20
23 II. STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Pariwisata Secara etimologis, kata “pariwisata” diidentikkan dengan kata “travel” dalam bahasa inggris yang diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali- kali dari satu tempat ke tempat lain. Atas dasar itu pula dengan melihat situasi dan kondisi saat ini pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan terencana yang dilakukan secara individu atau kelompok dari suatu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan (Wardiyanto, 2010). Selain itu ada bermacam pengertian lain mengenai pariwisata yaitu Mcintosh (1984) menyatakan bahwa pariwisata adalah : “A composite of activities, services and industries that delivers a travel experience, transportation, activity and other hospitality service available for individuals or group that are away from home”. Dari definisi tersebut menyatakan bahwa pariwisata adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan wisatawan baik individu maupun berkelompok dengan menikmati jasa dan insustri pariwisata, transportasi, akomodasi, restoran, hiburan dan sebagainya (Mulyadi dan Nurhayati, 2002). Hunzieker dan Kraft (Yoeti, 2001) mengemukakan definisi pariwisata dengan batasan yang lebih bersifat teknis yang diterima secara offisial oleh The Association Experts Scientific Internationale des Experts Scientifique du Tourisme (AIEST), batasan yang diberikan sebagai berikut : “Tourism is the sum of the phenomenom and relationships arising from the travel and stay of non resident, in so far as they do not lead to permanent residence and are not connected with any earning activity” (pariwisata adalah gabungan dari gejala dan hubungan- hubungan yang muncul dari adanya perjalanan dan tinggal sementara dari orang- orang yang bukan penduduk setempat, sejauh mereka tidak menunjukkan keinginan untuk menetap dan sejauh mereka tidak berhubungan dengan kegiatan yang menghasilkan uang). Wahab (1975) merumuskan pengertian pariwisata sebagai berikut : “A Propeseful human activity that serves as a link between people either within one some country or beyond the geographical limits the states. It involves the temporary displacement of people to another region, country or continent for the satisfaction of varied needs other than exercising a renumerated function” (Suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri/diluar negeri, meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain untuk sementara waktu mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya, dimana ia memperoleh pekerjaan tetap). Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, disebutkan pengertian pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Seseorang yang melakukan perjalanan wisata ke suatu daerah biasanya karena ingin sekedar untuk refreshing dan sekedar untuk berjalan-jalan. Selain itu, ada juga yang melakukan perjalanan wisata karena ada urusan bisnis ke suatu daerah. Ada berbagai jenis pariwisata yang dikelompokkan berdasarkan tujuan atau motif seseorang atau kelompok yang melakukan perjalanan wisata. Berikut jenis-jenis Pariwisata menurut Spillane (1987) :

II. STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Pariwisata · untuk mengunjungi monumen bersejarah, peninggalan peradaban masa lalu, pusat-pusat kesenian, pusat-pusat keagamaan, atau untuk ikut serta

Embed Size (px)

Citation preview

23

II. STUDI PUSTAKA

2.1 Definisi Pariwisata

Secara etimologis, kata “pariwisata” diidentikkan dengan kata “travel”

dalam bahasa inggris yang diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-

kali dari satu tempat ke tempat lain. Atas dasar itu pula dengan melihat situasi dan

kondisi saat ini pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan terencana yang

dilakukan secara individu atau kelompok dari suatu tempat ke tempat lain dengan

tujuan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan (Wardiyanto, 2010).

Selain itu ada bermacam pengertian lain mengenai pariwisata yaitu

Mcintosh (1984) menyatakan bahwa pariwisata adalah : “A composite of

activities, services and industries that delivers a travel experience, transportation,

activity and other hospitality service available for individuals or group that are

away from home”. Dari definisi tersebut menyatakan bahwa pariwisata adalah

serangkaian kegiatan yang dilakukan wisatawan baik individu maupun

berkelompok dengan menikmati jasa dan insustri pariwisata, transportasi,

akomodasi, restoran, hiburan dan sebagainya (Mulyadi dan Nurhayati, 2002).

Hunzieker dan Kraft (Yoeti, 2001) mengemukakan definisi pariwisata

dengan batasan yang lebih bersifat teknis yang diterima secara offisial oleh The

Association Experts Scientific Internationale des Experts Scientifique du Tourisme

(AIEST), batasan yang diberikan sebagai berikut : “Tourism is the sum of the

phenomenom and relationships arising from the travel and stay of non resident, in

so far as they do not lead to permanent residence and are not connected with any

earning activity” (pariwisata adalah gabungan dari gejala dan hubungan-

hubungan yang muncul dari adanya perjalanan dan tinggal sementara dari orang-

orang yang bukan penduduk setempat, sejauh mereka tidak menunjukkan

keinginan untuk menetap dan sejauh mereka tidak berhubungan dengan kegiatan

yang menghasilkan uang).

Wahab (1975) merumuskan pengertian pariwisata sebagai berikut : “A

Propeseful human activity that serves as a link between people either within one

some country or beyond the geographical limits the states. It involves the

temporary displacement of people to another region, country or continent for the

satisfaction of varied needs other than exercising a renumerated function” (Suatu

aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara

bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri/diluar negeri,

meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain untuk sementara waktu mencari

kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya, dimana

ia memperoleh pekerjaan tetap).

Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, disebutkan

pengertian pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung

berbagai fasilitas yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan

pemerintah daerah.

Seseorang yang melakukan perjalanan wisata ke suatu daerah biasanya

karena ingin sekedar untuk refreshing dan sekedar untuk berjalan-jalan. Selain itu,

ada juga yang melakukan perjalanan wisata karena ada urusan bisnis ke suatu

daerah. Ada berbagai jenis pariwisata yang dikelompokkan berdasarkan tujuan

atau motif seseorang atau kelompok yang melakukan perjalanan wisata. Berikut

jenis-jenis Pariwisata menurut Spillane (1987) :

24

1) Pariwisata untuk Menikmati Perjalanan (Pleasure Tourism) Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk berlibur, untuk mencari udara segar yang baru, untuk memenuhi kehendak ingin tahunya, untuk mengendorkan ketegangan sarafnya, untuk melihat sesuatu yang baru, untuk menikmati keindahan alam, atau bahkan untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian di daerah luar kota.

2) Pariwisata untuk Rekreasi (Recreation Tourism) Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang menghendaki pemanfaatan hari-hari liburnya untuk beristirahat, untuk memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohaninya, yang ingin menyegarkan keletihan dan kelelahannya.

3) Pariwisata untuk Kebudayaan (Cultural Tourism) Jenis pariwisata ini dilakukan karena adanya keinginan untuk mempelajari adat istiadat, kelembagaan, dan cara hidup rakyat daerah lain selain itu untuk mengunjungi monumen bersejarah, peninggalan peradaban masa lalu, pusat-pusat kesenian, pusat-pusat keagamaan, atau untuk ikut serta dalam festival-festival seni musik, teater, tarian rakyat, dan lain-lain.

4) Pariwisata untuk Olahraga (Sports Tourism) Jenis ini dapat dibagi dalam dua kategori : a. Big Sports Event, pariwisata yang dilakukan karena adanya peristiwa-

peristiwa olahraga besar seperti Olympiade Games, World Cup, dan lain-lain.

b. Sporting Tourism of the Practitioner, yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang ingin berlatih dan mempraktekan sendiri, seperti pendakian gunung, olahraga naik kuda, dan lain-lain.

5) Pariwisata untuk Urusan Usaha Dagang (Business Tourism) Perjalanan usaha ini adalah bentuk profesional travel atau perjalanan karena ada

kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang tidak memberikan kepada

pelakunya baik pilihan daerah tujuan maupun pilihan waktu perjalanan.

6) Pariwisata untuk Berkonvensi (Convention Tourism) Konvensi sering dihadiri oleh ratusan dan bahkan ribuan peserta yang

biasanya tinggal beberapa hari di kota atau negara penyelenggara.

Munculnya pariwisata tidak terlepas dari adanya dorongan naluri manusia

yang selalu ini mengetahui dan mencari hal, hal yang baru, bagus, menarik,

mengagumkan dan menantang. Orang-orang yang ingin mencari hal-hal tersebut

diatas biasanya melakukan perjalanan ke luar daerah atau keluar dari

kebiasaannya sehari-hari dalam kurun waktu tertentu. Seringkali perjalanan

seperti ini dilakukan pada saat mereka mempunyai waktu luang (leisure) atau

sengaja dilakukan untuk menghabiskan waktu luangnya mengunjungi dan

menikmati sesuatu yang menarik seperti ; keindahan alam, hiburan, budaya, adat

istiadat, mengunjungi tempat-tempat suci dll.

25

Pariwisata sebagai sesuatu fenomena sosial, terbentuk oleh berbagai faktor

sekaligus berpengaruh terhadap banyak aspek kehidupan manusia. Soeriaatmaja

(1997) mengatakan bahwa pariwisata melibatkan tiga unsur penting, yakni unsur

dinamik, menyangkut urusan perjalanan atau gerakan menuju suatu daerah tujuan

wisata; unsur statik, merupakan tempat terjadinya kegiatan wisata; dan unsur

interaksi, yakni yang merupakan akibat dari keberadaan dua unsur penting

sebelumnya. Kegiatan pariwisata, merupakan hasil interaksi antara wisatawan

dengan masyarakat sekitar pada saat wisatawan mengunjungi objek wisata atau

daya tarik wisata. Pariwisata dapat pula dipandang sebagai suatu fenomena

geografis, kegiatan pariwisata akan senantiasa terpengaruh atau bahkan tergantung

pada ciri khas yang dimiliki oleh daerah tujuan wisata, baik mengenai

masyarakatnya, maupun kondisi topografisnya. Setiap wilayah geografis

mempunyai ciri khasnya masing-masing, pengembang pariwisata perlu

memahami masalah ini supaya mereka dapat memasarkan kekhasan daerah tujuan

wisata yang akan dijualnya kepada calon wisatawan secara tepat. Misalnya, ada

daerah tertentu yang menarik karena : pemandangan alamnya yang sejuk,

topografinya yang unik, keadaan lautnya yang memiliki keanekaragaman hayati

yang dapat disaksikan dengan jelas, atraksi budayanya yang unik, dinamika sosial

ekonomi masyarakatnya, dll.

Pariwisata merupakan kegiatan bersenang-senang yang melibatkan banyak orang,

ditandai dengan adanya perpindahan (mobilisasi) dari satu tempat yang

merupakan tempat tinggalnya ke tempat lain yang bukan tempat tinggalnya,

dimana perpindahan ini tidak bertujuan untuk menetap atau mencari nafkah.

Fenomena ini menimbulkan berbagai macam unit usaha (kegiatan bisnis) yang

menimbulkan berbagai dampak positif maupun dampak negatif bagi

pembangunan daerah.

Dalam kegiatan pariwisata banyak komponen yang terlibat, masing-masing saling

berkaitan pengaruh mempengaruhi sehingga membentuk sebuah sistem.

Komponen yang dimaksud adalah : jasa pelayanan pariwisata, sosial, ekonomi,

budaya, politik, keamanan dan lingkungan. Aktifitas pariwisata secara tidak

langsung melibatkan kehidupan sosial, baik itu masyarakat sebagai wisatawan

maupun sebagai penyedia objek pariwisata dan penerima wisatawan. Hubungan

sosial masyarakat ini sangat berpengaruh pada perkembangan kepariwisataan.

Semakin erat dan harmonis hubungan antara wisatawan dengan masyarakat

penerima didaerah tujuan wisatawan, semakin cepat perkembangan pariwisatanya.

Dengan kegiatan pariwisata ini masyarakat bisa berinteraksi dan bertransaksi satu

dengan yang lainnya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dapat terlibat secara

langsung dan aktif dalam dunia pariwisata misalnya sebagai karyawan sementara

atau karyawan tetap di industri penyedia jasa pelayanan pariwisata seperti ; biro

perjalanan wisata (travel agency), hotel, villa, bungalow, restoran, transportasi

dan lain sebagainya.

Secara konseptual pariwisata didefinisikan sebagai perjalanan dari suatu tempat ke

tempat lain, bersifat sementara, dilakukan oleh perorangan maupun kelompok

sebagai usaha untuk mencari keseimbangan atau keserasian dalam lingkungan

hidup untuk mencapai kebahagiaan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.

Guyer Freuler (1963) yang telah mempublikasikan sebuah studi “Contributions to

Tourism Statistics” , menyatakan bahwa pariwisata merupakan gejala jaman

26

sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa,

penilaian yang sadar terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam

semesta, dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan sebagai

bangsa dan kelas dalam masyarakat manusia sebagai hasil perkembangan

perniagaan, industri dan perdagangan serta penyempurnaan alat-alat

pengangkutan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pariwisata adalah

kegiatan atau aktivitas yang dilaksanakan untuk sementara waktu dalam rangka

menambah wawasan bidang sosial kemasyarakatan, sistem perilaku dari manusia

itu sendiri dengan berbagai dorongan kepentingan sesuai dengan budaya yang

berbeda-beda yang berhubungan dengan upaya untuk mencari kesenangan,

termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha lain yang terkait di

bidang tersebut.

Pada dasarnya hakikat pariwisata adalah mengandalkan adanya keunikan,

kekhasan dan keindahan alam dan budaya yang tumbuh dalam suatu masyarakat.

Hakikat ini merupakan kerangka dasar konsepsi pariwisata yang kemudian

berkembang menjadi iklim pariwisata nasional. Dan diketahui juga tujuan

pembangunan pariwisata indonesia adalah mewujudkan indonesia sebagai daerah

tujuan wisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai dan berdaya saing

tinggi.

2.2 Empat Aspek Dalam Penawaran Destinasi Pariwisata

Inti dari produk pariwisata adalah destinasi wisata dan inilah yang menjadi daya

tarik utama berkembangnya industri pariwisata. Destinasi berkaitan dengan

sebuah tempat atau wilayah yang mempunyai keunggulan dan ciri khas, baik

secara geografi maupun budaya, sehingga dapat menarik wisatawan untuk

mengunjungi dan menikmatinya. Semua produk yang berkaitan dengan perjalanan

sebelum, selama, dan sesudah mengunjungi suatu destinasi, adalah produk-produk

pendukung industri pariwisata. Produk-produk tersebut menyatu dan tidak bisa

dipisahkan untuk menciptakan pengalaman yang “memuaskan” bagi wisatawan.

Jika salah satu produk membuat wisatawan kecewa, maka secara keseluruhan

wisatawan akan kecewa terhadap destinasi tersebut. Untuk membuat sebuah

destinasi wisata yang unggul, menurut Cooper (1993) dalam buku yang berjudul

Tourism : Principle and Practise, juga pernah dikutip oleh Prof. Dr. I Gede Pitana

dalam sambutannya di seminar Cooperation in the Development of Education and

Tourism in Global Era pada 31 Mei 2012 di Surabaya, sebelum sebuah destinasi

diperkenalkan dan dijual, terlebih dahulu harus mengkaji empat aspek utama (4A)

yang harus dimiliki, yaitu atraksi, aksesibilitas, amenitas dan ancilliary.

1) Atraksi

Atraksi adalah produk utama dari sebuah destinasi, atraksi berkaitan

dengan apa yang bisa dilihat (what to see), apa yang bisa dilakukan (what to do),

apa yang bisa dibeli (what to buy) di suatu destinasi wisata sehingga bisa menjadi

unsur daya tarik dan magnet bagi kedatangan wisatawan di suatu lokasi wisata.

Atraksi ini bisa berupa objek alamiah karunia tuhan YME seperti keindahan

panorama alam dan keunikan alam, selain itu dapat berupa akar budi manusia

seperti seni dan budaya masyarakat setempat, peninggalan bangunan bersejarah,

serta atraksi buatan seperti sarana permainan dan hiburan. Untuk menikmati

atraksi wisata ini ada yang tidak perlu dilakukan persiapan terlebih dahulu seperti

27

menikmati pemandangan alam, suasana pantai, danau, bangunan dan lain lain,

selain itu ada yang perlu dilakukan persiapan terlebih dahulu dan disajikan

sebagai suatu pertunjukan seperti seni budaya daerah, pertandingan olahraga dan

lain lain.

2) Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah sarana dan infrastruktur untuk menuju destinasi

wisata. Akses jalan raya dan ketersediaan sarana transportasi yang baik

merupakan aspek penting bagi sebuah destinasi wisata. Banyak sekali wilayah di

Indonesia yang mempunyai keindahan alam dan budaya yang layak untuk dijual

kepada wisatawan, tetapi tidak mempunyai aksesibilitas yang baik, sehingga

ketika diperkenalkan dan dijual, tak banyak wisatawan yang tertarik untuk

mengunjunginya. Perlu juga diperhatikan bahwa akses jalan yang baik saja tidak

cukup tanpa diiringi dengan ketersediaan sarana transportasi. Bagi individual

tourist, transportasi umum sangat penting karena kebanyakan mereka mengatur

perjalanannya sendiri tanpa bantuan travel agent, sehingga sangat bergantung

kepada sarana dan fasilitas publik yang tersedia ke lokasi wisata.

3) Amenitas

Amenitas adalah segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi

kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi. Amenitas

berkaitan dengan ketersediaan sarana akomodasi untuk menginap serta restoran

atau warung untuk makan dan minum dan fasilitas pendukung lainnya yang

mungkin juga diinginkan dan diperlukan oleh wisatawan, seperti toilet umum,

rest area, tempat parkir, klinik kesehatan, dan sarana ibadah. Tentu saja fasilitas-

fasilitas tersebut juga perlu melihat dan mengkaji situasi dan kondisi dari destinasi

sendiri dan kebutuhan wisatawan. Tidak semua amenitas harus berdekatan dan

berada di daerah utama destinasi, contohnya untuk destinasi alam dan peninggalan

bersejarah sebaiknya agak berjauhan dari amenitas yang bersifat komersial,

seperti hotel, restoran, rest area dan lain lain.

4) Ancilliary

Ancilliary berkaitan dengan ketersediaan sebuah organisasi atau orang-

orang yang mengurus destinasi tersebut. Ini menjadi penting karena walaupun

destinasi sudah mempunyai atraksi, aksesibilitas dan amenitas yang baik, tapi jika

tidak ada yang mengatur dan mengurus maka destinasi tersebut akan terbengkalai

dan tidak bisa memberikan nilai jual bagi wisatawan. Organisasi bisa merupakan

sebuah perusahaan atau organisasi masyarakat dimana akan melakukan tugasnya

seperti sebuah perusahaan. Organisasi ini mengelola destinasi sehingga bisa

memberikan keuntungan kepada pihak terkait seperti pemerintah, masyarakat

sekitar, wisatawan, lingkungan dan para stakeholder lainnya.

2.3 Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Pembangunan pariwisata berkelanjutan menurut The World Conservation

Union (WCU) adalah proses pembangunan suatu tempat atau daerah tanpa mengurangi nilai guna dari sumber daya yang sudah ada. Secara umum hal ini dapat dicapai dengan pengawasan dan pemeliharaan terhadap sumber-sumber daya yang sekarang ada, agar dapat dinikmati untuk masa yang akan datang. Pembangunan kepariwisataan bertahan lama menghubungkan wisatawan sebagai penyokong dana terhadap fasilitas pariwisata dengan pemeliharaan lingkungan. Menurut World Commicion on Environment and Development

28

konsep pariwisata berkelanjutan adalah bagian dari pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan kebutuhan saat ini dengan mempertimbangkan kebutuhan (hidup) generasi penerus di waktu yang akan datang. Arti lebih jauh, dalam pembangunan hendaknya jangan menghabiskan atau menguras sumber daya pariwisata untuk jangka pendek, tetapi harus memperhatikan kelanjutan pembangunan pariwisata jangka panjang di waktu yang akan datang. Tourism Stream, action strategy yang diambil dari Globe’90 conference Vancouver, Canada (J. Swarbroke, 1998) menyatakan bahwa, kepariwisataan berkelanjutan (sustainable tourism) didefinisikan sebagai bentuk dari pengembangan ekonomi yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup dari masyarakat sekitar, memberikan image yang positif bagi wisatawan, pemeliharaan kualitas lingkungan hidup yang tergantung dari masyarakat sekitar dan wisatawan itu sendiri.

Daya dukung (carring capacity) adalah kunci bagi pengembangan kepariwisataan bertahan lama (sustainable tourism). Konsep ini mengacu pada penggunaan secara maksimal dari suatu daya tarik wisata tanpa mengakibatkan kerusakan sumber-sumber yang ada, yang dapat mengurangi kepuasan turis atau menambah masalah sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Prinsip lain dari sustainable tourism yang juga kurang lebih sama dengan konsep-konsep yang sudah ditulis sebelumnya antara lain :

1. Lingkungan hidup mempunyai nilai yang tersirat sebagai asset dari

pariwisata, yang keberadaannya harus dipertimbangkan untuk jangka panjang.

