Upload
lycong
View
247
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Minyak Ikan
Minyak ikan adalah minyak yang diperoleh dari jaringan-jaringan tubuh
ikan. Minyak ikan dianjurkan untuk diet kesehatan karena banyak mengandung
omega-3 asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksanoat (DHA) yang
dapat mengurangi masalah peradangan pada tubuh. Omega-3 sebenarnya tidak
diproduksi oleh tubuh ikan itu sendiri, tetapi merupakan akumulasi dari
konsumsi mikroalga yang memproduksi asam lemak (Wikipedia, the free
encyclopedia, 2008).
Komposisi minyak ikan utamanya mengandung trigliserida dari tiga buah
asam lemak (gliserol yang dikombinasi dengan molekul asam yang sama atau
berbeda) dengan fosfolipid, gliserol eter dan ester wax. Karakteristik minyak
adalah bahwa mereka mengandung berbagai asam lemak rantai panjang dengan
jumlah atom karbon yang berkisar antara 14 sampai 22, dan tingkat
ketidakjenuhan yang berkisar antara satu sampai enam buah ikatan rangkap per
molekul (Fisheries and Aquaculture Department, 1986).
Kandungan minyak dan komposisi asam lemak berbeda pada tiap jenis
ikan. Bahkan perbedaan juga ditemukan pada ikan yang sejenis dengan faktor
yang mempengaruhi adalah pola makan, temperatur, pengaruh musim, usia dan
jenis kelamin. Komposisi asam lemak sangat dibutuhkan oleh para ahli gizi
untuk membuat formulasi nilai gizi, pelabelan nutrisi, pemrosesan dan
pengembangan produk (Üstün, 1996). Adapun perbandingan komposisi asam
lemak omega-3 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Tabel perbandingan komposisi omega-3 pada beberapa sumber minyak/lemak
Sumber lemak/minyak
a
Komposisi omega-3 (%) Ikan 13-15 Linseed 26-58 Kedelai 2-10 Rapeseed 1-10
a Jenkins (2008)
5
B. Asam Lemak Omega-3
Asam lemak omega-3 merupakan kelompok asam lemak tak jenuh yang
memiliki ikatan rangkap pada posisi n-3, yaitu pada rantai nomor tiga terhitung
dari ujung metil dari asam lemak. Asam lemak omega-3 yang esensial untuk
manusia adalah α asam linolenat (18:3, n−3; ALA), asam eikosapentanoat
(20:5, n−3; EPA) dan asam dokosaheksanoat (22:6, n−3; DHA) (Wikipedia, the
free encyclopedia, 2008).
Asam lemak omega-3 adalah asam lemak yang memiliki posisi ikatan
rangkap pertama pada rantai karbon nomor tiga dari ujung gugus metilnya.
Asam-asam lemak alami yang termasuk kelompok asam lemak omega-3 adalah
asam linolenat (C18:3), asam eikosapentanoat (C20:5) atau EPA dan asam
dokosaheksanoat (C22:6) atau DHA, sedangkan yang termasuk kelompok asam
lemak omega-6 adalah asam linoleat (C18:2) dan asam arakidonat (C20:4).
Rumus molekul dari asam lemak omega-3 yang banyak terdapat dalam minyak
ikan tertera pada Gambar 1.
CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)7
Asam Linolenat (C18:3) -COOH
CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH= CH-(CH2)3
Asam Eikosa Pentanoat(C20:5) -COOH
CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)2
Asam Dokosa Heksanoat (C22:6) -COOH
Gambar 1. Rumus molekul dari asam lemak omega-3 (Ackman, 1982)
Asam lemak omega-3 sangat penting untuk membantu fungsi kerja otak,
terutama untuk proses pertumbuhan dan perkembangan otak. Asam lemak
esensial ini banyak terakumulasi di dalam otak terutama penting untuk fungsi
kognitif otak dan mengatur perilaku manusia. Kekurangan asam lemak omega-
3 dalam tubuh manusia dapat menyebabkan kelelahan, daya ingat lemah, kulit
kering, gangguan hati, depresi dan sirkulasi yang tidak teratur (DeBusk, 2007).
