27
Hubungan Tasawuf dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam HUBUNGAN TASAWUF DAN ILMU-ILMU LAIN DALAM ISLAM a. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam lmu kalam adalah disiplin ilmu keIslaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan- persoalan kalam ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah. Sebagai contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam, Iradah, Qudrah, Hayat, dan sebagainya. Namun, ilmu kalam tidak menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an, bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari kekuasaan Allah ? Pernyataan-pernyataan diatas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan pada ilmu kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai- nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang diwajibkan. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman. Sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya.

Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

Hubungan Tasawuf dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

HUBUNGAN TASAWUF DAN ILMU-ILMU LAIN DALAM ISLAMa.    Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam

lmu kalam adalah disiplin ilmu keIslaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah. 

Sebagai contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam, Iradah, Qudrah, Hayat, dan sebagainya. Namun, ilmu kalam tidak menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an, bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari kekuasaan Allah ? 

Pernyataan-pernyataan diatas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan pada ilmu kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang diwajibkan. 

Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman. Sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya.

Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai berikut. Sebagai pemberi wawasan  spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf merupakan penyempurna ilmu kalam.

1. Berfungsi sebagai pengendali ilmu Tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.

Page 2: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

2. Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional disamping muatan naqliyah, ilmu kalam dapat bergerak kearah yang lebih bebas. Disinilah ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam terkesan sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan hati.

Andaikata manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna, kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak akan ada rasa sombong dan membanggakan diri. Kalau saja manusia sadar bahwa Allahlah pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya. Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah (pendakian para kaum sufi). Dalam ilmu Tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu kalam terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan aplikatif.

b.    Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Filsafat

Biasanya Tasawuf dan filsafah selalu dipandang berlawanan. Ada juga anggapan bahwa pencarian jalan Tasawuf mengharuskan pencelaan filsafat, tidak hanya berupa timbal balik dan saling mempengaruhi, bahkan asimilasi (perpaduan) dan hubungan ini sama sekali tidak terbatas pada kebencian dan permusuhan. Tasawuf adalah pencarian jalan ruhani, kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan pengetahuan mistik menurut jalan dan sunnah. Sedangkan filsafah tidak dimaksudkan hanya filsafah peripatetic yang rasionalistik, tetapi seluruh mazhab intelektual dalam kultur Islam yang telah berusaha mencapai pengetahuan mengenai sebab awal melalui daya intelek. Filsafat terdiri dari filsafat diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi).

Hubungan antara Tasawuf dan filsafat, yaitu :  Bentuk hubungan yang paling luas antara Tasawuf dan filsafat tentu saja adalah pertentangan satu sama lain, sebagaimana tampak dalam karya-karya al-Ghazali bersaudara, Abu hamid dan Ahmad. Dan penyair sufi besar seperti Sana’I, Athar, dan Rumi. Kelompok sufi ini hanya memperhatikan aspek rasional dari filsafat, dan setiap kali berbicara tentang intelek, mereka tidak mengartikan intelek dalam arti mutlaknya, namun mengacu kepada aspek rasional intelek (akal). Athar juga memahami filsafat hanya sebagai filsafat peripatetic yang rasionalistik, dan menekankan bahwa hal itu tidak boleh dikelirukan dengan misteri ilahiah dan pengetahuan ilahiah, yang merupakan usaha puncak pensucian jiwa dibawah bimbingan spiritual para guru sufi. Intelek tidak sama dengan hadist Nabi dan falsafah tidak sama dengan teosofi (hikmah) dalam makna Qur’aninya. Matsnawi adalah sebuah Masterpiece filsafat. Hubungan antara Tasawuf dan filsafat tampak dalam munculnya bentuk khusus yang terjalin erat dengan filsafat. Meskipun bentuk tasawuf ini tidak menerima filsafat peripatetic dan mazhab-mazhab filsafat lain yang seperti itu, namun ia sendiri tercampur dengan filsafat atau teosofi (hikmah) dalam bentuknya yang paling luas. Dalam mazhab Tasawuf itu, intelek sebagai alat untuk mencapai realitas tentang yang mutlak dengan memperoleh kedudukan yang tinggi. Dengan demikian, dalam tasawuf berkembang satu jenis teosofi (ilmu ilahi) yang tidak hanya datang untuk menggantikan filsafat didunia Arab, tapi di Persia ia juga amat mempengaruhi jika bukan

Page 3: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

menggantikan filsafat dan kemudian secara amat efektif  menggabungkan filsafat dan Tasawuf, bahkan mengganti nama Tasawuf menjadi Irfan (gnosis,makrifat) pada periode safawi. Penentangan terhadap filsafat masih tetap tampak, tapi penentangan ini sebenarnya muncul dalam kaitannya dengan istilah falsafah dan rasionalisme. Hubungan Tasawuf dan filsafah berbeda dari apa yang diamati dalam tasawuf yang didominasi cinta, seperti pada Athar dan lainnya. Hubungan antara Tasawuf dan filsafat ditemukan dalam karya-karya para sufi yang sekaligus juga filosof, Yang telah berusaha untuk merujuk tasawuf dan filsafat. Afdhaluddin kasyani, Quthbuddin syirazi, Ibd Turkah al-Isfahani, dan Mir Abul Qosim findiriski, orang-orang ini seluruhnya adalah sufi yang berjalan pada jalan spiritual dan telah mencapai maqam spiritual, dan beberapa diantara mereka terdapat para wali, tetapi pada saat yang sama secara mendalam memahami filsafat dan cukup mengherankan, beberapa diantara mereka lebih tertarik pada  filsafat peripatetic dan rasionalistik daripada filsafat intuitif (dzawqi), sebagaimana dapat diamati dalam kasus Mir Findiriski yang amat mendalami As-Syifanya Ibnu Sina. Diantara kelompok ini, Afdhaluddin Kasyani memegang kedudukan yang unik. Ia tidak hanya salah satu sufi terbesar yang hingga hari ini mouseleumnya di Maqam Kasyani menjadi tempat Ziarah, baik orang-orang yang awam maupun orang-orang terpelajar, tetapi ia juga dianggap sebagai salah satu filosof Persia terbesar yang sumbangannya bagi pengembangan bahasa filsafat Persia tak tertandingi. Karya-karya filsafatnya dalam logika, teologi, ataupun dalam ilmu-ilmu alam ditulis dalam bahasa Persia yang jelas dan fasih, dan merupakan Masterpiece dalam bahasa ini. Ia tidak hanya menunjukkan dengan jelas wawasan tasawuf dalam syair-syairnya, namun dalam hal logika dan filsafat yang paling ketat sekalipun. Figur besar lain seperti Quthbuddin al-Syirazi, yang dalam masa remajanya bergabung dengan para sufi dan juga menulis karya besar dalam filsafat peripatetic dalam bahasa Persia, Durrat al-Tajj, lalu bin Turkah Isfahani, yang Tamhid al-Qawaidnya merupakan Masterpiece filsafat sekaligus Tasawuf, dan Mir Abul Qosim Findiriski, yang menjadi komentator karya metafisika Hindu penting, Yoga Vaisithsa adalah sufi dan ahli makrifat   yang kepadanya banyak mukjizat dinisbatkan. Mereka semua sesungguhnya adalah para pengikut mazhab Afdhluddin Kasyani, sejauh menyangkut upaya pemantapan hubungan antara Tasawuf dan Filsafat. Kategorisasi umum kita mengenai hubungan Tasawuf dengan filsafat, mencakup para filosof yang mempelajari atau mempraktekan Tasawuf. Yang pertama dari kelompok ini adalah Al-Farabi, yang mempraktekan Tasawuf dan bahkan telah mengubah musik yang dimainkan dalam pertemuan Sama’ pada sufi, mutiara hikmah yang dinisbatkan kepadanya sangatlah penting. Karena, pada dasarnya, inilah buku mengenai filsafat maupun makrifat dan hingga kini diajarkan di Persia bersama komentar-komentar makrifati.

