27
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Penelitian Terdahulu Sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian yang berkaitan dengan konsep penelitian ini yaitu peranan Gapoktan ataupun kelompok tani dan pengendalian mutu sayuran. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan konsep penelitian ini. Sugiharti (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Manajemen Mutu Terpadu pada Perusahaan Distributor Sayuran CV. Bimandiri Lembang”. Penelitian tersebut memiliki dua tujuan yaitu menganalisis penerapan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) di perusahaan, dan menganalisis permasalahan- permasalahan yang berkaitan dengan penerapan MMT tersebut. Teknik analisis yang digunakan adalah menggunakan alat analisis Proses Hirarki Analitik (PHA) dan analisis deskriptif dengan pemberian skor terhadap unsur MMT. Hasil dari penelitian tersebut adalah teknik pengendalian mutu yang diterapkan oleh CV Bimandiri terbagi menjadi pengendalian mutu pengadaan sayuran, pengendalian mutu di bagian proses penanganan, pengendalian mutu di bagian distribusi dan pengendalian mutu di bagian keuangan. Unsur-unsur MMT yang diterapkan oleh CV. Bimandiri di antaranya sumberdaya manusia, standar, sarana, organisasi, audit internal dan diklat. Secara keseluruhan penerapan sistem MMT di CV Bimandiri masih belum sempurna dan dalam tahap pengembangan. Dalam penerapan MMT, audit internal merupakan unsur yang mempunyai skor paling tinggi. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengendalian mutu di CV Bimandiri dilakukan melalui audit internal di setiap bagian. Unsur MMT yang memiliki skor paling rendah adalah pengadaan kegiatan pendidikan dan pelatihan. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dalam menerapkan MMT berturut-turut adalah sortasi (0,362), pengemasan (0176), jumlah sayuran (0,153), waktu pengadaan (0,106), pembagian (0,098), waktu distribusi (0,076) dan sarana distribusi (0,029). Faktor penyebab dari permasalahan yang terjadi adalah sebagai berikut. Masalah jumlah sayuran disebabkan oleh sistem, budidaya petani dan faktor alam, penyebab terjadinya masalah dalam waktu pengadaan adalah sistem, alat transportasi dan jarak.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/129850/5/5.pdf · permasalahan yang berkaitan dengan penerapan MMT tersebut. Teknik analisis yang digunakan

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 10

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kajian Penelitian Terdahulu

    Sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian yang berkaitan dengan

    konsep penelitian ini yaitu peranan Gapoktan ataupun kelompok tani dan

    pengendalian mutu sayuran. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang

    berkaitan dengan konsep penelitian ini.

    Sugiharti (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Manajemen

    Mutu Terpadu pada Perusahaan Distributor Sayuran CV. Bimandiri Lembang”.

    Penelitian tersebut memiliki dua tujuan yaitu menganalisis penerapan Manajemen

    Mutu Terpadu (MMT) di perusahaan, dan menganalisis permasalahan-

    permasalahan yang berkaitan dengan penerapan MMT tersebut. Teknik analisis

    yang digunakan adalah menggunakan alat analisis Proses Hirarki Analitik (PHA)

    dan analisis deskriptif dengan pemberian skor terhadap unsur MMT. Hasil dari

    penelitian tersebut adalah teknik pengendalian mutu yang diterapkan oleh CV

    Bimandiri terbagi menjadi pengendalian mutu pengadaan sayuran, pengendalian

    mutu di bagian proses penanganan, pengendalian mutu di bagian distribusi dan

    pengendalian mutu di bagian keuangan. Unsur-unsur MMT yang diterapkan oleh

    CV. Bimandiri di antaranya sumberdaya manusia, standar, sarana, organisasi,

    audit internal dan diklat.

    Secara keseluruhan penerapan sistem MMT di CV Bimandiri masih belum

    sempurna dan dalam tahap pengembangan. Dalam penerapan MMT, audit internal

    merupakan unsur yang mempunyai skor paling tinggi. Pemantauan dan evaluasi

    pelaksanaan pengendalian mutu di CV Bimandiri dilakukan melalui audit internal

    di setiap bagian. Unsur MMT yang memiliki skor paling rendah adalah pengadaan

    kegiatan pendidikan dan pelatihan. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan

    dalam menerapkan MMT berturut-turut adalah sortasi (0,362), pengemasan

    (0176), jumlah sayuran (0,153), waktu pengadaan (0,106), pembagian (0,098),

    waktu distribusi (0,076) dan sarana distribusi (0,029). Faktor penyebab dari

    permasalahan yang terjadi adalah sebagai berikut. Masalah jumlah sayuran

    disebabkan oleh sistem, budidaya petani dan faktor alam, penyebab terjadinya

    masalah dalam waktu pengadaan adalah sistem, alat transportasi dan jarak.

  • 11

    Masalah sortasi, pengemasan dan pembagian faktor penyebabnya adalah SDM,

    sistem, alat dan bahan. Penyebab terjadinya masalah waktu distribusi adalah

    sistem, alat transportasi dan jarak, sedangkan untuk masalah sarana disebabkan

    oleh alat transportasi dan sistem.

    Penelitian Adeliani (2013) yang berjudul “Peranan Kelompok Tani dalam

    Pengendalian Mutu Brokoli di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten

    Bandung Barat” memiliki dua tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

    menganalisis peranan kelompok Mekar Tani Jaya dalam pengendalian mutu

    brokoli dan menganalisis kendala kelompok Mekar Tani Jaya dalam pengendalian

    mutu brokoli. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

    deskriptif dan analisis diagram sebab akibat (fishbone). Hasil penelitian

    menunjukan bahwa kelompok Mekar Tani Jaya berperan dalam pengendalian

    mutu brokoli melalui beberapa kegiatan yaitu kegiatan manajemen kualitas

    terutama pada perencanaan yang dilakukan kelompok, kegiatan pelayanan

    informasi dengan cara pemenuhan kebutuhan informasi pasar (harga, kuantitas,

    kualitas brokoli), kegiatan peningkatan pengetahuan petani dengan cara diskusi,

    pembelajaran materi dan praktik, penerapan teknologi terutama pada penggunaan

    mulsa plastik perak dan kegiatan pengadaan sarana prasarana terutama pada

    pengadaan benih, rumah kemasan dan distribusi. Sedangkan kendala yang dialami

    kelompok adalah sebagian besar petani belum menggunakan biopestisida,

    kegiatan pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan kelompok tidak rutin.

    Studi terkait dengan peranan Gapoktan adalah penelitian Adityawati (2010)

    yang berjudul “Peranan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dalam Penerapan

    Inovasi Teknologi Prima Tani terhadap Peningkatan Produksi dan Pendapatan

    Usahatani Ubi Jalar”. Penelitian ini mengemukakan tujuan penelitian sebagai

    berikut: mendeskripsikan peranan Gapoktan dalam penerapan inovasi teknologi

    Prima Tani pada tanaman ubi jalar Gunung Kawi di daerah penelitian,

    menganalisis hubungan antara peranan Gapoktan dengan penerapan inovasi

    teknologi Prima Tani di daerah penelitian, serta menganalisis hubungan antara

    penerapan inovasi teknologi Prima Tani dengan peningkatan produksi dan

    pendapatan usahatani ubi jalar Gunung Kawi. Hasil dari penelitian ini adalah

    peranan Gapoktan Semar Desa Wonosari dalam penerapan inovasi teknologi

  • 12

    Prima Tani termasuk dalam kategori rendah dengan persentase 51,62 %.

    Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman

    didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan nyata antara peranan Gapoktan dengan

    penyaluran modal, tidak terdapat hubungan antara peranan Gapoktan dengan

    pengadaan saranan produksi, tidak terdapat hubungan antara peranan Gapoktan

    dengan penyaluran informasi teknologi Prima Tani, serta tidak terdapat hubungan

    antara peranan Gapoktan dengan pemasaran hasil usahatani ubi jalar. Berdasarkan

    perhitungan hasil panen petani sebelum dan sesudah menerapkan teknologi Prima

    Tani, rata-rata produktivitas ubi jalar Gunung Kawi meningkat dari 6,02 ton/ha

    menjadi 7,44 ton/ha. Pendapatan petani juga meningkat dengan selisih sebesar Rp.

    2.859.775,00.

    Dalam penelitian Redono (2012) yang berjudul “Peran Gabungan

    Kelompok Tani (Gapoktan) dalam Mewujudkan Kelompok Tani yang Kuat dan

    Mandiri” menggunakan analisis rata-rata nilai pencapaian tiap item untuk

    mengetahui tingkat peran dan fungsi Gapoktan, sedangkan untuk mengetahui

    pengaruh Gapoktan terhadap tingkat peran dan fungsi dianalisis dengan estimasi

    Ordinary Least Square (OLS). Hasil dari penelitian ini adalah pertemuan rutin

    anggota atau pengurus termasuk dalam kategori tinggi sebesar 98,33 %, rencana

    kegiatan yang disusun bersama termasuk dalam kategori tinggi yaitu 90 %,

    pelaksanaan rencana kegiatan tergolong sedang yaitu sebesar 70 %, evaluasi

    kegiatan termasuk kategori tinggi yaitu sebesar 83,33%, adanya norma-norma

    tertulis yang ditaati bersama termasuk kategori rendah dengan nilai 43,33 %,

    administrasi Gapoktan termasuk kategori tinggi dengan persentase 100 %,

    kerjasama Gapoktan dengan pihak lain jarang dilakukan (42 %), dan pemupukan

    modal dari iuran termasuk kategori sedang yaitu 60 %.

    Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, terdapat

    beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini berupa variabel yang

    diteliti, tujuan penelitian, maupun metode analisis data. Variabel penelitian dalam

    penelitian Adityawati (2010) yang sama dengan penelitian ini adalah peranan

    Gapoktan dalam pengadaan sarana produksi, penyaluran informasi teknologi, dan

    pemasaran hasil usahatani. Tujuan penelitian yang sama dengan beberapa

  • 13

    penelitian terdahulu adalah mendeskripsikan peranan Gapoktan dalam

    pengendalian mutu sayuran.

    Perbedaan dari segi variabel penelitian yaitu dalam beberapa penelitian

    terdahulu digunakan variabel produksi dan pendapatan usahatani. Dalam

    penelitian ini tidak menganalisis variabel produksi dan pendapatan usahatani

    kangkung karena pada penelitian sebelumnya di tempat yang sama (Desa

    Pandanajeng) telah dilakukan analisis produksi dan pendapatan usahatani

    kangkung. Perbedaan berikutnya antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu

    yaitu pada penggunaan metode analisis data. Pada beberapa penelitian

    sebelumnya digunakan metode analisis kuantitatif yang meliputi Ordinary Least

    Square (OLS), korelasi rank spearman, maupun Proses Hirarki Analitik (PHA).

    Penelitian mengenai peranan Gapoktan Sumbersuko dalam pengendalian mutu

    dan pemasaran sayuran kangkung ke pasar modern ini lebih menekankan pada

    metode deskriptif kualitatif. Apabila dalam penelitian Adeliani (2013) digunakan

    tabel skoring dengan skala Guttman untuk menganalisis peranan kelompok tani,

    maka lain halnya dengan penelitian ini yang mendeskripsikan peranan Gapoktan

    tanpa menggunakan skoring.

    2.2. Peranan Gapoktan 2.2.1. Pengertian Peranan

    Menurut Soekanto (1990) peranan (role) merupakan aspek dinamis dari

    kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai

    dengan kedudukannya maka dia akan menjalankan suatu peranan. Perbedaan

    antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

    Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan, karena yang satu tergantung dengan yang

    lain dan sebaliknya. Tidak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa

    peranan. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-

    pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa

    yang diperbuat bagi masyarakat serta kesempatan apa yang diberikan oleh

    masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan itu karena ia mengatur perilaku

    seseorang.

  • 14

    Peranan mencakup tiga hal yaitu:

    1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat

    seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian

    peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan

    kemasyarakatan.

    2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu

    dalam masyarakat sebagai organisasi.

    3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

    struktur sosial masyarakat.

    Berdasarkan acuan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan peranan

    adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok di dalam suatu

    masyarakat. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan peranan Gapoktan

    yang berarti perilaku Gapoktan dalam memberikan fasilitas anggotanya untuk

    melakukan pengendalian mutu sayur kangkung maupun pemasarannya ke pasar

    modern.

    2.2.2. Pengertian Gapoktan Salah satu pengertian dari Gapoktan adalah kumpulan beberapa kelompok

    tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan

    efisiensi usaha (Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 2008). Menurut

    Apriyantono (2007) Gabungan Kelompok Tani adalah gabungan dari beberapa

    kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan

    kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani

    bagi anggotanya dan petani lainnya.

    Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) juga dapat diartikan sebagai

    kumpulan beberapa kelompok tani, baik dalam satu desa maupun dari beberapa

    desa. Penggabungan dari beberapa kelompok tani didasarkan kepada wilayah

    kerja, jenis komoditas, kesamaan orientasi usaha maupun kombinasi dari faktor

    tersebut. Gapoktan diharapkan mampu menjadi wadah untuk melakukan

    koordinasi dan komunikasi antara kelompok tani (Hermanto, 2007). Pengertian

    Gapoktan menurut Syahyuti (2007) adalah wadah kerjasama antar kelompok tani,

  • 15

    sehingga Gapoktan terdiri atas beberapa kelompok tani dengan kepentingan yang

    sama dalam pengembangan komoditas usahatani tertentu.

    Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Gapoktan adalah

    gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas

    prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan

    pendapatan usahatani bagi petani anggotanya. Penelitian ini bermaksud untuk

    mendeskripsikan peranan Gapoktan Sumbersuko yang merupakan kumpulan dari

    empat kelompok tani di Desa Pandanajeng dalam melakukan kemitraan dengan

    pasar modern untuk pemasaran sayuran kangkung. Selain itu, Gapoktan

    Sumbersuko juga melakukan pengendalian mutu pada sayuran kangkung yang

    akan dipasarkan tersebut.

    2.2.3. Ciri-Ciri Gapoktan Pengembangan kelompok tani diarahkan pada peningkatan kemampuan

    setiap kelompok tani dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan

    para anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan kelompok tani

    menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri. Kelompok tani yang

    berkembang bergabung ke dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).

    Gapoktan yang kuat dan mandiri dicirikan antara lain:

    1. Adanya pertemuan atau rapat anggota maupun rapat pengurus yang

    diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan.

    2. Disusunnya rencana kerja Gapoktan secara bersama dan dilaksanakan oleh

    para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama, serta setiap akhir

    pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipasi.

    3. Memiliki aturan atau norma tertulis yang disepakati dan ditaati bersama.

    4. Memiliki pencatatan atau pengadministrasian setiap anggota organisasi yang

    rapi.

    5. Memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama di sektor hulu dan hilir.

    6. Memfasilitasi usahatani secara komersial dan berorientasi pasar.

    7. Sebagai sumber serta pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha para

    petani umumnya dan anggota kelompok tani khususnya.

    8. Adanya jalinan kerjasama antara Gapoktan dengan pihak lain.

  • 16

    9. Adanya pemupukan modal usaha baik berupa iuran dari anggota atau

    penyisihan hasil usaha Gapoktan.

