142
IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT. GUJATI 59 UTAMA Oleh : RIRIN DWI ARIYANI PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG

BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK

FASILITAS PRODUKSI PADA PT. GUJATI 59 UTAMA

Oleh :

RIRIN DWI ARIYANI

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG

BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK

FASILITAS PRODUKSI PADA PT. GUJATI 59 UTAMA

Oleh

RIRIN DWI ARIYANI

135040107111001

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 3: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT
Page 4: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT
Page 5: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

iii

KETERANGAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,

dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, Juli 2017

Ririn Dwi Ariyani

135040107111001

Page 6: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Juni 1995 di Kota Jakarta, Putri dari Bapak

Setiyono dan Ibu Suyutiah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Penulis memulai pendidikan dari Taman Kanak – kanak Yayasan Binong Permai

lalu melanjutkan Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Yayasan Binong Permai,

kemudian penulis melanjutkan pendidikannya pada tahun 2007 sampai 2010 pada

Sekolah Menengah Pertama di SMP Nusantara 1 Tangerang dan dilanjutkan

pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 5 Tangerang. Pada

tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan Strata-1 (S1) di Universitas Brawijaya

Malang melalui jalur SPMK dengan mengambil program studi Agribisnis Fakultas

Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis cukup aktif dalam mengikuti

kegiatan – kegiatan panitia dan organisasi luar kampus. Pada tahun 2015, penulis

menjadi salah satu perwakilan volunteer Indonesia yang bergerak dibidang

Pendidikan selama 2 bulan di Thailand.

Page 7: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak. Peneliti

secara khusus mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu.

Peneliti banyak menerima bimbingan, petunjuk, serta motivasi baik bersifat moral

maupun material. Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa terima kasih

yang mendalam kepada:

1. Allah SWT dengan segala rahmat serta karunia-Nya yang memberikan

kekuatan dan petunjuk bagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua orang tercinta yang selama ini telah membantu peneliti dalam perhatian,

kasih sayang, semangat dan doa yang tidak henti – hentinya dipanjatkan demi

kelancaran dan kesuksesan peneliti dalam menyelesaikan skripsi. Kemudian

terima kasih kepada kakakku tercinta Octariangga Eko Prasetyo dan Anna

Istiqomah yang tak henti – hentinya memberikan semangat kepada peneliti.

3. Yoas Marc Pamungkas selaku kakak pembimbing yang telah memimbing serta

memberikan petunjuk dan bantuan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi

ini.

4. Teman – teman seperjuangan skripsi tata letak dimulai dari awal penyusunan

skripsi hingga ujian akhir, Nurul Avidhiasari dan Rafida Mahmudah.

5. Sahabat – sahabat yang setia menemani dalam penyusunan skripsi hingga ujian

akhir, Filianto Muhammad, Syifa Aulia Gany, Stella Oktavia, Andytiara

Puspitasari, David Heriyanto Saputra, Lailatul Ni’Matus, Rizki Amelia

Magriani, Yunia Desy Anuari, Dinda Sayu Safitri, Febrianti Arifiani, Aditya

Mulyo, Idris Asyarif, Althea Jayanti, Ribhi Bansir, Luh Putu Pusparini, IS.

Terima kasih telah menjadi sahabat terbaik peneliti yang selalu memberikan

dukungan, semangat serta motivasi hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

6. Serta pihak – pihak lain yang sangat berpengaruh dalam proses penyelesaian

skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebuat satu per satu.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang telah

diberikan dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang

membutuhkan.

Page 8: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

vi

RINGKASAN

Ririn Dwi Ariyani. 135040107111001. Implementasi Cara Pembuatan Obat

Tradisional yang Baik (CPOTB) dengan Perancangan Ulang Tata Letak

Fasilitas Produksi pada PT. Gujati 59 Utama. Dibawah bimbingan Ir. Heru

Santoso H.S., SU

Jamu sebagai salah satu aset bangsa Indonesia memiliki potensi yang baik untuk

dikembangkan dan dipromosikan secara mendunia. Sisi lain keberhasilan dari

pengembangan potensi jamu, terdapat pula berbagai kendala yang dihadapi oleh

industri jamu nasional. Maraknya peredaran jamu illegal dalam kurun waktu 20

puluh terakhir yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) membuat citra baik

akan pandangan terhadap jamu akan menurun. Disamping itu, standar jamu yang

harus oleh semua industri jamu yaitu Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

(CPOTB) masih belum diterapkan oleh seluruh industri jamu di Indonesia.

Salah satu aspek CPOTB yang sering ditemukan masalah pada semua industri,

baik industri jamu maupun jenis industri lain adalah mengenai bangunan dan

fasilitas. Tata letak terkait akan aspek ini, karena tata letak mempunyai peranan

yang penting dalam menunjang kegiatan produksi agar menghasilkan biaya yang

optimal.

Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisa perkembangan CPOTB yang

telah diterapkan oleh PT. Gujati 59 Utama dan mengaitkan aspek bangunan dan

fasilitas dengan tata letak produksi jamu instan. Produk jamu Gujati memiliki

banyak varian dan merek sehingga peneliti memutuskan untuk fokus pada produk

jamu instan “Helios Susu”.

Analisa data dimulai dari adanya wawancara dengan pihak responden terpilih

untuk menarik informasi mengenai perkembangan CPOTB di PT. Gujati 59 Utama,

mengingat tidak semua karyawan paham akan standar CPOTB sehingga peneliti

memutuskan untuk melakukan wawancara dengan pihak Key Informan yaitu satu

orang Head of Quality Assurance dan satu orang Manajer Pabrik.

Sedangkan analisa tata letak fasilitas produksi dimulai dari kegiatan identifikasi

tata letak awal. Hal ini perlu dilakukan untuk mempertimbangkan dalam pemberian

rekomensasi tata letak usulan. Identifikasi tata letak awal ini membutuhkan data

seperti luas kebutuhan area per departemen, jarak penanganan bahan untuk

menyusun biaya penanganan bahan tata letak awal. Metode perbaikan tata letak

yang digunakan didalam penelitian ini adalah metode konvensional dan metode

CRAFT (dengan bantuan perangkat lunak WinQSB).

Adapun hasil akhir yang didapatkan dari penelitian ini mengenai implementasi

CPOTB yang ada pada Gujati adalah perkembangan CPOTB yang sudah masuk

dalam kategori baik dengan persentase 77.48%. Hal tersebut juga berlaku pada

keadaan tata letak fasilitas produksi jamu instan yang sudah baik. Hasil akhir yang

diperoleh baik konvensional maupun dengan perangkat lunak tidak menunjukkan

adanya perubahan departemen yang cukup besar. Penurunan biaya material

Page 9: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

vii

handling yang dihasilkan dari metode konvensional tidak menunjukkan penurunan

biaya yang besar sedangkan hasil dari bantuan perangkat lunak tidak menunjukkan

adanya biaya pada perpindahan bahan sehingga tidak mengalami perubahan pada

tata letak.

Kesimpulan yang ada pada penelitian ini adalah masih adanya beberapa aspek

yang harus ditingkatkan penerapannya untuk menunjang kualitas dari produk jamu

tersebut. Selain itu, pada metode konvensional memperoleh hasil akhir biaya

penanganan bahan sebesar 1.095.566,16 rupiah. Sedangkan hasil akhir biaya

penanganan bahan pada bantuan perangkat lunak tidak menunjukkan perubahan

dengan biaya material handling awal. Dan kondisi lintasan perpindahan tata letak

awal dan baru masih sama yaitu Odd Angle.

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah adanya peningkatan

standar CPOTB terhadap aspek – aspek yang masih belum dilaksanakan secara

optimal seperti salah satunya adalah aspek inspeksi diri, hal ini perlu dilakukan

demi menunjang kemajuan kualitas produk jamu sendiri. Selain itu, perlu adanya

perawatan khusus pada penanganan bahan yang melewati gudang simplisia yang

kotor untuk meminimalisir pencemaran mikroorganisme. Sementara itu, tata letak

fasilitas produksi dapat dilakukan perubahan departemen daerah gudang karena

dapat mempersingkat aliran bahan dan mengefisiensikan biaya serta waktu.

Page 10: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

viii

SUMMARY

Ririn Dwi Ariyani. 135040107111001.Implementation of Proper Traditional

Medicine Production with Production Placement in PT. Gujati 59 Utama.

Dibawah bimbingan Ir. Heru Santoso H.S., SU

Traditional herb as one of the Indonesian cultural heritage has good potential

for developing and promoting in the international market. In the other side of

traditional herb’s benefit, there are some of obstacle which is gotten by national

traditional herb industry. Illegal trade of traditional herb already happened in the

last of 20 years that contain chemical substance in traditional herb itself. It can build

bad image for the benefit of traditional herb. Besides that, there is a standard that

should be fulfilled by every traditional herb industry. This standard can be called

“CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) and the fact is only half of

traditional herb industry have fulfilled this standard.

One of the CPOTB’ aspect which almost often be found in every industry, even

it comes from traditional herb industry or the other industry is about building and

facility. Production placement can be related with this aspect because it has an

essential function for supporting production activity especially in optimum cost.

The main goals of this research are to analyze the implementation CPOTB in

PT. Gujati 59 Utama and find the relation between building and facility’s aspect

with instant traditional herbs facility production placement. Product of Gujati have

a lot of variants and brands. It makes the researcher decide to focus only in instant

traditional herb “Helios susu”

Data analyze is started by interviewing with the Key Informant to get some

information that have relation with implementation CPOTB in PT. Gujati 59

Utama. Remember that, not all of the employee don’t understand with CPOTB

standard so that researcher decide to have an interview only with Key informant

who really understand about CPOTB.

Meanwhile, production placement analyze is started from identification the

initial layout. It should be held because it helps for us to give consideration when

we will give production placement recommendation. Identification the initial layout

need some data such as room size in each of department, distance of material

handling for making initial layout material handling cost. For improvement

production placement, it uses two methods such as conventional method and

CRAFT method (software WinQSB).

Final result that be gotten from this research related on implementation CPOTB

in Gujati is already good with percentage 77.48%. it also be valid with the

production placement condition in instant production facility that already good.

Final result from the conventional method or CRAFT method not really show a big

change in department. Decreasing material handling cost that be gotten from

conventional method not really show big change, meanwhile the result from

CRAFT method has got nothing because it already optimum or good.

Page 11: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

ix

The conclusions of this research are there should be an improvement in some

of CPOTB aspect for supporting the quality of traditional herb product Beside,

conventional method get the final result of material handling cost with amount

1.095.566,16 rupiah. Meanwhile, the final result of material handling cost from

CRAFT method doesn’t show a change with the initial material handling cost. And

the condition from the distance of initial and recommendation layout movement

still same, that is Odd Angle

The recommendations of this research are the improvement of CPOTB

standard should be gained especially in self inspection aspect for supporting quality

of traditional herb. Besides, there should be an special treatment for material

handling that passed dirty “simplisia” warehouse to minimize microorganism

contamination. Besides, production placement can do a change in warehouse area

because it can make the distance shorter and make it efficient from cost and time.

Page 12: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul

“Implementasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dengan

perancangan ulang tata letak fasilitas produksi pada PT. GUJATI 59” dengan baik.

Proposal skripsi ini merupakan rancangan untuk melaksanakan penelitian dalam

rangka menyelesaikan tugas akhir bagi mahasiswa Strata 1 Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya.

Proposal skripsi ini dapat terselesaikan dengan adanya bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Ir. Heru Santoso Hadi Subagyo, SU selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan, waktu, dan motivasinya, yang diberikan dalam

penyusunan proposal skripsi ini.

2. Pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam terselesainya proposal skripsi ini.

Penulis berharap semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi civitas

akademika Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, PT.GUJATI 59 UTAMA,

masyarakat, serta pihak lain yang membutuhkan informasi terkait bahasan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi perbaikan proposal ini.

Malang, Juli 2017

Penulis

Page 13: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

xi

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN .................................... Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PENGESAHAN ..................................... Error! Bookmark not defined.

RINGKASAN ....................................................................................................... vi

SUMMARY ........................................................................................................ viii

RIWAYAT HIDUP .................................................. Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ........................................................................................... x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv

DAFTAR SKEMA ............................................................................................. xvi

I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 4

1.3 Batasan Masalah .............................................................................................. 6

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 6

1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 8

2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu ............................................................................ 8

2.2 Tinjauan Umum terhadap Jamu....................................................................... 9

2.3 Standar CPOTB ............................................................................................. 10

2.3.1 Tujuan dari CPOTB ............................................................................... 12

2.4 Deskripsi terhadap Manajemen Produksi dan Operasi .................................. 12

2.5 Tata Letak Pabrik .......................................................................................... 12

2.5.1 Tujuan Perencanaan dan Pengaturan Tata Letak Pabrik ........................ 13

2.5.2 Prinsip – prinsip dalam Perencanaan Tata Letak Fasilitas ..................... 14

2.5.3 Macam – macam tata letak pabrik ......................................................... 15

2.6 Aliran Bahan .................................................................................................. 18

2.6.1 Pemindahan Bahan (Material Handling)................................................ 18

2.6.2 Prinsip – prinsip pemindahan bahan ...................................................... 18

Page 14: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

xii

2.6.3 Biaya Penanganan Bahan ....................................................................... 19

2.6.4 Pola Umum Aliran Bahan ...................................................................... 20

2.6.5 Analisis Perencanaan Aliran Bahan ....................................................... 22

2.6.6 Metode analisis aliran bahan .................................................................. 23

2.7 Jarak antar Fasilitas ....................................................................................... 25

2.8 Perbaikan Tata Letak dengan Metode Konvensional .................................... 26

2.9 CRAFT (Computerized Relative Allocation of Facilities Technique) .......... 27

III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN .................................................... 29

3.1 Kerangka pemikiran ...................................................................................... 29

3.2 Hipotesis ........................................................................................................ 32

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ............................................ 32

IV. METODE PENELITIAN ............................................................................ 43

4.1 Pendekatan Penelitian .................................................................................... 43

4.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 43

4.3 Teknik Penentuan Sample ............................................................................. 44

4.5 Teknik Analisis Data ..................................................................................... 44

4.5.1 Metode Analisis Implementasi CPOTB ................................................. 46

4.5.2 Identifikasi Tata Letak Awal.................................................................. 58

4.5.3 Analisis proses ....................................................................................... 60

4.5.4 Analisis aliran bahan .............................................................................. 64

4.5.5 Perbaikan tata letak fasilitas produksi .................................................... 69

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 73

5.1 Profil Perusahaan ........................................................................................... 73

5.1.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Gujati 59 Utama .................................. 73

5.1.2 Visi dan Misi PT. Gujati 59 Utama ....................................................... 73

5.1.3 Deskripsi Produk Jamu .......................................................................... 74

5.1.4 Struktur Organisasi PT. Gujati 59 Utama .............................................. 74

5.1.5 Sistem Ketenagakerjaan PT. Gujati 59 Utama....................................... 80

5.2 Hasil ............................................................................................................... 82

5.2.1 Identifikasi Tata Letak Awal.................................................................. 82

5.2.2 Analisa Proses Produksi ......................................................................... 93

5.2.3 Analisa Aliran Bahan ............................................................................. 94

5.3 Pembahasan ................................................................................................. 103

5.3.1 Analisa Implementasi (CPOTB) pada PT. Gujati 59 Utama ............... 103

Page 15: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

xiii

5.3.2 Analisa perbaikan tata letak menggunakan metode konvensional....... 120

5.3.3 Analisa perbaikan tata letak menggunakan metode CRAFT ............... 128

5.3.4 Perbandingan Hasil Konvensional dengan Perangkat Lunak .............. 135

5.3.5 Keterkaitan aspek Bangunan dan Fasilitas dengan Tata Letak….........137

VI. PENUTUP .................................................................................................. 140

6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 140

6.2 Saran ............................................................................................................ 141

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 142

Page 16: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

2.1 Tata Letak Product Layout ...................................................................................... 15

2.2 Tata Letak Fixed Position Layout ............................................................................ 16

2.3 Tata Letak Group Technology ................................................................................. 17

2.4 Tata Letak Process Layout ...................................................................................... 17

2.5 Pola Straight Line ................................................................................................... 20

2.6 Pola Serpentine ....................................................................................................... 21

2.7 Pola U - Shape ........................................................................................................ 21

2.8 Pola Circular ........................................................................................................... 21

2.9 Pola Odd Angle ....................................................................................................... 22

3.0 Page Setup Microsoft Visio ..................................................................................... 52

3.1 Penentuan Titik Koordinat tiap Departemen .......................................................... 52

3.2 Tata Letak Awal Fasilitas Produksi ........................................................................ 76

3.3 Activity Relationship Chart ..................................................................................... 84

3.4 Diagram Hubungan Aktivitas ............................................................................... 108

3.5 Aliran Jarak penanganan bahan usulan ................................................................. 111

3.6 Initial Layout Coordinat ....................................................................................... 114

3.7 Hasil Analisis Initial Layout ................................................................................. 115

3.8 Jarak Rectiliniear Final Layout ............................................................................ 116

3.9 Hasil Analisis Final Layout .................................................................................. 116

Page 17: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

xv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ......................................................... 33

2 Rincian kriteria dan penerapan CPOTB .................................................................... 47

3 Tingkat Penerapan CPOTB ........................................................................................ 50

4 Simbol – simbol dalam pembuatan peta proses operasi ............................................ 54

5 Contoh From To Chart .............................................................................................. 59

6 Departemen Bagian Produksi Jamu Instan ................................................................ 73

7 Departemen Bagian Produksi Jamu Serbuk ............................................................... 74

8 Fasilitas Pendukung Proses Produksi ......................................................................... 75

9 Luas Kebutuhan per area Jamu Instan ........................................................................ 77

10 Luas Kebutuhan per area Jamu Serbuk ...................................................................... 78

11 Luas Kebutuhan area Fasilitas Pendukung ................................................................. 79

12 Titik Koordinat Departemen Jamu Instan ................................................................. 80

13 Jarak antar Departemen Jamu Instan ........................................................................ 81

14 Depresiasi Alat Pemindahan Bahan .......................................................................... 85

15 Biaya Tenaga Kerja pembuatan Jamu Instan ............................................................. 86

16 Jarak Tempuh ............................................................................................................. 87

17 Biaya Penanganan Jamu Instan .................................................................................. 87

18 Peta Dari – Ke Biaya Penanganan Bahan .................................................................. 88

19 Peta Dari – Ke Outflow ............................................................................................. 88

20 Analisis Implementasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ........................ 90

21 Skala Prioritas Pembuatan Jamu Instan .................................................................... 107

22 Jarak Penanganan Bahan Usulan ............................................................................. 110

23 Jarak Tempuh Usulan .............................................................................................. 111

24 Biaya Penanganan Bahan Usulan ............................................................................ 112

25 Input Data Tata Letak Produksi ............................................................................... 114

26 Biaya Penanganan Bahan WinQSB ......................................................................... 117

27 Perbandingan Tata Letak Awal dengan Metode Konvensional ............................... 118

28 Perbandingan Tata Letak Awal dengan Metode CRAFT ........................................ 118

Page 18: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

xvi

DAFTAR SKEMA

Nomor Halaman

Teks

1 Kerangka Pemikiran .................................................................................................. 32

Page 19: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dari sisi ekonomi, keberadaan industri jamu telah

berkontribusi besar terhadap pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja, dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat (Wicaksena dan Subekti, 2013). Hal ini

karena ditunjang dengan keberadaan bahan baku milik sendiri di dalam negeri

dinilai mampu membawa kemajuan yang cukup signifikan dalam pertumbuhan

ekonomi di Indonesia mulai dari sektor hulu (pertanian) hingga sektor hilir seperti

perindustrian dan perdagangan. Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 30.000 spesies tanaman obat dari

total 40.000 spesies yang ada di seluruh dunia (Laporan Bank Indonesia, 2005).

Fakta ini belum membuat bangsa Indonesia tersadar untuk memaksimalkan

kelimpahan dari ketersediaan bahan baku yang tersedia karena saat ini Indonesia

hanya memanfaatkan sekitar 180 spesies sebagai bahan baku obat berbahan alam

dari sekitar 950 spesies yang berkhasiat sebagai obat. Realita ini juga

mengindikasikan bahwa Indonesia tidak memiliki ketergantungan impor dari segi

ketersediaan bahan baku pembuatan jamu.

Pertumbuhan pasar obat herbal di Indonesia memiliki perkembangan yang

cukup baik. Berdasarkan data dari Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian

RI (2011), tercatat hingga tahun 2010, nilai pasar obat herbal Indonesia telah

mencapai 10 triliun rupiah. Sementara jumlah industri di bidang obat tradisional

telah mencapai 1908 yang terdiri dari 79 Industri Obat Tradisional (IOT), 1413.

Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan 416 Industri Rumah Tangga (PIRT).

Melihat dari adanya perkembangan ini maka potensi pengembangan jamu sangat

tinggi dan dapat masuk ke dalam pasar global dengan memaksimalkan secara

optimal pada economic dan business opportunities.

Dibalik keberhasilan yang telah tercapai, masih terdapat beberapa kendala

yang dihadapi oleh industri jamu nasional. Fakta yang terjadi dalam kurun dua

puluh tahun terakhir adalah maraknya terjadi peredaran jamu asing ilegal yang

mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) sehingga berpotensi dalam pencemaran

perkembangan industri jamu nasional. Selain itu, akses jamu impor yang mudah

Page 20: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

2

untuk memasuki pasar Indonesia menimbulkan dampak terhadap jamu nasional

dalam persaingan dan citra jamu terutama bagi industri skala kecil. Hal ini

dikarenakan kemampuan dan daya saing produk jamu dari usaha kecil untuk

mengimplementasikan standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

(CPOTB) masih rendah. Berdasarkan data Kementrian Perindustrian Indonesia

(2012) dari total 1459 pengusaha jamu, hanya 41 pengusaha saja yang telah

memiliki sertifikat CPOTB sehingga mutu dan keamanan produk jamu nasional

harus lebih diperhatikan kembali.

Penerapan CPOTB merupakan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem

jaminan mutu yang diakui dunia internasional sehingga diperlukan persyaratan

khusus terhadap produk jamu yang akan diedarkan, baik dalam skala nasional

maupun internasional. Tujuan dari CPOTB dapat dicapai dengan menelaah aspek

yang terkait dalam produksi dan pengendalian mutu. Menurut Badan Pengawas

Obat dan Makanan (BPOM) (2006), terdapat sebelas aspek yang perlu dipenuhi

sebagai persyaratan CPOTB yaitu manajemen mutu, personalia, bangunan dan

fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri

dan audit mutu, dan penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali

produk dan retur produk.

Selain terkait akan penerapan standar CPOTB, salah satu permasalahan yang

sering dijumpai dalam industri jamu dan agroindustri lain adalah mengenai tata

letak fasilitas produksi. Tata letak merupakan salah satu komponen yang terkait

dengan salah satu aspek standar CPOTB yaitu bangunan dan fasilitas pabrik.

Kenyataannya, tata letak fasilitas produksi adalah aspek yang penting dalam

menunjang kegiatan produksi sehingga tidak dapat ditinggalkan dalam

menjalankan ataupun mengembangkan usahanya. Menurut Heizer (2014) tata letak

adalah suatu keputusan yang menentukan efisiensi operasi dalam jangka panjang.

Perencanaan tata letak yang baik dapat berpengaruh terhadap output produksi,

efisiensi, dan efektivitas pemanfaatan ruangan, serta kepuasan dan keselamatan

kerja. Maka dari itu, diperlukan suatu perencanaan ataupun evaluasi tata letak

fasilitas produksi dengan harapan dapat mengefisiensikan proses produksi dari segi

biaya, waktu, tenaga kerja, dan lain – lain yang turut menunjang kegiatan produksi.

Page 21: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

3

PT. Gujati 59 Utama merupakan salah satu industri jamu yang terletak di

Kabupaten Sukoharjo dan sudah berdiri sejak 14 tahun lalu silam. PT. Gujati 59

Utama merintis usahanya dari “home industry” dengan nama Perusahaan Jamu PJ

Gunung Jati dan saat itu masih berlokasi di Cirebon. Seiring berjalannya waktu, PJ

Gunung Jati telah mengalami perkembangan hingga mendapatkan pencapaian

perubahan status perusahaan dari Perusahaan Jamu (PJ) menjadi Perseroan Terbatas

(PT) di tahun 1996. Perubahan bentuk perusahaan menjadi perseroan terbatas

menjadikan pihak perusahaan juga mengambil keputusan untuk merubah nama

perusahaan menjadi PT. Gujati 59 Utama.

Semua industri jamu harus memenuhi standar khusus untuk menjamin

kualitas dan keamanan produk yang akan diedarkan pada masyarakat baik dalam

skala nasional maunpun internasional. Standar khusus yang harus dimiliki setiap

industri jamu adalah standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

(CPOTB). PT. Gujati 59 Utama sebagai salah satu industri jamu yang maih

berkembang sudah menerapkan standar CPOTB dalam jaminan kualitas produk –

produk jamu Gujati sehingga pendistribusian produk mampu tersebar di wilayah

dari Sabang hingga Merauke. Selain itu, PT. Gujati 59 Utama telah dipercayai oleh

konsumen sebagai produsen jamu yang berkualitas dan mampu melindungi

konsumen dari adanya kandungan jamu yang berbahan kimia.

Bangunan dan fasilitas merupakan salah satu aspek CPOTB yang memiliki

keterkaitan dengan tata letak. Kondisi tata letak fasilitas produksi pada PT. Gujati

59 Utama masih perlu dilakukan adanya evaluasi dan perancangan ulang tata letak

untuk menunjang hasil ouput yang maksimal. Adanya kondisi perusahaan yang

berada disekitar pemukiman warga, kurang mendukung untuk dilakukan perluasan

pabrik sehingga perusahaan harus mengefisiensikan tata letak fasilitas produksi.

Menurut Wignjosoebroto (2003), didalam proses produksi lebih baik menghindari

adanya gerakan berbalik (back – tracking), gerakan memotong antar aliran (cross

movement), dan kemacetan dalam proses operasi (congestion) serta tidak

menghambat aliran bahan yang telah disesuaikan dengan rancangan jadwal

produksi.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, menarik minat

penulis untuk meneliti lebih dalam mengenai kondisi implementasi CPOTB dan

Page 22: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

4

permasalahan tata letak produksi yang berada pada PT. Gujati 59 Utama dengan

judul Implementasi “Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB)”

dengan Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi pada PT. Gujati 59

Utama. Diharapkan dengan implementasi CPOTB dan perencanaan tata letak

mampu memperbaiki efisiensi produksi dan jaminan mutu produk jamu Gujati.

1.2 Rumusan Masalah

Aspek CPOTB pada bangunan dan fasilitas yang baik adalah dapat

menunjang aktivitas industri dapat berlangsung dengan aman dan efisien. Efisiensi

ini dapat diperoleh apabila perencanaan tata letak fasilitas produksi dapat

dikembangkan secara baik sehingga penekanan biaya produksi dapat berkurang dan

biaya tersebut dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang lain. Tidak dapat

dipungkiri bahwa tata letak menjadi permasalahan yang sering ditemui dalam

industri jamu maupun agroindustri yang lain. Hal ini didukung dengan pernyataan

Yamit (2003), yang mengatakan bahwa perencanaan tata letak fasilitas yang

optimal juga akan mengurangi pemborosan pemakaian ruangan dan akan

memberikan manfaat penggunaan ruangan yang lebih efisien.

PT. Gujati 59 Utama sebagai salah satu industri jamu yang masih

berkembang, sudah memperoleh beberapa pencapaian baik. Perusahaan ini sudah

menerapkan standar CPOTB dalam menjalankan perusahaannya, yang memiliki

arti bahwa perusahaan ini telah memenuhi 11 aspek persyaratan standar CPOTB.

Namun pada kenyataannya, masih perlu beberapa hal yang perlu dikembangkan

pada penerapan standar CPOTB yang dapat membantu menunjang kemajuan

perusahaan. Seperti salah satunya dalam aspek personalia, pemenuhan aspek

personalia yang baik adalah mampu mengembangkan kemampuan dari individu

tenaga kerjanya agar lebih dapat memaksimalkan potensi dari kemampuan sumber

daya manusia pada perusahaan tersebut. Fakta yang terjadi pada perusahaan dalam

kegiatan survey sebelumnya, tidak semua tenaga kerja Gujati memperoleh pelatihan

tenaga kerja, karena tidak ada program khusus untuk pelatihan tenaga kerja di

perusahaan itu sendiri. Pelatihan tenaga kerja hanya dilakukan oleh beberapa

perwakilan tenaga kerja pada program diluar perusahaan, seperti pada kegiatan

seminar, workshop, dan lain – lain sehingga pelaksanaan pemenuhan standar

Page 23: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

5

CPOTB masih dapat dikembangkan menjadi lebih baik lagi untuk menunjang

keberhasilan perusahaan.

Kondisi tata letak fasilitas produksi pada Gujati juga masih dapat dilakukan

perubahan perencanaan tata letak dengan mengevaluasi tata letak yang ada pada

sekarang ini. Kondisi tata letak pada ruang produksi masih dapat dirancang kembali

melihat dari jalur aliran bahan yang ada pada ruang produksi perusahaan Gujati.

Aliran bahan baku menuju ke ruang pemasakan jamu instan harus melalui jalur

yang cukup panjang, melewati beberapa ruangan bagian produksi karena ruang

pemasakan jamu instan terletak dipenghujung bagian ruang produksi. Aliran bahan

baku ini dapat diperbaiki dalam perencanaan tata letaknya supaya dapat menekan

biaya produksi sehingga kegiatan produksi dapat lebih berjalan secara efektif dan

efisien.

Adanya pengembangan dalam implementasi CPOTB dengan perancangan

tata letak diharapkan dapat mencapai tujuan menjaga kualitas dari produk dan

mengefisiensikan kegiatan produksi sehingga dapat memberi dampak

pengembangan prospek industri jamu terutama pada PT. Gujati 59 Utama. Apabila

prospek industri jamu semakin berkembang maka eksistensi produk jamu Indonesia

dapat diperhitungkan sebagai salah satu kekayaan Indonesia yang berkibar di dunia

Internasional dan penyumbang pendapatan nasional untuk bangsa Indonesia.

Berdasarkan uraian rumusan permasalahan diatas terdapat beberapa

pertanyaan peneliti yang dapat dikaji, sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan implementasi CPOTB pada PT. Gujati 59 Utama?

2. Bagaimana kondisi aliran bahan pada tata letak fasilitas produksi pada PT. Gujati

59 Utama?

3. Bagaimana evaluasi dan perbaikan perencanaan tata letak fasilitas produksi pada

PT. Gujati 59 Utama agar dapat meminimalkan biaya produksi dan sesuai

sebagai rekomendasi dalam mewujudkan aspek bangunan dan fasilitas?

Page 24: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

6

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian bertujuan untuk menghindari adanya

pembahasan yang tidak relevan dengan topik penelitian.

1. Penelitian dilakukan pada PT. Gujati 59 Utama pada bagian produksi jamu,

dari pengambilan bahan baku hingga pengemasan jamu

2. Penelitian pengembangan implementasi CPOTB mencakup 10 aspek dari

unsur CPOTB dan lebih fokus pada salah satu aspek CPOTB yaitu bangunan

dan fasilitas

3. Penelitian dalam menganalisa tata letak mencakup biaya penanganan bahan,

biaya tenaga kerja dan biaya depresiasi peralatan penangan bahan pada ruang

produksi

4. Tata letak yang diperbaiki hanya mencakup tata letak fasilitas produksi dan

atau penambahan fasilitas produksi

5. Penelitian tidak membahas mengenai akibat perubahan dan pemindahan tata

letak yang baru

6. Responden yang terlibat didalam penelitian ini merupakan responden yang

ahli atau mengerti mengenai perkembangan CPOTB dan kondisi tata letak

fasilitas produksi

7. Tata letak fasilitas produksi hanya terfokus pada departemen jamu instan

8. Produk yang dianalisis hanya jamu instan “Helios Susu”

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai Implementasi “Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang

Baik (CPOTB)” dengan perancangan ulang tata letak fasilitas produksi pada PT.

Gujati 59 Utama ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis perkembangan implementasi CPOTB pada PT. Gujati 59 Utama

2. Menganalisis kondisi aliran bahan pada tata letak fasilitas produksi pada PT.

Gujati 59 Utama

3. Menganalisis evaluasi dan perbaikan perencanaan tata letak fasilitas produksi

pada PT. Gujati 59 Utama agar dapat meminimalkan biaya produksi dan sesuai

sebagai rekomendasi dalam mewujudkan aspek bangunan dan fasilitas

Page 25: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

7

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian mengenai Implementasi “Cara Pembuatan Obat

Tradisional Yang Baik (CPOTB)” dengan perancangan ulang tata letak fasilitas

produksi pada PT. Gujati 59 Utama antara lain:

1. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi perusahaan mengenai

pengembangan implementasi CPOTB dan kondisi tata letak aliran bahan serta

memberikan usulan perbaikan terhadap tata letak fasilitas produksi sehingga

mampu meminimalkan biaya produksi

2. Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan pertimbangan pihak – pihak yang

berkaitan tentang pengambilan keputusan mengenai kebijakan yang diambil

untuk mengembangkan industri jamu terutama pada pengembangan

implementasi CPOTB dan perbaikan perencanaan tata letak fasilitas produksi

3. Penelitian ini dapat menambah sumber informasi bagi pembaca maupun peneliti

selanjutnya yang secara khusus mengambil pembahasan tentang implementasi

CPOTB dan perbaikan perencanaan tata letak fasilitas produksi.

Page 26: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu

Berdasarkan topik penelitian yang terkait dengan penerapan Cara Pembuatan

Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan tata letak fasilitas, penelitian terdahulu

bermanfaat untuk sebagai bahan evaluasi agar pencapaian hasil penelitan

sebelumnya dapat diperbarui dengan hasil penelitian yang baru. Terdapat beberapa

penelitian yang terkait seperti yang telah di teliti oleh Fudholi (2004) yang berjudul

“Evaluasi Penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik di industri obat

di Jawa Tengah”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

penerapan CPOTB di IOT Jawa Tengah yang dapat menggambarkan kualitas obat

tradisional yang dihasilkan oleh IOT di Jawa Tengah. Didalam penelitian ini

menggunakan metode deskriptif evaluatif kualitatif dengan mengkaji tingkat

pelaksanaan CPOTB pada sejumlah IOT di Jawa Tengah. Hasil penelitian yang

didapat adalah penerapan pada IOT di Jawa Tengah secara umum sudah dilakukan

dengan baik dengan skor rata – rata 86,10.

Penelitian yang dilakukan Pamularsih (2015) meneliti tentang perbaikan tata

letak fasilitas yang berjudul “Usulan Rancangan Tata letak Fasilitas dengan

menggunakan metode Automated Layout Design Program (ALDEP) di Edem

Ceramic”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengurangi jarak perpindahan

antar fasilitas dan kemungkinan membangun sebuah galeri dengan merancang

ulang layout pabrik dan kantor. Alasan pemilihan metode ALDEP merupakan

metode yang menghasilkan tata letak baru tanpa memandang tata letak yang ada

(existing layout) dimana perancangan tata letaknya diawali dari empty layout.

Penelitian ini menerapkan metode kualitaif dan kuantitatif dalam menganalisis

aliran bahan, yaitu dengan Peta Hubungan Aktivitas (Activity Relationship Chart

atau ARC) dan From To Chart. Hasil dari penelitan perbaikan tata letak dengan

menggunakan algoritma ALDEP menghasilkan 7 alternatif rancangan dengan biaya

ongkos terkecil yang dihasilkan dari tata letak rekomendasi sebesar Rp 282.603

Penelitian yang dilakukan oleh Wahab (2010) meneliti tentang perbaikan tata

letak fasilitas yang berjudul “Perancangan Tata Letak Fasilitas menggunakan

BLOCPLAN”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengurangi biaya material

handling serta mengurangi aliran bahan dari back tracking. Alasan dari pemilihan

Page 27: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

9

metode dengan bantuan software BLOCPLAN adalah perbaikan yang dilakukan

membutuhkan solusi awal yang baik atau dalam arti lain, ketika memulai perbaikan

tata letak, sebelumnya sudah mempunyai solusi awal sebagai acuan dalam

menyusun perbaikan tata letak. Hasil dari penelitan perbaikan tata letak dengan

menggunakan BLOCPLAN menghasilkan 10 alternatif rancangan dengan biaya

ongkos terkecil yang dihasilkan dari tata letak rekomendasi sebesar Rp 80.000.

Ketiga penelitian diatas memiliki persamaan dari penelitian terdahulu yaitu

mengangkat topik implementasi CPOTB dan perbaikan tata letak fasilitas, dengan

tujuan yang sama yaitu untuk mengetahui sejauh mana implementasi CPOTB pada

perusahaan dan menyusun perbaikan tata letak fasilitas produksi. Adapun

perbedaan dalam penelitian ini yaitu lokasi penelitian, waktu penelitian, keputusan

metode yang digunakan untuk penelitian dan penelitian ini menganalisis keterkaitan

aspek CPOTB “Bangunan dan Fasilitas” dengan kondisi tata letak produksi pada

PT. Gujati 59 Utama.

2.2 Tinjauan Umum terhadap Jamu

Pengertian jamu dalam Permenkes No.003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan

atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan

sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah

digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang

berlaku di masyarakat. Manfaat jamu sangat luas digunakan untuk mengobati

berbagai penyakit seperti: amandel, asam urat, batuk, bisul, biduran, bronkitis,

cacingan, campak, demam, diabetes, diare, disfungsi ereksi, epilepsi, gagal ginjal,

gatal-gatal, gusi berdarah, hepatitis, influenza, jerawat, kanker, keputihan, maag,

malaria, mimisan, osteoporosis, pegal linu, radang, sariawan, TB paru, wasir, dan

lain-lain (Dalimartha dan Adrian, 2013).

Jamu terbuat dari bahan alami contohnya tumbuhan. Beberapa spesies

tumbuhan yang banyak digunakan sebagai bahan baku jamu adalah jahe

(Zingiberaceae), kunyit (Curcuma domestica), lengkuas (Languas galanga),

kencur (Kaempferia galanga), lempuyang pahit (Zingiber amaricans), lempuyung

wangi (Zingiber aromaticum), temulawak (Curcuma xanthorrhiza), dan jahe

(Zingiber officinale) (Beers, 2013).

Page 28: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

10

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jamu merupakan

campuran bahan alami dari alam baik berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan

mineral yang diolah sebagai pengobatan alami tanpa menimbulkan efek samping

yang berbahaya bagi kesehatan tubuh.

2.3 Standar CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik)

Menurut Agustina (2008) Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

(CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional,

yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu

produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu,

bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.

Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar dalam penerapan

sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Maka dari itu, standar

CPOTB sangat penting untuk diterapkan sehingga menjadi nilai tambah bagi

produk jamu atau obat tradisional Indonesia sehingga mampu mempertahankan

eksistensi jamu di pasar nasional maupun internasional. CPOTB akan selalu

memfasilitasi industri jamu baik dalam skala besar maupun kecil sehingga

mengingat pentingnya CPOTB maka terdapat tahapan – tahapan yang terprogram

oleh pihak pemerintah. Adapun 10 aspek dari standar CPOTB menurut BPOM

(2006) tersebut adalah sebagai berikut:

1. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem pemastian mutu yang ditunjang dengan sarana dalam kegiatan produksi.

2. Bangunan dan Fasilitas Pabrik

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat tradisional hendaklah memiliki

desain, konstruksi dan tata letak yang memadai

3. Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat tradisional

Page 29: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

11

4. Produksi

Dalam pembuatan obat tradisional hendaknya dilakukan dengan mengikuti

prosedur yang telah divalidasi dapat menjamin dalam menghasilkan obat

tradisional yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan

5. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu adalah semua upaya pemeriksaan dan pengujian yang

dilakukan selama pembuatan untuk menjamin agar obat tradisional yang

dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang ditentukan.

6. Inspeksi Diri

Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai

dari pengadaan bahan sampai dengan pengemasan dan penetapan tindakan

perbaikan yang dilakukan oleh semua personal industri obat tradisional

sehingga seluruh aspek pembuatan obat tradisional tersebut selalu memenuhi

CPOTB.

7. Dokumentasi

Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap karyawan

mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus

dilaksanakan sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan

kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi

lisan.

8. Penanganan Hasil Peredaran

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau

beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran.

9. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Tradisional yang baik

Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan

manajemen rantai pemasokan produk yang terintegrasi.

10. Pembuatan dan Analisis berdasarkan kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Page 30: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

12

2.3.1 Tujuan dari CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik)

Menurut Suryadi (2003) Standar CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional

yang Baik) memiliki beberapa tujuan umum dan khusus agar pelaksanaannya dapat

lebih terarah dan sesuai dengan apa yang ingin dicapai. Adapun tujuan dari CPOTB

adalah sebagai berikut:

Tujuan umum dari CPOTB

1) Melindungi masyarakat terhadap hal – hal yang merugikan dari penggunaan obat

tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu.

2) Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional Indonesia

dalam era pasar bebas.

Tujuan khusus dari CPOTB

1) Dipahaminya penerapan CPOTB oleh para pelaku usaha industri di bidang obat

tradisional sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri di bidang obat

tradisional.

2) Diterapkannya CPOTB secara konsisten oleh industri di bidang obat tradisional.

2.4 Deskripsi terhadap Manajemen Produksi dan Operasi

Menurut Heizer (2014) tata ruang atau tata letak adalah salah satu dari

keputusan utama yang menentukan efisiensi jangka panjang suatu operasi. Tata

ruang memiliki implikasi strategis karena dengan pengelolaan tata ruang yang baik

dapat menciptakan prioritas kompetitif sehubungan dengan kapasitas, proses,

fleksibilitas dan biaya. Suatu tata ruang yang efektif dapat membantu perusahaan

mencapai strategi yang menunjang diferensiasi, biaya rendah atau tanggapan.

Penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa tata ruang atau tata letak memiliki

peran penting dalam keberhasilan produksi dalam jangka panjang, maka dari itu

perlu diperhatikan dalam penyusunan tata ruang yang efektif dan efisien.

2.5 Tata Letak Pabrik

Menurut Wignjosoebroto (2003) tata letak pabrik (plant layout) atau tata letak

fasilitas (facilities layout) dapat didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas

– fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Pengaturan hal ini

mencakup bagaimana memanfaatkan luas area (space) untuk penempatan mesin

atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan perpindahan

material, penyimpanan material (storage) baik yang bersifat temporer maupun

Page 31: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

13

permanen, personal pekerja dan sebagainya. Istilah tata letak pabrik seringkali

dapat diartikan sebagai pengaturan peralatan/fasilitas produksi yang sudah ada (the

existing arrangement) ataupun bisa juga diartikan sebagai perencanaan tata letak

pabrik yang baru (the new plant layout).

Menurut Apple (1990) tata letak pabrik adalah suatu kegiatan yang

berhubungan dengan perancangan susunan unsur fisik dari industri manufaktur

dengan hasil pada penggambaran rancangan desain. Tujuan dari adanya

perencanaan tata letak ini adalah untuk mempertimbangkan jalur dari pemindahan

aliran bahan sehingga dapat menghasilkan hasil keluaran (output) yang diinginkan.

Hal ini didukung dengan pernyataan dari (Hadiguna dan Setiawan, 2008)

bahwa perancangan tata letak pabrik merupakan bagian perencanaan fasilitas.

Perencanaan fasilitas meliputi penentuan cara mendukung kegiatan produksi.

Sehingga berdasarkan beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tata

letak pabrik adalah suatu gagasan dari adanya suatu perubahan dalam pengaturan

fasilitas pabrik dalam menunjang aktivitas produksi pada suatu perubahan sehingga

dapat meminimalkan penggunaan input dalam menghasilkan output yang

diharapkan.

2.5.1 Tujuan Perencanaan dan Pengaturan Tata Letak Pabrik

Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik adalah mengatur area

kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi produksi

aman dan nyaman sehingga akan meningkatkan moral kerja dan performance dari

operator. Namun masih beberapa hal spesifik yang dapat diperoleh dari adanya

perencanaan dan pengaturan tata letak pabrik seperti menurut pendapat

Wignjosoebroto (2003), antara lain:

1. Menaikkan Output Produksi

Suatu tata letak yang baik akan memberikan nilai ouput secara lebih besar

dengan biaya yang sama atau lebih sedikit, manhours lebih kecil dan/atau

mengurangi jam kerja mesin (machine hours).

2. Mengurangi Waktu Tunggu (delay)

Pengaturan tata letak yang terkoordinir dan terencana baik akan dapat

mengurangi waktu tunggu (delay) yang berlebihan. Hal ini dikarenakan desain tata

Page 32: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

14

letak pabrik bertanggung jawab dalam mengatur keseimbangan antara waktu

operasi dan beban dari masing – masing departemen atau mesin.

3. Mengurangi Proses Pemindahan Bahan (material handling)

Proses produksi ketika mengubah input menjadi output maka setidaknya akan

memerlukan aktivitas pemindahan (movement) satu dari tiga elemen dasar sistem

produksi yaitu: bahan baku, orang/pekerja, dan mesin atau peralatan produksi. Pada

beberapa kasus, biaya untuk proses pemindahan bahan baku bisa mencapai 30%

sampai 90% dari total biaya produksi. Melihat hal tersebut, maka perlu diadakan

perencanaan tata letak dalam menekankan desain pada aktivitas pemindahan bahan

saat proses produksi berlangsung. Hal ini dilakukan dengan beberapa alasan seperti:

➢ Biaya pemindahan bahan disamping cukup besar pengeluarannya juga akan ada

terus ada dari tahun ke tahun selama proses produksi berlangsung

➢ Biaya pemindahan bahan dengan mudah akan dapat dihitung dimana biaya ini

akan proporsional dengan jarak pemindahan bahan yang harus ditempuh dan

pengukuran jarak pemindahan bahan ini dapat dianalisa dengan memperhatikan

tata letak semua fasilitas produksi

Korelasi antara tata letak pabrik dengan pemindahan bahan akan selalu ada,

sehingga pada proses desain layout akan selalu dikaitkan untuk memberikan karak

pemindahan bahan seminimal mungkin.

4. Penghematan Penggunaan Areal Untuk Produksi, Gudang dan Service

Perencanaan tata letak yang optimal akan mencoba mengatasi segala

pemborosan – pemakaian ruangan dan berusaha untuk memperbaikinya.

5. Proses Manufakturing yang Lebih Singkat

Dengan mempersingkat jarak antara operasi satu dengan operasi berikutnya

dan mengurangi bahan yang menunggu serta storage yang tidak diperlukan maka

waktu yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah dari satu tempat ke tempat

lainnya dalam pabrik akan dapat dipersingkat sehingga secara total waktu produksi

akan dapat pula lebih efisien.

2.5.2 Prinsip – prinsip dalam Perencanaan Tata Letak Fasilitas

Menurut Wignjosoebroto (2003) berdasarkan aspek, tujuan dan keuntungan

– keuntungan yang akan didapatkan dari adanya perencanaan tata letak yang baik,

Page 33: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

15

maka dapat disimpulkan enam tujuan dasar dalam tata letak pabrik, yaitu sebagai

berikut:

1. Integrasi secara menyeluruh dari semua faktor yang mempengaruhi proses

produksi.

2. Perpindahan jarak dengan seminimal mungkin

3. Aliran kerja berlangsung secara lancar melalui pabrik

4. Semua area yang ada dimanfaatkan secara efektif dan efisien

5. Kepuasan kerja dan rasa aman dari pekerja dapat terjaga sebaik – baiknya

6. Pengaturan tata letak harus cukup fleksibel

2.5.3 Macam – macam Tata Letak Pabrik

Menurut Wignjosoebroto (2003) terdapat empat macam/tipe tata letak yang

secara klasik umum diaplikasikan dalam desain lay – out yaitu:

1. Tata Letak Fasilitas berdasarkan Aliran Produksi (production line product

atau product lay – out)

Suatu metode pengaturan dan penempatan semua fasilitas produksi yang

diperlukan kedalam satu departemen secara khusus. Dengan arti lain, suatu produk

akan dapat dikerjakan hingga selesai didalam departemen tersebut tanpa perlu

dipindah – pindahkan ke departemen yang lain. Dapat ditarik kesimpulan bahwa

tujuan utama dari tata letak ini adalah untuk mengurangi proses pemindahan barang

(berkaitan dengan biaya) dan juga memudahkan pengawasan didalam aktivitas

produksinya.

Gambar 2.1 Tata Letak Product Lay Out

(Sumber: Wignjoseobroto, 2003)

GU

DA

NG

BA

HA

N B

AK

U

(MA

TE

RIA

L)

PR

OS

ES

PE

RA

KIT

AN

(A

SS

EM

BL

Y)

GU

DA

NG

PR

OD

UK

JA

DI

Mesin

Bubut

Mesin

Drill

Mesin

Gerinda

Mesin

Drill

Mesin

Press

Mesin

Pelengkung Mesin

Drill

Mesin

Perata

Mesin

Drill

Mesin

Bubut

Mesin

Perata

Mesin

Drill

Page 34: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

16

2. Tata Letak Fasilitas berdasarkan Lokasi Material Tetap (fixed material

location lay – out atau fixed position lay – out)

Tata letak berdasarkan proses tetap, material atau komponen produk yang

utama secara menetap akan tinggal pada posisi atau lokasinya sedangkan fasilitas

produksi seperti tools, mesin, manusia serta komponen – komponen kecil lainny

akan bergerak menuju lokasi atau komponen produk utama tersebut.

Gambar 2.2 Tata Letak Fixed Position Lay Out

(Sumber: Wignjosoebroto, 2003)

3. Tata letak fasilitas berdasarkan kelompok produk (product famili, product lay

– out atau group technology lay – out)

Tipe tata letak berdasarkan kelompok produk didsasarkan pada

pengelompokan produk atau komponen yang akan dibuat. Pengelompokan tidak

didasarkan pada kesamaan jenis produk akhir melainkan dari persamaan keterkaitan

antar proses yang sama.

GU

DA

NG

BA

HA

BA

KU

(M

AT

ER

IAL

,

KO

MP

ON

EN

, S

PA

RE

PA

RT

S,

DL

L)

GU

DA

NG

PR

OD

UK

JA

DI

Mesin

Las

Mesin

Gerinda

Mesin

Keling

Mesin

Gergaji

Mesin

Gerinda

Fasilitas

Pengecatan

Page 35: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

17

Gambar 2.3 Tata Letak Group Technology Lay Out

(Sumber: Wignjosoebroto, 2003)

4. Tata Letak Fasilitas berdasarkan Fungsi atau Macam Proses (functional atau

process lay – out).

Tata letak ini didasarkan pada pengelompokan pada mesin dan peralatan yang

mempunyai kesamaan ciri – ciri operasi sesuai dengan proses atau fungsi kerjanya.

Gambar 2.4 Tata Letak Process Lay Out

GU

DA

NG

BA

HA

N B

AK

U

GU

DA

NG

PR

OD

UK

JA

DI

Mesin

Bubut

Mesin

Drill

Mesin

Gerinda Perakit

an

Mesin

Perata

Pera-

kitan

Mesin

Las

Penge

-

catan

Mesin

Press Mesin

Bubut

Mesin

Drill

Mesin

Press

Mesin

Gerinda Mesin

Drill

Pera-

kitan

Mesin

Drill

Perakita

n

Mesin

Gerinda

GU

DA

NG

BA

HA

N B

AK

U

GU

DA

NG

PR

OD

UK

JA

DI

Mesin

Bubut

Mesin

Bubut

Mesin

Drill

Penge-

lasan

Penge-

lasan

Mesin

Bubut

Mesin

Bubut

Mesin

Drill

Penge-

catan

Penge-

catan

Mesin

Perata

Mesin

Perata

Mesin

Gerinda

Pera-

kitan

Mesin

Perata

Mesin

Gerinda

Pera-

kitan

(Sumber: Wignjosoebroto, 2003)

Page 36: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

18

2.6 Aliran Bahan

Pengaturan departemen – departemen dalam sebuah pabrik didasarkan pada

aliran bahan diantara fasilitas – fasilitas produksi atau departemen – departemen

tersebut. Aliran bahan akan lebih ditekankan pada masalah aliran bahan dalam area

lokasi pabrik saja (Wignjosoebroto, 2003). Aliran bahan yang direncanakan dengan

baik merupakan dasar utama dalam perencanaan tata letak karena akan berdampak

pada aliran produksi yang dapat berlangsung secara lancar, aliran balik (back

tracking) dapat diminimalisir, dan pada akhirnya dapat meminimalkan biaya yang

harus dikeluarkan.

2.6.1 Pemindahan Bahan (Material Handling)

Menurut Hadiguna dan Setiawan (2008) sistem pemindahan bahan pada

dasarnya dirancang secara simultan dengan tata letak pabrik atau tata letak fasilitas.

Sistem pemindahan dapat didefinisikan sebagai mekanisme mengelola pemindahan

bahan dengan mempertimbangkan aspek ekonomis, ergonomis dan teknis. Adanya

pemindahan barang merupakan bagian sistem pengendalian produksi dan upaya

untuk mengurangi lead time.

Menurut Wignjosoebroto (2003) produktivitas yang tinggi akan dapat

diperoleh dengan cara mengatur aliran proses produksi secara efektif dan efisien.

Aliran dalam hal ini adalah yang meliputi pemindahan elemen – elemen produksi

(bahan baku/material, manusia, tools, dan lain – lain).

Prinsip dasar desain pemindahan bahan yaitu untuk meminimumkan kegiatan

pemindahan bahan, perencanaan secara teliti, pemilihan peralatan yang tepat dan

penggunaan peralatan yang efektif dan efisien (Yamit, 2003). Tujuan dari sistem

pemindahan bahan adalah untuk menjaga atau mengembangkan kualitas produk,

mengurangi kerusakan dan memberikan perlindungan terhadap material,

meningkatkan keamanan dan mengembangkan kondisi kerja, dan lain – lain

(Purnomo 2004).

2.6.2 Prinsip – prinsip Pemindahan Bahan

Terdapat beberapa prinsip material handling yang dijelaskan oleh Heragu

(2008) adalah sebagai berikut:

1. Planning adalah membangun rencana yang fleksibel dan relevan untuk masa

mendatang.

Page 37: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

19

2. Standarization adalah melakukan standarisasi peralatan dan metode, jika

memungkinkan.

3. Work adalah ukuran suatu pekerjaan dapat dilihat dari aliran materialnya

(volume, berat atau jumlah waktu per unit).

4. Ergonomic adalah merancang peralatan dan metode dengan

memperhitungkan interaksi manusia dan mesin.

5. Unit Lood adalah sesuatu yang bisa disimpan dan dipindahkan seperti satu

entitas pada satu waktu, seperti pallet dan container.

6. Space Utilization adalah dalam material handling ada tiga dimensi dan

berikutnya dihitung dengan cubic space.

7. System adalah mengintegrasikan seluruh aktivitas dari receiving sampai

delivery.

8. Automation adalah teknologi yang berhubungan dengan aplikasi dari

peralatan elektro mekanikal, elektronik dan sistem yang berbasis komputer

untuk mengoperasikan dan mengontrol produksi dan aktivitas pelayanan.

9. Enviromental adalah keinginan untuk tidak mengurangi pekerja dan untuk

memprediksi dan mengeleminasi efek negatif yang mungkin terjadi pada

kegiatan sehari – hari dilingkungan.

10. Life Cycle Cost adalah keseluruhan aliran biaya yang didapatkan dari biaya

pertama yang digunakan untuk perencanaan atau mengadakan peralatan baru.

2.6.3 Biaya Penanganan Bahan

Biaya penanganan bahan menjadi salah satu permasalahan yang timbul dalam

tata letak fasilitas produksi. Apabila permasalahan ini dapat diatasi maka dapat

meminimalkan biaya serta waktu yang dikeluarkan dalam penanganan bahan.

Menurut Assauri (2008) terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya

inefisiensi biaya penanganan bahan, salah satunya adanya kelambatan aliran bahan.

Aliran bahan yang dikerjakan dalam produksi akan menambah biaya baik dalam

waktu pengerjaan maupun jumlah uamg yang dikeluarkan. Menurut Heizer (2014),

biaya penanganan bahan dipengaruhi oleh (1) jumlah bahan yang dipindahkan dari

satu departemen ke departemen lainnya; (2) biaya memindahkan bahan yang

berkaitan dengan jarak antar departemen. Adapun persamaan fungsi untuk biaya

penanganan bahan sebagai berikut:

Page 38: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

20

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 = ∑ ∑ 𝑋𝑖𝑗𝐶𝑖𝑗

𝑛

𝑗=1

𝑛

𝑖=1

Keterangan:

n = jumlah total stasiun kerja atau departemen

i,j = setiap departemen

Xij = jumlah beban yang dipindahkan dari departemen i ke departemen j

Cij = biaya untuk memindahkan beban antara departemen i dan j

2.6.4 Pola Umum Aliran Bahan

Menurut Wignjosoebroto (2003) terdapat dua macam aliran bahan yaitu pola

aliran bahan untuk proses produksi dan pola aliran bahan yang diperlukan untuk

proses perakitan. Adapun macam dari pola aliran bahan untuk proses produksi,

antara lain:

STRAIGHT LINE

Pola aliran berdasarkan garis lurus atau straight line secara umum digunakan

apabila proses produksi berlangsung singkat, relatif sederhana serta memiliki

beberapa macam production equipment.

Gambar 2.5 Pola Straight Line

(Sumber: Wignjoseobbroto, 2003)

SERPENTINE ATAU ZIG-ZAG (S-Shaped)

Pola aliran berdasarkan garis-garis patah ini sangat baik diterapkan apabila

proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan luasan area yang tersedia.

1 2 3 4 5

Page 39: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

21

Gambar 2.6 Pola Serpentine

(Sumber: Wignjosoebroto, 2003)

U-SHAPE

Pola aliran menurut U-Shaped ini digunakan apabila akhir dari proses

produksi akan berada pada lokasi yang sama dengan awal proses produksinya.

Gambar 2.7 Pola U-Shape

(Sumber: Wignjosoebroto, 2003)

CIRCULAR

Pola aliran berdasarkan bentuk lingkaran (circular) sangat baik dipergunakan

untuk mengembalikan material atau produk titik awal aliran produksi berlangsung.

Gambar 2.8 Pola Circular

(Sumber: Wignjoseobroto, 2003)

1 2 3

6 5 4

1 4 5

2 3 6

2

3

4

1

6

5

Page 40: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

22

ODD-ANGLE

Pola aliran berdasarkan odd-angle ini tidak terlalu dikenal apabila

dibandingkan dengan pola – pola aliran yang lain. Odd-angle ini akan memberikan

lintasan yang pendek dan terutama akan bermanfaat pada area yang kecil.

Gambar 2.9 Pola Odd-angle

(Sumber: Wignjosoebroto, 2003)

2.6.5 Analisis Perencanaan Aliran Bahan

Menurut Wignjosoebroto (2003) untuk mengevaluasi alternatif perencanaan

tata letak departemen (departement layout) atau tata letak fasilitas produksi

(faciliters layout atau machine layout) maka diperlukan aktivitas pengukuran aliran

bahan dalam sebuah analisa teknis.

Analisa konvensional secara umum digunakan selama bertahun – tahun,

realtif mudah untuk digunakan, dan cara ini akan berbentuk gambar grafis. Ada

beberapa teknik konvensional yang umum dipakai dalam proses perencanaan aliran

bahan antara lain:

1. Process Chart (Peta Proses)

Peta proses secara umum dapat didefinisikan sebagai gambar grafik yang

menjelaskan setiap operasi yang terjadi selama manufakturing. Jumlah dari tahapan

proses yang harus dilalui akan tergantung pada bagaimana kompleksitas dari

produk yang harus dibuat.

2. Flow Process Chart (Peta Aliran Proses)

Pada peta aliran proses semua aktivitas produksi dan gerakan perpindahan

(transportasi) bahan yang harus dilakukan dalam proses produksi dari suatu stasiun

1

2

3

6

5

4

Page 41: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

23

kerja ke stasiun kerja yang lain dalam pabrik akan digambarkan dengan lebih jelas

dan detail.

3. Operation Process Chart (Peta Proses Operasi)

Peta ini akan menggambarkan peta operasi dari seluruh komponen –

komponen dan sub assemblies hingga menuju main assemblies sehingga aliran

umum dari proses manufakturing komponen – komponen dari bahan baku hingga

ke produk jadi akan dapat digambarkan secara kronologis.

4. Flow Diagram (Diagram Aliran)

Diagram alir ini tidak hanya menggambarkan bentuk peta aliran proses saja

akan tetapi juga menggambarkan layout sebenarnya dari pabrik yang ada atau yang

akan direncanakan.

2.6.6 Metode Analisis Aliran Bahan

Metode analisis aliran bahan dapat diperoleh dengan beberapa alat analisis

yang bersifat kualitatf dan kuantitatif (Wignjosoebroto, 2003) seperti yang akan

dipaparkan pada penjelasan sebagai berikut:

1. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif aliran bahan akan diukur berdasarkan kuantitas material

yang dipindahkan seperti berat, volume, jumlah unit satuan kuantitatif yang lainnya.

Peta umum yang digunakan untuk melakukan analisis kuantitatif adalah:

1) String Diagram

String diagram adalah suatu alat untuk menggambarkan elemen – elemen

aliran dari suatu layout dengan menggunakan alat berupa tali, kawat, atau

benang untuk menunjukkan lintasan perpindahan bahan dari satu lokasi area

yang lain. Penggunaan peta String Diagram memperhatikan skala yang ada,

maka dapat mengukur berapa panjang tali yang menunjukkan jarak lintasan

yang harus ditempuh untuk memindahkan bahan tersebut, dengan

menggunakan beberapa jenis aliran bahan atau komponen yang perlu

dipindahkan dalam proses pengerjaannya, maka pada lintasan – lintasan

tertentu (tali atau kawat akan saling bersilangan satu sama lain, padat atau

mengumpul jadi satu) dapat memperkirakan kemungkinan terjadinya

kemacetan atau bottleneck pada lokasi – lokasi tersebut.

Page 42: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

24

2) Triangular Flow Diagram

Diagram aliran segitiga atau umum dikenal sebagai Triangular Flow

Diagram (TFD) adalah suatu diagram yang dipergunakan untuk

menggambarkan secara grafis aliran material, produk, informasi, manusia, dan

sebagainya atau bisa juga dipergunakan untuk menggambarkan hubungan kerja

antara satu departemen (fasilitas kerja) dengan departemen lainnya. Adanya

penggunaan TFD ini, lokasi geografis dari departemen atau fasilitas produksi

akan dapat ditunjukkan berupa lingkaran – lingkaran, dimana jarak dari satu

lingkaran ke lingkaran yang lain adalah = 1 (segitiga sama sisi dengan panjang

sisi – sisinya = 1) sedangkan luas area yang diperlukan dalam hal ini diabaikan.

3) From to Chart

From to Chart merupakan suatu teknik konvensional yang umum

digunakan untuk perancangan tata ketak pabrik dan pemindahan bahan dalam

suatu proses produksi, terutama sangat berguna untuk kondisi dimana terdapat

banyak produk atau item yang mengalir melalui suatu area. Pada tata letak yang

berdasarkan produk (product layout) tidak diperlukan adanya penggunaan

From to Chart, namun untuk tipe layout berdasarkan proses (process layout)

maka From to Chart dapat membantu penyusunan mesin – mesin dan peralatan

produksi secara sistematis.

From to Chart dibuat dalam bentuk matriks, dimana jumlah baris dan

kolomnya sesuai dengan jumlah operasi yang dilaksanakan dilantai produksi.

Pada matriks ini di isi dengan jumlah perpindahan yang terjadi antar stasiun

atau operasi. Selain itu, dapat juga dimasukkan data lain, tergantung pada

permasalahan yang adan.

2. Analisis Kualitatif

Aliran material dapat diukur secara kualitatif dengan menggunakan tolak

ukur derajat kedekatan antara satu fasilitas dengan fasilitas lainnya yang

dikembangkan oleh Richard Murter (Wignjosoebroto, 2003). Nilai – nilai tersebut

menunjukkan hubungan atau derajat kedekatan disertai dengan alasan – alasan yang

mendasarinya (Tompkins, 2003). Suatu peta hubungan aktivitas dapat di

realisasikan dengan prosedur sebagai berikut:

Page 43: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

25

1) Identifikasi semua fasilitas kerja atau departemen – departemen yang akan

diatur tata letaknya dan dituliskan daftar urutannya dalam peta.

2) Lakukan wawancara/survey/interview terhadap karyawan dari setiap

departemen yang tertera dalam daftar peta dan juga manajemen yang

berwenang.

3) Definisikan kriteria hubungan antara departemen yang akan diatur letaknya

berdasarkan derajat kedekatan hubungan serta alasan masing – masing dalam

peta. Selanjutnya tetapkan nilai hubungan tersebut untuk setiap hubungan

aktivitas antar departemen yang ada didalam peta.

4) Diskusikan hasil penelitian dengan pihak manajemen yang bersangkutan.

Analisa pada peta hubungan aktivitas ini digambarkan dengan adanya kode

huruf yang mencerminkan derajat hubungan antar departemen atau fasilitas.

2.7 Jarak antar Fasilitas

Menurut Kristinawati (2000) jarak antar mesin dapat diukur dengan

menggunakan beberapa metode yaitu:

1. Jarak Euclidean

Jarak euclidean merupakan ukuran jarak antara dua item X dan Y. Jarak

diukur dengan lintasan garis lurus antara satu titik ke titik lain dan

diaplikasikan pada beberapa masalah lokasi jaringan kerja atau rute proses

produksi suatu produk sehingga sesuai dengan mesin yang ada di perusahaan

untuk mencapai hasil yang optimal. Matrik euclidean diaplikasikan untuk

model conveyor dan jaringan transportasi dan distribusi. Jarak untuk matrik

euclidean diukur dengan rumus sebagai berikut:

dij=√(𝑋𝑖 − 𝑋𝑗)2 + (𝑌𝑖 − 𝑌𝑗)2

Keterangan:

Xi : x koordinat dari pusat fasilitas i

Yi : y koordinat dari pusat fasilitas j

dij : jarak antara pusat fasilitas i dan j

2. Jarak Rectilinier

Jarak rectilinier merupakan jarak yang diukur dengan menjumlahkan

perbedaan jarak yang baru dengan fasilitas yang ada dengan harga yang

mutlak. Matrik ini memiliki rumus seperti berikut:

Page 44: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

26

dij=|𝑋𝑖 − 𝑋𝑗| + |𝑌𝑖 − 𝑌𝑗|

Keterangan:

Xi : x koordinat dari pusat fasilitas i

Yi : y koordinat dari pusat fasilitas j

dij : jarak antara pusat fasilitas i dan j

3. Jarak Square Euclidean

Jarak Square Euclidean dapat digunakan pada kondisi dan item yang

memiliki jarak yang agak jauh atau jauh sekalipun antara satu fasilitas

terhadap fasilitas yang lain. Matrik ini memiliki rumus seperti berikut:

dij=(𝑋𝑖 − 𝑋𝑗)2 + ( 𝑌𝑖 − 𝑌𝑗)2

Keterangan:

Xi : x koordinat dari pusat fasilitas i

Yi : y koordinat dari pusat fasilitas j

dij : jarak antara pusat fasilitas i dan j

2.8 Perbaikan Tata Letak dengan Metode Konvensional

Perbaikan dengan metode konvensional dalam perencanaan tata letak

fasilitas, setelah dilakukan analisis aliran bahan secara kuantitatif dan kualitatif

maka dapat dilakukan perencanaan tata letak fasilitas secara konvensional

menggunakan tabel skala prioritas (TSP) dan diagram hubungan aktivitas (Activity

Relationship Diagram atau ARD).

1. Tabel Skala Prioritas (TSP)

Dasar untuk membuat ARD adalah tabel skala prioritas (TSP), jadi yang

menempati prioritas pertama pada tabel skala prioritas harus didekatkan letaknya

lalu diikuti prioritas berikutnya. Tabel skala prioritas menggambarkan urutan

prioritas antar departemen dalam suatu tata letak fasilitas produksi. Tabel skala

prioritas (TSP) diperoleh dari hasil perhitungan FTC Inflow dan Outflow. Konversi

dari perhitungan FTC Inflow dan Outflow tersebut menentukan tingkat kedekatan

departemen tersebut. Apabila nilai koefisien semakin tinggi, maka kedua

departemen tersebut lebih diprioritaskan untuk didekatkan satu sama lain.

Menurut Ihsan (2014), tujuan pembuatan TSP adalah untuk memperpendek jarak

Page 45: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

27

penanganan bahan, meminimalkan biaya penanganan, dan memperbaiki tata letak

produksi menjadi lebih efisien.

2. Diagram hubungan aktivitas (Activity Relationship Diagram atau ARD)

Menurut Suhada (2011), diagram hubungan aktivitas (Activity Relationship

Diagram atau ARD) adalah suatu diagram blok yang menunjukkan kedekatan

hubungan setiap aktivitas sebelum menyusun gambar layout sebenarnya.

Penyusunan diagram hubungan aktivitas berdasarkan tingkat prioritas kedekatan

yang berasal dari hasil prioritas yang ada pada Tabel Skala Prioritas (TSP) yang

disusun sebelumnya sehingga dengan adanya penyusunan diagram hubungan

aktivitas ini diharapkan biaya penanganan bahan dapat diminimalkan. Diagram

hubungan aktivitas digambarkan dalam bentuk persegi empat yang sama dengan

kata lain, luas area tiap departemen diabaikan sementara (Wignjosoebroto, 2003).

2.9 CRAFT (Computerized Relative Allocation of Facilities Technique)

Menurut Heragu (2008) CRAFT (Computerized Relative Allocation of

Facilities Technique) diperkenalkan pada tahun 1983 yang dipresentasikan oleh

Armour dan Bufa. CRAFT bertujuan untuk meminimumkan biaya perpindahan

material, adapun pengertian dari biaya perpindahan material adalah aliran produk,

jarak dan biaya unit pengangkutan. Rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan

CRAFT adalah dengan menukarkan lokasi departemen yang memiliki kedekatan

atau memiliki dimensi area yang sama. Jika seluruh departemen memiliki dimensi

area yang sama dan jika setiap departemen yang tidak memiliki kedekatan

mempunyai dimensi yang sama, maka algoritma CRAFT memiliki sebanyak n(n -

1)/2 pertukaran. Cara untuk mengkalkulasikan estimasi biaya reduksi, CRAFT

menukar dari departemen i dan j, ketika departemen tersebut memenuhi asumsi

untuk ditukar, menggunakan persamaan dibawah ini:

Dua bagian pertama pada persamaan merupakan preexchange material

handling cost contribution dari departemen i dan j, sedangkan dua bagian terakhir

merupakan postexchange material handling cost contribution. CRAFT

mengasumsikan koordinat dari dua tersebut ditukar. Hal ini dapat terjadi apabila

kedua departemen memiliki area dan bentuk yang sama. Jika tidak, maka titik pusat

dan jarak setelah penukaran antara departemen i dan j yang diestimasikan akan

berbeda dengan jarak aktual.

Page 46: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

28

Perbaikan antar departemen diharapkan dapat mengurangi biaya perpindahan

material. Selanjutnya CRAFT membuat pertimbangan pertukaran departemen

untuk tata letak yang baru, dan ini dilakukan secara berulang – ulang hingga

menghasilkan tata letak yang terbaik dengan mempertimbangkan biaya

perpindahan material. Menurut Heragu (2008), input yang diperlukan untuk

algoritma CRAFT adalah sebagai berikut:

1. Dimensi gedung atau pabrik

2. Dimensi departemen

3. Data aliran (frekuensi perpindahan)

4. Tata letak awal

5. Batasan lokasi untuk setiap departemen (jika ada)

Menurut Heragu (2008) terdapat beberapa tipe pertukaran yang dapat

dijadikan pertimbangan dalam perubahan antar departemen berdasarkan persamaan

luas dan mempunyai batas dekat untuk mengurangi biaya transportasi adalah

sebagai berikut:

1. Two – way exchange (Pertukaran 2 departemen)

2. Three – way exchange (Pertukaran 3 departemen)

3. Two – way exchange followed by three – way exchange (Pertukaran 3

departemen dilanjutkan dengan pertukaran 2 departemen)

CRAFT membangun sebuah tata letak akhir dengan perbaikan bagian dari

tata letak aktual melalui beberapa tahapan hingga mencapai layout akhir dan tata

letak yang diperoleh sesuai dengan tata letak awal.

Page 47: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Standar CPOTB sebagai pedoman dalam mendirikan industri jamu telah

diterapkan oleh Gujati. Namun, fakta yang terjadi dalam pelaksanaannya, masih

terdapat beberapa komponen yang dapat dikembangkan lebih dalam lagi apabila

Gujati berkenan untuk menerima adanya pengajuan dalam melakukan perubahan,

salah satunya adalah aspek personalia. Aspek ini masih perlu diadakan

pengembangan lebih lanjut mengingat personalia merupakan kunci dalam

memegang keberhasilan dan kualitas perusahaan. Selain implementasi CPOTB

yang masih dapat dikembangkan, terdapat permasalahan yang juga dapat ditemui

yakni perencanaan tata letak fasilitas produksi. Maka dari itu, diperlukan adanya

suatu strategi untuk memperbaiki dari kedua permasalahan tersebut.

Sementara itu, kondisi tata letak yang baik merupakan syarat mutlak yang

dibutuhkan untuk keberlangsungan semua industri maupun agroindustri (Heizer,

2014). Kondisi pada PT. Gujati 59 Utama yang terletak dipemukiman warga,

kurang memungkinkan untuk dilakukan perluasan wilayah sehingga akan lebih baik

jika mengefisiensikan tata letak yang ada. Permasalahan tersebut mengakibatkan

tata letak fasilitas produksi menyesuaikan dengan kondisi sehingga terjadi aliran

bahan berbalik yang cukup memakan jarak dan waktu lebih banyak. Aliran bahan

baku jamu yang berbalik dari Ruang Antar Barang (RAB) hingga ruang pemasakan

jamu instan memiliki alur yang cukup panjang karena melewati ruang kemas Primer

baik yang bersifat manual maupun dengan mesin. Selain itu, terdapat ruang kosong

yang dapat lebih dimanfaatkan.

Solusi dalam mengatasi dua permasalahan diatas yakni pengembangan

implementasi CPOTB dapat diatasi dengan mengidentifikasi resolusi sesuai dengan

aspek yang dibutuhkan dalam proses pengembangan dengan metode analisis

deskriptif dengan mengacu pada pedoman standar CPOTB yang berlaku,

sedangkan untuk perencanaan tata letak dapat diatasi dengan melakukan analisis

tata letak dengan memperbaiki aliran bahan dan jarak antar departemen. Cara

Page 48: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

30

tersebut memberikan manfaat dalam meminimalkan biaya aliran bahan dan jarak

antar departemen sehingga biaya untuk input yang dikeluarkan dapat lebih efisien

dan waktu produksi semakin cepat dan lancar. Sebelumnya perlu dilakukan

identifikasi tata letak untuk mengetahui bagaimana kondisi tata letak yang ada dan

disusun berdasarkan dengan kondisi yang nyata dari perusahaan tersebut.

Identifikasi dapat dilakukan dengan menggambarkan tata letak awal menggunakan

program Microsoft Visio, hal ini dapat mempermudah dalam penggambaran kondisi

tata letak awal pada perusahaan Gujati. Penggambaran tata letak awal dibutuhkan

beberapa data seperti pengukuran kebutuhan luas lantai/area dengan alat ukur

meteran, dan jarak penanganan bahan menggunakan sistem jarak Rectilinear.

Pemilihan jarak Rectiliniear ini dilatarbelakangi karena cara perhitungannya lebih

mudah dipahami dan cocok untuk mengatasi permasalahan pada bidang tata letak

fasilitas.

Setelah dilakukan analisis aliran bahan, kemudian dilakukan perbaikan tata

letak melalui perbaikan aliran bahan dengan menggunakan metode konvensional

dan metode CRAFT dengan bantuan perangkat lunak WinQSB. Perbaikan dengan

metode konvensional mampu menghasilkan suatu usulan yang lebih realistis karena

mempertimbangkan dan menyesuaikan keadaan lapang. Perbaikan dengan metode

konvensional menggunakan TSP (Tabel Skala Prioritas) dan Activity Relationship

Diagram (ARD). Sedangkan perbaikan tata letak melalui penggunaan perangkat

lunak dapat mengefisiensikan waktu sehingga penyusunan perbaikan tata letak

dapat dilakukan secara praktis dan mempermudah peneliti. Apabila biaya

penanganan bahan untuk tata letak yang sudah diperbaiki menunjukkan adanya

penurunan biaya, maka mampu meminimalkan biaya penanganan dan memperbaiki

aliran bahan yang lebih efektif serta efisien Perbaikan tata letak terkait akan salah

satu aspek implementasi CPOTB yaitu bangunan dan fasilitas pabrik sehingga

perbaikan tata letak akan mampu menunjang dari pengembangan implementasi

CPOTB pada perusahaan Gujati. Berikut merupakan ringkasan dari kerangka

pemikiran yang dibentuk didalam sebuah skema.

Page 49: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

31

Skema 1. Kerangka Pemikiran Implementasi Cara Pembuatan Obat yang baik

dengan rekomendasi perancangan ulang tata letak fasilitas produksi

Peningkatan Kualitas

pada Produk

Kriteria

CPOTB

Implementasi Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB)

dengan rekomendasi perancangan tata letak fasilitas produksi

Peluang

1. Kualitas produk

perusahaan semakin

berkembang

2. Bila diperbaiki dapat

mengefisiensikan aliran

bahan

3. Minimalisasi Biaya

Penangan Bahan

Permasalahan

1. Terdapat beberapa

komponen yang masih

belum memenuhi

CPOTB

2. Aliran bahan yang

berbalik di area bahan

baku hingga ruang

pemasakan jamu

3. Terdapat area kosong

yang tidak digunakan

Identifikasi

impelementasi CPOTB

Tata Letak

Awal

Perbandingan Antara

Tata Letak Awal dan

Susulan

Tata Letak

Usulan

Usulan Perbaikan Tata

Letak

Alur Pemikiran

Identifikasi Tata Letak

Awal

Efisiensi biaya produksi, jarak, waktu dalam aliran bahan serta

peningkatan kualitas dari perusahaan sebagai rekomendasi pada implementasi CPOTB

Keterangan:

Page 50: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

32

3.2 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah dibuat

sebelumnya maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Usulan pengembangan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang

Baik) dapat menunjang kualitas produk dari perusahaan Gujati 59.

2. Diperlukan adanya perbaikan tata letak untuk meminimalkan biaya produksi

sehingga lebih efisien dari segi jarak dan waktu.

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Untuk mempermudah peneliti dalam variabel data yang dibutuhkan ketika

pengumpulan data dalam pelaksanaan penelitian, maka perlu disusun definisi

operasional. Definisi operasional ini berisi tentang penjelasan dari setiap variabel

yang dipergunakan dalam penelitian. Adapun definisi operasional yang terdapat

didalam penelitian ini dapat dilihat dari tabel 1.

Page 51: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

Tabel 1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Konsep Variabel Definisi Operasional Pengukuran Variabel

Impelementasi CPOTB

(Cara Pembuatan Obat

Tradisional yang Baik)

Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan

dan penerapan sistem pemastian mutu yang ditunjang dengan

sarana dalam kegiatan produksi

Penilaian Penerapan

5= Sangat memenuhi

4= Memenuhi

3= Cukup Memenuhi

2= Kurang Memenuhi

1=Sangat kurang Memenuhi

Bangunan dan Fasilitas

Pabrik (peralatan)

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat tradisional

hendaklah memiliki desain, konstruksi dan tata letak yang

memadai

Penilaian Penerapan

5= Sangat memenuhi

4= Memenuhi

3= Cukup Memenuhi

2= Kurang Memenuhi

1=Sangat kurang Memenuhi

Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah

diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat tradisional

Penilaian Penerapan

5= Sangat memenuhi

4= Memenuhi

3= Cukup Memenuhi

2= Kurang Memenuhi

1=Sangat kurang Memenuhi

Produksi Dalam pembuatan obat tradisional hendaknya dilakukan

dengan mengikuti

prosedur yang telah divalidasi dapat menjamin dalam

menghasilkan obat

tradisional yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan

Penilaian Penerapan

5= Sangat memenuhi

4= Memenuhi

3= Cukup Memenuhi

2= Kurang Memenuhi

1=Sangat kurang Memenuhi

Page 52: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

Tabel 1. (Lanjutan) Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah semua upaya pemeriksaan dan

pengujian

yang dilakukan selama pembuatan untuk menjamin agar obat

tradisional

yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang

ditentukan.

Penilaian Penerapan

5= Sangat memenuhi

4= Memenuhi

3= Cukup Memenuhi

2= Kurang Memenuhi

1=Sangat kurang Memenuhi

Inspeksi Diri Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai

semua

aspek, mulai dari pengadaan bahan sampai dengan

pengemasan dan

penetapan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh semua

personal industri

obat tradisional sehingga seluruh aspek pembuatan obat

tradisional

tersebut selalu memenuhi CPOTB.

Penilaian Penerapan

5= Sangat memenuhi

4= Memenuhi

3= Cukup Memenuhi

2= Kurang Memenuhi

1=Sangat kurang Memenuhi

Page 53: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

Tabel 1. (Lanjutan) Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dokumentasi Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap

karyawan mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai

bidang tugas

yang harus dilaksanakan sehingga memperkecil resiko

terjadinya salah

tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya

mengandalkan

komunikasi lisan.

Penilaian Penerapan

5= Sangat memenuhi

4= Memenuhi

3= Cukup Memenuhi

2= Kurang Memenuhi

1=Sangat kurang Memenuhi

Penanganan hasil

peredaran

Penarikan kembali produk adalah suatu

proses penarikan kembali dari satu atau

beberapa bets atau seluruh bets produk

tertentu dari peredaran.

Penilaian Penerapan

5= Sangat memenuhi

4= Memenuhi

3= Cukup Memenuhi

2= Kurang Memenuhi

1=Sangat kurang Memenuhi

Page 54: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

Tabel 1. (Lanjutan) Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Cara Penyimpanan dan

Pengiriman Obat

Tradisional yang baik

Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting

dalam kegiatan dan manajemen rantai pemasokan produk

yang terintegrasi.

Penilaian Penerapan

5= Sangat memenuhi

4= Memenuhi

3= Cukup Memenuhi

2= Kurang Memenuhi

1=Sangat kurang Memenuhi

Pembuatan dan Analisis

berdasarkan kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat

secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan

kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak

memuaskan.

Penilaian Penerapan

5= Sangat memenuhi

4= Memenuhi

3= Cukup Memenuhi

2= Kurang Memenuhi

1=Sangat kurang Memenuhi

Tata Letak Fasilitas

Produksi

- Suatu landasan utama yang bertujuan untuk mengatur fasilitas

– fasilitas pabrik dalam menunjang kelancaran proses

produksi (Wignjosoebroto, 2003)

-

Kebutuhan luas area

departemen

Besarnya luas area pada masing – masing departemen Luas area departemen dalam satuan

meter dan meter persegi

Page 55: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

Tabel 1. (Lanjutan) Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Alat Penanganan Bahan Semua peralatan yang digunakan untuk membantu proses

pemindahan dari satu departemen ke departemen lainnya.

Untuk kuantitas menggunakan

satuan unit sedangkan untuk ukuran

menggunakan satuan meter

Jarak Penanganan Bahan

(D)

Jarak yang harus ditempuh dalam memindahkan bahan dari

satu departemen ke departemen lainnya

Pengukuran menggunakan

koordinat titik pusat dengan satuan

meter dan perbandingan 1:2

Frekuensi Penanganan

Bahan (F)

Periode pemindahan bahan dari tahap awal hingga akhir -

Jarak Tempuh (TD) Jarak yang harus ditempuh dalam menyelesaikan seluruh

kegiatan penanganan bahan

Jarak penanganan bahan dikali

frekuensi penanganan bahan

dengan satuan meter

Operation Process Chart - Diagram yang menggambarkan proses yang dialami oleh

bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan

sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh (Pamularsih,

2015)

-

Page 56: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

Tabel 1. (Lanjutan) Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Simbol ASME (American

Society of Mechanical

Engineers)

Simbol standar yang menggambarkan macam atau jenis

aktivitas dalam proses produksi

Jarak Penanganan Bahan

(D)

Jarak yang harus ditempuh dalam memindahkan bahan dari

satu departemen ke departemen lainnya

Pengukuran menggunakan

koordinat titik pusat dengan satuan

meter dan perbandingan 1:2

Waktu Aliran Proses Waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan bahan dari

departemen ke departemen selanjutnya

Lama waktu yang dibutuhkan

dalam satuan detik (s)

Flow Process Chart (FPC) - Peta yang menggambarkan proses operasi secara kronologis

(Wignjosoebroto, 2003)

-

= Operasi

= Inspeksi

=Transportasi

=Menunggu (delay)

=Menyimpan

=Aktivitas Ganda

Page 57: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

Tabel 1. (Lanjutan) Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Simbol ASME (American

Society of Mechanical

Engineers)

Simbol standar yang menggambarkan macam atau jenis

aktivitas dalam proses produksi

Jarak Penanganan Bahan

(D)

Jarak yang harus ditempuh dalam memindahkan bahan dari

satu departemen ke departemen lainnya

Pengukuran menggunakan

koordinat titik pusat dengan satuan

meter dan perbandingan 1:2

Waktu Aliran Proses Waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan bahan dari

departemen ke departemen selanjutnya

Lama waktu yang dibutuhkan

dalam satuan detik (s)

Peta Hubungan Aktivitas

(Activity Relationship

Chart atau ARC)

- Suatu metode yang menunjukkan nilai – nilai derajat hubungan

antar departemen dan alasan – alasan yang mendasarinya

(Wignjosoebroto, 2003)

-

= Operasi

= Inspeksi

=Transportasi

=Menunggu (delay)

=Menyimpan

=Aktivitas Ganda

Page 58: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

Tabel 1. (Lanjutan) Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Nilai Kedekatan Nilai yang menunjukkan keterkaitan antara

departemen

Deskripsi nilai, kode huruf dan warna:

Mutlak perlu : A (Merah)

Sangat penting : E (Jingga/Orange)

Penting : I (Hijau)

Kedekatan biasa : O (Biru)

Tidak perlu : U (Tidak berwarna)

Tidak diharapkan: X (coklat)

Alasan hubungan antar

aktivitas

Alasan yang digunakan untuk mendasari nilai

kedekatan atau keterkatan antar setiap departemen

Pemberian nilai didasarkan pada alasan

berikut:

a. Penggunaan catatan secara bersama

b. Menggunakan tenaga kerja yang sama

c. Menggunakan space area yang sama

d. Derajat kontak personal yang sering

dilakukan

e. Derajat kontak kertas kerja yang sering

dilakukan

f. Urutan aliran kerja

g. Melaksanakan kegiatan kerja yang sama

h. Menggunakan peralatan kerja yang sama

i. Kemungkinan adanya kotor, debu

maupun aroma yang tidak sesuai

Page 59: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

Tabel 1. (Lanjutan) Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Biaya Penanganan Bahan

(Ongkos Material

Handling atau OMH)

- Biaya yang dibutuhkan dalam pemindahan bahan

dari satu departemen ke departemen selanjutnya

(Damanik, 2014)

Cd+C1+(TCo x D)

Biaya depresiasi peralatan

(Cd)

Biaya penyusutan alat yang dipergunakan didalam

pemindahan bahan 𝐶𝑑 =(

Cawal − Cakhir 𝑈𝑚𝑢𝑟 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠

) 𝑥 ∑unit

312 ℎ𝑎𝑟𝑖

Biaya tenaga kerja (C1) Biaya tenaga kerja yang melakukan proses produksi

jamu

C1 (Harian) = C x ∑TK

Biaya tenga kerja operator

(TCo)

Biaya tenaga kerja yang memindahkan bahan –

bahan dari satu departemen ke departemen

selanjutnya

𝑇𝐶𝑜 =∑TK x C

8 𝑗𝑎𝑚 𝑥 3600 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

From To Chart - Tabel yang menunjukkan total dari berat beban yang

harus dipindahkan, jarak perpindahan bahan,

volume atau kombinasi dari faktor yang ada.

-

From to Chart Inflow Nilai koefisien yang masuk dari satu departemen ke

departemen lainnya

Nilai From to Chart Biaya pada setiap sel

matriks yang terisi dibagi total nilai From

To Chart pada kolom sel tersebut

Page 60: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

Tabel 1. (Lanjutan) Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

From To Chart Outflow Nilai koefisien yang keluar dari satu departemen ke

departemen lainnya

Nilai From To Chart Biaya pada setiap sel

matriks yang terisi dibagi total nilai From

To Chart Biaya pada baris sel tersebut

From To Chart Biaya Peta hasil rekapitulasi biaya penanganan bahan Biaya penanganan bahan dalam satuan

rupiah

Perencanaan tata letak

fasilitas dengan metode

konvensional

Activity Relationship

Diagram (ARD)

Diagram hubungan antar aktivitas

(departemen/mesin) berdasarkan pada tingkat

prioritas kedekatan.

Disusun berdasarkan hasil penyusunan

tabel skala prioritas.

Tabel Skala Prioritas

(TSP)

Tabel yang menggambarkan urutan prioritas antara

departemen atau mesin dalam suatu lintasan atau

tata letak

Hasil perhitungan FTC Outflow. Prioritas

diurutkan berdasarkan harga koefisien

biayanya, yang mana harga koefisien yang

terbesar yang akan merupakan prioritas

satu.

Perencanaan tata letak

fasilitas dengan metode

CRAFT

- CRAFT bertujuan untuk meminimumkan biaya

perpindahan material, adapun pengertian dari biaya

perpindahan material adalah aliran produk, jarak dan

biaya unit pengangkutan (Heragu, 2008)

Penggunaan software WinQSB versi 2.00

Page 61: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Hal ini di latarbelakangi

dengan adanya pengujian teori CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang

Baik) dan teori mengenai tata letak untuk dijadikan landasan dalam penelitian

“Implementasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dengan

Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi pada PT. Gujati 59 Utama”

sehingga penelitian ini bukan bersifat mengembangkan atau menciptakan teori baru

melainkan hanya menguji teori.

Pernyataan mengenai pendekatan penelitian kuantitatif juga didukung oleh

Sudjana dan Ibrahim (2001) yang menerangkan bahwa salah satu karakteristik

penelitian kuantitaif adalah berusaha memahami suatu fenomena dengan cara

menggunakan konsep – konsep yang umum untuk menjelaskan fenomena khusus.

Hal ini mengindikasikan bahwa penelitian kuantitatif harus mempunyai landasan

teori yang kuat untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat didalam

penelitian. Penelitian kuantitatif ini dapat diselesaikan apabila semua data yang

terkait sudah terkumpul, biasanya data – data yang ada pada penelitian kuantitatif

adalah data berupa angka (Kasiram, 2008).

4.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PT. Gujati 59 Utama berlokasi di Jl. Raya Solo

– Wonogiri No 59 Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja karena perusahaan Gujati bergerak

dibidang agroindustri jamu dan penelitian dilakukan pada bulan Februari – Maret

2017. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive (sengaja), karena pada

perusahaan ini ditemukan permasalahan terkait akan implementasi CPOTB dan

perencanaan tata letak fasilitas produksi yaitu masih panjanganya aliran lintasan

bahan dan berpotensi adanya kontaminasi pada bahan saat dipindahkan dalam

keadaan terbuka, dimana hal tersebut akan berdampak pada kualitas produk dan

menghambat aliran kerja sehingga berdampak pada jarak, biaya dan waktu. Hal

tersebut mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian dalam mengatasi

permasalahan tersebut.

Page 62: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

44

4.3 Teknik Penentuan Sample

Penentuan informan pada penelitian ini menggunakan metode purposive

sampling dengan key informan pada perusahaan yaitu satu orang kepala Quality

Assurance (QA). Metode penentuan sample ini sesuai dengan snowball sampling.

Pemilihan responden ini di latarbelakangi bahwa key informan mengetahui

informasi atau data mengenai hal yang diteliti terkait akan tata letak fasilitas

produksi jamu pada PT. Gujati 59 Utama. Selain itu, responden dapat membantu

peneliti untuk menentukan keterkaitan antar departemen pada diagram keterkaitan

aktivitas atau Activity Relationship Chart dan perkembangan implementasi

CPOTB.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Sebelum melakukan penelitian lebih mendalam, sebaiknya perlu dilakukan

kegiatan survey. Tujuan melakukan survey yaitu untuk melihat gambaran umum

tentang kondisi perusahaan terkait dengan implementasi CPOTB dan tata letak

fasilitas produksi. Data yang perlu diambil dalam kegiatan survey adalah sejarah

dan perkembangan perusahaan, perkembangan dalam implementasi CPOTB, alur

proses produksi, tata letak fasilitas produksi dan aliran penanganan bahan.

Pengambilan data dilakukan dengan beberapa metode seperti wawancara,

pengumpulan data sekunder dan observasi langsung ke lapang.

1. Wawancara

Metode wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan

yaitu Manajer Pabrik dan Kepala Quality Assurance (QA) bagian produksi. Tujuan

dari metode ini adalah untuk memperoleh data primer sehingga lebih mendapatkan

informasi secara detail terkait akan objek penelitian. Data yang diambil melalui

wawancara diantaranya adalah perkembangan implementasi CPOTB, tahap dan

alur produksi, keterkaitan antar departemen serta waktu proses produksi.

2. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan dalam mengumpulkan data – data sekunder. Data

yang dikumpulkan adalah data yang relevan dengan tujuan penelitian. Data

sekunder yang dapat diolah antara lain biaya tenaga kerja yang melakukan proses

penanganan bahan, biaya depresiasi perlatan penanganan bahan, dan jarak

Page 63: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

45

penanganan bahan. Selain pengumpulan data, dalam penelitian dokumentasi juga

berupa pengumpulan foto yang relevan dengan tujuan penelitian.

3. Observasi

Observasi dilakukan peneliti dengan cara pengamatan langsung ke lapang

atau langsung melihat kegiatan yang ada dipabrik untuk mendapatkan data primer.

Adapun data primer yang dikumpulkan melalui observasi ini terkait dengan

implementasi CPOTB dan tata letak awal serta penanganan bahan. Observasi sangat

penting dilakukan mengingat sebagian besar data diperoleh melalui kegiatan

observasi. Selain itu, dengan kegiatan observasi maka peneliti dapat mengamati

secara langsung proses produksi jamu. Observasi hendaknya dilakukan setiap hari

mengikuti waktu kerja dari karyawan. Berikut observasi yang dilakukan selama

penelitian:

1) Observasi Tata Letak Awal

Observasi tata letak awal, hal yang pertama dapat dilakukan yaitu dengan

mengukur kebutuhan luas lantai (departemen) yang ada didalam fasilitas

produksi perusahaan Gujati dengan menggunakan alat ukur meteran. Setelah

mendapatkan luasan lantai, maka selanjutnya dapat diolah dengan menggunakan

Microsoft Visio sebagai acuan dalam analisis tata letak fasilitas produksi.

2) Observasi Penanganan Bahan

Observasi penanganan bahan, frekuensi penanganan bahan diperoleh dengan

cara menghitung jumlah perpindahan bahan dari satu departemen ke departemen

lainnya dalam satu kali proses produksi. Waktu penanganan bahan diperoleh

dengan cara menghitung waktu yang dibutuhkan dalam sekali proses

penanganan bahan menggunakan alat bantu stopwatch. Menghitung jumlah alat

penanganan bahan juga tidak luput untuk diperoleh untuk kebutuhan dalam

perhitungan biaya penanganan bahan.

Page 64: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

46

4.5 Teknik Analisis Data

4.5.1 Metode Analisis Implementasi CPOTB (Cara Pembuatan Obat

Tradisional yang baik)

Implementasi CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang baik) pada

PT. Gujati 59 Utama dapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis

deskriptif. Analisis deskriptif adalah suatu tata cara analisis data yang menghasilkan

data deskriptif analisis yaitu berupa apa yang ditanyakan oleh responden, secara

tertulis atau lisan dan perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu

yang utuh (Agustina, 2008). Kegiatan analisis ini dilakukan secara langsung pada

PT. Gujati 59 Utama terkait akan kondisi implementasi CPOTB pada perusahaan

tersebut. Tujuan dari analisis deskriptif ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

perkembangan CPOTB yang sudah terimplementasi dan tingkat kesesuaian di

kondisi nyata dengan pedoman yang berlaku.

Implementasi CPOTB yang sudah diterapkan dapat dilihat dari tingkat

kesesuaian pelaksanaan yang telah dilakukan oleh PT. Gujati 59 Utama. Tingkat

kesesuaian dapat diukur dengan metode skoring dan persentase. Adapun untuk

mendapatkan hasil dari akhir skoring maupun persentase dengan menggunakan

form monitoring pelaksaan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)

pada Gujati. Form monitoring ini disusun sesuai dengan pedoman CPOTB sehingga

form monitoring ini dapat menjadi sebuah ringkasan singkat mengenai pelaksanaan

CPOTB yang selanjutnya setiap aspek CPOTB akan dijelasakan lebih rinci secara

deskriptif sesuai dengan hasil akhir skoring dan persentase dari form monitoring

CPOTB. Berikut ini merupakan uraian dari penerapan aspek CPOTB yang akan

diteliti, adalah sebagai berikut:

Page 65: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

47

Tabel 2. Rincian Kriteria Penerapan CPOTB

No Aspek Indikator Penerapan Skor

Terendah Tertinggi

1 Manajemen Mutu a. Pertanggungjawaban

Manajemen Mutu

b. Persetujuan peredaran

produk

c. Pengawasan CPOTB

d. Pihak Manajemen mutu

sesuai dengan bidang ahli

e. Kelengkapan dokumen yang

dimiliki pihak manajemen

mutu

0

0

0

0

0

5

5

5

5

5

2 Personalia a. Struktur organisasi yang

spesifik

b. Tidak ada jabatan yang

merangkap

c. Pimpinan pengawasan

CPOTB sesuai dengan ahli

bidang

d. Penerapan mutu pada setiap

aspek

e. Pelatihan CPOTB

f. Penetapan jobdesk

0

0

0

0

0

0

5

5

5

5

5

5

3 Bangunan, fasilitas dan

peralatan

a. Pengelolaan limbah

b. Bangunan dapat melindungi

bencana

c. Kondisi kebersihan

bangunan pabrik

d. Design tata letak sudah baik

e. Pengelolaan fasilitas

pendukung

f. Penempatan jobdesk

g. Peralatan mendukung produk

h. Keefisienan peralatan/mesin

untuk dibersihkan

Jadwal perawatan alat/mesin

0

0

0

0

0

0

0

0

0

5

5

5

5

5

5

5

5

5

Page 66: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

48

Tabel 2. (Lanjutan) Rincian Kriteria Penerapan CPOTB

4 Sanitasi dan Higiene a. Sterilisasi personel

b. Ketersediaan fasilitas

pendukung

c. Pemeriksaan riwayat

penyakit

d. Ketersediaan sarana

pendukung

e. Pengelolaan sampah

f. Ketersediaan jadwal

kebersihan

g. Ketersediaan prosedur tetap

h. Terdapat pencatatatan pada

pelaksanaan kebersihan

0

0

0

0

0

0

0

0

0

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5 Produksi a. Penanganan Bahan Baku

b. Pengawasan Bahan Baku

c. Kesesuaian metode dengan

praktik

d. Kualitas bahan baku

e. Kesesuaian proses produksi

dengan prosedur

f. Bahan baku yang diterima

telah melewati uji kualitas

g. Penyimpanan yang sesuai

pada bahan baku

h. Realisasi dan perencanaan

produksi selalu diawasi

i. Pengolahan produk tidak

dilakukan pada ruangan

yang sama

0

0

0

0

0

0

0

0

0

5

5

5

5

5

5

5

5

5

6 Pengawasan Mutu a. Pengawasan mutu meliputi

seluruh produksi

b. Pengambilan sample

dilakukan oleh personel

yang ahli dalam bidangnya c. Terdapat pencatanan saat

pengambilan sample d. Masa simpan produk 1 tahun

0

0

0

0

5

5

5

5

Page 67: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

49

Tabel 2. (Lanjutan) Rincian Kriteria Penerapan CPOTB

7 Inspeksi Diri a. Tim evaluasi CPOTB

b. Adanya laporan evaluasi

c. Jadwal inspeksi proses

produksi

0

0

0

5

5

5

8 Dokumentasi a. Ketersediaan pencatatan

pada produk

b. Adanya persetujuan pihak

pimpinan

c. Dokumen selalu up-to-date

d. Dokumen dikaji secara

teratur dan sistematis

0

0

0

0

5

5

5

5

9 Penanganan hasil

peredaran

a. Pertanggungjawaban

personel dalam kerja

b. Ketersediaan prosedur tetap

c. Proses peredaran produk

yang sistematis

d. Adanya konfirmasi kepada

pihak BPOM terkait produk

0

0

0

0

5

5

5

5

10 Cara Penyimpanan dan

Pengiriman Obat

Tradisional yang baik

a. Ruang pencahyaan

b. Pencatatan stok dilakukan

secara berkala

c. Pemeriksaan jumlah produk

d. Ketersediaan prosedur tetap

e. Kendaraan dan wadah

pengiriman yang sesuai

f. Proses pengiriman barang

yang sistematis

g. Pencatatan pengiriman yang

sistematis dan jelas

0

0

0

0

0

0

0

5

5

5

5

5

5

5

11 Pembuatan dan Analisis

berdasarkan kontrak

a. Terdapat kontrak tertulis

yang meliputi pembuatan

atau analisis obat yang

dikontrakkan

b. Terdapat izin edar untuk

semua produk

c. Pelaksaan audit secara

berkala

0

0

0

5

5

5

Total 305

Page 68: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

50

Skor yang diberikan diberikan sesuai dengan implementasi CPOTB pada

perusahaan Gujati sesuai dengan kriteria yang diambil dari pedoman CPOTB yang

dikeluarkan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Di setiap aspek

memiliki 5 kriteria penilaian (skor 1 hingga 5) dan setiap aspek memiliki kriteria

penilaian berbeda – beda. Adapun kriteria skor penilaian dapat dilihat pada lembar

lampiran. Pemberian skor ini didasarkan pada observasi lapang dan hasil

wawancara dengan pihak key informan. Keputusan peneliti dalam pemberian skor

yang tidak melibatkan karyawan Gujati karena belum semua karyawan Gujati

paham akan implementasi CPOTB.

Data yang telah diperoleh dari pemberian skor tersebut kemudian dianalis

secara deskriptif dan dikategorikan sesuai dengan tingkat pemenuhan kriteria dari

masing – masing aspek dalam pelaksanaan CPOTB. Berikut ini merupakan rumus

perhitungan untuk mendapatkan kelas kategori:

Interval = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠

Interval = 305−0

3 = 101,67

Tabel 3. Tingkat penerapan CPOTB

Jumlah Skor Persentase (%) Tingkat Penerapan

203,36 – 305 66,68 - 100 Memenuhi

101,68 – 203,35 33,34 – 66,67 Cukup Memenuhi

0 – 101,67 0 – 33,33 Tidak Memenuhi

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Tingkat penerapan CPOTB terbagi menjadi tiga kategori yaitu Memenuhi,

Cukup memenuhi dan Tidak memenuhi. Hasil dari tingkat penerapan CPOTB ini

diperoleh dari skor penilaian yang diberikan oleh peneliti dari pengamatan langsung

pelaksanaan CPOTB pada perusahaan Gujati. Tingkat penerapan CPOTB yang

sudah memenuhi berada pada range score 186,67 – 280, hal ini menunjukkan

bahwa dalam pelaksanaan CPOTB, perusahaan Gujati sudah memenuhi dengan

mengacu pada pedoman CPOTB. Untuk tingkat penerapan CPOTB pada kategori

cukup memenuhi berada di range score 94,34 – 186,66, hal ini menunjukkan bahwa

dalam pelaksanaan CPOTB yang dilakukan oleh perusahaan Gujati sudah

dilakukan sebagian dari pedoman CPOTB. Sedangkan tingkat penerapan CPOTB

pada kategori kurang memenuhi berada di range score 0 – 93,33, hal ini

Page 69: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

51

menunjukkan bahwa pelaksanaan CPOTB pada perusahaan Gujati masih sangat

kurang diterapkan sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk meningkatkan

implementasi CPOTB pada perusahaan Gujati.

4.5.2 Identifikasi Tata Letak Awal

Sebelum melakukan perbaikan tata letak fasilitas produksi, perlu dilakukan

identifikasi aliran bahan pada tata letak awal dengan tujuan untuk mengetahui

kondisi tata letak yang secara nyata sedang diterapkan dengan menggambar tata

letak awal, mengukur kebutuhan luas lantai atau area, dan jarak penanganan bahan.

Kebutuhan luas area dapat ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar setiap

area menggunakan meteran ukur pada setiap departemen. Perhitungan kebutuhan

luas area ini dapat mengetahui area yang belum dimanfaatkan sehingga dapat

menjadi pertimbangan dalam perbaikan tata letak.

Jarak penanganan bahan adalah jarak yang harus ditempuh dari satu

departemen ke departemen selanjutnya yang saling terkait. Jarak penanganan bahan

pada tata letak awal diketahui dengan menggambar denah tata letak awal dalam

bentuk koordinat X dan Y dengan bantuan Microsoft Visio. Penggambaran denah

harus disesuaikan dengan ukuran tata letak fasilitas yang sebenarnya dengan

perbandingan 1:100. Adapun langkah – langkah dalam penentuan titik koordinat

tiap departemen:

1. Membuka program Microsoft Visio 2010, pilih File - New - Template

Categories (Maps and Floor Plans) - Office Layout, dan pilih Metric Units

untuk unit pengukuran dalam satuan meter atau US Units untuk unit

pengukuran dalam satuan inci. Kemudian klik Create.

2. Untuk mengubah skala gambar, pilih Design - Page Setup - Drawing Scale,

kemudian pada Pre-defined Scale pilih 1:100. Klik OK.

Page 70: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

52

Gambar 3.0 Page Setup Microsoft Visio

Sumber: Data Primer, 2017

3. Kemudian gambar denah atau sketsa tata letak awal sesuai dengan ukuran

aktual berdasarkan hasil pengukuran area yang sudah dilakukan pada PT.

Gujati 59 Utama.

4. Pada Task Pane “Size & Position” dapat diketahui koordinat X dan Y, serta

ukuran tata letak yang sudah digambarkan.

Gambar 3.1 Penentuan Titik Koordinat Tiap Departemen

Sumber: Data Primer, 2017

Penentuan X1, X2, Y1 dan Y2 dapat dilihat dari size and position. Begin X

untuk X1, End X untuk X2, Begin Y untuk Y1 dan End Y untuk Y2. Selain itu

peletakkan koordinat X harus berada diatas atau dibawah sedangkan koordinat Y

diletakknya pada samping kiri maupun kanan. Setelah mengetahui koordinat X dan

Y pada masing – masing departemen yang akan dianalisis, kemudian hitung titik

pusat X dan Y departemen yang akan digunakan dalam menghitung jarak

Page 71: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

53

penanganan bahan. Menurut Damanik (2014) rumus yang digunakan untuk

menghitung titik pusat departemen adalah sebagai berikut:

X= 𝑋1+𝑋2

2 Y=

𝑌1+ 𝑌2

2

Keterangan:

X = Jarak penanganan bahan

X1 = Nilai koordinat X sisi kiri

Y1 = Nilai koordinat Y sisi bawah

X2 = Nilai koordinat X sisi kanan

Y2 = Nilai koordinat Y sisi atas

Jarak penanganan bahan menggunakan sistem Rectiliniear Distance.

Penerapan sistem ini dipilih karena perangkat lunak WinQSB menggunakan Jarak

Rectilinear dalam mengukur jarak antar departemen. Selain itu, jarak Rectilinear

ini banyak digunakan karena mudah dipahami dalam perhitungan. Jarak Rectilinear

membutuhkan data titik pusat X dan Y masing – masing departemen untuk

menghitung jarak penanganannya dengan rumus sebagai berikut (Nugroho, 2008):

dAB = |𝑋𝐴 − 𝑋𝐵| + |𝑌𝐴 − 𝑌𝐵|

Keterangan:

d = Jarak penanganan bahan

XA = Koordinat X departemen A

YA = Koordinat Y departemen A

XB = Koordinat X departemen B

YB = Koordinat Y departemen B

Departemen A = Departemen dimana bahan tersebut berasal

Departemen B = Departemen yang menjadi tujuan bahan tersebut dipindahkan

4.5.3 Analisis Proses

Analisis proses yang digunakan pada penelitian ini adalah Peta Proses

Operasi (Operation Process Chart) dan Peta Aliran Proses (Flow Process Chart).

Penggunaan dua peta aliran proses tersebut bertujuan untuk memperjelas proses

produksi yang berlangsung sehingga data yang diperoleh dapat lebih akurat untuk

mendukung hasil penelitian ini.

Page 72: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

54

1. Peta Proses Produksi (Operation Process Chart) dan Peta Aliran Proses (Flow

Process Chart)

Sebelum menyusun peta hubungan aktivitas pada metode kualitatif, maka perlu

disusun terlebih dahulu peta proses produksi (Operation Process Chart) untuk

memudahkan pemahaman kegiatan – kegiatan operasi dalam menghasilkan produk.

Terdapat beberapa simbol yang menggambarkan macam atau jenis aktivitas dari

ketentuan ASME (American Society of Mechanical Engineers), dan didalamnya

juga terdapat waktu proses operasi yang menggambarkan lamanya waktu proses

tersebut berlangsung serta urutan dari proses kegiatan produksi.

Tabel 4. Simbol – simbol yang digunakan dalam pembuatan Peta Proses Operasi

(ASME Standard)

Simbol Nama Kegiatan Definisi Kegiatan

Operasi

Benda kerja atau bahan

baku mengalami

perubahan bentuk baik

secara fisik maupun

kimiawi

Inspeksi

Bahan mengalami

pengujian atau

pengecekan ditinjau dari

segi kuantitas ataupun

kualitas

Transportasi

Bahan dipindahkan dari

satu lokasi ke lokasi yang

lain

Menunggu (Delay)

Bahan dalam keadaan

menunggu atau

ditinggalkan sementara

sampai suatu saat

dikerjakan/diperlukan

kembali

Page 73: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

55

Tabel 4. (Lanjutan) Simbol – simbol yang digunakan dalam pembuatan Peta Proses

Operasi (ASME Standard)

Menyimpan

Bahan disimpan dalam

jangka waktu yang cukup

lama

Aktivitas Ganda

Bahan melalukan

kegiatan secara

bersamaan serta

dilakukan oleh operator

pada stasiun yang sama

Sumber: Wignjosoebroto, 2003

Sedangkan peta aliran proses merupakan peta yang menggambarkan aliran

proses produksi secara kronologis. Secara hakikat peta proses produksi dan peta

aliran produksi merupakan hal yang sama, namun terdapat perbedaan subtansi pada

kedua peta proses tersebut. Pada peta aliran proses, setiap deskripsi kegiatan lebih

terinci dengan ditunjukkan adanya kuantitas bahan yang dipindahkan dan catatan

terkait dengan proses produksi sehingga pemakaian peta aliran proses lebih

mempermudah dalam menganalisis proses produksi.

4.5.4 Analisis Aliran Bahan

Analisis aliran bahan didalam penelitian ini diukur dengan menggunakan

metode kualitatif dan perhitungan biaya penanganan bahan (kuantitatif).

1. Analisis Kualitatif

Metode kualitatif yang digunakan didalam penelitian ini dalam menganalisis

aliran bahan adalah peta hubungan aktivitas (Activity Relationship Chart atau ARC)

1) Peta Hubungan Aktivitas

Setelah menyusun peta proses produksi selanjutnya menyusun peta hubungan

aktivitas dengan menggambarkan keterkaitan aktivitas antar departemen.

Penyusnan peta hubungan aktivitas diperoleh dari hasil wawancara dengan key

informan mengenai keterkaitan antar departemen yang dibutuhkan didalam

penelitian. Hasil wawancara tersebut ditunjukkan dalam nilai keterkaitan aktivitas

dan didukung dengan alasan yang mendasari dari kedekatan antar departemen. Peta

hubungan aktivitas berisi sandi huruf yang menunjukkan tingkat kepentingan

Page 74: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

56

keterkaitan aktivitas tersebut yan diletakkan pada bagian atas kotak. Adapun

penjelasan dari deskripsi nilai kedekatan, kode huruf dan warna:

Mutlak perlu : A (Merah)

Sangat penting : E (Jingga/Orange)

Penting : I (Hijau)

Kedekatan biasa : O (Biru)

Tidak perlu : U (Tidak berwarna)

Tidak diharapkan: X (coklat)

Sedangkan dibawah kotak menunjukkan nomor alasan yang mendukung

setiap nilai kedekatan aktivitas antar departemen. Berikut nomor dan alasan yang

digunakan dalam mendukung tingkat nilai kedekatan tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Penggunaan catatan secara bersama

b. Menggunakan tenaga kerja yang sama

c. Menggunakan space area yang sama

d. Derajat kontak personal yang sering dilakukan

e. Derajat kontak kertas kerja yang sering dilakukan

f. Urutan aliran kerja

g. Melaksanakan kegiatan kerja yang sama

h. Menggunakan peralatan kerja yang sama

i. Kemungkinan adanya kotor, debu maupun aroma yang tidak sesuai

Page 75: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

57

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif aliran bahan akan diukur berdasarkan kuantitas material

yang dipindahkan seperti berat, volume, jumlah unit satuan kuantitatif lainnya.

Didalam penelitian ini, analisis kuanitatif menggunakan biaya penanganan bahan

dan From to Chart.

1) Biaya Penanganan Bahan

Menurut Karonsih (2012) biaya penangan bahan terdiri dari biaya tenaga kerja

(C1), biaya depresiasi peralatan penanganan bahan (Cd), biaya operator per meter

(Tco), jarak tempuh selama proses produksi (M), dan biaya utilitas (bahan bakar,

listrik, dll).

Tenaga kerja yang digunakan dalam perhitungan adalah tenaga kerja yang

terlibat langsung dalam proses produksi dan operasi baik tenaga kerja

harian/kontrak ataupun borongan. Tenaga kerja yang terlibat secara langsung

berarti tenaga kerja yang melakukan kontak langsung dengan bahan baku yang

diproses. Lain halnya dengan tenaga kerja bulanan, direktur maupun karyawan

kantor tidak termasuk didalam perhitungan penanganan bahan. Berikut merupakan

rumus untuk menghitung biaya tenaga kerja (Co):

3.

Keterangan:

C1 = Total Biaya Tenaga Kerja

C = Biaya Tenaga Kerja per hari

∑TK = Jumlah tenaga kerja

∑Material = Berat bahan yang diproduksi

Tenaga kerja pada biaya operator (TCo) ini adalah tenaga kerja yang

memindahkan bahan – bahan dari satu departemen ke departemen selanjutnya. Jam

kerja secara umum yang berlaku didalam suatu perusahaan adalah 8 jam. Adapun

rumus perhitungan untuk biaya operator adalah sebagai berikut:

𝑇𝐶𝑜 =∑TK x C

8 𝑗𝑎𝑚 𝑥 3600 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

𝑇𝐶𝑜/𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 =𝑇𝐶𝑜

𝐷/𝑇

Keterangan:

C1 (Harian) = C x ∑TK C1 (Borongan) = C x ∑Material

Page 76: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

58

TCo = Total biaya operator per detik

C = Biaya tenaga kerja per hari

∑TK = Jumlah tenaga kerja

D = Jarak penanganan barang

T = Waktu penanganan bahan

Biaya depresiasi peralatan (Cd) merupakan biaya penyusutan alat yang

dipergunakan dalam proses penanganan bahan. Biaya penyusutan peralatan

penanganan bahan dinyatakan dalam satuan Rupiah per hari. Penyusutan ini

dihitung dengan jangka waktu penyusutan per tahun hari kerja. Adapun perhitungan

dari biaya depresiasi peralatan adalah sebagai berikut:Cawal Cakhir

𝐶𝑑 =(

Cawal − Cakhir 𝑈𝑚𝑢𝑟 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠

) 𝑥 ∑unit

312 ℎ𝑎𝑟𝑖

Keterangan:

Cd = Biaya depresiasi

Cawal = Harga awal alat penanganan bahan

Cakhir = Harga akhir alat penanganan bahan

∑unit = Jumlah alat penanganan bahan yang digunakan

Jarak tempuh (M) berbeda dengan jarak penanganan bahan (D). Jarak tempuh

adalah jarak yang harus ditempuh untuk menyelesaikan seluruh kegiatan

pemindahan bahan dalam sekali proses produksi. Sedangkan jarak penanganan

bahan merupakan jarak yang harus ditempuh dalam memindahkan bahan dari satu

departemen ke departemen selanjutnya.

M = F x D

Keterangan:

M = Mileage (Jarak Tempuh)

F = Frekuensi penanganan bahan

D = Jarak penanganan bahan

Setelah menghitung semua variabel yang dibutuhkan kemudian dapat

menghitung biaya penanganan bahan (Ongkos Material Handling atau OMH).

Biaya ini merupakan biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan bahan dari satu

departemen ke departemen lainnya. Adapun rumus dari perhitungan OMH adalah

sebagai berikut:

Page 77: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

59

OMH = Cd + C1 + (Tco x M) OMH/Meter = 𝑂𝑀𝐻

𝑀

Keterangan:

OMH = Biaya penanganan bahan

C1 = Biaya tenaga kerja

Cd = Biaya depresiasi peralatan penanganan bahan

TCo = Biaya operator per meter

M = Jarak tempuh

2) From to Chart (FTC)

FTC dibagi menjadi dua model yaitu TFC biaya yang merupakan hasil

rekapitulasi biaya penanganan bahan dan TFC inflow/outflow dari hasil konversi

nilai FTC biaya ke dalam nilai koefisien. Berikut merupakan perhitungan untuk

menentukkan nilai FTC inflow/outflow adalah sebagai berikut:

TFCInflow=𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐹𝑇𝐶 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑒𝑙 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐹𝑇𝐶 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑠𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡

TFCOutflow=𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐹𝑇𝐶 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑒𝑙 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐹𝑇𝐶 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑠𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡

Tabel 5. Contoh From To Chart

Ke - Dari A B C D Jumlah

A 10 20 30 60

B - - 40 40

C - 20 10 10

D 20 - - 20

Jumlah 20 30 20 80 150

Sumber: Wignjosoebroto, 2003

Page 78: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

60

4.5.5 Perbaikan Tata Letak Fasilitas Produksi

1. Analisa perbaikan dengan Metode Konvensional

Analisa perbaikan metode konvensional dapat dilakukan dengan menggunakan

Diagram Hubungan Aktivitas atau Activity Relationship Diagram (ARD) dan Tabel

Skala Prioritas (TSP). Kedua alat analisis ini dapat membantu dalam

memprioritaskan departemen yang harus didekatkan melalui koefisien FTC

Outflow sehingga apabila sudah ditentukan hubungan kedekatan departemen yang

harus diprioritaskan maka akan mempermudah dalam penyusunan aliran kerja yang

baru (usulan).

Pembuatan ARD mempunyai empat tahapan yaitu Pada tahap pertama, diagram

hubungan aktivitas disusun berdasarkan kondisi tata letak aktual. Diagram disusun

menurut lokasi penempatan departemen yang diterapkan dan kemudian

digambarkan garis aliran penanganan bahannya. Pada tahap kedua diagram

diperbaiki dengan pertimbangan dari hasil lembar kerja peta hubungan aktivitas.

Departemen yang memiliki nilai keterkaitan A (mutlak perlu) yang berarti harus

didekatkan satu sama lain.

Pada tahap ketiga, diagram hubungan aktivitas diperbaiki dengan pertimbangan

dari hasil tabel skala prioritas yang merupakan hasil perhitungan FTC Outflow.

Prioritas diurutkan berdasarkan harga koefisien biayanya, yang mana harga

koefisien yang terbesar yang akan merupakan prioritas satu/pertama. Setelah itu,

menggambarkan garis aliran penanganan bahannya. Berdasarkan diagram tersebut

dapat diketahui jarak alternatif penanganan bahan, karena departemen mengalami

perubahan/perbaikan tata letak. Selain itu perbaikan tata letak ini memiliki

kemungkinan mengakibatkan adanya perubahan frekuensi, dan alat yang digunakan

dalam penanganan bahan

2. Analisa perbaikan dengan Metode CRAFT

Perangkat lunak WinQSB merupakan sebuah aplikasi mengenai tata letak

fasilitas yang berguna untuk memecahkan masalah seperti Facility Location,

Funcional Layout dan Line Balencing. Perangkat lunak ini menerapkan sistem

algoritma CRAFT (Computerized Relative Allocation of Facilites Technique).

Perangkat lunak ini membutuhkan data tata letak awal untuk dapat menghasilkan

tata letak usulan yang terbaik. Data yang dibutuhkan seperti biaya penanganan

Page 79: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

61

bahan, jarak penanganan bahan serta penempatan lokasi tata letak tersebut.

Perangkat lunak WinQSB terlebih dahulu membutuhkan data titik pusat

departemen pada tata letak fasilitas awal dan jarak antara titik pusat tersebut dengan

menggunakan perangkat lunak Microsoft Visio.

Berikut adalah langkah-langkah dalam menggunakan program WinQSB versi

2.00 dalam melakukan perbaikan tata letak fasilitas produksi jamu instan di PT.

Gujati 59 Utama.

1) Buka program WinQSB versi 2.00 (Facility Location and Layout). Pilih menu

File - New Problem.

2) Pilih tipe permasalahan ‘Functional Layout’ dan tentukan kriteria obyektifnya

yaitu ‘Minimization’ untuk minimalisasi biaya penangan bahan. Kemudian

menentukan jumlah departemen dan banyaknya baris dan kolom layout pada

kotak ‘Number of Rows in Layout Area’ dan ‘Number of Columns in Layout

Area’. Pilih OK

3) Perangkat lunak ini membutuhkan data tata letak fasilitas awal untuk

menghasilkan tata letak usulan yang terbaik. Data tersebut seperti tata letak

awal (koordinat X dan Y), data aliran (frekuensi penanganan bahan), dan

jumlah departemen yang tidak berubah (fixed). Pada tabel yang ditampilkan,

isi koordinat X dan Y tata letak awal pada kolom ‘Initial Layout in Cell

Locations’. Kemudian memasukkan data aliran/frekuensi penanganan bahan

pada kolom ‘To Departemen’, sifat departemen pada kolom ‘Location Fixed’,

dan kode departemen pada kolom ‘Departement Name’. Untuk nama

departemen diisi dengan huruf (A, B, C, ... ) atau angka (1, 2, 3, ... ) untuk

mempermudah dalam melihat hasil tata letak yang ditampilkan oleh program

ini.

4) Pilih Solve and Analyze untuk melakukan analisis dan perbaikan tata letak

fasilitas produksi. Pada Solution Option pilih metode perbaikan yang

diinginkan seperti Two-way exchange (mengganti-ganti dua departemen pada

saat bersamaan), Three-way exchange (mengganti-ganti tiga departemen pada

saat bersamaan), Two-way then three-way exchange (mengganti-ganti dua

departemen pada saat bersamaan kemudian mengganti-ganti tiga departemen

pada saat bersamaan), Three-way then two-way exchange (mengganti-ganti

Page 80: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

62

tiga departemen pada saat bersamaan kemudian mengganti-ganti dua

departemen pada saat bersamaan, atau Evaluate the Initial Layout Only (hanya

menganalisis tata letak awal saja). Setelah itu memilih sistem pengukuran

jaraknya seperti Rectilinear Distance, Squared Equclidean Distance, dan

Equclidean Distance. Rectilinear distance lebih disarankan untuk analisis tata

letak karena cara ini banyak digunakan sebab mudah dalam perhitungan baik

secara program maupun manual, mudah dimengerti, dan cocok untuk beberapa

permasalahan pada bidang tata letak fasilitas.

Sistem kerja dari perangkat lunak WinQSB adalah dengan menukarkan

beberapa departemen yang bertujuan untuk meminimalkan biaya penanganan

bahan. Metode yang digunakan untuk mengubah tata letak untuk mendapatkan tata

letak yang optimal yaitu:

1. Two – way exchange (Pertukaran 2 departemen)

2. Three – way exchange (Pertukaran 3 departemen)

3. Two – way exchange followed by three – way exchange (Pertukaran 3

departemen dilanjutkan dengan pertukaran 2 departemen)

Page 81: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Profil Perusahaan

PT. Gujati 59 Utama merupakan salah satu industri jamu yang berlokasi di

pusat sentra produksi jamu yaitu Sukoharjo, Jawa Tengah. Perusahaan ini memiliki

berbagai macam varian produk jamu baik berupa jamu instan maupun jamu serbuk

dan sekarang ini telah di rancang pembuatan jamu dalam bentuk kapsul dan pil.

Pembahasan profil perusahaan Gujati akan meliputi Sejarah dan Perkambangan,

Visi dan Misi, Deskripsi produk, Struktur organisasi, dan Sistem ketenagakerjaan.

5.1.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Gujati 59 Utama

PT. Gujati 59 Utama pada awalnya sebelum mengalami perkembangan hingga

saat ini, di dirikan dengan nama Perusahaan Jamu (PJ) Gunung jati pada tanggal 22

Desember 1989 yang berlokasi di Cirebon. Pada saat itu perusahaan ini beroperasi

sebagaimana layaknya suatu usaha "home industry" dengan beberapa karyawan dan

daerah pemasaran yang sangat terbatas.

Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 1996 PJ Gunung Jati berubah

bentuk menjadi Perseroan Terbatas dengan mengubah nama menjadi Gujati.

Pergantian nama perusahaan dilatarbelakangi untuk mempermudah masyarakat

dalam mengingat produk Gujati. Kemudian terjadi perubahan nama perusahaan

kembali hingga seperti sekarang ini yaitu PT. Gujati 59 Utama.

Pada tahun 2003, pihak pimpinan PT. Gujati 59 Utama memutuskan untuk

memindahkan aktivitas produksi ke Desa Gupit, Kec. Nguter, Kab. Sukoharjo, Jawa

Tengah. Diharapkan dengan kepindahan ke daerah Sukoharjo ini perusahaan akan

dapat terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan visi dan misi yang telah

diciptakan.

5.1.2 Visi dan Misi PT. Gujati 59 Utama

PT. Gujati 59 Utama memiliki visi dan misi sebagai acuan dalam

mencapai tujuan yang dicita – citakan oleh Gujati. Berikut ini merupakan visi dan

misi dari perusahaan Gujati:

Page 82: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

64

Visi

Menjadi industri jamu (Obat Herbal berbahan alami) terbaik yang berperan

penting dalam percaturan nasional maupun global dalam mendukung terciptanya

kesehatan masyarakat Indonesia dan dunia.

Misi

1. Menjadikan jamu sebagai tuan rumah di negeri sendiri dan tamu terhormat di

negara lain, melalui produk – produk bermutu yang memberikan kepuasan

kepada konsumen dan menjadi solusi masalah kesehatan masyarkat.

2. Menjadi perusahaan yang dapat memberikan nilai – nilai (value) yang tinggi dan

menjadi tumpuan hidup serta pengembangan diri bagi pemilik dan karyawan

perusahaan serta seluruh jaringan distributor dan pelaku alur distribusi lainnya.

3. Menjadi perusahaan yang berperan dalam peningkatan kemajuan bangsan dan

kesejahteraan rakyat Indonesia.

5.1.3 Deskripsi Produk Jamu

PT. Gujati 59 Utama memiliki varian produk jamu dengan jumlah sekitar ±

100 jamu baik jenis jamu serbuk maupun jamu instan. Namun, varian produk yang

memiliki penjualan paling tertinggi adalah Helios Susu sehingga memiliki jadwal

produksi yang intens. Helios susu merupakan salah satu varian produk jamu dengan

jenis jamu instan.

Helios susu merupakan jamu instan yang memiliki khasiat dalam

menunjang kesehatan anak – anak. Jamu helios ini terbuat dari bahan baku alami

seperti kunyit, kencur, wortel, madu, gula pasir dan beberapa tambahan perisa

vanilla dan susu. Jamu helios ini sangat digemari oleh anak – anak karena tersedia

berbagai varian dan rasa yang tidak pahit melainkan seperti susu. Adapun khasiat

dari jamu helios ini adalah memelihara kesehatan anak, meningkatkan nafsu makan,

dan menjaga sistem pencernaan pada anak.

5.1.4 Struktur Organisasi PT. Gujati 59 Utama

Penyusunan suatu struktur organisasi perusahaan dijadikan sebagai acuan

dalam tata kelola perusahaan. Setiap pembagian divisi telah diamanahkan tanggung

jawab tugas masing – masing terkait dengan pencapaian tujuan yang ingin digapai

Page 83: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

65

oleh perusahaan. Struktur organisasi pada PT. Gujati 59 Utama dapat dilihat pada

lampiran 1. Adapun tata kelola yang berlaku pada PT. Gujati 59 Utama adalah

sebagai berikut:

1. Direktur Utama

1) Memimpin seluruh dewan atau komite eksekutif; bertindak sebagai

perwakilan organisasi dalam hubungannya dengan dunia luar; memainkan

bagian terkemuka dalam menentukan komposisi board dan sub – lomite

sehingga tercapai keselarasan dan efektivititas

2) Memimpin rapat umum, dalam hal; untuk memastikan pelaksanaan tata

tertib: keadilan dan kesempatan bagi semua untuk berkontribusi secara

tepat; mengarahkan diskusi kearah consensus; menjelaskan dan

menyimpulkan tindakan dan kebijakan

3) Mengambil keputusan sebagaimana di delegasikan oleh BOD (Board of

Director) atau pada situasi tertentu yang dianggap perlu, yang diputuskan

dalam meeting-meeting BOD

2. Staff Humas

1) Mediator pendengar yang baik untuk karyawan perusahaan melalui kritk

dan saran

2) Fasilitator dalam memecahkan masalah-masalah di perusahaan

3) Pemberi informasi mengenai perusahaan kepada pihak yang ingin

mengetahui tentang perusahaan

3. Staff Operasional

1) Membantu meringankan pekerjaan operasional direksi (direktur utama dan

direktur keuangan)

2) Fasilitator informasi dari direktur dengan divisi-divisi yang ada di

perusahaan

4. Direktur Keuangan

1) Direktur keuangan dapat membentuk divisi setingkat di bawahnya yang

jumlahnya di tetapkan dengan persetujuan Dewan Direksi

Page 84: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

66

2) Mengawasi Operasional mengenai keuangan perusahaan; Meminta

pertanggungjawaban keuangan dari tiap-tiap bagian yang dibawahi oleh

direktur keuangan

3) Mempertanggungjawabkan kegiatan yang ada mengenai bagian keuangan;

Menetapkan prosedur pelaksanaan secara rinci tentang keuangan.

5. Manajer Pembelian

1) Bertanggung jawab dalam pembelian bahan baku serta bahan pendukung

untuk kegiatan produksi serta pembelian barang untuk keperluan semua

divisi

2) Memantau perubahan harga bahan baku serta bahan pendukung untuk

kegiatan produksi

3) Bertanggung jawab dalam pemilihan supplier yang tepat sebagai pemasok

bahan baku, bahan pendukung serta kemasan untuk menunjang kegiatan

produksi

6. Manajer Pabrik

1) Bersama-sama dengan bagian lain untuk mengantisipasi dan mengatasi

berbagai permasalahan produksi.

2) Menentukan sistematika kegiatan produksi

3) Menentukan perencanaan dan pengorganisasian jadwal kegiatan produksi

7. Administrasi Pabrik

8. National Sales Manager

1) Melakukan riset dan survey terhadap pasar serta analisa produk untuk

pengembangan produk dan penentuan harga

2) Merancang strategi sales perusahaan sesuai dengan yang ingin dicapai oleh

perusahaan

3) Monitoring dan menganalisa pencapaian produktivitas sales pada ruang

lingkup Retail dan Distributor

4) Memonitor inventory stock di setiap cabang secara berkala sesuai

kebutuhan pasar di setiap area cabang dan sesuai kapasitas cabang

9. Kepala Bagian Quality Assurance (QA)

Page 85: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

67

1) Bertanggung jawab secara penuh terhadap pelaksanaan implementasi

CPOTB

2) Bertanggung jawab dalam segala aspek baik dalam pemilihan supplier

bahan baku hingga produk jamu diedarkan

3) Bertanggung jawab terhadap teknis dalam menunjang kegiatan produksi

10. Kepala Bagian Umum dan Logistik

1) Mengelola seluruh barang yang dimiliki oleh perusahaan (barang

inventaris)

2) Bertanggung jawab dalam pengadaan barang yang diperlukan apabila

divisi tertentu menyelenggarakan kegiatan lapang atau acara perusahaan

3) Sebagai penyedia sarana dan prasarana diperusahaan

11. Kepala Bagian Pembelian

1) Merencanakan dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan

transaksi pembelian bahan baku dan barang-barang yang dibutuhkan oleh

perusahaan untuk menjaga kestabilan kegiatan produksi.

2) Membuat laporan hasil pembelian secara berkala

12. Kepala Bagian Produksi

1) Merencanakan dan mengendalikan kegiatan produksi dari pembuatan

jamu hingga pengemasan produk jamu

2) Membuat laporan hasil produksi produk secara berkala

13. Kepala Bagian PPIC (Planning Production and Inventory Control)

1) Menyediakan pemesanan dari bagian marketing dan menyusun rencana

produksi sesuai dengan pesanan marketing

2) Menyusun rencana pengadaan bahan yang didasarkan atas forecast dari

marketing melalui pemantauan kondisi stock barang yang akan diproduksi

3) Melakukan monitoring pada bagain inventory pada proses produksi,

penyimpanan barang di gudang maupun yang akan didatangkan pada

perusahaan sehingga saat proses produksi yang membutuhkan bahan dasar

bisa berjalan dengan lancar dan seimbang

Page 86: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

68

4) Membuat jadwal proses produksi sesuai dengan waktu, routing dan jumlah

produksi yang tepat sehingga menjadikan waktu pengiriman produk pada

konsumen bisa dilakukan secara optimal dan cepat

14. Kepala Bagian Gudang

1) Membuat laporan bulanan stock opname kepada beberapa divisi terkait

2) Menerima bahan baku, bahan pendukung dan kemasan yang sudah

diluluskan oleh pihak Quality Control

3) Mengkoordinir keluarnya barang ke produksi sesuai dengan permintaan

4) Membuat surat permintaan barang kepada Direktur Keuangan, pihak

pembelian, Manager Pabrik

5) Mengawasi keluar masuknya surat yang berkaitan dengan keluar dan

masuknya barang dari gudang

15. Kepala Bagian Pengembangan dan Kualitas

1) Merencanakan dam melaksanakan pengembangan produk dengan

penelitian

2) Mengendalikan kualitas produk yang diawali dari bahan baku, proses

produksi, dan hingga kemasannya

3) Berkoordinasi pada divisi yang terkait, dalam hal pengembangan produk

4) Membuat laporan hasil pengecekan kualitas

5) Membuat izin pengembangan produk

16. Kepala Bagian Pemasaran

1) Melakukan perencanaan strategi pemasaran hasil produksi yang terpadu

dan efisien dengan memperhatikan sumber daya perusahaan.

2) Melakukan koordinasi kerja dan pembagian / pendelegasian tugas serta

tanggung jawab di lingkungan intern Bagian Marketing untuk

menghasilkan pola kerja yang lebih baik

3) Melakukan analisa laporan kondisi dan situasi pasar beserta analisa

pesaing.

Page 87: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

69

17. Kepala Bagian Penjualan

1) Merencanakan dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan

penjualan dengan menerima order dan menyampaikan ke bagian produksi

maupun gudang untuk memenuhi permintaan konsumen.

2) Melaporkan hasil penjualan produk secara berkala

18. Kepala Bagian Personalia

1) Mengembangkan system perencanaan personalia dan pengendalian

kebijakan pegawai

2) Melaksanakan Kebutuhan administrasi dan kepagawaian

3) Bertanggung jawab dalam pelaksanaan rekrutmen tenaga kerja

4) Bertanggung jawab dalam pelaksanaan acara perusahaan

19. Kepala Bagian Persediaan

20. Kepala Bagian Keuangan

1) Mengatur keuangan di dalam perusahaan

2) Mengatur upah atau gaji kepada seluruh karyawan setiap bulan

3) Mengatur dan membayarkan tagihan atau in voice yang harus dibayarkan

perusahaan yang bekerja sama menjadi supplier di PT. Gujati 59 Utama

4) Mengatur regulasi pelunasan piutang

21. Kepala Bagian Perpajakan

1) Mengatur pembayaran pajak perusahaan sebelum jatuh tempo

2) Mengatur administrasi perpajakan

22. Kepala Bagian Pembukuan

1) Mengendalikan dan memberikan tugas kepada staff dalam melakukan

kegiatan yang berkaitan dengan pembukuan seperti pengumpulan nota-

nota pengeluaran karyawan.

23. Kepala Bagian Informasi Telekomunikasi

1) Bertanggung jawab dalam pengoperasian program aplikasi yang dirancang

oleh pihak IT

2) Bertanggung jawab dalam pengoperasian server internet perusahaan

3) Bertanggung jawab dalam pembaruan sistem informasi antar divisi untuk

mempermudah koordinasi antar divisi.

Page 88: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

70

5.1.5 Sistem Ketenagakerjaan PT. Gujati 59 Utama

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu asset yang terpenting

didalam sebuah perusahaan. Visi dan Misi yang telah diciptakan dapat diraih

apabila SDM yang dimiliki perusahaan memiliki tingkat kualifikasi yang baik dan

mampu untuk meraih dari tujuan perusahaan. PT. Gujati 59 Utama memiliki ± 250

pekerja yang dibedakan dalam tiga tingkat klasifikasi sebagai berikut:

1. Tenaga Kerja Tetap

Merupakan tenaga kerja yang memiliki status pekerja tetap dalam jangka waktu

yang tidak tertentu sesuai dengan keterangan yang tertera pada surat pengangkatan

dari pihak pimpinan perusahaan setelah karyawan tersebut telah melewati masa

kerja selama beberapa waktu dan dinyatakan memenuhi syarat. Semua karyawan

yang baru bekerja di Gujati diawali dengan status tenaga kerja harian terlebih

dahulu. Pengangkatan karyawan tetap pada Gujati dinyatakan apabila telah

melewati masa kerja ±3 tahun, namun apabila karyawan tersebut memiliki prestasi

kerja yang baik maka pengangkatan karyawan tetap juga dapat dilakukan oleh

pimpinan perusahaan. Tenaga kerja tetap Gujati mendapatkan fasilitas jaminan

kesehatan dan keselamatan kerja (BPJS), bonus penghasilan (tergantung

performance kerja), dan jatah waktu cuti sebanyak 10 kali. Tenaga kerja di Gujati

yang digolongkan sebagai tenaga kerja tetap adalah karyawan bagian Accounting,

HRD (Human Resources Development), Marketing, Penjualan, Purchasing, PPIC

(Production Planning Inventory Control), Quality Control, Research and

Development, Warehouse, Logistik, Kepala Bagian Kebersihan, Kepala Bagian

Maintenance, Kepala Bagian Produksi dan Staff Administrasi Produksi,.

2. Tenaga Kerja Harian

Merupakan tenaga kerja dengan status pekerja kontrak dengan masa kerja

dalam periode jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak perjanjian kerja yang

telah disepakati antar kedua belah pihak (karyawan harian dan perusahaan). Tenaga

kerja harian pada umumnya memiliki sistem upah harian dengan 8 jam kerja dan

dibayarkan setiap dua minggu sekali. Hal umum tersebut juga berlaku pada

perusahaan Gujati disertai dengan kebijakan adanya peningkatan jumlah upah

selama dua kali dalam setahun. Tenaga kera harian mendapatkan fasilitas jaminan

Page 89: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

71

kesehatan dan keselamatan kerja (BPJS), namun apabila mengambil waktu cuti

maka tidak akan diupah pada hari dimana karyawan tersebut mengambil cuti (tidak

mendapatkan jatah waktu cuti). Tenaga kerja di Gujati yang digolongkan sebagai

tenaga kerja harian adalah tenaga kerja yang berkontribusi secara langsung pada

pembuatan jamu (penanganan bahan baku, pemasakan jamu, pengemasan jamu,

mempersiapkan kemasan dan bahan pendukung).

3. Tenaga Kerja Borongan

Merupakan tenaga kerja yang tidak terikat kontrak kerja dengan pihak

perusahaan. Peran dari tenaga kerja borongan diperlukan apabila jumlah pesanan

produk jamu sangat melimpah sehingga membutuhkan lebih banyak tenaga untuk

menyelesaikan produksi jamu (tidak setiap hari dibutuhkan, hanya pada waktu

tertentu). Tenaga kerja borongan diupah secara harian seperti tenaga kerja harian.

Gujati biasanya membutuhkan tenaga kerja borongan untuk mempersiapkan bahan

kemasan ataupun bahan pendukung seperti box kemasan, brosur, dan lain – lain.

Page 90: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

72

5.2 Hasil

Penjabaran dari hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Gujati 59 Utama

mengenai “Implementasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)

dengan Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi pada PT. Gujati 59

Utama” akan dijelaskan dengan beberapa pembahasan sub bab. Sub bab tersebut

terdiri dari identifikasi tata letak awal, analisa proses produksi, analisa aliran bahan

dan perbaikan tata letak fasilitas produksi dengan metode konvensional dan

menggunan bantuan aplikasi WinQSB. Sementara itu, analisa implementasi Cara

Pembuatan Obat Tradisional yang baik (CPOTB) akan dijelaskan secara rinci pada

bab pembahasan.

5.2.1 Identifikasi Tata Letak Awal

Identifikasi tata letak awal diperlukan untuk mengetahui kondisi awal tata

letak fasilitas produksi dengan menggambar tata letak awal, mengukur kebutuhan

luas area, dan jarak penanganan bahan. Pola aliran yang terdapat pada Gujati adalah

berbentuk lintasan yang tidak tentu (tidak beraturan) sesuai dengan pendapat Apple

(1990) yang menyatakan bahwa pola aliran ini dapat diaplikasikan pada proses

produksi yang singkat, relatif sederhana dan dapat memperpendek jarak lintasan.

PT. Gujati 59 Utama memproses bahan baku menjadi produk jamu yang telah siap

kemas, namun peralatan yang dimiliki masih sederhana dalam kuantitas yang

terbatas dengan alasan untuk memberdayakan tenaga kerja manusia.

PT. Gujati 59 Utama memiliki ruang produksi jamu yang terbagi menjadi

jamu instan dan jamu serbuk. Namun dalam penelitian ini perbaikan tata letak

fasilitas produksi hanya akan berfokus pada ruang produksi jamu instan. Hal ini

dilatarbelakangi dengan adanya lintasan perpindahan bahan yang lebih pendek dan

efisien dibandingkan dengan lintasan perpindahan bahan yang terjadi pada keadaan

lapang. Selain itu, kondisi ruang produksi jamu serbuk yang sudah cukup baik

sehingga tidak perlu dilakuan perbaikan tata letak.

Page 91: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

73

Tabel 6. Departemen Bagian Produksi Jamu Instan

No Nama Singkatan

1 Ruang Pengambilan BB PBB

2 Ruang Perendaman RDM

3 Ruang Antar Barang RAB

4 Ruang Parut PRT

5 Ruang Peras PRS

6 Ruang Masak MSK

7 Ruang Ayak AYK

8 Ruang Mixing MXG

9 Ruang Packing Primer PRM

10 Ruang Packing Sekunder SKN

Sumber: Data Primer, 2017 (diolah)

Untuk tata letak fasilitas produksi awal pada pembuatan jamu instan terdiri

dari 10 departemen antara lain ruang pengambilan Bahan Baku (PBB). ruang

perendaman (RDM), ruang antar barang (RAB), ruang parut (PRT), ruang peras

(PRS), ruang masak (MSK), ruang ayak (AYK), ruang mixing (MXG), ruang

packing primer (PRM) dan ruang packing sekunder (SKN). Adapun proses

penanganan bahan baku jamu instan dimulai dari ruang perendaman (PRM) karena

bahan baku jamu instan didominasi oleh simplisia basah sehingga perlu dilakukan

adanya perendaman bahan baku. Setelah melalui tahapan proses perendaman,

bahan baku tersebut diantarkan melalui Ruang Antar Barang (RAB). RAB ini

merupakan ruang yang mempertemukan antar departemen Gudang dengan

departemen Produksi. Kemudian pihak produksi akan mengambil bahan baku di

ruang RAB yang selanjutnya akan melalui serangkaian proses produksi.

Page 92: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

74

Tabel 7. Departemen Bagian Produksi Jamu Serbuk

No Nama Singkatan

1 Ruang Antar Barang RAB

2 Ruang Grinder GRN

3 Ruang Formulasi FRM

4 Ruang Mixing MXG

5 Ruang Giling GLG

6 Ruang Ayak AYK

7 Ruang Packing Primer PRM

8 Ruang Packing Sekunder SKN

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Untuk tata letak fasilitas produksi awal pada pembuatan jamu serbuk terdiri

dari 8 departemen antara lain ruang antar barang (RAB), ruang grinder (GRN),

ruang formulasi (FRM), ruang mixing (MXG), ruang giling (GLG), ruang ayak

(AYK), ruang packing primer (PRM) dan ruang packing sekunder (SKN). Adapun

proses penanganan bahan baku jamu instan dimulai dari pengantaran bahan baku

melalui Ruang Antar Barang (RAB) menuju ruang grinder. Proses grinder ini

merupakan tahapan awal dalam proses produksi pembuatan jamu serbuk.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, di dalam penelitian ini hanya

akan terfokus pada proses produksi pembuatan jamu instan, karena design tata letak

pembuatan jamu serbuk tidak mengalami permasalahan yang rumit, namun masih

terdapat beberapa kekurangan seperti ruangan produksi yang tidak bersekat,

menimbulkan polusi yang berasal dari debu – debu serbuk jamu, permukaan lantai

yang belum rata, serta ruang produksi yang banyak menyimpan barang sehingga

terlihat sempit dan tidak teratur.

Page 93: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

75

Tabel 8. Fasilitas Pendukung Proses Produksi

No Nama Singkatan

1 Gudang Simplisia Bersih GDSB

2 R. Cuci Sortasi Simplisia Kotor RCS

3 R. Oven Simplisia ROS

4 Gudang Simplisia Kotor GDSK

5 R. Admin Gudang BB ABB

6 Gudang Bahan Kemas GBK1

7 Produksi Pil RPP

8 Press Kemasan RPK

9 Koding KDG

10 Gudang Bahan Kemas 2 GBK2

11 R. Alat Kebersihan RAK

12 R. Kantor Quaity Control SPV

13 R. Kantor Produksi IPC

14 R. Ganti dan Sterilisasi TK GBJ

15 R. Cuci Simpan Alat CSA

16 Gudang Produk Jadi GPJ

17 WIP1 WIP1

18 WIP 1 WIP2

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Fasilitas pendukung proses produksi merupakan beberapa departemen yang

turut menunjang proses produksi jamu instan maupun jamu serbuk. Berdasarkan

tabel, dapat dilampirkan terdapat 18 departemen yang masih menjadi satu kesatuan

ruang produksi jamu. Disalah satu fasilitas pendukung terdapat ruang produksi pil.

Alasan ruang produksi pil ini masih termasuk dalam fasilitas pendukung karena

produksi pil yang belum berjalan (masih dalam perencanaan). Selain itu, dengan

mengetahui fasilitas pendukung maka peneliti dapat mengetahui pengalokasian

ukuran departemen yang dimulai dari departemen produksi jamu instan, jamu

serbuk dan fasilitas pendukung. Hal ini mempermudah peneliti dalam menentukkan

luas kebutuhan area seluruh ruang produksi dalam pengidentifikasian tata letak

awal fasilitas produksi.

Page 94: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

76

Gambar 3.2 Tata Letak Awal Fasilitas Produksi

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Page 95: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

77

Tahapan produksi yang pertama pada pembuatan jamu instan adalah tahap

pemarutan. Semua simplisia basah yang akan digunakan dalam proses pembuatan

jamu diparut kemudian hasil dari parutan akan diperas untuk pengambilan sari –

sari dari bahan baku jamu tersebut. Sari – sari bahan baku tersebut kemudian

dimasak dalam wajan yang besar dan di campurkan dengan beberapa komposisi

yang mendukung dalam pembuatan jamu seperti gula, perisa dan pewarna. Setelah

selesai dimasak, kemudian ruahan jamu tersebut diayak dan selanjutnya akan

melalui tahapan mixing. Apabila ruahan jamu telah dimixing, kemudian ruahan

jamu siap di kemas pada ruang kemas primer dan sekunder. Proses tahapan

pembuatan jamu instan secara detail dapat dilihat pada Flow Process Chart pada

lampiran 6.

1. Kebutuhan Luas Area

PT. Gujati 59 Utama memiliki pola aliran bahan berbentuk aliran yang tidak

teratur juga didukung dengan area bangunan yang cukup besar sehingga

penanganan bahan menempuh area yang panjang. Luas keseluruhan ruang produksi

(instan dan serbuk) dan ruang gudang adalah 1623 m2, sedangkan untuk fasilitas

pendukung memiliki luas sebesar 751,51 m2. Ukuran kebutuhan luas lantai dapat

dijelaskan pada tabel 9.

Tabel 9. Luas Kebutuhan Area per Departemen Jamu Instan

No. Nama Ukuran (m) Luas (m2) Keterangan

P L

1 PBB - - 57.20* Non Fixed

2 RDM - - 18.00* Non Fixed

3 RAB 3.00 1.50 4.50 Non Fixed

4 PRT 2.25 1.00 2.25 Fixed

5 PRS 4.50 2.00 9.00 Fixed

6 MSK 10.00 4.70 47.00 Fixed

7 AYK 4.70 4.30 20.21 Fixed

8 MXG 1.68 1.63 2.74 Fixed

9 PRM 1.31 1.58 4.14 Fixed

10 SKN 9.00 8.50 76.50 Fixed

Total 241.54

Keterangan: *pada ruang PBB dan ruang RDM berbentuk Trapesium

- Fixed untuk ruangan yang tidak dapat dipindahkan

- Non Fixed untuk ruangan yang dapat dipindahkan

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Page 96: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

78

Berdasarkan tabel pada luas kebutuhan area departemen jamu instan, terdapat

10 departamen inti yang terkait langsung dengan produksi jamu instan. Dari 10

departemen, departemen yang tidak dapat dipindahkan (fixed) berjumlah 7

departemen yang dimulai dari proses pemarutan hingga pengemasan sekunder.

Sementara itu, terdapat 3 departemen yang dapat dipindahkan (non fixed) yaitu

Ruang pengambilan Bahan Baku (PBB), Ruang Perendaman (RDM) dan Ruang

Antar Barang (RAB). Ketiga departemen ini pada praktik lapang memiliki

permasalahan yang cukup menonjol, yaitu panjangnya lintasan yang ditempuh dari

ruang perendaman hingga ruang tahapan awal produksi jamu instan yaitu ruang

parut. Selain itu, dalam pengantaran bahan baku turut melewati gudang simplisia

bersih yang memiliki kondisi kurang higienis dan tanpa diberikan pelindung

(bahan baku yang telah direndam dibiarkan dalam kondisi terbuka) sehingga rawan

akan serangan mikroorganisme.

Tabel 10. Luas Kebutuhan Area per Departemen Jamu Serbuk

No. Nama Ukuran (m) Luas (m2) Keterangan

P L

1 RAB 2.00 1.50 3.00 Fixed

2 GRN 1.20 11.40 13.68 Fixed

3 FRM 9.00 0.45 4.05 Fixed

4 MXG 1.92 1.24 19.88 Fixed

5 GLG 10.50 6.00 63.00 Fixed

6 AYK 2.40 1.24 2.98 Fixed

7 PRM 4.05 1.58 124.30 Fixed

8 SKN 9.00 8.50 76.50 Fixed

Total 307.38

Keterangan: - Fixed untuk ruangan yang tidak dapat dipindahkan

- Non Fixed untuk ruangan yang dapat dipindahkan

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan tabel luas kebutuhan departemen jamu serbuk, maka terdapat 8

departemen inti yang terkait langsung dengan pembuatan jamu serbuk. Dari 8

departemen tersebut, semua memiliki status “Fixed” dimana departemen tersebut

tidak dapat dipindahkan karena sudah terhubung secara baik antar satu departemen

atau dapat dikatakan sudah sesuai dengan aliran urutan kerja. Namun, masih

terdapat beberapa tempat kosong yang ada pada fasilitas pendukung dan dapat

dijadikan tempat penyimpanan barang – barang yang ada pada ruang produksi jamu

Page 97: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

79

serbuk, karena seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, ruang produksi jamu

serbuk terlihat sempit dan tidak teratur.

Pada tabel 11 juga dilampirkan luas kebutuhan area fasilitas pendukung.

Beberapa dari fasilitas pendukung masih belum berjalan dengan efektif karena

masih dalam tahap perencanaan ataupun pengembangan. Tabel tersebut

melampirkan 18 departemen yang masih satu kesatuan didalam ruang produksi

pembuatan jamu, baik jamu instan maupun jamu serbuk.

Tabel 11. Luas Kebutuhan Area Fasilitas Pendukung

No. Nama Ukuran (m) Luas (m2)

P L

1 GDSB 14.00 11.00 154.00

2 RCS 9.50 7.50 18.00

3 ROS 6.00 5.50 33.00

4 GDSK 6.00 5.00 30.00

5 ABB 3.83 3.33 12.75

6 GBK1 3.50 5.50 36.75

7 RPP 7.50 3.85 28.88

8 RPK 3.50 3.50 12.25

9 KDG 3.50 2.00 125.50

10 GBK2 7.00 7.00 49.00

11 RAK 3.85 3.5 13.48

12 SPV 3.00 1.80 5.40

13 IPC 3.00 1.80 5.40

14 GBJ 9.00 7.50 67.50

15 CSA 4.00 2.80 11.20

16 GPJ 12.00 8.50 102.00

17 WIP1 4.34 4.15 18.01

18 WIP2 7.10 4.00 28.40

Total 751.51

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan tabel keseluruhan kebutuhan luas area dan observasi langsung, tata

letak yang diterapkan oleh PT. Gujati 59 Utama adalah tata letak berdasarkan

produk. Hal ini dapat dilihat dari keterkaitan letak departemen yang terhubung

karena adanya urutan aliran kerja untuk menghasilkan suatu produk akhir yaitu

jamu.

Page 98: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

80

2. Jarak Penanganan Bahan

Jarak penanganan bahan dapat ditentukan setelah kita mengetahui kondisi tata

letak dan kebutuhan luas lantai. Jarak penanganan bahan adalah panjang lintasan

yang harus ditempuh dari satu departemen ke departemen lain yang saling

berhubungan. Berikut ini merupakan hasil perhitungan jarak antar departemen yang

dibutuhkan untuk menghitung jarak penanganan bahan dengan bantuan koordinat

masing - masing departemen.

Tabel 12. Titik Koordinat Departemen Jamu Instan

Departemen Titik Koordinat Titik Pusat

(Centoroid)

Jarak

X1 X2 Y1 Y2 X Y

Pengambilan BB 2.72 25.79 9.21 17.00 5.97 21.40 17.24

Perendaman 5.46 37.74 9.21 41.40 7.34 39.57 33.45

Pengantaran BB 32.14 31.27 34.88 30.00 33.51 30.64 1.06

Pemarutan 11.95 18.73 13.88 16.83 12.92 17.78 6.82

R. Peras 9.62 20.93 13.88 19.07 11.75 20.00 7.00

R. Masak 9.62 25.82 19.66 21.31 14.64 23.57 8.72

R. Ayakan 19.97 25.82 24.02 21.31 22.00 23.57 9.54

R. Mixing 16.01 20.96 19.66 17.05 17.84 19.01 0.86

R. Packing Primer 12.86 14.97 15.71 11.06 14.29 13.02 28.17

R. Packing

Sekunder

18.75 9.07 26.05 2.46 22.40 5.77

Total 112.85

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Perhitungan jarak pada penelitian ini menggunakan Jarak Rectilinear, selain

karena perhitungannya yang lebih sederhana dan mudah, jarak rectilinear ini

digunakan pada perangkat lunak WinQSB. Hal ini sesuai dengan teori Heragu

(2008) yang menyatakan bahwa metode jarak rectiliniear ini sering digunakan pada

penanganan bahan karena relatif mudah dipahami dan cocok untuk menyelesaikan

masalah yang masih dalam ruang lingkup sederhana (praktis). Berikut ini

merupakan hasil perhitungan jarak antar departemen yang ditentukan dari masing

– masing koordinat yang dihasilkan tiap departemen.

Page 99: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

81

Tabel 13. Jarak Antar Departemen Jamu Instan

JARAK ANTAR DEPARTEMEN TATA LETAK AWAL

Ke PBB RDM RAB PRT PRS MSK AYK MXG PRM SKN Total

Dari

PBB 17.24 17.24

RDM 33.45 33.45

RAB 1.06 1.06

PRT 6.82 6.82

PRS 7.00 7.00

MSK 8.72 8.72

AYK 9.54 9.54

MXG 0.86 0.86

PRM 28.17 28.17

SKN

Total 17.24 33.45 1.06 6.82 7.00 8.72 9.54 0.86 28.17 112.85

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan tabel jarak antar departemen jamu instan dapat disimpulkan bahwa

total jarak keseluruhan departemen jamu instan adalah sebesar 112,85 m dengan

rincian sebagai berikut:

• Jarak departemen PBB ke RDM adalah sebesar 17.24 m

• Jarak departemen RDM ke RAB adalah sebesar 33.45 m

• Jarak departemen RAB ke PRT adalah sebesar 1.06 m

• Jarak departemen PRT ke PRS adalah sebesar 6.82 m

• Jarak departemen PRS ke MSK adalah sebesar 7.00 m

• Jarak departemen MSK ke AYK adalah sebesar 8.72 m

• Jarak departemen AYK ke MXG adalah sebesar 9.54 m

• Jarak departemen MXG ke PRM adalah sebesar 0.86 m

• Jarak departemen PRM ke SKN adalah sebesar 28.17 m

5.2.2 Analisa Proses Produksi

1. Peta Proses Operasi

Peta proses operasi (Operation Process Chart) merupakan salah satu jenis dari

peta proses yang berfungsi untuk menunjukkan proses produksi secara kronologis

dimulai dari bahan baku sebelum diolah hingga menjadi produk jadi. Peta proses

yang terdapat pada penelitian ini menerangkan proses pembuatan jamu instan yang

Page 100: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

82

dimulai dari tahapan perendaman hingga pengemasan akhir. Untuk gambar peta

proses produksi jamu instan “Helios Susu” dapat dilihat pada lampiran 5.

Berdasarkan pada gambar peta proses operasi jamu Helios dapat disimpulkan

bahwa dalam pembuatan jamu instan “Helios Susu” terdapat 8 operasi yang salah

satunya terdapat proses “menunggu atau delay”. Satuan kerja yang digunakan tiap

elemen kerja adalah dalam bentuk menit. Waktu yang tertera pada peta proses

operasi berdasarkan pengamatan peneliti pada setiap tahapan proses. Pada peta

proses ini hanya menunjukkan banyaknya kegiatan yang dilakukan dan waktu yang

dibutuhkan pada masing – masing proses. Maka dari itu, peneliti memutuskan

untuk menjelaskan secara merinci pada peta aliran proses.

2. Peta Aliran Proses

Pada dasarnya, peta aliran proses dan peta proses operasi memiliki prinsip

yang sama dalam menunjukkan proses kronologi pembuatan produk, namun peta

aliran proses dirancang untuk memberikan pemahaman secara cepat dari kegiatan

– kegiatan operasi yang harus dilakukan dalam memproduksi/membuat suatu

produk (Wignjosoebroto, 2003). Adapun informasi spesifik yang dapat diuraikan

dalam peta aliran proses yaitu jarak, waktu dan uraian kegiatan proses produksi.

Berdasarkan pada gambar peta aliran proses, proses penanganan bahan

dimulai dari penimbangan bahan baku sebesar 300 kg, dan kemudian masuk ke

dalam proses perendaman. Perendaman ini berlangsung selama 3 jam dan

mengalami penyusutan hingga mencapai 286 kg. Setelah bahan baku tersebut

direndam, kemudian diantarkan ke ruang produksi melalui RAB dengan menempuh

jarak 33.45 m dalam waktu 35 detik. Kemudian bahan baku ini memulai proses

pengolahan dengan memasuki tahap pemarutan. Tahapan ini memerlukan waktu 30

menit dan berat bahan baku menyusut menjadi 240 kg. kemudian berlanjut ke

tahapan peras dengan menghasilkan berat akhir sebesar 185 kg.

Proses pembuatan jamu instan mulai memasukki proses pemasakan dengan

adanya penambahan komposisi berupa gula, pewarna maupun perisa sehingga berat

sari – sari dari bahan baku meningkat menjadi 185.7 kg dengan masing – masing

wajan menempuh waktu pemasakan selama 1 jam. Kemudian setelah pemasakan,

cairan sari – sari bahan baku mengkristal dan menjadi ruahan jamu. Ruahan jamu

Page 101: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

83

ini kemudian diayak sehingga menghasilkan berat 183.4kg yang dengan waktu 90

menit. Ruahan jamu yang telah diayak kemudian di mixing sehingga berat akhir

menghasilkan 304.3 kg dalam waktu 45 menit. Setelah proses mixing, ruahan jamu

ini dipacking secara primer menggunakan mesin sealer dan kemudian dilanjut ke

proses tahapan akhir yaitu packing sekunder. Proses packaging ini dapat ditempuh

selama satu hari pada jam kerja.

5.2.3 Analisa Aliran Bahan

Aliran bahan merupakan tempat yang digunakan sebagai perpindahan bahan

dalam setiap proses produksi. Aliran bahan ini harus diperhatikan didalam tata letak

karena dengan adanya perencanaan aliran bahan yang baik, maka dapat

meminimalisir terjadinya back tracking (aliran balik) sehingga juga dapat

mengefisiensikan waktu dan biaya produksi. Aliran bahan pada tata letak fasilitas

produksi PT. Gujati 59 Utama dianalisis pada dua analisis yaitu analisis kualitatif

dan analisis kuantitatif.

1. Analisis Kualitatif

Penelitian ini menggunakan Diagram Hubungan Aktivitas (Activity

Relationship Chart) sebagai metode kualitatif untuk mengatur terkait akan tata letak

dari setiap masing – masing departemen. Diagram hubungan aktivitas berfungsi

untuk mengetahui tolak ukur derajat kedekatan hubungan dari masing – masing

departemen. Huruf – huruf (A, E, I, O, U dan X) yang berada di atas kotak

menunjukkan derajat kedekatan masing – masing kelompok kegiatam atau

departemen. Kemudian angka sandi diberikan dikotak bawah yang menujukkan

alasan dari derajat kedekatan hubungan tersebut.

Penentuan derajat kedekatan hubungan tidak dapat di tentukan begitu saja oleh

peneliti, melainkan harus melakukan wawancara dengan narasumber (key

informant) dari proses observasi. Penetuan alasan tersebut dapat berdasarkan pada

kondisi lingkungan kerja, keterkaitan proses, peralatan yang digunakan, tenaga

kerja dan aliran informasi.

Page 102: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

84

Gambar 3.3 Activity Relationship Chart pada Departemen produksi Jamu Instan

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan peta hubungan aktivitas pada gambar dapat disimpulkan bahwa

untuk mendapatkan nilai keterkaitan antar departemen secara mutlak maka harus

didasarkan dengan beberapa alasan yang kuat dan saling terkait seperti contoh

penggunaan tenaga kerja yang sama, urutan aliran proses produksi, adanya kontak

kerja yang sering dilakukan sehingga kedua departemen tersebut harus didekatkan

antar satu sama lain. Sedangkan departemen yang sangat tidak diharapkan untuk

didekatkan antar kedua departemen biasanya diiringi dengan alasan untuk

meminimalisir terjadinya kondisi lingkungan kerja yang bising (ramai), kotor, debu

dan bau yang tidak enak. Rincian penjelasan mengenai Activity Relationship Chart

terlampir pada lampiran 7.

Page 103: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

85

2. Analisis Kuantitatif

Pada penelitian ini menggunakan metode kuantitaif dengan menghitung biaya

penanganan bahan dan From To Chart. Biaya penanganan bahan dan From To

Chart memiliki keterkaitan dalam penggunaan input data, dimana hasil dari biaya

penanganan bahan direkapitulasi sebagai input data yang diperlukan oleh From to

Chart.

1) Biaya Penanganan Bahan

Menurut Wignjosoebroto (2003) penanganan bahan (Material Handling)

merupakan sebagai ilmu yang meliputi penanganan (handling), pemindahan

(moving), pengemasan (packaging), penyimpanan (storing) dan pengendalian

(controlling) dari bahan yang akan diolah menjadi produk jadi. Biaya penanganan

bahan pada penelitian ini meliputi biaya depresiasi alat, biaya tenaga kerja operator,

kecepatan material handling per alat pemindahan bahan dan jarak tempuh.

Tabel 14. Depresiasi Alat Pemindahan Bahan

Depresiasi Alat Harga Biaya

Depresiasi

(Rp/detik)

Kecepatan

detik/meter

Material

Handling/detik

Trolley 90000 0.0024 15 3.475

Krat 40000 0.0011 3 3.473

Wadah Stainless Steel 30000 0.0008 3 3.473

Ember 10000 0.0003 3 3.472

Tong 30000 0.0008 25 3.473

Wadah Ayakan 150000 0.0040 15 3.476

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan tabel depresiasi alat pemindahan bahan diatas dapat disimpulkan

bahwa alat pemindahan bahan yang dimiliki dalam proses pembuatan jamu instan

terdiri dari Trolley, Krat, Wadah stainless steel, Ember, Tong, dan Wadah ayakan.

Masing – masing alat pemindahan bahan memiliki harga awal yang bervariasi

dengan umur ekonomis rata – rata 5 tahun. Masing – masing material handling

didapatkan dari total biaya depresiasi dan biaya tenaga kerja operator.

Page 104: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

86

Tabel 15. Biaya Tenaga Kerja Pembuatan Jamu Instan

Tenaga Kerja Status Jumlah Gaji/kg/hari Total

Perendaman

Harian

2

50000

100000

Pengantaran BB 2 100000

Pemarutan 2 100000

R. Peras 2 100000

R. Masak 2 100000

R. Ayakan 2 100000

R. Mixing 1 50000

R. Packing Primer 2 100000

R. Packing Sekunder 22 1100000

Total 37 1850000

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan tabel biaya tenaga kerja pada pembuatan jamu instan dapat

disimpulkan bahwa terdapat 37 pekerja harian yang melakukan proses produksi

dengan biaya upah per hari sebesar Rp 50.000,-. Upah tenaga kerja ini ditetapkan

sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional) wilayah Sukoharjo. Sistem

pembayaran upah karyawan pada PT. Gujati 59 Utama dilakukan per dua minggu

sekali sehingga para karyawan menerima upah sebanyak dua kali dalam sebulan.

Pada bagian perendaman hingga pengantaran bahan baku terdapat 2 karyawan

gudang yang bertanggung jawab sebelum masuk ke ruang produksi. Kemudian, dari

proses pemarutan hingga pengayakan terdapat 2 orang karyawan yang sama dalam

pembuatan proses jamu instan. Pada proses mixing hanya dilakukan oleh 1

karyawan dan kemudian hasil mixing ini dilanjutkan ke proses pengemasan primer

dan pengemasan sekunder. Khusus untuk jamu instan helios susu ini pengemasan

primer yang dilakukan oleh dua karyawan karena proses pengemasan primer sudah

menggunakan mesin.

Page 105: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

87

Tabel 16. Jarak Tempuh Tata Letak Awal

Departemen Frekuensi Jarak Jarak

Tempuh Dari Ke

Pengambilan

BB

Perendaman 1 17.24 20.7

Perendaman Pengantaran BB 1 33.45 38.3

Pengantaran BB Pemarutan 1 1.06 1.2

Pemarutan R. Peras 2 6.82 11.7

R. Peras R. Masak 4 7.00 28.1

R.Masak R. Ayakan 4 8.72 32.0

R. Ayakan R. Mixing 6 9.54 58.1

R. Mixing R. Packing Primer 7 0.86 5.6

R. Packing

Primer

R. Packing Sekunder 32 28.17 890.9

Total 1086.6

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Jarak tempuh merupakan sebuah jarak yang ditempuh untuk menyelesaikan

kegiatan penanganan bahan. Pada tabel 16, dapat dilihat bahwa jarak tempuh aktual

yang harus dilewati bahan dalam menyelesaikan proses produksi adalah sebesar

1086,6 m. Jarak tempuh ini didapatkan sesuai dengan kondisi lapang dari kegiatan

produksi jamu instan per harinya.

Tabel 17. Biaya Penanganan Bahan Jamu Instan

Departemen Frekuensi Alat Pemindahan OMH

(Rp/m)

Jarak Total

Dari Ke

Pengambilan

BB

Perendaman 1 Krat, Tenaga Kerja 3,473 17.24 71.85

Perendaman Pengantaran

BB

1 Krat, Tenaga Kerja 3,473 33.45 132.91

Pengantaran

BB

Pemarutan 1 Trolley, Tenaga Kerja 3,475 1.06 4.2

Pemarutan R. Peras 2 Ember, Tenaga Kerja 3,472 6.82 40.57

R. Peras R. Masak 4 Wadah stainless steel,

Tenaga Kerja

3,473 7.00 97.71

R.Masak R. Ayakan 4 Wadah ayakan, Tenaga

Kerja

3,476 8.72 111.18

R. Ayakan R. Mixing 6 Tong, Tenaga Kerja 3,473 9.54 201.66

R. Mixing R. Packing

Primer

7 Krat, Tenaga Kerja 3,473 0.86 19.53

R. Packing

Primer

R. Packing

Sekunder

32 Krat, Tenaga Kerja 3,473 28.17 3094.2

Total Ongkos Material Handling dalam 1 hari 3773.81

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan tabel biaya penanganan bahan dapat dijelaskan alat pemindahan

yang digunakan pada masing – masing proses tahapan produksi. Biaya material

Page 106: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

88

handling ini didapatkan dari hasil perkalian antara frekuensi, OMH/meter dan jarak

masing – masing departemen sehingga dapat disimpulkan bahwa tata letak awal

pada pembuatan jamu instan memiliki jarak penanganan bahan sejauh 112.85 m

dengan biaya penanganan bahan per harinya sebesar Rp 3773,81.

2) From To Chart atau Peta Dari – Ke

From To Chart (FTC) merupakan sebuah tabel yang menjelaskan nilai aliran

dari suatu departemen ke departemen lainnya dimana input data yang dibutuhkan

berasal dari masing – masing biaya material handling departemen yang terlibat

dalam proses produksi. Pada penelitian ini terdapat dua jenis FTC yang disajikan

yaitu FTC biaya merupakan hasil rekapitulasi biaya penanganan bahan dan FTC

outflow dari hasil konversi nilai FTC dalam nilai koefisien.

Tabel 18. Peta Dari-Ke Biaya Penanganan Bahan

FROM TO CHART

Ke PBB RDM RAB PRT PRS MSK AYK MXG PRM SKN Total

Dari

PBB 71.85 71.85

RDM 132.91 132.91

RAB 4.20 4.2

PRT 40.57 40.57

PRS 97.71 97.71

MSK 111.18 111.18

AYK 201.66 201.66

MXG 19.53 19.53

PRM 3094.20 3094.20

SKN

Total 71.85 132.91 4.2 40.57 97.71 111.18 201.66 19.53 3094.2 3773.81

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan tabel 18, dapat dilihat biaya penanganan bahan dari masing –

masing perpindahan departemen. Hasil dari pengkonversian biaya penanganan

bahan menjadi input data dalam pembuatan FTC outflow. Koefisien FTC outflow

ini diperlukan sebagai bahan pertimbangan TSP (Tabel Skala Prioritas). Seperti

yang sudah dijabarkan sebelumnya, penanganan bahan per harinya dalam

pembuatan jamu instan adalah sebesar Rp 3773.81.

Page 107: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

89

Tabel 19. Peta Dari – Ke Outflow

OUTFLOW FROM TO CHART

Ke PBB RDM RAB PRT PRS MSK AYK MXG PRM SKN Total

Dari

PBB 0.54 0.54

RDM 31.65 31.65

RAB 0.10 0.10

PRT 0.42 0.42

PRS 0.88 0.88

MSK 0.55 0.55

AYK 10.33 10.33

MXG 0.01 0.01

PRM 0.00

SKN 43.06

Total 43.06 0.54 31.65 0.10 0.42 0.88 0.55 10.3 0.01 44.47

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan tabel, FTC outflow memiliki koefisien yang merupakan hasil

konversi dari FTC biaya penanganan bahan. Besarnya koefisien pada FTC outflow

tersebut menentukan kedekatan hubungan yang diprioritaskan pada TSP (Tabel

Skala Prioritas). Semakin besar hasil koefisien, maka departemen tersebut harus

didekatkan letaknya.

Aliran kerja pada produksi jamu instan hanya memiliki satu arah lintasan

sehingga tidak ada departemen yang diprioritaskan kedekatannya melainkan semua

departemen sudah saling terkait antar satu sama lain. Pada tabel FTC terdapat

beberapa departemen yang memiliki koefisien yang besar yaitu pada departemen

RAB menuju PRT dan SKN menuju PBB. Koefisien pada RAB menuju PRT

memang perlu didekatkan karena pada kondisi lapang terdapat 3 RAB dan RAB

yang dipilih memiliki lintasan yang jauh sementara masih ada RAB yang lebih

dekat. Sementara ruang SKN dan PBB tidak perlu didekatkan karena bukan urutan

aliran kerja.

Page 108: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

90

5.3 Pembahasan

5.3.1 Analisa Implementasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

(CPOTB) pada PT. Gujati 59 Utama

PT. Gujati 59 Utama sebagai salah satu perusahaan industri jamu sudah

menerapkan prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh setiap industri jamu, yaitu

CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik). Gujati telah menerapkan

CPOTB selama ±3 tahun terakhir, hal ini memberikan kesempatan untuk peneliti

dalam menilai perkembangan CPOTB yang telah dilaksanakan oleh Gujati. Berikut

ini merupakan tabel hasil perhitungan analisa CPOTB dari setiap aspek.

Tabel 20. Analisa Implementasi CPOTB pada PT. Gujati 59 Utama

No Aspek Implementasi CPOTB Kategori

Total

Skor

Skor Persentase

(%)

1 Manajemen Mutu 25 20 80.00 Memenuhi

2 Personalia 30 18 60.00 Cukup Memenuhi

3 Bangunan, Fasilitas dan Peralatan 45 30 66.67 Cukup Memenuhi

4 Sanitasi dan Higiene 40 38 95.00 Memenuhi

5 Produksi 45 35 77.78 Memenuhi

6 Pengawasan Mutu 20 17 85.00 Memenuhi

7 Inspeksi Diri 10 4 40.00 Tidak Memenuhi

8 Dokumentasi 20 19 95.00 Memenuhi

9 Penanganan Hasil Peredaran 20 18 90.00 Memenuhi

10 Cara Penyimpanan dan

Pengiriman Obat Tradisional yang

Baik

35 29 82.86 Memenuhi

11 Pembuatan dan Analisis

berdasarkan kontrak

15 12 80.00 Memenuhi

Total 305 240 77.48 Memenuhi

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan tabel 20 dapat disimpulkan bahwa implementasi CPOTB yang

sudah dilaksanakan oleh Gujati secara keseluruhan sudah mencapai kategori

“Memenuhi” dengan hasil akhir persentase 77.48 %. Dari keseluruhan 11 aspek

CPOTB, 8 dari aspek CPOTB telah memasuki kategori “Memenuhi”, 2 aspek

memasuki “Cukup Memenuhi”, dan 1 aspek memasuki kategori “Tidak

Memenuhi”. Adapun beberapa aspek yang masih belum memasuki kategori

Page 109: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

91

dikarenakan pelaksanaan secara lapangnya masih belum dapat dijalankan secara

optimal.

Inspeksi diri sebagai salah satu aspek CPOTB yang tidak memenuhi dengan

persentase 40 % dapat ditingkatkan kembali dengan adanya pengawasan yang rutin.

Hal ini dapat dimulai dari adanya evaluasi pelaksanaan CPOTB yang terjadwal atau

dengan arti lain pihak QA turun langsung dalam mengevaluasi pelaksanaan CPOTB

tanpa mendapat laporan dari perantara tertentu. Selain itu, mulai disusun laporan

evaluasi CPOTB sebagai data audit dan pertimbangan dalam menangani

permasalahan yang muncul pada produksi jamu.

Aspek bangunan dan fasilitas serta personalia memasuki kategori cukup

memenuhi dengan persentase 66.67% dan 60%. Bangunan dan fasilitas pada

produksi Jamu Gujati dapat ditingkatkan dengan memperhatikan kerapian dan

kebersihan letak produksi pembuatan jamu, meskipun secara tata letak sudah sesuai

dengan urutan aliran kerja namun kebersihan dan kerapian masih perlu

diperhatikan. Ruang produksi jamu serbuk yang gelap, keadaan lantai yang masih

terdapat permukaan tidak rata, dan kotor sehingga dapat mengganggu pernafasan.

Sedangkan aspek personalia dapat ditingkatkan dengan adanya pembekalan

CPOTB kepada karyawan yang secara merata dan dilakukan evaluasi secara rutin.

Tempatkan tanggung jawab yang menyangkut dengan kualitas jamu pada orang –

orang yang ahli pada bidangnya dan hindari pemberlakuan jabatan yang rangkap.

CPOTB memiliki 11 aspek yang harus dipenuhi oleh setiap industri jamu.

Berdasarkan hasil observasi lapang dan wawancara dengan key informan pada PT.

Gujati 59 Utama, maka dapat dijabarkan keadaan lapang yang tercermin dari setiap

aspek CPOTB sebagai berikut:

1. Manajemen Mutu

Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan keamanan dalam

pembuatan obat tradisional yang baik dengan melalui suatu “Kebijakan Mutu”, hal

ini memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua personil didalam perusahaan.

Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan

manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.

Pada perusahaan Gujati, manajemen mutu diambil alih oleh divisi Quality

Page 110: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

92

Assurance (QA). Divisi QA bertanggung jawab pada pelaksanaan keseluruhan

aspek CPOTB mulai dari pemilihan supplier, penanganan bahan baku, mekanisme

proses produksi serta fasilitas didalamnya, hingga produk jamu diedarkan ke tangan

masyarakat.

Pada proses pemilihan supplier, terutama bahan tambahan (seperti perisa,

fruktosa, dan lain – lain) maka supplier tersebut harus bisa menyertakan CoA

(Certificate of Analysis). CoA merupakan suatu informasi yang menjelaskan

komposisi dari kandungan bahan tambahan tersebut, sehingga dapat menjadi

pertimbangan dalam penggunaan ke produk jamu sesuai dengan kadar yang aman.

Pemilihan supplier juga berlaku untuk bahan baku maupun kemasan, kualitas dari

bahan baku sangat diperhatikan sehingga apabila supplier tersebut memberikan

kualitas yang tidak bagus dalam intensitas sering, maka QA berhak untuk

memberikan keputusan untuk tidak memilih supplier tersebut.

Pihak QA juga bertanggung jawab untuk mengadakan pelatihan CPOTB

kepada seluruh karyawan Gujati, terutama pihak yang bertanggung jawab dalam

pembuatan jamu. Pelatihan CPOTB memiliki tujuan agar setiap karyawan mengerti

betapa pentingnya untuk mengaplikasikan CPOTB dalam pembuatan jamu dan

meminimalisir adanya penyimpangan dalam proses produksi jamu. Pelatihan

karyawan ini tidak terhenti sampai diadakan pelatihan saja namun juga terdapat

evaluasi mengenai perkembangan dari masing – masing karyawan setelah

diadakannya pelatihan CPOTB. Pelatihan CPOTB pada karyawan baru dilakukan

satu kali dan evaluasi dari pelatihan CPOTB masih belum berjalan secara terjadwal

karena masih belum menjadi prioritas yang harus dipenuhi.

Berdasarkan tabel hasil analisis implementasi CPOTB, aspek Manajemen

mutu pada PT. Gujati 59 Utama meraih skor 80% sehingga masuk dalam kategori

“memenuhi” dalam penerapan CPOTB.

2. Personalia

Pelaksanaan CPOTB harus ditunjang dengan kondisi karyawan yang memenuhi

dalam pembuatan obat tradisional. Standar kesehatan dan kebersihan personil yang

harus dipenuhi antara lain tidak menderita atau memiliki riwayat penyakit sesak

nafas dan asma, tidak diperkenankan memiliki penyakit kulit yang menular maupun

Page 111: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

93

memiliki luka dalam kondisi terbuka. Selain itu, persyaratan umum yang harus

dipenuhi adalah kemampuan dan keterampilan dalam bekerja serta kesanggupan

untuk menerapkan CPOTB. Pembagian tugas pada masing – masing individu harus

disesuaikan dengan kemampuan serta pengalaman yang dimiliki sehingga tidak

menimbulkan resiko terhadap mutu obat tradisional.

Penanganan manajemen mutu pada Gujati sudah dipimpin secara baik oleh

apoteker atau dengan jabatan Kepala Quality Assurance (QA). Divisi QA baru

terbentuk pada awal tahun 2017 saat Gujati melakukan kegiatan rutin diawal tahun

yaitu Early Meeting. Sebelum terbentuk divisi QA, segala hal yang terkait dengan

manajemen mutu menjadi tanggung jawab APJT (Apoteker Penanggung Jawab

Teknis). Pengawasan Mutu produk jamu juga sudah ditangani oleh seorang

Apoteker yang juga menjabat sebagai supervisor Research and Development.

Selain itu, divisi Produksi pembuatan jamu sudah ditangani oleh kepala bagian

produksi yang sudah ahli dalam bidangnya selama bertahun – tahun. Menurut

panduan CPOB (2006), bagian penanganan manajemen mutu, pengawasan mutu

dan bagian produksi harus independen (dipimpin orang yang berbeda) dan tidak

saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Apabila terjadi munculnya

jabatan rangkap akan menimbulkan ketidakefektifan kinerja dari individu tersebut.

Adanya pelatihan CPOTB bagi seluruh karyawan menjadi suatu hal kewajiban

yang harus dipenuhi oleh setiap industri jamu. Pada akhir tahun 2016, Gujati telah

melaksanakan pertama kalinya pelatihan CPOTB pada karyawan, terutama

karyawan yang berperan langsung terhadap pembuatan jamu. Pelatihan CPOTB ini

dilakukan secara terjadwal antara tenaga kerja harian produksi dan Gudang

sehingga tidak mengganggu hari kerja efektif. Pelatihan ini dipimpin oleh kepala

Quality Assurance dan supervisor Research and Development, sebagai yang paling

berpengalaman tentang CPOTB dan juga berprofesi seorang apoteker.

Dalam mendukung pelaksanaan CPOTB, Gujati berusaha untuk menunjang

kinerja karyawan dengan menciptakan kenyamanan dalam bekerja. Pada ruang

produksi telah disediakan ruang loker penyimpananan barang khusus karyawan.

Ruang loker tersebut biasanya juga dapat dipakai karyawan untuk beristirahat

sejenak. Selain itu, Gujati juga menyediakan ruang kesehatan untuk semua

Page 112: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

94

karyawan yang membutuhkan tempat beristirahat dengan kondisi fisik yang kurang

sehat.

Berdasarkan tabel hasil analisis implementasi CPOTB, aspek personalia pada

PT. Gujati 59 Utama memperoleh skor sebesar 60% dengan kategori “cukup

memenuhi” dalam pelaksanaan CPOTB. Hal ini dikarenakan sempat terjadi adanya

jabatan rangkap pada beberapa karyawan Gujati yang kurang sesuai dengan

pedoman CPOTB.

3. Sanitasi dan Higiene

Pada ruang produksi PT. Gujati 59 Utama memiliki prosedur tetap bagi

karyawan maupun tamu yang akan memasuki ruang tersebut. Semua karyawan

maupun tamu secara wajib menggunakan pakaian khusus untuk memasuki ruang

produksi. Karyawan produksi biasanya membawa seragam khusus yang dibawa

dari rumah beserta penutup kepala, masker dan sandal khusus. Bagi para tamu yang

datang telah disediakan jas lab, penutup kepala dan penutup kaki. Setelah semua

karyawan maupun tamu sudah memakai pakaian khusus, mereka secara wajib harus

mencuci tangan terlebih dahulu serta tidak mengizinkan adanya penggunaan

perhiasan. Perhiasan dianggap dapat menyalurkan beberapa bakteri maupun

mikroorganisme terhadap produk jamu.

Setiap bulannya Gujati menghadirkan pihak Puskesmas untuk melakukan

perawatan rutin kesehatan pada karyawan secara gratis. Perawatan rutin ini

dilakukan untuk memantau kesehatan yang ada masing – masing karyawan agar

meminimalisir adanya penyakit yang dapat menyerang pada karyawan. Selain itu,

terdapat medical check – up setiap tahunnya untuk karyawan yang memiliki resiko

tinggi pada pekerjaanya seperti operator mesin giling jamu serbuk. Apabila terdapat

karyawan yang sedang memiliki luka terbuka yang dapat menurunkan mutu produk

jamu, maka dipindahkan ke bagian yang tidak bersentuhan langsung dengan proses

pembuatan jamu.

Peralatan yang ada pada ruang produksi baik sebelum maupun sesudah

pemakaian melalui proses pembersihan terlebih dahulu. Jika sudah dibersihkan

maka akan diberikan label “tanda bersih” dan melakukan pencatatan bahwa

peralatan sudah dibersihkan. Hal tersebut juga berlaku pada ruangan produksi yang

Page 113: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

95

telah dipakai. Seluruh ruangan produksi seusai pemakaian akan dibersihkan oleh

karyawan kebersihan sesuai dengan jadwal yang terlah tersusun. Setelah itu,

karyawan tersebut wajib mencatat sebagai tanda bukti bahwa ruangan tersebut telah

dibersihkan.

Berdasarkan tabel hasil analisis implementasi CPOTB, aspek Sanitasi dan

Higiene pada PT. Gujati 59 Utama meraih skor 95% sehingga masuk dalam

kategori “memenuhi” dalam penerapan CPOTB.

4. Bangunan, Fasilitas dan Peralatan

PT. Gujati 59 Utama berlokasi ditempat pemukiman warga desa Nguter.

Kehadiran Gujati tidak pernah mendapat penolakan dari warga sekitar karena tidak

melakukan pencemaran yang mengganggu kehidupan warga sekitar. Limbah yang

dihasilkan oleh Gujati telah diorganisir dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan

perencanaan untuk mengajukan rekomendasi UPL (Upaya Pemantauan

Lingkungan) dan UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan). Menurut hasil

wawancara dengan kepala Quality Assurance (QA) limbah yang dihasilkan oleh

Gujati tidak terlalu membawa dampak besar karena pembuatan jamu menggunakan

bahan alam. Namun kepala QA mempunyai solusi dalam pembuangan limbah

sebaiknya dikumpulkan pada sebuah kolam, kemudian disaring atau diendapkan

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

Bangunan yang ada di Gujati terbebas dari area banjir, rembesan tanah sehingga

sudah mampu memberikan perlindungan dari adanya bencana alam. Ruang

produksi sebagai tempat utama pembuatan jamu sudah memenuihi krtiteria CPOTB

dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi lantai beton yang sudah dilapisi

vinil (kecuali ruang pembuatan jamu serbuk), dinding yang berbentuk kaca dengan

pinggiran aluminium sehingga Gujati sangat meminimalisir adanya penggunaan

kayu untuk dinding dan lantai. Kondisi atap sudah menggunakan insulator berupa

aluminium foil untuk mengurangi intensitas panas. Akan tetapi apabila dilihat dari

segala peralatan yang tersedia, masih terdapat beberapa alat yang belum

menggunakan bahan stainless steel, seperti salah satunya adalah alat untuk

memindahkan jamu dari wajan ke tempat ayakan masih menggunakan gayung

plastik dan trolley sebagai alat pemindah bahan masih menggunakan unsur kayu.

Page 114: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

96

Kondisi gayung plastik kurang steril untuk pemindahan jamu yang sudah dimasak

karena apabila melihat secara kondisi real, gayung plastik tersebut dalam kondisi

kotor karena dipake untuk sehari – hari dan tidak melewati proses pencucian setelah

pemakaian. Trolley yang masih menggunakan unsur kayu berpotensi tumbuhnya

jamu maupun mikroorganisme yang dapat mengganggu kualitas dari jamu.

Pemakaian ruang produksi masih ditemukan adanya aktivitas ganda dalam satu

ruang tanpa ada penyekat sebagai tanda pemisah antar ruangan. Hal ini dapat dilihat

dari ruang pemasakan jamu instan yang dalam satu ruangan dapat digunakan untuk

menimbang bahan baku, pemasakan jamu instan dan pengayakan. Selain itu, ruang

pembuatan jamu serbuk keadaanya tidak sebaik ruang pemasakan jamu instan

karena ketika memasuki ruang tersebut pernafasan akan terasa sesak karena penuh

debu dari aktivitas penggilingan jamu serbuk. Kebersihan ruang produksi cukup

terjaga karena setelah melakukan akivitas produksi karyawan bagian kebersihan

secara langsung membersihkan ruangan produksi, kecuali pada ruang produksi

jamu serbuk karena jenis lantai yang sulit untuk dibersihkan.

Desain tata letak ruang produksi sudah cukup baik dan sesuai dengan urutan

aliran kerja, baik jamu instan maupun jamu serbuk. Akan tetapi, pada proses

pembuatan jamu instan terdapat masalah yang cukup menonjol pada pengiriman

bahan baku dari departemen perendaman hingga departemen pemarutan (sebagai

tahapan awal proses pembuatan jamu instan) yaitu jarak yang cukup jauh dan

melewati gudang bahan baku yang rentan terhadap mikroorganisme.

Akses ruang ganti pakaian atau penyimpanan loker sangat mudah dan di design

terpisah dari ruang produksi dan jangkauan toilet tidak terlalu jauh dari ruang

pergantian pakaian sehingga memudahkan karyawan. Ruang maintenance mesin

secara terpisah terletak dibelakang ruang produksi sehingga tidak akan

mempengaruhi kualitas dari jamu. Pada ruang penyimpanan, baik penyimpanan

bahan baku maupun barang jadi terletak secara terpisah. Untuk ruang penyimpanan

bahan baku sendiri sudah mulai dirancang dengan memberikan penyekat sebagai

pemisah antar ruang, begitupula dengan penyimpanan barang jadi diletakkan

berdekatan dengan ruang packing sekunder untuk mempermudah perpindahan

barang.

Page 115: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

97

Berdasarkan tabel hasil analisis implementasi CPOTB aspek Bangunan,

Fasilitas dan peralatan pada PT. Gujati 59 Utama meraih skor 67% sehingga masuk

dalam kategori “cukup memenuhi” dalam penerapan CPOTB. Hal ini dikarenakan

beberapa kondisi ruang produksi yang masih perlu perbaikan dan tata letak yang

perlu dibenahi kembali agar lebih efisien.

5. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOTB. Seluruh aspek kegiatan produksi

harus melalui penanganan yang baik untuk meminimalisir penurunan mutu pada

produk jamu yang dihasilkan. Berikut ini merupakan penangananan seluruh aspek

kegiatan produksi yang dilakukan oleh PT. Gujati 59 Utama:

1) Penanganan Bahan Baku dan kemasan

Penanganan bahan baku dan kemasan diawali dengan datangnya semua bahan

dari pihak supplier kepada pihak Gudang. Kemudian pihak Gudang menghubungi

pihak Qualtity Control (QC) untuk pengujian kelulusan dengan mengambil sample

dari bahan baku ataupun kemasan yang baru datang dari supplier. Pengambilan

sample bahan baku biasanya dilakukan pengujian berupa kadar air, mikroorganisme

dan jamur. Sedangkan pengambilan sample kemasan biasanya dilakukan pengujian

secara fisik tentang ada atau tidaknya “cacat cetak” dari pihak supplier. Apabila

sample dari bahan baku dan kemasan tidak memenuhi kualifikasi dari Gujati, maka

bahan baku dan kemasan tersebut dikembalikan kepada pihak supplier. Semua

bahan baku dan kemasan yang telah lulus uji oleh pihak QC maka akan diberi

keterangan lulus dengan label warna hijau. Berbeda hal nya apabila sample dari

bahan baku dan kemasan terdapat beberapa hal kecil yang tidak memenuhi

kualifikasi, maka akan diberi keterangan karantina dengan label berwarna kuning.

2) Pencegahan Kontaminasi Mikroba

Ruang penyimpanan bahan baku maupun kemasan mempunyai ruang yang

terpisah dan Gujati menyesuaikan untuk memenuhi ruangan tersebut sesuai dengan

standar CPOTB. Untuk ruang bahan baku, semua bahan baku diletakkan diatas

pallet untuk menghindari adanya kontak langsung dengan lantai yang dapat

berpotensi menimbulkan mikroba. Sedangkan untuk ruang kemasan diletakkan

Page 116: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

98

pada beberapa rak yang tersedia sebagai upaya dalam mengefisiensikan ruangan.

Kedua ruangan tersebut, baik ruang bahan baku dan kemasan dilengkapi dengan

blower sebagai pertukaran udara serta alat pengatur suhu untuk menyesuaikan

temperature ruang dan kebutuhan suhu dari bahan baku dan kemasan tersebut.

3) Sistem Penomoran No Batch

No Batch merupakan sebuah kode yang menjelaskan secara rinci dengan tujuan

untuk memastikan no batch antara produk, produk ruahan dan produk jadi dapat

teridentifikasi. Adanya no batch ini selain sebagai penanda dalam identifikasi

produk, no batch juga berfungsi untuk meminimalisir produk yang mengalami

permasalah sehingga mempermudah dalam pencarian produk terkait. No batch

setiap harinya disusun secara sistematis dan disesuaikan dengan jenis produk jamu

yang di produksi.

4) Penyerahan Bahan Baku kepada Bagian Produksi

Setiap harinya pihak Gudang mempersiapkan material yang dibutuhkan pihak

produksi dalam pembuatan jamu. Material Requitition (MR) merupakan sebuah file

yang terkait akan kebutuhan pihak produksi dalam pembuatan jamu, ditujukkan

kepada pihak Gudang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pihak Gudang

memenuhi MR kemasan untuk memenuhi kebutuhan produksi pada keesokan

harinya, sedangkan MR bahan baku disiapkan pada hari ketika bahan tersebut

digunakan untuk produksi pembuatan jamu. Bahan baku diantar setiap harinya pada

pukul 08.00 WIB melalui Ruang Antar Barang (RAB), sedangkan kemasan diantara

pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB. Kekurangan pada proses penyerahan bahan

baku kepada pihak produksi adalah bahan baku diantar menggunakan trolley

dengan kondisi terbuka sehingga bahan baku sangat rentan terserang mikroba

maupun jamur, terlebih bahan baku tersebut juga menempuh jarak yang cukup jauh

menuju RAB produksi.

5) Pengolahan Bahan Baku menjadi Produk Jamu

Perusahaan Gujati memproduksi dua jenis jamu yaitu jamu instan dan jamu

serbuk. Pada penelitian ini, jenis jamu yang dibahas hanya jamu instan “Helios

Susu”. Faktor dari adanya pemfokusan produk jamu dikarenakan banyaknya jumlah

Page 117: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

99

jamu yang diproduksi oleh Gujati dan produk tersebut merupakan produk yang

memiliki kuantitas penjualan terbaik.

Pembuatan jamu instan “Helios Susu” diawali dengan persiapan bahan baku

oleh pihak Gudang yang sudah melalui proses sortasi, pencucian serta

penimbangan. Kemudian, pihak Gudang mengantarkan bahan baku ke ruang

produksi setiap pukul 08.00 WIB melalui Ruang Antar Barang (RAB). Pihak

produksi menerima dan memproses bahan baku tersebut pada ruang masak instan.

Langkah awal pembuatan jamu instan adalah melakukan penimbangan ulang sesuai

dengan kuantitas produksi kemudian bahan baku tersebut diparut dengan

menggunakan alat hingga di peras untuk mengambil sari – sari bahan baku. Ampas

dari sari – sari jamu belum dimaksimalkan dengan baik sehingga ampas tersebut

hanya dibuang tanpa diolah. Pembuatan jamu dilanjutkan dengan pemasakan yang

ditambahkan dengan subtansi pendukun (gula pasir, perisa, dan lain – lain) hingga

mengkristal, lalu diayak dan ditimbang kembali yang sudah diwadahi oleh tong.

Khusus untuk Helios susu, terdapat proses Mixing karena masih diperlukan

substansi tambahan berupa Creamer, Susu, dan lain – lain. Kemudian ruahan jamu

instan tersebut dapat dikemas primer hingga sekunder. Pada tahap pemasakan

hingga tahap mixing, QC akan selalu mengawasi mutu dari jamu tersebut dengan

uji organoleptik pada ruahan jamu.

Berdasarkan tabel hasil analisis implementasi CPOTB, aspek Produksi pada

PT. Gujati 59 Utama meraih skor 78% sehingga masuk dalam kategori “memenuhi”

dalam penerapan CPOTB.

6. Pengawasan Mutu

Menurut CPOB (2006), ruang lingkup pengawasan mutu meliputi pengambilan

sampel, spesifikasi dan pengujian produk jamu, dokumentasi dan prosedur

pelulusan yang memastikan bahwa pengujian dilakukan secara relevan untuk

memastikan bahan – bahan yang digunakan dapat mempertahankan kualitas produk

jamu. Pengawasan mutu yang terdapat di Gujati diawasi oleh Supervisor Research

and Development (RnD) karena supervisor RnD berlatar belakang seorang

apoteker. Dalam pengawasan mutu, terdapat divisi Quality Control (QC) yang

bertanggung jawab dalam penjagaan mutu produk jamu dari awal hingga akhir

Page 118: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

100

proses produksi (termasuk pengawasan mutu bahan baku). Secara teknis, QC

melakukan pengawasan mutu dilapang namun semua pertanggungjawaban tetap

berada pada supervisor RnD.

Pengambilan sample merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan dalam

pengawasan mutu. Beberapa jenis sample yang diambil terdiri dari sample bahan

baku & kemasan, ruahan jamu, dan sample produk yang sudah jadi. Pada

pengambilan sample bahan baku biasanya dilakukan dengan menguji kadar air,

keadaan fisik dari bahan baku (adanya mikroorganisme lain, ukuran, berat)

sedangkan kemasan hanya diuji dengan melihat ukuran dan berat kemasan tersebut.

Kemudian masuk kedalam tahapan proses produksi, terdapat pengambilan ruahan

jamu yang diuji melalui organoleptik (terdiri dari rasa, warna dan kerapatan)

dengan mengacu pada list kriteria uji organileptik. Setiap harinya pihak QC akan

mengambil sample produk yang memiliki tujuan sebagai pembanding apabila

muncul keluhan dari produk yang beredar di masyarakat. Semua hasil pengambilan

sample selalu di tulis sebagai tanda bukti dokumentasi dari keseluruhan mutu

produk jamu.

Berdasarkan tabel hasil analisis implementasi CPOTB, aspek Pengawasan

Mutu pada PT. Gujati 59 Utama meraih skor 85% sehingga masuk dalam kategori

“memenuhi” dalam penerapan CPOTB.

7. Inspeksi Diri

Inspeksi diri memiliki tujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan CPOTB dari

semua aspek produksi dan pengawasan mutu yang telah dilakukan pada industri

jamu. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelamahan dan

mencari solusi perbaikan dalam permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan

CPOTB. Gujati memberikan wewenang secara penuh pada divisi Quality

Assurance (QA) untuk mengevaluasi perkembangan CPOTB. Pihak QA telah

menyusun Prosedur Tetap dan questionnaire checklist sebagai acuan dalam

pemenuhan standar CPOTB.

Pada kondisi lapang, pihak QA mengevaluasi pelaksanaan CPOTB belum

terjadwal mengadakan inspeksi mendadak dengan memeriksa ruang produksi dan

Gudang, apakah ada suatu permasalahan yang kurang memenuhi standar CPOTB

Page 119: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

101

maupun kurangnya kesadaran pihak produksi dan Gudang dalam memenuhi standar

CPOTB. Secara teknis, pelaksanaan CPOTB kesehariannya diawasi secara

langsung oleh kepala bagian divisi masing – masing. Pengawasan dalam pembuatan

jamu setiap harinya diawasi secara langsung oleh kepala bagian produksi. Hal

tersebut juga berlaku pada divisi Gudang mengenai proses penyimpanan bahan

baku maupun kemasan, kepala divisi Gudang bertanggung jawab secara penuh

dalam memperhatikan kondisi Gudang dalam memenuhi ketentuan standar

CPOTB.

Berdasarkan tabel hasil analisis implementasi CPOTB, aspek Inspeksi Diri

pada PT. Gujati 59 Utama meraih skor 40% sehingga masuk dalam kategori

“kurang memenuhi” dalam penerapan CPOTB. Hal ini disebabkan karena beberapa

ketetapan belum dilaksanakan secara maksimal pada keadaan lapang.

8. Dokumentasi

Kegiatan dokumentasi pada Gujati sudah memenuhi ketentuan CPOTB secara

baik. Setiap langkah pada proses kegiatan pembuatan jamu, baik dari bahan baku,

kemasan dan bahan pendukung sebelum diolah hingga menjadi produk jadi..

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan merupakan

bagian yang esensial dari pemastian mutu. dokumentasi berfungsi untuk

memastikan bahwa setiap personil menerima uraian tugas secara relevan secara

jelas dan rinci sehingga meminimalisir adanya resiko terjadi salah tafsir yang

timbul Karena hanya menggunakan komunikasi lisan.

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, proses dokumentasi dimulai dari

bahan baku, kemasan, dan bahan pendukung sebelum diolah hingga menjadi

produk jadi. Pada saat bahan baku, kemasan dan bahan pendukung datang dari

supplier, secara otomatis pihak Gudang melakukan pencatatan berupa jenis bahan

baku, kemasan dan bahan pendukung berasal dari supplier apa, jumlah kuantitas

bahan yang datang dari supplier. Kemudian pihak Gudang menghubungi pihak QC

untuk melakukan proses Analisa terhadap bahan – bahan tersebut. Setelah

melakukan proses analisa, QC memberikan disposisi (keterangan yang berisi bahan

tersebut ditolak, diterima atau dikarantina).

Page 120: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

102

Pada proses pembuatan produk jamu, dokumentasi merupakan hal yang penting

untuk mencegah adanya salah tafsir dari perencanaan produksi dengan hasil akhir

jumlah kuantitas produk jamu. Setiap hasil sementara dari setiap proses kegiatan

produksi dilakukan pencatatan hingga produk jamu sudah mencapai tahapan

packaging. Hasil pencatatan tersebur kemudian diberikan kepada staff administrasi

produksi untuk dilakukan proses rekap data. Hasil rekap data tersebut kemudian

diberikan pula kepada pihak PPIC untuk dikalkulasikan bahan – bahan pembuatan

jamu yang telah diproduksi sehingga PPIC juga akan berkoordinasi dengan pihak

Gudang dalam penyediaan bahan – bahan produksi. Oleh karena itu, dokumentasi

merupakan bagian yang sangat penting untuk dilakukan karena mempermudah

dalam menelusuri permasalahan dibandingkan hanya mengandalkan komunikasi

lisan.

Berdasarkan tabel hasil analisis implementasi CPOTB, aspek Dokumentasi

pada PT. Gujati 59 Utama meraih skor 95% sehingga masuk dalam kategori

“memenuhi” dalam penerapan CPOTB.

9. Penanganan Hasil Peredaran

Produk jamu yang telah beredar di masyarakat memungkinkan munculnya

keluhan dari pihak konsumen yang menggunakan produk jamu Gujati. Semua

keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan adanya kerusakan pada produk

jamu hendaklah dikaji secara teliti sesuai dengan ketetapan prosedur yang berlaku

di Gujati. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala Quality Assurance (QA),

apabila terjadi keluhan dari konsumen maupun dari pihak lain (distributor,

pedagang retail, dan lain – lain) maka QA bertanggung jawab untuk menarik produk

jamu yang bermasalah dari peredaran masyarakat.

Langkah awal dalam menanggapi keluhan dari produk jamu terkait adalah

menguji sample produk jamu yang mengalami kerusakan di peredaran masyarakat

(sample return) yang dibandingkan dengan sample jamu yang diambil setiap

harinya pada saat produksi (sample harian) dan disesuaikan dengan no batch jamu

tersebut. Sample jamu yang diambil setiap harinya pada saat diproduksi ini

berfungsi sebagai perbandingan dengan produk yang rusak saat beredar

dimasyarakat. Setelah dilakukan pengujian, apabila jamu tersebut bermasalah saat

Page 121: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

103

proses pengiriman atau penyimpanan dan hasilnya berbeda dengan sample harian,

maka kepala QA mengajukan surat penarikan produk kepada pihak direktur untuk

meminta persetujuan direktur maupun direksi dalam penarikan jamu yang telah

beredar di masyarakat. Penarikan jamu tersebut kemudian diproses lebih lanjut

sesuai dengan kondisi jamu yang mengalami kerusakan. Adapun perlakuan

terhadap jamu yang mengalami penarikan dari peredaran sebagai berikut:

1) Dipotong dan dicampurkan sedikit demi sedikit ke dalam jamu yang sama.

Tindakan ini dapat diambil apabila kondisi jamu mulai dalam kondisi

menggumpal namun belum mendekati masa Expired date, dan kondisi kemasan

sudah mendekati rusak.

2) Mengganti kemasan slop atau box dan karton Expired date sedangkan No Batch

tidak mengalami perubahan.

Tindakan ini dapat diambil apabila kondisi jamu masih sangat baik, tidak dalam

keadaan menggumpal dan belum mendekati masa Expired date kondisi kemasan

sudah mulai mendekati rusak.

3) Dibakar

Tindakan ini dapat diambil apabila kondisi jamu telah melalui masa Expired date

dan kondisi kemasan sudah tidak layak untuk dipakai.

Berdasarkan tabel hasil analisis implementasi CPOTB, aspek Penanganan Hasil

Peredaran pada PT. Gujati 59 Utama meraih skor 90% sehingga masuk dalam

kategori “memenuhi” dalam penerapan CPOTB.

10. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Tradisional yang Baik

Penyimpanan dan pengiriman merupakan salah satu bagian yang penting dalam

kegiatan manajemen rantai pemasok yang terintegrasi. Penyimpanan dan

pengiriman memiliki keterkaitan dalam penjagaan mutu produk awal sehingga

aspek ini sangat penting untuk diperhatikan.

1) Penyimpanan

Gujati menyediakan penyimpanan produk jadi dengan kondisi yang sesuai

dengan aturan CPOTB. Area penyimpanan produk jadi (Gudang barang jadi)

menerapkan sistem FEFO (First Expired First Out) sedangkan untuk Gudang bahan

Page 122: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

104

baku menerapkan sistem FIFO (First In First Out). Penerapan sistem FEFO dan

FIFO merupakan salah satu langkah dalam penjagaan awal mutu produk jamu.

Selain penerapan FEFO dan FIFO, fasilitas yang terdapat pada area Gudang

terdiri dari pallet, pest control, blower, lampu, dan pengontrol suhu. Pallet

disediakan sebagai wadah dari tumpukan produk jamu yang telah jadi dalam bentuk

box maupun bahan baku. Pest control disediakan untuk meminimalisir adanya

hewan yang dapat mengganggu dari mutu produk jamu, seperti tikus. Blower

disediakan sebagai tempat penukaran udara dan lampu juga tersedia sesuai dengan

kebutuhan pencahayaan dari produk jamu. Pengontrol suhu juga menjadi

komponen penting, karena mampu menjaga kualitas suhu dari produk jamu, apabila

tidak ada yg mengontrol suhu produk dapat mengakibatkan penurunan kualitas

produk jamu.

Area Gudang yang baik hendaklah memiliki sebuah prosedur tetap. Salah satu

prosedur tetap yang ditetapkan oleh pihak kepala divisi Gudang adalah terkait

dengan jumlah tumpukan. Jumlah tumpukan barang yang baik tidak boleh melebihi

7 – 8 tumpukan, baik tumpukan produk jadi maupun bahan baku. Pada kenyataan

lapang, tumpukan yang ada pada area Gudang melebihi 10 tumpukan sehingga

tidak sesuai dengan prosedur tetap yang tertulis. Menurut key informant yang

diwawancarai, adanya ketidaksesuaian antara prosedur tetap dan keadaan lapang

disebabkan oleh faktor terbatasnya ketersediaan ruang penyimpanan.

2) Pengiriman

Kegiatan pengiriman akan dilaksanakan sesuai dengan kuantitas pemesanan

dari pihak distributor. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi antara pihak Ekspedisi

(sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pendistribusian) dengan pihak

Penjualan. Distributor yang dimiliki oleh Gujati berasal dari berbagai wilayah

hingga berbeda pulau sehingga terdapat perlakukan cara pendistribusian. Beberapa

distributor yang berada di wilayah pulau Jawa dan masih memiliki jarak yang dekat

dengan Gujati maka pendistribusian dilakukan dengan cara mengantarkan produk

melalui transportasi darat, sedangkan untuk distributor wilayah luar Jawa

pendistribusian dilakukan melalui jalur laut. Kondisi produk saat proses

pendistribusian sudah dikemas dalam bentuk box dilengkapi dengan dokumen

Page 123: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

105

pengiriman produk untuk meminimalisir adanya kesalahan dalam pemesanan

produk yang dilakukan oleh distributor.

Berdasarkan tabel hasil analisis implementasi CPOTB, aspek Cara

penyimpanan dan pengiriman obat tradisional yang baik pada PT. Gujati 59 Utama

meraih skor 82,26% sehingga masuk dalam kategori “memenuhi” dalam penerapan

CPOTB.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak merupakan sebuah bentuk

kerjasana antar pemberi kontrak dan penerima kontrak. Kerjasama tersebut harus

di sediakan sebuah kontrak kerja untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban

masing – masing pihak dengan kondisi telah disetujui oleh kedua belah pihak.

Gujati melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam pembuatan salah satu produk

jamu yaitu X – Jin. X – Jin merupakan salah satu produk yang diminati oleh

masyarakat terutama kalangan orang tua karena X – Jin ini mengandung Jinten yang

dapat menghangatkan tubuh dan sangat baik untuk kesehatan.

Gujati masih belum menyediakan komponen peralatan produksi dan

laboratorium yang dibutuhkan dalam pembuatan X – Jin sehingga Gujati

melakukan kerja sama dengan pihak lain (perusahaan X). Dalam hal ini, Gujati

bertindak sebagai pemberi kontrak sedangkan perusahaan X bertindak sebagai

penerima kontrak. Persyaratan yang dilalui oleh perusahaan X – Jin sebagai

penerima kontrak adalah dengan menyediakan CoA (Certificate of Analysis), hal

ini dikarenakan Gujati belum membangun sebuah laboratorium sehingga CoA ini

sangat penting untuk disediakan. Dalam kerjasama ini seharusnya Gujati sebagai

pemberi kontrak melakukan audit CPOTB ke perusahaan X untuk mengevaluasi

kegiatan produksi X – Jin dan membuat laporan tentang kerjasama tersebut kepada

pihak BPOM, namun pada keadaan lapang Gujati belum memenuhi standar

pemenuhan dalam aspek analisis berdasarkan kontrak.

Berdasarkan tabel hasil analisis implementasi CPOTB, aspek Pembuatan dan

Analisis berdasarkan kontrak pada PT. Gujati 59 Utama meraih skor 80% sehingga

masuk dalam kategori “memenuhi” dalam penerapan CPOTB.

Page 124: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

106

5.3.2 Analisa Perbaikan Tata Letak menggunakan Metode Konvensional

Perbaikan tata letak dengan menggunakan metode konvensional memiliki

tujuan untuk mendapatkan tata letak yang optimum sehingga mampu

meminimalkan biaya penanganan bahan. Pada metode konvensional ini

menggunakan analisis diagram hubungan aktivitas (Activity Relationship Diagram

atau ARD). Dalam pembuatan ARD dibutuhkan input data berupa derajat

kedekatan pada hubungan aktivitas dan nilai skala prioritas dari perhitungan FTC

Outflow.

1. Tabel Skala Prioritas

Tabel skala prioritas dapat menjelaskan urutan aliran kerja yang harus

diprioritaskan antara departemen dalam suatu lintasan atau tata letak pabrik. Nilai

skala prioritas ditentukan pada koefisien yang dihasilkan oleh FTC Outflow

sebelumnya. Prioritas diurutkan berdasarkan koefisien biayanya, semakin besar

koefisien maka semakin diprioritaskan. Pada TSP, adapun input data yang

dimasukkan adalah koefisien dari FTC outflow dan tujuan departemen yang

didekatkan.

Pendekatan antar departemen juga dipertimbangkan melalui aliran kerja.

Apabila aliran kerja hanya satu lintasan, hal itu mengindikasikan bahwa semua

departemen sudah saling terkait sehingga tidak ada yang perlu dirubah maupun

didekatkan. Sedangkan jika aliran kerja memiliki beberapa lintasan (lintasan antar

departemen satu dengan departemen lain tidak berurutan) maka TSP ini akan sangat

membantu dalam memberi pertimbangan departemen yang harus didekatkan agar

biaya perpindahan bahan menjadi optimal. Seperti yang diketahui bahwa semua

metode baik konvensional maupun menggunakan perangkat lunak, tujuan dari

perbaikan tata letak adalah mendapatkan biaya perpindahan bahan yang optimu

sehingga efisien dari segi jarak dan waktu.

