4
Peran Polri Dalam Menghormati HAM Bagi Korban Peristiwa G.30.S.1965 Dengan Pengimplementasian Konsep Polmas di Wilayah Peristiwa G.30.S.1965 memang telah berlalu 43 Tahun yang lalu namun sampai dengan era reformasi ini rasa kepedihan dan rasa ketidakadilan masih menghinggapi para pelaku sejarah yang dituduh terlibat dalam peristiwa tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Saptono Rahardi (1997:205) 1 yang mengatakan “seiring terjadinya perubahan sosial dan politik yang terjadi di Indonesia pada tahun 1966 ditandai beralihnya zaman Orde Lama ke Zaman Orde baru yang dimotori oleh Soeharto maka muncullah Stigma Negatif pemerintah Orde Baru kepada mereka (pelaku dan keluarga G.30.S/PKI)” . Pemerintah telah melakukan pembatasan-pembatasan dan diskriminasi kehidupan sosial ekonomi terhadap mereka yang dianggap sebagai aktor utama dan simpatisan PKI bahkan hal itu dianggap sebagai dosa turunan bagi keluarga dan keturunannya dimana setiap gerak- geriknya selalu diawasi dengan ketat oleh pemerintah. Anggapan negatif pemerintah terhadap para keluarga dan keturunan pelaku G.30.S.1965 diperparah lagi dengan stereotip sebagian masyarakat Indonesia terhadap mereka yang menganggap mereka pemberontak negara, penjahat dan berhati kejam. Menurut pendapat Banton yang dikutip oleh Kamanto Sunarto (2004 :152) 2 yang mengatakan “ stereotip mengacu pada kecenderungan bahwa sesuatu yang dipercayai orang bersifat terlalu menyederhanakan dan tidak peka terhadap fakta obyektif (dimana) Stereotip itu mungkin ada benarnya, akan tetapi tidak seluruhnya benar” . Padahal banyak dari mereka ( keluarga pelaku 1 Saptono Rahardi, 1997, “ Menguak Luka Lama Para Keluarga Pelaku G.30.S/PKI” , Cet. 2, Jakarta, Peradaban 2 Kamanto Sunarto, 2004, “ Pengantar Sosiologi” , edisi ke 3, Jakarta, LP. Fakultas Ekonomi UI

Ilmu Sosiologi Kepolisian

  • Upload
    dolly99

  • View
    755

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Konsep Polmas dalam penghormatan HAM bagi pelaku dan keluarga eks G.30.S/PKI

Citation preview

Page 1: Ilmu Sosiologi Kepolisian

Peran Polri Dalam Menghormati HAM Bagi Korban Peristiwa G.30.S.1965Dengan Pengimplementasian Konsep Polmas di Wilayah

Peristiwa G.30.S.1965 memang telah berlalu 43 Tahun yang lalu namun sampai

dengan era reformasi ini rasa kepedihan dan rasa ketidakadilan masih menghinggapi para

pelaku sejarah yang dituduh terlibat dalam peristiwa tersebut. Seperti yang diungkapkan

oleh Saptono Rahardi (1997:205) 1 yang mengatakan “seiring terjadinya perubahan sosial

dan politik yang terjadi di Indonesia pada tahun 1966 ditandai beralihnya zaman Orde

Lama ke Zaman Orde baru yang dimotori oleh Soeharto maka muncullah Stigma Negatif

pemerintah Orde Baru kepada mereka (pelaku dan keluarga G.30.S/PKI)” . Pemerintah

telah melakukan pembatasan-pembatasan dan diskriminasi kehidupan sosial ekonomi

terhadap mereka yang dianggap sebagai aktor utama dan simpatisan PKI bahkan hal itu

dianggap sebagai dosa turunan bagi keluarga dan keturunannya dimana setiap gerak-

geriknya selalu diawasi dengan ketat oleh pemerintah.

Anggapan negatif pemerintah terhadap para keluarga dan keturunan pelaku

G.30.S.1965 diperparah lagi dengan stereotip sebagian masyarakat Indonesia terhadap

mereka yang menganggap mereka pemberontak negara, penjahat dan berhati kejam.

Menurut pendapat Banton yang dikutip oleh Kamanto Sunarto (2004 :152) 2 yang

mengatakan “ stereotip mengacu pada kecenderungan bahwa sesuatu yang dipercayai

orang bersifat terlalu menyederhanakan dan tidak peka terhadap fakta obyektif (dimana)

Stereotip itu mungkin ada benarnya, akan tetapi tidak seluruhnya benar” . Padahal banyak

dari mereka ( keluarga pelaku G.30.S) yang berhasil dalam kehidupan sosial ekonomi dan

menjadi warga negara Indonesia yang baik.

