24
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Dalam melakukan suatu penelitian, tidak terlepas dari hasil penelitian penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penelitian yang akan diteliti sebagai bahan perbandingan dan kajian. Tujuan dari telaah penelitian terdahulu untuk melihat perkembangan penelitian yang telah dilakukan. Dengan adanya telaah penelitian terdahulu diharapkan terdapat perkembangan ilmu mengenai tata letak fasilitas produksi. Adapun penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dan perbandingan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Yuniarti (2011) dengan judul penelitian evaluasi dan perancangan ulang tata letak fasilitas produksi pada unit usaha tahu “RDS” Singosari, Malang. Peneitian ini bertujuan melakukan perbaikan tata letak fasilitas produksi (re-layout). Perbaikan dilakukan menggunakan teknik konvensional, dengan mengevaluasi tata letak fasilitas awal melalui identifikasi tahapan dan identifikasi tata letak fasilitas awal. Perencanaan tata letak usulan dilakukan dengan empat tahap yaitu pembuatan peta proses, menentukan kebutuhan luas lantai, analisis antar kegiatan dan perancangan tata letak. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan tata letak hasil dari running software Facility Location and Layout (FLL). Hasil dari penelitian tersebut yaitu menghasilkan dua usulan. Setiap usulan memiliki jarak perpindahan yang lebih pendek dari tata letak awal. Tata letak awal memiliki jarak perpindahan bahan 855,78 m, sedangkan untuk usulan 1 sebesar 680,70 m dan 2 sebesar 466,10 m. Tata letak usulan memiliki biaya perpindahan dan waktu siklus yang berbeda. Pada tata letak awal biaya perpindahan bahan sebesar Rp. 24.586,57 per batch dan waktu siklus tiap batch 229,47 menit. Kedua usulan memiliki biaya perpindahan bahan dan waktu siklus minimum. Usulan 1 memiliki biaya perpindahan bahan sebesar Rp. 19.556,49 per batch dengan waktu siklus selama 224,63 menit. Untuk usulan 2 biaya perpindahannya sebesar Rp. 13.796,17 per batch dengan waktu siklus selama 219,63 menit. Tata letak dengan teknik konvensional menjadi tata letak terbaik bila dibandingkan dengan hasil dari software FLL. Usulan yang dihasilkan software memiliki nilai kontribusi sebesar 5,690614 x 107. Sementara usulan teknik konvensional memiliki nilai kontribusi sebesar 1,178032 x 107. Nilai kontribusi ini tetap memiliki nilai yang jauh lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan suatu penelitian, tidak terlepas dari hasil penelitian –

penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penelitian yang akan diteliti sebagai

bahan perbandingan dan kajian. Tujuan dari telaah penelitian terdahulu untuk

melihat perkembangan penelitian yang telah dilakukan. Dengan adanya telaah

penelitian terdahulu diharapkan terdapat perkembangan ilmu mengenai tata letak

fasilitas produksi. Adapun penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dan

perbandingan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yuniarti (2011) dengan judul penelitian evaluasi dan perancangan ulang tata

letak fasilitas produksi pada unit usaha tahu “RDS” Singosari, Malang. Peneitian

ini bertujuan melakukan perbaikan tata letak fasilitas produksi (re-layout).

Perbaikan dilakukan menggunakan teknik konvensional, dengan mengevaluasi tata

letak fasilitas awal melalui identifikasi tahapan dan identifikasi tata letak fasilitas

awal. Perencanaan tata letak usulan dilakukan dengan empat tahap yaitu pembuatan

peta proses, menentukan kebutuhan luas lantai, analisis antar kegiatan dan

perancangan tata letak. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan tata

letak hasil dari running software Facility Location and Layout (FLL). Hasil dari

penelitian tersebut yaitu menghasilkan dua usulan. Setiap usulan memiliki jarak

perpindahan yang lebih pendek dari tata letak awal. Tata letak awal memiliki jarak

perpindahan bahan 855,78 m, sedangkan untuk usulan 1 sebesar 680,70 m dan 2

sebesar 466,10 m. Tata letak usulan memiliki biaya perpindahan dan waktu siklus

yang berbeda. Pada tata letak awal biaya perpindahan bahan sebesar Rp. 24.586,57

per batch dan waktu siklus tiap batch 229,47 menit. Kedua usulan memiliki biaya

perpindahan bahan dan waktu siklus minimum. Usulan 1 memiliki biaya

perpindahan bahan sebesar Rp. 19.556,49 per batch dengan waktu siklus selama

224,63 menit. Untuk usulan 2 biaya perpindahannya sebesar Rp. 13.796,17 per

batch dengan waktu siklus selama 219,63 menit. Tata letak dengan teknik

konvensional menjadi tata letak terbaik bila dibandingkan dengan hasil dari

software FLL. Usulan yang dihasilkan software memiliki nilai kontribusi sebesar

5,690614 x 107. Sementara usulan teknik konvensional memiliki nilai kontribusi

sebesar 1,178032 x 107. Nilai kontribusi ini tetap memiliki nilai yang jauh lebih

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

8

rendah bila dibandingkan dengan tata letak awal yang memiliki nilai kontribusi

sebesar 7,130764 x107.

Jauhari (2012) dalam penelitiannya melakukan perancangan ulang tata letak

fasilitas pada UKM Roti Shendy. Penelitian ini bertujuan untuk membuat

perancangan tata letak fasilitas pada pabrik Roti Shendy agar dapat meningkatkan

kinerja pabrik baik dari sisi proses kerja dan laba yang didapatkan. Pengolahan data

yang dilakukan yaitu pembuatan peta kerja dan diagram alir, menentukan jarak

antar stasiun kerja, perhitungan biaya Ongkos Material Handling (OMH), membuat

from-to chart (FTC), membuat inflow-outflow, membuat Activity Relationship

Diagram (ARD), perhitungan luas ruangan layout, pembuatan tabel prioritas dan

pembuatan layout usulan. Tahap analisis data dilakukan dengan membandingkan

antara layout awal dengan ketiga layout usulan dengan dasar penyusunan tata letak

dan hubungannya dengan OMH. Kemudian akan dianalisis layout usulan terbaik

yang mempunyai OMH terkecil. Dari 3 layout usulan yang dihasilkan memiliki

presentase penuruanan yang berbeda-beda. Pada usulan layout pertama total OMH

dapat diturunkan sebesar Rp 496.825,36 atau sekitar 22,08% dari ongkos semula.