Page 125: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

107

Tabel 21. Skala Prioritas Pembuatan Jamu Instan

Tabel Skala Prioritas

No Departemen 1 2 3 4 5

1 PBB RDM

0.54

2

2 RDM RAB

31.65

3

3 RAB PRT

0.10

4

4 PRT PRS

0.42

5

5 PRS MSK

0.88

6

6 MSK AYK

0.55

7

7 AYK MXG

10.33

8

8 MXG PRM

0.01

9

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan tabel skala prioritas diatas, secara kasat mata tidak mengalami

perubahan dan semua mempunyai prioritas yang sama dalam penentuan hubungan

kedekatan antar departemen karena hanya memiliki satu lintasan perpindahan

bahan. Akan tetapi, apabila dilihat dari denah dan keadaan lapang, masih terdapat

jalur lintasan alternatif yang lebih dekat dan lebih efisien. Permasalahan yang

paling menonjol adalah pada departemen perendaman hingga ke departemen Ruang

Antar Barang. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, pada keadaan lapang jalur

RAB tidak hanya ada satu departemen melainkan terdapat jalur yang lain, akan

tetapi jalur tersebut ditutup dan beralih fungsi menjadi tempat penyimpanan

kemasan. Penjelasan secara terinci dapat dilihat pada Diagram Hubungan Aktivitas.

Page 126: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

108

2. Diagram Hubungan Aktivitas (Activity Relationship Diagram atau ARD)

Pada dasarnya, aliran kerja yang terdapat pada produksi jamu instan Gujati

hanya mempunyai satu aliran saja dan sudah berurutan sehingga apabila dilihat dari

Tabel Skala Prioritas (TSP) antar departemen saling diprioritaskan karena urutan

aliran kerja yang sudah sesuai. Aliran kerja produksi jamu instan dapat dilihat pada

gambar dan gambar.

A

B

Gambar 3.4 Diagram Hubungan Aktivitas (A: Berdasarkan Aliran Bahan, B:

Berdasarkan TSP)

Page 127: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

109

Aliran yang tergambar pada ARD sudah cukup baik dan sesuai, namun pada

keadaan lapang masih terdapat departemen yang masih dapat diubah untuk

mendapatkan hasil biaya yang optimal. Gambar ARD diatas menunjukkan bahwa

produksi jamu instan hanya mempunyai satu lintasan perpindahan bahan.

Perubahan departemen yang ada pada produksi jamu instan secara rinci akan

dijelaskan pada jarak penanganan bahan usulan.

3. Jarak Penanganan Bahan Usulan

Jarak penanganan bahan dibutuhkan untuk mengetahui biaya penanganan bahan

usulan dari jarak yang telah diusulkan peneliti dengan sistem Jarak Rectilinear.

Penentuan jarak Rectilinear ini dihasilkan dari titik koordinat departemen usulan

dan dapat dilihat pada lampiran 3. Pada jarak penanganan bahan usulan, terdapat

pemindahan ruangan karena dianggap ruangan tersebut dapat memenuhi syarat

apabila dipindahkan.

Tabel 22. Jarak Penanganan Bahan Usulan

Departemen Titik Koordinat Titik Pusat

(Centoroid)

Jarak

X1 X2 Y1 Y2 X Y

Pengambilan BB 4.17 25.74 10.74 16.74 7.46 21.24 9.79

Perendaman 4.17 25.74 8.02 21.99 6.10 23.87 11.97

Pengantaran BB 2.54 16.40 6.16 15.24 4.35 15.82 1.02

Pemarutan 13.34 16.74 15.55 18.65 14.45 17.70 5.23

R. Peras 11.04 18.99 15.54 20.74 13.29 19.87 8.24

R. Masak 11.04 25.74 20.84 21.02 15.00 23.38 8.85

R. Ayakan 21.19 25.74 25.29 21.02 23.24 23.38 8.92

R. Mixing 17.22 20.74 20.84 16.74 19.03 18.74 2.28

R. Packing Primer 14.04 15.24 17.19 11.24 15.62 13.24 26.58

R. Packing Sekunder 20.19 2.44 21.29 9.24 20.74 5.84

Total 82.86

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan data pada tabel jarak penanganan bahan usulan, terdapat

penurunan total jarak penanganan bahan usulan dengan jarak penanganan bahan

awal. Total jarak penanganan bahan usulan adalah 82.86 m mempunyai selisih

29.99 m dari jarak penanganan bahan awal (112.85 m). Selain itu, jarak tempuh

usulan memiliki nilai sebesar 1011.0 m dengan selisih 75.6 m dari jarak tempuh

Page 128: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

110

awal yaitu 1086.6 m. Adanya pengurangan nilai jarak tempuh karena adanya

perubahan departemen seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya.

Tabel 23. Jarak Tempuh Usulan

Departemen Frekuensi Jarak Jarak

Tempuh Dari Ke

Pengambilan

BB

Perendaman 1 9.79 11.7

Perendaman Pengantaran

BB

1 11.97 13.7

Pengantaran

BB

Pemarutan 1 1.02 1.2

Pemarutan R. Peras 2 5.23 9.0

R. Peras R. Masak 4 8.24 33.1

R.Masak R. Ayakan 4 8.85 32.5

R. Ayakan R. Mixing 6 8.92 54.3

R. Mixing R. Packing

Primer

7 2.28 14.8

R. Packing

Primer

R. Packing

Sekunder

32 26.58 840.8

Total 1011.0

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Pada jarak penanganan usulan terdapat perpindahan tempat yaitu Ruang Antar

Barang (RAB) dan Ruang Perendaman (PRM) yang masuk ke dalam Ruang

Pengambilan Bahan Baku. Beberapa keadaan denah memiliki penempatan yang

berbeda dengan keadaan lapangnya. RAB sesungguhnya memiliki beberapa

tempat, namun akses RAB terdekat ke arah ruang produksi jamu instan ditutup dan

digunakan sebagai tempat penempatan karton. Tempat penempatan karton ini

digabung dengan penyimpanan bahan baku instan, dimana masih ada tempat

kosong yang dapat digunakan sebagai penyimpanan karton sehingga ruang

perendaman dan penyimpanan bahan baku instan dapat digabung karena ruangan

tersebut memiliki luas yang besar.

Selain direkomendasikan adanya perpindahan akses RAB, ruang bahan baku

simplisia apabila karton sudah dapat dipindahkan maka ruang kosong bahan baku

menjadi sangat luas. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk pemindahan ruang

perendaman bahan baku sehingga penanganan bahan baku ketika melalui tahapan

perendaman dan pengambilan bahan baku mempunyai jarak yang lebih dekat.

Berdasarkan jalur lintasan baru yang tertera pada gambar 3.5, tata letak usulan

Page 129: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

111

dengan metode konvensional memiliki jalur Odd Angle. Hal ini dikarenakan arah

bahan yang masuk dengan bahan yang keluar tidak pada area yang sama dan

jalurnya relatif tidak teratur.

Gambar 3.5 Aliran Jarak Penanganan Bahan Susulan

(Sumber: Data Primer, 2017)

4. Biaya Penanganan Bahan Usulan

Biaya penanganan bahan usulan dapat ditentukkan setelah mengetahui jarak

penanganan bahan usulan. Biaya penanganan usulan dapat menjadi sebuah

pertimbangan bagi perusahaan apabila memiliki keinginan untuk merubah kondisi

tata letak. Biaya penanganan bahan yang optimal merupakan inti dari tujuan adanya

perancangan ulang tata letak fasilitas produksi jamu instan.

Biaya penanganan bahan hendaknya memiliki nominal yang lebih kecil dari

biaya penanganan bahan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya

penangan yang menurun dikarenakan adanya lintasan perpindahan bahan yang

Page 130: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

112

lebih pendek sehingga dapat menghemat waktu dan bahan dapat diproduksi lebih

cepat.

Tabel 24. Biaya Penanganan Bahan Usulan

Departemen Frekuensi Alat

Pemindahan

OMH

(Rp/m)

Jarak Total

Dari Ke

Pengambilan

BB

Perendaman 1 Krat, Tenaga

Kerja

3,473 9.79 40.8

Perendaman Pengantaran

BB

1 Krat, Tenaga

Kerja

3,473 11.97 47.6

Pengantaran

BB

Pemarutan 1 Trolley, Tenaga

Kerja

3,475 1.02 4.03

Pemarutan R. Peras 2 Ember, Tenaga

Kerja

3,472 5.23 31.1

R. Peras R. Masak 4 Wadah stainless

steel, Tenaga

Kerja

3,473 8.24 115.1

R.Masak R. Ayakan 4 Wadah ayakan,

Tenaga Kerja

3,476 8.85 112.9

R. Ayakan R. Mixing 6 Tong, Tenaga

Kerja

3,473 8.92 188.45

R. Mixing R. Packing

Primer

7 Krat, Tenaga

Kerja

3,473 2.28 51.4

R. Packing

Primer

R. Packing

Sekunder

32 Krat, Tenaga

Kerja

3,473 26.58 2920.05

Total Ongkos Material Handling dalam 1 hari 3511.43

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan tabel 24 dapat disimpulkan bahwa total dari biaya penanganan

bahan usulan dalam satu hari memiliki jumlah sebesar Rp 3511.43, dimana terjadi

penurunan biaya apabila dibandingkan dengan biaya penanganan bahan awal per

hari yaitu Rp 3773.81. Penurunan biaya ini dipengaruhi oleh jarak yang diusulkan

karena memiliki aliran relatif yang lebih dekat dan mampu meminimalisir dari

adanya pencemaran terhadap bahan baku.

Penurunan biaya penanganan biaya ini menunjukkan bahwa usulan tata letak

yang direkomendasikan lebih efektif dibandingkan dengan tata letak yang telah

diaplikasikan. Penurunan biaya ini selain mampu mengefisiensikan waktu dan

jarak, tata letak usulan ini juga mampu menaikkan output produksi karena

mempunyai lintasan perpindahan bahan yang relatif lebih pendek sehingga mampu

memperlancar kegiatan produksi.

Page 131: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

113

5.3.3 Analisa Perbaikan Tata Letak menggunakan Metode CRAFT

Pada penelitian ini, tata letak fasilitas produksi jamu instan PT. Gujati 59

Utama juga diuji dengan bantuan perangkat lunak menggunakan WinQSB versi

2.00. Program WinQSB ini menggunakan sistem algoritma CRAFT untuk

meminimalkan biaya penanganan bahan. Program WinQSB sendiri membutuhkan

data tata letak fasilitas awal dan beberapa data yang terkait untuk menghasilkan tata

letak usulan yang terbaik. Adapun beberapa data tersebut yang dibutuhkan adalah

koordinat jarak departemen (koordinat X dan Y), data aliran (frekuensi penanganan

bahan), jumlah departemen tidak berubah (Fixed) dan dapat berubah (Non fixed).

Langkah awal penggunaan program WinQSB adalah menentukan tipe

permasalah yaitu “Functional Layout” karena penelitian ini akan

mempertimbangkan penempatan beberapa departemen dalam lokasi yang relatif

sehingga mampu mengoptimalkan biaya, oleh karena itu pada option “Objective

Criterion” dipilih “Minimization”. Jumlah departeen yang harus diisi pada produksi

jamu instan PT. Gujati 59 Utama adalah sebanyak 10 departemen dengan jumlah

baris (row) diisi 42 dan kolom (36). Pengisian kolom dan baris didasarkan pada

panjang dan lebar dari keseluruhan luas produksi jamu instan.

1. Penginputan Data Analisis Tata Letak Fasilitas Produksi

Input data tata letak fasilitas produksi yang dibutuhkan dalam penggunaan

software dijabarkan pada tabel 25 antara lain koordinat jarak tata letak awal, data

aliran (frekuensi), departemen yang terkait produksi dan sifat departemen (fixed dan

non fixed). Data tersebut akan dijadikan dasar untuk analisis tata letak fasilitas pada

spesfikasi permasalahan yang sudah dijabarkan sebelumnya. Oleh karena itu,

penentuan input harus sesuai dengan kondisi tata letak sebenarnya untuk

meminimalisir system error pada perangkat lunak.

Page 132: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

114

Tabel 25. Input Data Tata Letak Fasilitas Produksi

No Departemen Kode Koordinat Keterangan Perpindahan Frekuensi

1 PBB 1 (17,3)-(26,9) Non Fixed PBB - RDM 1

2 RDM 2 (41,5)-(38,9) Non Fixed RDM - RAB 1

3 RAB 3 (30,32)-(31,35) Non Fixed RAB - PRT 1

4 PRT 4 (17,12)-(19,14) Fixed PRT - PRS 2

5 PRS 5 (19,10)-(21,14) Fixed PRS - MSK 4

6 MSK 6 (21,10)-(26,20) Fixed MSK - AYK 4

7 AYK 7 (21,20)-(26,24) Fixed AYK - MXG 6

8 MXG 8 (17,16)-(21,20) Fixed MXG - PRM 7

9 PRM 9 (11,13)-(15,16) Fixed PRM – SKN 32

10 SKN A (2,19)-(9,26) Fixed

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Koordinat yang dinput dalam analisis penggunaan software WinQSB

diletakkan sesuai dengan kondisi tata letak sebenarnya. Dalam penentuan titik

koordinat tersebut dapat digambar menggunakan Microsoft Visio atau Block

Layout. Pengisian koordinat ini bertujuan untuk memberikan bentuk yang sama

dengan tata letak actual dan menjadi salah satu syarat agar iterasi pada perangkat

lunak dapat dijalankan.

Gambar 3.6 Intial Layout Coordinat WinQSB

(Sumber: Data Primer, 2017)

2. Analisis Perbaikan dengan Metode CRAFT

Setelah semua data dimasukkan, maka program WinQSB akan terlebih dahulu

menampilkan hasil tata letak fasilitas awal (initial layout) untuk dapat melihat total

jarak yang ditempuh dalam sekali proses produksi seperti yang terlihat pada

lampiran 4.

Page 133: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

115

Gambar 3.7 merupakan tabel hasil analisis tata letak fasilitas awal. Tabel

tersebut menjelaskan bahwa total aliran atau frekuensi penanganan bahan adalah 58

kali. Sedangkan biaya penanganan bahan sebesar 762.79. Biaya pada program ini

adalah jarak tempuh dalam sekali proses produksi yang nantinya akan

mempengaruhi total biaya penanganan bahan.

Gambar 3.7 Tabel hasil analisis Initial Layout

(Sumber: Data Primer, 2017)

Berdasarkan hasil analisis initial layout dapat disimpulkan bahwa total jarak

yang ditempuh pada tata letak awal pada perangkat awal lunak adalah 1077.1 m

memiliki selisih 9.4 m dari jarak tempuh aktual (1086.6 m).

Penelitian ini hanya mengharapkan 2 departemen yang dapat dipindahkan maka

metode yang dipilih adalah Improve by Exchanging 2 Departemens. Namun perlu

diketahui, Algoritma CRAFT hanya mempertimbangkan perubahan antar

departemen yang memiliki luas yang sama atau mempunyai sebuah batas dekat

untuk mengurangi biaya penanganan bahan.

Page 134: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

116

Gambar 3.8 Jarak Rectilinear Final Layout

(Sumber: Data Primer, 2017)

Pada gambar 3.6 merupakan hasil akhir perbaikan tata letak fasilitas produksi.

Pada gambar tersebut memiliki jumlah iterasi 0 yang menunjukkan bahwa tidak

adanya perbaikan tata letak fasilitas karena menurut program ini tata letak fasilitas

yang diterapkan sudah optimum.

Gambar 3.9 Hasil Analisis Final Layout

(Sumber: Data Primer, 2017)

Pada gambar 3.7 menjelaskan bahwa total aliran atau frekuensi penanganan

bahan adalah 58 kali. Sedangkan biaya penanganan bahan sebesar 762.29.

Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa tata letak ususlan (final

layout) perangkat lunak memiliki jarak penanganan bahan yang sama dengan tata

Page 135: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

117

letak awal (initial layout) dikarenakan perangkat lunak tidak melakukan perubahan

terhadap tata letak tersebut.

3. Biaya Penanganan Bahan

Biaya penanganan bahan yang dapat dianalisis dari perangkat lunak adalah dari

adanya perbedaan jarak antara jarak aktual dengan jarak yang ada pada perangkat

lunak. Pada perangkat lunak tidak diperkenankan memasukkan input data berupa

angka desimal, melainkan harus dalam bilangan yang bulat sehingga dapat

dihasilkan biaya penanganan bahan yang didapatkan dari perangkat lunak WinQSB

adalah sebesar Rp 3741.03, memiliki selisih Rp 32.78 dari biaya penanganan aktual

(Rp 3773.81)

Tabel 26. Biaya Penanganan Bahan WinQSB

Departemen Frekuensi Alat

Pemindahan

OMH

(Rp/m)

Jarak Total

Dari Ke

Pengambilan

BB

Perendaman 1 Krat, Tenaga

Kerja

3,473 17.50 72.93

Perendaman Pengantaran

BB

1 Krat, Tenaga

Kerja

3,473 33.00 131.11

Pengantaran

BB

Pemarutan 1 Trolley, Tenaga

Kerja

3,475 1.00 3.97

Pemarutan R. Peras 2 Ember, Tenaga

Kerja

3,472 6.50 38.68

R. Peras R. Masak 4 Wadah stainless

steel, Tenaga

Kerja

3,473 7.00 97.78

R.Masak R. Ayakan 4 Wadah ayakan,

Tenaga Kerja

3,476 8.50 108.37

R. Ayakan R. Mixing 6 Tong, Tenaga

Kerja

3,473 9.50 200.81

R. Mixing R. Packing

Primer

7 Krat, Tenaga

Kerja

3,473 0.50 11.28

R. Packing

Primer

R. Packing

Sekunder

32 Krat, Tenaga

Kerja

3,473 28.00 3076.1

Total Ongkos Material Handling dalam 1 hari 3741.03

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Page 136: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

118

5.3.4 Perbandingan Hasil Metode Konvensional dengan Metode Perangkat

Lunak

Analisis perbaikan tata letak fasilitas antara metode konvensional dengan

perangkat lunak memiliki hasil yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian, pada

analisis perbaikan tata letak metode konvensional dilakukan perbaikan tata letak

dengan memindahkan departemen ruang antar barang dan departemen

perendaman. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan aliran urutan kerja yang lebih

singkat.

Tabel 27. Perbandingan Tata Letak Awal dengan Konvensional

Tata letak awal dengan Konvensional

Perbandingan Tata Letak

Awal

Tata Letak

Usulan

Jarak Penanganan Bahan (m) 112.85 82.86

Jarak Tempuh/Hari (m) 1086.6 1011.0

OMH/Hari (Rp) 3773.81 3511.43

OMH/Tahun (Rp) 1.177.428,72 1.095.566.16

Selisih OMH 81.862,56

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Berdasarkan hasil analisa perbaikan dengan metode konvensional dapat

disimpulkan bahwa terdapat selisih penurunan OMH sebesar Rp 81.862,56 per

tahun nya dari tata letak awal. Selisih ini tidak terlalu menunjukkan angka yang

besar karena tata letak produksi jamu instan yang sudah baik dan hanya terdapat

perubahan departemen pada penanganan bahan baku sebelum masuk produksi,

yaitu pada daerah perendaman dan ruang antar barang sehingga tidak terlalu

memberikan pengaruh yang cukup besar.

Tabel 28. Perbandingan Tata Letak Awal dengan Perangkat Lunak

Tata letak awal dengan Perangkat Lunak

Perbandingan Tata Letak

Awal

Tata Letak

Usulan

Jarak Penanganan Bahan (m) 112.85 112.85

Jarak Tempuh/Hari (m) 1086.6 1086.6

OMH/Hari (Rp) 3773.81 3773.81

OMH/Tahun (Rp) 1.177.428,72 1.177.428,72

Selisih OMH 0

Sumber: Data Primer, 2017 (Diolah)

Page 137: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

119

Berdasarkan hasil analisa perbaikan metode dengan perangkat lunak dapat

disimpulkan bahwa tidak adanya perubahan yang ditunjukkan oleh perangkat lunak

WinQSB. Hal ini dikarenakan tata letak yang berlaku pada produksi jamu instan

sudah berjalan secara optimum. Selain itu, karena tidak adanya ukuran departemen

yang sama juga mempengaruhi tidak adanya departemen yang dapat ditukarkan.

5.3.5 Keterkaitan antar Aspek Bangunan dan Fasilitas dengan Desain Tata

Letak Fasilitas Produksi Jamu Instan

Prinsip CPOTB salah satunya memiliki aspek Bangunan dan Fasilitas, dimana

tata letak menjadi indikator yang ada pada prinsip Bangunan dan Fasilitas. Keadaan

lapang pada produksi jamu instan PT. Gujati 59 Utama sudah cukup baik dalam

penempatan antar departemen karena sudah sesuai dengan urutan aliran kerja.

Namun terdapat permasalahan yang cukup menonjol terkait pengantaran bahan

baku dari daerah gudang menuju daerah produksi. Adanya lintasan yang cukup jauh

dan melewati wilayah yang cukup rentan akan ancaman mikroorganisme membuat

peneliti ingin mencari tahu apakah ada cara lain atau tidak untuk menuju ruang

produksi.

Setelah melalui analisa dari implementasi CPOTB dan tata letak, dapat

disimpulkan bahwa tata letak denah dan keadaan lapang memiliki keadaan yang

berbeda. Hal ini dapat dilihat dari adanya ketidaksesuaian antar fungsi yang ada

dikeadaan lapang dan di denah, dimana fungsi yang tertera pada denah lebih sesuai

dan lebih baik apabila dijalankan sesuai dengan denah. Hal ini dapat dilihat dari

adanya Ruang Antar Barang yang sebenarnya mempunyai akses yang lebih dekat

dibandingkan Ruang Antar Barang yang diakses sehari – harinya. Apabila RAB

yang digunakan sesuai dengan denah dan tidak ditutup aksesnya di keadaan lapang,

maka lintasan bahan baku akan lebih singkat dan dekat. Selain itu, perendaman dan

bahan baku bisa diletakkan secara berdekatan karena ruang pengambilan bahan

baku memiliki ruang yang cukup besar. Pada kenyataannya ruang bahan baku juga

digunakan sebagai tempat penyimpanan karton yang rentan akan bahaya

mikroorganisme karena keadaan cukup kotor, dimana masih terdapat ruang kosong

yang dapat memindahkan karton – karton tersebut dan letaknya lebih dekat dari

ruang pengemasan.

Page 138: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

120

Sementara itu, pemindahan bahan dari ruang perendaman dalam kondisi

terbuka sangat rentan terserang mikroorganisme karena melewati ruang bahan baku

simplisia kering yang memiliki kondisi yang cukup kotor seperti penjelasan yang

telah dijabarkan sebelumnya. Mikroorganisme tersebut dapat mempengaruhi

keamanan pangan dari produk jamu tersebut, dimana semua bahan harus memenuhi

kriteria mikrobiologi. Kriteria mikrobiologi pada pangan adalah ukuran manajemen

resiko yang menunjukkan keberterimaan suatu pangan atau kinerja proses atau

sistem keamanan pangan (BPOM, 2016). Apabila bahan yang tercemar

mikroorganisme tersebut tetap diproduksi maka akan berpengaruh pada kualitas

kandungan jamu. Dan belum ada perlakuan khusus akan penanganan bahan baku

oleh pihak perusahaan.

Page 139: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka kesimpulannya

sebagai berikut.

1. Penerapan standar CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik)

yang sudah diaplikasikan pada PT. Gujati 59 Utama sudah berjalan dengan

baik. Hal ini dapat dilihat dari total skor persentase dari 11 aspek CPOTB yaitu

77.48% dengan kelas kategori cukup memenuhi. Perusahaan jamu yang

sedang berkembang ini belum secara sempurna mengaplikasikan standar

CPOTB namun untuk perusahaan jamu UKOT 2 (Usaha Kecil Obat

Tradisional) sudah cukup baik.

2. Tata Letak PT. Gujati 59 Utama memiliki pola aliran bahan bentuk tidak

teratur (Odd Angle) dan tata letak usulan dengan bentuk yang masih sama.

Panjangnya jarak dari departemen perendaman ke ruang antar barang

menyebabkan jarak dan waktu yang kurang efisien, selain itu keadaan bahan

baku yang terbuka saat proses pengantaran menyebabkan bahan baku rentan

akan bahaya mikoorganisme. Tata letak yang diterapkan adalah tata letak

berdasarkan produk. Karena dalam tata letak departemen disusun menurut

urutan proses yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk jamu. Adapun

hasil akhir biaya penanganan bahan dari kedua metode perbaikan tata letak

yaitu metode konvensional dengan hasil 1.095.566,16 rupiah dan metode

CRAFT yaitu 0 rupiah.

3. Keterkaitan aspek bangunan dan fasilitas dengan tata letak sudah berjalan

cukup baik. Akan tetapi masih dibutuhkan beberapa sedikit perubahan dan

perawatan lebih inti terhadap penanganan bahan baku dalam meminimalisisr

pencemaran mikroorganisme. Perawatan ini diberikan terutama pada lintasan

perendaman hingga ruang antar barang yang jauh dan bahan melewati ruang

gudang bahan baku simplisia kering yang kotor secara terbuka (tanpa ada

perlindungan).

Page 140: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

122

6.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang ada, maka dapat diambil

saran-saran sebagai berikut:

1. Penerapan standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)

sudah berlangsung cukup baik, namun bisa lebih ditingkatkan dengan

penerapan tata tertib dan disiplin yang tegas sehingga semua aspek dapat

berjalan dengan baik dan sesuai dengan jadwal.

2. Aliran bahan dalam proses produksi jamu instan lebih baik apabila

mengaplikasikan rekomendasi tata letak yang baru. Hal ini dikarenakan

adanya lintasan perpindahan bahan yang lebih pendek dan mampu

meminimalisir dari adanya kontaminasi bahan dari bahan baku simplisia

kering yang kotor pada lintasan tata letak awal.

3. Berdasarkan hasil analisis biaya penanganan bahan, perlu adanya penelitian

lebih lanjut terkait biaya yang harus dikeluarkan akibat perbaikan tata letak,

setelah itu dibandingkan dengan hasil biaya penanganan bahan sehingga

dapat mempertimbangkan keuntungan yang diperoleh apabila tata letak

tersebut diperbaiki.

4. Berdasarkan hasil analisis perbaikan tata letak fasilitas produksi dengan

metode konvensional dan metode perangkat lunak, dapat diusulkan hasil

perbaikan dengan metode konvensional karena mampu menghasilkan

rancangan perbaikan tata letak dengan biaya dan jarak penanganan bahan

yang lebih rendah dibandingkan dengan perangkat lunak.

Page 141: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

123

DAFTAR PUSTAKA

Apple, James. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. ITB. Bandung

Assauri, Sofjan. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi (Edisi Revisi). Lembaga

penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

Beers, S. 2013. Jamu Sakti Basmi Penyakit, Awet Muda dan Kecantikan.

BPOM. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Badan Pengawas Obat

dan Makanan Republik Indonesia.

Dalimartha, S., & Adrian, F. 2013. Fakta Ilmiah Buah dan Sayur. Jakarta: Penebar

Swadaya Grup.

Damanik, Deddy Yuria. 2014. Perencanaan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi

Teh Hitam (CTC) menggunakan Algoritma CRAFT (Studi Kasus: PT.

Perkebunan Nusantara XII Bantaran Blitar). Skripsi Jurusan Teknologi

Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya.

Fudholi, Achmad., Marchaban., Suryadi, Bambang. 2004. Evaluasi penerapan

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) di Industri Obat

Tradisional Jawa Tengah. Majalah Farmasi Indonesia: 75 – 80.

Hadiguna, Rika dan Setiawan, Heri. 2008. Tata Letak Pabrik. ANDI OFFSET.

Yogyakarta

Heragu, Sunderesh S. 2008. Facility Design Third Edition. United States of

America: Taylor and Francis Group.

Jay Heizer dan Render. 2014. Manajemen Operasi. Salemba Empat: Jakarta.

Kasiram. 2008. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta:

jakarta

Karonsih, Nurrisa S.,Setyanto, Nasir W., dan Tantrika, Ceria F. M. 2012. Perbaikan

Tata Letak Penempatan Barang di Gudang Penyimpanan Material

berdasarkan Class Based Srorage Policy (Studi Kasus: Gudang Material PT.

Filtrona Indonesia, Surabaya). Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem

Industri Vol 1 No 2 Tahun 2013: 345 – 357

Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian RI. 2011. Roadmap

Pengembangan Jamu 2011 – 2015. Percetakan Institute Pertanian Bogor.

Bogor.

Kementrian Perindustrian Indonesia. 2012. Dua Regulasi Hambat Industri Jamu

Tradisional. (Online) http://www.kemenperin.go.id/. Diakses pada tanggal

13 Desember 2016.

Kristinawati, Eti. 2000. Perancangan Tata Letak Mesin dengan menggunakan

konsep Group Technology sebagai upaya minimasi jarak dan biaya Material

Handling Optimum 1 (1): 71 – 79.

Page 142: IMPLEMENTASI CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG …repository.ub.ac.id/4888/1/Ririn Dwi Ariyani.pdf · BAIK (CPOTB) DENGAN PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PADA PT

124

Kuswoyo, I dan Cahyana, A. 2016. Tata Letak Gudang Raw Material Chemical

menggunakan metode Shared Storage dan Rel Space. Universitas

Muhammadiyah Sidoarjo. Sidoarjo.

Laporan Bank Indonesia. 2005. Pola Pembiayaan Usaha Kecil: Industri Jamu

Tradisional. (Online) http://www.bi.go.id/. Diakses pada tanggal 13

Desember 2016

Nugroho, Rangga Oki. 2012. Analisis Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas

Produksi Pabrik pada CV. Massitoh Catering Services. IPB Scientific

Repository. (Online) http://repository.ipc.ac.id/. Diakses pada tanggal 9

Januari 2017.

Pamularsih, Tika., Mustofa, Fifi H., Susanty, Susy. 2015. Usulan Rancangan Tata

Letak Fasilitas dengan menggunakan metode Automated Layout Design

Program (ALDEP) di Edem Ceramic. Jurnal Online Institute Teknologi

Nasional Vol 3 No 2 Tahun 2015: 2338 - 5081

Permenkes. 2010. Registrasi Obat Tradisional. (http://sireka.pom.go.id/). Diakses

pada tanggal 4 November 2016

Purnomo, Hari. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas. Edisi Pertama.

Graha Ilmu: Yogyakarta.

Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi

dan Praktiknya. Bumi Aksara: Jakarta

Suhada, K., Arisandhy, V., & Cahyadi, D. A. 2011. Usulan Perbaikan Tata Letak

Mesin dengan Menggunakan Metode Fraktal (Studi Kasus di PT. ”X”,

Cimahi). Jurnal Integra Vol. 1, Juni 2011: 21-70.

Suryadi, Bambang. Apt. 2003. Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik

(CPOTB). Semarang : Balai Besar POM

Tompkins J.A. 2003. Facilities Planning Third edition. California: John Willey and

Sons Inc.

Wahab, Abdul. 2010. Perancangan Tata Letak Fasilitas menggunakan BLOCPAN.

Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wicaksena, B dan Subekti, N. 2013. Potensi Pengembangan Pasar Jamu. Pusat

Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. Jakarta

Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. ITS.

Surabaya.

Yamit, Zulian. 2003. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi ke – 2. Penerbit

Ekonisia. Yogyakarta.