Upload
vuhuong
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM ASPEK
KETERBUKAAN DI BANK SYARIAH (STUDI PADA BANK
PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH PATRIOT BEKASI)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
Fariha Roy
11140460000017
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H / 2018 M
v
ABSTRAK
Fariha Roy. NIM 11140460000017. IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE
GOVERNANCE DALAM ASPEK KETERBUKAAN DI BANK SYARIAH
(STUDI PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH PATRIOT
BEKASI). Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/ 2018 M.
Studi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam bagaimana proses corporate
governance yang diterapkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) khususnya
dalam aspek keterbukaan, walaupun sampai saat ini BPRS belum memiliki regulasi
mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance), tetap dirasa perlu untuk diterapkan juga mengenai corporate
governance dalam pengoperasiannya, karena BPRS merupakan sebuah perusahaan
yang berbadan hukum PT (Perseroan Terbatas). Aspek keterbukaan sangat penting
bagi keberlangsungan sebuah perusahaan agar tetap menjadi terpercaya dan
berdampak baik bagi perekonomian pada masyarakat dan dapat memberikan
kontribusinya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa BPRS belum dikenal oleh
banyak masyarakat. Penelitian ini mengambil objek pada salah satu bank syariah
yaitu BPRS Patriot Bekasi, apakah BPRS dalam pengoperasiannya sudah sesuai
dengan regulasiregulasi yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) maupun yang
dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, dan menggunakan teknik pengumpulan
data dengan melakukan kajian dengan cara studi pustaka, studi lapangan, dengan
tahap wawancara, dan melakukan studi dokumen pada objek yang diteliti.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BPRS Patriot Bekasi dalam
operasional perusahaannya sudah dilakukan corporate governance sesuai regulasi
ataupun standar yang berlaku, walaupun belum terarah dan belum ada indikator
dalam pengoperasiannya. Kemudian dalam aspek keterbukaan BPRS Patriot Bekasi
sudah cukup baik dengan mempertimbangkan keberadaan para pemangku
kepentingan (stakeholder) tetapi dibatasi dengan ketentuan rahasia bank.
Kata Kunci : Good Corporate Governance, Aspek keterbukaan, Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah
Pembimbing : Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, Msc., Ph.D
Daftar Pustaka : 1997 s/d 2017
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillah, segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan nikmat yang tak terhitung hingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa tercurah pada junjungan Baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan ajaran ilahi untuk membawa manusia
dari zaman kegelapan menuju zaman yang lebih baik.
Skripsi yang berjudul Implementasi Good Corporate Governance dalam
Aspek Keterbukaan di Bank Syariah (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Patriot Bekasi) merupakan hasil karya penulis yang diajukan kepada Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
mendapat gelar Sarjana Hukum (S.H).
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna karena keterbatasan dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh
penulis. Meskipun demikian, penulis telah memberikan yang terbaik dengan
harapan yang terbaik atas hasil penelitian ini.
Disamping itu, selama proses penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang memberikan doa, bimbingan, dan motivasi sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yag telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah dan
Bapak Dr. Abdurrouf, M.A., selaku Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah,
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
vii
Jakarta yang telah memberikan arahan dan membantu penulis secara tidak
langsung dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, M.Sc, M.Ec, Ph.D selaku pembimbing
skripsi yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga kepada penulis dalam
penyusunan penelitian ini.
4. Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, M.A., selaku dosen penasehat akademik
yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
5. Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan ilmu bermanfaat dengan ikhlas kepada penulis.
6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan akademik, Perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam
pengadaan referensi-referensi sebagai baha rujukan skripsi.
7. Bapak Moch. Asmawi selaku Direktur Operasional BPRS Patriot Bekasi, dan
Ibu Zakiah selaku Sekretaris Direktur yang senantiasa telah memberikan waktu
untuk bisa diwawancarai dan penjelasan serta arahan dan saran selama penulis
melakukan wawancara.
8. Ayahanda Sunardi dan Ibunda Rondhiah tercinta dengan tulus mendoakan,
mendukung, dan memberikan segalanya kepada penulis, agar ananda dapat
menyelesaikan skripsi ini, serta Kakak Firdausiyyah dan Mas Amin, dan
keponakan yang selalu memberikan semangat dan keceriaan selalu kepada
penulis.
9. Kepada Achmad Fikri Ramadhani yang selalu memberikan motivasi, semangat,
dan doa serta meluangkan waktu dalam mensurvei lokasi objek penelitian
kepada penulis agar skripsi dapat diselesaikan.
10. Kepada Novita Sari yang selalu menemani penulis dalam mencari data, dan
Ismi, Anis, Firda, Fildzah, Sisilia, Kak Opi, Dinda serta Ana yang selalu
memberikan motivasi, dukungan moril dan membantu dalam menyelesaikan
skripsi sampai pada tahap akhir proses pembuatan skripsi.
http://staff.uinjkt.ac.id/profile.php?staff=1d3c014f-bf73-5402-775a-c304d4d3e294
viii
11. Teman-teman Hukum Ekonomi Syariah (A) angkatan 2014 yang telah
memberikan dukungan moril kepada penulis, khususnya Fika Nur Apriani,
Apriyani, Mumtaz Chairunissa, dan Eti Asyaroh
12. Teman-Teman KKN Maura 2017, terima kasih pada kalian semua telah
berbagi kebersamaan
13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis berharap
semoga hasil karya ini bisa bermanfaat bagi pihak-pihak yan terkait. Khususnya
bagi peneliti-peneliti yang ingin mengembangkan dan tertarik dengan penelitian ini
menjadi awal untuk melalukan studi berikutnya. Teriring doa semoga amal yang
telah kita lakukan menjadi amal yang tiada putus pahalanya serta bermanfaat untuk
kita semua baik di dunia dan dia akhirat. Aamiin.
Jakarta, 6 Oktober 2018
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR . vi
DAFTAR ISI vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .. 1
B. Ruang Lingkup Penelitian ........... 6
C. Identifikasi Masalah ............ 6
D. Rumusan Masalah ........... 6
E. Tujuan Penelitian 7
F. Manfaat Penelitian .............. 7
G. Metode Penelitian ........... 7
H. Rancangan Sistematika Penulisan .............. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 13
1. Pengertian Good Corporate Governance ............. 13
2. Good Corporate Governance dalam Perspektif Islam ......... 16
3. Good Corporate Governance pada Perbankan Syariah 21
4. Keterbukaan dalam Good Corporate Governance 25
5. Dasar Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank .... 28
x
6. Dasar Hukum Terkait Transparansi pada Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah 35
B. Kerangka Pemikiran . 46
C. Review Studi Terdahulu 47
BAB III GAMBARAN MENGENAI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT
SYARIAH (BPRS) PATRIOT BEKASI
A. Sejarah Singkat dan Perkembangan BPRS Patriot Bekasi 54
B. Visi dan Misi BPRS Patriot Bekasi ... 56
C. Fungsi dan Tujuan BPRS Patriot Bekasi ... 57
D. Legalitas dan Struktur Organisasi . 58
E. Produk-produk pada BPRS Patriot Bekasi 60
BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DALAM ASPEK KETERBUKAAN PADA BPRS PATRIOT
BEKASI
A. Realisasi Good Corporate Governance di BPRS Patriot Bekasi.. 63
B. Implementasi Good Corporate Governance dalam Aspek
Keterbukaan di BPRS Patriot Bekasi . 66
BAB V PENUTUP
A. Simpulan . 78
B. Saran ....... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah yang begitu pesat
ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah jaringan pelayanan bank syariah
dan semakin beragamnya produk menyebabkan penerapan Good Corporate
Governance (GCG) pada perbankan syariah menjadi semakin penting. Pada sisi
operasional, dibutuhkan perhatian terhadap inovasi, intermediasi, disiplin dan
pengendalian risiko, sementara pada sisi implementasi diperlukan aplikasi
sistem yang harus disesuaikan dengan regulasi, dan kondisi perekonomian
masyarakat saat ini. Pengaturan tata kelola perbankan syariah telah tertuang
dalam Pasal 34 ayat 1-3 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008.1 CCG yang
berfungsi untuk mengantisipasi berbagai macam risiko, baik risiko finansial
maupun reputasi, juga merupakan pilar penting yang harus diterapkan untuk
mewujudkan bank syariah yang unggul dan tangguh. Penerapan GCG di bank
syariah menjadi penting mengingat bank syariah merupakan bank yang
menggunakan prinsip profit sharing (keuntungan dibagi bersama antara bank
dan nasabah).2
GCG dapat dimaknai sebagai suatu tata kelola perbankan yang
menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparancy), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), profesional
(professional), dan kewajaran (fairness). Konsekuensi operasionalnya,
perbankan wajib melaksanakan GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada
seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Bagaimana konsep GCG menjadi
1 Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktek, terj.
