknya di kelola dengan baik oleh nazhir yang berpendidikan dan memiliki
pengetahuan khusus yang memadai dalam mengelola wakaf produktif
tersebut.Pengelolaan yang dilakukan oleh nazhir haruslah dengan melakukan
manajemen yang profesional agar wakaf produktif tersebut menjadi kekuatan
financial masjid yang dapat membantu kesejahteraan masjid tersebut
Dalam hal pemilihan nazhir, pengurus Masjid Azizi memilihnya dengan
cara mengumpulkan seluruh masyarakat dilingkungan Masjid Azizi, kemudian di
sepakati siapa-siapa yang hendak di tunjuk untuk menjadi nazhir yang akan
mengurus wakaf tersebut, nazhir yang di tetapkan oleh pengurus masjid berjumlah
69
“Paradigma Baru Wakaf di Indonesia”, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat
Jendral BIMAS Islam DEPAG RI Tahun 2017).hlm. 105.
58
5 orang yang kemudian akan dibuatkan SK tugasnya sebagai bukti bahwa orang-
orang yang terpilih tersebut telah sah menurut negara sebagai nazhir yang akan
mengelola wakaf-wakaf yang telah ditentukan. Kemudian setiap lima tahun sekali
akan dilakukan pengecekan kembali oleh Departemen Agama para nazhir
tersebut, dan apabila ada petugas nazhir yang telah meninggal atau berpindah
tempat tinggalnya, maka nazhir tersebut akan di gantikan.
Nazhir yang mengelola wakaf-wakaf milik Masjid Azizi berjumlah 5
orang, dan masing-masing nazhir tersebut telah mendapatkan SK tugasnya dengan
nomor SK tugasnya yaitu EA 005663 yang di telah di keluarkan pada tanggal 25
maret tahun1999.semua nazhir tersebut mengelola wakaf-wakaf milik Masjid
Azizi yang berupa 2 buah ruko dan sebidang tanah sewa.
Berikut ini adalah nama-nama nazhir yang ada dalam SK tersebut, yaitu:
1. Bpk. Ayur Veda
2. Bpk. Usman S.Ag
3. Bpk. Amrin TH
4. Bpk. Zaharudin S.Pd
5. Bpk. H. M. Yusuf70
Untuk saat ini ada beberapa nama yang tidak bertugas lagi sebagai nazhir
wakaf milik Masjid Azizi tersebut, hal ini dikarenakan orang yang ada dalam
70
Dokumen Sertifikat Wakaf No.W.06.
59
nama-nama tersebut ada yang sudah meninggal dan ada juga yang tidak lagi
tinggal dilingkungan Masjid Azizi tersebut. Dan untuk mengisi kekosongan nazhir
yang tidak bertugas lagi tersebut maka pihak pengurus masjid kemudian
melakukan musyawarah dengan masyarakat dilingkungan Masjid Azizi untuk
mencari pangganti nazhir tersebut. Setelah disepakati masyarakat maka terpilihlah
nama-nama pengganti nazhir tersebut, yaitu:
1. Bpk. H. Ayur Veda
2. Bpk. Amrin TH
3. Bpk. H. Nazmi
4. Bpk. H. Lukman Hakim
5. Bpk. H. Sidiq Daud
Pengelolaan wakaf yang dilakukan Masjid Azizi adalah dengan
menyewakan aset-aset yang dimilikinya, kemudian hasil dari sewa tersebut
digunakan untuk membantu kebutuhan finansial Masjid Azizi.
Pada mulanya hasil dari sewa aset-aset tersebut seluruhnya diberikan
untuk masjid dan nazhir tidak mendapatkan haknya dalam mengelola wakaf
tersebut, hal ini dikarenakan pada waktu itu keadaan keuangan masjid yang masih
dalam tahap pembangunan sehingga membutuhkan banyak biaya yang akhirnya
belum bisa memberikan hak kepada nazhir dari harta wakaf yang dikelolanya
tersebut.
60
Dalam hal ini sebenarnya para nazhir mengetahui bahwa ada hak mereka
atas harta wakaf yang telah mereka kelola tersebut. Hal ini sesuai dengan Undang-
undang No. 41 tahun 2004 pasal 12 yang menerangkan bahwa nazhir mendapat
imbalan 10% atas hasil wakaf yang di kelolanya tersebut. Namun kemudian
nazhir menyadari bahwa masjid masih dalam tahap pembangunan dan
membutuhkan banyak biaya maka dari itu mereka tidak mempermasalahkan hak
yang seharusnya mereka dapatkan tersebut.
Seiring berjalannya waktu maka proses pembangunan Masjid Azizipun
selesai dan keadaan keuangan masjidpun lebih baik dari sebelumnyamaka
pengurus masjidpun memberikan hak imbalan 10% dari hasil wakaf tersebut
kepada para nahir. Hal inipun dikuatkan dengan penegasan dari ketua nazhir
provinsi Jambi bahwa nazhir harus mendapatkan imbalan 10% dari hasil wakaf
yang mereka kelola, nazhir akan mendapatkan Rp. 1.500.000,- ini adalah 10%
dari Rp. 15.000.000,- hasil sewa ruko disebrang Toko Ahok dan Rp. 750.000,-
yaitu 10% dari Rp. 7.500.000,- hasil sewa ruko disamping Toko Ahok yang
masig-masing akan diberikan setiap setahun sekali kemudian dari hasil sewa tanah
untuk bengkel mendapatkan Rp. 7.500.000,- yaitu 10% dari Rp. 75.000.000,- yang
akan diberikan kepada nazhir setiap 5 tauhn sekali sesuai waktu penyewaannya.
