60
HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN APENDISITIS AKUT PERFORASI DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 -2016 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Fitria Rahmi Ramadhani NIM: 11151030000063 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT

DENGAN APENDISITIS AKUT PERFORASI DI RSU KOTA

TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 -2016

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Fitria Rahmi Ramadhani

NIM: 11151030000063

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penerlitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar 51 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

Semua sumber yang saya gunakan dalam

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang

Hidayatullah Jakarta

Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di

Jakarta.

Ciputat, Oktober 20i8

Fitria Ramadhani

2.

J.

penulisan ini telah saya

berlaku di UIN Syarif

ini bukan karya asli saya

orang lain, maka saya

UIN Syarif Hidayatullah

Page 3: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGANAPENDISITIS AKUT PERFORASI DI RSU KOTA TANGERANG

SELATAN TAHUN 2015-2016

Laporan PenelitianDiajukan kepada Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran untukMemenuhi Persyaratan l\4emperoleh Gelar S arj anaKedokteran (S.Ked)

OlehFitria Rahmi Ramadhani

NIM: 1l151030000063

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Achmad Luthfi, SpB-KBDNrP. 19660420 199412 1 001

\ --='----'---\)-

-/ ar.eyal Rahayu. Sp.Raci.lVI.KesNIP. 19640909.199603 1 001

PROGRAM STUDI KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

1440II/ 2018 M

It

Page 4: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian bery'udul HUBUNGAN PENINGKATAN JUMLAHLEUKOSIT DENGAN APENDISITIS AI(UT PERFORASI DI RSU KOTATANGERANG SELATAN TAHUN 2015-2016yang diajukan oleh Fitria RahmiRamadhani (NIM 1115103000063), telah diujikan dalam sidang di FakultasKedokteran pada 1 November 2018. Laporan penelitian ini telah diterima sebagaisalah satu syarai memperoleh gelai' Sarjana Kedokteran (S.Ked) pa<ia ProgramStudi Kedokteran.

Ciputat, 1 November 2018

DEWAN PENGUJIKetua Sidang

dr. Achmad Luthfi, SpB-KBDNIP. 19660420 199412 1 001

Pembimbing I

dr. Acirmad Luthfi, SpB-KBDNrP. 19560420 1994t2t 001

dr. Bisatlzo MTrrdjikoen, SpOTNiP. 1966tfi3 i99103 1 003

FK UIN

dr.

Pembimbing II

\-o - -,--i;--t.

,. -a-,"

/ dr. Ayat Rahayu" Sp.Rad,M.KesNIP. 19640909 199603 1 001

Penguji II/t

(ffi&r

dr. Ahmad Azwar Habibi, M.BiomedNrP. 19800s22 2A0912 | 005

PIMPINAN FAKULTAS

Kaprodi Kedokteran

o, Sp.PD-KEMD,Ph.D, FINASIM dr. Achmad Zaki,M.Epid, SpOT196511232003t21003 NIP.19780507200s01 1 00s

IV

NIP.

Page 5: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat

dan nikmatnya yang telah diberikan saya dapat menyelesaikan laporan penelitian

ini sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,

penelitian ini sulit untuk diselesaikan. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. dr. Hari Hendarto, SpPD, PhD, FINASIM selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan dr.

Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Kepala Program Studi Kedokteran

dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing serta memberikan ilmu

kepada saya selama menjalani pendidikan Program Studi Kedokteran FK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Luthfi, SpB-KBD selaku pembimbing satu dan dr. Ayat

Rahayu, Sp.Rad, M.Kes selaku pembimbing dua , yang selalu memberikan

bimbingan dengan baik dan sabar serta selalu memotivasi dalam proses

penyusunan laporan penelitian dari awal perumusan laporan hingga akhir

laporan penelitian ini..

3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab riset angkatan 2015

atas segala bimbingan dan motivasi dalam proses penyusunan laporan

penelitian ini.

4. RSU Kota Tangerang Selatan, yang telah memberikan izin kepada saya

untuk melakukan penelitian dan mengembangkan ilmu saya,

5. Kedua orang tua saya yang tercinta, dr. Toni Agus Setiono, SpB dan N

Imas Em Farida, Amd.Keb yang selalu memberikan cinta dan kasih

sayang yang tak terhingga serta memotivasi dalam penyusunan laporan

penelitian ini.

Page 6: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

vi

6. Adik saya Helga Rahma Setiani yang telah mendukung dan menghibur

saya dalam proses penyusunan laporan penelitian ini.

7. Teman seperjuangan dalam penelitian ini Allifka Ramadhanti, Farah Alvi,

Syifa Faisal dan Wahyuning Hapsari yang selalu membantu dalam

penyusunan laporan penelitian dari awal hingga akhir.

8. Sahabat-sahabat terbaik saya Salsabila Windya Anggraeni, Fitmika Dewi,

Nabilah Ulfah dan Auliya Yasmin Uzair yang selalu memberikan

semangat dan mendengar keluh kesah penulis.

9. Teman-teman ARMYGDALA yaitu Febri Nugraheni, Meyasi N, Shafira

Putri Widjaja, Fitria Tahta Alfina, Isna Khumairotin, Sisy Marfani Rizki,

Aqiila Puterikami yang selalu memberikan motivasi dan menghibur

penulis.

10. Teman-teman Amigdala 2015 yang berjuang bersama saya dan mewarnai

kehidupan saya di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa laporan penelitian masih memiliki banyak

kekurangan dan jauh dari kata sempurna, karena itu saya sebagai penulis

mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dan kelanjutan penelitian

ini.Deikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan

manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umunya.

Ciputat, Oktober 2018

Penulis

Page 7: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

vii

ABSTRAK

Fitria Rahmi. Program Studi Kedokteran. Hubungan Peningkatan

Jumlah Leukosit dengan Kejadian Apendisitis Akut Perforasi di RSU

Tangerang Selatan pada Tahun 2015-2016.2018

Latar Belakang :Apendisitis akut merupakan kasus kegawat daruratan

abdomen yang sering terjadi dan membutuhkan tindakan yang tepat dan

cepat untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa perforasi. Dalam

penegakan diagnosis dan mengetahui prognosis pada pasien apendisitis

akut dibutuhkan pemeriksaan penunjang, salah satunya pemeriksaan yang

mudah dan memiliki harga terjangkau adalah pemeriksaan hitung jumlah

leukosit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

peningkatan jumlah leukosit dengan kejadian akut perforasi. Metode :

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan

sampel secara total sampling dengan jumlah sampel 112 sampel yang

memenuhi kriteria inklusi. Data kemudian dikelompokan menjadi

diagnosis dan dianalisa menggunakan rumus uji Chi-square. Hasil : Hasil

analisis data didapatkan rata-rata jumlah leukosit kejadian akut tanpa

perforasi 13.030 sel/mm3 dan akut perforasi adalah 21.837 sel/mm

3 dan

berdasarkan analisa uji Chi-Square menunjukan adanya hubungan yang

signifikan antara peningkatan jumlah leukosit dengan kejadian akut

perforasi (p=0,009). Simpulan : Terdapat hubungan antara peningkatan

jumlah leukosit dengan kejadian apendisitis akut perforasi.

Kata Kunci : apendisitis akut perforasi, apendisitis akut, jumlah leukosit

Page 8: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

viii

ABSTRACT

Fitria Rahmi. Medical Education Study Program. Corellation

Between the Increased Leukocyte Count with Perforated Acute

Appendicitis in RSU Tangerang Selatan in 2015-2016.2018

Background : Appendicitis acute is the most common emergency case of

abdomen and immediate and proper treatment is needed to prevent

complication such as perforation. To diagnose and determining prognosis

in acute appendicitis, doctors are need to do laboratory examinations, one

of the laboratory examinations which is easy and affordable is leukocyte

count. The aim of this study is to analyze the corellation between the

increase leukocyte count with perforated acute appendicitis. Method :

This is an analytic research with cross sectional design. The sample was

taken with total sampling with total samples, 112 samples fit the inclusion

criteria. The data was subsequently divided according to diagnosis and

analyzed using Chi-square test. Results : The result from data analyze

show average of leukocyte count in appendicitis acute without perforation

is 13.030 cells/mm3and appendicitis acute perforation is 21.837 cells/mm

3

and from Chi-square test’s result showthat there is a significant correlation

between the increased leukocyte count with perforated acute appendicitis

(p=0,009). Conclusion : There is a significant corellation between the

increased leukocyte count with perforated acute appendicitis.

Keywords : perforated acute appendicitis, acute appendicitis, leukocyte

count

Page 9: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

ix

DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... v

ABSTRAK ....................................................................................................................... vii

ABSTRACT .................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 3

1.3 Hipotesis ............................................................................................................. 3

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 3

1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................................... 3

1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................................. 3

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4

1.5.1 Bagi Peneliti : .................................................................................................... 4

1.5.2 Bagi Institusi : ................................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5

2.1 Landasan Teori ................................................................................................. 5

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks ...................................................................... 5

2.1.2 Apendisitis ........................................................................................................ 8

2.1.2.1 Definisi .................................................................................................... 8

2.1.2.2 Epidemiologi ........................................................................................... 8

2.1.2.3 Klasifikasi ............................................................................................... 9

2.1.2.4 Etiologi .................................................................................................. 10

2.1.2.5 Patofisiologi .......................................................................................... 11

2.1.2.6 Gambaran Klinis ................................................................................... 12

Page 10: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

x

2.1.2.7 Diagnosis ............................................................................................... 13

2.1.2.8 Komplikasi ............................................................................................ 18

2.1.2.9 Diagnosis Banding ................................................................................ 19

2.1.2.10 Tata Laksana ..................................................................................... 19

2.2 Kerangka Teori ............................................................................................... 21

2.3 Kerangka Konsep ............................................. Error! Bookmark not defined.

2.4 Definisi Operasional ......................................... Error! Bookmark not defined.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 23

3.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 23

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................... 23

3.2.1 Tempat Penelitian ........................................................................................... 23

3.2.2 Waktu Penelitian ............................................................................................. 23

3.3 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 23

3.3.1 Populasi ........................................................................................................... 23

3.3.2 Sample ............................................................................................................ 23

3.3.3 Kriteria Sampel ............................................................................................... 25

3.3.3.1 Kriteria Inklusi ...................................................................................... 25

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi ................................................................................... 25

3.4 Cara Kerja Penelitian ..................................................................................... 25

3.5 Pengolahan Data ............................................................................................. 26

3.5.1 Pengelolaan Data ............................................................................................ 26

3.5.2 Analisa Data .................................................................................................... 26

3.6 Etika Penelitian ............................................................................................... 27

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 28

4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................ 28

4.1.1 Prevalensi Apendisitis Akut di RSU Tangerang Selatan Tahun 2015-2016 ... 28

4.1.2 Prevalensi Sampel Berdasarkan Karakteristik ............................................... 29

4.1.3 Hubungan Nilai Leukosit Dengan Kejadian Apendisitis Akut Perforasi di RSU

Tangerang Selatan Tahun 2015-2016 ....................................................................... 31

4.2 Pembahasan ..................................................................................................... 32

4.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................................. 36

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 37

5.1 Simpulan .......................................................................................................... 37

5.2 Saran ................................................................................................................ 37

Page 11: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

xi

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 38

LAMPIRAN..................................................................................................................... 42

Page 12: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Frekuensi Gejala yang Sering Muncul ................................................. 13

Tabel 2. 2 Frekuensi Tanda yang Sering Muncul ................................................. 13

Tabel 2. 3 Tanda Klasik Apendisitis pada Pasien dengan Nyeri Abdomen.......... 15

Tabel 2. 4 Skor Alvarado ...................................................................................... 18

Tabel 4. 1 Prevalensi Apendisitis Akut di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun

2015-2016 ............................................................................................................. 28

Tabel 4. 2 .Prevalensi Karakteristik Pasien Apendisitis Akut .............................. 29

Page 13: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Anatomi Apendiks Vermiformis ........................................................ 5

Gambar 2. 2 Lokasi dari apendiks dan caecum...................................................... 6

Gambar 2. 3 Variasi regio anatomis pada apendiks ................................................ 7

Page 14: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian......................................................................42

Lampiran 2 Uji Statistik...................................................................................43

Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup...................................................................44

Page 15: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis akut adalah kasus yang sering terjadi pada kegawatan

abdomen akut akibat peradangan di apendiks veriformis yang progresif

dan menetap. Apendisitis dapat terjadi pada semua usia, namun kejadian

apendisitis ini meningkat pada usia remaja dan dewasa yaitu sekitar usia

15-25tahun.1Kejadian apendisitis di Indonesia berdasarkan data

Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang dengan

persentase 3.36% dan pada tahun 2010 menjadi 621.435 orang dengan

persentase 3.53% yang berarti ada peningkatan yang menyatakan

apendisitis merupakan penyakit tidak menular tertinggi kedua di Indonesia

pada rawat inap di rumah sakit.pada tahun 2009 dan 20102Insiden

apendisitis akut berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada

kasus pembedahan, 35% nya adalah kasus apendisitis akut. Penegakan

diagnosis dan tindakan pembedahan yang cepat dan tepat sangatlah

penting karena dapat mengurangi angka komplikasi apendisitis perforasi,

morbiditas dan mortalitas.Diagnosis terhadap pasien dengan suspek

appendisitis dapat dilihat dari riwayat penyakit dan juga pemeriksaan fisik

sedangkan untuk uji laboratorium masih kontroversial.

Pada pemeriksaan fisik biasanya menujukan adanya takikardi

sedang atau peningkatan suhu dan keluhan utama yang sering muncul

adalah nyeri kolik di central abdomen diikuti muntah dengan

berpindahnya nyeri di are fossa iliaka kanan.3 Pemeriksaan fisik yang

biasa dilakukan pada apendisitis adalah nyeri tekanMcBurney yaitu

penekanan pada anterior apendiks lebih lanjut lainnya adalah Rovsig’s sign,

psoas sign, obturator sign dan juga dapat dinilai dengan Alvarado

Score.Pemeriksaan laboratrium untuk appendisitis belum ada yang spesifik

namun ada beberapa uji laboratorium yang dapat membantu penegakan

diagnosis diantaranya leukosit dan hitung jenis sel neutrofil (WBCs), C-

reactive protein (CRP), interleukin-6 (IL-6) dan prokalsitonin (PCT).

Page 16: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

2

Beberapa studi menunjukan hubungan antara kenaikan perhitungan sel

darah putih pada diagnosis appendisitis, kenaikan neutrofil (>75%) dan

predominant leukosit muncul 80 – 90%.4Usaha meningkatkan akurasi

diagnosis apendisits akut dan mencegah tindakan pembedahan yang tidak

diperlukan (unnecessary appendectomy) merupakan masalah aktual dan

masih sering diperdebatkan. Perhitungan leukosit adalah salah satu

investigasi yang membantu dalam penegakan diagnosis apendisitis akut.

Pemeriksaan ini mudah ditemukan dan ekonomis yang dapat dilakukan

hampir pada seluruh laboratorium. Jumlah leukosit pada apendisitis akut

umumnya meningkat yaitu sekitar 10000-18000µl. Pada umumnya, jumlah

leukosit lebih dari 18000µl menunjukan telah terjadi perforasi dan

peritonitis.3 Pemeriksaan ini penting karena dapat membantu menegakan

diagnosis apendisitis akut dan memprediksi prognosisnya sehingga

memudahkan dokter untuk menangani pasien dengan baik, karena

penangan dari apendisitis akut dan perforasi berbeda dan memiliki

prognosis berbeda.

Pemeriksaan ini telah banyak diteliti manfaatnya. Penelitian

Nasution di Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak (2011),

menunjukan adanya kenaikan leukosit pada 63,33% pasien apendisitis

akut, penelitian Dwintasari di RSU Provinsi NTB (2012-2013), menujukan

adanya kenaikan leukosit 56,5% pasien apendisitis akut dan 59,5% pada

pasien apendisitis akut perforasi, sehingga dari beberapa penelitian ini

dapat diambil kesimpulan bahwa pemeriksaan hitung jumlah leukosit

dapat membantu menegakan diagnosis apendisitis akut. Namun masih ada

pula studi yang mempertanyakan apakah pemeriksaan leukosit ini dapat

secara adekuat menegakan diagnosis appendisitis.

Perbedaan dari beberapa hasil penelitian ini, membuat penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara peningkatan

jumlah leukosit dengan apendisitis akut perforasi di Rumah Sakit Umum

Kota Tangerang Selatan pada tahun 2015-2016. Selain itu, penulis juga

tertarik untuk melakukan penelitian ini dikarenakan ingin mengetahui

keefektifan hitung jumlah leukosit dalam menegakan diagnosis apendisitis

Page 17: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

3

akut sehingga dapat mendapatkan penanganan yang sesuai dan mencegah

terjadinya perforasi maupun komplikasi lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara peningkatan jumlah leukosit dengan

apendisitis akut perforasi di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2015-

2016?

1.3 Hipotesis

Terdapat hubungan antara peningkatan jumlah leukosit dengan apendisitis

akut perforasi di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2015-2016

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya hubungan antara peningkatan jumlah leukosit pada

kejadian apendisitis akut perforasi di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun

2015-2016.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan antara peningkatan jumlah leukosit pada kejadian

apendisitis akut perforasi.

b. Mengetahui kejadian apendisitis akut perforasi berdasarkan usia pada

pasien apendisitis akut di RSU Tangerang Selatan tahun 2015-2016

c. Mengetahui kejadian apendisitis akut perforasi berdasarkan jenis kelamin

pada pasien apendisitis akut di RSU Tangerang Selatan tahun 2015-2016.

Page 18: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

4

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti :

a. Meningkatkan pemahaman dan kemampuan peneliti dalam bidang

penelitian.

b. Meningkatkan pemahaman peneliti akan penegakan diagnosis pada

apendisitis akuttanpa perforasi dan apendisitis akut perforasi dengan

menggunakan perhitungan leukosit

c. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat selama menjalani

pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

1.5.2 Bagi Institusi :

a. Mewujudkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

sebagai universitas yang dapat ikut berkontribusi dalam membantu

menegakan diagnosis kejadian apendisitis akut tanpa perforasi dan

mencegah terjadinya akut perforasi.

b. Sebagai bahan informasi, pustaka, dan masukan bagi mahasiswa untuk

melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian

yang telah dilakukan penulis.

Page 19: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Gambar 2. 1Anatomi Apendiks Vermiformis

Sumber : Martini,2012

Apendiks vermiformis pertama di temukan oleh rakyat mesir

ketika melakukan proses “memumikan”, bagian abdomen dikeluarkan dan

ditaruh pada sebuah toples dengan di depskrisikan sebagai “cacing saluran

pencernaan” yang ditemukan.4 Apendiks vermiformis dianggap sebagai

organ paling vestigial yaitu organ sudah kehilangan atau kebanyakan

fungsinya atau disebut juga organ sisa. Apendiks vermiformis memiliki

struktur tabung yang sempit, berongga, berujung buntu disalah satu sisinya

dan berhubungan dengan caecum di sisi lain. Secara embriologi appendiks

adalah terusan dari caecum dan pertama kali tergambarkan pada bulan ke-

5 selama gestasi.5 Letak dari apendiks sendiri yaitu menempel pada aspek

posteromedial pada caecum. Organ ini adalah satu-satunya organ pada

tubuh yang tidak memiliki posisi anatomi yang konstan. Apendiks

Page 20: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

6

memiliki panjang normalnya sekitar 9 cm, tetapi ukuran dan bentuknya

cukup bervariasi.6

Gambar 2. 2Lokasi dari apendiks dan caecum

Sumber : Harrison, 2015

Titik pelekatan apendiks vermiformis dengan caecum konsisten

dengan alur taenia coli libera yang tampak jelas mengarah ke basis

apendiks vermiformis, sementara ujung lain dari apendiks vermiformis

memiliki posisi sangat bervariasi.7Apendiks memiliki beberapa posisi

yaitu :

a) preileal : anterior dari ileum terminal, kemungkinan

berhubungan dengan dinding tubuh.

b) postileal : posterior dari ileum terminal.

c) Paracolic.

d) retrocaecal : posterior dari caecum atau bagian bawah colon

ascendens.

Page 21: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

7

e) subcaecal : inferior caecum.

f) pelvic : menggantung diatas apertura pelvis, didalam pelvis

atau dalam posisi descenden.

g) Subhepatic : paling jarang

Gambar 2. 3Variasi regio anatomis pada apendiks

Sumber : Harrison, 2015

Variasi pada posisi apendiks, usia pasien dan tingkat inflamasi

inilah yang membuat manifestasi klinik pada apendicitis secara terkenal

tidak konsisten. Berdasarkan kejadian menurut posisi apendiks yang

dilaporkan 65,28% pada retrocaecal; 31,01% pelvic; 2,26% subcaecal; 1%

preileal dan 0.4% untuk right paracolic/postileal.4Arteri apendikular

mewakilkan keseluruhan suplai arteri akhir organ yang berasal dari arteri

ileocolic. Jika terjadi thrombosis pada arteri ini akan terbentuk gangrene

dan kemudian perforasi. Vena dari apendiks mengalir menuju vena

ileocolic yang kosong ke vena mesenteric superior.Beberapa kanal

limfatik yang tipis akan melewati mesoapendiks untuk menuju ke nodus

ileocaecal. GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat pada

organ apendiks dapat mensekresi Imunoglobulin (IgA) yang berfungsi

sebagai alat pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pengangkatan organ

apendiks ini tidak akan mempengaruhi sistem imun dalam tubuh karena

Page 22: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

8

jumlah jaringan limfe yang perbandingannya sangat kecil bila

dibandingkan dengan jumlahnya di seluruh tubuh.8

2.1.2 Apendisitis

2.1.2.1 Definisi

Apendisitis adalah proses peradangan pada apendix vermiformis.

Apendisitis akut dengan mula gejala akut yang memerlukan pembedahan cepat

dan biasanya ditandai dengan nyeri pada kuadran abdomen kanan bawah, nyeri

lepas alih, spasme otot yang ada diatasnya, dan hiperestesia kulit, sedangkan pada

apendisitis kronik ditandai dengan penebalan fibretik dinding organ tersebut yang

disebabkan oleh peradangan akut sebelumnya.9Apendisitis merupakan penyebab

tersering nyeri abdomen akut dan memerlukan tindakan bedah segera untuk

mencegah kompikasi yang umumnya berbahaya.8

2.1.2.2 Epidemiologi

Apendisitis terjadi lebih sering pada lingkup sosial Barat.Kejadian ini

menurun tanpa sebab yang jelas, namun apendisitis akut tetap menjadi kasus

emergensi tersering dalam bedah umum pada abdomen, dengan ratio mencapai

100 per 100,000 orang/ tahun di Eropa dan Amerika sekitar 11 kasus per 10,000

orang. Sekitar 9% dari pria dan 7% dari wanita akan mengalami episode ini dalam

hidupnya. Keseluruhan, 70% pasien adalah kurang dari usia 30 tahun dan

kebanyakan prian; rasio antara pria dan wanita yaitu 1.4 : 1.10

Apendisitis berisiko

terjadi pada usia 12 – 20 tahun dimana puncaknya jumlah folikel pada apendiks.3

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004 diketahui bahwa

apendisitis diderita oleh 418 juta jiwa di seluruh dunia, 259 juta jiwa darinya

adalah laki-laki dan selebihnya adalah perempuan, dan mencapai total 118 juta

jiwa di kawasan Asia Tenggara. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) di Indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut

abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawat daruratan

abdomen. Insiden apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara

Page 23: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

9

kasus kegawatan abdomen lainnya (Depkes 2008). Pada tahun 2009, menurut

Departemen Kesehatan RI, apendisitis masuk dalam daftar 10 penyakit terbanyak

pada pasien rawat inap di rumah sakit di berbagai wilayah Indonesia.2

Menurut suatu studi, kejadian apendisitis pada negara maju lebih tinggi

daripada di negara berkembang. Menurut penelitian yang dilakukan di RS

ImmanuelBandung pada bulan Januari 2013-Juni 2013, dari 152 sampel pasien

apendisitis tercatat 55 orang (36,8%) berprofesi sebagai karyawan swasta dengan

perkiraan kategori ekonomi menengah keatas, sementara 1 orang (0,65%)

berprofesi sebagai pedagang dengan perkiraan kategori menengah kebawah.11

Hal

ini diduga karena pola makan dan juga hidup masyarakat negara maju atau

ekonomi menengah atas yang cenderung mengkonsumsi makanan rendah serat

seperti fast food, dsb.

2.1.2.3 Klasifikasi

Apendisitis diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu apendisitis akut dan

kronik.8 Apendisitis akut dibagi menjadi beberapa derajat:

a) Apendisitis akut sederhana

Terjadi peradangan di area mukosa dan submukosa yang disebabkan

obstruksi

b) Apendisitis akut purulenta atau disebut juga supuratif

Peningkatan tekanan lumen karena sekresi mukosa disertai edema

yang menekan aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan

trombosis.

c) Apendisitis akut gangrenosa

Mulai terjadi infark karena tekanan lumen yang meningkat dan

terjadinya trombosis.

d) Apendisitis infiltrat

Proses radang apendiks yang penyebaran;nya dapat dibatasi oleh

omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehinnga

membentuk gumpalan massa yang melekat erat satu dengan lainnya.

e) Apendisitis abses

Massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus)

Page 24: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

10

f) Apendisitis perforasi

Pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk

ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding

apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

Apendisitis kronik jarang terjadi daripada apendisitis akut dan lebih sulit

untuk didiagnosis, insidensnya hanya 1% di Amerika Serikat. Apendisitis kronik

yang dapat menjadi akut lagi disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut.

Penegakan diagnosis pada apendisitis kronis paling tidak harus ditemukan 3 hal

yaitu12

:

a) Memiliki riwayat nyeri kuadran kanan bawah abdomen selama paling

sedikit 3 minggu tanpa alternatif diagnosis lain;

b) Setelah dilakukan apendektomi gejala yang dialami pasien tersebut hilang;

c) Secara histopatologik, gejalanya dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi

kronis yang aktif pada dinding apendiks atau fibrosis pada apendiks.

2.1.2.4 Etiologi

Etiologi dari apendisitis ini masih belum bisa dipahami. Obstruksi dari

lumen adalah faktor yang mendominasi pada apendisitis akut. Fekalit, residu

makanan yang belum tercerna sempurna, hiperplasia limfoid, luka intraluminal,

tumor, bakteri, virus dan inflammatory bowel disease itu semua dapat

berhubungan dengan inflamasi apendiks pada apendisitis.10

Penyebab tersering

pada obstruksi apendik adalah fekalit hampir 50% kejadian apendisitis akut

disebabkan hal ini, sedangkan untuk hipertrofi jaringan, sayuran, biji buah, cacing

(Enterobius vermicularis, Balantidum coli, Schistosoma haematobium) lebih

sedikit.13

Pada 60% aspirasi cairan apendiks yang meradang ditemukan adanya

bakteri anaerob,pada jaringan apendiks normal hanya ditemukan 25% bakteri

anaerob. Menurut studi yang dilakukan di Ukraina pada tahun 2016, dari 153

sampel pasien apendisitis ditemukan terdapat 82 sampel (80,39%) yang positif

terdapat bakteri E.coli, 52 sampel (50,98%) terdapat bakteri Staphylococcus dan

bakteri fecal Streptococcus pada 9 sampel (18,63%).14

Page 25: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

11

2.1.2.5 Patofisiologi

Apendisitis diawali oleh obstruksi lumen appendiceal, obstruksi ini

diyakini sebagai tahap penting dari terbentuknya apendisitis. Obstruksi ini dapat

disebabkan karena fekalit, hiperplasia folikel limfoid, benda asing, struktur karena

fikosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Dalam beberapa kasus,

obstruksi ini akan mengarah pada pertumbuhan bakteri secara cepat yang

berlebihan dan juga distensi lumen karena sekresi mukus terus menerus.10

Akibat

dari distensi lumen adalah muncul stimulasi pada saraf nyeri visceral afferent

yang menyebabkan nyeri difus pada abdomen bawah dan tengah. Distensi secara

tiba-tiba dapat menyebabkan rasa kram.Akibat tertekannya pembuluh darah vena

dan arteri menyebabkan terjadinya kongesti di pembuluh darah apendiks dan

menimbulkan reflex mual.Kemudian, thrombosis pada pembuluh darah dan

nekrosis iskemik dengan perforasi pada appendix distal dapat terjadi. Sebagai

kompensasi terhadap invasi bakteri maka tubuh mengaktivasi mediator inflamasi

pada jaringan apendiks dan menyebabkan timbulnya gejala demam, takikardi dan

leukositosis dan secara progresif dapat terjadi perforasi.3

Apendiksekal fekalit dapat ditemukan pada 50% pasien dengan

apendisitis gangren yang perforasi tetapi jarang ditemukan pada pasien yang

memiliki penyakit sederhana. Berdasarkan observasi ini, proses patofisiologi

berbeda dan apendisitis tidak selalu berproses menuju perforasi. Selain itu, pada

beberapa kasus apendisitis akut yang sederhana dan teratasi secara spontan atau

dengan terapi antibiotik, dan kejadian berulang dapat terjadi.10

Ketika perforasi terjadi, apendiks yang mengalami inflamasi akan

mengeluarkan cairan yang mengandung bakteri dan akan mengenai omentum atau

jaringan yang ada disekitarnya untuk membentuk abses. Perforasi bebas

normalnya dapat menyebabkan severe peritonitis. Pasien ini dapat mengalami

thrombosis supuratif yang infektif pada vena portal dan juga diikuti abses

intrahepatik.10

Page 26: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

12

2.1.2.6 Gambaran Klinis

Gambaran klinis pada pasien apendisitis akut biasanya adalah nyeri pada

abdomen. Nyeri dimulai dari area periumbilical/epigastrium berpindah ke fossa

iliaka kanan dalam beberapa jam. Kemungkinan setelah itu muncul gejala lain

seperti tidak nafsu makan, mual dan muntah selama 12-24 jam.Nyeri awal pada

periumbilikal disebabkan oleh obstruksi dan inflamasi dari apendiks dan di

medias melalui saraf nyeri visceral sebagai nyeri. Ketika parietal peritoneum

terlibat dapat menyebabkan nyeri somatik yang melokalisasi, intense dan konstan

yang menjalar.15

Dalam apendisitis awal, pasien mulanya afebrile atau memiliki

demam rendah. Pada apendisitis perforasi, disertai dengan demam tinggi juga

nyeri abdomen secara menyeluruh.Pasien juga dapat mengalami diare ataupun

tenesmus.

Sangat penting untuk mengidentifikasi pasien yang kemungkinan memiliki

apendisitis sedini mungkin untuk meminimalisir resiko terjadinya komplikasi.

Pasien yang memiliki gejala lebih dari 48 jam kemungkinan sudah perforasi.

Apendisitis harus dimasukan pada diagnosis banding untuk nyeri pada abdomen

pada setiap pasien pada semua umur kecuali kalau yakin organ tersebut sudah

dihilangkan.

Tanda umum dari apendisitis akut adanya demam sedang dan takikardi

yang mungkin karena inflamasi yang terjadi pada apendiks.Sedangkan tanda local

yang khas adalah tenderness terlokalisir dan persisten di daerah McBurney,

walaupun bergantung dari lokasi apendiks itu sendiri.Munculnya kekakuan otot

dari fossa illiaka kanan juga dapat timbul karena inflamasi yang terjadi pada

parietal peritoneum.

Pasien dengan apendisitis pelvis biasanya menunjukan adanya dysuria,

frekuensi BAK, diare atau tenesmus. Pasien dengan apendisitis ini kemungkinan

hanya mengalami nyeri di regio suprapubic pada palpasi atau pada pemeriksaan

rectal atau pelvis. Pemeriksaan pelvis pada wanita adalah suatu keharusan untuk

menyingkirkan diagnosis banding seperti inflammatory disease, kehamilan

ektopik dan ovarian torsion. Frekuensi gejala dan tanda yang ditunjukan dapat

dilihat pada tabel berikut ini.10

Page 27: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

13

Tabel 2. 1Frekuensi Gejala yang Sering Muncul

Gejala Frekuensi

Nyeri Abdomen >95%

Anoreksia >70%

Konstipasi 4-16%

Diare 4-16%

Demam 10-20%

Perpindahan nyeri ke kuadran kanan

bawah

50-60%

Mual >65%

Muntah 50-75%

Sumber : Harrison, 2015

Tabel 2. 2 Frekuensi Tanda yang Sering Muncul

Signs Frequency

Abdominal tenderness >95%

Right lower quadrant tenderness >90%

Rebound tenderness 30-70%

Rectal tenderness 30-40%

Cervical motion tenderness 30%

Rigidity ~10%

Psoas sign 3-5%

Rovsing’s sign 5%

Palpable mass <5%

Sumber : Harrison, 2015

2.1.2.7 Diagnosis

Penegakan diagnosis pada apendisitis akut dapat ditegakan melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan

tersebut meliputi :

Page 28: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

14

a. Anamnesis

Apendisitis harus dipikirkan sebagai diagnosis banding pada semua

pasien dengan nyeri abdomen akut yang sesuai dengan manifestasi klinis

diatas yakni mual, muntah pada keadaan awal yang diawali dengan nyeri

perut kuadran kanan bawah yang makin progresif.10

Keluhan utama pada

pasien apendisitis akut adalah nyeri pada abdomen. Pasien akan

menjelaskan nyeri kolik pada peri-umbilikal yang semakin nyeri pada 24

jam pertama, yang menjadi konstan dan tajam, dan berpindah ke fossa

iliaka kanan. Nyeri awal mewakilkan nyeri peralihan hasil dari inevarsi

visceral midgut dan nyeri yang terlokalisir disebabkan oleh terlibatnya

parietal peritoneum setelah proses inflamasi. Kehilangan selera makan

sering sebagai fitur yang predominan, dan konstipasi juga mual sering

muncul.10

b. Pemeriksaan Fisik

Pada tanda vital kadang ditemukannya berupa takikardi ringan

ataupun peningkatan suhu. Pada pemeriksaan fisik pasien dilakukan

pemeriksaan di titik McBurney (sepertiga distal garis antara umbilikus dan

spina iliaka anterior superior atau SIAS kanan)untuk mengetahui adanya

tenderness, guarding dan juga rebound, lalu dilakukan pemeriksaan

Rovsing’s sign (nyeri pada kuadran kanan bawah ketika dilakukan palpasi

di kuadran kiri bawah) untuk mengetahui terjadinya iritasi pada baian

peritoneal. Setelah itu dilakukan pemeriksan Psoas sign (perlahan

mengekstensi paha kanan pasien dengan posisi pasien berbaring kearah

kiri) untuk membuktikan adanya inflamasi local ketika otot illiopsoas, lalu

dilakukan juga pemeriksaan Obturator sign ( internal rotasi pada paha

kanan pasien yang difleksikan dengan posisi pasien supinasi)untuk

menunjukan adanya indikasi terjadi iritasi dekat obturator internus.3

Penjelasan lebih detail untuk pemeriksaan fisik dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Page 29: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

15

Tabel 2. 3 Tanda Klasik Apendisitis pada Pasien dengan Nyeri Abdomen

Sumber : Harrison, 2015

c. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pada apendisitis dapat ditegakan melalui beberapa tes

yaitu pemeriksaan darah lengkap terutama sel darah putih, analisa urin,

dan juga patologi untuk mendapatkan bukti yang menunjang. Investigasi

untuk apendisitis akut yang harus dilakukan yaitu16

:

1. Analisa urin : hampir 40% dapat muncul keabnormalan

2. Test kehamilan : menyingkirkan adanya kehamilan pada wanita

3. Pemeriksaan darah lengkap : neutrophil (75%), predominan

leukositosis (80-90%)

4. C reactive protein : dapat terjadi peningkatan konsentrasi

Sistem scoring dan algoritma telah diusulkan untuk membantu

diagnosis pada apendisitis akut namun belum digunakan secara luas. Tes

laboratorium ini diperlukan untuk membantu menyingkirkan diagnosis

banding.

Maneuver Findings

Rovsing’s sign Palpating in the left lower quadrant

causes pain in the right lower quadrant

Obturator sign Internal rotation of the hip causes pain,

suggesting the possibility of an

inflamed appendix located in the pelvis

Illiopsoas sign Extending the right hip causes pain

along posterolateral back and hip,

suggesting retrocecal appendicitis.

Page 30: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

16

A. Hitung Jumlah Leukosit

Leukosit adalah grup heterogen dari sel bernukleus yang

dapat ditemukan di sirkulasi darah selama kita hidup.Leukosit

diklasifikasikan menjadi granulosit, limfosit dan monosit,

granulosit memiliki 3 variasi yaitu neutrofil (PMN), eosinofil dan

basofil.Konsentrasi normal di dalam darah bervariasi antara

4000sel/mm3dan 10.000 sel/mm

3.Leukosit memiliki peran penting

dalam fagositosis dan imunitas dalam menghadapi infeksi.

Leukosit dapat dievaluasi dengan beberapa teknik yang dapat

dilakukan di laboratorium, salah satunya yang paling mudah adalah

hitung jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit.17

Hitung jumlah leukosit dapat dilakukan secara manual

dengan perhitungan Neubauer ,namun pada laboratorium

berteknelogi modern menggunakan automated hematology

analyzers untuk perhitungan jumlah leukosit. Alat ini memberikan

hasil yang akurat, tepat, biaya yang murah dengan waktu yang

singkat.18

Pada kejadian apendisitis akut perhitungan sel darah putih

bisa ditemukan peningkatan pada leukosit (leukositosis) dengan

rentang 11.000 – 17.000/uL dengan neutrofilia serta ditemukannya

“left shift” pada hitung jenis terjadi hampirpada >95% pasien

dengan apendisits.10,15

Pada kasus yang sudah terjadi perforasi dan

gangren dapat mengalami leukositosis tinggi

(>20,000/uL).Pemeriksaan ini lebih akurat jika diikuti dengan

pemeriksaan C-reactive protein.

B. Pemeriksaan Urin

Urinalisis berguna pada kasus yang diragukan mengarah

pada infeksi saluran kemih yang menyerupai apendisitis.15

Namun,

apendiks terinflamasi yang berbatasan dengan ureter atau kantung

kemih dapat menyebabkan sterile pyuria atau hematuria. Setiap

Page 31: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

17

wanita dalam usia kehamilan harus melakukan tes kehamilan bila

dicurigai kehamilan ektopik.16

C. Radiografi

Pemeriksaan radiografi jarang membantu dalam menegakan

diagnosis apendisitis.Pada pemeriksaan abdomen polos dapat

menunjukan pola gas di saluran cerna yang tidak spesifik.

Pemeriksaan ini dilakukan jika dikhawatirkan adanya kondisi lain

seperti fekalit di kuadran kanan bawah, obstruksi saluran cerna

atau ureterolithiasis, hampir <5% akan menunjukan adanya fekalit

dengan gambaran opaque di bagian kuadran kanan bawah

abdomen.Kemunculan dari fekalit bukanlah diagnosis dari

apendisitis, walaupun kemunculannya pada letak dimana pasien

mengeluhkannya. Sensitivitas keseluruhan pada alat

ultrasonography adalah 86% dan spesifisitas 85%.

