Upload
buinhan
View
258
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jagung dan Tepung Jagung
1. Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecioes) dan
termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman jagung diklasifikasikan dalam
kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, klas
Monocotyledonae, ordo Graminae, famili Graminaceae, genus Zea, dan spesies
Zea mays L. (Rukmana 2005). Jagung tumbuh baik di daerah beriklim sedang
yang panas, daerah beriklim sub tropik basah, namun dapat pula tumbuh baik di
daerah tropis.
Komposisi jagung lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung,
dan rambut. Kelobot merupakan kelopak atau daun buah yang berguna sebagai
pembungkus dan pelindung biji jagung. Komposisi biji jagung dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1 Komponen jagung(Geochembio 2009)
Tongkol jagung merupakan gudang penyimpanan cadangan makanan.
Tongkol jagung merupakan tempat menyimpan pati, protein, minyak/lemak dan
hasil lain untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol. Selain itu,
di dalam tongkol juga terjadi pembentukan lembaga. Panjang tongkol bervariasi
antara 8-12 cm dan biasanya mengandung 300-1000 biji jagung (Riyani 2007).
5
Biji jagung melekat pada tongkol jagung dan berbentuk bulat atau gigi
kuda tergantung varietasnya. Warna biji jagung bervariasi dari putih, kuning,
merah, dan ungu sampai hampir hitam. Berdasarkan pembagian fungsi, jagung
putih lebih banyak digunakan di dalam industri pangan, sedangkan jagung kuning
banyak dipakai untuk industri pakan (Sayekti 1999 diacu dalam Lopulalan 2008).
Rambut merupakan tangkai putik yang sangat panjang yang keluar dari ujung
kelobot melalui sela-sela biji.
Anatomi biji jagung terdiri dari kulit perikarp (5.3%), endosperm (82.9%),
lembaga (11.1%), dan tudung pangkal biji (0.8%) (Watson 2003 yang diacu dalam
Lopulalan 2008). Bagian terbesar dari biji jagung yaitu endosperm. Endosperm
jagung terdiri dari dua bagian yaitu endosperm keras (horny) dan endosperm
lunak (floury). Lapisan keras memiliki 1,5% sampai 2,0% kandungan protein
lebih besar dibandingkan lapisan lunak dan tidak rusak selama pengeringan.
Bagian endosperm lunak mengandung pati yang lebih banyak. Jagung yang
normal mengandung 11,5 % lembaga dari berat biji jagung. Bagian terkecil pada
biji jagung adalah tip cap atau tudung pangkal. Tudung pangkal biji dapat tetap
ada atau terlepas dari biji selama proses pemipilan jagung.
Komponen utama yang terdapat dalam jagung adalah karbohidrat sebesar
60% diikuti dengan lemak dan protein. Karbohidrat utama pada jagung hibrida
adalah pati yang terdiri dari amilosa (1000 unit glukosa) 70-75% dan amilopektin
(lebih dari 40.000 unit glukosa). Jagung normal mengandung amilosa sekitar 27%
dan amilopektin sekitar 73 %. Keduanya merupakan polimer dengan bobot
molekul yang tinggi. Polimer tersebut tersusun dari unit–unit D-glukosa. Sukrosa
merupakan komponen gula utama pada jagung. Sukrosa terdapat pada bagian
lembaga sebanyak 75% dan bagian endosperm sebanyak 25%. Dalam biji jagung
terdapat serat kasar sebanyak 2.1-2.3% terdiri 41-46% hemiselulosa di dalam kulit
ari (Inglet 1970 diacu dalam Lopulalan 2008). Komposisi kimia beberapa macam
produk jagung diperlihatkan Tabel 1 dan komposisi kimia bagian-bagian biji
jagung dapat dilihat pada Tabel 2.
6
Tabel 1 Kandungan gizi beberapa macam produk jagung
Kandungan giziBanyaknya kandungan gizi dalam:JSK JKPB JGK MZ TJK
Kalori (kal) 140 307.00 371.00 343.00 335.00Protein (g) 4.70 7.90 8.70 0.30 9.20Lemak (g) 1.30 3.40 4.50 0.00 3.90Karbohidrat (g) 33.10 63.60 72.40 85.00 73.70Kalsium (mg) 6.00 9.00 9.00 20.00 10.00Fosfor (mg) 118.00 148.00 380.00 30.00 256.00Zat besi (mg) 0.70 2.10 4.60 1.50 2.40Vitamin A (SI) 435.00 440.00 350.00 0.00 510.00Vitamin B1 (mg) 0.24 0.33 0.27 0.00 0.38Vitamin C (mg) 8.00 0.00 0.00 0.00 0.00Air (g) 60.00 24.00 13.10 14.00 12.00Bagian yang dapat dimakan (%) 90.00 90.00 100.00 100.00 100.00Keterangan: JSK (Jagung segar kuning), JKPB (Jagung kuning pipilan baru), JGK (Jagung giling
kuning), MZ (Maizena), TJK (Tepung jagung kuning)
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Rukmana (2005)
Tabel 2 Komposisi kimia bagian-bagian biji jagung
Sumber: Watson (2003)
Protein yang terbanyak dalam jagung adalah zein dan glutelin. Zein
merupakan prolamin yang tak larut dalam air. Zein memilki komposisi asam
amino yang tinggi kandungan asam glutamat, proline, leusin, dan alanin tetapi
rendah pada kandungan lisin dan metionin. Glutelin memiliki jumlah asam amino
lisin, arginin, triptofan, dan histidin yang lebih tinggi daripada zein, tetapi
kandungan asam glutamatnya lebih rendah. Protein yang terkandung pada jagung
mencapai 10% dari biji utuh.
KomponenKadar (%)
Pati Protein Lipid Gula Abu Serat
Biji utuhEndospermLembagaPerikarp (kulit)Tip cap
73,487,68,37,36,3
9,18,018,43,79,1
4,40,8
33,21,03,8
1,90,6
10,80,31,6
1,40,310,50,81,6
9.51,514
90.795
7
Lemak jagung sebagian besar terdapat pada lembaganya yaitu sebesar
85%. Jagung yang mengandung lemak yang tinggi cenderung mempunyai ukuran
lembaga yang lebih besar dengan endosperm yang berukuran lebih kecil.
Kandungan lipid terutama adalah triasilgliserols (TAGs), yaitu sekitar 95%. Selain
itu, biji jagung juga mengandung fosfolipida, glikolipida, hidrokarbon, fitosterol
(sterol dan stanol), asam lemak bebas, dan waxes yang jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan dengan TAGs. Asam lemak penyusun minyak jagung terdiri atas
asam lemak tak jenuh seperti linoleat (59%) dan oleat (25%) serta lemak jenuh
yang berupa palmitat (12%) dan stearat (2%).