Melihat kenyataan diatas dimana bangsa Indonesia telah memasuki era reformasi

yang lebih menghormati kebebasan pendapat dan penghormatan terhadap HAM, kebijakan

pemerintah dan anggapan negatif sebagian masyarakat tersebut tidak relevan lagi pada saat

ini. Sesuai dengan tuntutan reformasi dimana Polri berkewajiban menjaga berjalannya

kehidupan berdemokrasi dan penghormatan terhadap HAM selain memiliki menjalankan

tugas pokoknya yang tercantum dalam UU No. 2 Tahun 2002 3 Pasal 2 yaitu “memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat” , juga berkewajiban “bertindak

berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta

1 Saptono Rahardi, 1997, “Menguak Luka Lama Para Keluarga Pelaku G.30.S/PKI” , Cet. 2, Jakarta, Peradaban

2 Kamanto Sunarto, 2004, “ Pengantar Sosiologi” , edisi ke 3, Jakarta, LP. Fakultas Ekonomi UI 3 Mabes Polri, 2002,”Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 ttg Kepolisian Negara RI dan penjelasannya ”hal

10, Jakarta,

Page 2: Ilmu Sosiologi Kepolisian

menjunjung tinggi hak asasi manusia” sebagaimana diamanatkan pada pasal 18 ayat 1 UU

No. 2 Tahun 20024.

Konsep Polmas (Perpolisian Masyarakat) yang digulirkan oleh Kapolri, Jenderal

Sutanto (2006:45)5 mengamanatkan bahwa “Polmas sebagai suatu strategi dan falsafah

merupakan metode perpolisian yang berorientasi kemasyarakatan dan bertujuan

menyelesaikan permasalahan kamtibmas dengan prinsip kemitraan sejajar dan

penghormatan kepada HAM “ . sehingga dari pernyataan Kapolri tersebut tersirat Polri dan

seluruh komponen masyarakat yang tergabung dalam wadah Polmas yaitu FKPM berusaha

menciptakan kohesi sosial yang baik dan pelayanan yang tidak diskriminatif. Konflik

Sosial yang dapat muncul yang diakibatkan persepsi In Group – Out Grup tersebut

diusahakan untuk dihilangkan dengan pendekatan / paradigma sosiologis dalam Konsep

Polmas. Hal itu senada dengan tulisan Iwan Gardono Sujatmiko (2008:3) 6 yang

menyatakan “Relevansi sosiologi terhadap peran Polri yaitu m emahami perilaku

kelompok/organisasi masyarakat, memahami konflik sosial dan resolusi konflik, memahami

stratifikasi-diferensiasi sosial; reintegrasi sosial, memahani perubahan sosial sehingga

dapat membuat kebijakan dan perencanaan sosial” . Konsep Polmas pada hakekatnya

merupakan salah satu bentuk pengimplementasian Konsep Ilmu Sosiologi dalam

menjalankan tugas kepolisian di lapangan.

Dari uraian tersebut diatas, penulis berkesimpulan bahwa Polri dengan Konsep

Polmasnya merupakan solusi yang baik dalam menegakkan dan menghormati HAM pada

semua lapisan masyarakat tidak terkecuali terhadap para keluarga pelaku eks G.30.S.1965

hal itu dilakukan untuk menciptakan kohesi sosial yang positif dimasyarakat untuk

menghindari konflik sosial dan menjamin kebersamaan langkah dalam menciptakan situasi

kamtibmas yang kondusif. Interaksi Polisi – Masyarakat yang aktif dan intensif dalam

pengimplementasian Konsep Polmas di wilayah tersebut sangat cocok diterapkan Polri

tanpa melihat stratifikasi sosial ada di masyarakat. Dimana hal itu senada dengan Teori

yang dikemukakan oleh Varshney 7 yang mengungkapkan “Interaksi sehari-hari dapat

meningkatkan kohesi dan mencegah konflik (Kehidupan bertetangga; Sekolah;

Pasar;Tempat Kerja”. Yang pada akhirnya situasi keamanan yang aman dan kondusif

4 Ibid, hal 14 5 Sutanto, 2006, “ Implementasi kebijakan Polmas Polri di Satuan Kewilayahan “, hal. 2, Jakarta,

hhtp/www.polri.go.id, diakses tanggal 8 Agustus 2008 6 Iwan Gardono Sujatmiko, 2008, “ Pengantar Sosiologi”, Hand Out Ilmu Sosiologi Mahasiswa PTIK

Angkatan 51, hal. 3, Jakarta7 Ibid, hal.18

Page 3: Ilmu Sosiologi Kepolisian

dalam Negara kita lebih baik lagi dari waktu ke waktu dengan mengedepankan partisipasi

masyarakat dan iklim saling harga –menghargai antar sesama manusia.

Demikian tulisan ini penulis sampaikan sebagai jawaban atas soal Ujian Tengah

Semester III Mata Kuliah Sosiologi. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari

sempurna oleh sebab itu penulis memohon bantuan berupa saran yang membangun demi

lebih baiknya tulisan ini dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Saptono Rahardi, 1997, “Menguak Luka Lama Para Keluarga Pelaku G.30.S/PKI” ,

Cet. 2, Jakarta, Peradaban

2. Kamanto Sunarto, 2004, “ Pengantar Sosiologi” , edisi ke 3, Jakarta, LP. Fakultas

Ekonomi UI

3. Mabes Polri, 2002,”Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

RI dan penjelasannya ”, Jakarta, PTIK Press

4. Sutanto, 2006, “ Implementasi kebijakan Polmas Polri di Satuan Kewilayahan “,

Jakarta, hhtp/www.polri.go.id, diakses tanggal 8 Agustus 2008

5. Iwan Gardono Sujatmiko , 2008, “Pengantar Sosiologi”, Hand Out Ilmu Sosiologi

Mahasiswa PTIK Angkatan 51 ,Jakarta