49
UJI PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) SEBAGAI ANTIHIPERTENSI PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Hasil Penelitian) Oleh Hendri Soefyanto Pasya 08311053 JURUSAN FARMASI

Hitungan Dosis Ekstrak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

11

Citation preview

Page 1: Hitungan Dosis Ekstrak

1

UJI PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)

SEBAGAI ANTIHIPERTENSI PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR

WISTAR

(Hasil Penelitian)

Oleh

Hendri Soefyanto Pasya

08311053

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TULANG BAWANG

LAMPUNG

2014

Page 2: Hitungan Dosis Ekstrak

2

UJI PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)

SEBAGAI ANTIHIPERTENSI PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR

WISTAR

(Hasil Penelitian)

Oleh

Hendri Soefyanto Pasya

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Farmasi (S.Farm)

Pada

Jurusan Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

UNIVERSITAS TULANG BAWANG

LAMPUNG

2014

Page 3: Hitungan Dosis Ekstrak

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengobatan tradisional yang menggunakan tumbuhan, perkembangannnya sudah

semakin maju dan keberadaannya telah diakui dunia sebagai pengobatan yang

efektif, efisien, aman dan ekonomis, bahkan telah menjadisalah satu materi

pembelajaran dusejumlah lembaga pendidikan didalam dan diluar negeri.

Meskipun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kimia organik sintetik

di negara industri maju saat ini sudah sangat pesat, namun masih banyak

dipergunakan obat-obatan yang berasal dari alam, seperti dari hewan, tumbuhan

dan mineral (Yusron, 2000; Wijayakusuma, 2003).

Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada disekitar kita, baik itu

yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

dahulu tumbuhan sudah digunakan sebagai tanaman obat, walaupun

penggunaannya secara turun temurun dan dari mulut ke mulut. Mengkudu atau

pace merupakan salah satu tanaman obat yang beberapa tahun terakhir banyak

peminatnya baik dari kalangan pengusaha agribisnis maupun dari kalangan

industri obat tradisional, bahkan dari kalangan ilmuwan di berbagai negara. Hal

ini karena baik secara empiris maupun hasil penelitian medis membuktikan bahwa

dalam semua tanaman mengkudu terkandung berbagai macam senyawa kimia

yang berguna bagi kesehatan manusia. Berdasarkan penelitian Aalbersbeg (1993)

menyatakan bahwa kandungan karoten pada daun mengkudu lebih tinggi

dibanding dengan yang terkandung dalam sayuran Brassica cinensis dan

Colacasia esculanta. Pada daun mengkudu mengandung berbagai macam

senyawa seperti asam amino, mineral, vitamin dan alkaloid. Ekstrak buah

mengkudu juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri V. Harveyi secara in

Page 4: Hitungan Dosis Ekstrak

4

vitro. Selain itu, perasan buah segar mengkudu (Morinda citrifolia L) memiliki

daya anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli dengan LT 100 dan LC 100

pada 78,580% dan 218,510 menit. Infus daun mengkudu memiliki daya

anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli dengan LT 100 dan LC 100 pada

42,344% dan 966,515 menit. Perasan buah segar mengkudu konsentrasi 100%

memiliki daya anthelmintik yang paling efektif (Fanny Gunawan, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah konsentrasi ekstrak daun mengkudu memiliki efek sebagai antiobesitas

pada tikus putih jantan.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh ekstrak daun mengkudu sebagai antiobesitas pada tikus

putih jantan.

2. Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak daun mengkudu sebagai antiobesitas

pada tikus putih jantan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang

manfaat daun mengkudu sebagai antiobesitas

1.5 Hipotesis

1. Daun mengkudu mempunyai efek sebagai antiobesitas pada tikus putih jantan.

2. Konsentrasi ekstrak daun mengkudu mempengaruhi efek antiobesitas pada

tikus putih jantan.

Page 5: Hitungan Dosis Ekstrak

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

2.1.1 Klasifikasi

Philum : Angiospermae

Sub. Philum : Dicotylodanae

Divisi : Lognosae

Famili : Rubiaceae

Genus : Morinda

Spesies : Morinda citrifolia L

2.1.2 Daerah Asal

Mengkudu tersebar dari Asia tropis sampai Polynesia, di Indonesia banyak

ditemukan di dataran rendah sampai 500 m dpl. Tumbuh liar di pantai, hutan

ladang atau di pekarangan sebagai tanaman obat atau tanaman sayur. Penggunaan

mengkudu sebagai obat di Indonesia tercatat dalam cerita pewayangan yang

ditulis dalam pemerintahan raja-raja dan sunan. Bukti sejarah pemanfaatan

mengkudu pada masa itu dapat dilihat dari terdapatnya tanaman mengkudu yang

tumbuh di mouseum koleksi tanaman obat di kraton bekas kerajaan dan dimasjid-

masjid para sunan. Dikraton Surakarta terdapat pohon mengkudu yang umurnya

diperkirakan sudah ratusan tahun (Sudiarto et al., 2003).

Page 6: Hitungan Dosis Ekstrak

6

2.1.3 Morfologi

Perdu atau pohon kecil, tumbuh membengkok, tinggi 3-8 m, berkayu, bulat, kulit

kasar, bercabang banyak dengan ranting muda bersegi empat. Daun letak

berhadapan bersilang, bertangkai, bentuknya telur lebar, sampai berbentuk elips,

panjang 5-17 cm, tebal mengkilap, tepi rata, ujung runcing, pangkal menyempit,

tulang daun menyirip, warna hijau tua. Bunga keluar dari ketiak daun 5-8

karangan berbentuk bonggol, dengan mahkota bertangkai, bentuknya bulat

lonjong, berupa buah buni mejemuk yang berkumpul menjadi satu bagian buah

yang besar, panjang 5-10 cm permukaan tidak rata berbenjol-benjol, warnanya

hijau, jika masak berdaging dan berair, warnanya kuning pucat atau kuning kotor,

berbau busuk, berisi banyak biji berwarna coklat kehitaman. Perbanyakan dengan

biji (Delimartha, 2006).

Gambar 2.1 Daun Mengkudu

2.1.4 Jenis-jenis Mengkudu

Menurut K. Heyne ada beberapa jenis mengkudu antara lain: M. citrifolia, M.

braceata, M. speciaosa, M. elliptica, M. tinctoria, M. oleifera. Semua jenis

mengkudu ini termasuk genus Morinda, famili Rubiaceae . Menurut Guppy

(1990), genus Morinda terdiri dari 80 spesies. Penyebaranya dari India sampai

pulau-pulau kecil di Samudera Pasifik. Morinda citrifolia mempunyai nama lain

Morinda braceata. Jenis ini merupakan mengkudu yang paling terkenal di

masyarakat luas, termasuk masyarakat Indonesia (Tadjoedin dan Iswanto, 2004).

Page 7: Hitungan Dosis Ekstrak

7

2.1.5 Kandungan

Akar mengandung morindin, morindon, aligarin-d-methylether, soranjidiol.

Buah mengandung alkaloid, (triterpenoid, proxeronine), polysaccharide

(damnacanthal) sterol, coumarin, scopolatien, ursolic acid, linoleic acid, caproic

acid, caprilyc acid, alizarin, acubin, iridoid glycoside, L-asperuloside, Vitamin

(C,A, karoten).

Daun mengandung protein,asam amino, mineral, vitamin,zat kapur, zat besi,

karoten, askorbin, alkaloid, tritepenoid, polysaccharide, dan b-sitesterol. Terdapat

pula golongan antraquinones seperti nordamnacanthal, morindone, rubiadin,

rubiadin-1-methylether, dan antraquinones glykoside.

2.1.6 Manfaat

Di Indonesia tanaman mengkudu sudah dimanfaatkan sejak zaman dahulu kala,

menurut silsilahnya bahwa mengkudu merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara

termasuk Indonesia. Di negara-negara Eropa khasiat mengkudu baru diketahui

sekitar 1800, yang diawali pendaratan kapten Cook dan para awaknya diHawai

pada tahun 1778. Menurut Wijayakusuma (2003) dalam pengobatan tradisional

mengkudu digunakan untuk obat batuk, radang amandel, sariawan, tekanan darah

tinggi, beri-beri, melancarkan kencing, radang ginjal, radang empedu, radang

usus, semblit, limpa, lever, kencing manis, cacar air, sakit pinggang, sakit perut,

masuk angin, dan kegemukan. Riset medis tentang khasiat mengkudu dimulai

pada tahun 1950, dengan ditemukannya zat anti bakteri terhadap Echerchia coli,

M. pyrogenes dan P. Aeruginosa yang ditulis dalam jurnal ilmiah Pacific Science.

Waha (2001) mengemukakan bahwa senyawa xeronin dan prekursornya yang

dinamakan proxeronin ditemukan dalam jumlah besar pada buah mengkudu oleh

seorang ahli biokimia dari Amerika Serikat bernama Heinicke pada tahun 1972.

Universitas Hawai melakukan penelitian tentang antitumor dan antikanker

mengkudu dan hasilnya dimuat dalam sebuah jurnal ilmiah Procedeeng West

Pharmacology Society Journal tahun 1994. Solomon (1998) melakukan

penelitian terhadap 8000 orang pengguna sari buah mengkudu dengan dibantu

Page 8: Hitungan Dosis Ekstrak

8

oleh 40 dokter dan praktisi medis lainnya. Hasil penelitiannya menunjukan

bahwa sari buah mengkudu dapat memulihkan berbagai macam penyakit termasuk

penyakit berat seperti jantung, kanker, diabetes, stroke, dan sejumlah penyakit

lainnya.

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan

yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, antara lain:

1. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman, eksudat tanaman atau gabungan antara ketiganya. Eksudat

tanaman adalah isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya

atau zat-zat nabati lainnya dengan cara tertentu dipisahkan dari

tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.

2. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan, atau

zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum merupakan zat

kimia murni.

3. Simplisia pelikan (mineral)

Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral)

yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum

berupa zat kimia murni (Gunawan dan Sri Mulyani, 2004).

Page 9: Hitungan Dosis Ekstrak

9

2.3 Proses Pengeringan Simplisia

2.3.1 Cara Pengeringan

Ada dua cara pengeringan simplisia yaitu:

1. Pengeringan Alamiah, yaitu dengan:

a. Panas sinar matahari langsung

pemanasan ini dilakukan untuk bahan keras seperti akar, biji, kulit

batang dan untuk senyawa aktif yang relatif stabil terhadap pemanasan.

b. Diangin-anginkan atau tidak dipanaskan dengan sinar matahari

langsung.

Pemanasan ini dilakukan untuk bunga, daun dan untuk senyawa aktif

yang tidak stabil terhadap pemanasan atau mudah menguap.

2. Pengeringan Buatan yaitu dengan:

a. Suatu alat atau mesin pengering yang suhu, kelembaban, tekanan dan

aliran udaranya dapat diatur (oven).

b. Menempatkan bahan yang akan dikeringkan di atas pita atau ban

berjalan dengan melewatkannya melalui suatu lorong atau ruangan

yang berisi udara yang telah dipanaskan dan diatur alirannya.

2.3.2 Suhu Pengeringan

Ada dua suhu pengeringan simplisia yaitu:

a. Suhu pengeringan yang umum digunakan antara 300C- 600C.

b. Untuk simplisia yang mengandung zat aktif tidak tahan panas atau mudah

menguap dikeringkan pada suhu 300C-400C (Gunawan dan Sri Mulyani,

2004).

Agar hasil optimal dapat diperoleh, bahan yang dikeringkan harus memiliki

permukaan yang luas, sehingga bahan tersebut harus disebar dalam lapisan-

lapisan yang lebih tipis. Dengan demikian, panas yang digunakan secara cepat

mengubah lembab menjadi uap dan uap tersebut akan berdifusi dari dalam bahan

Page 10: Hitungan Dosis Ekstrak

10

yang dikeringkan menuju ke permukaan, dan akhirnya dibawa pergi oleh udara.

Pengeringan yang salah dapat menyebabkan “face hardening” yaitu bagian luar

kering, tetapi bagian dalam masih basah (Voigh, 1995).

2.4 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstrak

cair adalah sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut

atau pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada

masing-masing monografi tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gram

simplisia yang memenuhi persyaratan (Anonim,1995).

2.4.1 Maserasi

Maserasi (macerase=mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang paling

sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat Farmakope

Indonesia disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut

disimpan terlindung dari cahaya lansung (mencegah reaksi yang dikatalis cahaya

atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya meserasi berbeda-

beda, farmakope mencantumkan 4-10 hari. Setelah selesai maserasi, artinya

keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang

masuk dalam cairan telah tercapai maka proses difusi segara berakhir.

Berakhirnya maserasi dapat ditandai dengan perubahan warna dari simplisia dan

pelarut, yang mana warna simplisia menjadi pucat dan warna pelarut semakin

terang. Dan rendaman tadi harus diaduk secara berulang-ulang. Melalui upaya

ini dapat dijamin keseimbangan konsentrasi bahkan ekstraksi yang lebih cepat

didalam cairan. Setelah maserasi dianggap selesai dilakukan filtrasi atau

penyaringan untuk mendapatkan meserat dan ampas diperas kemudian dicuci

kembali untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Proses pencucian tersebut

dilakukan untuk memperoleh sisa kandungan bahan aktif dan juga untuk

Page 11: Hitungan Dosis Ekstrak

11

menyeimbangkan kembali kehilangan akibat penguapan yang terjadi pada saat

penyaringan dan pengepresan (Voigh, 1994).

2.4.2 Perkolasi

Metode ini dilakukan dengan cara mencampur 10 bagian simplisia kedalam 5

bagian larutan pencuci. Setelah itu dipindahkan kedalam perkolator dan ditutup

selama 24 jam. Setelah itu biarkan menetes sedikit demi sedikit kemudian

ditambahkn larutan pencuci secara berulang-ulang hingga terdapat selapis cairan

pencuci. Perkolat yang telah terbentuk kemudian diuapkan (Voight, 1994).

2.4.3 Digesti

Metode ini merupakan bentuk lain dari maserasi yang menggunakan panas

seperlunya selama proses ekstraksi, yaitu pada suhu 40-50 oC. Metode digesti

hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap

pemanasan (Voight, 1994).

2.4.4 Infus

Metode ini dilakukan dengan memanaskan campuran air dan simplisia pada suhu

900C dalam waktu 15 menit, selama proses ini berlangsung campuran terus diaduk

dan diberi tambahan air hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki

(Voight,1994).

2.4.5 Dekoksi

Metode dekoksi (decocta) dilakukan dengan memanaskan air dan simplisaia pada

suhu 90 oC dalam waktu 30 menit, selama peroses ini berlangsung terus diaduk

dan diberi tambahan air hingga diproleh volume decocta yang dikehendaki

(Voigth, 1994).

Page 12: Hitungan Dosis Ekstrak

12

2.5 Obesitas

Obesitas yaitu suatu keadaan dimana jumlah lemak tubuh lebih besar dari 20

diatas normal. Dahulu gemuk merupakan suatu keadaan dan merupakan kriteria

untuk mengukur kesuburan dan kemakmuran suatu kehidupan. Tetapi dalam

perkembangan selanjutnya kegemukan atau obsitas selalu berhubungan dengan

kesakitan dan peningkatan kematian. World Health Organization (WHO)

menyatakan bahwa obesitas merupakakn salah satu dari 10 kondisi yang beresiko

diseluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang beresko di negara-negara

berkembang. Diseluruh dunia lebih dari 1 miliyar orang dewasa adalah overwight

dan lebih dari 300 juta adalah obese. Di Indonesia diperkirakan 210 juta

penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk yang overwight diperkirakan

mencapai 76,7 juta (17,5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari 9,8 juta

(4,7%). Hasil penelitian membuktikan terdapat hubungan obesitas dan faktor

resiko penyakit kardiovaskuler seperti diabetes militus tipe II, dislipidemia dan

hipertensi. Laporan WHO tahun 2003 menunjukkan bahwa kematian akibat

penyakit kardiovaskuler mencapai 29,2% dari seluruh kematian didunia atau 16,7

juta jiwa tiap tahun. Dari jumlah kematian tersebut 80, diantranya terdapat

dinegara miskin, menengah dan negara berkembang (Wiramihardja, 2004).

2.5.1 Penyebab Obesitas

Moderenisasi dab arus informasi yang menggelobal, selain menimbulkan

perubahan sosial dan ekonomi, juga mempengaruh psikologi sosial dan budaya.

