26
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU MENYONTEK SISWA SMK T&I KRISTEN SALATIGA OLEH NOFHAJELTA WAIRATA 802007094 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU

MENYONTEK SISWA SMK T&I KRISTEN SALATIGA

OLEH

NOFHAJELTA WAIRATA

802007094

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku
Page 3: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku
Page 4: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku
Page 5: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

i

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat religiusitas

dengan perilaku menyontek pada siswa SMK T&I Kristen Salatiga. Metode sampling

yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan menggunakan

36 siswa-siswi dari kelas X sebagai responden. Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan dua (2) buah skala yaitu skala perilaku menyontek dan skala tingkat

religiusitas. Hubungan antara perilaku menyontek dan tingkat religiusitas diuji dengan

menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment. Hasil koefisien korelasi antara

kedua variabel yaitu = -.332 dan p = 0.048. Maka dapat disimpulkan terdapat

hubungan negatif antara kedua variabel, yaitu semakin tinggi tingkat religiusitas maka

semakin rendah perilaku menyontek siswa SMK T&I Kristen Salatiga, begitupun

sebaliknya, semakin rendah tingkat religiusitas maka semakin tinggi perilaku

menyontek siswa SMK T&I Kristen Salatiga.

Kata kunci: Perilaku Menyontek, Tingkat Religiusitas

Page 6: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

ii

ABSTRACT

This study aims to determine the relationship between the level of religiosity

with the cheating behavior of vocational students on T&I Christian Vocational High

School Salatiga. The sampling method used in this research is purposive sampling with

36 students of X class as respondents. Data collected by using two (2) different scaling

methods, which are cheating behavior scale and religiosity scale. The correlation study

between the cheating behavior and religiosity level are tested using Pearson Product

Moment correlation test. The correlation coefficient between the two variables is rxy = -

.332 and p = 0.048. It can be concluded that there is a negative relationship between

two variables since the higher the religiosity level of vocational students, the lower the

cheating behavior number of T&I Christian Vocational High School Salatiga, and vice

versa, the lower the level of religiosity, the higher the cheating behavior number of T&I

Christian Vocational High School Salatiga.

Key words: Cheating behavior, Religiosity level

Page 7: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

1

PENDAHULUAN

Fenomena yang terjadi di negara Indonesia cenderung dituduhkan pada dunia

pendidikan yang disorot sebagai sektor yang belum berhasil mengemban misi

mencerdaskan kehidupan bangsa. Perilaku masyarakat yang menyimpang menjadi bukti

bahwa pendidikan belum mampu menjadi solusi pengembanan misi itu. Hal ini tentu

berkaitan erat dengan bagaimana proses belajar yang dialami oleh setiap individu dalam

setiap jenjang pendidikan yang dilalui. Tujuan pendidikan nasional bukan sekedar

membentuk peserta didik yang pintar dengan memperoleh nilai tinggi di setiap mata

pelajaran. Namun, seperti dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” .

Namun, realita yang terjadi yaitu sering terjadi kecurangan dan ketidakjujuran

dalam pendidikan. Kurangnya pembahasan mengenai masalah ini dikarenakan orang

menganggap kasus ini merupakan hal yang remeh dan wajar, serta tidak berbahaya

karena tidak mengandung unsur kekerasan (violence). Aktivitas ketidakjujuran dalam

pendidikan sebenarnya merupakan masalah serius. Ketidakjujuran dalam pendidikan

bertentangan dengan tujuan dari pendidikan nasional.

Kasus ketidakjujuran dalam pendidikan sering muncul menyertai aktivitas

belajar mengajar tetapi jarang menjadi pembahasan dalam wacana pendidikan

Indonesia. Dalam sebuah studi menyebutkan bahwa lebih dari 50 persen dan terkadang

Page 8: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

2

hingga 80 persen para siswa dilaporkan pernah menyontek (Kompas, Senin, 18 Agustus

2008).

Menyontek (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaitu mengutip (tulisan dsb)

sebagaimana aslinya; menjiplak. Menurut Sujana dan Wulan (1994), menyontek

merupakan tindak kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal

dari luar secara tidak sah. Selain itu, Ehrlich, dkk (dalam Anderman dan Murdock,

2011) mendefinisikan menyontek sebagai ketidakjujuran atau tidak fair dalam rangka

memenangkan atau meraih keuntungan.