Oleh A.K. Anwar, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, h. 373. 2 M. Umer Chapra dan Habib Ahmed, Islamic Governance In Islamic Financial Institutions
Jeddah: Islamic Research dan Islamic Institute, Islamic Development Bank, 2002, h. 50-71.
2
konsep ideal dalam tataran praksisnya, karena itu perlu adanya kesesuaian
antara konsep GCG dengan praktiknya melalui sistem pengawasan.3
Penerapan prinsip-prinsip GCG menjadi suatu keharusan bagi sebuah
institusi, termasuk di dalamnya institusi perbankan syariah. Hal ini lebih
ditujukan kepada adanya tanggungjawab publik berkaitan dengan kegiatan
operasional bank yang diharapkan benar-benar mematuhi ketentuan-ketentuan
yang telah digariskan pada hukum positif.
Pengoperasian Bank Syariah ini tidak terlepas dengan tuntutan
pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)
seperti yang diamanatkan oleh Peraturan Bank Indonesia (PBI) No
11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank
Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). Penerapan prinsip-
prinsip GCG secara yuridis Bank Syariah bertanggung jawab kepada banyak
pihak (stakeholders), sehingga penerapan GCG merupakan suatu kebutuhan
bagi setiap bank syariah. Penerapan GCG merupakan wujud
pertanggungjawaban bank syariah kepada masyarakat bahwa suatu bank
syariah dikelola dengan baik, professional dan hati-hati (prudent) dengan tetap
berupaya meningkatkan nilai pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan
stakeholders lainnya.4 Demikian halnya dengan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) sebagai Bank Syariah yang tidak terlepas dengan adanya
tuntutan penerapan GCG sesuai dengan regulasi yang berlaku saat ini. Selain
itu, BPRS termasuk Perusahaan Terbatas (PT) dituntut harus mampu dalam
menerapkan GCG.
Berbeda dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang sudah memiliki
regulasi khusus tata kelola dan manajemen risiko, Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) mengandalkan regulasi yang ada untuk memenuhi kewajiban
tata kelola. Ketua Kompartemen BPRS Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia
3 Ahmad Fadli, Penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada Perbankan Syariah, Jurnal Al-Mashraf. Vol. 2, No. 1 Oktober 2015, h. 142.
4 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007, h. 172.
3
(Asbisindo) Cahyo Kartiko menyampaikan, pada dasarnya kewajiban tata
kelola BPRS telah dilaksanakan oleh manajemen BPRS melalui regulasi-
regulasi yang telah ada dan kebijakan internal saat ini. Meski belum ada POJK
khusus tentang tata kelola (CGC) untuk BPRS, Cahyo mengatakan regulasi ini
nampaknya juga diterbitkan oleh regulator.5
Selama ini, hasil penilaian kesehatan baik berdasarkan penilaian GCG
maupun penilaian yang lain (seperti dari sisi risiko, rentabilitas dan
permodalan), tidak dipublikasikan secara transparan kepada publik. Hasil
tersebut hanya dijadikan raport bagi bank tersebut. Hal ini tentu saja
bertentangan dengan prinsip penilaian yang ada dalam GCG, yaitu transparansi.
Prinsip transparansi mengharuskan adanya keterbukaan antara pihak bank,
stakeholder, nasabah dan pihak-pihak yang terkait. Jadi, misalnya kondisi
kesehatan perbankan tersebut kurang sehat maupun sehat harus diketahui dan
diumumkan pada publik, khususnya stakeholder.6
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga disebutkan pada
pasal 3 yang bertujuan menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi. Penerapan sistem GCG kepada nasabah harus
memperhatikan asas keseimbangan, asas kesamaan hak, asas manfaat, dan asas
keterbukaan atas informasi, Sehingga meminimalkan pelanggaran terhadap
hak-hak nasabah. Aksesibilitas terhadap informasi sebagai bagian dari
keterbukaan informasi publik menjadi sebuah syarat dalam mewujudkan GCG.
Pelaksanaan keterbukaan informasi perbankan harus dijalankan secara seksama
mengingat industri perbankan diwajibkan menjalankan penerapan manajemen
risiko dalam kegiatan usahanya. Di dalamnya terdapat kewajiban bagi
perbankan untuk mengelola informasi agar tidak mengganggu kegiatan usaha
bank karena terkait pengelolaan risiko.
5 https://republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/16/04/15/o5mwe5317-soal-tata-
kelola-bprs-manfaatkan-regulasi-yang-ada. Diakses 1 Mei 2018. 6 Ahmad Fadli, Penerapan Good Corporate Government pada Perbankan Syariah, Al-
Mashraf, Vol. 2, No. 1, Oktober 2015, h. 154.
https://republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/16/04/15/o5mwe5317-soal-tata-kelola-bprs-manfaatkan-regulasi-yang-adahttps://republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/16/04/15/o5mwe5317-soal-tata-kelola-bprs-manfaatkan-regulasi-yang-ada
4
Penelitian Thomas S (2006) menyimpulkan ada dua hal yang ditekankan
dalam konsep GCG, pertama yaitu pentingnya hak pemegang saham untuk
memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua,
kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara
akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja
perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Ahmad Fadli (2015) dalam
penelitiannya menyimpulkan, Selama ini yang menjadi sorotan publik adalah
penilaian perbankan dari aspek transparansi kondisi kesehatan perbankan.
Sebab, perbankan tidak pernah mengumumkan kondisi kesehatan keuangan dan
manajemen yang ada dalam perbankan tersebut. Ekspose yang dilakukan hanya
berkaitan dengan Laporan Keuangan Tahunan semata, padahal nasabah,
stakeholder membutuhkan transparansi tersebut. Nasimul Falah (2015),
meneliti bagaimana penerapan GCG pada bank syariah, hasilnya walaupun
regulasi mengenai penerapan GCG bagi bank syariah sudah tersedia, namun
beberapa bank syariah dalam penerapan GCG belum sesuai standar yang
berlaku dan dalam beberapa indikator masih belum memenuhi aspek
transparansi. Kemudian mengenai regulasi tentang penerapan GCG belum
memenuhi unsur kesyariah-annya karena alasan filosofis.
Berdasarkan penelitian terdahulu diatas, dalam hal ini penulis akan
membahas ke dalam aspek keterbukaan dalam bank syariah yaitu Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Patriot Bekasi. Bentuk dari aspek
keterbukaan bank syariah antara lain yaitu bank harus memberikan informasi
yang tepat waktu, memadai, akurat, jelas dan dapat diperbandingkan serta
mudah diakses oleh stakeholder sesuai dengan haknya. Prinsip keterbukaan
yang dianut oleh bank syariah tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi
ketentuan rahasia bank.
BPRS merupakan organisasi yang memiliki karakter operasi, norma,
sistem nilai, dan budaya yang berbeda dengan perbankan konvensional.
Perbedaan ini memungkinkan BPRS memiliki dan melaksanakan sistem
governance yang berbeda dengan perbankan konvensional. Mengacu pada
ungkapan bahwa prinsip corporate governance merupakan living document dan
5
tidak ada model tunggal yang dapat diterapkan pada semua proposisi dan sistem
keuangan, maka penelitian ini mengkaji bagaimana praktik corporate
governance di BPRS. Tujuan dari penelitian ini adalah perolehan deskripsi
praktik corporate governance yang kontekstual sehingga efektifitasnya bisa
dinilai dari sisi organisasi dimana corporate governance dipraktikkan.7
Jika aspek keterbukaan pada tata kelola BPRS terlaksana dan kepatuhan
BPRS terhadap regulasi terkait, maka kepercayaan nasabah pada perbankan
syariah akan semakin meningkat. Sehingga, produk-produk perbankan syariah,
baik funding maupun lending bisa dinikmati oleh semua nasabah. Maka dari itu,
dengan adanya model penilaian GCG harapannya perbankan syariah semakin
prudent dan semakin transparan serta bebas dari kepentingan. Karena penilaian
dengan model GCG tidak hanya penilaian dari segi manajemen semata, namun
lebih pada penerapan good governance pada lembaga keuangan syariah.8
Dengan demikian penerapan prinsip-prinsip GCG sangat penting untuk
diterapkan dalam operasional perusahaan. Lebih-lebih perusahaan yang
bergerak dibidang perbankan, karena dalam operasional bank pihak banker
dituntut untuk selalu melaksanakan prinsip kehati-hatian bank dalam
memberikan jasa keuangan kepada masyarakat. Hal ini sangat mungkin
mengingat bank sebagai institusi yang telah diatur sedemikian kompleks (the
most regulated industry in the world). OJK sebagai pemegang otoritas
perbankan harus mampu melakukan penilaian dan penindakan terhadap
pelaksanaan GCG Bank.9
Berdasarkan uraian-uraian diatas, untuk melanjukan penelitian oleh
Ahmad Fadli tentang transparansi pada bank syariah, hal ini menjadi menarik
untuk diteliti. Sehingga berdasarkan latar belakang diatas penyusun memberi
judul penelitian ini dengan judul IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE
7 Umi Muawanah, Islamic Spirituality Governance: Model Praktik Corporate Governance
BPR Syariah, Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 13, No. 1, Februari 2017, hal. 457. 8 Ibid, h. 156. 9 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarya: Gadjah Mada University Press, 2007, h. 174.
6
GOVERNANCE DALAM ASPEK KETERBUKAAN DI BANK SYARIAH
(STUDI PADA BPRS PATRIOT BEKASI).
B. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah mengambil objek pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah Patriot Bekasi yang berlokasi di Ruko Sentral
Niaga Kalimalang Blok C1 No. 3, Kayuringin Jaya Bekasi Selatan. Penelitian
yang dilakukan berupa studi dengan objek penelitian di Bank Syariah yang ada
di Kota Bekasi. Penelitian ini merupakan studi bagaimana proses implementasi
Good Corporate Governance dalam menjamin aspek keterbukaan dengan
menganalisis secara mendalam dengan cara memfokuskan suatu kebijakan
maupun pandangan berdasarkan data yang diperoleh di lapangan berdasarkan
standar serta regulasi yang berlaku.
C. Identifikasi Masalah
1. Kebijakan penerapan Good Corporate Governance (GCG) di BPRS Patriot
Bekasi
2. Penerapan aspek keterbukaan di BPRS Patriot Bekasi
3. Kesesuaian penerapan GCG di BPRS Patriot dengan regulasi-regulasi
terkait aspek transparasi
4. Tata kelola yang diterapkan BPRS Patriot Bekasi sesuai dengan apa yang
telah menjadi standar dalam pengelolaan sistem kinerja sebuah lembaga
yang baik yaitu dalam peraturan-peraturan yang dibuat oleh lembaga yang
berwenang.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance dalam aspek
keterbukaan di BPRS Patriot Bekasi?
2. Bagaimana penerapan transparansi keuangan dan non keuangan di BPRS
Patriot Bekasi?
7
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui penerapan Good Corporate Governance dalam aspek
keterbukaan di BPRS Patriot Bekasi.
2. Mengetahui penerapan transparansi keuangan dan non keuangan di BPRS
Patriot Bekasi.
F. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dapat menambah informasi, wawasan pemikiran dan
pengetahuan dalam kajian prinsip Good Corporate Governance di Bank
Syariah.
2. Bagi Bank, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan wacana dan
motivasi agar dapat selalu berkembang.
3. Bagi lembaga otoritas, untuk memberikan masukan dan sumbangan
pemikiran dalam rangka evaluasi terhadap implementasi kebijaksanaan
Pemerintah di bidang perbankan syariah khususnya tentang tata kelola
bank syariah.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis. Pada jenis penelitian yang bersifat deskriptif, tidak
diberlakukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan, serta tidak
dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya
menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.10
Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa data-data
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.11
10 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.234. 11 Lexy Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: RT Remaja Rosdakarya,
2005), h. 4.
https://id.wikipedia.org/wiki/Deskripsi
8
Peneliti berusaha memberikan gambaran dan menjelaskan mengenai
praktik Good Corporate Governance khususnya dalam aspek keterbukaan
dalam menjalankan operasional BPRS Patriot Bekasi, sudah atau belumnya
BPRS melaksanaan operasional perusahaan yang sesuai dengan standar dan
regulasi yang berlaku dan diterapkan pada perusahaan. Tujuan peneliti
menggunakan penelitian kualitatif deskriptif adalah untuk menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada yang kemudian diambil kesimpulan
umumnya berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (Library Search)
dan penelitian Lapangan (Field Research) dengan membaca, menelaah
buku-buku dan artikel yang berkaitan dengan GCG di Perbankan Syariah.
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penfekatan
deskriptif, yaitu penelitian yang mengumpulkan data untuk menjawab
pertanyaan penelitian mengenai status terakhir dari subjek penelitian.
Penelitian deskriptif berusaha untuk memperoleh deskriptif lengkap dan
akurat dari suatu situasi. Jadi penelitian yang dilakukan dengan cara penulis
langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan wawancara terhadap pihak
yang berkompeten dalam bidang operasional perusahaan. Dan data-data
yang diperlukan yaitu terkait apa saja GCG yang telah diterapkan oleh pihak
Bank lalu menganalis sesuai dengan teori dan standarisasi yang ada.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengeksplorasikan jenis data
kualitatif yang berkaitan dengan masing-masing fokus penelitian yang
sedang diamati. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer
dan sekunder. Sumber data adalah para informan yang memberikan
informasi yang dibutuhkan peneliti.
a. Data Primer
Kata-kata dan tindakan dari orang yang diwawancarai atau yang
diamati merupakan sumber data utama dalam penelitian ini. Pencatatan
sumber data ini melalui wawancara dan pengamatan serta merupakan
9
hasil gabungan dari melihat, mendengarkan dan bertanya.12 Wawancara
dilakukan dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang
berwenang atas operasional perusahaan sebagai sumber informasi
dalam penelitian dengan pedoman wawancara yang telah peneliti
tetapkan, sehingga diperoleh data-data yang diperlukan penulis yaitu
dengan Moh. Asmawi selaku Direktur Operasional BPRS Patriot
Bekasi.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data pendukung penelitian, data yang
dimaksud adalah data-data yang bersifat dokumen, data-data pelengkap
yang menjadi referensi terhadap tema yang dibahas dalam penelitian ini.
Data-data tersebut berupa Laporan Publikasi Keuangan dan Booklet
Profile BPRS Patriot Bekasi.
4. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
a. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi langsung dari
responden. Atau metode pengumpulan data dengan tanya jawab yang
dikerjakan berlandaskan pada tujuan penelitian dengan menggunakan
panduan wawancara.13 Pemilihan informan dalam wawancara dilakukan
dengan mempertimbangkan posisi mereka dalam organisasi BPRS
Bekasi Patriot, karena dapat membantu memperolah data yang jelas dan
tepat, serta yang sebenar-benarnya dan juga mendalam sesuai dengan
pengetahuan dan pengalaman mereka.
b. Observasi
Peneliti secara langsung ke lokasi penelitian untuk mengamati,
mencermati, dan menganalisis terhadap proses governance di tempat
objek penelitian, yakni BPRS Patriot Bekasi.
12 Ibid, h. 112. 13 Moh Nazir, Metode Penelitian, cet.I, (Bandung: Ghalia Indonesia, 2003), h.193.
10
c. Dokumenter
Peneliti menghimpun data yang bersifat naratif/dokumen yang
tidak tercakup dalam proses wawancara maupun observasi. Penelusuran
data fisik terkait dengan permasalahan yang diteliti yaitu pengumpulan
dokumen-dokumen yang terkait, meliputi data kepustakaan serta data
Internal bank, Sumber data tertulis atau dokumen diperoleh dari bagian
keadministrasian Bank.
5. Metode analisis data
Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis kualitatif maka dari itu penulis memiliki beberapa langkah dalam
melakukan teknik analisis secara kualitatif yaitu:
a. Hasil dari penelitian berupa data hasil wawancara kemudian disorting
(mengolah informasi yang diperoleh sehingga sistematis berdasarkan
variabel yang diteliti) dengan cara mereduksi data yang diperoleh.
Proses reduksi data berarti merangkum, memilih, hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting dan membuang yang tidak
diperlukan.
b. Data kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi, peneliti melakukan
classifying (mengklasifikasikan informasi yang disusun sebelumnya
agar dapat dibandingkan responden) dengan cara menyajikan data
tersebut.
c. Penyajian diikuti dengan proses mengumpulkan data-data yang saling
berhubungan satu sama lain melalui wawancara, pendokumentasian dan
pengamatan yang lebih mendalam.
d. Sedangkan untuk menganalisis data dipakai content analysis (teknik
yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan
karakteristik pesan yang dilakukan secara objektif dan sistematis).
e. Setelah peneliti menarik kesimpulan dari hasil penelitian, kemudian
meminta pertimbangan kepada berbagai pihak mengenai data-data yang
diperoleh dari lapangan. Isi kesimpulan tersebut akan menyatakan
kredibilitas dari asumsi awal yang ditentukan oleh peneliti.
11
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan dalam penulisan ini
adalah buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.
H. Rancangan Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberi gambaran
besar mengenai tiap-tiap bab, sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, memuat latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat, tinjauan kajian terdahulu, dan
metode penelitian.
BAB II Tinjauan umum yang merupakan materi-
materi yang dikumpulkan dan dipilih dari
berbagai sumber tertulis yang dipakai
sebagai bahan acuan dalam pembahasan
atas topik, yang meliputi penjelasan Good
Corporate Governance (GCG), Dasar
hukum penerapan GCG, teori keterbukaan
pada GCG, aspek transparansi pada PBI
dan POJK, dan teori umum lainnya yang
dibutuhkan dalam pembahasan penelitian
terkait.
