60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK TERHADAP KUALITAS HIDUP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ALI HUSEIN G 0008049 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta

HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK TERHADAP

KUALITAS HIDUP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

ALI HUSEIN

G 0008049

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

Page 2: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2011

Page 3: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 4: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Sinusitis Maksilaris Kronik terhadap Kualitas Hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Ali Husein, NIM: G0008049, Tahun: 2012

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Senin, Tanggal 2 Januari 2012

Pembimbing Utama Nama : S. Hendradewi, dr., Sp.THT-KL, MSi.Med NIP : 19651121 201001 2 001 (.................................) Pembimbing Pendamping Nama : Andy Yok, drg., M. Kes. NIP : 19521120 198601 1 001 (….............................) Penguji Utama Nama : Imam Prabowo, dr., Sp.THT-KL NIP : 19700513 201001 1 002 (.................................) Anggota Penguji Nama : Endang Sutisna S., dr., M. Kes. NIP : 19560320 198312 1 002 (….............................)

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002

Page 5: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan

sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 02 Januari 2012

Ali Husein

G0008049

Page 6: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

ABSTRAK Ali Husein, G.0008049, 2012. Hubungan Sinusitis Maksilaris Kronik terhadap Kualitas Hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sinusitis maksilaris kronik terhadap kualitas hidup. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode observational analytic dengan pendekatan cross sectional. Subyek adalah pasien sinusitis maksilaris kronik dan kelompok kontrol. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Sampel yang diambil sebanyak 30 orang yang terdiri dari 15 pasien sinusitis maksiaris kronik dan 15 orang dari kelompok kontrol. Kualitas hidup terkait kesehatan diukur menggunakan kuesioner Medical Outcome Study SF-36 (SF-36). Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis menggunakan t test dengan taraf kepercayaan kurang dari 0.05. Hasil Penelitian: Skor kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien sinusitis maksilaris kronik lebih rendah daripada kelompok kontrol (rata-rata ± standar deviasi, 2406 ± 243.2 dengan 3148 ± 118.9, P = 0.000). Terdapat perbedaan yang bermakna antara rata-rata skor kualitas hidup terkait kesehatan pada dimensi fungsi fisik (69.6 ± 11.8 dengan 87.6 ± 4.5, P = 0.000), peranan fisik (31.3 ± 6.3 dengan 37.3 ± 4.5, P = 0.009), peranan emosi (236.6 ± 66.7 dengan 286.6 ± 35.1, P = 0.024), energi (272.0 ± 44.5 dengan 329.3 ± 31.0, P = 0.000), kesehatan jiwa (365.3 ± 48.6 dengan 421.3 ± 50.4, P = 0.004), fungsi sosial (103.3 ± 4.9 dengan 181.6 ± 11.4, P = 0.000), rasa nyeri (77.3 ± 3.7 dengan 179.3 ± 16.5, P = 0.000), dan kesehatan umum (326.6 ± 60.8 dengan 438.3 ± 22.8, P = 0.000). Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan sinusitis maksilaris kronik terhadap kualitas hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kata kunci: Kualitas Hidup Terkait Kesehatan, Sinusitis Maksilaris Kronik.

Page 7: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRACT Ali Husein, G.0008049, 2012. The Relation between Chronic Maxillary Sinusitis and Health-Related Quality of Life (HRQoL) in Moewardi Local General Hospital Surakarta. Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Objective: This research was conducted to study the relation between chronic maxillary sinusitis and quality of life. Method: This research used observational analytic with cross sectional approach. The subject were the chronic maxillary sinusitis patients and the control group. The sample taken with sampling random purposive technique with the sums of the sample is 30 persons which consist of 15 chronic maxillary sinusitis patients and 15 persons from control group. HR-QOL was assessed using Medical Outcome Study SF-36. Data which is gained, is presented in the form of table and analyzed using t test on significance level lower than 0,05. Results: Health-related quality of life scores were significantly lower in the chronic maxillary sinusitis patients than in the control group (mean ± standard deviation, 2406 ± 243.2 vs 3148 ± 118.9, P = 0.000). Also, the chronic maxillary sinusitis patients scored significantly lower than the control group in HR-QOL domains physical function (69.6 ± 11.8 vs 87.6 ± 4.5, P = 0.000), physical role (31.3 ± 6.3 vs 37.3 ± 4.5, P = 0.009), emotional role (236.6 ± 66.7 vs 286.6 ± 35.1, P = 0.024), energy (272.0 ± 44.5 vs 329.3 ± 31.0, P = 0.000), mental health (365.3 ± 48.6 vs 421.3 ± 50.4, P = 0.004), social function (103.3 ± 4.9 vs 181.6 ± 11.4, P = 0.000), pain (77.3 ± 3.7 vs 179.3 ± 16.5, P = 0.000), and general health (326.6 ± 60.8 vs 438.3 ± 22.8, P = 0.000). Conclusions: There was relation between chronic maxillary sinusitis and quality of life. Key Words: HR-QoL (Health-Related Quality of Life), chronic maxillary

sinusitis.

Page 8: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PRAKATA

Segala puji bagi Allah, yang tidak ada sesembahan yang berhak disembahh selain Allah, dengan rahmat dan pertolonganNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Sinusitis Maksilaris Kronik terhadap Kualitas Hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnahnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kendala dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan dan bantuan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M. Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Sarwastuti Hendradewi, dr., Sp.THT-KL, M.Si Med., selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.

4. Andy Yok, drg., M. Kes., selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.

5. Imam Prabowo, dr., Sp.THT-KL, selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

6. Endang Sutisna S., dr., M. Kes., selaku Anggota Penguji yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

7. Seluruh staf bagian skripsi dan staf bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

8. Ibu Fatmah Saleh, Bapak Husein Anis yang sangat kusayangi. 9. Teman-teman semua yang selalu mendukung dan menyemangati. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Surakarta, 02 Januari 2012

Ali Husein

Page 9: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ......................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................ 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 5

A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 5

1. Sinus Maksilaris ........................................................................ 5

2. Sinusitis Paranasal .................................................................... 8

3. Sinusitis Maksilaris Kronik..................................................... 10

4. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan .......................................... 20

5. Hubungan Sinusitis Maksilaris Kronik dengan Skor Kualitas

Hidup....................................................................................... 23

6. Kuesioner SF-36 ..................................................................... 25

B. Kerangka Pemikiran...................................................................... 29

C. Hipotesis ....................................................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 31

A. Jenis Penelitian.............................................................................. 31

B. Lokasi Penelitian ........................................................................... 31

C. Subjek Penelitian .......................................................................... 31

D. Teknik Sampling ........................................................................... 31

E. Desain Penelitian .......................................................................... 33

F. Identifikasi Variabel Penelitian..................................................... 33

Page 10: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... 34

H. Instrumentasi Penelitian ................................................................ 34

I. Cara Kerja Penelitian .................................................................... 35

J. Teknik Analisis Data..................................................................... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 37

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................. 42

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 47

A. Simpulan ............................................................................................. 47

B. Saran ................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 54

Page 11: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pertanyaan yang Mewakili 8 Dimensi Kuesioner SF-36………… 26

Tabel 2. Skor Kuesioner SF-36……………………………………………. 27

Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian………………………………….. 37

Tabel 4. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Berdasarkan

Umur Subjek…………………………………..………………… 38

Tabel 5. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Berdasarkan

Jenis Kelamin Subjek Penelitian.................................................... 39

Tabel 6. Nilai p pada Skor 8 Domain dan Total Skor Kualitas Hidup Terkait

Kesehatan Subjek Penelitian…………………………………….. 41

Page 12: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rata-Rata Skor 8 Domain Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Subjek

Penelitian (Skor Maksimal 100 pada Tiap Domain)........................ 39

Gambar 2. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Subjek

Penelitian.......................................................................................... 40

Page 13: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Penelitian Subjek Sinusitis Maksilaris Kronik

Lampiran 2. Data Hasil Penelitian Subjek Kelompok Kontrol

Lampiran 3. Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 4. Formulir Short Form–36 (SF-36)

Lampiran 5. Uji Homogenitas Sampel

Lampiran 6. Analisis Statistik Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan

Subjek Penelitian

Page 14: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sinusitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering dilaporkan

dalam praktik kedokteran. Oleh karena dibutuhkan biaya yang besar untuk

pengobatannya maka sinusitis termasuk penyakit yang membebani ekonomi

masyarakat. Prevalensi sinusitis meningkat setiap tahunnya, di Amerika

mencapai 14 %, sedangkan di Eropa sekitar 10 % sampai 30 %. Tahun 1996

diperkirakan sekitar 16 % dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat

menderita sinusitis. Dari jumlah tersebut, pemerintah Amerika Serikat

mengeluarkan uang untuk perawatan kesehatan sebesar 5,8 juta dollar

Amerika (Wald, 1990; Marret, 1998; Cauwenberge, 2000). Tahun 1995

dilaporkan oleh bagian rhinologi THT RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta,

bahwa dari penelitian yang dilakukan selama tiga bulan didapatkan pasien

baru sinusitis kronik sebanyak 54 pasien (2,8 % dari seluruh kunjungan di

poliklinik THT) (Damayanti, 1995). Pada tahun 1994 sampai 1995 dari

catatan medik poliklinik THT RSUP Dr. Kariadi Semarang diperoleh data 469

kunjungan kasus baru sinusitis maksilaris kronik (2,6 % dari seluruh

kunjungan di Poliklinik THT), di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sendiri,

kunjungan penderita sinusitis kronik pada bulan februari 1998 mencapai 38

orang (Suyitno, 1996; Alders 1998; Soetjipto, 2000).

Page 15: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Sinus paranasal adalah rongga di dalam tulang tengkorak, yang

merupakan hasil pneumatisasi dari tulang-tulang tengkorak. Terdapat empat

sinus pada manusia yang semuanya bermuara ke rongga hidung dan

merupakan bagian dari sistem pernafasan. Sinusitis didefinisikan sebagai

inflamasi mukosa pada sinus paranasal. Sinusitis umumnya disertai atau

dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis. Etiologi sinusitis

adalah infeksi yang berasal dari hidung (sinusitis kausa rhinogen) atau infeksi

yang berasal dari gigi (sinusitis kausa odontogen). Kuman penyebabnya

meliputi bakteri, virus, dan jamur. Sinusitis kausa odontogen tidak bisa

dianggap remeh karena berdasarkan hasil penelitian Andrey pada tahun 2002

didapatkan jumlah penderita sinusitis maksilaris kronik kausa odontogen

sebesar 14 % sampai 24 % dari total semua kasus sinusitis yang ada. Sinusitis

dapat dikatakan kronik jika selama 12 minggu atau lebih terdapat gejala

sinusitis terus-menerus atau didapatkan 4 episode sinusitis akut yang

berlangsung selama satu tahun (Lopatin, 2002).

Sinus maksilaris dan ethmoidalis merupakan sinus yang paling sering

mengalami sinusitis, sedangkan untuk sinus frontalis dan sinus sphenoidalis

jarang ditemukan. Beberapa alasan yang menyebabkan sinus maksilaris sering

mengalami sinusitis di antaranya karena sinus maksilaris merupakan sinus

yang paling besar, letak ostium sinus maksilaris lebih tinggi dari dasarnya, dan

dasarnya adalah akar gigi sehingga infeksinya dapat berasal dari infeksi gigi

terutama gigi molar satu, molar dua dan premolar satu (Soetjipto dan

Mangunkusumo, 2007).

Page 16: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Sinusitis maksilaris kronik menyebabkan gangguan fisik yang cukup

serius sehingga memberikan dampak buruk terhadap kualitas hidup terkait

kesehatan. Hal ini dapat mengganggu fungsi normal sehari-hari dan

menyebabkan penurunan produktivitas. Sinusitis yang tidak diobati dapat

menjadi ancaman hidup (Vaid, 2007).

Kualitas hidup adalah konsep yang mencakup karakter fisik maupun

psikologis dalam konteks sosial. Dalam dunia kedokteran digunakan istilah

kualitas hidup terkait kesehatan. Seiring dengan kemajuan ilmu di bidang

kedokteran, penatalaksanaan penyakit dewasa ini mulai mempertimbangkan

aspek kualitas hidup pasien. Dengan demikian adanya penilaian kualitas hidup

terkait kesehatan disamping berguna untuk mengetahui dampak suatu penyakit

terhadap kehidupan pasien juga berguna untuk mengevaluasi efek terapi pada

pasien (Loonen, 2001; Richardson, 2001).

Dari uraian di atas terdapat kemungkinan sinusitis maksilaris kronik

dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan. Berdasarkan

penelusuran sumber pustaka yang dilakukan peneliti, belum ada yang meneliti

hubungan antara keduanya di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sehingga

peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan sinusitis maksilaris

kronik terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pasien di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

Page 17: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

B. Perumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara sinusitis maksilaris kronik terhadap

kualitas hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara sinusitis maksilaris kronik

terhadap kualitas hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis :

Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan untuk mengetahui apakah

sinusitis maksilaris kronik dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup

terkait kesehatan.

2. Aplikatif :

Sebagai bahan pertimbangan dalam penanganan kasus sinusitis

maksilaris kronik dengan memperhatikan aspek kualitas hidup terkait

kesehatan pada pasien.

Page 18: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan pustaka

1. Sinus Maksilaris

a. Perkembangan sinus maksilaris

Sinus maksilaris adalah sinus yang pertama berkembang. Pada

waktu lahir sinus maksilaris hanya berupa celah kecil dengan ukuran

7x4x4 mm yang berisi cairan dan terletak di sebelah medial orbita.

Pertumbuhan sinus maksilaris berlangsung dalam dua fase sela

pertumbuhan, fase awal terjadi pada usia 0 sampai 3 tahun kemudian

dilanjutkan pertumbuhan lambat seiring dengan melambatnya

pertumbuhan otak. Fase akhir berlangsung pada usia 7 sampai 12

tahun. Selama fase akhir tersebut pneumatisasi menyebar lebih ke arah

inferior. Bentuk sempurna terjadi setelah gigi permanen erupsi.

Pneumatisasi ini dapat sangat meluas hingga akar gigi terlihat dengan

hanya dilapisi selapis tipis jaringan lunak di antara keduanya

(Anggraini, 2005).

b. Struktur anatomi sinus maksilaris

Sinus maksilaris merupakan lubang udara besar yang terletak

diantara cavum orbita dan cavum oris. Sinus maksilaris orang dewasa

berbentuk piramida dengan volume sekitar 15 ml (34x33x23 mm).

Dinding medial sinus maksilaris merupakan dinding lateral dari fossa

Page 19: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

nasalis. Dinding anterior sinus maksilaris merupakan dinding bagian

depan dari tulang maksila. Dinding posterior sinus maksilaris tidak

terlalu jelas, di sebelah posteriornya terdapat fossa pterygomaksilaris.

Atap sinus maksilaris dibentuk oleh dasar cavum orbita. Dasar sinus

maksilaris adalah prosesus alveolaris dan palatum yang keduanya juga

merupakan atap dari cavum oris. Dasar sinus maksilaris biasanya terus

berkembang ke inferior seiring dengan pneumatisasi sinus maksilaris.

Karena letaknya yang berdekatan dengan gigi maka infeksi yang

terdapat pada gigi dapat menyebabkan infeksi sinus maksilaris (Marret,

1998).

Darah teroksigenasi ke sinus maksilaris disuplai oleh cabang-

cabang arteri maksilaris yang merupakan cabang terminal dari arteri

karotis eksterna (Marret, 1998).

Sinus maksilaris diinervasi oleh cabang-cabang dari nervus

makslilaris, yang merupakan salah satu cabang nervus trigeminus

(Marret, 1998).

c. Gambaran histologi sinus maksilaris

Mukosa sinus maksilaris dilapisi epitel pseudostratified ciliated

columnar yang berkesinambungan dengan mukosa di rongga hidung,

bedanya epitel pada sinus ini lebih tipis dibandingkan epitel yang

terdapat pada hidung. Ada 4 tipe sel dasar yang terdapat pada sinus

maksilaris, yaitu epitel ciliated columnar, epitel non ciliated columnar,

sel basal dan sel goblet (Junquiera, 1997; Anggraini, 2005).

Page 20: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

d. Fungsi sinus maksilaris

Fungsi sinus telah menjadi topik beberapa penelitian.

Sayangnya, sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai

fungsi rongga udara ini. Untuk itu masih diperlukan penelitian

berkelanjutan agar dapat mengungkapkan bahwa fungsi yang

sebenarnya merupakan bagian yang lebih besar dari yang tampak

sekarang. Beberapa teori yang dikembangkan sebagai fungsi sinus

paranasal antara lain:

1) Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

2) Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

3) Membantu keseimbangan kepala

4) Membantu resonansi suara

5) Sebagai peredam perubahan tekanan udara

6) Membantu produksi mukus

7) Produksi NO (Nitrous Oxide)

(Muller dan Amedee, 1998; Anngraini, 2005).

e. Sistem mukosiliar

Sel-sel bersilia pada setiap sinus bergerak ke arah spesifik.

Karena banyak sinus yang berkembang dengan cara ke arah luar dan

inferior, mukosa bersilia kadang menggerakkan material melawan

gravitasi menuju muara sinus. Hal ini berarti mukus diproduksi

berdekatan dengan muara sinus. Ini adalah salah satu alasan bahwa

adanya ostia asesoris pada tempat selain ostium fisiologis tidak

Page 21: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

berpengaruh signifikan terhadap drainase sinus. Faktanya, mukus

mengalir dari ostia memasuki sinus kembali, melalui ostia baru dan

berputar melalui sinus lagi. Hilding adalah yang pertama

mendeskripsikan bahwa setiap aliran mukus sinus mengikuti pola

tertentu, dan hasil observasinya masih valid hingga sekarang. Peneliti

selanjutnya mendeskripsikan fenomena stagnasi yang terjadi ketika

dua permukaan bersilia berkontak (terutama pada kompleks

osteomeatal), maka hal ini dapat mengganggu klirens mukus dan dapat

mengakibatkan sinusitis (Hilger, 1997).

2. Sinusitis Paranasal

a. Definisi sinusitis paranasal

Sinusitis paranasal didefinisikan sebagai inflamasi mukosa

sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga

sering disebut rhinosinusitis. Penyebab utamanya adalah salesma

(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat

diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitis yang terjadi pada beberapa sinus

paranasal disebut multisinusitis, sedangkan bila terjadi pada semua

sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinus maksilaris dan sinus

ethmoidalis merupakan sinus yang paling sering mengalami sinusitis,

sedangkan untuk sinus frontalis dan sinus sphenoidalis jarang

ditemukan. Beberapa alasan yang menyebabkan sinus maksilaris

sering mengalami sinusitis akan dijelaskan pada bagian selanjutnya

(Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).

Page 22: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

b. Klasifikasi sinusitis paranasal

Konsensus 2004 mengklasifikasikan sinusitis berdasarkan lama

perjalanan penyakitnya menjadi tiga, yaitu:

1) Sinusitis akut (dengan batas sampai empat minggu)

Keluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbat

disertai nyeri atau tertekan pada muka. Selain itu dapat dijumpai

ingus purulen yang seringkali turun ke tenggorokan (post nasal

drip). Gejala sistemik seperti demam dan lesu dapat juga menyertai

perjalanan penyakitnya (Brook, 2000).

2) Sinusitis sub akut (antara empat minggu sampai tiga bulan)

Sinusitis dengan penyebab rhinogenik yang umumnya

merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara

adekuat. Pada sinusitis tipe ini adanya faktor predisposisi harus

dicari dan diobati secara tuntas. Manifestasi klinis yang timbul

serupa dengan sinusitis akut tetapi tanda-tanda akutnya sudah reda

(Brook, 2000).

3) Sinusitis Kronik (lebih dari tiga bulan)

Sinusitis kronik dapat terjadi karena adanya polusi bahan

kimia, alergi maupun defisiensi imunologi sehingga menyebabkan

silia rusak dan akhirnya terjadi perubahan mukosa hidung. Hal

tersebut akan mempermudah terjadinya infeksi. Selain itu

pengobatan yang tidak adekuat juga dapat menyebabkan terjadinya

Page 23: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

infeksi kronik. Manifestasi klinis yang timbul berupa gejala

subjektif (Brook, 2000).

3. Sinusitis Maksilaris Kronik

a. Epidemiologi sinusitis maksilaris kronik

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam

praktek sehari-hari. Sinusitis menyerang satu dari tujuh orang dewasa

di Amerika Serikat, dengan lebih dari 30 juta individu yang

didiagnosis setiap tahunnya. Tahun 1996 diperkirakan sekitar 16 %

dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat menderita sinusitis.

Dari jumlah tersebut, pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan uang

untuk perawatan kesehatan sebesar 5,8 juta dollar Amerika. Angka

kejadiannya di Eropa sekitar 10 % sampai 30 % (Wald, 1990; Marret,

1998; Cauwenberge, 2000). Tahun 1995 dilaporkan oleh bagian

rhinologi THT RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, bahwa dari

penelitian yang dilakukan selama tiga bulan didapatkan pasien baru

sinusitis kronik sebanyak 54 pasien (2,8 % dari seluruh kunjungan di

poliklinik THT) (Damayanti, 1995). Pada tahun 1994 sampai 1995 dari

catatan medik poliklinik THT RSUP Dr. Kariadi Semarang diperoleh

data 469 kunjungan kasus baru sinusitis maksilaris kronik (2,6 % dari

seluruh kunjungan di Poliklinik THT), di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta sendiri, kunjungan penderita sinusitis kronik pada bulan

februari 1998 mencapai 38 orang (Suyitno, 1996; Alders 1998).

Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya

Page 24: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

rhinosinusitis. Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18

sampai 75 tahun dan kemudian anak-anak berusia 15 tahun. Sinusitis

jarang pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum

berkembang dengan baik pada usia tersebut (Soetjipto, 2000).

Sinusitis maksilaris paling sering terjadi daripada sinusitis

paranasal lainnya karena:

1) Sinus maksilaris memiliki ukuran paling besar di antara sinus

paranasal lainnya.

2) Posisi ostium sinus maksilaris lebih tinggi daripada dasarnya

sehingga aliran sekretnya hanya tergantung dari gerakan silia.

3) Letak ostium sinus maksilaris berada pada meatus nasi media di

sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.

4) Letak dasar sinus maksilaris berbatasan langsung dengan dasar

akar gigi sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan infeksi sinus

maksilaris (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).

b. Etiologi sinusitis maksilaris kronik

Sinusitis dapat disebabkan oleh :

1) Infeksi yang berasal dari hidung (Sinusitis kausa rhinogen).

2) Infeksi yang berasal dari gigi (Sinusitis kausa odontogen).

Kuman penyebab dari keduanya meliputi:

1) Bakteri : Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza,

Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Neisseria,

Klebsiella, Basil gram (-), dan Pseudomonas.

Page 25: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

2) Virus : Rhinovirus, influenza virus, dan parainfluenza virus.

3) Bakteri anaerob: fusobakteria.

4) Jamur (Hilger, 1997; Brown dan Sobol, 2008).

c. Patofisiologi sinusitis maksilaris kronik

Sinusitis maksilaris kronik berbeda dengan sinusitis maksilaris

akut dalam berbagai aspek. Pada sinusitis maksilaris akut perubahan

patologik membran mukosa berupa infiltrat polimorfonuklear, kongesti

vaskular dan deskuamasi epitel permukaan, bersifat reversibel.

Sedangkan gambaran patologik sinusitis maksilaris kronik adalah

kompleks dan ireversibel. Sinusitis maksilaris kronik umumnya sukar

disembuhkan dengan medika mentosa saja. Untuk itu harus dicari

faktor penyebab dan faktor predisposisinya (Hilger, 1997; Soetjipto

dan Mangunkusumo, 2007).

Etiologi dan faktor predisposisi sinusitis maksilaris kronik

cukup beragam. Pada era pra-antibiotik, sinusitis maksilaris kronik

timbul akibat sinusitis maksilaris akut berulang dengan penyembuhan

yang tidak lengkap. Kegagalan mengobati sinusitis maksilaris akut

atau sinusitis maksilaris akut yang berulang akan menyebabkan

regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya

terjadi kegagalan mengeluarkan sekret sinus, dan oleh karena itu

terciptalah predisposisi infeksi kronik. Adanya infeksi akan

menyebabkan edema konka sehingga drainase sekret akan terganggu

dan menyebabkan silia rusak. Sumbatan drainase dapat pula

Page 26: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

disebabkan oleh beberapa hal diantaranya perubahan struktur ostium

sinus karena lesi pada bagian dalam rongga hidung, hipertrofi adenoid,

tumor hidung dan nasofaring, dan septum deviasi. Akan tetapi faktor

predisposisi yang paling lazim adalah polip nasal yang timbul pada

rhinitis alergi. Polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat

total ostium sinus. Selain itu polusi bahan kimia dapat menyebabkan

silia rusak sehingga terjadi perubahan pada mukosa hidung. Gambaran

patologis yang terjadi adalah mukosa menebal membentuk lipatan-

lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan tampak mengalami

deskuamasi, regenerasi, metaplasia, atau epitel biasa dalam jumlah

yang bervariasi pada suatu irisan histologis yang sama. Pembentukan

mikroabses, dan jaringan granulasi bersama-sama dengan

pembentukan jaringan parut. Secara menyeluruh terdapat infiltrat sel

bundar dan polimorfonuklear dalam lapisan submukosa. Perubahan

pada mukosa hidung dapat juga disebabkan oleh alergi dan defisiensi

imunologik. Alergi dapat menyebabkan edema mukosa dan

hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat

ostium sinus dan mengganggu drainase, menyebabkan infeksi lebih

lanjut yang selanjutnya merusak epitel permukaan. Kejadian diatas

berperan dalam siklus dari peristiwa yang berulang (Hilger, 1997;

Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).

Page 27: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

d. Gejala sinusitis maksilaris kronik

1) Gejala subjektif

Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat,

terdiri dari :

a) Gejala hidung dan nasofaring berupa sekret dihidung dan sekret

pasca nasal (post nasal drip).

b) Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal ditenggorokan.

c) Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena

tersumbatnya tuba eustachius.

d) Adanya nyeri atau sakit kepala.

e) Gejala mata oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus

nasolakrimalis.

f) Gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat

komplikasi di paru, berupa bronkitis atau bronkiektasis atau

asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis.

g) Gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan

dapat menyebabkan gastroenteritis, ini sering terjadi pada anak.

Kadang gejala dapat sangat ringan dengan hanya terdapat

sekret di nasofaring yang mengganggu pasien. Sekret pasca nasal

yang terus menerus ini akan mengakibatkan batuk kronik.

Nyeri kepala pada sinusitis biasanya terasa pada pagi hari,

dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya

belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin karena pada malam

Page 28: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus,

serta adanya stasis vena (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).

2) Gejala objektif

Pada sinusitis kronis temuan pemeriksaan klinis tidak

seberat sinusitis akut. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan

sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior.

Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau

turun ke tenggorok (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).

Selain kedua golongan gejala di atas, menurut Saphiro dan

Rachelefsky, diagnosis sinusitis dapat ditegakkan dengan melihat

gejala klinis yang dikelompokkan menjadi kriteria mayor dan

kriteria minor.

a) Kriteria Mayor

(1) Discharge purulen, berwarna kuning keruh atau hijau.

(2) Discharge turun dari nasofaring ke dinding faring.

(3) Batuk kering atau basah sepanjang hari.

b) Kriteria Minor

(1) Sakit pada pipi, lokasi di bawah mata.

(2) Sakit kepala.

(3) Nafas bau.

(4) Sakit gigi.

(5) Badan panas.

(6) Sakit pada tenggorokan (Shapiro dan Rachelefsky, 1992).

Page 29: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

e. Diagnosis sinusitis maksilaris kronik

Diagnosis ditegakkan berdarsarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang (Evans, 1994; Hilger, 1997; Lanza et

al., 1997).

Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior,

pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang

lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius

(pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus

superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid (Busquet dan

Hwang, 2006; Hariyati, 2006).

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT

Scan. Foto polos posisi waters, PA, dan lateral, umumnya hanya

mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan

frontal. Kelaianan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air

fluid level) atau penebalan. CT scan sinus merupakan gold standard

diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus,

adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan

perluasannya. CT scan diindikasikan untuk evaluasi sinusitis kronik

yang tidak membaik dengan terapi, evaluasi preoperative, dan jika ada

dugaan keganasan. Namum karena mahal hanya dikerjakan sebagai

penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan

pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan

Page 30: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

operasi sinus (Busquet dan Hwang, 2006; Rosenfeld, dkk., 2007;

Kentjono WA, 2007).

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan

mengambil sekret dari meatus medius atau superior, untuk mendapat

antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang

keluar dari pungsi sinus maksila (Supomo dan Erick, 2005).

Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial

sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bias

dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat

dilakukan irigasi sinus untuk terapi (Soetjipto dan Mangunkusumo,

2007).

f. Penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronik

Tujuan terapi sinusitis adalah:

1) Mempercepat penyembuhan.

2) Mencegah komplikasi.

3) Mencegah perubahan menjadi kronik.

Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di kompleks

osteo meatal sehingga drenase dan ventilasi sinus pulih secara alami

(Evans, 1994; Busquet dan Hwang, 2006; Kentjono WA, 2007).

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada

sinusitis akut bakterial untuk menghilangkan infeksi dan

pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.

Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin.

Page 31: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-

laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis

sepalosporin generasi kedua. Sedangkan untuk sinusitis kronik

diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan

anaerob. Lama pemberian antibiotik pada sinusitis sekitar 10-14 hari

meskipun gejala klinik sudah hilang.

Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan

jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal,

pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).

Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat kolinergiknya dapat

menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya

diberikan antihistamin generasi kedua. Irigasi sinus maksila atau

Proetzdis placement therapy juga merupakan terapi tambahan yang

dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien

menderita kelainan alergi yang berat.

Diatermi merupakan penggunaan arus listrik untuk pemanasan

jaringan dengan mengubah arus listrik menjadi arus elektromagnetik

gelombang pendek (Short Wave Diathermy) atau elektromagnetik

gelombang mikro (Micro Wave Diathermy). Secara teoritis, diatermi

pada sinusitis maksilaris akan membantu mempercepat proses

penyembuhan karena mempunyai efek memperbaiki sirkulasi darah,

menghilangkan nyeri, menghilangkan edema dan mempercepat

Page 32: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

penyerapan eksudat, sehingga terapi antibiotik akan menjadi lebih

efektif. Diatermi umumnya dilakukan selama 10 hari (Fathma, 1994).

Tindakan operasi pada sinusitis adalah dengan bedah sinus

endoskopi fungsional (BSEF). BSEF merupakan operasi terkini untuk

sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Indikasinya berupa sinusitis

kronik yang tidak membaik setelah terapi yang adekuat, sinusitis

kronik yang disertai polip ekstensif, adanya komplikasi serta sinusitis

yang diakibatkan oleh jamur (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).

g. Komplikasi sinusitis maksilaris kronik

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak

ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada

sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah radang amandel, kelainan

pada orbita, penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan

perkontinuitatum, edema palpebra, preseptal selulitis, selulitis orbita

tanpa abses, selulitis orbita dengan sub atau extraperiostel abses,

selulitis orbita dengan intraperiosteal abses, trombosis sinus

cavernosus, kelainan intrakranial, abses extradural, abses subdural,

abses intracerebral, meningitis, encephalitis, trombosis sinus

cavernosus atau sagital, kelainan pada tulang berupa osteitis,

osteomyelitis, kelainan pada paru berupa bronkitis kronik,

bronkhiektasis, otitis media, toxic shock syndrome, mucocele, dan

pyococele (Hilger, 1997).

Page 33: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

4. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan

Kualitas hidup seringkali diartikan sebagai komponen kebahagiaan

dan kepuasan terhadap kehidupan. Akan tetapi pengertian kualitas hidup

tersebut seringkali bermakna berbeda pada setiap orang karena terdapat

banyak sekali faktor yang mempengaruhinya seperti keuangan, keamanan,

atau kesehatan. Untuk itulah dalam bidang kesehatan digunakan sebuah

istilah kualitas hidup terkait kesehatan (Fayers dan Machin, 2007).

Dalam kesehatan masyarakat dan kedokteran, konsep yang

berhubungan dengan kualitas hidup terkait kesehatan mengacu pada orang

atau kelompok dengan kesehatan fisik dan mental yang dinamis dari waktu

ke waktu. Dokter sering melakukan penilaian kualitas hidup terkait

kesehatan untuk mengukur dampak penyakit kronis serta pengobatannya

pada kondisi psikologis serta integritas biologis pasien mereka untuk lebih

memahami bagaimana dampak suatu penyakit terhadap kualitas hidup

seseorang. Demikian pula, lembaga kesehatan masyarakat profesional,

menggunakan kualitas hidup terkait kesehatan untuk mengukur efek dari

berbagai gangguan, cacat jangka pendek dan jangka panjang serta penyakit

pada populasi yang berbeda. Pelacakan kualitas hidup terkait kesehatan di

populasi yang berbeda dapat mengidentifikasi kelompok dengan kesehatan

fisik atau mental untuk kemudian dapat membantu kebijakan panduan atau

intervensi untuk meningkatkan kesehatan (CDC, 2010; Fallowfield, 2009).

Kualitas hidup merupakan suatu pengertian multidimensional yang

sampai saat ini belum ada definisi yang secara universal diterima. Definisi

Page 34: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

kualitas hidup diambil dari definisi sehat menurut WHO. Sehat adalah

keadaan baik atau sejahtera secara fisik, mental, sosial dan bukan semata-

mata terbebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan menurut Undang-

undang Kesehatan no. 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat baik secara

fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI, 2009).

Kualitas hidup terkait kesehatan berbeda dengan status fungsional.

Kualitas hidup terkait kesehatan mencakup evaluasi subyektif tentang

dampak dari penyakit beserta pengobatannya dalam hubungannya dengan

tujuan, nilai dan pengharapan yang hendak dicapai seseorang. Sedangkan

status fungsional memberikan suatu penilaian obyektif dari kemampuan

fisik dan emosional seseorang (De Haan, 1993).

Secara umum terdapat 5 bidang (domains) yang dipakai untuk

mengukur kualitas hidup terkait kesehatan berdasarkan kuesioner yang

dikembangkan oleh World Health Organization (WHO). Bidang tersebut

adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologis, keleluasaan aktivitas,

hubungan sosial dan lingkungan, sedangkan secara rinci bidang-bidang

yang termasuk kualitas hidup adalah sebagai berikut:

a. Kesehatan fisik (physical health): kesehatan umum, nyeri, energi dan

vitalitas, aktivitas seksual, tidur dan istirahat.

b. Kesehatan psikologis (psychological health): cara berpikir, belajar,

memori dan konsentrasi.

Page 35: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

c. Tingkat aktivitas (level of independence): mobilitas, aktivitas sehari-

hari, komunikasi, kemampuan kerja.

d. Hubungan sosial (sosial relationship): hubungan sosial, dukungan

sosial.

e. Lingkungan (environment): keamanan, lingkungan rumah, kepuasan

kerja.

Kualitas hidup pada dasarnya bersifat subyektif, multidimensional

dan dinamis. Subyektif karena pengukuranya yang terbaik adalah

dilakukan oleh penderita, berarti berasal dari sudut pandang penderita.

Bersifat multidimensional karena kualitas mencakupi berbagai aspek

kehidupan penderita seccara fisik, kemampuan fungsional, keadaan emosi

dan sosial. Bersifat dinamis, hal ini disebabkan sering terjadinya

perubahan dalam perjalanan waktu dan situasi (Eiser, 1997; Kaplan,

2002).

Pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan dapat menggunakan

kuesioner yang berisikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup.

Menurut Harmaini (2006), terdapat tiga macam alat pengukur, yaitu:

a. Alat ukur generik

Merupakan alat ukur yang dapat digunakan untuk berbagai

macam penyakit maupun usia. Keuntungan alat ukur ini lebih luas

penggunaannya, tetapi kelemahannya tidak mencakup hal-hal khusus

pada penyakit tertentu. Contoh alat ukur ini adalah SF-36.

Page 36: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

b. Alat ukur spesifik

Merupakan alat ukur yang spesifik untuk penyakit-penyakit

tertentu, biasanya berisikan pertanyaan-pertanyaan khusus yang sering

terjadi pada penyakit yang dimaksud. Keuntungan alat ukur ini dapat

mendeteksi lebih tepat keluhan atau hal khusus yang berperan dalam

suatu penyakit tertentu. Kelemahan alat ukur ini tidak dapat digunakan

pada penyakit lain dan biasanya pertanyaannya lebih sulit dimengerti.

Contoh alat ukur ini adalah Kidney Disease Quality of Life – Short

Form (KDQOL-SF).

c. Alat ukur utility

Merupakan pengembangan suatu alat ukur, biasanya generik.

Pengembangannya dari penilaian kualitas hidup menjadi parameter

lainnya sehingga mempunyai manfaat yang berbeda. Contoh alat ukur

ini adalah EQ-5D (European Quality of Life – 5 Dimensions) yang

dikonversi menjadi Time Trade-Off (TTO) yang berguna dalam bidang

ekonomi, yaitu dapat digunakan menganalisa biaya kesehatan dan

perencanaan keuangan kesehatan negara.

5. Hubungan Sinusitis Maksilaris Kronik dengan Skor Kualitas Hidup

Sinusitis maksilaris kronik masih merupakan tantangan dan

masalah dalam praktik kedokteran, baik dikalangan dokter umum maupun

spesialis. Hal ini mengingat anatomi, etiologi serta penanganannya yang

bersifat kompleks. Sinusitis maksilaris kronik mempunyai pengaruh

penting pada kualitas hidup terkait kesehatan penderitanya. Sinusitis

Page 37: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

maksilaris kronik secara nyata menyebabkan gangguan fisik yang cukup

serius sehingga dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup terkait

kesehatan. Hal tersebut terjadi dikarenakan beberapa gejala lokal yang

ditimbulkan oleh penyakit ini seperti sakit kepala, sumbatan pada hidung

yang mengakibatkan gangguan peciuman, kesulitan tidur serta kelemahan

badan secara umum. Sinusitis maksilaris kronik akan mengakibatkan

penurunan produktifitas dan kehilangan hari kerja yang cukup signifikan

yaitu sekitar 3% hari kerja penduduk produktif atau 73 juta hari kerja. Jika

terjadi pada anak yang sedang dalam masa sekolah maka selain

menyebabkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan juga akan

menurunkan kemampuan belajar anak tersebut. Bahkan disebutkan bahwa

sinusitis yang tidak diobati dapat menjadi ancaman yang cukup serius bagi

penderitanya (Harowi dan Vaid, 2007).

Seiring dengan kemajuan ilmu di dunia kedokteran, dewasa ini

penilaian penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronik menyangkut kualitas

hidup terkait kesehatan menjadi sangat penting. Pengukuran kualitas hidup

terkait kesehatan terhadap sinusitis maksilaris kronik terus dikembangkan,

ditandai banyak alat ukur yang telah divalidasi, antara lain kuisioner

kualitas hidup rinokonjungtivitis, rinosinusitis outcome measure,

sinonasal outcome test 20 (SNOT-20), chronic rinosinusitis survey (CRS)

dan rinosinusitis disability index (RSDI) (Harowi, 2007).

Page 38: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

6. Kuesioner SF-36

Kuesioner SF-36 ini terdiri atas 36 pertanyaan yang mewakili 8

dimensi yaitu fungsi fisik (10 pertanyaan), peranan fisik (4 pertanyaan),

rasa nyeri (2 pertanyaan), kesehatan umum (5 pertanyaan), fungsi sosial (2

pertanyaan), energi (4 pertanyaan), peranan emosi (3 pertanyaan), dan

kesehatan jiwa (5 pertanyaan) (Ware et al., 1993). Delapan dimensi

tersebut dapat dikumpulkan menjadi dua komponen besar yaitu komponen

fisik dan komponen mental (Ware et al., 1994). Skor SF-36 berkisar antara

0-100, dimana semakin tinggi skor menunjukkan semakin baiknya kualitas

hidup terkait kesehatan pasien (Krančiukaitė dan Rastenytė, 2006).

Penghitungan hasil skor kualitas hidup terkait kesehatan dengan

kuesioner SF-36 menggunakan daftar nilai seperti yang tersebut dalam

tabel di bawah ini. Untuk skor akhir, dilakukan perhitungan rata-rata pada

masing-masing pertanyaan yang menunjukkan dimensi yang diwakilinya

seperti pada tabel di bawah sehingga hasil akhirnya akan menunjukkan

skor masing-masing dimensi yaitu skor dimensi fungsi fisik, peranan

fisik, rasa nyeri, kesehatan umum, fungsi sosial, energi, peranan emosi,

dan kesehatan jiwa (RAND, 2009).

Page 39: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Rincian pertanyaan yang mewakili 8 dimensi kuesioner SF-36

beserta rincian nilainya dijelaskan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Pertanyaan yang Mewakili 8 Dimensi Kuesioner SF-36 (RAND, 2009)

Skala Jumlah item No pertanyaan

Fungsi fisik 10 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12

Peranan fisik 4 13, 14, 15, 16

Peranan emosi 3 17, 18, 19

Energi 4 23, 27, 29, 31

Kesehatan jiwa 5 24, 25, 26, 28, 30

Fungsi sosial 2 20, 32

Rasa nyeri 2 21, 22

Kesehatan umum 5 1, 33, 34, 35, 36

Page 40: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Tabel 2. Skor Kuesioner SF-36 (RAND, 2009)

No pertanyaan No respon Skor

1, 2, 20, 22, 34, 36 1 100

2 75

3 50

4 25

5 0

3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 1 0

2 50

3 100

13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 1 0

2 100

21, 23, 26, 27, 30 1 100

2 80

3 60

4 40

5 20

6 0

24, 25, 28, 29, 31 1 0

2 20

3 40

4 60

5 80

6 100

32, 33, 35 1 0

2 25

3 50

4 75

5 100

Page 41: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Dalam penelitian ini digunakan alat ukur generik yaitu SF-36

(Harmaini, 2006) karena kuesioner ini merupakan instrumen generik

(dapat dipergunakan untuk bermacam penyakit maupun usia) yang telah

dipergunakan secara luas untuk mengukur kualitas hidup terkait kesehatan.

Validitasnya telah dibuktikan pada populasi umum dan beberapa grup

pasien yang bervariasi (de Haan, 2002). Kuesioner SF-36 ini juga telah

digunakan secara luas di Indonesia untuk mengukur kualitas hidup terkait

kesehatan (Harmaini, 2006). Kuesioner SF-36 ini dapat digunakan oleh

subjek wanita maupun pria. Subjek yang dapat menggunakan kuesioner ini

harus berusia di atas 14 tahun (AHOC, 2005).

Page 42: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

B. Kerangka Pemikiran

Infeksi kronik

Persepsi terhadap kualitas hidup berubah

Obstruksi osteomeatal kompleks

Faktor etiologi: 1. Status infeksi

(hidung atau gigi)

2. Status alergi 3. Usia 4. Riwayat operasi

hidung/sinus dan lama pemakaian steroid

5. Status penyakit sistemik

Faktor Predisposisi: 1. Obstruksi

mekanik 2. Faktor

lingkungan (iritan, polutan)

3. Status gizi 4. Status imun

1. Patensi ostium 2. Jumlah silia

yang berfungsi 3. Kualitas sekret

Sinusitis maksilari kronik

Faktor Pemberat: a. Usia b. Penyakit sistemik c. Penyakit

degeneratif d. Tingkat sosial

ekonomi e. Lamanya

menderita sinusitis

f. Terapi yang telah didapat

Page 43: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

C. Hipotesis

Terdapat hubungan antara sinusitis maksilaris kronik terhadap kualitas

hidup terkait kesehatan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Page 44: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional. Rancangan ini dipilih karena variabel bebas

(sinusitis maksilaris kronik) dan variabel terikat (skor kualitas hidup terkait

kesehatan) pada penelitian ini diobservasi sekali dan pada waktu yang sama.

B. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik THT RSUD dr. Moewardi Surakarta.

C. Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah pasien sinusitis maksilaris kronik yang

berobat di Poliklinik THT RSUD dr. Moewardi Surakarta.

D. Teknik Sampling

Sampel diambil dengan teknik purposive sampling berdasarkan ciri-

ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi

(Taufiqurrahman, 2004).

1. Kriteria inklusi pengambilan sampel untuk penelitian ini adalah:

a. Pasien sinusitis maksilaris kronik dengan usia 40 sampai 60 tahun,

laki-laki maupun perempuan.

Page 45: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

b. Memenuhi kriteria diagnosis sinusitis maksilaris kronik berdasarkan

kriteria mayor dan minor dari Saphiro dan Rachelefsky.

c. Bersedia menjadi sampel dan diikutkan dalam penelitian ini.

2. Kriteria eksklusi pengambilan sampel pada penelitian ini adalah:

a. Penderita mempunyai penyakit kronik selain sinusitis maksilaris,

seperti tonsilitis kronik.

b. Penderita dengan penyakit sistemik yang berat, antara lain diabetes

mellitus dan hipertensi yang tidak terkontrol.

Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan patokan

umum Rule of Thumb, yaitu digunakan ukuran sampel sebanyak 30 pasien

setelah dilakukan restriksi dengan kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya

30 sampel tersebut akan dibagi menurut jumlah kelompok perlakuan.

Sehingga masing-masing kelompok terdiri atas 15 sampel (Murti, 2006).

Page 46: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

E. Desain Penelitian

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Sinusitis maksilaris kronik

2. Variabel terikat : Skor kualitas hidup terkait kesehatan

3. Variabel luar :

a. Variabel terkendali : Usia pasien.

Penyakit sistemik berat yang diderita pasien.

b. Variabel tak terkendali : Tingkat sosial ekonomi.

Lamanya menderita sinusitis.

Jenis kelamin pasien.

sinusitis maksilaris kronik +

Analisis data

Kualitas Hidup + Kualitas Hidup -

sinusitis maksilaris kronik -

Kualitas Hidup + Kualitas Hidup -

Populasi

Sampel

Kriteria inklusi

Kriteria eksklusi

Page 47: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Sinusitis maksilaris kronik adalah radang mukosa sinus maksilaris

yang terjadi selama 12 minggu atau lebih atau didapatkan empat episode

sinusitis akut dalam kurun waktu satu tahun dengan dua gejala mayor atau

lebih atau satu gejala mayor disertai dua gejala minor atau lebih yang

beracuan pada kriteria diagnosis sinusitis maksilaris kronik menurut

Saphiro dan Rachelefsky. Skala pengukurannya nominal.

2. Variabel terikat (Skor kualitas hidup terkait kesehatan)

Skor kualitas hidup terkait kesehatan diartikan sebagai komponen

kebahagiaan dan kepuasan terhadap kehidupan yang mencakup dimensi

fisik, fungsional, psikologis, dan sosial (Fayers and Machin, 2007; de

Haan et al., 1993). Variabel ini diukur menggunakan kuesioner Medical

Outcome Study SF-36 yang telah divalidasi (Harmaini, 2006). Skala

pegukurannya interval.

H. Instrumentasi Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Surat pernyataan persetujuan untuk mengikuti penelitian.

2. Kuesioner Medical Outcome Study SF-36 (Harmaini, 2006).

3. Status pasien.

Page 48: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

I. Cara Kerja Penelitian

Setelah data terkumpul baik dari hasil pengisian kuesioner maupun

dari status pasien, data dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu pasien dengan

serangan sinusitis maksilaris kronik dan kelompok kontrol.

Data yang terkumpul kemudian diolah untuk mendapatkan informasi

sebagai berikut:

1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin.

2. Distribusi sampel berdasarkan umur.

3. Perbandingan skor kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien sinusitis

maksilaris kronik dengan kelompok kontrol.

J. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data uji t tidak

berpasangan. Menurut Dahlan (2008) uji ini digunakan karena:

1. Hipotesisnya merupakan hipotesis komparatif.

2. Skala variabelnya numerik.

3. Terdiri dari dua kelompok sampel yang tidak berpasangan.

Menurut Dahlan (2008) uji ini dapat digunakan jika syarat-syaratnya

terpenuhi yaitu:

1. Sebaran datanya harus normal.

2. Varian datanya bisa sama atau tidak.

Jika syarat-syarat tersebut tidak dapat dipenuhi maka akan digunakan

uji alternatifnya (non parametrik) yaitu uji Mann Whitney (Dahlan, 2008).

Page 49: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Teknik analisis uji t akan dihitung dengan menggunakan SPSS 14.0 for

Windows dengan batas kemaknaan 5 % (p < 0,05).

Page 50: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian telah dilakukan di Poliklinik THT RSUD dr. Moewardi

Surakarta pada tanggal 15 Juli sampai dengan 5 Agustus 2011. Subjek penelitian

sebanyak 30 orang dengan perincian 15 orang subjek merupakan pasien sinusitis

maksilaris kronik dan 15 orang dari kelompok kontrol. Penentuan subjek

menggunakan cara purposive sampling dengan karakteristik disajikan sebagai

berikut:

Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik Subyek

Pasien Sinusitis

Maksilaris Kronik

Kelompok Kontrol

Jenis Kelamin

1. Laki-laki

2. Perempuan

8

7

8

7

Pendidikan

1. SMP/SMA sederajat

2. S I sederajat

3. S II sederajat

11

4

-

9

4

2

Rata-rata usia (min, maks)

dalam tahun

50 (40 – 60) 50 (41 – 60)

Seperti tercantum dalam tabel 3, karakteristik subjek penelitian

dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan serta usia. Untuk

mengetahui homogenitas subjek penelitian, dilakukan analisis statistik dengan

Page 51: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

mencari perbedaan rata-rata dalam tiap karakteristik. Pada kelompok karakteristik

usia, distribusi datanya normal sehingga digunakan uji t. Sedangkan pada

kelompok karakteristik jenis kelamin dan tingkat pendidikan, distribusi datanya

tidak normal sehingga diuji dengan Mann-Whitney test. Hasil analisa statistik

menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada tiap karakteristik subjek

penelitian, sehingga subjek penelitian ini homogen.

Tabel 4. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan

Berdasarkan Umur Subjek

Umur Subyek

Rata-Rata Total Skor

Pasien Sinusitis

Maksilaris Kronik Kelompok Kontrol

40-45 2673 3213

46-50 2445 3232

51-55 2296 3105

56-60 2125 3005

Tabel 4 menunjukkan rata-rata total skor kualitas hidup terkait kesehatan

berdasarkan usia subjek. Pada tabel di atas didapatkan bahwa usia yang semakin

meningkat menunjukkan rata-rata total skor kualitas hidup terkait kesehatan yang

semakin menurun pada kelompok subjek pasien sinusitis maksilaris kronik. Akan

tetapi pada kelompok kontrol didapati rata-rata total skor kualitas hidup terkait

kesehatan paling tinggi justru pada kelompok usia 46 – 50 tahun.

Page 52: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Tabel 5. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan

Berdasarkan Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Jenis Kelamin

Rata-Rata Total Skor

Pasien Sinusitis

Maksilaris Kronik Kelompok Kontrol

Laki-laki 2376 3104

Perempuan 2440 3198

Tabel 5 menunjukkan rata-rata total skor kualitas hidup terkait kesehatan

berdasarkan jenis kelamin. Pada kedua kelompok subjek didapatkan hasil rata-rata

skor kualitas hidup terkait kesehatan perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-

laki.

Analisis statistik deskriptif dilakukan terhadap data-data yang terkumpul

untuk mendapatkan rata-rata skor total maupun rata-rata skor tiap dimensi kualitas

hidup terkait kesehatan sehingga didapatkan data-data sebagai berikut:

Gambar 1. Rata-Rata Skor 8 Domain Kualitas Hidup Terkait Kesehatan

Subjek Penelitian (Skor Maksimal 100 pada Tiap Domain)

Page 53: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Gambar 2. Rata-Rata Total Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Subjek

Penelitian

Kemudian dilakukan analisis statistik terhadap data-data yang terkumpul.

Uji normalitas data menggunakan Saphiro-Wilk didapatkan skor pada dimensi

fungsi fisik, energi, kesehatan jiwa, dan total skor terdistribusi normal sehingga

menggunakan uji parametrik t test. Sedangkan pada skor dimensi peranan fisik,

peranan emosi, fungsi sosial, rasa nyeri, dan kesehatan umum distribusi datanya

tidak normal sehingga menggunakan uji alternatif non parametrik Mann Whitney.

Page 54: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Dari hasil uji statistik tersebut didapatkan nilai p sebagai berikut:

Tabel 6. Nilai p pada Skor 8 Domain dan Total Skor Kualitas Hidup Terkait

Kesehatan Subjek Penelitian

Dimensi kualitas hidup P

Fungsi Fisik 0.000*

Peranan Fisik 0.009**

Peranan Emosi 0.024**

Energi 0.000*

Kesehatan Jiwa 0.004*

Fungsi Sosial 0.000**

Rasa Nyeri 0.000**

Kesehatan Umum 0.000**

Total Skor 0.000*

* : t test (jika distribusi data normal)

** : Mann-Whitney Test (jika distribusi data tidak normal)

Dari nilai p pada tabel 6 di atas didapatkan perbedaan yang bermakna

antara rata-rata skor kualitas hidup terkait kesehatan pada kelompok pasien

sinusitis maksilaris kronik dengan kelompok kontrol pada total skor dan

keseluruhan dimensi yang meliputi fungsi fisik, peranan fisik, peranan emosi,

energi, kesehatan jiwa, fungsi sosial, rasa nyeri, dan kesehatan umum.

Page 55: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di

Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi Surakarta, kemudian dilakukan perhitungan

statistik, serta dari penelitian terdahulu maka penelitian ini dapat dibahas sebagai

berikut:

Pada tabel 3 berisi karakteristik subjek penelitian, usia subjek dibatasi

antara 40 tahun sampai dengan 60 tahun karena skor kualitas hidup terkait

kesehatan berhubungan erat dengan usia subjek pada kedua kelompok sampel.

Adanya perbedaan jumlah subjek laki-laki dan perempuan dalam penelitian tidak

dapat membuktikan apakah jenis kelamin berpengaruh terhadap kejadian sinusitis

maksilaris kronik. Hal ini dikarenakan penelitian ini menerapkan kriteria inklusi

dan ekslusi dalam pengambilan sampel subjek penelitian, sehingga tidak

mengikutsertakan semua subjek yang ditemui dalam jangka waktu penelitian.

Tabel 4 menunjukkan rata-rata skor kualitas hidup terkait kesehatan

berdasarkan umur subjek penelitian. Adanya variasi rata-rata skor dapat

membuktikan bahwa umur subjek mempengaruhi skor kualitas hidup terkait

kesehatan pada kedua kelompok sampel. Secara umum, Netuveli dan Blane

(2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penurunan

skor kualitas hidup terkait kesehatan dengan pertambahan usia. Hal ini terjadi oleh

karena terdapat penurunan fungsi dari organ-organ vital tubuh. Disebutkan bahwa

komponen fisik merupakan komponen yang menurun paling signfikan

Page 56: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

dibandingkan komponen-komponen lainnya. Akan tetapi data-data dalam

penelitian ini tidak memungkinkan untuk dapat diambil kesimpulan mengenai

pengaruh umur terhadap skor kualitas hidup terkait kesehatan karena penelitian ini

tidak dirancang untuk mencari hubungan antara keduanya.

Tabel 5 menunjukkan rata-rata total skor kualitas hidup terkait kesehatan

berdasarkan jenis kelamin. Pada kedua kelompok subjek, baik kelompok pasien

sinusitis maksilaris kronik maupun kelompok kontrol didapatkan hasil rata-rata

skor kualitas hidup terkait kesehatan lebih tinggi pada subjek perempuan

dibandingkan subyek laki-laki. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak dapat

menyimpulkan hubungan jenis kelamin dengan rata-rata skor kualitas hidup

terkait kesehatan karena desain penelitian yang tidak sesuai.

Gambar 1 dan 2 serta tabel 6 menunjukkan perbandingan total skor

kualitas hidup terkait kesehatan. Pada kelompok pasien sinusitis maksilaris kronik

didapatkan total skor yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan

kelompok kontrol, hal ini ditunjukkan pada semua dimensi yaitu dimensi fungsi

fisik, peranan fisik, peranan emosi, energi, kesehatan jiwa, fungsi sosial, rasa

nyeri, dan kesehatan umum. Namun terdapat beberapa dimensi dengan perbedaan

rata-rata skor antara kedua kelompok subjek yang lebih tinggi dibandingkan

dengan yang lain yaitu dimensi fungsi sosial, rasa nyeri dan kesehatan umum.

Komponen fisik diwakili oleh dimensi fungsi fisik, peranan fisik, rasa

nyeri, dan kesehatan umum dalam pengukuran dengan skor kualitas hidup terkait

kesehatan menggunakan SF-36 (Ware et al., 1994). Dalam sebuah penelitian

dengan menggunakan kuesioner SNOT-20 menyebutkan bahwa dimensi rasa

Page 57: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

nyeri dan kesehatan umum dalam kualitas hidup terkait kesehatan merupakan

dimensi yang paling berpengaruh pada pasien sinusitis maksilaris kronik. Skor

rasa nyeri dan kesehatan umum yang rendah menggambarkan bahwa subjek

merasakan nyeri yang cukup bermakna sehingga hal ini mempengaruhi

kesehatannya secara umum. Di samping itu terdapat pengaruh buruk lainnya,

seperti pembatasan terhadap peranan maupun fungsi fisik. Adanya kecenderungan

tersebut mengindikasikan pentingnya menentukan prognosis serta rencana terapi

yang tepat terhadap pasien sinusitis maksilaris kronik dengan melibatkan penilain

mengenai kualitas hidup terkait kesehatan untuk mendapatkan hasil terapi yang

diinginkan (Vaid, 2007).

Komponen mental dalam kualitas hidup terkait kesehatan diwakili oleh

dimensi energi, fungsi sosial, peranan emosi, dan kesehatan jiwa (Ware et al.,

1994). Berdasarkan data-data yang diperoleh, keempat dimensi tersebut memiliki

perbedaan skor yang bermakna pada kedua kelompok subjek. Hal ini

dimungkinkan karena komponen mental pada pasien sinusitis maksilaris kronik

lebih dipengaruhi oleh faktor penyakit sinusitisnya. Dalam penelitian Lakshmi et

al. (2007) disebutkan bahwa beberapa komponen kualitas hidup terkait kesehatan

pada pasien sinusitis maksilaris kronik yang mengalami penurunan adalah

komponen mental dan emosional. Salah satu yang menyebabkan hal tersebut

adalah pola tidur dari pasien yang menurun, selain pengaruh dari rasa nyeri yang

tidak dapat dikesampingkan. Menurunnya pola tidur tentu dapat berimbas pada

penurunan energi serta fungsi sosial sehari-hari. Adanya hal tersebut juga

Page 58: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

menyebabkan pasien sinusitis maksilaris kronik sering mengalami respon emosi

yang berlebihan (Vaid, 2007).

Namun demikian penelitian ini memiliki beberapa kelemahan dalam

generalisasi hasil penelitian. Hal tersebut di antaranya:

A. Tidak semua faktor yang mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan

dieksklusikan, di antaranya:

1. Faktor penyakit penyerta yang mempengaruhi kualitas hidup terkait

kesehatan

Sinusitis maksilaris kronik yang diikuti oleh polip memiliki

prognosis yang lebih buruk serta penurunan yang lebih pada kualitas hidup

terkait kesehatannya (Vaid, 2007).

2. Terapi rehabilitasi pada subyek penelitian

Pada penelitian ini tidak dibedakan apakah subyek sudah

mendapatkan terapi baik farmakologis maupun pembedahan atau belum.

Padahal kedua terapi tersebut merupakan salah satu faktor yang juga

berpengaruh terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien sinusitis

maksilaris kronik.

B. Penggunaan kuesioner SF-36

SF-36 merupakan kuesioner yang bersifat generik, sehingga

dimungkinkan tidak dapat menggambarkan akibat sesungguhnya dari sinusitis

maksilaris kronik terhadap kualitas hidup terkait kesehatan.

SF-36 kurang dapat menggambarkan beberapa dimensi lain yang ikut

menurun pada penyakit sinusitis maksilaris kronik dikarenakan terlalu

Page 59: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

terbatasnya dimensi yang diukur maupun perincian pertanyaan untuk masing-

masing dimensi itu sendiri.

Page 60: HUBUNGAN ANTARA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara

sinusitis maksilaris kronik terhadap kualitas hidup.

B. Saran

1. Pemanfaatan penialian kualitas hidup perlu dipertimbangkan dalam

kasus sinusitis maksilaris kronik.

2. Dilakukan penelitian serupa dengan mengeksklusikan variabel-variabel

lain yang juga mempengaruhi skor kualitas hidup terkait kesehatan

pada pasien sinusitis maksilaris kronik.

3. Dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan alat ukur yang lebih

spesifik untuk pasien sinusitis maksilaris kronik.