Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK TERHADAP
KUALITAS HIDUP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
ALI HUSEIN
G 0008049
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Sinusitis Maksilaris Kronik terhadap Kualitas Hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Ali Husein, NIM: G0008049, Tahun: 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Senin, Tanggal 2 Januari 2012
Pembimbing Utama Nama : S. Hendradewi, dr., Sp.THT-KL, MSi.Med NIP : 19651121 201001 2 001 (.................................) Pembimbing Pendamping Nama : Andy Yok, drg., M. Kes. NIP : 19521120 198601 1 001 (….............................) Penguji Utama Nama : Imam Prabowo, dr., Sp.THT-KL NIP : 19700513 201001 1 002 (.................................) Anggota Penguji Nama : Endang Sutisna S., dr., M. Kes. NIP : 19560320 198312 1 002 (….............................)
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 02 Januari 2012
Ali Husein
G0008049
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK Ali Husein, G.0008049, 2012. Hubungan Sinusitis Maksilaris Kronik terhadap Kualitas Hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sinusitis maksilaris kronik terhadap kualitas hidup. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode observational analytic dengan pendekatan cross sectional. Subyek adalah pasien sinusitis maksilaris kronik dan kelompok kontrol. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Sampel yang diambil sebanyak 30 orang yang terdiri dari 15 pasien sinusitis maksiaris kronik dan 15 orang dari kelompok kontrol. Kualitas hidup terkait kesehatan diukur menggunakan kuesioner Medical Outcome Study SF-36 (SF-36). Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis menggunakan t test dengan taraf kepercayaan kurang dari 0.05. Hasil Penelitian: Skor kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien sinusitis maksilaris kronik lebih rendah daripada kelompok kontrol (rata-rata ± standar deviasi, 2406 ± 243.2 dengan 3148 ± 118.9, P = 0.000). Terdapat perbedaan yang bermakna antara rata-rata skor kualitas hidup terkait kesehatan pada dimensi fungsi fisik (69.6 ± 11.8 dengan 87.6 ± 4.5, P = 0.000), peranan fisik (31.3 ± 6.3 dengan 37.3 ± 4.5, P = 0.009), peranan emosi (236.6 ± 66.7 dengan 286.6 ± 35.1, P = 0.024), energi (272.0 ± 44.5 dengan 329.3 ± 31.0, P = 0.000), kesehatan jiwa (365.3 ± 48.6 dengan 421.3 ± 50.4, P = 0.004), fungsi sosial (103.3 ± 4.9 dengan 181.6 ± 11.4, P = 0.000), rasa nyeri (77.3 ± 3.7 dengan 179.3 ± 16.5, P = 0.000), dan kesehatan umum (326.6 ± 60.8 dengan 438.3 ± 22.8, P = 0.000). Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan sinusitis maksilaris kronik terhadap kualitas hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kata kunci: Kualitas Hidup Terkait Kesehatan, Sinusitis Maksilaris Kronik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT Ali Husein, G.0008049, 2012. The Relation between Chronic Maxillary Sinusitis and Health-Related Quality of Life (HRQoL) in Moewardi Local General Hospital Surakarta. Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Objective: This research was conducted to study the relation between chronic maxillary sinusitis and quality of life. Method: This research used observational analytic with cross sectional approach. The subject were the chronic maxillary sinusitis patients and the control group. The sample taken with sampling random purposive technique with the sums of the sample is 30 persons which consist of 15 chronic maxillary sinusitis patients and 15 persons from control group. HR-QOL was assessed using Medical Outcome Study SF-36. Data which is gained, is presented in the form of table and analyzed using t test on significance level lower than 0,05. Results: Health-related quality of life scores were significantly lower in the chronic maxillary sinusitis patients than in the control group (mean ± standard deviation, 2406 ± 243.2 vs 3148 ± 118.9, P = 0.000). Also, the chronic maxillary sinusitis patients scored significantly lower than the control group in HR-QOL domains physical function (69.6 ± 11.8 vs 87.6 ± 4.5, P = 0.000), physical role (31.3 ± 6.3 vs 37.3 ± 4.5, P = 0.009), emotional role (236.6 ± 66.7 vs 286.6 ± 35.1, P = 0.024), energy (272.0 ± 44.5 vs 329.3 ± 31.0, P = 0.000), mental health (365.3 ± 48.6 vs 421.3 ± 50.4, P = 0.004), social function (103.3 ± 4.9 vs 181.6 ± 11.4, P = 0.000), pain (77.3 ± 3.7 vs 179.3 ± 16.5, P = 0.000), and general health (326.6 ± 60.8 vs 438.3 ± 22.8, P = 0.000). Conclusions: There was relation between chronic maxillary sinusitis and quality of life. Key Words: HR-QoL (Health-Related Quality of Life), chronic maxillary
sinusitis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Segala puji bagi Allah, yang tidak ada sesembahan yang berhak disembahh selain Allah, dengan rahmat dan pertolonganNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Sinusitis Maksilaris Kronik terhadap Kualitas Hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnahnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kendala dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan dan bantuan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M. Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Sarwastuti Hendradewi, dr., Sp.THT-KL, M.Si Med., selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.
4. Andy Yok, drg., M. Kes., selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.
5. Imam Prabowo, dr., Sp.THT-KL, selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.
6. Endang Sutisna S., dr., M. Kes., selaku Anggota Penguji yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.
7. Seluruh staf bagian skripsi dan staf bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
8. Ibu Fatmah Saleh, Bapak Husein Anis yang sangat kusayangi. 9. Teman-teman semua yang selalu mendukung dan menyemangati. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Surakarta, 02 Januari 2012
Ali Husein
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 5
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 5
1. Sinus Maksilaris ........................................................................ 5
2. Sinusitis Paranasal .................................................................... 8
3. Sinusitis Maksilaris Kronik..................................................... 10
4. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan .......................................... 20
5. Hubungan Sinusitis Maksilaris Kronik dengan Skor Kualitas
Hidup....................................................................................... 23
6. Kuesioner SF-36 ..................................................................... 25
B. Kerangka Pemikiran...................................................................... 29
C. Hipotesis ....................................................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 31
A. Jenis Penelitian.............................................................................. 31
B. Lokasi Penelitian ........................................................................... 31
C. Subjek Penelitian .......................................................................... 31
D. Teknik Sampling ........................................................................... 31
E. Desain Penelitian .......................................................................... 33
F. Identifikasi Variabel Penelitian..................................................... 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... 34
H. Instrumentasi Penelitian ................................................................ 34
I. Cara Kerja Penelitian .................................................................... 35
J. Teknik Analisis Data..................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 37
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................. 42
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 47
A. Simpulan ............................................................................................. 47
B. Saran ................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pertanyaan yang Mewakili 8 Dimensi Kuesioner SF-36………… 26
Tabel 2. Skor Kuesioner SF-36……………………………………………. 27
Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian………………………………….. 37
Tabel 4. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Berdasarkan
Umur Subjek…………………………………..………………… 38
Tabel 5. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Berdasarkan
Jenis Kelamin Subjek Penelitian.................................................... 39
Tabel 6. Nilai p pada Skor 8 Domain dan Total Skor Kualitas Hidup Terkait
Kesehatan Subjek Penelitian…………………………………….. 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rata-Rata Skor 8 Domain Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Subjek
Penelitian (Skor Maksimal 100 pada Tiap Domain)........................ 39
Gambar 2. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Subjek
Penelitian.......................................................................................... 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Penelitian Subjek Sinusitis Maksilaris Kronik
Lampiran 2. Data Hasil Penelitian Subjek Kelompok Kontrol
Lampiran 3. Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4. Formulir Short Form–36 (SF-36)
Lampiran 5. Uji Homogenitas Sampel
Lampiran 6. Analisis Statistik Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan
Subjek Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sinusitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering dilaporkan
dalam praktik kedokteran. Oleh karena dibutuhkan biaya yang besar untuk
pengobatannya maka sinusitis termasuk penyakit yang membebani ekonomi
masyarakat. Prevalensi sinusitis meningkat setiap tahunnya, di Amerika
mencapai 14 %, sedangkan di Eropa sekitar 10 % sampai 30 %. Tahun 1996
diperkirakan sekitar 16 % dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat
menderita sinusitis. Dari jumlah tersebut, pemerintah Amerika Serikat
mengeluarkan uang untuk perawatan kesehatan sebesar 5,8 juta dollar
Amerika (Wald, 1990; Marret, 1998; Cauwenberge, 2000). Tahun 1995
dilaporkan oleh bagian rhinologi THT RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta,
bahwa dari penelitian yang dilakukan selama tiga bulan didapatkan pasien
baru sinusitis kronik sebanyak 54 pasien (2,8 % dari seluruh kunjungan di
poliklinik THT) (Damayanti, 1995). Pada tahun 1994 sampai 1995 dari
catatan medik poliklinik THT RSUP Dr. Kariadi Semarang diperoleh data 469
kunjungan kasus baru sinusitis maksilaris kronik (2,6 % dari seluruh
kunjungan di Poliklinik THT), di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sendiri,
kunjungan penderita sinusitis kronik pada bulan februari 1998 mencapai 38
orang (Suyitno, 1996; Alders 1998; Soetjipto, 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Sinus paranasal adalah rongga di dalam tulang tengkorak, yang
merupakan hasil pneumatisasi dari tulang-tulang tengkorak. Terdapat empat
sinus pada manusia yang semuanya bermuara ke rongga hidung dan
merupakan bagian dari sistem pernafasan. Sinusitis didefinisikan sebagai
inflamasi mukosa pada sinus paranasal. Sinusitis umumnya disertai atau
dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis. Etiologi sinusitis
adalah infeksi yang berasal dari hidung (sinusitis kausa rhinogen) atau infeksi
yang berasal dari gigi (sinusitis kausa odontogen). Kuman penyebabnya
meliputi bakteri, virus, dan jamur. Sinusitis kausa odontogen tidak bisa
dianggap remeh karena berdasarkan hasil penelitian Andrey pada tahun 2002
didapatkan jumlah penderita sinusitis maksilaris kronik kausa odontogen
sebesar 14 % sampai 24 % dari total semua kasus sinusitis yang ada. Sinusitis
dapat dikatakan kronik jika selama 12 minggu atau lebih terdapat gejala
sinusitis terus-menerus atau didapatkan 4 episode sinusitis akut yang
berlangsung selama satu tahun (Lopatin, 2002).
Sinus maksilaris dan ethmoidalis merupakan sinus yang paling sering
mengalami sinusitis, sedangkan untuk sinus frontalis dan sinus sphenoidalis
jarang ditemukan. Beberapa alasan yang menyebabkan sinus maksilaris sering
mengalami sinusitis di antaranya karena sinus maksilaris merupakan sinus
yang paling besar, letak ostium sinus maksilaris lebih tinggi dari dasarnya, dan
dasarnya adalah akar gigi sehingga infeksinya dapat berasal dari infeksi gigi
terutama gigi molar satu, molar dua dan premolar satu (Soetjipto dan
Mangunkusumo, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Sinusitis maksilaris kronik menyebabkan gangguan fisik yang cukup
serius sehingga memberikan dampak buruk terhadap kualitas hidup terkait
kesehatan. Hal ini dapat mengganggu fungsi normal sehari-hari dan
menyebabkan penurunan produktivitas. Sinusitis yang tidak diobati dapat
menjadi ancaman hidup (Vaid, 2007).
Kualitas hidup adalah konsep yang mencakup karakter fisik maupun
psikologis dalam konteks sosial. Dalam dunia kedokteran digunakan istilah
kualitas hidup terkait kesehatan. Seiring dengan kemajuan ilmu di bidang
kedokteran, penatalaksanaan penyakit dewasa ini mulai mempertimbangkan
aspek kualitas hidup pasien. Dengan demikian adanya penilaian kualitas hidup
terkait kesehatan disamping berguna untuk mengetahui dampak suatu penyakit
terhadap kehidupan pasien juga berguna untuk mengevaluasi efek terapi pada
pasien (Loonen, 2001; Richardson, 2001).
Dari uraian di atas terdapat kemungkinan sinusitis maksilaris kronik
dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan. Berdasarkan
penelusuran sumber pustaka yang dilakukan peneliti, belum ada yang meneliti
hubungan antara keduanya di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sehingga
peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan sinusitis maksilaris
kronik terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pasien di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara sinusitis maksilaris kronik terhadap
kualitas hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara sinusitis maksilaris kronik
terhadap kualitas hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis :
Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan untuk mengetahui apakah
sinusitis maksilaris kronik dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup
terkait kesehatan.
2. Aplikatif :
Sebagai bahan pertimbangan dalam penanganan kasus sinusitis
maksilaris kronik dengan memperhatikan aspek kualitas hidup terkait
kesehatan pada pasien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan pustaka
1. Sinus Maksilaris
a. Perkembangan sinus maksilaris
Sinus maksilaris adalah sinus yang pertama berkembang. Pada
waktu lahir sinus maksilaris hanya berupa celah kecil dengan ukuran
7x4x4 mm yang berisi cairan dan terletak di sebelah medial orbita.
Pertumbuhan sinus maksilaris berlangsung dalam dua fase sela
pertumbuhan, fase awal terjadi pada usia 0 sampai 3 tahun kemudian
dilanjutkan pertumbuhan lambat seiring dengan melambatnya
pertumbuhan otak. Fase akhir berlangsung pada usia 7 sampai 12
tahun. Selama fase akhir tersebut pneumatisasi menyebar lebih ke arah
inferior. Bentuk sempurna terjadi setelah gigi permanen erupsi.
Pneumatisasi ini dapat sangat meluas hingga akar gigi terlihat dengan
hanya dilapisi selapis tipis jaringan lunak di antara keduanya
(Anggraini, 2005).
b. Struktur anatomi sinus maksilaris
Sinus maksilaris merupakan lubang udara besar yang terletak
diantara cavum orbita dan cavum oris. Sinus maksilaris orang dewasa
berbentuk piramida dengan volume sekitar 15 ml (34x33x23 mm).
Dinding medial sinus maksilaris merupakan dinding lateral dari fossa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
nasalis. Dinding anterior sinus maksilaris merupakan dinding bagian
depan dari tulang maksila. Dinding posterior sinus maksilaris tidak
terlalu jelas, di sebelah posteriornya terdapat fossa pterygomaksilaris.
Atap sinus maksilaris dibentuk oleh dasar cavum orbita. Dasar sinus
maksilaris adalah prosesus alveolaris dan palatum yang keduanya juga
merupakan atap dari cavum oris. Dasar sinus maksilaris biasanya terus
berkembang ke inferior seiring dengan pneumatisasi sinus maksilaris.
Karena letaknya yang berdekatan dengan gigi maka infeksi yang
terdapat pada gigi dapat menyebabkan infeksi sinus maksilaris (Marret,
1998).
Darah teroksigenasi ke sinus maksilaris disuplai oleh cabang-
cabang arteri maksilaris yang merupakan cabang terminal dari arteri
karotis eksterna (Marret, 1998).
Sinus maksilaris diinervasi oleh cabang-cabang dari nervus
makslilaris, yang merupakan salah satu cabang nervus trigeminus
(Marret, 1998).
c. Gambaran histologi sinus maksilaris
Mukosa sinus maksilaris dilapisi epitel pseudostratified ciliated
columnar yang berkesinambungan dengan mukosa di rongga hidung,
bedanya epitel pada sinus ini lebih tipis dibandingkan epitel yang
terdapat pada hidung. Ada 4 tipe sel dasar yang terdapat pada sinus
maksilaris, yaitu epitel ciliated columnar, epitel non ciliated columnar,
sel basal dan sel goblet (Junquiera, 1997; Anggraini, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
d. Fungsi sinus maksilaris
Fungsi sinus telah menjadi topik beberapa penelitian.
Sayangnya, sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai
fungsi rongga udara ini. Untuk itu masih diperlukan penelitian
berkelanjutan agar dapat mengungkapkan bahwa fungsi yang
sebenarnya merupakan bagian yang lebih besar dari yang tampak
sekarang. Beberapa teori yang dikembangkan sebagai fungsi sinus
paranasal antara lain:
1) Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
2) Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
3) Membantu keseimbangan kepala
4) Membantu resonansi suara
5) Sebagai peredam perubahan tekanan udara
6) Membantu produksi mukus
7) Produksi NO (Nitrous Oxide)
(Muller dan Amedee, 1998; Anngraini, 2005).
e. Sistem mukosiliar
Sel-sel bersilia pada setiap sinus bergerak ke arah spesifik.
Karena banyak sinus yang berkembang dengan cara ke arah luar dan
inferior, mukosa bersilia kadang menggerakkan material melawan
gravitasi menuju muara sinus. Hal ini berarti mukus diproduksi
berdekatan dengan muara sinus. Ini adalah salah satu alasan bahwa
adanya ostia asesoris pada tempat selain ostium fisiologis tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
berpengaruh signifikan terhadap drainase sinus. Faktanya, mukus
mengalir dari ostia memasuki sinus kembali, melalui ostia baru dan
berputar melalui sinus lagi. Hilding adalah yang pertama
mendeskripsikan bahwa setiap aliran mukus sinus mengikuti pola
tertentu, dan hasil observasinya masih valid hingga sekarang. Peneliti
selanjutnya mendeskripsikan fenomena stagnasi yang terjadi ketika
dua permukaan bersilia berkontak (terutama pada kompleks
osteomeatal), maka hal ini dapat mengganggu klirens mukus dan dapat
mengakibatkan sinusitis (Hilger, 1997).
2. Sinusitis Paranasal
a. Definisi sinusitis paranasal
Sinusitis paranasal didefinisikan sebagai inflamasi mukosa
sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga
sering disebut rhinosinusitis. Penyebab utamanya adalah salesma
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat
diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitis yang terjadi pada beberapa sinus
paranasal disebut multisinusitis, sedangkan bila terjadi pada semua
sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinus maksilaris dan sinus
ethmoidalis merupakan sinus yang paling sering mengalami sinusitis,
sedangkan untuk sinus frontalis dan sinus sphenoidalis jarang
ditemukan. Beberapa alasan yang menyebabkan sinus maksilaris
sering mengalami sinusitis akan dijelaskan pada bagian selanjutnya
(Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
b. Klasifikasi sinusitis paranasal
Konsensus 2004 mengklasifikasikan sinusitis berdasarkan lama
perjalanan penyakitnya menjadi tiga, yaitu:
1) Sinusitis akut (dengan batas sampai empat minggu)
Keluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbat
disertai nyeri atau tertekan pada muka. Selain itu dapat dijumpai
ingus purulen yang seringkali turun ke tenggorokan (post nasal
drip). Gejala sistemik seperti demam dan lesu dapat juga menyertai
perjalanan penyakitnya (Brook, 2000).
2) Sinusitis sub akut (antara empat minggu sampai tiga bulan)
Sinusitis dengan penyebab rhinogenik yang umumnya
merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara
adekuat. Pada sinusitis tipe ini adanya faktor predisposisi harus
dicari dan diobati secara tuntas. Manifestasi klinis yang timbul
serupa dengan sinusitis akut tetapi tanda-tanda akutnya sudah reda
(Brook, 2000).
3) Sinusitis Kronik (lebih dari tiga bulan)
Sinusitis kronik dapat terjadi karena adanya polusi bahan
kimia, alergi maupun defisiensi imunologi sehingga menyebabkan
silia rusak dan akhirnya terjadi perubahan mukosa hidung. Hal
tersebut akan mempermudah terjadinya infeksi. Selain itu
pengobatan yang tidak adekuat juga dapat menyebabkan terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
infeksi kronik. Manifestasi klinis yang timbul berupa gejala
subjektif (Brook, 2000).
3. Sinusitis Maksilaris Kronik
a. Epidemiologi sinusitis maksilaris kronik
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam
praktek sehari-hari. Sinusitis menyerang satu dari tujuh orang dewasa
di Amerika Serikat, dengan lebih dari 30 juta individu yang
didiagnosis setiap tahunnya. Tahun 1996 diperkirakan sekitar 16 %
dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat menderita sinusitis.
Dari jumlah tersebut, pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan uang
untuk perawatan kesehatan sebesar 5,8 juta dollar Amerika. Angka
kejadiannya di Eropa sekitar 10 % sampai 30 % (Wald, 1990; Marret,
1998; Cauwenberge, 2000). Tahun 1995 dilaporkan oleh bagian
rhinologi THT RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, bahwa dari
penelitian yang dilakukan selama tiga bulan didapatkan pasien baru
sinusitis kronik sebanyak 54 pasien (2,8 % dari seluruh kunjungan di
poliklinik THT) (Damayanti, 1995). Pada tahun 1994 sampai 1995 dari
catatan medik poliklinik THT RSUP Dr. Kariadi Semarang diperoleh
data 469 kunjungan kasus baru sinusitis maksilaris kronik (2,6 % dari
seluruh kunjungan di Poliklinik THT), di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta sendiri, kunjungan penderita sinusitis kronik pada bulan
februari 1998 mencapai 38 orang (Suyitno, 1996; Alders 1998).
Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
rhinosinusitis. Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18
sampai 75 tahun dan kemudian anak-anak berusia 15 tahun. Sinusitis
jarang pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum
berkembang dengan baik pada usia tersebut (Soetjipto, 2000).
Sinusitis maksilaris paling sering terjadi daripada sinusitis
paranasal lainnya karena:
1) Sinus maksilaris memiliki ukuran paling besar di antara sinus
paranasal lainnya.
2) Posisi ostium sinus maksilaris lebih tinggi daripada dasarnya
sehingga aliran sekretnya hanya tergantung dari gerakan silia.
3) Letak ostium sinus maksilaris berada pada meatus nasi media di
sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
4) Letak dasar sinus maksilaris berbatasan langsung dengan dasar
akar gigi sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan infeksi sinus
maksilaris (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).
b. Etiologi sinusitis maksilaris kronik
Sinusitis dapat disebabkan oleh :
1) Infeksi yang berasal dari hidung (Sinusitis kausa rhinogen).
2) Infeksi yang berasal dari gigi (Sinusitis kausa odontogen).
Kuman penyebab dari keduanya meliputi:
1) Bakteri : Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza,
Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Neisseria,
Klebsiella, Basil gram (-), dan Pseudomonas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2) Virus : Rhinovirus, influenza virus, dan parainfluenza virus.
3) Bakteri anaerob: fusobakteria.
4) Jamur (Hilger, 1997; Brown dan Sobol, 2008).
c. Patofisiologi sinusitis maksilaris kronik
Sinusitis maksilaris kronik berbeda dengan sinusitis maksilaris
akut dalam berbagai aspek. Pada sinusitis maksilaris akut perubahan
patologik membran mukosa berupa infiltrat polimorfonuklear, kongesti
vaskular dan deskuamasi epitel permukaan, bersifat reversibel.
Sedangkan gambaran patologik sinusitis maksilaris kronik adalah
kompleks dan ireversibel. Sinusitis maksilaris kronik umumnya sukar
disembuhkan dengan medika mentosa saja. Untuk itu harus dicari
faktor penyebab dan faktor predisposisinya (Hilger, 1997; Soetjipto
dan Mangunkusumo, 2007).
Etiologi dan faktor predisposisi sinusitis maksilaris kronik
cukup beragam. Pada era pra-antibiotik, sinusitis maksilaris kronik
timbul akibat sinusitis maksilaris akut berulang dengan penyembuhan
yang tidak lengkap. Kegagalan mengobati sinusitis maksilaris akut
atau sinusitis maksilaris akut yang berulang akan menyebabkan
regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya
terjadi kegagalan mengeluarkan sekret sinus, dan oleh karena itu
terciptalah predisposisi infeksi kronik. Adanya infeksi akan
menyebabkan edema konka sehingga drainase sekret akan terganggu
dan menyebabkan silia rusak. Sumbatan drainase dapat pula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya perubahan struktur ostium
sinus karena lesi pada bagian dalam rongga hidung, hipertrofi adenoid,
tumor hidung dan nasofaring, dan septum deviasi. Akan tetapi faktor
predisposisi yang paling lazim adalah polip nasal yang timbul pada
rhinitis alergi. Polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat
total ostium sinus. Selain itu polusi bahan kimia dapat menyebabkan
silia rusak sehingga terjadi perubahan pada mukosa hidung. Gambaran
patologis yang terjadi adalah mukosa menebal membentuk lipatan-
lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan tampak mengalami
deskuamasi, regenerasi, metaplasia, atau epitel biasa dalam jumlah
yang bervariasi pada suatu irisan histologis yang sama. Pembentukan
mikroabses, dan jaringan granulasi bersama-sama dengan
pembentukan jaringan parut. Secara menyeluruh terdapat infiltrat sel
bundar dan polimorfonuklear dalam lapisan submukosa. Perubahan
pada mukosa hidung dapat juga disebabkan oleh alergi dan defisiensi
imunologik. Alergi dapat menyebabkan edema mukosa dan
hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat
ostium sinus dan mengganggu drainase, menyebabkan infeksi lebih
lanjut yang selanjutnya merusak epitel permukaan. Kejadian diatas
berperan dalam siklus dari peristiwa yang berulang (Hilger, 1997;
Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
d. Gejala sinusitis maksilaris kronik
1) Gejala subjektif
Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat,
terdiri dari :
a) Gejala hidung dan nasofaring berupa sekret dihidung dan sekret
pasca nasal (post nasal drip).
b) Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal ditenggorokan.
c) Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena
tersumbatnya tuba eustachius.
d) Adanya nyeri atau sakit kepala.
e) Gejala mata oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus
nasolakrimalis.
f) Gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat
komplikasi di paru, berupa bronkitis atau bronkiektasis atau
asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis.
g) Gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan
dapat menyebabkan gastroenteritis, ini sering terjadi pada anak.
Kadang gejala dapat sangat ringan dengan hanya terdapat
sekret di nasofaring yang mengganggu pasien. Sekret pasca nasal
yang terus menerus ini akan mengakibatkan batuk kronik.
Nyeri kepala pada sinusitis biasanya terasa pada pagi hari,
dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya
belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin karena pada malam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus,
serta adanya stasis vena (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).
2) Gejala objektif
Pada sinusitis kronis temuan pemeriksaan klinis tidak
seberat sinusitis akut. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan
sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior.
Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau
turun ke tenggorok (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).
Selain kedua golongan gejala di atas, menurut Saphiro dan
Rachelefsky, diagnosis sinusitis dapat ditegakkan dengan melihat
gejala klinis yang dikelompokkan menjadi kriteria mayor dan
kriteria minor.
a) Kriteria Mayor
(1) Discharge purulen, berwarna kuning keruh atau hijau.
(2) Discharge turun dari nasofaring ke dinding faring.
(3) Batuk kering atau basah sepanjang hari.
b) Kriteria Minor
(1) Sakit pada pipi, lokasi di bawah mata.
(2) Sakit kepala.
(3) Nafas bau.
(4) Sakit gigi.
(5) Badan panas.
(6) Sakit pada tenggorokan (Shapiro dan Rachelefsky, 1992).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
e. Diagnosis sinusitis maksilaris kronik
Diagnosis ditegakkan berdarsarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang (Evans, 1994; Hilger, 1997; Lanza et
al., 1997).
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior,
pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang
lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius
(pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus
superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid (Busquet dan
Hwang, 2006; Hariyati, 2006).
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT
Scan. Foto polos posisi waters, PA, dan lateral, umumnya hanya
mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan
frontal. Kelaianan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air
fluid level) atau penebalan. CT scan sinus merupakan gold standard
diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus,
adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan
perluasannya. CT scan diindikasikan untuk evaluasi sinusitis kronik
yang tidak membaik dengan terapi, evaluasi preoperative, dan jika ada
dugaan keganasan. Namum karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
operasi sinus (Busquet dan Hwang, 2006; Rosenfeld, dkk., 2007;
Kentjono WA, 2007).
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan
mengambil sekret dari meatus medius atau superior, untuk mendapat
antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang
keluar dari pungsi sinus maksila (Supomo dan Erick, 2005).
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial
sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bias
dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat
dilakukan irigasi sinus untuk terapi (Soetjipto dan Mangunkusumo,
2007).
f. Penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronik
Tujuan terapi sinusitis adalah:
1) Mempercepat penyembuhan.
2) Mencegah komplikasi.
3) Mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di kompleks
osteo meatal sehingga drenase dan ventilasi sinus pulih secara alami
(Evans, 1994; Busquet dan Hwang, 2006; Kentjono WA, 2007).
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada
sinusitis akut bakterial untuk menghilangkan infeksi dan
pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.
Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-
laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis
sepalosporin generasi kedua. Sedangkan untuk sinusitis kronik
diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan
anaerob. Lama pemberian antibiotik pada sinusitis sekitar 10-14 hari
meskipun gejala klinik sudah hilang.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan
jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal,
pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).
Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat kolinergiknya dapat
menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya
diberikan antihistamin generasi kedua. Irigasi sinus maksila atau
Proetzdis placement therapy juga merupakan terapi tambahan yang
dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien
menderita kelainan alergi yang berat.
Diatermi merupakan penggunaan arus listrik untuk pemanasan
jaringan dengan mengubah arus listrik menjadi arus elektromagnetik
gelombang pendek (Short Wave Diathermy) atau elektromagnetik
gelombang mikro (Micro Wave Diathermy). Secara teoritis, diatermi
pada sinusitis maksilaris akan membantu mempercepat proses
penyembuhan karena mempunyai efek memperbaiki sirkulasi darah,
menghilangkan nyeri, menghilangkan edema dan mempercepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
penyerapan eksudat, sehingga terapi antibiotik akan menjadi lebih
efektif. Diatermi umumnya dilakukan selama 10 hari (Fathma, 1994).
Tindakan operasi pada sinusitis adalah dengan bedah sinus
endoskopi fungsional (BSEF). BSEF merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Indikasinya berupa sinusitis
kronik yang tidak membaik setelah terapi yang adekuat, sinusitis
kronik yang disertai polip ekstensif, adanya komplikasi serta sinusitis
yang diakibatkan oleh jamur (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).
g. Komplikasi sinusitis maksilaris kronik
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak
ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada
sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah radang amandel, kelainan
pada orbita, penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum, edema palpebra, preseptal selulitis, selulitis orbita
tanpa abses, selulitis orbita dengan sub atau extraperiostel abses,
selulitis orbita dengan intraperiosteal abses, trombosis sinus
cavernosus, kelainan intrakranial, abses extradural, abses subdural,
abses intracerebral, meningitis, encephalitis, trombosis sinus
cavernosus atau sagital, kelainan pada tulang berupa osteitis,
osteomyelitis, kelainan pada paru berupa bronkitis kronik,
bronkhiektasis, otitis media, toxic shock syndrome, mucocele, dan
pyococele (Hilger, 1997).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
4. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan
Kualitas hidup seringkali diartikan sebagai komponen kebahagiaan
dan kepuasan terhadap kehidupan. Akan tetapi pengertian kualitas hidup
tersebut seringkali bermakna berbeda pada setiap orang karena terdapat
banyak sekali faktor yang mempengaruhinya seperti keuangan, keamanan,
atau kesehatan. Untuk itulah dalam bidang kesehatan digunakan sebuah
istilah kualitas hidup terkait kesehatan (Fayers dan Machin, 2007).
Dalam kesehatan masyarakat dan kedokteran, konsep yang
berhubungan dengan kualitas hidup terkait kesehatan mengacu pada orang
atau kelompok dengan kesehatan fisik dan mental yang dinamis dari waktu
ke waktu. Dokter sering melakukan penilaian kualitas hidup terkait
kesehatan untuk mengukur dampak penyakit kronis serta pengobatannya
pada kondisi psikologis serta integritas biologis pasien mereka untuk lebih
memahami bagaimana dampak suatu penyakit terhadap kualitas hidup
seseorang. Demikian pula, lembaga kesehatan masyarakat profesional,
menggunakan kualitas hidup terkait kesehatan untuk mengukur efek dari
berbagai gangguan, cacat jangka pendek dan jangka panjang serta penyakit
pada populasi yang berbeda. Pelacakan kualitas hidup terkait kesehatan di
populasi yang berbeda dapat mengidentifikasi kelompok dengan kesehatan
fisik atau mental untuk kemudian dapat membantu kebijakan panduan atau
intervensi untuk meningkatkan kesehatan (CDC, 2010; Fallowfield, 2009).
Kualitas hidup merupakan suatu pengertian multidimensional yang
sampai saat ini belum ada definisi yang secara universal diterima. Definisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
kualitas hidup diambil dari definisi sehat menurut WHO. Sehat adalah
keadaan baik atau sejahtera secara fisik, mental, sosial dan bukan semata-
mata terbebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan menurut Undang-
undang Kesehatan no. 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat baik secara
fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI, 2009).
Kualitas hidup terkait kesehatan berbeda dengan status fungsional.
Kualitas hidup terkait kesehatan mencakup evaluasi subyektif tentang
dampak dari penyakit beserta pengobatannya dalam hubungannya dengan
tujuan, nilai dan pengharapan yang hendak dicapai seseorang. Sedangkan
status fungsional memberikan suatu penilaian obyektif dari kemampuan
fisik dan emosional seseorang (De Haan, 1993).
Secara umum terdapat 5 bidang (domains) yang dipakai untuk
mengukur kualitas hidup terkait kesehatan berdasarkan kuesioner yang
dikembangkan oleh World Health Organization (WHO). Bidang tersebut
adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologis, keleluasaan aktivitas,
hubungan sosial dan lingkungan, sedangkan secara rinci bidang-bidang
yang termasuk kualitas hidup adalah sebagai berikut:
a. Kesehatan fisik (physical health): kesehatan umum, nyeri, energi dan
vitalitas, aktivitas seksual, tidur dan istirahat.
b. Kesehatan psikologis (psychological health): cara berpikir, belajar,
memori dan konsentrasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
c. Tingkat aktivitas (level of independence): mobilitas, aktivitas sehari-
hari, komunikasi, kemampuan kerja.
d. Hubungan sosial (sosial relationship): hubungan sosial, dukungan
sosial.
e. Lingkungan (environment): keamanan, lingkungan rumah, kepuasan
kerja.
Kualitas hidup pada dasarnya bersifat subyektif, multidimensional
dan dinamis. Subyektif karena pengukuranya yang terbaik adalah
dilakukan oleh penderita, berarti berasal dari sudut pandang penderita.
Bersifat multidimensional karena kualitas mencakupi berbagai aspek
kehidupan penderita seccara fisik, kemampuan fungsional, keadaan emosi
dan sosial. Bersifat dinamis, hal ini disebabkan sering terjadinya
perubahan dalam perjalanan waktu dan situasi (Eiser, 1997; Kaplan,
2002).
Pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan dapat menggunakan
kuesioner yang berisikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup.
Menurut Harmaini (2006), terdapat tiga macam alat pengukur, yaitu:
a. Alat ukur generik
Merupakan alat ukur yang dapat digunakan untuk berbagai
macam penyakit maupun usia. Keuntungan alat ukur ini lebih luas
penggunaannya, tetapi kelemahannya tidak mencakup hal-hal khusus
pada penyakit tertentu. Contoh alat ukur ini adalah SF-36.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
b. Alat ukur spesifik
Merupakan alat ukur yang spesifik untuk penyakit-penyakit
tertentu, biasanya berisikan pertanyaan-pertanyaan khusus yang sering
terjadi pada penyakit yang dimaksud. Keuntungan alat ukur ini dapat
mendeteksi lebih tepat keluhan atau hal khusus yang berperan dalam
suatu penyakit tertentu. Kelemahan alat ukur ini tidak dapat digunakan
pada penyakit lain dan biasanya pertanyaannya lebih sulit dimengerti.
Contoh alat ukur ini adalah Kidney Disease Quality of Life – Short
Form (KDQOL-SF).
c. Alat ukur utility
Merupakan pengembangan suatu alat ukur, biasanya generik.
Pengembangannya dari penilaian kualitas hidup menjadi parameter
lainnya sehingga mempunyai manfaat yang berbeda. Contoh alat ukur
ini adalah EQ-5D (European Quality of Life – 5 Dimensions) yang
dikonversi menjadi Time Trade-Off (TTO) yang berguna dalam bidang
ekonomi, yaitu dapat digunakan menganalisa biaya kesehatan dan
perencanaan keuangan kesehatan negara.
5. Hubungan Sinusitis Maksilaris Kronik dengan Skor Kualitas Hidup
Sinusitis maksilaris kronik masih merupakan tantangan dan
masalah dalam praktik kedokteran, baik dikalangan dokter umum maupun
spesialis. Hal ini mengingat anatomi, etiologi serta penanganannya yang
bersifat kompleks. Sinusitis maksilaris kronik mempunyai pengaruh
penting pada kualitas hidup terkait kesehatan penderitanya. Sinusitis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
maksilaris kronik secara nyata menyebabkan gangguan fisik yang cukup
serius sehingga dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup terkait
kesehatan. Hal tersebut terjadi dikarenakan beberapa gejala lokal yang
ditimbulkan oleh penyakit ini seperti sakit kepala, sumbatan pada hidung
yang mengakibatkan gangguan peciuman, kesulitan tidur serta kelemahan
badan secara umum. Sinusitis maksilaris kronik akan mengakibatkan
penurunan produktifitas dan kehilangan hari kerja yang cukup signifikan
yaitu sekitar 3% hari kerja penduduk produktif atau 73 juta hari kerja. Jika
terjadi pada anak yang sedang dalam masa sekolah maka selain
menyebabkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan juga akan
menurunkan kemampuan belajar anak tersebut. Bahkan disebutkan bahwa
sinusitis yang tidak diobati dapat menjadi ancaman yang cukup serius bagi
penderitanya (Harowi dan Vaid, 2007).
Seiring dengan kemajuan ilmu di dunia kedokteran, dewasa ini
penilaian penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronik menyangkut kualitas
hidup terkait kesehatan menjadi sangat penting. Pengukuran kualitas hidup
terkait kesehatan terhadap sinusitis maksilaris kronik terus dikembangkan,
ditandai banyak alat ukur yang telah divalidasi, antara lain kuisioner
kualitas hidup rinokonjungtivitis, rinosinusitis outcome measure,
sinonasal outcome test 20 (SNOT-20), chronic rinosinusitis survey (CRS)
dan rinosinusitis disability index (RSDI) (Harowi, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
6. Kuesioner SF-36
Kuesioner SF-36 ini terdiri atas 36 pertanyaan yang mewakili 8
dimensi yaitu fungsi fisik (10 pertanyaan), peranan fisik (4 pertanyaan),
rasa nyeri (2 pertanyaan), kesehatan umum (5 pertanyaan), fungsi sosial (2
pertanyaan), energi (4 pertanyaan), peranan emosi (3 pertanyaan), dan
kesehatan jiwa (5 pertanyaan) (Ware et al., 1993). Delapan dimensi
tersebut dapat dikumpulkan menjadi dua komponen besar yaitu komponen
fisik dan komponen mental (Ware et al., 1994). Skor SF-36 berkisar antara
0-100, dimana semakin tinggi skor menunjukkan semakin baiknya kualitas
hidup terkait kesehatan pasien (Krančiukaitė dan Rastenytė, 2006).
Penghitungan hasil skor kualitas hidup terkait kesehatan dengan
kuesioner SF-36 menggunakan daftar nilai seperti yang tersebut dalam
tabel di bawah ini. Untuk skor akhir, dilakukan perhitungan rata-rata pada
masing-masing pertanyaan yang menunjukkan dimensi yang diwakilinya
seperti pada tabel di bawah sehingga hasil akhirnya akan menunjukkan
skor masing-masing dimensi yaitu skor dimensi fungsi fisik, peranan
fisik, rasa nyeri, kesehatan umum, fungsi sosial, energi, peranan emosi,
dan kesehatan jiwa (RAND, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Rincian pertanyaan yang mewakili 8 dimensi kuesioner SF-36
beserta rincian nilainya dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Pertanyaan yang Mewakili 8 Dimensi Kuesioner SF-36 (RAND, 2009)
Skala Jumlah item No pertanyaan
Fungsi fisik 10 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12
Peranan fisik 4 13, 14, 15, 16
Peranan emosi 3 17, 18, 19
Energi 4 23, 27, 29, 31
Kesehatan jiwa 5 24, 25, 26, 28, 30
Fungsi sosial 2 20, 32
Rasa nyeri 2 21, 22
Kesehatan umum 5 1, 33, 34, 35, 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Tabel 2. Skor Kuesioner SF-36 (RAND, 2009)
No pertanyaan No respon Skor
1, 2, 20, 22, 34, 36 1 100
2 75
3 50
4 25
5 0
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 1 0
2 50
3 100
13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 1 0
2 100
21, 23, 26, 27, 30 1 100
2 80
3 60
4 40
5 20
6 0
24, 25, 28, 29, 31 1 0
2 20
3 40
4 60
5 80
6 100
32, 33, 35 1 0
2 25
3 50
4 75
5 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Dalam penelitian ini digunakan alat ukur generik yaitu SF-36
(Harmaini, 2006) karena kuesioner ini merupakan instrumen generik
(dapat dipergunakan untuk bermacam penyakit maupun usia) yang telah
dipergunakan secara luas untuk mengukur kualitas hidup terkait kesehatan.
Validitasnya telah dibuktikan pada populasi umum dan beberapa grup
pasien yang bervariasi (de Haan, 2002). Kuesioner SF-36 ini juga telah
digunakan secara luas di Indonesia untuk mengukur kualitas hidup terkait
kesehatan (Harmaini, 2006). Kuesioner SF-36 ini dapat digunakan oleh
subjek wanita maupun pria. Subjek yang dapat menggunakan kuesioner ini
harus berusia di atas 14 tahun (AHOC, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
B. Kerangka Pemikiran
Infeksi kronik
Persepsi terhadap kualitas hidup berubah
Obstruksi osteomeatal kompleks
Faktor etiologi: 1. Status infeksi
(hidung atau gigi)
2. Status alergi 3. Usia 4. Riwayat operasi
hidung/sinus dan lama pemakaian steroid
5. Status penyakit sistemik
Faktor Predisposisi: 1. Obstruksi
mekanik 2. Faktor
lingkungan (iritan, polutan)
3. Status gizi 4. Status imun
1. Patensi ostium 2. Jumlah silia
yang berfungsi 3. Kualitas sekret
Sinusitis maksilari kronik
Faktor Pemberat: a. Usia b. Penyakit sistemik c. Penyakit
degeneratif d. Tingkat sosial
ekonomi e. Lamanya
menderita sinusitis
f. Terapi yang telah didapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
C. Hipotesis
Terdapat hubungan antara sinusitis maksilaris kronik terhadap kualitas
hidup terkait kesehatan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Rancangan ini dipilih karena variabel bebas
(sinusitis maksilaris kronik) dan variabel terikat (skor kualitas hidup terkait
kesehatan) pada penelitian ini diobservasi sekali dan pada waktu yang sama.
B. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Poliklinik THT RSUD dr. Moewardi Surakarta.
C. Subyek Penelitian
Subjek penelitian adalah pasien sinusitis maksilaris kronik yang
berobat di Poliklinik THT RSUD dr. Moewardi Surakarta.
D. Teknik Sampling
Sampel diambil dengan teknik purposive sampling berdasarkan ciri-
ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi
(Taufiqurrahman, 2004).
1. Kriteria inklusi pengambilan sampel untuk penelitian ini adalah:
a. Pasien sinusitis maksilaris kronik dengan usia 40 sampai 60 tahun,
laki-laki maupun perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
b. Memenuhi kriteria diagnosis sinusitis maksilaris kronik berdasarkan
kriteria mayor dan minor dari Saphiro dan Rachelefsky.
c. Bersedia menjadi sampel dan diikutkan dalam penelitian ini.
2. Kriteria eksklusi pengambilan sampel pada penelitian ini adalah:
a. Penderita mempunyai penyakit kronik selain sinusitis maksilaris,
seperti tonsilitis kronik.
b. Penderita dengan penyakit sistemik yang berat, antara lain diabetes
mellitus dan hipertensi yang tidak terkontrol.
Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan patokan
umum Rule of Thumb, yaitu digunakan ukuran sampel sebanyak 30 pasien
setelah dilakukan restriksi dengan kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya
30 sampel tersebut akan dibagi menurut jumlah kelompok perlakuan.
Sehingga masing-masing kelompok terdiri atas 15 sampel (Murti, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
E. Desain Penelitian
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Sinusitis maksilaris kronik
2. Variabel terikat : Skor kualitas hidup terkait kesehatan
3. Variabel luar :
a. Variabel terkendali : Usia pasien.
Penyakit sistemik berat yang diderita pasien.
b. Variabel tak terkendali : Tingkat sosial ekonomi.
Lamanya menderita sinusitis.
Jenis kelamin pasien.
sinusitis maksilaris kronik +
Analisis data
Kualitas Hidup + Kualitas Hidup -
sinusitis maksilaris kronik -
Kualitas Hidup + Kualitas Hidup -
Populasi
Sampel
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Sinusitis maksilaris kronik adalah radang mukosa sinus maksilaris
yang terjadi selama 12 minggu atau lebih atau didapatkan empat episode
sinusitis akut dalam kurun waktu satu tahun dengan dua gejala mayor atau
lebih atau satu gejala mayor disertai dua gejala minor atau lebih yang
beracuan pada kriteria diagnosis sinusitis maksilaris kronik menurut
Saphiro dan Rachelefsky. Skala pengukurannya nominal.
2. Variabel terikat (Skor kualitas hidup terkait kesehatan)
Skor kualitas hidup terkait kesehatan diartikan sebagai komponen
kebahagiaan dan kepuasan terhadap kehidupan yang mencakup dimensi
fisik, fungsional, psikologis, dan sosial (Fayers and Machin, 2007; de
Haan et al., 1993). Variabel ini diukur menggunakan kuesioner Medical
Outcome Study SF-36 yang telah divalidasi (Harmaini, 2006). Skala
pegukurannya interval.
H. Instrumentasi Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Surat pernyataan persetujuan untuk mengikuti penelitian.
2. Kuesioner Medical Outcome Study SF-36 (Harmaini, 2006).
3. Status pasien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
I. Cara Kerja Penelitian
Setelah data terkumpul baik dari hasil pengisian kuesioner maupun
dari status pasien, data dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu pasien dengan
serangan sinusitis maksilaris kronik dan kelompok kontrol.
Data yang terkumpul kemudian diolah untuk mendapatkan informasi
sebagai berikut:
1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin.
2. Distribusi sampel berdasarkan umur.
3. Perbandingan skor kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien sinusitis
maksilaris kronik dengan kelompok kontrol.
J. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data uji t tidak
berpasangan. Menurut Dahlan (2008) uji ini digunakan karena:
1. Hipotesisnya merupakan hipotesis komparatif.
2. Skala variabelnya numerik.
3. Terdiri dari dua kelompok sampel yang tidak berpasangan.
Menurut Dahlan (2008) uji ini dapat digunakan jika syarat-syaratnya
terpenuhi yaitu:
1. Sebaran datanya harus normal.
2. Varian datanya bisa sama atau tidak.
Jika syarat-syarat tersebut tidak dapat dipenuhi maka akan digunakan
uji alternatifnya (non parametrik) yaitu uji Mann Whitney (Dahlan, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Teknik analisis uji t akan dihitung dengan menggunakan SPSS 14.0 for
Windows dengan batas kemaknaan 5 % (p < 0,05).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian telah dilakukan di Poliklinik THT RSUD dr. Moewardi
Surakarta pada tanggal 15 Juli sampai dengan 5 Agustus 2011. Subjek penelitian
sebanyak 30 orang dengan perincian 15 orang subjek merupakan pasien sinusitis
maksilaris kronik dan 15 orang dari kelompok kontrol. Penentuan subjek
menggunakan cara purposive sampling dengan karakteristik disajikan sebagai
berikut:
Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik Subyek
Pasien Sinusitis
Maksilaris Kronik
Kelompok Kontrol
Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
8
7
8
7
Pendidikan
1. SMP/SMA sederajat
2. S I sederajat
3. S II sederajat
11
4
-
9
4
2
Rata-rata usia (min, maks)
dalam tahun
50 (40 – 60) 50 (41 – 60)
Seperti tercantum dalam tabel 3, karakteristik subjek penelitian
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan serta usia. Untuk
mengetahui homogenitas subjek penelitian, dilakukan analisis statistik dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
mencari perbedaan rata-rata dalam tiap karakteristik. Pada kelompok karakteristik
usia, distribusi datanya normal sehingga digunakan uji t. Sedangkan pada
kelompok karakteristik jenis kelamin dan tingkat pendidikan, distribusi datanya
tidak normal sehingga diuji dengan Mann-Whitney test. Hasil analisa statistik
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada tiap karakteristik subjek
penelitian, sehingga subjek penelitian ini homogen.
Tabel 4. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan
Berdasarkan Umur Subjek
Umur Subyek
Rata-Rata Total Skor
Pasien Sinusitis
Maksilaris Kronik Kelompok Kontrol
40-45 2673 3213
46-50 2445 3232
51-55 2296 3105
56-60 2125 3005
Tabel 4 menunjukkan rata-rata total skor kualitas hidup terkait kesehatan
berdasarkan usia subjek. Pada tabel di atas didapatkan bahwa usia yang semakin
meningkat menunjukkan rata-rata total skor kualitas hidup terkait kesehatan yang
semakin menurun pada kelompok subjek pasien sinusitis maksilaris kronik. Akan
tetapi pada kelompok kontrol didapati rata-rata total skor kualitas hidup terkait
kesehatan paling tinggi justru pada kelompok usia 46 – 50 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tabel 5. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan
Berdasarkan Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Jenis Kelamin
Rata-Rata Total Skor
Pasien Sinusitis
Maksilaris Kronik Kelompok Kontrol
Laki-laki 2376 3104
Perempuan 2440 3198
Tabel 5 menunjukkan rata-rata total skor kualitas hidup terkait kesehatan
berdasarkan jenis kelamin. Pada kedua kelompok subjek didapatkan hasil rata-rata
skor kualitas hidup terkait kesehatan perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-
laki.
Analisis statistik deskriptif dilakukan terhadap data-data yang terkumpul
untuk mendapatkan rata-rata skor total maupun rata-rata skor tiap dimensi kualitas
hidup terkait kesehatan sehingga didapatkan data-data sebagai berikut:
Gambar 1. Rata-Rata Skor 8 Domain Kualitas Hidup Terkait Kesehatan
Subjek Penelitian (Skor Maksimal 100 pada Tiap Domain)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Gambar 2. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Subjek
Penelitian
Kemudian dilakukan analisis statistik terhadap data-data yang terkumpul.
Uji normalitas data menggunakan Saphiro-Wilk didapatkan skor pada dimensi
fungsi fisik, energi, kesehatan jiwa, dan total skor terdistribusi normal sehingga
menggunakan uji parametrik t test. Sedangkan pada skor dimensi peranan fisik,
peranan emosi, fungsi sosial, rasa nyeri, dan kesehatan umum distribusi datanya
tidak normal sehingga menggunakan uji alternatif non parametrik Mann Whitney.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Dari hasil uji statistik tersebut didapatkan nilai p sebagai berikut:
Tabel 6. Nilai p pada Skor 8 Domain dan Total Skor Kualitas Hidup Terkait
Kesehatan Subjek Penelitian
Dimensi kualitas hidup P
Fungsi Fisik 0.000*
Peranan Fisik 0.009**
Peranan Emosi 0.024**
Energi 0.000*
Kesehatan Jiwa 0.004*
Fungsi Sosial 0.000**
Rasa Nyeri 0.000**
Kesehatan Umum 0.000**
Total Skor 0.000*
* : t test (jika distribusi data normal)
** : Mann-Whitney Test (jika distribusi data tidak normal)
Dari nilai p pada tabel 6 di atas didapatkan perbedaan yang bermakna
antara rata-rata skor kualitas hidup terkait kesehatan pada kelompok pasien
sinusitis maksilaris kronik dengan kelompok kontrol pada total skor dan
keseluruhan dimensi yang meliputi fungsi fisik, peranan fisik, peranan emosi,
energi, kesehatan jiwa, fungsi sosial, rasa nyeri, dan kesehatan umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di
Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi Surakarta, kemudian dilakukan perhitungan
statistik, serta dari penelitian terdahulu maka penelitian ini dapat dibahas sebagai
berikut:
Pada tabel 3 berisi karakteristik subjek penelitian, usia subjek dibatasi
antara 40 tahun sampai dengan 60 tahun karena skor kualitas hidup terkait
kesehatan berhubungan erat dengan usia subjek pada kedua kelompok sampel.
Adanya perbedaan jumlah subjek laki-laki dan perempuan dalam penelitian tidak
dapat membuktikan apakah jenis kelamin berpengaruh terhadap kejadian sinusitis
maksilaris kronik. Hal ini dikarenakan penelitian ini menerapkan kriteria inklusi
dan ekslusi dalam pengambilan sampel subjek penelitian, sehingga tidak
mengikutsertakan semua subjek yang ditemui dalam jangka waktu penelitian.
Tabel 4 menunjukkan rata-rata skor kualitas hidup terkait kesehatan
berdasarkan umur subjek penelitian. Adanya variasi rata-rata skor dapat
membuktikan bahwa umur subjek mempengaruhi skor kualitas hidup terkait
kesehatan pada kedua kelompok sampel. Secara umum, Netuveli dan Blane
(2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penurunan
skor kualitas hidup terkait kesehatan dengan pertambahan usia. Hal ini terjadi oleh
karena terdapat penurunan fungsi dari organ-organ vital tubuh. Disebutkan bahwa
komponen fisik merupakan komponen yang menurun paling signfikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
dibandingkan komponen-komponen lainnya. Akan tetapi data-data dalam
penelitian ini tidak memungkinkan untuk dapat diambil kesimpulan mengenai
pengaruh umur terhadap skor kualitas hidup terkait kesehatan karena penelitian ini
tidak dirancang untuk mencari hubungan antara keduanya.
Tabel 5 menunjukkan rata-rata total skor kualitas hidup terkait kesehatan
berdasarkan jenis kelamin. Pada kedua kelompok subjek, baik kelompok pasien
sinusitis maksilaris kronik maupun kelompok kontrol didapatkan hasil rata-rata
skor kualitas hidup terkait kesehatan lebih tinggi pada subjek perempuan
dibandingkan subyek laki-laki. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak dapat
menyimpulkan hubungan jenis kelamin dengan rata-rata skor kualitas hidup
terkait kesehatan karena desain penelitian yang tidak sesuai.
Gambar 1 dan 2 serta tabel 6 menunjukkan perbandingan total skor
kualitas hidup terkait kesehatan. Pada kelompok pasien sinusitis maksilaris kronik
didapatkan total skor yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan
kelompok kontrol, hal ini ditunjukkan pada semua dimensi yaitu dimensi fungsi
fisik, peranan fisik, peranan emosi, energi, kesehatan jiwa, fungsi sosial, rasa
nyeri, dan kesehatan umum. Namun terdapat beberapa dimensi dengan perbedaan
rata-rata skor antara kedua kelompok subjek yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang lain yaitu dimensi fungsi sosial, rasa nyeri dan kesehatan umum.
Komponen fisik diwakili oleh dimensi fungsi fisik, peranan fisik, rasa
nyeri, dan kesehatan umum dalam pengukuran dengan skor kualitas hidup terkait
kesehatan menggunakan SF-36 (Ware et al., 1994). Dalam sebuah penelitian
dengan menggunakan kuesioner SNOT-20 menyebutkan bahwa dimensi rasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
nyeri dan kesehatan umum dalam kualitas hidup terkait kesehatan merupakan
dimensi yang paling berpengaruh pada pasien sinusitis maksilaris kronik. Skor
rasa nyeri dan kesehatan umum yang rendah menggambarkan bahwa subjek
merasakan nyeri yang cukup bermakna sehingga hal ini mempengaruhi
kesehatannya secara umum. Di samping itu terdapat pengaruh buruk lainnya,
seperti pembatasan terhadap peranan maupun fungsi fisik. Adanya kecenderungan
tersebut mengindikasikan pentingnya menentukan prognosis serta rencana terapi
yang tepat terhadap pasien sinusitis maksilaris kronik dengan melibatkan penilain
mengenai kualitas hidup terkait kesehatan untuk mendapatkan hasil terapi yang
diinginkan (Vaid, 2007).
Komponen mental dalam kualitas hidup terkait kesehatan diwakili oleh
dimensi energi, fungsi sosial, peranan emosi, dan kesehatan jiwa (Ware et al.,
1994). Berdasarkan data-data yang diperoleh, keempat dimensi tersebut memiliki
perbedaan skor yang bermakna pada kedua kelompok subjek. Hal ini
dimungkinkan karena komponen mental pada pasien sinusitis maksilaris kronik
lebih dipengaruhi oleh faktor penyakit sinusitisnya. Dalam penelitian Lakshmi et
al. (2007) disebutkan bahwa beberapa komponen kualitas hidup terkait kesehatan
pada pasien sinusitis maksilaris kronik yang mengalami penurunan adalah
komponen mental dan emosional. Salah satu yang menyebabkan hal tersebut
adalah pola tidur dari pasien yang menurun, selain pengaruh dari rasa nyeri yang
tidak dapat dikesampingkan. Menurunnya pola tidur tentu dapat berimbas pada
penurunan energi serta fungsi sosial sehari-hari. Adanya hal tersebut juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
menyebabkan pasien sinusitis maksilaris kronik sering mengalami respon emosi
yang berlebihan (Vaid, 2007).
Namun demikian penelitian ini memiliki beberapa kelemahan dalam
generalisasi hasil penelitian. Hal tersebut di antaranya:
A. Tidak semua faktor yang mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan
dieksklusikan, di antaranya:
1. Faktor penyakit penyerta yang mempengaruhi kualitas hidup terkait
kesehatan
Sinusitis maksilaris kronik yang diikuti oleh polip memiliki
prognosis yang lebih buruk serta penurunan yang lebih pada kualitas hidup
terkait kesehatannya (Vaid, 2007).
2. Terapi rehabilitasi pada subyek penelitian
Pada penelitian ini tidak dibedakan apakah subyek sudah
mendapatkan terapi baik farmakologis maupun pembedahan atau belum.
Padahal kedua terapi tersebut merupakan salah satu faktor yang juga
berpengaruh terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien sinusitis
maksilaris kronik.
B. Penggunaan kuesioner SF-36
SF-36 merupakan kuesioner yang bersifat generik, sehingga
dimungkinkan tidak dapat menggambarkan akibat sesungguhnya dari sinusitis
maksilaris kronik terhadap kualitas hidup terkait kesehatan.
SF-36 kurang dapat menggambarkan beberapa dimensi lain yang ikut
menurun pada penyakit sinusitis maksilaris kronik dikarenakan terlalu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
terbatasnya dimensi yang diukur maupun perincian pertanyaan untuk masing-
masing dimensi itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
sinusitis maksilaris kronik terhadap kualitas hidup.
B. Saran
1. Pemanfaatan penialian kualitas hidup perlu dipertimbangkan dalam
kasus sinusitis maksilaris kronik.
2. Dilakukan penelitian serupa dengan mengeksklusikan variabel-variabel
lain yang juga mempengaruhi skor kualitas hidup terkait kesehatan
pada pasien sinusitis maksilaris kronik.
3. Dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan alat ukur yang lebih
spesifik untuk pasien sinusitis maksilaris kronik.