Untuk layout usulan kedua total OMH dapat diturunkan sebesar Rp 534.430 atau

sekitar 23,75%. Sedangkan pada layout usulan ketiga total OMH per bulan dapat

diturunkan lagi sebesar Rp 536.640 atau sekitar 23,85% dari ongkos berdasarkan

layout semula. Dari ketiga perhitungan layout usulan, usulan ketiga yang memiliki

presentase penurunan OMH terbesar.

Sitorus (2014) tentang perancangan ulang tata tetak fasilitas pabrik PT.

Umas Jaya Agrotama di Lampung. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah

untuk menganalisis pengaruh tata letak pabrik terhadap produktivitas dan

menyususn rekomendasi pengaruh tata letak baru yang terkait dengan aspek

produktivitas. Data yang digunakan adalah data primer melalui observasi dan data

sekunder melalui studi pustaka dan literature yang relevan dengan penelitian.

Metode yang digunakan untuk merancang ulang tata letak adalah metode Peta Dari-

Ke, Diagram Relasi Aktivitas, dan Unequal- Area Facility Layout (UA-FLP) . Hasil

penelitian menunjukkan bahwa perpindahan aliran bahan menjadi 43,7 m dan jarak

tempuh sebelumnya 145,7 m maka terjadi perubahan jarak 101 m. Namun

penelitian ini hanya berfokus pada jarak tanpa menghitung biaya aliran bahan.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

9

Yuliant (2014), melakukan usulan perancangan tata letak fasilitas

perusahaan garmen CV. X dengan menggunakan metode konvensional. Penelitian

ini dilakukan yang tujuan untuk menghasilkan usulan perbaikan tata letak fasilitas

pada CV. X yang efisien dengan kriteria minimisasi ongkos material handling.

Metode dalam digunakan dalam penelitian ini yaitu metode konvensional dengan

menghitung ongkos material handling (OMH). Kemudian dari perhitungan OMH

tersebut dituangkan ke dalam tabel From To Chart (FTC), Inflow-Outflow, Skala

Prioritas, Activity Relationship Diagram (ARD), Activity Relationship Chart

(ARC), Area Allocation Diagram (AAD) dan templete 2 dimensi. Hasil dari

penelitian menunjukkan 3 usulan tata letak yang dapat menurunkan ongkos

material handling. Rata-rata presentase penurunan tata letak usulan opsi 1 adalah

18,66%, opsi 2 adalah 48,82% dan opsi 3 adalah 64,29%. Dari ketiga usulan

tersebut usulan tata letak opsi 3 menghasilkan penurunan OMH yang paling

signifikan.

Berdasarkan dari penelitian-penelitian terdahulu dapat diketahui perbedaan

dan persamaan terhadap penelitian yang akan direncanakan mengenai tata letak

fasilitas produksi. Penelitian akan dilakukan di UKM Agronas Gizi Food Kota

Batu, Jawa Timur. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu

yaitu ruang lingkup objek penelitian lebih kecil yang baru berkembang dan

memiliki ruang produksi yang tidak cukup luas sehingga perancangan tata letak

fasilitas produksi masih belum tertata dengan baik. Selain itu, penelitian ini juga

dilakukan tidak hanya melihat efisiensi jarak dan biaya material handling saja

melainkan untuk meningkatkan produktivitas. Sedangkan persamaan dari penelitan

ini dengan penelitian terdahulu yaitu memperbaiki tata letak fasilitas,

meminimalkan biaya dan memperpendek jarak serta menggunakan metode yang

sama. Metode yang digunakan ialah pembuatan Flow Process Chart (FPC), Activity

Relationship Chart (ARC), From-To Chart (FTC) dan Outflow-Inflow.

Perancangan usulan perbaikan tata letak fasilitas produksi menggunakan metode

konvensional dengan membuat Tabel Skala Priorotas (TSP) dan Activity

Relationship Diagram (ARD).

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

10

2.2 Tata Letak Fasilitas Produksi

2.2.1 Definisi Tata Letak Fasilitas Produksi

Menurut Heizer dan Render (2009) tata letak merupakan salah satu

keputusan yang dapat menentukan tingkat efisiensi suatu operasi perusahaan dalam

jangka panjang. Tata letak memiliki berbagai dampak strategis karena tata letak

dapat menentukan daya saing perusahaan dalam hal kapasitas, proses, fleksibilitas,

biaya serta mutu lingkungan kerja dan citra perusahaan. Hadiguna (2008)

mendifinisikan tata letak sebagai kumpulan unsur-unsur fisik yang diatur mengikuti

aturan atau logika tertentu. Tata letak fasilitas merupakan bagian perancangan yang

lebih fokus pada pengaturan unsur-unsur fisik. Unsur-unsur fisik dapat berupa

mesin, peralatan, meja, bangunan, dan sebagainya. Tata letak pabrik berhubungan

erat dengan segala proses perancangan dan pengaturan letak dari pada mesin,

peralatan, aliran bahan dan orang-orang yang bekerja di masing-masing stasiun

kerja yang ada.

