144
HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Al-Qur’an Beberapa ayat Al-qur’an yang langsung mengatur pembagian harta warisan adalah sebagai berikut : Q.S. IV : 7 Mengatur penegasan bahwa laki-laki dan perempuan dapat mewaris Q.S. IV : 11 Mengatur perolehan anak, perolehan ibu dan bapak serta soal wasiat dan utang Q.S. IV : 12 Mengatur perolehan duda, janda, saudara-saudara dalam hal kalaalah dan soal wasiat serta utang Q.S. IV : 33 Mengatur mengenai mawali seseorang yang mendapat harta peninggalan dari ibu-bapaknya, aqrabunnya dan tolam seperjanjiannya serta perintah agar pembagian bagian tersebut dilaksanakan Q.S. IV : 176 Menerangkan mengenai arti kalaalah dan mengatur mengenai perolehan saudara dalam hal kalaalah. B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan sangat membantu di dalam pemecahan pembagian harta peninggalan sepanjang ada kaitannya dengan hukum kewarisan yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an Hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut : 1. Jaabir bin Abdullah dalam hubungan turunnya Q.S. IV : 176 yang mengatur soal kalaalah. 2. Zaid bin Tsabit yang mengatur perolehan anak dari anak laki-laki (cucu melalui anak laki-laki). 3. Abu Bakar yang mengatur bagian datuk. 4. Ali bin Abi Thalib yang membahas mengenai utang dan wasiat. 5. Saad bin Abi Waqqas mengenai batas wasiat. 6. Ali bin Abi Thalib yang membahas mengenai ‘Awl. 7. Ibnu Abbas yang membahas mengenai keutamaan sesama ahli waris dan soal hijab menghijab yang didasarkan kepada hadits Ibnu Abbas dan Zaid bin Tsait.

HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

  • Upload
    vokhue

  • View
    285

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

HUKUM KEWARISAN ISLAM

SUMBER HUKUM KEWARISAN ISLAM

A. Al-Qur’an

Beberapa ayat Al-qur’an yang langsung mengatur pembagian harta

warisan adalah sebagai berikut :

Q.S. IV : 7 Mengatur penegasan bahwa laki-laki dan perempuan dapat

mewaris

Q.S. IV : 11 Mengatur perolehan anak, perolehan ibu dan bapak serta soal

wasiat dan utang

Q.S. IV : 12 Mengatur perolehan duda, janda, saudara-saudara dalam hal

kalaalah dan soal wasiat serta utang

Q.S. IV : 33 Mengatur mengenai mawali seseorang yang mendapat harta

peninggalan dari ibu-bapaknya, aqrabunnya dan tolam

seperjanjiannya serta perintah agar pembagian bagian tersebut

dilaksanakan

Q.S. IV : 176 Menerangkan mengenai arti kalaalah dan mengatur mengenai

perolehan saudara dalam hal kalaalah.

B. Sunnah Rasul

Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan

sangat membantu di dalam pemecahan pembagian harta peninggalan sepanjang

ada kaitannya dengan hukum kewarisan yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an

Hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jaabir bin Abdullah dalam hubungan turunnya Q.S. IV : 176 yang

mengatur soal kalaalah.

2. Zaid bin Tsabit yang mengatur perolehan anak dari anak laki-laki (cucu

melalui anak laki-laki).

3. Abu Bakar yang mengatur bagian datuk.

4. Ali bin Abi Thalib yang membahas mengenai utang dan wasiat.

5. Saad bin Abi Waqqas mengenai batas wasiat.

6. Ali bin Abi Thalib yang membahas mengenai ‘Awl.

7. Ibnu Abbas yang membahas mengenai keutamaan sesama ahli waris dan

soal hijab menghijab yang didasarkan kepada hadits Ibnu Abbas dan Zaid

bin Tsait.

Page 2: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

8. Abu Hurairah dan Jabir mengenai perkataan Rasulullah bahwa bayi yang

dilahirkan menangis berhak mewaris.

9. Abu Hurairah mengenai ketentuan Rasulullah bahwa ahli waris hanya

bertanggung jawab setingg-tingginya sejumlah harta peninggalan pewaris.

C. Ijtihad

Meskipun al-Qur’an dan Hadits Rasul telah memberi ketentuan terperinci

mengenai pembagian warisan, dalam beberapa hal masih diperlukan adanya

ijtihad terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam al-Qur’an atau hadits Rasul.

Misalnya mengenai bagian ibu apabila hanya mewaris dengan bapak dan suami

atau istri.

Page 3: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

SEBAB-SEBAB MEWARIS

A. Rukun Mewaris

1. Harus ada muwarrits

Yaitu orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta peninggalan.

Syaratnya adalah bahwa muwarrits itu harus benar-benar telah meninggal

dunia.

Mati hakiki adalah mati yang dapat dibuktikan dengan panca indra atau

pembuktian menurut ilmu kedokteran.

Mati hukmy maksudnya adalah seseorang yang dinyatakan atau dianggap

telah meninggal dunia, disebabkan karena hilang dan tidak diketahui kabar

beritanya.

Mati taqdiri maksudnya, seseorang diduga kuat mati karena sesuatu sebab

seperti minum racun, dipaksa minum racun, terminum racun, dibunuh,

bunuh diri atau terbunuh.

2. Harus ada al-waris atau ahli waris

3. Harus ada al-mauruts atau al-mirats

B. Syarat-syarat Mewaris

1. Adanya orang yang meninggal dunia baik secara hakiki atau secara

hukumnya.

2. Ahli Waris masih hidup secara jelas pada saat pewaris meninggal dunia.

Ahli waris merupakan pengganti untuk menguasai warisan yang

ditinggalkan oleh pewaris. Perpindahan hak tersebut diperoleh melalui

jalan kewarisan. Oleh karena itu sesudah pewaris meninggal dunia, ahli

warisnya harus benar-benar hidup. Termasuk dalam pengertian ini adalah

bayi di dalam kandungan (al-haml). Meskipun masih berupa janin, apabila

dapat dipastikan hidup, melalui gerakan (kontraksi) atau cara lainnya,

baginya berhak mendapat warisan. Untuk itu perlu diketahui batasan yang

tegas mengenai paling sedikit dan paling lama usia kandungan. Ini

dimaksudkan untuk mengetahui kepada siapa janin tersebut akan

dinasabkan.

3. Mengetahui golongan ahli waris. Hubungan antar pewaris dengan ahli

waris harus jelas, hal ini untuk mengetahui apakah ahli waris tersebut

Page 4: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

sebagai anak kandung, suami atau istri, saudara dan sebagainya. Dengan

demikian dapat ditentukan besarnya bagian masing-masing ahli waris.

PENGGOLONGAN AHLI WARIS

A. Menurut Ajaran Kewarisan Bilateral Hazairin

Menurut Prof. Dr. Hazairin, SH, bila dilihat dari sudut orang yang

menerima bagian harta peninggalan, maka ahli waris dapat dikelompokkan dalam

tiga golongan yaitu :

1. Dzul faraaidh

Dzul faraaidh berarti ahli waris tertentu yang mendapat bagian tertentu dalam

keadaan tertentu. Yang dimaksud dengan bagian tertentu di sini adalah bagian

ahli waris yang sudah jelas-jelas disebutkan dalam Al-qur’an. Seperti 1/8, 1/6,

1/4, 1/3, 1/2 dan 2/3.

2. Dzul qarabat

Yaitu ahli waris yang mendapat bagian warisan tidak tertentu jumlahnya atau

mendapat bagian sisa atau disebut juga mendapat bagian terbuka, yaitu :

a. Anak laki-laki

b. Anak perempuan yang didampingi anak laki-laki

c. Bapak

d. Saudara laki-laki dalam hal kalaalah

e. Saudara perempuan yang didampingi saudara laki-laki dalam hal kalah.

3. Mawali (Ahli waris pengganti)

Yaitu ahli waris yang mendapat bagian menggantikan kedudukan orang

tuanya yang telah meninggal dunia terlebih dahulu.

B. Menurut Ajaran Kewarisan Patrilineal Syafi’i

Ahli waris dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan :

1. Dzawul faraaidh yaitu ahli waris tertentu yang mendapat bagian tertentu

dalam keadaan tertentu

2. Ashabah yaitu ahli waris yang :

a. tidak ditentukan bagiannya tetapi dia akan menerima seluruh harta warisan

apabila tidak ada ahli waris yang dzawul faraaid sama sekali atau

b. jika ada ahli waris yang dzawul faraaidh, dia akan menerima sisanya atau

Page 5: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

c. apabila tidak ada sisa sama sekali karena harta peninggalan sudah habis

terbagi kepada para ahli waris yang dzawul faraaidh maka dia tidak

mendapat bagian apa-apa.

Ahli waris ashabah ini ada tiga macam :

2.1 Ashabah binafsih yaitu ahli waris yang berkedudukan sebagai ashabah

dengan sendirinya atau secara otomatis, artinya tidak karena ditarik oleh

ahli waris (ashabah) lain atau tidak karena bersama-sama dengan ahli

waris lain.

2.2 Ashabah bilghari yaitu ahli waris yang berkedudukan sebagai ashabah

karena ditarik oleh ahli waris ashabah yang lain.

2.3 Ashabah ma’al ghairi yaitu ahli waris yang berkedudukan sebagai ashabah

karena bersama-sama dengan ahli waris lain.

3. Dzawul arham yaitu ahli waris yang mempunyai hubungan darah dengan

pewaris melalui garis penghubung anak perempuan, tetapi tidak termasuk

golongan ahli waris dzawul furudl dan ashabah.

Yang termasuk ahli waris dzawul arham ialah:

a. Cucu laki-laki dan atau perempuan melalui anak perempuan

b. Kemenakan laki-laki atau perempuan, yaitu anak dari saudara perempuan

sekandung, seayah atau seibu

c. Kemenakan perempuan yaitu anak perempuan dari saudara laki-laki

sekandung atau seayah

d. Saudara sepupu perempuan yaitu anak perempuan paman (saudara laki-

laki ayah)

e. Paman seibu (saudara laki-laki ayah seibu)

f. Paman (saudara laki-laki ibu)

g. Bibi (saudara perempuan ayah maupun saudara perempuan ibu)

h. Kakek, (ayah ibu)

i. Nenek buyut, (ibu kakek)

j. Kemenakan seibu, (anak-anak saudara laki-laki seibu)

Page 6: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

KEUTAMAAN SESAMA AHLI WARIS

Prof. Dr. Hazairin, S.H., yang merupakan pemula sistem kewarisan bilateral Islam

Indonesia merumuskan kelompok keutamaan dalam hukum kewarisan bilateral

sebagai berikut:

1. Kelompok keutamaan pertama :

a. Anak-anak, laki-laki dan perempuan sebagai dzul faraaidh atau sebagai

dzul qarabot beserta mewalinya

b. Orang tua (ayah dan ibu) sebagai dzul faraidh

c. Janda atau duda sebagai dzul faraidh

2. Kelompok keutamaan kedua :

a. Saudara laki-laki dan perempuan sebagai dzul faraaidh atau dzul qarabat

beserta mewalinya

b. Ibu sebagai dzul faraaidh

c. Bapak sebagai dzul qarabat dalam hal kalaalah

d. Janda atau duda sebagai dzul faraidh

3. Kelompok keutamaan ketiga :

a. Ibu sebagai dzul faraaidh

b. Bapak sebagai dzul qarabat

c. Janda atau duda sebagai dzul faraaidh

4. Kelompok keutamaan keempat :

a. Janda atau duda sebagai dzul faraaidh

b. Mawali untuk ibu

c. Mawali untuk bapak

Page 7: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

BAGIAN WARISAN UNTUK ANAK

Dalam Q.S. IV : 11 ada 3 garis hukum yang mengatur bagian warisan untuk anak.

1. Q.S. IV : 11a

Untuk seorang anak laki-laki sebanyak bagian 2 (dua) orang anak

perempuan.

Bila kita gambarkan adalah sebagian berikut :

Gambar I

Keterangan :

P = Pewaris meninggalkan seorang anak

laki-laki bernama A dan seorang anak

perempuan bernama B.

Pembagian

A dan B mendapat seluruh harta peninggalan dengan perbandingan 2 : 1.

A = 2/3 x HP

B = 1/3 x HP

A + B = 2/3 + 1/3 = 3/3. = 1 (Seluruh HP)

Gambar II

Keterangan :

Pewaris meninggalkan ahli waris seorang

anak laki-laki bernama A dan dua orang

anak perempuan bernama B dan C.

Pembagian :

A, B dan C memperoleh seluruh HP dengan perbandingan 2:1:1

A = 2/4

B = 1/4

C = 1/4

A + B + C = 2/4 + 1/4 + 1/4 = 4/4 = 1

P

A B

P

A B C

Page 8: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar III

Keterangan :

Pewaris meninggalkan dua orang anak laki-

laki bernama A dan B serta dua orang anak

perempuan bernama C dan D

Pembagian :

A, B, C, D memperoleh seluruh HP dengan perbandingan 2:2:1:1

A = 2/6 B = 2/6 C=1/6 D=1/6

A+B+C+D = 2/6 + 2/6 + 1/6 + 1/6 = 6/6 = 1

Kalau dilihat ketiga gambar tersebut di atas, perolehan masing-masing ahli

waris baik menurut kewarisan Bilateral (Hazairin), kewarisan patrilineal

(Syafi’i) maupun Kompilasi Hukum Islam (dalam pasal 176) adalah sama.

2. Q.S. IV : 11 b

Jika anak-anak itu perempuan saja dan jumlahnya dua orang atau lebih,

maka mereka mendapat 2/3 dari harta peninggalan.

Gambar IV

Keterangan :

Pewaris meninggalkan ahli waris dua orang

anak perempuan bernama A dan B

Pembagian :

A dan B memperoleh 2/3 secara bersyarikat (bersama-sama) dengan

perbandingan 1:1

A = 1/2 x 2/3 = 2/6. df (Q.S. IV : IIb)

B = 1/2 x 2/3 = 2/6. df (Q.S. IV : IIb)

A + B = 2/6 + 2/6 = 4/6

Sisa = 1 – 4/6 = 2/6

P

A B C D

P

A B

Page 9: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar V

Keterangan :

Pewaris meninggalkan ahli waris

lima orang anak perempuan masing-

masing bernama A, B, C, D dan E.

Pembagian :

A, B, C, D dan E memperoleh 2/3 secara bersyarikat (bersama-sama) dengan

perbandingan 1:1:1:1:1. Bagian masing-masing ahli waris:

A = 1/5 x 2/3 = 2/15. df (Q.S.IV : 11B)

B = 1/5 x 2/3 = 2/15. df (Q.S.IV : 11B)

C = 1/5 x 2/3 = 2/15. df (Q.S.IV : 11B)

D = 1/5 x 2/3 = 2/15. df (Q.S.IV : 11B)

E = 1/5 x 2/3 = 2/15. df (Q.S.IV : 11B)

A + B + C + D + E + = 2/15 + 2/15 + 2/15 + 2/15 + 2/15 = 10/15

Sisa = 1 – 10/15 = 5/15

3. Q.S. IV : 11 c

Jika anak perempuan itu hanya satu orang saja maka bagiannya seperdua

dari harta peninggalan.

Gambar VI

Keterangan :

Pewaris meninggalkan seorang anak

perempuan bernama A.

Pembagian :

A mendapat bagian 1/2 dari HP sebagai df dan masih ada sisa = 1/2.

Kalau kita lihat gambar IV, V dan VI tersebut di atas perolehan masing-

masing ahli waris baik menurut kewarisan Bilateral (Hazairin), kewarisan

patrilineal (Syafi’i) maupun Kompilasi Hukum Islam adalah sama.

P

A B C D E

P

A

Page 10: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

BAGIAN WARISAN UNTUK ORANG TUA (BAPAK DAN IBU)

A. Bapak

Kedudukan bapak dalam hal mewaris ada 2 kemungkinan sesuai dengan

ketentuan yang ada dalam al-Qur’an khususnya Q.S. IV : 11 yaitu sebagai dzul

faraaidh.

Kedudukan bapak sebagai ahli waris dalam pasal 177 Kompilasi Hukum

Islam ditentukan sebagai berikut :

“Ayah mendapat 1/3 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila

ada anak ayah mendapat 1/6 bagian.”

“Pasal 177 yang menetapkan bagian ayah adalah 1/3 bila pewaris tidak

meninggalkan anak dan 1/6 bila ada anak agaknya memerlukan hukum

yang jelas.”

Tapi melalui SEMA No. 2/1994 yang menjelaskan maksud pasal tersebut

adalah sebagai berikut :

“Ayah mendapat 1/3 bagian apabila tidak meninggalkan anak tetapi

meninggalkan suami atau istri dan ibu tapi bila ada anak ayah mendapat

1/6”. Jadi yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah bila ayah mewaris

bersama suami atau istri dan ibu. Walaupun SEMA tersebut sudah

menjelaskan sedemikian rupa, namun tetap saja pada akhirnya bapak

berkedudukan sebagai dzul faraaidh karena bagiannya sudah ditetapkan

sebesar 1/3 padahal al-Qur’an sama sekali tidak menegaskan bahwa bapak

mendapat bagian 1/3 jika si pewaris tidak meninggalkan anak.”

B. Ibu

Dalam ajaran kewarisan bilateral, kedudukan ibu dalam hal mewaris tetap

sebagai dzul faraaidh sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Q.S. IV : 11.

Yang mempengaruhi bagian ibu dalam perolehan harta peninggalan adalah anak

baik anak laki-laki maupun perempuan termasuk juga mawalinya jika anak

pewaris telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

Page 11: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

1. Q.S. IV : 11d

Bagi dua orang ibu dan bapak, masing-masingnya mendapat seperenam dari

harta peninggalan kalau si pewaris meninggalkan anak (walad)

Gambar I

Keterangan :

Pewaris meninggalkan ahli waris seorang

bapak bernama A, seorang ibu bernama B

dan dua orang anak laki-laki bernama C dan

D.

Pembagian :

A = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

B = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6) = 4/6 diberikan kepada C dan D dengan perbanding 1:1

C = 1/2 x 4/6 = 4/12 (Q.S. IV : 11)

D = 1/2 x 4/6 = 4/12 (Q.S. IV : 11)

A + B + C + D = 1/6 + 1/6 + 4/12 + 4/12 = 2/12 + 2/12 +

4/12 + 4/12 = 12/12 = 1

Gambar II

Keterangan :

Pewaris meninggalkan ahli waris seorang

bapak bernama A, seorang ibu bernama B

dan seorang anak laki-laki bernama C

Pembagian :

A = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

B = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6) = 4/6 diberikan kepada C (Q.S. IV : 7a)

P

C D

A B

P

C

A B

Page 12: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Jika kita lihat gambar I dan II, maka bagian masing-masing ahli waris baik

menurut ajaran kewarisan bilateral (Hazairin), menurut ajaran kewarisan

patrilineal (Syafi’i) maupuh KHI adalah sama, hanya berbeda istilahnya saja.

Gambar I

Keterangan :

Pewaris meninggalkan seorang bapak

bernama C, dan seorang ibu bernama D,

seorang anak laki-laki bernama A dan

seorang anak perempuan bernama B.

Pembagian :

C = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

D = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

Sisanya = 1 – (1/6 + 1/6) = 4/6 diberikan kepada A dan B

dengan perbanding 2:1

A = 2/3 x 4/6 = 8/18. (Q.S. IV : 11a)

B = 1/3 x 4/6 = 4/18. (Q.S. IV : 11a)

A + B + C + D = 8/18 + 4/18 + 1/6 + 1/6 = 8/18 + 4/18 +

3/18 + 3/18 = 18/18 = 1

Gambar IV

Keterangan :

Pewaris meninggalkan seorang bapak

bernama E, dan seorang ibu bernama F, 2

orang anak laki-laki bernama A dan B serta

2 orang anak perempuan bernama C dan D.

Pembagian :

E = 1/6. df (Q.S. IV : 11 d)

F = 1/6. df (Q.S. IV : 11 d)

P

A B

C D

P

A B C D

E F

Page 13: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6) = 4/6 diberikan kepada A, B, C, dan D

dengan perbandingan 2:2:1:1

A = 2/6 x 4/6 = 8/36 (Q.S. IV : 11 a)

B = 2/6 x 4/6 = 8/36 (Q.S. IV : 11 a)

C = 1/6 x 4/6 = 4/36 (Q.S. IV : 11 a)

D = 1/6 x 4/6 = 4/36 (Q.S. IV : 11 a)

A + B + C + D + E + F = 8/36 + 8/36 + 4/36 + 4/36 + 1/6 + 1/6

= 8/36 + 8/36 + 4/36 + 4/36 + 6/36 + 6/36

= 36/36 = 1

Jika kita melihat gambar III dan IV, bagian masing-masing ahli waris

menurut ajaran kewarisan bilateral, ajaran kewarisan patrilineal (Syafi’i) dan

Kompilasi Hukum Islam adalah sama.

Gambar V

Keterangan :

Pewaris meninggalkan seorang bapak

bernama A, seorang ibu bernama B dan 4

orang anak perempuan masing-masing

bernama C, D, E dan F.

Pembagian :

A = 1/6. df (Q.S. IV : 11 d)

B = 1/6. df (Q.S. IV : 11 d)

C, D, E, F = 2/3 secara berserikat dengan perbanding 1:1:1:1

C = 1/4 x 2/3 = 2/12.df (Q.S. IV : 11b)

C = 1/4 x 2/3 = 2/12.df (Q.S. IV : 11b)

C = 1/4 x 2/3 = 2/12.df (Q.S. IV : 11b)

C = 1/4 x 2/3 = 2/12.df (Q.S. IV : 11b)

A + B + C + D + E + F = 1/6 + 1/6 + 2/12 + 2/12 + 2/12 + 2/12

= 2/12 + 2/12 + 2/12 + 2/12 + 2/12 + 2/12

= 2/12 = 1

P

C D E F

A B

Page 14: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar VI

Keterangan :

Pewaris meninggalkan ahli waris seorang

bapak bernama C, seorang ibu bernama D

dan dua orang anak perempuan bernama A

dan B.

Pembagian :

C = 1/6. df (Q.S. IV : 11 d)

D = 1/6. df (Q.S. IV : 11 d)

A & B = 2/3 secara berserikat dengan perbandingan 1:1

A = 1/2 x 2/3 = 2/6. df (Q.S. IV : 11b)

B = 1/2 x 2/3 = 2/6. df (Q.S. IV : 11b)

A + B + C + D = 2/6 + 2/6 + 1/6 + 1/6 = 6/6 = 1

Gambar VII

Keterangan :

Pewaris meninggalkan seorang bapak

bernama A, seorang ibu bernama B, dan

seorang anak perempuan bernama C

Pembagian :

Menurut ajaran kewarisan bilateral (Hazairin)

A = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

B = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

C = 1/2.df (Q.S. IV : 11c)

A + B + C = 1/6 + 1/6 + 1/2 = 1/6 + 1/6 + 3/6 = 5/6

P

A B

C D

P

C

A B

Page 15: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Masih ada sisa sebesar = 1/6

Sisa ini akan kita bicarakan dalam Bab tentang Radd dan Awl.

Menurut ajaran kewarisan Patrilineal (Syafi’i) sisa sebesar 1/6 diberikan

kepada A (bapak) sebagai ashabah binafsihi sesuai dengan hadits Ibnu Abbas.

Jadi A (bapak) memperoleh 1/6 + 1/6 = 2/6.

Gambar VIII

Keterangan :

Pewaris meninggalkan ahli waris seorang

bapak bernama A, dan tiga orang anak

perempuan bernama B, C dan D.

Pembagian :

Menurut ajaran kewarisan Bilateral (Hazairin)

A = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

B, C, D = 2/3 secara berserikat dengan perbandingan 1:1:1

B = 1/3 x 2/3 = 2/9.df (Q.S. IV : 11d)

C = 1/3 x 2/3 = 2/9.df (Q.S. IV : 11d)

D = 1/3 x 2/3 = 2/9.df (Q.S. IV : 11d)

A + B + C + D

1/6 + 2/9 + 2/9 + 2/9 = 3/18 + 4/18 + 4/18 + 4/8 = 15/18

Sisa = 1 – 15/18 = 3/18

Sisa akan kita bicarakan dalam bab tentang radd dan awl.

Menurut ajaran patrilineal (Syafi’i)

A = 1/6.df (Q.S. IV : 11d_

B = 2/3 secara berserikat dengan perbandingan 1:1:1

B = 1/3 x 2/3 = 2/9.df (Q.S. IV : 11b)

C = 1/3 x 2/3 = 2/9.df (Q.S. IV : 11b)

D = 1/3 x 2/3 = 2/9.df (Q.S. IV : 11b)

A + B + C + D = 1/6 + 4/18 = 15/18

P

B C D

A

Page 16: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Sisa = 1-(3/18+4/18+4/18+4/18+4/18) = 3/18 diberikan kepada A (bapak)

sebagai ashabah binafsihi sesuai dengan hadits Ibnu Abbas.

Jadi A memperoleh 1/6 + 3/18 + 3/18 = 6/18

Menurut ajaran kewarisan patrilineal (Syafi’i) bila kita lihat gambar VII dan

VIII sisanya sebesar 1/6 dan 3/18 diberikan kepada bapak sebagai ahli waris

laki-laki yang terdekat dengan sipewaris dalam kedudukannya sebagai

ashabah binafsihi sesuai dengan hadits Ibnu Abas yang mengatakan: “… dan

sisanya adalah bagi laki-laki yang laki-laki yang terdekat (aulaa)”. Sehingga

bapak memperoleh 1/6+1/6=2/6, 1/6+3/18 jadi bapak disini dalam satu kasus

berkedudukan sebagai dzul faraiidh dan ashabah (sebagai penerima sisa harta

peninggalan).

2. Q.S.IV : 11e

Jika sipewaris tidak meninggalkan anak (walad) dan mewarisinya ibu

bapaknya maka bagian ibunya 1/3 yaitu jika tidak ada baginya saudara

(ikhwatun).

Gambar IX

Keterangan :

Pewaris meninggalkan ahli waris seorang

bapak bernama A, dan seorang ibu bernama

B.

Pembagian :

B = 1/3.df (Q.S.IV : 11e) dalam Q.S.IV : 11e bagian bapak tidak ditentukan

seperberapa, berarti bapak mendapat bagian tidak tertentu atau sebagai dzul

qarabat yaitu mendapat bagian terbuka atau sisa. Jadi dalam Q.S.IV : 11e

bapak berkedudukan sebagai dzul qarabat. Sehingga dalam kasus tersebut di

atas bapak memperoleh sisa sebesar 2/3 sebagai dzul qarabat atau asabah

binafsihi.

Bagian bapak dan ibu tersebut di atas baik menurut ajaran kewarisan bilateral

(Hazairin), ajaran kewarisan patrilineal (Syafi’i) maupun Kompilasi Hukum

Islam adalah sama.

P

A B

Page 17: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

3. Q.S IV 11f.

Jika ibumu mewaris bersama sama bapakmu tidak ada anak-anak tetapi ada

saudara maka ibumu mendapat 1/6 dari harta peninggalan.

Gambar X

Dari gambar-gambar tersebut di atas menurut ajaran kewarisan bilateral, ibu

memperoleh sebesar 1/6 sedangkan bagian saudara akan dibicarakan pada bab

tentang bagian warisan untuk saudara.

RADD DAN ‘AWL

Dalam suatu kasus kewarisan terdiri dari ahli waris yang berkedudukan sebagai

dzul faraidh saja (tidak ada ahli waris yang berkedudukan sebagai dzul qarabat

atau ashabah) mungkin pembagian harta peninggalan pada tingkat pertama akan

habis semua atau mungkin pembagian harta peninggalan pada tingkat pertama

masih terdapat sisa atau mungkin pembagian pada tingkat pertama akan terjadi

ketekoran.

Pembagian Harta Peninggalan Masih Tersisa pada Tingkat Pertama

Keterangan :

Pewaris meninggalkan ahli waris seorang

bapak bernama A, seorang ibu bernama B,

dan seorang anak perempuan bernama C.

P

A B

P

A B

P

A B

C C D C D

P

C

A B

Page 18: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Pembagian

Menurut ajaran kewarisan bilateral (Hazairin)

A = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

B = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

C = 1/2.df (Q.S. IV : 11c)

Sisa = 1 – (1/6+1/6+1/2) =

1 – (1/6+1/6+3/6 = 1/6, sisa ini namanya sisa bagi. Sisa 1/6 ini di raddkan

(dikembalikan) secara berimbang kepada bagian masing-masing,

inilah artinya radd sehingga bagian masing-masing ahli waris adalah

sebagai berikut :

Perbandingan perolehan A : B : C = 1 : 1 : 3

A = 1/6+(1/5x1/6) = 1/6+1/30 = 5/30+1/30 = 6/30

B = 1/6+(1/5x1/6) = 1/6+1/30 = 5/30+1/30 = 6/30

C = 1/2+(3/5x1/6) = 1/2+3/30 = 15/30+3/30 = 18/30

A+B+C = 6/30+6/30+18/30 = 30/30 = 1

Atau 1/5 + 1/5 + 3/5 = 5/5 = 1

Pendapat Ali bin Abi Thalib :

Pembagian :

A = 1/6.df. (Q.S.IV : 11d)

B = 1/8.df. (Q.S.IV : 12e)

C, D = 2/3.df. (Q.S.IV : 11b)

Sisa = 1-(1/6+1/8+2/3) =

1-(4/24+3/24+16/24) = 1/24 diraddkan kepada A dan C, D

dengan perbandingan 4:16

A = 1/6+(4/20x1/24)=1/6+1/120=20/120+1/120 = 21/120 = 7/40

C, D = 2/3+(16/20x1/24)=2/3+4/120=80/120+4/120 = 84/120 = 28/40

B = 1/8 = 15/120 = 5/40

A+B+C+D = 7/40+5/40+28/40 = 40/40 = 1

Tetapi Kholifah Usman bin Affan berpendapat bahwa suami dan istri juga

berhak mendapat bagian dari radd, dengan alasan karena pada waktu terjadi Awl

Page 19: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

(tekor) hak mereka ikut dikurangi, maka sudah sewajarnyalah apabila terdapat

kelebihan (sisa bagi) mereka juga mendapat tambahan. Disamping itu suami atau

istri juga mempunyai peranan penting terhadap perolehan atau pemeliharaan

keselamatan harta masing-masing, lebih-lebih apabila harta suami atau istri yang

meninggal berasal dari pemberian yang satu kepada yang lainnya.

Zaid bin Tsabit, Az-Zuhry, Malik, Syafi’i dan Ibnu Hazm berpendapat lain

lagi. Menurut mereka ahli waris yang sudah ditentukan bagiannya dalam Al-

Qur’an atau sunah Rasul tidak dapat menerima tambahan lagi. Maka jika harta

warisan yang tidak habis terbagi menurut ketentuan al-Qur’an dan sunah Rasul,

sisanya diserahkan kepada baitul maal yang akan dibelanjakan untuk kepentingan

masyarakat Islam. Akan tetapi para pengikut mereka dikemudian hari termasuk

Fukoha Syafiiah dan Malikiyah setelah melihat kenyatakan bahwa baitul maal

fungsinya tidak sebagaimana mestinya, mereka juga menyetujui adanya radd.

Kesimpulan yang dapat kita ambil mengenai radd, syaratnya adalah :

1. Ada ahli waris yang berkedudukan sebagai dzul faraiid

2. Tidak ada ahli waris yang berkedudukan sebagai dzul qarabat (ashabah)

3. Ada sisa harta peninggalan

Pembagian Harta Peninggalan pada Tingkat Pertama Terjadi Ketekoran

Keterangan :

Pewaris meninggalkan ahli waris seorang

ibu bernama A, seorang bapak bernama B,

seorang suami bernama C, dan seorang anak

perempuan bernama D.

Pembagian :

A = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

B = 1/6.df (Q.S. IV : 11d)

C = 1/4.df (Q.S. IV : 12b)

D = 1/2.df (Q.S. IV : 11c)

P

D

B A

C

Page 20: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Jumlah peroleh mereka adalah

A = 1/6 = 2/12 menjadi 2/13

B = 1/6 = 2/12 menjadi 2/13

C = 1/4 = 3/12 menjadi 3/13

D = 1/2 = 6/12 menjadi 6/13

13/12 13/13 = 1

(- 1/12) berarti hartanya kurang 1/12, sehingga bagian para ahli waris dikurangi

secara berimbang sesuai dengan perbandingan besar kecilnya bagian masing-

masing ahli waris. Pengurangan secara berimbang ini disebut “Awl”. Jadi Awl

terjadi apabila angka pembilang lebih besar dari angka penyebut. Caranya adalah

dengan menyamakan penyebutnya dengan pembilangnya seperti contoh tersebut

di atas.

Awl adalah kebalikan dari Radd. Jadi Awl adalah suatu keadaan di mana

bagian yang harus diterima oleh para ahli waris adalah lebih banyak (besar) dari

pada jumlah harta warisan yang ada.

Pengurangan berimbang ini diperlakukan baik terhadap ahli waris yang

mempunyai hubungan darah dengan pewaris maupun ahli waris yang mempunyai

hubungan semenda dengan pewaris seperti janda dan duda.

BAGIAN WARISAN UNTUK SUAMI DAN ISTERI

(DUDA DAN JANDA)

A. Bagian Warisan untuk Suami dan Isteri

Surah an-Nisa ayat 12 (Q.4:12) sebagai dasar hukum kewarisan bagi

suami dan isteri (duda dan janda karena ditinggal mati pasangannya) menentukan:

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta ditinggalkan oleh isteri-

isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu

mempunyai anak, maka kamu mendapatkan seperempat dari harta yang

ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat atau (dan) sesudah

dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu

tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak,

maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu

tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah

dibayar utang-utangmu…”

Page 21: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Penyelesaian atas kasus tersebut:

A = isteri = 1/8 sebagai zul-fara’id (Q.4:12e)

B + C = anak-anak perempuan = 2/3 sebagai zul-fara’id (Q.4:11b)

D = saudara laki-laki = sisa, berdasarkan hadits Rasulullah saw (pada waktu

belum turun surah an-Nisa ayat 176).

An-Nisa ayat 11 dan ayat 12, seperti tersebut di atas, maka ditetapkan

besar bagian harta warisan bagi para ahli waris dari Tsa’labah (ada yang

menyebut “Aus bin Samit” ada pula yang menyebut “Aus bin Tsabit”) sebagai

berikut :

Penyelesaian kasus kewarisan tersebut:

A = isteri = 1/8 sebagai zul-fara’id (Q.4:12e)

B + C + D = anak-anak perempuan = 2/3 sebagai zul-fara’id (Q.4:11b)

E + F = saudara-saudara sepupu laki-laki = sisa, berdasarkan

hadits Rasulullah saw.

B C

A

D

B C D

A

E F

Page 22: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Hazairin membuat beberapa haris hukum kewarisan bagi duda dan janda

karena ditinggal mati pasangan perkawinannya (Q.4:12) sebagai berikut :

a. Duda karena kematian isteri mendapatkan seperdua (1/2) harta peninggalan

isterinya jika isteri tidak meninggalkan anak (Q.4:12 a).

Gambar:

Penyelesaian kasus kewarisan:

A (duda) = 1/2 sebagai zul-fara’id (Q.4:12a)

Sisa = 1/2 dibagikan secara radd kepada ahli waris zul-fara’id (radd untuk

suami atau isteri dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya).

b. Duda karena kematian isteri mendapat seperempat (1/4) harta peninggalan

isterinya jika isteri meninggalkan anak (Q.4:12 b).

Gambar:

Penyelesaian kasus kewarisan :

A (duda) = 1/4, sebagai zul-fara’id (Q.4:12b)

B ( anak laki-laki) + C (anak perempuan) = sisa = 3/4 , sebagai zul-qarabat

(menurut Hazairin), atau sebagai ‘asabah (menurut Syafi’i dan KHI),

berdasarkan Q.4.11a dan Pasal 176 KHI.

B:C = 2:1;

B (anak laki-laki) = 2/3 x 3/4 = 6/12 = 1/2;

C (anak perempuan) = 1/3 x 3/4 = 3/12 = 1/4

c. Pelaksanaan pembagian harta warisan dalam garis hukum a dan b dilakukan

sesudah wasiat dan/atau utang pewaris dibayarkan (Q.4:12 c)

A

A

B C

Page 23: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

d. Janda karena kematian suami mendapatkan seperempat (1/4) harta

peninggalan isterinya jika suami tidak meninggalkan anak (Q.4:12 d).

Gambar:

Penyelesaian kasus kewarisan:

A (janda) = 1/4 sebagai zul-fara’id (Q.4:12d)

Sisa = 3/4 dibagikan secara radd kepada ahli waris zul-fara’id (radd untuk

suami atau isteri dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya).

e. Janda karena kematian suami mendapat seperdelapan (1/8) jika suami

meninggalkan anak (Q.4:12 e).

Gambar:

Penyelesaian kasus kewarisan :

A (janda) = 1/8 = 3/24, sebagai zul-fara’id (Q.4:12e)

B (anak laki-laki) + C (anak perempuan) = sisa = 7/8, sebagai zul-qarabat

(menurut Hazairin), atau sebagai ‘asabah (menurut Syafi’i dan KHI),

berdasarkan Q.4.11a, sedangkan KHI berdasarkan Pasal 176..

B:C = 2:1;

B (anak laki-laki) = 2/3 x 7/8 = 14/24

C (anak perempuan) = 1/3 x 7/8 = 7/24

f. Pelaksanaan pembagian harta warisan dalam garis hukum d dan e dilakukan

sesudah wasiat dan/atau utang pewaris dibayarkan (Q.4:12 f)

A

B C

A

Page 24: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Ketentuan besar bagian duda dan janda yang terdapat dalam an-Nisa ayat

12 a, 12 b, 12 d, 12 e, dirumuskan dalam Pasal 179 KHI yang menentukan besar

bagian warisan bagi duda, dan Pasal 180 KHI yang menentukan besar bagian

warisan bagi janda.

Menurut Pasal 179 KHI, “Duda mendapat separo bagian, bila pewaris

tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda

mendapat seperempat bagian.”

Pasal 180 KHI menentukan, bahwa, “Janda mendapat seperempat bagian

bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka

janda mendapat seperdelapan.”

B. Radd bagi suami atau isteri

1. Menurut ajaran hukum kewarisan Islam Patrilineal Syafi’i

Pendapat Ibnu Mas’ud ra yang menyatakan bahwa radd dapat diberikan

kepada semua ahli waris zawil-furud, kecuali terhadap enam golongan yaitu :

1. Suami;

A = Suami, tidak dapat

menerima radd

2. Isteri;

A = Isteri, tidak dapat

menerima radd

3. Cucu perempuan melalui anak laki-laki yang menjadi ahli waris bersama

anak perempuan kandung pewaris (dalam kasus takmilah, penulis);

Gambar :

B = Tidak mendapat radd

A

A

B

A

Page 25: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

4. Saudara perempuan seayah yang menjadi ahli waris bersama saudara

perempuan kandung pewaris (dalam kasus takmilah, penulis);

Gambar:

B = Tidak dapat

menerima radd

5. Anak-anak ibu yang menjadi ahli waris bersama ibu pewaris (yaitu,

saudara-saudara seibu pewaris yang menjadi ahli waris bersama ibu

pewaris yang menggunakan surah an-Nisa ayat 12 g atau 12 h dalam hal

pewaris meninggal dunia dalam keadaan kalaalah menurut hukum

kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i, penulis);

Gambar:

B+C = Tidak dapat

menerima radd

6. Nenek pewaris yang menjadi ahli waris bersama dengan ahli waris zawul-

furud lainnya (yang dimaksud adalah nenek sahibah maupun nenek gairu

sahibah menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i,

penulis).

A

A

B C

Page 26: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar:

A+B = Tidak dapat

menerima radd

Jadi, menurut Ibnu Mas’ud ra, suami atau istri tidak dapat menerima radd

(sisa bagi), di samping para ahli waris zawul-furud lainnya yang disebut dari

angka 3 sampai dengan angka 6 juga tidak dapat menerima radd.

2. Menurut hukum kewarisan Islam ajaran Bilateral Hazairin

Hazairin berpendapat bahwa, suami atau isteri itu bukan zawul-qarabat,

maka mereka tidak menerima radd.

Surah an-Nisa ayat 12 g dan ayat 12 h, menurut hkum kewarisan Islam

ajaran Bilateral Hazairin, digunakan untuk kasus kewarisan yang penyelsaiannya

tidak memerlukan lembaga radd, karena ayat ini dapat digunakan apabila pewaris

meninggal dunia dalam keadaan kalalah tetapi ayah masih hidup yang

berkedudukan sebagai zul-qarabat dan berhak menerima sisa.

Dalam kelompok keutamaan kedua ini-pun, meskipun suami atau isteri

tampil sebagai ahli waris bersama ibu pewaris (Q.4.11f) dan saudara-saudara

perempuan pewaris ataupun mawali mereka (Q.4:176 jo. Q.4:33b), namun

menurut Hazairin, suami atau isteri tidak dapat menerima radd, seperti telah

dijelaskan di atas. Pendapat tersebut berbeda dengan pendapat murid beliau, Sajuti

Thalib, yang berpendapat bahwa duda atau janda dapat menerima radd,

berdasarkan qiyas (analog) terhadap ‘awl.

Pada kelompok keutamaan ketiga, menurut Hazairin, sisa bagi hanya

diberikan kepada ibu sebagai zul-fara’id. Hazairin tampak konsisten dengan

pendapatnya, bahwa, pada kelompok keutamaan ketiga yang menjadi kriteria

C D

A B

Page 27: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

utamanya adalah orang tua pewaris sebagai zul-qarabat (Q.4:11e). Maka, ahli

waris yang berhak menerima radd pada kelompok keutamaan ketiga adalah ibu

pewaris. Jadi, jika pewaris meninggalkan ahli waris yang terdiri dari ibu, isteri

atau suami pewaris, maka yang berhak menerima radd, menurut Hazairin adalah

hanya ibu pewaris saja. Karena itu, suami atau isteri sebagai zul-fara’id tetap tidak

dapat menerima radd.

Gambar:

Penyelesaian kasus kewarisan menurut Hazairin:

A (ibu) = 1/3 = 4/12 sebagai zul-fara’id (Q.4:11e);

B (isteri) = 1/4 = 3/12 sebagai zul-fara’id (Q.4:11d);

Sisa = 1 – (1/3 + 1/4) = 1 – (4/12 + 3/12) = 1 – 7/12 = 5/12 di radd-kan kepada

ibu pewaris saja, yaitu A. Pendapat ini berbeda dengan Sajuti Thalib, murid

Hazairin. Menurut Sajuti Thalib, sisa bagi diraddkan kepada ibu (A) dan isteri (B)

secara berimbang, yaitu :

A = 4/7;

B = 3/7

Gambar:

Penyelesaian kasus kewarisan menurut Hazairin:

A (ibu) = 1/3 = 2/6 sebagai zul-fara’id (Q.4:11e);

B (suami) = 1/2 = 3/6 sebagai zul-fara’id (Q.4:12a);

Sisa = 1 – (1/3 + 1/2) = 1 – (2/6 + 3/6) = 1 – 5/5 = 1/6 di-radd-kan kepada ibu

pewaris saja, yaitu A. Pendapat ini berbeda dengan Sajuti Thalib, murid Hazairin.

Menurut Sajuti Thalib, sisa bagi diraddkan kepada ibu (A) dan suami (B) secara

berimbang, yaitu :

A = 2/5;

A

B

A

B

Page 28: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

B = 3/5

Demikian pula dalam kelompok keutamaan keempat yang kriteria

utamanya adalah suami atau isteri, pada kelompok keutamaan keempat inipun,

suami atau isteri tidak dapat menerima radd, karena sisa kecil dari pembagian

harta warisan yang telah diberikan kepada suami ialah sebesar setengah (1/2), atau

sisa kecil setelah dibagikan kepada isteri ialah sebesar tiga-per-empat (3/4) adalah

dibagikan kepada ahli waris yang berkedudukan sebagai zawul-qarabat.

3. Kompilasi Hukum Islam

Seperti telah dikemukakan, bahwa Kompulasi Hukum Islam

mengakomodir pendapat yang menerima radd dalam Pasal 193 Kompilasi Hukum

Islam yang menentukan, bahwa,

“Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris zaqil-

furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka

penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta

warisan tersebut dilakukan secara radd, yaitu sesuai dengan hak masing-

masing ahli waris sedangkan sisanya dibagi secara berimbang di antar

mereka.”

Dalam Pasal tersebut tidak ditentukan, apakah suami atau isteri berhak

menerima radd atau tidak. Tetapi, kemungkinan untuk menentukan suami atau

isteri dapat menerima radd adalah berpeluang, karena Pasal 193 Kompilasi

Hukum Islam tidak menentukan secara eksplisit tentang kedudukan suami atau

isteri sebagai ahli waris zawul-furud yang dapat menerima radd atau tidak. Sajuti

Thalib, bahwa suami atau isteri dapat tampil sebagai ahli waris zawul-furud yang

berhak menerima radd.

C. “Awl bagi Suami atau Isteri

Gambar

A B C

Page 29: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Penyelesaian kasus:

A = Suami, sebagai zul-fara’id = 1/2 = 3/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:12a)

B + C = dua orang saudara perempuan kandung = 2/3 = 4/6 sebagai zul-fara’id

(Q.4:176d);

Jumlah seluruhnya = 3/6 + 4/6 = tujuh per-enam (7/6), karena itu terjadi ketekoran

harta warisan atau ‘awl sebesar 7/6 – 6/6 = 1/6.

Masing-masing bagian ahli waris diawlkan dengan cara pembilang dijadikan

penyebut.

A = 3/6 menjadi 3/7;

B + C = 4/6 menjadi 4/7 ; B = 2/7;C = 2/7

Umar bin Khattab ra memutuskan bahwa peroleh harta warisan yang

diterima oleh masing-masing ahli waris, yaitu suami dan dua orang saudara

perempuan kandung pewaris, besar bagian mereka masing-masing di-‘awl-kan.

Maka besar bagian A (suami) = 3/7; dan besar bagian harta warisan bagi dua

orang audara perempuan kandung B dan C = 4/7.

Kasus kewarisan yang disampaikan kepada Ali bin Abi Thalib

Gambar:

Penyelesaian kasus:

A = Isteri (janda), sebagai zul-fara’id = 1/8 = 3/24 (Q.4:12e);

B + C = dua orang anak perempuan, sebagai zul-fara’id = 2/3 = 16/24 (Q.4:11b)

D = ibu, sebagai zul-fara’id = 1/6 = 4/24 (Q.4:11d);

E = ayah, sebagai zul-fara’id = 1/6 = 4/24 (Q.4:11d);

Jumlah seluruhnya = 3/24 + 16/24 + 4/24 + 4/24 = 27/24.

Karena itu terjadi ketekoran harta warisan, yaitu 27/24 – 24/24 = 3/24

A

B C

E D

Page 30: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Ali bin Abi Thalib ra menyelesaikan agar diberikan kepada janda

sebanyak sepersembilan (1/9). Setelah dihitung ternyata solusi berdasarkan ijtihad

Ali bin Abi Thalib ra adalah dengan cara ‘awl, yaitu angka penyebut sebesar 24

disesuaikan dengan angka pembilang yaitu 27. Jadi, besar perolehan bagi isteri 1/8

= 3/24 di ‘awl-kan menjadi 3/27 = 1/9. Demikian pula untuk perolehan harta

warisan bagi dua orang anak perempuan kandung sebesar 2/3 = 16/24 menjadi

16/27, ibu pewaris memperoleh 1/6 = 4/24 diawl-kan = 4/27, dan ayah pewaris

memperoleh 1/6 = 4/24 diawlkan = 4/27.

Mengenai ‘awl ini, tidak ada perbedaan pendapat antara hukum kewarisan

Islam ajarn Patrilineal Syafi’i dengan hukum kewarisan Islam ajaran Bilateral

Hazairin dan Kompilasi Hukum Islam yang menentukan ‘awl dalam Pasal 192,

bahwa,

“Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris dzawil-

furud menunjukkan bahwa angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka

pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan dibagi secara ‘awl menurut

angka pembilang.”

Jadi, ketiga sistem hukum kewarisan yang berlaku di Indonesia itu

seluruhnya berpendapat sama.

BAGIAN WARISAN UNTUK ANAK DARI ANAK (CUCU)

A. Menurut Hukum Kewarisan Islam Ajaran Bilateral Hazairin

Al-Qur’an tidak menentukan secara langsung mengenai besar bagian harta

warisan bagi cucu (anak dari anak) pewaris. Menurut Hazairin dan Sajuti Thalib,

cucu melalui anak laki-laki maupun melalui anak perempuan adalah ahli waris

pengganti (mawali) yang termasuk dalam kelompok keutamaan pertama. Dengan

demikian selama masih ada keturunan dari anak pewaris sejauh apapun

keturunanya, maka saudara pewaris tidak dapat tampil sebagai ahli waris.

Cucu, baik melalui anak laki-laki maupun anak perempuan pewaris,

menurut Hazairin, berkedudukan sebagai mawali (ahli waris pengganti)

berdasarkan surah an-Nisa ayat 33 (Q.4:33a) yang menentukan,

“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari ibu-bapaknya dan kerabatnya, Kami

jadikan mawali (ahli waris pengganti). Dan (jika ada) orang-orang yang

kamu telah bersumpah setia dengan mereka (tolan seperjanjian), maka

Page 31: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

berilah pada mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala

sesuatu.”

Hazairin merumuskan beberapa garis hukum dari surah an-Nisa ayat 33

sebagai berikut :

1. Garis Hukum Q.4:33a:

a. Bagi setiap orang, Kami (Allah) telah menjadikan mawali (ahli waris

pengganti) dari harta peninggalan ibu-bapaknya (Q.4:33a)

Gambar dikutip dari Sajuti Thalib halaman 30:

Penjelasan :

A’ = anak laki-laki pewaris yang telah meninggal dunia terlebih dahulu

sebelum pewaris wafat, yang semula akan menerima warisan dari

pewaris, karena itu, hara warisan yang semula harus diberikan

kepada A’ kemudian diberikan kepada A sebagai mawali dan A’,

A = mawali dari A’

B’ = anak perempuan pewaris yang telah meninggal dunia terlebih

dahulu sebelum pewaris wafat, yang semula akan menerima

warisan dari pewaris, karena itu, harga warisan yang semula harus

diberikan kepada B’ kemudian diberikan kepada B sebagai

mawali dari B’,

B = mawali dari B’

2. Garis hukum Q.4:33b:

b. Bagi setiap orang, Kami (Allah) telah menjadikan mawali (ahli waris

pengganti) dari harta peninggalan kerabatnya (aqrabunnya) (Q.4:33 b).

A’ B’

A B

Page 32: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar dikutip dari Sajuti Thalib halaman 31:

Penjelasan :

A’ = aqrabun laki-laki = saudara laki-laki pewaris yang telah

meninggal dunia terlebih dahulu sebelum pewaris wafat, yang

semula akan menerima warisan dari pewaris, karena itu, harta

warisan yang semula harus diberikan kepada A’ kemudian

diberikan kepada A sebagai mawali dari A’;

A = mawali dari A’

3. Garis hukum Q.4:33 c

c. Bagi setiap orang, Kami (Allah) telah menjadikan mawali (ahli waris

pengganti) dari harta peninggalan tolan seperjanjiannya (Q.4:33 c).

Gambar dikutip dari Sujati Thalib halaman 31

Penjelasan :

A’ = tolan seperjanjian pewaris yang telah meninggal dunia terlebih

dahulu sebelum pewaris, yang semula akan menerima harga

pewaris berdasarkan perjanjian di antara mereka (atau wasiat

ikhtiyariyah, penulis), karena itu, harta yang semula harus

diberikan kepada A’ kemudian diberikan kepada A sebagai

mawali dari A’;

A’

A

A’

A

Page 33: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

A = mawali dari A’

4. Garis hukum Q.4:33d:

Apabila cucu-cucu terdiri dari cucu laki-laki dan cucu perempuan, maka

harta warisan yang mereka peroleh sebagai mawali dibagikan kembali kepada

mereka sesuai Q.4:11a, yaitu dua bagian untuk laki-laki berbanding satu bagian

untuk perempuan. Dalam hal ini mereka berkedudukan sebagai zul-qarabat.

Gambar:

Penyelesaian kasus kewarisan :

A’ dan C’ = anak laki-laki dan anak perempuan pewaris yang telah meninggal

dunia terlebih dahulu dari pewaris, mereka mendapat seluruh harta warisan

sebagai zul-qarabat, berdasarkan Q.4:11a.

A’ : C’ = 2:1 berdasarkan Q.4:11a;

A’ = anak laki-laki pewaris = 2/3 harta warisan sebagai zul-qarabat (Q.4:11a),

diberikan kepada anak-anaknya A’, yaitu A dan B sebagai mawali dari A’

(Q.4:33a), berhubung A’ telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

A : B = 2 : 1 sebagai mawali dari A’, sebagai zul-qarabat (Q.4:11a jo. Q.33a)

A = anak laki-laki A’ atau cucu laki-laki melalui anak laki-laki pewaris = 2/3 x

2/3 = 4/9 sebagai mawali (Q.4:11a jo. Q.4:33a);

B = anak perempuan A’ atau cucu perempuan melalui anak laki-laki pewaris = 1/3

x 2/3 = 2/9 sebagai mawali (Q.4:11a jo. Q.4:33a);

C = anak perempuan pewaris = 1/3 harga warisan sebagai zul-qarabat (Q.4:11a),

diberikan kepada anak-anaknya C’, yaitu C dan D sebagai mawali dari C’

(Q.4:33a), berhubung C’ telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

C : D = 2:1 sebagai mawali dari C’ dai zul-qarabat (Q.4:11a jo.Q.33a);

C = anak laki-laki C’ = cucu laki-laki melalui anak perempuan pewaris = 2/3 x 1/3

= 2/9 sebagai mawali (Q.4:11a jo. Q.4:33a);

A’ C’

A B C D

Page 34: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

D = anak perempuan C’ atau cucu perempuan melalui anak perempuan pewaris =

1/3 x 1/3 = 1/9 sebagai mawali (Q.4:11a jo. Q.4:33a);

Apabila cucu-cucu terdiri dari dua cucu perempuan atau lebih, maka harta

warisan yang mereka peroleh sebagai mawali dibagikan kembali kepada mereka

sesuai Q.4:11b sebagai zul-fara’id, yaitu menerima dua pertiga (2/3), Sisa bagi di-

radd-kan kepada mereka.

Gambar:

Penyelesaian kasus kewarisan:

A dan D = anak-anak laki-laki pewaris yang telah meninggal dunia terlebih

dahulu dari pewaris, mereka mendapat seluruh harta warisan sebagai zul qarabat

(Q.4:11a)

A : D = 1 : 1 sebagai zul-qarabat (Q.4:7 jo Q.4:11a);

A = anak laki-laki pewaris = 1/2 harta warisan sebagai zul-qarabat (Q.4:7 jo.

Q.4:11a), diberikan kepada anak-anaknya A, yaitu dua orang anak perempan, B

dan C, sebagai mawali dari A (Q.4:33a), berhubung A telah meninggal dunia

terlebih dahulu dari pewaris.

B + C = 2/3 sebagai zul-fara’id dan mawali dari A (Q.4:11b jo. Q.33a) = 2/3 x 1/2

= 2/6(1/3) ; B : C = 1 : 1;

Sisa = 1/2 – 2/6 = 3/6 – 2/6 = 1/6;

B = anak perempuan A, atau cucu perempuan melalui anak laki-laki pewaris = 1/2

x 1/3 = 1/6 sebagai mawali (Q.4:11b jo. Q.4:33a);

C = anak perempuan A, atau cucu perempuan melalui anak laki-laki pewaris = 1/2

x 1/3 = 1/6 sebagai mawali (Q:4:11b jo. Q.4:33a)

Sisa = 1/2 – (1/6 + 1/6) = 3/6 – 2/6 = 1/6 di-radd-kan kepada B dan C;

B = 1/6 + (1/2 x 1/6) = 1/6 + 1/12 = 2/12 + 1/12 = 3/12 = 1/4;

C = 1/6 + (1/2 x 1/6) = 1/6 + 1/12 = 2/12 + 1/12 = 3/12 = 1/4;

A D

B C E

Page 35: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Jumlah seluruhnya = B + C = 1/4 + 1/4 = 1/2, sebesar jumlah harta warisan yang

diterima A.

D = anak laki-laki pewaris = 1/2 harta warisan sebagai zul-qarabat (Q.4:7 jo.

Q.4:11a), diberikan kepada anak perempuan B, yaitu E, sebagai mawali dari D

(Q.4:33a), berhubung B telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

E = 1/2 sebagai zul-fara’id dan mawali dari D (Q.4:11c jo. Q.33a) = 1/2 x 1/2 =

1/4;

Sisa = 1/2 – 1/4 = 2/4 – 1/4 = 1/4 di-radd-kan kepada E.

E = 1/4 + 1/4 = 1/2, sebesar jumlah harta warisan yang diterima D.

Apabila cucu terdiri dari satu orang cucu perempuan, maka harta warisan

yang ia peroleh sebagai mawali dibagikan kembali kepadanya sesuai Q.4:11c

sebagai zul-fara’id, yaitu sebesar setengah (1/2). Sisa bagi dibagikan kembali

kepadanya berdasarkan radd. Contoh kasus kewarisan ini telah dijelaskan dalam

gambar dan penyelesaian kasus di atas.

B. Menurut Hukum Kewarisan Islam Ajaran Patrilineal Syafi’i

Pengertian “cucu” menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal

Syafi’i adalah keturunan melalui anak lak-laki saja. Cucu laki-laki adalah anak

laki-laki melalui anak laki-laki pewaris. Cucu perempuan adalah anak perempuan

melalui anak laki-laki pewaris. Sedangkan anak laki-laki dan/atau anak

perempuan melalui anak perempuan pewaris tesebut zul-arbam yang tidak dapat

tampil sebagai ahli waris.

Dasar hukum yang digunakan adalah hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan

Ahmad, Bukhari dan Muslim dan Ibnu “Abbas ra dan Nabi saw, beliau bersabda:

“Serahkan bagian ini kepada yang berhak, kemudian sisanya adalah untuk laki-

laki yang telah didekat (kepada mayit); (selanjutnya untuk memudahkan disebut

hadis Ibnu ‘Abbas)

1. Cucu Laki-laki melalui Anak Laki-laki

Zaid bin Sabit merumuskan besar bagian cucu sebagai berikut.

“Cucu-cucu pancar laki-laki menduduki derajat anak-anak laki-laki bila si

mati tidak meninggalkan anak-anak. Kelaki-lakian mereka (cucu-cucu)

seperti kelaki-lakian anak-anak mereka, dan keperempuan mereka (cucu-

cucu) seperti keperempuan anak-anak, yakni mereka mewarisi

Page 36: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

sebagaimana halnya anak-anak mewarisi dan dapat menghijab

sebagaimana halnya anak-anak menghijab dan cucu-cucu pancar laki-laki

tidak dapat mewarisi bersama dengan anak laki-laki. Oleh karena itu bila

seorang meninggalkan seseorang anak perempuan dan cucu laki-laki

pancar laki-laki, maka untuk anak perempuan mendapat separoh dan untuk

cucu laki-laki mendapat sisanya.

Garis-garis hukum dari Hadis Zaid bin Sabit:

a. Cucu laki-laki melalui anak laki-laki menempati tempat anak laki-laki, jika

tidak ada anak laki-laki dan perempuan.

Gambar:

A = cucu laki-laki

b. Cucu perempuan melalui anak laki-laki menempati tempat anak

perempuan, jika tidak ada anak laki-laki dan anak perempuan.

Gambar:

A = cucu perempuan

c. Cucu laki-laki melalui anak laki-laki yang menempati anak laki-laki, jika

tidak anak laki-laki dan anak perempuan, mewaris dan menghijab seperti

anak laki-laki.

d. Cucu perempuan melalui anak laki-laki yang menempati anak perempuan,

jika tidak anak laki-laki dan anak perempuan, mewaris dan menghijab

seperti anak perempuan.

Page 37: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

e. Cucu laki-laki melalui anak laki-laki tidak mewarisi jika ada anak laki-

laki.

Gambar:

A = cucu laki-laki mahjub

oleh B (anak laki-laki)

f. Jika ahli waris terdiri dari seorang anak perempuan dan seorang cucu laki-

laki melalui anak laki-laki, maka anak perempuan mendapat 1/2 (setengah)

harta warisan dan cucu laki-laki melalui anak laki-laki mendapat sisa.

Gambar:

B = anak perempuan = ½, sebagai

zul fara’id

A = cucu laki-laki sebagai

‘asabah = sisa = ½

2. Cucu Perempuan Melalui Anak Laki-laki

Dalam ajaran patrilineal Syafi’i, perolehan cucu perempuan tersebut di

atur dalam hadits Rasulullah saw yang berbunyi :

“Rasulullah saw pernah hukumkan untuk seorang anak perempuan separoh

(1/2) dan untuk seorang cucu perempuan seperenam (1/6) buat

mencakupkan dua-per-tiga (takmilah) dan selebihnya itu buat saudara

perempuan (sebagai asabah maalgairi, penulis).

Page 38: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar:

Penjelasan:

A = anak perempuan = 1/2 (Q.4{11c);

B = cucu perempuan melalui anak laki-laki pewaris yang telah meninggal

dunia terlebih dahulu dari pewaris = 1/6 sebagai takmilah (melengkapi)

jumlah 2/3 berdasarkan hadis Ibnu Mas’ud;

C = saudara perempuan kandung pewaris = sisa berdasarkan hadis Ibnu

Mas’ud = 1 – (1/2 + 1/6) = 1-2/3 = 1/3

C. Menurut Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam menentukan besar bagian cucu atau ahli waris

pengganti dalam Pasal 185:

(1) “Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris maka

kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang

tersebut dalam Pasal 173.”

(2) “Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli

waris yang sederajat dengan yang diganti.”

Ketentuan-ketentuan dalam KHI sebagai berikut:

A

C

B

A

C

D

B

Page 39: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Penyelesaian kasus tersebut dilakukan melalui tiga tahap.

Tahap I

A + B + D (anggap D masih hidup) = seluruh harta warisan (Pasal 176 KHI),

dengan perbandingan A : B : D = 2 : 1 : 2.

A = anak laki-laki = 2/5;

B = anak perempuan = 1/5;

D = mendiang anak laki-laki = 2/5, bagiannya diberikan kepada C sebagian ahli

waris pengganti D (Pasal 185 KHI), karena D telah meninggal dunia terlebih

dahulu dari pewaris. Tetapi jumlah 2/5 bagian yang diterima C lebih besar dari

bagian yang diterima anak perempuan B, yaitu hanya sebesar 1/5 bagian,

sedangkan kedudukan B adalah sederajat dengan D sebagai ahli waris yang

kedudukannya digantikan oleh C. Oleh karena itu, besar bagian yang diterima C

sebesar 2/5 adalah tidak memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 185 ayat (2) KHI.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka cara penyelesaian kasus tersebut

dilakukan dalam dua tahap lagi;

Tahap II:

Bagian warisan anak laki-laki yang masih hidup (A) sebesar 2/5 (Pasal 176 KHI)

diberikan terlebih dahulu kepadanya

Sisa = 2/3 harta warisan

Tahap III

Sisa harta warisan sebesar 3/5 dibagi ulang kepada B dan C, seolah-olah hanya

merekalah yang menjadi ahli waris, dengan menggunakan ketentuan yang

dirumuskan Zaid bin Sabit:

B = anak perempuan = 1/2 x 3/5 = 3/10;

Sisa = 3/5 – 3/10 = 6/10 – 3/10 = 3/10, diberikan kepada C = cucu laki-laki

melalui anak laki-laki pewaris (hadis Zaid bin Sabit).