Vitamin yang tedapat pada biji jagung adalah vitamin larut air yaitu niasin,
asam pantotenat, riboflavin, dan thiamin. Jagung mengandung niasin tetapi sekitar
50-80% berada dalam bentuk ikatan niacytin, sehingga jagung masih dikatakan
kekurangan niasin. Serealia umumnya miskin vitamin B yang larut dalam air.
Kandungan mineral yang terkandung dalam jagung terutama dalam bagian
lembaga yaitu hampir sebesar 75% dari total mineral. Jenis mineral tersebut
adalah kalsium, fosfor, kalium, magnesium, besi, natrium, dan sulfur. Jagung kaya
akan fosfor dan kalium, tetapi miskin kandungan kalsium (Berger 1962 diacu
dalam Lopulalan 2008). Komposisi kimia jagung bervariasi tergantung pada jenis
varietas, cara tanam, iklim dan tingkat kematangan (Rukmana 2005).
Rukmana (2005) membagi jagung menjadi tujuh kelompok varietas
berdasarkan bentuk dan kandungan pati dalam biji (endosperm) yaitu jagung gigi
kuda atau dent corn (Zea mays indentata), jagung mutiara atau flint corn (Zea
mays indurata), jagung manis atau sweet corn (Zea mays saccharata), jagung
berondong atau pop corn (Zea mays everta), jagung tepung atau flour corn (Zea
mays amylacea), jagung polong atau pod corn (Zea mays tunicata), dan jagung
pulut atau waxy corn (Zea mays ceratina).
2. Tepung jagung
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh
dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays LINN.) yang bersih dan baik.
Syarat mutu tepung jagung SNI 01-3727-1995 dapat dilihat pada Tabel 3.
8
Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses
memisahkan endosperm, kulit, lembaga dan tip cap.
Tabel 3 Syarat mutu tepung jagung (SNI 01-3727-1995)
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Bau
Rasa
Warna
Benda-benda asing
-
-
-
-
Normal
Normal
Normal
Tidak boleh ada
Serangga dalam bentuk stadia dan
potong-potongan
- Tidak boleh ada
Jenis pati selain pati jagung - Tidak boleh ada
Kehalusan
Lolos ayakan 80 mesh
Lolos ayakan 60 mesh
%
%
Min. 70
Min 99
Air % b/b Maks. 10
Abu % b/b Maks. 1.5
Silikat % b/b Maks. 0.1
Serat kasar % b/b Maks. 1.5
Derajat asam ml N NaOH/100 g Maks. 4.0
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Raksa (Hg)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks. 1.0
Maks. 10.0
Maks.40.0
Maks.0.05
Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks.0.5
Cemaran mikroba
Angka lempeng total
E. coli
Kapang
Koloni/g
APM/G
Koloni/g
Maks.5x106
Maks. 10
Maks.104
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1995).
9
Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung
dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang
tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperm karena dapat membuat
tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang
paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang
terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap merupakan
tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan
bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar.
Apabila pemisahan tip cap tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam
pada tepung.
Proses pembuatan tepung jagung dilakukan secara dry milling. Produk
yang dihasilkan dari penggilingan kering biji jagung adalah grits, meal dan flour
(tepung). Tahapan pertama yang dilakukan adalah pembersihan biji jagung.
Kemudian, jagung digiling dengan menggunakan hammer mill. Tahap selanjutnya
dilakukan pengeringan jika diperlukan. Pembuatan tepung jagung tersebut
menggunakan ayakan yang berukuran 120 mesh, sehingga tepung yang dihasilkan
seragam. Pada pengolahan secara dry milling semua bagian biji jagung tergiling
sehingga tidak ada pemisahan komponen biji jagung.
B. Cookies
1. Definisi cookies
Cookies merupakan kue kering manis yang kecil-kecil. Cookies memiliki
kadar air 1-5% dan memiliki kadar lemak serta gula yang tinggi (Pareyt et al.
2009). Cookies merupakan salah satu jenis biskuit. Semua jenis cookies terbuat
dari tepung lemah dengan kandungan protein rendah. Cookies dalam industri
pangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan adonan dan jenis
oven yang digunakan (Lallemand 2000). Ketiga jenis cookies tersebut adalah
rotary-mold, cutting machine, dan wire-cut.
Cookies tipe rotary-mold dibuat dari adonan yang dimasukkan ke dalam
cetakan pada drum yang berputar. Ketika drum tersebut berputar, adonan keluar
melalui lubang dan ditempatkan pada tunnel oven untuk dipanggang. Formulasi
cookies rotary-mold mengandung kadar gula dan lemak sedang, tetapi kadar
10
airnya rendah. Cookies cutting-machine dibuat dari adonan yang mengandung
gula dan lemak yang rendah. Cookies jenis ini mengandung kadar air yang lebih
tinggi dibandingkan dengan cookies rotary-mold. Oleh karena itu, sebagian gluten
mengembang selama pencampuran yang mengikat dan menyatukan adonan
selama pencetakan sehingga cookies dapat dipotong.
Cookies wire-cut dibuat secara extruding dari adonan lunak yang
mengandung gula, lemak, dan telur yang tinggi. Adonan keluar dari sebuah mulut
dan dipotong dengan bentuk tertentu oleh kawat (wire). Cookies wire-cut
mengalami pengembangan selama pemanggangan. Jika kadar gula dan air
ditambahkan maka adonan akan lebih liat sehingga akan mengembang sebelum
dan sesudah pemanggangan (Lallemand 2002). Formula cookies rotary-mold,
cutting machine, dan wire cut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Formula cookies rotary-mold, cutting machine, dan wire cut
Bahan Rotary-mold Cutting machine Wire cut
Tepung 100% 100% 100%
Gula 20-50% 25% 30-75% (bervariasi)
Lemak 25-40% 25% 30-60% (bervariasi)
Air 10% (bervariasi) 10-20% (bervariasi) 10-20% (bervariasi)
Pengembang 5% (bervariasi) 5% (bervariasi) 5% (bervariasi)
Garam 1.5% 1.5% 1.5%
Telur 0-5% (bervariasi) 0-5% (bervariasi) 7.5-10%
Flavour (bervariasi) (bervariasi) (bervariasi)
Susu bubuk 0-2% (bervariasi) 0-2% 0-2% (bervariasi)
Sumber: Lallemand (2002)
Cookies merupakan salah satu jenis biskuit. Menurut Standar Nasional
Indonesia (1992), biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras
(hard biscuit), crackers, wafer, dan cookies. Biskuit keras adalah jenis biskuit
manis yang terbuat dari adonan keras, berbentuk pipih, jika dipatahkan
penampang potongnya bertekstur padat. Crackers komposisinya serupa dengan
cookies, tetapi dari segi rasa lebih asin daripada rasa manis, tetapi ada juga
11
crackers tidak berasa asin. Crackers dibuat melalui proses fermentasi atau
pemeraman, berbentuk pipih, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongnya
berlapis-lapis. Wafer adalah cookies yang terdiri dari lapisan tipis berisi (filling).
Wafer adalah jenis biskuit yang berpori-pori kasar, renyah, dan bila dipatahkan
penampang potongannya berongga-rongga. Cookies terbuat dari adonan lunak,
berkadar lemak tinggi, bersifat renyah, dan bila dipatahkan penampang potongan
bertekstur kurang padat. Manley (2001) membuat parameter pengklasifikasian
biskuit yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Klasifikasi biskuitParameter Dasar klasifikasi
Penamaan Tekstur dan kekerasan seperti biscuit,
crackers, cookies
Metode pembuatan adonan Fermentasi, pengembangan, pelapisan,
pemotongan, pencetakan, ekstruksi, dll
Formula Penambahan gula dan lemak
Sumber : Manley (2001)
2. Persyaratan mutu cookies
Agar cookies dapat diterima oleh masyarakat, mutu cookies harus
diperhatikan. Mutu cookies yang dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi yang
digunakan dan proses pembuatannya. Komposisi yang tidak sesuai dapat
menyebabkan penyimpangan pada produk cookies yang dihasilkan. Proses
pembuatan yang tidak baik seperti pencampuran yang tidak merata atau
pemanggangan yang yang terlalu cepat dapat menyebabkan cookies yang tidak
baik. Penyimpangan yang dapat terjadi pada cookies seperti halnya pada biskuit
dapat dilihat pada Tabel 6. Mutu cookies jagung mengacu kepada persyaratan
cookies dalam SII-0177-78 yang dapat dilihat pada Tabel 7. SII adalah standar
industri Indonesia yang dikeluarkan oleh departemen perindustrian.
12
Tabel 6 Penyimpanan produk akhir biskuit dan penyebabnya
Jenis penyimpangan PenyebabKeras Kurang lemak, kurang airPucat Proporsi bahan kurang tepat, oven kurang panasBentuk tidak rata Pencampuran tidak rata
Penanganan tidak hati-hatiPanas tidak merata
Warna coklat tidak merata Bentuk tidak seragam, panas tidak merataHambar dan berat Proporsi bahan penyusun tidak seimbangKeras dan porous Pencampuran tidak tepatKasar dan kering Pencampuran tidak tepat
Adonan terlalu keras dan kenyalPermukaan keras Penanganan terlalu lama
Pemanggangan terlalu lamaBerminyak dan rapuh Suhu terlalu tinggi, terlalu banyak lemakSumber : Widjayanti (2005)
Tabel 7 Syarat mutu cookies (SII-0177-78)Parameter Syarat Mutu
Keadaan (Bau, warna, rasa, tekstur) Normal
Kadar Air, % b/b Maksimum 5
Protein, % b/b Maksimum 6
Kadar abu, % b/b Maksimal 2
Bahan tambahan pangan
Pewarna dan pemanis buatan Yang tidak diizinkan tidak boleh ada
Cemaran logam
Tembaga (Cu), mg/kg Maksimum 10
Timbal (Pb), mg/kg Maksimum 1
Seng (Zn), mg/kg Maksimum 40
Merkuri (Hg), mg/kg Maksimum 0.5
Arsen (As ), mg/kg Maksimum 1.5
Cemaran mikroba
Angka komponen total, koloni/g Maksimum 1 x 106
Koliform, APM/g Maksimum 20
E. coli, APM/g Kurang dari 3
Kapang, koloni/g Maksimum 10
13
C. Bahan Penyusun Cookies
Dalam pembuatan cookies diperlukan bahan-bahan yang dibagi dalam dua
kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan pengikat adalah
tepung, air, padatan susu, telur dan putih telur. Bahan pelembut adalah gula,
lemak, baking powder, dan kuning telur. Selain itu, bahan-bahan penyusun
cookies juga dapat dibagi menjadi bahan utama dan bahan tambahan. Di dalam
pembuatan cookies, terigu, telur, gula dan lemak merupakan bahan utama
(Ashwini et al. 2009)
1. Bahan utama
1.1 Terigu
Tepung adalah struktur pokok dari semua jenis biskuit (Hadinezhad dan
Butler 2009) yang dapat mengikat bahan baku lain pada cookies. Salah satu
contohnya adalah terigu. Terigu memiliki keistimewaan yaitu mengandung
sejenis protein yang tidak larut di dalam air yang disebut gluten, yang bersifat
kenyal dan elastis. Pada adonan roti, gluten berfungsi untuk menahan adonan pada
saat dikembangkan sehingga bentuknya kokoh dan tidak mengecil kembali
(Anonima 2008).
Pada umumnya, semakin tinggi kadar protein maka kadar gluten yang
dikandung suatu terigu juga semakin besar. Berdasarkan kadar proteinnya, terigu
dibedakan menjadi dua bagian yaitu terigu kuat dan terigu lemah. Terigu kuat
adalah tepung yang mengandung protein 12-13% sehingga mampu menyerap air
dalam jumlah besar, memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti
dengan remah yang halus, tekstur yang lembut, dan volume yang besar.
Terigu lemah adalah terigu yang mengandung protein 7.5-8%. Terigu
lemah memiliki kemampuan menyerap air yang kecil, menghasilkan adonan yang
kurang elastis sehingga menghasilkan remah roti yang padat serta tekstur yang
tidak sempurna. Terigu lemah biasanya digunakan untuk biskuit, bolu, cookies,
dan crackers. Salah satu merek terigu lemah adalah Kunci Biru. Karakteristik
kimia salah satu terigu lemah (soft wheat) bermerek dapat dilihat pada Tabel 8 dan
komposisi gizi terigu pada umunya pada Tabel 9.
14
Tabel 8 Karakteristik terigu merek Kunci Biru
Parameter Soft wheat
Kadar air (%) maks. 14.3
Abu (%) maks. 0.64
Lemak (%) maks. 1.50
Protein (%) (Nx5.7)(b/k) maks. 11.0
Kabohidrat (%) 72.70
Energi (x 0.0001 joules) 160 – 180
Sumber : PT Bogasari Flour Mill (Anonima, 2008)
Tabel 9 Komposisi gizi terigu per 100 gram
No Kandungan Gizi Jumlah
1 Kalori 365 Kal
2 Protein 8.9 g
3 Lemak 1.3 g
4 Karbohidrat 77.3 g
5 Kalsium 16.0 mg
6 Fosfor 106.0 mg
7 Besi 1.2 mg
8 Vitamin A 0 RE
9 Vitamin C 0 mg
10 Vitamin B 0.12 mg
11 Air 12 g
Sumber : Hardinsyah dan Briawan (2002)
Tepung lemah membutuhkan lebih banyak lemak dan gula untuk
memperoleh tekstur yang diiginkan yaitu tidak keras dan kasar seperti yang terjadi
pada penggunaan tepung keras. Semakin keras tepung gandum (kadar protein
tinggi), maka semakin banyak lemak dan gula yang harus ditambahkan untuk
memperoleh tekstur yang baik. Penambahan tepung dilakukan sesuai takaran.
Apabila penambahan tepung terlalu sedikit, lemak yang berasal dari margarin
15
menjadi berlebih sehingga biskuit (termasuk cookies) akan kehilangan bentuk dan
mudah patah (Sitanggang 2008).
1.2 Gula
Gula memberikan rasa manis dan mempengaruhi tekstur cookies. Gula
bergabung dengan udara ke dalam lemak selama pembuatan adonan. Selama
pemanggangan, gula yang tidak larut menjadi larut dan menyebabkan penyebaran
bentuk cookies. Parameter lain yang dipengaruhi oleh formula gula yaitu
kekerasan cookies, kerenyahan, warna, dan volume (Pareyt et al. 2009). Gula pun
dapat memperpanjang umur simpan cookies, karena gula mempunyai sifat
higroskopis (menahan air). Penambahan gula yang terlalu banyak menyebabkan
biskuit kurang lezat dan kurang lembut karena terjadinya penyebaran gluten
tepung (Supriadi 2004).
1.3 Telur
Penggunaan telur dalam pembuatan produk biskuit disebabkan oleh daya
emulsi yang dimiliki telur. Daya emulsi ini mempertahankan kestabilan adonan.
Selain itu, telur juga dapat berfungsi sebagai pengaerasi dengan kemampuan
dalam menangkap udara saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada
adonan dan membuat adonan menjadi lembut.
Telur penting dalam menentukan kualitas organoleptik semua jenis
cookies. Kuning telur berfungsi sebagai pengempuk, sedangkan putih telur
berfungsi sebagai pengeras. Seluruh telur (putih dan kuning telur) dapat
menghasilkan tekstur yang baik. Pemakaian kuning telur untuk menggantikan
sebagian atau seluruh telur akan menghasilkan cookies yang lembut, tetapi
struktur di dalamnya tidak sebaik menggunakan seluruh telur (Matz 1978 diacu
dalam Sitanggang 2008). Komposisi gizi telur dapat dilihat pada Tabel 10.
16
Tabel 10 Komposisi gizi telur per 100 gram
No Kandungan Gizi Jumlah
1 Kalori 162 Kal
2 Protein 12.8 g
3 Lemak 11.5
4 Karbohidrat 0.7 g
5 Kalsium 54.0 mg
6 Fosfor 180.0 mg
7 Besi 2.70 mg
8 Vitamin A 309 RE
9 Vitamin C 0.1 mg
10 Vitamin B 0.10 mg
11 Air 74.0 g
Sumber : Hardinsyah dan Briawan (2002)
1.4 Lemak
Bahan penyusun yang juga penting dalam pembuatan cookies adalah
lemak. Lemak berperan sebagai shortening, pelembut, pemberi rasa lemak,
penambah kelezatan dan intensitas citarasa, dan penerimaan. Lemak pun berperan
dalam penyebaran dan penampakan cookies, peningkatan aerasi untuk
pengembangan dan volume serta menyebabkan cookies lebih mudah dipatahkan
(Pareyt et al. 2009). Jenis dan jumlah lemak yang ditambahkan ke dalam adonan
memiliki pengaruh yang kuat terhadap karakteristik viskoelastis (Jacob dan
Leelavathi 2007).
Syarat lemak yang dapat digunakan adalah memiliki sifat plastis
(berbentuk padat tetapi dapat dioles) (Jacob dan Leelavathi 2007). Plastisitas
lemak ini berguna pada saat pembentukan krim. Lemak plastis dapat
memerangkap udara dengan baik karena mempunyai fraksi lemak padat dan cair
yang seimbang. Selama pengadukan suatu adonan, lemak akan menyelubungi
terigu sehingga jaringan gluten di dalamya diputus dan setelah menjadi cookies
teksturnya akan lebih lembut dan tidak terlalu keras. Jenis lemak yang dapat
digunakan antara lain margarin (lemak nabati), minyak tumbuhan, mentega
17
(lemak susu), dan lemak hewan seperti lemak sapi dan lemak babi (Sitanggang
2008).
2. Bahan tambahan
2.1 Susu
Susu digunakan sebagai sumber protein karena susu mengandung kasein.
Susu mengandung laktosa yang dapat membantu pembentukan aroma dan
menahan penyerapan air, juga berperan sebagai bahan pengisi untuk mengikatkan
kandungan gizi biskuit yang dihasilkan (Supriadi 2004). Penggunaan susu skim
dapat memperbaiki penerimaan (warna, aroma, dan rasa), sebagai bahan pengisi,
mempertinggi volume cookies, memperbaiki butiran dan susunan cookies, serta
memperbaiki umur simpan (Pratiwi 2008).
2.2 Leaving agent (bahan pengembang)
Leaving agent merupakan senyawa kimia yang bila terurai akan
menghasilkan gas dalam adonan sehingga dapat membentuk volume dan produk
yang dihasilkan menjadi lebih ringan dan porous karena dihasilkan gas CO2.
Bahan pengembang yang umum digunakan adalah amonium bikarbonat, sodium
bikarbonat (NaHCO3), dan baking powder. Penggunaan sodium bikarbonat (soda
kue) lebih populer disebabkan oleh harga dan toksisitas yang rendah, mudah
ditangani, cepat larut pada suhu ruang, tidak meninggalkan rasa pada pada produk
dan lebih murni (Sitanggang 2008). Reaksi NaHCO3 dalam air adalah sebagai
berikut:
NaHCO3 → Na+ + HCO3-
HCO3- + H2O → H2CO3 + OH-
H2CO3 → CO2 + H2O .
2.3 Flavor (citarasa)
Penambahan flavor pada cookies ditujukan untuk memberi rasa tertentu
guna meningkatkan penerimaan produk. Bahan-bahan yang dapat ditambahkan
pada produk cookies sebagai flavor adalah kayu manis, vanila, keju, almond,
coklat, kopi, dan karamel. Flavor relatif stabil pada suhu pemanggangan, tetapi
18
dapat berubah drastis jika dibakar dengan api (Sitanggang 2008). Aroma atau bau
bahan makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut.
D. Pembuatan Cookies
Pada umumnya, cookies terbuat dari terigu lemah. Tiga tahapan penting
pembuatan cookies yaitu pembuatan adonan, pencetakan, dan pemanggangan.
Proses pembuatan adonan cookies yang merupakan adonan lunak, dilakukan
berdasarkan metode adonan krim (Lasmini 2002). Metode pengkriman merupakan
metode pencampuran bertahap. Kualitas adonan tergantung dari komposisi
adonan, kondisi pencampuran (mixing), dan suhu. Adonan lunak mengalami
pencampuran yang minimal setelah tepung ditambahkan (Manley 2001).
Hal pertama yang dilakukan adalah pencampuran lemak dengan gula
dengan menggunakan hand mixer dengan kecepatan rendah selama 30 detik,
kemudian kecepatan ditambah sampai medium selama 2 menit. Setelah itu,
pencampuran telur utuh dengan krim campuran lemak-gula tersebut. Kemudian,
campuran tersebut dikocok selama 1.5 menit. Penambahan bahan kering lainnya
ke dalam adonan tersebut dilakukan terakhir. Metode tersebut baik digunakan
dalam pembuatan cookies karena dapat menghasilkan adonan yang bersifat
membatasi pengembangan gluten yang berlebihan seperti pada pembuatan roti
(Pratiwi 2008).
Setelah adonan terbentuk, biasanya adonan mengalami aging (penuaan) 15
menit (Lallemand 2000). Pengistiratan diperlukan untuk memberi kesempatan
kepada bahan pengembang untuk bekerja. Sebelum pencetakan adonan
mengalami penipisan terlebih dahulu sampai dengan ketebalan ± 0.5 cm kemudian
dicetak dengan bentuk tertentu. Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata
dalam loyang untuk dipanggang dalam oven. Semakin sedikit jumlah gula dan
lemak yang digunakan dalam adonan, maka suhu pemanggangan dapat dibuat
lebih tinggi (177⁰C-204ºC). Suhu dan lama pemanggangan akan memperngaruhi
kadar air cookies (Pratiwi 2008).
Perubahan secara kompleks terjadi selama pemanggangan. Pada awal
pemanggangan belum terjadi perubahan, tetapi setelah lemak meleleh pada suhu
37⁰C-40ºC, ada tiga perubahan yang terjadi, yaitu lemak menjadi bentuk tetesan,
19
emulsi air dalam minyak (W/O) berubah menjadi minyak dalam air (O/W), dan
gelembung udara bergerak dari fase lemak ke fase cair. Pada suhu 52-99ºC terjadi
gelatinisasi pati. Udara dibebaskan dari adonan selama pada suhu 65ºC.
selanjutnya, pada suhu 70ºC terjadi penguapan air serta denaturasi dan koagulasi
protein. Pada waktu pemanggangan, struktur cookies akan terbentuk akibat gas
yang dilepaskan oleh bahan pengembang dan uap air akibat kenaikan suhu.
Ketebalan biasanya meningkat sampai empat hingga lima kali. Kadar air dari 21%
menjadi lebih kecil dari 1.5% (Pratiwi 2008).
Pada umumnya, suhu di dalam oven akan naik ke puncak tertentu di
bagian tengah oven dan turun mendekati pintu masuk oven. Cookies wire cut akan
menyebar dan mengalami peningkatan ukuran selama pemanggangan (Lallemand
2000). Fluktuasi panas dalam oven selama pemanggangan dapat menyebabkan
pengembangan dan pembentukan produk gagal (Manley 2001). Setelah keluar
dari oven, cookies harus cepat didinginkan untuk menurunkan suhu dan
mengeraskan cookies akibat pemadatan gula dan lemak. Waktu mendinginkan
biasanya 2-3 kali lebih lama daripada waktu pemanggangan (Manley 1983 diacu
dalam Pratiwi 2008).
E. Cookies Non Terigu
Terigu merupakan tepung yang paling banyak digunakan dari semua jenis
tepung pada produk pangan. Tepung terigu sudah menduduki posisi teratas bahan
pangan non beras di Indonesia. Tingginya penggunaan tepung ini disebabkan
protein yang dimiliki terbuat dari gluten sehingga dapat memberi penampilan
yang baik produk (Sibuea 2001).
Meski tepung substitusi terigu masih belum ditemukan, tetapi titik cerah
sudah mulai tampak. Indonesia memiliki sejumlah tepung yang memiliki potensi
untuk dikembangkan. Sumbernya berasal dari serealia, umbi dan sagu. Serealia
yang bisa digunakan adalah jagung, padi, sorgum, dan jali, sedangkan umbi bisa
berasal dari singkong, ubi jalar, talas, garut, dan kentang (Sibuea 2001). Tepung-
tepung yang terbuat dari serealia dan umbi tersebut telah cukup banyak diteliti
dalam pengembangan produk untuk mensubstitusi terigu. Salah satu produk yang
20
sering dikembangkan adalah produk cookies. Produk cookies telah dikembangkan
dari tepung hotong, pati garut, iles-iles dan ubi jalar.
Tepung hotong kukus dan pati sagu menjadi bahan dasar cookies hotong
(Pratiwi 2008). Formulasi cookies hotong tersebut bertujuan untuk memperoleh
formula cookies hotong yang optimum, yaitu formula yang memiliki basis bahan
tepung hotong terbanyak. Tepung yang digunakan tidak menggunakan terigu
sama sekali. Rasio tepung hotong kukus terhadap pati sagu yang digunakan adalah
100:0, 60:20, 65:35, dan 50:50.
Pembuatan cookies hotong diawali dengan pencampuran gula, margarin,
mentega selama 1 menit hingga terbentuk krim. Kemudian ditambahkan telur dan
diaduk kembali selama 1 menit. Lalu, garam, baking powder, tepung campuran,
dan air dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk hingga terbentuk adonan.
Setelah adonan dicetak, maka hasil cetakan cookies hotong dimasukkan ke dalam
oven untuk pemanggangan selama 125⁰C selama 18 menit dan cookies hotong
didinginkan setelahnya.
Perbedaan perbedaan tepung hotong dan pati sagu berpengaruh nyata pada
cookies yang dihasilkan. Penambahan pati sagu ke dalam adonan mempengaruhi
warna yang dihasilkan. Semakin besar konsentrasi pati sagu yang dihasilkan,
semakin cerah warna cookies yang dihasilkan dan semakin disukai panelis.
perbedaan pati sagu dan hotong pun berpengaruh nyata terhadap rasa cookies yang
dihasilkan. Penggunaan tepung hotong ke dalam adonan cookies menimbulkan
rasa hotong yang khas dan hal tersebut tidak disukai oleh panelis. Semakin
banyak komposisi tepung hotong, maka rasa cookies yang dihasilkan semakin
tidak tertutupi oleh komponen lainnya.
Perbedaan konsentrasi pati sagu yang digunakan berpengaruh nyata pada
tekstur cookies. Hal ini disebabkan oleh sifat pati sagu yang lebih halus
dibandingkan dengan tepung hotong yang banyak mengandung serat. Semakin
banyak pati sagu yang digunakan, semakin tinggi kesukaan panelis. Perubahan
pada tekstur cookies tersebut disebabkan oleh berkurangnya tekstur berpasir
(sandiness) pada produk seiring dengan meningkatnya jumlah pati sagu yang
ditambahkan. Penambahan pati sagu ke dalam adonan menyebabkan tekstur
21
cookies menjadi lebih lembut karena tekstur pati sagu yang lebih halus
dibandingkan dengan tekstur hotong yang lebih banyak mengandung serat.
Kadar air dan aw cookies hotong berturut-turut sebesar 3.48% dan 0.327.
Kadar air kritis cookies hotong sebesar 4.75% b/k. Perhitungan umur simpan
menunjukkan bahwa umur simpan cookies hotong dengan menggunakan kemasan
polipropilena sebesar 2.36 bulan.
Pati garut pun dimanfaatkan dalam pembuatan cookies. Pati garut mudah
dicerna sehingga di beberapa tempat telah dimanfaatkan sebagai makanan bayi
atau orang yang mengalami gangguan pencernaan. Gustiar (2009) melaporkan
pembuatan cookies dari pati garut diawali dengan pencampuran bahan gula halus,
margarin, susu skim, kuning telur selama 10 menit dan ditambahkan garam, soda
kue, dan pati termodifikasi. Sebelum pembentukan adonan, waktu pencampuran
adonan harus diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen dengan
pengembangan gluten yang diinginkan. Setelah semua bahan dicampur, adonan
dicetak dengan ketebalan 8 mm dan dilakukan pemanggangan pada suhu 160-
170⁰C selama 10-12 menit. Setelah matang, cookies didinginkan agar terjadi
penguapan air. Cookies pati garut dibandingkan dengan cookies terigu dengan
formula yang sama dan hanya berbeda pada tepung yang digunakan.
Cookies pati garut memiliki kadar air sebesar 3.82% (b/b), sedangkan nilai
aw sebesar 0.398. Kadar air yang rendah pada cookies pati garut kemungkinan
disebabkan oleh terjadinya pembentukan granula pati karena pembengkakan yang
irreversible. Pembengkakan ini mempengaruhi sifat penyerapan maupun
pengikatan granula terhadap air (Gustiar 2009). Nilai kadar air tersebut masih
memenuhi syarat mutu kadar air cookies (5%) dan nilai aw cookies pati garut
masih berada di bawah aw kritis produk pangan. Penelitian yang dilakukan Gustiar
(2009) tidak melakukan pendugaan umur simpan produk, tetapi dilihat dari nilai
kadar air dan aw produk tersebut, cookies pati garut cukup aman dari kerusakan
mikrobiologis.
Perubahan bahan terigu menjadi pati jagung berpengaruh nyata terhadap
tekstur cookies pada selang kepercayaan 95%. Penerimaan konsumen terhadap
cookies pati garut lebih rendah dibandingkan dengan cookies terigu. Cookies pati
garut memiliki kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan cookies terigu.
22
Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kandungan protein dalam cookies pati
garut. Tekstur pada cookies pati garut yang dihasilkan menjadi mudah hancur dan
lebih renyah. Wepner et al (1999) yang diacu dalam Gustiar (2009) menyatakan
bahwa penambahan pati termodifikasi akan meningkatkan kerenyahan pada wafer.
Penambahan pati garut menyebabkan warna cookies yang dihasilkan semakin
kecoklatan.
Lasmini (2002) melakukan penelitian dengan memanfaatkan tepung iles-
iles (Amorphophallus onchophyllus) kuning pada pembuatan cookies berserat
tinggi. Iles-iles mengandung glukomannan. Glukomannan merupakan serat yang
larut air (soluble dietary fiber). Cookies iles-iles terbuat dari bahan dasar tepung,
margarin, gula, halus, telur ayam, baking powder, garam, dan vanili. Tepung yang
digunakan adalah campuran tepung glukomannan dan terigu. Substitusi tepung
glukomannan sebesar 0, 10, 20, 30, dan 40% dari total tepung yang digunakan.
Pembuatan cookies iles-iles diawali dengan pencampuran bahan (tepung terakhir
kali), pengadukan, pencetakan, lalu pemanggangan dalam oven 180⁰C selama 2
menit.
Peningkatan substitusi tepung iles-iles memberikan pengaruh yang nyata
terhadap kekerasan cookies yang dihasilkan. Semakin tinggi tepung iles-iles yang
ditambahkan, semakin tinggi nilai kekerasan produk. Hal ini disebabkan oleh
derajat pengembangan yang semakin menurun. Penambahan tepung iles-iles
berpengaruh nyata terhadap rasio pengembangan cookies. Selain itu, penambahan
iles-iles mempengaruhi warna cookies. Semakin tinggi penambahan tepung iles-
iles, semakin rendah nilai kecerahan cookies. Hal ini disebabkan tepung iles-iles
bewarna kecoklatan.
Tepung ubi jalar pun telah dikembangkan menjadi bahan dasar cookies.
Penggunaan ubi jalar sebagai bahan baku pembuatan biskuit didasarkan pada
potensinya yang besar sebagai bahan pangan lokal yang hampir tersedia di
Indonesia (Hartoyo dan Sunandar 2006). Ubi jalar merupakan sumber provitamin
A yang potensial dan memiliki kandungan karbohidrat dalam jumlah yang cukup
banyak (91.94%). Rianti (2008) melakukan pembuatan cookies dengan
karakteristik tekstur menyerupai cookies keladi. Cookies keladi adalah cookies
yang terbuat dari terigu, gula, minyak sawit, serbuk kelapa, garam, leaving agent,
23
dan pewarna buatan. Tepung ubi jalar menimbulkan aftertaste pahit pada produk
akhir sehingga dapat mengganggu cita rasa produk.
Formula cookies ubi jalar adalah tepung ubi jalar 80 mesh, margarin, air,
gula halus, susu skim, kacang, room butter, natrium bikarbonat, vanili, dan garam.
Terigu tidak digunakan sama sekali dalam pembuatan cookies ubi jalar. Margarin
dan gula halus dicampur selama 10 menit. Lalu ditambahkan room butter dan
susu skim ke dalam krim dan dicampur selama 5 menit. Lalu kacang ditambahkan
dan kembali diaduk selama 2 menit. Terakhir, air, vanili, garam, natrium
bikarbonat, dan tepung dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk selama 8 menit.
Adonan kemudian dicetak dan dioles dengan putih telur sebelum dipanggang
dalam oven pada suhu 120⁰C selama 1 jam. Penggunaan suhu rendah dan waktu
lama dilakukan sehubungan dengan ukuran cookies yang cukup tebal. Setelah
mengalami pemanggangan, cookies didinginkan.
Evaluasi kesesuaian cookies ubi jalar dengan kontrol (cookies keladi)
dilakukan dengan uji pembedaan dengan kontrol. Metode yang digunakan dalam
pengujian tersebut adalah metode penggigitan sampel dan penekanan sampel
menggunakan telunjuk dan ibu jari. Semakin banyak margarin yang ditambahkan,
tekstur cookies ubi jalar semakin mendekati cookies keladi yang terbuat dari
terigu. Metode penggigitan menunjukkan bahwa bahwa tesktur cookies ubi jalar
berbeda nyata dengan cookies keladi. Hasil metode penekanan menunjukkan
bahwa tekstur cookies ubi jalar tidak berbeda nyata dengan cookies keladi. Secara
keseluruhan, tingkat fluktuasi grafik cookies ubi jalar hampir serupa dengan
cookies keladi.
Penggunaan tepung terigu sebagai bahan dasar cookies keladi bertanggung
jawab terhadap tekstur cookies keladi. Cookies keladi mengalami fluktuasi tingkat
kerenyahan produk yang cukup besar sehingga menyebabkan munculnya
perbedaan sensasi tekstur cookies pada saat gigitan dan dirasakan oleh indera
perasa. Fluktuasi grafik tekstur tersebut mengindikasikan bahwa produk pangan
yang diukur memiliki tingkat kerenyahan tinggi. Kadar air cookies ubi jalar
sebesar 2.37% (b/k). Nilai kadar air tersebut jauh lebih rendah dari batas
maksimal kadar air cookies (5%). Aw cookies ubi jalar adalah 0.45 dan masih
berada di bawah aw 0.65 yang merupakan aw kritis produk pangan. Nilai kadar air
24
dan aw cookies jagung menunjukkan bahwa cookies ubi jalar cukup aman dari
kerusakan mikrobiologi.
Hartoyo dan Sunandar (2006) menyatakan bahwa penggunaan terigu tidak
dapat digantikan seluruhnya oleh tepung ubi jalar pada pengolahan biskuit.
Penggunaan terigu yang semakin sedikit akan menyebabkan pembentukan adonan
biskuit yang lebih sukar dibentuk karena adonan yang dibentuk bersifat tidak
elastis dan cenderung lebih mudah pecah. Hal ini disebabkan karena jumlah
protein gluten yang terkandung dalam adonan menjadi lebih sedikit.
Fungsi gluten dalam pembuatan biskuit masih dibutuhkan sebagai bahan
pengikat, walaupun fungsinya dalam pembuatan tekstur pada biskuit tidak terlalu
mendominasi seperti pada pembuatan bakery. Oleh karena itu, peran pembentukan
tekstur dalam formulasi biskuit dengan penggunaan tepung non terigu dapat
dilakukan dengan mengatur penggunaan bahan formulasi lainnya berupa lemak
(Djuanda 2003 diacu dalam Hartoyo dan Sunandar 2006). Lemak yang digunakan
akan berperan sebagai matriks perekat antara bahan-bahan dalam adonan,
sehingga adonan yang dihasilkan akan lebih kompak dan tidak mudah pecah
(Hartoyo dan Sunandar 2006).
F. Tekstur Cookies dan Penurunan Mutu Cookies
Tekstur pada biskuit (termasuk cookies) meliputi kekerasan, kemudahan
untuk dipatahkan, dan konsistensi pada gigitan pertamanya (Fellows 2000). Lebih
lanjut Fellows menerangkan bahwa tekstur pada makanan sangat ditentukan oleh
kadar air, kandungan lemak, dan jumlah serta jenis karbohidrat dan protein yang
menyusunnya. Dalam hal ini, tekstur biskuit dipengaruhi oleh semua bahan baku
yang digunakan meliputi tepung jagung, gula, lemak, susu, telur, dan bahan
pengembang.
Beberapa sifat cookies yang berhubungan dengan tekstur cookies adalah
hardness atau firmness, brittleness, crumbly, dan sticky. Kekerasan (hardness atau
firmness) menunjukkan kemampuan cookies untuk mempertahankan bentuk bila
dikenai suatu gaya. Kerapuhan (brittleness) yaitu suatu sifat cookies yang mudah
pecah bila dikenai suatu gaya, sedangkan crumbly adalah sifat cookies yang
25
mudah hancur menjadi partikel-partikel kecil. Istilah sticky menunjukkan sifat
partikel-partikel cookies yang lengket di mulut (Gaines 1994).
de Man (1997) membagi kekerasan menjadi tiga yaitu kerenyahan
(termasuk kerapuhan dan keserbukan), kelembaban (termasuk kering dan
kelengketan), dan keliatan (termasuk lunak). Kekerasan dimiliki oleh produk kue,
coklat, es krim beku, sayur keras, keripik jagung, buah keras, dan es air beku (de
Man 1997). Kerenyahan merupakan mutu utama produk cookies (Manley 2001).
Cookies memiliki kadar air 1-5% dan aw yang rendah (Pareyt et al. 2009)
sehingga teksturnya dapat menjadi renyah. Menurut Arpah (2001), kerusakan
produk jenis biskuit seperti cookies, lebih sering dihubungkan dengan kerusakan
tekstur.
Produk pangan akan mengalami perubahan mutu selama proses
penanganan, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi produk pangan. Produk-
produk kering pada dasarnya mempunyai sifat sensitif terhadap perubahan kadar
air. Kerusakan produk pangan kering merupakan akibat dari interaksi antara
produk pangan dengan berbagai faktor, terutama interaksi antara lingkungan,
bahan pengemas, dan bahan pangan (Hariyadi 2006).
Penyimpangan suatu produk pangan dari mutu awalnya disebut deteriorasi
(Arpah 2001). Reaksi deterriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan
udara, oksigen, uap air, cahaya, dan akibat perubahan suhu. Data tentang
interaksi-interaksi yang mungkin terjadi tersebut sebaiknya diketahui dengan baik
sehingga dapat dilakukan perhitungan umur simpan, kebutuhan pelabelan, serta
usaha-usaha meminimalisasi kerusakan dan memaksimumkan masa simpan
(Nugroho 2007). Robertson (1993) menyatakan bahwa secara umum deteorisasi
yang terjadi pada produk pangan kering pada penyimpanan adalah penyerapan
uap air yang menyebabkan produk menjadi lembab atau kehilangan kerenyahan,
oksidasi lipid yang menyebabkan ketengikan, kehilangan vitamin sehingga
produk tidak disukai dan kehilangan aroma.
F. Umur Simpan
Makanan rusak adalah makanan yang sudah kadaluarsa atau melampaui
masa simpan (shelf life). Umur simpan merupakan jangka waktu suatu tempat,
26
atau material dalam suatu tempat yang masih dapat diterima oleh konsumen, di
bawah kondisi penyimpanan tertentu. Umur simpan suatu produk bergantung pada
serangkaian parameter yaitu karakteristik produk (fisik, kimia, biologi), kondisi
selama proses pembuatan, karakteristik dan keefektifan kemasan serta lingkungan
yang dapat menyebabkan produk terpapar selama pengangkutan dan penyimpanan
(Rachtanapun 2007). Penyimpanan bertujuan untuk mempertahankan dan
menjaga komoditas yang disimpan dengan cara menghindari, menghilangkan
berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produk tersebut.