2. Kepariwisataan harus dapat dikenalkan sebagai aktivitas yang positif yang dapat memberikan keuntungan yang potensial kepada masyarakat di tempat-tempat lain disekitarnya.

3. Hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola sehingga lingkungan hidup dapat bertahan untuk jangka panjang dan kegiatan pariwisata tidak boleh membawa dampak yang tidak diharapkan.

4. Kegiatan kepariwisataan dan pengembangan-pengembangannya harus mempertimbangkan derajat kealamian dan karakter dari tempat dimana mereka berlokasi.

5. Keserasian antara kebutuhan wisatawan, tempat, dan penduduk sekitar harus dicari dan dipertemukan.

McIntyre (1993) dalam buku yang berjudul Sustainable Tourism

Development Guide for Local Planner dinyatakan bahwa ada tiga komponen penting yang saling terkait dalam pengembangan sustainable tourism dan apabila ketiga komponen ini dilibatkan maka akan terjadi peningkatan kualitas hidup. Ketiga komponen yang dimaksud adalah:

1. Industri pariwisata

Industri pariwisata adalah dapat menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, mendorong penanaman modal, meningkatkan kesempatan

29

untuk mengembangkan bisnis. Dalam industri pariwisata yang dimaksud dengan penawaran adalah terdiri dari transportasi, atraksi wisata, fasilitas wisatawan, pelayanan dan semua yang berhubungan dengan infrastruktur, serta informasi dan promosi, industri pariwisata mencari lingkungan bisnis yang sehat dengan tersedianya jaminan keamanan, keuangan, tenaga kerja yang terlatih dan bertanggung jawab, atraksi yang berkualitas sehingga dapat mendatangkan wisatawan yang terus menerus.

2. Lingkungan

Agar kepariwisataan dapat bertahan lama maka tipe dan tingkat aktivitas kepariwisataan harus diseimbangkan dengan kapasitas tersedianya sumber daya, baik alam maupun buatan. Carrying capacity adalah hal yang mendasar dalam perlindungan dan pengembangan kepariwisataan bertahan lama. Konsep ini mengacu pada penggunaan secara maksimal terhadap sumber daya yang tersedia tanpa menyebabkan dampak negatif terhadap sumber-sumber daya tersebut, tanpa mengurangi kepuasan wisatawan, atau tanpa menambah masalah sosial, ekonomi, dan budaya di area obyek wisata tersebut. Tiga aspek dari lingkungan kepariwisataan, adalah : (a) Ecological, yaitu berhubungan dengan lingkungan alam, (b) Sociocultural, yang berhubungan dengan dampak terhadap kehidupan masyarakat dan kebudayaannya, (c) Facility, yang berhubungan dengan pengalaman pengunjung. Dalam mengembangkan kepariwisataan bertahan lama, sangat penting mempertimbangkan pemeliharaan kualitas lingkungan hidup dan kepuasan pengunjung seperti yang ditekankan sebelumnya, jika produk kepariwisataan merosot dalam kualitas, maka secara pasti akan terjadi kemerosotan ekonomi pariwisata.

3. Masyarakat

Pengembangan kepariwisataan memerlukan perubahan yang berhubungan dengan pemeliharaan, maka perlu bagi masyarakat sekitarnya untuk memperoleh keuntungan dan kepariwisataan yang dapat memuaskan mereka sehingga mereka mempunyai motivasi untuk mengadakan perubahan tersebut. Peningkatan taraf hidup masyarakat adalah faktor pokok. Keinginan masyarakat untuk terlibat adalah merupakan kunci untuk mengadakan perubahan yang akan meningkatkan kualitas hidup. Jika masyarakat terlibat dalam berbagai tahap maka masyarakat akan merasa termotivasi dan bertanggung jawab. Sejak awal masyarakat diberikan pengertian mengenai kepariwisataan dan dampak-dampak yang mungkin terjadi, sehingga nantinya tidak akan terjadi kesalahpahaman. Keuntungan yang dapat dicapai oleh masyarakat adalah tersedianya lapangan pekerjaan baru dan pendapatan tambahan, menciptakan kesempatan penanaman modal baru, memperbaiki fasilitas untuk pelayanan termasuk perairan, jalan, balai kesehatan, keamanan, serta infrastruktur yang lainnya, meningkatkan pangsa pasar untuk memasarkan produk lokal, memperbaiki kesempatan

30

untuk tenaga kerja terlatih, memperbaiki fasilitas dan aktivitas rekreasi dan budaya yang juga bisa dinikmati oleh penduduk, dan peningkatan penghargaan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Pihak yang merencanakan pengembangan harus mengikutsertakan masyarakat sejak awal tahap perencanaan. Penjelasan tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut :

Gambar 2.1 Pariwisata Berkelanjutan menurut WTO

Dari berbagai konsep yang sudah dijelaskan mengenai konsep sustainable

tourism, maka dapat diketahui klasifikasi pengembangan pariwisata yang

sustainable atau yang non sustainable dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pengembangan Pariwisata yang Sustainable versus Non Sustainable

Sustainable Non Sustainable

Konsep Umum

1. Perkembangan lambat

2. Perkembangan terkontrol

3. Skalanya tepat

4. Untuk jangka panjang

5. Kualitas

6. Dikontrol dari dekat

Konsep Umum

1. Perkembangan cepat

2. Perkembangan tidak terkontrol

3. Skala yang tidak sesuai

4. Untuk jangka pendek

5. Kuantitas

6. Dikontrol dari jauh

Strategi Pengembangan

1. Perencanaan baru pengembangan

2. Rencana memberikan pola

3. Memperhatikan pemandangan secara

keseluruhan

4. Tekanan dan keuntungan yang disebarkan

5. Developer (pengembang) lokal

6. Tenaga kerja lokal

7. Arsitektur asli

Strategi Pengembangan

1. Pengembangan baru perencanaan

2. Proyek memberikan pola

3. Memusatkan pola pada obyek tertentu

4. Menambah kapasitor

5. Developer dari luar

6. Tenaga kerja dari luar

7. Arsitektur tidak asli (non vernacular)

Perilaku Turis/Wisatawan

1. Bernilai tinggi

2. Maturity

3. Ada beberapa pengetahuan mengenai

bahasa lokal

4. Bijaksana dan peka

5. Tenang/tidak ramai

6. Perkunjungan yang berulang-ulang

Perilaku Turis/Wisatawan

1. Bernilai rendah

2. Tidak ada persiapan mental

3. Tidak ada pengetahuan akan bahasa

lokal

4. Intensive dan tidak peka

5. Menyolok

6. Tidak ingin kembali

Sumber : Swarbrooke (1998)

Lingkungan Industri

Pariwisata

Masyarakat

Pariwisata

Berkelanjutan

31

2.4 Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas Komunitas (community) merupakan sekelompok orang yang hidup

bersama pada lokasi yang sama, sehingga mereka berkembang menjadi sebuah “kelompok hidup” (group lives) yang diikat oleh kesamaan kepentingan (common interests). Dalam sosiologi, secara harfiah makna komunitas adalah “masyarakat setempat” (Soekanto, 1999).

Komunitas dapat diartikan juga sebagai sekumpulan anggota masyarakat yang hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka dapat merasakan kepentingan-kepentingan hidup yang utama. Artinya, ada social relationship yang kuat di antara mereka, pada satu batasan geografis tertentu. Elemen dasar yang membentuk adalah adanya interaksi yang intensif di antara anggotanya, dibandingkan dengan orang-orang diluar batas wilayah. Ukuran derajat hubungan sosial, terkait kesamaan tujuan adalah pemenuhan kebutuhan utama individu dan anggota pembentuk kelompok dalam masyarakat. Komunitas dapat dibedakan atas berbagai pola, atas dasar ukuran (besar dan kecil), atas dasar level (lokal, nasional, internasional), riel atau tidak real (virtual), bersifat kooperatif atau kompetitif, serta formal atau informal. Pada perkembangannya konsep komunitas dipakai secara lebih luas, untuk kesatuan hidup yang berada pada suatu wilayah tertentu disebut “community of places”, misalnya sekelompok masyarakat yang tinggal pada suatu lokasi wisata dan membentuk kelompok pencinta pariwisata dan sebagainya sedangkan hubungan yang diikat karena kesamaan kepentingan namun tidak tinggal dalam satu wilayah geografis tertentu (borderless) disebut dengan “community of interest”, misalnya sekelompok orang yang berada pada suatu pemasaran perhotelan dan agen perjalanan.

Paradigma pembangunan saat ini telah bergeser dari pendekatan pembangunan yang cenderung top down menjadi pembangunan dari bawah (bottom up) yang lebih menuju aktifitas dengan komunitas. Secara umum ada tiga bentuk aktifitas dengan komunitas (community practice) ini yaitu social action, social planning dan community development (Adi, 2003). Konsep pembangunan saat ini lebih berbasis pada community development dan community based management yang dilakukan melalui capacity building dan empowernment. Community Development (CD) adalah suatu konsep yang luas mencakup berbagai bentuk upaya dengan mengaplikasikan teori dan praktek berupa kepemimpinan lokal, para aktivis, melibatkan warga dan kalangan profesional untuk meningkatkan berbagai sisi kehidupan bagi komunitas lokal melalui partisipasi aktif dan jika memungkinkan berdasarkan inisiatif masyarakat. Dalam prakteknya para pelaksana community development melakukan identifikasi masalah, mengidentifikasi sumber daya setempat, menganalisa struktur kekuasaan lokal dan berbagai hal lain di dalam masyarakat.

Kemudian ada juga konsep “Community-Based Management” (CBM) yang juga mengandalkan kepada “komunitas” dimana komunitas sebagai pelaku utama pembangunan. Semua yang datang dari luar hanyalah pendukung untuk membantu komunitas. Komunitas didukung melalui berbagai hal mulai dari penelitian, pengembangan kebijakan, pendidikan dan capacity building, serta

32

mengembangkan networks and linkages. CBM dapat dilakukan pada komunitas manapun baik perikanan, kehutanan maupun pariwisata. Pengembangan dari konsep CBM ini adalah “Community-Based Resource Management” (CBRM) dan “Community-Based Natural Resource Management” (CBNRM) yang lebih menekankan pada manajemen sumber daya alam dan lingkungan oleh, untuk dan dengan komunitas lokal (Gibbs dan Bromley, 1989). Keberlanjutan CBNRM sangat tergantung pada partisipasi komunitas lokal. Mereka akan aktif jika mereka mampu melihat keuntungan dengan keterlibatannya dan memiliki akses (property right) terhadap sumber daya. Untuk itu, penting untuk memahami pengetahuan lokal masyarakat setempat, membangkitkan motivasi untuk melakukan konservasi serta memilih organisasi lokal yang kuat. Ada tiga tujuan utama CBNRM yaitu : (1) peningkatan kesejahteraan dan keterjaminan hidup masyarakat lokal, (2) peningkatan konservasi sumber daya alam, dan (3) pemberdayaan masyarakat lokal. Masyarakat akan terlibat bila mereka melihat ada keuntungan (tangible benefit) secara kasat mata dari sisi produk yang dihasilkan, jasa yang diberikan ataupun pendapatan yang bisa mereka peroleh.

Dalam hal pariwisata ada istilah “ekowisata” dimana ekowisata dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah, budaya di suatu daerah dimana pola wisatanya membantu masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam dan konservasi lingkuan. Aspek kunci dalam ekowisata adalah jumlah pengunjung ke lokasi wisata dibatasi dan diatur agar sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat, pola wisata ramah lingkungan dan ramah budaya atau adat setempat, membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal, serta modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak terlalu besar.

Ekowisata berbasis masyarakat ini menitikberatkan peran aktif komunitas, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki sehingga dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dan mengurangi kemiskinan, dimana penghasilan dari ekowisata ini adalah jasa-jasa wisata untuk turis, fee pemandu, ongkos transportasi, penyediaan penginapan (home stay), menjual kerajinan, dll. Pola ekowisata berbasis masyarakat ini bukan berarti bahwa masyarakat menjalankan usaha ekowisata sendiri tetapi harus ada tataran implementasi ekowisata yang dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan suatu daerah.

Beberapa aspek yang dipertimbangkan dalam perencanaan ekowisata berbasis komunitas ini adalah adanya partisipasi masyarakat dan edukasi seperti pembentukan panitia atau organisasi masyarakat pengelola kegiatan wisata di daerahnya yang didukung oleh pemerintah, menggunakan prinsip-prinsip local ownership (pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat setempat) diterapkan terhadap sarana dan prasarana di lokasi wisata, adanya nilai ekonomi dan

33

edukasi bagi masyarakat seperti sarana akomodasi yang ramah lingkungan, adanya pemandu yang merupakan orang setempat, dirintis, dikelola dan dipelihara oleh masyarakat setempat sampai penentuan biaya (fee) untuk wisatawan ditentukan oleh masyarakat setempat. Pola pengembangan wisata seperti ini harus menciptakan kondisi dimana masyarakat diberi kewenangan untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha ekowisata, mengatur arus dan jumlah wisatawan dan mengembangkan ekowisata sesuai visi dan harapan masyarakat untuk masa depan.

2.5 Perkembangan Wisata Bahari

Pengembangan berasal dari kata kembang yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) berarti mekar terbuka atau membentang, menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya. Perkembangan adalah suatu keadaan yang berubahnya suatu wilayah, keadaan, maupun sistem kepercayaan. Perkembangan merupakan proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti sebuah tahapan perkembangan (a stage of development). Perkembangan dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai perubahan yang dialami oleh keadaan tertentu yang dialami olah suatu wilayah atau tempat yang memiliki kegiatan di dalamnya dan dapat menciptakan perubahan fisik, sosial, ekonomi, budaya dan tradisi dalam suatu lingkup yang berskala besar maupun kecil.

Sedangkan wisata bahari adalah seluruh kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan kesenangan, tantangan, pengalaman baru, kesehatan yang hanya dapat dilakukan di wilayah perairan. Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dimasa kini dan dimasa yang akan datang. Jenis wisata yang memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan langsung di antaranya berperahu, berenang, snorkeling (menyelam dipermukaan), diving (menyelam), memancing, dan lain-lain. Kegiatan tidak langsung seperti olahraga pantai, piknik, menikmati atmosfer laut, dan lain-lain (Siti Nurisyah, 2001). Konsep wisata bahari di dasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Wheat (1994) berpendapat bahwa wisata bahari adalah pasar khusus untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam. Steele (1995) menggambarkan kegiatan ecotourism bahari sebagai proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka.

Pengertian wisata bahari atau tirta menurut Pendit (2003) adalah jenis pariwisata yang terkait dengan kegiatan olah raga air lebih-lebih di danau,

34

bengawan, pantai, teluk atau lautan lepas seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi selancar, mendayung dan sebagainya. Aktivitas bahari ini dapat dijumpai di daerah Bunaken Sulawesi Utara, Wakatobi, Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan di Lombok, Pulau Rajaampat di Papua serta beberapa kawasan pesisir pulau Bali, termasuk salah satunya berada di pesisir pantai Sanur.

Wisata bahari menurut Ardika (2000) adalah wisata dan lingkungan yang berdasarkan daya tarik wisata kawasan yang didominasi perairan dan kelautan. Keraf (2000) wisata bahari adalah kegiatan untuk menikmati keindahan dan keunikan daya tarik wisata alam di wilayah pesisir dan laut dekat pantai serta kegiatan rekreasi lain yang menunjang. Sarwono (2000) wisata bahari adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi alam bahari sebagai daya tarik wisata maupun wadah kegiatan wisata baik yang dilakukan diatas permukaan di wilayah laut yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan ekosistemnya yang kaya akan keanekaragaman jenis biota laut. Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dan dimasa kini dan masa yang akan datang.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa wisata bahari adalah segala aktivitas wisata yang menjadikan sumber daya alam laut beserta segala potensinya sebagai suatu daya tarik yang unik untuk dinikmati. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pariwisata bahari adalah segala bentuk aktivitas wisata yang menjadikan sumber daya alam laut beserta potensinya sebagai suatu daya tarik wisata dalam batasan dimulai dari jalan setapak pedestrian sampai 100 meter setelah reef. Perlunya mengetahui batasan wilayah pesisir (coastal zone) lebih jelas karena belum adanya definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian adanya kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu : batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore) (Dahuri, 2008). Menurut Soegiarto (1976) definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun kegiatan yang disebabkan oleh manusia (Dahuri, 2008).

2.6 Konsep Wisata Bahari

Wisata bahari merupakan suatu bentuk wisata potensial termasuk di dalam kegiatan clean industry. Pelaksanaan wisata bahari yang berhasil apabila

35

memenuhi berbagai komponen yakni terkaitnya dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya. (Siti Nurisyah, 2001). Prinsip utama ekowisata dapat juga di aplikasikan karena wisata bahari termasuk bagian dari ekowisata ini dapat dilihat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah pada pasal I dan pada pasal II. Maka dari itu ada lima prinsip utama dari ekowisata yang di rumuskan oleh Choy dan Heillbronn (1996), yaitu : 1. Lingkungan : ekowisata harus bertumpu pada lingkungan alam dan budaya

yang relatif belum tercemar atau terganggu. 2. Masyarakat : ekowisata harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan

ekonomi langsung kepada masyarakat. 3. Pendidikan dan pengalaman : ekowisata harus dapat meningkatkan

pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki.

4. Berkelanjutan : ekowisata harus dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

5. Manajemen ; ekowisata harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasai mendatang.

Kelima prinsip utama ini merupakan dasar untuk pelaksanaan kegiatan

ecotourism yang berkelanjutan. Skema konsep wisata bahari terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar. 2.2 Skema Konsep Ekowisata Bahari

Gambar 2.2. menunjukkan bahwa output langsung yang diperoleh berupa hiburan dan pengetahuan sedangkan output langsung bagi alam yakni adanya

Alam

Output langsung Input

Input

Output Tak

Langsung

Output langsung

Wisata

Bahari

Konservasi alam

Hiburan, Pengalaman &

Pengetahuan

Manusia

36

insentif yang dikembalikan untuk mengelola kegiatan konsevasi alam. Output tidak langsung yaitu berupa tumbuhnya kesadaran dalam diri setiap orang (wisatawan) untuk memperhatikan sikap hidup sehari-hari agar kegiatan yang dilakukan tidak berdampak buruk pada alam. Kesadaran ini tumbuh sebagai akibat dari kesan yang mendalam yang diperoleh wisatawan selama berinteraksi secara langsung dengan lingkungan bahari.

2.7 Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Tregoe dan Zemmerman (1980) mendefinisikan strategi sebagai suatu kerangka

yang membimbing serta mengendalikan pilihan-pilihan yang menetapkan sifat

dan arah suatu organisasi.

Menurut Stephanie K. Marrus (1984) mendefinisikan strategi merupakan

suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan

jangka panjang organisasi, yang disertai penyusunan suatu cara atau tujuan yang

dapat dicapai. Menurut Chandler (1962) Strategi merupakan alat untuk mencapai

tujuan perusahaan dalam kaitannya tujuan jangka panjang, program tindak lanjut

serta prioritas alokasi sumber daya.

Christensen (1965) mendefinisikan strategi merupakan alat untuk

mencapai keunggulan bersaing. Begitu pula halnya Porter (1985) mendifinisikan

strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing.

Pengembangan adalah suatu proses atau cara menjadikan sesuatu menjadi

maju, baik, sempurna, dan berguna (Suwantoro, 1997). Suwantoro (1997)

menyebutkan beberapa bentuk produk pariwisata alternatif yang berpotensi untuk

dikembangkan, yaitu: Pariwisata budaya (cultural tourism), ekowisata

(ecotourism), pariwisata bahari (marine tourism), pariwisata petualangan

(adventure tourism), pariwisata agro (agrotourism), pariwisata pedesaan (village

tourism), gastronomi culinary tourism), pariwisata spiritual (spiritual tourism)

dan lainnya. Menurut Yoeti (1997), pengembangan pariwisata perlu memperhatikan

beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Wisatawan (Tourist)

Harus diketahui karakteristik dari wisatawan, dari negara mana mereka datang,

usia, hobi, dan pada musim apa mereka melakukan perjalanan.

2. Transportasi

Harus dilakukan penelitian bagaimana fasilitas transportasi yang tersedia untuk

membawa wisatawan ke daerah tujuan wisata yang dituju.

3. Atraksi/obyek wisata

Atraksi dan objek wisata yang akan dijual, apakah memenuhi tiga syarat seperti: a)

Apa yang dapat dilihat (something to see), b) Apa yang dapat dilakukan

(something to do), c) Apa yang dapat dibeli (something to buy).

4. Fasilitas pelayanan

Fasilitas apa saja yang tersedia di DTW tersebut, bagaimana akomodasi perhotelan

yang ada, restoran, pelayanan umum seperti Bank/money changers, kantor

pos, akses komunikasi dan telepon yang ada di DTW tersebut.

5. Informasi dan promosi

37

Diperlukan publikasi atau promosi, kapan iklan dipasang, kemana leaflets/brosur

disebarkan sehingga calon wisatawan mengetahui tiap paket wisata dan

wisatawan cepat mengambil keputusan pariwisata di wilayahnya dan harus

menjalankan kebijakan yang paling menguntungkan bagi daerah dan

wilayahnya, karena fungsi dan tugas dari organisasi pariwisata pada

umumnya:

a. Berusaha memberikan kepuasan kepada wisatawan kedaerahannya

dengan segala fasilitas dan potensi yang dimilikinya.

b. Melakukan koordinasi di antara bermacam-macam usaha, lembaga,

instansi dan jawatan yang ada dan bertujuan untuk mengembangkan

industri pariwisata.

c. Mengusahakan memasyarakatkan pengertian pariwisata pada orang

banyak, sehingga mereka mengetahui untung dan ruginya bila pariwisata

dikembangkan sebagai suatu industri.

d. Mengadakan program riset yang bertujuan untuk memperbaiki produk

wisata dan pengembangan produk-produk baru guna dapat menguasai

pasaran di waktu yang akan datang.

6. Merumuskan kebijakan tentang pengembangan kepariwisataan berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan secara teratur dan berencana. Dinas

Pariwisata dan Kebudayaan merupakan salah satu hal utama dalam

pengembangan pariwisata di suatu daerah.

Berdasarkan pengertian tersebut yang dimaksud dengan strategi

pengembangan pariwisata bahari dalam penelitian ini adalah usaha-usaha

terencana yang disusun secara sistimatis yang dilakukan untuk mengembangkan

potensi yang ada dalam usaha meningkatkan dan memperbaiki pariwisata bahari

sehingga keberadaan pariwisata bahari itu lebih diminati oleh wisatawan.

2.8 Metode Indeks Persepsi Responden Indeks ataupun skala adalah ukuran gabungan buat suatu variabel.

Perbedaan pokoknya terletak pada penentuan skor. Skala disusun atas dasar

penunjukan skor pada pola pola atribut, artinya penyusunan skala diperhatikan

intensitas struktur dari atribut-atribut yang hendak diukur, sedangkan indeks

adalah akumulasi skor untuk tiap pertanyaan ke responden sesuai dengan variabel-

variabel yang akan diukur (Singarimbun, 1989). Metode Indeks Persepsi

Responden digunakan untuk menentukan ukuran persepsi responden terhadap

beberapa pilihan alternatif untuk penentuan dalam pengambilan keputusan.

Metote ini digunakan untuk membantu perencana dalam pengambilan keputusan

dan mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang

terakumulasi menggambarkan urutan prioritas paling besar mengakibatkan urutan

prioritas alternatif menjadi lebih nyata dan jelas. Langkah-langkah yang perlu

ditempuh dalam penyusunan indeks adalah sebagai berikut :

1. Menyeleksi pertanyaan

Indeks adalah ukuran gabungan yang disusun untuk mengukur suatu

variable tertentu. Salah satu kriteria untuk menentukan pertanyaan seperti apa

yang bisa dimasukkan ke dalam sebuah indeks adalah validitas muka (face

validity). Misalnya kalau sesorang ingin mengukur nilai ekonomi pada sektor

38

pariwisata maka pertanyaan yang hendak dimasukkan harus menunjukkan tingkat

ketergantungan ekonomi responden pada sektor pariwisata ini. Sehubungan

dengan kriteria diatas, maka ketunggalan dimensi juga harus dipertahankan.

Ukuran gabungan harus mengacu satu variable saja. Pertanyaan yang

menunjukkan nilai sosial pariwisata tidak dapat dimasukkan dalam indeks nilai

ekonomi pariwisata, walaupun hubungan keduanya erat.

2. Hubungan antar pertanyaan

Langkah kedua dalam penyusunan indeks adalah melihat hubungan

bivariat maupun multivariate dari pertanyaan-pertanyaan yang hendak

dimasukkan. Secara teoritis, pertanyaan-pertanyaan yang mengukur suatu variable

harus berhubungan satu sama lain. Pada indeks nilai ekonomi pariwisata,

pertanyaan-pertanyaan harus mempunyai korelasi yang cukup tinggi satu sama

lain (bivariat) maupun secara keseluruhan (multivariate), karena semuanya

mengukur derajat ketergantungan responden terhadap pariwisata secara ekonomis.

3. Menentukan skor

Setelah pertanyaan-pertanyaan untuk suatu indeks ditentukan, maka

langka selanjutnya adalah menentukan skor untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Skor ini kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan skor gabungan. Pada tahap ini

ada keputusan yang dibuat peneliti, yaitu harus membuat keputusan tentang

jenjang (range) skor untuk indeks yang disusunnya. Biasanya peneliti

menginginkan range yang cukup besar sehingga informasi yang dikumpulkan

lebih lengkap. Range yang digunakan bisa berupa jenjang 3 (0,1,2), jenjang 5

(1,2,3,4,5) atau jenjang 7 (1,2,3,4,5,6,7). Jenjang mana yang cocok digunakan

tergantung dari populasi penelitian.

2.9 Manajemen Strategis Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan

untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai objektivittas. Delapan istilah kunci dalam manajemen strategis yaitu : perencanaan strategi, pernyataan visi dan misi, peluang dan ancaman, kekuatan dan kelemahan, tujuan jangka panjang, strategi, sasaran dan kebijakan (David, 2004).

Konsep strategis berkembang mulai dari sekedar alat untuk mencapai tujuan, kemudian berkembang menjadi alat menciptakan keunggulan bersaing dan selanjutnya menjadi landasan untuk memberi respon terhadap kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Sehingga menjadi alat untuk memberikan kekuatan, motivasi kepada stakeholder agar perusahaan tersebut dapat memberikan kontribusi secara optimal (Rangkuti, 2004).

Tugas utama dari manajemen strategis adalah memberikan secara menyeluruh misi dari suatu bisnis, artinya mengajukan pertanyaan “apa bisnis kita ?” pertanyaan ini mengiring pada penetapan objektif, pengembangan strategi dan membuat keputusan sekarang untuk hasil dimasa depan, lebih lanjut mengemukakan bahwa proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap : perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi (David, 2004).

39

Perumusan strategi termasuk mengembangkan misi bisnis, mengenali peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan objektif jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan.

Implementasi strategi menuntut perusahaan untuk menetapkan objektif tahunan, melengkapi dengan kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang dirumuskan untuk dilaksanakan. Hal ini termasuk mengembangkan budaya mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif, mengubah arah usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi dan menghubungkan kompensasi dengan prestasi organisasi, implementasi strategi tersebut sering disebut tahap tindakan manajemen strategis.

Evaluasi strategis adalah tahap akhir dalam manajemen strategis. Semua strategi dapat dimodifikasi dimasa depan karena faktor-faktor eksternal dan internal selalu berubah. Ada tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi yaitu : (1) meninjau faktor-faktor ekternal dan internal yang menjadi dasar strategi (2) mengukur prestasi, dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi strategi diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan merupakan jaminan keberhasilan dimasa depan. Mengenai misi, sasaran dan strategi organisasi yang sudah ada merupakan titik awan yang logis untuk manajemen strategis karena situasi dan kondisi perusahaan saat ini mungkin menghalangi strategi tertentu dan mungkin bahkan mendikte tindakan tertentu. Proses manajemen strategis bersifat dinamis dan berkelanjutan. Apapun yang akan terjadi, keputusan strategis mempunyai konsekuensi berbagai fungsi utama dan pengaruh jangka panjang.

Pada suatu organisasi, proses manajemen strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu : perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Sasaran jangka panjang berarti lebih dari satu tahun, dapat ditentukan sebagai hasil spesifik yang ingin dicapai sebuah organisasi dengan melaksanakan misi dasarnya. Sasaran perlu untuk keberhasilan organisasi karena menyatakan arah, mambantu dalam evaluasi, menciptakan sinergi, mengungkapkan prioritas, memfokuskan koordinasi dan menyediakan dasar untuk perencanaan, pengorganisasian, memotivasi dan mengendalikan aktivitas secara efektif. Sasaran tahunan adalah patokan jangka pendek yang harus dicapai oleh organisasi dalam rangka mencapai sasaran jangka panjang, harus dapat diukur, kuantitatif, menantang, realistik, konsisten dan mempunyai prioritas.

Peluang eksternal dan ancaman eksternal merujuk pada keadaan ekonomi, sosial, budaya, demografi lingkungan, politik, hukum, pemerintah, teknologi dan kecenderungan persaingan serta peristiwa yang dapat menguntungkan atau merugikan suatu organisasi secara signifikan dimasa depan. Peluang dan ancaman sebagian besar diluar kendali organisasi yang disebut dengan eksternal. Ajaran mendasar dari manajemen strategi adalah bahwa perusahaan perlu merumuskan strategi untuk memanfaatkan peluang eksternal dan menghindari atau mengurangi dampak ancaman ekternal untuk sukses merupakan hal yang penting dilaksanakan dengan pengumpulan serta

40

memahami informasi eksternal yang disebut dengan mengamati lingkungan (environmental scanning) atau evaluasi industri.

Kekuatan internal dan kelemahan internal adalah aktivitas dalam kendali organisasi yang prestasinya luar biasa baik atau buruk. Kekuatan dan kelemahan muncul dalam aktivitas manajemen, pemasaran, keuangan/akutansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan dan sistem informasi komputer serta bisnis, mengenali dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi dalam berbagai bidang fungsional dari bisnis adalah aktivitas manajemen strategis. Diagram manajemen strategis dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Manajemen Strategis

2.9.1 Peluang Eksternal dan Peluang Internal

David (2004), menyatakan bahwa manajemen strategis menawarkan manfaat

berikut ini :

1. Memungkinkan mengenali, menetapkan prioritas dan memanfaatkan berbagai

peluang.

2. Menyediakan pandangan objektif mengenai masalah manajemen.

3. Menjadi kerangka kerja untuk memperbaiki koordinasi dan pengendalian

aktivitas.

4. Meminimalkan pengaruh kondisi dan perubahan yang merugikan.

5. Memungkinkan keputusan utama yang lebih baik mendukung sasaran yang

telah ditetapkan.

6. Memungkinkan alokasi waktu dan sumber daya yang lebih efektif untuk

mengenali peluang.

7. Memungkinkan sumber daya yang lebih kecil dan waktu lebih sedikit

dicurahkan untuk mengoreksi kesalahan atau keputusan.

8. Menciptakan kerangka kerja untuk berkomunikasi internal diantara staf.

9. Membantu memadukan tingkah laku individual menjadi total

10. Menyediakan dasar untuk penjelasan tanggung jawab individu.

Penetapan

Tujuan Jangka

panjang

Pemilihan

dan

Penetapan

Strategi

Penetapan

Kebijakan

dan Tujuan

Tahunan

Pengalokasian

Sumber Daya

Implementasi

Melakukan

Analisa

Eksternal

Umpan Balik

Melakukan

Analisa

Eksternal

Mengukur

dan

Mengevaluasi

Kinerja

Penetapan

Visi dan Misi

41

11. Memberikan dorongan untuk pemikiran ke depan.

12. Menyediakan pendekatan kerjasama terpadu dan antusias dalam menangani

berbagai masalah dan peluang.

13. Mendorong tingkat disiplin dan formalitas yang tepat pada manajemen dari

suatu bisnis.

2.9.2 Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan

kendala (ancaman) yang dimiliki oleh objek wisata yang diteliti di Kabupaten

Natuna. Rangkuti (1997) menyatakan bahwa matrik SWOT dipakai untuk

menyusun faktor-faktor strategi perusahaan. Analisis SWOT membandingkan

antara faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman dengan faktor internal yaitu

kekuatan dan kelemahan sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu

keputusan strategi. Adapun matriks SWOT disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Matriks SWOT

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Stengths – S

Tentukan faktor-faktor

kekuatan internal

Weakness – W

Tentukan faktor-faktor kelemahan

internal

Opportunities – O

Tentukan faktor-faktor

peluang eksternal

Strategi S – O

Ciptakan strategi yang menggunakan

kekuatan untuk memanfaatkan

peluang

Strategi W – O

Ciptakan strategi yang

meminimalkan kelemahan

untuk memanfaatkan peluang

Threats – T

Tentukan faktor-faktor

ancaman eksternal

Strategis S – T

Ciptakan strategi yang menggunakan

kekuatan untuk mengatasi

ancaman

Strategi W – O

Ciptakan strategi yang

meminimalkan kelemahan

dan menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti (2000)

Dalam analisis SWOT, Rangkuti (2000) menggunakan matriks yang akan menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif dari suatu strategi, yaitu : 1. Strategi SO : strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh

kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya.

2. Strategi ST : strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang mungkin timbul.

3. Strategi WO : strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT : strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

42

2.9.3 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif

QSPM (Quantitive Strategic Planning Matrix) merupakan teknik yang secara

objektif dapat menetapkan strategi alternatif yang diprioritaskan. Sebagai suatu

teknik, QSPM memerlukan intuisi yang baik dalam penilaian. Metode ini adalah

alat yang dirokemandasikan bagi para ahli strategi untuk melakukan evaluasi

pilihan strategi alternatif secara objektif, berdasarkan faktor kunci kesuksesan

internal-eksternal yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Secara konseptual,

tujuan metode ini adalah untuk menetapkan kemenarikan relatif dari strategi-

strategi yang bervariasi yang telah dipilih, untuk menentukan strategi mana yang

paling baik untuk diimplementasikan. Matriks QSPM dapat dilihat pada Tabel

2.3.

Tabel 2.3 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif

Faktor-Faktor Kunci Bobot

Alternatif-alternatif Strategi

AS

(Strategi 1)

TAS

(Strategi 1)

AS

(Strategi 2)

TAS

(Strategi 2)

Peluang

1.

2.

Dst

Ancaman

1.

2.

Dst

Kekuatan

1.

2.

Dst

Kelemahan

1.

2.

Dst

Jumlah Total

Keterangan : AS (Attract Score)

TAS (Total Attract Score)

Sumber : David (2004)