162
HUBUNGAN KONSENTRASI PM10 DAN FAKTOR LINGKUNGAN DALAM RUMAH DENGAN KELUHAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA TERATE KECAMATAN CAKUNG TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) RIZKI ZAHROTUL HAYATI 1113101000059 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

HUBUNGAN KONSENTRASI PM10 DAN FAKTOR LINGKUNGAN

DALAM RUMAH DENGAN KELUHAN INFEKSI SALURAN

PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS

RAWA TERATE KECAMATAN CAKUNG TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

RIZKI ZAHROTUL HAYATI

1113101000059

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2017

Page 2: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi

HUBUNGAN KONSENTRASI PM10 DAN FAKTOR LINGKUNGAN

DALAM RUMAH DENGAN KELUHAN INFEKSI SALURAN

PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS

RAWA TERATE KECAMATAN CAKUNG TAHUN 2017

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sidang

Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh:

Rizki Zahrotul Hayati

NIM. 1113101000059

Tangerang Selatan, Januari 2017

Mengetahui,

Pembimbing

Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D

NIP. 19750316 200710 2 001

Page 3: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

iii

PANITIA SIDANG SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Tangerang Selatan, 28 Desember 2017

Mengetahui,

Penguji I

Dr. Ela Laelasari, S.KM, M.Kes

NIP. 19721002 200604 2 001

Penguji II

dr. Yuli Prapanca Satar, MARS

NIP. 19530730 198011 1 001

Penguji III

Dr. dr. Satria Pratama, Sp.P

Page 4: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan sebagai salah

satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata Satu (S-1) Program Studi

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan tiruan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tangerang Selatan, Desember 2017

Rizki Zahrotul Hayati

Page 5: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

v

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Desember 2017

RIZKI ZAHROTUL HAYATI, NIM: 1113101000059

Hubungan Konsentrasi PM10 dan Faktor Lingkungan Dalam Rumah Dengan

Keluhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita di Puskesmas

Rawa Terate Kecamatan Cakung Tahun 2017

(xix +120 halaman, 2 bagan, 27 Tabel, 8 Gambar, 3 Lampiran)

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih menjadi masalah kesehatan

bagi negara berkembang, terutama di Indonesia. Balita merupakan kelompok

dengan kejadian ISPA tertinggi di Indonesia. Provinsi DKI Jakarta merupakan

salah satu provinsi yang angka period prevalence nya lebih tinggi dari angka

period prevalence Nasional. Kelurahan Rawa Terate merupakan daerah dimana

terdapat area perindustrian tertua di Jakarta yang bernama Kawasan Industri

Pulogadung. Keluhan ISPA dapat terjadi akibat pencemaran udara baik di dalam

ataupun di luar rumah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi

PM10 dan faktor lingkungan dalam rumah dengan keluhan ISPA pada balita di

Puskesmas Rawa Terate. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional

dengan pendekatan kuantitatif dan dilakukan pada bulan Juli sampai September

2017. Besar sampel dalam penelitian ini yaitu 115 balita.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi balita yang mengalami

keluhan ISPA sebesar 79,1%. Konsentrasi PM10 berhubungan makna dengan

keluhan ISPA pada balita (p-value <0,05). PM10 merupakan partikel yang

respirable sehingga dapat memicu terjadinya ISPA. Sedangkan, beberapa variabel

lainnya tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan keluhan ISPA pada

balita (p-value >0,05). Beberapa variabel dalam penelitian ini tidak memenuhi

syarat seperti PM10, ventilasi, suhu, pencahayaan, kepadatan hunian, dan anggota

keluarga yang merokok.

Disarankan kepada masyarakat untuk meningkatkan kualitas udara dalam

rumah dengan cara sistem cross ventilation atau membuka jendela saat pagi hari

(jam 08.00 WIB) dan menutup jendela pada siang dan sore hari, memelihara

tanaman di teras dan area dapur sebagai barrier terhadap polutan, dan masyarakat

disarankan untuk tidak merokok. Untuk mengurangi paparan terhadap PM10,

masyarakat disarankan untuk menggunakan masker seperti masker biasa (face

mask/surgical mask) atau masker respirator N95 jika melakukan kegiatan di luar

rumah.

Kata Kunci: PM10, faktor lingkungan dalam rumah, keluhan ISPA, balita

Daftar Bacaan: 100 (1994-2017)

Page 6: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

vi

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH

Under Graduated Thesis, December 2017

RIZKI ZAHROTUL HAYATI, NIM: 1113101000059

Relationship between Particulate Matter (PM10) Concentration and House

Environmental Factor with Acute Respiratory Infection (ARI) complaints on

Children Under Five in Rawa Terate Health Centre, Cakung Sub-district in

2017

(xix +120 pages, 2 charts, 27 tables, 8 pictures, 3 attachments )

ABSTRACT

Acute Respiratory Infection (ARI) still become health problem for

developing countries, especially in Indonesia. Children under five are the group

with the highest incidence of ARI in Indonesia. DKI Jakarta Province is one of the

provinces that have higher period prevalence of ARI than the national period

prevalence. Rawa Terate village is an area where the oldest industrial area in

Jakarta called Pulogadung Industrial Estate is located. ARI complaints can occur

due to air pollution both inside and outside the home.

This study aims to determine the relationship between PM10 concentration

and house environmental factors with ARI complaints on children under five in

Rawa Terate Health Center. The design is cross sectional with quantitative

approach and conducted from July to September 2017. The number of sample in

this research is 115 children under five.

The results showed that the proportion of ARI symptoms in children under

five was 79,1%. PM10 concentration has significant relationship with ARI

complaints on children under five relatively (p <0,05). PM10 is a respirable

particle so it can trigger the occurrence of ARI. While other variables did not

show a significant relationship with ARI complaints on children under five (p

>0.05). Some of variables in this research did not meet the legal requirements

such as PM10, ventilation, temperature, lighting, occupancy density and smoking

family members.

It is suggested to the community to improve indoor air quality by cross

ventilation system or opening windows in the morning (at 08.00 WIB) and closing

the windows during the day and evening, keep the plants on terrace and kitchen

area as a barrier to against pollutants, and people are advised not to smoke. To

reduce exposure of PM10, people are encouraged to use masks such as face

mask/surgical mask or N95 respiratory mask, when doing outdoor activities.

Keywords: PM10, house environmental factor, ARI complaints, children under

five

References: 100 (1994-2017)

Page 7: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama Lengkap : Rizki Zahrotul Hayati

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 7 Mei 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Komplek Departemen Agama Jl Walisongo III

Blok D No. 105 Rt 07/15 Kel. Pabuaran Kec.

Bojonggede, Kab. Bogor 16921

Email : [email protected]

No. Hp : 082297292187

Riwayat Pendidikan

1. TK Nurul Fajar, lulus pada tahun 2001

2. SD Negeri 04 Citayam, lulus pada tahun 2007

3. SMP Negeri 1 Depok, lulus pada tahun 2010

4. SMA Negeri 5 Depok, lulus pada tahun 2013

5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, tahun 2013-sekarang

Pengalaman Organisasi

2009-2010 Wakil Ketua Divisi Komunikasi dan Media ROHIS

SMA Negeri 5 Depok

2015-2016 Staff Pengabdian Masyarakat Ikatan Senat

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia

Daerah Jakarta Raya

2015-2016 Wakil Sekretaris ENVIHSA (Environmental Health

Student Association) UIN Jakarta

2015-2016 Volunteer Greenpeace Indonesia

2016-2017 Sekretaris ENVIHSA (Environmental Health

Student Association) UIN Jakarta

Page 8: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

viii

Pengalaman Praktek Kerja

1. Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas Kecamatan Rajeg,

Kabupaten Tangerang tahun 2016

2. Kerja Praktek di bagian Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan

BBTKLPP Jakarta tahun 2017

Page 9: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Hubungan Konsentrasi PM10 dan Faktor Lingkungan

Dalam Rumah dengan Keluhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada

Balita di Puskesmas Rawa Terate Kecamatan Cakung Tahun 2017” dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Bapak Zainuddin S.PdI dan Ibu Dra.

Sumiyati, adik Rizaldi Aziz Zain yang selalu ada dan siap membantu

serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril dan

materil, motivasi serta do’a yang tiada henti.

2. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D selaku pembimbing skripsi yang

telah banyak memberikan arahan dan bimbingannya dalam

penyusunan skripsi ini sehingga terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan persetujuan

dalam permohonan izin penelitian di tempat penelitian.

4. Ibu Fajar Ariyanti M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat sekaligus Pembimbing Akademik yang telah

memberikan saran, arahan selama penyusunan skripsi.

5. Pihak Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, Puskesmas Kecamatan

Cakung, Puskesmas Kelurahan Rawa Terate serta ibu-ibu kader yang

telah memberikan izin dan membantu dalam proses pengambilan data

penelitian.

6. Innes Alpionika, S.Si, Arin Erma Sari, Nadiah Mahmudah, Dzul

Faridah AH, S.KM, Mega Saraswati, Zidti Imaroh S.Kep yang selalu

Page 10: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

x

memberikan do’a, dukungan, serta semangat selama penyusunan

skripsi ini.

7. Annisa Ayu SL, S.KM, Rai Syifa Fauziah, Finni Rizki Putri,

Sofiyullah, S.KM, Darmawan Abiyanto, Muhammad Farhan, Aftah

Naufal RL, dan Sani Rizky F yang telah memberikan do’a, dukungan,

serta semangat kepada penulis.

8. Seluruh teman-teman Kesehatan Masyarakat UIN angkatan 2013 dan

peminatan Kesehatan Lingkungan 2013 yang telah banyak

memberikan bantuan, semangat dan do’a dalam penyusunan skripsi

ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar

dapat dijadikan sebagai bahan masukan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Aamiin.

Tangerang Selatan, Desember 2017

Rizki Zahrotul Hayati

Page 11: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

xi

DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................................. v

ABSTRACT ............................................................................................................... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ix

DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvii

DAFTAR BAGAN ………………………………………………………………xviii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xix

DAFTAR ISTILAH ................................................................................................. xx

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 6

1.4 Tujuan .............................................................................................................. 7

1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................... 7

1.4.2 Tujuan Khusus .......................................................................................... 7

1.5 Manfaat ............................................................................................................ 8

1.5.1 Bagi Peneliti ............................................................................................. 8

1.5.2 Bagi Masyarakat ....................................................................................... 8

1.5.3 Bagi Instansi Pemerintah .......................................................................... 8

1.6 Ruang Lingkup ................................................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 11

2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ....................................................... 11

2.1.1 Pengertian ISPA ..................................................................................... 11

2.1.2 Penyebab ISPA ....................................................................................... 12

2.1.3 Klasifikasi ISPA pada Balita .................................................................. 13

2.1.4 Mekanisme Terjadinya ISPA ................................................................. 14

2.1.5 Tanda dan Gejala ISPA .......................................................................... 15

Page 12: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

xii

2.2 Faktor Risiko ISPA ........................................................................................ 16

2.2.1 Faktor Agen ............................................................................................ 16

2.2.1.1 Agen Biologi ................................................................................. 16

2.2.1.2 Agen Fisik ..................................................................................... 16

2.2.1.2.1 Particulate Matter (PM10) ...................................................... 16

2.2.1.2.1.1 Definisi, Karakteristik, dan Sumber .................................. 16

2.2.1.2.1.2 Mekanisme Pajanan PM10 ke Tubuh Manusia .................. 17

2.2.1.2.1.3 Nilai Ambang Batas PM10 ................................................. 18

2.2.1.3 Agen Kimia ................................................................................... 18

2.2.2 Faktor Pejamu ......................................................................................... 19

2.2.2.1 Usia ............................................................................................... 19

2.2.2.2 Jenis Kelamin................................................................................ 20

2.2.2.3 Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) ................................................ 20

2.2.2.4 Status Gizi ..................................................................................... 21

2.2.2.5 Status Imunisasi ............................................................................ 22

2.2.3 Faktor Lingkungan ................................................................................. 23

2.2.3.1 Lingkungan Dalam Rumah ........................................................... 23

2.2.3.1.1 Kondisi Fisik Rumah ............................................................ 24

2.2.3.1.2 Kepadatan Hunian ................................................................. 30

2.2.3.1.3 Kegiatan Rumah .................................................................... 31

2.3 Kerangka Teori .............................................................................................. 35

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN

HIPOTESIS .............................................................................................. 37

3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................... 37

3.2 Definisi Operasional ...................................................................................... 39

3.3 Hipotesis ........................................................................................................ 43

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 44

4.1 Desain Penelitian ........................................................................................... 44

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 44

4.2.1 Tempat Penelitian ................................................................................... 44

4.2.2 Waktu Penelitian .................................................................................... 44

4.3 Populasi dan Sampel ...................................................................................... 44

4.3.1 Populasi .................................................................................................. 44

4.3.2 Sampel .................................................................................................... 45

4.3.3 Besar Sampel .......................................................................................... 45

Page 13: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

xiii

4.3.3.1 Teknik Pengambilan Sampel ........................................................ 47

4.4 Pengumpulan Data ......................................................................................... 48

4.5 Instrumen Penelitian ...................................................................................... 49

4.6 Pengolahan Data ............................................................................................ 62

4.7 Validitas Data ................................................................................................. 63

4.8 Analisis Data .................................................................................................. 63

4.8.1 Analisis Univariat ................................................................................... 63

4.8.2 Analisis Bivariat ..................................................................................... 63

BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 65

5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ........................................................... 65

5.1.1 Letak Geografis ...................................................................................... 65

5.1.2 Kependudukan ........................................................................................ 66

5.2 Analisis Univariat .......................................................................................... 66

5.2.1 Gambaran Keluhan Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

pada Balita di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017 ............................... 66

5.2.2 Gambaran Karakteristik Balita di Puskesmas Rawa Terate Tahun

2017 ........................................................................................................ 67

5.2.2.1 Usia Balita .................................................................................... 67

5.2.2.2 Jenis Kelamin................................................................................ 67

5.2.2.3 Status Gizi ..................................................................................... 68

5.2.2.4 Status Imunisasi ............................................................................ 68

5.2.2.5 Status BBLR ................................................................................. 68

5.2.3 Gambaran Konsentrasi PM10 dalam Rumah di Puskesmas Rawa

Terate Tahun 2017 .................................................................................. 69

5.2.4 Gambaran Faktor Lingkungan Dalam Rumah di Puskesmas Rawa

Terate Tahun 2017 .................................................................................. 70

5.2.4.1 Ventilasi ........................................................................................ 70

5.2.4.2 Suhu .............................................................................................. 70

5.2.4.2 Kelembaban .................................................................................. 71

5.2.4.3 Pencahayaan ................................................................................. 71

5.2.4.4 Letak Dapur .................................................................................. 72

5.2.4.5 Lubang Asap Dapur ...................................................................... 72

5.2.4.6 Kepadatan Hunian ........................................................................ 73

5.3.4.8 Anggota Keluarga yang Merokok ................................................. 73

5.3 Analisis Bivariat ............................................................................................. 74

5.3.1 Hubungan Konsentrasi PM10 dalam Rumah dengan Keluhan ISPA

pada Balita di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 .............................. 74

Page 14: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

xiv

5.3.2 Hubungan Faktor Lingkungan Dalam Rumah dengan Keluhan ISPA

pada Balita di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 .............................. 75

5.3.2.1 Hubungan Ventilasi dengan Keluhan ISPA pada Balita .............. 75

5.3.2.2 Hubungan Suhu dengan Keluhan ISPA ........................................ 76

5.3.2.3 Hubungan Kelembaban dengan Keluhan ISPA ............................ 77

5.3.2.4 Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan ISPA ........................... 78

5.3.2.5 Hubungan Letak Dapur dengan Keluhan ISPA ............................ 79

5.3.2.6 Hubungan Lubang Asap Dapur dengan Keluhan ISPA ............... 80

5.3.2.7 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan ISPA .................. 81

5.3.2.8 Hubungan Anggota Keluarga yang Merokok dengan Keluhan

ISPA ............................................................................................. 82

BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................................... 84

6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 84

6.2 Keluhan ISPA pada Balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate .................... 84

6.3 Analisis Hubungan Konsentrasi PM10 Dalam Rumah dengan Keluhan

ISPA pada Balita ............................................................................................ 86

6.4 Analisis Hubungan Ventilasi dengan Keluhan ISPA pada Balita ................. 91

6.5 Analisis Hubungan Suhu dengan Keluhan ISPA pada Balita ........................ 94

6.6 Analisis Hubungan Kelembaban dengan Keluhan ISPA pada Balita ............ 96

6.7 Analisis Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan ISPA pada Balita ........... 98

6.8 Analisis Hubungan Letak Dapur dengan Keluhan ISPA pada Balita .......... 100

6.9 Analisis Hubungan Lubang Asap Dapur dengan Keluhan ISPA pada Balita101

6.10 Analisis Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan ISPA pada Balita 103

6.11 Analisis Hubungan Anggota Keluarga yang Merokok dengan Keluhan

ISPA pada Balita .......................................................................................... 105

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 108

7.1 Simpulan ...................................................................................................... 108

7.2 Saran ............................................................................................................ 110

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 112

Page 15: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks ... 22

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ........................................................... 39

Tabel 4.1 Besar Sampel dalam Penelitian Sebelumnya berdasarkan Faktor Risiko

Terjadinya Keluhan ISPA ..................................................................... 46

Tabel 5.1 Distribusi Keluhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada

Balita di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017 ...................................... 66

Tabel 5.2 Distribusi Usia Balita di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017 ............ 67

Tabel 5.3 Distribusi Jenis Kelamin di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017 ....... 67

Tabel 5.4 Distribusi Status Gizi di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017 ............ 68

Tabel 5.5 Distribusi Status Imunisasi di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017 .... 68

Tabel 5.6 Distribusi Status BBLR di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017 ......... 69

Tabel 5.7 Distribusi Konsentrasi PM10 dalam Rumah Balita di Puskemas Rawa

Terate Tahun 2017 ................................................................................ 69

Tabel 5.8 Distribusi Ventilasi di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 .............. 70

Tabel 5.9 Distribusi Suhu di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 .................... 70

Tabel 5.10 Distribusi Kelembaban di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 ...... 71

Tabel 5.11 Distribusi Pencahayaan di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 ...... 71

Tabel 5.12 Distribusi Letak Dapur di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 ...... 72

Tabel 5.13 Distribusi Keberadaan Lubang Asap Dapur di Puskesmas Rawa

Terate Tahun 2017 ............................................................................. 72

Tabel 5.14 Distribusi Kepadatan Hunian di Puskesmas Rawa Terate Tahun

2017 ................................................................................................... 73

Tabel 5.15 Distribusi Anggota Keluarga yang Merokok di Puskesmas Rawa

Terate Tahun 2017 ............................................................................. 73

Tabel 5.16 Hubungan Konsentrasi PM10 dalam Rumah dengan Keluhan ISPA

pada Balita di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 ......................... 74

Tabel 5.17 Hubungan Ventilasi dengan Keluhan ISPA pada Balita di Puskesmas

Rawa Terate Tahun 2017................................................................... 75

Tabel 5.18 Hubungan Suhu dengan Keluhan ISPA pada Balita di Puskesmas

Rawa Terate Tahun 2017................................................................... 76

Page 16: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

xvi

Tabel 5.19 Hubungan Kelembaban dengan Keluhan ISPA pada Balita di

Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 ................................................ 77

Tabel 5.20 Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan ISPA pada Balita di

Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 ................................................ 78

Tabel 5.21 Hubungan Letak Dapur dengan Keluhan ISPA pada Balita di

Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 ................................................ 79

Tabel 5.22 Hubungan Lubang Asap Dapur dengan Keluhan ISPA pada Balita di

Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 ................................................ 80

Tabel 5.23 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan ISPA pada Balita di

Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 ................................................ 81

Tabel 5.24 Hubungan Anggota Keluarga yang Merokok dengan Keluhan ISPA

pada Balita di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017 ......................... 82

Page 17: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Penentuan titik pengukuran penerangan umum dengan luas kurang dari

10m2 ........................................................................................................ 58

Gambar 4.2 Penentuan titik pengukuran penerangan umum dengan luas antara 10 m2

sampai 100 m2 ........................................................................................ 59

Gambar 4.3 Penentuan titik pengukuran penerangan umum dengan luas lebih dari

100 m2 ..................................................................................................... 59

Gambar 5.1 Peta Wilayah Kelurahan Rawa Terate Kecamatan Cakung ................... 65

Gambar 6.1 Masker biasa (face mask atau surgical mask) ........................................ 91

Gambar 6.2 Masker respirator N95 ............................................................................ 91

Gambar 6.3 Cross ventilation saat kondisi tidak memungkinkan untuk menempatkan

jendela pada dinding berhadapan ........................................................... 93

Gambar 6.4 Cross ventilation saat kondisi hanya memungkinkan penempatan jendela

pada satu dinding saja ............................................................................. 94

Page 18: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian ........................................................................ 36

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................................... 38

Page 19: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Studi Pendahuluan dan Pengambilan Data

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Output Hasil Penelitian

Page 20: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

xx

DAFTAR ISTILAH

AC : Air Conditioner

BB/TB : Berat Badan menurut Tinggi Badan

BB/U : Berat Badan menurut Umur

BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah

BCG : Bacillus Calmette Guerin

CFR : Case Fatality Rate

DPT : Difteri, Pertusis, dan Tetanus

EPAM : Environmental Particulate Air Monitor

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

KMS : Kartu Menuju Sehat

MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit

OR : Odds Ratio

PM : Particulate Matter

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

SIRS : Sistem Informasi Rumah Sakit

Susenas : Survei Kesehatan Nasional

TB/U : Tinggi Badan menurut Umur

TBC : Tuberculosis

TSP : Total Suspended Particulate

US EPA : United State Environmental Protection Agency

WHO : World Health Organization

Page 21: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

1

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih menjadi penyebab

utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Berdasarkan data WHO

tahun 2011, ISPA menyumbang 15% penyebab kematian anak usia dibawah lima

tahun di seluruh dunia. Diperkirakan 40% dari total kematian tersebut berada di

negara berkembang yaitu Bangladesh, India, Indonesia, dan Nepal (Mathew dkk.,

2011). Di Asia Tenggara tahun 2013, ISPA menyumbang 17% penyebab kematian

anak usia dibawah lima (WHO, 2015). Sedangkan di Indonesia tahun 2013, ISPA

menyumbang 16% penyebab kematian balita akibat ISPA. Pada Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2013, period prevalence ISPA di Indonesia sebesar 25%

tidak jauh berbeda dengan data Riskesdas tahun 2007 yaitu sebesar 25,5%. Selain itu,

berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 kelompok umur 1-4 tahun merupakan

kelompok dengan kejadian ISPA tertinggi sebesar 25,8% (Kementerian Kesehatan

RI, 2013a).

Seseorang dikatakan mengalami ISPA bukan pneumonia apabila terdapat satu

atau lebih gejala yaitu pilek, batuk, demam, nyeri tenggorok, suara serak

(Kementerian Kesehatan RI, 2002; WHO, 2007). Keluhan ISPA yang sering muncul

yaitu batuk dan pilek. Episode batuk dan pilek pada balita di Indonesia diperkirakan

2 sampai 3 kali per tahun (Rudan dkk., 2008). Berdasarkan data Survei Kesehatan

Nasional (Susenas) tahun 2014, keluhan kesehatan yang sering dialami balita di

Page 22: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

2

Indonesia adalah pilek (58,32%), batuk (57,62%), dan panas (53,90%) (KPPPA,

2015).

Kejadian ISPA bisa terjadi karena pencemaran kualitas udara baik di luar

ruangan maupun di dalam ruangan. Pencemaran kualitas udara memberikan dampak

yang kurang baik bagi kesehatan manusia. Pencemaran udara yang terjadi di luar

ruangan dapat pula terjadi di dalam ruangan, dikarenakan partikel polutan luar

ruangan dapat masuk ke lingkungan dalam rumah. Partikel polutan tersebut dapat

menjadi salah satu faktor risiko terhadap perkembangan penyakit pernapasan seperti

asma, bronkitis, pneumonia, dan penyakit paru obstruktif kronik (Jang dkk., 2016).

Studi United State Environmental Protection Agency (US EPA) tentang peluang

manusia terpapar polusi mengindikasikan bahwa derajat polusi udara dalam ruang

bisa dua sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan polusi luar ruangan

(Kementerian Sosial, 2005).

Balita merupakan salah satu kelompok umur yang rentan terhadap masalah

kesehatan terutama ISPA. Sebagian besar (80%-90%) waktu balita setiap harinya

berada di dalam rumah, dimana terdapat pajanan polusi udara dalam rumah

diantaranya adalah PM10. Maka risiko balita tersebut terkena ISPA juga cukup tinggi.

Hal ini sejalan dengan data dari World Health Statistic (2016) bahwa polusi udara

dalam rumah dapat meningkatkan risiko terkena ISPA pada balita. Hasil penelitian

Farieda (2009), disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara PM10

dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita dengan p-value 0,000. Selain itu dari

hasil analisis diperoleh nilai OR 56,536, yang artinya PM10 diatas nilai ambang batas

(>70 µg/m3) mempunyai risiko 56,536 kali untuk terjadi ISPA pada balita

dibandingkan PM10 dibawah nilai ambang batas (≤70 µg/m3).

Page 23: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

3

Faktor risiko lain yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada balita yaitu

faktor lingkungan dalam rumah seperti kondisi fisik rumah (ventilasi, suhu,

kelembaban, pencahayaan, letak dapur, konstruksi dinding, jenis lantai, dan lubang

asap dapur), kepadatan hunian, dan kegiatan dalam rumah (jenis bahan bakar

memasak, penggunaan obat nyamuk bakar, anggota keluarga yang terkena ISPA, dan

keberadaan hewan peliharaan dalam rumah). Berdasarkan penelitian kejadian ISPA

pada balita di Kabupaten Wonosobo, faktor lingkungan fisik rumah seperti ventilasi,

kelembaban, dinding rumah, cerobong asap, kepadatan hunian, jenis bahan bakar

masak, anggota keluarga yang merokok, anggota keluarga yang terkena ISPA, serta

adanya hewan peliharaan dirumah menunjukkan adanya hubungan bermakna dengan

kejadian ISPA pada balita (Afandi, 2012).

Angka prevalensi ISPA dalam sebulan terakhir atau period prevalence di

Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013 adalah 25,2% dan melewati prevalensi

nasional (Kementerian Kesehatan RI, 2013b). Berdasarkan data period prevalence

ISPA menurut kabupaten/kota di Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Timur pada

tahun 2013 angka period prevalence ISPA di Kota Jakarta Timur meningkat dari

26,6% menjadi 26,9% (Kementerian Kesehatan RI, 2013b). Data hasil rekapan

tahunan di Puskesmas Kelurahan Rawa Terate menunjukkan bahwa gejala penyakit

yang paling banyak terjadi adalah ISPA dan Asma (Putri, 2012). Berdasarkan data

penyakit bulan Januari hingga Mei tahun 2017 di Puskesmas Rawa Terate, jumlah

kasus ISPA pada balita mencapai 686 kasus, dengan angka prevalens sebesar 382 per

1000 penduduk balita. Kelurahan Rawa Terate merupakan daerah dimana terdapat

area perindustrian tertua di Jakarta yaitu Kawasan Industri Pulogadung. Selain itu,

jalan raya disekitar Kelurahan Rawa Terate merupakan jalan raya yang sering

Page 24: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

4

dilewati oleh transportasi dikarenakan jalur utama menuju kawasan industri

Pulogadung.