    2.2.4. Fungsi Gapoktan Munculnya berbagai peluang dan hambatan sesuai dengan lingkungan sosial

    ekonomi setempat, membutuhkan adanya pengembangan kelompok tani ke dalam

    suatu organisasi yang jauh lebih besar. Beberapa kelompok tani bergabung ke

    dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Penggabungan dalam Gapoktan

    terutama dapat dilakukan oleh kelompok tani yang berada dalam satu wilayah

    administrasi pemerintahan untuk menggalang kepentingan bersama secara

    kooperatif. Wilayah kerja Gapoktan sedapat mungkin di wilayah administratif

    desa atau kecamatan, tetapi sebaiknya tidak melewati batas wilayah kabupaten

    atau kota.

    Penggabungan kelompok tani ke dalam Gapoktan dilakukan agar kelompok

    tani dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, dalam penyediaan sarana

    produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau perluasan usahatani ke sektor

    hulu dan hilir, pemasaran serta kerjasama dalam peningkatan posisi tawar.

    Pembentukan Gapoktan dilakukan dalam suatu musyawarah yang dihadiri

    minimal oleh para kontak tani atau ketua kelompok tani yang akan bergabung,

    setelah sebelumnya di masing-masing kelompok telah disepakati bersama para

    anggota kelompok untuk bergabung ke dalam Gapoktan.

    Gapoktan melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut:

    1. Merupakan satu kesatuan unit produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar

    (kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan harga).

    2. Penyediaan saprotan (pupuk bersubsidi, benih bersertifikat, pestisida dan

    lainnya) serta menyalurkan kepada para petani melalui kelompoknya.

    3. Penyediaan modal usaha dan menyalurkan secara kredit atau pinjaman

    kepada para petani yang memerlukan.

    4. Melakukan proses pengolahan produk para anggota (penggilingan, grading,

    pengemasan dan lainnya) yang dapat meningkatkan nilai tambah.

    5. Menyelenggarakan perdagangan, memasarkan atau menjual produk petani

    kepada pedagang atau industri hilir (Hermanto, 2007).

  • 17

    2.3. Pengendalian Mutu Mutu atau kualitas adalah tingkat baik buruknya sesuatu yang secara

    umum dapat diartikan sebagai kesanggupan atau kemampuan barang dan jasa

    untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Menurut Assauri (1998) pengendalian

    mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu atau kualitas barang yang

    dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan

    berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Sedangkan menurut

    Kadarisman (1994) pengendalian mutu merupakan teknik-teknik dan kegiatan-

    kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu.

    Pengendalian mutu meliputi monitoring suatu proses, melakukan tindakan koreksi

    bila ada ketidaksesuaian, dan menghilangkan penyebab timbulnya hasil yang

    kurang baik pada tahap rangkaian mutu yang relevan untuk mencapai efektivitas

    yang ekonomis. Tujuan utama pengendalian mutu adalah untuk mendapatkan

    jaminan bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar

    kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau

    serendah mungkin.

    Pengendalian mutu tidak dapat dilepaskan dari pengendalian produksi,

    karena pengendalian mutu merupakan bagian dari pengendalian produksi.

    Pengendalian produksi baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan kegiatan

    yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena kegiatan

    produksi yang dilaksanakan akan dikendalikan, supaya barang atau jasa yang

    dihasilkan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, dimana penyimpangan-

    penyimpangan yang terjadi diusahakan diminimumkan.

    Prawirosentono (2004) secara garis besar menyatakan, pengendalian mutu

    dapat diklasifikasikan menjadi pengendalian mutu bahan baku, pengendalian

    dalam proses pengolahan, dan pengendalian mutu produk akhir.

    1. Pengendalian mutu bahan

    Mutu bahan mempengaruhi hasil akhir. Perbedaan mutu bahan baku akan

    berakibat pada mutu yang dihasilkan tidak sesuai standar yang direncanakan.

    2. Pengendalian mutu dalam proses pengolahan

    Dalam membuat suatu produk diperlukan beberapa urutan proses produksi

    agar hasilnya sesuai dengan yang direncanakan. Setiap tahap proses produksi

  • 18

    diawasi sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses produksi dapat

    diketahui sebagai perbaikan.

    3. Pengendalian mutu produk akhir

    Produk akhir harus diawasi mutunya sejak keluar dari proses produksi

    hingga tahap pembungkusan, penggudangan dan pengiriman ke konsumen.

    Dalam memasarkan produk perusahaan harus berusaha menampilkan produk

    yang bermutu.

    Menurut Deming dalam Prawirosentono (2004) proses pengendalian mutu

    dapat dilakukan melalui proses PDCA (Plan, Do Check, Action) atau sering

    disebut siklus Deming. Siklus PDCA merupakan pola berpikir dan bertindak

    secara berkesinambungan dengan mengikuti siklus Plan (perencanaan), Do

    (pelaksanaan), Check (pemeriksaan), Action (penanggulangan). Berikut adalah

    tahapan-tahapan dalam siklus PDCA:

    1. Plan (Perencanaan)

    Perencanaan merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi sasaran dan proses

    dengan mencari tahu hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan

    dan masalah yang dihadapi kemudian mencari solusi atau ide-ide untuk

    memecahkan masalah ini. Tahapan yang perlu diperhatikan yaitu dengan

    mengidentifikasi kebutuhan yang diperlukan agar hasil yang sesuai dengan

    spesifikasi. Tahapan selanjutnya adalah mendeskripsikan proses dari awal hingga

    akhir yang akan dilakukan.

    2. Do (Pelaksanaan)

    Pelaksanaan proses produksi dan tindakan pengendalian pengarahan pada

    karyawan yang mempunyai tanggung jawab dalam pekerjaannya. Implementasi

    proses dalam langkah ini, yaitu melaksanakan rencana yang telah disusun

    sebelumnya dan memantau proses pelaksanaan dalam skala kecil (proyek uji

    coba). Proses pelaksanaan mengacu pada penerapan dan pelaksanaan aktivitas

    yang direncanakan.

    3. Check (Pemeriksaan)

    Pemeriksaan merupakan kegiatan membandingkan mutu hasil produksi

    dengan standar yang ditetapkan, jika diperoleh data kegagalan, maka dicari

    penyebab kegagalannya. Memantau dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap

  • 19

    sasaran dan spesifikasi dan melaporkan hasilnya. Dalam pemeriksaan ada dua hal

    yang perlu diperhatikan, yaitu memantau dan mengevaluasi proses dan hasil

    terhadap sasaran dan spesifikasi. Teknik yang digunakan adalah observasi dan

    survei. Apabila masih menemukan kelemahan-kelemahan, maka disusunlah

    rencana perbaikan untuk dilaksanakan selanjutnya. Jika gagal, maka sebaiknya

    dicari pelaksanaan lain, namun jika berhasil, dilakukan rutinitas. Mengacu pada

    verifikasi apakah penerapan tersebut sesuai dengan rencana peningkatan dan

    perbaikan yang diinginkan.

    4. Action (Tindakan Penanggulangan/ Evaluasi)

    Action adalah melakukan usaha untuk memperbaiki kegagalan,

    menstandarisasikan hasil, kemudian merencanakan perbaikan agar efisiensi

    perusahaan dapat meningkat. Action dilakukan dengan menindaklanjuti hasil

    pemeriksaan untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Hal ini juga berarti

    meninjau seluruh langkah dalam pengendalian mutu dan memodifikasi proses

    untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya.

    Menurut Prawirosentono (2004) unsur-unsur yang mempengaruhi hasil atau

    mutu suatu produk yaitu:

    1. Manusia (man) merupakan unsur utama yang memungkinkan terjadinya proses

    penambahan nilai (value added).

    2. Metode (method) yaitu prosedur kinerja setiap orang harus melaksanakan kerja

    sesuai dengan bidang/ tugas masing-masing.

    3. Mesin atau peralatan (machine) yaitu penggunaan mesin memungkinkan

    terjadinya berbagai variasi dalam bentuk, jumlah dan kecepatan proses

    penyelesaian kerja.

    4. Bahan (material) yang mempengaruhi nilai dan output.

    5. Ukuran (measurement) yaitu setiap tahap proses produksi harus ada ukuran

    sebagai standar penelitian.

    6. Lingkungan (environment) yaitu lingkungan proses produksi berada akan

    menentukan hasil atau kinerja proses produksi.

    Menurut Food and Agriculture Organization (2007) standar mutu yang baik

    bagi produk pertanian termasuk sayuran adalah produk yang telah melalui

    pengendalian mutu mulai dari budidaya sampai pada tangan konsumen. Petani

  • 20

    perlu memahami mengenai teknis budidaya hingga pasca panen dengan baik.

    Menurut hasil seminar Asian Productivity Organization (2005) mengenai quality

    control menyatakan bahwa faktor pendukung seperti informasi, pengetahuan,

    teknologi, dan fasilitas merupakan faktor pendukung dalam pengendalian mutu.

    Berikut ini adalah penjelasan mengenai pelayanan informasi, peningkatan

    pengetahuan, penerapan teknologi, serta sarana dan prasarana yang memadai.

    1. Pelayanan Informasi

    Pelayanan informasi merupakan salah satu fungsi dari kelompok tani dan

    Gabungan Kelompok Tani. Fungsi pelayanan informasi berkaitan dengan

    bagaimana kelompok tani dan Gapoktan memberikan informasi yang telah

    didapatkan kepada anggotanya dan bagaimana kelompok memenuhi kebutuhan

    informasi anggotanya (Sumardjo, 2002).

    2. Peningkatan Pengetahuan

    Selain ketersediaan sumber informasi, pengetahuan merupakan salah satu

    faktor pendukung dalam pengembangan petahi. Pengetahuan yang dibutuhkan

    petani meliputi berbagai kegiatan agribisnis dari hulu hingga hilir (Sumardjo,

    2002).

    3. Penerapan Teknologi

    Teknologi merupakan salah satu faktor produksi dalam usaha tani dan juga

    merupakan faktor pendukung untuk menghasilkan mutu yang baik. Menurut

    Departemen Pertanian kelompok tani memiliki fungsi sebagai unit produksi

    dimana sebagai unit produksi kelompok tani diarahkan untuk memiliki

    kemampuan memfasilitasi penerapan teknologi usahatani para anggotanya sesuai

    dengan rencana kegiatan kelompok. Kemampuan petani dalam penerapan dan

    penguasaan teknologi pertanian dapat ditumbuhkan melalui kegiatan penyuluhan,

    pendidikan dan pelatihan (Sumardjo, 2002).

    4. Penyediaan Sarana Produksi dan Pengolahan Hasil Usahatani

    Ketersediaan peralatan pendukung kegiatan pertanian sangat dibutuhkan

    oleh petani agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan baik. Mekanisasi

    pertanian menjadi kebutuhan utama bagi petani agar kegiatan budidaya dapat

    berjalan dengan baik. Informasi dan pengetahuan mengenai ketersediaan peralatan

    pertanian mulai dari alat dan mesin pengolahan lahan, aplikator pestisida, alat dan

  • 21

    mesin pemanenan, serta alat dan mesin pada kegiatan pasca panen pertanian

    (Sumardjo, 2002).

    Permasalahan dalam pengendalian mutu adalah dalam proses produksi,

    karena pengendalian mutu merupakan bagian dari pengendalian produksi.

    Menurut hasil seminar Asian Productivity Organization (2005) ditemukan

    beberapa isu-isu permasalahan dalam pengendalian mutu dari beberapa negara

    dan permasalahan utama adalah permasalahan produksi. Pengukuran

    pengendalian mutu dapat dianalisis dengan menggunakan tools di antaranya yaitu

    flowchart, checksheet (lembar pemeriksaan), histogram, scatterplot, control chart,

    cause and effect diagrams dan pareto diagram (Prawirosentono, 2004).

    Menurut Setiaji (2002) cause and effect diagram atau biasa disebut diagram

    fishbone dapat dipakai secara tersendiri dalam mencari pemecahan masalah dalam

    pengendalian mutu, akan tetapi biasanya diagram ini digunakan bersama-sama

    dengan alat-alat statistik lainnya. Diagram sebab akibat disebut juga diagram

    fishbone (tulang ikan) karena bentuknya seperti tulang-tulang ikan. Pembuatan

    diagram ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mungkin menjadi

    penyebab dari suatu masalah atau penyimpangan. Dengan diketahui hubungan

    antara sebab dan akibat suatu masalah, maka tindakan pemecahan masalah akan

    mudah ditentukan.

    Dalam pembuatan diagram fishbone, akibat atau permasalahan digambarkan

    pada bagian kepala ikan, sedangkan faktor-faktor penyebab diletakkan sebagai

    tulang ikan. Pertama, permasalahan biasanya digolongkan menjadi beberapa

    golongan besar, kemudian penjabaran selanjutnya secara lebih terperinci dapat

    dibuat dengan mengajukan pertanyaan “mengapa” secara terus-menerus.

    Penggolongan faktor-faktor penyebab biasanya dibagi atas bahan (material), alat

    (machine), manusia (man), cara (method), dan lingkungan (environment).

    Menurut Sugiyono (2011) diagram sebab akibat atau fishbone merupakan

    salah satu alat dalam penyajian data setelah data direduksi. Dalam penelitian

    kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,

    hubungan antar kategori, flow chart dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data,

    maka peneliti dapat lebih mudah untuk memahami apa yang terjadi,

    merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

  • 22

    Dalam melakukan display data digunakan teks yang naratif, grafik, matrik,

    network (jejaring kerja) dan chart. Pembuatan diagram sebab akibat dimulai

    dengan menemukan sebab-sebab suatu permasalahan melalui wawancara,

    pengamatan dan dokumentasi.

    2.4. Pengendalian Mutu Kangkung Secara garis besar, mutu produk hortikultura khususnya buah dan sayuran

    dapat dibedakan menjadi dua macam kriteria mutu. Yang pertama ialah mutu

    eksternal, yaitu kriteria mutu yang dapat diindera, dilihat dan diraba, tanpa harus

    dirasa oleh konsumen. Mutu eksternal ini termasuk warna, bentuk, bau, aroma,

    dan keutuhan. Hal-hal tersebut sangat penting bagi konsumen untuk menentukan

    keputusannya akan membeli sayuran kangkung atau tidak. Kriteria mutu kedua,

    adalah mutu internal berupa cita rasa, tekstur, kuantitas, komposisi dan

    kelengkapan zat-zat gizi yang ada di dalamnya. Mutu internal tersebut hanya

    dapat dideteksi setelah konsumen mencicipi produk tersebut.

    Mutu produk pertanian masih sering menjadi penghalang terciptanya produk

    unggul. Sebagian besar petani bahkan masih sering meremehkan

    penanganan pasca panen. Pasar dunia sangat menuntut tercapainya standar mutu

    tertentu akan produk pertanian yang fresh. Produk pertanian terutama sayuran

    sangat rentan kerusakan jika dalam penanganan dan pengemasan tidak

    diperhatikan. Petani dan produsen harus paham teknologi yang digunakan dan

    harus memperlakukan produk ini spesial. Menurut Saragih (1998) pola budidaya

    hortikultura termasuk sayuran harus berorientasi pada pasar. Manajemen pasca

    panen menjadi penentu mutu dari produk hortikultura. Hasil produknya wajib

    memperhatikan ukuran, rasa, dan corak sesuai dengan selera pasar.

    Menurut Rahardi dan Budiarti (2001), sayuran memerlukan penanganan

    dalam pengendalian mutu yang berbeda dengan komoditas pertanian lainnya, hal

    ini disebabkan sayuran mempunyai sifat sebagai berikut:

    1. Tidak tergantung musim, sehingga sayuran dapat dibudidayakan kapan saja

    dengan syarat tumbuh terpenuhi.