BAB III Deskripsi data penelitian. Membahas
tentang gambaran umum BPRS Patriot
Bekasi, membahas tentang penerapan tata
kelola operasional GCG yang ada di Bank
tersebut.
BAB IV Analisis terhadap penerapan tata kelola
operasional GCG dalam aspek
12
keterbukaan ditinjau pada peraturan yang
digunakan sebagai acuan yang ada di
BPRS Patriot Bekasi.
BAB V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Good Corporate Governance
Istilah corporate governance menunjuk kepada suatu konsep atau
suatu sistim dalam mengelola perusahaan; sistim ini menunjukkan adanya
struktur perusahaan terdiri dari organ dan key positions, adanya mekanisme
diantara struktur internal dan antara struktur internal dengan pihak
eksternal, dengan suatu proses aktifitas sesuai dengan prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan perusahaan
yang dijalankan berdasar suatu peraturan yang dibuat untuk itu.1
Sedangkan istilah good corporate governance merupakan hasil
penerapan konsep atau sistim corporate governance yang ingin dicapai.
Sehingga apabila capaian penerapan corporate governance dalam suatu
perusahaan tidak berjalan sesuai dengan konsep atau bahkan terjadi
pelanggaran prinsip-prinsip corporate governance, maka keadaan ini bisa
disebut sebagai bad corporate governance atau low corporate
governance.2
Good Corporate Governance merupakan suatu istilah yang berasal
dari bahasa Inggris, yaitu good yang berarti baik, corporate yang berarti
perusahaan dan governance yang berarti pengaturan. Secara umum, istilah
good corporate governance diartikan dalam bahasa Indonesia dengan tata
kelola perusahaan yang baik. Istilah ini,dalam dunia perbankan,diartikan
dengan tata kelola bank yang baik.
Indonesia masih menganut menggunakan pendekatan yang lembut,
meski ditengah kenyataan perilaku koruptif yang berlebihan. Beberapa
1 Nasimul Falah, Kajian Yuridis Corporate Governance dan pencegahan perbuatan fraud
perbankan syariah, Disertasi, 2015, h. 21. 2 Ibid.
14
kajian rating tentang penerapan Good Corporate Governance di Indonesia
memberikan indikasi bahwa memang diperlukan dorongan hukum untuk
dapat merealisasikan perubahan kultur ke arah yang lebih baik. Namun tentu
saja hal ini bukan satu-satunya jawaban dari semua persoalan. Pendekatan
komprehensif mencakup penerapan regulasi, implementasi yang konsisten,
termasuk dalam pemberian sanksi yang sangat diperlukan untuk
menciptakan efek jera, juga didukung dengan sistem penilaian kinerja yang
adil, secara jangka panjang dapat mengubah perilaku. Dalam rangka
membangun kultur yang etis dan berbasis governance yang baik, peran
pemimpin sangat diperlukan guna menjadi panutan dan membangun
integritas.3
Penerapan Tata Kelola Perusahaan kian menjadi faktor penentu yang
strategis bagi perusahaan agar dapat senantiasa meningkatkan nilai serta
memelihara proses pertumbuhan yang berkelanjutan. Oleh karenanya,
setiap perusahaan perlu terus meningkatkan kerja kerasnya agar dapat
mengambil manfaat dari penerapan Tata Kelola Perusahaan (Good
corporate governance) yang baik.
Bank syariah harus memastikan bahwa prinsip-prinsip GCG tersebut
telah diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di seluruh jajarannya.
Penerapan prinsip-prinsip GCG tersebut diperlukan untuk mencapai
kesinambungan usaha (sustainability) bank syariah dengan tetap
memperhatikan kepentingan para pemegang saham, nasabah serta
Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam
melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip keterbukaan
(transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank
berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten sebagai corporate values,
sasaran usaha dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank
3 Daniri, Saatnya Berubah Dengan GCG, Bisnis Indonesia, Edisi: 30 Maret 2008
15
(accountability), berpegang pada prudential banking practices dan
menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung
jawab bank (responsibility), objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun
dalam pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa
memperhatikan kepentingan sluruh stakeholders berdasarkan azas
kesetaraan dan kewajaran (fairness).4
Bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment).
Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank
serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
keterbukaan. Corporate Governance dapat meningkatkan kinerja
perusahaan bahkan mengurangi risiko.
Penerapan prinsip-prinsip GCG tersebut diperlukan untuk mencapai
kesinambungan usaha (sustainability) bank syariah dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.5 Di bawah ini akan
dipaparkan mengenai implementasi kelima prinsip dasar GCG tersebut pada
bank syariah.
a. Transparansi
Menurut Abidin (2004), transparansi merupakan informasi yang
berkaitan dengan organisasi tersedia secara mudah dan bebas serta bisa
diakses oleh mereka yang terkena dampak kebijakan yang dilakukan
oleh organisasi tersebut.
4 Isnar Budiarti, penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) pada Dunia
Perbankan, Jurnal Ilmiah Unikom. Vol. 8, No. 2. 2010, h. 267-268. 5 Komite Nasional Kebijakan Governance, Prinsip Dasar Dan Pedoman Pelaksanaan Good
Corporate Governance Perbankan Indonesia, Jakarta: KNKG, 2012, h. 6.
16
b. Akuntabilitas
Menurut Soekirman (2004) akuntabilitas merupakan kewajiban
untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan
menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan
suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan
untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban
c. Responsibilitas
Menutur Lenvine (1990), responsibilitas menjelaskan apakah
pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan
organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit.
d. Indepedensi
Menurut Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009),
independensi mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak dibawah
pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil keputusan dan
tindakan.
e. Kewajaran
Menurut Notonegoro, bahwa kewajaran ialah suatu keadaan yang
dikatakan adil apabila sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Bank syariah harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran
dan kesetaraan.6
2. Good Corporate Governance dalam Perspektif Islam7
Harus diakui bahwa Good Gavernance adalah suatu kondisi dimana
terwujud hubungan tiga unsur yaitu pemerintah, masyarakat atau rakyat dan
dunia usaha yang berada di sektor swasta yang sejajar, berkesamaan, dan
6 Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia, Jakarta: KNKG, 2006, h. 7. 7 https://fetriaeka.wordpress.com/2016/02/05/49/, diakses 8 September 2018.
https://fetriaeka.wordpress.com/2016/02/05/49/
17
berkeseimbangan di dalam peran yang saling mengontrol. Bila kita kaitkan
dengan syariah, maka apakah hakekat Good Gavernance dalam prespektif
hukum Islam? Tidak ada rumusan baku mengenai hal ini. Namun dari
berbagai pernyataan yang terpencar di dalam berbagai ayat al-Quran maka
kita dapat mengkontruksi Good Gavernance menurut prespektif syariah.
Diantara ayat-ayat tersebut adalah QS Hud : 61 dan QS al-Haj : 41. Yang
berbunyi:
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain
Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)".
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang
mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
Ayat pertama menjelaskan misi utama manusia adalah membangun
bumi. Ayat kedua menegaskan bahwa orang-orang beriman menggunakan
kekuasaan yang mereka miliki untuk menegakkan shalat, membayar zakat
dan menegakkan amar maruf nahi mungkar. Dari kedua ayat di atas kita
dapat merumuskan Good Governance dalam prespektif hukum Islam yaitu
suatu penggunaan otoritas kekuasaan untuk mengelola pembangunan yang
berorientasi pada : (1) penciptaan suasana kondusif bagi masyarakat untuk
18
pemenuhan kebutuhan spiritual dan rohaniyahnya sebagaiman disimbolkan
penegakan shalat (2) Penciptaan kemakmuran dan kesejahteraan dengan
disimbolakan zakat (3) Penciptaan stabilitas politik diilhami dari amar
maruf dan nahi mungkar. Singkat kata dalam ayat tersebut terdapat tiga
governance yaitu : (a) Spiritual Governanace, (b) Economic
Governanace dan (c) political Governanace.
Untuk dapat mewujudkan good governance dalam tiga aspek,
diperlukan beberapa nilai dan dari nilai-nilai tersebut dapat diturunkan
beberapa asas tata kelola perusahaan yang baik. Dengan memperhatikan
ayat-ayat al-Quran dan sunnah Nabi saw dapat ditemukan beberapa nilai
dasar yang dapat dijabarkan menjadi asas-asas tata kelola perusahaan yang
baik, yaitu: syura, meninggalkan yang tidak bernilai guna, keadilan,
tanggung jawab, dan amanah, serta orientasi ke hari depan. Nilai dasar
pertama adalah syura yang ditegaskan dalam QS Ali Imron : 159
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya."
Dari nilai dasar syura ini dapat diturunkan asas hukum mengenai
penyelenggaran perusahaan berupa asas partisipasi seluruh stakeholder.