Genereux dan McLeod (dalam Vinski dan Tyron, 2009) mendefinisikan

menyontek sebagai upaya siswa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan melalui cara-

cara yang dilarang atau tidak sah. Contohnya, menyalin jawaban ujian dari teman lain

dan menggunakan lembar contekan pada saat ujian berlangsung (Vinski dan Tyron,

2009). Pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam menyontek, seseorang

melakukan sebuah praktek kecurangan baik memberi informasi, atau membuat catatan

untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri.

Menurut Hetherington dan Feldman (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999),

ada empat jenis metode yang harus dibedakan ketika mengklasifikasikan perilaku

menyontek, yaitu: Individual opportunistic, individual planned, active social and

passive social. Disisi lain, Baird (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999) hanya

membedakan antara perilaku individual (individual behaviours) dan kerjasama (co-

operative). Sedangkan Kuehn, dkk (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999),

mengatakan bahwa ada tiga perilaku menyontek yaitu, menggunakan buku catatan,

menyalin tes siswa lain, dan memungkinkan siswa lain untuk menyalin pekerjaan.

Page 9: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

3

Selain itu, adapula alasan-alasan sehingga siswa melakukan perilaku menyontek.

Salah satunya yaitu yang dikemukakan oleh Anderman, dkk (dalam Bjorklund dan

Cwenestam, 1999) dalam sebuah studi di Amerika Utara bahwa adanya tekanan nilai

yang tinggi dalam tes dapat mendorong siswa untuk menyontek.

Kesimpulan serupa dilaporkan dari beberapa penyelidikan, di mana beban kerja

siswa ditemukan menjadi faktor penting. Davis, dkk (dalam Bjorklund dan Cwenestam,

1999) menunjukkan bahwa tekanan untuk nilai bagus di pendidikan tinggi merupakan

penentu penting dari perilaku menyontek. Baird (dalam Bjorklund dan Cwenestam,

1999) sebelumnya melaporkan temuan serupa. Dalam penelitiannya ditemukan 35

persen dari siswa menyatakan bahwa mereka memiliki sedikit waktu belajar untuk ujian

dan 26 persen dari siswa mengatakan beban untuk mencapai nilai yang tinggi membuat

mereka perlu untuk menyontek.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku

menyontek, salah satunya yaitu faktor religiusitas (Bloodgood, Turnley, dan Mudrack,

2008). Dalam Journal of Business Ethics (Bloodgood, Turnley, dan Mudrack, 2008),

menyatakan bahwa etika, religiusitas, dan kecerdasan memiliki pengaruh dalam

perilaku menyontek. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pelatihan agama dan

keyakinan memiliki potensi untuk mempengaruhi perilaku dengan menyediakan

kerangka kerja untuk membantu membedakan antara benar dan salah. Sesorang yang

memiliki tingkat religiusitas yang tinggi seharusnya memiliki moral yang baik. Dalam

dunia pendidikan, siswa tidak terlepas dari situasi-situasi yang menuntunya untuk

memutuskan suatu penilaian atau pendapat moral, yaitu yang berhubungan dengan

boleh atau tidak boleh suatu perilaku tertentu dilakukan, salah satu contohnya yaitu

perilaku menyontek saat ujian (Pasaribu, 2008). Namun penelitian yang dilakukan oleh

Page 10: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

4

Pasaribu (2008) menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat religiusitas

dengan penalaran moral. Artinya, tingkat religiusitas seseorang tidak berhubungan

dengan pemikiran terhadap sesuatu yang benar dan salah.

Bloodgood, Turnley, dan Mudrack (2008), mendefinisikan religiusitas sebagai

pemahaman untuk melakukan dan mengikuti seperangkat doktrin agama atau prinsip-

prinsip agama. Religiusitas dapat dinilai dengan perilaku-perilaku seperti kehadiran

dalam pelayanan keagamaan, anggota keagamaan, frekuensi doa, membaca kitab suci,

dan partisipasi dalam kegiatan diskusi agama dengan orang lain. McCullough dan

Willoughby (2009) setuju dengan pendapat tersebut. Menurut McCullough dan

Willoughby (2009), religiusitas itu dapat dinilai dengan sering terlibat dalam lembaga-

lembaga keagamaan seperti gereja, rumah ibadat, masjid, dan kuil-kuil, dan keterlibatan

dalam praktek-praktek agama seperti membaca kitab suci, ibadah, dan doa.

Dari uraian di atas dan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang masih

menimbulkan pertanyaan tentang hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku

moral, dalam hal ini mengenai perilaku menyontek, peneliti tertarik untuk mengangkat

masalah ini sebagai bahan penelitian untuk menganalisis hubungan antara tingkat

religiusitas dengan perilaku menyontek siswa, dengan memilih SMK T&I Kristen

Salatiga sebagai tempat penelitian. Tujuan dari penelitian ini sendiri yaitu untuk

mengetahui hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku menyontek siswa

SMK T&I Kristen Salatiga.

Perilaku Menyontek

Menurut Sujana dan Wulan (1994), menyontek merupakan tindak kecurangan

dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah.

Genereux dan McLeod (dalam Vinski dan Tyron, 2009) mendefinisikan menyontek

Page 11: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

5

sebagai upaya siswa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan melalui cara-cara yang

dilarang atau tidak sah. Contohnya, menyalin jawaban ujian dari teman lain dan

menggunakan lembar contekan pada saat ujian berlangsung (Vinski dan Tyron, 2009).

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam menyontek, seseorang

melakukan sebuah praktek kecurangan baik memberi informasi, atau membuat catatan

untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri pada saat ujian.

Bentuk-bentuk Perilaku Menyontek

Hetherington dan Feldman (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999)

mengelompokkan empat bentuk menyontek. Yaitu: (a) Individualistic-opportunistic.

Individualistic-opportunistic dapat dimaknai sebagai perilaku dimana siswa mengganti

suatu jawaban ketika ujian atau tes sedang berlangsung dengan menggunakan catatan

ketika guru keluar dari kelas. (b) Independent-planned. Independent-planned dapat

diidentifikasikan sebagai menggunakan catatan ketika tes atau ujian berlangsung, atau

membawa jawaban yang telah lengkap atau dipersiapkan dengan menulisnya terlebih

dahulu sebelum berlangsungnya ujian. (c) Social-active. Social-active adalah perilaku

menyontek dimana siswa menjiplak atau melihat atau meminta jawaban dari orang lain

pada saat tes atau ujian sedang berlangsung. (d) Social-passive. Social-passive adalah

mengijinkan seseorang untuk melihat atau menjiplak jawabannya.

Faktor-Faktor terjadinya Perilaku Menyontek

Adapun alasan-alasan seseorang dalam melakukan praktek menyontek, yaitu

seperti yang dikemukakan oleh Davis dkk (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999)

menunjukkan bahwa tekanan untuk nilai bagus di pendidikan tinggi merupakan penentu

penting dari perilaku menyontek. Baird (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999)

sebelumnya melaporkan temuan serupa. Dalam penelitiannya ditemukan 35 persen dari

Page 12: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

6

siswa menyatakan bahwa mereka memiliki sedikit waktu belajar untuk ujian dan 26

persen dari siswa mengatakan beban untuk mencapai nilai yang tinggi membuat mereka

perlu untuk menyontek.

Baird dkk (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999) mengelompokkan faktor-

faktor yang menyebabkan kecurangan dalam ujian menjadi dua, yaitu faktor eksternal

dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi soal ujian yang sulit, dan kurang

pengawasan dari guru. Dan faktor internal meliputi kemalasan, merasa temannya lebih

mampu, nilai ujian yang rendah sebelumnya dan ingin mendapat nilai yang lebih baik,

serta ingin membantu teman.

Tingkat Religiusitas

Religiusitas didefinisikan sebagai sejauh mana seorang individu berkomitmen

terhadap ajaran-ajaran agama dianutnya (Johnson dkk, 2001). Glock dan Stark (dalam

Indriastuti, 2005) mengemukakan definisi operasional tentang religiusitas sebagai

percaya tentang ajaran agama tertentu dan dampak dari ajaran agama itu dalam

kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Dimensi Religiusitas

Glock dan Stark (dalam Indriastuti, 2005) secara terperinci mengemukakan

bahwa religiusitas terdiri dari lima dimensi. Yaitu (a) Ritual Involvement / dimensi

ritualistik. Berisi sejauh mana penganut agama tertentu melakukan aktivitas-aktivitas

yang diwajibkan dan dianjurkan dalam agamanya, seperti sholat, puasa, kebaktian, misa

kudus, dan sebagainya. (b) Ideological involvement / dimensi ideologis. Dimensi ini

berisikan pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada

suatu teologis tertentu, mengakui kebenaran-kebenaran doktrin tersebut. Misalnya

apakah seseorang mempercayai adanya setan, malaikat, surga, neraka, dll. (c)

Page 13: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

7

Intelectual involvement / dimensi pengalaman. Dimensi ini mengacu pada harapan

bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan

mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan pokok ajaran yang harus

diimani dan dilaksanakan. (d) Experiental involvement / dimensi pengalaman. Berisikan

pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan sebagai

keajaiban yang datang dari Tuhan. Hal ini berwujud dalam perasaan bersyukur kepada

Tuhan, perasaan mendapat teguran dari Tuhan, perasaan bahwa doanya sering terkabul,

perasaan dekat dengan Tuhan pada saat berdoa. Dan (e) Consequential involvement /

dimensi konsekuensi. Dimensi ini mengacu pada seberapa tingkatan seseorang dalam

berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya. Perilaku ini lebih dalam hal

perilaku di dunia, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya terutama

sesamanya. Misalnya apakah ia mengunjungi tetangganya yang sakit, mendermakan

sebagian hartanya untuk fakir miskin, dll.

Fungsi religiusitas

Jalaluddin (1997) mengemukakan beberapa fungsi agama yaitu (a) Berfungsi

edukatif: ajaran-ajaran agama yang harus dipatuhi oleh para penganutnya membimbing

mereka untuk menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama

masing-masing. (b) Berfungsi sebagai penyelamat: keselamatan yang diberikan oleh

agama kepada penganutnya adalah keselamatan dunia dan akhirat, dan keselamatan itu

dicapai melalui keimanan kepada Tuhan. (c) Berfungsi sebagai pendamaian: melalui

agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui

tuntutan agama, sehingga rasa berdosa atau rasa bersalah akan segera hilang dari

batinnya jika ia bertobat. (d) Berfungsi sebagai kontrol sosial: ajaran agama oleh

penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga agama dapat berfungsi sebagai

Page 14: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

8

pengawas sosial baik secara individu maupun kelompok. (e) Berfungsi transformatif:

ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi

kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku Menyontek

Dalam menghadapi tantangan globalisasi, bangsa Indonesia membutuhkan

sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia adalah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan,

baik pendidikan formal dan pendidikan non formal. Upaya tersebut dimulai dengan

memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan, memperbaiki kualitas guru dan

memperbaiki sistem pendidikan yang ada. Upaya konkret pemerintah Indonesia dalam

usaha meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan jalan menetapkan nilai

minimum yang harus diraih oleh para siswa peserta ujian nasional. Hal ini tentunya

menjadi beban bagi para peserta didik. Pada akhirnya fokus dari prestasi yang dikejar

hanya pada tingginya nilai dan bukan pada psoses belajarnya.

Menurut Sujana dan Wulan (1994), menyontek merupakan tindak kecurangan

dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah.

Genereux dan McLeod (dalam Vinski dan Tyron, 2009) mendefinisikan menyontek

sebagai upaya siswa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan melalui cara-cara yang

dilarang atau tidak sah.

Dalam dunia pendidikan, siswa tidak terlepas dari situasi-situasi yang

menuntunya untuk memutuskan suatu penilaian atau pendapat moral, yaitu yang

berhubungan dengan boleh atau tidak boleh suatu perilaku tertentu dilakukan, salah satu

contohnya yaitu perilaku menyontek saat ujian (Pasaribu, 2008).

Page 15: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

9

Munculnya perilaku menyontek ini disebabkan oleh tingkat religiusitas

seseorang (Bloodgood dkk, 2008). Dalam Journal of Business Ethics, Bloodgood,

Turnley, dan Mudrack (2008), menyatakan bahwa etika, religiusitas, dan kecerdasan

memiliki pengaruh dalam perilaku menyontek.

Bloodgood, Turnley, dan Mudrack (2008), mendefinisikan religiusitas sebagai

pemahaman untuk melakukan dan mengikuti seperangkat doktrin agama atau prinsip-

prinsip agama. Religiusitas dapat dinilai dengan perilaku-perilaku seperti kehadiran

dalam pelayanan keagamaan, anggota keagamaan, frekuensi doa, membaca kitab suci,

dan partisipasi dalam kegiatan diskusi agama dengan orang lain. McCullough dan

Willoughby (2009) setuju dengan pendapat tersebut. Menurut McCullough dan

Willoughby (2009), religiusitas itu dapat dinilai dengan sering terlibat dalam lembaga-

lembaga keagamaan seperti gereja, rumah ibadat, masjid, dan kuil-kuil, dan keterlibatan

dalam praktek-praktek agama seperti membaca kitab suci, ibadah, dan doa.

Perilaku menyontek merupakan perilaku yang menyimpang dan tidak sesuai

dengan norma atau aturan yang berlaku. Hal ini tidak sesuai dengan salah satu dari

fungsi agama menurut Jalaluddin (1997) yaitu berfungsi sebagai kontrol, dimana ajaran

agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga agama dapat berfungsi

sebagai pengawas sosial baik secara individu maupun kelompok.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan uraian kajian teori dari para ahli,

maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara

tingkat religiusitas dengan perilaku menyontek siswa SMK Kelas X T&I Kristen

Salatiga.

Page 16: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

10

METODE PENELITIAN

Partisipan

Penelitian ini dilakukan di SMK T&I Kristen Salatiga. Partisipan dalam

penelitian ini adalah Siswa-siswi kelas X (sepuluh) SMK T&I Kristen Salatiga.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X SMK T&I Kristen Salatiga

yang berjumlah 56 orang.

Prosedur Sampling

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara teknik purposive sampling,

yaitu pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang

diperlukan. Dari jumlah populasi siswa 56 orang, diambil sampel sebanyak 36 siswa-

siswi kelas X untuk dijadikan subjek dalam penelitian.

Alat Ukur Penelitian

Dalam penelitian ini, metode pengukuran yang digunakan untuk memperoleh

data informasi adalah angket. Angket dalam penelitian ini berdasarkan skala yang telah

disusun oleh peneliti sebagai berikut :

1. Skala Perilaku Menyontek

Skala perilaku menyontek meliputi bentuk-bentuk perilaku menyontek yang

dikemukakan oleh Hetherington dan Feldman (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999)

yaitu individualistic-opportunistic, independent-planned, social-active, dan social-

passive. Item dalam skala-skala tersebut dikelompokkan dalam pernyataan favorable

dan unfavorable dengan menggunakan 4 alternatif jawaban dari skala Likert yaitu,

Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Jumlah item yang favorable adalah 12 item dan jumlah item yang unfavorable adalah

12 item. Sehingga seluruhnya berjumlah 24 item. Dari hasil uji daya diskriminasi 24

Page 17: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

11

item, tidak ada item yang gugur. 24 item tersebut memiliki koefisien korelasi item total

yang bergerak antara 0,159-0,813 dan didapat nilai Alpha Cronbach sebesar 0,938 yang

artinya skala tersebut reliabel (Azwar, 2012).

2. Skala Religiusitas

Skala religiusitas disusun berdasarkan aspek-aspek religiusitas yang

dikemukakan oleh Glock dan Stark (dalam Indriastuti, 2005) yaitu, ritual involvement,

ideological involvement, intelectual involvement, experiental involvement,

consequential involvement. Item dalam skala religiusitas dikelompokkan dalam

pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan 4 alternatif jawaban dari

skala Likert yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak

Sesuai (STS). Jumlah item yang favorable adalah 12 item dan jumlah item yang

unfavorable adalah 12 item. Sehingga seluruhnya berjumlah 50 item. Dari hasil uji daya

diskriminasi 50 item, tidak ada item yang gugur. 50 item tersebut memiliki koefisien

korelasi item total yang bergerak antara -0,129-0,705 dan didapat nilai Alpha Cronbach

skala religiusitas sebesar 0,893. Hal ini berarti skala religiusitas reliabel (Azwar, 2012).

Teknik Analisa Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisa data uji Pearson Product Moment.

Uji normalitas yang dilakukan adalah uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Uji

liniearitas dilakukan dengan menggunakan anova. Analisa data dalam penelitian ini

menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment.

Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah antara variabel memiliki

hubungan liniear atau tidak. Kemudian nilai Fhitung dibandingkan dengan Ftabel dengan

taraf signifikansi 5%. Variabel dikatakan memiliki hubungan yang linear apabila

Page 18: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

12

diperoleh hasil Fhitung > Ftabel atau hubungan dikatakan linear jika harga p beda sama

atau > 0.05 (Hadi, 2004).

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel memiliki distribusi

normal atau tidak (Gujarati, 2003). Uji normalitas yang akan digunakan pada penelitian

ini adalah uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan program SPSS version 21 for

windows.

Uji Hipotesis

Hipotesis diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment,

yang bertujuan untuk mencari derajat hubungan antara variabel bebas (X) dengan

variabel terikat (Y).

Kuatnya korelasi Pearson Product Moment yang dihasilkan dari kedua variabel

dapat dilihat berdasarkan Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1 Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat Kuat

Sumber : Sugiyono (2005)

Page 19: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

13

HASIL PENELITIAN

Uji Deskriptif

Uji deskriptif yang dilakukan terdiri dari kategori pengukuran Skala Perilaku

Menyontek dan kategori pengukuran Skala Religiusitas. Uji kategori pengukuran Skala

Perilaku Menyontek dan kategori pengukuran Skala Religiusitas dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

1. Perilaku Menyontek

Tabel 1 Perilaku Menyontek

No Interval Kategori Mean N Presentase (%)

1. x < 51.87 Sangat Rendah 14 38.9

2. 51.88 ≤ x < 60 Rendah 55.92 10 27.8

3. 60.1 ≤ x < 68.12 Tinggi 7 19.4

4. 68.13≤ x Sangat Tinggi 5 13.9

Jumlah 36 100%

SD =12.232 Min =29 Max = 79

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa terdapat 14 siswa yang memiliki perilaku

menyontek dengan kategori sangat rendah dengan persentase sebesar 38,9%. Terdapat

10 siswa yang memiliki perilaku menyontek dengan kategori rendah dengan persentase

sebesar 27,8%. Terdapat 7 siswa yang memiliki perilaku menyontek dengan kategori

rendah dengan persentase sebesar 19,4%. Terdapat 5 siswa yang memiliki perilaku

menyontek dengan kategori rendah dengan persentase sebesar 13,9%. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa persentase terbesar perilaku menyontek siswa berada pada kategori

Page 20: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

14

sangat rendah. Rata-rata skor perilaku menyontek yang diperoleh siswa-siswi adalah

sebesar 55,92,00 berada pada kategori sedang. Skor perilaku menyonyek yang diperoleh

siswa-siswi bergerak dari skor minimum 29 sampai dengan skor maksimum 79 dengan

standar deviasi 12,232.

Tabel 2 Tingkat Religiusitas

No Interval Kategori Mean N Presentase (%)

1. x < 115 Sangat Rendah 0 0

2. 115.1 ≤ x < 125 Rendah 0 0

3. 125.1 ≤ x < 135 Tinggi 1 2.8

4. 135.1≤ x Sangat Tinggi 160.56 35 97.2

Jumlah 36 100%

SD =13.872 Min =129 Max = 186

Tabel 3 merupakan tingkat sebaran religiusitas responden. Berdasarkan tabel

diatas terlihat bahwa tidak terdapat responden yang memiliki tingkat reigiusitas dengan

kategori sangat rendah, dan rendah. Terdapat 1 responden yang berada pada kategori

tinggi dengan persentase sebesar 2,8%. Dan terdapat 35 responden yang berada pada

kategori sangat tinggi dengan persentase sebesar 97,2%. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa persentase terbesar tingkat religiusitas siswa berada pada kategori sangat tinggi.

Rata-rata skor tingkat religiusitas yang diperoleh siswa-siswi adalah sebesar 160,56 dan

berada pada kategori sedang. Skor tingkat religiusitas yang diperoleh siswa-siswi

bergerak dari skor minimum 129 sampai dengan skor maksimum 186 dengan standar

deviasi 13,872.

Page 21: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

15

Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui distribusi atau sebaran data apakah

terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov menggunakan program SPSS for windows.

Tabel 3 Uji Normalitas

Perilaku_

Menyontek Religiusitas

N 36 36

Normal

Parametersa,b

Mean 55.92 160.56

Std.

Deviation

12.232 13.872

Most Extreme

Differences

Absolute .100 .097

Positive .100 .097

Negative -.069 -.094

Test Statistic .100 .097

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

.200c,d

Tabel 4 adalah hasil uji normalitas yang dilakukan untuk mengetahui tingkat

normal sebaran data, data diakatan terdistribusi normal jika memiliki nilai Sig > .05.

Berdasarkan hasil uji diatas terlihat bahwa variabel periliku menyontek memiliki nilai

Sig .200 dan nilai Sig variabel tingkat religiusitas adalah .200 sehingga dapat

disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal.

Page 22: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

16

Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan antara variabel

bebas yaitu tingkat religiusitas dan variabel terikat yaitu perilaku menyontek serta untuk

mengetahui signifikansi penyimpangan dari linearitas hubungan tersebut. Hasil uji

linearitas variabel tingkat religiusitas dengan variabel perilaku menyontek memiliki

nilai p = 0.44 atau lebih besar dari 0.05 (p>0.05) dan nilai Fhitung (2.651) < Ftabel

(2.74), sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel adalah terikat

dalam bentuk linear.

Hasil Uji Korelasi

Analisa korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa korelasi

Pearson Product Moment dengan menggunakan aplikasi SPSS for Windows. Uji

korelasi antara tingkat Religiusitas dan Perilaku Menyontek diperoleh hasil sebagai

berikut :

Tabel 4 Uji Korelasi

Menyontek Religius

Menyontek Pearson Correlation 1 -.332*

Sig. (2-tailed) .048

N 36 36

Religius Pearson Correlation -.332* 1

Sig. (2-tailed) .048

N 36 36

Page 23: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

17

Berdasarkan hasul uji korelasi Pearson Product Moment pada Tabel 3 diperoleh

korelasi sebesar -.332 dengan signifikansi sebesar 0.048 (p < 0.05). Hal ini menunjukan

bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat religiusitas dengan perilaku menyontek.

Hal ini menunjukan bahwa hubungan antara religiusitas dan perilaku menyontek adalah

berbanding terbalik, dimana semakin tinggi tingkat religiusitas siswa maka semakin

rendah perilaku menyontek siswa, sebaliknya semakin tinggi perilaku menyontek siswa

maka semakin rendah tingkat religiusitas siswa. Nilai koefisen korelasi -.332 juga

menunjukan bahwa tingkat korelasi kedua variabel adalah rendah.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa-siswi SMK T&I Kristen Salatiga

kelas X yang terdiri dari 36 responden tentang hubungan antara tingkat religiusitas dan

perilaku menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif antara religiusitas dengan

perilaku menyontek pada siswa siswi, hal ini terlihat dari uji korelasi dengan nilai nilai

= -.332 dan nilai p = 0.048 < 0.05. Hubungan negatif antara kedua variabel dapat

diartikan dengan semakin tinggi tingkat religiusitas siswa-siswi maka semakin rendah

perilaku menyontek siswa-siswi, dan sebaliknya semakin tinggi perilaku menyontek

siswa maka semakin rendah tingkat religiusitas siswa-siswi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bloodgood, Turnley, & Mudrack

(2008) yang menunjukkan bahwa tingkat religiusitas berhubungan negatif dengan

perilaku menyontek, yaitu, semakin rendah tingkat religiusitas siswa, maka semakin

tinggi perilaku menyontek dan sebaliknya. Namun berbanding terbalik dengan

penelitian Pasaribu (2008) yang menunjukan bahawa tidak terdapat hubungan antara

tingkat religiusitas dengan penalaran moral, dalam hal ini termasuk didalamnya perilaku

menyontek.

Page 24: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

18

Religiusitas merupakan faktor keyakinan beragama yang mengajarkan setiap

penganut agama untuk berperilaku berdasarkan ajaran-ajaran yang dianut. Setiap agama

mengajarkan bahwa perilaku yang menyimpang seperti tidak jujur, mencuri, atau

perilaku yang dapat merugikan orang lain adalah dosa. Konsep dosa dalam agama

adalah perbuatan yang melanggar hukum Tuhan. Genereux dan McLeod (dalam Vinski

dan Tyron, 2009) mendefinisikan menyontek sebagai upaya siswa untuk mendapatkan

hasil yang diinginkan melalui cara-cara yang dilarang atau tidak sah. Contohnya,

menyalin jawaban ujian dari teman lain dan menggunakan lembar contekan pada saat

ujian berlangsung, definisi tersebut menunjukan bahwa perilaku menyontek merupakan

bagian dari tindakan ketidak jujuran seorang siswa ketika mengikuti ujian. Sehingga

siswa-siswi yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi cenderung berperilaku untuk

menjauhi perbuatan-perbuatan menyontek karena dianggap dosa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penilitian yang dilakukan terhadap siswa-siswa SMK T&I Kristen Salatiga kelas

X dengan jumlah responden menunjukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara

tingkat religiusitas dengan perilaku menyontek hal ini di tunjukan dengan hasil

koefisien korelasi antara kedua variabel yaitu = -.332 dan p = 0.048. Artinya,

semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin rendah perilaku menyontek, begitupun

sebaliknya, semakin rendah tingkat religiusitas maka semakin tinggi perilaku

menyontek.

Page 25: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

19

Saran

Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan, peneliti mengajukan beberapa

saran:

1. Bagi Siswa

Menyontek merupakan perilaku tidak jujur dalam untuk mendapatkan hasil yang

baik, menyontek sangatlah merugikan diri sendiri. Kesadaran akan kemampuan diri

sendiri dapat ditemukan dengan mengamalkan setiap pengajaran agama.

2. Bagi Fakultas Psikologi

Untuk penelitiaan selanjutnya dapat dilakukan dengan mengetahui seberapa

besar pengaruh religiusitas terhadap perilaku menyontek.

Page 26: Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

20

Daftar Pustaka

Bjorklund, M., & Cwenestam (1999). Academic Cheating: Frequency, Methods, and

Causes. Finland : Department of Teacher Education.

Bloodgood, J. M., Turnley, W.H., Mudrack, P. 2008. The Influence of Ethics

Instruction Religiosity, and Intelligence on Cheating Behavior. Journal of

Business Ethics, 82 : 557-571.).

Gujarati, Damoar. 2003. Ekonometrika Dasar : Edisi keenam. Jakarta: Erlangga

Hadi, S. 2000. Statistik (Jilid 1). Yogyakarta : Andi Offset.

Indrastuti, M. 2005. Hubungan antara Religiusitas dengan Kecenderungan untuk

Melakukan Hubungan Seksual pada Remaja yang Berpacaran. Skripsi. Salatiga

: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana (tidak diterbitkan).

Jalaluddin (1997). Psikologi agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Johnson, B., Jang, S., Larson, D., & Li, S. (2001). Does adolescent religious

commitment matter?: A reexamination of the effects of religiosity on

delinquency. Journal of Research in Crime & Delinquency, 13, 22-44.

Kamus Bahasa Indonesia Online. Online:(www.KamusBahasaIndonesia.org)

McCullough, M.E., dan Willoughby, B.L.B. 2009. Religion, Self Regulation, and Self-

Control: Associations, Explanations, and Implications. Psychological Bulletin

American Psychological Association, Vol. 135, No. 1, 69–93.

Pasaribu, A. 2008. Hubungan antara Religiusitas dengan Penalaran Moral pada Remaja

Akhir. VISI. 16(3) 680-696

Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sujana, Y.E., dan Wulan, R. 1994. Hubungan Antara Kecenderungan Pusat Kendali

dengan Intensi Menyontek. Jurnal Psikologi, XXI, 2, Desember, 1-7.

Vinski, E. J. dan Tyron, G. S. 2009. Study of a Cognitive Dissonance Intervention to

Address High School Student’s Cheating Attitudes and Behaviors. Ethic &

Behavior, 19(3), 218-226.

www.kompas.com. Senin, 18 Agustus 2008. Nyontek, Pantang Buat Si Pemberani!