Hasil akhir:

A = anak laki-laki = 2/5 = 4/10 (Pasal 176 KHI);

B = anak perempuan = 3/10 (Pasal 176 jo. Pasal 185 jo. Pasal 229 KHI);

C = cucu laki-laki melalui anak laki-laki = 3/10 (Pasal 176 jo. Pasal 185 jo. Pasal

229 KHI).

Page 40: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Kasus kedua, jika pewaris meninggalkan anak perempuan (A), cucu

perempuan (B) melalui anak laki-laki (C) yang telah meninggal dunia terlebih

dahulu dari pewaris.

Gambar:

B = cucu perempuan melalui anak laki-laki = 1/6 + 1/12 = 2/12 + 1/12 =

3/12 = 1/4 (Pasal 176 jo. Pasal 193 jo. hadis Ibnu Mas’ud melalui Pasal 229 KHI)

Atau dapat dihitung secara cepat melalui cara menghitung sebagai berikut :

A = 1/2 = 3/6;

B = 1/6

A + B = 3/6 + 1/6 = 4/6. Angka pembilang 4 digunakan sebagai angka penyebut,

dan angka penyebut 6 tidak digunakan lagi (Pasal 193 KHI).

Besar bagian A dan B sesuai dengan besar bagian masing-masing

A = 3/6 menjadi 3/4

B = 1/6 menjadi 1/1

Kasus ketiga, pewaris meninggalkan ibu (E), isteri (F), anak laki-laki (A),

anak perempuan (B), dan cucu laki-laki (C) melalui anak laki-laki (D) yang telah

meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

A

B

C

Page 41: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar:

Penyelesaian menurut KHI berdasarkan pendapat penulis:

Tahap I

E = Ibu = 1/6 = 4/24 = 40/240 (Pasal 178 KHI)

F = Isteri = 1/8 = 3/24 = 30/240 (Pasal 180 KHI)

Sisa = 1 – (414 + 3/24) = 24/24 – 7/24 = 17/24, diberikan kepada anak-anak

pewaris, A, B, dan D (dianggap masih hidup) sebagai ‘asabah (Pasal 176 KHI).

Tahap II:

A : B : D = 2 : 1 : 2

Menurut penulis, jika diselesaikan berdasarkan KHI diperoleh hasil pembagian

harta warisan bagi masing-masing ahli waris sebagai berikut.

A dan C (dianggap masih hidup) = seluruh harta, sebagai asabah (Pasal 176 KHI)

dengan perbandingan A : C = 1 : 2;

A = anak perempuan = 1/3, sebagai asabah bil-gairi (Pasal 176 KHI).

C = mendiang anak laki-laki = 1/3, sebagai asabah binafsihi, diberikan kepada B

(cucu perempuan melalui anak laki-laki) sebagai ahli waris pengganti dari C

(Pasal 185 KHI), melalui proses pembagian harta warisan bagi seorang anak

perempuan = 1/2 x 2/3 = 1/3 (Pasal 176 KHI), sisanya sebesar 1/3 dibagikan

secara radd kepada anak perempuan C, yaitu B, berdasarkan. Pasal 193 KHI. Jadi

B mendapat 2/3 bagian.

Jumlah 2/3 bagian warisan yang diterima B sebagai ahli waris pengganti C

adalah lebih besar dari jumlah bagian warisan yang diterima A sebagai ahli waris

yang berkedudukan sederajat dengan ahli waris yang digantikan, yaitu C, yaitu

hanya sebesar 1/3 bagian.

A

E

C

F

B

D

Page 42: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Jumlah bagian warisan sebesar 2/3 yang diterima B adalah tidak sesuai

dengan ketentuan Pasal 185 ayat (2) KHI. Oleh karena itu, pembagian harta

warisan tersebut harus diselesaikan berdasarkan hadis Ibnu Mas’ud tentang

takmilah, ajaran yang dianut patrilineal Syafi’i. Prosesnya sebagai berikut :

A = anak perempuan 1/2 (Q.4;11c jo. Pasal 176 KHI).

B = cucu perempuan melalui anak laki-laki = 1/6, sebagai takmilah 2/3 (hadis

Ibnu Mas’ud).

Sisa = 1 – (1/2 + 1/6) = 1/3 di-radd-kan kepada A dan B dengan perolehan

berimbang A : B = 3/6 : 1/6 = 3 : 1 (yang dibandingkan angka pembilangnya).

Bagian radd dari sisa bagi sebesar 1/3 bagi masing-masing ahli waris

A = anak perempuan = 3/4 x 1/3 = 3/12 bagian

B = cucu perempuan melalui anak lelaki = 1/4 x 1/3 = 1/12

Harta warisan yang diterima oleh masing-masing ahli waris

A = anak perempuan 1/2 + 3/12 = 6/12 + 3/12 = 9/12 = 3/4

(Pasal 176 jo. Pasal 193 hadis Ibnu Mas’ud melalui Pasal 229 KHI);

A = anak laki-laki = 2/5 x 17/24 (sisa) = 34/120 = 68/240, asabah binafsihi

(Pasal 176 KHI)

B = anak perempuan = 1/5 x 17/24 (sisa) = 17/120, ‘asabah bil-gairi

(Pasal 176 KHI)

D = anak laki-laki yang dianggap masih hidup = 2/5 x 17/24 = 34/120 diberikan

kepada C. Tetapi jumlah 34/120 bagian itu tidak sesuai dengan Pasal 185 ayat (2)

KHI, karena C menerima bagian warisan lebih besar dari B sebagai ahli waris

yang kedudukannya sederajat dengan D, yaitu ahli waris yang kedudukannya

digantikan oleh C. Oleh karena itu penyelesaiannya menggunakan hadis Zaid bin

Sabit.

Tahap III:

Menurut Pasal 185 (2) KHI, bagian harta warisan yang diterima oleh C tidak

boleh lebih bagian harta warisan yang diterima oleh B.

Untuk mengatasi permasalah tersebut, maka keluarkan dulu bagian warisan A =

anak laki-laki = 34/120 = 68/240;

Sisa = 17/24 – 34/120 = 85/120 – 34/120 = 51/120 dibagikan kembali kepada B

dan C sesuai hadis Zaid bin Tsabit.

Page 43: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Tahap IV:

B = anak perempuan = 1/2 x 51/120 = 51/240 (Q.4:11 c jo. hadis Zaid bin Sabit);

Sisa = 51/120 – 51/240 = 102/240 – 51/240 = 51/240 diberikan kepada cucu lelaki

melalui anak, lelaki, yaitu C (hadis Zaid bin Sabit).

C = cucu laki-laki = sisa = 51/240.

Hasil akhir:

A = 68/240

B = 51/240

C = 51/240

E = 40/240

F = 30/240

A + B + C + E + F = 68/240 + 51/240 + 51/240 + 40/240 + 30/240 = 240/240 = 1

Penyelesaian kasus-kasus tersebut tidak dapat diselesaikan menurut ajaran

Bilateral Hazairin, karena hasil pembagian harta warisan tidak sesuai dengan

ketentuan Pasal 185 KHI.

Page 44: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

TABEL : PERBANDINGAN KEDUDUKAN CUCU

No

Ahli Waris Penerima WW Bagian Besar Dasar Hukum

Keterangan

BH PSy KHI BH PSy KHI BH PSy KHI BH PSy KHI

1. Kasus

Pertama

B= Bilateral

Hazairin PSy =

Patrilineal

Syafi’i KHI =

Kompilasi

Hukum Islam

a.q. zul

qarabat a.b. =

asabah

binafsihi a.bg. =

asabah

bilghairi ww=wasiat

wajibah Mhj=

mahjub

A = Anak

laki-laki z.q

Asabah

bilghairi a.b. - - - 1/3 1/2 1/3 Q.4:11a Q.4:11a Psl. 176

B = Anak laki-laki

z.q Asabah bilghairi

a.b. - - - 1/3 1/2 1/3 Q.4:11a Q.4:11a Psl. 176

F = Anak

laki-laki yang

wafat sebelum

pewaris

dianggap

hidup = a.q

-

Dianggap

hidup = a.b

- - - 1/3 mhj 1/3 Q.4:11a - Psl. 176

C, D, E = Cucu pewaris

melalui F

Mawali Mahjub oleh A

& B

Ahli waris

pengganti

- - - 1/3 mhj 1/3 Q.4:11a

jo. 33a -

Psl. 176 jo. Psl

185

2. Kasus

Kedua

A = Anak laki-laki

a.q. a.b. a.q. - - - 2/5 1/2 2/5 Q.4:11a Q.4:11a Psl. 176

B = Anak

laki-laki a.q. a.b. a.q. - - - 2/5 1/2 2/5 Q.4:11a Q.4:11a Psl. 176

E = Anak perempuan

yang telah

wafat

dianggap

hidup = a.q

-

dianggap

hidup = a.q

- - - 1/5 mhj 1/5 Q.4:11a - Psl. 176

C dan D =

Cucu pewaris Mawali

Mahjub

oleh A

& B zul arham

Ahli waris

pengganti

- - - 1/5 mhj 1/5 Q.4:11a

jo. 33a -

Psl. 176 jo. Psl

185

Page 45: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

BAGIAN WARISAN UNTUK SAUDARA

A. Pengertian Kalalah

Saudara dapat tampil sebagai ahli waris apabila pewaris meninggal dunia

dalam keadaan kalalah atau mati punah.

1. Menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i

Kalalah adalah orang yang meninggal dunia tanpa meninggalkan anak

laki-laki dan keturunan laki-laki melalui anak laki-laki serta ayah pewaris

telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

Gambar:

Dalam ajaran patrilineal Syafi’i, eksistensi ayah sangat menentukan dan

mempengaruhi kedudukan pewaris dalam keadaan kalalah atau tidak kalalah,

yang berpengaruh terhadap tampilnya saudara sebagai ahli waris.

Jadi, menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i, saudara

dapat tampil sebagai ahli waris, apabila pewaris tidak meninggalkan anak laki-

laki atau keturunan laki-laki melalui anak laki-laki serta ayah telah meninggal

dunia terlebih dahulu dari pewaris.

Dengan demikian, apabila pewaris meninggal dunia dengan meninggalkan

anak atau anak-anak perempuan saja berapapun jumlahnya, beserta

keturunannya, maka menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal

Syafi’i, saudara dapat tampil sebagai ahli waris, baik saudara sekandung,

saudara seayah, maupun saudara seibu. Karena yang menjadi standard

kalalah, menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i adalah

anak laki-laki dan keturunan laki-laki melalui anak laki-laki dan ayah pewaris.

Page 46: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

2. Menurut hukum kewarisan Islam ajaran Bilateral Hazairin:

Menurut Hazairin kalalah adalah orang meninggal dunia tanpa

meninggalkan anak laki-laki dan anak perempuan beserta keturunanya.

Gambar:

Dalam ajaran bilateral Hazairin ini, eksistensi ayah tidak mempengaruhi

dan tidak menentukan kedudukan pewaris dalam keadaan kalalah atau tidak

kalalah. Tetapi eksistensi ayah berpengaruh terhadap tampilnya saudara

pewaris dalam menggunakan ketentuan besar bagian harta warisan bagi

saudara berdasarkan surah an-Nisa ayat 12 g dan 12 h (Q.4:12g dan Q.4:12h),

atau an-Nisa ayat 176 (Q.4:176). Hal ini diperjelaskan di bawah.

3. Menurut Kompilasi Hukum Islam:

Rumusan kalalah tidak diatur secara tegas dalam Kompilasi Hukum Islam.

Kalalah yang disimpulkan berdasarkan rumusan beberapa pasal dalam

Kompilasi Hukum Islam .

Berdasarkan Pasal 176 jo. Pasal 185 jo. Pasal 181 dan Pasal 182

Kompilasi Hukum islam, adalah seorang meninggal dunia tanpa

meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan beserta

keturunanya, dan ayah pewaris telah meninggal dunia terlebih dahulu dari

pewaris.

Gambar:

Rumusan tersebut tampak mencakup rumusan kalalah menurut Hazairin

yang didasarkan pada rumusan dalam surah an-Nisa ayat 176, bahwa kalalah

adalah orang yang meninggal dunia tanpa meninggalkan anak, baik anak laki-

Page 47: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

laki maupun anak perempuan, beserta keturunannya, dan rumusan kalalah dari

kalangan Syafi’iyah, yang merumuskan kalalah adalah seorang meninggal

dunia tanpa meninggalkan anak laki-laki dan keturunan laki-laki melalui anak

laki-laki serta AYAH telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

B. Surah an-Nisa Ayat 12

Hazairin merumuskan beberapa garis hukum kewarisan bagi saudara yang

ditentukan dalam surah an-Nisa ayat 12 sebagai berikut :

1. Garis hukum mengenai ketentuan besar bagian bagi satu orang saudara

berdasarkan Q.4:12g

a…

g. Jika ada seorang laki-laki atau perempuan diwarisi secara punah (kalalah)

sedangkan baginya ada seorang saudara laki-laki atau seorang saudara

perempuan, maka setiap mereka mendapat seperenam (1/6) (Q.4:12 g)

a. Gambar penerapan Q.4:12 g menurut hukum kewarisan Islam Bilateral

Hazairin:

Keterangan:

Pewaris meninggalkan A (ayah), ibu (B), dan satu orang saudara laki-laki

sekandung atau seorang saudara perempuan sekandung (C); atau saudara laki-

laki seayah atau saudara perempuan seayah (C); atau saudara laki-laki seibu

atau saudara perempuan seibu (C).

Menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’I dan Kompilasi

Hukum Islam, gambar-gambar tersebut belum menunjukkan pewaris kalalah,

karena ayah pewaris masih hidup yang berkedudukan sebagai asabah binafsih.

Oleh karena itu, saudara-saudara pewaris belum dapat tampil sebagai ahli

waris karena terhijab oleh ayah.

Page 48: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Penyelesaian kasus kewarisan menurut ajaran Bilateral Hazairin:

B = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Berhubung ayah masih hidup, maka digunakan Q.4:12 g. Dengan demikian

C= saudara laki-laki atau saudara perempuan sekandung atau seayah atau

seibu = 1/6 (Q.4:12g);

A = ayah = sisa = 1 – (1/6 + 1/6) = 4/6 = 2/3, sebagai zul-qarabat (Q.4:11f);

(Kedudukan ayah sebagai ahli waris zul-qarabat digunakan Q.4:11f karena

dalam garis hukum tersebut tidak ditentukan ayah sebagai ahli waris zul-

fara’id, tetapi hanya ibu yang berkedudukan sebagai ahli waris zul-fara’id).

Penyelesaian kasus kewarisan menurut Hazairin tersebut dikembangkan

oleh Sajuti Thalib. Kata “dikembangkan oleh Sajuti Thalib” perlu

dikemukakan, karena murid Hazairin tersebut melanjutkan pemikiran Hazairin

sebagai amanah Hazairin, di antaranya mengenai “saudara dan radd”. Hal itu

dikemukakan Guru penulis, Bapak Sajuti Thalib (wafat tahun 1990), kepada

penulis sekitar tahun 1989. Karena itu terdapat perbedaan pendapat antara

Hazairin dengan Sajuti Thalib tentang jumlah saudara yang dapat meng-hijab-

nuqshan ibu (mengurangi jumlah bagian warisan ibu dari 1/3 menjadi 1/6).

Hazairin berpendapat bahwa jumlah saudara yang dapat meng-hijab-

nuqshan ibu adalah dua orang saudara disertai dengan pengembangan

pemikirannya yang juga tidak sama dengan hukum kewarisan Islam ajaran

Patrilineal Syafi’i.

Menurut Kompilasi Hukum Islam, berhubung ditentukan adanya “ahli

waris pengganti” bagi ahli waris dalam Pasal 185 KHI, apakah ahli waris

pengganti itu dari anak pewaris yang telah meninggal dunia terlebih dahulu

dari pewaris, ataukah ahli waris pengganti itu dari saudara pewaris yang telah

meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris. Jika pasal 185 itu dihubungkan

dengan Pasal 178 KHI (mengatur besar bagian harta warisan bagi ibu), maka,

mengenai jumlah saudara yang dapat meng-hijab-nuqshan ibu, tampaknya

Kompilasi Hukum Islam sesuai dengan pendapat Hazairin, yaitu dua orang

saudara, baik saudara-saudara itu masih hidup, atau satu orang saudara dan

keturunan saudara yang masih hidup, atau keturunan-keturunan saudara-

saudara yang masih hidup ketika pewaris meninggal dunia.

Sedangkan Sajuti Thalib berpendapat bahwa jumlah saudara tidak dibatasi

minimal dua orang, tetapi satu orang saudarapun sudah dapat meng-hijab-

nuqshan atau mengurangi besar bagian ibu dari 1/3 menjadi 1/6 bagian.

Page 49: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Penyelesaian kasus kewarisan menurut ajaran Patrilineal Syafi’i

Apabila kasus tersebut diselesaikan menurut hukum kewarisan Islam

ajaran Patrilineal Syafi’i, maka saudara laki-laki sekandung (C) tidak dapat tampil

sebagai ahli waris karena mahjub atau terhijab oleh ayah pewaris sebagai ‘asabah.

Penyelesaiannya sebagai berikut:

B = ibu = 1/3, sebagai zul-dara’id (Q.4:11e);

(Perolehan ibu 1/3 menggunakan Q.4:11e, karena jumlah saudara hanya

satu orang, oleh karena itu ibu tidak ter-hijab-nuqshan menjadi 1/6 oleh

seorang saudara pewaris)

C = saudara (sekandung atau seayah atau seibu) terhijab oleh ayah, jadi pewaris

belum kalalah karena ayah masih hidup, karena itu, saudara tidak dapat tampil

sebagai ahli waris.

A = ayah = sisa 2/3, sebagai ‘asabah binafsihi.

Dilihat dari cara penyelesaian kasus tersebut berdasarkan huku kewarisan

Islam ajaran Patrilineal Syafi’i, maka ibu pewaris (B) mendapat 1/3 harta warisan,

bukan 1/6. Sisa sebesar 2/3 diberikan kepada ayah pewaris (A) sebagai asabah

binafsihi berdasarkan Q.4:11e.

Demikianlah Pasal 179 Kompilasi Hukum Islam menentukan besar bagian

ibu adalah 1/6 apabila ibu menjadi ahli waris bersama-sama dengan dua orang

saudara atau lebih. Jadi, apabila ibu menjadi ahli waris bersama-sama dengan satu

orang saudara, maka ibu mendapat 1/3 bagian harta warisan.

Sehubungan dengan ketentuan Pasal 178 KHI mengenai besar bagian ibu,

maka meskipun sub-Bab ini membahas tentang besar bagian ibu yang mewaris

bersama-sama dengan saudara, maka dirasakan perlu untuk mengemukakan

ketentuan Kompilasi Hukum Islam yang belum mengatur besar bagian ayah yang

berkedudukan sebagai ‘asabah binafsihi.

Pasal 177 Kompilasi Hukum Islam jo. Surat Edaran Mahkamah Agung

(SEMA) Nomor II Tahun 1994 hanya mengatur tentang besar bagian ayah sebagai

zul-fara’id, yaitu ayah mendapat seperenam (1/6) apabila pewaris meninggalkan

anak, dan ayah mendapat sepertiga (1/3) apabila pewaris meninggalkan ahli waris

yang terdiri dari suami, ibu, dan ayah (sulusul-baqi).

Mengenai sulusul-baqi-pun, Pasal 177 Kompilasi Hukum Islam belum

mengatur dengan lengkap, karena Kompilasi Hukum Islam belum menentukan

besar bagian ayah, apabila ia menjadi ahli waris bersama isteri dan ibu pewaris,

yang tentunya hasil akhir perhitungan yang diperoleh ayah adalah bukan sepertiga

Page 50: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

(1/3), tetapi setengah (1/2) harta warisan. Lihat dalam Bab tentang Masalah

Khusus.

Meskipun demikian, Kompilasi Hukum Islam mempunyai ketentuan yang

memungkinkan untuk diberlakukannya hukum kewarisan Islam yang belum diatur

secara eksplisit dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu melalui Pasal 229 KHI.

Karena itu, Pasal 229 KHI dapat digunakan sebagai dasar hukum penggunaan

Q.4:11f bagi ayah sebagai ‘asabah binafsihi jo. hadis Umar bin Khattab yang

berijtihad mengenai sulusul-baqi atau garrawain. Selain itu, Pasal 229 KHI juga

memungkinkan diberlakukannya hukum kewarisan Islam ajaran Bilateral Hazairin

sepanjang ketentuan-ketentuan kewarisan itu belum diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam.

Penerapan hukum kewarisan Islam yang belum diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam juga tergantung kepada hasil pemikiran para Hakim di Pengadilan

Agama (Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Agama) sepanjang hukum

kewarisan Islam yang digunakan itu tidak bertentangan dengan syari’ah Islam,

yaitu al-Qur’an dan Hadis (Sunnah Rasulullah saw).

Pendapat Hazairin: Jumlah Saudara yang Mengurangi Bagian Ibu

Menurut Hazairin ibu mendapat 1/3 harta warisan apabila:

1. Pewaris tidak berketurunan dan tidak pernah ada bersaudara, ibu = 1/3

Gambar: Ibu dan ayah, karena pewaris tidak berketurunan dan tidak

bersaudara

2. Pewaris memang bersaudara tetapi semuanya mati punah (tidak

berketurunan), ibu = 1/3

Gambar: ibu, ayah dan saudara mati punah

Page 51: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Keterangan kedua gambar di atas:

Ditinjau dari hukum kewarisan Islam Patrilineal Syafi’i dan KHI, perolehan

bagian harta warisan ibu (A) dan ayah (B) adalah sama dengan besar bagian

menurut Bilateral Hazairin, yaitu ibu = 1/3.

3. Pewaris hanya mempunyai seorang saudara yang masih hidup, baik saudara

sekandung, atau seayah, atau seibu, sedangkan saudara-saudara yang lain

mati punah, ibu = 1/3.

Gambar 1: Ibu, ayah bersama seorang saudara sekandung, laki-laki atau

perempuan, sedangkan saudara-saudara yang lain mati punah.

Gambar 2: Ibu, ayah bersama seorang saudara seayah, laki-laki atau

perempuan, sedangkan saudara-saudara yang lain mati punah;

Page 52: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar 3: Ibu, ayah bersama seorang saudara seibu, laki-laki atau perempuan,

sedangkan saudara-saudara yang lain mati punah;

Keterangan gambar 1, gambar 2, dan gambar 3:

Ditinjau dari hukum kewarisan Islam Patrilineal Syafi’i dan KHI, perolehan

bagian harta warisan ibu (A) = 1/3 sebagai zul-fara’id. Pewaris belum kalalah,

karena ayah masih hidup, maka ayah (B) = sisa = 2/3, sebagai asabah

binafsihi. Pendapat tersebut tidak sama dengan pendapat Bilateral Hazairin

bahwa pewaris kalalah, maka saudara dapat tampil sebagai ahli waris.

4. Pewaris hanya mempunyai seorang saudara yang masih hidup, atau seorang

saudara yang telah meninggal dunia tetapi meninggalkan keturunan, baik

saudara laki-laki maupun perempuan, baik sekandung, seayah, ataupun seibu,

ibu = 1/3.

Gambar 1: ibu, ayah bersama keturunan dari satu orang saudara perempuan

sekandung yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris;

Page 53: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar 2: ibu, ayah bersama keturunan dari satu orang saudara laki-laki

sekandung yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris;

Gambar 3: ibu, ayah bersama keturunan dari satu orang saudara perempuan

seayah yang telah meninggal dunia terlebih dahulu

Gambar 4: ibu bersama keturunan dari satu orang saudara laki-laki seayah

yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris, serta ayah;;

Page 54: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar 5: ibu, ayah bersama keturunan dari satu orang saudara perempuan

seibu yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris;

Gambar 6: ibu bersama keturunan dari satu orang saudara laki-laki seibu yang

telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris, serta ayah;

Keterangan gambar 1 sampai dengan gambar 6:

Ditinjau dari hukum kewarisan Islam Patrilineal Syafi’i dan KHI, perolehan

bagian harta warisan ibu (A) = 1/3 sebagai zul-fara’id, sama dengan Bilateral

Hazairin, tetapi menurut Sajuti Thalib, ibu mendapat 1/6.

Menurut Patrilineal Syafi’i dan KHI, pewaris belum kalalah, karena

ayah masih hidup, maka ayah (B) = sisa = 2/3, sebagai asabah binafsihi.

Sedangkan menurut Bilateral Hazairin pewaris adalah kalalah, maka saudara

dapat tampil sebagai ahli waris. Karena ayah masih hidup, maka penyelesaian

kasus kewarisan menggunakan Q.4:12g.

Page 55: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

b. Gambar penerapan Q.4:12g menurut Patrilineal Syafi’i

Menurut hukum kewarisan Islam Patrilineal Syafi’i, Q.4:12g hanya untuk

bagian saudara seibu pewaris, seperti dalam gambar kewarisan tersebut.

c. Gambar penerapan Pasal 181 KHI:

“Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah maka saudara

laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam

bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama

mendapat sepertiga.”

B = 1/6 bagian B + C = 1/3 bagian bersyarikat

B : C = 1 : 1 B = 1/6; C = 1/6

2. Garis hukum: dua orang saudara atau lebih menurut Q.4:12h:

a. …

b. …

h. Jika ada seorang laki-laki atau seorang perempuan diwarisi secara punah

(kalalah) sedangkan baginya ada saudara-saudara yang jumlah dua orang

(atau lebih, penulis), maka mereka bersekutu (syuraka) untuk sepertiga

(1/3) (Q.4:12 h).

Page 56: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

a. Gambar-gambar kasus kewarisan yang menggunakan W.4:12 h di bawah

adalah berdasarkan ajaran Bilateral Hazairin

Gambar 1: ibu, ayah bersama dua orang saudara sekandung, baik laki-laki

maupun perempuan;

Gambar 2: ibu, ayah bersama dua orang saudara seayah, baik laki-laki maupun

perempuan.

Gambar 3: ibu, ayah bersama dua orang saudara seibu, baik laki-laki maupun

perempuan;

Gambar 4: ibu, ayah bersama seorang saudara sekandung, baik laki-laki

ataupun perempuan, dan seorang saudara seayah, baik laki-laki ataupun

perempuan;

Page 57: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar 5: ibu, ayah bersama seorang saudara sekandung, baik laki-laki

ataupun perempuan, dan seorang saudara seibu, baik laki-laki ataupun

perempuan.

Gambar 6: ibu, ayah bersama seorang saudara seayah, baik laki-laki ataupun

perempuan, dan seorang saudara seibu, baik laki-laki ataupun perempuan;

Keterangan gambar 1 sampai dengan gambar 6;

Ditinjau dari hukum kewarisan Islam Patrilineal Syafi’i dan KHI, pewaris

belum kalalah, karena ayah masih hidup sebagai asabah binafsihi, karena

itu saudara pewaris terhijab oleh ayah, mereka tidak dapat tampil sebagai ahli

waris. Pendapat tersebut tidak sama dengan pendapat Bilateral Hazairin,

bahwa pewaris kalalah, maka saudara dapat tampil sebagai ahli waris.

Page 58: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut ajaran Patrilineal Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam, apabila

ayah masih hidup, saudara pewaris tidak dapat tampil sebagai ahli waris,

karena mahjub atau terhijab (hijab hirman) oleh ayah pewaris.

b. Gambar-gambar kasus kewarisan yang menggunakan Q.4:12 h di bawah

adalah berdasarkan ajaran Patrilineal Syafi’i:

Menurut ajaran ini, Q.4:12 h digunakan untuk dua orang saudara seibu

atau lebih. Pada gambar pertama, saudara-saudara seibu tampil sebagai ahli

waris bersama-sama dengan dua orang anak perempuan dan ibu pewaris,

karena pewaris kalalah, ia tidak meninggalkan anak laki-laki dan keturunan

laki-laki melalui anak laki-laki serta ayah telah meninggal dunia terlebih

dahulu dari pewaris. Ibu = 1/6; dua orang saudara seibu = 0 (terhijab), dua

orang anak perempuan = 2/3.

Pada gambar kedua, saudara-saudara seibu tampil sebagai ahli waris

bersama-sama dengan ibu pewaris. Ibu = 1/6; dua orang saudara seibu = 1/3 =

2/6. Sisa = 1/2 di-radd-kan kepada ibu = 1/3; dan dua saudara seibu = 2/3

(menurut jumhur sahabat yang diikuti oleh Bilateral Hazairin dan Pasal 193

KHI, sedangkan menurut Ibnu Mas’ud, hanya ibu yang dapat menerima radd).

c. Gambar-gambar kasus kewarisan yang menggunakan Q.4:12 h di bawah

adalah berdasarkan KHI:

A = ibu = 1/6 (Pasal 178)

B + C = saudara seibu = 1/3 = 2/6 (Pasal 181)

Page 59: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Sisa = 1 – (1/6 + 1/3) = 1/2 di-radd-kan kepada A, B, dan C

A = 1/6 menjadi 1/3; B + C = 2/6 menjadi 2/3

3. Garis Hukum Q.4:12 lainnya:

i. Pelaksanaan pembagian harta warisan tersebut dalam garis hukum g dan h

sesudah dibayarkan wasiat/atau utang pewaris (Q.4:12i)

j. Pembagian wasiat dan/atau pembayaran utang itu tidak boleh

mendatangkan kemudaratan kepada ahli waris (Q.4:12j).

k. Demikianlah ketentuan Allah

l. Bahwa sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun

C. Surah an-Nisa ayat 176

Selain an-Nisa ayat 12 g dan 12 h (Q.4:12g dan Q.4:12h), besar bagian

saudara juga diatur dalam an-Nisa ayat 176 (Q.4:176).

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah “Allah

memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal

dunia, dan ia tidak meninggalkan anak dan mempunyai saudara

perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta

yang ditingalkannya dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh

harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak tetapi jika

saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari

hrata yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris

itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian

seorang saudara laki-laki sebanyak dua orang saudara perempuan. Allah

menerangkan (hukum itu) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah

Maha Mengetahui segala sesuatu (huruf miring dari penulis).

Menurut Hazairin, saudara termasuk dalam kelompok keutamaan kedua,

dengan tanpa membedakan jenis saudara, apakah ahli waris itu berkedudukan

sebagai saudara sekandung, saudara seayah, atau saudara seibu, mereka secara

bersama-sama dapat tampil sebagai ahli waris.

Jika ayah masih hidup, menurut ajaran Bilateral Hazairin, saudara

berkedudukan sebagai zul-fara’id semuanya, karena itu, dasar hukum yang

Page 60: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

diterapkan adalah Q.4:12 g atau Q.4:12 h. Tetapi, apa bila ayah telah meninggal

dunia terlebih dahulu dari pewaris, maka bagian harta warisan bagi saudara

diselesaikan berdasarkan Q.4:176.

Hazairin menyusun berapa garis hukum yang dirumuskan berdasarkan

surah an-Nisa ayat 176:

a. Mereka meminta fatwa kepada engkau hai Muhammad (mengenai

kalalah), katakanlah bahwa Allah memberi fatwa kepadamu mengenai

kalalah, yaitu jika seorang meninggal dunia tidak meninggalkan anak

(atau mawali dari anak) (Q.4:176 a)

1. Garis hukum: seorang saudara perempuan menurut Q.4:176b:

b. Jika seorang yang meninggal dunia dalam keadaan kalalah itu ada saudara

perempuan, maka bagi saudara perempuan tersebut seperdua (1/2) harta

peninggalan (Q.4:176 b)

Gambar 1: seorang saudara perempuan sekandung pewaris bersama ibu.

Menurut Bilateral Hazairin dikembangkan Sajuti Thalib:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B = saudara perempuan sekandung = 1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:176b);

Sisa = 1 – (1/6 + 1/2) = 6/6 – (1/6 + 3/6) = 6/6 – 4/6 = 2/6 = 1/3, di-radd-kan

kepada A dan B, dengan perbandingan A:B = 1:3;

A = 1/6 + (1/4 x 1/3) = 1/6 + 1/12 = 2/12 + 1/12 = 3/12 = 1/4;

B = 3/6 + (3/4 x 1/3) = 3/6 + 3/12 = 6/12 + 3/12 = 9/12 = 3/4;

Jumlah = A + B = 1/4 + 3/4 = 4/4 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4:11e);

B = saudara perempuan kandung = 1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:176b);

Sisa = 1 – (1/3 + 1/2) = 6/6 – (2/6 + 3/6) = 6/6 – 5/6 = 1/6, di-radd-kan kepada

A dan B, dengan perbandingan A:B = 2:3;

A

B

Page 61: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

A = 1/3 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30;

B = 3/6 + (3/5 x 1/6) = 15/30 + 3/30 = 18/30;

Jumlah = A + B = 12/30 + 18/30 = 30/30 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Pasal 178);

B = saudara perempuan kandung = 1/2, sebagai zul-fara’id (Pasal 182);

Sisa = 1 – (1/3 + 1/2) = 6/6 – (2/6 + 3/6) = 6/6 – 5/6 = 1/6, di-radd-kan kepada

A dan B, dengan perbandingan A : B = 2 : 3;

A = 1/3 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 4/10;

B = 3/6 + (3/5 x 1/6) = 15/30 + 3/30 = 18/30 = 6/10;

Jumlah = A + B = 4/10 + 6/10 = 10/10 = 1

Gambar 2: seorang saudara perempuan seayah pewaris bersama ibu;

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B = saudara perempuan seayah= 1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:176b);

Sisa = 1 – (1/6 + 1/2) = 6/6 – (1/6 + 3/6) = 6/6 – 4/6 = 2/6 = 1/3, di-radd-kan

kepada A dan B, dengan perbandingan A:B = 1:3;

A = 1/6 + (1/4 x 1/3) = 1/6 + 1/12 = 2/12 + 1/12 = 3/12 = 1/4;

B = 3/6 + (3/4 x 1/3) = 3/6 + 3/12 = 6/12 + 3/12 = 9/12 = 3/4;

Jumlah = A + B = 1/4 + 3/4 = 4/4 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4:11e);

B = saudara perempuan seayah = 1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:176b);

Sisa = 1 – (1/3 + 1/2) = 6/6 – (2/6 + 3/6) = 6/6 – 4/6 = 1/6, di-radd-kan kepada

A dan B, dengan perbandingan A : B = 2 : 3;

A = 1/3 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 4/10;

B = 3/6 + (3/5 x 1/6) = 15/30 + 3/30 = 18/30 = 6/10;

A

B

Page 62: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Jumlah = A + B = 4/10 + 6/10 = 10/10 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Pasal 178);

B = saudara perempuan seayah = 1/2, sebagai zul-fara’id (Pasal 182);

Sisa = 1 – (1/3 + 1/2) = 6/6 – (2/6 + 3/6) = 6/6 – 4/6 = 1/6, di-radd-kan kepada

A dan B, dengan perbandingan A : B = 2 : 3 (Pasal 193);

A = 1/3 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 4/10;

B = 3/6 + (3/5 x 1/6) = 15/30 + 3/30 = 18/30 = 6/10;

Jumlah = A + B = 4/10 + 6/10 = 10/10 = 1

Gambar 3: seorang saudara perempuan seibu pewaris bersama ibu;

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B = saudara perempuan seibu= 1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:176b);

Sisa = 1 – (1/6 + 1/2) = 6/6 – (1/6 + 3/6) = 6/6 – 4/6 = 2/6 = 1/3, di-radd-kan

kepada A dan B, dengan perbandingan A:B = 1:3;

A = 1/6 + (1/4 x 1/3) = 1/6 + 1/12 = 2/12 + 1/12 = 3/12 = 1/4;

B = 3/6 + (3/4 x 1/3) = 3/6 + 3/12 = 6/12 + 3/12 = 9/12 = 3/4;

Jumlah = A + B = 1/4 + 3/4 = 4/4 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4:11e);

B = saudara perempuan seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:12g);

Sisa = 1 – (1/3 + 1/6) = 6/6 – (2/6 + 1/6) = 6/6 – 3/6 = 3/6 = 1/2, di-radd-kan

kepada A dan B, dengan perbandingan A : B = 2 : 1;

A = 1/3 + (2/3 x 1/2) = 2/6 + 2/6 = 4/6 = 2/3;

B = 1/6 + (1/3 x 1/2) = 1/6 + 1/6 = 2/6 = 1/3;

A

B

Page 63: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Jumlah = A + B = 2/3 + 1/3 = 3/3 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Pasal 178);

B = saudara perempuan seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 181);

Sisa = 1 – (1/3 + 1/6) = 6/6 – (2/6 + 1/6) = 6/6 – 3/6 = 1/2, di-radd-kan kepada

A dan B, dengan perbandingan A : B = 2 : 1 (Pasal 193);

A = 1/3 + (2/3 x 1/2) = 2/6 + 2/6 = 4/6 = 2/3;

B = 1/6 + (1/3 x 1/2) = 1/6 + 1/6 = 2/6 = 1/3;

Jumlah = A + B = 2/3 + 1/3 = 3/3 = 1

2. Garis hukum: saudara laki-laki menurut Q.4:176c:

a. …

c. Jika seorang yang meninggal dunia dalam keadaan kalalah seorang

perempuan (atau seorang laki-laki) dan bagaimana ada saudara laki-laki,

maka bagi saudara laki-lakinya itu seluruh hartanya tersebut (Q.4:176 c).

Gambar 1: seorang saudara perempuan sekandung pewaris bersama ibu.

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B = saudara laki-laki sekandung = sisa, sebagai zul-fara’id (Q.4:176c); = 5/6.

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4:11e)

B = saudara laki-laki sekandung = sisa, sebagai ‘asabah binafsihi (Q.4:176c);

= 2/3.

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A

B

Page 64: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

B = saudara laki-laki sekandung = sisa, sebagai ‘asabah binafsihi (Pasal 182);

= 2/3.

Gambar 2: ibu dan saudara laki-laki seayah pewaris.

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B = saudara laki-laki seayah = sisa, sebagai zul-fara’id (Q.4:176c); = 5/6.

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4:11e)

B = saudara laki-laki seayah = sisa, sebagai ‘asabah binafsihi (Q.4:176c);

= 2/3.

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

B = saudara laki-laki seayah = sisa, sebagai ‘asabah binafsihi (Pasal 182); =

2/3.

Gambar 3: ibu dan saudara laki-laki seibu pewaris

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B = saudara laki-laki sekandung = sisa, sebagai zul-qarabat (Q.4:176c); = 5/6.

A

B

A

B

Page 65: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4:11e);

B = saudara laki-laki seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:12g);

Sisa = 1 – (1/3 + 1/6) = 6/6 – (2/6 + 1/6) = 6/6 – 3/6 = 3/6 = 1/2, di-radd-kan

kepada A dan B, dengan perbandingan A : B = 2 : 1;

A = 1/3 + (2/3 x 1/2) = 2/6 + 2/6 = 4/6 = 2/3;

B = 1/6 + (1/3 x 1/2) = 1/6 + 1/6 = 2/6 = 1/3;

Jumlah = A + B = 2/3 + 1/3 = 3/3 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Pasal 178);

B = saudara laki-laki seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 181);

Sisa = 1 – (1/3 + 1/6) = 6/6 – (2/6 + 1/6) = 6/6 – 3/6 = 1/2, di-radd-kan kepada

A dan B, dengan perbandingan A : B = 2 : 1 (Pasal 193);

A = 1/3 + (2/3 x 1/2) = 2/6 + 2/6 = 4/6 = 2/3;

B = 1/6 + (1/3 x 1/2) = 1/6 + 1/6 = 2/6 = 1/3;

Jumlah = A + B = 2/3 + 1/3 = 3/3 = 1

3. Garis hukum: dua orang saudara perempuan menurut Q.4:176d:

a. …

d. Jika orang yang meninggal dunia dalam keadaan kalalah itu ada saudara

perempuan dua orang (atau lebih), maka bagi keduanya dua per-tiga (2/3)

harta peninggalan (Q.4:176 d).

Gambar 1: ibu dan dua orang saudara perempuan sekandung

A

B C

Page 66: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B + C = dua saudara perempuan sekandung = 2/3, sebagai zawul-furud

(Q.4:176d);

B = 1/3 = 2/6;

C = 1/3 = 2/6;

Sisa = 6/6 – (1/6 + 2/6 + 2/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan dua orang

saudara perempuan sekandung sebagai ahli waris zawul-furud, dengan

perbandingan A:B:C = 1:2:2;

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

C = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

Jumlah = A + B + C = 1/5 + 2/5 + 2/5 = 5/5 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B + C = dua saudara perempuan sekandung = 2/3, sebagai zawul-furud

(Q.4:176d);

B = 1/3 = 2/6;

C = 1/3 = 2/6;

Sisa = 6/6 – (1/6 + 2/6 + 2/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan dua orang

saudara perempuan sekandung sebagai ahli waris zawul-furud, dengan

perbandingan A:B:C = 1:2:2;

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

C = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

Jumlah = A + B + C = 1/5 + 2/5 + 2/5 = 5/5 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

B + C = dua saudara perempuan sekandung = 2/3, sebagai zawul-furud

(Pasal 182);

B = 1/3 = 2/6;

C = 1/3 = 2/6;

Page 67: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Sisa = 6/6 – (1/6 + 2/6 + 2/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan dua orang

saudara perempuan sekandung sebagai ahli waris zawul-furud, dengan

perbandingan A:B:C = 1:2:2 (Pasal 193);

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

C = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

Jumlah = A + B + C = 1/5 + 2/5 + 2/5 = 5/5 = 1

Gambar 2: ibu dan dua orang saudara perempuan seayah

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B + C = dua saudara perempuan seayah = 2/3, sebagai zawul-furud

(Q.4:176d);

B = 1/3 = 2/6;

C = 1/3 = 2/6;

Sisa = 6/6 – (1/6 + 2/6 + 2/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan dua orang

saudara perempuan seayah sebagai ahli waris zawul-furud, dengan

perbandingan A:B:C = 1:2:2;

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

C = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

Jumlah = A + B + C = 1/5 + 2/5 + 2/5 = 5/5 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B + C = dua saudara perempuan seayah = 2/3, sebagai zawul-furud

(Q.4:176d);

B = 1/3 = 2/6;

C = 1/3 = 2/6;

A

B C

Page 68: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Sisa = 6/6 – (1/6 + 2/6 + 2/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan dua orang

saudara perempuan seayah sebagai ahli waris zawul-furud, dengan

perbandingan A:B:C = 1:2:2;

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

C = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

Jumlah = A + B + C = 1/5 + 2/5 + 2/5 = 5/5 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

B + C = dua saudara perempuan seayah = 2/3, sebagai zawul-furud

(Pasal 182);

B = 1/3 = 2/6;

C = 1/3 = 2/6;

Sisa = 6/6 – (1/6 + 2/6 + 2/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan dua orang

saudara perempuan seayah sebagai ahli waris zawul-furud, dengan

perbandingan A:B:C = 1:2:2 (Pasal 193);

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

C = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

Jumlah = A + B + C = 1/5 + 2/5 + 2/5 = 5/5 = 1

Gambar 3: ibu dan dua saudara perempuan seibu

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B + C = dua saudara perempuan seibu = 2/3, sebagai zawul-furud (Q.4:176d);

B = 1/3 = 2/6;

C = 1/3 = 2/6;

A

B C

Page 69: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Sisa = 6/6 – (1/6 + 2/6 + 2/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan dua orang

saudara perempuan seibu sebagai ahli waris zawul-furud, dengan

perbandingan A:B:C = 1:2:2;

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

C = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

Jumlah = A + B + C = 1/5 + 2/5 + 2/5 = 5/5 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B + C = dua saudara perempuan seibu = 1/3, sebagai zawul-furud (Q.4:12h);

B = 1/6;

C = 1/6;

Sisa = 6/6 – (1/6 + 1/6 + 1/6) = 3/6 = 1/2, di-radd-kan kepada ibu dan dua

orang saudara perempuan seibu sebagai ahli waris zawul-furud, dengan

perbandingan A:B:C = 1:1:1;

A = 1/6 + (1/3 x 1/2) = 1/6 + 1/6 = 2/6 = 1/3;

B = 1/6 + (1/3 x 1/2) = 1/6 + 1/6 = 2/6 = 1/3;

C = 1/6 + (1/3 x 1/2) = 1/6 + 1/6 = 2/6 = 1/3;

Jumlah = A + B + C = 1/3 + 1/3 + 1/3 = 3/3 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

B + C = dua saudara perempuan seibu = 1/3, sebagai zawul-furud

(Pasal 181);

B = 1/6;

C = 1/6;

Sisa = 6/6 – (1/6 + 1/6 + 1/6) = 3/6 = 1/2, di-radd-kan kepada ibu dan dua

orang saudara perempuan seibu sebagai ahli waris zawul-furud, dengan

perbandingan A:B:C = 1:1:1 (Pasal 193);

A = 1/6 + (1/3 x 1/2) = 1/6 + 1/6 = 2/6 = 1/3;

B = 1/6 + (1/3 x 1/2) = 1/6 + 1/6 = 2/6 = 1/3;

C = 1/6 + (1/3 x 1/2) = 1/6 + 1/6 = 2/6 = 1/3;

Jumlah = A + B + C = 1/3 + 1/3 + 1/3 = 3/3 = 1

Page 70: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar 4: ibu bersama seorang saudara perempuan sekandung dan seorang

saudara perempuan seibu

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B + C = satu saudara perempuan sekandung (B) dan satu orang saudara

perempuan seibu (C) = 2/3, sebagai zawul-furud (Q.4:176d);

B = 1/3 = 2/6;

C = 1/3 = 2/6;

Sisa = 6/6 – (1/6 + 2/6 + 2/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan dua orang

saudara perempuan seibu sebagai ahli waris zawul-furud, dengan

perbandingan A:B:C = 1:2:2;

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

C = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B = saudara perempuan sekandung = 1/2 = 3/6, sebagai zul-fara’id

(Q.4:176b);

C = saudara perempuan seibu = 1/6 = sebagai zul-fara’id (Q.4:112g);

Sisa = 6/6 – (1/6 + 3/6 + 1/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan satu orang

saudara perempuan sekandung serta saudara perempuan seibu sebagai ahli

waris zawul-furud, dengan perbandingan A:B:C = 1:3:1;

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 3/6 + (3/3 x 1/6) = 15/30 + 3/30 = 18/30 = 3/5;

C = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

Jumlah = A + B + C = 1/5 + 3/5 + 1/5 = 5/5 = 1

A

B C

Page 71: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

B = saudara perempuan sekandung = 1/2 = 3/6, sebagai zul-fara’id

(Pasal 182);

C = saudara perempuan seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 181);

Sisa = 6/6 – (1/6 + 3/6 + 1/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan satu orang

saudara perempuan sekandung serta saudara perempuan seibu sebagai ahli

waris zawul-furud, dengan perbandingan A:B:C = 1:3:1 (Pasal 193);

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 3/6 + (3/3 x 1/6) = 15/30 + 3/30 = 18/30 = 3/5;

C = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

Jumlah = A + B + C = 1/5 + 3/5 + 1/5 = 5/5 = 1

Gambar 5: ibu bersama seorang saudara perempuan sekandung dan seorang

saudara perempuan seayah

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B + C = satu saudara perempuan sekandung (B) dan satu orang saudara

perempuan seayah (C) = 2/3, sebagai zawul-furud (Q.4:176d);

B = 1/3 = 2/6;

C = 1/3 = 2/6;

Sisa = 6/6 – (1/6 + 2/6 + 2/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu, seorang saudara

perempuan sekandung dan seorang saudara perempuan seayah sebagai ahli

waris zawul-furud, dengan perbandingan A:B:C = 1:2:2;

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

C = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

A

B C

Page 72: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B = saudara perempuan sekandung = 1/2 = 3/6, sebagai zul-fara’id

(Q.4:176b);

C = saudara perempuan seayah = 1/6, sebagai takmilah untuk melengkapi 2/3

(hadis Ibnu Mas’ud);

Sisa = 6/6 – (1/6 + 3/6 + 1/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan satu orang

saudara perempuan sekandung sebagai ahli waris zawul-furud serta saudara

perempuan seayah sebagai takmilah, dengan perbandingan A:B:C = 1:3:1;

(Pembagian tersebut berdasarkan pendapat jumhur sahabat, fuqaha, dan

Undang-Undang Mesir. Sedangkan menurut Ibnu Mas’ud, C [saudara

perempuan seayah] tidak dapat memperoleh bagian sisa (radd) karena ia

mewarisi bersama saudara perempuan sekandung (B));

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 3/6 + (3/5 x 1/6) = 15/30 + 3/30 = 18/30 = 3/5;

C = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

Kompilasi Hukum Islam belum mengatur secara tegas tentang besar bagian

saudara perempuan seayah apabila menjadi ahli waris bersama saudara

perempuan sekandung. Meskipun demikian, sebagaimana garis-garis hukum

yang ditemukan penulis atas Pasal 182 KHI, maka Kompilasi Hukum Islam

yang cenderung kepada hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i,

maka dapat ditafsirkan bahwa besar bagian saudara perempuan seayah yang

menjadi ahli waris bersama saudara perempuan sekandung mendapat 1/6

sebagai takmilah berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud. Tetapi berdasarkan garis

hukum yang ditemukan penulis, penerapan hukum kewarisan Islam ajaran

Bilateral Hazairin juga sangat dimungkinkan, karena rumusan Pasal 182 KHI

justru garis-garis hukumnya seluruhnya sesuai dengan ajaran hukum

kewarisan Islam Bilateral Hazairin. Namun demikian, penyelesaian kasus

tersebut juga dapat diselesaikan menurut hukum kewarisan Islam ajaran

Patrilineal Syafi’I berdasarkan Pasal 229 KHI.

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

B = saudara perempuan sekandung = 1/2 = 3/6, sebagai zul-fara’id

(Pasal 182);

Page 73: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

C = saudara perempuan seayah = 1/6, sebagai takmilah untuk melengkapi 2/3

(Pasal 182 jo. Pasal 229 jo. hadis Ibnu Mas’ud);

Sisa = 6/6 – (1/6 + 3/6 + 1/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan satu orang

saudara perempuan sekandung sebagai ahli waris zawul-furud serta saudara

perempuan seayah sebagai takmilah, dengan perbandingan A:B:C = 1:3:1

(Pasal 193);

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 3/6 + (3/3 x 1/6) = 15/30 + 3/30 = 18/30 = 3/5;

C = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

Gambar 6: ibu bersama saudara perempuan seayah dan saudara perempuan

seibu

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B + C = satu saudara perempuan seayah (B) dan satu orang saudara

perempuan seibu (C) = 2/3, sebagai zawul-furud (Q.4:176d);

B = 1/3 = 2/6;

C = 1/3 = 2/6;

Sisa = 6/6 – (1/6 + 2/6 + 2/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan dua orang

saudara seibu sebagai ahli waris zawul-furud, dengan perbandingan A:B:C =

1:2:2;

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

C = 2/6 + (2/5 x 1/6) = 10/30 + 2/30 = 12/30 = 2/5;

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B = saudara perempuan seayah = 1/2 = 3/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:176b);

A

B C

Page 74: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

C = saudara perempuan seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:176b);

Sisa = 6/6 – (1/6 + 3/6 + 1/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan satu orang

saudara perempuan seayah serta saudara perempuan seibu sebagai ahli waris

zawul-furud, dengan perbandingan A:B:C = 1:3:1; (Pembagian tersebut

berdasarkan pendapat jumhur sahabat, fuqaha, dan Undang-Undang Mesir.

Sedangkan menurut Ibnu Mas’ud, C [saudara perempuan seibu] tidak dapat

memperoleh bagian sisa (radd) karena ia mewarisi bersama ibu (A));

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 3/6 + (3/5 x 1/6) = 15/30 + 3/30 = 18/30 = 3/5;

C = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

B = saudara perempuan seayah = 1/2 = 3/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 182);

C = saudara perempuan seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 181);

Sisa = 6/6 – (1/6 + 3/6 + 1/6) = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan satu orang

saudara perempuan sekandung serta saudara perempuan seibu sebagai ahli

waris zawul-furud, dengan perbandingan A:B:C = 1:3:1 (Pasal 193);

A = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

B = 3/6 + (3/3 x 1/6) = 15/30 + 3/30 = 18/30 = 3/5;

C = 1/6 + (1/5 x 1/6) = 5/30 + 1/30 = 6/30 = 1/5;

Jumlah = A + B + C = 1/5 + 3/5 + 1/5 = 5/5 = 1

4. Garis hukum: saudara laki-laki dan saudara perempuan menurut

Q.4:176e:

a. …

e. Dan jika orang yang meninggal dunia dalam keadaan kalalah itu ada

saudara-saudara yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka bagi

seorang saudara laki-laki sebanyak dua bagian saudara perempuan (dua

berbanding satu [2:1]) (Q.4:176 e)

Gambar 1: Ibu bersama seorang saudara laki-laki dan seorang saudara

perempuan sekandung

A

B

C

B

Page 75: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6 = 3/18, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Sisa = 1 = 1/6 = 5/6

B + C = saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung pewaris = sisa,

sebagai zul-qarabat (Q.4:176e), dengan perbandingan perolehan B:C = 2:1;

B = 2/3 x 5/6 = 10/18

C = 1/3 x 5/6 = 5/18

Jumlah = A + B + C = 3/18 + 10/18 + 5/18 = 18/18 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Sisa = 1 = 1/6 = 5/6

B + C = saudara laki-laki dan saudara perempuan pewaris = sisa, sebagai

‘asabah (Q.4:176e), dengan perbandingan perolehan B:C = 2:1;

B = 2/3 x 5/6 = 10/18, sebagai ‘asabah binafsihi,

C = 1/3 x 5/6 = 5/18, sebagai ‘asabah bil-gairi,

Jumlah = A + B + C = 3/18 + 10/18 + 5/18 = 18/18 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

Sisa = 1 = 1/6 = 5/6

B + C = saudara laki-laki dan saudara perempuan pewaris = sisa, sebagai

‘asabah (Pasal 182), dengan perbandingan perolehan B:C = 2:1;

B = 2/3 x 5/6 = 10/18, sebagai ‘asabah binafsihi,

C = 1/3 x 5/6 = 5/18, sebagai ‘asabah bil-gairi,

Jumlah = A + B + C = 3/18 + 10/18 + 5/18 = 18/18 = 1

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

C = saudara perempuan seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:12g);

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6) = 4/6

C = mahjub atau terhijab oleh B = 0, tidak mendapat apa-apa.

Jumlah = A + B = 1/6 + 5/6 = 6/6 = 1

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6 = 3/18, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Sisa = 1 = 1/6 = 5/6

Page 76: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

B (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan seayah) = sisa,

sebagai zul-qarabat (Q.4:176e), dengan perbandingan perolehan B:C = 2:1;

B = 2/3 x 5/6 = 10/18

C = 1/3 x 5/6 = 5/18

Jumlah = A + B + C = 3/18 + 10/18 + 5/18 = 18/18 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Sisa = 1 = 1/6 = 5/6

C = mahjub atau terhijab oleh B = 0, tidak mendapat apa-apa.

Jumlah = A + B = 1/6 + 5/6 = 6/6 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

Penyelesaian menurut Kompilasi Hukum Islam, jika dilihat dari garis hukum

yang dirumuskan penulis (Neng Djubaedah) atas rumusan Pasal 182 KHI,

maka penyelesaian kasus tersebut justru lebih sesuai dengan ajaran hukum

kewarisan Islam Bilateral Hazairin. Tetapi oleh karena KHI dalam hal

menentukan bagian saudara lebih cenderung kepada ajaran hukum kewarisan

Islam Patrilineal Syafi’i sebagaimana rumusan Pasal 181 KHI untuk saudara

seibu dan rumusan Pasal 182 KHI untuk saudara sekandung dan/atau saudara

seayah, maka penyelesaian kasus kewarisan tersebut dapat dianalogikan

kepada hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

Sisa = 1 = 1/6 = 5/6

B = sisa, sebagai asabah binafsihi (Pasal 182);

C = mahjub atau terhijab oleh B = 0, tidak mendapat apa-apa.

(dianalogkan kepada ajaran Patrilineal Syafi’i [Pasal 182 jo. Pasal 229])

Jumlah = A + B = 1/6 + 5/6 = 6/6 = 1

Gambar 3: ibu bersama seorang saudara laki-laki sekandung dan seorang

perempuan seibu

A

B C

Page 77: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6 = 3/18, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Sisa = 1 = 1/6 = 5/6

B (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan seibu) = sisa, sebagai

zul-qarabat (Q.4:176e), dengan perbandingan perolehan B:C = 2:1;

B = 2/3 x 5/6 = 10/18

C = 1/3 x 5/6 = 5/18

Jumlah = A + B + C = 3/18 + 10/18 + 5/18 = 18/18 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

C = saudara perempuan seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:12g);

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6) = 4/6

C = mahjub atau terhijab oleh B = 0, tidak mendapat apa-apa.

Jumlah = A + B = 1/6 + 5/6 = 6/6 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

Penyelesaian kasus menurut KHI dapat menerapkan ajaran hukum kewarisan

Islam Bilateral Hazairin sebagaimana temuan penulis dalam merumuskan

garis-garis hukum atas Pasal 182 KHI, tetapi dapat juga menerapkan ajaran

hukum kewarisan Islam Patrilineal Syafi’i seperti di bawah ini:

Page 78: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178 KHI)

C = saudara perempuan seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 181 KHI);

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6) = 4/6

B = saudara laki-laki sekandung = sisa = 4/6, sebagai ‘asabah binafsihi (Pasal

182);

Gambar 4: Ibu bersama seorang saudara laki-laki dan seorang saudara

perempuan serta saudara laki-laki seayah

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Sisa = 1 - 1/6 = 5/6

B (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan sekandung) + D

(saudara laki-laki seayah) = sisa = 5/6, sebagai zul-qarabat (Q.4:176e);

B : C : D = 2 : 1 : 2;

B = 2/5 x 5/6 = 10/30 = 2/6;

C = 1/5 x 5/6 = 5/30 = 1/6;

D = 2/5 x 5/6 = 10/30 = 2/6;

Jumlah = A + B + C + D = 1/6 + 2/6 + 1/6 + 2/6 = 6/6 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6 = 3/18, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Sisa = 1 = 1/6 = 5/6

D = saudara laki-laki seayah terhijab oleh B (saudara laki-laki sekandung)

B + C = saudara laki-laki sekandung (B) dan saudara perempuan sekandung

(C) = sisa = 5/6, sebagai ‘asabah (Q.4:176e);

B :C = 2 : 1;

B = 2/3 x 5/6 = 10/18, sebagai ‘asabah binafsihi;

C = 1/3 x 5/6 = 5/18, sebagai ‘asabah binafsihi;

Jumlah = A + B + C = 3/18 + 10/18 + 5/18 = 18/18 = 1

A

B

C

B D

Page 79: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

Penyelesaian kasus menurut KHI dapat menerapkan ajaran hukum kewarisan

Islam Bilateral Hazairin sebagaimana temuan penulis dalam merumuskan

garis-garis hukum atau Pasal 182 KHI, tetapi dapat juga menerapkan ajaran

hukum kewarisan Islam Patrilineal Syafi’i seperti di bawah ini:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

Sisa = 1 = 1/6 = 5/6;

D = saudara laki-laki seayah terhijab oleh B (saudara laki-laki sekandung),

dianalogkan kepada hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i (Pasal

182 jo. Pasal 229)

B + C = saudara laki-laki sekandung (B) dan saudara perempuan sekandung

(C) = sisa = 5/6, sebagai ‘asabah (Pasal 182);

B : C = 2 : 1;

B = 2/3 x 5/6 = 10/18, sebagai ‘asabah binafsihi;

C = 1/3 x 5/6 = 5/18, sebagai ‘asabah binafsihi;

Jumlah = A + B + C = 3/18 + 10/18 + 5/18 = 18/18 = 1

Gambar 5: ibu bersama saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung

serta saudara perempuan seibu

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6 =4/24, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Sisa = 1 - 1/6 = 5/6

B (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan sekandung) + D

(saudara laki-laki seibu) = sisa = 5/6, sebagai zul-qarabat (Q.4:176e), dengan

perbandingan peroleh B : C : D = 2 : 1 : 1;

B = 2/4 x 5/6 = 10/24;

C = 1/4 x 5/6 = 5/24;

D = 1/4 x 5/6 = 5/24;

Jumlah = A + B + C + D = 4/24 + 10/24 + 5/24 + 5/24 = 24/24 = 1

A

D C

B

Page 80: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6 = 3/18, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

D = saudara perempuan seibu = 1/6 = 3/18, sebagai zul-fara’id (Q.4:12g);

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6) = 4/6;

B = (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan sekandung) = sisa

= sisa = 4/6, sebagai ‘asabah (Q.4:176e), dengan perbandingan peroleh B : C

= 2 : 1;

B = 2/3 x 4/6 = 8/18, sebagai ‘asabah binafsihi;

C = 1/3 x 4/6 = 4/18, sebagai ‘asabah bil-gairi;

Jumlah = A + B + C + D = 3/18 + 8/18 + 4/18 + 3/18 = 18/18 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

D = saudara perempuan seibu = 1/6 = 3/18, sebagai zul-fara’id (Pasal 181);

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6) = 4/6;

B = (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan sekandung) = sisa

= 4/6, sebagai ‘asabah (Pasal 182), dengan perbandingan peroleh B : C

= 2 : 1;

B = 2/3 x 4/6 = 8/18, sebagai ‘asabah binafsihi;

C = 1/3 x 4/6 = 4/18, sebagai ‘asabah bil-gairi;

Jumlah = A + B + C + D = 3/18 + 8/18 + 4/18 + 3/18 = 18/18

Gambar 6: ibu bersama saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung

serta saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6 = 6/36, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Sisa = 1 - 1/6 = 5/6

B (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan sekandung) + D

(saudara laki-laki seibu) + E (saudara perempuan seibu) = sisa = 5/6, sebagai

zul-qarabat (Q.4:176e), dengan perbandingan peroleh B : C : D : E = 2:1:2:1;

A

D C

B E

Page 81: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

B = 2/6 x 5/6 = 10/36;

C = 1/6 x 5/6 = 5/36;

D = 2/6 x 5/6 = 10/36;

E = 1/6 x 5/6 = 5/36

Jumlah = A + B + C + D + E = 6/36 + 10/36 + 5/36 + 10/36 +

5/36 = 36/36 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

D = (saudara perempuan seibu) + E (saudara perempuan seibu) = 1/3, sebagai

zul-fara’id bersyuraka (Q.4:12h);

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6 + 1/6) = 3/6 = 1/2;

B = (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan sekandung) = sisa

= 1/2, sebagai ‘asabah (Q.4:176e), dengan perbandingan perolehan

B : C = 2 : 1;

B = 2/3 x 1/2 = 2/6, sebagai ‘asabah binafsihi;

C = 1/3 x 1/2 = 1/6, sebagai ‘asabah bil-gairi;

Jumlah = A + B + C + D + E = 1/6 + 2/6 + 1/6 + 1/6 + 1/6 = 6/6 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

Penyelesaian kasus menurut KHI sesuai dengan ajaran hukum kewarisan

Islam Patrilinera Syafi’i seperti di bawah ini:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

D (saudara laki-laki seibu) + E (saudara perempuan seibu = 1/3, sebagai zul-

fara’id bersyuraka (Pasal 181);

D = 1/2 x 1/3 = 1/6;

E = 1/2 x 1/3 = 1/6;

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6 + 1/6) = 3/6 = 1/2;

B = (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan sekandung) = sisa

= 1/2, sebagai ‘asabah (Pasal 182), dengan perbandingan perolehan B : C

= 2 : 1;

B = 2/3 x 1/2 = 2/6, sebagai ‘asabah binafsihi;

C = 1/3 x 1/2 = 1/6, sebagai ‘asabah bil-gairi;

Jumlah = A + B + C + D + E = 1/6 + 2/6 + 1/6 + 1/6 + 1/6 = 6/6 = 1.

