29
Anatomi Secara makroskopis usus besar dapat dibagi menjadi enam bagian, yaitu sekum, kolon asenden, kolon transversus, kolon desenden, sigmoid, dan rektum. Keenam bagian ini sulit dibedakan secara histologis.Karakteristik utama pada sekum, kolon, dan rektum yaitu tidak membentuk vili seperti usus halus, memiliki kelenjar yang panjang dan berbentuk tubuli sederhana, tidak memiliki sel granuler asidofilik (sel Panneth), dan memiliki jumlah nodul limfatik yang banyak . Gambaran histologis usus besar secara umum yaitu mengandung kripta Lieberkuhn yang lebih panjang dan lebih lurus pada tunika mukosa dibandingkan dengan usus halus. Epitel usus besar berbentuk silinder dan mengandung jauh lebih banyak sel goblet dibandingkan usus halus Lamina propria usus besar terdiri atas jaringan ikat retikuler

Hirsch Sprung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case report

Citation preview

AnatomiSecara makroskopis usus besar dapat dibagi menjadi enam bagian, yaitu sekum, kolon asenden, kolon transversus, kolon desenden, sigmoid, dan rektum. Keenam bagian ini sulit dibedakan secara histologis.Karakteristik utama pada sekum, kolon, dan rektum yaitu tidak membentuk vili seperti usus halus, memiliki kelenjar yang panjang dan berbentuk tubuli sederhana, tidak memiliki sel granuler asidofilik (sel Panneth), dan memiliki jumlah nodul limfatik yang banyak .

Gambaran histologis usus besar secara umum yaitu mengandung kripta Lieberkuhn yang lebih panjang dan lebih lurus pada tunika mukosa dibandingkan dengan usus halus. Epitel usus besar berbentuk silinder dan mengandung jauh lebih banyak sel goblet dibandingkan usus halus Lamina propria usus besar terdiri atas jaringan ikat retikuler dan nodulus limfatikus. Seperti pada usus halus, tunika muskularis mukosa pada usus besar terdiri atas lapisan sirkular sebelah dalam dan lapisan longitudinal sebelah luar. Tunika mukosa terdiri atas jaringan ikat longgar, lemak, dan pleksus Meissner. Di sebelah luar tunika mukosa terdapat tunika muskularis eksterna dan tunika serosa Tunika serosa ini terdiri atas mesotelium dan jaringan ikat subserosa.

persyarafan :Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis) (Irwan, 2003).

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : 1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal 2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler 3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.

Definisi Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional (SPM, sardjito) dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal ( IKA UI).

EpidemiologiPenyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome. Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon transversum pada 17% kasus.Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan mengalami long segment aganglionosis.Etiologidiakibatkan oleh karena terhentinya migrasi kraniokaudal dari sel krista neuralis di daerah kolon distal pada minggu ke lima sampai minggu ke dua belas kehamilan untuk membentuk sistem saraf usus. Aganglionik usus ini mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional.Pada tahun 1994 ditemukan dua gen yang berhubungan dengan kejadian penyakit Hirschsprung yaitu RET (receptor tyrosin kinase) dan EDNRB (endothelin receptor B). RET ditemukan pada 20% dari kasus penyakit Hirschsprung dan 50% dari kasus tersebut bersifat familial, sedang EDNRB dijumpai pada 5 sampai 10% dari semua kasus penyakit Hirschsprung. Interaksi antara EDN-3 dan EDNRB sangat penting untuk perkembangan normal sel ganglion usus. Pentingnya interaksi EDN-3 dan EDNRB didalam memacu perkembangan normal sel-sel krista neuralis telah dibuktikan dengan jelas. Baik EDN-3 maupun EDNRB keduanya ditemukan pada sel mesenkim usus dan sel neuron usus, dan ini memperkuat dugaan bahwa EDN-3 dan EDNRB dapat mengatur regulasi antara krista neuralis dan sel mesenkim usus yang diperlukan untuk proses migrasi normal .Genom lain yang berperan sebagai penyebab terjadinya penyakit Hirschsprung adalah Glial cell line Derived Neurothrophic Factor (GDNF), Neurturin (NTN), Endotelin Converting Enzym 1, SOX 10 dan SIP 1 Flageole et al (1996) melaporkan penderita dengan trisomi 21 pada penderita penyakit Hirschsprung yang disertai atresia ani dan menyarankan bahwa adanya penyakit Hirschsprung harus dicurigai pada neonatus dengan kelainan trisomi 21 yang disertai konstipasi.

PatofisiologiTidak adanya ganglion yang meliputi pleksus Auerbach yang terletak pada lapisan otot dan pleksus Meisneri pada submukosa. serabut syaraf mengalami hipertrofi dan didapatkan kenaikan kadar asetilkolinesterase pada segmen yang aganglionik. ganguan inervasi parasimpatis akan menyebabkan kegagalan peristaltik sehingga mengganggu propulsi isi usus. obstruksi yang terjadi secara kronik akan menyebabkan distensi abdomen yang sangat besar yang dapat menyebabkan terjadinya enterokolitis (SPM sardjito). Aganglionis kongenital pada usus bagian distal merupakan pengertian penyakit Hirschsprung. Aganglionosis bermula pada anus, yang selalu terkena, dan berlanjut ke arah proximal dengan jarak yang beragam.

Pleksus myenterik (Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan berkurangnya peristaltik usus dan fungsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai perkembangan penyakit ini tidak diketahui. Sel ganglion enterik berasal dari differensiasi sel neuroblast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi. Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuroblast yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblast dalam bertahan, berpoliferase, atau berdifferensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi komponen yang tidak proporsional untuk pertumbuhan dan perkembangan neuronal telah terjadi pada usus yang aganglionik. Komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon aganglionik menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada perkembangan penyakit Hirschspurng. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker yang menghubungkan antara saraf enterik dan otot polos usus, juga telah dipostulat menjadi faktor penting yang berkontribusi. Terdapat tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal (Meissner), Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal. Ketiga pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah.Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia ini mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi. Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan serat adrenergik menyebabkan inhibisi. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan peningkatan kontrol persarafan ekstrinsik. Innervasi dari sistem kolinergik dan adrenergik meningkat 2-3 kali dibandingkan innervasi normal. Sistem adrenergik diduga mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak diimbangi dan mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fugsional.KlasifikasiHirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe Hirschsprun disease meliputi: Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari rectum. Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon. Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon. Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan kadang sebagian usus kecil.

Manifestasi KlinisPada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium padsa 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis. Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis. Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan pertama kehidupan. Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat. Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya kosong.Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis dimana merupakan komplikasi serius dari aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara penyakit hirschsprung dan enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan. Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan invasi bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin dan pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium difficile atau Rotavirus. Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih bergejala walaupun telah dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon yang mengancam jiwa. Yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu, diare yang menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion dengan perforasi. DiagnosisAnamnesis Keterlambatan pengeluaran mekonium yang pertama, biasanya keluar >24 jam Muntah berwarna hijau Obstipasi masa neonatus Riwayat keluarga Pemeriksaan fisik Perut kembung karena mengalami obstipasi Colok dubur : sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar Pemeriksaan PenunjangDiagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan:1. Barium enema. Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu diagnosis penyakit hirschprung. Segmen aganglion biasanya berukuran normal tapi bagian proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami distensi sehingga pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian proksimal usus memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik. Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal. Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen , sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska. Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan pada semua neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun.

2. Anorectal manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi umum. Metode ini lebih sering dilakukan pada pasien yang lebih besar dibandingkan pada neonatus. 3. Biopsy rectal merupakan gold standard untuk mendiagnosis penyakit hirschprung. Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas linea dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal.

