HUKUM KEDOKTERAN

Embed Size (px)

Citation preview

HUKUM KEDOKTERAN ~ H Tatang Kartawan 2011 RUANG LINGKUP 1. Pengantar 2. Perbandingan Etika dan Hukum 3. Hubungan Dokter dan Pasien 4. KUHAPidana, KUHPidana dan KUHPerdata 5. UU No 36/2009 tentang Kesehatan 6. UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran 7. UU No 35/2009 tentang Narkotika 8. UU No 5/1997 tentang Psikotropika 9. UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen 10.UU No 44/2009 tentang Rumah Sakit. 11.Kasus Jurisprudensi PENGANTAR y Hukum Kedokteran adalah subsistem dari Ilmu Hukum (Bandingkan dengan ilmu Kedokteran Forensik yang merupakan subsistem dari Ilmu Kedokteran) y Dokter harus mengenal dan memahami Hukum Kedokteran, karena dengan demikian ia : o tahu rambu-rambu hukum dalam melakukan praktek profesi dokter agar tidak gegabah dilanggar o siap menyiapkan pembelaan/upaya hukum bila dituntut pasien atau pihak lain o tahu menggunakan haknya dalam upaya hukum bila berperkara yang menyangkut profesinya. y Dokter jangan jadi bulan-bulanan oknum hukum karena tidak tahu hokum y Jangan menghindari hukum, tetapi juga tidak perlu menjadi ahli hokum y Hukum Kedokteran sangat luas meliputi KUHPidana, KUHPerdata, UU No 36/2009, UU lain yang berkaitan dengan Kedokteran dan Kesehatan (Kefarmasian, Alkes, Bahan, dll), PP terkait, Ketentuan/Keputusan Menkes /Dirjen /Badan POM, dll. PERBANDINGAN ETIKA DAN HUKUM y Persamaannya : i Berisi aturan, petunjuk, keharusan dan larangan i Ada yang tertulis maupun yang tidak tertulis

1

2

HUBUNGAN DOKTER DAN PASIEN (1) i Kedudukan menurut hukum sama i Wujud hubungannya transaksional - profesional yang bersifat kontrak berdasar upaya (inspannings verbintennis) dan bukannya kontrak berdasar hasil. i Masing-masing memiliki hak dan kewajiban i Secara umum yang menjadi kewajiban pasien adalah hak dokter Keberhasilan suatu prosedur medis tergantung pada 1. Kompetensi para dokter dan stafnya. 2. Tersedianya alat peralatan yang memadai. 3. Tersedianya waktu. 4. Kondisi penyakit. 5. Faktor-faktor lingkungan. 6. Kepatuhan pasien. 7. Faktor konstitusional pasien sendiri. 8. (Kekuasaan Allah). Tidak semua faktor-faktor diatas dapat dikendalikan dokter. Hak Pasien (menurut Declaration of Human Right i.e. The right of self determination dan The right of having care, dan dari UU No 36/2009) : Hak untuk mendapat informasi Hak untuk memberi persetujuan Hak untuk merahasiakan Hak untuk memilih dokter Hak untuk mendapatkan second opinion Hak untuk memilih Rumah Sakit Hak untuk menolak suatu tindakan medic Hak untuk menolak pengobatan Hak untuk mengakhiri pengobatan Hak untuk mati secara bermartabat Hak untuk mendapatkan dukungan moral/spiritual Kewajiban pasien : Memberi keterangan yang benar dan jujur tentang penyakitnya Menaati anjuran/instruksi dokter Menaati ketentuan-ketentuan Rumah Sakit dan beberapa kewajiban lain Memberi imbalan/jasa Hak dokter : Hak untuk menolak melakukan tindakan medis yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara professional Hak untuk menolak melakukan tindakan medis yang menurut hati nuraninya (conscience) adalah tidak atau kurang baik Hak atas imbalan/jasa Hak untuk membela diri Hak-hak lain

