Upload
vuduong
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG RISIKO DAN ALAT PELINDUNG DIRI
SERTA TOLERANSI RISIKO PEKERJA DENGAN KEPATUHAN
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI PROYEK KONSTRUKSI
MASS RAPID TRANSIT JAKARTA TOKYU WIKA JOINT OPERATION
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
Elsya Ristia
NIM: 1112101000038
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 / 1438 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Maret 2017
Elsya Ristia
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG RISIKO DAN ALAT PELINDUNG
DIRI SERTA TOLERANSI RISIKO PEKERJA DENGAN KEPATUHAN
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI PROYEK KONSTRUKSI
MASS RAPID TRANSIT JAKARTA TOKYU WIKA JOINT OPERATION
Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Maret 2017
Oleh:
Elsya Ristia
NIM. 1112101000038
Mengetahui,
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H / 2017 M
PANITIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ELSYA RISTIA
NIM. 1112101000038
Jakarta, Maret 2017
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Maret 2017
ELSYA RISTIA, NIM : 1112101000038
Hubungan Persepsi tentang Risiko dan Alat Pelindung Diri serta Toleransi Risiko
Pekerja dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri di Proyek Konstruksi
Mass Rapid Transit Jakarta Tokyu Wika Joint Operation
(XXVI + 97 halaman, 16 tabel, 5 bagan, 6 lampiran)
ABSTRAK
Kompleksitas kerja dan risiko yang tinggi dijumpai di pekerjaan konstruksi, sehingga
perusahaan wajib mengadakan upaya pengendalian agar tercipta kondisi kerja yang aman.
Salah satu upaya pengendalian bahaya dengan mewajibkan penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD). Pada kenyataannya pada studi pendahuluan didapatkan hasil bahwa 52% pekerja di
proyek Konstruksi Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tidak
patuh terhadap penggunaan APD.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi tentang risiko dan APD serta toleransi risiko
dengan kepatuhan penggunaan APD. Terdapat variabel perancu yaitu usia, masa kerja,
pendidikan, dan pengetahuan. Pengumpulan data dilakukan pada September-November 2016
dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Populasi pada penelitian ini yaitu
seluruh pekerja lapangan dengan jumlah sampel sebanyak 55 pekerja yang diambil dengan
metode simple random sampling. Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji regresi
logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 51% pekerja patuh terhadap
penggunaan APD. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan
dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD adalah persepsi risiko (p value = 0,034) dan
pengetahuan (p value = 0,007). Selain itu, pengetahuan juga terbukti sebagai variabel
perancu yang dapat mempengaruhi hubungan antar persepsi risiko dengan kepatuhan
penggunaan APD.
Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap penggunaan APD, perusahaan perlu
mempertegas peraturan dengan memberlakukan reward dan punishment serta
mensosialisasikannya secara persuasif. Selain itu, perlu dilakukan pelatihan APD dan
memperbaiki sistem pengawasan dengan lebih sistematis.
Kata Kunci : APD, kepatuhan, persepsi risiko, pengetahuan, pekerja konstruksi
Daftar Bacaan : 86 Bacaan (1970-2016)
v
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduate Thesis, March 2017
ELSYA RISTIA, NIM : 1112101000038
Relationship Perception of Risk, PPE, and Risk Tolerance Worker with Compliance
Use of Personal Protective Equipment in Construction Project Mass Rapid Transit
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation
(XXVI + 97 pages, 16 tables, 5 schemes, 6 attachements)
ABSTRACT
The complexity of work and high risks encountered in construction work, so the
company must hold control efforts in order to create safe conditions. One of control effort is
using Personal Protective Equipment (PPE). In fact, the preliminary studies showed that 52%
of workers in construction projects Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta Tokyu Wika Joint
Operation disobeying the use of PPE.
This study is quantitative research with cross sectional design that aims to find out the
relationship perception of risk, PPE, and risk tolerance with the use of PPE. There are
confounding variables, namely age, years of work, education, and knowledge. Data
collection were held on September-November 2016 using questionnaires and observation
sheets. The population in this study is the entire construction workers with the sample size is
as much as 55 workers were taken by simple random sampling method. The data were
analyzed using multiple logistic regression.
The results showed that 51% of workers are obedient to the use of PPE. The results
also showed that the variables associated with adherence to the use of PPE is the perception
of risk (p value = 0.034) and knowledge (p value = 0.007). In addition, knowledge also
proved to be a confounding variable that may affect the relationship between the risk
perception with compliance of PPE use.
To improve compliance of PPE use, companies need to reinforce the rules by
imposing reward and punishment and socialize persuasively. Moreover, company also
suggested make PPE training and improve supervision system more systematically.
Keywords: construction workers, knowledge, obedience, perception of risk, PPE.
References: 86 items (1970-2016)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PERSONAL
Nama Lengkap : Elsya Ristia
TTL : Wonogiri, 1 September 1994
Telepon : 08999725099
Alamat : Jalan Sumur Batu Gang Sumba III No.28 RT.05 RW.003
Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat
Alamat Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
1999-2000 : TK Pelita Hati
2000-2006 : SD Negeri 14 Cempaka Baru
2006-2009 : SMP Negeri 10 Jakarta
2009-2012 : SMA Negeri 77 Jakarta
2012-2017 : Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
2006 : Anggota Palang Merah Remaja SMP Negeri 10 Jakarta
2006-2008 : Anggota Kerohanian Islam SMP Negeri 10 Jakarta
2009-2010 : Anggota Kerohanian Islam SMA Negeri 77 Jakarta
2010-2011 : Anggota Karya Ilmiah Remaja SMA Negeri 77 Jakarta
2013-2014 : Anggota Departemen Informasi dan Komunikasi Badan
Eksekutif Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2013 : Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kebangsaan
(OPAK) angkatan 2013
2013-2014 : Bendahara Departemen Finance Forum Studi K3 Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 : Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kebangsaan
(OPAK) angkatan 2014
2015-2016 : Manager Departemen HRD Forum Studi K3 Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2015-2016
: Bendahara Departemen Pengembangan Ekonomi dan Wirausaha
Himpunan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2015 : Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kebangsaan
(OPAK) angkatan 2015
vii
2016-sekarang : Admin official account line @AllAboutSafety
PENGALAMAN KARIR, PELATIHAN, DAN PRESTASI
2006 : Predikat Santri Berprestasi LPPTKA BKPRMI Jakarta Pusat
2009 : Juara III Lomba Keterampilan Berbahasa dan Bersastra
Indonesia Tingkat Kota Administrasi Jakarta Pusat
2009 : Juara IV Lomba Keterampilan Berbahasa dan Bersastra
Indonesia Tingkat Provinsi DKI Jakarta
2010 : Pelatihan Anak dan Remaja Islam oleh DTTC Daarut Tauhid
2011 : Partipasi Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Biologi
tingkat Provinsi DKI Jakarta
2014 : Training SMK3 Based on OHSAS 18001 dan PP No. 50 Tahun
2012 oleh Synergy Solusi
2014 : Workshop “Fire Management” oleh PJK3 Fairuz Artha Sejahtera
2014 : Workshop “Ergonomics In The Work Place” oleh PJK3 Fairuz
Artha Sejahtera
2014 : Workshop “Risk Management and Loss Control” oleh PJK3
Fairuz Artha Sejahtera
2014 : Workshop “Safety In The Process Industries” oleh PJK3 Fairuz
Artha Sejahtera
2014 : Pemantau Pemilihan Umum Presiden periode 2014-2019
wilayah Kecamatan Kemayoran oleh Jaringan Pendidikan
Pemilih untuk Rakyat (JPPR)
2014 : Pelatihan Duta Anti-Narkoba oleh Badan Narkotika Nasional
(BNN) Indonesia
2015 : Praktik Belajar Lapangan di Puskesmas Paku Alam,
Tangerang Selatan
2015 : Pelatihan Safety Lifting Crane oleh FSK3
2016 : Praktik Kerja Lapangan di proyek konstruksi Mass Rapid
Transit (MRT) Jakarta CP 101 dan CP 102 oleh Tokyu Wika
Jakarta Operation
2016 : Training Contractor Safety Management System (CSMS) oleh
PT. Safety Training Solusindo
2016 : Enumerator pada riset kolaboratif Internasional “Developing a
Simulation Model of Integrated Medical Care in The Handling of
Indonesian Pligrims”
2017 : Volunteer kegiatan Quick Count Pemilihan Kepala Daerah DKI
Jakarta wilayah Kelurahan Cilincing oleh Kencana Citra
Indonesia
2017 : Enumerator pada riset disertasi berjudul “Pengembangan Alat
Ukur Respon Emosional Ibu Melalui Keinginan dan Ketertarikan
Ibu terhadap Bayi Sejak Hamil dan Setelah Melahirkan”
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa mengajarkan
umatnya untuk terus memperoleh ilmu pengetahuan yang kelak bermanfaat bagi
sesamanya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak, sehingga dapat terlaksana sesuai dengan yang telah direncanakan. Untuk itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Orang tua, Ayahanda Slamet Setiadi dan Ibunda Sugiyatmi serta adik, Aldrian
Dimas Mukti karena atas doa dan dukungan yang tak henti-hentinya sehingga
penulis mampu menyelesaikan pendidikan hingga saat ini.
2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku ketua program studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
para dosen Kesehatan Masyarakat atas semua ilmu yang telah diajarkan.
4. Ibu Yuli Amran, S.KM, M.KM dan Ibu Dr. Iting Shofwati, S.T, M.KKK selaku
dosen pembimbing atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan
doa yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, S.KM, M.KKK., Ibu Hoirun Nisa, M.Kes,
Ph. D., dan Ibu Putri Handayani, S.KM, M.KKK selaku para penguji atas
waktu yang telah diberikan dalam sidang skripsi dan bimbingan serta nasihat
yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Ferdian Nurdiono, S.K.M selaku safety engineer Divisi SHE Tokyu
Wika Joint Operation yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat
melakukan penelitian.
ix
7. Bapak Fajar Hari Putranto (Manager SHE), Bapak Ranto Polbert (Deputy
Manager SHE 101), Bapak Ramly Mercy (Deputy Manager SHE CP 102), dan
para safety officer yang turut membantu memberikan informasi serta para
pekerja di area konstruksi atas kesediaannya mengisi kuesioner penelitian.
8. Bapak Haryadi selaku Deputy Manager Administration Tokyu Wika Joint
Operation yang telah memberikan perizinan penelitian dan memberikan
dukungan penuh selama melakukan penelitian.
9. Indra Giri Putra, yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi selama
menempuh pendidikan sampai saat ini.
10. Para sahabat, Annisa Sayyidatul U, Putri Ayuni S, Mursalina, Nael Huda Q,
Nurul Hidayah, Indira Dwi L, Siti Miftahul, Gita Apricilia, Nurul AsySyifa,
Cintia Rahmawati, dan Ofin Andina P.S, yang selalu memberikan dukungan,
bantuan, dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Kawan berjuang, Eka Ari N, Anis Rohmana M, Rr. Putri Annisya.A.P, Ika Nur
S, Sekar Wigati S, Rahfita Ferdinah, dan Alviral Muhamad, serta Ka Nadita
Anggisari dan Ka Dwi Nurvita, yang selalu menyempatkan waktu untuk
berdiskusi dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Katiguys, Kesmas 2012, BEM Kesehatan Masyarakat 2012, dan HMPS
Kesehatan Masyarakat 2013 yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh
penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
emi kebaikan penulisan kedepannya. Akhir kata dengan penuh hormat dan
kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembacanya.
Jakarta, Maret 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..............................................................................................viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN .................................................................................................. xvii
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
C. Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 6
D. Tujuan .............................................................................................................. 7
1. Tujuan Umum .................................................................................................. 7
2. Tujuan Khusus ................................................................................................. 7
E. Manfaat ............................................................................................................ 9
1. Tokyu Wika Joint Operation ............................................................................ 9
2. Pengembangan Keilmuan................................................................................. 9
F. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 11
A. Alat Pelindung Diri (APD) ............................................................................ 11
1. Definisi APD .................................................................................................. 11
2. Dasar Hukum Penggunaan APD .................................................................... 11
3. Jenis-jenis APD .............................................................................................. 12
xi
B. Perilaku Kepatuhan ........................................................................................ 15
C. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ............................................................. 23
1. Persepsi .......................................................................................................... 23
2. Toleransi risiko............................................................................................... 25
3. Usia ................................................................................................................ 26
4. Masa Kerja ..................................................................................................... 27
5. Pendidikan ...................................................................................................... 27
6. Pengetahuan ................................................................................................... 28
D. Kerangka Teori............................................................................................... 29
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...................... 31
A. Kerangka Konsep ........................................................................................... 31
B. Definisi Operasional....................................................................................... 34
C. Hipotesis ......................................................................................................... 36
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 37
A. Desain Penelitian ............................................................................................ 37
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... 37
C. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 37
D. Pengumpulan Data ......................................................................................... 39
E. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................................ 40
1. Lembar Observasi .......................................................................................... 40
2. Kuesioner ....................................................................................................... 40
F. Uji Validitas dan Reabilitas ........................................................................... 45
1. Uji Validitas ................................................................................................... 45
2. Uji Reabilitas .................................................................................................. 46
H. Manajemen Data ............................................................................................ 46
1. Editing ............................................................................................................ 46
xii
2. Coding ............................................................................................................ 47
3. Entry ............................................................................................................... 48
4. Cleaning ......................................................................................................... 48
I. Analisis Data .................................................................................................. 48
1. Analisis Univariat........................................................................................... 48
2. Analisis Bivariat ............................................................................................. 49
3. Analisis Multivariat ........................................................................................ 50
J. Penyajian Data ............................................................................................... 51
BAB V HASIL ........................................................................................................... 52
A. Gambaran Umum Proyek Konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint
Operation ........................................................................................................ 52
B. Gambaran Kepatuhan Pekerja terhadap Penggunaan APD ........................... 54
C. Gambaran Persepsi Risiko, Persepsi terhadap APD, dan Toleransi Risiko
Pekerja ............................................................................................................ 55
1. Persepsi Risiko ............................................................................................... 56
2. Persepsi terhadap APD ................................................................................... 56
3. Toleransi Risiko ............................................................................................. 56
D. Gambaran Faktor Internal Pekerja ................................................................. 57
1. Usia Pekerja ................................................................................................... 57
2. Masa Kerja Pekerja ........................................................................................ 57
3. Pendidikan Pekerja ......................................................................................... 58
4. Pengetahuan Pekerja ...................................................................................... 58
E. Hubungan antara Persepsi Risiko, Persepsi terhadap APD, dan Toleransi
Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan APD ................................................. 58
1. Hubungan antara Persepsi Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan APD ...... 59
2. Hubungan antara Persepsi terhadap APD dengan Kepatuhan Penggunaan
APD .............................................................................................................. 60
xiii
3. Hubungan antara Toleransi Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan APD .... 60
F. Hubungan antara Faktor Internal dengan Kepatuhan Penggunaan APD ....... 61
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Penggunaan APD ....................... 62
2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD ............ 62
3. Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Penggunaan APD ............. 63
4. Hubungan antara Pengetahuan terhadap APD dengan Kepatuhan Penggunaan
APD .............................................................................................................. 63
G. Faktor Internal Pekerja yang Mempengaruhi Hubungan antara Persepsi
Risiko, Persepsi terhadap APD, dan Toleransi Risiko dengan Kepatuhan
Penggunaan APD ........................................................................................... 64
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................................... 69
A. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 69
B. Kepatuhan Pekerja terhadap Penggunaan APD ............................................. 69
C. Hubungan antara Persepsi Risiko, Persepsi terhadap APD, dan Toleransi
Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan APD ................................................. 73
1. Hubungan antara Persepsi Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan APD ...... 73
2. Hubungan antara Persepsi terhadap APD dengan Kepatuhan Penggunaan
APD .............................................................................................................. 76
3. Hubungan antara Toleransi Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan APD .... 80
D. Hubungan antara Faktor Internal dengan Kepatuhan Penggunaan APD ....... 82
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Penggunaan APD ....................... 83
2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD ............ 85
3. Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Penggunaan APD ............. 89
4. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan APD .......... 91
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 95
A. Simpulan ........................................................................................................ 95
B. Saran ............................................................................................................... 96
xiv
1. Bagi Tokyu Wika Joint Operation ................................................................. 96
2. Bagi Pekerja Proyek Konstruksi MRT Jakarta .............................................. 96
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ............................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... xix
LAMPIRAN ............................................................................................................ xxvi
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional .................................................................................. 34
Tabel 4.1 Jumlah Sampel Minimal Tiap Variabel ..................................................... 38
Tabel 4.2 Kode Variabel ............................................................................................ 47
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan Pekerja terhadap Penggunaan
APD di Proyek Konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation
Tahun 2016 .............................................................................................. 55
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Persepsi Risiko, Persepsi terhadap APD,
dan Toleransi Risiko Pekerja di Proyek Konstruksi MRT Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation Tahun 2016 ........................................................... 56
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Usia dan Masa Kerja)
Pekerja di Proyek Konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation
Tahun 2016 .............................................................................................. 57
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Pendidikan dan
Pengetahuan) Pekerja di Proyek Konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika
Joint Operation Tahun 2016 ..................................................................... 57
Tabel 5.5 Hubungan Persepsi Risiko, Persepsi terhadap APD, dan Toleransi Risiko
Pekerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD Pekerja di Proyek
Konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation Tahun 2016 ....... 59
Tabel 5.6 Hubungan Faktor Internal (Usia dan Masa Kerja) dengan Kepatuhan
Penggunaan APD Pekerja di Proyek Konstruksi MRT Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation Tahun 2016 ........................................................... 61
Tabel 5.7 Hubungan Faktor Internal Berdasarkan (Pendidikan dan Pengetahuan)
dengan Kepatuhan Penggunaan APD Pekerja di Proyek Konstruksi MRT
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation Tahun 2016 ................................... 62
Tabel 5.8 Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Usia, Masa Kerja, Pendidikan,
Pengetahuan, Persepsi Risiko, Persepsi terhadap APD, Toleransi Risiko
dengan Kepatuhan Penggunaan APD ...................................................... 65
xvi
Tabel 5.9 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda antara Variabel Usia,
Masa Kerja, Pendidikan, Pengetahuan, Persepsi Risiko, Persepsi terhadap
APD, dan Toleransi Risiko dengan Kepatuhan terhadap Penggunaan APD
.................................................................................................................. 65
Tabel 5.10 Hasil Analisis Multivariat antara Pengetahuan dan Persepsi Risiko dengan
Kepatuhan Penggunaan APD ................................................................... 66
Tabel 5.11 Hasil Uji Interaksi antara Pengetahuan dengan Persepsi Risiko.............. 67
Tabel 5.12 Hasil Uji Variabel Perancu dengan Mengeluarkan Variabel Pengetahuan
.................................................................................................................. 67
Tabel 5.13 Hasil Analisis Variabel Pengetahuan Terbukti Menjadi Variabel Perancu
.................................................................................................................. 68
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Teori Health Belief Model ........................................................................ 20
Bagan 2.2 Teori National Safety Council .................................................................. 21
Bagan 2.3 Teori Lawrence Green .............................................................................. 23
Bagan 2.4 Kerangka Teori ......................................................................................... 30
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ...................................................................................... 32
xviii
DAFTAR ISTILAH
APD : Alat Pelindung Diri
HIRADC : Hazard Identification Risk and Determinant Control
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
LTI : Lost Time Injury
MRT : Mass Rapid Transit
OSHA : Occupational Safety And Health
PPE : Personal Protective Equipment
SHE : Safety Health and Enviromental
SOP : Standar Operasional Prosedur
TWJO : Tokyu Wika Joint Operation
1
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alat pelindung diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang dengan mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh
dari potensi bahaya di tempat kerja. (Depnakertrans, 2010). Alat pelindung diri
merupakan tahap terakhir dari upaya pengendalian bahaya yang menjadi sangat
penting apabila upaya pengendalian bahaya pada tahapan sebelumnya sukar
dilakukan dan potensi risiko yang ada masih tergolong tinggi. Penggunaan
APD merupakan kewajiban pekerja saat berada di area kerja. Hal ini
dilandaskan oleh Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja bab IX pasal 13 dimana disebutkan bahwa barangsiapa yang memasuki
suatu tempat kerja maka diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan
kerja dan menggunakan alat pelindung diri yang diwajibkan.
Sari (2014) menyebutkan bahwa penggunaan APD yang baik akan
memberikan perlindungan bagi pekerja dari kejadian tidak terduga atau dari
keparahan dampak kecelakaan kerja sehingga dapat meningkatkan
produktivitas baik pekerja maupun perusahaan. Namun pada kenyataannya,
masih terdapat pekerja yang mengabaikan peraturan penggunaan APD yang
berlaku karena berbagai alasan, sehingga kemungkinan untuk terjadi
kecelakaan akan lebih besar.
2
Tokyu Wika Joint Operation merupakan perusahaan kerja sama antara
perusahaan asing dari negara Jepang yaitu Tokyu Construction Co, Ltd dan
perusahaan domestik yaitu PT Wijaya Karya (Persero) Tbk yang bergerak di
bidang konstruksi dalam mega proyek pembangunan Mass Rapid Transit
(MRT) Jakarta surface section package CP 101 dan CP 102. Di Tokyu Wika
Joint Operation, APD yang digunakan adalah safety helmet, safety vest, dan
safety shoes yang wajib dipakai saat berada di area kerja (TWJO, 2013).
Adapun standar APD yang digunakan yaitu pada safety helmet memiliki
standar ANSI tipe C yang melindungi pengguna dari bahaya kejatuhan dan
ringan. Sedangkan untuk safety vest wajib dilengkapi skotlet yang dapat
memantulkan cahaya di tempat yang kurang memiliki pencahayaan. Kedua
jenis APD ini dipakai sesuai klasifikasi warna menurut jenis pekerjaan masing-
masing individu di area kerja. Adapun untuk safety shoes yang digunakan harus
memiliki besi di bagian ujung jari kaki yang berguna untuk melindungi dari
kejatuhan benda. Adapula APD tambahan seperti pengait helm (chin strap)
yang digunakan di safety helmet saat berada di area galian ataupun area
ketinggian, sarung tangan (gloves), kacamata (eyeglasses), pelindung telinga
(earmuff), masker, alat pelindung jatuh (full body harness), dan sebagainya
yang juga wajib digunakan sesuai jenis pekerjaan dan kondisi area kerja
tertentu. Selain itu, pekerja juga wajib memakai baju berlengan panjang dan
celana panjang (TWJO, 2013).
Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui
bahwa dari 31 pekerja, setengahnya yaitu sebanyak 52 % atau 16 pekerja tidak
mematuhi peraturan yang berlaku dengan benar dalam pemakaian APD, seperti
3
7 pekerja tidak memakai helm saat bekerja, 5 pekerja memakai helm dengan
posisi yang salah, 1 pekerja tidak memakai safety shoes, dan 3 pekerja tidak
memakai full body harness saat berada di ketinggian. Hal ini menunjukkan
bahwa terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan penggunaan APD. Padahal
pada awal masuk bekerja, semua pekerja diberikan safety induction yang di
dalamnya dijelaskan tentang kewajiban penggunaan APD. Lalu, di area kerja
juga sudah dipasang banner dan safety sign yang mewajibkan penggunaan
APD.
Ketidakpatuhan pekerja terhadap penggunaan APD menjadikan mereka
bekerja dalam kondisi tidak aman. Hal tersebut dapat mengakibatkan pekerja
mengalami penyakit akibat kerja (PAK), cidera, kecelakaan, kecacatan, bahkan
kematian. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Widjajahakim (2001)
diketahui 25 dari 600 pekerja konstruksi di Kodya Semarang menderita
dermatitis kontak. Adapula studi kasus yang dilakukan Bock, dkk (2003) di
Jerman diperoleh hasil bahwa 5,1 kasus per 10.000 pekerja terkena insiden
penyakit kulit akibat kerja di proyek konstruksi.
Pada kasus kecelakaan di proyek pembangunan Margonda Recidence,
Depok, seorang pekerja tewas akibat jatuh dari lantai 15 dikarenakan tidak
menggunakan APD dan terpeleset (Winata, 2011). Hal ini juga terjadi pada
kasus kecelakaan proyek jembatan di Muarasari yang menelan korban seorang
pekerja akibat tertimbun galian tiang jembatan yang bekerja tanpa dilengkapi
APD (Jamil, 2015). Di Tokyu Wika Joint Operation sendiri pada tahun 2013
sampai dengan tahun 2016 telah terjadi kecelakaan sebanyak sembilan kasus
yang diketahui dari data bahwa semua kasus berasal dari faktor manusia. Dari
4
sembilan kasus yang ada, dua kasus diakibatkan karena tidak mematuhi
peraturan mengenai APD dimana satu kasus diantaranya mengakibatkan Lost
Time Injury (LTI).
