Upload
lamkhanh
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR – FAKTOR SOSIAL EKONOMI
DENGAN TINGKAT ADOPSI INOVASI PETANI PADA BUDIDAYA
TANAMAN JERUK BESAR DI KECAMATAN PLUPUH KABUPATEN
SRAGEN
Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Oleh :
SARI YUSNITA
H0404057
Pembimbing :
Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD
Agung Wibowo SP, Msi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT ADOPSI INOVASI PETANI PADA BUDIDAYA TANAMAN JERUK
BESAR DI KECAMATAN PLUPUH KABUPATEN SRAGEN
Sari Yusnita1 Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD 2, Agung Wibowo, SP, MSi 3
ABSTRAK
Sari Yusnita, H0404057, “HUBUNGAN ANTARA FAKTOR – FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT ADOPSI INOVASI PETANI PADA BUDIDAYA TANAMAN JERUK BESAR DI KECAMATAN PLUPUH KABUPATEN SRAGEN”. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. Di bawah bimbingan Ir.Marcelinus Molo, MS, PhD dam Agung Wibowo, SP, MSi.
Pembangunan pertanian di Indonesia saat ini mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyrakat terutama untuk usaha pertanian. Program pengembangan agribisnis jeruk besar di Kecamatan Plupuh merupakan salah satu wujud nyata dari pembangunan pertanian yang berorientasi pada sistem usaha agribisnis yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Untuk mengetahui produktivitas dan kesejahteraan petani maka perlu diketahui tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor sosial ekonomi dan mengkaji tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar serta mengkaji hubungan antar status sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen.
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive). Metode pengambilan sample secara sistematis (systematic sampling) dengan sample sebanyak 60 responden. Metode analisis data yang digunakan Uji compare means. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan status social ekonomi petani dengan tingakt adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar digunakan uji korelasi Rank Spearman (rs) dengan menggunakan program computer SPSS 12,0 for windows.
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar luas lahan petani dalam kategori rendah (55%), pendidikan formal petani dalam kategori rendah (68,3%), pendidikan non formal petani dalam kategori sedang (63,3%), pendapatan petani dalam kategori rendah (45%), kekayaan petani dalam kategori sedang (55%), dan tingkat rasionalitas petani dalam kategori sedang (55%). Sementara pada tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar menunjukan perencanaan kebun dalam kategori sedang (2,15), persiapan lahan dalam kategori sedang (2,15), penyiapan bibit dalam kategori sedang (7,22), penanaman dalam kategori tinggi (3,77), pembentukan arsitektur pohon dalam kategori tinggi (3,00), pemupukan dalam kategori sedang (13,20), penyiraman dalam kategori rendah (6,30), dan pendangiran dan pembumbunan dalam kategori tinggi (2,98).
Dari uji korelasi Rank Spearman pada taraf kepercayaan 95% menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara luas lahan dan pendapatan dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar. Disamping itu terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pendidikan non formal, kekayaan dan tingkat rasionalitas petani dengan adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar.
Kata kunci : Faktor-faktor Sosial Ekonomi, Adopsi Inovasi, Jeruk Besar 1). Mahasiswa Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta 2). Pembimbing Utama 3). Pembimbing Pendamping
3
RELATIONSHIP BETWEEN ECONOMIC SOCIAL FACTOR WITH THE LEVEL OF FARMER’S INOVATION ADOPTION ON THE BIG ORANGE CULTIVATION
IN PLUPUH, SRAGEN
Sari Yusnita1 Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD 2, Agung Wibowo, SP, MSi 3
ABSTRAK
Sari Yusnita, H0404057, “RELATIONSHIP BETWEEN ECONOMIC SOCIAL FACTOR WITH THE LEVEL OF FARMER’S INOVATION ADOPTION ON THE BIG ORANGE CULTIVATION IN PLUPUH, SRAGEN”. Faculty of Farming Sebelas Maret University Surakarta. Under the guidance of Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD and Agung Wibowo, SP, MSi.
Agricultural development in Indonesia at this time has a very important role for society’s life especially for agriculture. The program of agribusiness development in Plupuh is one of the real efforts of agricultural development which is oriented on the agribusiness system to increase farmer’s productivity and wealthy. To know farmer’s productivity and wealthy, we need to know the level of farmer’s innovation adoption on the big orange cultivation. This research is aimed at investigating the economic social factors, the level of innovation adoption on the big orange cultivation, and the relationship between farmer’s economic social with the level of innovation adoption on the big orange cultivation in Plupuh, Sragen. Basic methodology used in this research is quantitative description. The research location is determined purposively. The method in taking samples is systematic sampling with 60 respondents as the sample. Data analysis method used is Compare means test. To know whether there is a relationship between farmer’s social economic status with the level of innovation adaption on the big orange cultivation or not, Rank Spearman (RS) correlation test by using SPSS 12,0 computer program for windows. The result shows that most of farmer’s land is in low category (55%), farmer’s formal education in low category (68,3%), non formal education in medium category (63,3%), farmer’s income in low category (45%), farmer’s wealthy in medium category (55%), and farmer’s rational level in medium category. Meanwhile, the level of innovation adoption on the big orange cultivation shows that plantation plan in the middle category (2, 15), land preparation in medium category (7, 22), panting is in high category (3,77), the formation of tree architecture in high category (3,00), fertilizing is in medium category, watering is in the low category (6,30), and hoeing and adding flavor are in the high category (2,98). From Rank Spearman correlation test in 95% trust level shows there is a significant relationship between the area and the income with the level of innovation adoption on the big orange cultivation. Besides, there is an insignificant relationship between non formal education, wealthy, and wealthy and level of farmer’s rationality with the innovation adoption on the big orange cultivation. Key words : Economic Social Factor, Inovation Adoption, Big Orange 1). Mahasiswa Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta 2). Pembimbing Utama 3). Pembimbing Pendamping
4
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan pertanian di Indonesia saat ini mempunyai peranan yang
sangat penting bagi kehidupan masyarakat terutama untuk usaha pertanian yang
meliputi pangan dan holtikultura, perkebunan, peternakan serta perikanan.
Pembangunan pertanian bertujuan untuk selalu memperbaiki mutu hidup dan
kesejahteraan manusia terutama petani, baik perorangan maupun masyarakat pada
umumnya (Mardikanto, 1993).
Sementara pembangunan pertanian yang berkembang selama ini masih
terpaku pada usaha peningkatan hasil produksi, padahal seharusnya sudah
berkembang pada pembangunan pertanian yang menyeluruh dalam system usaha
agribisnis. Dalam system usaha agribisnis, usaha pertanian didukung oleh
masyarakat subsistem yang terkait yang meliputi pengadaan dan penyaluran
sarana produksi pertanian, teknologi, dan pengembangan sumberdaya pertanian,
subsistem produksi pertanian/usaha tani, subsistem pengelolaan hasil-hasil
pertanian (agroindustri) dan subsistem pemasaran hasil pertanian. Untuk
melaksanakan system tersebut membutuhkan pelaku bisnis yang berperan
mempengaruhi fungsi dan system agribisnis. Pelaku bisnis mencakup masyarakat
petani, pelaku usaha dalam bidang usaha permodalan, pengolahan maupun
pemasaran, kelembagaan usaha ekonomi serta instansi pemerintah yang tugas dan
fungsinya secara langsung maupun tidak langsung memfasilitasi, mendorong
maupun mempengaruhi pembangunan agribisnis.
Program pengembangan agribisnis jeruk besar di kecamatan Plupuh
merupakan salah satu wujud nyata dari pembangunan pertanian yang berorientaasi
pada system usaha agribisnis. Program ini bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan petani melalui kegiatan agribisnis selain tanaman padi yaitu melalui
budidaya tanaman jeruk besar.
Program pengembangan agribisnis jeruk besar pada tahun 2007,
dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan produktifitas dan produksi jeruk besar
yang berorientasi agribisnis melalui pemberdayaan petani dan mendorong
5
kemampuan petani dalam mengembangkan usaha kelompok dibidang holtikultura
jeruk besar di Plupuh, khususnya didaerah-daerah yang dijadikan sasaran program
pengembangan agribisnis jeruk besar tersebut dapat meningkatkan luas lahan
produksi jeruk besar yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan
meningkatkan kesejahteraan petani.
Adapun konsep program pengembangan agribisnis jeruk besar
dilaksanakan dengan menggunakan pola kemitraan yang melibatkan beberapa
elemen yaitu: petani yang terhimpun dalam kelompok tani sebagai pelaku usaha
budidaya tanaman jeruk besar, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bertindak
memberi penguatan modal usaha kelompok (PMUK) atas nama Kuasa Pengguna
Anggaran Pengembangan Agribisnis, dan bank pelaksana selaku penyalur kredit.
Pelaksanaan kegiatan penanaman jeruk besar dititik beratkan pada petani
yang lahannya sudah tidak bisa ditanami padi dan pekarangan yang kosong
dikarenakan tanahnya yang tidak subur. Dalam pelaksanaan kegiatan penanaman
jeruk besar memerlukan tingkat adopsi yang tinggi dari petani untuk
mengembangkan usaha taninya. Oleh sebab itu factor social ekonomi petani
sangat mempengaruhi petani dalam menerapkan inovasi dan informasi tentang
penanaman jeruk besar.
B. Rumusan Masalah
Program pengembangan agribisnis holtikultura jeruk besar merupakan
salah satu usaha Dinas Pertanian Sragen dalam meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani dengan system pemanfaatan dana dengan Penguatan Modal
Usaha Kelompok (PMUK), dimana dengan pola kemitraan ini diharapkan dapat
menghasilkan produksi jeruk besar sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani
di kecamatan plupuh. Dalam pelaksanaannya program ini membutuhkan peran
petani dalam mengadopsi inovasi berbagai kegiatan yang diadakan, karena pada
dasarnya petanilah yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada dalam
program. Kegiatan tersebut meliputi perencanaan kebun, persiapan lahan,
penyiapan bibit, penanaman, pembentukan arsitektur pohon, pemupukan,
penyiraman/pengairan, pendaringan dan pembubumbunan.sehingga keaktifan
6
petani dalam mengikuti kegiatan program sangat menentukan keberhasilan
program tersebut.
Keberlangsungan petani dalam mengikuti program pengembangan
agribisnis jeruk besar sedikit banyak dipengaruhi berbagai faktor sosial ekonomi
serta budaya setempat. Factor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat
adopsi petani antara lain Luas lahan, Pendidikan formal, Pendidikan nonformal,
Tingkat pendapatan, Kekayaan dan Tingkat rasionalitas petani
Berdasarkan uraian tersebut, mka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa saja faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat adopsi
petani dalam program pengembangan agribisnis jeruk besar di Kecamatan
Plupuh?
2. Bagaimana tingkat adopsi petani dalam program pengembangan agribisnis
jeruk besar di Kecamatan Plupuh?
3. Bagaimana pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap tingkat adopsi petani
dalam program pengembangan agribisnis jeruk besar di Kecamatan Plupuh?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat adopsi
petani dalam program pengembangan agribisnis jeruk besar di Kecamatan
Plupuh.
2. Mengkaji tingkat adopsi petani dalam program pengembangan agribisnis jeruk
besar di Kecamatan Plupuh.
3. Mengkaji pengaruh faktor sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani dalam
program pengembangan agribisnis jeruk besar di Kecamatan Plupuh.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar yang saya
pilih sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi pemerintah atau instansi, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan
7
khususnya dalam kegiatan penyuluhan pertanian dan pembangunan secara
keseluruhan.
3. Bagi pihak lain yang memerlukan hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan pembanding pada permasalahan yang sama.
4. Bagi petani, penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan dalam penerapan
budidaya jeruk besar yang tepat sehingga mampu meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petani.
8
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Inovasi
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau teknologi, termasuk barang
yang dianggap baru oleh seseorang. Tidak menjadi soal, sejauh
dihubungkan dengan tingkah laku manusia, apakah ide-ide itu betul-betul
baru atau tidak jika diukur dengan selang waktu sejak digunakannya atau
ditmukannya pertama kali. Jadi jika suatu ide dianggap baru oleh
seseorang maka ide itu adalah inovasi bagi orang tersebut (Levis, 1996).
Inovsi adalah suatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-
praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan
digunakan/diterapkan dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat
dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong
terjadinya perubahan-perubahan disegala aspek kehidupan masyarakat
yang bersangkutan (Mardikanto, 1996).
Sedangkan pengertian inovasi menurut Hanafi (1987) adalah ide-
ide baru, praktik-praktik baru, obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai
sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat. Menurutnya ada lima
macam sifat inovasi, yaitu:
a. Keuntungan relatif, adalah tingkatan dimana suatu ide baru dianggap
suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Tingkat
keuntungan relatif sering dinyatakan dalam bentuk keuntungan
ekonomi.
b. Kompatibilitas, adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten
dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa laulu dan kebutuhan
penerima. Kompatibilitas memberi jaminan lebih besar dan resiko
lebih kecil bagi penerima dan membuat ide baru itu lebih berarti
baginya.
9
c. Kompleksitas, adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif
sulit untuk dimengerti dan digunakan. Semakin rumit suatu inovasi
bagi seseorang maka akan semakin lambat pengadopsiannya.
d. Triabilitas, adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba
dengan skala kecil. Ide baru yang ada dapat dicoba biasanya lebih
cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu.
e. Observabilitas, adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat
dilihat oleh orang lain.
Menurut Sukartawi (1988), inovasi adalah suatu ide yang
dipandang baru oleh seseorang, karena latar belakang seseorang berbeda-
beda mak dalam menilai secara obyektif tentang suatu ide baru yang
dimaksud sifatnya relatif sekali. Ide baru tersebut kadang-kadang
menentukan reaksi seseorang dan reaksi antar individu itu berbeda-beda.
Dengan demikian suatu pandangan inovasi mungkin berupa teknologi
baru, cara organisasi yang baru, cara pemasaran hasil pertanian yang baru
dan lain sebagainya.
Penemu merupakan orang yang pertama memperkenalkan gagasan
atau ide-ide baru yang kemudian dipraktekkan didalam pertanian, hal ini
seperti diungkapkan oleh Lionberger (1960;53), penemu merupakan orang
yang pertama memperkenalkan gagasan atau praktek, dan umumnya
mempunyai suatu reputasi didalam masyarakat tersebut. Di dalam praktek
difusi pertanian, mereka biasanya menegaskan syarat-syarat dari kecepatan
dimana mereka mempraktekkan satu atau lebih praktek pertanian baru,
walaupun praktek adopsi telah dicoba dan diteskan melalui penelitian dan
mungkin pada pertanian progresif lainnya.
Seseorang akan mengadopsi inovasi jika mempunyai kepercayaan
bahwa inovasi tersebut dapat menghasilkan manfaat terhadap ide yang
telah digantikan, hal ini selaras dengan pendapat Rogers, Everett M
(1995;208): keputusan inovasi dibuat melalui suatu analisis perkiraan
biaya dimana masalah terbesar adalah ketidakpastian. Orang-orang akan
mengadopsi suatu inovasi tersebut jika mereka percaya, bahwa semua
10
pertimbangan untuk meningkatkan keuntungan mereka. Sehingga mereka
dapat percaya bahwa inovasi bila menghasilkan manfaat terhadap ide yang
digantikan.
Inovasi sering tidak dipandang sebagai suatu paket atau komplek
ide-ide baru yang saling berkaitan. Pengadopsian satu ide bisa merupakan
pemetik picu bagi pengadopsian beberapa ide baru lainnya (Hanafi, 1987).
2. Adopsi
Adopsi dalam proses penyuluhan pada hakekatnya dapat diartikan
sebagi proses perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan
(cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psycho-motoric) pada
diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan oleh penyuluh
kepada masyarakat sasarannya (Mardikanto, 1996).
Adopsi suatu teknologi oleh petani berkaitan erat dengan perilaku
petani sebagi pengelola usahanya. Perilaku petani sebagai pengelola
usahataninya akan dipengaruhi oleh faktor internal dan ekternal yaitu
meliputi faktor sosial antara lain tingkat pendidikan, pengalaman bertani
dan jumlah anggota keluarga (Syafa’at, 1990). Sedang menurut Levis
(1996) pengertian adopsi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang terhadap suatu inovasi sejak mengenal, menaruh minat,
menilai sampai menerapkan.
Tingkat adopsi pada umumnya diukur dengan memerlukan selang
waktu tertentu individu mempunyai tingkat penerapan yang lebih cepat
dalam pengambilan keputusan yang dilakukan untuk mengadopsi suatu
inovasi, hal ini selaras dengan pendapat Rogers, Everett M (1983;23)
mengatakan bahwa tingkat adopsi pada umumnya diukur dengan
memerlukan selang waktu tertentu untuk mengadopsi suatu inovasi. Oleh
karena itu, kita dapat mengetahui tingkat adopsi dari tiap inovasi atau
sistem, lebih daripada seseorang individu sebagai unit analisis. Inovasi
yang dirasakan individu sebagai pemilik terbesar, kesesuaian dan lain-lain,
lebih memiliki tingkat penerapan yang lebih cepat.
11
Kecepatan adopsi adalah tingkat kecepatan penerimaan inovasi
oleh anggota sistem sosial. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah
penerima yang mengadopsi suatu ide baru dalam suatu periode waktu
tertentu (Hanafi,1987).
Menurut Mardikanto (1996), kecepatan adopsi dipengaruhi oleh
faktor-faktor, yaitu:
a. Sifat inovasinya sendiri, baik sifat intrinsik (yang melekat pada
inovasinya sendiri) maupun sifat ekstrinsik (menurut atau
dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.
b. Sifat sasarannya
Tentang hal ini, Rogers (1971) dalam Mardikanto (1994)
mengemukakan hipotesisnya bahwa setiap kelompok masyarakat
terbagi menjadi 5 kelompok individu berdasarkan tingkat kecepatan
mengadopsi inovasi, yaitu:
1) 2,5% kelompok perintis (inovator)
2) 13,5% kelompok pelopor (early adopter)
3) 34,0% kelompok penganut dini (early majority) dan
4) 2,5% kelompok orang-orang kolot atau naluri (laggard).