3

KUHAPidana Pengertian Penyidik Pejabat Polri/PNS untuk penyidikan (Mencari/mengumpulkan bukti tindak pidana) Penyelidik Pejabat Polri utk penyelidikan (Menemukan peristiwa sebagai tindak pidana => Dapat/tidak dilakukan penyidikan) Jaksa wewenang Penuntut Umum, melaksanakan Ketetapan Hakim Penuntutan Tindakan untuk melimpahkan ke Pengadilan. Hakim Mengadili Pra Peradilan Wewenang Pengadilan Negeri untuk => Sah/tidak penangkapan => Sah/tidak penghentian penyidikan => Permintaan ganti rugi/rehabilitasi Putusan Pengadilan Vonis Upaya hukum Upaya tersangka/terdakwa/ terhukum untuk menggunakan haknya minta keadilan (banding, kasasi, peninjauan kembali, grasi, menuntut balik, didampingi Penasihat Hukum/Pembela, dll) Penasehat Hukum Mendampingi tersangka/terdakwa/terhukum melakukan tindakan upaya hukum Tersangka Diduga Pelaku tindak pidana Terdakwa Sedang diselidiki/diadili Terhukum/terpidana Sudah dijatuhi vonis Keputusan dengan kekuatan hukum tetap -> Vonis yang sudah diterima oleh semua pihak atau yang sudah diupayakan maksimal. Pasal 20 s/d 31 (terutama 21) Penahanan terhadap tersangka Pasal 21 ayat 4 : Penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : Tindak pidana dengan ancaman penjara 5 tahun atau lebih (Penyakit/luka derajat III dan IV) Tindak pidana termaksud dalam a.l. Pasal 351 ayat 1 (Penyakit/luka derajat II) Untuk memberi bukti bahwa minimal telah terjadi penyakit/luka derajat II dikeluarkan suatu Visum et Repertum Sementara (VRS) yang menerangkan tentang penyakit atau luka yang diderita korban serta penyebabnya dan bahwa korban masih dlm perawatan, derajat luka blm dpt ditentukan, karena perawatan belum selesai dan blm dpt diambil kesimpulan Tidak termasuk KUHP pasal 352 ayat 1 Menahan si pelaku tanpa adanya suatu VRS dan hanya karena korban masih dirawat di rumah sakit tidak dapat dibenarkan secara yuridis.

Pasal 133 ayat 1 : Permintaan keterangan Ahli kepada Dokter (termasuk pemeriksaan mayat) Permintaan penyidik yang tidak disertai alasan kuat atau masuk akal harus ditolak Jangan berlindung dibalik KUHP Pasal 50, kalau permintaan penyidik seperti tsb diatas dilakukan, Dokter dapat dituntut ahli waris mayat :4

=> Secara pidana, dokter dikatakan merusak mayat(KUHPidana Pasal 406 ayat 1) => Secara perdata, dokter telah melanggar hokum menimbulkan kerugian bagi orang lain (KUHPerdata Pasal 1365 dan 1366).

Pasal 133 ayat 2 : Ada dua jenis pemeriksaan mayat : => Pemeriksaan mayat (pemeriksaan luar saja), dengan ini tidak mungkin ditentukan sebab kematian => Pemeriksaan bedah mayat (pemeriksaan luar dan dalam), menentukan sebab kematian dan menjawab apakah perbuatan si tertuduh merupakan satu-satunya penyebab kematian ataukah pada si korban juga terdapat penyakit atau kelainan (bawaan) yang mempermudah atau mempercepat kematiannya.

KUHPidana

Pasal 10 -> Pembagian Pidana Pasal 35 -> Hak terpidana yang dapat dicabut Pasal 44 -> Tidak dipidana perbuatan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan Pasal 48 -> Perbuatan karena pengaruh daya paksa Pasal 50 -> Perbuatan utk melaksanakan ketentuan UU Pasal 51 -> Perbuatan utk melaksanakan perintah jabatan Pasal 89 -> Membuat orang pingsan Pasal 90 -> Luka berat Pasal 222 -> Menghalangi pemeriksaan mayat Pasal 224 -> Dipanggil sebagai saksi Pasal 242 -> Keterangan palsu diatas sumpah Pasal 263 -> Membuat surat palsu Pasal 267 dan 268 -> Dokter yang sengaja memberikan surat/keterangan palsu.

KUHPidana Pelanggaran susila Pasal 284 -> Penyerangan seksual Pasal 286 -> Bersetubuh dengan wanita yang pingsan (diluar perkawinan)5

Pasal 287 -> Bersetubuh dengan wanita dibawah umur (diluar perkawinan) Pasal 290 -> Perbuatan cabul dengan seseorang yang pingsan dan belum cukup umur Pasal 291 -> Jika perbuatan dalam pasal 286-290 mengakibatkan luka berat atau kematian Pasal 294 -> Perbuatan cabul dengan anak atau bawahannya yang belum dewasa (Termasuk yang dilakukan dokter)

KUHPidana Pengguguran

Pasal 299 -> Mengobati wanita untuk menggugurkan Pasal 346 -> Sengaja menggugurkan Pasal 347 -> Menggugurkan kandungan tanpa persetujuan Pasal 348 -> Menggugurkan kandungan dengan persetujuan Pasal 349 -> Dokter yang membantu perbuatan dalam pasal 346-348

KUHPidana Pasal 304 -> Sengaja membiarkan orang yang perlu ditolong Pasal 322 -> Membuka rahasia Pasal 338 -> Sengaja merampas nyawa orang lain Pasal 340 -> Sengaja merampas nyawa dengan rencana Pasal 341 -> Ibu yang merampas nyawa anaknya pada waktu melahirkan Penyakit/luka

KUHPidana Penganiayaan

Pasal 351 ayat 1 Pasal 351 ayat 2 Pasal 351 ayat 3 Pasal 352 ayat 1

Penyakit/luka sedang (derajat II) Penyakit/luka berat (derajat III) Penyakit/luka yang menyebabkan kematian (derajat IV) Penyakit/luka ringan (derajat I)6

KUHPidana Jika orang luka dibawa ke rumah sakit, maka terdapat kemungkinan sebagai berikut : KUHPidana

Pasal 359 -> Karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mati (Ini sebenarnya untuk pelanggaran lalu lintas) Pasal 360 -> Karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka berat (Ini juga untuk pelanggaran lalu lintas) Pasal 361 -> Kejahatan yang menyebabkan mati/luka karena menjalankan suatu jabatan Pasal 372 jo Pasal 209 -> Pidana perpajakan Pasal 382 -> Penipuan dan misrepresentasi Pasal 406 -> Sengaja merusak barang/hewan (termasuk mayat) milik orang lain. Pasal 512 -> Melakukan praktek tidak legal Pasal 512a -> Dokter yang tidak punya surat ijin Pasal 522 -> Dipanggil sebagai saksi ahli tidak datang Pasal 531 -> Tidak memberi pertolongan terhadap orang yang sedang menghadapi maut Pasal 534 -> Terang-terangan menunjukkan sarana mencegah kehamilan.

KUHPerdata Pasal 1365 -> Kewajiban memberi ganti rugi kepada orang lain yang mengalami kerugian karena perbuatan melanggar hukum Pasal 1366 -> Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Pasal 1370 dan 1371 -> Mempertimbangkan kedudukan, kemampuan dan keadaan kedua belah pihak.

7

UU No 36/2009 TENTANG KESEHATAN

UU No 36 tahun 2009 merupakan produk hukum (semacam Health Act) dan sekaligus sebagai guidelines tentang sistem kesehatan di negara kita yang menggantikan UU No 23 tahun 1992 dan berbagai UU terdahulu yang berkaitan dengan kesehatan

Sebagai salah satu hukum pidana berisikan materi hukum serta sanksinya yang dapat melengkapi KUHPidana yang sudah ada Namun ada pula yang tidak bersifat normatif yaitu tidak jelas sanksinya bila dilanggar, dimana harus ada : Unsur kerugian Hubungan kepentingan Hakikat norma yang dilanggar

Selain i tu UU ini juga memiliki aspek -> Pasal 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28 dan 29 tentang hukum administrasi. -> Pasal 178, 179, 180 dan 181 tentang Pembinaan. -> Pasal 182, 183, 184, 185, 186, 187 dan 188 tentang Pengawasan. -> Pasal 175, 176 dan 177 tentang Badan Pertimbangan Kesehatan.

lain

yaitu

:

Dasar hukum : UUD 1945 Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Penyempurnaan/Pengintegrasian Dasar Penyusunan Dasar Pertimbangan Pembangunan Kesehatan (sasaran, orientasi, bagaimana diselenggarakan, peran Pemerintah dan masyarakat, kaitan dengan keberhasilan pembangunan) Semangat Otonomi Daerah (UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) Perangkat hukum kesehatan

8

Hal-hal pokok : Asas dan tujuan (Bab II) Hak dan kewajiban (Bab III) Tanggung jawab Pemerintah (Bab IV) Sumberdaya di bidang kesehatan (Bab V) Upaya kesehatan (Bab VI) Kesehatan Kelompok Rentan (Bab VII) Gizi (Bab VIII) Kesehatan Jiwa (Bab IX) Penyakit Menular dan Tidak Menular (Bab X) Kesehatan Lingkungan (Bab XI) Kesehatan Kerja (Bab XII) Pengelolaan Kesehatan (Bab XIII) Informasi Kesehatan (Bab XIV) Pembiayaan Kesehatan (Bab XV) Peran Serta Masyarakat (Bab XVI) Badan Pertimbangan Kesehatan (Bab XVII) Pembinaan dan Pengawasan (Bab XVIII) Penyidikan (Bab XIX) Ketentuan pidana (Bab XX) Ketentuan Peralihan (Bab XXI) Ketentuan Penutup (Bab XXII)