Ultrasonography, terutama dengan teknik intravaginal terbukti

sebagai identifikasi paling berguna untuk patologi pelvis pada

wanita. Penemuan USG pada apendisitis yaitu adanya penebalan

dinding, dan meningkatnya diameter apendiks dan juga adanya

cairan bebas.3,10

Pemeriksaan menggunakan Computed Termography (CT)

memiliki sensitivitas 76-100% dan spesifitas 83-100% ,

pemeriksaan ini berguna terutama jika dicurigai sudah

terbentuknya abses. Penemuan pada CT adalah termasuk dilatasi

>6 mm dengan penebalan dinding, lumen yang tidak terisi dengan

kontras enterik, dan jaringan berlemak yang terurai atau udara

disekitas apendiks, yang mengarah pada inflamasi.10,14

Selain pemeriksaan lab seperti diatas bisa dilakukan juga penilaian

berdasarkan Skor Alvarado, Skor Alvarado ini memiliki

sensitivitas 96% dan spesifitas 81% dalam penegakan diagnosis

apendisitis.14

Berdasarkan Skor Alvarado, pasien dikategorikan

Page 32: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

18

menjadi resiko rendah (Skor<4), resiko sedang (4-7) dan resiko

tinggi (≥8). Pada tabel dibawah ini dijabarkan skor alvarado.

Tabel 2. 4 Skor Alvarado

Sumber : Tamanna Z, 2012

Pemeriksaan lainya yang merupakan gold standard dari

penegakan diagnosis apendisitis adalah histopatologi karena

membedakan secara makroskopik antara apendiks normal dan

apendisitis ketika operasi terkadang sulit.14

2.1.2.8 Komplikasi

Komplikasi pada apendisitis akut adalah terjadinya rupture atau perforasi

karena obstruksi terus menerus pada lumen sehingga menimbulkan gangrene

distal.Ruptur muncul pada 15-25 persen pasien dengan kejadian tinggi pada anak-

anak dan geriatric.Gejala terjadinya rupture kadang terjadinya penurunan nyeri

(hanya 4 persen) karena hilangnya secara tiba-tiba distensi abdomen pada

beberapa pasien. Peningkatan suhu dan juga peningkatan leukosit daripada kasus

apendisitis akut biasa juga bisa terjadi.3

Tabel Skor Alvarado Skor

Gejala Klinis

Nyeri perut yang berpindah ke kanan bawah 1

Nafsu makan menurun 1

Mual dan muntah 1

Tanda Klinis

Nyeri lepas McBurney 1

Nyeri tekan pada titik McBurney 2

Demam 1

Pemeriksaan Laboratorium

Leukositosis 2

Shift to the left neutrophil 1

Total 10

Page 33: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

19

2.1.2.9 Diagnosis Banding

a) Acute Mesenteric Adenitis

Sekitar 5% pasien yang melakukan apendektomi untuk apendisitis akut

ditemukan memiliki mesenteric adenitis. Penyakit ini sering terjadi pada

anak-anak

b) Gastroenteritis Akut

Umumnya disebabkan oleh virus disertaidengan muntah, diare, kram dan

relaksasi diantara gelombang hiperperistaltik.Penyakit ini juga dapat

disebakan oleh bakteri seperti Salmonella.

c) Infeksi Saluran Kemih

Timbul gejala pada system berkemih dan tidak adanya kekakuan pada

abdomen, sering ditemukan nyeri pada costovertebral angle bukan di fossa

iliaka kanan juga pada pemeriksaan lab ditemukan bakteriuria.

d) Peritonitis Primer

e) Pelvic Inflammatory Disease

2.1.2.10 Tata Laksana

Jika pada pasien apendisitis akut tidak terdapat kontraindikasi, memiliki

riwayat medis yang kuat dan juga pemeriksaan fisik dengan didukung oleh

pemeriksaan laboratorium harus segera dilakukan apendektomi. Sedangkan pada

pasien dengan perforasi terutama dengan abses disarankan untuk diberikan

antibiotic terlebih dahulu lalu dikakukan apendektomi.19

Seluruh pasien harus dipersiapkan secara keseluruhan untuk pembedahan

dan mengkoreksi keabnormalan pada cairan dan elektrolit. Pasien yang hendak

melakukan operasi sebaiknya diberikan antibiotic profilaksis untuk mengurangi

terjadinya infeksi pada area yang dioperasi dan abses intra-abdominal, pemilihan

antibiotic berdasarkan mikrobiologi local dan resistensi obat pada pasien.14

Apendiktomi dapat berupa terbuka atau laparascopic. Apendiktomi secara terbuka

atau tradisional dilakukan oleh metode standar dengan beberapa bantuan dari

insisi.4 Laparoscopic apendiktomi digunakan sekitar 60% pada semua

apendektomi termasuk perforasi.Laparoskopik disertai dengan nyeri post-operatif

yang sedikit dan kemungkinan jangka waktu yang pendek untuk pulih pada

Page 34: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

20

aktivitas normal. Pasien yang melakukan laparoskopik juga memiliki luka infeksi

yang sedikit.20

Jika tidak ada komplikasi, maka pasien dapat pulang setelah 24 – 40 jam

setelah operasi. Komplikasi post-operasi tersering adalah demam dan juga

leukositosis. Jika ditemukan keadaan ini lebih dari 5 hari maka harus dicurigai

adanya abses intraabdominal10

.

Page 35: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

21

2.2 KERANGKA TEORI

Pola makan

rendah serat

Fekalit Hiperplasia

Folikel Limfa

Benda Asing

(biji-bijian, dll)

Obstruksi

Lumen

↗ Bakteri ↗ Distensi Lumen

Respon Imun

Tubuh (Inflamasi)

Menekan

saraf visceral

Menekan

pembuluh darah

arteri & vena

↓ Suplai darah

Iskemia

Nyeri (+) ↑ Leukosit

Apendisitis Akut

Apendisitis Akut

Perforasi

Bakteri menyebar

ke peritoneum ↑↑ Leukosit

Penanganan lama

atau terlambat

Usia Jenis

Kelamin

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Page 36: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

22

2.3 Kerangka Konsep

2.4 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala Pengukuran

1 Usia Usia pasien yang

tercatat di rekam

medik

Sesuai tertulis

dalam rekam

medik

1. 5-14 tahun

2. 15-24 tahun

3. 25-44 tahun

4. 45-65 tahun

5. >65 tahun

2 Jenis

Kelamin

Jenis Kelamin

pasien yang tercatat

di rekam medik

Sesuai tertulis

dalam rekam

medik

Perempuan

Laki-Laki

3 Jumlah

Leukosit

Agen pertahanan

tubuh yang

dikeluarkan jika

terjadi infeksi

Sesuai tertulis

dalam rekam

medik

1. Normal

(<10.000

sel/mm3)

2. Leukositosis

(>10.000

sel/mm3)

Apendisitis Akut

Apendisitis Akut

Perforasi

Bakteri menyebar

ke peritoneum ↑↑ Leukosit

Penanganan lama

atau terlambat

Anamnesis :

1. Jenis Kelamin

2. Usia

Pemeriksaan Fisik

Page 37: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

23

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik komparatif

kategorikal tidak berpasangan dengan menggunakan desain penelitian potong

lintang(cross sectional)dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medis

pasien yang ditetapkan sebagai apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Tempat pengambilan data dilaksanakan di RSU Kota Tangerang Selatan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juni 2018 – Agustus 2018.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh pasien dengan diagnosis

apendisitis akut tanpa perforasi dan akut perforasi yang mendapatkan tindakan

apendektomi di RSU Kota Tangerang Selatan periode 2015 hingga 2016.

3.3.2 Sample

Sample dalam penelitian ini adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi

yaitu pasien apendisitis akut tanpa perforasi dan akut perforasi di RSU Kota

Tangerang Selatan 2015-2016. Subjek dipilih dengan cara total sampling.

Perhitungan besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus

analitik komparatif kategorik tidak berpasangan :

Page 38: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

24

( √ √

)

( √ √

)

= (9,1)2

= 82,81 (dibulatkan menjadi 83 sampel)

Sehingga besar sampel minimal yang dibutuhkan dengan rumus penghitungan

besar sampel analitik kategorik tidak berpasangan adalah 83 sampel.

Keterangan :

Z𝛼 : Standar deviasi pada kesalahan tipe I (1,96)

Z𝛽 : Standar deviasi pada kesalahan tipe II (0,84)

P2 : 0,5921

P1 - P2 : Perbedaan klinis yang diinginkan (0,2)

Q2 : 1-P2 (0,41)

P1 : P2 + 0,2

0,59 + 0,2 = 0,79

Q1 : 1-P1 (0,21)

P : (P1 + P2)/2

(0,79 + 0,59)/2 = 0,69

Q : 1-P (0,31)

Page 39: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

25

3.3.3 Kriteria Sampel

3.3.3.1 Kriteria Inklusi

a. Pasienyang terdiagnosis apendisitis akut tanpa perforasi dan akut

perforasiyang telah melakukan pemeriksaan leukosit di RSU Kota

Tangerang Selatan pada tahun 2015-2016.

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi

a. Pasien yang didiagnosis sebagaiapendisitis kronik dan apendisitis infiltrat.

b. Pasien Tidak ada hasil pemeriksaan leukosit dalam rekam medis

c. Pasien yang belum melakukan tindakan operasi

3.4 Cara Kerja Penelitian

a. Survei pendahuluan dilakukan dengan mengamati secara umum

gambaran pasien yang berkunjung ke UGD dan poli bedah RSU Kota

Tangerang Selatan.

b. Melakukan perizinan ke RSU Kota Tangerang Selatan.

c. Pengambilan data rekam medik. Pendataan sample yang diambil dari data

rekam medik pasien dengan pemeriksaan klinis dan penunjang

apendisitis di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015-2016.

d. Melakukan penggolongan dan pengkategorisasian pasien. Dari data hasil

rekam medik dilakukan penggolongan berdasarkan diagnosis, jumlah

leukosit, jenis kelamin dan usia.

e. Semua penderita dengan diagnosis apendisitis akut diklasifikasikan

menjadi 2 kelompok yaitu apendisitis akut tanpa perforasi dan apendisitis

akut perforasi.

f. Semua penderita dengan diagnosis apendisitis akut yang telah dilakukan

pemeriksaan hitung jumlah leukosit diklasifikasian menjadi 2 kelompok

yaitu leukosit normal dan leukositosis.

g. Selanjutnya data dianalisa secara univariat dan bivariat dengan rumus uji

Chi-Square menggunakan SPSS versi 22.

Page 40: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

26

3.5 Pengolahan Data

3.5.1 Pengelolaan Data

Data yang telah dikumpulkan akan melalui proses pengelolaan

yang meliputi:

1. Cleaning

Proses pengecekan data untuk mencegah adanya data yang

berulang.

2. Editing

Proses pengeditan yang dilakukan untuk memeriksa kelengkapan,

kesinambungan, dan keseragaman data.

3. Coding

Memudahkan dalam pengelompokan data sesuai kategori yang ada.

4. Entry Data

Memasukan data ke komputer untuk dianalisis menggunakan

program SPSS for Windows versi 22.

3.5.2 Analisa Data

Analisa data yang digunakan adalah uji chi-square dimana untuk

mengetahui hubungan antara variabel. Variabel yang diteliti terdiri atas

jumlah leukosit (variabel bebas)dan apendisitis akut perforasi (variabel

terikat).

Page 41: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

27

3.6 Etika Penelitian

1. Pengajuan surat permohonan izin penelitian yang ditjukan kepada Dekan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Pengajuan surat permohonan izin penelitian yang ditunjukan kepada

Direktur RSU Kota Tangerang Selatan.

3. Mendapatkan izin penelitian di RSU Kota Tangerang Selatan.

Page 42: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

28

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Prevalensi Apendisitis Akut di RSU Tangerang Selatan Tahun 2015-2016

Tabel 4. 1Prevalensi Apendisitis Akut di RSU Tangerang Selatan Tahun

2015-2016

Variabel Jumlah (N) Persentase (%)

Apendisitis akut 201 40

Bukan apendisitis

akut

299 60

Total 500 100

Pada periode 2015 hingga 2016 menurut data rekam medis ditemukan

500 kasus dengan dugaan apendisitis dan dari tabel 4.1 didapatkan

prevalensi dari apendisitis akut terdapat 201kasus (40%) di RSU Kota

Tangerang Selatan. Dari 201 kasus, terdapat 89 kasus yang tereksklusi

karena tidak memiliki data rekam medik lengkap berupa data usia, jenis

kelamin, penegakan diagnosis oleh dokter dan jumlah leukosit. Sehingga

jumlah pasien yang diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 112

pasien.

Page 43: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

29

4.1.2 Prevalensi Sampel Berdasarkan Karakteristik

Variabel Apendisitis

Akut tanpa

Perforasi

Apendisitis

Akut

Perforasi

Jumlah

(N)

Persentase

(%)

Jenis

Kelamin

Perempuan 51 14 65 58%

Laki-Laki 31 16 47 42%

Usia 5-14 tahun 13 4 17 15%

15-24 tahun 40 11 51 46%

25-44 tahun 21 10 31 28%

45-65 tahun 11 2 13 12%

>65 tahun 0 0 0 0%

Jumlah

Leukosit

Normal

(<10.000

sel/mm3)

19 0 19 17%

Leukositosis

(>10.000

sel/mm3)

63 30 93 83%

Total 112

Tabel 4. 2 Prevalensi Karakteristik Pasien Apendisitis Akut

Hasil pengolahan data sekunder pada tabel 4.2 menggambarkan distribusi

jenis kelamin terhadap 112 pasien apendisitis akut, diperoleh kelompok jenis

kelamin yang paling banyak menderita apendisitis akut adalah kelompok

perempuan yaitu 65 orang (58%) dan kelompok laki-laki sebanyak 47 orang

(42%).

Hasil pengolahan data sekunder pada tabel 4.2 juga menggambarkan

distribusi jenis kelamin terhadap 82 pasien apendisitis akut tanpa perforasi,

diperoleh kelompok jenis kelamin paling banyak adalah kelompok perempuan

Page 44: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

30

yaitu 51 orang (62%) dan kelompok laki-laki sebanyak 31 orang

(38%).Sedangkan pada distribusi jenis kelamin pada apendisitis akut perforasi

terhadap 30pasien, diperoleh kelompok jenis kelamin terbanyak adalah kelompok

laki-laki yaitu 16 orang (53%) dan kelompok perempuan 14 orang (47%).

Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder pada Tabel 4.2

menggambarkan distribusi usia pada 112 pasien dengan diagnosis apendisitis akut,

diperoleh kelompok usia tertinggi adalah kelompok usia 15-24 tahun yaitu 51

orang (46%) sedangkan kelompok lainnya yaitu usia 5-14 tahun sebanyak 17

orang (15%), usia 25-44 tahun sebanyak 31 orang (28%), 45-65 tahun sebanyak

13 orang (12%) dan >65 tahun jumlah terendah yaitu tidak ada.

Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder pada Tabel 4.2 juga

menggambarkan distribusi usia pada 82 pasien apendisitis akut tanpa perforasi,

diperoleh kelompok usia tertinggi adalah kelompok usia 15-24 tahun sebanyak 40

orang (49%) sedangkan kelompok lainnya yaitu kelompok usia 5-14 tahun

sebanyak 13 orang (16%), kelompok usia 25-44 tahun sebanyak 21 orang (26%),

kelompok usia 45-65 tahun sebanyak 11 orang (13%) dan kelompok usia terendah

yaitu >65 tahun tidak ada dan pada pasien apendisitis akut perforasi, diperoleh

kelompok usia tertinggi adalah kelompok usia 15-24 tahun sebanyak 11 orang

(37%) sedangkan kelompok lainnya yaitu kelompok usia 5-14 tahun sebanyak 4

orang (13%), kelompok usia 25-44 tahun sebanyak 10 orang (33%), kelompok

usia 45-65 tahun sebanyak 2 orang (7%) dan kelompok usia terendah yaitu >65

tahun tidak ada.

Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder pada Tabel 4.8, dapat dilihat

distribusi penderita apendisitis akut dari 112 pasien, 19 pasien (17%) jumlah

leukositnya normal dan 93 pasien (83%) leukositosis. Pada pasien apendisitis akut

tanpa perforasi dari 82 pasien, 19 pasien (23%) jumlah leukositnya normal dan 63

pasien (77%) leukositosis. Sedangkan pada pasien apendisitis akut perforasi dari

30 pasien, semua pasien mengalami leukositosis tidak ada pasien yang memiliki

jumlah leukosit normal.

Page 45: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

31

4.1.3 Hubungan Nilai Leukosit Dengan Kejadian Apendisitis Akut Perforasi di

RSU Tangerang Selatan Tahun 2015-2016

Pada penelitian yang dilakukan di RSU Tangerang Selatan tahun 2015-

2016 diperoleh rata-rata jumlah leukosit dari pasien apendisitis akut tanpa

perforasi 13.030 sel/mm3 dan apendisitis akut perforasi adalah 21.837 sel/mm

3.

Untuk jumlah minimal dari leukosit pada pasien apendisitis akut tanpa perforasi

3.700 sel/mm3 dan apendisitis akut perforasi adalah 11.600 sel/mm

3, sedangkan

jumlah maksimal dari leukosit pasien apendisitis akut tanpa perforasi 22.300

sel/mm3 dan apendisitis akut perforasi adalah 39.400 sel/mm

3.

Untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen digunakan uji Chi-Square. Hubungan jumlah leukosit dengan kejadian

apendisitis akut perforasi disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4. 3 Hubungan Jumlah Leukosit dengan Kejadian Apendisitis Akut

Perforasi

Apendisitis Akut Nilai

P

CI(95%)

Tanpa

Perforasi

Perforasi

Min Max

Jumlah

Leukosit

Meningkat 63 30 0,009 0,589 0,779

Normal 19 0

Total 82 30

Uji Chi-Square

Berdasarkan Tabel 4.9, diperoleh 93 pasien dengan leukosit meningkat

dan mengalami akut perforasi 30 pasien (32,3%). Hasil uji Chi-Square diperoleh

nilai p = 0,009 atau p<0,05 dari hasil tersebut disimpulkan secara statistik ada

hubungan yang bermaknaantara peningkatan jumlah leukosit dengan kejadian

apendisitis akut perforasidi RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2015-

2016.Diperoleh Confidence Interval(CI) 95% sebesar 0,589 – 0,779, dengan

selisih 0,19 yang berarti menyempit menujukan presisi dari hubungan peningkatan

jumlah leukosit dengan kejadian akut perforasi baik.

Page 46: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

32

4.2 Pembahasan

Hasil penelitian mengenai distribusi dari pasien apendisitis akut tanpa

perforasi dan perforasi diperoleh 112 pasien menderita apendisitis akut dengan 82

pasien apendisitis akut tanpa perforasi dan 30 pasien apendisitis akut perforasi di

RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2015-2016. Pada penelitian ini juga

peneliti melihat distribusi dari jenis kelamin dan usia pada kejadian apendisitis

akut tanpa perforasi dan perforasi.

Hasil penelitian menunjukan kejadian apendisitis akut tanpa perforasi dan

perforasi lebih banyak pada perempuan yaitu 65 orang (58%). Hasil ini sesuai

dengan penelitian di RSU Provinsi NTB pada tahun 2012-2013 yaitu ditemukan

penderita apendisitis dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 54% dan laki-laki

sebanyak 46 %.21

Penelitian lain yang sesuai adalah penelitian di RSPAD Gatot

Soebroto Jakarta pada tahun 2010 yaitu ditemukan penderita apendisitis dengan

jenis kelamin perempuan sebanyak 51,11% dan laki-laki sebanyak 48,89%.22

Hasil

yang sama didapatkan juga pada penelitian yang dilakukan oleh Afiati pada tahun

2013 dengan jumlah perempuan yaitu 63 orang (56,8%) lebih banyak dari laki-

laki yaitu 48 orang (43,2%).23

Hasil lainnya untuk apendisitis akut perforasi dan

apendisitis akut tanpa perforasi hampir sama dengan penelitian oleh Maureen

pada tahun 2016, penderita laki-laki 38 orang (17 orang apendisitis akut dan 21

orang apendisitis perforasi) yaitu 52,1%, sedangkan perempuan 35 orang (26

orang apendisitis akut dan 9 orang apendisitis perforasi) yaitu 47,9%.24

Hasil ini

berbeda dengan penelitian oleh Indri U, dkk pada tahun 2014 mengatakan risiko

jenis kelamin pada kejadian apendisitis terbanyak berjenis kelamin laki – laki

dengan presentase 72,2% sedangkan berjenis kelamin perempuan hanya 27,8%.25

Hal ini dikarenakan pasien yang datang ke RSU Kota Tangerang Selatan adalah

rata-rata perempuan sehingga didapatkan perbedaan teori.

Hasil penelitian untuk distribusi usia pada kejadian apendisitis akut tanpa

perforasi dan perforasi lebih banyak pada kelompok usia 15-24 tahun (46%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian di RSU Anutapura Palu pada tahun 2015 yaitu

Page 47: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

33

ditemukan dari 54 responden yang mengalami kejadian apendisitis, 31 responden

(57,4%) yang berusia 15-25 tahun sedangkan untuk kelompok usia <15 tahun dan

>25 tahun berjumlah 23 responden (42,6%) dalam penelitian juga disebutkan

bahwa pasien dengan umur 15-25 tahun memiliki risiko 4,717 kali lebih besar

dibandingkan dengan usia <15 tahun dan >25 tahun.1Hasil penelitian lain juga

yang sesuai adalah penelitian RSUP Dr.Kariadi Semarang pada tahun 2010-2013

yaitu didapatkan kelompok usia 11-20 tahun sebanyak 54 pasien (38,85%) dengan

41 pasien (42,7%) terdiagnosis apendisitis akut dan 13 pasien (30,2%)

terdiagnosis apendisitis perforasi.26

Hasil lain yang serupa dengan penelitian

Maureen pada tahun 2016 yaitu kelompok usia 16-25 tahun memiliki jumlah

tertinggi dengan 31 pasien apendisitis akut dan perforasi (42,5%).24

Hal ini

kemungkinan terjadi karena usia 15-25 tahun adalah usia produktif (pelajar,

mahasiswa, bekerja, dll) dan peralihan dari remaja menuju dewasa sehingga

sering tidak memerhatikan asupan gizi yang baik seperti lebih menyukai makanan

cepat saji karena lebih mudah didapat dan cepat, pada makanan cepat saji ini

sedikit ditemukannya memiliki serat yang cukup sehinggajika asupan serat buruk

dapat menyebabkan feces mengeras dan membentuk fekalit yang dapat

menyebabkan obstruksi dan menimbulkan apendisitis.

Pada hasil penilitian ini didapatkan rata-rata jumlah leukosit pasien dengan

kejadian apendisitis akut tanpa perforasi 13.030 sel/mm3 dan perforasi adalah

21,837 sel/mm3

dengan nilai minimun masing-masing pada apendisitis akut tanpa

perforasi 3.700 sel/mm3dan apendisitis akut perforasi 11.600 sel/mm

3dan nilai

maksimal masing-masing pada apendisitis akut tanpa perforasi 22.300 sel/mm3

dan apendisitis akut perforasi 39.400 sel/mm3. Hasil penelitian pada RSU Kota

Tangerang Selatan pada tahun 2015-2016 menunjukan dari 112 pasien yang

terdiagnosis apendisitis akut terdapat peningkatan leukosit pada 93 pasien (80%)

diantaranya 30 pasien apendisitis akut perforasi (100%) dan 63 pasien apendisitis

akut tanpa perforasi (77%). Hasil ini tidak berbeda jauh dengan penelitian oleh

Marisa pada tahun 2012didapatkan rata-rata jumlah leukosit pada apendisitisakut

11.139 sel/mm3dan pada apendisitis perforasi 18.209 sel/mm

3.27

Hasil penelitian

yang mendukung juga oleh Maureen pada tahun 2016 didapatkan dari 73 pasien

apendisitis dengan jumlah leukosit normal 14 orang (19,2%) dan frekuensi

Page 48: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

34

penderita dengan leukositosis 59 orang (80,8%), dari 43 pasien apendisitis akut, 9

orang (20.9%) jumlah leukositnya normal dan 34 orang (79.1%) leukositosis

sedangkan dari 30 pasien apendisitis perforasi, 5 orang (16.7%) jumlah

leukositnya normal dan 25 orang (83.3%) mengalami leukositosis, disimpulkan

pada penelitian inididapatkan bahwa dari 73 pasien yang diteliti, 80,8%

mengalami leukositosis dengan distribusi penderita apendisitis akut 34 orang

(79,1%) dan apendisitis perforasi 25 orang (83%).24

Hasil lain yang miripadalah

penelitian di RSU Provinsi NTB pada tahun 2012-2013 yaitu pasien dengan

apendisitis akut perforasi mengalami leukositosis berat (>18.000

sel/mm3)sebanyak 15 pasien (40,5%), leukositosis ringan-sedang (>10.000-18.000

sel/mm3) sebanyak 22 orang (59,5%) dan tidak terdapat (0%) untuk jumlah

leukosit normal (<10.000 sel/mm3) dan pada apendisitis akut tanpa perforasi yang

mengalami leukositosis berat (>18.000 sel/mm3)sebanyak 13 orang (21%),

leukositosis ringan-sedang (>10.000-18.000 sel/mm3) sebanyak 35 orang (56,5%)

dan jumlah leukosit normal sebanyak 14 orang (22,6%).21

Menurut Grönroos et al, peningkatan pada leukosit ini adalah tanda paling

awal dari inflamasi apendisitis, reaksi inflamasi ini disebabkan oleh invasi bakteri

di apendisitis yang sudah mengalami obstruksi, tubuh mengkompensasi adanya

bakteri dengan mengeluarkan leukosit sebagai pertahanan tubuh.28

Selain itu

jumlah leukosit pada apendisitis perforasi lebih tinggi daripada apendisitis akut

dikarenakan tingkat peradangan yang berbeda.29

Menurut penelitian Muhammad

Saaiq, sensitivitas dari peningkatan jumlah leukosit sangat sensitive (81,77%)

terhadap diagnosis dari apendisitis akut, namun untuk spesifitas dari jumlah

leukosit ini rendah (43,55%) terkadang karena kurangnya spesifitas ini dapat

mengarah pada kesalahan diagnosis, sehingga direkomendasikan selain

memeriksa jumlah leukosit dilakukan juga pemeriksaan CRP.30

Pada penelitian

yang dilakukan di RSUP Dokter Wahiddin Sudirohusodo Makassar pada tahun

2012-2014 dilaporkan nilai leukosit dapat dijadikan pemeriksaan penunjang untuk

mendiagnosis terjadinya apendisitis perforasi, dimana cut off point 21.355

memberikan nilai prediksi positif 100% dan spesifitas 100%.31

Page 49: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

35

Hasil penelitian untuk menguji hubungan antara peningkatan jumlah

leukosit dengan kejadian apendisitis akut perforasi digunakan uji Chi-Square

dengan hasil p = 0,009 yang berarti p<0,05, maka secara statistik, peningkatan

jumlah leukosit memiliki hubugan dengan kejadian akut perforasi, dan

perhitungan Confidence Interval (95%) 0,589 – 0,779 yang jika dihitung memiliki

selisih 0,19 yang berarti menyempit sehingga menunjukan presisi pada hubungan

peningkatan jumlah leukosit dengan kejadian apendisitis di RSU Kota Tangerang

Selatan.. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan pada RS Al-

Ihsan Bandung pada tahun 2013-2014 dilaporkan faktor prediksisi yang paling

dominan untuk perforasi apendiks adalah jumlah sel leukosit>11.500

sel/mm3dengan p = 0,000 yang berarti jika jumlah leukosit >11.500 maka

bermakna ada hubungan dengan apendisitis perforasi dan namun dalam penelitian

ini didapatkanConfidence Interval (95%) 4,03 – 36,48 yang menunjukan

melebarnya Confidence Interval yang berarti kurangnya presisi apabila ditemukan

leukosit >11.500 akan terjadi apendisitis akut perforasi.32

Menurut penelitian

Marisa pada tahun 2012 di RSUD Sleman pada tahun 2010-2012 dilaporkan nilai

leukosit memiliki hubungan dengan kejadian apendisitis perforasi dengan p =

0,000 yang berarti bermakna secara signifikan.Penelitian dengan hasil yang sama

dilaporkan juga oleh Merlinda (2013), terdapat hubungan yang bermakna secara

statistik anatara peningkatan jumlah leukosit dengan apendisitis akut perforasi

dengan p = 0,003.

Pemeriksaan jumlah leukosit ini dapat membantu untuk menentukan

secara cepat tindakan yang akan dilakukan serta memprediksi perjalanan penyakit

pada pasien apendisitis akut selain itu pemeriksaan penunjang ini dapat

membedakan antara apendistis akut tanpa perforasi dan akut perforasi dengan

melihat jumlah dari leukositnya namununtuk mengetahui secara pastinya apakah

pasien mengalami komplikasi seperti perforasi tetap harus dilakukan pemeriksaan

patologi anatomi sebagai gold standard.

Page 50: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

36

4.3 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian yang dilakukan pada RSU Kota Tangerang Selatan

terdapat beberapa keterbatasan yang mempengaruhi hasil penelitian, salah satunya

adalah penelitian ini menggunakan data sekunder rekam medik namun ada

beberapa data rekam medik yang tidak ditemukan karena sudah hilang sehingga

ada perbedaan jumlah sampel. Selain itu diagnosis ditentukan berdasarkan temuan

saat operasi ataupun diagnosis yang ditentukan oleh dokternya berdasarkan gejala

karena tidak semua pasien melakukan pemeriksaan patologi anatomi.

Page 51: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

37

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian Hubungan antara Peningkatan Jumlah Leukosit

dengan Apendisitis Akut Perforasi di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015-

2016 disimpulkan :

a. Terdapat hubungan antara peningkatan jumlah leukosit dengan kejadian

akut perforasi dengan nilai p = 0,009yang berarti bermakna secara statistik.

b. Berdasarkan usia didapatkan kejadian akut perforasi tertinggi pada

kelompok usia 15-24 tahun.

c. Berdasarkan jenis kelamin pada kejadian apendisitis akut perforasi

didapatkan laki-laki lebih banyak dari perempuan.

5.2 Saran

1. Saran peneliti untuk RSU Kota Tangerang Selatan untuk melakukan

pendataan pada pasien lebih lengkap pada data rekam medik dan juga

disusunnya rekam medik lebih teratur dan tertib.

2. Saran dari peneliti untuk masyarakat terutama pada usia 15-25 tahun untuk

menjaga pola makan dan mencukupi asupan serat, serta jika mengalami

nyeri perut pada bagian kanan bawah untuk segera berobat ke rumah sakit

untuk menghindari kejadian apendisitis akut menjadi perforasi.

3. Saran peneliti untuk dokter yaitu agar memahami klinis pasien dengan

baik dan tidak melakukan satu pemeriksaan penunjang saja yaitu

pemeriksaan jumlah leukosit karena pemeriksaan leukosit ini belum bisa

membedakan antara apendisitis akut yang belum perforasi maupun yang

sudah perforasi.

4. Saran dari peneliti untuk peneliti sendiri yaitu dibutuhkan penelitian lebih

lanjut dengan sampel yang lebih besar serta waktu yang lebih lama agar

hasil dari penelitian lebih valid.

Page 52: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifuddin A, Salmawati L, Prasetyo A. Faktor Risiko Kejadian Apendisitis

di Bagian Rawat Inap Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal

Preventif. 2017;8:1–58.

2. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Penyakit Tidak Menular. Buletin

Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2012;

3. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC. Appendix. In: Schwartz’s Principles

of Surgery. 7th ed. New York: McGraw Hills; 2015. p. 659–66.

4. Bhasin SK, Khan AB, Kumar V, Sharma S, Saraf R. Vermiform appendix

and acute appendicitis. JK Science. 2007;9:167–70.

5. TW S. Sistem Pencernaan. In: Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 7.

Jakarta: EGC; 2013. p. 243–71.

6. Martini FH, Nath JL. The Digestive System. In: Martini’s Fundamentals of

Anatomy and Physiology. 9th ed. San Francisco: Pearson Benjamin

Cummings; 2012. p. 899–903.

7. Drake RL, Moses K, Vogl AW, Mitchell AW. Gray’s Anatomy :Anatomy

of The Human Body. Elsevier. Elsevier; 2014. 160-163 p.

8. Sjamsuhidajat de jong. Usus Halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum. In:

Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 646–7.

9. W. A. Newman D. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 29th ed. EGC

Medical Publisher. Singapore: Elsevier; 2015. 57-58 p.

10. Kasper et. al. Acute Appendicitis and Peritonitis. In: Harrisons Principles

of Internal Medicine. 19th ed. United States: McGraw Hills; 2015. p. 1985–

8.

11. Dani, Calista P. Karakteristik Penderita Apendisitis Akut di Rumah Sakit

Page 53: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

39

Immanuel Bandung Periode 1 Januari 2013-30 Juni 2013. Bagian Ilmu

Kesehat Masyarakat, Fak Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha. 2013;

12. Eylin. Karakteristik Pasien dan Diagnosis Histologi pada Kasus

Apendisitis Berdasarkan Data Registrasi di Departemen Patologi Anatomi

FKUI RSUP Cipto Mangunkusumo pada tahun 2003-2007. Universitas

Indonesia; 2009.

13. Duzgun AP, Moran M, Uzun S, Ozmen MM, Ozer VM, Seckin S. Unusual

findings in appendectomy specimens: Evaluation of 2458 cases and review

of the literature. Indian Journal Surgery. 2004;

14. Gorter RR, Eker HH, Gorter-Stam MAW, Abis GSA, Acharya A,

Ankersmit M, et al. Diagnosis and management of acute appendicitis.

EAES consensus development conference 2015. Surgical Endoscopy.

2016;30:4668–90.

15. Tjandra JJ, Clunie GJ., Kaye AH, Smith JA. The appendix and Meckel’s

diverticulum. In: Textbook of Surgery. 3rd ed. Melbourne: Blackwell; 2006.

p. 179–82.

16. Humes DJ, Simpson J. Acute appendicitis. BMJ. 2006;333:530–5.

17. Blumenreich MS. The White Blood Cell and Differential Count. Clinical

Methods : The History, Physical and Laboratory Examination.

1990;3rd(153):724–7.

18. Richards-Chabot DS. White Blood Cell Counts : Reference Methodology.

Clinics in Laboratory Medicine. 2015;35(1):11–24.

19. Guida E, Pederiva F, Di Grazia M, Codrich D, Lembo MA, Scarpa MG, et

al. Perforated appendix with abscess: Immediate or interval appendectomy?

Some examples to explain our choice. International Journal Surgery Case

Report. 2015;12:15–8.

20. Lin H-F, Lai H-S, Lai I-R. Laparoscopic treatment of perforated

appendicitis. World Journal Gastroenterology. 2014;20(39):14338–47.

Page 54: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

40

21. Dwitasari M. Hubungan Antara Peningkatan Jumlah Leukosit dengan

Apendisitis Akut Perforasi di RSU Provinsi NTB pada Tahun 2013-2013.

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya; 2014.

22. Putrikasari L. Perbedaan Jumlah Leukosit pada Pasien Apendisitis Akut

dan Apendisitis Kronik di RSPAd Gatot Soebroto Jakarta periode 2010.

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta; 2011.

23. Afiati. Hubungan Skor Alvarado dengan Hasil Pemeriksaan Patologi

Anatomi pada Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang tahun 2013.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2014.

24. Rotua MG. Hubungan Apendisitis Akut dan Apendisitis Perforasi dengan

Jumlah Leukosit di Sub Bagian Bedah Digestif Departemen Bedah RSUP

Dr. Mohammad Hoesin Palembang Juli 2014-Juni 2015. Universitas

Sriwijaya; 2016.

25. Indri U. Hubungan Antara Nyeri, Kecemasan dan Lingkungan dengan

Kualitas Tidur pada Pasien Post Operasi Apendisitis. Universitas Riau;

2014.

26. Sibuea SH. Perbedaan Antara Jumlah Leukosit Darah pada Pasien

Apendisitis Akut dengan Apendisitis Perforasi di RSUP Dr. Kariadi

Semarang. Media Medika Muda. 2014;

27. Marisa, Ibnu Junaedi H, Riza Setiawan M. Batas Angka Leukosit ANtara

Appendisitis Akut dan Appendisitis Perforasi di Rumah Sakit Umum

Daerah Tugurejo Semarang selama Januari 2009-Juli 2011. Jurnal

Kedokteran Muhammadiyah. 2012;1(1):1–8.

28. Grönroos JM. Do normal leucocyte count and C-reactive protein value

exclude acute appendicitis in children? Acta Paediatr. 2001;90:649–51.

29. Agrwal C, Adhikari S, Kumar M. Role of Serum S-Reactive Protein and

Leukocyte Count in The Diagnosis of Acute Appendicitis in Nepalese

Population. Nepal Medical College Journal. 2008;10(1):11–5.

Page 55: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

41

30. Saaiq M, Niaz-Ud-Din, Jalil A, Zubair M, Shah SA. Diagnostic accuracy of

leukocytosis in prediction of acute appendicitis. Journalof the Collegeof

Physicians and Surgeon Pakistan. 2014;24:67–9.

31. Endra AB, Sulaihi, Sampetonding S, Patellongi I. Analisis Jumlah Leukosit

pada Apendisitis Akut dan Apendisitis Perforasi yang Menjalani Operasi di

RSUP Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2012

hingga Desember 2014. Universitas Hasanuddin; 2014.

32. Yulianto FA, Sakinah RK, Kamil MI, Wahono TYM. Faktor Prediksi

Perforasi Apendiks pada Penderita Apendisitis Akut Dewasa di RS Al-

Ihsan Kabupaten Bandung Periode 2013-2014. Global Medical Heal

Community. 2016;4:114–20.

Page 56: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

42

LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data

Page 57: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

43

Lampiran 2 Uji Statistik

Jumlah Leukosit pasien * Apendisitis Akut Crosstabulation

Apendisitis Akut

Total Tanpa Perforasi Perforasi

Jumlah Leukosit pasien Meningkat Count 63 30 93

% within Jumlah Leukosit

pasien 67,7% 32,3% 100,0%

Normal Count 19 0 19

% within Jumlah Leukosit

pasien 100,0% 0,0% 100,0%

Total Count 82 30 112

% within Jumlah Leukosit

pasien 73,2% 26,8% 100,0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 8,371a 1 ,004

Continuity Correctionb 6,807 1 ,009

Likelihood Ratio 13,213 1 ,000

Fisher's Exact Test ,003 ,001

N of Valid Cases 112

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,09.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort Apendisitis Akut

= Tanpa Perforasi ,677 ,589 ,779

N of Valid Cases 112

Page 58: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

44

Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fitria Rahmi Ramadhani

Tempat, tanggal lahir : Bandung, 27 Januari 1998

Agama : Islam

Alamat : Jalan Permata Permai 3 Blok E5/11,

Permata Pamulang, Kec. Setu, Kel, Bakti

Jaya, Tangerang Selatan

E-mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan

2003-2004 : TK Aisyiah Majalaya

2004-2009 : SD Al-Mabrur Baleendah

2009-2012 : SMP Darul Hikam Bandung

2012-2015 : SMA Taruna Mandiri Pamulang

Page 59: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

45

Page 60: HUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48506/1/Fitria Rahmi Ramadhani-FK.pdfHUBUNGAN ANTARA PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN

46