Terjadinya kecelakaan tersebut memberikan dampak yang negatif
terhadap pekerja dan pelaksanaan suatu proyek konstruksi, seperti kerugian
materi dan moril, keterlambatan penyelesaian proyek, kehilangan jam kerja,
mengakibatkan kecacatan, bahkan dapat menghilangkan nyawa. Hal ini dapat
dilihat berdasarkan data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan hingga akhir tahun 2015 telah terjadi 105.182 kasus
kecelakaan kerja di Indonesia (BPJS Ketenagakerjaan, 2016). Pada data BPJS
Ketenagakerjaan wilayah DKI tahun 2015 menyebutkan bahwa kecelakaan
kerja telah mengakibatkan kerugian atau klaim JKK sebesar Rp 150 miliar
(PoskotaNews, 2016).
Oleh karena itu, kepatuhan perlu diperhatikan oleh perusahaan dan
pekerja itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan yang
salah satunya dipengaruhi oleh persepsi. Hal tersebut dapat terjadi karena
perilaku seseorang dipengaruhi karena adanya persepsi (Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian Dahlawy (2008) juga mengungkapkan bahwa persepsi
mempengaruhi perilaku K3 pekerja. Kekeliruan persepsi yang mungkin terjadi
dapat membuat persepsi terhadap sebuah perilaku dalam menghadapi risiko
menjadi fatal.
Padahal Hassan, dkk (2013) mengatakan bahwa persepsi dan kesadaran
pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja merupakan aspek penting
dalam pelaksanaan konstruksi agar terbentuk kondisi yang baik bagi pekerja itu
5
sendiri. Persepsi yang tidak benar dapat meningkatkan kemungkinan seseorang
berperilaku tidak aman yang dapat menyebabkan terkena penyakit akibat kerja
ataupun mengakibatkan kecelakaan kerja.
Persepsi yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi persepsi pekerja
terhadap risiko bahaya yang ingin dihindari dalam penggunaan APD dan
persepsi mengenai pemakaian dari APD itu sendiri seperti persepsi kegunaan
yang dirasakan oleh pekerja serta hambatan saat menggunakannya.
Persepsi yang dimiliki akan mempengaruhi toleransi pekerja dalam
menanggapi risiko bahaya yang ada di sekitarnya (National Safety Council,
2014). Seseorang yang memiliki persepsi yang kurang baik maka ia cenderung
memiliki toleransi yang tinggi terhadap risiko bahaya. Hal tersebut juga akan
mempengaruhi pekerja terhadap kepatuhan dalam penggunaan APD.
Oleh karena itu perlunya diadakan penelitian untuk mengetahui hubungan
persepsi tentang risiko dan APD serta toleransi risiko pekerja dengan kepatuhan
penggunaan Alat Pelindung Diri di Proyek Konstruksi Mass Rapid Transit
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016.
B. Rumusan Masalah
Dari hasil studi pendahuluan diketahui bahwa terdapat ketidakpatuhan
pekerja terhadap peraturan pengunaan APD di proyek konstruksi MRT Jakarta
Tokyu Wika Joint Operation. Hal ini dibuktikan dari 31 pekerja, setengahnya
yaitu sebanyak 52 % atau 16 pekerja tidak mematuhi peraturan yang berlaku
dengan benar dalam pemakaian APD. Ketidakpatuhan pekerja terhadap
6
peraturan penggunaan APD tersebut berisiko menimbulkan penyakit akibat
kerja, cidera, kecacatan, kecelakaan, bahkan kematian.
Perbedaan kepatuhan pada pekerja diduga terjadi karena adanya persepsi
yang dimiliki masing-masing pekerja. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk
meneliti hubungan persepsi tentang risiko dan APD serta toleransi risiko
pekerja dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri di Proyek
Konstruksi Mass Rapid Transit Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun
2016.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka disusunlah pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika
Joint Operation tahun 2016?
2. Bagaimana gambaran kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016?
3. Bagaimana gambaran persepsi risiko, persepsi terhadap APD, dan
toleransi risiko pekerja di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika
Joint Operation tahun 2016?
4. Bagaimana gambaran faktor internal pekerja (usia, masa kerja,
pendidikan, dan pengetahuan) di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation tahun 2016?
7
5. Bagaimana hubungan antara persepsi risiko, persepsi terhadap APD, dan
toleransi risiko dengan kepatuhan penggunaan APD di proyek konstruksi
MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016?
6. Bagaimana hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja, pendidikan,
dan pengetahuan) pekerja dengan kepatuhan penggunaan APD di proyek
konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016?
7. Bagaimana faktor internal (usia, masa kerja, pendidikan, dan
pengetahuan) mempengaruhi hubungan antara persepsi risiko, persepsi
terhadap APD, dan toleransi risiko dengan kepatuhan penggunaan APD di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016?
D. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan persepsi tentang risiko dan APD serta
toleransi risiko pekerja dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung
Diri di Proyek Konstruksi Mass Rapid Transit Jakarta Tokyu Wika Joint
Operation tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran umum proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation tahun 2016.
8
b. Diketahuinya gambaran kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD
di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun
2016.
c. Diketahuinya gambaran persepsi risiko, persepsi terhadap APD, dan
toleransi risiko pekerja di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation tahun 2016.
d. Diketahuinya gambaran faktor internal pekerja (usia, masa kerja,
pendidikan, dan pengetahuan) di proyek konstruksi MRT Jakarta
Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016.
e. Diketahuinya hubungan antara persepsi risiko, persepsi terhadap
APD, dan toleransi risiko dengan kepatuhan penggunaan APD di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun
2016.
f. Diketahuinya hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja,
pendidikan, dan pengetahuan) pekerja dengan kepatuhan penggunaan
APD di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation
tahun 2016.
g. Diketahuinya faktor internal (usia, masa kerja, pendidikan, dan
pengetahuan) mempengaruhi hubungan antara persepsi risiko,
persepsi terhadap APD, dan toleransi risiko dengan kepatuhan
penggunaan APD di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika
Joint Operation tahun 2016.
9
E. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Tokyu Wika Joint Operation
a. Sebagai bahan informasi terkait persepsi pekerja dan toleransi risiko
terhadap kepatuhan penggunaan APD di proyek konstruksi MRT
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation.
b. Sebagai bahan masukan dalam evaluasi dan pembuatan kebijakan
program peningkatan keselamatan kerja di proyek konstruksi MRT
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation.
2. Pengembangan Keilmuan
a. Sebagai bahan referensi dan kepentingan pengembangan penelitian
selanjutnya mengenai persepsi pekerja dan toleransi terhadap bahaya
serta kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD.
b. Dapat menambah pengetahuan mengenai penerapan bidang keilmuan
K3 di perusahaan jasa konstruksi, khususnya pada psikologi industri
yang ditinjau dari persepsi yang dimiliki pekerja dan praktik kerja
aman yang ditinjau dari kepatuhan pekerja terhadap penggunaan alat
pelindung diri (APD) pada proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation tahun 2016.
10
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan persepsi tentang
risiko dan APD serta toleransi risiko pekerja dengan kepatuhan penggunaan
Alat Pelindung Diri di Proyek Konstruksi Mass Rapid Transit Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation tahun 2016. Faktor-faktor yang akan diteliti terdiri dari
faktor dependen yaitu kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD, faktor
independen yaitu persepsi risiko, persepsi terhadap APD dan toleransi risiko,
serta faktor perancu yaitu usia, masa kerja, pendidikan, dan pengetahuan.
Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan September-November 2016
pada proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation. Penelitian
menggunakan desain studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif.
Populasi pada penelitian adalah pekerja lapangan pada proyek konstruksi MRT
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation dan sampel penelitian dipilih
menggunakan metode simple random sampling. Sumber data yang diperoleh
berasal dari data primer dengan cara melakukan observasi dan menyebar
kuesioner ke pekerja. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan analisis Chi-
Square, Mann-Whitney untuk melihat hubungan antar variabel independen
dengan variabel dependen dan analisis regresi logistik ganda untuk uji variabel
perancu.
11
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Alat Pelindung Diri (APD)
1. Definisi APD
Alat Pelindung Diri (APD) atau Personal Protective Equipment
(PPE) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi
pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak
dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia,
biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya (OSHA, 2007).
Sedangkan menurut Tarwaka (2008), alat pelindung diri merupakan
seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk
melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya
pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
2. Dasar Hukum Penggunaan APD
Penggunaan APD di tempat kerja merupakan suatu kewajiban bagi
semua orang yang berada di area kerja. Hal ini dapat dilihat dari Undang-
Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dalam pasal 12 butir
b yaitu tenaga kerja diwajibkan untuk memakai APD dan pasal 13 yang
menyebutkan bahwa barang siapa yang akan memasuki suatu tempat
kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan
12
memakai APD yang diwajibkan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor 01/Men/1981 tentang kewajiban melapor Penyakit
Akibat Kerja dalam pasal 5 ayat 2 juga menyebutkan bahwa tenaga kerja
harus memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan untuk
pencegahan penyakit akibat kerja.
Peraturan lainnya mengenai penggunaan APD juga diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
08/Men/VII/2010 tentang APD dalam pasal 5 yang menyatakan bahwa
pengusaha atau pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan
memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di
tempat kerja dan pasal 6 ayat 1 yang berbunyi bahwa pekerja/buruh dan
orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau
menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko.
3. Jenis-jenis APD
APD memiliki berbagai macam jenis yang digolongkan berdasarkan
bagian-bagian tubuh yang dilindungi, yaitu (Permenakertrans, 2010):
a. Pelindung Kepala
Pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi melindungi
kepala dari kejatuhan benda, benturan, terpukul benda, terpapar oleh
radiasi panas, api, percikan bahan–bahan kimia, jasad renik (micro
organism) dan suhu yang ekstrim. Jenis alat pelindung kepala terdiri
dari helm pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, penutup
atau pengaman rambut, dan lain-lain.
13
b. Pelindung Mata dan Muka
Pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi
melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya,
paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di badan air,
percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi gelombang
elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak mengion, pancaran
cahaya, benturan atau pukulan benda. Jenis alat pelindung mata dan
muka terdiri dari kacamata pengaman (spectacles), goggles, tameng
muka (face shield), masker selam, tameng muka dan kacamata
pengaman dalam kesatuan (full face masker).
c. Pelindung telinga
Pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi
melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan dan tekanan. Jenis
alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan
penutup telinga (ear muff).
d. Pelindung Pernapasan beserta perlengkapannya
Pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat
pelindung yang berfungsi melindungi organ pernapasan dengan cara
menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran
bahan kimia, micro organism, dan partikel (debu, kabut, uap, asap,
gas). Jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari
masker, respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator,
Continues Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki
selam dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing
14
Apparatus), Self-Contained Breathing Apparatus, dan emergency
breathing apparatus.
e. Pelindung tangan
Pelindung tangan adalah alat pelindung yang berfungsi
melindungi tangan dan jari-jari tangan dari penjalaran api, suhu panas,
suhu dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi pengion, arus listrik,
bahan kimia, benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen
(virus, bakteri) dan jasad renik. Jenis pelindung tangan terdiri dari
sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit, kain kanvas, kain atau
kain berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan bahan kimia.
f. Pelindung kaki
Pelindung kaki adalah alat pelindung yang berfungsi melindungi
kaki dari tertimpa atau benturan dengan benda-benda berat, tertusuk
benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan
suhu ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik,
tergelincir. Jenis Pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada
pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan,
pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat
kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/ atau
bahaya binatang dan lain-lain.
g. Pakaian pelindung
Pakaian pelindung adalah alat pelindung yang berfungsi
melindungi badan sebagian atau seluruh bagian badan dari bahaya
temperatur panas atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-
benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas,
15
uap panas, benturan dengan mesin, peralatan dan bahan, tergores,
radiasi, binatang, mikroorganisme patogen dari manusia, binatang,
tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur. Jenis
pakaian pelindung terdiri dari rompi (vests), celemek (apron/
coveralls), jaket, dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau
seluruh bagian badan.
h. Alat Pelindung Jatuh Perorangan
Alat pelindung jatuh perorangan adalah alat pelindung berfungsi
membatasi gerak pekerja agar tidak masuk ketempat yang mempunyai
potensi jatuh atau menjaga pekerja berada pada posisi kerja yang
diinginkan dalam keadaan miring maupun tergantung dan menahan
serta membatasi pekerja jatuh sehingga tidak membentur lantai dasar.
Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk pengaman
tubuh (harness), karabiner, tali koneksi (lanyard), tali pengaman
(safety rope), alat penjepit tali (rope clamp), alat penurun (decender),
alat penahan jatuh bergerak (mobile fall arrester), dan lain-lain.
B. Perilaku Kepatuhan
Menurut Notoatmodjo (2010), dari aspek biologis perilaku adalah suatu
kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan.
Perilaku juga sering diartikan sebagai tindakan yang dilakukan seseorang untuk
beradaptasi dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya. Perilaku manusia
mencakup dua komponen, yaitu tingkah laku dan sikap. Tingkah laku
merupakan perbuatan tertentu dari manusia sebagai reaksi terhadap keadaan
16
atau situasi yang dihadapi. Adapun sikap yaitu sesuatu yang melekat pada diri
manusia yang merupakan reaksi manusia terhadap sesuatu keadaan
(Herijulianti, dkk, 2001).
Salah satu bentuk dari perilaku adalah kepatuhan. Kepatuhan berasal dari
kata patuh yang berarti suka menurut perintah, taat pada perintah, aturan,
berdisiplin (KBBI, 2016). Kepatuhan adalah ketaatan atau pasrah pada tujuan
yang telah ditentukan (Bastable, 2002). Menurut Niven (2002), kepatuhan yaitu
sejauh mana perilaku seorang pekerja sesuai dengan ketentuan yang diberikan
oleh atasannya. Sedangkan kepatuhan keselamatan didefinisikan sebagai
aktivitas utama yang harus dilakukan individu untuk mempertahankan
keselamatan di tempat kerja, termasuk didalamnya kepatuhan akan prosedur
kerja dan menggunakan peralatan pelindung diri (Borman dan Motowidlo,
1993). Adapun Sarwono (1999) mengemukakan bahwa kepatuhan akan
menghasilkan perubahan tingkah laku (behaviour change) yang bersifat
sementara dan individu yang berada di dalamnya akan cenderung kembali ke
perilaku atau pandangannya yang semula jika pengawasan kelompok mulai
mengendur dan perlahan memudar atau jika individu tersebut dipindahkan dari
kelompok asalnya.
Banyak teori yang dapat digunakan dalam meneliti perilaku. Bart (1994)
dalam bukunya yang berjudul Psikologi Kesehatan menyebutkan bahwa salah
satu teori yang dapat menjelaskan perilaku preventif adalah Health Belief
Model (HBM). Teori Health Belief Model (HBM) menjelaskan dan
meramalkan perilaku kesehatan individu dipengaruhi oleh sikap dan keyakinan
individu tersebut. Rosenstock (1974) menyatakan bahwa kepercayaan atau
17
persepsi seseorang tentang penyakit dan sarana yang tersedia untuk
menghindari terjadinya penyakit tersebut dapat mempengaruhi keputusan
seseorang dalam perilaku kesehatannya dibanding dengan kejadian sebenarnya.
Pada perkembangannya, (Kirscht (1998); Kirscht & Joseph (1989); dan
Taylor (1991) dalam Bart (1994)) mengatakan bahwa teori HBM juga dipakai
dalam menjelaskan ketertarikan dalam kebiasaan seseorang termasuk gaya
hidup tertentu seperti merokok, diet, olahraga, penggunaan alkohol,
penggunaan kondom, menggosok gigi, dan perilaku keselamatan. Terdapat
variabel-variabel kunci yang terdapat dalam teori HBM, yaitu:
1. Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility)
Seseorang harus mengetahui dan merasakan bahwa ia rentan terhadap
suatu penyakit guna mendorongnya bertindak mengobati dan mencegah
penyakitnya. Dengan kata lain, tindakan preventif akan dilakukan jika
seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap
suatu penyakit tersebut atau berada di dalam suatu risiko. Atau dengan
kalimat lain seseorang tidak akan mengubah perilaku kesehatannya
kecuali mereka percaya bahwa mereka berada di dalam risiko.
Pekerja tidak akan menggunakan APD selama dia tidak merasa berada
di dalam risiko kesehatan dan keselamatan atau selama tidak merasa
dirinya rentan terhadap risiko kesehatan dan keselamatan yang ada.
2. Keseriusan yang dirasakan (Perceived severity)
Tingkat keseriusan suatu penyakit berpengaruh kepada tindakan
individu dalam mencari pengobatan dan pencegahan. Seseorang tidak
akan mengubah perilakunya kecuali bila dirasakan konsekuensi yang
18
diterimanya cukup parah. Jadi selama konsekuensi yang diterimanya
masih dapat ditoleransi, maka perilaku tersebut tidak akan berubah.
Misalnya risiko kejatuhan paku dalam area proyek dirasakan lebih serius
dibandingkan dengan terkena serpihan debu. Maka tindakan pencegahan
terhadap kejatuhan paku akan lebih banyak dan diprioritaskan.
3. Keuntungan yang didapatkan (Perceived benefit)
Seseorang akan cenderung mengambil suatu tindakan selama tindakan
itu memberikan manfaat baginya dalam menurunkan risiko. Pekerja akan
menggunakan APD selama mereka merasakan manfaat dari penggunaan
tersebut, seperti penggunaan safety boot membuat pekerja merasakan
manfaat dengan aman berjalan di atas tanah yang berlumpur tanpa ada
rasa takut terkena kotoran ataupun benda tajam lainnya. Perasaan adanya
manfaat ini akan mendorong pekerja untuk terus menggunakan safety
boot demikian pula dengan APD lainnya.
4. Hambatan yang diperoleh (Perceived barrier)
Penyebab seseorang tidak mau mengubah perilakunya adalah karena
perubahan tersebut dirasakan sangat berat untuk dilakukan. Hambatan
yang ada mengacu pada karakteristik dari pengukuran sebuah pencegahan
seperti merepotkan, mahal, tidak menyenangkan, menyakitkan, atau
memakan waktu. Hal tersebut dapat menyebabkan seseorang menjauh
dari tindakan yang diinginkan untuk dilaksanakan. Misalnya pekerja
enggan memakai safety boot saat bekerja karena berat dan membatasi
dalam bergerak.
19
5. Isyarat untuk bertindak (Cues of action)
Seseorang akan termotivasi untuk bertindak mengubah perilakunya
apabila ada motivasi tertentu yang timbul sebagai penggerak. Motivasi
tersebut dapat timbul dari faktor-faktor internal seperti gejala fisik.
Contohnya, pesan-pesan pada media, nasihat dari orang lain, dan
sebagainya.
6. Variabel lain (Modifying variable)
Empat persepsi utama pembentuk perilaku kesehatan dalam teori
HBM dipengaruhi oleh variabel-variabel yang dikenal dengan variabel
lain (modifying variable). Variabel lain dalam hal ini antara lain:
a. Variabel demografi yaitu: usia, jenis kelamin, latar belakang budaya.
b. Variabel psikologis yaitu: kelas sosial dan tekanan sosial.
c. Variabel struktural yaitu: pengetahuan, pendidikan, dan pengalaman.
7. Kemampuan diri (Self efficacy)
Kemampuan diri adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan
dirinya bahwa ia dapat melakukan suatu perilaku dengan sukses.
Keyakinan individu terhadap kemampuannya dapat menentukan
bagaimana mereka berperilaku, berpikir dan bereaksi terhadap suatu
ancaman atau situasi yang tidak menyenangkan.
20
Teori HBM tersebut digambarkan seperti pada bagan 2.1 sebagai berikut:
Isyarat utk
bertindak:
Media dan nasihat
dari orang lain
Variabel demografi:
usia, jenis kelamin, dan latar
belakang budaya.
Variabel psikologis:
personality, kelas sosial,
tekanan sosial.
Variabel struktural:
pengetahuan, pengalaman,
pendidikan
Persepsi tentang hambatan
yang diperoleh
Persepsi tentang keseriusan
yang dirasakan
Persepsi tentang keuntungan
yang didapatkan
Persepsi tentang kerentanan
yang dirasakan
Perilaku keselamatan
Kemampuan diri
Bagan 2.1 Teori Health Belief Model
21
Sementara itu, National Safety Council (2014) mengadopsi teori HBM
dengan menambahkan variabel toleransi risiko dalam melihat perilaku
pencegahan yang dilakukan seseorang. Teori ini didasari oleh seseorang dapat
memiliki perilaku pencegahan pada saat orang tersebut mengantisipasi
konsekuensi buruk, memiliki keinginan untuk menghindari risiko yang ada, dan
memiliki kemampuan diri untuk melakukan perilaku pencegahan tersebut.
Individu yang mempersepsikan risiko dengan baik maka mempengaruhi
dirinya dalam menurunkan toleransi terhadap risiko yang ada sehingga
menimbulkan motivasi agar pekerja tersebut berperilaku mencegah agar risiko
tersebut dapat diminimalisir atau dihindari.
Teori lain yang juga menjelaskan mengenai perilaku adalah Teori
Lawrence Green. Dalam buku berjudul Promosi Kesehatan oleh Maulana
(2009) dijelaskan bahwa Green (1980) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor
yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku, yaitu faktor predisposisi
(predisposing), faktor pemungkin (enabling), dan faktor penguat (reinforcing).
Tiga faktor tersebut antara lain:
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor predisposisi yaitu faktor yang dapat mempermudah dan
mendasari terjadinya perilaku berupa pengetahuan, motivasi, persepsi,
sikap, dan kepercayaan atau keyakinan yang memudahkan atau
merintangi pribadi untuk melakukan suatu perilaku. Selain itu juga
Perilaku
pencegahan
Motivasi
Toleransi
risiko
Persepsi
risiko
Bagan 2.2 Teori National Safety Council
22
dipengaruhi karakteristik individu, seperti umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan masa kerja.
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor pemungkin adalah setiap karakteristik lingkungan yang
memudahkan atau memfasilitasi perilaku dan setiap keterampilan atau
sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan perilaku. Tidak adanya
karakteristik atau keterampilan tersebut akan menghambat perilaku.
Faktor pemungkin tersebut antara lain adalah sarana dan prasarana atau
fasilitas yang disediakan dan kegiatan pelatihan.
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
Faktor penguat yaitu faktor yang memperkuat atau mendorong
terjadinya perilaku seseorang dapat berupa dalam sikap dan perilaku
seseorang yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat,
Faktor penguat ini juga dapat terwujud pengawasan dan peraturan yang
berlaku.
23
C. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
1. Persepsi
Menurut Azhari (2004), persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan
atau bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti
luas adalah pandangan seseorang dalam mengartikan dan menilai sesuatu.
Persepsi adalah kemampuan untuk mengorganisasikan pengamatan
individu untuk membeda-bedakan, mengelompokkan, serta memfokuskan
suatu informasi agar dapat dipahami (Sarwono, 1999). Hal ini juga
dikatakan oleh Robbins (1996) bahwa persepsi merupakan sebuah proses
Faktor predisposisi:
1. Kepercayaan
2. Motivasi
3. Persepsi
4. Pengetahuan
5. Sikap
6. Karakteristik
demografi (umur, jenis
kelamin, pendidikan,
pengalaman)
90
Faktor penguat:
1. Peraturan
2. Pengawasan
Faktor pemungkin:
1. Pelatihan
2. Fasilitas APD
Perilaku
Bagan 2.3 Teori Lawrence Green
24
dimana seseorang mengorganisasi dan menginterpretasi sebuah stimulus
dari luar yang bermakna dengan tujuan memberikan arti kepada
lingkungan sekitarnya.
Menurut Geller (2001) dalam teori Behavior Based Safety, persepsi
seseorang terhadap risiko terkena bahaya dapat mempengaruhi perilaku
seseorang. Lalu menurut David Krech (1962) dan Irwin Rosentoch dan
Backer (1974) persepsi itu sendiri dipengaruhi oleh pengalaman, kelas
sosial, umur dan jenis kelamin, dan kerangka pengetahuan yang dimiliki
dari pendidikan, bacaan, dan penelitian.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Muntiana (2014) pada 30 pekerja
di jalur 3 dan 4 PT. Wijaya Karya Beton Boyolali tbk didapatkan hasil
bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi karyawan
terhadap penerapan K3 dengan penggunaan APD. Lalu pada penelitian
Ridho (2012) yang dilakukan kepada 100 mahasiswa di Universitas
Indonesia diketahui terdapat hubungan yang berarti antara persepsi
terhadap penggunaan helm. Hal tersebut juga terjadi pada penelitian yang
dilakukan oleh Salihat dan Kurniawidjaja (2010) pada 105 responden
yang didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
persepsi risiko dengan perilaku mahasiswa dalam penggunaan sabuk
keselamatan di Kampus Universitas Indonesia, Depok. Namun, pada
penelitian yang dilakukan oleh Sumarna, dkk (2013) diketahui bahwa
tidak ada hubungan signifikan antara persepsi terhadap risiko dengan
penggunaan APD.
Risiko adalah kemungkinan atau potensi terjadinya sesuatu yang
menimbulkan kerugian. Besar atau tingginya risiko ini ditentukan oleh
25
gabungan antara besarnya kemungkinan dan tingkat kerusakan dari
dampak kejadian yang tak diharapkan tersebut (Gunawan, 2013). Persepsi
risiko merupakan penilaian subjektif seseorang terhadap dari
kemungkinan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan yang disebabkan
oleh paparan sumber risiko serta emosi yang terkait dengan sumber
(Sjoberg, dkk, 2004). Persepsi risiko dapat menjadi suatu hambatan untuk
membuat suatu keputusan yang rasional, karena seseorang cenderung
untuk melihat risiko yang akan terjadi. Hal tersebut dapat berdampak
pada sikap atau perilaku seseorang terhadap keselamatan.
2. Toleransi risiko
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) toleransi adalah batas
ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan.
Hunter (2002) mendefinisikan toleransi risiko sebagai suatu sikap dimana
seseorang bersedia mengambil sejumlah risiko dalam mencapai suatu
tujuan. Individu yang memiliki toleransi risiko yang tinggi kemungkinan
lebih besar dalam mengambil risiko. Toleransi risiko memediasi baik
risiko umum yang tidak disukai dan penilaian pribadi yang melekat pada
tujuan tersebut.
Menurut National Safety Council (2014), toleransi risiko adalah
kemampuan individu untuk menerima risiko yang ditimbulkan dari
bahaya dalam suatu lingkungan. Toleransi yang dimiliki seseorang
terhadap suatu risiko bahaya yang ada disekitarnya memunculkan
motivasi agar individu tersebut melakukan pencegahan agar risiko
26
tersebut dapat diminimalisir atau dihindari dan ia dalam kondisi aman.
Salah satu perilaku pencegahan tersebut adalah dengan memakai APD.
3. Usia
Usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun terhitung
mulai saat dilahirkan. Usia mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemauan
kerja, daya tangkap, pola pikir, dan tanggung jawab seseorang.
Jika seseorang makin bertambah usianya, maka cenderung cepat puas
karena tingkat kedewasaan teknis maupun kedewasaan psikologis.
Artinya, semakin bertambah usianya maka semakin mampu menunjukkan
kematangan jiwa yaitu semakin bijaksana, semakin mampu berfikir
rasional, semakin mampu mengendalikan emosi, semakin toleran
terhadap pandangan dan perilaku yang berbeda dari dirinya sendiri, dan
sifat-sifat lain yang menunjukkan kematangan intelektual dan psikologis
(Siagian, 1987).
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Supiana (2013) menemukan
bahwa usia memiliki hubungan yang signifikan terhadap penggunaan
APD. Penelitian yang dilakukan oleh Saputri dan Paskarini (2014) pada
pekerja kerangka bangunan (Proyek Hotel Mercure Grand Mirama
Extention di PT. Jagat Konstruksi Abdipersada) juga menunjukkan
adanya perbedaan signifikan antara usia pada kepatuhan pengguna APD.
Namun, Nurcahyanti (2014) dan Ratnaningsih (2010) dalam
penelitiannya tidak menemukan hubungan anatara usia terhadap
penggunaan APD.
27
4. Masa Kerja
Menurut Suma‟mur (1996) masa kerja diartikan sebagai sepenggal
waktu yang cukup lama dimana seseorang tenaga kerja masuk dalam satu
wilayah tempat usaha sampai batas waktu tertentu. Masa kerja
mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap pekerjaan dan lingkungan
tempat ia bekerja. Masa kerja dapat membuat seseorang memahami
tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.
Semakin lama ia bekerja semakin banyak pengalamannya dan akan lebih
terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga hasilnya akan lebih
baik dan dapat bekerja secara aman (Handoko, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Supiana (2013) ada 33 bidan di RS
KIA Sadewa Yogyakarta menemukan bahwa masa kerja memiliki
hubungan yang signifikan terhadap penggunaan APD. Sedangkan dari
penelitian Nurcahyanti (2014) diketahui bahwa masa kerja tidak
mempengaruhi petugas puskesmas dalam penggunaan APD dalam
melakukan APN di Puskesmas Sumbang Kabupaten Banyumas.
5. Pendidikan
Notoatmodjo (2003) mendefinisikan pendidikan sebagai suatu
bantuan yang diberikan kepada individu, kelompok atau masyarakat
dalam rangka mencapai peningkatan kemampuan yang diharapkan.
Pendidikan mempengaruhi seseorang dalam membuka wawasan dan
pemahaman terhadap nilai-nilai baru yang ada dalam lingkungannya.
Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah untuk
memahami perubahan yang terjadi dilingkungannya dan orang tersebut
28
akan menyerap perubahan tersebut apabila merasa bermanfaat bagi
dirinya.
Pada umumnya makin tinggi pendidikan akan mempermudah
menerima informasi. Dari informasi yang diperoleh akan menghasilkan
pengetahuan yang baik, sedangkan semakin baik pengetahuan seseorang
akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku baik.
Hal ini sejalan dengan penelitian sejalan yang dilakukan oleh
Nurcahyanti (2014) dan Widyaningsih (2012) yang menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kepatuhan
penggunaan APD. Namun, pada penelitian Saputri dan Paskarini (2014)
dan Muntiana (2014) menyatakan bahwa pendidikan tidak berhubungan
terhadap penggunaan APD.
6. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan merupakan hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
objek tertentu. Adapun Bloom (1975) yang dikutip dari Widayatun (1999)
mengatakan bahwa pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang
melalui proses pengingatan atau pengenalan informasi dan ide yang sudah
diperoleh sebelumnya. Perilaku yang dilakukan atas dasar pengetahuan
akan lebih bertahan dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Bart, 1994). Jadi pengetahuan sangat dibutuhkan agar
seseorang dapat mengetahui mengapa seorang individu harus melakukan
suatu tindakan sehingga perilaku tersebut dapat lebih mudah untuk diubah
ke arah yang lebih baik.
29
Berdasarkan tujuh penelitian terdahulu, terdapat lima penelitian yang
menyatakan adanya perbedaan yang signifikan antara responden yang
tidak baik dalam penggunaan APD dan responden yang baik dalam
penggunaan APD berdasarkan pengetahuan (Ruhyandi dan Chandra
(2008), Ridho (2012), Madyanti (2012), Supiana (2013), dan Faizah
(2013)). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2010) dan
Hidayah, dkk (2015) tidak menemukan adanya hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
D. Kerangka Teori
Berdasarkan penjelasan tinjauan pustaka yang telah dijabarkan
sebelumnya maka kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan
mengenai perilaku pada penelitian ini berdasarkan teori Health Belief Model
(Rosentock, 1974), Green (1980), dan National Safety Council (2014) dan
dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian di proyek konstruksi MRT Jakarta
Tokyu Wika Joint Operation. Modifikasi teori tersebut digambarkan seperti
pada bagan 2.4 sebagai berikut:
30
Rosentock (1970), Green (1980), dan National Safety Council (2014)
Isyarat utk bertindak:
Media dan nasihat
dari orang lain
Rosentock (1970)
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Latar
belakang
budaya
4. Kepribadian
5. Kelas sosial
6. Tekanan
sosial
7. Pengetahuan
8. Pengalaman
9. Pendidikan
Rosentock (1970)
1. Persepsi tentang
risiko (persepsi
tentang
keseriusan dan
kerentanan yang
dirasakan)
2. Persepsi tentang
APD (persepsi
tentang
keuntungan dan
hambatan yang
diperoleh)
3. Kemampuan diri
Rosentock (1970)
Perilaku keselamatan
Faktor predisposisi:
1. Kepercayaan
2. Motivasi
3. Persepsi
4. Pengetahuan
5. Sikap
6. Umur
7. Jenis kelamin
8. Pendidikan
9. Pengalaman
Green (1980)
90
Faktor penguat:
1. Peraturan
2. Pengawasan
Green (1980)
Faktor pemungkin:
1. Pelatihan
2. Fasilitas APD
Green (1980)
Motivasi
Toleransi risiko
National Safety Council
(2014)
Bagan 2.4 Kerangka Teori
31
3 BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
didapatkan kerangka konsep untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang
akan diteliti. Kerangka konsep terdiri dari variabel dependen, variabel
independen, dan variabel perancu. Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD. Variabel independen
terdiri persepsi risiko, persepsi terhadap APD, dan toleransi risiko. Adapun
variabel perancu terdiri dari usia, masa kerja, pendidikan, dan pengetahuan.
Untuk variabel persepsi kerentanan dan variabel persepsi keseriusan
diasumsikan peneliti menjadi persepsi risiko. Lalu, pada variabel persepsi
tentang keuntungan dan persepsi tentang kerugian diasumsikan peneliti sebagai
persepsi terhadap APD. Hubungan antara variabel-variabel digambarkan dalam
bagan 3.1 sebagai berikut:
32
Pada penelitian ini terdapat variabel-variabel yang tidak dapat
diikutsertakan. Peneliti tidak meneliti variabel latar belakang budaya,
kepercayaan, dan kepribadian dikarenakan hal-hal tersebut terbentuk dari nenek
moyang seseorang yang diperoleh secara turun temurun dari lingkungan
dimana seseorang tersebut tumbuh dan dibesarkan. Sehingga sulit untuk
dilakukan penelitian.
Variabel kelas sosial dan tekanan sosial juga tidak diteliti karena
penelitian dilakukan pada pekerja yang sama maka tidak ada tingkatan sosial di
dalamnya. Variabel jenis kelamin juga tidak diteliti karena populasinya
homogen dimana semua pekerja lapangan berjenis kelamin laki-laki. Selain itu
variabel isyarat untuk bertindak dapat berupa media dan nasihat dari orang lain,
pengawasan, pelatihan, fasilitas APD, dan peraturan tidak diteliti karena
variabel ini dianggap homogen, yang berarti semua pekerja mendapatkan
perlakuan yang sama dari perusahaan.
Variabel independen
1. Persepsi risiko
2. Persepsi terhadap APD
3. Toleransi risiko
Variabel perancu:
1. Usia
2. Masa kerja
3. Pendidikan
4. Pengetahuan
Variabel dependen
Kepatuhan pekerja terhadap
penggunaan APD
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
33
Untuk variabel kemampuan diri tidak dimasukkan dalam penelitian
karena variabel ini sulit untuk diukur. Variabel motivasi juga tidak diteliti
karena peneliti ingin melihat akar dari faktor yang mempengaruhi perilaku
yaitu pada toleransi risiko.
34
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Dependen
Kepatuhan pekerja
terhadap penggunaan
APD
Perilaku responden dalam menggunakan APD
secara lengkap dan benar sesuai dengan SOP
Penyebaran
kuesioner dan
observasi
Kuesioner
dan lembar
observasi
0. Kurang patuh, jika skor
< median (53)
1. Patuh, jika skor ≥median
(53)
Ordinal
Independen
Persepsi risiko Pandangan pekerja dalam menghadapi pajanan
risiko bahaya yang ada di area proyek
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 0. Kurang baik, jika skor
< mean (47)
1. Baik, jika skor≥mean
(47)
Ordinal
Persepsi terhadap APD Pandangan pekerja terhadap APD yang ada
digunakan di tempat kerja, meliputi perlu tidaknya
APD, ketersediaan APD, kegunaan APD, dan saat
menggunakan APD
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 0. Kurang baik, jika skor
< mean (35)
1. Baik, jika skor≥mean
(35)
Ordinal
Toleransi risiko Kebersediaan pekerja dalam menerima risiko
bahaya yang berada di sekitarnya
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 0. Tinggi, jika
skor<mean (61)
1. Rendah, jika
skor≥mean (61)
Ordinal
35
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Perancu
Usia Lamanya hidup responden mulai dari lahir sampai
ulang tahun terakhir pada saat penelitian
dilakukan
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner Tahun Rasio
Masa kerja Waktu saat ini dikurangi waktu awal pekerja saat
bekerja di konstruksi
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner Tahun Rasio
Pendidikan Pendidikan formal terakhir informan Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 0. Rendah (tidak
sekolah/SD/MI/
SMP/MTs)
1. Menengah (SMA/MA/
SMK/MAK)
2. Tinggi
(D3/D4/S1/S2/S3)
(UU No 20 th2003)
Ordinal
Pengetahuan Pemahaman pekerja tentang APD meliputi
pengertian, kegunaan, akibat jika tidak
menggunakan, waktu penggunaan, pihak yang
bertanggung jawab terhadap perawatan,
kebersihan, penatalaksanaan jika rusak,
penatalaksanaan jenis sekali pakai, jenis-jenis,
masing-masing fungsi sesuai jenis, ketentuan
pemakaian masing-masing jenis
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 0. Rendah, jika
skor<median (90)
1. Tinggi, jika
skor≥median (90)
Ordinal
36
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara persepsi risiko pekerja dengan kepatuhan
pekerja terhadap penggunaan APD pada proyek konstruksi MRT
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016.
2. Ada hubungan antara persepsi pekerja terhadap APD dengan
kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD pada proyek
konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun
2016.
3. Ada hubungan antara toleransi risiko pekerja dengan kepatuhan
pekerja terhadap penggunaan APD pada proyek konstruksi MRT
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016.
4. Ada hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja,
pendidikan, dan pengetahuan) pekerja dengan kepatuhan pekerja
terhadap penggunaan APD pada proyek konstruksi MRT Jakarta
Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016.
5. Faktor internal pekerja mempengaruhi hubungan antara persepsi
risiko, persepsi terhadap APD, dan toleransi risiko pekerja
dengan kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD pada
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation
tahun 2016.
37
4 BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional dimana pengukuran variabel sebab atau risiko (independen) dan
variabel akibat atau kasus (dependen) yang terjadi pada objek penelitian diukur
dalam waktu yang bersamaan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
persepsi terhadap risiko, persepsi terhadap APD, dan toleransi risiko. Variabel
perancunya adalah faktor internal pekerja. Sedangkan variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika
Joint Operation yang berada di wilayah Lebak Bulus sampai dengan Cipete
Raya, Jakarta Selatan pada bulan September-November tahun 2016.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja kontrak yang bekerja di
lapangan (site) proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation
sejumlah 471 pekerja.
38
Adapun pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus
Lemeshow, dkk (1990) untuk uji hipotesis beda dua proprosi sebagai berikut:
Keterangan:
n = Besar sampel yang dibutuhkan oleh peneliti
= Derajat kepercayaan 95%
α = Derajat kemaknaan 5%
= Kekuatan uji 80%
= Rata-rata proporsi pada populasi
P1 = Proporsi pekerja yang tidak patuh dalam penggunaan APD
pada kelompok dengan faktor risiko/penyebab
P2 = Proporsi pekerja yang tidak patuh dalam penggunaan APD
pada kelompok tanpa faktor risiko/penyebab
Penentuan besar sampel minimal dilihat berdasarkan perhitungan
besar sampel menggunakan nilai P1 dan P2 dari hasil penelitian
sebelumnya. Adapun besar sampel minimal pada tiap-tiap variabel adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Jumlah Sampel Minimal Tiap Variabel
Variabel Penelitian
Sebelumnya
Kepatuhan
pekerja terhadap
penggunaan APD n (n x 2)
P1 P2
Persepsi pekerja
terhadap risiko
(Ridho, 2012) 0,23 0,62 25 50
Persepsi pekerja
terhadap APD
(Kusuma, 2013) 0,2 0,92 7 14
39
Variabel Penelitian
Sebelumnya
Kepatuhan pekerja
terhadap
penggunaan APD
P1 P2 n nx2
Usia (Saputri dan Paskarini,
2014)
0,4 0,89 14 28
Masa kerja (Supiana, 2013) 0,15 0,75 10 20
Pendidikan (Widyaningsih, 2012) 0,71 0,23 16 32
Pengetahuan (Madyanti, 2012) 0,05 0,6 9 18
Berdasarkan perhitungan hasil besar sampel pada setiap variabel, maka
jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 50 orang. Untuk menghindari
terjadinya drop out atau missing maka jumlah responden ditambah 10%,
sehingga keseluruhan sampel menjadi sebanyak 55 orang. Teknik sampling
yang digunakan adalah simple random sampling, dimana seluruh anggota
populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel.
D. Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer diperoleh dari
pengisian kuesioner dan hasil observasi oleh pekerja proyek konstruksi MRT
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation. Dalam pengisian kuesioner, peneliti
meminta persetujuan terlebih dahulu ke pekerja untuk berpartisipasi dalam
penelitian dengan memberikan informed consent dan menjelaskan ke pekerja
mengenai maksud dan tujuan penelitian serta cara pengisian kuesioner. Data
yang dikumpulkan berupa usia, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, persepsi
terhadap risiko, persepsi terhadap APD, toleransi risiko, dan kepatuhan pekerja
terhadap penggunaan APD.
40
Observasi dilakukan untuk mengamati kepatuhan penggunaan APD
secara langsung. Untuk waktu pengambilan sampel pengamatan, digunakan
tipe sampling waktu. Sampling waktu adalah seleksi unit-unit keperilakuan
untuk pengamatan yang dilakukan pada titik-titik waktu yang berbeda-beda
secara sistematis (Kerlinger, 2006). Observasi dilakukan selama dua hari
dengan rentang pengamatan sebanyak empat kali. Pengamatan pertama dan
ketiga dilakukan pada hari pertama. Sedangkan pengamatan kedua dan
keempat dilakukan pada hari kedua. Durasi peneliti saat melakukan observasi
yaitu berlangsung paling sedikit lima menit.
E. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan pada saat melakukan pengamatan
langsung di lapangan. Lembar observasi berbentuk tabel yang berisi
apakah pekerja mematuhi penggunaan APD dengan benar atau tidak saat
bekerja.
2. Kuesioner
Kuesioner yang dibuat mencakup beberapa variabel yang diteliti,
antara lain:
41
a. Kepatuhan terhadap penggunaan APD
Untuk variabel kepatuhan terhadap penggunaan APD terdapat
delapan pernyataan dengan jawaban memakai skala guttman yaitu ya
dan tidak. Setiap pernyataan positif diberi skor 2 jika menjawab “ya”
sedangkan pekerja yang menjawab “tidak” diberi skor 1. Adapun
untuk pernyataan negatif, maka skor yang berlaku berkebalikan
dengan pernyataan positif. Pernyataan negatif di kuesioner dalam
penelitian ini ada pada kode nomor E3, E4, dan E5. Bila pekerja
menjawab dengan jumlah skor lebih dari sama dengan median
dikategorikan patuh sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah
skor kurang dari median dikategorikan kurang patuh.
b. Persepsi risiko
Untuk variabel persepsi risiko terdapat sebanyak 16 pernyataan
dengan jawaban menggunakan empat skala likert. Pada pernyataan
positif maka pembobotan skornya adalah:
a. Skor 1 bila jawaban sangat tidak setuju
b. Skor 2 bila jawaban tidak setuju
c. Skor 3 bila jawaban setuju
d. Skor 4 bila jawaban sangat setuju
Sedangkan untuk pernyataan negatif maka pembobotan skornya
adalah:
a. Skor 4 bila jawaban sangat tidak setuju
b. Skor 3 bila jawaban tidak setuju
c. Skor 2 bila jawaban setuju
42
d. Skor 1 bila jawaban sangat setuju
Pernyataan negatif di kuesioner dalam penelitian ini ada pada
kode nomor B1, B2, B3, B4, B5, dan B6. Bila pekerja menjawab
dengan jumlah skor lebih dari sama dengan mean dikategorikan
persepsi risiko baik sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah
skor kurang dari mean dikategorikan persepsi risiko kurang baik.
c. Persepsi terhadap APD
Untuk variabel persepsi risiko memiliki 11 pernyataan dengan
jawaban menggunakan empat skala likert. Pada pernyataan positif
maka pembobotan skornya adalah:
a. Skor 1 bila jawaban sangat tidak setuju
b. Skor 2 bila jawaban tidak setuju
c. Skor 3 bila jawaban setuju
d. Skor 4 bila jawaban sangat setuju
Sedangkan untuk pernyataan negatif maka pembobotan skornya
adalah:
a. Skor 4 bila jawaban sangat tidak setuju
b. Skor 3 bila jawaban tidak setuju
c. Skor 2 bila jawaban setuju
d. Skor 1 bila jawaban sangat setuju
Pernyataan negatif di kuesioner dalam penelitian ini ada pada
kode nomor C7, C8, C9, C10, dan C11. Bila pekerja menjawab
dengan jumlah skor lebih dari sama dengan mean dikategorikan
persepsi terhadap APD baik sedangkan bila pekerja menjawab dengan
43
jumlah skor kurang dari mean dikategorikan memiliki persepsi
terhadap APD kurang baik.
d. Toleransi risiko
Untuk variabel toleransi risiko terdiri dari 23 pernyataan dengan
jawaban menggunakan empat skala likert. Semua pernyataan bersifat
pernyataan negatif. Berikut adalah pembobotan skor masing-masing
pernyataan negatif:
a. Skor 4 bila jawaban sangat tidak setuju
b. Skor 3 bila jawaban tidak setuju
c. Skor 2 bila jawaban setuju
d. Skor 1 bila jawaban sangat setuju
Bila pekerja menjawab dengan jumlah skor lebih dari sama
dengan mean dikategorikan toleransi risiko rendah sedangkan bila
pekerja menjawab dengan jumlah skor kurang dari mean
dikategorikan toleransi risiko tinggi.
e. Usia
Untuk variabel usia dilihat dari selisih tahun lahir pekerja dan
tahun dilakukan penelitian. Perhitungan nilai rata-rata untuk usia tiap
pekerja dilakukan dengan membagi antara total usia pekerja dengan
jumlah pekerja yang menjadi responden.
f. Masa kerja
Untuk variabel masa kerja dilihat dari masa kerja pekerja dalam
tahun, dilihat dari selisih tahun pertama pekerja bekerja di bidang
konstruksi dan tahun dilakukan penelitian. Perhitungan nilai rata-rata
44
untuk masa kerja tiap pekerja dilakukan dengan membagi antara total
masa kerja dengan jumlah pekerja yang menjadi responden.
g. Pendidikan
Untuk variabel pendidikan menggunakan jawaban tingkat status
pendidikan formal yaitu tidak sekolah, SD/MI, SMP/MTs,
SMA/SMK/MA, dan D3/D4/S1/dan seterusnya. Apabila pekerja
memiliki status pendidikan tidak sekolah, SD/MI, SMP/MTs maka
diberi skor 1 dan dikategorikan status pendidikan yang rendah.
Pekerja yang memiliki status pendidikan SMA/SMK/MA diberi skor
2 dan dikategorikan status pendidikan menengah. Sedangkan untuk
pekerja yang memiliki status pendidikan D3/D4/S1/dan seterusnya
maka diberi skor 3 dan dikategorikan status pendidikan yang tinggi.
h. Pengetahuan
Untuk variabel kepatuhan terhadap penggunaan APD terdapat
sebanyak 53 pernyataan dengan jawaban memakai skala guttman
yaitu ya dan tidak. Setiap pernyataan positif diberi skor 2 jika
menjawab “ya” sedangkan pekerja yang menjawab “tidak” diberi skor
1. Adapun untuk pernyataan negatif, maka skor yang berlaku
berkebalikan dengan pernyataan positif. Pernyataan negatif di
kuesioner dalam penelitian ini ada pada kode nomor F1, F3, F9, F11,
F13, F15, F21, dan F39. Bila pekerja menjawab dengan jumlah skor
lebih dari sama dengan median dikategorikan pengetahuan tinggi
sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah skor kurang dari
median dikategorikan pengetahuan rendah.
45
F. Uji Validitas dan Reabilitas
Pengujian validitas dan reabilitas dilakukan kepada subjek yang memiliki
karakteristik hampir sama dengan populasi pekerja proyek konstruksi MRT
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation, yaitu pekerja konstruksi MRT Jakarta X
CP Y.
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran untuk melihat seberapa besar tingkat
ketepatan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2011). Pengujian
validitas dilakukan untuk mengetahui item kuesioner yang valid maupun
tidak valid yang berpengaruh pada dapat atau tidaknya item kuesioner
tersebut digunakan dalam penelitian.
Uji validitas pada variabel untuk jenis pernyataan skala likert,
seperti variabel persepsi risiko, persepsi terhadap APD, dan toleransi
risiko dilakukan dengan perhitungan rumus korelasi Person Product
Moment. Pada uji validitas ini dilakukan dengan membandingkan antara
nilai korelasi atau r hitung dari variabel penelitian dengan r tabel. Jika r
hitung > r tabel berarti variabel valid. Namun, jika r hitung < r tabel
berarti variabel tidak valid. Item kuesioner yang tidak valid ditanggulangi
dengan melakukan modifikasi item untuk memperjelas makna dan
membuang item pernyataan yang tidak relevan dengan pertanyaan
penelitian.