Validitas ketentuan hukum : 1 UU tidak berlaku lagi yaitu UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan PP untuk UU No 23 Tahun 1992 yang tidak bertentangan masih berlaku PP diterbitkan satu tahun setelah diundangkan Isi : 22 bab, 205 pasal.

UU No 36/2009

Bab I Pasal 1 Ketentuan Umum Pengertian PaBalb2IIAAssaasspdeannyeTlujnugagnaraan pembangunan kesehatan a s ePasal 3 Tujuan Pembangunan Kesehatan

Bab III Hak dan Kewajiban Pasal 4-8 Hak seseorang9

Pasal 9-13 Kewajiban seseorang UU No 36/2009 Bab IV Tanggung Jawab Pemerintah

Pasal 14 Pelayanan Publik. Pasal 15-17 Ketersediaan Lingkungan, Sumber Daya dan Akses. Pasal 18 Peran Masyarakat. Pasal 19 Upaya Kesehatan. Pasal 20 Jaminan Kesehatan.

UU No 36/2009

Bab V Sumber Daya di Bidang Kesehatan : Pasal 21-29 Tenaga Kesehatan. Pasal 30-35 Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pasal 36-41 Perbekalan kesehatan. Pasal 42-45 Teknologi dan Produk Teknologi. UU No 36/2009 Bab VI Upaya Kesehatan Pasal 46-51 Umum. Ada 17 Upaya Kesehatan. Pasal 52-55 Pemberian Pelayanan. Pasal 56-58 Perlindungan Pasien. Pasal 59-61 Pelayanan Kesehatan Tradisional. Pasal 62 Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit. Pasal 63-70 Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan. Pasal 71-77 Kesehatan Reproduksi. Pasal 75-77 Tindakan Aborsi (Perubahan dari UU No 23 tahun 1992 Pasal 15). Pasal 78 Keluarga Berencana. Pasal 79 Kesehatan Sekolah.10

Pasal 80-81 Kesehatan Olah Raga. Pasal 82-85 Pelayanan Kesehatan pada Bencana. Pasal 86-92 Pelayanan Darah. Pasal 93-94 Kesehatan Gigi dan Mulut. Pasal 95-96 Pendengaran. Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Gangguan

Pasal 98-108 Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Pasal 109-112 Pengamanan Makanan dan Minuman. Pasal 113-116 Pengamanan Zat Adiktif. Pasal 117-125 Bedah Mayat. UU No 36/2009BAB VII KESEHATAN IBU, BAYI, ANAK,REMAJA, LANJUT USIA, DAN PENYANDANG CACAT Pasal 126-135 Kesehatan Ibu, Bati dan Anak. Pasal 136-137 Kesehatan Remaja. Pasal 138-140 Kesehatan Lanjut Usia dan Penyandang Cacat. UU No 36/2009 BAB VIIIGIZI Pasal 141-143 Gizi.

BAB IXKESEHATAN JIWA

Pasal 144-151 Kesehatan Jiwa. UU No 36/2009 BAB X PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR

11

Pasal 152-157 Penyakit Menular. Pasal 158-161 Penyakit Tidak Menular.

BAB XI KESEHATAN LINGKUNGAN

Pasal 162-163 Kesehatan Lingkungan. UU No 36/2009BAB XII KESEHATAN KERJA Pasal 164-166 Kesehatan Kerja.

BAB XIII PENGELOLAAN KESEHATAN

Pasal 167 Pengelolaan Kesehatan. UU No 36/2009 BAB XIV INFORMASI KESEHATAN Pasal 168-169 Informasi Kesehatan.

BAB XV PEMBIAYAAN KESEHATAN

Pasal 170-173 Pembiayaan Kesehatan. UU No 36/2009BAB XVI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 174 Peran Serta Masyarakat.

BAB XVII BADAN PERTIMBANGAN KESEHATAN

Pasal 175-177 Badan Pertimbangan Kesehatan BPKN dan BPKD). UU No 36/2009 BAB XVI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 174 Peran Serta Masyarakat.

BAB XVII BADAN PERTIMBANGAN KESEHATAN

12

Pasal 175-177 Badan Pertimbangan Kesehatan (BPKN dan BPKD). UU No 36/2009 BAB XVIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 178-181 Pembinaan. Pasal 182-188 Pengawasan.

BAB XIX PENYIDIKAN

Pasal 189 Penyidikan.

UU No 36/2009 BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 190 Fasilitas Pelayanan Kesehatan tidak memberikan Pertolongan Pertama. Pasal 191 Praktik Pelayanan mengakibatkan kerugian. Kedsehatan Tradisional tanpa izin yang

Pasal 192 Memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh. Pasal 193 Melakukan bedah plastik untuk mengubah identitas. UU No 36/2009 BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 194 Melakukan Aborsi. Pasal 195 Memperjualbelikan darah. Pasal 196 Sediaan Farmasi yang tidak memenuhi Standar Keamanan. Pasal 197 Sediaan Farmasi yang tidak memiliki izin edar. Pasal 198 Praktik Kefarmasian tanpa memiliki keahlian dan kewenangan. UU No 36/2009 BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 199 Tentang Rokok. Pasal 200 Menghalangi Program Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.13

Pasal 201 tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi. UU No 36/2009 BAB XXI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 202-203 Ketentuan Peralihan.

BAB XXII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 204-205 Ketentuan Penutup. UU NO 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN (UUPK) PENDAHULUAN Naskah UUPK disetujui DPR 7/9/2004, disyahkan Presiden / /2004 dan berlaku 1 tahun sejak diundangkan. Dimulai adanya gagasan membentuk Konsil Kedokteran pada awal 1980-an. Perumusan RUU 1988 oleh para ahli dari CHS, PB IDI dan Biro Hukum Depkes Draft diserahkan kepada DPR. Draft inisiatif DPR disampaikan kepada Presiden dibuat Naskah tandingan. ditanggapi Pemerintah dan menghasilkan

Awal 2004 s/d Agustus 2004 diadakan pembicaraan intensif rumusan akhir. SUBSTANSI DAN STRUKTUR UUPK (1)

Meernzginaatunr, dlal.nyak hal : Konsil Kedokteran (KKI), Standar pendidikan, regristrasi, b p i 1.TMjuanberUkPK perlindungan kepada pasien. u U : em i an1. Memberikan perlindungan kepada pasien. 2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan. 3. Memberikan kepastian hukum.

peKlaKyIadnian.ntuk untuk melindungi masyarakat penerima jasa dan meningkatkan mutu be Tugas KKI :14

1. Melakukan registrasi. 2. Mengesahkan standar pendidikan dokter. 3. Melakukan pembinaan praktik dokter.

RUANG LINGKUP Ketentuan Umum. Azas dan Tujuan. Konsil Kedokteran. Standar Pendidikan Profesi Dokter. Pendidikan dan Pelatihan. Registrasi dokter. Penyelenggaran Praktik Kedokteran. Disiplin dokter. Pembinaan dan Pengawasan.

Setiap unsur dalam UUPK dielaborasi lebih detil dan dalam beberapa hal ada mandat tindak lanjut.

PENGATURAN PRAKTIK KEDOKTERAN Setiap dokter yang melakukan praktik : Wajib memiliki SIP. SIP diterbitkan oleh Dinas Kesehatan. SIP diberikan maksimum untuk 3 tempat praktik. Satu SIP untuk satu tempat. Untuk memperoleh SIP harus : 1. Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). 2. Mempunyai tempat praktik. 3. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi. SIP berlaku sepanjang : 1. STR masih berlaku. 2. Tempat praktik masih sesuai.

15

PRAKTIK KEDOKTERAN (1) Diselenggarakan berdasarkan kesepakatan atara dokter dan pasien. Wajib memasang papan nama. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan hanya boleh memperkerjakan dokter yang memiliki SIP. Pimpinan harus membuat daftar dokter yang berpraktik Wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran. PRAKTIK KEDOKTERAN (2) Setiap tindakan harus mendapat persetujuan setelah pasien mendapat penjelasan lengkap. Setiap tindakan yang mengandung risiko harus diberikan dengan persetujuan tertulis. Wajib membuat rekam medis yang harus dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan. PRAKTIK KEDOKTERAN (3)

.

Dokuman RM merupakan milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi RM merupakan milik pasien. Setiap dokter wajib menyimpan rahasia kedokteran ; hanya boleh dibuka untuk kepentingan pasien, permintaan penegak hukum, permintaan pasien dan perintah undang-undang. HAK DOKTER Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional.16

Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya. Menerima imbalan jasa. KEWAJIBAN DOKTER Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Merujuk pasien ke dokter lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan dan pengobatan. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali apabila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran. HAK PASIEN Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis. Meminta pendapat dokter lain. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis. Menolak tindakan medis. Mendapatkan isi rekam medis. KEWAJIBAN PASIEN Memberikan informasi lengkap dan jujur tentang masalah kesehatan. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.17

DISIPLIN DOKTER Untuk menegakkan disiplin dokter dalam menyelenggarakan praktik kedokteran dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (disingkat MKDKI).

MKDKI (1) Merupakan lembaga otonomi KKI. Dalam menjalankan tugasnya bersifat independen. Bertanggung jawab kepada KKI. Berkedudukan di ibu kota negara RI. Dapat mengusulkan kepada KKI untuk membentuk MKDK daerah. Keanggotaanya terdiri dari 3 dokter, 3 dokter gigi dan 3 sarjana hukum.

MKDKI (2) 7. Keanggotaannya ditetapkan oleh Menteri atas saran organisasi profesi. 8. Masa bhakti lima tahun. 9. Tugas : a. Menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter. b. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter. PENGADUAN (1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua MKDKI. MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, MKDKI meneruskan pengaduan kepada organisasi profesi.

18

PENGADUAN (2)

Keputusan MKDKI mengikat dokter, dokter gigi dan KKI. 1.KDpnuytatsaaknandatipdaatkbbeeruspaala:h, atau e u i r2. Pemberian sanksi disiplin.

1.SPemsbi edriisaiplipnedrianpgaattabnertuptauli:s. ank n er2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP, dan atau 3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan.

Pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran disiplin pada saat belum terbentuknya MKDKI ditangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi di tingkat pertama dan Menteri pada tingkat banding. KETENTUAN PIDANA (1) Sanksi hukuman pidana penjara dan atau denda dapat diberikan kepada mereka yang : 1. Melakukan praktik tanpa memiliki STR. 2. Melakukan praktik tanpa SIP. 3. Menyalahgunakan gelar dokter oleh yang tidak berhak. 4. Menggunakan alat, metoda dll yang ingin mengesankan penggunanya seolaholah dokter. 5. Tidak memasang papan nama, tidak membuat RM dan tidak memenuhi kewajiban. 6. Memperkerjakan dokter dan dokter gigi yang tidak memiliki SIP.

KETENTUAN PIDANA (2) Pasal-pasal tentang Ketentuan Pidana ini telah diamandemen oleh Majelis Konstitusi dan mengganti sanksi pidana dengan sanksi administrasi.

TANTANGAN UNTUK ORGANISASI PROFESI Proaktif dan memberikan masukan terhadap : Pembentukan KKI. Membuat 6 Peraturan KKI.19

Membuat 8 Peraturan Menteri. 1.MPeembduidaitkantapnrdoafer s:i. S n2. 3. 4. 5. Kompetensi dokter. Pelayanan kedokteran. Profesi. Prosedur Operasional.

UU No 35/2009TENTANG NARKOTIKA

Zata/orbattiykaang berasal dari tanaman N koatau bukan tanaman (sintetis/ semisintetis) yang dapat menyebabkan : => Penurunan/perubahan kesadaran => Hilangnya rasa => Mengurangi/menghilangkan rasa nyeri => Dapat menimbulkan ketergantungan Dibedakan kedalam Gol I, II, III.

UU No 35/2009TENTANG NARKOTIKA

Prekursor Narkotika Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. Dibedakan dalam Tabel I (14 jenis) dan Tabel II (9 jenis). NARKOTIKA (2) Gol I (ada 65 jenis) Hanya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang untuk kepentingan lain.

