99
HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NAPZA (Studi kasus: Pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta) SKRIPSI Disusun oleh: Kurnia Alif Adicahya 1113111000074 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA JUNI 2020

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU

PENYALAHGUNAAN NAPZA

(Studi kasus: Pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta)

SKRIPSI

Disusun oleh:

Kurnia Alif Adicahya

1113111000074

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

JUNI

2020

Page 2: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU

PENYALAHGUNAAN NAPZA

(Studi Kasus: Pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta)

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Juni 2020

Kurnia Alif Adicahya

Page 3: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Kurnia Alif Adicahya

NIM : 1113111000074

Program Studi : Sosiologi

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU

PENYALAHGUNAAN NAPZA (Studi Kasus: Pasien di Rumah Sakit

Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta)

Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 18 Juni 2020

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing,

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Bambang Ruswandi, M.Stat

NIP. 197609182003122033 NIP. 198310052015031001

Page 4: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Perilaku Penyalahgunaan Napza

(Studi Kasus: Pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta)

Oleh

Kurnia Alif Adicahya

1113111000074

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Juni 2020. Skripsi

ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada

Program Studi Sosiologi.

Ketua, Sekretaris,

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Dr. Joharotul Jamilah, M.Si

NIP. 197609182003122033 NIP. 196808161997032002

Penguji I, Penguji II,

Dr. Muhammad Guntur Alting, M.Pd, M.Si. Iim Halimatusa'diyah, Ph.D

NIP. 197405121999031005 NIP. 198101122011012009

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 27 Juli 2020

Ketua Program Studi Sosiologi

FISIP UIN JAKARTA

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si NIP. 1976091820031220033

Page 5: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

iv

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini menganalisa hubungan antara status sosial ekonomi

dan perilaku penyalahgunaan napza pada pasien di Rumah Sakit Ketergantungan

Obat (RSKO) Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

status sosial ekonomi pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO)

Jakarta, mengetahui tingkat perilaku penyalahgunaan napza pada pasien Rumah

Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, dan menganalisis hubungan antara

status sosial ekonomi dan perilaku penyalahgunaan napza pasien di Rumah Sakit

Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif yang menggunakan metode

kuantitatif untuk menjelaskan hubungan antara satu variabel dengan variable lain.

Sampel pada penelitian ini adalah pasien Rumah Sakit Ketergantungan Obat

(RSKO) Jakarta yang berjumlah 92 orang. Teknik pengambilan sampel

menggunakan non probability sampling. Metode pengumpulan data yang

digunakan adalah metode angket atau kuesioner.

Dari hasil temuan penelitian menunjukan bahwa status sosial ekonomi dapat

diukur dengan pendidikan responden, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan

responden, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, pendapatan ayah, pendapatan keluarga,

kebutuhan keluarga, kepemilikan karyawan, kepemilikan investasi dan

kepemilikan kendaraan. Sedangkan tingkat penyalahgunaan napza dalam kategori

tinggi dan berada pada tingkat adiktif dengan nilai R-sqaure mencapai 0,782 atau

78,2%. Kemudian, status sosial ekonomi memiliki 9 indikator yang berhubungan

dengan perilaku penyalahgunaan napza yaitu pendidikan responden, pekerjaan

responden, pekerjaan ibu, pendapatan responden, pendapatan keluarga, kebutuhan

keluarga, kepemilikan karyawan, kepemilikan investasi, dan kepemilikan

kendaraan. Hasil tersebut telah diperkuat dengan uji Chi-square dan diperoleh

nilai p-value lebih kecil dari 0,05 yang menandakan bahwa Ha diterima atau ada

hubungan status sosial ekonomi yang signifikan dan perilaku penyalahgunaan

napza.

Kata Kunci: Status Sosial Ekonomi, Perilaku Penyalahgunaan Napza, Rumah

Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta

Page 6: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

v

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur tiada henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, karena atas izin dan kuasanya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Hubungan Status Sosial Ekonomi Dan Perilaku Penyalahgunaan Napza

Studi Kasus Pasien di Rumah Sakit (RSKO) Jakarta”. Meskipun dalam

penulisannya masih jauh dari kata sempurna. Selama proses penulisan hingga

akhirnya terselesaikan skripsi ini, penulis dipertemukan dengan orang-orang hebat

yang berjasa besar selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, atas segalanya

penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Drs. Ali Munhanif, MA, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si. selaku Ketua Prodi Sosiologi yang telah

memberi saran dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

3. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si. selaku Sekertaris Prodi Sosiologi yang

telah membantu dan melancarkan skripsi ini.

4. Bambang Ruswandi, M.Stat. sebagai dosen pembimbing yang sangat

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas

doa, kesabaran, pengertian, waktu, dan ilmunya dalam membimbing

dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya

Program Studi Sosiologi yang telah memberikan ilmu pengetahuan

dan pembelajaran berharganya.

Page 7: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

vi

6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Tongaya dan Ibu Tihaya. Serta adik

penulis yang bernama Agisna Septiaji Yahya.

7. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yang telah

membantu penulis dan memudahkan penulis dalam mengumpulkan

data-data yang diperlukan untuk skripsi ini.

8. Terkhusus sahabat WSS yakni Alm. Muhammad Arif Rinova, Fakri

Farantaqi, Luthfi Baskara, Abdul Malik, Mustofa, Rifnu Dian Haryadi,

Ahmad Hudzaifi, Oktanta, Ahsanu Amala dan Gaung yang telah

banyak memberi energi positif dan memotivasi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

9. Syifa Fauziah, seseorang yang selalu membantu penulis ketika

mengalami kesulitan sekaligus editor dalam penulisan skripsi ini.

10. Arif Nugroho, Adam Renaldi, Idrus Ami Maulana, Bagus Adhi

Prakoso, Tiara, Isti, Hanisya, Faizah, yang senantiasa memberikan

masukkan dan memberi semangat kepada penulis dalam pembuatan

skripsi ini.

Demikianlah ucapan terima kasih, semoga segala bantuan dan dukungannya

mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Maka dengan ini penulis

menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi. Semoga skripsi ini

dapat memberikan manfaat.

J

Page 8: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

vii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .......................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...................................................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix

DAFTAR RUMUS ............................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Pernyataan Masalah .................................................................................... 1

B. Pertanyaan Penelitian .................................................................................. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 5

D. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 6

E. Kerangka Teoretis ..................................................................................... 10

F. Definisi Operasional .................................................................................. 13

G. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 24

H. Operasionalisasi Konsep ........................................................................... 24

I. Metode Penelitian ...................................................................................... 26

BAB II GAMBARAN UMUM .......................................................................... 42

1. Sejarah dan Latarbelakang RSKO Jakarta Tahun 2018 ............................ 42

2. Visi dan Misi RSKO Jakarta Tahun 2018 ................................................. 44

3. Teknik Perencanaan .................................................................................. 44

4. Evaluasi dan Monitoring Tahun 2018 ....................................................... 47

BAB III ANALISIS DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ......................... 48

A. Karakteristik Status Sosial Ekonomi Pasien RSKO jakarta ...................... 48

Page 9: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

viii

B. Tingkat Perilaku Penyalahgunaan Napza .................................................. 54

C. Analisis Hubungan Status Sosial Ekonomi Dan Perilaku Penyalahgunaan

Napza ......................................................................................................... 63

BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 68

A. Kesimpulan ............................................................................................... 68

B. Saran .......................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71

LAMPIRAN ......................................................................................................... xii

Page 10: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Literature ............................................................................. 9

Tabel 2. Tingkat Penyalahgunaan Napza ............................................................... 24

Tabel 3. Jenis Kelamin Pasien ............................................................................... 28

Tabel 4. Definisi Operasional Variabel Status Sosial Ekonomi ............................ 31

Tabel 5. Definisi Operasional Variabel Perilaku Penyalahgunaan Napza ............. 31

Tabel 6. Tingkatan Skala ....................................................................................... 41

Tabel 7. Karakteristik Responden .......................................................................... 48

Tabel 8. Uji Validitas Outer Model Revisi ............................................................ 55

Tabel 9. Uji Realibilitas Outer Model Revisi ........................................................ 56

Tabel 10. Uji Kesuaian Inner Model ...................................................................... 57

Tabel 11. Tingkatan Skala ..................................................................................... 59

Tabel 12. Rescaling Data Perilaku Penyalahgunaan Napza .................................. 60

Tabel 13. Crosstab Indikator-indikator Status Sosial Ekonomi Dan Perilaku

Penyalahgunaan Napza .......................................................................... 63

Tabel 14. Uji Validitas dan Realibitas Variabel Status Sosial Ekonomi ........... xviii

Tabel 15. Uji Validitas dan Realibitas Variabel Penyalahgunaan Napza ............ xix

Tabel 16. Crosstab Pendidikan Responden * Perilaku Penyalahgunaan Napza .... xx

Tabel 17. Crosstab Pendidikan Ayah * Perilaku Penyalahgunaan Napza ............. xx

Tabel 18. Crosstab Pendidikan Ibu * Perilaku Penyalahgunaan Napza .............. xxi

Tabel 19. Crosstab Pekerjaan Responden * Perilaku Penyalahgunaan Napza .... xxi

Tabel 20. Crosstab Pekerjaan Ayah * Perilaku Penyalahgunaan Napza ............. xxi

Tabel 21. Crosstab Pekerjaan Ibu * Perilaku Penyalahgunaan Napza ................ xxii

Tabel 22. Crosstab Pendapatan Responden * Perilaku Penyalahgunaan Napza . xxii

Page 11: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

x

Tabel 23. Crosstab Pendapatan Keluarga * Perilaku Penyalahgunaan Napza ... xxiii

Tabel 24. Crosstab Kebutuhan Sekeluarga * Perilaku Penyalahgunaan Napza xxiii

Tabel 25. Crosstab Kepemilikan Karyawan * Perilaku Penyalahgunaan Napzaxxiv

Tabel 26. Crosstab Kepemilikan Investasi * Perilaku Penyalahgunaan Napza . xxiv

Tabel 27. Crosstab Kepemilikan Kendaraan * Perilaku Penyalahgunaan Napza xxv

Page 12: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xi

DAFTAR RUMUS

Persamaan 1. Rumus Slovin .................................................................................. 28

Persamaan 2. Rumus komposisi proposional ......................................................... 29

Persamaan 3. Rumus Korelasi Pearson Product Moment ...................................... 33

Persamaan 4. Rumus Alpha Cronbach ................................................................... 35

Persamaan 5. Rumus Frekuensi dan Persentase .................................................... 35

Persamaan 6. Rumus Frekuensi dan Persentase .................................................... 36

Persamaan 7. Rumus Q-Square .............................................................................. 39

Persamaan 8. Rumus Univariate Distribution ........................................................ 40

Persamaan 9. Rumus Q-square .............................................................................. 58

Persamaan 10. Rumus Univariate Distribution ...................................................... 59

Page 13: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Variabel Status Sosial Ekonomi (X) .................................................... 25

Gambar 2. Variabel Perilaku Penyalahgunaan Napza (Y) ..................................... 26

Gambar 3. Laoading Faktor dan T-hitung Model Akhir ........................................ 55

Gambar 4. Loading Factor Model Awal .............................................................. xvi

Gambar 5. T-hitungModel Awal ......................................................................... xvii

Gambar 6. Status sosial Ekonomi ...................................................................... xviii

Page 14: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan

adiktif lainnya. Selain narkoba, sebutan lain yang merujuk pada ketiga zat tersebut

adalah napza yaitu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Istilah napza biasanya

lebih banyak dipakai oleh praktisi kesehatan dan rehabilitasi. Akan tetapi, pada

intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap merujuk pada tiga jenis zat

yang sama (Ali dan Duse, 2007).

Sedangkan penyalahgunaan napza adalah menyalahgunakan salah satu

atau beberapa jenis narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya secara berkala

atau teratur di luar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan

fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial. Sedangkan penyalahguna napza adalah

orang yang menggunakan napza tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter

yang hanya ingin menikmati efek sampingnya saja bukan mengharapkan efek

pengobatannya dan merupakan tindakan melawan hukum (Depkes, 2001).

Di seluruh dunia, penyalahgunaan napza menunjukan peningkatan dari

tahun ke tahun. Dilaporkan, 5 % dari total populasi dunia pernah mencoba napza,

dan kini ada sekitar 27 juta orang yang kecanduan dan mengalami masalah

dengan penyalahgunaan napza. Kematian akibat napza diperkirakan sekitar

200.000 orang per tahun (Mere, 2011). Karena itu di Indonesia penyalahgunaan

napza merupakan masalah serius yang harus dicarikan jalan penyelesaiannya.

Page 15: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

2

Sedangkan menurut hasil data dari penelitian Badan Nasional (BNN) dan

Puslitkes UI pada 2017, sekitar 1,77% atau 3,3 juta penduduk Indonesia menjadi

penyalahguna narkoba dengan jumlah kerugian ekonomi maupun sosial mencapai

Rp 84,7 triliun. David Hutapea (Direktur Diseminasi Informasi Bidang

Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN)), mengatakan jumlah prevalensi

pengguna narkoba dari tahun ke tahun terlihat meningkat. Pada 2016 masih 0,02%

dari total penduduk Indonesia dan pada tahun 2017 menjadi 1,77%. Selain

kerugian material, permasalahan narkoba di Indonesia juga sudah menyebabkan

korban meninggal yakni diperkirakan 11.071 orang per tahun atau 30 orang per

hari. Berdasarkan data penyalahgunaan napza tersebut, mayoritas adalah pekerja

59%, disusul pelajar 24% dan populasi umum yakni 17% (Info DATIN

Kementrian Kesehatan RI, 2017).

Sedangkan menurut data yang didapatkan dari RSKO Jakarta jumlah

pasien napza di RSKO mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir dari tahun

2013-2017. Tahun 2013 diperoleh data pasien berjumlah 78 orang. Tahun 2014

terdapat penurunan pasien berjumlah 70 orang. Tahun 2015 pasien berjumlah

sama dengan tahun sebelumnya yakni 70 orang. Tahun 2016 pasien meningkat

drastis dengan jumlah mencapai 263 orang dan pada tahun 2017 pasien

mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya yakni berjumlah 244 orang.

Data-data di atas menunjukan bahwa jumlah penyalahgunaan napza di

Indonesia masuk dalam kategori tinggi. Tingginya jumlah penyalahgunaan

tersebut membuat pemerintah tidak tinggal diam. Untuk itu, Badan Narkotika

Nasional (BNN) sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK)

Page 16: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

3

memfokuskan Kegiatan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) pada lima bidang. Kelima bidang tersebut

adalah bidang Pencegahan, Pemberdayaan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama,

Pemberantasan serta rehabilitasi seperti di Rumah Sakit Ketergantungangan Obat

(Badan Narkotika dan Departemen Kesehatan RI, 2003).

Sebelum proses rehabilitasi dilakukan kepada para penyahlaguna napza,

perlu diketahui terlebih dahulu tingkatan perilaku penyalahgunaan napza pada

pengguna tersebut dan membaginya menjadi empat tingkat, yakni eksperimental,

situasional, reguler dan adiktif (Kapeta, 2016).

Pada tingkat eksperimental memiliki tingkat keparahan yang sangat rendah

dan hanya coba-coba saja karena pengguna biasanya hanya terdorong akan rasa

ingin tahu atau tekanan dari teman sebaya. Sedangkan pada tingkat situasional

pengguna mulai mengejar efek dari napza itu sendiri atau untuk mengatasi situasi

tertentu contohnya seperti menghilangkan rasa malu dan efek dari napza tersebut

dapat membuatnya lebih percaya diri. Pada tingkatan ketiga yakni reguler

pengguna biasanya mulai menggunakan secara terus-menerus dengan dosis yang

sedang dan digunakan untuk terbebas dari masalah yang dialaminya misalnya

seperti depresi. Pada tingkat terakhir yakni adiktif, pengguna napza

mengkonsumsi dengan dosis tinggi secara rutin atau setiap hari karena pengguna

ingin mendapatkan efek fisik atau psikologis yang ingin dicapainnya atau hanya

sekedar menghindari gejala putus zat (sakaw). Pada tingkatan ini napza telah

menjadi bagian dari hidup pengguna yang sulit untuk lepas walaupun sudah tahu

dampak buruk bagi dirinya (Kapeta, 2016).

Page 17: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

4

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk menjadi

penyalahguna napza, diantaranya faktor individu, lingkungan, ekonomi dan napza

itu sendiri. Dari beberapa faktor tersebut, faktor individu dan ekonomi (umur,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan) mempunyai peranan penting

yang dapat mempengaruhi seseorang menyalahgunakan napza (BNN, 2007).

Oleh karena itu, masalah penyalahgunaan napza tidak luput dengan

masalah status sosial yang dimiliki para penggunanya baik itu dalam faktor

individu ataupun ekonominya. Masalah status sosial di masyarakat itu sendiri

mewakili peran pengguna napza sebagai aktor dalam proses keberlangsungan di

lingkungan hidupnya, di mana status sosial ini menjadi salah satu faktor individu

mendorong perilaku penyalahgunaan napza, status sosial yang diraih individu di

dalam masyarakat ini tidaklah sebagai pemberian dari tuhan melainkan status

yang memerlukan kualitas tertentu, status jenis ini tidak diberikan pada individu

sejak lahir melainkan harus diraih melalui persaingan dan usaha pribadi yang

disebut sebagai Achieved status (Sunarto, 2004). Dalam meraih status sosial

ekonomi, individu memiliki sarana untuk meraihnya yaitu dengan cara bekerja.

Dengan bekerja individu dapat memiliki pendapatan dan dapat miliki harta benda

yang bernilai dalam kebutuhan ekonominya. Bekerja sendiri telah dianggap

semata-mata sebagai suatu sarana untuk mencari nafkah atau dalam perspektif lain

suatu alat untuk mempertahankan kelangsungan ekonomi. Lebih jauh lagi,

persepsi-persepsi modern telah mempertinggi konsep bekerja secara layak, yaitu

sebagai nilai manusiawi, kebutuhan sosial dan sarana untuk pengembangan diri

agar meningkatkan status sosial individu tersebut (Arus, 2001).

Page 18: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

5

Fokus Perhatian adalah “Hubungan Status Sosial Ekonomi Dan

Perilaku Penyalahgunaan Napza (Studi Kasus: Pasien Di Rumah Sakit

Ketergantungan Obat Jakarta)” Dari pemaparan di atas, apakah ada hubungan

status sosial ekonomi dan perilaku penyalahgunaan napza? Untuk membuktikan

penyataan tersebut perlu dilakukan suatu penelitian. Penelitian yang memastikan

adanya hubungan dari status sosial ekonomi dan perilaku penyalahgunaan napza.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah di atas, maka dapat ditarik beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran status sosial ekonomi pasien RSKO Jakarta?

2. Bagaimanakah tingkatan perilaku penyalahgunaan napza pasien RSKO

Jakarta?

3. Adakah hubungan status sosial ekonomi dan pasien di RSKO Jakarta

dalam perilaku penyalahgunaan napza ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pertanyaan masalah tersebut, tujuan penelitiannya adalah

sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan bagaimana gambaran status sosial ekonomi pasien

RSKO Jakarta.

Page 19: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

6

2. Untuk mengukur tingkat perilaku penyalahgunaan napza pada pasien

RSKO Jakarta.

3. Untuk menjelaskan hubungan status sosial ekonomi dan perilaku

penyalahgunaan napza pada pasien RSKO Jakarta.

Manfaat penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu-

ilmu sosiologi dan dapat digunakan sebagai panduan, referensi serta menambah

hasil penelitian yang berhubungan dengan status sosial ekonomi. Pembaca

diharapkan dapat memahami penelitian ini sebagai gambaran dalam aspek

kriminalitas serta dapat menambah pengetahuan tentang status sosial ekonomi

yang mengacu pada pekerjaan, pendidikan dan pendapatan dalam berbagai aspek

terutama ekonomi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tambahan dan evaluasi

untuk memahami indikator status sosial ekenomi serta mengetahui hubungan

status sosial ekonomi tersebut dan perilaku penyalahgunaan napza.

D. Tinjauan Pustaka

Agar penelitian ini menjadi relevan, tentu dibutuhkan perbandingan

dengan penelitian yang terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan tema

Page 20: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

7

yang sama yaitu perilaku penyalahgunaan napza maupun status sosial ekonomi.

Berikut ini peneliti akan memaparkan berbagai penelitian yang terkait dengan

perilaku penyalahgunaan napza dan juga status sosial ekonomi untuk meletakan

peta penelitian ini :

Pertama, yaitu penelitian yang di tulis oleh Matwimiyadi yang berjudul

“Hubungan Terhadap Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan dengan

Penyalahgunaan Napza”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan tingkat

pendidikan dan perkerjaan dengan penyalahgunaan napza di RSJ Tampan

Provinsi Riau. Dikarenakan angka penyalahgunaan napza semakin meningkat

setiap tahunnya, peneliti ingin melihat seberapa tingginya angka kenaikan tersebut

dengan berfokus pada tingkat pendidikan dan tingkat pekerjaan yang dimiliki oleh

responden yakni para penyalahguna napza. Dengan menunjukan hasil bahwa

orang yang tidak memiliki pekerjaan memiliki peluang lebih besar menjadi

penyalahguna napza daripada yang bekerja.

Kedua, yaitu penelitian yang ditulis oleh Aziza, Jamaluddin dan Wahyudin

yang berjudul “Hubungan Tingkat pengetahuan dan Sikap Narapidana dengan

Penggunaan Narkoba di Lembaga Permasyarakatan Klas IIB Kabupaten

Tolitoli”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan yang terdapat antara

tingkat pengetahuan dan sikap individu terhadap penggunaan narkoba. Dari hasil

penelitian tersebut menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

tingkat pengetahuan dan sikap narapidana dengan penggunaan narkoba atau

semakin rendah tingkat pengetahuan dan sikap seseorang maka semakin tinggi

kemungkinan dia menggunakan narkoba.

Page 21: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

8

Ketiga, yaitu penelitian yang bersumber dari Nurhayati Surbakti yang

berjudul “Analisis Dampak Sosial-Ekonomi Penyalahgunaan Narkoba”.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak-dampak yang disebabkan oleh

penyalahgunaan narkoba baik itu dampak sosial maupun ekonomi. Dari penelitian

tersebut menunjukan bahwa penyalahgunaan narkoba memberikan dampak yang

negatif terhadap faktor sosial-ekonomi yakni meliputi kesehatan, keluarga,

pendidikan dan produktivitas dalam bekerja.

Keempat, yaitu penelitian yang ditulis oleh Miller dan Carrol yang

berjudul “The Influence of Social Factors in Drug Addiction”. Penelitian ini

bertujuan untuk melihat faktor sosial yang mempengaruhi seorang pecandu

narkoba dengan menjelaskan hasil bahwa seorang pecandu narkoba terdorong

akan hasrat dan keinginan yang kuat untuk mencapai tujuannya. Dengan melihat

faktor-faktor sosial seperti teman sebaya, keluarga, lingkungan dan ekonominya.

Kelima, yaitu penelitian yang ditulis oleh Dr. Jerome, Nyameh, Magaji I.

Yakubu, Susan Teru dan Agnes Titus yang berjudul “Economic Implications of

Drug Abuse among the Youths”. Penelitian ini menejelaskan bahwa permasalahan

napza bukanlah masalah antar individu tetapi menyangkut masalah bersama yang

harus diselesaikan dalam masyarakat, terutama sistem dalam tatanan sosialnya

ketika individu harus memerankan perannya masing-masing dengan baik dan

saling bekerja sama karena masalah napza akan berdampak dalam semua faktor,

termasuk faktor ekonomi.

Page 22: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

9

Tabel 1. Perbandingan Literature

NO JUDUL

LITERAURE

METODE FOKUS

PENELITIAN

PERSAMAAN PERBEDAAN

1 Matwimiyadi

2014, Hubungan

Terhadap Tingkat

Pendidikan dan

Pekerjaan dengan

Penyalahguna

Napza

Kuantitatif Melihat

hubungan antara

tingkat

pendidikan dan

pekerjaan

responden

terhadap

penyalahgunaan

napza.

Membahas

tingkat

pendidikan dan

pekerjaan yang

merupakan

faktor dalam

status sosial

ekonomi serta

berhubungan

dengan

penyalahgunaan

napza.

Hanya

membahas

pendidikan dan

pekerjaan saja

tidak membahas

tentang

kepemilikan

harta benda dan

pendapatan.

2 Aziza, Jamaludin

dan Wayudin

2018, Hubungan

Tingkat

pengetahuan dan

Sikap Narapidana

dengan

Penggunaan

Narkoba di

Lembaga

Permasyarakatan

Klas IIB

Kabupaten

Tolitoli

Kuantitatif Melihat

Hubungan

Tingkat

pengetahuan

dan Sikap

Narapidana

dengan

Penggunaan

Narkoba di

Lembaga

Permasyarakat

an Klas IIB

Kabupaten

Tolitoli.

Sama-sama

membahas

tentang

penyalahgunaan

napza dan

hubungannya

dengan tingkat

pendidikan.

Penelitian ini

melihat

hubungaan

penyalahgunaan

napza hanya

dari tingkat

pengetahuan

atau pendidikan

saja. Tidak

membahas

tentang

pekerjaan,

pendapatan dan

kepemilikan

harta benda.

3 Nurhayati

Surbakti 2006,

Analisis Dampak

Sosial-Ekonomi

Penyalahgunaan

Narkoba

Kualitatif Ingin

mengetahui

faktor-faktor apa

saja yang

mempengaruhi

seseorang dalam

penyalahgunaan

napza.

Sama-sama

membahas

tentang

penyalahgunaan

napza dan

melihat dari segi

faktor ekonomi

yakni tingkat

pendidikan dan

pekerjaan.

Metode yang

digunakan

penilitan ini

adalah kualitatif

dan tidak

membahas

tentang

pendapatan dan

kepemilikaan

4 Miller dan Carrol

2006, The

Influence of

Social Factors in

Drug Addiction.

Kualitatif Melihat faktor-

faktor sosial apa

saja pada

pecandu

narkoba.

Membahas

tentang faktor

sosial yang

berhubungan

dengan

penyalahgunaan

napza.

Metode yang

digunakan

kualitatif dan

hanya

membahas

masalah faktor

sosial secara

Page 23: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

10

E. Kerangka Teoretis

1. Teori Status Sosial Ekonomi

Pada dasarnya kehidupan manusia itu berbeda–beda, baik dari segi

ekonomi maupun kedudukannya (status) dalam suatu masyarakat. Ada yang dari

segi ekonomi dan kedudukannya, ataupun sebaliknya. Status diartikan sebagai

tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan

orang-orang lainnya di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Masyarakat pada

umumnya memperkembangkan dua macam status, seperti yang dipopulerkan

Linton bahwa pembagian status ada dua (Linton, 1968), yaitu:

a. Ascribed Status (Status yang diperoleh)

Status yang diberikan kepada individu tanpa memandang kemampuan

atau perbedaan antarindividu yang dibawa sejak lahir. Misalnya, usia dan jenis

kelamin.

umum.

5 Jerome, Nyameh,

Magaji I.

Yakubu, Susan

Teru dan Agnes

Titus 2013,

Economic

Implications of

Drug Abuse

among the

Youths

Kualitatif Membahas

masalah

ekonomi tentang

penyalahgunaan

napza pada

remaja.

Sama-sama

membahas

tentang ekonomi

dan

hubungannya

dengan

penyalahgunaan

napza.

Yang menjadi

objek penelitian

hanya kalangan

remaja saja

tidak membahas

kalngan dewasa

dan usia lanjut.

Page 24: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

11

b. Achieved status (status yang diraih)

Status yang memerlukan kualitas tertentu, status jenis ini tidak

diberikan pada individu sejak lahir melainkan harus diraih melalui persaingan

dan usaha pribadi.

Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam

masyarakat, status sosial ekonomi diartikan sebagai gambaran tentang

keadaan seseorang atau masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi,

gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan, dan lainnya.

Sedangkan status sosial ekonomi merupakan keadaan ekonomi yang

menentukan kedudukan (status) di dalam lapisan masyarakat. Apakah

tergolong lapisan atas, sedang atau rendah. Maka dari itu status sosial

ekonomi merupakan suatu kondisi dan kedudukan seseorang yang diukur dan

terkait dengan pendidikan, pekerjaan, pendapatan, fasilitas dan jenis tempat

tinggal.

2. Teori Pilihan Rasional

Teori ini mengadopsi pemikiran yang berlandaskan ekonomi yakni

manusia adalah sebuah makhluk yang rasional dalam membuat keputusan

dengan mempertimbangkan berbagai cara untuk memperoleh tujuan atau hasil

yang diinginkannya (Clarke, 1997). Pendekatan ini dibangun oleh Clarke

untuk menyusun strategi pencegahan kejahatan situasional. Pendekatan ini

berasumsi bahwa kejahatan adalah sebuah perilaku yang secara sadar

dilakukan untuk memenuhi hasrat si pelanggar misalnya seperti uang, hasrat

Page 25: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

12

seksual dan narkoba. Dalam proses memenuhi kebutuhan tersebut pelaku

terkadang sering menimbang terlebih dahulu secara rasional keputusan yang

akan diambil dengan mengukur sumber daya yang dimiliki dan cara mencapai

keinginannya (Clarke,1997). Oleh karena itu, Pendekatan ini berpendapat

bahwa manusia memiliki kodrat yang sama yaitu selalu mempertimbangkan

keputusannya berdasarkan hal yang ingin diraihnya walaupun itu baik ataupun

buruk selama dia bisa mencapainnya.

Asusmsi dasar dalam teori pilihan rasional juga dijelaskan oleh Keel

(1997) dengan membaginya pada beberapa poin pokok sebagai berikut:

a. Manusia adalah subjek yang rasional.

b. Rasionalitas termasuk kalkulasi pada tujuan atau cara.

c. Manusia bebas untuk memilih perilakunya baik patuh atau

melanggar, berdasarkan atas pertimbangannya sendiri.

d. Elemen yang paling penting dari pertimbangan tersebut meliputi

analisis baik dan buruk, lebih mengedepankan kesenangan yang

didukung karna faktor ekonomi.

e. Pilihan, apabila diasumsukan bahwa kondisi lainnya adalah sama.

Hal tersebut berarti baik atau buruknya keputusan yang diambil itu

adalah pilihan yang sama asalkan dapat mencapai keinginannya.

Pilihan rasional dalam melihat penyalahgunaan napza lebih

mengedepankan pada prinsip ekonomi, memandang mereka sebagai sebuah

Page 26: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

13

pihak yang mempunyai pertimbangan rasional dengan mempertimbangkan

berbagai cara untuk mendapat kesenangannya agar berhasil mencapai efek

yang ingin diraih walaupun itu melalui keputusan yang buruk atau melanggar

norma. Karena hal tersebut adalah keputusan yang telah diperhitungkannya

(Piquero dan Hickman, 2002).

F. Definisi Operasional

1. Status Sosial

Kedudukan atau status menentukan posisi seseorang dalam struktur sosial,

yakni menentukan hubungan dengan orang lain. Status sosial atau kedudukan

individu, apakah ia berasal dari golongan atas atau ia berasal dari golongan bawah

dari status orang lain, hal ini mempengaruhi perannya. Peranan adalah

konskuensi atau akibat kedudukan atau status sosial ekonomi seseorang. Tetapi,

cara seseorang membawakan peranannya tergantung pada kepribadian dari setiap

individu karena indivdu satu dengan yang lain berbeda (Nasution, 1994).

2. Faktor Dalam Status Sosial Ekonomi

Soekanto memiliki ukuran atau kriteria dalam menggolongkan anggota

masyarakat dalam suatu lapisan sosial, kriteria tersebut diantaranya ukuran

kekayaan, ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan dan ukuran ilmu pengetahuan.

Namun, status sosial ekonomi masyarakat juga dapat dilihat dari beberapa faktor

yang mempengaruhi, yaitu:

Page 27: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

14

a. Pekerjaan

Manusia adalah makhluk yang berkembang dan makhluk yang aktif.

Manusia disebut sebagai makhluk yang suka bekerja, manusia bekerja untuk

memenuhi kebutuhan pokoknya yang terdiri dari pakaian, sandang, papan,

serta memenuhi kebutuhan sekunder seperti pendidikan tinggi, kendaraan,

alat hiburan dan sebagainya (Mulyanto, 1985).