6
Asam lemak omega-3 yang terpendek (asam linolenat) ditemukan di dalam
tumbuhan dan minyak tumbuhan, termasuk sayuran, walnut, minyak biji
mustard, minyak kedelai, minyak jagung dan minyak flaxseed (terdiri atas 50%
asam linolenat). Asam lemak omega-3 yang lebih panjang, asam
eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksanoat (DHA) ditemukan di dalam
alga yang dimakan oleh ikan dan ikan paus herbivora. Manusia memperoleh
asam lemak ini dari mengonsumsi ikan (misalnya salmon) (Jenkins, 2008).
Beberapa jenis asam lemak omega-3 dan omega-6 yang terletak di dalam
makanan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa jenis asam lemak omega-3 dan omega-6 dalam makananb
Asam Lemak Tipe Singkatan Sumber Terbesar dalam Makanan
α-linolenat N-3 ALA Flax, kanola, minyak ikan eikosapentanoat N-3 EPA Minyak ikan dokosaheksanoat N-3 DHA Minyak ikan
linoleat N-6 LA Minyak kedelai, safflower, bunga matahari, minyak jagung
arakidonat N-6 AA Sisa-sisa daging, ikan, unggas b Addis (2000)
Seto et al., (1984) mengemukakan bahwa produsen utama asam lemak
omega-3 sebenarnya bukan ikan, melainkan mikroorganisme laut yang menjadi
makanannya antara lain Chlorella, Diatomea, dan Dinoflagellata yang
merupakan fitoplankton. Mikroorganisme tersebut di samping mensintesis
asam lemak omega-3 juga dapat mensintesa asam lemak omega-6. Sintesa
asam lemak ini sangat efisien karena mikroorganisme tadi mempunyai siklus
rantai makanan yang pendek. Tetapi sebenarnya sintesis asam lemak omega-3
tidak hanya dilakukan oleh fitoplankton tersebut, melainkan juga oleh bakteri,
kapang, algae, dan fitoplankton lain yang mempunyai tingkat efisiensi sintesis
yang berbeda.
Kadar asam lemak omega-3 pada beberapa jenis ikan per 100 gram daging
dapat dilihat pada Tabel 3.
7
Tabel 3. Kadar omega-3 pada beberapa jenis ikan per 100 gram daging ikanc
Jenis ikan Kadar lemak (gram)
Asam arakidonat (g)
EPA (gram)
DHA (gram)
Tuna 6,80 0,14 0,63 1,70 Herring 6,20 0,03 0,33 0,58
Mackerel 9,80 0,12 0,85 1,10 Salmon 13,20 0,06 1,00 0,72
Cod 0,73 0,02 0,08 0,15 Sarden 10,20 0,22 1,70 0,64
c Barlow dan Stansby (1982)
C. Hidrolisis
Hidrolisis merupakan reaksi kimia yang melibatkan molekul air di mana
molekul tersebut terpecah menjadi ion hidrogen dan hidroksida yang kemudian
akan bereaksi lebih lanjut. (Wikipedia, the free encyclopedia, 2009a). Dalam
reaksi hidrolisis, lemak atau minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol (Herlina, 2002). Mekanisme reaksi hidrolisis trigliserida
dengan bantuan lipase dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Mekanisme reaksi hidrolisis trigliserida (Hudiyono, 2009)
Menurut Freidfelder (1987), pada umumnya reaksi hidrolisis berlangsung
ketika garam dari basa lemah atau garam dari asam lemah dilarutkan ke dalam
air. Air akan melakukan autoionisasi menjadi ion hidroksil negatif dan ion
hidrogen. Kemudian garam akan terpecah menjadi ion positif dan ion negatif.
Hanya saja, dalam kondisi normal, reaksi hidrolisis antara air dan beberapa
8
komponen organik hanya sedikit yang terjadi. Umumnya reaksi ini
membutuhkan katalis berupa asam, basa atau secara enzimatis.
D. Lipase
Enzim-enzim hidrolisis telah banyak digunakan dalam sintesa organik
karena ketersediaan bahan baku dan penanganan yang mudah. Enzim ini tidak
membutuhkan koenzim, stabil dan toleran terhadap pelarut organik. Potensi
mereka untuk melakukan sintesis regioselektif dan enantioselektif menjadikan
mereka sebagai alat yang berharga (Schuchardt, 1997).
Asam lemak tak jenuh sangat labil terhadap panas dan oksidasi. Reaksi
enzim telah menarik perhatian karena enzim dapat melakukan proses pada
temperatur dan tekanan lingkungan serta di bawah tekanan nitrogen. Beberapa
lipase tidak bereaksi secara baik pada asam lemak tak jenuh dan asam lemak
tak jenuh dapat dipekatkan melalui keuntungan ini. Misalnya, ketika minyak
ikan, minyak borage dan minyak yang mengandung asam arachidonat dari
Mortierella dihidrolisis dengan menggunakan lipase dari Candida rugosa atau
Geotrichum candidum, kandungan DHA, asam α-linolenat dan asam arakidonat
meningkat di dalam gliserida (Shimada, 1998).
Lipase (triasilgliserol asil hidrolase, EC 3.1.1.4) telah menjadi katalis yang
penting dalam sintesis organik. Karena reaksi hidrolisis merupakan reaksi
kesetimbangan di dalam sistem non aqueous, biokatalis ini juga dapat
mengkatalisis formasi ester dari donor asil dan alkohol. Lipase tidak
membutuhkan kofaktor (Ghanem, 2004).
Lipase memiliki kemampuan untuk mengkatalisis reaksi kebalikan
(esterifikasi, interesterifikasi dan transesterifikasi) yang ada dengan
menggantikan media aqueous dengan media non aqueous. Lipase juga
menunjukkan selektivitas yang tinggi termasuk stereo selektivitas dan
memberikan hasil akhir produk yang murni dan berkualitas baik (Hilal, 2006).
Lipase dikenal bereaksi lemah terhadap asam lemak tak jenuh, seperti asam
α-linolenat (GLA, 18:3n-6), asam arakidonat (20:4n-6), asam eikosapentanoat
9
(EPA, 20:5n-3), dan asam dokosaheksanoat (DHA, 22:6n−3) dan asam lemak
ini dapat diperkaya melalui hidrolisis selektif dan melalui esterifikasi selektif
(Shimada, 1997).
Menurut N. N. Gandhi (1996) ada dua katagori di mana lipase dapat
digunakan sebagai katalis yaitu :
a. Hidrolisis
RCOOR’ + H2
b. Sintesis
O RCOOH + R’OH
Reaksi sintesis dapat dipisahkan menjadi :
i. Esterifikasi
RCOOH + R’OH RCOOR’ + H2
ii. Interesterifikasi
O
RCOOR’ + R”COOR’” RCOOR’” + R”COOR’
iii. Alkoholisis
RCOOR’ + R”OH RCOOR” + R’OH
iv. Asidolisis
RCOOR’ + R”COOH R”COOR’ + RCOOH
Lipase mikroba diproduksi dari fermentasi bakteri, kapang dan khamir,
seperti Rhizopus delemar, Aspergilus niger, Geotrichum candidum, Candida
rugosa, dan Chromobacterium viscocum (Gandhi, 1997). Lipase berdasarkan
cara kerjanya dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Lipase non spesifik yaitu lipase yang dapat mengkatalis seluruh ikatan
ester pada trigliserida
b. Lipase spesifik 1,3 atau 2 yaitu lipase yang dapat mengkatalis trigliserida
pada ikatan 1,3 atau 2
c. Lipase spesifik yaitu lipase yang hanya mengkatalis jenis asam lemak
tertentu (Herawan, 1993).
Menurut Amano Enzyme (2007), lipase dapat mengkatalisis reksi hidrolisis,
sintesis dan transfer reaksi dari trigliserida yang terdiri atas asam lemak dengan
gliserin sebagai substratnya. Spesifisitas substrat lipase dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
10
a. Spesifisitas posisi pada hidrolisis ester
Ketika lipase bekerja pada trigliserida untuk melepaskan asam lemak,
posisi dari ester yang dihidrolisis lipase tergantung pada jenis lipase
yang diaplikasikan. Terdapat tiga macam lipase di mana salah satu tipe
bekerja pada posisi α- dan α’-. Tipe lipase lainnya bekerja pada posisi β
dan tipe yang terakhir bekerja pada ketiga posisi tersebut. Di sini, posisi
pusat trigliserida tempat di mana sisa asam lemak melekat dikenal
sebagai posisi β, sedangkan posisi terluar dikenal sebagai posisi α dan α’.
b. Spesifisitas untuk panjang rantai asam lemak
Panjang rantai asam lemak yang terhubung pada trigliserida yang
direpresentasikan dalam jumlah atom karbon memiliki jumlah atom
karbon bervariasi mulai dari 2 sampai 24 atom karbon. Meskipun lipase
dapat dikategorikan menjadi lipase yang menghidrolisis ester asam
lemak rantai pendek secara efisien dan lipase yang dapat menghidrolisis
ester asam lemak rantai sedang-panjang secara efektif. Hanya saja,
batasan pembagiannya masih belum jelas.
Menurut Halldorsson (2003), lipase dapat digunakan untuk membuat
konsentrat EPA dan DHA dari seluruh bagian komposisinya dengan efisien dan
memiliki yield yang tinggi. Pada umumnya, lipase seperti R. miehei lipase,
memiliki regioselektif pada ikatan 1,3 dan hanya beraksi pada posisi akhir
primer dari gliserol dan transformasi yang melibatkan posisi di tengah
tergantung dari proses migrasi asil yang berlangsung.
Purifikasi asam dokosaheksanoat (DHA) telah diuji coba dengan
menggunakan metode enzimatis dua langkah yang terdiri atas hidrolisis minyak
ikan dan selektif esterifikasi yang menghasilkan asam lemak bebas. Ketika
lebih dari 60% minyak tuna dihidrolisis dengan menggunakan Pseudomonas
sp. Lipase (Lipase-AK), kandungan DHA dalam fraksi asam lemak bebas sama
persis dengan kandungan DHA pada minyak tuna sebelumnya. Enzim lipase ini
menunjukkan aktivitas yang lebih kuat pada ester DHA dibandingkan pada
11
ester asam eikosapentanoat dan sesuai untuk persiapan asam lemak bebas yang
kaya DHA (Shimada, 1997).
Tabel 4. Aktivitas mikrobial dan karakteristik lipased
Jenis Lipase (mikroorganisme
penghasilnya)
Produsen Suhu Optimum
(oC)
pH Optimal
Spesifisitas
Aspergillus niger Amano Enzyme 30-40 5-7 1,3 >>2 Mucor miehei Novo Nordisk 30-45 6,5-7,5 1,3 >>>2
Rhizopus oryzae Amano Enzyme 30-45 5-8 1,3 >>>2 Rhizopus niveus Amano Enzyme 30-45 5-8 1,3 >>>2
Candida cylindracea
Amano Enzyme 30-50 5-8 Random
Chromobacterium viscosum
Asahi Chemicals - - Random
Geotrichum candidum
Amano Enzyme 30-45 6-8 Random
Pseudomonas sp Amano Enzyme 40-60 5-9 Random d Shahidi, et al. (1998).
E. Pelarut Organik
Pelarut merupakan cairan atau gas yang melarutkan padatan, cairan lain
atau gas lain sehingga terbentuk suatu larutan. Pelarut yang umum digunakan
adalah air, sedangkan pelarut lainnya adalah bahan organik yang mengandung
karbon dan dikenal sebagai pelarut organik. Pelarut organik ini biasanya
memiliki titik didih yang rendah dan dapat menguap dengan mudah melalui
proses destilasi, kemudian meninggalkan kandungan bahan lain yang ada di
dalamnya (Wikipedia, the free encyclopedia, 2009b).
Pelarut dapat menyebabkan modifikasi bentuk enzim, yaitu mengubah
efisiensi katalitiknya dan spesifitasnya. Berdasarkan Ueji dan Takashi (1999),
penggunaan media non konvensional akan meningkatkan enantioselektivitas
pada reaksi katalisis oleh biokatalis. Keuntungan lain penggunaan pelarut non
aqueous adalah resiko kontaminasi mikrobial lebih rendah daripada pada sistem
aqueous. Ketertarikan khusus terhadap media non konvensional pada reaksi
hidrolisis dengan kadar air yang rendah dapat digunakan untuk reaksi sintesis
12
yang menyediakan kelarutan yang terbaik pada substrat hidrofobik dengan
lipase sebagai katalis (Krieger et al., 2004).
Stabilitas protein lebih rendah dalam air yang tak larut dalam pelarut yang
ada pada -2,5<logP<0 seperti aseton dan eter daripada pada pelarut hidrofobik
(2<logP<4) seperti alkana atau haloalkana. Pelarut organik hidrofobik tidak
dapat memotong ikatan air dari permukaan enzim. Ketika pelarut organik
memotong air dari enzim, berakibat pada tidak adanya ikatan antara molekul.
Oleh sebab itu, penerimaan stabilitas enzim lipase pada penggunaan pelarut
hidrofilik jarang dilakukan (Krieger et al., 2004).
Peptida dan dan protein merupakan molekul kompleks dimana kelarutannya
pada beberapa pelarut aqueous dan organik harus ditentukan secara empiris.
Karakteristik kelarutannya seperti: crosslinker; pelabelan pelarut biotin dan
flourophore; dan pelarut kimia dapat ditentukan dengan mudah dengan
menghitung nilai log P. Nilai log P merupakan logaritma koefisien partisi (P)
yang didefinisikan sebagai rasio konsentrasi bahan organik dengan bahan
aqueous (Anonim, 2007)
Menurut Herees et al, (2008), stabilitas dan aktivitas enzim merupakan
fungsi dari pelarut organik. Untuk menghitung pengaruh pelarut organik
terhadap aktivitas enzim, digunakan konsep log P. Nilai log P suatu pelarut
merupakan logaritma dari koefisien partisi suatu pelarut di dalam larutan
standar 1-oktanol dan air. Tabel 5 menjelaskan hubungan koefisien partisi
dengan laju reaksi.
Tabel 5. Laju reaksi sebagai fungsi dari pelarute
Pelarut Nilai log P Laju reaksi (x 104 mol L-1s-1) Dekana 5,6 9,33 n-Heptana 4 8,17 n-Heksana 3,5 3,33 Toluena 2,5 2
e Herees et al., (2008)
Karakterisasi pelarut toluena dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 6. Pelarut
toluena utamanya dipilih karena sifatnya yang non polar dan memiliki nilai log
P sebesar 2,5.
13
Tabel 6. Karakteristik pelarut toluenaf
Karakteristik Toluena
Rumus kimia C7H8
Sifat Nonpolar
Berat molekul 92,14
Log P 2,5
Titik didih (oC) 110,6
Titik leleh (oC) -93
Densitas (g/mL) 0,867
Kelarutan di dalam air (g/100g) 0,05
Konstanta dielektrik 2,38(25)
Titik nyala (oC) 4 f Myers (2009)
Menurut Klibanov (1986), penggunaan pelarut organik pada reaksi
hidrolisis ester mempunyai beberapa keuntungan selain penggunaan air, yaitu:
a. Substrat organik merupakan bahan yang mudah larut, di mana enzim
tidak dapat larut. Oleh karena itu, produk dan enzim mudah didapatkan
kembali dengan metode non ekstraksi sehingga rendemen produk akan
meningkat.
b. Substrat yang sensitif terhadap air dapat digunakan.
c. Kesetimbangan reaksi berubah, dan ester dan amida dapat dipersiapkan.
d. Enzim lebih stabil pada suhu tinggi ketika air yang dapat menghidrolisis
ikatan peptida enzim tidak ada.
e. Enzim menjadi lebih rigid dan menjadi lebih selektif.
f. Tidak ada pengaruh pH sehingga peralatan yang sederhana dapat
digunakan.