Gol II (ada 86 jenis) dan III (ada 14 jenis) diedarkan tanpa wajib daftar pada Kemkes. NARKOTIKA (2)

Yang berupa bahan baku dapat

20

Tujuan UU : Menjamin ketersediaan untuk pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Mencegah penyalah gunaan. Memberantas peredaran gelap. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika. NARKOTIKA (3) Kandungan isi : 17 bab, 155 pasal, 2 lampiran. Ruang lingkup : Umum, Dasar-Asas-Tujuan, Pengadaan, Impor/Ekspor, Peredaran, Label dan Publikasi, Prekursor Narkotika, Pengobatan dan Rehabilitasi, Pembinaan dan Pengawasan, Pencegahan dan Pemberantasan, Penyidikan-Penuntutan-Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, Peran serta masyarakat, Penghargaan, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. Lampiran : I dan II. NARKOTIKA (4) Go l I : bijinya) Opium mentah Opium masak Tanaman koka (Erythroxylaceae) Daun koka Kokain mentah ekgonina) Tanaman ganja dan derivatnya NARKOTIKA (4) Asetorfina dan derivatnya Papaver somniferum L (kecuali

Kokaina (Metil-ester-l-bensoil-

Fenotanyl dan derivatnya G lI:Desmorfina Etorfina Heroina (diasetil morfina) propionat) Ketobemidona PEPAP

MPPP (metil-fenil-piperidinol-

21

NARKOTIKA (4) Brolamfetamin (DOB)

DGTl I : o EDMA DMHP DMT DOET ETISIKLIDINA ETRIPTAMINA KATINONA

NARKOTIKA (4) Go l I : LSD-25 MDMA Meskalina METKATINONA 4- metilaminoreks MMDA N-etil MDA (metilendioksi)fenetilamin N-hidroksi MDA Paraheksil NARKOTIKA (4) Go l I : psilosina, psilotsin PSILOSIBINA ROLISIKLIDINA PHP,PCPY STP, DOM TENAMFETAMINA MDA TENOSIKLIDINA PMA LISERGIDA

NARKOTIKA (4) Go l I : TCP TMA22

AMFETAMINA DEKSAMFETAMINA metilfenetilamina FENETILINA FENMETRAZINA

NARKOTIKA (4) Go l I : FENSIKLIDINA LEVAMFETAMINA Levometamfetamina MEKLOKUALON METAMFETAMINA METAKUALON ZIPEPPROL piperazinetano Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika NARKOTIKA (5) Gol II : Ekgonina Fentanil Metopon Petidina NARKOTIKA (6) Gol III : Derivat kodeina Campuran narkotika lain dan bahan lain Dihidrokodeina. Kodeina Campuran Opium dan bahan lain Etil-morfina Morfina dan derivatnya Furetidin Metadona Opium Garam-garam tersebut diatas.

UU No 35 Tahun 2009Tentang Narkotika Sejak 12 Oktober 2009, UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut UU ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. UU baru ini terdiri dari 155 pasal.23

UU No 5/1997TENTANG PSIKOTROPIKA Psikotropika zat/obat alamiah/sintetis bukan narkotika, berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, berpotensi mengakibatkan sindroma ketergantungan Penggunaan : hanya untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan terbatas (Gol I barang terlarang dan dilarang diproduksi). PSIKOTROPIKA (2) Tujuan UU : Menjamin ketersediaan untuk pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah penyalah-gunaan, memberantas peredaran gelap Kandungan : 16 bab, 74 pasal Ruang lingkup : Umum, Tujuan, Produksi, Peredaran, Ekspor-Impor, Label dan Iklan, Kebutuhan, Penggunaan ,Pemantauan, Pembinaan/Pengawasan, Pemusnahan, Penyelidikan, Ketentuan Pidana. PSIKOTROPIKA (3) Go l I : DET, DMA, DMHP, DMT, DOET) Lisergida dan derivatnya (LSD-25, MDMA, Meskalin) Psilosibina Tenosiklidina (TCP, TMA) PSIKOTROPIKA (4) Gol II : , Lev--) Fenetilin Fensiklidin Gol III : Norpseudoefedrin Siklobarbital. PSIKOTROPIKA (5) Amfetamin dan derivatnya (Met-Fenmetrazin Sekobarbital, Amobarbital, dll. Flunitazepam Pentobarbital Brol Amfetamin dan derivatnya (DOB, Etisiklidina (PCE) Metkatinona (MMDA, MDA lain) Rolisiklidina (PHP, PCPY, STP, DOM)

24

Gol IV : Alprazolam dan --lam lain la in Klordiazepoksida

Allobarbital dan --tal lain Bromazepam, Diazepam dan --pam Etil amfetamin Meprobamat

UU NO 8 TAHUN 1999TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PASIEN MERUPAKAN KONSUMEN Konsumen adalah setiap orang pemakai produk barang dan jasa (Pasal 1 ayat 2 UUPK) Produk barang : Obat, suplemen makanan, alat kesehatan Produk jasa : Jasa pelayanan dokter/drg, jasa asuransi kesehatan.