c.    Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Fiqih

Biasanya, pembahasan kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari Thaharah, kemudian persoalan-persoalan kefiqihan lainnya. Namun, pembahasan ilmu fiqih tentang thaharah atau yang lainnya secara tidak langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Persoalannya sekarang, disiplin ilmu apakah yang dapat menyempurnakan ilmu fiqih dalam persoalan-persoalan tersebut ? Ilmu Tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat karena ilmu ini berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqih. Corak batin yang dimaksud adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan ilmu ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih.

Page 4: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

Akhirnya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.

Dahulu para ahli fiqih mengatakan “Barang siapa mendalami fiqih, tetapi belum bertasawuf, berarti ia fasik. Barang siapa bertasawuf, tetapi belum mendalami fiqih, berarti ia zindiq. Dan Barang siapa melakukan ke-2 nya, berarti ia melakukan kebenaran”. Tasawuf dan fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling menyempurnakan. Jika terjadi pertentangan antara ke-2 nya, berarti disitu terjadi kesalahan dan penyimpangan. Maksudnya, boleh jadi seorang sufi berjalan tanpa fiqih, atau seorang ahli tidak mengamalkan ilmunya. Jadi, seorang ahli sufi harus bertasawuf (sufi), harus memahami dan mengikuti aturan fiqih. Tegasnya, seorang fiqih harus mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara pengamalannya. Seorang sufi pun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan sekaligus mengamalkannya. Ini menjelaskan bahwa ilmu Tasawuf dan ilmu Fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling melengkapi.

d.    Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu JiwaDalam pembahasan Tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam Tasawuf tersebut adalah terciptanya keserasian antara ke-2 nya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini, baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dkategorikan sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang  ditampilkannya jelek, ia disebut sebagai orang yang berakhlak jalek. Dalalm pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuhnya adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati, yang akan tampil dalam perilakunya adalah perilaku hewani atau nabati pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang akan tampil dalam perilakunya adalah perilaku insani pula. Orang yang sehat mentalnya adalah yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga, dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas, terhindar dari kegelisahan-kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.

Page 5: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Kalam, Falsafah, Fiqih dan Ilmu Jiwa

BAB I 

PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

Ilmu tasawuf merupakan rumusan tentang teoritis terhadap wahyu-wahyu yang berkenaan

dengan hubungan antara tuhan dengan manusia dan apa yang harus dilakukan oleh manusia

agar dapat berhubungan sedekat mungkin dengan tuhan baik dengan pensucian jiwa dan

latihan-latihan spritual. Sedangkan ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak

mengedepankan pembicaraan tetang persoalan tentang akidah dan adapun filsafat adalah

rumusan teoritis terhadap wahyu tersebut bagai manusia mengenai keberadaan (esensi),

proses dan sebagainya, Seperti proses penciptaan alam dan manusia. Sedangkan ilmu jiwa

adalah ilmu yang membahas tentang gejala-gejala dan aktivitas kejiwaan manusia.

Maka dalam hal ini ilmu tasawuf tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait dengan

ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan kontribusi ilmu tasawuf terhadap

ilmu-ilmu tersebut dan begitu sebaliknya bagaimana kontribusi ilmu kioslaman yang lain

terhadap ilmu tasawuf.

Maka dalam makalah kami ini kami telah membahas hubungan ilmu tasawuf dengan beberapa

ilmu keislaman lainnya, diantaranya: Ilmu kalam, ilmu filsafat, ilmu jiwa, dan ilmu fikih. Dengan

tujuan agar kita lebih mampu mengkorelasikan ilmu-ilmu tersebut dan bisa

membandingbandingkannya.

B.   RUMUSAN MASALAH

1. Apa hakekat Ilmu Tasawuf itu?

2. Apa hakekat Kalam itu?

3. Apa hakekat Falsafah itu?

4. Apa hakekat Fiqih itu ?

5. Apa hakekat Ilmu Jiwa itu ?

6. Bagaimana hubungan Ilmu tasawuf dengan kalam, filsafat, fiqih, dan ilmu jiwa ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN

1.    Mengetahui dan memahami hakekat ilmu tasawuf

2.    Mengetahui dan memahami hakekat ilmu kalam

3.    Mengetahui dan memahami hakekat Filsafat

4.    Mengetahui dan memahami hakekat fiqih

Page 6: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

5.    Mengetahui dan memahami hakekat ilmu jiwa

6.    Mengetahui dan memahami hubungan Ilmu tasawuf dengan kalam, falsafah, fiqih, dan ilmu

jiwa

BAB II

PEMBAHASAN

A.   HAKIKAT TASAWUF

Pengertian Tasawuf

Istilah "tasawuf"(sufism), yang telah sangat populer digunakan selama berabad-abad, dan

sering dengan bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf Arab, sha, wau dan fa. Banyak

pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa fa. Ada yang berpendapat, kata itu berasal

dari shafa yang berarti kesucian atau bersih. Sebagian berpendapat bahwa kata itu berasal dari

kata shafwe yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim awal yang berdiri di

baris pertama dalam salat atau dalam perang suci. Sebagian lainnya lagi berpendapat bahwa

kata itu berasal dari kata shuffah yang berarti serambi masjid Nabawi di Madinah yang

ditempati oleh para sahabat-sahabat nabi yang miskin dari golongan Muhajirin. Ada pula yang

menganggap bahwa kata tasawuf berasal dari shuf yang berarti bulu domba, yang

menunjukkan bahwa orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin kurang memperdulikan

penampilan lahiriahnya dan sering memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang kasar

sebagai simbol kesederhanaan.

Harun Nasution mendefinisikan tasawuf sebagai ilmu yang mempelajari cara dan jalan

bagaimana orang Islam dapat sedekat mungkin dengan Alloh agar memperoleh hubungan

langsung dan disadari dengan Tuhan bahwa seseorang betul-betul berada di hadirat Tuhan.

Ada sebagian orang yang mulai menyebut dirinya sufi, atau menggunakan istilah serupa lainnya

yang berhubungan dengan tasawuf, yang berarti bahwa mereka mengikuti jalan penyucian diri,

penyucian "hati", dan pembenahan kualitas watak dan perilaku mereka untuk mencapai maqam

(kedudukan) orang-orang yang menyembah Allah seakan-akan mereka melihat Dia, dengan

mengetahui bahwa sekalipun mereka tidak melihat Dia, Dia melihat mereka. Inilah makna istilah

tasawuf sepanjang zaman dalam konteks Islam.

Imam Junaid dari Baghdad (910 M.) mendefinisikan tasawuf sebagai "mengambil setiap sifat

mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah". Syekh Abul Hasan asy-Syadzili (1258 M.) syekh

sufi besar dari Afrika Utara mendefinisikan tasawuf sebagai "praktik dan latihan diri melalui cinta

yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan". Syekh Ahmad Zorruq

(1494 M.)dari Maroko mendefinisikan tasawuf sebagai berikut: Ilmu yang dengannya dapat

Page 7: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan menggunakan

pengetahuan tentang jalan Islam, khususnya fiqih dan pengetahuan yang berkaitan, untuk

memperbaiki amal dan menjaganya dalam batas-batas syariat Islam agar kebijaksanaan

menjadi nyata. Ia menambahkan, "Fondasi tasawuf ialah pengetahuan tentang tauhid, dan

setelah itu memerlukan manisnya keyakinan dan kepastian; apabila tidak demikian maka tidak

akan dapat mengadakan penyembuhan 'hati'." Menurut Syekh Ibn Ajiba (1809 M): Tasawuf

adalah suatu ilmu yang dengannya Anda belajar bagaimana berperilaku supaya berada dalam

kehadiran Tuhan yang Maha ada melalui penyucian batin dan mempermanisnya dengan amal

baik. Jalan tasawuf dimulai sebagai suatu ilmu, tengahnya adalah amal. dan akhirnva adalah

karunia Ilahi.

Tujuan Tasawuf

Tasawwuf sebagai mana disebutkan dalam artinya di atas, bertujuan untuk memperoleh

hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang

berada di hadirat Tuhan dan intisari dari itu adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan

dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan cara mengasingkan diri dan berkontemplasi.

Kesadaran dekat dengan Tuhan itu dapat mengambil bentuk ittihad atau menyatu dengan

Tuhan. Dalam ajaran Tasawuf, seorang sufi tidak begitu saja dapat dekat dengan Tuhan,

melainkan terlebih dahulu ia harus menempuh maqamat . mengenai jumlah maqomat yang

harus di tempuh sufi bebrbeda-beda,  Abu Nasr Al- Sarraj menyebutkan tujuh maqomat yaitu

tobat, wara, zuhud, kefakiran, kesabaran, tawakkal, dan kerelaan hati. Dalam perjalananya

seorang shufi harus mengalami istilah hal (state). Hal atau ahwal yaitu sikap rohaniah yang

dianugrahkan Tuhan kepada manusia tanpa diusahakan olehnya, seperti rasa takut( al- khauf) ,

ikhlas, rasa berteman, gembira hati, dan syukur. Jalan selanjutnya adalah fana' atau lebur

dalam realitas mutlak (Allah). Manusia merasa kekal abadi dalam realitas yang Tertinggi,

bahkan meleburkan kepadaNya. Maksudnya, menghancurkan atau mensinarkan diri agar dapat

bersatu dengan Tuhan.

Menurut Taftazani seseorang yang bertasawuf mempunyai beberapa ciri yaitu:

Peningkatan moral, seorang sufi memiliki nilai-nilai moral dengan tujuan membersihkan jiwa.

Yaitu dengan akhlak dan budi pekerti yang baik berdasarkan kasih dan cinta kepada allah, oleh

karena itu, maka tasawuf sangat mengutamakan adab/ nilai baik dalam berhubungan dengan

sesama manusia dan terutama dengan Tuhan (zuhud, qonaah, thaat, istiqomah, mahabbah,

ikhlas, ubudiyah, dll). Sirna (fana) dalam realitas mutlak (Allah). Manusia merasa kekal abadi

dalam realitas yang Tertinggi, bahkan meleburkan kepadaNya. Maksudnya, menghancurkan

atau mensinarkan diri agar dapat bersatu dengan Tuhan. Dan Ketenteraman dan kebahagiaan.

Sumber Ajaran Tasawuf : Sumber ajaran tasawuf adalah al-Qur'an dan Hadits yang didalamnya

terdapat ajaran yang dapat memebawa kepada timbulnya tasawuf. Paham bahwa Tuhan dekat

Page 8: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

dengan manusia, yang merupakan ajaran dasarnya dapat dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-

Baqoroh ayat 186

B.   HAKIKAT ILMU KALAM

Pengertian Ilmu Kalam

Nama lain dari Ilmu Kalam : Ilmu Aqaid (ilmu akidah-akidah), Ilmu Tawhid (Ilmu tentang

Kemaha Esa-an Tuhan), Ilmu Ushuluddin (Ilmu pokok-pokok agama). Disebut juga 'Teologi

Islam'. 'Theos'= Tuhan; 'Logos'= ilmu. Berarti ilmu tentang keTuhanan yang didasarkan atas

prinsip-prinsip dan ajaran Islam; termasuk di dalamnya persoalan-persoalan ghaib. Menurut

Ibnu Kholdun dalam kitab moqodimah mengatakan ilmu kalam adalah ilmu yang berisi alasan-

alasan mempertahankan kepercayaan-keprcayaan iman dengan menggunakan dalil fikiran dan

juga berisi tentang bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang mempunyai kepercayaan-

kepercayaan menyimpang. Ilmu= pengetahuan; Kalam= pembicaraan'; pengetahuan tentang

pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan Persoalan terpenting yang di bicarakan pada

awal Islam adalah tentang Kalam Allah (Al-Qur'an); apakah azali atau non azali (Dialog Ishak

bin Ibrahim dengan Imam Ahmad bin Hanbal.  Dasar Ajarannya; Dasar Ilmu Kalam adalah dalil-

dalil fikiran (dalil aqli) Dalil Naqli (Al-Qur'an dan Hadis) baru dipakai sesudah ditetapkan

kebenaran persolan menurut akal fikiran. (Persoalan kafir-bukan kafir)…… Jalan kebenaran;

Pembuktian kepercayaan dan kebenaran didasarkan atas logika (Dialog Al-Jubbai dan Al-

Asy'ari).