Nilai dasar berikutnya dalam hukum Islam adalah penegasan Nabi saw
mengenai meninggalkan segala yang tidak bernilai guna, Nabi bersabda,
19
yang Artinya:sebaik-baik Islam seseorang adalah bahwa ia meninggalkan
hal-hal yang tidak berguna. (HR at-Tirmizi, Ahmad). Dari hadis ini dapat
diturunkan asas efisiensi dalam penyelenggaraan kepentingan publik. Nilai
dasar lain dalam hukum Islam adalah keadilan. Penegasan mengenai
keadilan ddalam sumber-sumber Islam banyak sekali, misalnya dalam QS
Al-Maidah : 8
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Tata kelola perusahaan yang baik menghendaki adanya jaminan
kesamaan akses seluruh stakeholder terhadap informasi perusahaan.
Tanggung jawab sebagai nilai dasar syariah dapat diturunkan asas
responsivitas dalam pemberian pelayanan. Secara khusus asas ini dapat pula
disimpulkan dari firman Allah yang menggambarkan pribadi Rasulullah
saw yang sensitif terhadap penderitaan umatnya, QS At-Taubah : 128
Telah datang kepadamu seorang utusan (rasul) dari kalanganmu sendiri,
berat dirasakannya apa yang kamu derita, sangat memperhatikan kamu dan
amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.
Responsivitas adalah kemampuan untuk mengenali
kebutuhan stakeholders, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta
merencanakan program-program pelayanan yang dibutuhkan stakeholders.
20
Selain itu nilai dasar hukum Islam lainnya adalah amanah. Didalam konsep
amanah itu terdapat suatu asas akuntabilitas. Dalam hal ini, al-quran
menegaskan QS al-Baqarah : 42
Janganlah kamu campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan
kamu sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya.
Salah satu pengertian yang dapat ditarik dari keumuman pernyataan
ayat ini adalah adanya asas transparansi termasuk di dalam transparansi
dalam penyelenggaraan birokrasi untuk pelayanan publik. Akuntabilitas dan
transparansi adalah kriteria lainnya yang penting dalam suatu good
governance.
Nilai dasar lainnya dalam ajaran dan hukum Islam adalah orientasi ke
hari depan. Islam sangat menekankan kepada umatnya agar mereka
memperhatikan hari esok dan membuat perencanaan dan persiapan untuk
menghadapi hari depan. Di dalam al-Quran ditegaskan QS Al-Hasyr : 18
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah
Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
Dalam Islam diajarkan dua macam hari depan, yaitu akhirat dan hari
esok, diajarkan pula dalam Islam bahwa hari depan itu harus lebih baik dari
hari ini. Dalam al-Quran terdapat isyarat-isyarat mengenai hal itu seperti
dalam QS Adh-Dhuha : 3-4
. .
21
Tiadalah tuhanmu meninggalkan kamu dan tidak pula dia membencimu;
dan sesungguhnya hari esok adalah lebih baik bagimu dari hari yang telah
lalu.
3. Good Corporate Governance pada Perbankan Syariah
Penerapan prinsip-prinsip GCG menjadi suatu keharusan bagi sebuah
institusi, termasuk di dalamnya institusi bank syariah. Hal ini lebih
ditujukan kepada adanya tanggung jawab publik (public accountability)
berkaitan dengan kegiatan operasional bank yang diharapkan benar-benar
mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam hukum positif.
Di samping itu juga berkaitan dengan kepatuhan bank syariah terhadap
prinsip-prinsip syariah sebagaimana yang telah digariskan dalam al-Quran,
Hadis, dan Ijmak para ulama.
Keberadaan perbankan syariah di Indonesia kini telah mendapat
jaminan UU tersendiri, yaitu UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Dengan UU Perbankan Syariah tersebut kebutuhan masyarakat
Indonesia terhadap jasa-jasa perbankan berlandaskan syariah yang semakin
meningkat, mendapat pengaturan spesifik sehingga segi-segi
kekhususannya yang memerlukan dukungan regulasi yang lebih kuat
menjadi terpenuhi.8
Secara operasional bisnis syariah mengacu pada dua asas. Asas
pertama adalah ShiFAT mencontoh perilaku Nabi dan Rasul dalam
beraktifitas termasuk dalam berbisnis yaitu shidiq, fathonah, amanah dan
tabligh.
Keempat sifat ini memiliki kandungan pengertian antara lain :
a. Shiddiq berarti benar, yaitu senantiasa menyatakan dan melakukan
kebenaran dan kejujuran dimanapun berada dan kepada siapapun.
8 Mal An Abdullah, Corporate Governance Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2010, h. 86.
22
Implikasinya dalam berbisnis adalah tegaknya kejujuran dan
menghindari segala bentuk penipuan, penggelapan dan perilaku dusta.
b. Fathanah berarti cerdas, yaitu mampu berpikir secara jernih dan rasional
serta mengambil keputusan dengan cepat dan tetap. Dalam dunia bisnis
sifat fathanah ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menetapkan
hal-hal dan atau kegiatan yang halal, tayib, ikhsan dan tawazun.
c. Amanah berarti dapat dipercaya, yaitu menjaga kepercayaan yang
diberikan oleh Allah dan orang lain. Dalam berbisnis, pemberian
kepercayaan ini diwujudkan dalam berbagai bentuk
pertanggungjawaban dan akuntabilitas atas kegiatan-kegiatan bisnis.
d. Tabligh berarti menyampaikan, yaitu menyampaikan risalah dari Allah
tentang kebenaran yang harus ditegakkan di muka bumi. Kebenaran
RIsalah ini harus diteruskan oleh ummat Islam dari waktu ke waktu agar
Islam benar-benar dapat menjadi rahmat bagi alam semesta. Dalam
dunia bisnis penyampaian risalah kebenaran dapat diwujudkan dalam
bentuk sosialisasi praktik-praktik bisnis yang baik dan bersih, termasuk
perilaku bisnis Rasulullah Saw dan para sahabatnya.
Asas kedua adalah asas yang dipakai dalam dunia usaha pada
umumnya yakni transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, indepedensi
serta kewajaran atau kesetaraan.
a. Transparansi, berdasarkan prinsip syariah semua transaksi harus
dilakukan secara transparan. Transparansi mengandung unsur
pengungkapan dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah
diakses oleh pemangku kepentingan. Transparansi diperlukan agar
pelaku bisnis syariah menjalankan bisnis secara objektif dan sehat.
Pelaku bisnis syariah harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan
tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundangan,
23
tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan yang sesuai
dengan ketentuan syariah.
Dalam menerapkan prinsip transparansi, bank syariah harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Bank syariah
juga harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya
masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi
juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang
saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.9
b. Akuntabilitas, merupakan asas penting dalam bisnis syariah.
Akuntabilitas mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan
cara mempertanggungjawabkannya. Pelaku bisnis syariah harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu bisnis syariah harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan pelaku bisnis syariah dengan tetap
memperhitungkan pemangku kepentingan dan masyarakat pada
umumnya.
Dalam menerapkan prinsip akuntabilitas, bank syariah sebagai
lembaga dan pejabat yang memiliki kewenangan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan akuntabel.
Untuk itu, bank syariah harus dikelola secara sehat, terukur, dan
professional dengan memperhatikan kepentingan pemegang saham,
nasabah, dan pemangku kepentingan lain.10
c. Responsibilitas, dengan asas responsibilitas, pelau bisnis syariah harus
mematuhi peraturan perundang-undangan dan ketentuan bisnis syariah,
9 Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia, Jakarta: KNKG, 2006, h. 5. 10 Komite Nasional Kebijakan Governance, Prinsip Dasar Dan Pedoman Pelaksanaan Good
Corporate Governance Perbankan Indonesia, Jakarta: KNKG, 2012, h. 7.
24
serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan. Dalam ushul fikih terdapat sebuah kaidah yang diturunkan
dari sabda Rasulullah Saw, al-kharaj bidhdhaman yang artinya bahwa
usaha adalah sebanding sebagai risiko yang berbanding lurus dengan
hasil yang akan diperoleh, atau dapat pula dimengerti sebagai risiko
yang berbanding lurus dengan pulangan (return). Dengan
pertanggungjawaban ini maka entitas bisnis syariah dapat terpelihara
kesinambungannya dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan
sebagai pelaku bisnis yang baik (good corporate citizen).
Dalam menerapkan prinsip responsibilitas, bank syariah harus
mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan
internal bank serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat
dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam
jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai warga korporasi yang
baik atau dikenal dengan good corporate citizen.11 Bank syariah juga
harus berpegang pada prinsip kehatihatian (prudent).
d. Independensi, dengan asas independensi, bisnis syariah harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing pihak tidak boleh saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun.
Independensi terkait dengan konsistensi atau sikap istiqomah yaitu tetap
berpegang teguh pada kebenaran, meskipun harus menghadapi risiko.
Independensi merupakan karakter manusia yang bijak, dengan karakter
mampu menyerap informasi (mendengar perkataan) dan mengambil
keputusan (mengikuti) yang terbaik (sesuai dengan nuraninya tanpa
tekanan pihak manapun).
11 Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia, Jakarta: KNKG, 2006, h. 6.
25
Dalam hubungan dengan penerapan prinsip independensi, bank
syariah harus dikelola secara independen agar masingmasing organ
perusahaan beserta seluruh jajaran dibawahnya tidak boleh saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun yang
dapat mempengaruhi obyektivitas dan profesionalisme dalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.12
e. Kewajaran dan kesetaraan. Kewajaran dan kesetaraan (fairness)
mengandung unsur kesamaan perlakuan dan kesempatan. Fairness atau
kewajaran merupakan salah satu manifestasi adil dalam dunia bisnis.
Setiap keputusan bisnis, baik dalam skala individu maupun lembaga,
hendaklah dilakukan sesuai kewajaran dan kesetaraan sesuai dengan apa
yang biasa berlaku, dan tidak diputuskan berdasar suka atau tidak suka.
Pada dasarnya, semua keputusan bisnis akan mendapatkan hasil
yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis,
baik di dunia maupun di akhirat. Dalam melaksanakan kegiatannya,
pelaku bisnis syariah harus senantiasa memperhatikan kepentingan
semua pemangku kepentingan, berdasarkan asas kewajaran dan
kesetaraan.13
4. Keterbukaan dalam Good Corporate Governance
Transparansi adalah keterbukaan dalam mengemukakan informasi
yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan
keputusan.14 Prinsip ini diperlukan agar kegiatan bisnis bank syariah
berjalan secara objektif, profesional, dan untuk melindungi kepentingan
stakeholder.15 Transparansi mengandung unsur pengungkapan (disclosure)
12Komite Nasional Kebijakan Governance, Prinsip Dasar Dan Pedoman Pelaksanaan Good
Corporate Governance Perbankan Indonesia, Jakarta: KNKG, 2012, h. 8. 13 Nasimul Falah, Kajian Yuridis Corporate Governance dan pencegahan perbuatan fraud
perbankan syariah, Disertasi, 2015, h. 183. 14 Penjelasan Atas PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang Pelaksanaan GCG Bagi BUS dan UUS
pada bagian Umum 15 Komite Nasional Kebijakan Governance, op. cit., h. 6.
26
dan penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan
dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan
dan masyarakat.16
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus
menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada
berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap
perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan
serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada
kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor
harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada
saat diperlukan. Dalam menerapkan prinsip transparansi, bank syariah harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Bank syariah juga harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan
pemangku kepentingan lainnya.17
Hubungan keterbukaan informasi terhadap pemangku kepentingan
sangatlah penting karena manfaat dari penerapan keterbukaan informasi
khususnya bagi para pemegang saham, adalah pemegang saham dapat
mengetahui kondisi perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai
pemegang saham. Bagi perusahaan, melakukan keterbukaan informasi tentu
memberikan manfaat. Selain memenuhi peraturan dan ketentuan yang
berlaku, perusahaan juga mendapatkan manfaat lainnya yakni mendapatkan
kepercayaan dari berbagai pemangku kepentingan.
Pertama, tentu saja perlu dirumuskan mengenai kebijakan
keterbukaan informasi (jika belum ada) dan perlu dilakukan evaluasi dan
16 Ibid. 17 Komite Nasional Kebijakan Governance, op. cit., h. 5.
https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/06/13/pentingnya-peran-komunikasi-dalam-penerapan-good-corporate-governance/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/06/13/pentingnya-peran-komunikasi-dalam-penerapan-good-corporate-governance/
27
updating secara berkala. Selain kebijakan, tentu saja pemanfaatan media
komunikasi yang perlu di update secara terus menerus serta menyesuaikan
content informasi yang disampaikan kepada khalayak ramai melalui media
komunikasi tersebut seperti website, laporan tahunan, laporan
keberlanjutan, laporan keuangan, ataupun membangun komunikasi yang
baik dengan media massa dengan mengirimkan siaran persmisalnya.
Aspek transparansi juga tidak semata disampaikan kepada kalangan
eksternal saja, tetapi juga kepada kalangan internal dimana secara terbuka
perusahaan seyogyanya memberikan akses kepada karyawan melalui
berbagai media komunikasi internal seperti majalah internal.18
Keterbukaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada
stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan
transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor
dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan
keuntungan dari investasinya. Kurangnya pernyataan keuangan yang
menyeluruh menyulitkan pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan
tersebut memiliki dana dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya
informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai
dan risiko serta pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital).19
Kerangka corporate governance harus menjamin adanya
pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang
berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi
mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
pengelolaan perusahaan. Di samping itu, informasi yang diungkapkan harus
disusun, diaudit secara independen, dan disajikan sesuai dengan standar
yang berkualitas tinggi. dimana informasi yang diungkapkan dapat
18 https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/09/08/466/, diakses 11 September 2018.
19 Endang Siti Arbaina, Penerapan Good Corporate Governance pada Perbankan di Indonesia
https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2015/02/24/website-sebagai-media-keterbukaan-informasi/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/08/29/mempersiapkan-laporan-tahunan-yang-baik/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2015/01/08/apa-itu-laporan-keberlanjutan/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2015/01/08/apa-itu-laporan-keberlanjutan/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/12/22/cara-menulis-press-release-yang-baik/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/05/07/menyusun-majalah-internal-perusahaan/https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/09/08/466/
28
dipercaya akuntabilitas-nya pada tiap tingkatan manajemen dan perusahaan
secara keseluruhan.
Mekanisme pengungkapan informasi yang baik dipengaruhi oleh
bagaimana keefektifan kinerja dari komite audit di dalam memantau
kegiatan pemrosesan dan pengolahan informasi (keuangan) perusahaan
sebagai salah satu fungsinya. Dimana pelaksanaan fungsi komite audit ini
sangat dipengaruhi oleh kebijakan tata kelola perusahaan yang ada.
Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai,
jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh
stakeholders sesuai dengan haknya. Informasi yang harus diungkapkan
meliputi tapi tidak terbatas pada hal-hal yang bertalian dengan visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan
kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, cross shareholding,
pejabat eksekutif, pengelolaan risiko (risk management), sistem
pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan
pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi
bank.
Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi
kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang
berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi
tentang kebijakan tersebut.20
5. Dasar Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank
Di antara faktor yang dapat meningkatkan kepercayaan nasabah, baik
itu nasabah penyimpan maupun nasabah investor adalah adanya jaminan
dari bank syariah dan pihak terafiliasi menyangkut kerahasiaan nasabah
20 Isnar Budiarti, penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) pada Dunia
Perbankan, Jurnal Ilmiah Unikom. Vol. 8, No. 2, 2010, h. 267
29
yang bersangkutan berserta simpanan atau investasinya. Maksudnya adalah
menyangkut dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang
menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan
keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta identitas nasabah tersebut
kepada pihak lain. Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank
itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh rahasia bank.21
Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan hal yang sangat penting
untuk diperhatikan oleh bank syariah dan pihak terafiliasi, sebab hal ini
secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah
nasabah yang mempercayakan dananya pada bank tersebut. Oleh karena itu,
pihak bank syariah dalam kapasitasnya sebagai lembaga intermediasi antara
pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana selayaknya
menerapkan ketentuan mengenai rahasia bank dengan konsisten dan
penuh tanggungjawab sesuai dengan amanat perundang-undangan yang
berlaku. Karena salah satu faktor untuk dapat memelihara dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank khususnya
bank Syariah ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Bank sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat
untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, sudah sepatutnya
bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabahnya berkenaan
dengan keadaan uang nasabah, yang umumnya dinamakan dengan
kerahasiaan bank.
UU Perbankan Syariah No.21 tahun 2008 pasal 41 mengatur tentang
cakupan rahasia dalam kegiatan usaha perbankan syariah menerangkan
bahwa:
21 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, h. 485-486
30
Bank dan Pihak Terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai
Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan
Investasinya.22
Pada ketentuan pasal 1 ayat 14 UU No.21 Tahun 2008 merumuskan
pengertian rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah yaitu:
Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta
Nasabah Investor dan Investasinya.23
Dengan demikian, berdasarkan pengertian rahasia bank sebagaimana
tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat 14 UU No.21 Tahun 2008,
kemudian dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 41 UU No.21 Tahun
2008, maka jelas bahwa pengertian dan cakupan rahasia bank dalam
kegiatan usaha perbankan syariah dibatasi:
a. Menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah
Investor dan Investasinya.
b. Pada dasarnya Bank dan Pihak Terafiliasi berkewajiban memegang
teguh kerahasiaan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
Simpanannya dan Nasabah Investor dan Investasinya, kecuali hal itu
tidak dilarang oleh undang-undang.
c. Karena kepentingan tertentu, informasi mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan beserta
dengan Simpanannya dan Nasabah Investor beserta dengan Investasinya
boleh diungkapkan.
Secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank, bukan saja
menyangkut simpanan nasabah, tetapi juga (identitas) nasabah penyimpan
22 Sinar Grafika, Undang-Undang Perbankan Syariah 2008, Jakarta:Sinar Grafika, 2008, h.
34. 23 Ibid, h. 5.
31
yang memiliki simpanan tersebut. Bahkan dalam rumusan pasal tersebut,
Nasabah Penyimpan disebut lebih dahulu dari pada Simpanannya.
Pengecualian Terhadap Rahasia Bank
Kerahasiaan berhubungan dengan kepercayaan karena rahasia bank
diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah.
Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan UU No. 21 tahun
2008 tentang Pengecualian Rahasia Bank, data nasabah di Bank dapat tidak
harus dirahasiakan lagi (boleh diungkapkan). Pengecualian terhadap rahasia
Bank tersebut meliputi:
a. Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan. Dalam pasal 42 UU
No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ditentukan:
Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan pimpinan Bank
Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang
mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukri tertulis serta surat mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tertentu
kepada pejabat pajak. (ayat 1)24
Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus
menyebutkan nama pejabat pajak, nama nasabah wajib pajak dan kasus
yang dikehendaki keterangannya. (ayat 2)25
Dengan demikian, berdasarkan pasal 42 UU No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi
sebagai berikut:
1) Pengungkapan Rahasia Bank untuk kepentingan penyidikan pidana
perpajakan.
2) Pengungkapan Rahasia Bank atas permintaan tertulis Menteri
Keuangan.
3) Pengungkapan Rahasia Bank atas perintah tertulis Pimpinan Bank
Indonesia.
24 Ibid, h. 34 25 Ibid, h. 34
32
4) Pembukaan Rahasia Bank itu dilakukan oleh Bank dengan
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis
serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan
atau Nasabah Investor yang namanya disebutkan dalam permintaan
Menteri Keuangan.
5) Dalam perintah tertulis harus menyebutkan nama pejabat pajak,
nama nasabah wajib pajak dan kasus yang dikehendaki
keterangannya.
6) Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan
Nasabah Penyimpan tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang
namanya disebutkan dalam perintah tertulis Pimpinaan Bank
Indonesia.
b. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana diatur dalam
pasal 43 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam pasal
tersebut ditentukan:
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank
Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, hakim, atau
penyidik lain yang diberi wewenang berdasarkan undang-undang untuk
memperoleh keterangan dari Bank mengenai Simpanan atau Investasi
tersangka atau terdakwa pada Bank. (ayat 1)26
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan secara tertulis atas
permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Negara Republic Indonesia,
Jaksa Agung, Katua Mahkama Agung, atau pimpinan instansi yang
diberi wewenang untuk melakukan penyidikan. (ayat 2)27
Pemintaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus menyebutkan
nama dan jabatan penyidik, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau
terdakwa, alas an diperlukannya keterangan, dan hubungan perkara
26 Ibid, h. 34-35 27 Ibid, h. 35
33
pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. (ayat
3)28
Dengan demikian, berdasarkan Pasal 43 UU Nomor 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah menetapkan unsur-unsur yang wajib
dipenuhi sebagai berikut:
1) Pengungkapan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam
perkara pidana.
2) Pengungkapan Rahasia Bank atas permintaan tertulis Kepala
Kepolisian Negara Republic Indonesia, Jaksa Agung, Katua
Mahkama Agung, atau pimpinan instansi yang diberi wewenang
untuk melakukan penyidikan.
3) Pengungkapan Rahasia Bank atas perintah tertulis Pimpinan Bank
Indonesia.
4) Pengungkapan Rahasia Bank diberikan secara tertulis mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang
namanya disebutkan dalam permintaan.
5) Dalam perintah tertulis harus menyebutkan nama dan jabatan
penyidik (jaksa atau hakim), nama tersangka atau terdakwa, dan
kasus yang dikehendaki keterangannya.
6) Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan
Nasabah Penyimpan tersebut diberikan kepada penyidik (jaksa atau
hakim), yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis.
c. Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya
Menurut ketentuan pasal 45 UU No.21 tahun 2008:
Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya, direksi Bank
yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan
tentang keadaan keuangan Nasabah yang bersangkutan dan
memberikan keterangan lain yang relavan dengan perkara tersebut.29
28 Ibid, h. 35 29 Ibid, h. 35
34
d. Dalam rangka tukar menukar informasi antar Bank
Dalam pasal 46 ayat 1 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
ditentukan:
Dalam rangka tukar-menukar informasi antar Bank, direksi Bank
dapat memberitahukan keadaan keuangan Nasabahnya kepada Bank
lain.30
e. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau
Nasabah Investor yang dibuat secara tertulis
Menurut ketentuan Pasal 47 UU No.21 tahun 2008:
Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan
atau Nasabah Investor yang dibuat secara tertulis, Bank wajib
memberikan keterangan mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau
Nasabah Investor pada Bank yang bersangkutan kepada pihak yang
ditunjuk oeleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor.31
Berdasarkan ketentuan Pasal 47, Bank wajib memberikan
keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan kepada pihak yang
ditunjuknya, asal ada permintaan, atau persetujuan atau kuasa tertulis
dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada
penasehat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan.
f. Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal
dunia (penyelesaian kewarisan)
Pemberian keterangan dalam hal Nasabah Penyimpan atau
Nasabah Investor telah meninggal dunia diatur dalam Pasal 48 UU
No.21 tahun 2008 tentang perbankan Syariah. Dalam Pasal tersebut
ditentukan sebagai berikut:
Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah
meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan atau
Nasabah Investor yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan
30 Ibid, h. 35-36 31 Ibid, h. 36
35
mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor
tersebut.32
Berdasarkan ketentuan Pasal 48, ahli waris yang sah berhak
memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan bila
Nasabah Penyimpan yang bersangkutan telah meninggal dunia. Untuk
memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan sebagai ahli
waris yang sah.
g. Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank
Dalam pasal 49 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah ditentukan:
Bank yang merasa dirugikan oelh keterangan yang dberikan oleh Bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45 dan Pasal
46 berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta
pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang
diberikan.33
6. Dasar Hukum Terkait Transparansi pada Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah
Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu hubungan
antar dewan komisaris, dewan direktur eksekutif, pemangku kepentingan
(stakeholder) dan pemegang saham. Stakeholders adalah seluruh pihak yang
memiliki kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap
kegiatan usaha dan kelangsungan usaha bank. Dewan yang ada di bank
Syariah adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu dewan yang bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan
agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan Pejabat Eksekutif
adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada Direksi dan/atau
mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional Bank seperti
kepala divisi atau pemimpin kantor cabang.
32 Ibid, h. 36 33 Ibid, h. 36
36
Berbagai dokumen sumber praktik corporate governance untuk
industri perbankan di Indonesia menunjukkan bahwa GCG bersifat
mandatory. Namun demikian, dokumen tersebut belum menyentuh aspek
syariah untuk governance di perbankan syariah meskipun pedoman praktik
GCG sebagaimana yang ada pada bank konvensional belum tersedia, tetapi
bank syariah pada dasarnya diwajibkan melaksanakan proses good
governance dalam operasinya.34
Pertanyaannya bukan apakah melakukan atau tidak melakukan, tetapi
pedoman formal untuk pelaksanaan corporate governance bagi BPRS
memang belum ditetapkan sebagaimana perbankan konvensional. Jadi
governance yang dilakukan dengan mematuhi regulasi-regulasi BI Maupun
OJK. Jika bank patuh pada regulasi yang jumlahnya sangat banyak, maka
dapat dikatakan bahwa bank sudah melaksanakan governance dengan baik.
Pada intinya GCG di perbankan bisa diterjemahkan sebagai pengelolaan
bank secara hati-hati, mengelola risiko yang baik serta patuh pada aturan.
Dasar Hukum Terkait Good Corporate Governance pada BPRS
a. UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
b. UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
c. PBI No.11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah
(UUS)
d. POJK No.3/POJK.03/2016 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
e. SEOJK No.9/SEOJK.03/2015 tentang pedoman akuntansi perbankan
syariah Indonesia bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
f. POJK No.32/POJK.03/2016 tentang perubahan atas POJK
No.6/POJK.03/2015 tentang transparansi dan publikasi laporan bank
34 Umi Muawanah, Islamic Spirituality Governance: Model Praktik Corporate Governance
BPR Syariah Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 13, No. 1, Februari 2017, Hal. 458-459
37
g. SEOJK No.12/SEOJK.07/2014 tentang penyampaian informasi dalam
rangka pemasaran produk dan/atau layanan jasa keuangan
h. POJK No.1/POJK.07/2013 tentang perlindungan konsumen sektor jasa
keuangan
i. PAPSI BPRS Laporan dan Penyaluran Dana Zakat
1) Aspek keterbukaan informasi publik :35
Keterbukaan informasi kepada publik dan stakeholders
merupakan amanat dari UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (KIP). Kewajiban penyediaan dan pengumuman
informasi menurut urgensinya ada tiga macam, yaitu:
a) Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala
b) Informasi yang wajib diumumkan serta merta
c) Informasi yang wajib tersedia setiap saat
2) Pedoman akuntansi bagi BPRS :36
Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan dari
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disebut BPRS dan
penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal, dan
dapat diperbandingkan, BPRS wajib menyusun dan menyajikan laporan
keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang relevan bagi
BPRS.
