22
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Menurut Halwani (2005), sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan. Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factor-proportion theory) menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam penggunaannya untuk memroduksi berbagai macam barang. Teorema Hecksher-Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut. Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S theorem) menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen, demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam perdagangan (Salvatore 1997). Integrasi ekonomi kawasan melalui pembentukan blok perdagangan bebas regional memiliki implikasi terhadap kesejahteraan negara-negara anggota, yaitu: efek positif berupa kreasi perdagangan (trade creation) dan efek negatif karena

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Teori ... · 2.1 Teori Perdagangan Internasional . ... Pada intinya teorema tersebut ... negara akan mengimpor barang-barang yang biaya

Embed Size (px)

Citation preview

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar

atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Menurut Halwani (2005),

sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi

sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources),

sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara.

Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan

dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.

Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factor-proportion theory)

menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor

produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam penggunaannya untuk

memroduksi berbagai macam barang. Teorema Hecksher-Ohlin (H-O theorem)

menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya

lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di

negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang

produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara

tersebut.

Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai

penyamaan harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan

kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S

theorem) menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong

terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara

absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa

perdagangan internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi

homogen, demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan

produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam

perdagangan (Salvatore 1997).

Integrasi ekonomi kawasan melalui pembentukan blok perdagangan bebas

regional memiliki implikasi terhadap kesejahteraan negara-negara anggota, yaitu:

efek positif berupa kreasi perdagangan (trade creation) dan efek negatif karena

12

diversi perdagangan (trade diversion). Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut

ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila

kreasi lebih besar dari diversi perdagangan, maka kesejahteraan meningkat dan

sebaliknya (Krugman & Obstfeld 2000).

Kegiatan perdagangan internasional atau disebut sebagai kegiatan ekspor

dan impor antar negara mengatakan bahwa suatu negara akan cenderung

mengekspor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih

rendah dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Sebaliknya, suatu

negara akan mengimpor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya

relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Oleh

karena itu bagi suatu negara, selisih antara penawaran dan permintaan domestik

(excess supply) dapat diartikan sebagai penawaran ekspor. Sementara itu

permintaan impor merupakan kelebihan permintaan domestik di negara

pengimpor (excess demand).

Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi

perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari

teori penawaran dan permintaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam

negeri (penawaran) dengan kelebihan permintaan negara lain.

Secara teoritis, suatu negara A akan mengekspor suatu komoditi Z ke

negara lain, misal negara B apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya

perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga

domestik negara B (Gambar 2). Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih

rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya

sehingga di negara A terjadi excess supply (kelebihan produksi). Dengan

demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke

negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi

domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand)

sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Jika negara B berkeinginan

untuk membeli komoditi Z dari negara lain yang relatif lebih murah. Kemudian

terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi

13

perdagangan antar keduanya dengah harga yang diterima oleh kedua negara

adalah sama.

Gambar 2 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional

harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran

pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA

sedangkan permintaan di pasar internasional akan jika harga internasional lebih

rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara

B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama

dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A

dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di

pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara

A akan mengekspor komoditi Z sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor

komoditi Z sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M

yaitu Q*.

Sumber: Salvatore (1997) Gambar 3 Kurva perdagangan internasional dan setelah ada trade facilitation

Lebih lanjut, secara teoritis trade facilitation sebagai bagian dari kebijakan

perdagangan internasional yang bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi

perdagangan, meningkatkan daya saing dan meningkatkan efisiensi perdagangan

akan berimplikasi kepada meningkatnya kemakmuran suatu negara. Secara teoritis

pengaruh trade facilitation terhadap perdagangan internasional diperlihatkan oleh

Gambar 2 garis hijau. Di negara eksportir (negara A), trade facilitation akan

PA

B

M

Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B

Q**

X2

M2

ES2

ED2

SA2

DA

A

X

O

SA

QA

ES

O

P*

ED

Q*

DB2

SB

PB

O

DB

QB

14

menyebabkan supply suatu negara akan semakin meningkat (SA2) dari

sebelumnya (SA) dengan harga yang relatif tetap, hal ini dikarenakan pergerakan

arus barang ekspor yang semakin baik. Di lain pihak di negara importir,

penentuan kebijakan trade facilitation yang tepat akan menyebabkan membaiknya

arus barang impor sehingga membuat demand suatu negara akan meningkat (DB2)

dengan harga yang relatif tetap atau dapat lebih rendah dari sebelumnya.

Peningkatan supply di negara pengekspor dan demand di negara

pengimpor yang saling berdagang, maka akan terbentuk kurva ES dan ED yang

baru yaitu ES2 dan ED2 dengan harga yang terjadi di pasar internasional relatif

sama dengan harga sebelumnya bahkan bisa lebih rendah. Dengan adanya

perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi Z yang lebih

besar dari sebelumnya yaitu sebesar X2 sedangkan negara B akan mengimpor

komoditi Z yang juga lebih besar yakni sebesar M2, dimana di pasar internasional

sebesar X2 sama dengan M2 yaitu Q**. Peningkatan arus barang dalam

perdagangan menunjukkan peningkatan kemakmuran baik dari negara pengekspor

maupun dari negara pengimpor yang saling berdagang.

Besarnya dampak akibat peningkatan kurva supply di negara pengekspor

(negara A) dan peningkatan kurva demand di negara pengimpor (negara B) akibat

peningkatan trade facilitation tergantung dari elastisitas kurva supply dan demand

di masing-masing negara. Peningkatan trade facilitation terhadap kurva supply

yang lebih elastis di negara pengekspor akan meningkatkan ekspor yang lebih

besar. Sementara peningkatan trade facilitation terhadap kurva demand yang lebih

elastis di negara pengimpor akan meningkatkan impor yang lebih besar.

Pada sektor pertanian kemiringan kurva supply maupun demand lebih

inelastis, hal ini mengakibatkan ekspor sektor pertanian akan lebih sedikit ke

negara pengimpor yang memiliki kurva demand yang lebih inelastis, sehingga

dibutuhkan usaha yang lebih besar untuk ekspor sektor pertanian ke negara

pengimpor. Di lain pihak, sektor manufaktur memiliki kurva supply dan demand

yang lebih elastis, sehingga ekspor manufaktur akan lebih banyak ke negara

pengimpor yang memiliki kurva demand yang lebih elastis.

Dari sisi negara pengekspor Peningkatan dalam kebijakan trade

facilitation, dilihat dari sisi negara pengekspor akan meningkatkan penawaran

15

dengan harga suatu komoditi yang sama bahkan lebih murah sehingga akan

meningkatkan surplus perdagangan. Dari sisi negara pengimpor, peningkatan

trade facilitation akan meningkatkan permintaan barang impor disebabkan harga

barang yang lebih murah, di sisi lain peningkatan permintaan impor akan

memotivasi para produsen di suatu negara untuk lebih efisien untuk meningkatkan

daya saing produknya.

2.2 Integrasi Ekonomi

Kegiatan ekonomi internasional memiliki kecenderungan untuk

membentuk organisasi perdagangan multinasional. Organisasi ini dibentuk dari

kumpulan negara berdekatan yang mempunyai kebijakan perdagangan bersama

untuk menghadapi negara lain dalam bidang tarif dan akses pasar. Alasan umum

pembentukan grup ini adalah menjamin pertumbuhan ekonomi dan bermanfaat

bagi Negara anggota. Contoh organisasi yang terkenal sekarang antara lain

European Union (EU) dan North American Free Trade Agreement (NAFTA).

Pengaruh keberadaan dan pertumbuhan organisasi multinasional ini secara tidak

langsung bagi negara peserta adalah untuk menjaga persaingan secara global.

Secara luas, pengelompokan regional dibentuk sebagai usaha pemerintah untuk

meningkatkan integrasi ekonomi global.

Organisasi ini terdiri dari berbagai bentuk, tergantung tingkat

kerjasamanya yang mengarah ke tingkat integrasi yang berbeda antara negara

peserta. Ada lima tingkat kerja sama formal antar negara anggota kelompok

regional, yaitu Free Trade Area (FTA), Custom Union, Common Market,

Monetary Union, dan Political Union (Kotabe & Helsen 2001).

Free Trade Are (FTA) adalah bentuk awal dari integrasi ekonomi,

merupakan kerjasama formal antara dua atau lebih negara untuk mengurangi

hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Akan tetapi masing-masing

negara anggota bebas menentukan tingkat tarif individu dengan negara yang

bukan anggota.

FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi dan liberalisasi

yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan dalam

kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tariff-barrier) maupun hambatan non

16

tarif (non-tariff barier). FTA atau Free Trade Area adalah suatu bentuk kerjasama

ekonomi regional yang memperdagangkan produk-produk orisinal negara-negara

anggotanya yang tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk. Dengan kata

lain, ”internal tariff” antara negara anggota menjadi 0 persen, sedangkan masing-

masing negara memiliki “external tariff” sendiri-sendiri. Contohnya AFTA

(Asean Free Trade Area) yang diawali dengan CEPT (Common Effective

Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1993 serta

ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang telah diberlakukan 1 Januari

2010.

Dampak dibukanya perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh

ekonomi negara-negara anggota, namun juga akan dirasakan oleh perekonomian

dunia secara keseluruhan. Dampak diliberalisasikannya perdagangan tersebut

secara keseluruhan mengakibatkan kesejahteraan dunia menurun. Berdasarkan

teori perdagangan internasional, perdagangan internasional seharusnya akan

meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang melakukan perdagangan bebas,

karena melalui perdagangan bebas akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan

sumberdaya domestik dan akses pasar ke negara lain (Stephenson 1994).

Namun demikian, secara umum terdapat beberapa variabel ekonomi dunia

yang meningkat seperti investasi global barang-barang kapital, volume

perdagangan dunia, dan indeks harga perdagangan dunia. Peningkatan arus

perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif seluas-luasnya mengakibatkan

peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi volume perdagangan

dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti dengan tingkat pengembalian

kapital yang negatif sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat

kesejahteraan dunia.

Custom Union. Anggota Custom Union tidak hanya mampu mengurangi

atau menghilangkan tarif antara anggota, tapi juga mereka mempunyai tarif

eksternal bersama terhadap negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini

mencegah negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota yang

mempunyai tarif eksternal rendah.

Common Market. Common Market menghilangkan semua tarif dan

hambatan lain dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi seperangkat tarif

17

eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan menghilangkan batasan-

batasan pada aliran modal dan tenaga kerja antar negara anggota.

Monetary Union. Monetary Union berada pada level integrasi keempat

dengan satu mata uang bersama antar negara. Contohnya Negara anggota

European Union menggunakan mata uang. Tingkat integrasi ini juga disebut

Economic Union karena juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi negara

anggota, seperti pajak, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal (Wild, Wild dan

Han, 2000).

Political Union. Political Union merupakan kerjasama tertinggi dari

proses integrasi. Political Union dapat menjadi nama lain dari sebuah negara

ketika union secara sungguh-sungguh mencapai tingkat integrasi. Terkadang,

negara-negara yang berkumpul dalam Political Union antara lain adalah karena

alasan sejarah, seperti British Commonwealth yang terdiri dari negara-negara yang

pernah menjadi bagian oleh British Empire. Namun ketika British bergabung

dengan European Union, perlakuan istimewa ini hilang. Sekarang kelompok ini

hanya sebagai forum untuk diskusi dan ikatan sejarah yang sama (Firdaus AH

2011).

2.3 Trade Facilitation

2.3.1 Definisi Trade Facilitation

Trade facilitation, menurut definisi yang digunakan oleh WTO adalah:

“… penyederhanaan dan harmonisasi dari prosedur perdagangan internasional,

termasuk, praktek kegiatan dan formalitas yang terlibat dalam mengumpulkan,

presentasi, komunikasi dan pengolahan data dan informasi lainnya

yang diperlukan untuk pergerakan barang dalam perdagangan internasional” (Dee

& Findlay 2006).

Dalam pengertian sempit, usaha-usaha trade facilitation menunjukkan

logistik perpindahan barang-barang melalui pelabuhan atau yang lebih efisien

melalui perpindahan dokumentasi yang dihubungkan dengan perdagangan antar

negara. Pada tahun-tahun belakangan ini, definisi telah diperluas yang mencakup

lingkungan dimana didalamnya terdapat transaksi perdagangan, transparansi dan

profesionalisme bea cukai dan lingkungan pengaturan sebagaimana harmonisasi

18

dari standarisasi dan dikonversikan terhadap peraturan internasional atau

peraturan regional. Perpindahan ini difokuskan pada usaha trade facilitation

“dalam batas” pada kebijakan domestik dan struktur institusional dimana

pembangunan kapasitas dapat memainkan peranan penting. Sebagai tambahan,

integrasi yang cepat dari jaringan teknologi informasi ke dalam perdagangan yang

berarti bahwa definisi modern dari trade facilitation memerlukan cakupan konsep

teknologi yang baik.

Dalam menerangkan perluasan definisi trade facilitation, definisi trade

facilitation memasukkan secara relatif elemen “batas” yang konkrit seperti

efisiensi pelabuhan dan administrasi bea cukai, dan elemen “di dalam batas”

seperti lingkup kebijakan domestik dan infrastruktur yang memungkinkan

pelaksanaan e-bisnis (Wilson et al 2003).

Dalam publikasi United Nations tahun 2002 yang berjudul “Trade

Facilitation Handbook For the Greater Mekong Subregion” trade facilitation

didefinisikan lebih komprehesif yaitu "pipa perdagangan internasional" dan

berfokus pada implementasi yang efisien dari aturan perdagangan dan regulasi.

Dalam arti yang sempit, trade facilitation dapat didefinisikan sebagai

rasionalisasi sistematis prosedur dan dokumentasi untuk perdagangan

internasional. Dalam arti yang lebih luas, namun mencakup semua langkah-

langkah regulasi yang mempengaruhi aliran impor dan ekspor, termasuk, namun

tidak terbatas pada:

a. Pengawasan bea cukai dalam melakukan langkah-langkah untuk memperoleh

kepatuhan hukum bea cukai dan regulasi.

b. Peraturan teknis untuk memastikan bahwa barang memenuhi standar wajib

ditetapkan dalam hukum dan peraturan nasional.

c. Inspeksi hewan dan produk hewan dan inspeksi fitosanitasi tanaman dan

produk tanaman untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit dan

melindungi hewan dan kehidupan manusia.

d. Pemeriksaan kualitas kontrol lainnya untuk memastikan bahwa barang

tersebut sesuai dengan standar minimum internasional dan standar nasional.

Kemudian sistem komunikasi elektronik dan internet dapat memberikan

kontribusi secara signifikan pada rasionalisasi prosedur dan dokumentasi, trade

19

facilitation dan juga menjadi semakin terkait dengan isu pengembangan e-

commerce. Trade facilitation lebih baik dipahami dalam konteks strategi

pembangunan perdagangan secara keseluruhan yang tujuannya adalah untuk

mengembangkan dan memperluas arus perdagangan yang berkelanjutan untuk

mendukung pembangunan ekonomi suatu negara.

Tujuan utama dari trade facilitation adalah adalah untuk meminimalkan

biaya transaksi dan kompleksitas perdagangan internasional dalam bisnis, dengan

tetap menjaga tingkat efisiensi dan efektifitas dalam kontrol pemerintah. Trade

facilitation tidak hanya keuntungan dari perdagangan. Penelitian yang sedang

berlangsung menunjukkan bahwa keuntungan dari perampingan prosedur

perdagangan dapat melebihi keuntungan dari liberalisasi perdagangan (misalnya,

pengurangan tarif).

Kemampuan negara-negara untuk mengirimkan barang-barang dan jasa-

jasa yang tepat waktu pada kemungkinan biaya terendah adalah faktor kunci dari

integrasi ke dalam ekonomi dunia. Dengan penghapusan hambatan perdagangan

dan ekspansi dalam volume perdagangan, kebijakan yang menghilangkan

hambatan non-tarif dan mempercepat pergerakan barang-barang dan jasa

melewati batas wilayah seperti trade facilitation yang mengedepankan agenda

perdagangan. Definisi trade facilitation tidak henti-hentinya dikembangkan.

Trade facilitation hendak membuat prosedur perdagangan seefisien mungkin

melalui penyederhanaan dan harmonisasi dokumentasi, prosedur, dan arus

informasi (Roy & Bagai 2004).

Sementara kelebihan dari trade facilitation merupakan masalah yang

penting baik negara sedang berkembang dan negara maju karena dapat

berkontribusi pada:

a. Pertumbuhan Ekspor

b. Meningkatkan Daya Saing

c. Meningkatkan Foreign Direct Investmen (FDI)

d. Meningkatkan jumlah perusahaan ukuran kecil dan menengah dalam

perdagangan internasional.

20

2.3.2 Trade Facilitation dan Strategi Pembangunan Perdagangan

Trade facilitation lebih baik dipahami dalam konteks strategi

pembangunan perdagangan secara keseluruhan yang tujuannya adalah untuk

mengembangkan dan memperluas arus perdagangan yang berkelanjutan untuk

mendukung pembangunan ekonomi suatu negara.

Sumber: United Nations (2002) Gambar 3 Trade development strategy

Memang, trade facilitation dapat dilihat sebagai salah satu dari empat

komponen strategi pembangunan perdagangan yang komprehensif. Empat

komponen tersebut antara lain:

1. Trade Facilitation

Trade facilitation memberikan kontribusi kepada strategi pembangunan

perdagangan secara keseluruhan dengan mengoptimalkan penggunaan

infrastruktur perdagangan dan melengkapi upaya promosi perdagangan

dengan meningkatkan citra negara sebagai pusat perdagangan yang efisien.

Hal ini juga memfasilitasi pembangunan dan pengelolaan hubungan

perdagangan dengan membuat perdagangan peraturan dan prosedur yang lebih

transparan dan konsisten dengan konvensi internasional dan standar.

2. Infrastruktur Development

Pembangunan infrastruktur diperlukan untuk memungkinkan penanganan

yang lebih besar volume perdagangan dan meningkatkan diversifikasi barang

yang diperdagangkan dan jasa. Ini mencakup penyediaan utilitas dasar seperti

listrik dan air, tetapi juga pengembangan pergudangan, transportasi,

pengiriman dan infrastruktur teknologi informasi, dan mengatur badan-badan

administratif terkait dan sistem.

Trade Development Strategy

Trade facilitation

Infrastruktur Development

Trade Promotion

Trade Relations Management

21

3. Trade Promotion

Trade Promotion terdiri dari program dan kegiatan untuk mempromosikan dan

mengembangkan perdagangan dengan negara lain. Ini termasuk langkah-

langkah yang akan membantu dalam membangun dan meningkatkan suatu

negara atau partisipasi perusahaan dalam pameran dagang, misi dagang dan

kampanye publisitas, serta memberikan informasi dan saran pada prospek

pasar luar negeri, kontak dan akses. Secara khusus, melibatkan bagaimana

sebuah negara membantu para eksportir untuk memasuki dan memperluas ke

pasar luar negeri dan bagaimana membuat produk-produknya yang kompetitif.

4. Trade Relations Management

Hubungan perdagangan internasional melibatkan pengembangan hubungan

perdagangan baik dengan negara lain untuk melindungi kepentingan

perdagangan suatu negara dan untuk menjamin akses pasar untuk produk dan

layanan. Ini juga mencakup isu-isu tentang cara menanggapi pembatasan yang

diberikan pada produk oleh negara pengimpor. Hubungan perdagangan

biasanya dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu:

a. Hubungan Bilateral, misal: hubungan antar dua negara

b. Hubungan Regional, misal: perjanjian perdagangan regional, ASEAN FTA

(AFTA)

c. Hubungan Multilateral, misal: WTO

2.4 Faktor-Faktor Penunjang Arus Perdagangan

2.4.1 Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto)

Gross Domestic Product (GDP) suatu negara adalah ukuran kapasitas

untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Kapasitas perekonomian

suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan

produksinya. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang

memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat

diproduksi oleh sebuah negara dengan menggunakan semua sumberdayanya

dengan teknologi terbaik yang dimilikinya.