Hanafi (1987) mengatakan bahwa antara adopter yang inovatif
dengan yang kurang inovatif memiliki ciri-ciri sosial ekonomi yang
berbeda. Dibandingkan dengan adopter yang lebih lambat, anggota sistem
yang lebih inovatif memiliki ciri-ciri sebagi berikut:
a. Lebih berpendidikan, termasuk lebih menguasai kemampuan baca
tulis.
b. Mempunyai status sosial lebih tinggi. Status sosial ditandai dengan
pendapatan, tingkat kehidupan, kesehatan, prestise/jabatan,
pengenalan diri terhadap kelas sosial tersebut.
c. Mempunyai tingkat mobilitas keatas lebih besar, yakni
kecenderungan untuk lebih meningkatkan lagi status sosialnya.
d. Mempunyai ladang yang lebih luas
12
e. Lebih berorientasi pada ekonomi komersial, dimana produk-produk
yang dihasilkan ditujukan untuk dijual bukan semata-mata untuk
konsumsi sendiri, karena barang kali mereka mengadopsi inovasi
untuk lebih meningkatkan produksi.
f. Memiliki sifat lebih berkenan terhadap kredit.
g. Mempunyai pekerjaan yang spesifik.
Menurut Rogers and Shoemaker (1971) dalam Mardikanto (1996)
proses adopsi pasti melalui tahapan-tahapan sebelum masyarakat mau
menerima atau menerapkan dengan keyakinannya sendiri, tahapan adopsi
itu antara lain :
a. Awareness atau kesadaran yaitu sasaran mulai sadar tentang
adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.
b. Interest, atau tumbuhnya minatyang sering kali ditandai oleh
keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih banyak,
lebih jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan motivasi
yang ditawarkan.
c. Evaluasi, atau penilaian terhadap baik atau buruk atau manfaat
yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap.
d. Triad, atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan
penilaiannya sebelum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.
e. Adopter atau menerapkan dengan penuh keyakinan berdasarkan
penilaian dan uji coba yang telah dilakukan sendiri atau diamatinya
sendiri.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa adopsi merupakan
perilaku pada diri seseorang terhadap suatu inovasi sejak mengenal,
menaruh minat, menilai sampai menerapkan inovasi yang ditawarkan dan
diupayakan oleh pihak lain (penyuluh).
3. Adopsi inovasi
Adopsi adalah proses tang terjadi sejak pertama kali seseorang
mendengarkan hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi
13
(menerima, menerapkan, menggunakan) hal baru tersebut. Dalam proses
adopsi ini petani sasaran mengambil keputusan setelah melalui beberapa
tahapan. Pada awalnya, petani sasaran mengetahui suatu inovasi yang
dapat berupa sesuatu yang benar-benar baru atau yang sudah lama
ditentukan tetapi masih dianggap baru oleh petani sasaran. jika petani
sasaran tersebut menerapkan sesuatu inovasi, makapetani sasaran tersebut
meninggalkan cara lama. Keputusan untuk menerima inovasi ini
merupakan proses mental, yang terjadi sejak petani sasaran tersebut
mengetahui adanya suatu inovasi sampai untuk menerima atau
menolaknya san kemudian mengukuhkannya (Ibrahim, et all, 2003).
Adopsi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang terhadap suatu inovasi sejak mengenal, menaruh minat, menilai
sampai menerapkan (Levis, 1996).
Dalam menelaah kecepatan penerimaan oleh masyarakat, perlu
disebutkan sifat-sifat inovasi yang dapat mempengaruhi kecepatan
penerimaan tersebut sebab didalam masyarakat ternyata ada inovasi yang
membutuhkan waktu lama untuk dapat menerima inovasi itu secara luas,
akan tetapi ada pula inovasi itu secara luas, akan tetapi ada pula inovasi
tertentu yang lebih mudah diterima. Ciri-ciri dari inovasi yang lebih
mudah diterima menurut Rogers and Shoemaker dalam Dixion (1982)
antara lain:
a. Relative advantage, inovasi itu harus memiliki suatu keuntungan
relative
b. Compability, suatu istilah untuk menyatakan sejauh mana gagasan-
gagasan baru itu sesuai dengan nilai-nilai dan pola-pola tingkah
laku yang sekarang ini dianut oleh masyarakat
c. Complexity (kekomplekan), bila inovasi itu terlalurumit dan orang
perlu melengkapi prosedur-prosedur yang terlalu banyak, besar
kemungkinan bahwa inovasi tersebut akan ditolak,
14
d. Triability, maksudnya keutuhan dari suatu inovasi. Ada benda-
benda yang tidak dapat dibagi-bagi dalam unit yang lebih kecil,
akan tetapi ada pula yang dapat dibagi-bagi.
e. Observability, maksudnya benda-benda atau hal-hal tersebut
dengan mudah dapat dilihat disampaikan.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian adopsi inovasi yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah suatu perubahan perilaku berupa ketrampilan dalam bentuk
penerapan suatu teknologi yang dianggap baru (inovasi) yang disampaikan
oleh penyuluh dan diterima oleh seseorang berdasarkan penilaian maupun
uji coba yang telah dilakukan sendiri.
4. Faktor-faktor sosial ekonomi petani
Dalam mengadopsi suatu inovasi tentunya akan dipengaruhi oleh
factor-faktor tertentu antara lain oleh factor-faktor intern atau factor dari
dalam diri seseorang mencakup segi social dan ekonominya. Soekartawi
(1988) mengemukakan bahwa proses pengambilan keputusan apakah
seseorang menolak atau menerima suatu inovasi banyak tergantung pada
sikap mental dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi intern orang
tersebut misalnya pendidikan, pengalaman, umur dan sebagainya.
Factor intern yaitu yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri.
Factor ini berupa daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah
pengaruh-pengaruh yang dating dari luar (Ahmadi, 1999).
Sehubungan dengan golongan masyarakat yang ditinjau dari
kecepatan mengadopsi inovasi, beberapa factor yang mempengaruhi
kecepatan seseorang untuk mengadopsi inovasi antara lain:
a. Tingkat pendidikan formal
Menurut Mardikanto (1994), bahwa didalam proses adopsi
teknologi baru akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan petani
dan masyarakat pedesaan pada umumnya. Hal ini disebabkan karena
adopsi teknologi akan dapat berkembang dengan cepat bila petani
15
mempunyai dasar pendidikan dan ketrampilan yang memadai.
Pendidikan formal petani dapat diperoleh melalui sekolah-sekolah
formal yang pernah dialami petani.
Pendidikan formal menurut Soekartawi (1988) merupakan
sarana belajar dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan
pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek
pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi relatif
lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Dengan demikian
semakin tinggi tingkat pendidikan formal seseorang maka semakin
tinggi penerapan inovasi budidaya jeruk.
b. Tingkat pendidikan non formal
Pendidikan nonformal adalah pengajaran sistematis yang
diorganisir dari luar system pendidikan formal bagi sekelompok orang
yang memenuhi keperluan khusus. Salah satunya adalah penyuluhan
pertanian (Suhardiyono, 1992).
Menurut Kartosapoetra (1991), penyuluhan merupakansistem
yang bersifat nonformal atau system pendidikan yang bersifat
nonformal atau system pendidikan diluar system persekolahan. Petani
harus aktif dalam mengikuti penyuluhan-penyuluhan sehingga adopsi
(penerapan) teknologi atau hal-hal batu akan meluas dan berkembang.
Sedangkan menurut Lionberger dalam Mardikanto (1996), golongan
yang inovatif adalah yang biasanya banyak memanfatkan beragam
informasi salah satunya dari dinas-dinas terkait dalam kegiatan
penyuluhan. Jadi semakin tinggi intensitas mengikuti pendidikan
nonformal, maka semakin besar tingkat adopsinya terhadap suatu
inovasi yang ditawarkan. Dalam hal ini, semakin tinggi tingkat
pendidikan nonformal petani maka semakin tinggi pula penerapan
petani dalam mengadopsi inovasi kegiatan pengembangan jeruk besar.
c. Tingkat pendapatan
Pendapatan merupakan factor yang sangat penting dalam
menunjang perekonomian keluarga. Petani dengan tingkat pendapatan
16
yang semakin tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi
teknologi (Mardikanto, 1993).
Pendapatan usahatani yang tinggi ada hubungannya dengan
tinggkat difusi inovasi pertanian. Kemauan untuk melakukan
percobaan atau perubahan dalam difusi inovasi pertanian yang cepat
sesuai dengan kondisi pertanian yang dimiliki oleh petani, maka hal ini
yang menyebabkan pendapatan petani yang lebih tinggi. Dengan
demikian petani akan kembali investasi capital untuk adopsi inovasi
selanjutnya. Selanjutnya banyak kenyataan yang menunjukkan bahwa
para petani yang berpenghasilan rendah adalah lambat dengan
melakukan difusi inovasi (Soekartawi, 1988).
Menurut Lionberger dalam Mardikanto (1996), factor yang
mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi inovasi salah satunya
adalah tingkat pendapatan. Petani dengan tingkat pendapatan semakin
tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi.
Van den Ban dan Hawkins (1999) mengemukakan bahwa
mereka yang cepat mengadopsi inovasi dapat dicirikan memiliki
pendapatan dan taraf hidup yang reltif tinggi. Dengan demikian
semakin tinggi tingkat pendapatan petani, maka semakin tinggi pula
adopsi petani terhadap kegiatan pengembangan jeruk besar.
d. Luas lahan
Menurut Mardikanto (1994) menyatakan bahwa petani dengan luas
pemilikan tanah garapan yang sempit, lemah dalam permodalan, lemah
dalam pengetahuan dan ketrampilan, dan juga kerap kali lemah dalam
semangat dan keinginannya untuk maju. Dalam hal ini, petani yang
mempunyai luas lahan sempit akan sulit menerapkan setiap teknologi
baru yang dianjurkan oleh penyuluh dalam memperbaiki usahanya.
Menurut Kartosapoetra (1991) petani yang memiliki luas lahan
pertanian sempit, rata-rata dibawah 0,5 hektar mereka selalu berbuat
dengan waspada lebih hati-hati karena takut mengalami kegagalan.
17
Jadi penerapan inovasi teknologi pada golongan ini sangat rendah
karena mereka cenderung menutup diri terhadap inovasi.
e. Kekayaan
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, mungkin
berupa uang, mungkin berupa tanah, mungkin benda-benda yang
bernilai ekonomis, mungkin pula berupa kekuasaan, ilmu pengetahuan,
kesalehan beragama, atau keturunan dari keluarga tertentu, pekerjaan
dan kecakapan. Semakin banyak seseorang memiliki sesuatu (barang
berharga) yang berharga, masyarakat akan menganggapnya
mempunyai status dan lapisan yang tinggi. Jika seseorang hanya
sedikit atau sama sekali tidak memiliki sesuatu (barang-barang) yang
berharga, dalam pandangan masyarakat dianggap mempunyai
kedudukan yang rendah (Nasution, 1983).
P.A. Sorokin (dalam Soekanto, 1990) mengatakan bahwa
penggolongan status social ekonomi dilihat dari harta kekayaan atau
pemilikan barang-barang yang dimiliki oleh setiap masyarakat.
Sehingga dalam masyarakat tersebut terbentuk masyarakat kaya,
cukup, dan miskin. Dalam setiap masyarakat yang hidup teratur
terdapat system lapisan dengan ciri tetap dan umum. Barang siapa
memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak
dianggap oleh masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas. Mereka
yang memiliki sesuatu yang berhargadalam jumlah yang sedikit atau
tidak memiliki sesuatu yang tidak berharga, dalam pandangan
masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.
P.A. Sorokin (dalam Nasution, 1983) berpendapat bahwa bentuk
konkrit lapisan masyarakat adalah banyak yang berbeda-beda. Tetapai
ada tiga yang terpenting, yaitu: (1) Lapisan yang didasarkan atas
ekonomi, (2) Lapisan yang didasarkan atas politik dan (3) Lapisan
pekerjaan. Ketiga lapisan tersebut saling berhubungan, namun terdapat
pengecuazlian, seperti tidak selamanya masyarakat yang kaya akan
berada pada puncak kekuasaan politik atau jabatan. Begitu pula tidak
18
selamanya masyarakat yang miskin adalah yang terendah kedudukan
politik dan pekerjaannya.
f. Tingkat Rasionalitas Petani
Petani sebagai orang yang menjalankan usahataninya
mempunyai peran jamak (multiple roles) yaitu sebagai juru tani dan
juga sebagai kepala keluarga. Sebagai kepala keluarga petani dituntut
untuk dapat memberikan kehidupan yang layak dan mencukupi kepada
semua anggota rumah tangganya. Sebagai manajer dan juru tani yang
berkaitan dengan kemampuan mengelola usahatanianya akan sangat
dipengaruhi oleh factor didalam dan diluar pribadi petani itu sendiri
yang sering disebut sebagai karakteristik social ekonomi petani
(Mosher, 1981).
Dalam kegiatan penyuluhan petani merupakan sasaran
penyuluh itu sendiri terutama petani yang secara langsung terlibat
dalam kegiatan bertani dan pengolahan usaha tani. Termasuk dalam
kelompok ini adalah petani dan keluarganya. Sebagai sasaran utama,
petani harus menjadi pusat perhatian penyuluh pertanian. Sebab
mereka inilah yang secara bersama-sama selalu terlibat dalam
pengambilan keputusan terakhir tentang segala sesuatu (baik:teknik
bertanam, komoditi, sarana produksi, pola usaha) yang akan diterapkan
dalam usahataninya. Petani dibedakan menjadi dua yaitu: petani
subsisten dan petani rasional (Mardikanto, 1993).
Petani subsisten pada dasarnya hanya mengutamakan
keselamatan dan tidak mau melakukan perubahan-perubahan. Setiap
adanya perubahan selalu dipandanginya sebagai sesuatu yang
mengandung resiko sehingga membuat keadaan mereka lebih buruk.
Petani subsisten sering menghadapi kegagalan-kegagalan kerena factor
alam. Selain itu mereka sering menghadapi kegagalan dari setiap
kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki kehidupannya. Etika atau
sifat subsisten akibat dari suatu kegagalan adalah begitu rupa, segingga
19
mereka lebih mengutamakan keamanan daripada keuntungan yang
diperolehnya dalam jangka panjang (Scott, 1981).
Berbeda dengan petani rasional. Petani rasional selalu ingin
memperbaiki nasipnya dengan mencari dan memilih peluang-peluang
yang mungkin dapat dilakukannya, meskipun mereka agak lamban
dalam menerima inovasi, itu bukanlah disebabkan karena fatalitas
tetapi mereka masih dalam taraf penilaian (Popkin, 1961).
5. Jeruk Besar
Jeruk besar merupakan tanaman asli Indonesia. Jenis jeruk ini
berasal dari kepulauan Polynesia sampai Semenanjung Malaka. Selain di
Indonesia jeruk besar juga biasa dijumpai di seluruh Asia Tenggara.
Secara sistematis klasifikasi jeruk besar dapat dilihat sebagai berikut:
Famili : Rutaceae
Sub-famili : Aurantioidae
Sub-trible : Citrinae
Genus : Citrus
Species : Citrus maxima Meer atau
Citrus grandis (L) Osbeck
Jenis jeruk ini dapat tumbuh dengan baik didataran rendah hingga
ketinggian 1000 meter di atas permukaan air laut. Jenis jeruk ini lebih
menyukai daerah topografi datar (tidak bervariasi), permukaan air
tanahnya dalam dan tidak tergenang air.
Bentuk dan sifat pohon jeruk besar relative tinggi, yakni sekitar 6-
12 meter, batangnya yang masih muda berduri, tetapi setelah tua duri-duri
tersebut lapuk. Tajuk pohon tidak beraturan, cenderung lurus keatas,
bercabang sedikit, daunnya lebar, bertangkai panjang, dan berwarna hijau
keputih-putihan. Bunga majemuk yang terletak pada ujung cabang, berbau
harum, daun pelindung agak besar, kelopak daun berbentuk cawan dan
bulat. Tajuk bunga 5-6 lembar, bentuknya bulat telur memanjang kearah
pangkal, berbintik-bintik seperti kelenjar. Benangsari berjumlah sekitar 20,
20
sedikit lebih pendek daripada tajuk bunga, setelah kering akan lepas
sendiri. Buahnya besar, bertangkai panjang menggantung, berwarna hijau
muda, berbintik-bintik, berpori-pori agak nyata. Daging buah sedikit
mengandung air. Berwarna merah muda, rasanya manis tetapi ada juga
yang agak masam. Tiap-tiap ruaas berisi banyak biji yang besarnya sekitar
0,5-0,7 cm, kulit biji keras. Setiap pohon yang besar dapat menghasilkan
buah sebanyak 200 buah dalam satu musim. Waktu berbunga sama seperti
jeruk lain. Waktu pembentukan bunga sampai buah masak membutuhkan
waktu sekitar 7-8bulan (AAK, 1994).
Seperti pada umumnya jenis jeruk-jerukan yang sering
diidentikkan dengan vitamin C, jeruk besar pun memiliki kandungan
vitamin C yang cukup tinggi. Dalam 100 g bagian jeruk besar yang bias
dimakan terkandung vitamin C sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak
20 SI (Satuan Internasional). Karena kandungan vitamin A dan C-nya
cukup tinggi, maka jeruk ini mampu mencegah rabun senja dan sariawan.
Selengkapnya kandungan zat gizi jeruk besar disajikan pada Tabel.
Tabel 1. Kandungan zat gizi jeruk besar per 100 gram bagian yang dapat dimakan
No. Zat Gizi Kandungan Zat Gizi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11.
Kalori Protein Lemak Karbohidat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B Vitamin C Air
48 0,6 0,2 12,4 23 27 0,5 20 0,04 43 86,3
kal g g g mg mg mg SI Mg Mg g
Sumber : Data Sekunder
Jeruk besar juga mengandung pectin yang dapat mengikis timbunan
kolesterol pada dinding pembuluh darah. Fungsi ini sangat penting untuk
menghindarkan ancaman atherosclerosis yang menjadi penyebab utama
serangangan jantung dan stoke. Zat pectin lebih banyak terdapat pada serat
dan kulit ari jeruk (Setiawan, 1993).
21
6. Budidaya Jeruk Besar
a. Perencanaan kebun
Mendesain kebun untuk memudahkan pemeliharaan tanaman
hingga pemetikan buah. Dengan memperhatikan letak, arah
kemiringan lahan dan letak jalan usaha tani terdekat. Buat desain letak
distribusi air, bak penampungan air, dan tempat pengumpulan buah
sementara.
b. Persiapan lahan
Dalam mempersiapkan lahan perlu diperhatikan letak kemiringan
lahan, karena apabila tanah memiliki kemiringan lebih dari 40%
sebaiknya dibuat terasering. Jika lokasi untuk menanam sudah
ditetapkan selanjutnya menentukan satuan luas dan pola jarak tanam.
Jika tanah tersebut subur, jarak tanam yang dipakai sedikit berjauhan
agar kelak pertumbuhan cabang dan mahkota daun tidak
bersinggungan. Sebaiknya jika tanah kurang subur, jarak tanam
hendaknya berdekatan. Pembuatan lubang tanam sebaiknya
dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum dilakukan penanaman yaitu
dengan membuat ajir dari bambu sepanjang 1,5 m, kemudian
tancapkan ajir pada titik yang telah ditentukan sebagai calon lubang
tanaman dengan jarak 7m x 7m, 7m x 8m atau 8m x8m. Pembuatan
lubang tanam pada bulan Oktober sangat tepat, karena menghadapi
musim penghujan. Ukuran lubang tanam sesuai pedoman adalah 75cm
x 75cm x 75cm. Permukaan dinding dan dasar lubang harus dibuat
rata, dimaksudkan agar perkembangan volume akar tunggang (batang
akar) dan akar-akar ranting dapat seimbang. Batu-batu didalam lubang
hendaknya dibuang, sebab akan menggangu perakaran dan
pertumbuhan tanaman jeruk.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan lubang
tanam adalah tanah lapisan atas harus dipisahkan dengan tanah lapisan
bawah kemudian biarkan terbuka selama antara 4-5 minggu. Pada saat
menutup lubang tanah lapisan bawah yang berada diatas sebelum
22
dikembalikan ketempat asal (kebawah) harus dicampur dengan pupuk
organic 15kg-20kg, urea 100garam, SP36 100gram, KCl 50gram dan
furandan/regent 20gram. Penutupan lubang dilakukan pada akhir bulan
November hingga paling lambat pertengahan bulan Desember. Setelah
didiamkan selama 4-5 minggu tanah akan padat dan merata. Pada
bulan januari bibit dapat ditanam pada lubang tanam tersebut.
c. Penyiapan bibit
Hitung kebutuhan bibit sesuai dengan luas lahan yang akan
ditanami dengan populasi ±150 pohon sampai dengan 210 pohon per
ha. Dalam membeli bibit pilih bibit jeruk okulasi yang bersertifikasi
(berlabel BPSS) pada Palai Benih Utama (BBU), atau penangkaran
bibit yang terdaftar atau terjamin.
d. Penanaman
Teknik penanaman jeruk besar adalah sebagai berikut:
· Angkat bibit kelokasi penanaman, letakkan dekat dengan lubang
tanam.
· Ajir yang dipakai sebagai tanda lubang dicabit. Kemudian dibekas
ajir itu digali lubang sebesar bibit polibag.
· Buka polibag dengan hati-hati, jangan sampai melukai akar.
· Periksa kondisi perakaran bibit, yang baik yaitu perqakaran tidak
melingkar dan berakar serabut lebat.
· Memasukkan bibit kedalam lubang tanaman
· Timbun dengan tanah dan padatkan, jarak ± 50 cm dari pangkal
batang taburi pupuk Urea 50 gram, SP36 50gram, KCl 25gram dan
pupuk organik 5 kg.
· Tutup / timbun tanah sekali lagi diatas tebarkan pupuk sampai 3-4
cm diatas leher akar.
· Siram dengan air secukupnya dipangkal batang dan sekelilingnya.
e. Pembentukan arsitektur pohon
Untuk pembentukan arsitektur puhon diperlukan alat sederhana
yaitu gunting pangkas, alcohol 70%, paraffin/lilin. Pembentukan
23
arsitektur pohon dilakukan dengan memotong batang bibit jeruk
setinggi ± 40cm – 50cm dari permukaan mata temple, ketinggian ini
bisa meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman. Setelah tunas-
tunas diketiak daun tumbuh dengan maksimal minimal panjangnya
5cm, pindahkan tunas disetiap batang. Disisakan dan dipertahankan
sebanyak 3 tunas yang posisinya seimbang, tidak terletak dalam satu
buku atau ruas. Tiga tunas ini selanjutnya akan menjadi cabang utama
pohon. Setelah cabang utama tumbuh minimal sepanjang 30cm,
kemudian dipangkas bagian pucuknya dan disisakan sepanjang ±20cm.
dari cabang utama tersebut akan tumbuh tunas-tunas baru, masing-
masing cabang sebanyak 3 tunas yang posisinya seimbang, dari cabang
utama ini tunas-tunas tersebut tumbuh menjadi ranting. Dari ranting
tersebut akan tumbuh lagi tunas yang banyak, tunas ini dipelihara
dengan posisi yang seimbang, apabila terlalu banyak dipotong /
dikurangi dan memperhatikan keseimbangan tajuk pohon secara
menyeluruh. Pada setiap pemangkasan batang, cabang maupun ranting
dibuat posisi miring, agar apabila hujan air tidak menggenang di
permukaan bekas potongan, dan setiap bekas potongan diberi cat / lilin
yang tidak panas.
f. Pemupukan
Tanaman jeruk besar memerlukan pupuk alami (kandang) dan
pupuk buatan. Walaupun kadar hara pupuk kandang tidak sebear
pupuk buatan, tetapi pupuk ini mampu memperbaiki struktur tanah.
Pemupukan dilakukan dengan menggali lubang tanah sedalam ±10cm
– 15cm, lebar ±20cm – 30cm. pembuatan lubang galian tanah dengan
jarak selebar tajuk tanaman dengan pola salah satu dari beberapa cara
yaitu L, tugal keliling dan melingkar. Masukkan / taburkan pupuk
organic dan anorganik kedalam lubang, aduk dengan tanah dan tutup
dengan tanah. Kusus pupuk organic dapat ditabur di permukaan tanah ,
setenagh tajuk tanaman keluar, lalu aduk tanaman sedalam ± 10cm.
24
Tabel 2. Dosis anjuran jeruk besar yang berproduksi tiap pohon
Umur pohon (tahun)
Urea (gram)
SP 36 (gram)
KCl (gram)
Pupuk kandang (Kg)
0 – 2 → a 100 100 50 20-40 2 – 4 → b 400 250 187,5 40-60 4 – 5 → c 650 500 250 60-80
Sumber: Data Sekunder
Keterangan :
a) Diberikan setiap 2-3 bulan sekali (apabila cukup air) b) Diberikan setiap 3-4 bulan sekali (apabila cukup air) c) Diberikan setiap awal musim hujan
g. Penyiraman
Sebagaiman jenis jeruk lainnya kebutuhan jeruk besar akan air juga
cukup besar. Setiap bulan tanaman jeruk memerlukan air sekitar
50liter/m2. di kebun kebutuhan air sebvagian besar dipenuhi oleh air
hujan atau irigasi. Pengairan dilakukan sesuai kebutuhan air yang
sesuai fase pertumbuhan tanaman. Diperlukah air dalam jumlah besar
pada fase: setelah panen, kuncup bunga, dan pembesaran buah.
Dipelikan air dalam jumlah sedang pada fase: buah gugur secara alami
dan setelah pemupukan. Diperlukan air dalam jumlah sedikit pada fase
menjelang panen.
h. Pendangiran dan pembumbunan
Pendangiran dan pembumbunan sebenarnya dapat dilakukan
bersamaan. Tanah yang digunakan untuk membumbun diambil dari
tanah disekutar tanaman. Saat pembubumbunan tanah dibalik, yang
tadinya dibagfian atas menjadi dibawah. Cara ini secara tidak langsung
akan mematikan gulma disekitar tanaman (Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan, 2007).
B. Kerangka Berpikir
Program pengembangan agribisnis holtikultura jeruk besar adalah suatu
usaha untuk mewujudkan pusat atau sentra produksi jeruk besar yang adapat
berproduksi dan bermutu serta berkesinambungan. Pada pelaksanaannya
diharapkan dapat mendorong kemampuan petani dalam mengembangkan uasaha
kelompok dibidang holtikultura erta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
25
masyarakat petani. Keberhasilan kegiatan program pengembangan agribisnis itu
sendiri tidak lepas dari peran serta petani selaku sasaran dalam mengadopsi
inovasi di setiap kegiatan.
Kegiatan penanaman jeruk besar merupakan suatu inovasi. Maka dari itu
untuk mengetahui tingkat adopsi terhadap kegiatan pengembangan agribisnis
tersebut mencakup Perencanaan kebun, persiapan lahan, penyiapan bibit,
penanaman, pembentukan arsitektur pohon, pemupukan, penyiraman, pendaringan
dan pembumbunan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja aspek-aspek yang
mempengaruhi tingkat adosi inovasi petani pada Program pengembangan
agribisnis holtikultura jeruk besar. Faktor-faktor sosial ekonomi diduga dapat
mempengaruhi adopsi petani antara lain luas lahan, pendidikan formal,
pendidikan nonformal, tingkat pendapatan, , kekayaan, dam tingkat rasionalitas
petani. Hal ini perlu dilakukan untuk menetahui bagaimana masing-masing faktor
berpengaruh terhadap tingkat adopsi jeruk besar, apakah termasuk kategori tinggi,
sedang ataupun tendah.
Dari uraian diatas, maka secara sekema dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar1. Faktor-faktor sosial ekonomi terhadap tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar
Factor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi:
1. luas lahan 2. tingkat pendidikan
formal 3. tingkat pendidikan
nonformal 4. tingkat
pendapatan 5. kekayaan 6. tingkat
rasionalitas petani
Tingkat adopsi inovasi pada kegiatan pengembangan jeruk besar:
1. Perencanaan kebun 2. persiapan lahan 3. penyiapan bibit 4. penanaman 5. pembentukan
arsitektur pohon 6. pemupukan 7. penyiraman 8. pendangiran dan
pembumbunan
tinggi
sedang
rendah
26
C. Hipotesis
1. Hipotesis mayor
Diduga ada hubungan yang signifikan antara factor-faktor social
ekonomi dengan tingkat adopsi inovasi petani pada pengembangan
tanaman jeruk besar di Kecamatan Plupuh, kabupaten Sragen.
2. Hipotesis Minor
a. Diduga ada hubungan nyata antara tingkat pendidikan nonformal
dengan tingkat adopsi inovasi petani pada pengembangan tanaman
jeruk besar di Kecamatan Plupuh, kabupaten Sragen
b. Diduga ada hubungan nyata antara tingkat pendapatan dengan tingkat
adopsi inovasi petani pada pengembangan tanaman jeruk besar di
Kecamatan Plupuh, kabupaten Sragen
c. Diduga ada hubungan nyata antara luas lahan dengan tingkat adopsi
inovasi petani pada pengembangan tanaman jeruk besar di Kecamatan
Plupuh, kabupaten Sragen
d. Diduga ada hubungan nyata antara kekayaan dengan tingkat adopsi
inovasi petani pada pengembangan tanaman jeruk besar di Kecamatan
Plupuh, kabupaten Sragen
e. Diduga ada hubungan nyata antara tingkat rasionalitas petani dengan
tingkat adopsi inovasi petani pada pengembangan tanaman jeruk besar
di Kecamatan Plupuh, kabupaten Sragen
D. Pembatasan Masalah
1. Petani yang menjadi responden adalah anggota kelompok tani yang
mengikuti program pengembangan agribisnis jeruk besar.
2. Faktor-faktor sosial ekonomi petani yang diteliti adalah pendidikan
nonformal,tingkat pendapatan, luas lahan,kekayaan, dan tingkat
rasionalitas petani .
3. Tingkat adopsi yang akan diteliti adalah kegiatan penanaman jeruk besar
dibatasi pada usia tanaman 0-2tahun.
27
4. Tingkat adopsi terhadap kegiatan pengembangan agribisnis tersebut hanya
mencakup Perencanaan kebun, persiapan lahan, penyiapan bibit,
penanaman, pembentukan arsitektur pohon, pemupukan, penyiraman,
pendaringan dan pembumbunan.
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Faktor sosial ekonomi
a. Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan responden yang telah
dicapai pada saat penelitian dilakukan dan diperhitungkan berdasarkan
tahun pendidikan formal yang berhasil ditamatkan dan diukur dengan
skala ordinal.
b. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diperoleh petani di luar
bangku sekolah seperti pelatihan, penyuluhan yang diadakan oleh
instansi terkait. Variable ini dinyatakan dengan frekuensi (berapa kali)
petani mengikuti pelatihan, penyuluhan yang diberikan oleh instansi
terkait dalam kurun waktu 1 tahun terakhir dan dengan skala ordinal.
c. Tingkat pendapatan adalah seluruh pendapatan petani yang diperoleh
dari pertanian maupun diluar pertanian yang dinyatakan dalam rupiah
dan diukur dengan skala ordinal.
d. Luas lahan adalah luas lahan yang dikuasai oleh petani untuk
mengusahakan budidaya tanaman jeruk besar yang dinyatakan dalam
hektar (Ha) dan diukur dengan skala ordinal.
e. Kekayaan adalah harta kekayaan atau pemilikan barang-barang yang
dimiliki oleh petani, diukur dengan skala ordinal.
f. Tingkat rasionalitas petani adalah cirri-ciri petani yang ditunjukan dari
sikap dan tindakan yang dilakukannya dan diukur dengan skala
ordinal.
2. Tingkat adopsi inovasi pada kegiatan pengembangan tanaman jeruk
besar
a. Perencanaan kebun adalah membuat rencana tata letak, bak
penampungan air, arah barisan tanaman, tempat penampungan hasil
28
sementara dan lainnya. Untuk mendapatkan rencana/desain kebun
untuk memudahkan pemeliharaan tanaman hingga pemetikan buah,
diukur dengan skala ordinal.
b. Persiapan lahan adalah mempersiapkan lahan agar pertumbuhan awal
(mulai tanam) jeruk baik sampai menghasilkan buah jeruk bermutu
dan menguntungkan. Untuk menyiapkan dan menciptakan lingkungan
yang sesuai (optimal) agar tanaman jeruk dapat tumbuh baik dan
berproduksi baik, diukur dengan skala ordinal.
c. Penyiapan bibit adalah mempersiapkan bibit jeruk yang bermutu untuk
menghasilkan buah yang bermutu, diukur dengan skala orsinal.
d. Penanaman adalah menanam bibit jeruk dengan benar sehingga dapat
tumbuh dengan baik, diukur dengan skala ordinal.
e. Pembentukan arsitektur pohon adalah memotong batang dan cabang
utama jeruk yang telah ditanam dan membiarkan tiga cabang/ranting
yang tumbuh membentuk tajuk yang diinginkan agar tebentuk
arsitektur pohon atau bentuk tajuk yang ideal sehingga tercapai
produktivitas dan mutu buah yang optimal, diukur dengan skala
ordinal.
f. Pemupukan adalah memberu pupuk organik dan anorganik kedalam
tanah atau disemprotkan ke daun, diukur dengan skala ordinal.
g. Penyiraman adalah memberikan air sesuai kebutuhan tanaman pada
daerah perakaran yang memenuhi standar, waktu, cara dan jumlah
yang tepat, diukur dengan skala ordinal.
h. Pendangiran dan pembumbunan adalah membersihkan gulma disekitar
pohon (lebih lebar dari tajuk tanaman) dan penambahan tanah disekitar
pohon selebar tajuk tanaman, diukur dengan skala ordinal.
29
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
diskriptif kuantitatif yaitu suatu metode yang memusatkan perhatian pada
pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan bertitik tolak dari data
yang dikumpulkan, dijelaskan, dianalisis, dan kemudian disimpulkan dalam
konteks teori-teori hasil penelitian trdahulu (Surakhmad, 1998).
Penelitian ini menggunakan teknik survei yaitu suatu penelitian dengan
cara pengambilan sampel dari suatu populasi tertentu dan menggunakan
kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Sofian
Effendi, 1995).
B. Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang diambil berdasarkan pada
ciri-ciri atau sifat-sifat yang diketahui sebelumnya sesuai dengan tujuan
penelitian (Singarimbun dan Sofian Effendi, 1995) Daerah yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen dengan
pertimbangan bahwa kecamatan plupuh merupakan salah satu daerah yang
melaksanakan kegiatan pengembangan agribisnis jeruk besar.
C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel
1. Metode Penentuan Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani yang tergabung
dalam kelompok tani yang mengembangkan tanaman jeruk besar di Desa
Pungsari dan Jembangan Kecamatan Plupuh
2. Teknik penarikan sampel desa
Teknik penarikan sampel desa dilakukan secara sengaja
(purposive) yaitu desa yang termasuk dalamkegiatan pengembangan jeruk
besar dan dibatasi pada usia tanaman 0-2tahun yaitu tanaman belum
30
berbunga. Dari 4 desa yang mengembangkan tanaman jeruk besar di
Kecamatan Plupuh, dipilih dua desa sebagai lokasi pengambilan sample.
Tabel 3. Nama Desa dan Kelompok Tani beserta Jumlah Anggotanya
No Desa Kelompok tani Jumlah anggota
1. Sumorodukuh Mugi rahayu Ngudi rejeki
85 135
2. Gedongan Ngudi mulyo 42 3. Pungsari Margo mulyo
Rejeki mulyo 108 203
4. Jembangan Ngudi rejeki I Ngudi rejeki III
55 42
Sumber : BPP Plupuh Kabupaten Sragen 2007
3. Penentuan Sampel petani
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara
sistematis (Systematic Sampling), dimana hanya unsur pertama saja dari
sampel dipilih secara acak, selanjutnya dipilih secara sistematis menurut
suatu pola tertentu (Singarimbun dan Sofian Effendi, 1995). Jumlah
responden yang ditentukan dalam penelitian ini sebanyak 60 petani
anggota kelompok tani yang mengembangkan tanaman jeruk besar di
Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen. Penentuan jumlah petani sampel
berdasarkan rumus sebagai berikut:
k = interval sampel
N = Jumlah anggota kelompok tani yang mengembangkan tanaman jeruk
besar
n = Jumlah sample yang ditentukan (60 orang)
berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh jumlah sample petani
masing-masing desa yang dapat dilihat pada tabel.
Tabel 4. penentuan jumlah sample tiap kelompok tani
No Nama kelompok tani Jumlah anggota kelompok tani
responden
1. Margo mulyo 108 16 2. Rejeki mulyo 203 29 3. Ngudi rejeki I 55 9 4. Ngudi rejeki III 42 6 jumlah 408 60
Sumber : BPP Plupuh Kabupaten Sragen 2007
k = N n
31
D. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer, merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara
langsung dengan responden yang terkait dengan penelitian ini.
b. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari instansi pemerintah atau
lembaga terkait dengan mencatat secara langsung, yaitu data yang diambil
atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-
sumber yang telah ada seperti Dinas Pertanian, BPP, Kecamatan dan data
sekunder lainnya. .
E. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Yaitu Tanya jawab lisan melalui bertatap muka secara langsung antara
responden dan peneliti, dilakukan dengan menggunakan bantuan daftar
pertanyaan dan catatan sebagai alat Bantu wawancara.
b. Observasi
Yaitu teknik ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung
terhadap obyek yang diamati.
c. Pencatatan
Yaitu suatu cara pengumpulan data dengan melakukan pencatatan
langsung mengenai data-data baik dari responden maupun instansi terkait
yang ada hubungannya dengan penelitian.
F. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat adopsi petani dalam
program pengembangan agribisnis jeruk besar diukur dengan menggunakan
rumus interval (I) sebagai berikut :
I = kelasJumlah
dahskor terenjumlah - nggiskor tertiJumlah
Sedangkan untuk mengetahui untuk mengetahui hubuangan antara
factor-faktor social ekonomi dengan tingkat adopsi petani dalam program
32
pengembangan agribisnis jeruk besar di kecamatan plupuh diuji dengan
Korelasi Rank Sperman (rs). Menurut Siegel (1994) rumus Korelasi Rank
Sperman sebagai berikut :
NN
dirs
n
n
--=å-3
1
261
Dimana :
rs : Koefisien korelasi rank Spearman
N : Jumlah responden
di : Selisih atau rangking dari variabel pengamatan
Untuk menguji tingkat signifikansi rank sperman (rs) digunakan uji t
student karena sampel yang diambil lebih dari 10 (N>10) dengan rumus
sebagai berikut :
t = rs 21
2
rs
N
--
Kriteria uji :
1. Apabila t hitung > t tabel, (α = 0,05) maka Ho ditolak, berarti ada hubungan
yang nyata antara faktor sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani
dalam program pengembangan agribisnis jeruk besar di kecamatan plupuh.
2. Apabila t hitung < t tabel, (α = 0,05) maka Ho diterima, berarti tidak ada
hubungan nyata antara faktor sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani
dalam program pengembangan agribisnis jeruk besar di kecamatan plupuh.
33
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Kondisi umum daerah penelitian yang diuraikan meliputi kondisi alam,
kondisi penduduk, dan kondisi pertanian. Berikut ini sekilas tentang kondisi
umum di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen.
A. Keadaan Alam
1. Lokasi daerah penelitian
Kecamatan plupuh terdiri dari 16 (enam belas) desa / kelurahan
dengan pusat pemerintahan berada di desa Plupuh dengan luas kecamatan
kurang lebih 4.835,76 hektar. Jarak pusat pemerintahan dengan ibukota
kabupaten Sragen yaitu 40 km dan jarak pusat pemerintahan dengan kota
solo yaitu 15 km. secara administasi dan alamiah batas-batas wilayah
Kecamatan Plupuh adalah:
Sebelah utara : Kecamatan Tanon
SebelahTimur : Kecamatan Masaran
Sebelah selatan : Kabupaten Karanganyar
Sebelah barat : Kecamatan Gemolong
2. Keadaaan Iklim dan Topografi
Berdasarkan data, Kecamatan Plupuh terletak pada ketinggian 141
meter diatas permukaan laut dengan bentuk wilayah bergelombang.
3. Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan
Luas wilayah merupakan potensi yang dimiliki suatu wilayah yang
dapat memberikan manfaat bagi penduduk yang mendiami wilayah
tersebut apabila didayagunakan secara optimal. Luas wilayah dengan jenis
tanah yang berbeda-beda akan membuat pemanfaatan lahan yang berbeda
pula tergantung kebutuhan dan kesesuaian dari kemampuan lahan tersebut.
Luas wilayah kecamatan Plupuh 4.835,76 hektar yang terdiri dari tanah
sawah 2.607,98 hektar (53,93%) dan tanah kering 2.227,78 hektar
(46,07%). Data mengenai luas wilayah dan tipe pemanfaatan lahan di
Kecamatan Plupuh pada tahun2006 terlihat pada tabel 5.
34
Tabel 5. Luas lahan di Kecamatan Plupuh menurut tipe pemanfaatannya
No Jenis Tanah Luas (Ha) (%) 1. Tanah Sawah
a. Irigasi Teknis b. Irigasi ½ Teknis c. Irigasi Sederhana d. Tadah Hujan e. Lain-lain
2.607,98 370,00 278,59 432,48
1.526,91 0,00
53,93 7,65 5,76 8,94
31,58 0,00
2 Tanah Kering a. Pekarangan/bangunan b. Tegal/Kebun
2.227,78 1.126,88
894,27
46,07 23,30 18,49
JUMLAH 4.835,76 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen 2006
Penggunaan tanah sawah tadah hujan di Kecamatan Plupuh
menduduki presentase terbesar yaitu 31,58% atau dengan luas 1.526,91
hektar, hal ini disebabkan kurangnya saluran irigasi untuk menyuplai
pengairan lahan pertanian.
Dengan memperhatikan alokasi tata guna lahan yanga ada, maka
Kecamatan Plupuh lebih berpotensi untuk pengembangan komoditas
tanaman yang tidak membutuhkan penggenangan air serta tercukupi
dengan air hujan saja. Jenis ini dapat ditemukan pada berbagai jenis
tanaman umbi-umbian, dan buah-buahan. Tanaman jeruk besar paling
banyak dikembangkan pada tanah sawah tadah hujan dan tegal.
B. Keadaan Penduduk
1. Keadaan penduduk menurut umur dan jenis kelamin
Faktor penduduk merupakan salah satu sumber dari daerah
tersebut, terutama berhubungan dengan factor tenaga kerja. Tersedianya
tenaga kerja yang besar merupakan peluang bagi pengembangan berbagai
usaha. Kecamatan Plupuh berjumlah 46.041 jiwa. Jumlah penduduk
berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Plupuh dapat dilihat pada
tabel6.
35
Tabel 6. Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kecamatan Plupuh
Kelmpk umur (tahun)
Laki-laki (L)
Perempuan (P) L+P Prosentase
(%) Sex Ratio
1000 orang 0-4 1.817 1.788 3.605 7,83 1.016 5-9 2.122 2.100 4.222 9,17 1.010
10-14 2.559 2.349 4.908 10,66 1.089 15-19 2.558 2.379 4.937 10,72 1.075 20-24 1.614 1.744 3.358 7,29 925 25-29 1.459 1.657 3.116 6,77 881 30-34 1.471 1.805 3.276 7,12 815 35-39 1.746 1.840 3.586 7,79 949 40-44 1.607 1.625 3.232 7,02 989 45-49 1.485 1.254 2.739 5,95 1.184 50-54 1.021 964 1.985 4,31 1.059 55-59 835 936 1.771 3,85 892 60-64 787 969 1.756 3,81 812 65-69 679 907 1.586 3,44 749 70-74 557 603 1.160 2,52 924 >74 364 440 804 1,75 827
Jumlah 22.681 23.360 46.041 100 971
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen 2006
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar
penduduk berada pada kelompok umur 15 tahun sampai 19 tahun, yaitu
sebanyak 4.937 jiwa (10,72%). Sedangkan yang terkecil berada pada
kelompok umur lebih dari 74 tahun, sebanyak 804 jiwa (1,75%).
Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dapat digunakan
untuk menghitung Angka Beban Tanggungan (ABT). Besarnya jumlah
penduduk di Kecamatan Plupuh tergolong dalam usia produktif (15-64
taun) adalah sebesar 29.756jiwa dari keseluruan jumlah penduduk.
Penduduk yang tergolong dalam usia non produktif (0-14 tahun dan ≥65
tahun) adalah sebesar 12.735 jiwa dan 3.550 jiwa. Sedangkan menurut
Mantra (2003), penduduk umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok
penduduk belum produktif, kelompok penduduk umur 15-64 tahun sebagai
kelompok produktif dan kelompok penduduk umur 65 tahun keatas
sebagai kelompok yang tidak lagi produktif. Dari data jumlah penduduk
usia produktif dan non produktif dapat dihitung ABTnya yaitu
perbandingan antar jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah
penduduk usia produktif, dengan rumus sebagai berikut:
36
ABT = 64tahun)-P(15
65tahun) P( 14tahun)-P(0 >+x 100
= 29.756
3.550 12.735 + x 100
= 54,73
Dari perhitungan diatas diperoleh nilai ABT sebesar 54,73 artinya
setiap 100 orang penduduk berusia produktif menanggung 55 penduduk
yang tidak produktif. ABT di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen
termasuk tinggi. Menurut Mantra (2003) tingginya ABT merupakan faktor
penghambat pembangunan ekonomi, karena sebagian dari pendapatan
yang diperoleh oleh golongan produktif terpaksa harus dikeluarkan untuk
memenuhi kebutuhan mereka yang belum produktif atau sudah tidak
produktif.
Keadaan penduduk berdasarkan jenis kelamin digunakan untuk
mengetahui ratio jenis kelamin (sex ratio) yaitu perbandingan antara
jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan yang
dinyatakan dalam rumus :
SR = perempuanpenduduk Jumlah
laki-lakipenduduk Jumlah x 100
= 23.36022.681
x 100
= 97,09
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
perempuan relatif seimbang (23.360 jiwa) dari pada penduduk laki-laki
(22.681 jiwa). Sex ratio penduduk sebesar 97,09 artinya tiap 100 orang
penduduk perempuan terdapat kurang lebih 97 orang penduduk laki-laki.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di Kecamatan Plupuh
Kabupaten Sragen jumlah penduduk perempuan relatif seimbang dengan
jumlah penduduk laki-laki.
Apabila angka SR (sex ratio) jauh di bawah 100 dapat
menimbulkan berbagai masalah, karena ini berarti di wilayah tersebut
37
kekurangan penduduk laki-laki akibatnya antara lain kekurangan tenaga
kerja laki-laki untuk melaksanakan pembangunan, atau masalah lain yang
berhubungan dengan perkawinan. Hal ini dapat terjadi apabila suatu
daerah abanyak penduduk laki-laki meninggalkan daerah atau kematian
banyak terjadi pada penduduk laki-laki.
2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah menunjukan struktur
perekonomian yang ada pada suatu wilayah tersebut. Mata pencaharian
penduduk di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen bersifat heterogen.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Penduduk di Kecamatan Plupuh Berdasarkan Mata Pencaharian
Distribusi No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Prosentase (%)
1. Pertanian & peternakan 19.384 64,64 2. Industri pengolahan 2.143 7,15 3. Perdagangan & akomodasi 2.738 9,13 4. Angkutan & komunikasi 309 1,03 5. Jasa & sosial 5.414 18,05 Jumlah 29.988 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen 2006
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa penduduk di
Kecamatan Plupuh paling banyak bermata pencaharian di sektor pertanian
dan peternakan dengan jumlah 19.384 jiwa (64,64%). Mata pencaharian
yang paling sedikit di jumpai di pada sektor angkutan dan komunikasi 309
jiwa (1,03%). Tingginya jumlah penduduk yang bermata pencahaarian
disektor pertanian dan peternakan menunjukan bahwa Kecamatan Plupuh
merupakan daerah agraris. Hal ini, juga didukung dengan kondisi alam di
Kecamatan Plupuh yang cocok untuk kegiatan pertanian dan peternakan,
misalnya hamparan tanah yang masih luas dapat digunakan sebagai area
pertanian ( padi, palawija, jati, jeruk, dll) dan peternakan (sapi, kambing,
itik dan ikan).
3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor penting dalam menunjang kelancaran
pembangunan. Masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi
38
akan mudah untuk mengadopsi suatu inovasi baru sehingga akan
memperlancar proses pembangunan. Sebaliknya masyarakat yang
memiliki tingkat pendidikan rendah akan sulit untuk mengadopsi suatu
inovasi baru sehingga dalam hal ini akan mempersulit pembangunan. Jadi
tingkat pendidikan digunakan sebagai parameter kemampuan sumber daya
manusia dan kemajuan suatu wilayah. Orang yang berpendidikan
cenderung berpikir lebih rasional dan umumnya cenderung menerima
adanya pembaruan. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya
disajikan pada tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Penduduk di Kecamatan Plupuh Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Prosentase (%) 1. Tidak/ belum sekolah 559 1,32 2. Belum tamat SD 16.269 38,49 3. Tidak tamat SD 4.641 10,98 4. Tamat SD 12.327 29,16 5. Tamat SLTP 5.425 12,83 6. Tamat SLTA 2.611 6,18 7. Tamat Akademi/ PT 439 1,04
Jumlah 42.271 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen 2006
Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa penduduk di
Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen sebagian besar tingkat
pendidikannya belum tamat sekolah dasar yaitu 16.269 jiwa (38,49%).
Tingkat pendidikan penduduk yang paling sedikit adalah tamat akademi
atau perguruan tinggi yaitu sebanyak 439 jiwa (1,04%).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan
penduduk Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen sebagian besar tergolong
rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan ekonomi yang tidak
memungkinkan untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Sehingga
berdampak pada pembangunan daerah kurang bias berkembang dan
penduduk akan sulit menerima inovasi baru. Selain itu kesadaran akan
pentingnya pendidikan masih kurang khususnya pada penduduk yang
tinggal jauh dari kota Kecamatan dikarenakan informasi dan pengetahuan
tentang pendidikan terbatas.
39
C. Keadaan Pertanian
Sektor pertanian merupakan tumpuan perekonomian di Kecamatan
Plupuh Kabupaten Sragen. Sektor pertanian mampu meyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang relative banyak dan merupakan penyumbang pendapatan
utama bagi penduduk di Kecamatan Plupuh. Selain itu kegiatan pertanian
mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat
pada umumnya.
Tanaman pangan merupakan tanaman utama yang paling banyak
dibudidayakan oleh petani di suatu wilayah dan berfungsi sebagai sumber
bahan makanan pokok bagi penduduk di wilayah tersebut. Luas areal dan
produksi tanaman pangan dapat menggambarkan potensi yang dimiliki oleh
suatu wilayah serta kemampuannya dalam menghasilkan bahan makanan
pokok tersebut.
Komoditas pertanian tanaman pangan yang banyak diusahakan petani
di Kecamatan Plupuh meliputi padi, kacang tanah, jagung, ubi kayu, sayuran
dan buah-buahan. Komoditas jeruk besar hanya diusahakan pada beberapa
wilayah saja. Data mengenai berbagai jenis tanaman pangan yang terdapat di
Kecamatan Plupuh disajikan dalam tabel 9.
Tabel 9. Luas dan produksi tanaman di Kecamatan Plupuh
No Komoditas Luas panen(Ha) Produksi(Kw) Rata-rata (Kw/ Ha)
1. 2. 3. 4. 5.
Padi Kacang Jagung Ubi kayu Cabe Merah
5.198 1.682 87 36 6,5
279.114 19.748 3.446 5610 1170
53,70 11,74 39,61 155,8 180
Luas panen (pohon) Produksi (Kw) 6. 7. 8. 9. 10.
Mangga Sawo Blimbing Pepaya Jeruk Besar
13.012 156 405 896 10.000
4.796 47 81 326 -
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen 2007
Berdasarkan tabel 9. dapat diketahui bahwa tanaman pangan yang
diusahakan oleh masyarakat di Kecamatan Plupuh meliputi Padi, kacang,
jagung dan ubi kayu. Luas panen tanaman pangan yang paling banyak
40
diusahakan adalah tanaman padi yaitu sebesar 5.198 hektar dengan produksi
279.114 kwintal. Produksi rata-rata tanaman adalah 53,70 Kwintal/hektar.
Luas panen tanaman buah-buahan yang paling banyak dibudidayakan adalah
mangga yaitu 13.012 pohon dengan produksi 4.796 kwintal. Luas komoditas
jeruk besar yaitu 10.000 pohon dengan produksi jeruk ± 40buah / batang dan
diperkirakan mulai produksi 2 - 3 Tahun kedepan.
D. SARANAPEREKONOMIAN
Di Kecamatan Plupuh terdapat sarana pendukung perekonomian yang
terdiri dari : 5 pasar umum, 74 Toko, 120 Kios, 86 Warung, 2 BUUD/KUD,
20 Kosipa, 3 Badan Kredit, 258 Lumbung Desa. Sarana pendukung lainnya di
bidang Industri Kecil dan Industri Rumah Tangga. Untuk Industri Kecil
terdapat 14 Usaha kecil yang mempunyai 25 tenaga kerja laki-laki dan 62
tenaga kerja perempuan. Untuk Industri Rumah Tangga terdapat 3.546 Usaha
yang mempunyai 52 tenaga kerja laki-laki dan 3.490 tenaga kerja perempuan.
41
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identitas responden
Identitas petani penting untuk mengetahui sebagian dari latar belakang
kehidupan petani. Identitas petani ini meliputi umur dan Jumlah anggota
keluarga yang dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 10. Distribusi Petani Berdasarkan Umur, jumlah anggota keluarga dan Luas lahan
No Identitas petani Kategori Jumlah (jiwa)
Prosentase (%)
1. Umur 15 - 64 56 93.3
0-14 dan > 65 4 6.7
Jumlah 60 100,0 2. Jmlh anggota keluarga Sedikit (3-4) 18 30.0
Sedang (5-6) 29 48.3
Banyak (7-8) 13 21.7
Jumlah 60 100
Sumber : Tabulasi Data Primer 2010
1. Umur
Umur dibedakan menjadi dua, yaitu umur yang tergolong produktif
(< 65 tahun) dan umur yang tergolong non produktif (≥ 65 tahun). Umur
menunjukan usia seseorang apakah tergolong tua produktif atau non
produktif, dimana umur mempengaruhi pola pikir dan semangat kerja
seseorang
Berdasarkan tabel diatas petani yang membudidayakan tanaman
jeruk besar di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen sebagian besar
produktif, yaitu 56 jiwa atau 93,3%. Hal ini ditunjukan dengan adanya
respon yang baik dari sebagian besar petani dalam mengikuti kegiatan
budidaya jeruk besar yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas
jeruk sehingga mampu meningkatkan pendapatan. Pada umumnya umur
seseorang yang tergolong produktif (muda) masih mempunyai semangat
untuk bekerja dan mampu menerima serta menerapkan inovasi dengan
cepat.
42
2. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah keluarga menunjukan jumlah orang anggota yang tinggal
dalam suatu rumah tangga. Berdasarkan tabel jumlah anggota keluarga
responden sebagian besar tergolong sedang, yaitu 29 jiwa atau48,3%,
dimana jumlah responden rata-rata 5-6 orang. Hal ini menunjukan bahwa
jumlah keluarga mempengaruhi ekonomi keluarga responden. Semakin
besar jumlah anggota keluarga responden maka kebutuhan keluarga juga
akan semakin meningkat sehingga biaya hidup yang dikeluarkan juga akan
semakin besar.
B. Faktor- faktor Sosial Ekonomi dan Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya
Tanaman Jeruk Besar
Tabel 11. Faktor- faktor Sosial Ekonomi dan Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
Budidaya Tanaman Jeruk Besar Rata – Rata
no Faktor- faktor Sosial
Ekonomi Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Ytotal N
(jiwa) %
1. Luas Lahan < 0,25 Ha 1,82 7,48 2,82 3,00 13,03 6,58 3,39 7,09 45,21 33 55 0,25-0,49 Ha 2,47 6,88 4,47 3,00 13,29 5,94 2,24 9,41 47,70 17 28,3 ≥ 0,50 Ha 2,70 6,90 5,70 3,00 13,60 6,00 2,90 9,50 50,30 10 16,7 2. Pendidikan
formal
SD 2,10 7,39 3,63 3,00 13,24 6,12 2,98 7,93 46,39 41 68,3 SLTP-SLTA 2,22 6,83 4,06 3,00 13,17 6,67 3,00 8,61 47,56 18 30 PT 3,00 7,00 4,00 3,00 12,00 7,00 3,00 9,00 48,00 1 1,7 3. Pendidikan
Non Formal
< 4 kali 1,83 7,25 3,42 3,00 12,50 6,58 2,83 7,33 44,74 12 20 4-7 kali 2,13 7,34 3,74 3,00 13,47 6,29 3,11 8,08 47,16 38 63,3 > 7 kali 2,60 6,70 4,30 3,00 13,00 6,00 2,70 9,40 47,70 10 16,7 4. Pendapatan < 2.500.000 1,85 7,07 3,58 3,00 12,96 6,59 2,63 7,67 45,35 27 45 2.500.000 s/d
4.999.999 2,33 7,33 3,48 3,00 13,43 5,90 3,62 8,83 47,92 21 35
≥ 5.000.000 2,50 7,33 4,75 3,00 13,33 6,33 2,67 8,83 48,74 12 20 5. Kekayaan Rendah(10-15) 1,82 7,29 3,53 3,00 12,88 6,59 2,76 7,24 45,11 17 28,3 Sedang(16-20) 2,21 7,09 3,70 3,00 13,30 6,33 2,85 8,52 47,00 33 55 Tinggi (21-25) 2,50 7,50 4,40 3,00 13,40 5,70 3,80 8,50 48,80 10 16,7 6. Tingkat
Rasionalitas
Rendah (18-23) 1,95 7,23 3,32 3,00 13,09 6,45 3,14 7,41 45,59 22 36,7 Sedang (24-29) 2,24 7,21 4,06 3,00 13,27 6,24 2,94 8,45 47,41 33 55 Tinggi (30-34) 2,40 7,20 3,80 3,00 13,20 6,00 2,60 9,40 47,60 5 0,83 Rata-Rata Total 2,15 7,22 3,77 3,00 13,20 6,30 2,98 8,15 46,77 60 100 Kategoti Y Rendah 1 < 6 < 3 1 < 12 < 5 <3 < 6 36-43 Sedang 2 6-8 3-4 2 12-13 5-7 3 6-8 44-50 Tinggi 3 > 8 > 4 3 > 13 > 7 >3 > 8 51-58
Sumber : Analisis Data Primer 2010
43
Keterangan : Y1 = Perencanaan kebun Ytotal = Total budidaya tanaman jeruk besar Y2 = Persiapan lahan N = Jumlah responden (jiwa) Y3 = Penyiapan bibit % = Prosentase Y4 = Penanaman Y5 = Pembentukan arsitektur pohon Y6 = Pemupukan Y7 = Penyiraman Y8 = Pendangiran dan pembumbunan
1. Faktor-faktor Sosal Ekonomi
Luas lahan merupakan luasan lahan yang digarap atau diusahakan
oleh petani untuk melakukan budidaya tanaman jeruk besar. Tabel 11
menunjukkan luas lahan sebagian besar responden tergolong rendah, yaitu
33 jiwa atau 55% dengan rata-rata luas lahan kurang dari 0,25 Ha.
Berdasarkan penelitian terhadap faktor luasan lahan, sebagian besar petani
di Kecamatan Plupuh tidak dapat memanfaatkan lahannya dengan baik.
dengan adanya keterbatasan lahan tersebut maka akan mempengaruhi
tingkat adopsi inovasi budidaya jeruk besar.
Pendidikan formal merupakan jenjang sekolah yang diperoleh dari
bangku sekolah dengan kurikulum yang sudah terorganisir. Tingkat
pendidikan formal sebagian besar responden tergolong rendah, yaitu 41
jiwa atau 68,3% dengan rata-rata menamatkan pendidikannya sampai
tingkat SD. Hal tersebut dikarenakan tidak memiliki biaya yang cukup
sehingga kebanyakan dari petani tidak melanjutkan sekolah ke tingkat
yang lebih tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pendidikan
petani adalah keterbatasan sarana pendidikan, jarak antara fasilitas
pendidikan dengan pemukiman yang relatif jauh. Selain itu, kurangnya
kesadaran masyarakat akan manfaat dan pentingnya pendidikan. Adanya
budaya untuk melibatkan anggota keluarga dalam kegiatan berusahatani
daripada memberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan.
Pendidikan non formal merupakan pendidikan dari kegiatan
penyuluhan, pelatihan, magang dan sekolah lapang. semakin sering petani
mengikuti kegiatan penyuluhan atau pelatihan di bidang pertanian, maka
informasi yang diperoleh akan semakin banyak. hal ini akan berpengaruh
terhadap kegiatan budidaya tanaman jeruk besar. Tingkat pendidikan non
44
formal dari tabel 11 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
tergolong sedang, yaitu 38 jiwa atau 63,3 % dengan rata- rata mengikuti
kegiatan penyuluhan 4 -7 kali / tahun. Faktor lain dikarenakan
penyelenggaraan kursus dan pelatihan hanya memiliki kapasitas peserta
yang terbatas sehingga kesempatan petani dalam mengikuti pendidikan
non formal sangat terbatas. Minimnya dana disinyalir sebagai alasan
penyelenggara proyek sehingga hanya beberapa perwakilan saja dapat
diajukan mengikuti pendidikan non formal. dalam kegiatan kursus dan
pelatihan yang membutuhkan biaya relatif besar, hanya beberapa orang
saja yang berkesempatan mengikuti misalnya sekolah lapang dan magang.
Pendapatan yang dihitung adalah pendapatan responden baik dari
usahatani dan usaha non pertanian. Pendapatan sebagian besar petani di
Kecamatan Plupuh tergolong rendah, yaitu 27 jiwa atau 45 % dengan
rata- rata pendapatan petani kurang dari Rp. 2.500.000,- . Rendahnya
tingkat pendapatan dikarenakan sebagian besar petani bekerja dalam
bidang pertanian saja.
Kekayaan sebagian besar petani responden di Kecamatan Plupuh
tergolong sedang, yaitu 33jiwa atau 55 %. Kekayaan petani meliputi :
harta bergerak, yaitu jenis ternak dan harta tidak bergerak, yaitu bahan
bangunan yang digunakan untuk membangun rumah, alat transportasi
yang dimiliki, barang-barang yang dimiliki (Hp, televisi, radio) dan
tabungan.
Tingkat rasionalitas sebagian besar petani tergolong sedang, yaitu
33 jiwa atau 55%. Tingkat rasionalitas petani menunjukan ciri-ciri petani
apakah petani tergolong petani yang sudah rasional atau masih subsisten.
Petani yang tergolong rasional ditunjukan dari sikapnya yang mudah
percaya kepada orang lain, tidak membenci kekuasaan pemerintah,
inovatif, mampu mengantisipasi masa depan, sifat kekeluargaannya
cenderung berkurang dan bersifat kritis. Petani rasional mempunyai ciri-
ciri seperti selalu ingin memperbaiki nasibnya dengan mencari dan
memilih peluang-peluang dalam menerima inovasi.
45
2. Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
Tabel 11 menunjukkan perencanaan kebun yang dilakukan petani
tergolong sedang dengan rata-rata 2,15. Hal ini ditunjukan dari sebagian
besar petani dalam membuat denah atau sketsa kebun kurang
memperhatikan rekomendasi yang benar, dimana membuat sketsanya
sebagian atau tidak sepenuhnya. Perencanaan kebun yang sesuai dengan
rekomendasi yaitu membuat denah/sketsa rancangan letk distribusi air,
membuat sketsa bak penampungan air, membuat sketsa pengumpulan
buah sementara.
Persiapan lahan yang dilakukan sebagian besar petani tergolong
sedang dengan rata-rata 7,22. Persiapan lahan yang dilakukan meliputi
memperhatikan letak dankemiringan lahan, jarak tanam, dan ukuran
lubang tanam. Persiapan lahan tergolong sedang ditunjukan dari sebagian
besar petani menggunakan ukuran lubang tanam tidak sesuai dengan
standar prosedur operasional yaitu 75cm x 75cm x 75cm.
Penyiapan bibit yang dilakukan petani tergolong sedang dengan
rata-rata 3,77. Penyiapan bibit yang dilakukan petani meliputi menghitung
jumlah bibit sesuai dengan luas tanam yang akan ditanami dan varietas
jeruk yang dibudidayakan. Penyiapan bibit tergolong sedang ditunjukan
dari sebagian besar petani menggunakan jenis bibit hanya 2-3varietas,
dimana ditunjukan luas lahan yang dimiliki petani pun tergolong sempit.
Penanaman yang dilakukan petani tergolong tinggi dengan rata-
rata 3,00. Hal ini menunjukan bahwa seluruh petani di Kecamatan Plupuh
mampu melaksanakan penanaman yang benar dan sesuai dengan
rekomendasi standar prosedur operasional.
Pembentukan arsitektur pohon yang dilakukan petani tergolong
tinggi dengan rata-rata 13,20. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar
petani melakukan pembentukan arsitektur pohon sesuai dengan
rekomendasi standar prosedur operasional, yaitu pemangkasan tanaman
menggunakan gunting yang sudah disterilkan dengan alkohol70% supaya
46
tidak terdapat bakteri atau virus yang dapat mengganggu pertumbuhan,
tinggi batang jeruk yang dipotong ±40-50cm dari permukaan mata tempel,
jumlah tunas yang tumbuh maksimal yang nantinya untuk dipilih menjadi
cabang, tunas yang dipertahankan untuk menjadi cabang hanya 3tunas
supaya posisinya seimbang dan tidak terletak dalam satu buku atau ruas.
Pemupukan yang dilakukan petani tergolong sedang dengan rata-
rata 6,30. Hal ini ditunjukan dari sebagian besar petani dalam melakukan
pemupukan kurang memperhatikan rekomendasi yang benar, walaupun
frekuensi pemupukan sudah benar yaitu 2-3 bulan, tetapi dosis
penggunaan pupuk tidak tepat. Sebagian besar petani sebanyak sekitar 34
orang atau 56,7% menggunakan pupuk ponska kurang dari dosis yang
dianjurkan, yaitu <500gr/batang dan sebanyak 30 orang atau 50%
menggunakan pupuk kandang kurang dari dosis yang dianjurkan
<15kg/batang.
Penyiraman yang dilakukan petani tergolong rendah dengan rata-
rata 2,98. Hal ini ditunjukan dari sebagian besar petani sebanyak 42 orang
atau 70% tidak melakukan penyiraman. Melihat daerah Kecamatan Plupuh
yang sangat kering sehingga susah untuk mendapatkan air, sehingga
penyiraman hanya mengandalkan air hujan.
Pendangiran dan pembumbunan yang dilakukan petani tergolong
tinggi dengan rata-rata 8,15. Hal ini ditunjukan dari sebagian besar petani
melaksanakan teknik pendangiran dan pembumbunan dengan tepat yaitu
untuk pengendalian gulma disekitar pohon (tajuk tanaman) dilakukan
dengan cara alami yaitu dengan memakai sabit atau cangkul. sedangkan
untuk pembumbunan dilakukan pada aktu musim kemarau.
3. Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
Tabel 11 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat adopsi budidaya
tanaman jeruk besar adalah 46,77. Hal ini berarti bahwa tingkat adopsi
inovasi tanaman jeruk besar di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen
terletak pada kategori 44-50 yang tergolong sedang. Pada luas lahan
responden yang tergolong rendah mempunyai rata-rata 45,21, pada luas
47
lahan responden yang tergolong sedang mempunyai rata-rata 47,70, dan
pada luas lahan responden yang tergolong tinggi mempunyai rata-rata
50,30. Hal ini menunjukkan semakin tinggi luas lahan yang dimiliki
petani maka tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar juga
akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena lahan yang sempit
maka produktifitas yang akan dihasilkan juga rendah yang mana akan
mempengaruhi pendapatan yang akan diperoleh petani.
Pada pendidikan formal responden yang tergolong rendah
mempunyai rata-rata 46,39, pada pendidikan formal responden yang
tergolong sedang mempunyai rata-rata 47,56 dan pada pendidikan formal
yang tergolong tinggi mempunyai rata-rata 48,00. Hal ini menunjukkan
semakin tinggi pendidikan formal petani maka tingkat adopsi inovasi
budidaya tanaman jeruk besar tinggi. Disamping itu dengan semakin
baiknya budidaya tanaman jeruk besar yang dilakukan petani diharapkan
mampu menyadarkan petani akan manfaat dan pentingnya pendidikan
formal.
Pada pendidikan non formal responden yang tergolong rendah
mempunyai rata-rata 44,74, pada pendidikan non formal responden yang
tergolong sedang mempunyai rata-rata 47,16, dan pada pendidikan non
formal responden yang tergolong tinggi mempunyai rata-rata 47,70. Hal
ini menunjukkan pendidikan non formal responden semakin tinggi maka
adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar semakin tinggi pula.
Disamping itu dengan semakin baiknya budidaya tanaman jeruk besar
yang dilakukan petani diharapkan mampu mendorong petani supaya lebih
aktif lagi dalam mengikuti pendidikan non formal supaya pengetahuan
mengenai budidaya tanaman jeruk besar semakin meningkat.
Pada pendapatan responden yang tergolong rendah mempunyai
rata-rata 45,35, pada pendapatan responden yang tergolong sedang
mempunyai rata-rata 47,92, dan pada pendapatan responden yang
tergolong tinggi mempunyai rata-rata 48,74. Hal ini menunjukkan
pendapatan petani semakin tinggi maka rata-rata tingkat adopasi inovasi
48
budidaya tanaman jeruk besar semakin tinggi pula. Ini berarti semakin
tinggi pendapatan petani maka tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman
jeruk besar tinggi. Disamping itu dengan semakin baiknya budidaya
tanaman jeruk besar yang dilakukan petani maka mampu meningkatkan
pendapatan sebagian besar petani di Kecamatan Plupuh.
Pada kekayaan petani yang tergolong rendah mempunyai rata-rata
tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar yaitu 45,11, pada
kekayaan yang tergolong sedang mempunyai rata-rata 47,00, dan pada
kekayaan yang tergolong tinggi mempunyai rata-rata 48,80. Hal ini
menunjukkan semakin tinggi kekayaan petani maka tingkat adopsi inovasi
budidaya tanaman jeruk besar semakin tinggi pula. Dengan semakin
baiknya budidaya tanaman jeruk besar yang dilakukan petani maka
mampu menambah kekayaan petani karena pendapatannya meningkat.
Pada tingkat rasionalitas petani yang tergolong rendah tingkat
adopsi inovasinya sebesar 45,59, pada tingkat rasionalitas petani yang
tergolong sedang tingkat adopsi inovasinya sebesar 47,41, dan pada
tingkat rasionalitas petani yang tergolong tinggi tingkat adopsi inovasinya
sebesar 47,60. Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat rasionalitas
petani maka mampu menerapkan budidaya tanaman jeruk dengan tepat.
C. Hubungan Antara Faktor- faktor Sosial Ekonomi dengan Tingkat Adopsi
Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
Penelitian ini mengkaji hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi
petani dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar di
Kcamatan Plupuh Kabupaten Sragen. Penelitian hubungan dengan
menggunakan Rank Spearman, sedangkan untuk menguji tingkat signifikasi
terhadap nilai yang diperoleh dengan menggunakan besarnya thitung dan ttabel
dengan taraf kepercayaan 95%. Hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi
petani dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar tersaji
dalam tabel 12.
49
Tabel 12. Hubungan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Petani dengan Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
No. Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Rs T hitung
Ket
1. Luas Lahan (X1) 0,410 3,423 SS 2. Pendidikan Formal (X2) 0,065 0,496 NS 3. Pendidikan Non Formal (X3) 0,235 1,775 NS 4. Pendapatan (X4) 0,270 2,136 S 5. Kekayaan (X5) 0,204 1,587 NS 6. Tingkat Rasionalitas Petani (X6) 0,232 1,816 NS
Sumber : analisis data primer 2010
Keterangan : SS : sangat signifikan S : signifikan NS : non signifikan T tabel : 2,000 (taraf kepercayaan 95%) Rs : korelasi rank spearman
1. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
Tabel 12 menunjukKan bahwa nilai koefisien korelasi antara luas
lahan dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar adalah
0,410 dengan thitung sebesar 3,423 yang lebih besar dari ttabel yaitu sebesar
2,000 pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan
mempunyai hubungan yang sangat signifikan dengan tingkat adopsi
inovasi budidaya tanaman jeruk besar . Berarti semakin luas lahan petani
maka semakin tinggi tingkat adopsi inovasi tanaman jeruk besar. Petani
yang memiliki lahan yang luas memiliki harapan untuk mendapatkan
keuntungan yang besar sekalipun resiko mengalami kegagalan besar pula.
Petani yang memiliki lahan yang luas akan lebih aktif dan serius dalam
mengerjakan usahatani. Pada umumnya petani memiliki lahan yang cukup
terbatas yang ditanami berbagai macam tanaman, jadi dengan menanam
tanaman jeruk besar yang relatif luas berarti akan mengurangi luas lahan
usahatani lainnya misalnya padi atau palawija yang biasanya menjadi
tumpuan pendapatannya dari sektor pertanian. Padi dan palawija
merupakan tanaman yang paling banyak diusahakan petani karena sudah
turun temurun dan merupakan bahan pangan yang sehari-hari dikonsumsi.
50
Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah
antara luas lahan dengan tingkat adopsi inovasi tanaman jeruk besar.
Semakin tinggi luas lahan petani semakin tinggi pula tingkat adopsi
inovasi budidaya tanaman jeruk besar.
2. Hubungan Pendidikan Formal dengan Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
Di Kecamatan Plupuh sebagian besar pendidikan petani tergolong
rendah. Nilai koefisien korelasi antara pendidikan formal dengan tingkat
adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar adalah 0,065 dengan thitung
sebesar 0,496 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada taraf
kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan formal
mempunyai hubungan yang tidak signifikan dengan tingkat adopsi petani
budidaya tanaman jeruk besar. Hubungan yang tidak signifikan ini
disebabkan karena rata-rata tingkat pendidikan responden hanya sampai
SD. Minat responden dalam mengetahui hal-hal baru juga relatif rendah.
Media massa yang ada yaitu buletin minat responden untuk membaca juga
kurang.
Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah
antara pendidikan formal dengan tingkat adopsi inovasi tanaman jeruk
besar. Semakin tinggi pendidikan formal petani semakin tinggi pula
tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar.
3. Hubungan Pendidikan Non Formal dengan Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
Nilai koefisien korelasi antara pendidikan non formal dengan
tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar adalah 0,235
(tabel12) dengan thitung sebesar 1,775 yang lebih kecil dari ttabel yaitu
sebesar 2,000 pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan non formal mempunyai hubungan yang tidak signifikan dengan
tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar. Hubungan yang
tidak signifikan ini disebabkan karena sebagian besar tingkat pengetahuan
dan ketrampilan petani tergolong sedang. Petani kurang memiliki
51
keinginan untuk belajar, dimana petani merasa teknik budidaya tanaman
jeruk besar tidak terlalu sulit. Ketidaksignifikanan ini juga disebabkan oleh
karena kurangya informasi mengenai pelaksanaan kegiatan pertemuan
kelompok tani, yang dikarenakan kurangnya koordinasi pengurus
kelompok tani dalam penyebaran undangan. Selain itu dalam kegiatan
pelatihan seperti sekolah lapang hanya memiliki kapasitas peserta yang
terbatas sehingga hanya beberapa orang saja yang berkesempatan dalam
mengikuti kegiatan. Transfer pengetahuan kepada petani lainnya dilakukan
secara gethok tular yaitu penyampaian informasi dari mulut ke mulut dari
petani satu kepada petani lain. Metode ini mempunyai kelemahan yaitu
informasi yang diterima kurang akurat.
Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah
antara pendidikan non formal dengan tingkat adopsi inovasi tanaman jeruk
besar. Semakin tinggi tingkat pengetahuan dan ketrampilan petani semakin
tinggi pula tingkat adopsi petani dalam budidaya tanaman jeruk besar.
4. Hubungan Pendapatan dengan Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
Nilai koefisien korelasi antara pendapatan dengan tingkat adopsi
inovasi budidaya tanaman jeruk besar adalah 0,270 dengan thitung sebesar
2,136 yang lebih besar dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada taraf kepercayaan
95%. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan mempunyai hubungan yang
signifikan dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar,
yang berarti semakin tinggi pendapatan petani maka tingkat adopsi petani
dalam budidaya tanaman jeruk besar juga akan semakin tinggi. Hal ini
terjadi karena responden yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi
akan dapat melakukan tindakan apapun untuk keberhasilan usaha budidaya
tanaman jeruk besar, walaupun dalam penyiapan bibit dan pupuk
mendapatkan bantuan dari pemerintah. Beberapa tindakan petani berkaitan
dengan cukupnya biaya dalam usahatani tanaman jeruk besar yaitu
membeli tambahan pupuk dan memberikan perawatan penyemproyan jika
terserang penyakit.
52
Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah
antara pendapatan dengan tingkat adopsi inovasi tanaman jeruk besar,
Semakin tinggi pendapatan petani semakin tinggi pula tingkat adopsi
petani dalam budidaya tanaman jeruk besar.
5. Hubungan Kekayaan dengan Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
Di Kecamatan Plupuh sebagian besar kekayaan petani tergolong
sedang. Nilai koefisien korelasi antara kekayaan dengan tingkat adopsi
inovasi budidaya tanaman jeruk besar adalah 0,204 dengan thitung sebesar
1,587 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada taraf kepercayaan
95%. Hal ini menunjukkan bahwa kekayaan mempunyai hubungan yang
tidak signifikan dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk
besar. Dimana kekayaan tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap tingkat
adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar. Hal ini berarti bahwa petani
yang mempunyai kekayaan tergolong tinggi belum tentu tingkat adopsi
inovasi petani terhadap budidaya tanaman jeruk besar juga akan tinggi dan
sebaliknya petani yang mempunyai kekayaan tergolong rendah belum
tentu tingkat adopsi inovasi petani terhadap budidaya tanaman jeruk besar
juga akan rendah. dari uraian diatas menunjukkan bahwa tingkat adopsi
inovasi tananam jeruk besar tidak hanya dipengaruhi oleh kekayaan saja
melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengalaman petani
dalam berusahatani.
Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah
antara kekayaan dengan tingkat adopsi inovasi tanaman jeruk besar.
Semakin tinggi kekayaan petani semakin tinggi pula tingkat adopsi petani
dalam budidaya tanaman jeruk besar.
6. Hubungan Tingkat Rasionalitas Petani dengan Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
Nilai koefisien korelasi antara tingkat rasionalitas petani dengan
tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar adalah 0,232 dengan
thitung sebesar 1,816 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada taraf
53
kepercayaan 95%.Hal ini menunjukkan bahwa tingkat rasionalitas petani
mempunyai hubungan yang tidak signifikan dengan tingkat adopsi inovasi
budidaya tanaman jeruk besar. Rasionalitas petani tidak sepenuhnya
berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk
besar. Hal ini berarti bahwa semakin rasional petani belum tentu tingkat
adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar yang dilakukan semakin
tinggi. Jadi petani yang tergolong subsisten pun dapat juga melakukan
budidaya tanaman jeruk besar dengan benar dan sesuai rekomendasi yang
benar. Dari uraian diatas menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi
tanaman jeruk besar tidak hanya dipengaruhi rasionalitas petani saja
melainkan juga dipengaruhi faktor lain, seperti pengetahuan dan
ketrampilan petani.
Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah
antara tingkat rasionalitas petani dengan tingkat adopsi inovasi tanaman
jeruk besar. Semakin tinggi tingkat rasionalitas petani semakin tinggi pula
tingkat adopsi petani dalam budidaya tanaman jeruk besar.
Hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi petani dengan tingkat
adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar yang tersaji pada tabel 13.
Tabel 13. Hubungan Antara Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Petani dengan Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
X
X1 X2 X3 X4 X5 X6 Xtotal No Y
Rs T hit Rs T hit Rs T hit Rs T hit Rs T hit Rs T hit Rs T hit
1. Y1 0,601** 5,727 0,139 1,067 0,416** 3,484 0,431** 3,638 0,388** 3,206 0,289* 2,299 0,490** 4,281
2. Y2 -0,291* -2,316 -0, 249 -1,958 -0,156 -1,203 0,100 0,765 0,004 0,030 -0,149 -1,148 -0,147 -1,132
3. Y3 0,806** 10,37 0,138 1,061 0,262* 2,067 0,247 1,941 0,181 1,402 0,328* 2,644 0,396** 7,616
4. Y4 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
5. Y5 0,159 1,227 -0,089 -0,680 0,198 1,538 0,156 1,203 0,156 1,203 0,088 0,673 0.143 1,100
6. Y6 -0,170 -1,314 0,143 1,100 -0,115 -0,882 -0,129 -0,991 -0,146 -1,124 -0,066 -0,504 -0,152 -1,171
7. Y7 -0,249 -1,958 0,001 0,008 0,019 0,145 0,142 1,093 0,218 1,701 -0,068 -0,519 0,029 0,221
8. Y8 0,621** 6,033 0,144 1,108 0,276* 2,187 0,218 1,701 0,163 1,258 0,431** 3,638 0,426** 3,586
9. Ytot 0,410** 3,423 0,065 0,496 0,235 1,775 0,270* 2,136 0,204 1,587 0,232 1,816 0,279* 2,213
Sumber : analisis data primer 2010
54
Keterangan :
** : sangat signifikan * : signifikan Rs : korelasi ranj spearman T tabel : 2,000 (taraf kepercayaan 95%) XI : Luas Lahan X2 : Pendidikan Formal X3 : Pendidikan Non Formal X4 : Pendapatan X5 : Kekayaan X6 : Tingkat Rasionalitas Petani
Y1 : Perencanaan kebun Y2 : Persiapan lahan Y3 : Penyiapan bibit Y4 : Penanaman Y5 : Pembentukan arsitektur pohon Y6 : Pemupukan Y7 : Penyiraman Y8 : Pendangiran dan pembumbunan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,279 dengan thitung
(2,213) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikan antara faktor-faktor sosial ekonomi petani
dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar, dimana t hitung
lebih besar dari pada t tabel.
1. Hubungan Antara Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi Budidaya Tanaman Jeruk Besar
a. Hubungan antara luas lahan dengan perencanaan kebun
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,601 dengan
thitung (5,727) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang sangat signifikan antara luas
lahan dengan perencanaan kebun, dimana t hitung lebih besar dari
pada t tabel. Luas lahan mempengaruhi perencanaaan kebun yang
dilakukan, meliputi membuat denah/sketsa rancangan letak distribusi
air, membuat sketsa bak penampungan air, membuat sketsa
pengumpulan buah sementara. Semakin luas lahan yang dimiliki petani
maka perencanaan kebun yang dilakukan juga akan semakin tinggi.
Nilai Rs positif menunjukkanterdapat hubungan yang searah antara
luas lahan dengan perencanan kebun.
b. Hubungan antara luas lahan dengan persiapan lahan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,291 dengan
thitung (-2,316) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara luas lahan
dengan persiapan lahan, dimana t hitung lebih besar dari pada t tabel.
Luas lahan mempengaruhi persiapan lahan yang dilakukan, meliputi
55
memperhatikan letak kemiringan lahan, jarak tanam, dan ukuran
lubang tanam. Semakin luas lahan yang dimiliki petani maka persiapan
lahan yang dilakukan juga akan semakin tinggi. Nilai Rs negatif yang
mana menunjukkan tidak adanya hubungan yang searah antara luas
lahan dengan persiapan lahan.
c. Hubungan antara luas lahan dengan penyiapan bibit
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,806 dengan
thitung (10,37) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang sangat signifikan antara luas
lahan dengan perencanaan kebun, dimana t hitung lebih besar dari
pada t tabel. Luas lahan mempengaruhi penyiapan bibit, penyiapan
bibit yang dilakukan petani meliputi menghitung jumlah bibit sesuai
dengan luas tanam yang akan ditanami dan varietas jeruk yang
dibudidayakan. Semakin luas tanah yang dimiliki petani maka
penyiapan bibit yang dilakukan semakin banyak. Nilai Rs positif
menunjukkan terdapat hubungan yang searah antara luas lahan dengan
penyiapan bibit.
d. Hubungan antara luas lahan dengan penanaman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0. ini berarti
bahwa komputer tidak dapat membaca hubungan antara luas lahan
dengan penanaman. Hal ini ditunjukkan dari seluruh responden
memberikan jawaban untuk penanaman dengan nilai yang tinggi, yaitu
3. Seluruh responden melakukan penanaman dengan cara memeriksa
kesiapan lubang tanamam kemudian memindahkan bibit kelokasi
penanaman diletakkan didekat lubang tanam, membuka polibag
dengan hati-hati supaya tidak melukai akar tanaman yang akan
ditanaman kemudian setelah selesai menyiram dengan air secukupnya.
e. Hubungan antara luas lahan dengan pembentukan arsitektur pohon
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,159 dengan
thitung (1,227) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara luas
56
lahan dengan pembentukan arsitektur pohon, dimana t hitung lebih
kecil daripada t tabel. Krtidaksignifikanan ini disebabkan karena
sebagian besar luas lahan rendah dan pembentukan arsitektur pohon
yang dilakukan tinggi, dimana sebagian besar petani melakukan
pembentukan arsitektur pohon sesuai dengan standar prosedur
operasional. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Kecamatan Plupuh
berusaha melakukan pembentukan arsitektur pohon dengan benar agar
tercapai produktivitas dan mutu hasil/buah yang optimal, walaupun
luas lahan yang mereka miliki tergolong rendah. Nilai Rs positif
menunjukkan terdapat hubungan yang searah antara luas lahan dengan
pembentukan arsitektur pohon.
f. Hubungan antara luas lahan dengan pemupukan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,170 dengan
thitung (-1,314) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara luas
lahan dengan pemupukan, dimana t hitung lebih kecil daripada t tabel.
Hal ini disebabkan karena sebagian besar petani dalam melakukan
pemupukan tergolong sedang, dimana pupuk yang digunakan pupuk
yang digunakan tidak sesuai dengan rekomendasi, bak dari jenis pupuk
yang digunakan, dosis penggunaan dan waktu pemupukan. Disamping
itu, pupuk yang dipakai petani kurang sesuai dengan luas lahan yang
ada. Petani cenderung menggunakan pupuk yang kurang dari dosis.
Nilai Rs negatif menunjukkan terdapat hubungan yang tidak searah
antara luas lahan dengan pemupukan.
g. Hubungan antara luas lahan dengan penyiraman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,249 dengan
thitung sebesar -1,958 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara luas lahan dengan penyiraman, dimana t hitung
lebih kecil daripada t tabel. Ketidak signifikanan ini disebabkan karena
sebagian besar luas rendah dan penyiraman yang dilakukan juga
57
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Kecamatan Plupuh susah
mendapatkan air untuk penyiraman walaupun luas lahan yang mereka
miliki hanya tergolong rendah. Nilai Rs negatif menunjukkan terdapat
hubungan yang tidak searah antara luas lahan dengan penyiraman.
h. Hubungan antara luas lahan dengan pendangiran dan pembumbunan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,621 dengan
thitung sebesar 6,033 yang lebih besar dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara luas lahan dengan pendangiran dan
pembumbunan, dimana t hitung lebih besar daripada t tabel. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar luas lahan rendah dan pengendalian
hama yang dilakukan tergolong tinggi, dimana petani lebih memilih
pengendalian gulma secara alami yaitu dengan sabit/ cangkul dan
melakukan pembumbunan diwaktu kemarau supaya tanah tetap
gembur. Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah
antara luas lahan dengan pengendalian hama.
2. Hubungan Antara Pendidikan Formal dengan Tingkat Adopsi Budidaya
Tanaman Jeruk Besar
a. Hubungan antara pendidikan formal dengan perencanaan kebun
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,139 dengan
thitung (1,067) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara
pendidikan formal dengan perencanaan kebun, dimana t hitung lebih
kecil daripada t tabel. Ketidaksignifikan ini disebabkan sebagian besar
pendidikan formal petani rendah sedangkan perencanaan kebun yang
dilakukan petani tergolong sedang. Dengan tingkat pendidikan formal
petani regolong rendah, petani cenderung tetap melakukan
perencanaan kebun walaupun tidak sepenuhnya sesuai dengan
rekomendasi. Perencanaan kebun yang dilakukan petani tidak hanya
dipengaruhi oleh pendidikan formal saja tetapi juga faktor lainnya
seperti pendidikan non formal, sehingga tingkat pendidikan formal
58
yang rendah belum tentu menyebanbkan teknik perencanaan kebun
juga menjadi rendah. Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan
yang searah antara pendidikan formal dengan perencanaan kebun.
b. Hubungan antara pendidikan formal dengan persiapan lahan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,249 dengan
thitung (-1,958) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara
pendidikan formal dengan persiapan lahan, dimana t hitung lebih kecil
daripada t tabel. Ketidaksignifikan ini disebabkan sebagian besar
pendidikan formal petani rendah sedangkan sedangkan persiapan lahan
yang dilakukan petani tergolong sedang. Dengan tingkat pendidikan
formal petani regolong rendah, petani cenderung tetap melakukan
persiapan lahan walaupun tidak sepenuhnya sesuai dengan
rekomendasi. Persiapan lahan yang dilakukan petani tidak hanya
dipengaruhi oleh pendidikan formal saja tetapi juga faktor lainnya
seperti penyuluhan, pelatihan, dan pengalaman dalam berusahatani.
Sehingga tingkat pendidikan formal yang rendah belum tentu
menyebanbkan persiapan lahan juga menjadi rendah. Nilai Rs negatif
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak searah antara pendidikan
formal dengan persiapan lahan.
c. Hubungan antara pendidikan formal dengan penyiapan bibit
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,138 dengan
thitung (1,061) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara
pendidikan formal dengan penyiapan bibit, dimana t hitung lebih kecil
daripada t tabel. Ketidaksignifikan ini disebabkan sebagian besar
pendidikan formal petani rendah sedangkan sedangkan penyiapan bibit
yang dilakukan petani tergolong sedang. Dengan pendidikan formal
yang rendah petani tetap berusaha dalam penyiapan bibit sesuai
rekomendasi walaupun tidak sepenuhnya sesuai dengan rekomendasi.
Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pendidikan formal petani
59
rendah petani mampu melakukan penyiapan bibit yang tergolong
sedang walaupun belum sepenuhnya sesuai dengan rekomendasi.
Penyiapan bibit yang dilakukan petani tidak hanya dipengaruhi oleh
pendapatan saja tetapi juga faktor lainnya seperti penyuluhan dan
sekolah lapang. Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang
searah antara pendidikan formal dengan penyiapan bibit.
d. Hubungan antara pendidikan formal dengan penanaman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0. ini berarti
bahwa komputer tidak dapat membaca hubungan antara pendidikan
formal dengan penanaman. Hal ini ditunjukkan dari seluruh responden
memberikan jawaban untuk penanaman dengan nilai yang tinggi, yaitu
3. Seluruh responden melakukan penanaman dengan cara memeriksa
kesiapan lubang tanamam kemudian memindahkan bibit kelokasi
penanaman diletakkan didekat lubang tanam, membuka polibag
dengan hati-hati supaya tidak melukai akar tanaman yang akan
ditanaman kemudian setelah selesai menyiram dengan air secukupnya.
e. Hubungan antara pendidikan formal dengan pembentukan arsitektur
pohon
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,089 dengan
thitung (-0,680) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara
pendidikan formal dengan pembentukan arsitektur pohon, dimana t
hitung lebih kecil daripada t tabel. Ketidaksignifikan ini disebabkan
sebagian besar pendidikan formal petani rendah sedangkan teknik
pembentukan arsitektur pohon yang dilakukan petani tergolong tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa walaupun tingkat pendidikan formal
petani rendah, petani tetap berusaha melakukan pembentukan
arsitektur pohon dengan tepat dan sesuai rekomendasi. Pembentukan
arsitektur pohon yang sesuai dengan rekomendasi tidak hanya
dipengaruhi pendidikan formal saja tetapi ada faktor lain yang
mempengaruhinya seperti penyuluhan dan sekolah lapang. Jadi
60
pendidikan formal yang rendah belum tentu menyebabkan
pembentukan arsitektur pohon juga rendah. Nilai Rs negatif
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak searah antara pendapatan
dengan pembentukan arsitektur pohon.
f. Hubungan antara pendidikan formal dengan pemupukan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,143 dengan
thitung (1,100) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara
pendidikan formal dengan pemupukan, dimana t hitung lebih kecil
daripada t tabel. Ketidaksignifikan ini disebabkan sebagian besar
pendidikan formal petani rendah dan pemupukan yang dilakukan
petani tergolong sedang karena kurang memperhatikan rekomendasi
pemupukan yang benar, dimana dosis penggunaan pupuk tidak begitu
tepat dan waktu pemupukan yang digunakan petani tidak hanya
dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi juga dari faktor-faktor lain
seperti contoh penyuluhan, tingkat pendapatan petani itu sendiri, dan
juga pengalaman dalam berusahatani. Nilai Rs positif menunjukkan
terdapat hubungan yang searah antara pendidikan formal dengan
pemupukan.
g. Hubungan antara pendidikan formal dengan penyiraman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,001 dengan
thitung (0,008) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara
pendidikan formal dengan penyiraman, dimana t hitung lebih kecil
daripada t tabel. Walaupun pendidikan formal sebagian besar petani
tergolong rendah dan penyiraman juga tergolong rendah. Namun
penyiraman yang dilakukan petani tidak hanya dipengaruhi oleh
pendidikan formal saja tetapi juga dari faktor lain, sepeti contoh:
pendapatan, penyuluhan dan petani hanya mengandalkan air hujan
karena susahnya petani dalam mendapatkan air. Nilai Rs positif
61
menunjukkan terdapat hubungan yang searah antara pendapatan
dengan penyiraman.
h. Hubungan antara pendidikan formal dengan pendangiran dan
pembumbunan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,144 dengan
thitung (1,108) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara
pendidikan formal dengan pendangiran dan pembumbunan, dimana t
hitung lebih kecil daripada t tabel. Ketidaksignifikan ini disebabkan
sebagian besar pendidikan formal petani rendah sedangkan
pendangiran dan pembumbunan yang dilakukan petani tergolong
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa Petani di Kecamatan Plupuh
berusaha melakukan pendangiran dan pembumbunan yang benar
sesuai dengan rekomendasi walaupun tingkat pendidikan formal
mereka tergolong rendah. Petani di Kecamatan Plupuh lebih memilih
mengendalikan gulma disekitar pohon (tajuk tanaman) dilakukan
dengan cara alami yaitu dengan memakai sabit atau cangkul,
sedangkan untuk pembumbunan dilakukan pada waktu musim
kemarau. Hal ini berarti rendahnya pendidikan formal belum tentu
mempengaruhi pendangiran dan pembumbunan yang dilakukan tetapi
juga dipengaruhi oleh faktor lainnya. Nilai Rs positif menunjukkan
terdapat hubungan yang searah antara pendidikan formal dengan
pendangiran dan pembumbunan.
3. Hubungan Antara Pendidikan Non Formal dengan Tingkat Adopsi
Budidaya Tanaman Jeruk Besar
a. Hubungan antara pendidikan non formal dengan perencanaan kebun
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,416 dengan
thitung (3,484) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang sangat signifikan antara
pendidikan non formal dengan perencanaan kebun, dimana t hitung
lebih besar daripada t tabel. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
62
pendidikan non formal petani tergolong sedang dan perencanaan kebun
yang dilakukan tergolong sedang. Pendidikan non formal
mempengaruhi petani dalam merencanakan kebun, meliputi membuat
denah/sketsa rancangan letak distribusi air, membuat sketsa bak
penampungan air, membuat sketsa pengumpulan buah sementara. Hal
ini menunjukkan bahwa petani sudah berusaha melakukan pendangiran
dan pembumbunan yang benar dan sesuai dengan rekomendasi. Nilai
Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah antar
pendidikan non formal dengan perencanaan kebun.
b. Hubungan antara pendidikan non formal dengan persiapan lahan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,156 dengan
thitung sebesar -1,203 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara pendidikan non formal dengan persiapan lahan,
dimana t hitung lebih kecil daripada t tabel. Ketidaksignifikanan ini
disebabkan karena sebagian besar pendidikan non formal petani
sedang. Dimana petani dalam mengikuti kegiatan penyuluhan melalui
kelompok tani tidak ada penerapan atau praktek secara langsung
mengenai budidaya tanaman jeruk besar. Nilai Rs negatif
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak searah antar pendidikan
non formal dengan persiapan lahan.
c. Hubungan antara pendidikan non formal dengan penyiapan bibit
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,262 dengan
thitung sebesar 2,067 yang lebih besar dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan non formal dengan persiapan lahan,
dimana t hitung lebih besar daripada t tabel. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar pendidikan non formal petani tergolong sedang dan
penyiapan bibit tergolong sedang. Pendidikan non formal
mempengaruhi petani dalam penyiapan bibit, penyiapan bibit yang
dilakukan petani meliputi menghitung jumlah bibit sesuai dengan luas
63
tanam yang akan ditanami dan varietas jeruk yang dibudidayakan. Hal
ini menunjukan bahwa petani sudah berusaha melakukan penyiapan
bibit dengan benar dan sesuai dengan rekomendasi. Nilai Rs positif
menunjukkan terdapat hubungan yang searah antara pendidikan non
formal dengan penyiapan bibit.
d. Hubungan antara pendidikan non formal dengan penanaman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0. ini berarti
bahwa komputer tidak dapat membaca hubungan antara pendidikan
non formal dengan penanaman. Hal ini ditunjukan dari seluruh
responden memberikan jawaban untuk penanaman dengan nilai yang
tinggi, yaitu 3. Seluruh responden melakukan penanaman dengan cara
memeriksa kesiapan lubang tanamam kemudian memindahkan bibit
kelokasi penanaman diletakkan didekat lubang tanam, membuka
polibag dengan hati-hati supaya tidak melukai akar tanaman yang akan
ditanaman kemudian setelah selesai menyiram dengan air secukupnya.
e. Hubungan antara pendidikan non formal dengan pembentukan
arsitektur pohon
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,198 dengan
thitung sebesar 1,538 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara pendidikan non formal dengan pemupukan,
dimana t hitung lebih kecil daripada t tabel. Ketidak signifikanan ini
disebabkan oleh karena sebagian besar pendidikan non formal petani
sedang dan pembentukan arsitektur pohon tergolong tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa petani di kecamatan plupuh berusaha melakukan
pembentukan arsitektur pohon dengan benar dan sesuai dengan
rekomendasi. Walaupun pendidikan non formal petani tergolong
sedang tidak menunjukkan pembentukan arsitektur pohon juga sedang,
namun pembentukan arsitektur pohon yang dilakukan tergolong tinggi.
Dimana pembentukan arsitektur pohon yang dilakukan petani tidak
hanya dipengaruhi oleh pendidikan non formal melainkan faktor lain
64
seperti pengalaman dalam berusahatani. Hal ini berarti bahwa
pendidikan formal yang sdang belum tentu mempengaruhi
pembentukan arsitektur pohon juga sedang. Nilai Rs positif
menunjukan terdapat hubungan yang searah antara luas lahan dengan
penyiapan bibit. Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang
searah antara pendidikan non formal dengan pembentukan arsitektur
pohon.
f. Hubungan antara pendidikan non formal dengan pemupukan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,115 dengan
thitung sebesar -0,882 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara pendidikan non formal dengan pemupukan,
dimana t hitung lebih kecil daripada t tabel. Ketidak signifikanan ini
disebabkan oleh karena sebagian besar pendidikan non formal petani
sedang. Dalam penerapan pemupukan petani kurang memperhatikan
rekomendasi penggunaan pupuk, dan waktu pemupukan. Disamping
itu dalam kegiatan pelatihan sekolah lapang tidak semua petani bisa
mengikuti praktek atau penerapan secara langsung mengenai budidaya
tanaman jeruk besar. Hal ini menunjukkan bahwa teknik pemupukan
yang dilakukan petani tidak hanya diperoleh dari seringnya mengikuti
pendidikan non formal tetapi juga diperoleh dari praktek langsung
yang dilakukan oleh petani. Jadi dengan mengikuti pendidikan non
formal blum tentu mempengatuhi teknik pemupukan menjadi lebih
baik. Nilai Rs negatif menunjukkan terdapat hubungan yang tidak
searah antar pendidikan non formal dengan pemupukan.
g. Hubungan antara pendidikan non formal dengan penyiraman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,019 dengan
thitung (0,145) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara
pendidikan non formal dengan penyiraman, dimana t hitung lebih kecil
daripada t tabel. Ketidak signifikanan ini disebabkan oleh karena
65
sebagian besar pendidikan non formal petani sedang dan penyiraman
tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Kecamatan
Plupuh tidak melakukan penyiraman dengan benar dan sesuai
rekomendasi. Walaupun pendidikan non formal tergolong sedang tidak
menunjukan penyiraman yang dilakukan juga sedang, namun
penyiraman yang dilakukan tergolong rendah. Diman penyiraman yang
dilakukan petani tidak hanya dipengatuhi oleh pendidikan non formal
saja tetapi dari faktor lain, sepeti contoh: petani hanya mengandalkan
air hujan karena susahnya petani dalam mendapatkan air. Nilai Rs
positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah antara pendidikan
non formal dengan penyiraman.
h. Hubungan antara pendidikan non formal dengan pendangiran dan
pembumbunan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,276 dengan
thitung(2,187) dan ttabel (2,000) pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan
non formal dengan pendangiran dan pembumbunan, dimana t hitung
lebih besar daripada t tabel. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
pendidikan non formal petani tergolong sedang dan pendangiran dan
pembumbunan yang dilakukan tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa petani sudah berusaha melakukan pendangiran dan
pembumbunan yang benar dan sesuai dengan rekomendasi. Nilai Rs
positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah antara pendidikan
non formal dengan pendangiran dan pembumbunan.
4. Hubungan Antara Pendapatan dengan Tingkat Adopsi Budidaya Tanaman
Jeruk Besar
a. Hubungan antara pendapatan dengan perencanaan kebun
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,431 dengan
thitung sebesar 3,638 yang lebih besar dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan hubungan yang
signifikan antara pendapatan dengan perencanaan kebun. Pendapatan
66
mempengaruhi perencanaan kebun yang dilakukan meliputi membuat
denah/sketsa rancangan letk distribusi air, membuat sketsa bak
penampungan air, membuat sketsa pengumpulan buah sementara. Hal
ini terjadi karena petani akan melakukan tindakan apapun untuk
keberhasilan usahataninya. Perencanaan kebun merupakan hal yang
terpenting dalam budidaya tanaman jeruk besar karena untuk
mendapatkan desain kebun yang baik dan memudahkan pemeliharahan
hingga pemetikan buah. Nilai Rs positif menunjukkan terdapat
hubungan yang searah antara pendapatan dengan perencanaan kebun.
b. Hubungan antara pendapatan dengan persiapan lahan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,100 dengan
thitung sebesar 0,765 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan antara pendapatan dengan persiapan lahan.
Ketidaksignifikanan ini disebabkan oleh karena sebagian besar
pendapatan petani rendah sedangkan persiapan lahan yang dilakukan
tergolong sedang. Dengan pendapatan yang rendah petani cenderung
tetap melakukan persiapan lahan sesuai dengan rekomendasi walaupun
tidak sepenuhnya. Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan petani
tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan saja tetapi juga faktor-faktor
lainnya, sehingga pendapatan yang rendah belum tentu menyebabkan
persiapan lahan juga menjadi rendah. Nilai Rs positif menunjukkan
terdapat hubungan yang searah antara pendapatan dengan persiapan
lahan.
c. Hubungan antara pendapatan dengan penyiapan bibit
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,247 dengan
thitung sebesar 1,941 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan antara pendapatan dengan penyiapan bibit.
Ketidaksignifikanan ini disebabkan oleh karena sebagian besar
pendapatan petani rendah sedangkan penyiapan bibit yang digunakan
67
tergolong sedang. Dengan pendapatan yang rendah petani tetap
berusaha dalam penyiapan bibit sesuai rekomendasi walaupun tidak
sepenuhnya sesuai dengan rekomendasi. Hal ini menunjukkan bahwa
walaupun pendapatan petani rendah petani mampu melakukan
penyiapan bibit yang tergolong sedang walaupun belum sepenuhnya
sesuai dengan rekomendasi. Penyiapan bibit yang dilakukan petani
tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan saja tetapi juga faktor
lainnya. Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah
antara pendapatan dengan penyiapan bibit.
d. Hubungan antara pendapatan dengan penanaman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0. ini berarti
bahwa komputer tidak dapat membaca hubungan antara pendapatan
dengan penanaman. Hal ini ditunjukkan dari seluruh responden
memberikan jawaban untuk penanaman dengan nilai yang tinggi, yaitu
3. Seluruh responden melakukan penanaman dengan cara memeriksa
kesiapan lubang tanamam kemudian memindahkan bibit kelokasi
penanaman diletakkan didekat lubang tanam, membuka polibag
dengan hati-hati supaya tidak melukai akar tanaman yang akan
ditanaman kemudian setelah selesai menyiram dengan air secukupnya.
e. Hubungan antara pendapatan dengan pembentukan arsitektur pohon
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,156 dengan
thitung sebesar 1,203 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan antara pendapatan dengan pembentukan arsitektur pohon.
Pendapatan sebagian besar petani tergolong rendah sedangkan teknik
pembentukan arsitektur pohon yang dilakukan tergolong tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun pendapatan petani rendah, petani tetap
berusaha melakukan pembentukan arsitektur pohon dengan tepat dan
sesuai rekomendasi. Pembentukan arsitektur pohon yang sesuai dengan
rekomendasi tidak hanya dipengaruhi pendapatan ynag tetapi ada
faktor lain yang mempengaruhinya. Jadi pendapatan yang rendah
68
belum tentu menyebabkan pembentukan arsitektur pohon juga rendah.
Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah antara
pendapatan dengan pembentukan arsitektur pohon.
f. Hubungan antara pendapatan dengan pemupukan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,129 dengan
thitung sebesar -0,991 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan antara pendapatan dengan pemupukan. Pendapatan sebagian
besar petani tergolong rendah sedangkan teknik pemupukan yang
dilakukan tergolong sedang. Jadi penggunaan pupuk tidak sesuai
dengan rekomendasi yang ada. Teknik penggunaan pupuk tidak hanya
dipengaruhi oleh besarnya pendapatan tetapi juga faktor lain. Hal ini
berarti teknik pemupukan tidak hanya dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya pendapatan. Nilai Rs negatif menunjukkan terdapat
hubungan yang tidak searah antara pendapatan dengan kekayaan.
g. Hubungan antara pendapatan dengan penyiraman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,142 dengan
thitung sebesar 1,093 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan antara pendapatan dengan penyiraman. Walaupun
pendapatan sebagian besar petani tergolong rendah dan penyiraman
juga tergolong rendah. Namun penyiraman yang dilakukan petani tidak
hanya dipengaruhi oleh pendapatan saja tetapi juga dari faktor lain,
sepeti contoh: petani hanya mengandalkan air hujan karena susahnya
petani dalam mendapatkan air. Nilai Rs positif menunjukkan terdapat
hubungan yang searah antar pendapatan dengan penyiraman.
h. Hubungan antara pendapatan dengan pendangiran dan pembumbunan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,218 dengan
thitung (1,701) yang lebih kecil dari ttabel yaitu (2,000) pada taraf
kepercayaan 95%. Hal ini memunjukkan terdapat hubunganan tidak
signifikan antara pendapatan dengan pendangiran dan pembumbunan.
69
Petani di Kecamatan Plupuh berusaha melakukan pendangiran dan
pembumbunan yang benar sesuai dengan rekomendasi walaupun
pendapatan yang mereka miliki tergolong rendah. Petani di Kecamatan
Plupuh lebih memilih mengendalikan gulma disekitar pohon (tajuk
tanaman) dilakukan dengan cara alami yaitu dengan memakai sabit
atau cangkul, sedangkan untuk pembumbunan dilakukan pada waktu
musim kemarau. Hal ini berarti rendahnya pendapatan belum tentu
mempengaruhi pendangiran dan pembumbunan yang dilakukan tetapi
juga dipengaruhi oleh faktor lainnya. Nilai Rs positif menunjukkan
terdapat hubungan yang searah antara pendapatan dengan pendangiran
dan pembumbunan.
5. Hubungan Antara Kekayaan dengan Tingkat Adopsi Budidaya Tanaman
Jeruk Besar
a. Hubungan antara kekayaan dengan perencanaan kebun
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,388 dengan
thitung sebesar 3,206 yang lebih besar dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara kekayaan dengan perencanaan kebun. Kekayaan
mempengaruhi perencanaan kebun yang dilakukan, perencanaan kebun
meliputi membuat denah/sketsa rancangan letak distribusi air,
membuat sketsa bak penampungan air, membuat sketsa pengumpulan
buah sementara. Hal ini terjadi karena petani akan melakukan tindakan
apapun untuk keberhasilan usahataninya. Perencanaan kebun
merupakan hal yang terpenting dalam budidaya tanaman jeruk besar
karena untuk mendapatkan desain kebun yang baik dan memudahkan
pemeliharahan hingga pemetikan buah. Nilai Rs positif menunjukkan
terdapat hubungan yang searah antara kekayaan dengan perencanaan
kebun.
b. Hubungan antara kekayaan dengan persiapan lahan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,004 dengan
thitung sebesar 0,030 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
70
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara kekayaan dengan persiapan lahan. Kekayaan
menunjukkan status atau kedudukan seseorang didalam masyarakat
dimana kekayaan yang dimiliki petani relatif sedang dan persiapan
lahan yang dilakukan petani tergolong sedang. Kegiatan persiapan
lahan yang dilakukan petani tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan
saja tetapi juga faktor-faktor lainnya. Nilai Rs positif menunjukkan
terdapat hubungan yang searah antar apendapatan dengan persiapan
lahan.
c. Hubungan antara kekayaan dengan penyiapan bibit
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,181 dengan
thitung sebesar 1,402 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara kekayaan dengan penyiapan bibit. Kekayaan
menunjukkan status atau kedudukan seseorang didalam masyarakat,
dimana kekayaan yang dimiliki petani relatif sedang dan penyiapan
bibit yang dilakukan petani tergolong sedang, dimana petani dalam
penyiapan bibit tidak hanya dipengaruhi oleh kekayaan yang dimiliki
daja tetapi juga dari faktor lainnya. Nilai Rs positif menunjukkan
terdapat hubungan yang searah antara kekayaan dengan penyiapan
bibit.
d. Hubungan antara kekayaan dengan penanaman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0. ini berarti
bahwa komputer tidak dapat membaca hubungan antara kekayaan
dengan penanaman. Hal ini ditunjukkan dari seluruh responden
memberikan jawaban untuk penanaman dengan nilai yang tinggi, yaitu
3. Seluruh responden melakukan penanaman dengan cara memeriksa
kesiapan lubang tanamam kemudian memindahkan bibit kelokasi
penanaman diletakkan didekat lubang tanam, membuka polibag
dengan hati-hati supaya tidak melukai akar tanaman yang akan
ditanaman kemudian setelah selesai menyiram dengan air secukupnya.
71
e. Hubungan antara kekayaan dengan pembentukan arsitektur pohon
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,156 dengan
thitung sebesar 1,203 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara kekayaan dengan pembentukan arsitektur
pohon. Kekayaan menunjukkan status atau kedudukan seseorang
didalam masyarakat, dimana kekayaan yang dimiliki petani relatif
sedang dan pembentukan arsitektur pohon yang dilakukan petani
tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa teknik pembentukan
arsitektur pohon yang dilakukan petani bukan karena kekayaan yang
dimiliki saja melainkan juga dari penyuluhan maupun dari pengalaman
dalam berusahatani. Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan
yang searah antara kekayaan dengan pembentukan arsitektur pohon.
f. Hubungan antara kekayaan dengan pemupukan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,146 dengan
thitung sebesar -1,124 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara kekayaan dengan pemupukan.
Ketidaksignifikanan ini disebabkan oleh karena sebagian besar
kekayaan petani sedang. Kekayaan menunjukan status atau kedudukan
seseorang didalam masyarakat, dimana kekayaan yang dimilikipetani
relatif sedang dan pemupukan yang dilakukan petani juga tergolong
sedang, karena petani kurang memperhatikan rekomendasi pupuk yang
benar, dimana dosis penggunaan pupuk tidak begitu tepat dan waktu
pemupukan yang digunakan juga tidak tepat. Hal ini menunjukkan
bahwa teknik pemupukan yang dilakukan petani tidakhanya
dipenagruhi oleh kekayaan yang dimiliki tetapi juga dari faktor lain
seperti contoh penyuluhan, tingkat pendapatan petani itu sendiri, dan
juga pengalaman dalam berusahatani. Nilai Rs negatif menunjukkan
72
terdapat hubungan yang tidak searah antara kekayaan dengan
pemupukan.
g. Hubungan antara kekayaan dengan penyiraman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,218 dengan
thitung sebesar 1,701 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara kekayaan dengan penyiraman.
Ketidaksignifikanan ini disebabkan oleh karena sebagian besar
kekayaan petani sedang dan penyiraman yang dilakukan tergolong
rendah. Hal ini menunjkukan bahwa penyiraman yang dilakukan
petani tidak hanya dipengaruhi karena kekayaan yang tinggi tetapi juga
dari faktor-faktor lain seperti contoh faktor alam. Jadi semakin
kekayaan petani tinngi belum tentu penyiraman yang dilakukan petani
juga tinggi. Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang
searah antara kekayaan dengan penyiraman.
h. Hubungan antara kekayaan dengan pendangiran dan pembumbunan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,163 dengan
thitung sebesar 1,258 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara kekayaan dengan pendangiran dan
pembumbunan. Hal ini menunjukan bahwa petani di Kecamatan
Plupuh berusaha melakukan pendangiran dan pembumbunan dengan
benar dan sesuaidengan rekomendasi walaupun kekayan yang dimiliki
petani terglong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa teknik
pendangiran dan pembumbunan yang dilakukan petani tidak hanya
dipengaruhi oleh kekayaan yang dimiliki namun juga karena informasi
atau penyuluhan dan pengalaman petani dalam berusahatani. Nilai
positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah antara kekayaan
dengan pendangiran dan pembumbunan.
6. Hubungan Antara Tingkat Rasionalitas Petani dengan Tingkat Adopsi
Budidaya Tanaman Jeruk Besar
73
a. Hubungan antara tingkat rasionalitas petani dengan perencanaan kebun
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,289 dengan
thitung sebesar 2,299 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat rasionalitas petani dengan persiapan lahan.
Dimana tingkat rasionalitas petani relatif sedang dan perencanaan
kebun yang dilakukan petani juga tergolong sedang. Tingkat
rasionalitas petani mempengaruhi perencanaan kebun yang dilakukan,
perencanaan kebun meliputi membuat denah/sketsa rancangan letak
distribusi air, membuat sketsa bak penampungan air, membuat sketsa
pengumpulan buah sementara. Hal ini terjadi karena petani akan
melakukan tindakan apapun untuk keberhasilan usahataninya.
Perencanaan kebun merupakan hal yang terpenting dalam budidaya
tanaman jeruk besar karena untuk mendapatkan desain kebun yang
baik dan memudahkan pemeliharahan hingga pemetikan buah.
Semakin tinggi tingkat rasionalitas petani maka perencanaan kebun
yang dilakukan juga akan semakin tinggi. Nilai Rs positif
menunjukkan terdapat hubungan yang searah antara tingkat
rasionalitas petani dengan perencanaan kebun.
b. Hubungan antara tingkat rasionalitas petani dengan persiapan lahan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,149 dengan
thitung sebesar -1,148 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara tingkat rasionalitas petani dengan persiapan
lahan. Dimana tingkat rasionalitas petani relatif sedang dan persiapan
lahan yang dilakukan petani tergolong sedang, dimana semakin
rasional petani belum tentu mampu melakukan kegiatan persiapan
kebun dengan benar yang sesuai dengan rekomendasi. Kegiatan
persiapan lahan yang dilakukan petani tidak hanya dipengaruhi oleh
pendapatan saja tetapi juga faktor-faktor lainnya. Nilai Rs positif
74
menunjukkan terdapat hubungan yang searah antara tingkat
rasionalitas petani dengan persiapan lahan.
c. Hubungan antara tingkat rasionalitas petani dengan penyiapan bibit
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs 0,328 dengan thitung
sebesar 2,644yang lebih besar dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada taraf
kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat rasionalitas petani dengan penyiapan bibit.
Dimana tingkat rasionalitas petani relatif sedang dan penyiapan bibit
yang dilakukan petani juga tergolong sedang. Tingkat rasionalitas
petani mempengaruhi penyiapan bibit yang dilakukan, penyiapan bibit
meliputi menentukan varietas jeruk yang akan dibudidayakan dan
menghitung jumlah bibit yang digunakan sesuai dengan luas lahan.
Semakin tinggi tingkat rasionalitas petani maka penyiapan bibit yang
dilakukan juga akan semakin tinggi. Nilai Rs positif menunjukkan
terdapat hubungan yang searah antara tingkat rasionalitas petani
dengan penyiapan bibit.
d. Hubungan antara tingkat rasionalitas petani dengan penanaman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0. ini berarti
bahwa komputer tidak dapat membaca hubungan antara tingkat
rasionalitas petani dengan penanaman. Hal ini ditunjukkan dari seluruh
responden memberikan jawaban untuk penanaman dengan nilai yang
tinggi, yaitu 3. Seluruh responden melakukan penanaman dengan cara
memeriksa kesiapan lubang tanamam kemudian memindahkan bibit
kelokasi penanaman diletakkan didekat lubang tanam, membuka
polibag dengan hati-hati supaya tidak melukai akar tanaman yang akan
ditanaman kemudian setelah selesai menyiram dengan air secukupnya.
e. Hubungan antara tingkat rasionalitas petani dengan pembentukan
arsitektur pohon
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,088 dengan
thitung sebesar 0,673 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
75
tidak signifikan antara tingkat rasionalitas petani dengan pembentukan
arsitektur pohon. Teknik pembentukan arsitektur pohon yang tinggi ini
kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak hanya
karena sifat petani yang rasional. Jadi petani yang rasional belum tentu
dapat melakuakan pembentukan arsitektur pohon dengan tepat dan
sesuai rekomendasi. Nilai positif menunjukkan terdapat hubungan
yang searah antara tingkat rasionalitas petani dengan penyiraman.
f. Hubungan antara tingkat rasionalitas petani dengan pemupukan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,066 dengan
thitung sebesar -0,504 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara tingkat rasionalitas petani dengan pemupukan.
Teknik panen yang sedang ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh
faktor lainnya seperti contoh penyuluhan, pendapatan petani itu
sendiri, dan juga pengalaman dalam berusaha tani. Jadi petani yang
rasional belum tentu dapat melakuakn pemupukan dengan tepat dan
sesuai rekomendasi. Nilai Rs negatif menunjukkan terdapat hubungan
yang tidak searah antara tingkat rasionalitas petani dengan pemupukan.
g. Hubungan antara tingkat rasionalitas petani dengan penyiraman
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah -0,068 dengan
thitung sebesar -0,519 yang lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara tingkat rasionalitas petani dengan penyiraman.
Ketidaksignifikanan ini disebabkan oleh karena tingkat rasionalitas
petani sedang namun penyiraman yang dilakukan tergolong rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa penyiraman yang dilakukan petani tidak
hanya dipengaruhi karena tingkat rasionalitas yang tinggi teapi juga
dari faktor-faktor lain seperti contoh faktor alam. Jadi semakin rasional
petani belum tentu penyiraman yang dilakukan petani juga tinggi. Nilai
Rs Nilai negatif menunjukkan terdapat hubungan yang tidak searah
antara tingkat rasionalitas petani dengan penyiraman.
76
h. Hubungan antara tingkat rasionalitas petani dengan pendangiran dan
pembumbunan
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Rs adalah 0,431 dengan
thitung sebesar 3,638 yang lebih besar dari ttabel yaitu sebesar 2,000 pada
taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara tingkat rasionalitas petani dengan pendangiran
dan pembumbunan. Hal ini disebabkan petani yang rasional lebih
memilih pengendalian gulma secara alami daripada dengan bahan
kimia yaitu dengan sabit/ cangkul karena lebih hemat biaya dan
melakukan pembumbunan diwaktu kemarau supaya tanah tetap
gembur. Nilai Rs positif menunjukkan terdapat hubungan yang searah
antara luas lahan dengan pengendalian hama.
77
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor- faktor Sosial Ekonomi petani meliputi :
a. Luas lahan petani tergolong rendah.
b. Pendidikan formal petani tergolong rendah.
c. Pendidikan non formal petani tergolong sedang.
d. Pendapatan petani tergolong rendah.
e. Kekayaan petani tergolong sedang.
f. Tingkat rasionalitas petani tergolong sedang
2. Tingkat Adopsi Inovasi Budidaya Tanaman Jeruk Besar meliputi:
a. Perencanaan kebun yang dilakukan petani tergolong sedang.
b. Persiapan lahan yang dilakukan sebagian besar petani tergolong
sedang.
c. Penyiapan bibit yang dilakukan petani tergolong sedang.
d. Penanaman yang dilakukan petani tergolong tinggi.
e. Pembentukan arsitektur pohon yang dilakukan petani tergolong
tinggi.
f. Pemupukan yang dilakukan petani tergolong sedang.
g. Penyiraman yang dilakukan petani tergolong rendah.
h. Pendangiran dan pembumbunan yang dilakukan petani tergolong
tinggi.
3. Hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi petani dengan tingkat
adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar di Kcamatan Plupuh
Kabupaten Sragen, sebagai berikut :
a. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara luas lahan
dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar
dengan arah hubungan yang positif.
78
b. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pendidikan formal
dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar
dengan arah hubungan yang positif.
c. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pendidikan non
formal dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar
dengan arah hubungan yang positif.
d. Terdapat hubungan yang signifikan antara antara pendapatan
dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar
dengan arah hubungan yang positif.
e. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara kekayaan dengan
tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar dengan arah
hubungan yang positif.
f. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara tingkat rasionalitas
petani dengan tingkat adopsi inovasi budidaya tanaman jeruk besar
dengan arah hubungan yang positif.
B. Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan adanya peningkatan peran PPL untuk mendorong petani di
Kecamatan Plupuh dalam menerapkan budidaya tanaman jeruk besar
yang benar.
2. Meningkatkan intraksi dan komunikasi antara pengurus kelompok tani
dengan petani, supaya informasi mengenai pelaksanaan pertemuan
kelompok tani dapat sampai kepada petani.
3. Sebagian besar petani di Kecamatan Plupuh mengalami kesulitan dalam
pengairan. Dengan adanya hal ini diharapkan ada perhatian dari
Pemerintah untuk membantu kesulitan petani.
79
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. 2006. Petunjuk Teknis Kegiatan
Pengembangan Agribisnis Jeruk Besar. Sragen.
. 2007. Standar Prosedur Operasional Jeruk Pamelo. Sragen.
Hanafi, Abdillah. 1987. Memasyarakatkan Ide – Ide Baru. Usaha Nasional.
Surabaya.
Hernanto, F. 1984. Petani Kecil, Potensi dan Tantangan Pembangunan. Granesia. Bandung.
Kartasapoetra, A. G. 1991. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara.
Jakarta.
Popkin, C. James. 1983. Petani Rasional. Yayasan Padamu Negeri. Jakarta
Samsudin. 1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Bina Cipta. Jakarta.
Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Grafindo Persada. Jakarta.
Suhardiyono, L. 1992. Penyuluhan : Petunjuk Bagi Penyuluh Pertanian. Erlangga. Jakarta.
Sukartawi, 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta.