Upload
hoangxuyen
View
242
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUMANISME DALAM PUISI-PUISI TAUFIQ ISMAIL
Skripsi Diajukan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Strata Satu
Disusun Oleh
MILA ASTUTI
1111033100021
PROGRAM STUDI AQIDAH & FALSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
iii
v
Abstrak
Mila Astuti (1111033100021)
Humanisme dalam Puisi Taufiq Ismail
Taufiq Ismail seorang penyair yang sangat peka sejarah, karena
semasa pengalaman hidupnya menunjukkan keterlibatan penuh di dalamnya.
Setiap karya puisinya memiliki makna kritik sosial maupun pesan moral kepada
pemerintah maupun masyarakat di negeri ini. Salah satunya adalah pesan
kemanusiaan. Hal ini menjadi bukti bahwa tidak hanya pemikiran yang bersifat
abstrak. Akan tetapi humanisme merupakan kajian falsafi dan dapat
diimplementasikan pada ranah sosial. Salah satunya Taufiq Ismail membuat karya
puisi yan bermuatan pesan memanusiakan manusia (humanisme).
Beberapa puisi menunjukkan nilai-nilai moral dan keadilan yang kembali
pada dimensi kemanusiaan. Kedua unsur tersebut merupakan yang diajarkan pada
falsafat Islam. Hal tersebut menunjukkan corak humanisme universal. Dengan
demi kian humanisme bagi Taufiq Ismail merupakan pemikiran memanusiakan
manusia melalui prinsip ajaran Islam.
Kata kunci : Taufiq Ismail, moral, keadilan.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Puja dan puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelsaikan skripsi ini. Salawat serta salam
tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya.
Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini,
baik berupa dorongan moral maupun materil. Karena penulis yakin tanpa bantuan
dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
Di samping itu, izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Drs. Nanang Tahqiq, MA, yang telah meluangkan waktun untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ketua Jurusan Aqidah dan Falsafat Islam Ibu Dra.Tien Rohmatin, MA dan
Serketaris Jurusan Aqidah dan Falsafat Islam Bapak Dr. Abdul Hakim
Wahid, S.Ag. MA, beserta seluruh stafnya.
3. Dekan Fakultas Ushuluddin Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, serta
pembantu dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas ushuluddin yang telah memberikan ilmunya
kepada penulis, semoga bapak dan ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan
Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat di kemudian
hari.
vii
5. Bapak pemimpin beserta staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas
Ushuluddin, atas segala kemudahan yang diberikan kepada penulis untuk
mendapatkan referensi yang mendukung penyelesain skripsi ini.
6. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis haturkan
dengan rendah hati dan rasa hormat kepada orang tua penulis yang tercinta,
Ayahanda Ahmad dan Ibunda Enong Ipah serta adik penulis, yang dengan segala
pengorbanan tak akan pernah penulis lupakan atas jasa-jasa mereka. Doa restu,
nasihat dan petunjuk dari mereka kiranya merupakan dorongan moral yang paling
efektif bagi kelanjutan studi penulis hingga saat ini.
7. Kawan-kawan Mahasiswa UIN khususnya kawan-kawan seperjuangan Jurusan
Aqidah dan Falsafat Islam 2011, Ines, Meli, Angga dan Awam. Trio sekawan,
Ai, Tasya, Alfi. Kawan dekat, Aisyah, Titin, Neneng, Eka dan Okta, yang selalu
memberikan support kepada penulis.
8. Seseorang terdekat dan terkasih, suami dari penulis: Ace Haerudin, yang slalu
mendukung penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan pahala dari
rahmat Allah SWT. Semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak. Amin ya Rabbal a’llamin.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PESERTA SIDANG ................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ..................................................... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 11
D. Kajian Pustaka ......................................................................................... 12
E. Metodelogi Penelitian ............................................................................. 13
BAB II BIOGRAFI TAUFIQ ISMAIL
A. Latar Belakang Keluarga ......................................................................... 16
B. Latar Belakang Intelektual ..................................................................... 18
C. Karya-Karya ............................................................................................ 25
BAB III DIMENSI HUMANIS
A. Pengertian Humanisme ........................................................................... 27
B. Humanisme dalam Falsafat ..................................................................... 30
C. Humanisme dalam Puisi ......................................................................... 36
D. Hubungan antara Humanisme dan Puisi ................................................. 37
BAB IV HUMANISME DALAM PUISI TAUFIQ ISMAIL
A. Moral ....................................................................................................... 41
B. Keadilan .................................................................................................. 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 58
B. Saran-Saran ............................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 40
LAMPIRAN .............................................................................................................. 64
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Vokal Panjang
Arab Indonesia Inggris
ā ā آ
ī ī ٳى
ū ū ٲو
Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris
ṭ ṭ ط a a ا
ẓ ẓ ظ b b ب
‘ ‘ ع t t ت
gh gh غ ts th ث
f f ف j j ج
q q ق ḥ ḥ ح
k k ك kh kh خ
l l ل d d د
m m م dz dh ذ
n n ن r r ر
w w و z z ز
h h ه s s س
’ ’ ء sy sh ش
y Y ي ḍ ḍ ص
h H ة ṣ ṣ ض
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di zaman saat ini persoalan kemanusiaan semakin banyak dan semakin
kompleks. Ironisnya, ilmu pengetahuan dan teknologi, yang pada hakikatnya
bertujuan untuk memberi solusi atas masalah hidup manusia, ternyata banyak
memberi andil bagi munculnya persoalan-persoalan humanisme.1
Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda
yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau
isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dikemukakan pengertian istilah humanisme sebagai berikut: (a) aliran
yang bertujuan menghidupkan rasa kemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan
hidup yang lebih baik; (b) aliran yang menganggap manusia sebagai obyek studi
yang terpenting; dan (c) aliran zaman Renaisans yang menjadikan sastra klasik
(dari bahasa Latin dan Yunani) sebagai dasar seluruh peradaban manusia.2
Lorens Bagus, di dalam Kamus Filsafat mengemukakan bahwa humanisme
merupakan sebuah falsafat yang menganggap individu sebagai sumber nilai
terakhir, dan mengabdi pada pemupukan perkembangan kreatif serta
1 Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme (Yogyakarta:
Kanisius 2017),h.1. 2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:balai
Pustaka, 1994), h.361.
2
perkembangan moral individu secara rasional dan berarti tanpa acuan pada
konsep-konsep tentang yang adikodrati.3
Humanisme muncul pada saat kebangkitan Renaissaince, karena pada zaman
tersebut lebih dikenal dengan zaman kebangkitan falsafat yang menggugat otoritas
gereja. Pada masa tersebut, kelas gereja menguasai ilmu pengetahuan, sementara
rakyat dibiarkan bodoh. Maka dengan Renaissaince, pemahaman ilmu secara
falsafi mengubah kepemilikan ilmu dari semula hanya milik kaum tertentu,
menjadi milik semua orang, siapa pun.4
Memahami pengertian humanisme tidak mudah, karena banyak tokoh yang
mendefinisikan menurut pandangannya masing-masing. Namun dari banyak
definisi di atas dapat diambil persamaan bahwasannya humanisme adalah gerakan
yang menghargai kebebasan, martabat manusia serta kemampuannya untuk
belajar mengembangkan seluruh kebudayaan.
Konten humanisme Barat menjelaskan humanisme yang lebih mengutamakan
rasio/ akal yang menyakini dan menjadikan diri manusia sendiri sebagai pusat,
dan segala sesuatu berpusat kepadanya dan tidak mengakui kekuatan lain selain
kekuatan manusia itu sendiri. Namun humanisme dalam Barat juga terdapat
berbagai perbedaan penafsiran, mulai dari humanisme Yunani, Abad Pertengahan
dan Abad humanisme modern.
Pada masa Yunani klasik manusia dipandang sebagai semata-mata makhluk
kodrati, maka pada Abad Pertengahan citra manusia tidak sebatas kodrati,
melainkan juga makhluk adikodrati, imanen dan trasenden. Citra manusia yang
3 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, cet .3 ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), h.295.
4 Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum: Dari Metodelogi sampai
Teosof (Bandung: Pustaka Setya,2008), h. 247.
3
pada awalnya sebagai faber mundi (pekerja atau penciptaan dunianya sendiri), lalu
berkembang menjadi imago dei (the image of God, makhluk Ilahi, citra Tuhan).
Namun secara umum ia hanya berangkat dari pertimbangan kodrati manusia,
seperti manusia haruslah menjadi manusia yang baik.
Humanisme Abad Pertengahan memaknai manusia sebagai makhluk yang
kodrati dan adikodrati, sebab manusia tidak hanya harus baik di depan manusia
saja, akan tetapi baik dalam pandangan agamanya. Berbeda dari humanisme
Yunani dan Abad Pertengahan, humanisme modern memaknai manusia sebagai
manusia sepenuhnya. Tidak ada perbedaan memanusiakan manusia dengan alasan
pintar, baik dan sebagainya.5
Humanisme dalam pandangan falsafat Islam, sebagaimana hal yang berlabel
“Islam”, berakar pada al-Qur’ān dan ḤadĪts. Sebagaimana ditegaskan oleh Seyyed
Hossein Nasr, bahwa falsafat Islam adalah (bersifat) Islam bukan hanya
dibudidayakan di Dunia Islam dan dilakukan oleh kaum Muslim, melainkan
karena falsafat Islam menjabarkan prinsip-prinsip dan menimba inspirasi dari
sumber-sumber wahyu Islam, serta menangani banyak permasalahan dengan
sumber-sumber tersebut kendatipun ada klaim-klaim yang berlawan dari para
penentangnya.6
Dari hal ini dipahami bahwa humanisme Islam berbeda dari humanisme
modern di Barat yang terlepas dari aspek teologis dan transendental.Humanisme
Islam dipahami sebagai suatu konsep dasar kemanusiaan yang tidak berdiri dalam
5 Zulfan Taufik, Ilusi dan Harapan Pembacaan Humanisme Ali Shari’ati (Jakarta:Impressa
Publishing, 2012), h. 29-30. 6 Seyyed Hossein Nasr.”Al-Qur’an dan Ḥadist sebagai Sumber dan Ispirasi Filsafat Islam”,
dalam Ensiklopedi Filsafat Islam, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, terj. Tim
Penerjemah Mizan (Bandung: Penerbit Mizan, 2003), vol 1, h. 36.
4
posisi bebas. Hal ini mengandung pengertian bahwa makna atau penjabaran arti
”memanusiakan manusia” harus selalu terkait secara teologis.
Secara keseluruhan humanisme Islam memuliakan manusia di atas “lima hak
dasar” atau “lima prinsip umum” yang disebut al-kulliyat al-khams (lima hak-hak
dasar). Lima prinsip ini merupakan tujuan utama beragama. Kelima prinsip ini
adalah: (a) menjaga kebebasan beragama (ḥifẓ al-dῑn), (b) menjaga keselamatan
jiwa (ḥifẓ al-nafs), (c) menjaga kebebasan berpikir (ḥifẓ al-‘aql), (d) menjaga
kelestarian keturunan (ḥifẓ al-nasl), dan (e) menjaga keabsahan materi (ḥifẓal-
māl).7
Dalam khasanah intelektual, humanisme sebagai istilah sering dipercakapkan
dalam berbagai konteks, terutama konteks falsafat, pendidikan, dan
kesusasteraan.8 Hal ini menjadi bukti bahwa para humanis memiliki hubungan
cenderung erat dengan para pendahulu mereka di Abad Pertengahan yang disebut
dengan dictatores. Melalui pengaruh humanisme, maka menjadi pengaruh studi
humanistik sehingga membuka mata kuliah baru berupa puisi (poetry) di berbagai
universitas Italia.9 Oleh karena bidang sejarah digolongkan ke dalam kategori
prosa, maka bidang tersebut menjadi bagian dari studi retorika dalam puisi.
Berbicara mengenai masalah sastra atau karya sastra, acapkali akan
berhadapan dengan kenyataan dan pengungkapan sebagai apresiasi. Hal itu
disebabkan karya sastra adalah ungkapan seseorang yang sadar akan diri dan
keadaan jamannya, bertolak dari kenyataan sekitarnya.10
Sastra merupakan
7 Nur Kholis, Humanisme Islam, Jurnal Isti’dal Vol.1, 2014, h.1.
8 Davies, Tony. Humanism (London dan New York: Routledge, 1997), h.24
9 Ganang Dwi Kartika, Humanisme Dalam Konteks Filsafat. Jurnal Penelitian Humaniora, h.4
5
rekaman mengenai semua hal yang terjadi di dalam kehidupan. Sebagai ciptaan
para pengarang, sastra merupakan ungkapan isi hati atau perasaan mereka
mengenai situasi yang ada di lingkungan sekitar, misalkan kehidupan religius,
keadaan ekonomi, sosial masyarakat, maupun kritikan terhadap politik yang
berlaku di negara ini. Oleh karena itu, kita dapat menyebut bahwa sastra adalah
rekaman pengalaman dan tingkah laku manusia yang dituangkan dalam bentuk
tulisan.
Menurut Soeratno, sastra dapat dipahami sebagai satu bentuk kegiatan
manusia yang tergolong pada karya seni yang menggunakan bahasa sebagai
bahan.11 Hal ini sangat jelas bahwa melalui media bahasa, baik menggunakan
bahasa keseharian maupun bahasa kiasan, karya sastra memiliki nilai estetika
tersendiri yang membedakannya dari tulisan yang lain.
Sastrawan memunyai cara tersendiri dalam menuangkan ide atau gagasan
kreatifnya, ada yang mengungkapkannya lewat puisi, drama, prosa cerita, atau
karya-karya sastra yang lain. Hal tersebut tergantung pada minat atau bakat yang
dimiliki sastrawan. Puisi adalah salah satu karya yang memiliki bentuk dan sifat
khas sehingga berbeda dari karya sastra yang lain. Unsur-unsur tersebut berupa
emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan panca indera, susunan kata,
kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.12Dengan
kekhasannya, puisi dapat dianalisis dengan menautkan berbagai macam
pembentuk struktur puisi. Meskipun demikian, orang tidak akan dapat
11
Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widia
Yogyakarta, 2001), h.10. 12
Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1995), h.7.
6
memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa
puisi itu karya estetis yang bermakna, yang memunyai arti, bukan hanya sesuatu
yang kosong tanpa makna.13
Perkembangan perpuisian di Indonesia memiliki pengaruh besar. Hal tersebut
terjadi karena Indonesia lahir dari sebuah puisi yang ditulis secara bersama-sama
oleh kaum muda Indonesia, yakni Sumpah Pemuda.14 Berdasar pada Sumpah
Pemuda itulah para sastrawan dari berbagai wilayah Nusantara menulis karya
sastra dalam Bahasa Indonesia.
Perjalanan perpuisian Indonesia dapat kita lihat dari perjalanan
sejarahnya.Ada beberapa pokok-pokok perjalanan puisi yakni terdiri dari 2
bagian. Pertama perkembangan perpuisian Indonesia modern diawali dari
Angkatan Pujangga Baru, yang melibatkan juga Angkatan 45 dan era 60-an dapat
dikatakan sebagai puisi realis yang berbicara tentang keindividualan, pemikiran-
pemikiran pribadi untuk menyugesti pembaca, serta pandangan hidup si penyair
terhadap realita yang tidak sesuai dengan apa yang dinginkannya. Kedua,
perkembangan perpuisian Indonesia modern yang dirunut menurut perjalanannya
adalah puisi surealis. Puisi surealis itu sendiri merupakan penggambaran alam
bawah sadar. Dan dari titik inilah penempatan pengarang di dalam karya-karyanya
sudah dapat dilepaskan.15
13
Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, h. 3. 14
Jamal D. Rahman dkk, 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), h.xvii 15
Feni Efendi. “Perkembangan perpuisian Indonesia”, html://
www.Tanamanfeni.blogspot.com, artikel diakses pada hari Rabu, 26 Oktober 2016, pukul 13.00.
7
Pemaparan di atas menjelaskan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang kaya
akan karya sastra dalam sepanjang sejarah. Bahkan banyak tokoh sastra di
Indonesia yang memiliki pengaruh dan dampak cukup luas melalui karya sastra,
gagasan, pemikiran, kiprah dan tindakannya dalam dinamika kehidupan sastra,
dinamika kehidupan intelektual, sosial, politik, dan kebudayaan Indonesia. Salah
satu tokoh sastra yang memiliki pengaruh tepatnya di periode 60- an adalah
Taufiq Ismail.
Taufiq Ismail seorang penyair yang dapat menghasilkan beragam karya
puisi, mulai dari yang liris, simbolis, lugas, kontekstual, parodi, naratif, deskriptif,
argumentatif sampai provokatif.16 Dalam bersastra, karya Taufiq memang tidak
pernah lepas dari muatan politik.Bahkan Taufiq selalu membenturkan isu budaya,
pendidikan, ekonomi dan sosial dengan hiruk-pikuk yang berbau politik.17
Puisi bagi Taufiq adalah nyanyian, di mana ia ingin bernyanyi sampai akhir
hayatnya nanti. Puisi adalah cinta, yang keluasannya berbatas cakrawala. Puisi
adalah tangisan, jika kesedihan tak tertahankan. Puisi adalah kutukan, ketika
napas zaman sudah membusuk. Puisi adalah permohonan, yang senantiasa
dipanjatkan kepada Tuhan. Berikut ini kutipan tentang puisi menurut Taufiq:
Dengan puisi aku menyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
16
Jamal D. Rahman dkk, 33Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, h.379. 17
Agung Irawan MN, Pesan Al-Qur’an untuk Sastrawan Esai-esai Budaya dan Agama
(Yogyakarta:Jalasutra, 2013), h. 147.
8
Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya.
Dari kutipan puisi di atas, Taufiq mencurahkan rasa suka dan duka selama
perjalanan hidupnya ke dalam puisi. Karya di atas merupakan sebagian dari karya
puisi Taufiq. Dari karya tersebut terdapat puisi-puisinya bertema humanisme atau
dapat disebut puisi humanisme.
Dalam konteks humanisme, terdapat beberapa kumpulan puisi Taufiq
Ismail yang memiliki unsur humanisme, yaitu humanisme dalam moral dan
keadilan, tepatnya pada kumpulan puisi MAJOI “Malu (Aku) Jadi Orang
Indonesia”. Dari beberapa puisi yang terdapat di kumpulan puisi MAJOI penulis
memilih beberapa puisi di antaranya adalah: Pertama, puisi berjudul “Malu (Aku)
Jadi Orang Indonesia”; kedua, puisi berjudul “12 Mei, 1998”; ketiga, puisi
berjudul “Ketika Burung Merpati Melayang”; keempat, puisi berjudul,
“Kembalikan Indonesia Padaku”kelima; puisi berjudul “Padamu Negeri” dan
keenam puisi berjudul “Yang Selalu Terapung di atas Gelombang”. Dari beberapa
judul puisi tersebut terwakili beberapa karya puisi Taufiq Ismail lainnya yang
berkenaan dengan humanisme.
Adapun alasan pemilihan beberapa puisi Taufik Ismail adalah pertama,
puisi berjudul “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”, ditulis Taufiq pada tahun
1998. Puisi ini memiliki makna yang mewakili politik, ekonomi sosial dan budaya
Indonesia pada Orde Baru- Reformasi. Secara tersurat tema dari puisi ini adalah
kehidupan masyarakat Indonesia pada zaman Orde Baru-Reformasi. Hal ini
9
menjadi alasan penulis untuk memilih puisi yang berjudul MAJOI, “Malu (Aku)
Jadi Orang Indonesia”.
Taufiq pada bait pertama bagian kedua puisi tersebut, bercerita rasa kecewa
mendalam. “Langit akhlak rubuh” pada kalimat ini seolah-olah sudah tidak ada
lagi pondasi moral yang kuat, Indonesia pada saat itu pun seolah-olah bagaikan
negeri tanpa pondasi, yang mana berdampak ketidakadilan pada rakyat, karena
hukum yang tak tegak.
Kedua, puisi berjudul “12 Mei, 1998” bercerita tentang empat pemuda
yang sedang berjuang menuntut sebuah keadilan, akan tetapi perjuangan empat
syuhada sia-sia dengan prilaku keamanan yang tidak bermoral menghantarkan
mereka ke tanah kubur. Pada puisi ini, Taufiq menunjukkan rasa simpati secara
spesifik terhadap keempat mahasiswa Trisakti yang tertembak mati dalam kobaran
api semangat juang demi mengharapkan kemerdekaan. Maka dari peristiwa
tersebut menjadi alasan penulis memilih puisi berjudul “ 12 Mei, 1998”.
Ketiga, puisi berjudul “Ketika Burung Merpati Sore Melayang”
menggambarkannya langit akhlak dan hukum. Langit akhlak kiasan metafora
mengandung makna budi pekerti bangsa sudah banyak rusak. Kerusakan akhlak
terutama pada pemimpin. Hal ini dapat ditafsirkan dari kiasan langit. Langit
adalah tempat yang tinggi, pemimpin adalah orang yang punya jabatan tinggi.
Keempat, puisi berjudul “Kembalikan Indonesia Padaku” bercerita tentang
sebuah kehidupan sosial bernegara. Puisi ini merupakan ungkapan naluri anak
bangsa yang tergerak hatinya untuk menyuarakan kondisi negara kepada orang
10
lain. Puisi tersebut mengekspresikan kerisauan terhadap kondisi politik, ekonomi,
sosial dan hukum yang penuh keprihatian.
Pada puisi ini, Taufiq menyampaikan harapan akan perubahan Indonesia
di masa yang akan datang. Puisi ini mengamanatkan agar masyarakat Indonesia
dengan semangat nasionalisme melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan
pemerintah lebih peduli terhadap negara.
Kelima,“Padamu Negeri” menggambarkan sebuah peristiwa yang amat
perih. Peristiwa tersebut merupakan pembelaan demi keadilan negeri ini. Puisi
“Padamu Negeri” mendeskripsikan realitas secara universal atau global mengenai
peristiwa pada negeri ini, yaitu peristiwa para pejuang negeri ini yang telah
dianiaya bertahun-tahun bahkan dihabisi berkali-kali.
Keenam, pada penggalan bait puisi “Yang Selalu Terapung di atas
Gelombang” di bait pertama sudah jelas seorang yang sebenarnya tidak bersalah
tapi hukum tidak bertindak adil akan kenyataan. Dari karya Taufiq tersebut
penulis dapat menilai bahwasannya terdapat nilai-nilai humanis, yang mana karya
ini dapat disebut puisi humanisme.
Maka dari pemaparan di atas, penulis memandang bahwa penelitian
mengenai humanisme, moral, keadilan dan karya puisi Taufiq menarik untuk
diteliti, karena mengandung nilai baik untuk kenyataan manusia saat ini. Hal
tersebut menjadi latar belakang penulisan skripsi yang berjudul “Humanisme
dalam Puisi-Puisi Taufiq Ismail.
11
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian ini berkaitan dengan prinsip humanisme dalam moral dan keadilan.
Penulis membatasi karya puisi Taufiq Ismail dalam antologi puisi Malu (Aku)
Jadi Orang Indonesia, adapun puisi yang akan diteliti merupakan puisi bertema
humanisme di tahun 1998 :
No
Tema-temaHumanisme
Moral Keadilan
1. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Kembalikan Indonesia Padaku.
2. 12 Mei,1998. Padamu Negeri.
3. Ketika Burung Merpati sore
melayang.
Yang Selalu Terapung di Atas
Gelombang.
Berawal dari pembatasan masalah tersebut ada beberapa hal yang dijadikan
rumusan masalah oleh penulis untuk mengangkat tema skripsi ini. Rumusan
masalah skripsi ini adalah bagaimana konsep dan prinsip humanisme menurut
Taufiq Ismail ?.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah untuk memerkaya khazanah
intelektual khususnya dalam kajian falsafat, meskipun ada beberapa karya
akademik mengenai Taufiq Ismail telah banyak ditulis oleh para akademisi dan
kalangan lainnya namun penulis tidak menemukan tulisan lain yang membahas
mengenai humanisme dalam puisi-puisi Taufiq Ismail.
12
Secara terperinci tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui dimensi
humanisme dalam puisi Taufiq Ismail, yang membahas tentang moralitas dan
keadilan. (2) merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan perkuliahan di Strata
Satu (S1) Program Studi Aqidah dan Falsafat Islam, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Sedangkan manfaat penelitian ini tidak hanya untuk kepentingan teoritis yang
merupakan keutamaan dalam penelitian ini, akan tetapi juga dapat diambil
sebagai kegunaan praktis. Di bidang akademik teoritis, pada dasarnya penelitian
ini untuk menyikapi tema-tema humanisme dalam puisi Taufiq Ismail, terutama
tentang moralitas dan keadilan. Dengan kata lain, penelitian ini di antaranya ialah
humanisme yang terdapat dalam beberapa puisi Taufiq Ismail sebagai salah satu
solusi permasalahan-permasalahan kemanusiaan saat ini.
D. Tinjauan Pustaka
Sejauh yang penulis telusuri, belum ada skripsi, atau buku yang membahas
mengenai tema humanisme dalam puisi-puisi Taufiq Ismail sebagaimana yang
penulis lakukan dalam skiripsi ini. Memang, penelitian tentang Taufiq Ismail
telah banyak dilakukan oleh akademis lainnya. Penulis jumpai beberapa skripsi
yang membahas mengenai Taufiq Ismail, antara lain:
Pertama, karya akademik yang mengaji beberapa karya puisi Taufiq Ismail,
yaitu karya yang ditulis oleh Syaiful Anwar. Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 yang berjudul “Analisis
Unsur Intristik dalam Kumpulan Puisi Tirani dan Benteng Karya Taufiq Ismail
13
karya ini menganalisis unsur intristik (diksi, gaya bahasa, aliterasi, asonasis,
ritme dan rima) pada puisi Tirani dan Benteng karya Taufiq Ismail.
Kedua, terdapat karya akademik yang ditulis oleh Sri Widia Astuti mahasiswi
Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya yang berjudul
“Pemikiran Taufik Ismail tentang Kebebasan Kreativitas, Moralitas Pemimpin
dan Sikap Cendekiawanan (1963-1970)”, membahas tentang sejarah pemikiran
dan kreatifitas Taufiq Ismail.
Sedangkan dari karya akademik yang membahas tentang humanisme terdapat
pada karya Dini Fitriani, mahasiswi Fakultas Ushuluddin jurusan Aqidah Falsafat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015 yang berjudul “Pemikiran
Humanisme Ahmad Syafii Ma’arif”, menjelaskan tentang humanisme,
persaudaraan seiman dan persaudaraan universal.
Karya Awwam Nuryadin mahasiswa Fakultas Ushuluddin jurusan Aqidah
Falsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011 yang berjudul “Humanisme
dalam Lirik Lagu Rhoma Irama”, menjelaskan tentang humanisme dalam lirik
lagu Rhoma Irama, kebangsaan, keislaman, gender dan keadilan.
Dengan membaca karya tersebut, penulis mendapatkan banyak informasi dan
referensi untuk menambah data sekunder dari penelitian yang sedang dikaji.
Namun paparan pembahasan di atas memiliki perbedaan dari garapan penulis.
E. Metodelogi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), dimulai
dengan mengumpulkan data-data yang terkait dengan permasalahan yang dikaji,
14
baik berupa sumber primer ataupun sumber sekunder. Pencarian data dilakukan
dengan cara membaca, menganalisis karya-karya primer Taufiq Ismail yakni,
Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (1998), Horison Sastra
Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab
Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R.
Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari,
dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-
2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002), serta dilengkapi dengan data-
data sekunder, yakni tulisan-tulisan yang membahasa pemikiran Taufiq Ismail.
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan
studi dan telaah terhadap buku, literatur, catatan, dan laporan-laporan yang ada
hubungannya dengan masalah yang dikaji.
Kegiatan studi termasuk ke dalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan menggunakan analisis.
Proses dan makna lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif
2. Metodelogi Pembahasan
Metode pembahasan yang dipakai dalam penulisan penelitian ini adalah
metode deskriptif analitik, yaitu dengan cara mengumpulkan data yang dikait
dengan masalah yang diteliti, kemudian dideskripsikan dan dianalisis sehingga
memberikan gambaran tentang permasalahan yang dikaji dengan jelas dan tepat.
3. Metodelogi Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang disusun oleh Tim Penyusun
15
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh
CEQDA tahun 2007. Adapun transliterasi mengikuti transliterasi yang termuat
dalam jurnal Ilmu Ushuluddin yang diterbitkan oleh HIPIUS (Himpunan Peminat
Ilmu-Ilmu Ushuluddin)
16
BAB II
BIOGRAFI TAUFIQ ISMAIL
A. Latar Belakang Keluarga
Taufiq Abdul Gaffar Ismail atau lebih dikenal dengan Taufiq Ismail lahir
dari pasangan A. Gaffar Ismail dan Siti Nur Muhammad Nur, tepatnya di
Bukittinggi, 25 Juni 1935.1Ia merupakan budayawan dan sastrawan yang sangat
populer. Taufiq lebih dikenal sebagai seorang sastrawan senior di Indonesia yang
dibesarkan di Pekalongan dalam keluarga guru dan wartawan.
Pada masa-masa kecil, ia tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan santri
di Pekalongan. Ayahnya, Ustadz Ghaffar Ismail merupakan seorang ulama dan
pendiri PERMI (Persatuan Muslim Indonesia). Namun pada saat itu ia menjadi
seorang tahanan politik, diasingkan ke Jawa Tengah dan akhirnya menetap di
Pekalongan sebagai guru agama Islam. Bagi Taufiq, ayahnya merupakan
inspirator hebat dalam kehidupannya, karena dari ayahnya ia banyak memelajari
ilmu agama terutama dalam membaca dan memahami ayat-ayat suci al-Qur’ān.
Menjadi sastrawan merupakan cita-cita Taufiq sejak masa SMA, di
Pekalongan, Jawa Tengah. Hal tersebut terjadi karena kebudayaan membaca yang
pekat di lingkungan keluarga, sehingga memengaruhi Taufiq kecil saat itu. Kala
1
Taufik Ismail, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia:Seratus Puisi Taufiq Ismail (Jakarta:
Yayasan Ananda,1998), h.156.
17
itu, ia sudah memulai menulis sajak yang dimuat di majalah Mimbar Indonesia
dan Kisah.2
Kegemaran membaca Taufiq bertambah, ketika ia menjadi seorang
petugas perpustakaan PPI (Pelajar Islam Indonesia), Pekalongan. Ketika ia
menjaga perpustakaan ia banyak membaca beberapa karya penyair legendaris
Indonesia, yaitu: Chairil Anwar, pujangga tetralogi Bumi Manusia Pramoedya
Ananta Toer, sampai William Saroyan dan Karl May. Namun tidak hanya sebatas
membaca buku sastra, ia juga banyak memelajari sejarah, politik dan agama.
Setelah menjadi sarjana dan bekerja, ia menyunting gadis Padang, Esiyati
Yatim,seorang mahasisiwi aktifis organisasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
dikaruniai seorang putra, Ibrahim Ismail, yang menyelesaikan sarjana managemen
di sebuah universitas di Amerika Serikat sekaligus bekerja di sana.3
Taufiq Ismail seorang sastrawan nasional yang dianugerahi gelar Datuk
Panji Alam Khalifatullah. Hal ini merupakan suatu kehormatan yang amat besar
bagi Taufiq. Gelar kehormatan dianugerahkan Pangulu nan Sapuluah dari Suku
Koto Sungai Gurah tepatnya di Rumah Gadang suku Koto, Jorong Baruah, Nagari
Padai Sikek, Kecamatan X Koto, Tanah Datar.
Menurut Taufiq, gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah mengandung
makna dan amanah yang demikian mendalam. Khalifatullah merupakan
“menjadi wali Allah di muka bumi guna menegakkan panji-panji
kebenaran sesuai dengan tuntunan al-Qur’ān dan Sunnah.Khalifatullah
bukan saja sebagai penghormatan, tetapi juga mengingatkan saya dan kita
semua akan tugas yang diemban selaku hamba Allah, ucapnya.4
2TokohIndonesia.com,http://www.tokohindonesia.com/biografi/artikel/285esklopedia/201
5, malu aku jadi orang Indonesia. Diakses pada hari Sabtu, 30 Mei 2016, pukul 15:36. 3 Miftahul Ajri, https://miftahulajri.wordpress.com/2009/11/23/boigrafi_taufik_ismail/.
Diakses pada hari Senin, 3 April 2017, pukul 15:45. 4 Musriadi Musanif, https://miftahulajri.wordpress.comTaufiq Ismail; Ketika Sastrawan
menjadi Datuk. Diakses pada hari Selasa, 11 April 2017, pukul 23:00.
18
B. Latar Belakang Intelektual
Taufiq memulai masa-masa pendidikannya, pertama ia masuk sekolah
rakyat di Solo, lalu pindah ke Semarang, Salatiga dan menamatkan sekolah
rakyatnya di Yogyakarta. Ia melanjutkan SMP di Bukittinggi dan SMA di Bogor.
Selesai SMA, ia mendapatkan beasiswa American Field International School
untuk bersekolah di Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS. Ia
merupakan angkatan pertama dari Indonesia. Kemudian ia melanjutkan sekolah di
Fakultas Kedokteran Hewan dan Perternakan UI yang saat ini menjadi IPB.
Semasa mahasiswa, Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Ketika di
Amerika, pada liburam musim semi, Taufiq Ismail pernah bekerja di ladang
pertanian campuran, luasnya 100 hektar dengan 100 ekor sapi dan 10.000 ekor
ayam. Hal inilah yang mendorong Taufiq untuk lebih mendalami ilmu
peternakan.5
Semasa kuliah di Universitas Indonesia, ia juga terpilih menjadi Ketua
Senat Mahasiswa FKHP-UI (1960-1961) dan Wakil Ketua DMUI (Dewan
Mahasiswa Universitas Indonesia) (1960-1962).Taufiq, pernah mengajar sebagai
guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965),guru Ilmu Pengantar
Pertenakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen
Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan
IPB (1961-1964). Pada tahun 1964 ia akan di kirim untuk studi lanjutan ke
Universitas Kentucky dan Florida, akan tetapi hal itu tak terjadi karena ia
5 Miftahul ajri, https://miftahulajri.wordpress.com/2009/11/23/boigrafi_taufik_ismail/.
Diakses pada hari Senin, 3 April 2017, pukul 15:45.
19
menandatangani Manifes Kebudayaan, yang mana hal itu dinyatakan terlarang
oleh Presiden Soekarno. Bahkan pada tahun yang sama ia kemudian dipecat
sebagai pegawai negeri.
Taufiq bersama Mochtar Lubis, P. K. Oyong, Zaini dan Arief Budiman
mendirikan Yayasan Indonesia, kemudian melahirkan majalah sastra Horison
sejak tahun 1966 sampai saat ini. Dan tidak hanya itu ia merupakan salah seorang
pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan
Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) di tahun (1968). Dalam ketiga
lembaga tersebut ia mendapatkan posisi sebagai Sekertaris Pelaksana DKJ, Pj.
Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968-1978). Pada tahun 1971-1972 dan 1991-
1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Jowa, Iowa City,
Amerika Serikat. Ia juga belajar di Faculty of Languange and Literature,
American University in Cairo, Mesir. Namun karena pecah perang, maka ia
pulang sebelum studinya selesai.6
Setelah berhenti dari tugas, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai
Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990). Pada tahun 1993 ia
diundang menjadi tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagai seorang penyair yang baik ia telah membacakan puisinya di berbagai
tempat, baik luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang
bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya,
seperti peristiwa jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti dan peristiwa
pengeboman Bali.
6 Jamal D. Rahman dkk, 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), h.123.
20
Sejak tahun 1974, Taufiq memiliki kerja sama yang baik dengan musisi
Indonesia, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah
bersaudara), Chrisye, Ian Antono dan Ucok Harahap. Himpunan Musik Bimbo
bersaudara, mengadaptasi sejumlah puisinya menjadi syair lagu dan dinyanyikan
secara merdu. Kerja sama ini hingga tahun 2004 sudah berlangsung selama 30
tahun (dari sekitar 60-70 lirik puitis). Tidak hanya karya puisi, Taufiq pun
menghasilkan karya sebanyak 75 lagu. Kiprah perpuisian Taufiq tidak hanya di
Indonesia, akan tetapi ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra
di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa dan Afrika sejak 1970. Bahkan
karya puisi Taufiq telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali,
Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina. Pada tahun 1974-1976 ia terpilih
sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New
York.7
Ada beberapa kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan oleh Taufiq di
antaranya, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-1986), Pendiri
Badan Pembina Yayasan Bina Antar budaya (1985). Ketua Lembaga Seni Budaya
Muhammadiyah 1998-1999. Tahun 1996 dan 2000 Taufiq Ismail diminta menjadi
presenter di dalam No.1 Kilometer sebuah acara in depth news di RCTI. Taufiq
Ismail menyampaikannya dalam bentuk puisi. Dan sejak tahun 1985 menjadi
Ketua Yayasan Bina Antar Budaya sampai kini yang bekerja sama dengan badan
beasiswa AFS.8
7 Biogra.com, “Biografi Taufiq Ismail”, www.biografi. Taufiq Ismail.com, diakses pada
hari Senin, 13 Juli 2016, pukul 15.43. 8 Miftahul ajri, https://miftahulajri.wordpress.com/2009/11/23/boigrafi_taufik_ismail/.
Diakses pada hari Senin, 3 April 2017, pukul 15:45.
21
Taufiq juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat), pimpinan
Sofyan Ali. Dalam kampanye anti narkoba, ia menulis puisi dan lirik lagu
“Gerang Perang Melawan Narkoba”, “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka”
dan digubah Ian Antono. Dalam kegiatan tersebut, ia bersama empat tokoh
masyarakat lain mendapatkan penghargaan dari Presiden Megawati (2002). Saat
ini ia menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan Konsultan
Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.
Bersama dengan Ali Audah dan Goenawan Mohamad menerjemahkan The
Recontruction of Religious Thought in Islam (1964), salah satu karya penting
Mohammad Iqbal. Sedangkan bersama D.S. Muljanto, menyunting bunga rampai
Prahara Budaya (1994) yang merekam gejolak politik kebudayaan pada masa
Orde Lama. Bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya dan
Agus Dermawan T. menyunting bunga rampai puisi dan lukisan Ketika Kata
Ketika Warna (1995). Lalu bersama sejumlah sastrawan muda yang menjadi
rekannya di majalah Horison, ia menyunting bunga rampai dari Fansuri ke
Handayani (2001), Horison Sastra Indonesia 1-4 (2002), dan Horison Esai
Indonesia 1-2 (2004).
Tahun 2008 tulisan-tulisannya berupa puisi, cerpen, lakon, esai makalah
dan laporan jurnalistik diterbitkan dalam edisi lengkap yang diberi judul
Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit dan terdiri dari 4 jilid, di mana jilid 1-3
masing-masing tebalnya lebih dari 1000 halaman. Jilid terakhir ini berisi sajak-
sajaknya yang telah dijadikan lirik lagu oleh Bimbo, God Bless, Chrisye dan
22
lain-lain.9 Sajak-sajak yang bertema relegius ini telah menambah popularitas
Taufiq Ismail sebagai penyair yang terampil dan serba bisa. Sajak-sajak ini
memang khusus ditulis untuk lirik lagu dengan memerhitungkan segala pesan
maupun aspek musikalnya. Tidak semua penyair mampu melakukan pekerjaan
ini.
Taufik Ismail dikenal sebagai salah satu seorang penandatangan Manifes
Kebudayaan. Sajak-sajak perlawanan dan kritik sosial yang ditulisnya dalam
suasana penuh ketegangan politik ketika itu telah memikat hati H.B. Jassin untuk
mengukuhkan sebagai sastrawan Angkatan 66. Dalam pidato keseniannya
berjudul “Sejarum Peniti, Sepunggung Gunung” yang disampaikan di TIM 1995,
Taufiq menjelaskan panjang lebar kenapa menulis sajak-sajak perlawanan dan
kritik sosial, dan alasan memilih bentuk pengucapan yang prosaik atau naratif,
yang menekankan pentingnya komunikasi dengan publik. Bagian dari pidato ini
seakan ingin menjawab berbagai pandangan orang terhadap sajak-sajaknya selama
ini:
Demikian saya ingin berkabar. Saya mau menyampaikan berita,
mendalang dan berkisah lewat puisi saya, kepada pendengar dan pembaca
saya. Ketika menuliskan buram pertama puisi saya, sudah terbayang oleh
saya pendengar acara baca puisi yang akan berbagi nikmat menyimaknya.
Puisi saya terbanyak ditulis dengan kesadaran akan hadirnya audiens. Saya
menolak atau lebih tepatnya tidak menerima penuh bahwa puisi padat dan
minimum kata tapi tak indah serta gagap berkomunikasi, saya memilih puisi
banyak kata tapi cantik, menyentuh perasaan, laju mengalir dan komunikatif.
Puisi saya wajib musikal. Kata-kata harus sedap didengar.Tentu saja kata-
kata itu mengalami ketat seleksi.10
9 Jamal D. Rahman dkk, 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, h.395.
10 Jamal D. Rahman dkk, 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, h.396.
23
Demikian pidato Taufiq yang menjawab beberapa pertanyaan yang
dilontarkan oleh para audiens.
Namun, tidak hanya sebatas itu latar belakang intelektual Taufiq. Setelah
pensiun dari PT. Unilever Indonesia, tepatnya sepulang dari Kairo dan Kuala
Lumpur, Taufiq Ismail mendapatkan sedikit pencerahan batin untuk mengubah
strategi perjuangan kebudayaan. Sudah lama ia merasa prihatin memikirkan
merosotnya kualitas pendidikan dan apresiasi sastra di sekolah, yang tentunya
sangat berdampak pada karakter serta kualitas anak-anak bangsa sekarang maupun
masa yang akan datang. Ia juga merasa sangat prihatin kepada minat baca
masyarakat yang terus menurun dari waktu ke waktu. Usulnya pada menteri
pendidikan agar memisahkan antara pelajaran sastra dan bahasa serta memberikan
porsi yang cukup dalam kurikulum tidak mendapat tanggapan berarti. Taufiq
Ismail merasa bahwa untuk melakukan perubahan di masyarkat tak cukup hanya
menulis karya sastra saja, namun harus ada langkah-langkah konkret yang
mendukung supaya karya-karya sastra tersebut memasyarakat.
Langkah awal yang diambil untuk mewujudkan gagasannya yang terbilang
sederhana, tiba-tiba tergerak hatinya untuk kembali menangani majalah Horison
secara langsung, yang sekian lama dipercayakan pada rekannya Hamsad
Rangkuti.11Setelah merekrut beberapa sastrawan muda sebagai tenaga segar dan
terus menggodok gagasannya tersebut, akhirnya muncul konsep untuk memulai
sebuah gerakan budaya dalam rangka meningkatkan apresiasi sastra. Terdiri 6
program dengan sasaran awal tertuju pada dunia pendidikan, yakni program untuk
11
Taufiq Ismail, Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit, jilid 1 (Jakarta: Horison,
2008), h. 50.
24
meningkatkan minat membaca buku, kemampuan mengarang dan apresiasi sastra,
khususnya bagi siswa dan guru sekolah serta mahasiswa dari fakultas keguruan.
Berikut ini adalah daftar program tersebut:
Sisipan Kaki langit
Pelatihan Membaca, Menulis dan Apresiasi Sastra (MMAS)
Program Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (SBSB)
Program Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca (SBMM)
Lomba Mengulas Karya Sastra (LMKS) dan Lomba Menulis Cerita
Pendek (LMCP)
Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI)12
Tahun 2009 Taufiq Ismail mendirikan Rumah Puisi di tanah
kelahirannya, antara kota Padang panjang dan Bukittinggi, tempatnya di kampung
Aie Angek yang diapit gunung Singgalang dan Merapi. Rumah Puisi adalah
obsesi lain dari penyair yang berdarah Minang ini untuk berbakti pada tanah
kelahirannya.13 Salah satu program Rumah Puisi adalah mengundang sastrawan
untuk berkarya untuk tinggal dan berkarya di sana. Setiap sastrawan diundang
untuk tinggal satu bulan. Selain menulis dan berinteraksi dengan lingkungan
sekitar, mereka juga berkewajiban untuk meberikan ceramah dan diskusi
mengenai sastra pada sejumlah guru, siswa, mahasiswa dari berbagai sekolah
maupun perguruan tinggi. Perguruan residensi ini konon diilhami program
penulisan kreatif di University of Iowa yang pernah diikutinya. Di antara
sastrawan yang pernah diundang pada tahun pertama program ini adalah Ahmad
Tohari, D. Zawawi Imron, Joni Ariadinata dan Acep Zamzam Noor.
12
Suminto A Sayuti, Taufiq Ismail: Karya dan Dunianya (Jakarta: Grasindo, 2005), h.
78. 13
Suminto A Sayuti, Taufiq Ismail: Karya dan Dunianya, h. 60.
25
C. Karya-karya
Berikut ini beberapa karya Taufiq Ismail sejak tahun 60-an:
1. Tirani, Birpen KAMI Pusat, 1966.
2. Benteng, Litera, 1966.
3. Puisi-Puisi Sepi, 1971.
4. Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin Dan Langit, 1971.
5. Buku Tamu Museum Perjuangan, 1972.
6. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya, 1974.
7. Kenalkan, Saya Hewan (Sajak Anak-Anak), Aries Lima, 1976.
8. Puisi-Puisi Langit, Yayasan Ananda, 1990.
9. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda, 1993.
10. Prahara Budaya, Mizan, 1995.
11. Ketika Kata Ketika Warna, Yayasan Ananda 1995.
12. Seulawah: Antologi Sastra Aceh, 1995.
13. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda, 1998.
14. Dari Fansuri ke Handayani, Horison-Kaki Langit-Ford Foundation,
2001.
15. Horison Sastra Indonesia, Horison-Kaki Langit-Ford Foundation, 2002.
16. Katrastopi Marxisma, Leninisma, Maoisme dan Narkoba, Yayasan
Ananda, 2004.
Karya terjemahan:
1. Banjour Tristesse ( novel karya Francoise Sagan, 1960).
2. Cerita tentang Atom (karya Mau Freeman, 1962).
3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (bersama Ali Audah
dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964).14
Karya Bibliografi
1. Taufiq Ismail,Praha Budaya: kilas-balik ofensif Lekra/PKI dkk,
kumpulan dokumen pegolakan sejarah. Bandung: Mizan, 1995.
2. Taufiq Ismail, Vernite Mne Indoneziyu (Kembalikan Indonesia Padaku),
terj: Victor Pogadaev. Moskow:Klyuch-C, 2010.
Anugerah Dan Penghargaan Sastra
1. Anugrah Seni dari Pemerintah RI (1970).
2. Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977).
3. South East Asia Write Award (SEA Write Award) dari Kerajaan
Thailand (1994).
14
Biogra.com, “Biografi Taufiq Ismail”, www.biografi. Taufiq Ismail.com, diakses
pada hari Senin, 13 Juli 2016, pukul 15.43.
26
4. Penulisan Karya Sastra Terbaik dari Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1994).
5. Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999).
6. Doctor Honoris Causa dari Universitas Negeri Yogyakarta.
27
BAB III
DIMENSI HUMANIS
A. Pengertian Humanisme
Humanisme adalah sebuah kata yang mengandung sejarah sangat kompleks
dan mencangkup kemungkinan konteks serta makna yang luas. Oleh karena itu,
makna kata tersebut perlu ditelusuri dari persfektif etimologis, terminologis, dan
historis. Humanisme secara etimologis terdiri dari dua kata, human dan isme.
Kedua kata tersebut berasal dari bahasa Latin, yaitu humanus yang berarti
manusia, dan ismus yang berarti faham atau aliran.1
Berawal dari makna etimologi humanisme di atas, di dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia dikemukakan pengertian istilah humanisme sebagai berikut: (a)
aliran yang bertujuan menghidupkan rasa kemanusiaan dan mencita-citakan
pergaulan hidup yang lebih baik; (b) aliran yang menganggap manusia sebagai
obyek studi yang terpenting; dan (c) aliran zaman Renaisans yang menjadikan
sastra klasik (dari bahasa Latin dan Yunani) sebagai dasar seluruh peradaban
manusia.2 Lorens Bagus, di dalam Kamus Filsafat mengemukakan bahwa
humanisme merupakan sebuah falsafat yang menganggap individu sebagai
sumber nilai terakhir, dan mengabdi pada pemupukan perkembangan kreatif serta
perkembanganmoral individu secara rasional dan berarti tanpa acuan pada konsep-
konsep tentang adikodrati.3
1 Hasan Shadily,ed. “Humanisme”, dalam Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1992), vol.3, 1350. 2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1994), h. 361. 3 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, cet .3 ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), h.
295.
28
Humanisme dalam pengertian Ethical Humanism adalah sebuah gerakan
kemanusiaan yang secara luas memiliki perhatian khusus kepada
perikemanusiaan, yang memerjuangkan kaum minoritas, sebagaimana uraian
berikut:
Ethical Humanism is any kind of movement where the interses of humanity
as such are preponderant. Thus, the Society for Ethical Culture, the
variouse, pasifistic movements, which lead fights for minorities may all be
called humanistic movements, considered from this point of view, al most all
religious movements automatically contain humanistic elements.4
Humanisme etika adalah bagian dari pergerakan yang bersifat
kepentingan kemanusiaan sebagai pengaruh besar. Maka dari itu, etika
kebudayaan untuk masyarakat memiliki berbagai corak pergerakan pasif,
dengan memerjuangkan kepemimpinan untuk kaum minoritas. Semua
menyebutnya dengan pergerakan penganut paham humanisme, yang
memertimbangkan beberapa pandangan sebagian besar dari pergerakan
religius yang menjadi unsur-unsur isi penganut paham humanisme dengan
sendirinya.
Memahami pengertian humanisme tidak mudah, karena banyak tokoh yang
mendefinisikan menurut pandangannya masing-masing. Namun dari banyak
definisi di atas dapat diambil persamaan bahwasannya humanisme adalah gerakan
yang menghargai kebebasan, martabat manusia serta kemampuannya untuk
belajar mengembangkan seluruh kebudayaan.
Secara istilah, hingga kini humanisme mengalami proses penafsiran sejak
akhir abad keempat belas dan kelima belas. Terdapat tiga tahap penafsiran
atasnya, yakni: pertama, kata humanismus diciptakan pada tahun 1808 oleh ahli
pendidikan Jerman F. J. Niethammer yang dimaksudkan untuk menunjukkan
tekanan pengajaran, yang lebih tertuju pada karya-karya klasik berbahasa Latin
4 Hauma, Humanism, The Word Univercity Encyclopedia Unbridge, vol.6 Publisher
Company, Inc. Washington, t.th, h.125.
29
dan Yunani di sekolah-sekolah menengah yang dilawankan dengan tuntutan yang
semakin meluas terhadap pendidikan yang lebih mengedepankan segi praktisnya
dan berorientasi pada ilmu pengetahuan atau sains.5
Istilah humanismus itu sendiri diturunkan dari istilah humanista yang
diciptakan pada puncak kejayaan zaman Renaissance untuk memberi predikat
kepada para profesor humanisme di universitas-universitas Italia. Kata humanista
sendiri diturunkan dari sebuah istilah yang lebih tua lagi, yakni humanities atau
studia humanitatis yang digunakan untuk mengacu pendidikan liberal arts dengan
menggunakan karya-karya pengarang-pengarang Romawi klasik seperti Cicero
dan Gellius. Pada pertengahan abad kelima belas istilah studia humanitatis
dipakai untuk menunjuk bidang-bidang studi yang berbeda-beda, meliputi tata
bahasa, retorika, sejarah, puisi, dan falsafat moral. Studi dalam bidang-bidang ini
biasanya dilakukan dengan membaca dan menafsirkan karya-karya pengarang-
pengarang klasik yang cukup standar, terutama yang berbahasa Latin dan sedikit
banyak dalam bahasa Yunani.6
Dengan penjelasan tersebut telihat bahwa pengertian humanisme begitu
berkaitan dengan berbagai macam hal. Humanisme dalam kerangka Renaissance
bukanlah sebuah sistem falsafat, meskipun gerakan tersebut memiliki berbagai
paham falsafatnya sendiri, melainkan merupakan program budaya dan bercorak
pendidikan. Jika kurikulum humanisme hanya mencakup satu bidang falsafat,
yakni falsafat moral, itu disebabkan oleh adanya kecenderungan di masa
5 Bambang Sugiharto, Humanisme dan Humaniora: Relevansinya Bagi Pendidikan
(Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h.2-5. 6 Ganang Dwi Kartika, “Humanisme dalam Konteks Filsafat”,Jurnal Filsafat, Vol. 1,
No.1, 24 Maret 2013,h. 5.
30
Renaissance dahulu untuk memelajari falsafat sebagai ilmu yang sekunder dan
pada umumnya terbatas pada bidang etika. Berbeda halnya dengan karya-karya
para humanis di bidang terjemahan, komentar atas karya pengarang klasik, puisi,
pidato, surat-surat serta karya-karya yang menyangkut sejarah, tata bahasa dan
retorika mereka tulis dalam jumlah yang amat banyak.
B. Humanisme dalam Falsafat
Humanisme berada dalam setiap rentetan waktu dan pemikiran. Dari zaman
klasik (Yunani), renaissance, modern hingga postmodern. Selain itu humanisme
secara umum juga berada dalam falsafat Barat maupun Islam. Atas dasar ini
penulis merumuskan dalam konteks falsafat Barat dan Islam, serta menuliskan
secara historis perkembangan pemikiran humanisme.
Dalam konteks sejarah falsafah Barat, pemikiran Yunani dianggap sebagai
cikal bakal segala pemikiran yang berkembang hingga saat ini. Oleh karena itu, di
masa klasik failasuf Yunani telah mengangkat pembahasan humanisme. Pada
masa Yunani Klasik, humanisme mewujudkan pada paideia, yaitu merupakan
sebuah sistem pendidikan yang memiliki visi tentang manusia ideal, yakni
manusia yang mengalami keselarasan jiwa dan raga pada masa Helenistik.7
Pada masa Yunani klasik manusia dipandang sebagai semata-mata makhluk
kodrati, maka pada Abad Pertengahan citra manusia tidak sebatas kodrati,
melainkan juga makhluk adikodrati, imanen dan transenden. Citra manusia yang
pada awalnya sebagai faber mundi (pekerja atau penciptaan dunianya sendiri), lalu
berkembang menjadi imago dei (the image of God, makhluk Ilahi, citra Tuhan).
7 Thomas Hidya Tjaya. Humanisme dan Skolastisisme: Sebuah Debat (Yogyakarta:
Kanisius, 2004), h.6.
31
Namun secara umum humanisme hanya berangkat dari pertimbangan
kodrati manusia, seperti manusia haruslah menjadi manusia yang baik.
Humanisme Abad Pertengahan memaknai manusia sebagai makhluk yang kodrati
dan adikodrati, sebab manusia tidak hanya harus baik di depan manusia saja, akan
tetapi baik dalam pandangan agamanya. Berbeda dari humanisme Yunani dan
Abad Pertengahan, humanisme modern memaknai manusia sebagai manusia
sepenuhnya. Tidak ada perbedaan memanusiakan manusia dengan alasan pintar,
baik dan sebagainya.8
Penulis menyimpulkan bahwa, humanisme konteks falsafah Barat memiliki
perbedaan konsep. Humanisme Yunani Klasik yang bertumpu pada akal budi
manusia, sebagai satu-satunya jalan bagi pengetahuan manusia dalam rangka
hidupnya. Sedangkan sepanjang Abad Pertengahan humanisme konteks falsafat
Barat tertuju pada Allah dan kehidupan akhirat. Dalam pendapat Thomas
Aquinas:
Kehendak manusia memang mengalami kemerosotan tajam tetapi dalam
segi intelektual tidak. Intelektual kemanusian tetap bersifat otonom. Hal
tersebut terbukti dengan adanya teologi kodrati yang tidak seutuhnya
bergantung pada persoalan pewahyuan Allah melalui Kitab suci.9
Dari sini dapat dipahami bahwa semua humanisme, dapat dipandang
sebagai suatu upaya intelektual yang gigih untuk memaknai kemanusiaan dan
keterlibatan manusia di dalam dunianya. Humanisme dapat berkarakter Kristen,
Yahudi, Muslim, Hindu, Buddha, atau juga agnostik bahkan ateis sekalipun.
Karena itu seseorang yang mengaku menganut salah satu dari itu, bisa saja jadi
8 Zulfan taufik. Ilusi dan Harapan, h. 29-30.
9 Bertrand Rusell. Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio –Politik
Zaman Kuno hingga Sekarang (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, tt), h.154.
32
humanis atau antihumanis, tergantung pada bagaiman ia mengaitkan keimanannya
dengan persoalan-persoalan kemanusian.
Masa perkembangan dan kemajuan Islam, melahirkan beberapa tokoh
ternama yang sampai saat ini karya-karyanya masih dijadikan referensi dalam
sebuah penelitian. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah, Abu Sulaiman al
Sijistani (w.983 M), seorang filosofi humanis islam, al-Rummani, al-Syaimari dan
Abu Hayyan al-Tauhidi.10
Abu Hayyan al-Tauhidi merupakan tokoh utama dalam
dunia sastra yang terkenal dengan salah satu karya besarnya berjudul al-imta‟ wa
al-Mu‟nisah. Abu Hayyan al-Tauhidi terkenal sebagai tokoh humanisme Islam
klasik, gelar itu mengutip dan perkataan Abu Hayyan al-Tauhidi “al-insan asykala
alahi al-insan” (sungguh, manusia sering membuat kesulitan bagi manusia
lainnya).
Falsafat Islam sebagaimana hal lainnya yang berlabel “ Islam”, berakar pada
al- Qur‟ān dan Hadῑts. Sebagaimana ditegaskan oleh Seyyed Hossein Nasr, bahwa
falsafat Islam adalah (bersifat) Islam bukan hanya dibudidayakan di Dunia Islam
dan dilakukan oleh kaum Muslim, melainkan karena falsafat Islam menjabarkan
prinsip-prinsip dan menimba inspirasi dari sumber-sumber wahyu Islam, serta
menangani banyak permasalahan dengan sumber-sumber tersebut kendatipun ada
klaim-klaim yang berlawan dari para penentangnya.11
10
George Abraham Maksidi, Cita Humanisme Islam : Panorama Kebangkitan Intelektual
Islam dan Budaya Islam dan Pengaruhnya terhadap Renaisans Barat ( Jakarta, Serambi: 2005),
h.401.
11
Seyyed Hossein Nasr.”Al-Qur‟ān dan HadĪts sebagai Sumber dan Inspirasi Filsafat
Islam”, dalam Ensiklopedi Filsafat Islam, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, terj. Tim
Penerjemah Mizan (Bandung: Penerbit Mizan, 2003), vol 1, h. 36.
33
Dari hal ini dipahami bahwa humanisme Islam berbeda dari humanimse
modern di Barat yang terlepas dari aspek teologis dan transendental. Humanisme
Islam dipahami sebagai suatu konsep dasar kemanusiaan yang tidak berdiri dalam
posisi bebas. Hal ini mengandung pengertian bahwa makna atau penjabaran arti
”memanusiakan manusia”, harus selalu terkait secara teologis.
Pandangan humanis membuat orang sadar kembali tentang harkat martabat,
dan kemampuan manusia sebagai makhluk rohani. Islam memiliki pandangan
yang unik dan komprehensif tentang humanisme. Pandangan Islam mengenai
nilai-nilai kemanusiaan diawali dengan semangat pembebasan melalui konsep
tauhid, yaitu pembebasan manusia dari segala sesuatu selain kepada Allah.
Menurut pendapat Nurcholish Madjid, Islam memiliki konsep dari pembebasan
tauhid.12
Hal tersebut mengandung sebuah pengertian bahwa makna penjabaran
memanusiakan manusia itu harus terkait secara teologis. Dalam konteks al-Qur‟ān
memandang manusia sebagai wakil Allah di Bumi, untuk mengfungsikan
kekhalifahannya. Allah telah melengkapkan manusia dengan intelektual dan
spritual. Manusia memiliki kapasitas kemampuan dan pengetahuan untuk
memilih, karena itu kebebasan merupakan pemberian Allah yang paling penting
dalam upaya mewujudkan fungsi kekhalifahannya.
Marcel A. Boisard berpendapat bahwa Islam lebih dari sekedar ideologi,
karena Islam merupakan humanisme transendental yang diciptakan masyarakat
khusus dan melahirkan suatu tindakan moral yang sukar untuk ditempatkan dalam
12
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina. Cet.
Ke-3, 1995.), h.72.
34
rangka yang dibentuk oleh falsafat Barat. Humanisme tidak mengesampingkan
monoteisme yang sebenarnya dan memungkinkan untuk memerkembangkan
kebajikan.13
Secara keseluruhan, humanisme Islam memuliakan manusia di atas “lima
hak dasar” atau “lima prinsip umum” yang disebut al-kulliyat al-khams (lima hak-
hak dasar). Lima prinsip ini merupakan tujuan utama beragama. Kelima prinsip
ini adalah: (a) menjaga kebebasan beragama(ḥifẓ al-dῑn),(b) menjaga keselamatan
jiwa (ḥifẓ al-nafs), (c) menjaga kebebasan berpikir (ḥifẓal-‘aql), (d) menjaga
kelestarian keturunan (ḥifẓ al-nasl), dan (e) menjaga keabsahan materi (ḥifẓal-
māl).14
Dari Lima prinsip di atas terdapat beberapa kalangan humanis Islam lebih
mengutamakan jiwa manusia. Sikap tersebut terlihat dari Hasan Hanafi dan
Abdurrahman Wahid sebagai berikut: Pertama, ḥifẓal-nafs, yaitu melindungi hak-
hak dasar kemanusiaan bagi keselamatan jiwa dan raga. Kedua, ḥifẓ al –dῑn, yakni
perlindungan kemanusiaan bagi keselamatan keyakinan. Seseorang tidak dapat
dipaksa untuk mengikuti suatu keyakinan, tetapi boleh berkeyakinan menurut
pilihannya sendiri dalam hal agama. Ketiga, ḥifẓ al-‘aql, yakni terjaminnya hak
dasar berupa kebebasan dalam berpikir dan berpendapat, termasuk mengenai
pemahaman keagamaan. Keempat, ḥifẓ al-nasl, yaitu perlindungan hak dasar
dalam kesucian berketurunan dan keselamatan keluarga dan kelima, ḥifẓ al-mal,
yaitu perlindungan terhadap hak dasar kepemilikan harta benda dan profesi.
13
Marcel A Boisard, Humanisme dalam Islam terj. H.M. Rasjidi (Jakarta: Bulan
Bintang, 1982.) h. 151.
14
Nur Kholis, “Humanisme Islam”, Jurnal Isti’dal Vol.1, 2014,h.1.
35
Dengan kata lain, humanime Islam adalah perlindungan hidup, agama, rasio,
keturunan, dan harta atas dasar-dasar ajaran Islam.15
Dalam kategorisasi seorang failasuf Islam modern, M. Arkoun berpendapat
bahwa humanisme Islam terbagi dalam tiga bentuk. Pertama, humanisme literer.
Humanisme ini membangun pola pikir berdasarkan literatur atau teks, yang
lazimnya juga didukung oleh kekuasaan beserta ideologinya. Konsekuensinya,
karakter humanisme ini tidak mampu obyektif juga historis dan tidak kontekstual.
Rujukan hanya semata literer menjauhkan pemahaman dari latar historis dan
personal ril keadaan manusia.
Kedua, humanisme religius. Humanisme ini merupakan sebuah konsepsi
yang mengukur kesalehan seseorang dari parameter esoterik-mistik (tasauf) untuk
melawan tradisi humanisme literer yang ortodoks. Humanisme religius lebih
mengandalkan aspek intuitif secara subyektif dalam pengalaman keagamaan
seseorang dari ketergantungan teks. Sistem birfānῑ menjadi basis epistemologis
dalam mewujudkan akhlaq karimah dan meyakini sebuah kebenaran. Namun
demikian, menurut Fazlur Rahman yang perlu menjadi catatan di sini adalah
terabaikannya persoalan kemanusiaan karena humanisme religius lebih banyak
bersifat eskapistik, yakni perlarian agamis dari permasalahan dunia dan massa
yang tertindas.16
Ketiga, humanisme falsafi. Humanisme ini memberikan otonomi yang besar
kepada manusia untuk mengoptimalkan kecerdasan akal. Berbeda dari humanisme
literer yang terlalu tekstualis-literalis yang mengakibatkan sisi-sisi historis-
15
Nur Kholis, “Humanisme Islam”, Jurnal Isti’dal Vol.1, 2014, h.1 16
Fazlurrahman, Islam, terj.Ahsin Muhammad (Bandung: Penerbit Pusaka 1989), h.
376-378.
36
antropologis tersisihkan. Sedangkan humanisme religius yang meskipun telah
mengoptimalkan spritualitas manusia namun seringkali mengabaikan sisi sosio-
kulural-politis kehidupan ril manusia. Dengan demikian, humanisme falsafi
dengan episteme burhānῑ terbagi menjadi tiga wilayah. Pertama, profanitas dunia
yang sekuler, kedua, humanitas manusia antropologis-historis, dan ketiga Tuhan
yang teologis.17
Ketiga kategori M. Arkoun tentang humanisme memiliki perbedaan yang
jelas. Sebagaimana apa yang awal sebaiknya dalam wilayah mufakkar “yang
terpikirkan, menurut pengikut madzhab tekstualis dianggap wilayah lā mufakkar
fĪ“ yang tidak terpikirkan”. Wacana yang awalnya interpertable dan kontekstual
menjadi wacana yang dogmatis-sakral dan semata-mata teologis serta harus
diterima tanpa adanya cadangan. Hal ini yang disebut Arkoun sebagai taqdĪs al-
afkār al-dĪniyyah (sakralisasi pemikiran keagamaan) yang dalam konteks ini
menjadi tantangan humanisme.
C. Humanimse dalam Puisi
Dalam khasanah intelektual, humanisme sebagai istilah sering
dipercakapkan dalam berbagai konteks, terutama konteks falsafat, pendidikan, dan
kesusasteraan.18Berdasarkan data-data sejarah, para humanis pada umumnya
adalah orang-orang profesional di sekolah dan di universitas, misalnya sebagai
ketua jurusan tata bahasa dan retorika di masing-masing intitusi mereka.
Hal ini menjadi bukti bahwa para humanis memiliki hubungan cenderung
erat dengan para pendahulu mereka di Abad Pertengahan yang disebut dengan
17
Tony Davies, Humanism (London: Routledge, 2008), h. 65-68. 18
Tony Davies, Humanism ( London dan New York: Routledge, 2008), h.24
37
dictatores. Melalui pengaruh humanisme, maka menjadi pengaruh studi
humanistik sehingga membuka mata kuliah baru berupa puisi (poetry) di berbagai
universitas Italia.19
Oleh karena bidang sejarah digolongan ke dalam kategori
prosa, maka bidang tersebut menjadi bagian dari studi retorika dam puisi.
Pada awal abad ke-15 menjadi perkembangan baru dengan
ditambahkannya falsafat moral di antara puisi dan retorika. Para humanis pun
mengepalai bidang bahasa dan kesusasteraan Yunani yang dianggap sebagai
inovasi abad ke -15. Ekspansi studi humanistik ke dalam bidang-bidang baru
tersebut menandai bahwa lahirnya sebutan baru terhadap bidang studi yang makin
luas tersebut dengan sebutan “studi kemanusiaan” the humane studies” atau studi-
studi yang dianggap sebaiknya dilakukan oleh seorang manusia “study
humaniora”.20Ini merupakan hal baru, pada dasarnya mencangkup bidang-bidang
studi yang sudah ada sebelumnya, yakni: studi tata bahasa, retorika, puisi, sejarah
dan falsafat moral.
D. Hubungan antara Humanisme dan Puisi
Berbicara mengenai masalah sastra atau karya sastra, acapkali akan
berhadapan dengan kenyataan dan pengungkapan sebagai apresiasi. Hal itu
disebabkan karya sastra adalah ungkapan seseorang yang sadar akan diri dan
keadaan jamannya, bertolak dari kenyataan sekitarnya.21Di samping itu karya
sastra mampu berbicara dengan bahasanya tatkala seluruh instrumen formal
kenyataan dibungkam. Salah satu karya sastra yaitu terdapat pada puisi. Ruang
19
Ganang Dwi Kartika, “Humanisme Dalam Konteks Filsafat”. Jurnal Penelitian
Humaniora, h.4 20
Ganang Dwi Kartika, “Humanisme dalam Konteks Filsafat”. Jurnal Penelitian
Humaniora, h.5.
38
yang dimilikinya menghadirkan diri pengarang untuk berkecimpung
menghasilkan produksi sejarah sekaligus menghidupkan karyanya ketika
berhadapan dengan pasar. Dedikasi inilah yang kemudian melahirkan berbagai
teori kesasteraan.
Pada Abad ke-15 merupakan gerbang awal bagi hubungan humanisme dan
puisi. Karena ini menjadi pengaruh bagi studi humanitas dalam era Renaissance.
Kondisi tersebut disebabkan para pakar humanis di sekolah menengah kemudian
melanjutkan studi profesional mereka di universitas. Hal ini pun akhirnya
menghasilkan karya-karya falsafi dengan gaya humanis.
Pengaruh studia humanitatis dalam era Renaissance semakin
berkembang luas hingga ke dalam studi sains. Kondisi demikian dimungkinkan
karena di samping studi humanistik ini makin populer, juga disebabkan karena
banyak pakar-pakar di sekolah menengah kemudian melanjutkan studi profesional
mereka di universitas-universitas. Bertolak dari perkembangan baru tersebut, para
humanis akhirnya menyadari bahwa studi falsafat secara mendalam perlu
ditambahkan ke dalam studia humanitatis.22
Oleh karena itu, Nicolaus Cusanus
(1401-1464), Pico della Mirandola (1463-1494), di antaranya, menghasilkan
karya-karya falsafi dengan gaya humanis. Salah satu pidato terkenal tentang
“Martabat Manusia” yang disampaikan oleh Pico della Mirandolla. Dalam bagian
pendahuluan dari pidato mengenai martabat manusia, Pico mengutip seorang
Saracen:
22
Ganang Dwi Kartika, “Humanisme Dalam Konteks Filsafat”. Jurnal Penelitian
Humaniora, h.5.
39
Bapak-bapak hadirin yang terhormat, saya telah membaca dalam
berbagai karya orang Arab, bahwa ketika Abdullah si arab ditanya tentang
apakah yang menakjubkan di atas panggung dunia, ia menjawab bahwa
tidak ada sesuatu pun untuk dilihat yang lebih menakjubkan selain manusia
(nibil spectari home admirabilus).23
Sebagian pendahuluan pidato Pico menggunakan nama Abullah tentu saja
tidak cukup untuk mengenal muslim yang dikutip Pico. Namun dapat mengira-
ngira bahwa yang ia maksudkan boleh jadi adalah Ibn Qutaybah (w.276 H/889
M), yang nama pertamanya adalah ´Abdullāh, seorang humanioris kondang yang
karya-karyanya dipublikasikan secara luas di dunia Islam, baik di bagian Barat
dan Timur.
Perkembangan baru itu mendorong pemahaman baru yang membingungkan
banyak orang sehubungan dengan kemunculan klaim yang menyamakan
humanisme dengan semua atau sebagian besar falsafat Renaissance. Studi atas
karya-karya kesusasteraan klasik membawa dampak lain, yaitu studi atas falsafat-
falsafat klasik, seperti Epikurianisme dan skeptisisme klasik, yang diadopsikan ke
dalam ajaran Kristen.
Yang menjadi ciri khas temuan periode Renaissance adalah pemberian
tekanan pada persoalan martabat manusia dan keberadaan yang istimewa manusia
di tengah alam semesta sebagai hasil dari konsep dan program studia
humanitatis. Semangat demikian itu ditemukan dalam karya-karya Petrarch dan
Giannozzo Manetti, di antaranya. Terhadap hasil yang demikian ini para humanis
juga memeroleh pengaruh dari para Bapa Gereja. Kekhasan lain sebagai hasil dari
23
George Abraham Maksidi, Cita Humanisme Islam : Panorama Kebangkitan Intelektual
Islam dan Budaya Islam dan Pengaruhnya terhadap Renaisans Barat ( Jakarta, Serambi: 2005),
h.481.
40
studia humanitatis pada masa Renanissance adalah diungkapkannya keunikan
konkret perasaan, pendapat dan pengalaman pribadi, yang oleh Burckhardt
diistilahkan sebagai „individualisme.’
Mendekati akhir abad ke-15 perkembangan lain terjadi di Eropa Utara
dalam bentuk masuk pengaruh humanisme melalui para pedagang, imam Katolik,
para dosen dan mahasiswa universitas dalam hal tradisi oratori lisan. Sebelum hal
itu terjadi, Eropa Utara tidak memiliki tradisi sebagaimana yang berlaku di Italia.
Dengan demikian, gagasan-gagasan humanistik pada umumnya menyebar luas
dari Italia ke Eropa Utara. Meskipun pengaruh datang dari Utara melalui berbagai
profesi, akan tetapi bukan berarti Eropa Utara sama sekali tidak tersentuh oleh
humanisme. Terdapat pula sedikit humanis Eropa Utara yang menjadi humanis
karena mereka, guru-gurunya, pernah studi di Italia dan kembali ke negara mereka
dengan semangat untuk menyebarkan „pendidikan yang baik‟ (good learning) dari
negara Eropa Selatan tersebut. Akibat dari penyebaran tersebut lahirlah humanis-
humanis terkenal di Eropa Utara, seperti Robert Gaguin (1423-1501) di Prancis,
Conrad Celtis (1459-1508) di Jerman, dan Thomas Linacre (1460-1524) dan
William latimer (1460-1545) di Inggris, Desiderius Erasmus dari Rotterdam
(1467-1536) serta Antonio de Nebrija (1444-1522) di Spanyol.24
Mereka disebut
para humanis Kristen sebab mereka memandang studi humanistik sebagai bagian
esensial dari pembaruan religius dan memusatkan diri pada karya-karya “kafir”
24
Ganang Dwi Kartika, “Humanisme Dalam Konteks Filsafat”. Jurnal Penelitian
Humaniora, h.5.
41
maupun Kristen kuno sebagai sumber inspirasi. Di antara para humanis tersebut
di atas, Erasmus-lah yang paling terkenal.
Akhirnya, yang tak kalah penting untuk diungkapkan disini adalah ada
pengaruh humanisme dalam reformasi program dan kurikulum di sekolah-sekolah
menengah. Sebagai pendidik profesional atau guru sekolah, para humanis kelak
menanamkan pengaruh humanisme kepada orang-orang yang paling terdidik
dalam zaman renaissance. Ide-ide yang diperoleh dari guru-guru humanis tersebut
untuk selanjutnya dibawa ke dalam lingkungan yang lebih luas, yakni kehidupan
publik dan kehidupan sesuai dengan profesi mereka.
41
BAB IV
HUMANISME DALAM PUISI TAUFIQ ISMAIL
Humanisme menurut Taufiq Ismail merupakan aspek dasar kemanusiaan
yang dapat dilihat dalam ruang kehidupan. Manusia menulis sastra, bagi Taufiq
tak hanya menyusun untaian kata tapi mengungkapkan pikiran, yaitu terbaru dan
menyampaikan realitas sosial melalui puisi. Taufiq Ismail menyatakan bahwa:
Puisi sarat nilai moral, inteligensi dan estetika. Puisi masuk dalam setiap
ruang kehidupan.1
Pernyataan di atas secara tidak langsung menyatakan bahwa humanisme
berbicara tentang nilai aspek dasar kemanusiaan. Dengan menjunjung tinggi nilai
moral, inteligensi dan estetika dalam puisi, maka kita dapat mengetahui seberapa
besar orang tersebut memahami arti humanisme. Oleh karena itu perlu
menganalisis secara mendalam pandangan Taufiq Ismail tentang hakikat manusia.
Dalam bab III telah dijelaskan bahwa pendapat beberapa humanisme
golongan falsafat Barat & Islam. Pada dasarnya di golongan falsafat Barat
terdapat tiga konsep berberda di antaranya: Humanisme Yunani Klasik yang
bertumpu pada akal budi manusia, sebagai satu-satunya jalan bagi pengetahuan
manusia dalam rangka hidupnya. Humanisme pada abad pertengahan tertuju pada
Allah dan kehidupan akhirat. Humanisme modern memaknai manusia sebagai
1 https://Nasional.Tempo.co/read/870773/saat-sma-Taufik-Ismail-wajib-menulis-108-
karangan-dalam -3-tahun, diakses pada hari Rabu, 28 Februari 2018, pukul: 13.00.
42
manusia sepenuhnya. Tidak ada perbedaan memanusiakan manusia dengan alasan
pintar, baik dan sebagainya.
Golongan falsafat Islam berpendapat bahwa humanisme Islam
memuliakan manusia di atas “lima hak dasar” atau “lima prinsip umum” yang
disebut al-kulliyat al-khams (lima hak-hak dasar). Lima prinsip ini merupakan
tujuan utama beragama. Kelima prinsip ini adalah: (a) menjaga kebebasan
beragama (ḥifẓ al-din), (b) menjaga keselamatan jiwa (ḥifẓ al-nafs), (c) menjaga
kebebasan berpikir (ḥifẓ al-„aql), (d) menjaga kelestarian keturunan (ḥifẓ al-nasl),
dan (e) menjaga keabsahan materi (ḥifẓ al-„māl).2
Namun tidak hanya itu dalam katagori seorang failasuf Islam modern, M.
Arkoun berpendapat bahwa humanisme Islam terbagi menjadi tiga bentuk.Yaitu,
humanisme literer, humanisme religius dan humanisme filosofis. Dalam
pandangan epitisme burhānῑ terbagi menjadi tiga wilayah. Pertama, profanitas
dunia yang sekuler, kedua, humanitas manusia antropologis-historis, dan ketiga
Tuhan yang teologis.3
Atas dasar penjelasan di atas penulis menglasifikasikan poin-poin
humanisme dalam puisi Taufiq Ismail menjadi dua bagian, yaitu moral dan
keadilan. Kedua tema tersebut merupakan aspek humanisme yang disesuaikan
dengan puisi Taufiq Ismail yang dijadikan sampel untuk diteliti.
A. Moral
Pada dasarnya setiap puisi selalu berorentasi pada hal-hal yang bersifat
membangun melalui pesan moral. Karena dalam puisi diyakini mengandung nilai-
2 Nur Kholis, “Humanisme Islam”, Jurnal Isti‟dal Vol.1, 2014, h.1.
3 Tony Davies, Humanism, (London: Routledge, 2008), h. 65-68.
43
nilai moralitas yang dapat dijadikan bahan perenungan sekaligus menjadikan
kaidah pendamping dalam menjalankan kegiatan kehidupan. Tiap karya fiksi
masing-masing mengandung dan menawarkan pesan moral, tentunya banyak
sekali jenis dan wujud ajaran moral yang dipesankan.4
Kata moral selalu mengacu pada baik-buruk manusia sebagai manusia.
Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya
sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul-
salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai
manusia dan bukan sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan
terbatas.
Ciri sastra yang baik, setidaknya ada tiga macam norma atau nilai yang
menjadi ciri, yaitu: norma estetika, sastra dan moral. Karya Sastra disebut
memiliki nilai moral apabila menyajikan, mendukung dan menghargai nilai
kehidupan yang berlaku.5Moral dalam puisi biasanya mencerminkan pandangan
hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran,
dan hal itu yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Moral dalam puisi dapat
dipandang sebagai amanat. Dalam pendapat Herman J. Waluyo, ia mempertegas
bahwa:
Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk
menciptkan puisinya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang tersusun,
juga di balik tema yang terungkapkan.6
4 Burhan Nurgiyantoro, Teori pengkajian fiksi (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1995), h.324. 5 Depdiknas, Buku Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta:Depdiknas, 2003), h.181.
6 Herman J. Waluyo, Teor dan apresiasi puisi (Jakarta: Erlangga, 1991), h. 64.
44
Di balik kegelisahan kolektif yang menjadi topik MAJOI karya Taufiq
Ismail, menyimbolkan banyak pengalaman hidup yang sangat berharga untuk
membangun moral bangsa yang lebih baik. Hampir semua puisi Taufiq Ismail
hakikatnya menekankan tentang moralitas.Menurut pendapat Kuntawijoyo di kata
pengantar dalam buku MAJOI, puisi-puisi Taufiq Ismail adalah puisi hati nurani.7
Jadi dapat diyakini, dalam kumpulan puisi MAJOI, karya Taufiq Ismail
kaya akan nilai-nilai moralitas yang sangat menarik untuk direnungkan. Nilai
moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan bersifat tak
terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh
persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia. Sebagai seorang
sastrawan, Taufiq Ismail memiliki karya puisi bertema moral cukup banyak.
Wujud nilai moralitas diantaranya yaitu, nilai moralitas demokrasi, nilai moralitas
cinta tanah air, nilai moralitas keagamaan dan religius, nilai moralitas sosial, dan
nilai moralitas pendidikan.8
Penulis memilih tiga puisi berjudul “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”,
“12 Mei,1998” dan “Ketika Burung Merpati Sore Melayang”, sebagai simbol
humanisme yang berorentasi pada nilai-nilai kemanusiaan. Wujud nilai moralitas sosial
yang diungkap dalam bait puisi “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia” adalah sebagai
berikut:
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong bederak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lembu Tun Rajak,
7 Taufiq Ismail, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Seratus Puisi Taufiq Ismail (Jakarta,
Yayasan Indonesia,1998), h. v. 8 http:// mashudismada. Wordpress.com/2009/04/04/ nilai moral dibalik simbol dalam
Malu Aku Jadi Orang Indonesia, diakses pada hari Rabu, 28 Februari 2018, pukul: 13.40.
45
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.
Puisi di atas merupakan bagian kedua dari penggalan puisi MAJOI. Akan
tetapi puisi ini ditulis kembali oleh Taufiq pada bagian keempat. Wujud nilai
moralitas sosial tepatnya diungkapkan pada kalimat “Langit akhlaq rubuh, di atas
negeri berserak-serak, Hukum tak tegak, doyong berderak-derak”. Hal ini
merupakan bagian yang ditekankan oleh Taufiq, yang mana dengan puisi di atas
Ia menyampaikan bahwa keadaan negeri ini yang penuh kecurangan.
Pada bagian III puisi MAJOI, Taufiq memertegas kembali simbol nilai
moralitas sosial yaitu:
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor
satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang
susah cari tandingan,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat
Belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah
Ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang
Saja sementara mereka kalah, kelak perencanaan dan
Pebunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan
Diinjak dan dilunyat lumat-lumat.9
Pada kalimat “Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan
syahidah”. Mengingatkan kita pada masa Order Baru, yaitu Udin merupakan nama
9 Taufiq Ismail, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Seratus Puisi Taufiq Ismail (Jakarta,
Yayasan Indonesia,1998), h.19.
46
panggilan akrab seorang wartawan yang memiliki nama lengkap Fuad Muhammad
Syafruddin. Seorang wartawan Surat Kabar Harian Bernas terbit di Yogyakarta yang
menjadi tumbal di rezim Orde Baru. Udin dihilangkan karena tulisannya mengusik
penguasa kala itu Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo, tentara berpangkat kolonel.10
Marsinah merupakan buruh wanita dibunuh pada tahun 1993. Ia tewas sangat
mengenaskan. Marsianah memimpin aksi pekerja PT Catur Putra Surya untuk
mendapatkan kenaikan gaji. Namun aksi itu membuat perusahaan panas. Gaji memang
naik, namun akhirnya Marsinah dan teman-temannya harus berurusan dengan aparat
kodim.11
Menurut paparan di atas telah membuktikan bahwa Taufiq berusaha
mengungkapkan selama perjalanan karya di masa Orde Baru. Dalam buku
Foundations of the Metaphysics of Moral (1785) Kant menyatakan:
Bertindaklah sedemikian sehingga engkau memerlakukan kemanusiaan,
entah dalam dirimu sendiri atau orang lain, sebagai tujuan dan bukan
sebagai sarana.12
Dengan kata lain, dalam puisi MAJOI Taufiq berusaha untuk
menggambarkan keadaan negeri saat itu sangat tidak ada unsur kemanusiaan.
Akan tetapi Taufiq berusaha untuk menegakkan nilai moralitas sosial seperti hal
yang dinyatakan oleh Kant. Dengan puisi MAJOI Taufiq berusaha untuk
memberikan gambaran kepada penikmat karyanya agar mengubah nilai-nilai
kemanusiaan yang lebih baik.
10
http:// www. Merdeka.com /peristiwa/kisah-pembunuhan-wartawan-udin-17-tahun-
masih-gelap.html, diakses pada hari Kamis, 24 Juli 2018, pukul. 10.26. 11
http:// www. Merdeka.com /peristiwa/ini-kronologi-hilangnya-marsinah-hingga-
ditemukan –tewas.html., diakses pada hari Kamis, 24 Juli 2018, pukul. 11.00. 12
Jame Rachels, Filsafat Moral (Yogyakarta: KANSIUS, 2004), h. 235.
47
Namun tidak hanya demikian, Taufiq memertegas kembali wujud nilai
moralitas dengan berpendapat bahwa:
Di negeri kita yang masih belum makmur-makmur juga, meriah dengan
penyelenggaraan festival korupsi, berantakan dalam birokrasi, ada sebagian
kecil anak-anak muda yang peduli keadilan sosial memang tak jemu-jemu
dibina dan ditempa dalam bentuk hasutan dan penipuan halus oleh tokoh-
tokoh gigih KGB (Komunis Gaya Baru).13
Pernyataan di atas merupakan secara tidak langsung sangat erat
hubunganya dengan kritik sosial, perlawanan dan masalah kecurangan yang
dilakukan oleh penguasa kala itu.
Puisi “MAJOI” didukung puisi dengan judul “12 Mei, 1998” melalui
pendekatan historis menulusuri arti dan makna bahasa bagaimana yang ditulis
penyair memiliki hubungan antara puisi yang bertema moral lainnya.
Relevansinya sebagai dokumen sosial. Adapun lebih jelasnya berikut kutipannya.
Mengenang Elang Mulya, Hery Hertanto,
Hendriawan Lesmana dan Hafidhin Royan
Empat syuhada berangkat pada suatu malam, gerimis air mata
tertahan di hari keesokan, telinga kami lekapkan ke tanah kuburan
dan simaklah itu sedu-sedan
Kartu mahasiswa telah disimpan dan tas kuliah turun dari bahu.
Mestinya kalian jadi insinyur dan ekonomi abad dua puluh satu,
Tapi malaikat telah mencatat indeks prestasi kalian tertinggi di
Trisakti bahkan di seluruh negeri, karena kalian berani
mengukir alphabet pertama dari gelombang ini dengan
darah arteri sendiri,
13
Taufiq Ismail, Sesudah 50 Tahun Gagalnya Kudeta PKI (Jakarta:Republika, 2015), h.
24.
48
Menurut pendapat Y.B. Mangunwijaya dalam karyanya:
Kehadiran unsur keagamaan dan religius dalam sastra adalah suatu
keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang
bersifat religius. Pada awal mula segala sastra adalah religius.14
Pada kalimat “Empat syuhada berangkat pada suatu malam”, yang
berarti saksi kebenaran (dalam Islam), merupakan simbol pahlawan penegak
kebenaran. Moralitas keagamaan dan religius yang harus dibangun adalah
pentingnnya berjuang menegakkan kebenaran, ikhlas, hanya semata-mata karena
Allah.
Pada kalimat “Mengenang Elang Mulya, Hery Hertanto, Hendriawan
Lesmana dan Hafidhin Royan”. Merupakan mengenang kembali sejarah dari
empat mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas ditembak peluru aparat
keamanan saat menggelar aksi unjuk rasa menuntut Soeharto mundur dari
jabatan presiden pada Mei 1998.15
Hal menunjukkan bahwa karya Taufiq
berusaha untuk menggambarkan peristiwa perjuangan para mahasiswa Trisakti
dalam gelar aksi. Dan ini menujjukan bahwa puisi Taufiq mengandung sisi nilai
moral sosial. Karena berusaha mengungkapkan sejarah pada masa tersebut.
Dilanjutkan dengan bait puisi berikiut:
Merah Putih yang setengah tiang ini, merunduk di bawah garang
Matahari, tak mampu mengibarkan diri karena angin lama
bersembunyi,
Tapi peluru logam telah kami patahkan dalam doa bersama, dan kalian
pahlawan bersih dari dendam, karena jalan masih
jauh dan kita perlukan peta dari Tuhan.
14
Burhan Nurgiyantoro, Teori pengkajian fiksi, h. 234. 15
https;//news.okezone.com/read/ detik-detik-elang-mulya-lesmana-sebelum-tewas-
ditembak, diakses pada hari Kamis, 24 Juli 2018, pukul. 11.16.
49
“Peluru logam telah kami patahkan dalam doa bersama, dan kalian”,
menyimbolkan bahwa hidup dan mati adalah milik Allah. Peluruh logam
sebenarnya hanya sebuah perantara, dan bukan penentu kematian. Moralitas
agama dan religius adalah keputusan Allah, sehingga jangan takut berjuang untuk
sesuatu yang benar, karena Allah senantiasa akan melindungi.
“……kita perlukan peta Tuhan “, menyimbolkan pentingnya mohon
petunjuk kepada Tuhan, karena kebenaran menurut manusia belum tentu berarti
kebenaran menurut Tuhan.
Dalam pendapat Taufiq menyatakan bahwa, moralitas abadi adalah
yang merujuk agama.16
Pendapat ini menjadi bukti bahwa di antara karya-karya Taufiq yang
memiliki nilai moralitas paling utama adalah nilai moralitas keagamaan dan
religius.
Selanjutnya penulis mengambil puisi yang berjudul “Ketika Burung
Merpati Sore Melayang” yang menggambarkannya langit akhlak dan hukum.
Langit akhlak kiasan metafora mengandung makna budi pekerti bangsa sudah
banyak rusak. Kerusakan akhlak terutama pada pemimpin. Hal ini dapat
ditafsirkan dari kiasan langit. Langit adalah tempat yang tinggi, pemimpin adalah
orang yang punya jabatan tinggi. Dalam pendapat Burhan Nurgiyanto bahwa:
Banyak karya sastra yang memperjuangkan nasib rakyat kecil yang
menderita, nasib rakyat kecil yang memang perlu dibela, rakyat kecil yang
seperti dipermainkan oleh tangan-tangan kekuasaan, kekuasaan yang kini
lebih berupa kekuatan ekonomi.17
16
Taufiq Ismail, Sesudah 50 Tahun Gagalnya Kudeta PKI, h. 29. 17
Burhan Nurgiyantoro, Teori pengkajian fiksi, h. 335.
50
Pendapat Burhan di atas mewakili karya Taufiq yang berjudul “Ketika
Burung Merpati Sore Melayang”. Salah satu karya yang memiliki wujud moralitas
sosial, berikut di bawah ini penggalan bait puisi:
Langit akhlak telah roboh di atas negeri
Karena akhlak roboh, hukum tak berdiri
Karena hukum tak tegak, semua jadi begini
Pada kalimat “Langit akhlak telah roboh di atas negeri” merupakan
metafora yang berarti akhlak pemimpin sudah tidak ada lagi ketika menjalankan
roda pemerintah. Karena hukum akhlak sudah tidak ada, bahkan cermin nilai
kemanusiaan pun hilang sehingga hukum pun sudah tidak digunakan lagi untuk
menegakkan kebenaran dan keadilan. Hal ini menunjukkan bahwa Taufiq punya
keterlibatan rasa yang dirasakan oleh rakyat kecil dan mewujudkan nilai moralitas
yang tekandung dalam puisi.
Namun tidak hanya sekedar wujud nilai sosial, penggalan bait puisi
“Ketika Burung Merpati Sore Melayang” memiliki nilai moralitas cinta tanah air,
berikut di bawah ini penggalan bait puisi:
Negeriku sesak adegan tipu-menipu
Bergerak ke kiri, dengan maling kebentur aku
Bergerak ke kanan, dengan perampok ketabrak aku
Bergerak ke belakang, dengan pencopet kesandung aku
Bergerak ke depan, dengan penipu ketagor aku
Bergerak ke atas, di kaki pemeras tergilas aku18
Pada kalimat “Negeriku sesak adegan tipu-menipu” menggambarkan
pejabat menjadi orang yang berkuasa. Menyimbolkan bahwa pentingnya menjaga
keamanan negeri ini. Sebagai perwujudan cintah tanah air, maka moralitas yang 18
Taufiq Ismail, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Seratus Puisi Taufiq Ismail, h.7.
51
dibangun adalah pentingnya mengedepankan keselamatan bangsa dan tanah air
secara luas daripada kepentingan individu atau golongan.
Nilai moral dalam puisi, karya sastra pada umumnya dapat berupa pesan
yang berkaitan dengan hubungan antara sesama, hubungan sosial. Masalah-
masalah yang berupa hubungan antar manusia itu dapat berwujud: kesetiaan, cinta
kasih (keluarga, sesama maupun tanah air), dan lain-lain yang melibatkan
interaksi antar manusia.19
B. Keadilan
Puisi memiliki peranan yang kuat membangung visi kehidupan manusia.
Karena disadari atau tidak, puisi berkaitan dengan atau tidak, puisi selalu
berkaitan dengan bagaimana menghadapi masa dean dan menciptakan masa
depan, sebagai hasil dari pendalaman terhadap realitas konterporer untuk
merasakan realitas kehidupan dan mengetahui kemana arah tujuan.
Penyair yang hidup dalam kungkungan penjajahan, akan menggambarkan
dan meneriakkan puisinya dengan tutur kata menggebu atau sebaliknya lemah dan
putus asa. Penyair yang hidup pada masa pembangunan, akan bertutur tentang
pembangunan, sebagaimana penyair yang berada dalam romantika kehidupan,
maka ia akan membuat puisi-puisi romantik.20
Masalah keadilan dan kekuasaan selalu menjadi topik yang relevan untuk
dibicarakan, jika terjadi kesenjangan yang semakin jauh antara lapisan atas dan
bawah. Hal ini yang memotivasi manusia dan kelompoknya berusaha melawan
19
Burhan Nurgiyantoro, Teori pengkajian fiksi, h.326. 20
Muhammad Khoirul Ummam, “Representasi Kekuasaan Orde Baru Pada Kumpulan
Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq” , NOSI, vol.5, 2017,h.3.
52
dengan berbagai cara. Keadilan merupakan unsur yang terkandung dalam
humanisme. Keadilan pada dasarnya mencakup persoalan kebebasan, etika
termasuk persoalan persamaan. Akan tetapi yang menjadi titik fokus keadilan
adalah nilai-nilai kebebasan serta etika yang termuat dalam humanisme. Selain itu
keadilan merupakan bentuk konsepsi abstrak dan harus direalisasikan dalam
bentuk kasih sayang yang nyata. Dalam Islam keadilan merupakan motivasi
keagamaan yang esensial dan alturisme sebagai pokok susunan sosial. Wujud
konkritnya seperti persamaan antara praktik sosial dan lahirlah serta persamaan
reaksi kemanusiaan yang spontan.
Taufiq Ismail membuat beberapa karya yang bertema keadilan. Setiap
karyanya memiliki corak yang mengekspresikan bentuk kerisauan terhadap
kondisi politik, ekonomi, sosial, dan hukum yang terjadi pada sistem kehidupan di
Indonesia. Penulis akan menjelaskan lebih detail mengenai konsep humanisme
dalam pendekatan keadilan, penulis mengambil tiga puisi yang bertema
“Kembalikan Indonesia Padaku”, “Padamu Negeri” dan “ Yang Slalu Terapung di
atas Gelombang”. Ketiga puisi tersebut dianggap memuat unsur humanisme
keadilan yang lebih besar dibandingkan puisi lainnya.
Puisi pertama yang akan dianalisis adalah puisi yang bertema “Kembalikan
Indonesia Padaku” Puisi tersebut terdiri tiga bait dengan komposisi tiga bait
memiliki empat baris. Secara mendetail, di bawah ini merupakan kutipan
langsung puisi:
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut
yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagai warna putih dan sebagian hitam,
53
Yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong
siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
Karena serratus juta penduduknya,
Kembalikan Indonesai padaku21
Pada kalimat “Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam,
Karena serratus juta penduduknya, kembalikan Indonesia padaku”, terdapat
pesan atau nasihat memiliki kesan yang tertangkap oleh penulis setelah membaca
puisi tersebut. Bagi penulis pesan atau nasihat penyair ingin sampaikan adalah
harapan akan perubahan Indonesia di masa yang akan datang. Puisi ini
mengamanatkan agar masyarakat Indonesia dengan semangat nasionalisme
melakukan perubahan kearah yang lebih baik dan pemerintah lebih bersikap
peduli dan adil terhadap masyarakat dan negara ini. Taufiq berpendapat bahwa:
Kumpulan puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia mengungkap
topik utang Indonesia , korupsi, suap, keserakahan penguasa indoktrinasi,
kecurangan pemilu dan pengingkaran Undang-Undang Dasar.22
Pendapat di atas secara tidak langsung menceritakan bahwa karya Taufiq
Ismail pada umumnya merupakan puisi yang berisi kritikan sosial seperti halnya
puisi “Kembalikan Indonesia Padaku”. Kritik sosial muncul sesuai dengan
keadaan yang sedang berlangsung di Indonesia. Hal tersebut merupakan menuntut
unsur humanisme keadilan.
Selanjutnya penulis mengambil puisi yang bertema “Padamu Negeri”.Puisi
tersebut menggambarkan sebuah peristiwa yang amat perih.Peristiwa tersebut
21
Taufiq Ismail, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Seratus Puisi Taufiq Ismail, h. 87. 22
Taufiq Ismail, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Seratus Puisi Taufiq Ismail, h. 23.
54
merupakan pembelaan demi keadilan negeri ini. Puisi “Padamu Negeri”
mendeskripsikan realitas secara universal atau global mengenai peristiwa pada
negeri ini, berikut kutipan puisi langsungnya:
Al-Fatihah untuk Amir Biki
Dan semua yang masuk bumi
Di ladang-ladang pembantaian
Berserakan di negeri ini
Aceh, Priok, Lampung, Nipah, Haur Koneng,
Santa Cruz, Irian Jaya, Banyuangi dan mana lagi.
Puisi di atas menjelasakan bahwa bacaan “Al-fatihah” tertuju untuk para
pejuang negeri ini yang telah dianiaya bertahun-tahun bahkan dihabisi berkali-
kali.Hal ini menunjukkan untuk menutut suatu nilai keadilan demi negeri ini
diawali dengan peristiwa perih yang terjadi di Aceh, Priok, Lampung, Nipah,
Haur Koneng, Santa Cruz, Irian Jaya, Banyuangi. Dengan demikian puisi
memiliki konsep humanisme tentang keadilan. Pada bait kedua dibaris empat
belas berbunyi sebagai berikut:
Jiwa raga cuma pada Tuhan kami beri
Sesudah itu terserah Dia sendiri
Apa akan dibagikanNya juga pada negeri23
Taufiq berpendapat disebuah kutipan wawancara via media online, sebagai
berikut:
Taufiq mengatakan, jiwa raga adalah pemberian Allah sang Maha
Pencipta dan karenanya patut dikembalikan kepada Allah, bukan yang
lain.24
23
Taufiq Ismail, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Seratus Puisi Taufiq Ismail, h. 35 24 http://kumparan.com/@kumparannews/Taufiq Ismail dan Padamu Negeri, diakses
pada hari Rabu, 23 Mei 2018, pukul 02:01.
55
Kutipan di atas mendeskripsikan pengalaman yang dialami oleh Taufiq
bahwa melalui puisi yang dimaksudkan persoalan pada negeri ini dan nilai
keadilan universal. Dengan kata lain sebuah nilai keadilan seorang manusia pada
jiwa raga adalah ketetapan yang diberikan oleh Allah bukan pada yang lain.
Pada puisi yang ketiga penulis mengambil tema “Yang Selalu Terapung di
Atas Gelombang”.Puisi ini menggambarkan suatu realita strata sosial antara
masyarakat biasa dengan pemerintah. Puisi ini pula merupakan salah satu karya
puisi narasi Taufiq.
Di suatu kesempatan Taufiq Ismail pernahmenyampaikan kata penutup
pada buku MAJOI:
Puisi saya adalah puisi berkabar.Dalam merebut komunikasi, puisi
saya harus ada subtansinya sebagai kabar, mesti cerdas dan musikal sedap
didengar.
Subtansi puisi saya adalah angan-angan, kenyataan, kepekaan,
kepekakan, kekenyangan, kelaparan, nyeri, seri, cinta, keasyikan,
penindasan, penyesalan, kecongkakan, kebebalan, tekad, ketidakpastian,
kelahiran, maut, kefanaan, ke Yang Gaiban. Semua berbaur dibalik lensa
luarbiasa lebar tempat kita bersama membaca panorama kehidupan masa
kini dan sejarah masa lalu lewat sudut pandang berbeda.25
Penulis berpendapat bahwa disetiap karya puisi Taufiq terdapat nilai
subtansi yang dalam dari segi tata bahasa. Puisi yang bertema “Yang Selalu
Terapung di Atas Gelombang” merupakan puisi narasi, berikut bagian bait puisi :
Seseorang dianggap tak bersalah, Sampai dia dibuktikan hukum bersalah.
Di negeri kami, ungkapan ini terdengar begitu indah.
Kini simaklah sebuah kisah,
Seseorang pegawai tinggi,
Gajinya sebulan satu setengah juta rupiah,
Di garasinya ada Honda metalik, Volvo hitam,
BMW abu-abu, Porsche biru dan Mercedes 25
Taufiq Ismail, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Seratus Puisi Taufiq Ismail, h. 202.
56
Merah.
Anaknya sekolah di Leiden, Montpelier dan
Savannah.
Rumahnya bertebaran di Menteng, Kebayoan
dan
Macam-macam rumah indah,
Setiap semester ganjil,
Isteri terangnya belanja di Hongkong dan
Singapura
Setiap semester genap,
Isteri gelap libuan di Eropa dan Afrika,
Pada kalimat “Seseorang dianggap tak bersalah, Sampai dia dibuktikan
hukum bersalah”, ini amat jelas bahwa penyair ingin menunjukkan kepada
pembaca “bagaimana penyair kala itu sebagai objek” (rakyat yang merasa
tertindas). Sehingga hal ini menunjukkan wujud kritik sosial yang menuntut
sebuah keadilan.
Dilanjutkan dengan bait berikutnya:
Seseorang, dianggap tak bersalah, sampai dia dibuktikan hukum bersalah.
Di negeri kami, ungkapan ini terdengar begitu indah. Bagaimana
membuktikan bersalah, kalau kulit tak dapat dijamah. Menyentuh tak bisa
dari jauh, memegang tak dapat dari dekat,26
Pada puisi di atas penyair memberikan kritikan kepada pemerintah yang
kala itu hukum tebang pilih, yakni tajam ke bawah tumpul ke atas. Dalam kalimat
“kalau kulit tak dapat dijamah”, merujuk kepada penguasa yang kebal hukum.
Pada dasarnya kulit merupakan bagian dari anggota tubuh yang mudah luka.
Penyair dalam puisi ini menggambarkan bagaimana kondisi pada rezim
Orde Baru bertindak ortoriter, menindas dan mengintimidasi.27 Pada bait pertama
dan terakhir kata yang selalu digunakan adalah “takut”. Kata takut ini sengaja
26
Taufiq Ismail, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Seratus Puisi Taufiq Ismail, h. 9-10. 27
Muhammad Khoirul Ummam, “Representasi Kekuasaan Orde Baru Pada Kumpulan
Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq”, NOSI, vol.5, 2017, h.11.
57
digunakan penyair bertujuan sebagai bentuk kritikan maupun ungkapan jika pada
masa itu keamanan tidak lagi menjadi prioritas pemerintah. Kelompok satu
dengan lainnya saling menekan. Akan tetapi pada puncaknya kekuatan sejati tetap
berada di tangan mahasiswa (rakyat). Terbukti tumbangnya rezim Orde Baru pada
tahun 1998 yang kala itu dimotori oleh perlawanan dan gerakan mahasiswa.
Rasa tulus yang tercurahkan pada setiap karya puisi yang berharap ada
suatu keadilan ditegakkan. Penyair menyatakan bahwa:
“Saya merindukan perdamaian total yang indah sedemikian. Saya ingin
dua utas rantai yang merentang ke tanah air,….”28
.
28
Taufiq Ismail, Sesudah 50 Tahun Gagalnya Kudeta PKI, h.60.
58
Bab V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Taufiq Ismail merupakan salah satu sastrawan yang cinta akan dunia sastra.
Baginya menulis merupakan tak hanya menyusun untaian kata tapi
mengungkapkan akan apa yang ada dalam pikiran. Sehingga dari sebuah
pemikiran menjadi sebuah bait karya puisi.
Kumpulan puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, merupakan bukti karya
Taufiq yang mengungkap tentang nilai moralitas dan nilai keadilan yang
merupakan bagian aspek dasar kemanusiaan “humanisme”. Konsep dasar Taufiq
Ismail memahami humanisme bahwa Tuhan merupakan pusat kebenaran
manusia. Dalam pemikiran humanisme, pandangan tersebut sama dengan
humanisme falsafi dalam wilayah Tuhan yang teologis.
Oleh karena itu melalui karya sastra, Taufiq Ismail menciptakan puisi yang
memunyai nilai humanisme. Prinsip humanisme dalam puisi Taufiq Ismail
menyuarakan nilai moral dan keadilan yang berdampak pada gerakan sosial.
B. Kritik dan Saran
Humanisme yang dijelaskan oleh Taufiq Ismail yang diajukan peneliti
terdapat beberapa kekurangan. Dalam moral, puisi MAJOI dalam puisi ini
berbentuk narasi panjang. Diawal puisi MAJOI merupakan suatu cerita yang
berbeda pada karya sastrawan lain. Sehingga untuk menemukan sebuah makna
puisi yang bermuatan humanisme terlihat minim.
59
Saran untuk peneliti selanjutnya adalah meninjau kembali mengenai
impliksi dan signifikasi puisi Taufiq Ismail. Jika puisi Taufiq Ismail berperan
secara signifikasi di masyarakat Indonesia, perlu diuji dan diuktikan secara
konkrit dampak wilayah di masyarakat. Seperti apa gerakan masyarakat yang
dilatarbelakangi oleh puisi-puisi Taufiq Ismai.
60
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, George Maksidi, Cita Humanisme Islam : Panorama Kebangkitan
Intelektual Islam dan Budaya Islam dan Pengaruhnya terhadap Renaisans
Barat ( Jakarta, Serambi: 2005), h.481.
Boisard, Marcel A, Humanisme dalam Islam terj. H.M. Rasjidi, Jakarta: Bulan
Bintang, 1982.
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, cet .3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2002.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
Davies, Tony, Humanism. London dan New York: Routledge, 1997.
Hakim, Atang Abdul dan Saebani, Filsafat Umum: Dari Metodelogi sampai
Teosop. Bandung: Pustaka Setya,2008.
Ismail, Taufiq, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia: Seratus Puisi Taufiq Ismail,
Jakarta: Yayasan Ananda,1998.
Ismail, Taufiq, Sajak Ladang Jagung, Jakarta: Pustaka Jaya, 1973.
Ismail, Taufiq, Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit, jilid 1, Jakarta: Horison,
2008.
Ismail, Taufiq, Sesudah 50 Tahun Gagalnya Kudeta PKI, Jakarta: Republika:2015
Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra ,Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widia
Yogyakarta,
Kasdin, Sihotang , Filsafat Manusia:Upaya Membangkitkan Humanisme.
Yogyakarta: Kanisius 2017.
MN, Agung Irawan, Pesan Al-Qur’an untuk Sastrawan Esai-esai Budaya dan
Agama, Yogyakarta: Jalasutra, 2013.
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah telaah kritis tentang
masalah keimanan, kemanusiaan dan kemoderenan, Jakarta: Yayasan
Wakaf Paramadina. Cet. Ke-3, 1995.
Nasr,Seyyed Hossein,”Al-Qur’an dan Ḥadist sebagai Sumber dan Ispirasi Filsafat
Islam”, dalam Ensiklopedi Filsafat Islam, ed. Seyyed Hossein Nasr dan
61
Oliver Leaman, terj. Tim Penerjemah Mizan .Bandung: Penerbit Mizan,
2003.
Pradopo, Rachmat Djoko, Pengkajian Puisi, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1995.
Sayuti, Suminto A, Taufiq Ismail: Karya dan Dunianya, Jakarta: Grasindo, 2005.
Sugiharto, Bambang, Humanisme dan Humaniora: Relevansinya Bagi
Pendidikan, Yogyakarta: Jalasutra, 2008.
Taufik, Zulfan, Ilusi dan Harapan Pembacaan Humanisme Ali Shari’ati.
Jakarta:Impressa Publishing, 2001.
Tjaya, Thomas Hidya, Humanisme dan skolastisisme. Sebuah Debat, Yogyakarta:
Kanisius, 2004.
Rahman ,Jamal D. dkk, 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2014.
Rusell, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio –
Politik Zaman Kuno hingga Sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, tt.
Rahman, Fazlur, Islam, terj.Ahsin Muhammad, Bandung:Penerbit Pusaka 1989.
Rachels, Jame, Filsafat Moral, Yogyakarta: KANSIUS, 2004.
Sumber dari Jurnal
Kholis, Nur, “Humanisme Islam”, Jurnal Isti’dal Vol.1, 2014.
Kartika, Ganang Dwi, “Humanisme Dalam Konteks Filsafat”. Jurnal Penelitian
Humaniora, Vol.01, Maret 2014.
Khoirul Ummam, Muhammad ,“Representasi Kekuasaan Orde Baru Pada
Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq” , NOSI,
vol.5, 2017.
Shadily, Hasan ed, Humanisme”, dalam Ensiklopedi Indonesia, Jakarta;Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1992 vol.3, 1350.
Hauma, Humanism, The Word Univercity Encyclopedia Unbridge, vol.6
Publisher Company, Inc. Washington, t.th.
Nasr, Seyyed Hossein, “Al-Qur’an dan Hadis sebagai Sumber dan Ispirasi Filsafat
Islam”, dalam Ensiklopedi Filsafat Islam, ed. Seyyed Hossein Nasr dan
62
Oliver Leaman, terj. Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Penerbit Mizan,
2003), vol 1.
Sumber dari Internet
Feni Efendi, “Perkembangan perpuisian Indonesia”,
html://www.Tanamanfeni.blogspot.com, artikel diakses pada hari Rabu, 26
Oktober 2016, pukul 13.00.
TokohIndonesia.com,http://www.tokohindonesia.com/biografi/artikel/285esklope
dia/ 2015, malu aku jadi orang Indonesia. Diakses pada hari Sabtu, 30 Mei
2016, pukul 15:36.
MiftahulAjri,https://miftahulajri.wordpress.com/2009/11/23/boigrafi_taufik_isma
il/. Diakses pada hari Senin, 3 April 2017, pukul 15:45.
Musriadi Musanif, “Ketika Sastrawan menjadi Datuk”,
https//miftahulajri.wordpress.comTaufiq Ismail, Diakses pada hari Selasa,
11 April 2017,pukul 23:00.
Biogra.com, “Biografi Taufiq Ismail”, www.biografi. Taufiq Ismail.com, diakses
pada hari Senin, 13 Juli 2016, pukul 15.43.
http://kumparan .com/@kumparannews/Taufiq Ismail dan Padamu Negeri,
diakses pada hari Rabu, 23 Mei 2018, pukul 02:01.
https://Nasional.Tempo.co/read/870773/saat-sma-Taufik-Ismail-wajib-menulis-
108-karangan-dalam -3-tahun, diakses pada hari Rabu, 28 Februari 2018,
pukul: 13.00.
63
A. Lampiran 1
Puisi- puisi Taufiq Ismail
(Puisi-puisi berdasarkan data list penulis)
1. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
2. 12 Mei,1998
3. Ketika Burung Merpati Sore Melayang
4. Kembalikan Indonesia Padaku
5. Padamu Negeri
6. Yang Selalu Terapung di Atas Gelombang
1. MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitesfish Bay kampong asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia
Dia Mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice Univercity
Dia sudah pension perwira tingi dari U.S. Army
Mengapa sering benar aku merunduk kini
II
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong bederak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lembu Tun Rajak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.
64
III
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor
satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang
susah cari tandingan,
Di negeriku anak laki-laki dan perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara
hancur –hancuran seujung kuku tak perlu malu.
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu, dan
peyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk
kantung jas safari,
Di kedutaan anak presiden, anak menteri, anak jendral,
anak sekjen dan anak dirjen dilayai seperti presiden,
mentri, jendral, sekjen dan dirjen sejati, agar
orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku perhitungan suara pemilihan umum sangat-
Sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar-
Besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
Sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak
Putus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat
Belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah
Ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang
Saja sementara mereka kalah, kelak perencanaan dan
Pebunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan
Diinjak dan dilunyat lumat-lumat,
Di negeriku keputusan secara agak rahasia dan tidak
Rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya
Dengan sepotong SK suatu hari akan Bursa Efek
Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman taka da karena dua puluh pungutan, lima
65
Belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telpon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
Fotokopi gossip dan fitnah bertebaran disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukkan terror,
Penonton antarkota Cuma karena sebagian kecil
Bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor
Pertandingan yang disetujui bersama,
Di negeriku rupa sudah diputuskan kita terlibat Piala
Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala
Dunia itu Cuma urusan negara-negara kecil karena Cina,
India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah
Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat
terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur
Koneng, Nipah Santa Cruz, Irian dan Banyuwangi, ada pula
pembantahan terang-terangan ang merupakan dusta
terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi terang-terangan.
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam
kehidupan sehari-hari bagai jarum menyelam di
tumpukan jerami selepas menuai padi.
IV
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
hukum tak tegak, doyong bederak-derak
berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lembu Tun Rajak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.
2. 12 MEI, 1998
Mengenang Elang Mulya, Hery Hertanto,
Hendriawan Lesmana dan Hafidhin Royan
66
Empat syuhada berangkat pada suatu malam, gerimis air mata
tertahan di hari keesokan, telinga kami lekapkan ke tanah kuburan
dan simaklah itu sedu-sedan.
Mereka anak muda pengembara tiada sendiri, mengukir reformasi
karena jemu deformasi, dengarkan saban hari langkah sahabat-
sahabatmu beribu menderu-deru,
Kartu mahasiswa telah disimpan dan tas kuliah turun dari bahu.
Mestinya kalian jadi insinyur dan ekonomi abad dua puluh satu,
Tapi malaikat telah mencatat indeks prestasi kalian tertinggi di
Trisakti bahkan di seluruh negeri, karena kalian berani
mengukir alphabet pertama dari gelombang ini dengan
darah arteri sendiri,
Merah Putih yang setengah tiang ini, merunduk di bawah garang
Matahari, tak mampu mengibarkan diri karena angin lama
bersembunyi,
Tapi peluru logam telah kami patahkan dalam doa bersama, dan kalian
pahlawan bersih dari dendam, karena jalan masih
jauh dan kita perlukan peta dari Tuhan.
3. KETIKA BURUNG MERPATI SORE MELAYANG
Langit akhlak telah roboh di atas negeri
Karena akhlak roboh, hukum tak berdiri
Karena hukum tak tegak, semua jadi begini
Negeriku sesak adegan tipu-menipu
Bergerak ke kiri, dengan maling kebentur aku
Bergerak ke kanan, dengan perampok ketabrak aku
Bergerak ke belakang, dengan pencopet kesandung aku
Bergerak ke depan, dengan penipu ketagor aku
Bergerak ke atas, di kaki pemeras tergilas aku
Kapal laut bertenggelam, kapal udara berjatuhan
Gempa bumi, banjir, tanah longsor dan orang kelaparan
Kemarau panjang, kebakaran hutan berbulan-bulan
Jutaan hektar jadi jerebu abu-abu berkepulan
Bumiku demam berat, menggigilkan air lautan
67
Lalu berceceran darah, berkumpulan asap dan berkobaran api
Empat syuhada melesat ke langit dari bumi Trisakti
Gemuruh langkah, simaklah, diseluruh negeri
Beribu bangunan roboh, dijarah dalam huru-hara ini
Dengan jeritan berates orang berlarian dikunyah api
Mereka hangus-arang, siapa dapat mengenal lagi
Bumiku sakit berat, dengarlah angina menangis sendiri
4. KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut
yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagai warna putih dan sebagian hitam,
Yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong
siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
Karena serratus juta penduduknya,
Kembalikan Indonesai padaku
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan
tenggelam
Lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa
berenang-renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut
yang menganga,
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala
bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih
yang berenang- renang
sambal main pingpong di atas pulau Jawa yang
tenggelam
dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke
dasar lautan,
Kembalikan Indonesia padaku
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong
siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
68
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
Sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian,
Kembalikan Indonesia padaku
5. PADAMU NEGERI
Al-Fatihah untuk Amir Biki
Dan semua yang masuk bumi
Di ladang-ladang pembantaian
Berserakan di negeri ini
Aceh, Priok, Lampung, Nipah, Haur Koneng,
Santa Cruz, Irian Jaya, Banyuangi dan mana lagi
Kami dianiaya bertahun-tahunn berkali-kali
Ramai dibunuh dan dihabisi
Usai kami dibantai janda-janda kami disakiti
Tak bisa melawan desa kami dibakari
Panah mustahil tandingan senjata api
Seperti rabies anjing dalam api demi
Sebutlah seberapa nama kota lokasi propinsi
Kubur di mana maklumat tak diberi
Hidup kami berganti nyeri dan ngeri
Mengenang satu malam ratusan ditembaki
Mengingat bertahun ribuan dihabisi
Jadi setiap menyanyikan lagu ini
Tiba pada dua baris terakhir sekali
Jiwa raga cuma pada Tuhan kami beri
Sesudah itu terserah Dia sendiri
Apa akan dibagikanNya juga pada negeri
6. YANG SELALU TERAPUNG DI ATAS GELOMBANG
Seseorang dianggap tak bersalah, Sampai dia dibuktikan hukum bersalah.
Di negeri kami, ungkapan ini terdengar begitu indah.
Kini simaklah sebuah kisah,
Seseorang pegawai tinggi,
Gajinya sebulan satu setengah juta rupiah,
Di garasinya ada Honda metalik, Volvo hitam,
BMW abu-abu, Porsche biru dan Mercedes
Merah.
69
Anaknya sekolah di Leiden, Montpelier dan
Savannah.
Rumahnya bertebaran di Menteng, Kebayoan
dan
Macam-macam rumah indah,
Setiap semester ganjil,
Isteri terangnya belanja di Hongkong dan
Singapura
Setiap semester genap,
Isteri gelap libuan di Eropa dan Afrika,
Anak-anaknya pegang dua pabrik,
Tiga apotik dan empat biro jasa.
Saudara sepupu dan kemenakannya
Punya limatook onderdil,
Enam biro iklan dan tujuh pusat belanja,
Ketika rupiah anjlok terpelosok,
Kepleset macet dan hancur jadi bubur,
Dia ketawa terbahak-bahak
Karena depositonya dalam dolar Amerika
Semua.
Sesudah matahari dua kali tenggelam di langit barat,
Jumlah rupiahnya melesat sepuluh kali lipat,
Krisis semakin menjadi-jadi, di mana-mana orang
Antri,
Maka seratus kantong plastic hitam dia bagi-bagi
Isinya masing-masing lima genggam beras,
Empat cangkir minyak goreng dan tiga bungkus mie cepat-saji.
Peristiwa murah hati ini diliputi dua menit di kotak televisi,
Dan masuk berita koran Jakarta halaman lima pagi-pagi sekali,
Gelombang mau datang, datanglah gelombang,
Setiap air bah pasang dia senantiasa
Terapung di atas banjir bandang.
Banyak orang tenggelam tak mampu timbul lagi,
Lalu dia berkata begini,
“Yah, masing-masing kita rejekinya kan sendiri-sendiri,”
Seperti bandul jam tua yang bergoyang kau
Lihatlah:
Kekayaan misterius mau diperiksa,
Kekayaan tidak jadi diperiksa,
Kekayaan mau diperiksa,
70
Kekayaan tidak diperiksa,
Kekayaan harus diperiksa,
Kekayaan tidak jadi diperiksa.
Bandul jam tua Westminter,
Tahun empat puluh satu diproduksi,
Capek bergoyang begini, sampai dia berhenti
Sendiri.
Kemudian ide baru datang lagi,
isi formulir harta benda sendiri, harus terus terang tapi,
dikirimkan pagi-pagi tertutup rapi, karena soal ini soal sangat pribadi,
Selepas itu suasana hening sepi lagi, cuma ada bunyi burung perkutut
sekali-sekali,
Seseorang, dianggap tak bersalah, sampai dia dibuktikan hukum bersalah. Di
negeri kami, ungkapan ini terdengar begitu indah. Bagaimana membuktikan
bersalah, kalau kulit tak dapat dijamah. Menyentuh tak bisa dari jauh,
memegang tak dapat dari dekat,
Karena ilmu kiat, orde datang dan orde berangkat, dia akan tetap saja selamat,
Kini lihat, di patio rumahnya dengan arsitektur Mediterania, seraya menghirup the
nasgitel dia duduk menerima telpon dari istrinya yang sedang tur di Venezia
sesudah menilai tiga proposal, dua diskusi panel dan sebuah rencana rapat
kerja,
Sementara itu simaknya lagu favorit My Way, senandung lama Frank Sinatra
yang kemarin baru meninggal dunia, ditingkah lagu burung perkutut sepuluh
juta dari sangkar tergantung di atas sana dan tak habis-habisnya di layar kaca
jinggel Piala Dunia,
Go, go, go, ale ale ale……..