C.   HAKIKAT FILSAFAT

Pengertian Filsafat

Menurut analisa Al-Farabi filasafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosiphia. Philo berarti

cinta dan shopia berarti hikmah atau kebenaran. Menurut Plato, filsuf Yunani yang termashur,

murid Scorates dan guru Aristoteles mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang

segala sesuatu yang ada.

Marcus Tullius Cicero politikus dan ahli pidato romawi merumuskan filsafat adalah pengatahuan

tentang segala sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.  Al Farabi

filosuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang

alam yang maujud dan brtujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya. Filsafat itu ilmu pokok

dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup metafisika, etika, agama, dan antripologi.

Immanuel Kantyang sering disebut raksasa pikir barat, mengatakan bahwa Filsafat itu

merupakan ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup metafisika, etika,

agama, dan antripologi. Obyek Filsafat; Dalam filasafat terdapat dua obyek yaitu obyek materia

dan obyek formanya. Obyek materianya adalah sarwa yang ada pada garis besarnya dibagi

atas tiga persoalan, yaitu: Tuhan, alam, dan manusia. Sedangkan Obyek formannya adalah

Page 9: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

usaha mencari keterangan secara radikal ( sedalam-dalamnya) tentang obyek materi filsafat

( sarwa yang ada)

D.   HAKIKAT ILMU FIQIH

PENGERTIAN FIQIH

Fiqh merupakan salah satu disiplin ilmu Islam yang bisa menjadi teropong keindahan dan

kesempurnaan Islam. Dinamika pendapat yang terjadi diantara para fuqoha menunjukkan

betapa Islam memberikan kelapangan terhadap akal untuk kreativitas dan berijtihad.

Sebagaimana qaidah-qaidah fiqh dan prinsif-prinsif Syari'ah yang bertujuan untuk menjaga

kelestarian lima aksioma, yakni; Agama, akal, jiwa, harta dan keturunan menunjukkan betapa

ajaran ini memiliki filosofi dan tujuan yang jelas, sehingga layak untuk exis sampai akhir zaman.

Pengertian Fiqh

Fiqh menurut Etimologi

Fiqh menurut bahasa berarti; faham, sebagaimana firman Allah SWT:

"Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka memahami perkataanku." (Thaha:27-

28)

Pengertian fiqh seperti diatas, juga tertera dalam ayat lain, seperti; Surah Hud: 91, Surah At

Taubah: 122, Surah An Nisa: 78

Fiqh dalam terminologi Islam

Dalam terminologi Islam, fiqh mengalami proses penyempitan makna; apa yang dipahami oleh

generasi awal umat ini berbeda dengan apa yang populer di genersi kemudian, karenanya kita

perlu kemukakan pengertian fiqh menurut versi masing-masing generasi;

Pengertian fiqh dalam terminologi generasi Awal

Dalam pemahaman generasi-generasi awal umat Islam (zaman Sahabat, Tabi'in dst.), fiqh

berarti pemahaman yang mendalam terhadap Islam secara utuh, sebagaimana tersebut dalam

Atsar-atsar berikut, diantaranya sabda Rasulullah SAW:

"Mudah-mudahan Allah memuliakan orang yang mendengar suatu hadist dariku, maka ia

menghapalkannya kemuadian menyampaikannya (kepada yang lain), karena banyak orang

yang menyampaikan fiqh (pengetahuan tentang Islam) kepada orang yang lebih menguasainya

dan banyak orang yang menyandang fiqh (tetapi) dia bukan seorang Faqih." (HR Abu Daud, At

Tirmdzi, An Nasai dan Ibnu Majah)

Ketika mendo'akan Ibnu Abbas, Rasulullah SAW berkata:

"Ya Allah, berikan kepadanya pemahaman dalam agama dan ajarkanlah kepadanya tafsir." (HR

Page 10: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

Bukhari Muslim)

Dalam penggalan cerita Anas bin Malik tentang beredarnya isu bahwa Rasulullah SAW telah

bersikap tidak adil dalam membagikan rampasan perang Thaif, ia berkata:

"Para ahli fiqihnya berkata kepadanya: Adapun para cendekiawan kami, Wahai Rasulullah !

tidak pernah mengatakan apapun." (HR Bukhari)

Dan ketika Umar bin Khattab bermaksud untuk menyampaikan khutbah yang penting pada para

jama'ah haji, Abdurrahman bin Auf mengusulkan untuk menundanya, karena dikalangan

jama'ah bercampur sembarang orang, ia berkata:

"Khususkan (saja) kepada para fuqoha (cendekiawan)." (HR Bukhari)

Makna fiqh yang universal seperti diatas itulah yang difahami generasi sahabat, tabi'in dan

beberapa generasi sesudahnya, sehingga Imam Abu Hanifah memberi judul salah satu buku

akidahnya dengan "al Fiqh al Akbar." Istilah fuqoha dari pengertian fiqih diatas berbeda dengan

makna istilah Qurra sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun, karena dalam suatu hadist ternyata

kedua istilah ini dibedakan, Rasulullah SAW bersabda:

"Dan akan datang pada manusia suatu zaman dimana para faqihnya sedikit sedangkan

Qurranya banyak; mereka menghafal huruf-huruf al Qur'an dan menyia-nyiakan norma-

normanya, (pada masa itu) banyak orang yang meminta tetapi sedikit yang memberi, mereka

memanjangkan khutbah dan memendekkan sholat, serta memperturutkan hawa nafsunya

sebelum beramal." (HR Malik)

Lebih jauh tentang pengertian Fiqh seperti disebutkan diatas, Shadru al Syari'ah Ubaidillah bin

Mas'ud menyebutkan: "Istilah fiqh menurut generasi pertama identik atas ilmu akhirat dan

pengetahuan tentang seluk beluk kejiwaan, sikap cenderung kepada akhirat dan meremehkan

dunia, dan aku tidak mengatakan (kalau) fiqh itu sejak awal hanya mencakup fatwa dan

(urusan) hukum-hukum yang dhahir saja."

Demikian juga Ibnu Abidin, beliau berkata: "Yang dimaksud Fuqaha adalah orang-orang yang

mengetahuai hukum-hukum Allah dalam i'tikad dan praktek, karenanya penamaan ilmu furu'

sebagai fiqh adalah sesuatu yang baru."

Definisi tersebut diperkuat dengan perkataan al Imam al Hasan al Bashri: "Orang faqih itu

adalah yang berpaling dari dunia, menginginkan akhirat, memahami agamanya, konsisten

beribadah kepada Tuhannya, bersikap wara', menahan diri dari privasi kaum muslimin, ta'afuf

terhadap harta orang dan senantiasa menasihati jama'ahnya."

Page 11: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

Pengertian fiqh dalam terminologi Mutaakhirin

Dalam terminologi mutakhirin, Fiqh adalah Ilmu furu' yaitu:"mengetahui hukum Syara' yang

bersipat amaliah dari dalil-dalilnya yang rinci.

Syarah/penjelasan definisi ini adalah:

- Hukum Syara': Hukum yang diambil yang diambil dari Syara'(Al-Qur'an dan  

                           As-Sunnah), seperti; Wajib, Sunah, Haram, Makruh dan Mubah.

- Yang bersifat amaliah: bukan yang berkaitan dengan aqidah dan kejiwaan.

- Dalil-dali yang rinci: seperti; dalil wajibnya sholat adalah "wa Aqiimus

                                     sholaah", bukan kaidah-kaidah umum seperti kaidah Ushul

                                     Fiqh.

Dengan definisi diatas, fiqh tidak hanya mencakup hukum syara' yang bersifat dharuriah

(aksiomatik), seperti; wajibnya sholat lima waktu, haramnya hamr, dsb. Tetapi juga mencakup

hukum-hukum yang dhanny, seperti; apakah menyentuh wanita itu membatalkan wudhu atau

tidak? Apakah yang harus dihapus dalam wudhu itu seluruh kepala atau cukup sebagiannya

saja?

Lebih spesifik lagi, para ahli hukum dan undang-undang Islam memberikan definisi fiqh dengan;

Ilmu khusus tentang hukum-hukum syara' yang furu dengan berlandaskan hujjah dan argumen.

E.   HAKIKAT ILMU JIWA

PEGERTIAN ILMU JIWA

Ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan proses mental yang

terjadi pada manusia. Dengan kata lain, ilmu ini meneliti tentang peranan yang dimainkan

dalam perilaku manusia. Psikologi meneliti tentang suara hati (dhamir), kemauan (iradah), daya

ingat, hafalan, prasangka (waham), dan kecenderungan-kecenderungan (awathif) manusia. Itu

semua menjadi lapangan kerja jiwa yang menggerakkan perilaku manusia.

Ilmu jiwa mengarahkan pembahasan pada aspek batin yang di dalam Qur’an diungkapkan

dengan istilah insan. Dimana istilah ini berkaitan erat dengan kegiatan manusia yaitu kegiatan

belajar, tentang musuhnya, penggunaan waktunya, beban amanah yang dipikulkan,

konsekuensi usaha perbuatannya, keterkaitan dengan moral dan akhlak, kepemimpinannya,

ibadahnya dan kehidupannya di akhirat. Quraish Shihab mengemukakan bahwa secara nyata

terlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik dan sebaliknya.

Berarti manusia memiliki kedua potensi tersebut. Beliau mengutip ayat yang berbunyi:

“Maka Kami telah memberi petunjuk (kepada)nya (manusia) dua jalan mendaki (baik dan

Page 12: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

buruk”) (QS. Al-Balad, 90: 10)

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu

(jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. (QS. As-Syams: 7-8)

Dalam diri manusia terdapat potensi rohaniah yang cenderung kepada kebaikan dan

keburukan. Potensi rohaniah secara lebih dalam dikaji dalam ilmu jiwa. Untuk mengembangkan

ilmu akhlak kita dapat memanfaatkan informasi yang diberikan oleh ilmu jiwa. Di dalam ilmu jiwa

terdapat informasi tentang perbedaan psikologis yang dialami seseorang pada setiap jenjang

usianya.

F.   Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam, Ilmu Filsafat, Ilmu Fiqih, Dan Ilmu Jiwa

Ø  HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM

          Ilmu kalam adalah disiplin ilmu keIslaman yang banyak mengedepankan pembicaraan

tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah

sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional

(aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang

cenderung menggunakan metode berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya

bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-

materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah. Sebagai

contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam, Iradah, Qudrah,

Hayat, dan sebagainya. Namun, ilmu kalam tidak menjelaskan bagaimana seorang hamba

dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihatnya, bagaimana pula perasaan

hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an, bagaimana seseorang merasa bahwa segala

sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari kekuasaan Allah ? 

          Pernyataan-pernyataan diatas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan pada ilmu

kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan

manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai

akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak saja termasuk

dalam lingkup hal yang diwajibkan. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan

definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara

pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan

keyakinan dan ketentraman. Sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari

kemunafikan. Semua itu tidak cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh seseorang.

Sebab terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja

melaksanakannya.

Page 13: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

          Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai berikut.

1.     Sebagai pemberi wawasan  spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang

mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan

dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf merupakan penyempurna ilmu kalam.

2.        Berfungsi sebagai pengendali ilmu Tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran

yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan

dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika

bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum

pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.

3.        Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam.

Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu

yang mengandung muatan rasional disamping muatan naqliyah, ilmu kalam dapat bergerak

kearah yang lebih bebas. Disinilah ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga

ilmu kalam terkesan sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran

penghayatan atau sentuhan hati.

Andaikata manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan

sirna, kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak akan ada rasa sombong

dan membanggakan diri. Kalau saja manusia sadar bahwa Allahlah pencipta segala sesuatu,

niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya. Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid

merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah (pendakian para kaum sufi). Dalam

ilmu Tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu kalam terasa lebih bermakna,

tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan aplikatif.

Ø  HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU FALSAFAH

Biasanya Tasawuf dan filsafah selalu dipandang berlawanan. Ada juga anggapan bahwa

pencarian jalan Tasawuf mengharuskan pencelaan filsafat, tidak hanya berupa timbal balik dan

saling mempengaruhi, bahkan asimilasi (perpaduan) dan hubungan ini sama sekali tidak

terbatas pada kebencian dan permusuhan. Tasawuf adalah pencarian jalan ruhani, kebersatuan

dengan kebenaran mutlak dan pengetahuan mistik menurut jalan dan sunnah. Sedangkan

filsafah tidak dimaksudkan hanya filsafah peripatetic yang rasionalistik, tetapi seluruh mazhab

intelektual dalam kultur Islam yang telah berusaha mencapai pengetahuan mengenai sebab

awal melalui daya intelek. Filsafat terdiri dari filsafat diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif

(dzawqi).

Hubungan antara Tasawuf dan filsafat, yaitu : 

Page 14: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

1.        Bentuk hubungan yang paling luas antara Tasawuf dan filsafat tentu saja adalah

pertentangan satu sama lain, sebagaimana tampak dalam karya-karya al-Ghazali bersaudara,

Abu hamid dan Ahmad. Dan penyair sufi besar seperti Sana’I, Athar, dan Rumi. Kelompok sufi

ini hanya memperhatikan aspek rasional dari filsafat, dan setiap kali berbicara tentang intelek,

mereka tidak mengartikan intelek dalam arti mutlaknya, namun mengacu kepada aspek rasional

intelek (akal). Athar juga memahami filsafat hanya sebagai filsafat peripatetic yang rasionalistik,

dan menekankan bahwa hal itu tidak boleh dikelirukan dengan misteri ilahiah dan pengetahuan

ilahiah, yang merupakan usaha puncak pensucian jiwa dibawah bimbingan spiritual para guru

sufi. Intelek tidak sama dengan hadist Nabi dan falsafah tidak sama dengan teosofi (hikmah)

dalam makna Qur’aninya. Matsnawi adalah sebuah Masterpiece filsafat.

2.         Hubungan antara Tasawuf dan filsafat tampak dalam munculnya bentuk khusus yang

terjalin erat dengan filsafat. Meskipun bentuk tasawuf ini tidak menerima filsafat peripatetic dan

mazhab-mazhab filsafat lain yang seperti itu, namun ia sendiri tercampur dengan filsafat atau

teosofi (hikmah) dalam bentuknya yang paling luas. Dalam mazhab Tasawuf itu, intelek sebagai

alat untuk mencapai realitas tentang yang mutlak dengan memperoleh kedudukan yang tinggi.

Dengan demikian, dalam tasawuf berkembang satu jenis teosofi (ilmu ilahi) yang tidak hanya

datang untuk menggantikan filsafat didunia Arab, tapi di Persia ia juga amat mempengaruhi jika

bukan menggantikan filsafat dan kemudian secara amat efektif  menggabungkan filsafat dan

Tasawuf, bahkan mengganti nama Tasawuf menjadi Irfan (gnosis,makrifat) pada periode

safawi. Penentangan terhadap filsafat masih tetap tampak, tapi penentangan ini sebenarnya

muncul dalam kaitannya dengan istilah falsafah dan rasionalisme. Hubungan Tasawuf dan

filsafah berbeda dari apa yang diamati dalam tasawuf yang didominasi cinta, seperti pada Athar

dan lainnya.

3.        Hubungan antara Tasawuf dan filsafat ditemukan dalam karya-karya para sufi yang

sekaligus juga filosof, Yang telah berusaha untuk merujuk tasawuf dan filsafat. Afdhaluddin

kasyani, Quthbuddin syirazi, Ibd Turkah al-Isfahani, dan Mir Abul Qosim findiriski, orang-orang

ini seluruhnya adalah sufi yang berjalan pada jalan spiritual dan telah mencapai maqam

spiritual, dan beberapa diantara mereka terdapat para wali, tetapi pada saat yang sama secara

mendalam memahami filsafat dan cukup mengherankan, beberapa diantara mereka lebih

tertarik pada  filsafat peripatetic dan rasionalistik daripada filsafat intuitif (dzawqi), sebagaimana

dapat diamati dalam kasus Mir Findiriski yang amat mendalami As-Syifanya Ibnu Sina. Diantara

kelompok ini, Afdhaluddin Kasyani memegang kedudukan yang unik. Ia tidak hanya salah satu

sufi terbesar yang hingga hari ini mouseleumnya di Maqam Kasyani menjadi tempat Ziarah,

baik orang-orang yang awam maupun orang-orang terpelajar, tetapi ia juga dianggap sebagai

salah satu filosof Persia terbesar yang sumbangannya bagi pengembangan bahasa filsafat

Persia tak tertandingi. Karya-karya filsafatnya dalam logika, teologi, ataupun dalam ilmu-ilmu

alam ditulis dalam bahasa Persia yang jelas dan fasih, dan merupakan Masterpiece dalam

bahasa ini. Ia tidak hanya menunjukkan dengan jelas wawasan tasawuf dalam syair-syairnya,

Page 15: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

namun dalam hal logika dan filsafat yang paling ketat sekalipun. Figur besar lain seperti

Quthbuddin al-Syirazi, yang dalam masa remajanya bergabung dengan para sufi dan juga

menulis karya besar dalam filsafat peripatetic dalam bahasa Persia, Durrat al-Tajj, lalu bin

Turkah Isfahani, yang Tamhid al-Qawaidnya merupakan Masterpiece filsafat sekaligus

Tasawuf, dan Mir Abul Qosim Findiriski, yang menjadi komentator karya metafisika Hindu

penting, Yoga Vaisithsa adalah sufi dan ahli makrifat   yang kepadanya banyak mukjizat

dinisbatkan. Mereka semua sesungguhnya adalah para pengikut mazhab Afdhluddin Kasyani,

sejauh menyangkut upaya pemantapan hubungan antara Tasawuf dan Filsafat.

4.        Kategorisasi umum kita mengenai hubungan Tasawuf dengan filsafat, mencakup para

filosof yang mempelajari atau mempraktekan Tasawuf. Yang pertama dari kelompok ini adalah

Al-Farabi, yang mempraktekan Tasawuf dan bahkan telah mengubah musik yang dimainkan

dalam pertemuan Sama’ pada sufi, mutiara hikmah yang dinisbatkan kepadanya sangatlah

penting. Karena, pada dasarnya, inilah buku mengenai filsafat maupun makrifat dan hingga kini

diajarkan di Persia bersama komentar-komentar makrifati.

Ø  HUBUNGAN  TASAWUF DENGAN ILMU FIQIH

          Biasanya, pembahasan kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari Thaharah, kemudian

persoalan-persoalan kefiqihan lainnya. Namun, pembahasan ilmu fiqih tentang thaharah atau

yang lainnya secara tidak langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya.

Persoalannya sekarang, disiplin ilmu apakah yang dapat menyempurnakan ilmu fiqih dalam

persoalan-persoalan tersebut ? Ilmu Tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat

karena ilmu ini berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqih. Corak batin yang dimaksud

adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan ilmu ini mampu

menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih. Akhirnya,

pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.

          Dahulu para ahli fiqih mengatakan “Barang siapa mendalami fiqih, tetapi belum

bertasawuf, berarti ia fasik. Barang siapa bertasawuf, tetapi belum mendalami fiqih, berarti ia

zindiq. Dan Barang siapa melakukan ke-2 nya, berarti ia melakukan kebenaran”. Tasawuf dan

fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling menyempurnakan. Jika terjadi pertentangan antara ke-2

nya, berarti disitu terjadi kesalahan dan penyimpangan. Maksudnya, boleh jadi seorang sufi

berjalan tanpa fiqih, atau seorang ahli tidak mengamalkan ilmunya. Jadi, seorang ahli sufi harus

bertasawuf (sufi), harus memahami dan mengikuti aturan fiqih. Tegasnya, seorang fiqih harus

mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara

pengamalannya. Seorang sufi pun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan sekaligus

mengamalkannya. Ini menjelaskan bahwa ilmu Tasawuf dan ilmu Fiqih adalah 2 disiplin ilmu

yang saling melengkapi.

Page 16: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

Ilmu tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat karena ilmu ini memberikan

corak batin terhadap ilmu fiqih. Corak batin yang dimaksud, seperti ikhlas dan khusu’ berikut

jalannya masing-masing. Bahkan, ilmu ini dapat menumbuhkan kesiapan manusia untuk

melaksanakan hilim-hukum fiqih. Alasannya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan

sempurna tanpa perjalanan rohaniyah.

Makrifat secara rasa terhadap Allah melahirkan pelaksanaan hukum-hukum-Nya secara

sempurna. Dari sinilah dapat diketahui kelirunya pendapat yang menuduh perjalanan menuju

Allah (dalam tasawuf) sebagai tindakan melepaskan diri dari hukum-hukum Allah.

Allah SWT sendiri telah berfirman:

Artinya: ”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan

(agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang

tidak mengetahui”.

Berkaitan dengan persoalan ini, Al-Junaid – seperti dikutip Sa’id Hawwa’ – menuduh sesat

golongan yang menjadikan whusul (mencapai) Allah sebagi tindakan untuk melepaskan diri dari

hukum-hukum syari’at. Lebih tegas ia mengatakan, Betul mereka sampai, tetapi ke neraka

saqar”.

Dahulu para ahli fiqih mengatakan, ”barangsiapa mendalami fiqih tetapi belum bertasawuf,

berarti ia fasik; barang siapa bertasawuf tetapi belum mendalami fikih berarti aia zindiq; Dan

barangsiapa melakukan keduanya, berarti ia ber-tahaqquq (melakukan kebenaran).”

tasawufdan fiqih adalah dua disiplin ilmu yang saling menyempurnakan. Jika terjadi

pertentangan antara keduanya, berarti ia terjadi kesalahan dan penyimpangan. Maksudnya,

boleh jadi seorang sufi berjalan tanpa fikih atau menjauhi fikih, atau seorang ahli fikih tidak

mengamalkan ilmunya.

Jadi, seorang ahli fikih harus bertasawuf. Sebaliknya, seorang ahli tasawuf pun harus mendalmi

dan mengikuti aturan fikih. Tegasnya, seorang fakih harus mengetahui hal-hal yang

berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara pengamalannya. Seorang

sufu pun harus m,engetahui aturan-aturan hukum dan sekligus mengamalkannnya. Syeikh A-

Rifa’i berkata, ”Sebenarnya tujuan akhir para ulama dan para sufi dalah satu. ”Pernyataan Ar-

Rifa’i diatas perlu dikemukakan sebab beberapa sufi yang ”terkelabui” selalu menghujat setiap

orang dengan perkataan, ”orang yang tidak memiliki syaikh, maka syaikhnya adalah setan.”

Ungkapan ini diungkapkan seorang sufi bodoh yang berpropaganda untuk seikhnya; atau

dilontarkan oleh sufi keliru yang tidak tahu bgaimana seharusnya mendudukkan tasawuf pada

tempat yang sebenarnya.

Para pengamat Ilmu Tasawuf mengakui bahwa orang yang telah berhasil menyatukan ilmu

tasawuf dengan fikih adalah Al-Ghazali. Kitab Ihya’ Ulumuddinnya dapat dipandang sebagai

kitab yang dapat mewakili dua disiplin ilmu ini, disamping disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu

Page 17: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

kalam dan filsafat. Paparan diatas telah menjelaskan bahwa ilmu tasawuf mengakui bahwa

tasawuf dan ilmu fikih adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus

menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan perseorangan terhadap kedua disiplin

ilmu ini sangat beragam, sesuai dengan kadar kualitas ilmunya. Dari sini dapat dipahami bahwa

ilmu fikih, yanbg terkesan sangat formalistik – lahiriyah, menjadi sangat kering, kaku, dan tidak

mempunyai makna bagi penghambaan seseorang jika tidak diisi dengan muatan kesadaran

rohaniyah yang dimiliki ilmu tsawuf. Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-

sikap ”merasa suci” sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam

ilmu fikih.

Ø  HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU JIWA

          Dalam pembahasan Tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Yang

dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam Tasawuf tersebut

adalah terciptanya keserasian antara ke-2 nya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini

dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikan

manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari

sini, baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dkategorikan sebagai perbuatan

jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang baik, ia disebut orang

yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang  ditampilkannya jelek, ia disebut sebagai

orang yang berakhlak jalek. Dalalm pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang

bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuhnya

adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati, yang akan tampil dalam perilakunya adalah perilaku

hewani atau nabati pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang akan tampil

dalam perilakunya adalah perilaku insani pula. Orang yang sehat mentalnya adalah yang

mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat

merasakan bahwa dirinya berguna, berharga, dan mampu menggunakan segala potensi dan

bakatnya semaksimal mungkin dengan cara membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain.

Disamping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas, terhindar dari kegelisahan-

kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.

Semua praktek dan amalan-amalan dalam tasawuf adalah merupakan latihan rohani dan

latihan jiwa untuk melakukan pendakian spritual kerah yang lebih baik dan lebih sempurna.

Dengan demikian, amalan-amalan tasawuf tersebut adalah bertujuan untuk mencari

ketenangan jiwa dan keberhasilan ahli agar lebih kokoh dalam menempuh liku-liku problem

hidup yang beraneka ragam serta untuk mencari hakekat kebenaran yang dapat mengatur

Page 18: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

segala-galanya dengan baik.

Manusia sebagai makhluk Allah memiliki jasmani dan rohani. Salah satu unsur rohani manusia

adalah hati (Qalbu) disamping hawa nafsu. Karena itu penyakit yang dapat menimpa mansia

ada dua macam, yaitu penyakit jasmani dan penyakit rohani atau jiwa atau qalbu.

Di dalam beberapa ayat Al-Qur’an dikatakan bahwa di dalam hati manusia itu ada penyakit,

Antara lain penyakit jiwa manusia itu adalah iri, dengki, takabur, resah, gelisah, khawatir, stress

dan berbagai penyakit jiwa lainnya.

Dengan tasawuf manusia akan dapat menghindarkan diri dari penyakit kejiwaan (psikologis)

berupa prilaku memperturutkan hawa nafsu keduniaan, seperti: iri, dengki, takabbur, resah,

gelisah, khawatir, stress dan berbagai penyakit jiwa lainnya.

Tasawuf berusaha untuk melakukan kontak batin dengan tuhan bahwa berusaha untuk berada

dihadirat Tuhan, sudah pasti akan memberikan ketentraman batin dan kemerdekaan jiwa dari

segala pengaruh penyakit jiwa.

Dengan demikian antara tasawuf dengan ilmu jiwa memiliki hubungan yang erat karena salah

satu tujuan praktis dari ilmu jiwa adalah agar manusia memiliki ketenangan hati, ketentraman

jiwa dan terhindar dari penyakit-penyakit psikologis seperti dengki, sombong, serakah, takabbur

dan sebagainya.

Tasawuf juga selalu membicarakan persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Hanya saja,

jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentunya tidak lepas dari sentuhan-

sentuhan keislaman. Dari sinilah tasawuf kelihatan identik dengan unsur kejiwaan manusia

muslim.

Mengingat adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat antara spritualitas (tasawuf) dan

ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak terlepas dari kajian tentang

kajian kejiwaan manusia itu sendiri.

Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Tujuan yang

dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf adalah

terciptanya keserasian antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini

dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauhmana hubungan perilaku yang

diperaktekkan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu

dapat terjadi. Dari sini baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dikategorikan

sebagai perbuatan buruk atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang

adalah perbuatan baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang

ditampilkan jelek ia disebut sebagai orang yang berakhlak buruk.

Dalam pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang tergantung pada jenis jiwa yang

berkuasa pada dirinya. Jika yang berkuasa atas dirinya adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati,

prilaku yang tampil adalah prilaku hewani dan nabati pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa

adalah nafsu insani, yang tampil adalah prilaku insani pula.

Page 19: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

Kalau para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia, berarti bahwa

hakikat zat, dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur spritual dan kejiwaannya.

Ditekankannya unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidaklah berarti bahwa para sufi

mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat

memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah dan menjadi

khalifah-Nya dibumi.

Dengan demikian, pada aspek lain psikologi juga kita temukan masih menggunakan teori dan

metodologi psikologi modern. Dan sedangkan tasawuf lepas sama sekali dari teori dan

metodologi psikologi modern. Inilah yang membedakan antara tasawuf dengan psikologi Islam.

Namun pada sisi lain tasawuf juga memberi kontribusi besar dalam pengembangan Psikologi

Islam, karena tasawuf merupakan bidang kajian Islam yang membahas jiwa dan gejala

kejiwaan. Unsur Islam dalam psikologi Islam akan banyak berasal dari tasawuf. Dan hanya

sedikit berbeda antara tasawuf dengan ilmu kejiwaan adalahdari metode sistem pandangannya

terhadap mempelajari kejiwaan manusia. Jika kita lihat tasawuf melihat manusia dari sisi

internalnya artinya langsung mempelajari isi dan kondisi hati ataupun kejiwaan manusia

bagaimana seharusnya. Sedangkan ilmu jiwa ataupun yang sering dikenal dengan psikologi

mempelajari dan mendeskripsikan kejiwaan manusia dari eksternal manusia yaitu dengan

mempelajari hal-hal yang tampak dari sikap dan prilaku manusia apa adanya karena

menurutnya dari mempelajari prilakunya kita dapat menggambarkan bagaimana kondisi

kejiwaannya.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

a)   Hubungan Ilmu Tasawuf dengan ilmu kalam adalah Kebenaran dalam Tasawuf berupa

tersingkapnya (kasyaf) Kebenaran Sejati (Allah) melalui mata hati. Tasawuf menemukan

kebenaran dengan melewati beberapa jalan yaitu: maqomat, hal (state) kemudian fana'.

Sedangkan kebenaran dalam Ilmu Kalam berupa diketahuinya kebenaran ajaran agama melalui

penalaran rasio lalu dirujukkan kepada nash (al-Qur'an & Hadis)..

Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya,

serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan

jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman. Sebagaimana

dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak cukup hanya

diketahui batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab terkadang seseorang sudah tahu

Page 20: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya.

Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai berikut.

Sebagai pemberi wawasan  spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam

lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam

perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf merupakan penyempurna ilmu kalam.

b)      Hubungan Ilmu Tasawuf dengan ilmu filsafat, Tasawuf adalah pencarian jalan ruhani,

kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan pengetahuan mistik menurut jalan dan sunnah.

Sedangkan filsafah tidak dimaksudkan hanya filsafah peripatetic yang rasionalistik, tetapi

seluruh mazhab intelektual dalam kultur Islam yang telah berusaha mencapai pengetahuan

mengenai sebab awal melalui daya intelek. Filsafat terdiri dari filsafat diskursif (bahtsi) maupun

intelek intuitif (dzawqi)..

c)    Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Fiqih adalah dua disiplin ilmu yang saling

melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan

perseorangan terhadap kedua disiplin ilmu ini sangat beragam, sesuai dengan kadar kualitas

ilmunya. Dari sini dapat dipahami bahwa ilmu fikih, yanbg terkesan sangat formalistik –

lahiriyah, menjadi sangat kering, kaku, dan tidak mempunyai makna bagi penghambaan

seseorang jika tidak diisi dengan muatan kesadaran rohaniyah yang dimiliki ilmu tsawuf. Begitu

juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap ”merasa suci” sehingga tidak perlu lagi

memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam ilmu fikih.

d)   Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa adalah Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan

tentang hubungan jiwa dengan badan. Tujuan yang dikendaki dari uraian tentang hubungan

antara jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antar keduanya.

Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana

hubungan prilaku yang diperaktekan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya

sehingga perbuatan itu terjadi, dari sini terlihatlah perbuatan itu berakhlak baik atau sebaliknya.

Dari uraian diatas kami dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa ilmu tasawuf adalah suatu

ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan ilmu tasawuf jiwa kita lebih tenang

dan damai. Dan bertasawuf bukanlah harus dengan bertarikat tapi hakikat ilmu tasawuf adalah

pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa berhubungan dengan Allah sedekat mungkin.

B. SARAN

Maka dengan begitu kita semua bisa bertasawuf walaupun apapun berprofesinya, karena inti

tasawuf adalah terisinya jiwa dengan akhlak yang baik dan kesucian jasmani dan rohani dari

akhlak yang tercela. Untuk itu menurut kami orang yang bisa menjaga dirinya dari kedua hal

tersebut juga sudah dinamakan hidup bertasawuf

Page 21: Hubungan Tasawuf Dan Ilmu Ilmu Lain Dalam Islam

DAFTAR PUSTAKA :

-http://irpanharahap.blogspot.com/2011/07/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-lainnya.html

-http://ajiraksa.blogspot.com/2011/05/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-kalam-ilmu.html

http://www.jadilah.com/2011/11/hubungan-ilmu-kalam-tasawuf-dan.html

-http://www.cliquers-transetter.blogspot.com/2012/02/makalah-tentang-hubungan-tasawuf-

dengan.html