Faktor sosial, ekonomi, budaya dan fisikologi saling berintraksi, saling

mempengaruhui dan pada gilirannya akan pola kebiasaan dan pola aktivitas

individu dan masyarakat yang menjurus pada surplus energi, menambah

kompleksnya penyebab overwight dan obesitas. Perubahan asupan dan

penggunaan energi selain disebabkan oleh faktor diatas juga dipengaruhi oleh

kondisi kesehatan fisik, mental dan keturunan. Obesitas terjadi karena surplus

energi akibat asupan energi dari makanan melebihi penggunaannya. Jadi,

Page 13: Hitungan Dosis Ekstrak

13

kelebihan makanan dan inaktivitas yang menjadi pola kebiasaan sehari-hari tetap

merupakan faktor utama penyebab obesitas (Wiramihardja, 2004).

Upaya menurunkan berat badan dilakukan dengan menciptakan difisit energi yang

dilakukan melalui upaya:

1. Mengubah pola kebiasaan makan dan pola aktifitas fisik,

2. Mengurangi asupan energi dan makanan dengan mengkonsumsi diet

rendah energi, dan

3. Menambah penggunaan energi dengan meningkatkan aktivitas fisik, antara

lain de ngan berolahraga setiap hari.

2.5.2 Klasifikasi Obesitas

Tabel 2.5.2 Klasifikasi IMT

IMT kg/m2 Klasifikasi

< 16

16-16,9

17,0-18,5

18,5-24,9

25,0-29,9

30,0-34,9

35,0-39,9

>40,0

Kurang energi protein III

Kurang energi protein II

Kurang energi protein I (underweight)

Normal

Kelebihan berat badan (overweight)

Obesitas I

Obesitas II

Obesitas II

Sumber: WHO (2004)

Tabel 2.5.2 Klasifikasi IMT

IMT (kg/m2) Kategori

< 17,0

17,0-18,4

18,5-20,5

25,1-27,0

>27,0

Kekurangan berat badan tingkat berat

Kekurangan berat badan tingkat ringan

Normal

Kelebihan berat badan tingkat ringan

Kelabihan berat badan tingkat berat

Kurus

Normal

Gemuk

Page 14: Hitungan Dosis Ekstrak

14

Sumber: Depkes RI (1994)

Kegemukan dapat dibedakan menjadi dua tife berdasarkan distribusi lemak dalam

tubuh yaitu :

1. Tipe android (tipe buah apel)

Gemuk tipe ini ditandai dengan penumpukan lemak yang berlebhan pada

tubuh bagian atas seperti dada, pundak, leher, muka dan mempunyai

bentuk tubuh seperti apel, atau sering disebut sebagai obesitas sentral,

banyak terdapat pada laki-laki sehingga disebut tipe laki-laki atau tipe

android (Mursito, 2003; Wiramihardja, 2004).

2. Tipe ginoid (tipe buah pir)

Gemuk tipe ini fditandai dengan penimbunan lemak pada bagian tubuh

sebelah bawah yaitu sekitar perut, pinggul dan paha. Kegemukan tipe ini

banyak terjadi pada wanita sehingga dikenal juga dengan obesitas tipe

perempuan atau tipe ginoid (Mursito, 2003).

Menurut Septiyadi (2004) dan Sumosardjuno (1989), kegemukan dibagi menjadi

tiga tipe berdasarkan kondisi sel, yaitu:

1. Tipe hiperplastik

Merupakan kegemukan yang disebabkan oleh jumlah sel lemak lebih

banyak diabandingkan dengan kondisi normal, tetapi ukuran sel masih

sama dengan ukuran yang normal. Terjadi sejak masa anak-anak dan sulit

untuk diturunkan keberat badan normal.

2. Tipe hipertropik

Merupakan kegemukan yang disebabkan oleh jumlah sel lemak yang

normal, tetapi ukuran sel lebih besar daripada ukuran normal. Biasanya

terjadi pada orang dewasa dan berat badan lebih mdah

diturunkandibanding tipe hiperplastik, namun mempunyai resiko lebih

mudah terserang penyakit gula darah atau tekanan darah tinggi.

3. Tipe hiperplastik-hipertropik

Merupakan kegemukan yang disebabkan jumlah maupun ukuran sel lemak

dalam tubuh seseorang melebihi ukuran normal. Kegemukan dimulai

Page 15: Hitungan Dosis Ekstrak

15

sejak anak-anak dan berlangsung hingga dewasa, sukar menurunkan berat

badan, dan mudah terserang penyakit jantung dan ginjal.

Tingkat kegemukan berdasarkan persentase kelebihan berat badan (Mursito,

2003).

1. Simple obesity.

Merupakan kegemukan akibat kelebihan berta badan sebanyak 20% dari

berat badan ideal, tanpa resiko penyakit.

2. Mild obesity.

Merupakan kegemukan akibat kelebihan berat badan sebanyak 20-30%

dari berat badan ideal, yang belum disertai penyakit tertentu tetapi harus

diwaspadai.

3. Moderat obesity.

Merupak kegemukan akibat kelebihan berat badan sebanyak 30-60% dari

berat badan ideal, dengan resiko tinggi untuk menderita penyakit yang

berhubungan dengan obesitas.

4. Morbid obesity.

Merupakan kegemukan akibat kelebihan berat badan 60% dari berat badan

ideal, denga resiko sangat tinggi terhadap penyakit pernafasan, gagl

jantung dan kematian mendadak.