Uji validitas pada variabel dengan jenis pernyataan berskala
guttman, seperti variabel pengetahuan dan kepatuhan penggunaan APD
46
dilakukan dengan validitas isi. Validitas isi memiliki tujuan untuk
mengetahui bahwa setiap item pada instrumen yang digunakan sudah
cukup mewakili konsep yang diinginkan (Di lorio, 2005). Validitas isi
dilakukan dengan melihat tanggapan responden saat menjawab kuesioner.
Setiap item kuesioner dinyatakan valid jika responden dapat langsung
menjawab tanpa adanya keraguan dalam memahami maksud item
kuesioner dan durasi waktu responden dalam menjawab kuesioner sesuai
dengan estimasi yang ditetapkan peneliti. Untuk item kuesioner yang
tidak valid maka dihilangkan dari daftar kuesioner.
2. Uji Reabilitas
Uji reabilitas dilakukan setelah item kuesioner sudah valid. Menurut
Arifin (2012) uji reabilitas dilakukan untuk melihat sejauh mana hasil
suatu pengukuran dapat terlihat konsisten bila dilakukan berulang kali
dalam suatu instrumen. Pengujian reabilitas untuk variabel dengan jenis
pernyataan berskala likert dilakukan menggunakan rumus statistik
cronbach alpha keseluruhan dengan membandingkan nilai r tabel dengan
nilai r hasil (nilai alpha). Apabila r alpha > r tabel maka kuesioner
tersebut dinyatakan reliable.
H. Manajemen Data
1. Editing
Proses editing ini meliputi pemeriksaaan isian kuesioner yang
dilakukan selama proses pengumpulan data untuk memastikan semua
47
variabel, baik variabel dependen (kepatuhan pekerja terhadap penggunaan
APD), variabel independen (persepsi terhadap risiko, persepsi terhadap
APD, dan toleransi risiko), dan variabel perancu (usia, pendidikan, masa
kerja, dan pengetahuan) pada penelitian ini terisi. Selama proses tersebut
dilakukan penyuntingan data oleh peneliti agar data yang salah, kurang
jelas terbaca, atau meragukan dapat langsung ditelusuri kembali kepada
pekerja yang bersangkutan.
2. Coding
Proses pengkodean dilakukan terhadap setiap variabel yang ada
dalam penelitian ini untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data.
Berikut ini merupakan kode variabel penelitian:
Tabel 4.2 Kode Variabel
No. Variabel Kode
A1-A3 Identitas pekerja -
A4 Umur -
A5 Masa kerja -
A6 Pendidikan Rendah = 0
Menengah = 1
Tinggi = 2
B1-B16
Persepsi terhadap risiko Kurang baik = 0
Baik = 1
C1-C12
Persepsi terhadap APD Kurang baik = 0
Baik = 1
D1-D23 Toleransi risiko
Tinggi = 0
Rendah = 1
E1-E8 dan
O1-O6
Perilaku penggunaan APD Kurang patuh = 0
Patuh = 1
F1-F53 Pengetahuan Rendah = 0
Tinggi = 1
48
3. Entry
Proses entry yaitu proses memasukkan data yang sudah dikode
menggunakan salah satu software pengolahan data statistik untuk
dilakukan analisis data. Data yang di entry adalah nama pekerja, nomor
telepon, usia, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, kepatuhan pekerja
terhadap penggunaan APD, persepsi terhadap risiko, persepsi terhadap
APD, dan toleransi risiko.
4. Cleaning
Proses cleaning merupakan pembersihan atau pengecekan kembali
data yang sudah di-entry untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam
melakukan pengkodean ataupun pada saat melakukan entry data. Proses
ini dilakukan dengan cara melakukan tabulasi frekuensi dari setiap
variabel baik variabel independen, variabel dependen, maupun variabel
perancu penelitian agar terlihat apabila terdapat data yang tidak sesuai.
I. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel penelitian yaitu variabel dependen
(kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD), variabel independen
(persepsi terhadap risiko, persepsi terhadap APD, dan toleransi risiko),
dan variabel perancu (usia, pendidikan, masa kerja, dan pengetahuan)
pada penelitian ini.
49
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
dependen dengan variabel independen. Dalam penelitian ini dilakukan
analisis bivariat untuk mengetahui adakah hubungan antara kepatuhan
terhadap penggunaan APD dengan persepsi terhadap risiko, persepsi
terhadap APD, toleransi risiko, dan faktor perancu (usia, pendidikan,
masa kerja, dan pengetahuan).
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-
square. Uji chi-square dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
kategorik dengan variabel kategorik, yaitu kepatuhan pekerja terhadap
penggunaan APD, persepsi terhadap risiko, persepsi terhadap APD, dan
toleransi risiko, pendidikan, dan pengetahuan. Sedangkan uji Mann
Whitney dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel kategorik
dengan variabel numerik yaitu usia dan masa kerja yang tidak
berdistribusi normal.
Untuk mengetahui hubungan yang bermakna antara dua variabel
maka dilihat P value dengan menggunakan α=5%. Jika p value ≤ 0,05
artinya secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen, sedangkan jika p value > 0,05 artinya tidak
ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
(Lapau, 2013).
Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan
independen maka dilihat nilai Odds Ratio (OR). Apabila nilai OR > 1,
berarti variabel yang diteliti meningkatkan risiko. Namun, jika nilai OR =
50
1 hal tersebut menunjukkan bahwa variabel yang diteliti tidak ada
hubungan dengan variabel dependen. Sedangkan untuk nilai OR < 1,
berarti variabel yang diteliti memperkecil risiko.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara
beberapa variabel independen dengan dependen pada waktu yang
bersamaan. Analisis ini menggunakan analisis regresi logistik ganda yang
bertujuan untuk mengestimasi secara valid pengaruh persepsi terhadap
risiko, persepsi terhadap APD, dan toleransi risiko dengan kepatuhan
pekerja terhadap penggunaan APD setelah dikontrol oleh variabel
perancu. Variabel perancu dalam penelitian ini adalah variabel usia, masa
kerja, pendidikan, dan pengetahuan.
Analisis ini dilakukan dengan melalui beberapa tahap (Riyanto,
2009). Tahap pertama mulai dengan melakukan uji bivariat masing-
masing variabel untuk menyeleksi variabel yang akan dimasukkan ke
dalam analisis regresi logistik ganda. Bila hasil uji bernilai p ≤ 0,25 maka
variabel tersebut dapat masuk ke dalam model multivariat. Sebaliknya
jika nilai p > 0,25 maka variabel tersebut dikeluarkan dari pemodelan.
Pada tahap selanjutnya dilakukan pembuatan model faktor penentu.
Bila hasil uji bernilai p ≤ 0,05 maka variabel tersebut dapat masuk ke
dalam model selanjutnya. Sebaliknya jika nilai p > 0,05 maka variabel
tersebut dikeluarkan dari pemodelan. Pengeluaran variabel dilakukan
bertahap mulai dari variabel yang memiliki nilai p paling besar.
51
Kemudian dapat dilakukan evaluasi dengan membandingkan
koefisien atau OR masing-masing pada model dengan dan tanpa perancu
tersebut. Jika perbedaan tersebut besar (>10%), berarti perancu tersebut
tidak dapat dikeluarkan dari model karena akan mengganggu estimasi
koefisien perancu lainnya. Dengan kata lain variabel tersebut merupakan
confounder untuk variabel lainnya.
J. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan untuk menyusun informasi secara baik dan
akurat sehingga memudahkan pengambilan kesimpulan. Hasil analisis
penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel menurut variabel-variabel yang
diteliti disertai uraian mengenai isi tabel tersebut.
52
5 BAB V
HASIL
A. Gambaran Umum Proyek Konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint
Operation
Tokyu Wika Joint Operation merupakan sebuah kemitraan perusahaan
asing dari negara Jepang yaitu Tokyu Construction Co, Ltd dengan perusahaan
domestik yaitu PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dalam bidang konstruksi yang
bekerja sama dalam pengerjaan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT)
Jakarta tahap pertama surface section package CP 101 dan CP 102 di wilayah
Lebak Bulus sampai dengan Cipete Raya, Jakarta Selatan. Adapun proyek yang
dikerjakan adalah pembangunan Depot, stasiun Lebak Bulus, stasiun
Fatmawati, stasiun Cipete Raya, dan Special Bridge dengan total luas wilayah
yaitu 5.9 Km.
Secara umum, jenis-jenis pekerjaan yang ada di proyek konstruksi MRT
Jakarta yaitu pengoperasian alat berat, pengaturan instalasi mekanik dan listrik,
penggalian manual maupun dengan bantuan alat, pembobokan, pembesian,
pengecoran, pengelasan, pekerjaan bekisting, dan lain-lain yang pengerjaannya
terdapat risiko yang tinggi. Untuk menjaga keselamatan dan kesehatan para
pekerjanya, Tokyu Wika Joint Operation membuat regulasi atau peraturan K3
pada setiap aktivitas yang ada. Salah satu peraturan K3 yang ada adalah APD.
53
Dalam menjalankan peraturan APD Tokyu Wika Joint Operation
memiliki prosedur yang terdapat pada dokumen TWJO-SOP-0034-revA
Personal Protective Equipment. Adapun isi dari prosedur tersebut menjelaskan
mengenai kewajiban dan hak pekerja terkait program APD, jenis-jenis APD
yang digunakan serta peruntukan untuk masing-masing pekerja, dan
pendistribusian serta pemeliharaan APD tersebut.
Adapun APD wajib yang harus ditaati semua pekerja terdiri dari helm,
safety vest, dan safety shoes. Terdapat pula aturan wajib terkait pemakaian baju
kerja berlengan dan celana panjang saat sedang bekerja. Selain itu, terdapat
APD tambahan yang juga wajib digunakan sesuai dengan jenis bahaya masing-
masing pekerjaan.
APD tambahan yang ada yaitu (1) kacamata pengaman (safety glasses)
yang digunakan pada pekerjaan pengaturan instalasi mekanik dan listrik,
pengelasan, penggalian, serta pembobokan, (2) sarung tangan pengaman (safety
gloves) yang digunakan pada pekerjaan pengoperasian alat berat, pengaturan
instalasi mekanik dan listrik, bekisting, pembesian, dan pengelasan, (3) masker
pada saat pekerjaan pengecoran, pengelasan, dan pembobokan, (4) alat
pelindung jatuh (full body harness) pada saat bekerja diketinggian, dan
sebagainya.
Kemudian, pihak Tokyu Wika Joint Operation langsung memberikan
APD secara percuma ke pekerja ataupun sesuai kesepakatan antara pihak
Tokyu Wika Joint Operation kepada subkontraktornya, yang biasanya pihak
subkontraktor menyediakan APD secara sendiri untuk pekerja sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan Tokyu Wika Joint Operation. Dimana dapat
54
disimpulkan bahwa semua pekerja wajib memakai APD sesuai dengan
peraturan yang berlaku. APD yang sudah diberikan ke pekerja merupakan
tanggung jawab pekerja itu sendiri. Apabila dalam pemakaian APD saat
bekerja terjadi kerusakan, maka akan digantikan dengan yang baru oleh pihak
perusahaan jika pekerja tersebut menukarnya dengan APD yang rusak tersebut.
Selain program APD, terdapat program-program lain seperti safety
induction, safety morning talk, toolbox meeting, dan sebagainya yang
merupakan bentuk dari pengkomunikasian K3. Safety induction merupakan
kegiatan yang wajib diikuti pekerja yang baru bergabung untk bekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta dimana di dalamnya diperkenalkan lingkungan
kerja dan peraturan-peraturan terkait K3. Safety morning talk adalah kegiatan
berkumpul yang rutin dilakukan sebulan sekali yang wajib dihadiri oleh seluruh
elemen pekerja mulai dari project manager sampai dengan pekerja lapangan
yang ada di proyek konstruksi MRT Jakarta dengan tujuan memberi informasi
terkait peraturan K3, progress proyek konstruksi dan issue-issue penting yang
wajib diketahui semua pekerja. Sedangkan toolbox meeting merupakan
kegiatan rutin pada pagi hari sebelum pekerjaan dimulai membahas apa yang
akan dikerjaan seharian, apa saja bahaya da nada dan bagaimana
penanggulangannnya.
B. Gambaran Kepatuhan Pekerja terhadap Penggunaan APD
Pada penelitian ini kepatuhan terhadap penggunaan APD yang diteliti
dilihat dari pemenuhan peraturan APD yang berlaku. Data diperoleh dari hasil
55
observasi dan penyebaran kuesioner yang dilakukan peneliti. Ketidakpatuhan
penggunaan APD membuat pekerja berada dalam kondisi yang tidak aman
yang dapat memperbesar peluang terkena PAK, kejadian kecelakaan kerja,
serta kerugian lainnya. Hasil analisis distribusi frekuensi berdasarkan
kepatuhan penggunaan APD pada pekerja proyek konstruksi MRT Jakarta
Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan Pekerja terhadap
Penggunaan APD di Proyek Konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint
Operation Tahun 2016
Kepatuhan penggunaan APD n %
Kurang patuh 27 49
Patuh 28 51
Total 55 100
Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan
variabel kepatuhan terhadap penggunaan APD hampir merata terhadap masing-
masing kategori. Namun, dapat terlihat bahwa lebih banyak pekerja proyek
konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation yang patuh dalam
menggunakan APD sebanyak 28 pekerja (51%) dari 55 pekerja.
C. Gambaran Persepsi Risiko, Persepsi terhadap APD, dan Toleransi Risiko
Pekerja
Pendeskripsian persepsi dan toleransi risiko yang berkaitan dengan
kepatuhan terhadap penggunaan APD terdiri dari tiga variabel, antara lain
persepsi risiko, persepsi terhadap APD, dan toleransi risiko. Hasil analisis
distribusi frekuensi variabel persepsi risiko, persepsi terhadap APD, dan
56
toleransi risiko pada pekerja proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint
Operation tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Persepsi Risiko, Persepsi
terhadap APD, dan Toleransi Risiko Pekerja di Proyek Konstruksi MRT
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation Tahun 2016
1. Persepsi Risiko
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa lebih banyak pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation yang memiliki
persepsi risiko yang baik yaitu sebanyak 30 pekerja (54,5%) dari 55
pekerja.
2. Persepsi terhadap APD
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa lebih banyak pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation yang memiliki
persepsi terhadap APD yang kurang baik yaitu sebanyak 29 pekerja
(52,7%) dari 55 pekerja.
3. Toleransi Risiko
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa lebih banyak pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation yang memiliki
toleransi risiko yang rendah yaitu sebanyak 29 pekerja (52,7%) dari 55
pekerja.
No. Variabel Kategori Frekuensi
(n=55)
Persentase
(100%)
1. Persepsi Risiko
Kurang baik
Baik
25
30
45,5
54,5
2. Persepsi terhadap
APD
Kurang baik
Baik
29
26
52,7
47,3
3. Toleransi Risiko
Tinggi
Rendah
26
29
47,3
52,7
57
D. Gambaran Faktor Internal Pekerja
Pendeskripsian faktor internal yang berkaitan dengan kepatuhan
penggunaan APD terdiri dari empat variabel, antara lain usia, masa kerja,
pendidikan, dan pengetahuan dimana data tersebut didapatkan dari jawaban
pada kuesioner yang diisi oleh pekerja. Hasil analisis distribusi frekuensi faktor
internal pada pekerja proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint
Operation tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5.3 dan 5.4.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Usia dan
Masa Kerja) Pekerja di Proyek Konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika
Joint Operation Tahun 2016
No. Faktor Internal Mean Min-max 95% CI n
1. Usia 32,53 18-64 29,26-35,79 55
2. Masa kerja 9,18 1-41 6,56-11,81 55
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Pendidikan
dan Pengetahuan) Pekerja di Proyek Konstruksi MRT Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation Tahun 2016
No. Faktor Internal Kategori Frekuensi
(n=55)
Persentase
(100%)
1. Pendidikan
Rendah
Menengah
42
13
76,4
23,6
2. Pengetahuan
Rendah
Tinggi
27
28
49
51
1. Usia Pekerja
Berdasarkan tabel 5.3, terlihat bahwa rata-rata usia pekerja di proyek
konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation yaitu 33 tahun
dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 29,26-35,79.
Usia termuda adalah 18 tahun sedangkan usia tertua adalah 64 tahun.
2. Masa Kerja Pekerja
Berdasarkan tabel 5.3, terlihat bahwa rata-rata masa kerja pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation yaitu 9 tahun
58
dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 6,56-11,81.
Masa kerja terendah adalah 1 tahun sedangkan masa kerja tertinggi adalah
41 tahun.
3. Pendidikan Pekerja
Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa sebagian besar pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation berpendidikan
rendah yaitu SD dan SMP yaitu sebanyak 42 (76,4%) pekerja dari 55
pekerja.
4. Pengetahuan Pekerja
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa distribusi responden
berdasarkan variabel pengetahuan terkait APD hampir merata terhadap
masing-masing kategori. Namun, dapat terlihat bahwa lebih banyak pekerja
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation yang memiliki
pengetahuan terkait APD yang tinggi sebanyak 28 pekerja (51%) dari 55
pekerja.
E. Hubungan antara Persepsi Risiko, Persepsi terhadap APD, dan Toleransi
Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Persepsi dan toleransi risiko merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
munculnya kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD. Variabel persepsi
dan toleransi risiko yang dapat memengaruhi kepatuhan terhadap penggunaan
APD, meliputi persepsi risiko, persepsi terhadap APD, dan toleransi risiko.
59
Hasil analisis bivariat hubungan antara persepsi risiko, persepsi terhadap APD,
dan toleransi risiko dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD pada pekerja
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016 dapat
dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Hubungan Persepsi Risiko, Persepsi terhadap APD, dan
Toleransi Risiko Pekerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD Pekerja di
Proyek Konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation Tahun
2016
No. Variabel Kategori Penggunaan APD
Total
OR (95% CI)
Pvalue Kurang patuh Patuh
N % n % n=55 %
1. Persepsi
Risiko
Kurang baik
Baik
17
10
68
33,3
8
20
32
66,7
25
30
100
100
4,250
(1,370-13,188)
0,022
2. Persepsi
terhadap
APD
Kurang baik
Baik
18
9
62,1
34,6
11
17
37,9
65,4
29
26
100
100
3,091
(1,026-9,309)
0,078
3. Toleransi
Risiko
Tinggi
Rendah
17
10
65,4
34,5
9
19
34,6
65,5
26
29
100
100
3,589
(1,179-10,924)
0,044
1. Hubungan antara Persepsi Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan
APD
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 27 pekerja yang
kurang patuh terhadap penggunaan APD sebanyak 17 orang (68%)
memiliki persepsi risiko yang kurang baik dan 10 orang (33,3%) memiliki
persepsi risiko yang baik. Berdasarkan hasil uji statistik chi-square,
didapatkan Pvalue sebesar 0,022 yang artinya pada α 5%, ada hubungan
yang bermakna antara persepsi terhadap risiko dengan kepatuhan terhadap
penggunaan APD pada pekerja di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation tahun 2016. Analisis keeratan hubungan dua variabel
60
didapatkan OR sebesar 4,250 (95% CI; 1,370-13,188), artinya pekerja yang
memiliki persepsi risiko yang kurang baik mempunyai peluang 4,250 kali
untuk kurang patuh dalam menggunakan APD daripada pekerja yang
berpersepsi risiko yang baik.
2. Hubungan antara Persepsi terhadap APD dengan Kepatuhan
Penggunaan APD
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa 27 pekerja yang kurang
patuh terhadap penggunaan APD sebanyak 18 orang (62,1%) memiliki
persepsi kurang baik terhadap APD dan 9 orang (34,6%) memiliki persepsi
yang baik terhadap APD. Berdasarkan hasil uji statistik chi-square,
didapatkan Pvalue sebesar 0,078 yang artinya pada α 5%, tidak ada
hubungan yang bermakna antara persepsi terhadap APD dengan kepatuhan
menggunakan APD pada pekerja di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation tahun 2016. Analisis keeratan hubungan dua variabel
didapatkan OR sebesar 3,091 (95% CI; 1,026-9,309), artinya pekerja yang
memiliki persepsi kurang baik terhadap APD mempunyai peluang 3,091
kali untuk kurang patuh dalam menggunakan APD daripada pekerja yang
berpersepsi baik terhadap APD.
3. Hubungan antara Toleransi Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan
APD
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa 27 pekerja yang kurang
patuh terhadap penggunaan APD sebanyak 17 orang (65,4%) memiliki
toleransi risiko yang tinggi dan 10 orang (34,5%) memiliki toleransi risiko
61
yang rendah. Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan Pvalue
sebesar 0,044 yang artinya pada α 5%, terdapat hubungan yang bermakna
antara toleransi risiko dengan kepatuhan menggunakan APD pada pekerja
di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016.
Analisis keeratan hubungan dua variabel didapatkan OR sebesar 3,589
(95% CI; 1,179-10,924), artinya pekerja yang memiliki toleransi risiko
yang tinggi mempunyai peluang 3,589 kali untuk kurang patuh dalam
menggunakan APD daripada pekerja memiliki toleransi risiko yang rendah.
F. Hubungan antara Faktor Internal dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam individu tiap pekerja
yang dapat mempengaruhi kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD.
Adapun faktor internal yang dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap
penggunaan APD, yaitu usia, masa kerja, pendidikan, dan pengetahuan. Hasil
analisis bivariat hubungan antara faktor internal dengan kepatuhan terhadap
penggunaan APD pada pekerja proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika
Joint Operation tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5.6 dan 5.7.
Tabel 5.6 Hubungan Faktor Internal (Usia dan Masa Kerja) dengan
Kepatuhan Penggunaan APD Pekerja di Proyek Konstruksi MRT Jakarta
Tokyu Wika Joint Operation Tahun 2016
No. Faktor internal Penggunaan APD n=55 MeanRank Pvalue
1. Usia Kurang patuh 27 31,67 0,095
Patuh 28 24,46
2. Masa kerja Kurang patuh 27 34,31 0,004
Patuh 28 21,91
62
Tabel 5.7 Hubungan Faktor Internal Berdasarkan (Pendidikan dan
Pengetahuan) dengan Kepatuhan Penggunaan APD Pekerja di Proyek
Konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation Tahun 2016
No. Faktor
internal
Kategori Penggunaan APD Total OR (95% CI) Pvalue
Kurang
Patuh
Patuh
n % n % n=55 %
1. Pendidikan Rendah 23 54,8 19 45,2 42 100 2,724
(0,724-10,250)
0,232
Menengah 4 30,8 9 69,2 13 100
2. Pengetahuan Rendah 19 70,4 8 29,6 27 100 5,938
(1,854-19,014)
0,005
Tinggi 8 28,6 20 71,4 28 100
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa usia pekerja yang kurang
patuh dalam penggunaan APD hampir merata dengan yang patuh dengan
rata-rata usia yaitu 32 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik nonparametric,
didapatkan Pvalue sebesar 0,095 yang menyatakan bahwa pada α 5%, tidak
ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan penggunaan
APD pekerja di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint
Operation tahun 2016.
2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa masa kerja pekerja yang
kurang patuh dalam penggunaan APD hampir merata dengan yang patuh
dengan rata-rata masa kerja yaitu 34 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik
nonparametric, didapatkan Pvalue sebesar 0,004 yang menyatakan bahwa
pada α 5%, terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan
63
kepatuhan penggunaan APD pekerja di proyek konstruksi MRT Jakarta
Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016.
3. Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dari 27 pekerja yang
kurang patuh terhadap penggunaan APD sebanyak 23 orang (54,8%)
memiliki pendidikan rendah dan 4 orang (30,8%) memiliki pendidikan
menengah. Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan Pvalue
sebesar 0,232 yang artinya pada α 5%, tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD
pada pekerja di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint
Operation tahun 2016. Analisis keeratan hubungan dua variabel didapatkan
OR sebesar 2,724 (95% CI; 0,724-10,250), artinya pekerja yang memiliki
pendidikan rendah mempunyai peluang 2,724 kali untuk kurang patuh
dalam menggunakan APD daripada pekerja yang ber pendidikan menengah.
4. Hubungan antara Pengetahuan terhadap APD dengan Kepatuhan
Penggunaan APD
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa 27 pekerja yang kurang
patuh terhadap penggunaan APD sebanyak 19 orang (70,4%) memiliki
pengetahuan yang rendah dan 8 orang (28,6%) memiliki pengetahuan yang
tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan Pvalue sebesar
0,005 yang artinya pada α 5%, terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan kepatuhan menggunakan APD pada pekerja di proyek
konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016. Analisis
64
keeratan hubungan dua variabel didapatkan OR sebesar (95% CI; 1,854-
19,014), artinya pekerja yang memiliki pengetahuan yang rendah
mempunyai peluang 5,938 kali untuk kurang patuh dalam menggunakan
APD daripada pekerja yang berpengetahuan tinggi.
G. Faktor Internal Pekerja yang Mempengaruhi Hubungan antara Persepsi
Risiko, Persepsi terhadap APD, dan Toleransi Risiko dengan Kepatuhan
Penggunaan APD
Untuk mengetahui apakah faktor internal mempengaruhi hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen, maka perlu dilakukan analisis
multivariat. Tahapan yang dilakukan dalam analisis multivariat meliputi
pemilihan variabel kandidat multivariat, pembuatan model faktor penentu,
tahap uji interaksi, dan uji variabel perancu.
1. Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat
Pada penelitian ini terdapat 4 variabel perancu (usia, masa kerja,
pendidikan, dan pengetahuan) dan 3 variabel independen (persepsi risiko,
persepsi terhadap APD, dan toleransi risiko) yang diduga berhubungan
dengan kepatuhan penggunaan APD. Tahap awal sebelum melakukan
analisis multivariat dilakukan analisis bivariat pada masing-masing
variabel. Variabel dengan Pvalue <0,25 dan memiliki kemaknaan secara
substansi dapat dijadikan kandidat yang akan dianalisis untuk penilaian
variabel perancu. Hasil analisis bivariat antar variabel di atas dengan
variabel dependen dapat dilihat pada tabel 5.8.
65
Tabel 5.8 Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Usia, Masa Kerja,
Pendidikan, Pengetahuan, Persepsi Risiko, Persepsi terhadap APD,
Toleransi Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan APD
No. Variabel P value Keterangan
1. Persepsi risiko 0,022 Kandidat
2. Persepsi terhadap APD 0,078 Kandidat
3. Toleransi risiko 0,044 Kandidat
4. Usia 0,095 Kandidat
5. Masa kerja 0,004 Kandidat
6. Pendidikan 0,232 Kandidat
7. Pengetahuan 0,005 Kandidat
Dari tabel 5.8 diketahui bahwa seluruh variabel memiliki
pvalue.<0,25. Dengan demikian seluruh variabel dalam penelitian ini dapat
masuk ke dalam analisis model multivariat.
2. Pembuatan Model Faktor Penentu
Variabel yang menjadi kandidat model dilakukan analisis bersamaan
dalam analisis multivariat. Pada analisis ini variabel yang memiliki
Pwald>0,05 dikeluarkan satu persatu dimulai dari variabel yang memiliki
Pwald tertinggi. Hasil pembuatan model faktor penentu dapat dilihat pada
tabel 5.9.
Tabel 5.9 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda antara
Variabel Usia, Masa Kerja, Pendidikan, Pengetahuan, Persepsi Risiko,
Persepsi terhadap APD, dan Toleransi Risiko dengan Kepatuhan
terhadap Penggunaan APD
No. Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6
1. Persepsi risiko 0,131 0,090 0,086 0,073 0,034 0,034
2. Persepsi terhadap
APD
0,458 0,453 0,483 - - -
3. Toleransi risiko 0,323 0,320 0,240 0,092 - -
4. Usia 0,241 0,055 0,056 0,067 0,111 -
5. Masa kerja 0,929 - - - - -
66
Dari tabel 5.9 diketahui bahwa dari 7 variabel yang dianalisis, hanya
terdapat 2 variabel yang tersisa. Tabel di atas menunjukkan bahwa kedua
variabel tersebut semuanya memiliki Pwald<0,05. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut merupakan variabel yang
mempunyai hubungan secara signifikan dengan kepatuhan terhadap
penggunaan APD. Hasil analisis multivariat kedua variabel tersebut dapat
dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Hasil Analisis Multivariat antara Pengetahuan dan Persepsi
Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan APD
No. Variabel Pwald Exp(B) 95% CI
1. Persepsi Risiko 0,034 3,776 (1,108-12,861)
2. Pengetahuan 0,007 5,402 (1,586-18,292)
3. Uji Interaksi
Tahap selanjutnya dalam analisis multivariat adalah melakukan
identifikasi adanya interaksi antar variabel. Berdasarkan variabel yang
masuk ke dalam model multivariat, maka interaksi yang memungkinkan
hanya antara persepsi risiko dengan pengetahuan (persepsi
risiko*pengetahuan).
Uji interaksi dilakukan dengan menggunakan model perkalian dengan
cara membuat variabel baru yang merupakan interaksi antara variabel
independen dengan variabel perancu, kemudian dilihat Pvaluenya. Jika
Pvalue>0,05 maka dapat disimpulkan tidak terjadi interaksi antar variabel
tersebut. Hasil uji interaksi dapat dilihat pada tabel 5.11.
No. Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6
6. Pengetahuan 0,030 0,029 0,023 0,017 0,008 0,007
7. Pendidikan 0,775 0,766 - - - -
67
Tabel 5.11 Hasil Uji Interaksi antara Pengetahuan dengan Persepsi Risiko
No. Variabel Pvalue
1. Persepsi Risiko 0,125
2. Pengetahuan 0,166
3. Persepsi Risiko*Pengetahuan 0,425
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa interaksi persepsi risiko
dengan pengetahuan menunjukkan Pvalue>0,05, sehingga dapat dikatakan
bahwa pada model ini tidak terjadi interaksi.
4. Uji Variabel Perancu
Penilaian ini bertujuan untuk mencari variabel-variabel yang
berperan sebagai perancu (konfonder). Penilaian dilakukan dengan cara
membandingkan nilai OR variabel independen antara sebelum dan sesudah
variabel perancu dikeluarkan. Apabila selisih OR>10% maka variabel
tersebut dinyatakan terbukti sebagai perancu dan tetap masuk dalam model.
Hasil analisis uji variabel perancu dapat dilihat pada tabel 5.12.
Tabel 5.12 Hasil Uji Variabel Perancu dengan Mengeluarkan Variabel
Pengetahuan
Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa setelah variabel
pengetahuan dikeluarkan pada uji variabel perancu, maka terdapat selisih
OR> 10% yaitu 12,6%, artinya variabel pengetahuan merupakan konfonder
antara variabel persepsi risiko dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD
sehingga harus tetap masuk ke dalam model.
Setelah dilakukan uji perancu, variabel pengetahuan terbukti menjadi
variabel perancu (konfonder). Hasil analisis uji perancu variabel pengetahuan
No. Variabel Gold
standard
OR tanpa Variabel
Pengetahuan
ΔOR
1. Persepsi risiko 3,776 4,250 12,6%
68
mempengaruhi hubungan variabel persepsi risiko dengan kepatuhan
penggunaan APD dapat dilihat pada tabel 5.13.
Tabel 5.13 Hasil Analisis Variabel Pengetahuan Terbukti Menjadi
Variabel Perancu
No. Variabel Pvalue Exp(B) 95% CI for Exp(B)
Lower Upper
1. Persepsi Risiko 0,034 3,776 1,108 12,861
2. Pengetahuan 0,007 5,402 1,586 18,292
Dari tabel 5.13 diketahui bahwa terdapat hubungan antara persepsi risiko
dan pengetahuan dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD. Besar peluang
pekerja yang memiliki persepsi risiko kurang baik untuk kurang patuh terhadap
penggunaan APD sebesar 3,776 kali setelah dikontrol oleh variabel
pengetahuan.
69
6 BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki kelemahan yang merupakan keterbatasan dalam
penelitian. Adapun keterbatasan penelitian yaitu beberapa responden yang
mengisi kuesioner sendiri, ternyata mengisi secara bersamaan dengan rekan
kerjanya yang kebetulan melihat atau sengaja berkerumun. Untuk itu, peneliti
menyampaikan kepada responden agar mengisi kuesioner sesuai dengan
pendapatnya sendiri. Walaupun demikian, masih terjadi pengisian kuesioner
bersama. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil jawaban responden.
B. Kepatuhan Pekerja terhadap Penggunaan APD
APD merupakan alat yang digunakan pekerja untuk melindungi dari
potensi bahaya yang ada. Dengan demikian, diharapkan pekerja dapat
meminimalisir peluang terkena PAK ataupun terjadi cidera akibat kerja. APD
dapat dilakukan jika usaha penanggulangan secara teknik dan administratif
telah dilakukan namun tidak sepenuhnya mengendalikan bahaya sehingga
risiko yang ada masih tetap tinggi. Untuk itu, APD merupakan metode
pengendalian bahaya terakhir yang penting mengingat sektor konstruksi adalah
salah satu sektor yang memiliki banyak risiko yang tinggi.
70
Namun, jika penggunaan APD tersebut tidak benar, maka APD yang
digunakan tersebut tidak akan berfungsi dengan baik dan maksimal untuk
melindungi pekerja sesuai dengan fungsinya. Hal ini dapat diartikan bahwa
pengendalian yang dilakukan akan sia-sia.
Dalam penelitian ini, kriteria kepatuhan penggunaan APD dilihat dari
perilaku pekerja dalam memakai APD dengan lengkap dan benar sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Tokyu Wika Joint Operation pada saat bekerja
selama berada di area proyek konstruksi MRT Jakarta.
Terdapat beberapa indikator kepatuhan dalam penggunaan APD yaitu
menggunakan helm keselamatan (safety helmet), rompi keselamatan (safety
vest), sepatu keselamatan (safety shoes), berpakaian panjang, dan menggunakan
APD tambahan sesuai jenis pekerjaan dan kondisi area kerja tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 55 pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016,
diketahui bahwa pekerja memiliki perilaku yang hampir seimbang antara yang
patuh maupun kurang patuh terhadap penggunaan APD. Pekerja yang patuh
ketika memakai APD yaitu sebesar 51% memiliki jumlah yang lebih banyak
meskipun hanya selisih satu responden dari pekerja yang kurang patuh
memakai APD. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan salah satu deputy
manager dalam wawancara yang telah dilakukan, dimana ia mengatakan bahwa
implementasi peraturan APD yang nyatanya bersifat mandatory belum
sepenuhnya dijalankan oleh semua pekerja. Ia mengasumsikan persentase
pelaksanaan berbanding 50%:50% untuk pekerja yang patuh dengan pekerja
71
yang kurang patuh. Pekerja masih menganggap APD hanya sebagai aksesoris
saat bekerja dan belum sepenuhnya sadar akan kegunaan APD.
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa penggunaan APD pada pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta sudah cukup baik. Namun, tidak dapat
dipungkiri perilaku penggunaan APD yang kurang baik pada responden masih
cukup banyak (49%). Padahal, dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia No. Per. 08/Men/VII/2010 tentang Alat
Pelindung Diri pasal 6 dijelaskan bahwa pekerja yang memasuki tempat kerja
wajib menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko. Hal ini
dapat dikatakan bahwa kesadaran pekerja terhadap aspek keselamatan dan
kesehatan kerja masih rendah. Mengingat banyak bahaya di tempat kerja yang
sewaktu-waktu dapat membahayakan para pekerja. Ditambah dengan
karakteristik bidang konstruksi yang berbeda dengan bidang lainnya karena
memiliki lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka, dipengaruhi cuaca, waktu
pelaksanaan yang terbatas, dinamis, dan banyak menggunakan tenaga kerja
yang tidak jarang tidak terlatih (Wirahadikusumah, 2007). Kondisi ini dapat
membahayakan dan meningkatkan peluang risiko terkena PAK maupun
mengalami kecelakaan kerja.
Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui terdapat beberapa kasus
kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kesalahan pekerja itu sendiri dan
berdampak tejadi luka ringan sampai parah hingga menyebabkan Lost Time
Injury (LTI) akibat tidak memakai APD sesuai peraturan yang berlaku. Dari
hasil observasi masih ditemukan pekerja yang tidak memakai APD saat bekerja
72
dengan alasan lupa membawa ataupun sering lepas pasang saat sedang bekerja
setiap harinya.
Kepatuhan terhadap penggunaan APD tidak hadir dengan sendirinya.
Terdapat faktor-faktor yang melatarbelakangi seorang pekerja untuk
berperilaku patuh atau tidak. Faktor-faktor tersebut terdiri dari persepsi risiko,
persepsi terhadap APD, dan toleransi risiko. Selain itu, terdapat pula faktor
internal yang merupakan karakteristik individu masing-masing pekerja yang
juga turut andil dalam pembentukan perilaku pekerja yang terdiri dari usia,
masa kerja, pendidikan, dan pengetahuan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar pekerja memiliki persepsi risiko yang baik (54,5%),
persepsi terhadap APD yang kurang baik (52,7%), dan toleransi risiko yang
rendah (52,7%). Untuk rata-rata usia pekerja adalah 33 tahun dengan rata-rata
masa bekerja selama 9 tahun, untuk variabel pendidikan sebagian besar pekerja
memiliki tingkat pendidikan rendah (76,4%) dan sebagian besar
berpengetahuan tinggi (51%). Dari hasil analisis yang telah dilakukan, variabel
persepsi risiko dan pengetahuan terbukti signifikan terhadap kepatuhan
penggunaan APD.
Hal ini membuktikan bahwa pihak Tokyu Wika Joint Operation perlu
meningkatkan pengetahuan dan pembentukkan persepsi yang baik ke semua
pekerja dengan melakukan sosialisasi dan pelatihan terkait APD dan risiko
pekerjaan yang ada. Untuk meningkatkan penggunaan APD pada pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta maka sebaiknya pihak manajemen juga
berupaya untuk meningkatkan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan
kepada seluruh pihak terkait. Hal ini dapat dilakukan dengan pihak perusahaan
73
tingkat manajemen sampai ke supervisor ataupun mandor juga memberikan
contoh atau suri teladan yang baik ke para pekerjanya dengan selalu menaati
peraturan APD yang berlaku. Seperti ajaran kepemimpinan Ki Hajar
Dewantara yang menyebutkan “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun
Karso, Tut Wuri Handayani” yang berarti figur pemimpin yang baik adalah
seseorang menjadi suri tauladan atau panutan, mampu menggugah semangat,
dan memberikan dorongan moral dari belakang agar orang–orang disekitarnya
dapat merasa situasi yang baik dan bersahabat. Apabila komitmen para petinggi
sudah tertanam dengan kuat, hal tersebut diharapkan dapat mendorong pekerja
untuk mengikuti para petingginya sebagai pihak yang disegani untuk ikut
berkomitmen pada peraturan APD juga.
C. Hubungan antara Persepsi Risiko, Persepsi terhadap APD, dan Toleransi
Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Hubungan antara persepsi risiko, persepsi terhadap APD, dan toleransi
risiko dengan kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD di proyek
konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016 dijelaskan
pada pembahasan di bawah ini.
1. Hubungan antara Persepsi Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan
APD
Persepsi risiko merupakan salah satu faktor yang diduga memiliki
hubungan dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD. Persepsi
merupakan tahap awal dari serangkaian proses mengolah informasi.
74
Persepsi dapat diartikan sebagai pandangan atau anggapan seseorang
terhadap sesuatu. Sedangkan risiko adalah kemungkinan atau potensi
terjadinya sesuatu yang menimbulkan kerugian.
Persepsi risiko yang dimaksud dalam penelitian adalah pandangan
atau penilaian subjektif pekerja terhadap kemungkinan bahwa sesuatu
bahaya akan muncul dari situasi atau keadaan yang dapat menyebabkan
kerugian. Penilaian tersebut didasarkan dari ketersediaan informasi tentang
risiko di dalam ingatan pekerja. Dalam penelitian ini, pekerja dikatakan
memiliki persepsi risiko yang baik apabila pekerja tersebut memiliki skor
yang tinggi terhadap penyataan dari persepsi risiko yang ada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016
memiliki persepsi risiko yang baik dengan jumlah responden sebanyak 30
orang (54,5%). Adapun kurang patuhnya pekerja terhadap penggunaan
APD lebih banyak ditunjukkan oleh pekerja yang memiliki persepsi risiko
kurang baik (68%). Jika dilihat dari hasil uji keeratan hubungan, diketahui
bahwa pekerja yang memiliki persepsi risiko kurang baik mempunyai
peluang 3,776 kali untuk kurang patuh dalam menggunakan APD daripada
pekerja yang memiliki persepsi risiko baik. Hal ini dapat diartikan bahwa
semakin kurang baik persepsi risiko yang dimiliki pekerja maka akan
semakin kurang patuh pekerja terhadap penggunaan APD.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara persepsi risiko dengan kepatuhan penggunaan APD. Hal
ini sesuai dengan pendapat Petersan (1998) yang mengemukakan bahwa
75
seorang karyawan cenderung melakukan perilaku tidak selamat karena
tingkat persepsi yang buruk terhadap adanya bahaya/risiko di tempat kerja,
mengganggap remeh kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja,
menganggap rendah biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi kecelakaan
kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apa yang dipersepsikan
seseorang terhadap risiko suatu bahaya dan besaran konsekuensinya
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang
apakah ia berperilaku aman ataupun berperilaku tidak aman.
Menurut Botteril dan Mazmur (2004) persepsi merupakan kunci
berpikir yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dan merupakan
langkah awal seseorang dalam bertindak. Robbins (1996) juga
menyebutkan bahwa persepsi merupakan suatu hal yang penting. Hal ini
dikarenakan persepsi terhadap sesuatu dapat berubah-ubah maknanya
walaupun kenyataannya sama. Adanya faktor situasi dan faktor target yang
dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap obyek. Persepsi juga
sangat tergantung pada karakteritik individual seperti motivasi,
kepentingan, pengalaman, dan harapan. Hal ini sesuai dengan tulisan Geller
(2001) menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh apa yang
dirasakan daripada risiko yang sebenarnya.
Bagi seseorang kondisi dapat dianggap sudah berbahaya, namun bagi
yang lain kondisi yang sama dapat dianggap belum berbahaya. Kekeliruan
persepsi yang mungkin terjadi dapat membuat persepsi risiko menjadi fatal.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan pembinaan pada pekerja dengan
melakukan komunikasi untuk memberikan informasi terkait risiko yang
76
ada. Hal ini didukung oleh Gibson dalam Dahlawy (2008) yang
menyatakan bahwa pertambahan kemampuan sesorang untuk
mengorganisasikan pengamatan bersumber dari informasi yang berasal dari
lingkungan sebagai hasil pengalaman. Komunikasi dapat dilakukan secara
lisan yang dapat dilakukan pada kegiatan safety morning talk atau toolbox
meeting yang dilakukan secara interaktif menuntut partisipasi aktif
pekerjanya.
Hal tersebut juga perlu didukung dengan melakukan komunikasi
secara tertulis akan risiko dari pihak perusahaan terhadap keselamatan
dengan memberi secara rinci apa saja bahaya beserta risiko yang ada di
papan pengumuman dan lebih banyak menempel poster tentang risiko
beserta bahaya apa saja yang ada di area kerja tersebut dengan tampilan
yang menarik dan dimengerti oleh semua kalangan pekerja. Komunikasi
dilakukan kepada seluruh pekerja baik usia muda maupun usia tua untuk
dapat menyamakan dan meningkatkan persepsi risiko yang baik sehingga
kecelakaan kerja dapat dicegah secara dini dengan penggunakan APD
dengan baik dan benar.
2. Hubungan antara Persepsi terhadap APD dengan Kepatuhan
Penggunaan APD
Persepsi terhadap APD merupakan salah satu faktor yang diduga
memiliki hubungan dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD. Persepsi
merupakan proses pemaknaan seseorang terhadap suatu hal yang akan
membuat seseorang berperilaku (Waidi, 2006). Dalam penelitian ini,
77
persepsi terhadap APD yaitu pandangan pekerja terhadap keuntungan dan
hambatan yang dirasakan saat menggunakan APD sewaktu bekerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016
memiliki persepsi terhadap APD yang kurang baik dengan jumlah
responden sebanyak 29 orang (52,7%). Dari hasil penelitian juga diketahui
bahwa kurang patuhnya pekerja terhadap penggunaan APD lebih banyak
ditunjukkan oleh pekerja yang memiliki persepsi kurang baik (62,1%). Hal
ini sesuai dengan pendapat Sialagan (2008) bahwa seseorang berperilaku
sesuai dengan yang ia persepsikan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara persepsi terhadap APD dengan kepatuhan
penggunaan APD. Menurut Roughton (2002) pekerja yang tidak
menggunakan APD dimungkinkan karena APD tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan menambah beban stress pada tubuh. Stress ini dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman atau kesulitan untuk bekerja. Padahal
menurut penelitian yang dilakukan Syaaf (2008), kenyamanan akan timbul
apabila seseorang membiasakan diri melakukan sesuatu hal.
Hasil pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori HBM dimana
persepsi mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Hal ini karena dalam
teori HBM dijelaskan bahwa persepsi seseorang tergantung pada
kemampuan individu merespon stimulus. Kemampuan tersebut yang
menyebabkan persepsi antara individu yang satu dengan individu lain yang
berbeda-beda dimana cara menginterpretasikan sesuatu yang dilihat pun
78
belum tentu sama antar individu. Dengan kemampuan yang berbeda-beda
itulah pekerja bisa salah dalam mempersepsikan APD sehingga perilaku
pekerja tersebut menjadi kurang patuh terhadap APD.
Kemudian, dari hasil wawancara pekerja S mengatakan bahwa APD
merupakan alat yang disediakan perusahaan untuk bekerja. Namun, saat
bekerja ia lebih memilih untuk tidak memakai salah satu APD yang wajib
digunakan karena membuat ia tidak leluasa dan kurang nyaman dalam
memegang alat kerjanya. Karena tuntutan pekerjaan, maka ia mengabaikan
pemakaian APD tersebut agar pekerjaan cepat selesai. Hal ini membuktikan
bahwa pekerja yang kurang patuh terhadap penggunaan APD dikarenakan
APD hanya atribut kerja dan cenderung membatasi ruang gerak sehingga
tidak masalah apabila tidak menggunakannya, yang terpenting adalah
bagaimana pekerjaan dapat cepat selesai. Hal ini selaras dengan pendapat
Winardi (2001) dalam Sialagan (2008) yang menyebutkan bahwa seseorang
berperilaku tertentu karena adanya suatu situasi yang diyakininya, bukan
karena situasi yang terdapat disekitarnya. Berdasarkan pendapat diatas,
dapat diketahui bahwa pada penelitian ini situasi yang diyakini pekerja
adalah pekerjaan mereka bisa cepat selesai meskipun pada proses
pengerjaannya dilakukan dengan berperilaku tidak aman yaitu tidak
menggunakan APD.
Peneliti juga berasumsi bahwa tidak adanya hubungan antara persepsi
terhadap penggunaan APD dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD
mungkin disebabkan oleh faktor lain. Bila ditinjau dari persepsi risiko,
79
responden yang memiliki persepsi terhadap APD yang kurang baik justru
lebih banyak memiliki persepsi risiko yang kurang baik pula (58,6%).
Hal ini menyebabkan pekerja yang memiliki persepsi baik ataupun
kurang baik terhadap APD tidak mempengaruhi seseorang untuk patuh
terhadap penggunaan APD. Namun ketika persepsi risiko terbentuk dengan
baik maka akan membuat seseorang patuh dalam berperilaku karena
mengetahui hal apa yang dapat dihindari secara jelas dari penggunaan
tersebut.
Oleh karena itu seharusnya pekerja selalu melakukan penyesuaian dan
membiasakan diri untuk selalu bekerja dengan menggunakan APD, bukan
hanya menilai penggunaan APD sebagai atribut semata. Robin (1989)
dalam buku Danim (2007) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi
pembentukkan persepsi adalah karakter dari penerima rangsangan meliputi
motif, minat, dan pengalaman masa lalu.
Maka dari itu, diperlukannya dukungan dari pihak Tokyu Wika Joint
Operation dengan dilakukan pembinaan pada seluruh pekerja dengan
melakukan sosialisasi prosedur APD dan penggunaan APD benar yang
dapat dilakukan pada kegiatan safety induction yang dilakukan saat pertama
kali pekerja bekerja di proyek konstruksi MRT Jakarta. Sebenarnya
penjelasan mengenai APD sudah sedikit disinggung dalam safety induction.
Namun hal tersebut dirasa kurang mencukupi. Sebaiknya saat safety
induction dipaparkan dengan jelas apa saja yang terdapat di prosedur APD,
jenis-jenis APD dan kegunaannya sesuai dengan jenis bahaya, serta
80
bagaimana cara memakai dan merawat yang baik dan benar dengan bahasa
yang persuasif dan interaktif.
Selain itu, sosialisasi materi APD dapat juga diberikan pada kegiatan
yang menghadirkan seluruh pekerja, contohnya safety morning talk.
Sosialisasi materi APD dapat diselingi dengan materi lainnya terkait K3.
Perusahaan juga dapat memberikan penghargaan kepada pekerjanya
terkait penggunaan APD untuk meningkatkan minat para pekerja.
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Geller (2001), penghargaan
merupakan konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau
kelompok dengan tujuan untuk mengembangkan, mendukung, dan
memelihara perilaku yang diharapkan. Jika digunakan dengan semestinya,
maka penghargaan akan membentuk perasaan percaya diri dan optimisme.
Penghargaan diberikan dengan cara memberikan hadiah barang atau
sejumlah uang yang diberikan kepada pekerja yang terbukti tidak pernah
melanggar peraturan dalam sebulan. Penghargaan juga dapat diberikan
dengan mengadakan lomba memakai APD yang benar dengan waktu yang
telah ditentukan. Pengumuman penghargaan tersebut disampaikan saat
kegiatan safety morning talk dimana semua pekerja maupun pihak
manajemen berkumpul. Hal tersebut juga akan memotivasi pekerja lainnya
untuk menggunakan APD yang baik dan benar.
3. Hubungan antara Toleransi Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan
APD
Toleransi risiko merupakan salah satu faktor yang diduga memiliki
hubungan dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD. Menurut Hunter
81
(2002), toleransi risiko merupakan suatu sikap dimana seseorang bersedia
mengambil sejumlah risiko dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan
Newcomb dalam Notoadmodjo (2003) menyatakan sikap sebagai kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak. Individu yang memiliki toleransi risiko
yang tinggi kemungkinan lebih besar dalam mengambil risiko dan
cenderung untuk berperilaku yang dapat menyebabkan kecelakaan. Dimana
dalam penelitian ini menganggap wajar suatu risiko yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016
memiliki toleransi risiko yang rendah dengan jumlah responden sebanyak
29 orang (52,7%). Kemudian, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
pekerja yang kurang patuh terhadap penggunaan APD lebih banyak
ditunjukkan oleh pekerja yang memiliki toleransi risiko yang tinggi yaitu
sebanyak 17 orang (65,4%).
Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara toleransi risiko dengan kepatuhan
penggunaan APD. Hasil penelitian ini berseberangan dengan National
Safety Council (2014) yang mengungkapkan bahwa toleransi risiko
mmpengaruhi seseorang dalam melihat perilaku pencegahan.
Perbedaan hasil penelitian ini dengan teori dapat disebabkan oleh
faktor-faktor lain. Penulis berasumsi bahwa tidak berhubungannya
kepatuhan terhadap penggunaan APD dengan toleransi risiko disebabkan
oleh faktor persepsi risiko.
82
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 25 pekerja yang
berpersepsi risiko kurang baik lebih banyak memiliki toleransi risiko yang
tinggi (60%). Kurang baiknya persepsi risiko yang dimiliki pekerja
menjadikan seseorang cenderung untuk memiliki toleransi yang tinggi
terhadap risiko, dimana keinginannya untuk menghindari risiko yang ada
rendah sehingga dapat mempengaruhi seseorang untuk tidak mengambil
perilaku pencegahan terhadap risiko itu, salah satunya dengan memakai
APD. Tidak terbuktinya hubungan antara kepatuhan terhadap penggunaan
APD dengan toleransi risiko juga mungkin dapat terjadi karena ukuran
sampel dalam penelitian ini yang kecil.
Toleransi risiko dalam penelitian ini merupakan suatu sikap pekerja
dalam menanggapi suatu risiko di tempatnya bekerja. Untuk membentuk
dan mengubah sikap dapat dilakukan dengan perubahan sikap melalui suatu
kejadian yang dilakukan berulang sehingga menjadi kebiasaan (Sarwono,
2012). Sehingga diperlukan adanya peraturan terkait APD yang
disosilisasikan dengan baik secara kontinu disetiap kegiatan
pengkomunikasian yang ada seperti safety morning talk.
D. Hubungan antara Faktor Internal dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Faktor Internal dalam penelitian ini meliputi usia, masa kerja, pendidikan,
dan pengetahuan yang dimiliki pekerja. Hubungan antara faktor internal dengan
kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD di proyek konstruksi MRT
83
Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016 dijelaskan pada pembahasan di
bawah ini.
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Usia merupakan salah satu faktor yang diduga memiliki hubungan
dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD. Usia mempengaruhi kondisi
fisik, mental, kemauan kerja, daya tangkap, pola pikir, dan tanggung jawab
seseorang.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa rata-rata
usia pekerja di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation
tahun 2016 yaitu 33 tahun dengan jumlah responden sebanyak 55 orang,
dengan usia termuda yaitu 18 tahun dan usia tertua yaitu 64 tahun. Menurut
International Labour Organization (ILO), usia produktif antara 15-64 tahun
sedangkan usia nonproduktif antara 0-14 tahun dan > 64 tahun, dengan
demikian rata-rata usia pekerja di di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation termasuk usia produktif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara usia dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD.
Penelitian Ratnaningsih (2010) mendukung hasil penelitian ini yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan
praktik pemakaian APD pekerja PT. X di proyek pembangunan rumah sakit
pendidikan.
Dengan demikian, hasil penelitian tidak sesuai dengan teori
Suma‟mur (1996) dimana pengalaman untuk kewaspadaan terhadap
84
keselamatan bertambah baik sesuai dengan usia, masa kerja, dan lamanya
bekerja di tempat kerja yang bersangkutan. Hubungan yang tidak bermakna
antara usia pekerja dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD dapat
terjadi karena rata-rata usia pekerja yang patuh dan tidak patuh dalam
melakukan penggunaan APD tidak jauh berbeda. Hal ini juga dapat
dikarenakan pada hasil penelitian terlihat bahwa 51% pekerja yang patuh
terhadap penggunaan APD memiliki rata-rata usia pekerja lebih kecil yaitu
24 tahun. Sedangkan 49% pekerja yang kurang patuh terhadap penggunaan
APD memiliki rata-rata usia yaitu 32 tahun.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa pada saat muda pekerja cenderung
memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi terhadap kecelakaan dengan
berperilaku aman salah satunya dengan menggunakan APD. Akan tetapi
pada usia yang lebih tua justru berkurang tingkat kewaspadaan akan
kecelakaan dengan kurang berperilaku aman karena mereka merasa terbiasa
dengan situasi yang ada. Sebagaimana pernyataan Siagian (1987) yang
mengungkapkan bahwa jika seseorang makin bertambah usianya, maka
cenderung cepat puas karena tingkat kedewasaan teknis maupun
kedewasaan psikologis.
Oleh karena itu, pemberian informasi mengenai APD harus selalu
dilakukan guna memperkuat pekerja baik tua maupun muda untuk selalu
patuh terhadap penggunaan APD. Pemberian informasi mengenai APD
dapat diberikan melalui promosi K3 yang dapat dilakukan di kegiatan yang
telah ada seperti pada saat safety induction, safety morning talk dan toolbox
meeting dengan komunikasi interaktif agar penyampaian informasi lebih
85
dapat diterima ke pekerja. Pekerja juga sebaiknya selalu mengikuti kegiatan
tersebut dan berperan aktif pada saat kegiatan berlangsung.
Selain itu, promosi K3 juga dapat dilakukan melalui pemasangan
safety sign. Di Tokyu Wika Joint Operation sendiri pemasangan safety sign
sudah baik terlaksana. Namun, berdasarkan hasil observasi diketahui
terdapat kondisi-kondisi yang belum memenuhi syarat pemasangan safety
sign yang benar. Hal ini dikarenakan lebih banyak safety sign yang
dipasang terlalu rendah yaitu dibawah pinggang orang dewasa. Sehingga
memungkinkan keberadaan safety sign sering tidak terlihat. Banyak dari
safety sign yang juga sudah memiliki kondisi yang kurang baik akibat
terkena bahan semen atau rusak.
Padahal menurut Tinarbuko (2008) dan Wijanarko (2013), syarat
pemasangan safety sign yang benar yaitu safety sign berada dalam kondisi
yang baik dan terlihat jelas, mudah dibaca dan dimengerti, terlihat dari
segala arah, dan berjarak 2,2 meter dari lantai. Maka dari itu, diperlukan
perbaikan dari segi ketinggian pemasangan safety sign yang benar dan
selalu menjaga kondisi safety sign agar pekerja dapat mudah melihat dan
memahami safety sign tersebut sehingga pesan yang disampaikan
tersalurkan dengan baik, yaitu mewajibkan pekerja untuk mematuhi
peratutan APD yang berlaku.
2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Masa kerja merupakan salah satu faktor yang diduga memiliki
hubungan dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD. Masa kerja yang
86
dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya seseorang bekerja dihitung
dari pertama kali bekerja di bidang konstruksi hingga bulan diadakannya
penelitian ini.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata masa kerja di bidang
konstruksi yang dimiliki pekerja di proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu
Wika Joint Operation tahun 2016 yaitu 9 tahun, dengan masa kerja paling
lama adalah 41 tahun dan masa kerja minimal yaitu 1 tahun. Kemudian,
hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 51% pekerja patuh terhadap
penggunaan APD memiliki rata-rata masa kerja yaitu 22 tahun. Sedangkan
49% pekerja yang kurang patuh terhadap penggunaan APD memiliki rata-
rata masa kerja yaitu yaitu 34 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masa kerja tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan terhadap
penggunaan APD. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian
Ratnaningsih (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara masa kerja dengan praktik pemakaian APD pekerja PT. X
di proyek pembangunan rumah sakit pendidikan. Namun, hasil penelitian
ini berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Handoko (2000) yang
menyebutkan bahwa lama kerja akan mempengaruhi seseorang terhadap
perilakunya, dimana semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin
banyak memiliki pengalaman dan terampil sehingga hasilnya akan lebih
baik dapat bekerja secara lebih aman.
Tidak adanya hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan terhadap
penggunaan APD dimungkinkan karena pekerja dengan rata-rata masa kerja
87
22 tahun cenderung akan patuh terhadap penggunaan APD karena ingin
menambah pengalaman kerja serta menunjukkan kinerja yang baik di
perusahaan untuk menghindari mendapat masalah di lingkungan kerja.
Sementara pekerja dengan rata-rata masa kerja 34 tahun cenderung merasa
telah memiliki jam kerja yang tinggi, sehingga dalam mengabaikan
peraturan mengenai APD tidak akan menimbulkan masalah yang berat.
Hal ini didukung oleh hasil wawancara pekerja X yang patuh terhadap
penggunaan APD dan telah lama bekerja di bidang konstruksi yaitu selama
10 tahun mengatakan bahwa selama ini ia jarang memakai sarung tangan
saat bekerja walaupun harus kontak langsung dengan besi dan tidak jarang
ia mengalami luka ringan akibat tergores. Namun hal tersebut sudah
dianggap biasa dan tidak terlalu menjadi masalah baginya. Hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa pekerja tersebut masih menganggap remeh
bahaya yang ada dan cenderung mengabaikannya. Hal ini diperkuat oleh
Geller (2001) yang mengatakan bahwa faktor pengalaman pada tugas yang
sama dan lingkungan sudah dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut
berperilaku tidak aman dan terus berlaku karena menyenangkan, nyaman,
dan menghemat waktu dan perilaku ini cenderung berulang.
Oleh karena itu, diperlukan peran aktif Tokyu Wika Joint Operation
yang dalam proyek konstruksi MRT Jakarta ditanggungjawabkan oleh
divisi SHE untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan APD.
Sebenarnya kegiatan pengawasan sudah terlaksana namun belum berjalan
dengan maksimal. Hal ini dapat diketahui dari kegiatan pengawasan yang
berjalan tidak rutin.
88
Dari observasi didapatkan hasil bahwa pada jam sebelum istirahat
dan sebelum pulang merupakan waktu dimana pekerja lebih banyak yang
kurang patuh terhadap penggunaan APD. Untuk itu, perusahaan sebaiknya
meningkatkan pengawasan terutama di jam-jam rawan pekerja tidak
mematuhi peraturan yang berlaku sesuai dengan hasil observasi. Selain itu,
pengawasan yang dilakukan sebaiknya dijalankan dengan lebih interaktif.
Apabila pekerja melanggar peraturan terkait APD, pengawas membenarkan
kembali perilaku tersebut dengan cara memberitahukan ataupun
memberikan teguran dengan tegas namun santai dan memberikan pujian
pada pekerja yang mengikuti peraturan K3 khususnya penggunaan APD
ditempat kerja. Perusahaan juga sebaiknya memberlakukan punishment
atau hukuman kepada pekerja yang terbukti kurang patuh terhadap
peraturan APD lebih dari dua kali dari hasil pengawasan yang dilakukan.
Adapun bentuk punishment dapat berupa membayar denda uang agar
pekerja jera atau enggan berlaku kurang patuh terhadap penggunaan APD.
Dengan memperbaiki sistem kegiatan pengawasan yang lebih baik,
perilaku pekerja akan lebih terkontrol dan diharapkan pekerja lebih sadar
akan keselamatan dan kesehatan kerjanya sendiri. Pengawasan diperlukan
demi menjaga perilaku seseorang agar tetap berada dalam batas-batas yang
aman. Berdasarkan teori perilaku yang dikemukakan oleh Lawrence Green
tahun 1980, pengawasan termasuk dalam faktor penguat yang dapat
menentukan perilaku seseorang.
Pengawasan terhadap aktivitas pekerja diharapkan dapat
menumbuhkan kepatuhan dan kesadaran akan pentingnya keselamatan dan
89
kesehatan kerja bagi dirinya, pekerja lain, dan lingkungan kerjanya. Selain
itu, pekerja dengan masa kerja yang lama ataupun baru juga bisa saling
mengingatkan apabila diantara mereka tidak menggunakan APD sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3. Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang diduga memiliki
hubungan dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD. Pendidikan yang
diteliti adalah pendidikan formal yang telah dijalani oleh pekerja di proyek
konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016. Menurut
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003, pendidikan formal terdiri dari
pendidikan rendah (terdiri dari SD/MI dan atau SMP/MTs). pendidikan
menengah (SMA/MA/SMK/MAK), dan pendidikan tinggi
(diploma/sarjana/spesialis/doktor).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja di
proyek konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016
memiliki tingkat pendidikan yang rendah dengan jumlah responden
sebanyak 42 orang (76,4%). Kemudian, hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa lebih banyak pekerja yang kurang patuh terhadap penggunaan APD
merupakan pekerja yang memiliki pendidikan yang rendah yaitu sebanyak
23 orang (54,8%).
Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kepatuhan penggunaan
APD. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Saputri dan Paskarini
(2014) yang menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
90
pendidikan kepatuhan penggunaan APD pada pekerja kerangka bangunan
proyek Hotel Mercure Grand Mirama Extention di PT Jagat Konstruksi
Abdipersada.
Pendidikan ditemukan tidak berhubungan signifikan dengan
kepatuhan terhadap penggunaan APD karena ada perbedaan kategori tigkat
pendidikan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Kemudian,
dari observasi di lapangan dapat diketahui bahwa disetiap pintu masuk
terdapat banner berisi peraturan yang harus ditaati setiap orang yang masuk
ke area kerja, yang salah satunya adalah peraturan mengenai APD. Disetiap
area kerja juga dipasang safety sign berisi jenis-jenis APD yang wajib
digunakan di area kerja tersebut. Dengan begitu, setiap hari pekerja melihat
peraturan APD tersebut dan memungkinkan pekerja untuk mematuhinya
dengan background pendidikan yang rendah maupun yang tinggi.
Pendidikan seseorang mempengaruhi tugas dan tanggung jawab.
Tenaga kerja yang memiliki pendidikan tinggi harus ditempatkan pada
tugas dan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya. Sebaliknya, tenaga
kerja yang memiliki latar belakang akademis rata-rata atau dibawah standar
harus ditempatkan pada tugas dan pekerjaan ringan dengan wewenang dan
tanggung jawab yang relatif rendah (Sastrohadiwiryo, 2005).
Oleh karena itu, meski mayoritas pekerja tergolong berpendidikan
rendah, perusahaan dapat meminimalisir dampak dari perilaku para pekerja
dengan memberikan pendidikan tambahan berupa pelatihan. Hal ini
didukung oleh Notoadmodjo (2009) yang mengungkapkan bahwa pelatihan
merupakan suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku
91
pekerjanya. Pelatihan yang diberikan khusus terkait penggunaan APD agar
pengetahuan mereka terkait APD bertambah dan menumbuhkan pola pikir
betapa pentingnya menggunakan APD saat bekerja. Seperti yang dikatakan
oleh Widayatun (1999) bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui
pendidikan formal ataupun informal yang salah satunya dapat dilakukan
melalui pelatihan.
4. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia terhadap suatu objek
yang didapatkan sebagian besar melalui indera penglihatan dan
pendengaran (Geller, 2001). Pengetahuan dalam penelitian ini diperoleh
melalui pernyataan-pernyataan yang diajukan terkait hal yang wajib
diketahui oleh pekerja terkait APD meliputi pengertian, kegunaan, akibat
jika tidak menggunakan sesuai ketentuan yang berlaku, waktu penggunaan,
jenis-jenis, ketentuan pemakaian yang benar, ketentuan kepemilikan, dan
sebagainya. Pengetahuan diduga sebagai salah satu faktor yang dapat
berhubungan dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD. Perilaku yang
didasari atas pengetahuan yang cukup akan bersifat lama daripada tanpa
didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja di proyek konstruksi
MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016 memiliki
pengetahuan yang hampir seimbang antara yang tinggi maupun rendah.
Pekerja yang memiliki pengetahuan tinggi yaitu sebanyak 28 orang (51%)
memiliki jumlah yang lebih banyak meskipun hanya selisih satu responden
dari pekerja yang memiliki pengetahuan rendah.
92
Pengetahuan juga diketahui berhubungan dengan kepatuhan terhadap
penggunaan APD. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh
Gurning (2014) dimana didapatkan hasil bahwa pengetahuan terbukti
berhubungan signifikan dengan perilaku penggunaan APD pada pekerja
konstruksi di proyek pembangunan Ruko Cikarang Central City.
Selain itu, pengetahuan terbukti sebagai variabel perancu. Hal ini
dikarenakan pengetahuan tidak saja mempengaruhi persepsi seseorang,
namun dapat juga mempengaruhi perilaku seseorang. Oleh karena itu,
keberadaannya sangat mempengaruhi hubungan antara persepsi dan
perilaku. Hal ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Rosenstock
(1974) dalam Bart (1994) dimana persepsi yang dimiliki seseorang
terbentuk dari faktor pengetahuan yang dimilikinya. Sedangkan
pengetahuan juga terlibat dalam perilaku yang dimiliki seseorang. Hal ini
sesuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo (2005) yang menyatakan
bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor berpengaruh yang
mendorong atau menghambat individu untuk berperilaku. Dari penjelasan
tersebut, dapat dikatakan bahwa pengetahuan dapat mempengaruhi kedua
variabel tersebut.
Jika dilihat dari hasil uji keeratan hubungan, dapat diketahui bahwa
pekerja yang memiliki pengetahuan rendah mempunyai peluang 5,402 kali
untuk kurang patuh dalam menggunakan APD daripada pekerja yang
berpengetahuan tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin rendah
pengetahuan pekerja maka akan semakin kurang patuh pekerja terhadap
penggunaan APD.
93
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pekerja yang kurang patuh
terhadap penggunaan APD lebih banyak merupakan pekerja yang memiliki
pengetahuan rendah yaitu sebanyak 19 orang (70,4%). Luas atau sempitnya
pengetahuan pekerja di proyek konstruksi MRT Jakarta mempengaruhi
kepatuhannya terhadap penggunaan APD. Hal ini selaras dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Adenan (1986) dalam buku Widayatun (1999)
bahwa semakin luas pengetahuan seseorang maka semakin positif perilaku
yang dilakukan. Perilaku positif mempengaruhi jumlah informasi yang
dimiliki seseorang sebagai hasil proses penginderaan terhadap suatu hal.
Selain itu, perilaku mempengaruhi domain kognitif seseorang dalam hal
mengingat, memahami, dan mengaplikasikan informasi yang dimiliki. Juga
berpengaruh dalam proses analisis, sintesis, dan evaluasi suatu hal yang
diterima oleh rangsangan stimulus.
Dalam penelitian ini pekerja memiliki pengetahuan yang seimbang
antara yang tinggi dengan yang rendah. Walaupun lebih banyak pekerja
yang memiliki pengetahuan yang tinggi, namun pekerja memiliki
pengetahuan yang rendah dan kurang patuh terhadap penggunaan APD juga
cukup banyak.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan pelatihan pada pekerja untuk
meningkatkan dan memperkuat pengetahuan yang telah dimiliki. Sesuai
dengan teori Mangkuprawira (2004) bahwa pelatihan bagi pekerja
merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu
serta sikap agar pekerja semakin terampil dan mampu melaksanakan
tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Pelatihan
94
APD dapat dilakukan pada saat kegiatan yang telah dibuat oleh Tokyu
Wika Joint Operation seperti safety morning talk dimana semua pekerja
wajib mengikuti dan berkumpul bersama. Pelatihan dapat dilaksanakan
dengan melakukan sosialisasi terkait prosedur APD dan pelaksanaan
program APD yang benar yang dibuat menjadi beberapa sesi pertemuan
yang dilakukan secara berkala. Hal ini dimaksudkan agar pekerja
memahami maksud dari tujuan diadakannya pelatihan dan tidak mudah lupa
karena penyampaian materi dilakukan sedikit demi sedikit dan secara
kontinu.
95
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 55 pekerja di proyek
konstruksi MRT Jakarta Tokyu Wika Joint Operation tahun 2016 dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pekerja yang kurang patuh dalam menggunakan APD berjumlah 27 pekerja
(49%).
2. Pekerja yang memiliki persepsi risiko kurang baik berjumlah 25 pekerja
(45,5%), persepsi terhadap APD yang kurang baik berjumlah 29 pekerja
(52,7%), dan toleransi risiko yang tinggi berjumlah 26 pekerja (47,3%).
3. Rata-rata pekerja berusia 33 tahun dan memiliki masa kerja 9 tahun. Selain
itu, pekerja berpendidikan rendah (SD dan SMP) berjumlah 42 pekerja
(76,4%) dan berpengetahuan rendah terkait APD berjumlah 27 pekerja
(49%).
4. Dari ketiga variabel independen, diketahui hanya persepsi risiko yang
memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan terhadap penggunaan
APD.
5. Dari keempat faktor internal, diketahui hanya pengetahuan yang memiliki
hubungan dengan kepatuhan terhadap penggunaan APD.
96
6. Hubungan antara persepsi risiko dengan kepatuhan terhadap penggunaan
APD dipengaruhi oleh variabel pengetahuan.
B. Saran
Berdasarkan hasil, pembahasan, dan kesimpulan penelitian di atas, maka
penulis mencoba memberikan saran atau masukan sebagai bahan pertimbangan
perbaikan penelitian mengenai kepatuhan terhadap penggunaan APD ke
depannya yaitu:
1. Bagi Tokyu Wika Joint Operation
a. Mempertegas peraturan dengan diberlakukannya reward dan punishment
terhadap pekerja.
b. Melakukan sosialisasi terkait APD dengan cara yang menarik dan bahasa
yang mudah dipahami.
c. Mengadakan pelatihan yang diadakan semenarik mungkin dan lebih
menggali pengetahuan, wawasan, dan menumbuhkan rasa ingin tahu para
pekerja tentang keberadaan dan fungsi masing-masing APD secara lebih
detail.
d. Melakukan pengawasan yang rutin, konsisten, dan terstruktur terkait
APD.
2. Bagi Pekerja Proyek Konstruksi MRT Jakarta
a. Menggunakan dan menjaga perlengkapan keselamatan kerja dengan
lengkap dan benar, menaati peraturan dan prosedur yang berlaku, bekerja
sesuai dengan tanggung jawabnya, khususnya mengenai APD.
97
b. Saling mengingatkan antar pekerja apabila ada yang terlihat tidak
mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja, khususnya
mengenai APD.
c. Berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan pelatihan yang diselenggarakan
perusahaan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel-variabel lain
yang diduga berhubungan dengan kepatuhan penggunaan APD yang tidak
dapat diteliti pada penelitian ini.
xix
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. (2011). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Azhari, A. (2004). Psikologi Umum dan Perk embangan. Jakarta: PT Mizan Publika.
Bart, S. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Bastable, S. B. (2002). Perawat sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip Pengajaran dan
Pembelajaran. Jakarta: EGC.
BPJS Ketenagakerjaan. (2016). “Jumlah Kecelakaan Kerja di Indonesia Masih Tinggi”,
[online] (http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/5769/Jumlah-kecelakaan-kerja-
di-Indonesia-masih-tinggi.html diakses pada tanggal 1 Maret 2016).
Bock, M., dkk. (2003). Contact Dermatitis and Allergy Occupational Skin Diseases in The
Construction Industry. British Journal of Dermatology.
Borman, W. C., & Motowidlo, S. J. (1993). Expanding The Criterion Domain to Include
Elements Of Extra-role Performance. New Jersey: Prentice-Hall.
Botterill, L., & Mazur, N. (2004). Risk and Risk Perception: A Literature
Review. Kingstrom, ACT: Australian Government Rural Industries Research and
Development Corporation.
Dahlawy, A. D. (2008). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di Area Pengolahan PT Antam Tbk, Unit Bisnis Pertambangan
Emas Pongkor Kabupaten Bogor 2008. Jakarta: Skipsi S1 Jurusan Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: dipublikasikan.
Danim, S. (2007). Metode Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Jakarta: Bumi Aksara.
Di lorio, C. K. (2005). Measurement in Health Behavior : Methods for Research and
Education. USA: Jossey-Bass.
Faizah, N. (2013). Faktor-Faktor Determinan yang Berhubungan dengan Perilaku
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja di Tehcnical Service
Departement PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Unit Plant Site Cirebon Tahun
2013. Depok: Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia:
dipublikasikan
Geller, E. S. (2001). The Physcology Of Safety Handbook. New York: Lewis Publisher.
Boca Raton London.
xx
Gunawan, D. F. A. (2013). Safety Leadership: Building an Excellent Operation. Jakarta:
Dian Rakyat.
Gurning, O. S. (2014). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja Konstruksi di Proyek Pembangunan Ruko
Cikarang Central City Tahun 2014. Depok: Skripsi Program Sarjana Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia: tidak dipublikasikan
Hassan, C. R. C., dkk. (2013). Perception of Building Construction Workers Towards
Safety, Health And Environment. Malaysia: Journal of Engineering Science and
Technology.
Handoko, T. H. (2000). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
BPFE.
Herijulianti, Eliza, dkk. 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC.
Hidayah, N., dkk. (2015). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Memakai
Alat Pelindung Telinga pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Di PT. Total Dwi Daya
Semarang Tahun 2014. Semarang: Unnes Journal Of Public Health.
Hunter, D. R. (2006). Risk Perception Among General Aviation Pilots. Vienna:
International Journal of Aviation Psychology.
ILO. (1998). Encyclopedia of Occupational Health and Safety. Geneva.
Switzerland:International Labour Organization.
Jamil, A. (2015). Karyawan Tewas Tertimbun Galian, Proyek Jembatan Muarasari Distop.
[Online] (http://www.indopos.co.id/2015/09/karyawan-tewas-tertimbun-galian-
proyek-jembatan-muarasari-distop.html diakses pada tanggal 20 Mei 2016).
Lapau, B. (2013). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lemeshow, S., Hosmer, D. W., Klar, J., Lwanga, S. K., & World Health Organization.
(1990). Adequacy of Sample Size in Heath Studies. New York: John Wiley & Sons.
Liswanti, Y., dkk. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Serta Kaitannya Terhadap Status Kesehatan
pada Petugas Pengumpul Sampah Rumah Tangga di Kota.
Madyanti, D. R. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Pada Bidan Saat Melakukan Pertolongan Persalinan di RSUD Bengkalis
Tahun 2012. Depok: Sripsi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia:
dipublikasikan.
xxi
Mangkuprawira, S. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Margono. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Maulana, H. D. J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.
Muntiana, K. (2014). Hubungan Persepsi Karyawan terhadap Penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Jalur 3
Dan 4 PT Wijaya Karya Beton Boyolali Tbk. Surakarta: Artikel ilmiah S1 Universitas
Muhammadiyah Surakarta: dipublikasikan.
National Safety Council. (2014). Risk Perception: Theories, Strategies And Next Steps.
Amerika: Campbell Institute National Safety Council.
Niven, N. (2002. Psikologi Kesehatan Keperawatan Pengantar untuk Perawat dan
Profesional Kesehatan Lain. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. (2003). Pengantar Pendidikan Kesehatan & Ilmu Perilaku Kesehatan.
Yogyakarta: Andi Offset.
Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, S. A. (2015). Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan dalam Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja Proyek Konstruksi (Studi di Proyek
Konstruksi Pembangunan Apartemen One East Residence PT. Tatamulia Nusantara
Indah). Surabaya: Skripsi S1 Universitas Airlangga: tidak dipublikasikan.
Nurcahyanti, K. K. A. (2014) Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Bidan
dalam Penggunaan APD dalam Melakukan APN di Puskesmas Sumbang Kabupaten
Banyumas Tahun 2014. Ungaran: Program Studi DIV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran: dipublikasikan.
Kerlinger, F. N. (2006). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
KBBI. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online. [Online] Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa. (http://kbbi.web.id/ diakses pada tanggal 20 Juni 2016).
Kusuma, R. Y. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, dan Kenyamanan Dengan
Penggunaan Alat Pelindung Wajah Pada Pekerja Las Listrik Kawasan Simongan
xxii
Semarang. Semarang: Sripsi S1 Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang: dipublikasikan.
Occupational Safety and Health Administration (OSHA). (2007). Personal Protective
Equipment (PPE). U.S: U.S. Department of Labor.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/Men/1980 tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 01/Men/1981 tentang kewajiban
melapor Penyakit Akibat Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. Per 8/MEN/VII/2010 tentang Alat
Pelindung Diri.
PoskotaNews.com. (2016). Sektor Konstruksi Rajai Kecelakaan Kerja di DKI. [Online]
(http://poskotanews.com/2016/01/19/sektor-konstruksi-rajai-kecelakaan-kerja-di-dki/
diakses pada tanggal 28 April 2016).
Rahadi, F. D., dkk. (2013). Hubungan Antara Persepsi Lingkungan Kerja Fisik dengan
Perilaku Keselamatan Karyawan. Kalimantan Selatan: Jurnal Ecopsy.
Ratnaningsih, S. (2010). Hubungan Umur, Masa Kerja, Pengetahuan dan Sikap Pekerja
dengan Praktik Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Di PT. X Semarang (Studi
Proyek Pembangunan Rumah Sakit Pendidikan). Semarang: Skripsi S1 Universitas
Diponegoro: tidak dipublikasikan.
Ridho, M. (2012). Hubungan Persepsi Risiko Keselamatan Berkendara dengan Perilaku
Pemakaian Helm pada Mahasiswa Universitas Indonesia Depok Tahun 2012. Depok:
Sripsi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia: dipublikasikan.
Riyanto, A. (2009). Penerapan Analisis Multivariat dalam Penelitian Kesehatan. Bandung:
Nifta Media Press.
Robbins, P. S. (1996). Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi (Edisi Bahasa
Indonesia). Jakarta: PT Prehallindo.
Roughton, J. E. (2002). Developing an effective safety culture : a leadership approach.
USA: Butterworth Heinemann.
Ruhyandi & Candra, E. (2008). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Kepatuhan Penggunaan APD Pada Karyawan Bagian Press Shop Di PT. Almasindo II
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008. Bandung: Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A.
Yani.
xxiii
Salihat, K., & Kurniawidjaja, L. M. (2010). Persepsi Risiko Berkendara dan Perilaku
Penggunaan Sabuk Keselamatan di Kampus Universitas Indonesia. Depok: Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional.
Sari, R. E. (2014). Kepatuhan Peraturan Keselamatan Kerja Sebagai Mediator Pengaruh
Iklim Keselamatan Kerja terhadap Kecenderungan Mengalami Kecelakaan
Kerja. Yogyakarta: Jurnal Psikologi MANDIRI.
Sarwono, S. W. (1999). Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sarwono, S. W. (2012). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers
Sastrohadiwiryo, S. (2005). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan Administratif
dan Operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Saputri, I. A. D., & Paskarini, I. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kepatuhan Penggunaan APD Pada Pekerja Kerangka Bangunan (Proyek Hotel
Mercure Grand Mirama Extention Di PT. Jagat Konstruksi Abdipersada). Surabaya:
The Indonesian Journal Of Occupational Safety, Health And Environment.
Shomad, A. C., & Purnomosidhi, B. (2013). Pengaruh Kepercayaan, Persepsi Kegunaan,
Persepsi Kemudahan, Dan Persepsi Risiko Terhadap Perilaku Penggunaan E-
Commerce. Malang: Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya.
Siagian, S. P. 1987. Teori dan Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta : Bina Aksara.
Sialagan, T. R. (2008). Analisis Faktor-Faktor yang Berkontribusi pada Perilaku Aman di
PT EGS Indonesia Tahun 2008. Depok : Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia: dipublikasikan.
Sjoberg, L., dkk. (2004). Explaining Risk Perception: An Evaluation Of The Psychometric
Paradigm In Risk Perception Research. Norwegian: Norwegian University of Science
and Technology, Department of Psychology.
Sobur, Alex. (2009). Psikologi Umum. CV Pustaka Setia: Bandung.
Suma‟mur, P.K. (1996) Hygiene Perusahaan & Keselamatan Kerja. Jakarta: Gunung
Agung.
Supiana, N. (2013). Hubungan Predisposing, Enabling, dan Reinforcing Faktor dengan
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Bidan dalam Pelayanan Kebidanan Di
Rumah Sakit KIA Sadewa Yogyakarta Tahun 2013. Yogyakarta: Artikel ilmiah DIV
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta: dipublikasikan.
xxiv
Syaaf, M. (2008). Analisis Perilaku Berisiko pada Pekerja Unit Usaha Las Sektor Informal
di Kota X. Depok: Skripsi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia:
dipublikasikan.
Tarwaka. (2008). Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi K3 di
Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.
Tinarbuko, S. (2012). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra.
Tokyu Wika Joint Operation. (2015). TWJO-PLN-0003-F11-revA Incident Notification.
Tokyu Wika Joint Operation. (2013). TWJO-SOP-0034-revA Personal Protective
Equipment.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Waidi. (2006). The Art of Re-engineering Your Mind for Success. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Walifah, E. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan APD Pada
Pekerja di Dapur Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Depkes Tahun 2010.
Wibowo, A. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri di Areal Pertambangan PT. Antam Tbk. Unit Bisnis Pertambangan
Emas Pongkor Kabupaten Bogor Tahun 2010. Jakarta: Skripsi Program Sarjana
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah.
Widayatun, R. T. (1999). Ilmu Perilaku M.A. 104 ”Buku Pegangan Mahasiswa AKPER”.
Jakarta: CV. Sagung Seto.
Widjajahakim, R. (2001). Insiden dan Pola Penyebab Dermatitis Kontak Alergik Akibat
Kerja pada Pekerja Konstruksi Bangunan di Kodya Semarang. Semarang: Thesis
Program Studi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro: dipublikasikan.
Widyaningsih. (2012). Hubungan Faktor Predisposisi dengan Implementasi Pemakaian
Alat Pelindung Diri pada Tenaga Kerja di PT. Suwastama Pabelan Kartasura.
Surakarta: Skripsi Program Dipoma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret: dipublikasikan.
Wijanarko, B. (2013). Teknik Dasar Pengerjaan Non Logam. Jakarta: Kementerian
Pendidikan & Kebudayaan.LAMPIRAN
xxv
Winata, T. O. (2011). Pekerja Bangunan Tewas Jatuh dari Lantai 15. [Online]
(http://berita.lipusstan6.com/daerah/201105/335770/pekerja_bangunan_tewas_jatuh_d
ari_lantai_15 diakses pada tanggal 5 Mei 2016).
Wirahadikusumah, R. D. (2007). Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Proyek Konstruksi di Indonesia. [Online]
(http://www.ftsl.itb.ac.id/kk/manajemen_dan_rekayasa_konstruksi/wp-
content/uploads/2007/05./makalah-reini-d-wirahadikusumah.pdf diakses pada tanggal
1 Januari 2017).
Yulianto, S. (2006). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Operator
Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Di PT. Astra Daihatsu Motor
Casting Plant, Karawang Tahun 2006. Makassar: Tesis Program PascaSarjana
Universitas Hasanuddin: dipublikasikan.
xxvi
7 Lampiran
KUESIONER
HUBUNGAN PERSEPSI DAN TOLERANSI RISIKO PEKERJA DENGAN
KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DI PROYEK
KONSTRUKSI MASS TRANSIT RAPID (MRT) JAKARTA TOKYU WIKA
JOINT OPERATION
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Assalamu‟alaikum Wr.Wb.
Dalam rangka menyelesaikan penelitian dengan judul “Hubungan Persepsi dan
Toleransi Risiko Pekerja dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di
Proyek Konstruksi Mass Transit Rapid (MRT) Jakarta Tokyu Wika Joint Operation”,
maka peneliti memohon kesediaan pekerja untuk menjawab pertanyaan/kuesioner
yang telah disediakan oleh penelitian.
Demi kelancaran pengisian kuesioner, maka peneliti akan menjamin kerahasiaan
setiap data yang pekerja isikan pada kuesioner ini. Apabila ada hal-hal yang tidak
berkenan, maka responden berhak mengajukan pengunduran diri dari kegiatan
penelitian ini.
Dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada pekerja atas
kerja samanya. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Responden,
Jakarta, Oktober 2016
Peneliti,
(…………………………………………) (Elsya Ristia)
KUESIONER
HUBUNGAN PERSEPSI DAN TOLERANSI RISIKO PEKERJA DENGAN
KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DI PROYEK
KONSTRUKSI MASS TRANSIT RAPID (MRT) JAKARTA TOKYU WIKA
JOINT OPERATION
Bacalah setiap pertanyaan dan setiap pilihan jawaban dengan seksama
Isilah setiap pertanyaan sesuai dengan kondisi anda saat ini dengan jujur pada kolom
jawaban yang tersedia
Beri tanda silang (X) pada jawaban yang anda pilih pada kolom jawaban yang
tersedia
A. Identitas pekerja (responden)
A1 No. responden : (diisi peneliti)
A2 Nama :
A3 No. handphone :
A4 Tanggal lahir :
A5 Pendidikan terakhir :
A6 Tahun mulai bekerja di konstruksi (MRT maupun proyek konstruksi sebelumnya):
B. Persepsi Risiko
No. Pernyataan Sangat
tidak
setuju
Tidak
setuju
Setuju Sangat
setuju
Diisi
Peneliti
B1 Menurut saya, kecelakaan kerja tidak
merugikan orang lain
1 2 3 4 B1[ ]
B2 Menurut saya, aman jika ada dua proses kerja
dilakukan di tempat yang berdekatan
1 2 3 4 B2[ ]
B3 Menurut saya, aman jika kita memakai
rangkaian peranca/scaffold yang belum
diinspeksi sebelumnya
1 2 3 4 B3[ ]
B4 Menurut saya, aman berjalan di bawah area
yang sedang melakukan pekerjaan di
ketinggian
1 2 3 4 B4[ ]
B5 Menurut saya, aman jika tetap bekerja di
ketinggian saat angina kencang dan gerimis
1 2 3 4 B5[ ]
No. Pernyataan Sangat
tidak
setuju
Tidak
setuju
Setuju Sangat
setuju
Diisi
Peneliti
B6 Menurut saya, tidak masalah meletakkan alat
kerja dimana saja selama masih jam kerja
walaupun sudah selesai digunakan
1 2 3 4 B6[ ]
B7 Menurut saya, tidak hati-hati menggunakan
mesin dapat terkena aliran listrik
1 2 3 4 B7[ ]
B8 Menurut saya, kabel listrik yang terkelupas
dapat menyebabkan konsleting sampai
kebakaran
1 2 3 4 B8[ ]
B9 Menurut saya, getaran pada mesin yang
digunakan dapat mengakibatkan sakit pada
otot persendian
1 2 3 4 B9[ ]
B10 Menurut saya, debu semen atau bahan
bangunan dapat mengakibatkan gangguan
pernapasan
1 2 3 4 B10[ ]
B11 Menurut saya, suhu di tempat kerja yang panas
mengakibatkan cepat merasa lelah
1 2 3 4 B11[ ]
B12 Menurut saya, kebisingan yang terdengar saat
bekerja membuat saya cepat pusing dan cepat
marah
1 2 3 4 B12[ ]
B13 Menurut saya, kebisingan dari mesin
mengganggu konsentrasi dalam bekerja
1 2 3 4 B13[ ]
B14 Menurut saya, tidak berkonsentrasi saat
bekerja di ketinggian dapat mengakibatkan
terjatuh
1 2 3 4 B14[ ]
B15 Menurut saya, area galian harus diberi pagar
pengaman agar pekerja tidak terperosok ke
dalam lubang
1 2 3 4 B15[ ]
No. Pernyataan Sangat
tidak
setuju
Tidak
setuju
Setuju Sangat
setuju
Diisi
Peneliti
B16 Menurut saya, keadaan tempat kerja yang licin
dan becek dapat mengakibatkan terpeleset dan
terjatuh
1 2 3 4 B16[ ]
C. Persepsi Terhadap APD
C1 APD yang disediakan penting untuk dipakai 1 2 3 4 C1 [ ]
C2 APD yang disediakan sudah lengkap sesuai
keperluan pekerjaan
1 2 3 4 C2 [ ]
C3 APD yang saya gunakan melindungi saya dari
penyakit akibat kerja
1 2 3 4 C3 [ ]
C4 APD yang saya gunakan melindungi saya dari
kecelakaan kerja
1 2 3 4 C4 [ ]
C5 APD yang saya gunakan membuat saya terlihat
menarik
1 2 3 4 C5 [ ]
C6 APD yang saya gunakan membuat saya
menjadi contoh atau teladan bagi teman kerja
1 2 3 4 C6 [ ]
C7 APD yang saya gunakan membatasi kebebasan
saya dalam bekerja
1 2 3 4 C7 [ ]
C8 APD yang digunakan membuat saya kegerahan 1 2 3 4 C8 [ ]
C9 APD yang saya gunakan merepotkan 1 2 3 4 C9 [ ]
C10 APD jenis helm membuat saya pusing 1 2 3 4 C10 [ ]
C11 APD yang saya gunakan berat 1 2 3 4 C12 [ ]
D. Toleransi Risiko
D1 Saat berada di area konstruksi, kejatuhan benda
dari atas merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D1 [ ]
D2 Saat berada di area konstruksi, terkena alat
kerja merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D2 [ ]
No. Pernyataan Sangat
tidak
setuju
Tidak
setuju
Setuju Sangat
setuju
Diisi
Peneliti
D3 Saat berada di area konstruksi, terkena paku
merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D3 [ ]
D4 Saat berada di area konstruksi, terkena debu
merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D4 [ ]
D5 Saat berada di area konstruksi, menghirup bau
gas merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D5 [ ]
D6 Saat berada di area konstruksi, tersetrum
merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D6 [ ]
D7 Saat berada di area konstruksi, terkena
serangan hewan merupakan suatu hal yang
wajar
1 2 3 4 D7 [ ]
D8 Saat berada di area konstruksi, terkena limbah
semen merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D8 [ ]
D9 Saat berada di area konstruksi, terpeleset di
area galian merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D9 [ ]
D10 Saat berada di area galian, tertimbun tanah
merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D10 [ ]
D11 Terdapat air yang menggenang / area kerja
becek merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D11 [ ]
D12 Terjadi tanah longsor di area kerja merupakan
suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D12 [ ]
D13 Terjadi keruntuhan pada sebagian bangunan
merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D13 [ ]
No. Pernyataan Sangat
tidak
setuju
Tidak
setuju
Setuju Sangat
setuju
Diisi
Peneliti
D14 Bekerja lebih dari 8 jam sehari merupakan
suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D14[ ]
D15 Saat sedang bekerja, terkena pecahan batu
merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D15[ ]
D16 Saat sedang bekerja, terkena paku merupakan
suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D16[ ]
D17 Saat sedang bekerja, terjepit alat kerja
merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D17[ ]
D18 Saat sedang bekerja, tangan lecet merupakan
suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D18[ ]
D19 Saat sedang bekerja, terjatuh dari alat berat
merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D19[ ]
D20 Saat sedang bekerja, terjatuh dari ketinggian
kurang dari 2 m merupakan suatu hal yang
wajar
1 2 3 4 D20[ ]
D21 Saat menggunakan daya listrik, tersetrum
merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 D21[ ]
D22 Saat sedang melakukan pengelasan, terkena
percikan api merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 E22[ ]
D23 Saat sedang melakukan pengelasan, terkena
cahaya terang merupakan suatu hal yang wajar
1 2 3 4 E23[ ]
E. Perilaku Penggunaan APD
E1 Saya memakai APD selama berada di area proyek 1 2 E1[ ]
E2 Helm merupakan APD yang wajib saya pakai setiap hari 1 2 E2[ ]
E3 Saya memakai helm berwarna apa saja 1 2 E3[ ]
No. Pernyataan Ya Tidak Diisi
peneliti
E4 Saat bekerja di rangkaian besi saya diperbolehkan untuk tidak
memakai helm
1 2 E4[ ]
E5 Tidak setiap hari saya menggunakan baju berlengan panjang dan
bercelana panjang saat bekerja
1 2 E5[ ]
E6 Rompi merupakan APD yang wajib saya pakai setiap hari 1 2 E6[ ]
E7 Safety shoes merupakan APD yang wajib saya pakai setiap hari 1 2 E7[ ]
E8 Sepatu yang saya gunakan harus tertutup dan berujung besi 1 2 E8[ ]
F. Pengetahuan
F1 APD adalah alat pelindung yang sewaktu-waktu dapat dipakai 1 2 F1 [ ]
F2 APD adalah alat yang dipakai selama jam kerja untuk melindungi
diri dari hal-hal yang tidak diinginkan
1 2 F2 [ ]
F3 APD adalah alat pelindung yang dipakai setelah mengalami
kecelakaan supaya cidera tidak menjadi parah
1 2 F3 [ ]
F4 APD berguna untuk menjaga keselamatan pada saat bekerja 1 2 F4 [ ]
F5 APD berguna untuk menjaga kesehatan pada saat bekerja 1 2 F5 [ ]
F6 APD berguna untuk mengurangi dampak kecelakaan pada saat
bekerja
1 2 F6 [ ]
F7 APD digunakan sebelum mulai bekerja 1 2 F7 [ ]
F8 APD digunakan saat berada di area kerja 1 2 F8 [ ]
F9 APD digunakan bila terjadi kecelakaan kerja 1 2 F9 [ ]
F10 APD yang digunakan harus selalu dibersihkan dengan baik 1 2 F10 [ ]
F11 Perusahaan bertanggung jawab terhadap perawatan APD 1 2 F11 [ ]
F12 Setiap pekerja bertanggung jawab terhadap perawatan APD 1 2 F12 [ ]
F13 APD yang rusak harus segera dibuang 1 2 F13 [ ]
No. Pernyataan Ya Tidak Diisi
peneliti
F14 APD yang rusak harus segera ditukarkan pada pihak SHE 1 2 F14 [ ]
F15 APD sekali pakai dapat digunakan kembali apabila masih dalam
keadaan tidak terlalu kotor dan hanya sebentar dipakai
1 2 F15 [ ]
F16 Fungsi dari alat pelindung kepala untuk melindungi dari benturan 1 2 F16 [ ]
F17 Fungsi dari alat pelindung kepala untuk melindungi dari kejatuhan
atau terpukul benda tajam
1 2 F17 [ ]
F18 Fungsi dari alat pelindung kepala untuk melindungi dari suhu yang
panas atau dingin
1 2 F18 [ ]
F19 Fungsi dari alat pelindung kepala untuk melindungi dari panas dan
percikan api
1 2 F19 [ ]
F20 Fungsi dari alat pelindung kepala untuk melindungi dari bahan-
bahan kimia dan binatang berukuran kecil
1 2 F20 [ ]
F21 Pelindung kepala tidak perlu dipakai saat sedang istirahat di area
kerja
1 2 F21 [ ]
F22 Tali pengait helm (chin strip) hanya dipakai apabila pekerja bekerja
di ketinggian atau di galian
1 2 F22 [ ]
F23 Fungsi dari alat pelindung mata dan muka untuk melindungi dari
bahan kimia, benda berukuran kecil yang melayang di udara dan di
air
1 2 F23 [ ]
F24 Fungsi dari alat pelindung mata dan muka untuk melindungi dari
percikan benda-benda kecil, panas, radiasi, dan pancaran cahaya
1 2 F24 [ ]
F25 Fungsi dari alat pelindung mata dan muka untuk melindungi dari
benturan atau pukulan benda keras atau tajam
1 2 F25 [ ]
No. Pernyataan Ya Tidak Diisi
peneliti
F26 Fungsi dari alat pelindung telinga untuk melindungi alat
pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan
1 2 F26 [ ]
F27 Fungsi dari alat pelindung pernapasan untuk menyalurkan udara
bersih
1 2 F27 [ ]
F28 Fungsi dari alat pelindung pernapasan untuk menyaring bahan kimia
berbahaya
1 2 F28[ ]
F29 Fungsi dari alat pelindung pernapasan untuk menyaring kuman 1 2 F29 [ ]
F30 Fungsi dari alat pelindung pernapasan untuk menyaring debu 1 2 F30 [ ]
F31 Fungsi dari alat pelindung pernapasan untuk menyaring gas 1 2 F31 [ ]
F32 Fungsi dari alat pelindung pernapasan untuk menyaring asap 1 2 F32 [ ]
F33 Fungsi dari alat pelindung tangan agar tangan tidak tergores 1 2 F33 [ ]
F34 Fungsi dari alat pelindung tangan agar tangan tidak terinfeksi zat
penyebab penyakit (virus, bakteri, dll)
1 2 F34 [ ]
F35 Fungsi dari alat pelindung tangan untuk melindungi dari bahan kimia 1 2 F35 [ ]
F36 Fungsi dari alat pelindung tangan untuk melindungi dari arus listrik 1 2 F36 [ ]
F37 Fungsi dari alat pelindung tangan untuk melindungi dari api 1 2 F37 [ ]
F38 Fungsi dari alat pelindung tangan untuk melindungi dari benturan
dan pukulan
1 2 F38 [ ]
F39 Alat pelindung kaki (safety shoes) hanya harus tertutup dari ujung
kaki hingga bagian telapak dan punggung kaki
1 2 F39 [ ]
F40 Fungsi dari alat pelindung kaki agar kaki tidak tertimpa atau
terbentur benda keras dan berat
1 2 F40 [ ]
F41 Fungsi dari alat pelindung kaki adalah agar kaki tidak tergelincir 1 2 F41 [ ]
No. Pernyataan Ya Tidak Diisi
peneliti
F42 Fungsi dari alat pelindung kaki adalah agar kaki tidak tertusuk benda
tajam
1 2 F42 [ ]
F43 Fungsi dari alat pelindung kaki agar kaki tidak terkena cairan panas
atau dingin dan uap
1 2 F43 [ ]
F44 Fungsi dari alat pelindung kaki untuk melindungi dari suhu yang
ekstrim
1 2 F44 [ ]
F45 Fungsi dari alat pelindung kaki untuk melindungi dari bahan kimia
berbahaya
1 2 F45 [ ]
F46 Fungsi dari alat pelindung kaki untuk melindungi dari makhluk
hidup berukuran sangat kecil
1 2 F46 [ ]
F47 Fungsi dari pakaian pelindung untuk melindungi dari bahaya
temperatur panas atau dingin yang ekstrim dan radiasi
1 2 F47 [ ]
F48 Fungsi dari pakaian pelindung untuk melindungi dari binatang dan
mikro-organisme penyebab penyakit
1 2 F48 [ ]
F49 Fungsi dari pakaian pelindung untuk melindungi dari percikan
bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas
1 2 F49 [ ]
F50 Fungsi dari pakaian pelindung agar badan tidak tergores 1 2 F50 [ ]
F51 Fungsi dari alat pelindung jatuh agar pekerja berada pada posisi kerja
aman dalam keadaan miring maupun tergantung
1 2 F51 [ ]
F52 Fungsi dari alat pelindung jatuh untuk menahan serta membatasi
pekerja jatuh sehingga tidak membentur lantai dasar
1 2 F52 [ ]
F53 Alat pelindung jatuh hanya dipakai saat pekerja berada di ketinggian
1,8 m ke atas dari permukaan
1 2 F53 [ ]
Lembar Observasi
Nama dan pekerjaan :
No. Indikator Kepatuhan terhadap penggunaan APD Pengamatan
1 2 3 4 Keterangan
O1 Pekerja memakai helm dengan benar (saat diketinggian (≥1,8m) atau galian menggunakan chin strip)
O2 Pekerja memakai helm dengan warna kuning atau hijau
O3 Pekerja menggunakan baju berlengan panjang dan bercelana panjang
O4 Pekerja memakai rompi
O5 Pekerja menggunakan safety shoes yang tertutup dan berujung besi
O6 Pekerja memakai APD tambahan sesuai jenis pekerjaan dan bahaya
1. Bekisting = fullbody harness, safety gloves
2. Elektrikal = safety gloves, safety glasses
3. Pembesian = safety gloves, safety glasses
4. Pengelasan = safety gloves, welding safety glasses
5. Pengecoran = safety gloves, masker
No. responden
Dokumentasi Kepatuhan terhadap Penggunaan APD
OUTPUT ANALISA DATA
1. KEPATUHAN APD
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
total_kepatuhan .124 55 .034 .972 55 .235
Statistics
N Valid 55
Missing 0
Mean 1.49
Median 1.00
Mode 1
Std. Deviation .505
Minimum 1
Maximum 2
Sum 82
kepatuhan_apd
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang patuh 27 49.1 49.1 100.0
Patuh 28 50.9 50.9 50.9
Total 55 100.0 100.0
2. PERSEPSI RISIKO
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
total_persepsi_risiko .090 55 .200* .977 55 .354
Statistics
N Valid 55
Missing 0
Mean 1.45
Median 1.00
Mode 1
Std. Deviation .503
Minimum 1
Maximum 2
Sum 80
persepsi_risiko
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 25 45.5 45.5 100.0
Baik 30 54.5 54.5 54.5
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
total_persepsi_risiko .090 55 .200* .977 55 .354
Statistics
N Valid 55
Missing 0
Mean 1.45
Median 1.00
Mode 1
Std. Deviation .503
Minimum 1
Maximum 2
Sum 80
persepsi_risiko
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 25 45.5 45.5 100.0
Baik 30 54.5 54.5 54.5
Total 55 100.0 100.0
persepsi_risiko * kepatuhan_apd Crosstabulation
kepatuhan_apd
Total kurang patuh patuh
persepsi_risiko kurang baik Count 17 8 25
% within persepsi_risiko 68.0% 32.0% 100.0%
Baik Count 10 20 30
% within persepsi_risiko 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 27 28 55
% within persepsi_risiko 49.1% 50.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.557a 1 .010
Continuity Correctionb 5.244 1 .022
Likelihood Ratio 6.694 1 .010
Fisher's Exact Test .015 .011
Linear-by-Linear Association 6.438 1 .011
N of Valid Casesb 55
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.27.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
persepsi_risiko (baik / kurang
baik)
4.250 1.370 13.188
For cohort kepatuhan_apd =
patuh 2.083 1.115 3.892
For cohort kepatuhan_apd =
kurang patuh .490 .276 .869
N of Valid Cases 55
3. PERSEPSI APD
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
total_persepsi_apd .077 55 .200* .980 55 .507
Statistics
N Valid 55
Missing 0
Mean 1.53
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation .504
Minimum 1
Maximum 2
Sum 84
persepsi_apd
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 29 52.7 52.7 52.7
Baik 26 47.3 47.3 100
Total 55 100.0 100.0
persepsi_apd * kepatuhan_apd Crosstabulation
kepatuhan_apd
Total kurang patuh patuh
persepsi_apd kurang baik Count 18 11 29
% within persepsi_apd 62.1% 37.9% 100.0%
Baik Count 9 17 26
% within persepsi_apd 34.6% 65.4% 100.0%
Total Count 27 28 55
% within persepsi_apd 49.1% 50.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.134a 1 .042
Continuity Correctionb 3.109 1 .078
Likelihood Ratio 4.190 1 .041
Fisher's Exact Test .060 .038
Linear-by-Linear Association 4.059 1 .044
N of Valid Casesb 55
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.76.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for persepsi_apd
(baik / kurang baik) 3.091 1.026 9.309
For cohort kepatuhan_apd =
patuh 1.724 1.001 2.967
For cohort kepatuhan_apd =
kurang patuh .558 .306 1.016
N of Valid Cases 55
4. TOLERANSI RISIKO
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
total_toleransirisiko .076 55 .200* .975 55 .298
Statistics
Valid 55
Missing 0
Mean 1.4727
Median 1.0000
Mode 1
Std. Deviation .50386
Minimum 1
Maximum 2
Sum 82
toleransi_risiko
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tinggi 26 47.3 47.3 47.3
Rendah 29 52.7 52.7 100.0
Total 55 100.0 100.0
toleransi_risiko * kepatuhan_apd Crosstabulation
kepatuhan_apd
Total kurang patuh patuh
toleransi_risiko tinggi Count 17 9 26
% within toleransi_risiko 65.4% 34.6% 100.0%
rendah Count 10 19 29
% within toleransi_risiko 34.5% 65.5% 100.0%
Total Count 27 28 55
% within toleransi_risiko 49.1% 50.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.238a 1 .022
Continuity Correctionb 4.075 1 .044
Likelihood Ratio 5.324 1 .021
Fisher's Exact Test .031 .021
Linear-by-Linear Association 5.143 1 .023
N of Valid Casesb 55
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.76.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
total_persepsi_apd .077 55 .200* .980 55 .507
Statistics
N Valid 55
Missing 0
Mean 1.53
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation .504
Minimum 1
Maximum 2
Sum 84
persepsi_apd
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 29 52.7 52.7 52.7
Baik 26 47.3 47.3 100
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for tol_risk2
(rendah / tinggi) 3.589 1.179 10.924
For cohort kepatuhan_apd =
patuh 1.893 1.049 3.416
For cohort kepatuhan_apd =
kurang patuh .527 .297 .937
N of Valid Cases 55
5. USIA
Descriptives
Statistic Std. Error
Usia Mean 32.53 1.629
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 29.26
Upper Bound 35.79
5% Trimmed Mean 31.85
Median 30.00
Variance 145.884
Std. Deviation 12.078
Minimum 18
Maximum 64
Range 46
Interquartile Range 21
Skewness .745 .322
Kurtosis -.412 .634
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
usia .167 55 .001 .910 55 .001
a. Lilliefors Significance Correction
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Usia 55 32.53 12.078 18 64
kepatuhan_apd 55 1.49 .505 1 2
Ranks
kepatuhan_apd N Mean Rank Sum of Ranks
usia kurang patuh 27 31.67 855.00
Patuh 28 24.46 685.00
Total 55
Test Statisticsa
Usia
Mann-Whitney U 279.000
Wilcoxon W 685.000
Z -1.669
Asymp. Sig. (2-tailed) .095
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Usia 55 32.53 12.078 18 64
a. Grouping Variable:kepatuhan_apd
6. MASA KERJA
Descriptives
Statistic Std. Error
masa kerja Mean 9.18 1.309
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 6.56
Upper Bound 11.81
5% Trimmed Mean 8.40
Median 4.00
Variance 94.300
Std. Deviation 9.711
Minimum 1
Maximum 41
Range 40
Interquartile Range 15
Skewness 1.130 .322
Kurtosis .557 .634
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
masa kerja .230 55 .000 .801 55 .000
a. Lilliefors Significance Correction
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
masa kerja 55 9.18 9.711 1 41
kepatuhan_apd 55 1.49 .505 1 2
Ranks
kepatuhan_apd N Mean Rank Sum of Ranks
masa kerja kurang patuh 27 34.31 926.50
Patuh 28 21.91 613.50
Total 55
Test Statisticsa
masa kerja
Mann-Whitney U 207.500
Wilcoxon W 613.500
Z -2.900
Asymp. Sig. (2-tailed) .004
a. Grouping Variable: kepatuhan_apd
7. PENDIDIKAN
Statistics
N Valid 55
Missing 0
Mean 1.24
Median 1.00
Mode 1
Std. Deviation .429
Sum 68
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 42 76.4 76.4 100.0
menengah 13 23.6 23.6 23.6
Total 55 100.0 100.0
pendidikan * kepatuhan_apd Crosstabulation
kepatuhan_apd
Total kurang patuh patuh
pendidikan rendah Count 23 19 42
% within pendidikan 54.8% 45.2% 100.0%
menengah Count 4 9 13
% within pendidikan 30.8% 69.2% 100.0%
Total Count 27 28 55
% within pendidikan 49.1% 50.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.287a 1 .130
Continuity Correctionb 1.427 1 .232
Likelihood Ratio 2.337 1 .126
Fisher's Exact Test .205 .116
Linear-by-Linear Association 2.245 1 .134
N of Valid Casesb 55
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.38.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for pendidikan
(menengah / rendah) 2.724 .724 10.250
For cohort kepatuhan_apd =
patuh 1.530 .936 2.503
For cohort kepatuhan_apd =
kurang patuh .562 .238 1.328
N of Valid Cases 55
8. PENGETAHUAN
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
total_pengetahuan .121 55 .044 .973 55 .256
Statistics
N Valid 55
Missing 0
Mean 1.49
Median 1.00
Mode 1
Std. Deviation .505
Minimum 1
Maximum 2
Sum 82
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 27 49.1 49.1 100.0
Tinggi 28 50.9 50.9 50.9
Total 55 100.0 100.0
Chi-Square Tests
pengetahuan * kepatuhan_apd Crosstabulation
kepatuhan_apd
Total kurang patuh patuh
Pengetahuan rendah Count 19 8 27
% within pengetahuan 70.4% 29.6% 100.0%
Tinggi Count 8 20 28
% within pengetahuan 28.6% 71.4% 100.0%
Total Count 27 28 55
% within pengetahuan 49.1% 50.9% 100.0%
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.609a 1 .002
Continuity Correctionb 8.010 1 .005
Likelihood Ratio 9.909 1 .002
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 9.435 1 .002
N of Valid Casesb 55
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.25.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for pengetahuan
(tinggi / rendah) 5.938 1.854 19.014
For cohort kepatuhan_apd =
patuh 2.411 1.288 4.512
For cohort kepatuhan_apd =
kurang patuh .406 .215 .766
N of Valid Cases 55
9. UJI VARIABEL PERANCU
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a persepsi_risiko 1.121 .742 2.282 1 .131 3.069 .716 13.149
persepsi_apd .609 .821 .550 1 .458 1.838 .368 9.183
toleransi_risiko .817 .826 .978 1 .323 2.263 .449 11.413
Usia -.056 .047 1.374 1 .241 .946 .862 1.038
masa kerja -.005 .058 .008 1 .929 .995 .888 1.114
Pendidikan .255 .891 .082 1 .775 1.290 .225 7.394
Pengetahuan 1.496 .689 4.719 1 .030 4.464 1.157 17.219
Constant -4.584 1.890 5.885 1 .015 .010
Step 2a persepsi_risiko 1.148 .678 2.871 1 .090 3.153 .835 11.903
persepsi_apd .614 .818 .564 1 .453 1.849 .372 9.189
toleransi_risiko .820 .825 .988 1 .320 2.270 .451 11.424
Usia -.059 .031 3.695 1 .055 .943 .888 1.001
Pendidikan .264 .885 .089 1 .766 1.302 .230 7.372
Pengetahuan 1.488 .682 4.755 1 .029 4.429 1.162 16.873
Constant -4.581 1.893 5.858 1 .016 .010
Step 3a persepsi_risiko 1.160 .676 2.942 1 .086 3.190 .848 12.004
persepsi_apd .554 .790 .492 1 .483 1.740 .370 8.183
toleransi_risiko .907 .772 1.383 1 .240 2.478 .546 11.246
Usia -.058 .030 3.659 1 .056 .944 .889 1.001
Pengetahuan 1.528 .671 5.188 1 .023 4.611 1.238 17.176
Constant -4.412 1.796 6.038 1 .014 .012
Step 4a persepsi_risiko 1.198 .669 3.205 1 .073 3.315 .893 12.312
toleransi_risiko 1.160 .689 2.832 1 .092 3.189 .826 12.313
Usia -.054 .030 3.344 1 .067 .947 .893 1.004
Pengetahuan 1.589 .664 5.728 1 .017 4.900 1.333 18.004
Constant -4.254 1.778 5.724 1 .017 .014
Step 5a persepsi_risiko 1.374 .648 4.497 1 .034 3.950 1.110 14.060
Usia -.045 .028 2.546 1 .111 .956 .905 1.010
Pengetahuan 1.714 .643 7.105 1 .008 5.553 1.574 19.587
Constant -3.229 1.596 4.091 1 .043 .040
Step 6a persepsi_risiko 1.329 .625 4.513 1 .034 3.776 1.108 12.861
Pengetahuan 1.687 .622 7.349 1 .007 5.402 1.596 18.292
Constant -4.558 1.417 10.345 1 .001 .010
a. Variable(s) entered on step 1: persepsi_risiko, persepsi_apd, toleransi_risiko, usia, maa kerja, pengetahuan, pendidikan.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a persepsi_risiko 2.896 2.093 1.916 1 .166 18.107 .300 1.094E3
Pengetahuan 3.302 2.152 2.355 1 .125 27.161 .400 1.842E3
persepsi_risiko by pengetahuan -1.025 1.284 .637 1 .425 .359 .029 4.445
Constant -7.045 3.543 3.954 1 .047 .001
a. Variable(s) entered on step 1: persepsi_risiko *pengetahuan.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a persepsi_risiko 1.447 .578 6.272 1 .012 4.250 1.370 13.188
Constant -2.201 .941 5.471 1 .019 .111
a. Variable(s) entered on step 1: persepsi_risiko.
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a persepsi_risiko 1.329 .625 4.513 1 .034 3.776 1.108 12.861
Pengetahuan 1.687 .622 7.349 1 .007 5.402 1.596 18.292
Constant -4.558 1.417 10.345 1 .001 .010
a. Variable(s) entered on step 1: persepsi_risiko, pengetahuan.
Uji Validitas dan Reabilitas (Skala Likert)
Persepsi Risiko
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.911 18
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
persepsi risiko 1 45.30 76.838 .745 .901
persepsi risiko 2 45.33 89.195 -.030 .921
persepsi risiko 3 45.10 76.024 .842 .898
persepsi risiko 4 45.13 76.257 .859 .898
persepsi risiko 5 45.30 81.941 .407 .911
persepsi risiko 6 45.23 77.082 .774 .900
persepsi risiko 7 45.17 76.833 .765 .900
persepsi risiko 8 45.23 77.082 .774 .900
persepsi risiko 9 45.00 79.862 .603 .905
persepsi risiko 10 45.27 79.789 .653 .904
persepsi risiko 11 45.30 75.941 .737 .901
persepsi risiko 12 45.10 78.576 .742 .902
persepsi risiko 13 44.97 82.033 .491 .908
persepsi risiko 14 45.37 83.482 .476 .908
persepsi risiko 15 45.23 76.530 .773 .900
persepsi risiko 16 44.80 80.234 .647 .904
persepsi risiko 17 45.00 81.448 .522 .907
persepsi risiko 18 45.90 93.128 -.252 .930
Persepsi terhadap APD
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.925 12
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
persepsi apd 1 24.43 37.357 .855 .912
persepsi apd 2 24.30 38.562 .671 .920
persepsi apd 3 24.40 37.766 .849 .913
persepsi apd 4 24.03 38.999 .546 .926
persepsi apd 5 24.47 38.602 .726 .918
persepsi apd 6 24.43 38.599 .765 .916
persepsi apd 7 24.40 40.800 .455 .929
persepsi apd 8 24.47 37.982 .862 .913
persepsi apd 9 24.67 38.782 .800 .915
persepsi apd 10 24.67 38.782 .800 .915
persepsi apd 11 24.47 37.982 .799 .915
persepsi apd 12 24.23 41.702 .294 .938
Toleransi Risiko
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.936 25
Scale Mean if
Item Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
toleransi risiko 1 53.53 115.499 .482 .935
toleransi risiko 2 53.47 112.533 .579 .933
toleransi risiko 3 53.43 113.013 .643 .933
toleransi risiko 4 53.23 109.840 .727 .931
toleransi risiko 5 53.37 114.585 .497 .934
toleransi risiko 6 53.70 112.907 .574 .933
toleransi risiko 7 53.53 117.913 .244 .937
toleransi risiko 8 53.57 112.185 .597 .933
toleransi risiko 9 53.40 106.317 .791 .930
toleransi risiko 10 53.37 113.344 .500 .934
toleransi risiko 11 53.60 110.248 .700 .932
toleransi risiko 12 53.63 112.723 .594 .933
toleransi risiko 13 53.73 112.685 .525 .934
toleransi risiko 14 53.80 110.028 .660 .932
toleransi risiko 15 53.27 113.444 .524 .934
toleransi risiko 16 53.33 114.023 .535 .934
toleransi risiko 17 53.63 107.482 .804 .930
toleransi risiko 18 53.67 111.540 .650 .932
toleransi risiko 19 53.63 110.378 .710 .931
toleransi risiko 20 53.07 113.582 .585 .933
toleransi risiko 21 53.57 109.082 .639 .933
toleransi risiko 22 53.63 110.240 .720 .931
toleransi risiko 23 53.63 115.206 .455 .935
toleransi risiko 24 53.43 115.013 .399 .936
toleransi risiko 25 53.37 113.344 .466 .935
Uji Validitas dan Reabilitas (Skala Gutmann)
Melihat respon pekerja atas pernyataan yang diberikan:
D = durasi pengerjaan sesuai estimasi
P = pekerja memahami pertanyaan
Pertanyaan Pekerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P
Pengetahuan 4a X √ √ X √ √ X √ X X √ √ √ √ X √ √ √ X √
Pengetahuan 4b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 4c √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 4d √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 5a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 5b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 5c √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 5d √ √ √ X X √ √ √ X √ √ √ X √ √ X X √ √ √
Pengetahuan 6a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 6b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 6c √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 7a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 7b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 7c √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 8a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 8b √ √ X X √ √ √ √ X √ √ X √ √ √ √ √ √ √ X
Pengetahuan 8c √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 9 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 10a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 10b X √ X √ √ √ X X √ √ √ X √ √ √ X √ √ √ √
Pengetahuan 10c √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 11 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 12a √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 12b √ √ X X √ X √ √ X √ √ √ √ X √ √ X X X X
Pengetahuan 12c √ √ X X √ X √ √ X √ √ √ √ X √ √ X X X X
Pengetahuan 13a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 13b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 13c X √ √ √ √ X X √ √ √ √ √ √ X X √ √ √ X X
Pengetahuan 13d √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 13d √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 13e √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 13f √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 14 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 15 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 16a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 16b √ √ √ X X X X X X √ √ √ √ X X √ √ X √ √
Pengetahuan 16c √ √ √ X X X X X X √ √ √ √ X X √ √ X √ √
Pengetahuan 17a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 17b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 17c √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 18a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 18b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 19 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 20 X √ √ √ X √ X X X X X √ √ √ X X X X X X
Pengetahuan 21a X √ √ X √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 21b X X X X X √ √ √ √ √ X X √ √ X X X X √ √
Pengetahuan 21c X X X X X X X X X X X X X X X X X √ √ √
Pengetahuan 22a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 22b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 23a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 23b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 23c √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 23d √ √ √ X X X √ √ √ √ √ X X √ √ X √ √ √ √
Pengetahuan 23e √ √ √ X X X √ √ √ √ √ X X √ √ X √ √ √ √
Pengetahuan 23f √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 23g √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 24 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 25a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 25b X √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ X X √ √ √ √ √ X
Pengetahuan 25c √ √ √ X √ √ X √ √ √ √ √ X X √ √ X X √ √
Pengetahuan 25d √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 25e √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 25f √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 25g √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 25h √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 25i √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 26 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 27a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 27b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 27c √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 27d √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 27e √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 27f √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 27g √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 28a √ √ X X √ √ X √ √ √ X X √ √ X √ √ √ √ √
Pengetahuan 28b √ X X X X X X X √ √ √ X √ X √ X X √ √ √
Pengetahuan 28c √ X X X X X X X √ √ √ X √ X √ X X √ √ √
Pengetahuan 28d √ X X X X X X X √ √ √ X √ X √ X X √ √ √
Pengetahuan 29a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 29b X √ √ √ X X X √ √ X √ X X √ √ X √ √ X √
Pengetahuan 29c X √ √ √ X √ √ √ √ √ √ X √ √ X X √ √ √ √
Pengetahuan 29d √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 29e √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 29f √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 30a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 30b √ √ √ √ √ √ √ X X X X X X X √ √ X X √ √
Pengetahuan 30c X X √ √ √ √ X X X X X X X X √ √ X X √ √
Pengetahuan 30d X X √ √ √ √ X X X X X X X X √ √ X X √ √
Pengetahuan 30e X X √ √ √ √ X X X X X X X X √ √ X X √ √
Pengetahuan 30f X X √ √ √ √ X X X X X X X X √ √ X X √ √
Pengetahuan 30g X X √ √ √ √ X X X X X X X X √ √ X X √ √
Pengetahuan 31a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 31b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 31c √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pengetahuan 32 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kepatuhan APD 1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kepatuhan APD 2 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kepatuhan APD 3a √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kepatuhan APD 3b √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kepatuhan APD 3c √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kepatuhan APD 4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kepatuhan APD 5 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kepatuhan APD 6 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kepatuhan APD 7 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kepatuhan APD 8 √ √ X X √ √ X √ X X √ √ X √ X √ X √ X √
Kepatuhan APD 9 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kepatuhan APD 10 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √