Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan suatu penelitian, tidak terlepas dari hasil penelitian –
penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penelitian yang akan diteliti sebagai
bahan perbandingan dan kajian. Tujuan dari telaah penelitian terdahulu untuk
melihat perkembangan penelitian yang telah dilakukan. Dengan adanya telaah
penelitian terdahulu diharapkan terdapat perkembangan ilmu mengenai tata letak
fasilitas produksi. Adapun penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dan
perbandingan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yuniarti (2011) dengan judul penelitian evaluasi dan perancangan ulang tata
letak fasilitas produksi pada unit usaha tahu “RDS” Singosari, Malang. Peneitian
ini bertujuan melakukan perbaikan tata letak fasilitas produksi (re-layout).
Perbaikan dilakukan menggunakan teknik konvensional, dengan mengevaluasi tata
letak fasilitas awal melalui identifikasi tahapan dan identifikasi tata letak fasilitas
awal. Perencanaan tata letak usulan dilakukan dengan empat tahap yaitu pembuatan
peta proses, menentukan kebutuhan luas lantai, analisis antar kegiatan dan
perancangan tata letak. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan tata
letak hasil dari running software Facility Location and Layout (FLL). Hasil dari
penelitian tersebut yaitu menghasilkan dua usulan. Setiap usulan memiliki jarak
perpindahan yang lebih pendek dari tata letak awal. Tata letak awal memiliki jarak
perpindahan bahan 855,78 m, sedangkan untuk usulan 1 sebesar 680,70 m dan 2
sebesar 466,10 m. Tata letak usulan memiliki biaya perpindahan dan waktu siklus
yang berbeda. Pada tata letak awal biaya perpindahan bahan sebesar Rp. 24.586,57
per batch dan waktu siklus tiap batch 229,47 menit. Kedua usulan memiliki biaya
perpindahan bahan dan waktu siklus minimum. Usulan 1 memiliki biaya
perpindahan bahan sebesar Rp. 19.556,49 per batch dengan waktu siklus selama
224,63 menit. Untuk usulan 2 biaya perpindahannya sebesar Rp. 13.796,17 per
batch dengan waktu siklus selama 219,63 menit. Tata letak dengan teknik
konvensional menjadi tata letak terbaik bila dibandingkan dengan hasil dari
software FLL. Usulan yang dihasilkan software memiliki nilai kontribusi sebesar
5,690614 x 107. Sementara usulan teknik konvensional memiliki nilai kontribusi
sebesar 1,178032 x 107. Nilai kontribusi ini tetap memiliki nilai yang jauh lebih
8
rendah bila dibandingkan dengan tata letak awal yang memiliki nilai kontribusi
sebesar 7,130764 x107.
Jauhari (2012) dalam penelitiannya melakukan perancangan ulang tata letak
fasilitas pada UKM Roti Shendy. Penelitian ini bertujuan untuk membuat
perancangan tata letak fasilitas pada pabrik Roti Shendy agar dapat meningkatkan
kinerja pabrik baik dari sisi proses kerja dan laba yang didapatkan. Pengolahan data
yang dilakukan yaitu pembuatan peta kerja dan diagram alir, menentukan jarak
antar stasiun kerja, perhitungan biaya Ongkos Material Handling (OMH), membuat
from-to chart (FTC), membuat inflow-outflow, membuat Activity Relationship
Diagram (ARD), perhitungan luas ruangan layout, pembuatan tabel prioritas dan
pembuatan layout usulan. Tahap analisis data dilakukan dengan membandingkan
antara layout awal dengan ketiga layout usulan dengan dasar penyusunan tata letak
dan hubungannya dengan OMH. Kemudian akan dianalisis layout usulan terbaik
yang mempunyai OMH terkecil. Dari 3 layout usulan yang dihasilkan memiliki
presentase penuruanan yang berbeda-beda. Pada usulan layout pertama total OMH
dapat diturunkan sebesar Rp 496.825,36 atau sekitar 22,08% dari ongkos semula.
Untuk layout usulan kedua total OMH dapat diturunkan sebesar Rp 534.430 atau
sekitar 23,75%. Sedangkan pada layout usulan ketiga total OMH per bulan dapat
diturunkan lagi sebesar Rp 536.640 atau sekitar 23,85% dari ongkos berdasarkan
layout semula. Dari ketiga perhitungan layout usulan, usulan ketiga yang memiliki
presentase penurunan OMH terbesar.
Sitorus (2014) tentang perancangan ulang tata tetak fasilitas pabrik PT.
Umas Jaya Agrotama di Lampung. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah
untuk menganalisis pengaruh tata letak pabrik terhadap produktivitas dan
menyususn rekomendasi pengaruh tata letak baru yang terkait dengan aspek
produktivitas. Data yang digunakan adalah data primer melalui observasi dan data
sekunder melalui studi pustaka dan literature yang relevan dengan penelitian.
Metode yang digunakan untuk merancang ulang tata letak adalah metode Peta Dari-
Ke, Diagram Relasi Aktivitas, dan Unequal- Area Facility Layout (UA-FLP) . Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perpindahan aliran bahan menjadi 43,7 m dan jarak
tempuh sebelumnya 145,7 m maka terjadi perubahan jarak 101 m. Namun
penelitian ini hanya berfokus pada jarak tanpa menghitung biaya aliran bahan.
9
Yuliant (2014), melakukan usulan perancangan tata letak fasilitas
perusahaan garmen CV. X dengan menggunakan metode konvensional. Penelitian
ini dilakukan yang tujuan untuk menghasilkan usulan perbaikan tata letak fasilitas
pada CV. X yang efisien dengan kriteria minimisasi ongkos material handling.
Metode dalam digunakan dalam penelitian ini yaitu metode konvensional dengan
menghitung ongkos material handling (OMH). Kemudian dari perhitungan OMH
tersebut dituangkan ke dalam tabel From To Chart (FTC), Inflow-Outflow, Skala
Prioritas, Activity Relationship Diagram (ARD), Activity Relationship Chart
(ARC), Area Allocation Diagram (AAD) dan templete 2 dimensi. Hasil dari
penelitian menunjukkan 3 usulan tata letak yang dapat menurunkan ongkos
material handling. Rata-rata presentase penurunan tata letak usulan opsi 1 adalah
18,66%, opsi 2 adalah 48,82% dan opsi 3 adalah 64,29%. Dari ketiga usulan
tersebut usulan tata letak opsi 3 menghasilkan penurunan OMH yang paling
signifikan.
Berdasarkan dari penelitian-penelitian terdahulu dapat diketahui perbedaan
dan persamaan terhadap penelitian yang akan direncanakan mengenai tata letak
fasilitas produksi. Penelitian akan dilakukan di UKM Agronas Gizi Food Kota
Batu, Jawa Timur. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
yaitu ruang lingkup objek penelitian lebih kecil yang baru berkembang dan
memiliki ruang produksi yang tidak cukup luas sehingga perancangan tata letak
fasilitas produksi masih belum tertata dengan baik. Selain itu, penelitian ini juga
dilakukan tidak hanya melihat efisiensi jarak dan biaya material handling saja
melainkan untuk meningkatkan produktivitas. Sedangkan persamaan dari penelitan
ini dengan penelitian terdahulu yaitu memperbaiki tata letak fasilitas,
meminimalkan biaya dan memperpendek jarak serta menggunakan metode yang
sama. Metode yang digunakan ialah pembuatan Flow Process Chart (FPC), Activity
Relationship Chart (ARC), From-To Chart (FTC) dan Outflow-Inflow.
Perancangan usulan perbaikan tata letak fasilitas produksi menggunakan metode
konvensional dengan membuat Tabel Skala Priorotas (TSP) dan Activity
Relationship Diagram (ARD).
10
2.2 Tata Letak Fasilitas Produksi
2.2.1 Definisi Tata Letak Fasilitas Produksi
Menurut Heizer dan Render (2009) tata letak merupakan salah satu
keputusan yang dapat menentukan tingkat efisiensi suatu operasi perusahaan dalam
jangka panjang. Tata letak memiliki berbagai dampak strategis karena tata letak
dapat menentukan daya saing perusahaan dalam hal kapasitas, proses, fleksibilitas,
biaya serta mutu lingkungan kerja dan citra perusahaan. Hadiguna (2008)
mendifinisikan tata letak sebagai kumpulan unsur-unsur fisik yang diatur mengikuti
aturan atau logika tertentu. Tata letak fasilitas merupakan bagian perancangan yang
lebih fokus pada pengaturan unsur-unsur fisik. Unsur-unsur fisik dapat berupa
mesin, peralatan, meja, bangunan, dan sebagainya. Tata letak pabrik berhubungan
erat dengan segala proses perancangan dan pengaturan letak dari pada mesin,
peralatan, aliran bahan dan orang-orang yang bekerja di masing-masing stasiun
kerja yang ada.
Tata letak fasilitas pabrik merupakan letak setiap mesin dan peralatan yang
mempunyai kaitan pekerjaan didalam kegiatan pengolahan yang dilaksanakan pada
suatu sarana operasi dan produksi atau di dalam satu bangunan atau ruangan
(Pardede, 2005). Tata letak fasilitas produksi adalah pengaturan fasilitas-fasilitas
produksi dalam sebuah pabrik agar proses produksi dapat berlangsung secara lancar
terutama pada peninjauan aspek-aspek aliran material dari suatu proses menuju
proses selanjutnya (Wignjosoebroto, 2000). Tata letak yang baik dari segala
fasilitas produksi dalam suatu pabrik adalah dasar untuk membuat operasi kerja
menjadi lebih efektif dan efisien. Secara umum pengaturan dari pada semua fasilitas
produksi direncanakan sedemikian rupa sehingga akan diperoleh transportasi
minimum dari proses pemindahan bahan, minimum gerakan balik yang tidak perlu,
pemakaian area tanah yang minimum, pola aliran produksi yang terbaik,
keseimbangan penggunaan area tanah yang dimiliki, keseimbangan didalam area
lintasan perakitan dan fleksibilitas untuk menghadapi kemungkinan ekspansi
dimasa mendatang (Wignjosoebroto, 2009). Kelancaran aliran produksi dalam
pabrik akan dapat menunjang efisiensi produksi yang dilakukan oleh perusahaan
(Ahyari, 2006).
11
2.2.2 Tujuan Tata Letak Fasilitas Produksi
Tata letak memiliki fungsi sebagai gambaran sebuah susunan yang
ekonomis dari aliran kerja yang saling berkaitan, dimana barang-barang dapat
diproduksi secara ekonomis. Menurut Wignjosoebroto (2003) tujuan dari tata letak
fasilitas produksi yaitu untuk mengatur area kerja dari segala fasilitas produksi yang
paling ekonomis untuk keamanan dan kenyamanan yang dapat meningkatkan moral
kerja dan performansi kerja dari operator. Jika dikerucutkan lagi tata letak fasilitas
yang baik akan memberikan beberapa keuntungan dalam sistem produksi yaitu
sebagai berikut:
1. Menaikkan output produksi.
2. Mengurangi waktu tunggu (delay).
3. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling).
4. Penghematan penggunaan area untuk produksi, gudang dan service.
5. Pendayagunaan yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja, dan/atau
fasilitas produksi lainnya.
6. Mengurangi inventory in process.
7. Proses manufakrur yang lebih singkat.
8. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator.
9. Mempermudah aktivitas supervise.
10. Mengurangi kemaacetan dan kesimpangsiuran.
11. Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari bahan
baku maupun produk jadi.
Adapaun Purnomo (2004) merumuskan tujuan perancangan tata letak
produksi sebagai berikut:
1. Meminimasi aliran bolak balik (backtracking).
2. Meminimasi penundaan pekerjaan atas material/mengurangi waktu tunggu
(delay) yang berlebihan.
3. Meminimasi penanganan material.
4. Meningkatkan fleksibilitas baik dari segi rancangan produk maupun jumlah
yang dapat diproduksi.
5. Tenaga kerja dan ruang dapat dimanfaatkan secara efektif.
6. Memberikan kemudahan perawatan fasilitas dan kebersihan.
12
7. Mengurangi kemacetan yang menghalangi gerakan orang atau bahan.
8. Mengurangi bahaya bagi personel.
9. Mengusahakan biaya atau investasi serendah mungkin.
10. Menaikkan output produksi.
Sedangkan Heragu (2008) menekankan tujuan perancangan tata letak fasilitas
produksi menjadi lima hal, antara lain:
1. Meminimalisasi biaya transportasi pada proses material handling.
2. Memfasilitasi aliran material dan informasi.
3. Meningkatkan moral pekerja.
4. Meminimasi risiko kecelakaan kerja dan kerusakan property.
5. Menyediakan kemungkinan untuk supervise dan komunikasi secara langsung.
2.2.3 Prinsip Dasar Tata Letak Fasilitas Produksi
Menurut Wignjosoebroto (2003) berdasarkan aspek dasar, tujuan dan
keuntungan-keuntungan yang bisa didapatkan dalam tata letak fasilitas produksi
yang terencanakan dengan baik, maka terdapat tujuh prinsip dasar yang wajib
dipertimbangkan pada saat merencakan tata letak yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip Integrasi (Principle of Integration), suatu tata letak yang baik adalah
mengintegrasikan manusia, material, mesin dan layanan pendukung lainnya
untuk mendapatkan pemanfaatan yang optimal terhadap sumber daya yang
dimilikinya.
2. Prinsip Kedekatan Jarak (Principle of minimum distance), prinsip ini berkaitan
dengan perpindahan atau pergerakan manusia dan material. Tata Letak harus
diatur sedekat mungkin untuk meminimalisasi perjalanan dan pergerakan.
Perlu diingat bahwa jarak yang jauh dapat meningkatkan penggunaan waktu
kerja yang juga akan meningkatkan biaya operasional.
3. Prinsip Pemanfaatan Ruang (Principle of Space Utilisation), sebuah layout
atau tata letak yang baik adalah memanfaatkan keseluruhan ruang baik ruang
horizontal maupun ruang vertikal-nya. Pemanfaatan optimal bukan saja pada
lantai ruangan saja, namun juga meliputi tinggi ruangan (pemanfaatan tiga
dimensi).
13
4. Prinsip Aliran (Principle of Flow), layout atau ata letak yang baik adalah layout
yang dapat memperlancar aliran perpindahan material hingga tahap
penyelesaiannya.
5. Prinsip Fleksibilitas Maksimum (Principle of Maximum Flexibility), sebuah
layout atau tata letak yang baik adalah layout yang tidak memakan biaya besar
dan waktu lama saat terjadi perubahaan. Kebutuhan masa depan seharusnya
dijadikan salah satu pertimbangan dalam melakukan perancangan layout atau
tata letak fasilitas pabrik.
6. Prinsip Keselamatan, Keamanan dan Kepuasan (Principle of Safety, Security
and Satisfaction), sebuah layout atau tata letak yang baik adalah layout yang
mempertimbangkan keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kepuasan
tenaga kerja serta keamanan fasilitas seperti menghindari terjadinya kebakaran
dan kemalingan.
7. Prinsip Penanganan minimum (Principle of minimum handling), sebuah layout
atau tata letak yang baik adalah layout yang dapat meminimalisasi penanganan
material.
2.2.4 Macam – Macam Tata Letak Fasilitas produksi
Menurut Wignjosoebroto (2000) secara umum macam-macam tata letak
fasilitas produksi diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu:
1. Tata letak berdasarkan aliran produk (product layout)
Product layout pada umumnya digunakan untuk pabrik yang memproduksi
satu macam atau kelompok produk dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang
lama, maka segala fasilitas–fasilitas produksi dari pabrik tersebut haruslah diatur
sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berlangsung seefisien mungkin.
Dengan layout berdasarkan aliran produksi maka mesin dan fasilitas produksi
lainnya akan diatur menurut prinsip “machine after machine”. Mesin disusun
menurut urutan proses yang ditentukan pada pengurutan produksi, tidak peduli
macam mesin yang digunakan. Tiap komponen berjalan dari satu mesin ke mesin
berikutnya melewati seluruh daur operasi yang dibutuhkan.
14
Gambar 1. Product Layout (Wignjosoebroto, 2000)
Dengan layout tipe ini, suatu produk akan dikerjakan sampai selesai didalam
departemen tanpa perlu dipindah-pindah ke departemen lain. Disini bahan baku
akan dipindahkan dari satu operasi ke operasi berikutnya secara langsung sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan utama dari layout ini adalah untuk
mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan dalam
aktivitas produksi.
2. Tata letak berdasarkan aliran proses (process layout)
Process layout merupakan metode pengaturan dan penempatan fasilitas
dimana fasilitas yang memiliki tipe dan spesifikasi sama ditempatkan kedalam satu
departemen. Umumnya digunakan pada perusahaan yang beroperasi dengan
menerima pesanan dari pelanggan. Selain itu juga digunakan untuk perusahaan
yang mempunyai produk bervariasi dan memproduksi dalam jumlah kecil.
Gambar 2. Process Layout (Wignjosoebroto, 2000)
15
Tata letak tipe ini akan terasa lebih fleksibel dibandingkan dengan tata letak
berdasarkan aliran produk. Pabrik yang beroperasi berdasarkan job order akan lebih
tepat kalau menerapkan layout tipe ini guna mengatur segala fasilitas produksinya.
3. Tata letak berdasarkan posisi (fixed position layout)
Pada fixed position layout mengkondisikan bahwa yang tetap pada posisinya
adalah material, sedangkan fasilitas produksi seperti mesin, peralatan, serta
komponen-komponen pembantu lainnya bergerak menuju lokasi material atau
komponen produk utama. Pada proses perakitan maka layout tipe posisi tetap akan
sering dijumpai karena disini peralatan kerja (tools) akan mudah dipindahkan.
Gambar 3. Fixed Position Layout (Wignjosoebroto, 2000)
4. Tata letak berdasarakan kelompok produk (group technology layout)
Group technology layout mengelompokkan produk atau komponen yang
akan dibuat berdasarkan kesamaan dalam proses. Pengelompokan produk
mengakibatkan mesin dan fasilitas produksi lainnya ditempatkan dalam sebuah sel
manufaktur karena setiap kelompok memiliki urutan proses yang sama. Tujuan dari
group technology layout adalah menghasilkan efisiensi yang tinggi dalam proses
manufakturnya.
16
Gambar 4. Group technology layout (Wignjosoebroto, 2000)
Tipe group technology layout merupakan kombinasi tipe tata letak produk
dan proses. Tipe group technology layout juga dikenal dengan tata letak pembelajar.
Maksudnya adalah mampu memberikan pembelajaran kepada opeartor agar
menguasai keterampilan.
2.3 Pola Aliran Bahan Proses Produksi
Pola aliran bahan yang baik merupakan dasar utama dalam perancangan tata
letak fasilitas produksi. Produktivitas yang tinggi dapat diperoleh dengan melalui
aliran bahan dalam proses produksi yang efektif dan efisien (Wignjosoebroto,
2003). Pola aliran bahan yang digunakan untuk proses produksi terdiri dari
beberapa jenis yaitu sebagai berikut:
1. Pola Aliran Garis Lurus Straight Line atau (I Flow)
Gambar 5. Pola Aliran Bahan Straight Line (Wignjosoebroto, 2003)
Dimana:
O-1 = Departemen 1
O-2 = Departemen 2
O-3 = Departemen 3
O-4 = Departemen 4
O-5 = Departemen 5
= Aliran Bahan
17
Pola aliran garis lurus ini digunakan apabila proses produksi berlangsung
singkat, proses produksi yang relatif sederhana dan terdiri dari beberapa item
tunggal atau sedikit. Pola aliran bahan ini akan memberikan jarak perpindahan yang
pendek antar proses dan proses berlangsung lurus sesuai urutan mesin awal sampai
ke mesin akhir.
2. Pola Aliran Bahan Serpetine atau zigzag (S-shaped)
Gambar 6. Pola Aliran Bahan Serpetine (Wignjosoebroto, 2003)
Dimana:
O-1 = Departemen 1
O-2 = Departemen 2
O-3 = Departemen 3
O-4 = Departemen 4
O-5 = Departemen 5
O-6 = Departemen 6
= Aliran Bahan
Pola aliran seperti huruf “S” diatas sangat baik diterapkan apabila aliran
proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan panjang area yang tersedia.
Untuk itu aliran bahan dibelokkan untuk mengurangi panjangnya garis aliran yang
ada.
3. Pola Aliran Bahan Bentuk U (U-Shaped)
Gambar 7. Pola Aliran Bahan U-Shaped (Wignjosoebroto, 2003)
18
Dimana:
O-1 = Departemen 1
O-2 = Departemen 2
O-3 = Departemen 3
O-4 = Departemen 4
O-5 = Departemen 5
O-6 = Departemen 6
= Aliran Bahan
Pola aliran ini digunakan apabila suatu perusahaan ingin hasil akhir dari
proses produksi berada pada posisi yang sama dengan awal proses produksi. Hal
tersebut akan memudahkan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian keluar
masuknya material dan produk jadi.
4. Pola Aliran Bahan Melingkar atau Circular (O Flow)
Gambar 8. Pola Aliran Bahan Circular (Wignjosoebroto, 2003)
Dimana:
O-1 = Departemen 1
O-2 = Departemen 2
O-3 = Departemen 3
O-4 = Departemen 4
O-5 = Departemen 5
O-6 = Departemen 6
= Aliran Bahan
Pola aliran bahan circular ini sangat baik diterapkan pada proses yang
mengkehendaki pengembalian material atau produk jadi pada titik awal produksi.
Pola ini juga dapat diterapkan pada proses yang menempatkan proses penerimaan
material dan pengiriman barang jadi pada area yang sama.
19
5. Pola Aliran Bahan Sudut Ganjil (Odd Angle)
Gambar 9. Pola Aliran Bahan Odd Angle (Wignjosoebroto, 2003)
Dimana:
O-1 = Departemen 1
O-2 = Departemen 2
O-3 = Departemen 3
O-4 = Departemen 4
O-5 = Departemen 5
O-6 = Departemen 6
= Aliran Bahan
Pola aliran bahan ini digunakan pada kondisi-kondisi yang memiliki tujuan
untuk memperoleh garis aliran produk melewati suatu kelompok kerja dari area
yang saling berkaitan, proses perpindahan bahan (material handling) secara
mekanis dan keterbatasan ruangan yang menyebabkan pola aliran yang lain
terpaksa tidak dapat diterapkan.
2.4 Penanganan Bahan (Material Handling)
Proses produksi di setiap perusahaan tidak terlepas dari aktivitas
pengangkutan dan pemindahan bahan. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam
proses produksi sangat diperlukan untuk menentukan strategi penanganan bahan
yang tepat. Penanganan bahan merupakan kegiatan mengangkat, mengangkut dan
meletakkan bahan-bahan atau barang-barang dalam proses di pabrik sampai pada
saat barang jadi akan dikeluarkan dari pabrik. Menurut Rochman (2010) material
handling diartikan sebagai pergerakan, penyimpanan, perlindungan, pengendalian
material di seluruh proses manufaktur dan distribusi termasuk penggunaan dan
pembuangannya. Purwaningsing dan Purnawan (2007) menyatakan bahwa material
handling adalah suatu kegiatan dalam memindahkan barang, dan bisa juga
20
dikatakan sebagai seni dan ilmu yang meliputi penanganan, pemindahan,
pengepakan, penyimpanan, sekaligus pengendalian dari bahan atau marerial dengan
segala bentuknya.
Perencanaan material handling di dalam perusahaan harus menyesuaikan
dengan tata letak dari perusahaan tersebut karena tata letak yang baik dapat
menangani sistem material handling secara menyeluruh. Jika sistem material
handling kurang sistematis maka akan menjadi masalah yang cukup besar dan akan
mengganggu jalannya proses produksi (Wignjosobroto dalam Susetyo, 2010).
Rochman (2010) mengatakan tujuan utama perencanaan material handling adalah
untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan efisiensi perpindahan material
dari satu departemen ke departemen lainnya. Oleh karena itu, perlu
memperhatingan beberapa pertimbangan seperti karakteristik material, tingkat
aliran material, tipe tata letak pabrik dan peralatan yang sesuai, jumlah material dan
jarak perpindahan material serta untuk menekan biaya yang dikeluarkan selama
proses produksi.
2.4.1 Jarak Penanganan Bahan
Jarak penanganan bahan adalah pengukuran panjang area yang dilewati
dalam proses pemindahan bahan dari suatu departemen ke departemen lain.
Menurut Hadiguna (2008) terdapat beberapa cara pengukuran yang digunakan
untuk memperkirakan jarak dalam tata letak, yaitu:
1. Euclidean, jarak yang didapatkan dengan cara mengukur garis lurus yang
terbentuk dari titik pusat masing-masing fasilitas departemen. Cara tersebut
dikatakan kurang realistis, namun sangat umum digunakan karena mudah
dimengerti dan mudah dipahami. Berikut ini adalah matriks jarak euclidean:
𝑑𝑖𝑗 = [(𝑥𝑖 − 𝑥𝑗)2
+ (𝑦𝑖 − 𝑦𝑗)2
]0,5
Keterangan:
Xi = koordinat X pusat fasilitas i
Xj = koordinat X pusat fasilitas j
Yi = koordinat Y pusat fasilitas i
Yj = koordinat Y pusat fasilitas j
dij = Jarak antara pusat fasilitas i dan j
21
2. Squared Euclidean, yaitu euclidean yang dikuadratkan. Pengkuadratan
memberikan bobot yang lebih besar terhadap jarak sepasang fasilitas serta
terhadap kedekatannya. Cara tersebut relatif sedikit digunakan, namun sering
secara khusus ditujukan untuk masalah lokasi. Berikut ini adalah matriks jarak
squared euclidean:
𝑑𝑖𝑗 = [(𝑥𝑖 − 𝑥𝑗)2
+ (𝑦𝑖 − 𝑦𝑗)2
]2
Keterangan:
Xi = koordinat X pusat fasilitas i
Xj = koordinat X pusat fasilitas j
Yi = koordinat Y pusat fasilitas i
Yj = koordinat Y pusat fasilitas j
dij = Jarak antara pusat fasilitas i dan j
3. Rectilinear, yaitu dikenal dengan the manhattan, sudut kanan, atau matriks
empat persegi. Cara demikian banyak digunakan karena mudah dipahami,
mudah dihitung dan tepat untuk masalah-masalah praktis. Berikut ini adalah
matriks jarak rectilinear:
𝑑𝑖𝑗 = |𝑥𝑖 − 𝑥𝑗| + |𝑦𝑖 − 𝑦𝑗|
Keterangan:
Xi = koordinat X pusat fasilitas i
Xj = koordinat X pusat fasilitas j
Yi = koordinat Y pusat fasilitas i
Yj = koordinat Y pusat fasilitas j
dij = Jarak antara pusat fasilitas i dan j
4. Tchebychev, jarak yang mengasumsikan pemindahan bahan pada mesin berat
di pabrik menggunakan mesin derek yang dikendalikan oleh dua motor yang
berbeda, satu bergerak kearah x dan yang lainnya bergerak kearah y. Waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai fasilitas j dari fasilitas i tergantung pada
besarnya jarak antara x dan y, persamaannya adalah sebagai berikut:
𝑑𝑖𝑗 = 𝑚𝑎𝑥([𝑥𝑖 − 𝑥𝑗], [𝑦𝑖 − 𝑦𝑗])
Apabila derek dikendalikan oleh tiga roda oleh motor yang berbeda,
maka terdapat tiga dimensi yaitu x,y dan z. Rumus yang difunakan yaitu:
𝑑𝑖𝑗 = 𝑚𝑎𝑥([𝑥𝑖 − 𝑥𝑗], [𝑦𝑖 − 𝑦𝑗], [𝑧𝑖 − 𝑧𝑗] )
22
Keterangan:
Xi = koordinat X pusat fasilitas i
Xj = koordinat X pusat fasilitas j
Yi = koordinat Y pusat fasilitas i
Yj = koordinat Y pusat fasilitas j
Zi = koordinat Z pusat fasilitas i
Zj = koordinat Z pusat fasilitas j
dij = Jarak antara pusat fasilitas i dan j
5. Aisle Distance, biasa disebut gang atau lorong merupakan perhitungan jarak
aktual pemindahan bahan di sepanjang gang yang dilakukan alat penanganan
bahan. Cara tersebut diaplikasikan pada masalah tata letak manufaktur karena
lintasan aliran bahan tidak diketahui dalam tahap awal desain, sehingga
digunakan dalam tahap evaluasi. Sebagai contoh untuk mengukur jarak
departemen A ke departemen C harus melalui seluruh lintasan yang dilewati
dari A ke C.
6. Adjacency, matriks berdasarkan kedekatan yang mempunyai kelemahan tidak
diturunkan dari fasilitas non-kedekatan.
7. Shortest Path atau lintasan terpendek, yaitu jarak antara dua simpul pada
masalah lokasi jaringan kerja. Cara tersebut digunakan untuk masalah yang
memiliki banyak lintasan.
2.4.2 Biaya Penanganan Bahan
Biaya penangana bahan adalah suatu biaya yang dikeluarkan akibat dari
aktivitas penanganan bahan dari suatu proses ke proses lain yang besarannya
ditentukan pada satuan tertentu biasanya dengan satuan mata uang per jarak (Rp/m)
(Purnomo, 2004). Dari permasalahan yang sering timbul dalam tata letak fasilitas
produksi membuat pengeluaran biaya penanganan bahan menjadi besar. Oleh
karena itu, perlu dilihat kemungkinan terjadinya permasalahan tersebut dengan
melakukan usaha agar biaya penanganan bahan dapat diminimalkan. Apabila biaya
penanganan bahan dapat dikurangi, maka tidak hanya mengurangi biaya yang
dikeluarkan namun juga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
penanganan bahan.
Menurut Assauri (2008), banyak hal yang menyebabkan adanya inefisiensi
biaya penanganan bahan. Adanya keterlambatan aliran bahan yang dikerjakan
dalam produksi akan menambah biaya baik dalam waktu pengerjaan maupun
23
jumlah uang yang dikeluarkan. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan aliran
bahan untuk menghindari terjadinya keterlambatan aliran bahan. Selain itu, sering
muncul proses tambahan dan barang sisa secara tidak efisien, ketidakteraturan
tempat atau tata letak fasilitas produksi serta kurangnya pengawasan dalam
penanganan dan penyusunan bahan yang membutuhkan banyak waktu dan biaya
yang besar dalam proses penanganan bahan. Biaya penanganan bahan merupakan
ongkos yang timbul akibat adanya perpindahan atau aktivitas suatu material dari
departemen ke departemen yang lainnya. Secara umum, biaya material handling
dapat dihitung dengan cara:
BMH = BMH/meter x Jarak Tempuh Pengangkutan
Total BMH = BMH x Frekuensi Aliran
2.5 Analisis Perencanaan Aliran Bahan
Pengaturan departemen didasarkan pada aliran bahan yang bergerak
diantara fasilitas-fasilitas produksi dalam suatu pabrik. Untuk mengevaluasi
alternatif perencanaan tata letak fasilitas produksi maka diperlukan aktivitas
pengukuran aliran bahan dalam sebuah analisis teknis (Wignjosoebroto, 2003). Ada
banyak teknik analisis yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dan menganalisis
aliran bahan. Analisis aliran dalam hal ini bisa dilaksanakan secara kualitatif
maupun kuantitatif.
2.5.1 Peta Hubungan Aktivitas (Activity Relationship Chart atau ARC)
Menurut Tompkins (2003) aliran bahan dapat diukur secara kualitatif
menggunakan tolak ukur derajat kedekatan antara fasilitas satu dengan fasilitas
lainnya. Analisis bahan secara kualitatif diaplikasikan untuk pengaturan fasilitas
produksi atau departemen bilamana pergerakan material, informasi atau manusia
relatif sedikit dilaksanakan. Analisis kualitatif diperlukan ketika kita ingin
mengatur tata letak berdasarkan derajat hubungan aktivitas seperti hubungan
komunikasi atau hirarki dalam struktur organisasi. Ukuran kualitatif akan berupa
range derajat hubungan yang menunjukkan apakah suatu departemen harus
diletakkan berdekatan atau berjauhan dengan departemen yang lain. Activity
Relationship Chart (ARC) merupakan peta yang menggambarkan tingkat
24
kedekatan hubungan antar bagian kegiatan yang ada dalam perusahaan. ARC
mengutamakan aktivitas antar stasiun kerja yang memiliki hubungan atau tidak
sehingga dapat diketahui tingkat keterkaitannya (Tompkins, 2010). Metode ini
dapat memberikan dasar dari perencanaan tata letak dengan mengutamakan
aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan. Suatu peta hubungan aktivitas dapat
dikontruksikan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Identifikasi semua fasilitas kerja atau departemen-departemen yang akan diatur
tata letaknya dan dutuliskan daftar urutannya pada peta.
2. Lakukan wawancara/survei/interview terhadap karyawan dari setiap
departemen yang tertera dalam daftar peta dan juga dengan manajemen yang
berwenang.
3. Definisikan kriteria hubungan antara departemen yang akan diatur letaknya
berdasarkan derajat kedekatan hubungan serta alasan masing-masing dalam
peta. Selanjutnya tatapkan nilai hubungan tersebut untuk setiap hubungan
aktivitas antar departemen yang ada dalam peta.
4. Diskusikan hasil penelitian yang ada dengan manajemen yang bersangkutan.
Secara bebas lakukan evaluasi dan koreksi atau perubahan yang lebih sesuai.
Lakukan persamaan persepsi dengan pihak manajemen.
Analisis pada peta hubungan aktivitas ini akan menggambarkan sandi huruf
(derajat hubungan) dapat dilihat pada Gambar 10.
Gamabar.10 Activity Relationship Chart (ARC)
25
Derajat kedekatan antar departemen digambar oleh simbol-simbol, yang
memiliki arti:
A = Mutlak Perlu Berdekatan
E = Sangat Perlu Berdekatan
I = Penting Berdekatan
O = Kedekatan Biasa
U = Tidak Perlu Berdekatan
X = Tidak Diinginkan Berdekatan
Adapun kode dalam bentuk angka akan menjelaskan alasan dari hubungan
antar departemen kerja tersebut yang akan dijelaskna sebagai berikut:
1 = Aliran material
2 = Kemudahan pengawasan
3 = Menggunakan personil yang sama
4 = Melaksanakan pekerjaan yang sama
5 = Memakai ruang yang sama
2.5.2 Peta Aliran Proses (Flow Process Chart atau FPC)
Menurut Hadiguna dan Setiawan (2008), peta aliran proses (Flow Process
Chart) atau disingkat FPC adalah peta yang menggambarkan informasi yang
diperlukan setiap komponen pembentukan sebuah produk lengkap dengan lebih
terperinci. Di dalamnya dimuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisis
seperti waktu yang dibutuhkan dan jarak perpindahan yang terjadi. Waktu biasanya
dinyatakan dalam jam atau menit sementara jarak perpindahan basanya dinyatakan
dalam meter. Kegunaan peta proses aliran adalah:
1. Mengetahui aliran bahan awal masuk dalam proses atau proses atau prosedur
sampai aktivitas terakhir.
2. Memberikan informasi waktu penyelesaian suatu proses.
3. Mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan selama proses berlangsung.
4. Mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan selama proses-proses atau
metode kerja.
5. Dari peta ini menggambarkan aliran yang dialami oleh suatu komponen secara
lengkap, peta ini merupakan suatu alat yang akan mempermudah suatu proses
analisis untuk mengetahui tempat-tempat di mana terjadi ketidakefisienan atau
ketidaksempurnaan kerja. Jadi sendirinya peta dapat digunakan untuk
menghilangkan ongkos-ongkos yang tersembunyi.
26
Ketetapan terhadap komponen yang dibuat merupakan dasar dalam
menentukan proses produksi yang diperlukan pada pabrik. Untuk pembuatan peta
ini menggunakan lambang-lambang ASME (American Society of Mechanical
Enginers) dengan nama-nama kegiatan yaitu operasi, transportasi, pemeriksaan,
menunggu, penyimpanan, dan aktivitas gabungan.
2.5.3 Peta Dari – Ke ( From –To Chart atau FTC)
From – to chart merupakan sebuah teknik konvensional yang secara umum
dapat digunakan dalam perencanaan tata letak dan material handling dalam proses
operasi dan produksi (Kristinawati, 2000). Proses ini sangat berguna pada saat
terjadi banyak perpindahan bahan baku dalam suatu area. From – to chart
merupakan penggambaran tentang total biaya material handling secara
menyeluruh, mulai dari proses awal hingga akhir. Menurut Wignjosobroto (2003)
from – to chart sering disebut sebagai trip frekuensi chart atau travel chart yaitu
suatu teknik konvensional yang umum digunakan untuk perencanaan tata letak
pabrik dan penanganan bahan dalam suatu proses produksi. Teknik ini sangat
berguna untuk kondisi-kondisi dimana banyak item yang mengalir melalui area
seperti job shop, bengkel, permesinan, kantor dan lain-lain. Selain itu, from – to
chart adalah penggambaran tentang jumlah total biaya material handling (BMH)
dari suatu bagian aktivitas dalam departemen menuju departemen lainnya. Sehingga
dari tabel ini dapat dilihat BMH secara keseluruhan, mulai dari gudang bahan baku
(receiving), proses produksi (processing) dan terakhir yaitu gudang barang jadi
(shipping). Tabel from – to chart berbentuk matriks dengan baris menunjukkan asal
material dan kolom menunjukkan tujuan material.
2.5.4 Outflow-Inflow
Outflow digunakan untuk mencari koefisien biaya yang keluar dari suatu
departemen ke deapartemen lainnya. Inflow digunakan untuk mencari koefisien
biaya yang masuk ke suatu departemen ke departemen lainnya. Outflow dan inflow
digunakan untuk mencari koefisien biaya pada mesin (departemen) yang
bersangkutan. Biaya tersebut merupakan koefisien biaya keluar dan masuk
berdasarkan BMH yang diketahui. Referensi perhitungan outflow dan inflow yaitu
dari FTC biaya material handling, biaya yang dibutuhkan dalam material handling
27
dari departemen ke departemen yang lain. Adapun rumus untuk menghitung
outflow dan inflow adalah sebagai berikut:
Outflow = 𝑂𝑛𝑔𝑘𝑜𝑠 𝑑𝑖 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑀
𝑂𝑛𝑔𝑘𝑜𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑀
Inflow = 𝑂𝑛𝑔𝑘𝑜𝑠 𝑑𝑖 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑀
𝑜𝑛𝑔𝑘𝑜𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑘𝑒 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑀
Perhitungan outflow merupakan perbandingan biaya material handling
yang digunakan di departemen M dengan biaya yang dikeluarkan dari departemen
M ke departemen lainnya. Sedangkan pada perhitungan inflow merupakan
perbandingan biaya material handling yang digunakan di departemen M dengan
biaya yang masuk dari departemen M ke departemen lainnya.
2.6 Perbaikan Tata Letak Fasilitas Produksi Metode Konvensional
Perbaikan tata letak fasilitas produksi dapat dilakukan dengan
menggunakan metode konvensional. Penggunaan metode konvensional dalam
melakukan perbaikan tata letak fasilitas produksi ini terdapat kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan menggunakan metode konvensional ini dapat melakukan
pertukaran departemen sesuai dengan pendapat dari peneliti namun disesuaikan
dengan aspek lain seperti memperhitungkan kebutuhan luas lantai,
mempertimbangkan pola aliran bahan, dan aspek lain dalam proses operasi.
Sedangkan untuk kekurangan dari penggunakan metode ini yaitu proses analisis
perhitungan dapat berjalan lebih lama sehingga kurang cocok diterapkan apabila
suatu perusahaan yang membutuhkan perubahan dalam waktu singkat, dan untuk
mendapatkan biaya penanganan bahan yang optimal harus dilakukan perhitungan
lebih dari satu kali (Pamungkas, 2015).
Perbaikan tata letak fasilitas produksi dapat dilakukan dengan metode
konvensional menggunakan diagram hubungan aktivitas (Activity Relationship
Diagram atau ARD) berdasarkan hasil identifikasi aliran bahan, Activity
Relationship Chart (ARC) dan tabel skala prioritas (TSP). Dalam melakukan
perbaikan tata letak menggunakan metode konvensional hal pertama yang harus
28
dilakukan yaitu mengidentifikasi fasilitas atau departemen kerja yang ada di pabrik
dan menentukan tingkat hubungan kedekatan antar fasilitas tersebut dengan
membuat ARC. Setelah itu merangkum hasil ARC kedalam Worksheet,
menyiapkan block template sejumlah fasilitas yang akan dirancang tata letaknya,
dan menyusun Activity Relationship Diagram (ARD). Berikut adalah perancangan
perbaikan dengan menggunakan metode konvensional.
2.6.1 Tabel Skala Prioritas (TSP)
Tabel skala prioritas (TSP) adalah suatu tabel yang menggambarkan urutan
prioritas antara departemen atau mesin dalam suatu lintasan atau layout produksi.
Referensi TSP didapatkan dari perhitungan Outflow dan Inflow, dimana prioritas
diurutkan berdasarkan harga koefisien biayanya. TSP ini selanjutnya akan menjadi
acuan bagi pembuatan Activity Relationship Diagram (ARD). Pembuatan TSP
adalah untuk membantu dalam menentukan departemen yang harus diletakkan pada
satu tempat maka digunakan derajat kedekatan yaitu seperti mutlak perlu kegiatan
yang berdampingan satu sama lain, sangat penting kegiatan berdekatan, pentingnya
kegiatan berdekatan, kedekatan dimana saja tidak ada masalah. Pengisian derajat
kedekatan pada tabel skala prioritas ini berdasarkan angka-angka atau koefisien dari
FTC Outflow dan FTC Inflow dengan range nilai untuk masing-masing derajat
kedekatan (Apple, 1990).
29
Tabel 1. Contoh Tabel Skala Prioritas (TSP)
No Nama Departemen Skala Prioritas
1 2 3 4 5
1 Meja Pola 0.01163
2
2 Meja Potong 17.7654 12.3537 2.55446 0.52681
3 6 7 5
3 Meja Sablon Datar 0.20917
4
4 Mesin Press 2.92552
6
5 Meja Sablon Berdiri
dan Mesin Couring
4.30563
6
6 Mesin Obras 1.21868 0.3828
8 7
7 Mesin Jahit 0.492 0.48952 0.32557
9 6 10
8 Mesin Bis 0.22183
9
9 Mesin Overdeck 1.21068
10
10 Meja Setrika 1
11
11 Meja Pengepakan
Sumber: Yuliant.,dkk, 2014
2.6.2 Activity Relationship Diagram (ARD)
Activity Relationship Diagram (ARD) merupakan diagram keterkaitan
kegiatan atau hubungan antar aktivitas dibuat menggunakan informasi dari peta
keterkaitan kegiatan yang digunakan sebagai dasar perencanaan keterkaitan antara
pola aliran bahan dan lokasi (Apple, 1990). Activity Relationship Diagram (ARD)
merupakan diagram yang menunjukkan hubungan antar departemen kerja
berdasarkan skala prioritas kedekatan sehingga diharpakan dapat meminimalkan
biaya material handling. Dasar dalam pembuatan ARD yaitu tabel skala prioritas
(TSP), yang menempati posisi utama dalam skala prioritas harus didekatkan
letaknya kemudian diikuti dengan priorotas berikutnya (Wignjosoebroto, 2003).
Pada saat penyusunan ARD kemungkinan terjadinya error sangatlah besar sebab
berawal dari asumsi bahwa semua departemen kerja berdekatan satu sama lain.
Error yang dimaksud adalah suatu keadaan dimana departemen-departemen yang
mendapat prioritas satu tidak menempati posisinya untuk saling berdekatan tanpa
ada pembatas dari departemen lain. Diagram hubungan aktivitas digambarkan
Nilai
inflow/
Outflow Nomor
departemen
yang dituju
30
dalam bentuk persegi empat yang berarti luas area tiap departemen diabaikan
sementara (Wignjosoebroto, 2003).
Gambar 11. Diagram Hubungan Aktivitas (Activity Relationship Diagram atau
ARD)