    2. Mempunyai risiko kerusakan yang tinggi. Sayuran dapat mudah busuk,

    sehingga semakin lama waktu penyimpanan dan kekurang hati-hatian dalam

  • 23

    penanganan pasca panen, harga sayuran akan semakin turun hingga tidak

    bernilai sama sekali.

    3. Perputaran modalnya cepat. Hal ini disebabkan waktu produksi sayuran yang

    lebih singkat dan permintaan pasar yang tidak pernah berhenti terhadap

    produk sayuran.

    4. Dikarenakan sifatnya yang mudah rusak dan berumur pendek, maka lokasi

    produksi biasanya dekat dengan konsumen. Keadaan ini sangat

    menguntungkan karena dapat mengurangi biaya transportasi.

    Penerapan sistem jaminan mutu pada produk pertanian yang mengacu

    kepada penerapan pertanian yang baik terdiri dari dua bagian. Bagian pertama

    yaitu sistem pengawasan mutu produksi yang meliputi pengawasan mutu

    penyediaan sarana produksi pertanian, proses produksi, dan panen. Bagian kedua

    adalah sistem pengawasan mutu pasca panen meliputi pengawasan mutu,

    penanganan pasca panen, pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian.

    Berdasarkan uraian di atas maka pengendalian mutu produk pertanian

    seperti kangkung dimulai pada saat produksi hingga sampai pada tangan

    konsumen. Pengendalian mutu yang dibutuhkan yaitu pada aspek sebagai berikut:

    1. Proses Produksi

    Pengendalian mutu pada saat produksi adalah dengan mendapatkan mutu

    yang baik sesuai dengan keinginan pasar. Pengendalian mutu sayuran kangkung

    dilakukan mulai dari pemilihan benih, pengolahan lahan, penanaman, cara

    pemeliharaan, pemupukan, pengendalian hama dan perlakuan khusus yang

    dibutuhkan sayuran sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang

    dibuat. Berikut ini adalah tahapan dalam budidaya kangkung hingga panen.

    a. Benih

    Kangkung darat dapat diperbanyak dengan benih atau biji. Untuk luasan

    satu hektar diperlukan benih sekitar 10 kg. Varietas yang dianjurkan adalah

    varietas Sutra atau varietas lokal yang telah beradaptasi. Benih kangkung dapat

    diambil dari tanaman tua dan dipilih yang kering serta bermutu baik. Bibit

    kangkung berasal dari kangkung muda yang berbatang besar, tua, dan berdaun

    lebar serta ditanam dengan cara stek batang (Susila, 2006).

  • 24

    b. Persiapan Lahan

    Lahan terlebih dahulu dicangkul sedalam 20-30 cm supaya gembur, setelah

    itu dibuat bedengan membujur dari arah barat ke timur agar mendapatkan cahaya

    matahari secara penuh. Lebar bedengan sebaiknya adalah 100 cm, tinggi 30 cm

    dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar bedengan ± 30 cm. Lahan yang

    bersifat asam (pH rendah) perlu dilakukan pengapuran dengan kapur kalsit atau

    dolomit (BPTP Jambi, 2009).

    c. Pemupukan

    Pemupukan pada tanaman kangkung diberikan mulai saat persiapan lahan.

    Tiga hari sebelum tanam bedengan diratakan dan diberikan pupuk kandang

    (kotoran ayam) dengan dosis 20.000 kg/ha atau pupuk kompos organik hasil

    fermentasi (kotoran ayam yang telah difermentasi) dengan dosis 4 kg/m2. Sebagai

    starter ditambahkan pupuk anorganik 150 kg/ha Urea (15 gr/m2) pada umur 10

    hari setelah tanam. Agar pemberian pupuk lebih merata, pupuk Urea diaduk

    dengan pupuk organik kemudian diberikan secara larikan di samping barisan

    tanaman, jika perlu tambahkan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2) pada umur 1 dan

    2 minggu setelah tanam (BPTP Jambi, 2009).

    d. Penanaman

    Penanaman kangkung darat sebaiknya dilakukan pada sore hari. Benih

    kangkung dapat ditanam pada bedengan yang telah dipersiapkan. Lubang tanam

    dibuat dengan jarak 20 cm x 20 cm, pada tiap lubang ditanamkan 2-5 biji

    kangkung. Sistem penanaman dilakukan secara zigzag atau sistem garitan (baris).

    Penanaman dari benih juga bisa dilakukan dengan cara menyebar benih dalam

    baris-baris berjarak 15 cm x 5 cm (Susila, 2006).

    e. Pemeliharaan

    Ketersediaan air merupakan hal utama yang perlu diperhatikan dalam

    pemeliharaan tanaman kangkung karena tanaman ini memerlukan cukup air untuk

    dapat tumbuh dengan baik. Apabila tidak turun hujan maka harus dilakukan

    penyiraman. Kangkung darat memerlukan penyiraman yang teratur yaitu dua kali

    penyiraman setiap hari hingga masa panen, terutama pada musim kemarau.

    Pemeliharaan kangkung lainnya adalah pengendalian gulma waktu tanaman masih

    muda, penjarangan, penyulaman, pembumbunan, dan menjaga tanaman dari

  • 25

    serangan hama maupun penyakit. Penyiangan perlu dilakukan setiap dua minggu

    sekali sedangkan pembumbunan pada dua minggu setelah tanam (Susila, 2006).

    f. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

    Hama yang menyerang tanaman kangkung antara lain ulat grayak

    (Spodoptera litura F.), kutu daun (Myzus persicae Sulz) dan Aphis gossypii.

    Sedangkan penyakit yang biasa menyerang pada tanaman kangkung adalah

    penyakit karat putih yang disebabkan oleh Albugo ipomoea reptans. Untuk

    pengendalian OPT sebaiknya digunakan jenis pestisida yang aman dan mudah

    terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik.

    Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis,

    dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya (BPTP

    Jambi, 2009).

    Menurut Susila (2006) hama yang menyerang tanaman kangkung antara lain

    ulat putih, ulat daun, dan serangga pemakan daun. Akan tetapi pada umumnya

    hama tersebut tidak menyerang secara ganas. Hama ulat putih ditanggulangi

    dengan pemberian 2 cc/l air Baysudin. Ulat daun ditanggulangi dengan pemberian

    2 cc/ l air insektisida Diazinon 60 EC, sedangkan serangga pemakan daun

    dikendalikan dengan penyemprotan senyawa organofosfat jauh hari sebelum

    pemanenan. Setelah dilakukan penyemprotan pestisida, sebaiknya lahan

    dikeringkan selama 4-5 hari kemudian diairi kembali.

    g. Panen

    Panen pada kangkung dilakukan setelah berumur kurang lebih 30 hari

    setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman sampai akarnya

    atau memotong pada bagian pangkal tanaman sekitar 2 cm di atas permukaan

    tanah (BPTP Jambi, 2009). Tanaman kangkung yang terawat dengan baik dan

    sehat dapat menghasilkan 10 hingga 16 ton kangkung tiap hektar lahan dalam

    setahun. Produksi kangkung hingga saat ini hanya diperdagangkan di dalam

    negeri, baik itu di pasar tradisional lokal dan supermarket di kota-kota besar

    (Sunarjono, 2013).

    Menurut Susila (2006) panen kangkung sebaiknya dilakukan pada sore hari,

    dengan ciri kangkung siap panen berbatang besar dan berdaun lebar. Panen

    pertama dapat dilakukan pada hari ke-27 dengan panjang batang kira-kira 20-25

  • 26

    cm. Cara panen dilakukan dengan menggunakan alat pemotong, pangkas

    batangnya dengan menyisakan sekitar 2-5 cm di atas permukaan tanah atau

    meninggalkan 2 atau 3 buku tua. Cara pemanenan lainnya bisa dengan cara

    mencabutnya hingga akar. Selama pemanenan kangkung, lahan harus tetap dalam

    keadaan lembab. Panen kangkung dilakukan 2-3 minggu sekali, setelah 5-11 kali

    panen maka produksi akan menurun secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara

    komersial pertanaman kangkung menghasilkan sekitar 15 ton/ha sepanjang

    beberapa panenan berturut-turut atau sekitar 160 kg/tahun/10m2.

    2. Pasca Panen

    Salah satu cara mengendalikan mutu produk sayuran adalah dengan

    penanganan pasca panen. Pengendalian mutu atau menjaga mutu produk

    hortikultura seperti sayuran dilakukan dengan mengurangi kehilangan. Ada

    beberapa bentuk kehilangan seperti penurunan gizi, susut bobot, kebusukan

    penurunan secara fisik dan penurunan daya tarik. Selama penanganan pasca panen

    hal ini dapat terjadi karena sayuran sangat mudah rusak seperti sobek, layu, lecet

    kondisi tersebut menyebabkan penurunan mutu sayuran dan dapat menimbulkan

    kerugian. Maka pengendalian mutu yang perlu dilakukan adalah penanganan

    pasca panen yang baik. (Setyowati dan Budiarti, 1992)

    Menurut Bina Pengembangan dan Pengolahan Hasil Pertanian atau BPPHP

    (2012) mutu suatu sayuran tidak dapat ditingkatkan atau diperbaiki setelah

    dipanen, akan tetapi hanya dapat dipertahankan. Cara untuk dapat

    mempertahankan mutu sayuran dengan melakukan langkah-langkah sebagai

    berikut.

    a. Pembersihan

    Pembersihan sayuran termasuk kangkung dapat dilakukan dengan

    menggunakan air mengalir, kemudian dilap dengan kain busa atau kain halus.

    Pencucian dilakukan dengan menggunakan air yang mengalir sehingga sisa air

    pencucian langsung terbuang.

    b. Sortasi dan grading

    Proses sortasi dilakukan untuk memilah sayuran yang layak dan tidak layak

    dilihat dari kerusakan pada sayuran tersebut. Grading dilakukan dengan

  • 27

    mengelompokkan sayuran sesuai dengan mutu permintaan pasar, untuk kangkung

    grading dilihat dari ukuran permintaan akan ukuran kangkung.

    c. Penyimpanan di tempat yang cocok atau ideal

    Perlakuan penyimpanan pada sayuran dilakukan dengan perlakuan

    pendinginan dan yang harus diperhatikan adalah tempat yang digunakan.

    Kebersihan tempat yang digunakan sangat perlu untuk dijaga sehingga sayuran

    tidak mengalami penurunan mutu dan kontaminasi.

    d. Pengemasan yang benar

    Dalam melakukan pengemasan perlu diperhatikan bahan pengemas yang

    sesuai misalnya bungkus plastik kedap udara, plastik wrap, dan dus dari kertas.

    Menurut Susila (2006), penanganan pasca panen pada kangkung dilakukan

    dengan mengumpulkan hasil panen sebanyak 15-20 batang dalam satu ikatan.

    Dalam penyimpanan (sebelum dipasarkan), agar tidak cepat layu kangkung yang

    telah diikat dicelupkan dalam air tawar bersih dan tiriskan dengan menggunakan

    anjang-anjang. Pasca panen pada sayuran kangkung bertujuan untuk menjaga

    kesegaran kangkung, dengan cara menempatkan kangkung yang baru dipanen di

    tempat yang teduh. Cara penanganan lainnya bisa juga dengan merendamkan

    bagian akar dalam air dan pengiriman produk secepat mungkin.

    3. Mutu Produk

    Menurut Food and Agriculture Organization (2007) pihak produsen perlu

    untuk memastikan tentang mutu dan keamanan dari hasil produksi mereka dari

    pencemaran air atau dari mikroba atau kontaminasi kimia. Mutu produk dapat

    dilihat dari batas maksimum residu pestisida untuk keamanan pangan dan secara

    fisik dapat dilihat dari mutu eksternal seperti ukuran, warna, kecacatan dan

    kesegaran.

    Pengendalian mutu sayuran kangkung dalam penelitian di Desa

    Pandanajeng ini dilakukan mulai dari proses budidaya, panen hingga pasca panen

    untuk menjaga mutu pada sayuran kangkung. Pengendalian mutu ini bermaksud

    untuk menjaga mutu produk sayuran kangkung yang akan dikirimkan ke pasar

    modern.

  • 28

    2.5. Pemasaran Hasil Pertanian Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh

    perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk

    mempertahankan kelangsungan usahanya. Pemasaran yaitu suatu sistem

    keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan,

    menentukan harga, mempromosikan, menciptakan peluang pasar, dan

    mendistribusikan barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada

    pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Stanton, 2001). Definisi pemasaran

    yang lain adalah bekerja dengan pasar untuk mewujudkan pertukaran yang

    potensial (kegiatan jual-beli) dengan maksud memuaskan kebutuhan dan

    keinginan manusia. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa keberhasilan

    pemasaran merupakan kunci kesuksesan dari suatu perusahaan (Kotler dan Keller,

    2009).

    Keberlanjutan kegiatan usahatani ditentukan oleh hasil produksinya,

    selanjutnya hasil produksi tersebut harus laku dijual di pasar dan memberikan

    keuntungan bagi petani yang bersangkutan. Keuntungan dari penjualan atau

    pemasaran hasil pertanian tersebut digunakan oleh petani untuk memenuhi

    kebutuhan, termasuk pengadaan sarana produksi usahatani selanjutnya. Dengan

    demikian, usahatani dapat berlangsung jika petani memperoleh keuntungan dari

    hasil produksi usahatani yang dijalakan selama ini. Pemasaran hasil pertanian

    diatur tersendiri dalam tata niaga pertanian. Dalam tata niaga pertanian, yang

    dinamakan pemasaran meliputi segala usaha yang menyebabkan perpindahan hak

    milik atas barang-barang dan penyebarannya. Kelancaran pemasaran atas barang-

    barang hasil pertanian didukung oleh tindakan dan perlakuan yang akan

    memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen.

    Beberapa ahli mengelompokkan fungsi pemasaran dalam tata niaga

    pertanian menjadi tiga kelompok, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi

    fasilitas. Fungsi pertukaran mencakup semua tindakan yang dapat memperlancar

    pemindahan hak milik atas barang dan jasa sehingga meliputi fungsi penjualan

    dan fungsi pembelian. Cakupan fungsi fisik yaitu semua tindakan atau perlakuan

    terhadap barang sehingga memperoleh kegunaan tempat dan waktu sehingga

    meliputi fungsi penyimpanan dan fungsi pengangkutan selama pemasaran.

  • 29

    Sementara fungsi fasilitas mencakup semua tindakan yang memperlancar

    pelaksanaan dari fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi fasilitas terdiri dari

    fungsi standardisasi dan grading, fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan,

    dan fungsi pengumpulan fakta dan penilaian fakta.

    Fungsi standardisasi dan grading merupakan suatu ukuran atau penentuan

    barang dari segi ukuran, warna, rupa, isi kimia, kekuatan bentuk, berat, isi bahan,

    kadar air, kematangan rasa atau merupakan kombinasi dari ukuran-ukuran

    tersebut. Fungsi penanggungan risiko meliputi segala akibat atau risiko yang

    ditimbulkan oleh adanya perubahan harga barang, kehilangan, kebakaran, dan

    lain-lain. Fungsi pembiayaan adalah penggunaan modal selama barang dalam

    proses pemasaran untuk membantu pelaksanaan fungsi pertukaran dan fungsi

    fisik. Fungsi pengumpulan dan penilaian fakta mencakup kontrol terhadap harga,

    jumlah, mutu suplai stock, dan permintaan konsumen dari setiap pasar pada waktu

    dan tempat tertentu.