Dewan Standar Akuntasi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK-IAI), menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). DSAK-IAI dalam SAK ETAP
menyatakan bahwa SAK ETAP dapat diberlakukan bagi entitas yang
memiliki akuntabilitas publik signifikan termasuk BPRS, sepanjang
35 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). 36 SEOJK No.9/SEOJK.03/2015 tentang Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
38
otoritas berwenang mengatur penggunaan SAK ETAP dimaksud.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka standar akuntansi
keuangan bagi BPRS menggunakan SAK ETAP, PSAK Syariah, dan
ketentuan lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) BPRS
merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran lebih lanjut
dari SAK ETAP, PSAK Syariah, dan ketentuan lain yang ditetapkan
oleh OJK dan menjadi pedoman dalam penyusunan dan penyajian
laporan keuangan BPRS. Dalam hal terdapat ketentuan yang belum
diatur dalam PAPSI BPRS untuk menyusun dan menyajikan laporan
keuangan, BPRS tetap berpedoman kepada SAK ETAP beserta
pedoman pelaksanaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah
Pengakuan pendapatan dalam transaksi jual beli
Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 84/DSN-
MUI/XII/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Metode Pengakuan
Keuntungan Al-Tamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di
Lembaga Keuangan Syariah, pengakuan keuntungan Pembiayaan
Murabahah untuk Bank Syariah dapat dilakukan dengan menggunakan
metode anuitas atau metode proporsional.
Pengakuan pendapatan dengan menggunakan metode anuitas atau
metode proporsional hanya dapat digunakan untuk pengakuan
pendapatan pembiayaan atas dasar jual beli.
Dalam hal BPRS menggunakan metode anuitas, pencatatan
transaksi Murabahah wajib menggunakan SAK ETAP. Sedangkan
untuk BPRS yang menggunakan metode proporsional, pencatatan
transaksi Murabahah wajib menggunakan PSAK No.102 (Revisi 2013)
tentang Akuntansi Murabahah.
39
Metode pengakuan pendapatan yang dipilih oleh BPRS wajib
diterapkan untuk seluruh jenis portofolio pembiayaan Murabahah dan
diungkapkan dalam kebijakan akuntansi serta dilakukan secara
konsisten.
3) Aspek transparansi kondisi BPRS :
a) Keuangan dan Non Keuangan
Keuangan : Laporan keuangan.37
(1) Laporan publikasi bulanan
(2) Laporan publikasi triwulan
(3) Laporan publikasi tahunan
(4) Penyerahan dan pengumuman pelaporan
Non keuangan :
(1) Produk, layanan dan penggunaan data pribadi nasabah38
Informasi Produk :
(a) PUJK (Penjedia Usaha Jasa Keuangan) wajib menyediakan
dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk
dan/atau layanan yang akurat berdasarkan kejelasan
referensi yang digunakan PUJK ketika menyampaikan
informasi produk dan/atau layanan yang bersifat kuantitatif
maupun kualitatif.
(b) PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan
informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jujur
berdasarkan informasi yang sebenarnya tentang manfaat,
biaya, dan risiko dari setiap produk dan/atau layanan.
37 POJK No.32/POJK.03/2016 tentang Perubahan atas POJK Nomor 6/POJK.03/2015
tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. 38 SEOJK No. 12/SEOJK. No.07/2014 tentang Penyampaian Informasi dalam Rangka
Pemasaran Produk dan/atau Layanan Jasa Keuangan.
40
(c) PUJK wajib melakukan konfirmasi kepada Konsumen
dan/atau masyarakat atas penjelasan yang diberikan.
Konfirmasi Konsumen dan/atau masyarakat atas penjelasan
yang telah diberikan oleh PUJK tersebut dilakukan dengan
menandatangani pernyataan pada saat membuat perjanjian
atau bukti lain yang menyatakan persetujuan konfirmasi,
antara Konsumen dan/atau masyarakat dengan PUJK.
Informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas juga
memperhatikan ketentuan yang berdasarkan prinsip syariah.
(d) PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan
informasi mengenai produk dan/atau layanan yang tidak
menyesatkan sehingga tidak menimbulkan perbedaan
penafsiran antara Konsumen dan/atau masyarakat dengan
PUJK terhadap ketentuan yang dimuat dalam perjanjian.
(e) Kewajiban untuk menyampaikan informasi sebagaimana
dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4
adalah termasuk menyediakan ringkasan informasi produk
dan/atau layanan, kegiatan pemasaran dan Iklan serta hal lain
yang dapat dipersamakan dengan itu.
(f) PUJK wajib menyampaikan informasi mengenai realisasi
penerbitan dan/atau perubahan fitur produk dan/atau layanan
jasa keuangan yang memerlukan persetujuan dari OJK,
paling lambat 7 hari kerja setelah produk dan/atau layanan
dilakukan. Informasi tersebut disampaikan kepada Bidang
Pengawasan terkait dengan tembusan kepada Bidang
Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa
Keuangan melalui surat dan email dengan alamat
mailto:[email protected]
41
Layanan Jasa Keuangan
(a) PUJK wajib menyediakan berbagai sarana media
komunikasi yang mudah untuk diakses oleh Konsumen
dan/atau masyarakat yang paling kurang meliputi surat,
email, telepon, faximile, dan website.
(b) Dalam hal PUJK menggunakan sarana komunikasi dengan
berbagai media maka PUJK wajib memastikan sarana
komunikasi tersebut selalu dilakukan pengkinian dan dapat
diakses.
(c) Informasi yang disampaikan melalui website paling kurang
memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Company profile, yang secara lengkap diantaranya
mencantumkan:
a. Izin dari OJK atau otoritas lain sebelum terbentuknya
OJK;
b. Struktur organisasi dan nama pejabat PUJK minimal
Komisaris, Direksi dan Kepala Wilayah; dan
c. Jaringan, alamat, dan nomor telepon kantor
wilayah/cabang;
2. Ringkasan informasi seluruh produk dan/atau layanan
prosedur dan cara bertransaksi;
3. Informasi tatacara pelayanan dan penyelesaian
pengaduan;
4. Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang termuat dalam
Laporan Tahunan; dan
5. Informasi lainnya baik yang telah diwajibkan oleh
peraturan lainnya maupun kebutuhan dari PUJK.
42
4) Mekanisme perlindungan nasabah39
Sebagaimana diketahui bahwa Otoritas Jasa Keuangan telah
mengeluarkan peraturan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan pada tanggal 26 Juli 2013 dan
diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2013. Peraturan tersebut mulai
berlaku setelah 1(satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,
artinya berlaku sejak tanggal 6 Agustus 2014 dan Surat Edaran nomor
2/SEOJK.07/2014 tanggal 14 Feb 2014 tentang Pelayanan dan
Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang wajib mematuhi peraturan ini
adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Perusahaan Efek,
Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan
Gadai, dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan secara
konvensional maupun secara syariah.
Perlindungan Konsumen menerapkan prinsip-prinsip:
a) transparansi
b) perlakuan yang adil
c) keandalan
d) kerahasiaan dan keamanan data/informasi Konsumen
e) penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen
secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.
Pelaku Usaha Sektor Jasa Keuangan diwajibkan:
a) membentuk unit kerja atau menunjuk pejabat untuk menangani
fungsi pelayanan dan penyelesaian pengaduan
b) memiliki sistem pengendalian internal terkait dengan perlindungan
Konsumen
39https://zinsari.wordpress.com/2014/08/06/perlindungan-konsumen-sektor-jasa-keuangan/. diakses tanggal 10 Mei 2018.
https://zinsari.wordpress.com/2014/08/06/perlindungan-konsumen-sektor-jasa-keuangan/
43
c) memiliki dan menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis
perlindungan Konsumen
d) melakukan pelatihan untuk karyawan yang memenuhi kriteria
berikut:
1) berhadapan langsung dengan Konsumen
2) melakukan pengawasan pelaksanaan pelayanan dan
penyelesaian pengaduan Konsumen terkait dengan penyusunan
pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan
Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang melanggar ketentuan dalam POJK
tersebut dikenakan sanksi administratif, antara lain berupa:
a) peringatan tertulis
b) denda
c) pembatasan kegiatan usaha
d) pembekuan kegiatan usaha
e) pencabutan izin kegiatan usaha
5) Laporan sumber dan Penyaluran dana Zakat40
Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat me