18
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM BOARDING PADA RESERVASI TIKET JASA KERETA API DI PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAERAH OPERASI 8 STASIUN SURABAYA GUBENG ANISA KURNIATUL AZIZAH S1 Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya [email protected] PT. Kereta Api Indonesia (persero) melakukan perbaikan sistem reservasi tiket melalui kebijakan sistem boarding, yaitu nama pada tiket sesuai dengan kartu identitas. Pada pengimplementasiannya masih ditemukan masalah, yaitu minimnya sosialisasi, misscommunication antara penumpang dan pengelola, modus baru calo, serta penulisan nama yang abjadnya kurang akibat human error atau kesalahan teknis. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan sistem boarding pada reservasi tiket di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 8 Stasiun Surabaya Gubeng. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun narasumber penelitian ini terdiri dari Wakil Kepala Stasiun Surabaya Gubeng, Asisten Manager Eksternal Humasda, dan Junior Manager Inspector Operasi 8A Surabaya Gubeng. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, dokumentasi, serta wawancara. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini bahwa PT. KAI DAOP 8 Stasiun Surabaya Gubeng Sudah mengimplementasikan kebijakan sistem boarding. Implementasi kebijakan boarding diawali dengan adanya pengkomunikasian kebijakan berupa sosialisasi secara internal dan eksternal tentang aturan serta prosedur implementasi kebijakan sistem boarding. Sosialisasi disampaikan secara jelas melalui instruksi direksi dan diberlakukan secara konsisten sebelum ada perintah dari pusat. Implementasi ini didukung oleh staf yang memadai secara kuantitas (jumlah) karena dilaksanakan oleh seluruh pegawai DAOP 8, keahlian didapat dengan belajar sendiri tanpa ada pelatihan khusus, informasi tentang cara pelaksanaan disampaiakan secara berjenjang dan didukung oleh sarana yang mempermudah penumpang mendapatkan informasi, kewenangan yang diberikan berupa pengaturan jadawal, fasilitas yang disediakan berupa komputer, barcode scaner, dan stempel validasi. Disposisi implementor berupa sikap yang teliti ketika melakukan pemeriksaan tiket serta berkomitmen terhadap kebijakan yang ditumbuhkan melalui pemberian sanksi bagi petugas yang melanggar, tetapi belum ada reward bagi petugas yang disiplin melaksanakan kebijakan sistem boarding. Kebijakan sistem boarding pelaksanaannya diatur oleh struktur birokrasi melalui Standard Operating Procedure (SOP) dan pelaksanaan fragmentasi yang didasarkan pada jadwal yang dibuat oleh bagian SDM. Saran pada penelitian agar disediakan fasilitas boarding yang sama disetiap stasiun, penambahan boarding gate saat hari libur atau hari besar, dan pemberian reward bagi petugas boarding yang disiplin. Kata kunci : Implementasi Kebijakan, Reservasi Tiket Kereta Api, Sistem Boarding 1

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM BOARDING PADA RESERVASI TIKET JASA KERETA API DI PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAERAH OPERASI 8 STASIUN SURABAYA GUBENG

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : ANISA KURNIATUL AZIZAH

Citation preview

Paper Title (use style: paper title)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM BOARDING PADA RESERVASI TIKET JASA KERETA API DI PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAERAH OPERASI 8 STASIUN SURABAYA GUBENGANISA KURNIATUL AZIZAHS1 Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Surabaya

[email protected]. Kereta Api Indonesia (persero) melakukan perbaikan sistem reservasi tiket melalui kebijakan sistem boarding, yaitu nama pada tiket sesuai dengan kartu identitas. Pada pengimplementasiannya masih ditemukan masalah, yaitu minimnya sosialisasi, misscommunication antara penumpang dan pengelola, modus baru calo, serta penulisan nama yang abjadnya kurang akibat human error atau kesalahan teknis. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan sistem boarding pada reservasi tiket di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 8 Stasiun Surabaya Gubeng. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun narasumber penelitian ini terdiri dari Wakil Kepala Stasiun Surabaya Gubeng, Asisten Manager Eksternal Humasda, dan Junior Manager Inspector Operasi 8A Surabaya Gubeng. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, dokumentasi, serta wawancara. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini bahwa PT. KAI DAOP 8 Stasiun Surabaya Gubeng Sudah mengimplementasikan kebijakan sistem boarding. Implementasi kebijakan boarding diawali dengan adanya pengkomunikasian kebijakan berupa sosialisasi secara internal dan eksternal tentang aturan serta prosedur implementasi kebijakan sistem boarding. Sosialisasi disampaikan secara jelas melalui instruksi direksi dan diberlakukan secara konsisten sebelum ada perintah dari pusat. Implementasi ini didukung oleh staf yang memadai secara kuantitas (jumlah) karena dilaksanakan oleh seluruh pegawai DAOP 8, keahlian didapat dengan belajar sendiri tanpa ada pelatihan khusus, informasi tentang cara pelaksanaan disampaiakan secara berjenjang dan didukung oleh sarana yang mempermudah penumpang mendapatkan informasi, kewenangan yang diberikan berupa pengaturan jadawal, fasilitas yang disediakan berupa komputer, barcode scaner, dan stempel validasi. Disposisi implementor berupa sikap yang teliti ketika melakukan pemeriksaan tiket serta berkomitmen terhadap kebijakan yang ditumbuhkan melalui pemberian sanksi bagi petugas yang melanggar, tetapi belum ada reward bagi petugas yang disiplin melaksanakan kebijakan sistem boarding. Kebijakan sistem boarding pelaksanaannya diatur oleh struktur birokrasi melalui Standard Operating Procedure (SOP) dan pelaksanaan fragmentasi yang didasarkan pada jadwal yang dibuat oleh bagian SDM. Saran pada penelitian agar disediakan fasilitas boarding yang sama disetiap stasiun, penambahan boarding gate saat hari libur atau hari besar, dan pemberian reward bagi petugas boarding yang disiplin. Kata kunci : Implementasi Kebijakan, Reservasi Tiket Kereta Api, Sistem BoardingAbstract

PT.KAI (Persero) has made some improvement on train ticket reservation through boarding system policy, which is passenger's name on ticket matches the name on the identity card. In implementation still found some problems, i.e lack of socialization, misscommunication between passengers and the officers, new method of the scalpers, and some error writing name on the ticket due to human error / technical error.This study aims to describe and analyze the implementation of boarding system policy on train ticket reservation on PT. Kereta Api Indonesia (persero) regional operations 8 surabaya gubeng station. Method used on this research is descriptive with qualitative approach. Informant of this study consisted of the deputy chief of gubeng station, assistent manager external humasda, and junior operations manager inspector 8 A surabaya gubeng. Data collection techniques used in this research are observation, documentation, and interviews. Data analysis was performed with data collection, data reduction, data display and conclusion. As the result of this study is PT.Kereta Api Indonesia regional operations 8 surabaya gubeng station have implemented the boarding system policy. The implementation of boarding policy begins with internally and externally dissemination of rules and procedures for policy implementation boarding system. Socialization is clearly conveyed through director's instruction and consistently enforced before any commands from the central. This implementation was supported by adequate staff in quantity since it was implemented by all personnel of regional operation 8. The expertise gained by studying its own without any special training, information on how the implementation was delivered in stages and supported by tools that facilitate the passengers to get information, authority granted in the form of setting a schedule, facilities provided i.e computers, barcode scanners and validation stamp. Disposition implementor a careful attitude when doing checks and tickets are committed to policies that fostered through sanctions for officials who violate, yet no reward for the officials who implement the policy discipline. Boarding system policy inplementation governed by Standard Operating Procedure (SOP) and bureaucratic structure through the implementation of fragmentation based on a schedule created by the human resource. Advice on research that provided the same boarding facilities at each station, the addition of boarding gate during holidays / festivals, and a reward system for boarding officers disciplined.

Keywords: policy implementation, train ticket reservation, boarding system

PENDAHULUANBerdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian manyebutkan bahwa perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut, baik orang maupun barang secara massal, menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, memiliki tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya, seperti angkutan perkotaan. Penggunaan transporatsi kereta api akan terhindar dari kemacetan yang biasanya dialami oleh angkutan jalan raya. Keunggulan dan karakteristik yang dimiliki transportasi kereta api, mendorong pemerintah untuk bekerjasama dengan pihak perkeretaapian dalam upaya pengembangan sistem tranportasi umum di Indonesia secara terpadu. Untuk itu, penyelenggaraan sistem perkeretaapian perlu diatur sebaik-baiknya sehingga dapat terselenggara angkutan kereta api yang nyaman, aman, cepat, tertib serta efisien seperti yang diharapkan oleh customer. Pihak pengelola kereta api yaitu PT. Kereta Api Indonesia (Persero), terus mengupayakan peningkatan dan pengembangan transportasi kereta api, melalui perbaikan sistem serta peraturan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna jasa kereta api.Permasalahan yang paling sering atau banyak muncul adalah pembelian tiket yang bukan pada tempatnya, alias melalui calo. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian pasal 184, praktek semacam ini telah melanggar aturan perkeretaapian. Praktek ini tentunya merugikan masyarakat serta pihak PT. KAI. Kerugian yang dialami oleh masyarakat menyangkut keberadaan calo yaitu menjual tiket jauh melebihi harga yang seharusnya. Calo biasanya langsung membeli tiket dengan jumlah besar.Praktek percaloan merupakan akibat dari kesemrawutan pelayanan kereta api sebelum dilakukannya evolusi dalam hal reservasi tiket. Ketidak teraturan tersebut mengakibatkan antrian panjang pada saat reservasi. Situasi tersebut dimanfaatkan oleh para calo untuk mengeruk keuntungan bagi para penumpang yang malas mengantri untuk reservasi tiket. Sudah menjadi pemandangan yang biasa ketika para penumpang berdesak-desakan untuk membeli tiket dan bahkan banyak penumpang yang sudah kehabisan tiket. Kesemrawutan ini juga diakibatkan tidak adanya pembatasan pembelian tiket oleh pihak PT. KAI, sehingga para calo dapat membeli tiket dengan jumlah besar. Penumpang lebih memilih membeli tiket melalui calo, karena dianggap cara yang lebih praktis untuk menghindari antrian.Terkait dengan kasus tersebut, dibutuhkan suatu aturan dan kebijakan publik untuk mengatasinya. Menurut Indiahono (2009:19), kebijakan publik diarahkan untuk memecahkan masalah publik untuk memenuhi kepentingan dan penyelenggaraan urusan-urusan publik. PT. Kereta Api Indonesia (PT.KAI) selaku regulator memiliki tugas utama melakukan pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang perkeretaapian serta memastikan bahwa keseluruhan peraturan telah dilaksanakan sehingga ketertiban dan keselamatan perkeretaapian dapat terwujud. Kebijakan sistem boarding pada reservasi tiket kereta api sesuai dengan telegram Direksi PT Kereta Api Indonesia (KAI) Nomor OP/143/10 Agustus 2012 mengenai pengaturan ticketing. Secara garis besar telegram tersebut memuat aturan tentang kesesuaian data penumpang kereta api yang berangkat dengan tiket penumpang. Telegram memerintahkan untuk menyesuaikan dan mencocokkan nama penumpang dan nomer identitas yang tertera di tiket dengan orang yang berangkat.Sistem boarding merupakan bagian dari pengaturan ticketing. Ticketing merupakan suatu sistem untuk mendapatkan tiket. Sedangkan syarat utama untuk membeli tiket adalah harus mengisi nama dan nomer identitas sesuai denga KTP asli. Jadi penumpang tidak dapat melakukan transaksi pembelian tiket tanpa disertai kartu identitas. Oleh karena itu sistem boarding yang mewajibkan penumpang menyertakan kartu identitas ketika reservasi tiket berfungsi untuk mengatur proses ticketing.Dalam sistem baru ini penumpang diwajibkan menunjukkan kartu identitas resmi pada saat reservasi atau pembelian tiket. Kebijakan sistem boarding yang diterapkan oleh PT. KAI ini mirip dengan sistem yang diterapkan oleh bandara yakni melalui prosedur Know Your Customer (KYC) dengan menunjukkan tiket dan KTP asli penumpang. Penerapan sistem boarding bertujuan untuk mempersempit ruang gerak calo, sehingga dapat diketahui siapa saja yang membeli tiket lebih serta untuk menciptakan kenyamanan, ketertiban, dan keamanan bagi calon penumpang. Tujuan lain dari kebijakan ini adalah agar terjadi peningkatan pelayanan moda kereta api supaya lebih tertib dan rapi, juga untuk mengurangi potensi kejahatan di atas perjalanan. Sebab, kalau semua penumpang tercatat, semua itu tidak akan terjadi.Kebijakan sistem boarding ini juga akan mempermudah pendataan asuransi dan ganti kerugian penumpang apabila terjadi kecelakaan. Sebelum kebijakan ini diberlakukan, ketika terjadi kecelakaan pihak penumpang yang tidak bertiket dapat mengklaim untuk mendapatkan dana asuransi dan ganti rugi dari PT. KAI, karena pendataan penumpang yang tidak teratur. Tentunya hal ini dapat merugikan pihak PT. KAI, sedangkan diterapkannya sistem baru ini merupakan upaya untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian Pasal 166 yang mewajibkan penyelenggara prasarana perkeretaapian mengansuransikan tanggung jawabnya terhadap penyelenggara sarana perkeretaapian dan pihak ketiga.Pada saat ini PT. KAI semakin memperketat sistem boarding bagi penumpang. Selain berdasarkan telegram Direksi PT Kereta Api Indonesia (KAI) Nomor ) OP/143/10 Agustus 2012 mengenai pengaturan ticketing. Peraturan ini semakin diperketat mulai 1 september 2012 dengan dikeluarkannya Instruksi Direksi Nomor 15/LL.006/KA-2012 Tentang Peningkatan Pelayanan dan Boarding Di Stasiun. Perkembangan dari peraturan ini tertuang pada Instruksi Direksi Nomor:14/LL.006/KA-2013 Tentang Sistem Boarding Di Stasiun. Aturan bagi petugas boarding dipertegas dengan dikeluarkannya Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor : KEP.U/LL.006/XI/4/KA-2013 Tentang Standard Operating Procedure(S.O.P) Petugas Boarding Di Stasiun.

Pemberlakuan kebijakan sistem boarding yang ketat bukan berarti akan terbebas dari masalah yang dihadapi. Adapun permasalahan yang muncul yakni permasalahan sosialisasi. Sistem boarding yang diberlakukan PT. Kereta Api Indonesia dikeluhkan banyak penumpang kereta api. Tidak sedikit masyarakat mengaku tidak mengetahui adanya sistem baru itu. Pihak PT. KAI mengklaiam bahwa telah melakukan upaya maksimal sosialisasi sistem boarding selama ini. Maka, tidak ada alasan bagi penumpang untuk tidak mengetahui aturan itu. Pihak PT. KAI juga telah menggelar simulasi boarding per 1 Oktober 2011. Setiap penumpang diberitahu soal adanya boarding, layaknya di Bandara.Permasalahan lain yang muncul yaitu, modus baru calo untuk mensiasati aturan ini yakni dengan menjual tiket plus KTP palsu. Untuk menghadapi kebijakan yang mempersempit ruang geraknya, para calo terus berupaya untuk mensiasati kebijakan ini dengan melalui berbagai cara dalam mengelabuhi petugas. Permasalahan lain yang cukup sering dihadapi oleh para penumpang adalah seringnya terajadi kesalahan nama pada tiket penumpang, misalnya ada abjad yang kurang, baik yang diakibatkan human error atau karena kesalahan teknis.

Penelitian pada implementasi kebijakan sistem boarding oleh PT. KAI dalam hal ini DAOP 8 Stasiun Surabaya Gubeng sangat menarik karena kebijakan ini merupakan kebijakan yang baru pertama kali diterapkan oleh transportasi darat. Kebijakan sistem boarding awalnya hanya diterapkan di bandara saja. Namun, kereta api yang sebelumnya dikenal sebagai transportasi darat yang semrawut jauh dari kata tertib, aman, nyaman serta identik dengan praktek percaloan bisa membuktikan mengimplementasikan kebijakan ini layaknya sistem boarding di bandara. Kebijakan ini merupakan terobosan baru PT. KAI untuk memperbaiki sistem dan image perkeretaapian Indonesia yang sebelumnya dikenal sebagai instansi BUMN yang tidak diperhitungkan menjadi perusahaan transportasi umum terdepan. Berdasarkan dari fokus kebijakan yang ada pada implementasi kebijakan, serta kendala yang ada pada implementasi kebijakan sistem boarding sesuai dengan unsur-unsur implementasi yang mutlak harus ada menurut Tachjan (2006:26), yaitu unsur pelaksana (implementor), adanya program, serta target group (kelompok sasaran). Kebijakan ini juga dikaji berdasar model-model implementasi George C. Edward, di mana faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan, yaitu faktor communication, resources, disposition, dan bureucratic structure. Dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dirumuskan masalah yaitu : Bagaimana implementasi kebijakan sistem boarding pada reservasi tiket jasa kereta api di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 8 Stasiun Surabaya Gubeng. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mendeskripsikan secara jelas tentang implementasi kebijakan sistem boarding pada reservasi tiket jasa kereta api di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 8 Stasiun Surabaya Gubeng.

A. Kebijakan Publik1. Definisi Kebijakan Publik

Menurut Dye dalam Widodo (2011:12), Kebijakan publik adalah apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Wahab dalam Widodo (2011:14) menambahkan, kebijakan publik ini berkaitan dengan apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan. Anderson dalam Widodo (2011:13), mengartikan kebijakan publik sebagai suatu respons dari sistem politik terhadap demands/claims dan supports yang mengalir dari lingkungannya. Tachjan (2006:15) juga menambahkan bahwa kebijakan publik merupakan rangkaian keputusan yang mengandung konsekuensi moral yang di dalamnya adanya keterikatan akan kepentingan rakyat banyak dan keterikatan terhadap tanah air atau tempat di mana yang bersangkutan berada. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah setiap tindakan pemerintah dalam membuat keputusan-keputusan yang mengikat guna memecahkan masalah publik dan dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. PT. KAI yang merupakan bagian dari BUMN membuat suatu kebijakan yang diharapkan mampu menciptakan keamanan, ketertiban, dan kenyamanan penumpang. Bentuk kebijkan yang telah diimplementasikan yaitu, kebijakan sistem boarding pada reservasi tiket jasa kereta api. Kebijakan publik semacam ini orientasinya adalah tanggung jawab kepada publik dan dibuat untuk memecahkan suatu masalah publik.2. Elemen Kebijakan Publik

Elemen yang terkandung dalam kebijakan publik sebagaimana apa yang dikemukakan oleh Anderson dalam Islamy (1994:2021) yang dikutip oleh Widodo (2011:14) antara lain mencakup beberapa hal berikut:

a. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.

b. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.

c. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.

d. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

e. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).

B. Implementasi Kebijakan Publik

1. Definisi Implementasi Kebijakan Publik

Agustino (2008:138) mengungkapkan bahwa, studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan (biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Kpeutusan Peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden (Solichin, 2004).Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino (2008:139) definisi implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Menurut Nugroho (2004:158), yang menyatakan implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi dari implementasi kebijkan adalah suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, di mana keputusan tersebut digunakan untuk mengidentifikasi masalah pubilk, biasanya berbentuk undang-undang, perintah-perintah, keputuasan-keputusan eksekutif, keputusan lembaga peradilan.2. Unsur-Unsur Implementasi Kebijakan

Tachjan (2006:26) menjelaskan tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus ada yaitu:a. Unsur Pelaksana;b. Unsur Program;

c. Unsur Kelompok Sasaran.

3. Tahap-Tahap Implementasi Kebijakan menurut Widodo (2011:90)

a. Tahap Interpretasi (Interpretation);

b. Tahap Pengorganisasian (to Organized);

c. Tahap Aplikasi (Aplication).

4. Model Implementasi Kebijakan George Edward IIIEdward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor communication, resources, disposition, dan bureucratic structure (Edward dalam Widodo, 2011:96)

a. Komunikasi (Communication)

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Komunikasi mencakup tiga indikator, yaitu:

1) Transmisi

2) Kejelasan

3) Konsistensi

b. Sumber Daya (Resources)Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. Bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan, serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif.Indikator sumberdaya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:1) Staf

2) Informasi

3) Wewenang

4) Fasilitas

c. Disposisi (Disposition)Disposisi atau sikap dari pelakasana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.Disposisi mencakup dua indikator yang mempengaruhinya, yaitu:

1) Sikap

2) Komitmen

d. Struktur Birokrasi

Widodo (2011:106), mengemukakan bahwa meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan cukup dan para pelaksana (implementors) mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya.

Struktur birokrasi mencakup beberapa indikator, yaitu:

1) Standard Operating Procedure (SOP)2) Pelaksanaan FragmentasiMETODEA. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang menjelaskan sebuah studi kasus, di mana obyek dalam metode penelitian kualitatif adalah obyek yang alamiah, yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti memasuki obyek, setelah berada di obyek dan setelah keluar dari obyek relatif tidak berubah. Penggunaan penelitian kualitatif pada masalah publik yang berkaitan dengan kebijakan sistem boarding yang diimplementasikan oleh PT. KAI, dianggap lebih tepat karena metode ini lebih berdasarkan pada penelitian yang menggambarkan secara rinci suatu fenomena yang terjadi. Sehingga dapat diketahui secara jelas dan riil masalah apa yang timbul sejak diterapkannya kebijakan ini, faktor penghambat dan keberhasilan apa yang mempengaruhi kebijakan ini.B. Fokus Penelitiana. Aspek komunikasi, meliputi dimensi transmisi, kejelasan, dan konsistensi.b. Aspek sumber daya, meliputi implementor, informasi tentang cara melaksanakan kebijakan sistem boarding dan informasi mengenai peraturan dan regulasi kebijakan sistem boarding, wewenang, fasilitas guna menunjang implementasi kebijakan sistem boarding.c. Aspek disposisi, meliputi sikap dan komitmen para pelaku kebijakan sistem boarding.d. Aspek struktur birokrasi, meliputi Standard Operational Procedure (SOP) dan pelaksanaan fragamentasi dari kebijakan sistem. C. Lokasi PenelitianPada penelitian tentang implementasi kebijakan sistem boarding pada reservasi tiket jasa kereta api di PT. KAI DAOP 8 stasiun Surabaya Gubeng, penelitiannya berlokasi di Jl. Gubeng Masjid No. 1 Surabaya Timur/Gubeng. Alasan pemilihan lokasi ini karena stasiun gubeng merupakan stasiun terbesar yang ada di Surabaya serta merupakan sentra stasiun di Jawa Timur. Stasiun gubeng juga memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap guna mendukung jalannya kebijakan ini, dibandingkan dengan stasiun-stasiun lainnya yang ada di Jawa Timur.

D. Sumber dan Jenis Data

Sumber data adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini data-data diperoleh melalui dua sumber, yaitu:

1. Sumber Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diambil dari pegawai atau staf di PT. KAI DAOP 8 Stasiun Surabaya Gubeng yang menangani pelaksanaan sistem boarding. Alasannya karena para staf dianggap memliki peran dan tanggung jawab yang besar terhadap keberhasilan jalannya kebijakan ini. Selain itu, data penelitian juga diambil dari masyarakat atau penumpang sebagai kelompok sasaran. Pengambilan data ini akan dilakukan dengan metode wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dan memiliki andil besar terhadap proses implementasi sistem boarding baik yang ada di dalam kantor atau di luar kantor dan kepada penumpang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih tentang kebijakan ini.

2. Sumber Data SekunderData sekunder dalam penelitian ini yaitu berupa dokumen dari PT. KAI DAOP 8 Surabaya serta dari Stasiun Surabaya Gubeng atau data yang diperoleh dari pihak lain yang tidak langsung diperoleh dari subjek penelitian. Data dan informasi berupa dokumen, baik yang berbentuk print out atau berbentuk buku pedoman perkeretaapian dan buku pedoman lainnya. Data dan informasi bisa juga berupa perturan-peraturan dari pihak PT. KAI dan pemerintah, seperti Undang-Undang Perkeretaapian, Instruksi Direksi, Ketentuan-ketentuan, dan lain-lain, yang terkait dengan landasan hukum diberlakukannya kebijakan sistem boarding yang diterapkan oleh PT. KAI DAOP 8 Stasiun Surabaya aGubeng.E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Pada penelitian ini menggunakan metode observasi terus terang atau tersamar, karena pada pengumpulan data peneliti menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa akan melakukan penelitian.

2. WawancaraPada penelitian ini, peneliti menerapkan ketiga macam wawancara tersebut, tujuannya agar hasil data yang didapat lebih lengkap dan dapat saling melengkapi sehingga mampu mendapatkan data yang jelas dan rinci. Peneliti juga menggunakan metode wawancara semiterstruktur yang dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. 3. Dokumentasi

Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data melalui dokumentasi berasal dari setiap bahan atau sumber yang tertulis mengenai kebijakan sistem boarding. Dokumentasi dapat berupa catatan, buku, surat kabar bagan, tabel, buku panduan PT. KAI, serta dokumen-dokumen lain yang menunjang kelengkapan data penelitian.

F. Subyek Penelitian

Subyek penelitian pada metode kualitatif sangat mengacu pada informan, yang menjadi sumber informasi dari penelitian ini adalah:

1. Wakil Kepala Stasiun Surabaya Gubeng, yang dianggap memiliki andil besar terhadap implementasi sistem boarding di satsiun.

2. Asisten Manager Eksternal Humasda, merupakan bagian yang menangani sosialisasi kebijakan secara internal dan eksternal.3. Selaku Junior Manager Inspector Operasi 8A Surabaya Gubeng, yang mengawasi pelaksanaan kebijakan di stasiun-stasiun dan membawahi 16 stasiun di wilayah DAOP 8 salah satunya stasiun Surabaya Gubeng.

4. Penumpang yang ada di Stasiun Surabaya Gubeng dan pada saat itu memiliki tiket.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah diri sendiri. Akan tetapi, selain diri sendiri sebagai instrumen, terdapat penggunaan alat bantu agar memudahkan peneliti untuk memperoleh data. Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini berupa tape recorder, camera, dan lembar catatan data atau catatan lapangan.H. Analisis Data1. Reduksi DataReduksi data ini dilakukan dengan memilah berbagai data dan informasi yang diperoleh peneliti. Setelah itu data yang tidak sesuai atau kurang terkait dengan penelitian disisihkan.2. Data Display (penyajian data)Penyajian data dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi yang sudah direduksi. Setelah itu data dan informasi tersebut disusun dengan sedemikian rupa menjadi sebuah rangakaian peristiwa atau cerita.

3. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredible.

I. Teknik Analisis DataSetelah mendapatkan hasil dari kegiatan wawancara dilapangan, kemudian dikaji secara mendalam dengan proses awal yakni menjadikannya sebagai temuan data informan, dari studi kasus yang terjadi dilapangan.HASIL DAN PEMBAHASANA. HASIL

Deskripsi Kebijakan Sistem Boarding di PT. KAI DAOP 8 Stasiun Surabaya Gubeng:PT. KAI merupakan instansi BUMN yang bergerak di bidang jasa perkeretaapian. Sebagai service company, PT. KAI terus mengupayakan pembenahan di semua sektor guna tercapainya tujuan perusahaan. Pembenahan di lakukan melalui empat pilar utama, yakni kualitas pelayanan sebagai prioritas, bersama keselamatan, kenyamanan dan ketepatan waktu. Pembenahan ini bertujuan untuk merubah image PT. KAI sebagai perusahaan yang semrawut menjadi perusahaan yang mengutamakan public oriented.

Salah satu terobosan yang diterapkan oleh PT. KAI guna menciptkan ketertiban dan kenyamanan penumpang adalah dengan memberlakukan kebijakan sistem boarding pada reservasi tiket jasa kereta api. Jadi penumpang hanya diperbolehkan menaiki kereta apabila nama dan identitas yang tertera di tiket sesuai dengan kartu identitas penumpang.

Kebijakan sistem boarding merupakan suatu kebijakan yang paling tepat untuk melawan dan memberantas calo. Selama bertahun-tahun calo tiket identik dengan stasiun kereta api. Selama bertahun-tahun pula manajemen KA mencanangkan melawan calo. Kebijakan sistem boarding merupakan aturan yang mempertegas bahwa penumpang yang tak bertiket dilarang untuk menaiki kereta. Penumpang kereta wajib terdata melalui pembelian tiket resmi dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh PT. KAI.

Implementasi Kebijakan Sistem Boarding pada Reservasi Tiket Jasa Kereta Api di PT. KAI DAOP 8 Stasiun Surabaya Gubeng Salah satu stasiun yang secara ketat menerapkan kebijakan sistem boarding adalah stasiun Surabaya Gubeng yang merupakan stasiun terbesar di jawa timur dan termasuk stasun tipe A. Implementasi kebijakan sistem boarding di PT. KAI DAOP 8 Stasiun Surabaya Gubeng akan dikaji berdasarkan 4 faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.a. Komunikasi

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:

1) Transmisi

Adapun bentuk transmisi dari pengimplementasian sistem boarding. adalah sosialisasi. Sosialisasi dilakukan secara internal dan eksternla. Secara internal bagi kalangan PT. KAI itu sendiri, melalui media broadcase dan secara eksternal bagi konsumen atau penumpang, melalui media cetak atau elektronik.

2) Kejelasan

Suatu kebijakan harus ditransmisikan atau disampaikan secara jelas kapada kelompok sasaran, pelaksana, serta pihak-pihak yang berkepentingan. Kebijakan sistem boarding telah dikomunikasikan secara jelas oleh pihak Stasiun Gubeng yang berada di bawah naungan DAOP 8. Terbukti dengan adanya instruksi direksi yang memiliki kekuatan hukum. Jadi tidak ada alasan bagi pegawai untuk tidak mengetahui aturan tersebut. Instruksi direksi berlaku universal, oleh karena itu semua jajaran harus tahu.

3) KonsistensiPerintah dari kebijakan sistem boarding sudah diterapkan secara konsisten. Penerapan sistem boarding diatur oleh suatu ketetapan berupa instruksi direksi serta Standart Operating Procedure (SOP). Ketetapan berisi beberapa perintah yang harus dilaksanakan oleh pihak implementor di lapangan. Perintah ini bersifat tetap sebelum ada perubahan dari pusat. b. Sumber Daya

Walaupun suatu kebijakan sudah jelas, ketentuan dan aturannya sudah konsisten, serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan serta aturan aturan tersebut, jika tidak didukung sumber daya untuk melakukan pekerjaan tersebut maka implementasi kebijakan tidak akan efektif.1) Staf

Sumber daya utama dalam suatu implementasi kebijakan adalah staf. Staf yang menangani bording di stasiun Surabaya Gubeng bukan berasal dari pihak stasiun, melainkan dari pegawai DAOP 8. Pihak stasiun hanya sebagai pemantau apabila terjadi permasalahan. Aturan ini didasarkan pada Instruksi Direksi Nomor : 15/LL.006/.KA-2012.

Untuk menumbuhkan keahlian staf sistem boarding tidak diperlukan pelatihan khusus. Staf harus ada inisiatif sendiri untuk mempelajari aturan yang ada. Keahlian diperoleh secara otodidak, bisa saja bertanya langsung ke pihak stasiun cara memeriksa tiket ketika penumpang akan. Intinya semua staf harus memiliki keahlian dengan cari tau sendiri dari informasi yang disediakan oleh PT. KAI. Kalau tidak tau berarti tidak mematuhi aturan.2) Informasi

Informasi dimaksudkan agar para pelaksana tidak melakukan kesalahan dalam menginterpretasikan serta mengimplementasikan kebijakan tersebut. Pada pengimplementasian sistem boarding, informasi tentang cara melaksanakan kebijaka ini diinformasikan secara bertahap. informasi tersebut disampaikan dulu ke pihak KADAOP 8 terus dilakukan evaluasi dengan para manager kemudian manager menyampaikan ke unit-unit stasiun, salah satunya stasiun Surabaya Gubeng tentang cara melaksanakan kebijakan boarding. Informasi tentang cara melaksanakan suatu kebijakan juga disampaikan kepada pihak eksternal. Dalam hal ini penumpang diberikan informasi tentang prosedur pelaksanaan kebijakan sistem boarding. Seperti cara reservasi tiket, validasi tiket sebelum menaiki kereta. Tujuannya agara penumpang tidak mengalami kebingungan.

3) Wewenang

Pada pengimplementasian kebijakan sistem boarding, pihak DAOP 8 diberi wewenang oleh direksi untuk mengatur sendiri pelaksanaan kebijakan ini. Salah satunya pengaturan jadwal dan melakukan evaluasi setiap minggunya dengan para manager untuk menangani permasalahan yang ada pada pengimplementasian kebijakan sistem boarding. Keputusan tersebut biasanya dalam bentuk NOTA, jadi sifatnya hanya berlaku untuk DAOP 8 dan unit-unit di bawahnya. Pihak stasiun hanya berwenang untuk mengawasi jalannya sistem boarding.

4) Fasilitas

Pada pengimplementasian sistem boarding pihak Stasiun Surabaya Gubeng menyediakan beberapa fasilitas untuk memperlancar jalannya kebijakan ini. Diantaranya perangkat komputer yang terkoneksi dengan aplikasi Rail Ticket System (RTS). Fasilitas selanjutnya yaitu barcode reader/scanner. Alat ini berfungsi untuk mendeteksi keaslian tiket. Alat ini tentunya membantu petugas untuk melakukan pemeriksaan tiket penumpang, sehingga bisa lebih cepat. Fasilitas berikutnya ada stempel basah untuk validasi tiket. Tiket penumpang yang sudah memenuhi persyaratan distempel, menandakan kalau tiket sudah terperiksa.c. Disposisi

Disposisi merupakan kemauan, keinginan, dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan.1) Sikap

Adapun sikap implementor yang harus dimiliki guna mendukung keberhasilan implementasi sistem boarding yaitu petugas tidak hanya harus antusias dan mendukung jalannya kebijakan sistem boarding. Petugas itu harus memiliki sikap yang mengedepankan pelayanan penumpang.

Selain itu, sikap yang harus dimiliki oleh implementor sistem boarding adalah mengetahui dan memahami informasi tentang ticketing, tentang pelayanan kereta api, dan jadwal kereta api. Petugas juga tidak hanya bersikap tahu melainkan juga dituntut untuk lebih teliti dan jeli dalam melakukan pemeriksaan. Ketelitan petugas akan mempersempit ruang gerak para oknum yang mau mensiasati aturan ini. Tidak hanya itu, kecurangan-kecurangan juga akan terdeteksi bahkan dapat dicegah sebelum penumpang tersebut menaiki kereta.

2) Komitmen

Adapun cara pihak pengelola menumbuhkan komitmen pelaksana kebijakan ini yaitu pemberian sanksi yang merupakan bentuk yang tepat untuk menumbuhkan komitmen bagi petugas yang melakukan pelanggaran. Punishment yang ketat akan menimbulkan efek jerah, sehingga pelanggaran dapat diminimalisir dan komitmen petugas akan tumbuh semakin kuat. Akan tetapi, bagi petugas boarding yang disiplin belum diberikan reward.

d. Struktur Birokrasi

Struktrur birokrasi merupakan variabel yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik. 1) Standart Operating Procedure (SOP)

SOP merupakan suatu kegiatan rutin yangnmemungkinkan para pegawai atau implementor atau pelaksana atau staf untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Pada pengimplementasian sistem boarding di Stasiun Surabaya Gubeng, pelaksanaannya didasarkan pada SOP sesuai dengan Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/LL.006/XT/4/KA-2013. Jadi semua stasiun yang dikhususkan pada pengangkutan penumpang, diwajibkan untuk melaksanakan kebijakan sistem boarding sesuai dengan SOP yang ditetapkan. Jadi SOP tersebut berlaku bagi seluruh stasiun-stasiun yang ada di Indonesia, kecuali stasiun barang.2) Pelaksanaan Fragmentasi

Pelaksanaan fragmentasi pada kebijakan sistem boarding terdiri dari beberapa bagian, mulai dari pembuat kebijakan sampai pelaksana di lapangan. Bagian paling atas adalah jajaran direksi yang bertugas membuat dan merumuskan kebijakan. Pihak direksi juga memutuskan suatu aturan berupa instruksi dan keputusan agar kebijakan sistem boarding memiliki kekuatan hukum. Tidak hanya itu, pihak pusat atau direksi bertugas mengirim telegram melalui broadcast atau email kepada KADAOP terkait dengan pembenahan kebijakan sistem boarding. Misalnya apabila terjadi permasalahan-permasalahan dan solusinya. Telegram tersebut bersifat warta yang didasarkan pada instruksi, jadi sifatnya sementara.

Selanjutnya KADAOP bertugas menyampaikan kebijakan tersebut kepada para manager. Dalam hal ini KADAOP 8 menyampaikan kepada para manager-manager di DAOP 8. Kemudian para manager bertugas untuk menyampaikan semua yang berkaitan dengan kebijakan sistem boarding kepada para asisten manager, pelaksana serta kepada pihak-pihak stasiun yang ada di bawah naungan DAOP 8.

PEMBAHASAN

Unsur-Unsur Implementasi Kebijakan Sistem Boarding di PT. KAI DAOP 8 Stasiun Surabaya Gubeng.Adapun unsur-unsur implementasi kebijakan sistem boarding, yaitu:

a. Unsur Pelaksana1) Jajaran Direksi (Kantor Pusat)

2) Pegawai Derah Operasi (DAOP 8) Surabaya

3) Pegawai Stasiun Surabaya Gubeng

b. Unsur Program

1) Instruksi Direksi Nomor: 15/LL.006/KA-2012 Tentang Peningkatan Pelayanan Boarding di Stasiun.2) Instruksi Direksi Nomor: 14/LL.006/KA-2013 Tentang Sistem Boarding di Stasiun.3) Keptusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP. U/LL.006/XI/4/KA-2013 Tentang Standard Operating Procedure (S.O.P) Petugas Boarding Di Stasiun

4) Nota tentang jadawal petugas boarding dan piket CTM Bulan Maret 2014 di Wilayah Daerah Operasi 8 Surabaya5) Coffee morning merupakan kegiatan rutin pertemuan antara para manager dan Kepala Daerah Operasi (KADAOP) yang dilaksanakan setiap hari selasa

c. Unsur Kelompok Sasaran (Target Group)

Pada implementasi kebijakan sistem boarding kelompok sasarannya yaitu penumpang kereta api di seluruh stasiun pengangkutan penumpang. Tujuan utama kebijakan ini dibuat guna meningkatkan pelayanan penumpang kereta api.Implementasi Kebijakan Sistem Boarding di PT. KAI DAOP 8 Stasiun Surabaya GubengAdapun faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan sistem boarding yaitul:

a. Komunikasi

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:1) Transmisi

Adapun bentuk transmisi yang dilaksanakan oleh pihak DAOP 8 Stasiun Surabaya Gubeng adalah sosialisasi. Sosialisasi kebijakan sistem boarding dilaksanakan secara internal dan eksternal. Sosialisasi secara eksternal merupakan sosialisasi melalui berbagai media, baik cetak, televisi, dan online. Pesan yang disampaikan adalah calon penumpang ketika akan melakukan reservasi tiket, nama yang tertera di tiket harus sesuai dengan identitas penumpang tersebut dan harus menyiapkan kartu identitas asli. Sosialisasi eksternal merupakan tugas asisten manager humasda.2) Kejelasan

Implementasi kebijakan sistem boarding telah dikomunikasikan secara jelas oleh pihak PT. KAI DAOP 8 Stasiun Surabaya Gubeng. Transmisi kebijakan sistem boarding secara otomatis diinstruksikan secara jelas. Instruksi tersebut memiliki kekuatan hukum, jadi semua pegawai KAI harus dan wajib tau, kalau tidak tau berarti tidak mengikuti aturan. Kalau sudah berupa ketetapan, penyampaian komunikasi tersebut pasti jelas, karena yang menjadi maksud, tujuan, serta sasaran dari kebijakan sistem boarding semuanya sudah tertuang di dalam suatu ketetapan atau keputusan.

3) Konsistensi

Bukti bahwa perintah dari kebijakan sistem boarding ini dilaksanakan secara konsisten dapat dilihat dari dikeluarkannya Instruksi Direksi Nomor 15/LL.006/KA-2012 Tentang Peningkatan Pelayanan dan Boarding Di Stasiun, Instruksi Direksi Nomor:14/LL.006/KA-2013 Tentang Sistem Boarding Di Stasiun dan Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor : KEP.U/LL.006/XI/4/KA-2013 Tentang Standard Operating Procedure(S.O.P) Petugas Boarding Di Stasiun. Beberapa perintah tersebut sudah diberlakukan sejak tahun 2012 dan 2013 bahkan tetap tidak berubah sampai sekarang. Aturan tersebut tetap dijadikan dasar dalam pengimplementasian kebijakan sistem boarding hingga saat ini. Hanya saja ada perkembangan instruksi direksi pada tahun 2013, tetapi instruksi direksi pada tahun 2012 tetap dijadikan acuan dan sifatnya tetap berlaku. Sedangkan untuk SOP pada tahun 2013 tetap konsisten perintahnya dilaksanakan secara universal sampai saat ini di tahun 2014.b. Sumber Daya

Sumber daya merupakan faktor penting pelaksanaan suatu kebijakan.

1) Staf

Semua pegawai DAOP 8 diacak untuk jaga pintu boarding, mulai dari bagian apapun. Dalam hal ini petugas inti boarding hanya pada tingkat asisten manager ke bawah. Meskipun pegawai DAOP ditugaskan jaga boarding, hal itu tidak akan mengganggu pekerjaan mereka di kantor, karena setiap pegawai hanya menjalankan rata-rata 3 kali dalam sebulan. Penyebaran pegawai DAOP untuk menjaga pintu boarding secara bergiliran merupakan cara yang efektif, selain mampu mengurangi beban kerja petugas stasiun, pegawai juga dapat terjun ke lapangan untuk memberikan pelayanan langsung kepada penumpang. Jadi tidak hanya orang stasiun saja yang tahu.2) Informasi

Pada pengimplementasian sistem boarding, informasi tentang cara melaksanakan diinformasikan secara bertahap. Jajaran Direksi atau kantor pusat menyampaikan ke masing-masing Daerah Operasi (DAOP) yang dikepalai oleh Kepala Daerah Operasi (KADAOP), kemudian KADOP menyampaikan kepada masing-masing manager, lalu diteruskan kepada pegawai di masing-masing unit. Stasiun Surabaya Gubeng merupakan salah satu unit yang berada di bawah naungan DAOP 8 yang merupakan UPT dari manager operasi. Jadi pihak manager operasi yang menyampaikan ke kepala stasiun beserta wakilnya yang dilanjutkan kepada seluruh kepala sub urusan yang menjabat di stasiun Surabaya Gubeng.

3) Kewenangan

Pada pengimplementasian kebijakan sistem boarding, pihak DAOP 8 diberi wewenang oleh direksi untuk mengatur sendiri pelaksanaan kebijakan ini. Salah satunya pengaturan jadwal petugas boarding.4) Fasilitas

Perangkat Komputer yang terkoneksi dengan jaringan RTS, Barcode Scaner, dan Stempel Validasi.c. Disposisi

Indikator disposisi dipengaruhi oleh sikap dan komitmen pelaksana kebijakan.1) Sikap

Adapun sikap implementor yang harus dimiliki guna mendukung keberhasilan implementasi sistem boarding yaitu petugas telah mendukung dan antusias melaksanakan kebijakan tersebut yang didasarkan pada SOP yang ditetapkan.2) Komitmen

Sejak dikeluarkannya instruksi direksi tentang sistem baording, seluruh jajaran perkeretaapian terus berkomitmen untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan ini. Adapun cara pihak pengelola menumbuhkan komitmen pelaksana kebijakan ini adalah dengan mewajibkan petugas untuk berkomitmen mengetahui dan melaksanakan setiap aturan yang berlakau, seperti SOP serta minimal harus tau jadwal kereta yang berangkat.d. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi mencakup dimensi fragmentasi (fragmentation) dan Standar Prosedur Operasi (Standart Operating Procedure) yang akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan tugas dalam bidangnya.

1) Standart Operating Procedure (SOP)

SOP merupakan suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai atau implementor atau pelaksana atau staf untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan. SOP berperan untuk menyeragamkan kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan oleh implementor, sehingga kegiatannya sesuai dengan tujuan kebijkan.2) Pelaksanaan FragmentasiPelaksanaan Fragmentasi merupakan upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja. Sistem boarding merupakan kebijakan yang berlaku universal. Semua pegawai kereta api dilibatkan dalam implementasi kebijakan ini, tak terkecuali. Jadi semua pegawai saling bahu membahu untuk untuk mensukseskan kebijakan sistem boarding. KESIMPULAN

Berdasarkan dengan data yang diperoleh serta melihat tujuan dilakukannya penelitian ini, maka kesimpulan penelitian mengenai Implementasi Kebijakan Sistem Boarding di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 8 Stasiun Surabaya Gubeng sudah dikomunikasikan kepada implementor dan kelompok sasaran yaitu penumpang kereta api selaku customer. Pengkomunikasian kebijakan melalui sosialisasi secara internal dan eksternal.Sosialisasi kebijakan sistem boarding telah disampaikan secara jelas. Terbukti dengan adanya instruksi direksi yang memiliki kekuatan hukum. Kalau sudah berupa ketetapan , transmisi tersebut pasti jelas. Implementasi kebijakan sistem boarding pass di PT. KAI DAOP 8 Stasiun Surabaya Gubeng sudah dilakukan secara konsisten. Sampai saat ini perintah serta aturan kebijakan sistem boarding tidak berubah sampai ada instruksi dari Pusat, karena yang berhak merubah peraturan hanya kantor pusat.

Staf yang melaksanakan kebijakan sistem boarding di Stasiun Surabaya Gubeng telah memadai secra kuantitas, karena semua pegawai DAOP 8 dan Balai YASA dilibatkan dalam kebijakan ini. Informasi tentang cara pelaksanaan kebijakan sistem boarding di stasiun Surabaya Gubeng tidak ada petunjuk teknis langsung. Pihak DAOP 8 diberi kewenangan oleh pusat untuk mengatur pelaksanaan kebijakan sistem boarding di unit-unit di bawahnya, termasuk di Stasiun Surabaya Gubeng.Fasilitas yang disediakan untuk melancarkan pelaksanaan kebijakan sistem boarding, pihak stasiun menyediakan perangkat komputer yang terkoneksi dengan jaringan Rail Ticket System (RTS), barcode scaner untuk mendeteksi keaslian tiket, dan stempel validasi untuk menunjukkan bahwa tiket penumpang telah lolos pemeriksaan. Disposisi pegawai pada implementasi kebijakan sistem boarding berkaitan dengan sikap petugas yang memahami dan mengetahui tentang sistem ticketing, pelayanan kereta api, dan jadwal kereta serta teliti ketika melakukan pemeriksaan tiket, khususnya bagi stasiun yang pemeriksaannya masih secara manual.Pedoman implementasi kebijakan sistem boarding pass diatur dalam sebuah Standard Operating Procedure (SOP) yang mengatur tentang ketentuan mum, alat perlengkapan, lingkup kegiatan petugas, serta permasalahan dan tindak lanjut dari kebijakan sistem boarding. Pembagian tugas boarding diatur oleh suatu jadwal yang dibuat oleh bagian SDM. Jadwal tersebut setiap bulannya berubah. Semua pegawai DAOP terlibat dalam kebijakan sistem boarding , pembagian tugasnya hanya dibedakan dengan jadwal yang diatur sendiri dan harus mengikuti jadwal yang ditetapkan.DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo,2008, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung: CV. ALVABETA BANDUNG.

Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:PT. Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:PT. Rineka Cipta.

Djuraid, Hadi, 2013, Jonan&Evolusi Kereta Api Indonesia, Jakarta: Sarana Kata Grafika.

Direksi Nomor 15/LL.006/KA-2012 Tentang Peningkatan Pelayanan dan Boarding Di Stasiun.

Fermana, Surya. 2009. Kebijakan Publik Sebuah Tinjauan Filosofi. Jogjakarta: AR-RUUZZ MEDIA.

Indiahono, Dwiyanto, 2009, Kebijakan Publik, Yogyakarta: GAVA MEDIA.

Instruksi Direksi Nomor:14/LL.006/KA-2013 Tentang Sistem Boarding Di Stasiun.

Instruksi Direksi Nomor:15/LL.006.KA-2012 Tentang Peningkatan Pelayanan dan Boarding Di Stasiun.

Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor : KEP.U/LL.006/XI/4/KA-2013 Tentang Standard Operating Procedure(S.O.P) Petugas Boarding Di Stasiun.

Moleong, Lexy, 2006, Meodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA BANDUNG.

Nugroho, Riant, 2004, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, Dan Evaluasi, Jakarta: PT. Gramedia.

PP No.72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan KA

Sugiyono, 2012, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta Bandung.

Syarat-Syarat Dan Tarif Angkutan Kereta Api Penumpang (STP) Jilid 1disahkan dengan Surat Keputusan Direksi PT Kereta api Indonesia (Persero) Nomor KEP.C/LL.003/X/17/KA-2013

Tachjan, 2006, Implementasi Kebijakan Publik, Bandung: Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Bandung.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian

Widodo, Joko, 2011, Analisis Kebijakan Publik, Malang: Bayu Media Publishing.

Wahab, Abdul S. 2004. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT Bumi Aksara.https://tiket.kereta api.co.id/ketentuan_penumpang.pdfhttp://nasional.sindonews.com/read/2012/08/16/67/6661 3/pt-kai-sudah-sosialisasikan-boarding pass

11