Pekerjaan akan menentukan status sosial ekonomi karena dari bekerja

segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Pekerjaan tidak hanya mempunyai

nilai ekonomi namun usaha manusia untuk mendapatkan kepuasaan dan

mendapatkan imbalan atau upah, berupa barang dan jasa akan terpenuhi

kebutuhan hidupnya. Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi kemampuan

ekonominya, untuk itu bekerja merupakan suatu keharusan bagi setiap

indivdu sebab dalam bekerja mengandung dua segi, kepuaasan jasmani dan

terpenuhinya kebutuhan hidup.

b. Pendidikan

Pendidikan berperan penting dalam kehidupan manusia, pendidikan

dapat bermanfaat seumur hidup manusia. Dengan pendidikan, diharapkan

seseorang dapat membuka pikiran untuk menerima hal-hal baru baik berupa

teknologi, materi, sistem teknologi maupun berupa ide-ide baru serta

bagaimana cara berpikir secara alamiah untuk kelangsungan hidup dan

kesejahteraan dirinya, masyarakat dan tanah airnya.

Page 28: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

15

Ngadiyono (1998) membedakan pendidikan berdasarkan isi program

dan penyelengaraannya menjadi 3 macam, yaitu :

1. Pendidikan formal merupakan pendidikan resmi di sekolah-sekolah,

penyelenggaraannya teratur dengan penjenjangan yang tegas,

persaratan tegas, disertai peraturan yang ketat, pendidikan ini

didasarkan pada peraturan yang tegas.

2. Pendidikan informal merupakan pendidikan yang diperoleh melalui

hasil pengalaman, baik yang diterima dalam keluarga maupun

masyarakat. Penjenjangan dan penyelenggaraannya tidak ada,

sistemnya tidak diformulasikan.

3. Pendidikan non formal merupakan pendidikan yang dilakukan di

luar sekolah, penyelenggaraanya teratur. Isi pendidikannya tidak

seluas pendidikan formal, begitu juga dengan peraturannya.

c. Pendapatan

Christoper dalam sumardi (2004) mendefinisikan pendapatan

berdasarkan kamus ekonomi adalah uang yang diterima oleh seseorang dalam

bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba, dan lain sebagainya. Biro pusat Statistik

merinci pendapatan dalam kategori sebagai berikut:

1. Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang

yang sifatnya regular dan diterima biasanya sebagai balas atau

kontra prestasi, sumbernya berasal dari :

Page 29: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

16

a. Gaji dan upah yang diterima dari gaji pokok, kerja sampingan,

kerja lembur dan kerja kadang-kadang.

b. Usaha sendiri yang meliputi hasil bersih dari hasil usaha sendiri,

komisi, penjualan dari kerajinan rumah.

c. Hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik

tanah. Keuntungan serial, yakni pendapatan yang diperoleh dari

pihak milik.

2. Pendapatan yang berupa barang, yaitu pembayaran upah dan gaji

yang ditentukan dalam beras, pengobatan, transportasi, perumahan

dan kreasi.

d. Kepemilikan

Pendapatan seseorang akan mempengaruhi jenis kepemilikan harta

benda yang dimiliki oleh individu tersebut. Semakin tinggi pendapatan maka

akan semakin besar peluangnya untuk masuk kedalam kategori kelas atas.

“Pendapatan yang tinggi biasanya diikuti oleh pemilikan harta benda

yang banyak. Di pedesaan kepemilikan sawah, kebun, ladang, ternak yang

banyak dan rumah yang besar merupakan simbol pemilikan dari kelas atas

masyarakat tersebut. Di perkotaan, rumah, kendaraan, tanah, perhiasaan,

surat-surat berharga, dan benda-benda seni adalah simbol pemilikan dari

kelas atas. Dimana ia tinggal akan menentukan kelas sosial seseorang. Di

Jakarta, pemukiman di Menteng, Pondok Indah, Perumahan Kota Wisata

Cibubur, Kelapa Gading adalah lokasi perumahan bagi kelas sosial atas”

(Sumarwan, 2011 : 267).

Page 30: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

17

3. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya)

a. Pengertian Narkotika

Narkotika berasal dari bahasa inggris “narcitics” yang berarti obat yang

menidurkan atau obat bius (Warjowasito & tito, 1998).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, narkotika adalah untuk

menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa ngantuk atau

rangsangan (opium, ganja, dsb) (Depdikbud, 1998). Kemudian, Departemen

Agama RI mengungkapkan bahwa narkotika adalah bahan atau zat aktif yang

bekerja pada sistem syaraf, dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dan rasa

sakit, serta dapat pula menyebabkan ketergantungan atau adiksi. Jenis-jenisnya

adalah putaw, ganja, kokain, morfin, hasish dan opium (Depag, 2003).

b. Pengertian Psikotropika

Psikotropika Merupakan salah satu zat yang dapat digunakan untuk

pengobatan dan dapat berbahaya jika digunakan dengan dosis yang berlebihan.

Di dalam buku Penggunaan Penyalahgunaan NARKOBA Oleh

Masyarakat Sekolah, psikotropika adalah zat atau bahan yang bekerja pada sistem

syaraf pusat yang dapat menyebabkan perubahan pada aktifitas mental dan prilaku

dan dapat menyebabkan ketergantungan atau adiksi. Jenis-jenisnya yaitu ekstasi,

shabu-shabu, LSD pil BK, rohypnol, magadon, valium, mandrax (Depag, 2003).

Adapun jenis-jenis psikotropika berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun

1997 psikotropika dibedakan menjadi empat golongan, yaitu:

Page 31: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

18

1. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi amat kuat yang mengakibatkan sindroma

ketergantungan.

2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk

pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi yang mengakibatkan sindroma

ketergantungan.

3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat untuk

pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi sedang yang mengakibatkan

sindroma ketergantungan namun tidak separah golongan II.

4. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat untuk

pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan yang mengakibatkan

sindroma ketergantungan (Sasangka, 2003).

Dari beberapa pengertian diatas, penulis memahami bahwa psikotropika

merupakan zat yang bisa menjadi obat untuk pengobatan jika digunakan sesuai

akan tetapi akan menjadi zat yang dapat merusak susunan sistem syaraf pusat jika

dikonsumsi secara berlebihan.

Page 32: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

19

c. Pengertian Zat Adiktif Lainnya

Hari Sasangka menjelaskan bahwa ”Zat-zat adiktif lainnya yaitu selain

narkotika dan selain psikotropika”. Penggunaannya dapat menimbulkan

ketergantungan, contohnya adalah rokok, kelompok alkohol dan minuman lain

yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan, cafein pada kopi dan jamur

pada tahi sapi” (Sasangka, 2003).

4. Perilaku Menyimpang

Penyimpangan bukanlah kualitas dari suatu tindakan yang dilakukan

orang, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan penerapan sangsi yang

dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tindakan tersebut, sehingga

penyimpangan diartikan sebagai setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu

pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat (Razak, 2008).

Diketahui bahwa penyalahgunaan napza dalam keadaan atau kondisi

seseorang yang mengkonsumsinya berkadar tidak terlalu banyak dan dijadikan

obat adalah baik jika sesuai aturan. Namun, apabila terlalu banyak atau berlebihan

menjadi tidak baik lagi. Penyalahgunaan napza adalah keadaan ketergantuangan

secara fisik maupun psikis yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan

hukum. Oleh karena itu, perbuatan tersebut menjadi suatu perilaku yang

menyimpang.

Perilaku menyimpang dalam hal penyalahgunaan napza ini juga

mempengaruhi keadaan instabilitas emosi, ketagihan, sakaw, dan tak mampu

mengendalikan diri. Perilaku negatif, sebagai dampak rusaknya sel-sel syaraf

Page 33: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

20

otak. Tidak mampu lagi berfikir kritis dan hidup disiplin. Segala perilakunya

hanya tertuju demi napza. Pecandu akan mencari uang diluar rumah dengan

berbagai cara. Termasuk cara kriminal yang mendorong melakukan

penyimpangan lainnya seperti mencuri, menodong dan bahkan menjual dirinya

(Kadarmanta, 2010).

Kemudian, ambivalensi nilai terhadap napza tersebut muncul dari

kenyataan bahwa napza dapat menjadi pengubah perilaku. Modifikasi perilaku

terjadi melalui proses pemabukan, hal ini secara personal dan sosial merupakan

sesuatu yang bersifat destruktif terutama dilihat dari integrasi personal dan sosial.

napza dapat membuat orang menjadi sakit dan tidak bahagia. Dampak paling

kentara dari napza adalah perilaku menjadi agresif dan kecenderungan pada

deviasi dalam perilaku seksual dan membuat seseorang menelantarkan atau

kurang memerhatikan dan peranan sosialnya (Soetomo, 2008) .

5. Tingkat Penyalahgunaan Napza

Ada beberapa tingkat di dalam penyalahgunaan napza , dan tingkatan

tersebut dibagi menjadi empat yakni:

a. Pengguna Eksperimental (Rekreasional)

Penggunaan eksperimental adalah tingkatan penggunaan zat yang paling

rendah tingkat keparahannya. Biasanya terjadi dalam tatanan sosial diantara

teman-teman, jarang terjadi, dan biasanya melibatkan penggunaan zat psikoaktif

dalam jumlah kecil sampai sedang. Biasanya juga didorong oleh rasa ingin tahu

atau tekanan teman sebaya (teman sepermainan). Orang yang menggunakan

Page 34: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

21

secara rekreasional biasanya belum memiliki masalah terkait penggunaan zatnya,

kecuali jika terkait penggunaan zat ilegal. Contoh umum misalnya anak SMP

yang mencoba ganja karena penasaran atau diajak teman-temannya.

Pada masa ini seseorang hanya coba-coba memakai narkoba. Mereka yang

menggunakannya hanya sekali-sekali. Dan pada masa ini gejalanya sulit dikenali

serta hanya orang dekat yang dapat mengetahuinya (Sunarno, 2007). Adapun ciri-

cirinya adalah :

Rasa senang

Rasa gembira

Terus senyum dan ramah

b. Penggunaan Situasional (Sirkumstansial)

Penggunaan situasional sering terjadi ketika seseorang termotivasi

mengejar efek yang diinginkan sebagai cara mengatasi (coping) kondisi atau

situasi tertentu. Sebagai contoh, orang yang memiliki sifat sangat pemalu akan

merasa bahwa dengan mengkonsumsi ganja membuatnya menjadi lebih santai,

mampu berbicara dengan orang lain, berdansa, dan merasa lebih gaul. Dalam

contoh lain, orang yang mengalami depresi cenderung mencoba mengkonsumsi

zat untuk merasa lebih hidup dan lebih baik.

Contoh lain yang lebih ekstrim adalah serdadu yang menggunakan ganja,

heroin, atau zat lainnya dalam peperangan untuk santai dan terlepas dari stres

yang menderanya saat peperangan. Pada tingkat ini, orang secara situasional dapat

menggunakan untuk mencari kesenangan atau bersosialisasi. Seseorang pada

Page 35: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

22

tingkat ini dapat saja memiliki masalah atau tidak memiliki masalah terkait

penggunaannya.(Sunarno, 2007) adapun ini ciri-cirinya adalah:

Lebih lincah, riang dan percaya diri

Rajin olahraga

Senang makan

c. Penggunaan Reguler (Intensif)

Beberapa orang memulai penggunaan zat dari penggunaan rekreasional

atau sirkumstansial. Namun, kemudian mulai menggunakan secara terus-menerus.

Ketika penggunaan zat menjadi setiap hari dan terus-menerus, dari dosis rendah

sampai sedang, efek yang dirasakan akan meningkat. Pada tingkatan ini, biasanya

seseorang termotivasi untuk menggunakan agar terbebas dari masalah yang

dialami, seperti anxietas atau depresi, atau untuk mempertahankan kemampuan

yang dikehendaki. Pada tingkatan ini, seseorang biasanya mulai mengalami

masalah terkait penggunaannya (misal: terlambat masuk kerja pada hari Senin

karena malamnya habis mabuk tinggi; membuat orang lain prihatin akan

penggunaannya). Pada tingkatan penggunaan ini sering juga disebut sebagai

tingkat penyalahgunaan.

Pada masa ini seseorang akan lebih sering menggunakan napza.

Ketergantungan sudah mulai tampak, dan memperlihatkan ciri-ciri sebagai

berikut:

Pribadi tertutup dan mudah tersinggung.

Sulit bergaul dan murung.

Page 36: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

23

Ketika menggunakan ia normal tetapi ketika tidak, ia kurang percaya diri

dan tidak sehat.

d. Penggunaan Adiktif (Kompulsif)

Penggunaan adiktif merupakan penggunaan paling parah dan paling

berbahaya. Pada tingkat ini , dosis tinggi secara rutin atau setiap hari (bisa

beberapa kali dalam sehari) diperlukan untuk mencapai efek fisik atau psikologis

yang diinginkan, atau sekedar untuk menghindari gejala putus zat (seperti sakaw).

Pada tingkat ini, zat (narkoba) menjadi sesuatu yang paling penting dalam

kehidupan seseorang, melebihi aktivitas lainnya. Pada tingkat ini, orang

mengalami masalah terkait penggunaan berkelanjutan, namun tetap menggunakan

walaupun tahu itu bermasalah untuk dirinya, yang sering disebut sebagai

adiksi.(Sunarno,2007)

Pada masa ini seseorang yang menggunakan napza, kehidupannya hanya

bergantung pada napza jika tidak memakai ia akan mengalami sakaw dan

meperlihatkan ciri-ciri berikut:

Sering mengancam dan mencuri

Gigi menguning kecoklatan

Memiliki bekas sayatan/ tusukan jarum di bagian kaki, tangan, dada atau

lainnya.

Page 37: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

24

Tabel 2. Tingkat Penyalahgunaan Napza

No TINGKATAN TUJUAN

1 Eksperimental Hanya ingin tahu, penasaran.

2 Situasional Untuk mengatasi situasi atau kondisi tertentu.

3 Reguler Dosis bertambah dan termotivasi untuk menggunakan

agar terbebas dari masalah yang dialami,

4 Adiktif

Dosis tinggi secara rutin atau setiap hari (bisa beberapa

kali dalam sehari) diperlukan untuk mencapai efek fisik

atau psikologis yang diinginkan

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas maka hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak ada hubungan status sosial ekonomi pasien RSKO jakarta dan

perilaku penyalahgunaan napza.

Ha: Ada hubungan status sosial ekonomi pada pasien RSKO jakarta dan

perilaku penyalahgunaan napza

H. Operasionalisasi Konsep

Konsep dari penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yaitu variabel independen

dan variabel dependen. Di sini status sosial ekonomi (SSE) sebagai variabel

independen (X) dan perilaku penyalahgunan napza (PPN) sebagai variabel

dependen (Y). Dalam penelitian ini, variabel status sosial ekonomi diukur dari

Page 38: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

25

beberapa dimensi yaitu pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Sedangkan

variabel perilaku penyalahgunaan napza diukur dari dimensi eksperimental,

situasional, reguler, dan adiktif dengan gambar sebagai berikut:

Gambar 1. Variabel Status Sosial Ekonomi (X)

Page 39: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

26

Gambar 2. Variabel Perilaku Penyalahgunaan Napza (Y)

I. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan

pendekatan kuantitatif. Kuantitatif yakni penyelidikan tentang masalah

kemasyarakatan atau kemanusiaan yang didasarkan pada pengujian suatu teori

yang tersusun atas variabel-variabel, diukur dengan bilangan-bilangan, dan

dianalisis dengan prosedur statistik. Tujuannya adalah mengeneralisasi temuan

penelitian sehingga dapat digunakan untuk memprediksi situasi pada populasi

yang lain. Penelitian kuantitatif juga digunakan untuk menjelaskan hubungan

sebab akibat antar variabel yang diteliti (Supriyadi, 2014).

Page 40: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

27

Penelitian ini menggunakan metode survei. Penelitian survei yaitu

penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner

sebagai alat pengumpul data yang pokok (singarimbun, 1989).

2. Objek Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat

(RSKO) Jakarta. Alasan memilih RSKO sebagai lokasi penelitian karena

RSKO ini di latar belakangi sebagai rumah sakit yang khusus menangani

pasien pecandu narkoba, sekaligus rumah sakit terbaik di Jakarta perihal

menangani narkoba, baik itu proses medis, rehabilitasi maupun motivasi.

Peneliti juga ingin memperdalam apakah para pasien di RSKO dalam

masalah penyalahgunaan napza memiliki faktor sosial ekonomi sebagai

pemicu melakukan perbuatan tersebut. Karena itu peneliti ingin melihat

hubungan status sosial ekonomi mereka dan masalah penyalahgunaan napza.

3. Teknik Sampling dan Ukuran Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

Populasi adalah ide abstrak dari sehimpunan besar yang peneliti ambil

sampelnya, dan hasil dari sampel tersebut digeneralisasikan (Lawrence,

2013). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien RSKO

Cibubur Jakarta tahun 2018 yang berjumlah 120 orang.

Page 41: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

28

Tabel 3. Jenis Kelamin Pasien

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki 101

Perempuan 19

Total 120

b. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian yang diambil dari suatu populasi. Pada

penelitian ini jumlah populasi sebanyak 120 orang. Dari populasi ini peneliti

mengambil sampel dengan menggunakan rumus perhitungan sampel slovin:

Persamaan 1. Rumus Slovin

n: jumlah sampel

N: jumlah populasi

e: batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Setelah mendapatkan jumlah sempel dengan menggunakan rumus

slovin, maka dalam penelitian ini jumlah responden sebanyak 92,307 dan

dibulatkan menjadi 92 responden.

Page 42: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

29

Pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampling non

probability sampling dengan tipe Quota sampling yaitu membuat kerangka

sampel untuk setiap beberapa kategori kasus, dan mengambil sampel tersebut

secara acak dari setiap kategori yang akan mencerminkan populasi

(Lawrence, 2013). Penelitian ini menggunakan Quota sampling dikarenakan

sangat cocok untuk melihat jumlah pasien yang ada di RSKO jakarta yang

sedang dirawat, baik itu rawat jalan maupun rawat inap. Yang terdiri dari

laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk teknik pengambilan unit sampel

dari setiap Quota adalah dengan menggunakan Convenience Sampling.

Persamaan 2. Rumus komposisi proposional

N= + = 91,999 ≈ 92

4. Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menyebarkan

kuesioner pada responden yang telah ditetapkan, kuesioner merupakan sebuah

pertanyaan tertulis yang berkaitan dengan fokus penelitian dan peneliti juga

melakukan wawancara lebih mendalam lagi kepada responden agar data yang

didapatkan bisa lebih akurat dan valid. Lalu sebelum mengumpulkan data, peneliti

Page 43: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

30

melakukan observasi di RSKO Cibubur untuk melihat lingkungan sekitar Pasien

yang dirawat.

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data yang diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner dan

wawancara dengan responden, yaitu Pasien RSKO Cibubur Jakarta.

b. Data Sekunder

Sumber data ini meliputi arsip-arsip yang didapat dari pihak rumah

sakit dan termasuk juga buku, jurnal, teori, skripsi, tesis, penelitian yang

pernah dilakukan sebelumnya serta sumber lain yang berkaitan dengan

penelitian ini.

2. Skala Pengukuran

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala ordinal dan

nominal untuk mengukur variabel independen (status sosial ekonomi) dan

skala nominal pada variabel dependen (perilaku penyalahgunaan napza).

5. Operasional Variabel

Dalam penelitian ini memiliki dua variable, yakni variabel independen dan

dependen. Variabel independen ialah variabel yang dapat mempengaruhi nilai dari

variabel lainnya atau sering juga disebut dengan variabel bebas (X), sedangkan

variabel dependennya ialah variabel yang dipengaruhi oleh varibel independen

tersebut (Y).

Page 44: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

31

Penelitian ini hanya memiliki satu variabel independen yaitu status sosial

ekonomi (X) yang memiliki empat dimensi, meliputi pendidikan, pekerjaan,

pendapatan dan kepemilikan. Sedangkan variabel dependen dari penelitain ini

adalah perilaku penyalahgunaan nazpa (Y) dengan empat dimensi di dalamnya

yakni eksperimental, situasional, reguler dan adiktif.

Tabel 4. Definisi Operasional Variabel Status Sosial Ekonomi

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR SKALA

Status Sosial

Ekonomi

Pendidikan

- Tingkat pendidikan

pribadi

-Tingkat pendidikan

orang tua

Likert Pekerjaan -Pekerjaan pribadi

-Pekerjaan orang tua

Pendapatan -Pendapatan pribadi

-Pendapatan dan

kebutuhan keluarga

Kepemilikan -Harta benda

Tabel 5. Definisi Operasional Variabel Perilaku Penyalahgunaan Napza

VARIABEL TINGKATAN DIMENSI SKALA

Perilaku

Penyalahgunaan

Napza

Level 1 Penggunaan

Eksperimental

Likert

Level 2 Penggunaan

Situasional

Level 3 Penggunaan

Reguler

Level 4 Penggunaan

Adiktif

Page 45: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

32

6. Metode Analisis Data

Data dalam penelitian ini, yaitu menggunakan teknik analisis deskriptif.

Analisis deskriptif dalam penelitian ini bertujaun untuk memberikan gambaran

yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Statistik deskriptif

diantaranya terdiri dari frekuensi dan deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel

atau diagram batang (Prasetyo, 2014). Dalam mengolah data, langkah-langkah

yang dilakukan adalah:

a. Pertama, ialah proses editing data yang telah terkumpul melalui daftar

pertanyaan (kuesioner) ataupun pada wawancara perlu dibaca kembali

untuk melihat apakah ada hal-hal yang masih meragukan dari jawaban

responden. Jadi, editing bertujuan untuk memperbaiki kualitas data serta

menghilangkan keraguan data (Nazir, 2013).

b. Kedua, adalah proses coding atau mengodekan data yaitu kegiatan

memberikan kode pada setiap data yang terkumpul di setiap instrumen

penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk memudahkan dalam menganalisis

dan penafsiran data. Data yang dikumpulkan dapat berupa angka, kalimat

pendek atau panjang, ataupun hanya jawaban “ya” atau “tidak”.

c. Ketiga adalah membuat tabulasi, yaitu memasukkan data ke dalam tabel-

tabel, dan mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus

dalam berbagai kategori.

Setelah semua data yang diperlukan sudah terkumpul maka selanjutnya

adalah proses pengolahan data. Sebagai berikut:

Page 46: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

33

A. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pertama peneliti akan melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Di

mana validitas ialah bagaimana suatu alat ukur yang digunakan telah mengukur

apa yang ingin diukur dan reliabilitas ialah sejauh mana hasil pengukuran tetap

konsisten apabila dilakukan pengukuran kembali pada orang yang sama di waktu

yang berbeda atau orang yang berbeda di waktu yang sama (Nifsiannoor, 2011).

1. Uji Validitas

Uji validitas di sini untuk melihat sejauh mana item yang akan

digunakan tersebut isinya layak mengukur objek yang seharusnya diukur

dan sesuai dengan kriteria tertentu. Analisis ini dengan cara

mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total. Skor total

adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Item-item pertanyaan yang

berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut

mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin

diungkap valid. Batas validitas di sini menggunakan perhitungan menurut

Azwar yakni jika r hitung > 0,300 maka instrumen atau item-item

pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total dapat dinyatakan

valid (Bahri dan Zamzam, 2012). Dalam menguji validitas peneliti

menggunakan rumus korelasi product moment person (purwoto, 2007).

Dan hasilnya dilampirkan pada lembar lampiran.

Persamaan 3. Rumus Korelasi Pearson Product Moment

∑ ∑ ∑

√[ ∑ ∑ ][ ∑ ∑ ]

Page 47: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

34

Keterangan rumus:

2. Uji Reliabilitas

Uji reabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari perubah atau konstruk. Suatu kuesioner

dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan

adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas suatu test

merujuk pada derajat stabilitas, konsistensi, daya prediksi, dan akurasi.

Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi adalah pengukuran

yang dapat mempunyai data yang reliabel. Pengujian reliabilitas instrumen

dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Menurut Robert M Kaplan

suatu angket dikatakan reliabel apabila nilai dari Alpha Cronbach ≥ atau

0,7 (Saccuzo, 2012). Dan hasilnya dilampirkan pada lembar lampiran,

adapun rumus Alpha Cronbach yang digunakan adalah sebagai berikut:

Page 48: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

35

Persamaan 4. Rumus Alpha Cronbach

[

] [

]

Keterangan :

Kedua adalah penyajian analisis statistika deskriptif, yaitu

berkaitan dengan metode-metode pengumpulan, penyajian, dan

peringkasan data sehingga memberikan suatu informasi yang berguna

(Bambang, 1994). Di sini analisis statistika deskriptif berguna untuk

memberikan informasi data berupa frekuensi dan persentase (%) mengenai

gugus data antara variabel status sosial ekonomi dan tingkat pengetahuan.

Di mana untuk melihat frekuensi dan persentase (%) data dengan

menggunakan rumus (Sudijono, 2006) :

Persamaan 5. Rumus Frekuensi dan Persentase

Keterangan rumus:

P: Persentase

F: Frekuensi dari setiap jawaban yang telah menjadi pilihan responden

N: Jumlah responden

Page 49: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

36

B. Statistika Deskriptif

Statistika deskriptif digunakan berdasarkan dengan metode-metode dari

pengumplan data yang telah diperoleh, disajikan melalu ringkasan data. Pada

penilitian ini, statistika deskriptif berfungsi untuk memberi informasi secara

ringkas terutama dalam penyajian data dan berbentuk frekuensi dalam skala

presentase yakni mengenai status sosial pasien RSKO Jakarta dan menggunakan

rumus seperti berikut:

Persamaan 6. Rumus Frekuensi dan Persentase

Penjelasan rumus:

P: Persentase (%)

F: Frekuensi dari jawaban yang diperoleh berdasarkan pilihan responden

N: Jumlah Keseluruhan Responden

C. CFA (Confirmatory Factor Analysis)

1. Pengertian CFA

CFA atau Confirmatory Factor Analysis berdasarkan Church dan Burke

dalam Widhiarso (2004) ialah meruapakan teknik yang cukup baik dalam analisis

model sederhana untuk melihat berfungsinya suatu konstruk empirik (faktor) pada

sebuah model yang struktural. Kelebihan yang dimiliki oleh Confirmatory Factor

Analysis ini ialah tingkat fleksibilitas yang baik ketika digunakan pada sebuah

model hipotesis yang memiliki kerumitan tinggi. Analisis faktor ini bertujuan

untuk menggambarkan serta menjelaskan dengan cara mereduksi jumlah

parameter yang dimiliki. (Widhiarso, 2004).

Page 50: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

37

Second order CFA ialah laten variabel yang pengukurannya tidak bisa

secara langsung melalui variabel-variabel indikatornya. Pengukuran second order

hanya dilakukan melalui keterikatan konstruk dengan indikator lewat dimensi

varibelnya, pengujian dilakukan melalui dua tahap, pertama menguji indikator

dengan dimensi variabel sedangkan tahap kedua menguji suatu dimensi dengan

konstruk laten yang dimilikinya. (Bahri dan Fakhry, 2015). Dan memiliki syarat

yang harus terpenuhi yaitu jumlah dimensi minimal dua, karna jika hanya

memiliki satu dimensi saja tidak akan dapat menggambarkan adanya dimensi

tersebut, karna dimensi merupakan sudut pandang di dalam suatu penelitian, yang

berarti jika hanya memiliki satu dimensi juga hanya memiliki satu sudut pandang

(Bahri dan Fakhry, 2015). Karna ketika melalukan analisis CFA dimensi yang

hanya berjumlah dua tersebut wajib dipertahankan hingga evaluasi akhir selesai.

2. Pengaplikasian CFA

a. Membangun Model Berbasis Teori

Berdasarkan informasi yang telah peneliti kumpulkan, peneliti

memperoleh sebuah model yang sesuai dengan masalah penelitian yang akan

dikaji. Yakni terdapat model satu buah variabel indpenden (eksogen) yaitu status

sosial ekonomi yang berhubungan dengan variabel dependen (endogen) yaitu

perilaku penyalahgunaan napza pasien RSKO Cibubur Jakarta.

Pada model penelitian ini variabel yang telah terbentuk terdiri dari dimensi

dan indikator-indikatornya. Setiap variabel memiliki empat dimensi yakni

variabel status sosial ekonomi dengan dimensi pendidikan, dimensi pekerjaan,

dimensi pendapatan dan dimensi kepemilikan. Sedangkan variabel perilaku

Page 51: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

38

penyalahgunaan napza juga memiliki empat buah dimensi yaitu dimensi

eksperimental, dimensi situasional, dimensi reguler dan dimensi adiktif.

b. Membuat Diagram Jalur

Setelah membangun model berbasis teori, tahap selanjutnya adalah

membuat diagram jalur berdasarkan dari model yang telah ditetentukan. Diagram

jalur digunakan untuk mempermudah dalam menjelaskan hubungan-hubungan

yang ada pada setiap indikator, melalui diagram jalur ini juga dapat digambarkan

hubungan antara variabel laten dan hubungan antara variabel laten dengan

indikator-indikatornya.

c. Evaluasi Kesesuaian Model Pengukuran (Outer Model)

Pada bagian ini, kesesuaian model yang telah dibuat akan diuji

pengukurannya meliputi uji validitas dan uji reliabilitas, sedangkan untuk

pengujian validitas model pengukuran, peneliti menggunakan hipoteses (Wijanto,

2008). Sebagai berikut:

Ho: Ө = 0 (koefisien parameter loading factor tidak signifikan atau

tidak valid)

H1: Ө ≠ 0 (koefisien parameter loading factor signifikan atau valid)

Dengan syarat pengujian statistik uji t, sebagai berikut :

Jika > (1,96), maka Ho ditolak

Jika < (1,96), maka Ho diterima

Page 52: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

39

Selanjutnya melakukan uji convergen yaitu dengan melihat nilai loading

factor. Jika nilai loading faktor memenuhi syarat atau sesuai standar > 0,50, maka

dapat dikatakan indikator tersebut baik dan valid untuk mengukur latennya.

Sedangkan pada pengujian reliabilitas, dibuktikan oleh dua ukuran

penilaian yakni composite reliability (CR) dan Average Varian Extracted (AVE)

dan dapat dikatakan baik, jika (Wijanto, 2008) :

a. Nilai Composite reliability (CR) > 0,7

b. Nilai Average Varian Extracted (AVE) > 0,5

d. Evaluasi Kesesuaian Model Struktural (Inner Model)

Pada tahap terakhir adalah pengujian inner model yakni dengan melihat

evaluasi kesesuaian model yang telah dibuat. Adapun caranya dengan melihat

nilai Q-Square (Q²) untuk mengukur seberapa baik nilai yang diperoleh oleh

model dan juga estimasi parameternya.

Persamaan 7. Rumus Q-Square

Q² = 1 –(1- R₁²)

Di mana R₁² adalah R-Square variabel induktif (endogen) yang ada dalam

model. Dan interpretasi Q² sama dengan koefisien determinasi total pada analisis

jalur yang telah dibuat, sama dengan nilai R₁². Dan memiliki kriteria uji sebagai

berikut:

a. Nilai Q² memiliki rentang nilai 0 < Q² < 1, yang artinya semakin nilai Q²

mendekati angka 1 maka model semakin baik. Nilai Q² ini setara dengan

koefisien determinasi total.

Page 53: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

40

b. Dan jika nilai Q² > 0 menjelaskan bahwa model memiliki predictive

relevance.

c. Sebaliknya jika nilai Q² < menjelaskan bahwa model kurang memiliki

predictive relevance.

D. Rescaling dan Tabulasi Data

Teknik rescaling digunakan untuk mendapatkan data yang nantinya akan

digunakan pada tahap akhir yaitu uji tabulasi silang (cross tabulation). Teknik ini

dilakukan untuk melihat adanya suatu hubungan dari dua variabel tersebut dalam

bentuk tabulasi.

Untuk menghitung besaran yang terdapat dalam kedua variabel, peneliti

menggunakan aplikasi SPSS untuk mengkonversi nilai-nilai yang telah diperoleh.

Namun, sebelum melakukan uji tersebut, terlebih dahulu peneliti konversi

skor variabel dengan mengolah data dimensi yang diukur melalui beberapa

indikator, kemudian hasilnya dikonversi ke dalam skala agar dapat dilihat besaran

dan tingkatannya dengan menggunakan software smartPLS. berikut adalah uraian

rumus yang digunakan:

Persamaan 8. Rumus Univariate Distribution

.

Penjelasan:

: skor maksimal : nilai skala terkecil

: nilai skala terbesar V : nilai skala per-responden

Page 54: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

41

Kemudian, setelah nilai tersebut telah dikonversi skornya menjadi urutan

skala, peneliti akan membat urutan skala berdasarkan tingkatan mulai dari yang

sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi. Berikut adalah hasilnya:

Tabel 6. Tingkatan Skala

Skala Tingkatan

76-100 Sangat Tinggi

55-75 Tinggi

26-50 Rendah

0-25 Sangat rendah

E. Cross Tabulation

Digunakan untuk melihat bagaimana hubungan status sosial ekonomi dan

perilaku penyalahgunaan napza, maka akan disajikan dalam bentuk crosstab yang

dibuat berdasarkan indikator status sosial ekonomi. Crosstab tersebut bertujuan

untuk melihat hubungan antar variabel yang telah diuji yakni dengan menghitung

persentase responden untuk setiap kelompok dalam sebuah kategori supaya lebih

mudah dilihat dan dipahami. (Fariz, Windy & Afi, 2015)

Page 55: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

42

BAB II

GAMBARAN UMUM

1. Sejarah dan Latarbelakang RSKO Jakarta Tahun 2018

Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) ini digagas pendirinya oleh

bapak H. Ali Sadikin yang dulu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta,

kemudian dr. Herman Susilo (Mantan Ka. Ditkeswa Depkes) dan bagian Psikiatri

Universitas Indonesia. Rumah sakit ini secara resmi mulai beroprasi pada 12 April

1972. Berdirinya rumah sakit ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang

meminta akan adanya rumah sakit yang secara khusus memberikan pelayanan

kesehatan dibidang penyalahgunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika dan Zat

Adiktif lainnya), dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat atau biasa di sebut

RSKO ini menjawab permintaan dari masyarakat serta mendapatkan tanggapan

yang positif.

Di Indonesia sendiri masalah napza merupakan masalah serius yang harus

dicarikan jalan penyelesaiannya. Menurut hasil data dari penelitian Badan

Nasional (BNN) dan Puslitkes UI pada 2017, sekitar 1,77% atau 3,3 juta

penduduk Indonesia menjadi penyalahguna narkoba dengan jumlah kerugian

ekonomi maupun sosial mencapai Rp 84,7 triliun. David Hutapea (Direktur

Diseminasi Informasi Bidang Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN)),

mengatakan jumlah prevalensi pengguna narkoba dari tahun ke tahun terlihat

meningkat. Pada 2016 masih 0,02% dari total penduduk Indonesia dan pada tahun

2017 menjadi 1,77%. Selain kerugian material, permasalahan narkoba di

Page 56: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

43

Indonesia juga sudah menyebabkan korban meninggal yakni diperkirakan 11.071

orang per tahun atau 30 orang per hari. Berdasarkan data penyalahgunaan napza

tersebut, mayoritas adalah pekerja 59%, disusul pelajar 24% dan populasi umum

yakni 17% (Info DATIN Kementrian Kesehatan RI, 2017).

Oleh sebab itu dibuatnya RSKO Jakarta ini mendapatkan tanggapan yang

positif juga diiringi dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan

kesehatan yang lebih baik dan lebih lengakap lagi. Bahkan RSKO cibubur ini

menambah kapasitas layanan serta perbaikan dengan mendirikan bangunan baru

di Cibubur, Jakarta Timur pada tahun 2002 yang dikenal dengan nama RSKO

Cibubur. Karena narkotika sifatnya selalu berkembang baik dari segi dan jenis,

pemulihan ataupun cara penanggunalangannya. Karena itu, RSKO

penanganannya bersifat komperhensif. Penanganan para pasien penyalahgunaan

NAPZA dengan berbagai macam disiplin keilmuan yakni: dokter, perawat,

psikolog atau psikiater, pekerja sosial, ahli fisioterapi dan lain sebagainya.

Kemudian, upaya merealisasikan gedung RSKO Cibubur, Jakarta Timur

diperoleh dengan pembuatan Master Plan berdasarkan surat-surat Ditjen

YanMedik No. PR.02.01.6.1.6620. pada tanggal 15 oktober 2002 dilakukan saat

pembukaan RSKO Cibubur yang menandai dimulainya operasional RSKO

cibubur, yang berlokasi di jalan Lapangan Tembak Nomor 75 Cibubur-Jakarta

Timur.

Page 57: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

44

2. Visi dan Misi RSKO Jakarta Tahun 2018

a. Visi

Menjadi rumah sakit yang unggul dalam pelayanan, pendidikan, dan

penelitian dalam bidang napza di tahun 2019.

b. Misi

1. Menyelenggarakan upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif

dalam bidang napza dan penyakit terkait secara komperhensif dan

paripurna yang memenuhi kaidah mutu keselamatan pasien dan

terjangkau oleh masyarakat yang dikelola oleh tenaga yang kompeten.

2. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga profesi serta

masyarakat umum dalam bidang napza dan melaksanakan penelitian

dan pengembangan berbasis bukti dalam bidang napza.

3. Menjadi sarana bagi pegawai untuk meningkatkan kompetensi dan

kesejahteraan.

3. Teknik Perencanaan

a. Teknik Perencanaan penyembuhan pada pasien

Penyembuhan adalah fokus utama dari setiap rumah sakit bagi para

pasiennya. Sama halnya dengan RSKO, menggunakaan berbagai cara dalam

menyembuhkan pasiennya yang berhubungan dengan zat beserta penyakit-

penyakit yang diderita oleh pasien. Sedangkan untuk pasien rawat inap akan

melalui proses detoksifikasi atau lebih popular dengan nama Medical Psikiatik

Page 58: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

45

Evaluation (MPE) pasien akan menjalani proses pemulihan selama satu sampai

tiga minggu. Kemudian, setelah menjalani program detoksifikasi tersebut, pasien

akan dilanjutkan ketahap selajutnya yaitu perawatan rehabilitasi yang masih

dalam satu instansi dengan program detoksifikasi. Model program yang dipakai

oleh RSKO adalah TC yang berbasis Rumah Sakit. Maksudnya adalah

penanganan-penanganan medis dalam prakteknya dan ada juga penerapan medis

12 steps Narcotic Anonymous.

TC adalah suatu grup/komunitas orang dengan masalah yang sama dan

ditempatkan pada tempat tinggal yang sama, memiliki peraturan, filosofi, norma

dan nilai budaya yang disepakati, dipahami dan dianut bersama. Hal tersebut

dijalankan demi keberlangsungan pemulihan diri pasien tersebut. Secara garis

besar metode pemulihan ini bertitik berat pada peran kelompok dalam

penyembuhan setiap pasien GBZ. Tujuan dari program ini adalah merubah

tingkah laku negatif ke arah tingkah laku positif.

Ada dua jenis penyembuhan di RSKO, yaitu substitusi dan simptomatis.

Subtitusi ialah memberikan zat pengganti napza sedangkan simptomatis ialah

memberikan pemulihan sesuai dengan keluhan yang diderita pasien. Pasien yang

berobat di RSKO memiliki dua pilihan program yaitu rawat jalan dan rawat inap.

Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

a. Rawat Jalan

Dalam program rawat jalan ini terdapat beberapa jenis layanan dan

satunya ialah Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Dalam pelaksanaan

Page 59: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

46

program ini proses penyembuhan dilakukan dengan metode substitusi yakni

para pasien GBZ akan diberikan pengganti napza yang berupa methadone.

Para pasien yang mendaftarkan diri sebagai pasien methadone memiliki

perlindungan hukum tersendiri dan memiliki kartu IPWL (Insitusi Penerimaan

Wajib Lapor), ialah sebuah kartu tanda bukti bahwa status paseien methadone.

Untuk meningkatkan progress penyembuhan yang pasien jalani, dosis

methadone akan dikurangi secara bertahap jika melihat perkembangan positif

pada pasien tersebut. Dan pengurangan dosis itu harus berdasarkan anjuran

dari dokter yang berwenang. (Walking Paper RSKO, 2018)

b. Rawat Inap

Proses awal yang dilakukan untuk mengangani pasien rawat inap ialah

pertama-tama pasien akan menjalani proses detoksifikasi atau penghilang

racun-racun yang ada didalam tubuh. Kemudian setelah melakukan

detoksifikasi, pasien dapat memilih apakah akan melanjutkan ke tahap

selanjutnya, yakni rehabilitasi atau bisa langsung kembali pulang kerumah.

Akan tetapi, pihak rumah sakit biasanya akan memberikan rekomendasi untuk

melanjutkan pada proses rehabilitasi. Jika pasien merupakan putusan dari

pengadilan maka dirinya wajib mengikuti program tersebut dan harus melewati

beberapa fase pengobatan. Tetapi sebelumnya pasien akan dievaluasi

psikososialnya terlebih dahulu untuk menyesuaikan program yang akan

diberikan ke pasien sesuai dari hasil tes yang diterima. (Reguler Program

RSKO, 2018)

Page 60: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

47

4. Evaluasi dan Monitoring Tahun 2018

Evaluasi dan monitoring dapat dilakukan pada tingkat selanjutnya ketika

pasien telah berada di luar lingkungan RSKO, yakni melakukan home visit. Jadi

pada home visit ini, pihak rumah sakit memiliki biaya khusus untuk bimbingan

yang lebih lanjut, dengan melakukan program home visit yang diajukan setahun

sekali. Program ini tidak hanya memperdalam data-data tetapi bisa dilakukan saat

pasien berada di dalam, contohnya untuk memberikan pelayanan kepada para

pasien pihak rumah sakit harus mengetahui permasalahannya secara mendalam

dan pada waktu inilah peran program home visit diselenggarakan. Akan tetapi,

home visit seperti itu bukan untuk evaluasi dan monitoring.

Perbedaan antara evaluasi dan monitoring adalah, monitoring dilakukan

sambil berjalan saat pasien masih berada di dalam atau di luar pemulihan tapi

pelayanan belum selesai. Sedangkan evaluasi dilakukan saat pelayanan sudah

selesai. Fasilitas evaluasi dan monitoring bisa melalui home visit.

Pada program evaluasi dan monitoring proses penyembuhan pasien

terdapat beberapa alasan kenaikan fase diantaranya sebagai berikut:

1. Kondisi atau progres yang sudah cukup untuk naik ke fase selanjutnya.

Kriteria cukup ialah pasien memahami program dan mengetahui apa

kebutuhan untuk pemulihan dirinya sesuai dengan fase yang dijalaninya.

2. Kenaikan fase dibutuhkan pasien untuk melanjutkan hidupnya secara lebih

produktif.

Page 61: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

48

BAB III

ANALISIS DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Karakteristik Status Sosial Ekonomi Pasien RSKO jakarta

Dalam analasis ini telah diketahui bahwa populasi atau jumlah data yang

diambil oleh peneliti adalah pasien di RSKO Jakarta yang berjumlah 120 orang

dan sampel yang didapatkan pada penelitian ini berjumlah 92 responden.

Kemudian untuk melihat gambaran profil responden, frekuensi status sosial

ekonomi dalam jumlah presentase disajikan dalam bentuk tabel agar data yang

diperoleh dapat dengan mudah dimengerti.

Tabel 7. Karakteristik Responden

No Informasi Responden Pilihan Responden Frekuensi Presentase

1 Usia

17 – 30 32 34,8%

31 – 45 50 54,3%

>45 10 10,9%

2 Jenis Kelamin Laki-laki 78 84,8%

Perempuan 14 15,2%

3 Status

Kawin 51 55,4%

Belum Kawin 33 35,9%

Cerai 8 8,7%

4 Agama

Islam 77 83,7%

Kristen 8 8,7%

Budha 2 2,2%

Katolik 3 3,3%

Konghucu 2 2,2%

5 Suku

Jawa 29 31,5%

Betawi 26 28,3%

Sunda 4 4,3%

Batak 7 7,6%

Melayu 1 1,1%

Lainnya 25 27,2%

6 Pendidikan Responden

(0,702)

Sarjana 23 25%

Diploma 8 8,7%

SMA/SMK 52 56,5%

SMP/MTS 5 5,4%

Page 62: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

49

SD/MI 4 4,3%

7 Pendidikan Ayah

Responden (0,902)

Sarjana 27 29,3%

Diploma 9 9,8%

SMA/SMK 32 34,8%

SMP/MTS 17 18,5%

SD/MI 7 7,6%

8 Pendidikan Ibu

Responden (0,885)

Sarjana 23 25%

Diploma 3 3,3%

SMA/SMK 41 44,6%

SMP/MTS 17 18,5%

SD/MI 8 8,7%

9 Pekerjaan Responden

(0,562)

Pejabat Pemerintah 0 0%

PNS 3 3,3%

Pegawai Swasta 27 29,3%

Wirausaha 32 34,8%

Kerja Serabutan 30 32,6%

10 Pekerjaan Ayah

Responden (0,561)

Pejabat Pemerintah 3 3,3%

PNS 18 19,6%

Pegawai Swasta 22 23,9%

Wirausaha 29 31,5%

Kerja Serabutan 20 21,7%

11 Pekerjaan Ibu

Responden (0,786)

Pejabat Pemerintah 1 1,1%

PNS 6 6,5%

Pegawai Swasta 9 9,8%

Wirausaha 10 10,9%

Ibu Rumah Tangga 66 71,7%

12 Pendapatan Responden

(0,812)

>Rp 6 jt 20 21,7%

Rp 4.5 jt – Rp 6 jt 10 10,9%

Rp 3 jt – Rp 4.5 jt 19 20,7%

Rp 1.5 jt – Rp 3 jt 21 22,8%

< Rp 1.5 jt 22 23,9%

13 Pendapatan Keluarga

(0,885)

>Rp 10 jt 24 26,1%

Rp 7.5 jt – Rp 10 jt 13 14,1%

Rp 4.5 jt – Rp 7.5 jt 15 16,3%

Rp 3 jt – Rp 4.5 jt 23 25%

< Rp 3 jt 17 18,5%

14 Kebutuhan Keluarga

(0,820)

Lebih Dari Cukup 13 14,1%

Cukup 43 46,7%

Pas-pasan 28 30,4%

Kurang 4 4,3%

Sangat Kurang 4 4,3%

15 Kepemilikan Pegawai

(0,791)

Karyawan 16 17,4%

PRT 22 23,9%

Tukang Cuci Baju 5 5,4%

Page 63: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

50

Pegawai Lain 3 3,3%

Tidak Ada 46 50%

16 Kepemilikan Investasi

(0,826)

Perusahaan 15 16,3%

Toko 9 9,8%

Kontrakan 9 9,8%

Sawah 4 4,3%

Tidak Punya 55 59,8%

17 Kepemilikan

Kendaraan (0,847)

Mobil & Motor 31 33,7%

Mobil 10 10,9%

Motor 44 47,8%

Sepeda 1 1,1%

Tidak Punya 6 6,5%

Penelitian ini terdapat empat dimensi status sosial ekonomi yaitu

pendidikan, pekerjaan pendapatan dan kepemilikan. Setiap dimensi tersebut

memiliki indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kontribusi setiap

dimensi. Kemudian keseluruhan indikatornya berjumlah 12 yaitu pendidikan

responden, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan responden, pekerjaan

ayah, pekerjaan ibu, pendapatan responden, pendepatan keluarga, kebutuhan

keluarga, kepemilikan karyawan, kepemilikan investasi dan kepemilikan

kendaraan dianggap kuat karena memiliki nilai loading factor di atas 0,5. Dari 12

indikator dalam status sosial ekonomi, indikator pendidikan ayah memiliki nilai

0,902 hal tersebut menandakan bahwa indikator pendidikan ayah memiliki

pengaruh yang kuat dalam mengukur status sosial ekonomi.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa para pasien RSKO Jakarta

memiliki status sosial ekonomi yang kuat. Para pasien memiliki pendidikan,

pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan yang terikat dalam status sosial ekonomi

mereka. Dari dimensi keempat unsur tersebut, pasien RSKO Jakarta memiliki

Page 64: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

51

status sosial ekonomi yang dalam masyarakat lebih tepatnya Achieved status atau

status yang diraih lewat persaingan bukan dari pemberian dari lahir dan yang

paling berpengaruh dalam pengukuran status sosial tersebut adalah pendidikan

dan indikator yang paling mendominasi adalah pendidikan ayah. Hal ini

menunjukan bahwa status sosial ekonomi seseorang merupakan keadaan ekonomi

yang menentukan kedudukan (status) di dalam lapisan masyarakat terkait dengan

pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepemilikan (Linton, 1968).

Berikut adalah penjabaran indikator dalam setiap dimensi pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, dan juga kepemilikan.

a. Dimensi Pendidikan

Pendidikan yang dimiliki oleh para responden menjadi tolak ukur dalam

penelitian ini. Penggunaan dimensi pendidikan untuk mengetahui seberapa besar

tingkat pendidikan yang dimiliki responden yakni pasien RSKO Jakarta. Untuk

mengukur dimensi pendidikan, terdapat tiga indikator yang digunakan untuk

mengukur kontribusi dimensi pendidikan sebagai status sosial ekonomi.

Pada dimensi pendidikan terdapat tiga indikator yakni pendidikan

responden, pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Ketiga indikator tersebut

memiliki nilai yang berbeda-beda. Di mana nilai Loading Factor terbesar pada

indikator pendidikan ayah dengan nilai 0,902 sedangkan nilai terendah berada

pada indikator pendidikan responden sebesar 0,702. Semua item indikator pada

dimensi pendidikan memiliki nilai loading factor > 0,5. Maka dari itu semua

Page 65: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

52

indikator tersebut memiliki hubungan tinggi dalam menilai pendidikan pasien

RSKO Jakarta.

b. Dimensi Pekerjaan

Selain dimensi pendidikan, terdapat dimensi pekerjaan dalam variabel

status sosial ekonomi. Pekerjaan ini sangat penting untuk para pasien RSKO

Jakarta ketika hendak melakukan penyalahgunaan napza. karena dengan memiliki

pekerjaan nantinya mereka akan memiliki upah kemudian dapat membeli apa

yang diinginkannya, entah itu keinginin baik ataupun buruk misalnya seperti

membeli napza. Dalam dimensi pekerjaan ini terdapat tiga indikator yang terdiri

dari pekerjaan responden, pekerjaan ayah dan pekerjaan ibu.

Dalam tabel tersebut terlihat bahwa indikator yang memiliki nilai tertinggi

adalah pekerjaan ibu dengan jumlah 0,786. Oleh karena itu indikator pekerjaan ini

dianggap memiliki kontribusi paling tinggi dalam menilai dimensi pekerjaan.

Sedangkan nilai terendah berada pada indikator pekerjaan ayah dengan nilai 0,561

dan tidak terpaut jauh dengan nilai indikator pekerjaan responden yakni 0,562.

Dalam dimensi pekerjaan semua indikator memiliki nilai lebih dari 0,5, hal

tersebut menunjukan setiap indikator handal untuk digunakan sebagai pengukur

dimensi pekerjaan. Maka dari itu tiga indikator tersebut terbukti dapat mengukur

dimensi pekerjaan.

c. Dimensi Pendapatan

Dalam dimensi pendapatan juga memiliki tiga indikator di dalamnya.

Ketiga indikator tersebut yaitu pendapataan responden, pendapatan keluarga, dan

Page 66: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

53

pendpatan untuk kebutuhan keluarga. Ketiga indikator tersebut penting dalam

mengukur bagaimana jumlah pendapatan dapat berdapampak pada status sosial

eknomi para pasien RSKO Jakarta.

Berdasarkan hasil pengolahan data, menunjukan bahwa ketiga indikator

tersebut dapat mengukur dimensi pekerjaan. Dengan memiliki nilai tertinggi yakni

indikator pendapatan keluarga yang berjumlah 0,885. Pendapatan keluarga sangat

menentukan taraf hidup seseorang, lebih atau kurangnya antara pemasukan dan

pengeluaran dalam keluarga tersebut memberikan dampak yang besar dalam

masyarakat yang dinilai dalam segi ekonominya.

d. dimensi kepemilikan

Terakhir ialah dimensi kepemilikan, dimensi kepemilikan juga mempunyai

tiga indikator di dalamnya yaitu kepemilikan karyawan, kepemilikan investasi dan

kepemilikan kendaraan. Dimensi kepemilikan ini juga tak kalah penting dalam

pengukuran variabel status eknomi karena menyangkut harta benda yang dimiliki

individu dan hasil yang telah diraih atas jeri payahnya. Dengan nilai tertinggi

didominasi oleh kepemilikan kendaraan sebesar 0,847. Hal tersebut menandakan

bahwa ketika seseorang memiliki kendaraan yang lebih baik mereka dapat

dianggap telah mampu dan mendapat predikat lebih baik dalam segi ekonomi

daripada yang tidak memiliki. Terlebih lagi kendaraan merupakan sarana yang

dimiliki individu supaya mempermudah individu tersebut mencapai keinginannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat empat dimensi dalam variabel

status sosial ekonomi menunjukan angka yang besar. Dan setiap indikator

Page 67: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

54

memiliki hubungan yang besar dalam mengukur dimensinya. Dengan nilai

loading factor yang tinggi dan sesuai standar dapat mengukur variabel status

sosial ekonomi. Dan indikator yang paling mendominasi dalam status sosial

eknomomi adalah pendidikan ayah.

B. Tingkat Perilaku Penyalahgunaan Napza

Pada tahapan ini peneliti akan menguji varibel laten yang tidak bisa

diuikur secara langsung yakni perilaku penyalahgunaan napza. Sedangkan dalam

proses pengukuran variabel tersebut memiliki empat dimensi didalamnya yaitu

eksperimental, situasional, reguler dan adiktif. Pada setiap dimensi tersebut juga

memiliki indikatornya masing-masing yang telah diukur dan merupakan variabel

observasi. Sehingga dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data

Second Order CFA yang dibantu dengan software pengolah data SmartPLS Versi

3.0.

1. Hasil Penaksiran Parameter Model Akhir

Pada Pengujian ini sebelumnya dilakukan penaksiran model awal terlebih

dahulu di mana hal tersebut berguna untuk melihat item-item yang tidak valid dan

kemudian dihapus hingga menghasilkan model akhir yang lebih akurat, untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada lembar lampiran. Semula jumlah item berisi 12

kemudian 3 item dihapus karena nilai loading factor tidak memenuhi syarat yakni

kurang dari < 0,50 dan jumlah item yang tersisa menjadi 9 item, seperti dijelaskan

pada gambar berikut:

Page 68: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

55

Gambar 3. Laoading Faktor dan T-hitung Model Akhir

2. Evaluasi Outer Model Akhir

Hasil uji validitas pada outer model akhir ini adalah hasil yang telah diuji

sebelumnya, langkah berikutnya hasil yang didapatkan adalah dari evaluasi

validitas outer model akhir untuk menguji kecocokan model.

Tabel 8. Uji Validitas Outer Model Revisi

Variabel

Loading Faktor

T-Hitung

Kesimpulan 1st CFA

Ekesperimental

eks2 0,686 2,262 Valid

eks3 0,801 3,470 Valid

Situasional

sit1 0,739 4,358 Valid

sit2 0,643 3,292 Valid

sit3 0,802 5,764 Valid

Reguler

reg1 0,730 2,649 Valid

Page 69: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

56

reg2 0,713 1,984 Valid

Adiktif

adk1 0,808 1,992 Valid

adk2 0,909 2,390 Valid

2nd

CFA

PPN

Eksperimental 0,695 9,536 Valid

Situasional 0,886 19,574 Valid

Reguler 0,769 9,553 Valid

Adiktif 0,575 3,039 Valid

Setalah pengujian pada analisis data diatas, hasil parameter yang didapat

menunjukan bahwa semua item yang tersisa sesuai dengan persyaratan yakni nilai

loading factor lebih dari > 0,5 dan t hitung > 1,96 akan tetapi pada variabel adiktif

menunjukan angka di bawahnya namun tetap dikatakan valid karna menurut

Yamin & Kurniawan (2011), sehingga seluruh indikator yang memiliki nilai

diatas 0,5 dikatakann valid. Dari kesimpulan tersebut dapat dikatakan

eksperimental, situasional, reguler dan adiktif seluruhnya valid.

Tabel 9. Uji Realibilitas Outer Model Revisi

Pada hasil pengolahan data outer model revisi ini menunjukan bahwa

eksperimental, situasional, reguler, adiktif dan perilaku penyalahgunaan napza

(PPN) valid karena telah memenuhi persyaratan. Dengan nilai Construcy

Konstruk Construcy

Reliability

Variance

Extracted

Kesimpulan

1st CFA

Eksperimental 0,713 0,556 Fit

Situasional 0,773 0,534 Fit

Reguler 0,700 0,520 Fit

Adiktif 0,850 0,739 Fit

2nd

CFA

PPN 0,783 0,503 Fit

Page 70: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

57

Reliability kelima variabel lebih dari >0,7 dan Variance Extracted pada

eksperimental, situasional, reguler, adiktif dan PPN lebih dari >0,50 sehingga

model struktur ini dikatakan fit dan dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.

3. Pengujian Inner Model

Pada pengujian ini dilakukan setelah mendapat hasil dari outer model

revisi yang telah diuji sebelumnya kemudian nilai loading factor yang telah

memenuhi syarat outer model dilakukan pengujian inner model. Pengujian ini

dilakukan untuk melihat gambaran hubungan antar variabel laten berdasarkan

subtantif teori (Noor, 2014: 147) berikut adalah nilai R-square yang didapat:

Tabel 10. Uji Kesuaian Inner Model

Konstruk R-Square

Eksperimental 0,323

Situasional 0,478

Reguler 0,588

Adiktif 0,782

Hasil dari setiap konstruk pada tabel di atas didapatkan melalui

pengolahan data yang menggunakan software SmartPLS dan menunjukan bahwa

nilai Rsquare eksperimental 0,323, situasional 0,478, reguler 0,588, dan adiktif

0,782. Maka untuk mengetahui nilai Qsquare menggunakan rumus sebagai

berikut:

Page 71: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

58

Persamaan 9. Rumus Q-square

Q² = 1 –(1- R₁²)(1- R2²)(1- R32)(1- R4

2)

Perhitungan :

Q² = 1 –(1- R₁²)(1- R2²)(1- R32)(1- R4

2)

Q²= 1 –(1- 0,3232)(1-0,478

2)(1-0,588

2)(1-0,782

2)

Q²= 1 –(1- 0,104)(1-0,229)(1-0,346)(1-0,611)

Q²= 1 –(0,896)(0,771)(0,654)(0,389)

Q²= 1 –0,176

Q² = 0,824

Pengujian Q² ini dilakukan untuk memberikan bukti bahwa variabel yang

digunakan di dalam suatu model memiliki keterkaitan prediktif (predictive

relevance) pada variabel yang lainnya sehingga model dapat dikatakan baik dan

dengan ambang batas pengukuran diatas 0 (nol) (Subiyakto: 2015). Dan hasil dari

pengujian menunjukan bahwa Q² memiliki nilai 0,824 > 0 atau mendekati 1.

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat kecocokan antar model dengan data

yang diuji.

4. Rescaling dan Tabulasi Data Penilitian

Pada pengujian terakhir, peneliti akan menampilkan hasil yang telah

didapat pada uji tabulasi dengan menggunakan uji deskriptif pada software SPSS.

Pengujian ini dilakukan untuk melihat tingkat frekuensi dari keseluruhan variabel

dan indikator-indikatornya ditampilkan dengan bentuk tabel.

Tetapi sebelum melakukan pengujian tersebut, peneliti terlebih dahulu

mengolah data yang telah dilakukan sebelumnya yakni pada uji outer model dan

inner model, caranya dengan melihat nilai latent variabel yang ada pada software

Page 72: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

59

SmartPLS. Kemudian, nilai tersebut dikonversi menggunakan univariate

distribution untuk menghasilkan nilai yang bisa di proses pada software SPSS.

Proses ini dilakukan untuk mendapat hasil data yang bisa diolah untuk uji

crosstab pada bagian selanjutnya sehingga nilainya harus dikonveris dengan

rumus seperti berikut:

Persamaan 10. Rumus Univariate Distribution

.

Keterangan:

: Skor maksimal : Nilai skala terkecil

: Nilai skala terbesar V : Nilai skala per-responden

Setelah proses konversi telah dilakukan dan mendapatkan skor menjadi

urutan skala, kemudian peneliti mengurutkan hasil skor tersebut berdasarkan

tingkatan skala. mulai dari yang terkecil hingga terbesar. Adapun tingkatan yang

digunakan adalah sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah. Tingkatan

tersebut dibuat untuk menjelaskan data frekuensi dan peresentase yang diperoleh

pada hasil yang didapat, berikut adalah penjelasnnya:

Tabel 11. Tingkatan Skala

Skala Tingkatan

76-100 Sangat Tinggi

55-75 Tinggi

26-50 Rendah

0-25 Sangat rendah

Page 73: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

60

Kemudian dari hasil rescaling tersebut berguna untuk melihat tingkatan

perilaku penyalahgunaan napza dalam jumlah presentase dan disajikan dalam

bentuk tabel agar data yang diperoleh dapat dengan mudah dimengerti.

Tabel 12. Rescaling Data Perilaku Penyalahgunaan Napza

No Informasi Responden Pilihan Responden Frekuensi Presentase

1 Eksperimental

Sangat Tinggi 21 22,8%

Tinggi 36 39,1%

Rendah 30 32,6%

Sangat Rendah 5 5,4%

2 Situasional

Sangat Tinggi 21 22,8%

Tinggi 32 34,8%

Rendah 28 30,4%

Sangat Rendah 11 12%

3 Reguler

Sangat Tinggi 41 44,6%

Tinggi 30 32,6%

Rendah 13 14,1%

Sangat Rendah 8 8,7%

4 Adiktif

Sangat Tinggi 56 60,9%

Tinggi 19 20,7%

Rendah 10 10,9%

Sangat Rendah 7 7,6%

5 Variabel Perilaku

Penyalahgunaan Napza

Sangat Tinggi 30 32,6%

Tinggi 36 39,1%

Rendah 20 21,7%

Sangat Rendah 6 6,5%

a. Tingkat Eksperimental

Tingkat ini memiliki indikator yang digunakan untuk mengukurnya.

Ketiga indikator tersebut ialah lama penggunaan, alasan penggunaan dan dosis

yang digunakan. Dengan menunjukan hasil pilihan responden terbesar pada

kategori “Tinggi” mencapai 39,1%. Hal ini menandakan bahwa hampir setengah

dari pasien pada tingkat eksperimental atau coba-coba saja. Yang awalnya hanya

Page 74: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

61

ingin tahu dan ikut-ikut teman, alasan utamanya bukan untuk mendapatkan efek

dari napza tersebut.

b. Tingkat Situasional

Pada tingkat situasional juga diukur menggunakan tiga indikator yang

sama yakni lama penggunaan, alasan penggunaan dan dosis yang digunakan.

Kategori pada tingkat ini berada pada posisi “Tinggi” dengan jumlah 34,8%.

Menandakan bahwa pasien pada tingkat ini berusaha untuk mendapatkan efek

yang ingin diraihnya lewat apa yang ia konsumsi dan mengupayakan semua

sarana yang ia miliki untuk mendapatkannya, misalnya dengan membelinya

dengan uang baik itu uang yang diperoleh dari hasil kerja ataupun yang diberikan

oleh keluarganya.

c. Tingkat Reguler

Tingkat selanjutnya adalah Reguler. Tingkatan ini juga memiliki tiga

indikator yang sama yaitu lama penggunaan, alasan penggunaan dan dosis

penggunaan. Pada tingkat ini pilihan responden semakin besar yakni mencapai

44,6% dengan kategori sangat tinggi. Ini menunjukan bahwa seseorang mulai

merasa dirinya harus menggunakan napza setiap hari karena butuh akan efek dari

napza dan mulai menjadi kebiasaan yang tak bisa dilepaskan walaupun tahu

berdampak buruk. Pilihan tersebut tetap diambilnya karena yang dituju adalah

efek yang ingin dicapai tidak perduli baik atau buruknya pilihan tersebut selama ia

memiliki sarana untuk meraihnya.

Page 75: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

62

d. Tingkat Adiktif

Tingkatan terakhir ini merupakan tingkat yang paling parah dari keempat

tingkatan yang ada, karena pada tingkat ini para pengguna sangat sulit untuk lepas

dan tidak dapat mengontrol dirinya. Dan berdasarkan hasil yang didapat

menunjukan bahwa lebih dari setengah responden berada pada tingkat adiktif

yakni mencapai 60,9% serta berada pada kategori sangat tinggi. Menandakan

bahwa para pasien RSKO Jakarta paling banyak pada tingkat adiktif dengan masa

waktu penggunaan yang sangat lama atau lebih dari dua tahun dan dengan dosis

yang sangat tinggi. Semua itu mereka lakukan karena merasa sudah tidak dapat

terlepas dari napza sehingga selalu mebutuhkan efek dari napza tersebut setiap

hari. Dan pada tingkat ini benar-benar tidak memperdulikan hal pilihan baik lagi,

semua pilihan buruk dianggap wajar karena itu adalah pilihannya sendiri dan

mencoba mendapatkannya dengan berbagai cara karena mereka pikir semua

sarana yang mereka miliki adalah salah satu kelebihan untuk membantu mereka

meraih keinginannya untuk menggunakan napza.

Berdasarkan hasil penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa para pasien

RSKO Jakarta berada pada kategori tinggi dengan tingkat adiktif. Untuk meraih

semua yang diinginkan tidak memperdulikan lagi pilihan baik dan buruknya.

Semua pilihan dianngap sama asalkan dapat meraih keinginannya untuk

menggunakan napza.

Page 76: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

63

C. Analisis Hubungan Status Sosial Ekonomi Dan Perilaku Penyalahgunaan

Napza

Pada pengujian ini menggunakan analisis crosstab untuk melihat

hubungan antara variabel yaitu hubungan status sosial ekonomi dan perilaku

penyalahgunaan napza. Pada variabel napza berisikan 12 indikator dalam

pengukurannya. Sehingga crosstab tidak dilakukan secara langsung kepada

variabel status sosial ekonomi tetapi terhadap 12 indikator yang berada

didalamnya. Data berikut juga telah diproses melalu perhitungan pada software

SPSS dan diolah dalam bentuk tabel dengan hanya menyajikan pilihan responden

beserta jumlah yang memilih dan nilai P-Value yang didapatkan dari Uji Chi-

Square. Namun, apabila ingin melihat lebih lengkap data aslinya dapat dilihat

pada lembar lampiran yang tertera dalam penelitian ini. Berikut adalah hasil olah

data yang diringkas oleh peneliti agar dapat dengan mudah dimengerti:

Tabel 13. Crosstab Indikator-indikator Status Sosial Ekonomi Dan Perilaku

Penyalahgunaan Napza

No Crosstab Pilihan Responden Total P-Value

1

Pendidikan Responden

* Perilaku

Penyalahgunaan Napza

Sarjana 23

0,001

Diploma 8

SMA/SMK 52

SMP/MTS 5

SD/MI 4

2

Pendidikan Ayah

Responden * Perilaku

Penyalahgunaan Napza

Sarjana 27

0,246

Diploma 9

SMA/SMK 32

SMP/MTS 17

SD/MI 7

3

Pendidikan Ibu

Responden * Perilaku

Penyalahgunaan Napza

Sarjana 23

0,65

Diploma 3

SMA/SMK 41

SMP/MTS 17

SD/MI 8

Page 77: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

64

4

Pekerjaan Responden

* Perilaku

Penyalahgunaan Napza

Pejabat Pemerintah 0

0,043

PNS 3

Pegawai Swasta 27

Wirausaha 32

Kerja Serabutan 30

5

Pekerjaan Ayah

Responden * Perilaku

Penyalahgunaan Napza

Pejabat Pemerintah 3

0,612

PNS 18

Pegawai Swasta 22

Wirausaha 29

Kerja Serabutan 20

6

Pekerjaan Ibu

Responden * Perilaku

Penyalahgunaan Napza

Pejabat Pemerintah 1

0,044

PNS 6

Pegawai Swasta 9

Wirausaha 10

Ibu Rumah Tangga 66

7

Pendapatan Responden

* Perilaku

Penyalahgunaan Napza

>Rp 6 jt 20

0,043

Rp 4.5 jt – Rp 6 jt 10

Rp 3 jt – Rp 4.5 jt 19

Rp 1.5 jt – Rp 3 jt 21

< Rp 1.5 jt 22

8

Pendapatan Keluarga *

Perilaku

Penyalahgunaan Napza

>Rp 10 jt 24

0,003

Rp 7.5 jt – Rp 10 jt 13

Rp 4.5 jt – Rp 7.5 jt 15

Rp 3 jt – Rp 4.5 jt 23

< Rp 3 jt 17

9

Kebutuhan Keluarga *

Perilaku

Penyalahgunaan Napza

Lebih Dari Cukup 13

0,010

Cukup 43

Pas-pasan 28

Kurang 4

Sangat Kurang 4

10

Kepemilikan Pegawai

* Perilaku

Penyalahgunaan Napza

Karyawan 16

0,001

PRT 22

Tukang Cuci Baju 5

Pegawai Lain 3

Tidak Ada 46

11

Kepemilikan Investasi

* Perilaku

Penyalahgunaan Napza

Perusahaan 15

0,007

Toko 9

Kontrakan 9

Sawah 4

Tidak Punya 55

12

Kepemilikan

Kendaraan * Perilaku

Penyalahgunaan Napza

Mobil & Motor 31

0,009 Mobil 10

Motor 44

Sepeda 1

Page 78: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

65

Tidak Punya 6

Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa status sosial

ekonomi memiliki hubungan dengan perilaku penyalahgunaan napza di mana

variabel status sosial ekonomi memiliki sembilan indikator yang dapat dikatakan

behubungan secara signifikan dengan perilaku penyalahgunaan napza karena

memiliki nilai p-value lebih kecil dari 0,05 yang menandakan bahwa Ha diterima

atau terdapat hubungan yang signifikan dengan perilaku penyalahgunaan napza.

hasil p-value ini diperoleh dari pengolahan data lewat SPSS melalui uji chi-

square. Sembilan indikator tersebut ialah pendidikan responden, pekerjaan

responden, pekerjaan ibu, pendapatan responden, pendapatan keluarga, kebutuhan

keluarga, kepemilikan karyawan, kepemilikan investasi dan kepemilikan

kendaraan.

Variabel X yaitu status sosial ekonomi memiliki empat dimensi yakni

pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan. Keempat dimensi tersebut

telah diyakini valid karena memiliki nilai yang telah mencukupi standar yang

telah diuji pada tahap sebelumnya. Status sosial didefinisikan oleh linton ialah

pandangan dalam segi ekonomi maupun kedudukannya (status) dalam suatu

masyarakat. Status juga diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam

suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lainnya di dalam

kelompok yang lebih besar lagi. Dan terdapat dua macam status dalam masyarakat

yaitu ascribed dan achieved status. Ascribed ialah status yang diberikan sejak

lahir misalnya jenis kelamin dan usia sedangkan achieved adalah status yang

Page 79: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

66

diraih oleh seseorang melalu persaingan atau usaha pribadi serta mempengaruhi

kedudukan seseorang dalam masyarakat terkait dengan pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, fasilitas dan jenis tempat tinggal (Linton, 1968). Status sosial

ekonomi dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan baik

ataupun buruknya keputusan tersebut selama ia memiliki sarana untuk meraih

keinginannya, karena manusia adalah makhluk yang rasional dan pilihan baik atau

buruk itu dianggap sama selama ia dapat mencapai tujuannya (Clarke, 1997).

Dalam unsur status sosial ekonomi terdapat empat unsur yaitu pendidikan,

pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan. Dalam unsur-unsur tersebut juga terdapat

indikator-indikator yang memperkuatnya. Unsur-unsur tersebut dipilih sesuai

dengan keadaan responden, yang mana mereka merupakan pasien RSKO Jakarta.

Untuk membeli napza tentunya mereka harus memiliki uang yang cukup dan

proses mendapatkan uang tersebut dapat dilihat dalam segi ekonomi yang dimiliki

oleh pasien.

Sedangkan variabel Y dalam penelitian ini adalah perilaku

penyalahgunaan napza. Diketahui perilaku penyalahgunaan napza terbagi menjadi

empat tingkatan yaitu eksperimental, situasional, regular dan adiktif. Tingkatan

tersebut digunakan untuk melihat keparahan seseorang dalam penggunaan napza

yang juga diukur dari lama penggunaan, efek yang ingin dicapai serta dosis yang

digunakan (Kapeta, 2016). Semakin tingginya tingkatan pengguna mengharuskan

pengguna tersebut untuk membeli atau memperoleh napza lebih sering lagi dan

hal tersebut berpengaruh dalam segi ekonomi seseorang, semakin ekonominya

Page 80: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

67

tercukupi serta sarana yang memadai dapat mempermudah seseorang untuk

meraih dan memperoleh napza.

Page 81: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

68

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dipaparkan

pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik status sosial ekonomi memiliki empat dimensi yaitu pendidikan,

pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan dan didalamnya terdapat indikator-

indakator yang mengukurnya. Masing-masing indikator tersebut memiliki

hubungan kuat untuk mengukur variabel status sosial ekonomi karena

memiliki nilai loading factor yang kuat. Indikator yang paling mendominasi

dalam pengukuran status sosial ekonomi adalah pendidikan ayah dengan

loading factor sebesar 0,902 atau 90,2% dalam mengukur status sosial

ekonomi. Oleh karena itu dapat dikatakan para pasien RSKO Jakarta

memiliki pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan yang digunakan

untuk mengukur status sosial ekonomi.

2. Tingkat perilaku penyalahgunaan napza pada pasien RSKO Jakarta terbagi

menjadi empat yaitu ekperimental, situasional, regular dan adiktif. Keempat

tingkat tersebut memiliki nilai R-square yang tinggi. Nilai tertinggi adalah

adiktif sebesar 0,782 yang berarti berpengaruh 78,2%. Hal tersebut

menandakan bahwa pilihan rasional pada pasien RSKO Jakarta dalam kasus

penyalahgunaan napza cenderung tinggi pada tingkat adiktif.

Page 82: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

69

3. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa status sosial

ekonomi memiliki hubungan dengan perilaku penyalahgunaan napza. Di

mana varibel status sosial ekonomi memiliki sembilan indikator yang

berhubungan dengan perilaku penyalahgunaan napza yaitu pendidikan

responden, pekerjaan responden, pekerjaan ibu, pendapatan responden,

pendapatan keluarga, kebutuhan keluarga, kepemilikan karyawan,

kepemilikan investasi dan kepemilikan kendaraan. Hasil tersebut telah

diperkuat dengan uji Chi-square dan diperoleh nilai p-value lebih kecil dari

0,05 yang menandakan bahwa Ha diterima atau ada hubungan status sosial

ekonomi yang signifikan dengan perilaku penyalahgunaan napza

B. Saran

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini, peneliti ingin

memberikan saran terkait dengan masalah yang menyangkut status sosisal

ekonomi dan perilaku penyalahgunaan napza, yakni sebagai berikut:

1. Difokuskan kepada pasien RSKO Jakarta, pada era globalisasi sekarang ini di

mana sesuatu dapat menyebar dengan begitu mudah terlebih dalam

bertransaksi dan bergaul dengan teman atau kalangan lainnya, diharapkan

pasien ataupun masyarakat lainnya untuk berhati-hati dalam mengambil

tindakan, pilihan rasional dalam masalah penyalahgunaan napza ini sangat

diperlukan agar tidak terjerumus didalam lubang kesalahan yang nantinya

akan sulit untuk keluar kecuali dengan bantuan medis dan tentunya itupun

memerlukan biaya juga. Baiknya kita lebih memperkuat diri dan

Page 83: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

70

menggunakan harta yang kita miliki untuk yang lebih bermanfaat daripada

membeli atau menggunakan napza.

2. Para orang tua dan keluarga lainnya juga tak luput untuk mangawasi agar

mencegah kejadian tersebut terjadi, baiknya jika melakukan pendekatan

secara personal terhadap anak ataupun keluarga lainnya, karna napza tidak

mengenal seseorang dengan umur, siapapun bisa terkait dalam masalah

tersebut oleh karena itu lingkungan sekitar juga harus diawasi dan berikanlah

anak uang jajan secukupnya untuk meminimalisir penggunaan uang tersebut

agar tidak disalahgunakan untuk membeli barang-barang haram seperti napza.

Page 84: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

71

DAFTAR PUSTAKA

Arus, Masenus. 2001. Hak ekonomi, Sosial, Budaya. Jakarta: Lembaga Studi dan

Advokasi Masyarakat (ELSAM).

Bahri, Syamsul dan Zamzam, Fahkry. 2012. Model Penelitian Kuantitatif

Berbasis SEM-AMOS. Yogyakarta: CV BUDI UTAMA.

Clarke, Ronald V. 1997. Situasional Crime Prevention Succesful Case Studies

(Second Edition). Albany, NY: Harrow and Heston

Departemen Agama RI. 2003. Penyalahgunaan Narkoba Oleh Masyarakat

Sekolah. Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta.

Depkes. 2001. Pedoman Praktis Bagi Petugas Kesehatan (Puskesmas) Mengenai

Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lain (Napza).

Hagan, Frank E. 1978. Introduction to Criminology: Theory, Methods, Criminal

Behavior. Chicago: Nelson-Hall Inc Publisher.

Kadarmanta, A. 2010. Narkoba Membunuh Karakter Bangsa. Jakarta: PT Forum

Media Utama.

Kaplan M. Robbert. Saccuzo dan Dennis. 2012. Pengukuran Psikologi. Jakarta:

Salemba Humanika.

Kerlinger N. Fred. 2014. Asas-asas penelitian pendidikan behavior (Ed.3, cet.7).

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kusdianto, Bambang dan Rudy Badrudin. 1994. Statistika 1 (Deskriptif). Jakarta:

Gunadarma.

Mere. 2011. Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia. Jakarta: Suara

Pembaruan.

Narwoko, Dwi dan Bagong, Suyanto. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar dan

Terapan. Jakarta: Prenada Media.

Page 85: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

72

Nazir, Moh. 2013. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Neuman, W Laurence. 2013. Metodologi Penelitian Sosial: pendekatan Kualitatif

dan Kuantitatif. Jakarta: PT Indeks.

Nifsiannoor, Muhammad. 2009. Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial.

Jakarta: Salemba Humanika.

Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah, 2011. Metode Penelitian

Kuantitatif. Teori dan Aplikasi. Jakarta; Rajawali Pers.

Purwoto, Agus. 2007. Panduan Laboratorium Statistik Inferensial. Jakarta:

Grasindo.

Razak, yusron. Sosiologi sebuah pengantar : Tinjauan pemikiran Sosiologi

perspektif Islam. Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama 2008.

Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Jakarta:

Mandar Maju.

Soetomo. 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Sunarno, Drs. 2007. Narkoba : Bahaya dan Upaya Pencegahannya. Semarang:

PT Bengawan Ilmu, Anggota IKAPI

Sunarto, Kamanto. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar (edisi revisi). Jakarta:

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Supriyadi, Edy. 2014. SPSS + Amos. Jakarta: In Media.

Warjowasito, S dan W, Tito. 1998. Kamus lengkap bahasa inggris-Indonesia,

Indonesia-Inggris. Bandung.

Page 86: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xii

LAMPIRAN

KUESIONER PENILITIAN

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU

PENYALAHGUNAAN NAPZA (STUDI KASUS PASIEN RSKO

CIBUBUR JAKARTA)

A. Identitas Responden

1. Umur :______Tahun

2. Jenis Kelamin :

(A) Laki-laki (B) Perempuan

3. Status Perkawinan :

(A)Kawin (B) Belum Kawin (C) Cerai

4. Agama :

(A) Islam (C) Hindu (E) Katolik

(B) Kristen (D) Budhipot (F) Konghucu

5. Suku :

(A)Jawa (C) Sunda (E) Melayu

(B) Betawi (D) Batak (F) Lainya .....

B. Status Sosial Ekonomi

1. Apa pendidikan terakhir anda?

A. Sarjana C. SMA/SMK E. SD/MI

B. Diploma D. SMP/MTS

2. Apa Pendidikan terakhir Ayah anda?

A. Sarjana C. SMA/SMK E. SD/MI

B. Diploma D. SMP/MTS

3. Apa pendidikan terakhir Ibu anda?

A. Sarjana C. SMA/SMK E. SD/MI

Page 87: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xiii

B. Diploma D. SMP/MTS

4. Apa Pekerjaan Anda?

A. Pejabat Pemerintah C. Pegawai Swasta E. Kerja serabutan

B. PNS D. Wirausaha

5. Apa Pekerjaan Ayah anda?

A. Pejabat Pemerintah C. Pegawai Swasta E. Tidak Bekerja

B. PNS D. Wirausaha

6. Apa Pekerjaan Ibu anda?

A. Pejabat Pemerintah C. Pegawai Swasta E. Ibu Rumah

Tangga

B. PNS D. Wirausaha

7. Berapa penghasilan anda dalam 1 bulan?

A. Lebih dari Rp 6.000.000

B. Rp 4.500.001 – Rp 6.000.000

C. Rp 3.000.001 – Rp 4.500.000

D. Rp 1.500.001 – Rp 3.000.000

E. Kurang dari Rp 1.500.000

8. Berapa pendapatan rumah tangga (Ayah+Ibu (jika bekerja) + Anda) di

keluarga anda setiap bulan ?

A. Lebih dari Rp 10.000.000

B. Rp 7.500.001 – Rp 10.000.000

C. Rp 4.500.001 – Rp 7.000.000

D. Rp 3.000.001 – Rp 4.500.000

E. Kurang dari Rp 3.000.000

9. Apakah dari penghasilan anda dan orang tua mampu mencukupi kebutuhan

keluarga?

A. Lebih dari cukup C. Pas-pasan E. Sangat kurang

B. Cukup D. Kurang

Page 88: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xiv

10. Pegawai apa yang dipekerjakan dalam keluarga anda?

A. Karyawan

B. Pembantu Rumah Tangga (PRT)

C. Tukang cuci baju

D. Pegawai lain jika diperlukan

E. Tidak ada

11. Apa status rumah yang anda tempati di keluarga anda?

A. Milik sendiri C. Rumah Dinas E. Numpang

dirumah saudara

B. Rumah Orang tua D. Kontrakan / sewa

12. Apa jenis Investasi atau usaha yang dimiliki oleh anda dan orang tua anda?

A. Perusahaan C. Kontrakan E. Tidak punya

B. Toko D. Sawah

13. Jenis kendaraan apa yang dimiliki oleh anda dan orang tua anda?

A. Mobil dan sepeda motor

B. Mobil

C. Sepeda Motor

D. Sepeda

E. Tidak punya

C. Penyalahgunaan Napza

Pertanyaan Kuesioner

Responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah ini

dengan memberikan ceklis(√) atau silang (X) pada kotak jawaban yang sudah

disediakan.

Keterangan

SS Sangat Setuju

S Setuju

KS Kurang Setuju

Page 89: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xv

TS Tidak Setuju

STS Sangat Tidak Setuju

No Perrtanyaan Skala pengukuran

SS S KS TS STS

1 Saya menggunakan Napza baru 3 bulan . 2 Saya menggunakan Napza Kurang dari 1

tahun.

3 Saya menggunakan Napza Kurang dari 3

tahun.

4 Saya menggunakan Napza Lebih dari 3

tahun.

5 Ketika saya masih menggunakan Napza,

alasannya karena ingin tahu.

6 Ketika saya masih menggunakan Napza,

karena Napza membuat saya lebih

percaya diri.

7 Ketika saya masih menggunakan Napza,

karena Napza membuat saya terbebas dari

masalah atau depresi.

8 Ketika saya masih menggunkan Napza,

alasannya untuk menghindari gejala putus

zat (sakaw).

No Pertanyaan Skala Pengukuran

SS S KS TS STS

9 Sebelum menjadi pasien RSKO, saya

menggunakan Napza dengan dosis yang

sangat kecil.

10 Sebelum menjadi pasien RSKO, Saya

menggunakan Napza dengan dosis rendah

berdasarkan situasi tertentu.

11 Sebelum menjadi pasien RSKO, saya

menggunakan Napza 1 hari sekali.

12 Sebelum menjadi pasien RSKO, dalam 1

hari saya bisa menggunakan napza 2 kali

atau lebih

13 Saya sudah berhenti dari Napza dan sama

sekali tidak menggunakannya lagi.

14 Saya akan berhenti dari Napza jika sudah

bisa bersosialisasi dengan baik di

masyarakat.

15 Saya akan berhenti dari Napza jika saya

sudah bisa mengontrol diri ketika sakaw.

Page 90: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xvi

16 saya tidak akan berhenti dari Napza.

Gambar Pendukung

Gambar 4. Loading Factor Model Awal

Page 91: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xvii

Gambar 5. T-hitungModel Awal

Page 92: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xviii

Gambar 6. Status sosial Ekonomi

Tabel- Tabel Terkait Penelitian

Tabel 14. Uji Validitas dan Realibitas Variabel Status Sosial Ekonomi

No.

Item

Corrected

Item-Total

Correlation

Nilai

Kofisien

Korelasi/

r tabel

Keterangan

Cronbach's

Alpha

Keterangan

1. 0,478 0.300 Valid

2. 0,440 0.300 Valid

3. 0,622 0.300 Valid

4. 0,459 0.300 Valid

5. 0,346 0.300 Valid

Page 93: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xix

6. 0,310 0.300 Valid 0,833

Reliabel

7. 0,508 0.300 Valid

8. 0,586 0.300 Valid

9. 0,622 0.300 Valid

10 0,578 0.300 Valid

11 0,142

0.300 Tidak

Valid

12 0,519 0.300 Valid

13 0,740 0.300 Valid

Tabel 15. Uji Validitas dan Realibitas Variabel Penyalahgunaan Napza

No.

Item

Corrected

Item-Total

Correlation

Nilai

Kofisien

Korelasi/

r tabel

Keterangan

Cronbach's

Alpha

Keterangan

1. 0,493 0,300 Valid

0,775

Reliabel

2. 0,491 0,300 Valid

3. 0,311 0,300 Valid

4. 0,509 0,300 Valid

5. 0,466 0,300 Valid

6. 0,663 0,300 Valid

7. 0,679 0,300 Valid

8. 0,645 0,300 Valid

9. 0,514 0,300 Valid

10 0,701 0,300 Valid

11 0,310 0,300 Valid

12 0,416 0,300 Valid

13 0,085

0,300 Tidak

Valid

14 -0,101

0,300 Tidak

Valid

15 -0,283

0,300 Tidak

Valid

16 0,227

0,300 Tidak

Valid

Page 94: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xx

Tabel 16. Crosstab Pendidikan Responden * Perilaku Penyalahgunaan

Napza

Pendidikan

Responden

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

SD 0

(0%)

2

(50%)

2

(50%)

0

(10%) 4

(100%)

0,001

SMP 4

(80%)

1

(20%)

0

(0%)

0

(0%) 5

(100%)

SMA/Sederajat 16

(30,8%)

26

(50%)

6

(11,5%)

4

(7,7%) 52

(100%)

Diploma 6

(75%)

2

(25%)

0

(0%)

0

(0%) 8

(100%)

Sarjana S1/S2 4

(17,4%)

5

(21,7%)

12

(52,2%)

2

(8,7%) 23

(100%)

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)

Tabel 17. Crosstab Pendidikan Ayah * Perilaku Penyalahgunaan Napza

Pendidikan

Ayah

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

SD 2

(28,6%)

5

(71,4%)

0

(0%)

0

(0%) 7

(100%)

0.246

SMP 6

(35,3%)

6

(35,3%)

5

(29,4%)

0

(0%) 17

(100%)

SMA/Sederajat 12

(37,5%)

13

(40,6%)

3

(9,4%)

4

(12,5%) 32

(100%)

Diploma 4

(44,4%)

3

(33,3%)

2

(22,2%)

0

(0%) 9

(100%)

Sarjana S1/S2 6

(22,2%)

9

(33,3%)

10

(37%)

2

(7,4%) 27

(100%)

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)

Page 95: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xxi

Tabel 18. Crosstab Pendidikan Ibu * Perilaku Penyalahgunaan Napza

Pendidikan

Ibu

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

SD 2

(25%)

6

(75%)

0

(0%)

0

(0%) 8

(100%)

0,65

SMP 6

(35,3%)

5

(29,4%)

6

(35,3%)

0

(0%) 17

(100%)

SMA/Sederajat 17

(41,5%)

16

(39%)

4

(9,8%)

4

(9,8%) 41

(100%)

Diploma 1

(33,3%)

0

(0%)

2

(66,7%)

0

(0%) 3

(100%)

Sarjana S1/S2 4

(17,4%)

9

(39,1%)

8

(34,8%)

2

(8,7%) 23

(100%)

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)

Tabel 19. Crosstab Pekerjaan Responden * Perilaku Penyalahgunaan Napza

Pekerjaan

Responden

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

Serabutan 15

(50%)

12

(40%)

1

(3,3%)

2

(6,7%) 30

(100%)

0,043

Wirausaha 10

(31,3%)

10

(31,3%)

10

(31,3%)

2

(6,3%) 32

(100%)

Pegawai

Swasta

5

(18,5%)

11

(40,7%)

9

(33,3%)

2

(7,4%) 27

(100%)

PNS 0

(0%)

3

(100%)

0

(0%)

0

(0%) 3

(100%)

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)

Tabel 20. Crosstab Pekerjaan Ayah * Perilaku Penyalahgunaan Napza

Pekerjaan

Ayah

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

Tidak Bekerja 6

(30%)

8

(40%)

4

(20%)

2

(10%) 20

(100%)

Page 96: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xxii

Wirausaha 9

(31%)

13

(44,8%)

7

(24,1%)

0

(0%) 29

(100%)

0,612

Pegawai

Swasta

5

(22,7%)

7

(31,8%)

7

(31,8%)

3

(13,6%) 22

(100%)

PNS 8

(44,4%)

7

(38,9%)

2

(11,1%)

1

(5,6%) 18

(100%)

Pejabat Tinggi

Pemerintah

2

(66,7%)

1

(33,3%)

0

(0%)

0

(0%) 3

(100%)

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)

Tabel 21. Crosstab Pekerjaan Ibu * Perilaku Penyalahgunaan Napza

Pekerjaan

Ibu

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

Ibu Rumah

Tangga

25

(37,9%)

20

(30,3%)

17

(25,8%)

4

(6,1%) 66

(100%)

0,044

Wirausaha 4

(40%)

5

(50%)

1

(10%)

0

(0%) 10

(100%)

Pegawai

Swasta

0

(0%)

6

(66,7%)

1

(11,1%)

2

(22,2%) 9

(100%)

PNS 1

(16,7%)

5

(83,3%)

0

(0%)

0

(0%) 6

(100%)

Pejabat Tinggi

Pemerintah

0

(0%)

0

(0%)

1

(100%)

0

(0%) 1

(100%)

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)

Tabel 22. Crosstab Pendapatan Responden * Perilaku Penyalahgunaan

Napza

Pendapatan

Responden

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

< Rp 1,5 jt 10

(45,5%)

6

(27,3%)

2

(9,1%)

4

(18,2%) 22

(100%)

0,043

Rp 1,5 – Rp 3

jt

9

(42,9%)

8

(38,1%)

4

(19%)

0

(0%) 21

(100%)

Rp 3 jt – Rp

4,5 jt

7

(36,8%)

8

(42,1%)

4

(21,1%)

0

(0%) 19

(100%)

Page 97: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xxiii

Rp 4,5 – Rp 6

jt

2

(20%)

3

(30%)

5

(50%)

0

(0%) 10

(100%)

> Rp 6

jt

2

(10%)

11

(55%)

5

(25%)

2

(10%) 20

(100%)

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)

Tabel 23. Crosstab Pendapatan Keluarga * Perilaku Penyalahgunaan Napza

Pendapatan

Ayah

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

< Rp 3 jt 9

(52,9%)

6

(35,3%)

0

(0%)

2

(11,8%) 17

(100%)

0,003

Rp 3 – Rp 4,5

jt

13

(56,5%)

3

(13%)

5

(21,7%)

2

(8,7%) 23

(100%)

Rp 4,5 – Rp

7,5 jt

0

(0%)

11

(73,3%)

4

(26,7%)

0

(0%) 15

(100%)

Rp 7,5 – Rp

10 jt

4

(30,8%)

6

(46,2%)

3

(23,1%)

0

(0%) 13

(100%)

> Rp

10 jt

4

(16,7%)

10

(41,7%)

8

(33,3%)

2

(8,3%) 24

(100%)

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)

Tabel 24. Crosstab Kebutuhan Sekeluarga * Perilaku Penyalahgunaan

Napza

Pendapatan

Sekeluarga

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

Sangat Kurang 2

(50%)

0

(0%)

0

(0%)

2

(50%) 4

(100%)

0,010

Kurang 2

(50%)

1

(25%)

1

(25%)

0

(0%) 4

(100%)

Pas-pasan 12

(42,9%)

10

(35,7%)

4

(14,3%)

2

(7,1%) 28

(100%)

Cukup 13

(30,2%)

20

(46,5%)

10

(23,3%)

0

(0%) 43

(100%)

Lebih Dari

Cukup

1

(7,7%)

5

(38,5%)

5

(38,5%)

2

(15,4%) 13

(100%)

Page 98: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xxiv

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)

Tabel 25. Crosstab Kepemilikan Karyawan * Perilaku Penyalahgunaan

Napza

Kepemilikan

Karyawan

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

Tidak Punya 22

(47,8%)

10

(21,7%)

12

(26,1%)

2

(4,3%) 46

(100%)

0,001

Pegawai

Lainnya

0

(0%)

3

(100%)

0

(0%)

0

(0%) 3

(100%)

Tukang Cuci

Baju

0

(0%)

15

(100%)

0

(0%)

0

(0%) 5

(100%)

Pembantu

Rumah Tangaa

4

(18,2%)

14

(63,6%)

4

(18,2%)

0

(0%) 22

(100%)

Karyawan

perusahaan

4

(25%)

4

(25%)

4

(25%)

4

(25%) 16

(100%)

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)

Tabel 26. Crosstab Kepemilikan Investasi * Perilaku Penyalahgunaan Napza

Kepemilikan

Investasi

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

Tidak Punya 23

(41,8%)

21

(38,2%)

9

(16,4%)

2

(3,6%) 55

(100%)

0,007

Sawah 1

(25%)

1

(25%)

2

(50%)

0

(0%) 4

(100%)

Kontrakan 2

(22,2%)

2

(22,2%)

5

(55,6%)

0

(0%) 9

(100%)

Toko 1

(11,1%)

7

(77,8%)

1

(11,1%)

0

(0%) 9

(100%)

Perusahaan 3

(20%)

5

(33,3%)

3

(20%)

4

(26,7%) 15

(100%)

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)

Page 99: HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU …

xxv

Tabel 27. Crosstab Kepemilikan Kendaraan * Perilaku Penyalahgunaan

Napza

Kepemilikan

Kendaraan

Perilaku Penyalahgunaan Napza

Total

P-Value Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

Tidak Punya 0

(0%)

2

(33,3%)

2

(33,3%)

2

(33,3%) 6

(100%)

0,009

Sepeda 0

(0%)

1

(100%)

0

(0%)

0

(0%) 1

(100%)

Sepeda Motor 23

(52,3%)

15

(34,1%)

4

(9,1%)

2

(4,5%) 44

(100%)

Mobil 2

(20%)

5

(50%)

3

(30%)

0

(0%) 10

(100%)

Mobil dan

Motor

5

(16,1%)

13

(41,9%)

11

(35,5%)

2

(6,5%) 31

(100%)

Total 30

(32,6%)

36

(39,1%)

20

(21,7%)

6

(6,5%)

92

(100 %)