F. Pengaruh Suhu
Suhu dapat berpengaruh positif terhadap reaksi hidrolisis maupun
sebaliknya. Kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Pada reaksi
14
menggunakan suhu tinggi struktur tersier enzim terganggu akibat terjadi
denaturasi. Pada suhu 50oC nilai tingkat konversinya berubah menjadi cukup
rendah. Sedangkan suhu 45oC merupakan suhu optimum reaksi hidrolisis sebab
pada suhu diatas 45oC tingkat konversinya turun secara tiba-tiba dikarenakan
enzim mengalami denaturasi (Kamarudin et al., 2008).
Menurut Lehninger (1982), kestabilan enzim erat kaitannya dengan
komposisi enzim yang umumnya merupakan protein. Protein akan mengalami
denaturasi pada suhu tinggi dan menyebabkan lepasnya ikatan-ikatan sekunder
dan tertier antara asam-asam amino penyusunnya. Bila hal ini terjadi pada
enzim, maka enzim akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk yang
akan menyebabkan kerusakan pada sisi aktifnya dan menginaktifkan enzim
tersebut.
Suhu berpengaruh terhadap aktivitas dan stabilitas enzim lipase, suhu yang
sesuai untuk penggunaan enzim lipase sebagai katalis adalah dibawah 70oC
karena pada suhu tinggi menyebabkan terjadinya migrasi alkil secara non-
enzimatik, oksidasi, isomerisasi dan denaturasi enzim (Wanasundara dan
Shahidi, 1998).
Suhu juga berpengaruh terhadap kecepatan reaksi pembentukan asam
lemak bebas. Peningkatan suhu reaksi pada reaksi hidrolisis akan mempercepat
kenaikan konsentrasi asam lemak bebas, memperbesar penurunan konsentrasi
air, atau dengan kata lain dapat menaikkan hasil konversi. Karena dengan
naiknya suhu reaksi, maka suplai energi untuk mengaktifkan katalis dan
terjadinya tumbukan antar pereaksi untuk menghasilkan reaksi juga akan
bertambah, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Nilai
konstanta kecepatan reaksi (k) naik dengan kenaikan suhu reaksi (rata-rata
kenaikannya 2 kali dari nilai awal), hal ini sesuai dengan teori Arrhenius dan
pernyataan Westerterp (1984), bahwa kenaikan suhu akan menaikan nilai
konstanta kecepatan reaksi, di mana kenaikan 10°C suhu reaksi menaikan
konstanta kecepatan reaksi sebanyak 2 kali dari nilai awal. Sedangkan apabila
suhu reaksi yang digunakan terlalu rendah maka laju reaksi berjalan lambat
akibatnya tumbukan antar pereaksi rendah dan minyak tidak terhidrolisis secara
15
sempurna. Hidrolisis yang berlangsung secara tidak sempurna akan
menyebabkan lebih sedikitnya produk yang terbentuk atau asam lemak bebas
hasil reaksi hidrolisis menjadi berkurang jumlahnya dibandingkan dengan
reaksi sebenarnya.
G. Pengaruh pH
Enzim sangat sensitif terhadap perlakuan medium pH, karena
memungkinkan perubahan status ionisasi enzim, yang akan mempengaruhi
aktivitas dan selektifitas. Menurut Lehninger (1982), profil aktivitas pH enzim
menggambarkan pH pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang
penting pada sisi katalitik enzim berada dalam tingkat ionisasi yang diinginkan.
pH optimum enzim tidak perlu sama dengan pH lingkungan normalnya.
