Upload
izza-munira
View
125
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
journal
Citation preview
Cairan Saline Hipertonik: Review klinis
R. Tyagi & K. Donaldson & C. M. Loftus & J. Jallo
Abstrak: Literatur menyatakan bahwa cairan saline hipertonik (HTS) dengan konsentrasi
natrium klorida yang lebih dari cairan fisiologis 0,9% dapat digunakan dalam mengontrol
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan sebagai agen resusitasi dalam pelbagai hal
termasuk traumatic brain injury (TBI). Dalam review ini, kami mendiskusikan mekanisme
kerja cairan saline hipertonik, kesan samping dan studi klinis yang terbaru. Studi
menunjukkan bahwa pemberian HTS pada pasien dengan TBI yang sedang diresusitasi dapat
dilihat pembaikan neurologis. HTS juga mempunyai efek positif terhadap peningkatan TIK
dari pelbagai etiologi dan pada resusitasi syok. Walaubagaimana pun, studi acak prospektif
dari Australia yang menggunakan protokol resusitasi yang agresif pada pasien trauma
menunjukkan tidak ada perbedaan di antara jumlah cairan yang diberikan saat resusitasi
sebelum rawat inap dan tidak ada perbedaan dalam kontrol TIK atau pembaikan neurologis.
Peran HTS pada resusitasi sebelum rawat inap belum diketahui. Faktor yang paling penting
dalam memperbaiki hasil adalah dengan mencegah hipotensi dan memastikan pengaliran
darah ke serebral. Untuk mengontrol peningkatan TIK saat pasien dirawat inap, HTS
dikatakan aman dan efektif. Walaupun ahli klinis menggunakan HTS dengan sukses, ada
beberapa persoalan penting mengenai berapa dosis dan cara pemberian HTS. Protokol
mengenai perbandingan langsung harus dilakukan untuk meningkatkan dan standarisasi
perawatan pasien.
1
Pengenalan
Traumatic brain injury (TBI) adalah gangguan heterogen yang timbul dari berbagai etiologi
(concussive, iskemik, hemoragik, mekanik dan lain-lain) yang mengakibatkan cedera
neuronal dan degenerasi. Data terbaru menunjukkan bahwa setiap tahun 1,4 juta orang di
Amerika Serikat menderita TBI, terhitung sekitar 50.000 kematian, 235.000 rawat inap,
dengan biaya langsung atau tidak langsung lebih dari USD 60 miliar pada tahun 2000
[35,63]. Meskipun cedera primer menyebabkan kerusakan yang signifikan, dimana iskemia
sekunder yang selanjutnya menyebabkan cedera yang lebih lanjut akibat oleh penurunan
perfusi dari hipotensi dan/atau peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan hipoksia. Oleh
karena itu, resusitasi di lapangan atau di rumah sakit harus mempertahankan tekanan arteri
rata-rata (MAP) dan mengontrol TIK [102].
Hipotensi telah terbukti memiliki peran yang lebih signifikan dalam cedera sekunder
pada iskemia, dengan kadar mortalitas dua kali lipat pada cedera kepala [14,16]. Mekanisme
daripada efek ini adalah hipoperfusi yang menyebabkan iskemia pada cedera otak dengan
penambahan kerusakan sekunder [100]. TBI sendiri dapat meningkatkan risiko terhadap syok
dimana dengan mempengaruhi mekanisme kompensasi [39].
Edema serebral hasil dari cedera otak inisial menyebabkan peningkatan TIK apabila
magnitud peningkatan volume parenkim melebihi respon kompensasi. Edema dapat bersifat
(1) vasogenik, yang disebabkan oleh kerusakan pada blood-brain barrier (BBB), (2)
sitotoksik, pembengkakan seluler dari sel nekrotik dan apoptosis, atau (3) interstitial, dari
aliran cairan serebrospinal (CSF) yang besar melalui lapisan ependymal, atau cairan dari
plasma yang melintasi BBB [37,57,60]. Produk osmotik yang aktif dari jaringan yang cedera
(sel lisis, darah ekstravaskular) dapat menarik air dan menyebabkan edema eksaserbasi yang
lebih lanjut. Hal ini menyebabkan efek kaskade pada peningkatan TIK, memperburukkan
iskemia, dan menyebabkan cedera ke jaringan yang lain.
2
Berdasarkan faktor-faktor ini, penggunaan HTS untuk resusitasi akut di lapangan,
serta di pemeliharaan unit perawatan intensif (ICU) telah dilakukan pada hewan dan juga
dalam studi kilnis. Namun, belum ada protokol yang jelas mengenai konsentrasi, waktu
administrasi, laju infus (bolus intermiten vs infus kontinu), dan dosis atau indikasi
penggunaan HTS dihasilkan.
Mekanisme kerja HTS
Osmotik
Pemberian HTS meningkatkan gradien osmotik antara otak dan darah, dan menarik cairan
dari ruang interstitial ke ruang intravaskular, mirip dengan agen osmotik lainnya [8, 85].
Edema serebral pada TBI disebabkan oleh kebocoran dari mikrovaskular yang rusak
(disfungsi BBB), disfungsi vasoregulator, dan akumulasi molekul osmotik dalam interstitium
dan pada ruang intraselular pada otak yang mengalami iskemik. Kematian sel dan yang
mengalami lisis melepaskan osmolit ke ruang interstitial. Sel iskemik pada penumbra, tidak
mampu untuk menyelesaikan siklus metabolik, mengumpulkan produk metabolik ke dalam
ruang intraseluler, menghasilkan osmolaritas parenkim yang lebih tinggi dari normal di
seluruh wilayah otak yang cedera [77,79]. Peningkatan osmolalitas serum dengan pemberian
HTS dapat mengurangi celah osmotik, dan juga mengurangi produksi CSF, dimana dapat
memperbaiki komplians intrakranial [51].
HTS menghalangi efek dari osmolit yang terakumulasi di ekstraseluler dengan
meningkatkan osmolaritas intravaskular untuk menarik cairan dari ruang interstisial, dan
dengan demikian mengurangi TIK [8]. Peningkatan ekstraseluler Na+ juga mengembalikan
fungsi Na+/osmolit co-transporters [125]. Percobaan pada manusia menunjukkan pembaikan
TIK selama kurang lebih 72 jam apabila kadar Na+ meningkat 10-15 mEq/l dengan
pemberian terapi HTS [59]. Pemberian HTS bolus dan kontinyu dapat menurunkan TIK
3
[8,59,87,97,111]. Belum ada bukti yang mendukung suatu konsentrasi HTS dibanding yang
lain dalam keberhasilan pengendalian edema serebral [75].
Beberapa studi menunjukkan efek ini berkurang, dan TIK meningkat ke tingkat dasar
apabila cairan isotonik digunakan untuk maintenans setelah bolus inisial HTS diberikan
[87,97,111]. Bahkan apabila terjadi hipernatremia yang berkepanjangan, toleransi terhadap
efek HTS terjadi setelah beberapa hari [59,116]. Mekanismenya berupa pergerakan osmolit
serebral dengan transport aktif ke dalam sel yang berespon terhadap TBI dan peningkatan
osmolaritas intraseluler, dan hilangnya gradien osmotik [114-116]. Osmolit ini adalah
molekul organik termasuk beberapa asam amino (glutamat, glutamin, γ-aminobutyric asam,
N-acetylaspartate, alanin, aspartat, dan taurin), alkohol polihidrat (myoinositol), dan metil
amina (creatine dan glycerophosphorylcholine) [68]. Proses ini terjadi setelah keadaan
hipertonik yang dipertahankan selama 3 hari [68]. Hiperosmolaritas yang berkelanjutan
meningkatkan perlepasan vasopresin dan dahaga, dan dapat juga karena osmoreseptor pada
daerah periventrikular seperti di lamina terminalis, yang memprojeksi ke hipotalamus [78].
Hemodinamik
Peningkatan MAP oleh pemberian HTS telah dibuktikan pada model manusia dengan syok
kardiogenik, syok septik, dan syok hemoragik [52,53,84,91,107,123]. Hal ini telah terbukti
karena efek beberapa bahan aditif. HTS meningkatkan volume intravaskular dengan
menyebabkan cairan masuk ruang intravaskular [73,87]. Hal ini juga dapat meningkatkan
curah jantung dengan tindakan hormonal [113]. Manfaat dari MAP yang tinggi dimana
disertai dengan pencegahan kelebihan cairan dan hemodilusi karena volume lebih kecil yang
diperlukan [80]. Efek yang menguntungkan dari MAP adalah sementara (15-75 menit), tetapi
efek ini dapat diperpanjangkan dengan penambahan koloid [38]. Hal ini karena, volume
intravaskular tetap tinggi untuk jangka waktu yang lama, karena Na+ dan Cl- dapat melepasi
4
endotel kapiler membran di seluruh tubuh dan dapat menarik cairan intravaskular (IVF)
kedalam ruang interstitial, sedangkan koloid tetap tinggal didalam ruang intravaskular bahkan
didalam pembuluh somatik.
Vasoregulator
Iskemia serebral dipresipitasi oleh disfungsi vasomotor adalah salah satu penyebab cedera
otak sekunder [28,64,98,99]. Studi juga telah mendokumentasikan iskemik akibat edema
serebral dan vasospasme, serta hiperperfusi pada 2 minggu pertama setelah cedera [39, 71,
117]. Terapi HTS meningkatkan diameter dalaman dari kapiler dan volume plasma serta
menghalangi vasospasme dan hipoperfusi dengan meningkatnya aliran darah serebral (CBF).
Keadaan ini mungkin disebabkan oleh dehidrasi endotelium dan eritrosit, meningkatkan
pembesaran diameter pembuluh darah, dan memperbaiki pergerakan sel darah merah sel
melalui kapiler otak [103, 104]. HTS bertindak secara simultan mencegah peningkatan TIK
dengan hiperperfusi [11]. Efek keseluruhannya adalah meningkatkan pengiriman oksigen ke
otak dan memperbaiki PaO2 dengan memperbaiki meningkatkan aliran darah ke otak dan
menurunan edema paru [90,104]. Namun, tidak semua studi menunjukkan peningkatan CBF
dengan penurunan TIK [46].
Efek ini dilihat juga pada pembuluh darah perifer. Salah satu mekanisme yang
mungkin adalah melalui stimulasi sistem saraf otonom untuk mengurangi resistensi vaskular
pusat [34]. Doyle menulis bahwa fenomena vasokonstriksi arteri dan vena dalam otot/kulit
disebabkan oleh aktivasi osmoreseptor paru yang merangsang sistem vagal [29]. Hal ini akan
mengakibatkan perubahan aliran darah ke pembuluh darah otak. Efek pada tonus vaskuler
paru bergantung pada kadar dan konsentrasi cairan HTS, dengan hasil yang bervariasi [118].
Selain memperbaiki mekanis aliran darah melalui pembuluh darah, HTS memiliki
pengaruh langsung pada endotelium. Ini dapat mengurangi perlekatan leukosit ke endotel sel
5
[9]. Peningkatan konsentrasi Na + juga dapat menginduksi endotelium untuk melepaskan
faktor relaksasi-endotelium dan faktor endothelin [62,108]. Telah terbukti pelepasan PG12
(sebuah prostasiklin) sel endotel vena umbilikalis in vitro dari manusia, yang dapat
menyebabkan vasodilatasi dan penghambatan agregasi platelet [6].
Sebagian dari respon vaskuler terhadap HTS adalah dengan efek pada sistem ginjal
dengan diuresis dan natriuresis [26,44], dimana dengan meningkatkan tekanan perfusi ginjal
dan laju filtrasi glomerulus, dan penurunan reabsorpsi natrium. Hiperosmolaritas juga
menyebabkan perlepasan hormon antidiuretik (ADH), tapi ini disupresi oleh peningkatan
stimulasi vagal dengan perlepasan atrial natriuretik peptida (ANP), sehingga efek bersih
adalah dengan diuresis sedang/natriuresis [23,96]. Respon natriuresis untuk mengurangi
hipernatremia juga dapat menyebabkan hipokalemia dengan pertukaran di tubulus distal [53].
Neurochemical
Cedera otak primer akibat trauma dapat menyebabkan depolarisasi saraf yang meluas,
meningkatkan glutamat ekstraseluler. Kemudian, iskemik sekunder dapat mengurangi jumlah
produksi ATP, yang mencegah fungsi homeostatis oleh pompa pertukaran aktif
transmembran Na+/K+ [61,75,76,121]. Dengan menurunkan Na+ ekstraseluler, ini
memterbalikkan arah Na+/glutamat cotransporter pasif, sehingga meningkatkan glutamat
ekstraseluler. Peningkatan aktivitas fosfolipase dan peningkatan permeabilitas membran
menyebabkan kebocoran glutamat daripada sel. Konsentrasi natrium intraseluler yang lebih
tinggi juga menyebabkan difusi berikatan dengan reseptor pada permukaan sel dan membuka
kanal Ca2+, sehingga meningkatkan difusi air ke dalam sel, lalu membuka saluran stretch-
sensitif yang memungkinkan pelepasan glutamat lanjut [17]. Hal ini menyebabkan umpan
balik positif dan dapat menyebabkan kematian sel yang masif [3,55].
6
Upaya untuk mencegah cedera otak sekunder adalah dengan penggunaan agen untuk
proteksi daripada toksisitas glutamat, yang bertindak dengan memblokir reseptor N-methyl-
D-aspartate (NMDA) [2,65]. HTS dapat mencegah perlepasan glutamat patologis, karena
peningkatan ekstraseluler Na+ dapat mengembalikan pompa Na+/glutamat ke fungsi normal
pengambilan semula glutamat. Konsentrasi Na+, Cl- intraseluler dan resting potensial
membran juga dikembalikan. Pompa Na+/Ca2+ juga diaktifkan untuk mengurangi Ca2+
intraseluler, sehingga membatasi eksitasi neuronal [18].
HTS juga merangsang pelepasan atrial natriuretik peptida. Administrasi
intraventrikular ANP secara eksogen dapat mengurangi TIK pada tikus dengan iskemia
global / model reperfusi [1].
Immunologi
Trauma berat dapat mengaktivasikan respon inflamasi. Leukosit bermigrasi ke daerah
mikrovaskular yang cedera dan menyebabkan cedera sekunder melalui kematian sel oleh
peroksidase dan protease [29]. Vasospasme dan edema interstitial terjadi akibat pelepasan
molekul inflamasi, seperti eikosanoid dari leukosit yang diaktifkan [47]. Beberapa model
hewan menunjukkan respons yang baik terhadap imunosupresi dalam pencegah cedera
sekunder, tapi percobaan yang telah dilakukan pada manusia gagal [13,27, 69,70,74]. Respon
menjadi rumit apabila berkait dengan keadaan hipotensi disertai dengan trauma berat dan TBI
karena dapat menyebabkan supresi imun. Hal ini kemudian dapat meningkatkan kadar sepsis
dan mortalitas.
7
Gambar 1: Mekanisme dan modulasi degranulasi neutrofil dan produksi superoxide dari HS.
Penambahan HS sebelum atau pada saat simulasi oleh fMLP memblokir pembentukan
superoxide dan degranulasi dengan uncoupling dari beberapa signal yang biasa dari reseptor
fMLP. Apabila alur ini diganti dengan menggunakan PMA fMLP atau menggunakan PMA
(b) daripada fMLP atau dengan menambah HS setelah fMLP, HS tidak mempengaruhi
pembentukan superoksida tetapi membantu degranulasi dengan amplikasi jalur signal p38.
(digunakan dengan ijin [126])
Terapi HTS memiliki beberapa efek imunomodulator. Perubahan dalam produksi
prostaglandin dan peningkatan kadar kortisol dan hormon adrenokortikotropik (ACTH) telah
dicatat [9,89]. Ini juga telah terbukti menurunkan perlekatan leukosit dan migrasi [49], serta
penurunan ekspresi CD11b pada neutrofil (yang diaktifkan dan belum diaktifkan) in vitro dan
in vivo pada manusia sehat [4,94]. Penurunan aktivasi neutrofil dan marginasi mungkin
8
karena terjadi pengurangan chemoattractants dengan penurunan L-selectin polimorfonuklear
leukosit (PMN) dan ekspresi endotel integrin B2 [5,112] (Gambar 1). Namun, studi lain
menunjukkan peningkatan pelepasan PMN elastase tapi tidak ada efek pada produksi O2
ketika PMN di pra-diaktifkan dengan platelet-activating factor (PAF) [81]. Aktivasi p38
MAPK (mitogen-activated protein kinase) mempromosi pengeluaran superoksida yang
diaktivasikan oleh PMN yang telah diaktifkan [56]. Penghambatan pengaktifan p38 MAPK
dapat mengurangi ukuran infark dan menurunkan intensitas diffusion-weighted imaging
(DWI) dengan cepat pada model dengan strok fokal permenan [66]. Atenuasi respon dari
sitotoksik PMN serta penurunan aktivasi p38 MAPK mungkin disebabkan karena gangguan
sinyal transduksi intraseluler. HTS menginhibasi reorganisasi sitoskeletal PMN in vitro pada
dosis klinis yang relevan, tetapi tidak pada dosis PMN yang lebih tinggi (meningkat p38
MAPK), atau dengan stimulasi sebelumnya dengan formil-methionyl-leucyl-fenilalanin
(fMLP) [19, 20, 22]. Efek ini tidak mengalami perubahan dengan penambahan dekstran [33].
Apabila keadaan normotoniksitas dikembalikan, ini dapat mengembalikan respon sitotoksik
tetapi dapat dipertahankan dengan terapi ulang dengan HTS [21].
Komplikasi inflamasi sistem organ lain dapat dicegah dengan pemberian terapi HTS.
Dicatatkan bahwa terjadi pengurangan cedera paru-paru setelah syok hemoragik apabila
diberikan HTS [95]. Bahkan pada model tikus dengan pankreatitis, pengurangan kerusakan
paru-paru dan pankreas juga dapat dilihat [105]. Mekanisme yang mungkin adalah karena
penurunan jumlah faktor inflamasi pasca-syok pada limfa mesenterika.
Meskipun efek supresif pada sistem inflamasi, pemberian HTS dapat mengurangi
kadar komplikasi dari infeksi [24]. Ini mengurangi supresi CD4+ penindasan dan
menormalkan aktivitas sel natural killer (NK) pada model tikus. Pemberian HTS pada model
dengan syok hemoragik juga dapat membatasi jumlah translokasi bakteri, mengurangi risiko
penyebaran bakteria dan sepsis.
9
Dengan demikian, HTS bertindak melalui beberapa komplementari yang paralel dan
jalur interaksi untuk menghasilkan efek yang kompleks pada pelbagai sistem. Efek bersih
adalah untuk mengurangi TIK dan memperbaiki fungsi kardiovaskular bagi mengurangi
cedera otak sekunder dan memperbaiki hasil (Gambar 2)
Gambar 2: Mekanisme kerja dari cairan saline hipertonik. (digunakan dengan ijin [29])
Potensi efek samping
Komplikasi neurologis
Komplikasi pemberian terapi HTS yang paling serius secara teoritis adalah terjadi komplikasi
neurologis karena sindrom demielinasi osmotik (ODS) atau central pontine mielinolisis
(CPM). Ini adalah destruksi serat mielin setelah terjadi peningkatan serum sodium, paling
sering mempengaruhi white dengan daerah pons menjadi paling rentan. Osmolit serebral
memainkan peran penting dalam ODS, dimana konsentrasi dan diffusibilitasnya dapat
10
mempengaruhi osmolalitas [12]. Literatur dari studi prospektif tentang hewan dan kasus pada
manusia melaporkan koreksi hiponatremia direkomendasi untuk dilakukan dengan
peningkatan Na+ tidak lebih dari 10-20 mEq/l perhari [7,109]. Percobaan pada manusia
dengan HTS belum didokumentasi peningkatan Na + yang sangat pesat maupun tanpa ODS
meskipun beberapa studi secara khusus dirancang untuk mencegah perubahan natrium dalam
mencegah mielinolisis [59, 82].
Bahkan ketika kadar rata-rata puncak serum Na+ dengan konsentrasi 171 mEq / l
(tertinggi 187 mEq / l) dan diberikan infus HTS 3% secara kontinu, tidak ada ODS terlihat
pada Magnetic Resonance Imaging (MRI) [59]. Infus HTS bolus pada manusia
mendokumentasikan peningkatan serum Na+, tetapi tidak menyebabkan defisit neurologis
[53,72,118,120]. Bahkan, peningkatan Na+ dengan pemberian HTS dikaitkan dengan
pembaikan TIK dalam beberapa studi [40,59,110]. Dalam laporan terbaru, perdarahan
subdural dan perdarahan intraserebral dapat menyebabkan defisit neurologis pada anak-anak
dan kucing dengan perubahan serum Na+ yang cepat [34]. Tapi ini belum diamati dalam
penelitian lainnya, termasuk hewan dan manusia (dewasa dan anak-anak) [30,59,110,120].
Insufisiensi ginjal
Penggunaan HTS telah menyebabkan terdokumentasi kasus insufisiensi ginjal dan gagal
ginjal, meskipun kasusnya kurang pada penggunaan diuretik osmotik yang lain untuk
mengontrol edema serebral. Peningkatan 4 lipat daripada kasus gagal ginjal pada pasien
dengan luka bakar yang menerima HTS untuk resusitasi VS LR telah dicatatkan tetapi data
dari populasi pasien dengan kehilangan cairan yang besar tidak berlaku untuk kasus TBI [54].
Dua dari sepuluh pasien pediatrik dengan TBI yang diberikan cairan maintenans HTS secara
kontinyu, insufisiensi ginjal sementara terjadi setelah kadar Na+ mencapai puncak dan
dikaitkan sementara dengan episode septik. Gagal ginjal, oleh karena itu, mungkin bukan
11
disebabkan oleh efek osmotik, tetapi karena hipotensi [59]. Studi syok hemoragik atau syok
septik biasanya menunjukkan perbaikan hemodinamik dan peningkatan aliran darah ginjal
dengan HTS vs cairan isotonik [29]. Belum ada uji coba langsung yang membandingkan
antara HTS dan manitol untuk memeriksa tingkat insufisiensi ginjal.
Kelainan hematologi
Perdarahan sekunder pada resusitasi cairan yang berlebihan telah dilaporkan pada pasien
dengan pemberian HTS maupun dengan cairan isotonik [36,42,43,93]. Hal ini biasanya
berhubungan dengan perdarahan primer yang tidak terkontrol [42,43]. Penjelasan untuk
koagulopati yang terjadi adalah pengenceran plasma berkait dengan ekspansi volume
intravaskular yang cepat [50]. Agregasi platelet yang menurun dengan peningkatan waktu
protrombin / waktu partial thromboplastin (PT / PTT) dengan penggantian plasma sebanyak
>10% juga telah diamati [92]. Studi lain yang dilakukan pada hewan dan manusia belum
menunjukkan efek seperti ini [31,53,72,118]. Secara teoritis,volume yang lebih kecil
digunakan dalam resusitasi HTS seharusnya dapat mengurangkan tingkat koagulopati.
Kelebihan cairan
Resusitasi cairan yang agresif untuk syok hemoragik sering dikaitkan dengan overload
cairan, khususnya dengan pasien gagal jantung sebelumnya yang menggunakan cairan
isotonik. Tidak ada kasus gagal jantung kongestif atau edema paru yang ditemukan dari studi
retrospektif dari 29 pasien dengan perdarahan subarachnoid dan hiponatremia pada
pemberian HTS 3 % secara kontinu [110] .
12
Kelainan elektrolit
Hipokalemia atau asidosis hiperkloremik sering diamati ketika tidak ada pemberian K+ atau
pengganti asetat digunakan secara bersamaan dengan administrasi HTS [111]. Kelainan ini
mudah dihindari dengan pemberian KCl profilaksis dan menggunakan solusi HTS dengan
50/50 Cl-/asetat.
Peningkatan TIK rebound
Meskipun HTS telah cukup efektif dalam mengurangi TIK yang meningkat, peningkatan
rebound telah dilaporkan dengan pemberian HTS bolus, atau setelah pemberian infus HTS
yang kontinu diberhentikan , atau setelah 24 jam pemberian infus HTS yang kontinu pada
pasien TBI [59,88]. Hal ini mungkin disebabkan oleh efek intrinsic dari half-life HTS. Dalam
satu laporan, dua pasien dengan perdarahan otak akibat hipertensi mendapat "edema serebral
malignan" setelah mendapat terapi HTS untuk mengontrol TIK, tapi belum jelas apakah ini
disebabkan oleh HTS atau hanya perkembangan dari penyakit primer [88].
HTS untuk resusitasi
Seperti dijelaskan di atas, traumatic brain injury sering terjadi pada kasus yang berhubungan
dengan trauma sistemik dan syok hemoragik. Cedera otak itu sendiri dapat merusak jantung
dan pembuluh darah akibat responnya terhadap syok, walaupun tidak terjadinya perdarahan,
dengan menyebabkan hipotensi berat [100]. Setelah terjadi TBI, otak rentan terhadap cedera
sekunder dari hipotensi dan iskemia di penumbra atau ditempat lainnya [41]. Daerah
Watershed adalah daerah yang sangat berisiko. Oleh karena itu, resusitasi awal dan agresif
pada pasien TBI telah direkomendasikan [14,15]. Ekspansi volume yang sederhana dapat
memperbaiki aliran darah, tetapi dapat juga menyebabkan edema serebral dan peningkatan
13
TIK [45, 46]. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa resusitasi HTS telah
memperbaikihemodinamik serta menurunkan TIK dibandingkan dengan cairan isotonik.
Studi klinis
Vassar dkk. melaporkan, pada 166 pasien trauma yang menjalani transportasi menggunakan
helikopter, dengan tekanan darah sistolik (SBP) dipertahankan pada ≥ 100 mmHg dengan
pemberian HTS 7,5%/ dekstran 4.2% vs bolus LR dan cairan maintenance dengan LR [120].
Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan antara kelompok Glasgow Coma Score
(GCS), Injury Severity Score (ISS), atau Revised Trauma Score. Kelompok yang diberikan
HTS memiliki kebutuhan cairan lebih kecil untuk menstabilisasikan hemodinamik dan
memiliki SBP yang lebih tinggi. Selain itu, pada analisis yang lebih lanjut, subkelompok
pasien dengan TBI berat memiliki kelangsungan hidup yang tinggi apabila resusitasi HTS
diberikan.
Untuk memeriksa lebih lanjut peran HTS dan koloid pada resusitasi pasien dengan
hipotensi, Vassar dkk. menguji pemberian HTS 7,5% vs HTS 7,5%/dekstran vs saline biasa
(NS) untuk pemberian cairan sebelum rawat inap pada pasien dengan SBP <90. Mereka
menemukan peningkatan kelangsungan hidup pada pasien dengan GCS ≤ 8 yang telah
diberikan HTS. Regimen cairan yang mengandung HTS juga menghasilkan pembaikan SBP
[119]. Tidak ada perbedaan dari segi kelangsungan hidup, meskipun pada kelompok HTS
dimulai dengan ISS yang tinggi, GCS yang rendah, peningkatan insiden BP inisial yang tidak
terukur, dan lebih banyak cedera "nonsurvivable". Hal ini tercermin kenyataan bahwa
kelangsungan hidup dalam kelompok HTS lebih tinggi dari yang diperkirakan oleh Major
Trauma Outcome Study, tetapi tidak untuk kelompok LR. Tidak ada manfaat apabila dekstran
diberi dalam cairan resusitasi.
14
Wade dkk. melakukan meta-analisis dari 8 percobaan acak dengan memeriksa
pemberian resusitasi HTS/dekstran vs cairan isotonik pada pasien hipotensi. Terjadi
peningkatan kelangsungan hidup pada 24 jam dan pasien dapat pulang dengan pemberian
HTS / dekstran (38 vs 27%, rasio odds 2:1, p = 0.048) [122].
Baru-baru ini, 229 pasien TBI dengan GCS <9 dan hipotensi dengan SBP <100
diacak dan diberikan cairan resusitasi dengan 7,5% HTS vs LR di lapangan [25]. Bolus
sebesar HTS 7,5% 250cc atau LR diberikan, ditambahkan pada resusitasi cairan per
paramedis. Karakteristik dasar - usia rata-rata (38/37), mean SBP (80/70), GCS (4/4), median
ISS (38/38), Maximum Abbreviated Injury Score (MAIS) (5/5), skor cedera kepala (4/4),
Trauma and Injury Severity Score (TRISS) (27/24), kadar intubasi, berapa kali ditransportasi,
dan suhu tubuh pada saat kedatangan direkam untuk kedua-dua kelompok. Secara signifikan,
tidak ada perbedaan total resusitasi IVF (1.250 ml) dan SBP pada saat kedatangan seperti
penelitian lain.
Kadar Na+ dan Cl- yang tinggi dicatatkan pada pemberian HTS saat masuk ke rumah
sakit, yang berlangsung sekitar 12 jam. Tidak ada perbedaan terlihat pada TIK, tekanan
perfusi serebral (CPP), durasi CPP < 70, pertukaran gas , durasi ventilasi mekanis, atau durasi
dukungan inotropik antara kelompok. TIdak ada juga perbedaan dalam persentase
kelangsungan hidup sehingga keluar dari rumah sakit (55/50) dan 6 bulan (55/ 47), atau hasil
GCS dalam 3 bulan (15/15), Glasgow Outcome Scale (GOS) (4/4), Glasgow Outcome Scale-
Extended (Gose) (5/5) dan GCS 6 bulan (15/ 15), GOS (4/4), GOSE (5/5). Analisis
subkelompok menunjukkan tidak ada perbedaan hasil dalam 6 bulan pada pasien cedera otak
sederhana (GCS 5-8), waktu kedatangan yang berbeda, atau untuk pasien yang diobati
dengan kristaloid hanya dengan HTS. Namun, kelangsungan hidup yang lebih baik dilihat
pada kedua-dua kelompok daripada yang diprediksi oleh TRISS, dan kelompok LR mungkin
memiliki manfaat dari protokol resusitasi pra-rumah sakit yang sangat baik untuk
15
mempertahankan CPP yang adekuat sehingga menyingkirkan kebutuhan untuk HTS . Ini
adalah uji coba terbatas, yang tidak menjawab hanya HTS atau resusitasi HTS/dekstran, dan
tidak menggunakan HTS selama rawat inap , yang juga dapat mempengaruhi hasil [67].
Pemberian HTS untuk mengontrol TIK
Studi Klinis
Beberapa laporan kasus dan series kecil telah menunjukkan pengobatan yang sukses dalam
meningkatkan TIK dengan pemberian HTS. Dua pasien dengan TIK yang sukar dikontrol
dengan pemberian mannitol, bereaksi dengan cepat memperbaiki TIK dan fungsi ginjal
apabila diberikan HTS 29,2% 20ml [124]. Satu pasien dengan peningkatan TIK yang sukar
dikontrol, terjadi penurunan sebanyak >50% dengan pemberian bolus tunggal HTS 7,5%
[32]. Suarez menjelaskan 8 pasien (satu TBI, beberapa SAH, satu glioma) diberikan bolus
HTS 23,4% 30 ml apabila pasien tidak berespon dengan manitol [71]. Semua TIK mereka
menurun dari rata-rata dari 41,5-17 mmHg dalam masa beberapa jam. Tidak ada juga
peningkatan serum Na+ meskipun diberikan dosis ganda, namun tidak ada perubahan di CVP
atau output urin.
Dalam laporan lain, 9 pasien dengan cerebral vascular accident (CVA) menerima
baik HTS/HES 7,5% atau manitol [101]. Antara pasien ini, 30 contoh peningkatan TIK atau
dilatasi pupil secara acak diobati dengan diantara kedua cairan tersebut. Pembaikan TIK
(menurunkan .10%) atau resolusi kelainan pupil ditemukan pada 10 dari 14 pasien yang
diberi mannitol, dan pada semua pasien yang diberikan HTS. Pengurangan absolut yang
besar dan respon yang lebih cepat tercatat dengan pemberian HTS. Namun, pembaikan CPP
lebih baik dengan pemberian manitol (disebabkan oleh MAP yang lebih tinggi).
Melihat dari pasien TBI secara spesifik, 6 pasien dengan TBI berat memiliki 42
episode dari peningkatan TIK refrektori dengan penurunan rata-rata 18mmHg (43%)
16
bertahan dengan rata-rata 93 menit setelah pemberian bolus HTS 10% 100ml. Kelompok lain
6 pasien dengan TBI berat, menerima beberapa bolus dari HTS 7,5%/HES, menunjukkan
penurunan TIK (44%) pada menit ke 30 dengan tidak ada perubahan dalam tekanan darah
[48]. Berger et al. menulis mengenai 2 pasien dengan TBI berat, diberikan perawatan dengan
hiperventilasi (pCO2 30-35), elevasi kepala, normothermia, sedasi, barbiturat, bolt TIK
ditempatkan di hemisfer yang kurang cedera, dan pemberian manitol untuk ICP > 20 [10].
Bolus tunggal HTS 20 % sebanyak 30 ml diberikan untuk refraktori TIK. Kraniektomi
dekompressif unilateral dilakukan untuk episode kedua dari TIK refraktori, dengan bolus
HTS pengulangan untuk setiap acara lainnya. Mannitol menurunkan TIK, tetapi juga
penurunan CPP yang membutuhkan administrasi pressors, sedangkan HTS dapatkan
meningkatkan ICP dan CPP. Hanya peningkatan Na+ dan osmolaritas yang sementara
ditemukan pada tiap infus, yang mana kembali ke baseline setelah 4-6 jam. Tidak ada
diuresis terlihat dengan HTS, dan tidak ada perubahan hematokrit baik dengan pemberian
mannitol atau HTS . Kedua-dua pasien memberi hasil yang baik.
Pemberian HTS secara kontinu juga telah ditemukan efektif dalam mengobati
peningkatan TIK. Qureshi et al. menjelaskan 27 pasien dengan beberapa penyebab yang
menyebabkan peningkatan TIK yang diobati dengan HTS 3% secara kontinu sehingga
mencapai target Na+ 145-155 mEq / l [85]. Ada hubungan terbalik antara serum Na+ dan ICP
pada pasien dengan TBI atau pasca operasi yang menyebabkan peningkatan TIK, tapi tidak
pada pasien dengan perdarahan subarachnoid (SAH) atau infark yang terjadi dalam waktu 12
jam. Edema berkurang dan perpindahan kearah lateral juga terlihat pada computed
tomography (CT) scan serial dalam waktu 72 jam untuk pasien dengan TBI atau tumor otak.
TIK dikontrol dalam 24 jam pada pasien trauma, tapi setelah 3 hari 50% terjadi peningkatan
TIK rebound yang membutuhkan induksi barbiturat untuk mengendalikan TIK. Selanjutnya,
3 pasien mendapat edema paru, 3 pasien mendapat diabetes insipidus (DI) yang
17
membutuhkan desmopresson (DDAVP), dan hyperchloremia (> 110) ditemukan pada 23
pasien.
Hal ini terkait dengan peningkatan serum natrium dan durasi yang lebih lama dengan
pengobatan HTS. Namun, tidak ada pasien dengan asidosis metabolik ditemui. terdapat lima
pasien mengalami peningkatan nitrogen urea darah (BUN) (> 24), tetapi mereka sebelumnya
sudah ada penyakit ginjal, dan tidak memburuk selama diberikan terapi HTS. Terdapat
kelompok dengan 36 pasien TBI berat yang diterapi dengan HTS 2% atau 3% infus secara
kontinu untuk mencapai target tujuan 145-155 mEq/l dibandingkan dengan 46 pasien
dikontrol tanpa pemberian HTS [86]. Tingkat keparahan lebih tinggi pada kelompok HTS,
tetapi tidak ada perbedaan dalam metode yang diperlukan untuk mengontrol TIK/CPP
termasuk hiperventilasi, manitol, drainase CSF, dan pressors. Namun, pasien dalam
kelompok yang diberikan HTS menerima lebih barbiturat dan memiliki angka mortalitas
yang tinggi. Tidak disebutkan tentang perbandingan hasil sebenar yang memperkirakan
tingkat keparahan.
Penelitian secara acak telah menunjukkan hasil yang bervariabel. Tidak ada
perbedaan yang ditemukan antara manitol vs HTS 7,5% untuk prosedur supratentorial elektif
[87] dengan efek pada tekanan CSF lumbal atau evaluasi morfologi curah otak. Sekelompok
34 pasien dengan TBI dan ketidakstabilan hemodinamik diacak untuk pengobatan dengan
HTS 1,6% vs LR [97]. Pengobatan diberikan selama SBP <90 atau urin ouput (UO) <0,5 ml /
kg selama resusitasi, operasi, atau selama 5 pertama ICU hari. Jumlah total cairan dititrasi
untuk mengembalikan parameter normal. Cairan maintenance merupakan NS pada kelompok
HTS, dan 1/2 NS dalam kelompok LR (15 ml/kg perhari), dengan keseimbangan cairan yang
lebih rendah, tapi kadar Na+ yang tinggi dan osmolaritas dalam kelompok HTS para akhir
studi. Tidak ada perbedaan yang terlihat pada TIK atau CPP selama penelitian, tetapi
kelompok HTS memiliki TIK inisial lebih tinggi dan GCS lebih rendah, dan diperlukan
18
intervensi lebih untuk elevasi TIK. Tidak ada kasus gagal ginjal atau komplikasi neurologis,
dengan pemberian serum Na+ maksimum dari 157 mEq dan osmolaritas 357 mOsm. Ini
adalah penelitian kecil, dan resusitasi sebelum masuk rumah sakit tidak menggunakan HTS,
bersama dengan variabilitas dalam protokol sedasi yang mempengaruhi kadar TIK. Dengan
demikian, tidak ada kesimpulan yang dapat dilakukan.
Terdapat penelitian lain yang menunjukkan manfaat pasti dari HTS. Calon pertama,
uji coba secara acak telah dilaporkan oleh Simma dkk. [106]. Mereka memperhatikan 32
pasien pediatric dengan TBI berat secara acak dengan memberikan HTS 1,7% atau LR
sebagai pemeliharaan cairan untuk 72 jam pertama, dengan goal 145-150 Na+ untuk terapi
HTS. Pasien HTS memiliki TIK yang lebih rendah dan memerlukan intervensi yang sedikit
untuk mengelola peninggian TIK. Mereka juga memerlukan cairan yang kurang untuk
mempertahankan BP, memiliki penurunan kejadian sindrom gangguan pernapasan, durasi
yang lebih singkat untuk penggunaan ventilasi mekanis, dan meningkatkan kelangsungan
hidup. Sebuah hubungan terbalik antara serum natrium dan TIK dicatatkan, meskipun tidak
ada perbedaan Na+ yang signifikan ditemukan di antara kelompok. Terdapat tingkat
kelangsungan hidup (94%) yang tinggi, dan pasien dengan cedera "nonsurvivable"
dikeluarkan [83].
Khanna et al. memerhatikan sepuluh pasien pediatrik dengan TBI berat dan TIK
refrektori, yang diberikan infus HTS 3% kontinyu untuk mengontrol TIK, dengan kadar
serum Na+ yang berbeda [59]. Usia rata-rata adalah 5,7 tahun (4 bulan sampai 13 tahun).
Pengobatan termasuk elevasi kepala, paralisis, sedasi, manitol dan diuretik loop,
hiperventilasi (pCO2 28-35), koma barbiturat, dan drainase ventrikel eksternal. Mereka
mengikuti GCS, ICP, CPP, MAP, CVP, frekuensi TIK spike> 20, serum Na+ dan
osmolaritas, pCO2, dosis manitol, dosis thiopental / tingkat, BUN / Cr, kreatinin clearance,
dan dosis HTS 3%. Karakteristik pasien yang lain termasuk ISS rata-rata 30 (18-45),
19
diagnosa klasifikasi CT 2.5 (2-4), enrollment 3.2 days after admission (1-6 hari), berarti
durasi pengobatan rata-rata 8 hari (4-18), median GCS waktu masuk rumah sakit 4 (3-7),
GOS 6 bulan 4 (1-5), satu kematian, dan tujuh dari sembilan pasien hidup dengan GOS 4-5.
Hubungan antara serum Na + dan ICP dapat dilihat, serta penurunan kebutuhan terapi lain
untuk manajemen TIK (Gambar 3). Puncak serum Na + adalah 170. Dua kasus gagal ginjal
ditemukan (yang terkait dengan sepsis) dan satu penarikan dari perawatan. Ini adalah sebuah
contoh kecil, dengan rentang usia yang besar, dan mungkin terlepas efek samping pada sub
kelompok pasien [76]. Juga, setengah menerima bolt daripada ventrikulostomi, yang tidak
memungkinkan untuk drainase CSF untuk mengontrol TIK, dan mungkin memiliki ukuran
kurang dipercayai. Mereka juga memiliki batas bawah (> 20 mmHg selama 5 menit) untuk
pengobatan dibandingkan dengan penelitian lain. 18 pasien lain dengan TBI yang terdaftar
dalam studi double-blind crossover diantara HTS 3% dan NS untuk meningkatkan TIK [36].
TIK diturunkan 4 mmHg sampai 2 jam dengan HTS, dengan tidak ada perubahan pada
CVP/fungsi ginjal. Tidak ada perubahan ICP dengan NS.
Penelitian retrospektif pada anak-anak juga telah menghasilkan hasil yang positif.
Sebuah studi dari 68 pasien dengan TIK refraktori diberi terapi HTS 3% memiliki kontrol
yang baik [82]. Mereka melaporkan hanya tiga kematian akibat TIK refraktori, dimana
kurang dari yang diharapkan dari tingkat keparahan cedera. Penelitian ini juga kemungkinan
tidak mencakup pasien dengan cedera "nonsurvivable"[83]. Gemma menjelaskan satu pasien
dengan spasme vertebra dan cedera batang otak iskemik setelah TBI [38]. Pasien tersebut
menerima HTS 2,7% dan 5,4% selama masing-masing 48 jam, dengan SSEPs dan ujian
neurologis menunjukkan perbaikan berkelanjutan dari 24 jam setelah memulai terapi (Tabel
1).
20
Gambar 3: Kombinasi data untuk semua 10 pasien yang mendemonstrasikan nilai serum
natrium VS TIK (atas kiri), TIK spikes (bawah kiri), tekanan perfusi serebral (CCP) (atas
kanan), dan osmolaritas serum (bawah kanan) pada 72 jam pertama setelah inisiasi terapi
saline hipertonik. *p<0.05; *p<0.01 (digunakan dengan ijin dari [59])
Kesimpulan
Cairan hipertonik telah dibuktikan dalam beberapa studi dapat meningkatkan hasil neurologis
pada pasien trauma apabila digunakan sebagai resusitasi awal, atau pengobatan pada
peningkatan tekanan intrakranial setelah masuk rumah sakit. Cooper et al 's. dalam penelitian
terbarunya, tidak menemukan perbedaan antara menggunakan bolus tunggal HTS dan LR
pada resusitasi, tapi tidak ada perbedaan yang ditemukan dalam jumlah resusitasi cairan yang
digunakan [25]. Oleh karena itu, mungkin volume yang adekuat dan resusitasi hemodinamik
sebenarnya merupakan faktor penting dalam meningkatkan hasil neurologis.
21
Selain itu, efek resusitasi HTS yang menguntungkan dapat meningkatkan parameter
kardiovaskular sementara masih membatasi jumlah cairan dapat telah terhindarkan dalam
penelitian ini. Juga, mungkin ada perlu berada dalam keadaan hiperosmolar yang
berkelanjutan untuk manfaat. Dengan demikian, resusitasi awal dengan HTS mungkin tidak
dapat mencegah kaskade edema serebral, peningkatan TIK, dan cedera otak sekunder. Hal ini
dapat dievaluasi dengan menggunakan protokol yang mentitrasi pemberian cairan resusitasi
dengan parameter kardiovaskular, meskipun hal ini mungkin sulit dalam pengaturan sebelum
masuk rumah sakit. HTS digunakan dengan tujuan mempertahankan parameter hemodinamik
yang memadai selama resusitasi mungkin masih menguntungkan, namun, terutama dalam
situasi lapangan dimana transpor cairan isotonik dalam jumlah yang besar adalah tidak
praktis.
Yang pasti, HTS telah terbukti berguna dalam pengendalian TIK yang tinggi,
terutama apabila perawatan yang lain gagal. Banyak kelompok telah melaporkan peningkatan
hasil dengan pemberian HTS dan efek yang sangat sedikit. Namun, banyak regimen yang
berbeda , dalam hal konsentrasi, dosis, bolus vs infus kontinu, dan durasi pengobatan, telah
digunakan. Sayangnya, kurangnya perbandingan antara protokol pengobatan ini. Selanjutnya
ilmu dasar sains menggunakan model hewan, diharapkan akan membantu dalam menentukan
rejimen optimal, yang kemudian dapat diuji dalam prospektif, penelitian secara acak. Secara
khusus, kinetika cairan dan gerakan osmolit dalam menghadapi tingkat yang berbeda dalam
perubahan serum konsentrasi Na + dalam menilai rejimen administrasi yang terbaik.
Informasi ini mudah-mudahan akan mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang
bagaimana pemberiandosis HTS, tingkat perubahan serum Na+ yang diijinkan serta nilai
maksimum, dan parameter tepat untuk mencegah peningkatan TIK rebound. Terapi HTS
22