Upload
siska-sisca
View
137
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai dua tahun merupakan hal yang
sangat penting diperhatikan oleh ibu. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) Tahun 2004, ditemukan berbagai alasan ibu-ibu menghentikan
pemberian ASI Eksklusif kepada bayinya, diantaranya produksi ASI kurang
(32%), ibu bekerja (16%), ingin dianggap modern (4%), masalah pada puting susu
(28%), pengaruh iklan susu formula (16%) dan pengaruh orang lain terutama
suami (4%) (Depkes RI, 2005;Tasya, 2008).
Sumber: Susenas 2004-2009
Menyikapi permasalahan pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah
Indonesia telah menggalakkan beberapa program pemberian ASI Esklusif, salah
satunya adalah program yang dicanangkan sejak tahun 1990 yang dikenal dengan
1
Gerakan Nasional Peningkatan Air Susu Ibu (PP-ASI). Sehubungan dengan itu
telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan
No.450/MENKES/IV/2004 serta Peraturan Pemerintah tahun 2012 tentang
pemberian ASI eksklusif pada bayi Indonesia (Depkes RI, 2005). Pada tahun 2007
program pemerintah lainnya juga melibatkan kerjasama antara pemerintah
Indonesia dengan Asian Development Bank mengenai Nutrition Improvement
through Comunity Empowerment Project atau yang sering disebut program NICE.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Yankes dan Gizi Dinas Kesehatan
Provinsi NTB 2007 cakupan ASI Eksklusif di Wilayah Kabupaten Lombok Barat
sendiri pada tahun 2007 mencapai 80.26 %. Sementara itu, di wilayah kerja
Puskesmas Narmada pencapaian ASI Eklusif tahun 2011 sudah mencapai target
yaitu 82,6% dari 80% yang ditargetkan. Namun demikian dari sebelas desa,
terdapat 4 desa yang masih perlu mendapat perhatian dengan pencapaian masih di
bawah target yaitu desa Dasan Tereng (69%), desa Tanak Beak (78,8%) desa
Lembuak (60%) dan desa Narmada (75%).
Pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh sikap dan pengetahuan ibu
terhadap menyusui dan ASI, yang dipengaruhi juga oleh faktor-faktor seperti
faktor sosial, ekonomi, dan budaya (Escamilla 1995; Nordenhall dan Ramberg
1997). Banyak penelitian menunjukkan bahwa intervensi tidak berhasil karena
kurang memperhatikan sistem dan kebiasaan masyarakat setempat tersebut.
Peranan keluarga terhadap berhasil tidaknya subjek memberikan ASI Eksklusif
sangat besar. Selain itu kebiasaan memberikan MP-ASI dini telah dilakukan turun
temurun dan tidak pernah menimbulkan masalah. Faktor-faktor penguat berupa
2
peranan tenaga kesehatan, dukun bayi, dan keluarga sebagian besar bersifat
negatif sehingga terjadi kegagalan pemberian ASI Eksklusif (Diana, 2007).
Dari keempat desa tersebut, desa Tanak Beak merupakan satu-satunya
desa akseptor program NICE yang justru memiliki pencapaian di bawah target.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan,
sikap, dan prilaku ibu terhadap rendahnya cakupan ASI eksklusif berdasarkan
data tahun 2011 pada desa dengan program NICE (nutritional improvement
through community empowerment) di kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok
Barat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut di atas, rumusan
masalah penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan pengetahuan, sikap, dan
prilaku ibu terhadap rendahnya cakupan ASI eksklusif berdasarkan data tahun
2011 pada desa dengan program NICE (Nutritional Improvement Through
Community Empowerment) di Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan,
sikap, dan prilaku ibu terhadap rendahnya cakupan ASI eksklusif berdasarkan
data tahun 2011 pada desa dengan program NICE (Nutritional Improvement
Through Community Empowerment) di Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok
Barat
3
1.4 Manfaat Penelitian
Sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi peneliti sejenis dan
berkelanjutan yang dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan cakupan ASI
eksklusif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi
masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesadaran ibu untuk memberikan ASI
secara eksklusif kepada bayi sampai umur 6 bulan; dan mendorong "supportive
group" dari ibu tersebut atau masyarakat untuk menciptakan iklim yang kondusif
dimana ASI eksklusif mungkin diberikan
Menekankan kepada pembuat kebijakan tingkat kecamatan dan kabupaten untuk
menerapkan hasil dan rekomendasi penelitian Bagi Puskesmas
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian ASI Eksklusif
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2012 tentang pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, Air Susu Ibu (ASI) didefinisikan
sebagai cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu (Depkes.go.id, 2012).
Air susu Ibu adalah makanan paling sempurna bagi bayi. Sebagai
makanan tunggal yang mengandung seluruh zat gizi yang diperlukan bayi, ASI
juga mengandung zat untuk meningkatkan daya tahan (kekebalan) tubuh dari
berbagai infeksi. Notoatmodjo (2003) menyatakan, Air susu Ibu (ASI) adalah
makanan utama bayi oleh sebab itu, maka untuk menjamin kecukupan ASI bagi
bayi. ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan
bayi baik fisik, psikologi, sosial, maupun spiritual (Pikawati, 2010; Notoatmodjo,
2003)
Seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, ASI eksklusif
didefinisikan sebagai ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain (Depkes.go.id, 2012).
ASI Ekslkusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu (ASI) saja kepada
bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman
lain, kecuali obat, vitamin dan mineral Hal yang lain dikemukakan oleh WHO
bahwa ASI eksklusif merupakan pemberian ASI sedini mungkin setelah
5
persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya
air putih sampai bayi burumur 6 bulan (WHO, 2001).
2.2. Data untuk Pemberian ASI Eksklusif
Nuary (2011) mengemukakan bahwa dari berbagai hasil survei yang
diperoleh dari beberapa negara menunjukkan adanya faktor kurangnya pemberian
ASI. Walaupun dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan akan tetapi tidak
dapat dipungkuri bahwa kondisi tersebut telah menjadi masalah tidak hanya di
Indonesia tetapi diseluruh dunia.
Angka ASI eksklusif di dunia sangat bervariasi dan tidak berbanding lurus
dengan kemajuan suatu negara. Jepang dan Inggris adalah contoh negara maju
dengan angka ASI eksklusif yang rendah. Susu formula, sosial budaya, dan wanita
bekerja menjadi alasan pemakaian susu formula yang rendah.
G.J. Ebrahim dalam Nuary (2011) juga mengemukakan bahwa pemberian
ASI dirasakan sangat menurun dibeberapa negara industri dan menurun sangat
cepat di negara-negara berkembang. Bukti penurunan ibu dalam pemberian ASI di
negara-negara maju misalnya Amerika pada awal abad ke-20 kira-kira 71% ibu
yang memberi ASI dan menurun menjadi 25%.
Tingginya angka kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya faktor penyakit infeksi dan kekurangan gizi sedangkan
penyebab lainnya adalah berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah yang
salah satunya dengan cara memberikan ASI secara eksklusif (Roesli, 2000).
6
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007) menunjukkan
penurunan jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif hingga 7,2%. Pada saat yang
sama, jumlah bayi dibawah 6 bulan yang diberi susu formula dari 16,7% pada
tahun 2002 menjadi 27,9% pada tahun 2007. UNICEF menyimpulkan cakupan
ASI eksklusif 6 bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia yaitu 38%.
Banyaknya kasus kurang gizi pada anak-anak berusia dibawah 2 tahun yang
sempat melanda beberapa wilayah Indonesia dapat diminimalisir melalui
pemberian ASI secara eksklusif. Oleh sebab itu ASI eksklusif dijadikan sebagai
prioritas program negara berkembang ini (Nuryati, 2008).
2.3. Komposisi ASI
ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, antara lain zat putih
telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim,
zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional dan
seimbang satu dengan yang lainnya (Roesli, 2000).
Komposisi ASI antara lain mengandung 88,1% air, 3,8% lemak, 0,9%
protein, 7,0% laktosa, dan zat gizi lain 0,2%. Salah satu fungsi utama air adalah
untuk menguras kelebihan bahan-bahan larut melalui air seni. Zat-zat yang dapat
larut (misalnya sodium, potasium, nitrogen, dan klorida) disebut sebagai bahan-
bahan larut. Ginjal bayi yang pertumbuhannya belum sempurna hingga usia tiga
bulan, mampu mengeluarkan kelebihan bahan larut lewat air seni untuk menjaga
keseimbangan kimiawi di dalam tubuhnya. Oleh karena ASI mengandung sedikit
bahan larut, maka bayi tidak membutuhkan air sebanyak anak-anak atau orang
dewasa
7
a. Lemak
Lemak merupakan sumber kalori utama dalam ASI dengan kadar yang cukup
tinggi yaitu seberat 50%. Salah satu keunggulan lemak ASI adalah
kandungan lemak esensial.
b. Protein
Protein adalah bahan baku untuk tumbuh. Kualitas protein sangat penting
selama tahun pertama kehidupan bayi, karena pada saat pertumbuhan bayi
paling cepat. ASI mengandung bayi manusia.
c. Karbohidrat
Karbohidrat utama (kadar paling tinggi) dalam ASI adalah laktosa yang
mempertinggi penyerapan kalsium yang dibutuhkan bayi.
d. Vitamin
ASI mengandung vitamin yang lengkap dan dapat mencukupi kebutuhan bayi
hingga berusia 6 bulan. Vitamin juga dibutuhkan untuk pertumbuhan sel-sel
otak.
e. Garam dan Mineral
ASI merupakan susu dengan kadar garam dan mineral yang rendah sehingga
tidak merusak fungsi ginjal bayi. Berikut beberapa mineral yang terdapat
dalam ASI:
Zat besi
Jumlah zat besi dalam ASI termasuk sedikit mudah diserap. Zat besi
berguna untuk pembentukan myelin yang berfungsi untuk kecepatan hantar
syaraf untuk kecepatan, pemrosesan informasi dan kecerdasan.
8
Seng
Seng diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan imunisasi. Selain
itu juga diperlukan untuk mencegah penyakit kulit dan system pencernaan
yang fatal bagi bayi .
Tabel 2.1. Faktor Kekebalan ASI
Perubahan pada komposisi ASI bergantung pada lamanya kehamilan. ASI
yang dihasilkan oleh seorang ibu sangat baik untuk bayi yang dilahirkannya,
termasuk bayi yang lahir prematur. Pada minggu pertama kandungan proteinnya
lebih banyak dibandingkan ASI yang dihasilkan oleh ibu dengan bayi yang lahir
cukup bulan, begitu juga dengan kandungan antibodinya. Hal ini menunjukkan
bahwa hanya ASI makanan yang tepat bagi tiap bayi yang baru lahir, baik dalam
keadaan cukup bulan maupun prematur (Vinther dan Helsing, 1997).
9
Gambar 2.1. Proporsi Komposisi ASI
2.4. Manfaat ASI
1. ASI sebagai Nutrisi
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang
dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi
yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan terlaksananya
menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi
kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi
harus mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2
tahun atau lebih (Roesli, 2000).
2. ASI Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Bayi
Air Susu Ibu (ASI) tetap merupakan makanan terbaik untuk bayi karena selain
memberikan semua unsur gizi yang dibutuhkan, ASI mengandung komponen
yang sangat spesifik, dan telah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan
perkembangan bayi. ASI mengandung antibodi (zat kekebalan tubuh) yang
merupakan perlindungan alami bagi bayi baru lahir (Badan POM RI, 2008). Bayi
10
yang baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui
ari-ari. Namun kadar zat ini akan menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi
sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar
protektif pada waktu berusia sekitar 9-12 bulan (Roesli, 2007). Bayi ASI
Eksklusif ternyata akan lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan
bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif. Anak yang sehat tentu akan lebih
berkembang kepandaiannya dibanding anak yang sering sakit terutama sakitnya
berat.
3. ASI Eksklusif Meningkatkan Kecerdasan
Perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan partumbuhan otak.
Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang
diterima saat petumbuhan otak (Danuatmadja, 2007).
Terdapat dua faktor penentu kecerdasan, yaitu:
• Faktor Genetik atau faktor bawaan menentukan potensi genetik atau bawaan
yang diturunkan oleh orang tua.
• Faktor lingkungan adalah faktor yang menentukan potensi genetik akan
dapat tercapai secara optimal. Secara garis besar terdapat tiga jenis
kebutuhan untuk faktor lingkungan yaitu:
Kebutuhan untuk pertumbuhan fisik-otak (ASUH)
Kebutuhan untuk perkembangan emosional dan spiritual (ASIH), serta
Kebutuhan untuk perkembangan intelektual dan sosialisasi (ASAH).
ASI Eksklusif meningkatkan kecerdasan. Dengan memberikan ASI secara
eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan
potensi kecerdasan anak secara optimal. Nutrisi yang diperlukan untuk
11
pertumbuhan otak bayi yang tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu seri,
antara lain:
Taurin, yaitu suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat di ASI
Laktosa, merupakan hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit
sekali terdapat pada susu sapi.
Asam lemak ikatan panjang (DHA, AA, omega-3, omega-6),
merupakan asam lemak utama dari ASI yang hanya terdapat sedikit
dalam susu sapi.
4. ASI Eksklusif Meningkatkan Jalinan Kasih Sayang
Menyusui memberikan manfaat psikologis kepada bayi karena melalui menyusui
bayi dapat merasakan kehangatan dan kedekatan fisik ibunya, menikmati suara
dan wajah ibunya, sekaligus memuaskan kebutuhan untuk menghisap.
Selain memberi keuntungan pada bayi, menyusui juga memberikan
keuntungan pada ibu. Beberapa manfaat bagi ibu adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan
Hal ini dikarenakan pada ibu menyusui terjadinya peningkatan kadar
oksitosin yang berguna juga untuk kontraksi/penutupan pembuluh darah
sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti. Hal ini akan menurunkan
angka kematian ibu yang melahirkan.
2. Mengurangi terjadinya anemia
Mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan darah atau anemia karena
kekurangan zat besi, menyusui mengurangi perdarahan.
12
3. Sebagai kontrasepsi
Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan,
sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum
dikenal sebgai Metode Amenore Laktasi (MAL).
4. Mengecilkan rahim
Kadar oksitosin ibu yang menyusui yang meningkat akan sangat membantu
rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses mengecilkan ini akan lebih
cepat dibandingkan pada ibu yang tidak menyusui.
5. Lebih cepat langsing kembali
Oleh karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya
dari lemak yang tertimbun selama hamil. Dengan demikian berat badan ibu
yang menyusui akan cepat turun atau langsing kembali.
6. Mengurangi kemungkinan menderita kanker
Beberapa penilitian menemukan juga bahwa menyusui akan melindungi ibu
dari penyakit kanker indung telur salah satu dari penelitian ini menunjukkan
bahwa resiko terkena kanker indung telur pada ibu yang menyusui berkurang
sampai 20-25%.
7. Lebih ekonomis/murah
Dengan memberi ASI berarti menghemat pengeluaran untuk susu formula,
perlengkapan menyusui dan persiapan pembuatan minum susu formula.
8. Tidak merepotkan dan hemat waktu
ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan atau memasak
air, juga harus mencuci botol, dan tanpa menunggu agar susu tidak terlalu
panas.
13
9. Portable dan praktis
Mudah dibawa kemana-mana (portable) sehingga saat berpergian tidak perlu
membawa berbagai alat untuk minum susu formula dan tidak perlu membawa
alat listrik untuk memasak dan menghangatkan susu.
10. Mengurangi resiko keropos tulang (osteoporosis)
Penelitian mengidentifikasibahwa perempuan dengan banyak anak dan
periode yang panjang memiliki kepandatan mineral tulang lebih tinggi/sama
dari resiko patah tulang lebih rendah/sama dibandingkan dengan yang tidak
pernah melahirkan dan menyusui (Roesli, 2007).
2.5. Jenis-jenis ASI
1. Kolostrum
Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara, disekresi
oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari ketiga atau keempat.
Komposisi kolostrum ini dari hari kehari selalu berubah, warnanya kekuning-
kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu matur. Kolostrum merupakan
protein yang sangat tinggi, antibodi, karbohidrat dan lemak, mineral lebih tinggi
dibandingkan dengan ASI matur. Kolostrum merupakan nutrisi pertama yang
paling penting bagi bayi karena mengandung sejumlah besar antibodi yang
melindungi bayi dari infeksi beberapa faktor pertumbuhan dan pematangan
saluran pencernaan.
2. ASI Transisi/Peralihan
Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur
disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada pula
14
pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ketiga
sampai kelima. Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan
lemak makin meninggi, dan juga volume ASI akan makin meningkat.
3. ASI Matur
Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 atau hari ke-14 dan seterusnya,
komposisinya relative konstan. ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang
paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Susu ini lebih cair dan
lebih encer dari pada susu transisi tetapi dikeluarkan dalam kuantitas yang
meningkat.
2.6. Pola Pemberian ASI
Agar pemberian ASI eksklusif dapat berhasil, selain tidak memberikan
makanan lain perlu pula diperhatikan cara menyusui yang baik dan benar yaitu
tidak dijadwal, ASI diberikan sesering mungkin termasuk menyusui pada malam
hari. Ibu menggunakan payudara kiri dan kanan secara bergantian tiap kali
menyusui. Disamping itu, posisi ibu bisa duduk atau tiduran dengan suasana
tenang dan santai. Bayi dipeluk dengan posisi menghadap ibu. Isapan mulut bayi
pada puting susu harus baik yaitu sebagian besar areola (bagian hitam sekitar
puting) masuk kemulut bayi. Apabila payudara terasa penuh dan bayi belum
mengisap secara efektif, sebaiknya ASI dikeluarkan dengan menggunakan tangan
yang bersih (Depkes RI, 2005).
Keadaan gizi ibu yang baik selama hamil dan menyusui serta persiapan
psikologi selama kehamilan akan menunjang keberhasilan menyusui. Seorang ibu
yang menyusui harus menjaga ketenangan pikiran, menghindari kelelahan,
15
membuang rasa khawatir yang berlebihan dan percaya diri bahwa ASI-nya
mencukupi untuk kebutuhan bayi (Depkes RI, 1996).
2.7. Faktor-faktor yang Terkait Pemberian ASI Eksklusif
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI
1. Kondisi Ibu
Ibu yang melahirkan sesar dapat menyusui segera setelah ibu pulih (sesuai
petunjuk dokter), demikian juga halnya bagi ibu yang sakit pada umumnya
dapat terus menyusui bayinya. Bagi ibu yang menderita infeksi saluran
pernapasan bagian atas harus memakai masker untuk mencegah penularan.
Ibu hamil juga dapat meneruskan menyusui bayinya dan jangan lupa untuk
makan lebih banyak. Selanjutnya bayi disapih secara bertahap agar anak tidak
merasa diterlantarkan ibu karena akan ada adik baru yang memerlukan
perhatian ibu. Pekerjaan sehari-hari kadang-kadang sangat menyibukkan ibu
dan anak menjadi rewel. Usahakan agar ibu lebih banyak istirahat dan santai,
sehingga ibu dapat menyusui lagi dan memenuhi kebutuhan bayi. Dukungan
dan pengertian keluarga (suami dan orang tua) sangat diperlukan untuk
ketentraman ibu menyusui, disamping itu nasehat dari mereka yang lebih
berpengalaman akan membantu keberhasilan menyusui.
2. Kondisi bayi
Bayi dalam keadaan sakit apapun harus tetap diberi ASI, termasuk diare. Bagi
bayi kembar, ASI tetap mencukupi sesuai kebutuhan bayi. Posisi sepak bola
(football position) dapat digunakan untuk menyusui bayi kembar. Demikian
juga dengan bayi prematur, kalau bayi dapat menghisap langsung dari
16
payudara ibu, kalau tidak dengan sendok atau lainnya. Produksi ASI harus
dipertahankan dengan mengeluarkan ASI dan apabila keadaan bayi sudah
memungkinkan, bayi dapat menyusu langsung dari ibu.
3. Umur
Umur mempengaruhi bagaimana ibu menyusui mengambil keputusan dalarn
pemberian ASI eksklusif, semakin bertambah umur (tua) maka pengalaman
dan pengetahuan semakin bertambah (Notoatmodjo, 2003). Selain itu, umur
ibu sangat menentukan kesehatan maternal dan berkaitan dengan kondisi
kehamilan, persalinan dan nifas serta cara mengasuh dan menyusui bayinya.
lbu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang dan belum siap
dalam hal jasmani dan sosial dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta
dalam membina bayi yang dilahirkan (Depkes RI, 1994). Menurut pendapat
Hurlock B.E. (2002), bahwa semakin meningkatnya umur tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang dalam berfikir dan bekerja akan lebih
matang.
4. Pendidikan
Seorang ibu yang memiliki pendidikan formal yang rendah belum tentu tidak
mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandigka
dengan orang yang lebih tinggi pendidikan formalnya. Perlu menjadi
pertimbangan bahwa faktor tingkat pendidikan turut menentukan mudah
tidaknya menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang ibu peroleh
(Suharyono, 1992).
17
a. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk atau
organisasi tertentu seperti di sekolah atau di universitas. Adanya organisasi
yang ketat dan nyata. Misalnya tentang adanya penjenjangan cara atau
metode mengajar di sekolah (Kusuma,1996)
b. Pendidikan in Formal
Pendidikan in formal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di
rumah dalam bentuk lingkungan keluarga. Pendidikan ini berlangsung
tanpa pendidik, tanpa suatu program yang harus diselesaikan dalam jangka
waktu tertentu tanpa evaluasi yang formal berbentuk ujian (Kusuma, 1996)
c. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal adalah usaha khusus yang diselenggarakan secara
terorganisir diutamakan bagi generasi muda dan orang dewasa yang tidak
dapat sepenuhnya mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki
pengetahuan praktis dan keterampilan dasar yang mereka perlukan sebagai
warga masyarakat produktif (Kusuma, 1996). Pendidikan bertujuan untuk
mengubah pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep-konsep,
mengubah sikap dan persepsi serta menanamkan tingkah laku/kebiasaan
yang baru pada pendidikan rendah serta meningkatkan pengetahuan yang
cukup/kurang bagi responden yang masih memakai adat istiadat lama
(Notoatmodjo, 1993).
5. Pekerjaan
Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan
kesempatan ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Pengetahuan responden
18
yang bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahuan responden
yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja di luar
rumah (sektor formal)memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai
informasi, termasuk mendapatkan informasi tentang pemberian ASI
eksklusif. Hasil penelitian Soekirman pada tahun 1994 mengungkapkan
bahwa kemungkinan seorang ibu menyusui bayinya secara eksklusif hingga
usia 4 bulan dan diteruskan hingga usia 2 tahun, rata-rata 38% jika ibu
bekerja dan angka tersebut naik menjadi 91% jika ibu tidak bekerja (Ginting,
2007).
6. Pendapatan
Tingkat ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan
pola pemberian ASI. Di daerah pedesaan keadaan ini tidak cukup nyata. Di
daerah perkotaan keadaan ini cukup nyata, makin tinggi tingkat ekonomi
makin berkurang prevalensi menyusui. Namun di negara-neraga industri
frekuensi menyusui lebih tinggi di kalangan tingkat sosial atas. Menurut
penelitian Sanjaya (2000), ada perbedaan bermakna dalam pemberian ASI
dan penyapihan dengan penghasilan atau pendapatan keluarga, jadi semakin
tinggi pendapatan keluarga, semakin cepat menyapih. Disini orang yang
berpenghasilan tinggi akan lebih mudah untuk menggantikan ASI dengan
susu Formula. (Fathimah 2008).
7. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Jumlah kehamilan dan persalinan mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
Semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan dan semakin pendek jarak
kelahiran akan menyita perhatian ibu yang diberikan dalam hal pengasuhan
19
maupun pendidikan anak. BKKBN (1998) menganjurkan agar kesehatan ibu
selam hamil dapat optimal, dan dalam menyongsong persalinannya maka
jumlah persalinan dianjurkan tidak lebih dari dua kali. Oleh karena itu
dianjurkan agar jarak kelahiran bayi yang satu dengan kelahiran berikutnya
minimal 2 tahun, sesuai dengan masa menyusui anak.
8. Dukungan Keluarga
Kunci keberhasilan menyusui yang utama adalah niat yang kuat seorang ibu
untuk menyusui bayinya. Secara psikologis ibu dengan dukungan keluarga
terutama suami punya pengaruh yang cukup besar dalam keberhasilan
pemberian ASI eksklusif.
9. Fasilitas Kesehatan
Fasilitas RB/RS sebenarnya sangat mendukung pelaksanaan ASI eksklusif
karena sebagian besar telah memiliki fasilitas rawat gabung. Namun karena
biasanya pasien berada di tempat bersalin hanya 1 atau 2 hari maka
penjelasan tentang menyusui dan perawatan payudara kurang dapat
disampaikan dengan baik.
10. Dukungan petugas kesehatan
Peranan petugas kesehatan sangat penting dalam melindungi, meningkatkan,
dan mendukung usaha menyusuki harus dapat dilihat dalam segi
keterlibatannya yang luas dalam aspek sosial. Sebagai individu yang
bertanggung jawab dalam gizi bayi dan perawatan kesehatan, petugas
kesehatan mempunyai posisi unik yang dapat mempengaruhi organisasi dan
fungsi pelayanan kesehatan ibu, baik sebelum, selama maupun setelah
kahamilan dan persalinan.
20
Beberapa faktor yang menghambat pemberian ASI esklusif :
a. Kemajuan teknologi dan canggihnya komunikasi serta gencarnya promosi susu
formula pengganti ASI membuat masyarakat kurang percaya akan keampuhan
ASI dan tergiur untuk memilih susu formula.
b. Umumnya diperkotaan melahirkan di RS dan RB yang tidak menganjurkan
menyusui dan menerapkan pelayanan Rawat Gabung serta tidak menyediakan
fasilitas Klinik Laktasi, Pojok Laktasi dan sejenisnya.
c. Pengaruh kemajuan teknologi pada perubahan sosial budaya mengakibatkan
ibu-ibu diperkotaan umumnya bekerja diluar rumah dan makin meningkat daya
belinya.
d. Semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja wanita di berbagai sektor,
sehingga semakin banyak ibu yang haras meninggalkan bayinya sebelum
berusia 6 bulan, setelah habis cuti bersalin. Hal ini menjadi kendala tersendiri
bagi kelangsungan pemberian ASI eksklusif.
e. Kurangnya rasa percaya diri ibu bahwa ASI cukup untuk bayina dilihat kotor
dan diangnya.ap membahayakan kesehatan bayinya.
f. Perilaku ibu-ibu yang membuang kolustrum (air susu yang pertama kali
keluar).
2.8. Sepuluh Langkah Keberhasilan Pemberian ASI
Langkah-langkah yang terpenting dalam persiapan keberhasilan menyusui
secara eksklusif menurut Departemen Kesehatan RI (2005) adalah sebagai berikut
:
21
1. Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui.
2. Melatif semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan.
3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya, melalui unit rawat jalan kebidanan dengan memberikan
penyuluhan : manfaat ibu hamil, KB, senam hamil dan senam payudara.
4. Membantu ibu-ibu mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah
melahirkan, yang dilakukan diruang bersalin.
5. Memperlihatkan kepada ibu-ibu bagaimana cara menyusui dan cara
mempertahankannya dengan cara penyuluhan.
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi
baru lahir sampai usianya 6 bulan.
7. Melaksanakan rawat gabung yang merupakan tanggung jawab bersama antra
dokter, bidan, perawat dan ibu.
8. Memberikan ASI kepada bayi tanpa jadwal.
9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi.
10. Membentuk dan membantu pengembangan kelompok pendukung ibu
menyusui, seperti adanya Pojok Laktasi.
2.9. Tingkat Pengetahuan mengenai ASI Eksklusif
Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal
budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat
atau dirasakan sebelumnya (Wales, 2009).
22
Akibat kehilangan kesempatan memperoleh ASI Eksklusif, lebih dari 5
juta balita menderita kurang gizi serta 1,7 juta balita menderita gizi buruk. Hal ini
disebabkan karena rendahnya pengetahuan para ibu tentang ASI (Ayu, 2008).
Pengetahuan sangat penting peranannya dalam memberikan wawasan
terhadap terbentuknya sikap dan akan diikuti dengan tindakan dalam hal
pelaksanaan pemberian ASI. Jika ibu sudah mengetahui stimulus atau obyek
kesehatan tentang pengertian ASI, manfaat ASI, manajemen laktasi, dan
keuntungan ASI, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang
diketahuinya maka akan timbul perilaku pemberian ASI Eksklusif (Ayu, 2008).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahayuningsih (2005), ada
hubungan yang cukup kuat antara pengetahuan ibu tentang ASI dengan pemberian
ASI Eksklusif. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wahyuningrum (2007) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif dengan pemberian ASI Eksklusif.
2.10. Sikap Ibu mengenai ASI Eksklusif
Sikap adalah perasaan seseorang tentang obyek, aktivitas, peristiwa dan
orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidak
sukanya (positif, negatif, atau netral) seseorang pada sesuatu . Sikap muncul dari
berbagai bentuk penilaian. Sikap dikembangkan dalam tiga model, yaitu afeksi,
kecenderungan perilaku, dan kognisi. Respon afektif adalah respon fisiologis yang
mengekspresikan kesukaan individu pada sesuatu. Kecenderungan perilaku adalah
indikasi verbal dari maksud seorang individu. Respon kognitif adalah
23
pengevaluasian secara kognitif terhadap suatu objek sikap. Kebanyakan sikap
individu adalah hasil belajar sosial dari lingkungannya. (Wales, 2009).
Sikap ibu mempunyai peran penting terhadap pelaksanaan pemberian ASI,
Secara teori dikatakan bahwa ibu yang mempunyai sikap positif terhadap
pemberian ASI maka pelaksanaan pemberian ASI meningkat.
Sikap ibu terhadap pemberian ASI dapat dipengaruhi oleh berbagai
informasi yang diperoleh tentang kekurangan pemberian ASI dan keunggulan
susu formula. Dari kenyataan yang dilihat bahwa bayi yang diberi susu formula
lebih gemuk dari bayi yang hanya diberikan ASI.
2.11. NICE (National Improvement Through Community Empowerment) (Asian
Development Bank, NICE 2007)
NICE (Nutrition Improvement through Community Empowerment) adalah
proyek perbaikan gizi masyarakat dengan dana pinjaman dari Asian Development
Bank (ADB) untuk tahun 2008 – 2012. Proyek ini dilaksanakan di 6 propinsi, 24
kabupaten/kota dan 1800 desa/kelurahan di seluruh Indonesia. Di setiap
desa/kelurahan dibentuk Kelompok Gizi Masyarakat (KGM), yang akan
menyusun sebuah proposal Paket Gizi Masyarakat (PGM). Paket Gizi Masyarakat
mendapat dana sebesar Rp 150 juta/desa/kelurahan untuk pelaksanaannya. Proyek
NICE juga merekrut Fasilitator Masyarakat (FM), yang bekerja sama dengan
KGM dalam pelaksanaan PGM. Rata-rata setiap FM membina dua
desa/kelurahan.
NICE (Nutritional Improvement Through Community Empowerment)
merupakan suatu proyek kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan ADB (Asian
24
Development Bank) dalam mengentaskan dan mencegah malnutrisi pada 1,48 juta
balita dan 500.000 ibu hamil dan menyusui pada 4000 desa miskin, termasuk
daerah urban pada 24 daerah dan kota di provinsi NTT, NTB, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat. Proyek ini untuk
memperkuat layanan berbasis komunitas, pemberdayaan komunitas, dan
mobilisasi social dalam menigkatkan nutrisi, higienitas dan sanitasi.
Proyek ini akan mencakup sekitar 4.000 desa/kelurahan di 18 kabupaten,
dan 6 kota di 6 provinsi. Provinsi lokasi proyek dipilih dan disetujui oleh
Pemerintah, ADB berdasarkan kriteria sebagai berikut.
a. Prevalensi kurang gizi
b. Angka kemiskinan
c. Kesediaan Pemda untuk menyediakan dana kontribusi
Proyek diperkirakan akan mempunyai suatu hasil yang nyata, yang dapat
direplikasi sebagai intervensi gizi ke provinsi lainnya.
Tabel 2.2. Prevalensi Kurang Gizi pada anak balita di Lokasi Proyek.
25
Malnutrisi menghambat pertumbuhan ekonomi dan melestarikan
kemiskinan. Hal ini merupakan focus terpenting yang dapat menghambat
tercapainya Millenium Developnment Goals (MDGs). Status nutrisi pada anak
Indonesia meningkat sejak akhir tahun 1970an hingga 1997 karena keberhasilan
program nutrisi keluarga dan menurun pada tahun 2000-an akibat desentralisasi
dan terpaan krisis moneter pada tahun 1997 mengakibatkan penurunan cakupan
nutrisi pada anak Indonesia yang berimplikasi pada gagalnya program
suplementasi makanan nasional, penurunan jumlah atensi ibu dan anak pada
posyandu akibat penurunan kualitas layanan, serta penurunan pemberdayaan
strategi akibat penelitian, pencatatan dan evaluasi yang tidak adekuat. Akibatnya
prevalensi balita dengan malnutrisi meningkat dari 24,6% pada tahun 2000
menjadi 27,3% pada tahun 2003 terhadap 5 juta balita Indonesia.
Biaya proyek diperkirakan US$ 71,4 juta, termasuk pajak dan lain-lain.
Terdiri dari US$ 9,07 juta (14%) dalam valuta asing dan US$ 62,3 juta (86%)
dalam rupiah. Sumber pembiayaan adalah Asian Development Bank US$ 50,0 juta
(70%) dan Pemerintah Indonesia 21,4 % (30%). Pinjaman sebesar US$ 50,0 juta
berasal dari dana khusus (Special Funds) ADB yang akan berakhir selama 32
tahun, termasuk grace period selama 8 tahun. Besar bunganya adalah sebesar 1%
per tahun selama tenggat waktu dan 1,5% setelahnya. Pemerintah akan
meneruskan dana proyek ini ke daerah lokasi proyek melalui dana dekonsentrasi,
dengan dasar bahwa proyek ini akan menguntungkan secara langsung anak-anak
dan ibu dari keluarga miskin dan terfokus dalam pelayanan gizi yang penting dan
intervensi berbasis masyarakat yang akan meningkatkan status gizi dan hygiene,
26
tidak menghasilkan keuntungan berupa uang. Pemerintah kabupaten/kota akan
menyediakan
Dana sebesar 10% (mulai 2008) dari nilai paket gizi masyarakat melalui APBD
kabupaten/kota untuk membiayai kegiatan yang searah dengan tujuan proyek.
Konfirmasi kesediaanya untuk mereplikasi beberapa kegiatan proyek ke 10%
desa/kelurahan lainnya yang tidak menerima paket gizi masyarakat di lokasi
proyek (mulai 2010).
Masyarakat akan memberi kontribusinya berupa tenaga dalam kegiatan
gizi berbasis masyarakat.
Manfaat utama dari proyek ini adalah (i) berkurangnya gizi kurang dan
meningkatnya kesehatan pendidikan di area proyek ; (ii) meningkatnya
pemberdayaan masyarakat dan pengetahuan ibu dan pengasuh anak tentang gizi
dan hygiene yang baik ; dan (iii) peningkatan kapasitas Pemda dalam perencanaan
dan pengelolaan program gizi dan pelaksanaan pelayanan gizi. Ibu dan anak
adalah sasaran utama dari proyek ini. Proyek akan mencakup lebih kurang 1,48
juta anak balita dan sekitar 500.000 ibu hamil dan menyusui dan sekitar 110.000
anak sekolah.
Meningkatnya status gizi ibu dan anak akan mempunyaidampak langsung
untuk pencapaian MDGs yang berhubungan dengan kemiskinan dan kelaparan
(MDGs 1), pendidikan dasar (MDGs 2), kesamaan gender (MDGs 3), kematian
anak (MDGs 4), kesehatan ibu (MDGs 5), dan penanggulangan HIV/AIDS,
malaria dan penyakit lain (MDGs 6).
Risiko malnutrisi pada balita paling besar terjadi selama kehamilan atau
pada saat anak usia kurang dari 2 tahun. Berat badan lahir anak di Indonesia
27
berada dibawah standar Internasional, serta semakin memburuk terkait usia
khususnya dari usia 6 bulan dimana pemberian ASI eksklusif menjadi tidak
adekuat dalam mencukupi intake nutrisi bayi. Cakupan ASI Eksklusif yang
menurun di berbagai daerah di Indonesia mengakibatkan bayi tidak memiliki
perlindungan dan nutrisi yang penting guna mencegah infeksi dimana proteksi ini
dapat diberikan oleh ASI.
Proyek diharapkan dapat menurunkan jumlah gizi kurang dan defisiensi
mikronutrien dan defisiensi vitamin A pada wanita hamil dan balita yang
kemudian akan meningkatkan tingkat pengetahuan ibu hamil, menyusui, dan
perawatan ANC, laktasi, dan peningkatan cakupan ASI serta MP-ASI.
Peningkatan nutrisi akan berkontribusi pada peningatan produktivitas,
perkembangan ekonomi, mengurangi kemiskinan yang dapat meningkatkan
kapasitas kerja, perkembangan kognitif, prestasi sekolah dan mengurangi angka
morbisitas dan mortalitas.
Perlu kita ingat kembali bahwa proyek NICE yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam hal gizi ini mempunyai sasaran
yaitu perempuan dan anak. Beberapa program kerja diantaranya adalah pemberian
suplemen zat besi bagi ibu hamil dan menyusui, pemberian garam beryodium,
pemberian vitamin A pada balita, pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6
bulan, kampanye tentang pentingnya antenatal care (pemeriksaan kehamilan) bagi
ibu hamil dalam mempersiapkan persalinannya sampai pada pendirian warung
sehat dalam rangka “menghidupi” program kader selanjutnya agar lebih
berkelanjutan dan tidak bergantung pada funding (donatur). Ide tersebut muncul
28
dalam rangka memberdayakan para perempuan dalam mencipta dan mengolah
makanan tradisional yang bergizi guna terwujudnya KGM dan Posyandu Mandiri.
Dalam bekerja secara lintas sektor seperti kegiatan yang dilakukan di
kelurahan, staf kantor kelurahan bekerja sama dengan fasilitator gizi yang ada di
tiap desa, petugas gizi Puskesmas dan juga dihadiri oleh para kader. Kegiatan
yang dilakukan adalah meningkatkan keterampilan dan inovasi KGM dalam
mengolah makanan bergizi untuk keluarga melalui penyuluhan gizi dan demo
masak menu gizi seimbang.
Kinerja proyek akan dimonitoring dan dievaluasi 3 bulanan melalui
monitoring dan evaluasi proyek (M&E) sistem. M&E akan dikerjakan oleh
internal (yang dikerjakan oleh orang yang terlibat dalam pelaksanaan proyek), dan
eksternal (yang dikerjakan oleh perusahaan independent dan/atau individu yang
tidak terlibat dalam pelaksanaan proyek). Internal M&E akan memonitor
kemajuan pelaksanaan intervensi terhadap indikator dan target dari proyek.
Pemerintah dan ADB akan melaksanakan review bersama kemajuan
proyek sekurang-kurangnya 2 kali setahun. Review pertengahan waktu yang
lengkap (midterm review) akan dilaksanakan oleh pemerintah, ADB dan auditor
dari luar yang cocok setelah lebih kurang 400 proposal dari desa/kelurahan yang
telah disetujui untuk dilaksanakan, dan sekitar 200 telah selesai.
29
BAB III
PROFIL PUSKESMAS
3.1 Keadaan Geografis
Puskesmas Perawatan Narmada merupakan salah satu Puskesmas yang
terdapat di Kecamatan Narmada, terletak sekitar 12 Km dibagian Timur Kota
Mataram yaitu di Jalan Raya Ahmad Yani, Kec.Narmada, Kabupaten Lombok
Barat, dengan batas-batas wilayah :
Sebelah Timur: Wilayah kerja Puskesmas Sedau Kecamatan Narmada
Sebelah Barat : Wilayah kerja Puskesmas Cakranegara Kecamatan Cakranegara
Sebelah Utara : Wilayah kerja Puskesmas Lingsar Kecamatan Lingsar
Sebelah Selatan: Wilayah kerja Puskesmas Kediri Kecamatan Kediri
Puskesmas Perawatan Narmada dibangun pada tahun 2010 di areal seluas
48,2 m2, dengan luas bangunan 7,644 m2. Melayani 42.062 jiwa penduduk. Luas
Wilayah kerja Puskesmas Narmada yaitu 19.21 Km2 yang terbagi menjadi 10
Desa dan 55 Dusun dengan rata-rata waktu tempuh masyarakat ke Puskesmas
antara 15 – 30 menit atau sekitar 3 Km. Wilayah kerja tersebut mencakup :
1. Desa Dasan Tereng dengan luas wilayah 1.77 Km2
2. Desa Gerimax Indah dengan luas wilayah 3.23 Km2
3. Desa Sembung dengan luas wilayah 1.64 Km2
4. Desa Badrain dengan luas wilayah 1.59 Km2
5. Desa Tanak Beak dengan luas wilayah 3.21 Km2
6. Desa Batu Kuta dengan luas wilayah 1.63 Km2
7. Desa Kerama Jaya dengan luas wilayah 1.01 Km2
30
8. Desa Lembuak dengan luas wilayah 3. 30 Km2
9. Desa Nyurlembang dengan luas wilayah 1.83 Km2
10. Desa Narmada dengan luas wilayah 2.14 Km2
PETA WILAYAH KERJA
Gambar 3.1. Peta Wilayah Kerja
3.2 Keadaan Demografi
Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Narmada adalah 42.062 jiwa
dengan jumlah KK 13.042 dan kepadatan penduduk 2535 jiwa/km2. Sebagian besar
31
penduduk di Kecamatan Narmada bekerja dalam bidang pertanian, yaitu sekitar 44%
sedangkan sisanya terbagi dalam beberapa bidang antara lain: perdagangan,
angkutan, jasa, industri, konstruksi, dan pertambangan dan penggalian.
Dalam bidang pendidikan dari 42.062 jiwa penduduk yang masuk dalam
wilayah kerja Puskesmas Narmada, baru 18.286 jiwa penduduk (43%) saja yang
mengenyam pendidikan baik tingkat Sekolah Dasar, SLTP, SMU, maupun Akademi
dan Perguruan Tinggi. Sedangkan sisanya adalah tidak sekolah atau belum sekolah.
Adapun distribusi luas wilayah, jumlah dusun, jumlah penduduk, jumlah
rumah tangga dan kepadatan penduduk selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Luas Wilayah, Jumlah Dusun, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah
Tangga dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa di Wilayah Kerja Puskesmas
Narmada Tahun 2012.
No Desa
Luas
Wilayah
(km2)
Jumlah
Dusun
Jumlah
PendudukJumlah KK
Rata-rata
Jiwa/KK
Kepadatan
Penduduk/km2
1 Sembung 1,64 9 3671 1104 3,4 2238
2 Badrain 1,59 6 4558 1294 3,4 2867
3 Batu Kuta 1,63 4 3292 989 3,4 2020
4 Kerama Jaya 1,01 5 4811 1312 3,3 4763
5 Tanak Beak 3,21 7 4811 1634 3,3 1499
6 Nyurlembang 1,83 4 2996 1064 3,5 1637
7 Lembuak 4,32 6 4304 1510 3,6 996
8 Dasan Tereng 1,77 6 5528 1725 3,5 3123
9 Gerimax Indah 3,23 4 4558 1274 3,5 1411
32
10 Narmada 2,14 4 3503 1136 3,4 531
JUMLAH 22,34 55 42062 13042 3,4 21085
3.3 Sarana Dan Prasarana
3.3.1 Sarana Kesehatan
Jumlah Puskesmas 1 buah yang terbagi menjadi ruang UGD 24 jam,
Pelayanan Rawat Jalan, Pelayanan Rawat Inap, Ruang Perawatan Bersalin, Ruang
PONED, Ruang Konseling, Laboratorium Sederhana, serta dilengkapi dengan
Perpustakaan, Aula, Dapur Umum, dan Rumah Dinas Dokter dan Paramedis. Selain
itu, dalam operasionalnya, Puskesmas Narmada ditunjang oleh Puskesmas Pembantu,
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), dan beberapa Posyandu yang tersebar dalam setiap
dusun di wilayah kerja Puskesmas Narmada, seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 3.2 Jumlah Dusun, Pustu, Poskesdes dan Posyandu di Wilayah Kerja
Puskesmas Narmada
No DesaJumlah
Dusun
Jumlah
Pustu
Jumlah
Poskesdes
Jumlah
Posyandu
1 Sembung 8 1 1 5
2 Badrain 6 - 1 6
3 Batu Kuta 4 1 1 4
4 Kerama Jaya 6 - 1 6
5 Tanak Beak 7 1 1 7
6 Nyurlembang 4 - 1 4
7 Lembuak 6 - 1 10
33
8 Dasan Tereng 6 1 1 6
9 Gerimax Indah 4 - 1 4
10 Narmada 4 - 1 -
JUMLAH 55 4 10 52
3.3.2 Sarana Pendidikan
Adapun sarana pendidikan di wilayah kerja Puskemas Narmada dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.3 Jumlah SD, MI, SMP, MTS, SMA, dan Ponpes di Wilayah Kerja
Puskesmas Narmada Tahun 2010
No DesaJumlah
SD MI SMP MTS SMA Ponpes
1 Sembung 1 - 1 - - -
2 Badrain 2 1 - 1 - -
3 Batu Kuta 1 1 - 1 - 1
4 Kerama Jaya 2 - - - - -
5 Tanak Beak 2 2 - - - -
6 Nyurlembang 1 - - - 1 -
7 Lembuak 5 - 1 - 1 2
8 Dasan Tereng 3 - - - - -
9 Gerimax Indah 2 - - - - -
10 Narmada 2 - - - 1 -
34
JUMLAH 21 4 2 2 3 3
3.4 Personalia
Jumlah tenaga kerja dalam Puskesmas Narmada tahun 2010 adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.4 Tenaga Kerja dan Status Tenaga Kerja Puskesmas Narmada
Keterangan Jumlah
(orang)
Tenaga Medik
Dokter Umum 3
Dokter Gigi 1
Paramedis Perawatan
AKPER 7
S. Kep. 2
S.Kep. Nurse 1
SPK 17
SPR 2
D.I-Kebidanan 4
D.III-Kebidanan 13
D.IV-Kebidanan 3
Paramedis Non Perawatan
Penilik Kesehatan (APK) 2
Akademik Gizi (AKZI) 3
D.III-Kesmas 1
35
SPPH 1
SKM 1
SPAG -
SMAK 2
SMF 2
SPRG 2
Tenaga Non Medis
Sarjana/Sarmuda 1
SMA 8
SMP 4
SD 2
3.5 Sumber Dana Puskesmas
Sejalan dengan pemberlakuan Otonomi Daerah dan perubahan Biaya
Anggaran Pembangunan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, khususnya
dibidang kesehatan, saat ini beberapa sumber dana yang digunakan untuk
menunjang pelaksanaan operasional Puskesmas Narmada, adalah sebagai berikut :
1. DAU (Dana Alokasi Umum)
2. Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat)
3. BOK (Bantuan Operasional Kesehatan)
36
DATA DAN INFORMASI
KEPALA PUSKESMAS
TATA USAHAUNIT TEKNIS FUNGSIONAL
UPAYA KESEHATANPERORANGAN
UPAYA KESEHATANMASYARAKAT
PERENCANAAN KEUANGAN UMUM DANKEPEGAWAIAN
PUSKESMAS PEMBANTU POSKESDES
PUSTU BATU KUTAPUSTU TANAK BEAKPUSTU SEMBUNGPUSTU DASAN TERENG
PUSKESMAS KELILING
POSKESDES BATU KUTAPOSKESDES NYURLEMBANGPOSKESDES TANAK BEAKPOSKESDES LEMBUAKPOSKESDES SEMBUNGPOSKESDES DASAN TERENGPOSKESDES BADRAINPOSKESDES GERIMAX INDAHPOSKESDES NARMADAPOSKESDES KERAMA JAYA
3.6 Struktur Puskesmas
STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS PERAWATAN NARMADA
37
Gambar 2.1. Struktur Organisasi Puskesmas Perawatan Narmada
PASIENDATANG
Jam Kerja ?
LoketPerlu
Rujuk ?
UGDGawat Darurat ?
Rujuk
PelayananPoliklinik
Ti
dak
Tidak
Poli Anak
Poli Umum
Poli KIA
Poli Gigi
Tid
ak
Perlu Laboratorium
PerluRujuk ?
PerluRawat Inap
Tid
ak
Laboratorium
YaYa Ya
Ya
PerluKonseling
Ya
Ya
Ya
Ya
Ti
dak
Rujuk
Rawat Inap
P. Konseling1.KlinikSanitasi2.Gizi3.Kespro (PMS &HIV AIDS)
Tida
k
ApotikPULANG
ALUR PELAYANAN PUSKESMAS PERAWATAN NARMADA
38
Gambar 3.2. Alur Pelayanan Puskesmas Perawatan Narmada
3.7.1. Program Puskesmas
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni
terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang
keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:
3.7.2 Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus
diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan
wajib tersebut adalah:
1. Upaya Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan : Memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat agar mampu menumbuhkan
perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat.
Arah Kebijakan : Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam upaya menumbuhkan
PHBS dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat.
Pokok-pokok Kegiatan :
Pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE).
Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat, seperti Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu), Pondok Bersalin Desa (Polindes), dan Usaha Kesehatan Sekolah
dan Generasi Muda.
39
Peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat.
Indikator Kerja :
Meningkatnya proporsi keluarga yang hidup secara bersih dan sehat.
Jumlah Posyandu Purnama dan Mandiri : 40 %
Rumah Tangga Sehat ( PHBS ) : 65 %
Upaya Penyuluhan P3 NAPZA oleh petugas kesehatan : 15 %
Puskesmas melaksanakan manajemen PKM : 100 %
Bayi yang mendapat ASI ekslusif : 80 %
Sekolah yang melaksanakan UKS : 80 %
Murid SD / MI yang diperiksa gigi dan mulut : 100 %
Pencapaian
Diwilayah kerja Puskesmas Narmada pencapaian ASI Eklusif tahun 2011 didapatkan
hasil presentase sebesar 49.18 % . Pencapaian ini sangat rendah bila dibandingkan
dengan target yang diharapkan yaitu 80 % bayi yang mendapat ASI Eklusif.Hal ini
disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penting nya ASI
eklusif. Untuk meningkatkan cakupan perlu dilakukan promosi ASI Eklusif melalui
sosialisasi di tingkat masyarakat ,terbentuknya kelompok peduli ASI dan promosi
yang dilakukan melalui media.
Tidak merokok dalam ruangan, dari hasil survey yang dilakukan terlihat bahwa
indikator tidak merokok dalam ruangan mencapai 38.27 % .Hal ini dapat terlihat
bahwa kesadaran masyarakat untuk tidak merokok dalam ruangan masih rendah.
Cuci tangan dengan sabun dari hasil survey didapatkan 67.91 % masyarakat telah
melakukan cuci tangan menggunakan sabun sebelum melakukan aktifitas
40
makan ,setelah BAB . Tetapi dari hasil tersebut masih perlu dilakukan promosi melalui
sekolah – sekolah agar kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun menjadi
budaya yang positif dalam upaya menjaga kesehatan pribadi yang dimulai sejak usia
dini.
Penyuluhan tentang NAPZA yang dilakukan diwilayah Puskesmas Narmada masih
minim , yaitu totalnya hanya 1 kali ditahun 2011 sehingga masih sangat jauh dibawah
target yang ditentukan yaitu 15 % dalam setahun. Dalam hal ini diperlukan kordinasi
lintas sektor agar saling proaktif dalam memerangi Narkoba , baik melalui kegiatan
penyuluhan , poster maupun deteksi dini melalui tes urine sehingga program
memerangi dan menanggulangi narkoba / NAPZA dapat berjalan dengan baik
Strata Posyandu, disini peran serta masyarakat dibidang kesehatan sangat besar.
Bentuk peran serta masyarakat antara lain muncul dan berkembang nya upaya
kesehatan bersumberdaya masyarakat ( UKBM ), misalnya posyandu. Sebagai
indikator peran serta aktif masyarakat melalui pengembangan UKBM digunakan
presentase desa yang memiliki posyandu. Posyandu merupakan wahana kesehatan
bersumberdaya masyarakat yang memberikan pelayanan 5 kegiatan utama ( KIA,
GIZI, Imunisasi dan P2 Diare ) . Di wilayah kerja Puskesmas Narmada jumlah
posyandu yang ada untuk tahun 2011 sebanyak 52 buah yang tersebar di 10 desa .
Adapun jumlah posyandu madya mencapai 37 ( 71 % ) dan purnama 15 ( 29 % ).
Melihat uraian diatas masih perlu ditingkatkan strata posyandu agar dapat mencapai
posyandu mandiri. Peran serta lintas sektor sangat diharapkan dalam upaya
meningkatkan tercapainya strata posyandu ketingkat yang lebih baik.
41
Cakupan murid SD / MI yang diperiksa gigi dan mulutnya baru mencapai 23.08 %
atau ( 6 dari 26 SD / MI ) . Ini disebabkan karena dana yang belum cukup untuk
melakukan kegiatan tersebut. Begitu juga pelaksanaan UKS baru 24 dari 26 SD/MI
yang ada (92.3 % )
Desa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk
mencegah dan mengatasi masalah – masalah kesehatan meliputi : Kesehatan
Lingkungan , KIA, GIZI , Promosi Kesehatan , Pencegahan Penyakit Menular dan
Pelayanan Kesehatan Dasar. Diwilayah kerja Puskesmas Narmada yang terdiri dari 10
desa semua sudah terbentuk Desa Siaga, dan sudah terbangun Poskesdes di semua
Desa serta ditempati oleh bidan desa. Sehingga target Indonesia Sehat 2010 bahwa
seluruh desa di kecamatan harus menjadi Desa Siaga sudah tercapai.
2. Upaya Kesehatan Lingkungan
Tujuan : Mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan
sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan
kesehatan.
Tujuan Khusus :
Mewujudkan perlindungan kesehatan masyarakat dari kesakitan yang disebabkan
lingkungan yang tidak mendukung serta kenyamanan lingkungan tempat-tempat
umum.
Mewujudkan Kabupaten Sehat yang terlaksana atas peranan dan tanggung jawab
bersama lintas sektoral dalam pengelolaanya.
42
Arah kebijakan :
Meningkatkan mutu sumber daya lingkungan yang seimbang antara lingkungan
pemukiman, tempat-tempat umum, industri, dan kawasan pariwisata dan kualitas air.
Mengupayakan terwujudnya Kabupaten Lombok Barat Sehat yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, mempraktekkan PHBS, mampu
menyediakan dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sehingga
memiliki derajat kesehatan yang tinggi.
Indikator Kerja :
Meningkatnya kualitas kesehatan lingkungan :
Cakupan sarana air bersih 70 %
Cakupan Jamban Keluarga 60 %
Cakupan Rumah Sehat 65 %
Institusi yang dibina kesehatan lingkungan 70 %
Cakupan TTU sehat 80 %
Pencapaian :
Cakupan Jamban Keluarga dari target 60 % dari KK yang ada, baru 51.13 % yang
memiliki dan memanfaatkan jamban keluarga. Yal ini disebabkan karena faktor
kemiskinan, perilaku dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya jamban
keluarga serta kesehatan lingkungan.
Jumlah sarana air bersih diwilayah kerja Puskesmas Narmada mencapai 78.19 % dari
target 70 % sudah mencapai target.
Jumlah tempat-tempat umum belum memenuhi syarat kesehatan yaitu baru mencapai
50 % dari targt yang ditetapkan yaitu 80 % . Hal ini disebabkan karena pengetahuan
43
pengelola yang belum paham akan penting pengelolaan tempat – tempat umum yang
mempengaruhi kesehatan.
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
Tujuan : Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup
sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan keluarganya untuk
atau mempercepat pencapaian target Pembangunan Kesehatan Indonesia yaitu Indonesia
Sehat 2010, serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh
kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
Tujuan Khusus
Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku) dalam mengatasi
kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam
upaya pembinaan kesehatan keluarga, Desa Wisma, penyelenggaraan Posyandu dan
sebagainya.
Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri
di dalam lingkungan keluarga, Desa Wisma, Posyandu dan Karang Balita, serta di
sekolah TK.
Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas dan ibu menyusui.
Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu
menyusui, bayi dan anak balita.
Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh
anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama
melalui peningkatan peran ibu dalam keluarganya.
44
Pokok-pokok Kegiatan :
Pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan menyusui serta bayi, anak balita dan anak
prasekolah.
Deteksi dini faktor resiko ibu hamil.
Pemantauan tumbuh kembang balita.
Imunisasi Tetanus Toxoid 2 kali pada ibu hamil serta BCG, DPT 3 kali, Polio 3 kali
dan campak 1 kali pada bayi.
Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA.
Pengobatan bagi ibu, bayi, anak balita dan anak pra sekolah untuk macam-macam
penyakit ringan.
Kunjungan rumah untuk mencari ibu dan anak yang memerlukan pemeliharaan serta
bayi-bayi yang lahir ditolong oleh dukun selama periode neonatal (0-30 hari)
Pengawasan dan bimbingan kepada taman kanak-kanak dan para dukun bayi serta
kader-kader kesehatan
Indikator Kerja :
Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K4) : 95%
Cakupan Komplikasi Kebidanan : 80 %
Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan : 90%
Cakupan Pelayanan Nifas : 90%
Cakupan Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi : 80%
Cakupan Kunjungan Bayi : 90 %
Cakupan Imunisasi Bayi (Universal Child Immunization): 100 %
Cakupan Pelayanan Anak Balita : 90 %
45
Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI : 100 %
Cakupan Perawatan Balita Gizi Buruk : 100 %
Cakupan Penjaringan Kesehatan Anak Sekolah Dasar : 100 %
Pencapaian:
Cakupan kunjungan K1 ibu hamil sudah mencapai target yaitu 96.3 % dari target yang
ditetapkan yaitu 95 %
Cakupan kunjungan K4 ibu hamil 82.5 % belum mencapai target yang diharapkan
yaitu 95 % .Ini terjadi karena beberapa hal seperti tingginya angka abortus yaitu 40
kasus , ANC yang kurang berkualitas yaitu penemuan ibu hamil baru pada kehamilan
lebih dari trimester I sehingga ini menyebabkan terjadinya DO K1 dan K4.
Penemuan dan penanganan komplikasi maternal sudah mencapai target yaitu 86.4 %
dari target yang diharapkan 82 %.
Persalinan oleh tenaga kesehatan dari target yang diharapkan yaitu 80 % sudah
mencapai target yaitu 84.1 %.
Cakupan kunjungan Neonatal ( KN 1 dan KN 3 ) belum mencapai target 90 % KN 1
baru mencapai 87.35 % dan KN 3 85.54 %. Ini disebabkan karena rendah nya cakupan
K4 sehingga ibu hamil yang bersalin sedikit dan ini mempengaruhi cakupan KN.
Kasus Neonatal dan Bayi cukup banyak yaitu pada tahun 2011 ini total kasus neonatal
73 yang meninggal 5 orang ( penyebab BBLR 2 orang, aspiksia 1 orang, ikterus 1
orang, cacat bawaan 1 orang ) dan kasus bayi sebanyak 177 yang meninggal 2 orang
( penyebab pnemonia 1 orang,lain-lain 1 orang )
Cakupan KB baru tahun 2011 seperti cakupan IUD sebanyak 165 orang dan Implan
sebanyak 111 orang
46
4. Upaya Perbaikan Gizi
Tujuan : Meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi
masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan anak balita.
Tujuan Khusus : Terwujudnya keluarga mandiri sadar gizi ( KADARZI ) dalam upaya
meningkatkan status gizi individu, keluarga dan masyarakat yang optimal.
Arah Kebijakan : Meningkatkan kualitas penduduk melalui peningkatan status gizi,
pengendalian kelahiran, memperkecil angka kematian dan peningkatan kualitas program
Upaya Kesehatan Keluarga.
Pokok-pokok Kegiatan :
Peningkatan pendidikan Gizi
Penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat
Kurang Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A dan kekurangan zat gizi mikro lainnya.
Peningkatan surveilans gizi
Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi
Indikator Kerja :
Balita dapat Vitamin A 2 kali setahun : 90 %
Cakupan konsumsi garam yodium RT : 90 %
Desa dengan garam beryodium baik : 90 %
Cakupan MP – ASI Balita Gakin : 100 %
Balita Gizi Buruk dapat perawatan : 100 %
Jumlah Balita naik berat badannya ( N/D ) : 90 %
Jumlah Balita dengan Berat Badan di Bawah Garis Merah ( BGM ) : <15 %
47
Pemantauan status Gizi murid SD/MI
Partisipasi masyarakat ( D/S ) : 80 %
Pencapaian
Pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi yang digunakan pada PWS –GIZI adalah
pemberian kapsul Vitamin dosis tinggi pada bayi , balita dan ibu nifas. Cakupan
distribusi Vitamin A pada bayi 6-11 bulan 98.1 % sudah mencapai target dari yang
diharapkan yaitu 90 % . Cakupan distribusi vitamin A untuk balita mencapai target
yaitu 95.2 % dan cakupan Vitamin A untuk ibu nifas 84.13 % belum mencapai target
yaitu dari target yang diharapkan 90 % .Ini karena cakupan persalinan juga rendah.
Cakupan D/S Puskesmas Narmada tahun 2011 sudah mencapai 82.8 % dari target 80
% . Dilihat dari hasil cakupan sudah mencapai target hasil ini diharapkan bisa
meningkat lagi.Disamping itu juga diperlukan upaya dari lintas sektor dan para aparat
pemerintahan Desa dan jajaran nya serta Tokoh Agama dan Masyarakat untuk
mengerahkan sasaran ke Posyandu.
Jumlah kasus bumil Anemia dan KEK tahun 2011 yaitu 76 kasus dan 115 kasus. Dari
jumlah kasus yang ditemukan , bumil KEK yang diberi PMT 90 hma berjumlah 8
orang. Setelah mendapatkan penanganan hasil yang didapat adalah bayi yang
dilahirkan tidak mengalami BBLR dan ibu melahirkan dengan sehat dan selamat.
Target posyandu yang terlaporkan sudah memenuhi yaitu 100% . Cakupan N/D yaitu
57.23 % , belum mencapai target yang diharapkan yaitu 80 %. Ini disebabkan kurang
nya kesadaran masyarakat untuk memantau perkembangan gizi /kondisi kesehatan
anaknya.
48
Kasus BGM terjadi penurunan yaitu tahun 2010 7.81% menjadi 6.1 % pada tahun
2011.BGM merupakan salah satu indikasi untuk peringatan dini KLB gizi . Dari data
yang ada diharapkan kegiatan pemantauan pertumbuhan balita diposyandu harus lebih
ditingkatkan.
Kasus gizi buruk dari 19 kasus yang ditemukan 14 adalah kasus yang pertama kali
ditemukan pada tahun 2011 dan 5 kasus adalah kasus 2010 yang telah mendapat
penanganan tetapi kembali mengalami gizi buruk. Dari seluruh kasus yang ditangani (
19 kasus ) , yang menjadi normal 5 balita, menjadi kurus 6 balita, tetap kurus sekali 7
balita dan meninggal 1 balita
Jumlah kasus gizi kurus berjumlah 60 kasus dan telah mendapatkan perawatan ( rawat
jalan ) dengan pemberian PMT 90 hari makan. Setelah di beri PMT dari 60 kasus telah
terjadi penurunan menjadi 42 kasus dimana seluruhnya sedang dalam penanganan
dengan PMT Pemulihan selama 90 hma yang dimulai pada bulan Desember dan akan
dilanjutkan pada bulan Januari 2012.
49
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian oservasional analitik dengan desain potong
lintang (cross sectional) untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan prilaku ibu,
serta dukungan keluarga terhadap rendahnya cakupan ASI eksklusif berdasarkan data tahun
2011 pada desa dengan program NICE (Nutritional Improvement Through Community
Empowerment) di Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat
4.2 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanak Beak, Kecamatan Narmada, Kabupaten
Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Lokasi ini dipilih karena merupakan desa
akseptor program NICE tetapi memiliki tingkat cangkupan ASI Ekslusif terendah pada
tahun 2011. Waktu penelitian yaitu pada bulan Juli hingga Agustus tahun 2012.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah semua ibu dari bayi dan balita yang lahir pada Januari
hingga Desember 2011 yang berdomisili di Desa Tanak Beak Kecamatan Narmada.
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang bertempat tinggal di Desa Tanak Beak yang
mempunyai bayi dan balita yang telah tercatat sebagai akseptor ASI di Puskesmas
Narmada, Lombok Barat berdasarkan data pada tahun 2011.
Besar sampel penelitian dihitung dengan rumus (Notoatmodjo, 2005)
50
n= N
1+N (d2)
n= 112
1+112(0,12)
n=52 orang
Keterangan:
n = Besar sampel.
N = Besar populasi (jumlah ibu dari bayi dan balita yang lahir pada bulan januari 2011
hingga Desember 2011 di wilayah kerja puskesmas Narmada yaitu 112 orang)
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (90%)
4.4. Jenis dan Cara Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi Data Primer dan Data Sekunder.
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapatkan langsung oleh peneliti dari para ibu
dan balita. Pengumpulan data dilakukan dengan cata melakukan wawancara langsung
dengan ibu balita berdasarkan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan meliputi data
tentang status kerja ibu, pendidikan formal ibu, pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif dan
pemberian ASI Eksklusif.
Adapun data dari status kerja didapat dari jawaban ibu terhadap pertanyaan dari
kuesioner, data pendidikan diperoleh dalam bentuk jenjang pendidikan formal yang
ditempuh, data pengetahuan diperoleh dengan menghitung jumlah skor yang didapatkan
51
dari jawaban ibu terhadap pertanyaan kuesioner. Sedangkan pemberian ASI Eksklusif
diperoleh dari jawaban terhadap pertanyaan tentang pemberian ASI Eksklusif
Kuesoner yang digunakan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Riwayat pemberian ASI
2. Pengetahuan mengenai ASI Eksklusif
3. Pola pemberian ASI
4. Pengetahuan tentang komposisi ASI
5. Pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi ASI
6. Cara Pemberian ASI
7. Kebiasaan ibu saat menyusui
8. Cara Pengeluaran ASI
9. Cara penyimpanan ASI
10. Status imunisasi
11. Sikap Ibu terhadap pemberian ASI
Data pengetahuan tentang ASI Ekslusif yang telah terkumpul diedit, kemudia
digunakan sistem skor. Bila jawaban benar diberi skor 1, jawaban salah diberi nilai 0.
Selanjutnya dilakukan penjumlahan skor dari tiap pertanyaan sehingga diperoleh skor nilai
pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif. Pengetahuan dikategorikan menjadi:
Kategori pengetahuan Skor
Baik > 80%
Sedang 60-80 %
Kurang < 60%
(Sumber: Khomsan, 2000)
52
2. Data sekunder
Data sekunder meliputi data monografi kecamatan, antara lain keadaan umum, jumlah
penduduk, mata pencaharian dan pendidikan dan sebagainya, serta data tentang
cakupan ASI Ekslusif, data bayi yang mendapatkan ASI Ekslusif yang diperoleh
berdasarkan data Puskesmas Narmada.
4. 5. Definisi Operasional
1. ASI Eksklusif
Adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam)
bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain
(PP-ASI Eksklusif, 2012).
2. Cakupan ASI Eksklusif
Adalah persentase bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan
di Desa Tanak Beak pada tahun 2011.
3. Pemberian ASI Eksklusif
Adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada
bayi sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. Dikategorikan
menjadi 2 yaitu:
a. Diberi ASI Eksklusif
b. Tidak diberi ASI Eksklusif
4. Status kerja ibu
Adalah predikat yang disandang ibu bayi dan balita yang berkaitan dengan pekerjaan.
Adapaun pekerjaan adalah segala sesuatu yang menyangkut aktivitas ibu yang diakui
keberadaannya yang bisa dijadikan tambahan penghasilan keluarga, baik dilakukan di
53
rumah maupun diluar rumah. Selanjutnya dikategorikan menjadi kerja dan tidak kerja.
5. Pendidikan Formal Ibu
Adalah jenjang pendidikan terakhr ibu yang dilalui dalam masa pendidikan formal.
Dlam penelitian ini pendidikan formal dikategorikanmenurut jenjangnya, yaitu:
a. Pendidikan dasar, yaitu tamat SD dan tamat Sekolah lanjutan tingkat pertama
b. Pendidikan menengah, yaitu tamat sekolah lanjutan tingkat atas
c. Pendidikan tinggi, yaitu tamat akademi dan universitas
6. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu. Dalam proses mencari tahu ini
mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan
maupun melalui pengalaman. Dalam penelitian ini pengetahuan yang dimaksudkan
adalah pengetahuan ibu terkait ASI Eksklusif .
7. Pengetahuan ibu
Adalah hasil proses bejlajar pada tingkat kognitif yang tercermin atas jawaban
kuesioner dengan benar yang diintepretasikan dalam skor. Selanjutnya dikategorikan
menjadi pengetahuan baik, sedang dan kurang.
8. Bayi
Definisi bayi dalam penelitian ini adalah anak yang memperoleh ASI
berusia 0-1 tahun.
9. Balita
Definisi balita dalam penelitian ini adalah anak yang masih memperoleh ASI berusia
1-2 tahun
10. Sikap
54
Sikap didefinisikan sebagai sebuah kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara
tertentu dalam terhadap suatu stimulus atau situasi yang dihadapi, yang merupakan
penentu yang sangat penting dalam tingkah laku manusia. Dalam penelitian ini sikap
yang dimaksudkan adalah sikap orang tua pasien yang terkait dengan ASI Eksklusif.
11. Perilaku
Perilaku merupakan reaksi atau respon dari seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek. Dalam penelitian ini perilaku yang dimaksudkan adalah perilaku pasien dan
keluarga pasien yang dapat mempengaruhi ASI Eksklusif
4.6 Kriteria Inklusi dan Ekslusi
4.6.1 Kriteria Inklusi
Ibu bayi dan balita yang bertempat tinggal di Desa Tanak Beak yang mempunyai bayi
dan balita yang telah tercatat sebagai akseptor ASI di Puskesmas Narmada, Lombok
Barat berdasarkan data pada tahun 2011
Ibu bayi dan balita yang melahirkan secara normal pada kurun waktu Januari hingga
Desember 2011.
Ibu dari bayi atau balita yang tidak memiliki keterbatasan fisik (cacat) yang
menghalanginya untuk memberikan ASI Eksklusif (mis. Palatoschizis, dll)
Orang tua dari bayi/balita tersebut bersedia menandatangani informed consent.
Orang tua dari bayi/balita mudah diwawancara
Orang tua bayi atau balita yang tidak memiliki keterbatasan fisik untuk memberikan
ASI Eksklusif (mis. Inversi putting susu, dll).
4.6.2 Kriteria Eksklusi
55
Orang tua dari bayi/balita yang tidak bersedia menandatangani informed consent
Ibu dari bayi atau balita yang memiliki keterbatasan fisik (cacat) yang menghalanginya
untuk memberikan ASI Eksklusif (mis. Palatoschizis, dll)
Orang tua bayi atau balita yang memiliki keterbatasan fisik untuk memberikan ASI
Eksklusif (mis. Inversi putting susu, dll).
4.7 Pengolahan Data dan Analisis Data
Pada penelitian ini data yang didapatkan akan disajikan dengan bantuan tabel dan
grafik serta dijelaskan secara deskriptif, kemudian dianalisis dengan bantuan perangkat
lunak SPSS. Pengujian dilakukan menggunakan fungsi korelasi ganda SPSS 12 dimana
fungsi tersebut dapat mengukur tingkat hubungan dari dua atau lebih variable independent
terhadap variable dependen. Selain itu, dilakukan pengujian korelasi antara masing-masing
variable dependent terhadap variable independent menggunakan uji bivariate korelatif
BAB V
56
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 4 sampai 11 Agustus 2012. Jumlah subjek
yang terlibat dari awal hingga akhir penelitian adalah sebanyak 52 Ibu. Adapun hal yang diteliti
adalah hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku Ibu terhadap rendahnya cakupan ASI
eksklusif, dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian.
Tabel 5.1. Karakteristik Usia dan Pendidikan Orang Tua
KARAKTERISTIK N (%)
Usia Ayah
<20 0 0
20-30 24 42
30-40 26 46
> 40 2 12
Total 52 100
USIA IBU
<20 5 9
20-30 28 54
30-40 17 33
> 40 2 4
Total 52 100
PENDIDIKAN AYAH
Tidak pernah sekolah 7 14
Tidak tamat SD 7 13
Tamat SD 14 27
Tamat SMP 12 23
Tamat SMA 11 21
Tamat PT 1 2
Total 52 100
57
PENDIDIKAN IBU
Tidak pernah sekolah 1 2
Tidak tamat SD 14 27
Tamat SD 15 29
Tamat SMP 10 19
Tamat SMA 10 19
Tamat PT 2 4
Total 52 100
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan mengunakan kuesioner diperoleh data
sampel sebanyak 52 orang yang seluruhnya berstatus sebagai Ibu sekaligus pengasuh bayi dan
balita sehari-hari. Beberapa karakteristik yang dinilai pada penelitian ini antara lain usia dan
pendidikan orang tua, pekerjaan dan penghasilan keluarga, jumlah anggota keluarga serta
karakteristik bayi dan balita yang menjadi sampel penelitian.
Adapun data mengenai usia ayah pada sampel penelitian ini didapatkan sebanyak 24
orang (42%) berusia 20-40 tahun, 26 orang (46%) berusia 30-40 tahun dan hanya 7 orang (12%)
yang berusia lebih dari 40 tahun. Ini menunjukkan bahwa usia ayah yang menjadi sampel
penelitian ini sebagian besarnya merupakan usia produktif. Sementara itu usia ibu dibawah 20
tahun berjumlah 5 orang (9%), usia 20-30 tahun sebanyak 28 orang (54%), usia 30-40 tahun
sebanyak 17 orang (33%) serta usia diatas 40 tahun berjumlah 2 orang (4%). Angka tersebut
cukup bervariasi dan sebagian besar merupakan usia reproduksi.
Pada karakteristik tingkat pendidikan ayah, didapatkan data yang bervariasi. Sebanyak 7
orang (14%) mengaku tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali, sedangkan 7 orang
lainnya (13%) tidak tamat Sekolah Dasar, 14 orang (27%) tamat Sekolah Dasar, 12 orang (23%)
tamat Sekolah Menengah Pertama, 11 orang (21%) tamat Sekolah Menengah Atas dan hanya 1
58
orang (2%) yang tamat perguruan tinggi setara S1. Untuk pendidikan ibu, didapatkan data hanya
1 orang (2%) yang tidak pernah sekolah sama sekali, sedangkan 14 orang (27%) ibu mengaku
tidak tamat SD, 15 orang (29%) tamat SD, 10 orang (19%) ibu tamat SMP begitu pula dengan
jumlah yang tamat SMA dan hanya 2 orang (4%) ibu yang mengaku tamat perguruan tinggi.
Tabel 5.2. Karakteristik Pekerjaan dan Penghasilan Orang Tua
KARAKTERISTIK n (%)
PEKERJAAN AYAH
Buruh 10 24
Petani 16 38
Pedagang 6 14
TKI 2 5
Lainnya 8 19
Total 52 100
PEKERJAAN IBU
Buruh 8 15
Petani 6 11
Pedagang 6 12
IRT 28 54
Lainnya 4 8
Total 52 100
PENGHASILAN KELUARGA
<100.000 0 0
100.000-250.000 11 26
250.000-500.000 17 40
500.000-1000.000 10 24
1000.000-5.000.000 4 10
>5.000.000 0 0
Total 52 52
59
Sesuai dengan data yang tersaji pada tabel 2, diperoleh data mengenai pekerjaan Ayah
dimana sebanyak 10 orang (24%) bermatapencaharian sebagai buruh, 16 orang (38%) sebagai
petani, 6 orang (14%) sebagai pedagang, 2 orang (5 %) sebagai Tenaga Kerja Indonesia dan 8
orang (19%) bermatapencaharian lainnya. Terdapat 8 ibu (15%) bermatapencaharian sebagai
buruh, masing-masing 6 orang bekerja sebagai petani dan pedagang, dan 28 orang (54%)
merupakan ibu rumah tangga, sementara 4 orang (8%) bermatapencaharian lainnya. Dari
matapencaharian yang dimiliki oleh orang tua, kemudian dikumpulkan pula data mengenai
penghasilan keluarga perbulannya untuk melihat status ekonomi tiap keluarga. Dari 52 keluarga,
didapatkan 11 keluarga (26%) berpenghasilan Rp. 100.000,- hingga Rp.250.000,-, 17 keluarga
(40%) berpenghasilanRp. 250.000,- hingga Rp. 500.000,-, 10 orang (24%) berpenghasilan Rp.
500.000,- hingga Rp. 1.000.000,-dan hanya 4 orang 10% saja yang berpenghasilan
Rp.1.000.000,- hingga Rp. 5.000.000,-. Berdasarkan angka tersebut dapat dilihat bahwa
sebagaian besar keluarga yang menjadi sampel penelitian berada pada status ekonomi menengah
ke bawah.
Tabel 5.3. Karakteristik Jumlah Anggota Keluarga yag Tinggal dalam Satu Rumah
KARAKTERISTI
K
n (%)
JUMLAH ANGGOTA KELUARGA
60
≤ 4 26 50
> 4 26 40
Total 52 100
JUMLAH BALITA DLM KELUARGA
1 49 94
2 2 4
3 1 2
Total 52 100
Berdasarkan data pada tabel 3, diperoleh jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam
satu rumah sebanyak kurang dari empat orang adalah 26 keluarga (54%), sedangkan yang
memiliki anggota keluarga lebih dari 4 orang sejumlah 23 keluarga (46%).
Tabel 5.4. Karakteristik Bayi dan Balita
KARAKTERISTIK n (%)
USIA BALITA
61
8 BLN - 12 BLN 28 56
13 - 20 BLN 24 44
Total 52 100
BERAT BADAN LAHIR
< 2.500 1 2
2500-3500 50 96
>3500 1 2
Total 52 100
JENIS KELAMIN
Laki 25 49
Perempuan 27 51
Total 52 100
Sebanyak 28 bayi yang menjadi sampel penelitian saat ini berusia 8 hingga 12 bulan,
sedangkan sisanya sebanyak 20 balita (42%) berusia 13 bulan hingga 20 bulan. Mereka adalah
bayi dan balita yang lahir di Tahun 2011 dimana sebagian besarnya yaitu 50 orang (96%)
memiiki berat badan lahir normal 2.500 hingga 3.500 gram. Terdapat masing-masing 1 orang
(2%) yang lahir dengan berat badan dibawah 2.500 gram dan di atas 3.500 gram. Pada penelitian
ini terdapat 25 orang (49%) bayi dan balita yang berjenis kelamin laki-laki dan 27 orang (51%)
sisanya adalah perempuan.
Dari penelitian lapangan yang telah dilakukan diperoleh data bahwa 67% dari seluruh
responden (35 ibu) tidak memberikan ASI Eksklusif terhadap bayinya. Sementara sisanya, yaitu
33% responden (17 ibu) memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
Kuesioner telah dipergunakan sebagai instrument pengukuran tingkat pengetahuan, sikap
dan perilaku masyarakat. Dari beberapa pertanyaan yuang diajukan kepada para responden untuk
mengukur tingkat pengetahuannya tentang ASI, didapatkan hasil sebagai berikut.
62
Tabel 5.5 Nilai Pengetahuan Responden
Nilai N %
Baik (≥ 80) 7 13
Cukup (65-79) 22 42
Buruk (< 64) 23 44
Total 52 100
Dari tabel 5.5 diatas, terlihat bahwa hanya 7 orang responden (14%) yang memiliki
pengetahuan tentang ASI yang baik, sementara 22 orang responden (42%) memiliki tingkat
pengetahuan cukup, dan sebanyak 23 orang responden (44%) memiliki tingkat pengetahuan yang
rendah/buruk. Hal ini dapat menggambarkan tingkat pengetahuan akan arti penting dan manfaat
dari ASI belum diketahui dan diresapi dengan baik oleh sebagian besar ibu bayi dan balita di
desa Tanaq Beaq.
Tabel 5.6 Penilaian Sikap
Nilai N %
Baik (≥ 80) 2 4
63
Cukup (65-79) 28 54
Buruk (< 64) 22 42
Total 52 100
Dari tabel 5.6, terlihat bahwa sebagian responden memiliki sikap atau kecenderungan
yang cukup baik yaitu sebesar 54% (28 orang). Sisanya memiliki sikap yang buruk yaitu sebesar
42% (22 orang) dan hanya sebesar 4% (2 orang) responden yang memiliki sikap terhadap
pemberian ASI yang dapat dikategorikan baik. Hal ini dapat menggambarkan kecenderungan
dari ibu bayi dan balita desa Tanaq beaq untuk bertingkah laku dalam hal pemberian ASI berada
pada tingkatan cukup baik.
Tabel 5.7 penilaian perilaku
Nilai n %
Baik (≥ 80) 12 23%
Cukup (65-79) 16 31%
Buruk (< 64) 24 46%
Dari tabel 5.7, terlihat bahwa 12 orang responden (23%) memiliki perilaku yang baik,
dan 16 orang responden (31%) memiliki perilaku yang cukup, sementara terdapat 24 orang
responden (46%) memiliki perilaku yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa respon atau
tindakan seseorang terhadap stimulus berupa kewajiban pemberian ASI eksklusif masih rendah,
dimana 46% atau hampir setengah dari jumlah responden memiliki respon/tindakan yang buruk.
64
5.2 Analisis Data
5.2.1. Tabel korelasi ganda hubungan variabel independen (pengetahuan, sikap, dan
perilaku) terhadap variabel dependen
R
Independen .698
Tabel diatas merupakan hasil analisis data hasil kuesioner kami menggunakan model
korelasi ganda untuk mengetahui hubungan dari ketiga faktor independen (pengetahuan, sikap
dan perilaku) terhadap faktor dependent (cakupan ASI). Dari table diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa terdapat korelasi yang cukup bermakna dari ketiga variable independent
dalam mempengaruhi variable dependennya. Hal ini dapat dilihat dari nilai R sebesar 0,698,
dimana korelasi dari variable independent terhadap variable dependent akan semakin kuat bila
nilai R mendekati 1.
65
5.2.1 Hubungan masing-masing variable independent (pengetahuan, sikap dan perilaku)
terhadap variable dependen (cakupan ASI Eksklusif) responden tentang Air Susu Ibu
(ASI)
5.2.1.1. Uji normalitas variable independent (pengetahuan) terhadap variable dependent
Kolmogorov-
Smirnov(a)
N Sig.
PENGETAHUAN 52 .000
CAKUPAN 52 .005
Table diatas merupakan hasil analisis uji normalitas variable pengetahuan terhadap variable
independen didapatkan hasil p < 0,05 (p=0,005) yang berarti distribusi data pada penelitian ini
tidak normal. Oleh karena itu, maka analisis data dilanjutkan menggunakan uji korelasi
Spearman.
5.2.1.2. Uji korelasi variable independent (pengetahuan) terhadap variable dependent
PENGETAHUAN
CAKUPAN
(p)
Spearman's rho PENGETAHUAN .000
N 52
Dari hasil analisa korelasi diatas didapatkan nilai p < 0,05 (p=0,000) yang berarti terdapat
korelasi bermakna antara pengetahuan ibu dengan rendahnya cakupan ASI eksklusif.
66
5.2.1.2. Uji normalitas variable independent (sikap) terhadap variable dependent
Kolmogorov-Smirnov(a)
N Sig.
SIKAP 52 .000
CAKUPAN 52 .000
Tabel diatas merupakan hasil analisis uji normalitas variable pengetahuan terhadap
variable independen didapatkan hasil p < 0,05 (p=0,000) yang berarti distribusi data pada
penelitian ini tidak normal. Oleh karena itu, maka analisis data dilanjutkan menggunakan uji
korelasi Spearman.
5.2.1.2. Uji korelasi variable independent (sikap) terhadap variable dependent
SIKAP CAKUPAN
Spearman's rho SIKAP Correlation
Coefficient.000
Sig. (2-tailed) .
N 52 52
Dari hasil analisa korelasi diatas didapatkan nilai p < 0,05 (p=0,000) yang berarti terdapat
korelasi bermakna antara sikap ibu dengan rendahnya cakupan ASI eksklusif.
67
5.2.1.3. Uji normalitas variable independent (perilaku) terhadap variable dependent
Kolmogorov-Smirnov(a)
N Sig.
PERILAKU 52 .000
CAKUPAN 52 .000
Tabel diatas merupakan hasil analisis uji normalitas variable perilaku terhadap variable
independen didapatkan hasil p < 0,05 (p=0,000) yang berarti distribusi data pada penelitian ini
tidak normal. Oleh karena itu, maka analisis data dilanjutkan menggunakan uji korelasi
Spearman.
PERILAKU CAKUPAN
Spearman's rho PERILAKU Correlation
Coefficient.000
Sig. (2-tailed)
N 52 52
Dari hasil analisa korelasi diatas didapatkan nilai p < 0,05 (p=0,000) yang berarti terdapat
korelasi bermakna antara perilaku ibu dengan rendahnya cakupan ASI eksklusif.
5.3. Pembahasan
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian observasional analitik dengan
desain potong lintang (cross sectional) untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan
prilaku ibu, serta dukungan keluarga terhadap rendahnya cakupan ASI eksklusif berdasarkan
68
data tahun 2011 pada desa dengan program NICE (Nutritional Improvement Through
Community Empowerment) di Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Dalam penelitian ini kami memilih desa Tanaq Beaq sebagai lokasi penelitian karena
desa tersebut merupakan desa akseptor NICE dengan tingkat cakupan terendah sepanjang
2011, yaitu sebesar 32% (dikes Prov. NTB, 2011). Selain itu sistem capor (pencatatan dan
pelaporan) yang baik merupakan alasan kami memilih desa Tanaq Beaq sebagai lokasi
penelitian jika dibandingkan dua desa lainnya, yaitu desa Badrain dan desa Kerama Jaya yang
masing-masing merupakan desa yang juga terpilih sebagai desa akseptor NICE di kecamatan
Narmada, kabupaten Lombok Barat.
Jumlah sampel sebesar 52 orang yang diperoleh dari rumus penghitungan sampel
dengan tingkat kepercayaan (α) sebesar 90%. Instrumen penelitian yang kami gunakan berupa
kuesioner yang meliputi pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku dari responden
dimana ketiga variabel tersebut tergambar dalam pertanyaan riwayat pemberian ASI,
pengetahuan mengenai ASI Eksklusif, pola pemberian ASI, pengetahuan tentang komposisi
ASI, pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi ASI, cara pemberian ASI, kebiasaan
ibu saat menyusui, cara pengeluaran ASI, cara penyimpanan ASI, status imunisasi, dan sikap
Ibu terhadap pemberian ASI. Skor dari kuesioner tersebut digunakan untuk
mengelompokkan para responden kedalam kelompok dengan pengetahuan, sikap dan
perilaku baik, cukup dan sedang.
Dari kuesioner tersebut diperoleh gambaran usia ibu dibawah 20 tahun berjumlah 5
orang (9%), usia 20-30 tahun sebanyak 28 orang (54%), usia 30-40 tahun sebanyak 17 orang
(33%) serta usia diatas 40 tahun berjumlah 2 orang (4%). Angka tersebut cukup bervariasi
dan sebagian besar merupakan usia reproduksi.Pada karakteristik tingkat pendidikan ibu,
69
didapatkan data hanya 1 orang (2%) yang tidak pernah sekolah sama sekali, sedangkan 14
orang (27%) ibu mengaku tidak tamat SD, 15 orang (29%) tamat SD, 10 orang (19%) ibu
tamat SMP begitu pula dengan jumlah yang tamat SMA dan hanya 2 orang (4%) ibu yang
mengaku tamat perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu di
daerah Tanaq Beak cukup rendah.
Sementara karakteristik pekerjaan ibu menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden berprofesi sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan sebagian lagi bekerja sebagi
petani sehingga menggambarkan tingkat pendapatan bulanan keluarga dimana sebagian
besar responden mengaku memiliki pendapatan bulanan sebesar 100.000 hingga 500.000.
Dari penelitian lapangan yang telah dilakukan diperoleh data bahwa 67% dari
seluruh responden (35 ibu) tidak memberikan ASI Eksklusif terhadap bayinya.Sementara
sisanya, yaitu 33% responden (17 ibu) memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Hal ini
sangat disayangkan mengingat pemberian ASI secara Eksklusif memiliki banyak manfaat
baik bagi ibu maupun bagi bayinya, seperti yang diungkapkan oleh Darmayanti (2009)
bahwa memberikan ASI Eksklusif berarti memberi manfaat bagi ibu dan bayi. Berikut
manfaat terpenting yang diperoleh oleh bayi sebagai nutrisi, mengandung nutrisi lengkap
yang dibutuhkan oleh bayi sampai 6 bulan, memiliki daya tahan tubuh lebih baik karena
kolostrum yang terdapat pada ASI mengandung zat lebih terutama zat Imunoglobulin A (Ig
A) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit, selain itu ASI juga mengandung
komposisi taurin, DHA, AA, yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan otak sehingga
bayi yang diberi ASI Eksklusif lebih cerdas. Dilihat begitu pentingnya manfaat dari
pemberian ASI eksklusif ini, seharusnya ibu-ibu yang menyusui dapat memberikan ASI
pada bayinya secara eksklusif. Tenaga kesehatan harus lebih aktif dalam upaya
70
meningkatkan pemberian ASI Eksklusif melalui penyuluhan-penyuluhan dan konseling serta
memberikan arahan yang benar bagi ibu menyusui.
Dari 52 responden.7 orang responden (14%) yang memiliki pengetahuan tentang
ASI yang baik, sementara 22 orang responden (42%) memiliki tingkat pengetahuan cukup,
dan sebanyak 23 orang responden (44%) memiliki tingkat pengetahuan yang rendah/buruk.
Hal ini dapat menggambarkan tingkat pengetahuan akan arti penting dan manfaat dari ASI
belum diketahui dan dipahami dengan baik oleh sebagian besar ibu bayi dan balita di desa
Tanaq Beak. Data ini kemudian dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov pada
masing-masing variable independen dan didapatkan distribusi yang tidak normal (p <
0,05). Oleh karena itu, analisa dilanjutkan menggunakan uji korelasi Spearmann. Dari
model korelasi Spearmann variable pengetahuan diperoleh tingkat signifikansi sebesar
0,000 (p<0,05) sehingga menunjukkan hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan responden dengan rendahnya kesadaran pemberian ASI Eksklusif pada ibu
bayi dan balita. Hasil korelasi sigifikan pada variabel sikap menunjukkan angka
signifikansi sebesar 0,000 (p<0.05). Begitu pula dengan hasil korelasi sigifikan pada
variabel sikap menunjukkan angka signifikansi sebesar 0,000 (p<0.05). Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, serta perilaku
responden terhadap ASI yang menyebabkan rendahnya cakupan ASI di desa Tanak Beak.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna dari
rendahnya tingkat pengetahuan responden (ibu bayi dan balita) terhadap rendahnya
kesadaran memberikan ASI secara Eksklusif (cakupan ASI Eksklusif) dengan nilai
signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Elinofia dkk, 2011 mengenai hubungan pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, dan
71
dukungan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Sawah Lebar Kota
Bengkulu. Dimana berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh ibu (100%)
yang memiliki pengetahuan kurang, tidak memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya,
dan ibu yang memiliki pengetahuan cukup terdapat lebih dari sebagian (51,1%) tidak
memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya.
Pengetahuan ibu dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan informasi yang didapat
oleh ibu tentang ASI eksklusif. Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang, salah satunya kurang memadainya
pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif yang menjadikan penyebab atau masalah dalam
peningkatan pemberian ASI eksklusif. Salah satu kondisi yang menyebabkan rendahnya
pemberian ASI eksklusif adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat dibidang
kesehatan. Khususnya ibu-ibu yang mempunyai bayi dan tidak menyusui secara eksklusif.
Melihat dari hasil penelitian, maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan
pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian ASI eksklusif, dukungan Dokter, Bidan,
Petugas kesehatan lainnya atau kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama untuk ibu yang
baru pertama menyusui dalam pemberian ASI eksklusif.
Model korelasi ganda kami gunakan untuk mengetahui hubungan dari ketiga faktor
independen (pengetahuan, sikap dan perilaku) terhadap faktor dependent (cakupan ASI).
Melalui fungsi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat korelasi/hubungan yang
cukup bermakna antara variabel independen (pengetahuan, sikap, dan perilaku) terhadap
variabel dependen (cakupan ASI) dimana diperoleh nilai R = 0, 698. Nilai R menentukan
korelasi dari multi variabel independen dimana semakin mendekati angka 1, maka semakin
bermakna hubungan antara variabel tersebut.
72
Banyak ibu-ibu tidak menyusui bayinya karena merasa ASInya tidak cukup, encer,
atau tidak keluar sama sekali. Padahal, menurut WHO hanya ada satu dari seribu orang
yang tidak bisa menyusui (Widjaya,2004). Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
berpendapat, faktor sosial budaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemberian
ASI eksklusif pada bayi dan balita di Indonesia, seperti ketidaktahuan ibu, gencarnya
promosi susu formula, minimnya dukungan keluarga.
Pemahaman yang rendah juga mengakibatkan munculnya pendapat bahwa ASI ibu
tidak cukup, menyusui mengurangi keindahan tubuh dan nilai-nilai yang mendorong untuk
tidak memberikan ASI eksklusif. Satu hambatan terbesar pemberian ASI Eksklusif adalah
pemasaran susu formula, pemasaran susu formula sudah diatur dengan KepMenKes No.
237/1997 tentang Pemasaran Susu Formula. Dengan pelarangan tersebut, pemberian susu
formula untuk bayi melalui iklan media eletronik, maupun cetak telah berkurang akan
tetapi upaya pengetahuan individu masih sangat gencar. Sampai saat ini, dipasaran masih
beredar susu dengan label untuk anak 0-6 bulan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Notoadmodjo (2005) yang mengungkapkan bahwa
prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak
didasari pengetahuan. Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat mempengaruhi ibu
dalam memberikan ASI eksklusif. Semakin baik pengetahuan ibu tentang manfaat ASI
eksklusif, maka seorang ibu akan memberikan ASI eksklusif pada anaknya, begitu juga
sebaliknya. Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada ibu yang telah memiliki
pengetahuan cukup tentang ASI eksklusif masih terdapat lebih dari sebagian ibu (51,1%)
yang tidak memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya.
73
Hal ini Sejalan dengan pendapat Roesli (2006), seiring dengan perkembangan
zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat.
Selain itu, Roesli (2000), juga mengungkapkan bahwa fenomena kurangnya pemberian
ASI eksklusif disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pengetahuan ibu yang kurang
memadai tentang ASI eksklusif, beredarnya mitos yang kurang baik, serta kesibukkan ibu
bekerja dan singkatnya cuti melahirkan, merupakan alasan yang diungkapkan oleh ibu
yang tidak menyusui secara eksklusif.
NICE (Nutritional Improvement Through Community Empowerment) merupakan
suatu proyek kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan ADB (Asian Development Bank)
dalam mengentaskan dan mencegah malnutrisi pada 1,48 juta balita dan 500.000 ibu hamil
dan menyusui pada 4000 desa miskin, termasuk daerah urban pada 24 daerah dan kota di
provinsi NTT, NTB, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan
Barat. Proyek ini untuk memperkuat layanan berbasis komunitas, pemberdayaan
komunitas, dan mobilisasi social dalam menigkatkan nutrisi, higienitas dan sanitasi.
Proyek diharapkan dapat menurunkan jumlah gizi kurang dan defisiensi
mikronutrien dan defisiensi vitamin A pada wanita hamil dan balita yang kemudian akan
meningkatkan tingkat pengetahuan ibu hamil, menyusui, dan perawatan ANC, laktasi, dan
peningkatan cakupan ASI serta MP-ASI. Peningkatan nutrisi akan berkontribusi pada
peningatan produktivitas, perkembangan ekonomi, mengurangi kemiskinan yang dapat
meningkatkan kapasitas kerja, perkembangan kognitif, prestasi sekolah dan mengurangi
angka morbisitas dan mortalitas.
Output proyek NICE yang diharapkan yaitu : (i) pengembangan kebijakan,
program, dan surveillans gizi, (ii) pelayanan gizi terpadu, (iii) pemberdayaan gizi
74
masyarakat, (iv) fortifikasi pangan, (v) penguatan program gizi, perencanaan dan
manajemen. Bentuk output proyek NICE yang telah dilaksanakan di Desa Tanaq Beak,
dibentuk suatu kelompok gizi masyarakat (KGM). Bentuk kegiatan yang telah
dilaksanakan di Desa Tanaq Beak yaitu pemberian makanan tambahan (PMT), penyuluhan
gizi dan PHBS, demo masak, kelas ibu. Untuk mensukseskan program ASI Ekslusif bagi
bayi di Desa Tanaq Beak, sejak hamil para ibu telah diberikan penyuluhan mengenai ASI
Ekslusif. Hal ini dilakukan melalui kegiatan ANC. Setelah bayi lahir, kader pendamping
ASI Eksklusif, kemudian melakukan pemantauan dan kunjungan rumah ASI Eksklusif.
Kegiatan telah dilakukan secara berkala sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh
fasilitator masyarakat (FM). Dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan cakupan ASI
Ekslusif dapat sesuai target, yaitu di atas 40%.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hubungan bermakna antara pengetahuan,
sikap, dan prilaku dengan cakupan ASI Ekslusif. Hal ini menunjukkan walaupun telah
dilakukan serangkaian kegiatan untuk mendukung peningkatan target cakupan ASI
Ekslusif berdasarkan proyek NICE untuk meningkatkan pengetahuan ibu serta
memperbaiki prilaku dan sikap ibu dalam pemberian ASI Eksklusif, target cakupan ASI
tetap di bawah target. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tidak maksimalnya
penyerapan ibu terhadap penyuluhan dan informasi tentang ASI Eksklusif yang telah
diberikan.
75
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Lebih dari separuh responden (67 %) tidak memberikan ASI Eksklusif terhadap bayinya.
Sementara sisanya, yaitu 33% responden memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
2. Dari 52 responden.7 orang responden (14%) yang memiliki pengetahuan tentang ASI yang
baik, sementara 22 orang responden (42%) memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan
sebanyak 23 orang responden (44%) memiliki tingkat pengetahuan yang rendah/buruk
3. Terdapat hubungan yang bermakna dari rendahnya tingkat pengetahuan responden
terhadap rendahnya kesadaran memberikan ASI secara Eksklusif.
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden terhadap ASI yang
menyebabkan rendahnya cakupan ASI.
5. Tidak terdapat hubungan antara variabel perilaku dengan rendahnya pemberian ASI secara
eksklusif.
6.2. Saran
1. Kepada pihak Puskesmas Narmada Kabupaten Lombok Barat hendaknya meningkatkan
kelengkapan dari sistem pencatatan dan pelaporan terpadu untuk masing-masing program.
2. Kepada peneliti lain yang tertarik untuk melanjutkan penelitian ini agar dapat meneliti lebih
lanjutmengenai cakupan ASI eksklusif dengan penambahan jumlah sampel serta adanya
penggunaan desa lain sebagai pembanding.
76
3. Kepada petugas kesehatan (kecamatan/Kabupaten), hendaknya memperbanyak penyuluhan
kepada keluarga yang memiliki bayi tentang manfaat dan tujuan ASI Eksklusif bagi bayi dan
ibu sehingga keluarga terutama ayah dan orang terdekat dapat mendorong ibu agar mau
memberikan ASI Eksklusif kepada bayi mereka. Dan diharapkan agar kader-kader yang ada
lebih aktif mengajak para ibu menyusui untuk datang ke posyandu sehingga dapat
memberikan penyuluhan tentang ASI Eksklusif sehingga pengetahuan ibu menyusui tentang
ASI Eksklusif meningkat.
77
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000.Pemberian ASI Eksklusif atau ASI saja : Satu-Satunya Sumber Cairan yang
Dibutuhkan Bayi Usia Dini.Available from : http://www.linkagesproject.org/
(Accessed : 2012, August13)
Anonim. (2007). Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : DepKes RI.
Asian Development Bank. 2007. Proyek Perbaikan Gizi Melalui Pemberdayaan Masyarakat
(Nutrition Improvement through Community Nutrition/ NICE Project).
Notoatmodjo, Soekidjo (2005), Metodologi Penelitian Kesehatan, PT. RHINEKA CIPTA,
Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu
Ibu Eksklusif. 2012. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Pikawati, S dan Ahmad Syafiq. 2010. Kajian Implementasi dan Kebijakan Air Susu Ibu
Eksklusif dan Inisiasi Menyusu Dini di Indonesia Makara, Kesehatan. Vol. 14. No. 1 Juni
2010: 17-24
Purwanti, Hubertin. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Rahayuningsih, Tri. 2005. Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang asi dengan
pemberian kolostrum dan asi eksklusif Di kelurahan purwoyoso kecamatan ngaliyan.
Available from : http://digilib.unnes.ac.id/ (Accessed : 2012, August13)
Roesli, Utami. 2000. Seri 1 Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya
78
Vinther, Tine and Elisabet Helsing. 1997. Breastfeeding how to support success. A practical
guide for health workers. World Health Organization Regional Office For Europe
Copenhagen
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta
Roesli, U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: PT. Pustaka Pembangunan
World Health Organization. 2001. The Optimal Duration of Exclusive Breastfeeding: Report of
an Expert Consultation. Department of Nutrition For Health and Development of WHO
79