    Tata niaga (pemasaran) hasil-hasil usahatani terdiri dari saluran pemasaran

    yang relatif sederhana hingga saluran pemasaran yang sangat rumit. Saluran

    pemasaran sederhana dimulai dari tingkat produsen atau petani dijual langsung ke

    pedagang pengumpul, pengecer, atau langsung ke konsumen. Sementara saluran

    pemasaran yang bersifat kompleks dimulai dari tingkat produsen menjual hasil

    pertanian ke pedagang besar dan dari pedagang besar dijual ke eksportir. Dapat

    pula terjadi saluran pemasaran yang melalui tengkulak terlebih dahulu sebelum

    sampai ke pedagang besar. Dalam hal ini keberadaan suatu lembaga turut

    menentukan kelancaran saluran pemasaran. Sementara itu saluran pemasaran hasil

    usahatani dapat berubah-ubah dan berbeda satu dengan lainnya tergantung kepada

    keadaan daerah, waktu, dan kemajuan teknologi. Unsur-unsur dalam tata niaga

    pertanian meliputi biaya pemasaran hasil-hasil pertanian, keuntungan dalam tata

    niaga hasil-hasil pertanian, dan efisiensi dalam pemasaran hasil-hasil pertanian

    (Andrianto, 2014).

    Melihat jenis pasar yang ada di Indonesia, dapat diketahui bahwa rantai

    pemasaran hasil hortikultura relatif sangat panjang sehingga dapat merugikan

    petani. Untuk meningkatkan keuntungan, diperlukan usaha memperpendek rantai

    pemasaran, memperlancar pengangkutan, memperkecil bagian-bagian yang hilang

  • 30

    (waste), dan menjaga stabilitas harga. Stabilisasi harga hortikultura terutama

    sayuran, merupakan kunci utama dalam mengurangi atau menghindari kerugian

    petani akibat fluktuasi harga yang tajam. Harga sayuran yang selalu berfluktuasi

    dapat disebabkan oleh permintaan pasar yang tidak terkendali (tidak teratur dan

    tidak kontinyu) dan pengadaan sayuran terbatas pada daerah sempit (Sunarjono,

    2013).

    Menurut Soekartawi (2003) sistem pertukaran barang atau pemasaran

    dapat berhasil dengan baik apabila didukung oleh faktor pendukung seperti

    transportasi, perbankan, asuransi, peraturan-peraturan pemerintah, kelembagaan,

    dan sebagainya. sedangkan faktor eksternal yang sering ditemukan dan mampu

    mempengaruhi berubahnya sistem pemasaran adalah faktor behavioral, sosial,

    struktural, lingkungan, ekonomi, dan manajerial.

    Alternatif saluran pemasaran yang digunakan untuk barang konsumsi

    terdiri dari lima macam saluran. Kelima macam saluran tersebut adalah:

    1. Produsen – Konsumen akhir

    Saluran distribusi ini merupakan saluran distribusi yang paling pendek dan

    paling sederhana untuk barang – barang konsumsi. Sering juga disebut saluran

    langsung karena tidak melibatkan pedagang besar. Produsen dapat menjual

    barang yang dihasilkannya melalui pos atau mendatangi rumah konsumen (dari

    rumah ke rumah).

    2. Produsen – Pengecer – Konsumen akhir

    Dalam saluran ini, beberapa pengecer besar membeli secara langsung dari

    produsen. Ada juga beberapa produsen yang mendirikan toko pengecer untuk

    melayani penjualan langsung pada konsumen, tetapi kondisi saluran semacam ini

    tidak umum dipakai.

    3. Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen akhir

    Saluran ini disebut juga saluran tradisional, dan banyak digunakan oleh

    produsen. Di sini, produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada

    pedagang besar.

  • 31

    4. Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen akhir

    Selain menggunakan pedagang besar, produsen dapat pula menggunakan

    agen pabrik, makelar, atau perantara agen lainnya untuk mencapai pengecer,

    terutama pengecer besar.

    5. Produsen – Agen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen akhir

    Untuk mencapai pengecer kecil, produsen sering menggunakan agen sebagai

    perantara dalam penyaluran barangnya kepada pedagang besar yang kemudian

    menjualnya kepada toko-toko kecil.

    2.6. Pasar Tradisional dan Pasar Modern Keberadaan pasar terdapat dua macam, yaitu pasar niscala atau abstrak dan

    pasar nyata. Pasar abstrak adalah pasar dimana barang yang diperdagangkan tidak

    sampai ke pasar dan proses jual beli didasarkan pada contoh barang saja, misalnya

    bursa tembakau, saham, karet, dan sebagainya. Pasar nyata adalah pasar yang

    proses jual belinya terjadi secara langsung dimana penjual dan pembeli bertemu

    dalam suatu tempat untuk melakukan proses tukar menukar atau berjual beli

    barang dagangan. Secara sosiologis, pengertian pasar nyata sebenarnya tidak

    hanya menyangkut aspek-aspek ekonomis proses jual beli barang saja, tetapi pasar

    adalah pranata ekonomi sekaligus juga cara hidup. Di dalam pasar khususnya di

    pasar tradisional, harga sering kali dipengaruhi oleh interaksi antara penjual dan

    pembeli. Harga ditentukan oleh sejauh mana tingkat keakraban yang dibangun

    antara penjual dan pembeli (Narwoko dan Bagong, 2004).

    Sinaga (2008) mendeskripsikan jenis pasar secara umum dengan istilah pasar

    tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional adalah pasar yang dikelola secara

    sederhana dan bentuk fisiknya tradisional. Pasar tradisional menerapkan sistem

    tawar-menawar secara langsung dimana fungsi utamanya adalah untuk melayani

    kebutuhan masyarakat baik di desa, kecamatan, maupun kabupaten. Sedangkan

    pasar modern merupakan pasar yang dikelola dengan manajemen modern dan

    umumnya terdapat di kawasan perkotaan sebagai penyedia barang dan jasa

    dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota

    masyarakat kelas menengah ke atas).

  • 32

    Pasar modern dapat dikategorikan berdasarkan fasilitas yang dimiliki serta

    luas areal yang dipakai untuk aktivitas perdagangan retail menjadi empat macam,

    yaitu:

    1. Hypermarket

    Hypermarket merupakan toko modern dengan luas areal lebih dari 5000 m2

    per outlet dengan variasi jenis barang lebih banyak dan pilihan merek lebih luas.

    Hypermarket dapat menempati pusat-pusat perdagangan, pusat pasar, pusat

    pertokoan atau gedung yang dibangun sendiri di lokasi khusus. Konsep yang

    ditawarkan oleh hypermarket adalah konsep one stop shopping atau pusat

    pertokoan yang lengkap, menyediakan berbagai macam kebutuhan pokok hingga

    kebutuhan sandang. Kepemilikan hypermarket umunya adalah join venture antara

    swasta lokal denga swasta asing atau kepemilikan asing seperti Giant dan

    Carrefour.

    2. Supermarket

    Supermarket adalah toko modern yang memiliki luas antara 600-1000 m2,

    biasanya terletak di dalam mall, pusat perbelanjaan, atau gedung milik sendiri.

    Komoditas utama yang biasa dijual adalah bahan pangan dan peralatan dapur.

    Model kepemilikan dari supermarket umumnya adalah milik swasta baik lokal

    maupun asing. Milik swasta lokal biasanya berasal dari kepemilikan kelompok

    atau grup perusahaan yang mendirikan cabang perusahaan di berbagai daerah.