2.5.3 Mengukur Berat Badan Ideal

Selama ini ada berbagai cara yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui berat

badan ideal setiap orang. Menurut pedoman WHO dan NIH Amerika Serikat,

IMT normal untuk orang Asia adalah 18,5-22,9, sedangkan bagi yang kekurangan

gizi mempunyai IMT kurang dari 18,5 (Anonim, 2003).

IMT=

Page 16: Hitungan Dosis Ekstrak

16

Menurut Mursito (2003), cara sederhana menghitung berat badan ideal dengan

menggunakan rumus Poul Broca dan rumus Key. Masing-masing rumus tersebut

adalah:

Rumus Poul Broca:

BB = TB (cm) – 100

BB ideal = BB – (BB x 10%)

Rumus key:

BB ideal = [TB (cm)2 x 22

Cara perhitungan berat badan ideal menurut rumus key: seseorang dengan tinggi

160 cm akan mempunyai berat badan ideal sebesar (1,6)2 x 22 = 56,4 kg.

Perhitungan yang lebih rinci dapat dilakukan dengan membedakan faktor

pengalinya, yaitu 22,4 pada pria dan 20,9 pada wanita.

Wiramirdja (200) menganjurkan berat badan maksimal untuk orang Indonesia

adalah:

- Umur diatas 35 tahun = TB (cm) - 100

- Umur 20-35 tahun = [TB (cm) – 100] – 10% (TB – 100)

- Remaja = [TB (cm) – 110]

2.5.4 Obat-obat Obesitas

Menurut WHO dalam Wiramihardja (2004), pemberian obat-obatan bagi

penderita obesitas baru dipertimbangkan bila:

1. mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibagi

berat badan kuadrat (m2)>30 yang sulit melaksankan diet rendah energi

dan olahraga serta sulit pula mengubah pola kebiasaan makan dan pola

aktifitas fisik.

2. Mempunyai IMT > 25 dengan disertai penyakit penyerta obesitas dan sulit

melaksanakan aturan diet rendah energi dan olahraga serta sulit mengubah

pola kebiasaan dalam beraktivitas fisik.

Page 17: Hitungan Dosis Ekstrak

17

Obat-obatan yang tersedia hanya berfungsi untuk membantu pelaksaan diet dan

membantu upaya mengubah perilaku makan dan aktifitas fisik. Obat-obatan

tersebut dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:

1. Obat penekan nafsu makan

Cukup banyak obat yang digunakan sebagai penakan nafsu makan untuk

mengurangi asupan energi dapat lebih mudah dilakukan. Tetapi, dari

sekian banyak obat tersebut, banyak yang tidak digunakan lagi karena

banyak efek sampingnya. Obat seperti ampetamin, phenmetrazin, dan

fenfluramin sudah tidak digunakan lagi. Oleh karna banyak obat dengan

banyak efek samping, obat yang dapat dipakai untuk membantu

keberhasilan diet harus memenuhi syarat yang diajukan oleh WHO sebagai

berikut:

a. Efektif dalam mengurangi berat badan dan mengurangi resiko

mengidap penyakit penyerta obesitas,

b. Mempunyai sedikit efek samping dan dapat ditolerir,

c. Tidak bersifat adiktif atau menimbulkan ketagihan,

d. Tetap efektif bila dipakai dalam jangka panjang,

e. Tidak menimnulkan masalah besar selama bertahun-tahun setelah

pemakaian obat itu,

f. Mekanisme kerja obat dikenal, dan

g. Harganya masuk akal.

Saat ini hanya sedikit obat-obatan penekan nafsu makan yang masih

digunakan, karena relatif aman dan memenuhi syarat yang ditetapkan

WHO. Obat-obatan itu adalah phentermin, diethylpropion (Apisate) dan

obat yang relatif baru diIndonesia yaitu (Reductyl).

2. Obat Penghambat Pencernaan Lemak

Tetrahydrolipstatin (Xenical) bukan oabt penekan nafsu makan. Xenical

bekerja didalam usus dan tidak berpengaruh sama sekali terhadap pusat

lapar yang ada didalam otak. Cara kerja xenical adalah menghambat

bekerjanya enzim lipase, yaitu enzim pencerna lemak yang bekerja

Page 18: Hitungan Dosis Ekstrak

18

didalam usus. Dampaknya adalah 30% asupan lemak makan tidak

dicerna, berarti 30% lemak makan itu tidak diserap oleh usus. Dengan

tidak diserapnya 30% lemak, berarti asupan energi menjadi berkurang.

Dengan demikian xenical sangat membantu pengaturan dan pelaksanaan

diet rendah energi.

3. Obat-Obatan yang Meningkatkan Penggunaan Energi

Selain sibutramin, terdapat obat-obatan lain yang bekerja meningkatkan

penggunaan energi sehingga suka digunakan untuk membantu proses

penurunan berat badan. Penelitian Astrup (1992) menunjukan bahwa

pemakaian ephedrin yang dikombinasikan dengan cafein berguna untuk

mengurangi nafsu makan dan dapat meningkatkan penggunaan energi

sehingga dapat digunakan untuk membantu mempertahankan barat badan

yang telah diturunkan dengan diet rendah energi.

2.6 Hewan Percobaan

Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk

dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai

macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Hewan

percobaan yang umum digunakan adalah tikus. Secara garis besar fungsi dan

bentuk organ serta proses biokimia dan biofisika antara tikus dan manusia

memiliki banyak kemiripan sehingga dapat diaplikasikan pada manusia (Hedrich,

2006). Keunggulan tikus putih sebagai hewan percobaan karena siklus hidupnya

yang relatif pendek dan dapat berkembang biak dengan cepat. Hewan ini

berukuran kecil sehingga pemeliharaannya relatif mudah serta relatif sehat

sehingga cocok untuk berbagai penelitian. Rattus norvegikus mempunyai 3 galur,

yaitu Sprague Dawley, Wistar dan Long Evans. Galur Sprague dawley memiliki

tubuh yang ramping, kepala kecil, telinga tebal dan pendek dengan rambut halus,

serta ukuran ekor lebih panjang dari pada badannya. Galur Wistar memiliki

kepala yang besar dan ekor yang pendek. Galur Long Evans memiliki ukuran

Page 19: Hitungan Dosis Ekstrak

19

tubuh yang kecil serta bulu pada kepala dan begian tubuh depan berwarna hitam

(Malole & Pramono, 1989).

Taksonomi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Hedrich (2006) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Myomorpha

Famili : Muroidae

Subfamili : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Siklus hidup tikus putih jarang lebih dari tiga tahun, berat badan pada umur empat

minggu mencapai 35-40 g. Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya

kurang lebih 10% dari bobot tubuhnya. Smith dan Mangkoewidjojo (1988)

menyatakan bahwa kondisi dimana pakan diberikan dalam jumlah yang terbatas

maka tikus dapat mengurangi konsumsi energinya, tetapi jika nafsu makan

berlebih tikus dapat meningkatkan penggantian energi. Hal lain yang perlu

diperhatikan dalam penggunaan tikus sebagai hewan uji adalah perkandangan

yang baik. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa

kotak yang terbuat dari metal atau plastik. Tempratur ideal untuk kandang yaitu

18-270C atau rata-rata 220C dan kelembaban ralatif 40-70% (Malelo & Pramono,

1989). Tikus putih jantan galur wistar yang digunakan dalam penelitian ini

sebanyak 15 ekor dan diadaptasi selama 1 minggu dan diberipakan secukupnya.

Adapun kriteria yang umum digunakan dalam memperkirakan kecukupan nutrisi

makanan antara lain pertumbuhan, reproduksi, pola tingkah laku, ketersediaan

nutrisi, aktivitas enzim, histologi jaringan dan kandungan asam amino serta

protein dalam jaringan (National Research Council, 1978). Keunggulan tikus

Page 20: Hitungan Dosis Ekstrak

20

putih dibanding dengan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak

memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang

biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah

ditangani, dapat tinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara

tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan ( Smith

& Mangkoewidjojo, 1988).

Page 21: Hitungan Dosis Ekstrak

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitan

Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Lampung

(Unila) dan Laboratorium Farmakologi Fakultas MIPA Farmasi UTB Lampung

pada bulan Juni-Juli 2014.

3.2 Alat Dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,

timbangan tikus, kandang tikus, labu ukur 100 ml, jarum oral, erlenmeyer, corong

mortir dengan stemper,dan seperangkat rotary evaporator.

Bahan-bahan yang digunakan antara lain: daun mengkudu, etanol 70%, makanan

hewan, seruk CMC, orlistat dan aquades.

1.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan Bahan Uji

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun mengkudu (Morinda

citrifolia L)yang diambil dari Desa Bumi Sari Kecamatan Natar Lampung

Selatan.

Page 22: Hitungan Dosis Ekstrak

22

1.3.2 Determinasi Tumbuhan

Determinasi daun mengkudu telah dilakukan di laboratorium Biologi Universitas

Lampung (Unila). Tujuan determinasi adalah untuk memudahkan

mengidentifikasi tumbuhan daun mengkudu yang sesuai dengan spesies Morinda

citrifolia L.

3.3.3 Pembuatan Ekstrak Daun Mengkudu

Ekstrak daun mengkudu dalam penelitian ini adalah ekstrak daun mengkudu yang

dibuat dengan cara meserasi 1 kg daun mengkudu yang telah dirajang halus

dimasukkan kedalam wadah berwarna gelap dan ditambah etanol 70% sampai

daun mengkudu terendam sempurna. Setiap hari dilakukan pengadukan dan

penggantian pelarut dengan cara penyaringan, ampas yang diperoleh kemudian

dilakukan perendaman kembali dengan etanol 70%, sedangkan ekstrak

ditampung dalam botol penampung. Kegiatan seperti diatas dilakukan sampai

ekstrak tidak mengalami perubahan warna lagi. Ekstrak yang telah diperoleh

dilakukan penguapan tekanan dengan destilasi vakum secara bertahap hingga

diperoleh ekstrak kentalnya (Anonim 1995, Harbone, 1996).

3.3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang

dibagi 5 (lima) kelompok dengan tiga kali pengulangan, dan masing-masing

kelompok terdiri dari 3 ekor tikus putih jantan.

3.3.5 Persiapan Hewan Percobaan

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan

galur wistar dengan berat badan 250-300 g sebanyak 15 ekor. Sebelum

dilakukan penelitian semua tikus jantan diadaptasikan selama 1 minggu dan

diamati kesehatannya. Hewan uji dinyatakan sehat bila tidak ada perubahan berat

Page 23: Hitungan Dosis Ekstrak

23

badan melebihi atau kurang 10% dari berat badan awal, tidak ada perubahan

tingkah laku, tidak luka, dan tidak cacat. Selama adaptasi dan pengujian hewan

uji diberi makan dan minum dengan jumlah dan jenis yang sama (Apulina, 2008).