Page 82: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar 7: ibu bersama saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung,

saudara laki-laki dan saudara peremmpuan seayah, dan saudara laki-laki dan

saudara perempuan seibu.

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6 = 9/54, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Sisa = 1 - 1/6 = 5/6

B (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan sekandung) + D

(saudara laki-laki seibu) + E (saudara perempuan seibu) + F (saudara

perempuan seayah) + G (saudara laki-laki seayah) = sisa = 5/6, sebagai zul-

qarabat (Q.4:176e), dengan perbandingan peroleh B : C : D : E : F : G

= 2 : 1 : 2 : 1 : 1 : 2;

B = 2/9 x 5/6 = 10/54;

C = 1/9 x 5/6 = 5/54;

D = 2/9 x 5/6 = 10/54;

E = 1/9 x 5/6 = 5/54;

F = 1/9 x 5/6 = 5/54

G = 2/9 x 5/6 = 10/54;

Jumlah = A + B + C + D + E + F + G = 9/54+ 10/54 + 5/54 + 10/54 +

5/54 + 5/54 + 10/54 = 54/54 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

D (saudara laki-laki seibu) + E (saudara perempuan seibu = 1/3, sebagai zul-

fara’id bersyuraka (Q.4:12b)

D = 1/2 x 1/3 = 1/6

E = 1/2 x 1/3 = 1/6

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6 + 1/6) = 3/6 = 1/2,

A

D C

B E G F

Page 83: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

B (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan sekandung) = sisa =

1/2, sebagai ‘asabah (Q.4:176e), dengan perbandingan peroleh B : C = 2 : 1;

B = 2/3 x 1/2 = 2/6, sebagai ‘asabah binafsihi;

C = 1/3 x 1/2 = 1/6, sebagai ‘asabah bil-gairi

F (saudara perempuan seayah) + G (saudara laki-laki seayah) = terhijab atau

mahjub oleh B = 0, tidak mendapat apa-apa;

Jumlah = A + B + C + D + E = 1/6 + 2/6 + 1/6 + 1/6 + 1/6 = 6/6 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

Penyelesaian kasus menurut KHI, berdasarkan rumusan yang terkandung

dalam Pasal 182 KHI dihubungkan dengan rumusan yang terdapat dalam

Pasal 181 KHI, maka dapat dilakukan dengan dua cara.

Pertama, cara yang sesuai dengan hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal

Syafi’i, seperti di bawah ini.

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178 KHI)

D (saudara laki-laki seibu) + E (saudara perempuan seibu) = 1/3 sebagai zul-

fara’id bersyuraka (Pasal 181)

D = 1/2 x 1/3 = 1/6

E = 1/2 x 1/3 = 1/6

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6 + 1/6) = 3/6 = 1/2,

B (saudara laki-laki sekandung) + C (saudara perempuan sekandung) = sisa =

1/2, sebagai ‘asabah (Pasal 182), dengan perbandingan peroleh B : C = 2 : 1;

B = 2/3 x 1/2 = 2/6, sebagai ‘asabah binafsihi;

C = 1/3 x 1/2 = 1/6, sebagai ‘asabah bil-gairi

F (saudara perempuan seayah) + G (saudara laki-laki seayah) = terhijab atau

mahjub oleh B = 0, tidak mendapat apa-apa (dianalogkan kepada Pasal 182 jo.

Pasal 229;

Jumlah = A + B + C + D + E = 1/6 + 2/6 + 1/6 + 1/6 + 1/6 = 6/6 = 1

Kedua, cara yang disesuaikan dengan garis hukum yang terkandung dalam

Pasal 182 KHI dan Pasal 181 KHI:

Tahap I:

Bagian harta warisan dibagikan terlebih dahulu kepada ahli waris zul-fara’id:

A = ibu = 1/6 = 2/12, sebagai zul-fara’id (Pasal 178 KHI)

Page 84: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Saudara seibu dibagi berdasarkan Pasal 181 KHI:

D + E = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4:12 h)

D = 1/6 = 2/12

E = 1/6 = 2/12

Sisa = 1 – (1/6 + 1/3) = 6/6 – (1/6 + 2/6) = 3/6 = 1/2,

Tahap II:

Oleh karena KHI tidak merumuskan saudara laki-laki sekandung dapat

menghijab saudara-saudara seayah, sebagaimana garis hukum yang ditemukan

penulis atas Pasal 182 KHI, maka pembagian sisa harta warisan yang telah

dibagikan kepada saudara seibu sebanyak 1/2 dapat dibagikan menurut ajaran

hukum kewarisan Islam Bilateral Hazairin, yaitu saudara-saudara sekandung

dapat tampil bersama-sama dengan saudara-saudara seayah.

B + C + F + G = sisa = 1/2;

B : C : F : G = 2 : 1 : 1 : 2

B = saudara lelaki sekandung = 2/6 x 1/2 = 2/12 = 1/6;

C = saudara perempuan sekandung = 1/6 x 1/2 = 1/12;

F = saudara perempuan seayah = 1/6 x 1/2 = 1/12;

G + saudara lelaki seayah = 2/6 x 1/2 = 2/12 = 1/6

A + B + C + D + E + F + G = 1/6 + 1/6 + 1/12 + 1/6 + 1/6 + 1/12 + 1/6 =

2/12 + 2/12 + 1/12 + 2/12 + 2/12 + 1/12 + 2/12 = 12/12

Gambar 8: ibu bersama seorang saudara perempuan sekandung, seorang

saudara laki-laki seayah, dan seorang saudara laki-laki seibu

Menurut Bilateral Hazairin:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

Sisa = 1 – 1/6 = 5/6

A

C B

D

Page 85: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

B = (saudara perempuan sekandung) + C (saudara laki-laki seibu) = sisa = 5/6,

sebagai zul-qarabat (Q.4:176e), dengan perbandingan perolehan B:C:D

= 1:2:2;

B = 1/5 x 5/6 = 5/30 = 1/6;

C = 2/5 x 5/6 = 10/30 = 2/6

D = 2/5 x 5/6 = 10/30 = 2/6

Jumlah = A + B + C + D = 1/6 + 1/6 + 2/6 + 2/6 = 6/6 = 1

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f)

B = saudara perempuan sekandung) = 1/2 = 3/6, sebagai zul-fara’id

(Q.4:176b);

C = saudara laki-laki seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4:12g);

Sisa = 1 – (1/6 + 3/6 + 1/6) = 1/6;

D = saudara laki-laki seayah = sisa = 1/6, sebagai ‘asabah binafsihi,

berdasarkan hadis Ibnu ‘Abbas;

Jumlah = A + B + C + D = 1/6 + 3/6 + 1/6 + 1/6 = 6/6 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

Penyelesaian menurut Kompilasi Hukum Islam dapat dilakukan dengan dua

cara. Pertama penyelesaian menurut ajaran hukum kewarisan Islam Patrilineal

Syafi’i.

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 178)

B = saudara perempuan sekandung = 1/2 = 3/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 182)

C = saudara laki-laki seibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Pasal 181);

Sisa = 1 – (1/6 + 3/6 + 1/6) = 1/6,

D = saudara laki-laki seayah = sisa = 1/6, sebagai ‘asabah binafsihi

berdasarkan hadis Ibnu ‘Abbas jo. Pasal 182 jo. Pasal 229 KHI jo.

Muhammad Jawad Mughniyah;

Jumlah = A + B + C + D = 1/6 + 3/6 + 1/6 + 1/6 = 6/6 = 1

Kedua, sebagaimana temuan penulis (Neng Djubaedah) dalam menafsirkan

Pasal 182 KHI, maka penyelesaian kasus tersebut dapat dilakukan melalui dua

tahap.

Page 86: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Tahap I:

Bagian harta warisan dibagikan terlebih dahulu kepada ahli waris zul-fara’id:

A = ibu = 1/6 = 3/18, sebagai zul-fara’id (Pasal 178 KHI)

C = saudara laki-laki seibu pewaris = 1/3 = 3/18, sebagai zul-fara’id (Pasal

181 KHI);

Sisa = 1 – (1/6 + 1/6) = 1– 2/6 = 4/6 = 2/3,

Tahap II:

Oleh karena Kompilasi Hukum Islam tidak merumuskan secara tegas saudara

perempuan sekandung berkedudukan sebagai ahli waris zul-fara’id jika ia

menjadi ahli waris bersama-sama dengan saudara laki-laki seayah dan saudara

laki-laki seayah mendapat sisa karena ia sebagai ‘asabah binafsihi

sebagaimana ajaran hukum kewarisan Islam Patrilineal Syafi’i, maka

penyelesaian kasus kewarisan tersebut dapat digabungkan dengan pendapat

Hazairin dan para muridnya. Dengan demikian, sisa harta warisan sebanyak

2/3, yaitu setelah dibagikan kepada ibu = 1/6 (Pasal 178 KHI) dan saudara

laki-laki seibu = 1/6 (Pasal 181 KHI), dibagikan kepada saudara perempuan

sekandung (B) dan saudara laki-laki seayah (D) berdasarkan Pasal 182 KHI

garis hukum g (temuan Neng Djubaedah), yaitu “Bila satu orang saudara

perempuan kandung tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki seayah,

maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara

perempuan.” Maka penyelesaian kasus kewarisan berikutnya sebagai berikut.

Sisa = 2/3;

B + D = sisa = 2/3;

B : D = 1 : 2;

B = saudara perempuan sekandung = 1/3 x 2/3 = 2/9 = 4/18;

D = saudara laki-laki seayah = 2/3 x 2/3 = 4/9 = 8/18

Jumlah = A + B + C + D = 1/6 + 2/9 + 1/6 + 4/9 = 3/18 + 4/18 + 3/18 + 8/18 =

18/18 = 1

E. Kedudukan Saudara dalam Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam merumuskan besar bagian saudara pewaris dalam

dua pasal, yaitu Pasal 181 dan Pasal 182 Pasal 181 menentukan:

“Bila seorang meninggal dunia tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka

saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat

Page 87: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

seperenam (1/6) bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka

bersama-sama mendapat sepertiga (1/3) bagian.

Pasal 182 menentukan :

“Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak, sedang ia

mempunyai satu orang saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia

mendapat separo bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama

dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih,

maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara

perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau

seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan

saudara perempuan.

F. Hubungan Saudara dengan Pewaris dalam Penerapan Q.4:12g, 12 h

dan Q. 4:176

1. Penerapan Q.4:12 g, 12 h dan Q.4:176 menurut Hukum Kewarisan Islam

Ajaran Bilateral Hazairin:

Contoh-contoh kasus penerapan Q.4:12 g dan 12 g:

1. Apabila saudara (sekandung, seayah, maupun seibu) yang ditinggalkan

pewaris terdiri dari seorang saudara laki-laki dan seorang saudara

perempuan serta ayah masih hidup, maka masing-masing mendapat

seperenam (1/6) (Q.4:12g).

Gambar:

1.

Page 88: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Dalam gambar-gambar kewarisan tersebut, ayah masih hidup maka

saudara kandung pewaris, laki-laki atau perempuan (gambar 1),

mendapat 1/6, ibu = 1/6 (mengikuti pendapat Hazairin yang

dikembangkan oleh muridnya, Sajuti Thalib), sisanya = 2/3, diberikan

kepada ayah. Demikian pula penyelesaian kasus pada gambar 2:

pewaris meninggalkan ayah, ibu dan satu orang saudara seayah, laki-

laki atau perempuan; juga penyelesaian kasus pada gambar 3: pewaris

meninggalkan ayah, ibu dan satu orang saudara seibu, laki-laki atau

perempuan, adalah sama baik proses maupun hasil akhir pembagian

harta warisan.

Jika kasus-kasus tersebut diselesaikan menurut Patrilineal Syafi’i dan

KHI, maka orang-orang yang dapat menjadi ahli waris adalah ibu =

1/3, sisanya 2=3 diberikan kepada ayah sebagai ‘asabah. Sedangkan

saudara terhijab oleh ayah, karena pewaris belum kalalah.

2. Apabila saudara-saudara (sekandung, seayah, maupun seibu) yang

ditinggalkan pewaris terdiri dari dua orang saudara atau lebih serta

ayah masih hidup, maka secara bersama-sama (bersyuraka) mereka

mendapat sepertiga (1/3) (Q.4:12h), dibagi rata di antara mereka, tanpa

membedakan jenis kelamin dari saudara-saudara bersangkutan, apakah

laki-laki atau perempuan.

Gambar:

Menurut Bilateral Hazairin, penyelesaian kasus kewarisan tersebut

adalah karena ayah masih hidup, maka diterapkan Q.4:12h. Ibu = 1/6,

saudara-saudara pewaris, baik saudara kandung, saudara seayah dan

saudara seibu, secara bersama-sama memperoleh 1/3, dibagi sama rata

di antara mereka, tanpa membedakan jenis kelamin laki-laki atau

perempuan. Sisa harta warisan = 1/2, diberikan kepada ayah sebagai

zul qarabat.

Page 89: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Contoh kasus penerapan Q.4:176:

3. Jika pewaris meninggal dunia dalam keadaan kalalah, yaitu tidak

meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan

beserta keturunannya sedangkan ayah pewaris-pun telah meninggal

dunia terlebih dahuolu dari pewaris, maka, menurut Hazairin,

digunakan an-Nisa ayat 176. Contoh kasus telah dikemukakan pada

penjelasan di atas pada Bab ini.

Gambar:

Menurut Bilateral Hazairin, oleh karena ayah telah meninggal

dunia terlebih dahulu dari pewaris, maka dasar hukum yang digunakan

adalah Q.4:176.

Pada gambar 1: ibu = 1/6 sebagai zul-fara’id; saudara-saudara

sekandung = sisa = 5/6, sebagai zul-qarabat, dengan perbandingan

perolehan saudara laki-laki dua bagian saudara perempuan. Saudara

laki-laki = 2/3 x 5/6 = 10/18; saudara perempuan = 1/3 x 5/6 = 5/18.

Pada gambar 2: ibu = 1/6 sebagai zul-fara’id; saudara-saudara

perempuan sekandung, seayah dan seibu bersama-sama mendapat 2/3

= 4/6, sebagai zul-fara’id; Sisa = 1/6, di-radd-kan kepada ibu dan

saudara-saudara perempuan pewaris ibu = 1/5 = 3/15, saudara-saudara

perempuan = 4/5 = 12/15, kemudian dibagi rata di antara mereka,

sehingga masing-masing saudara memperoleh 1/3 x 4/5 = 4/15.

Jika kasus tersebut diselesaikan menurut Patrilineal Syafi’i, maka

orang-orang yang dapat menjadi ahli waris adalah ibu = 1/6; saudara

perempuan seibu = 1/6; saudara perempuan sekandung = 1/2; saudara

perempuan seayah = 1/6 sebagai takmilah.

Kompilasi Hukum Islam belum mengatur tentang para ahli waris

tersebut, sebagaimana tafsiran penulis terhadap Pasal 182 KHI tersebut

Page 90: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

di atas. Meskipun demikian, dalam menyelesaikan kasus tersebut dapat

menerapkan Pasal 181 jo. Pasal 182 jo, Pasal 229 KHI.

2. Penerapan Q.4:12 g, 12 h dan Q.4:176 menurut Hukum Kewarisan Islam

Ajaran Patrilineal Syafi’i:

Menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i, an-Nisa ayat

12 (Q.4:12g; Q. 4:12h) digunakan untuk saudara seibu saja. Karena itu, menurut

ajaran ini, kedudukan saudara seibu, selalu menjadi ahli waris zul-fara’id.

a. Contoh-contoh kasus penerapan Q.4:12 g dan 12 h:

1. Jika saudara seibu pewaris itu hanya seorang, maka ia tidak pernah

mendapat kurang dari seperenam, kecuali ‘awl (Q.4:12 g).

Gambar :

Menurut Patrilineal Syafi’i, satu orang saudara seibu pewaris baik laki-laki

ataupun perempuan, mendapat 1/6 (Q.4:12g). ibu = 1/3 = 2/6 (Q.4:11 e),

karena pewaris meninggalkan satu orang saudara. Sisanya = 3/6 = 1/2, di-

radd-kan kepada ibu dan saudara seibu (menurut jumhur sahabat, sedangkan

menurut Ibnu Mas’ud hanya dapat di-radd-kan kepada ibu saja). Jadi ibu =

2/3; dan saudara seibu = 1/3 (menurut jumhur sahabat).

Menurut KHI satu orang saudara seibu pewaris, baik laki-laki ataupun

perempuan mendapat 1/6, (Pasal 181). Ibu = 1/3 = 2/6 (Pasal 178), karena

pewaris meninggalkan satu orang saudara. Sisanya = 3/6 = 1/2, di-radd-kan

kepada ibu dan saudara seibu. Jadi ibu = 2/3 (Pasal 178 jo. Pasal 193); dan

saudara seibu = 1/3 (Pasal 181 jo. Pasal 193)).

Menurut Bilateral Hazairin, penyelesaian kasus tersebut berdasarkan

Q.4:176, karena ayah telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

Ibu = 1/6 (tafsiran Sajuti Thalib, Q.4:11 f); satu orang saudara laki-laki seibu

= sisa = 5/6 (Q.4:176 c).

Jika saudara yang menjadi ahli waris itu seorang saudara perempuan seibu,

maka ia mendapat = 1/2 = 3/6 (Q. 4:176 b); ibu = 1/6. Sisa = 1/3, di-radd-kan

A

B

Page 91: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

kepada ibu dan saudara perempuan seibu. Ibu = 1/4; satu orang saudara

perempuan seibu 3/4.

2. Jika saudara seibu terdiri dari dua orang saudara atau lebih, baik laki-

laki maupun perempuan, maka secara bersama-sama mereka bersyuraka dan

berbagi rata dari sepertiga (1/3), dengan tidak membedakan antara saudara

laki-laki dan saudara perempuan seibu tersebut.

Gambar :

Menurut Patrilineal Syafi’i, ibu = 1/6 (Q.4:11 f) tiga orang saudara seibu =

1/3 = 2/6 (Q.4:12 h); sisa = 1/2 , di-radd-kan kepada ibu dan saudara-saudara

seibu (menurut jumhur sahabat; sedangkan menurut Ibnu Mas’ud, hanya di-

radd-kan kepdaa ibu saja). Ibu = 1/3; saudara-saudara seibu = 2/3, dibagi rata

di antara mereka, tanpa membedakan jenis kelamin. Masing-masing saudara

seibu mendapat 1/3 x 2/3 = 2/9.

Menurut KHI, saudara-saudara seibu pewaris, baik laki-laki ataupun

perempuan mendapat 1/3, (Pasal 181). Ibu = 1/6 (Pasal 178), karena pewaris

meninggalkan lebih dari dua orang saudara. Sisanya = 3/6 = 1/2, di-radd-kan

kepada ibu dan saudara-saudara seibu. Jadi ibu = 1/3 (Pasal 178 jo. Pasal 193);

dan saudara-saudara seibu = 2/3, dibagi rata di antara mereka, tanpa

membedakan jenis kelamin. Masing-masing saudara seibu mendapat 1/3 x 2/3

= 2/9 (Pasal 181 jo. Pasal 193).

Menurut Bilateral Hazairin, penyelesaian kasus tersebut berdasarkan

Q.4:176, karena ayah telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

Ibu = 1/6 (Q.4:11 f); saudara laki-laki seibu dan saudara perempuan seibu =

sisa = 5/6 (Q.4:176 e), dengan perbandingan perolehan saudara laki-laki dua

bagian saudara perempuan. Saudara laki-laki seibu = 2/4 x 5/6 = 10/24;

masing-masing saudara perempuan seibu = ¼ x 5/6 = 5/24.

b. Contoh-contoh kasus penerapan Q.4:176: Menurut Patrilineal Syafi’i

A

D C

B

Page 92: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Surah an-Nisa ayat 176, menurut hukum kewarisan Islam ajaran

Patrilineal Syafi’I, digunakan untuk menentukan besar bagian harta warisan

bagi saudara kandung atau saudara seayah, baik laki-laki maupun

perempuan.

1. Apabila pewaris meninggalkan ahli waris seorang saudar perempuan

sekandung (A) dan saudara atau saudara-saudara perempuan seayah (B dan

C), maka saudara perempuan sekandung mendapat setengah (1/2) harta

warisan (Q.4:176b) sebagai zul-fara’id dan saudara atau saudara-saudara

perempuan seayah mendapat seperenam (1/6) sebagai takmilah atau

melengkapi jumlah dua pertiga (2/3) (hadis Ibnu Mas’ud).

Gambar :

Kompilasi Hukum Islam yang lebih cenderung kepada ajaran Patrilineal

Syafi’i, belum menentukan secara tegas mengenai besar bagian satu orang

saudara perempuan kandung jika ia mewaris bersama-sama dengan satu orang

atau lebih saudara perempuan seayah, sebagaimana garis hukum yang

dirumuskan penulis atas Pasal 182 KHI.

Menurut ajaran Patrilineal Syafi’i, yang diterapkan juga di Mesir, satu

orang saudara perempuan sekandung mendapat 1/2 jika mewarisi bersama-

sama dengan saudara perempuan seayah. Sedangkan saudara perempuan

seayah berapa pun jumlahnya (jika tidak disertai oleh saudara laki-laki seayah

sebagai ‘asabah) adalah memperoleh 1/6 sebagai takmilah. Hal tersebut belum

ditentukan secara tegas KHI. Sisa harta warisan = 1/3, di-radd-kan kepada

saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan seayah pewaris

(menuntut jumhur sahabat yang diikuti di Mesir; sedangkan menurut Ibnu

Mas’ud, di-radd-kan kepada saudara sekandung saja). Saudara sekandung = ¾

(setelah ditambah radd); dua orang saudara seayah = 1/4.jadi masing-masing

mendapat 1/8.

Jika dilihat dari garis hukum huruf d yang dirumuskan penulis terhadap

Pasal 182 KHI, bahwa. “Bila satu orang saudara perempuan kandung tersebut

A C

B

Page 93: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

bersama-sama dengan saudara perempuan seayah dua orang atau lebih, maka

mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian,” maka, garis hukum

tersebut sesuai dengan ajaran Bilateral Hazairin.

Menurut hukum kewarisan Islam bilateral Hazairin, jika pewaris

meninggalkan saudara-saudara perempuan pewaris, baik sekandung dan/atau

seayah dan/atau seibu, sedangkan ayah telah meninggal dunia terlebih dahulu

dari pewaris, maka saudara-saudara perempuan tersebut mendapat 2/3,

berdasarkan Q.4:176 d (KHI : Pasal 182 garis hukum d). Sisa harta warisan =

1/3 di-radd-kan kepada semua saudara perempuan tersebut Jadi masing-

masing saudara perempuan mendapat 1/3 bagian (KHI: Pasal 182 jo. Pasal

193).

Alasan penerapan Q.4:176d, menurut Bilateral Hazarin, disebabkan karena

ayah pewaris telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris. Dan, alasan

yang dimuat dalam Pasal 182 pun adalah karena pewaris meninggal tanpa

meninggalkan ayah dan anak.

Perlu diingatkan kembali, bahwa alasan penerapan Q.4:12 g dan 12 h yang

dirumuskan dalam Pasal 181 KHI, adalah terdapat perbedaan pengertian

kalalah antara Bilateral Hazairin dengan KHI. Ajaran Bilateral Hazairin

beralasan sebagai syarat ditetapkannya Q.4:12 g dan 12 h adalah karena ayah

pewaris masih hidup sedangkan alasan yang dimuat sebagai syarat

ditetapkannya Pasal 181 KHI adalah karena pewaris meninggal tanpa

meninggalkan anak dan ayah/

2. Apabila pewaris meninggalkan dua orang saudara perempuan

sekandung atau lebih dan saudara perempuan seayah, maka saudara-saudara

perempuan kandung (A dan B) mendapat dua pertiga (2/3) (Q.4:176d) sebagai

zul-fara’id , sedangkan saudara perempuan seayah (C) terhijab (terhalang)

oleh saudara-saudara perempuan kandung. Dalam kasus ini terjadi sisa bagi

sebanyak sepertiga (1/3), maka sisa bagi itu di-radd-kan kepada saudara-

saudara perempuan sekandung.

Gambar :

A B

C

Page 94: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A + B = saudara-saudara perempuan sekandung = 2/3 sebagai zawil-furud

(Q.4:176d);

C = saudara perempuan seayah = mahjub oleh A + B = 0, tidak mendapat

harta warisan, karena saudara perempuan seayah hanya berhak mendapat 1/6

sebagai takmilah untuk melengkapi jumlah saudara perempuan sekandung.

Sisa = 1 – 2/3 = 1/3 di radd-kan kepada A dan B, masing-masing mendapat

1/2.

Jika kasus kewarisan tersebut diselesaikan menurut Kompilasi Hukum

Islam yang tampaknya lebih cenderung kepada ajaran Patrilineal Syafi’i,

ternyata KHI belum menentukan masalah terhijabnya saudara perempuan

seayah oleh dua orang saudara perempuan sekandung, sebagaimana ajaran

Patrilineal Syafi’i. Bahkan, berdasarkan garis hukum yang dibuat oleh penulis

pada huruf e terhadap Pasal 182 KHI, ditemukan bahwa penyelesaian terhadap

kasus tersebut berdasarkan Pasal 182 KHI adalah lebih sesuai dengan ajaran

Bilateral Hazairin.

Garis hukum huruf e dari Pasal 182 KHI, bahwa, “Bila satu orang saudara

perempuan seayah tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan

kandung dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua

pertiga bagian.” Garis hukum yang bersumberkan Pasal 182 tersebut adalah

hanya sesuai dengan Bilateral Hazairin saja.

Maka, saudara-saudara pewaris, yang terdiri dari dua orang saudara

perempuan kandung dan seseorang saudara perempuan seayah, 2/3 (Q.4:176

d), sisanya = 1/3, di-radd-kan kepada saudara-saudara perempuan tersebut.

Jadi, masing-masing saudara perempuan, baik saudara sekandung ataupun

saudara seayah, mendapat 1/3 bagian (KHI: garis hukum huruf e Pasal 182 jo.

Pasal 193).

3. Apabila pewaris meninggalkan dua orang saudara perempuan kandung

(A dan B) atau lebih bersama-sama dengan saudara laki-laki (D) dan saudara

perempuan (C) seayah, maka saudara-saudara perempuan kandung mendapat

dua-per-tiga (2/3) (Q.4:176d), sedangkan sisanya, yaitu sepertiga (1/3)

diberikan kepada saudara laki-laki dan saudara perempuan seayah sebagai

‘asabah. Besar bagian antara saudara laki-laki seayah dengan saudara

perempuan seayah adalah dua berbanding satu (2:1) (Q.176 e).

Page 95: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar :

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A + B = saudara-saudara perempuan sekandung = 2/3, sebagai zawil-furud

(Q.4:176d)

Sisa = 1 – 2/3 = 1/3;

D + C = saudara laki-laki dan saudara perempuan seayah = sisa = 1/3, sebagai

asabah (Q.4: 176 e jo. hadis Ibnu ‘Abbas);

D : C = 2 : 1;

D = 2/3 x 1/3 = 2/9;

C = 1/3 x 1/3 = 1/9.

Jika kasus kewarisan tersebut diselesaikan menurut Kompilasi Hukum

Islam yang tampaknya lebih cenderung kepada ajaran Patrilineal Syafi’i,

ternyata KHI belum menentukan masalah saudara laki-laki seayah bersama-

sama dengan saudara perempuan seayah berkedudukan sebagai ‘asabah yang

mendapat sisa, yaitu 1/3 (sepertiga) bagian, setelah harta warisan dibagikan

sebanyak 2/3 bagian kepada saudara perempuan sekandung yang berjumlah

dua orang atau lebih, sebagaimana ajaran Patrilineal Syafi’i.

4. Apabila pewaris meninggalkan satu orang atau dua orang saudara laki-

laki sekandung atau lebih (A dan B), dan seorang saudara perempuan seayah

(C), maka seluruh harta warisan diberikan kepada saudara laki-laki kandung

tersebut (Q.4:176c) sebagai ‘asabah binafsihi, dan mereka menghijab saudara

perempuan seayah.

Gambar :

A B

C D

A B

C

Page 96: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A + B = saudara-saudara laki-laki sekandung = seluruh harta, sebagai asabah

binafsihi (Q.4:176 c);

C = saudara perempuan seayah, mahjib oleh saudara laki-laki sekandung.

Jika kasus kewarisan tersebut diselesaikan menurut Kompilasi Hukum

Islam yang tampaknya lebih cenderung kepada ajaran Patrilineal Syafi’i,

ternyata Pasal 182 KHI juga belum menentukan saudara laki-laki sekandung

sebagai ‘asabah dapat menghijab saudara perempuan seayah, jika mereka

mewaris bersama-sama. sebagaimana ajaran Patrilineal Syafi’i, saudara laki-

laki sekandung berkedudukan seabagai ‘asabah yang menghijab saudara

perempuan seayah.

Berdasarkan garis-garis hukum yang dibuat penulis terhadap Pasal 182

KHI, ternyata belum ditemukan bahwa, “Kedudukan saudara laki-laki

sekandung dapat menghijab saudara-saudara laki-laki seayah jika mereka

menjadi ahli waris bersama-sama”.

Bahkan, pada garis hukum huruf h yang dibuat penulis untuk memahami

Pasal 182 KHI dapat ditemukan, “Bila satu orang saudara perempuan seayah

tersebut bersama-sama dengan saudara-saudara laki-laki kandung, maka

bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara

perempuan”. Setelah di analisis ternyata, garis hukum tersebut sesuai dengan

Bilateral Hazairin.

Oleh sebab itu, dalam menyelesaikan kasus kewarisan tersebut dalam

gambar, maka, Kompilasi Hukum Islam memungkinkan bagi sistem hukum

kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i maupun Bilateral Hazairin untuk

diterapkan, berdasarkan Pasal 182 jo. Pasal 229 KHI.

Menurut ajaran Bilateral Hazairin, dua orang saudara laki-laki sekandung

bersama-sama dengan seorang saudara perempuan seayah mendapat seluruh,

harta warisan sebagai zul-qarabat berdasarkan Q.4:176e. Maka, A : B : C = 2 :

2 : 1. A = saudara laki-laki sekandung = 2/5 bagian; B = saudara laki-laki

sekandung = 2/5 bagian, C = saudara perempuan seayah = 1/5 bagian.

5. Apabila pewaris meninggalkan satu orang atau dua orang saudara laki-

laki sekandung (A dan B) atau lebih, bersama-sama dengan saudara laki-laki

seayah (C) dan saudara perempuan (D) seayah, maka dua orang saudara laki-

laki sekandung mendapat seluruh harta (Q.4:176c), sebagai asabah binafsihi,

dan menghijab saudara-saudara laki-laki dan perempuan seayah.

Page 97: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar :

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A + B = seluruh harta warisan sebagai asabah binafsihi (Q.4:176 c);

C + D = saudara laki-laki seayah dan saudara perempuan seayah = mahjub

oleh A dan B = 0.

Jika kasus kewarisan tersebut diselesaikan menurut Kompilasi Hukum

Islam yang tampaknya lebih cenderung kepada ajaran Patrilineal Syafi’i,

ternyata Pasal 182 KHI juga belum menentukan saudara laki-laki sekandung

sebagai ‘asabah dapat menghijab saudara laki-laki sekandung sebagai ‘asabah

yang menghijab saudara laki-laki seayah dan/atau saudara perempuan seayah,

jika mereka mewaris bersama-sama.

Berdasarkan garis-garis hukum yang dibuat penulis terhadap Pasal 182

KHI, ternyata belum ditemukan bahwa, “Kedudukan saudara laki-laki

sekandung dapat menghijab saudara-saudara laki-laki seayah jika mereka

menjadi ahli waris bersama-sama”.

Pada garis hukum huruf k yang dibuat penulis untuk memahami Pasal 182

KHI dapat ditemukan bahwa, “Bila satu orang saudara perempuan seayah

tersebut bersama-sama dengan saudara-saudara laki-laki sekandung dan/atau

saudara laki-laki seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding

satu dengan saudara perempuan. “Rumusan garis hukum tersebut sesuai

dengan Bilateral Hazairin.

Oleh sebab itu, dalam menyelesaikan kasus kewarisan tersebut dalam

gambar, maka, Kompilasi Hukum Islam memungkinkan bagi sistem hukum

kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i maupun Bilateral Hazairin untuk

diterapkan, berdasarkan Pasal 182 jo. Pasal 229 KHI.

Menurut ajaran Bilateral Hazairin, dua orang saudara laki-laki sekandung

bersama-sama dengan seorang saudara laki-laki seayah dan seorang saudara

perempuan seayah mendapat seluruh harta warisan sebagai zul-qarabat

berdasarkan Q.4:176 e. Maka, A : B : C : D = 2 : 2 : 2 : 1.

A B

C D

Page 98: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

A = saudara laki-laki sekandung = 2/7 bagian; B = saudara laki-laki

sekandung = 2/7 bagian; C = saudara laki-laki seayah = 27 bagian; D =

saudara perempuan seayah = 1/7 bagian.

6. Apabila pewaris meninggalkan saudara laki-laki sekandung (A) dan

saudara perempuan (B) sekandung, maka dua orang saudara sekandung

tersebut mendapat seluruh harta sebagai asabah, dengan perbandingan saudara

laki-laki berbanding saudara perempuan adalah dua berbanding satu (2:1)

(Q.4:176e).

Gambar :

Penyelesaian kasus kewarisan tersebut, baik menurut Patrilineal Syafi’i,

Bilateral Hazairin, maupun Kompilasi Hukum Islam adalah sama, yaitu A dan

B memperoleh seluruh harta warisan. A = saudara laki-laki kandung = 2/3

(Q.4:176 e; KHI: Pasal 182); B = saudara perempuan sekandung = 1/3

(Q.4:176 e; KHI: Pasal 182).

a. Saudara Seayah

Pembahasa khusus mengenai saudara seayah adlaah karena dalam hukum

kewarisan Islam ajara Patrilineal Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam,

kedudukan saudara seayah, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai

kedudukan tersendiri, tidak sama dengan kedudukan saudara seibu, juga tidak

sama dengan kedudukan saudara sekandung.

Menurut ajaran Patrilineal Syafi’i, saudara seibu, baik laki-laki maupun

perempuan, berkedudukan yang cenderung sama dengan ibu, yaitu mereka

selalu menjadi zul-fara’id. Mereka juga memperoleh bagian harta warisan

yang sama dengan ibu, yaitu tidak pernah kurang dari seperenam (1/6), kecuali

‘aul, dan tidak pernah lebih dari sepertiga, kecuali jika mereka mendapat

bagian ditambah radd, jika mereka terdiri dari dua orang saudara seibu atau

lebih.

Saudara seayah pewaris, baik saudara laki-laki seayah maupun saudara

perempuan seayah, menurut ajaran Patrilineal Syafi’i, kedudukan mereka

sebagai ahli waris jika, (i) pewaris kalalah; (ii) tidak ada saudara perempuan

sekandung yang menjadi ahli waris sebagai ma’al gairi; (iii) jenis kelamin

A B

Page 99: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

saudara kandung adalah perempuan; (iv) eksistensi saudara sekandung sebagai

ahli awris terhalang sebagai ahli waris.

1. Apabila pewaris meninggalkan ahli waris seorang saudara perempuan

saja (A), maka ia mendapat setengah (/2) harta warisan (Q.4:176 b) sebagai

zul-fara’id, dan sisanya di-radd-kan kepada saudara perempuan seayah

tersebut.

Gambar :

Penyelesaian:

A = saudara perempuan seayah = 1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:176b);

Sisa = 1 – 1/2 = 1/2 di-radd-kan kepada A. Jadi A = seluruh harta warisan.

Ditinjau dari sistem hukum kewarisan Islam ajaran Bilateral Hazairin dan

Kompilasi Hukum Islam, perolehan harta warisan bagi saudara perempuan

seayah tersebut adalah sama.

2. Apabila pewaris meninggalkan dua orang saudara perempuan seayah (A

dan B), maka saudara-saudara perempuan seayah mendapat dua-per-tiga (2/3)

(Q.4:176d) sebagai zul-fara’id, dan sisanya di-radd-kan kepada saudara

perempuan seayah tersebut.

Gambar :

Penyelesaian:

A + B = saudara-saudara perempuan seayah = 2/3, sebagai zul-fara’id

(Q.4:176b);

Sisa = 1 – 2/3 = 1/3 di-radd-kan kepada A dan B.

A

B A

Page 100: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Ditinjau dari sistem hukum kewarisan Islam ajaran Bilateral Hazairin dan

Kompilasi Hukum Islam, perolehan harta warisan bagi saudara perempuan

seayah tersebut adalah sama.

3. Apabila pewaris meninggalkan satu orang atau dua orang saudara laki-

laki seayah (A dan B) atau lebih, maka saudara-saudara laki-laki seayah

mendapat seluruh harta (Q.4:17 c) sebagai asabah binafsihi.

Gambar :

Penyelesaian:

A + B = saudara-saudara laki-laki seayah = seluruh harta, sebagai asabah

binafsihi (Q.4:176c);

Ditinjau dari sistem hukum kewarisan Islam ajaran Bilateral Hazairin dan

Kompilasi Hukum Islam, perolehan harta warisan bagi saudara perempuan

seayah tersebut adalah sama.

4. Apabila pewaris meninggalkan saudara laki-laki seayah (A) dan saudara

perempuan seayah (B), maka saudara-saudara seayah tersebut mendapat

seluruh harta sebagai asabah, dengan perbandingan saudara laki-laki

berbanding saudara perempuan adalah dua berbanding satu (2:1) (Q.4.176e)

Gambar :

Penyelesaian:

A + B = seluruh harga, sebagai asabah (Q.4:176e);

A : B = 2 : 1;

A = saudara laki-laki seayah = 2/3, sebagai asabah binafsihi (Q.4:176e)

B = saudara perempuan seayah = 1/3, sebagai asabah bil-gairi (Q.4:176e)

B A

B A

Page 101: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Ditinjau dari sistem hukum kewarisan Islam ajaran Bilaeral Hazairin dan

Kompilasi Hukum Islam, perolehan harta warisan bagi saudara perempuan

seayah tersebut adalah sama.

5. Apabila pewaris meninggalkan ahli waris seorang saudara perempuan

seayah saja (A) dan kemenakan laki-laki (B) melalui saudara laki-laki

sekandung yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris, maka

saudara perempuan seayah mendapat setengah (1/2) harta warisan (Q.4:176 b)

sebagai zul-fara’id dan sisanya diberikan kepada kemenakan laki-laki (B).

Gambar :

Penyelesaian menurut Patrilineal Syafi’i, seperti telah dikemukakan,

bahwa A = saudara perempuan seayah pewaris mendapat harta warisan

berdasarkan kedudukannya sebagai ahli waris zul fara’id dan B mendapat sisa

1/2.

Menurut ajaran Bilateral Hazairin, B, kemenakan pewaris dapat tampil

sebagai mawali ayahnya (saudara laki-laki sekandung pewaris). Jadi,

pembagian harta warisan sebagai berikut, yaitu = A dan ayah B (saudara laki-

laki sekandung dianggap masih hidup) = seluruh harta warisan, sebagai zul

qurabat (Q.4:176 e);

A : ayah B = 1 : 2;

A = 1/3

Ayah B = 2/3, diberikan kepada B sebagai mawali (Q.4:11 a jo. Q.4 : 33 a)

Kompilasi Hukum Islam belum mengatur secara tegas masalah kewarisan

tersebut. meskipun demikian, dalam menyelesaikannya dapat menerapkan

Pasal 182 dan Pasal 185 KHI, atau berdasarkan ajaran Patrilineal Syafi’i

sebagai aliran yang diikuti KHI, meskipun tidak secara keseluruhan.

Penyelesaiannya sebagaimana diuraiankan di atas, berdasarkan Pasal 182 jo.

Pasal 229 KHI.

B

A

Page 102: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Cara penyelesaian lain pun dapat dilakukan, yaitu berdasarkan Pasal 182

jo. Pasal 185 KHI. Menurut Pasal 182, sebagaimana garis hukum yang

ditemukan penulis, saudara perempuan seayah dapat tampil sebagai ahli waris

bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung.

Garis hukum huruf i dari Pasal 182, dirumuskan bahwa, “bila satu orang

saudara perempuan seayah tersebut bersama-sama dengan saudara-saudara

laki-laki kandung, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu

dengan saudara perempuan.”

Setelah dianalisis, ternyata garis hukum tersebut sesuai dengan hukum

kewarisan Islam ajaran Bilateral Hazairin.

Menurut ajaran Bilateral Hazairin, sebagaimana telah diuraikan di atas,

bahwa saudara perempuan seayah dapat menjadi ahli waris bersama-sama

dengan kemenakan pewaris, berdasarkan Q.4:176 e jo. Q.4:11 jo. Q.4 : 33a.

Kompilasi Hukum Islam, juga merumuskan ahli waris pengganti dalam Pasal

185, bahwa;

1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris maka

kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang

tersebut dalam Pasal 173.

2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris

yang sederajat dengan yang diganti.

Menurut Bilateral Hazairin besar bagian yang diterima B, kemenakan

pewaris melalui saudara laki-laki sekandung pewaris adalah lebih besar dari

A, saudara perempuan seayah pewaris, yang kedudukannya sederajat dengan

ahli waris yang digantikan, yaitu ayahnya B. A mendapat 1/3, sedangkan B

mendapat 2/3.

Oleh sebab itu, penyelesaian kasus kewarisan tersebut berbeda dengan

ajaran Bilateral Hazairin tetapi cenderung sesuai dengan ajaran Patrilineal

Syafi’i.

b. ‘Asabah Maalgairi tidak berdasarkan Q.4:12 g, 12 h, dan Q.4:176

tetapi Hadis.

Ahli waris ‘asabah ma’al-gairi terjadi, jika para ahli waris itu terdiri dari

perempuan saja. Misalnya, anak perempuan bersama-sama dengan saudara

perempuan sekandung atau saudara perempuan seayah pewaris; atau cucu

Page 103: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

perempuan melalui anak laki-laki yang telah meninggal dunia terlebih dahulu

dari pewaris menjadi ahli waris bersama-sama dengan saudara perempuan

sekandung atau saudara perempuan seayah pewaris.

Besar bagian yang diterima oleh ahli waris ‘asabah ma’al-gairi tidak

berdasarkan surah an-Nisa ayat 12 maupun ayat 176, tetapi ia memperoleh

sisa, berdasarkan hadis Mu’az bin Jabbal, diriwayatkan Abu Daud dan

Bukhari, bahwa,

“Sesungguhnya Mu’az bin Jabal bagikan pusaka bagi seorang saudara

perempuan (sekandung) dan seorang anak perempuan. Ia beri tiap-tiap

seorang dan mereka separoh, padahal ia di Yaman, sedang Nabi saw pada

ketika itu masih hidup”.

Ahli waris ‘asabah ma’al-gairi dikenal dalam hukum kewarisan Islam

ajaran Patrilineal Syafi’i. Ajaran Bilateral Hazairin tidak mengenal ahli waris

‘asabah ma’al gairi, karena jika pewaris meninggalkan anak perempuan atau

keturunan perempuan melalui anak laki-laki pewaris, maka saudara

perempuan pewaris, baik sekandung atau seayah, atau seibu, tidak dapat

tampil sebagai ahli waris. Hal itu disebabkan karena pewaris belum kalalah.

Kompilasi Hukum Islam, menurut Pasal 181 jo. Pasal 182 jo. Pasal 185

KHI, saudara pewaris dapat tampil sebagai ahli waris jika pewaris tidak

meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, dan ayah.

Contoh kasus kewarisan ahli waris ‘asabah ma’al gairi menurut ajaran

hukum kewarisan Islam Patrilineal Syafi’i:

1. Apabila pewaris meninggalkan saudara perempuan sekandung (B) dan

seorang perempuan (A). maka anak perempuan pewaris mendapat setengah

(1/2) harta warisan (Q.4:11c), dan saudara perempuan kandung pewaris

mendapat sisa, yaitu setengah (1/2) sebagai asabah ma’al gairi (hadis Ibnu

Mas’ud).

Gambar :

B

A

Page 104: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Bilateral Hazairin dan Kompilasi Hukum Islam, saudara

perempuan sekandung tidak dapat tampil sebagai ahli waris, karena masih ada

anak perempuan pewaris, A, sebagai zul-fara’id = 1/2 (Q.4:11 c; KHI : Pasal

176), sisanya = 1/2, di-radd-kan kepada A. Jadi A mendapat seluruh harta.

2. Apabila pewaris meninggalkan saudara perempuan kandung (C) dan

dua anak perempuan kandung atau lebih (A dan B) maka dua orang anak

perempuan pewaris mendapat dua per-tiga (2/3) harta warisan (Q.4:11b), dan

saudara perempuan kandung pewaris mendapat sisa, yaitu sepertiga (1/3)

sebagai asabah ma’al gairi (hadis Ibnu Mas’ud).

Gambar :

Penyelesaian menurut ajaran Bilateral Hazairin dan Kompilasi Hukum

Islam adalah sama, yaitu saudara perempuan sekandung (C) tidak dapat tampil

sebagai ahli waris, karena masih ada dua orang anak perempuan ( A dan B).

A + B = 2/3, sebagai zul-fara’id (Q.4:11b; KHI: Pasal 176);

Sisa = 1/3, di-radd-kan kepada A dan B (Pasal 193).

A = 1/2;

B = 1/2.

3. Apabila pewaris meninggalkan saudara perempuan sekandung (B) dan

satu orang keturunan perempuan (A) melalui anak laki-laki yang telah

meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris (cucu perempuan melalui anak

laki-laki pewaris), maka cucu perempuan pewaris (A) mendapat setengah

(1/2) harta warisan (Q.4:11c jo. hadis Zaid bin Sabit), dan saudara perempuan

C

A B

Page 105: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

sekandung pewaris (B) mendapat sisa, yaitu setengah (1/2) sebagai asabah

ma’al-gairi (hadis Ibnu Mas’ud).

Gambar :

4. Kedua Harta warisan yang diperoleh ayahnya A dan B, diberikan

kepada A + B = cucu perempuan melalui anak laki-laki = 2/3 sebagai zul-

fara’id (Q.4: 11b; KHI : Pasal 176), sisanya = 1/3, di-radd-kan kepada A + B

(Pasal 193). Jadi A = 1/2 bagian, B = 1/2 bagian.

Gambar :

c. ‘Asabah maal-gairi dalam Kompilasi Hukum Islam

Sebagaimana telah dikemukakan, Kompilasi Hukum Islam belum

merumuskan secara tegas mengenai ‘asabah maal gairi.

Menurut Kompilasi Hukum Islam, saudara perempuan sekandung atau

saudara perempuan seayah pewaris tidak dapat tampil sebagai ahli waris,

apabila pewaris meninggalkan anak perempuan atau anak laki-laki beserta

keturunannya serta ayah masih hidup.

B

A

C

A

B

Page 106: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Jadi, menurut Kompilasi Hukum Islam, misalnya dalam contoh-contoh

kasus ‘asabah maal-gairi di atas, saudara perempuan sekandung pewaris tidak

dapat tampil sebagai ahli waris, karena pewaris tidak kalalah. Dalam contoh-

contoh kasus kewarisan tersebut, pewaris meninggalkan anak perempuan

dan/atau keturunan perempuan melalui anak laki-laki pewaris yang telah

meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris. Anak-anak perempuan dan

cucu-cucu perempuan melalui anak laki-laki yang telah meninggal dunia

menurut Pasal 176 jo. Pasal 181, Pasal 182 jo. Pasal 185 KHI, dapat menutup

saudara perempuan sekandung atau saudara perempuan seayah, sehingga ia

tidak dapat tampil sebagai ahli waris.

3. Penerapan Q.4:12 g, 12 h, dan Q.4:176 dalam Kompilasi Hukum Islam

Sebagaimana telah dikemukakan, Pasal 181 Kompilasi Hukum Islam

merupakan rumusan yang bersumber pada surah an-Nisa ayat 12 (Q.4:12g;

Q.4:12b) yang ditafsirkan dalam hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i,

yaitu hanya untuk saudara seibu.

Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam juga merupakan rumusan ulang dari

pendapat Patrilineal Syafi’i atas penerapan an-Nisa ayat 176, tetapi tidak mutlak

seluruhnya sesuai dengan ajaran tersebut. Karena, setelah penulis membuat garis-

garis hukum berdasarkan Pasal 182, ditemukanlah beberapa garis hukum yang

sesuai dengan hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i dan ajaran

Bilateral Hazairin, ada pula yang hanya sesuai dengan hukum kewarisan Islam

ajaran Bilateral Hazairin saja. Sedangkan ahli waris asabah ma’al gairi tidak

diatur dalam Kompilasi Hukum Islam.

BAGIAN WARISAN UNTUK KAKEK

A. Menurut Hukum Kewarisan Islam Ajaran Bilateral Hazairin:

Ketentuan besar bagian bagi kakek tidak ditentukan secara qai’i dalam al-

Qur’an. Menurut hukum kewarisan Islam bilateral Hazairin, kakek (sebagai

mawali untuk mak atau mawali untuk ayah) termasuk dalam kelompok keutamaan

keempat, bersama-sama dengan janda atau duda (Q.4:12a, Q.4:12d), berdasarkan

Page 107: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

surah an-Nisa ayat 11e (Q.4:11e). Dengan demikian, menurut penulis besar

bagian kakek, memuat ajaran Bilateral Hazairin ini, tergantung dari garis yang

menghubungkan kakek dengan pewaris dalam garis lurus ke atas, apakah kakek

dari ayah atau kakek dari ibu (mak).

Apabila ada seorang meninggal dunia meninggalkan kakek dari ayah dan

kakek dari ibu, maka besar bagian kakek dari ibu adalah sebesar yang diterima ibu

seandainya ibu masih hidup, yaitu sepertiga (1/3) berdasarkan Q.4:11e sebagai

zul-fara’id, yang diberikan kepada kakek melalui ibu sebagai mawali dari ibu.

Kakek dari ayah menerima bagian harta warisan sebesar bagian ayah

seandainya ayah masih hidup, yaitu mendapat sisa, yaitu sebesar dua per-tiga (2/3)

harta warisan (Q.4:11e) sebagai zul-qarabat, yang kemudian diberikan kepada

kakek melalui ayah sebagai mawali dari ayah. Dan begitu seterusnya dalam garis

lurus ke atas:

Gambar :

Menurut Bilateral Hazairin:

A = kakek melalui ibu = mawali ibu = bagian ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id

(Q.4:11e);

B = kakek melalui ayah = mawali ayah = bagian ayah = sisa, sebagai zul-qarabat

= 1 – 1/3 = 2/3 (Q.4:11e)

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = kakek gairu sahih = zul-arham, tidak dapat menjadi ahli waris karena masih

ada kakek sahih sebagai ‘asabah;

B = kakek sahih = ‘asabah = mendapat seluruh harta

Menurut Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam belum mengatur besar bagian harta warisan bagi kakek.

Berdasarkan Pasal 229 KHI, para Hakim dapat menerapkan hukum kewarisan

A B

Page 108: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Islam ajaran Bilateral Hazairin atau hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal

Syafi’I dalam menyelesaikan masalah kakek, apabila terdapat perkara yang

diajukan ke Pengadilan Agama. Demikian pula masyarakat, para tokoh agama

Islam, atau para ahli hukum Islam dapat menerapkan kedua sistem hukum

kewarisan Islam itu, apabila terdapat anggota masyarakat yang memerlukan

bantuan dalam menyelesaikan masalah kewarisan. Kedua sistem itu dikemukakan

kepada para pihak yang bermasalah, kemudian baru dianjurkan untuk memilih,

hukum kewarisan Islam yang mana yang disepakati oleh para ahli waris.

Kesepakatan antara para ahli waris berdasarkan asas musyawarah adalah sesuai

dengan Pasal 183 KHI, karena kedua-dua sistem hukum kewarisan Islam tersebut

tidak bertentangan dengan syari’ah Islam, terutama surah an-Nisa ayat 59.

Pasal 183 KHI menentukan bahwa, “Para ahli waris dapat bersepakat

melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan setelah masing-masing

menyadari bagiannya.”

B. Menurut Hukum Kewarisan Islam Ajaran Patrilineal Syafi’i:

Menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i, pengertian

kakek ada dua macam, yaitu kakek sahih dan kakek gairu sahih.

Kakek sahih atau kakek sejati, yaitu kakek yang hubungannya dengan

cucu (pewaris) tidak melalui garis perempuan, tetapi dari ayahnya ayah, dan

seterusnya ke atas melalui garis laki-laki. Kakek sahih termasuk golongan ahli

waris karena hubungan darah.

Kakek gairu sahih atau kakek tidak sejati adalah kakek yang

hubungannya dengan cucu (pewaris) melalui garis perempuan, yaitu, ayahnya ibu,

ayahnya nenek, baik nenek melalui ayah maupun nenek melalui ibu, dan

seterusnya ke atas melalui garis perempuan. Kakek gairu sahih, menurut ajaran

kewarisan Patrilineal Syafi’i, termasuk zul-arham, yang dapat tampil sebagai ahli

waris apabila pewaris tidak meninggalkan ahli waris zul-fara’id karena hubungan

darah dan ahli waris ‘asabah.

Gambar: Kakek Sahih, Kakek Gairu Sahih, Nenek Sahihah, Nenek Gairu Sahihah

Page 109: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Keterangan:

Kakek Sahih: A, B, C;

Kakek Gairu Sahih: D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N;

Nenek Sahihah: O, P, Q, R, S, T, Y, AA, BB

Nenek Gairu Sahihah: U, V, W, X, Z;

Jika kakek (C) menjadi ahli waris bersama-sama dengan anak laki-laki (A)

atau cucu laki-laki melalui anak laki-laki pewaris (B) dan ayah pewaris telah

meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris, maka kakek pewaris, C (kakek

sahih) mendapat seperenam (1/6) harta warisan.

Apabila seorang meninggal dunia meninggalkan anak perempuan (A), atau

cucu perempuan melalui anak laki-laki pewaris (B), dan tidak ada anak laki-laki

maupun cucu laki-laki melalui anak laki-laki pewaris, juga ayah pewaris telah

meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris, tetapi ahli-ahli waris lain masih

ada, yaitu ibu pewaris (C), suami atau isteri pewaris (D), maka kakek sahih (E)

mendapat seperenam (1/6) harta warisan.

Page 110: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Apabila sesudah dibagikan kepada para ahli waris zul-fara’id tersebut

ternyata masih ada sisa bagi, maka sisa bagi tersebut diberikan kepada kakek

sahih sebagai ‘asabah binafsihi. Dasar hukum dari ketentuan tersebut adalah

Q.4:1 jo. Q. 4:11d jo. hadis Ibnu ‘Abbas tentang liaula rajulin zakarin.

Apabila pewaris tidak meninggalkan anak, tidak meninggalkan cucu

melalui anak laki-laki dan ayah telah meninggal dunia terlebih dahulu dari

pewaris, tetapi pewaris meninggalkan para ahli waris lain, seperti ibu pewaris

(A), suami atau isteri pewaris (B), maka setelah dibagikan kepada ibu dan suami

atau isteri pewaris, sisa bagi diberikan kepada kakek sahih (C) sebagai asabah

binafsihi. Dasar hukumnya, menurut Patrilineal Syafi’i adalah Q.4:11c jo. hadis

Ibnu ‘Abbas tentang liaula rajulin zakarin.

Gambar :

Penyelesaian menurut Patrilineal Syafi’i:

Jika suami sebagai pewaris:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4: 11 e);

D = suami 1/2 , sebagai zul-fara’id (Q.4: 12 a);

A

C

B

Page 111: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

C = kakek sahih = sisa = 1/6.

Jika isteri sebagai pewaris:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4:11 e)

D = isteri = 1/4, sebagai zul-fara’id (Q.4:12 d);

C = kakek sahih = sisa = 1 – (1/3 + 1/4) = 1 – (4/12 + 3/12) = 5/12

Menurut Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud dan Zaid bin Sabit kakek sahih

dapat menghijab saudara-saudara seibu dari pewaris, sebagaimana ayah, karena

kakek sahih berkedudukan sebagai ayah. Tetapi kakek sahih tidak dapat

menghijab saudara kandung atau saudara seayah pewaris, karena kedudukan

kakek sahih dianggap setara dengan saudara sekandung atau seayah.

Gambar :

Penyelesaian

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4: 11 e);

B = saudara perempuan/laki-laki seibu = mahjub oleh kakek sahih (C);

C = kakek sahih = sisa = 2/3.

Karena itu, apabila kakek sahih menjadi ahli waris bersama saudara-

saudara kandung atau seayah pewaris, pembagian harta warisan dilakukan

secara muqasamah (merata), seolah-olah kakek sahih itu saudara pewaris.

Zaid bin Sabit berpendapat:

(1) Apabila kakek sahih menjadi ahli waris bersama saudara –saudara

pewaris tetapi tidak bersama dengan ahli waris zul fara’id, maka jika kakek

sahih akan memperoleh lebih banyak bila dilakukan muqasamah (bagi rata), atau

A

C

B

Page 112: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

lebih besar dari sepertiga (1/3) dari seluruh harta warisan, maka pembagian

warisan hendaknya berdasarkan muqasamah.

Gambar :

Penyelesaian dengan cara muqasamah:

A + B (saudara laki-laki sekandung) + C (kakek sahih, seolah-olah kakek adalah

saudara) = seluruh harta; A : B : C = 1 : 1 : 1 ;

A = saudara laki-laki sekandung = 1/3 (Q.4 : 176 c)

B = saudara laki-laki sekandung = 1/3 (Q.4 : 176 c)

C = kakek sahih = 1/3 (hadis Zaid bin Sabit)

(2) Apabila kakek sahih menjadi ahli waris bersama saudara-saudara

kandung atau seayah pewaris dan ahli waris zul-fara’id, maka bagian harta

warisan untuk kakek ada dua kemungkinan;

Pertama, kakek sahih mendapat seperenam (1/6) secara fard dan

saudara-saudara pewaris tidak mendapat bagian harta warisan sama sekali, apabila

para ahli waris zul-fara’id lain telah menghabiskan seluruh harta warisan, atau

masih ada sisa bagi sebesar seperenam (1/6), atau lebih kecil lagi.

Gambar :

A

C

B

A

C

B D

Page 113: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Penyelesaian:

A = ibu = 1/6, sebagai zul-fara’id (Q.4: 11e);

B + D = saudara perempuan sekandung = 2/3, sebagai zul-fara’id (Q.4 : 174 d);

C = kakek sahih = 1/6 (hadis Rasulullah)

Kedua, kakek sahih mendapat lebih besar jika dilakukan muqasamah

(dibagi secara merata), atau sepertiga (1/3) sisa, atau seperenam (1/6) dari

seluruh harta , jika setelah harta warisan dibagikan terdapat sisa bagi lebih besar

dari seperenam (1/6) harta warisan.

Gambar :

Penyelesaian:

A = ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4: 11e);

B = (saudara laki-laki sekandung) + C (kakek sahih) = sisa = 2/3, dibagi secara

muqasamah;

B = saudara laki-laki sekandung = 1/2 x 2/3 = 1/3;

C = kakek sahih = 1/2 x 2/3 = 1/3

Kakek Gairu Sahih, menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal

Syafi’i, termasuk zawil-arham, yang baru dapat menjadi ahli waris, apabila

pewaris tidak meninggalkan ahli waris zawil-furud karena nasabiyah (hubungan

darah) dan ahli waris ‘asabah.

A

C

B

Page 114: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

C. Menurut Kompilasi Hukum Islam;

Kompilasi Hukum Islam tidak menentukan besar bagian harta warisan

bagi kakek secara eksplisit. Kedudukan kakek sebagai ahli waris dapat ditafsirkan

secara a contrario dari Pasal 185 KHI yang menentukan ahli waris pengganti.

Apakah cucu dapat berkedudukan sebagai ahli waris pengganti dari

anaknya kakek yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris (yaitu,

kakek), maka, kedudukan kakek pun dapat menempati kedudukan anaknya yang

telah meninggal dunia terlebih dahulu dari kakek dan cucu kakek bersangkutan

yang berkedudukan sebagai pewaris bagi kakek.

Besar bagian harta warisan yang dapat diterima kakek adalah tidak sama

dengan besar bagian harta warisan yang diterima ahli waris pengganti

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 185 KHI, jika kedudukan kakek itu ditinjau

dari ajaran Patrilineal Syafi’i.

Menurut ajaran Patrilineal Syafi’i, kakek sahih mendapat 1/6 jika ia

menjadi ahli waris bersama anak-anak pewaris, baik anak laki-laki maupun anak

perempuan, atau cucu laki-laki melalui anak laki-laki pewaris, berdasarkan Q.4:11

d jo. Hadis Ma’qil bin Yasar Al-Muzanni yang diriwayatkan oleh Ahmad dan

Abu Daud, bahwa “Rasulullah saw telah hukumkan datuk dapat seperenam.”

Selain kakek dapat berkedudukan sebagai ahli waris zul-fara’id, kakek

juga dapat berkedudukan sebagai ‘asabah, jika ia menjadi ahli waris bersama-

sama dengan ahli waris zul-fara’id. Misalnya, kakek menjadi ahli waris bersama-

sama dengan isteri. Isteri = 1/4, kakek = sisa = 3/4, selain itu dapat ditafsirkan

melalui Pasal 185, Kompilasi Hukum Islam dapat berdasarkan Pasal 229

Kompilasi Hukum Islam yang menentukan.

“Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya

wajib memperhatikan dengan sesungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang

hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa

keadilan.”

Penerapan Pasal 229 Kompilasi Hukum Islam merupakan lahan ijtihad

bagi para Hakim, apakah para Hakim di Pengadilan Agama akan menggunakan

ajaran kewarisan Bilateral Hazairin atau ajaran kewarisan Patrilineal Syafi’i.

Penerapan kedua ajaran atau aliran tersebut, tentunya tidak lepas dari faktor nilai-

nilai hukum dan nilai-nilai rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang

Page 115: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

ditentukan dalam Pasal 229 KHI yang harus dihubungkan dengan Pasal 28 ayat

(1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Hukum kewarisan Islam yang memenuhi nilai-nilai hukum dan nilai-nilai

rasa keadilan bagi orang-orang yang beragama Islam di Indonesia adalah hukum

kewarisan Islam, baik berdasarkan ajaran hukum kewarisan Islam Bilateral

Hazairin maupun ajaran hukum kewarisan Islam Patrilineal Syafi’i, karena

keduanya tidak bertentangan dengan syari’ah Islam sebagaimana ditentukan

dalam surah an-Nisa ayat 59, meskipun ajaran hukum kewarisan Islam Bilateral

Hazairin, masih diperdebatkan.

BAGIAN WARISAN UNTUK NENEK

A. Menurut Hukum Kewarisan Islam Ajaran Bilateral Hazairin

Nenek, menurut hukum kewarisan Islam ajaran Bilateral Hazairin, adalah

ibunya ibu, ibunya dari ibunya ibu, ibunya dan ayahnya ibu, dan seterusnya ke

atas. Selain itu, nenek juga ibunya ayah, ibunya dari ibunya ayah, ibunya dari

ayahnya ayah, dan seterusnya ke atas.

Menurut Hazairin, nenek menjadi ahli waris bersama para ahli waris lain

yang termasuk dalam kelompok keutamaan keempat yaitu, (a) janda atau duda

sebagai zawul-furud berdasarkan surah an-Nisa ayat 12; (b) mawali untuk mak

berdasarkan surah an-Nisa ayat 11e; (c) mawali untuk ayah berdasarkan surah an-

Nisa ayat 11e. Mawali untuk mak dan mawali untuk ayah adalah termasuk nenek

dari pihak ibu maupun nenek dari pihak ayah secara bersama-sama dapat tampil

sebagai ahli waris.

Besar Bagian Harta Warisan bagi Nenek menurut Hazairin

Besar bagian untuk nenek sebagai mawali dari ibu, menurut Hazairin,

adalah sepertiga (1/3) harta warisan, yaitu sebanyak yang diterima ibu

berdasarkan Q.4:11e.

Kasus pertama, apabila pewaris meninggalkan ahli waris nenek mawali

ibu, A, kakek mawali ibu, B, nenek mawali ayah, C, kakek mawali ayah, D, dan

suami E.

Page 116: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar :

Penyelesaiannya:

E = suami = 1/2 = 9/18, zul-fara’id (Q.4:12a);

Ibu = seandainya ia masih hidup = 1/3 sebagai zul-faraid (Q.4:11e).

Bagian harta warisan yang diperoleh ibu, karena ia telah meninggal dunia terlebih

dahulu dari pewaris, maka diberikan kepada nenek (A) = nenek mawali ibu

= 1/3 x 1/3 = 1/9 sebagai zul-faraid (Q.4:11e).

B = kakek mawali ibu = sisa = 2/3 x 1/3 = 2/9 sebagai zul qarabat (Q.4:11e)

Ayah = seandainya ia masih hidup = sisa = 1 – (1/2 + 1/3) = 1 – (3/6 + 2/6)

= 6/6 – 5/6 = 1/6 sebagai zul-qarabat (Q.4:11e). Bagian harta warisan yang

diperoleh ayah, karena ia telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris,

maka diberikan kepada nenek (C) dan kakek pewaris (D) sebagai mawali ayah.

C = nenek mawali ayah = 1/3 x 1/6 = 1/18, sebagai zul-faraid (Q.4:11e)

D = kakek mawali ayah = sisa = 2/3 x 1/6 = 2/18 sebagai zul-qarabat (Q.4:11e).

Kasus kedua, pewaris meninggalkan ahli waris nenek mawali ibu, A,

kakek mawali ibu, B, nenek mawali ayah, C, kakek mawali ayah, D, dan isteri, E.

Gambar :

Penyelesaian :

E = isteri = 1/4 = 3/12, zul-fara’id (Q.4:12d);

Ibu = seandainya ia masih hidup = 1/3 sebagai zul-faraid (Q.4:11e).

C D

B A

E

C D

B A

E

Page 117: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Bagian harta warisan yang diperoleh ibu, karena ia telah meninggal dunia terlebih

dahulu dari pewaris, maka diberikan kepada nenek (A) dan kakek (B) pewaris

sebagai mawali ibu.

A = nenek mawali ibu = 1/3 x 1/3 = 1/9 sebagai zul-fara’id (Q.4:11e);

B = kakek mawali ibu = sisa = 2/3 x 1/3 = 2/9 sebagai zul qarabat (Q.4:11e)

Ayah = seandainya ia masih hidup = sisa = 1 – (1/4 + 1/3) = 1 – (3/12 + 4/12)

= 12/12 – 7/12 = 5/12 sebagai zul-qarabat (Q.4:11e). Bagian harta warisan yang

diperoleh ayah, karena ia telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris,

maka diberikan kepada nenek (C) dan kakek pewaris (D) sebagai mawali ayah.

C = nenek mawali ayah = 1/3 x 5/12 = 5/36, sebagai zul-fara’id (Q.4:11e);

D = kakek mawali ayah = sisa = 2/3 x 5/12 = 10/36 sebagai zul-qarabat (Q.4:11e)

Kasus ketiga, pewaris meninggalkan ahli waris ibu, A, nenek mawali ayah,

dan kakek mawali ayah.

Gambar :

Penyelesaiannya:

A = ibu = 1/3, zul-fara’id (Q.4:11e); ibu sebagai kategori utama kelompok

keutamaan ketiga, karena pewaris tidak meninggalkan anak dan saudara;

Sisa = 1 – 1/3 = 2/3

B = (nenek mawali ayah) + C (kakek mawali ayah) termasuk kelompok

keutamaan keempat, karena itu, mereka tidak dapat tampil sebagai ahli waris,

karena ada ibu pewaris yang menjadi kategori utama kelompok keutamaan ketiga;

maka, sisa bagi sebesar 2/3 diberikan kepada ibu seluruhnya secara radd.

Kasus keempat, pewaris meninggalkan ahli waris nenek mawali ibu, A,

yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris, tetapi meninggalkan

seorang anak perempuan, H; kemudian cucu perempuan, J, dari anak laki-laki (F)

yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari A; cucu laki-laki, K, dari anak

perempuan (G) yang telah memanggil dunia terlebih dahulu dari A; kakek mawali

ibu, B; nenek mawali ayah, C; kakek mawali ayah, D, yang telah meninggalkan

B C

D A

Page 118: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

dunia terlebih dahulu dari pewaris, tetapi meninggalkan cicit perempuan (N) dari

cucu perempuan (M) melalui anak laki-laki (I) yang kedua-duanya telah

meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

Gambar :

Penyelesaiannya

Harta warisan dibagikan terlebih dahulu kepada ibu, seolah-olah ia masih hidup:

Ibu = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4:11e);

A = (nenek mawali ibu) + B (kakek mawali ibu) = bagian ibu = 1/3,

A = 1/3 x 1/3 = 1/9;

Sisa = 1/3 – 1/9 = 3/9 – 1/9 = 2/9, diberikan kepada kakek B;

B = 2/3 x 1/3 = 2/9;

Oleh karena nenek mawali ibu juga telah meninggal dunia terlebih dahulu dari

pewaris, maka bagian nenek tersebut diberikan kepada para mawali-nya:

A = 1/3 x 1/3 = 1/9 diberikan kepada F, G, dan H sebagai zul-qarabat A

(Q.4:11a), dengan perbandingan F:G:H = 2:1:1;

F = anak laki-laki nenek = 2/4 x 1/9 = 2/36 = 1/18 diberikan lagi kepada J sebagai

mawal F, dengan cara :

J = 1/2 x 1/18 = 1/36; sisa = 1/36 di-radd-kan kepada J = 1/36 + 1/36 = 2/36;

G = anak perempuan nenek = 1/4 x 1/9 = 1/36 diberikan lagi kepada K, anak laki-

laki G, sebagai zul-qarabat dan mawali G;

H = anak perempuan nenek = 1/4 x 1/9 = 1/36, mawali dari nenek A.

C D

M

A B

I

N

F G H

J K L

Page 119: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Sisa harta warisan yang telah dibagikan kepada ibu dan dibagikan kembali

kepada para mawali ibu = 2/3, diberikan kepada ayah pewaris, seolah-olah ayah

pewaris masih hidup.

Ayah = 2/3, sebagai zul-qarabat (Q.4:11e) diberikan kepada nenek (C) dan kakek

(D) melalui ayah.

C (nenek mawali ayah) + D (kakek mawali ayah) = sisa = 2/3 = 6/9, zul-qarabat

(Q.4:11e)

C = 1/3 x 2/3 = 2/9 (Q.4:11e)

D = sisa = 2/3 – 2/9 = 6/9 – 2/9 = 4/9, zul qarabat (Q.4:11e) diberikan seluruhnya

kepada I (anak laki-laki D) sebagai mawali D, diberikan lagi kepada M (anak

perempuan I) sebagai mawali I, dengan cara : M = 1/2 x 4//9 = 2/9; Sisa = 2/9 di-

radd-kan kepada M = 2/9 + 2/9 = 4/9, diberikan kepada N sebagai mawali M,

dengan cara: N = 1/2 x 4/ /9 = 2/9; Sisa = 2/9 di-radd-kan kepada N = 2/9 + 2/9 =

4/9.

B. Menurut Hukum Kewarisan Islam Ajaran Patrilineal Syafi’i

Nenek, menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i, adalah

terdiri dari nenek sahihah (nenek sejati), dan nenek gairu sahihah (nenek tidak

sejati).

Nenek sahihah atau nenek sejati adalah nenek yang ditarik dari garis

keturunan ke atas dari orang yang meninggal dunia tanpa masukkan kakek gairu

sahih, yaitu tanpa diselingi kakek gairu sahih sama sekali. Di antaranya, (1)

ibunya Ibu, (2) ibunya ayah, (3) ibu dari ibunya ibu (ummu-ummil-ummu), dan (4)

ibu dan ibunya ayah (ummu-ummi-ab), atau (5) ibu dari ayahnya ayah (ummi-abil-

ab), yaitu nenek melalui garis lurus ke atas melalui ayah yang diselingi kakek

sahih.

Nenek Gairu Sahihah

Nenek gairu sahihah atau nenek tidak setuju, oleh sebagian para ahli

hukum kewarisan Islam disebut juga sebagai nenek fasidah, yaitu ibu (perempuan

dalam garis lurus ke atas) yang dihubungkan garis keturunannya dengan orang

yang meninggal dunia (pewaris) dengan memasukkan kakek gairu sahih,

misalnya, ibu dari ayahnya ibu (umm abil-umm), atau ibu dari ibunya dari

ayahnya ibu pewaris (ummi-ummi-abil-ummi), atau perempuan dalam garis lurus

keatas yang dihubungkan garis keturunan kepada orang yang meninggal dunia

Page 120: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

(pewaris) itu bukan melalui ‘asabah atau zarul furud. Lihat gambar pada

pembahasan tentang kakek.

Nenek gairu sahihah termasuk ahli waris zawil-arham, yaitu ahli waris

yang baru dapat menerima harta warisan apabila para ahli waris yang

berkedudukan sebagai ‘asabah maupun zawil-furud karena hubungan darah

(nasabiyah) sudah tidak ada semuanya, kecuali ahli waris zawil-furud karena

hubungan semenda atau perkawinan (sababriyah) yang tidak berhak menerima

radd, yaitu suami (duda) atau isteri (janda) pewaris, meskipun tentang radd bagi

suami atau isteri masih terdapat perbedaan pendapat di antara para fuqaha seperti

telah dikemukakan pada sebelumnya.

C. Menurut Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam belum mengatur secara tegas mengenai

kedudukan sebagai ahli waris dan besar bagian harta warisan bagi nenek pewaris.

Tetapi sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab tentang Kakek, Kompilasi

Hukum Islam memberikan peluang dalam menyelesaikan masalah kewarisan bagi

nenek berdasarkan Pasal 229 Kompilasi Hukum Islam. Namun perlu segera

dikemukakan pula bahwa kedudukan nenek sebagai pewaris bagi cucu-cucunya

telah diatur dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam.

Dalam menyelesaikan masalah kewarisan yang berkaitan dengan nenek

sebagai ahli waris, para penegak hukum, masyarakat, ataupun instansi-instansi

terkait dapat menyelesaikan masalah kewarisan tersebut berdasarkan ajaran

hukum kewarisan Patrilineal Syafi’i.

BAGIAN WARISAN UNTUK ZUL ARHAM

A. Pengertian Zul-Arham

Istilah zul-arham digunakan dalam hukum kewarisan Islam ajarah

Patrilineal Syafi’i. Dalam hukum kewarisan Islam ajaran Bilateral Hazairin tidak

menggunakan istilah zul-arham.

Kompilasi Hukum Islam juga tidak menyebut istilah zul-arham, tetapi

sebutan bagi keturunan dari ahli waris yang berjenis kelamin perempuan, baik

keturunan anak perempuan pewaris atau keturunan saudara perempuan pewaris,

dalam Pasal 185 disebut ahli waris pengganti. Nenek gairu sahihah sebagai ahli

waris zul-arham dalam sistem hukum kewarisan Patrilineal Syafi’i, juga tidak

Page 121: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam sebagai zul-arham atau sebagai “ahli

waris pengganti”. Bahkan, Kompilasi Hukum Islam, seperti telah dikemukakan,

tidak menentukan secara tegas kedudukan nenek dan kakek sebagai ahli waris

secara tegas dalam pasal-pasalnya, tetapi hanya dapat ditafsirkan dari Pasal 185

KHI, yang menentukan kedudukan ahli waris pengganti;

B. Alasan Diberikannya Warisan kepada Zul-Arham

1. Surah al-Anfal ayat 75

Para fuqaha memberikan harta warisan kepada ahli waris zul-arham

didasarkan kepada kalimat ‘wa ulu-l-arhaami ba’duhum aulaa biba’din fii

kitaabillah (Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya

lebih berhak terhadap sesamanya [daripada yang bukan kerabat],

2. Hadis Rasulullah saw tentang Khal (Saudara Laki-laki dari Ibu Pewaris)

Alasan berikutnya yang menentukan zawil arham sebagai ahli waris

adalah berdasarkan hadis riwayat Tarmizi dari Ahmad yang meriwayatkan tentang

Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah yang pernah mengirim surat kepada Umat bin

Khattab r.a. untuk menanyakan tentang Sahal bin Hanif yang mati terbunuh dan

tidak meninggalkan ahli waris, kecuali seorang khal (saudara laki-laki ibu)-nya.

Umar menjawab pertanyaan tersebut sebagai berikut, “Sesunggunya saya

mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: Khal (saudara laki-laki dari ibu pewaris,

penulis) itu adalah pewaris orang yang tidak mempunyai ahli waris.

Gambar :

A = Khal=zul-arham

Page 122: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar :

Penyelesaian:

Menurut Patrilineal Syafi’i:

A = anak perempuan = 1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:11c);

B = cucu perempuan melalui anak lelaki = 1/6, sebagai takmilah

(hadis Ibnu Mas’ud)

C = nenek sahih = 1/6, sebagai zul-fara’id (hadis Abu Bakar);

D = nenek gairi sahihah = 0, zul-arham terhijab oleh para ahli waris zul-fara’id

karena hubungan darah.

Sisa = 1 – (1/2 + 1/6 + 1/6) = 6/6 – (3/6 + 1/6 + 1/6) = 1/6 di-radd-kan kepada A,

B, dan C.

A = 3/6 menjadi 3/5;

B = 1/6 menjadi 1/5;

C = 1/6 menjadi 1/5;

Menurut Bilateral Hazairin:

A dan B termasuk kelompok keutamaan pertama:

C dan D (para nenek pewaris) termasuk kelompok keutamaan keempat, maka C

dan D tidak dapat tampil sebagai ahli waris karena masih ada A dan B dari

E

B

A

D C

Page 123: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

kelompok keutamaan pertama A dan E (yang dianggap masih hidup) = seluruh

harta warisan, sebagai zul-qarabat (Q.4:11a);

A : E = 1/2;

A = 1/3;

E = mendiang anak lelaki = 2/3, diberikan kepada B sebagai mawali (Q.4:33a)

B = cucu perempuan = 1/2 x 2/3 = 2/6 = 1/3;

Sisa = 2/3 – 1/3 = 1/3 di-radd-kan kepada B

B = 1/3 + 1/3 = 2/3

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

Pasal 185 KHI menentukan ahli waris pengganti bagi ahli waris yang meninggal

terlbih dahulu dari pewaris, yaitu keturunan ahli waris yang meninggal itu.

Jika ayah dari ahli waris yang meninggal dunia terlebih dahulu dari

pewaris itu (kakek dari ahli waris pengganti), atau ibu dari ahli waris yang

meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris itu (nenek dari ahli waris pengganti)

dapat membagikan harta warisannya kepada ahli waris pengganti, maka tentunya

ahli waris pengganti bersangkutan juga dapat membagikan harta warisannya

kepada kakeknya atau kepada neneknya tersebut.

Besar bagian yang dapat diterima kakek atau nenek bersangkutan dapat

berdasarkan sistem hukum kewarisan Bilateral Hazairin, yaitu sebesar bagian ibu

atau ayah pewaris yang menjadi penghubung kepada kakek dan/atau nenek

bersangkutan, dapat pula berdasarkan hadis yang disampaikan Abu Bakar, bahwa

besar bagian harta warisan yang dapat diterima oleh nenek adalah sebanyak 1/6

(seperenam) berapapun jumlah nenek (sahihah) yang tampil sebagai ahli waris.

A = anak perempuan 1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:11c jo. Pasal 176);

B = cucu perempuan melalui anak lelaki = 1/6, sebagai takimilah (Pasal 176 jo.

Pasal 185 jo. hadis Ibnu Mas’ud);

Ibu = seandainya masih hidup = 1/6 (Pasal 178), diberikan kepada ibunya ibu dan

ayahnya ibu;

Ibunya ibu (nenek pewaris melalui ibu) = 1/3 x 1/6 = 1/18, diberikan kepada

nenek C (neneknya ibu pewaris melalui ibunya ibu pewaris).

Ayah ibu (kakek pewaris melalui ibu) = sisa = 1/6 – 1/18 = 1/18 = 1/18 = 2/18,

diberikan kepada nenek D (neneknya ibu pewaris melalui ayahnya ibu pewaris).

Sisa = 1 – (A + B + C + D) = 1 – (1/2 + 1/6 + 1/18 + 2/18) = 18/18 –

(9/18 + 3/18 + 1/18 + 2/18) = 18/18 – 15/18 = 3/18

di-radd-kan kepda A, B, C dan D (Pasal 193 KHI).

Page 124: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

A = 9/8 menjadi 9/15

B = 3/18 menjadi 3/15

C = 1/18 menjadi 1/15

D = 2/18 menjadi 2/15

Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan wasiat atau wasiat

wajibah dari pewaris kepada nenek D.

D. Syarat-syarat Hak waris Zul-Arham

1. Pewaris sudah tidak meninggalkan ahli waris zawul-furud karena

hubungan darah (nasabiyah) dan ahli waris ‘asabah.

Menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i, apabila pewaris

meninggalkan ahli waris zul-fara’id, misalnya satu orang anak perempuan, di

samping itu ia juga meninggalkan seorang cucu laki-laki dan seorang cucu

perempuan (keturunan) dari anak perempuan yang telah meninggal dunia terlebih

dahulu dari pewaris, oleh karena cucu-cucu tersebut keturunan pewaris melalui

anak perempuan yang telah meninggal dunia, mereka adalah termasuk golongan

zawul-arham. Oleh karena itu, cucu-cucu pewaris tersebut tidak dapat tampil

sebagai ahli waris, mereka mahjub, karena masih ada anak perempuan pewaris

yang berkedudukan sebagai zul-fara’id.

Gambar :

B + C = zul-arham, mahjub oleh A

2. Golongan ahli waris zawul arham dapat tampil sebagai ahli waris

bersama dengan ahli waris zawul-furud karena hubungan perkawinan,

yang bersama-sama dengan suami (duda) atau isteri (janda) pewaris.

A

C

B

Page 125: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

a. Contoh kasus kewarisan-kewarisan zul-arham dengan suami:

Gambar :

Penyelesaian menurut Patrilineal Syafi’i:

A = suami pewaris = 1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:12 a);

Sisa = 1/2

B + C = cucu perempuan dan cucu laki-laki melalui anak perempuan yang telah

meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris = zawil-arham = sisa, yang

dibagikan kepada B dan C dengan perbandingan dua berbanding satu, B : C = 2:1

(Q.4:11 a);

B = cucu laki-laki melalui anak perempuan = 2/3 x 1/2 = 2/6,

sebagai zul-arham;

C = cucu perempuan melalui anak perempuan = 1/3 x 1/2 = 1/6,

sebagai zul-arham;

Besar bagian harta warisan yang diterima para ahli waris tersebut akan

berbeda jika diselesaikan menurut hukum kewarisan Islam Bilateral Hazairin dan

Kompilasi Hukum Islam.

Penyelesaian menurut Bilateral Hazairin

Ditinjau dari hukum kewarisan Islam ajaran Bilateral Hazairin, cucu-cucu

melalui anak perempuan pewaris yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari

pewaris adalah bukan disebut sebagai zul-arham, tetapi disebut sebagai mawali

dari anak perempuan pewaris tersebut.

Dasar hukum yang digunakan untuk menyelesaikan kasus tersebut adalah

ketentuan warisan yang diatur dalam Q.4:11 c jo. Q.4:33 a, yaitu seorang anak

perempuan (D) mendapat 1/2 harta warisan, kemudian diberikan kepada cucu-

A

C

B

D

Page 126: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

cucu pewaris (B dan C) sebagai mawali, dengan perbandingan cucu laki-laki

berbanding cucu perempuan = 2:1 (Q.4:11a jo. Q.4:33 a).

Suami (A) mendapat 1/4 berdasarkan (Q.4:12 b), karena pewaris

meninggalkan keturunan, yaitu cucu-cucu tersebut. dalam kasus ini terjadi radd

yang diberikan secara proporsional kepada seluruh ahli waris zawil-furud, yaitu

suami dan anak perempuan yang kemudian diberikan kepada anak-anaknya

sebagai mawali.

A = suami = 1/4 , sebagai sul-fara’id (Q.4:12 b)

D = anak perempuan yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris =

1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:11 c);

Sisa = 1 – (1/4 + 1/2) = 1/4, di-radd-kan kepada A dan D; dengan perbandingan A

: D = 1/4 : 2/4 = 1 : 2, pembilang = 3, dijadikan angka penyebut.

A = 1/3

D = 2/3, diberikan kepada B dan C sebagai mawali D, dengan perbanding

B : C = 2 : 1 (Q.4 : 11 a jo. Q.4 : 33 a);

B = cucu laki-laki melalui anak perempuan = 2/3 x 2/3 = 4/9

C = cucu perempuan melalui anak perempuan = 1/3 x 2/3 = 2/9

Penyelesaian menurut Kompilasi Hukum Islam:

Demikian pula menurut Kompilasi Hukum Islam, cucu-cucu pewaris

melalui anak perempuan yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris

adalah sebagai “ahli waris pengganti” berdasarkan Pasal 185 jo. Pasal 176 KHI.

Sedangkan suami memperoleh 1/4 berdasarkan Pasal 179 KHI, karena

pewaris meninggalkan keturunan. Penyelesaian menurut Kompilasi Hukum Islam

hasilnya sama dengan penyelesaian menurut Bilateral Hazairin, dengan

menggunakan Pasal 176 (yang menentukan besar bagian anak pewaris) jo. Pasal

185 (besar bagian ahli waris pengganti) jo. Pasal 193 (radd) Kompilasi Hukum

Islam.

A = suami 1/4 , sebagai sul-fara’id (Pasal 179 KHI);

D = anak perempuan yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris

= 1/2, sebagai zul-fara’id (Pasal 176 KHI);

Sisa = 1 – (1/4 + 1/2) = 1/4 , di-radd-kan kepada A dan D; dengan perbandingan

A : D = 1/4 : 2/4 = 1 : 2; pembilang = 3, dijadikan angka penyebut (Pasal 193

KHI)

A = 1/3

Page 127: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

D = 2/3, diberikan kepada B dan C sebagai ahli waris pengganti D, dengan

perbandingan B : C = 2 : 1 (Pasal 176 jo. Pasal 185 KHI);

B = cucu laki-laki melalui anak perempuan = 2/3 x 2/3 = 4/9 sebagai ahli waris

pengganti D;

C = cucu perempuan melalui anak perempuan = 1/3 x 2/3 = 2/9 sebagai ahli waris

pengganti D.

b. Contoh Kasus Kewarisan Zul-Arham Selain Cucu melalui Anak

Perempuan Pewaris

1) Apabila pewaris meninggalkan ahli waris suami (duda, A) bersama

dengan seorang saudara perempuan dari ibu pewaris (bibi pewaris melalui ibu

[khalah], B) dan saudara laki-laki dari ibu pewaris (paman pewaris melalui ibu

[khal], C) Maka, suami (A) mendapatkan setengah (1/2) berdasarkan Q.4:12 a,

sisa bagi-nya diberikan kepada bibi (khalah, B) dan paman (khal, C) pewaris

melalui ibu, sebagai zawul-arham.

Gambar :

Penyelesaian menurut Patrilineal Syafi’i:

A = suami pewaris = 1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:12 a);

Sisa = 1/2

B (saudara perempuan dari ibu pewaris) + C (saudara laki-laki dari ibu pewaris)

= zawil-arham = sisa, dibagikan kepada B dan C dengan perbandingan dua

berbanding satu, B:C = 1:2;

B = bibi melalui ibu, khalah = 1/3 x 1/2 = 1/6, sebagai zul-arham;

C = paman melalui ibu, khalah = 2/3 x 1/2 = 2/6, sebagai zul-arham;

Penyelesaian menurut Bilateral Hazairin:

B dan C adalah mawali dari nenek yang berkedudukan sebagai mawali dari ibu,

yaitu termasuk dalam kelompok keutamaan keempat.

A = suami pewaris = 1/2, sebagai zul-fara’id (Q.4:12 a);

E

B

A

D C

Page 128: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

D = ibu pewaris, seandainya masih hidup = 1/3, sebagai zul-fara’id (Q.4:11 e);

Sisa = 1- (1/2 + 1/3) = 1 – (3/6 + 2/6) = 1/6, di-radd-kan kepada A dan D dengan

perbandingan, A : D = 3 : 2; jumlah pembilang = 5, dijadikan penyebut;

A = 3/5;

D = 2/5, diberikan kepada E (nenek mawali ibu). Oleh karena nenek pun telah

meninggal dunia, diberikan kepada B (saudara perempuan ibu, mawali nenek) + C

(saudara laki-laki dari ibu, mawali nenek) dengan perbandingan B : C = 1 : 2.

B = bibi melalui ibu, mawali nenek = 1/3 x 2/5 = 2/15

C = paman melalui ibu, mawali nenek = 2/3 x 2/5 = 4/15

Penyelesaian menurut Kompilasi Hukum Islam:

Kompilasi Hukum Islam belum mengatur kedudukan paman dan bibi

(saudara-saudara sekandung atau seayah atau seibu dari ibu) pewaris secara tegas.

Meskipun demikian, seperti telah dijelaskan, bahwa, jika anak kemenakan

dimungkinkan memperoleh bagian harta warisan dari pamannya atau bibinya,

baik saudara ibu maupun saudara ayah, berdasarkan Pasal 181 dan/atau Pasal 182

jo. Pasal 185 KHI, maka paman dan bibi pun ditafsirkan dapat menerima bagian

harta warisan yang dapat diterima oleh paman atau bibi belum ditentukan secara

pasti, sebagaimana ahli waris pengganti bagi anak pewaris maupun ahli waris

pengganti bagi saudara pewaris dalam Pasal 185 KHI.

2) Contoh lain, apabila pewaris meninggalkan cicit perempuan (A) melalui

cucu perempuan (G) melalui anak laki-laki (D) yang keduanya telah meninggal

dunia terlebih dahulu dari pewaris. Pewaris juga meninggalkan cicit perempuan

(B) melalui cucu laki-laki (H) melalui anak perempuan (E) yang keduanya telah

meninggal dunia terlebih dahulu pula dari pewaris, dan pewaris meninggalkan

cicit laki-laki (C) melalui cucu perempuan (I) melalui anak perempuan (F) yang

keduanya juga telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

Menurut ajaran Patrilineal Syafi’I, cicit yang berhak menerima harta

warisan sebagai zul-arham hanya cicit A, karena hubungan kerabat cicit A

melalui anak laki-laki pewaris (D) dinilai lebih kuat dibanding hubungan

kekerabat cicit B dan cicit C melalui anak-anak perempuan pewaris, meskipun

ketiganya sama-sama berkedudukan sebagai zawil-arham. Jadi, seluruh harta

warisan pewaris diberikan kepada cicit A, sebagai zul-arham yang dinilai lebih

kuat hubungan kekerabatannya dengan pewaris.

Page 129: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Penyelesaian menurut Patrilineal Syafi’i:

A = zul-arham = mendapat seluruh harta, karena hubungan kekerabatannya dinilai

lebih dekat atau lebih kuat, melalui anak laki-laki pewaris, yaitu D.

B dan C = zul-arham melalui anak-anak perempuan pewaris, E dan F, karena itu,

dinilai hubungan kekerabatannya kurang kuat dibanding melalui anak laki-laki D,

maka B dan C mahjub oleh A.

Penyelesaian menurut Bilateral Hazairin:

Hasil penyelesaiannya berbeda dengan penyelesaian menurut hukum kewarisan

Islam ajaran Patrilineal Syafi’i.

D, E, dan F = anak-anak pewaris yang telah meninggal dunia, seandainya mereka

masih hidup, mereka sebagai zul-qarabat (Q.4:11 a);

D : E : F = 2 : 1 : 1;

D = 2/4

E = 1/4

F = 1/4

(1) Proses peroleh bagian harta warisan bagi A:

D = 2/4 = 1/2, diberikan kepada G sebagai mawali D;

G = anak perempuan D = 1/2 x 1/2 =1/4, sebagai mawali D (Q.4:11 c jo.

Q.4:33a)

Sisa = 1/2 – 1/4 = 1/4, di-radd-kan kepada G = 1/4 + 1/4 = 1/2, diberikan

kepada A, mawali G.

Anak = perempuan G = 1/2 x 1/2 = 1/4, sebagai mawali G (Q.4:11 c jo.

Q.4:33 a)

E

H

B

D

G

A

F

I

C

Page 130: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Sisa = 1/2 - 1/4 = 1/4, di-radd-kan kepada A = 1/4 + 1/4 = 1/2, diberikan

kepada A, mawali G

(2) Proses perolehan bagian harta warisan bagi B:

E = 1/4, diberikan kepada H sebagai mawali E;

H = anak laki-laki E = 1/4, sebagai mawali D (Q.4:11 a jo. Q.4:33 a);

diberikan kepada B, mawali H

B = anak perempuan H = 1/2 x 1/4 = 1/8, sebagai mawali H

(Q.4:11 c jo. Q.4:33 a)

Sisa = 1/4 – 1/8 = 1/8, di-radd-kan kepada B = 1/8 + 1/8 = 1/4, diberikan

kepada B, mawali H.

(3) Proses perolehan bagian harta warisan bagi C:

F = 1/4, diberikan kepada I sebagai mawali F:

I = anak perempuan F = 1/2 x 1/4 = 1/8, sebagai mawali F

(Q.4:11 c jo. Q.4:33 a)

Sisa = 1/4 – 1/8 = 1/8, di-radd-kan kepada I = 1/8 + 1/8 = 1/4, diberikan

kepada C, mawali I.

C = anak laki-laki I = 1/4, sebagai mawali I (Q.4:11 jo. Q.4:33 a)

Penyelesaian menurut Kompilasi Hukum Islam:

Penyelesaian kasus kewarisan tersebut jika diselesaikan menurut Kompilasi

Hukum Islam, hasilnya sama dengan penyelesaian menurut hukum kewarisan

Islam Bilateral Hazairin.

Harta pewaris dibagikan terlebih dahulu kepada anak-anak pewaris yang

telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris, seolah-olah mereka masih

hidup (anak-anak pewaris D, E, dan F)

Kemudian hasil pembagian tersebut diberikan kepada cucu-cucu pewaris

(G, H, I) sebesar bagian harta warisan yang diterima orang tua mereka (D, E, F).

Kemudian dibagikan kepada A, B, dan C (cicit-cicit pewaris), sebesar

bagian yang diterima orang tua mereka (cucu-cucu pewaris G, H, I).

Perhitungannya sebagai berikut :

D, E, dan F = anak-anak pewaris yang telah meninggal dunia, seandainya mereka

masih hidup, mereka sebagai asabah (Pasal 176 KHI);

Page 131: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

D : E : F = 2 : 1 : 1;

D = 2/4;

E = 1/4

F = 1/4

(1) Proses peroleh bagian harta warisan bagi A:

D = 2/4 = 1/2, diberikan kepada G sebagai ahli waris pengganti D (Pasal 176

jo. Pasal 185 KHI);

G = anak perempuan D = 1/2 x 1/2 = 1/4, sebagai ahli waris pengganti D

(Pasal 176 jo. Pasal 185 KHI);

Sisa = 1/2 – 1/4 = 1/4, di-radd-kan kepada G = 1/4 + 1/4 = 1/2, diberikan

kepada A, mawali G (Pasal 176 jo. Pasal 185 KHI jo. Pasal 193 KHI);

Anak = perempuan G = 1/2 x 1/2 = 1/4, sebagai ahli waris pengganti G (Pasal

176 jo. Pasal 185 KHI);

Sisa = 1/2 - 1/4 = 1/4, di-radd-kan kepada A = 1/4 + 1/4 = 1/2, diberikan

kepada A, ahli waris pengganti G (Pasal 176 jo. Pasal 185 KHI jo. Pasal 193

KHI);

(2) Proses perolehan bagian harta warisan bagi B:

E = 1/4, diberikan kepada H sebagai ahli waris pengganti E (Pasal 176 jo.

Pasal 185 KHI);

H = anak laki-laki E = 1/4, sebagai ahli waris pengganti D (Pasal 176 jo. Pasal

185 KHI); diberikan kepada B, mawali H

B = anak perempuan H = 1/2 x 1/4 = 1/8, sebagai ahli waris pengganti H

(Pasal 176 jo. Pasal 185 KHI);

Sisa = 1/4 – 1/8 = 1/8, di-radd-kan kepada B = 1/8 + 1/8 = 1/4, diberikan

kepada B, ahli waris pengganti H (Pasal 176 jo. Pasal 185 KHI jo. Pasal 193

KHI);

(3) Proses perolehan bagian harta warisan bagi C:

F = 1/4, diberikan kepada I sebagai ahli waris pengganti F (Pasal 176 jo. Pasal

185 KHI);

I = anak perempuan F = 1/2 x 1/4 = 1/8, sebagai ahli waris pengganti F (Pasal

176 jo. Pasal 185 KHI);

Page 132: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Sisa = 1/4 – 1/8 = 1/8, di-radd-kan kepada I = 1/8 + 1/8 = 1/4, diberikan

kepada C, ahli waris pengganti I (Pasal 176 jo. Pasal 185 KHI jo. Pasal 193

KHI);

C = anak laki-laki I = 1/4, sebagai ahli waris pengganti I (Pasal 176 jo. Pasal

185 KHI jo. Pasal 193 KHI);

MASALAH-MASALAH KHUSUS

A. Sulutsul Baqi atau Garrawain (Umariyatain)

Sulutsul-baqi atau sepertiga sisa merupakan masalah khusus bagi ibu yang

menjadi ahli waris bersama suami atau isteri pewaris dan ayah pewaris. Besar

bagian harta warisan yang dapat diterima ibu adalah sepertiga dari sisa harta

warisan yang telah diberikan kepada suami atau isteri sebagai ahli waris zul-

fara’id.

Menurut Umar bin Khattab ra, apabila pewaris meninggalkan suami, ibu,

dan ayah, maka harta warisan diberikan terlebih dahulu kepada suami sebagai zul-

fara’id sebesar setengah (1/2 = 3/6) harta warisan berdasarkan Q.4:12a.

Kemudian, besar bagian ibu sebagai zul-fara’id adalah sepertiga (1/3 = 2/6)

karena pewaris tidak meninggalkan anak dan saudara berdasarkan Q.4:11e.

Apabila besar bagian warisan bagi ibu diberikan sepertiga dari seluruh harta,

maka ayah sebagai ‘asabah binafsihi mendapat sisa berdasarkan Q.4:11e, yaitu 1

– (3/6 + 2/6) = 6/6 – 5/6 = 1/6. Jadi ayah sebagai ‘asabah binafsihi mendapat

bagian lebih kecil dari ibu, yaitu seperenam (1/6), sedangkan ibu mendapat

sepertiga (1/3 = 2/6). Jadi, perolehan ibu jauh lebih besar dari ayah. Karena itu,

perolehan ayah yang lebih kecil dari ibu, yaitu mendapat 1/6 dipermasalahkan.

Hal itu muncul karena, apabila ahli waris hanya terdiri dari ibu dan ayah saja,

maka ibu mendapat 1/3 sebagai zul-fara’id, dan ayah mendapat sisa, yaitu 2/3,

sebagai ‘asabah binafsihi, atau ayah mendapat dua bagian dan ibu mendapat satu

bagian (2:1).

Ketentuan perbandingan ayah berbanding ibu adalah dua berbanding satu

(2:1), menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i, hendaknya tetap

berlaku atau dipertahankan. Karena itu pula, Umar bin Khattab ra ber-ijtihad yang

menentukan besar bagian harta warisan bagi ibu (B) adalah sepertiga (1/3)

dari sisa harta yang telah dibagikan terlebih dahulu kepada suami (A) yang

mendapat 1/2 sebagai zul-fara’id yaitu 1 – 1/2 = 1/2 = 3/6. Jadi ibu mendapat 1/3

Page 133: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

x 1/2 (sisa) = 1/6. Dan ayah (C) sebagai asabah binafsihi mendapat sisa, yaitu 6/6

– (3/6 + 1/6) = 2/6 atau 1/3. Jadi perolehan ayah tetap lebih besar dari ibu (2/6 :

1/6) yaitu dua berbanding satu (2 : 1).

Gambar :

Demikian pula apabila pewaris meninggalkan isteri, ibu dan ayah

Gambar :

Berdasarkan teori sulusul-baqi yang dikemukakan Umar bin Khattab

sebagai hasil ijtihad beliau, maka bagian harta warisan yang dapat diterima oleh

ibu adalah sepertiga dari sisa (sulusul-baqi), yang tujuannya untuk

mempertahankan kedudukan ayah agar mendapat bagian harta warisan anaknya

(sebagai pewaris) selalu lebih besar dari ibu, yaitu dua (bagian ayah) berbanding

satu (bagian ibu).

Cara penyelesaiannya adalah sebagai berikut : isteri pewaris (A) sebagai

zul-fara’id mendapat seperempat (1/4) berdasarkan Q.4:12d. Sisanya yaitu tiga

perempat (3/4).

Ibu (B) sebagai ahli waris zul-fara’id mendapat sepertiga sisa, yaitu 1/3 x

3/4 = 3/12 atau 1/4 berdasarkan Q.4:11e jo. hadis Umar bin Khattab.

Ayah sebagai ahli waris ‘asabah binafsihi mendapat sisa berdasarkan

Q.4:11e jo. hadis Umar bin Khattab, yaitu 1 – (1/4 + 1/4) = 4/4 – 2/4 = 2/4 (1/2).

Jika perbandingan besar bagian yang diperoleh ayah (C) berbanding ibu

(B) adalah tetap 1/2 berbanding 1/4 atau dua berbanding satu (2:1).

Apabila besar bagian harta warisan bagi ibu diberikan sepertiga dari

seluruh harta, maka besar bagian ayah sebagai ‘asabah binafsihi mendapat sisa

adalah sebesar = 1 – (1/4 + 1/3) = 12/12 – (3/12 + 4/12) = 5/152.

A

B C

A

B C

Page 134: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Perbandingan peroleh ayah (C) yang memperoleh 5/12 berbanding ibu (B)

yang memperoleh 1/3 atau 4/12 adalah lima berbanding empat (5:4), bukan dua

berbanding satu (2:1).

Karena itulah Umar bin Khattab ra berijtihad dalam menyelesaikan besar

bagian harta warisan bagi ibu, baik ketika ibu menjadi ahli waris bersama suami

dan ayah, maupun ibu bersama isteri dan ayah, perolehan bagian harta warisan

bagi ibu adalah sepertiga dari sisa (sulusul-baqi), setelah diberikan kepada suami

atau isteri pewaris.

Kedua penyelesaian masalah khusus tersebut dikenal dengan istilah

sulusul-baqi, atau garrawain (dua bintang yang cemerlang), atau Umarriyatain

atau Garibatain.

Meskipun demikian, Ibnu ‘Abbas ra tidak sependapat dengan Umar bin

Khattab ra. Menurut Ibnu ‘Abbas, ibu mendapat sepertiga (1/3) dari seluruh harta,

bukan dari sisa, berdasarkan surah an-Nisa ayat 11e (Q.4:11e) yang menentukan

besar bagian bagi ibu adalah seperti harta warisan, bukan sepertiga sisa. Pendapat

ini yang diikuti Hazairin.

Kompilasi Hukum Islam menentukan besar bagian harta warisan bagi ayah

dalam Pasal 177 jo. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor II/1994 tentang

Pengertian Pasal 177.

Pasal 177 menentukan, “Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris

tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian.

“Ketentuan ini secara eksplisit menentukan ayah selalu menjadi ahli waris zul-

fara’id, padahal ayah tidak selalu berkedudukan sebagai ahli waris zul-fara’id,

karena kadang-kadang ayah berkedudukan sebagai ahli waris ‘asabah binafsihi

berdasarkan Q.4:11e dan Q.4:11 f.

Karena itu dikeluarkanlah Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor

11/1994 tentang “Pengertian Pasal 177” yang menentukan bahwa “Ayah

mendapat sepertiga apabila pewaris tidak meninggalkan anak, tetapi

meninggalkan suami dan ibu, bila ada anak, ayah mendapat seperenam”.

Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut tidak menyelesaikan masalah,

karena tidak menentukan besar bagian ayah apabila ia menjadi ahli waris bersama

isteri dan ibu pewaris. Selain itu, Kompilasi Hukum Islam jo. Surat Edaran

Mahkamah Agung No. II tahun 1994 juga belum menentukan kedudukan ayah

sebagai ‘asabah (menurut istilah Imam Syafi’i dan KHI) atau zul-qurabat

(menurut istilah Hazairin).

Page 135: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Berbeda halnya dengan kedudukan ibu yang memang selalu menjadi ahli

waris zul-fara’id Pasal 178 Kompilasi Hukum Islam menentukan, bahwa,

(1) “Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua orang saudara

atau lebih. Bila tidak anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ibu

mendapat sepertiga bagian.”

(2) “Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau

duda bersama dengan ayah."

Jadi tampak dengan jelas, bahwa Kompilasi Hukum Islam

menganut ajaran Patrilineal Syafi’i. Pasal 178 KHI tersebut telah

mengakomodir pendapat Umar bin Khattab tentang sulusul-baqi,

atau garrawain, atau Umariyatain. Dengan demikian, dapat dikemukakan pula

bahwa, meskipun Pasal 177 jo. SEMA No. II Tahun 1994

tidak merumuskan secara tegas tentang perolehan ayah jika menjadi

ahli waris bersama-sama dengan ibu dan janda atau duda pewaris,

namun mmusan Pasal 178 KHI telah memuat pendapat Umar bin

Khattab tentang kedua-dua sulusul-baqi atau garrawain itu, yaitu ibu

mendapat sepertiga dari sisa sesudah dibagikan kepada janda atau

duda jika mewaris bersama-sama dengan ayah. Jumlah bagian harta

warisan yang diterima ayah, tentu tidak selalu 1/3 (sepertiga) seba-gaimana

dirumuskan dalam Pasal 177 jo. SE MA No. II Tahun

1994 tersebut.

B. Musyarakah atau Musyarikah

Masalah musyarakah atau musyarikah disebut juga himarriyah atau

hajariyah atau yammiyah adalah merupakan hasil ijtihad Umar bin Khattab ra

juga, Pada masalah musyarakah, pewaris meninggalkan para ahli waris yang

terdiri dari suami, ibu, dua orang saudara laki-laki seibu, dan saudara laki-laki

sekandung.

Gambar

Page 136: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Penyelesaian menurut hadis Umar bin Khattab:

A = suami =1/2 = 3/6 sebagai zul-fara’id (Q.4:12a);

B = ibu = 1/6 sebagai zul-fara’id (Q.4:11f);

C + D = saudara laki-laki seibu = 1/3 = 2/6 sebagai zul-fara'id (Q.4:12h);

E + F = sisa, sebagai 'asabah binafsihi (Q.4:176c);

Sisa = 1 - (3/6 + 1/6 -f- 2/6) = 0;

Berdasarkan ijtihad Umar bin Khattab, bagian harta waris bagi saudara-saudara

laki-laki seibu dibagi secara sama rata dengan saudara-saudara laki-laki

sekandung. Jadi bagian harta warisan sebagai berikut:

C + D = saudara laki-laki seibu = 1/3 dibagi sama rata dengan E dan F (saudara

laki-laki sekandung), dengan perbandingan ; C : D : E : F = 1 : 1 : 1 : 1;

C = 1/4 x 1/3 = 1/12;

D = 1/4 x 1/3 = 1/12;

E = 1/4 x 1/3 = 1/12;

F = 1/4 x 1/3 = 1/12.

Menurut hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi'i, dua orang

saudara seibu adalah ahli waris zawul-furud yang penyelesaiannya menggunakan

surah an-Nisa ayat 12 h, yaitu sebesar sepertiga (1/3 = 2/6) harta warisan secara

bersyarikah.

Ibu sebagai ahli waris zul-fara'id mendapat seperenam (1/6) berdasarkan

Q.4:11f; suami sebagai ahli waris zul-fara'id mendapat setengah (1/2 = 3/6)

berdasarkan Q.4:12 a, karena pewaris tidak meninggalkan anak laki-laki dan

keturunan laki-laki melalui anak laki-laki serta ayah telah meninggal dunia

terlebih dahulu dari pewaris (kalalah), dan tidak meninggalkan anak perempuan

pula.

Saudara sekandung sebagai 'asabah mendapat sisa. Jika seluruh bagian harta

warisan yang telah dibagikan kepada para ahli waris zawul-furud itu dijumlahkan,

yaitu: dua orang saudara laki-laki seibu (2/6) + ibu (1/6) + suami (3/6) = 6/6,

maka saudara sekandung sebagai 'asabah binafsihi tidak mendapat apa-apa,

karena seluruh harta warisan telah terbagi habis.

Oleh karena itu, kedua orang saudara laki-laki sekandung tersebut datang

menghadap Umar bin Khattab ra untuk mengadukan permasalahannya, 'Wahai

Amirul Mukminin, andaikanlah ayah kami itu khimar (keledai), bukankah kami

ini semua berasal dari seorang ibu saja?"

Page 137: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Pada riwayat lain kasus kewarisan ini disebut hajariyah atau yammiyah

berdasarkan riwayat berikut. "Andaikanlah ayah kami batu (hajar) yang

dilemparkan di lautan (yammi), bukankah kami ini berasal dan ibu yang satu itu

juga?

Karena itu, Umar bin Khattab ra berijtihad untuk menyelesaikan masalah

tersebut. Berdasarkan protes dari saudara-saudara kandung pewaris tersebut, maka

Umar bin Khattab berpendapat dan menentukan bahwa, sepetiga (1/3) bagian

yang diperoleh saudara-saudara seibu pewaris dibagi secara merata di antara

mereka, yaitu, saudara-saudara seibu bersama saudara-saudara laki-laki

sekandung pewaris.

Pendapat Umar bin Khattab tentang musyarakah ini, kemudian diqiyaskan

atau dianalogkan terhadap kasus kewarisan serupa. Misalnya, terhadap kasus

kewarisan yang ahli warisnya terdiri dari suami, ibu, dua orang saudara

perempuan seibu (atau satu orang saudara laki-laki seibu dan satu orang saudara

perempuan seibu), dan satu orang saudara laki-laki sekandung dan satu orang

saudara perempuan sekandung. Penyelesaian terhadap kasus ini adalah sama

dengan penyelesaian kasus pada masa Umar bin Khattab tersebut

Demikian juga, penyelesaian kasus berdasarkan musyarikah dapat

diterapkan terhadap saudara-saudara laki-laki seayah, atau saudara laki-laki

seayah dan saudara perempuan seayah, bersama-sama dengan dua orang saudara

seibu, suami dan ibu.

C. Tis'iniyah Zaid

Masalah Tis'iniyab Zaid (masalah sembilan puluh Zaid) adalah kasus

kewarisan yang ahli warisnya terdiri dari ibu (A), kakek sahih (kakek melalui

ayah) (B), seorang saudara perempuan sekandung (Q, dua orang saudara laki-laki

seayah (E dan F), dan seorang saudara perempuan seayah (D). Masalah khusus itu

perlu dikemukakan. berhubung adanya perbedaan pendapat yang tajam antara

hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i dan hukum kewarisan Islam

ajaran Bilateral Hazairin.

Page 138: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Gambar:

Menurut Patrilineal Syafi'i

A = ibu = 1/6 = 3/18 = 15/90, sebagai zul-fara'id (Q.4:11 f);

Sisa = 1 - 1/6 = 5/6;

B = kakek sahih = 1/3 sisa = 1/3 x 5/6 = 5/18 = 25/90;

C = saudara perempuan kandung = 1/2 = 9/18 = 45/90, sebagai zul-fara’id

(Q.4:176a)

D + F + F = sisa, sebagai ‘asabah hadis Ibnu 'Abbas = 1 - (3/18 + 5/18 + 9/18)

= 18/18 - 17/18 = 1/18;

D : E : F = 1 : 2 : 2;

D = 1/5 x 1/18 = 1/90, sebagai 'asabah bil-gairi;

E = 2/5 x 1/18 = 2/90, sebagai 'asabah binafsihi;

F = 2/5 x 1/18 = 2/90, sebagai ‘asabah binafsihi;

Jumlah = A + B + C + D + E + F = 15/90 + 25/90 + 45/90 + 1/90 +

2/90 + 2/90 = 90/90 = 1.

Penyelesaian dengan angka penyebut berjumlah sembilan puluh, maka disebutkan

dengan istilah tis'iniyah Zaid.

Menurut Bilateral Hazairin:

Jika kasus Tis’iniyah Zaid diselesaikan menurut hukum kewarisan Islam ajaran

Bilateral Hazairin, kondisi pewaris juga kalalah karena tidak mempunyai

keturunan.

Kedudukan kakek, menurut Hazairin, tidak dapat tampil sebagai ahli

waris, karena kakek termasuk dalam kelompok keutamaan keempat, sedangkan

dalam kasus Tis’iniyah Zaid masih ada kelompok keutamaan kedua, yaitu

saudara-saudara pewaris sebagai kriteria utama dalam kelompok keutamaan kedua

tersebut.

Page 139: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Menurut Hazairin, apabila kelompok keutamaan yang lebih tinggi masih

ada, maka kelompok keutamaan berikutnya tidak dapat tampil sebagai ahli waris.

Oleh karena saudara-saudara pewaris masih hidup, maka kakek belum dapat

tampil sebagai ahli waris. Jadi, kasus Tis’iniyah Zaid jika diselesaikan menurut

ajaran Hazairin adalah sebagai berikut.

A = ibu = 1/6 = 6/36, sebagai zul-fara’id (Q.4:11f);

B = kakek tidak dapat tampil sebagai ahli waris karena termasuk

dalam kelompok keutamaan keempat;

Sisa = 1 – 1/6 = 5/6;

C + D + E + F = sisa, sebagai zul-qarabat (Q.4:176e) dengan perbandingan:

C : D : E : F = 1 : 1: 2 : 2;

(Mereka dapat bersama-sama tampil sebagai ahli waris tanpa membedakan

hubungan saudara dengan pewaris berdasarkan Q.4:176e, karena ayah pewaris

telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris).

C = 1/6 x 5/6 = 5/36;

D = 1/6 x 5/6 = 5/36;

E = 2/6 x 5/6 = 10/36;

F = 2/6 x 5/6 = 10/36;

Jumlah = A + C + D + E + F= 6/36 + 5/36 + 5/36 + 10/36 + 10/36 = 36/36 = 1

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

Kompilasi Hukum Islam belum menentukan besar bagian bagi kakek secara tegas.

Meskipun dapat menggunakan Pasal 185 KHI (menentukan cucu sebagai ahli

waris pengganti) yang ditafsirkan secara a contrario terhadap kakek jo. Pasal 229

KHI, sebagaimana telah diuraikan terdahulu.

Saudara perempuan sekandung yang menjadi ahli waris bersama-sama

dengan saudara-saudara laki-laki seayah dan saudara perempuan seayah juga

belum ditentukan secara tegas dalam Pasal 182. Meskipun demikian. seperti telah

dikemukakan berulang kali, bahwa Hakim diberikan kesempatan untuk

menggunakan hukum kewarisan Islam menurut ajaran Patrilineal Syafi’I atau

hukum kewarisan Islam menurut ajaran Bilateral Hazairin berdasarkan Pasal 229

KHI.

Page 140: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Jika dilihat dan adanya rumusan ketentuan kewarisan yang dipisahkan

antara ketentuan bagi saudara seibu (dalam Pasal 181 KHI) dengan ketentuan

kewarisan bagi saudara sekandung atau seayah dalam Pasal 182 KHI, maka dapat

dikemukakan bahwa Kompilasi Hukum Islam lebih cenderung menerapkan

hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i.

Meskipun demikian, jika Pasal 182 KHI diterapkan terhadap masalah

Tisiniyah Zaid tampaknya terdapat kekosongan hukum dalam hal menentukan

besar bagian saudara perempuan sekandung pewaris yang mewaris bersama-sama

dengan saudara-saudara laki-laki seayah dan saudara perempuan seayah,

sebagaimana garis-garis hukum yang ditafsirkan penulis terhadap Pasal 182 KHI

yang dikemukakan dalam Bab tentang Saudara.

Hal ini tidak berarti tidak ada solusi, karena, pasal-pasal Kompilasi

Hukum Islam yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tis’iniyah

adalah Pasal 178 (bagian harta warisan untuk ibu), Pasal 182 (bagian harta

warisan untuk saudara sekandung atau seayah) jo. Pasal 229 KHI yang

memberikan keleluasaan kepada Hakim dalam menyelesaikan perkara wajib

memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat., sehingga putusan Hakim sesuai dengan rasa keadilan.

D. Minbariyah

Masalah minbariyah disebut juga masalah bakbilab, yaitu tentang ‘aul

yang merupakan hasil ijtihad Sayyidina Ali bin Abi Thalib r a.

Ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. sedang di atas mimbar di mesjid

Kuffah, beliau memberikan khutbah mengenai pembagian harta warisan,

datanglah seseorang yang menanyakan penyelesaian masalah kewarisan yang para

ahli warisnya terdiri dari isteri, ibu, ayah, dan dua orang anak perempuan. Orang

tersebut berkata: “bukankah isteri mendapat seperdelapan, dalam masalah

tersebut?". Secara spontanitas, Sayyidina Ali bin Abi Thalib r a menjawab, bahwa

dalam kasus tersebut isteri mendapat sepersembilan. Khutbah beliau tetap

berlangsung tanpa terganggu oleh adanya pertanyaan tersebut. Orang-orang yang

hadir pada ketika itu, sangat keheranan (kagum) atas kecerdasan beliau. Karena

itu, kasus atau masalah kewarisan tersebut diberi nama masalah minbariyah,

sebab Sayyidina Ali bin Abi Thalib r a menyelesaikannya di atas mimbar mesjid.

Page 141: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Kasus minbariyah yang dihadapkan kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib,

adalah pewaris meninggalkan isteri (A), ibu (B), ayah (C), dan dua orang anak

perempuan (D dan E).

Gambar:

Penyelesaian menurut Minbariyah.

A = isteri = 1/8 = 3/24, sebagai zul-fara’id (Q.4:12 e);

B = ibu = 1/6 = 4/24, sebagai zul-fara’id (Q.4:11 d);

C = ayah = 1/6 = 4/24, sebagai zul-fara’id (Q.4:11 d);

D + E = 2/3 = 16/24, sebagai zul-fara’id (Q.4:11 d);

A + B + C + D + E= 3/24 + 4/24 + 4/24 + 16/24 = 27/24 = 9/8, terjadi ketekoran

(‘aul) sebesar 1/9. Karena itu, besar bagian harta warisan masing-masing ahli

waris dikurangai:

A = 3/27 = 1/9;

B = 4/27;

C = 4/27;

D + E = 16/27 dibagi dua;

D = 8/27;

E = 8/27.

Selain masalah-masalah khusus yang telah diuraikan, perlu juga

dikemukakan mengenai Mu’addah.

E. Mu'addah

Masalah mu'addah atau diperhitungkan" adalah masalah khusus yang

berkaitan dengan besar bagian kakek sahih yang menjadi ahli waris bersama-

sama dengan seorang saudara laki-laki sekandung dan seorang saudara laki-laki

seayah.

Seperti telah diketahui, dalam hukum kewarisan Islam ajaran Patrilineal Syafi’i,

saudara seayah, baik laki-laki maupun perempuan ter-hijab-hirman oleh saudara

laki-laki sekandung. Namun, dalam masalah khusus mu'addah ini, untuk

Page 142: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

memperkecil besar bagian yang diterima kakek sahih (yang besar bagiannya

disamakan dengan saudara), maka saudara laki-laki seayah "diperhitungkan"

(mu’addah) seolah-olah ia mendapat bagian harta warisan. Dengan demikian,

besar bagian kakek sahih lebih kecil, yaitu mendapat 1/3 harta warisan,

dibandingkan dengan jika saudara laki-laki seayah itu tidak "diperhitungkan",

yaitu mendapat setengah (1/2) harta warisan.

Gambar

Keterangan

A = saudara laki-laki sekandung;

B = kakek sahih,

C = saudara laki-laki seayah, terhijab oleh A.

(Tetapi untuk memperkecil perolehan bagian harta warisan kakek sahih, maka C

[saudara laki-laki seayah] "diperhitungkan" atau mu'addah seolah-olah ia

menerima harta warisan, padahal sebenarnya ia terhijab-hirman oleh A [saudara

laki-laki sekandung])

Cara peayelesaiannya sebagai berikut

A + B + C = seluruh harta dengan perbandingan perolehan A : B : C = 1:1:1;

A = saudara laki-laki sekandung =1/3 ditambah bagian C (karena

C terhijab oleh A);

B = kakek sahih = disamakan dengan saudara = 1/3;

C = saudara laki-iaki seayah = 1/3, kemudian diberikan kepada A, karena C

terhijab oleh A; Jadi,

A = saudara laki-laki sekandung = 1/3 + 1/3 = 2/3;

B = kakek sahih = disamakan dengan saudara = 1/3.

Seperti telah dikemukakan pada bab terdahulu, bahwa menurut hadis Zaid

bin Sabit, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, dan pendapat empat Imam Mazhab,

kecuali Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad, dan Undang-undang Warisan

Mesir, bahwa kakek sahih dapat menghijab saudara-saudara seibu pewaris,

Page 143: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

sebagaimana ayah menghijab mereka, karena kakek sahih berstatus sebagai ayah,

kecuali terhadap saudara-saudara kandung atau saudara-saudara seayah, maka

kakek sahih tidak dapat menghijab mereka, karena status kakek sahih dianggap

setara atau sama dengan saudara-saudara tersebut.

Karena itu, kakek sahih dapat menjadi ahli waris bersama dengan saudara

sekandung atau saudara seayah, yang pembagiannya dilakukan secara merata atau

muqasamah seolah-olah kakek sahih berkedudukan sebagai saudara. Karena itu

pula, muncullah pemikiran dari para fuqaba dalam menyelesaikan masalah

kewarisan yang disebut mu'addab ini.

Namun perbedaan antara kakek sabih dengan ayah adalah

ayah dapat meng-hijab-hirman seluruh saudara pewaris, baik saudara

sekandung, saudara seayah, maupun saudara seibu. Sedangkan kakek sahih hanya

dapat meng-hijab-hirman saudara seibu saja. Demikian ajarau hukum kewarisan

Islam Patrilineal Syafi’i.

Menurut Bilateral Hazairin:

Bila ditinjau dari hukum kewarisan Islam ajaran Bilateral Hazairin,

maka penyelesaian kasus mu'addab tersebut sebagai berikut:

B = kakek = adalah termasuk ahli waris dalam kelompok keutamaan

keempat, karena itu kakek tidak dapat tampil sebagai ahli waris bersama saudara-

saudara pewaris yang termasuk dalm kelompok keutamaan kedua.

Karena itu pula, dalam kasus kewarisan mu'addab, ahh waris

yang dapat tampil sebagai ahli waris adalah A (saudara laki-iaki sekandung

pewaris) dan C (saudara laki-laki seayah pewaris), yang berkedudukan sebagai

zul-qarabat.

Maka, A dan C mendapat seluruh harta warisan berdasarkan Q.4:176c.

A + C = seluruh harta warisan, sebagai zul-qarabat (Q.4:176c);

A = 1/2 sebagai zul-qarabat (Q.4:176c);

C = 1/2 sebagai zul-qarabat (Q.4:176c).

Menurut Kompilasi Hukum Islam:

Kompilasi Hukum Islam belum mengatur masalah mu'addab baik tentang kakek

sahib maupun tentang saudara laki-laki sekandung yang tampil sebagai ahli waris

bersama-sama dengan saudara laki-laki seayah dalam Pasal 182 KHI,

sebagaimana telah ditafsirkan penulis pada Bab tentang Saudara.

Page 144: HUKUM KEWARISAN ISLAM SUMBER HUKUM KEWARISAN … · B. Sunnah Rasul Hadits-hadits Rasul di sini termasuk juga atsar sahabat Rasulullah akan ... c. apabila tidak ada sisa sama sekali

Meskipun demikian, sebagaimana penyelesaian kasus-kasus kewarisan

lainnya yang ketentuannya belum dimuat secara tegas dalam Kompilasi Hukum

Islam, penyelesaian masalah mu’addah dapat menggunakan Pasal 229 KHI yang

memberi peluang kepada para Hakim atau para penegak hukum Islam lainnya

untuk menerapkan hukum kewarisan Islam yang belum diatur secara tegas dalam

Kompilasi Hukum Islam, baik berdasarkan mu’adah dari ajaran Patrilineal Syafi'i,

ataupun berdasarkan hukum kewarisan Islam Bilateral Hazairin, sebagaimana

telah dijelaskan dan diselesaikan pada halaman sebelumnya.

Wallahu 'alam bi-sawab.