Worthington Biochemical Corporation (2009) juga menyatakan bahwa nilai pH
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan berakibat pada turunnya aktivitas
sebagian besar enzim. pH juga merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas
enzim.
Berdasarkan Stauffer (1989), ketertarikan studi mengenai tingkat enzim
sebagai fungsi pH dikarenakan karena beberapa faktor yaitu :
a. Status protonasi sisi rantai asam amino pada sisi aktif kompleks enzim
substrat (ES) mungkin akan berubah. Hasilnya perubahan
kemampuan enzim substrat untuk menjadi produk.
b. Perubahan ionik molekul substrat atau perubahan ionik sisi aktif yaitu
kecenderungan dua molekul tersebut unutk menjadi kompleks ES.
c. Perubahan pH dari netral yang memungkinkan melemahkan kekuatan
stabilitas bentuk protein, yang berakibat peningkatan denaturasi
enzim (kehilangan aktivitas).
Berdasarkan studi Microbial Lipase Potential Biocatalist for the future
industry, titik isoelektrik lipase adalah 4,3. Stabilitas lipase berada pada pH 6-
7,5.
16
H. Pengaruh Penambahan Air
Laju reaksi hidrolisis membutuhkan sejumlah air. Namun, terlalu banyak
air akan berakibat pada reaksi hidrolisis trigliserida yang berlebihan yang
berakibat pada peningkatan asam lemak bebas dan gliserida parsial
(monogliserida dan digliserida). Sedikit air baik untuk reaksi transesterifikasi.
Pengaturan kadar air pada sistem ini menjadi sangat penting karena semua
proses didasarkan pada termodinamika dari kesetimbangan reaksi kimia yang
bersifat bolak-balik di mana air berperan penting. Selain itu, air diperlukan
untuk integritas tiga dimensi struktur molekul enzim. Oleh sebab itu, aktivitas
lipase merupakan fungsi dari kadar air. Salah satu hipotesa menyatakan bahwa
dimensi molekul enzim membutuhkan lapisan hidrasi sedikit yang akan
bereaksi sebagai komponen utama pada enzim microenvironment pada media
organik. Lapisan ini akan bertindak sebagai buffer di antara permukaan enzim
dan media reaksi (Dordick, 1989).
Menurut Herees et al, (2008), enzim lipase cenderung bekerja pada
permukaan antar cairan (liquid-liquid interface) dibandingkan dengan suatu
titik tertentu di dalam campuran reaksi. Penggunaan bahan yang dapat
menggabungkan senyawa-senyawa yang akan bereaksi pada reaksi hidrolisis
akan membantu meningkatkan aktivitas dari enzim lipase yang digunakan.
Klibanov (1986) menyatakan bahwa sedikit air diperlukan untuk mencapai
aktivitas maksimal pada pelarut hidrofobik daripada pelarut hidrofilik. Pada
aktivitas kadar air yang rendah, semakin rendah polaritas suatu pelarut
menyebabkan semakin tingginya aktivitas enzim. Ketika aktivitas katalitik
enzim diplotkan terhadap jumlah air yang terikat dengan enzim, suatu pola
muncul untuk beberapa pelarut yang berbeda. Salah satunya dapat disebutkan
bahwa aktivitas enzimatik pada media organik ditentukan bukan oleh interaksi
pelarut dengan enzim tetapi oleh keberadaan air dalam enzim.
Selain itu, rumus terjadinya reaksi hidrolisis menurut NN. Gandhi (1996)
dapat dilihat pada Gambar 3.
RCOOR’ + H2
Gambar 3. Reaksi hidrolisis pada senyawa ester
O RCOOH + R’OH
17
Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa reaksi hidrolisis membutuhkan
satu molekul air setiap kali melepaskan satu gugus alkil dari senyawa esternya.
Hal ini menunjukkan bahwa penambahan air diperlukan untuk menyediakan
pereaksi yang diperlukan agar terjadi reaksi hidrolisis dari minyak ikan yang
digunakan. Tanpa adanya air di dalam campuran reaksi, maka tidak akan terjadi
reaksi hidrolisis.