Jika diasumsikan negara memproduksi komoditi ekspor X, apabila

terjadi kenaikan GDP, maka suatu negara akan menambah kapasitas negara untuk

22

memproduksi komoditi X untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Besar perubahan

GDP yang terjadi menggambarkan pertambahan produksi domestik suatu negara.

Adanya peningkatan GDP dan asumsi konsumsi masyarakat sama, maka negara

akan mengekspor komoditi X menjadi lebih banyak dari sebelumnya.

2.4.2 Tarif

Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk komoditi yang

diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan

perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai

sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi,

ada dua macam tarif, yakni tarif impor (import tariff) dan tarif ekspor (expor

tariff). Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang

diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor adalah pajak untuk suatu

komoditi yang diekspor. Apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada

beberapa jenis tarif, yaitu tarif spesifik, tarif ad valorem, dan tarif campuran. Tarif

spesifik (specific tariff) dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor

(misalnya pungutan 3 dolar untuk setiap barel minyak). Tarif ad valorem (ad

valorem tariff) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase

tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya suatu negara

memungut tarif 25 persen atas nilai atau harga dari setiap unit mobil yang

diimpor). Sedangkan tarif campuran (compound tariff) adalah gabungan dari

keduanya (Salvatore 1997).

2.4.3 Jarak Antara Negara

Jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu

negara dalam melakukan ekspor. Biaya transportasi adalah salah satu faktor

penghambat perdagangan internasional. Jarak meningkatkan biaya transaksi

pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh terpisah suatu negara

dengan yang lain semakin besar pula biaya transportasi pada perdagangan

diantara keduanya. Dengan adanya biaya transportasi keuntungan yang diterima

oleh suatu negara dari perdagangan internasional semakin kecil. (Krugman 2003)

mempertimbangkan jarak kedua negara sebagai determinan penting untuk pola

perdagangan geografis.

23

2.5 Faktor-Faktor Penunjang Arus Perdagangan yang Berkaitan dengan Trade Facilitation

2.5.1 Efisiensi Pelabuhan dan Infrastruktur

Efisiensi pelabuhan merupakan salah satu faktor penting dari pengukuran

trade facilitation, efisiensi ini biasanya berjalan beriringan dengan pembangunan

infrastruktur pelabuhan dimana dengan pembangunan infrastruktur

memungkinkan penanganan volume perdagangan yang lebih besar dan

meningkatkan diversifikasi barang yang diperdagangkan. Ini mencakup

penyediaan utilitas dasar seperti listrik dan air, tetapi juga pengembangan

pergudangan, transportasi, pengiriman dan infrastruktur teknologi informasi, dan

mengatur badan-badan administratif terkait dan sistem. Dalam penellitian ini

Efisiensi pelabuhan yang berhubungan dengan infrastruktur diproksi dengan

variabel kualitas pelabuhan, hal juga dilakukan oleh Wilson et al (2005).

Menurut Wilson et al (2003) menunjukkan bahwa perbaikan dalam

efisiensi pelabuhan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

perdagangan dan diikuti oleh perbaikan bea cukai dan pelaksanaan e-commerce

dalam lingkungan bisnis pelabuhan dan bandara.

2.5.2 Efisien Prosedur Kepabeanan

Efisien Prosedur Kepabeanan merupakan gambaran dari kinerja

kepabeanan setiap negara. Pada dimensi trade facilitation efisiensi prosedur

kepabeanan berada dalam lingkup custom environment. Dalam penelitian

Portugal dan Wilson (2009), dijelaskan bahwa prosedur kepabeanan dalam

konteks yang luas, bea cukai bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan

perdagangan di perbatasan suatu negara. Ini melibatkan, misalnya, penetapan

tarif yang sesuai, verifikasi barang impor dengan persyaratan peraturan di suatu

negara dan internasional, dan mencegah barang impor yang dilarang atau tidak

aman. Dalam penelitian Wilson et al (2005) custom environment memberikan

dampak yang baik terhadap arus perdagangan di berbagai kawasan ekonomi.

2.5.3 Biaya Administrasi Impor

Dalam penelitian ini biaya administrasi impor yang digunakan mencakup

biaya yang dikenakan pada kontainer 20-kaki dalam dolar AS. Semua biaya yang

24

terkait dengan menyelesaikan prosedur untuk mengekspor atau mengimpor barang

disertakan. Ini termasuk biaya untuk dokumen, biaya administrasi untuk bea cukai

dan pengawasan teknis, biaya broker pabean, biaya terminal handling dan

transportasi darat. Ukuran biaya tidak termasuk pajak atau pajak perdagangan.

Disini hanya biaya resmi yang dicatat.

Biaya administrasi impor menurut penelitian Anderson dan Wincoop

(2003) termasuk ke dalam biaya perdagangan internasional. Mengurangi biaya

perdagangan akan memiliki implikasi kesejahteraan yang besar. Karena kebijakan

biaya perdagangan bernilai lebih dari 10% pendapatan nasional suatu negara.

Biaya administrasi impor juga digunakan dalam penelitian Martines dan Marques

(2008).

2.6 Gravity Model

Model gravitasi adalah salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk

mengestimasi berapa besarnya nilai barang yang keluar dan masuk di suatu

wilayah. Gravity model pertama kali dikembangkan oleh Tinberger (1962) dan

Poyhonen (1963) untuk menjelaskan aliran perdagangan bilateral oleh mitra

dagang pada GNP dan jarak geografi antar negara.

Model ini disebut gravity model, karena menggunakan suatu perumusan

yang sama dengan model gravitasi Newton, dimana interaksi antara dua objek

adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-

masing. Dalam bentuknya yang paling umum, konsep gravitasi dapat dirumuskan

sebagai berikut (Baldwin & Taglioni 2006).

𝐼𝑖𝑗 = 𝑘𝐴𝑖𝑎𝐴𝑗

𝑏

𝑑𝑖𝑗𝑐 (2.1)

dimana :

Iij = Taksiran tingkat interaksi antara wilayah i dengan j

Ai, Aj = Besarnya daya tarik wilayah i dan j

dij = Ukuran jarak antar wilayah i dan j

k = Konstanta

a, b, c = Parameter Dugaan

25

Interaksi antara i dan j (Iij) mencerminkan nilai dari aliran perdagangan

suatu komoditas dari wilayah i ke wilayah j. Aliran perdagangan tersebut tidak

hanya terbatas pada aliran perdagangan yang terjadi di tingkat negara tetapi juga

meliputi arus perdagangan di wilayah bawahnya (propinsi/kabupaten). Di tingkat

negara, penerapan model gravitasi tidak hanya diterapkan pada aliran

perdagangan antar dua negara melainkan juga dapat diterapkan lebih dari dua

negara, misalnya aliran perdagangan antar negara ASEAN, APEC, dan EROPA

UNION. Umumnya variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur besarnya

daya tarik wilayah i dan j (A) adalah jumlah penduduk, Produk Domestik Bruto

(PDB) ataupun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), nilai tukar, harga

relatif komoditas yang diperdagangkan, dan lain-lain. Sedangkan variabel jarak

(dij) dapat diukur melalui pendekatan biaya transportasi.

Kemudian Beers (2000), memperlihatkan standar gravity model dalam

bentuk logaritma adalah sebagai berikut :

Log Xij = β0 + β1logYi + β2logYj + β3logNi + β4logNj + β5logDij +

β6logPij + uij (2.2)

dimana :

Xij : Komoditi aliran perdagangan bilateral dari negara i ke negara j

Yi : GDP negara i

Yj : GDP negara j

Ni : Populasi negara i

Nj : Populasi negara j

Dij : Jarak antara negara i dan j

Pij : Dummy

uij : standar error

Model di atas menggambarkan pola normal atau sistematik dari

perdagangan dunia yang digambarkan oleh determinan natural dari volume

perdagangan seperti Yi, Yj, Ni, Nj, dan Dij. Variabel dummy integrasi ekonomi

diperkenalkan untuk menjelaskan deviasi dari pola perdagangan ini pada faktor

26

preferensial perdagangan. Variabel jarak bilateral dipakai untuk setiap aliran

perdagangan bilateral. Spesifikasi model mengasumsikan bahwa rintangan

hubungan jarak pada perdagangan menyebabkan timbulnya hambatan yang sama

per unit jarak pada perdagangan dalam setiap arah. Anderson (1979),

memperoleh persamaan gravity secara bersama-sama dengan memasukkan

fungsi jarak bilateral ke dalam persamaan yang menunjukkan ”bahwa aliran dari i

ke j tergantung pada jarak ekonomi dari i ke j relatif terhadap rata-rata terbobot

perdagangan pada jarak ekonomi dari i ke semua titik dalam sistem”.

Modifikasi gravity model mengingatkan akan jarak bilateral relatif

terhadap rata-rata terbobot dari jarak pengimpor ke semua para supplier yang

potensial. Jika jarak bilateral tinggi dibandingkan dengan jarak rata-rata ke

semua pengekspor potensial, pengimpor dilokasikan secara relatif kurang baik

dan oleh sebab itu perdagangan bilateral menjadi menurun. Apabila pengimpor j

dilokasikan secara relatif kurang baik, misalnya jarak efektif yang tinggi sebagai

spesifikasi dalam persamaan di atas, hal tersebut masih menyisakan kemungkinan

bahwa lokasi tersebut secara relatif menguntungkan dari perspektif pengekspor

karena secara relatif akhirnya lokasi yang kurang baik menyebabkan tingginya

rata-rata jarak untuk semua demanders potensial. Aliran perdagangan bilateral

akan berpengaruh positif karena dampak spesifik tersebut (Beers 2000).

2.7 Metode Regresi Data Panel

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan untuk melihat dampak trade

facilitation terhadap arus perdagangan internasional maupun bilateral

menggunakan beberapa metode analisis. Wilson et al (2003), Wilson et al (2005),

dan; Shepherd dan Wilson (2008) menggunakan regresi data panel gravity.

