131
HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN KEJADIAN ISPA PADA SISWA KELAS 5 SDN DI KECAMATAN CIPUTAT BULAN JUNI TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Dosen Pembimbing : OLEH : HERISMA YANTI 109101000045 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1435 H

HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS

DENGAN KEJADIAN ISPA PADA SISWA KELAS 5 SDN

DI KECAMATAN CIPUTAT BULAN JUNI TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Dosen Pembimbing :

OLEH :

HERISMA YANTI

109101000045

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/ 1435 H

Page 2: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

i

Page 3: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Mei 2014 Herisma Yanti, NIM : 109101000045 Hubungan Lingkungan Dalam Ruang Kelas Dengan Kejadian ISPA Pada Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013 ( xv+83 Hal+11 tabel+ 2 Bagan+ 12 Lampiran)

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab kesakitan paling banyak pada anak-anak. Berdasarkan Data Dinkes Tangsel 2012, kejadian ISPA pada anak usia 5-14 tahun mencapai 64.750 kasus. Tingginya kasus ISPA pada anak usia sekolah dapat disebabkan faktor lingkungan dalam ruang kelas karenasiswa menghabiskan sebagian besar waktu dalam kelas.

Penelitian ini merupakan studi ekologi. Tujuan penelitianuntuk mengetahui hubungan lingkungan dalam ruang kelas dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 sekolah dasar negeri (SDN). Variabel bebas/independen penelitian adalah suhu, kelembaban, kepadatan hunian, luas ventilasi alami, ventilasi alami, ventilasi buatan dan lantai kelas. Sedangkan variabel terikat/dependen adalah kejadian ISPA. Populasi dalam penelitian ini adalah SDN di Kecamatan Ciputat, sedangkan sampel penelitian yaitu ruang kelas lima di tiap SDN. Uji statistik yang digunakan dalam penelitianyaitu uji Korelasi dan uji Mann-Whitney.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga variabel independen yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat, yaitu suhu (p=0,001), kelembaban (p=0,016), dan kepadatan siswa (p=0,011). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan yaitu luas ventilasi, ventilasi alami, ventilasi buatan dan lantai kelas.

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Faktor Lingkungan Kelas, Siswa Kelas 5 SDN Daftar Bacaan : 84

Page 4: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergratuated Thesis, May 2014 Herisma Yanti, NIM : 109101000045 Association Between Environment In the Classroom and Acute Respiratory Infections (ARI) Among5thStudents In Ciputat June 2013 (xv+83 Pages+11 Tables+2 Charts+12Attachments)

ABSTRACT

Acute Respiratory Infections (ARI) isthemostcause of illnessin children.Based on Tangsel Health Department datain 2012,ARIincidencein children agedmorethan5years reach64750caseswith thehighestcases atCiputat Health Center.High incidence ofARIin childrenof schoolage maycaused by school environment factors, especially classroom. Students spendmost oftheir times inthe classroom.

This researchis anecologicalstudy. The purposeofthis researchistodetermine the relationship between school environment in the classroom and ARIamong students in public elementary school.Independent variablesin this researcharetemperature, humidity,students density, extensivenatural ventilation, natural ventilation, artificialventilationandfloor.Dependent variablein this research is ARI among students in public elementary school. Populationin this researchis public elementary schoolin Ciputatsub-district, while the samplearefifthclassroomineach school.

The result showed there were three variables had association with ARI. Those variables were temperature(p =0.000), humidity (p= 0.000), andstudents density (p=0.001).In contrast, variables such as extensivenatural ventilation, natural ventilation, artificialventilationandfloorwere negatively associated with Acute Respiratory Infections (ARI).

Keywords:ARI,EnvironmentClassroom Factors,5thElementary SchoolStudents Reading List:84

Page 5: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

iv

Page 6: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

v

Page 7: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Herisma Yanti

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 09 Maret 1991

Alamat : Komplek Perumahan Persada Indah 1 Jalan 4 No.7

Blok A5 Desa Tualang Perawang, Kabupaten Siak Sri

Indrapura, Riau-Pekanbaru

Agama : Islam

Golongan Darah : AB

No.Telp : 087808205540

Email : [email protected] ; [email protected]

Riwayat Pendidikan

1996 - 1997 TK YPPI Riau

1997 - 2003 SDS YPPI Riau

2003 - 2006 SMPS YPPI Riau

2006 - 2009 SMA Islam Nurul Fikri Boarding School Anyer-Serang

2009 - 2014 S-1 Peminatan Kesehatan Lingkungan

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 8: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

vii

KATA PENGANTAR

Berkat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang serta dorongan yang kuat, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Hubungan Lingkungan Dalam Ruang Kelas Dengan Kejadian ISPA Pada

SiswaKelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013”. Shalawat serta

salam selalu terjunjung kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang

telah membawa umatnya dari zaman kegelapan akan iman dan pengetahuan ke zaman

terang benderang akan ilmu pengetahuan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak

sangatlah sulit untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.Dibalik rasa syukur, dalam

penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapakan terima kasih dengan tulus atas

bimbingan serta dukungan kepada:

1. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan.

2. Ir.Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.

3. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Pembimbing I dan Dr.Ela

Laelasari, SKM, M.Kes selaku pembimbing II yang selalu memberi motivasi dan

dukungan morilserta menyempatkan waktu di tengah kesibukannya untuk

membimbing penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, dr.Gatot

Sudiro Husodo, Sp.P, selaku penguji skripsi atas kesempatannya menguji dan

mendukung penelitian ini.

Page 9: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

viii

5. Pihak Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, UPT Dinas Pendidikan Kecamatan

Ciputat, Kepala sekolah, Guru dan Siswa di SDN yang berada di Kecamatan

Ciputat yang bekerja sama dengan baik serta membantu dalam ketersediaan data

dan membantu menjalankan penelitian.

6. Orang tua (Bapak Heryadi dan Ibu Emi Suhaemi) serta adik-adik (Herisfani

Fauziah, Herisfina Fauziah dan Surandi Imam Syahputra) yang selalu

memberikan motivasi dan doa.

7. Saudara seperjuangan, jama’ah peminatan Kesehatan Lingkungan 2009 atas

dukungan dan masukan penelitian; Ratna, Maya, Nita, Yenni, Nisa, Rudi, Tari,

Ersa, Yudi, Agung, Rahmi, Cita, Aan, Dila, Moris, Udin, Zia, dan Reni.

Rahmayatul Fillacano dan Yenni Faridawati yang telah membantu dalam

pengumpulan data di lapangan.

8. Sahabat dan teman-teman serta rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu

memberikan senyuman, doa, dukungan dan semangat demi selesainya skripsi ini,

terima kasih atas segala bantuan apapun.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis

berharap skripsi ini dapat menjadi referensi yang berguna dan bermanfaat bagi

masyarakat dan penelitian selanjutnya. Semoga Allah SWT memberikan kemuliaan

dan kelancaran serta kemampuan berpikir untuk mengejar masa depan yang lebih

cerah bagi kita semua. Amin

Ciputat, Mei 2014

Penulis

Page 10: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

ix

DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan…………………………………………………………… i

Abstrak............................................................................................................... ii

Abstract.............................................................................................................. iii

Lembar Persetujuan……………………………………………………………iv

Lembar Pengesahan…………………………………………………………… v

Riwayat Hidup...................................................................................................vi

Kata Pengantar................................................................................................... vii

Daftar Isi............................................................................................................ ix

Daftar Tabel....................................................................................................... xiv

Daftar Bagan….................................................................................................. xvi

Daftar Lampiran…………………………………………………………………xvii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................................... 5

C. Pertanyaan Penelitian.......................................................................... 6

D. Tujuan Penelitian................................................................................

1. Tujuan Umun..................................................................................

2. Tujuan Khusus................................................................................

7

7

7

E. Manfaat Penelitian..............................................................................

1. Bagi Pemerintah..............................................................................

9

9

Page 11: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

x

2. Bagi Masyarakat..............................................................................

3. Bagi Penulis....................................................................................

9

10

F. Ruang Lingkup Penelitian................................................................... 10

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)............................................

1. Definisi...........................................................................................

2. Etiologi...........................................................................................

3. Epidemiologi..................................................................................

4. Patogenesis.....................................................................................

5. Klasifikasi dan Gejala ISPA...........................................................

11

11

13

14

17

19

B. Faktor Lingkungan Dalam Kelas........................................................

1. Suhu dan Kelembaban....................................................................

2. Ventilasi Ruangan...........................................................................

3. Kepadatan Hunian..........................................................................

4. Lantai..............................................................................................

20

21

23

29

31

C. Gangguan ISPA Ditinjau dari Faktor Lingkungan............................. 32

D. Studi Ekologi...................................................................................... 33

E. Kerangka Teori................................................................................... 34

Page 12: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

xi

BAB IV: METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Studi........................................................................................... 44

B. Lokasi Penelitian.................................................................................. 44

C. Populasi……………........................................................................... 44

D. Jenis Data............................................................................................ 48

E. Pengumpulan Data............................................................................. 46

F. Pengolahan Data................................................................................. 47

G. Analisa Data ...................................................................................... 48

BAB V: HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................... 50

B. Analisis Univariat…………………………………………………… 51

1. Gambaran Kejadian ISPA………………………...………… 51

2. Gambaran Faktor yang Mempengaruhi ISPA Pada Siswa

SD……………………………...…………………............…

53

BAB III: KERANGKA KONSEP & DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep............................................................................... 37

B. Definisi Operasional........................................................................... 40

C. Hipotesis.............................................................................................. 43

Page 13: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

xii

C. Analisis Bivariat…………………………………………………… 55

1. Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA…………………...

2. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA…………...

3. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA……..

4. Hubungan Luas Ventilasi Alami dengan Kejadian ISPA….

5. Hubungan Ventilasi Alami dengan Kejadian ISPA………..

6. Hubungan Ventilasi Buatan dengan Kejadian ISPA……….

7. Hubungan Lantai Kelas dengan Kejadian ISPA………...…

55

56

57

58

59

60

61

BAB VI: PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Keterbatasan Penelitian……………………………………...……… 62

B. Kejadian ISPA………………………………………………………. 62

C. Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA…………………............... 63

D. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA…………............... 65

E. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA…………….. 68

F. Hubungan Luas Ventilasi Alami dengan Kejadian ISPA…………. 71

G. Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA………………...…….. 74

H. Hubungan Lantai Kelas dengan Kejadian ISPA………………...… 77

Page 14: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

xiii

BAB VII: SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan.............................................................................................. 79

B. Saran..................................................................................................... 81

1. Pihak Sekolah...........................................................................

2. Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan……………………...

3. Puskesmas……………………………………………………

4. Penelitian Selanjutnya…………………………..……………

81

81

81

82

Page 15: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

xiv

DAFTAR TABEL

4.1 Pengkodean untuk Faktor Lingkungan Sekolah...................................... 47

5.1 Insidensi Kejadian ISPA Pada Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan

Ciputat Bulan Juni Tahun 2013...............................................................

51

5.2 Distribusi Kejadian ISPA Pada Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan

Ciputat Bulan Juni Tahun 2013..............................................................

53

5.3 Distribusi suhu, kelembaban, kepadatan hunian, luas ventilasi SDN di

Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013 ...........................................

53

5.4 Distribusi ventilasi alami, ventilasi buatan, lantai kelas SDN di

Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013 ...........................................

54

5.5 Analisis Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA Pada Siswa Kelas 5

SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2014…………………

56

5.6 Analisis Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA Pada Siswa

Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2014…………..

56

5.7 Analisis Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA Pada

Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2014……

57

5.8 Analisis Hubungan Luas Ventilasi dengan Kejadian ISPA Pada Siswa

Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2014…………..

58

Page 16: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

xv

5.9 Analisis Hubungan Ventilasi Alami dengan Kejadian ISPA Pada

Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2014……

59

5.10 Analisis Hubungan Ventilasi Buatan dengan Kejadian ISPA Pada

Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2014……

60

5.11 Analisis Hubungan Lantai Kelas dengan Kejadian ISPA Pada Siswa

Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2014………..…

61

Page 17: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

xvi

DAFTAR BAGAN

2.1 Kerangka Teori..................................................................................

3.1 Kerangka Konsep..............................................................................

36

39

Page 18: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Kuesioner

Lampiran 3 Lembar Observasi

Lampiran 4 Hasil Uji Statistik

Lampiran 5 Besar Suhu Kelas SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun

2013

Lampiran 6 Besar Kelembaban Kelas SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni

Tahun 2013

Lampiran 7 Besar Kepadatan Hunian Kelas SDN di Kecamatan Ciputat Bulan

Juni Tahun 2013

Lampiran 8 Besar Luas VentilasiKelas SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni

Tahun 2013

Lampiran 9 Ventilasi Alami SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Lampiran 10 Ventilasi BuatanSDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Lampiran 11 Lantai Kelas SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Lampiran 12 Dokumentasi Lapangan

Page 19: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab kesakitan

paling banyak pada anak-anak dan penyebab kematian utama di dunia

(Stansfield, 2000). ISPA adalah penyakit akut yang menyerang salah satu bagian

dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli

(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga

tengah dan pleura (Depkes, 2002).

Data Riskesdas 2007 menunjukkan prevalensi ISPA di Indonesia adalah

25,5% (rentang: 17,5% - 41,4%) dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai

prevalensi di atas angka nasional. Salah satu provinsi tersebut adalah Banten.

Prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada balita (>35%) diikuti dengan usia 5-14

tahun sebesar 29% (Balitbangkes Depkes RI, 2008).Hasil analisa data kegiatan

surveilans ISPA berat di Indonesia (SIBI) (2013),dari 275 kasus ISPA berat

sebesar 16% merupakan kelompok umur 5-14 tahun.

Dari hasil pengamatan epidemiologi diketahui angka kesakitan ISPA di

kota lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin disebabkan tingkat kepadatan

tempat tinggal dan pencemaran lingkungan/pencemaran udara di kota lebih tinggi

daripada di desa (Widoyono, 2008).Berdasarkan WHO 23 persen dari seluruh

kematian disebabkan oleh faktor lingkungan.Kemungkinan atas resiko ini tidak

Page 20: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

2

terjadi di semua usia. Anak-anak adalah golongan yang paling rentan terhadap

efek pajanan lingkungan, dengan proporsi kematian pada anak terkait dengan

faktor lingkungan adalah sebesar 36 persen(Breysse, 2010).

Penelitian Pramayu (2012) terkait faktor lingkungan sekolah (sanitasi

fisik) terhadap ISPA pada siswa SDN di Depok menyatakan bahwa faktor

lingkungan/sanitasi fisik meliputi suhu, kelembaban serta kepadatan ruang kelas

berpengaruh terhadap ISPA. Siswa yang berada di ruang kelas dengan suhu dan

kelembaban yang tidak memenuhi syarat akan beresiko 3,08 kali untuk terkena

gangguan ISPA dibandingkan dengan siswa yang berada di ruang kelas dengan

suhu dan kelembaban memenuhi syarat. Siswa yang berada di dalam ruang kelas

yang luas ruangannya < 2 m2/siswa akan beresiko 2,73 kali lebih besar terkena

gangguan ISPA dibandingkan siswa yang berada di ruangan kelas dengan luas

≥2 m2/siswa.

Hasil laporan U.S. Environmental Protection Agency (EPA, 2004)

mengatakan bahwa hampir semua tipe sekolah di Amerika (sekolah baru atau

lama, besar atau kecil, sekolah dasar sampai sekolah menengah umum)

mengalami masalah dalam hal kualitas udara dalam ruangan. Kualitas udara di

ruang kelas akan mempengaruhi kemampuan siswa dalam belajar. Kualitas udara

di ruang kelas juga dapat mempengaruhi produktivitas guru dan karyawan

sekolah lainnya (EPA, 2004).

Ironisnya sedikit perhatian atas kualitas udara di dalam ruangan sehingga

seringkali menjadi hal yang terlupakan oleh masyarakat.Padahal seharusnya

Page 21: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

3

kualitas udara di dalam ruang menjadi hal yang harus diperhatikan karena pada

saat ini banyak sekali orang yang lebih banyak menghabiskan waktu mereka di

dalam ruangan(Breysse, 2010). Kualitas udara sekolah seharusnya menjadi

perhatian penting karena anak usia sekolah menghabiskan jumlah waktu yang

signifikan di sekolah dan anak-anak merupakan golongan yang rentan terkena

penyakit(EPA, 2004).

Di Kota Tangerang Selatan, ISPA merupakan 10 besar penyakit di semua

puskesmas. Kejadian ISPA pada usia lebih dari 5 tahun di Kota Tangerang

Selatan pada tahun 2012 mencapai 64.750 kasus dengan kasus tertinggi pada

Puskesmas Ciputat yaitu sebesar 6.526 kasus (Dinkes Tangsel, 2012). Dari LB1

(data kesakitan) Puskesmas Ciputat, diketahui bahwa jumlah kasus ISPA pada

anak usia SD pada tahun 2012 sebesar 1321 kasus. Jumlah ini tidak jauh dengan

kasus ISPA pada balita sebesar 2412 kasus.

Tingginya kasus ISPA pada anak usia SD di Ciputat dapat disebabkan

olehlingkungan sekolah khususnya ruang kelas karena siswa menghabiskan

waktu sebagian besar di dalam ruang kelas. Faktor tersebut meliputi suhu,

kelembaban, kepadatan hunian, dan luas ventilasi (Handajani, 2004). Hasil

penelitianGardinassi (2012) menyatakan bahwa suhu dan kelembaban udara

berkorelasi positif dengan virus penyakit pernafasan terhadap anak-anak di

bagian tenggara Brasil.

Kepadatan hunian berpengaruh terhadap terjadinya cross infection. Ketika

ada penderita ISPA yang berada dalam satu ruangan maka pada saat batuk/bersin

Page 22: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

4

melalui udara akan mempercepat proses penularan terhadap orang lain

(Mairusnita, 2007). Kelembaban berkaitan dengan ventilasi dimana sirkulasi

udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara menjadi rendah sehingga

kelembaban menjadi tinggi. Kondisi tersebut dapat memicu perkembangbiakan

mikroorganisme termasuk virus penyebab ISPA (WHO, 2007).

Letak sekolah yang dekat dengan akses kendaraan motor juga merupakan

salah satu faktor resiko kejadian ISPA pada siswa. Sebuah studi cohort selama 3

bulan pada murid SD mengenai gangguan pernapasan dengan tingkat pajanan

pencemaran udara di DKI Jakarta oleh Djafri (2007) menyimpulkan dari 4 gejala

pernapasan yang dianalisis, angka kesakitan masing-masing gejala yang

didapatkan lebih tinggi pada sekolah di daerah dengan pajanan pencemaran udara

tinggi dibandingkan sekolah di daerah dengan pajanan pencemaran udara rendah.

Hasil studi pendahuluan pada siswa SD di dua sekolah menunjukkan

bahwa 60% siswa SD mengalami batuk dan pilek selama 3-7 hari. Tiga puluh

persen siswa SD mengalami batuk dan pilek disertai sakit tenggorokan. Selain

itu, hasil observasi di beberapa SDN di Cipayung, beberapa sekolah berada di

pinggir jalan raya. Jendela di ruang kelas hanya sedikit yang dibuka dan lantai

ruang kelas berdebu. Beberapa jendela dan ventilasi kelas bahkan tertutup oleh

poster. Hal ini tentu akan mengganggu sirkulasi udara dalam kelas. Padahal

ketersediaan dan ukuran ventilasi yang tidak sesuai dengan standar merupakan

salah satu risiko untuk terjadi penyakit ISPA (Ranuh, 1997).

Page 23: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

5

Banyaknya kejadian ISPA pada siswa SD di Tangerang Selatan

khususnya di Kecamatan Ciputat serta berdasarkan studi pendahuluan yang

menunjukkan banyaknya siswa mengalami batuk pilek dan sakit tenggorokan

(60% siswa mengalami batuk dan pilek selama 3-7 hari dan 30% siswa

mengalami batuk dan pilek disertai sakit tenggorokan) serta letak sekolah dasar

yang sebagian besar berada di pinggir jalan membuat peneliti tertarik untuk

mengangkat judul hubungan lingkungan dalam ruang kelas dengan kejadian

keluhan gejala ISPA pada siswa kelas 5 SDNbulan Juni tahun 2013.

Studi ekologi adalah investigasi dari distribusi kesehatan dan faktor

determinannya antara grup. Studi ekologi digunakan jika data pada tingkat

individu tidak tersedia, data tingkat pengukuran pajanan individu tidak tersedia,

tetapi data pada tingkat grup/populasi tersedia (Goldberg, 2000). Penelitian ini

menggunakan studi ekologi karena unit analisis dalam peneitian ini adalah

populasi. Selain itu data tingkat pengukuran pajanandebu maupun faktor fisik

(suhu, kelembaban, luas ventilasi, kepadatan hunian, ventilasi alami, ventilasi

buatan dan lantai kelas) pada individu tidak tersedia dan data yang tersedia

adalah pada populasi.

B. Rumusan Masalah

ISPA tidak hanya rentan pada balita, tetapi juga pada anak-anak usia

sekolah. Sebagian besarSDN berada di pinggir jalan raya dengan pencemaran

udara dari transportasi yang cukup tinggi. Banyaknya siswa SD yang tercatat

Page 24: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

6

menderita ISPA dimungkinkan karena kondisi lingkungan sekolah khususnya

ruang kelas yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan sekolah (ruang kelas) yang

tidak memenuhi syarat meliputi faktor suhu, kelembaban, ventilasi, kepadatan

huniandan lantai kelas dapat menyebabkan ISPA pada siswa SD.

Hasil studi pendahuluan menunjukkan 60% siswa SDN mengalami batuk

dan pilek selama 3-7 hari dan 30% siswa SDN mengalami batuk dan pilek

disertai sakit tenggorokan. Beberapa penelitian telah melakukan penelitan

tentang hubungan lingkungan sekolah terhadap ISPA. Penelitian ini tidak hanya

melihat ada tidaknya hubungan, tetapi juga melihat derajat asosiasi (keeratan

hubungan) antara lingkungan dalam kelas dengan ISPA. Oleh karena itu

dilakukan penelitian mengenai hubungan lingkungan dalam ruang kelas dengan

kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN bulan Junitahun 2013.

C. Pertanyaan penelitian

1. Bagaimanakah gambaran kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di

Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013?

2. Bagaimanakah gambaran besar suhu, kelembaban, kepadatan hunian, luas

ventilasi, ventilasi alami, ventilasi buatan dan lantaikelas SDN di Kecamatan

Ciputat bulan Juni tahun 2013?

3. Apakah ada hubungan antara suhu dalam ruang kelas dengankejadian ISPA

pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013?

Page 25: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

7

4. Apakah ada hubungan antara kelembaban dalam ruang kelas dengankejadian

ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013?

5. Apakah ada hubungan antara kepadatan hunian dengankejadian ISPA pada

siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013?

6. Apakah ada hubungan antara luas ventilasi dalam kelas dengankejadian

ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013?

7. Apakah ada hubungan antara ventilasi alami kelas dengankejadian ISPA

pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013?

8. Apakah ada hubungan antara ventilasi buatan kelas dengankejadian ISPA

pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013?

9. Apakah ada hubungan antara lantai kelas dengankejadian ISPA pada siswa

kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013?

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan lingkungan dalam ruang kelas dengan kejadian

ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Kota Tangerang

Selatan bulan Junitahun 2013.

2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran kejadian ISPA pada siswa kelas 5

SDNdiKecamatan Ciputatbulan Juni tahun 2013

Page 26: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

8

2. Mengetahuigambaran besar suhu, kelembaban, kepadatan hunian, luas

ventilasi, ventilasi alami, ventilasi buatan dan lantaikelas SDN di

Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013

3. Mengetahuihubungan antara suhu dalam ruang kelas dengan kejadian

ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun

2013

4. Mengetahuihubungan antara kelembaban dalam ruang kelas dengan

kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputatbulan Juni

tahun 2013

5. Mengetahuihubungan antara kepadatan huniankelas dengan kejadian

ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun

2013

6. Mengetahuihubungan antara luas ventilasi alami dalam kelas dengan

kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni

tahun 2013

7. Mengetahuihubungan antara ventilasi alami kelas dengan kejadian ISPA

pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013

8. Mengetahuihubungan antara ventilasi buatan kelas dengan kejadian

ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputatbulan Juni tahun

2013

9. Mengetahuihubungan antara lantai kelas dengan kejadian ISPA pada

siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013

Page 27: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

9

E. Manfaat

1. Bagi Pemerintah

a. Terbinanya kerjasama dengan institusi dalam upaya meningkatkan

kesadaran terhadap kesehatan lingkungan baik di pemukiman, sekolah

maupun di tempat-tempat beraktivitas lainnya.

b. Menjadi masukan bagi pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan dan puskesmas dalam perencanaan program

penanganan ISPA pada siswa SD serta memberikan perhatian pada

kondisi lingkungan fisik kelas demi kelancaran proses belajar mengajar.

2. Bagi Masyarakat

a. Membantu masyarakat mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan

ISPA akibat adanya pajanan di sekitar wilayah tinggal maupun wilayah

beraktivitas

b. Membantu masyarakat mengenali gangguan kesehatan yang diderita

tidak hanya akibat faktor tunggal

3. Bagi Penulis

Page 28: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

10

a. Menambah ilmu dan mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama

di bangku perkuliahan

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lingkungan dalam

ruang kelas dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat

bulan Junitahun 2013. Lingkungan sekolah dalam ruang kelas meliputi suhu,

kelembaban, kepadatan hunian, luas ventilasi, ventilasi alami dan buatan, serta

lantai kelas. Penelitian ini menggunakan studi ekologi karena unit analisis dalam

penelitian adalah populasi. Selain itu data tingkat pengukuran pajanandebu

maupun faktor fisik (suhu, kelembaban, luas ventilasi, kepadatan hunian,

ventilasi alami, ventilasi buatan dan lantai kelas) pada individu tidak tersedia dan

data yang tersedia adalah pada populasi.

Dalam pengumpulan data primer, peneliti menggunakan alat pengukur

suhu dan kelembaban yaitu thermohygrometer dari laboratorium HES FKIK UIN

Jakarta. Luas ventilasi diukur menggunakan rollmeter. Sedangkan data ventilasi

alami, ventilasi buatan dan lantai kelas diperoleh dari hasil observasi. Data-data

keluhan gejala ISPA diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner. Data

sekunder didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Puskesmas

Ciputat, UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Ciputat dan sekolah yang dijadikan

tempat penelitian.

Page 29: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang

banyak diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun negara

maju. Banyak dari anak-anak harus mendapat penanggulangan dari rumah sakit

karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernafasan pada

masa bayi dan anak-anak dapat memberi kecacatan sampai pada masa dewasa

(Suprajitno, 2004).

1. Definisi

Istilah ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut.

Istilah ini merupakan padanan istilah Bahasa Inggris Acute Respiratory

Infection (ARI). ISPA mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas

dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Dalam lokakarya tersebut

terdapat dua perbedaan pendapat dalam pemilihan istilah. Pendapat pertama

memilih istilah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dan pendapat kedua

memilih istilah ISNA (Infeksi Saluran Nafas Akut). Pada akhir lokakarya

diputuskan memilih istilah ISPA (Depkes, 2002).

Page 30: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

12

ISPA adalah penyakit akut yang menyerang salah satu bagian dan atau

lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli

(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga

tengah dan pleura (Depkes, 2002). Pengertian lain ISPA adalah infeksi

saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru

yang berlangsung kurang lebih 14 hari. ISPA mengenai struktur saluran di

atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan

bawah secara simultan atau berurutan (Muttaqin, 2008).

ISPA adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah, biasanya

menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar

dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah

dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan,

dan faktor pejamu (WHO, 2007). Timbulnya gejala ISPA biasanya

berlangsung cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari.

Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza

(pilek), sesak nafas, mengi atau kesulitan bernafas (WHO, 2007).

ISPA merupakan penyakit yang sering dijumpai dengan manifestasi

ringan sampai berat. ISPA yang mengenai jaringan paru-paru atau ISPA

berat dapat menjadi pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi

penyebab kematian utama, terutama pada balita (Riskesdas, 2007).

Prevalensi ISPA di Indonesia menurut Riskesdas (2007) adalah 25,5%

(rentang: 17,5% - 41,4%) dengan 16 provinsi di antaranya mempunyai

Page 31: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

13

prevalensi di atas angka nasional. Sebanyak 16 provinsi mempunyai

prevalensi ISPA diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh

Darussalam, Sumatera Barat, Bangkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau,

Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo,

Maluku, Papua Barat, dan Papua.Prevalensi ISPA tertinggi pada balita yaitu

lebih dari 35% diikuti dengan usia 5-14 tahun sebesar 29%. Artinya kejadian

ISPA pada anak usia sekolah juga cenderung tinggi (Riskesdas, 2007).

2. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.

Bakteri penyebab ISPA antara lain dari genus Streptokokus, Stafilokokus,

Pneumokokus, Hemofilus, Bordetelladan Korinebakterium. Virus

penyebabnya antara lain golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus,

Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus.

Bibit penyakit utama ISPA adalah virus, tetapi pada bakteri baik

karena infeksi sekunder atau primer dapat memberikan manifestasi klinis

yang lebih berbahaya. Kontak terhadap virus dapat mencapai 75-80% tetapi

seperempatnya saja yang menjadi sakit atau menimbulkan gejala setelah

beberapa hari atau bulan (Lubis, 2000). Kebanyakan infeksi menyerang

bagian atas dan bawah saluran nafas secara bersamaan atau

berurutan.Beberapa diantaranya akan mengkhususkan pada bagian tertentu

Page 32: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

14

dari saluran nafas. Insiden infeksi saluran pernafasan meningkat karena

adanya polusi udara.

3. Epidemiologi

Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor.

Penyebaran dan dampak penyakit berkaitan dengan (WHO, 2007):

- kondisi lingkungan (misalnya: polutan udara, kepadatan anggota

keluarga, kelembaban, kebersihan, musim, temperatur)

- ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah

pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya: vaksin,

akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi)

- faktor pejamu(seperti: usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu

menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya

atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi

kesehatan umum)

- karakteristik pathogen (seperti: cara penularan, daya tular, faktor

virulensi dan jumlah atau dosis mikroba)

Beberapa hal yang diduga sebagai faktor resiko kejadian ISPA pada

anak-anak dan balita adalah:

a. Usia

ISPA dapat ditemukan pada 50 persen anak berusia di bawah 5

tahun dan 30 persen pada anak berusia 5 sampai 12 tahun. Umur terkait

Page 33: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

15

dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita merupakan

kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih

rentan terhadap berbagai penyakit infeksi (Rahajoe, 2008).

b. Jenis kelamin

Insiden lebih tinggi pada anak laki-laki berusia di atas 6 tahun

(Rahajoe, 2008). Salah satu faktor resiko yang dapat meningkatkan

insidens terjadinya infeksi saluran pernafasan pada anak balita adalah

jenis kelamin laki-laki. Selama masa anak-anak, laki-laki dan

perempuan mempunyai kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama.

Kebutuhan gizi untuk usia 10 tahun pertama adalah sama, sehingga

diasumsikan kerentanan terhadap masalah gizi dan konsekuensi

kesehatannya akan sama pula.

Anak perempuan mempunyai keuntungan biologis. Pada

lingkungan optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan sebesar

0,15-1 kali lebih di atas anak laki-laki dalam hal tingkat kematian

(Departemen Kesehatan RI, 2002). Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2002-2003 mencatat bahwa anak balita yang mempunyai

gejala-gejala pneumonia dalam dua bulan survey pendahuluan, sebesar

7,7% dari jumlah balita yang ada (14.510) adalah anak balita laki-laki.

Sedangkan jumlah balita perempuan yang mempunyai gejala-gejala

pneumonia sebesar 7,4%.

Page 34: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

16

c. Status gizi

Status gizi buruk merupakan fakor predisposisi terjadinya kasus

ISPA pada anak karena adanya gangguan respon imun. Risk ratio (RR)

anak malnutrisi dengan ISPA/pneumonia adalah 2,3. Keadaan gizi yang

buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA

dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh

yang kurang (Rahajoe, 2008).

Supriasa (2002) menyatakan bahwa antara sebuah penyakit infeksi

dengan kondisi status gizi individu dapat digambarkan sebagai sebuah

hubungan timbal balik. Jika individu terkena penyakit infeksi maka

keadaan tersebut mampu memperburuk kondisi gizi.Apabila individu

mengalami kondisi gizi yang buruk maka tubuhnya akan menjadi rentan

terhadap penyakit.

Gizi buruk juga akan menghambat reaksi imunologis serta

berhubungan dengan prevalensi penyakit dan derajat berat ringannya

penyakit. Penyakit infeksi akan meningkatan penghancuran jaringan

tubuh karena dipakai untuk pembentukan protein atau enzim-enzim

yang diperlukan dalam imunitas. Kekurangan gizi akan berpengaruh

terhadap daya tahan tubuh dan respon imunologis terhadap suatu

penyakit ataupun kejadian keracunan (Soemirat, 2000).

Page 35: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

17

d. Lingkungan

Salah satu faktor resiko ISPA dari lingkungan yaitu polusi udara.

Studi epidemiologi di negara berkembang menunjukkan bahwa polusi

udara, baik di dalam maupun di luar rumah berhubungan dengan

beberapa penyakit termasuk ISPA. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi

polutan lingkungan yang dapat mengiritasi mukosa saluran respiratori

(Rahajoe, 2008).

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah

tercemar bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan. Oleh

karena itu maka penyakit ISPA termasuk golongan air borne disease.

Penularan melalui udara yang dimaksud adalah cara penularan yang

terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda

terkontaminasi. Saluran pernafasan selalu terpapar dengan dunia luar

sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang

efektif dan efisien (Alsagaff dan Mukty, 2010).

4. Patogenesis

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus

dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan

menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke

atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks

Page 36: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

18

spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan

epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Haddad, 2002).

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk

kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan

kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran

nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal.

Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk.

Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk

(Haddad, 2002).

Adanya infeksi virus menurut Haddad (2002) merupakan predisposisi

terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibatnya terjadi kerusakan mekanisme

mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran

pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri

patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus

pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa

yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi

mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga

timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi

bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti suhu, kelembaban

dan malnutrisi

Menurut Tyrell (1980) virus yang menyerang saluran nafas atas dapat

menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat

Page 37: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

19

menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas

bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas

bawah. Bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran

pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus dapat menginfeksi paru-

paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.

5. Klasifikasi dan Gejala ISPA

Seorang anak yang menderita ISPA bisa menunjukkan bermacam-

macam tanda dan gejala, seperti batuk, bersin, serak, sakit tenggorokan, sakit

telinga, keluar cairan dari telinga, sesak nafas, pernafasan yang cepat, nafas

yang berbunyi, penarikan dada ke dalam, mual, muntah, tak mau makan,

badan lemah dan sebagainya. Depkes (2002) mengklasifikasikan ISPA

dalam 3 kategori, yaitu:

1. ISPA ringan

Keluhan gejala ISPA ringan yaitu batuk, pilek, demam, tidak ada

nafas cepat 40 kali per menit tidak ada tarikan dinding ke dada dalam.

Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala-

gejala: batuk, serak (bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara),

pilek (mengeluarkan lendir dari hidung), panas atau demam (suhu badan

lebih dari 30oC). Penderita ISPA ringan cukup dibawa ke puskesmas

atau diberi obat penurun panas di rumah(Suyudi, 2002).

Page 38: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

20

2. ISPA sedang

Keluhan gejala ISPA sedang yaitu sesak nafas, suhu lebih dari

39oC, bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok. Seseorang

dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala ISPA ringan

disertai gejala: suhu lebih dari 39oC, tenggorokan berwarna merah,

timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak, telinga

sakit atau mengeluarkan nanah dari telinga, pernafasan berbunyi seperti

mendengkur (Suyudi, 2002).

3. ISPA berat

Keluhan gejala ISPA berat yaitu kesadaran menurun, nadi

cepat/tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung jari membiru

(sianosis). Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika ditemukan

gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih keluhan gejala

yaitu: bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang kempis pada

waktu bernafas, tidak sadar atau kesadarannya menurun, pernafasan

berbunyi mengorok atau tampak gelisah, pernafasan menciut, sela iga

tertarik ke dalam pada waktu bernafas , nadi cepat lebih dari 60 kali per

menit atau tidak teraba, tenggorokan berwarna merah (Suyudi, 2002).