Dan hal inipun telah disepakati oleh pengusrus Masjid Azizi pada tahun 2019
kemarin dan akan mulai diterapakan pelaksanaannya pada tahun selanjutnya.71
71
Wawancara bersama Bapak Amrin T. H (Salah Satu Nazir Wakaf Masjid Azizi) Jam
6:00, 7 Januari 2020.
61
Pengelolaan hasil wakaf produktif di Masjid Azizi tidak hanya untuk
pembangunan saja, akan tetapi untuk kemakmuran masjid juga Dengan adanya
hasil dari wakaf produktif yang dimiliki Masjid Azizi sangat membantu terhadap
kebutuhan finansial masjid selama ini. Karena dana hasil dari wakaf produktif itu
sebagai pendukung dari dana yang dikelola pengurus masjid yang diperoleh
melalui kotak-kotak amal.
Sesuai yang tertuang dalam Undang-undang No. 41 tahun 2004 pasal 22
disebutkan bahwa dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda
wakaf hanya diperuntukkan bagi:
1. Sarana dan kegiatan ibadah.
2. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan.
3. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa.
4. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat.
5. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan
syariah dan peraturan perundang-undangan.72
Kontribusi terhadap kebutuhan rutin operasional Masjid Azizi meliputi
honor imam masjid, ustadz-ustadz pengajian, marbot-marbot masjid, petugas-
petugas syara‟ jum‟at dan petugas kemakmuran masjid.Dalam hal ini ada yang
diberikan insentifnya sebulan sekali, seminggu sekali bahkan setiap habis
72
Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Menara Kudus: Darul Ulum
Press, 1994).Hlm. 106.
62
melakukan kewajibannya seperti petugas syara‟ jum‟at dan ustadz-ustadz
pengajian.
Imam rawatib Masjid Azizi ada 3 orang, yang mana untuk ketua imamnya
diberikan honor sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) dan untuk dua
orang imam lainnya masing mendapatkan honor Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu
rupiah) yang akan diberikan setiap sebulan sekali. Kemudian untuk petugas bilal,
Masjid Azizi mepunyai 3 orang bilal tetap untuk setiap hari juam‟at yang akan
diberikan honor Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) setiap minggunya.
Masjid Azizi juga mempunyai 3 orang marbot yang setiap bulannya di berikan
honor sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) perorangnya.
Kemudian untuk khatib jum‟at diberikan honornya sebesar Rp.200.000,- (dua
ratus ribu rupiah).Dan untuk petugas kemakmuran hari jum‟at seperti kebersihan,
tukang jaga parker dan pemegang kunci masjid diberikan honor setiap minggunya
sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah)
Kemudian disamping honor untuk opersional masjid diatas, Masjid Azizi
juga melaksanakan pengajian-pengajian untuk melaksanakan fungsi masjid
sebagai tempat untuk mencerdaskan umat, yang mana para ustadz-ustadz yang
mengajarnyapun mendapatkan honor dari keuangan masjid, seperti pengajian
malam kamis, ustadz yang mengajarnya di berikan honor sebesar Rp. 250.000,-
(dua ratus lima puluh ribu rupiah) setiap selesai biliau mengajar, sedangkan untuk
pengajian ibu-ibu hari rabu pengurus masjid membantu ibu-ibu pengajian
memberikan honor sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) lalu
kemudian ibu-ibu pengajian tersebut iuran kembali untuk mencukupi Rp.
63
250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupian) yang akan diberikan kepada untadz
yang mengajar tersebut. Kemudian untuk ustadz yang mengajar TPA dan PAMI
berjumlah 4 orang yang setiap bulannya mendapatkan honornya masing-masing
sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah).73
B. TINJAUAN UU NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN
WAKAF DI MASJID AZIZI KEL. PAYO LEBAR KEBUN JERUK
KOTA JAMBI
Dari uraian sebelumya dapat diketahui bahwa manajemen pengelolaan
wakaf produktif yang diterapkan di Masjid Azizi sudah sesuai dengan Undang-
undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, dikarenakan tujuan, fungsi dan
peruntukan wakaf tidak menyalahi konsep pengelolaan wakaf dalam Undang-
undang No. 41 tahun 2004. Dan juga wakaf di Masjid Azizi telah memiliki
sertifikat dan juga nazhir yang profesional dalam mengelolanya.
Manajemen pengelolaan wakaf produktif yang dilakukan oleh nazhir
Masjid Azizi sudah cukup baik, dengan menyewakan aset-aset yang dimiliki
Masjid Azizi kemudian mengumpulkan hasilnya.Maka keuangan Masjid Azizi
sangat terbantu dengan hal tersebut, dan berbagai perluasan pembangunan
masjidpun dapat dilaksanakan, begitupun juga dengan aset-aset wakaf tersebut
dapat terprlihara dengan baik bahkan ada yang sudah direnovasi bangunannya
dalam bentuk permanen.
Konsep manajemen pengelolaan wakaf di Masjid Azizipun sudah cukup
baik, dengan melakukan pembagian-pembagian terhadap hasil wakaf tersebut,
73
Wawancara bersama Bapak Amrin T. H (Salah Satu Nazir Wakaf Masjid Azizi) Jam
14:00, 8 Januari 2020.
64
seperti memberikan para nazhir imbalan sebesar 10% dari hasil wakaf yang
dikelolanya yang mana hal inipun telah sesuai dengan UU No. 41 tahun 2004
pasal 12. Kemudian selain daripada 10% hasil yang diberikan kepada nazhir
tersebut diberikan kepada masjid untuk opersional rutinitas kegiatan masjid.
Terkait dengan manajemen pengelolaan keuangan untuk biaya operasional
masjid, seperti kegiatan-kegiatan kajian-kajian Islam, kemudian honor untuk
petugas-petugas syara‟ masjid hari jum‟at serta petugas-petugas kemakmuran
masjid yang mana pimbiayaan untuk operasional tersebut dikeluarkan oleh
pengurus Masjid Azizi yang dananya diperoleh dari hasil sewa aset wakaf dan
pengumpulan uang dikotak-kotak amal masjid. Hal inipun telah sesuai dengan
tujuan, fungsi dan peruntukan wakaf dalam pasal 22 UU No. 41 tahun 2004
tentang wakaf.
Oleh karena itu hemat penulis, pengelolaan wakaf produktif di Masjid
Azizi telah sesuai dengan UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf.Karena
pelaksanaan pengelolaan wakaf produktif di Masjid Azizi telah sesuai dengan ciri-
ciri wakaf produktif yang dikemukakan oleh Muhammad Syafi‟I Antonio, yaitu
pola manajemen yang harus terintegrasi, asas kesejahteraan nazhir, asas
transformasi dan tanggung jawab.
C. PERKEMBANGAN DARI HASIL WAKAF PRODUKTIF
Program wakaf produktif menjadi inisiatif baru pengembangan wakaf,
agar lebih bermanfaat di masyarakat.Istilah wakaf produktif merujuk pada skema
pengelolaan wakaf.Harta benda yang diwakafkan digunakan dalam kegiatan
65
produksi dan hasilnya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf.Wakaf produktif
terbukti mampu menjadi instrumen kesejahteraan.Sebab model wakaf produktif
bukan hanya sekedar ada aktivitas pengumpulan wakaf, namun juga bermanfaat
dan lebih besar lagi bagi umat dan bangsa.74
Sepanjang sejarah Islam, wakaf merupakan sarana dan modal yang amat
penting dalam memajukan perkembangan agama. Sebelum lahir UU No. 41
Tahun 2004 tentang wakaf, perwakafan di Indonesia diatur dalam PP No. 28
Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik dan sedikit tercover dalam UU No. 5
Tahun 1960 tentang peraturan pokok dasar agraria. Namun, peraturan
perundangan tersebut hanya mengatur benda-benda wakaf tidak bergerak dan
peruntukannya lebih banyak untuk kepentingan ibadah mahdhah, seperti masjid,
musholla, pesantren, kuburan dan lain-lain.
Karena keterbatasan cakupannya, peraturan perundangan wakaf di-regulasi
agar perwakafan dapat diberdayakan dan dikembangkan secara lebih produktif.
Regulasi peraturan perundangan perwakafan tersebut berupa UU No. 41 Tahun
2004 tentang wakaf dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang
pelaksanaanya. Kedua peraturan perundangan tersebut memiliki urgensi, yaitu
selain untuk kepentingan ibadah mahdhah, juga menekankan perlunya
pemberdayaan wakaf secara produktif untuk kepentingan social (kesejahteraan
umat).75
74
https://www.republika.co.id, Wakaf Produktif Lebih Efektif Entaskan Kemiskinan.
Diakses pukul 10.17, 14-01-2020. 75
Achmad Junaidi & Thobieb Al-Asyhar, “Menuju Era Wakaf Produktif”, (Depok:
Mumtaz Publishing, 2007), hlm. 89.
66
Pengelolaan wakaf produktif yang profesional akan menghasilkan manfaat
dan perkembangan yang nyata terhadap fasilitas-fasilitas yang lebih baik dari
wakaf itu sendiri. Perkembangan yang dirasakan dari hasil wakaf produktif di
Masjid Azizi adalah dengan bertambah luasnya bangunan masjid dan
membaiknya fasilitas-fasilitas yang dimiliki masjid, selain itu perkembangannya
juga dapat dilihat dari salah satu ruko yang dimiliki Masjid Azizi yang berada di
simpang pulai tepatnya berada di sebrang Toko Ahok, yang mana bangunannya
telah direnovasi menjadi bangunan permanen.
Perkembangan yang telah disebutkan diatas menjadi bukti pengelolaan
yang baik terhadap wakaf produktif yang dimiliki Masjid Azizi. Dengan
memperhatikan kenyamanan-kenyamanan fasilitas untuk beribadah dan
memperbaiki aset-aset wakaf milik Masjid Azizi yang dapat menaikkan hasil
penyewaannya, maka fungsi wakaf produktifpun menjadi lebih luas manfaatnya
dan hasil dari penyewaannyapun bisa menjadi dana yang lebih besar untuk
pengembangan-pengembangan lainnya.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengelolaan wakaf produktif di Masjid Azizi Kel. Payo Lebar Kebun
Jeruk Kota Jambi dikelola oleh nazhir yang berjumlah 5 orang, dengan
cara menyewakan aset-aset masjid tersebut. Kemudian hasil wakaf
tersebut diberikan 10%nya kepada nazhir yang mengelola dan sisanya
di berikan untuk masjid yang akan digunakan untuk pembangunan dan
biaya berbagai kegiatan operasional rutin masjid yang meliputi honor
petugas-petugas kemakmuran masjid, petugas-petugas syara‟ jum‟at,
dan ustadz-ustadz yang mengisi pengajian di masjid Azizi.
2. Berdasarkan analisis yang telah penulis dapat selama penelitian di
Masjid Azizi Kel. Payo Lebar Kebun Jeruk Kota Jambi, bahwasanya
pengelolaan wakaf yang diterapkan di Masjid Azizi Kel. Payo Lebar
Kebun Jeruk Kota Jambi telah sesuai dengan Undang-undang No. 41
tahun 2004 tentang wakaf dikarenakan tujuan, fungsi dan peruntukan
wakaf tidak menyalahi konsep pengelolaan wakaf dalam undang-
undang tersebut.
3. Perkembangan yang telah didapat dari hasil penyewaan wakaf
produktif adalah dengan memperluas bangunan Masjid Azizi dan
memperbaiki fasilitas-fasilitasnya. Kemudian merenovasi salah satu
ruko dengan diperbaiki menjadi bangunan permanen yang sebelumnya
ruko tersebut bangunannya belum permanen.
68
68
B. SARAN
Berdasarkan pemasalahan dalam penelitian ini, maka perkenankanlah
penulis untuk memberikan saran-saran yang penting untuk diperhatikan sebagai
berikut:
1. Peningkatan kapasitas kemampuan nazhir sebagai pihak pengelola
wakaf perlu menjadi acuan utama khususnya dalam hal sistem
manajemen pengelolaan aset wakaf yang dimiliki dapat berjalan
dengan maksimal dengan memberikan pemahaman ilmu kepada nazhir
dan masyarakat dengan sosialisasi tentang pengelolaan wakaf secara
produktif sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
sehingga hambatan pengelolaan dan pemanfaatan wakaf dalam
pencapaian tujuan wakaf dapat diatasi.
2. Disarankan kepada nazhir agar merenovasi juga ruko yang
bangunannya belum permanen menjadi bangunan permanen, agar
harga sewanya menjadi meningkat dan hasilnya dapat menjadi manfaat
yang lebih besar dalam membantu finansial Masjid Azizi.
3. Disarankan kepada masjid-masjid daerah lain agar dapat
menoptimalkan pemberdayaan wakaf lebih produktif, yang mayoritas
berbasis masjid serta memberdayakan wakaf yang masih belum
produktif, dengan catatan sistemnya yang lebih profesional.
69
68
C. KATA PENUTUP
Ucapan syukur Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah, Tuhan seru
sekalian alam, yang telah senantiasa melimpahkan nikmat, rahmat, dan karunia-
Nya kepada penulis dan kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir karya ilmiah ini yang berbentuk skripsi sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana starata satu (S.I) pada prodi Perbandingan Madzhab,
Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Beserta keluarga, sahabat, dan kita para pengikut sunnahnya sampai akhir zaman.
Setelah sekian lama penulis berusaha menyelesaikan skripsi ini dengan
semaksimal mungkin mengeluarkan tenaga dan pikiran yang dikemukakan dalam
tugas akhir ini.Meskipun demikian penulis menyadari dalam penulisan karya
ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, karena
penulis menyadari masih kurangnya pengetahuan mengenai masalah ini serta
keterbatasan kadardan kemampuan dan kelemahan penulis.
Maka dari itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika pada
penulisan, penjelasan, pemahaman, serta dalam analisis data yang diperoleh
penulis dan lain sebagainya terdapat kekeliruan dan kekhilafan yang tidak sesuai
dengan pembaca. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun dari pembaca guna menyempurnakan pembahasan skripsi ini
dimasa yang akan datang.
Semoga karya yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, menjadi amal ibadah bagi penulis, serta menjadi bahan tambahan
70
68
rujukan khazanah keilmuan untuk penelitian dimasa yang akan datang. Kepada
Allah saya mohon ampun.Ihdinash-shiroothol-mustaqim.Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Abdul Ghofur, “Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia”, (Yogyakarta: Pilar
Media, 2006).
Abdul Halim, “Hukum Perwakafan di Indonesia”, (Jakarta: Ciputat Press, 2005).
Abdurrahman, “Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di
Negara Kita”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994).
Abu Su‟ud Muhammad, “Risalah fi Jawazi Waqf al-Nuqud”, (Bairut: Dar Ibn
Hazm, 1997).
Abu Zahrah, “Muhadhrat fi al-Waqf”, (Beirut: Dar al-Fikr al-„Arabi, 1971).
Achmad Junaidi & Thobieb Al-Asyhar, “Menuju Era Wakaf Produktif”, (Depok:
Mumtaz Publishing, 2007)
Ahmad Rofiq, “Hukum Islam di Indonesia”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003).
Athaillah, “Hukum Wakaf” (Bandung: Yrama Widya, 2014).
Deddy Maulana, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008).
Departemen Agama RI, “Paradigma Baru Wakaf di Indonesia”, Direktorat
Pengembangan Zakat dan Wakaf, Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, (Jakarta;
2005).
Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Tejemahnya, (Surabaya : Fajar Mulia, 2012).
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral BIMAS Islam DEPAG RI
Tahun 2017“Paradigma Baru Wakaf di Indonesia”.
Dirjen Bimas Islam, “Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai”, (Jakarta: Direktorat
Pemberdayaan Wakaf, 2007).
H. Abdul Manan, “Pembaruan Hukum Islam di Indonesia”, (Depok: Kencana
Prenadamedia Group 2017).
H. Zainuddin Ali, “Metode Penelitian Hukum”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014)
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008).
Husein Umar, “Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis”, (Jakarta: Raja
Grafindo, 2009).
Ibn Manzur, Lisan al-„Arab, jil, 11.(kairo: al-Dar al-Misriyyah li al-Ta‟lif wa al-
Tarjamah, 1954)
Ibn Qudamah, “Al-Mughni Wa al-Syarh al-Kabir”, Jil.6. (Beirut: Dar al-Kutub al-
„Arabi, 1972).
Ibn Qudamah, al-Mughni, (Bairut:Daral-Kutub al-Ilmiyah t.th)
Ichtiyanto, “Hukum Islam dan Hukum Nasional”, (Jakarta: Ind-Hill Co, 1990)
Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008)
Juliansyah Noor, “Metodologi Penelitian”, (Jakarta: Kencana, 2011).
Komisi Fatwa MUI, Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia, (Jakarta:Dirjen
Bimas Islam dan Pnyelenggara Haji, 2003)
Moloeng, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005).
Muhyar Fanani, “Berwakaf Tidak Harus Kaya Dinamika Pengelolaan Wakaf Uang
di Indonesia” (Semarang: Walisongo Press, 2010).
Mundzir Qahaf, al-Waqf al-Islami Tatawwaruhu, hlm. 6
Munzir Qahaf, al-Waqf al-Islami : Tatawwuruhu, Idaratuhu, Tanmiyyatuhu,
(Damaskus:Dar al-Fikr, 2006)
Sayuti Una, “Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi: Syariah Press,
2014).
Siska Lis Sulistiani, “Pembaharuan Hukum Wakaf di Indonesia”, (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2017)
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), (Bandung: Alfabeta, 2016).
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Aglesindo, 1994)
Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Menara Kudus: Darul Ulum
Press, 1994).
Syamsul Anwar, “Studi Hukum Islam Kontemporer”, (Jakarta: RM Books, 2007).
B. Skripsi, Undang-Undang dan Jurnal
Dul Manan, Wakaf Produktif Dalam Perspektif Imam Madhab, Jurnal IAIM NU
Metro Lampung, Vol 1 No. 2, (Desember 2016)
Hafsah, Wakaf Produktif dalam Hukum Islam Indonesia Analisis Filosofis
Terhadap Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Jurnal: Fakultas
Tarbiyah IAIN SU, Vol. XXXIII No. 1 Januari-Juni 2009.
Hasan Tholhah, “Perkembangan Kebijakan Wakaf di Indonesia”, dalam
Republika, Rabu, 22 April 2009
Hasbullah Hilmi, “Wakaf Uang antara Fleksibilitas Berderma dan Sistem Ribawi”,
Jurnal Ijtimaiyya, Vol.5, No.1 Februari (Lampung: IAIN Raden Intan, 2012).
Helmi Karim, “Fiqh Muamalah”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002).
https://nasional.sindonews.com, Potensi Aset Wakaf di Indonesia Capai Rp. 2.000
Triliun. Diakses pukul 22:40, 12-januari-2020.
https://www.republika.co.id, Wakaf Produktif Lebih Efektif Entaskan Kemiskinan.
Diakses pukul 10.17, 14-01-2020.
Izzi Azizi, Wakaf Produktif (Konsep dan Aplikasinya di Pondok Pesantren An-Nur
Tangkit Muaro Jambi), 2015.
Noor Mohammad Aziz, Urgensi Penelitian dan Pengkajian Hukum dalam
Pembentukan Peraturan Perndang-undangan, Jurnal Rechts Vinding BPHN, Vol 1 No. 1,
(Januari-April 2012).
Nursyifa Yolanda, Peranan Wakaf Produktif Terhadap Keberlangsungan Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Kesinambungan Badan Wakaf Walisongo, 2015
Roni Zulmeisa, Analisis Pengelolaan Wakaf Produktif Rumah Sewa (Studi Kasus
Pada Masjid Al-Furqan Gampong Beurawe Banda Aceh), 2016.
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf & Peraturan Pemerintah
Nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaannya”, (Departemen Agama, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam, 2007)
Uswatun Hasanah, “Wakaf Produktif untuk Kesejahteraan dalam Perspektif
Hukum Islam di Indonesia”, (Jakarta: Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar di
Universitas Indonesia, 6 April 2009).
C. Wawancara
Wawancara bersama Bapak Amrin T. H (Salah Satu Nazir Wakaf Masjid Azizi)
Jam 6:00, 7 Januari 2020.
Wawancara bersama Bapak H. Lukman Hakim (Ketua Masjid Azizi) Jam 6:00, 7
Januari 2020.
LAMPIRAN LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensl dan
manfaat ekonoml perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan
ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum;
b. bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan
dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam
berbagai peraturanperundang-undangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b,
dipandang perlu membentuk Undang-Undang tentangWakaf;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 29, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun1945;
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG WAKAF.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan:
1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurutsyariah. 2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta bendamiliknya. 3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada
Nazhir untuk mewakafkan harta bendamiliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untukdikelola dan dikembangkan
sesuai denganperuntukannya.
5. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka
panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif.
6. PejabatPembuatAktaIkrarWakaf,selanjutnyadisingkatPPAIW,adalahpejabatberwenangyang ditetapkan
oleh Menteri untuk membuat akta ikrarwakaf.
7. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di
Indonesia.
8. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta
paramenteri.
9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidangagama.
BAB II
DASAR-DASAR WAKAF
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah.
Pasal 3
Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi Wakaf
Pasal 4
Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.
Pasal 5
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan
ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Bagian Ketiga
Unsur Wakaf
Pasal 6
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:
a. Wakif;
b. Nazhir;
c. Harta BendaWakaf;
d. IkrarWakaf;
e. peruntukan harta bendawakaf;
f. jangka waktuwakaf.
Bagian Keempat
Wakif
Pasal 7
Wakif meliputi:
a. perseorangan;
b. organisasi;
c. badanhukum.
Pasal 8
(1) Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhipersyaratan:
a. dewasa;
b. berakalsehat;
c. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum;dan
d. pemilik sah harta bendawakaf. (2) Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b hanya dapat melakukan wakaf apabila
memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan
anggaran dasar organisasi yangbersangkutan.
(3) Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c hanya dapat melakukan. wakaf
apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum
sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yangbersangkutan.
Bagian Kelima
Nazhir
Pasal9
Nazhir meliputi:
a. perseorangan
b.organisasi;atau
c. badanhukum.
Pasal 10
(1) Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhirapabila memenuhipersyaratan:
a. warga negaraIndonesia;
b. beragamaIslam;
c. dewasa; d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani; dan
f. tidak terhalang melakukan perbuatanhukum.
(2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. organisasiyangbergerakdibidangsosial,pendidikan,kemasyarakatan,dan/ataukeagamaan Islam.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila
memenuhipersyaratan:
a. penguru badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 );dan
b. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang.undangan yang berlaku;dan
c. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaanIslam.
Pasal 11
Nazhir mempunyai tugas:
a. rnelakukan pengadministrasian harta bendawakaf;
b. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya; c. mengawasi dan melindungi harta bendawakaf; d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan WakafIndonesia.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana.dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima
imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya
tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir memperoleh
pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal14
(1) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Nazhir harus terdaftar pada
Menteri dan Badan WakafIndonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Pasal 10, Pasal 11,
Pasal 12, dan Pasal 13, diatur dengan PeraturanPemerintah.
Bagian Keenam
Harta Benda Wakaf
Pasal 15
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah.
Pasal 16
(1) Harta benda wakaf terdiridari:
a. benda tidak bergerak;dan
b. bendabergerak. Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ameliputi:
c. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang
sudah maupun yang belumterdaftar;
d. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada hurufa;
e. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengantanah;
f. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.undangan yangberlaku;
g. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang.undangan yangberlaku.
(2) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidakbisa habis
karena dikonsumsi, meliputi: a. uang; b. logammulia;
c. surat berharga;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual;
f. hak sewa; dan
g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang.undangan yangberlaku.
Bagian Ketujuh
Ikrar Wakaf
Pasal 17
(1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
(2) Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf olehPPAIW.
Pasal 18
Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam
pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat menunjuk
kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.
Pasal 19
Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau bukti
kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.
Pasal 20
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan:
a. dewasa;
b. beragamaIslam;
c. berakalsehat;
d. tidak terhalang melakukan perbuatanhukum.
Pasal 21
(1) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
(2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikitmemuat:
a. nama dan identitasWakif;
b. nama dan identitas Nazhir;
c. data dan keterangan harta bendawakaf;
d. peruntukan harta bendawakaf;
e. jangka waktu wakaf.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud padaayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Peruntukan Harta Benda Wakaf
Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf 1 harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:
a. sarana dan kegiatanibadah;
b. sarana dan kegiatan pendidikan sertakesehatan;
c.bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu, beasiswa;
d.kemajuan dan peningkatan ekonomi umat;dan/atau
e.kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan oleh
Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.
(2) Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf Nazhir dapat menetapkan
peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
Bagian Kesembilan
Wakaf denganWasiat
Pasal 24
Wakaf dengan wasiat baik secara lisan maupun secara tertulis hanya dapat dilakukan apabila
disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 25
Harta benda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari jumlah
harta warisan setelah dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan persetujuan seluruh ahli
waris.
Pasal 26
(1) Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh penerima wasiat setelah pewasiat yang bersangkutan meninggaldunia.
(2) Penerima wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai kuasa wakif.
(3) Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan tata cara perwakafan yang diatur dalam Undang-Undangini.
Pasal 27
Dalamhalwakafdenganwasiattidak dilaksanakanolehpenerimawasiat,ataspermintaanpjhakyang
berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan penerima wasiat yang bersangkutan untuk
melaksanakanwasiat.
Bagian Kesepuluh
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang
ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 29
(1) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secaratertulis.
(2) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk
sertifikat wakafuang.
(3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga
keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf .
Pasal 30
Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang
kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf
Uang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 32
PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.
Pasal 33
Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW
menyerahkan:
a. salinan akta ikrarwakaf; b. surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkaitlainnya.
Pasal 34
Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 35
Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh
PPAIW kepada Nazhir.
Pasal 36
DalamhalhartabendawakafditukarataudiubahperuntukannyaNazhirmelaluiPPAIWmendaftarkan
kembali kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf
yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata
cara pendaftaran harta bendawakaf.
Pasal 37
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 38
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada masyarakat harta benda wakaf yang
telah terdaftar.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda
wakaf diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF
Pasal 40
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang:
a. dijadikanjaminan;
b. disita;
c. dihibahkan;
d. dijual;
e. diwariskan;
f. ditukar;atau
g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Pasal 41
(1) KetentuansebagaimanadimaksuddalamPasal40huruffdikecualikanapabilahartabendawakaf yang telah
diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR)
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan
dengansyariah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan WakafIndonesia.
(3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang.
kurangnya sama dengan harta benda wakafsemula.
(4) Ketentuanmengenaiperubahanstatushartabendawakafsebagaimanadimaksudpadaayat(1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan PeraturanPemerintah.
BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 42
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi,
dan peruntukannya.
Pasal 43
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 dilaksanakan sesuai dengan prinsipsyariah.
(2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secaraproduktif.
(3) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1)
diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjaminsyariah.
Pasal 44
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang melakukanperubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari BadanWakaf Indonesia.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf
ternyatatidakdapatdipergunakansesuaidenganperuntukanyangdinyatakandalamikrarwakaf.
Pasal 45
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti dengan
Nazhir lain apabila Nazhir yangbersangkutan:
a. meninggal dunia bagi Nazhirperseorangan;
b. bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badanhukum;
c. atas permintaansendiri;
d. tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang.undanganyangberlaku;
e. dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukumtetap. (2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Badan WakafIndonesia.
(3) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain karena
pemberhentiandanpenggantianNazhir,dilakukandengantetapmemperhatikanperuntukanharta benda
wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsiwakaf.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
BADAN WAKAF INDONESIA
Bagian Pertama
Kedudukan dan Tugas
Pasal 47
(1) Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk Badan Wakaf
Indonesia. (2) Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga independen dalam melaksanakantugasnya.
Pasal 48
Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat
membentuk perwakilan di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 49
(1) Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas danwewenang:
a. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda
wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional;
c. memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;
d. memberhentikan dan menggantiNazhir;
e. memberikan persetujuan atas penukaran harta bendawakaf;
f. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di
bidangperwakafan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Wakaf Indonesia dapat
bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para
ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandangperlu.
Pasal 50
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Badan Wakaf Indonesia
memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.
Bagian Kedua
Organisasi
Pasal 51
(1) Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana dan DewanPertimbangan. (2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur pelaksana tugasBadan
WakafIndonesia.
(3) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur pengawas pelaksanaan
tugas Badan WakafIndonesia.
Pasal 52
(1) Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua yang dipilih
dari dan oleh paraanggota.
(2) Susunan keanggotaan masing-masing Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh paraanggota.
BagianKetiga
Anggota
Pasal53
Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling
banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.
Pasal 54
(1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia, setiap calon anggota harus
memenuhipersyaratan:
a. warga negaraIndonesia;
b. beragamaIslam;
c. dewasa;
d. amanah;
e. mampu secara jasmani danrohani;
f. tidak terhalang melakukan perbuatanhukum; g. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan dan/atau
ekonomi, khususnya di bidang ekonomi syariah;dan h. mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafannasional.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan mengenai persyaratan lain untuk menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia ditetapkan oleh Badan WakafIndonesia.
Bagian Keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 55
(1) Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikan olehPresiden.
(2) Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah diangkat dan diberhentikan oleh Badan
WakafIndonesia.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian
anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Badan Wakaf
Indonesia.
Pasal 56
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 57
(1) Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden
olehMenteri.
(2) Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden untuk selanjutnya
dilaksanakan oleh Badan WakafIndonesia.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan calon keanggotaan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Badan Wakaf Indonesia, yang pelaksanaannya terbuka untuk
umum.
(4)
Pasal 58
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia yang berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan diatur
oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 59
Dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia, Pemerintah wajib membantu biaya
operasional.
Bagian Keenam
KetentuanPelaksanaan
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan tata cara
pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf Indonesia diatur oleh
Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal 61
(1) Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dilakukan melalui laporan tahunan
yang diaudit oleh lembaga audit independen dan disampaikan kepadaMenteri.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepadamasyarakat.
BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 62
(1) Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapaimufakat. (2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil, sengketa dapat
diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, ataupengadilan.
BAB VIII
PEMBINAAN DANPENGAWASAN
Pasal63
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf untuk mewujudkan tujuan dan fungsiwakaf.
(2) Khusus mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri mengikutsertakan Badan
WakafIndonesia.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis UlamaIndonesia.
Pasal 64
Dalam rangka pembinaan, Menteri dan Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan kerja sama
dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang
perlu.
Pasal 65
Dalam pelaksanaan pengawasan, Menteri dapat menggunakan akuntan publik.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Menteri dan Badan
Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama
KetentuanPidana
Pasal 67
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama
5(lima)tahundan/ataupidanadendapalingbanyakRp500.000.000,00(limaratusjutarupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menghibah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus jutarupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus jutarupiah).
Bagian Kedua
SanksiAdministratif
Pasal68
(1) Menteridapatmengenakansanksiadministratifataspelanggarantidakdidaftarkannyahartabenda wakaf
oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal32.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berupa:
a. peringatantertulis;
b. penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga keuangansyariah;
c. penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatanPPAIW.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
(1) Dengan berlakunya Undang-Undang ini, wakaf yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undanganyangberlakusebelumdtundangkannyaUndang-Undangini,dinyatakansah sebagai
wakaf menurut Undang-Undangini.
(2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang inidiundangkan.
Pasal 70
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru
berdasarkan
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2004
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PROF. DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 159.
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG
WAKAF
I. UMUM
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain adalah memajukan
kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan
potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis.
Salah satu langkah strategjs untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan peran
wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana
ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi, antara lain untuk
memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan
prinsip syariah. Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya
berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara
sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan
hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf tetai karena juga sjkap masyarakat yang
kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi
untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka
pembangunan hukum nasional perlu dibentuk Undang-Undang tentang Wakaf. Pada dasarnya
ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan
dicantumkan kembali dalam Undang-Undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok
pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf,
Undang-Undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam
akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata
cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus
dilaksanakan. Undang-Undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pengelolaan dan
pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf-khairi yang
dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut Undang-Undang ini Wakif dapat pula
mewakafkansebagiankekayaannyaberupahartabendawakafbergerak,baikberwujudatau
tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual,
hak sewa, dan benda bergerak lainnya.
Dalam hal benda bergerak berupa uang, Wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga
Keuangan Syariah.
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang
dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di
bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syariah.
Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah
dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk mewakafkan uang miliknya.
3. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata.mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapi
juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan
manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf
dapatmemasukiwilayahkegiatanekonomidalamartiluassepanjangpengelolaantersebutsesuai dengan
prinsip manajemen dan ekonomiSyariah.
4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan
wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesionalNazhir.
5. Undang-Undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang dapat mempunyai
perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan tersebut merupakan lembaga independen yang
melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap Nazhir, melakukan
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional,memberikanpersetujuanatasperubahanperuntukandanstatushartabendawakaf, danmemberikan
saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidangperwakafan.
II. PASAL
DEMIPASAL Pasal1 Cukup jelas Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Yang dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah
perseorangan warga negara Indonesia atau warga negara asing, organisasi Indonesia atau
organisasi asing dan/atau badan hukum Indonesia atau badan hukum asing.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Yang dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah
perseorangan warga negara Indonesia, organisasi Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Dalam rangka pendaftaran Nazhir, Menteri harus proaktif untuk mendaftar para Nazhir yang sudah
ada dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f Cukup
jelas Huruf g
Yang dimaksud benda bergerak lain sesuai dengan syariah dan peraturan yang berlaku, antara
lain mushaf, buku, dan kitab.
Pasal 17 Cukup
jelas Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Penyerahan surat-surat atau dokumen kepemilikan atas harta benda wakaf oleh Wakif atau kuasanya
kepadaPPAIW dimaksudkanagardiperolehkepastiankeberadaanhartabendawakafdankebenaran
adanya hak Wakif atas harta bendawakaf
dimaksud.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Yang dimaksud dengan pengadilan adalah pengadilan agama.
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan antara lain para ahli waris, saksi, dan pihak
penerima peruntukan wakaf.
Pasal 28
Yarig dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di
bidang keuangan syariah.
Pasal 29
Ayat (1)
Pernyataan kehendak Wakif secara tertulis tersebut dilakukan kepada Lembaga Keuangan Syariah
dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasai 31
Cukup jelas
Pasal 32
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional, Instansi yang
berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait dengan tugas
pokoknya, instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar
(unregistered goods) adalah Badan Wakaf
Indonesia.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait
dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar
(unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Yang dimaksud dengan bukti pendaftaran harta benda wakaf adalah surat keterangan yang
dikeluarkan oleh instansi Pemerintah yang berwenang yang menyatakan harta benda wakaf telah
terdaftar dan tercatat pada negara dengan status sebagai harta benda wakaf.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait
dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar
(unregistered goods) adalah Badan WakafIndonesia. Pasal37
Cukup jelas
Pasal38
Yang dimaksud dengan mengumumkan harta benda wakaf adalah dengan memasukan data
tentangharta benda wakaf dalam register umum. Dengan dimasukannya data tentang harta benda
wakaf dalam register umum, maka terpenuhi asas publisitas dari wakaf sehingga masyarakat dapat
mengakses data tersebut.
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif antara lain dengan
cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis,
pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah
susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan, dan
usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah. Yang dimaksud dengan lembaga penjamin
syariah adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan usaha
yang dapat dilakukan antara lain melalui skim asuransi syariah atau skim lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Pembentukan perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah dilakukan setelah Badan Wakaf Indonesia
berkonsultasi dengan pemerintah daerah setempat.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasai 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga
(mediator) yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa.Dalam hal mediasi tidak berhasil
menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah.
Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut
dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syar'iyah.
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4459
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Masjid Azizi
Gambar 2 :Tanah Sewa Milik Masjid Azizi
Gambar 3 :Ruko Milik Masjid Azizi
Gambar 4 :Ruko Permanen Milik Masjid Azizi
Gambar 5 :Foto Bersama Bapak H. Lukman Hakim (Ketua Masjid Azizi)
Gambar 6 :Foto Bersama Bapak Amrin TH (Salah Satu Nazhir Wakaf Masjid Azizi)
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri
Nama : M. Firdaus
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Mendahara Tengah, 09-September-1996
Alamat : Desa Delim Kec. Tebing Tinggi Kab.
Tanjung Jabung Barat
No. Telp/HP : 0822-8257-4473
Nama Ayah : M. Syukri
Nama Ibu : Fitriyani
B. Riwayat Pendidikan
SD/MI, Tahun Lulus : SDN 137/V Desa Delima, 2009
SMP/MTs, Tahun Lulus : MTS Al- Baqiyatushshalihat, 2012
SMA/MA, Tahun Lulus : MA Al-Baqiyatushshalihat, 2015
C. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Perbandingan Madzhab
Tahun 2017-2018
2. Anggota Biasa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)