Walkenhorst dan Yasui (2003) serta Kim dan Park (2006) menggunakan model

GTAP.

Disesuaikan dengan kondisi data yang digunkan, maka metode regresi

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel dengan model

gravitasi. Baltagi (2005) mengungkapkan beberapa keunggulan dalam

penggunaan metode data panel sebagai berikut:

27

1) Mampu mengontrol heterogenitas individu karena estimasi dapat dilakukan

secara eksplisit dengan memasukkan unsur heterogenitas individu.

2) Mampu memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar

peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien.

3) Sangat baik digunakan dalam studi yang bersifat dynamics of adjustment,

sehingga sangat sesuai untuk mengukur perubahan dinamis karena berkaitan

dengan observasi cross section yang terjadi berulang.

4) Sangat baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak mampu

dideteksi dalam data cross section saja atau data time series saja.

5) Dapat digunakan untuk mengkonstruksi dan menguji model perilaku yang

lebih kompleks dibandingkan dengan data cross section atau data time series.

Penggunaan metode data panel juga memiliki beberapa keterbatasan

terutama jika pengumpulan data menggunakan metode survei. Beberapa

keterbatasanmya adalah:

1) Permasalahan dalam desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data

akibat besarnya unit observasi dalam data panel. Permasalahan tersebut

terkait dengan cakupan (coverage), nonresponse, kemampuan daya ingat

responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara.

2) Distorsi kesalahan dalam pengamatan (measurement errors). Kesalahan

dalam pengukuran umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai,

pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan sebagainya.

3) Permasalahan selektivitas (selectivity) yang mencakup:

a. Self-selectivity: permasalahan karena data yang dikumpulkan untuk

penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada.

b. Non-response: permasalahan yang muncul dalam panel data ketika ada

ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden.

c. Attrition: jumlah responden yang cenderung berkurang pada putaran

survei berikutnya yang biasanya terjadi karena responden pindah,

meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi

4) Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya

mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu.

28

5) Cross-section dependence. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan contoh,

data panel yang sifatnya makro dengan unit observasi negara dan saling

memiliki ketergantungan antara negara yang satu dengan negara lainnya.

Jika series mencakup waktu yang panjang maka akan mengabaikan cross-

country dependence sehingga menyebabkan penarikan kesimpulan yang salah

(misleading inference).

2.8 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Wilson et al (2003) menganalisis hubungan antara trade facilitation,

arus perdagangan dan GDP per kapita untuk sektor barang-barang di negara

APEC dengan menggunakan empat indikator dari trade facilitation, yaitu

efisiensi pelabuhan, custom environment, regulasi, dan e-bisnis. Penelitiannya

menunjukkan bahwa perbaikan dalam efisiensi pelabuhan mempunyai pengaruh

yang positif dan signifikan terhadap perdagangan dan diikuti oleh perbaikan bea

cukai dan pelaksanaan e-bisnis. Sedangkan indikator regulasi mempunyai

pengaruh negatif dan signifikan terhadap perdagangan manufaktur APEC.

Manfaat dari perbaikan trade facilitation akan meningkatkan perdagangan intra-

APEC sebesar $254 milyar dan GDP per kapita sebesar 4,3 persen.

Penelitian lanjutan dilakukan oleh Wilson et al (2005) dalam

penelitiannya juga menggunakan gravity model untuk mengestimasi hubungan

antara trade facilitation dan arus perdagangan pada barang-barang manufaktur

selama 2000-2001 di 75 negara. Mereka menggunakan empat indikator dalam

trade facilitation, yaitu efisisensi perdagangan, bea cukai, regulasi, dan jasa

sektor infrastruktur. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa perbaikan dalam

trade facilitation meningkatkan ekspor dan impor di setiap negara dan dunia.

Hasil lain menunjukkan bahwa total keuntungan dalam arus perdagangan pada

barang-barang manufaktur dari perbaikan trade facilitation adalah $377 milyar.

Penelitian Walkenhorst dan Yasui (2003) menganalisis dampak biaya

transaksi perdagangan terhadap manfaat perdagangan dunia dengan menggunakan

analisis GTAP. Dari hasil penelitian memperkirakan bahwa pengurangan satu

persen biaya transaksi perdagangan untuk perdagangan barang akan membawa

keuntungan tahunan sekitar Rp 40 miliar di seluruh dunia. Sebagian besar

29

keuntungan akan menguntungkan negara-negara berkembang secara relatif dan

tidak ada yang dirugikan. Hasil estimasi juga menunjukkan share perdagangan

terhadap GDP akan meningkat lebih baik pada kawasan Timur Tengah & Afrika

Utara yaitu sebesar 0,27 persen, Non-OECD Asia Pasifik sebesar 0,25 persen,

OECD Eropa sebesar 0,19 persen dan Sub-Sahara Afrika sebesar 0,18 persen.

Penelitian Shepherd dan Wilson (2008), pada penelitian ini menunjukkan

bahwa impor dan ekspor dengan biaya bervariasi di negara-negara anggota, mulai

dari sangat rendah ke tingkat yang cukup tinggi. Tarif dan hambatan non-tarif

pada umumnya rendah sampai sedang. Kualitas Infrastruktur dan layanan

berbagai sektor memiliki daya saing dari tingkatan adil (fair) sampai tingkatan

sangat baik (excelent). Menggunakan model gravitasi standar, penulis

menemukan bahwa arus perdagangan di Asia Tenggara sangat sensitif

(particulary sensitive) untuk infrastruktur transportasi dan teknologi informasi

serta komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi wilayah berada

membuat keuntungan ekonomi yang signifikan dari reformasi perdagangan

fasilitasi. Keuntungan ini bisa jauh lebih besar daripada yang dari reformasi tarif

sebanding (comparable tariff reforms). Diperkirakan bahwa meningkatkan

fasilitas pelabuhan di kawasan itu, misalnya, bisa memperluas perdagangan

hingga 7,5 persen atau 22 miliar US$. Para penulis menafsirkan ini sebagai

indikasi dari peran penting infrastruktur transportasi dapat berguna dalam

meningkatkan perdagangan intra-regional.

Kemudian penelitian Martinez dan Marquez (2008) menganalisis

pengaruh trade facilitation terhadap arus perdagangan di tingkat sektoral. Data

yang digunakan adalah prosedur dalam melakukan ekspor dan impor barang

dengan fokus penelitian pada jumlah dokumen dan waktu yang dibutuhkan

(clearence time) dalam menyelesaikan administrasi prosedur ekspor dan impor.

Menggunakan model gravitasi dengan penduga OLS, PPML dan model Havey,

pada 13 negara ekportir dan 167 negara importir. Penelitian ini menunjukkan arus

perdagangan akan meningkat dengan menurunkan biaya transportasi dan

menurunkan hari yang dibutuhkan untuk berdagang. Hasil penelitian ini juga

menunjukkan bahwa peningkatan trade facilitation tidak hanya memberikan

30

manfaat kepada negara yang sedang berdagang atau satu negara saja, tapi juga

kepada negara tujuan yang berdagang.

Sementara pada penelitian ini juga membandingkan dengan penelitian-

penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang dampak trade facilitation terhadap

arus perdagangan dan peranannya bagi perkembangan negara-negara yang

diobservasi. Bedanya penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada

fokus penelitian yaitu mengakaji pada kerjasama yang lebih luas pada kawasan

ASEAN, yaitu pada ASEAN+3 dimana perluasan ini akan memberikan dampak

yang berbeda dan lebih besar terhadap perekonomian negara-negara ASEAN+3.

Pada penelitian ini menggunakan model panel gravity yang menganalisis dampak

trade facilitation terhadap arus perdagangan di negara-negara ASEAN+3.

2.9 Kerangka Pemikiran

Kerjasama ASEAN+3 FTA yang ditandatangani pada bulan Oktober

2009, akan berimplikasi pada arus perdagangan di ASEAN+3 FTA. Implementasi

ASEAN+3 FTA memberikan dampak yang terbatas terhadap arus perdagangan

bilateral antar negara anggota. Sehingga menyebabkan perubahan pada nilai

perdagangan antar negara anggota. Dalam merespon dampak yang terbatas

tersebut maka diperkenalkan pengukuran trade facilitation. Dimana dengan

adanya pengukuran trade facilitation ini diharapkan dapat memberikan pengaruh

yang signifikan pada perekonomian masing-masing negara dalam rangka

meningkatkan volume perdagangan diantara negara anggota ASEAN+3 FTA.

Pemodelan yang dibangun disesuaikan dengan fenomena dan ketersediaan

data yang ada, dengan batasan penelitian sebagai berikut:

31

Keterangan: : tidak dibahas dalam Penelitian

Gambar 4 Kerangka pemikiran 2.10 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. GDP per kapita suatu negara berhubungan positif dengan arus

perdagangan. Peningkatan GDP per kapita suatu negara dengan lawan

dagangnya menyebabkan perdagangan bilateral diantara keduanya akan

meningkat.

2. Kualitas pelabuhan dan efisiensi prosedur kepabeanan memiliki hubungan

yang positif terhadap arus perdagangan.

3. Biaya administrasi yang diperlukan dalam impor memiliki hubungan yang

negartif terhadap arus perdagangan.

4. Jarak dan tarif berhubungan negatif terhadap arus perdagangan.

Trade facilitation

Kerjasama ASEAN+3

Trade facilitation

Model Panel Gravity

Perdagangan Multilateral

Intra ASEAN+3

Infrastruktur Development

Trade Promotion

Trade Relations Management

Trade Development Strategy

Implikasi Kebijakan

• GDP riil per kapita negara eksportir

• GDP riil per kapita negara importir

• Jarak • Tarif • Nilai Tukar Riil

• Kualitas Pelabuhan • Efisiensi Prosedur

Kepabeanan • Biaya Impor

32

5. Depresiasi nilai tukar berpengaruh positif terhadap arus perdagangan

impor. Artinya, makin terdepresiasi nilai tukar riil maka volume impor

akan meningkat.