3.3.6 Perencanaan Dosis

Dosis ekstrak daun mengkudu yang bisa digunakan untuk menusia secara

tradisional 30 g. Dibuat tiga variasi dosis dengan kelipatan dua yaitu

0,05mg/kgBB, 0,1 mg/kgBB, dan 0,2 mg/kgBB. Volume pemberian ekstrak daun

mengudu terhadap tikus putih jantan dapat dihitung dengan rumus:

VAO =

3.3.7 Pembuatan Larutan CMC

Menaburkan 1 gram CMC diatas air panas dalam mortir, biarkan sampai

mengembang. Setelah itu gerus sampai diproleh massa yang hogen, dan volume

dicukupkan dengan aquades sampai 100 ml (Anief, 2000).

3.3.8 Pengujian Aktifitas Antiobesitas

1. Penimbangan berat badan awal hewan.

2. Hewan yang terseleksi dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing

kelompok tediri dari 3 ekor tikus.

3. Hewan ditempatkan dalam kandang individual.

4. Setiap hari (30 menit sebelum jam pemberian makan) semua hewan diberi

perlakuan sebagia berikut:

- D0 : Hewan percobaan diberi serbuk CMC 1 g sebagi kontrol negatif.

- D1 : Hewan percobaan diberi Orlistat dengan dosis 2, 16 mg/kgBB

sebagi kontrol positif.

Page 24: Hitungan Dosis Ekstrak

24

- D2 : Hewan percobaan diberi ekstrak daun mengkudu dengan dosis

0,05 g/kgBB

- D3 : Hewan percobaan diberi ekstrak daun mengkudu dengan dosis 0,1

g/kgBB

- D4 : Hewan percobaan diberi ekstrak daun mengkudu dengan dosis 0,2

g/kgBB

5. 30 menit setelah pemberian zat uji, semua hewan diberi makan sebanyak

10 gram dan minum tetap diberikan.

6. Pemberian makan dilakukan selama lima jam dari jam 10.00-15.00 WIB

setiap hari.

7. Setiap hari dilakukan penimbangan jumlah makanan yang dimakan dan

berat badan masing-masing hewan pada jam yang sama.

8. Pengujian dilakukan selama 7 hari.

9. Data jumlah makanan yang dimakan dan penurunan berat badan ini dirata-

ratakan dan dianalisis.

3.3.9 Analisis Data

Data pengukuran tekanan darah yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam

(ANSIRA), untuk mengetahui pengaruh daun mengkudu yang diekstrak terhadap

penurunan tekanan darah pada tikus putih jantan (Hanafiah, 2004).

Page 25: Hitungan Dosis Ekstrak

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Pembuatan Ekstrak Daun Mengkudu

Dari 1 kg simplisia daun mengkudu didapat ekstrak kental sebanyak 91,8 g

4.1.2 Uji Efek Antiobesitas Ekstrak Daun Mengkudu

Page 26: Hitungan Dosis Ekstrak

26

DAFTAR PUSTAKA

Aalbersberg WGL, Hussein S, Sotheeswaran S, Parkinson S (1993).

Carotenoids in the leaves of Morinda citrifolia. J. Herbs Spices Med.

Anonim., (1993).”Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian

Klinik”, Kelompok Kerja Ilmiah Yayasan Pangembangan Obat Bahan

Alam Phyto Medika, Jakarta.

, (1995). “Farmakope Indonesia”, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Edisi IV, Jakarta.

______,(2003),”Acta Medika Indonesian a Publication Of the Indonesia Society

Of Internal Medicine”, Universary of Indonesia, Jakarta.

Apulina., S., BR., T., (2010),”Uji Efek Anti Hipertensi Ekstrak Daun Seledri

(Apium Graveolens L) pada Tikus Putih Jantan”. Skripsi S1 UTB,

Lampung.

Gunawan, Dkk. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Penbar

Swadaya. Jakarta.

Gunawan, F., (2007),”Uji Efektivitas Daya AnthelmintkPerasan Buah Segar dan

Infus Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L) Terhadap Ascaridia galli

Secara In Vitro”, Universitas Diponogoro, Semarang.

Epritn.undiv.ac.id Diakses Selasa 3 Desember 2013 pukul 20.23 WIB.

Hanafiah, K, A, (2004),“Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi”, PT. Raja

Grafinda Persada, Jakarta.

Page 27: Hitungan Dosis Ekstrak

27

Harbone, J, B., (1996),“Metode Fitokimia Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan”, ITB, Bandung.

Hedrich, J.H.,Baker, R. Lindsey, dan S.H Weisbroth. (2006). The Laboratory Rat.

Elsevier Inc., Oxford.

Lingga, P., (2004). “Resep-Resep Obat Tradisional”, Penebar Swadaya, Jakarta.

Malole, M.B dan C.S.V Pramono. (1989). Penggunaan hewan percobaan

dilaboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat antara

Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.

Mursito, B., (2003). “Ramuan Tradisional Untuk Pelansing Tubuh”, Penebar

Swadaya, Jakarta.

Septiyadi, E,. (2004). “Terapi Obasitas dengan Diet”, Restu Agung, Jakarta.

Smith, J.B dan S. Mangkoewidjojo. (1988). Pemeliharaan, Pembiakan, dan

Penggunaan Hewan Percobaan di daerah Tropis. Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta.

Sumosardjuno, S., (1989). “ Olahraga Dan Kesehatan”, Pustaka Kartini, Jakarta.

Tajoedin, T., H., dan Iswanto, H., (2004). Mengebunkan Mengkudu secara

Intensif, Penerbit Agro Media Pustaka, Jakarta

Voigt, R., (1994),”Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, diterjamahkan Soendani

Neorono, UGM, Yogyakarta.

Waha, L.G. (2001). Sehat dengan mengkudu. MSF Group, Jakarta.

Wijayakusuma, H., (2003). “ Penyembuhan Dengan Mengkudu”, Milenia

Populer, Jakarta

Wiramihardja, K., (2004). “ Obesitas Dan Penenggulangannya”, Granada, Jakarta.

Yusro, M., (2001). “Mengkudu (Morinda citrifolia L.)” dalam Supardi dkk.,

Tumbuhan Obat Indonesia, Penggunaan Dan Khasiatnya, Pustaka

Populer obor, Jakarta.

Page 28: Hitungan Dosis Ekstrak

28

LAMPIRAN

Page 29: Hitungan Dosis Ekstrak

29

Lampiran A. Skema pembuatan ekstrak daun mengkudu

Daun Mengkudu

- Dicuci bersih- Ditiriskan- Dikeringkan- Dirajang- Ditimbang 1 kg

Dimaserasi menggunakan etanol 70%

Disaring

Ampas Filtrat

Rotary evaporator

Ekstrak kental 91,8 gEtanol

Simplisia

Page 30: Hitungan Dosis Ekstrak

30

Lampiran B. Skema uji Ekstrak daun Mengkudu

Penimbangan berat badan awal

Setelah 30 menit

Setelah 5 jam

7 hari

Tikus putih jantan sebanyak 15 ekor

Kontrol positif (D0)

Kontrol Negatif

(D1)

Dosis D2 0,05 g

Dosis D3 0,1 g

Dosis D4 0,2 g

Pemberian makanan yang sudah ditimbang

Penimbangan makanan sisa dan berat badan hewan

Tabulasi

Page 31: Hitungan Dosis Ekstrak

31

Lampiran C. Perhitungan dosis untuk uji obesitas ekstrak daun mengkudu dari

manusia ketikus

Diketahui:

BB manusia = 70 kg

BB tikus = 0,2 kg

Dosis absolut manusia = 30 g

Faktor konversi manusia ketikus = 0,018

perhitungan

Dosis absolut tikus :

= Dosis absolut manusia x faktor konversi

= 30 g/kgBB x 0,018

= 0,54 g/kgBB

Ekstrak kental yang didapat dari sample simplisia daun mengkudu sebanyak 1 kg

adalah 91,8 gram.

Maka rendemen dari simplisia daun mengkudu ke ekstrak =

=

= 0,0918

Variasi dosis percobaan :

1. Kontrol negatif serbuk CMC = 1 g

2. Kontrol positif Orlistat = 2,16 mg/kgBB

3. Dosis 1 = 0,0918 x 0,54 g/kgBB = 0,05 g/kgBB

Page 32: Hitungan Dosis Ekstrak

32

4. Dosis 2 = 0,1 g/kgBB

5. Dosis 3 = 0,2 g/kgBB

Lampiran D. Perhitungan volume pemberian ekstrak daun mengkudu

Diketahui:

Perhitungan dosis 1

Berat badan tikus : 200 g = 0,2 kg

Dosis yang direncanakan : 0,05 g/kgBB

VAO =

Konsentrasi =

= 0,003 g/ml

Jika pembuatannya untuk 3 tikus dan masing-masing tikus diberi 3 ml dengan 3

kali pengulangan adalah: 3 x 3 ml = 9 ml diambil 10 ml

Zat uji ditimbang : 0,003 g/ml x 10 ml = 0,03 g. Ditimbang dan di ad kan dengan

aquadest sampai 10 ml dilabu ukur.

Perhitungan dosis 2

Berat badan tikus : 200 g = 0,2 kg

Dosis yang direncanakan : 0,1 g/kgBB

Page 33: Hitungan Dosis Ekstrak

33

VAO =

Konsentrasi =

= 0,006 g/ml

Jika pembuatannya untuk 3 tikus dan masing-masing tikus diberi 3 ml dengan 3

kali pengulangan adalah: 3 x 3 ml = 9 ml diambil 10 ml

Zat uji ditimbang : 0,006 g/ml x 10 ml = 0,06 g. Ditimbang dan di ad kan dengan

aquadest sampai 10 ml dilabu ukur.

Perhitungan dosis 3

Berat badan tikus : 200 g = 0,2 kg

Dosis yang direncanakan : 0,2 g/kgBB

VAO =

Konsentrasi =

= 0,013 g/ml

Jika pembuatannya untuk 3 tikus dan masing-masing tikus diberi 3 ml dengan 3

kali pengulangan adalah: 3 x 3 ml = 9 ml diambil 10 ml

Zat uji ditimbang : 0,013 g/ml x 10 ml = 0,13 g. Ditimbang dan di ad kan dengan

aquadest sampai 10 ml dilabu ukur.

Page 34: Hitungan Dosis Ekstrak

34

Lampiran E. Perhitungan volume pemberian dosis Orlistat

Diketahui :

Dosis orlistat = 120 mg x 0,018

= 2,16 mg

Pembuatan larutan

I. Konsentrasi (mg/ml) =

=

= 0,144 mg/ml

II. Larutan induk = = 1,2 mg/ml

III. Pengenceran

Page 35: Hitungan Dosis Ekstrak

35

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 1,2 mg/ml = 10 ml x 0,144 mg/ml

V1 = = 1,2 ml

Diambil 1,2 ml larutan induk (yang berkonsentrasi 1,2 mg/ml) dimasukkan

kedalam labu ukur kemudian di ad kan dengan aquadest sampai 10 ml, sehingga

diperoleh larutan yang berkonsentrasi 0,144 mg/ml sebanyak 10 ml. Kebutuhan

untuk setiap kelompok terdiri dari 3 tikus, jadi : 3 tikus x 3 ml = 9 ml dibuat 10

ml. Untuk pemberian dosis kontrol positif diambil untuk setiap tikus 3 ml dari

konsentrasi 0,144 mg/ml.