UU NO. 8 TAHUN 1999 HAK KONSUMEN SEBAGAI PASIEN MENURUT UUPK

Kenyamanan, keamanan dan keselamatan. Memilih. Informasi yang benar-jelas-jujur. Didengar pendapat dan keluhannya. Mendapatkan advokasi, pendidikan dan perlindungan konsumen. Dilayani secara benar, jujur dan tidak diskriminatif. Memperoleh kompensasi, ganti-rugi dan/atau penggantian. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lain.

UU NO. 8 TAHUN 1999 KEWAJIBAN PASIEN SEBAGAI KONSUMEN

Membaca atau mengikuti petunjuk, informasi dan prosedur. Beritikad baik. Membayar sesuai nilai tukar yang disepakati.25

Mengikuti upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

UU NO. 8 TAHUN 1999 PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP JASA PELAYANAN KESEHATAN Tangibles (bukti langsung dan nyata) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, tenaga kesehatan dan sarana komunikasi. Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Responsiveness (daya tanggap) yaitu keinginan tenaga kesehatan untuk membantu pasien/konsumen dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Assurance (jaminan) mencakup kemampuan, kesopanan, sifat dapat dipercaya yang dimiliki tenaga kesehatan dan bebas dari resiko bahaya atau keragu-raguan. Emphaty (empati) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pasien/konsumen.

UU NO. 8 TAHUN 1999 HARAPAN KONSUMEN DALAM MEMPEROLEH PELAYANAN KESEHATAN Kenyamanan, keamanan dan keselamatan. Memilih. Informasi yang benar-jelas-jujur. Didengar pendapat dan keluhannya. Dilayani secara benar, jujur dan tidak diskriminatif. Memperoleh kompensasi, ganti-rugi dan/atau penggantian dalam hal tenaga kesehatan terbukti melakukan kesalahan. Memberikan persetujuan. Rahasia kedokteran. Pendapat kedua (second opinion). Hubungan kesetaraan antara Pemberilayanan dengan Konsumen.

26

UU NO. 8 TAHUN 1999 CONTOH KASUS PENGADUAN TERHADAP TENAGA KESEHATAN MELALUI YPKKI (YAYASAN PEMBERDAYAAN KONSUMEN KESEHATAN INDONESIA) Pengangkatan ginjal pasien berumur 17 tahun tanpa informasi kepada keluarganya. Catheter tertinggal dalam tubuh pasien bedah ESW L selama 2,5 tahun. Kain kasa tertinggal saat operasi Caesar. Pasca operasi usus buntu tanpa pengawasan dokter, pasien mengalami komplikasi Pyoderma Gangrenosa sehingga harus dilakukan operasi Skin Graft (peneneman kulit).

UU NO. 8 TAHUN 1999 CONTOH KASUS PENGADUAN (2) Komplikasi jantung akibat suntik lemak oleh dokter umum bersertifikat perawatan kulit tingkat dasar dan lanjut. Pemberian obat untuk obesitas yang menimbulkan ketagihan /adiksi pada pasien . Operasi payu dara hingga empat kali tanpa persetujuan medis. Wajah menjadi keloid akibat proses pelaseran.

UU NO. 8 TAHUN 1999 CONTOH KASUS PENGADUAN (3) Dokter khilaf, vaksin BCG pada bayi dilakukan sebanyak dua kali. Apotiker mengganti resep sepengetahuan dokter. obat generik menjadi obat paten ta n p a

Adanya kerjasama antara pabrik obat dengan rumah sakit dengan sistem ta r g e t.

27

Pasien miskin disandera, apakah rumah sakit sudah berubah fungsinya menjadi Rumah Sandera ? ------- Sebagian besar kasus tersebut dapat diselesaikan secara Mediasi, hanya 2 kasus yang ke Pengadilan. Kasus baru yang belum ada dasar hukumnya dalam UU atau Ketentuan lain Biasanya Hakim memutuskan berdasarkan hati mempertimbangkan bukti-bukti kedokteran di Pengadilan. nuraninya dengan

5. 6. 7. 8. 9.

Keputusan Hakim ini menjadi Medical Jurisprudence untuk boleh diterapkan bagi kasus-kasus lain yang serupa yang akan muncul di kemudian hari. Referensi : KUHAPidana. KUHPidana. KUHPerdata. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

6. UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 7. UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 10. UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 11. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 12. Publikasi dan Artikel lain.

28