13

HUBUNGAN TINGKAT STRES TERHADAP PERUBAHANrepository.unib.ac.id/16740/1/JURNAL KESEHATAN POLTEKKES.pdf · sedangkan menurut Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun

Embed Size (px)

Citation preview

430

HUBUNGAN TINGKAT STRES TERHADAP PERUBAHAN

POLA MENSTRUASI PADA MAHASISWI POLTEKKES PPROVINSI BENGKULU

TAHUN 2013

Esti Sorena*, Samwilson Slamet**

Jurusan Keperawatan Poltekkes Provinsi Bengkulu

Email; [email protected] HP. 081272723037

ABSTRAK

Seorang perempuan akan sering mengalami keluhan-keluhan menjelang menstruasi atau disebut

premenstrual syndrome yang biasanya dimulai satu minggu sampai dengan beberapa hari

sebelum datangnya menstruasi dan menghilang sesudah menstruasi datang walaupun kadang

terus berlanjut sampai menstruasi berhenti. Sebanyak 95% perempuan Indonesia mengalami

gejala premenstruasi. Sindrom premenstruasi sedang hingga berat diderita berturut-turut oleh

3,9% dan 1,1%, angka tersebut lebih rendah dibanding perempuan Barat. Gejala dari

premenstrual syndrome meliputi sakit kepala, nyeri perut (dismenorea), sulit konsentrasi, diare,

konstipasi, buah dada nyeri, sering merasa lelah, berdebar-debar, depresi, mudah tersinggung,

mudah marah, tegang, gelisah, sensitif, rasa cemas, perasaan labil. Bahkan beberapa perempuan

mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat menstruasi. Jenis penelitian

yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan desain suatu deskriptif- analitik dengan

pendekatan potong lintang (cross sectional) untuk mempelajari hubungan tingkat stres terhadap

perubahan pola menstruasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

kecemasan dengan kejadian dismenorea pada mahasiswi Jurusan Keperawatan Poltekkes

Provinsi Bengkulu. Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswi poltekkes Propinsi Begkulu

Tahun 2013 yang berjumlah 100 orang. Hasil Analisi yang dilakukan untuk melihat hubungan

kedua variabel ordinal yaitu tingkat stres dan pola menstruasi dengan menggunakan Chi Square

Test dengan taraf signifikasi (α) 0,05 atau tingkat kepercayaan 95%. Pola menstruasi yang

dialami oleh mahasiswi tahun 20013 yaitu sebanyak 52 orang (52%) yang Poltekkes Propinsi

Begkulu Tahun 2013 mengalami perubahan sedangkan 48 orang (48%) tidak mengalami

perubahan pola menstruasi Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stress terhadap

perubahan pola menstruasi pada mahasiswi Poltekkes Provisi Bengkulu tahun 20013 dengan

nilai X2= 7,99 dan nilai p value = 0,005

Kata Kunci : Dysmenorhea, Remaja, Stress

Daftar Baca : 2002-2013

Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa

transisi dalam rentang kehidupan manusia

yang menghubungkan masa kanak-kanak

dan masa dewasa. Menurut WHO batasan

usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun,

sedangkan menurut Survei Kesehatan

Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI)

tahun 2007, remaja adalah laki-laki dan

perempuan yang belum kawin dengan

431

batasan usia meliputi 15-24 tahun. Dalam

periode ini terjadi perubahan yang sangat

pesat dalam dimensi fisik, mental dan sosial.

Masa ini juga merupakan periode pencarian

identitas diri, sehingga remaja sangat mudah

terpengaruh oleh lingkungan. Umumnya

proses pematangan fisik lebih cepat dari

pematangan psikososialnya. Karena itu

seringkali terjadi ketidak seimbangan yang

menyebabkan remaja sangat sensitif dan

rawan terhadap stres. (Wijaya, 2009).

Masa remaja, menurut Mappiare

(1982), antara umur 12 tahun sampai

dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun

sampai dengan 22 tahun bagi pria. Usia

remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu

usia 12 atau 13 tahun sampai dengan 17 atau

18 tahun adalah masa remaja awal dan usia

17 atau 18 sampai dengan 21 atau 22 tahun

adalah masa remaja akhir.

Kondisi Stres yang berkepanjangan

dan tidak teratasi dapat mempengaruhi

homeostasis seluruh sistem tubuh manusia

yang akan menimbulkan gangguan fisik dan

psikologis, salah satunya adalah gangguan

siklus menstruasi. Dalam pengaruhnya

terhadap siklus menstruasi, stres melibatkan

sistem neuroendokrinologi sebagai sistem

yang besar peranannya dalam reproduksi

wanita. (Sophan,Selly M. 2003).

Penelitian mengenai prevalensi stres

pada mahasiswa telah dilakukan pada

beberapa universitas. Di Amerika Utara,

penelitian yang dilakukan terhadap 100

mahasiswa menunjukkan bahwa prevalensi

stres pada mahasiswa adalah 38%

(Shannone, 1999). Penelitian sejenis

dilakukan oleh Firth (2004) pada salah satu

fakultas kedokteran di Inggris. Penelitian

yang melibatkan 165 partisipan tersebut

menunjukkan prevalensi stres pada

mahasiswa fakultas kedokteran adalah

31,2%. Sementara itu, tiga penelitian yang

dilakukan di Asia menunjukkan hasil

sebagai berikut: (1) Di Pakistan, dengan 161

partisipan, prevalensi stres mahasiswa

fakultas kedokteran adalah 30,84% (Shah,

Hasan, Malik, & Sreeramareddy, 2010). (2)

Di Thailand, dengan 686 partisipan,

prevalensi stres mahasiswa fakultas

kedokteran adalah 61,4% (Saipanish, 2003).

(3) Di Malaysia, dengan 396 partisipan,

prevalensi stres mahasiswa fakultas

kedokteran adalah 41,9% (Sherina, 2004).

432

Menurut penelitian di Indonesia salah

satunya Penelitian oleh Desty Nur Isnaeni

(2006) pada 73 responden mahasiswi D-IV

Kebidanan Jalur Reguler Universitas

Sebelas Maret Surakarta didapatkan

prevalensi untuk tingkat stres ringan sebesar

54,9% (n = 40) siklus menstruasi normal;

20,55% (n = 15) siklus menstruasi normal

dismenorea; 2,74% (n = 2) siklus menstruasi

polimenorea, 2,74% (n = 2) siklus

menstruasi oligomenorea; 4,11% (n = 3)

siklus menstruasi oligomenorea. Untuk

tingkat stres sedang didapatkan prevalensi

sebesar 4,11% (n = 3)siklus menstruasi

normal; 6,85% (n = 5) normal dismenorea;

1,37% (n = 1) siklus menstruasi normal

dismenorea.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian kualitatif dengan desain

suatu deskriptif- analitik dengan pendekatan

potong lintang (cross sectional) untuk

mempelajari hubungan tingkat stres terhadap

perubahan pola menstruasi. Populasi dalam

penelitian ini adalah Mahasiswi Poltekkes

Provinsi Bengkulu tingkat I , II, III sebanyak

100 orang. Subyek penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

mahasiswi Poltekkes Provinsi Begkulu

Tahun 2013 yang berjumlah 100 orang.

Sample penelitian ini menggunakan cara

purposive sampling dari mahasiswi

Poltekkes Provinsi Bengkulu

Tabel 4.1 Distribusi Rerata Frekuensi

Karakteristik Mahasiswi (Usia, Tinggi

Badan, Berat Badan, Usia Pertama

Menstruasi) Pada Mahasiswi Poltekkes

Provinsi Bengkulu Tahun 2013

Karakteristik responden dilihat dari usia,

tinggi badan, berat badan dan usia pertama

sekali menstruasi adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik

Mahasiswi (Usia, Tinggi Badan, Berat

Badan, Usia Pertama Menstruasi) Pada

Mahasiswi Poltekkes Provinsi Bengkulu

Tahun 2013

Tinggi

Badan

Berat

Badan

Usia

Pertama

Menstruasi

Usia

Responden

N Valid 100 100 100 100

Missi

ng

0 0 0 0

Mean 158.48 53.30 12.91 20.42

Median 158.00 52.00 13.00 20.00

Std.

Deviati

on

4.574 5.885 1.232 .867

Minimu

m

150 40 10 19

Maxim

um

170 65 15 23

433

No Variabel Frekuensi

(n)

Persentase

(%)

1.

Usia

Mahasiswi

19 Tahun

20 tahun

21 tahun

23 tahun

4

64

25

7

4

64

25

7

Total 100 100

2.

Usia

Pertama

Menstruasi

10 tahun

11 tahun

12 tahun

13 tahun

14 tahun

15 tahun

1

8

38

17

24

12

1

8

38

17

24

12

Total 100 100

3.

Tinggi

Badan

150-155

cm

156-160

cm

161-165

cm

34

44

14

8

34

44

14

8

166-170

cm

Total 100 100

4. Berat

Badan

40-45 kg

46-50 kg

51-55 kg

56-60 kg

61-65 kg

5

37

32

13

13

5

37

32

13

13

Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas rata-rata usia

mahasiswi adalah 20 tahun yaitu 4 orang

(64%) dengan tinggi badan rata-rata 156-

160 cm (44 orang atau 44%) dan berat

badan rata-rata 46-50 kg (37 orang atau

37%)

. Hasil Analisa Deskriptif

Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan

gambaran tentang distribusi frekuensi

tingkat stress dan pola perubahan menstruasi

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat

Stress Pada Mahasiswi Poltekkes Provinsi

Bengkulu Tahun 2013

No Variabel Frekuensi

(n)

Persentase

(%)

434

1.

Tingkat

Stress

Normal

Ringan

Sedang

Berat

Sangat Berat

36

25

30

7

2

36

25

30

7

2

Total

100 100

2.

Pola

Menstruasi

Berubah

Tidak

berubah

52

48

52

48

Total

100 100

Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan

bahwa tingkat stress yang paling banyak

diderita oleh mahasiswi tahap akademik

yaitu tingkat stress sedang sebanyak 30

orang (30%) dan yang mengalami pola

menstruasi yang berubah sebanyak 52 orang

(52%)

HasilAnalisisStatistik

Analisis bivariat dilakukan untuk

mengetahui hubungan antara variabel

independent (tingkat stress) dan variabel

dependent (perubahan pola mestruasi)

Tabel 4.3 Hubungan Tingkat Stress

Terhadap Perubahan Pola Menstruasi

Pada Mahasiswi Poltekkes Provinsi

Tahun 2013

Ting

kat

Stre

ss

Perubahan

Pola

Menstruasi

Total

X

2

Nil

ai

P

OR

Tidak

berub

ah

Ber

uba

h

F %

n % n %

Tida

k

stres

s

Stres

s

2

6

2

6

7

2,

2

4

0,

6

10

38

17,

3

59,

4

3

6

6

4

1

0

0

1

0

0

7,9

9

0,00

5

3

,

8

Juml

ah

5

2

5

2

48 48 1

0

0

1

0

0

Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai X2

hitung (7,99) > X2 tabel (3.84) dengan p =

0,005 ini artinya terdapat hubungan yang

bermakna antara tingkat stress dengan pola

menstruasi dengan OR (oddss ratio) sebesar

3,8 yang artinya orang yang mengalami

stress kemungkinan untuk mengalami

435

perubahan pola menstruasi 3,8 kali

dibandingkan dengan yang tidak stress

.

Pembahasan

Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai

X2 hitung (7,99) > X2 tabel (3.84) dengan p

= 0,005 ini artinya terdapat hubungan yang

bermakna antara tingkat stress dengan pola

menstruasi dengan OR (oddss ratio) sebesar

3,8 yang artinya orang yang mengalami

stress kemungkinan untuk mengalami

perubahan pola menstruasi 3,8 kali

dibandingkan dengan yang tidak stress

Penelitian ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Insel & Roth (1998)

mengungkapkan bahwa berbagai macam

perubahan emosi akibat suatu stresor telah

dihubungkan dengan adanya fluktuasi

hormonal selama siklus menstruasi.

Beberapa penelitian menunjukkan stresor

seperti meninggalkan keluarga, masuk

kuliah, bergabung dengan militer, atau

memulai kerja baru mungkin berhubungan

dengan tidak datangnya menstruasi. Stresor

yang membuat satu tuntutan baru bagi suatu

pekerjaan, meningkatkan panjang siklus

menstruasi, jadi menunda periode setiap

bulannya dan meningkatkan kemungkinan

untuk mendapatkan siklus yang lebih

panjang.

Gangguan pada pola menstruasi ini

melibatkan mekanisme regulasi intergratif

yang mempengaruhi proses biokimia dan

seluler seluruh tubuh termasuk otak dan

psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi

hormonal terjadi melalui jalur hipotalamus-

hipofisis-ovarium yang meliputi multiefek

dan mekanisme kontrol umpan balik. Pada

keadaan stres terjadi aktivasi pada amygdala

pada sistem limbik. Sistem ini akan

menstimulasi pelepasan hormon dari

hipotalamus yaitu corticotropic releasing

hormone (CRH). Hormon ini secara

langsung akan menghambat sekresi GnRH

hipotalamus dari tempat produksinya di

nukleus arkuata. Proses ini kemungkinan

terjadi melalui penambahan sekresi opioid

endogen. Peningkatan CRH akan

menstimulasi pelepasan endorfin dan

adrenocorticotropic hormone (ACTH) ke

dalam darah. Endorfin sendiri diketahui

merupakan opiat endogen yang peranannya

terbukti dapat mengurangi rasa nyeri.

Peningkatan kadar ACTH akan

menyebabkan peningkatan pada kadar

kortisol darah. Pada wanita dengan gejala

amenore hipotalamik menunjukkan keadaan

hiperkortisolisme yang disebabkan adanya

peningkatan CRH dan ACTH. Hormon-

hormon tersebut secara langsung dan tidak

langsung menyebabkan penurunan kadar

436

GnRH, dimana melalui jalan ini maka stres

menyebabkan gangguan siklus menstruasi.

Dari yang tadinya siklus menstruasinya

normal menjadi oligomenorea, polimenorea

atau amenorea. Gejala klinis yang timbul ini

tergantung pada derajat penekanan pada

GnRH. Gejala-gejala ini umumnya bersifat

sementara dan biasanya akan kembali

normal apabila stres yang ada bisa diatasi.

Tubuh bereaksi saat mengalami

stres. Faktor stres ini dapat menurunkan

ketahanan terhadap rasa nyeri. Tanda

pertama yang menunjukan keadaan stres

adalah adanya reaksi yang muncul yaitu

menegangnya otot tubuh individu dipenuhi

oleh hormon stres yang menyebabkan

tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh,

dan pernafasan meningkat. Disisi lain saat

stres, tubuh akan memproduksi hormon

adrenalin, estrogen, progesteron serta

prostaglandin yang berlebihan. Estrogen

dapat menyebabkan peningkatan kontraksi

uterus secara berlebihan, sedangkan

progesteron bersifat menghambat kontraksi.

Peningkatan kontraksi secara berlebihan ini

menyebabkan rasa nyeri. Selain itu hormon

adrenalin juga meningkat sehingga

menyebabkan otot tubuh tegang termasuk

otot rahim dan dapat menjadikan nyeri

ketika menstruasi (Puji;2009).

Hal ini sesuai dengan teori yang ada

mengenai 4 variabel psikologik yang

dianggap mempengaruhi mekanisme

respons stres yaitu 1) Kontrol: keyakinan

bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap

stresor yang mengurangi intensitas respons

stres. 2) Prediktabilitas: stresor yang dapat

diprediksi menimbulkan respons stres yang

tidak begitu berat dibandingkan stresor yang

tidak dapat diprediksi. 3) Persepsi:

pandangan individu tentang dunia dan

persepsi stresor saat ini dapat meningkatkan

atau menurunkan intensitas respons stres. 4)

Respons koping: ketersediaan dan

efektivitas mekanisme meningkat ansietas

dapat menambah atau mengurangi respons

stres (Sriati;2008).

Panjang pendeknya siklus menstruasi ini

dipengaruhi oleh usia, berat badan, aktivitas

fisik, tingkat stres, genetik dan gizi

(Wiknjosastro;2005, Octaria;2009). Rata-

rata usia responden sekitar 20 – 21 tahun

dengan tingkat stress rata-rata pada level

stres sedang. Jenis aktifitas yang dilakukan

oleh responden antara lain mengikuti

kegiatan kuliah secara rutin, praktikum,

mengerjakan laporan dan tugas-tugas kuliah,

ikut dalam organisasi kampus maupun diluar

kampus, ada sebagian yang mengikuti

kegiatan dimasyarakat seperti Taman

Pendidikan Al qur'an (TPA) dan menjadi

437

remaja islam masjid, serta ada juga beberapa

yang mengikuti latihan musik dan

berolahraga rutin.

Faktor stres ini dapat menurunkan ketahanan

terhadap rasa nyeri. Tanda pertama yang

menunjukan keadaan stress Tanda pertama

yang menunjukan keadaan stress adalah

adanya reaksi yang muncul yaitu

menegangnya otot tubuh individu dipenuhi

oleh hormon stres yang menyebabkan

tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh,

dan pernafasan meningkat. Disisi lain saat

stres, tubuh akan memproduksi hormon

adrenalin, estrogen, progesteron serta

prostaglandin yang berlebihan. Estrogen

dapat menyebabkan peningkatan kontraksi

uterus secara berlebihan, sedangkan

progesteron bersifat menghambat kontraksi.

Peningkatan kontraksi secara berlebihan ini

menyebabkan rasa nyeri. Selain itu hormon

adrenalin juga meningkat sehingga

menyebabkan otot tubuh tegang termasuk

otot rahim dan dapat menjadikan nyeri

ketika menstruasi (Puji;2009).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data

mengenai kejadian dismenorea sebanyak 25

responden yang mengalami dismenorea atau

sekitar 34,25% dari total responden.

Kebanyakan penderita dismenorea adalah

wanita muda walaupun dijumpai juga

dikalangan yang berusia lanjut. Dismenorea

yang paling sering terjadi adalah dismenore

primer, kemungkinan lebih dari 50% wanita

mengalaminya dan 10-15% diantaranya

mengalami nyeri yang hebat yang sampai

menggangu aktivitas dan kegiatan sehari-

hari wanita. Biasanya dismenore primer

timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3

tahun setelah haid pertama dan terjadi pada

umur kurang dari 20 tahun. Remaja yang

mengalami dismenorea pada saat menstruasi

mempunyai lebih banyak hari libur dan

prestasinya kurang begitu baik dibandingkan

remaja yang tidak terkena dismenorea

(Kurniawati;2008).

Penelitian ini juga didukung dengan

penelitian sebelumnya oleh mahasiswa

Universitas Diponegoro yang bernama Atik

Mahbubah dalam studi kasusnya di

kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan,

Kabupaten Pacitan yang menemukan adanya

hubungan antara stres dengan siklus

menstruasi. Penelitian tersebut dianalisis

secara deskriptif dan diuji menggunakan uji

Chi Square didapatkan hasil 69,2 % siklus

menstruasinya oligomenorea, 64,9% siklus

menstruasi normal, 23,1% polimenorea dan

7,7% amenorea. Dan sebagian besar

respondennya mengalami gejala stres berat

yaitu sebanyak 46,6%.Hal ini sesuai dengan

hasil yang didapatkan penulis yang

menunjukkan Odss Ratio (OR) = 3,8 yang

438

artinya kemungkinan untuk orang yang

mengalami stress untuk mengalami

perubahan pola menstruasi 3,8 kali

dibandingkan dengan yang tidak stress

Kesimpulan

Berdasarakan hasil penelitian dan

pembahasan, maka dapat dibuat

kesimpulan sebagai berikut :

1. Tingkat stress yang dialami oleh

mahasiswi Poltekkes Provisi Bengkulu

tahun 20013 yaitu ringan sebanyak 23

orang (23%), sedang sebanyak 51

orang (51%), berat sebanyak 13 (13%)

sedangkan sangat berat sebanyak 2

orang (2%).

2. Pola menstruasi yang dialami oleh

mahasiswi Polekkes Provinsi

Bengkulu tahun 2013 yaitu sebanyak

52 orang (52%) yang mengalami

perubahan sedangkan 48 orang (48%)

tidak mengalami perubahan pola

menstruasi

3. Terdapat hubungan yang bermakna

antara tingkat stress terhadap

perubahan pola menstruasi pada

mahasiswi Polekkes Provinsi

Bengkulu tahun 2013 dengan nilai

X2= 7,99 dan nilai p value = 0,005

Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan hasil

penelitian yang telah dilaksanakan maka

peneliti memberi saran :

1. Bagi Mahasiswi

Bagi mahasiswa yang mengalami

dismenorea agar lebih meningkatkan

pengetahuan mengenai

penatalaksanaan dismenorea dan

mengaplikasikannya dengan harapan

nyeri karena dismenorea yang

dialami dapat berkurang.

2. Bagi Peneliti

Memberikan pengetahuan yang

berharga bagi peneliti dalam

pengetahuan mengenai hubungan

439

tingkat stress terhadap perubahan

pola menstruasi

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat menjadi

pertimbangan masukan dalam

penelitian selanjutnya yang meneliti

tentang stress baik itu kaitannya

dengan pola menstruasi maupun

dengan yang lainnya misalnya stress

hubungannya dengan imunitas tubuh

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur

Penelitian : Suatu Pendekatan

Praktik(Revisi V).Jakarta : Rineka

Cipta.

Awie, Abdul Haris. 2008. Stres Dan

Adaptasi.http://lensakomunika

.blogspot.com/2008/05/konsep-

stres-dan-adaptasi.html Diakses 7

november 2013.

Chrousos, G. P., Topy D.J., 2008.

Interaction between the

Hypothalamic-Pituitary-Adrenal

Axis and the Female Reproductive

System: Clinical Implication:

Annals of Internal Medicine.

126: 229-240.

http://www.annals.org/conten

t/129/3/229.abstract diakses

tanggal 9 november tanggal 2013.

Crawford, John.R and Henry,

Julie.D.2003. The Depression

Anxiety Stress Scales (DASS):

Normative Data and Latent

Structure in a Large Non-clinical

Sampel. British Journal of

Clinical Psychology.

http://www.abdn.ac.uk/~psy086/d

ept/pdfs/BJCP_2003_DASS.pdf

diakses tanggal 15 november 2013.

Damanik, Evelina Debora. DASS 42

Bahasa Indonesia, Fakultas

Psikologi, Universitas

Indonesia, Indonesia.

https://www.google.com/url?sa=t

&rct=j&q=&esrc=s&source=web

&cd=1&cad=rja&ved=0CcoQFjA

A&url=http%3A%2F%2Fwww2.

psy.unsw.edu.u%2Fdass%2FIndo

nesian%2FDamanik%2520Indone

sian%2520translation%2520-

%2520Reliability.doc&ei=rd2PU

ub7M4qMrgfHu4HgAg&usg=AF

QjCNGp0A-

bXV0MblYOHy_UrBPdQmu51A

&sig2=RjM7zGEl6yq1tMjv4a258

w&bvm=bv.56988011,d.bmkdi

unduh tanggal 15 november 2013.

Effendi, E. Tingkat Stres Pada

Mahasiswa Yang Sedang

Menjalani Pendidikan

SarjanaKedokteran di Fakultas

Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. Skripsi.

Universitas Sumatra Utara.

Medan. Diakses tanggal 10

november 2013.

Ferin, M, 1999. Stress and The

Reproductive Cycle. The Journal

of Cinical Endocrinology

&Metabolism. 84 (6): 1768-1774.

440

Diakses tanggal 8 november

2013.

Guyton, C.A. & Hall, J. E.2006. Fisiologi

Wanita Sebelum Kehamilan dan

Hormon-Hormon Wanita. Buku

Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC,

Jakarta: Indonesia. Hal. 1065-

1079.

Isnaeni, Desty Nur. 2010. Hubungan

Antara Stres Dengan Pola

Menstruasi Pada Mahasiswa D IV

Kebidanan Jalur Reguler

Universitas Sebelas Maret

Surakarta.Skripsi.Jurusan Prodi

D IV Kebidanan. Universitas

Sebelas Maret. Surakarta.

Diunduh tanggal 10 november 2013 .

Mahbubah, Atik. 2006. Hubungan Stres

Dengan Siklus Menstruasi Pada

Wanita Usia 20-29 Tahun.

Skripsi. Kelurahan sidoharjo,

Kecamatan Pacitan, Kabupaten

Pacitan

http://eprints.undip.ac.id/4302/1/2

975.pdf Diunduh tanggal 10

november 2013 .

Pramita, R. 2011. Hubungan Stres Ujian

Dengan Tekanan Darah Pada

Mahasiswa Fakultas Kedokteran

USU Angkatan 2007. Skripsi.

Universitas Sumatra Utara.

Medan.

Di unduh tanggal 11 november 2013.

Prawirohardjo, Sarwono.2008.

Endometrium dan Desidua. Ilmu

Kebidanan. Edisi 4. PT.

Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta: Indonesia,

hal 130-138.

R.Spiegel, Murray. Dan J.Stephens,

Larry. Schaum’s Out Lines

STATISTIK. Edisi ke 3.

Jakarta : Erlangga.

Sastroasmoro, Sudigdo. Dan Ismael,

Sofyan (2008). Dasar-Dasar

Metodologi Penelitian

Klinis edisi ke 3. Jakarta: Sagung

Seto.