Author
vuonghuong
View
217
Download
0
Embed Size (px)
1
2
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Ikan arwana telah lama dikenal sebagai komoditi komersial jenis
ikan hias, yang umumnya banyak diminati dan dikoleksi oleh orang
orang kaya, oleh karena itu komoditi ini terkenal mempunyai nilai
ekonomis tinggi. Harganya yang relatif mahal, terutama untuk kepentingan
ekspor. Keunggulan komoditi ikan hias arwana selain keindahan bentuk
tubuh, warna dan gerakannya, juga memiliki unsur kepercayaan (mitos),
dipercaya bahwa bila orang yang memelihara ikan ini akan mendatangkan
keberuntungan (hoky). Oleh karena itu pemilik ikan ini akan merasa
memiliki nilai status sosial yang lebih tinggi dan prestise tersendiri. Selain
itu ikan jenis ini termasuk jenis ikan hias berstatus komersial yang abadi,
terbukti komoditi ekspor ini masih stabil diminati pasar selama lebih dari
40 tahunan, sampai saat ini tidak pernah mengenal penurunan
popularitas tren, tidak seperti ikan lou han yang popularitas trennya
berumur relatif singkat sehingga saat ini pasar-nya telah hilang.
Ikan arwana yang terkenal tersebut hidup di perairan tawar di
Tanah Air Indonesia. Arwana yang keberadaannya hidup di habitat asli
alam Indonesia ada dua jenis, sekaligus mewakili dua Benua atau secara
Zoogeografi mewakili dua Paparan, yaitu jenis arwana yang mewakili Asia
(Paparan Sunda/sundaland) adalah Asian Bonytongue/Siluk/Kayangan
(Scleropages formosus), daerah sebarannya di Indonesia adalah
Kalimantan dan Sumatra, di Asia lainnya ada di Malayasia. Sedangkan
satu lagi mewakili Australia (Paparan Australian), yaitu Jenis ikan
Saratoga/Siluk Irian/Kaloso (Scleropages jardinii), daerah sebarannya di
Indonesia hanya ada di Kabupaten Merauke, Papua (kabupaten lama
sebelum dimekarkan menjadi empat kabupaten), New Guinea, dan di
Australia ada di Australia bagian Utara. Kedua jenis arwana diatas
berstatus ikan yang dilindungi, karena telah dianggap nyaris punah dan
langka, dengan berbagai peraturan, baik Nasional maupun Internasional.
Salah satu jenis ikan arwana adalah arwana siluk/ kayangan/
tangkelesa (Scleropages formosus) yang asli Indonesia terdiri dari empat
3
stren, yaitu stren green (pino), banjar, golden-red dan super-red, jenis ini
masih satu kerabat dengan arwana lainnya yang ada di dunia, yakni dari
suku Osteoglossidae. Stren golden-red adalah termasuk stren arwana
yang banyak diperjual belikan dengan harga paling tinggi setelah stren
super-red, oleh karena itu stren ini termasuk memiliki nilai ekonomi paling
tinggi. Di habitatnya jenis arwana ini telah banyak diekploitasi dan diburu
hingga nyaris punah tidak terkecuali stren-stren lainnya, sementara itu
kualitas habitatnyapun telah banyak berubah akibat eksploitasi manusia
termasuk perubahan alih fungsi hutan/lahan yang merupakan penyokong
utama ekosistem tersebut.
Kondisi yang memprihatinkan ini menuntut adanya pengelolaan
konservasi in-situ untuk segera dibenahi, sehingga target pemanfaatan
berkelanjutan tercapai dan tidak melanggar kaidah-kaidah perlindungan
seperti CITES appendix I dan PP No. 7 tahun 1999, serta PP No..60 tahun
2007. Namun demikian konservasi jenis ikan arwana ini secara ex-situ
dengan penangkarannya di luar habitatnya telah dianggap berhasil. Jadi
saat ini yang paling penting dari kondisi obyektif yang ada, yang harus
diprioritaskan penanganannya adalah bagaimana merehabilitasi aspek-
aspek pengelolaan pelestarian dihabitat aslinya (konservasi in-situ).
Rehabilitasi yang sangat mendesak saat ini adalah Rehabilitasi habitat
dan populasi.
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species
of Wild Fauna and Flora) adalah Konvensi Internasional yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya kepunahan jenis jenis tumbuhan dan satwa
liar di muka bumi ini yang dapat atau mungkin dapat disebabkan oleh
adanya kegiatan perdagangan internasional. Indonesia telah meratifikasi
CITES pada tahun 1978 (Keppres No. 43, Th. 1978), dan menjadi
kewajiban secara hukum untuk melaksanakan konvensi ini. Peraturan
lainnya yang menyangkut perlindungan jenis hidupan satwa liar
diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999. Perlindungan
ikan arwana termasuk stren golden-red ada dalam peraturan tersebut.
4
Berbagai regulasi tersebut pada prinsipnya mengikat kita semua
tidak terkecuali siapapun, untuk bertindak nyata melindungi populasi
arwana jenis ini di habitat aslinya, berikut menjaga keutuhuhan habitat
sebagai tempat hidupnya. Populasi dan habitatnya dilindungi Undang-
undang dan berbagai peraturan yang begitu berlapis, berkekuatan hukum
yang kuat dan bersifat mengikat untuk dilaksanakan dilapangan secara
utuh dan konsisten.
Stren golden-red dari ikan arwana/siluk/kayangan (Scleropages
formosus) memiliki vareasi pola warna yang beragam, tergantung dari
vareasi habitat di alamnya, salah satu golden-red yang paling terkenal
adalah Golden-red Mahato. Dinamakan demikian karena ikan ini
distribusi tempat hidupnya di alam hanya ada di DAS Mahato di desa
Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan hulu. Arwana ini
memiliki nilai dan identitas tersendiri karena kekhasannya berupa pola
warna yang sangat menonjol berbeda dengan golden-red yang berasal
dari daerah lainnya, selain itu tampilan dan prilakunya juga relatif berbeda,
oleh karena itu dapat dikatakan arwana golden-red merupakan ikan yang
Endemis.. Arwana golden-red Mahato sudah sangat dikenal di kalangan
hobiis ikan hias dan perdagangan arwana, baik lokal, nasional maupun
internasional.
Saat ini ikan arwana golden-red Mahato keberadaannya di alam
sangat memprihatinkan, sangat kritis dengan tekanan yang sedemikian
dasyatnya, hampir dapat dipastikanakan akan segera terjadi tragedi
kepunahan jenis di habitat aslinya. Keberadaan jenis ikan arwana golden-
red Mahato saat ini mungkin tinggal menghitung hari untuk terjadinya
tragedi kepunahan jenis, dan kita semua akan menjadi saksi hidupnya.
Kesadaran masyarakat lokal sebenarnya sudah ada untuk
melestarikannya, namun ironisnya pihak-pihak yang berkompeten sampai
saat ini masih belum banyak menampakan keberpihakannya (lebih ke
pembiaran), sementara saat ini pihak yang berkepentingan untuk merusak
lingkungan habitatnya sangat signifikan dengan alih fungsi lahannya. Saat
ini sedang berlangsung suatu aktivitas kegiatan di habitat ikan arwana
5
golden-red Mahato, yakni kegiatan merubah lahan basah/rawa menjadi
lahan daratan/perkebunan. Selain itu pencemaran dari limbah pabrik
kelapa sawit sampai saat ini telah berlangsung cukup lama.
Pada bulan Oktober 2012 telah dilakukan survei Identifikasi
Populasi dan habitat, serta aspek lainnya dari ikan arwana golden-red
Mahato (Scleropages formosus). Lokasi survei dilakukan di habiatat
aslinya di DAS Mahato, Rokan Hulu, Riau. Yang melakukan survei adalah
Tim Identifikasi dan monitoring Populasi, Habitat, Peredaran dan
pemanfaatan arwana di Provinsi Riau. Adapun hasil surveinya dipaparkan
dalam laporan ini.
1.2. SEJARAH LINDUNGAN IKAN ARWANA (Scleropages formosus)
Sejarah perlindungan ikan arwana (Scleropages formosus) berawal
dari adanya perubahan peruntukan pemanfaatan ikan arwana, yang
semula biasa diperuntukan untuk ikan konsumsi berubah peruntukannya
menjadi ikan hias, dari harganya yang relatif murah pada saat berstatus
ikan konsumsi, berubah menjadi relatif mahal pada saat berstatus menjadi
ikan hias. Perubahan tersebut menjadi tonggak sejarah perlindungan ikan
ini untuk dilindungi dengan berbagai perundangan dan peraturannya,
karena sejak perubahan tersebut jenis ikan ini menjadi ikan buruan di
alam secara besar-besaran.
Di Indonesia arwana jenis ini sebelum tahun 1970 merupakan
komoditi ikan konsumsi (ikan asin). Namun di Singapura di awal 1970
telah mulai banyak dimanfaatkan menjadi komoditi ikan hias. Sementara
IUCN (international Union for the Conservation of natural Resource) telah
memasukan jenis ikan arwana ini dalam daftar Red-list data book
dengan kriteria jenis ikan langka rawan punah.
Dampak permintaan pasar ikan hias di Luar Negeri terhadap jenis
arwana sangat tinggi, maka setelah tahun 1970 kebutuhan pasar Luar
Negeri mulai merambah ke Indonesia sehingga pada tahun 1975 CITES
memasukan jenis ikan arwana Scleropages formosus langsung kedalam
6
kriteria Appendix I. Resminya efektif diterapkan di Indonesia pada tahun
1980.
Masuknya jenis ikan Scleropages formosus termasuk stren golden-
red Mahato dan super-red ke dalam CITES karena sebelum tahun 1980
IUCN telah menganggap ikan jenis ini populasinya di alam terancam
punah. Setelah itu diadakan studi populasi yang hasilnya menunjukan
jenis ikan ini mulai langka. Pada tahun 1980 di Indonesia ikan arwana
semakin dikenal menjadi ikan hias, permintaan pasar yang terus
meningkat untuk diperjual belikan dalam bentuk hidup sebagai komoditi
ikan hias, maka merintah Indonesia kemudian menindaklanjuti dengan
berbagai peraturan lindungan.
Tepat pada tanggal 4 Oktober 1980 ikan arwana tersebut. menjadi
satwa yang dilindungi (SK Menteri Kehutanan No.716/Kpts/Um/10/1980).
Di tahun 1990 populasi di alam dianggap telah memprihatinkan karena
mengalami penurunan, akibat maraknya perburuan di alam. Karena
Indonesia telah ikut meratifikasi penandatanganan Konvensi Internasional
CITES, maka jenis ikan arwana tersebut di tahun 1990 resmi efektif
berlaku masuk CITES Appendix I (tidak boleh diperjual-belikan kecuali dari
hasil penangkaran). Namun pada tahun yang sama jenis ini pernah masuk
CITES Appendix II, mengingat populasi di habitat aslinya terus berkurang,
sehingga menjadi semakin langka dan dianggap nyaris punah, sehingga
kembali pada tahun 1994 resmi masuk dalam CITES Appendik I, dan
pada tahun 1995 kembali terdaftar pada Appendix I (sampai sekarang). Di
tahun 1995 perlindungan jenis ikan arwana dan ikan lainnya diperkuat
status lindungannya oleh SK Menteri Kehutanan (No.516/Kpts/II/1995),
dan disusul kemudian PP No.7/1999 dan terakhir diperkuat oleh PP
No.60/2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan.
Berbagai regulasi tersebut pada intinya mengikat kita semua tidak
terkecuali siapapun, untuk bertindak nyata melindungi populasi arwana
jenis ini di habitat aslinya, berikut menjaga keutuhuhan habitat sebagai
tempat hidupnya. Populasi dan habitatnya dilindungi undang-undang dan
berbagai peraturan yang begitu berlapis, berkekuatan hukum yang kuat
7
dan bersifat mengikat untuk dilaksanakan di lapangan secara utuh dan
konsisten.
Perlindungan tersebut diatas sangatlah beralasan, karena selain
kondisi dan fakta obyektif di habitat aslinya, jenis ikan arwana ini
populasinya menjadi semakin langka, bahkan saat ini telah nyaris punah.
Secara biologis ikan ini memang ditakdirkan menjadi jenis ikan rawan
punah, karena kandungan telur (fekunditas) yang relatif rendah (dibawah
100 butir), dengan ukuran telur yang relatif besar dan kondisi larva sangat
rentan karena tidak dapat langsung berenang.
Diantara ikan arwana/ siluk/ kayangan (Scleropages formosus)
terdapat arwana stren golden-red Mahato, arwana ini memiliki nilai dan
identitas tersendiri karena kekhasannya terutama berupa pola warna,
tampilan dan prilaku, yang habitat aslinya hanya terdapat di Mahato
(endemis stren arwana golden-red Mahato, Kabupaten Rokan Ulu,
Provinsi Riau). Arwana golden -red Mahato sudah sangat dikenal di
kalangan hobiis ikan hias dan perdagangan arwana baik lokal, nasional
maupun internasional.
Jenis ikan arwana Scleropages formusus yang memiliki pola
warana bersirip merah, kecuali sirip punggung dan sepertiga sirip ekornya
berwarna kebiruan, serta setiap ringnya berwarna keperakan. Ikan inilah
yang dikenal dengan arwana stren golden-red. Daerah sebaran golden-
red adalah Sumatra, Kalimantan dan Malayasia. Namun demikian stren
golden-red di Sumatra ada keistimewaan tersendiri, golden-red nya
memiliki pola warna yang berbeda, terutama ring sisiknya lebih tebal
berwarna keperakan, pangkal sisik agak gelap, warna di bagian pipi
kepala dan tutup insang kekuningan, dibagian punggung dan kepala
bagian bagian atas nampak berwarna gelap, dibagian dan bawah badan
atau perut berwarna kekuningan, penampilan ikannya nampak lebih
kokoh, dan gagah karena berbadan tebal, serta gerakannya lebih anggun.
Golden-red ini hanya terdapat di DAS Mahato (sungai Mahato dan rawa
Seribu), oleh karena itu dikenal dengan nama Golden-red Mahato.
8
Saat ini ikan arwana Golden-red Mahato keberadaannya di alam
sangat memprihatinkan, sangat kritis dengan tekanan yang sedemikian
besar, hampir dapat dipastikan akan segera terjadi tragedi kepunahan
jenis di habitat aslinya. Keberadaan jenis ikan arwana golde-red Mahato
saat ini mungkin hanya tinggal menghitung hari untuk menjadi tragedi
kepunahan jenis dan kita menjadi saksi hidupnya.
Kesadaran masyarakat lokal sebenarnya sudah ada untuk
melestarikannya, namun ironisnya pihak-pihak yang berkompeten hingga
saat ini belum banyak menampakan keberpihakannya (lebih ke
pembiaran), sementara saat ini pihak yang berkepentingan untuk merusak
lingkungan habitatnya sangat signifikan dengan alih fungsi lahannya. Saat
ini sedang berlangsung suatu aktivitas kegiatan di habitat ikan arwana
golden-red Mahato, yakni kegiatan merubah lahan basah/rawa menjadi
lahan daratan/perkebunan. Selain itu pencemaran dari limbah pabrik
kelapa sawit telah berlangsung cukup lama.
Untuk mengetahui kondisi populasi, jenis ikan arwana golden-red
ini maka perlu dilakukan survei Identifikasi Populasi dan habitat ikan
arwana golden-red Mahato (Scleropages formosus), di habiatat aslinya di
DAS Mahato, Rokan Hulu, Riau.
1.3. TUJUAN
Tujuan dilakukannya kegiatan Identifikasi Populasi dan Monitoring
Populasi, Habitat, Peredaran dan Pemanfaatan Arwana Golden-Red
Mahato (Scleropages formosus) di Provinsi Riau diantaranya:
1. Mengidentifikasi populasi dan kondisi habitat ikan arwana golden-red
Mahato dihabitat aslinya;
2. Mencari masukan dalam rangka melestarikan jenis ikan arwana di
habitat asli khususnya di kawasan konservasi DAS Mahato, Rokan
Hulu, Riau;
3. Mencari model Pengelolaan dengan pola konservasi in-situ dan ex-situ
yang produktif dan berkelanjutan untuk dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat lokal.
9
1.4. TARGET/ SASARAN
Target/sasaran yang ingin diraih dalam kegiatan Identifikasi
Populasi dan Monitoring Populasi, Habitat, Peredaran dan Pemanfaatan
Arwana Golden-Red Mahato (Scleropages formosus) di Provinsi Riau
diantaranya:
1. Terlaksananya kegiatan identifikasi populasi dalam rangka pelestarian
jenis ikan arwana golden-red Mahato (Scleropages formosus) secara
in-situ di DAS Mahato, Rokan Hulu, Riau dan secara ex-situ dengan
pola penangkaran berorientas kerakyatan berupa Penangkaran ikan
arwana di kolam-kolam milik masyarakat.
2. Terjaganya dan terwujudnya upaya peningkatan populasi dan kualitas
habitat ikan arwana golden-red Mahato (Scleropages formosus) di
habitat aslinya;
3. Terwujudnya upaya kegiatan pelestarian ikan arwana golden-red
Mahato (Scleropages formosus) dengan melibatkan masyarakat lokal
melalui kegiatan penyuluhan berupa pemberdayaan masyarakat dalam
rangka pelestarian dan pemanfaatan ikan arwana golden-red Mahato
(Scleropages formosus) baik secara in-situ, maupun ex-situ secara
berkelanjutan.
1.5. RUANG LINGKUP
1. Melakukan identifikasi sehingga diketahui keberadaan populasi dan
habitat Ikan arwana golden- red adalah ikan arwana/Kayangan Mahato
yang memiliki dominasi pola warna merah di bagian siripnya itu, ring
sisik berwarna perak, hidup di habitat air tawar dengan kualitas air
dengan pH dibawah normal atau toleran terhadap keasaman rendah
(pH 5 5,5)dan berlokasi di DAS Mahato, Desa Mahato, Kecamatan
Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau;
2. Melakukan identifikasi sehingga diketahui cara-cara yang tepat untuk
melakukan Rehabilitasi habitat dan populasi ikan arwana golden-red
secara in-situ, Rehabilitasi habitat yang dimaksud adalah perbaikan
tempat hidup di habitataslinya termasuk perbaikan vegetasi air yang
10
berperan sebagai lumbung stockpakan alami, selter (tempat
berlindung), tempat memijah (spawning ground) dan tempat mengasuh
anakan (nursery ground);
3. Lokasi kegiatan survei dilakukan identifikasi populasi dan habitat ikan
arwana golden-red Mahato di kawasan DAS Mahato, Desa Mahato,
Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau;
4. Mencari masukan untuk membuat sistem pengelolaan pelestarian ikan
arwana golden-red Mahato yang dapat produktif, efektif dan
berkelanjutan dengan melibatkan kelompok masyarakat lokal
(POKMAS), yakni memanfaatkan Kearifan Lokal yang tidak
bertentangan dengan peraturan yang ada dan ikut melestarikan ikan
arwana golden-red Mahato di kawasan DAS Mahato, Desa Mahato,
Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau;
1.6. LANDASAN HUKUM
1. PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
2. PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi sumber Daya ikan;
3. Undang undang 31 tahun 2004 tentang perikanan;
4. SK Menteri Kehutanan No. 516/Kpts/II/1995 tentang Perubahan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 716/kpts/UM/10/1980 Tentang
Penetapan Beberpa Jenis Binatang Liar Sebagai Binatang Liar Yang
Dilindungi Berdasarkan Dierenbeschermings Ordonnantie 1931 JIS
Dierenbeschermings Verordening 1931
5. Konvensi Internasional CITES Appendix I
6. Keputusan Bupati Rokan Hulu No.169 Tahun 2009 tertanggal 15 Maret
2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Terbatas Mahato
Kanan (Rawa Seribu) seluas 3.700 Ha sebagai Kawasan Konservasi
Ikan Arowana (Scleropages formosus)
7. Surat Ninik Mamak Persukuan Melayu Mahato Desa Mahato Kec.
Tambusai Utara No. 09/NM-SKM/VI/2008 tanggal 25 Juni 2008
11
1.7. PEMANFAATAN BERKELANJUTAN
Arwana jenis Scleropages formosus termasuk stren golden-red
Mahato yang berada di habitat asli di DAS Mahato, Desa Mahato,
Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau adalah
jenis ikan lindungan. Dilindungi dengan berbagai perundangan, peraturan
dan Covensi Internasional CITES, CITES memasukan jenis ikan arwana
ini kedalam katagori Appendix 1, yang berarti tidak bolehnya jenis ikan ini
diperjual belikan yang berasal dari hasil tangkapan dari habitat aslinya dan
hanya boleh diperjual belikan jika merupakan hasil penangkaran di kolam
(anakan dari generasi kedua atau anakan dari F 2). Dilindungi karena
jenis ikan ini telah menyandang kategori nyaris punah.
Perburuan jenis ikan golden-red Mahato di habitat aslinya terus
berlangsung baik sebelum adanya peraturan maupun sesudah adanya
peraturan, bahkan sampai saat ini terus berlangsung tanpa bisa dicegah.
Sementara populasi di alam semakin menurun, begitu juga dengan
kualitas habitatnya terus tertekan.
Pemanfaat berkelanjutan adalah adalah prinsip kaidah-kaidah
konservasi yang wajib diamalkan. Ikan arwana golden-red memiliki nilai
sangat penting dari banyak aspek, yakni diantaranya aspek perdagangan,
konservasi, kesejahteraan, devisa Negara dan aspek lainnya. Oleh karena
itu perlu adanya upaya yang optimal untuk memberdayakannya. Salah
satu caranya adalah meningkatkan peranan pengelolaan konservasi in-
situ secara baik, misalnya melakukan rehabilitasi habitat aslinya agar
lestari, produktif sepanjang masa, dan berkeadilan.
Sementara pengelolaan konservasi ex-situ berupa penangkaran di
kolam-kolam sudah mulai nampak dirintis oleh masyarakat, walaupun
belum produktif dan dikelola secara tradisional. Penangkaran di lokasi
dekat habitat aslinya ini bersifat sangat sederhana dan belum produktif
dilakukan oleh masyarakat, hal ni mungkin dikarenakan pada saat ini
dilakukan secara coba-coba dan spontanitas melalui inisiatif masyarakat
sendiri, tanpa teknologi budidaya (Captive breeding) yang sebenarnya.
Namun demikian hal ini merupakan inisitaif masyarakat yang perlu
12
diapresiasi. Untuk selanjutnya pihak instansi terkait yang berkewajiban
sebagai fasilitator untuk turut mendorong, membina dan memfasilitasi
segala sesuatunya untuk percepatan terlaksananya penangkaran ikan
arwana tersebut oleh dan untuk masyarakat setempat dengan tetap
mengedepankan segala peraturan yang berlaku.
13
14
II. ASPEK-ASPEK BIOEKOLOGI IKAN ARWANA
2.1.BIOLOGI IKAN ARWANA
2.1.1. Klasifikasi
Kelas : Pisces
Bangsa : Osteoglossiformes
Suku : Osteoglosidae
Marga : Scleropages
Jenis : Scleropages formosus.
Stren : Golde-red Mahato.
2.1.2. Ciri ciri Morfologi
Ciri-ciri utama jenis ikan ini adalah badan pipih, tebal, dan
memanjang dengan punggungnya yang datar; sisik pada badan berukuran
besar dan keras; kepala tidak bersisik, sirip punggung berdekatan dengan
sirip ekor; sirip dada panjang dan runcing; memiliki sepasang sungut lunak
dan tebal pada ujung rahang bawahnya; letak mulut mengarah ke atas
dengan posisi kemiringan terhadap badannya 45; bentuk dahi
melengkung keluar, bergigi; pola warna golden-red Mahato berpola warna:
sirip berwarna merah kecuali surip punggung dan sepertiga sirip ekor
berwarna kebiruan, ring sisik tebal berwarna putih keperakan dan cerah,
bagian pangkal sisik gelap, punggung dan bagian atas kepala berwarna
gelap dan bagian perut dan pepi berikut tutup insang berwarna
kekuningan.
2.1.3. Biologi Reproduksi
Dikatakan di beberapa literatur bahwa ikan Arwana (Scleropages
spp.) selama ini data biologi reproduksinya sangat terbatas (Larson.,
1990, Anonim., 1997, Tjakrawidjaja., 1999, Tjakrawidjaja., 2001., Allen.,
1991., Allen., et.al., 2002). Namun demikian ada beberapa informasi
penting berupa aspek biologi reproduksi yang telah diketahui, diantaranya
adalah: sex-ratio jantan-bentina ikan ini adalah 1:1; kebiasan ikan ini
mengeram telur dan mengasuh anak di dalam mulut, bersifat karnivora,
teritorial, dan induk jantan-betina berpasangan (Tjakrawidjaja, dkk; 2001);
15
Proses pemijahan diawali dengan prilaku berpasangan jantan-
betina, pasangan tersebut sering bercumbu dengan membentuk gerakan
berputar membentuk lingkaran, kawin secara pembuahan eksternal
dengan prilaku jantan mengejar betina, lalu sambil menukik ke bawah
betina mengeluarkan telur dan jantan membuahinya dengan
menyemburkan sperma kepada telur tersebut, setelah itu jantan
memungut telur yang telah dibuahi kedalam mulutnya, maka dimulailah
proses pengeraman telur dan larvanya di dalam induk jantan. Perkawinan
terjadi mulai dibulan kemarau (sekitar Agustus - Oktober) sehingga pada
awal musim hujan anak ikan telah mencapai umur 2 bulan dan telah lepas
telur (tidak ber-yolk suck), anakan yang telah lepas telur dikeluarkan dari
mulut induk dan diasuhnya di lokasi habitat yang bervegetasi air dan
berarus relatif tenang.
Ikan ini biasa mengerami telur dan mengasuh anak didalam
mulutnya (Mouth-brooder); induk ikan cenderung memiliki daerah
kekuasaannya (teritorial), dan induk jantan-betina berpasangan (SR
Jantan betina 1 : 1); induk pengeramnya jenis kelaminnya belum diketahui
dengan pasti, S. formosus pengeramnya adalah kemungkinannya jantan,
tetapi dimungkinkan juga betina (Anonim., 1987); waktu biasa
mengadakan aktivitas mijah (spawning) tergantung keadaan suhu air
permukaan, biasanya jatuh di bulan September sampai dengan awal
Nopember (Allen., 1991); masa mengram di habitat aslinya adalah sekitar
bulan Oktober s/d Pebruari (Tjakrawidjaja,. 2001).
Pakan anakan ikan dimulai dengan udang-udangan berukuran
kecil, dengan ukuran ikan 2-3 cm, sebelum yolk suck diserap; anakan
tidak lagi tergantung induk betinanya setelah berukuran 3,5 4,0 cm;
anakan ikan dapat tumbuh sampai sekitar 10 cm panjang standarnya
setelah menginjak umur bulan ke 3 (Allen.,1991). Ikan dewasa biasa
memakan pakan berukuran lebih besar, seprti katak, serangga, ikan dan
udang. Sebagai individu ikan, selama hidupnya terbagi dalam berbagai
pase tingkatan perkembangan kedewasaan, berdasarkan perbedaan
16
umur dan ukuran yang lajim disebut stadia. Stadia ikan menurut Nikolsky
(1963) terbagi menjadi 5 bagian, yaitu:
a. Embrio
Merupakan periode perkembangan awal yang dimulai dari proses
fertilisasi hingga saat embrio memulai memiliki yolk.
b. Larva
Pada periode ini ikan telah mulai mencoba makanan dari sumber
lain, disini penambahan morfologi maupun organ dalamnya belum
menyerupai individu dewasa dan dibawah perut masih terdapat yolk
suck, yang merupakan sumber cadangan makanan.
c. Individu immature
Periode ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu anakan dan remaja.
Pada periode ini secara morfologi sudah menyerupai individu dewasa,
yokl suck telah terserap habis oleh tubuhnya, namun gonad belum
berkembang.
d. Individu Dewasa
Periode ini ditandai dengan telah berkembangnya gonad dan
karakteristik sekunder-nya karena itu telah mampu untuk
bereproduksi.
e. Usia Tua
Ditandai dengan menurunnya fungsi organ tubuh termasuk organ
reproduksinya serta menurunnya tingkat pertumbuhan.
2.2. EKOLOGI
Di habitat aslinya ikan berinteraksi dan berkorelasi dengan
lingkungannya, berupa biotik dan abiotik. Unsur biotik adalah berupa
mahluk hidup terutama sebagai sumber pakan, sedangkan abiotik berupa
unsur lingkungan disekitarnya berupa kualitas air, vegetasi air dan
daratan, arus aliran air dan sebagainya.
Vegetasi air di habitat ikan arwana golden-red merupakan salah
satu unsur lingkungan yang sangat penting dalam keberadaan ikan di
alam. Ikan ini secara morfologi tubuhnya berbentuk pipih dan memanjang,
17
hal tersebut menandakan bahwa ikan ini biasa hidup dan berenang disela-
sela vegetasi yang hidup di habitatnya (Kottelat, 1993). Selain itu areal
habitat yang bervegetasi air berperan sebagai kawasan shelter
(perlindungan dan tempat bermain),lumbung stock pakan alami, tempat
memijah (spawning ground), mengasuh anakan (nursery ground) dan lain
sebagainya.
2.2.1 Distribusi
Distribusi ikan arwana golden-red khusus hanya terdapat di
perairan air tawar berupa air relatif keruh di DAS Mahato (sungai Mahato
dan Rawa Seribu), Desa Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten
Rokan Hulu, Provinsi Riau. Lokasi ini merupakan daerah sebaran khusus
ikan arwana golden-red Mahato karena sebaran ditempat lain tidak pernah
ada, maka bisa juga dikatagorikan jenis stren golden-red Mahato
merupakan jenis endemik.
2.2.2. Habitat
Habitat anak ikan di alam selalu berada di tipe habitat air tenang,
dangkal & bervegetasi, setelah dewasa ikan akan dapat berada di air
dalam dan berarus, spesifik habitat arwana super red menjadi penghuni
perairan gambut dengan pH rendah kisaran 5-5,5, biasanya berupa
sungai atau hutan rawa gambut.
Ikan ini umumnya secara morfologi memiliki tubuh dengan
permukaan punggung yang datar, yang berarti biasa hiup dipermukaan
air, menyenangi perairan yang airnya berarus pelan, seperti danau dan
rawa. dengan banyak ditumbuhi vegetasi air, hidup di air tawar, suhu
untuk memijah pada temperatur permukaan air mendekati 25-29C,
terjadi di musim kemarau. Umumnya hidup soliter, berperilaku memiliki
wilayah territorial, termasuk ikan pencari makan di permukaan air, jenis
pakan alami berupa serangga, ikan berukuran kecil, crustacea dan
beberapa matrial tanaman (Allen., 2002).
2.2.3. Prilaku Ikan Kebiasaan Hidup
Prikaku bersifat teritorial, dan berpasangan, pengeram telur dan
mengasuh larva anaknya di mulut (Mouth-brooder) serta bersifat
18
karnivora. Anak ikan yang telah dimuntahkan induknya akan menempati
tipe habitat yang bervegetasi, berarus tenang dan dangkal, karena anak
ikan belum pandai berenang memerlukan arus tenang dan vegetasi air
sebagai lokasi perlindungannya. Sedangakan ikan dewasa dapat memilih
tipe habitat perairan dalam dan air berarus.
2.3. PEREDARAN DAN PEMANFAATAN
Peredaran dalam perniagaan ikan arwana golden-red Mahato hasil
tangkapan di habitat aslinya sejak populasinya sulit didapat, yakni sekitar
5 tahun yang lalu hingga saat ini. Namun sebelum itu walaupun telah
diberlakunya larangan pemanfaatan langsung dari alam peredaran dan
perdagangan arwana hasil tangkapan langsung dari habitat aslinya tetap
marak dilakukan transaksi jual beli. Hal ini dapat dilihat dari adanya
penampung-penampung yang dilakukan oleh para perusahaan legal dari
Pekanbaru, mungkin dengan alasan untuk bahan induk di tempat
penangkarannya atau bahkan dengan alasan dalam rangka untuk turut
serta menyelamatkan (konservasi) jenis arwana lindungan, sehingga perlu
untuk konservasi ex-situ (di luar habitat).
Data terkini Peredaran dalam perniagaan ikan arwana golden-red
Mahato hasil tangkapan di habitat aslinya sejak populasinya telah sulit
didapat yaitu dengan cara para nelayan menjual langsung dari hasil
tangkapan secara eceran kepada pembeli, dimana para pembeli ini lebih
bersifat pribadi bukan atas nama untuk perusahaan atau penampung yang
merupakan perpanjangan tangan pengusaha arwana dari kota Pakanbaru,
melainkan dijual secara diam-diam kepada orang yang membutuhkan
untuk dipelihara di akuarium rumahnya, ada pula yang mengumpulkan
satu-persatu ikan arwana golden-red Mahato, tapi bukan untuk dijual
kembali kepada orang lain melainkan dikumpulkan untuk dijadikan induk
ikan dalam rangka merintis penangkaran secara pribadi. Adapun menurut
data yang diperoleh dari Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan (SKIPMKHP) Kelas I Pekanbaru, ada
beberapa perusahaan eksportir di Pekanbaru yang melakukan kegiatan
19
pengiriman ikan arowana jenis golden red, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Daftar Perusahaan Eksportir Ikan Pekanbaru-Riau
No. Nama Perusahaan Jenis Komoditi Alamat
1 PT. Tambak Seraya Pratama
Arwana Golden Jl. Dr. Sutomo, Pekanbaru
2 PT. Salmah Arowana Lestari
Arwana Golden, Arwana Green
Jl. Tuanku Tambusai, Pekanbaru
3 PT. Silvadena Aquamina Arwana Golden Jl. Tuanku Tambusai, Pekanbaru
4 UD. Wan Soon Sumber: SKIPMKHP Kelas I Pekanbaru
Menurut data SKIPMKHP Kelas I Pekanbaru untuk tahun 2012 hingga bulan
Oktober 2012 jumlah ikan arowana yang telah diekspor mencapai 10.281
ekor ikan arowana sedangkan untuk data ekspor tahun 2011 adalah
sebanyak 15.301 ekor. Data ikan yang diekspor ini hampir bisa dipastikan
merupakan hasil penangkaran di kolam.
Pemanfaatan terhadap jenis arwana golden-red dari alam
mengingat tidak ada pembatasan sedikitpun dan melanggar kaidah-kaidah
yang diamanatkan oleh berbagai peraturan yang ada, maka pemanfaatan
tersebut jelas-jelas termasuk pemanfaatan yang tidak keberlanjutan, hal
itu juga merupakan bukti pelanggaran pelaksanaan peraturan ikan
lindungan yang seharusnya tidak dapat ditolelir dengan alasan apapun.
Kondisi tersebut di atas senantiasa berlangsung dikarenakan pelaksana
yang seharusnya menegakan peraturan tersebut, tidak pernah
terinformasikan melakukan eksekusi (terjadi pembiaran), maka
pelanggaran tersebut terus berlangsung. Bahkan tidak menutup
kemungkinan dapat dipastikan kondisi tersebut akan tetap berlanjut,
pelanggaran demi pelanggaran terus terjadi hingga jenis arwana tersebut
punah atau tidak ada lagi di habitat aslinya.
Solusi dari kemelut pelanggaran tersebut paling tidak ada tiga
upaya yang harus dijalankan di lapangan untuk meminimalisir terjadinya
hal tersebut di atas, yaitu:
20
a. Pelaksana penegak hukum dan pihak-pihak berkompenten lainnya
harus berani secara tegas dan nyata-nyata mau berbuat untuk
menjalankan kewajiban menunaikan tugas yang sebenar-benarnya
menindak dan membina agar tidak terjadinya pelanggaran hukum
yang berlaku; .
b. Pemerintah daerah dan Masyarakat lokal harus derani dan sadar
untuk menghentikan penangkapan langsung ikan arwana yang
berasal dari habitat aslinya.
c. Pihak terkait harus berani memulai merintis dan membina
masyarakatnya ke arah penangkaran ikan arwana tersebut di luar
habitat aslinya, yakni di kolam-kolam penangkaran dengan
menjalankan kaidah-kaidah Penangkaran Captive breeding yang
telah digariskan convensi CITES.
d. Dan perlu dilakukan moratorium pengambilan ikan arwana langsung
dari alam.
Idealnya pelaku utama penangkaran ikan arwana dilakukan
pengelolaannya oleh masyarakat lokal. Tidak lagi mengandalkan para
pengusaha kota dengan pemilikan modal besarnya. Solusi-solusi diatas
merupakan pekerjaan rumah untuk kita semua, terutama peranan
Pemerintan yang diharapkan dapat bersama-sama dengan masyarakat
lokal merealisasikan cita-cita luhur tersebut, yakni mewujudkan
penangkaran ikan arwana golden-red Mahato secara berkeadilan,
produktif, bermanfaat secara berkelanjutan demi tidak terjadinya
kepunahan jenis ikan arwana ini, dan pada gilirannya dapat
mensejahterakan masyarakat.
21
22
III. METODA SURVEY
3.1. WAKTU DAN TEMPAT
Survei dilakukan pada tanggal 15 19 Oktober 2012, di DAS
Mahato (Sungai Mahato dan Rawa Seribu), Desa Mahato, Kecamatan
Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Lokasi ini
merupakan representatif habitat ikan arwana golden-red Mahato yang
masih dihuni oleh populasi ikan arwana tersebut. Lokasi pengamatan dan
sempling untuk melakukan: pengamatan, identifikasi dan pendataan
populasi serta habitat ikan arwana golden-red Mahato dilakukan di
beberapa titik, diantaranya di sekiar titik koordinat: N.118' 46,2" E.100
18' 56,6", dengan ketinggian dari permukaan laut adalah sekitar 44 ft.
3.2. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
Survei lapangan di lakukan mulai pengumpulan data sekunder
dengan penelusuran pustaka dan acuan lainnya hasil koordinasi dengan
Instansi terkait. Di lokasi survei telah dilakukan kegiatan berupa
pengamatan, pemotretan dan identifikasi jenis ikan, habitat, serta
mengidentifikasi permasalahan yang ada termasuk mencari tahu tentang
data peredaran dan pemanfaatan ikan arwana golden-red yang berasal
dari hasil tangkapan langsung dari alam. Selain itu dilakukan pendugaan
populasi. Dilanjutkan dengan tabulasi data, analisa data/ pengkajian data
dan terakhir pembuatan laporan.
3.3. PENGOLAHAN DATA
Analisa data populasi dengan pendekatan perhitungan
penghitungan langsung dan kelimpahannya, dari data hasil tangkapan
anak ikan yang telah berhasil ditangkap tahun 2011 ditambah data
pembanding ditahun 2012. Pengambilan sempel ikan dilakukan oleh
nelayan, sempel ikan hasil tangkapan merupakan specimen bukti dari
keberadaan ikan arwana golden-red di DAS Mahato, Desa Mahato,
23
Kecamatam Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau (lihat
foto dan perhitungan data di lampiran).
3.4. PENGUMPULAN DATA DAN PELAPORAN
Pengumpulan data dan Pembuatan laporan dilakukan oleh Tim
secara kolektif. Data yang terkumpul, baik data sekunder maupun data
primer dari lapangan ditabulasikan dan dilakukan analisa data, lalu
disusun dalam bentuk laporan ini.
24
25
IV. HASIL PENGAMATAN (IDENTIFIKASI) DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL IDENTIFIKASI IKAN DAN KEBERADAAN DI HABITATNYA
Hasil identifikasi specimen ikan arwana yang tertangkap di habitat
Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahato pada saat survei adalah betul-betul
jenis ikan kayangan Mahato atau stren golden-red Mahato (Scleropages
formosus). Yang berarti stren golden-red Mahato terbukti masih ada
menjadi penghuni habitat DAS Mahato di Desa Mahato, Kecamatan
Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau.
4.2. POPULASI IKAN DATA TERKINI DI HABITATNYA
Populasi ikan Arwana Golden-red Mahato yang merupakan salah
satu stren dari Scleropages formosus, kini mungkin tinggal menunggu
hitungan hari akan kepunahannya. Setiap tahun populasi ikan arwana di
habitatnya terus menurun.
Hasil survei populasi terkini (pertengahan Oktober 2012) di habitat
aslinya hanya memiliki nilai kemelimpahan (jumlah individu persatuan
luas) yang sangat kecil. Populasi arwana di rawa seribu telah diragukan
lagi keberadaannya, karena karakter tipe habitat yang merupakan relung
(niche) persyaratan hidupnya ternyata telah berubah. Sementara populasi
ikan di habitatnya hanya terdapat di sungai Mahato, wilayah sebarannya
berada di tipe-tipe habitat yang perairannya berada dipinggir badan
sungai, penuh dengan tanaman yang terendam air (vegetasi air),
walaupun kondisinya terlihat mulai.
Hasil tangkapan berupa anak ikan yang berukuran sekitar 10 cm
tahun ini hanya berjumlah kurang dari 100 ekor, Tahun sebelumnya di
tahun 2011 populasi ikan di lokasi yang sama berjumlah relatif sedikit juga
yakni sekitar 500 ekor anak ikan. Anak-anak ikan yang terus diburu ini
sebenarnya seharusnya merupakan Rekruitment penambahan populasi
pertahun di habitatnya, namun karena terus terusan di ambil dan
mungkin tidak tersisa sehingga proses penambahan populasi di alam
menjadi tidak terjadi.
26
Untuk jumlah induk ikan arwana diduga hanya tinggal sekitar 34
ekor, walaupun di perhitungan hasil konversi di habitat ikan secara
keseluruhan di perairan DAS Mahato jumlahnya diperkirakan akan
memungkinkan lebih dari itu. (lihat di lampiran pengolahan data).
4.3. HASIL MONITORING POPULASI
Monitoring populasi idealnya dilakukan secara periodik minimal
setiap tahun. Data yang ada untuk tahun 2012 ini walaupun belum sampai
akhir musim tangkap, yakni hanya sampai bulan Oktober 1012, namun
menurut data hasil wawancara dengan para nelayan arwana perolehan
hasil tangkap jumlah totalnya baru mencapai kurang dari 100 ekor,
padahal ditahun sebelumnya dibulan yang sama total hasil tangkapan bisa
mencapai lebih dari dua kalinya. Hasil tangkapan sebelumnya, selama
musim tangkap di tahun 2011 adalah berjumlah sekitar 500 ekor.
Perolehan hasil tangkap tahun ini selain jumlahnya semakin sedikit
juga untuk memperolehnya lebih sulit dan lebih memerlukan ketekunan
dan kesabaran. Alasan nelayan sulitnya mendapatkan hasil tangkapan
dikarenakan tahun ini menurut meraka kondisinya berbeda dengan tahun-
tahun sebelumnya, tahun ini selain ikannya semakin sedikit juga airnya
semakin keruh, sehingga mempersulit dalam penangkapannya. Hal ini
merupakan indikator Populasi ikan di habitatnya semakin menurun. selain
itu dengan kekeruhannya semakin mempersulit penangkapan sekaligus
mengidikasikan kualitas air DAS Mahato semakin terganggu dengan
kekeruhan yang diakibatkan oleh erosi dan pencemaran.
Berdasarkan hasil survey dan analisis maka Populasi arwana di
DAS Mahato daerah tangkapan ikan arwana yang merupakan habitat
yang masih dihuni ikan arwana golden-red Mahato saat ini diduga jumlah
induk jantan dan betina hanya tinggal 34 ekor, sementara dengan nilai
kelimpahannya sebesar 0,00425. Seandainya perhitungan dicoba untuk
dikonversikan ke seluruh luas habitat yang diperkirakan dihuni ikan
arwana golden-red Mahato di DAS Mahato (tidak hanya di daerah
tangkapan) atau boleh dikatakan populasi hasil konversi dari habitat yang
27
ada di DAS Mahato estimasinya adalah sebanyak 807 ekor. Sedangkan
populasi rekruitmen atau penambahan anakan ikan arwana golden-red
pertahunnya adalah berjumalah 121 ekor, namun demikian karena
biasanya semua anak yang terdapat dihabitanya selalu ditangkap atau
diambil nelayan, maka penambahan/tahun anakan ikan golden-red di
habitanya boleh jadi menjadi tidak ada atau kalaupun ada hampir bisa
diduga jumlahnya relatif kecil, karena hanya yang lolos tidak tertangaplah
yang kemungkitan dapat diharapkan masih menambah jumlah populasi
dihabitatnya, sementara lokasi tangkapan yang merupakan represetatif
saat ini menjadi semakin sempit dan para nelayan menangkapnya dengan
cara cukup intensif pada saat musim tangkap dilakukan secara terus-
menerus setiap harinya.
4.4. KONDISI HABITAT TERKINI
Habitat berupa DAS Mahato (sungai Mahato dan rawa Seribu).Tipe
habitat perairan berupa hutan rawa dan DAS Mahato yang bervegetasi,
diantaranya berupa pandan (Pandanus sp.), rerumputan (Graminae),
bakung (Liliacea), dan tanaman lainnya yang terendam air. Keasaman air
: 5 5,5 dimusim hujan. Kondisi air yang semula relatif bening (sekarang
keruh karena pengaruh erosi dan pencemaran limbah pabrik pengolahan
kelapa sawit).
Arus air di DAS Mahato awalnya relatif tidak terlalu deras, sekarang
berubah relatif lebih deras akibat pengaruh dari dibuatnya kanal-kanal. Air
di rawa seribu awalnya tergenang menyebar walaupun musim kemarau
(sekarang air terkonsentrasi dikanal-kanal buatan, pembuatan kanal saat
ini tengah berlangsung dan tersisa diperkirakan kurang dari 20%).Tipe
habitat yang memenuhi persyaratan hidup (daya dukung) arwana semakin
menyempit akibat tekanan perubahan lingkungan yang semakin rusak.
Kondisi kualitas habitat terkini tampak banyak menurun dibanding
dengan tahun-tahun sebelumnya. Kekeruhan diakibatkan oleh adanya
erosi dan pencemaran air. Erosi akibat dari adanya kegiatan pembuatan
28
kanal-kanal air di Rawa Seribu yang berhubungan juga dengan sungai
Mahato.
Akibat pencemaran air di sungai Mahato, maka Induk ikan arwana
di lokasi ini terinformasikan banyak mati karena dampak dari pencemaran
pabrik kelapa sawit Selain itu masih adanya aktivitas memancing ikan
yang dilakukan pendatang (bukan penduduk setempat) mengambil induk
ikan arwana terkadang untuk dikonsumsi karena ketidak tahuan. Faktor-
faktor diatas berdampak negatif terhadap keberadaan populasi ikan,
sehingga populasi di habitat aslinya terancan akan semakin menurun
bahkan dapat punah.
29
30
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
1. Jenis ikan arwana penghuni DAS Mahato adalah jenis ikan arwana
Scleropages formosusus, stren Golden-red Mahato. Jenis ini masih
betul-betul ada dan menjadi penghuni habitat aslinya yang berada di
DAS Mahato, Desa Mahato, Kecamatan Tambusae Utara, Kabupaten
Rokan Hulu, Provinsi Riau, berda dikoordinat sekitar N.118' 46,2"
E.100 18' 56,6", dengan ketinggian dari permukaan laut adalah 44 ft.
2. Habitat arwana Golden-red Mahato adalah berupa DAS Mahato, yaitu
sungai Mahato dan Rawa Seribu. Tipe habitat yang masih dihuni ikan
arwana golden-red Mahato adalah perupa perairan air tawar yang
bervegetasi dengan keasaman airnya berkisar 5 5,5.
3. Kondisi habitat terkini ikan arwana golden-red Mahato saat ini ada
dalam keadaan kritis tertekan, lahan yang berupa habitat ikan arwana
kenyataannya semakin menyempit, bahkan terancam hilang, dengan
kondisi Rawa yang telah banyak berubah (rusak).
4. Pembuatan kanal-kanal di area habitat ikan arwana di DAS Mahato
(Sungai Mahato dan Rawa seribu) yang saat ini sedang berlangsung,
dilakukan secara efektif dengan menggunakan alat berat eskavator
(beko). Perbuatan tersebut merupakan perusakan habitat asli arwana,
bahkan merubah dari ekosistem perairan ke ekosisitem terestrial
(daratan), dari lahan basah ke lahan kering, dari lahan yang heterogen
biodiversitasnya ke yang homogen berupa tanaman perkebunan. Biota
air otomatis dengan sendirinya terancam akan hilang, termasuk ikan
arwana golden-red Mahato.
5. Populasi ikan semakin menurun jumlahnya, kini populasi induk ikan di
habitat DAS Mahato di tempat yang biasa dieksploitasi diduga hanya
berjumlah tidak lebih dari 50 ekor dan proses rekruitmen pertambahan
anakan ikan arwana golden-red di habitat aslinya tidak ada karena
setiap tahunnya selalu ditangkap nelayan tanpa disisakan, maka dari itu
perlu dilakukan moratorium untuk penangkapan dari alam.
31
6. Populasi ikan golden-red Mahato di Desa Mahato di luar area yang
biasa dieksploitasi di sungai Mahato, seperti di rawa Seribu diduga
telah mengalami penurunan drastis akibat adanya kegiatan proses alih
fungsi dan pencemaran air dar limbah pabrik kelapa sawit.
7. Perlindungan ikan arwana golden-red sebenarnya telah berkekuatan
hukum yang kuat dan lengkap, yang kurang adalah penegakan dan
pelaksanaan hukum berupa tindakan nyata eksekusi pelaksanaan di
lapangan oleh 2 Otoritas Pengelola hidupan liar (Kementerian
Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan), disinergiskan
dengan instansi terkait lainnya (Pemda setempat dan penegak hukum/
Kepolisian).
5.2. SARAN
5.2.1. Saran Secara Umum
1. Penegakan dan pelaksanaan hukum berupa tindakan nyata eksekusi
pelaksanaan di lapangan hendaknya betul-betul dilaksanakan, terutama
oleh Instansi yang berkompeten, yakni oleh 2 Otoritas Pengelola
hidupan liar (Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan
Perikanan), disinergiskan dengan instansi terkait lainnya (Pemda
setempat dan penegak hukum/ Kepolisian).
2. Eksekusi di lapangan berupa sosialisasikan dan koordinasi dalam
pelaksanaan dan penerapan di lapangan hendaknya sesegara mungkin
harus dilaksanakan secara konsisten tanpa kecuali oleh pihak-pihak
yang berkompeten dengan melibatkan masyarakat lokal.
3. Perlunya adanya political will (kemauan bertindak yang nyata) dan
komitmen dari pihak Pemerintah yang berkompeten untuk segera
melestarikan habitat dan jenis ikan arwana golden-red Mahato,
termasuk memfasilitasi pendanaan yang memadai untuk upaya
sosialisasi, koordinasi, dan insentif bagi pengelola.
4. Perlu adanya stakeholder/kelompok masyarakat yang secara riil
didukung oleh pemerintah daerah maupun pusat yang benar-benar
32
bersifat operasional di lapangan dalam upaya menjaga kelesatarian
ikan arwana golden-red Mahato.
5. Komunitas masyarakat yang sadar akan kelestarian ikan arwana dan
habitatnya hendaknya didorong dan difasilitasi oleh pihak-pihak yang
berkompeten untuk dilibatkan dalam melestarikan jenis ikan golden-red
Mahato dan habitatnya dalam konservasi in-situ dan ex-situ.
6. Sosialisasi dan eksekusi penertiban pelanggaran peraturan kepada
pihak-pihak yang yang sedang berkepentingan merubah peruntukan
lahan dan pelaku pencemaran limbah pabrik kelapa sawit di area
habitat asli ikan arwana, seyogyanya dibina dan atau diambil tindakan
nyata demi hukum. Sosialisasi dan tindakan hukum tersebut hendaknya
diprioritaskan untuk dapat dilakukan dalam waktu secepatnya.
7. Semua pihak yang terkait hendaknya ikut membina, mempasilitasi dan
memelihara kearipan masyarakat lokal dalam konservasi habitat dan
keberadaan jenis ikan arwana Golden-red Mahato.
8. Kelompok masyarakat tersebut diatas harus diberi peluang untuk
mendapatkan insentif sebagai imbalan dalam pelestarian tersebut,
didorong agar produktif tanpa merusak, dan dapat ikut memanfaatkan
arwana secara berkelanjutan, misalnya membina dengan sungguh-
sungguh berupa penangkaran arwana sesuai dengan peraturan yang
ada serta memberikan pelatihan budidaya ikan arwana hinngga pelaku
utama (penangkap arwana di alam) benar-benar dapat
membudidayakan ikan arwana sesuai dengan kaidah Cara Budidaya
Ikan yang Baik (CBIB) dan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB)
melalui kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh penyuluh
perikanan.
9. Segera dilakukannya aksi program Rehabilitasi dan Pendampingan
untuk kepentingan pelestariaan populasi dan habitat ikan arwana
golden-red Mahato di habitat aslinya dan penghentian alih fungsi pada
hutan-hutan yang mendukung ekosistem habitat kebaradaan ikan
arwana golden-red di Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten
Rokan Ulu, Riau.
33
5.2.2. Saran Secara Khusus
Setelah dilakukan identifikasi permasalahan yang ada di lapangan,
berupa pengumpulan informasi tentang permasalahan habitat dan
populasi, serta asfek asfek yang menyangkut sosial, ekonomi dan budaya,
maka sebaiknya segera dibuatkan suatu program rehabilitasi dan
pendampingan dalam melestarika populasi dan habitat ikan arwana
golden-red Mahato di habitat aslinya di DAS Mahato (Sungai Mahato dan
Rawa seribu), Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu,
Provinsi Riau. Dalam perencanaannya harus secara konseptual agar tepat
sasaran. Untuk itu perlu dibuatkan pedoman Kerja Lapangan khusus
tentang Rehabilitasi habitat dan populasi ikan arwana golden-red Mahato
(Scleropages formosusus) di habitat aslinya di DAS Mahato, Adapun
langkah-langkah Rehabilitasi dan Pendampingan adalah sebagai berikut:
REHABILITASI:
1. Rehabilitasi Habitat
- Pemilihan habitat (habitat yang mengalami kerusakan, dsb)
- Perbaikan kualitas habitat
- Monitoring dan evaluasi
2. Rehabilitasi Populasi
- Restoking (persyaratan, asal-usul ikan, pelaksanaan tebar,
monitoring);
- Pola pemanenan yang benar (cara tangkap, alat tangkap, waktu,
stock, dan sebagainya);
- Pemeliharaan populasi di alam (Pemantauan, monitoring dan
sebagainya.).
- Pengamanan
- Monitoring dan evaluasi
3. Merehabilitasi pengorganisasian
- Identifikasi organisasi yang ada;
- Perbaikan sistem pengelola (manajemen);
- Perbaikan sistem organisasi;
34
- Monitoring dan evaluasi
4. Teknik Kerja di Lapangan.
- Dibuatnya sistem Standar Operasional Baku (SOP) kerja lapangan;
- Dibuatnya lembaran kerja petugas lapangan monitoring;
- Tabulasi dan analisa data lapangan;
- Hasil evaluasi monitoring merupakan konsep program kerja
selanjutnya.
PENDAMPINGAN:
1. Penyuluhan
- Penyuluhan partisipatif yang dilakukan oleh penyuluh kepada para
pelaku utama dan pelaku usaha dalam rangka membuka cakrawala
berfikir pelaku utama dan pelaku usaha (pengetahuan, sikap dan
keterampilan) serta dalam rangka up dating data statistik pelaku
usaha, pelaku utama, hasil produksi budidaya arwana dan populasi
ikan arwana golden-red Mahato di alam secara berkelanjutan;
2. Sosialisasi
- Sosialisasi peraturan-peraturan yang ada terkait dengan konservasi
tentang pelestarian habitat dan populasi ikan arwana golden-red
Mahato;
- Pembentukan dan penumbuhan kelompok-kelompok pengawas
sekaligus usaha budidaya ikan arwana golden-red Mahato oleh
penyuluh perikanan berdasarkan inisiatif masyarakat sehingga
populasi dan habitat ikan arwana golden-red Mahato dapat lestari di
alam;
3. Alih Matapencaharian
- Pengalihan kegiatan pelaku utama dan pelaku usaha didampingi
oleh penyuluh perikanan, dimana pelaku utama dan pelaku usaha
yang awalnya hanya bergantung pada hasil tangkapan ikan arwana
golden-red Mahato di alam perlahan diarahkan pada kegiatan lain
misalnya berupa kegiatan budidaya ikan arwana golden-red Mahato
dan pengelolaan daerah Mahato menjadi kawasan MINA WISATA
dengan arwana golden-red Mahato sebagai maskotnya, sehingga
35
mampu mendatangkan devisa bagi daerah dan perlahan-lahan
diharapakan penangkapan ikan arwana golden-red Mahato secara
langsung di alam dapat berkurang yang berdampak pada kembali
bertambahnya populasi ikan arowana golden-red Mahato.
36
37
V. PENUTUP
Dengan pelaporan hasil survei ini diharapkan dapat dijadikan
masukan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan langkah-
langkah berikutnya seperti yang telah direkomendasikan dalam pelaporan
ini. Diharapan program selanjutnya merupakan program nyata untuk
penyelamatan salah satu plasmanuftah kekayaan keanekaragaman hayati
milik Indonesia berupa jenis ikan arwana golden-red Mahato, dapat
terselamatkan dari kepunahan di alamnya di perairan Desa Mahato,
Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau,
Negara Indonesia.
Tindakan yang bersifat eksekusi dari berbagai program nyata
dalam pelestarian ikan arwna ini dan penerapan serta pelaksanaan
peraturan yang ada. Tindakan nyata saat ini memerlukan tindakan yang
berani, cepat dan tepat. Hal ini seiring dengan berjalannya waktu dan
perubahan-perubahan serta tekanan-tekanan yang sedemikian rupa
terhadap populasi dan habitatnya oleh pihak-pihak tertentu, Jika tidak
segera ditindak lanjuti, maka kita semua hanya akan menjadi saksi hidup
atas hilangnya mahluk hidup yang bernama ikan arwana golden-red
Mahato dari perairan bumi Mahato, Rokan Hulu, Riau, Indonesia.
38
DAFTAR PUSTAKA
Allen GR. 1991. Field guide to the freshwater fishes of New Guinea.
Christensen Research Institute, Madang, Papua New Guinea.
Allen GR, SH Midgley & M Allen. 2002. Field guide to the freshwater
fishes of Australia. Western Australian Museum, Perth, Western
Australian
Anonim.1987. Survai Potensi ikan Siluk (Scleropages formosus)
diKabupaten daerah tingkat II Sintang dan Kapuas Hulu, Kalimantan
Barat. Dinas Perikanan DT I Kalbar dan Fakultas Perikanan IPB.
Anonim. 1997. Laporan Hasil Survai Survai Ikan Siluk Irian (Scleropages
jardinii) di Kabupaten Merauke, Irian Jaya. Dinas Perikanan Daerah
Tingkat I Irian Jaya, Dinas Perikanan DT. I, Irian Jaya dan Puslitbang
Biologi LIPI.
Anonim. 1997. Pedoman Teknis Penangkaran Ikan Arwana (Scleropages
formosus). Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Dirjen
Perlindungan dan Konservasi Alam, Dep. Kehutanan dan
Perkebunan.
Anonim. 2006. Studi perencanaan pembangunan Balai Penangkaran dan
Pelestarian ikan arwana di Desa Mahato, Kecamatan Tambusai
Utara, Kabupaten Rokan Hulu. Dinas Perikanan Kabupaten Rokan
Hulu dengan Lembaga Penelitian Universitas Riau.
Anonim. 2011. Perikanan dan kondisi lingkungan sumber daya ikan
Perairan Umum daratan Riau. Balai Penelitian Perikanan Perairan
Umum. BRPPU, Palembang.
Beacukai.2005. Jenis Barang Yang Diawasi Ekspornya
.http://www.beacukai.go.id/sisdur/lainlain/BCG. Diakses pada tanggal
14 Maret 2005 pukul 10.10 PM
Bolliet, V., Azzaydi, M., and Boujard, T., Efffect of Feeding Time on
Feed Intake and Growth dalam Houlihan, D., Boujard, T., and
http://www.beacukai.go.id/sisdur/lainlain/BCG
39
Jobling, M., 2001. Food Intake in Fish. United Kingdom: Blackwell
Science.
Brett, J.R., 1979. Environmental factors and growth dalam Hoar, W.S.,
Randall, D.J. dan Brett, J.R., Fish Physoiology. London: Academis
Press
Effendie.,M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.
Yogyakarta.
Emilia, S.P. 2002. Arwana si Ikan Naga. Jakarta: AgroMedia Pustaka. 68
hal
Fossa, S. a., 2004. Man-Made Fish: Domesticated Fishe and Their Place
in the Aquatic Trade and Hobby. OFI Journal, issue 44 (February
2004).http://images.ornamental-fish-int.org/pictures/121/files/Man-
Made.pdf. Retrieved on 16 March 2005 09.45 PM
Gaffar, A.K. dan Nasution, Z., 1996. Domestikasi Ikan Perairan Umum:
Upaya Penelamatan Plasma Nutfah dan Peningkatan Produksi
Perikanan. Prosiding Rapat Kerja Teknis Puslitbang Perikanan
Serpong 19-20 November 1996. Jakarta: Balitbang Pertanian
Departemen Pertanian.
Haryono & AH Tjakrawidjaja. 2002. Metode Survei dan Pemantauan
Populasi Satwa. Seri Kedua: Ikan Siluk. Bidang Zoologi, Pusat
Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong.
Haryono & A.H. Tjakrawidjaja., 2003. Bioekologi ikan siluk Irian
(Scleropages jardinii) di Kabupaten Merauke Propinsi Papua. Berita
Biologi Vol.6, no. 5, edisi khusus Kebun Biologi Wamena dan
Biodiversiatas Papua.
Jackson, K.L., 2005. Growth and
Aging.http://www.biology.ualberta.ca/jackson.ho/IWR/content/Educati
onal/GrowthandAging/exercise.php. Last updated on 28 September
2000. Retrieved on 26 February 2005 03.44 PM.
Kasasiah. A., A.H. Tjakrawidjaja, Haryono, I. Anhar. 2010. Pedoman
rehabilitasi arwana super red (Scleropages formosus). Direktorat
http://images.ornamental-fish-int.org/pictures/121/files/Man-Made.pdfhttp://images.ornamental-fish-int.org/pictures/121/files/Man-Made.pdfhttp://www.biology.ualberta.ca/jackson.ho/IWR/content/Educational/GrowthandAging/exercise.phphttp://www.biology.ualberta.ca/jackson.ho/IWR/content/Educational/GrowthandAging/exercise.php
40
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jenderal Kelautan,
Pesisir dan Pulau-pulau kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Katwaip A. 1992. Studi Biologi Ikan Arowana (Scleropages sp.) di
Kabupaten Merauke Irian Jaya.Skripsi. FKIP Universitas
Cenderwasih, Jayapura.
Kompas edisi Senin, 28 Agustus 2000 dengan judul: Tinggi Perburuan
Anakan Arwana di Merauke
Kottelat M, AJ Whitten, SN Kartikasari & S Wirjoatmodo. 1993.
Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus
Edition. Indonesia.
Kumazawa, Y.And M. Nishida. 2000. Molecular Philogeny of
Osteglossids: a new model for Gondwanian origin and plate tectonic
transportation of Asian arowana. Molecular Biology and Evolution 17
(12): 1869-1878.
Larson HK & KC Martin. 1990. Freshwater Fishes of the Northern
Territory. Northern Territory Museum of Arts and Sciences, Darwin,
Australia.
Montgomery, D. C., 2003. Design and Analysis of
Experiments.Singapore: John Wiley & Sons, Inc
Moritz, C., T.E. Dowling and W.M. Brown. 1992. Evolution of animal
mitochondrial DNA: relevabce for population biology and systematics.
Annual Review of Ecologycal Systematics 18: 268-292.
Nainggolan, M., 1965. Experimental Design ( Perencanaan dan
pengerjaan Percobaan). Medan: Fakultas USU Medan
Nelson, J.s., 1994. Fishes of the World, third ed. John Wiley and Sons,
New York.
Nikolsky, G. V., 1963. The cology of Fishes. London, UK: Academic
Press. P 145-147.
Noerdjito dan Maryanto (eds). 2001. Jenis-Jenis Hayati yang Dilindungi
Perundang-Undangan Indonesia. Balitbang Zoologi dan the Nature
Conservancy, Cibinong.
41
NRC (Nutrient Research Council), 1993. Nutrient Requirements of
fish.Washington D. C.: National Academic Press. 144 p
Odum, E.P., 1971. Fundamental of Ecology. Philadelphia: W. B.
Saundeers Company
Officer of DPI Fisheries. 2005. Northern Saratoga (Northern spotted
barramundi). http://www.dpi.gld.gov.au/fishweb/2210.html. 1 p. Last
updated 18 December 2003. Retrieved on 14 March 2005 10.45 PM
Sastrapradja, D.S., S. Adisoemarto, K. Kartawinata, S. Sastrapradja
dan M.A. Rifai. 1989. Kenekaragaman Hayati Untuk Kelangsungan
Hidup Bangsa. Bogor.
Suhartono & Mardiastuti., 2003. Pelaksanaan konvensi CITES di
Indonesia. Perpustakaan Nasional. Jakarata.
Sterba.G. 1983. Freshwater fishes of the world. London. Vista Books.
Sukahar, A., 1984. Domestikasi Ikan Liar. Laporan Penelitian.
Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Gajah Mada
Suakara, E. 2002. Kondisi Sumber Daya Genetik, Potensi dan Peran
Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi. Makalah dalam Workshop
Molekular Genetic Application in Biological Sciences. 15-24 July
2002. LIPI Zoology.Cibinong.
Susanto, H., 2001. Arwana Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. 88
hal
Soehendarto dalam Suara Pembaharuan edisi 22 September 1994
dengan judul: Perlu Penyempurnaan Tata Niaga Ikan Arwana Asal
Merauke
Tjakrawidjaja,. A.H. 1999. Laporan hasil survai ikan siluk Irian
(Scleropages jardinii) di Kabupten Merauke, Irian Jaya. Dinas
Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya.
Tjakrawidjaja,. A.H. & Haryono. 2001. Studi populasi ikan Kaloso
(Scleropages jardinii). Berita Biologi, volume 5, nomor 4. Puslit
Biologi-LIPI. Bogor.
Tjakrawidjaja,. A.H. dalam Noerdjito., M. & Maryanto., I. 2001. Ikan.
Jenis jenis hayati yang dilindungi perundang=undangan Indonesia.
http://www.dpi.gld.gov.au/fishweb/2210.html
42
Balitbang Zoologi Puslitbang Biologi-LIPI & The Nature
Conserancy.
Tjakrawidjaja A.H., 2006. Sexual Dimorphism and Sexual Ratio Gender of Two
AsianArwana Fishes (Scleropages jardinii and S. formosus:
Osteoglossidae). Berita Biologi. Vol. 8, No. 3, pp: 179 186.
Tjakrawidjaja A.H., 2006. Growth of Bonytongue Fish (Scleropages jardinii
Saville-Kent)in Aquarium.Jurnal Iktiologi Indonesia.Vol. 6, No. No. 1, pp: 61
65.
Tjakrawidjaja A.H., 2006. Nisbah Kelamin dan Morfologi luar untuk penentuan
jenis kelamin ikan Arwana (Scleropages spp.).Jurnal Iktiologi Indonesia.
Vol. 6, No. 2, pp: 115 119.
Tjakrawidjaja A.H., 2006. Proses Domestikasi ikan arwana Irian.Laporan Akhir
Kumulatif Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK RISET
KOMPETITIF LIPI (Periode 2004 s.d. 2005)
Weatherley, A.H., 1972. Growth and Ecology of Fish Population.London:
Academic Press Inc. Ltd. 293 p
Weber.M. and L.P. de Beaufort. 1922. The fishes of the Indo-Australian
Archipelago E.J. Brill, Ltd, Leiden.
Wirjoatmodjo., S., 1996. Ikan Kelesa, Scleropages formosus (Muller &
Schlegel) di Indonesia. Buletin Kebun Raya, Vol 2. No. 5, bogor.
Wirjoatmodjo., S., 1996. Laporan hasil kunjungan ke Irian Jaya tentang
permasalahan Ikan Siluk Irian (Scleropages jardinii). Puslitbang
Biologi LIPI, Bogor.
Wootton, R. J., 1990. Ecology of Teleost Fishes.London: Chapman &
Hall.
Yamazaki.,Y., 1996. Scleropages formosus in Rain Forest. Narumi
Co.,LTD. Tokyo, Japan.
Yue, G.H., D. Ong, C.C. Wong, L.C. Lim and L. Orban. 2003. A strain-
specific and a sex-associated STS marker for Asian arowana
(Scleropages formosus, Osteoglossidae). Agriculture Research
34:951-957.