Tata letak fasilitas pabrik merupakan letak setiap mesin dan peralatan yang

mempunyai kaitan pekerjaan didalam kegiatan pengolahan yang dilaksanakan pada

suatu sarana operasi dan produksi atau di dalam satu bangunan atau ruangan

(Pardede, 2005). Tata letak fasilitas produksi adalah pengaturan fasilitas-fasilitas

produksi dalam sebuah pabrik agar proses produksi dapat berlangsung secara lancar

terutama pada peninjauan aspek-aspek aliran material dari suatu proses menuju

proses selanjutnya (Wignjosoebroto, 2000). Tata letak yang baik dari segala

fasilitas produksi dalam suatu pabrik adalah dasar untuk membuat operasi kerja

menjadi lebih efektif dan efisien. Secara umum pengaturan dari pada semua fasilitas

produksi direncanakan sedemikian rupa sehingga akan diperoleh transportasi

minimum dari proses pemindahan bahan, minimum gerakan balik yang tidak perlu,

pemakaian area tanah yang minimum, pola aliran produksi yang terbaik,

keseimbangan penggunaan area tanah yang dimiliki, keseimbangan didalam area

lintasan perakitan dan fleksibilitas untuk menghadapi kemungkinan ekspansi

dimasa mendatang (Wignjosoebroto, 2009). Kelancaran aliran produksi dalam

pabrik akan dapat menunjang efisiensi produksi yang dilakukan oleh perusahaan

(Ahyari, 2006).

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

11

2.2.2 Tujuan Tata Letak Fasilitas Produksi

Tata letak memiliki fungsi sebagai gambaran sebuah susunan yang

ekonomis dari aliran kerja yang saling berkaitan, dimana barang-barang dapat

diproduksi secara ekonomis. Menurut Wignjosoebroto (2003) tujuan dari tata letak

fasilitas produksi yaitu untuk mengatur area kerja dari segala fasilitas produksi yang

paling ekonomis untuk keamanan dan kenyamanan yang dapat meningkatkan moral

kerja dan performansi kerja dari operator. Jika dikerucutkan lagi tata letak fasilitas

yang baik akan memberikan beberapa keuntungan dalam sistem produksi yaitu

sebagai berikut:

1. Menaikkan output produksi.

2. Mengurangi waktu tunggu (delay).

3. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling).

4. Penghematan penggunaan area untuk produksi, gudang dan service.

5. Pendayagunaan yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja, dan/atau

fasilitas produksi lainnya.

6. Mengurangi inventory in process.

7. Proses manufakrur yang lebih singkat.

8. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator.

9. Mempermudah aktivitas supervise.

10. Mengurangi kemaacetan dan kesimpangsiuran.

11. Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari bahan

baku maupun produk jadi.

Adapaun Purnomo (2004) merumuskan tujuan perancangan tata letak

produksi sebagai berikut:

1. Meminimasi aliran bolak balik (backtracking).

2. Meminimasi penundaan pekerjaan atas material/mengurangi waktu tunggu

(delay) yang berlebihan.

3. Meminimasi penanganan material.

4. Meningkatkan fleksibilitas baik dari segi rancangan produk maupun jumlah

yang dapat diproduksi.

5. Tenaga kerja dan ruang dapat dimanfaatkan secara efektif.

6. Memberikan kemudahan perawatan fasilitas dan kebersihan.

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

12

7. Mengurangi kemacetan yang menghalangi gerakan orang atau bahan.

8. Mengurangi bahaya bagi personel.

9. Mengusahakan biaya atau investasi serendah mungkin.

10. Menaikkan output produksi.

Sedangkan Heragu (2008) menekankan tujuan perancangan tata letak fasilitas

produksi menjadi lima hal, antara lain:

1. Meminimalisasi biaya transportasi pada proses material handling.

2. Memfasilitasi aliran material dan informasi.

3. Meningkatkan moral pekerja.

4. Meminimasi risiko kecelakaan kerja dan kerusakan property.

5. Menyediakan kemungkinan untuk supervise dan komunikasi secara langsung.

2.2.3 Prinsip Dasar Tata Letak Fasilitas Produksi

Menurut Wignjosoebroto (2003) berdasarkan aspek dasar, tujuan dan

keuntungan-keuntungan yang bisa didapatkan dalam tata letak fasilitas produksi

yang terencanakan dengan baik, maka terdapat tujuh prinsip dasar yang wajib

dipertimbangkan pada saat merencakan tata letak yaitu sebagai berikut:

1. Prinsip Integrasi (Principle of Integration), suatu tata letak yang baik adalah

mengintegrasikan manusia, material, mesin dan layanan pendukung lainnya

untuk mendapatkan pemanfaatan yang optimal terhadap sumber daya yang

dimilikinya.

2. Prinsip Kedekatan Jarak (Principle of minimum distance), prinsip ini berkaitan

dengan perpindahan atau pergerakan manusia dan material. Tata Letak harus

diatur sedekat mungkin untuk meminimalisasi perjalanan dan pergerakan.

Perlu diingat bahwa jarak yang jauh dapat meningkatkan penggunaan waktu

kerja yang juga akan meningkatkan biaya operasional.

3. Prinsip Pemanfaatan Ruang (Principle of Space Utilisation), sebuah layout

atau tata letak yang baik adalah memanfaatkan keseluruhan ruang baik ruang

horizontal maupun ruang vertikal-nya. Pemanfaatan optimal bukan saja pada

lantai ruangan saja, namun juga meliputi tinggi ruangan (pemanfaatan tiga

dimensi).

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

13

4. Prinsip Aliran (Principle of Flow), layout atau ata letak yang baik adalah layout

yang dapat memperlancar aliran perpindahan material hingga tahap

penyelesaiannya.

5. Prinsip Fleksibilitas Maksimum (Principle of Maximum Flexibility), sebuah

layout atau tata letak yang baik adalah layout yang tidak memakan biaya besar

dan waktu lama saat terjadi perubahaan. Kebutuhan masa depan seharusnya

dijadikan salah satu pertimbangan dalam melakukan perancangan layout atau

tata letak fasilitas pabrik.

6. Prinsip Keselamatan, Keamanan dan Kepuasan (Principle of Safety, Security

and Satisfaction), sebuah layout atau tata letak yang baik adalah layout yang

mempertimbangkan keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kepuasan

tenaga kerja serta keamanan fasilitas seperti menghindari terjadinya kebakaran

dan kemalingan.

7. Prinsip Penanganan minimum (Principle of minimum handling), sebuah layout

atau tata letak yang baik adalah layout yang dapat meminimalisasi penanganan

material.

2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi

Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam tata letak

fasilitas produksi diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu:

1. Tata letak berdasarkan aliran produk (product layout)

Product layout pada umumnya digunakan untuk pabrik yang memproduksi

satu macam atau kelompok produk dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang

lama, maka segala fasilitas–fasilitas produksi dari pabrik tersebut haruslah diatur

sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berlangsung seefisien mungkin.

Dengan layout berdasarkan aliran produksi maka mesin dan fasilitas produksi

lainnya akan diatur menurut prinsip “machine after machine”. Mesin disusun

menurut urutan proses yang ditentukan pada pengurutan produksi, tidak peduli

macam mesin yang digunakan. Tiap komponen berjalan dari satu mesin ke mesin

berikutnya melewati seluruh daur operasi yang dibutuhkan.

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

14

Gambar 1. Product Layout (Wignjosoebroto, 2000)

Dengan layout tipe ini, suatu produk akan dikerjakan sampai selesai didalam

departemen tanpa perlu dipindah-pindah ke departemen lain. Disini bahan baku

akan dipindahkan dari satu operasi ke operasi berikutnya secara langsung sehingga

dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan utama dari layout ini adalah untuk

mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan dalam

aktivitas produksi.

2. Tata letak berdasarkan aliran proses (process layout)

Process layout merupakan metode pengaturan dan penempatan fasilitas

dimana fasilitas yang memiliki tipe dan spesifikasi sama ditempatkan kedalam satu

departemen. Umumnya digunakan pada perusahaan yang beroperasi dengan

menerima pesanan dari pelanggan. Selain itu juga digunakan untuk perusahaan

yang mempunyai produk bervariasi dan memproduksi dalam jumlah kecil.

Gambar 2. Process Layout (Wignjosoebroto, 2000)

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

15

Tata letak tipe ini akan terasa lebih fleksibel dibandingkan dengan tata letak

berdasarkan aliran produk. Pabrik yang beroperasi berdasarkan job order akan lebih

tepat kalau menerapkan layout tipe ini guna mengatur segala fasilitas produksinya.

3. Tata letak berdasarkan posisi (fixed position layout)

Pada fixed position layout mengkondisikan bahwa yang tetap pada posisinya

adalah material, sedangkan fasilitas produksi seperti mesin, peralatan, serta

komponen-komponen pembantu lainnya bergerak menuju lokasi material atau

komponen produk utama. Pada proses perakitan maka layout tipe posisi tetap akan

sering dijumpai karena disini peralatan kerja (tools) akan mudah dipindahkan.

Gambar 3. Fixed Position Layout (Wignjosoebroto, 2000)

4. Tata letak berdasarakan kelompok produk (group technology layout)

Group technology layout mengelompokkan produk atau komponen yang

akan dibuat berdasarkan kesamaan dalam proses. Pengelompokan produk

mengakibatkan mesin dan fasilitas produksi lainnya ditempatkan dalam sebuah sel

manufaktur karena setiap kelompok memiliki urutan proses yang sama. Tujuan dari

group technology layout adalah menghasilkan efisiensi yang tinggi dalam proses

manufakturnya.

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

16

Gambar 4. Group technology layout (Wignjosoebroto, 2000)

Tipe group technology layout merupakan kombinasi tipe tata letak produk

dan proses. Tipe group technology layout juga dikenal dengan tata letak pembelajar.

Maksudnya adalah mampu memberikan pembelajaran kepada opeartor agar

menguasai keterampilan.

2.3 Pola Aliran Bahan Proses Produksi

Pola aliran bahan yang baik merupakan dasar utama dalam perancangan tata

letak fasilitas produksi. Produktivitas yang tinggi dapat diperoleh dengan melalui

aliran bahan dalam proses produksi yang efektif dan efisien (Wignjosoebroto,

2003). Pola aliran bahan yang digunakan untuk proses produksi terdiri dari

beberapa jenis yaitu sebagai berikut:

1. Pola Aliran Garis Lurus Straight Line atau (I Flow)

Gambar 5. Pola Aliran Bahan Straight Line (Wignjosoebroto, 2003)

Dimana:

O-1 = Departemen 1

O-2 = Departemen 2

O-3 = Departemen 3

O-4 = Departemen 4

O-5 = Departemen 5

= Aliran Bahan

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

17

Pola aliran garis lurus ini digunakan apabila proses produksi berlangsung

singkat, proses produksi yang relatif sederhana dan terdiri dari beberapa item

tunggal atau sedikit. Pola aliran bahan ini akan memberikan jarak perpindahan yang

pendek antar proses dan proses berlangsung lurus sesuai urutan mesin awal sampai

ke mesin akhir.

2. Pola Aliran Bahan Serpetine atau zigzag (S-shaped)

Gambar 6. Pola Aliran Bahan Serpetine (Wignjosoebroto, 2003)

Dimana:

O-1 = Departemen 1

O-2 = Departemen 2

O-3 = Departemen 3

O-4 = Departemen 4

O-5 = Departemen 5

O-6 = Departemen 6

= Aliran Bahan

Pola aliran seperti huruf “S” diatas sangat baik diterapkan apabila aliran

proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan panjang area yang tersedia.

Untuk itu aliran bahan dibelokkan untuk mengurangi panjangnya garis aliran yang

ada.

3. Pola Aliran Bahan Bentuk U (U-Shaped)

Gambar 7. Pola Aliran Bahan U-Shaped (Wignjosoebroto, 2003)

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

18

Dimana:

O-1 = Departemen 1

O-2 = Departemen 2

O-3 = Departemen 3

O-4 = Departemen 4

O-5 = Departemen 5

O-6 = Departemen 6

= Aliran Bahan

Pola aliran ini digunakan apabila suatu perusahaan ingin hasil akhir dari

proses produksi berada pada posisi yang sama dengan awal proses produksi. Hal

tersebut akan memudahkan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian keluar

masuknya material dan produk jadi.

4. Pola Aliran Bahan Melingkar atau Circular (O Flow)

Gambar 8. Pola Aliran Bahan Circular (Wignjosoebroto, 2003)

Dimana:

O-1 = Departemen 1

O-2 = Departemen 2

O-3 = Departemen 3

O-4 = Departemen 4

O-5 = Departemen 5

O-6 = Departemen 6

= Aliran Bahan

Pola aliran bahan circular ini sangat baik diterapkan pada proses yang

mengkehendaki pengembalian material atau produk jadi pada titik awal produksi.

Pola ini juga dapat diterapkan pada proses yang menempatkan proses penerimaan

material dan pengiriman barang jadi pada area yang sama.

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

19

5. Pola Aliran Bahan Sudut Ganjil (Odd Angle)

Gambar 9. Pola Aliran Bahan Odd Angle (Wignjosoebroto, 2003)

Dimana:

O-1 = Departemen 1

O-2 = Departemen 2

O-3 = Departemen 3

O-4 = Departemen 4

O-5 = Departemen 5

O-6 = Departemen 6

= Aliran Bahan

Pola aliran bahan ini digunakan pada kondisi-kondisi yang memiliki tujuan

untuk memperoleh garis aliran produk melewati suatu kelompok kerja dari area

yang saling berkaitan, proses perpindahan bahan (material handling) secara

mekanis dan keterbatasan ruangan yang menyebabkan pola aliran yang lain

terpaksa tidak dapat diterapkan.

2.4 Penanganan Bahan (Material Handling)

Proses produksi di setiap perusahaan tidak terlepas dari aktivitas

pengangkutan dan pemindahan bahan. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam

proses produksi sangat diperlukan untuk menentukan strategi penanganan bahan

yang tepat. Penanganan bahan merupakan kegiatan mengangkat, mengangkut dan

meletakkan bahan-bahan atau barang-barang dalam proses di pabrik sampai pada

saat barang jadi akan dikeluarkan dari pabrik. Menurut Rochman (2010) material

handling diartikan sebagai pergerakan, penyimpanan, perlindungan, pengendalian

material di seluruh proses manufaktur dan distribusi termasuk penggunaan dan

pembuangannya. Purwaningsing dan Purnawan (2007) menyatakan bahwa material

handling adalah suatu kegiatan dalam memindahkan barang, dan bisa juga

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

20

dikatakan sebagai seni dan ilmu yang meliputi penanganan, pemindahan,

pengepakan, penyimpanan, sekaligus pengendalian dari bahan atau marerial dengan

segala bentuknya.

Perencanaan material handling di dalam perusahaan harus menyesuaikan

dengan tata letak dari perusahaan tersebut karena tata letak yang baik dapat

menangani sistem material handling secara menyeluruh. Jika sistem material

handling kurang sistematis maka akan menjadi masalah yang cukup besar dan akan

mengganggu jalannya proses produksi (Wignjosobroto dalam Susetyo, 2010).

Rochman (2010) mengatakan tujuan utama perencanaan material handling adalah

untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan efisiensi perpindahan material

dari satu departemen ke departemen lainnya. Oleh karena itu, perlu

memperhatingan beberapa pertimbangan seperti karakteristik material, tingkat

aliran material, tipe tata letak pabrik dan peralatan yang sesuai, jumlah material dan

jarak perpindahan material serta untuk menekan biaya yang dikeluarkan selama

proses produksi.

2.4.1 Jarak Penanganan Bahan

Jarak penanganan bahan adalah pengukuran panjang area yang dilewati

dalam proses pemindahan bahan dari suatu departemen ke departemen lain.

Menurut Hadiguna (2008) terdapat beberapa cara pengukuran yang digunakan

untuk memperkirakan jarak dalam tata letak, yaitu:

1. Euclidean, jarak yang didapatkan dengan cara mengukur garis lurus yang

terbentuk dari titik pusat masing-masing fasilitas departemen. Cara tersebut

dikatakan kurang realistis, namun sangat umum digunakan karena mudah

dimengerti dan mudah dipahami. Berikut ini adalah matriks jarak euclidean:

𝑑𝑖𝑗 = [(𝑥𝑖 − 𝑥𝑗)2

+ (𝑦𝑖 − 𝑦𝑗)2

]0,5

Keterangan:

Xi = koordinat X pusat fasilitas i

Xj = koordinat X pusat fasilitas j

Yi = koordinat Y pusat fasilitas i

Yj = koordinat Y pusat fasilitas j

dij = Jarak antara pusat fasilitas i dan j

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

21

2. Squared Euclidean, yaitu euclidean yang dikuadratkan. Pengkuadratan

memberikan bobot yang lebih besar terhadap jarak sepasang fasilitas serta

terhadap kedekatannya. Cara tersebut relatif sedikit digunakan, namun sering

secara khusus ditujukan untuk masalah lokasi. Berikut ini adalah matriks jarak

squared euclidean:

𝑑𝑖𝑗 = [(𝑥𝑖 − 𝑥𝑗)2

+ (𝑦𝑖 − 𝑦𝑗)2

]2

Keterangan:

Xi = koordinat X pusat fasilitas i

Xj = koordinat X pusat fasilitas j

Yi = koordinat Y pusat fasilitas i

Yj = koordinat Y pusat fasilitas j

dij = Jarak antara pusat fasilitas i dan j

3. Rectilinear, yaitu dikenal dengan the manhattan, sudut kanan, atau matriks

empat persegi. Cara demikian banyak digunakan karena mudah dipahami,

mudah dihitung dan tepat untuk masalah-masalah praktis. Berikut ini adalah

matriks jarak rectilinear:

𝑑𝑖𝑗 = |𝑥𝑖 − 𝑥𝑗| + |𝑦𝑖 − 𝑦𝑗|

Keterangan:

Xi = koordinat X pusat fasilitas i

Xj = koordinat X pusat fasilitas j

Yi = koordinat Y pusat fasilitas i

Yj = koordinat Y pusat fasilitas j

dij = Jarak antara pusat fasilitas i dan j

4. Tchebychev, jarak yang mengasumsikan pemindahan bahan pada mesin berat

di pabrik menggunakan mesin derek yang dikendalikan oleh dua motor yang

berbeda, satu bergerak kearah x dan yang lainnya bergerak kearah y. Waktu

yang dibutuhkan untuk mencapai fasilitas j dari fasilitas i tergantung pada

besarnya jarak antara x dan y, persamaannya adalah sebagai berikut:

𝑑𝑖𝑗 = 𝑚𝑎𝑥([𝑥𝑖 − 𝑥𝑗], [𝑦𝑖 − 𝑦𝑗])

Apabila derek dikendalikan oleh tiga roda oleh motor yang berbeda,

maka terdapat tiga dimensi yaitu x,y dan z. Rumus yang difunakan yaitu:

𝑑𝑖𝑗 = 𝑚𝑎𝑥([𝑥𝑖 − 𝑥𝑗], [𝑦𝑖 − 𝑦𝑗], [𝑧𝑖 − 𝑧𝑗] )

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

22

Keterangan:

Xi = koordinat X pusat fasilitas i

Xj = koordinat X pusat fasilitas j

Yi = koordinat Y pusat fasilitas i

Yj = koordinat Y pusat fasilitas j

Zi = koordinat Z pusat fasilitas i

Zj = koordinat Z pusat fasilitas j

dij = Jarak antara pusat fasilitas i dan j

5. Aisle Distance, biasa disebut gang atau lorong merupakan perhitungan jarak

aktual pemindahan bahan di sepanjang gang yang dilakukan alat penanganan

bahan. Cara tersebut diaplikasikan pada masalah tata letak manufaktur karena

lintasan aliran bahan tidak diketahui dalam tahap awal desain, sehingga

digunakan dalam tahap evaluasi. Sebagai contoh untuk mengukur jarak

departemen A ke departemen C harus melalui seluruh lintasan yang dilewati

dari A ke C.

6. Adjacency, matriks berdasarkan kedekatan yang mempunyai kelemahan tidak

diturunkan dari fasilitas non-kedekatan.

7. Shortest Path atau lintasan terpendek, yaitu jarak antara dua simpul pada

masalah lokasi jaringan kerja. Cara tersebut digunakan untuk masalah yang

memiliki banyak lintasan.

2.4.2 Biaya Penanganan Bahan

Biaya penangana bahan adalah suatu biaya yang dikeluarkan akibat dari

aktivitas penanganan bahan dari suatu proses ke proses lain yang besarannya

ditentukan pada satuan tertentu biasanya dengan satuan mata uang per jarak (Rp/m)

(Purnomo, 2004). Dari permasalahan yang sering timbul dalam tata letak fasilitas

produksi membuat pengeluaran biaya penanganan bahan menjadi besar. Oleh

karena itu, perlu dilihat kemungkinan terjadinya permasalahan tersebut dengan

melakukan usaha agar biaya penanganan bahan dapat diminimalkan. Apabila biaya

penanganan bahan dapat dikurangi, maka tidak hanya mengurangi biaya yang

dikeluarkan namun juga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan

penanganan bahan.

Menurut Assauri (2008), banyak hal yang menyebabkan adanya inefisiensi

biaya penanganan bahan. Adanya keterlambatan aliran bahan yang dikerjakan

dalam produksi akan menambah biaya baik dalam waktu pengerjaan maupun

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

23

jumlah uang yang dikeluarkan. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan aliran

bahan untuk menghindari terjadinya keterlambatan aliran bahan. Selain itu, sering

muncul proses tambahan dan barang sisa secara tidak efisien, ketidakteraturan

tempat atau tata letak fasilitas produksi serta kurangnya pengawasan dalam

penanganan dan penyusunan bahan yang membutuhkan banyak waktu dan biaya

yang besar dalam proses penanganan bahan. Biaya penanganan bahan merupakan

ongkos yang timbul akibat adanya perpindahan atau aktivitas suatu material dari

departemen ke departemen yang lainnya. Secara umum, biaya material handling

dapat dihitung dengan cara:

BMH = BMH/meter x Jarak Tempuh Pengangkutan

Total BMH = BMH x Frekuensi Aliran

2.5 Analisis Perencanaan Aliran Bahan

Pengaturan departemen didasarkan pada aliran bahan yang bergerak

diantara fasilitas-fasilitas produksi dalam suatu pabrik. Untuk mengevaluasi

alternatif perencanaan tata letak fasilitas produksi maka diperlukan aktivitas

pengukuran aliran bahan dalam sebuah analisis teknis (Wignjosoebroto, 2003). Ada

banyak teknik analisis yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dan menganalisis

aliran bahan. Analisis aliran dalam hal ini bisa dilaksanakan secara kualitatif

maupun kuantitatif.

2.5.1 Peta Hubungan Aktivitas (Activity Relationship Chart atau ARC)

Menurut Tompkins (2003) aliran bahan dapat diukur secara kualitatif

menggunakan tolak ukur derajat kedekatan antara fasilitas satu dengan fasilitas

lainnya. Analisis bahan secara kualitatif diaplikasikan untuk pengaturan fasilitas

produksi atau departemen bilamana pergerakan material, informasi atau manusia

relatif sedikit dilaksanakan. Analisis kualitatif diperlukan ketika kita ingin

mengatur tata letak berdasarkan derajat hubungan aktivitas seperti hubungan

komunikasi atau hirarki dalam struktur organisasi. Ukuran kualitatif akan berupa

range derajat hubungan yang menunjukkan apakah suatu departemen harus

diletakkan berdekatan atau berjauhan dengan departemen yang lain. Activity

Relationship Chart (ARC) merupakan peta yang menggambarkan tingkat

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

24

kedekatan hubungan antar bagian kegiatan yang ada dalam perusahaan. ARC

mengutamakan aktivitas antar stasiun kerja yang memiliki hubungan atau tidak

sehingga dapat diketahui tingkat keterkaitannya (Tompkins, 2010). Metode ini

dapat memberikan dasar dari perencanaan tata letak dengan mengutamakan

aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan. Suatu peta hubungan aktivitas dapat

dikontruksikan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Identifikasi semua fasilitas kerja atau departemen-departemen yang akan diatur

tata letaknya dan dutuliskan daftar urutannya pada peta.

2. Lakukan wawancara/survei/interview terhadap karyawan dari setiap

departemen yang tertera dalam daftar peta dan juga dengan manajemen yang

berwenang.

3. Definisikan kriteria hubungan antara departemen yang akan diatur letaknya

berdasarkan derajat kedekatan hubungan serta alasan masing-masing dalam

peta. Selanjutnya tatapkan nilai hubungan tersebut untuk setiap hubungan

aktivitas antar departemen yang ada dalam peta.

4. Diskusikan hasil penelitian yang ada dengan manajemen yang bersangkutan.

Secara bebas lakukan evaluasi dan koreksi atau perubahan yang lebih sesuai.

Lakukan persamaan persepsi dengan pihak manajemen.

Analisis pada peta hubungan aktivitas ini akan menggambarkan sandi huruf

(derajat hubungan) dapat dilihat pada Gambar 10.

Gamabar.10 Activity Relationship Chart (ARC)

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

25

Derajat kedekatan antar departemen digambar oleh simbol-simbol, yang

memiliki arti:

A = Mutlak Perlu Berdekatan

E = Sangat Perlu Berdekatan

I = Penting Berdekatan

O = Kedekatan Biasa

U = Tidak Perlu Berdekatan

X = Tidak Diinginkan Berdekatan

Adapun kode dalam bentuk angka akan menjelaskan alasan dari hubungan

antar departemen kerja tersebut yang akan dijelaskna sebagai berikut:

1 = Aliran material

2 = Kemudahan pengawasan

3 = Menggunakan personil yang sama

4 = Melaksanakan pekerjaan yang sama

5 = Memakai ruang yang sama

2.5.2 Peta Aliran Proses (Flow Process Chart atau FPC)

Menurut Hadiguna dan Setiawan (2008), peta aliran proses (Flow Process

Chart) atau disingkat FPC adalah peta yang menggambarkan informasi yang

diperlukan setiap komponen pembentukan sebuah produk lengkap dengan lebih

terperinci. Di dalamnya dimuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisis

seperti waktu yang dibutuhkan dan jarak perpindahan yang terjadi. Waktu biasanya

dinyatakan dalam jam atau menit sementara jarak perpindahan basanya dinyatakan

dalam meter. Kegunaan peta proses aliran adalah:

1. Mengetahui aliran bahan awal masuk dalam proses atau proses atau prosedur

sampai aktivitas terakhir.

2. Memberikan informasi waktu penyelesaian suatu proses.

3. Mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan selama proses berlangsung.

4. Mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan selama proses-proses atau

metode kerja.

5. Dari peta ini menggambarkan aliran yang dialami oleh suatu komponen secara

lengkap, peta ini merupakan suatu alat yang akan mempermudah suatu proses

analisis untuk mengetahui tempat-tempat di mana terjadi ketidakefisienan atau

ketidaksempurnaan kerja. Jadi sendirinya peta dapat digunakan untuk

menghilangkan ongkos-ongkos yang tersembunyi.

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

26

Ketetapan terhadap komponen yang dibuat merupakan dasar dalam

menentukan proses produksi yang diperlukan pada pabrik. Untuk pembuatan peta

ini menggunakan lambang-lambang ASME (American Society of Mechanical

Enginers) dengan nama-nama kegiatan yaitu operasi, transportasi, pemeriksaan,

menunggu, penyimpanan, dan aktivitas gabungan.

2.5.3 Peta Dari – Ke ( From –To Chart atau FTC)

From – to chart merupakan sebuah teknik konvensional yang secara umum

dapat digunakan dalam perencanaan tata letak dan material handling dalam proses

operasi dan produksi (Kristinawati, 2000). Proses ini sangat berguna pada saat

terjadi banyak perpindahan bahan baku dalam suatu area. From – to chart

merupakan penggambaran tentang total biaya material handling secara

menyeluruh, mulai dari proses awal hingga akhir. Menurut Wignjosobroto (2003)

from – to chart sering disebut sebagai trip frekuensi chart atau travel chart yaitu

suatu teknik konvensional yang umum digunakan untuk perencanaan tata letak

pabrik dan penanganan bahan dalam suatu proses produksi. Teknik ini sangat

berguna untuk kondisi-kondisi dimana banyak item yang mengalir melalui area

seperti job shop, bengkel, permesinan, kantor dan lain-lain. Selain itu, from – to

chart adalah penggambaran tentang jumlah total biaya material handling (BMH)

dari suatu bagian aktivitas dalam departemen menuju departemen lainnya. Sehingga

dari tabel ini dapat dilihat BMH secara keseluruhan, mulai dari gudang bahan baku

(receiving), proses produksi (processing) dan terakhir yaitu gudang barang jadi

(shipping). Tabel from – to chart berbentuk matriks dengan baris menunjukkan asal

material dan kolom menunjukkan tujuan material.

2.5.4 Outflow-Inflow

Outflow digunakan untuk mencari koefisien biaya yang keluar dari suatu

departemen ke deapartemen lainnya. Inflow digunakan untuk mencari koefisien

biaya yang masuk ke suatu departemen ke departemen lainnya. Outflow dan inflow

digunakan untuk mencari koefisien biaya pada mesin (departemen) yang

bersangkutan. Biaya tersebut merupakan koefisien biaya keluar dan masuk

berdasarkan BMH yang diketahui. Referensi perhitungan outflow dan inflow yaitu

dari FTC biaya material handling, biaya yang dibutuhkan dalam material handling

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

27

dari departemen ke departemen yang lain. Adapun rumus untuk menghitung

outflow dan inflow adalah sebagai berikut:

Outflow = 𝑂𝑛𝑔𝑘𝑜𝑠 𝑑𝑖 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑀

𝑂𝑛𝑔𝑘𝑜𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑀

Inflow = 𝑂𝑛𝑔𝑘𝑜𝑠 𝑑𝑖 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑀

𝑜𝑛𝑔𝑘𝑜𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑘𝑒 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑀

Perhitungan outflow merupakan perbandingan biaya material handling

yang digunakan di departemen M dengan biaya yang dikeluarkan dari departemen

M ke departemen lainnya. Sedangkan pada perhitungan inflow merupakan

perbandingan biaya material handling yang digunakan di departemen M dengan

biaya yang masuk dari departemen M ke departemen lainnya.

2.6 Perbaikan Tata Letak Fasilitas Produksi Metode Konvensional

Perbaikan tata letak fasilitas produksi dapat dilakukan dengan

menggunakan metode konvensional. Penggunaan metode konvensional dalam

melakukan perbaikan tata letak fasilitas produksi ini terdapat kelebihan dan

kekurangan. Kelebihan menggunakan metode konvensional ini dapat melakukan

pertukaran departemen sesuai dengan pendapat dari peneliti namun disesuaikan

dengan aspek lain seperti memperhitungkan kebutuhan luas lantai,

mempertimbangkan pola aliran bahan, dan aspek lain dalam proses operasi.

Sedangkan untuk kekurangan dari penggunakan metode ini yaitu proses analisis

perhitungan dapat berjalan lebih lama sehingga kurang cocok diterapkan apabila

suatu perusahaan yang membutuhkan perubahan dalam waktu singkat, dan untuk

mendapatkan biaya penanganan bahan yang optimal harus dilakukan perhitungan

lebih dari satu kali (Pamungkas, 2015).

Perbaikan tata letak fasilitas produksi dapat dilakukan dengan metode

konvensional menggunakan diagram hubungan aktivitas (Activity Relationship

Diagram atau ARD) berdasarkan hasil identifikasi aliran bahan, Activity

Relationship Chart (ARC) dan tabel skala prioritas (TSP). Dalam melakukan

perbaikan tata letak menggunakan metode konvensional hal pertama yang harus

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

28

dilakukan yaitu mengidentifikasi fasilitas atau departemen kerja yang ada di pabrik

dan menentukan tingkat hubungan kedekatan antar fasilitas tersebut dengan

membuat ARC. Setelah itu merangkum hasil ARC kedalam Worksheet,

menyiapkan block template sejumlah fasilitas yang akan dirancang tata letaknya,

dan menyusun Activity Relationship Diagram (ARD). Berikut adalah perancangan

perbaikan dengan menggunakan metode konvensional.

2.6.1 Tabel Skala Prioritas (TSP)

Tabel skala prioritas (TSP) adalah suatu tabel yang menggambarkan urutan

prioritas antara departemen atau mesin dalam suatu lintasan atau layout produksi.

Referensi TSP didapatkan dari perhitungan Outflow dan Inflow, dimana prioritas

diurutkan berdasarkan harga koefisien biayanya. TSP ini selanjutnya akan menjadi

acuan bagi pembuatan Activity Relationship Diagram (ARD). Pembuatan TSP

adalah untuk membantu dalam menentukan departemen yang harus diletakkan pada

satu tempat maka digunakan derajat kedekatan yaitu seperti mutlak perlu kegiatan

yang berdampingan satu sama lain, sangat penting kegiatan berdekatan, pentingnya

kegiatan berdekatan, kedekatan dimana saja tidak ada masalah. Pengisian derajat

kedekatan pada tabel skala prioritas ini berdasarkan angka-angka atau koefisien dari

FTC Outflow dan FTC Inflow dengan range nilai untuk masing-masing derajat

kedekatan (Apple, 1990).

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

29

Tabel 1. Contoh Tabel Skala Prioritas (TSP)

No Nama Departemen Skala Prioritas

1 2 3 4 5

1 Meja Pola 0.01163

2

2 Meja Potong 17.7654 12.3537 2.55446 0.52681

3 6 7 5

3 Meja Sablon Datar 0.20917

4

4 Mesin Press 2.92552

6

5 Meja Sablon Berdiri

dan Mesin Couring

4.30563

6

6 Mesin Obras 1.21868 0.3828

8 7

7 Mesin Jahit 0.492 0.48952 0.32557

9 6 10

8 Mesin Bis 0.22183

9

9 Mesin Overdeck 1.21068

10

10 Meja Setrika 1

11

11 Meja Pengepakan

Sumber: Yuliant.,dkk, 2014

2.6.2 Activity Relationship Diagram (ARD)

Activity Relationship Diagram (ARD) merupakan diagram keterkaitan

kegiatan atau hubungan antar aktivitas dibuat menggunakan informasi dari peta

keterkaitan kegiatan yang digunakan sebagai dasar perencanaan keterkaitan antara

pola aliran bahan dan lokasi (Apple, 1990). Activity Relationship Diagram (ARD)

merupakan diagram yang menunjukkan hubungan antar departemen kerja

berdasarkan skala prioritas kedekatan sehingga diharpakan dapat meminimalkan

biaya material handling. Dasar dalam pembuatan ARD yaitu tabel skala prioritas

(TSP), yang menempati posisi utama dalam skala prioritas harus didekatkan

letaknya kemudian diikuti dengan priorotas berikutnya (Wignjosoebroto, 2003).

Pada saat penyusunan ARD kemungkinan terjadinya error sangatlah besar sebab

berawal dari asumsi bahwa semua departemen kerja berdekatan satu sama lain.

Error yang dimaksud adalah suatu keadaan dimana departemen-departemen yang

mendapat prioritas satu tidak menempati posisinya untuk saling berdekatan tanpa

ada pembatas dari departemen lain. Diagram hubungan aktivitas digambarkan

Nilai

inflow/

Outflow Nomor

departemen

yang dituju

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/5318/3/BAB II.pdf2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam

30

dalam bentuk persegi empat yang berarti luas area tiap departemen diabaikan

sementara (Wignjosoebroto, 2003).

Gambar 11. Diagram Hubungan Aktivitas (Activity Relationship Diagram atau

ARD)