Kandungan air dalam bahan pangan menentukan acceptability, kesegaran,
dan daya tahan bahan pangan. Hubungan kandungan air dalam bahan pangan
dengan daya tahan bahan tersebut dinyatakan dengan aktivitas air (aw). Labuza
(1982) mengemukakan hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan adalah
sebagai berikut: produk dikatakan tidak aman pada selang aktivitas air sekitar 0.7-
0.75 dan di atas selang aw tersebut, mikroorganisme berbahaya dapat mulai
tumbuh dan produk menjadi beracun. Selang aktivitas air 0.6-0.7, jamur dapat
mulai tumbuh dan pada aktivitas air sekitar 0.3-0.5 dapat menyebabkan makanan
ringan hilang kerenyahannya. Gambar 2 menunjukkan diagram stabilitas bahan
pangan yang menunjukkan stabilitas fungsi aw.
Gambar 2 Diagram stabilitas aw menunjukkan hubungan antara aw dan reaksi
deteorisasi dalam bahan pangan (Rockland dan Beuchat 1987).
27
Labuza (2002) menyatakan aktivitas air suatu bahan pangan dapat dihitung
dengan membandingkan tekanan uap air bahan (P) dengan tekanan uap murni (Po)
pada kondisi yang sama, atau dengan jalan membagi ERH lingkungan dengan
nilai 100.
………………………………………………. (1)
Dimana: aw = aktivitas air
P = tekanan parsial uap air bahan
Po = tekanan parsial uap air murni pada suhu yang sama
ERH = kelembaban relatif seimbang.
Aktivitas air (aw) menunjukkan sifat bahan sedangkan ERH
menggambarkan sifat lingkungan sekitar yang berada dalam keadaan setimbang
dengan bahan tersebut. Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan
dalam kadar air atau aw sedangkan peranan air di udara dinyatakan dalam
kelembaban relatif dan kelembaban mutlak (Sianipar 2008).
Migrasi dan difusi udara diperkirakan menjadi salah satu faktor yang
penting pada produk yang sensitif terhadap kelembaban. Penentuan umur simpan
produk yang relatif mudah rusak akibat penyerapan air dari lingkungan dapat
menggunakan metode kadar air kritis (Kusnandar 2006). Pada metode ini kondisi
lingkungan penyimpanan memiliki kelembaban relatif (relative humidity) yang
ekstrim dengan alat bantu persamaan matematika yang disebut model Labuza.
Pada dasarnya model Labuza adalah deskripsi kuantitatif yang terdiri dari
produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah 2001). Model Labuza ini
menggunakan pendekatan sorpsi isotermik. Moisture sorpsi isotermik atau
isotherm sorption air (ISA) merupakan hubungan antara kadar air pada saat
kesetimbangan dan kelembaban pada temperatur tertentu. Bentuk sorpsi isotermik
pada umumnya akan menentukan stabilitas penyimpanan (Supriadi et al. 2004).
Model Labuza cocok digunakan untuk menentukan umur simpan produk pangan
yang memiliki kurva isotermik yang baik yaitu membentuk sigmoid, misalnya
produk makanan kering (Nugroho 2007).
28
Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk yang
berkesetimbangan pada suhu dan kelembaban tertentu dalam periode waktu
tertentu (Brooker et al 1982 diacu dalam Nugroho 2007). Jika kelembaban relatif
udara lebih tinggi dibandingkan bahan maka bahan akan menyerap air (adsorpsi).
Sebaliknya, jika kelembaban relatif udara lebih rendah dibandingkan bahan maka
bahan akan menguapkan kadar airnya (desorpsi) (Sianipar 2008). Kadar air
kesetimbangan suatu bahan pangan adalah kadar air bahan pangan ketika tekanan
uap air dari bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungan dimana
produk sudah tidak mengalami penambahan atau pengurangan bobot produk
(Gambar 3).
Gambar 3 Grafik kenaikan kadar air menuju ke kadar air kesetimbangan
selama penyimpanan pada berbagai kondisi RH (Kusnandar, 2006)
Kadar air kesetimbangan produk pangan digunakan untuk menentukan dan
menggambarkan kurva sorpsi isotermik. Penentuan kadar air kesetimbangan
memerlukan termodinamika udara (suhu dan kelembaban relatif) dalam keadaan
tetap (konstan). Kondisi setimbang diperoleh jika produk sudah tidak lagi
mengalami penambahan atau pengurangan bobot produk (Rachtanapun 2007).
Kenaikan kadar air produk merupakan fungsi dari aktivitas air. Aktivitas
air dapat diketahui dari model sorpsi isotermik yang dipilih. Model matematika
mengenai sorpsi isotermik telah banyak dikerjakan, tetapi model-model
29
matematika tersebut tidak ada yang dapat menggambarkan secara tepat model
sorpsi isotermik pada selang aw dan pada jenis produk yang berbeda (Oktania
2004).
Bahan pangan memiliki kepekaan terhadap penyerapan dan pengeluaran
gas (udara dan uap air) yang berbeda-beda. Produk kering terutama yang bersifat
hidrofilik harus dilindungi terhadap masuknya uap air dan oksigen. Umumnya
produk tersebut memiliki ERH yang rendah sehingga harus dikemas dengan
kemasan yang memiliki permeabilitas air yang rendah.
Plastik merupakan salah satu kemasan yang sering digunakan dalam
industri pangan. Kelebihan plastik diantaranya adalah harga relatif rendah, dapat
dibentuk menjadi berbagai macam bentuk, dan mengurangi biaya transportasi.
Sebagai bahan pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal,
komposit, atau multi lapis (berupa lapisan-lapisan).
Salah satu plastik yang biasa digunakan sebagai pengemas adalah
polipropilena (PP). PP termasuk jenis plastik orefin dan merupakan polimer dari
propilen. Plastik ini mudah diperoleh dan memiliki kekuatan yang cukup baik
terhadap perlindungan keluar masuknya gas dan uap air. Beberapa sifat PP adalah
ringan, mudah dibentuk, permeabilitas uap air rendah, permeabilitas air sedang
dan tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen, dan tahan terhadap
suhu tinggi (150⁰C) (Syarif et at. 1989 diacu dalam Sianipar 2008).
Kemasan laminasi yang sering digunakan tidak hanya plastik melainkan
kombinasi plastik dengan aluminium yang disebut metalized plastic. Metalized
plastic bersifat tidak meneruskan cahaya, menghambat masuknya oksigen,
menahan bau, memberikan efek mengkilap, dan mampu menahan gas. Selain itu,
metalized plastic mudah disobek sehingga memudahkan konsumen membuka
kemasan.
Penurunan mutu produk yang dikemas dapat terjadi karena adanya
transfer panas dan masa melalui kemasan. Perbedaan tekanan parsial sekitar
kemasan mengontrol laju permeabilitas, selain itu adanya lubang serta retaknya
kemasan akan mempercepat reaksi kerusakan produk (Roberts 1999 diacu dalam
Lopulalan 2008).