39
Cairan Saline Hipertonik: Review klinis R. Tyagi & K. Donaldson & C. M. Loftus & J. Jallo Abstrak: Literatur menyatakan bahwa cairan saline hipertonik (HTS) dengan konsentrasi natrium klorida yang lebih dari cairan fisiologis 0,9% dapat digunakan dalam mengontrol peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan sebagai agen resusitasi dalam pelbagai hal termasuk traumatic brain injury (TBI). Dalam review ini, kami mendiskusikan mekanisme kerja cairan saline hipertonik, kesan samping dan studi klinis yang terbaru. Studi menunjukkan bahwa pemberian HTS pada pasien dengan TBI yang sedang diresusitasi dapat dilihat pembaikan neurologis. HTS juga mempunyai efek positif terhadap peningkatan TIK dari pelbagai etiologi dan pada resusitasi syok. Walaubagaimana pun, studi acak prospektif dari Australia yang menggunakan protokol resusitasi yang agresif pada pasien trauma menunjukkan tidak ada perbedaan di antara jumlah cairan yang diberikan saat resusitasi sebelum rawat inap dan tidak 1

Hypertonic Saline

Embed Size (px)

DESCRIPTION

journal

Citation preview

Cairan Saline Hipertonik: Review klinis

R. Tyagi & K. Donaldson & C. M. Loftus & J. Jallo

Abstrak: Literatur menyatakan bahwa cairan saline hipertonik (HTS) dengan konsentrasi

natrium klorida yang lebih dari cairan fisiologis 0,9% dapat digunakan dalam mengontrol

peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan sebagai agen resusitasi dalam pelbagai hal

termasuk traumatic brain injury (TBI). Dalam review ini, kami mendiskusikan mekanisme

kerja cairan saline hipertonik, kesan samping dan studi klinis yang terbaru. Studi

menunjukkan bahwa pemberian HTS pada pasien dengan TBI yang sedang diresusitasi dapat

dilihat pembaikan neurologis. HTS juga mempunyai efek positif terhadap peningkatan TIK

dari pelbagai etiologi dan pada resusitasi syok. Walaubagaimana pun, studi acak prospektif

dari Australia yang menggunakan protokol resusitasi yang agresif pada pasien trauma

menunjukkan tidak ada perbedaan di antara jumlah cairan yang diberikan saat resusitasi

sebelum rawat inap dan tidak ada perbedaan dalam kontrol TIK atau pembaikan neurologis.

Peran HTS pada resusitasi sebelum rawat inap belum diketahui. Faktor yang paling penting

dalam memperbaiki hasil adalah dengan mencegah hipotensi dan memastikan pengaliran

darah ke serebral. Untuk mengontrol peningkatan TIK saat pasien dirawat inap, HTS

dikatakan aman dan efektif. Walaupun ahli klinis menggunakan HTS dengan sukses, ada

beberapa persoalan penting mengenai berapa dosis dan cara pemberian HTS. Protokol

mengenai perbandingan langsung harus dilakukan untuk meningkatkan dan standarisasi

perawatan pasien.

1

Pengenalan

Traumatic brain injury (TBI) adalah gangguan heterogen yang timbul dari berbagai etiologi

(concussive, iskemik, hemoragik, mekanik dan lain-lain) yang mengakibatkan cedera

neuronal dan degenerasi. Data terbaru menunjukkan bahwa setiap tahun 1,4 juta orang di

Amerika Serikat menderita TBI, terhitung sekitar 50.000 kematian, 235.000 rawat inap,

dengan biaya langsung atau tidak langsung lebih dari USD 60 miliar pada tahun 2000

[35,63]. Meskipun cedera primer menyebabkan kerusakan yang signifikan, dimana iskemia

sekunder yang selanjutnya menyebabkan cedera yang lebih lanjut akibat oleh penurunan

perfusi dari hipotensi dan/atau peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan hipoksia. Oleh

karena itu, resusitasi di lapangan atau di rumah sakit harus mempertahankan tekanan arteri

rata-rata (MAP) dan mengontrol TIK [102].

Hipotensi telah terbukti memiliki peran yang lebih signifikan dalam cedera sekunder

pada iskemia, dengan kadar mortalitas dua kali lipat pada cedera kepala [14,16]. Mekanisme

daripada efek ini adalah hipoperfusi yang menyebabkan iskemia pada cedera otak dengan

penambahan kerusakan sekunder [100]. TBI sendiri dapat meningkatkan risiko terhadap syok

dimana dengan mempengaruhi mekanisme kompensasi [39].

Edema serebral hasil dari cedera otak inisial menyebabkan peningkatan TIK apabila

magnitud peningkatan volume parenkim melebihi respon kompensasi. Edema dapat bersifat

(1) vasogenik, yang disebabkan oleh kerusakan pada blood-brain barrier (BBB), (2)

sitotoksik, pembengkakan seluler dari sel nekrotik dan apoptosis, atau (3) interstitial, dari

aliran cairan serebrospinal (CSF) yang besar melalui lapisan ependymal, atau cairan dari

plasma yang melintasi BBB [37,57,60]. Produk osmotik yang aktif dari jaringan yang cedera

(sel lisis, darah ekstravaskular) dapat menarik air dan menyebabkan edema eksaserbasi yang

lebih lanjut. Hal ini menyebabkan efek kaskade pada peningkatan TIK, memperburukkan

iskemia, dan menyebabkan cedera ke jaringan yang lain.

2

Berdasarkan faktor-faktor ini, penggunaan HTS untuk resusitasi akut di lapangan,

serta di pemeliharaan unit perawatan intensif (ICU) telah dilakukan pada hewan dan juga

dalam studi kilnis. Namun, belum ada protokol yang jelas mengenai konsentrasi, waktu

administrasi, laju infus (bolus intermiten vs infus kontinu), dan dosis atau indikasi

penggunaan HTS dihasilkan.

Mekanisme kerja HTS

Osmotik

Pemberian HTS meningkatkan gradien osmotik antara otak dan darah, dan menarik cairan

dari ruang interstitial ke ruang intravaskular, mirip dengan agen osmotik lainnya [8, 85].

Edema serebral pada TBI disebabkan oleh kebocoran dari mikrovaskular yang rusak

(disfungsi BBB), disfungsi vasoregulator, dan akumulasi molekul osmotik dalam interstitium

dan pada ruang intraselular pada otak yang mengalami iskemik. Kematian sel dan yang

mengalami lisis melepaskan osmolit ke ruang interstitial. Sel iskemik pada penumbra, tidak

mampu untuk menyelesaikan siklus metabolik, mengumpulkan produk metabolik ke dalam

ruang intraseluler, menghasilkan osmolaritas parenkim yang lebih tinggi dari normal di

seluruh wilayah otak yang cedera [77,79]. Peningkatan osmolalitas serum dengan pemberian

HTS dapat mengurangi celah osmotik, dan juga mengurangi produksi CSF, dimana dapat

memperbaiki komplians intrakranial [51].

HTS menghalangi efek dari osmolit yang terakumulasi di ekstraseluler dengan

meningkatkan osmolaritas intravaskular untuk menarik cairan dari ruang interstisial, dan

dengan demikian mengurangi TIK [8]. Peningkatan ekstraseluler Na+ juga mengembalikan

fungsi Na+/osmolit co-transporters [125]. Percobaan pada manusia menunjukkan pembaikan

TIK selama kurang lebih 72 jam apabila kadar Na+ meningkat 10-15 mEq/l dengan

pemberian terapi HTS [59]. Pemberian HTS bolus dan kontinyu dapat menurunkan TIK

3

[8,59,87,97,111]. Belum ada bukti yang mendukung suatu konsentrasi HTS dibanding yang

lain dalam keberhasilan pengendalian edema serebral [75].

Beberapa studi menunjukkan efek ini berkurang, dan TIK meningkat ke tingkat dasar

apabila cairan isotonik digunakan untuk maintenans setelah bolus inisial HTS diberikan

[87,97,111]. Bahkan apabila terjadi hipernatremia yang berkepanjangan, toleransi terhadap

efek HTS terjadi setelah beberapa hari [59,116]. Mekanismenya berupa pergerakan osmolit

serebral dengan transport aktif ke dalam sel yang berespon terhadap TBI dan peningkatan

osmolaritas intraseluler, dan hilangnya gradien osmotik [114-116]. Osmolit ini adalah

molekul organik termasuk beberapa asam amino (glutamat, glutamin, γ-aminobutyric asam,

N-acetylaspartate, alanin, aspartat, dan taurin), alkohol polihidrat (myoinositol), dan metil

amina (creatine dan glycerophosphorylcholine) [68]. Proses ini terjadi setelah keadaan

hipertonik yang dipertahankan selama 3 hari [68]. Hiperosmolaritas yang berkelanjutan

meningkatkan perlepasan vasopresin dan dahaga, dan dapat juga karena osmoreseptor pada

daerah periventrikular seperti di lamina terminalis, yang memprojeksi ke hipotalamus [78].

Hemodinamik

Peningkatan MAP oleh pemberian HTS telah dibuktikan pada model manusia dengan syok

kardiogenik, syok septik, dan syok hemoragik [52,53,84,91,107,123]. Hal ini telah terbukti

karena efek beberapa bahan aditif. HTS meningkatkan volume intravaskular dengan

menyebabkan cairan masuk ruang intravaskular [73,87]. Hal ini juga dapat meningkatkan

curah jantung dengan tindakan hormonal [113]. Manfaat dari MAP yang tinggi dimana

disertai dengan pencegahan kelebihan cairan dan hemodilusi karena volume lebih kecil yang

diperlukan [80]. Efek yang menguntungkan dari MAP adalah sementara (15-75 menit), tetapi

efek ini dapat diperpanjangkan dengan penambahan koloid [38]. Hal ini karena, volume

intravaskular tetap tinggi untuk jangka waktu yang lama, karena Na+ dan Cl- dapat melepasi

4

endotel kapiler membran di seluruh tubuh dan dapat menarik cairan intravaskular (IVF)

kedalam ruang interstitial, sedangkan koloid tetap tinggal didalam ruang intravaskular bahkan

didalam pembuluh somatik.

Vasoregulator

Iskemia serebral dipresipitasi oleh disfungsi vasomotor adalah salah satu penyebab cedera

otak sekunder [28,64,98,99]. Studi juga telah mendokumentasikan iskemik akibat edema

serebral dan vasospasme, serta hiperperfusi pada 2 minggu pertama setelah cedera [39, 71,

117]. Terapi HTS meningkatkan diameter dalaman dari kapiler dan volume plasma serta

menghalangi vasospasme dan hipoperfusi dengan meningkatnya aliran darah serebral (CBF).

Keadaan ini mungkin disebabkan oleh dehidrasi endotelium dan eritrosit, meningkatkan

pembesaran diameter pembuluh darah, dan memperbaiki pergerakan sel darah merah sel

melalui kapiler otak [103, 104]. HTS bertindak secara simultan mencegah peningkatan TIK

dengan hiperperfusi [11]. Efek keseluruhannya adalah meningkatkan pengiriman oksigen ke

otak dan memperbaiki PaO2 dengan memperbaiki meningkatkan aliran darah ke otak dan

menurunan edema paru [90,104]. Namun, tidak semua studi menunjukkan peningkatan CBF

dengan penurunan TIK [46].

Efek ini dilihat juga pada pembuluh darah perifer. Salah satu mekanisme yang

mungkin adalah melalui stimulasi sistem saraf otonom untuk mengurangi resistensi vaskular

pusat [34]. Doyle menulis bahwa fenomena vasokonstriksi arteri dan vena dalam otot/kulit

disebabkan oleh aktivasi osmoreseptor paru yang merangsang sistem vagal [29]. Hal ini akan

mengakibatkan perubahan aliran darah ke pembuluh darah otak. Efek pada tonus vaskuler

paru bergantung pada kadar dan konsentrasi cairan HTS, dengan hasil yang bervariasi [118].

Selain memperbaiki mekanis aliran darah melalui pembuluh darah, HTS memiliki

pengaruh langsung pada endotelium. Ini dapat mengurangi perlekatan leukosit ke endotel sel

5

[9]. Peningkatan konsentrasi Na + juga dapat menginduksi endotelium untuk melepaskan

faktor relaksasi-endotelium dan faktor endothelin [62,108]. Telah terbukti pelepasan PG12

(sebuah prostasiklin) sel endotel vena umbilikalis in vitro dari manusia, yang dapat

menyebabkan vasodilatasi dan penghambatan agregasi platelet [6].

Sebagian dari respon vaskuler terhadap HTS adalah dengan efek pada sistem ginjal

dengan diuresis dan natriuresis [26,44], dimana dengan meningkatkan tekanan perfusi ginjal

dan laju filtrasi glomerulus, dan penurunan reabsorpsi natrium. Hiperosmolaritas juga

menyebabkan perlepasan hormon antidiuretik (ADH), tapi ini disupresi oleh peningkatan

stimulasi vagal dengan perlepasan atrial natriuretik peptida (ANP), sehingga efek bersih

adalah dengan diuresis sedang/natriuresis [23,96]. Respon natriuresis untuk mengurangi

hipernatremia juga dapat menyebabkan hipokalemia dengan pertukaran di tubulus distal [53].

Neurochemical

Cedera otak primer akibat trauma dapat menyebabkan depolarisasi saraf yang meluas,

meningkatkan glutamat ekstraseluler. Kemudian, iskemik sekunder dapat mengurangi jumlah

produksi ATP, yang mencegah fungsi homeostatis oleh pompa pertukaran aktif

transmembran Na+/K+ [61,75,76,121]. Dengan menurunkan Na+ ekstraseluler, ini

memterbalikkan arah Na+/glutamat cotransporter pasif, sehingga meningkatkan glutamat

ekstraseluler. Peningkatan aktivitas fosfolipase dan peningkatan permeabilitas membran

menyebabkan kebocoran glutamat daripada sel. Konsentrasi natrium intraseluler yang lebih

tinggi juga menyebabkan difusi berikatan dengan reseptor pada permukaan sel dan membuka

kanal Ca2+, sehingga meningkatkan difusi air ke dalam sel, lalu membuka saluran stretch-

sensitif yang memungkinkan pelepasan glutamat lanjut [17]. Hal ini menyebabkan umpan

balik positif dan dapat menyebabkan kematian sel yang masif [3,55].

6

Upaya untuk mencegah cedera otak sekunder adalah dengan penggunaan agen untuk

proteksi daripada toksisitas glutamat, yang bertindak dengan memblokir reseptor N-methyl-

D-aspartate (NMDA) [2,65]. HTS dapat mencegah perlepasan glutamat patologis, karena

peningkatan ekstraseluler Na+ dapat mengembalikan pompa Na+/glutamat ke fungsi normal

pengambilan semula glutamat. Konsentrasi Na+, Cl- intraseluler dan resting potensial

membran juga dikembalikan. Pompa Na+/Ca2+ juga diaktifkan untuk mengurangi Ca2+

intraseluler, sehingga membatasi eksitasi neuronal [18].

HTS juga merangsang pelepasan atrial natriuretik peptida. Administrasi

intraventrikular ANP secara eksogen dapat mengurangi TIK pada tikus dengan iskemia

global / model reperfusi [1].

Immunologi

Trauma berat dapat mengaktivasikan respon inflamasi. Leukosit bermigrasi ke daerah

mikrovaskular yang cedera dan menyebabkan cedera sekunder melalui kematian sel oleh

peroksidase dan protease [29]. Vasospasme dan edema interstitial terjadi akibat pelepasan

molekul inflamasi, seperti eikosanoid dari leukosit yang diaktifkan [47]. Beberapa model

hewan menunjukkan respons yang baik terhadap imunosupresi dalam pencegah cedera

sekunder, tapi percobaan yang telah dilakukan pada manusia gagal [13,27, 69,70,74]. Respon

menjadi rumit apabila berkait dengan keadaan hipotensi disertai dengan trauma berat dan TBI

karena dapat menyebabkan supresi imun. Hal ini kemudian dapat meningkatkan kadar sepsis

dan mortalitas.

7

Gambar 1: Mekanisme dan modulasi degranulasi neutrofil dan produksi superoxide dari HS.

Penambahan HS sebelum atau pada saat simulasi oleh fMLP memblokir pembentukan

superoxide dan degranulasi dengan uncoupling dari beberapa signal yang biasa dari reseptor

fMLP. Apabila alur ini diganti dengan menggunakan PMA fMLP atau menggunakan PMA

(b) daripada fMLP atau dengan menambah HS setelah fMLP, HS tidak mempengaruhi

pembentukan superoksida tetapi membantu degranulasi dengan amplikasi jalur signal p38.

(digunakan dengan ijin [126])

Terapi HTS memiliki beberapa efek imunomodulator. Perubahan dalam produksi

prostaglandin dan peningkatan kadar kortisol dan hormon adrenokortikotropik (ACTH) telah

dicatat [9,89]. Ini juga telah terbukti menurunkan perlekatan leukosit dan migrasi [49], serta

penurunan ekspresi CD11b pada neutrofil (yang diaktifkan dan belum diaktifkan) in vitro dan

in vivo pada manusia sehat [4,94]. Penurunan aktivasi neutrofil dan marginasi mungkin

8

karena terjadi pengurangan chemoattractants dengan penurunan L-selectin polimorfonuklear

leukosit (PMN) dan ekspresi endotel integrin B2 [5,112] (Gambar 1). Namun, studi lain

menunjukkan peningkatan pelepasan PMN elastase tapi tidak ada efek pada produksi O2

ketika PMN di pra-diaktifkan dengan platelet-activating factor (PAF) [81]. Aktivasi p38

MAPK (mitogen-activated protein kinase) mempromosi pengeluaran superoksida yang

diaktivasikan oleh PMN yang telah diaktifkan [56]. Penghambatan pengaktifan p38 MAPK

dapat mengurangi ukuran infark dan menurunkan intensitas diffusion-weighted imaging

(DWI) dengan cepat pada model dengan strok fokal permenan [66]. Atenuasi respon dari

sitotoksik PMN serta penurunan aktivasi p38 MAPK mungkin disebabkan karena gangguan

sinyal transduksi intraseluler. HTS menginhibasi reorganisasi sitoskeletal PMN in vitro pada

dosis klinis yang relevan, tetapi tidak pada dosis PMN yang lebih tinggi (meningkat p38

MAPK), atau dengan stimulasi sebelumnya dengan formil-methionyl-leucyl-fenilalanin

(fMLP) [19, 20, 22]. Efek ini tidak mengalami perubahan dengan penambahan dekstran [33].

Apabila keadaan normotoniksitas dikembalikan, ini dapat mengembalikan respon sitotoksik

tetapi dapat dipertahankan dengan terapi ulang dengan HTS [21].

Komplikasi inflamasi sistem organ lain dapat dicegah dengan pemberian terapi HTS.

Dicatatkan bahwa terjadi pengurangan cedera paru-paru setelah syok hemoragik apabila

diberikan HTS [95]. Bahkan pada model tikus dengan pankreatitis, pengurangan kerusakan

paru-paru dan pankreas juga dapat dilihat [105]. Mekanisme yang mungkin adalah karena

penurunan jumlah faktor inflamasi pasca-syok pada limfa mesenterika.

Meskipun efek supresif pada sistem inflamasi, pemberian HTS dapat mengurangi

kadar komplikasi dari infeksi [24]. Ini mengurangi supresi CD4+ penindasan dan

menormalkan aktivitas sel natural killer (NK) pada model tikus. Pemberian HTS pada model

dengan syok hemoragik juga dapat membatasi jumlah translokasi bakteri, mengurangi risiko

penyebaran bakteria dan sepsis.

9

Dengan demikian, HTS bertindak melalui beberapa komplementari yang paralel dan

jalur interaksi untuk menghasilkan efek yang kompleks pada pelbagai sistem. Efek bersih

adalah untuk mengurangi TIK dan memperbaiki fungsi kardiovaskular bagi mengurangi

cedera otak sekunder dan memperbaiki hasil (Gambar 2)

Gambar 2: Mekanisme kerja dari cairan saline hipertonik. (digunakan dengan ijin [29])

Potensi efek samping

Komplikasi neurologis

Komplikasi pemberian terapi HTS yang paling serius secara teoritis adalah terjadi komplikasi

neurologis karena sindrom demielinasi osmotik (ODS) atau central pontine mielinolisis

(CPM). Ini adalah destruksi serat mielin setelah terjadi peningkatan serum sodium, paling

sering mempengaruhi white dengan daerah pons menjadi paling rentan. Osmolit serebral

memainkan peran penting dalam ODS, dimana konsentrasi dan diffusibilitasnya dapat

10

mempengaruhi osmolalitas [12]. Literatur dari studi prospektif tentang hewan dan kasus pada

manusia melaporkan koreksi hiponatremia direkomendasi untuk dilakukan dengan

peningkatan Na+ tidak lebih dari 10-20 mEq/l perhari [7,109]. Percobaan pada manusia

dengan HTS belum didokumentasi peningkatan Na + yang sangat pesat maupun tanpa ODS

meskipun beberapa studi secara khusus dirancang untuk mencegah perubahan natrium dalam

mencegah mielinolisis [59, 82].

Bahkan ketika kadar rata-rata puncak serum Na+ dengan konsentrasi 171 mEq / l

(tertinggi 187 mEq / l) dan diberikan infus HTS 3% secara kontinu, tidak ada ODS terlihat

pada Magnetic Resonance Imaging (MRI) [59]. Infus HTS bolus pada manusia

mendokumentasikan peningkatan serum Na+, tetapi tidak menyebabkan defisit neurologis

[53,72,118,120]. Bahkan, peningkatan Na+ dengan pemberian HTS dikaitkan dengan

pembaikan TIK dalam beberapa studi [40,59,110]. Dalam laporan terbaru, perdarahan

subdural dan perdarahan intraserebral dapat menyebabkan defisit neurologis pada anak-anak

dan kucing dengan perubahan serum Na+ yang cepat [34]. Tapi ini belum diamati dalam

penelitian lainnya, termasuk hewan dan manusia (dewasa dan anak-anak) [30,59,110,120].

Insufisiensi ginjal

Penggunaan HTS telah menyebabkan terdokumentasi kasus insufisiensi ginjal dan gagal

ginjal, meskipun kasusnya kurang pada penggunaan diuretik osmotik yang lain untuk

mengontrol edema serebral. Peningkatan 4 lipat daripada kasus gagal ginjal pada pasien

dengan luka bakar yang menerima HTS untuk resusitasi VS LR telah dicatatkan tetapi data

dari populasi pasien dengan kehilangan cairan yang besar tidak berlaku untuk kasus TBI [54].

Dua dari sepuluh pasien pediatrik dengan TBI yang diberikan cairan maintenans HTS secara

kontinyu, insufisiensi ginjal sementara terjadi setelah kadar Na+ mencapai puncak dan

dikaitkan sementara dengan episode septik. Gagal ginjal, oleh karena itu, mungkin bukan

11

disebabkan oleh efek osmotik, tetapi karena hipotensi [59]. Studi syok hemoragik atau syok

septik biasanya menunjukkan perbaikan hemodinamik dan peningkatan aliran darah ginjal

dengan HTS vs cairan isotonik [29]. Belum ada uji coba langsung yang membandingkan

antara HTS dan manitol untuk memeriksa tingkat insufisiensi ginjal.

Kelainan hematologi

Perdarahan sekunder pada resusitasi cairan yang berlebihan telah dilaporkan pada pasien

dengan pemberian HTS maupun dengan cairan isotonik [36,42,43,93]. Hal ini biasanya

berhubungan dengan perdarahan primer yang tidak terkontrol [42,43]. Penjelasan untuk

koagulopati yang terjadi adalah pengenceran plasma berkait dengan ekspansi volume

intravaskular yang cepat [50]. Agregasi platelet yang menurun dengan peningkatan waktu

protrombin / waktu partial thromboplastin (PT / PTT) dengan penggantian plasma sebanyak

>10% juga telah diamati [92]. Studi lain yang dilakukan pada hewan dan manusia belum

menunjukkan efek seperti ini [31,53,72,118]. Secara teoritis,volume yang lebih kecil

digunakan dalam resusitasi HTS seharusnya dapat mengurangkan tingkat koagulopati.

Kelebihan cairan

Resusitasi cairan yang agresif untuk syok hemoragik sering dikaitkan dengan overload

cairan, khususnya dengan pasien gagal jantung sebelumnya yang menggunakan cairan

isotonik. Tidak ada kasus gagal jantung kongestif atau edema paru yang ditemukan dari studi

retrospektif dari 29 pasien dengan perdarahan subarachnoid dan hiponatremia pada

pemberian HTS 3 % secara kontinu [110] .

12

Kelainan elektrolit

Hipokalemia atau asidosis hiperkloremik sering diamati ketika tidak ada pemberian K+ atau

pengganti asetat digunakan secara bersamaan dengan administrasi HTS [111]. Kelainan ini

mudah dihindari dengan pemberian KCl profilaksis dan menggunakan solusi HTS dengan

50/50 Cl-/asetat.

Peningkatan TIK rebound

Meskipun HTS telah cukup efektif dalam mengurangi TIK yang meningkat, peningkatan

rebound telah dilaporkan dengan pemberian HTS bolus, atau setelah pemberian infus HTS

yang kontinu diberhentikan , atau setelah 24 jam pemberian infus HTS yang kontinu pada

pasien TBI [59,88]. Hal ini mungkin disebabkan oleh efek intrinsic dari half-life HTS. Dalam

satu laporan, dua pasien dengan perdarahan otak akibat hipertensi mendapat "edema serebral

malignan" setelah mendapat terapi HTS untuk mengontrol TIK, tapi belum jelas apakah ini

disebabkan oleh HTS atau hanya perkembangan dari penyakit primer [88].

HTS untuk resusitasi

Seperti dijelaskan di atas, traumatic brain injury sering terjadi pada kasus yang berhubungan

dengan trauma sistemik dan syok hemoragik. Cedera otak itu sendiri dapat merusak jantung

dan pembuluh darah akibat responnya terhadap syok, walaupun tidak terjadinya perdarahan,

dengan menyebabkan hipotensi berat [100]. Setelah terjadi TBI, otak rentan terhadap cedera

sekunder dari hipotensi dan iskemia di penumbra atau ditempat lainnya [41]. Daerah

Watershed adalah daerah yang sangat berisiko. Oleh karena itu, resusitasi awal dan agresif

pada pasien TBI telah direkomendasikan [14,15]. Ekspansi volume yang sederhana dapat

memperbaiki aliran darah, tetapi dapat juga menyebabkan edema serebral dan peningkatan

13

TIK [45, 46]. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa resusitasi HTS telah

memperbaikihemodinamik serta menurunkan TIK dibandingkan dengan cairan isotonik.

Studi klinis

Vassar dkk. melaporkan, pada 166 pasien trauma yang menjalani transportasi menggunakan

helikopter, dengan tekanan darah sistolik (SBP) dipertahankan pada ≥ 100 mmHg dengan

pemberian HTS 7,5%/ dekstran 4.2% vs bolus LR dan cairan maintenance dengan LR [120].

Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan antara kelompok Glasgow Coma Score

(GCS), Injury Severity Score (ISS), atau Revised Trauma Score. Kelompok yang diberikan

HTS memiliki kebutuhan cairan lebih kecil untuk menstabilisasikan hemodinamik dan

memiliki SBP yang lebih tinggi. Selain itu, pada analisis yang lebih lanjut, subkelompok

pasien dengan TBI berat memiliki kelangsungan hidup yang tinggi apabila resusitasi HTS

diberikan.

Untuk memeriksa lebih lanjut peran HTS dan koloid pada resusitasi pasien dengan

hipotensi, Vassar dkk. menguji pemberian HTS 7,5% vs HTS 7,5%/dekstran vs saline biasa

(NS) untuk pemberian cairan sebelum rawat inap pada pasien dengan SBP <90. Mereka

menemukan peningkatan kelangsungan hidup pada pasien dengan GCS ≤ 8 yang telah

diberikan HTS. Regimen cairan yang mengandung HTS juga menghasilkan pembaikan SBP

[119]. Tidak ada perbedaan dari segi kelangsungan hidup, meskipun pada kelompok HTS

dimulai dengan ISS yang tinggi, GCS yang rendah, peningkatan insiden BP inisial yang tidak

terukur, dan lebih banyak cedera "nonsurvivable". Hal ini tercermin kenyataan bahwa

kelangsungan hidup dalam kelompok HTS lebih tinggi dari yang diperkirakan oleh Major

Trauma Outcome Study, tetapi tidak untuk kelompok LR. Tidak ada manfaat apabila dekstran

diberi dalam cairan resusitasi.

14

Wade dkk. melakukan meta-analisis dari 8 percobaan acak dengan memeriksa

pemberian resusitasi HTS/dekstran vs cairan isotonik pada pasien hipotensi. Terjadi

peningkatan kelangsungan hidup pada 24 jam dan pasien dapat pulang dengan pemberian

HTS / dekstran (38 vs 27%, rasio odds 2:1, p = 0.048) [122].

Baru-baru ini, 229 pasien TBI dengan GCS <9 dan hipotensi dengan SBP <100

diacak dan diberikan cairan resusitasi dengan 7,5% HTS vs LR di lapangan [25]. Bolus

sebesar HTS 7,5% 250cc atau LR diberikan, ditambahkan pada resusitasi cairan per

paramedis. Karakteristik dasar - usia rata-rata (38/37), mean SBP (80/70), GCS (4/4), median

ISS (38/38), Maximum Abbreviated Injury Score (MAIS) (5/5), skor cedera kepala (4/4),

Trauma and Injury Severity Score (TRISS) (27/24), kadar intubasi, berapa kali ditransportasi,

dan suhu tubuh pada saat kedatangan direkam untuk kedua-dua kelompok. Secara signifikan,

tidak ada perbedaan total resusitasi IVF (1.250 ml) dan SBP pada saat kedatangan seperti

penelitian lain.

Kadar Na+ dan Cl- yang tinggi dicatatkan pada pemberian HTS saat masuk ke rumah

sakit, yang berlangsung sekitar 12 jam. Tidak ada perbedaan terlihat pada TIK, tekanan

perfusi serebral (CPP), durasi CPP < 70, pertukaran gas , durasi ventilasi mekanis, atau durasi

dukungan inotropik antara kelompok. TIdak ada juga perbedaan dalam persentase

kelangsungan hidup sehingga keluar dari rumah sakit (55/50) dan 6 bulan (55/ 47), atau hasil

GCS dalam 3 bulan (15/15), Glasgow Outcome Scale (GOS) (4/4), Glasgow Outcome Scale-

Extended (Gose) (5/5) dan GCS 6 bulan (15/ 15), GOS (4/4), GOSE (5/5). Analisis

subkelompok menunjukkan tidak ada perbedaan hasil dalam 6 bulan pada pasien cedera otak

sederhana (GCS 5-8), waktu kedatangan yang berbeda, atau untuk pasien yang diobati

dengan kristaloid hanya dengan HTS. Namun, kelangsungan hidup yang lebih baik dilihat

pada kedua-dua kelompok daripada yang diprediksi oleh TRISS, dan kelompok LR mungkin

memiliki manfaat dari protokol resusitasi pra-rumah sakit yang sangat baik untuk

15

mempertahankan CPP yang adekuat sehingga menyingkirkan kebutuhan untuk HTS . Ini

adalah uji coba terbatas, yang tidak menjawab hanya HTS atau resusitasi HTS/dekstran, dan

tidak menggunakan HTS selama rawat inap , yang juga dapat mempengaruhi hasil [67].

Pemberian HTS untuk mengontrol TIK

Studi Klinis

Beberapa laporan kasus dan series kecil telah menunjukkan pengobatan yang sukses dalam

meningkatkan TIK dengan pemberian HTS. Dua pasien dengan TIK yang sukar dikontrol

dengan pemberian mannitol, bereaksi dengan cepat memperbaiki TIK dan fungsi ginjal

apabila diberikan HTS 29,2% 20ml [124]. Satu pasien dengan peningkatan TIK yang sukar

dikontrol, terjadi penurunan sebanyak >50% dengan pemberian bolus tunggal HTS 7,5%

[32]. Suarez menjelaskan 8 pasien (satu TBI, beberapa SAH, satu glioma) diberikan bolus

HTS 23,4% 30 ml apabila pasien tidak berespon dengan manitol [71]. Semua TIK mereka

menurun dari rata-rata dari 41,5-17 mmHg dalam masa beberapa jam. Tidak ada juga

peningkatan serum Na+ meskipun diberikan dosis ganda, namun tidak ada perubahan di CVP

atau output urin.

Dalam laporan lain, 9 pasien dengan cerebral vascular accident (CVA) menerima

baik HTS/HES 7,5% atau manitol [101]. Antara pasien ini, 30 contoh peningkatan TIK atau

dilatasi pupil secara acak diobati dengan diantara kedua cairan tersebut. Pembaikan TIK

(menurunkan .10%) atau resolusi kelainan pupil ditemukan pada 10 dari 14 pasien yang

diberi mannitol, dan pada semua pasien yang diberikan HTS. Pengurangan absolut yang

besar dan respon yang lebih cepat tercatat dengan pemberian HTS. Namun, pembaikan CPP

lebih baik dengan pemberian manitol (disebabkan oleh MAP yang lebih tinggi).

Melihat dari pasien TBI secara spesifik, 6 pasien dengan TBI berat memiliki 42

episode dari peningkatan TIK refrektori dengan penurunan rata-rata 18mmHg (43%)

16

bertahan dengan rata-rata 93 menit setelah pemberian bolus HTS 10% 100ml. Kelompok lain

6 pasien dengan TBI berat, menerima beberapa bolus dari HTS 7,5%/HES, menunjukkan

penurunan TIK (44%) pada menit ke 30 dengan tidak ada perubahan dalam tekanan darah

[48]. Berger et al. menulis mengenai 2 pasien dengan TBI berat, diberikan perawatan dengan

hiperventilasi (pCO2 30-35), elevasi kepala, normothermia, sedasi, barbiturat, bolt TIK

ditempatkan di hemisfer yang kurang cedera, dan pemberian manitol untuk ICP > 20 [10].

Bolus tunggal HTS 20 % sebanyak 30 ml diberikan untuk refraktori TIK. Kraniektomi

dekompressif unilateral dilakukan untuk episode kedua dari TIK refraktori, dengan bolus

HTS pengulangan untuk setiap acara lainnya. Mannitol menurunkan TIK, tetapi juga

penurunan CPP yang membutuhkan administrasi pressors, sedangkan HTS dapatkan

meningkatkan ICP dan CPP. Hanya peningkatan Na+ dan osmolaritas yang sementara

ditemukan pada tiap infus, yang mana kembali ke baseline setelah 4-6 jam. Tidak ada

diuresis terlihat dengan HTS, dan tidak ada perubahan hematokrit baik dengan pemberian

mannitol atau HTS . Kedua-dua pasien memberi hasil yang baik.

Pemberian HTS secara kontinu juga telah ditemukan efektif dalam mengobati

peningkatan TIK. Qureshi et al. menjelaskan 27 pasien dengan beberapa penyebab yang

menyebabkan peningkatan TIK yang diobati dengan HTS 3% secara kontinu sehingga

mencapai target Na+ 145-155 mEq / l [85]. Ada hubungan terbalik antara serum Na+ dan ICP

pada pasien dengan TBI atau pasca operasi yang menyebabkan peningkatan TIK, tapi tidak

pada pasien dengan perdarahan subarachnoid (SAH) atau infark yang terjadi dalam waktu 12

jam. Edema berkurang dan perpindahan kearah lateral juga terlihat pada computed

tomography (CT) scan serial dalam waktu 72 jam untuk pasien dengan TBI atau tumor otak.

TIK dikontrol dalam 24 jam pada pasien trauma, tapi setelah 3 hari 50% terjadi peningkatan

TIK rebound yang membutuhkan induksi barbiturat untuk mengendalikan TIK. Selanjutnya,

3 pasien mendapat edema paru, 3 pasien mendapat diabetes insipidus (DI) yang

17

membutuhkan desmopresson (DDAVP), dan hyperchloremia (> 110) ditemukan pada 23

pasien.

Hal ini terkait dengan peningkatan serum natrium dan durasi yang lebih lama dengan

pengobatan HTS. Namun, tidak ada pasien dengan asidosis metabolik ditemui. terdapat lima

pasien mengalami peningkatan nitrogen urea darah (BUN) (> 24), tetapi mereka sebelumnya

sudah ada penyakit ginjal, dan tidak memburuk selama diberikan terapi HTS. Terdapat

kelompok dengan 36 pasien TBI berat yang diterapi dengan HTS 2% atau 3% infus secara

kontinu untuk mencapai target tujuan 145-155 mEq/l dibandingkan dengan 46 pasien

dikontrol tanpa pemberian HTS [86]. Tingkat keparahan lebih tinggi pada kelompok HTS,

tetapi tidak ada perbedaan dalam metode yang diperlukan untuk mengontrol TIK/CPP

termasuk hiperventilasi, manitol, drainase CSF, dan pressors. Namun, pasien dalam

kelompok yang diberikan HTS menerima lebih barbiturat dan memiliki angka mortalitas

yang tinggi. Tidak disebutkan tentang perbandingan hasil sebenar yang memperkirakan

tingkat keparahan.

Penelitian secara acak telah menunjukkan hasil yang bervariabel. Tidak ada

perbedaan yang ditemukan antara manitol vs HTS 7,5% untuk prosedur supratentorial elektif

[87] dengan efek pada tekanan CSF lumbal atau evaluasi morfologi curah otak. Sekelompok

34 pasien dengan TBI dan ketidakstabilan hemodinamik diacak untuk pengobatan dengan

HTS 1,6% vs LR [97]. Pengobatan diberikan selama SBP <90 atau urin ouput (UO) <0,5 ml /

kg selama resusitasi, operasi, atau selama 5 pertama ICU hari. Jumlah total cairan dititrasi

untuk mengembalikan parameter normal. Cairan maintenance merupakan NS pada kelompok

HTS, dan 1/2 NS dalam kelompok LR (15 ml/kg perhari), dengan keseimbangan cairan yang

lebih rendah, tapi kadar Na+ yang tinggi dan osmolaritas dalam kelompok HTS para akhir

studi. Tidak ada perbedaan yang terlihat pada TIK atau CPP selama penelitian, tetapi

kelompok HTS memiliki TIK inisial lebih tinggi dan GCS lebih rendah, dan diperlukan

18

intervensi lebih untuk elevasi TIK. Tidak ada kasus gagal ginjal atau komplikasi neurologis,

dengan pemberian serum Na+ maksimum dari 157 mEq dan osmolaritas 357 mOsm. Ini

adalah penelitian kecil, dan resusitasi sebelum masuk rumah sakit tidak menggunakan HTS,

bersama dengan variabilitas dalam protokol sedasi yang mempengaruhi kadar TIK. Dengan

demikian, tidak ada kesimpulan yang dapat dilakukan.

Terdapat penelitian lain yang menunjukkan manfaat pasti dari HTS. Calon pertama,

uji coba secara acak telah dilaporkan oleh Simma dkk. [106]. Mereka memperhatikan 32

pasien pediatric dengan TBI berat secara acak dengan memberikan HTS 1,7% atau LR

sebagai pemeliharaan cairan untuk 72 jam pertama, dengan goal 145-150 Na+ untuk terapi

HTS. Pasien HTS memiliki TIK yang lebih rendah dan memerlukan intervensi yang sedikit

untuk mengelola peninggian TIK. Mereka juga memerlukan cairan yang kurang untuk

mempertahankan BP, memiliki penurunan kejadian sindrom gangguan pernapasan, durasi

yang lebih singkat untuk penggunaan ventilasi mekanis, dan meningkatkan kelangsungan

hidup. Sebuah hubungan terbalik antara serum natrium dan TIK dicatatkan, meskipun tidak

ada perbedaan Na+ yang signifikan ditemukan di antara kelompok. Terdapat tingkat

kelangsungan hidup (94%) yang tinggi, dan pasien dengan cedera "nonsurvivable"

dikeluarkan [83].

Khanna et al. memerhatikan sepuluh pasien pediatrik dengan TBI berat dan TIK

refrektori, yang diberikan infus HTS 3% kontinyu untuk mengontrol TIK, dengan kadar

serum Na+ yang berbeda [59]. Usia rata-rata adalah 5,7 tahun (4 bulan sampai 13 tahun).

Pengobatan termasuk elevasi kepala, paralisis, sedasi, manitol dan diuretik loop,

hiperventilasi (pCO2 28-35), koma barbiturat, dan drainase ventrikel eksternal. Mereka

mengikuti GCS, ICP, CPP, MAP, CVP, frekuensi TIK spike> 20, serum Na+ dan

osmolaritas, pCO2, dosis manitol, dosis thiopental / tingkat, BUN / Cr, kreatinin clearance,

dan dosis HTS 3%. Karakteristik pasien yang lain termasuk ISS rata-rata 30 (18-45),

19

diagnosa klasifikasi CT 2.5 (2-4), enrollment 3.2 days after admission (1-6 hari), berarti

durasi pengobatan rata-rata 8 hari (4-18), median GCS waktu masuk rumah sakit 4 (3-7),

GOS 6 bulan 4 (1-5), satu kematian, dan tujuh dari sembilan pasien hidup dengan GOS 4-5.

Hubungan antara serum Na + dan ICP dapat dilihat, serta penurunan kebutuhan terapi lain

untuk manajemen TIK (Gambar 3). Puncak serum Na + adalah 170. Dua kasus gagal ginjal

ditemukan (yang terkait dengan sepsis) dan satu penarikan dari perawatan. Ini adalah sebuah

contoh kecil, dengan rentang usia yang besar, dan mungkin terlepas efek samping pada sub

kelompok pasien [76]. Juga, setengah menerima bolt daripada ventrikulostomi, yang tidak

memungkinkan untuk drainase CSF untuk mengontrol TIK, dan mungkin memiliki ukuran

kurang dipercayai. Mereka juga memiliki batas bawah (> 20 mmHg selama 5 menit) untuk

pengobatan dibandingkan dengan penelitian lain. 18 pasien lain dengan TBI yang terdaftar

dalam studi double-blind crossover diantara HTS 3% dan NS untuk meningkatkan TIK [36].

TIK diturunkan 4 mmHg sampai 2 jam dengan HTS, dengan tidak ada perubahan pada

CVP/fungsi ginjal. Tidak ada perubahan ICP dengan NS.

Penelitian retrospektif pada anak-anak juga telah menghasilkan hasil yang positif.

Sebuah studi dari 68 pasien dengan TIK refraktori diberi terapi HTS 3% memiliki kontrol

yang baik [82]. Mereka melaporkan hanya tiga kematian akibat TIK refraktori, dimana

kurang dari yang diharapkan dari tingkat keparahan cedera. Penelitian ini juga kemungkinan

tidak mencakup pasien dengan cedera "nonsurvivable"[83]. Gemma menjelaskan satu pasien

dengan spasme vertebra dan cedera batang otak iskemik setelah TBI [38]. Pasien tersebut

menerima HTS 2,7% dan 5,4% selama masing-masing 48 jam, dengan SSEPs dan ujian

neurologis menunjukkan perbaikan berkelanjutan dari 24 jam setelah memulai terapi (Tabel

1).

20

Gambar 3: Kombinasi data untuk semua 10 pasien yang mendemonstrasikan nilai serum

natrium VS TIK (atas kiri), TIK spikes (bawah kiri), tekanan perfusi serebral (CCP) (atas

kanan), dan osmolaritas serum (bawah kanan) pada 72 jam pertama setelah inisiasi terapi

saline hipertonik. *p<0.05; *p<0.01 (digunakan dengan ijin dari [59])

Kesimpulan

Cairan hipertonik telah dibuktikan dalam beberapa studi dapat meningkatkan hasil neurologis

pada pasien trauma apabila digunakan sebagai resusitasi awal, atau pengobatan pada

peningkatan tekanan intrakranial setelah masuk rumah sakit. Cooper et al 's. dalam penelitian

terbarunya, tidak menemukan perbedaan antara menggunakan bolus tunggal HTS dan LR

pada resusitasi, tapi tidak ada perbedaan yang ditemukan dalam jumlah resusitasi cairan yang

digunakan [25]. Oleh karena itu, mungkin volume yang adekuat dan resusitasi hemodinamik

sebenarnya merupakan faktor penting dalam meningkatkan hasil neurologis.

21

Selain itu, efek resusitasi HTS yang menguntungkan dapat meningkatkan parameter

kardiovaskular sementara masih membatasi jumlah cairan dapat telah terhindarkan dalam

penelitian ini. Juga, mungkin ada perlu berada dalam keadaan hiperosmolar yang

berkelanjutan untuk manfaat. Dengan demikian, resusitasi awal dengan HTS mungkin tidak

dapat mencegah kaskade edema serebral, peningkatan TIK, dan cedera otak sekunder. Hal ini

dapat dievaluasi dengan menggunakan protokol yang mentitrasi pemberian cairan resusitasi

dengan parameter kardiovaskular, meskipun hal ini mungkin sulit dalam pengaturan sebelum

masuk rumah sakit. HTS digunakan dengan tujuan mempertahankan parameter hemodinamik

yang memadai selama resusitasi mungkin masih menguntungkan, namun, terutama dalam

situasi lapangan dimana transpor cairan isotonik dalam jumlah yang besar adalah tidak

praktis.

Yang pasti, HTS telah terbukti berguna dalam pengendalian TIK yang tinggi,

terutama apabila perawatan yang lain gagal. Banyak kelompok telah melaporkan peningkatan

hasil dengan pemberian HTS dan efek yang sangat sedikit. Namun, banyak regimen yang

berbeda , dalam hal konsentrasi, dosis, bolus vs infus kontinu, dan durasi pengobatan, telah

digunakan. Sayangnya, kurangnya perbandingan antara protokol pengobatan ini. Selanjutnya

ilmu dasar sains menggunakan model hewan, diharapkan akan membantu dalam menentukan

rejimen optimal, yang kemudian dapat diuji dalam prospektif, penelitian secara acak. Secara

khusus, kinetika cairan dan gerakan osmolit dalam menghadapi tingkat yang berbeda dalam

perubahan serum konsentrasi Na + dalam menilai rejimen administrasi yang terbaik.

Informasi ini mudah-mudahan akan mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang

bagaimana pemberiandosis HTS, tingkat perubahan serum Na+ yang diijinkan serta nilai

maksimum, dan parameter tepat untuk mencegah peningkatan TIK rebound. Terapi HTS

22

terletak dalam penyempurnaan penggunaannya secara terbaik dengan memanfaatkan sifat-

sifatnya.

23

Tabel 1: Perbedaan berdasarkan protocol dari studi klinis pada pasien dengan TBI dan lain-

24

lain

25