Upload
dangtu
View
222
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN KEJADIAN GASTRITIS DI
KLINIK DHANANG HUSADA SUKOHARJO
Dhanang Prasetyo1, Atiek Murharyati
2, Anissa Cindy Nurul A3
Progam Studi S1-Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
ABSTRAK
Gastritis atau dikenal dengan sakit maag adalah peradangan dari mukosa lambung
yang disebabkan faktor iritasi dan infeksi. Gejala gastritis yaitu nyeri ulu hati, rasa tidak
nyaman, nyeri pada saluran pencernaan, mual, muntah, kembung, lambung terasa penuh
dan sakit kepala. Kekambuhan penyakit gastritis atau gejala muncul berulang karena
salah satunya dipengaruhi faktor kejiwaaan atau stres. Hasil studi pendahuluan
diketahui bahwa Klinik Dhanang Husada terletak di tengah pemukiman padat penduduk
dan disekitarnya berdiri pabrik-pabrik konveksi pada bulan Juli sampai dengan Agustus
2014 terdapat 214 pasien dengan gastritis dan dari hasil wawancara dengan pasien
diketahui bahwa pasien berobat dengan gejala keluhan sakit perut bagian atas yang
disebabkan karena mengabaikan atau melupakan waktu makan karena kesibukan kerja
dan tekanan pekerjaan yang berlebihan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis
hubungan stres dengan kejadian gastritits.
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik deskriptif dengan
desain cross sectional. Teknik sampling menggunakan insidental sampling pada 70
wanita usia produktif yang datang ke Klinik Dhanang Husada Sukoharjo dengan gejala
gastritis. Penelitian dilakukan di Klinik Dhanang Husada Sukoharjo. Cara pengumpulan
data menggunakan kuesioner. Teknik analisis menggunakan chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan stres pada
tingkat sedang yaitu sebanyak 28 orang (40,0%), responden menderita gastritis
sebanyak 39 orang (44,3%) dan ada hubungan antara stres dengan kejadian gastritis ( 2
= 20,93) dan secara statistik signifikan (p = 0,000 < 0,05), dimana semakin tinggi
tingkat stres maka semakin rentan terkena gastritis.
Pasien hendaknya menekan terjadinya stres karena dapat menyebabkan terjadinya
gastritis, salah satu upaya mengurangi stres adalah dengan mengurangi jam kerja
ataupun menambah waktu istirahat
Kata Kunci : stres, gastritis, wanita usia produktif
Daftar Pusatka : 26 (2005-2014)
PENDAHULUAN
Tingkat kesadaran masyarakat
Indonesia masih sangat rendah
mengenai pentingnya menjaga
kesehatan lambung karena gastritis atau
sakit maag akan sangat mengganggu
aktivitas sehari-hari, baik bagi remaja
maupun orang dewasa. Gastritis atau
dikenal dengan sakit maag merupakan
peradangan (pembengkakan) dari
mukosa lambung yang disebabkan oleh
faktor iritasi dan infeksi. Bahaya
penyakit gastritis jika dibiarkan terus
menerus akan merusak fungsi lambung
dan dapat meningkatkan risiko untuk
terkena kanker lambung hingga
menyebabkan kematian. Berbagai
penelitian menyimpulkan bahwa
keluhan sakit pada penyakit gastritis
paling banyak ditemui akibat dari
gastritis fungsional, yaitu mencapai 70-
80% dari seluruh kasus. Gastritis
fungsional merupakan sakit yang bukan
disebabkan oleh gangguan pada organ
lambung melainkan lebih sering dipicu
oleh pola makan yang kurang sesuai,
faktor psikis dan kecemasan (Saydam,
2011).
Gastritis adalah penyakit yang
banyak ditemukan di masyarakat.
Insiden gastritis di Asia Tenggara
sekitar 583.635 dari jumlah penduduk
setiap tahunnya. Gejala penyakit
gastritis diantaranya adalah nyeri pada
ulu hati, mual, muntah, kembung, diare
dan pusing. Gastritis yang tidak
ditangani dengan benar dapat
menimbulkan berbagai komplikasi
diantaranya adalah peptic ulcer,
gangguan absorbsi vitamin B12 dan
kanker lambung (Handayani, dkk,
2012).
Di Indonesia angka kejadian
gastritis cukup tinggi. Dari penelitian
yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan RI angka kejadian gastritis
dibeberapa kota di Indonesia ada yang
tinggi mencapai 91,6% yaitu di Kota
Medan, di beberapa kota lainnya seperti
Surabaya 31,2%, Denpasar 46%,
Jakarta 50%, Bandung 32,5%,
Palembang 35,5%, Aceh 31,7%, dan
Pontianak 31,2% (Sulastri, dkk, 2012).
Gastritis adalah peradangan
(pembengkakan) dari mukosa lambung,
yang disebabkan oleh faktor iritasi dan
infeksi. Gastritis bukanlah suatu
penyakit tunggal, namun beberapa
kondisi-kondisi yang berbeda yang
semuanya mempunyai peradangan
lapisan lambung. Gastritis dikenal di
masyarakat dengan istilah sakit maag
atau sakit ulu hati, kondisi ini bisa
timbul mendadak yang biasanya
ditandai dengan rasa mual dan muntah,
nyeri, perdarahan, rasa lemah, nafsu
makan menurun atau sakit kepala
(Gobel, 2012).
Gastritis dapat disebabkan
beberapa faktor. Penyebab gastritis
antara lain oleh iritasi, infeksi, dan
atropi mukosa lambung. Dimana faktor-
faktornya berawal dari faktor stres,
alkohol, infeksi Helicobacter pylori
dan Mycobacteria spesies, serta obat-
obatan seperti NSAIDs (Nonsteroidal
Antiinflammatory Drugs), dan lain-lain
yang dapat mengiritasi mukosa
lambung. Gejala yang umum muncul
pada penderita gastritis yaitu nyeri ulu
hati, rasa tidak nyaman sampai nyeri
pada saluran pencernaan terutama
bagian atas, rasa mual, muntah,
kembung, lambung terasa penuh,
disertai sakit kepala. Gejala ini bisa
menjadi akut, berulang dan kronis.
Kekambuhan penyakit gastritis atau
gejala muncul berulang karena salah
satunya dipengaruhi faktor kejiwaaan
atau stres (Misnadiarly, 2009).
Stres memiliki efek negatif
melalui mekanisme neuroendokrin
terhadap saluran pencernaan sehingga
beresiko untuk mengalami gastritis.
Produksi asam lambung akan meningkat
pada keadaan stress, misalnya
pada beban kerja berat, panik dan
tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang
meningkat dapat mengiritasi mukosa
lambung dan jika hal ini
dibiarkan, lama-kelamaan dapat
menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi
sebagian orang, keadaan stress
umumnya tidak dapat dihindari. Oleh
karena itu, maka kuncinya adalah
mengendalikannya secara efektif
dengan cara diet sesuai dengan
kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah
raga teratur dan relaksasi yang cukup
(Saorinsong, dkk, 2014).
Penyakit gastritis dapat
menyerang dari semua tingkat usia
maupun jenis kelamin. Beberapa survei
menunjukkan bahwa gastritis paling
sering menyerang usia produktif. Pada
usia produktif rentan terserang gejala
gastritis karena tingkat kesibukan serta
gaya hidup yang kurang memperhatikan
kesehatan serta stres yang mudah terjadi
akibat pengaruh faktor-faktor
lingkungan (Hartati, dkk, 2014).
Penelitian Rahmawati (2010)
menyebutkan beberapa faktor
presdiposisi dalam munculnya
kekambuhan gastritis adalah
karakteristik responden, stres
psikologis, dan perilaku konsumsi.
Berdasarkan penelitiannya mengenai
hubungan antara karakteristik
responden, stres psikologis, perilaku
makan dan minum dengan kekambuhan
penyakit gastritis di puskesmas
Lamongan tahun 2010 didapatkan hasil
adanya hubungan antara stres psikologi
dengan kekambuhan gastritis dengan
prevelensi rasio 2,19 untuk responden
yang sangat rentan stres psikologis dan
prevelensi rasio 2,83 untuk responden
yang rentan stres psikologi. Penelitian
tersebut sebanding dengan penelitian
yang dilakukan oleh Gustin (2011)
didapatkan bahwa faktor stres
berhubungan dengan kejadian grastitis.
Studi pendahuluan yang dilakukan
di Klinik Dhanang Husada Sukoharjo
pada bulan tanggal 11 Nopember 2014
diketahui bahwa dalam bulan Juli s/d
Agustus 2014 terdapat 214 pasien
dengan kejadian gastritis. Hasil
wawancara dengan 5 pasien datang
untuk memeriksakan diri dengan
keluhan sakit pada perut bagian atas,
dan dari pasien tersebut dilakukan
wawancara bahwa pasien sering
mengabaikan atau melupakan waktu
makan karena kesibukan mereka yang
disebabkan karena tekanan pekerjaan
yang berlebihan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian adalah
observasional analitik deskriptif dengan
pendekatan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian adalah pasien
gastritis yang berobat di Klinik
Dhanang Husada Sukoharjo. Sampel
sebanyak 70 wanita usia produktif yang
datang ke klinik Dhanang Husada
Sukoharjo dengan gejala gastritis
dengan teknik incidental sampling.
Lokasi penelitian di Kinik
Dhanang Husada Sukoharjo pada bulan
Februari 2015 sampai dengan Maret
2015.
Instrumen penelitian berupa
lembar kuesioner untuk pengukuran
stres dan lembar checklist untuk
mengukur gastritis. Pengukuran stres
menggunakan kuesioner Depression
Anxiety and Stress Scale yang terdiri
dari 14 item pernyataan menggunakan
skala Likert 0 – 3 yaitu skor 0 tidak
pernah, skor 1 kadang-kadang, skor 2
sering dan skor 3 selalu (Suerni, 2012).
Angka kejadian gastritis diukur dengan
menjawab kuesioner yang terdiri dari 1
pertanyaan apakah mengalami gastritis
atau tidak. Skor untuk pertanyaan
adalah 1 jika jawaban ya, artinya sudah
dinyatakan mengalami gastritis oleh
dokter dan 0 jika jawaban tidak, artinya
belum atau tidak dinyatakan mengalami
gastritis (Saroinsong, dkk, 2014).
Analisa data menggunakan
analisis univariat untuk mengetahui
karakteristik responden, tingkat stres
dan kejadian gastritis, sedangkan
analisis bivariat yang digunakan ada chi
square.
HASIL PENELITIAN
Hasil karakteristik responden
menunjukkan bahwa bahwa mayoritas
responden berusia antara 20 tahun
sampai 29 tahun yaitu sebanyak 54
orang (77,1%), dengan tingkat
pendidikan menengah atas yaitu
SMA/SMK sebanyak 44 orang (62,9%)
dan bekerja sebagai buruh pabrik yaitu
sebanyak 31 orang (44,3%).
Hasil analisis univariat variabel
penelitian (stres dan kejadian gastritis)
dapat dilihat pada tabel
Tabel 1. Stres Responden
Stres f %
Normal 27 38,6
Ringan 15 21,4
Sedang 28 40,0
Total 70 100
Hasil tabel menunjukkan bahwa
mayoritas responden memiliki tingkatan
stres pada tahap sedang yaitu sebanyak
28 orang (40,0%).
Tabel 2. Kejadian Gastritis Responden
Kejadian Gastitris f %
Gastritis 39 55,7
Tidak Gastritis 31 44,3
Total 70 100
Hasil tabel menunjukkan bahwa
mayoritas responden menderita gastritis
yaitu sebanyak 39 orang (55,7%).
Hasil analisis bivariat
menggunakan uji Chi Square untuk
mengetahui hubungan variabel stres
dengan kejadian gastritis dapat dilihat
pada tabel 3 sebagai berikut :
Stres
Kejadian Gastritis Total
Gastritis Tidak
gastritis F % F % F %
Normal 6 8,6 21 30,0 27 38,6
Ringan 10 14,3 5 7,1 15 21,4 Sedang 23 32,9 5 7,1 28 40,0 Total 39 55,8 31 44,2 70 100
X2 = 20,93, p value (0,00)
Hasil uji Chi-Square diketahui
bahwa ada hubungan stres dengan
kejadian gastritis ( 2 = 20,93) dan
secara statistik signifikan (p = 0,000).
Pembahasan
Usia Responden
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas responden berusia
antara 20 tahun sampai 29 tahun yaitu
sebanyak 54 orang (77,1%). Hal
tersebut menandakan bahwa pada usia
tersebut merupakan rentang usia yang
produktif dalam bekerja dengan tekanan
pekerjaan yang berlebihan. Robbins
(2012) menyatakan bahwa adanya tugas
yang terlalu banyak. Banyaknya tugas
tidak selalu menjadi penyebab stres,
akan menjadi sumber stres apabila
banyaknya tugas tersebut tidak
sebanding dengan kemampuan baik
fisik maupun keahlian dan waktu yang
tersedia bagi karyawan. Jika banyaknya
tugas tidak disertai dengankemampuan
dan waktu yang memadai, maka akan
cenderung menjadi penyebab
munculnya stres kerja.
Usia yang rentan terserang stres
karena mengahadapi dinamika
kehidupan yaitu pada usia produktif,
yaitu antara 15 sampai 45 tahun.
Aminullah (2008) menyatakan bahwa
pada usia produktif sering berhadapan
dengan tantangan, dan apabila tidak
mampu mengaturnya bisa berpotensi
stres. Selain lingkungan sosial yang
makin kompleks, kebiasaan orang
dalam usia produktif yang tidak selektif
dalam konsumsi makanan juga
mempengaruhi tingkat stres. Makanan
yang masuk kedalam tubuh dapat
mempengaruhi perkembangan otak,
kondisi otak yang kurang baik
mempengaruhi kemampuan mental
seseorang ketika menghadapi tantangan.
Pendidikan responden
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas responden memiliki
tingkat pendidikan menengah atas yaitu
SMA/SMK sebanyak 44 orang (62,9%).
Candrawinata (2015) menyatakan
bahwa tiingkat pendidikan seseorang
mempengaruhi daya tahannya dalam
menghadapi stres. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang makin tinggi
keberhasilannya melawan stres. Orang
yang pendidikannya tinggi lebih mampu
mengatasi masalah daripada orang yang
pendidikannya rendah.
Pendidikan seseorang
mempengaruhi pengetahuan atau
penerimaan informasi terkait dengan
kesehatan sehingga akan lebih
memperhatikan kesehatannya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Indriana,
dkk (2010), bahwa pendidikan
merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi stres
Pekerjaan responden
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas responden memiliki
pekerjaan sebagai buruh pabrik yaitu
sebanyak 31 orang (44,3%). Hasil ini
mendukung dari penelitian terdahulu
dari Nasution dan Adi (2011) diketahui
bahwa stres tingkat menengah hingga
tinggi terdapat pada 73,25% pekerja
gilir (shift), dimana stres tersebut lebih
banyak terjadi pada pekerja yang
terpapar bising dibandingkan yang tidak
terpapar. Tidak pernah menggunakan
ear plug merupakan salah satu faktor
dominan yang berkaitan dengan stres.
Umumnya yang menjadi penyebab
adalah konflik dalam pekerjaan (conflict
of role).
Tingkat Stres
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas responden dengan
stres pada tingkat sedang yaitu
sebanyak 28 orang (40,0%), dimana
mayoritas responden mengalami merasa
sulit tenang setelah marah dan merasa
sensitif. Stres adalah respon tubuh tidak
spesifik terhadap kebutuhan tubuh yang
terganggu. Stres merupakan suatu
fenomena universal yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dan tidak dapat
dihindari dan akan dialami oleh
setiap orang. Stres memberikan
dampak secara total pada individu
seperti dampak fisik, sosial,
intelektual, psikologis, dan spiritual
(Pathmanathan dan Husada, 2013).
Gejala gejala stres pada tingkat
sedang pada usia produktif menurut
Nasution dan Adi (2011) antaranya
lebih sering terlambat dan sering absen.
Penelitian terbaru oleh Melchior et al
(2009) menyebutkan bahwa frekuensi
absen sakit pekerja dapat menilai
apakah pekerja tersebut rentan
mengalami depresi di masa datang.
Selain gejala tersebut, gejala lainnya
adalah menarik diri dari lingkungan
sosial di tempat kerja, bereaksi
berlebihan pada hal kecil, mengalami
kecelakaan di tempat kerja, timbul
keluhan dari teman kerja, menurunnya
produktivitas kerja, membutuhkan
waktu lama untuk menyelesaikan
pekerjaan yang sudah masuk tenggat
waktu, kesulitan mengingat kembali
instruksi yang diberikan dan mengerti
prosedur, memikirkan hal lain saat
bekerja, mengambil waktu lebih lama
saat istirahat, dan penggunaan internet
atau telepon untuk kepentingan pribadi
secara berlebihan.
Stres pada dasarnya tidak selalu
berdampak negatif, karena stres kadang
dapat bersifat membantu dan
menstimulasi individu untuk bertingkah
laku positif. Stres yang berdampak
positif biasa disebut dengan eustres dan
stres yang berdampak negatif biasa
disebut dengan distres. Stres bukan
hanya sebagai stimulus atau respon,
karena setiap individu dapat
memberikan respon yang berbeda pada
stimulus yang sama. Adanya perbedaan
karakteristik individu menyebabkan
adanya perbedaan respon yang
diberikan kepada stimulus yang datang
(Gunawati, dkk, 2006).
Kejadian Gastritis
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas responden menderita
gastritis. Gastritis merupakan salah satu
masalah kesehatan saluran pencernaan
yang paling sering terjadi. Gastritis
lambung merupakan gangguan umum
diskontinuitas dari mukosa lambung,
yang disebabkan oleh berbagai faktor
seperti alkohol, stres, obat antiinflamasi,
dan lain-lain.
Penderita gastritis umumnya
mengalami gangguan pada saluran
pencernaan atas, berupa nafsu makan
menurun, perut kembung dan perasaan
penuh di perut, mual, muntah, dan
bersendawa (Saroinsong, dkk, 2014).
Gastritis terjadi karena ketidaksesuaian
lambung dengan makanan yang
dimakan seperti makanan yang pedas
(cabai atau merica) atau makanan yang
memiliki kadar lemak tinggi, sehingga
produksi asam lambung tidak terkontrol
(Yuliarti, 2009).
Hartati, dkk (2014) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa
penyakit gastritis dapat menyerang dari
semua tingkat usia maupun jenis
kelamin. Beberapa survey menunjukkan
bahwa gastritis paling sering menyerang
usia produktif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas
responden memiliki umur 20 – 29 tahun
sebanyak 54 orang (77,1%). Hal ini
berarti bahwa responden berada pada
rentang usia yang produktif, yaitu
produktif di dalam bekerja. Pada usia
produktif rentan terserang gejala
gastritis karena tingkat kesibukan serta
gaya hidup yang kurang memperhatikan
kesehatan serta stres yang mudah terjadi
akibat pengaruh faktor-faktor
lingkungan.
Hubungan Antara Stres dengan
Kejadian Gastritis
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan antara stres
dengan kejadian gastritis ( 2 = 20,93)
dan secara statistik signifikan (p = 0,000
< 0,05). Dimana semakin tinggi tingkat
stres maka semakin rentan terkena
gastritis.
Hasil penelitian ini mendukung
penelitian terdahulu dari Saroinsong,
dkk (2014), bahwa ada hubungan yang
signifikan antara stres dengan kejadian
gastritis pada remaja. Atmaja (2011)
dalam penelitiannya juga menunjukkan
bahwa ada hubungan stres terhadap
kekambuhan gastritis. Hal yang sama
juga diungkapkan oleh Rahmawati
(2011) bahwa stres memiliki hubungan
dengan kekambuhan gastritis.
Handayani, dkk (2012) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa
penyakit gastritis merupakan salah satu
penyakit psikomatik yang salah satu
penyebabnya adalah stres. Stres yang
dialami oleh pasien gastritis dapat
timbul melalui lingkungan pekerjaan.
Penyakit gastritis dapat
menyerang dari semua tingkat usia
maupun jenis kelamin. Hartati, dkk
(2014) menunjukkan bahwa gastritis
paling sering menyerang usia produktif.
Pada usia produktif rentan terserang
gejala gastritis karna tingkat kesibukan
serta gaya hidup yang kurang
memperhatikan kesehatan serta stres
yang mudah terjadi akibat pengaruh
faktor-faktor lingkungan.
Pada usia produktif dengan
tuntutan pekerjaan yang besar membuat
seseorang terkadang mempunyai pola
dan frekuensi makan yang tidak teratur
sehingga hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya gastritis. Hasil
ini sesuai dengan penelitian Angkow,
dkk (2014) bahwa orang yang memiliki
pola makan tidak teratur, mudah
terserang penyakit gastritis. Pada saat
perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong,
atau ditundanya pengisian, asam
lambung akan mencerna lapisan mukosa
lambung, karena ketika kondisi
lambung kosong, akan terjadi gerakan
peristaltik lambung bertambah intensif
yang akan merangsang peningkatan
produksi asam lambung sehingga dapat
timbul rasa nyeri diulu hati (Ikawati,
2010).
Anna (2013) menyatakan bahwa
kaum wanita memang lebih gampang
stres. Berbagai hal bisa menyebabkan
tekanan emosional pada diri mereka,
mulai dari pekerjaan di kantor,
pengasuhan anak, sampai soal
penampilan. Kaum wanita beresiko 40
persen lebih besar untuk mengalami
gangguan psikologi, dimana wanita
rentan mengalami depresi, gangguan
panik, fobia, insomnia, gangguan stres
pasca trauma, serta gangguan pola
makan, selain itu aspek biologis,
psikologis, dan lingkungan bisa
menjelaskan mengapa stres lebih sering
dialami wanita. Pengaruh hormon
selama kehamilan dan masa menopuase
juga menyebabkan wanita rentan
depresi. Selain itu kaum wanita juga
berupaya lebih keras dalam menjaga
hubungannya dengan pasangan. Mereka
juga tak segan mencari pertolongan
profesional jika mengalami gejala
depresi, sehingga mereka lebih sering
didiagnosis.
Stres memiliki efek negatif
melalui mekanisme neuroendokrin
terhadap saluran pencernaan sehingga
beresiko untuk mengalami gastritis. Hal
ini diperuat dari penelitian Saroinsong,
dkk (2014) yang mengemukakan bahwa
efek stres pada saluran pencernaan
antara lain menurunkan saliva sehingga
mulut menjadi kering, menyebabkan
kontraksi yang tidak terkontrol pada
otot esophagus sehingga menyebabkan
sulit untuk menelan, peningkatan asam
lambung.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
Penelitian yang dilakukan oleh Rahma,
dkk (2013) bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara stres dengan
kejadian gastritis, di mana bahwa satu
lagi penyebab maag adalah stres,
Sistem persyarafan dari otak itu
berhubungan ke lambung. Jadi, jika
stres tanpa disadari juga memicu
terproduksi asam lambung secara
berlebihan. Asam lambung yang
berlebihan ini yang bisa mengakibatkan
munculnya rasa nyeri pada lambung.
Sedangkan menurut Hidayat, (2010)
mengatakan bahwa stres yang dialami
oleh seseorang dapat menimbulkan
reaksi yang ada pada tubuh. Reaksi
pada sistem pencernaan dapat
mengalami gangguan seperti lambung
terasa kembung, mual, pedih karena
peningkatan asam lambung (gastritis).
KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian
yaitu sebagian besar responden berusia
antara 20 tahun sampai 29 tahun yaitu
sebanyak 54 orang (77,1%), dengan
tingkat pendidikan menengah atas yaitu
SMA/SMK sebanyak 44 orang (62,9%)
dan bekerja sebagai buruh pabrik yaitu
sebanyak 31 orang (44,3%).
Mayoritas responden dengan stres
pada tingkat sedang yaitu sebanyak 28
orang (40,0%). Mayoritas responden
menderita gastritis yaitu sebanyak 39
orang (55,7%).
Ada hubungan antara stres dengan
kejadian gastritis ( 2 = 20,93) dan
secara statistik signifikan (p = 0,000 <
0,05), dimana semakin tinggi tingkat
stres maka semakin rentan terkena
gastritis.
SARAN
Tenaga kesehatan hendaknya
memberikan konseling kepada pasien
yang mengalami gastritis untuk dapat
mengurangi tingkat stresnya agar tidak
terjadi kekambuhan gastritis.
Pasien hendaknya menekan
terjadinya stres karena dapat
menyebabkan terjadinya gastritis, salah
satu upaya mengurangi stres adalah
dengan mengurangi jam kerja ataupun
menambah waktu istirahat.
DAFTAR PUSTAKA
Almasitoh, UH. (2011). Stres Kerja
Ditinjau dari Konflik Peran Ganda
dan Dukungan Sosial pada Perawat.
Psikoislamika : Jurnal Psikologi
Islam. Volume 8 No.1.
Aminullah. (2008). Usia Produktif
Rentan Stres. Diakses dari
http://www.republika.co.id.
Diakses tanggal 29 Juli 2015.
Anna, LK. (2013). Wanita Lebih Rentan
Stres Emosional. Diakses dari
http://health.kompas.com, tanggal
29 Juli 2015.
Angkow, J., dkk. (2014). Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan
Kejadian Gastrdi Wilayah Kerja
Puskesmas Bahu Kota Manado.
Manado : Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi
Manado.
Atmaja, F. (2011). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kekambuhan
Penyakit Gastritis di Puskesmas
Kebumen II. Gombong : STIKES
Muhammadiyah Gombong.
Chandrawinata, J. (2015). Tingkat
Pendidikan Pengaruhi Daya Tahan
Stres. Diakses
http://www.pelita.or.id, tanggal 29
Juli 2015.
Dewi, MP. (2009). Studi Meta Analisis
: Musik Untuk Menurunkan Stres.
Jurnal Psikologi. Vol 3 No. 2.
Gobel, SA. (2012). Gambaran Tingkat
Pengetahuan Masyarakat Tentang
Penyakit Gastritis (Maag) Di
Kelurahan Hunggaluwa Kecamatan
Limboto. Pharmacetical and
Science Journal. Vol 10 No.1.
Gunawati, dkk. (2006). Hubungan
Antara Efektivitas Komunikasi
Mahasiswa Dosen Pembimbing
Utama Skripsi dengan Stres dalam
Menyusun Skripsi Pada Mahasiswa
Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas
Diponegoro. Jurnal Psikologi
Universitas Diponegoro Vol.3 No.
2, Desember ; 93 - 115
Gustin, RK. (2011). Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian
Gastritis Pada Pasien Yang
Berobat Jalan di Puskesmas Gulai
Bancah Kota Bukit Tinggi Tahun
2011. Artikel Penelitian Universitas
Andalas.