B. Faktor Lingkungan Dalam Kelas

Salah satu faktor resiko dan sumber penularan berbagai jenis penyakit

adalah lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. ISPA merupakan

Page 39: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

21

salah satu penyakit yang erat hubungannya dengan kondisi higiene bangunan

(Kemenkes, 2002).

1. Suhu dan Kelembaban

Suhu dan kelembaban di dalam ruangan merupakan faktor yang

berpengaruh terhadap ISPA. Suhu dan kelembaban mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangbiakan virus, bakteri dan jamur yang

menyebakan ISPA. Virus, bakteri dan jamur dapat tumbuh dan

berkembangbiak dengan baik pada kondisi optimum (suhu dan kelembaban

yang optimal) (Padmonobo, 2012).

Pada suhu dan kelembaban tertentu, faktor penyebab ISPA

pertumbuhannya dapat terhambat bahkan tidak tumbuh sama sekali atau

mati, tapi pada suhu dan kelembaban tertentu dapat tumbuh dan

berkembangbiak dengan sangat cepat. Hal ini yang membahayakan karena

semakin sering anak berada dalam ruangan dengan kondisi tersebut dan

dalam jangka waktu yang lama maka anak terpapar faktor risiko tersebut.

Akibatnya makin besar peluang anak untuk terjangkit ISPA (Padmonobo,

2012).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Mengenai Persyaratan

Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri (2002), suatu ruangan memenuhi

syarat jika suhu udara dalam ruangan berkisar antara 180C-280C. Suhu udara

yang tinggi akan menyebabkan tubuh semakin banyak kehilangan garam dan

Page 40: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

22

air.Akibatnya akan terjadi kejang atau kram serta mengalami gangguan

metabolisme dan sirkulasi aliran darah.

Suhu dalam suatu ruangan dapat mempengaruhi kelembaban, sehingga

dapat berpengaruh pada kondisi udara yang kering dan mengakibatkan iritasi

membran mukosa. Hal ini menjadi faktor penting yang harus diperhatikan

karena dapat memicu terjadinya infeksi saluran pernafasan (WHO, 1997).

Peningkatan suhu dapat menyebabkan polutan dalam atmosfir terperangkap

dan tidak menyebar. Peningkatan suhu dapat mempercepat reaksi kimia

perubahan polutan udara (Yusnabeti, 2010).

Selain itu kelembaban yang tinggi dan debu dapat menyebabkan

berkembang biaknya organisme patogen maupun organisme yang bersifat

alergen. Sedangkan kelembaban yang terlalu rendah dapat menyebabkan

kekeringan/iritasi pada membran mukosa, iritasi mata dan gangguan sinus

(Kemenkes, 2007). Semakin tinggi kelembaban dalam ruangan maka dapat

mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan dapat

meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama infeksi.

Kelembaban dianggap memenui syarat apabila berada pada kisaran 40-

70 persen dan dikatakan tidak memenuhi syarat bila <40 persen dan >70

persen (Kepmenkes, 2011). Kelembaban berkaitan dengan ventilasi karena

sirkulasi udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam

rumah menjadi rendah sehingga kelembaban udara menjadi tinggi.

Jamurmenjadi salah satu indikator tingginya kelembaban dalam suatu

Page 41: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

23

ruangan. Hal tersebut berperan besar dalam pathogenesis penyakit

pernafasan.

Kelembaban yang cukup tinggi dalam ruang kelas dapat disebabkan

karena ventilasi alami yang terdapat dalam ruang kelas tidak dipergunakan

secara maksimal. Jendela yang tersedia dalam ruang kelas banyak, namun

banyak juga dari jendela tersebut yang tidak dapat dibuka. Sehingga tidak

dapat membantu sirkulasi udara berjalan dengan baik dan hanya

mengandalkan lubang angin dalam ruang kelas (Pramayu, 2012).

2. Ventilasi Ruangan

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam rumah dan

pengeluaran udara kotor dari suatu rungan tertutup baik secara alamiah

maupun mekanis (Ranuh, 1997). Ventilasi adalah proses pergantian udara

segar ke dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup

secara alamiah maupun buatan (Millatin, 2011).Ventilasi ruangan adalah

proses memasukkan dan menyebarkan udara luar, dan/atau udara daur ulang

yang telah diolah dengan benar ke dalam gedung atau ruangan (WHO,

2007).

Tujuan ventilasi adalah mempertahankan kualitas udara dalam ruang

yang baik, yaitu menjamin agar udara dalam ruang aman untuk keperluan

pernapasan (WHO, 2007).Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai

berikut (Suhandayani, 2009) :

Page 42: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

24

a. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen

yang optimum bagi pernapasan.

b. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan

zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.

c. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.

d. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

e. Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi

tubuh, evaporasi ataupun keadaan eksternal.

f. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua

jenis, yaitu (Notoatmodjo, 2003):

a) Ventilasi alami

Ventilasi alami berfungsi untuk mengalirkan udara di dalam

ruang yang terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, serta lubang

angin. Kegunaan lain dari ventilasi alamiah adalah untuk

menggerakkan udara sebagai hasil dari sifat porous dinding ruangan,

atap dan lantai. Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu:

daya difusi dari gas-gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara

karena perubahan temperatur.

b) Ventilasi buatan

Ventilasi buatan dapat dilakukan dengan menggunakan alat

mekanis maupun elektrik, seperti kipas angin, exhauster dan pendingin

Page 43: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

25

ruangan atau Air Conditioner (AC). Ventilasi buatan berpengaruh

terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Hasil penelitian Moerdjoko

(2004) menunjukkan jumlah koloni mikroorganisme pada ruangan

yang menggunakan AC lebih sedikit dibandingkan mikroorganisme

dari ruangan yang tidak menggunakan AC. Mikroorganisme udara

pada ruang yang menggunakan AC lebih sedikit dibanding yang tidak

ber AC, yaitu antara 3 -15 koloni (< 20 koloni) per cawan petri.

Sedangkan pada ruang yang tidak menggunakan AC jumlah koloni per

cawan petri adalah 24-43 koloni (> 20 koloni).

Mikroorganisme memerlukan lingkungan yang memadai untuk

pertumbuhan yang optimal. Pada ruangan yang tidak menggunakan

pengontrol udara maka pengaruh udara luar sangat berperan, seperti

temperatur dan kelembaban. Pada ruang yang menggunakan AC

temperatur dan kelembaban diatur dengan alat tersebut.Kondisi udara

menjadi media yang kurang menguntungkan untuk pertumbuhan

mikroorganisme. Sehingga jumlah dan jenis mikroorganisme yang

teridentifikasi pada cawan petri tidak banyak. Oleh karena itu ruangan

memerlukan adanya fan maupun AC agar di dalam ruangan selalu ada

pergerakan atau sirkulasi udara (Moerdjoko, 2004).

Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1077 Tahun 2011, ventilasi dikatakan

baik dan memenuhi syarat bila memenuhi kriteria berikut:

Page 44: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

26

a. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan,

sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)

minimal 5% dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas

lantai ruangan.

b. Udara yang masuk ke dalam ruangan harus bersih, tidak dicemari asap

kendaraan bemotor, asap pembakaran sampah serta debu.

c. Aliran udara diusahakan cross ventilation. Cross ventilation adalah

dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding.

Aliran udara tersebut tidak boleh terhalang oleh barang-barang besar

seperti dinding, lemari, sekat rumah.

Pengukuran atau penilaian ventilasi udara dapat dilakukan dengan cara

membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai dengan menggunakan

rollmeter. Jika berdasarkan indikator penghawaan rumah, maka luas

ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥10 persen dari luas lantai

rumah.Sedangkan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat adalah <10

persen dari luas lantai rumah (Notoatmodjo, 2003).

Standar luas ventilasi rumah menurut Kepmenkes RI No 829 Tahun

1999 adalah minimal 10% dari luas lantai. Ruangan yang ventilasinya

kurang baik akan membahayakan kesehatan khususnya saluran pernafasan.

Terdapatnya bakteri di udara disebabkan adanya debu dan uap air. Jumlah

bakteri udara akan bertambah jika penghuninya ada yang menderita penyakit

saluran pernafasan, seperti TBC, Influenza dan ISPA (Millatin, 2011).

Page 45: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

27

Mikroorganisme dapat berada di udara dengan berbagai cara antara

lain dari debu yang bertebaran. Debu ini dapat berasaldari tanah, kotoran

hewan atau manusia yang mengering serta bahan lainya. Debu yang

mengandung mikroorganisme ini akan berterbangan di dalam ruangan.

Sehingga jika tidak terdapat ventilasi, debu yang berada di udara dan

mengandung mikroorganisme ini tidak dapat keluar ruangan. Hal ini

menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti ISPA (Millatin, 2011).

Ventilasi memungkinkan tersedianya udara segar dalam rumah atau

ruangan yang sangat dibutuhkan manusia.Sehingga apabila suatu ruangan

tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik dan over crowded maka akan

menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan (Millatin,

2011).Menurut Lindawaty (2010) kurangnya ventilasi akan menyebabkan

proses sirkulasi udara dalam ruangan berjalan tidak normal, serta membuat

ruangan menjadi terasa panas. Kondisi tersebut bisa menjadi lebih buruk

apabila ruangan tersebut padat penghuninya yang mengakibatkan kurangnya

oksigen serta meningkatnya karbondioksida.

Ruangan yang ventilasinya kecil mengakibatkan pertukaran udara

tidak dapat berlangsung dengan baik serta meningkatkan pajanan asap.

Ventilasi yang kurang baik juga mengakibatkan rumah menjadi lembab dan

basah.Rumah yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap pada

dinding tembok dan matahari pagi sukar masuk dalam rumah.Terhalangnya

proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam

Page 46: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

28

rumah mengakibatkan kuman yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar

dan ikut terhisap bersama udara pernafasan. Hal ini juga mempermudah

anak-anak untuk terserang ISPA (Millatin, 2011).

Ruangan dengan ventilasi yang tidak baik, jika dihuni dapat

menyebabkan kenaikan kelembaban yang disebabkan penguapan cairan

tubuh dari kulit. Jika udara kurang mengandung uap air, maka udara terasa

kering dan tidak menyenangkan. Apabila udara yang banyak mengandung

uap air akan menjadi udara basah dan apabila dihirup dapat menyebabkan

gangguan pada fungsi paru (Padmonobo, 2012).

Fungsi lain dari ventilasi adalah untuk menjaga agar ruangan rumah

selalu tetap pada kelembaban yang seharusnya. Tidak cukupnya ventilasi

akan menyebabkan kelembaban udara dalam ruangan meningkat karena

terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.Sedangkan

kelembaban merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri

(Tugaswati, 1996). Ventilasi yang kurang baik dapat membahayakan

kesehatan kususnya saluran pernafasan. Ventilasi yang buruk dapat

meningkatkan pajanan asap.

Luas ventilasi yang kurang menyebabkan suplai udara segar masuk ke

dalam ruangan tidak mencukupi, sementara pengeluaran udara kotor dalam

ruangan juga tidak maksimal. Dengan demikian akan menyebabkan kualitas

udara dalam rumah menjadi buruk. Kurangnya luas ventilasi juga dapat

menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya

Page 47: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

29

proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan

merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri penyebab penyakit

(Widianingtias, 2004).

Ventilasi yang baik akan menyebabkan sirkulasi yang baik. Sirkulasi

udara yang baik akan mengurangi kadar partikulat, dan sebaliknya apabila

ventilasi tidak memenuhi syarat maka akan meningkatkan kadar partikulat di

dalam ruangan. Selain itu, ventilasi yang baik dapat membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri terutama patogen karena dengan adanya

ventilasi maka akan selalu terjadi pertukaran aliran udara yang terus menerus

(Notoatmodjo, 2003).

Sirkulasi yang baik yaitu udara dapat bergerak atau bertukar akan

mengurangi jumlah mikroorganisme. Sebaliknya jika sirkulasi buruk, udara

relatif tidak bergerak atau ada pergerakan tetapi sedikit dan tidak mampu

mengganti udara berkualitas buruk dengan udara bersih/segar.Sehingga

kemungkinan akan mengandung mikroorganisme lebih besar. Hal ini berarti

pada ruangan yang menggunakan AC ataupun ventilasi alami, jika sirkulasi

udara buruk maka mikroorganisme akan tetap dapat tumbuh, asalkan

temperatur dan kelembaban memenuhi syarat (Moerdjoko, 2004).

3. Kepadatan Hunian

Infeksi saluran pernafasan ditularkan melalui kontak langsung atau

droplet dari saluran pernafasan dan lebih sering terjadi pada kontak yang

Page 48: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

30

dekat. Keadaan tersebut terjadi di semua bentuk kepadatan seperti kepadatan

hunian rumah (jumlah saudara dan besarnya rumah) maupun kepadatan

penghuni ruangan serta kepadatan populasi. Menurut Depdiknas RI (2007),

persyaratan luas ruang kelas sekolah dasar yaitu 56 m2 dengan kapasitas

maksimum 28 orang atau 2m2/orang.

Batas kepadatan dalam ruang kelas yang baik berdasarkan Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2007 mengenai standar sarana dan

prasarana sekolah, ditetapkan sebesar ≥2m2/siswa. Jika dirasakan dalam

suatu ruang kelas terasa pengap atau seperti terasa sesak, penyebab kondisi

ini karena luas ruangan tidak mencukupi untuk menampung murid-murid.

Terlalu padatnya kondisi ruang kelas dapat menghalangi proses pertukaran

udara bersih, sehingga kebutuhan udara bersih tidak terpenuhi (Pramayu,

2012).

Kepadatan yang terlalu tinggi dalam sebuah ruangan juga

memudahkan terjadinya penularan suatu penyakit. Penularan dapat melalui

inhalasi individu ataupun kekerapan terkena droplet dari siswa yang sedang

sakit kepada siswa lainnya (Pramayu, 2012). Berdasarkan penelitian Janssen

(1999) di Amsterdam menunjukkan konsentrasi PM10 yang tinggi di dalam

kelas berhubungan dengan resuspensi debu akibat aktivitas murid di dalan

kelas ketika ruang kelas dihuni oleh sekitar 30 anak.

Kondisi kepadatan hunian tidak terlepas dari faktor penularan suatu

penyakit antar individu. Gangguan pernafasan yang disebabkan oleh virus

Page 49: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

31

disebarkan melalui individu lainnya dan dihantarkan melalui udara.

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa kondisi rumah yang dihuni lebih

dari batas hunian yang dipersyaratkan dapat mengakibatkan kurangnya

konsumsi oksigen, kemudian memudahkan terjadinya penularan apabila ada

salah satu penghuni rumah yang sedang menderita penyakit infeksi.

4. Lantai

Jenis lantai atau kondisi lantai sangat penting. Lantai yang tidak

memenuhi syarat dapat menjadi perantara atau media penularan penyakit

seperti penyakit saluran pernafasan. Lantai yang tidak memenuhi standar

adalah media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau virus

penyebab ISPA. Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering

dan tidak lembab. Lantai harus padat atau stabil sehingga mudah dibersihkan

dan dapat cepat kering bila terkena air. Lantai perlu diplester dan akan lebih

baik jika dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Ditjen PPM

dan PL, 2002).

Syarat yang penting disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau

dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang

padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian

dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali.

Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit gangguan

pernapasan (Notoatmodjo, 2007).

Page 50: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

32

C. Gangguan ISPA ditinjau dari Faktor Lingkungan

Beberapa penelitian meneliti perihal hubungan ISPA dengan kondisi

lingkungan. Sehingga penelitian-penelitian tersebut memiliki relevansi dengan

penelitian yang sedang dilakukan.

Pramayu (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat

hubungan signifikan antara suhu dan kelembaban dengan gangguan ISPA. Siswa

yang berada di ruang kelas dengan kondisi suhu dan kelembaban yang tidak

memenuhi syarat, maka akan beresiko 3,08 kali lebih tinggi untuk terkena

gangguan ISPA dibandingkan dengan siswa SD yang berada di ruang kelas

dengan suhu dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat.

Gertudis (2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

anatara kelembaban dengan gangguan ISPA. Hasil penelitiannya menyebutkan

bahwa balita yang tinggal di rumah dengan kelembaban tidak memenuhi syarat

akan mengalami resiko terkena gangguan ISPA 11,2 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan kelembaban yang

berada dalam rentang yang memenuhi syarat.Lindawaty (2010) menyatakan

bahwa suhu memiliki pengaruh terhadap munculnya gangguan ISPA. Balita yang

berada dalam rumah tinggal dengan suhu tidak memenuhi syarat maka akan

mengalami resiko 18 kali lebih tinggi untuk mengalami ISPA dibandingkan

dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan suhu yang memenuhi syarat.

Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan siswa

dalam kelas dengan gangguan ISPA. Siswa yang berada di ruang kelas dengan

Page 51: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

33

luas <2m2/siswa akan mengalami gangguan ISPA 2,73 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang berada di ruangan kelas dengan luas

≥2m2/siswa (Pramayu, 2012). Penelitian Wattimena (2004) mendapatkan hasil

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan

terjadinya gangguan pernafasan pada balita, dimana balita yang berada di dalam

rumah yang tidak memenuhi batas hunian beresiko 4,3 kali lebih tinggi

dibanding rumah yang memenuhi batas hunian.

Ventilasi akan mempengaruhi terjadinya gangguan saluran pernafasan.

Namun tidak hanya pada pengukuran luas ventilasi tetapi juga diukur dari laju

udara yang mampu dilewati melalui ventilasi. Dengan meningkatkan rata-rata

laju udara dari luar ruangan ke dalam ruangan dari 1,3 menjadi 11,5 liter/detik

mampu menurunkan risiko gejala asma dan gangguan saluran pernafasan pada

anak sekolah (Hellsing, 2009).

D. Studi Ekologi

Studi ekologi merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua

variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek. Hal ini dilakukan untuk

melihat hubungan antara gejala satu dengan gejala yang lain atau variabel satu

dengan variabel yang lain (Notoatmojo, 2010). Studi ekologi adalah salah satu

penelitian yang unit analisisnya adalah kelompok. Ciri analisis primer studi

ekologi adalah tidak diketahuinya joint distribution faktor studi dan penyakit di

setiap kelompok (unit analisis) (Goldberg, 2000).

Page 52: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

34

Pada dasarnya, desain studi ekologi menggambarkan hubugan korelatif

antara penyakit dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Disain studi ini

memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatan studi ini adalah dapat

menggunakan data insidensi, prevalensi maupun mortalitas. Studi ini tepat

digunakan untuk penyelidikan awal hubungan penyakit karena mudah dilakukan

dan murah dengan memanfaatkan informasi yang tersedia. Kelemahan dari

desain studi ini adalah tidak dapat dipakain untuk menganalisis hubungan sebab

akibat karena tidak mampu menjembatani kesenjangan status pajanan dan status

penyakit pada tingkat populasi dan individu, seta tidak mampu engontrol faktor

perancu potensial (Supriyadi, 2009).

E. Kerangka Teori

Lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu

resiko dan sumber penularan berbagai jenis penyakit. ISPA merupakan salah satu

penyakit yang erat hubungannya dengan kondisi higiene bangunan. Kondisi

higiene bangunan tersebut yang merupakan lingkungan fisik ruangan meliputi

suhu, kelembaban, kepadatan hunian, ventilasi dan lantai ruangan.

Suhu dalam suatu ruangan dapat mempengaruhi kelembaban.

Kelembaban yang tinggi dan debu dapat menyebabkan berkembang biaknya

organisme patogen maupun organisme yang bersifat alergen. Virus, bakteri dan

jamur dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik pada kondisi optimum

Page 53: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

35

(suhu dan kelembaban yang optimal). Sehingga host akan terpapar

mikroorganisme dan berpeluang terhadap kejadian ISPA.

Selain suhu dan kelembaban, faktor lain yang dapat menyebabkan

perkembangbiakan kuman adalah kepadatan hunian, ventilasi dan lantai.

Kepadatan hunian berpengaruh terhadap terjadinya cross infection. Ketika ada

penderita ISPA yang berada dalam satu ruangan, maka pada saat batuk/bersin

maka kuman penyakit dapat menyebar melalui udara dan akan mempercepat

proses penularan terhadap orang lain. Ventilasi berfungsi membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen. Ventilasi juga berperan

dalam mengontrol suhu dan kelembaban dalam ruang. Lantai yang tidak

memenuhi standar adalah media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau

virus penyebab ISPA.

Selain kondisi lingkungan, karakteristik individu juga mempengaruhi

kejadian ISPA. Karakteristik individu tersebut meliputi umur, jenis kelamin, dan

status gizi. Berdasarkan umur, balita lebih rentan terkena ISPA karena daya tahan

tubuh yang masih rentan terhadap penyakit. Berdasarkan jenis kelamin, anak

laki-laki lebih rentan karena lebih banyak beraktivitas di luar sehingga pajanan

faktor resiko ISPA lebih besar. Status gizi berpengaruh terhadap daya tahan

tubuh. Status gizi kurang maupun buruk akan meyebabkan daya tahan tubuh

lemah sehingga rentan terhadap infeksi kuman penyakit.

Page 54: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

36

Bagan 2.1

Kerangka Teori

Kejadian ISPA Pertumbuhan Kuman

Kondisi Lingkungan Fisik Ruangan

- Suhu - Kelembaban - Kepadatan hunian - Ventilasi Alami - Ventilasi Buatan - Lantai

Karakteristik Individu

- Umur - Jenis kelamin - Status gizi

Jumlah Kuman

Page 55: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

37

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini ingin mengetahui hubungan faktor

lingkungan dalam ruang kelas dapat menyebabkan ISPA pada siswa kelas 5

SDN. Kondisi lingkungan dalam ruang kelas meliputi suhu, kelembaban,

ventilasi, kepadatan huniandan lantai kelas.

Suhu udara yang rendah dapat menyebabkan polutan dalam atmosfir

terperangkap dan tidak menyebar. Peningkatan suhu dapat mempercepat reaksi

kimia perubahan polutan udara. Kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan

berkembang biaknya organisme patogen maupun organisme yang bersifat

alergen. Sedangkan kelembaban yang terlalu rendah dapat menyebabkan

kekeringan/iritasi pada membran mukosa, iritasi mata dan gangguan sinus.

Kelembaban udara dalam ruang dapat meningkat jika ventilasi ruang

tidak cukup. Ventilasi yang kurang dalam ruang dapat menyebabkan debu yang

mengandung mikroorganisme akan berterbangan di dalam ruangan. Akibatnya

debu tidak dapat keluar ruangan sehingga menyebabkan timbulnya berbagai

penyakit antara lain ISPA. Ruangan juga memerlukan ventilasi buatan (fan

maupun air conditioning)agar di dalam ruangan selalu ada pergerakan atau

sirkulasi udara.

Page 56: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

38

Kejadian ISPA juga tidak lepas dari kepadatan hunian. Kepadatan

hunian merupakan faktor penularan suatu penyakit antar individu. Gangguan

pernafasan yang disebabkan oleh virus disebarkan melalui individu lainnya dan

dihantarkan melalui udara. Selain itu lantai yang tidak memenuhi standar

adalah media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab

ISPA.Lantai yang baik adalah lantai yang dilapisi ubin atau keramik dan tidak

berdebu.

Adapun variabel yang tidak diteliti adalah faktor karakteristik individu.

Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, status merokok.

Penelitian ini merupakan studi ekologi dimana objek penelitian adalah populasi

bukan individu, sehingga faktor karakteristik individu tidak diteliti dalam

penelitian ini.

Page 57: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

39

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Kejadian

ISPA

Suhu

Kelembaban

Kepadatan Hunian

Luas Ventilasi Alami

Ventilasi Alami

Ventilasi Buatan

Lantai

Page 58: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

40

B. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

1. Angka

Kejadian

ISPA

Jumlah siswa ISPA yang mengalami

gejala ISPA berdasarkan keluhan yang

dirasakan dibagi total siswa yang

menghuni kelas 5 SDN di Kecamatan

Ciputat

Wawancara Kuesioner Rasio Incidence Rate/IR (%)

2. Suhu Hasil pengukuran derajat panas atau

dingin udara dalam ruang kelas

(Kepmenkes No.1405, 2002 tentang

persyaratan kesehatan lingkungan kerja

perkantoran dan industri)

Pengukuran

di titik

episentrum

ruang kelas

Thermo

hygro

meter

Rasio 0C

3. Kelem-

baban

Hasil pengukuran persentase kandungan

uap air udara dalam ruang kelas

(Kepmenkes No.1405, 2002 tentang

persyaratan kesehatan lingkungan kerja

kantoran)

Pengukuran

di titik

episentrum

ruang kelas

Thermo

hygro

meter

Rasio %

Page 59: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

41

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

4. Kepadatan

Hunian

Kepadatan siswa dalam kelas yang

diperoleh dari hasil perhitungan luas

lantai ruang kelas dibagi jumlah siswa

dalam ruang kelas (Permendiknas,

2007)

Pengukuran Meteran Rasio m2/siswa

5. Luas

Ventilasi

Alami

Luas jendela dan lubang angin ruangan

kelas yang berfungsi untuk aliran udara

dari luar kelas ke dalam kelas atau

sebaliknya

Pengukuran Meteran Rasio luas ventilasi (m2) : luas lantai

(m2)

6. Ventilasi

Alami

Keadaan ventilasi alami (jendela dan

lubang angin) dalam ruang kelas

Observasi Lembar

Observasi

Ordinal 1. Tidak baik jika aliran udara

terhalang barang besar atau

kurang dari 4 jendela terbuka

saat belajar

2. Baik jika aliran udara tidak

terhalang barang besar atau

minimal 4 jendela terbuka saat

belajar (Kepmenkes, 2011)

Page 60: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

42

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

7. Ventilasi

Buatan

Pemakaian alat mekanis maupun

elektrik, seperti kipas angin, exhauster

dan pendingin ruangan (Air

Conditioner)

Observasi Lembar

Observasi

Ordinal 1. Tidak baik jika tidak ada kipas

angin atau ada kipas angin

tetapi kipas angin tidak

digunakan saat kegiatan

belajar berlangsung

2. Baik jika ada kipas angin dan

kipas angin digunakan saat

kegiatan belajar berlangsung

(Moerdjoko, 2004)

8. Lantai

Kelas

Jenis dan kondisi lantai ruang kelas saat

siswa belajar

Observasi Lembar

Observasi

Ordinal 1. Tidak baik jika dalam keadaan

lembab, tidak dilapisi

ubin/keramik, berdebu

2. Baik jika dalam keadaan

kering/tidak lembab, dilapisi

ubin/keramik, tidak berdebu

(Notoatmodjo, 2007)

Page 61: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

43

C. Hipotesis

1. Ada hubungan antara suhu dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN

di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013

2. Ada hubungan antara kelembaban dengankejadian ISPA pada siswa kelas 5

SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013

3. Ada hubungan antara kepadatan hunian dengankejadian ISPA pada siswa

kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013

4. Ada hubungan antara luas ventilasi alamidengankejadian ISPA pada siswa

kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013

5. Ada hubungan antara ventilasi alami dengan kejadian ISPA pada siswa

kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013

6. Ada hubungan antara ventilasi buatan dengan kejadian ISPA pada siswa

kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013

7. Ada hubungan antara lantai dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN

di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013

Page 62: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

44

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Studi

Desain studi dalam penelitian ini adalah desain penelitian studi ekologi

dimana unit analisis dalam peneitian ini adalah populasi. Data tingkat

pengukuran pajanan pada individu tidak tersedia, tetapi data pada tingkat

grup/populasi tersedia. Data pengukuran yang dimaksud yaitu kondisi

lingkungandalam ruang kelas meliputi suhu, kelembaban, luas ventilasi,

kepadatan hunian, ventilasi alami, ventilasi buatan dan lantai kelas..

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN yang berada di wilayah Kecamatan

Ciputat Kota Tangerang Selatan. Kecamatan Ciputat dipilih karena kejadian

ISPA tertinggi dari data sekunder Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Kejadian ISPA di Puskesmas Ciputat yaitu sebesar 6.526 kasus.

C. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 5 yang ada di

SDN di Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Terdapat 40 SDN di

Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Sepuluh SD sedang dalam tahap

renovasi sehingga tidak dapat dilakukan penelitian. SDN yang dapat

Page 63: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

45

ditelitiadalah SDN yang memilik satu ruang kelas 5. Sehingga dari 30 SDN

yang tersedia, hanya 24 SDN yang memiliki satu ruang kelas 5.

Sebagian besar dari SDN tersebut terletak di pinggir jalan raya yang

merupakan pusat kemacetan. Pada saat proses belajar, walau terdapat banyak

jendela, namun hanya sedikit yang dibuka. Beberapa jendela maupun lubang

angin terhalang papan tulis, lemari maupun poster. Selain itu walaupun terdapat

kipas angin dalam kelas, namun tidak dihidupkan selama proses belajar.

Sehingga sirkulasi udara dalam kelas terganggu.

D. Jenis Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer merupakan data yang diperoleh dengan melakukan pengukuran

langsung. Data primer dalam penelitian ini terdiri dari data pengukuran suhu,

kelembaban, kepadatan hunian, luas ventilasi, ventilasi alami, ventilasi buatan

dan lantai kelas. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari data

ISPA pada anak usia sekolah tahun 2012 dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan sebanyak 64.750 kasus dan data SDN di Kecamatan Ciputat serta

jumlah siswa dari UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Ciputat.

Page 64: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

46

E. Pengumpulan Data

Data kejadian ISPA di setiap SDN diperoleh dengan pengumpulan data

pada siswa kelas 5 SDN yang mengalami gejala ISPA berdasarkan keluhan

yang dirasakan. Setiap siswa kelas 5 diwawancara untuk menjawab kuesioner

yang berisi pertanyaan terkait keluhan gejala ISPA. Hal ini dilakukan karena

tidak terdapat data kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SD di Puskesmas maupun

UKS sekolah.

Siswa kelas 5 SD dipilih karena siswa kelas 5 SD memiliki tingkat

pemahaman yang cukup untuk memahami pertanyaan yang akan ditanyakan

pada mereka seputar keluhan gejala ISPA. Selain itu siswa kelas 5 lebih dapat

memusatkan pehatian dan memiliki memori jangka panjang lebih baik sehingga

dapat menjawab pertanyaan kuesioner dengan baik.

Data jumlah siswa kelas 5 SD diperoleh dari absen siswa dengan

mengkonfirmasi ulang kepada guru walikelas. Konfirmasi ulang bertujuan

untuk memastikan ada tidaknya murid yang tidak masuk kelas saat penelitian

maupun ada tidaknya murid yang pindah selama periode bulan Juni tahun 2013.

Data suhu, kelembaban, kepadatan hunian dan luas ventilasi diperoleh

dari hasil pengukuran langsung saat penelitian. Pengukuran suhu dan

kelembaban dilakukan dengan menggunakan alat thermohygrometer. Waktu

pemeriksaan lebih kurang 5 menit sampai jarum menunjukkan angka stabil.

Data luas ventilasi diperoleh dari hasil pengukuran lubang angin dan jendela

Page 65: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

47

dengan rollmeter. Data ventilasi alami, ventilasi buatan dan lantai kelas

diperoleh dari lembar observasi.

F. Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari serangkaian tahapan yang harus dilakukan

meliputi:

1. Data Editing

Pada tahapan ini, data yang telah terkumpul melalui daftar

pertanyaan (kuesioner) ataupun pada wawancara perlu dibaca kembali

untuk melihat apakah ada hal-hal yang masih meragukan dari jawaban

responden sehingga masih dapat ditelusuri kembali kepada

responden/informan yang bersangkutan.

2. Data Coding

Kegiatan mengklasifikasikan data dan memberikan kode untuk

masing-masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data.

Tabel 4.1 Pengkodean untuk Faktor Lingkungan Sekolah

Variabel Kategori Kode

Ventilasi Alami a. Tidak baik b. Baik

0 1

Ventilasi Buatan a. Tidak baik b. Baik

0 1

Lantai Kelas a. Tidak baik b. Baik

0 1

Page 66: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

48

3. Data Structure

Data structure dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan

dilakukan dan jenis perangkat lunak yang dipergunakan. Pada saat

mengembangkan data structure, bagi masing-masing variabel perlu

ditetapkan ; nama, skala ukur variabel, jumlah digit.

4. Data Entry

Memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam program atau

fasilitas analisis data. Program untuk analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah SPSS.

5. Data Cleaning

Proses pembersihan data setelah data dientri. Cara yang dilakukan

yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan menilai

kelogisannya. Untuk data kontinue (data dengan skala variabelnya interval

atau rasio) dapat dilihat sebarannya untuk melihat ada tidaknya outliers.

G. Analisis

Analisis dilakukandengan analisis univariat dan bivariat. Analisis

univariat dilakukan untuk memperoleh distribusi frekuensi tiap variabel yang

diteliti dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel dengan melihat

parameter frekuensi dan persentase. Hasil yang disajikan adalah mean, median,

nilai minimum, nilai maksimum dan standar deviasi.

Page 67: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

49

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen yang berupa signifikansi perbedaan dua

nilai pada variabel independen. Sebelum melakukan uji analisis bivariat, uji

normalitas tiap-tiap variabel dilakukan untuk menentukan kenormalan distribusi

data yang nantinya akan menentukan jenis uji korelasi yang akan digunakan. Uji

korelasi data yang berdistribusi normal menggunakan uji korelasi Pearson,

sedangkan data yang berdistribusi tidak normal menggunakan uji korelasi

Spearman. Pada penelitian ini data kejadian ISPA tidak berdistribusi normal.

Sehingga uji yang digunakan untuk suhu, kelembaban, kepadatan hunian dan

luas ventilasi adalah uji korelasi Spearman. Sedangkan untuk variabel ventilasi

alami, ventilasi buatan dan lantai kelas menggunakan uji Mann-Whitney.

Selain melihat hubungan antara variabel dependen dan independen, uji

korelasi juga melihat keeratan hubungan. Keeratan hubungan diperoleh dari

nilai korelasi (r). Kisaran nilai r adalah antara +1 dan -1, dengan r +1

menyatakan hubungan positif yang kuat dan r -1 menyatakan hubungan negatif

yang kuat (Morton, 2009). Menurut Colton dalam Sabri (2006), nilai r dan

derajat asosiasinya mempunyai rentang:

r derajat asosiasi

0,00 >0,0-0,25 0,26-0,50 0,51-0,75 0,76-1,00

tidak ada hubungan hubungan lemah hubungan sedang

hubungan kuat/baik hubungan sangat baik/sempurna

Page 68: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

50

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Ciputat terletak di bagian tengah kota Tangerang selatan.

Luas Kecamatan Ciputat adalah 3.626 Ha dengan letak ketinggian dari

permukaan laut 44 m dan memiliki curah hujan rata-rata 2000-3000 mm/tahun.

Berdasarkan data sensus tahun 2006, jumlah penduduk yang ada di wilayah

Kecamatan Ciputat berjumlah 260.477 jiwa. Kecamatan Ciputat terdiri dari 7

kelurahan yaitu:Ciputat, Cipayung, Serua, Sawah Lama, Sawah Baru, Serua

Indah dan Jombang.

Jumlah penduduk laki-laki di Kecamatan Ciputat yaitu 97.979 jiwa.

Sedangkan jumlah perempuan yaitu 94.226 jiwa. Jumlah penduduk Kecamatan

Ciputat yaitu 192.200 orang dengan luas wilayah 15,43 km2. Sehingga kepadatan

Kecamatan Ciputat yaitu 10,457 orang/km2.

Kecamatan Ciputat beriklim tropis dengan temperatur rata-rata berkisar

antara 23,5-32,60C dan temperatur minimum terendah yaitu 22,80C. Rata-rata

kelembaban udara dan intensitas matahari sekitar 78,3% dan 59,3 %. Keadaan

curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu 486 mm, sedangkan rata-

rata curah hujan dalam setahun adalah 177,3 mm. Rata-rata kecepatan angin

dalam setahun adalah 3,8 m/detik dan kecepatan maksimum 12,6 m/detik.

Page 69: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

51

B. Analisis Univariat

Analisis univariat mendeskripsikan suhu, kelembaban, ventilasi,

kepadatan hunian) dan kejadian ISPA.

1. Gambaran Kejadian ISPA

Ukuran kejadian ISPA dalam penelitian ini yaitu insidensi kejadian

ISPA dengan Incidence Rate (IR). IR kejadian ISPA diperoleh dengan

membandingkan jumlah siswa yang mengalami gejala ISPA berdasarkan

keluhan yang dirasakandibagi total siswa yang menghuni kelas 5 SDN di

Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013. Insidensi kejadian ISPA pada

siswa kelas 5 di setiap SDN di Kecamatan Ciputat ditunjukkan sebagai

berikut :

Tabel 5.1 Insidensi Kejadian ISPA Pada Siswa Kelas 5 SDN

di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

No Nama Sekolah Jumlah ISPA (siswa)

Penghuni Kelas (Siswa)

IR

1. SDN 2 Ciputat 40 47 85.11

2. SDN 3 Ciputat 22 40 55.00

3. SDN 4 Ciputat 26 44 59.09

4. SDN 5 Ciputat 6 24 25.00

5. SDN 7 Ciputat 12 40 30.00

6. SDN 8 Ciputat 18 38 47.37

7. SDN 9 Ciputat 35 47 74.47

8. SDN 3 Cipayung 36 51 70.58

9. SDN 4 Cipayung 10 36 27.78

Page 70: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

52

Tabel 5.1 (Lanjutan)

No Nama Sekolah Jumlah ISPA (siswa)

Penghuni Kelas (siswa)

IR

10. SDN 1 Serua 26 38 68.42

11. SDN 3 Serua 36 46 78.26

12. SDN 5 Serua 33 48 68.75

13. SDN 2 Serua Indah 29 38 76.31

14. SDN 3 Serua Indah 22 40 55.00

15. SDN 1 Sawah 25 33 75.75

16. SDN 3 Sawah 31 51 60.78

17. SDN 4 Sawah 32 49 65.31

18. SDN 1 Sawah Baru 18 33 54.54

19. SDN 2 Sawah Baru 20 37 54.05

20. SDN 3 Jombang 31 43 72.09

21. SDN 4 Jombang 27 41 65.85

22. SDN 5 Jombang 33 51 64.70

23. SDN 6 Jombang 10 33 30.30

24. SDN 11 Jombang 30 38 78.95

Pada tabel 5.1 menunjukkan jumlah siswa kelas 5 yang mengalami

gejala ISPA berdasarkan keluhan pada bulan Juni tahun 2013 dan IR

kejadian ISPAbulan Juni tahun 2013.IR ISPA tertinggi terdapat di SDN

2Ciputat yaitu sebesar 85,11% pada bulan Juni tahun 2013 dan terendah

terdapat di SDN 5 Ciputat yaitu sebesar 25% pada bulan Juni tahun 2013.

Page 71: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

53

Tabel 5.2 Distribusi Kejadian ISPA Pada Siswa Kelas 5 SDN

di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Variabel Rata-rata Standar Deviasi Min-Max

Kejadian ISPA 60,14 17,267 25-85,11 Rata-ratakejadian ISPA di 24 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni

tahun 2013 adalah 60,14% dengan standar deviasi 17,267.

2. Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ISPA Pada Siswa SD

Faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA pada siswa SDN meliputi

suhu, kelembaban, kepadatan hunian, luas ventilasi, ventilasi alami, ventilasi

buatan, serta lantai kelas.

Tabel 5.3 Distribusi Suhu, Kelembaban, Kepadatan Hunian, Luas Ventilasi

SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Variabel Rata-rata Standar Deviasi Min-Max

Suhu 30,58 2,24 26-34 Kelembaban 61,50 2,187 57-65

Kepadatan Hunian 1,181 0,220 0,95-2,01 Luas Ventilasi 9,963 2,680 4,34-13,74

Rata-rata suhu kelas di 24 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun

2013 adalah 30,580C dengan standar deviasi 2,24. Suhu tertinggi sebesar

340C di 4 SD yaitu SDN 2 Ciputat, SDN 3 Cipayung, SDN 5 Serua dan SDN

3 Sawah. Sedangkan suhu terendah sebesar 260C di SDN 5 Ciputat.

Rata-rata kelembaban kelas di 24 SDN di Kecamatan Ciputat bulan

Juni tahun 2013 adalah 61,50% dengan standar deviasi 2,187. Kelembaban

Page 72: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

54

tertinggi sebesar 65% di 2 SD yaitu SDN 2 Ciputat dan SDN 3 Jombang.

Sedangkan kelembaban terendah sebesar 57% di SDN 5 Ciputat.

Rata-rata kepadatan hunian kelasdi 24 SDN di Kecamatan Ciputat

bulan Juni tahun 2013 adalah 1,181 m2/siswa dengan standar deviasi 0,220.

Nilai kepadatan hunian kelas paling tinggi yaitu 2,01m2/siswa yaitu di SDN

5 Ciputat.Sedangkan nilai kepadatan hunian terendah yaitu 0,95 m2/siswa di

SDN 1 Serua.

Rata-rata luas ventilasialami kelasdi 24 SDN di Kecamatan Ciputat

bulan Juni tahun 2013 adalah 9,963 m2 dengan standar deviasi 2,680. Nilai

luas ventilasi tertinggi sebesar 13,74 m2 di SDN 5 Ciputat dan SDN 3 Serua

Indah. Sedangkan nilai luas ventilasi terendah sebesar 4,34 m2 di SDN 1

Sawah Baru.

Tabel 5.4 Distribusi Ventilasi Alami, Ventilasi Buatan, Lantai Kelas

SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Variabel Kategori Frekuensi Persentase

Ventilasi Alami Tidak baik Baik

13 11

54,2 45,8

Ventilasi Buatan Tidak baik Baik

16 8

66,7 33,3

Lantai Tidak baik Baik

17 7

70,8 29,2

Table 5.4 menunjukkan 13 SDN (54,2%) memiliki ventilasi alami

tidak baik. Ventilasi alami kelas dikatakan baik jika aliran udara tidak

terhalang dan minimal terdapat 4 jendela yang dikuba saat siswa sedang

Page 73: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

55

belajar. Selain itu 16 SDN (66,7%) memiliki ventilasi buatan tidak baik.

Ventilasi buatan kelas dikatakan baik jika terdapat kipas angin dalam

kelas dan kipas angin digunakan saat kegiatan belajar berlangsung.

Terdapat 17 SDN (70,8%) yang memiliki lantai kelas tidak baik. Lantai

yang baik dan memenuhi syarat adalah lantai yang dalam keadaan

kering dan tidak lembab, dilapisi ubin atau keramik yang mudah

dibersihkan, tidak berdebu di musim kemarau dan tidak basah pada

musim penghujan.

C. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang

bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara suhu,

kelembaban, luas ventilasi dan kepadatan hunian dengan kejadian ISPA adalah

uji Korelasi Spearman. Sedangkan hubungan ventilasi alami, ventilasi buatan dan

lantai kelas dengan kejadian ISPA adalah uji Mann-Whitney yang hasilnya akan

dijelaskan dibawah ini :

1. Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA

Hasil penelitian mengenai hubungan antara suhu dengan kejadian

ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013

dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 74: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

56

Tabel 5.5 Analisis Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA

Pada Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Variabel Independen Variabel Dependen (ISPA) p value r Suhu 0,653 0,001

Dari Tabel 5.5 terlihat hubungan suhu dengan kejadian ISPA

menunjukkan hubungan yang kuat (r=0,653) dan berpola positif yang artinya

semakin tinggi suhu maka insidensi kejadian ISPA semakin tinggi.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar0,001, pada

tingkat kemaknaan 5% dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian sejalan

dengan hipotesis penelitian yaitu ada hubungan antara suhu dengan kejadian

ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013.

2. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA

Hasil penelitian mengenai hubungan antara kelembaban kelas dengan

kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputatbulan Juni

tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.6 Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA Pada Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat

Bulan Juni Tahun 2013

Variabel Independen Variabel Dependen

(ISPA) p value r

Kelembaban 0,487 0,016

Page 75: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

57

Dari tabel 5.6 terlihat hubungan kelembaban dengan kejadian ISPA

menunjukkan hubungan yang sedang (r=0,487) dan berpola positif yang

artinya semakin tinggi kelembaban maka insidensi kejadian ISPA semakin

tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar0,016,

pada tingkat kemaknaan 5% dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian

sejalan dengan hipotesis penelitian yaitu ada hubungan antara kelembaban

dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan

Juni tahun 2013.

3. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA

Hasil penelitian mengenai hubungan antara kepadatan hunian dengan

kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputatbulan Juni

tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.7 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA

Pada Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Variabel Independen Variabel Dependen (ISPA) p value r Kepadatan Hunian -0,510 0,011

Dari tabel 5.7 terlihat hubungan kepadatan hunian dengan kejadian

ISPA menunjukkan hubungan yang kuat (r=0,510) dan berpola negatif yang

artinya semakin tinggi nilai kepadatan hunian maka insidensi kejadian ISPA

semakin rendah. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value

Page 76: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

58

sebesar0,011,pada tingkat kemaknaan 5% dapat disimpulkan bahwa hasil

penelitian sejalan dengan hipotesis penelitian yaitu ada hubungan antara

kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di

Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013.

4. HubunganLuas Ventilasi Alami dengan Kejadian ISPA

Hasil penelitian mengenai hubungan antara luas ventilasi alami dengan

kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni

tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.8 Hubungan Luas Ventilasi Alami dengan Kejadian ISPA

Pada Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Variabel Independen Variabel Dependen (ISPA) p value r Luas Ventilasi Alami 0,131 0,540

Dari grafik 5.8 terlihat hubungan luas ventilasi dengan kejadian ISPA

menunjukkan hubungan yang lemah (r=0,131) dan berpola positif yang

artinya semakin tinggi nilai luas ventilasi maka insidensi kejadian ISPA

semakin tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value

sebesar0,541,pada tingkat kemaknaan 5% dapat disimpulkan bahwa hasil

penelitian tidak sejalan dengan hipotesis penelitian sehingga tidak ada

hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5

SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013.

Page 77: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

59

5. Hubungan Ventilasi Alami dengan Kejadian ISPA

Hasil penelitian mengenai hubungan antara ventilasi alami kelas

dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputatbulan

Juni tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.9 Analisis Hubungan Ventilasi Alami dengan Kejadian ISPA

Pada Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Ventilasi Alami N Rata-rata ISPA

Standar deviasi

p value

Tidak Baik

Baik

13

11

65,31

52

15,745

20,645

0,124

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa rata-rata kejadian ISPA pada

siswa kelas 5 SDN yang berada di ruang kelas dengan ventilasi alami tidak

baik adalah 65,31 dengan standar deviasi sebesar 15,745, sedangkan rata-

rata kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN yang berada di ruang kelas

dengan ventilasi alami baik adalah 52 dengan standar deviasi 20,645.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar0,124,pada

tingkat kemaknaan 5% dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian tidak

sejalan dengan hipotesis penelitian sehingga tidak ada hubungan antara

ventilasi alami dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan

Ciputat bulan Juni tahun 2013.

Page 78: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

60

6. Hubungan Ventilasi Buatan dengan Kejadian ISPA

Hasil penelitian mengenai hubunganventilasi buatan dengan kejadian

ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputatbulan Juni tahun 2013

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.10 Analisis Hubungan Ventilasi Buatan dengan Kejadian ISPA

Pada Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Kejadian ISPA N Rata-rata ISPA

Standar Deviasi

p value

Tidak Baik

Baik

16

8

61,31

55

16,304

24,178

0,602

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa rata-rata kejadian ISPA pada

siswa kelas 5 SDN yang berada di ruang kelas dengan ventilasi buatan tidak

baik adalah 61,31 dengan standar deviasi sebesar 16,304, sedangkan rata-

rata kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN yang berada di ruang kelas

dengan ventilasi buatan baik adalah 55 dengan standar deviasi 24,178.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar0,602,pada

tingkat kemaknaan 5% dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian tidak

sejalan dengan hipotesis penelitian sehinggatidak ada hubungan antara

ventilasi buatan dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di

Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun 2013.

Page 79: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

61

7. Hubungan Lantai Kelas dengan Kejadian ISPA

Hasil penelitian mengenai hubungan antara lantai kelas dengan

kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputatbulan Juni

tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.11 Analisis Hubungan Lantai Kelasdengan Kejadian ISPA

Pada Siswa Kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat Bulan Juni Tahun 2013

Kejadian ISPA N Rata-rata ISPA

Standar deviasi

p value

Tidak Baik

Baik

17

7

60,06

57,14

18,552

21,381

0.924

Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa rata-rata kejadian ISPA pada

siswa kelas 5 SDN yang berada di ruang kelas dengan keadaan lantai tidak

baik adalah 60,06 dengan standar deviasi sebesar 18,552, sedangkan rata-

rata kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN yang berada di ruang kelas

dengan keadaan lantai baik adalah 57,14 dengan standar deviasi 21,381.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar0,924,pada

tingkat kemaknaan 5% dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian tidak

sejalan dengan hipotesis penelitian sehingga tidak ada hubungan antara

lantai kelas dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan

Ciputat bulan Juni tahun 2013.

Page 80: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

62

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu tidak diukurnya besar PM10 dalam

ruang kelas selama siswa belajar di kelas karena keterbatasan alat pengukur.

Sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajanan debu yang merupakan penyebab

terjadinya ISPA. Data kejadian ISPA diperoleh dari siswa kelas 5 SD yang

masuk sekolah saat penelitian dilakukan. Sehingga tidak meliputi siswa yang

tidak masuk sekolah.

B. Kejadian ISPA

Ukuran angka kejadian ISPA dalam penelitian ini adalah insidensi kejadian

ISPA yaitu IR. IR kejadian ISPA diperoleh dari jumlah siswa yang mengalami

gejala ISPA berdasarkan keluhan yang dirasakan dibagi total siswa yang

menghuni kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat. Nilai IR tertinggi yaitu sebesar

85,11% di SDN 2Ciputat dan terendah sebesar 25% di SDN 5 Ciputat.

Penelitian Pramayu (2012) tentang gangguan ISPA pada siswa SD di

Kecamatan Cipayung Kota Depok tahun 2012 juga menunjukkan bahwa jumlah

siswa yang mengalami gangguan ISPA lebih banyak dibanding dengan jumlah

siswa yang tidak mengalami gangguan ISPA yaitu 75 siswa (62,5%) mengalami

gangguan ISPA dan 45 siswa (37,5%) tidak mengalami gangguan ISPA.

Page 81: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

63

Hal ini dapat terjadi karena kondisi ruang kelas SDN yang tidak

memenuhi syarat kesehatan. Padahal sebagian besar waktu siswa adalah di

sekolah khususnya di dalam kelas. Kondisi ruang kelas tersebut meliputi suhu,

kelembaban, kepadatan hunian dan ventilasi ruang kelas (Pramayu, 2012).

Menurut Hasil laporan EPA (2002), kondisi ruang kelas dan kualitas

udara kelas akan mempengaruhi kemampuan siswa dalam belajar. Breysse

(2010) menyatakan bahwa kondisi ruangan khususnya kualitas udara ruang

seringkali menjadi hal yang terlupakan oleh masyarakat. Kualitas udara ruang

seharusnya menjadi perhatian mengingat bahwa anak usia sekolah

menghabiskan jumlah waktu yang signifikan di sekolah dan anak-anak

merupakan golongan yang rentan terkena penyakit.

C. Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA

Suhu adalah derajat panas atau dingin udara dalam ruang kelas

(Kepmenkes, 2002). Suhu udara yang tinggi menyebabkan tubuh banyak

kehilangan garam dan air. Selain itu, peningkatan suhu dapat mempercepat

reaksi kimia perubahan polutan udara (WHO, 1997). Suhu menjadi faktor

penting yang harus diperhatikan karena dapat memicu terjadinya infeksi saluran

pernafasan. Selain itu, suhu dalam suatu ruangan dapat mempengaruhi

kelembaban, sehingga dapat berpengaruh pada kondisi udara yang kering dan

mengakibatkan iritasi membran mukosa (WHO, 2007).

Page 82: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

64

Peningkatan suhu dapat menyebabkan polutan terperangkap dan tidak

menyebar. Selain itu peningkatan suhu dapat mempercepat reaksi kimia

perubahan polutan udara. Tingginya suhu udara akan menyebabkan partikel

debu bertahan lebih lama di udara sehingga memungkinkan terhisap ke dalam

pernafasan. Hal itu yang menjadikannya faktor risiko terjadinya ISPA

(Yusnabeti, 2010).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara suhu dengan

kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan Juni tahun

2013, dengan p value sebesar 0,001. Selain itu adanya hubungan yang kuat

antara suhu dengan kejadian ISPA (r=0,653).

Penelitian Pramayu (2012) menyatakan bahwa siswa yang berada di

ruang kelas dengan kondisi suhu yang tidak memenuhi syarat maka akan

beresiko 3,08 kali lebih tinggi untuk terkena gangguan ISPA dibandingkan

dengan siswa SD yang berada di ruang kelas dengan suhu yang memenuhi

syarat. Kemudian pada penelitian lain yang dilakukan Lindawaty (2010)

menyatakan bahwa suhu memiliki pengaruh terhadap munculnya gangguan

ISPA. Balita yang berada dalam rumah dengan suhu tidak dalam rentang yang

dtentukan oleh kementrian kesehatan maka akan mengalami resiko 18 kali lebih

tinggi untuk mengalami ISPA dibandingkan dengan balita yang tinggal di

rumah dengan suhu yang memenuhi syarat.

Suhu ruang dikatakan memenuhi syarat yaitu sebesar 18-280C. Hasil

pengukuran suhu di 30 ruang kelas SD negeri di Kecamatan Ciputat

Page 83: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

65

menunjukkan 8 sekolah dengan suhu ruang kelas memenuhi syarat. Selain itu,

22 kelas menunjukkan hasil pengukuran suhu ruang kelas diatas 280C.

Suhu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan virus, bakteri

dan jamur yang menyebabkan ISPA. Virus, bakteri dan jamur dapat tumbuh

dan berkembangbiak dengan baik pada kondisi optimum (suhu yang optimal).

Pada suhu tertentu, faktor penyebab ISPA pertumbuhannya dapat terhambat

bahkan tidak tumbuh sama sekali atau mati (dalam rentang suhu 18-280C), tapi

pada suhu tertentu dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan sangat cepat

yaitu pada suhu lebih dari 290C. Hal ini yang membahayakan karena semakin

sering anak berada dalam ruangan dengan kondisi tersebut dan dalam jangka

waktu yang lama maka anak terpapar faktor risiko tersebut. Akibatnya makin

besar peluang anak untuk terjangkit ISPA (Padmonobo, 2012).

D. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA

Kelembaban adalah persentase kandungan uap air udara dalam ruang

kelas (Kepmenkes, 2002). Kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan

berkembang biaknya organisme patogen dan alergen. Sedangkan kelembaban

terlalu rendah dapat menyebabkan kekeringan/iritasi pada membran mukosa

serta gangguan sinus. Semakin tinggi kelembaban dalam ruangan maka dapat

mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan dapat meningkatkan

kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama infeksi pernafasan(Kemenkes,

2007).

Page 84: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

66

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelembaban

dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan

Juni tahun 2013, dengan p value sebesar 0,016. Selain itu adanya hubungan

yang sedang antara kelembaban dengan kejadian ISPA (r=0,487).

Penelitia Pramayu (2012) di Kota Depok menyatakan bahwa ada

hubungan antara kelembaban dengan gangguan ISPA. Siswa yang berada di

ruang kelas dengan kondisi suhu dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat

maka akan beresiko 3,08 kali lebih tinggi terkena gangguan ISPA dibandingkan

dengan siswa SD yang berada di ruang kelas dengan suhu dan kelembaban

yang memenuhi syarat. Penelitian Gertudis (2010) menyatakan bahwa terdapat

hubungan antara kelembaban dengan gangguan ISPA. Hasil penelitiannya

menyebutkan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan kelembaban tidak

memenuhi syarat akan mengalami resiko terkena gangguan ISPA 11,2 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan

kelembaban yang berada dalam rentang yang memenuhi syarat.

Kelembaban dikatakan memenuhi syarat apabila berada pada kisaran 40-

70% (Kepmenkes, 2011). Hasil pengukuran kelembaban di 30 ruang kelas SD

negeri menunjukkan hasil kelembaban terendah sebesar 57% dan kelembaban

ruang kelas tertinggi adalah 65%.

Kelembaban dalam ruang kelas yang tinggi dalam penelitian ini dapat

disebabkan ventilasi alami yang tidak dipergunakan secara maksimal. Jendela

yang tersedia dalam ruang kelas termasuk cukup banyak, namun banyak dari

Page 85: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

67

jendela tersebut yang tidak dapat dibuka, sehingga tidak dapat membantu

sirkulasi udara berjalan dengan baik dan hanya dengan mengandalkan lubang

angin dalam ruang kelas. Akibatnya kelembaban dalam ruang

meningkat.Padahal menurut WHO (2007), kelembaban berkaitan dengan

ventilasi dimana sirkulasi udara yang tidak lancar akan mempengaruhi

kelembaban menjadi tinggi. Kondisi tersebut dapat memicu perkembangbiakan

mikroorganisme, termasuk virus penyebab ISPA.

Kelembaban mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan virus,

bakteri dan jamur penyebab ISPA. Virus, bakteri dan jamur dapat tumbuh dan

berkembangbiak dengan baik pada kondisi optimum (kelembaban yang

optimal). Pada kelembaban tertentu, faktor penyebab ISPA pertumbuhannya

dapat terhambat bahkan tidak tumbuh sama sekali atau mati (kelembaban 40-

60%), tapi pada suhu dan kelembaban tertentu dapat tumbuh dan

berkembangbiak dengan sangat cepat (kelembaban di atas 65%). Hal ini yang

membahayakan karena semakin sering anak berada dalam ruangan dengan

kondisi tersebut dan dalam jangka waktu yang lama maka anak terpapar faktor

risiko tersebut. Akibatnya makin besar peluang anak untuk terjangkit ISPA

(Padmonobo, 2012).Kelembaban yang tinggi dan debu dapat menyebabkan

berkembang biaknya organisme patogen maupun organisme yang bersifat

allergen (Kemenkes, 2007).

Mairusnita (2007) menyatakan bahwa kelembaban udara menyebabkan

bakteri akan bertahan lebih lama. Dalam kondisi rumah yang tidak dilengkapi

Page 86: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

68

ventilasi yang baik, maka akan mempercepat proses penularan penyakit.Naria

(2008) juga menyatakan bahwa keadaan kelembaban rumah memenuhi syarat

atau tidak memenuhi syarat dapat terjadi karena keadaan ventilasi rumah.

Kurangnya ventilasi rumah akan meningkatkan kelembaban rumah.

Udara yang lembab akan menimbulkan gangguan kesehatan penghuninya

terutama timbulnya penyakit ISPA. Kelembaban yang tinggi merupakan media

yang baik untuk perkembangan mikroorganisme patogen. Kelembaban rumah

yang tinggi akanmendukung terjadinya penyakit dan penularan

penyakit.Penelitian Gardinassi (2012) menunjukkan ketika kelembaban udara

meningkat, virus infeksi saluran pernafasan cenderung meningkat. Pada

kelembaban relatif sebesar 75%, virus pernafasan terdapat dalam beberapa

sampel laboratorium.

E. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA

Batas kepadatan dalam ruang kelas yang baik ditetapkan berdasarkan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2007 mengenai standar sarana

dan prasarana sekolah adalah sebesar ≥2m2/siswa. Jika dirasakan dalam suatu

ruang kelas terasa pengap atau seperti terasa sesak, penyebab kondisi ini karena

luas ruangan tidak mencukupi untuk menampung murid-murid. Terlalu

padatnya kondisi ruang kelas dapat menghalangi proses pertukaran udara

bersih, sehingga kebutuhan udara bersih tidak terpenuhi (Pramayu, 2012).

Page 87: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

69

Menurut Yusup (2005) dalam jurnal kesehatan lingkungan menyatakan

bahwa semakin banyak jumlah penghuni rumah maka semakin cepat udara

ruangan mengalami pencemaran gas. Dengan banyaknya penghuni maka kadar

oksigen dalam ruangan menurun dan diikuti oleh peningkatan CO2 ruangan dan

dampak dari peningkatan CO2 ruangan adalah penurunan kualitas udara dalam

rumah.Kepadatan yang terlalu tinggi dalam sebuah ruangan juga memudahkan

terjadinya penularan suatu penyakit melalui inhalasi individu, ataupun

kekerapan terkena droplet dari siswa yang sedang sakit kepada siswa lainnya

(Pramayu, 2012).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepadatan

hunian dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat

bulan Juni tahun 2013, dengan p value sebesar 0,011. Selain itu adanya

hubungan yang kuat antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA, dengan

(r=0,510).

Penelitian Pramayu (2012) di Kota Depok menunjukkan kepadatan

hunian siswa dalam ruang kelas terbukti berpengaruh dalam menimbulkan

gangguan ISPA. Siswa yang berada di ruang kelas dengan luas <2m2/siswa

akan mengalami gangguan ISPA 2,73 kali lebih tinggi dibandingkan siswa yang

berada di ruangan kelas dengan luas ≥2m2/siswa. Penelitian Ringgih (2012)

menunjukkan hasil adanya hubungan kepadatan penghuni rumah dengan

kejadian ISPA pada balita dengan nilai p sebesar 0,001. Penelitian Wattimena

(2004) juga mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

Page 88: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

70

kepadatan hunian dengan terjadinya gangguan saluran pernafasan pada bailta.

Balita yang tinggal di dalam rumah yang tidak memenuhi syarat batas hunian

beresiko 4,3 kali lebih tinggi dibandingkan yang memenuhi syarat.

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa untuk ketetapan luas rumah,

jumlah, dan ukuran ruangan harus disesuaikan dengan jumlah orang yang akan

menempati rumah tersebut agar tidak terjadi kelebihan jumlah penghuni rumah.

Luas lantai bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas

bangunan yang tidak sebanding dengan penghuninya akan menyebabkan over

crowded. Hal ini akan mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan serta

menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen sehingga berpotensi terhadap

penularan penyakit infeksi. Jika penghuni terlalu padat, bila ada penghuni yang

sakit maka dapat mempercepat penularan penyakit tersebut, seperti penyakit

yang berhubungan dengan saluran pernapasan.

Mairusnita (2007) menyatakan bahwa kepadatan hunian berpengaruh

terhadap terjadinya cross infection. Ketika ada penderita ISPA yang berada

dalam satu ruangan, maka pada saat batuk/bersin melalui udara akan

mempercepat proses penularan terhadap orang lain.Padmonobo (2012) juga

menyatakan bahwa kepadatan hunian tidak terlepas dari faktor penularan suatu

penyakit antar individu. Gangguan pernafasan yang disebabkan oleh virus

biasanya disebarkan dari satu individu ke individu lainnya dan dihantarkan

melalui udara. Semakin padat maka perpindahan penyakit khususnya penyakit

Page 89: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

71

melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Oleh sebab itu kepadatan hunian

dalam tempat tinggal merupakan variabel yang berperan dalam kejadian ISPA.

F. Hubungan Luas Ventilasi Alami dengan Kejadian ISPA

Ventilasi adalah suatu lubang penghawaan yang fungsinya sebagai proses

pemasukan udara bersih dan pengeluaran udara yang berkualitas kurang baik

dari dalam ruangan. Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam

dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah ataupun

mekanis.Ketersediaan dan ukuran ventilasi yang tidak sesuai dengan standar

merupakan salah satu risiko untuk terjadi penyakit ISPA (Ranuh, 1997).

Luas ventilasi penting untuk suatu rumah karena berfungsi sebagai sarana

untuk menjamin kualitas dan sirkulasi masuk keluarnya udara dalam ruangan.

Luas ventilasi juga berfungsi menjaga agar aliran udara di dalam ruangan tetap

segar, bersih dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri,

terutama bakteri patogen (Notoatmodjo, 2003).

Ventilasi memungkinkan tersedianya udara segar dalam rumah atau

ruangan.Sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang

baik dan over crowded akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan

kesehatan. Ruangan yang ventilasinya kecil mengakibatkan pertukaran udara

tidak dapat berlangsung dengan baik. Tidak tersedianya ventilasi atau ventilasi

yang kurang sempurna menyebabkan kualitas udara rendah sehingga udara di

dalam ruangan tidak dapat dikeluarkan dan tidak dapat digantikan dengan udara

Page 90: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

72

yang berkualitas baik. Kondisi ini akan meningkatkan risiko terjadinya ISPA

dan penyakit infeksi lain pada anak (Millatin, 2011).

Millatin (2011) juga menyatakan bahwa ventilasi yang kurang baik

mengakibatkan rumah menjadi lembab dan basah.Rumah yang lembab dan

basahmenyebabkan matahari pagi sukar masuk dalam rumah.Hal ini juga

mempermudah anak-anak untuk terserang ISPA.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara luas

ventilasi alami dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan

Ciputat bulan Juni tahun 2013, dengan p value sebesar 0,541. Selain itu adanya

hubungan yang lemah antara luas ventilasi alami dengan kejadian ISPA

(r=0,131).

Penelitian Handajani (2004) di Palembang menyimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna antara variabel luas ventilasi dengan kejadian

gangguan pernafasan pada anak SD negeri. Penelitian Bahri (2008) di Jakarta

Timur dan penelitian Pramayu (2012) di Kota Depok juga menunjukkan tidak

ada hubungan yang signifikan antara ventilasi kelas dengan gangguan ISPA dan

fungsi paru pada anak sekolah dasar. Penelitian Millatin (2011) menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ventilasi dengankejadian

ISPA pada balita di wilayah kerjaPuskesmas Pabelan Kabupaten Semarang.

Tidak adanya hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA dalam

penelitian ini disebabkan karena seluruh kelas memiliki luas ventilasi yang

cukup memadai dan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan yaitu 10% dari

Page 91: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

73

luas lantai. Handajani (2004) dan Millatin (2011) menyatakan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara luas ventilasi dengan gangguan ISPA karena

semua responden berada di ruangan dengan ventilasi yang memadai dan sesuai

dengan standar. Sehingga sebagian besar sampel homogen pada jenis ruang

yang sama.

Selain itu, luas ventilasi yang diukur dalam penelitian ini hanya meliputi

jendela dan lubang angin. Sedangkan pintu kelas tidak diperhitungkan.

Beberapa kelas menggunakan pintu sebagai aliran udara, seperti pada SDN 4

Ciputat. Oleh karena itu tidak diukurnya pintu menjadi salah satu penyebab

tidak adanya hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA pada siswa

SD negeri.

Penyebab lain tidak adanya hubungan antara ventilasi dengan kejadian

ISPA dalam penelitian ini adalah laju udara dari ventilasi tidak diperhitungkan.

Sehingga tidak diketahui apakah laju udara tersebut memenuhi syarat atau

tidak. Hellsing (2009) menyatakan bahwa terjadinya gangguan saluran

pernafasan tidak hanya dipengaruhi oleh luas ventilasi tetapi juga dari laju

udara yang mampu dilewati melalui ventilasi. Dengan meningkatkan rata-rata

laju udara dari luar ruangan ke dalam ruangan dari 1,3 menjadi 11,5 liter/detik

mampu menurunkan risiko gejala asma dan gangguan saluran pernafasan pada

anak sekolah.

Page 92: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

74

G. Hubungan antara Ventilasi dengan Kejadian ISPA

Ventilasi dalam penelitian ini terdiri dari ventilasi alami dan ventilasi

buatan. Ventilasi alami meliputi jendela, lubang angin dan pintu. Ventilasi

alami berfungsi untuk mengalirkan udara di dalam ruang yang terjadi secara

alamiah dan untuk menggerakkan udara sebagai hasil dari sifat porous dinding

ruangan, atap dan lantai.Ventilasi buatan dilakukan dengan menggunakan alat

mekanis maupun elektrik, seperti kipas angin, exhauster dan pendingin ruangan

(AC). Ventilasi buatan berpengaruh terhadap pertumbuhan

mikroorganisme(Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1077 Tahun 2011, ventilasi dikatakan

baik dan memenuhi syarat jika aliran udara cross ventilation. Disamping itu,

aliran udara tersebut tidak terhalang oleh barang-barang besar seperti dinding,

lemari, sekat rumah. Udara yang masuk ke dalam ruangan harus bersih, tidak

dicemari asap kendaraan bemotor, asap pembakaran sampah serta debu. Selain

itu adanya kipas angin yang digunakan dalam ruangan penting untuk

mengontrol udara dalam ruangan.

Ventilasi yang kurang baik mengakibatkan rumah menjadi lembab dan

basah.Rumah yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap pada

dinding tembok menyebabkan matahari pagi sukar masuk dalam rumah.

Terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke

dalam rumah mengakibatkan kuman yang ada di dalam rumah tidak dapat

Page 93: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

75

keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan. Hal ini juga mempermudah

anak-anak untuk terserang ISPA (Millatin, 2011).

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara ventilasi alami

dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN, dengan pvalue 0,124. Hasil uji

statistik juga menunjukkan tidak ada hubungan antara ventilasi buatan dengan

kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN, dengan pvalue 0,602.

Hasil peneitian ini berbeda dengan penelitian Millatin (2011) yang

menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara ventilasi dengan

kejadian ISPA pada balita. Balita yang tinggal di rumah dengan ventilasi yang

tidak memenuhi standar beresiko 1,853 kali terkena ISPA dibandingkan dengan

balita yang tinggal di rumah dengan ventilasi yang memenuhi standar. Hasil

penelitiannya juga menunjukkan bahwa balita yang terkena ISPA lebih banyak

tinggal di rumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi standar. Sedangkan

balita yang tidak ISPA lebih banyak tinggal di rumah dengan ventilasi yang

memenuhi standar.

Ventilasi berfungsi sebagai sirkulasi udara.Jika ventilasi tidak memenuhi

standar, maka akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti

kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat. Ventilasi yang tidak memenuhi

standar juga akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik

karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Hal ini

merupakan media yang baik bagi bakteri-bakteri penyebab penyakit infeksi

untuk berkembang. Kualitas udara dalam ruangan yang buruk dan banyak

Page 94: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

76

mengandung mikroorganisme penyebab penyakit jika masuk dalam tubuh akan

menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit (Ranuh, 1997).

Tidak adanya hubungan pada penelitian ini karena hasil penelitian

menunjukan tidak adanya perbedaan persentase kejadian ISPA pada siswa yang

belajar di kelas dengan ventilasi yang baik dan siswa yangbelajar di kelas

dengan ventilasi yang tidakbaik.Selain itu dapat disebabkan kualitas udara yang

sama baik di ruangan dengan ventilasi baik maupun ventilasi tidak baik. Jika

dilihat berdasarkan luas ventilasi, semua ruang kelas memiliki luas ventilasi

yang cukup. Sehingga dapat diasumsikan aliran udara dalam kelas baik dengan

ventilasi yang cukup. Walaupun jendela yang dibuka saat kegiatan belajar

berlangsung sedikit.

Ventilasi yang baik akan menyebabkan sirkulasi yang baik. Sirkulasi

udara yang baik akan mengurangi kadar partikulat, dan sebaliknya apabila

ventilasi tidak memenuhi syarat maka akan meningkatkan kadar partikulat di

dalam ruangan. Selain itu, ventilasi yang baik dapat membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri terutama patogen karena dengan adanya ventilasi

maka akan selalu terjadi pertukaran aliran udara yang terus menerus

(Notoatmodjo, 2007).

Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada perbedaan kejadian ISPA

pada siswa yang berada di ruang yang memiliki kipas angin maupun yang tidak

memiliki kipas angin. Selain itu juga tidak ada perbedaan kejadian ISPA pada

siswa yang berada di kelas yang memiliki kipas dan digunakan dengan siswa

Page 95: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

77

yang berada di kelas yang memiliki kipas tetapi tidak digunakan. Sehingga

pada uji statistik tidak menunjukkan adanya hubungan antara ventilasi (alami

maupun buatan) dengan kejadian ISPA. Luas ventilasi yang cukup sehingga

sirkulasi udara baik juga menyebabkan tidak adanya hubungan.

H. Hubungan Lantai Kelas dengan Kejadian ISPA

Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi perantara atau media

penularan penyakit seperti penyakit saluran pernafasan. Lantai yang tidak

memenuhi standar adalah media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri

atau virus penyebab ISPA.Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan

kering dan tidak lembab. Lantai harus padat atau stabil sehingga mudah

dibersihkan dan dapat cepat kering bila terkena air. Lantai perlu diplester dan

akan lebih baik jika dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Ditjen

PPM dan PL, 2002).

Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara lantai kelas

dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN, dengan pvalue 0,924. Hasil

penelitian ini berbeda dengan penelitian Pangestika (2010) yang menyatakan

bahwa ada hubungan antara lantai dengan kejadian ISPA pada balita. Frekuensi

yang menderita ISPA lebih banyak pada balita dengan kondisi lantai yang tidak

memenuhi syarat.

Tidak ada hubungan antara lantai kelas dengan kejadian ISPA dalam

penelitian ini karena tidak ada perbedaan jumlah siswa yang mengalami

Page 96: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

78

kejadian ISPA pada lantai yang memenuhi syarat maupun pada lantai yang

tidak memenuhi syarat. Selain itu, semua lantai ruang kelas terbuat dari

keramik yang mudah dibersihkan. Sehingga walaupun lantai berdebu dapat

dengan mudah disingkirkan karena lantai terbuat dari keramik. Semua lantai

kelas juga kedap air sehingga kelas tidak lembab dan lantai dalam keadaan

kering.

Penelitian Handajani (2004) juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan

antara lantai kelas dengan gangguan pernafasan. Dalam penelitiannya,

Handajani mengelompokkan lantai menjadi lantai yang kedap air dan lantai

yang tidak kedap air. Semua lantai kelas adalah lantai yang kedap air, sehingga

semua lantai memenuhi syarat. Oleh karena itu hasil uji statistik menunjukkan

hubungan yang tida bermakna antara jenis lantai dengan gangguan pernafasan.

Lantai yang tidak kedap air dapat mempengaruhi kelembaban di dalam

rumah dan kelembaban dapat mempengaruhi berkembangbiaknya

mikroorganisme penyebab penyakit.Lantai yang basah dan berdebu merupakan

sarang penyakit gangguan pernapasan (Notoatmodjo, 2007). Hubungan yang

bersifat langsung dapat terjadi karena lantai yang terbuat dari tanah. Rumah

dengan lantai tanah akan menyebabkan kondisi dalam rumah menjadi berdebu.

Keadaan berdebu ini sebagai salah satu bentuk terjadinya polusi udara dalam

ruang (indoor air pollution). Debu dalam udara apabila terhirup akan menempel

pada saluran napas (Padmonobo, 2012).

Page 97: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

79

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh

beberapa simpulan sebagai berikut :

1. IR kejadian ISPA tertinggi di SDN 2Ciputat yaitu sebesar 85,11% dan

terendah terdapat di SDN 5 Ciputat yaitu sebesar 25%.

2. Gambaran lingkungan fisik sekolah dalam ruang kelas, yaitu:

a. suhu (rata-rata:30,580C, minimum-maksimum: 260C-340C)

b. kelembaban (rata-rata:61,50%, minimum-maksimum: 57%-64%)

c. kepadatan hunian (rata-rata:1,181 m2/siswa, maksimum: 2,01 m2/siswa)

d. luas ventilasi (rata-rata:9,963 m2, minimum: 4,34m2)

3. Tiga variabel memiliki hubungan dengan kejadian ISPA.

a. Ada hubungan antara suhu dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5

SDN (p value=0,001) dan derajat asosiasi yang kuat dan berpola

positif, artinya peningkatan suhu disertai dengan peningkatan insidensi

kejadian ISPA (r=0,653)

b. Ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada siswa

kelas 5 SDN (p value=0,016) dan derajat asosiasi yang sedang dan

Page 98: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

80

berpola positif, artinya peningkatan kelembaban disertai dengan

peningkatan insidensi kejadian ISPA (r=0,487)

c. Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada

siswa kelas 5 SDN (pvalue=0,011) dan derajat asosiasi yang kuatdan

berpola negatif, artinya peningkatan nilai kepadatan huniandisertai

dengan penurunan insidensi kejadian ISPA (r=0,510)

4. Empat variabel tidak memiliki hubungan dengan angka kejadian ISPA.

e. Tidak ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA pada

siswa kelas 5 SDN (p value=0,541).

f. Tidak ada hubungan antara ventilasi alami dengan kejadian ISPA pada

siswa kelas 5 SDN (p value=0,124).

g. Tidak hubungan antaraventilasi buatan dengan kejadian ISPA pada

siswa kelas 5 SDN (p value=0,602).

h. Tidak hubungan antara lantai kelas dengan kejadian ISPA pada siswa

kelas 5 SDN (p value=0,924).

B. Saran

1. Pihak Sekolah

Page 99: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

81

a. Setiap sekolah rutin melakukan kegiatan bersih-bersih misalnya

dengan diadakan piket setelah pulang sekolah. Selain itu melakukan

pemeliharaan fasilitas kelas secara periodik sebulan sekali.

b. Jika memungkinkan, disarankan untuk bisa mengurangi kapasitas

siswa dalam kelas sehingga kepadatannya berkurang. Pengurangan

kapasitas bisa dilakukan dengan pemberlakuan kelas pagi dan sore.

2. Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan

a. Menyelenggarakan pertandingan kebersihan antar sekolah sebagai

motivasi tiap sekolah dalam membersihkan lingkungan sekolahnya.

Kegiatan dapat dilakukan secara periodik beberapa bulan sekali.

b. Koordinasi antara dinas pendidikan dan dinas kesehatan untuk

memperhatikan kesehatan siswa khususnya yang berhubungan dengan

kebersihan dan fasilitas sekolah.

3. Puskesmas

a. Adanya koordinasi antara puskesmas dan sekolah untuk menghidupkan

kembali UKS sekolah sehingga dapat terlihat riwayatpenyakit infeksi

pada siswa. Selain itu UKS befungsi untuk memperhatikan dan

menjaga kesehatan siswa.

4. Penelitian Selanjutnya

Page 100: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

82

a. Penelitian yang juga melihat PM10 ambien di semua kelas sehingga

dapat terlihat besarnya pencemaran udara dalam kelas di tiap sekolah

dan adanya studi lanjutan dengan fokus studi individu yang mengukur

pajanan pencemaran debu PM10personal/indivdu.

Page 101: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali

Press.

AIRNOW. 2010. Particle Pollution (PM10) and

(PM2.5)http://airnow.gov/index.cfm?action=aqibasics.particle.Unduhpada 28

Desember 2012.

Alsagaff, H. and Mukty, H.A. 2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan

keempat. Surabaya: Erlangga University Press.

Amalia, M. 2010. Perkiraan Dampak Konsentrasi PM10 pada Kesehatan Masyarakat

di Jabodetabek. Majalah Perencanaan Pembangunan.

Balitbangkes Depkes RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta:

Balitbangkes Depkes RI.

Bernard, S.M., et.al. 2001.The Potential Impacts Of Climate Variability And Change

On Air Pollution-Related Health Effects In The United States, Environmental

Health Perspectives, vol.109, no.2, pp.199-209.

Buletin Surveilans ISPA Berat di Indonesia (SIBI). 2013. Jakarta: RS sentinel SIBI.

Breysse, P.N.,et.al. 2010. Indoor Air Pollution and Asthma in Children. Proceedings

of American Thoracic Society, vol.7, pp 102-106.

Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.

Cissy, B.K. 2010. Pneumonia Pembunuh pada Balita. Buletin Jendela Epidemiologi,

Vol.3.

Page 102: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Depkes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Akut. Dirjen PPM & PLP

. 2002.Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Ditjen PPM &

PPLhttp://[email protected]

. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta: Depkes RI.

. 2009.Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Penafasan Akut. Ditjen P2P.

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Kejadian ISPA di Kota Tangerang Selatan

tahun 2012.

Djafri, D. 2007. Survival Analysis Gangguan Pernafasan dengan Tingkat Pajanan

Pencemaan Udara di DKI Jakarta (Studi Cohort Pada Murid Sekolah Dasar).

Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol.2.

EPA. 2004. Air Quality Criteria for Particulate Matter. Center for Environmental

Research Information Office of Research and Development.

http://ofmpub.epa.gov. Unduh pada 13 Februari 2013.

Ferdiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.

Fierro, M. 2000. Particulate Matter. Particulate Matter Singspace Handouts.

http://www.airinfonow.org/pdf. Unduh pada 28 Desember 2012.

Gamble, J.F. and Lewis, R.J. 1996. Health And Respirable Particulate (PM10) Air

Pollution: A Causal Or Statistical Association?, Environmental Health

Perspectives, vol.104, no.8, pp.838-850.

Gardinassi, L.G, et.al. 2012. Seasonality of viral respiratory infections in Southeast of

Brazil: the influence of temperature and air humidity. Brazilian Journal of

Microbiology, vol.43, no.1, pp. 98-108.

Page 103: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Hall, J.V., et.al. 1992.Valuing The Health Benefits Of Clean Air, Science, New

Series, vol.255, no.5046, pp.812-17.

Hamidi, P. 2002. Pajanan Debu dengan Kejadian Gangguan Pernafasan Studi Terhadap

Bayi dan Balita Pada Pemukiman di Jalan Transportasi Batubara, Kecamatan

Mataram, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. [Tesis]. Magister Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Handajani, R. 2004. Analisis Konsentrasi PM2,5 dan Gangguan Pernafasan Pada

Anak Sekolah Dasar Negeri di Kota Palembang Tahun 2004. [Tesis]. Magister

Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Indonesia.

Holopainen, R. et. al. 2010. Mitigating The Adverse Impact of Particulates on Indoor

Air . Helsinki.

Kementerian Kesehatan RI. 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Sluran

Pernafasan Akut. Jakarta.

, Direktorat Jendral P2M dan PL. 2007. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat.

Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan RI, No.829 Tahun 1999 TentangPersyaratan

Kesehatan Perumahan.

, No.1405 Tahun 2002 Mengenai Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Perkantoran dan Industri.

, No.1077 Tahun 2011 Mengenai Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah.

, No.1995 Tahun 2010 Mengenai Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.

Page 104: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Kleinman, M.T. 2000. The Health Effects of Air Pollution on Children. University of

California.http://www.aqmd.gov/forstudents/health_effects_on_children. Unduh

pada tanggal 12 Januari 2013.

Kunzli, N., et.al.2000. Public-health impact of outdoor and traffic-related air

pollution: a European assessment, The Lancet, vol.356, no.9232, pp.795-801.

Lameshow. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Hari kusnanto (Ed),

Dibyo Pramono (penerjemah). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Lee, SC & Chang M. 1999. Indoor Air Quality Investigations at Five Classroom.

Indoor Air Journal,vol. 9, pp.134-138.

Lindawaty. 2010. Partikulat (PM10) Udara Rumah Tinggal yang Mempengaruhi

Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita. [Tesis]. Magister

Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Indonesia.

Lubis, A., dkk. 2000. Hubungan Kondisi Perumahan Dengan Penularan Penyakit

ISPA dan TB Paru. Artikel Media Litbang Kesehatan, vol.10, no. 2, pp: 27-31.

Mairusnita. 2007. Karakteristik Penderita ISPA yang Berobat ke Badan Pelayanan

Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (BPKRSUD). Universitas Sumatera

Utara.

Martono,H., et.al. 2003. Kandungan TSP dan PM10 di Udara Jakarta dan Sekitarnya.

Jurnal Ekologi Kesehatan, vol.2,no.3, pp. 255-262.

Millatin, K, dkk. 2011. Hubungan Antara Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada

Balita di WilayahKerja Puskesmas Pabelan Kabupaten Semarang. Jurnal Gizi

dan Kesehatan, vol.3, no.1, pp. 16-28.

Page 105: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Moerdjoko. 2004. Kaitan Sistem Ventilasi Bangunan Dengan Keberadaan

Mikroorganisme Udara. Dimensi Teknik Arsitektur, vol. 32, no. 1, pp.89-94.

http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/

Morton, Richard F. 2009. Panduan Studi Epidemiologi & StatistikaI. Jakarta: EGC.

Mukono, H. 2003. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan

Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press.

Munziah. 2002. Hubungan Konsentrasi Partikulat Melayang (PM10) Rumah dengan

Gangguan Saluran Pernafasan Studi Pada Bayi dan Balita di Kecamatan

Indramayu Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan Tahun 2002.

[Tesis]. Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Naria, E., dkk. 2008. Hubungan Kondisi Rumah Dengan Keluhan Ispa PadaBalita Di

Wilayah Kerja Puskesmas TuntunganKecamatan Medan Tuntungan Tahun 2008.

Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara.

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Padmonobo, H., dkk. Hubungan Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan

Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatibarang

Kabupaten Brebes. Jurnl Kesehatan Lingkungan Indonesia, vol.11, no.2, pp.

194-198.

Page 106: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Pangestika, Y.R & Pawenang, E.T. 2010. Hubungan Kondisi Lingkungan Terhadap

Kejadian Ispa Pada Balita Keluarga Pembuat Gula Aren. Jurnal Kesehatan

Masyarakat, vol.5, no.2, pp.80-88.

Pope III, C., et.al.1996.Particulate air pollution as a predictor of mortality in the

perspective study of us adults, American Journal of Respiratory and Critical

Care Medicine, vol.151, pp.669-74.

Pramayu, A.P. 2012.Hubungan Konsentrasi PM10 Dalam Ruang Kelas dengan

Gangguan ISPA Siswa SD Kecamatan Cipayung Kota Depok Tahun 2012.

[Tesis]. Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Indonesia.

Pudjiastuti, L, dkk. 1998. Kualitas Udara Dalam Ruang. Ditjen Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta.

Purwana, R. 1999. Partikulat Rumah Sebagai Faktor Resiko Gangguan Pernafasan

Anak Balita (Penelitian di Kelurahan Pekojan, Jakarta). [Disertasi]. Program

Doktoral Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Indonesia.

Rahajoe, N.N., dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI.

Ranuh, I.G.N. 1997. Masalah ISPA dan Kelangsungan Hidup Anak.Surabaya,

Continunig Education. Ilmu Kesehatan Anak

Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) DAN Penanggulangannya.

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara.

Sabri, L & Hastono, S.P. 2006. Satistik Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Page 107: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Sastrawijaya, A. Tresna. 2009. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.

Soemirat, J. 2000. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada

Press.

Stansfield S., Shepard, D. 2000. Acute respiratory infection. In: Jameson D, Mosley

W, Measham A, Bobadilla J, eds. Disease control priorities in developing

countries. Oxford: Oxford University Press, 1993: 67–90.

Suhandayani, I. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada

balita di puskesmas pati I kabupaten pati tahun 2009. [Skripsi].Fakultas Ilmu

Keolahragaan jurusanIlmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga.

Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dan Praktik. Jakarta: EGC

Supriasa, et.al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sutrisna, B. 1999. Polusi Udara Indoor (IAP) Sebagai Faktor Resiko ISPA, Majalah

Kesehatan Masyarakat Indonesia, no.6.

Tangsel Raya. 2011. Polusi Debu Udara Tangsel Dapat Rapor Merah.

http://www.tangselraya.com/hot-news/47-home.html. Unduh pada 28 Desember

2012.

Tugaswati, T.A., dkk. 1996. Pemantauan Kualitas Udara di Daerah Rawasari dan

Pulo Gadung. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. vol. 24,no.1,

pp.2-5.

US. Environmental Protection Agency. 2002. Continous Measerement of PM10

Suspenden Particulate Matter in Ambient Air: An Overview. Center for

Environmental Research Information Office of Research and Development.

http://ofmpub.epa.gov. Unduh pada 13 Februari 2013.

Page 108: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Universitas

Gajah Mada Press.

Wattimena, C.S. 2004. Faktor Lingkungan Rumah yang Mempengaruhi Hubungan

Kadar PM10 dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Puskesmas Curug

Kabupaten Tangerang Tahun 2004. [Tesis]. Magister Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Widianingtias, R., dkk. 2004. Survei Cepat Gambaran Kondisi Fisik Rumah Kaitanya

denganKejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kebumen 2 Kabupaten Kebumen. 3 (2): 33-37.

WHO. 1997. Health Impacts of Low Indoor Temperatur. Copenhagen, Netherland.

. 1999. Guidelines for Air Quality. Geneva, Switzrland.

. 2002. Health Impact Assessment of Air Pollution in The Eight Major Italian Cities.

WHO EUROPEAN Centre for Environment and Health, Rome Operational

Division, WHO Regional Office for Europe.

. 2006. Pneumonia The Forgotten Killer of Cildren.

http://whqlibdoc.who.int/publications/2006. Unduh pada 13 Februari 2013.

. 2007. Infection prevention and control of epidemic-and pandemic-prone acute

respiratory diseases in health care. WHO Interim Guidelines, June 2007.

Jenewa.

Yusnabeti, dkk. 2010. PM10 dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Pekerja

Industri Mebel. Makara Kesehatan, nol. 14, no.1, pp.25-30.

Page 109: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Yusup, N.A & Sulistyorini, L. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik dengan

Kejadian ISPA Pada Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan, vol.1, no.2, pp:110-

119.

Zaini, J. 2008. Dampak Polusi Udara Terhadap Kesehatan. Majalah Inovasi,vol.10.

Page 110: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 1

Surat Izin Penelitian

Page 111: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 2

Kuesioner

Nomor Responden :

Tanggal Wawancara :

Pewawancara :

A. Data Umum

Nama :

Nama Sekolah :

Jenis Kelamin :

B. Gejala ISPA

Beri tanda checklist (ü) pada kolom Ya/Tidak

No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah kamu mengalami batuk pada 2 minggu terakhir?

2. Apakah kamu mengalami pilek dalam 2 minggu terakhir?

3. Apakah kamu mengalami sesak nafas pada 2 minggu terakhir?

4. Apakah kamu mengalami panas/demam pada 2 minggu terakhir?

Page 112: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 3

Lembar Observasi

1. Apakah jendela/lubang angin terhalang?

a. lemari

b. poster

c. papan tulis

2. Apakah terdapat kipas angin dalam ruang kelas?

a. tidak ada

b. ada

3. Apakah kipas angin digunakan saat belajar?

a. digunakan

b. tidak digunakan

4. Jenis lantai kelas

a. tanah

b. semen

c. keramik

5. Bagaimana kondisi lantai kelas?

a. kotor

b. bersih

Page 113: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 4

Hasil Uji Statistik

1. Analisis Univariat

a. Gambaran Kejadian ISPA

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

ispa 24 25.00 85.11 60.1442 17.26703

Valid N (listwise) 24

b. Gambaran Suhu Kelas

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Suhu 24 26 34 30.58 2.244

Valid N (listwise) 24

c. Gambaran Kelembaban Kelas

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

kelembaban 24 57 65 61.50 2.187

Valid N (listwise) 24

d. Gambaran Kepadatan Hunian Dalam Kelas

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

kep_sis 24 .95 2.00 1.1813 .22011

Valid N (listwise) 24

Page 114: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

e. Gambaran Luas Ventilasi Alami Kelas

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

luas_ventilasi 24 4.34 13.74 9.9638 2.68061

Valid N (listwise) 24

f. Ventilasi Alami Statistics

ventilasi_alami

N Valid 24

Missing 0 Mean .46 Median .00 Std. Deviation .509 Minimum 0 Maximum 1

Ventilasi_alami Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak baik 13 54.2 54.2 54.2

baik 11 45.8 45.8 100.0

Total 24 100.0 100.0

Page 115: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

g. Ventilasi Buatan

Statistics

ventilasi_buatan

N Valid 24

Missing 0 Mean .33 Median .00 Std. Deviation .482 Minimum 0 Maximum 1

ventilasi_buatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak baik 16 66.7 66.7 66.7

baik 8 33.3 33.3 100.0

Total 24 100.0 100.0

h. Lantai Kelas

Statistics keadaan_lantai

N Valid 24

Missing 0 Mean .29 Median .00 Std. Deviation .464 Minimum 0 Maximum 1

Page 116: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

keadaan_lantai

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak baik 17 70.8 70.8 70.8

baik 7 29.2 29.2 100.0

Total 24 100.0 100.0

2. Analisis Bivariat

a. Uji Normalitas

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ispa .146 24 .199 .911 24 .038 suhu .147 24 .191 .946 24 .217 kelembaban .132 24 .200* .961 24 .451 kepadatan_hunian .134 24 .200* .065 24 .000 luas_ventilasi .118 24 .200* .954 24 .324 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Page 117: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

b. Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA

Correlations ispa suhu

Spearman's rho ispa Correlation Coefficient 1.000 .653**

Sig. (2-tailed) . .001

N 24 24

suhu Correlation Coefficient .653** 1.000

Sig. (2-tailed) .001 .

N 24 24 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

c. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA

Correlations ispa Kelembaban

Spearman's rho Ispa Correlation Coefficient

1.000 .487*

Sig. (2-tailed) . .016

N 24 24

Kelembaban Correlation Coefficient

.487* 1.000

Sig. (2-tailed) .016 .

N 24 24 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Page 118: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

d. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA

Correlations

ispa kepadatan_

hunian

Spearman's rho ispa Correlation Coefficient

1.000 -.510*

Sig. (2-tailed) . .011

N 24 24

kepadatan_hunian Correlation Coefficient

-.510* 1.000

Sig. (2-tailed) .011 .

N 24 24 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

e. Hubungan Luas Ventilasi Alami dengan Kejadian ISPA

Correlations ispa luas_ventilasi

Spearman's rho ispa Correlation Coefficient

1.000 .131

Sig. (2-tailed) . .541

N 24 24

luas_ventilasi Correlation Coefficient

.131 1.000

Sig. (2-tailed) .541 .

N 24 24

Page 119: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

f. Hubungan Ventilasi Alami Kelas dengan Kejadian ISPA

Ranks

ventilasi_alami N Mean Rank Sum of Ranks

ispa tidak baik 13 14.54 189.00

Baik 11 10.09 111.00

Total 24

Test Statisticsa ispa

Mann-Whitney U 45.000 Wilcoxon W 111.000 Z -1.538 Asymp. Sig. (2-tailed) .124 a. Grouping Variable: ventilasi_alami

g. Hubungan Ventilasi Buatan Kelas dengan Kejadian ISPA

Ranks ventilasi_buatan N Mean Rank Sum of Ranks

ispa tidak baik 16 13.03 208.50

Baik 8 11.44 91.50

Total 24

Page 120: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Test Statisticsa ispa

Mann-Whitney U 55.500 Wilcoxon W 91.500 Z -.522 Asymp. Sig. (2-tailed) .602 a. Grouping Variable: ventilasi_buatan

h. Hubungan Lantai Kelas dengan Kejadian ISPA

Ranks keadaan_lantai N Mean Rank Sum of Ranks

ispa tidak baik 17 12.59 214.00

Baik 7 12.29 86.00

Total 24

Test Statisticsa

ispa

Mann-Whitney U 58.000 Wilcoxon W 86.000 Z -.095 Asymp. Sig. (2-tailed) .924 a. Grouping Variable: keadaan_lantai

Page 121: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Descriptives

ventilasi_alami Statistic Std. Error

IR_ispa tidak baik Mean 65.31 4.367

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 55.79

Upper Bound 74.82

5% Trimmed Mean 66.23

Median 66.00

Variance 247.897

Std. Deviation 15.745

Minimum 29

Maximum 85

Range 56

Interquartile Range 24

Skewness -.955 .616

Kurtosis .763 1.191

baik Mean 52.00 6.225

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 38.13

Upper Bound 65.87

5% Trimmed Mean 51.61

Median 55.00

Variance 426.200

Std. Deviation 20.645

Minimum 26

Maximum 85

Range 59

Interquartile Range 41

Skewness .057 .661

Kurtosis -1.470 1.279

Page 122: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Descriptives

ventilasi_buatan Statistic Std. Error

IR_ispa tidak baik Mean 61.31 4.076

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 52.62

Upper Bound 70.00

5% Trimmed Mean 62.12

Median 63.50

Variance 265.829

Std. Deviation 16.304

Minimum 29

Maximum 79

Range 50

Interquartile Range 25

Skewness -.810 .564

Kurtosis -.208 1.091

baik Mean 55.00 8.548

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 34.79

Upper Bound 75.21

5% Trimmed Mean 54.94

Median 59.50

Variance 584.571

Std. Deviation 24.178

Minimum 26

Maximum 85

Range 59

Interquartile Range 50

Skewness .005 .752

Kurtosis -1.761 1.481

Page 123: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Descriptives

keadaan_lantai Statistic Std. Error

IR_ispa tidak baik Mean 60.06 4.500

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 50.52

Upper Bound 69.60

5% Trimmed Mean 60.57

Median 61.00

Variance 344.184

Std. Deviation 18.552

Minimum 26

Maximum 85

Range 59

Interquartile Range 24

Skewness -.569 .550

Kurtosis -.478 1.063

baik Mean 57.14 8.081

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 37.37

Upper Bound 76.92

5% Trimmed Mean 57.44

Median 65.00

Variance 457.143

Std. Deviation 21.381

Minimum 30

Maximum 79

Range 49

Interquartile Range 48

Skewness -.439 .794

Kurtosis -1.929 1.587

Page 124: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 5

Besar Suhu Kelas SDN di Kecamatan Ciputat

Bulan Juni Tahun 2013

No Sekolah Suhu (0C)

No Sekolah Suhu (0C)

1. SDN 2 Ciputat 34 13. SDN 2 Serua Indah 30

2. SDN 3 Ciputat 30 14. SDN 3 Serua Indah 31

3. SDN 4 Ciputat 31 15. SDN 1 Sawah 30

4. SDN 5 Ciputat 26 16. SDN 3 Sawah 34

5. SDN 7 Ciputat 28 17. SDN 4 Sawah 31

6. SDN 8 Ciputat 30 18. SDN 1 Sawah Baru 28

7. SDN 9 Ciputat 32 19. SDN 2 Sawah Baru 30

8. SDN 3 Cipayung 34 20. SDN 3 Jombang 31

9. SDN 4 Cipayung 28 21. SDN 4 Jombang 31

10 SDN 1 Serua 29 22. SDN 5 Jombang 32

11. SDN 3 Serua 33 23. SDN 6 Jombang 27

12. SDN 5 Serua 34 24. SDN 11 Jombang 30

Page 125: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 6

Besar Kelembaban Kelas SDN di Kecamatan Ciputat

Bulan Juni Tahun 2013

No Sekolah Kelembaban (%) No Sekolah Kelembaban

(%) 1. SDN 2 Ciputat 65 13. SDN 2 Serua Indah 60

2. SDN 3 Ciputat 63 14. SDN 3 Serua Indah 61

3. SDN 4 Ciputat 63 15. SDN 1 Sawah 61

4. SDN 5 Ciputat 57 16. SDN 3 Sawah 63

5. SDN 7 Ciputat 58 17. SDN 4 Sawah 62

6. SDN 8 Ciputat 60 18. SDN 1 Sawah Baru 61

7. SDN 9 Ciputat 62 19. SDN 2 Sawah Baru 64

8. SDN 3 Cipayung 63 20. SDN 3 Jombang 65

9. SDN 4 Cipayung 58 21. SDN 4 Jombang 60

10. SDN 1 Serua 59 22. SDN 5 Jombang 63

11. SDN 3 Serua 62 23. SDN 6 Jombang 62

12. SDN 5 Serua 60 24. SDN 11 Jombang 64

Page 126: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 7

Besar Kepadatan Hunian Kelas SDN di Kecamatan Ciputat

Bulan Juni Tahun 2013

No Nama Sekolah Kepadatan

Hunian (m2/siswa)

No Nama Sekolah Kepadatan

Hunian (m2/siswa)

1. SDN 2 Ciputat 1,15 13. SDN 2 Serua Indah 1,11

2. SDN 3 Ciputat 1,04 14. SDN 3 Serua Indah 1,41

3. SDN 4 Ciputat 0,98 15. SDN 1 Sawah 1,32

4. SDN 5 Ciputat 2,01 16. SDN 3 Sawah 1,13

5. SDN 7 Ciputat 1,36 17. SDN 4 Sawah 0,97

6. SDN 8 Ciputat 1,36 18. SDN 1 Sawah Baru 1,14

7. SDN 9 Ciputat 0,97 19. SDN 2 Sawah Baru 1,21

8. SDN 3 Cipayung 1,10 20. SDN 3 Jombang 1,14

9. SDN 4 Cipayung 1,25 21. SDN 4 Jombang 1,01

10. SDN 1 Serua 0,95 22. SDN 5 Jombang 1,20

11. SDN 3 Serua 1,08 23. SDN 6 Jombang 1,31

12. SDN 5 Serua 1,04 24. SDN 11 Jombang 1,14

Page 127: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 8

Besar Luas Ventilasi Alami Kelas SDN di Kecamatan Ciputat

Bulan Juni Tahun 2013

No Nama Sekolah Luas

Ventilasi Alami (m2)

No Nama Sekolah Luas

Ventilasi Alami (m2)

1. SDN 2 Ciputat 11,06 13. SDN 2 Serua Indah 9,73

2. SDN 3 Ciputat 9,53 14. SDN 3 Serua Indah 13,74

3. SDN 4 Ciputat 8,67 15. SDN 1 Sawah 6,65

4. SDN 5 Ciputat 13,74 16. SDN 3 Sawah 12,43

5. SDN 7 Ciputat 7,97 17. SDN 4 Sawah 5,72

6. SDN 8 Ciputat 9,37 18. SDN 1 Sawah Baru 4,34

7. SDN 9 Ciputat 13,50 19. SDN 2 Sawah Baru 10,08

8. SDN 3 Cipayung 10,05 20. SDN 3 Jombang 12,88

9. SDN 4 Cipayung 7,20 21. SDN 4 Jombang 5,98

10. SDN 1 Serua 10,05 22. SDN 5 Jombang 12,53

11. SDN 3 Serua 9,35 23. SDN 6 Jombang 11,04

12. SDN 5 Serua 10,44 24. SDN 11 Jombang 13,08

Page 128: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 9

Ventilasi Alami Kelas SDN di Kecamatan Ciputat

Bulan Juni Tahun 2013

No Nama Sekolah Aliran Udara Jendela yang dibuka Kesimpulan

1. SDN 2 Ciputat Terhalang lemari dan beberapa poster di lubang angin

3 dari 7 Tidak baik

2. SDN 3 Ciputat Tidak terhalang 4 dari 8 Baik

3. SDN 4 Ciputat Tidak terhalang 0 dari 6 Tidak baik

4. SDN 5 Ciputat Tidak terhalang 4 dari 8 Baik

5. SDN 7 Ciputat Tidak terhalang 6 dari 6 Baik

6. SDN 8 Ciputat Tidak terhalang 8 dari 8 Baik

7. SDN 9 Ciputat Terhalang lemari kelas dan papan tulis kecil

0 dari 7 Tidak baik

8. SDN 3 Cipayung Tidak terhalang 4 dari 7 Baik

9. SDN 4 Cipayung Tidak terhalang 3 dari 8 Tidak baik

10. SDN 1 Serua Tidak terhalang 6 dari 8 Baik

11. SDN 3 Serua Terhalang lemari 3 dari 8 Tidak baik

12. SDN 5 Serua Tidak terhalang 4 dari 7 Baik

13. SDN 2 Serua Indah Terhalang papan dan poster 2 dari 7 Tidak baik

14. SDN 3 Serua Indah Terhalang lemari dan poster 3 dari 7 Tidak baik

15. SDN 1 Sawah Tidak terhalang 3 dari 8 Tidak baik

16. SDN 3 Sawah Tidak terhalang 4 dari 7 Baik

17. SDN 4 Sawah Tidak terhalang 4 dari 8 Baik

18. SDN 1 Sawah Baru Tidak terhalang 2 dari 3 Tidak baik

19. SDN 2 Sawah Baru Tidak terhalang 2 dari 6 Tidak baik

20. SDN 3 Jombang Terhalang lemari dan poster di lubang angin

4 dari 8 Tidak baik

21. SDN 4 Jombang Tidak terhalang 0 dari 8 Tidak baik

22. SDN 5 Jombang Terhalang poster dan papan tulis kecil

3 dari 7 Tidak baik

23. SDN 6 Jombang Tidak terhalang 4 dari 7 Baik

24. SDN 11 Jombang Terhalang lemari kelas 4 dari 8 Tidak baik

Page 129: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 10

Ventilasi Buatan Kelas SDN di Kecamatan Ciputat

Bulan Juni Tahun 2013

No Nama Sekolah Keberadaan Kipas Angin

Pemakaian Kipas Angin Kesimpulan

1. SDN 2 Ciputat Ada Digunakan Baik

2. SDN 3 Ciputat Tidak Ada Tidak ada Tidak baik

3. SDN 4 Ciputat Ada Tidak digunakan Tidak baik

4. SDN 5 Ciputat Ada Digunakan Baik

5. SDN 7 Ciputat Ada Digunakan Baik

6. SDN 8 Ciputat Tidak Ada Tidak ada Tidak baik

7. SDN 9 Ciputat Tidak Ada Tidak ada Tidak baik

8. SDN 3 Cipayung Ada Tidak digunakan Tidak baik

9. SDN 4 Cipayung Tidak Ada Tidak ada Tidak baik

10. SDN 1 Serua Ada Tidak digunakan Tidak baik

11. SDN 3 Serua Tidak Ada Tidak ada Tidak baik

12. SDN 5 Serua Ada Digunakan Baik

13. SDN 2 Serua Indah Tidak Ada Tidak ada Tidak baik

14. SDN 3 Serua Indah Ada Tidak digunakan Tidak baik

15. SDN 1 Sawah Tidak Ada Tidak ada Tidak baik

16. SDN 3 Sawah Ada Tidak digunakan Tidak baik

17. SDN 4 Sawah Ada Digunakan Baik

18. SDN 1 Sawah Baru Tidak Ada Tidak ada Tidak baik

19. SDN 2 Sawah Baru Ada Digunakan Baik

20. SDN 3 Jombang Ada Tidak digunakan Tidak baik

21. SDN 4 Jombang Tidak Ada Tidak ada Tidak baik

22. SDN 5 Jombang Ada Digunakan Baik

23. SDN 6 Jombang Ada Digunakan Baik

24. SDN 11 Jombang Tidak Ada Tidak ada Tidak baik

Page 130: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 11

Lantai Kelas SDN di Kecamatan Ciputat

Bulan Juni Tahun 2013

No Nama Sekolah Jenis Lantai

Kondisi Lantai Kelas Kesimpulan

1. SDN 2 Ciputat Keramik Kotor Tidak baik

2. SDN 3 Ciputat Keramik Kotor Tidak baik

3. SDN 4 Ciputat Keramik Kotor Tidak baik

4. SDN 5 Ciputat Keramik Kotor Tidak baik

5. SDN 7 Ciputat Keramik Bersih Baik

6. SDN 8 Ciputat Keramik Bersih Baik

7. SDN 9 Ciputat Keramik Kotor Tidak baik

8. SDN 3 Cipayung Keramik Bersih Baik

9. SDN 4 Cipayung Keramik Kotor Tidak baik

10. SDN 1 Serua Keramik Kotor Tidak baik

11. SDN 3 Serua Keramik Bersih Baik

12. SDN 5 Serua Keramik Kotor Tidak baik

13. SDN 2 Serua Indah Keramik Kotor Tidak baik

14. SDN 3 Serua Indah Keramik Kotor Tidak baik

15. SDN 1 Sawah Keramik Kotor Tidak baik

16. SDN 3 Sawah Keramik Kotor Tidak baik

17. SDN 4 Sawah Keramik Bersih Baik

18. SDN 1 Sawah Baru Keramik Kotor Tidak baik

19. SDN 2 Sawah Baru Keramik Kotor Tidak baik

20. SDN 3 Jombang Keramik Kotor Tidak baik

21. SDN 4 Jombang Keramik Kotor Tidak baik

22. SDN 5 Jombang Keramik Kotor Tidak baik

23. SDN 6 Jombang Keramik Bersih Baik

24. SDN 11 Jombang Keramik Bersih Baik

Page 131: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUANG KELAS DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25572/1/HERISMA... · Prevalensi ISPA tertinggi erjadit ada balita (>35%) diikuti

Lampiran 12

Dokumentasi Lapangan