Author
dotram
View
216
Download
0
Embed Size (px)
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman Padi merupakan komoditas tanaman utama, optimalisasi
produktivita padi dilahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan gabah
nasional. Hal ini sangat memungkinkan bila dikaitkan dengan hasil padi pada
agrosistem masih beragam antar lokasi dan belum optimal .
Kabupaten Pidie merupakan salah satu sentral produksi padi dengan luas
tanam 54.519 ha dengan produktivitas 51,35 Ku/ha ( Data BPS 2014). Tahun 2015
pemerintah menetapkan padi sebagai komoditas utama dalam UPSUS guna
tercapainya swasembada beras tahun 2017.
Aceh pada tahun ini ditargetkan mencapai produksi 2,7 juta ton GKG,
sedangkan untuk meningkatkan produkvitas tanaman padi tersebut maka, salah
satu cara yang dilakukan adalah pengendalian Hama dan Penyakit pada tanaman
padi dengan penggunaan agens hayati sebagai penganti pestisida kimia.
Tingkat Perkembangan OPT padi di Aceh menunjukan bahwa dengan luas
tanam 239.038 ha, luas serangan hawar daun bakteri mencapai rata-rata 1.384 ha
dengan tingkat serangan ringan sampai berat sedangkan penggunaan pestisida dan
non pestisida mencapai 1.019 ha (BPTPH Aceh, 2014 ). Penggunaan agent hayati
Corynebacterium di Aceh masih sangat kurang digunakan atau disosialisasi di tingkat
petani, di Krawang, jati Sari Jawa Barat penggunaan Corynebacterium sudah sangat
populer untuk mengendalikan hawar daun bakteri ditingkat petani.
Penggunaan Corynebacterium di Aceh belum berkembang dikarenakan petani
masih lebih menyukai penggunaan insektisida dan fungisida sintetif karena
aplikasinya praktis dan hasilnya dapat terlihat dengan cepat, tampa memikirkan
dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunan bahan kimia tersebut. Upaya
peningkatan produksi beras nasional dihadapkan pada masalah yang sangat
dipengaruhi oleh faktor Biotik dan abiotik. Faktor biotik yang banyak mempengaruhi
adanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Mahmud dan Farida,1995 ).
2
Salah satu OPT yang menyerang tanaman padi adanya serangan penyakit
hawar daun bakteri yang disebabkan oleh Bakteri Xanthomonas Compestris
pv.oryzae yang menyerang tanaman padi pada fase semai dan fase Generatif yang
dapat menurunkan hasil produksi petani 10 -20 %. Untuk mengendalikan penyakit
HDB dan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) lainnya petani kita masih
cenderung menggunakan pestisida dan akibat penggunaan pestisida yang
berlebihan dapat menimbulkan berbagai kerugian antara lain : timbulnya resisitensi,
resurgensi hama, munculnya hama sekunder serta pencemaran pada hasil produksi
dan lingkungan (Sihombing, 2011). karena dianggap berdampak negatif bagi
lingkungan berupa residu dan bahkan dapat menyebakan patogen penyakit menjadi
resisten hal ini justru memperburuk keadaan ekosistem. Keadaan ini tentu
bertentangan dengan nilai – nilai PHT dengan mengedepankan agroekositem. Dari
kasus diatas kita menyadari perlunya pengendalian OPT secara biologis dengan
memamfaatkan agens hayati merupakan salah satu pengendalian yang berdasarkan
pada sistem PHT.
Agens hayati ( Corynebacterium ) sangat berperan dalam membantu
menurunkan populasi OPT pada tanaman, bila habitat atau lingkungan tempat
hidupnya cukup memadai dalam mendukung aktivitas hidupnya. Corynebakterium
sangat efektif untuk pengendalian penyakit hawar daun bakteri dan blas. Penyakit
yang disebabkan oleh bakteri pada tanaman padi yang dikenal dengan penyakit
Kresek atau hawar daun bakteri , merupakan OPT utama saat ini di tanaman padi,
selain wereng, terutama dalam kelembaban dan curah hujan tinggi. Pengaruh Iklim
saat ini menujukkan bahwa serangan kresek yang disebabkan oleh Xanthomonas
Oryzae dan blas yang disebabkan Pyricularia Oryzae dapat menyebabkan kerusakan
tanaman yang semakin tinggi yang disebabkan oleh iklim yang ektrim.
3
1.2. Tujuan
- Untuk mengetahui efektifitas agens hayati Corynebacterium dalam
pengendalian penyakit Hawar Daun Bakteri pada padi sawah di Kabupaten
Pidie.
- Untuk melihat tingkat kerusakan tehadap pertumbuhan dan produksi padi
akibat serangan penyakit Hawar Daun bakteri di Kabupaten Pidie.
1.3. Keluaran Yang diharapkan
- Didapatnya teknologi pengendalian penyakit Hawar Daun Bakteri dengan
menggunakan agens hayati Corynebacterium pada padi sawah di Kabupaten
Pidie
- Meningkatnya pendapatan dan hasil padi sawah dengan tehnik pengendalian
penyakit Hawar Daun Bakteri menggunakan agens hayati Corynebacterium
1.4. Hasil Yang Diharapkan
- Teknik pengendalian dengan menggunakan agens hayati Corynebacterium
pada padi sawah dapat menekan penyakit Hawar Daun Bakteri pada padi
sawah
- Teknik pengendalian dengan menggunakan agens hayati Corynebacterium
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah.
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
1.5.1. Manfaat
Dengan didapatnya teknik pengendalian penyakit Hawar daun Bakteri yang
ramah lingkungan dan cara aplikasi pemberian bakteri antagonis corynebacterium
yang tepat dan efektif dapat menekan penyakit Hawar Daun Bakteri pada tanaman
padi sehingga dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani di Kabupaten
Pidie.
4
1.5.2. Dampak
Meningkatnya produksi padi secara meluas akibat pemanfaatan Agens hayati
dalam mengendalikan hawar daun bakteri/kresek, berdampak juga terhadap
lingkungan dengan azas Pengendalian hama terpadu (PHT).
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Toeritis
Penyakit Kresek pada tanaman padi sangat penting bagi para petani karena
dalam setiap musim tanam dijumpai menyerang tanaman padi, kresek disebabkan
oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. Orizae menyerang tanaman padi pada
fase semai dan fase Generatif yang dapat menurunkan hasil produksi petani 10-
20%. Untuk mengendalikan penyakit kresek petani memilih menggunakan pestisida
(Bakterisida) karena dianggap lebih praktis dan cepat, penggunaan pestisida secara
terus menerus tentu saja akan menimbulkan dampak yang negatif bagi lingkungan
berupa residu bahkan dapat menyebabkan Patogen penyakit menjadi resisten hal ini
justru memperburuk keadaan ekosistem.
Keadaan ini tentu bertentangan dengan nilai-nilai PHT dengan
mengedepankan Agroekosistem, untuk itu kita harus menggunakan metode lain
yang ramah lingkungan dalam mengendalikan penyakit kresek, salah satunya adalah
dengan menggunakan agensi hayati bakteri antagonis Corynebacterium,
Corynebacterium ini efektif untuk pengendalian penyakit kresek dan blas. Agens
hayati ini eksplorasi dan diisolasi dari daun padi yang sehat diantara daun daun padi
yang terinfeksi penyakit kresek (Agrios, 1996).
Salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang menjadi momok petani
kita adalah penyakit kresek atau hawar daun bekteri. Banyak petani yang belum
mengetahui bagaimana cara mengendalikan penyakit ini. Kebanyakan petani
menganggap kresek sebagai penyakit yang disebabkan oleh jamur sehingga mereka
mengendalikannya dengan fungisida. Bahkan ada yang lebih parah lagi menganggap
penyakit ini berasal dari serangan hama sehingga mereka mengendalikannya
dengan insektisida. Menurut para pakar hama dan penyakit tanaman, penyakit
kresek ini bisa diantisipasi dengan budidaya tanaman secara sehat. Beberapa
perlakuan yang dapat dilakukan antara lain adalah:
6
1. Menggunakan benih unggul dengan varietas tahan penyakit hawar daun
bakteri seperti inpari, conde dan mekongga. Sedangkan padi hibrida masih
tergolong tanaman yang kurang tahan terhadap penyakit kresek.
2. Jarak tanam yang tidak terlalu rapat sehingga mengurangi kelembaban
lingkungan sekitar tanaman
3. Pengurangan penggunaan pupuk urea hal ini dimaksudkan agar tanaman
tidak sukulen sehingga batang dan daun menjadi lunak yang menjadikannya
mudah terserang penyakit ini
Mengaplikasi tanaman padi dengan Corynebacterium. Telah diketahui bahwa
Corynebakterium adalah musuh utama dan pemangsa bakteri Xanthomonas oryzae.
Tahun 2013, Hawar Daun Bakteri/Kresek merupakan salah satu penyebab turunnya
produksi padi di Aceh.
Kultivar padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap
Xanthomonas. Ketahanan disebabkan karena: 1. Bakteri terhambat penetrasinya, 2.
Bakteri tidak dapat meluas secara sistemik, dan 3. Tanaman bereaksi langsung
terhadap bakteri (Semangun, 2009). Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh
Xanthomonas dibantu juga oleh hujan, karena hujan akan meningkatkan
kelembaban dan membantu pemencaran bakteri. Intensitas penyakit yang tertinggi
terjadi pada akhir musim hujan, menjelang musim kemarau. Suhu optimum untuk
perkembangan Xanthomonas adalah sekitar 300 C0. (Semangun, 2009)
Di Indonesia kerugian akibat penyakit ini diperkirakan berkisar antara 15-
25% tiap tahun. Kerusakan berat terjadi bila penyakit ini menyerang tanaman muda
yang peka, sehingga menimbulkan gejala kresek dan kemudian tanaman mati
(Machmud, 1995).
2.2. Hasil Penelitian Sebelumnya
Menurut Machmud (1995), pada tanaman yang peka terhadap penyakit ini,
gejala terus berkembang hingga seluruh permukaan daun, bahkan kadang-kadang
7
pelepah padi sampai mengering. Pada pagi hari atau cuaca lembab, eksudat bakteri
sering keluar ke permukaan bercak berupa cairan berwarna kuning menempel pada
permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan angin, gesekan daun atau
percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber penularan yang efektif.
Trini S.K (2006) menyatakan penggunaan agens hayati Corynebacterium
dengan dosis kepadatan koloni bakteri 1Cpu/cc + zat aditif dapat menekan massa
bakteri Xanthomonas campestris pv. Orizae dan selanjutnya gejala Kresek pada
tanaman padi. Selanjutnya Corynebacterium mampu menghambat penyebaran
penyakit kresek, secara umum dapat menghambat timbulnya gejala awal, serta
menekan penyebaran maupun intensitas serangan dengan dosis 5 cc / liter,
LarutanSemprot 500 liter/ha.
Di Indonesia kerugian akibat penyakit ini diperkirakan berkisar antara 15-
25% tiap tahun. Kerusakan berat terjadi bila penyakit ini menyerang tanaman muda
yang peka, sehingga menimbulkan gejala kresek dan kemudian tanaman mati
(Machmud, 1991)
8
III. METODOLOGI
3.1. Pendekatan
Pengkajian ini dilaksanakan di lahan sawah milik petani di dua kecamatan
di Kabupaten Pidie, Kecamatan Indrajaya Desa Wakeuh dan Kecamatan Glumpang
Tiga Desa Blang Tunong yang merupakan salah satu daerah yang endemik penyakit
Hawar Daun Bakteri dengan luas lahan yang digunakan 3 Ha, dengan melibatkan
kelompok tani setempat. Kegiatan ini bersifat partisipatif dan kemitraan antara
peneliti/pengkaji, penyuluh lapangan, petani dan pengguna lainnya. Kegiatan ini
dalam pelaksanaannya juga akan melibatkan instansi terkait yaitu Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Pidie, PHP Pidie, BPP Kecamatan,
Lembaga Desa dan lain-lain. Teknologi yang dilakukan dengan kelompok tani yaitu
teknologi penggunaan agens hayati Corynebacterium untuk pengendalian penyakit
Hawar Daun Bakteri pada tanaman padi.
3.2 . Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan ini lebih mengarah kepada mengkaji model teknologi pemanfaatan
Agens hayati pada padi sawah, sehingga potensi yang tersedia selama ini yang
belum dimanfaatkan oleh petani mampu memberikan hasil dan pendapatan petani.
Ruang lingkup kegiatan meliputi: (1) survei diagnostik yang meliputi:
identifikasi karakteristik lahan, inventarisasi teknologi budidaya padi di lahan sawah,
penentuan petani kooperator, dan karakteristik lokasi pengkajian. (2) pengkajian
model teknologi pemanfaatan Agens hayati (Corynebakterium) dalam pengendalian
HDB/Kresak pada tanaman padi. Komponen teknologi yang diperkenalkan seperti
perendaman benih dan perlakuan penyemprotan Corynebakterium pada tanaman
padi. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan kelompok tani/petani, penyuluh
pertanian kabupaten di bawah bimbingan peneliti dari BPTP Aceh.
9
Dari koordinasi tersebut diharapkan komitmen dari Pemda Provinsi, Pemkab
Aceh Pidie untuk mendukung keberhasilan pencapaian target dari kegiatan ini antara
lain dengan akan diarahkannya beberapa program nasional lainnya.
3.3 Bahan Dan Metoda Pelaksanaan Kegiatan
A. Bahan dan Alat :
Bahan yang digunakan :
o Tanaman padi Varietas Inpari 30
o Corynebacterium
o Pupuk Urea, NPK Phoska SP-36, KCL
Alat yang digunakan :
o Cangkul, Handsprayer dan Ember
o Hand Traktor
o Alat Tulis menulis, Camera, Bahan pembantu lapang
o ATK dll
B. Metode Pelaksanaan Kegiatan 1. Lokasi dan Waktu
Pengkajian ini dilaksanakan di lahan sawah pada dua Kecamatan yaitu Kecamatan
Indrajaya Desa Wakeuh dan Kecamatan Glumpang Tiga Desa Blang Tunong dengan
luas lahan pengkajian untuk masing-masing kecamatan ± 1,5 ha. Pengkajian ini
dilaksanakan mulai dari bulan Februari – Desember 2016, namun untuk kegiatan di
lapangan dilaksanakan pada musim tanam pada bulan Mei – Desember 2016
2. Rancangan Penelitian
Pengkajian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri 4 (empat)
perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuannya adalah penggunaan agent hayati
Corynebacterium dan varietas Inpari 30. Setiap ulangan terdiri dari 4 plot
10
perlakuan, sehingga terdapat 12 plot perlakuan. pengambilan sampel dilakukan
disetiap plot sebanyak 10 tanaman . Perlakuan kajian ini yaitu :
A = Perendaman benih dengan bakteri antagonis Corynebakterium Konsentrasi
15 cc/Ltr air ± 15 menit sebelum benih di semai.
B = Tanpa perendaman benih, tanaman padi disemprot dengan bakteri
antagonis Corynebakterium Konsentrasi 15 cc/Ltr air pada umur 14, 28,
42, dan 56 HST
C = Perendaman benih sebelum semai dan penyemprotan tanaman padi
dengan bakteri antagonis Corynebakterium Konsentrasi 15 cc/Ltr air pada
umur 14, 28, 42, dan 56 HST
D = Kontrol (tampa perendaman benih dan tampa penyemprotan)
3. Persiapan Bibit Sebelum benih disemai telebih dahulu benih padi di rendam selama ± 8 jam sampai
benih tumbuh sedikit kemudian benih tersebut perlakukan sesuai dengan kegiatan
kajian yaitu ada perendaman dengan agent hayati Corynebacterium dan tampa
perendaman. Corynebacterium yang digunakan adalah kepadatan koloni bakteri
10 6 Cpu/cc. Aplikasi bakteri antagonis Corynebakterium dengan perendaman 15
cc/liter air selama 15 menit untuk perendaman. Setelah perendamam benih disemai
pada petak semai sesuai perlakuan selama 20 hari.
4. Penanaman
Tanam dilakukan setelah bibit berumur 20 hari setelah semai dan jumlah bibit yang
di tanam tidak lebih dari 3 bibit per rumpun. Pada kegiatan ini menggunakan sistem
tanam jajar legowo 2 : 1 (25 rumpun/m2 ). Jarak tanam 20 x 10 x 40 . Sistem tanam
jajar legowo adalah cara tanam berselang seling 2 baris dan 1 baris kosong , jarak
baris yang dikosongkan disebut satu unit, populasi tananam tidak berubah (sama
dengan tegel 20 x 20 cm)
11
5. Pemupukan dan Pemeliharaan
Pupuk yang digunakan dalam pada kegiatan ini yaitu pupuk anorganik yang dapat
menyediakan hara dalam waktu cepat. Pemupukan dilaksanakan sesuai petunjuk
budidaya, yaitu 200 kg/ha NPK Phonska, 200 kg/ha urea, 200 kg/ha SP-36 dan 100
kg/ha KCl, 100 kg/ha ZA. Pupuk NPK Phonska, SP-36, diberikan 2 kali ½ saat
tanam dan ½ saat tanaman berumur 4 MST sedangkan ZA diberikan semuanya
saat tanam. KCl dan urea semuanya diberikan saat tanaman berumur 4 MST. Pupuk
diberikan dengan cara sebar diantara barisan tanaman. Penyiangan dilakukan pada
saat tanaman berumur 3 dan 5 minggu setelah tanam.
6. Penyemprotan Corynebacterium
Aplikasi perendaman benih padi sebelum penyemaian dan penyemprotan tanaman
padi dengan bakteri antagonis Corynebakterium dilakukan 2 minggu sekali dan
penyemprotan dilakukan sebanyak 4 kali pada umur 14, 28, 42 dan 56 HST.
Penyemprotan menggunakan hansprayer dengan dosis corynebacterium 15 cc/liter
air. Pengamatan intensitas serangan dilakukan 2 minggu setelah penyemprotan
pada umur 28,42,56,dan 70 HST.
C. Gejala Serangan Kresek (Xanthomonas campestris pv. Orizae)
Gejala pada bibit ; Bercak berawal dan pinggir melepuh umumnya
berkembang pada daun bawah,selanjutnya bercak membesar,daun berwarna kuning
cepat mengering. Gejala pada helaian daun ; kerusakan biasanya mulai dari pinggir
daun, berupa garis, melepuh selanjutnya luka meluas memanjang dan lebar
pinggirnya bergelombang dalam beberapa hari menjadi kuning, daerah yang sehat
sebagian akan melepuh. Luka yang parah akan menutupi seluruh daun, berwarna
putih menuju abu abu. Pada varietas yang peka ; kerusakan sampai ke pelepah
daun, meskipun sering berawal dari pinggir daun, bisa saja luka berawal pada salah
satu titik daun. Pada serangan berat , daun padi akan tampak mengering dan dalam
12
waktu 30 hari padi menjadi kering. Pada keadaan yang parah, gabah dapat
terinfeksi.
Penilaian intensitas serangan dilakukan atas dasar adanya serangan yang
ditimbulkan pada permukaan daun padi dari setiap sampel rumpun yang dapat
dihitung dengan rumus :
Intensitas serangan IP = X 100%
ZN
Keterangan:
IP = Intensitas serangan(%)
ni = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh dengan skala kerusakan
vi = Nilai skala kerusakan dari tiap kategori serangan
N = Jumlah tanaman atau bagian tanaman yang diamati
Z = Nilai skala kerusakan tertinggi
Skor penilaian tingkat serangan penyakit Bakteri Kresek (Xanthomonas campestris
pv. Orizae).
Skor Skala Kerusakan Reaksi :
Tabel 1. Skor penilaian tingkat serangan penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas campestris pv. Orizae)
Skor Skala Kerusakan Reaksi
0 Tidak ada infeksi / gejala Sangat Tahan
1 Luas gejala pada permukaan daun > 1 - ≤ 5% Tahan
3 Luas gejala pada permukaan daun > 5 - ≤ 25 % Agak Tahan
5 Luas gejala pada permukaan daun > 25 - ≤ 50% Agak Rentan
7 Luas gejala pada permukaan daun > 50 - ≤ 75% Rentan
9 Luas gejala pada permukaan daun > 75 - ≤ 100 Sangat Rentan
13
3.4 Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan dilakukan terhadap Intensitas serangan penyakit dan komponen
pertumbuhan dan komponen hasil.
• Penyemprotan dilakukan 2 minggu setelah padi dipindahkan dari persemaian
pada umur 14 , 28, 42, dan 56 Hst.
• Pengamatan intensitas serangan dilakukan 2 minggu setelah penyemprotan
pada umur 28, 42, 56, dan 70 Hst dengan menggunakan rumus seperti
diatas.
• Pengamatan pertumbuhan diamati pada umur :
1. Tinggi tanaman di ukur pada umur 21, 42 dan 63 HST dari permukaan
tanah hingga ujung daun tertinggi.
2. Jumlah anakan dihitung per rumpun pada umur 21, 42 dan 63 HST
• Pengamatan komponen hasil meliputi :
1. jumlah malai per rumpun yang dihitung pada waktu panen.
2. bobot 1000 butir gabah pada kadar air 14 %.
3. Berat gabah isi
4. Hasil gabah kering ton per hektar
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan uji F dan uji beda nyata denga DMRT 5%
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
kegiatan Efektivitas Penggunaan Agens Hayati (Corynebacterium) Dalam
Pengendalian Hawar Daun Bakteri Pada Tanaman Padi Di Kabupaten Pidie ini
dilaksanakan di dua kecamatan yaitu kecamatan Indrajaya Desa Wakeuh dan
Kecamatan Glumpang Tiga Desa Blang Tunong. Kegiatan ini dilaksanakan pada
lahan petani dengan luas lahan masing-masin kecamatan 1,5 ha.
4.1. Karakteristik Fisik Lokasi Pengkajian di Kecamatan Indrajaya
Kecamatan Indrajaya merupakan salah satu kecamatan dalam Kabupaten
Pidie yang kegiatan masyarakatnya didominasi oleh usahatani. Wilayah kecamatan
Indrajaya memiliki luas wilayah 3402 Ha, yang terdiri 5 mukim dan 49 desa. 34,22%
dari kecamatan ini terdiri persawahan, persawahan yang dimilliki sebagian besar
merupakan lahan sawah irigasi pedesaan. Ketinggian permukaan daratan 5 – 150 m
dpl dengan jenis tanah alluvial dan remah sedang keasaman tanahnya berkisar
antara pH 5,5 – 7,0.
Berdasarkan tingkat penggunaan lahan di Kecamatan Indrajaya dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie, Tahun 2016
No. Jenis Penggunaan Luas Lahan (Ha)
1. Sawah 1164
2. Pekarangan 559
3. Tegalan/Kebun 668
4. Kolam/Tambak 2
5. Kebun Kelapa
Pinang
170
10
6. Lahan Tidak di usahakan 789
Total 3402
15
Batas wilayah kecamatan Indrajaya mempunyai batas :
• Batas sebelah utara dengan Kecamatan Pidie
• Batas sebelah timur dengan Kecamatan Peukan Baro
• Batas sebelah selatan dengan Kecamatan Sakti dan Kecamatan Mutiara
• Batas Sebelah Barat dengan Kecamatan Delima dan Mila
Jarak Kecamatan Indrajaya ke Ibukota Kabupaten Pidie 7 KM dan jumlah
penduduk wilayah ini dari data tahun 2015 sebanyak 25.903 jiwa, dengan perincian
11828 jiwa laki-laki dan 14075 jiwa perempuan dengan mata pencaharian 85%
bekerja disektor pertanian. Penghasilan petani dikecamatan peunaron lebih dominan
pada subsektor tanaman pangan terutama padi sawah dan sebagian kecil yang
menanam kedelai dan kacang tanah. Rata-rata produksi padi sawah di kecamatan ini
berkisar 5,5 ton/ha dengan harga jual 4200-4500/ kg dalam bentuk gabah
sedangkan dalam bentuk beras 7500-8000 / kg. Untuk tanaman perkebunan wilayah
banyak juga yang menanam kelapa dan pinang.Keadaan iklim wilayah ini dimana
curah hujan yang terbanyak pada bulan Nopember, Desember dan januari sdangkan
curah hujan terenda terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus. Pola usahatani di
wilayah ini untuk tanaman pangan Padi- Padi, Padi-kacang tanah, Padi-Semangka-
Padi, Padi-Kedelai, Padi- Hortikultura, Padi- Bera
44..22 Karakteristik Fisik Lokasi Pengkajian di Kecamatan Glumpang Tiga
Kecamatan Glumpang Tiga juga merupakan salah satu kecamatan dalam
Kabupaten Pidie yang kegiatan masyarakatnya didominasi oleh usahatani. Wilayah
kecamatan Glumpang Tiga memiliki luas wilayah 105.00 km2, yang terdiri 4
kemukima dan 34 desa. Jumlah penduduk kecamatan Glumpang Tiga 19.864 jiwa
dengan perincian laki-laki 9.843 jiwa dan perempuan 10.021 jiwa. Dengan jumlah kk
5991.
Kecamatan Glumpang Tiga sebagian besar terdiri dari sawah dan kebun serta
pemukiman. Lahan sawah digunakan untuk tanaman padi dan sayuran sedangkan
lahan kebun digunakan untuk usahatani palawija tanaman hortikultura, tanaman
16
perkebunan dan tempat pemeliharaan ternak, lahan perkarangan dimanfaatkan
untuk tanaman buah-buahan, sayuran serta bunga-bungan. Persawahan yang
dimilliki sebagian besar merupakan lahan sawah irigasi pedesaan dengan ketinggian
tempat 15 – 45 m dpl dengan jenis tanah Alluvial, Hidromof dan PMK yaitu struktur
tanah pada umumnya liat berdebu, remah dan berpasir. Keasaman tanahnya
berkisar antara pH 5,0 – 7,0.
Batas wilayah Kecamatan Glumpang Tiga mempunyai batas :
• Batas sebelah utara dengan Kecamatan Glumpang Baro
• Batas sebelah timur dengan Kecamatan Bandar Baru (Kab. Pidie Jaya)
• Batas sebelah selatan dengan Kecamatan Kecamatan Tiro
• Batas Sebelah Barat dengan Kecamatan Mutiara Timur
Penghasilan petani di Kecamatan Glumpang Tiga lebih dominan pada
subsektor tanaman pangan terutama padi sawah dan sebagian kecil yang menanam
kedelai dan jagung. Rata-rata produksi padi sawah di kecamatan ini berkisar 6
ton/ha dengan harga jual 4200-4500/ kg dalam bentuk gabah sedangkan dalam
bentuk beras 7500-8000 / kg. Untuk tanaman perkebunan kelapa dan pinang juga
banyak diusahakan diwilayah ini.
Keadaan iklim wilayah ini dimana curah hujan yang terbanyak pada bulan
Nopember, Desemberr dan januari sedangkan curah hujan terendah terjadi pada
bulan Oktober dan musim kering terjadi pada bulan Mei dan Juni. Pola usahatani di
wilayah ini untuk tanaman pangan Padi - Padi-Palawija/Hortikultura. Tanaman
perkebunan sepanjang tahun.
4.3 Data Pengamatan Intensitas Serangan Kresek (HDB)
Hasil pengamatan intensitas serangan Hawar Daun Bakteri (HDB) Desa Blang
Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan Desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya dan
pada umur 24 HST dapat dilihat pada tabel 3.
17
Tabel 3. Data pengamatan intesitas serangan Hawar Daun Bakteri umur 28 Hst setelah diaplikasi bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di Desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan Desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Intensitas Serangan penyakit (%)
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 0 a 5,75 b B 0 a 5.65 b C 0 a 3,43 a D 5.56 b 8,16 c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Hasil pengamatan dan sidik ragam terhadap intensitas serangan
menunjukkan perlakuan agens hayati menunjukkan intensitas serangan terendah
pada perlakuan C (Perendaman benih sebelum semai dan penyemprotan tanaman
padi dengan bakteri antagonis Corynebakterium) sebesar 3.43 % dan yang tertinggi
pada perlakuan D (kontrol) sebesar 8,16 % didesa Wakeuh, sedang kan di Desa
Blang Tunong pada umur tersebut belum adanya serangan pada pada perlakuan A,B
, C dan pada perlakuan D (Kontrol) intensitas serangan sebesar 5.26 %.
Tabel 4. Data pengamatan intesitas serangan Hawar Daun Bakteri pada umur 42 Hst setelah diaplikasi bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Intensitas Serangan penyakit (%)
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 5,82 b 5,11 ab B 2,94 a 4,98 a C 2,54 a 4,59 a D 8,65 c 6,63 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
18
Pada pengamatan intensitas serangan umur 42 HST Tabel 4. Di Desa Blang
Tunong perlakuan C (benih di rendam dan tanaman padi disemprot) menunjukkan
intenitas serangan terendah yaitu 2,54 % yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan B (semprot ) 2,94 % dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan D
(kontrol ) 8,65 % . Sedangkan untuk Desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya intesitas
serangan penyakit terendah di jumpai pada perlakuan C (benih di rendam dan
tanaman padi disemprot) yaitu 4,59 % yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
B ( semprot) 4,98 % dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan D (kontrol ) 6,63
%
Tabel 5. Data pengamatan intesitas serangan Hawar Daun Bakteri umur 56 Hst setelah diaplikasi bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Intensitas Serangan penyakit (%)
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 4,98 c 5,27 c B 2,47 b 3,97 b C 1,73 a 1,95 a D 10,35 d 7,66 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Pada pengamatan intensitas serangan umur 56 HST Tabel 5. Di Desa Blang
Tunong perlakuan C (benih di rendam dan tanaman padi disemprot) menunjukkan
intensitas serangan terendah yaitu 1,73 % yang berbeda nyata dengan perlakuan
B (semprot ) 2,47 % dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan D (kontrol ) 10.35
% . Sedangkan untuk Desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya intesitas serangan
penyakit terendah juga di jumpai pada perlakuan C (benih di rendam dan tanaman
padi disemprot) yaitu 1,95 % yang berbeda nyata dengan perlakuan B ( semprot)
3,97 % dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan D (kontrol ) 7,66 %
19
Tabel 6. Data pengamatan intesitas serangan Hawar Daun Bakteri umur 70 Hst setelah diaplikasi bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Intensitas Serangan penyakit (%)
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 4,75 c 5,20 c B 2,24 b 3,83 b C 1,64 a 1,87 a D 10,98 d 7,80 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Pada pengamatan intensitas serangan umur 70 HST Tabel 6. Di Desa Blang
Tunong perlakuan C (benih di rendam dan tanaman padi disemprot) menunjukkan
intensitas serangan terendah yaitu 1,73 % yang berbeda nyata dengan perlakuan
B (semprot ) 2,47 % dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan D (kontrol ) 10.35
% . Sedangkan untuk Desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya intesitas serangan
penyakit terendah juga di jumpai pada perlakuan C (benih di rendam dan tanaman
padi disemprot) yaitu 1,95 % yang berbeda nyata dengan perlakuan B ( semprot)
3,97 % dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan D (kontrol ) 7,66 %.
Interaksi antara pathogen, tanaman dan factor lingkungan sangat
mempengaruhi tingkat serangan penyakit Kresek. Penyakit ini dapat menghambat
pertumbuhan tanaman, mengurangi ketegaran tanaman dan pembentukan butir
Gabah yang tidak sempurna dan apabila serangan berlanjut dapat terjadinya
kematian jaringan pada bagian tanaman.
Hasil uji BNT 0.05 pada tabel. 3, 4, 5 dan 6 menujukkan bahwa intensitas
serangan Hawar Daun Bakteri terendah diperlihatkan pada perlakuan benih dengan
perendaman dan penyemprotan yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol.
Hasil pengamatan intensitas serangan kresek secara keseluruhan
menunjukkan bahwa intensitas serangan penyakit kresek masih rendah terutama
pada perlakuan C (rendam dan semprot) dan B (tanaman padi di semprot). Hal ini
20
menunjukkan bahwa perlakuan dengan penyemprotan bakteri antagonis mampu
menekan perkembangan serangan kresek. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Manik,(2011) bahwa efektifitas Corynebakterium dalam
mengendalikan penyakit hawar daun bakteri menunjukkan bahwa intensitas
serangan Xanthomonas campesrtris pv oryzae terendah pada perlakuan rendam
dan semprot sedangkan intensitas serangan tertinggi pada perlakuan kontrol.
Intensitas serangan kresek tertinggi diperlihatkan oleh perlakuan D (kontrol)
pada semua tingkatan umur tanaman, hal ini disebabkan karena kresek termasuk
OPT utama tanaman padi yang menjadi kendala dalam peningkatan produksi padi.
Kemampuan agens hayati mengendalikan patogen berhubungan dengan
kemampuan bakteri dalam memproduksi siderofor, HCN, senyawa antibiotik, dan
enzim (Siddiqui 2005). Hal ini sesuai juga dengan pendapat (Hasanuddin, 2003).
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan bakteri antagonis sebagai
pengganti pestisida, dapat menghasilkan antibiotik dan siderofor yang bisa berperan
sebagai kompetitor terhadap unsur hara bagi patogen tanaman, pemanfaatan
bakteri-bakteri antagonis ini dimasa depan akan menjadi salah satu pilihan bijak
dalam usaha meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian hayati
untuk menunjang pertanian berkelanjutan.
Hawar Daun Bakteri bertahan dalam air irigasi dan bakteri ini menjadi
sumber inokulum untuk penanaman padi pada musim berikutnya. Suhu panas (25 –
30 C0 ), kelembaban tinggi (90 %), angin kencang, pemupukan nitrogen yang
berlebih dan hujan angin sangat cocok untuk mendukung perkembangan penyakit
ini. Penyakit disebarkan oleh air irigasi, kontak antar daun padi, dan percikan air
hujan. Kegiatan selama pemeliharaan seperti penyiangan, pemupukan dan
sebagainya terutama yang dapat mengakibatkan luka pada daun, juga sangat
membantu penyebaran penyakit (Suparyono, 2007).
21
4.4. Data Pengamatan Pertumbuhan Tinggi Tanaman
Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 21
HST di desa Blang Tunong dan Desa Wakeuh menunjukkan pertumbuhan yang baik
pada semua perlakuan dibandingkan pertumbuhan tinggi tanaman pada perlakuan
D= kontrol. Data pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 21 HST pada semua
perlakuan di Desa Blang Tunong dan Desa Wakeuh dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Data pengamatan Tinggi tanaman umur 21 Hst setelah diaplikasi bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 61,80 b 42,73 a B 66,67 b 53,20 c C 66,33 b 41,53 a D 51,67 a 46,93 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Hasil pengamatan dan sidik ragam terhadap tinggi tanaman dengan
perlakuan agens hayati di Desa Blang Tunong menunjukkan tinggi tanaman
tertinggi di jumpai pada perlakuan A (Perendaman benih) 61,80 cm sedangkan di
Desa Wakeuh tinggi tanaman tertinggi dijumpai pada perlakuan B (tanaman
disemprot) 53,20 cm
Tabel 8.Data pengamatan Tinggi tanaman pada umur 42 Hst setelah diaplikasi bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Tinggi Tanaman
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 77,40 b 80,40 b B 69,70 a 69,87 a C 81,37 b 77,40 b D 70,33 a 68,83 a
22
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 42
HST di desa Blang Tunong dan Desa Wakeuh menunjukkan pertumbuhan yang baik
pada semua perlakuan dibandingkan pertumbuhan tinggi tanaman pada perlakuan
D= kontrol. Data pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 42 HST pada semua
perlakuan di Desa Blang Tunong dan Desa Wakeuh dapat dilihat pada tabel 8.
Hasil pengamatan dan sidik ragam terhadap tinggi tanaman dengan
perlakuan agens hayati di Desa Blang Tunong menunjukkan tinggi tanaman
tertinggi di jumpai pada perlakuan C (Rendam dan semprot) 81,37 cm sedangkan
di Desa Wakeuh tinggi tanaman tertinggi dijumpai pada perlakuan A (Benih rendam)
80,40 cm yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan C (Rendam dan semprot)
77,40 cm.
Tabel 9. Data pengamatan Tinggi tanaman pada umur 63 Hst setelah diaplikasi
bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Tinggi Tanaman
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 134,47 c 98,33 a B 135,93 d 98,80 a C 132,27 b 110,47 b D 121,00 a 98,90 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 63
HST di desa Blang Tunong menunjukkan pertumbuhan yang baik pada semua
perlakuan dibandingkan pertumbuhan tinggi tanaman pada perlakuan D= kontrol.
Data pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 63 HST pada semua perlakuan di
Desa Blang Tunong dan Desa Wakeuh dapat dilihat pada tabel 9.
23
Hasil pengamatan dan sidik ragam terhadap tinggi tanaman dengan
perlakuan agens hayati di Desa Blang Tunong menunjukkan tinggi tanaman
tertinggi di jumpai pada perlakuan B (semprot) 135,93 cm sedangkan di Desa
Wakeuh tinggi tanaman tertinggi dijumpai pada perlakuan C (rendam dan semprot)
110,47 cm.
Sesuai pendapat Mildaerizanti (2008) Perbedaan tinggi tanaman merupakan
salah satu faktor yang ditentukan genetik dari tanaman tersebut, dan disamping itu
juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tumbuh tanaman. Apabila lingkungan
tumbuh sesuai bagi pertumbuhan tanaman, maka dapat meningkatkan produksi
tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Oka (1993) bahwa tanah yang subur
dengan pengolahan yang baik dan pemberian pupuk yang cukup dan seimbang akan
menjamin pertumbuhan tanaman yang sehat. Tanaman sehat lebih mampu
menahan serangan berbagai patogen. Sebaliknya tanaman akan merana dan tidak
mampu melawan serangan patogen bila kondisi lingkungannya buruk.
4.5. Data Pengamatan Komponen Pertumbuhan Jumlah Anakan
Tabel 10.Data pengamatan jumlah anakan pada umur 21 Hst setelah diaplikasi bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di Desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan Desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Jumlah Anakan (batang)
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 19,80
15,07 B 19,97
15,73
C 21,77
17,87 D 19,33
13,40
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan jumlah anakan pada umur 21
HST di desa Blang Tunong dan Desa Wakeuh menunjukkan pertumbuhan yang baik
pada semua perlakuan. Jumlah anakan tertinggi dijumpai pada perlakuan C (rendam
dan semprot) yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan pada kedua desa
24
tersebut. Data pertumbuhan jumlah anakan pada umur 21 HST pada semua
perlakuan di Desa Blang Tunong dan Desa Wakeuh dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 11.Data pengamatan jumlah anakan pada umur 42 Hst setelah diaplikasi bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Jumlah Anakan (cm)
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 22,13
20,60 b B 20,33
17,73 a
C 24,47
23,87 b D 20,87
14,33 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan jumlah anakan pada umur 42
HST di Desa Blang Tunong dan Desa Wakeuh menunjukkan pertumbuhan yang baik
pada semua perlakuan. Jumlah anakan tertinggi dijumpai pada perlakuan C (rendam
dan semprot) yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan pada Desa Blang
Tunong. Sedangkan pada Desa Wakeuh jumlah anakan tertinggi di jumpai pada
perlakuan C (rendam dan semprot) yang berbeda nyata dengan perlakuan D
(kontrol). Data pertumbuhan jumlah anakan pada umur 42 HST pada semua
perlakuan di Desa Blang Tunong dan Desa Wakeuh dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 12.Data pengamatan jumlah anakan pada umur 63 Hst setelah diaplikasi bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di Desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan Desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Jumlah Anakan (cm)
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 23,40 a 22,13 B 22,70 a 20,33 C 27,13 b 24,47
25
D 21,60 a 20,87 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan jumlah anakan pada umur 63
HST di Desa Blang Tunong dan Desa Wakeuh menunjukkan pertumbuhan yang baik
pada semua perlakuan.
Jumlah anakan tertinggi dijumpai pada perlakuan C (rendam dan semprot)
yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada Desa Blang Tunong.
Sedangkan pada Desa Wakeuh jumlah anakan tertinggi di jumpai pada perlakuan C
(rendam dan semprot) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Data
pertumbuhan jumlah anakan pada umur 63 HST pada semua perlakuan di Desa
Blang Tunong dan Desa Wakeuh dapat dilihat pada tabel 12.
jumlah anakan per rumpun yang disertai dengan jumlah gabah per malai
yang banyak akan memungkinkan memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan
dengan jumlah anakan dan jumlah gabah per malai yang lebih sedikit (Veeresh et al.
2011).
Sehubungan jumlah anakan petani lebih menyukai tanaman padi dengan
jumlah anakan yang sedang dan menjadi produktif semuanya, artinya bahwa jumlah
anakan mampu memberikan petambahan jumlah gabah isi yang lebih banyak
dibandingkan dengan gabah hampa. (Krismawati, et al 2011).
Hal ini juga di dukung oleh penelitian Fadjry et al. (2012), jumlah anakan
produktif yang banyak akan sangat mempengaruhi produksi padi. Jumlah anakan
produktif berpengaruh langsung terhadap jumlah malai yang dihasilkan, sehingga
makin banyak anakan produktif makin banyak gabah yang akan diperoleh.
4.6 Data Komponen Hasil Desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga
dan Desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya Hasil pengamatan komponen produksi yaitu berat gabah isi/rumpun,jumlah
malai /rumpun, berat 1000 biji dan hasil ton/ha Desa Blang Tunong Kecamatan
Glumpang Tiga dan Desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya setelah panen dapat dilihat
pada tabel. 13, 14,15 dan 16.
26
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa komponen hasil seperti berat
gabah isi/rumpun,jumlah malai /rumpun, berat 1000 biji dan hasil ton/ha Desa Blang
Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan Desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
menunjukkan bahwa perlakuan C (rendam dan semprot ) memberikan hasil yang
tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainya.
A. Berat Gabah Isi/Rumpun
Tabel 13. Data pengamatan berat gabah isi/rumpun setelah diaplikasi bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Berat Gabah Isi/Rumpun (gr)
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 45,01
44,29 B 47,67
45,10
C 55,08
54,07 D 43,21
32,23
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
B. Jumlah Malai /rumpun
Tabel 14 Data pengamatan jumlah malai setelah diaplikasi bakteri antagonis Corynebakterium sesuai perlakuan di desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Jumlah Malai
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 21,93
15,33 a B 20,33
16,67 a
C 22,53
25,93 b D 19,40
13,33 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
27
C. Berat 1000 biji Tabel 15. Data pengamatan berat 1000 biji setelah diaplikasi bakteri antagonis
Corynebakterium sesuai perlakuan di desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Berat 1000 Biji (gr)
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 25,99
28,03 b B 27,93
27,04 b
C 28,10
27,97 b D 25,99
22,60 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
D. Hasil Ton/ha
Tabel 16. Data pengamatan hasil ton/ha setelah diaplikasi bakteri antagonis
Corynebakterium sesuai perlakuan di desa Blang Tunong Kecamatan Glumpang Tiga dan desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya
Perlakuan Hasil Ton/ha
Desa Blang Tunong Desa Wakeuh
A 5,03
4,95 B 5,30
5,03
C 6,13
6,03 D 4,77
3,63
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa komponen hasil seperti berat
gabah isi/rumpun, jumlah malai /rumpun, berat 1000 biji dan hasil ton/ha
menunjukkan hasil tertinggi dijumpai pada perlakuan C (rendam dan semprot) yang
tidak berbeda nyata antar varietas yang dicobakan di Desa Blang Tunong Kecamatan
Glumpang Tiga. Sedangkan untuk Desa Wakeuh komponen hasil berat gabah
28
isi/rumpun dan hasil ton/ha menunjukkan hasil tertinggi pada perlakuan C (rendam
dan semprot) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan untuk
jumlah malai/rumpun dan berat 1000 biji hasil tertinggi di jumpai pada perlakuan C
(rendam dan semprot) yang berbeda nyata dengan perlakuan D (kontrol).
Pengamatan komponen hasil menunjukkan perlakuan C (benih padi direndam
dan tanaman padi disemprot) menghasilkan produksi tertinggi dengan intesitas
serangan yang rendah baik di Desa Blang Tunong dan Desa Wakeuh. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan (Dahyar dan Ayu 2010) bahwa dengan
perendaman benih dengan bakteri antagonis Corynebacterium dan penyemprotan
mampu menekan perkembangan penyakit Blas, hal ini ditunjukkan dengan intesitas
serangan yang rendah sehingga dengan demikian produksi yang diperoleh masih
cukup baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Selain itu Corynebacterium
dapat mengendalikan penyakit hawar daun bakteri (HDB) dan banyak penelitian
lainnya yang menunjukkan Corynebakterium sebagai agent hayati pengendali
patogen.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dipastikan bahwa bakteri
Corynebakterium memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai agent pengendali
hayati untuk pengendalian penyakit hawar daun bakteri (kresek).
Seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk menjaga lingkungan sehat,
mendorong aplikasi teknologi yang ramah lingkungan bahkan mengarah pada sistem
usaha tani organik. Corynebakterium sangat cocok untuk mencegah penyakit layu
yang disebabkan oleh bakteri pada daun/tanaman hortikultura, palawija maupun
tanaman padi sawah (Anonim 2009).
TTEEMMUU LLAAPPAANNGG
Untuk mendiseminasikan teknologi yang diterapkan dalam kegiatan
efektivitas penggunaan Agen hayati (Corynebacterium) dalam penggendalian Hawar
Daun bakteri pada tanaman padi di Kabupaten Pidie, maka dilaksanakan kegiatan
temu lapang bersamaan dengan panen padi tersebut. Temu lapang ini dilaksanakan
29
pada tanggal 2 Agustus 2016 di Desa Blang Tunong Kecamatan Glumpangtiga
Kabupaten Pidie.
Salah satu penyakit yang sering menyerang pertanaman padi adalah
penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) atau disebut penyakit Kresek. BPTP Aceh tahun
2016 melaksanakan kegiatan efektivitas penggunaan Agen hayati
(Corynebacterium) dalam penggendalian Hawar Daun bakteri pada tanaman padi di
Kabupaten Pidie. Pengendalian Hawar Daun Bakteri (HDB) dapat dijadikan salah
satu cara untuk meningkatkan produktivitas padi. Saat ini upaya pengendalian
terhadap hama dan penyakit tanaman masih mengandalkan penggunaan pestisida
sebagai upaya pengendalian utama. Kenyataannya menunjukkan bahwa upaya
pengendalian secara kimiawi bukan merupakan alternatif yang terbaik, karena sifat
racun yang terdapat dalam senyawa tersebut dapat meracuni manusia, ternak
piaraan, serangga penyerbuk, musuh alami, tanaman, serta lingkungan sehingga
dapat menimbulkan pengaruh negative akibat penggunaan senyawa kimia yang
berlebihan dan terus menerus membuat hama dan penyakit menjadi resisten.
Kegiatan Pengkajian ini dilaksanakan dI Kabupaten Pidie di dua kecamatan
yaitu kecamatan Glumpang Tiga desa Blang Tunong dan Kecamatan Indrajaya desa
Wakeuh dengan luas lahan 3 ha. Pengendalian penyakit hawar daun bakteri
menggunakan agen hayati Corynebakterium degan 4 perlakuan yaitu : A) benih
30
direndam, B) disemprot pada umur 2, 4, 6 minggu setelah pindah, C) benih
direndam dan disemprot pada umur 2,4,6 setelah pindah dan D) Kontrol Tampa
perlakuan).
Acara temu lapang ini dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan
Pidie Ibu Ir. Ainall Madhiah, Bapak kepala BP2KP Pidie yang diwakilkan Kabid
program bapak Jailani., Kepala BPTP Aceh Ir. Basri AB, Msi, Koordinator PHP
Kabupaten Pidie, Danramil dan Camat Kecamatan Glumpang tiga, Koodinator BPP
Glumpang tiga dan Koordinator BPP Kecamatan Indrajaya, PPL, Kepala Desa,
kelompok tani yang terlibat kegiatan ini dan petani dari Desa Blangtunong.
Acara temu lapang diawali dengan penyampaian sambutan dari penanggung
jawab kegiatan, Kepala BPTP Aceh, Kadis Pertanian dan Peternakan dan dilanjutkan
oleh Bapak Jailani mewakili Kepala BP2KP Pidie. Dalam sambutannya, Kepala BPTP
Aceh menyampaikan bahwa penerapan salah satu teknologi pengendalian penyakit
menggunakan agent hayati Corynebakterium untuk mengendaliakan penyakit Hawar
Daun Bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit utama pada padi yang secara
ekonomis penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan hasil yang cukup tinggi,
terutama pada musim hujan, bisa mencapai 20,6-35,6%, sedangkan pada musim
kemarau dapat mencapai 7,5-23,8%, hal ini karena kondisi pertanian di daerah
tropis yang panas dan lembab, sehingga perkembangan penyakit ini lebih optimal.
Pemanfaatan agent hayati saat ini terus dikembangkan dan dimasyarakatkan ke
petani karena pengendalian hayati akan memainkan peranan penting dalam
31
pertanian pada masa akan datang hal ini disebabkan kekhawatiran terhadap
bahaya penggunaan bahan kimia yang berlebihan saat ini.
Acara kemudian dilanjutkan dengan dialog antara para petani dengan
narasumber . Dalam dialog ini, para petani berharap adanya bantuan alsintan seperti
traktor, alat tanam yang akan memudahkan dalam kegitan bercocok tanam padii
serta meminta lebih sering lagi mengadakan kegiatan seperti yang sangat
bermanfaat bagi mereka. Akhirnya acara ditutup dengan doa dan panen secara
simbolis yang dipandu oleh tim BPTP Aceh. Semoga dengan kegiatan ini dapat
mencegah penyakit Hawar Daun Bakteri (Kresek) dengan menggunakan agent
hayati Corynebakterium sehingga dapat meningkatkan produktivitas sekaligus
mendukung upaya swasembada nasional.
32
V. KESIMPULAN
• efektifitas agens hayati Corynebacterium dalam pengendalian penyakit
Hawar Daun Bakteri di Kabupaten Pidie di jumpai pada perlakuan
perendaman benih dan penyemprotan memberikan hasil yang lebih baik
dibanding dengan perlakuan lainnya.
• Intensitas serangan Hawar Daun Bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas
campestris pv. Orizae yang terendah dijumpai pada perlakuan perendaman
benih dan penyemprotan yaitu 1,64 % di Desa Blang Tunong Kecamatan
Glumpang Tiga dan 1,87 di Desa Wakeuh Kecamatan Indrajaya.
33
VI. DAFTAR PUSTAKA
Aceh Dalam Angka, 2014. Laporan tahunan produksi padi dan palawija, Data BPS Aceh Anonim, 2009. Bakteri Antagois Corynebakterium. www.thl-tbpp.blogspot.com. Akses
19 mei 2011 Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta (terjemahan Munsir Busman) Hal 713.
BPTPH Aceh, 2014. Laporan Tahunan Tentang Perkembangan Organisme Pengganggu Tanaman. Aceh.
Dahyar, A.R., dan Ayu, K.P., 2010. Efektifitas Bakteri Antagonis Corynebacterium sp Terhadap Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc) Pada Tanaman Padi.
Fadjry, D.,Arifuddin K., Syafruddin K., dan Nicholas. 2012. Pengkajian Varietas Unggul Baru Padi yang Adaptif pada Lahan Sawah Bukaan Baru Untuk Meningkatkan Produksi >4 ton/ha GKP di Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Prosiding InSnas 2012: hal.29-36.
Hasanuddin, 2003. Peningkatan peranan Mikroorganisme Dalam Sistem Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Terpadu. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Krismawati, A., dan Z. Arivin., 2011. Stabilitas hasil beberapa varietas padi pada lahan sawah. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 14(2): 84-92.
Mahmud, M dan Farida, 1995. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Antagonis Terhadap
Bakteri Hawar Daun Padsi ( Xanthomonas campestris p.v.oryzae ) Dalam Peningkatan Peranan Pitopatologi Dalam Pengamanan Produiksi dan Pelestarian Lingkungan. Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar lmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (1995).
Manik, C.A., 2011. Uji Efektivitas Corynebacterium dan Dosis pupuk K terhadap
Serangan Penyakit Kresek (Xanthomonas campestris pv oryzae) pada Padi Sawah (Oryzae sativa L) di lapangan. www. Repository.usu.ac.id. Akses 27 juni 2011
Mildaerizanti. 2008. Keragaan Beberapa Varietas Padi Gogo Di Daerah Aliran Sungai Batanghari.
Oka, Ida Nyoman. 1993.Epidemiologi Penyakit Tanaman Pengantar . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal 92.
Semangun, H . 2009. Penyakit-penyakit Hortikultura di Indonesia Gadjah Mada
University Press. Yokyakarta.
34
Siddiqui, Z.A. (ed). 2005. PGPR: Prospective Biocontrol Agents of Plant Pathogens.
Springer. Netherlands Sihombing, E.J.M. 2011. Analisis Perbanyakan Agens Hayati di Wilayah Laboratorium
PHP Pematang Kerasaan. Simalungun. Suparyono dan Agus, 2004. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudjak Saenong, M dan Yasin 2000. Dampak Aplikasi Pestisida dalam Perspectif Lingkungan Kesehatan
Triny S. K. 2006. Pengelolaan penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. Orizae) dalam pengamanan produksi,Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi Makala yang disampaikan pada acara Temu Teknologi Pengendalian OPT Spesifik Lokasi Dalam Pemasyarakatan PHT Berbasis Lingkungan ,di Cipayung 25 –27 April 2006
Veeresh, R.P.G., A. Henry, A. Yamauchi, H.E. Shashidhar, R. Serraj. 2011. Root biology and genetics improvement for drought avoidance in rice. Field Crop Res.122:1-13.
35
LAMPIRAN 1. ANALISIS RESIKO
No Resiko Penyebab Dampak Penanganan Resiko
1. 2.
Analisis data yang tidak tepat Banjir yang agak lama
Kesalahan dalam pengambilan sampel, antara lain : lokasi yang tidak homogen Hujan lebat dan tidak ada saluran pembuangan
Hasil penelitian tidak dapat direkomendasi-kan Padi tergenang
Lakukan pengambilan sampel dengan menggunakan metode yang sesuai. Buat saluran pembuangan untuk mengantisipasi banjir
LAMPIRAN 2. PERSONALIA
No Nama Lengkap Pendidikan Disiplin Ilmu
Jabatan
Fungsional Waktu
1 Idawanni, SP S-1 Agoronomi Peneliti 25
2 Ir.T. Iskandar, M.Si S-2 Komunikasi Penyuluh 15
3 Ahmad Andriani, SP S-1 HPT Penyuluh 20
4 Cut Nina Herlina, SPi S-1 Sosek Penyuluh 20
5 Fenty Ferayanti, SP S-1 HPT Peneliti 20
36
LAMPIRAN 2. FOTO KEGIATAN PADI AGENS HAYATI (CORYNEBACTERIUM)
Perendaman Benih Dengan Agent Hayati Corynebacterium Sesuai Perlakuan
Kegiatan Tabur Benih /Penyemaian Sesuai Perlakuan
37
Penanaman Padi Sesuai Perlakuan
38
39
40
Padi Umur 21 Hari Setelah Pindah
41
Pengamatan Intensitas Serangan
42