Handayani, SD, dkk. (2012). Hubungan
Dukungan Keluarga dengan
Kekambuhan Pasien Gastritis di
Puskesmas Jatinangor. Student-
ejournal Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas
Padjajaran. Vol 1 No. 1.
Hartati, Sri, dkk, (2014). Hubungan
Pola Makan Dengan Resiko
Gastritis Pada Mahasiswa Yang
Menjalani Sistem KBK. JOM
PSIK. Vol. 1 No.2.
Hidayah. (2012). Kesalahan-kesalahan
Pola Makan Pemicu Seabrek
Penyakit Mematikan. Jogjakarta :
Buku Biru.
Hidayat. AA. (2007). Metode Penelitian
Keperawatan dan Tekhnik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika
__________. (2010). Metode Penelitian
Kesehatan Paradigma Kuantitatif.
Surabaya : Health Books
Publishing.
Indriana, Y, dkk (2010). Tingkat Stres
Lansia Di Panti Wredha “Pucang
Gading” Semarang. Jurnal
Psikologi Undip Vol. 8, No. 2.
Misnadiarly. (2009). Mengenal
Penyakit Organ Cerna : Gastritis
(Dyspepsia atau Maag). Jakarta :
Pustaka Populer OBDA.
Nasution, K dan Adi. NP. (2011). Stres
Okupasi, Masalah Kesehatan
Pekerja yang Terabaikan. Journal
Indonesian Medicine Association,
Vol 61 No. 12
Notoatmodjo, S. (2010), Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Nursalam. (2013). Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pendekatan Praktis : Jakarta :
Salemba Medika.
Pathmanathan, VV dan Husada, MS.
(2013). Gambaran Tingkat Stres
Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Semester Ganjil Tahun
Akedemik 2012/2013. e-journal
FK USU Vol. 1 No.1, 2013.
Prince, SA. (2005). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Rahma, M, dkk. (2013). Faktor Risiko
Kejadian Gastritis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kampili
Kabupaten Gowa. Makasar :
Bagian Epidemiologi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin Makassar
Rahma, N., dkk (2013). Hubungan
Antara Pola Makan Dan Stres
Dengan Kejadian Penyakit Gastritis
Di Rumah Sakit Umum
Massenrempulu Enrekang. Jurnal
STIKES Nani Hasanudin. Vol 1
No. 6
Rahmawati. (2011). Hubungan antara
Karakteristik Responden, Stres
Psikologis, Perilaku Makan dan
Minum dengan Kekambuhan
Penyakit Gastritis di Puskesmas
Kecamatan Lamongan Tahun 2010.
Surabaya : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga.
Saroinsong, M, dkk (2014). Hubungan
Stres Dengan Kejadian Gastritis
Pada Remaja Kelas XI IPA DI
SMA Negeri 9 Manado. Jurnal
Keperawatan. Vol 2 No. 2.
Saydam. (2011). Memahami Berbagai
Penyakit (Penyakit Pernapasan
dan Gangguan Pencernaan).
Bandung : Alfabeta.
Sinaga, D. (2013). Pengaruh Stress
Psikologis Terhadap Pasien
Psoriasis. Jurnal Ilmiah Widya.
Volume 1 Nomor 2
Suerni, T. (2012). Analisa Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Tingkat
Stres Perawat ICU di RSU di Jawa
Tengah. Tesis. Depok : Fakultas
Ilmu Keperawatan Program Studi
Magister Keperawatan Peminatan
Keperawatan Jiwa Universitas
Indonesia.
Sugiyono. (2010). Statistika Untuk
Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sulastri, S, dkk. (2012). Gambaran
Pola Makan Penderita Gastritis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampar
Kiri Hulu Kecamatan Kampar Kiri
Hulu Kabupaten Kampar Riau
Tahun 2012. Medan : Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
Yuliarti. (2009). Maag: Kenali, Hindari
dan Obati. Yogyakarta: C.V ANDI