Semakin banyaknya industri, transportasi dan jalan raya maka akan

meningkatkan konsentrasi polutan seperti partikulat dan Total Suspended Particulate

(TSP). TSP merupakan indikator pertama yang digunakan untuk mewakili partikel

tersuspensi yang ada di udara ambien. TSP merupakan partikel yang berukuran

sampai sekitar 50 µm. Namun, di dalam TSP juga terkandung PM10 dan PM2,5 yang

dapat masuk ke paru-paru (Araújo dkk., 2014) dan diperkirakan di dalam konsentrasi

TSP terdapat 60% kandungan PM10 (Dockery dan Pope III, 1994). Berdasarkan data

pengukuran yang dilakukan oleh BPLHD Jakarta, konsentrasi TSP tertinggi pada

tahun 2015 mencapai 315 µg/m3. Sedangkan baku mutu untuk konsentrasi TSP yang

telah ditentukan oleh PP No. 41 Tahun 1999, yaitu sebesar 230 µg/m3 dan baku mutu

PM10 adalah sebesar 150 µg/m3. Jika dilihat dari konsentrasi TSP di Kelurahan Rawa

Terate pada tahun 2015 mencapai angka 315 µg/m3, dan 60% nya adalah konsentrasi

PM10 sebesar 189 µg/m3. Hal tersebut membuktikan bahwa konsentrasi TSP dan

PM10 di Kelurahan Rawa Terate, Kecamatan Cakung telah melebihi baku mutu yang

telah ditetapkan dan menjadi masalah serius.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan kepada 30 responden

yang ada di Kelurahan Rawa Terate, menunjukkan bahwa sebanyak 23 responden

(76,7%) mengalami keluhan ISPA pada balita, dengan keluhan terbanyak adalah

pilek (46,7%), batuk (40%), dan demam (33,3%). Sebagian besar responden

mengalami keluhan tersebut selama 3 hari. Sedangkan, hasil studi pendahuluan untuk

lingkungan dalam rumah seperti suhu dan kelembaban rumah tidak memenuhi syarat

yang telah ditetapkan. Selain itu, sebanyak 63,3% atau 19 responden memiliki

Page 25: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

5

hunian yang padat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anthony (2008),

variabel suhu mempunyai hubungan yang signifikan dengan gangguan ISPA pada

balita dengan nilai OR 4,49 artinya, balita yang tinggal di dalam rumah dengan suhu

tidak memenuhi syarat mempunyai peluang 4,49 kali untuk terkena gangguan ISPA

dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan suhu yang memenuhi

syarat. Selain itu, hasil penelitian Anthony (2008) juga menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna antara variabel kepadatan hunian dengan gangguan ISPA.

Hasil analisis tersebut didapatkan nilai OR sebesar 4,57 artinya risiko menderita

gangguan ISPA pada balita yang tinggal dalam rumah yang padat huni sebesar 4,57

kali dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan kepadatan hunian

yang memenuhi syarat yaitu lebih dari 10 m2 per jiwa.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan

antara konsentrasi PM10 dan faktor lingkungan dalam rumah dengan keluhan Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah Puskesmas Kelurahan Rawa

Terate tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Penyakit ISPA masih menjadi masalah kesehatan bagi negara berkembang,

terutama di Indonesia. Balita merupakan kelompok umur yang banyak mengalami

gejala penyakit tersebut. Keluhan ISPA yang sering muncul adalah batuk, pilek, dan

demam. Salah satu provinsi yang masih cukup tinggi kejadian ISPA nya adalah

Provinsi DKI Jakarta, dilihat dari angka period prevalence ISPA nya yang masih

melewati period prevalence Nasional yaitu 25,2%. Kota Jakarta Timur merupakan

salah satu kota administratif di Provinsi DKI Jakarta yang mengalami peningkatan

angka period prevalence. Pada tahun 2007, period prevalence kota Jakarta Timur

Page 26: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

6

sebesar 26,6% mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 26,9%. Kelurahan

Rawa Terate merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan

Cakung, Jakarta Timur. Jumlah kasus ISPA pada balita di bulan Januari hingga Mei

tahun 2017 di Puskesmas Rawa Terate mencapai 686 kasus, dengan angka prevalens

sebesar 382 per 1000 penduduk balita. Kejadian ISPA di daerah Kelurahan Rawa

Terate dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu agen, host atau pejamu, dan

lingkungan. Faktor agen fisik berupa konsentrasi PM10 dapat menjadi faktor risiko

terjadinya ISPA pada balita, dikarenakan lokasi Kelurahan Rawa Terate berada dekat

dengan area perindustrian Pulogadung dan jalan raya yang dapat meningkatkan

risiko warga disekitar kawasan tersebut untuk mengalami masalah kesehatan

pernapasan. Selain itu faktor lingkungan dalam rumah seperti ventilasi, suhu,

kelembaban, pencahayaan, letak dapur, lubang asap dapur, kepadatan hunian, dan

anggota keluarga yang merokok juga dapat mempengaruhi peningkatan kejadian

ISPA pada balita.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan ISPA pada balita di Puskesmas Rawa Terate

tahun 2017?

2. Bagaimana gambaran karakteristik balita (usia, jenis kelamin, status gizi,

status imunisasi, dan BBLR) di Puskesmas Rawa Terate tahun 2017?

3. Bagaimana gambaran konsentrasi PM10 dalam rumah balita di Puskesmas

Rawa Terate tahun 2017?

4. Bagaimana gambaran faktor lingkungan dalam rumah (suhu, kelembaban,

pencahayaan, ventilasi, letak dapur, lubang asap dapur, kepadatan hunian,

dan anggota keluarga yang merokok) di Puskesmas Rawa Terate tahun 2017?

Page 27: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

7

5. Bagaimana hubungan antara konsentrasi PM10 dalam rumah dengan keluhan

ISPA pada balita di Puskesmas Rawa Terate tahun 2017?

6. Bagaimana hubungan faktor lingkungan dalam rumah (suhu, kelembaban,

pencahayaan, ventilasi, letak dapur, lubang asap dapur, kepadatan hunian,

dan anggota keluarga yang merokok) dengan keluhan ISPA pada balita di

Puskesmas Rawa Terate tahun 2017?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan antara konsentrasi PM10 dalam rumah dan faktor

lingkungan dalam rumah dengan keluhan ISPA pada balita di Puskesmas Rawa

Terate tahun 2017.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan ISPA pada balita di Puskesmas Rawa Terate

tahun 2017.

2. Diketahuinya gambaran karakteristik balita (usia, jenis kelamin, status gizi,

riwayat imunisasi, dan BBLR) di Puskesmas Rawa Terate tahun 2017.

3. Diketahuinya konsentrasi PM10 dalam rumah balita di Puskesmas Rawa

Terate tahun 2017.

4. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan dalam rumah (suhu, kelembaban,

pencahayaan, ventilasi, letak dapur, lubang asap dapur, kepadatan hunian,

dan anggota keluarga yang merokok) di Puskesmas Rawa Terate tahun 2017.

5. Diketahuinya hubungan antara konsentrasi PM10 dalam rumah dengan

keluhan ISPA pada balita di Puskesmas Rawa Terate tahun 2017.

Page 28: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

8

6. Diketahuinya hubungan faktor lingkungan dalam rumah (suhu, kelembaban,

pencahayaan, ventilasi, letak dapur, lubang asap dapur, kepadatan hunian,

dan anggota keluarga yang merokok) dengan keluhan ISPA pada balita di

Puskesmas Rawa Terate tahun 2017.

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Peneliti

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menambah

wawasan dan pengalaman bagi penulis mengenai PM10, faktor lingkungan dalam

rumah, dan penyakit ISPA pada balita.

1.5.2 Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat dan

keluarga balita melalui penyuluhan kesehatan tentang efek kesehatan akibat paparan

PM10, faktor lingkungan dalam rumah dan pengaruhnya terhadap kejadian ISPA pada

balita.

1.5.3 Bagi Instansi Pemerintah

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang paparan PM10 dalam rumah dan kondisi lingkungan dalam rumah sebagai

faktor risiko kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Rawa Terate, serta informasi

tentang proporsi ISPA di wilayah Puskesmas Rawa Terate sehingga informasi

tersebut dapat menjadi bahan masukan kepada pengelola program di Puskesmas

Kelurahan Rawa Terate dalam merencanakan dan mengembangkan program

pencegahan dan penanggulangan ISPA terutama pada balita.

Page 29: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

9

1.6 Ruang Lingkup

Berdasarkan judul penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian hanya sebatas

pada hubungan antara konsentrasi PM10 dan faktor lingkungan dalam rumah dengan

keluhan ISPA pada balita di Kelurahan Rawa Terate, Kecamatan Cakung. Kejadian

ISPA pada anak balita dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam penelitian ini faktor

risiko kejadian ISPA pada balita yang diteliti adalah konsentrasi PM10 dalam rumah

dan variabel lain yang berhubungan dengan keluhan ISPA pada balita seperti

ventilasi, suhu, kelembaban, pencahayaan, letak dapur, lubang asap dapur, kepadatan

hunian, dan anggota keluarga yang merokok. Variabel lain seperti konstruksi

dinding, jenis lantai, jenis bahan bakar memasak, penggunaan obat nyamuk bakar,

dan keberadaan hewan peliharaan tidak diteliti, karena berdasarkan hasil studi

pendahuluan data tersebut homogen.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September tahun 2017 dengan

daerah penelitian dibatasi hanya di wilayah kerja Puskesmas Rawa Terate,

Kecamatan Cakung. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross

sectional untuk mengetahui hubungan konsentrasi PM10 dan faktor lingkungan dalam

rumah (suhu, kelembaban, pencahayaan, ventilasi, letak dapur, lubang asap dapur,

kepadatan hunian, dan anggota keluarga yang merokok) dengan keluhan ISPA pada

balita. Pengukuran parameter PM10, suhu, kelembaban dan pencahayaan dalam

rumah hanya dilakukan satu kali yaitu pada saat kunjungan dan dilakukan di ruangan

tempat balita sering tidur. Pengukuran PM10 dilakukan selama satu jam dengan

menggunakan alat Haz-Dust EPAM 5000, pengukuran suhu dan kelembaban

dilakukan selama 10 menit menggunakan thermohygrometer, dan untuk pengukuran

pencahayaan menggunakan lux meter. Faktor lingkungan dalam rumah lainnya

Page 30: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

10

dilakukan dengan wawancara dan diobservasi melalui daftar pertanyaan, meliputi

pencahayaan, ventilasi, letak dapur, lubang asap dapur, kepadatan hunian, dan

keberadaan anggota keluarga yang merokok. Pengukuran ventilasi serta luas lantai

rumah ataupun kamar balita saat tidur menggunakan Roll meter. Variabel faktor

pejamu dilakukan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan meliputi

umur, jenis kelamin, berat bayi saat lahir untuk mengetahui apakah bayi tersebut

BBLR, status imunisasi balita yang bersangkutan dengan melihat Kartu Menuju

Sehat (KMS), serta penentuan status gizi balita dilakukan berdasarkan antropometri

yaitu indeks BB/U dengan melihat riwayat penimbangan yang ada dalam KMS balita

tersebut.

Page 31: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

11

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

2.1.1 Pengertian ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan

atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit

yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor

lingkungan, dan faktor pejamu. Namun di dalam pedoman interim WHO tahun 2007,

ISPA didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh

agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia (WHO, 2007).

Berdasarkan Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut tahun

2011, ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran

napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga

tengah, pleura) (Kementerian Kesehatan RI, 2011a). Pada umumnya penyakit ISPA

banyak terjadi pada anak-anak, terutama balita. Balita di Indonesia rata-rata

mengalami sakit batuk dan pilek 3 sampai 6 kali pertahun (Endah dan Daroham,

2009).

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa infeksi saluran pernapasan akut

(ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan yang bersifat akut, dan menyerang salah

satu bagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung (bagian atas) dan

alveoli (bagian bawah) termasuk jaringan adneksanya, biasanya menular dan dapat

Page 32: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

12

mematikan tergantung dari patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor

pejamu.

2.1.2 Penyebab ISPA

Penyebab ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus Korinebakterium. Virus penyebab

ISPA antara lain golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus,

Mikoplasma, Herpesvirus, dan lain-lain (Kementerian Kesehatan RI, 2002).

Menurut Corwin, sebagian besar ISPA disebabkan virus, meskipun bakteri

juga dapat terlibat sejak awal atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus.

Semua jenis infeksi mengaktifkan respons imun dan inflamasi sehingga terjadi

pembengkakan dan edema jaringan yang terinfeksi. Reaksi inflamasi menyebabkan

peningkatan produksi mukus yang berperan menimbulkan ISPA, yaitu kongesti atau

hidung tersumbat, sputum berlebihan, dan pilek. Sakit kepala, demam ringan, dan

malaise juga dapat terjadi akibat reaksi inflamasi (Corwin, 2009).

Untuk menegakan etiologi ISPA pada balita sulit dilakukan karena untuk

memperoleh sediaan dahak sebagai bahan pemeriksaan sukar diperoleh. Hanya

biakan aspirat untuk membantu penetapan etiologi ISPA. Pemeriksaan spesimen

aspirat paru merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan

bakteri penyebab ISPA pada balita. Oleh karena itu penetapan etiologi ISPA balita di

Indonesia mengacu pada hasil penelitian di luar negeri (Depkes RI, 2002 dalam

Afandi, 2012). Menurut Lederberg dkk., bakteri adalah penyebab utama infeksi

saluran pernapasan bawah, dan Streptococcus pneumoniae di banyak negara

merupakan penyebab paling umum pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit

Page 33: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

13

yang disebabkan oleh bakteri. Namun demikian, patogen yang paling sering

menyebabkan ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan virus-bakteri (WHO, 2007).

2.1.3 Klasifikasi ISPA pada Balita

Dalam penentuan klasifikasi penyakit, Kementerian Kesehatan RI

membaginya berdasarkan atas dua kelompok usia, yaitu: (Kementerian Kesehatan

RI, 2002)

1. Untuk kelompok usia 2 bulan sampai <5 tahun, dibedakan dalam 3

klasifikasi, antara lain:

a. Pneumonia berat, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar

bernapas, disertai napas sesak atau adanya tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam (chest indrawing).

b. Pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernapas,

napas cepat sebanyak 50 kali per menit atau lebih untuk usia 2 bulan

sampai < 1 tahun, 40 kali per menit atau lebih untuk usia 1 sampai < 5

tahun.

c. Bukan pneumonia, ditandai dengan adanya batuk yang tidak

menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak

menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

2. Untuk kelompok spesimen <2 bulan, klasifikasi dibagi atas:

a. Pneumonia berat, ditandai dengan adanya napas cepat (fast

breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit

atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian

bawah ke dalam (severe chest drawing).

Page 34: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

14

b. Bukan pneumonia, ditandai dengan adanya batuk yang tidak

menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak

menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

Dengan demikian, klasifikasi bukan pneumonia pada klasifikasi diatas

mencakup penyakit-penyakit ISPA diluar pneumonia seperti batuk, pilek bukan

pneumonia (common cold, pharyngitis, tonsillitis, otitis). Selain itu, dalam

pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) klasifikasi pada kelompok

spesimen <2 bulan adalah infeksi bakteri yang serius dan infeksi bakteri lokal

(Kementerian Kesehatan RI, 2002).

2.1.4 Mekanisme Terjadinya ISPA

Dalam proses kejadian penyakit, terutama penyakit menular seperti ISPA,

disebabkan adanya interaksi antara agen atau faktor penyebab penyakit, manusia

sebagai pejamu atau host, dan faktor lingkungan yang mendukung. Proses interaksi

ini disebabkan adanya agen penyebab penyakit kontak dengan manusia sebagai

pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan lingkungan (Budiarto dan

Anggraeni, 2002).

Sumber agen penyebab sakit pada ISPA adalah bakteri, virus, dan polutan

udara. Bakteri dan virus dapat berasal dari lingkungan rumah yang kurang sehat

seperti kelembaban dan ventilasi yang buruk ataupun adanya penderita ISPA

serumah. Sedangkan untuk polutan udara berasal dari polusi udara di dalam ataupun

di lingkungan sekelilingnya (WHO, 2008).

ISPA dapat ditularkan melalui transmisi kontak dan transmisi droplet.

Transmisi kontak melibatkan kontak langsung antar permukaan badan dan

perpindahan fisik mikroorganisme antara orang yang terinfeksi atau terkolonisasi dan

Page 35: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

15

pejamu yang rentan, maupun kontak tak langsung yang melibatkan kontak antara

pejamu rentan dengan benda perantara yang terkontaminasi (misalnya, tangan yang

terkontaminasi), yang membawa dan memindahkan organisme tersebut (WHO,

2007).

Transmisi droplet ditimbulkan dari orang (sumber) yang terinfeksi terutama

selama terjadinya batuk, bersin, dan berbicara. Penularan terjadi bila droplet yang

mengandung mikroorganisme ini tersembur dalam jarak dekat (biasanya < 1m)

melalui udara dan terdeposit di mukosa mata, mulut, hidung, tenggorokan, atau

faring orang lain (WHO, 2007).

Setelah agen penyakit terdeposit maka sudah masuk ke dalam tubuh. Agen

tersebut akan menimbulkan infeksi yang mengaktifkan respons imun dan inflamasi.

Reaksi inflamasi tersebut menyebabkan peningkatan produksi mukus dan

menimbulkan batuk, pilek, dan hidung tersumbat. Apabila agen telah memasuki

saluran pernapasan bawah, maka agen dapat menimbulkan infeksi pada saluran

tersebut dan menyerang paru-paru (WHO, 2007).

2.1.5 Tanda dan Gejala ISPA

Tanda dan gejala yang biasanya muncul pada penderita ISPA bukan

pneumonia diawali dengan batuk, dan sering juga nyeri tenggorokan, pilek, demam

tidak lebih dari 7 hari, tanpa disertai gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak

menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Kementerian

Kesehatan RI, 2002, 2015; WHO, 2007). Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu

dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari (WHO, 2007).

Page 36: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

16

2.2 Faktor Risiko ISPA

Terjadinya ISPA dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari faktor agen,

pejamu, dan lingkungan (Tosepu, 2016).

2.2.1 Faktor Agen

2.2.1.1 Agen Biologi

ISPA disebabkan oleh berbagai agen infeksius yang terdiri dari 300 lebih

jenis virus, bakteri dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA meliputi genus

Streptococcus, Pneumococcus, Haemophilus, Bordetella, dan Corynebacterium.

Virus penyebab ISPA meliputi golongan Paramixovirus (virus influenza,

parainfluenza, virus campak, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, dan virus

herpes). Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri. Di negara berkembang,

penyebab tersering pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus

influenza. Sementara itu, di negara maju, pneumonia pada anak umumnya

disebabkan oleh virus (Kementerian Kesehatan RI, 2002; Tosepu, 2016).

2.2.1.2 Agen Fisik

Selain agen biologis diatas, agen fisik seperti pencemar udara juga dapat

memicu terjadinya gangguan pernapasan. PM10 merupakan salah satu pencemar

udara yang memberikan dampak yang besar terhadap kesehatan manusia karena

bersifat respirable sehingga memicu terjadinya infeksi saluran pernapasan akut

(ISPA) (Pujiastuti dkk., 2013).

2.2.1.2.1 Particulate Matter (PM10)

2.2.1.2.1.1 Definisi, Karakteristik, dan Sumber

Particulate Matter (PM10) adalah polutan partikel padat yang ada di udara.

Fokus penting untuk kesehatan masyarakat adalah partikel cukup kecil yang dapat

Page 37: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

17

terhirup sampai bagian terdalam paru-paru. Partikel ini berukuran kurang dari 10

mikron dengan tebal sekitar se per tujuh ketebalan rambut manusia dan dikenal

sebagai PM10. PM10 adalah komponen utama pencemaran udara yang mengancam

kesehatan dan lingkungan (Californian Environmental Protection Agency, 2009).

Partikulat ukuran kurang dari 10 mikron mempunyai nama lain yaitu,

PM10 sebagai inhalable particles, respirable particulates, respirable dust, dan

inhalable dust. PM10 merupakan kelompok partikulat yang mudah terhirup, karena

ukurannya maka PM10 lebih spesifik dijadikan partikulat yang respirable dan

prediktor kesehatan yang baik (Koren, 2003).

Sumber utama PM10 baik di kota maupun di desa antara lain kendaraan

bermotor, debu dari konstruksi, industri, dan debu dari tanah terbuka. PM10 adalah

campuran dari unsur-unsur yang mencakup asap, jelaga, debu, dan logam

(Californian Environmental Protection Agency, 2009). Sumber dari dalam rumah

antara lain dapat berasal dari perilaku merokok, penggunaan energi masak dari bahan

bakar biomassa, dan penggunaan obat nyamuk bakar (Kementerian Kesehatan RI,

2011b).

2.2.1.2.1.2 Mekanisme Pajanan PM10 ke Tubuh Manusia

PM10 merupakan salah satu polutan yang berbahaya. Ketika dihirup

partikel ini menembus pertahanan dari sistem pernapasan dan masuk ke dalam tubuh

dan mengendap di paru-paru. Sistem pernapasan manusia mempunyai beberapa

sistem pertahanan yang dapat mencegah masuknya partikulat ke dalam paru-paru.

Bulu-bulu hidung akan mencegah masuknya partikulat berukuran besar, sedangkan

partikulat yang berukuran lebih kecil akan dicegah masuk oleh membran mukosa

Page 38: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

18

yang terdapat di sepanjang sistem pernapasan dan merupakan permukaan tempat

partikulat menempel (Gestrudis, 2010).

Masalah kesehatan dimulai saat tubuh mulai bereaksi dengan partikel

asing. Partikel-partikel udara yang menyebabkan iritasi mengawali terjadinya

penyakit saluran pernapasan. Tidak ada debu yang benar-benar inert (tidak merusak

paru-paru), dan pada konsentrasi tinggi semua debu bersifat merangsang dan

menimbulkan reaksi produksi lendir yang berlebihan (Gestrudis, 2010). PM10 dapat

meningkatkan jumlah dan tingkat keparahan serangan asma, menyebabkan atau

memperburuk bronkitis dan penyakit paru-paru lainnya, dan mengurangi kemampuan

tubuh untuk melawan infeksi. Meskipun PM10 dapat menyebabkan masalah

kesehatan untuk semua orang, orang-orang tertentu sangat rentan terhadap efek

merugikan dari PM10 ini. Pejamu rentan tersebut termasuk balita, anak-anak, orang

tua, dan orang yang menderita asma atau bronkitis. Studi terbaru menyebutkan

bahwa hubungan paparan PM10 dengan kematian dini pada orang yang telah

memiliki penyakit hati dan penyakit paru-paru, terutama orang tua (Californian

Environmental Protection Agency, 2009)

2.2.1.2.1.3 Nilai Ambang Batas PM10

Nilai ambang batas (NAB) PM10 berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 Tentang Pedoman Penyehatan

Udara Dalam Ruang Rumah adalah sebesar ≤70 µg/m3 (Kementerian Kesehatan RI,

2011b).

2.2.1.3 Agen Kimia

Agen kimia merupakan unsur dalam bentuk senyawa kimia yang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan atau penyakit tertentu. Unsur-unsur ini pada

Page 39: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

19

umumnya berasal dari luar tubuh. Bentuk agen kimia dapat berupa padat, cair, dan

gas (Noor, 2008). Beberapa contoh agen kimia yang dapat masuk ke dalam tubuh

dengan cara inhalasi antara lain zat kimia dalam bentuk gas (COX, SOX), uap (uap

bensin), debu mineral (asbestos), dan partikel di udara (zat-zat alergen) (Nuning

dkk., 2006).

Agen kimia seperti gas COX jika terhirup akan dapat terikat dengan

hemoglobin darah, lebih kuat dibandingkan dari oksigen membentuk

karboksihemoglobin (COHb), sehingga menyebabkan terhambatnya pasokan oksigen

ke jaringan tubuh. Pajanan CO diketahui dapat mempengaruhi kerja jantung (sistem

kardiovaskuler), sistem syaraf pusat, juga janin, dan semua organ tubuh yang peka

terhadap kekurangan oksigen. Pengaruh CO terhadap sistem kardiovaskuler cukup

nyata teramati walaupun dalam kadar rendah. Penderita penyakit jantung dan

penyakit paru merupakan kelompok yang paling peka terhadap pajanan CO

(Tugaswati, 2008).

2.2.2 Faktor Pejamu

2.2.2.1 Usia

Balita mempunyai risiko lebih besar untuk terkena ISPA. Faktor risiko

balita terkena ISPA terutama pneumonia, jika dilihat berdasarkan usia yaitu usia

balita <2 bulan memiliki risiko lebih tinggi terkena ISPA dibandingkan dengan balita

dengan usia 2 bulan sampai dengan 5 tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2002).

Hasil analisis faktor risiko membuktikan bahwa usia merupakan salah satu faktor

risiko penyebab terjadinya kematian pada balita yang sedang menderita pneumonia.

Semakin tua usia balita yang menderita pneumonia, semakin kecil risiko meninggal

Page 40: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

20

akibat pneumonia dibanding balita dengan usia muda (Djaja, 1999 dalam Afandi,

2012).

Dalam 6 bulan pertama kehidupan, antibodi ibu yang ditularkan ke bayi

berfungsi sebagai sumber perlindungan terhadap beberapa virus, salah satunya virus

ISPA. Penyapihan akan mempengaruhi terjadinya defisiensi nutrisi dan kerentanan

terhadap infeksi, termasuk ISPA. Angka insidens ISPA tertinggi juga ditemukan

pada anak usia 2-3 tahun, dan kemungkinan karena paparan dari faktor lingkungan

(Ramani dkk., 2016).

2.2.2.2 Jenis Kelamin

Dalam pedoman pemberantasan penyakit ISPA tahun 2002, laki-laki

mempunyai faktor risiko lebih tinggi terkena ISPA dibandingkan perempuan

(Kementerian Kesehatan RI, 2002). Hal ini sejalan dengan penelitian Ramani dkk

(2016), laki-laki (OR=2,41) lebih rentan terkena ISPA dibandingkan dengan

perempuan (OR=0,41). Kemungkinan alasannya adalah karena anak laki-laki lebih

banyak menghabiskan waktu di luar rumah dibandingkan anak perempuan, sehingga

memungkinkan mereka lebih rentan terhadap tertularnya partikel yang ada di udara

(Ramani dkk., 2016). Selain itu, diameter saluran pernapasan anak laki-laki lebih

kecil dibandingkan dengan anak perempuan atau adanya perbedaan dari daya tahan

tubuh anak laki-laki dan perempuan (Sunyataningkamto dkk., 2004)

2.2.2.3 Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

BBLR menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada

masa balita. Bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko

kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama

pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang

Page 41: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

21

sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama sakit saluran

pernapasan lainnya (Farieda, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Husin dan Suratini (2014) di

Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta menunjukkan bahwa terdapat hubungan berat

badan lahir dengan kejadian ISPA pada balita dengan p-value sebesar 0,024.

2.2.2.4 Status Gizi

Status gizi anak usia bawah lima tahun merupakan indikator kesehatan publik

yang secara internasional dikenal untuk memonitor kesehatan dan status gizi

penduduk. Ada tiga indikator status gizi anak balita antara lain berat badan menurut

umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badat badan menurut

tinggi badan (BB/TB). Berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB dan baku antropometri

WHO tahun 2006, ditetapkan sebagai status gizi anak (LPEM FEUI, 2009).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan kategori dan ambang batas

yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi anak berdasarkan indeks,

sebagai berikut: (Kementerian Kesehatan RI, 2010)

Page 42: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

22

Status gizi berpengaruh pada kesehatan balita. Apabila balita mengalami

gizi buruk, maka dia akan lebih rentan terkena penyakit. Hal ini dikarenakan

menurunnya daya tahan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan yang tidak optimal,

sampai pada kematian yang akan menurunkan kualitas generasi muda mendatang

(Krisnansari, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Ramani dkk., menyebutkan

bahwa Case Fatality Rate (CFR) ISPA pada anak dengan gizi buruk 27 kali lebih

tinggi (14,5%) dibandingkan dengan anak normal (0,6%) (Ramani dkk., 2016).

2.2.2.5 Status Imunisasi

Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan

memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah

terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2008). Imunisasi juga penting untuk

menurunkan angka kematian anak usia bawah lima tahun. Imunisasi dasar lengkap

Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Berdasarkan Indeks

Sumber : Kementerian Kesehatan RI, 2010

Page 43: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

23

meliputi BCG, tiga kali polio, tiga kali DPT, tiga kali hepatitis B, dan campak

(LPEM FEUI, 2009).

Bayi telah mendapatkan imunisasi campak diharapkan dapat terhindar dari

penyakit campak dan pneumonia. Pneumonia merupakan komplikasi yang paling

sering terjadi pada anak yang mengalami penyakit campak. Selain imunisasi campak,

imunisasi DPT mencegah terjadi penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Menurut

UNICEF-WHO, pemberian imunisasi dapat mencegah infeksi yang dapat

menyebabkan pneumonia sebagai komplikasi penyakit pertusis. Pertusis dapat

diderita oleh semua orang tetapi penyakit ini lebih serius bila terjadi pada bayi

(Hartati dkk., 2012).

2.2.3 Faktor Lingkungan

2.2.3.1 Lingkungan Dalam Rumah

Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal

yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat

penghuninya, serta aset bagi pemiliknya (Kementerian Kesehatan RI, 2011b). Pada

umumnya, rumah merupakan tempat tersering seseorang menghabiskan waktu untuk

melakukan kegiatan di dalam rumah sehingga rumah menjadi sangat penting sebagai

lingkungan mikro yang berkaitan dengan risiko dari pencemaran udara. Pencemaran

udara akan mengakibatkan kualitas udara menjadi buruk dalam ruang rumah dan

dapat menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain ISPA (Kementerian Kesehatan

RI, 2011b). Lingkungan dalam rumah dapat menjadi faktor risiko terjadinya suatu

penyakit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Penyakit Menular

dalam Cermin Dunia Kedokteran Nomor 70 Tahun 1991 tentang pengaruh

lingkungan terhadap penyakit ISPA menyatakan bahwa faktor polusi yang

Page 44: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

24

berpengaruh antara lain jumlah orang yang merokok, jumlah rokok yang dihisap,

masuknya asap dapur ke dalam ruangan keluarga, ventilasi rumah yang tidak baik,

jarak antara rumah dengan bengkel las/tempat sampah. Keadaan lingkungan dapat

mempengaruhi episode kejadian ISPA pada anak (Endah dan Daroham, 2009).

2.2.3.1.1 Kondisi Fisik Rumah

a. Ventilasi

Ventilasi adalah tempat pertukaran udara dari dalam ke luar ataupun

sebaliknya. Ventilasi rumah berfungsi menjaga agar aliran udara di dalam

tetap segar berarti keseimbangan O2 yang diperlukan penghuni akan terjaga.

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 rendah, dan CO2 tinggi di dalam

rumah (ventilasi berbanding lurus dengan kelembaban). Fungsi ventilasi

yang lain adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri patogen,

dan agar ruangan rumah selalu dalam kelembaban yang optimum

(Notoatmodjo, 2007).

Pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan

suburnya pertumbuhan mikroorganisme, yang mengakibatkan gangguan

terhadap kesehatan manusia, seperti gangguan pernapasan. Untuk mengatur

pertukaran udara agar udara dalam rumah tetap segar, maka ventilasi harus

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam

Ruang Rumah antara lain: (Kementerian Kesehatan RI, 2011b)

1. Ventilasi minimal 10% luas lantai dengan sistem ventilasi silang.

Page 45: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

25

2. Jika rumah ber-AC (Air Conditioner), pemeliharaan AC dilakukan

secara berkala, serta harus melakukan pergantian udara dengan

membuka jendela minimal pada pagi hari secara rutin.

3. Mengatur tata letak ruang dan ventilasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Suryani dkk (2015), menunjukkan

adanya hubungan lemah antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada

balita dengan nilai p<0,05 (0,000) dan nilai Cc=0,359. Penelitian tersebut

sesuai dengan teori Notoatmodjo tentang rumah yang ventilasinya tidak

memenuhi syarat kesehatan akan mempengaruhi kesehatan penghuni

rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian ISPA lebih tinggi

terjadi pada rumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan

(84.7%) dibandingkan rumah dengan ventilasi yang memenuhi syarat

kesehatan (48.9%) (Suryani dkk, 2015).

b. Suhu

Suhu optimum ruang berkisar 18oC sampai 30 oC (Kementerian

Kesehatan RI, 2011b). Kondisi suhu yang terlalu rendah atau terlampau

tinggi akan bisa mempengaruhi kondisi udara dalam ruangan akibat dari

pergerakan atau pertukaran udara yang tidak berjalan dengan baik (Afandi,

2012). Suhu yang rendah pada musim dingin dapat meningkatkan viskositas

lapisan mukosa pada saluran napas dan mengurangi gerakan silia, sehingga

meningkatkan penyebaran virus influenza di saluran napas (Sinaga, 2012)

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anthony (2008) dan

Anggraeni (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara suhu dalam

ruang dengan kejadian ISPA pada balita. Sebaliknya, penelitian Farieda

Page 46: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

26

(2009) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara suhu dalam ruang

dengan kejadian ISPA pada balita. Dengan nilai OR < 1, sehingga dapat

dikatakan suhu dalam ruang merupakan faktor pengurang risiko dalam

hubungannya dengan kejadian ISPA pada balita.

c. Kelembaban

Kelembaban adalah persentase jumlah air di udara atau uap air dalam

udara. Kelembaban yang dipersyaratkan berdasarkan Permenkes No. 1077

tahun 2011 dalam Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang adalah 40% -

60% Rh. Kelembaban yang tinggi maupun rendah dapat menyebabkan

suburnya pertumbuhan mikroorganisme (Kementerian Kesehatan RI,

2011b). Dalam buku Current Air Quality Issue, peningkatan kelembaban

akan meningkatkan pertumbuhan jamur dan paparannya dapat

menyebabkan asma dan kondisi pernapasan lainnya. Selain itu, peningkatan

kelembaban relatif diatas 70% juga cenderung meningkatkan kelangsungan

hidup virus yang menginfeksi saluran pernapasan (Ana dan Morakinyo,

2015).

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anggraeni (2006) dan Afandi

(2012) menunjukkan adanya hubungan antara kelembaban dalam ruang

dengan kejadian ISPA pada balita. Sedangkan, pada penelitian yang

dilakukan oleh Anthony (2008) di Kabupaten Karimun menunjukkan tidak

adanya hubungan antara kelembaban udara dalam ruang dengan kejadian

ISPA pada balita. Namun, hasil nilai OR > 1 (2,45) menunjukkan bahwa

kelembaban udara merupakan faktor risiko terjadinya ISPA pada balita.

d. Pencahayaan

Page 47: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

27

Pencahayaan dalam ruang rumah diusahakan agar sesuai dengan

kebutuhan untuk melihat benda sekitar dan membaca berdasarkan

persyaratan minimal 60 Lux. Cahaya yang terlalu tinggi akan

mengakibatkan kenaikan suhu pada ruangan (Kementerian Kesehatan RI,

2011b).

Pencahayaan alami adalah penerangan rumah secara alami oleh sinar

matahari melalui jendela, lubang angin dan pintu dari arah timur di pagi hari

dan barat di sore hari. Pencahayaan alami sangat penting dalam menerangi

rumah untuk mengurangi kelembaban. Rumah yang sehat harus mempunyai

jalan masuk cahaya matahari dari arah barat dan timur sekurang-kurangnya

15%-20% dari luas lantai yang terdapat di dalam rumah (Wattimena, 2004

dalam Suryani dkk., 2015).

Cahaya matahari mempunyai sinar ultraviolet pada panjang gelombang

253,7 nm bisa membunuh kuman, bakteri, virus, serta jamur yang dapat

menyebabkan infeksi, alergi, asma maupun penyakit lainnya. Sinar

ultraviolet akan merusak DNA mikroba (kuman, bakteri, virus maupun

jamur) sehingga DNA mikroba menjadi steril. Jika mikroba terkena sinar

ultraviolet, maka mikroba tidak mampu bereproduksi dan akhirnya mati

(Sari dkk., 2014)

e. Letak Dapur

Dapur berfungsi sebagai tempat untuk memasak. Kegiatan pada proses

memasak berhubungan dengan panas, asap, dan debu, sehingga dapur

mempunyai peran penting dalam memengaruhi kualitas udara dalam ruang

(Afandi, 2012; Pramayu, 2012).

Page 48: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

28

Dalam area penelitian yang dilakukan oleh Ramani dkk., (2006),

58,25% rumah tangga memiliki status rumah yang tidak memadai. Tidak

adanya pemisah dapur atau sekat di rumah, dan kurang memadainya dapur

dan kamar mandi sehingga asap menumpuk di dalam ruangan. Hal ini

mempengaruhi daerah pertahanan dari sistem pernapasan anak-anak, karena

mereka tinggal lebih lama di dalam ruangan dan meningkatkan kerentanan

terhadap ISPA.

Dalam penataan ruangan di dalam rumah yang paling utama adalah

jumlah ruangan sesuai dengan kebutuhan dan bagaimana meletakkan posisi

dapur sehingga tidak menyebabkan asap dari dapur masuk ke ruangan lain

dalam rumah. Asap dapur sapat menyebabkan terjadinya gangguan saluran

pernapasan dan gangguan penglihatan (Farieda, 2009).

f. Konstruksi Dinding

Dinding rumah masyarakat di Indonesia terdiri dari berbagai jenis, ada

yang terbuat dari anyaman bambu, papan kayu, dan bersifat permanen

(plester). Untuk dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu atau

papan kayu masih dapat ditembus oleh udara, secara penghawaan akan

bagus namun dapat meningkatkan kelembaban ruang dan tidak menjamin

dari segi kebersihan. Debu yang terbawa menjadi media yang baik untuk

mikroorganisme menempel dan berkembang, sehingga berpotensi

menimbulkan gangguan pada kesehatan terutama pernapasan (Anthony,

2008; Sinaga, 2012). Konstruksi dinding yang baik adalah dinding rumah

yang kedap air serta mudah dibersihkan, konstruksi kuat, serta tidak

berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan.

Page 49: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

29

g. Jenis Lantai

Beberapa ketentuan jenis lantai diantaranya bahan bangunan tidak boleh

terbuat dari bahan-bahan yang mudah terlepas, zat-zat yang membahayakan

kesehatan serta tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat tumbuh

kembangnya mikroorganisme patogen serta lantai harus kedap air dan

mudah dibersihkan serta bersifat permanen (plester) (Afandi, 2012). Rumah

yang memiliki jenis lantai keramik atau ubin cenderung lebih baik karena

mudah dibersihkan dan tidak lembab. Sebaliknya lantai yang hanya di cor,

cenderung lembab, tidak kedap air, dan bisa menjadi tempat berkembang

biaknya bakteri atau virus penyebab ISPA (Pangemanan dkk., 2016).

Lantai yang berdebu dan basah dapat menjadi sarang penyakit serta

menyebabkan gangguan kesehatan. Debu yang dihasilkan dari lantai bisa

terhirup dan menempel pada saluran pernapasan yang apabila terakumulasi

dapat menyebabkan elastisitas paru menurun dan kesulitan dalam bernapas.

Selain itu, lantai tanah diketahui dapat menyebabkan kelembaban udara

dalam rumah menjadi meningkat dan dapat mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme patogen (Halim, 2012).

h. Lubang asap dapur

Survei lingkungan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2003 di 6

desa, ditemukan proporsi responden yang menggunakan kayu bakar masih

banyak (>50%). Sedangkan data Riskesdas 2010 menunjukan 64,2%

masyarakat di pedesaan masih menggunakan kayu bakar, arang, dan

lainnya sebagai bahan bakar untuk memasak. Dengan kondisi tersebut

Page 50: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

30

sudah semestinya ventilasi atau cerobong pembuangan asap mutlak harus

ada untuk menjaga kebersihan udara dalam ruang (Afandi, 2012).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, dapur

yang sehat harus memiliki lubang asap dapur. Di perkotaan, dapur sudah

dilengkapi dengan penghisap asap. Lubang asap dapur menjadi sangat

penting artinya karena asap dapat mempunyai dampak terhadap kesehatan

manusia terutama penghuni di dalam rumah. Lubang asap rumah yang tidak

memenuhi persyaratan menyebabkan gangguan terhadap pernapasan dan

mungkin dapat merusak alat-alat pernapasan, lingkungan rumah menjadi

kotor dan gangguan terhadap penglihatan/mata menjadi pedih.

2.2.3.1.2 Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan

jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal (Notoatmodjo, (2003) dalam

Farieda, 2009). Persyaratan kepadatan hunian dalam rumah menurut Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan

Kesehatan Rumah, yaitu satu orang minimal menempati luas rumah 8 m2.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi

dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna

antara kepadatan hunian rumah dengan kematian oleh karena bronkopneumonia

pada bayi tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan

memberikan korelasi yang tinggi pada faktor ini (Gestrudis, 2010). Banyak rumah

yang secara teknis memenuhi syarat kesehatan, tetapi apabila penggunaannya

tidak sesuai dengan peruntukannya maka akan terjadi gangguan. Penularan

Page 51: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

31

penyakit khususnya melalui udara akan semakin cepat jika kepadatan semakin

tinggi (Achmadi, 2008 dalam Sinaga, 2012).

2.2.3.1.3 Kegiatan Rumah

a. Jenis Bahan Bakar Memasak

Penggunaan bahan bakar padat sebagai energi untuk memasak dengan

tungku sederhana/kompor tradisional, khususnya di daerah pedesaan pada

negara-negara berkembang akan menimbulkan pencemaran udara dalam

ruang. Bahan bakar tersebut menghasilkan polutan dalam konsentrasi tinggi

dikarenakan terjadi proses pembakaran yang tidak sempurna. Keadaan

tersebut akan memperburuk kualitas udara dalam ruang rumah apabila

kondisi rumah tidak memenuhi syarat fisik, seperti ventilasi yang kurang

memadai, serta tidak adanya cerobong asap di dapur. Gangguan kesehatan

akibat pencemaran udara dalam ruang rumah sebagian besar terjadi di

perumahan yang cenderung menggunakan energi untuk memasak dengan

energi biomasa (Kementerian Kesehatan RI, 2011b).

b. Penggunaan Obat Nyamuk

Obat nyamuk terdiri dari berbagai macam jenis, yaitu bakar, semprot,

elektrik, dan oles. Adapun obat nyamuk yang dapat menimbulkan risiko

terbesar terhadap saluran pernapasan adalah obat nyamuk bakar. Untuk obat

nyamuk semprot, cairan insektisida tersebut berubah menjadi gas setelah

dilepaskan sehingga tidak menimbulkan asap yang berlebihan yang dapat

menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan (Halim, 2012).

Sedangkan, obat nyamuk elektrik lebih kecil lagi menimbulkan asap, karena

bekerja dengan cara mengeluarkan asap tapi dengan daya elektrik. Sehingga

Page 52: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

32

makin kecil dosis bahan zat aktif, makin kecil pula bau yang ditimbulkan

dan makin minim pula kemungkinan mengganggu kenyamanan manusia

(Sinaga, 2012).

Komponen yang ada dalam kumparan obat nyamuk bakar adalah

organic filler, bahan pengikat, zat pewarna dan material tambahan yang

dapat terbakar. Pembakaran dari material tersebut akan menghasilkan

partikel submikrometer dalam jumlah besar dan polutan gas. Partikel

submikrometer bisa mencapai saluran pernapasan bagian bawah dan dapat

terlapis oleh berbagai senyawa organik, beberapa diantara senyawa itu pun

bersifat karsinogen dan diduga karsinogen, seperti Polycyclic Aromatic

Hydrocarbons (PAHs) dihasilkan melalui pembakaran tidak sempurna dari

biomassa (material dari kumparan obat nyamuk bakar) (Liu dkk., 2003).

c. Anggota Keluarga yang Merokok

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang 70 hingga 120 mm

(bervariasi) dengan diameter sekitar 10 mm, di dalamnya berisi tembakau

yang telah dicacah (Andriyani, 2011). Rokok mengandung zat berbahaya

bernama nikotin, yaitu zat yang berasal dari daun tembakau. Nikotin

merupakan zat yang dapat membuat seseorang perokok kecanduan. Di

dalam tubuh nikotin dengan dosis rendah berdampak pada gangguan saluran

pernapasan (Sukmana, 2009). Tidak hanya nikotin, di dalam rokok juga

terkandung berbagai jenis racun lain yang berdampak pada kesehatan

seperti tar dan karbon monoksida. Tar dapat mengiritasi saluran pernapasan.

Karbon monoksida dapat menempel pada sel darah merah sehingga

mengurangi kemampuan darah dalam membawa oksigen (Ayudhitya dan

Page 53: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

33

Tjuatja, 2014). Akibat merokok yang parah adalah flek hitam di paru-paru

(Sukmana, 2009). Selain itu, merokok memiliki efek samping besar pada

sistem kekebalan tubuh, baik lokal (seperti di saluran pernapasan dan

jaringan lunak di paru-paru) dan di seluruh tubuh (Bellew dkk., 2015).

Perokok aktif adalah orang yang merokok, sedangkan perokok pasif

adalah sebutan bagi orang yang menghirup asap rokok atau tembakau dari

orang lain. Perokok aktif maupun pasif yang terpapar asap rokok akan

meningkatkan risiko terjadinya infeksi (Arcavi dan Benowitz, 2017). Asap

rokok yang dihirup oleh perokok pasif, sama bahayanya dengan rokok dan

asap yang dihirup oleh perokok aktif. Karenanya, penyakit perokok pasif

hampir sama dengan penyakit yang diderita oleh perokok aktif. Di rumah,

risiko perokok pasif seperti anak-anak dan wanita hamil juga besar.

Penyakit perokok pasif yang mungkin dapat terjadi pada mereka adalah

infeksi telinga dan gangguan pernapasan (asma, bronkitis, dan pneumonia

pada anak), gangguan kehamilan dan janin (lahir prematur, cacat fisik, serta

gangguan fungsi jantung dan sistem pernapasan bayi), serta ancaman

penyakit jantung koroner (Thayyarah dan Semesta, 2013).

d. Anggota Keluarga yang mengalami ISPA

ISPA dapat ditularkan melalui kontak langsung ataupun tidak langsung

dan droplet. Kontak langsung melibatkan kontak antar permukaan badan

dan perpindahan fisik mikroorganisme antara orang yang terinfeksi dan

pejamu yang rentan, maupun kontak tak langsung yang melibatkan kontak

antara pejamu rentan dengan benda perantara yang terkontaminasi

(misalnya, tangan yang terkontaminasi), yang membawa dan memindahkan

Page 54: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

34

organisme tersebut (WHO, 2007). Penularan melalui droplet terjadi bila

droplet yang mengandung mikroorganisme ini tersembur dalam jarak dekat

(biasanya <1m) melalui udara dan terdeposit di mukosa mata, mulut,

hidung, tenggorokan, atau faring orang lain (WHO, 2007).

Setelah agen penyakit terdeposit maka sudah masuk ke dalam tubuh.

Agen tersebut akan menimbulkan infeksi yang mengaktifkan respons imun

dan inflamasi. Reaksi inflamasi tersebut menyebabkan peningkatan

produksi mukus dan menimbulkan batuk, pilek, dan hidung tersumbat.

Apabila agen telah memasuki saluran pernapasan bawah, maka agen dapat

menimbulkan infeksi pada saluran tersebut dan menyerang paru-paru

(WHO, 2007).

Penelitian tentang hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian

ISPA pada balita di Kabupaten Wonosobo tahun 2012 menunjukkan bahwa

hubungan antara anggota keluarga yang sakit ISPA dengan kejadian ISPA

secara statistik bermakna dengan nilai p 0,0019 (95% CI: 1,179-1,708) dan

memiliki nilai OR 1,42 yang berarti adanya anggota keluarga lain yang

menderita ISPA berisiko menyebabkan kejadian ISPA pada Balita 1,42 kali

dibandingkan dengan yang tidak terdapat anggota keluarga lain yang

menderita ISPA (Afandi, 2012).

e. Keberadaan Hewan Ternak/Peliharaan

Keberadaan hewan peliharaan di lingkungan rumah memungkinkan

tersebarnya spora mikroorganisme yang berasal dari permukaan atau bulu-

bulu hewan dan kotoran hewan tersebut mencemari udara dalam rumah

(Afandi, 2012). Hasil penelitian Ramani dkk., (2016) menunjukkan bahwa

Page 55: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

35

kejadian ISPA tinggi pada rumah yang memiliki hewan peliharaan.

Hubungan ini terkait dengan reaksi alergi dari sistem pernapasan terhadap

bulu dari hewan peliharaan.

2.3 Kerangka Teori

Kerangka teori dibuat berdasarkan hasil kajian teori, studi kepustakaan dan

hasil penelitian terdahulu, Californian Environmental Protection Agency (2009),

Tosepu (2016), Pujiastuti, Soemirat dan Dirgawati (2013), Kementerian

Kesehatan RI (2011), dan Nuning dkk., (2006) menjelaskan bahwa faktor risiko

ISPA dari faktor agen terdiri dari agen biologis, fisik, dan kimia serta sumber

dari agen tersebut dapat menimbulkan risiko keluhan ISPA. Untuk faktor pejamu

antara lain usia (Afandi, 2012; Ramani dkk., 2016), jenis kelamin (Ramani dkk.,

2016), status gizi (Krisnansari, 2010), status imunisasi (Hidayat, 2008; LPEM

FEUI, 2009), dan BBLR (Farieda, 2009) dapat memengaruhi terjadinya keluhan

ISPA pada balita.

Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap terjadinya keluhan ISPA pada

balita adalah lingkungan dalam rumah yang terdiri dari kondisi fisik rumah

(ventilasi, suhu, kelembaban, pencahayaan, letak dapur, konstruksi dinding, jenis

lantai, dan lubang asap dapur), kepadatan hunian, dan kegiatan dalam rumah

(jenis bahan bakar memasak, penggunaan obat nyamuk bakar, anggota keluarga

yang merokok, anggota keluarga yang mengalami ISPA, dan keberadaan hewan

peliharaan). Maka dapat dirumuskan suatu kerangka teori dari penelitian ini.

Kerangka teori tersebut adalah sebagai berikut:

Page 56: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

36

Sumber: (Californian Environmental Protection Agency, 2009), (Tosepu, 2016), (Pujiastuti dkk., 2013), (Kementerian Kesehatan RI,

2011b), (Nuning dkk., 2006), (Afandi, 2012), (Ramani dkk., 2016), (Krisnansari, 2010), (LPEM FEUI, 2009), dan (Farieda,

2009)

Agen Kimia Gas COX dan SOX,

uap bensin,

asbestos, dan zat

alergen

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Agen Biologi Bakteri, virus

Agen Fisik Partikulat debu

(PM10)

Keluhan

Infeksi

Saluran

Pernapasan

Akut (ISPA)

pada Balita

Kegiatan Dalam

Rumah

Keberadaan hewan

peliharaan

Anggota keluarga

yang mengalami

ISPA

Faktor Pejamu

Usia

Jenis kelamin

Status gizi

Status Imunisasi

BBLR

Faktor Lingkungan

Dalam Rumah

Kondisi Fisik Rumah

Ventilasi

Suhu

Kelembaban

Pencahayaan

Letak dapur

Konstruksi dinding

Jenis lantai

Lubang asap dapur

Kepadatan Hunian

Kegiatan Dalam

Rumah

Jenis bahan bakar

memasak

Penggunaan obat

nyamuk bakar

Anggota Keluarga

yang Merokok

Sumber luar rumah

Kendaraan bermotor

Debu konstruksi

Industri

Debu dari tanah

terbuka

Page 57: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

37

3 BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka teori pada pembahasan

sebelumnya dimana terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan keluhan ISPA

pada balita, yaitu faktor agen, pejamu, dan lingkungan dalam rumah. Faktor agen

berupa agen biologi, agen fisik, dan agen kimia. Faktor pejamu terdiri dari usia, jenis

kelamin, status gizi, status imunisasi, dan BBLR; kemudian faktor lingkungan dalam

rumah yang terdiri dari jenis lantai, kontruksi dinding, kepadatan hunian rumah,

ventilasi, suhu, kelembaban, pencahayaan, lubang asap dapur, jenis bahan bakar

masak, penggunaan obat nyamuk bakar, anggota keluarga yang merokok, anggota

keluarga yang mengalami ISPA, dan keberadaan hewan ternak/peliharaan.

Namun, peneliti tidak mengambil seluruh faktor untuk diteliti. Peneliti hanya

ingin mengetahui bagaimana hubungan konsentrasi PM10 dalam rumah dan faktor

lingkungan dalam rumah dengan keluhan ISPA pada balita. Faktor agen biologi tidak

diteliti dikarenakan peneliti hanya fokus pada kategori ISPA bukan pneumonia,

selain itu dengan melakukan pemeriksaan biologi terkait angka kuman yang

terkandung dalam rumah akan merujuk kepada ISPA pneumonia. Sehingga untuk

faktor lingkungan dalam rumah yaitu anggota keluarga yang mengalami ISPA tidak

diteliti karena berkaitan dengan keberadaan agen biologi. Untuk agen kimia tidak

diteliti karena keterbatasan alat.

Faktor pejamu tidak dilakukan analisis lebih lanjut hanya berupa gambaran

saja. Hal ini dikarenakan peneliti ingin lebih fokus pada tujuan penelitian yaitu

Page 58: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

38

Agen Fisik

PM10 dalam rumah

mengetahui hubungan antara konsentrasi PM10 dan faktor lingkungan dalam rumah

dengan keluhan ISPA pada balita. Serta berdasarkan hasil studi pendahuluan variabel

status gizi, status imunisasi, dan BBLR datanya bersifat homogen. Selain itu, ada

beberapa faktor lingkungan dalam rumah yang tidak diambil oleh peneliti

dikarenakan data yang didapat saat studi pendahuluan menunjukkan data yang

homogen. Data tersebut adalah konstruksi dinding, jenis lantai, jenis bahan bakar

memasak, penggunaan obat nyamuk bakar, dan keberadaan hewan peliharaan.

Peneliti hanya mengambil variabel PM10, dan faktor lingkungan dalam rumah seperti

ventilasi, suhu, kelembaban, pencahayaan, letak dapur, lubang asap dapur, kepadatan

hunian, dan anggota keluarga yang merokok sebagai variabel independen penelitian

ini. Sedangkan, keluhan ISPA pada balita sebagai variabel dependen.

Faktor Lingkungan Dalam

Rumah

Ventilasi

Suhu

Kelembaban

Pencahayaan

Letak dapur

Lubang asap dapur

Kepadatan Hunian

Anggota keluarga yang

merokok

Variabel Independen Variabel Dependen

Keluhan ISPA pada

Balita

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Page 59: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

39

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Keluhan ISPA

pada Balita

Anak balita umur 1-59 bulan yang

menderita gangguan saluran pernapasan

yang berhubungan dengan keluhan

ISPA dalam kurun waktu 2 minggu

terakhir meliputi batuk, pilek,

demam/panas tidak lebih dari 7 hari,

nyeri tenggorokan, tanpa tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam

atau peningkatan frekuensi bernapas

(WHO, 2007; Ditjen PP & PL, 2013;

Kementerian Kesehatan RI, 2015)

Wawancara Kuesioner 0. Ya

1. Tidak

Ordinal

2. PM10 dalam

rumah

Konsentrasi partikulat berukuran

maksimum 10 mikron dalam satuan

µg/m3 di ruangan tidur balita sewaktu

pengukuran.

Hasil pengukuran dibandingkan dengan

konsentrasi maksimal PM10 sebesar ≤70

µg/m3.

Pengukuran Haz-Dust

EPAM 5000

0. Tidak memenuhi syarat

(TMS)

(PM10 > 70 µg/m3).

1. Memenuhi syarat (MS)

(PM10 ≤70 µg/m3)

(Kementerian Kesehatan RI,

2011b)

Ordinal

Page 60: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

40

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

3. Ventilasi Perbandingan luas jendela atau lubang

angin sebagai sarana pertukaran udara

dengan luas lantai kamar balita sering

tidur.

Wawancara

dan

Pengukuran

Roll meter,

Kuesioner

0. Tidak memenuhi syarat

(TMS) (Ventilasi <10%

luas lantai dan ventilasi

tidak dibuka minimal saat

pagi hari).

1. Memenuhi syarat (MS)

(Ventilasi ≥10% luas lantai

dan ventilasi dibuka

minimal saat pagi hari)

(Kementerian Kesehatan RI,

2011b)

Ordinal

4. Suhu Temperatur udara dalam ruangan balita

dengan rentang berkisar 18oC-30oC

Pengukuran Thermohygro

meter

0. Tidak memenuhi syarat

(TMS)

(Suhu <18oC atau >30oC).

1. Memenuhi syarat (MS)

(Suhu 18oC-30oC).

(Kementerian Kesehatan RI,

2011b)

Ordinal

5. Kelembaban Kadar uap air di udara dalam ruangan

balita dan dinyatakan dalam persen,

Pengukuran Thermohygro

meter

0. Tidak memenuhi syarat

(TMS) (Kelembaban <40%

Ordinal

Page 61: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

41

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

dengan kelembaban berkisar antara 40-

60% Rh

Rh atau >60% Rh).

1. Memenuhi syarat (MS)

(Kelembaban 40%-60% Rh)

(Kementerian Kesehatan RI,

2011b).

6. Pencahayaan Nilai pencahayaan (lux) di dalam

ruangan balita dengan persyaratan

minimal 60 lux

Pengukuran Lux meter 0. Tidak memenuhi syarat

(TMS)

(Nilai pencahayaan < 60

lux).

1. Memenuhi syarat (MS)

(Nilai pencahayaan ≥ 60

lux)

(Kementerian Kesehatan RI,

2011b)

Ordinal

7. Letak dapur Tempat/kondisi sebuah ruangan yang

diperuntukkan sebagai kegiatan

memasak sehari-hari. Letak dapur

sebaiknya terpisah atau adanya dinding

antara dapur dengan ruangan lainnya

Wawancara

dan

Observasi

Kuesioner

dan Lembar

observasi

0. Tidak ada dinding pemisah.

1. Ada dinding pemisah

(Kementerian Kesehatan RI,

2011b).

Ordinal

8. Lubang asap

dapur

Keberadaan lubang asap di dapur

berupa ventilasi (jendela), dinilai dari

Wawancara

dan

Kuesioner

dan Lembar

0. Tidak memenuhi syarat

(TMS)

Ordinal

Page 62: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

42

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

ada atau tidaknya lubang pengeluaran

asap dapur sehingga tidak terjadi

pengumpulan asap di dapur (Anthony,

2008)

Observasi Observasi (tidak ada lubang asap

seperti ventilasi (jendela)

yang mengeluarkan asap

dapur).

1. Memenuhi syarat (MS)

(ada lubang asap seperti

ventilasi (jendela) yang

mengeluarkan asap dapur).

(Kementerian Kesehatan RI,

2011b)

9. Kepadatan

hunian

Tingkat kepadatan penghuni dalam

rumah dinilai dari rasio luas lantai

dengan jumlah penghuni tetap yang

tinggal bersama balita.

Pengukuran

dan

Wawancara

Roll meter

dan

Kuesioner

0. Padat

(rasio <8 m2/orang dari luas

lantai rumah)

1. Tidak Padat

(rasio ≥8 m2/orang dari luas

lantai rumah)

(Kementerian Kesehatan RI,

1999)

Ordinal

10. Anggota

keluarga yang

merokok

Ada tidaknya anggota keluarga yang

merokok

Wawancara Kuesioner 0. Ada

1. Tidak Ada

(Kementerian Kesehatan RI,

2011b)

Ordinal

Page 63: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

43

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara konsentrasi PM10 dalam rumah dengan keluhan

ISPA pada balita di Puskesmas Rawa Terate tahun 2017.

2. Ada hubungan antara faktor lingkungan dalam rumah (ventilasi, suhu,

kelembaban, pencahayaan, letak dapur, lubang asap dapur, kepadatan

hunian, dan anggota keluarga yang merokok) dengan keluhan ISPA pada

balita di Puskesmas Rawa Terate tahun 2017.

Page 64: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

44

4 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross-sectional, dimana

data dikumpulkan secara bersamaan antara konsentrasi PM10 dalam rumah,

faktor lingkungan dalam rumah dan keluhan ISPA pada Balita. Alasan

pemilihan desain cross-sectional dalam penelitian ini adalah karena penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi PM10 udara

dalam rumah dan faktor lingkungan dalam rumah dengan keluhan ISPA pada

balita pada satu kurun waktu tertentu.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Rawa Terate, Kecamatan

Cakung, Jakarta Timur. Kelurahan Rawa Terate terdiri dari 6 RW dan 60 RT.

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai September tahun 2017.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang memiliki balita

yang berumur 1 sampai 59 bulan, yang ada di wilayah Puskesmas Rawa Terate,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.

Page 65: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

45

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari rumah tangga yang

memiliki balita berumur 1 sampai 59 bulan, yang ada di wilayah Puskesmas Rawa

Terate, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Rumah tangga yang terpilih menjadi

responden akan diwawancarai secara langsung dengan kunjungan rumah.

1. Kriteria Inklusi

a. Ibu rumah tangga yang memiliki anak balita yang berumur 1

sampai 59 bulan, atau orang yang bertanggungjawab penuh dalam

pengasuhan sehari-hari terhadap balita di rumah tangga yang

tingga di wilayah Puskesmas Rawa Terate.

b. Responden memiliki KMS atau buku KIA dan rutin mengunjungi

posyandu atau RS/klinik

2. Kriteria Eksklusi

a. Terdapat 2 anak balita dalam satu rumah.

b. Balita yang menderita batuk rejan, TBC, dan Asma.

Untuk mengetahui apakah balita menderita beberapa penyakit

diatas, telah dikonfirmasi kepada responden sebelum turun

lapangan terkait riwayat penyakit sebelumnya ataupun apakah

balita pernah didiagnosis menderita penyakit diatas, serta dapat

pula melihat dari buku KIA terkait diagnosis penyakit yang pernah

diderita balita.

4.3.3 Besar Sampel

Besar sampel minimal yang diambil dari populasi untuk pendugaan

prevalensi ISPA pada balita di Kelurahan Rawa Terate, berdasarkan perbedaan

Page 66: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

46

dua proporsi populasi untuk melihat perbedaan risiko antara dua kelompok

dengan mengacu penelitian sebelumnya menggunakan rumus sampel:

Keterangan:

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

P1 : Proporsi kejadian ISPA pada balita yang tidak terpapar faktor

risiko.

P2 : Proporsi kejadian ISPA pada balita yang terpapar faktor risiko.

P : Rata-rata proporsi pada populasi (P1+P2 /2)

Z1-a/2 : Derajat kemaknaan (95% = 1,96)

Z1-B : Kekuatan uji (80% = 0,84)

Besar proporsi yang akan dipakai pada penelitian ini, diperoleh dari

penelitian-penelitian sebelumnya yang memiliki hubungan dengan ISPA.

Tabel 4.1 Besar Sampel dalam Penelitian Sebelumnya berdasarkan Faktor Risiko

Terjadinya Keluhan ISPA

No Variabel Peneliti P1 P2 n nx2 n

total

1 PM10 Anthony

(2008)

0,733 0,406 35 70 77

2 Ventilasi Anthony

(2008)

0,818 0,473 29 58 64

3 Kelembaban Gestrudis

(2010)

0,933 0,556 20 40 44

4 Suhu Anthony

(2008)

0,627 0,273 30 60 66

5 Letak dapur Azhar dkk.,

(2015)

0,258 0,742 16 32 36

Page 67: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

47

No Variabel Peneliti P1 P2 n nx2 n

total

6 Pencahayaan Suryani dkk.,

(2015)

0,423 0,775 30 60 66

7 Anggota

keluarga yang

merokok

Yuwono

(2008)

0,796 0,204 10 20 22

8 Kepadatan

Hunian

Afandi (2012) 0,5183 0,7791 52 104 115

9 Lubang asap

dapur

Farieda (2009) 0,85 0,586 45 90 99

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui besar sampel yang akan diambil terdapat

pada poin 9, besar sampel sebanyak 52 responden, dikarenakan menggunakan uji

beda dua proporsi maka jumlah sampel dikali 2. Sehingga besar sampel menjadi

52 x 2 = 104 responden. Lalu untuk mencegah terjadinya drop out maka

dilakukan penambahan sampel sebanyak 10% (Tayie, 2005) yaitu sekitar 10,4

atau 11 sampel. Jadi besar sampel seluruhnya menjadi 115 responden.

4.3.3.1 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel wilayah dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling. Kriteria wilayah yang dipilih oleh peneliti adalah 3 RW dengan jumlah

kasus ISPA pada balita tertinggi bulan Januari-Mei tahun 2017. Wilayah kerja

Puskesmas Kelurahan Rawa Terate terdiri dari 6 RW. Dari 6 RW yang ada di

Kelurahan Rawa Terate diambil 3 RW dengan kasus ISPA pada balita tertinggi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program MTBS (Manajemen

Terpadu Balita Sakit), 3 RW dengan kasus ISPA tertinggi adalah RW 4 sebanyak

185 kasus, RW 5 sebanyak 276 kasus, dan RW 6 sebanyak 102 kasus.

Jumlah populasi balita yang ada di 3 RW tersebut sampai bulan Mei tahun

2017 adalah 1055 balita. Jumlah balita pada masing-masing RW terpilih yaitu RW

Page 68: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

48

4 sebesar 453 balita, RW 5 sebesar 328 balita, dan RW 6 sebesar 274 balita.

Jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini sebanyak 115 sampel.

Sehingga dari 3 RW yang dipilih, jumlah sampel yang diambil pada masing-

masing RW sebagai berikut:

a. RW 4 : = 50 responden

b. RW 5 : = 35 responden

c. RW 6 : = 30 responden

Pengambilan sampel responden selanjutnya menggunakan systematic

random sampling. Kerangka sampel yang digunakan mengacu pada data balita

yang ada di Posyandu masing-masing RW terpilih.

4.4 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data primer yang

dilakukan dengan melakukan wawancara, observasi dan pengukuran.

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan kunjungan ke rumah responden.

Sebelum melakukan pengukuran, wawancara, dan observasi, peneliti meminta

persetujuan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi

informed consent yang telah disediakan. Bukti persetujuan informed consent

berupa penandatanganan informed consent pada kolom yang telah disediakan.

Pengukuran langsung dilakukan untuk mengetahui konsentrasi PM10 dalam

rumah, ventilasi, suhu, kelembaban, pencahayaan, luas lantai rumah dan luas

lantai tempat balita sering tidur. Pengukuran langsung dilakukan oleh peneliti.

Alat yang digunakan untuk pengukuran langsung telah valid, karena digunakan

sesuai dengan maksud penggunaan alat ukur tersebut. Misalnya penggunaan

Page 69: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

49

thermohygrometer diperuntukkan mengukur suhu dan kelembaban, dan EPAM

5000 digunakan unutk mengukur PM10.

Wawancara dengan responden dilakukan dengan menggunakan kuesioner

untuk memperoleh informasi terkait faktor pejamu seperti status imunisasi dan

berat badan dengan melihat dari Kartu Menuju Sehat (KMS) atau buku KIA, dan

untuk menentukan status gizi dengan membandingkan berat badan terhadap umur

dan dikonvensikan dengan standar antropometri penilaian status gizi anak

Kepmenkes Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010. Selain itu, beberapa faktor

lingkungan seperti letak dapur, lubang asap dapur, kepadatan hunian, dan anggota

keluarga yang merokok, juga dilakukan dengan wawancara.

Metode pengumpulan data ketiga adalah observasi. Observasi untuk

memastikan jawaban dengan kondisi yang ada di lapangan. Observasi dilakukan

pada beberapa variabel diantaranya letak dapur, lubang asap dapur, serta ventilasi.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Kuesioner dan lembar observasi

Pertanyaan dan lembar observasi mengenai suhu, kelembaban,

PM10, ventilasi, letak dapur, anggota keluarga yang merokok, lubang

asap dapur mengacu pada Kepmenkes Nomor 1077 tahun 2011 tentang

Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah, sedangkan untuk

kepadatan hunian mengadopsi dari kuesioner penelitian Anthony

(2008) dan Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII tahun 1999

tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

Page 70: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

50

2. Haz-Dust EPAM 5000

Haz-Dust EPAM 5000 digunakan untuk mengukur konsentrasi

PM10 di dalam rumah. Pengambilan sampel udara dilakukan di dalam

ruangan tempat balita sering tidur dengan lama pengukuran selama 1

jam. Pengukuran PM10 dilakukan sewaktu atau disebut juga metode

spot sampling yang dipakai untuk memeriksa secara acak keadaan

sewaktu zat pencemar udara pada tempat-tempat pemeriksaan. Melalui

pengukuran sewaktu, peneliti dapat memperoleh gambaran potensial

tingkat kadar PM10 dalam tiap rumah anak balita. Cara ini adalah cara

tidak langsung untuk menilai pemajanan PM10 (Lindawaty, 2010).

Berdasarkan User’s Guide Haz-Dust EPAM 5000, kalibrasi dari

alat Haz-Dust EPAM 5000 dilakukan selama satu kali dalam sebulan

dalam batas normal penggunaan (dua kali dalam seminggu), atau jika

terjadi benturan pada alat (SKC Incorporated, 2006). Pengukuran PM10

dalam penelitian ini dilakukan setiap hari selama tiga minggu dalam

waktu 1 jam untuk masing-masing rumah, untuk menghindari

kesalahan sistematik (kesalahan yang menyebabkan semua hasil data

salah dengan suatu kemiripan) (Tahir, 2008) sehingga kalibrasi pada

penelitian ini dilakukan setiap hari selama tiga minggu. Sebelum

kalibrasi dilakukan, Haz-Dust EPAM 5000 dilakukan pengecekan

baterai dan flow rate. Setelah itu, kalibrasi dilakukan melalui menu

“system function” kemudian pilih “calibration”, setelah itu tunggu

selama 100 detik.

Page 71: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

51

Berikut ini merupakan cara dalam menggunakan EPAM 5000:

1. Cek baterai. Sebelum digunakan, baterai EPAM 5000 harus

dalam keadaan terisi penuh. Gunakan EDC EPAM untuk

mengisi daya baterai. Waktu pengisisian baterai adalah

sekitar 22 jam untuk pengggunaan selama 24 jam.

2. Tekan ON/OFF untuk menyalakan monitor EPAM 5000.

3. Tekan Enter untuk masuk ke menu utama.

4. Untuk melihat setting-an (pengaturan alat), pilih Special

Functions dari menu utama, kemudian pilih Date/Time,

kemudian pilih View Date/Time, kemudian masukkan data

tanggal dan waktu sesuai dengan tanggal dan waktu data

pengukuran diambil dengan menggunakan tanda panah ke

atas atau ke bawah. Tekan Enter jika sudah selesai

melakukan pengaturan tanggal dan waktu pengukuran.

5. Untuk pengaturan alarm, pilih Special Functions dari menu

utama, kemudian pilih Set Alarm, atur alarm sesuai

kebutuhan, dan tekan Enter jika sudah selesai melakukan

pengaturan alarm.

6. Untuk menghapus data, pilih Special Functions dari menu

utama, kemudian pilih System Options, kemudian pilih

Erase Memory dan tekan Yes untuk menghapus data.

7. Sebelum melakukan pengukuran, lakukan terlebih dahulu

tes laju alir udara dengan menggunakan Flow Audit Meter

atau tes laju alir udara, dengan cara memasang alat laju alir

Page 72: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

52

udara dikepala sensor EPAM 5000, kemudian Run, dan

pilih Continue atau Overwrite data. Kemudian lihat angka

di alat laju alir udara, jika bola kecil menunjukkan angka 4

Lpm maka laju alir udara alat masih sesuai, namun jika

tidak menunjukkan angka 4 Lpm maka lakukan

penyesuaian angka dengan menggeser laju alir udara

dengan jenis ukuran partikel debu yang akan diambil.

8. Pengukuran dengan menggunakan EPAM 5000 dapat

mengukur partikel dengan ukuran partikel debu 1,0 mikron,

2,5 mikron, dan 10 mikron. Dalam penelitian ini ukuran

partikel debu yang diukur berukuran 10 mikron. Berikut

adalah cara pemasangan dan penggunaan alat untuk ukuran

partikel debu 10 mikron (10 µm):

1) Pilih Special functions dari menu utama

2) Pilih System options

3) Pilih Extended options

4) Pilih Size select

5) Pilih 10 µm – M

6) Masukkan inlet sampling ke dalam kepala sensor

dari EPAM 5000

7) Pasang penahan filter cassette ke dalam sensor

EPAM 5000

8) Lakukan Manual Zero

Page 73: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

53

Auto Zero berfungsi untuk membersihkan fitur

yang secara otomatis menyesuaikan ke awal

drift akibat adanya perubahan suhu ambien

yang cukup signifikan. Fitur ini merupakan

pengaturan default yang ada di EPAM 5000

yang melakukan pembersihan optik sensor

dengan udara bersih dan menetapkan kembali

pengaturan awal tiap 30 menit. Untuk

mengaktifkan dan menonaktifkan Auto zero

data dilakukan dengan cara berikut:

1) Pilih Special functions dari menu utama

2) Pilih System options

3) Pilih Extended options

4) Pilih Calibration options

5) Pilih Auto zero

Manual Zero (Manual Nol) merupakan

menetapkan dasar pengukuran EPAM 5000

menjadi nol mg/m3. Pemeriksaan manual zero

harus dilakukan sebelum memulai satu set baru

pengukuran, yang jika menggunakan setting

Auto zero (default) EPAM 5000 secara

otomatis kembali lagi ke nol awal setiap 30

menit sekali. Pastikan saluran masuk untuk

sampling yang akan diukur sudah terpasang

Page 74: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

54

pada saluran masuk sensor dari EPAM 5000.

Jika sampling partikel PM10 maka masukkan 10

impactor jet. Berikut adalah cara melakukan

manual zero:

1) Pilih Special functions dari menu utama

2) Pilih System options

3) Pilih Extended options

4) Pilih Calibration options

5) Pilih Manual zero

6) Pilih lagi Manual zero, tunggu hingga 99

detik. Kemudian menu utama akan

muncul jika proses manual zero telah

selesai.

9) Memilih Sample rate:

a. Pilih Special functions dari menu utama

b. Pilih System options

c. Pilih Sample rate. Pilih 1 second untuk

pengambilan sampel selama 6 jam, pilih 10

second untuk maksimal pengambilan sampel

selama 60 jam. Pilih 1 menit untuk maksimal

pengambilan selama 15 hari. Dan pilih 30

menit untuk maksimal pengambilan sampel

selama 15 bulan.

10) Sampling (pengukuran):

Page 75: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

55

a. Nyalakan alat dan tekan Enter

b. Pilih Run, dan pilih continue atau overwrite

data

c. Untuk menghapus semua data sebelumnya

yang telah terekam dalam alat, pilih overwrite,

kemudian pilih Yes untuk mengonfirmasi. Jika

pilih No, akan membatalkan proses sampling

tanpa menghapus memori data

d. Untuk menambahkan data poin untuk ke

lokasi penyimpanan data pada pengukuran

yang berturut-turut pilih Continuation

e. Untuk pengambilan sampel tanpa fitur alarm

tekan Run, untuk pengambilan sampel dengan

fitur alarm tekan Alarm-continue

f. Internal pump akan aktif dan memulai proses

pengukuran. Dan kemudian pada layar akan

muncul data Run.

g. Tekan enter untuk stop (menghentikan)

pengukuran data dan kembali ke Menu Utama

11) Sampel yang ada akan diambil setiap detik dan akan

dirata-ratakan sesuai dengan interval waktu yang

telah ditentukan.

12) Melihat hasil data yang tersimpan:

a. Pilih Review data

Page 76: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

56

b. Pilih Statistics

c. Jika memori menahan data poin dilokasi lain,

maka layar akan menampilkan Scanning data

memori, lanjutkan ke step 12-g. Tetapi jika

memori telah dibersihkan dari semua data poin

yang ada maka tidak ada data yang tersimpan.

d. Untuk memilih lokasi jika ingin melihat lokasi

yang berbeda, pilih New Tag XXX dan

lanjutkan ke step 12-g.

e. Tekan Enter untuk lokasi yang datanya ingin

dilihat. Untuk melihat nilai lokasi yang lebih

kecil tekan panah bawah, jika ingin melihat

lokasi data yang lebih besar tekan panah atas.

Pilih digit atau ruang selanjutnya dengan

menekan enter.

f. Tekan Enter ketika lokasi data yang

diinginkan ingin dilihat

g. Data pertama yang akan terlihat adalah lima

layar statistik ketika data dihitung. Pilih layar

statistik dengan menekan panah bawah atau

panah atas

3. Thermohygrometer

Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan dengan

menggunakan alat thermohygrometer digital. Pengukuran suhu dan

Page 77: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

57

kelembaban dilakukan selama 10 menit dan diletakkan di ruangan

tempat balita sering tidur. Peletakan alat thermohygrometer yaitu

dengan digantung di dinding ataupun diletakkan di lantai dengan posisi

berdiri. Adapun cara pengukuran suhu dan kelembaban udara adalah

sebagai berikut:

a. Masukkan baterai dan alat akan hidup secara otomatis

b. Letakkan alat pada lokasi pengukuran dengan keadaan berdiri

c. Alat akan otomatis mengukur suhu dan kelembaban udara di

lokasi pengukuran

d. Tunggu kurang lebih 10 menit hingga pengukuran konstan

e. Hasil pengukuran dapat dilihat di monitor.

4. Lux meter

Pengukuran pencahayaan menggunakan alat Custom LX-204

Digital Lux Meter yang hasilnya dapat langsung dibaca. Alat ini

merupakan alat yang dapat digunakan utnuk mengukur kuat atau

lemahnya cahaya yang terdapat pada suatu ruangan atau tempat

tertentu. Pada prinsipnya, alat ini mengubah energi cahaya menjadi

energi listrik, kemudian energi listrik diubah menjadi angka yang dapat

dibaca pada layar monitor. Kalibrasi dari alat ini dilakukan tiap saat

lux meter akan digunakan untuk mengukur intensitas pencahayaan,

dimana jika pada layar monitor tertera angka 0.00 dalam keadaan

penutup sensor cahaya terpasang, hal itu menunjukkan bahwa alat

sudah dapat digunakan.

Page 78: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

58

Berdasarkan SNI 16-7062-2004, penentuan titik pengukuran

terbagi menjadi dua, yaitu untuk penerangan setempat dan penerangan

umum. Penerangan setempat dilakukan pada objek kerja, berupa meja

kerja maupun peralatan. Sementara penerangan umum dilakukan pada

titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap

jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Pengukuran yang

dilakukan pada penelitian ini adalah pengukuran penerangan umum,

karena pada ruangan balita sering tidur bukan termasuk objek kerja.

Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai

berikut: (Badan Standardisasi Nasional, 2004)

1) Luas ruangan kurang dari 10 m2: titik potong garis horizontal

panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1 (satu)

meter. Berikut contoh denah pengukuran intensitas penerangan

umum untuk luas ruangan kurang dari 10 m2 seperti pada

gambar 4.1

2) Luas ruangan antara 10 m2 sampai 100 m2: titik potong garis

horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3

(tiga) meter. Berikut contoh denah pengukuran intensitas

Gambar 4.1 Penentuan titik pengukuran penerangan

umum dengan luas kurang dari 10m2

Page 79: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

59

penerangan umum untuk luas ruangan antara 10 m2 sampai 100

m2 seperti pada gambar 4.2

3) Luas ruangan lebih dari 100 m2: titik potong horizontal panjang

dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 m. Berikut contoh denah

pengukuran intensitas penerangan umum untuk ruangan dengan

luas lebih dari 100 m2 seperti pada gambar 4.3

Setelah dilakukan pengukuran, evaluasi pencahayaan harus

dilakukan untuk menentukan apakah cahaya yang diterima masih

termasuk ke dalam tingkat pencahayaan yang disyaratkan, yaitu

Gambar 4.3 Penentuan titik pengukuran

penerangan umum dengan luas

lebih dari 100 m2

Gambar 4.2 Penentuan titik pengukuran

penerangan umum dengan luas

antara 10 m2 sampai 100 m2

Page 80: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

60

minimal 60 lux. Cara pengukuran dengan menggunakan lux meter

yaitu sebagai berikut:

1. Menghitung luas area pengukuran.

2. Menentukan titik pengukuran.

3. Memasang baterai pada alatnya.

4. Menekan tombol ON/OFF, lalu pada layar akan muncul

angka 0.00 yang berarti alat sudah dapat digunakan.

5. Memilih satuan pengukuran menjadi Lux dengan menekan

tombol Lux/Fc.

6. Membuka penutup sensor cahaya, kemudian meletakkan

sensor cahaya di tempat yang akan dilakukan pengukuran

pencahayaan dengan tinggi 100 cm atau 1 meter dari lantai.

7. Jika muncul tanda “OL” pada layar hal itu berarti cahaya di

tempat pengukuran saat itu overload lalu pilih ke range

yang lebih tinggi dan sesuai di sisi kiri bawah dengan

menekan tombol R. Range yang tersedia yaitu 200, 2000,

20000 atau 200000.

8. Arahkan sensor cahaya pada permukaan daerah yang akan

diukur kuat penerangannya.

9. Melihat hasil pengukuran dan tunggu hingga angka pada

layar stabil, jika angka sudah stabil tekan tombol D/H.

10. Mencatat hasil pengukuran tersebut ke lembar pencatatan.

11. Menekan tombol M/H untuk melihat nilai maksimum atau

nilai minimum dari pengukuran yang telah dilakukan.

Page 81: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

61

12. Jika sudah selesai melakukan pengukuran pertama, lakukan

kembali pengukuran kedua dan ketiga di titik pengukuran

yang sama.

13. Jika sudah selesai melakukan pengukuran, lalu menutup

kembali sensor cahaya.

14. Mematikan alat dengan menekan tombol ON/OFF.

15. Mengulang langkah-langkah tersebut di atas di titik-titik

pengukuran yang lainnya.

5. Roll meter

Pengukuran luas lantai rumah, luas lantai kamar balita sering tidur,

serta luas jendela kamar balita menggunakan alat roll meter. Adapun

cara menggunakan alat roll meter adalah sebagai berikut:

a. Rentangkan roll meter dari ujung yang satu ke ujung yang

berbeda atau sesuai dengan objek yang akan diukur.

b. Untuk hasil yang lebih akurat, dilakukan dengan dua orang.

Orang pertama memegang ujung awal roll meter dititik yang

pertama dan meletakkannya tepat di angka nol. Selanjutnya

orang kedua memegang roll meter menuju ke titik pengukuran

lainnya, lalu tarik roll meter selurus mungkin dan letakkan

meteran di titik yang dituju dan baca angka pada roll meter

yang tepat di titik yang dituju.

Page 82: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

62

4.6 Pengolahan Data

Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan pengolahan

data karena data yang terkumpul merupakan data mentah yang berguna sebagai

bahan informasi untuk menjawab tujuan penelitian.

a. Data Coding

Pemberian kode dapat dilakukan sebelum atau sesudah pengumpulan

data dilaksanakan (Budiarto, 2001). Tujuan coding adalah melakukan

pengelompokkan data dan/atau mengubah data dan menjadi bentuk angka

sehingga memudahkan analisis (Supranto, 2007).

b. Data Editing

Proses editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan baik

berupa daftar pertanyaan, kartu atau buku register (Budiarto, 2001). Data

yang telah dikumpulkan dan dikodekan melalui kuesioner diperiksa

kembali kelengkapannya dan kebenarannya terlebih dahulu seperti

kelengkapan pengisian, dan kesalahan pengisian.

c. Data Entry

Setelah semua kelengkapan data telah sesuai, selanjutnya melakukan

proses entry data atau proses memasukkan data menggunakan komputer

yang menggunakan software entry data sesuai dengan pengkodean yang

telah ditetapkan sebelumnya.

d. Data Cleaning

Hasil yang sudah dimasukkan ke dalam program komputer diperiksa

kembali ada kesalahan atau tidak. Setelah diperiksa kembali, data yang

sudah didapatkan kemudian di analisis.

Page 83: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

63

4.7 Validitas Data

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah ketepatan atau kesesuaian

instrumen dalam mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2012). Uji

validitas dilakukan kepada 30 orang responden yang tinggal di Kelurahan Rawa

Terate. Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji validitas

konsep dan uji validitas muka. Uji validitas konsep adalah uji validitas yang

dilakukan dengan menilai kuesioner berdasarkan konsep atau teori dari variabel

yang diteliti (Suryani dan Hendryadi, 2016). Uji validitas konsep dilakukan untuk

variabel keluhan ISPA pada balita karena keluhan ISPA yang ditanyakan kepada

responden harus sesuai dengan teori.

Uji validitas muka atau face validity didasarkan kajian secara subjektif.

Apabila pertanyaan dalam kuesioner dianggap relevan; masuk akal; tidak ambigu;

dan jelas maka kuesioner tersebut dikatakan telah valid (Suwarjana, 2016).

4.8 Analisis Data

4.8.1 Analisis Univariat

Analisis data secara univariat dilakukan untuk menggambarkan

karakteristik masing-masing variabel independen dan dependen. Mengingat

pada penelitian ini menggunakan data kategorik maka hasil analisis tersebut

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

4.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji chi-

square, penggunaan uji tersebut dikarenakan variabel yang digunakan baik

dependen maupun independen adalah variabel kategorik. Uji chi square

dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara faktor-faktor risiko dengan

Page 84: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

64

keluhan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Rawa Terate tahun

2017. Sedangkan, untuk mengetahui kekuatan/besarnya hubungan dua variabel

tersebut dilakukan dengan melihat nilai Odds Ratio (OR) (Noor, 2008).

Apabila diperoleh nilai p-value < α (0,05) berarti ada hubungan dan

bila nilai p-value > α (0,05) berarti tidak ada hubungan. Untuk melihat

kekuatan hubungan maka yang dilihat adalah nilai OR. Apabila nilai OR = 1

berarti tidak ada hubungan antara faktor risiko dengan penyakit, OR > 1

berarti ada hubungan positif antara faktor risiko dengan penyakit (variabel

menjadi faktor risiko), dan apabila OR < 1 berarti ada hubungan negatif antara

faktor risiko dengan penyakit (variabel dapat mengurangi risiko) (Lusiana

dkk., 2015).

Page 85: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

65

5 BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian

5.1.1 Letak Geografis

Kelurahan Rawa Terate merupakan salah satu dari 7 kelurahan yang ada di

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Wilayah Kelurahan Rawa Terate memiliki

luas 3,30 km2 dan terdapat salah satu area perindustrian tertua di Jakarta yaitu

Kawasan Industri Pulo Gadung. Batas-batas wilayah Kelurahan Rawa Terate

adalah sebagai berikut

• Utara : Kelurahan Tugu Kelapa Gading, Jakarta Utara

• Selatan : Kelurahan Jatinegara Cakung, Jakarta Timur

• Barat : Kelurahan Penggilingan dan Cakung Barat, Jakarta Timur

• Timur : Kelurahan Pegangsaan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Gambar 5.1 Peta Wilayah Kelurahan Rawa Terate Kecamatan

Cakung

Page 86: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

66

5.1.2 Kependudukan

Kelurahan Rawa Terate mempunyai 6 RW dan 60 RT dengan jumlah

penduduk sebanyak 30.506 jiwa yang terdiri dari 16.974 penduduk laki-laki dan

13.532 penduduk perempuan. Fasilitas kesehatan yang ada di Kelurahan Rawa

Terate antara lain 2 (dua) Rumah Sakit Bersalin, 1 (satu) Puskesmas, 11

Posyandu, 3 (tiga) Klinik, 6 (enam) Praktek Bidan, 6 (enam) Praktek Dokter

Umum, dan 35 Praktek Dokter Gigi (BPS Kota Administrasi Jakarta Timur,

2016).

5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Keluhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada

Balita di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017

Keluhan ISPA pada balita yang ada di Puskesmas Rawa Terate tahun 2017

masih cukup tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 91 dari 115 balita

(79,1%) mengalami keluhan ISPA.

Tabel 5.1 Distribusi Keluhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada

Balita di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017

Keluhan ISPA Frekuensi (n) Persentase (%)

Ya 91 79,1

Tidak 24 20,9

Jumlah 115 100

Keluhan ISPA yang sering dialami balita adalah pilek (61,7%), batuk

(53%), demam (34,8%), dan nyeri tenggorokan (12,2%). Lama keluhan ISPA

yang dialami oleh balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate yaitu 2-3 hari.

Page 87: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

67

5.2.2 Gambaran Karakteristik Balita di Puskesmas Rawa Terate Tahun

2017

Karakteristik balita di Puskesmas Rawa Terate dilakukan analisis

univariat. Distribusi dari masing-masing karakteristik dapat dilihat sebagai

berikut:

5.2.2.1 Usia Balita

Sebaran data usia balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate sebagai

berikut:

Tabel 5.2 Distribusi Usia Balita di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017

Variabel Mean SD Min-Max

Usia (bulan) 27,97 15,329 1-56

Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa rata-rata usia balita yaitu 27,97

bulan dengan usia balita terendah yaitu 1 bulan dan tertinggi yaitu 56 bulan.

5.2.2.2 Jenis Kelamin

Sebaran data jenis kelamin balita di wilayah Puskesmas Kelurahan Rawa

Terate sebagai berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Jenis Kelamin di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 63 54,8

Perempuan 52 45,2

Jumlah 115 100

Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa 54,8% responden penelitian

berjenis kelamin laki-laki.

Page 88: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

68

5.2.2.3 Status Gizi

Sebaran data status gizi balita di wilayah Puskesmas Kelurahan Rawa

Terate sebagai berikut:

Tabel 5.4 Distribusi Status Gizi di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017

Status Gizi Frekuensi (n) Persentase (%)

Gizi buruk 1 0,9

Gizi kurang 20 17,4

Gizi baik 93 80,9

Gizi lebih 1 0,9

Jumlah 115 100

Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa sebagian besar balita berstatus gizi

baik yaitu sebesar 80,9%.

5.2.2.4 Status Imunisasi

Sebaran data status imunisasi balita di wilayah Puskesmas Kelurahan

Rawa Terate sebagai berikut:

Tabel 5.5 Distribusi Status Imunisasi di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017

Status Imunisasi Frekuensi (n) Persentase (%)

Lengkap 99 86,1

Tidak Lengkap 16 13,9

Jumlah 115 100

Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa 86,1% balita telah melakukan

imunisasi dasar secara lengkap.

5.2.2.5 Status BBLR

Sebaran data status BBLR balita di wilayah Puskesmas Kelurahan Rawa

Terate sebagai berikut:

Page 89: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

69

Tabel 5.6 Distribusi Status BBLR di Puskemas Rawa Terate Tahun 2017

Status BBLR Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak 108 93,9

Iya 7 6,1

Jumlah 115 100

Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa sebagian besar balita tidak

mengalami BBLR dengan persentase sebesar 93,9%.

5.2.3 Gambaran Konsentrasi PM10 dalam Rumah di Puskesmas Rawa

Terate Tahun 2017

Konsentrasi PM10 dalam rumah balita diukur pada tempat dimana balita

sering tidur. Berdasarkan hasil analisis univariat, konsentrasi PM10 dalam rumah

balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate sekitar 89 rumah balita (77,4%) masih

melampaui batas yang telah ditetapkan.

Tabel 5.7 Distribusi Konsentrasi PM10 dalam Rumah Balita di Puskemas Rawa

Terate Tahun 2017

Konsentrasi PM10 Frekuensi (n) Persentase (%)

Memenuhi Syarat 26 22,6

Tidak Memenuhi Syarat 89 77,4

Jumlah 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = ≤70 µg/m3

Tidak memenuhi syarat = >70 µg/m3

Rata-rata konsentrasi PM10 di ruang balita sering tidur yaitu 106,65 µg/m3.

Selain itu, konsentrasi terendah PM10 diruang balita sering yaitu 59 µg/m3 dan

tertinggi yaitu 808 µg/m3.

Page 90: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

70

5.2.4 Gambaran Faktor Lingkungan Dalam Rumah di Puskesmas Rawa

Terate Tahun 2017

5.2.4.1 Ventilasi

Berdasarkan tabel 5.8, menunjukkan bahwa dari 115 rumah balita yang

diteliti, hanya 25 rumah balita (21,7%) yang memenuhi syarat yaitu luas ventilasi

≥10% luas lantai dan ventilasi dibuka tiap pagi hari.

Tabel 5.8 Distribusi Ventilasi di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Ventilasi Frekuensi (n) Persentase (%)

Memenuhi syarat 25 21,7

Tidak Memenuhi Syarat 90 78,3

Jumlah 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = ≥10% luas lantai dan dibuka tiap pagi hari

Tidak memenuhi syarat = <10% luas lantai dan tidak dibuka tiap pagi hari

5.2.4.2 Suhu

Sebaran data suhu ruangan balita sering tidur di wilayah Puskesmas Rawa

Terate sebagai berikut:

Tabel 5.9 Distribusi Suhu di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Suhu Frekuensi (n) Persentase (%)

Memenuhi syarat 6 5,2

Tidak Memenuhi Syarat 109 94,8

Jumlah 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = Suhu 18oC-30 oC

Tidak memenuhi syarat = Suhu <18oC atau >30 oC

Berdasarkan tabel 5.9, menunjukkan bahwa sebagian besar suhu ruangan

tempat balita sering tidur tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan yaitu

sebanyak 94,8% atau 109 rumah balita. Selain itu, suhu rata-rata ruangan tempat

Page 91: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

71

balita sering tidur adalah 32,84oC, dengan suhu terendah 27,6oC dan suhu

tertinggi 35,3oC.

5.2.4.2 Kelembaban

Sebaran data kelembaban ruangan balita sering tidur di wilayah

Puskesmas Rawa Terate sebagai berikut:

Tabel 5.10 Distribusi Kelembaban di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Kelembaban Frekuensi Persentase (%)

Memenuhi syarat 67 58,3

Tidak Memenuhi Syarat 48 41,7

Jumlah 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = Kelembaban 40-60% Rh

Tidak memenuhi syarat = Kelembaban <40% Rh atau >60% Rh

Berdasarkan tabel 5.10, diketahui bahwa 58,3% rumah balita memiliki

kelembaban ruangan yang memenuhi syarat dalam rentang 40-60% Rh. Selain itu,

kelembaban rata-rata ruangan tempat balita sering tidur adalah 56,71% Rh,

dengan kelembaban terendah 37,4% Rh dan kelembaban tertinggi 71,9% Rh.

5.2.4.3 Pencahayaan

Sebaran data pencahayaan dalam ruangan tempat balita sering tidur di

wilayah Puskesmas Rawa Terate sebagai berikut:

Tabel 5.11 Distribusi Pencahayaan di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Pencahayaan Frekuensi Persentase (%)

Memenuhi syarat 18 15,7

Tidak Memenuhi Syarat 97 84,3

Jumlah 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = Nilai pencahayaan ≥60 lux

Tidak memenuhi syarat = Nilai pencahayaan <60 lux

Page 92: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

72

Berdasarkan tabel 5.11, menunjukkan bahwa sebagian besar pencahayaan

dalam ruangan tempat balita sering tidur masih belum memenuhi syarat dengan

persentase sebesar 84,3%. Selain itu, rata-rata pencahayaan dalam ruangan tempat

balita sering tidur sebesar 45,15 lux.

5.2.4.4 Letak Dapur

Sebaran data letak dapur dalam rumah balita di wilayah Puskesmas Rawa

Terate sebagai berikut:

Tabel 5.12 Distribusi Letak Dapur di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Letak Dapur Frekuensi (n) Persentase (%)

Ada dinding pemisah 96 83,5

Tidak ada dinding pemisah 19 16,5

Jumlah 115 100

Berdasarkan tabel 5.12, diketahui bahwa sebanyak 96 rumah (83,5%)

sudah memiliki dapur yang terpisah dengan ruangan lain. Hal tersebut

menunjukkan bahwa sebagian besar rumah balita di wilayah Puskesmas Rawa

Terate memiliki letak dapur yang terpisah dengan ruangan lainnya.

5.2.4.5 Lubang Asap Dapur

Sebaran data keberadaan lubang asap dapur dalam rumah balita di wilayah

Puskesmas Rawa Terate sebagai berikut:

Tabel 5.13 Distribusi Keberadaan Lubang Asap Dapur di Puskesmas Rawa

Terate Tahun 2017

Lubang Asap Dapur Frekuensi (n) Persentase (%)

Memenuhi syarat 61 53

Tidak Memenuhi Syarat 54 47

Jumlah 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = ada lubang asap seperti jendela yang mengeluarkan

asap dapur

Tidak memenuhi syarat = tidak ada lubang asap seperti jendela yang

mengeluarkan asap dapur

Page 93: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

73

Berdasarkan tabel 5.13, menunjukkan bahwa sebanyak 61 rumah (53%)

memiliki lubang untuk mengeluarkan asap di dapurnya.

5.2.4.6 Kepadatan Hunian

Sebaran data kepadatan hunian di wilayah Puskesmas Rawa Terate

sebagai berikut:

Tabel 5.14 Distribusi Kepadatan Hunian di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Kepadatan Hunian Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak padat 49 42,6

Padat 66 57,4

Jumlah 115 100

Keterangan: Tidak padat = rasio ≥8 m2/orang dari luas lantai rumah

Padat = rasio <8 m2/orang dari luas lantai rumah

Berdasarkan tabel 5.14, menunjukkan bahwa sebanyak 66 dari 115 rumah

memiliki hunian padat dengan persentase sebesar 57,4%.

5.3.4.8 Anggota Keluarga yang Merokok

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sebaran data anggota

keluarga yang merokok di wilayah Puskesmas Rawa Terate sebagai berikut:

Tabel 5.15 Distribusi Anggota Keluarga yang Merokok di Puskesmas Rawa

Terate Tahun 2017

Anggota Keluarga yang

merokok Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak 26 22,6

Ada 89 77,4

Jumlah 115 100

Pada tabel 5.15, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki

anggota keluarga yang merokok yaitu sebesar 77,4%.

Page 94: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

74

5.3 Analisis Bivariat

5.3.1 Hubungan Konsentrasi PM10 dalam Rumah dengan Keluhan ISPA

pada Balita di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara konsentrasi PM10 dalam ruamh dengan

keluhan ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017 dapat

dilihat pada tabel 5.16.

Tabel 5.16 Hubungan Konsentrasi PM10 dalam Rumah dengan Keluhan ISPA

pada Balita di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Variabel

Keluhan ISPA

Total OR (95% CI) P-value

Ya Tidak

PM10 N % N % N %

Tidak

Memenuhi

Syarat

75 84,3 14 15,7 89 100

3,348 (1,263-8,873) 0,025

Memenuhi

Syarat 16 61,5 10 38,5 26 100

Total 91 79,1 24 20,9 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = ≤70 µg/m3

Tidak memenuhi syarat = >70 µg/m3

Pada tabel 5.16 menunjukkan bahwa responden yang memiliki rumah

dengan konsentrasi PM10 dalam ruangan balita tidak memenuhi syarat lebih

banyak mengalami keluhan ISPA yaitu sebesar 75 balita (84,3%) dibandingkan

dengan konsentrasi PM10 dalam ruangan balita yang memenuhi syarat yaitu

sebesar 16 balita (61,5%).

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0,025 (p-value

<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara konsentrasi PM10

dalam rumah dengan keluhan ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Rawa

Terate tahun 2017. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 3,348 (95%

Page 95: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

75

CI: 1,263-8,873) yang berarti bahwa balita yang tinggal dalam rumah dengan

konsentrasi PM10 tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 3,348 kali untuk

mengalami keluhan ISPA dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah

dengan konsentrasi PM10 memenuhi syarat.

5.3.2 Hubungan Faktor Lingkungan Dalam Rumah dengan Keluhan ISPA

pada Balita di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

5.3.2.1 Hubungan Ventilasi dengan Keluhan ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan ventilasi dengan keluhan ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Rawa Terate tahun 2017 sebagai berikut:

Tabel 5.17 Hubungan Ventilasi dengan Keluhan ISPA pada Balita di Puskesmas

Rawa Terate Tahun 2017

Variabel

Keluhan ISPA

Total OR (95% CI) P-value

Ya Tidak

Ventilasi N % N % N %

Tidak

Memenuhi

Syarat

71 78,9 19 21,1 90 100

0,934 (0,310-2,815) 1,000 Memenuhi

Syarat 20 80 5 20 25 100

Total 91 79,1 24 20,9 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = ≥10% luas lantai dan dibuka tiap pagi hari

Tidak memenuhi syarat = <10% luas lantai dan tidak dibuka tiap pagi hari

Pada tabel 5.17 menunjukkan bahwa responden yang memiliki ventilasi

tidak memenuhi syarat dan memiliki balita dengan keluhan ISPA yaitu sebesar 71

balita (78,9%). Sedangkan, responden yang memiliki ventilasi memenuhi syarat

namun balitanya mengalami keluhan ISPA sebanyak 20 balita (80%).

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 1,000 (p-value >0,05)

maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara ventilasi dengan

Page 96: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

76

keluhan ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017. Dari

hasil analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 0,934 (95% CI: 0,310-2,815) yang

berarti bahwa ventilasi merupakan faktor protektif yaitu faktor yang dapat

mengurangi risiko terjadinya keluhan ISPA pada balita.

5.3.2.2 Hubungan Suhu dengan Keluhan ISPA

Hasil analisis hubungan suhu dengan keluhan ISPA pada balita di wilayah

Puskesmas Rawa Terate tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5.18.

Tabel 5.18 Hubungan Suhu dengan Keluhan ISPA pada Balita di Puskesmas

Rawa Terate Tahun 2017

Variabel

Keluhan ISPA

Total OR (95% CI) P-value

Ya Tidak

Suhu N % N % N %

Tidak

Memenuhi

Syarat

87 79,8 22 20,2 109 100

1,977 (0,340-11,500) 0,603 Memenuhi

Syarat 4 66,7 2 33,3 6 100

Total 91 79,1 24 20,9 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = Suhu 18oC-30oC

Tidak memenuhi syarat = Suhu <18oC atau >30oC

Pada tabel 5.18 menunjukkan bahwa responden yang memiliki ruangan

dengan suhu tidak memenuhi syarat lebih banyak mengalami keluhan ISPA yaitu

sebesar 87 balita (79,8%), dibandingkan dengan responden yang memiliki

ruangan dengan suhu yang memenuhi syarat sebesar 4 balita (66,7%).

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0,603 (p-value>0,05)

maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara suhu dengan keluhan

ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017. Dari hasil

analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 1,977 (95% CI: 0,340-11,500) yang

Page 97: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

77

berarti bahwa balita yang tinggal dalam rumah dengan suhu tidak memenuhi

syarat mempunyai risiko 1,977 kali untuk mengalami keluhan ISPA dibandingkan

dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan suhu memenuhi syarat.

5.3.2.3 Hubungan Kelembaban dengan Keluhan ISPA

Hasil analisis hubungan kelembaban dengan keluhan ISPA pada balita di

Puskesmas Rawa Terate tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5.19.

Tabel 5.19 Hubungan Kelembaban dengan Keluhan ISPA pada Balita di

Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Variabel

Keluhan ISPA

Total OR (95% CI) P-value

Ya Tidak

Kelembaban N % N % N %

Tidak

Memenuhi

Syarat

40 83,3 8 23,9 48 100

1,569 (0,610-4,033) 0,480 Memenuhi

Syarat 51 76,1 16 16,7 67 100

Total 91 79,1 24 20,9 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = Kelembaban 40-60% Rh

Tidak memenuhi syarat = Kelembaban <40% Rh atau >60% Rh

Pada tabel 5.19 menunjukkan bahwa responden yang memiliki ruangan

dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat dan balitanya mengalami

keluhan ISPA sebanyak 40 balita (83,3%). Sedangkan, responden yang memiliki

ruangan dengan kelembaban yang memenuhi syarat namun balita mengalami

keluhan ISPA sebanyak 51 balita (76,1%). Selain itu, berdasarkan hasil uji chi

square diperoleh p-value sebesar 0,480 (p-value>0,05) maka dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan antara kelembaban dengan keluhan ISPA pada balita

di wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017. Dari hasil analisis diperoleh pula

nilai OR sebesar 1,569 (95% CI: 0,610-4,033) yang berarti bahwa balita yang

Page 98: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

78

tinggal dalam rumah dengan kelembaban tidak memenuhi syarat mempunyai

risiko 1,569 kali untuk mengalami keluhan ISPA dibandingkan dengan balita

yang tinggal dalam rumah dengan kelembaban yang memenuhi syarat.

5.3.2.4 Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan ISPA

Hasil analisis hubungan pencahayaan dengan keluhan ISPA pada balita di

wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5.20.

Tabel 5.20 Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan ISPA pada Balita di

Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Variabel

Keluhan ISPA

Total OR (95% CI) P-value

Ya Tidak

Pencahayaan N % N % N %

Tidak

Memenuhi

Syarat

78 80,4 19 19,6 97 100

1,579 (0,502-4,971) 0,527 Memenuhi

Syarat 13 72,2 5 27,8 18 100

Total 91 79,1 24 20,9 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = Nilai pencahayaan ≥60 lux

Tidak memenuhi syarat = Nilai pencahayaan <60 lux

Pada tabel 5.20 diketahui bahwa responden yang memiliki ruangan dengan

pencahayaan yang tidak memenuhi syarat lebih banyak balita yang mengalami

keluhan ISPA yaitu sebesar 78 balita (80,4%), dibandingkan dengan ruangan

dengan pencahayaan yang memenuhi syarat yaitu sebesar 13 balita (72,2%).

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0,527 (p-value >0,05)

maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pencahayaan dengan

keluhan ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017. Dari

hasil analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 1,579 (95% CI: 0,502-4,971) yang

berarti bahwa balita yang tinggal dalam rumah dengan pencahayaan tidak

Page 99: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

79

memenuhi syarat mempunyai risiko 1,579 kali untuk mengalami keluhan ISPA

dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan pencahayaan yang

memenuhi syarat.

5.3.2.5 Hubungan Letak Dapur dengan Keluhan ISPA

Hasil analisis hubungan letak dapur dengan keluhan ISPA pada balita di

wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5.21.

Tabel 5.21 Hubungan Letak Dapur dengan Keluhan ISPA pada Balita di

Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Variabel

Keluhan ISPA

Total

OR (95% CI) P-value Tidak Iya

Letak

Dapur N % N % N %

Tidak ada

dinding

pemisah

18 94,7 1 5,3 19 100

5,671 (0,717-44,831) 0,118 Ada dinding

pemisah 73 76 23 24 96 100

Total 91 79,1 24 20,9 115 100

Pada tabel 5.21 menunjukkan bahwa responden dengan rumah yang letak

dapur tidak terpisah dengan ruangan lain dan balita mengalami keluhan ISPA

yaitu sebesar 18 balita (94,7%). Sedangkan, rumah dengan letak dapur terpisah

namun balitanya mengalami keluhan ISPA sebanyak 73 balita (76%).

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0,118 (p-value >0,05)

maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara letak dapur dengan

keluhan ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017. Dari

hasil analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 5,671 (95% CI: 0,717-44,831) yang

berarti bahwa balita yang tinggal dalam rumah dengan letak dapur tidak terpisah

Page 100: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

80

dengan ruangan lain mempunyai risiko 5,671 kali untuk mengalami keluhan ISPA

dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan letak dapur terpisah

dengan ruangan lain.

5.3.2.6 Hubungan Lubang Asap Dapur dengan Keluhan ISPA

Hasil analisis hubungan lubang asap dapur dengan keluhan ISPA pada

balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017 dapat dilihat pada tabel

5.22.

Tabel 5.22 Hubungan Lubang Asap Dapur dengan Keluhan ISPA pada Balita di

Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Variabel

Keluhan ISPA

Total

OR (95% CI) P-value Ya Tidak

Lubang

Asap

Dapur

N % N % N %

Tidak

Memenuhi

Syarat

41 75,9 13 24,1 54 100

0,694 (0,281-1,712) 0,572 Memenuhi

Syarat 50 82 11 18 61 100

Total 91 79,1 24 20,9 115 100

Keterangan: Memenuhi syarat = ada lubang asap seperti jendela yang mengeluarkan asap

dapur

Tidak memenuhi syarat = tidak ada lubang asap seperti jendela yang

mengeluarkan asap dapur

Pada tabel 5.22 menunjukkan hasil hubungan antara lubang asap dapur

dengan keluhan ISPA pada balita yaitu sebanyak 41 balita (75,9%) dengan lubang

asap dapur tidak memenuhi syarat mengalami keluhan ISPA. Sedangkan diantara

balita dengan lubang asap dapur memenuhi syarat terdapat 50 balita (82%) yang

mengalami ISPA. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar

0,572 (p-value>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

Page 101: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

81

lubang asap dapur dengan keluhan ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Rawa

Terate tahun 2017. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 0,694 (95%

CI: 0,281-1,712) yang berarti bahwa lubang asap dapur merupakan faktor

protektif yaitu faktor yang dapat mengurangi resiko terjadinya keluhan ISPA pada

balita.

5.3.2.7 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan ISPA

Hasil analisis hubungan kepadatan hunian dengan keluhan ISPA pada

balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017 dapat dilihat pada tabel

5.23.

Tabel 5.23 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan ISPA pada Balita di

Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Variabel

Keluhan ISPA

Total

OR (95% CI) P-value Ya Tidak

Kepadatan

Hunian N % N % N %

Padat 55 83,3 11 16,7 66 100

1,806 (0,730-4,469) 0,291 Tidak Padat 36 73,5 13 26,5 49 100

Total 91 79,1 24 20,9 115 100

Keterangan: Tidak padat = rasio ≥8 m2/orang dari luas lantai rumah

Padat = rasio <8 m2/orang dari luas lantai rumah

Pada tabel 5.23 menunjukkan hasil hubungan antara kepadatan hunian

dengan keluhan ISPA pada balita yaitu sebanyak 55 balita (83,3%) dengan hunian

yang padat mengalami keluhan ISPA. Sedangkan diantara balita dengan hunian

yang tidak padat terdapat 36 balita (73,5%) yang mengalami ISPA. Berdasarkan

hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0,291 (p-value >0,05) maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan keluhan

ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017. Dari hasil

Page 102: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

82

analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 1,806 (95% CI: 0,730-4,469) yang berarti

bahwa balita yang tinggal dalam hunian yang padat mempunyai risiko 1,806 kali

untuk mengalami keluhan ISPA dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam

hunian yang tidak padat (memenuhi syarat).

5.3.2.8 Hubungan Anggota Keluarga yang Merokok dengan Keluhan ISPA

Hasil analisis hubungan anggota keluarga yang merokok dengan keluhan

ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017 dapat dilihat

pada tabel 5.24.

Tabel 5.24 Hubungan Anggota Keluarga yang Merokok dengan Keluhan ISPA

pada Balita di Puskesmas Rawa Terate Tahun 2017

Variabel

Keluhan ISPA

Total

OR (95% CI) P-value Ya Tidak

Anggota

Keluarga

yang

Merokok

N % N % N %

Ada 72 80,9 17 19,1 89 100

1,560 (0,565-4,306) 0,556 Tidak Ada 19 73,1 7 26,9 26 100

Total 91 79,1 24 20,9 115 100

Pada tabel 5.24 menunjukkan hasil hubungan antara anggota keluarga

yang merokok dengan keluhan ISPA pada balita yaitu sebanyak 72 balita (80,9%)

yang memiliki anggota keluarga yang merokok mengalami keluhan ISPA.

Sedangkan diantara balita yang tidak memiliki anggota keluarga yang merokok

terdapat 19 balita (73,1%) yang mengalami ISPA. Berdasarkan hasil uji chi

square diperoleh p-value sebesar 0,556 (p-value>0,05) maka dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan antara perokok dalam rumah dengan keluhan ISPA

pada balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate tahun 2017. Dari hasil analisis

Page 103: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

83

diperoleh pula nilai OR sebesar 1,560 (95% CI: 0,565-4,306) yang berarti bahwa

balita yang tinggal dengan anggota keluarga yang merokok dalam rumah

mempunyai risiko 1,560 kali untuk mengalami keluhan ISPA dibandingkan

dengan balita yang tidak mempunyai anggota keluarga yang merokok dalam

rumah.

Page 104: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

84

6 BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Beberapa hal yang menjadi keterbatasan selama dilakukannya penelitian ini,

yaitu:

1. Bias informasi juga dapat terjadi pada hasil pengukuran. Pengukuran

pada suhu, kelembaban, pencahayaan, dan PM10 dilakukan pada pukul

08.00-16.00. Pada rentang tersebut cuaca, intensitas matahari, serta

aktivitas industri di sekitar lokasi penelitian dapat berubah sewaktu-

waktu sehingga hasil pengukuran antara satu rumah dengan rumah

lainnya berbeda. Hasil pengukuran pun dapat berbeda tergantung dari

kondisi tiap rumah yang diteliti.

2. Pengukuran PM10 hanya dilakukan dalam waktu sesaat dan di dalam

rumah, tidak ada pengukuran pada udara ambien sehingga tidak dapat

diketahui apakah sumber pencemaran PM10 berasal dari luar rumah

atau dalam rumah.

3. Pada variabel anggota keluarga yang merokok dapat terjadi bias

informasi karena tergantung dari kejujuran responden.

6.2 Keluhan ISPA pada Balita di wilayah Puskesmas Rawa Terate

ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari

saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga

Page 105: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

85

telinga tengah, pleura) (Kementerian Kesehatan RI, 2011a). Klasifikasi ISPA pada

balita terdiri dari pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia

(Kementerian Kesehatan RI, 2002). Pada penelitian ini, ISPA pada balita yang

dijadikan sebagai variabel dependen adalah ISPA bukan pneumonia dengan

keluhan ISPA berupa batuk, nyeri tenggorokan, pilek, demam tidak lebih dari 7

hari, tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam atau

tanpa disertai gejala peningkatan frekuensi napas dalam kurun waktu 2 minggu

terakhir (WHO, 2007; Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 115 responden, terdapat 79,1% balita

mengalami keluhan ISPA dan 20,9% balita yang tidak mengalami keluhan ISPA.

Dilihat dari proporsi tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian besar balita

mengalami keluhan ISPA. Selain itu, diketahui pula keluhan ISPA yang paling

banyak dialami oleh balita di daerah Kelurahan Rawa Terate yaitu pilek (61,7%),

batuk (53%), demam (34,8%), dan nyeri tenggorokan (12,2%). Sama halnya

dengan data Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2014, bahwa keluhan

kesehatan yang sering dialami balita di Indonesia adalah pilek (58,32%), batuk

(57,62%), dan panas (53,90%) (KPPPA, 2015).

Kelurahan Rawa Terate merupakan kelurahan yang mempunyai kawasan

industri di dalamnya yaitu Kawasan Industri Pulogadung, dan beberapa industri

lain di sekitarnya. Selain itu, akses jalan raya yang menghubungkan antara Bekasi

dengan Jakarta Timur membuat banyaknya transportasi publik maupun pribadi

yang melintas dan menimbulkan kemacetan pada jam-jam tertentu. Emisi dari

kendaraan bermotor serta kegiatan industri mengandung berbagai bahan pencemar

yang berbahaya bagi kesehatan manusia, terutama bagian pernapasan seperti

Page 106: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

86

gejala ISPA. Salah satu bahan pencemar yang mengganggu saluran pernapasan

adalah partikulat (Tugaswati, 2008). Selain bahan pencemar tersebut, faktor

lingkungan dalam rumah seperti suhu, kelembaban, pencahayaan, ventilasi, letak

dapur, lubang asap dapur, kepadatan hunian, dan anggota keluarga yang merokok

juga dapat mempengaruhi terjadinya keluhan ISPA pada balita (Californian

Environmental Protection Agency, 2009; Kementerian Kesehatan RI, 2011a;

Ramani dkk., 2016).

Beberapa studi yang dilakukan di sekitar kawasan industri menunjukkan

bahwa lingkungan sekitar industri dapat berisiko menyebabkan terjadinya

gangguan pernapasan seperti ISPA. Studi yang dilakukan oleh Halim (2012) di

sekitar lokasi industri mebel Kabupaten Jepara menunjukkan bahwa masyarakat

sekitar industri tersebut berisiko tinggi terkena ISPA. Hal tersebut dikarenakan

kondisi iklim yang kering di sekitar lokasi menyebabkan debu atau partikel

bergabung dengan udara kemudian terbawa oleh pergerakan angin dan terhirup

oleh masyarakat. Studi lain yang dilakukan oleh Anthony (2008) menunjukkan

tingginya balita yang terserang gangguan ISPA di pemukiman sekitar kawasan

pertambangan granit diduga berkaitan dengan keadaan sanitasi perumahan

penduduk serta kondisi lingkungan yang tidak memenuhi syarat.

6.3 Analisis Hubungan Konsentrasi PM10 Dalam Rumah dengan Keluhan

ISPA pada Balita

Pada penelitian ini, pengukuran konsentrasi PM10 dalam rumah dilakukan

sewaktu dimulai pukul 08.00-16.00 WIB. Pengukuran PM10 sewaktu atau disebut

juga metode spot sampling dipakai untuk memeriksa secara acak keadaan sewaktu

zat pencemar udara pada tempat-tempat pemeriksaan (Lindawaty, 2010). Melalui

Page 107: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

87

pengukuran sewaktu, peneliti dapat memperoleh gambaran potensial tingkat kadar

PM10 dalam tiap rumah anak balita. Cara ini adalah cara tidak langsung untuk

menilai pemajanan PM10 (Lindawaty, 2010). Konsentrasi PM10 diukur

menggunakan EPAM 5000 selama 1 jam di ruangan tempat balita sering tidur.

Peletakan diruangan balita sering tidur dikarenakan balita lebih sering melakukan

aktivitas di dalam rumah dan sebagian besar waktunya (12-14 jam) dilakukan

untuk tidur (Dwienda dkk., 2015; Thompson, 2003).

Hasil pengukuran konsentrasi PM10 dalam ruang dikategorikan menjadi

konsentrasi PM10 yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan

Permenkes No. 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam

Ruang Rumah. Konsentrasi PM10 dalam ruang yang memenuhi syarat adalah ≤70

µg/m3 sedangkan yang tidak memenuhi syarat adalah >70 µg/m3 (Kementerian

Kesehatan RI, 2011b).

Dari hasil analisis univariat konsentrasi PM10 dalam rumah di lokasi

penelitian, kualitas udara dari tiap ruangan balita tergambar dengan ditemukannya

sebagian besar konsentrasi PM10 dalam rumah yang tidak memenuhi syarat (PM10

>70 µg/m3) sebanyak 77,4%. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, dapat

dikatakan bahwa kualitas udara di tiap ruangan tempat balita tidur di wilayah

Puskesmas Rawa Terate masih buruk. Hasil analisis bivariat menghasilkan p-

value 0,025, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsentrasi

PM10 dalam ruangan balita dengan keluhan ISPA pada balita di wilayah

Puskesmas Rawa Terate. Dari analisis diperoleh pula nilai OR 3,348, artinya

balita yang tinggal dalam ruangan dengan konsentrasi PM10 tidak memenuhi

syarat (PM10 > 70 µg/m3) mempunyai risiko 3,348 kali untuk mengalami keluhan

Page 108: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

88

ISPA dibanding balita yang tinggal dalam ruangan dengan kadar PM10 memenuhi

syarat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Farieda

(2009) di Kota Cilegon yang menyatakan bahwa balita yang tinggal dalam rumah

dengan kadar PM10 tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 56,538 kali untuk

mengalami ISPA dibanding balita yang tinggal dalam rumah dengan kadar PM10

memenuhi syarat. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa PM10

dapat memberikan dampak yang besar terhadap kesehatan manusia karena

sifatnya yang respirable sehingga memicu terjadinya ISPA (Pujiastuti dkk.,

2013). PM10 dapat meningkatkan jumlah dan tingkat keparahan serangan asma,

menyebabkan atau memperburuk bronkitis dan penyakit paru paru lainnya, dan

mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Sehingga saat partikel

tersebut masuk ke dalam tubuh maka masalah kesehatan pun dimulai. Partikel-

partikel yang masuk ke dalam tubuh menyebabkan iritasi yang mengawali

terjadinya penyakit saluran pernapasan. Tidak ada debu yang benar-benar inert

(tidak merusak paru-paru), sehingga pada konsentrasi tinggi semua debu akan

langsung merangsang dan menimbulkan reaksi produksi lendir yang berlebihan

(Gestrudis, 2010).

Secara umum PM10 dapat bersumber dari pengaruh udara luar yaitu

kegiatan manusia (akibat pembakaran bahan bakar, debu dari proses kontruksi,

dan aktivitas industri) dan pengaruh udara dalam rumah seperti perilaku merokok,

penggunaan energi masak dari bahan bakar biomassa, dan penggunaan obat

nyamuk bakar (Californian Environmental Protection Agency, 2009; Kementerian

Kesehatan RI, 2011b). Kondisi lingkungan di daerah Kelurahan Rawa Terate

Page 109: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

89

dapat dikatakan mendukung keberadaan PM10. Kelurahan Rawa Terate dikelilingi

berbagai jenis industri mulai dari industri zat kimia, industri peleburan besi,

hingga industri manufaktur. Selain itu, akses jalan raya padat lalu lintas yang

menghubungkan 2 daerah pun dapat membuat tingginya konsentrasi PM10 di

daerah tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi partikulat

lebih tinggi pada pemukiman di sekitar kawasan industri sehingga resiko

terjadinya keluhan ISPA pada pemukiman sekitar industri lebih tinggi dibanding

dengan pemukiman yang bukan di daerah industri. Penelitian yang dilakukan di

pemukiman sekitar pabrik semen PT. Indocement Citeureup menunjukkan bahwa

secara keseluruhan hasil pengukuran konsentrasi partikel debu PM10 dan PM2,5 di

rumah-rumah sekitar pabrik semen, di dalam pabrik semen, dan di pinggir jalan

melebihi baku mutu udara ambien nasional yang ditetapkan oleh PP No. 41/1999

(Suhariyono, 2002). Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Gestrudis

(2010) di daerah pabrik Indocement pada tahun 2010, menunjukkan bahwa balita

yang tinggal di dalam rumah dengan kadar PM10 tidak memenuhi syarat berisiko

3,1 kali mengalami ISPA dibanding dengan kadar PM10 memenuhi syarat.

Dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan pengukuran udara ambien

sehingga peneliti tidak dapat mengetahui apakah konsentrasi PM10 dalam rumah

tinggi akibat pencemaran yang berada dalam rumah atau akibat keadaan

lingkungan luar rumah yang mendukung keberadaan PM10. Namun, partikulat

dapat masuk ke dalam rumah melalui ventilasi/jendela dan pintu yang terbuka.

Selain itu, tingginya konsentrasi PM10 dalam rumah yang tinggi dapat terjadi oleh

karena ventilasi yang kurang memadai, kepadatan hunian, suhu dan kelembaban

yang tidak memenuhi syarat serta anggota keluarga yang merokok (Gestrudis,

Page 110: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

90

2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk dapat mengendalikan

tingginya konsentrasi PM10 dalam rumah.

Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah mengontrol pertukaran udara di

dalam rumah seperti membuka jendela tiap pagi hari pada pukul 08.00 dan

menutup jendela pada siang dan sore hari, serta menanam tanaman Bromelia dan

Sanseveira (Lidah Mertua) untuk mengurangi konsentrasi pencemar di dalam

rumah. Untuk melakukan hal tersebut, masyarakat terlebih dahulu diberi

penjelasan terkait dampak PM10 terhadap kesehatan, jadwal aktivitas industri yang

mengeluarkan emisi ke lingkungan serta jam saat lalu lintas menjadi padat.

Tanaman Bromelia merupakan tanaman dari suku nanas-nanasan ini biasanya

memiliki warna cerah yang menarik. Bromelia merupakan penyerap terbaik

benzena, senyawa beracun yang berasal dari asap kendaraan dan asap rokok

(Satrio, 2017). Selain tanaman tersebut, tanaman Sanseveira (Lidah Mertua) yang

digunakan sebagai tanaman hias juga dapat menyerap udara yang kotor akibat

polusi yang berada di dalam rumah (Trubus, 2008).

Penggunaan masker saat melakukan aktivitas di luar rumah dapat

mengurangi paparan PM10 masuk ke dalam tubuh. Jenis masker yang dapat

digunakan untuk melindungi penggunanya dari kontaminasi cairan atau partikel

udara yang tercemar yaitu masker biasa (face mask atau surgical mask), dan

masker respirator N95 (Mardani, 2015). Berikut ini contoh gambar masing-

masing jenis masker:

Page 111: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

91

a. Masker biasa (face mask atau surgical mask)

b. Masker respirator N95

6.4 Analisis Hubungan Ventilasi dengan Keluhan ISPA pada Balita

Ventilasi merupakan tempat pertukaran udara dari dalam ke luar ataupun

sebaliknya. Ventilasi rumah berfungsi menjaga agar aliran udara di dalam tetap

segar berarti keseimbangan O2 yang diperlukan penghuni akan terjaga. Kurangnya

ventilasi akan menyebabkan O2 rendah, dan CO2 tinggi di dalam rumah

(Notoatmodjo, 2007). Pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat dapat

menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme, yang mengakibatkan

gangguan terhadap kesehatan manusia, seperti gangguan pernapasan

(Kementerian Kesehatan RI, 2011b).

Dari hasil analisis univariat terkait ventilasi di lokasi penelitian,

menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat mempunyai ventilasi yang tidak

memenuhi syarat (< 10% luas lantai dan dibuka tiap pagi hari) yaitu 78,3%. Hal

Gambar 6.1 Masker biasa (face mask atau surgical mask)

Gambar 6.2 Masker respirator N95

Page 112: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

92

ini dikarenakan lokasi rumah penduduk yang berada di sekitar kawasan industri

Pulo Gadung dan industri peleburan besi Kelurahan Rawa Terate menyebabkan

buruknya kualitas udara disekitar daerah tersebut akibat emisi yang dikeluarkan

oleh industri. Salah satu industri peleburan besi dan baja yang ada di Desa

Palahlar, keberadaan industri tersebut memberikan dampak negatif bagi

masyarakat berupa pencemaran udara yang dikeluarkan dari sisa produksi.

Pencemaran udara tersebut menimbulkan penyakit bagi masyarakat yang

menghirup udara dalam jangka panjang. Penyakit yang ditimbulkan berupa

penyakit batuk, pusing, flu, dan sesak napas (Paramitha, 2013). Hal tersebut

membuat kondisi ventilasi rumah yang dibuat oleh masyarakat di daerah

Kelurahan Rawa Terate hanya berupa kaca yang berfungsi untuk pencahayaan,

dikarenakan masyarakat ingin mengurangi masuknya debu yang masuk ke dalam

rumah, sehingga hanya beberapa rumah saja yang mempunyai ventilasi yang baik

dan memenuhi syarat.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

ventilasi dengan keluhan ISPA pada balita. Penelitian ini tidak sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Afandi (2012) pada penelitian ini menunjukkan

adanya hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita. Perbedaan

hasil dapat terjadi karena lokasi penelitian yang berbeda serta kondisi rumah dari

masing-masing responden. Namun dilihat dari nilai OR = 0,934 menunjukkan

bahwa ventilasi merupakan faktor protektif yaitu faktor yang dapat mengurangi

risiko terjadinya keluhan ISPA pada balita. Hal tersebut sesuai dengan pedoman

penyehatan udara dalam rumah yang ada dalam Permenkes No. 1077 tahun 2011

yaitu rumah harus dilengkapi dengan ventilasi (minimal 10% luas lantai) dan

Page 113: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

93

membuka jendela minimal pada pagi hari. Kurangnya ventilasi akan menimbulkan

pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat sehingga dapat menyebabkan

suburnya pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan gangguan

terhadap kesehatan manusia. Sehingga dengan adanya ventilasi maka pertukaran

udara dan kualitas udara dalam rumah menjadi baik sehingga tidak menimbulkan

gangguan kesehatan.

Agar diperoleh kesegaran dalam ruangan dengan cara penghawaan alami

maka dapat dilakukan dengan memberikan atau mengadakan ventilasi silang atau

cross ventilation. Sistem ventilasi yang dimaksud adalah peletakkan bukaan yang

berfungsi memasukkan udara atau yang menghadap angin datang (inlet)

diletakkan berhadapan dengan bukaan yang berfungsi mengeluarkan udara

(outlet) (Wicaksono, 2009). Berikut beberapa siasat cross ventilation pada dinding

rumah:

a. Siasat cross ventilation saat kondisi tidak memungkinkan untuk

menempatkan jendela pada dinding berhadapan.

Gambar 6.3 Cross ventilation saat kondisi tidak

memungkinkan untuk menempatkan jendela

pada dinding berhadapan

Page 114: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

94

b. Siasat cross ventilation saat kondisi hanya memungkinkan penempatan

jendela pada satu dinding saja.

6.5 Analisis Hubungan Suhu dengan Keluhan ISPA pada Balita

Pada penelitian ini, suhu udara dalam ruang diukur menggunakan

thermohygrometer yang diletakkan di ruangan tempat balita sering tidur selama

10 menit. Hasil pengukuran suhu dalam ruangan balita dikategorikan menjadi

memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan Permenkes No. 1077

Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. Suhu

memenuhi syarat berada dalam rentang 18oC -30oC sedangkan suhu yang tidak

memenuhi syarat berada di bawah dan di atas rentang tersebut (Kementerian

Kesehatan RI, 2011b).

Berdasarkan hasil analisis tabel silang menunjukkan bahwa keluhan ISPA

pada balita banyak terjadi pada ruangan balita dengan suhu yang tidak memenuhi

syarat. Namun, hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan antara suhu udara dalam ruang dengan keluhan ISPA pada balita

dengan p-value sebesar 0,603. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Rudianto (2013) pada balita di Desa Tamansari Karawang. Tidak

adanya hubungan antara suhu dalam ruang dengan kejadian ISPA dalam

Gambar 6.4 Cross ventilation saat kondisi hanya memungkinkan

penempatan jendela pada satu dinding saja

Page 115: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

95

penelitian Rudianto dikarenakan pengukuran suhu ruangan kamar balita dilakukan

saat hujan sehingga kemungkinan dipengaruhi oleh intensitas hujan.

Meskipun secara statistik tidak ditemukan adanya hubungan, namun hasil

nilai OR sebesar 1,977 menunjukkan bahwa suhu yang tidak memenuhi syarat

mempunyai risiko 1,977 kali untuk mengalami keluhan ISPA dibandingkan

dengan suhu memenuhi syarat. Hal itu berarti suhu dalam ruang dapat

berpengaruh terhadap kesehatan penghuni terutama balita. Suhu dalam ruang

dipengaruhi oleh suhu udara luar dan kepadatan hunian (Chandra, 2005;

Wicaksono, 2009). Suhu udara luar yang tinggi akan meningkatkan suhu dalam

ruang, sehingga akan terasa panas di dalam ruangan. Meningkatnya suhu dalam

ruang juga dapat terjadi akibat pengeluaran panas tubuh jika jumlah penghuni

dalam rumah terlalu padat (Ningrum, 2015). Suhu ruangan yang tinggi akan

membuat sirkulasi udara menjadi stagnan (tidak berpindah), sehingga

menyebabkan polutan atau debu terperangkap di udara dan dapat mengakibatkan

gangguan pada pernapasan (Canadian Lung Association, 2016).

Suhu udara dalam ruangan juga dapat dipengaruhi oleh sirkulasi udara dan

kelembaban. Sirkulasi udara yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan

ruangan terasa pengap dan akan menimbulkan kelembaban yang tinggi

(Kementerian Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2002). Suhu ruangan yang

rendah dengan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan dan

perkembangbiakan bakteri di dalam ruangan (Broaddus dkk., 2015). Untuk

mengatur suhu dalam ruangan tetap stabil sebaiknya penghuni rumah menjaga

keseimbangan sirkulasi udara dengan cara membuka serta menutup jendela dan

pintu.

Page 116: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

96

6.6 Analisis Hubungan Kelembaban dengan Keluhan ISPA pada Balita

Kelembaban udara dalam ruang pada penelitian ini diukur dengan

menggunakan thermohygrometer selama 10 menit di ruangan tempat balita sering

tidur. Hasil analisis tabel silang menunjukkan bahwa responden yang memiliki

kelembaban dalam ruang tidak memenuhi syarat dan balitanya mengalami

keluhan ISPA sebesar 83,3% (40 rumah). Hasil analisis bivariat menunjukkan

tidak ada hubungan antara kelembaban udara dalam ruang dengan keluhan ISPA

pada balita. Namun, nilai OR = 1,569 menunjukkan bahwa kelembaban udara

merupakan faktor risiko terjadinya keluhan ISPA pada balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Farieda

(2009) di Kecamatan Ciwandan, Cilegon bahwa tidak terdapat hubungan antara

kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita. Berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Afandi (2012) di Kabupaten Wonosobo menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita.

Kelembaban udara merupakan persentase jumlah air di udara atau uap air

dalam udara. Mengacu pada Permenkes No. 1077 tahun 2011, kelembaban udara

yang baik adalah 40% - 60% Rh. Kelembaban udara yang rendah dapat membuat

membran mukosa dihidung dan tenggorakan mengering, meningkatkan

ketidaknyamanan dan kerentanan terhadap penyakit pernapasan (Minnegasco,

2004). Kelembaban udara yang terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan

pertumbuhan mikroorganisme. Tempat dengan kelembaban yang rendah dapat

membuat virus influenza dapat bertahan hidup lebih lama (Higienis, 2016). Jika

kelembaban udara di dalam ruangan tinggi, maka virus, jamur, tungau, lumut, dan

Page 117: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

97

bakteri yang menjadi pemicu alergi akan bertumbuh pesat (Fahimah dkk., 2014;

Higienis, 2016).

Kelembaban udara diluar rumah secara alami dapat mempengaruhi

kelembaban di dalam rumah. Ruang yang lembab memungkinkan tumbuhnya

mikroorganisme patogen (Pramudiyani dan Prameswari, 2011). Ventilasi rumah

berkaitan dengan kelembaban rumah, yang mendukung daya hidup virus maupun

bakteri (Yuwono, 2008). Sinar matahari sanggup membunuh bakteri penyakit,

virus, dan jamur (Sinaga, 2012). Sehingga untuk mendapatkan tingkat

kelembaban yang baik hendaknya mengatur agar pertukaran udara selalu lancar

serta sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah.

Kondisi sebagian besar rumah di wilayah Kelurahan Rawa Terate yang

saling berhimpitan membuat sinar matahari susah untuk masuk melalui jendela

rumah, selain itu sebagian besar responden hanya mempunyai jendela kaca

tertutup tanpa bisa dibuka sehingga pertukaran udara hanya terjadi melalui pintu.

Berdasarkan wawancara dengan masyarakat disekitar, alasan mereka hanya

mempunyai jendela kaca tertutup karena untuk mengurangi masuknya debu

pabrik atau debu jalanan ke dalam rumah sehingga tidak mengotori rumah. Oleh

karena itu, untuk mendapatkan kelembaban yang baik di daerah Rawa Terate

dapat diusahakan membuka jendela atau pintu minimal tiap pagi hari atau disaat

aktivitas pabrik dan jalan raya belum terlalu padat agar dapat meminimalisir debu

jalanan atau debu pabrik yang masuk sehingga pertukaran udara dapat terjadi di

dalam rumah serta memasang genting kaca atau fiber glass agar sinar matahari

dapat masuk ke dalam rumah.

Page 118: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

98

6.7 Analisis Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan ISPA pada Balita

Pencahayaan dalam ruang diukur menggunakan luxmeter. Pencahayaan

dikategorikan menjadi memenuhi syarat bila intensitas ≥ 60 lux dan tidak

memenuhi syarat bila intensitas < 60 lux. Pencahayaan yang diukur dalam

penelitian ini adalah pencahayaan alami. Pencahayaan alami adalah penerangan

rumah secara alami oleh sinar matahari melalui jendela, lubang angin dan pintu

dari arah timur di pagi hari dan barat di sore hari (Wattimena, 2004 dalam Suryani

dkk., 2015). Cahaya matahari yang masuk ke dalam ruang dapat membunuh

kuman penyakit (Sinaga, 2012)

Hasil analisis tabel silang antara pencahayaan dan keluhan ISPA pada balita

menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan pencahayaan tidak

memenuhi syarat mengalami keluhan ISPA pada balita sebesar 80,4% (78 rumah).

Kurangnya pencahayaan di daerah Kelurahan Rawa Terate dipengaruhi oleh

kondisi rumah penduduk yang terlalu rapat, dan tidak adanya genting kaca atau

fiber glass, sehingga berdampak pada sedikitnya cahaya matahari yang masuk ke

dalam rumah. Sementara, hasil analisis bivariat menunjukkan nilai p-value =

0,527, secara statistik berarti tidak ada hubungan antara pencahayaan dalam ruang

dengan keluhan ISPA pada balita. Namun, nilai OR = 1,579 menunjukkan bahwa

pencahayaan dalam ruang merupakan faktor risiko terjadinya keluhan ISPA pada

balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fahimah dkk (2014) dan

Sinaga (2012) bahwa tidak ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian

penyakit ISPA pada balita. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dewi (2012) dan Pangemanan dkk (2016) bahwa terdapat hubungan antara

Page 119: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

99

pencahayaan dengan kejadian ISPA pada balita. Kemungkinan perbedaan hasil

penelitian dapat dipengaruhi oleh kondisi atau letak rumah di lokasi penelitian

masing-masing, serta pengaruh cuaca ataupun intensitas sinar matahari saat

penelitian.

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, khususnya cahaya

alami berupa cahaya matahari. Cahaya matahari mempunyai sinar ultraviolet pada

panjang gelombang 253,7 nm yang bisa membunuh kuman, bakteri, virus, serta

jamur yang dapat menyebabkan infeksi, alergi, asma maupun penyakit lainnya.

Sinar ultraviolet akan merusak DNA mikroba (kuman, bakteri, virus maupun

jamur) sehingga DNA mikroba menjadi steril. Jika mikroba terkena sinar

ultraviolet, maka mikroba tidak mampu bereproduksi dan akhirnya mati (Sari

dkk., 2014) Menurut Robert Koch, semua jenis cahaya dapat mematikan kuman,

hanya berbeda satu sama lain dari segi lamanya proses mematikan kuman. Cahaya

yang sama apabila melalui kaca yang tidak berwarna dapat membunuh kuman

dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwarna (Soesanto

dkk., 2000).

Kondisi rumah di sekitar lokasi penelitian yang lebih sering tertutup dan

padat, menyebabkan sinar matahari susah masuk ke dalam rumah. Sehingga

sebagian besar pencahayaan di lokasi penelitian tidak memenuhi syarat (batas

minimal < 60 lux). Oleh karena itu, untuk memaksimalkan pencahayaan dengan

kondisi rumah tersebut responden dapat membuka jendela atau pintu pada pagi

hingga sore hari atau saat aktivitas industri dan lalu lintas belum padat. Selain itu,

penggunaan genting kaca atau fiber glass juga disarankan untuk kondisi rumah

yang padat atau berhimpitan satu sama lain.

Page 120: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

100

6.8 Analisis Hubungan Letak Dapur dengan Keluhan ISPA pada Balita

Pada penelitian ini untuk mengetahui keberadaan letak dapur di rumah

responden dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada responden serta

observasi lingkungan dalam rumah responden untuk memastikan keberadaannya.

Hasil analisis bivariat menunjukkan p-value = 0,118, secara statistik berarti tidak

ada hubungan antara letak dapur dengan keluhan ISPA pada balita di daerah

Kelurahan Rawa Terate. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azhar

dkk (2015) di Kelurahan Kayuringin menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara letak dapur dengan gejala ISPA pada balita. Sedangkan, dari hasil

penelitian yang dilakukan oleh Anthony (2008) dan Farieda (2009) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara letak dapur dengan kejadian ISPA pada balita.

Hal tersebut dikarenakan pada penelitian Anthony (2008) dan Farieda (2009)

masyarakat masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak.

Dalam sebuah rumah idealnya dapur mempunyai ruangan tersendiri, karena

asap dari pembakaran dapat memberikan dampak terhadap kesehatan. Ruangan

dapur hendaknya terdapat ventilasi yang baik agar asap atau udara dari dapur

dapat teralirkan ke udara bebas (Afandi, 2012). Berdasarkan hasil tabel silang

ditemukan bahwa keluhan ISPA lebih banyak dialami pada keberadaan letak

dapur yang terpisah dengan ruangan lain. Selain itu, sebagian besar responden

yang mempunyai letak dapur terpisah dengan ruangan lain telah mempunyai

lubang asap dapur di rumahnya. Lubang asap dapur yang dapat membantu

mengeluarkan asap ke udara luar juga berfungsi sebagai ventilasi di area dapur.

Sehingga menurut asumsi peneliti, kondisi lingkungan luar rumah berpengaruh

terhadap keluhan ISPA dan memungkinkan terjadinya perpindahan mikro partikel

Page 121: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

101

atau polutan yang ada di udara luar masuk ke dalam area dapur melalui lubang

asap dapur. Oleh karena itu, walaupun letak dapur telah terpisah namun karena

kondisi kualitas udara luar rumah buruk dapat berpengaruh terhadap keadaan di

dalam rumah terutama area dapur. Particulate matter atau debu partikulat adalah

mikro partikel yang terbentuk dari cair maupun padat dan tersuspensi di udara.

Partikulat tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan

manusia, karena dapat masuk ke dalam paru-paru bahkan peredaran darah

manusia (Rinkesh, 2016).

Penggunaan tanaman Bromelia dan Sanseveira (Lidah Mertua) dapat

dijadikan sebagai barrier terhadap polutan. Tanaman Bromelia dan Sanseveira

dapat menyerap senyawa polutan dari kendaraan dan asap rokok serta udara kotor

akibat polusi yang berada di dalam rumah. Selain itu, sebaiknya responden selalu

membersihkan dapur ataupun rumah setelah digunakan untuk mengurangi debu

yang ada di dalam rumah serta menutup lubang asap dapur saat tidak melakukan

aktivitas di dapur agar debu atau mikropartikel tidak masuk ke area dapur atau

dalam rumah.

6.9 Analisis Hubungan Lubang Asap Dapur dengan Keluhan ISPA pada

Balita

Lubang asap dapur menjadi sangat penting artinya karena asap dapat

mempunyai dampak terhadap kesehatan manusia terutama penghuni di dalam

rumah. Lubang asap yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan gangguan

terhadap pernapasan dan mungkin dapat merusak alat-alat pernapasan, lingkungan

rumah menjadi kotor dan gangguan terhadap penglihatan atau mata menjadi pedih

(Farieda, 2009).

Page 122: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

102

Pada penelitian ini untuk mengetahui keberadaan lubang asap dapur di

rumah responden dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada responden

serta observasi lingkungan dalam rumah responden untuk memastikan

keberadaannya. Hasil analisis bivariat menunjukkan p-value = 0,572, secara

statistik berarti tidak ada hubungan antara lubang asap dapur dengan keluhan

ISPA pada balita di wilayah Kelurahan Rawa Terate. Hal ini disebabkan bahan

bakar memasak yang digunakan oleh sebagian besar responden adalah gas/LPG,

jadi ada atau tidaknya lubang asap dapur tidak begitu berpengaruh karena polusi

asap yang disebabkan oleh gas/LPG lebih sedikit dibandingkan polusi asap yang

dikeluarkan oleh bahan bakar padat seperti kayu bakar (Yabei dkk., 2013).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) di

Kota Semarang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keberadaan

lubang asap dapur dengan kejadian ISPA pada balita. Namun, pada penelitian

yang dilakukan oleh Afandi (2012) dan Farieda (2009) menunjukkan hasil yang

berbeda, yaitu terdapat hubungan antara keberadaan lubang asap dapur dengan

kejadian ISPA pada balita.

Berdasarkan nilai OR = 0,694 menunjukkan bahwa lubang asap dapur

merupakan faktor protektif yaitu faktor yang dapat mengurangi risiko terjadinya

keluhan ISPA pada balita. Hal tersebut sesuai dengan persyaratan kesehatan

perumahan yang ada dalam Kepmenkes No. 829 tahun 1999 yaitu dapur yang

sehat harus memiliki lubang asap dapur. Dapur yang tidak memiliki lubang asap

dapur akan menimbulkan banyak polusi asap ke dalam rumah dan kondisi ini akan

berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita karena asap akan dapat

Page 123: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

103

mengiritasi saluran pernapasan. Sehingga sangat dianjurkan untuk mempunyai

lubang asap dapur di rumahnya untuk mengurangi polusi asap.

Namun berdasarkan hasil analisis tabel silang menunjukkan bahwa dari 61

balita terdapat 50 balita yang rumahnya memiliki lubang asap dapur tetapi balita

tersebut mengalami keluhan ISPA. Hal ini terjadi karena lubang asap dapur bukan

satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya gejala ISPA pada balita.

Kondisi sekitar lokasi penelitian yang dikelilingi oleh industri membuat kualitas

udara disekitarnya menjadi kurang baik. Polusi udara yang dihasilkan oleh

aktivitas industri dan lalu lintas yang padat dapat menghasilkan berbagai macam

polutan dan debu yang dapat membahayakan kesehatan manusia (Jang dkk.,

2016). Berdasarkan asumsi peneliti, keberadaan lubang asap dapur di daerah

sekitar industri perlu diperhatikan bentuknya karena lubang asap dapur dapat

berfungsi seperti hal nya ventilasi, yaitu sebagai sirkulasi udara yang ada di dapur.

Oleh karena itu, keberadaan lubang asap dapur seperti jendela dapat berpengaruh

terhadap masuknya polutan dan debu ke dalam rumah karena terjadi pertukaran

udara. Lubang asap dapur yang berbentuk jendela dapat mengontrol masuknya

polutan udara tersebut ke dalam rumah, dengan menutup jendela di dapur saat

aktivitas sekitar industri dan lalu lintas sedang padat dan membukanya kembali

saat aktivitas industri dan lalu lintas tidak padat.

6.10 Analisis Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan ISPA pada

Balita

Pengukuran kepadatan hunian dalam penelitian ini yaitu rasio antara luas

rumah dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.

Kepadatan hunian dikategorikan menjadi memenuhi syarat bila ≥ 8 m2/orang dan

Page 124: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

104

tidak memenuhi syarat bila < 8 m2/orang sesuai dengan Kepmenkes No. 829

tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah. Hasil analisis tabel silang

menunjukkan bahwa dari 66 balita terdapat 55 balita (83,3%) yang mempunyai

hunian yang padat mengalami keluhan ISPA. Namun, hasil analisis bivariat

menunjukkan p-value = 0,291, secara statistik berarti tidak ada hubungan antara

kepadatan hunian dengan keluhan ISPA pada balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum

(2015) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kepadatan

hunian dengan kejadian ISPA non pneumonia pada balita. Sedangkan, pada

penelitian yang dilakukan oleh Noviya (2012) di Kota Makassar dan Fillacano

(2013) di Ciputat menunjukkan adanya hubungan antara kepadatan hunian dengan

kejadian ISPA pada balita. Walaupun dalam penelitian yang dilakukan di

Kelurahan Rawa Terate tidak mempunyai hubungan dengan keluhan ISPA, nilai

OR = 1,806 menunjukkan bahwa kepadatan hunian merupakan faktor risiko

terjadinya keluhan ISPA pada balita yang berarti balita yang tinggal di dalam

hunian yang padat memiliki risiko 1,806 kali untuk mengalami keluhan ISPA

dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam hunian yang tidak padat.

Kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat, akan menyebabkan

kelembaban ruangan tinggi sehingga bibit penyakit dapat berkembang biak

dengan baik dan mempermudah terjadinya penularan penyakit baik secara

langsung maupun tidak langsung. Selain dari itu, jumlah penghuni rumah yang

padat menyebabkan berkurangnya ruang bagi setiap penghuni, sehingga kontak

antar penghuni lebih sering dan lebih lama. Akibatnya bila ada penderita ISPA di

dalam rumah maka akan lebih muda terjadi penularan ke penghuni lainnya. Hal

Page 125: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

105

ini kemungkinan menyebabkan infeksi silang kepada penghuni lainnya (Noviya,

2012).

Kepadatan hunian rumah yang tinggi akan meningkatkan suhu ruangan

yang disebabkan oleh pengeluaran panas tubuh. Jumlah penghuni rumah yang

padat juga dapat menurunkan kadar O2 dalam ruangan dan meningkatkan kadar

CO2 dalam ruangan. Dampak dari peningkatan CO2 dalam ruangan adalah

penurunan kualitas udara dalam rumah yang memungkinkan kuman penyakit

berkembangbiak lebih cepat, sehingga ukuran rumah yang kecil dengan jumlah

penghuni yang padat akan memperbesar kemungkinan penularan penyakit melalui

droplet dan kontak langsung (Sari dkk., 2014). Maka semakin banyak jumlah

penghuni rumah maka akan semakin cepat udara dalam ruangan mengalami

pencemaran, baik pencemaran gas maupun pencemaran bakteri atau kuman

penyakit (Sinaga, 2012).

6.11 Analisis Hubungan Anggota Keluarga yang Merokok dengan Keluhan

ISPA pada Balita

Hasil analisis tabel silang menunjukkan bahwa dari 89 balita terdapat 72

balita (80,9%) yang mempunyai anggota keluarga perokok dan balita tersebut

mengalami keluhan ISPA. Namun, hasil analisis bivariat menunjukkan p-value =

0,556, secara statistik tidak ada hubungan antara anggota keluarga yang merokok

dengan keluhan ISPA pada balita. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sinaga (2012) dan Farieda (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

merokok dengan kejadian ISPA pada balita. berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Afandi (2012) dan Noviya (2012) menunjukkan adanya hubungan

antara merokok dengan kejadian ISPA pada balita.

Page 126: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

106

Walaupun hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan, nilai OR =

1,560 menunjukkan bahwa anggota keluarga yang merokok merupakan faktor

risiko terjadinya keluhan ISPA pada balita di wilayah Kelurahan Rawa Terate.

Hasil tersebut didukung oleh teori yang menyatakan bahwa orang tua yang

merokok menyebabkan anaknya rentan terhadap pneumonia (Rahajoe dkk., 2008).

Asap rokok bukan menjadi penyebab langsung kejadian pneumonia pada balita,

tetapi menjadi faktor tidak langsung yang diantaranya dapat menimbulkan

penyakit paru-paru yang akan melemahkan daya tahan tubuh balita (Yuwono,

2008). Asap rokok banyak mengandung bahan-bahan berbahaya seperti karbon

monoksida (CO2), timbal (Pb), tar dan nikotin yang berwarna coklat kekuningan-

kuningan dan bersifat melekat.

Asap rokok (Environmental Tobacco Smoke) yaitu campuran asap yang

berasal dari pembakaran rokok, pipa atau cerutu dan asap yang diisap dari

merokok. Campuran asap tersebut lebih dari 40 senyawa diantaranya

menyebabkan kanker pada manusia dan hewan dan sebagian besarnya adalah

bahan iritan yang kuat. Manusia yang menghisap ETS disebut perokok pasif.

Semakin banyaknya anggota keluarga yang merokok dan jumlah batang yang

dihisap anggota keluarga maka akan semakin meningkatkan jumlah paparan asap

rokok yang dihasilkan ke lingkungan. Paparan asap rokok yang dihirup perokok

aktif hanya 15 persen. Sementara 85 persen lain dilepaskan dan dihirup oleh

perokok pasif (Kusumawati, 2010). Balita yang tinggal dalam rumah dengan

anggota keluarga yang merokok akan menjadi perokok pasif. Dampak yang

ditimbulkan pada balita adalah gangguan pernapasan dengan gejala sesak napas,

batuk dan lender berlebihan (Farieda, 2009).

Page 127: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

107

Oleh karena itu, upaya untuk menghindari pajanan asap rokok perlu

dilakukan. Solusi terbaik yang harus dilakukan adalah setiap anggota keluarga

tidak boleh ada yang merokok. Namun, jika ada anggota keluarga yang merokok,

maka upaya yang harus dilakukan adalah dengan cara tidak merokok di dalam

rumah dan setelah selesai merokok sebaiknya mencuci tangan dan mengganti

pakaian yang digunakan. Hal tersebut untuk menghindari residu dari rokok

terhirup oleh balita saat orang tuanya menggendong atau bermain bersama balita.

Page 128: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

108

7 BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Distribusi keluhan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Kelurahan Rawa Terate sebesar 79,1% dari total 115 responden.

2. Berdasarkan hasil analisis univariat dapat disimpulkan bahwa:

a. Rata-rata usia balita yaitu 27,97 bulan dengan usia balita terendah

yaitu 1 bulan dan tertinggi yaitu 56 bulan.

b. Balita yang diteliti lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dengan

persentase sebesar 54,8%.

c. Sebagian besar balita berstatus gizi baik dengan persentase sebesar

80,9%.

d. Sebagian besar balita telah melakukan imunisasi dasar secara

lengkap dengan persentase sebesar 86,1%.

e. Sebagian besar balita tidak mengalami BBLR dengan persentase

sebesar 93,9%.

f. Sebagian besar konsentrasi PM10 dalam rumah responden tidak

memenuhi syarat dengan persentase sebesar 77,4% (89 rumah).

g. Sebagian besar ventilasi rumah responden tidak memenuhi syarat

dengan persentase sebesar 78,3% (90 rumah).

Page 129: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

109

h. Sebagian besar suhu dalam ruangan balita tidak memenuhi syarat

dengan persentase sebesar 94,8% (109 rumah).

i. Sebagian besar kelembaban dalam ruangan balita telah memenuhi

syarat dengan persentase sebesar 58,3% (67 rumah).

j. Sebagian besar pencahayaan di dalam ruangan balita tidak

memenuhi syarat dengan persentase sebesar 84,3% (97 rumah).

k. Hanya sebagian responden yang masih memiliki letak dapur yang

tidak terpisah dengan ruangan lain dengan persentase sebesar

16,55% (19 rumah).

l. Sebagian besar responden telah memiliki lubang asap dapur

dengan persentase sebesar 53% (61 rumah).

m. Sebagian besar responden memiliki hunian yang padat dengan

persentase sebesar 57,4% (66 rumah).

n. Sebagian besar responden memiliki anggota keluarga yang

merokok dengan persentase sebesar 77,4% (89 rumah).

3. Berdasarkan hasil analisis bivariat dapat disimpulkan bahwa:

a. Terdapat hubungan antara konsentrasi PM10 dalam rumah dengan

keluhan ISPA pada balita dengan p-value sebesar 0,025.

b. Tidak terdapat hubungan antara ventilasi dengan keluhan ISPA

pada balita dengan p-value sebesar 1,000.

c. Tidak terdapat hubungan antara suhu dengan keluhan ISPA pada

balita dengan p-value sebesar 0,603.

d. Tidak terdapat hubungan antara kelembaban dengan keluhan ISPA

pada balita dengan p-value sebesar 0,480.

Page 130: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

110

e. Tidak terdapat hubungan antara pencahayaan dengan keluhan

ISPA pada balita dengan p-value sebesar 0,527.

f. Tidak terdapat hubungan antara letak dapur dengan keluhan ISPA

pada balita dengan p-value sebesar 0,118.

g. Tidak terdapat hubungan antara lubang asap dapur dengan keluhan

ISPA pada balita dengan p-value sebesar 0,572.

h. Tidak terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan keluhan

ISPA pada balita dengan p-value sebesar 0,291.

i. Tidak terdapat hubungan antara anggota keluarga yang merokok

dengan keluhan ISPA pada balita dengan p-value sebesar 0,556.

7.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka saran yang

dapat diberikan sebagai berikut:

1. Masyarakat di wilayah Kelurahan Rawa Terate

a. Masyarakat disarankan untuk menjaga keseimbangan sirkulasi

udara dengan cara selalu membuka jendela atau pintu saat pagi hari

(pukul 08.00 WIB) dan menutup jendela atau pintu saat aktivitas

industri dan lalu lintas padat (siang hingga sore hari) agar

pertukaran udara dapat berjalan baik dan meminimalisir polutan

masuk ke dalam tubuh. Selain itu, dapat menggunakan sistem cross

ventilation.

b. Masyarakat disarankan untuk memelihara tanaman di teras serta

area dapur sebagai barrier terhadap polutan.

c. Masyarakat disarankan untuk tidak merokok.

Page 131: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

111

d. Masyarakat disarankan untuk menggunakan masker biasa (face

mask/surgical mask) atau masker respirator N95 saat melakukan

kegiatan di luar rumah untuk mengurangi paparan PM10 dari luar

rumah masuk ke dalam tubuh.

2. Pihak Puskesmas Rawa Terate

c. Bekerja sama dengan masyarakat serta pihak industri untuk

melaksanakan program yang berkaitan dengan kelestarian

lingkungan seperti menanam pohon untuk mengurangi polusi

udara.

d. Disarankan untuk memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada

masyarakat mengenai dampak paparan PM10 terhadap kesehatan,

pentingnya rumah sehat, serta bahaya dan kebiasaan merokok.

3. Peneliti Selanjutnya

a. Sebaiknya dilakukan pengukuran udara di luar rumah untuk

mengetahui apakah kualitas udara luar rumah dapat berpengaruh

terhadap ISPA pada balita.

Page 132: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

112

8 DAFTAR PUSTAKA

Afandi, A. I. (2012) Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian

Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak Balita di Kabupaten Wonosobo

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Universitas Indonesia.

Ana, G. R. and Morakinyo, O. M. (2015) ‘Chapter 24 : Indoor Air Quality and

Risk Factors Associated with Respiratory Conditions in Nigeria’, in Current

Air Quality Issue. Intech. Available at: http://dx.doi.org/10.5772/59864.

Andriyani, R. (2011) Bahaya Merokok: 1st edn. Edited by B. Wijanarko. Jakarta:

PT. Sarana Bangun Pustaka. Available at:

https://books.google.co.id/books?id=HYY2DwAAQBAJ.

Anggraeni, W. (2006) Particulate matter ( PM10 ) dan faktor lingkungan rumah

yang mempengaruhi kejadian infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA ) balita

di Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang tahun 2006.

Anthony, F. (2008) Partikulat Debu (PM10) Dalam Rumah Dengan Gangguan

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita. Universitas Indonesia.

Araújo, I. P. S., Costa, D. B. and Moraes, R. J. B. De (2014) ‘Identification and

Characterization of Particulate Matter Concentrations at Construction

Jobsites’, Sustainability, pp. 7666–7688. doi: 10.3390/su6117666.

Arcavi, L. and Benowitz, N. L. (2017) ‘Cigarette Smoking and Infection’, Arch

Intern Med, 164, pp. 2206–2216.

Ayudhitya, D. and Tjuatja, I. (2014) Health is Easy. Jakarta: Penebar PLUS+.

Available at: https://books.google.co.id/books?id=2l5hCAAAQBAJ.

Azhar, K., Dharmayanti, I. and Mufida, I. (2015) Kadar Debu Partikulat ( PM 2,5

) dalam Rumah dan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Kayuringin

Jaya , Kota Bekasi Tahun 2014.

Badan Standardisasi Nasional (2004) ‘SNI 16-7062-2004 : Pengukuran intensitas

penerangan di tempat kerja’. Indonesia.

Bellew, B., Greenhalgh, E. and Winstanley, M. (2015) 3.9 Increased susceptibility

to infection in smokers, Melbourne: Cancer Council Victoria. Available at:

http://www.tobaccoinaustralia.org.au/3-9-increased-susceptibility-to-

infection-in-smoke (Accessed: 8 January 2017).

BPLHD DKI Jakarta (2015) BUKU II SLHD DKI JAKARTA. Jakarta.

BPS Kota Administrasi Jakarta Timur (2016) Statistik Daerah Kecamatan

Cakung 2016. Jakarta . doi: 31720.1620.

Broaddus, V. C., Mason, R. C., Ernst, J. D., King, T. E., Lazarus, S. C., Murray, J.

F., Nadel, J. A., Slutsky, A. and Gotway, M. (2015) Murray & Nadel’s

Textbook of Respiratory Medicine E-Book. Elsevier Health Sciences.

Page 133: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

113

Available at: https://books.google.co.id/books?id=Hux1BwAAQBAJ.

Budiarto, E. (2001) Biostatistika. Edited by P. Widyastuti. Jakarta: Egc.

Budiarto, E. and Anggraeni, D. (2002) Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Egc.

Available at: https://books.google.co.id/books?id=JxappBBDlJgC.

Californian Environmental Protection Agency (2009) Air Pollution - Particulate

Matter Brochure, Air Resources Board. Available at:

https://www.arb.ca.gov/html/brochure/pm10.htm (Accessed: 1 January 2016).

Canadian Lung Association (2016) Heat and Humidity. Available at:

https://www.lung.ca/news/expert-opinions/pollution/heat-and-humidity

(Accessed: 12 November 2017).

Chandra, B. (2005) Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.

Corwin, E. J. (2009) Buku Saku Patofisiologi. 3rd edn. Edited by Egi Kumara

Yudha, Esty Wahyuningsih, Devi Yulianti, and Pamilih Eko Karyuni.

Translated by N. B. Subekti. Jakarta: EGC.

Dewi, A. C. (2012) ‘Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah dengan

Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gayamsari Kota

Semarang’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(2), pp. 852–860. Available at:

http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm (Accessed: 13 November 2017).

Ditjen PP & PL (2013) Informasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Dockery, D. W. and Pope III, C. A. (1994) ‘Acute Respiratory Effect of

Particulate Air Pollution’, Annu. Rev. Public Health, 15, pp. 107–32.

Available at:

http://www.annualreviews.org/doi/pdf/10.1146/annurev.pu.15.050194.000543

(Accessed: 14 July 2017).

Dwienda, O., Maita, L., Saputri, E. M. and Yulviana, R. (2015) Buku Ajar Asuhan

Kebidanan Neonatus, Bayi/ Balita dan Anak Prasekolah untuk Para Bidan.

Yogyakarta: Deepublish. Available at:

https://books.google.co.id/books?id=dKzpCAAAQBAJ.

Endah, N. and Daroham, P. (2009) ‘Penyakit ISPA Hasil RISKESDAS Di

Indonesia’, Balai Penelitian Kesehatan, pp. 50–55.

Fahimah, R., Kusumowardani, E., Susanna, D., Lingkungan, K., Masyarakat, F.

K. and Indonesia, U. (2014) ‘Kualitas Udara Rumah dengan Kejadian

Pneumonia Anak Bawah Lima Tahun ( di Puskesmas Cimahi Selatan dan

Leuwi Gajah Kota Cimahi )’, 18(1), pp. 25–33. doi: 10.7454/msk.v18i1.3090.

Farieda, A. (2009) Pengaruh Particulate Matter (PM10) Dalam Rumah Terhadap

ISPA Pada Balita (Studi Pada Pemukiman Sekitar Kawasan Industri di

Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon Provinsi Banten Tahun 2009).

Universitas Indonesia.

Page 134: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

114

Fillacano, R. (2013) Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Terhadap ISPA Pada

Balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2013. UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Available at:

http://www.repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24284/1/RAH

MAYATUL FILLACANO-fkik.pdf (Accessed: 16 November 2017).

Gestrudis (2010) Hubungan antara Kadar Partikulat (PM10) Udara Rumah

Tinggal dengan Kejadian ISPA pada Balita di Sekitar Pabrik Semen PT

Indocement, Citeureup, Tahun 2010. Universitas Indonesia.

Halim, F. (2012) Hubungan Faktor Lingkungan Fisik dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Pekerja Industri Mebel Dukuh

Tukrejo, Desa Bondo, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa

Tengah 2012. Universitas Indonesia.

Hartati, S., Nurhaeni, N. and Gayatri, D. (2012) ‘Faktor Risiko Terjadinya

Pneumonia Pada Anak Balita’, Jurnal Keperawatan Indonesia, 15, pp. 13–20.

Available at:

http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/40181173/jurnal_pnemoni

a.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=1494344

099&Signature=z3mb7C0LEzMsycjt4LfYxn7pmS4%3D&response-content-

disposition=inline%3B filename%3DJurnal_pnemonia.pdf (Accessed: 9 May

2017).

Hidayat, A. A. A. (2008) Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan

Kebidanan. Edited by R. Angriani. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Available at: https://books.google.co.id/books?id=mmxAfqKkaNQC.

Higienis (2016) ‘Humidity Guide’, Higienis Indonesia. Available at:

http://higienis.com/beta/wp-content/uploads/2016/12/Humidity-Guide.pdf

(Accessed: 13 November 2017).

Husin, A. and Suratini (2014) Hubungan Berat Badan Lahir dan Status Imunisasi

dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di

Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ’Aisyiyah

Yogyakarta.

Jang, A.-S., Jun, Y. J. and Park, M. K. (2016) ‘Effects of air pollutants on upper

airway disease’, Current Opinion in Allergy and Clinical Immunology, 16(1).

Available at: http://journals.lww.com/co-

allergy/Fulltext/2016/02000/Effects_of_air_pollutants_on_upper_airway_dise

ase.4.aspx.

Kementerian Kesehatan RI (1999) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

829/Menkes/SK/Vii/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah.

Kementerian Kesehatan RI (2002) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1537.A/Menkes/SK/XII/2002 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit

Infeksi Saluran Pernapasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia Pada

Balita. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Page 135: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

115

Kementerian Kesehatan RI (2010) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status

Gizi Anak.

Kementerian Kesehatan RI (2011a) Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran

Pernafasan Akut. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan.

Kementerian Kesehatan RI (2011b) Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan

Udara Dalam Ruang Rumah.

Kementerian Kesehatan RI (2013a) Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI (2013b) Riskesdas dalam Angka Provinsi DKI Jakarta

2013. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI (2015) Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002) ‘Keputusan Menteri

Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002 tentang

Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat’. Available at:

http://ciptakarya.pu.go.id/dok/hukum/kepmen/kepmen_403_2002.pdf

(Accessed: 12 November 2017).

Kementerian Sosial (2005) ‘Waspada Terhadap Polusi Dalam Ruangan’.

Available at:

http://www.kemsos.go.id//modules.php?name=News&file=article&sid=133.

Koren, H. (2003) Handbook of Environmental Health. Vol.1: Bio. London: Lewis

Publisher.

KPPPA (2015) Profil Anak Indonesia 2015, Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak serta Badan Pusat Statistik.

Krisnansari, D. (2010) ‘Nutrisi dan Gizi Buruk’, Mandala of Health, 4, pp. 60–68.

Kusumawati, I. (2010) Hubungan antara Status Merokok Anggota Keluarga

dengan Lama Pengobatan ISPA Balita di Kecamatan Jenawi. Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Lindawaty (2010) Partikulat (PM10) Udara Rumah Tinggal Yang Mempengaruhi

Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita (Penelitian di

Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan Tahun 2009-

2010). Universitas Indonesia.

Liu, W., Zhang, J., Hashim, J. H., Jalaludin, J., Hashim, Z. and Goldstein, B. D.

(2003) ‘Mosquito coil emissions and health implications’, Environmental

Health Perspectives, 111(12), pp. 1454–1460. doi: 10.1289/ehp.6286.

LPEM FEUI (2009) Indonesia economic outlook 2010: ekonomi makro,

Page 136: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

116

demografi, ekonomi syariah. Gramedia Widiasarana Indonesia. Available at:

https://books.google.co.id/books?id=X3_EmXG9d70C.

Lusiana, N., Andriyani, R. and Megasari, M. (2015) Buku Ajar Metodologi

Kebidanan. Deepublish. Available at:

https://books.google.co.id/books?id=IEPoCAAAQBAJ.

Mardani, S. (2015) Jenis Masker yang Tepat dan Cara Penggunaan yang Benar

Untuk Pencegahan Dampak Kabut Asap, Dinas Kesehatan Kab. Indragiri

Hulu. Available at: http://dinkes.inhukab.go.id/?p=2736 (Accessed: 29

December 2017).

Mathew, J. L., Patwari, A. K., Gupta, P., Shah, D., Gera, T., Gogia, S., Mohan, P.,

Panda, R. and Menon, S. (2011) ‘Acute respiratory infection and pneumonia

in India: a systematic review of literature for advocacy and action: UNICEF-

PHFI series on newborn and child health, India.’, Indian pediatrics, 48(3), pp.

191–218. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21478555

(Accessed: 14 July 2017).

Minnegasco (2004) ‘Humidity and the Indoor Environment’, Minnesota Blue

Flame Gas Association. Available at: http://www.hwindow.com/wp-

content/uploads/2014/01/Humidity-and-the-Indoor-Environment.pdf

(Accessed: 13 November 2017).

Ningrum, E. K. (2015) ‘Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Kepadatan Hunian

dengan Kejadian ISPA Non Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Sungai Pinang’, Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat

Indonesia, 2(2). Available at: file:///C:/Users/Asus/Downloads/2714-5401-1-

SM.pdf (Accessed: 12 November 2017).

Noor, N. N. (2008) Epidemiologi. Edisi Revi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2007) Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.

Noviya, V. (2012) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit ISPA

pada Balita di Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)

Tamangapa Kota Makassar Tahun 2012. UIN Alauddin Makassar. Available

at: http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3196/1/full.pdf (Accessed: 16

November 2017).

Nuning, Nisa, H. and Pawitan, J. A. (2006) Modul Dasar-Dasar Epidemiologi.

Jakarta: UIN Jakarta Press.

Pangemanan, J. I., Sumampouw, O. J. and Akili, R. H. (2016) ‘Hubungan Antara

Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud’, Jurnal IKMAS, 8(3).

Available at: file:///C:/Users/Asus/Downloads/45-89-1-SM.pdf (Accessed: 13

November 2017).

Paramitha, C. (2013) Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja

Terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar

Page 137: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

117

Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang. Institut Pertanian Bogor.

Pramayu, A. P. (2012) Hubungan Konsentrasi PM 10 Dalam Ruang Kelas

Dengan Gangguan ISPA Siswa SD Kecamatan Cipayung Kota Depok Tahun

2012. Universitas Indonesia.

Pramudiyani, N. A. and Prameswari, G. N. (2011) ‘Hubungan Antara Sanitasi

Rumah dan Perilaku dengan Kejadian Pneumonia Balita’, Jurnal Kesehatan

Masyarakat, 2, pp. 71–78. Available at:

file:///C:/Users/Asus/Downloads/1755-4257-1-SM.pdf (Accessed: 13

November 2017).

Pujiastuti, P., Soemirat, J. and Dirgawati, M. (2013) ‘Karakteristik Anorganik

PM10 Di Udara Ambien Terhadap Mortalitas Dan Morbiditas Pada Kawasan

Industri di Kota Bandung’, Reka Lingkungan, 1(1), pp. 1–11.

Putri, E. P. D. (2012) Konsentrasi Pm2.5 Di Udara Dalam Ruang Dan Penurunan

Fungsi Paru Pada Orang Dewasa Di Sekitar Kawasan Industri Pulo Gadung

Jakarta Timur Tahun 2012. Universitas Indonesia.

Rahajoe, N. N., Supriyatno, B. and Setyanto, D. B. (2008) Buku Ajar Respirologi

Anak. 1st edn. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Ramani, V. K., Pattankar, J. and Puttahonnappa, S. K. (2016) ‘Acute Respiratory

Infections among Under-Five Age Group Children at Urban Slums of

Gulbarga City: A Longitudinal Study’, Journal of Clinical and Diagnostic

Research : JCDR. Delhi, India: JCDR Research and Publications (P) Limited,

10(5), p. LC08-LC13. doi: 10.7860/JCDR/2016/15509.7779.

Rinkesh (2016) Causes and Effects of Particulate Matter (Particle Pollution),

Conserve Energy Future. Available at: https://www.converse-energy-

future.com/causes-and-effect-of-particulate matter.php (Accessed: 22

November 2017).

Rudan, I., Boschi-Pinto, C., Biloglav, Z., Mulholland, K. and Campbell, H. (2008)

‘Epidemiology and etiology of childhood pneumonia’, Bulletin of the World

Health Organization, 86(5), pp. 408–416. doi: 10.2471/BLT.07.048769.

Rudianto (2013) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di 5 Posyandu Desa Tamansari

Kecamatan Pangkalan Karawang. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sari, E. L., Suhartono and Joko, T. (2014) ‘Hubungan Antara Kondisi Lingkungan

Fisik Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Pati I Kabupaten Pati’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1).

Available at: file:///C:/Users/Asus/Downloads/6375-12118-1-SM.pdf

(Accessed: 13 November 2017).

Satrio, F. A. (2017) 9 Tanaman Pembersih Polusi dalam Ruangan, TIMES

INDONESIA. Available at:

http://m.bangkalan.timesindonesia.co.id/read/14905/20170423/071816/9-

Page 138: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

118

tanaman-pembersih-polusi-dalam-ruangan/ (Accessed: 7 December 2017).

Sinaga, E. R. K. (2012) Kualitas Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA ) Pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok. Universitas

Indonesia.

SKC Incorporated (2006) User’s Guide SKC Environmental Particulate Air

Monitor.

Soesanto, S. S., Lubis, A. and Atmosukarto, K. (2000) ‘Hubungan Kondisi

Perumahan dengan Penularan Penyakit ISPA dan TB Paru’, Media Litbang

Kesehatan, X(2). Available at:

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/viewFile/979/791

(Accessed: 13 November 2017).

Sugiyono, P. dr. (2012) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Suhariyono, G. (2002) Korelasi Karakteristik Partikel Debu PM10/PM2,5 dan

Resiko Kesehatan Masyarakat di Rumah-Rumah Sekitar Industri Semen (Studi

Kasus Pencemaran Udara di Pabrik Semen, Citeureup-Bogor). Institut

Pertanian Bogor. Available at:

file:///C:/Users/Asus/Downloads/Tesisfulltext2002.pdf (Accessed: 7

November 2017).

Sukmana, T. (2009) MENGENAL ROKOK DAN BAHAYANYA: Jakarta: Be

Champion. Available at:

https://books.google.co.id/books?id=9AdrCwAAQBAJ.

Sunyataningkamto, Z, I., RT, A., I, B., Surjono, A., Wibowo, T., Lestari, E. D.

and Wastoro, D. (2004) ‘The Role of Indoor Air Pollution and Other Factors

in The Incidence of Pneumonia in Under-Five Children’, Paediatrica

Indonesiana, 44(1), pp. 25–29.

Supranto, J. (2007) Statistik untuk Pemimpin Berwawasan Global. ed. 2. Jakarta:

Penerbit Salemba.

Suryani, I., Edison and Nazar, J. (2015) ‘Hubungan Lingkungan Fisik dan

Tindakan Penduduk dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Lubuk Buaya’, Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), pp. 157–167.

Available at: http://jurnal.fk.unand.ac.id.

Suryani and Hendryadi (2016) Metode Riset Kuantitatif: Teori dan Aplikasi pada

Penelitian Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam. 1st edn. Jakarta: Kencana.

Available at: https://books.google.co.id/books?id=YHA-DwAAQBAJ.

Suwarjana, I. K. (2016) Statistik Kesehatan. Edited by A. Ari. Yogyakarta: ANDI.

Available at: https://books.google.co.id/books?id=sRcXDQAAQBAJ.

Tahir, I. (2008) ‘Arti Penting Kalibrasi pada Proses Pengukuran Analitik: Aplikasi

pada Penggunaan pHmeter dan Spektrofotometer UV-VIS’, Yogyakarta:

Page 139: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

119

Universitas Gajah Mada, (September). Available at:

https://www.researchgate.net/profile/Iqmal_Tahir/publication/237627554_AR

TI_PENTING_KALIBRASI_PADA_PROSES_PENGUKURAN_ANALITI

K_APLIKASI_PADA_PENGGUNAAN_pHMETER_DAN_SPEKTROFOT

OMETER_UV-Vis/links/5472deb80cf216f8cfae8d2c.pdf.

Tayie, P. D. S. (2005) Research Methods and Writing Research Proposals. Cairo:

Pathways to Higher Education. Available at:

https://books.google.co.id/books?id=OiZ7DPuXL6AC.

Thayyarah, N. and Semesta, S. I. (2013) Buku Pintar Sains dalam Al-Qur’an: .

Available at: https://books.google.co.id/books?id=a1KLCwAAQBAJ.

Thompson, J. (2003) Toddlercare : Pedoman Merawat Balita. Edited by N.

Jonathan, D. Ruci, and D. K. Wardhani. Jakarta: Esensi. Available at:

https://books.google.co.id/books?id=5wC7yXCwndgC.

Tosepu, R. (2016) Epidemiologi Lingkungan: teori dan aplikasi. Edited by U.

Rahmawatu and N. Syamsiah. Jakarta: Bumi Medika.

Trubus, R. (2008) Sansevieria, 200 Jenis Spektakuler. Niaga Swadaya. Available

at: https://books.google.co.id/books?id=1VQmMtiUrsQC.

Tugaswati, A. T. (2008) ‘Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor’, Komisi

Penghapusan Bensin Bertimbel, pp. 1–11. Available at:

www.kbpp.org/makalah-Ind/emisi.

WHO (2007) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan, Pedoman Interim WHO. Available at:

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/69707/14/WHO_CDS_EPR_2007.6_i

nd.pdf.

WHO (2008) Indikator Perbaikan Kesehatan Lingkungan Anak. Bahasa Ind.

Edited by E. A. Hardiyanti. Jakarta: EGC.

WHO (2011) Children aged <5 years with ARI symptoms taken to a health

facility (%).

WHO (2015) World Health Statistics 2015. Available at:

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/170250/1/9789240694439_eng.pdf

(Accessed: 14 July 2017).

Wicaksono, A. (2009) Menciptakan Rumah Sehat. Jakarta: Niaga Swadaya.

Available at: https://books.google.co.id/books?id=AS-N9zVz8EsC.

World Health Statistic (2016) ‘Mortality Due To Air Pollution’, Monitoring

Health For SDGs.

Yabei, Zhang and Wu, Y. (2013) Dampak Polusi Udara Dalam Ruang Pada

Kesehatan | Aliansi Tungku Indonesia, Aliansi Tungku Indonesia. Available

at: http://www.tungkuindonesia.org/id/articles/2013/05/20/Dampak-Polusi-

Page 140: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

120

Udara-Dalam-Ruang-Pada-Kesehatan.html#.WgzXE2i0PIU (Accessed: 16

November 2017).

Yuwono, T. A. (2008) Faktor - Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang

Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap. Universitas Diponegoro.

Available at: http://eprints.undip.ac.id/18058/1/Tulus_Aji_Yuwono.pdf

(Accessed: 10 May 2017).

Page 141: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

121

Lampiran 1 Surat Izin Studi Pendahuluan dan Pengambilan Data

Page 142: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

122

Page 143: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

123

Page 144: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

124

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

KONSENTRASI PM10 DAN FAKTOR LINGKUNGAN DALAM RUMAH DENGAN

KELUHAN GEJALA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA

BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWA TERATE

KECAMATAN CAKUNG TAHUN 2017

LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Saya Rizki Zahrotul Hayati, Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan Program

Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian

untuk tugas akhir tentang “Konsentrasi PM10 dan Faktor Lingkungan Dalam Rumah

Dengan Keluhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Puskesmas

Rawa Terate Kecamatan Cakung Tahun 2017”.

Pada penelitian ini saya mengharapkan Bapak/Ibu bersedia menjadi responden, dan

bersedia untuk diwawancarai dengan menjawab semua pertanyaan yang ada dalam kuesioner

ini. Penelitian yang saya lakukan tidak akan membahayakan bagi Bapak/Ibu serta informasi

yang diberikan oleh Bapak/Ibu akan dijaga kerahasiaannya. Jika Bapak/Ibu bersedia atau

setuju, saya mohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan.

Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden, saya ucapkan terima

kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Data Responden

1. Nama Responden : ___________________________

2. No. Hp : ___________________________

Cakung, 2017

Responden

( _____________________ )

Page 145: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

Kuesioner Penelitian

No. Kuesioner (diisi oleh peneliti) : _______

A. Identitas Responden

No Pertanyaan Diisi oleh Peneliti Diisi Oleh

Peneliti

A1 Nama Responden [ ] A1

A2 Umur _______ tahun [ ] A2

A3 Hubungan dengan

Balita

0. Ibu

1. Bapak

2. Nenek

3. Kakek

[ ] A3

B. Karakteristik Balita

No Pertanyaan Diisi oleh Peneliti Diisi Oleh

Peneliti

B1 Nama Balita [ ] B1

B2 Tanggal lahir/Umur ______________ / _______ bulan [ ] B2

B3 Jenis Kelamin 0. Laki-laki

1. Perempuan

[ ] B3

B4 Status Gizi balita

(BB/U)

BB = ________ kg

0. Gizi buruk

1. Gizi kurang

2. Gizi baik

3. Gizi lebih

[ ] B4

B5 Status Imunisasi

(lihat KMS)

0. Tidak Lengkap

1. Lengkap

[ ] B5

B6 Berat bayi saat lahir ________ gram [ ] B6

C. Keluhan ISPA pada Balita

No Pertanyaan Diisi oleh Peneliti Diisi Oleh

Peneliti

C1 Apakah dalam 2 minggu terakhir balita mengalami keluhan

berikut:

a. Batuk

b. Pilek

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

[ ] C1a

[ ] C1b

Page 146: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

No Pertanyaan Diisi oleh Peneliti Diisi Oleh

Peneliti

c. Demam/Panas

(tidak lebih dari 7

hari)

d. Nyeri

tenggorokan

e. Tarikan dinding

dada bagian

bawah ke dalam

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

[ ] C1c

[ ] C1d

[ ] C1e

C2 Berapa lama balita

mengalami keluhan

tersebut?

___________ hari [ ] C2

D. Lingkungan Dalam Rumah

No Pertanyaan Diisi oleh Peneliti Diisi Oleh

Peneliti

D1 Konsentrasi PM10 dalam rumah _______ µg/m3

0. TMS (> 70 µg/m3)

1. MS (≤70 µg/m3)

[ ] D1

D2 Luas lantai kamar balita _________ m2 [ ] D2

D3 Apakah terdapat ventilasi

ditempat balita sering tidur?

0. Tidak (Langsung

ke D6)

1. Ya

[ ] D3

D4 Apakah ventilasi dikamar

balita rutin dibuka minimal

saat pagi hari?

0. Tidak

1. Ya

[ ] D4

D5 Luas ventilasi _________ m2

0. TMS (<10% luas

lantai)

1. MS (≥10% luas

lantai)

[ ] D5

D6 Suhu ______ oC

0. TMS (<18oC atau

>30oC)

1. MS (18oC-30oC)

[ ] D6

D7 Kelembaban ______ Rh

0. TMS (<40% Rh

[ ] D7

Page 147: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

No Pertanyaan Diisi oleh Peneliti Diisi Oleh

Peneliti

atau >60% Rh)

1. MS (40-60% Rh)

D8 Pencahayaan _______ lux

0. TMS (< 60 lux)

1. MS (≥ 60 lux)

[ ] D8

D9 Apakah letak dapur dengan

ruangan lain dipisahkan

dengan dinding pemisah?

0. Tidak

1. Ya

[ ] D9

D10 Apakah terdapat lubang untuk

asap dapur/ventilasi?

0. Tidak

1. Ya

[ ] D10

D11 Luas lantai rumah ___________ m2 [ ] D11

D12 Berapa orang yang tinggal di

dalam rumah ini?

_____ orang [ ] D12

D13 Kepadatan hunian _______ m2

0. TMS (<8 m2/orang

dari luas lantai

rumah)

1. MS (≥8% m2/orang

dari luas lantai

rumah)

[ ] D13

D14 Apakah dalam 2 minggu terakhir ada anggota keluarga lainnya di dalam

rumah ini yang mengalami keluhan ISPA berikut:

a. Batuk

b. Pilek

c. Demam/Panas (tidak

lebih dari 7 hari)

d. Nyeri tenggorokan

e. Tarikan dinding dada

bagian atas ke dalam

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

[ ] D14a

[ ] D14b

[ ] D14c

[ ] D14d

[ ] D14e

D15 Apakah ada anggota keluarga

yang merokok?

0. Ya

1. Tidak (Langsung

ke E1)

[ ] D15

Page 148: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

E. Observasi Lingkungan Dalam Rumah

No Pertanyaan Diisi oleh Peneliti Diisi Oleh

Peneliti

E1 Letak dapur 0. Tidak ada dinding pemisah

1. Ada dinding pemisah

[ ] E1

E2 Lubang asap dapur 0. Tidak ada

1. Ada

[ ] E2

E3 Ventilasi 0. Tidak Ada

1. Ada

[ ] E3

Page 149: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

Lampiran 3 Output Hasil Penelitian

Usia berdasarkan bulan

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Usia_bulan 115 1 56 27.97 15.329

Valid N (listwise) 115

jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 63 54.8 54.8 54.8

Perempuan 52 45.2 45.2 100.0

Total 115 100.0 100.0

status gizi balita

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Gizi buruk 1 .9 .9 .9

Gizi kurang 20 17.4 17.4 18.3

Gizi baik 93 80.9 80.9 99.1

Gizi lebih 1 .9 .9 100.0

Total 115 100.0 100.0

status imunisasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 16 13.9 13.9 13.9

Lengkap 99 86.1 86.1 100.0

Total 115 100.0 100.0

status_BBLR

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid Tidak 108 93.9 93.9 93.9

Ya 7 6.1 6.1 100.0

Total 115 100.0 100.0

Page 150: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

keluhan ISPA batuk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 61 53.0 53.0 53.0

Tidak 54 47.0 47.0 100.0

Total 115 100.0 100.0

keluhan ISPA pilek

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 71 61.7 61.7 61.7

Tidak 44 38.3 38.3 100.0

Total 115 100.0 100.0

keluhan ISPA demam

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 40 34.8 34.8 34.8

Tidak 75 65.2 65.2 100.0

Total 115 100.0 100.0

keluhan ISPA nyeri tenggorok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 14 12.2 12.2 12.2

Tidak 101 87.8 87.8 100.0

Total 115 100.0 100.0

keluhan_ISPA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 24 20.9 20.9 20.9

Ya 91 79.1 79.1 100.0

Total 115 100.0 100.0

Page 151: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

lama balita mengalami gejala ispa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 0 24 20.9 20.9 20.9

1 8 7.0 7.0 27.8

2 29 25.2 25.2 53.0

3 33 28.7 28.7 81.7

4 5 4.3 4.3 86.1

5 3 2.6 2.6 88.7

6 2 1.7 1.7 90.4

7 11 9.6 9.6 100.0

Total 115 100.0 100.0

konsentrasi_pm10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid MS 26 22.6 22.6 22.6

TMS 89 77.4 77.4 100.0

Total 115 100.0 100.0

konsentrasi pm10 dalam rumah

N Valid 115

Missing 0

Mean 109.9739

Median 79.0000

Mode 70.00

Std. Deviation 103.28478

Range 749.00

Minimum 59.00

Maximum 808.00

ventilasi_fix

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid MS 25 21.7 21.7 21.7

TMS 90 78.3 78.3 100.0

Total 115 100.0 100.0

Page 152: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

suhu_fix

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid MS 6 5.2 5.2 5.2

TMS 109 94.8 94.8 100.0

Total 115 100.0 100.0

Suhu

C

N Valid 115

Missing 0

Mean 32.8365

Std. Error of Mean .12058

Median 33.0000

Std. Deviation 1.29305

Skewness -1.220

Std. Error of Skewness .226

Minimum 27.60

Maximum 35.30

lembab_fix

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid MS 67 58.3 58.3 58.3

TMS 48 41.7 41.7 100.0

Total 115 100.0 100.0

Statistics

%

N Valid 115

Missing 0

Mean 56.7104

Std. Error of Mean .75270

Median 56.8000

Std. Deviation 8.07177

Skewness -.213

Std. Error of Skewness .226

Minimum 37.40

Maximum 71.90

Page 153: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

cahaya_fix

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid MS 18 15.7 15.7 15.7

TMS 97 84.3 84.3 100.0

Total 115 100.0 100.0

Statistics

lux

N Valid 115

Missing 0

Mean 45.1487

Std. Error of Mean 8.76241

Median 20.6000

Std. Deviation 93.96639

Skewness 5.080

Std. Error of Skewness .226

Minimum 1.20

Maximum 723.80

letak dapur dipisah dengan ruangan lain

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 96 83.5 83.5 83.5

Tidak 19 16.5 16.5 100.0

Total 115 100.0 100.0

ada/tidaknya lubang asap dapur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 61 53.0 53.0 53.0

Tidak 54 47.0 47.0 100.0

Total 115 100.0 100.0

padat_fix

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak padat 49 42.6 42.6 42.6

Padat 66 57.4 57.4 100.0

Total 115 100.0 100.0

Page 154: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

ada/tidaknya anggota keluarga yang merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 26 22.6 22.6 22.6

Ya 89 77.4 77.4 100.0

Total 115 100.0 100.0

kadar_pm10 * keluhan_ISPA Crosstabulation

keluhan_ISPA

Total Tidak Ya

kadar_pm10 MS Count 10 16 26

% within kadar_pm10 38.5% 61.5% 100.0%

TMS Count 14 75 89

% within kadar_pm10 15.7% 84.3% 100.0%

Total Count 24 91 115

% within kadar_pm10 20.9% 79.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 6.296a 1 .012

Continuity Correctionb 4.995 1 .025

Likelihood Ratio 5.704 1 .017

Fisher's Exact Test .025 .016

Linear-by-Linear Association 6.241 1 .012

N of Valid Cases 115

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.43.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kadar_pm10

(MS / TMS) 3.348 1.263 8.873

For cohort keluhan_ISPA =

Tidak 2.445 1.234 4.845

For cohort keluhan_ISPA =

Ya .730 .532 1.003

N of Valid Cases 115

Page 155: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

ventilasi_fix * keluhan_ISPA Crosstabulation

keluhan_ISPA

Total Tidak Ya

ventilasi_fix MS Count 5 20 25

% within ventilasi_fix 20.0% 80.0% 100.0%

TMS Count 19 71 90

% within ventilasi_fix 21.1% 78.9% 100.0%

Total Count 24 91 115

% within ventilasi_fix 20.9% 79.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .015a 1 .904

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .015 1 .903

Fisher's Exact Test 1.000 .574

Linear-by-Linear Association .014 1 .904

N of Valid Cases 115

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.22.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for ventilasi_fix

(MS / TMS) .934 .310 2.815

For cohort keluhan_ISPA =

Tidak .947 .393 2.284

For cohort keluhan_ISPA =

Ya 1.014 .811 1.268

N of Valid Cases 115

Page 156: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

suhu_fix * keluhan_ISPA Crosstabulation

keluhan_ISPA

Total Tidak Ya

suhu_fix MS Count 2 4 6

% within suhu_fix 33.3% 66.7% 100.0%

TMS Count 22 87 109

% within suhu_fix 20.2% 79.8% 100.0%

Total Count 24 91 115

% within suhu_fix 20.9% 79.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .595a 1 .440

Continuity Correctionb .065 1 .798

Likelihood Ratio .533 1 .465

Fisher's Exact Test .603 .366

Linear-by-Linear Association .590 1 .442

N of Valid Cases 115

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.25.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for suhu_fix (MS

/ TMS) 1.977 .340 11.500

For cohort keluhan_ISPA =

Tidak 1.652 .502 5.437

For cohort keluhan_ISPA =

Ya .835 .471 1.482

N of Valid Cases 115

Page 157: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

lembab_fix * keluhan_ISPA Crosstabulation

keluhan_ISPA

Total Tidak Ya

lembab_fix MS Count 16 51 67

% within lembab_fix 23.9% 76.1% 100.0%

TMS Count 8 40 48

% within lembab_fix 16.7% 83.3% 100.0%

Total Count 24 91 115

% within lembab_fix 20.9% 79.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .881a 1 .348

Continuity Correctionb .499 1 .480

Likelihood Ratio .898 1 .343

Fisher's Exact Test .486 .242

Linear-by-Linear Association .874 1 .350

N of Valid Cases 115

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.02.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for lembab_fix

(MS / TMS) 1.569 .610 4.033

For cohort keluhan_ISPA =

Tidak 1.433 .668 3.074

For cohort keluhan_ISPA =

Ya .913 .760 1.098

N of Valid Cases 115

Page 158: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

cahaya_fix * keluhan_ISPA Crosstabulation

keluhan_ISPA

Total Tidak Ya

cahaya_fix MS Count 5 13 18

% within cahaya_fix 27.8% 72.2% 100.0%

TMS Count 19 78 97

% within cahaya_fix 19.6% 80.4% 100.0%

Total Count 24 91 115

% within cahaya_fix 20.9% 79.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .617a 1 .432

Continuity Correctionb .220 1 .639

Likelihood Ratio .582 1 .445

Fisher's Exact Test .527 .308

Linear-by-Linear Association .611 1 .434

N of Valid Cases 115

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.76.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for cahaya_fix

(MS / TMS) 1.579 .502 4.971

For cohort keluhan_ISPA =

Tidak 1.418 .608 3.308

For cohort keluhan_ISPA =

Ya .898 .663 1.216

N of Valid Cases 115

Page 159: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

letak dapur dipisah dengan ruangan lain * keluhan_ISPA Crosstabulation

keluhan_ISPA

Total Tidak Ya

letak dapur dipisah dengan

ruangan lain

Ya Count 23 73 96

% within letak dapur dipisah

dengan ruangan lain 24.0% 76.0% 100.0%

Tidak Count 1 18 19

% within letak dapur dipisah

dengan ruangan lain 5.3% 94.7% 100.0%

Total Count 24 91 115

% within letak dapur dipisah

dengan ruangan lain 20.9% 79.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 3.357a 1 .067

Continuity Correctionb 2.320 1 .128

Likelihood Ratio 4.261 1 .039

Fisher's Exact Test .118 .054

Linear-by-Linear Association 3.328 1 .068

N of Valid Cases 115

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.97.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for letak dapur

dipisah dengan ruangan lain

(Ya / Tidak)

5.671 .717 44.831

For cohort keluhan_ISPA =

Tidak 4.552 .654 31.699

For cohort keluhan_ISPA =

Ya .803 .688 .937

N of Valid Cases 115

Page 160: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

ada/tidaknya lubang asap dapur * keluhan_ISPA Crosstabulation

keluhan_ISPA

Total Tidak Ya

ada/tidaknya lubang asap

dapur

Ya Count 11 50 61

% within ada/tidaknya

lubang asap dapur 18.0% 82.0% 100.0%

Tidak Count 13 41 54

% within ada/tidaknya

lubang asap dapur 24.1% 75.9% 100.0%

Total Count 24 91 115

% within ada/tidaknya

lubang asap dapur 20.9% 79.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .633a 1 .426

Continuity Correctionb .320 1 .572

Likelihood Ratio .632 1 .427

Fisher's Exact Test .494 .285

Linear-by-Linear Association .628 1 .428

N of Valid Cases 115

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.27.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for ada/tidaknya

lubang asap dapur (Ya /

Tidak)

.694 .281 1.712

For cohort keluhan_ISPA =

Tidak .749 .367 1.531

For cohort keluhan_ISPA =

Ya 1.080 .892 1.307

N of Valid Cases 115

Page 161: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

padat_fix * keluhan_ISPA Crosstabulation

keluhan_ISPA

Total Tidak Ya

padat_fix Tidak padat Count 13 36 49

% within padat_fix 26.5% 73.5% 100.0%

Padat Count 11 55 66

% within padat_fix 16.7% 83.3% 100.0%

Total Count 24 91 115

% within padat_fix 20.9% 79.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.657a 1 .198

Continuity Correctionb 1.113 1 .291

Likelihood Ratio 1.641 1 .200

Fisher's Exact Test .248 .146

Linear-by-Linear Association 1.642 1 .200

N of Valid Cases 115

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.23.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for padat_fix

(Tidak padat / Padat) 1.806 .730 4.469

For cohort keluhan_ISPA =

Tidak 1.592 .780 3.247

For cohort keluhan_ISPA =

Ya .882 .722 1.077

N of Valid Cases 115

Page 162: HUBUNGAN KONSENTRASI PM DAN FAKTOR LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI... · ASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWA. TERATE KECAMATAN

ada/tidaknya anggota keluarga yang merokok * keluhan_ISPA Crosstabulation

keluhan_ISPA

Total Tidak Ya

ada/tidaknya anggota

keluarga yang merokok

Tidak Count 7 19 26

% within ada/tidaknya

anggota keluarga yang

merokok

26.9% 73.1% 100.0%

Ya Count 17 72 89

% within ada/tidaknya

anggota keluarga yang

merokok

19.1% 80.9% 100.0%

Total Count 24 91 115

% within ada/tidaknya

anggota keluarga yang

merokok

20.9% 79.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .745a 1 .388

Continuity Correctionb .347 1 .556

Likelihood Ratio .714 1 .398

Fisher's Exact Test .416 .272

Linear-by-Linear Association .739 1 .390

N of Valid Cases 115

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.43.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for ada/tidaknya

anggota keluarga yang

merokok (Tidak / Ya)

1.560 .565 4.306

For cohort keluhan_ISPA =

Tidak 1.410 .656 3.026

For cohort keluhan_ISPA =

Ya .903 .701 1.165

N of Valid Cases 115