102
IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM ASPEK KETERBUKAAN DI BANK SYARIAH (STUDI PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH PATRIOT BEKASI) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : Fariha Roy 11140460000017 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2018 M

IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44695/1/FARIHA ROY-FSH.pdf · Penerapan prinsip-prinsip GCG menjadi suatu keharusan

  • Upload
    vuhuong

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM ASPEK

KETERBUKAAN DI BANK SYARIAH (STUDI PADA BANK

PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH PATRIOT BEKASI)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Fariha Roy

11140460000017

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H / 2018 M

v

ABSTRAK

Fariha Roy. NIM 11140460000017. IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE

GOVERNANCE DALAM ASPEK KETERBUKAAN DI BANK SYARIAH

(STUDI PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH PATRIOT

BEKASI). Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/ 2018 M.

Studi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam bagaimana proses corporate

governance yang diterapkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) khususnya

dalam aspek keterbukaan, walaupun sampai saat ini BPRS belum memiliki regulasi

mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate

Governance), tetap dirasa perlu untuk diterapkan juga mengenai corporate

governance dalam pengoperasiannya, karena BPRS merupakan sebuah perusahaan

yang berbadan hukum PT (Perseroan Terbatas). Aspek keterbukaan sangat penting

bagi keberlangsungan sebuah perusahaan agar tetap menjadi terpercaya dan

berdampak baik bagi perekonomian pada masyarakat dan dapat memberikan

kontribusinya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa BPRS belum dikenal oleh

banyak masyarakat. Penelitian ini mengambil objek pada salah satu bank syariah

yaitu BPRS Patriot Bekasi, apakah BPRS dalam pengoperasiannya sudah sesuai

dengan regulasiregulasi yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) maupun yang

dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, dan menggunakan teknik pengumpulan

data dengan melakukan kajian dengan cara studi pustaka, studi lapangan, dengan

tahap wawancara, dan melakukan studi dokumen pada objek yang diteliti.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BPRS Patriot Bekasi dalam

operasional perusahaannya sudah dilakukan corporate governance sesuai regulasi

ataupun standar yang berlaku, walaupun belum terarah dan belum ada indikator

dalam pengoperasiannya. Kemudian dalam aspek keterbukaan BPRS Patriot Bekasi

sudah cukup baik dengan mempertimbangkan keberadaan para pemangku

kepentingan (stakeholder) tetapi dibatasi dengan ketentuan rahasia bank.

Kata Kunci : Good Corporate Governance, Aspek keterbukaan, Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah

Pembimbing : Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, Msc., Ph.D

Daftar Pustaka : 1997 s/d 2017

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillah, segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang

telah memberikan nikmat yang tak terhitung hingga penulis mampu menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa tercurah pada junjungan Baginda Nabi

Muhammad SAW yang telah menyampaikan ajaran ilahi untuk membawa manusia

dari zaman kegelapan menuju zaman yang lebih baik.

Skripsi yang berjudul Implementasi Good Corporate Governance dalam

Aspek Keterbukaan di Bank Syariah (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Patriot Bekasi) merupakan hasil karya penulis yang diajukan kepada Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk

mendapat gelar Sarjana Hukum (S.H).

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna karena keterbatasan dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh

penulis. Meskipun demikian, penulis telah memberikan yang terbaik dengan

harapan yang terbaik atas hasil penelitian ini.

Disamping itu, selama proses penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari

bantuan banyak pihak yang memberikan doa, bimbingan, dan motivasi sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yag telah membantu dalam

penyusunan skripsi ini. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-

besarnya kepada :

1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak A.M Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah dan

Bapak Dr. Abdurrouf, M.A., selaku Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah,

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

vii

Jakarta yang telah memberikan arahan dan membantu penulis secara tidak

langsung dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, M.Sc, M.Ec, Ph.D selaku pembimbing

skripsi yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga kepada penulis dalam

penyusunan penelitian ini.

4. Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, M.A., selaku dosen penasehat akademik

yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

5. Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

memberikan ilmu bermanfaat dengan ikhlas kepada penulis.

6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan akademik, Perpustakaan Fakultas Syariah

dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam

pengadaan referensi-referensi sebagai baha rujukan skripsi.

7. Bapak Moch. Asmawi selaku Direktur Operasional BPRS Patriot Bekasi, dan

Ibu Zakiah selaku Sekretaris Direktur yang senantiasa telah memberikan waktu

untuk bisa diwawancarai dan penjelasan serta arahan dan saran selama penulis

melakukan wawancara.

8. Ayahanda Sunardi dan Ibunda Rondhiah tercinta dengan tulus mendoakan,

mendukung, dan memberikan segalanya kepada penulis, agar ananda dapat

menyelesaikan skripsi ini, serta Kakak Firdausiyyah dan Mas Amin, dan

keponakan yang selalu memberikan semangat dan keceriaan selalu kepada

penulis.

9. Kepada Achmad Fikri Ramadhani yang selalu memberikan motivasi, semangat,

dan doa serta meluangkan waktu dalam mensurvei lokasi objek penelitian

kepada penulis agar skripsi dapat diselesaikan.

10. Kepada Novita Sari yang selalu menemani penulis dalam mencari data, dan

Ismi, Anis, Firda, Fildzah, Sisilia, Kak Opi, Dinda serta Ana yang selalu

memberikan motivasi, dukungan moril dan membantu dalam menyelesaikan

skripsi sampai pada tahap akhir proses pembuatan skripsi.

http://staff.uinjkt.ac.id/profile.php?staff=1d3c014f-bf73-5402-775a-c304d4d3e294

viii

11. Teman-teman Hukum Ekonomi Syariah (A) angkatan 2014 yang telah

memberikan dukungan moril kepada penulis, khususnya Fika Nur Apriani,

Apriyani, Mumtaz Chairunissa, dan Eti Asyaroh

12. Teman-Teman KKN Maura 2017, terima kasih pada kalian semua telah

berbagi kebersamaan

13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis berharap

semoga hasil karya ini bisa bermanfaat bagi pihak-pihak yan terkait. Khususnya

bagi peneliti-peneliti yang ingin mengembangkan dan tertarik dengan penelitian ini

menjadi awal untuk melalukan studi berikutnya. Teriring doa semoga amal yang

telah kita lakukan menjadi amal yang tiada putus pahalanya serta bermanfaat untuk

kita semua baik di dunia dan dia akhirat. Aamiin.

Jakarta, 6 Oktober 2018

Penulis

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK v

KATA PENGANTAR . vi

DAFTAR ISI vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .. 1

B. Ruang Lingkup Penelitian ........... 6

C. Identifikasi Masalah ............ 6

D. Rumusan Masalah ........... 6

E. Tujuan Penelitian 7

F. Manfaat Penelitian .............. 7

G. Metode Penelitian ........... 7

H. Rancangan Sistematika Penulisan .............. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 13

1. Pengertian Good Corporate Governance ............. 13

2. Good Corporate Governance dalam Perspektif Islam ......... 16

3. Good Corporate Governance pada Perbankan Syariah 21

4. Keterbukaan dalam Good Corporate Governance 25

5. Dasar Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank .... 28

x

6. Dasar Hukum Terkait Transparansi pada Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah 35

B. Kerangka Pemikiran . 46

C. Review Studi Terdahulu 47

BAB III GAMBARAN MENGENAI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT

SYARIAH (BPRS) PATRIOT BEKASI

A. Sejarah Singkat dan Perkembangan BPRS Patriot Bekasi 54

B. Visi dan Misi BPRS Patriot Bekasi ... 56

C. Fungsi dan Tujuan BPRS Patriot Bekasi ... 57

D. Legalitas dan Struktur Organisasi . 58

E. Produk-produk pada BPRS Patriot Bekasi 60

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE

DALAM ASPEK KETERBUKAAN PADA BPRS PATRIOT

BEKASI

A. Realisasi Good Corporate Governance di BPRS Patriot Bekasi.. 63

B. Implementasi Good Corporate Governance dalam Aspek

Keterbukaan di BPRS Patriot Bekasi . 66

BAB V PENUTUP

A. Simpulan . 78

B. Saran ....... 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah yang begitu pesat

ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah jaringan pelayanan bank syariah

dan semakin beragamnya produk menyebabkan penerapan Good Corporate

Governance (GCG) pada perbankan syariah menjadi semakin penting. Pada sisi

operasional, dibutuhkan perhatian terhadap inovasi, intermediasi, disiplin dan

pengendalian risiko, sementara pada sisi implementasi diperlukan aplikasi

sistem yang harus disesuaikan dengan regulasi, dan kondisi perekonomian

masyarakat saat ini. Pengaturan tata kelola perbankan syariah telah tertuang

dalam Pasal 34 ayat 1-3 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008.1 CCG yang

berfungsi untuk mengantisipasi berbagai macam risiko, baik risiko finansial

maupun reputasi, juga merupakan pilar penting yang harus diterapkan untuk

mewujudkan bank syariah yang unggul dan tangguh. Penerapan GCG di bank

syariah menjadi penting mengingat bank syariah merupakan bank yang

menggunakan prinsip profit sharing (keuntungan dibagi bersama antara bank

dan nasabah).2

GCG dapat dimaknai sebagai suatu tata kelola perbankan yang

menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparancy), akuntabilitas

(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), profesional

(professional), dan kewajaran (fairness). Konsekuensi operasionalnya,

perbankan wajib melaksanakan GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada

seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Bagaimana konsep GCG menjadi

1 Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktek, terj.

Oleh A.K. Anwar, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, h. 373. 2 M. Umer Chapra dan Habib Ahmed, Islamic Governance In Islamic Financial Institutions

Jeddah: Islamic Research dan Islamic Institute, Islamic Development Bank, 2002, h. 50-71.

2

konsep ideal dalam tataran praksisnya, karena itu perlu adanya kesesuaian

antara konsep GCG dengan praktiknya melalui sistem pengawasan.3

Penerapan prinsip-prinsip GCG menjadi suatu keharusan bagi sebuah

institusi, termasuk di dalamnya institusi perbankan syariah. Hal ini lebih

ditujukan kepada adanya tanggungjawab publik berkaitan dengan kegiatan

operasional bank yang diharapkan benar-benar mematuhi ketentuan-ketentuan

yang telah digariskan pada hukum positif.

Pengoperasian Bank Syariah ini tidak terlepas dengan tuntutan

pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)

seperti yang diamanatkan oleh Peraturan Bank Indonesia (PBI) No

11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank

Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). Penerapan prinsip-

prinsip GCG secara yuridis Bank Syariah bertanggung jawab kepada banyak

pihak (stakeholders), sehingga penerapan GCG merupakan suatu kebutuhan

bagi setiap bank syariah. Penerapan GCG merupakan wujud

pertanggungjawaban bank syariah kepada masyarakat bahwa suatu bank

syariah dikelola dengan baik, professional dan hati-hati (prudent) dengan tetap

berupaya meningkatkan nilai pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan

stakeholders lainnya.4 Demikian halnya dengan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS) sebagai Bank Syariah yang tidak terlepas dengan adanya

tuntutan penerapan GCG sesuai dengan regulasi yang berlaku saat ini. Selain

itu, BPRS termasuk Perusahaan Terbatas (PT) dituntut harus mampu dalam

menerapkan GCG.

Berbeda dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang sudah memiliki

regulasi khusus tata kelola dan manajemen risiko, Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS) mengandalkan regulasi yang ada untuk memenuhi kewajiban

tata kelola. Ketua Kompartemen BPRS Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia

3 Ahmad Fadli, Penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada Perbankan Syariah, Jurnal Al-Mashraf. Vol. 2, No. 1 Oktober 2015, h. 142.

4 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007, h. 172.

3

(Asbisindo) Cahyo Kartiko menyampaikan, pada dasarnya kewajiban tata

kelola BPRS telah dilaksanakan oleh manajemen BPRS melalui regulasi-

regulasi yang telah ada dan kebijakan internal saat ini. Meski belum ada POJK

khusus tentang tata kelola (CGC) untuk BPRS, Cahyo mengatakan regulasi ini

nampaknya juga diterbitkan oleh regulator.5

Selama ini, hasil penilaian kesehatan baik berdasarkan penilaian GCG

maupun penilaian yang lain (seperti dari sisi risiko, rentabilitas dan

permodalan), tidak dipublikasikan secara transparan kepada publik. Hasil

tersebut hanya dijadikan raport bagi bank tersebut. Hal ini tentu saja

bertentangan dengan prinsip penilaian yang ada dalam GCG, yaitu transparansi.

Prinsip transparansi mengharuskan adanya keterbukaan antara pihak bank,

stakeholder, nasabah dan pihak-pihak yang terkait. Jadi, misalnya kondisi

kesehatan perbankan tersebut kurang sehat maupun sehat harus diketahui dan

diumumkan pada publik, khususnya stakeholder.6

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga disebutkan pada

pasal 3 yang bertujuan menciptakan sistem perlindungan konsumen yang

mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses

untuk mendapatkan informasi. Penerapan sistem GCG kepada nasabah harus

memperhatikan asas keseimbangan, asas kesamaan hak, asas manfaat, dan asas

keterbukaan atas informasi, Sehingga meminimalkan pelanggaran terhadap

hak-hak nasabah. Aksesibilitas terhadap informasi sebagai bagian dari

keterbukaan informasi publik menjadi sebuah syarat dalam mewujudkan GCG.

Pelaksanaan keterbukaan informasi perbankan harus dijalankan secara seksama

mengingat industri perbankan diwajibkan menjalankan penerapan manajemen

risiko dalam kegiatan usahanya. Di dalamnya terdapat kewajiban bagi

perbankan untuk mengelola informasi agar tidak mengganggu kegiatan usaha

bank karena terkait pengelolaan risiko.

5 https://republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/16/04/15/o5mwe5317-soal-tata-

kelola-bprs-manfaatkan-regulasi-yang-ada. Diakses 1 Mei 2018. 6 Ahmad Fadli, Penerapan Good Corporate Government pada Perbankan Syariah, Al-

Mashraf, Vol. 2, No. 1, Oktober 2015, h. 154.

https://republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/16/04/15/o5mwe5317-soal-tata-kelola-bprs-manfaatkan-regulasi-yang-adahttps://republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/16/04/15/o5mwe5317-soal-tata-kelola-bprs-manfaatkan-regulasi-yang-ada

4

Penelitian Thomas S (2006) menyimpulkan ada dua hal yang ditekankan

dalam konsep GCG, pertama yaitu pentingnya hak pemegang saham untuk

memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua,

kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara

akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja

perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Ahmad Fadli (2015) dalam

penelitiannya menyimpulkan, Selama ini yang menjadi sorotan publik adalah

penilaian perbankan dari aspek transparansi kondisi kesehatan perbankan.

Sebab, perbankan tidak pernah mengumumkan kondisi kesehatan keuangan dan

manajemen yang ada dalam perbankan tersebut. Ekspose yang dilakukan hanya

berkaitan dengan Laporan Keuangan Tahunan semata, padahal nasabah,

stakeholder membutuhkan transparansi tersebut. Nasimul Falah (2015),

meneliti bagaimana penerapan GCG pada bank syariah, hasilnya walaupun

regulasi mengenai penerapan GCG bagi bank syariah sudah tersedia, namun

beberapa bank syariah dalam penerapan GCG belum sesuai standar yang

berlaku dan dalam beberapa indikator masih belum memenuhi aspek

transparansi. Kemudian mengenai regulasi tentang penerapan GCG belum

memenuhi unsur kesyariah-annya karena alasan filosofis.

Berdasarkan penelitian terdahulu diatas, dalam hal ini penulis akan

membahas ke dalam aspek keterbukaan dalam bank syariah yaitu Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Patriot Bekasi. Bentuk dari aspek

keterbukaan bank syariah antara lain yaitu bank harus memberikan informasi

yang tepat waktu, memadai, akurat, jelas dan dapat diperbandingkan serta

mudah diakses oleh stakeholder sesuai dengan haknya. Prinsip keterbukaan

yang dianut oleh bank syariah tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi

ketentuan rahasia bank.

BPRS merupakan organisasi yang memiliki karakter operasi, norma,

sistem nilai, dan budaya yang berbeda dengan perbankan konvensional.

Perbedaan ini memungkinkan BPRS memiliki dan melaksanakan sistem

governance yang berbeda dengan perbankan konvensional. Mengacu pada

ungkapan bahwa prinsip corporate governance merupakan living document dan

5

tidak ada model tunggal yang dapat diterapkan pada semua proposisi dan sistem

keuangan, maka penelitian ini mengkaji bagaimana praktik corporate

governance di BPRS. Tujuan dari penelitian ini adalah perolehan deskripsi

praktik corporate governance yang kontekstual sehingga efektifitasnya bisa

dinilai dari sisi organisasi dimana corporate governance dipraktikkan.7

Jika aspek keterbukaan pada tata kelola BPRS terlaksana dan kepatuhan

BPRS terhadap regulasi terkait, maka kepercayaan nasabah pada perbankan

syariah akan semakin meningkat. Sehingga, produk-produk perbankan syariah,

baik funding maupun lending bisa dinikmati oleh semua nasabah. Maka dari itu,

dengan adanya model penilaian GCG harapannya perbankan syariah semakin

prudent dan semakin transparan serta bebas dari kepentingan. Karena penilaian

dengan model GCG tidak hanya penilaian dari segi manajemen semata, namun

lebih pada penerapan good governance pada lembaga keuangan syariah.8

Dengan demikian penerapan prinsip-prinsip GCG sangat penting untuk

diterapkan dalam operasional perusahaan. Lebih-lebih perusahaan yang

bergerak dibidang perbankan, karena dalam operasional bank pihak banker

dituntut untuk selalu melaksanakan prinsip kehati-hatian bank dalam

memberikan jasa keuangan kepada masyarakat. Hal ini sangat mungkin

mengingat bank sebagai institusi yang telah diatur sedemikian kompleks (the

most regulated industry in the world). OJK sebagai pemegang otoritas

perbankan harus mampu melakukan penilaian dan penindakan terhadap

pelaksanaan GCG Bank.9

Berdasarkan uraian-uraian diatas, untuk melanjukan penelitian oleh

Ahmad Fadli tentang transparansi pada bank syariah, hal ini menjadi menarik

untuk diteliti. Sehingga berdasarkan latar belakang diatas penyusun memberi

judul penelitian ini dengan judul IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE

7 Umi Muawanah, Islamic Spirituality Governance: Model Praktik Corporate Governance

BPR Syariah, Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 13, No. 1, Februari 2017, hal. 457. 8 Ibid, h. 156. 9 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarya: Gadjah Mada University Press, 2007, h. 174.

6

GOVERNANCE DALAM ASPEK KETERBUKAAN DI BANK SYARIAH

(STUDI PADA BPRS PATRIOT BEKASI).

B. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah mengambil objek pada Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah Patriot Bekasi yang berlokasi di Ruko Sentral

Niaga Kalimalang Blok C1 No. 3, Kayuringin Jaya Bekasi Selatan. Penelitian

yang dilakukan berupa studi dengan objek penelitian di Bank Syariah yang ada

di Kota Bekasi. Penelitian ini merupakan studi bagaimana proses implementasi

Good Corporate Governance dalam menjamin aspek keterbukaan dengan

menganalisis secara mendalam dengan cara memfokuskan suatu kebijakan

maupun pandangan berdasarkan data yang diperoleh di lapangan berdasarkan

standar serta regulasi yang berlaku.

C. Identifikasi Masalah

1. Kebijakan penerapan Good Corporate Governance (GCG) di BPRS Patriot

Bekasi

2. Penerapan aspek keterbukaan di BPRS Patriot Bekasi

3. Kesesuaian penerapan GCG di BPRS Patriot dengan regulasi-regulasi

terkait aspek transparasi

4. Tata kelola yang diterapkan BPRS Patriot Bekasi sesuai dengan apa yang

telah menjadi standar dalam pengelolaan sistem kinerja sebuah lembaga

yang baik yaitu dalam peraturan-peraturan yang dibuat oleh lembaga yang

berwenang.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance dalam aspek

keterbukaan di BPRS Patriot Bekasi?

2. Bagaimana penerapan transparansi keuangan dan non keuangan di BPRS

Patriot Bekasi?

7

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui penerapan Good Corporate Governance dalam aspek

keterbukaan di BPRS Patriot Bekasi.

2. Mengetahui penerapan transparansi keuangan dan non keuangan di BPRS

Patriot Bekasi.

F. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dapat menambah informasi, wawasan pemikiran dan

pengetahuan dalam kajian prinsip Good Corporate Governance di Bank

Syariah.

2. Bagi Bank, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan wacana dan

motivasi agar dapat selalu berkembang.

3. Bagi lembaga otoritas, untuk memberikan masukan dan sumbangan

pemikiran dalam rangka evaluasi terhadap implementasi kebijaksanaan

Pemerintah di bidang perbankan syariah khususnya tentang tata kelola

bank syariah.

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung

menggunakan analisis. Pada jenis penelitian yang bersifat deskriptif, tidak

diberlakukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan, serta tidak

dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya

menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.10

Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa data-data

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.11

10 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.234. 11 Lexy Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: RT Remaja Rosdakarya,

2005), h. 4.

https://id.wikipedia.org/wiki/Deskripsi

8

Peneliti berusaha memberikan gambaran dan menjelaskan mengenai

praktik Good Corporate Governance khususnya dalam aspek keterbukaan

dalam menjalankan operasional BPRS Patriot Bekasi, sudah atau belumnya

BPRS melaksanaan operasional perusahaan yang sesuai dengan standar dan

regulasi yang berlaku dan diterapkan pada perusahaan. Tujuan peneliti

menggunakan penelitian kualitatif deskriptif adalah untuk menggambarkan

fenomena-fenomena yang ada yang kemudian diambil kesimpulan

umumnya berdasarkan fakta-fakta yang ada.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (Library Search)

dan penelitian Lapangan (Field Research) dengan membaca, menelaah

buku-buku dan artikel yang berkaitan dengan GCG di Perbankan Syariah.

2. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penfekatan

deskriptif, yaitu penelitian yang mengumpulkan data untuk menjawab

pertanyaan penelitian mengenai status terakhir dari subjek penelitian.

Penelitian deskriptif berusaha untuk memperoleh deskriptif lengkap dan

akurat dari suatu situasi. Jadi penelitian yang dilakukan dengan cara penulis

langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan wawancara terhadap pihak

yang berkompeten dalam bidang operasional perusahaan. Dan data-data

yang diperlukan yaitu terkait apa saja GCG yang telah diterapkan oleh pihak

Bank lalu menganalis sesuai dengan teori dan standarisasi yang ada.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengeksplorasikan jenis data

kualitatif yang berkaitan dengan masing-masing fokus penelitian yang

sedang diamati. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer

dan sekunder. Sumber data adalah para informan yang memberikan

informasi yang dibutuhkan peneliti.

a. Data Primer

Kata-kata dan tindakan dari orang yang diwawancarai atau yang

diamati merupakan sumber data utama dalam penelitian ini. Pencatatan

sumber data ini melalui wawancara dan pengamatan serta merupakan

9

hasil gabungan dari melihat, mendengarkan dan bertanya.12 Wawancara

dilakukan dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang

berwenang atas operasional perusahaan sebagai sumber informasi

dalam penelitian dengan pedoman wawancara yang telah peneliti

tetapkan, sehingga diperoleh data-data yang diperlukan penulis yaitu

dengan Moh. Asmawi selaku Direktur Operasional BPRS Patriot

Bekasi.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data pendukung penelitian, data yang

dimaksud adalah data-data yang bersifat dokumen, data-data pelengkap

yang menjadi referensi terhadap tema yang dibahas dalam penelitian ini.

Data-data tersebut berupa Laporan Publikasi Keuangan dan Booklet

Profile BPRS Patriot Bekasi.

4. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :

a. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi langsung dari

responden. Atau metode pengumpulan data dengan tanya jawab yang

dikerjakan berlandaskan pada tujuan penelitian dengan menggunakan

panduan wawancara.13 Pemilihan informan dalam wawancara dilakukan

dengan mempertimbangkan posisi mereka dalam organisasi BPRS

Bekasi Patriot, karena dapat membantu memperolah data yang jelas dan

tepat, serta yang sebenar-benarnya dan juga mendalam sesuai dengan

pengetahuan dan pengalaman mereka.

b. Observasi

Peneliti secara langsung ke lokasi penelitian untuk mengamati,

mencermati, dan menganalisis terhadap proses governance di tempat

objek penelitian, yakni BPRS Patriot Bekasi.

12 Ibid, h. 112. 13 Moh Nazir, Metode Penelitian, cet.I, (Bandung: Ghalia Indonesia, 2003), h.193.

10

c. Dokumenter

Peneliti menghimpun data yang bersifat naratif/dokumen yang

tidak tercakup dalam proses wawancara maupun observasi. Penelusuran

data fisik terkait dengan permasalahan yang diteliti yaitu pengumpulan

dokumen-dokumen yang terkait, meliputi data kepustakaan serta data

Internal bank, Sumber data tertulis atau dokumen diperoleh dari bagian

keadministrasian Bank.

5. Metode analisis data

Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis kualitatif maka dari itu penulis memiliki beberapa langkah dalam

melakukan teknik analisis secara kualitatif yaitu:

a. Hasil dari penelitian berupa data hasil wawancara kemudian disorting

(mengolah informasi yang diperoleh sehingga sistematis berdasarkan

variabel yang diteliti) dengan cara mereduksi data yang diperoleh.

Proses reduksi data berarti merangkum, memilih, hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting dan membuang yang tidak

diperlukan.

b. Data kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi, peneliti melakukan

classifying (mengklasifikasikan informasi yang disusun sebelumnya

agar dapat dibandingkan responden) dengan cara menyajikan data

tersebut.

c. Penyajian diikuti dengan proses mengumpulkan data-data yang saling

berhubungan satu sama lain melalui wawancara, pendokumentasian dan

pengamatan yang lebih mendalam.

d. Sedangkan untuk menganalisis data dipakai content analysis (teknik

yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan

karakteristik pesan yang dilakukan secara objektif dan sistematis).

e. Setelah peneliti menarik kesimpulan dari hasil penelitian, kemudian

meminta pertimbangan kepada berbagai pihak mengenai data-data yang

diperoleh dari lapangan. Isi kesimpulan tersebut akan menyatakan

kredibilitas dari asumsi awal yang ditentukan oleh peneliti.

11

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan dalam penulisan ini

adalah buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.

H. Rancangan Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberi gambaran

besar mengenai tiap-tiap bab, sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, memuat latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan dan

manfaat, tinjauan kajian terdahulu, dan

metode penelitian.

BAB II Tinjauan umum yang merupakan materi-

materi yang dikumpulkan dan dipilih dari

berbagai sumber tertulis yang dipakai

sebagai bahan acuan dalam pembahasan

atas topik, yang meliputi penjelasan Good

Corporate Governance (GCG), Dasar

hukum penerapan GCG, teori keterbukaan

pada GCG, aspek transparansi pada PBI

dan POJK, dan teori umum lainnya yang

dibutuhkan dalam pembahasan penelitian

terkait.

BAB III Deskripsi data penelitian. Membahas

tentang gambaran umum BPRS Patriot

Bekasi, membahas tentang penerapan tata

kelola operasional GCG yang ada di Bank

tersebut.

BAB IV Analisis terhadap penerapan tata kelola

operasional GCG dalam aspek

12

keterbukaan ditinjau pada peraturan yang

digunakan sebagai acuan yang ada di

BPRS Patriot Bekasi.

BAB V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Good Corporate Governance

Istilah corporate governance menunjuk kepada suatu konsep atau

suatu sistim dalam mengelola perusahaan; sistim ini menunjukkan adanya

struktur perusahaan terdiri dari organ dan key positions, adanya mekanisme

diantara struktur internal dan antara struktur internal dengan pihak

eksternal, dengan suatu proses aktifitas sesuai dengan prinsip-prinsip

pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan perusahaan

yang dijalankan berdasar suatu peraturan yang dibuat untuk itu.1

Sedangkan istilah good corporate governance merupakan hasil

penerapan konsep atau sistim corporate governance yang ingin dicapai.

Sehingga apabila capaian penerapan corporate governance dalam suatu

perusahaan tidak berjalan sesuai dengan konsep atau bahkan terjadi

pelanggaran prinsip-prinsip corporate governance, maka keadaan ini bisa

disebut sebagai bad corporate governance atau low corporate

governance.2

Good Corporate Governance merupakan suatu istilah yang berasal

dari bahasa Inggris, yaitu good yang berarti baik, corporate yang berarti

perusahaan dan governance yang berarti pengaturan. Secara umum, istilah

good corporate governance diartikan dalam bahasa Indonesia dengan tata

kelola perusahaan yang baik. Istilah ini,dalam dunia perbankan,diartikan

dengan tata kelola bank yang baik.

Indonesia masih menganut menggunakan pendekatan yang lembut,

meski ditengah kenyataan perilaku koruptif yang berlebihan. Beberapa

1 Nasimul Falah, Kajian Yuridis Corporate Governance dan pencegahan perbuatan fraud

perbankan syariah, Disertasi, 2015, h. 21. 2 Ibid.

14

kajian rating tentang penerapan Good Corporate Governance di Indonesia

memberikan indikasi bahwa memang diperlukan dorongan hukum untuk

dapat merealisasikan perubahan kultur ke arah yang lebih baik. Namun tentu

saja hal ini bukan satu-satunya jawaban dari semua persoalan. Pendekatan

komprehensif mencakup penerapan regulasi, implementasi yang konsisten,

termasuk dalam pemberian sanksi yang sangat diperlukan untuk

menciptakan efek jera, juga didukung dengan sistem penilaian kinerja yang

adil, secara jangka panjang dapat mengubah perilaku. Dalam rangka

membangun kultur yang etis dan berbasis governance yang baik, peran

pemimpin sangat diperlukan guna menjadi panutan dan membangun

integritas.3

Penerapan Tata Kelola Perusahaan kian menjadi faktor penentu yang

strategis bagi perusahaan agar dapat senantiasa meningkatkan nilai serta

memelihara proses pertumbuhan yang berkelanjutan. Oleh karenanya,

setiap perusahaan perlu terus meningkatkan kerja kerasnya agar dapat

mengambil manfaat dari penerapan Tata Kelola Perusahaan (Good

corporate governance) yang baik.

Bank syariah harus memastikan bahwa prinsip-prinsip GCG tersebut

telah diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di seluruh jajarannya.

Penerapan prinsip-prinsip GCG tersebut diperlukan untuk mencapai

kesinambungan usaha (sustainability) bank syariah dengan tetap

memperhatikan kepentingan para pemegang saham, nasabah serta

Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam

melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip keterbukaan

(transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank

berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten sebagai corporate values,

sasaran usaha dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank

3 Daniri, Saatnya Berubah Dengan GCG, Bisnis Indonesia, Edisi: 30 Maret 2008

15

(accountability), berpegang pada prudential banking practices dan

menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung

jawab bank (responsibility), objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun

dalam pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa

memperhatikan kepentingan sluruh stakeholders berdasarkan azas

kesetaraan dan kewajaran (fairness).4

Bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh

stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment).

Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk

memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank

serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip

keterbukaan. Corporate Governance dapat meningkatkan kinerja

perusahaan bahkan mengurangi risiko.

Penerapan prinsip-prinsip GCG tersebut diperlukan untuk mencapai

kesinambungan usaha (sustainability) bank syariah dengan tetap

memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.5 Di bawah ini akan

dipaparkan mengenai implementasi kelima prinsip dasar GCG tersebut pada

bank syariah.

a. Transparansi

Menurut Abidin (2004), transparansi merupakan informasi yang

berkaitan dengan organisasi tersedia secara mudah dan bebas serta bisa

diakses oleh mereka yang terkena dampak kebijakan yang dilakukan

oleh organisasi tersebut.

4 Isnar Budiarti, penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) pada Dunia

Perbankan, Jurnal Ilmiah Unikom. Vol. 8, No. 2. 2010, h. 267-268. 5 Komite Nasional Kebijakan Governance, Prinsip Dasar Dan Pedoman Pelaksanaan Good

Corporate Governance Perbankan Indonesia, Jakarta: KNKG, 2012, h. 6.

16

b. Akuntabilitas

Menurut Soekirman (2004) akuntabilitas merupakan kewajiban

untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan

menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan

suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan

untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban

c. Responsibilitas

Menutur Lenvine (1990), responsibilitas menjelaskan apakah

pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan

prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan

organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit.

d. Indepedensi

Menurut Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009),

independensi mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak dibawah

pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil keputusan dan

tindakan.

e. Kewajaran

Menurut Notonegoro, bahwa kewajaran ialah suatu keadaan yang

dikatakan adil apabila sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Bank syariah harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang

saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran

dan kesetaraan.6

2. Good Corporate Governance dalam Perspektif Islam7

Harus diakui bahwa Good Gavernance adalah suatu kondisi dimana

terwujud hubungan tiga unsur yaitu pemerintah, masyarakat atau rakyat dan

dunia usaha yang berada di sektor swasta yang sejajar, berkesamaan, dan

6 Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance

Indonesia, Jakarta: KNKG, 2006, h. 7. 7 https://fetriaeka.wordpress.com/2016/02/05/49/, diakses 8 September 2018.

https://fetriaeka.wordpress.com/2016/02/05/49/

17

berkeseimbangan di dalam peran yang saling mengontrol. Bila kita kaitkan

dengan syariah, maka apakah hakekat Good Gavernance dalam prespektif

hukum Islam? Tidak ada rumusan baku mengenai hal ini. Namun dari

berbagai pernyataan yang terpencar di dalam berbagai ayat al-Quran maka

kita dapat mengkontruksi Good Gavernance menurut prespektif syariah.

Diantara ayat-ayat tersebut adalah QS Hud : 61 dan QS al-Haj : 41. Yang

berbunyi:

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata:

"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain

Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu

pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah

kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi

memperkenankan (doa hamba-Nya)".

(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka

bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,

menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang

mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.

Ayat pertama menjelaskan misi utama manusia adalah membangun

bumi. Ayat kedua menegaskan bahwa orang-orang beriman menggunakan

kekuasaan yang mereka miliki untuk menegakkan shalat, membayar zakat

dan menegakkan amar maruf nahi mungkar. Dari kedua ayat di atas kita

dapat merumuskan Good Governance dalam prespektif hukum Islam yaitu

suatu penggunaan otoritas kekuasaan untuk mengelola pembangunan yang

berorientasi pada : (1) penciptaan suasana kondusif bagi masyarakat untuk

18

pemenuhan kebutuhan spiritual dan rohaniyahnya sebagaiman disimbolkan

penegakan shalat (2) Penciptaan kemakmuran dan kesejahteraan dengan

disimbolakan zakat (3) Penciptaan stabilitas politik diilhami dari amar

maruf dan nahi mungkar. Singkat kata dalam ayat tersebut terdapat tiga

governance yaitu : (a) Spiritual Governanace, (b) Economic

Governanace dan (c) political Governanace.

Untuk dapat mewujudkan good governance dalam tiga aspek,

diperlukan beberapa nilai dan dari nilai-nilai tersebut dapat diturunkan

beberapa asas tata kelola perusahaan yang baik. Dengan memperhatikan

ayat-ayat al-Quran dan sunnah Nabi saw dapat ditemukan beberapa nilai

dasar yang dapat dijabarkan menjadi asas-asas tata kelola perusahaan yang

baik, yaitu: syura, meninggalkan yang tidak bernilai guna, keadilan,

tanggung jawab, dan amanah, serta orientasi ke hari depan. Nilai dasar

pertama adalah syura yang ditegaskan dalam QS Ali Imron : 159

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut

terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah

mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,

mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka

dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka

bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang

yang bertawakkal kepada-Nya."

Dari nilai dasar syura ini dapat diturunkan asas hukum mengenai

penyelenggaran perusahaan berupa asas partisipasi seluruh stakeholder.

Nilai dasar berikutnya dalam hukum Islam adalah penegasan Nabi saw

mengenai meninggalkan segala yang tidak bernilai guna, Nabi bersabda,

19

yang Artinya:sebaik-baik Islam seseorang adalah bahwa ia meninggalkan

hal-hal yang tidak berguna. (HR at-Tirmizi, Ahmad). Dari hadis ini dapat

diturunkan asas efisiensi dalam penyelenggaraan kepentingan publik. Nilai

dasar lain dalam hukum Islam adalah keadilan. Penegasan mengenai

keadilan ddalam sumber-sumber Islam banyak sekali, misalnya dalam QS

Al-Maidah : 8

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang

selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong

kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat

kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Tata kelola perusahaan yang baik menghendaki adanya jaminan

kesamaan akses seluruh stakeholder terhadap informasi perusahaan.

Tanggung jawab sebagai nilai dasar syariah dapat diturunkan asas

responsivitas dalam pemberian pelayanan. Secara khusus asas ini dapat pula

disimpulkan dari firman Allah yang menggambarkan pribadi Rasulullah

saw yang sensitif terhadap penderitaan umatnya, QS At-Taubah : 128

Telah datang kepadamu seorang utusan (rasul) dari kalanganmu sendiri,

berat dirasakannya apa yang kamu derita, sangat memperhatikan kamu dan

amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.

Responsivitas adalah kemampuan untuk mengenali

kebutuhan stakeholders, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta

merencanakan program-program pelayanan yang dibutuhkan stakeholders.

20

Selain itu nilai dasar hukum Islam lainnya adalah amanah. Didalam konsep

amanah itu terdapat suatu asas akuntabilitas. Dalam hal ini, al-quran

menegaskan QS al-Baqarah : 42

Janganlah kamu campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan

kamu sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya.

Salah satu pengertian yang dapat ditarik dari keumuman pernyataan

ayat ini adalah adanya asas transparansi termasuk di dalam transparansi

dalam penyelenggaraan birokrasi untuk pelayanan publik. Akuntabilitas dan

transparansi adalah kriteria lainnya yang penting dalam suatu good

governance.

Nilai dasar lainnya dalam ajaran dan hukum Islam adalah orientasi ke

hari depan. Islam sangat menekankan kepada umatnya agar mereka

memperhatikan hari esok dan membuat perencanaan dan persiapan untuk

menghadapi hari depan. Di dalam al-Quran ditegaskan QS Al-Hasyr : 18

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan

hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk

hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah

Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Dalam Islam diajarkan dua macam hari depan, yaitu akhirat dan hari

esok, diajarkan pula dalam Islam bahwa hari depan itu harus lebih baik dari

hari ini. Dalam al-Quran terdapat isyarat-isyarat mengenai hal itu seperti

dalam QS Adh-Dhuha : 3-4

. .

21

Tiadalah tuhanmu meninggalkan kamu dan tidak pula dia membencimu;

dan sesungguhnya hari esok adalah lebih baik bagimu dari hari yang telah

lalu.

3. Good Corporate Governance pada Perbankan Syariah

Penerapan prinsip-prinsip GCG menjadi suatu keharusan bagi sebuah

institusi, termasuk di dalamnya institusi bank syariah. Hal ini lebih

ditujukan kepada adanya tanggung jawab publik (public accountability)

berkaitan dengan kegiatan operasional bank yang diharapkan benar-benar

mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam hukum positif.

Di samping itu juga berkaitan dengan kepatuhan bank syariah terhadap

prinsip-prinsip syariah sebagaimana yang telah digariskan dalam al-Quran,

Hadis, dan Ijmak para ulama.

Keberadaan perbankan syariah di Indonesia kini telah mendapat

jaminan UU tersendiri, yaitu UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah. Dengan UU Perbankan Syariah tersebut kebutuhan masyarakat

Indonesia terhadap jasa-jasa perbankan berlandaskan syariah yang semakin

meningkat, mendapat pengaturan spesifik sehingga segi-segi

kekhususannya yang memerlukan dukungan regulasi yang lebih kuat

menjadi terpenuhi.8

Secara operasional bisnis syariah mengacu pada dua asas. Asas

pertama adalah ShiFAT mencontoh perilaku Nabi dan Rasul dalam

beraktifitas termasuk dalam berbisnis yaitu shidiq, fathonah, amanah dan

tabligh.

Keempat sifat ini memiliki kandungan pengertian antara lain :

a. Shiddiq berarti benar, yaitu senantiasa menyatakan dan melakukan

kebenaran dan kejujuran dimanapun berada dan kepada siapapun.

8 Mal An Abdullah, Corporate Governance Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Ar-

Ruzz Media, 2010, h. 86.

22

Implikasinya dalam berbisnis adalah tegaknya kejujuran dan

menghindari segala bentuk penipuan, penggelapan dan perilaku dusta.

b. Fathanah berarti cerdas, yaitu mampu berpikir secara jernih dan rasional

serta mengambil keputusan dengan cepat dan tetap. Dalam dunia bisnis

sifat fathanah ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menetapkan

hal-hal dan atau kegiatan yang halal, tayib, ikhsan dan tawazun.

c. Amanah berarti dapat dipercaya, yaitu menjaga kepercayaan yang

diberikan oleh Allah dan orang lain. Dalam berbisnis, pemberian

kepercayaan ini diwujudkan dalam berbagai bentuk

pertanggungjawaban dan akuntabilitas atas kegiatan-kegiatan bisnis.

d. Tabligh berarti menyampaikan, yaitu menyampaikan risalah dari Allah

tentang kebenaran yang harus ditegakkan di muka bumi. Kebenaran

RIsalah ini harus diteruskan oleh ummat Islam dari waktu ke waktu agar

Islam benar-benar dapat menjadi rahmat bagi alam semesta. Dalam

dunia bisnis penyampaian risalah kebenaran dapat diwujudkan dalam

bentuk sosialisasi praktik-praktik bisnis yang baik dan bersih, termasuk

perilaku bisnis Rasulullah Saw dan para sahabatnya.

Asas kedua adalah asas yang dipakai dalam dunia usaha pada

umumnya yakni transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, indepedensi

serta kewajaran atau kesetaraan.

a. Transparansi, berdasarkan prinsip syariah semua transaksi harus

dilakukan secara transparan. Transparansi mengandung unsur

pengungkapan dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah

diakses oleh pemangku kepentingan. Transparansi diperlukan agar

pelaku bisnis syariah menjalankan bisnis secara objektif dan sehat.

Pelaku bisnis syariah harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan

tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundangan,

23

tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan yang sesuai

dengan ketentuan syariah.

Dalam menerapkan prinsip transparansi, bank syariah harus

menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang

mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Bank syariah

juga harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya

masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi

juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang

saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.9

b. Akuntabilitas, merupakan asas penting dalam bisnis syariah.

Akuntabilitas mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan

cara mempertanggungjawabkannya. Pelaku bisnis syariah harus dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.

Untuk itu bisnis syariah harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai

dengan kepentingan pelaku bisnis syariah dengan tetap

memperhitungkan pemangku kepentingan dan masyarakat pada

umumnya.

Dalam menerapkan prinsip akuntabilitas, bank syariah sebagai

lembaga dan pejabat yang memiliki kewenangan harus dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan akuntabel.

Untuk itu, bank syariah harus dikelola secara sehat, terukur, dan

professional dengan memperhatikan kepentingan pemegang saham,

nasabah, dan pemangku kepentingan lain.10

c. Responsibilitas, dengan asas responsibilitas, pelau bisnis syariah harus

mematuhi peraturan perundang-undangan dan ketentuan bisnis syariah,

9 Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance

Indonesia, Jakarta: KNKG, 2006, h. 5. 10 Komite Nasional Kebijakan Governance, Prinsip Dasar Dan Pedoman Pelaksanaan Good

Corporate Governance Perbankan Indonesia, Jakarta: KNKG, 2012, h. 7.

24

serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan

lingkungan. Dalam ushul fikih terdapat sebuah kaidah yang diturunkan

dari sabda Rasulullah Saw, al-kharaj bidhdhaman yang artinya bahwa

usaha adalah sebanding sebagai risiko yang berbanding lurus dengan

hasil yang akan diperoleh, atau dapat pula dimengerti sebagai risiko

yang berbanding lurus dengan pulangan (return). Dengan

pertanggungjawaban ini maka entitas bisnis syariah dapat terpelihara

kesinambungannya dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan

sebagai pelaku bisnis yang baik (good corporate citizen).

Dalam menerapkan prinsip responsibilitas, bank syariah harus

mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan

internal bank serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat

dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam

jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai warga korporasi yang

baik atau dikenal dengan good corporate citizen.11 Bank syariah juga

harus berpegang pada prinsip kehatihatian (prudent).

d. Independensi, dengan asas independensi, bisnis syariah harus dikelola

secara independen sehingga masing-masing pihak tidak boleh saling

mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun.

Independensi terkait dengan konsistensi atau sikap istiqomah yaitu tetap

berpegang teguh pada kebenaran, meskipun harus menghadapi risiko.

Independensi merupakan karakter manusia yang bijak, dengan karakter

mampu menyerap informasi (mendengar perkataan) dan mengambil

keputusan (mengikuti) yang terbaik (sesuai dengan nuraninya tanpa

tekanan pihak manapun).

11 Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance

Indonesia, Jakarta: KNKG, 2006, h. 6.

25

Dalam hubungan dengan penerapan prinsip independensi, bank

syariah harus dikelola secara independen agar masingmasing organ

perusahaan beserta seluruh jajaran dibawahnya tidak boleh saling

mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun yang

dapat mempengaruhi obyektivitas dan profesionalisme dalam

melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.12

e. Kewajaran dan kesetaraan. Kewajaran dan kesetaraan (fairness)

mengandung unsur kesamaan perlakuan dan kesempatan. Fairness atau

kewajaran merupakan salah satu manifestasi adil dalam dunia bisnis.

Setiap keputusan bisnis, baik dalam skala individu maupun lembaga,

hendaklah dilakukan sesuai kewajaran dan kesetaraan sesuai dengan apa

yang biasa berlaku, dan tidak diputuskan berdasar suka atau tidak suka.

Pada dasarnya, semua keputusan bisnis akan mendapatkan hasil

yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis,

baik di dunia maupun di akhirat. Dalam melaksanakan kegiatannya,

pelaku bisnis syariah harus senantiasa memperhatikan kepentingan

semua pemangku kepentingan, berdasarkan asas kewajaran dan

kesetaraan.13

4. Keterbukaan dalam Good Corporate Governance

Transparansi adalah keterbukaan dalam mengemukakan informasi

yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan

keputusan.14 Prinsip ini diperlukan agar kegiatan bisnis bank syariah

berjalan secara objektif, profesional, dan untuk melindungi kepentingan

stakeholder.15 Transparansi mengandung unsur pengungkapan (disclosure)

12Komite Nasional Kebijakan Governance, Prinsip Dasar Dan Pedoman Pelaksanaan Good

Corporate Governance Perbankan Indonesia, Jakarta: KNKG, 2012, h. 8. 13 Nasimul Falah, Kajian Yuridis Corporate Governance dan pencegahan perbuatan fraud

perbankan syariah, Disertasi, 2015, h. 183. 14 Penjelasan Atas PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Pelaksanaan GCG Bagi BUS dan UUS

pada bagian Umum 15 Komite Nasional Kebijakan Governance, op. cit., h. 6.

26

dan penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan

dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan

dan masyarakat.16

Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus

menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada

berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap

perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan

serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada

kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor

harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada

saat diperlukan. Dalam menerapkan prinsip transparansi, bank syariah harus

menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah

diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Bank syariah juga harus

mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang

disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang

penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan

pemangku kepentingan lainnya.17

Hubungan keterbukaan informasi terhadap pemangku kepentingan

sangatlah penting karena manfaat dari penerapan keterbukaan informasi

khususnya bagi para pemegang saham, adalah pemegang saham dapat

mengetahui kondisi perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai

pemegang saham. Bagi perusahaan, melakukan keterbukaan informasi tentu

memberikan manfaat. Selain memenuhi peraturan dan ketentuan yang

berlaku, perusahaan juga mendapatkan manfaat lainnya yakni mendapatkan

kepercayaan dari berbagai pemangku kepentingan.

Pertama, tentu saja perlu dirumuskan mengenai kebijakan

keterbukaan informasi (jika belum ada) dan perlu dilakukan evaluasi dan

16 Ibid. 17 Komite Nasional Kebijakan Governance, op. cit., h. 5.

https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/06/13/pentingnya-peran-komunikasi-dalam-penerapan-good-corporate-governance/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/06/13/pentingnya-peran-komunikasi-dalam-penerapan-good-corporate-governance/

27

updating secara berkala. Selain kebijakan, tentu saja pemanfaatan media

komunikasi yang perlu di update secara terus menerus serta menyesuaikan

content informasi yang disampaikan kepada khalayak ramai melalui media

komunikasi tersebut seperti website, laporan tahunan, laporan

keberlanjutan, laporan keuangan, ataupun membangun komunikasi yang

baik dengan media massa dengan mengirimkan siaran persmisalnya.

Aspek transparansi juga tidak semata disampaikan kepada kalangan

eksternal saja, tetapi juga kepada kalangan internal dimana secara terbuka

perusahaan seyogyanya memberikan akses kepada karyawan melalui

berbagai media komunikasi internal seperti majalah internal.18

Keterbukaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada

stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan

transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor

dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan

keuntungan dari investasinya. Kurangnya pernyataan keuangan yang

menyeluruh menyulitkan pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan

tersebut memiliki dana dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya

informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai

dan risiko serta pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital).19

Kerangka corporate governance harus menjamin adanya

pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang

berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi

mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan, dan

pengelolaan perusahaan. Di samping itu, informasi yang diungkapkan harus

disusun, diaudit secara independen, dan disajikan sesuai dengan standar

yang berkualitas tinggi. dimana informasi yang diungkapkan dapat

18 https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/09/08/466/, diakses 11 September 2018.

19 Endang Siti Arbaina, Penerapan Good Corporate Governance pada Perbankan di Indonesia

https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2015/02/24/website-sebagai-media-keterbukaan-informasi/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/08/29/mempersiapkan-laporan-tahunan-yang-baik/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2015/01/08/apa-itu-laporan-keberlanjutan/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2015/01/08/apa-itu-laporan-keberlanjutan/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/12/22/cara-menulis-press-release-yang-baik/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/05/07/menyusun-majalah-internal-perusahaan/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/09/08/466/

28

dipercaya akuntabilitas-nya pada tiap tingkatan manajemen dan perusahaan

secara keseluruhan.

Mekanisme pengungkapan informasi yang baik dipengaruhi oleh

bagaimana keefektifan kinerja dari komite audit di dalam memantau

kegiatan pemrosesan dan pengolahan informasi (keuangan) perusahaan

sebagai salah satu fungsinya. Dimana pelaksanaan fungsi komite audit ini

sangat dipengaruhi oleh kebijakan tata kelola perusahaan yang ada.

Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai,

jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh

stakeholders sesuai dengan haknya. Informasi yang harus diungkapkan

meliputi tapi tidak terbatas pada hal-hal yang bertalian dengan visi, misi,

sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan

kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, cross shareholding,

pejabat eksekutif, pengelolaan risiko (risk management), sistem

pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan

pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi

bank.

Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi

kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.

Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang

berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi

tentang kebijakan tersebut.20

5. Dasar Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank

Di antara faktor yang dapat meningkatkan kepercayaan nasabah, baik

itu nasabah penyimpan maupun nasabah investor adalah adanya jaminan

dari bank syariah dan pihak terafiliasi menyangkut kerahasiaan nasabah

20 Isnar Budiarti, penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) pada Dunia

Perbankan, Jurnal Ilmiah Unikom. Vol. 8, No. 2, 2010, h. 267

29

yang bersangkutan berserta simpanan atau investasinya. Maksudnya adalah

menyangkut dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang

menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan

keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta identitas nasabah tersebut

kepada pihak lain. Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank

itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh rahasia bank.21

Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan hal yang sangat penting

untuk diperhatikan oleh bank syariah dan pihak terafiliasi, sebab hal ini

secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah

nasabah yang mempercayakan dananya pada bank tersebut. Oleh karena itu,

pihak bank syariah dalam kapasitasnya sebagai lembaga intermediasi antara

pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana selayaknya

menerapkan ketentuan mengenai rahasia bank dengan konsisten dan

penuh tanggungjawab sesuai dengan amanat perundang-undangan yang

berlaku. Karena salah satu faktor untuk dapat memelihara dan

meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank khususnya

bank Syariah ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.

Bank sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat

untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, sudah sepatutnya

bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabahnya berkenaan

dengan keadaan uang nasabah, yang umumnya dinamakan dengan

kerahasiaan bank.

UU Perbankan Syariah No.21 tahun 2008 pasal 41 mengatur tentang

cakupan rahasia dalam kegiatan usaha perbankan syariah menerangkan

bahwa:

21 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, h. 485-486

30

Bank dan Pihak Terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai

Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan

Investasinya.22

Pada ketentuan pasal 1 ayat 14 UU No.21 Tahun 2008 merumuskan

pengertian rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah yaitu:

Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta

Nasabah Investor dan Investasinya.23

Dengan demikian, berdasarkan pengertian rahasia bank sebagaimana

tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat 14 UU No.21 Tahun 2008,

kemudian dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 41 UU No.21 Tahun

2008, maka jelas bahwa pengertian dan cakupan rahasia bank dalam

kegiatan usaha perbankan syariah dibatasi:

a. Menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan

mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah

Investor dan Investasinya.

b. Pada dasarnya Bank dan Pihak Terafiliasi berkewajiban memegang

teguh kerahasiaan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan

Simpanannya dan Nasabah Investor dan Investasinya, kecuali hal itu

tidak dilarang oleh undang-undang.

c. Karena kepentingan tertentu, informasi mengenai segala sesuatu yang

berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan beserta

dengan Simpanannya dan Nasabah Investor beserta dengan Investasinya

boleh diungkapkan.

Secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank, bukan saja

menyangkut simpanan nasabah, tetapi juga (identitas) nasabah penyimpan

22 Sinar Grafika, Undang-Undang Perbankan Syariah 2008, Jakarta:Sinar Grafika, 2008, h.

34. 23 Ibid, h. 5.

31

yang memiliki simpanan tersebut. Bahkan dalam rumusan pasal tersebut,

Nasabah Penyimpan disebut lebih dahulu dari pada Simpanannya.

Pengecualian Terhadap Rahasia Bank

Kerahasiaan berhubungan dengan kepercayaan karena rahasia bank

diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah.

Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan UU No. 21 tahun

2008 tentang Pengecualian Rahasia Bank, data nasabah di Bank dapat tidak

harus dirahasiakan lagi (boleh diungkapkan). Pengecualian terhadap rahasia

Bank tersebut meliputi:

a. Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan. Dalam pasal 42 UU

No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ditentukan:

Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan pimpinan Bank

Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang

mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan

keterangan dan memperlihatkan bukri tertulis serta surat mengenai

keadaan keuangan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tertentu

kepada pejabat pajak. (ayat 1)24

Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus

menyebutkan nama pejabat pajak, nama nasabah wajib pajak dan kasus

yang dikehendaki keterangannya. (ayat 2)25

Dengan demikian, berdasarkan pasal 42 UU No. 21 tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi

sebagai berikut:

1) Pengungkapan Rahasia Bank untuk kepentingan penyidikan pidana

perpajakan.

2) Pengungkapan Rahasia Bank atas permintaan tertulis Menteri

Keuangan.

3) Pengungkapan Rahasia Bank atas perintah tertulis Pimpinan Bank

Indonesia.

24 Ibid, h. 34 25 Ibid, h. 34

32

4) Pembukaan Rahasia Bank itu dilakukan oleh Bank dengan

memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis

serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan

atau Nasabah Investor yang namanya disebutkan dalam permintaan

Menteri Keuangan.

5) Dalam perintah tertulis harus menyebutkan nama pejabat pajak,

nama nasabah wajib pajak dan kasus yang dikehendaki

keterangannya.

6) Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan

Nasabah Penyimpan tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang

namanya disebutkan dalam perintah tertulis Pimpinaan Bank

Indonesia.

b. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana

Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana diatur dalam

pasal 43 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam pasal

tersebut ditentukan:

Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank

Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, hakim, atau

penyidik lain yang diberi wewenang berdasarkan undang-undang untuk

memperoleh keterangan dari Bank mengenai Simpanan atau Investasi

tersangka atau terdakwa pada Bank. (ayat 1)26

Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan secara tertulis atas

permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Negara Republic Indonesia,

Jaksa Agung, Katua Mahkama Agung, atau pimpinan instansi yang

diberi wewenang untuk melakukan penyidikan. (ayat 2)27

Pemintaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus menyebutkan

nama dan jabatan penyidik, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau

terdakwa, alas an diperlukannya keterangan, dan hubungan perkara

26 Ibid, h. 34-35 27 Ibid, h. 35

33

pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. (ayat

3)28

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 43 UU Nomor 21 tahun

2008 tentang Perbankan Syariah menetapkan unsur-unsur yang wajib

dipenuhi sebagai berikut:

1) Pengungkapan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam

perkara pidana.

2) Pengungkapan Rahasia Bank atas permintaan tertulis Kepala

Kepolisian Negara Republic Indonesia, Jaksa Agung, Katua

Mahkama Agung, atau pimpinan instansi yang diberi wewenang

untuk melakukan penyidikan.

3) Pengungkapan Rahasia Bank atas perintah tertulis Pimpinan Bank

Indonesia.

4) Pengungkapan Rahasia Bank diberikan secara tertulis mengenai

keadaan keuangan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang

namanya disebutkan dalam permintaan.

5) Dalam perintah tertulis harus menyebutkan nama dan jabatan

penyidik (jaksa atau hakim), nama tersangka atau terdakwa, dan

kasus yang dikehendaki keterangannya.

6) Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan

Nasabah Penyimpan tersebut diberikan kepada penyidik (jaksa atau

hakim), yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis.

c. Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya

Menurut ketentuan pasal 45 UU No.21 tahun 2008:

Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya, direksi Bank

yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan

tentang keadaan keuangan Nasabah yang bersangkutan dan

memberikan keterangan lain yang relavan dengan perkara tersebut.29

28 Ibid, h. 35 29 Ibid, h. 35

34

d. Dalam rangka tukar menukar informasi antar Bank

Dalam pasal 46 ayat 1 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

ditentukan:

Dalam rangka tukar-menukar informasi antar Bank, direksi Bank

dapat memberitahukan keadaan keuangan Nasabahnya kepada Bank

lain.30

e. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau

Nasabah Investor yang dibuat secara tertulis

Menurut ketentuan Pasal 47 UU No.21 tahun 2008:

Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan

atau Nasabah Investor yang dibuat secara tertulis, Bank wajib

memberikan keterangan mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau

Nasabah Investor pada Bank yang bersangkutan kepada pihak yang

ditunjuk oeleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor.31

Berdasarkan ketentuan Pasal 47, Bank wajib memberikan

keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan kepada pihak yang

ditunjuknya, asal ada permintaan, atau persetujuan atau kuasa tertulis

dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada

penasehat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan.

f. Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal

dunia (penyelesaian kewarisan)

Pemberian keterangan dalam hal Nasabah Penyimpan atau

Nasabah Investor telah meninggal dunia diatur dalam Pasal 48 UU

No.21 tahun 2008 tentang perbankan Syariah. Dalam Pasal tersebut

ditentukan sebagai berikut:

Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah

meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan atau

Nasabah Investor yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan

30 Ibid, h. 35-36 31 Ibid, h. 36

35

mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor

tersebut.32

Berdasarkan ketentuan Pasal 48, ahli waris yang sah berhak

memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan bila

Nasabah Penyimpan yang bersangkutan telah meninggal dunia. Untuk

memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan sebagai ahli

waris yang sah.

g. Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank

Dalam pasal 49 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah ditentukan:

Bank yang merasa dirugikan oelh keterangan yang dberikan oleh Bank

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45 dan Pasal

46 berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta

pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang

diberikan.33

6. Dasar Hukum Terkait Transparansi pada Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah

Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu hubungan

antar dewan komisaris, dewan direktur eksekutif, pemangku kepentingan

(stakeholder) dan pemegang saham. Stakeholders adalah seluruh pihak yang

memiliki kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap

kegiatan usaha dan kelangsungan usaha bank. Dewan yang ada di bank

Syariah adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu dewan yang bertugas

memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan

agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan Pejabat Eksekutif

adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada Direksi dan/atau

mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional Bank seperti

kepala divisi atau pemimpin kantor cabang.

32 Ibid, h. 36 33 Ibid, h. 36

36

Berbagai dokumen sumber praktik corporate governance untuk

industri perbankan di Indonesia menunjukkan bahwa GCG bersifat

mandatory. Namun demikian, dokumen tersebut belum menyentuh aspek

syariah untuk governance di perbankan syariah meskipun pedoman praktik

GCG sebagaimana yang ada pada bank konvensional belum tersedia, tetapi

bank syariah pada dasarnya diwajibkan melaksanakan proses good

governance dalam operasinya.34

Pertanyaannya bukan apakah melakukan atau tidak melakukan, tetapi

pedoman formal untuk pelaksanaan corporate governance bagi BPRS

memang belum ditetapkan sebagaimana perbankan konvensional. Jadi

governance yang dilakukan dengan mematuhi regulasi-regulasi BI Maupun

OJK. Jika bank patuh pada regulasi yang jumlahnya sangat banyak, maka

dapat dikatakan bahwa bank sudah melaksanakan governance dengan baik.

Pada intinya GCG di perbankan bisa diterjemahkan sebagai pengelolaan

bank secara hati-hati, mengelola risiko yang baik serta patuh pada aturan.

Dasar Hukum Terkait Good Corporate Governance pada BPRS

a. UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

b. UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

c. PBI No.11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate

Governance bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah

(UUS)

d. POJK No.3/POJK.03/2016 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

e. SEOJK No.9/SEOJK.03/2015 tentang pedoman akuntansi perbankan

syariah Indonesia bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

f. POJK No.32/POJK.03/2016 tentang perubahan atas POJK

No.6/POJK.03/2015 tentang transparansi dan publikasi laporan bank

34 Umi Muawanah, Islamic Spirituality Governance: Model Praktik Corporate Governance

BPR Syariah Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 13, No. 1, Februari 2017, Hal. 458-459

37

g. SEOJK No.12/SEOJK.07/2014 tentang penyampaian informasi dalam

rangka pemasaran produk dan/atau layanan jasa keuangan

h. POJK No.1/POJK.07/2013 tentang perlindungan konsumen sektor jasa

keuangan

i. PAPSI BPRS Laporan dan Penyaluran Dana Zakat

1) Aspek keterbukaan informasi publik :35

Keterbukaan informasi kepada publik dan stakeholders

merupakan amanat dari UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik (KIP). Kewajiban penyediaan dan pengumuman

informasi menurut urgensinya ada tiga macam, yaitu:

a) Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala

b) Informasi yang wajib diumumkan serta merta

c) Informasi yang wajib tersedia setiap saat

2) Pedoman akuntansi bagi BPRS :36

Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan dari

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disebut BPRS dan

penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal, dan

dapat diperbandingkan, BPRS wajib menyusun dan menyajikan laporan

keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang relevan bagi

BPRS.

Dewan Standar Akuntasi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia

(DSAK-IAI), menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa

Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). DSAK-IAI dalam SAK ETAP

menyatakan bahwa SAK ETAP dapat diberlakukan bagi entitas yang

memiliki akuntabilitas publik signifikan termasuk BPRS, sepanjang

35 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). 36 SEOJK No.9/SEOJK.03/2015 tentang Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia

bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

38

otoritas berwenang mengatur penggunaan SAK ETAP dimaksud.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka standar akuntansi

keuangan bagi BPRS menggunakan SAK ETAP, PSAK Syariah, dan

ketentuan lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) BPRS

merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran lebih lanjut

dari SAK ETAP, PSAK Syariah, dan ketentuan lain yang ditetapkan

oleh OJK dan menjadi pedoman dalam penyusunan dan penyajian

laporan keuangan BPRS. Dalam hal terdapat ketentuan yang belum

diatur dalam PAPSI BPRS untuk menyusun dan menyajikan laporan

keuangan, BPRS tetap berpedoman kepada SAK ETAP beserta

pedoman pelaksanaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip

Syariah

Pengakuan pendapatan dalam transaksi jual beli

Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 84/DSN-

MUI/XII/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Metode Pengakuan

Keuntungan Al-Tamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di

Lembaga Keuangan Syariah, pengakuan keuntungan Pembiayaan

Murabahah untuk Bank Syariah dapat dilakukan dengan menggunakan

metode anuitas atau metode proporsional.

Pengakuan pendapatan dengan menggunakan metode anuitas atau

metode proporsional hanya dapat digunakan untuk pengakuan

pendapatan pembiayaan atas dasar jual beli.

Dalam hal BPRS menggunakan metode anuitas, pencatatan

transaksi Murabahah wajib menggunakan SAK ETAP. Sedangkan

untuk BPRS yang menggunakan metode proporsional, pencatatan

transaksi Murabahah wajib menggunakan PSAK No.102 (Revisi 2013)

tentang Akuntansi Murabahah.

39

Metode pengakuan pendapatan yang dipilih oleh BPRS wajib

diterapkan untuk seluruh jenis portofolio pembiayaan Murabahah dan

diungkapkan dalam kebijakan akuntansi serta dilakukan secara

konsisten.

3) Aspek transparansi kondisi BPRS :

a) Keuangan dan Non Keuangan

Keuangan : Laporan keuangan.37

(1) Laporan publikasi bulanan

(2) Laporan publikasi triwulan

(3) Laporan publikasi tahunan

(4) Penyerahan dan pengumuman pelaporan

Non keuangan :

(1) Produk, layanan dan penggunaan data pribadi nasabah38

Informasi Produk :

(a) PUJK (Penjedia Usaha Jasa Keuangan) wajib menyediakan

dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk

dan/atau layanan yang akurat berdasarkan kejelasan

referensi yang digunakan PUJK ketika menyampaikan

informasi produk dan/atau layanan yang bersifat kuantitatif

maupun kualitatif.

(b) PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan

informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jujur

berdasarkan informasi yang sebenarnya tentang manfaat,

biaya, dan risiko dari setiap produk dan/atau layanan.

37 POJK No.32/POJK.03/2016 tentang Perubahan atas POJK Nomor 6/POJK.03/2015

tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. 38 SEOJK No. 12/SEOJK. No.07/2014 tentang Penyampaian Informasi dalam Rangka

Pemasaran Produk dan/atau Layanan Jasa Keuangan.

40

(c) PUJK wajib melakukan konfirmasi kepada Konsumen

dan/atau masyarakat atas penjelasan yang diberikan.

Konfirmasi Konsumen dan/atau masyarakat atas penjelasan

yang telah diberikan oleh PUJK tersebut dilakukan dengan

menandatangani pernyataan pada saat membuat perjanjian

atau bukti lain yang menyatakan persetujuan konfirmasi,

antara Konsumen dan/atau masyarakat dengan PUJK.

Informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas juga

memperhatikan ketentuan yang berdasarkan prinsip syariah.

(d) PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan

informasi mengenai produk dan/atau layanan yang tidak

menyesatkan sehingga tidak menimbulkan perbedaan

penafsiran antara Konsumen dan/atau masyarakat dengan

PUJK terhadap ketentuan yang dimuat dalam perjanjian.

(e) Kewajiban untuk menyampaikan informasi sebagaimana

dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4

adalah termasuk menyediakan ringkasan informasi produk

dan/atau layanan, kegiatan pemasaran dan Iklan serta hal lain

yang dapat dipersamakan dengan itu.

(f) PUJK wajib menyampaikan informasi mengenai realisasi

penerbitan dan/atau perubahan fitur produk dan/atau layanan

jasa keuangan yang memerlukan persetujuan dari OJK,

paling lambat 7 hari kerja setelah produk dan/atau layanan

dilakukan. Informasi tersebut disampaikan kepada Bidang

Pengawasan terkait dengan tembusan kepada Bidang

Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa

Keuangan melalui surat dan email dengan alamat

[email protected].

mailto:[email protected]

41

Layanan Jasa Keuangan

(a) PUJK wajib menyediakan berbagai sarana media

komunikasi yang mudah untuk diakses oleh Konsumen

dan/atau masyarakat yang paling kurang meliputi surat,

email, telepon, faximile, dan website.

(b) Dalam hal PUJK menggunakan sarana komunikasi dengan

berbagai media maka PUJK wajib memastikan sarana

komunikasi tersebut selalu dilakukan pengkinian dan dapat

diakses.

(c) Informasi yang disampaikan melalui website paling kurang

memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Company profile, yang secara lengkap diantaranya

mencantumkan:

a. Izin dari OJK atau otoritas lain sebelum terbentuknya

OJK;

b. Struktur organisasi dan nama pejabat PUJK minimal

Komisaris, Direksi dan Kepala Wilayah; dan

c. Jaringan, alamat, dan nomor telepon kantor

wilayah/cabang;

2. Ringkasan informasi seluruh produk dan/atau layanan

prosedur dan cara bertransaksi;

3. Informasi tatacara pelayanan dan penyelesaian

pengaduan;

4. Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang termuat dalam

Laporan Tahunan; dan

5. Informasi lainnya baik yang telah diwajibkan oleh

peraturan lainnya maupun kebutuhan dari PUJK.

42

4) Mekanisme perlindungan nasabah39

Sebagaimana diketahui bahwa Otoritas Jasa Keuangan telah

mengeluarkan peraturan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan pada tanggal 26 Juli 2013 dan

diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2013. Peraturan tersebut mulai

berlaku setelah 1(satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,

artinya berlaku sejak tanggal 6 Agustus 2014 dan Surat Edaran nomor

2/SEOJK.07/2014 tanggal 14 Feb 2014 tentang Pelayanan dan

Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang wajib mematuhi peraturan ini

adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Perusahaan Efek,

Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan

Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan

Gadai, dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan secara

konvensional maupun secara syariah.

Perlindungan Konsumen menerapkan prinsip-prinsip:

a) transparansi

b) perlakuan yang adil

c) keandalan

d) kerahasiaan dan keamanan data/informasi Konsumen

e) penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen

secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.

Pelaku Usaha Sektor Jasa Keuangan diwajibkan:

a) membentuk unit kerja atau menunjuk pejabat untuk menangani

fungsi pelayanan dan penyelesaian pengaduan

b) memiliki sistem pengendalian internal terkait dengan perlindungan

Konsumen

39https://zinsari.wordpress.com/2014/08/06/perlindungan-konsumen-sektor-jasa-keuangan/. diakses tanggal 10 Mei 2018.

https://zinsari.wordpress.com/2014/08/06/perlindungan-konsumen-sektor-jasa-keuangan/

43

c) memiliki dan menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis

perlindungan Konsumen

d) melakukan pelatihan untuk karyawan yang memenuhi kriteria

berikut:

1) berhadapan langsung dengan Konsumen

2) melakukan pengawasan pelaksanaan pelayanan dan

penyelesaian pengaduan Konsumen terkait dengan penyusunan

pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan

Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang melanggar ketentuan dalam POJK

tersebut dikenakan sanksi administratif, antara lain berupa:

a) peringatan tertulis

b) denda

c) pembatasan kegiatan usaha

d) pembekuan kegiatan usaha

e) pencabutan izin kegiatan usaha

5) Laporan sumber dan Penyaluran dana Zakat40

Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat me