70
IDENTIFIKASI MASALAH DAN STRATEGI KONSERVASI KAWASAN GOA PAWON, KAWASAN KARST CITATAH, KABUPATEN BANDUNG BARAT A FAJAR SURAHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Identifikasi Masalah dan Strategi Konservasi Kawasan Goa … · 2015-09-03 · Temuan benda-benda purbakala di dalam goa seperti artefak, fosil, ... tulang-tulang binatang dan fosil

  • Upload
    votram

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

IDENTIFIKASI MASALAH DAN STRATEGI KONSERVASI

KAWASAN GOA PAWON, KAWASAN KARST CITATAH,

KABUPATEN BANDUNG BARAT

A FAJAR SURAHMAN

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

IDENTIFIKASI MASALAH DAN STRATEGI KONSERVASI

KAWASAN GOA PAWON, KAWASAN KARST CITATAH,

KABUPATEN BANDUNG BARAT

A FAJAR SURAHMAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

RINGKASAN

A FAJAR SURAHMAN. E34061667. Identifikasi Masalah dan Strategi

Konservasi Kawasan Goa Pawon, Kawasan Karst Citatah, Kabupaten Bandung

Barat. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan ARZYANA SUNKAR.

Temuan benda-benda purbakala di dalam goa seperti artefak, fosil, lukisan

goa dan benda prasejarah lainnya merupakan bukti pemanfaatan goa-goa karst di

dunia sebagai tempat berlindung manusia prasejarah (KMNLH 1999). Hal serupa

juga ditemukan di kawasan Goa Pawon, Karst Citatah, Kabupaten Bandung Barat

yang dibuktikan oleh penemuan artefak, tulang-tulang binatang dan fosil (yang

diduga sebagai fosil nenek moyang orang Sunda) oleh Kelompok Riset Cekungan

Bandung. Hasil temuan ini merupakan temuan pertama arkeologi spektakular di

Jawa Barat. Upaya konservasi kawasan Goa Pawon juga mengalami berbagai

permasalahan, yaitu pertambangan batu gamping dan kegiatan pemanfaatan lahan

karst untuk pertanian. Nilai penting, potensi dan permasalahan di kawasan Goa

Pawon telah menjadi perhatian berbagai pihak. Untuk mengatasi permasalahan

pemanfaatan yang terjadi, dibutuhkan suatu strategi pengelolaan kawasan agar

nilai penting dan potensi kawasan Goa Pawon tetap lestari.

Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2011 di kawasan Goa

Pawon, Kawasan Karst Citatah, Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang bertujuan

untuk mengidentifikasi permasalahan konservasi kawasan Goa Pawon,

memetakan stakeholder kawasan Goa Pawon dan menentukan strategi konservasi

kawasan Goa Pawon. Data yang diambil meliputi permasalahan, potensi dan

variasi kegiatan di kawasan Goa Pawon, stakeholder konservasi kawasan Goa

Pawon, tugas pokok dan fungsi stakeholder, peran, kepentingan dan pengaruh

stakeholder kawasan Goa Pawon. Metode yang digunakan adalah wawancara

mendalam kepada informan, observasi lapang dan studi pustaka. Analisis data

dilakukan dengan menggunakan analisis stakeholder dan analisis SWOT.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa permasalahan konservasi

kawasan Goa Pawon, diantaranya pertambangan batu kapur, pengambilan guano

dari dalam Goa Pawon, pencemaran lingkungan, penurunan kualitas lahan akibat

kegiatan pertanian musiman serta penurunan kualitas dan kuantitas air tanah dan

sumberdaya karst. Selain itu, diperoleh 7 stakeholder yang memiliki kepentingan

dan pengaruh terhadap kawasan Goa Pawon, yaitu Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata KBB, Dinas Energi dan Pertambangan KBB, Kantor Lingkungan

Hidup KBB, Kelompok Riset Cekungan Bandung, Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah KBB, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan KBB

dan Badan Pertanahan KBB.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kawasan Goa Pawon membutuhkan

suatu strategi konservasi kawasan, yaitu pengendalian kerusakan kawasan dan

pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan sumberdaya kawasan secara lestari

dan berwawasan lingkungan untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Selain itu, diperlukan penguatan kelembagaan (forum

koordinasi dan kerjasama) dalam pengelolaan kawasan dari pihak pemerintah

(Provinsi dan Kabupaten), LSM dan masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan

bersama/co-management.

Kata kunci: konservasi karst, Goa Pawon, analisis stakeholder, analisis SWOT.

SUMMARY

A FAJAR SURAHMAN. E34061667. Problem Identification and Conservation

Strategy of Pawon Cave Area, Citatah Karst Area of West Bandung Regency.

Supervised by SAMBAS BASUNI and ARZYANA SUNKAR.

The findings of archaeological objects in cave such as artifacts, fossils,

cave paintings and other objects were evidence of prehistoric utilization of karst

caves in the world as a shelter for prehistoric men (KMNLH 1999). Such object

were also found in Pawon Cave area in Citatah Karst of West Bandung Regency

(WBR) as evidenced by the discovery of artifacts, animal bones and fossils

(possibly the ancestor of Sundanese people) by the Bandung Basin Research

Group. These findings were the first spectacular archaeological findings in West

Java. Conservation efforts of Pawon Cave area also facing various problems.

Common problems that occured in the area were limestone mining and

agricultural activities. Importance value, potential and problems occuring of

Pawon Cave have been the concerns of various stakeholders. To overcome the

problem of utilization, it is necessary to have an area management strategy to

maintain the value and potential of Pawon Cave area.

The study was conducted in February-April 2011 in Pawon Cave area,

Citatah Karst Area, West Bandung Regency with the objectives to identify the

problems of conservation for Pawon Cave area, stakeholders mapping and to

determine conservation strategy of Pawon Cave area. The data gathered included

the problems, potentials and various activities within the Pawon Cave area,

stakeholders, main task and functions of each stakeholders, roles, interests and

influences. The method used were in-depth informant interview, field observation

and literature study. Data analysis were performed using stakeholder and SWOT

analyse.

Based on research results, some conservation issues on Pawon Cave area,

including limestone mining, collection of guano from Pawon Cave, environmental

pollution, land degradation due to agricultural activities and seasonal decline in

the quality and quantity of groundwater resources and karst. In addition, there

were seven stakeholders who had interests and influences over the area of Pawon

Cave, Culture and Tourism Service of WBR, Energy and Mines of WBR, The

Environment Office of WBR, Bandung Basin Research Group, Planning and

Regional Development Agency of WBR, Agriculture, Plantation and Forestry

Service of WBR and Land Agency of WBR.

The analysis showed that the Pawon Cave area required area conservation

strategy, that is area degradation control and development of sustainable use of

environmental service-resources area and environmentally sound to provide added

values and improve community’s welfare. In addition, there is a need for

institutional strengthening (coordination and cooperation forum) in management

by the government (provincial and regency), NGO and communities based on the

principle of joint management/co-management.

Key words: karst conservation, Pawon Cave, stakeholder analysis, SWOT

analysis.

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “ Identifikasi

Masalah dan Strategi Konservasi Kawasan Goa Pawon, Kawasan Karst

Citatah, Kabupaten Bandung Barat ” adalah benar-benar hasil karya saya

sendiri dengan bimbingan dosen pemimbing dan belum pernah digunakan sebagai

karya ilmiah pada perguruan tinggi ataupun lembaga manapun. Sumber informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar

pustaka.

Bogor, Desember 2011

A Fajar Surahman

NIM. E34061667

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Identifikasi Masalah dan Strategi Konservasi Kawasan Goa

Pawon, Kawasan Karst Citatah, Kabupaten Bandung Barat

Nama : A Fajar Surahman

NIM : E34061667

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc.

NIP. 19580915 198403 1 003 NIP. 19710215 199512 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S.

NIP. 19580915 198403 1 003

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan ke-Hadirat Allah SWT yang

telah memberikan limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penelitian ini

dapat diselesaikan dengan baik. Salawat dan salam penyusun panjatkan kepada

suri tauladan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para

sahabatnya serta kita sebagai umatnya. Penelitian ini berjudul “ Identifikasi

Masalah dan Strategi Konservasi Kawasan Goa Pawon, Kawasan Karst

Citatah, Kabupaten Bandung Barat ” yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Sambas

Basuni, M.S. dan Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc.

Kawasan Goa Pawon merupakan sebuah situs peninggalan sejarah yang

mempunyai nilai penting dan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.

Kawasan ini dikenal sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat

tinggi berupa batu kapur, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan akibat

pertambangan dan timbulnya berbagai kepentingan dan pengaruh stakeholder

terhadap kawasan Goa Pawon. Oleh karena itu, kawasan Goa Pawon

membutuhkan data dan informasi mengenai permasalahan kawasan Goa Pawon,

peran, kepentingan dan pengaruh stakeholder serta strategi konservasi kawasan

Goa Pawon. Agar pengelolaan kawasan Goa Pawon tersebut berkelanjutan,

penulis mencoba melakukan penelitian tentang masalah dan strategi konservasi

kawasan Goa Pawon.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, segala bentuk kritik dan masukkan yang bertujuan untuk memperbaiki

skripsi ini sangat diharapkan penulis. Akhir kata, penulis hanya dapat berharap

semoga karya yang telah dibuat ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2011

Penulis.

RIWAYAT HIDUP

A Fajar Surahman dilahirkan di Ciamis pada

tanggal 26 Agustus 1988 sebagai anak pertama dari dua

bersaudara dari pasangan Bapak Suswandi Ramadiyana dan

Ibu Jumiarsih. Penulis memulai pendidikan formal pada

tahun 1992 di TK Merpati dan lulus pada tahun 1994.

Penulis melanjutkan Sekolah Dasar di SD N 4 Babakan dan

lulus pada tahun 2000. Tahun 2000 penulis melanjutkan ke SLTP N 1

Pangandaran dan lulus pada tahun 2003, setelah itu melanjutkan ke SMA N 1

Pangandaran pada tahun 2003 dan lulus pada tahun 2006. Penulis diterima sebagai

mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI dan pada

tahun 2007 diterima pada program mayor Departemen Konservasi Sumberdaya

Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Himakova,

Sekretaris Himakova periode 2008-2009 serta anggota Kelompok Pemerhati Goa.

Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan, antara lain:

Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam

Gunung Simpang, Jawa Barat (2008) dan Cagar Alam Rawa Danau, Banten

(2009), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Bukit Baka-

Bukit Raya, Kalimantan Barat (2008) dan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru,

Nusa Tenggara Timur, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap

dan Baturraden (2008), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan

Gunung Walat (2009), serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung (2010). Dalam usaha

memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul “

Identifikasi Masalah dan Strategi Konservasi Kawasan Goa Pawon, Kawasan

Karst Citatah, Kabupaten Bandung Barat ” yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir.

Sambas Basuni, M.S. dan Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillaahirabbil `aalamiin. Puji dan syukur dipanjatkan ke-

Hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana. Sholawat dan salam penulis sampaikan kepada

junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat serta

kepada para pengikutnya.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Orang tuaku tercinta yaitu Bapak Suswandi Ramadiyana dan Ibu Jumiarsih

serta adikku Ashari Gumelar yang selalu memberikan doa, dorongan serta

semangat dari awal sampai selesainya penelitian hingga sekarang.

2. Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. dan Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc. selaku

dosen pembimbing yang telah memberikan pelajaran, dorongan semangat,

nasihat dan bimbingannya.

3. Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc. sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil

Hutan dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F. sebagai ketua sidang yang telah

memberikan arahan dan masukan kepada penulis.

4. Dinas Pemerintah Kabupaten Bandung Barat atas kesediaannya memberikan

data kepada penulis dalam pengambilan data selama penelitian.

5. Bapak Koswara yang telah bersedia memberikan fasilitas, bantuan, menemani

dan mendampingi penulis selama di lapang.

6. Febriyanto Kolanus S.Hut, Nurul Iman Suansa, S.Hut, Agung Gunawan,

S.Hut, Angga Prayana yang telah menemani dan mendampingi penulis

selama di lapang serta membantu segala proses yang dibutuhkan selama

penelitian.

7. Keluarga Besar KSHE 43 Cendrawasih tanpa terkecuali, atas segala

kebersamaan, kekompakkan, kekeluargaan, persaudaraan serta semua hal

yang telah dilakukan bersama hingga menjadi pengalaman dan pembelajaran

hidup yang sangat berarti bagi penulis.

8. Keluarga besar Himakova, khususnya periode kepengurusan tahun 2007-2009

atas segala kebersamaan, kekompakkan, serta pengalaman yang telah dilalui.

9. Kelompok Pemerhati Goa (KPG) Himakova, khususnya G-XIII atas segala

kebersamaan, kehangatan, pengalaman dan pelajaran yang telah dilalui.

10. Saudara dan sahabat seperjuangan di KSHE (Bang Berry, Bang Iska, Bang

Femi, Agung, Didit, Abdi, Domi, Stefhen, Haray, Catur Radit, TooCooL,

Akmal, Afroh, Iman, Dinen, Suratman, Fika, Anbon, Chim, Septian, Gede,

Fahmi dan penghuni Tangkaran lainnya) atas kebersamaan melewati hari-hari

penuh keceriaan, canda tawa, pengalaman dan kenangan.

11. Intan Handayani dan keluarga atas dorongan semangat, motivasi dan bantuan

yang diberikan kepada penulis.

12. Keluarga Besar DKSHE terutama Bu Evan, Bu Titin, Bu Ratna, Bapak

Sutoro, Bapak Yatna dan Bapak Acu yang sudah membantu penulis dalam

hal administrasi selama menuntut ilmu di IPB.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

memberikan arahan, bantuan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Permasalahan Lingkungan Kawasan Karst ......................................... 5

2.2 Pengelolaan dan Pemanfaatan Kawasan Karst ..................................... 5

2.3 Analisis Stakeholder ............................................................................. 7

2.4 Analisis SWOT ..................................................................................... 9

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 10

3.2 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... 10

3.3 Metode Penelitian ................................................................................. 10

3.3.1 Jenis data yang dikumpulkan ....................................................... 10

3.3.2 Metode pengumpulan data........................................................... 11

3.4 Analisis Data ........................................................................................ 13

BAB IV KONDISI UMUM

4.1 Letak dan Luas ..................................................................................... 17

4.2 Sejarah Kawasan .................................................................................. 17

4.3 Aksesibilitas ......................................................................................... 18

4.4 Topografi .............................................................................................. 18

4.5 Masyarakat ........................................................................................... 18

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Stakeholder Pengelolaan Kawasaan Goa Pawon ................................ 20

5.2 Pemetaan Stakeholder ......................................................................... 20

5.3 Faktor Internal dan Eksternal Kawasan Goa Pawon ........................... 29

5.3.1 Faktor internal kawasan Goa Pawon .......................................... 30

5.3.2 Faktor eksternal kawasan Goa Pawon ........................................ 36

vi

5.4 Analisis SWOT Pengelolaan Kawasan Goa Pawon ............................ 40

5.4.1 Penentuan posisi strategis kawasan Goa Pawon ......................... 40

5.4.2 Strategi konservasi kawasan Goa Pawon ................................... 41

5.5 Peran Stakeholder dalam Strategi Konservasi Kawasan Goa Pawon ... 45

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 47

6.2 Saran ..................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA

vii

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Metode penelitian ......................................................................................... 12

2 Matriks analisis SWOT ................................................................................ 15

3 Hasil scoring nilai kepentingan .................................................................... 21

4 Hasil scoring nilai pengaruh ....................................................................... 21

5 Matriks SWOT ............................................................................................. 42

6 Peran stakeholder dalam strategi konservasi kawasan Goa Pawon ............ 46

viii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Pasir Pawon ................................................................................................. 2

2 Pemandangan ke arah Pasir Masigit dari Pasir Pawon ............................... 2

3 Lokasi Penelitian ......................................................................................... 10

4 Diagram Analisis SWOT (Rangkuti 2006) ................................................. 14

5 Kategorisasi stakeholder (Reed et al. 2009) ............................................... 16

6 Pemetaan stakeholder .................................................................................. 22

7 Kegiatan Jajal Geotrek : (a) Situs Goa Pawon, (b) Stone Garden .............. 31

8 Perubahan morfologi Gunung Masigit (a) tahun 2003, (b) tahun 2008 dan

(c) tahun 2011 ............................................................................................. 32

9 Karung yang berisi posfat (guano) .............................................................. 33

10 Kondisi puncak Pasir Pawon; (a) Tanaman pertanian di Puncak Pasir

Pawon, (b) Kegiatan penyiangan tanah ...................................................... 34

11 Penggunaan air : (a) Sumber mata air Cinyusuan, (b) Aliran air untuk

mengairi sawah, (c) Bak penampungan untuk mandi dan keperluan lainnya 35

12 Kepulan asap hitam dari pabrik pembakaran kapur .................................... 40

13 Diagram Analisis SWOT (Rangkuti 2006) ................................................. 40

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Permasalahan konservasi kawasan Goa Pawon ........................................... 51

2 Panduan wawancara pengelolaan kawasan Goa Pawon .............................. 51

3 Panduan wawacara untuk stakeholder ......................................................... 51

4 Panduan scoring untuk mengetahui tingkat kepentingan............................. 52

5 Panduan scoring untuk mengetahui tingkat pengaruh ................................. 53

6 Hasil perhitungan faktor internal dengan pembobotan dan rating ............... 54

7 Hasil perhitungan faktor eksternal dengan pembobotan dan rating ............ 54

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem karst tidak hanya terlihat pada keunikan, kelangkaan dan

keindahan bentang lahannya saja, tetapi juga dicirikan oleh adanya fenomena

kehidupan bawah tanah dan lorong-lorong celah bebatuan (goa) dengan segala

komponen dan ornamennya (endokarst). Dari sekian banyak bentukan alam yang

ada di kawasan karst, goa merupakan bentukan alam yang paling diminati

(Samodra 2001), bahkan sejak zaman prasejarah telah dimanfaatkan sebagai

hunian purba. Beberapa contohnya adalah Goa Tewet di Kalimantan, Goa

Seropan di Gunung Kidul Yogyakarta dan Goa Pawon di Karst Citatah, Bandung

Barat yang dicirikan oleh adanya artefak, fosil, lukisan goa dan benda prasejarah

lainnya (KMNLH 1999). Adanya temuan situs purbakala berupa alat-alat batu,

gerabah, bongkah andesit sebagai alat tumbuk, tulang-tulang binatang dan fosil

(diduga sebagai fosil nenek moyang orang Sunda) di Situs Goa Pawon dan

lingkungan sekitarnya merupakan temuan pertama arkeologi spektakular di Jawa

Barat. Benda temuan yang sangat melimpah ini menunjukkan betapa intensifnya

Goa Pawon digunakan manusia prasejarah sebagai hunian (Brahmantyo 2008).

Dalam hal ini, kawasan Goa Pawon berfungsi sebagai lokai penelitian,

pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan kegiatan wisata berwawasan

lingkungan

Selain memiliki fungsi dalam pendidikan, kawasan Goa Pawon juga

memiliki peranan sebagai daerah resapan air (pengatur sistem hidrologi) yang

keluar sebagai sumber mata air melalui rekahan-rekahan batuan gampingnya.

Sumber air ini dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik oleh

biota goa, flora dan fauna yang ada di permukaan dan masyarakat sekitar. Selain

itu, kelelawar di dalam Goa Pawon sangat penting peranannya secara ekologi

dalam menjaga keseimbangan ekosistem di luar goa (pengendali serangga,

penyebar biji dan penyerbuk beberapa jenis tumbuhan).

2

Goa Pawon yang berada di Pasir Pawon adalah bagian dari kawasan Karst

Citatah yang merupakan sebuah kompleks perbukitan, yang termasuk di

dalamnya: Pasir Pawon, Pasir Masigit, Pasir Bancana, Karangpanganten, Gunung

Manik, Pasir Pabeasan dan Gunung Hawu (Brahmantyo 2008). Kondisi

perbukitan ini sedang berada dalam ancaman kehancuran karena pemanfaatan

batu gamping dalam skala besar sebagai bahan tambang, padahal sumberdaya

kawasan karst merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Brahmantyo (2008) menyatakan bahwa sekitar 80% - 90% dari seluruh bukit-

bukit kapur yang membentang dari Tagog Apu di utara Padalarang ke Cihea di

perbatasan Kabupaten Bandung Barat dengan Cianjur tidak ada yang utuh lagi,

kecuali Pasir Pawon (Gambar 1). Yunianto (2008) menyatakan bahwa dampak

pertambangan yang terjadi adalah bukit-bukit kapur gundul dan sebagian rata

dengan tanah seperti yang terjadi di Pasir Masigit (Gambar 2), ancaman terhadap

fungsi sebagai penyimpan air dan kawasan peninggalan sejarah.

Selain ancaman pertambangan, kegiatan pertanian musiman di kawasan Goa

Pawon (puncak Pasir Pawon) juga menjadi suatu permasalahan yang bisa

mengakibatkan kerusakan lahan yang berdampak negatif terhadap kawasan

endokarst yang ada di bawahnya (khususnya Situs Goa Pawon), seperti rusaknya

ornamen-ornamen yang ada di dalam Goa Pawon. Salah satu dampak penting dari

kegiatan pertambangan dan pertanian terhadap Pasir Pawon adalah hilangnya

beberapa mata air penting. Pada dekade 1950, berdasarkan penuturan masyarakat

setempat (Koswara, Ketua RT Kampung Pawon, 26 Februari 2011, komunikasi

Gambar 1 Pasir Pawon.

Gambar 2 Pemandangan ke arah Pasir

Masigit dari Pasir Pawon.

3

pribadi) mata air masih banyak ditemukan di kawasan tersebut terutama di bawah

Goa Pawon.

Permasalahan lingkungan dan pelestarian kawasan Goa Pawon telah

mengundang perhatian berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan

pengelolaan kawasan, terutama dari Pemerintah Daerah Tingkat II seperti Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung Barat, Dinas Pertambangan dan

Mineral Kabupaten Bandung Barat dan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten

Bandung Barat. Banyaknya kepentingan (seperti kepentingan terhadap aspek

pariwisata, kebudayaan, pendidikan dan penelitian, pertanian dan konservasi

kawasan) dan pengaruh (seperti kebijakan-kebijakan terhadap kawasan) yang

diberikan dari berbagai pemangku kepentingan akan memerlukan suatu analisis

untuk mengetahui stakeholder mana yang berperan dalam melaksanakan strategi

konservasi kawasan Goa Pawon. Hal ini dibutuhkan untuk menghindari konflik

sektoral yang dapat merugikan kawasan Goa Pawon dan para stakeholder.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan utama di kawasan Goa Pawon terkait dengan perilaku

pemanfaatkan sumberdaya alam yang berlebihan adalah alasan ekonomi. Alasan

lain yang bersifat non-ekonomi berkaitan dengan pengetahuan dan informasi

mengenai sumberdaya kawasan dan pentingnya pengelolaan kawasan secara

berkelanjutan (Hidayati et al. 2004).

Permasalahan yang dijumpai di kawasan Goa Pawon tidak hanya

menyebabkan kerusakan ekosistem, tetapi juga dapat menimbulkan konflik

pemanfaatan. Potensi konflik kepentingan antar berbagai pihak maupun dengan

masyarakat dapat menimbulkan konflik sosial yang jika tidak dikelola dengan

baik dapat merugikan stakeholder, masyarakat dan kelestarian sumberdaya alam

kawasan. Sebaliknya, jika potensi konflik tersebut dikelola dengan baik,

diharapkan akan menghasilkan hubungan kerjasama yang sangat bermanfaat

dalam pengelolaan kawasan secara partisipatif dan berkelanjutan (Hidayati et al.

2004).

Nilai penting dan potensi kawasan Goa Pawon serta permasalahan yang

terjadi di dalamnya telah menjadi perhatian para akademisi, pemerintah dan

4

pemerhati lingkungan. Oleh karena itu, kolaborasi stakeholder sangat dibutuhkan

untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dan dibutuhkan suatu strategi

pengelolaan kawasan agar nilai dan manfaat penting kawasan Goa Pawon dapat

berkelanjutan (sustainable).

Dari penjelasan di atas, terdapat beberapa hal yang perlu dipahami terkait

permasalahan kawasan, peran stakeholder dan strategi dalam pengelolaan

kawasan Goa Pawon. Sehingga masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Permasalahan konservasi apa saja yang ada di kawasan Goa Pawon?

2. Siapa saja stakeholder dan bagaimana tingkat kepentingan dan pengaruhnya

dalam pengelolaan kawasan Goa Pawon?

3. Strategi pengelolaan apa yang tepat untuk kawasan Goa Pawon?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi permasalahan konservasi kawasan Goa Pawon.

2. Memetakan stakeholder kawasan Goa Pawon berdasarkan kepentingan dan

pengaruhnya.

3. Menentukan strategi konservasi kawasan Goa Pawon.

1.4 Manfaat

Data dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan arahan dan

bahan pertimbangan dalam upaya konservasi kawasan Goa Pawon bagi para

stakeholder. Sehingga kawasan Goa Pawon tetap lestari dan bisa dikembangkan

dengan memperhatikan aspek pengelolaan perlindungan, pengelolaan pengawetan

dan pengelolaan pemanfaatan lestari berbasis masyarakat.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Permasalahan Lingkungan Kawasan Karst

Permasalahan lingkungan kawasan karst yang umumnya terjadi adalah

perubahan bentang alam, pencemaran air, perubahan debit mata air dan

menurunnya keanekaragaman hayati. Berbagai masalah tersebut disebabkan oleh

beberapa kegiatan diantaranya penambangan, pertanian, pembangunan sarana

fisik dan pariwisata (KMNLH 1999). Selain itu, Ko tahun 1998 pada Lokakarya

Kelompok Kerja Pemanfaatan Goa dan Karst menjelaskan bahwa beberapa akar

permasalahan goa dan karst di Indonesia diantaranya adalah: (1) masih rendahnya

apresiasi di kalangan pemerintah untuk pelestariam karst karena target

pembangunan jangka pendek yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, (2)

adanya pandangan bahwa kawasan batu gamping hanya sebagai bahan

tambang/galian terutama sebagai bahan baku untuk industri semen, (3) masih

sedikit ahli yang terkait dengan karst di Indonesia, (4) adanya bentrokan

kepentingan sektoral akibat belum diterapkannya pendekatan pengelolaan secara

holistik untuk kawasan karst di Indonesia.

Kawasan Goa Pawon memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar,

diantaranya adalah keberadaan batu gamping yang mempunyai nilai ekonomi

yang sangat tinggi. Industri/perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan

hanya memandang potensi ini sebelah mata tanpa memperhatikan aspek

konservasi dalam pemanfaatannya. Selain itu, bentrok kepentingan sektoral masih

terjadi dalam pemanfaatan kawasan seperti konflik kepentingan antar stakeholder

yang terjadi akibat adanya berbagai kepentingan dan pengaruh dalam pemanfaatan

kawasan. Penyebaran informasi dan pengetahuan tentang kawasan karst di

Indonesia juga masih sangat rendah, sehingga masyarakat tidak mengetahui nilai

penting kawasan karst.

2.2 Pengelolaan dan Pemanfaatan Kawasan Karst

IUCN (1997) menyebutkan bahwa perlindungan terhadap ekosistem

kawasan karst harus diberikan kepada kawasan dengan ciri-ciri sebagai berikut :

6

1. Memiliki nilai keaslian sosial dan budaya masyarakat yang tinggi

2. Merupakan rangkaian yang memiliki nilai-nilai (kekayaan) penting dalam satu

lokasi

3. Mengalami kerusakan lingkungan yang paling sedikit

4. Merupakan suatu tipe yang tidak ada padanannya dalam sistem kawasan

lindung di negeri atau zona biografi di mana kawasan tersebut berada.

Kawasan Goa Pawon sudah memenuhi ciri-ciri yang disebutkan oleh IUCN

tersebut, sehingga kawasan Goa Pawon ini harus mendapatkan perlindungan baik

dari tingkat nasional maupun internasional.

Pengelolaan kawasan karst bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan

kawasan karst, guna menunjang pembangunan berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan. Pengelolaan kawasan karst mempunyai sasaran untuk meningkatkan

upaya perlindungan kawasan karst dengan cara melestarikan fungsi hidrogeologi,

proses geologi, flora, fauna, nilai sejarah serta budaya yang ada di dalamnya;

melestarikan keunikan dan kelangkaan bentukan alam di kawasan karst;

meningkatkan kehidupan masyarakat di dalam dan di sekitarnya; meningkatkan

pengembangan ilmu pengetahuan (Kepmen. ESDM No.1456 2000)

Berdasarkan Kepmen. ESDM No.1456 (2000) tentang Pedoman

Pengelolaan Kawasan Karst, kawasan karst dibagi menjadi 3 kelas, yaitu:

Kawasan Karst Kelas I, Kawasan Karst Kelas II dan Kawasan Karst Kelas III.

Berdasarkan zonasi Kawasan Karst Citatah yang dipaparkan oleh Brahmantyo

(2000), kawasan Pasir Pawon merupakan Kawasan Karst Kelas I yang merupakan

kawasan yang perlu dikonservasi dan tidak boleh ada kegiatan usaha

pertambangan, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan penelitian yang tidak

merubah atau merusak bentuk-bentuk morfologi dan fungsi kawasan karst.

Sedangkan untuk kawasan Gunung Masigit merupakan Kawasan Karst Kelas II,

yaitu kawasan karst yang dapat dilakukan kegiatan usaha pertambangan dan

kegiatan lain setelah kegiatan tersebut dilengkapi dengan studi

lingkungan/AMDAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Kawasan karst memiliki banyak nilai penting diantaranya adalah sebagai

nilai hidrologi, sejarah-budaya, ekologi, sosial-ekonomi, estetika, wisata dan

7

sebagainya. Nilai-nilai seperti itu perlu dilindungi untuk menjaga keaslian suatu

bentangan khas dari suatu ekosistem. Selain itu, karst juga berfungsi sebagai

penampung air ketika musim hujan dan sebagai cadangan ketika musim kemarau

(Samodra 2001). Namun pemanfaatan karst sebagian besar hanya dilihat sebagai

nilai ekonomi khususnya dari kegiatan tambang batu kapur.

2.3 Analisis Stakeholder

Stakeholder adalah setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi

atau dipengaruhi oleh aspek dari kejadian atau gejala alami dan sosial dari suatu

pencapaian tujuan (Reed et al. 2009). Sifat kompleks dan dinamis dari masalah

lingkungan membutuhkan pengambilan keputusan yang fleksibel dan transparan

yang mencakup keragaman pengetahuan dan nilai-nilai.

Reed et al. (2009) menjelaskan bahwa analisis stakeholder adalah suatu

proses yang mendefinisikan aspek dari kejadian atau gejala alami dan sosial yang

dipengaruhi oleh suatu pengambilan keputusan, mengidentifikasi individu,

kelompok dan organisasi yang dipengaruhi atau mempengaruhi aspek atau gejala-

gejala tersebut serta prioritas individu atau kelompok atau organisasi dalam

keterlibatannya dalam suatu pengambilan keputusan. Analisis stakeholder berguna

untuk mengidentifikasi stakeholder yang memiliki peran dalam pengambilan

keputusan, mengetahui kepentingan dan pengaruh stakeholder, memetakan

hubungan antar pihak berdasarkan besarnya pengaruh dan kepentingan masing-

masing stakeholder serta pemahaman stakeholder dalam pengembangan

organisasi. Reed et al. (2009) membagi stakeholder berdasarkan kepentingan

dan pengaruhnya menjadi:

1. Key Player, merupakan stakeholder yang paling aktif dalam pengelolaan

karena stakeholder tersebut memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar.

2. Subject, memiliki kepentingan yang besar, tetapi pengaruhnya kecil.

Stakeholder ini mungkin bersifat memberikan dukungan, tetapi memiliki

kapasitas yang kecil untuk mengubah keadaan. Stakeholder ini dimungkinkan

akan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar jika bekerjasama dengan

stakeholder lain.

8

3. Context Setter, memberikan pengaruh yang besar, tetapi memiliki kepentingan

yang kecil. Stakeholder kategori ini mungkin akan memberikan gangguan yang

signifikan terhadap suatu sistem pengelolaan. Sehingga dalam suatu

pengelolaan, stakeholder kategori ini harus selalu dipantau dan harus selalu

diatur.

4. Crowd, merupakan stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh yang kecil.

Stakeholder ini akan memperhatikan segala kegiatan yang dilakukan.

Untuk mendapatkan dukungan dari stakeholder, kawasan Goa Pawon harus

memberikan manfaat bagi para stakeholder sehingga stakeholder dapat

memberikan pengaruhnya seperti kebijakan pengelolaan kawasan Goa Pawon

untuk menjalankan kepentingannya/mendapatkan manfaat dari kawasan. Sejauh

ini, kawasan Goa Pawon sudah memberikan banyak manfaat, jadi sudah

seharusnya stakeholder memberikan dukungan dan partisipasi dalam pengelolaan

kawasan Goa Pawon kea rah yang lebih baik.

2.4 Analisis SWOT

Analisis SWOT secara sederhana adalah sebuah pengujian terhadap

kekuatan dan kelemahan internal sebuah organisasi, serta peluang dan ancaman

lingkungan eksternalnya. SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan

digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai

perencanaan strategis dalam berbagai terapan (Bartol 1991).

Menurut Rangkuti (2006), kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness)

adalah faktor internal sedangkan peluang (opportunity) dan ancaman (threat)

adalah faktor eksternal. Analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik atas

kekuatan dan kelemahan dari faktor-faktor eksternal yang dihadapi suatu sektor.

Lingkup kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Kekuatan, meliputi semua aspek yang berada dalam sistem pengelolaan

kawasan Goa Pawon yang memberikan nilai positif.

2. Kelemahan, meliputi semua aspek yang berada dalam sistem pengelolaan

kawasan Goa Pawon yang memberikan nilai negatif.

9

3. Peluang adalah potensi atau kesempatan dari sistem pengelolaan kawasan Goa

Pawon yang dapat diambil.

4. Ancaman adalah semua dampak negatif dari luar sistem pengelolaan kawasan

Goa Pawon yang mungkin dihadapi.

Analisis SWOT digunakan untuk mendapatkan strategi dalam pengelolaan

kawasan Goa Pawon sesuai dengan isu dan permasalahan yang terdapat di

lapangan. Analisis SWOT telah menjadi salah satu alat yang berguna dalam dunia

industri, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk digunakan sebagai aplikasi alat

bantu pembuatan keputusan maupun strategi dalam implementasi program-

program di bidang kehutanan (Marimin 2004).

10

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Gunung Pawon dan Gunung Masigit (Gambar 3)

yang terletak di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Padalarang,

Kabupaten Bandung Barat. Penelitian dilakukan selama 3 bulan, dimulai dari

bulan Februari 2011 sampai April 2011.

Sumber: Budi Brahmantyo, KRCB 2008

Gambar 3 Lokasi penelitian.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peta

kawasan Goa Pawon, tape recorder, kamera digital dan panduan wawancara.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Jenis data yang dikumpulkan

Data yang diambil dalam penelitian ini berupa data pokok (primer dan

sekunder), yaitu :

a. Data primer, adalah data yang diambil melalui pengamatan langsung di

lapangan. Datanya meliputi permasalahan/isu yang terjadi, stakeholder

kawasan Goa Pawon, kepentingan dan pengaruh stakeholder, kegiatan

konservasi kawasan Goa Pawon.

Lokasi penelitian

Skala 1:100.000

11

b. Data sekunder, data yang diambil dalam penelitian ini meliputi penelusuran

dokumen pada beberapa pihak terkait dokumen-dokumen kebijakan kawasan

Goa Pawon, SDM pengelola termasuk organisasinya, tupoksi stakeholder, peta

geologi kawasan Karst Citatah dan Goa Pawon.

3.3.2 Metode pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan 3 teknik, meliputi :

1. Metode pengamatan langsung (observation), bertujuan untuk mengamati secara

langsung permasalahan/isu di kawasan Goa Pawon.

2. Metode wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu wawancara dengan

narasumber secara mendalam untuk memahami setiap jawaban dari pertanyaan

yang diajukan secara fleksibel, terbuka, tidak baku, informal dan tepat sasaran.

Wawancara dilakukan terhadap “key person” yang terdiri dari tokoh

masyarakat, pimpinan dinas dan pimpinan lembaga terkait atau yang

mewakilinya. Kegiatan wawancara mendalam meliputi :

a. Dinas Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, wawancara yang dilakukan

meliputi pemanfaatan dan perlindungan kawasan Goa Pawon,

permasalahan/isu dalam konservasi kawasan Goa Pawon, faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dari

kawasan Goa Pawon, kepentingan dan pengaruh masing-masing dinas terhadap

kawasan Goa Pawon.

b. Lembaga non-pemerintah, wawancara dilakukan pada Kelompok Riset

Cekungan Bandung (KRCB) yang meliputi pemanfaatan dan perlindungan

kawasan Goa Pawon, permasalahan/isu dalam konservasi kawasan Goa Pawon,

faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan

ancaman) kawasan Goa Pawon, kepentingan dan pengaruh KRCB terhadap

kawasan Goa Pawon.

3. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data dari berbagai dokumen yang relevan.

Jenis data dan metode pengumpulan data disajikan pada Tabel 1 berikut ini:

12

Tabel 1 Metode penelitian

Tujuan penelitian Data yang diambil Metode Sumber Data

1. Mengidentifikasi

permasalahan

konservasi kawasan

Goa Pawon

a. Permasalahan kawasan Goa Pawon (kelemahan

kawasan dan ancaman terhadap kawasan) b. Potensi kawasan Goa Pawon (kekuatan kawasan dan

peluang pengembangan kawasan) c. Variasi kegiatan di kawasan Goa Pawon

Wawancara (in-depth

interview), studi

pustaka dan observasi

lapang

- Tokoh masyarakat - Masyarakat - Penelusuran dokumen - Gunung Pawon dan Gunung Masigit

2. Memetakan

stakeholder kawasan

Goa Pawon

berdasarkan

kepentingan dan

pngaruhnya

a. Tupoksi stakeholder b. Stakeholder konservasi kawasan Goa Pawon c. Kepentingan berbagai stakeholder terhadap kawasan

Goa Pawon d. Pengaruh berbagai stakeholder konservasi kawasan

Goa Pawon

Wawancara (in-depth

interview) dan studi

pustaka

- Kabag. Kebudayaan Disbudpar KBB - Sekbag. Dinas Pertambangan dan

Mineral KBB - Kabag. Konservasi KLH KBB

- Anggota KRCB - Kabag. Pemetaan dan Tata Ruang

BAPPEDA KBB - Kabag. Kehutanan Distanbunhut KBB

- Badan Pertanahan KBB

3. Menentukan strategi

konservasi kawasan

Goa Pawon

a. Faktor strategis kawasan Goa Pawon b. Peran stakeholder dalam pengelolaan kawasan Goa

Pawon c. Kegiatan Konservasi kawasan Goa Pawon

Wawancara (in-depth

interview), studi

pustaka dan observasi

lapang

- Tokoh masyarakat - Masyarakat - Penelusuran dokumen - Gunung Pawon dan Gunung Masigit

12

13

3.4 Analisis Data

Data permasalahan konservasi kawasan Goa Pawon berupa catatan dari

hasil pengamatan langsung di lapangan, wawancara mendalam dan studi pustaka

dianalisis berdasarkan tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan. Analisis data kualitatif merupakan

upaya yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Reduksi data dilakukan dengan

menyederhanakan data yang diperoleh dari lapangan dengan meringkas dan

menggolongkannya. Kegiatan ini dilakukan untuk menajamkan dan

mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga diperoleh data utama yang

menjadi pokok penelitian serta mendapatkan kesimpulan akhir. Penyajian data

dilakukan secara naratif deskriptif serta dapat ditunjang dengan bentuk-bentuk

bagan, tabel dan gambar untuk mempermudah pemahaman mengenai hasil

analisis data yang diperoleh secara lebih terpadu. Terakhir, penarikan kesimpulan

dilakukan dengan melakukan verifikasi data, yaitu melakukan pemikiran ulang

dan peninjauan ulang data untuk menarik kesimpulan yang kokoh dan tepat.

Sementara itu, untuk menentukan arah pengelolaan kawasan Goa Pawon

digunakan analisis SWOT berdasarkan faktor-faktor yang menjadi kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis ini digunakan untuk merumuskan

strategi yang relevan, relatif tepat dan optimal dalam pengelolaan kawasan Goa

Pawon. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi faktor internal dan eksternal

Dari potensi sumberdaya dan tingkat aktivitas di kawasan Goa Pawon,

diidentifikasi beberapa faktor strategis dalam pengelolaan kawasan Goa

Pawon.

2. Analisis SWOT

Setelah mendapatkan faktor-faktor internal dan eksternal, maka dilakukan:

a. Pembobotan faktor SWOT :

Skala 1 – 2 – 3 – 4 – 5

Tidak Penting – Agak Penting – Cukup Penting – Penting – Sangat Penting

b. Rating (Pemeringkatan faktor SWOT) :

Skala 1 – 2 – 3 – 4

Sangat Kecil – Sedang – Besar – Sangat Besar

14

Setelah menentukan langkah-langkah tersebut, diperoleh selisih dari jumlah

total faktor internal (kekuatan dikurangi kelemahan) sebagai sumbu X dan selisish

dari jumlah faktor eksternal (peluang dikurangi ancaman) sebagai sumbu Y untuk

menentukan posisi kuadran kawasan Goa Pawon di dalam diagram analisis

SWOT (Gambar 4).

Gambar 4 Diagram Analisis SWOT (Rangkuti 2006).

Strategi Analisis SWOT :

1. Strategi Agresif, menggambarkan situasi yang sangat baik karena ada kekuatan

yang dimanfaatkan untuk meraih peluang yang menguntungkan. Untuk itu

dapat digunakan alternatif strategi 1 yakni pengembangan (strategi agresif).

2. Strategi Diversifikasi, menggambarkan situasi bahwa meskipun kawasan

menghadapi ancaman, namun ada kekuatan yang dapat diandalkan. Untuk itu

organisasi dapat menggunakan alternatif strategi 2 yakni strategi diversifikasi

atau strategi inovasi.

3. Strategi Turn Around, menggambarkan bahwa kawasan mengalami kelemahan

dalam beberapa hal (internal), sehingga peluang yang menguntungkan sulit

dicapai. Strateginya yaitu konsolidasi, perbaikan, mengubah cara pandang serta

menghilangkan penyebab masalah agar ancaman dapat dihindari.

4. Strategi Defensif, menggambarkan situasi kawasan sangat buruk, karena di

samping berbagai kelemahan internal timbul ancaman dari luar. Strateginya

yaitu strategi defensif misalnya perampingan, pengurangan atau efisiensi dalam

semua bidang kegiatan.

Peluang

3. Mendukung Strategi

Turn Around

1. Mendukung Strategi

Agresif

Kelemahan Kekuatan

2. Mendukung Strategi

Diversifikasi

4. Mendukung Strategi

Defensif

Ancaman

15

Setelah diketahui di kuadran mana kawasan Goa Pawon berada, kemudian

dimunculkan berbagai alternatif strategi yang relevan dengan menggunakan

Matriks SWOT (Tabel 2).

Tabel 2 Matriks analisis SWOT Faktor

Internal

Faktor

Eksternal

STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)

OPPORTUNITIES (O)

STRATEGI SO

Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang.

STRATEGI WO

Ciptakan strategi yang

meminimalkan kelemahan

untuk memanfaatkan peluang

THREATS (T)

STRATEGI ST

Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan untuk

mengatasi ancaman.

STRATEGI WT

Ciptakan strategi yang

meminimalkan kelemahan

dan menghindari ancaman

Selanjutnya, data kepentingan dan pengaruh stakkeholder dilakukan secara

deskriptif dengan menggunakan Analisis Stakeholder. Model analisis stakeholder

yang digunakan mengikuti model yang diperkenalkan Reed et al. (2009) dengan

tahapan sebagai berikut:

a. Identifikasi stakeholder dan perannya

b. Membedakan dan mengkategorikan stakeholder berdasarkan kepentingan dan

pengaruhnya.

Untuk melakukan pemetaan stakeholder berdasarkan kuadran seperti pada

Gambar 5 dilakukan dengan cara melakukan penilaian terhadap besarnya

kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder. Untuk mengetahui

besarnya kepentingan digunakan panduan penilaian untuk mengetahui tingkat

kepentingan (Lampiran 4) sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh

digunakan panduan penilaian untuk mengetahui besarnya pengaruh (Lampiran 5).

Jumlah skor maksimal yang akan didapatkan oleh masing-masing stakeholder

berjumlah 25 poin untuk besarnya kepentingan dan 25 poin untuk besarnya

pengaruh. Kemudian masing-masing stakeholder dipetakan berdasarkan poin-poin

yang didapatkan dari hasil scoring.

Beberapa parameter yang digunakan dalam penghitungan nilai kepentingan

adalah aspek kepentingan, manfaat yang diperoleh, sumberdaya yang dimiliki,

kapasitas dari sumberdaya tersebut serta prioritas stakeholder terhadap kawasan

16

Goa Pawon. Sedangkan parameter yang digunakan untuk menghitung besarnya

pengaruh adalah keterlibatan stakeholder, kebijakan atau aturan yang dikeluarkan,

kontribusi stakeholder, kerjasama yang dilakukan dengan stakeholder lain serta

kemampuannya dalam mengendalikan pengelolaan kawasan Goa Pawon.

Gambar 5 Kategorisasi stakeholder (Reed et al. 2009).

Subjects Key Players

Crowd Context setters Tin

gk

at K

epen

ting

an

Tinggi Tingkat Pengaruh

Tinggi

Rendah

17

BAB IV

KONDISI UMUM

4.1 Letak dan Luas

Kawasan Goa Pawon sebagaimana ditetapkan oleh Perbup. Bandung Barat

No. 7 Tahun 2010 meliputi Gunung Pawon dan Gunung Masigit terletak di Desa

Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, atau

sekitar 25 km arah barat Kota Bandung. Kawasan Goa Pawon ini memiliki luas

areal kurang lebih 31,9 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kampung Pawon dan Kampung Mekar Mulya

- Sebelah Selatan : Sungai Cibukur dan Jalan Desa Gunung Masigit

- Sebelah Barat : Tanah milik PT. Bukit Asar

- Sebelah Timur : Kampung Mekar Mulya

4.2 Sejarah Kawasan

Goa Pawon terletak di sisi tebing bukit Karst Gunung Masigit yang oleh

penduduk setempat dinamakan Goa Pawon. Penamaan ini disesuaikan dengan

salah satu ruang yang memiliki bagian atap tembus ke angkasa yang dianggap

masyarakat setempat sebagai sebuah cerobong asap. Karena bentukan inilah

kemudian kompleks goa tersebut dinamakan Goa Pawon (Bahasa Sunda, pawon

artinya dapur). Situs Goa Pawon merupakan situs kepurbakalaan yang berumur

sekitar 6.000-10.000 tahun yang lalu (Perbup. Bandung Barat No. 7 Tahun 2010).

Menurut Yondri (2009), sebagai bukti bahwa kawasan Goa Pawon pernah

dihuni oleh manusia purba secara terus-menerus, goa ini terdiri dari beberapa

ruangan yang kemudian diberi nama-nama khusus, seperti ruang utama, ruang

makan, ruang dapur, ruang anak, dan lain-lain. Apalagi, di tempat ini kemudian

ditemukan peralatan batu berbentuk sederhana sampai pecahan-pecahan gerabah

dengan pola hias dalam jumlah yang sangat berlimpah dan bervariasi. Jika kita

mengunjungi goa itu sekarang, barang-barang tersebut tidak lagi berada di

tempatnya semula, melainkan berada di Balar Bandung. Meski demikian, ruang-

ruang yang dimaksudkan masih dapat kita lihat.

Gunung Pawon merupakan Karst Kelas I dengan kondisi kawasan yang

masih asri dan terbebas dari kegiatan pertambangan batu kapur. Sedangkan

18

kondisi morfologi Gunung Masigit yang merupakan Karst Kelas II sudah rusak

karena aktivitas pertambangan dalam skala besar tanpa adanya reklamasi lahan

bekas tambang oleh perusahaan pertambangan.

4.3 Aksesibilitas

Untuk masuk ke kawasan Goa Pawon, pengunjung harus menempuh jalan

sekitar 2 kilometer dari Jalan Raya Gunung Masigit. Jarak itu sebenarnya tidak

terlalu jauh. Jalan tersebut bisa ditempuh dengan berjalan kaki maupun

menggunakan kendaraan bermotor (roda dua dan roda empat). Namun, kondisi

jalanan batu yang relatif terjal sangat menyulitkan untuk pengguna kendaraan

bermotor. Perlu kehati-hatian ekstra untuk melewati medan seperti ini.

4.4 Topografi

Kawasan Goa Pawon jika diukur dengan permukaan tanah terendah di

daerah itu yang diperkirakan merupakan dasar danau, maka letaknya berada pada

ketinggian sekitar 100 meter. Untuk masuk ke Situs Goa Pawon, seorang

pengunjung harus menaiki beberapa anak tangga batu. Batuan dan tanah yang ada

di sana cukup licin, jadi perlu kehati-hatian untuk memasuki goa tersebut.

4.5 Masyarakat

Mayoritas penduduk Desa Gunung Masigit mayoritas adalah penduduk asli

yang secara turun temurun tinggal di daerah ini, jumlah penduduk Desa Gunung

Masigit pada tahun 2007 adalah 14.467 yang terdiri dari laki-laki 7.377 orang dan

perempuan 7.090 orang atau 4.237 kepala keluarga dengan kepadatan penduduk

yaitu 14 orang per km (BPMPD 2010).

Karyawan swasta/buruh tambang mendominasi mata pencaharian penduduk

di Desa Gunung Masigit yaitu sebanyak 12,30%. Kemudian sebanyak 4,73%

bekerja sebagai buruh tani, mereka tidak memiliki tanah pertanian sendiri tetapi

mengerjakan kegiatan pertanian di sawah dan ladang milik orang lain. Selanjutnya

petani sebanyak 2,23% dengan komoditi padi, jagung, kacang panjang, kacang

merah, ubi kayu, ubi jalar, cabe serta jambu klutuk. Pengrajin industri rumah

tangga sebanyak 0,80%, penduduk membuat kerajinan berupa hiasan dari batu

marmer berupa meja, meja rias, batu nisan, berbagai hiasan dari kayu dan lain-

19

lain. Pegawai negeri sipil serta karyawan perusahaan pemerintah yang hampir

sama jumlahnya yaitu 0,73% dan 0,58%. Sebanyak 76,15% penduduk di Desa

Gunung Masigit tidak bekerja karena ada yang belum masuk sekolah, sedang

mmenjalani pendidikan serta pengangguran. Sisanya sebanyak 2,44% bermata

pencaharian sebagai montir, wiraswasta, TNI, pensiunan PNS/TNI/Polri,

pengusaha kecil, pengusaha menengah dan penggusaha besar (BPMPD 2010).

Dari pengambilan sampel penduduk sekitar Goa Pawon diperoleh data bahwa

rata-rata pendapatan masyarakat adalah Rp. 900.000,- perbulannya. Pendapatan

tersebut menurut mereka tidak cukup untuk membiayai keperluan sehari-hari.

20

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Stakeholder Pengelolaan Kawasan Goa Pawon

Kawasan Goa Pawon memiliki potensi sumberdaya alam dan nilai-nilai

penting yang terkandung di dalamnya, tetapi juga memiliki permasalahan-

permasalahan lingkungan yang tak kalah penting. Dalam hal ini, banyak

akademisi, pemerhati lingkungan dan perangkat kepentingan lainnya yang ingin

mendapatkan kepentingan dan memberikan pengaruh terhadap kawasan Goa

Pawon. Sehingga dibutuhkan identifikasi stakeholder termasuk tupoksinya

berdasarkan besarnya kepentingan dan pengaruh stakeholder terhadap kawasan.

Stakeholder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah stakeholder pengelolaan

kawasan Goa Pawon yang memiliki kekuatan dan pengaruh dalam pengambiln

keputusan, bukan stakeholder secara umum. Hasil dari pengolahan data diperoleh

7 stakeholder kawasan Goa Pawon, yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kabupaten Bandung Barat, Dinas Pertambangan dan Mineral Kabupaten Bandung

Barat, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat, Kelompok Riset

Cekungan Bandung, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten

Bandung Barat, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung

Barat dan Badan Pertanahan Kabupaten Bandung Barat.

Masyarakat sekitar kawasan Goa Pawon seharusnya termasuk ke dalam

salah satu stakeholder yang mempunyai interaksi tinggi dengan kawasan. Namun,

masyarakat sekitar kawasan Goa Pawon tidak mempunyai peran dan pengaruh

dalam pengambilan setiap keputusan yang dilakukan terhadap kawasan Goa

Pawon. Sehingga dalam penelitian ini masyarakat tidak dimasukkan ke dalam

stakeholder pengelolaan kawasan Goa Pawon.

5.2 Pemetaan Stakeholder

Stakeholder yang telah diidentifikasi berasal dari organisasi pemerintahan

(Pemerintah Kabupaten Bandung Barat) dan organisasi non pemerintah yang

mempunyai kepentingan dan memberikan pengaruh secara langsung maupun

tidak langsung terhadap pengelolaan kawasan Goa Pawon.

21

Berdasarkan pemetaan stakeholder yang dibuat oleh Reed et al. (2009),

terdapat 4 kuadran dalam pemetaan stakeholder ini, dimana stakeholder tersebut

akan menempati salah satu kuadran yang berdasarkan hasil scoring nilai

kepentingan dan nilai pengaruh. Tabel 3 dan 4 menunjukkan hasil perhitungan

nilai kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder berdasarkan panduan

penilaian (Lampiran 4 dan Lampiran 5) untuk melakukan pemetaan stakeholder.

Tabel 3 Hasil scoring nilai kepentingan

No. Stakeholder Nilai Kepentingan

I II III IV V Jumlah

1. Kantor Lingkungan Hidup KBB 3 3 4 3 3 16

2. Bappeda KBB 4 3 3 3 3 16

3. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata KBB 3 4 5 4 4 20

4. Dinas Pertanian, Perkebunan dan

Kehutanan KBB

4 3 3 2 2 14

5. Dinas Pertambangan dan Mineral KBB 3 3 5 4 3 18

6. Badan Pertanahan KBB 3 2 1 2 1 9

7. Kelompok Riset Cekungan Bandung 4 4 3 4 3 18

Keterangan:

I = Aspek kepentingan, II = Manfaat yang diperoleh, III = Sumberdaya yang dimiliki,

IV = Kapasitas sumberdaya, V = Prioritas kegiatan

Tabel 4 Hasil scoring nilai pengaruh

No. Stakeholder Nilai Pengaruh

I II III IV V Jumlah

1. Kantor Lingkungan Hidup KBB 3 4 4 5 3 19

2. Bappeda KBB 3 2 2 2 3 12

3. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata KBB 4 3 4 5 5 21

4. Dinas Pertanian, Perkebunan dan

Kehutanan KBB

2 2 3 3 2 12

5. Dinas Pertambangan dan Mineral KBB 3 4 3 5 4 19

6. Badan Pertanahan KBB 1 2 1 3 2 9

7. Kelompok Riset Cekungan Bandung 3 3 2 3 4 15

Keterangan:

I = Bentuk keterlibatan, II = Kebijakan, III = Kontribusi, IV = Kerjasama dengan stakeholder lain,

V = Kemampuan yang dimiliki

Hasil perhitungan dari Tabel 3 dan 4 diperoleh sebuah grafik pemetaan

stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh terhadap pengelolaan

kawasan Goa Pawon (Gambar 6).

22

Gambar 6 Pemetaan stakeholder.

Berikut adalah penjelasan dari hasil pemetaan stakeholder:

a. Key Player

Hasil pemetaan stakeholder menunjukkan bahwa ada 4 stakeholder yang

termasuk ke dalam kuadran key player, yaitu Dinas Pertambangan dan Mineral

KBB, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata KBB, Kantor Lingkungan Hidup KBB

dan Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB). Semua stakeholder ini

memiliki kepentingan dan memberikan pengaruh yang besar terhadap pengelolaan

kawasan Goa Pawon.

1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata KBB

Tugas pokok Disbudpar Kabupaten Bandung Barat yaitu melaksanakan

kewenangan otonomi daerah kabupaten dalam bidang kebudayaan dan pariwisata.

Untuk melaksanakan tugas pokok, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mempunyai

fungsi: (a) perumusan, pembinaan serta pengedalian sebagian urusan rumah

tangga daerah dalam bidang kebudayaan dan pariwisata, (b) perumusan,

pembinaan serta pengendalian tugas pembantuan yang menyangkut bidang

kebudayaan dan pariwisata yang diberikan pemerintah dan pemerintah provinsi,

(c) pengumpulan serta pengolahan data, penyusunan dan program bidang

kebudayaan dan pariwisata, (d) penyiapan perumusan kebijaksanan pelaksanaan

kebijaksanaan dibidang kebudayaan dan pariwisata, (e) penyuluhan bimbingan

dan pembinaan teknis dalam pelaksanaan kebijakan dibidang kebudayaan dan

pariwisata, (f) pengendalian dan pengawasan serta evaluasi pelaksanaan tugas

12

3

4

5

6

7

0

5

10

15

20

25

0 5 10 15 20 25

K

e

p

e

n

t

i

n

g

a

n

Pengaruh

Keterangan:

1. Kantor Lingkungan Hidup

KBB

2. BAPPEDA KBB

3. Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata KBB

4. Dinas Pertanian, Perkebunan

dan Kehutanan KBB

5. Dinas Pertambangan dan

Mineral KBB

6. Badan Pertanahan KBB

7. Kelompok Riset Cekungan

Bandung (KRCB)

Subject Key Player

Crowd Context Setter

23

dibidang kebudayaan dan pariwisata, (g) pengolahan administrasi umum, (h)

pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati. Disbudpar KBB dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dibantu oleh kelompok jabatan

fungsional dan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).

Aspek kepentingan yang dilakukan oleh Disbudpar KBB hanya fokus pada

aspek kebudayaan dan aspek pariwisata saja, seperti halnya dalam pembangunan

fasilitas untuk tujuan wisata (kamar mandi, mushola, balai riung, tempat parkir).

Manfaat yang diperoleh dari kawasan Goa Pawon adalah dari sektor ekonomi,

sosial, budaya dan kepercayaan publik.

Bentuk keterlibatan Disbudpar KBB adalah dengan kehadiran, arahan dan

pengawasan dari mereka, karena mereka memiliki peran dan partisipasi dalam

pengambilan keputusan berupa dana, SDM, fasilitas dan informasi untuk

melaksanakan programnya. Selain itu, Disbudpar KBB memiliki kemampuan

berinteraksi dengan stakeholder lain untuk membahas rencana pengelolaan,

mengadakan kerjasama, mempengaruhi stakeholder lain untuk ikut terlibat dan

mengubah arah pengelolaan.

2. Dinas Pertambangan dan Mineral KBB

Dinas Pertambangan dan Mineral Kabupaten Bandung Barat dalam

pengelolaan kawasan Goa Pawon mempunyai tugas pokok merumuskan

kebijaksanaan teknis serta melaksanakan kegiatan teknis operasional di bidang

pertambangan dan energi meliputi geologi dan sumberdaya mineral,

pertambangan umum dan energi serta melaksanakan ketatausahaan dinas. Dalam

pelaksanaan tugasnya, Dinas Pertambangan dan Mineral KBB mengacu pada SK

Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 1456/20/MEM/2000 tahun 2000

tentang Pedoman Pengelolaan Karst.

Dinas Pertambangan dan Mineral KBB memiliki aspek kepentingan dalam

hal pertambangan dan konservasi. Manfaat yang diperoleh adalah dari sektor

ekonomi dan sosial dengan menyediakan sumberdaya berupa manusia, dana,

fasilitas dan informasi. Meskipun Dinas Pertambangan dan Mineral melakukan

pertambangan, mereka tetap memperhatikan aspek konservasi dalam setiap

kegiatannya. Kegiatan konservasi di kawasan Goa Pawon cukup menjadi prioritas

bagi Dinas Pertambangan dan Mineral, terbukti dengan memberikan pengaruh

24

yang tinggi terhadap kawasan dengan menghentikan kegiatan pertambangan di

Gunung Masigit pada tahun 2010 dan membuat Peraturan Bupati No. 7 Tahun

2010 tentang Perlindungan Goa Pawon dan Lingkungannya seluas 31,9 hektar

yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh Bupati Bandung Barat.

3. Kantor Lingkungan Hidup KBB

KLH KBB mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan

pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik di bidang Lingkungan Hidup.

Sedangkan fungsinya adalah merumusan kebijakan teknis bidang lingkungan

hidup, membina dan melaksanakan AMDAL serta membina lingkungan,

mencegah, mengawasi dan mengendalikan pencemaran lingkungan serta

melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugasnya.

Aspek kepentingan yang dilakukan oleh KLH KBB adalah dalam hal

kehutanan dan konservasi. Mereka mempunyai rencana untuk melakukan

kerjasama dengan Dishutbun KBB sebagai pilot project dalam penghijauan lahan

bekas tambang dan penataan lokasi kawasan Goa Pawon dengan menanami jambu

mete, bamboo, jati dan pohon beringin untuk menjaga keberadaan air. Selain itu,

mereka menyediakan sumberdaya berupa dana, fasilitas dan informasi dalam

melaksanakan kegiatannya. Kegiatan pengelolaan di kawasan Goa Pawon ini

cukup menjadi prioritas bagi KLH KBB.

Pelaksanaan kegiatannya akan berjalan dengan arahan dan pengawasan dari

KLH KBB. Peran dan partisipasi KLH KBB dalam pengelolaan kawasan Goa

Pawon terhitung besar dengan kontribusi berupa bantuan dana, fasilitas dan

informasi. Untuk interaksi dengan stakeholder lain, KLH KBB hanya bisa

mengadakan suatu forum untuk membahas rencana pengelolaan dan mengadakan

kerjasama dengan dinas lain.

4. Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB)

KRCB adalah kelompok pemerhati yang terdiri atas para ahli geologi,

planologi, arsitek dan geografi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), yang

banyak memusatkan perhatian terhadap geologi kuarter Dataran Tinggi Bandung

dan Danau Bandung Purba. KRCB merupakan lembaga non-pemerintah (LSM)

yang melakukan survei dan pemetaan geologi di kawasan Goa Pawon dan

sekitarnya yang dimulai pada bulan Mei 1999. Kegiatan tersebut kemudian

25

dilanjutkan dengan pengujian geomagnetik di Goa Pawon pada bulan Oktober

2000 dengan hasil ditemukannya anomali yang cukup mencolok. Atas dasar

anomali itulah kemudian mereka melakukan penggalian tanpa mengacu pada

prinsip-prinsip ilmu arkeologi dan prosedur kerja sebagaimana ditentukan oleh

UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan PP No. 10 tentang

pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1992. Dari temuan mereka berupa beberapa

serpihan obsidian, rijang, dan tulang, serta moluska dapat diperoleh sedikit

informasi tentang latar belakang budaya yang pernah berlangsung di Goa Pawon.

Aspek kepentingan yang diperoleh dari kawasan Goa Pawon adalah

pariwisata, penelitian dan pendidikan. Manfaat yang diperoleh dari berbagai

kepentingan terutama dari aspek ekonomi yaitu melalui kegiatan Jajal Geotrek di

kawasan Goa Pawon dan sekitarnya yang dilakukan oleh Tim KRCB. KRCB

memperjuangkan Goa Pawon untuk mendapatkan payung hukum agar terhindar

dari aktivitas pertambangan, sehingga pengelolaan di kawasan Goa Pawon cukup

menjadi prioritas bagi KRCB. Kehadiran dan arahan dari KRCB memberikan

pengaruh yang cukup besar terhadap pengelolaan kawasan Goa Pawon. Peran dan

partisipasi KRCB dalam pengelolaan terhitung cukup besar dengan kontribusi

berupa informasi dan pengetahuan tentang ilmu kebumian yang berkaitan dengan

kawasan Goa Pawon. Selain itu, KRCB juga memiliki kemampuan untuk

mengadakan forum seperti menjadi mediasi dalam kegiatan “Deklarasi Karst

Citatah”, mengadakan kerjasama dengan stakeholder lain dan mempengaruhi

stakeholder yang bekerjasama. KRCB juga memiliki kesadaran dan motivasi agar

pengelolaan kawasan Goa Pawon berjalan dengan baik.

Stakeholder yang berada pada kuadran Key Player harus melakukan suatu

kerjasama atau bermitra satu sama lain, karena stakeholder pada kuadran ini

memiliki kapasitas sumberdaya yang besar dalam hal partisipasi dan kontribusi,

sumberdaya manusia dan sumberdaya yang disediakan (fasilitas, dana dan

informasi) dalam melaksanakan pengelolaan kawasan Goa Pawon, sehingga

stakeholder ini harus berperan aktif dan bersifat mendukung.

b. Subject

Hasil pemetaan stakeholder menunjukkan bahwa ada 2 stakeholder yang

termasuk ke dalam kuadran subject, yaitu Bappeda KBB dan Dinas Pertanian,

26

Perkebunan dan Kehutanan KBB. Stakeholder pada kuadran ini memiliki

kepentingan yang besar tetapi memberikan pengaruh yang kecil terhadap

pengelolaan kawasan Goa Pawon.

1. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah KBB

Bappeda KBB mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam

merumuskan dan menentukan kebijaksanaan teknis di bidang perencanaan daerah

yang meliputi penelitian dan evaluasi, perencanaan ekonomi, perencanaan sosial

budaya dan pemerintahan, perencanaan wilayah dan prasarana fisik serta

melaksanakan ketatausahaan Dinas. Sedangkan tugasnya adalah (a) Pelaksanaan

perumusan dan penentuan kebijakan teknis di bidang perencanaan pembangunan

daerah yang meliputi perencanaan makro, perencanaan wilayah, penelitian dan

pengembangan. (b) Pelaksanaan pelayanan teknis administratif ketatausahaan

Bappeda KBB memiliki wewenang dalam upaya perencanaan dan

pembangunan daerah serta mengkoordinasikan program kegiatan seluruh instansi

pemerintah kedinasan terkait yang ada di kabupaten agar berjalan sesuai dengan

prioritas pembangunan daerah. Bappeda KBB telah membuat laporan mengenai

Rencana Tata Ruang Wilayah KBB pada tahun 2006 yang berisi tentang

peruntukkan lahan, data kegiatan pertanian, industri, data eksploitasi sumberdaya

alam, Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) dari setiap kegiatan yang telah

dilakukan dan lain-lain. Selain itu, RTRW yang baru sudah mendapat persetujuan

dewan dan akan dikoordinasikan dengan BKPRD Provinsi.

Bappeda KBB memiliki aspek kepentingan yang cukup tinggi, yaitu pada

sektor pertanian, pariwisata dan kehutanan untuk menghasilkan suatu Rencana

Tata Ruang Wilayah di Kabupaten Bandung Barat. Bappeda memperoleh manfaat

berupa kepercayaan publik dan dari sektor sosial. Dalam melaksanakan

kepentingannya, Bappeda KBB memiliki sumberdaya berupa informasi dan SDM

untuk melakukan pendataan/inventarisasi kegiatan eksploitasi sumberdaya alam di

kawasan Goa Pawon. Pengaruh yang diberikan oleh Bappeda KBB terhadap

instansi lain dalam hal pengelolaan kawasan Goa Pawon adalah berupa arahan

dan pengawasan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan

sesuai dengan tujuan dan sasaran.

27

2. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan KBB

Distanbunhut KBB merupakan stakeholder yang memberikan perhatian

terhadap pengelolaan kawasan Goa Pawon pada aspek pertanian, perkebunan dan

kehutanan. Mempunyai visi ”Terwujudnya Pemberdayaan Masyarakat Petani

melalui Akselerasi Agribisnis yang Berwawasan Lingkungan Menuju Bandung

Barat Sejahtera, Maju dan Bermartabat Tahun 2014".

Organisasi dan tata kerja Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan

Kabupaten Bandung Barat diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2007

tentang Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) Kabupaten Bandung Barat dan

Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor 4 Tahun 2007 tentang Lembaga Teknis

Dinas Daerah Kabupaten Bandung Barat adalah Dinas Pertanian, Perkebunan dan

Kehutanan sebagai pelaksana otonomi daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala

Dinas di mana kedudukannya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung Barat.

Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa dinas daerah mempunyai tugas

untuk melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas otonomi dan

tugas pembantuan. Selanjutnya untuk melaksanakan tugas tersebut dinas daerah

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) Perumusan kebijakan teknis sesuai

dengan lingkup tugasnya. (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya. (3) Pembinaan dan pelaksanaan

tugas sesuai dengan lingkup tugasnya. (4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan

pejabat bupati. Adapun dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya, Kepala Dinas

Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat dibantu oleh

seorang Sekretaris Dinas, 4 orang Kepala Bidang dan 3 orang Kepala UPTD.

Distanbunhut KBB memiliki aspek kepentingan berupa pertanian,

perkebunan dan kehutanan. Dalam melaksanakan kepentingannya, Distanbunhut

KBB memperoleh manfaat dari sektor sosial dan kepercayaan publik dengan

menyediakan sumberdaya berupa dana untuk penanaman dan pembelian bibit

serta menyediakan SDM untuk memberikan penyuluhan/sosialisasi terhadap

aspek kepentingan mereka.

Distanbunhut KBB melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan dengan

memberikan pengaruh berupa arahan dan pengawasan dalam pengelolaan

28

kawasan Goa Pawon. Distanbunhut KBB juga melakukan kerjasama dan

mempengaruhi stakeholder lain untuk membahas rencana pengelolaan. Dengan

disyahkannya Perbup No. 7 Tahun 2010 tentang Perlindungan kawasan Goa

Pawon, Distanbunhut KBB sudah menindaklanjuti dengan kegiatan satu unit

model agroforestry (25 ha) dan penanaman pembuatan kebun rakyat (125 ha)

bekerjasama dengan KLH KBB yang ditanami dengan jenis pionir seperti

beringin, bambu dan jambu mete.

Stakeholder pada kuadran subject harus diberdayakan agar pengelolaan

kawasan Goa Pawon bisa berjalan dengan baik. Pemberdayaan stakeholder ini

dilakukan karena mereka memiliki kapasitas dalam pengelolaan yang kurang

memadai. Stakeholder ini harus melakukan kerjasama dengan stakeholder pada

kuadran key player atau crowd agar mereka bisa meningkatkan kapasitas

sumberdaya yang dimiliki.

c. Crowd

Hanya ada satu stakeholder yang termasuk dalam kuadran Crowd, yaitu

Badan Pertanahan KBB. Badan Pertanahan KBB mempunyai tugas pokok

merumuskan kebijaksanaan teknis serta melaksanakan kegiatan teknis operasional

di bidang pertanahan meliputi pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah,

hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah serta melaksanakan

ketatausahaan Dinas. Badan Pertanahan mempunyai fungsi : (a) pelaksanaan

perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan kegiatan teknis operasional di bidang

pertanahan yang meliputi pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, hak-

hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah, (b) pelaksanaan pelayanan

teknis administratif ketatausahaan.

Badan Pertanahan KBB merupakan stakeholder yang mengatur kepemilikan

lahan antara lahan milik negara dan lahan milik masyarakat. Badan Pertanahan

KBB merupakan perangkat pemerintah untuk pemberian izin penambangan yang

menganjurkan hak pakai hanya 10 tahun sekali dengan asumsi modal sudah

kembali sehingga jika ada perpanjangan hak pakai mudah untuk dikontrol.

Apabila pemerintah akan menggunakan lahan milik masyarakat yang mempunyai

sertifikat, statusnya berubah menjadi lahan negara dengan ganti rugi.

29

Badan Pertanahan KBB menginventarisasi lahan yang ada di sekitar

kawasan Goa Pawon untuk memastikan status lahan tersebut. Aspek

kepentingannya adalah dari sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan terutama

terkait dengan kepemilikan lahan. Badan Pertanahan KBB memiliki sumberdaya

berupa informasi dan SDM terlatih untuk menginventarisasi lahan sekitar

kawasan Goa Pawon.

Badan Pertanahan KBB memberikan pengaruh terhadap intansi lain dalam

pengelolaan kawasan Goa Pawon berupa pengawasan terhadap setiap lahan yang

digunakan untuk berbagai kegiatan pengelolaan. Badan Pertanahan KBB

mempunyai kemampuan berinteraksi dengan stakeholder lain untuk mengadakan

kerjasama dan mempunyai kewenangan dalam pengelolaan terutama terhadap

lahan.

Stakeholder pada kuadran crowd memiliki kepentingan dan pengaruh yang

kecil terhadap kegiatan konservasi kawasan Goa Pawon. Keberadaan stakeholder

ini sebenarnya bisa diabaikan karena bukan merupakan key player ataupun subject

dalam pengelolaan kawasan. Namun, mengingat bahwa kegiatan pengelolaan

kawasan Goa Pawon ini melibatkan banyak pihak (multistakeholder), maka

stakeholder ini bisa diberdayakan untuk mendukung setiap pelaksanaan kegiatan

pengelolaan kawasan Goa Pawon.

d. Context Setter

Tidak ada stakeholder yang menempati kuadran context setter, karena ketika

banyak pihak yang dilibatkan dalam pengelolaan (multistakeholder) tidak ada

stakeholder yang memiliki pengaruh dominan dalam hal perencanaan maupun

pelaksanaan. Hal ini merupakan suatu keuntungan bagi kawasan Goa Pawon,

karena stakeholder yang termasuk ke dalam kuadran context setter hanya akan

menjadi pengganggu jalannya kegiatan pengelolaan secara signifikan karena harus

selalu dipantau dan selalu diatur.

5.3 Faktor Internal dan Eksternal Kawasan Goa Pawon

Diidentifikasi beberapa faktor strategis kawasan Goa Pawon yang akan

menjadi dasar dalam pembuatan strategi pengelolaan kawasan Goa Pawon. Dalam

hal ini, peraturan-peraturan yang mengatur dan melindungi kawasan Goa Pawon

30

secara langsung adalah satu kesatuan dengan kawasan Goa Pawon itu sendiri yang

merupakan suatu kekuatan kawasan Goa Pawon. Hasil identifikasi faktor strategis

ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu faktor internal (kekuatan dan kelemahan kawasan

Goa Pawon) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman terhadap kawasan Goa

Pawon).

5.3.1 Faktor internal kawasan Goa Pawon

5.3.1.1 Kekuatan kawasan Goa Pawon

1. Peraturan-peraturan daerah yang mendukung perlindungan kawasan Goa

Pawon.

Peraturan-peraturan tersebut diantaranya adalah Perda Jabar No. 2/2006

tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, Perda Jabar No. 2/2002 tentang

Perlindungan Lingkungan Geologi dan Peraturan Bupati Bandung Barat No. 7

Tahun 2010 tentang Perlindungan Situs Goa Pawon dan Lingkungannya seluas

31,9 ha. Peraturan-peraturan ini secara umum membahas tentang pengelolaan

kawasan Goa Pawon mengenai perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya karst

yang dilakukan secara lestari dan bagaimana cara melindungi kawasan karst agar

tetap berkelanjutan (sustainable). Peraturan-peraturan ini dapat dijadikan kekuatan

bagi pengelolaan kawasan Goa Pawon agar kawasan tersebut tetap terjaga dan

lestari.

2. Daerah resapan air (mata air Cinyusuan) dan situs purbakala

Pasir Pawon memiliki mata air Cinyusuan yang mengaliri sawah penduduk

dan digunakan sebagai sumber pengairan untuk kehidupan sehari-hari, seperti

untuk mandi, mencuci, minum dan sebagainya. Selain itu, Situs Purbakala yang

terdapat di Goa Pawon merupakan asset yang sangat penting untuk dilestarikan.

Situs Goa Pawon ini telah mengangkat Karst Citatah menjadi perhatian dan fokus

pemerintah, akademisi, pemerhati lingkungan, bahkan telah menjadi sorotan

internasional. Untuk itu, kedua aspek ini harus dikonservasi agar tetap

berkelanjutan.

3. Nilai ilmiah, keindahan, keunikan dan kelangkaan kawasan karst yang tinggi

Kawasan Goa Pawon memiliki nilai ilmiah terutama untuk pendidikan dan

penelitian. Banyak peneliti dan lembaga-lembaga non-pemerintah (KRCB) yang

melakukan penelitian di kawasan ini. Puncak Pasir Pawon juga memiliki nilai

31

keindahan dan keunikan berupa batuan yang disebut Stone Garden yang tertata

acak tetapi memiliki nilai keindahan dan kelangkaan terutama di daerah Jawa

Barat. Nilai-nilai ini harus dilestarikan agar tetap berkelanjutan.

4. Pasir Pawon merupakan satu-satunya kawasan yang masih asri dan bebas dari

kegiatan pertambangan

Brahmantyo (2008) menyatakan bahwa sekitar 80% - 90% dari seluruh

bukit-bukit kapur yang membentang dari Tagog Apu di utara Padalarang ke Cihea

di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dengan Cianjur tidak ada yang utuh lagi.

Pasir Pawon adalah satu-satunya bukit kapur yang masih asri tanpa ada gangguan

penggalian karena menyimpan artefak-artefak dan fosil manusia purba. Ini

merupakan suatu kekuatan untuk mengembangkan Pasir Pawon menjadi tujuan

wisata yang berwawasan lingkungan agar kelestariannya tetap terjaga.

5. Sumberdaya karst kawasan Goa Pawon sebagai potensi wisata

Situs Goa Pawon mempunyai nilai peninggalan sejarah yang sering

dijadikan tempat wisata oleh para wisatawan asing maupun lokal. Selain Situs Goa

Pawon, di puncak Pasir Pawon juga memiliki nilai keindahan dan keunikan berupa

batuan yang berukuran besar yang sering disebut Stone Garden. Kedua objek ini

bahkan telah menjadi track dari kegiatan “Jajal Geotrek” yang diadakan oleh Tim

KRCB (Gambar 7).

Sumber: Bappeda KBB 2010 Sumber: Bappeda KBB 2010

(a) (b)

Gambar 7 Kegiatan Jajal Geotrek : (a) Situs Goa Pawon, (b) Stone Garden.

5.2.2 Kelemahan kawasan Goa Pawon

a. Kegiatan penambangan batu gamping

Tidak dapat dipungkiri bahwa batugamping merupakan sumberdaya alam

yang melimpah di kawasan karst dan langsung dapat dimanfaatkan melalui

32

kegiatan pertambangan. Kegiatan pertambangan ini juga dilakukan di kawasan

Pasir Masigit yang merupakan Karst Kelas II yang telah menyebabkan perubahan

morfologi Gunung Masigit seperti pada Gambar 8. Seharusnya Gunung Masigit

ini termasuk ke dalam Karst Kelas I karena memiliki satu lokasi sakral yang

disebut kabuyutan (Yondri 2009). Namun pada kenyataannya, data dari Profil

Desa Gunung Masigit menunjukkan bahwa pertambangan merupakan mata

pencaharian utama masyarakat di sekitar Pasir Pawon (BPMPD 2010). Pengalihan

alternatif mata pencaharian tidak akan mudah diterima masyarakat, karena

pertambangan sudah menjadi pekerjaan dan sumber penghasilan sejak dulu.

Sehingga untuk mencapai upaya perlindungan kawasan perlu dilakukan

pendekatan kepada masyarakat secara langsung

Sumber: Budi Brahmantyo Sumber: Budi Brahmantyo

(a) (b)

(c)

Gambar 8 Perubahan morfologi Gunung Masigit (a) tahun 2003, (b) tahun 2008

dan (c) tahun 2011.

Perubahan morfologi ini telah menjadi permasalahan yang perlu mendapat

penanganan segera dalam konservasi dan pengendalian kerusakan lingkungan.

Apabila hal ini terus dibiarkan, kualitas dan kuantitas sumber air bersih akan

2008

2011

33

semakin berkurang, pencemaran kualitas udara bertambah dan berpotensi

menimbulkan longsor. Kegiatan pertambangan di daerah Gunung Masigit

sebenarnya sudah dilarang oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten

Bandung Barat pada tahun 2010, tetapi menurut penuturan Reni (Sekretaris Ketua

Dinas Pertambangan dan Mineral KBB, 9 Februari 2011, komunikasi pribadi)

kegiatan pertambangan liar masih sering terjadi karena kurangnya monitoring dan

pengawasan terhadap daerah tersebut.

Selain berpotensi menghilangkan mata air karst, aktivitas penambangan juga

berdampak pada hilangnya fungsi karst sebagai daerah resapan air hujan.

Berdasarkan sifat fisiknya, batugamping yang menyusun kawasan karst memiliki

porositas yang tinggi, baik porositas primer maupun porositas sekunder. Dalam

hitungan sederhana, dengan asumsi curah hujan 2000 mm/tahun (setengahnya

menjadi air tanah), luas calon tambang batugamping 700 hektar dan porositas

batugamping rata-rata 20%, dengan mengupas lahan sedalam 5 meter saja air

hujan yang tidak akan terserap mencapai 7 juta meter kubik (Nugroho 2008).

b. Penggalian posfat (guano) di dalam Goa Pawon

Kegiatan penggalian guano di Goa Pawon (Gambar 9) dilakukan untuk

dijadikan pupuk karena sangat menyuburkan bagi tanaman. Menurut Yondri

(2009), penggalian guano tidak hanya dilakukan pada permukaan lantai goa, tetapi

hingga mencapai kedalaman yang bervariasi antara 2-4 meter sehingga seluruh

lapisan budaya yang diperkirakan di masa lalu terdeposisi di tempat itu hilang.

Sumber: Yondri (2009)

Gambar 9 Karung yang berisi posfat (guano).

34

Kegiatan penggalian ini sebenarnya sudah diangkat sebagai topik utama,

baik dalam seminar di kalangan pemerintahan, sasarsehan di kalangan

masyarakat, audiensi dengan kalangan pemerintah, maupun melalui media massa.

Namun permasalahan tersebut masih belum bisa dihentikan karena desakan

kebutuhan ekonomi.

c. Kegiatan pertanian musiman di puncak Pasir Pawon

Kegiatan pertanian musiman dilakukan pada musim hujan, di mana lahan

biasanya diolah dengan membuka seluruh bagian permukaan tanah di bagian

pelataran puncak, tanahnya disiangi atau seluruh semak belukar yang ada ditebas

habis sehingga seluruh bidang permukaan yang mengandung tanah menjadi

terbuka dan kosong dari segala jenis tanaman. Kegiatan pertanian yang dilakukan

adalah pertanian palawija seperti singkong, padi huma, jagung, kacang-kacangan,

ketela dan tanaman pertanian lainnya (Gambar 10).

(a) (b)

Gambar 10 Kondisi puncak Pasir Pawon; (a) Tanaman pertanian di Puncak Pasir

Pawon, (b) Kegiatan penyiangan tanah.

Kegiatan pertanian ini masih terus berlangsung sampai sekarang, meskipun

sudah ada Perbup. Bandung Barat No. 7/2010 tentang perlindungan kawasan Goa

Pawon. Menurut Reni (Sekretaris Ketua Dinas Pertambangan dan Mineral KBB,

10 Februari 2011, Komunikasi Pribadi), status lahan kawasan Goa Pawon

sebenarnya adalah milik negara, tetapi masih ada masyarakat yang menyebutkan

bahwa lahan tersebut adalah miliknya. Kemudian pihak ESDM KBB meminta

bukti sertifikat/bukti kepemilikan lahan dari masyarakat tersebut, tetapi sampai

saat ini belum ada yang mengajukan sertifikat tanah tersebut ke pihak ESDM

KBB. Untuk mengembalikan fungsinya, dibutuhkan upaya rehabilitasi dengan

tujuan untuk mengurangi tingkat erosi dengan cara menghentikan kegiatan

35

pertanian yang mengandalkan pengairan dari curah hujan tersebut dan

menggantikannya dengan menghutankan kembali area.

d. Penurunan kualitas dan kuantitas air tanah di Goa Pawon

Kawasan karst memiliki nilai-nilai strategis antara lain sebagai pemasok dan

tandon air untuk keperluan domestik (PBB memperkirakan persediaan air sekitar

25 % penduduk dunia merupakan sumber air karst, Ko 1997). Mudahnya air tanah

karst tercemar merupakan konsekuensi dari kondisi geologi dan geomorfologi

eksokarst di atasnya. Di bawah kaki Pasir Pawon terdapat satu mata air yang

terletak di sebelah tenggara Situs Goa Pawon yang disebut Cinyusuan yang

merupakan sumber air bersih bagi masyarakat. Sumber mata air ini digunakan

oleh masyarakat untuk mengaliri sawah, mandi, minum dan pemenuhan

kebutuhan lainnya (Gambar 11).

(a) (b)

(c)

Gambar 11 Penggunaan air : (a) Sumber mata air Cinyusuan, (b) Aliran air untuk

mengairi sawah, (c) Bak penampungan untuk mandi dan keperluan lainnya.

Biasanya volume bak penampungan air tidak pernah berkurang walaupun

musim kemarau, tetapi sekarang kondisinya sudah berbeda. Menurut penuturan

Koswara (Ketua RT Kampung Pawon, 25 Februari 2011, Komunikasi Pribadi),

telah terjadi penurunan volume air jika dibandingkan dengan kondisi beberapa

36

tahun yang lalu ketika pertambangan dan kegiatan pertanian masih terkontrol.

Pengurangan penyerapan air ini dipengaruhi oleh kondisi permukaan kawasan

yang telah berubah menjadi lahan pertanian yang tidak tertata dan berdampak

terhadap penurunan kelembaban udara di dalam goa. BPLHD (2010) menyatakan

perubahan kelembaban udara dalam goa tersebut dapat mengusir satwa penghuni

goa (kelelawar) yang mempunyai peranan sangat penting secara ekologi dalam

mengatur keseimbangan ekosistem.

Vegetasi kawasan karst memegang peranan penting, terutama pada sistem

hidrologi karena dapat menghindari terjadinya run-off yang berlebihan. Kegiatan

penebasan vegetasi, pengupasan tanah penutup, penggalian batugamping akan

mengubah bentang alam/lahan (eksokarst) di kawasan karst yang juga akan

mengubah atau melenyapkan unsur-unsur endokarst seperti goa-goa, stalagtit dan

stalagmit (Sumardja 2000).

e. Sumberdaya karst kawasan Goa Pawon yang tidak dapat diperbaharui

Kawasan karst dikenal sebagai suatu lingkungan yang memiliki daya

dukung sangat rendah dan tidak dapat diperbaiki jika telah mengalami kerusakan

(rentan atau peka terhadap pencemaran) karena pembentukannya memerlukan

waktu yang sangat lama (rata-rata mencapai jutaan tahun). Benturan kepentingan

untuk melakukan konservasi serta tekanan penduduk untuk memanfaatkan

sumberdaya alam karst pada akhirnya menimbulkan beberapa permasalahan,

seperti kegiatan penambangan batu gamping di kawasan Pasir Masigit. Sehingga

kawasan karst dan segala komponen yang ada di dalam dan di luar kawasan yang

rentan terhadap gangguan ini terancam hilang keberadaannya. Padahal kawasan

Goa Pawon ini menyimpan nilai sejarah-kepurbakalaan. Oleh karena itu,

dibutuhkan upaya konservasi kawasan Goa Pawon agar tetap terjaga

keberadaannya dan fungsinya dapat dirasakan secara berkelanjutan.

5.3.2 Faktor eksternal kawasan Goa Pawon

5.3.2.1 Peluang kawasan Goa Pawon

1. Dukungan internasional yang tinggi terhadap pengelolaan kawasan karst

IUCN telah membuat suatu Pedoman Perlindungan Goa dan Karst sebagai

pedoman dalam pengelolaan goa dan karst di seluruh dunia untuk para perencana,

pengelola dan pemanfaat kawasan karst. Dukungan ini sangat menguntungkan

37

bagi pengelolaan kawasan Goa Pawon apabila dioptimalkan dengan usaha-usaha

pengangkatan kawasan Goa Pawon ke level internasional seperti yang telah

dilakukan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian

Kebudayaan dan Pariwisata yang telah mengusulkan kepada UNESCO dengan

memasukkan Goa Pawon ke dalam daftar semnetara agar situs Goa Pawon di

Pasir Pawon ditetapkan sebagai Warisan Dunia. Walaupun sampai saat ini hal

tersebut belum terrealisasikan.

2. Adanya pengunjung yang datang ke kawasan Goa Pawon untuk berwisata

Situs Goa Pawon memiliki potensi wisata yang cukup tinggi untuk

dikembangkan. Walaupun belum dijadikan tempat wisata yang resmi, tetapi sudah

banyak pengunjung yang berdatangan ke kawasan tersebut untuk berwisata

melihat fosil manusia prasejarah dan keindahan Stone Garden. Menurut penuturan

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata KBB (Aos Kaosar), saat ini jumlah

pengunjung Goa Pawon setiap minggunya bisa mencapai 100 orang. Setelah

museum didirikan, ditargetkan jumlah kunjungan wisatawan bisa naik 10 kali

lipat. Mayoritas mereka yang datang ke kawasan itu adalah mereka yang masih

berstatus pelajar (Yudono 2011).

3. Dukungan pemerintah pusat untuk melindungi kawasan karst

Situs Goa Pawon ini telah mengangkat Karst Citatah menjadi perhatian dan

fokus pemerintah, akademisi, pemerhati lingkungan, bahkan telah menjadi sorotan

internasional karena memiliki nilai-nilai penting yang terkandung di dalamnya

dan merupakan nilai spektakuler di Jawa Barat. Pemerintah mengeluarkan

kebijakan nasional tentang perlindungan kawasan karst seperti PP No. 26/2008

tentang Tata Ruang Nasional dan Kepmen ESDM No. 1456 K/20/MEM/2000

tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst. Hal ini merupakan peluang bagi

pengelolaan kawasan Goa Pawon ke arah yang lebih baik lagi melalui proses

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan berdasarkan kebijakan-kebijakan

nasional yang telah dikeluarkan.

4. Keberadaan stakeholder yang potensial dalam konservasi kawasan Goa Pawon

Hasil dari penelitian diperoleh 7 stakeholder dalam pengelolaan kawasan

Goa Pawon. Hal ini merupakan peluang agar pengelolaan kawasan Goa Pawon

berjalan lancar dan optimal melalui pengaruh yang mereka berikan terhadap

38

kawasan. Contohnya penelitian yang dilakukan oleh Kelompok Riset Cekungan

Bandung di kawasan Goa Pawon dan berhasil menemukan nilai peninggalan

sejarah di dalamnya serta penyediaan bibit tanaman untuk penghijauan oleh

Distanbunhut dan KLH KBB.

5. Peningkatan dukungan masyarakat terhadap kegiatan perlindungan,

pengawetan dan pemanfaatan lestari

Menurut BPLHD (2010), masyarakat penambang batu dan pengusaha

penambangan batu mendukung penetapan Goa Pawon sebagai cagar

alam/kawasan lindung yang tidak boleh dieksploitasi. Dukungan masyarakat ini

dapat terus ditingkatkan melalui program-program yang melibatkan dan

mengikutsertakan masyarakat, seperti dalam hal perencanaan, pengelolaan dan

pengawasan.

5.3.2.2 Ancaman terhadap kawasan Goa Pawon

1. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang konservasi kawasan

karst, khususnya kawasan Goa Pawon.

Potensi permasalahan ini terjadi karena informasi tentang nilai strategis

kawasan karst dan ekosistem karst belum banyak diketahui. Data dan informasi

yang ada sifatnya masih belum utuh, tetapi masih tergantung dari sumber data dan

kepentingan yang sifatnya sektoral. Selain itu, permasalahan ini juga terjadi akibat

kurangnya interaksi dari pihak yang mempunyai kepentingan dan pengaruh

terhadap kawasan untuk melakukan sosialisasi terhadap masyarakat sekitar

kawasan Pawon tentang nilai penting kawasan karst. Hal ini mengakibatkan

minimnya informasi yang tersebar kepada kalangan masyarakat luas mengenai

potensi dan nilai penting kawasan karst di Indonesia yang peranannya sangat

dibutuhkan secara berkelanjutan.

2. Kurangnya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan Goa Pawon.

Koswara (Ketua RT Kampung Pawon, 26 Februari 2011, Komunikasi

Pribadi) menyatakan bahwa jarang sekali masyarakat dilibatkan atau dimintai

pendapat untuk pengembangan kawasan Goa Pawon, hal ini membuat masyarakat

kecewa. Akibatnya, beberapa bulan yang lalu terjadi penghancuran papan

penunjuk jalan yang bertuliskan “Kampung Budaya”. Dalam hal ini, masyarakat

39

sama sekali tidak dilibatkan/diberi informasi tentang pemasangan papan penunjuk

jalan tersebut, padahal status “Kampung Budaya” tersebut pun belum diresmikan.

Masyarakat sebagai pihak yang berinteraksi langsung dengan kawasan

seharusnya dapat dilibatkan dalam peran konservasi dan bisa bekerjasama dengan

para stakeholder pengelola kawasan Goa Pawon. Selain itu, masyarakat perlu

ditingkatkan aksesnya dalam menyuarakan aspirasi sesuai kapasitas mereka

terhadap kegiatan konservasi. Kelompok-kelompok yang telah ada di masyarakat

akan membantu dalam pengelolaan kawasan tersebut dan meminimalkan konflik

sosial jika memang benar-benar dilakukan pemberdayaan masyarakat secara

partisipatif (Azhari 2007; Falah 2008; ITTO 2010).

3. Konflik kepentingan antar stakeholder

Ancaman ini terjadi akibat belum jelasnya peruntukkan kawasan karst,

adanya ego sektoral yang tinggi, buruknya koordinasi dan rendahnya peran serta

masyarakat atas dasar kepentingan masing-masing. Kurangnya pelibatan

masyarakat dalam hal pengelolaan dapat memicu terjadinya konflik sosial yang

dapat menimbulkan kerugian sosial yang ditanggung oleh masyarakat secara luas.

4. Terbatasnya dana dan belum optimalnya sharing dana antara pemerintah dan

masyarakat sekitar Goa Pawon.

Telah turunnya anggaran dari Pemprov Jabar senilai Rp 600.000.000,-

pada tahun 2010 khusus untuk pembenahan Situs Goa Pawon yang akan ditata

dan dikembangkan sebagai tujuan wisata masih belum optimal dalam

pembangunannya. Sementara itu, fasilitas masih kurang optimal dan kondisi jalan

menuju Situs Goa Pawon masih buruk dengan kondisi tanah liat dan batu kapur

yang berubah sangat licin ketika hujan. Potensi permasalahan ini terjadi karena

belum adanya kepercayaan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten dan

masyarakat dalam sharing dana. Hal ini menyebabkan tersendatnya kegiatan

pengembangan Situs Goa Pawon dan lingkungan sekitarnya.

5. Pencemaran lingkungan akibat kegiatan pertambangan di sekitar kawasan Goa

Pawon

Hal ini memberikan kesan negatif terhadap nilai keindahan kawasan karst,

seperti kepulan asap hitam dari pabrik pembakaran kapur (Gambar 12) yang

mengganggu pandangan mata sekaligus mengakibatkan pencemaran udara. Selain

40

itu, kondisi perbukitan yang kurang tertata akibat pertambangan juga mengganggu

pemandangan dan membuat pandangan mata tidak sedap.

Gambar 12 Kepulan asap hitam dari pabrik pembakaran kapur.

5.4 Analisis SWOT Pengelolaan Kawasan Goa Pawon

Hasil wawancara terhadap stakeholder dan masyarakat menghasilkan faktor-

faktor internal dan eksternal yang berperan dalam pengelolaan kawasan Goa

Pawon yang kemudian dimunculkan berbagai alternatif strategi yang relevan

dengan menggunakan Matriks SWOT.

5.4.1 Penentuan posisi strategis kawasan Goa Pawon

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan Goa Pawon

ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Berdasarkan perhitungan

pada Lampiran 6 dan 7 antara selisih dari jumlah total faktor internal (kekuatan –

kelemahan = - 4) sebagai sumbu X dan selisih dari jumlah faktor eksternal

(peluang – ancaman = 8) sebagai sumbu Y untuk menentukan posisi kuadran

kawasan Goa Pawon di dalam diagram analisis SWOT (Gambar 13).

8

-4

Gambar 13 Diagram analisis SWOT pengelolaan kawasan Goa Pawon.

Peluang

2. Mendukung Strategi

Diversifikasi

4. Mendukung Strategi

Defensif

1. Mendukung Strategi

Agresif

3. Mendukung Strategi

Turn Around

Kekuatan

Kelemahan

Ancaman

41

5.4.2 Strategi konservasi kawasan Goa Pawon

Berdasarkan diagram Analisis SWOT, kawasan Goa Pawon berada pada

kuadran 3, yaitu untuk mendukung strategi Turn Around yakni konsolidasi,

perbaikan, mengubah cara pandang serta menghilangkan penyebab masalah agar

ancaman dapat dihindari. Hal ini berarti bahwa kawasan Goa Pawon mengalami

kelemahan dalam beberapa hal (internal), sehingga peluang yang menguntungkan

sulit dicapai. Agar strategi tersebut relevan diperlukan tujuan konservasi yang

mengacu pada kondisi kawasan saat ini, tujuannya yaitu:

1. Konservasi dan pengendalian kerusakan lingkungan kawasan Goa Pawon agar

diperoleh pemanfaatan sumberdaya karst kawasan Goa Pawon yang lestari dan

berkelanjutan

2. Melibatkan dan mengoptimalkan peran masyarakat dalam konservasi kawasan

Goa Pawon dalam perlindungan dan pemanfaatan potensi sumberdaya kawasan

Goa Pawon yang berwawasan lingkungan.

Berikut adalah matriks analisis SWOT yang digunakan untuk mendapatkan

strategi konservasi kawasan Goa Pawon yang disajikan pada Tabel 5.

42

Tabel 5 Matriks SWOT

FAKTOR

INTERNAL

FAKTOR

EKSTERNAL

STRENGTHS (S)

1. Peraturan-peraturan yang mendukung perlindungan Goa Pawon dan

Lingkungannya (PP No. 26/2008 tentang Tata Ruang Nasional, Kepmen

ESDM No. 1456 K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst, Perda Jabar No. 2/2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, Perda

Jabar No. 2/2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi, Perbup No.

7/2010 tentang Perlindungan Goa Pawon dan Lingkungannya) 2. Daerah resapan air (mata air Cinyusuan) dan situs purbakala

3. Nilai ilmiah, keindahan, keunikan dan kelangkaan kawasan karst yang tinggi

4. Pasir Pawon merupakan satu-satunya kawasan yang masih asri dan bebas dari kegiatan pertambangan

5. Potensi sumberdaya karst dan situs Goa Pawon sebagai potensi wisata

WEAKNESSES (W)

1. Kegiatan penambangan batu gamping

2. Adanya kegiatan penggalian posfat (guano) di Goa Pawon

3. Kegiatan pertanian musiman di puncak Pasir Pawon

4. Penurunan kualitas dan kuantitas air

5. Sumberdaya karst kawasan Goa Pawon yang tidak dapat

diperbaharui

OPPORTUNITIES (O)

1. Dukungan internasional yang tinggi terhadap konservasi kawasan Karst Citatah, terutama untuk situs

Goa Pawon

2. Banyaknya pengunjung yang datang berwisata ke kawasan Goa Pawon

3. Komitmen pemerintah daerah untuk melindungi,

memanfaatkan dan mengembangkan Situs Goa Pawon 4. Keberadaan stakeholder yang potensial dalam hal

pengelolaan melalui perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan

5. Peningkatan dukungan masyarakat terhadap kegiatan

perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari

STRATEGI SO

STRATEGI WO

1. Pengendalian kerusakan kawasan Goa Pawon

2. Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan

sumberdaya karst kawasan Goa Pawon secara lestari

dan berwawasan lingkungan untuk memberikan

nilai tambah dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat

THREATS (T)

1. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat

tentang konservasi kawasan karst serta pelibatan

masyarakat dalam kegiatan pengelolaan

2. Kurangnya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan

kawasan Goa Pawon

3. Konflik kepentingan antar stakeholder 4. Terbatasnya dana dan belum optimalnya sharing dana

antara pemerintah dan masyarakat sekitar Goa Pawon

5. Pencemaran lingkungan akibat kegiatan pertambangan

di sekitar kawasan Goa Pawon

STRATEGI ST STRATEGI WT

42

43

Berdasarkan permasalahan/isu kawasan Goa Pawon yang telah

diidentifikasi, maka dibuat Strategi Turn Around untuk konservasi kawasan Goa

Pawon sebagai berikut:

1. Pengendalian kerusakan kawasan Goa Pawon

Strategi ini digunakan agar kelemahan dari kawasan Goa Pawon dapat

diminimalisir/diperbaiki, sehingga berbagai peluang pengembangan kawasan Goa

Pawon dapat diberdayakan. Teknis/taktik yang digunakan yaitu:

a. Kegiatan rehabilitasi lahan, meliputi penataan permukaan lahan dan reklamasi

lahan bekas penambangan merupakan hal yang sangat mendasar untuk

dilakukan dalam kegiatan pengembangan kawasan Goa Pawon dan

pengembangan jalur wisata di kawasan Goa Pawon

Rehabilitasi lahan bisa dimulai di kawasan puncak Pasir Pawon yang selama

ini telah diolah oleh masyarakat sebagai tempat bercocok tanam musiman.

Rehabilitasi di lokasi ini ditujukan untuk mengurangi tingkat erosi dengan cara

menghentikan kegiatan pertanian yang mengandalkan pengairan dari curah hujan

dan menggantikannya dengan penghutanan kembali area.

Rehabilitasi lahan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah di lahan bekas

penambangan yang rawan akan bahaya longsor. Dalam kegiatan rehabilitasi

tersebut perlu dilakukan penanaman pohon-pohon terutama dari jenis yang disukai

dan dapat mengundang kedatangan burung-burung. Salah satunya adalah jenis

Dadap serep (Erythrina lithosperma, Bl. non Miq.) dengan tinggi sampai 22 m

dan pohonnya agak besar. Selain itu, Beringin (Ficus benjamina, L.) juga dapat

ditanam di daerah karst, pohon beringin merupakan suatu tumbuhan yang tumbuh

di lereng terjal berbatu. Pohon beringin ini cocok sekali untuk menghutankan

daerah tandus karst yang telah kehilangan lapisan tanah yang subur, sehingga

diharapkan dengan hijaunya kawasan dan jalur wisata ini keterlindungan kawasan

dapat dijaga, sekaligus memberikan suasana sejuk dan nyaman bagi para

wisatawan ataupun pengunjung yang datang ke kawasan tersebut untuk mencari

udara segar.

Dalam hal ini, cara pandang pengelola harus difokuskan terhadap

konservasi kawasan, bukan hanya semata-mata memanfaatkan kawasan untuk

tujuan ekonomi dan wisata. Kegiatan perbaikan ini harus dikonsolidasikan dengan

44

pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat, stakeholder dan masyarakat agar terjalin

persamaan persepsi dengan hasil akhir peningkatan ekonomi masyarakat.

b. Konservasi sumberdaya air di kawasan Goa Pawon

Agar tidak terjadi pencemaran air (penurunan kualitas air) diperlukan

pengendalian dan pengurangan penggunaan pupuk kimia dan pestisida di sekitar

sumber mata air dan daerah tangkapan air. Selain itu diperlukan kegiatan

penghijauan di daerah tangkapan air untuk mengurangi sedimentasi dan

rehabilitasi daerah tepian sumber mata air untuk mengurangi penguapan air.

Kemiri (Aleurites moluccana, Wild.) bisa digunakan untuk melindungi daerah

resapan air karena memiliki daya evapotranspirasi rendah. Kemiri bisa tumbuh

pada lahan kritis dan kering dengan baik tanpa menggunakan pupuk. Berdasarkan

Perda. Jabar No. 2 Tahun 2006 Pasal 18, kriteria kawasan sekitar mata air adalah

kawasan dengan radius sekurang-kurangnya 200 meter di sekitar mata air.

2. Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan sumberdaya karst kawasan

Goa Pawon secara lestari dan berwawasan lingkungan untuk memberikan

nilai tambah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Strategi ini digunakan untuk melindungi kawasan Goa Pawon yang

mencakup semua aspek pengelolaan kawasan, seperti aspek biotik, abiotik, sosial,

ekonomi dan budaya, karena selama ini kegiatan pemanfaatan kawasan hanya

sebatas untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tanpa memperhatikan perlindungan

kawasan (aspek ekologi). Teknis/taktik yang digunakan yaitu:

a. Wisata kawasan Goa Pawon Berbasis Masyarakat, yaitu menjadikan

masyarakat sebagai pelaku utama (subyek) pengelolaan kawasan karst

Pola pengembangan wisata ini mendukung dan memungkinkan

keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan,

dan pengelolaan usaha wisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Wisata

berbasis masyarakat merupakan usaha wisata yang menitikberatkan peran aktif

komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki

pengetahuan tentang alam, sejarah Goa Pawon serta budaya yang menjadi potensi

dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi

mutlak. Pola wisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam

45

mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun

sebagai pengelola.

Wisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi

masyarakat setempat dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan wisata

adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos transportasi;

homestay; menjual kerajinan dan lain-lain. Wisata membawa dampak positif

terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya

diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk

setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan wisata.

b. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam konservasi kawasan Goa Pawon

Kegiatan ini bertujuan untuk melibatkan masyarakat untuk

mengoptimalkan dan melestarikan sumberdaya lingkungan kawasan Goa Pawon.

Program aksi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat

dalam konservasi kawasan ini adalah: (1) Edukasi dan sosialisasi tentang kawasan

Goa Pawon dan konservasinya, (2) Pembuatan booklet dan buku tentang kawasan

Goa Pawon dan konservasinya yang dapat langsung disebarluaskan kepada

masyarakat.

5.5 Peran Stakeholder dalam Strategi Konservasi Kawasan Goa Pawon

Agar pelaksanaan strategi pengelolaan yang diperoleh bisa

diimplementasikan secara optimal sesuai tujuan konservasi yang mendukung

strategi pengelolaan, stakeholder harus ikut berperan dalam penerapan strategi.

Berikut adalah Tabel 6 yang menjelaskan peran stakeholder kawasan Goa Pawon

dalam strategi konservasi kawasan Goa Pawon yang telah dibuat.

46

Tabel 6 Peran stakeholder dalam strategi konservasi kawasan Goa Pawon

Stakeholder Peran Stakeholder dalam Strategi Konservasi Goa Pawon

1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata KBB

2. Dinas Pertambangan dan Mineral KBB

3. Kantor Lingkungan Hidup KBB

4. Kelompok Riset Cekungan Bandung

5. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan KBB

6. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah KBB

- Membuat konsep ekowisata berbasis masyarakat serta pelatihan (edukasi) dan sosialisasi tentang

konservasi kawasan Goa Pawon

- Pengendalian dan pengawasan serta evaluasi pelaksanaan kegiatan kebudayaan dan pariwisata di

kawasan Goa Pawon

- Perngoptimalan sarana dan prasarana pendukung kegiatan wisata di kawasan Goa Pawon

- Pengendalian dan pengawasan serta evaluasi dalam kegiatan pertambangan dan penggunaan

sumberdaya mineral di kawasan Goa Pawon

- Menjalankan dan mengoptimalkan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang untuk upaya perbaikan

kawasan Goa Pawon

- Pembinaan lingkungan, pencegahan, pengawasan dan pengendalian pencemaran lingkungan di

kawasan Goa Pawon

- Kegiatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan dan yang tidak sesuai peruntukannya

- Perlindungan sumberdaya air di kawasan Goa Pawon agar pemanfaatannya tetap berkelanjutan

Menjaga dan mengembangkan kegiatan penelitian dan wisata di kawasan Goa Pawon dengan

melibatkan masyarakat sekitar dalam pelaksanaanya

- Kegiatan rehabilitasi lahan di kawasan Goa Pawon

- Penyediaan bibit untuk kegiatan pertainian, perkebunan dan kehutanan yang sesuai dengan

peruntukkan lahannya

Pelaksanaan perumusan dan penentuan kebijakan teknis di bidang perencanaan pembangunan kawasan

Goa Pawon yang meliputi perencanaan makro, perencanaan wilayah, penelitian dan pengembangan

7. Badan Pertanahan KBB - Inventarisasi tanah dan lahan di kawasan Goa Pawon

- Pengendalian dan pengawasan serta evaluasi dalam kegiatan penggunaan tanah dan lahan.

46

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Permasalahan pengelolaan kawasan Goa Pawon dapat dikelompokkan ke

dalam kelemahan dan ancaman. Kelemahan pengelolaan kawasan Goa Pawon

meliputi penambangan batu gamping, penggalian posfat (guano), penurunan

kualitas lahan akibat kegiatan pertanian musiman, penurunan kualitas dan

kuantitas air tanah dan sumberdaya karst yang tidak dapat diperbaharui.

Sedangkan ancaman terhadap pengelolaan kawasan Goa Pawon meliputi

kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam konservasi kawasan

karst, kurangnya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan, terjadi konflik

kepentingan antar stakeholder, terbatasnya dana dan sharing dana antara

pemerintah dengan masyarakat dan pencemaran lingkungan akibat kegiatan

pertambangan di sekitar kawasan Goa Pawon.

2. Ada tiga kategori stakeholder pengelolaan kawasan Goa Pawon, yaitu Key

Player, Subject dan Crowd. Stakeholder pada kuadran Key Player adalah Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata KBB, Dinas Pertambangan dan Mineral KBB,

Kantor Lingkungan Hidup KBB dan Kelompok Riset Cekungan Bandung.

Stakeholder pada kuadran ini harus memiliki peran aktif dan selalu mendukung

dalam setiap kegiatan konservasi kawasan Goa Pawon. Diperlukan manajemen

kolaborasi antar stakeholder untuk mengadakan kerjasama dalam menyusun

suatu rencana pengelolaan agar tidak terjadi konflik antar stakeholder maupun

dengan masyarakat sekitar, karena masing-masing stakeholder memiliki

kapasitas dan ego sektoral yang tinggi dalam konservasi kawasan Goa Pawon.

Stakeholder yang termasuk kategori Subject adalah Dinas Pertanian,

Perkebunan dan Kehutanan KBB dan Badan Perencanaan dan Pembangunan

Daerah KBB. Stakeholder ini mungkin bersifat memberikan dukungan

terhadap konservasi kawasan Goa Pawon, tetapi mereka memiliki pengaruh

yang kecil untuk mengubah keadaan. Sehingga mereka harus bekerjasama

dengan stakeholder lain untuk memperbesar pengaruhnya terhadap konservasi

48

kawasan Goa Pawon, seperti membentuk dan mengefektifkan forum koordinasi

dan konsultasi antar stakeholder kawasan Goa Pawon.

Stakeholder yang termasuk kategori Crowd adalah Badan Pertanahan KBB

yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang kecil terhadap kegiatan

konservasi kawasan Goa Pawon, tetapi stakeholder ini dapat diberdayakan

dengan melakukan peran seperti inventarisasi tanah dan lahan di kawasan Goa

Pawon serta pengendalian dan pengawasan serta evaluasi dalam kegiatan

penggunaan tanah dan lahan.

3. Strategi konservasi kawasan Goa Pawon diarahkan kepada:

(1) Pengendalian kerusakan kawasan Goa Pawon : Kegiatan rehabilitasi lahan,

meliputi penataan permukaan lahan dan reklamasi lahan bekas penambangan

serta konservasi sumberdaya air.

(2) Pengembangan pemanfaatan sumberdaya karst kawasan Goa Pawon secara

lestari dan berwawasan lingkungan untuk memberikan nilai tambah dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat : wisata berwawasan lingkungan

berbasis masyarakat dan pelibatan masyarakat dalam kegiatan konservasi

kawasan Goa Pawon.

6.2 Saran

Diperlukan penguatan kelembagaan (forum koordinasi dan kerjasama)

dalam pengelolaan kawasan Goa Pawon dari pihak pemerintah (Provinsi dan

Kabupaten), LSM dan masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan bersama/co-

management. Hal ini bisa dilakukan dengan pembentukan dan pengefektifan

forum koordinasi dan konsultasi antar stakeholder tersebut serta

pelatihan/pelibatan masyarakat sebagai subyek pengelolaan dalam hal

pengelolaan karst berbasis masyarakat sehingga masyarakat memberikan

dukungan terhadap kegiatan konservasi kawasan Goa Pawon.

49

DAFTAR PUSTAKA

[BPLHD] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. 2010. Laporan Antara

Penyusunan Master Plan Kawasan Karst Citatah. Kabupaten Bandung

Barat.

[BPMPD] Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. 2010.

Laporan Profil Desa Gunung Masigit. Desa Gunung Masigit: Pemerintah

Kabupaten Bandung Barat.

[ITTO] International Tropical Timber Organization. 2010. Sistem Tenurial dan

Pengelolaan Lahan Secara Kolaboratif. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.

[IUCN] International Union Conservation of Nature. 1997. International Union

Conservation of Nature-The World Conservation Union.

[KMNLH] Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1999. Kawasan Karst di

Indonesia: Potensi dan Pengelolaan Lingkungannya.

Azhari SK. 2007. Norma Hukum dan Bisnis Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.

Jurnal Sosioteknologi edisi 12 Tahun 6: 289-293.

Bartol KM. 1991. Management. New York : McGraw Hill, Inc.

Brahmantyo B. 2008. Menyelamatkan Gua Pawon dan Perbukitan Karst Citatah-

Rajamandala, Bahan Audensi di Kabupaten Bandung Barat 7 Agustus 2008,

Bandung.

Falah R. 2008. Upaya perlindungan karst dan pembelajaran masyarakat melalui

kegiatan speleologi partisipatif. Di dalam : Indonesian Scientific Karst

Forum. Prosiding ISKF #1; Yogyakarta, 19-20 Agustus 2008. Yogyakarta:

Goenoeng Sewoe Karst Forum.

Hidayati D, H Yogaswara, T Sutopo. 2004. Peran Stakeholder dalam Pengelolaan

Delta Mahakam, Jakarta: Kerjasama antara Pusat Penelitian Metalurgi LIPI

dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI.

Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

http://downloads.ziddu.com/downloadfile/6011141/karstcitatah.pdf.html [11

Desember 2010].

Kabupaten Bandung Barat. Peraturan Bupati Bandung Barat No: 7 Tahun 2010

tentang Perlindungan Kawasan Situs Goa Pawon dan Lingkungannya.

Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 1456

K/20/MEM/2000 tentang Pengelolaan Karst di Indonesia.

Ko RKT. 1997. Introduksi Karstospeleologi. Indonesian Karst Environment.

Community. Bogor. Laksmana, Erlangga Esa.

Ko RKT. 2003. Keanekaragaman Hayati Kawasan Karst. Kumpulan Makalah

Ilmiah. Bogor. Tidak dipublikasikan.

50

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.

Grasindo. Jakarta.

Nugroho A. 2008. Kritik Terhadap Dokumen AMDAL PPLH UNDIP Atas

Rencana Pendirian Pabrik Semen PT. Semen Gresik.

Pearce dan Robinson. 2003. Strategic Mangement: formulation, implementation

and control. Eight Edition. Mc Graw-Hill.

Provinsi Jawa Barat. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No: 2 Tahun 2006

tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Provinsi Jawa Barat. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No: 2 Tahun 2002

tentang Perlindungan Lingkungan Geologi.

Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Reed MS, Anil Graves, Norman Dandy, Helena Posthumus, Klaus Hubacek, Joe

Morris, Christina Prell, Claire H. Quinn dan Linsay C. Stringer. 2009.

Who’s and why? A Typology of Stakeholder Analysis Methods for Natural

Resource Management. Journal of Environmental Management 90: 1933-1949.

Samodra H. 2001. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia. Bandung: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Sumardja EA. 2000. Amdal di Kawasan Karst. Lokakarya Pengelolaan Kawasan

Karst Gunung Sewu, 29 April 2000. Yogyakarta: Kampus III Babarsari

UAJY.

Yondri L. 2009. Site Plan Pengembangan Situs dan Kawasan Goa Pawon.

Kabupaten Bandung Barat.

Yudono J. 2011. Pemda: Jaga Situs Purbakala Goa Pawon. Kompas.

http://oase.kompas.com/read/2011/07/25/11055124/Pemda.Jaga.Situs.Purba

kala.Gua.Pawon [5 Agustus 2011].

Yunianto B. 2008. Analisis Kebijakan: Pemanfaatan Ruang Kawasan Karst

Citatah-Rajamandala untuk Pertambangan dan Industri Pengolahan Kapur di

Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

LAMPIRAN

52

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permasalahan konservasi kawasan Goa Pawon

1. Permasalahan internal kawasan Goa Pawon

2. Permasalahan eksternal kawasan Goa Pawon

3. Variasi kegiatan di kawasan Goa Pawon

Lampiran 2 Panduan wawancara pengelolaan kawasan Goa Pawon

1. Apa saja kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari kawasan Goa Pawon?

2. Sejauh mana pengelolaan kawasan Goa Pawon yang telah dilakukan?

3. Seperti apa rencana pengelolaan kawasan Goa Pawon?

4. Sejauh mana kegiatan konservasi yang dilakukan terhadap kawasan Goa Pawon?

Lampiran 3 Panduan wawacara untuk stakeholder

1. Sejauh mana kepentingan stakeholder terkait konservasi kawasan Goa Pawon?

2. Sejauh mana pengaruh stakeholder terkait konservasi kawasan Goa Pawon?

3. Seperti apa persepsi stakeholder tentang kawasan Goa Pawon?

4. Sejauh mana peran stakeholder terhadap konservasi kawasan Goa Pawon?

5. Sejauh mana kebijakan yang diterapkan oleh stakeholder terhadap pengelolaan

kawasan Goa Pawon?

51

53

Lampiran 4 Panduan scoring untuk mengetahui tingkat kepentingan

1. Untuk kepentingan apakah instansi Anda melakukan pengelolaan kawasan Goa

Pawon?

Skor 5 : pertanian, perkebunan, pariwisata, kehutanan, kebudayaan :

Skor 4 : jika mempunyai 3 aspek kepentingan

Skor 3 : jika mempunyai 2 aspek kepentingan

Skor 2 : jika hanya mempunyai salah satu aspek kepentingan saja

Skor 1 : tidak memiliki kepentingan

2. Apakah instansi Anda mendapatkan manfaat di kawasan Goa Pawon?

Skor 5 : ekonomi, sosial, politik, kepercayaan publik, manfaat lain :

Skor 4 : hanya mendapatkan manfaat dari tiga sektor saja

Skor 3 : hanya mendapatkan manfaat dari dua sektor saja

Skor 2 : hanya mendapatkan manfaat dari salah satu sektor saja

Skor 1 : tidak mendapatkan manfaat

3. Sumber daya apa saja yang disediakan oleh instansi Anda?

Skor 5 : sumberdaya manusia, dana, fasilitas, informasi

Skor 4 : hanya menyediakan tiga sumberdaya saja

Skor 3 : hanya menyediakan dua sumberdaya saja

Skor 2 : hanya menyediakan salah satu sumberdaya saja

Skor 1 : tidak menyediakan sumberdaya apapun

4. Bagaimana kapasitas/kondisi sumberdaya yang disediakan ?

Keterangan :

SDM : jika penempatannya sesuai dengan bidang dan keahliannya, jika

diberikan pelatihan, ada reward and punishment

Dana : jika dapat menghasilkan dana mandiri, penggunaan sesuai dengan

tujuan, tidak mengalami defisit

Fasilitas : jika fasilitasnya lengkap, sesuai kebutuhan, terawat.

Informasi : jika dapat menjadi sumber informasi bagi pihak lain, informasi yang

diberikan sesuai dengan bidang pengelolaannya, informasinya akurat

Skor 5 : sangat baik, jika menyebutkan lebih dari 10 point tersebut di atas

Skor 4 : baik, jika instansi menyebutkan 7 - 9 point

Skor 3 : cukup, jika menyebutkan 4 - 6 point

Skor 2 : kurang, jika hanya menyebutkan 3 point saja

Skor 1 : jika tidak menyediakan sumberdaya apapun

5. Jika dibandingkan dengan kegiatan instansi Anda yang lain, apakah mengelola

kawasan Goa Pawon menjadi prioritas?

Skor 5 : sangat menjadi prioritas, jika seluruh kegiatannya hanya fokus untuk

pengelolaan kawasan Goa Pawon saja

Skor 4 : prioritas, jika 80% dari kegiatannya untuk pengelolaan kawasan Goa Pawon

Skor 3 : cukup menjadi prioritas, jika 60% dari kegiatannya untuk pengelolaan

kawasan Goa Pawon

Skor 2 : kurang menjadi prioritas, jika 40% kegiatannya untuk pengelolaan kawasan

Goa Pawon

Skor 1 : tidak menjadi prioritas sama sekali, jika kurang dari 20% dari seluruh

kegiatannya yang digunakan untuk pengelolaan kawasan Goa Pawon

54

Lampiran 5 Panduan scoring untuk mengetahui tingkat pengaruh

1. Apakah instansi Anda memberikan pengaruh terhadap instansi lain dan terhadap

pengelolaan kawasan Goa Pawon?

Skor 5 : jika pengelolaan di kawasan Goa Pawon hanya dapat berjalan dengan

kehadiran, arahan, pengawasan dan aturan instansi Anda

Skor 4 : jika menyebutkan tiga saja

Skor 3 : jika menyebutkan dua saja

Skor 2 : jika menyebutkan salah satu saja

Skor 1 : tidak berpengaruh sama sekali

2. Apakah instansi Anda menetapkan aturan atau kebijakan dalam pengelolaan kawasan

Goa Pawon? Bagaimana pelaksanaannya?

Skor 5 : Menetapkan kebijakan. Melaksanakan sesuai dengan tujuan dan sasaran,

mendapatkan manfaat

Skor 4 : Menetapkan kebijakan. Melaksanakan sesuai tujuan dan sasaran atau

mendapatkan manfaat

Skor 3 : Melaksanakan kebijakan yang ditetapkan stakeholder lain. Melaksanakan

sesuai dengan tujuan dan sasaran, mendapatkan manfaat

Skor 2 : Melaksanakan kebijakan yang ditetapkan stakeholder lain. Melaksanakan

sesuai dengan tujuan dan sasaran atau mendapatkan manfaat

Skor 1 : Tidak melaksanakan apapun.

3. Bagaimana peran dan partisipasi instansi atau lembaga Anda dalam perencanaan atau

pengambilan keputusan dalam pengelolaan kawasan Goa Pawon?

Skor 5 : sangat besar, memberikan kontribusi berupa dana, SDM, fasilitas dan

informasi dalam pelaksanaannya

Skor 4 : besar, jika berkontribusi terhadap ketiga point

Skor 3 : cukup besar, jika hanya berkontribusi terhadap kedua point saja

Skor 2 : kurang, jika hanya berkontribusi terhadap salah satu point saja

Skor 1 : sangat kecil, tidak mempunyai kontribusi sama sekali

4. Berapa besar kemampuan instansi Anda dalam berinteraksi dengan instansi/lembaga

lain?

Skor 5 : mengadakan forum untuk membahas rencana pengelolaan, mengadakan

kerjasama, saling mempengaruhi antara stakeholder yang bekerjasama,

mengubah arah pengelolaan

Skor 4 : hanya menyebutkan tiga saja

Skor 3 : hanya menyebutkan dua saja

Skor 2 : hanya menyebutkan salah satu saja

Skor 1 : jika tidak melakukan apapun

5. Berapa besar kemampuan instansi Anda dalam pengelolaan di kawasan Goa Pawon?

Skor 5 : ada kewenangan, fasilitas keamanan, perijinan, kesadaran atau motivasi

Skor 4 : hanya tiga saja

Skor 3 : hanya dua saja

Skor 2 : hanya salah satu saja

Skor 1 : tidak sama sekali

55

Lampiran 6 Hasil perhitungan faktor internal dengan pembobotan dan rating

FAKTOR INTERNAL BOBOT RATING NILAI

STRENGTHS (S)

1. Peraturan-peraturan daerah yang mendukung perlindungan

kawasan Goa Pawon

2. Daerah resapan air (mata air Cinyusuan) dan situs purbakala

3. Nilai ilmiah, keindahan, keunikan dan kelangkaan kawasan

karst yang tinggi

4. Pasir Pawon merupakan satu-satunya kawasan yang masih

asri dan bebas dari kegiatan pertambangan

5. Sumberdaya karst kawasan Goa Pawon sebagai potensi

wisata

5

5

4

4

4

4

4

4

4

4

20

20

16

16

16

TOTAL 88

WEAKNESSES (W)

1. Kegiatan penambangan batu gamping

2. Sumberdaya karst kawasan Goa Pawon yang tidak dapat

diperbaharui

3. Penurunan kualitas dan kuantitas air

4. Adanya kegiatan penggalian posfat (guano) di Goa Pawon

5. Kegiatan pertanian musiman di puncak Pasir Pawon

5

4

5

5

5

4

3

4

4

4

20

12

20

20

20

TOTAL 92

Selisih antara Kekuatan dan Kelemahan 88 – 92 = - 4

Lampiran 7 Hasil perhitungan faktor eksternal dengan pembobotan dan rating FAKTOR EKSTERNAL BOBOT RATING NILAI

OPPORTUNITIES (O)

1. Dukungan internasional yang tinggi tentang pengelolaan

kawasan karst

2. Banyaknya pengunjung yang datang ke kawasan Goa Pawon

3. Komitmen pemerintah pusat untuk melindungi kawasan karst

4. Keberadaan stakeholder yang potensial dalam konservasi

kawasan Goa Pawon

5. Peningkatan dukungan masyarakat terhadap kegiatan

perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari

4

5

5

4

4

4

4

3

4

4

16

20

15

16

16

TOTAL 83

THREATS (T)

1. Kurangnya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan

Goa Pawon

2. Pencemaran lingkungan akibat kegiatan pertambangan di

sekitar kawasan Goa Pawon

3. Konflik kepentingan antar stakeholder

4. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang

konservasi kawasan karst serta pelibatan masyarakat dalam

kegiatan pengelolaan

5. Terbatasnya dana dan belum optimalnya sharing dana antara

pemerintah dan masyarakat sekitar Goa Pawon

4

4

4

5

4

4

4

4

3

3

16

16

16

15

12

TOTAL 75

Selisih antara Peluang dan Ancaman 83 – 75 = 8

Keterangan:

a. Pembobotan faktor SWOT:

Skala 1 – 2 – 3 – 4 – 5

Tidak Penting – Agak Penting – Cukup Penting – Penting – Sangat Penting

b. Rating (Pemeringkatan faktor SWOT):

Skala 1 – 2 – 3 – 4

Sangat Kecil – Sedang – Besar – Sangat Besar