59
HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Pramadya Vardhani Mustafiza G 0007129 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN

HIPERTENSI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Pramadya Vardhani Mustafiza

G 0007129

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

ii

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul:

Hubungan antara Hiperurisemia dengan Hipertensi

Oleh:

Pramadya Vardhani Mustafiza, G0007129, Tahun 2010

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari , tanggal 2010

Pembimbing Utama Penguji Utama

Wachid Putranto, dr., SpPD NIP : 19720226 200501 1 001

DR. H.M. Bambang Purwanto, dr.,

SpPD-KGH, FINASIM NIP : 19480719 197609 1 001

Pembimbing Pendamping

Anggota Penguji

Tonang Dwi Ardyanto, dr., PhD NIP : 19740507 200012 1 002

Hari Wujoso, dr., SpF, MM NIP : 19621022 199503 1 001

Ketua Tim Skripsi

Sudarman, dr., SpTHT-KL (K)

NIP : 19450712 197610 1 001

Page 3: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

iii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Hubungan antara Hiperurisemia dengan Hipertensi

Pramadya Vardhani Mustafiza, G0007129/VI, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Senin, Tanggal 19 Juli 2010

Pembimbing Utama Wachid Putranto, dr., SpPD NIP 19720226 200501 1 001

....................................................

Pembimbing Pendamping Tonang Dwi Ardyanto, dr., PhD NIP 19740507 200012 1 002

.....................................................

Penguji Utama Dr. HM. Bambang Purwanto, dr., SpPD-KGH, FINASIM NIP 19480719 197609 1 001

.....................................................

Anggota Penguji Hari Wujoso, dr., SpF, MM NIP 19621022 199503 1 001

.....................................................

Surakarta, ___________________

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Sri Wahjono, dr., MKes., DAFK NIP: 19450824 197310 1 001

Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS NIP: 19481107 197310 1 003

Page 4: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

iv

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 19 Juli 2010

Pramadya Vardhani Mustafiza NIM: G0007129

Page 5: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

v

ABSTRAK

Pramadya Vardhani Mustafiza, G0007129, 2010. Hubungan antara Hiperurisemia dengan Hipertensi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara hiperurisemia dengan hipertensi dan korelasi kadar asam urat dengan tekanan darah. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Poli Penyakit Dalam RS Dr. Moewardi pada tanggal 31 Mei – 7 Juni 2010. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dengan beberapa kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah pria berusia 30 – 55 tahun dan bersedia mengikuti penelitian ini. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah menderita gagal ginjal dan memiliki riwayat alkoholisme. Subjek penelitian mengisi lembar informed consent kemudian diukur berat dan tinggi badan serta tekanan darah. Kemudian peneliti menganalisis rekam medis untuk mengetahui kadar asam urat serta riwayat penyakit DM. Diperoleh data yang dapat dianalisis sebanyak 60 sampel. Data variabel tekanan darah, kadar asam urat, status obesitas, dan status diabetic dianalisis menggunakan (1) uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov, (2) uji chi-square, dan (2) uji korelasi Spearman melalui program SPSS 16.0 for Windows. Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan (1) adanya hubungan bermakna antara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan pasien dengan kadar asam urat normal (OR=16, CI 95%= 3.22 – 79,56), (3) tidak terdapat hubungan antara obesitas dan DM tipe 2 dengan hipertensi (p=1.000 dan p=0.301), (4) terdapat korelasi positif antara tekanan darah sistolik dan diastolik dengan kadar asam urat (p=0.000), (5) tekanan darah sistolik memiliki kekuatan korelasi sedang (r=0.619) sedangkan tekanan darah diastolic memiliki kekuatan korelasi lemah (r=0.460). Simpulan Penelitian: Ada hubungan bermakna antara hiperurisemia dengan hipertensi serta korelasi positif kadar asam urat terhadap tekanan darah. Kata Kunci: hiperurisemia, hipertensi

Page 6: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

vi

ABSTRACT

Pramadya Vardhani Mustafiza, G0007129, 2010. The Relation between Hyperuricemia and Hypertension. Medical Faculty of Sebelas Maret University. Objective: This research aims do not only find relation between hyperuricemia and hypertension but also correlation between uric acid level and blood pressure. Methods: This research was an analytical observational study using cross-sectional approach. It has been done at Interne Polyclinic in Dr. Moewardi Hospital from 31 Mei – 7 June 2010. Subjects were sampled using consecutive sampling method with inclusion and exclusion criteria. The inclusion criteria were 30 – 55 year old men and wanted to join this research. The exclusion criteria were did not suffer renal failure and did not have alcoholism. Subjects filled-out a short informed consent sheet and were measured their weight, height, and blood pressure. Then researcher analyzed samples’ medical report to know uric acid level and diabetes mellitus’s history. There were 60 samples which could be analyzed. Those variables such as blood pressure, uric acid level, obesity status, and diabetes status were analyzed using (1) Kolmogorov-Smirnov’s test of normality, (2) chi-square test, and (3) Spearman correlation test in SPSS 16.0 for Windows.

Results: This research shows (1) a significant relation between hyperuricemia and hypertension (p=0.000), (2) patient with hyperuricemia has 16 times bigger risk suffering hypertension than patient with normal uric acid level (OR=16, CI 95%= 3.22-79,56), (3) obesity and diabetes mellitus do not have relation with hypertension (p=1.000 and p=0.301), (4) systolic and diastolic pressure have positive correlation with uric acid level (p=0.000), (5) systolic pressure has moderate correlation (r=0.619) while diastolic pressure has mild correlation (r=0.460). Conclusion: This study found a significant relation between hyperuricemia and hypertension in addition to a positive correlation with both systolic and diastolic pressure. Keyword: hyperuricemia, hypertension

Page 7: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

vii

PRAKATA

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan antara Hiperurisemia dengan Hipertensi. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. A.A. Subiyanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Wachid Putranto, dr., SpPD selaku Pembimbing Utama yang telah memberi bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Tonang Dwi Ardyanti, dr., PhD selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberi bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. HM Bambang Purwanto, dr., SpPD-KGH, FINASIM selaku Penguji Utama yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Hari Wujoso, dr., SpF, MM selaku Anggota Penguji yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Sudarman, dr., SpTHT-KL(K) selaku ketua tim skripsi FK UNS yang telah memberi pengarahan.

7. Kedua orang tua tercinta, Tarwin dan Faridah, yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini.

8. Kakak, adik, dan tante tercinta yang telah memberi semangat dan doa demi terselesaikannya skripsi ini.

9. Teman-teman Tigers Phamz (Ciom, Momut, Irbul, Meta) yang selalu memotivasi penulis dengan tawa dan semangat mereka.

10. Sari Mustikaningrum (My Twin) yang sering menemani penulis untuk konsultasi dan meminta tanda tangan pembimbing dan penguji.

11. Teman-teman Wisma Putri Anggia dan Angkatan 2007. 12. Teman-teman Asisten Dosen Anatomi yang telah memberikan banyak

inspirasi dan tambahan pengetahuan. 13. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 19 Juli 2010

Pramadya Vardhani Mustafiza

Page 8: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

viii

DAFTAR ISI

halaman

PRAKATA ........................................................................................................... vi

DAFTAR ISI......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 5

A. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 5

1.................................................................................................Fi

siologi Pengaturan Tekanan Darah ................................................. 5

2.................................................................................................Hi

pertensi ............................................................................................ 7

3.................................................................................................M

etabolisme Asam Urat dan Hiperurisemia ....................................... 11

4.................................................................................................H

ubungan Hiperurisemia dengan Hipertensi ..................................... 15

B. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 20

C. Hipotesis ............................................................................................. 21

Page 9: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

ix

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 22

A. Jenis Penelitian .................................................................................. 22

B. Lokasi Penelitian ............................................................................... 22

C. Subjek Penelitian ............................................................................... 22

D. Teknik Sampling ............................................................................... 23

E. Rancangan Penelitian ........................................................................ 24

F. Identifikasi Variabel Penelitian ......................................................... 24

G. Definisi Operasional Variabel ........................................................... 25

H. Instrumental Penelitian ...................................................................... 26

I. Cara Kerja ......................................................................................... 26

J. Teknik Analisis Data ......................................................................... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 29

A. Karakteristik Subjek Penelitian ........................................................... 29

B. Uji Normalitas Data ............................................................................. 31

C. Uji Chi-square ..................................................................................... 32

D. Uji Korelasi Spearman ........................................................................ 33

BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 35

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 43

A. Simpulan .............................................................................................. 43

B. Saran .................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

x

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 ....................................... 8

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut ESH 2007 ................................ 8

Tabel 3. Bukti Hubungan antara Kadar Asam Urat dan Hipertensi ................ 16

Tabel 4. Karakteristik subjek penelitian .......................................................... 29

Tabel 5. Karakteristik subjek penelitian .......................................................... 30

Tabel 6. Hasil uji normalitas data .................................................................... 31

Tabel 7. Hasil uji normalitas data post transformasi ....................................... 31

Tabel 8. Hasil uji chi kuadrat hiperurisemia dengan hipertensi ...................... 32

Tabel 9. Hasil uji chi kuadrat obesitas dengan hipertensi ................................ 33

Tabel 10. Hasil uji chi kuadrat DM tipe 2 dengan hipertensi............................. 33

Tabel 11. Hasil uji korelasi Spearman ............................................................... 34

Page 11: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xi

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran A. Informed consent subjek penelitian .............................................. 49

Lampiran B. Data sampel penelitian .................................................................. 50

Lampiran C. Distribusi data.................................................................................52

Lampiran D. Uji normalitas data Kolmogorov-Smirnov ................................... 55

Lampiran E. Hiperurisemia – Hipertensi uji Chi-Square ................................... 56

Lampiran F. Obesitas – Hipertensi uji Chi-Square ............................................ 57

Lampiran G. DM tipe 2 – Hipertensi uji Chi-Square ........................................ 58

Lampiran H. Uji Korelasi Kadar AsamUrat – Tekanan Darah .......................... 59

Page 12: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hingga saat ini, hipertensi masih merupakan masalah kesehatan serius

di seluruh dunia. Penyebabnya antara lain prevalensi hipertensi yang semakin

meningkat, sedikitnya penderita yang mendapatkan terapi adekuat, masih

banyaknya penderita yang tidak terdeteksi, serta tingginya morbiditas dan

mortalitas akibat komplikasi hipertensi (Yogiantoro, 2006).

Data WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa sekitar 972 juta (26,4%)

penduduk dunia menderita hipertensi dan angka tersebut kemungkinan

meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi,

333 juta berada di negara maju sedangkan 639 juta sisanya berada di negara

berkembang. Di Indonesia, pada tahun 2007, prevalensi hipertensi di daerah

urban dan rural berkisar antara 17-21%, tetapi data secara nasional belum

lengkap. Sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi,

sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari kondisi

penyakitnya. Padahal hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung,

otak, syaraf, kerusakan hati, dan ginjal sehingga membutuhkan biaya yang

tidak sedikit (Yogiantoro, 2006; Misbach, 2007)

Hipertensi sebenarnya merupakan penyakit yang dapat dicegah bila

faktor risiko dikendalikan. Beberapa faktor risiko yang mendorong timbulnya

kenaikan tekanan darah antara lain: 1) pola hidup seperti merokok, asupan

Page 13: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xiii

garam berlebih, obesitas, aktivitas fisik, dan stres, 2) faktor genetis dan usia,

3) ketidakseimbangan antara modulator vasokontriksi dan vasodilatasi, serta

4) sistem renin, angiotensin, dan aldosteron (Yogiantoro, 2006).

Berdasarkan data epidemiologi terbaru, selain faktor-faktor di atas,

hiperurisemia juga disebut sebagai faktor risiko yang penting bagi hipertensi

dan penyakit kardiovaskuler lainnya (Niskanen et al., 2004; Heinig and

Johnson, 2006; Feig et al., 2008). Namun, peranan asam urat sebagai faktor

risiko kausal penyakit kardiovaskuler masih kontroversial. Studi yang

dilakukan oleh Culleton et al (2006) pada The Framingham Heart Study

menunjukkan asam urat tidak mempunyai peranan kausal pada perkembangan

penyakit jantung koroner, kematian akibat penyakit kardiovaskuler ataupun

kematian akibat sebab apapun. Di sisi lain, beberapa studi justru menunjukkan

bahwa hiperurisemia berperan penting pada terjadinya morbiditas

kardiovaskuler di populasi umum, pasien hipertensi, DM tipe 2, dan pasien

penyakit jantung serta vaskuler (Lehto et al.,1998; Verdecchia et al.,2000;

Niskanen et al.,2006).

Hubungan antara hiperurisemia dengan hipertensi semakin diperkuat

oleh studi eksperimental dengan hewan coba tikus yang dilakukan oleh Heinig

dan Johnson pada tahun 2006. Percobaan tersebut menunjukkan adanya

peningkatan tekanan darah tikus, 3 – 5 minggu setelah kadar asam urat mereka

ditingkatkan melalui pemberian oxonic acid. Oxonic acid merupakan suatu

inhibitor uricase yang bertugas menghambat kerja enzim uricase. Sedangkan

cara kerja enzim uricase adalah mengubah asam urat menjadi allantoin yang

Page 14: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xiv

lebih larut dan dapat diekskresi lewat urine. Mekanisme yang mendasari

terjadinya hipertensi pada percobaan tersebut adalah hiperurisemia

menyebabkan vasokontriksi renal akibat penurunan kadar endothelial nitric

oxide (NO), meningkatkan produksi renin pada macula densa ginjal, dan

mengaktifkan sistem RAA (Renin – Angiotensin – Aldosteron).

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa peran hiperurisemia

sebagai faktor risiko hipertensi dan penyakit kardiovakuler masih merupakan

kontroversi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

apakah memang terdapat hubungan di antara keduanya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara hiperurisemia dengan hipertensi ?

2. Apakah kadar asam urat berkorelasi dengan tekanan darah ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menjelaskan aspek molekular dimana peningkatan kadar asam urat dapat

meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya.

2. Tujuan Khusus

a. Membuktikan hubungan antara hiperurisemia dengan

hipertensi

Page 15: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xv

b. Membuktikan korelasi kadar asam urat dengan tekanan darah

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai

hubungan hiperurisemia dengan hipertensi.

2. Aspek Aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan

pentingnya mengontrol kadar asam urat sehingga secara langsung dapat

menurunkan angka kejadian hipertensi.

Page 16: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xvi

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Fisiologi Pengaturan Tekanan Darah

Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama untuk mendorong

darah ke jaringan. Tekanan tersebut harus diatur secara ketat dengan

tujuan: 1) dihasilkan gaya dorong yang cukup sehingga otak dan jaringan

lain menerima aliran darah yang adekuat, dan 2) tidak terjadi tekanan yang

terlalu tinggi yang dapat memperberat kerja jantung dan meningkatkan

risiko kerusakan pembuluh darah. Pengaturan tekanan darah melibatkan

integrasi berbagai komponen sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain

(Gambar 1). Perubahan setiap faktor tersebut akan mengubah tekanan

darah kecuali terjadi perubahan kompensatorik pada variabel lain sehingga

tekanan darah konstan (Sherwood, 2001).

Berdasarkan bagan tersebut diketahui bahwa tekanan darah sangat

tergantung pada curah jantung (cardiac output) dan resistensi perifer.

Menurut Wilson and Price (2006), besar tekanan darah seseorang juga

dapat dihitung dengan rumus:

Di dalam tubuh terdapat baroreseptor yang secara konstan memantau

tekanan darah arteri rata-rata. Baroreseptor tersebut adalah sinus caroticus

Page 17: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xvii

dan baroreseptor arcus aorta. Setiap perubahan pada tekanan darah akan

mencetuskan refleks baroreseptor yang diperantarai oleh sistem saraf

otonom. Tujuan refleks tersebut adalah penyesuaian curah jantung dan

resistensi perifer total sehingga tekanan darah kembali normal.

Gambar 1. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah (Sherwood, 2001)

Contoh kerja reflek baroreseptor adalah peningkatan tekanan darah

setelah berolahraga. Hal tersebut akan mempercepat pembentukan

potensial aksi di neuron aferen sinus caroticus dan baroreseptor lengkung

aorta. Melalui peningkatan kecepatan pembentukan potensial aksi tersebut,

Tekanan darah arteri rata-rata

Curah jantung Resitensi perifer total

Kecepatan denyut jantung

Volume sekuncup

Jari-jari arteriol

Viskositas darah

aktivitas parasimpatis

aktivitas simpatis dan

epinefrin

aliran

balik vena

kontrol metabolik

lokal

kontrol vaso-kontriktor

lokal

Vasopresin dan sistem renin-angiotensin-aldoteron

Keseimbangan garam dan air

Pergeseran cairan bulk flow pasif antara kompartmen vaskuler dan

cairan interstisium

Vasopresin dan angiotensin II

jumlah eritrosit

Aktivitas otot rangka

Aktivitas pernapasan

Volume darah

aktivitas simpatis dan epinefrin

Page 18: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xviii

pusat kontrol kardiovaskuler mengurangi aktivitas simpatis dan

meningkatkan aktivitas parasimpatis. Sinyal-sinyal eferen tersebut akan

menurunkan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, merangsang

vasodilatasi arteriol dan vena sehingga curah jantung dan resistensi perifer

turun. Hasil akhirnya adalah tekanan darah kembali normal. Namun pada

hipertensi, baroreseptor tidak berespon mengembalikan tekanan darah ke

tingkat normal karena mereka telah beradaptasi untuk bekerja pada tingkat

yang lebih tinggi (Sherwood, 2001).

2. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang

paling banyak ditemui di masyarakat dengan insidensi 10-15% pada orang

dewasa. Kejadian hipertensi juga sering dikaitkan dengan penambahan

usia. Hal tersebut ditunjukkan dengan makin meningkatnya jumlah

penderita hipertensi seiring dengan peningkatan populasi usia lanjut

(Siregar, 2003; Yogiantoro, 2006).

a. Definisi dan Klasifikasi

Hingga saat ini belum terdapat kesatuan pendapat mengenai

definisi hipertensi. Oleh karena itu, beberapa organisasi seperti JNC 7

(The Seventh Report of The Joint Committee on Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) dan ESH

(European Society of Hypertension) membuat klasifikasi hipertensi

seperti yang tertera pada tabel di bawah ini. Akan tetapi, pada

Page 19: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xix

umumnya digunakan klasifikasi JNC 7 (Siregar, 2003; Yogiantoro,

2006).

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan

Darah

Tekanan Darah

Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah

Diastolik

(mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi derajat 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

(Yogiantoro, 2006)

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut ESH 2007

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal 120 – 129 80 – 84

Normal tinggi 130 – 139 85 – 89

Hipertensi

Derajat 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99

Derajat 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109

Derajat 3 (berat) ≥ 180 ≥ 110

Isolated systolic

hypertension

≥ 140 < 90

(Purwanto, 2009)

b. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, selama ini dikenal dua jenis hipertensi,

yaitu:

Page 20: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xx

1) Hipertensi Primer atau Esensial

Hipertensi jenis ini penyebabnya tidak diketahui dan mencakup

95% kasus hipertensi (Siregar, 2003). Menurut Yogiantoro (2006),

hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktorial yang timbul

akibat interaksi beberapa faktor risiko. Beberapa faktor risiko

tersebut antara lain adalah:

a) Pola hidup seperti merokok, asupan garam berlebih, obesitas,

aktivitas fisik, dan stres.

b) Faktor genetis dan usia

c) Sistem saraf simpatis : tonus simpatis dan variasi diurnal.

d) Ketidakseimbangan antara modulator vasokontriksi dan

vasodilatasi.

e) Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan dalam sistem

renin, angiotensin, dan aldosteron.

2) Hipertensi Sekunder

Merupakan suatu keadaan dimana peningkatan tekanan darah yang

terjadi disebabkan oleh penyakit tertentu. Hipertensi jenis ini

mencakup 5% kasus hipertensi. Beberapa penyebab hipertensi

sekunder antara lain penyakit ginjal seperti glomerulonefritis akut,

nefritis kronis, kelainan renovaskuler, dan Sindrom Gordon;

penyakit endokrin seperti feokromositoma, Sindrom Conn, dan

hipertiroid; serta kelainan neurologi seperti tumor otak (Joesoef dan

Setianto, 2003).

Page 21: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxi

c. Kerusakan Organ Target

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh baik

secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ yang umum

ditemui pada pasien hipertensi adalah:

1) Jantung seperti LVH (left ventricel hypertrophy), angina atau infark

miokard, dan gagal jantung.

2) Otak seperti stroke atau transcient ischemic attack

3) Penyakit ginjal kronis

4) Penyakit arteri perifer

5) Retinopati

Kerusakan organ target akan memperburuk prognosis pasien

hipertensi. Tingginya angka morbiditas dan mortalitas hipertensi

terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskuler

(Yogiantoro, 2006).

d. Diagnosis

Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali

pengukuran. Diagnosis baru dapat ditetapkan setelah dua kali atau

lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda kecuali terdapat

kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Penegakkan diagnosis

hipertensi adalah dengan melakukan anamnese terhadap keluhan

pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan

fisik, serta pemeriksaan penunjang (Mansjoer et al., 2000; Yogiantoro,

2006)

Page 22: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxii

Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah

setelah pasien beristirahat 5 menit. Posisi pasien adalah duduk

bersandar dengan kaki di lantai dan lengan setinggi jantung. Ukuran

dan letak manset serta stetoskop harus benar. Ukuran manset standar

untuk orang dewasa adalah panjang 12-13 cm dan lebar 35 cm.

Penentuan sistolik dan diastolik dengan menggunakan Korotkoff fase I

dan V. Pengukuran dilakukan dua kali dengan jeda 1-5 menit.

Pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sangat

berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan

pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan darah

(Yogiantoro, 2006).

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan antara lain tes darah

rutin, glukosa darah (sebaiknya puasa), koleterol total serum,

kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum (puasa), asam urat

serum, kreatinin serum, kalium serum, Hb dan Hct, urinalisis, dan

EKG (Yogiantoro, 2006).

3. Metabolisme Asam Urat dan Hiperurisemia

Hiperurisemia didefinisikan sebagai peningkatan kadar asam urat

dalam darah. Batasan hiperurisemia untuk pria dan wanita tidak sama.

Seorang pria dikatakan menderita hiperurisemia bila kadar asam urat

serumnya lebih dari 7,0 mg/dl. Sedangkan hiperurisemia pada wanita

terjadi bila kadar asam urat serum di atas 6,0 mg/dl (Berry et al., 2004;

Hediger et al., 2005; Putra, 2006). Saat ini kejadian pasti hiperurisemia di

Page 23: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxiii

masyarakat masih belum jelas. Prevalensinya di masyarakat dan berbagai

kepustakaan barat sangat bervariasi antara 2,3 – 17,6%. Penelitian yang

dilakukan oleh Indrawan (2005) pada penduduk kota Denpasar, Bali

mendapatkan prevalensi hiperurisemia sebesar 18,2%.

Asam urat sendiri merupakan hasil akhir dari metabolisme purin.

Proses pembentukan asam urat sebagian besar berasal dari metabolisme

nukleotida purin endogen, guanylic acid (GMP), inosinic acid (IMP), dan

adenylic acid (AMP). Perubahan intermediate hypoxanthine dan guanine

menjadi xanthine dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase dengan produk

akhir asam urat (Gambar 2). Asam urat merupakan produk yang tidak

dapat dimetabolisme lebih lanjut. Hanya 5% asam urat yang terikat plasma

dan sisanya akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. Dari semua asam

urat yang difiltrasi, 99% akan direabsorpsi oleh tubulus proksimal.

Kemudian 7-10% fraksi asam urat akan disekresi oleh tubulus distal

(Vedercchia et al., 2000; Dincer et al., 2002; Berry et al., 2004).

Kadar asam urat manusia dan beberapa primata seperti simpanse

memiliki rentang yang luas (2 mg/dl sampai 12 mg/dl) dan lebih tinggi

dari mamalia lain. Hal itu disebabkan oleh mutasi gen pengode uricase,

suatu enzim hepar yang berfungsi mengubah asam urat menjadi allantoin

yang lebih larut dan dapat diekskresi lewat urine. Ketiadaan enzim tersebut

menyebabkan hampir 100% asam urat yang difiltrasi di glomerulus akan

mengalami reabsorpsi dan sekresi pada tubulus proksimal ginjal. Proses

tersebut dimediasi oleh urate exchanger dan voltage sensitive urate

Page 24: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxiv

channel (Dincer et al., 2002; Johnson et al., 2003; Hediger et al., 2005;

Hernig and Johnson, 2006).

Gambar 2. Sintesis Asam Urat (Berry et al., 2004)

Kadar asam urat pada tiap individu sangat bervariasi tergantung

pada sintesis dan ekskresinya. Hiperurisemia terjadi bila kadar asam urat

melebihi daya larutnya dalam plasma yaitu 6,7 mg/dl pada suhu 37°C.

Kondisi ini dapat disebabkan karena ketidakseimbangan antara produksi

yang berlebihan, penurunan ekskresi atau gabungan keduanya. Produksi

yang berlebihan terjadi pada keadaan diet tinggi purin, alkoholisme, turn

over nukleotida yang meningkat, obesitas, dan dislipidemia. Sedangkan

penurunan ekskresi asam urat terjadi pada penyakit ginjal, hipertensi,

penggunaan diuretik, resistensi insulin, dan kadar estrogen yang rendah

(Johnson et al., 2003; Berry et al., 2004; Hediger et al., 2005).

Page 25: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxv

Berdasarkan penyebabnya, hiperurisemia dapat diklasifikasikan menjadi

(Putra, 2006):

a. Hiperurisemia primer

Merupakan hiperurisemia yang tidak disebabkan oleh penyakit lain.

Biasanya berhubungan dengan kelainan molekuler yang belum jelas dan

adanya kelainan enzim.

b. Hiperurisemia sekunder

Merupakan hiperurisemia yang disebabkan oleh penyakit atau penyebab

lain. Hiperurisemia jenis ini dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu

kelainan yang menyebabkan peningkatan de novo biosynthesis,

peningkatan degradasi ATP, dan underexcretion.

c. Hiperurisemia idiopatik

Merupakan jenis hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primernya

dan tidak ada kelainan genetik, fisiologi serta anatomi yang jelas.

Penegakkan diagnosa hiperurisemia meliputi anamnesa,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesa bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya faktor keturunan, kelainan atau penyakit lain

sebagai peyebab hiperurisemia sekunder. Pemeriksaan fisik untuk mencari

kelainan atau penyakit sekunder seperti tanda-tanda anemia, pembesaran

organ limfoid, keadaan kardiovaskuler dan tekanan darah, keadaan dan

tanda kelainan ginjal serta kelainan pada sendi. Pemeriksaan penunjang

bertujuan untuk mengarahkan dan memastikan peyebab hiperurisemia.

Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan adalah pemeriksaan darah

Page 26: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxvi

rutin asam urat darah, kreatinin darah, pemeriksaan urin rutin, dan kadar

asam urat urin 24 jam (Putra, 2006).

4. Hubungan Hiperurisemia dengan Hipertensi

Hiperurisemia telah lama dihubungkan dengan penyakit

kardiovaskuler dan sering dijumpai pada penderita hipertensi, penyakit

ginjal, dan sindrom metabolik. Pada tahun 1800-an, Sir Alfred Garrod

membuktikan bahwa gout berhubungan dengan peningkatan kadar asam

urat dalam darah. Tidak lama kemudian, Frederick Akbar Mohamed, orang

yang pertama kali meneliti tentang hipertensi esensial menyebutkan bahwa

hipertensi sering berhubungan dengan gout. Peneliti lain seperti Alexander

Haig dan Nathan Smith Davis juga meneliti hubungan hipertensi dengan

hiperurisemia. Bahkan pada tahun 1897, dalam surat presidensialnya

kepada American Medical Association, ia menulis bahwa tekanan darah

arteri yang tinggi pada gout disebabkan oleh asam urat atau substansi

toksik lainnya di dalam darah yang meningkatkan tonus pembuluh darah

arteriol ginjal (Heinig and Johnson, 2006; Feig et al., 2008). Selanjutnya

banyak penelitian mengenai hiperurisemia baik pada hewan coba maupun

manusia. Dari penelitian-penelitian tersebut diketahui beberapa bukti yang

menunjukkan bahwa hiperurisemia memang berhubungan dengan

hipertensi (tabel 3).

Page 27: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxvii

Tabel 3. Bukti Hubungan antara Kadar Asam Urat dan Hipertensi

(Feig et al, 2008)

1. Kadar asam urat yang terus menerus tinggi merupakan prediktor

perkembangan hipertensi

2. Peningkatan kadar asam urat ditemukan pada 25-60% pasien

hipertensi esensial yang tidak diterapi dan pada 90% pasien dewasa

dengan hipertensi onset baru

3. Peningkatan kadar asam urat pada tikus menyebabkan hipertensi

dengan karakteristik klinis, hemodinamik, dan histologi seperti

hipertensi

4. Penurunan kadar asam urat dengan inhibitor xantin oksidase

menurunkan tekanan darah pasien dewasa dengan hipertensi onset

baru

Pada tahun 2006, Heinig dan Johnson melakukan studi

eksperimental pada tikus untuk mengetahui hubungan hiperurisemia dan

hipertensi. Pada studi tersebut, tikus diberi oxonic acid, suatu inhibitor

uricase. Ketika uricase dihambat, asam urat tidak dapat diubah menjadi

allantoin yang bersifat lebih larut dan dapat diekskresi melalui urin.

Ternyata setelah 3-5 minggu terjadi peningkatan tekanan darah tikus.

Mekanisme yang mendasari terjadinya hipertensi pada hiperurisemia

dijelaskan pada gambar di bawah ini.

Page 28: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxviii

Gambar 3 : Mekanisme hipertensi akibat hiperurisemia (Feig, 2008)

Pada gambar tersebut terlihat bahwa peningkatan kadar asam urat

serum memiliki efek pada ginjal dan pembuluh darah. Hiperurisemia

menyebabkan: 1) penurunan NO dan peningkatan ROS, 2) inflamasi

vaskuler dan proliferasi otot polos, 3) peningkatan produksi renin, dan 4)

lesi vaskuler pada ginjal. (Heinig dan Johnson, 2006; Feig et al., 2008).

Proliferasi otot polos terjadi akibat aktivasi mitogen spesifik oleh

asam urat. Walaupun otot polos tidak memiliki reseptor untuk asam urat,

asam urat tetap dapat masuk ke dalam sel dengan bantuan organic anion

transporter (OAT). Setelah masuk ke dalam sel otot polos, asam urat

Page 29: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxix

mengaktifkan protein kinase (Erk 1/2). Selanjutya Erk 1/2 akan

menginduksi sintesis de novo dari COX-2 dan tromboksan lokal serta

mengatur up regulation PDGF A (platelet derived growth factor A). Hasil

akhir proses tersebut adalah aktivasi mitogen spesifik yang menyebabkan

proliferasi sel (Johnson et al., 2003).

Asam urat juga menyebabkan akumulasi kristal urat di sekitar plak

atherosklerosis yang telah terbentuk. Kristal urat tersebut dapat

mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Aktivasi komplemen

mengakibatkan berbagai efek biologis seperti inflamasi, kemotaksis,

opsonisasi, dan aktivitas sitolitik. Asam urat juga akan menstimulasi

sintesis MCP-1 (monocyte chemoattractant protein-1) pada otot polos

tikus. Caranya adalah dengan mengaktivasi p38 MAP kinase, faktor

transkripsi nuklear, NF-KB, dan AP-1. MCP-1 sendiri merupakan kemokin

yang berperan penting dalam penyakit vaskular dan atherosclerosis. Akibat

dari mekanisme tersebut adalah peningkatan produksi sitokin proinflamasi

seperti TNF-α, IL-1β, dan IL-6. IL-6 yang juga dikenal sebagai hepatocyte

stimulating factor merangsang hepatosit untuk memproduksi HCRP.

HCRP menurunkan produksi NO dengan cara menghambat enzim nitrit

oksidase sintase (eNOS) (Bratawidjaja, 2002; Johnson et al., 2003;

Purwanto, 2009)

Pada tahun 2003, Johnson et al. juga melakukan percobaan serupa,

tetapi dengan menggunakan model tikus yang berbeda. Pada tikus tersebut

tidak terjadi desposisi kristal urat di ginjal sehingga fungsi ginjal tetap

Page 30: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxx

terjaga. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah.

Hipertensi yang terjadi berkaitan dengan penurunan produksi NOS1 oleh

apparatus juxtaglomerulus. Tikus tersebut juga menderita vaskulopati berat

pada arteri interlobularis dan arteriol afferen akibat peningkatan COX-2

dan renin. Kadar NO yang rendah semakin memperparah disfungsi endotel

yang terjadi (Johnson et al., 2003).

Lebih jauh lagi hiperurisemia akan menyebabkan perubahan

mikrovaskuler pada ginjal yang mirip dengan gambaran arteriosklerosis

pada hipertensi esensial. Lesi vaskuler tersebut menyebabkan iskemia.

Selanjutnya iskemia menyebabkan pelepasan laktat dan peningkatan

produksi asam urat. Laktat sendiri bersifat menghambat sekresi asam urat

dengan mengeblok organic anion transporter. Peningkatan produksi asam

urat terjadi karena iskemi menyebabkan pemecahan ATP menjadi

adenosin dan xathine. Hal tersebut menciptakan suatu ligkaran setan.

Kondisi hiperurisemia meningkatkan aktivitas enzim xathine oksidase.

Padahal enzim tersebut juga membentuk superoksida sebagai akibat

langsung aktivitasnya. Peningkatan jumlah oksidan menyebabkan stress

oksidatif yang semakin menurunkan produksi NO dan memperparah

disfungsi endotel yang terjadi. Lesi pada vaskuler ginjal ini akan memicu

terjadinya salt sensitive hypertension yaitu peningkatan tekanan darah

yang lebih tinggi pada konsumsi jumlah natrium yang sama. Kondisi ini

menetap meskipun hiperurisemia telah dikoreksi dan diberikan diet rendah

garam (Johnson et al., 2003; Heinig and Johnson, 2006; Feig et al., 2008).

Page 31: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxxi

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

disfungsi endotel

inflamasi proliferasi otot polos vaskuler

produksi renin NO ROS

HIPERURISEMIA

alkoholisme

estrogen DM tipe II

obesitas

HIPERTENSI

risiko iskemia

pelepasan laktat

aliran darah ginjal

Sekresi AU kadar AU serum

produksi AU

gagal ginjal

lesi vaskuler ginjal

salt sensitive hypertensive

Vasokontriksi perifer

gangguan keseimbangan garam dan air

Sistem RAA

cardiac output

Resistensi perifer

tekanan darah

: menghambat / menurunkan : memacu / meningkatkan

: diteliti

: tidak diteliti

Page 32: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxxii

Garis hitam : mekanisme hiperurisemia menyebabkan hipertensi

Garis biru : mekanisme hiperurisemia menyebabkan hipertensi

Garis hijau : pengaruh variabel luar

NO : nitric oxide

ROS : reactive oxygen species

AU : asam urat

SRAA : sistem renin angiotensin aldosteron

C. Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara hiperurisemia dengan hipertensi.

2. Terdapat korelasi positif antara kadar asam urat dengan tekanan darah.

Page 33: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxxiii

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan

metode cross sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Interna RS Dr. Moewardi Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi Sumber

Semua pasien yang memeriksakan diri di Poliklinik Interna RS Dr.

Moewardi selama bulan April dan Mei 2010.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien Poli Interna RSUD Dr.

Moewardi Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi

kriteria eksklusi.

3. Besar Sampel

Karena pada penelitian ini juga digunakan analisis multivariat, rasio

jumlah subjek dan variabel independen tidak boleh kurang dari 5:1.

Jumlah sampel yang dibutuhkan adalah :

Page 34: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxxiv

Bila jumlah variabel independen / prediktor (m) 5, terdapat alternatif

rumus ukuran sampel lainnya, yaitu :

Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah sampel untuk penelitian ini

adalah n > 50 + 3. Jadi minimal dibutuhkan 53 sampel (Murti, 2010).

4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

1) Pria berusia 30 – 55 tahun

2) Bersedia mengikuti penelitian ini

b. Kriteria Eksklusi

1) Menderita gagal ginjal

2) Memiliki riwayat alkoholisme

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara non-probability sampling

dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Caranya adalah setiap

anggota populasi sumber yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi

eksklusi akan dipilih sebagai sampel sampai jumlah sampel yang diperlukan

terpenuhi (Sastroasmoro, 2007).

Page 35: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxxv

E. Rancangan Penelitian

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : hiperurisemia

2. Variabel terikat : hipertensi

3. Variabel luar :

a. Terkendali

1) Usia

2) Jenis kelamin

Hiperurisemia

Uji Chi Kuadrat

Nilai Kadar Asam Urat

Tidak Hiperurisemia

Nilai Kadar Asam Urat

Hiperurisemia Tidak Hiperurisemia

Sampel

Ukur Tekanan Darah

Tidak Hipertensi Hipertensi

Populasi Sumber

Consecutive sampling

Page 36: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxxvi

3) Gagal Ginjal

4) Obesitas

5) DM tipe II

6) Alkoholisme

b. Tidak terkendali

1) Kondisi psikologis pasien (white coat hypertension)

2) Asupan nutrisi

3) Aktivitas sehari-hari

G. Definisi Operasional Variabel

1. Hiperurisemia

Bila kadar serum asam urat lebih dari 7,0 mg/dl pada pria dan lebih dari

6,0 mg/dl pada wanita (Berry et al., 2004; Hediger et al., 2005; Putra,

2006).

Skala : Nominal

Kategori : Hiperurisemia dan Non Hiperurisemia

Cara pengukuran : Uji laboratorium

2. Hipertensi

Bila TDS ≥ 140 dan atau TDD ≥ 90 sebagai rata-rata tiga pengukuran,

setidaknya dalam tiga kunjungan selama seminggu atau saat sedang

menerima antihipertensi (Mladinescu et al., 2008).

Skala : Nominal

Kategori : Hipertensi dan Non Hipertensi

Page 37: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxxvii

Cara pengukuran : Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan

prosedur pada bab tinjauan pustaka.

3. Obesitas

Suatu kondisi kelebihan lemak baik di seluruh tubuh maupun terlokalisir

pada bagian – bagian tubuh tertentu. Bila dihitung dengan IMT (indeks

massa tubuh), status obesitas ditegakkan ketika IMT > 25 kg/m2

(Caballero, 2005).

Skala : Nominal

Kategori : Obesitas dan Tidak Obesitas

Cara Pegukuran : Hitung IMT

4. DM tipe II

Penderita telah didiagnosis DM atau sesuai dengan Konsensus Perkeni.

Skala : Nominal

Kategori : DM dan Tidak DM

Cara Pegukuran : Analisis Rekam Medis

H. Instrumental Penelitian

1. Spygmomanometer

Spygmomanometer yang digunakan adalah spygmomanometer raksa merk

Riechster dengan ketelitian 1 mmHg.

2. Stetoskop

Stetoskop yang digunakan dalam penelitian ini bermerk Littman.

Page 38: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxxviii

I. Cara Kerja

1. Penulis membuat surat izin penelitian dan mengirimnya ke rumah sakit.

2. Setelah mendapat izin, peneliti kemudian melakukan anamnesa dan

memeriksa rekam medis pasien untuk mengetahui usia pasien dan

memastikan pasien bahwa pasien tidak menderita gagal ginjal serta tidak

memiliki riwayat alkoholisme.

3. Bila pasien memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria

eksklusi, pasien dapat dimasukkan dalam sampel.

4. Selanjutnya peneliti menjelaskan secara garis besar tujuan penelitian ini

sekaligus melakukan inform concent (Principle of Autonomy and Respect).

5. Peneliti juga menjelaskan bahwa pada penelitian ini tidak dilakukan

intervensi yang menyakiti sampel (Principle of Non Maleficence).

6. Selain itu penulis juga menjelaskan manfaat apa yang akan diperoleh bila

pasien mengikuti penelitian ini (Principle of Beneficence).

7. Penulis juga menjelaskan bahwa identitas dan hasil setiap sampel akan

dijaga kerahasiannya (Principle of Confidentiality).

8. Bila pasien tersebut bersedia mengikuti penelitian ini, peneliti akan

mengukur berat badan, tinggi badan, dan tekanan darah.

9. Selanjutnya peneliti menganalisis rekam medis untuk menilai kadar asam

urat pasien.

10. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan teknik analisis

data yang telah dipilih.

Page 39: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xxxix

J. Teknik Analisis Data

Analisis data statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Uji normalitas sebaran sampel dengan menggunakan Uji Kolmogorov-

Smirnov karena jumlah sampel > 50 orang (Budiarto, 2004).

2. Uji Chi Square untuk mengetahui hubungan hiperurisemia dengan

hipertensi (Tumbelaka et al., 2007).

3. Penghitungan odd ratio (OR) untuk mengetahui seberapa kuat

hubungan hiperurisemia dengan hipertensi (Murti, 2010).

4. Uji Korelasi Pearson untuk mengetahui apakah peningkatan kadar

asam urat sebanding dengan peningkatan tekanan darah. Bila syarat

Korelasi Pearson tidak terpenuhi digunakan Korelasi Spearman (Murti,

2010).

5. Penghitungan interval kepercayaan (IK) atau confidence interval (CI)

yang menunjukkan rentang odds ratio yang diperoleh pada populasi

sumber apabila sampling dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama

(Ghazali et al., 2007).

6. Analisis multivariat berupa regresi logistik untuk menganalisa

confounding factor yang tidak direstriksi (Aminullah, 2007).

Page 40: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xl

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada

tanggal 31 Mei – 7 Juni 2010. Dengan metode consecutive sampling

diperoleh subjek penelitian sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 pasien

hipertensi dan 30 pasien non-hipertensi. Dari 60 subjek tersebut, 18 orang

menderita hiperurisemia, 28 orang menderita DM tipe 2, dan 16 orang

menderita obesitas. Secara lengkap karakteristik subjek penelitian dapat

dilihat pada tabel 4 dan 5.

Tabel 4. Karakteristik subjek penelitian (n = 60)

Variabel Total Hipertensi Non-hipertensi p

Usia (tahun, SD) 48.4 ± 6.2 49.3 ± 6.5 47.5 ± 5.9 0.255

BB (kg, SD) 64.3 ± 12.1 68.0 ± 13.3 60.5 ± 9.5 0.032

TB (m, SD) 1.65 ± 0.05 1.67 ± 0.05 1.63 ± 0.04 0.001

IMT (kg/m2, SD) 23.5 ± 3.5 24.2 ± 3.6 22.8 ± 3.4 0.160

TDS (mmHg, SD) 130.17 ± 19.53 146.67 ± 12.41 113.67 ± 7.65 0.000

TDD (mmHg, SD) 81.67 ± 11.22 90.33 ± 6.69 73 ± 7.40 0.000

Asam urat serum

(mg/dl, SD)

6.14 ± 1.81 7.14 ± 1.67 5.15 ± 1.36 0.000

(Data primer, 2010)

Keterangan:

IMT: indeks massa tubuh; TDS: tekanan darah sistolik; TDD: tekanan darah

diastolik; SD: standar deviasi; p < 0.05.

Page 41: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xli

Tabel 5. Karakteristik subjek penelitian (n = 60)

Variabel Hipertensi Non-hipertensi Total

Status Hiperurisemia

(orang, %)

- hiperurisemia

- normal

16 (26.67)

14 (23.33)

2 (3.33)

28 (46.67)

18 (30)

42 (70)

Status Diabetik (orang,

%)

- DM tipe 2

- normal

12 (20)

18 (30)

16 (26.67)

14 (23.33)

28 (46.67)

32 (53.33)

Status Obesitas (orang,

%)

- Obes

- tidak obes

8 (13.33)

22 (36.67)

8 (13.33)

22 (36.67)

16 (26.67)

44 (73.33)

(Data primer, 2010)

Dari tabel 4 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna

pada rerata usia dan IMT kedua kelompok. Hal itu berarti kedua variabel

tersebut tidak terlalu mempengaruhi hasil penelitian ini dan dapat diabaikan.

Hal tersebut berkebalikan dengan rerata TDS, TDD, dan kadar asam

urat kedua kelompok yang menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik.

Adanya perbedaan bermakna secara statistik pada TDS dan TDD sudah jelas

karena kedua kelompok memang dibagi berdasarkan tekanan darah. Namun,

perbedaan bermakna pada rerata kadar asam urat menunjukkan bahwa asam

urat berpengaruh terhadap tekanan darah. Oleh karena itu diperlukan analisis

statistik lebih lanjut untuk mengetahui apakah pengaruh kadar asam urat

terhadap tekanan darah bermakna secara statistik.

Page 42: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xlii

B. Uji Normalitas Data

Karena hasil penelitian ini nantinya akan diuji dengan menggunakan

uji parametrik berupa korelasi Pearson, data yang ada harus diketahui terlebih

dahulu apakah sebarannya normal atau tidak. Normalitas sebaran data

diketahui dengan menggunakan uji Kolmogorv Smirnov karena jumlah

subjek > 50 orang.

Tabel 6. Uji normalitas data pada TDS, TDD, dan Kadar Asam Urat

Variabel Kolmogorov Smirnov (p)

TDS 0.000

TDD 0.000

Kadar Asam Urat 0.200

Sebaran data dikatakan normal bila nilai p > 0.05. Pada tabel 6 terlihat

bahwa sebaran data untuk kadar asam urat adalah normal. Sebaliknya sebaran

data untuk tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD)

tidak normal. Oleh karena itu, sebaran data TDS dan TDD harus dinormalkan

terlebih dahulu melalui proses transformasi dengan menggunakan Lg10.

Tabel 7. Uji normalitas data pada TDS dan TDD setelah ditransformasi

Variabel Uji Kolmogorov Smirnov

(p)

TDS 0.000

TDD 0.000

Pada tabel 7 terlihat bahwa setelah ditransformasi sebaran data TDS dan

TDD tetap tidak normal. Hal tersebut berarti penelitian ini tidak dapat

menggunakan uji parametrik korelasi Pearson melainkan menggunakan

alternatifnya yaitu uji non-parametrik korelasi Spearman.

Page 43: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xliii

C. Uji Chi Kuadrat

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan

perancu dengan variabel terikat, pada awalnya digunakan analisis bivariat

berupa uji chi-square. Variabel bebas penelitian ini adalah hiperurisemia

sedangkan variabel terikatnya adalah hipertensi. Variabel peracu terdiri dari

obesitas dan DM tipe 2.

Tabel 8. Uji Chi Kuadrat Hubungan Hiperurisemia dengan Hipertensi

Hipertensi OR 95% CI X2 p

Ya Tidak Jumlah

Ya 16 2 18

Tidak 14 28 42

Hiperu

risemia

Jumlah 30 30 60

16 3.22 – 79.56 15.56 0.000

Dari tabel 8 di atas terlihat bahwa terdapat hubungan yang bermakna

secara statistik antara hiperurisemia dengan hipertensi (p<0.001). Adanya

hubungan antara hiperurisemia dengan hipertensi sebenarnya sudah terlihat

dari adanya perbedaan bermakna pada rerata kadar asam urat kelompok

hipertensi dan non-hipertensi (p<0.001). Namun, melalui analisis bivariat ini

dapat diketahui apakah hubungan tersebut bermakna secara statistik sekaligus

untuk mengetahui besarnya odds ratio dan confidence interval. Dari tabel 8

juga terlihat bahwa pasien dengan hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih

besar untuk menderita hipertensi dibanding dengan pasien tanpa

hiperurisemia (OR = 16, 95% CI = 3.22 – 79.56).

Page 44: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xliv

Tabel 9. Uji Chi Kuadrat Hubungan Obesitas dengan Hipertensi

Hipertensi OR 95% CI X2 p

Ya Tidak Jumlah

Ya 8 8 16

Tidak 22 22 44

Obe-

sitas

Jumlah 30 30 60

1.0 0.318 – 4.140 0.000 1.00

Tabel 10. Uji Chi Kuadrat Hubungan DM tipe 2 dengan Hipertensi

Hipertensi OR 95% CI X2 p

Ya Tidak Jumlah

Ya 12 16 28

Tidak 18 14 32

DM

tipe 2

Jumlah 30 30 60

0.58 0.21 – 1.624 1.071 0.301

Sebaliknya hasil analisis bivariat untuk variabel perancu (tabel 9 dan

10) menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik

baik antara obesitas dengan hipertensi (p=1.00) maupun DM tipe 2 dengan

hipertensi (p=0.301). Karena tidak terdapat hubungan yang bermakna secara

statistik antara variabel perancu dengan variabel terikat, maka analisis

multivariat tidak dapat dilakukan dan keberadaan kedua variabel perancu

tersebut dapat diabaikan.

D. Uji Korelasi Spearman

Uji korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel

numerik dalam hal ini TDS dan TDD dengan kadar asam urat. Uji korelasi

Pearson merupakan uji parametrik. Oleh karena itu, data penelitian harus

Page 45: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xlv

memenuhi 3 syarat uji parametrik yaitu 1) variabel numerik, 2) sebaran data

normal, dan 3) varians data boleh sama atau tidak (untuk 2 kelompok).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebaran data TDS dan TDD

penelitian ini tidak normal dan tidak dapat dinormalkan. Oleh karena itu,

digunakan uji korelasi alternatif dari Pearson, yaitu uji korelasi Spearman.

Korelasi mutlak akan memberikan nilai r=1. Nilai r yang lebih rendah

ditafsirkan baik (r>0.8), sedang (0.6-0.79), lemah (0.4-0.5), dan sangat lemah

(< 0.4) (Tumbelaka et al., 2002).

Tabel 11. Korelasi antara TDS dan TDD dengan kadar asam urat

Uji Korelasi Spearman Variabel

r p

TDS 0.619 0.000

TDD 0.460 0.000

Pada penelitian ini (tabel 11) terlihat hubungan bermakna antara tekanan

darah sistolik dan tekanan darah diastolik dengan kadar asam urat. Nilai r=

0.619 pada TDS menunjukkan adanya korelasi positif antara TDS dengan

kadar asam urat, tetapi dengan kekuatan sedang. Sedangkan untuk TDD,

kekuatan korelasinya termasuk lemah.

Page 46: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xlvi

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hiperurisemia dengan

hipertensi pada pasien Poliklinik Interna RS Dr. Moewardi. Subjek penelitian ini

seluruhnya berjenis kelamin pria untuk mencegah terjadinya bias seleksi. Hal

tersebut didasarkan pada alasan bahwa efek hormon estrogen pada wanita usia

subur berpengaruh terhadap metabolisme asam urat. Estrogen bersifat uricosuric

yang menyebabkan kadar asam urat lebih tinggi dalam urin. Selain itu, estrogen

juga memiliki sifat anti-ROS yang akan menghambat NF-KB sehingga

pembentukan sitokin-sitokin proinflamasi juga dihambat (Johnson et al., 2003;

Purwanto, 2009).

Faktor-faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi kadar asam urat dan

tekanan darah adalah obesitas dan DM tipe 2. Hal itu karena kadar lemak tubuh

yang tinggi pada obesitas akan meningkatkan reabsorpsi natrium oleh ginjal

(Aneja et al., 2004). Sedangkan keadaan hiperglikemia pada DM tipe 2 dapat

menyebabkan disfungsi endotel yang menyebabkan penurunan nitric oxide (NO)

sehingga tekanan arteri meningkat (Shahid and Mahboob, 2009). Pada penelitian

ini, kedua faktor tersebut tidak direstriksi saat pengambilan sampel melainkan ikut

dianalisis. Alasannya agar lebih mudah mendapatkan sampel penelitian.

Pada tabel 8 terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

hiperurisemia dengan hipertensi (p<0.001). Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa hiperurisemia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hipertensi.

Page 47: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xlvii

Bahkan pada tabel 8 terlihat bahwa pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali

lebih besar menderita hipertensi dibanding pasien dengan kadar asam urat normal

(OR 16; 95% CI 3.22-79.56).

Berdasarkan prinsip epistemiology, hasil penelitian ini sesuai dengan studi

kohort yang dilakukan oleh Vedercchia et al (2000). Penelitan tersebut

menunjukkan bahwa kadar asam urat kuartil keempat (>6.2 mg/dl pada pria)

berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler (RR 1.73; 95%

CI 1.01-3.00). Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian Sullivan et al (2005).

Pada penelitian tersebut, ketika variabel perancu tidak dianalisis, didapatkan crude

odds ratio sebesar 1.23 (95% CI 1.13-1.35). Namun bila variabel perancu lainnya

dianalisis (analisis mulitvariat) didapatkan nilai OR sebesar 1.10 (95% CI 1.00-

1.22). Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian dengan desain yang

berbeda. Heinig dan Johnson (2006) melakukan penelitian berjenis eksperimental

laboratorik dengan menggunakan tikus. Pada penelitian tersebut, tikus diberi

oxonic acid, suatu inhibitor uricase. Ketika uricase dihambat, asam urat tidak

dapat diubah menjadi allantoin yang bersifat lebih larut dan dapat diekskresi

melalui urin. Ternyata setelah 3-5 minggu terjadi peningkatan tekanan darah tikus.

Berdasarkan prinsip ontology, jalur utama yang menyebabkan terjadinya

hipertensi pada keadaan hiperurisemia adalah disfungsi endotel akibat produksi

ROS yang berlebihan dan penurunan jumlah NO. Selain itu, hiperurisemia juga

menyebabkan inflamasi vaskuler, proliferasi otot polos, peningkatan produksi

renin, dan lesi vaskuler pada ginjal (Heinig dan Johnson, 2006; Feig et al., 2008).

Asam urat sebenarnya bersifat antioksidan karena asam urat mencegah

degradasi SOD3 dan mengikat peroxynitrit. Oleh karena itu, konsentrasi NO tetap

Page 48: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xlviii

stabil dan endotel dapat menjalankan fungsi normalnya. Namun bila kadarnya

lebih dari 5.5 mg/dl dan kadar antioksidan lainnya rendah, asam urat justru

bersifat prooksidatif (Johnson et al., 2003; Wisesa dan Suastika, 2006).

Sifat prooksidatif asam urat berasal dari O2- (superioksida) sebagai produk

samping aktivitas xantin oksidase. Kadar asam urat yang berlebihan menyebabkan

semakin banyak O2- yang terbentuk. Padahal anion superoksida secara langsung

dapat menginaktifkan NO melalui sebuah reaksi cepat yang menghasilkan

peroxynitrit. Akibatnya terjadi penurunan jumlah dan bioavailabilitas NO.

Penurunan NO juga terjadi akibat hambatan produksinya oleh peroxynitrit.

Peroxynitrit mampu mengoksidasi BH4 (tetrahydrobiopterin), suatu kofaktor

dalam reaksi pembentukan NO dari L-arginin, sehingga jumlah BH4 menurun.

Defisiensi BH4 atau L-arginin menyebabkan eNOS dalam keadaan unncoupled.

Karena eNOS merupakan enzim utama dari cytochrome P-450 yang memiliki

aktivitas NADPH oksidase, keadaan uncoupled tersebut justru menyebabkan

eNOS memproduksi superoksida dan peroxynitrit. Kombinasi peningkatan ROS

dan penurunan jumlah serta bioavailabilitas NO menyebabkan disfungsi endotel

(Johnson et al., 2003; Lawrence, 2010).

Asam urat yang berlebihan juga merangsang oksidasi LDL melalui

stimulasi lipid peroxidase yang diduga berperan pada penebalan tunika intima-

media pembuluh darah pada proses atherosklerosis (Waring, 2000; Alderman,

2007). Akumulasi kristal urat pada plak atherosklerosis yang telah terbentuk dapat

mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Aktivasi komplemen

mengakibatkan berbagai efek biologis seperti inflamasi, kemotaksis, opsonisasi,

dan aktivitas sitolitik. Aktivitas komplemen dan ROS yang berlebihan

menyebabkan kerusakan sel sehingga terbentuk debris. Kemudian debris

Page 49: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

xlix

mengaktifkan TLR4 dengan cara melepaskan ikatan NF-KB dari IKB. NF-KB yang

aktif menstimulasi makrofag untuk mengekspresikan sitokin proinflamasi seperti

TNF-α1, TGF-β1, IL-1β, IL-6, dan IL-8. Asam urat juga akan menstimulasi

sintesis MCP-1 (monocyte chemoattractant protein-1) pada otot polos. Caranya

adalah dengan mengaktivasi p38 MAP kinase, NF-KB, dan AP-1. MCP-1 sendiri

merupakan kemokin yang berperan penting dalam penyakit vaskular dan

atherosclerosis. Mekanisme juga menyebabkan peningkatan produksi sitokin

proinflamasi (Bratawidjaja, 2002; Johnson et al., 2003; Purwanto, 2009;

Lawrence, 2010).

Proliferasi otot polos yang terjadi pada kondisi hiperurisemia merupakan

akibat aktivasi mitogen spesifik oleh asam urat dan gangguan modulasi

pertumbuhan seluler akibat disfungsi endotel. Walaupun otot polos tidak memiliki

reseptor untuk asam urat, asam urat tetap dapat masuk ke dalam sel dengan

bantuan organic anion transporter (OAT). Setelah masuk ke dalam sel otot polos,

asam urat mengaktifkan protein kinase (Erk 1/2). Selanjutya Erk 1/2 akan

menginduksi sintesis de novo dari COX-2 dan tromboksan lokal serta mengatur

up regulation PDGF A (platelet derived growth factor A). Hasil akhir proses

tersebut adalah aktivasi mitogen spesifik yang menyebabkan proliferasi sel

(Johnson et al., 2003).

Kondisi hiperurisemia juga dapat meningkatkan produksi renin. Hal itu

karena disfungsi endotel yang terjadi menyebabkan tekanan arteri meningkat dan

aliran darah ke ginjal rendah. Akhirnya renin disekresi dan SRAA (sistem renin

angiotensin aldosteron) teraktivasi. Padahal angiotensin II memiliki beberapa

aktivitas yang merugikan. Angiotensin II dapat mengaktifkan NADPH oksidase

Page 50: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

l

sehingga terjadi produksi O2- dan degradasi NO yang berlebihan. Selain itu,

angiotensin II menyebabkan peningkatan NF-KB dan MCP-1 melalui jalur oxidant

dependent. Stres oksidatif yang disebabkan angiotensin II juga menstimulasi

gp91phox vaskuler, suatu NADPH pada membran sel yang mempromosi

hipertrofi sel otot polos dan remodeling (Johnson et al., 2003; Purwanto, 2009;

Lawrence, 2010).

Lebih jauh lagi hiperurisemia menyebabkan perubahan mikrovaskuler

pada ginjal yang mirip dengan gambaran arteriosklerosis pada hipertensi esensial.

Hal ini disebabkan oleh proliferasi sel otot polos vaskuler, inflamasi, dan stress

oksidatif. Lesi pada vaskuler ginjal ini akan memicu terjadinya salt sensitive

hypertension yaitu peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi pada konsumsi

jumlah natrium yang sama. Kondisi ini menetap meskipun hiperurisemia telah

dikoreksi dan diberikan diet rendah garam (Johnson et al., 2003; Heinig and

Johnson, 2006; Feig et al., 2008).

Pada tabel 9 terlihat bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara

obesitas dengan hipertensi (p=1.00). Itu berarti pada penelitian ini obesitas bukan

merupakan faktor yang mempengaruhi hipertensi. Hasil tersebut berbeda dengan

penelitian Aneja et al (2004) yang menyebutkan bahwa obesitas menyebabkan

beberapa kelainan adaptasi yang secara individual dan sinergis berperan terhadap

kejadian hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Perbedaan ini dapat

disebabkan oleh tipe obesitas yang diamati dan parameter yang digunakan. Tipe

obesitas yang diamati pada penelitian Aneja et al. adalah obesitas abdominal

(sentral) yang diukur dengan menggunakan rasio lingkar pinggang pinggul.

Sedangkan penetuan obesitas pada penelitian ini menggunakan IMT (indeks

Page 51: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

li

massa tubuh) yang hanya dapat digunakan untuk menentukan obesitas general.

Padahal obesitas abdominal berhubungan lebih kuat pada terjadinya beberapa

penyakit dibanding obesitas tipe yang lain. Hal itu karena penumpukan lemak

abdominal akan mendorong perkembangan faktor risiko kardiometabolik (Aneja

et al., 2004; Despres, 2006; Janghorbani et al., 2008).

Hasil yang berbeda juga ditemukan pada variabel perancu DM tipe 2. Pada

tabel 10 terlihat bahwa hubungan antara DM tipe2 dengan tekanan darah tidak

bermakna secara statistik. Hasil ini berbeda dengan penelitian Mitchell et al

(2000) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara diabetes

dengan hipertensi baik pada pria (p<0.001, OR 4.00) maupun wanita (p<0.001,

OR 2.78). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh jumlah sampel dan hubungan

keluarga. Penelitian Mitchell et al (2000) tersebut melibatkan 1431 orang yang

berasal dari 42 keluarga. Adanya hubungan kekeluargaan tersebut menunjukkan

adanya keterlibatan faktor genetik yang juga dapat dianggap sebagai variabel

perancu.

Pada tabel 11 terlihat bahwa kadar asam urat berkorelasi sedang dengan

tekanan darah sistolik (p<0.001, r=0.619) dan berkorelasi lemah dengan tekanan

darah diastolik (p<0.001, r=0.460). Hal tersebut berarti semakin tinggi kadar asam

urat maka tekanan darah sistolik dan diastolik semakin tinggi. Korelasi serupa

juga ditemukan pada penelitian Feig et al (2008) yang menunjukkan bahwa

terdapat korelasi positif antara kadar asam urat dengan tekanan darah sistolik

(p=0.001, r=0.269) dan tekanan darah diastolik (p=0.046, r=0.153). Korelasi

tersebut didasarkan pada teori yang menjelaskan bahwa peningkatan tekanan

Page 52: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

lii

darah seperti yang terjadi pada hipertensi akan menurunkan aliran darah ke ginjal.

Aliran darah ginjal yang rendah akan menstimulasi reabsorpsi asam urat. Di sisi

lain, tekanan darah yang makin tinggi memperbesar risiko penyakit mikrovaskuler

yang dapat memicu iskemia jaringan. Selanjutnya iskemia menyebabkan

pelepasan laktat dan peningkatan produksi asam urat. Laktat sendiri bersifat

menghambat sekresi asam urat oleh tubulus distal dengan mengeblok organic

anion transporter. Penurunan sekresi asam urat juga disebabkan oleh

berkurangnya jumlah asam urat yang dihantarkan pada tubulus sekretori ginjal.

Peningkatan produksi asam urat terjadi karena iskemi menyebabkan pemecahan

ATP menjadi adenosin dan xathine yang merupakan produk awal pembetukan

asam urat. Akibatnya kadar asam urat serum semakin meningkat (Vedercchia et

al., 2000; Johnson et al., 2003).

Berdasarkan prinsip axiology, penelitian ini dapat memberikan tambahan

informasi ilmiah mengenai hubungan molekular hiperurisemia dengan hipertensi.

Adanya bukti hubungan antara hiperurisemia dengan hipertensi diharapkan

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk selalu mengontrol kadar asam urat dan

tekanan darah. Dengan begitu, angka kejadian hiperurisemia dan hipertensi serta

berbagai komplikasinya menurun.

Nilai-nilai kebaruan dari penelitian ini adalah wilayah baru dan perspektif

baru. Wilayah baru karena penelitian khusus mengenai hiperurisemia sebagai

faktor risiko hipertensi selama ini dilakukan di luar negeri. Di Indonesia hanya

terdapat penelitian Wisesa dan Suastika yang meneliti tentang konsentrasi asam

urat serum dengan sindrom metabolik secara umum. Adapun perspektif baru dari

Page 53: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

liii

penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat digunakan, dikembangkan lebih

lanjut dalam usaha mengurangi angka kejadian hiperurisemia dan hipertensi serta

komplikasinya.

Pada uji statistik diketahui bahwa hipotesis nihil (H0) ditolak sehingga

dapat disimpulkan bahwa hipotesis kerja (H1) penelitian ini diterima yaitu

memang terdapat hubungan antara hiperurisemia dengan hipertensi serta terdapat

korelasi positif antara kadar asam urat dengan tekanan darah. Namun, penelitian

ini masih memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional sehingga tidak dapat secara

kuat menjelaskan hubungan sebab akibat antara hiperurisemia dengan

hipertensi.

2. Masih terdapatnya berbagai variabel luar yang belum dapat dikendalikan

seperti faktor psikologis pasien, pola hidup, dan aktivitas sehari-hari.

3. Penelitian ini tidak dapat mengetahui hubungan antara hiperurisemia dengan

hipertensi pada wanita.

4. Hasil penelitian ini hanya dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian

yaitu pasien Poliklinik Interna RS Dr. Moewardi yang berjenis kelamin pria.

Page 54: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

liv

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

1. Terdapat hubungan bermakna antara hiperurisemia dengan hipertensi.

2. Terdapat korelasi positif antara kadar asam urat dengan tekanan darah.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka saran dari penulis

adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya dilakukan penelitian pada populasi lain dengan melibatkan

subjek wanita untuk memperluas generalisasi hasil penelitian.

2. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan rancangan penelitian

yang lebih baik (studi longitudinal) sehingga dapat membuktikan adanya

hubungan sebab akibat antara hiperurisemia dengan hipertensi.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian lain dengan memperhitungkan faktor

perancu lain yang belum dapat dikendalikan pada penelitian ini.

4. Sebaiknya masyarakat rajin mengontrol kadar asam urat dan tekanan

darah serta menghindari hal-hal yang dapat meningkatkan keduanya

sehingga angka kejadian hiperurisemia dan hipertensi serta berbagai

komplikasinya dapat menurun.

Page 55: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

lv

DAFTAR PUSTAKA

Alderman, MH. 2007. Uric Acid and Cardiovascular Disease. Circulation, pp: 880-83.

Aminullah A, Rukman Y, Munasir Z, Sastroasmoro S. 2007. Variabel dan Hubungan antar Variabel. In: Sastroasmoro S dan Ismael S (ed). Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto, pp: 255-78.

Aneja A, El-Atat F, Mc Farlane SI, Sowers AJR. 2004. Hypertension and Obesity.

Endojournals, pp: 169-205. Berry CE and JM Hare. 2004. Xanthine Oxidoreductase and Cardiovascular

Disease: Molecular Mechanism and Pathophysiological Implications. Am J Physiol, pp: 589-606.

Bratawidjaja KG. 2002. Imunologi Dasar. Jakarta: FKUI, pp: 44-53. Budiarto, Eko. 2004. Biostatika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: EGC Caballero. 2005. Nutrition Paradox – Underweight and Obesity in Developing

Countries. N Engl. J. Med, pp: 1514-16. Culleton BF, Larson MG, Kannel WB, Levy D. 2006. Serum Uric Acid and Risk

for Cardiovascular Disease and Death: The Framingham Heart Study. Ann Intern Med, pp: 7-13.

Despres J. 2006. Abdominal obesity: the most prevalent cause of the metabolic

syndrome and related cardiometabolic risk. European Heart Journal Supplements 8:B4–B12.

Dincer HE, Dincer AP, Levinson DJ. 2002. Asymptomatic Hyperuricemia: To

Treat or Not To Treat. Cleveland Clinic Journal of Medicine, pp: 594-606.

Page 56: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

lvi

Feig DI, Kang DH, Johnson RJ. 2008. Uric Acid and Cardiovascular Risk. N Eng J Med, pp: 1811-21.

Ghazali MV, Sastromihardjo S, Rochani S, Soelaryo T, Pramulyo H. Studi Cross-

Sectional. 2007. In: Sastroasmoro S dan Ismael S (ed). Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto, pp:112-26.

Hediger MA, Johnson RJ, Miyazaki H, Endou H. 2005. Molecular Physiology of

Urate Transport. Am J Physiol, pp: 125-33. Heinig M and RJ Johnson. 2006. Role of Uric Acid in Hypertension, Renal

Disease, and Metabolic Syndrome. Cleveland Clinic Journal of Medicine, pp: 1059-64.

Indrawan IGNB. 2005. Hubungan Konsumsi Purin Tinggi dengan Hiperurisemia

Studi Potong Lintang Analitik pada Penduduk Suku Bali di Kota Denpasar. Denpasar: In Press.

Janghorbani M, Amini M, Rezvanian H, Gouya MM, Delavari A, Alikhani S,

Mahdavi A. 2008. Association of body mass index and abdominal obesity with marital status in aduts. Arch Iranian Med 11:274-81.

Joesoef AH dan Budhi Setianto. 2003. Hipertensi Sekunder. In: Rilantono dkk

(ed). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI. Johnson RJ, Kang DH, Feig DI, Kivlighn S, Kanelis J, Watanabe S, Tuttle KR,

Mazzali M. 2003. Is There a Pathogenic Rule of Uric Acid in Hypertension, Cardiovascular and Renal Disease? Hypertension Journal, pp: 1183-90.

Lawrence GS. 2010. Implikasi Klinis Disfungsi Endotel dan Radikal Bebas.

Makassar: FK UNHAS. Lehto S, Niskanen L, Ronnemma T, Laakso M. 1998. Serum Uric Acid is A

Strong Predictor of Stroke in Patients with Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus. Stroke, pp: 635-39.

Page 57: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

lvii

Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. 2007. Perkiraan Besar Sampel. In: Sastroasmoro S dan Ismael S (ed). Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto, pp: 302-30.

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:

Media Aesculapius FKUI. Misbach, Jusuf. 2007. Ancaman Serius Hipertensi di Indonesia. Simposia, pp: 34. Mitchell BD, Almasy LA, Rainwater DL, Schneider JL, Blangero J, Stern MP,

MacCluer JW. 2000. Diabetes and Hypertension in Mexican American Families: Relation to Cardiovascular Risk. American Journal of Epidemiology, pp: 1047-56.

Mladinescu OF, Savoiu G, Serban C, Noveanu L, Gaita D, Muntean D. 2008. The

Rule of Hyperurisemia in Endothelial Dysfunction Induced by Hypertension. Romanian J. Biophys, pp: 329-36.

Murti, Bhisma. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif

dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Niskanen LK, Laaksonen DE, Nyysonen K, Alfthan G, Lakka HM, Lakka TA,

Salonen JT. 2004. Uric Acid Level as a Risk Factor for Cardiovascular and All Cause Mortality in Middle Aged Men: A Prospective Cohort Study. Arch Itern Med, pp: 1541-46.

Price SA, Wilson LM. 2006. Pathophysiology Clinical Concepts of Disease

Processes 4th Edition. Philadelphia: Mosby Year Book. Purwanto, Bambang. 2009. Pathogenesis, Etiology, and Management of

Hypertension and Nefrotoxic Agents. Disampaikan pada Half Day Simposium: Renal Disease Induced by Nefrotoxic Agents. Surakarta.

Putra, Tjokorda Raka. 2006. Hiperurisemia. In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu

Peyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 1213-17.

Page 58: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

lviii

Sastroasmoro, Sudigdo. 2007. Pengukuran dalam Penelitian. In: Sastroasmoro S dan Ismael S (ed). Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto, pp: 78-91.

_______________. 2007. Inferensi: dari Sampel ke Populasi. In: Sastroasmoro S

dan Ismael S (ed). Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto, pp: 12-28.

Shahid SM, Mahboob T. 2009. Diabetes and Hypertension: Correlation Between

Glycosylated Hemoglobin (HbA1c) and Serum Nitric Oxide (NO). Australian Journal of Basic and Applied Sciences, pp : 1323-27.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Alih bahasa:

Brahm U. Pedit. Jakarta: EGC. Siregar, Tagor Gumanti Muda. 2003. Hipertesi Esensial. In: Rilantono dkk (ed).

Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI. Suwitra, Ketut. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar

Ilmu Peyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 581-84. Taufiqurrohman M. A. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu

Kesehatan. Surakarta: CSGF. Tumbelaka AR, Riono P, Wirjodiarjo M, Pudjiastuti P, Firman K. 2007.

Pemilihan Uji Hipotesis. In: Sastroasmoro S dan Ismael S (ed). Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto, pp: 279-301.

Verdecchia P, Schillaci G, Reboldi G, Santeusanio F, Brunetti P. 2000. Relation

between Serum Uric Acid and Risk of Cardiovascular Disease in Essential Hypertension. The PIUMA Study Hypertension, pp: 1072-78.

Waring WS, Webb DJ, Maxwell SR. 2000. Uric Acid as A Risk Factor for

Cardiovascular Disease. QJ Med, pp: 7007-713

Page 59: HUBUNGAN ANTARA HIPERURISEMIA DENGAN HIPERTENSIantara hiperurisemia dengan hipertensi (p=0.000), (2) pasien hiperurisemia memiliki risiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

lix

Wisesa IBN, Suastika K. 2009. Hubungan antara Konsentrasi Asam Urat Serum dengan Resistensi Insulin pada Penduduk Suku Bali Asli di Dusun Tenganan Pegrisingan Karangasem. J Peny Dalam vol 10, pp: 110-19.

Yogiantoro, Mohammad. 2006. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo dkk (ed). Buku

Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 610-14. Zharikov S, Karina Krotova, Richard Johnson, Chris Baylis, Edward R. 2007.

Uric Acid Reduces Nitrioxide (NO) Bioavailability in Endothelial Cells by Activating The L-Arginine/Arginase Pathway. The FASEB Journal, pp: 745-51.