    3. Department Store

    Department store merupakan toko modern dengan luas area yang bervariasi,

    biasanya berhubungan dengan proses retailing, penyortiran barang konsumsi

    yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia atau gaya hidup, self service

    atau pelayanan penjualan biasanya di bawah satu manajemen umum. Barang

    yang dijual di department store umumnya adalah barang-barang sandang seperti

    pakaian, sepatu, dan sebagainya. kepemilikan dari department store biasanya

    milik swasta asing dan lokal. Target pasar antara department store asing dengan

    lokal umumnya memiliki perbedaan. Department store asing lebih membidik

    masyarakat kalangan menengah ke atas sedangkan department store lokal

    membidik pasar dari masyarakat menengah ke bawah.

  • 33

    4. Minimarket

    Minimarket merupakan pasar swalayan dengan ukuran relatif kecil yaitu

    100-300 m2 per outlet. Minimarket dapat menempati pertokoan, perkantoran,

    mall atau pun gedung sendiri. Minimarket menerapkan sistem waralaba

    (franchising) bagi masyarakat yang ingin membuka gerai minimarket tersebut

    pada lokasi pilihan. Sistem waralaba adalah perjanjian kontrak dimana

    perusahaan induk (franchisor) memberi hak kepada anak perusahaan atau

    perorangan (franchisee) di bawah kondisi khusus.

    Pasar modern sendiri saat ini telah dianggap sebagai tempat yang strategis

    untuk memasarkan suatu produk secara tepat waktu kepada konsumen. Hal yang

    menjadikan pasar modern ini strategis adalah kemampuannya untuk menciptakan

    brand image kepada konsumen untuk berbelanja dengan harga yang terjangkau,

    bermutu bagus, produk yang lengkap serta kenyamanan maupun kebersihan yang

    terjamin (Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2009).

    Berbeda dengan pasar modern, pengertian pasar tradisional menurut

    Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Nomor

    23/MPP/Kep/1/1998 tentang lembaga-lembaga usaha perdagangan adalah pasar

    yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya

    masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda, yang dimiliki

    atau dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, dan koperasi, dengan usaha

    skala kecil dan modal kecil, dan dengan proses jual beli melalui tawar menawar.

    Adapun beberapa bentuk pasar tradisional adalah sebagai berikut.

    1. Pasar daerah adalah pasar yang dibuat, diselenggarakan dan dikelola oleh

    pemerintah daerah pada lahan atau tanah milik Pemerintah Daerah.

    2. Pasar sementara adalah pasar yang menempati tempat atau areal tertentu yang

    diperbolehkan atau atas persetujuan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk,

    dengan bangunan tidak permanen atau bersifat tradisional dan tidak bersifat

    rutinitas.

    3. Pasar tetap adalah pasar yang menempati tempat atau areal tertentu yang

    dikuasai atau dimiliki dan dioperasionalkan oleh pemerintah daerah serta

    beroperasi secara kontinyu atau berkelanjutan setiap hari, dengan bangunan

  • 34

    bersifat permanen yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang

    pasar.

    4. Toko/kios atau bedak adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar atau

    tempat-tempat lain yang diijinkan, dipisahkan antara satu tempat dengan

    tempat lain mulai dari lantai, dinding, atap yang sifatnya tetap atau permanen

    sebagai tempat berjualan barang atau jasa.

    5. Los adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar atau di tempat-tempat lain

    yang diijinkan, beralas permanen dalam bentuk memanjang tanpa dilengkapi

    dengan dinding pembatas antar ruangan atau tempat berjualan dan sebagai

    tempat berjualan barang atau jasa.

    6. Pelataran adalah tempat atau lahan kosong di sekitar tempat berjualan di pasar

    atau tempat-tempat lain yang diijinkan, dapat dimanfaatkan atau

    dipergunakan sebagai tempat berjualan.

    Di samping beberapa bentuk pasar tradisional di atas, dalam kehidupan

    sehari-hari juga dikenal beberapa bentuk pasar tradisional yaitu:

    1. Pasar malam adalah pasar yang buka pada malam hari, biasanya beroperasi

    pada waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan, peringatan Maulid Nabi,

    dan lain sebagainya.

    2. Pasar krempyeng adalah pasar yang beroperasi di pagi hari dan berakhir

    sebelum siang hari yaitu sekitar pukul 10.00 WIB.

    3. Pasar senggol adalah pasar yang biasanya terletak pada tempat yang cukup

    sempit dengan pengunjung relatif banyak, sehingga antar pengunjung pasar

    tersebut saling berdesakan. Dalam bahasa Jawa berdesakan disebut

    senggolan.

    4. Pasar minggu adalah pasar yang beroperasi pada hari Minggu, biasanya

    bertempat di tempat-tempat tertentu yang ramai. Contoh dari Pasar Minggu

    adalah Pasar Minggu di daerah Ijen, Kota Malang.

    5. Pasar harian adalah pasar yang beroperasi secara kontinyu pada hari-hari

    tertentu. Di daerah Jawa juga mengenal pasar harian yang didasarkan sesuai

    dengan kalender Jawa, dibagi menjadi lima nama pasaran, yaitu Pon, Wage,

    Kliwon, Legi, dan Pahing (Sukirno, 2003).

  • 35

    Kondisi pasar tradisional dan modern bisa dikatakan berseberangan.

    Penjabaran karakteristik pasar tradisional dan modern dapat dijabarkan pada Tabel

    2.1. di bawah ini.

    Tabel 2.1. Karakteristik Pasar Tradisional dan Pasar Modern

    Pasar Tradisional Pasar Modern Pedagang yang berjualan di pasar adalah pelaku usaha kecil menengah (UKM) dan pedagang kaki lima (PKL).

    Pedagang yang melakukan usaha perdagangan adalah pedagang besar.

    Harga bersifat tidak pasti sehingga bisa ditawar oleh pembeli.

    Harga bersifat tetap karena memiliki label yang pasti, sehingga tidak memungkinkan terjadinya tawar-menawar.

    Kurangnya segi kenyamanan dalam berbelanja karena kondisi pasar yang belum tertata rapi.

    Segi kenyamanan dan pelayanan terjamin dengan pramuniaga yang terdidik secara profesional dan suasana yang nyaman dan bersih.

    Pembeli mempunyai perilaku yang senang bertransaksi atau berdialog dalam penetapan harga, mencari mutu barang, memesan barang yang diinginkan, dan perkembangan harga barang lainnya.

    Pembeli mempunyai jam kesibukan yang padat, sehingga mempunyai keterbatasan waktu dalam berbelanja.

    Barang yang dijual umumnya barang-barang lokal.

    Barang yang dijual memiliki variasi jenis yang beragam dari jenis barang-barang lokal dan impor.

    Segi mutu barang yang diperdagangkan terjadi tanpa adanya penyortiran yang ketat.

    Segi mutu barang relatif terjamin karena melalui penyeleksian ketat, sehingga barang reject atau tidak memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak.

    Segi kuantitas barang yang diperdagangkan terbatas, sehingga apabila barang yang diinginkan tidak ditemukan maka dapat mencari barang tersebut di kios lain.

    Segi kuantitas barang umumnya mempunyai persediaan barang di gudang yang terukur, display barang per-kategori mudah dicapai dan relatif lengkap.

    Rantai distribusi terdiri dari produsen-distributor-sub distributor-pengecer-konsumen.

    Rantai distribusi terdiri dari produsen-distributor pengecer/pengecer-konsumen.

    Sumber: Diolah dari “Menuju Pasar yang Berorientasi pada Perilaku Konsumen”

    oleh Sinaga (2008)

  • 36

    Berdasarkan tabel 2.1. dapat dilihat bahwa pasar modern memiliki peluang

    yang lebih potensial dalam menarik minat konsumen baik dari segi pelayanan,

    mutu, maupun kuantitas barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

    peluang pasar Gapoktan Sumbersuko untuk memasarkan sayuran kangkung ke

    pasar modern perlu untuk ditingkatkan.