Pemeriksaan Patologi Anatomi Absennya sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus submukosa (Meissner). terlihat dalam jumlah banyak penebalan serabut syaraf (parasimpatis)

Manometri Anorektal fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal Ditemukan: kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika rektum dilebarkan dengan balon. Keuntungan :dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang Tata Laksanapemberian antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam penatalaksanaan medis awal. Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang besar dan cairan untuk irigasi. Cairan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan elektrolit. Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik propilaksis telah menjadi prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitis. Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan usus yang normal pada pasien post-operatif.Terapi pembedahanPenanganan operatif Hirschsprung dimulai dengan diagnosis dini, yang biasanya membutuhkan biopsi rektal full-thickness. Pada umumnya, penatalaksanaan awal yaitu dengan membuat colostomy dan ketika anak bertumbuh dan memiliki berat lebih dari 10 kg, operasi definitif dapat dilakukan.Standar penatalaksanaan ini dikembangkan pada tahun 1950 setelah laporan tingginya angka kebocoran dan striktur pada prosedur tunggal yang dideskripsikan oleh Swenson. Akan tetapi, dengan kemajuan anastesia yang lebih aman dan monitoring hemodinamika yang lebih maju, prosedur penarikan tanpa membuat colostomy semakin sering digunakan. Kontraindikasi untuk prosedur tunggal ini adalah dilatasi maksimal usus bagian proksimal, entercolitis berat, perforasi, malnutrisi, dan ketidakmampuan menentukan zona transisional secara akurat.Untuk neonatus yang pertama kali ditangani dengan colostomy, mulanya zona transisi diidentifikasi dan colostomy dilakukan pada bagian proksimal area ini. Keberadaan sel ganglion pada lokasi colostomy harus dikonfirmasi dengan biopsi frozen-section. Baik loop atau end-stoma dapat dikerjakan, biasanya tergantung dari preferensi ahli bedah.Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang dilakukan, pembersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting.

Prosedur Swenson1. Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk menangani penyakit Hirschsprung2. Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis oblique dilakukan antara kolon normal dengan rektum bagian distal

Prosedur Duhamel1. Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur Swenson2. Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rektum yang aganglionik dipertahankan3. Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rektum dan rektum dijahit. Usus bagian proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rektum dan sakrum), kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa

Prosedur Soave 1. Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah ujung muskuler rektum aganglionik.2. Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik. Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer pada anus.

Myomectomy anorectal 1. Untuk anak dengan penyakit Hirschsprung dengan segmen yang sangat pendek, membuang sedikit bagian midline posterior rektal merupakan alternatif operasi lainnya2. Prosedur ini membuang 1 cm dinding rektal ekstramukosal yang bermula sekitar proksimal garis dentate.3. Mukosa dan submukosa dipertahankan dan ditutup. Pendekatan laparaskopik sebagai penatalaksanaan penyakit Hirschsprung pertama kali dideskripsikan pada tahun 1999 oleh Georgeson. Zona transisi ditentukan awalnya ditentukan secara laparaskopik, diikuti dengan mobilisasi rektum dibawah peritoneal. Mukosa transanal diseksi dilakukan, diikuti dengan mengeluarkan rektum melalui anus dan anastomosis. Hasil fungsional sepertinya sama dengan teknik terbuka berdasarkan hasil jangka pendek.Diagnosis BandingDiagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan dengan obstruksi pada distal usus kecil dan kolon, meliputi:

Obstruksi mekanik Meconium ileus Simple Complicated (with meconium cyst or peritonitis) Meconium plug syndrome Neonatal small left colon syndrome Malrotation with volvulus Incarcerated hernia Jejunoileal atresia Colonic atresia Intestinal duplication Intussusception NECObstruksi fungsional Sepsis Intracranial hemorrhage Hypothyroidism Maternal drug ingestion or addiction Adrenal hemorrhage Hypermagnesemia HypokalemiaKomplikasiSecara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter 1. Kebocoran anastomose Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam, mulai dari abses rongga pelvik, abses intraabdominal, peritonitis, sepsis dan kematian.2. Stenosis Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave. Manifestasi yang terjadi dapat berupa kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal .3. Enterokolitis Enterokolitis merupakan komplikasi yang paling berbahaya, dan dapat berakibat kematian. Swenson mencatat angka 16,4% dan kematian akibat enterokolitis mencapai 1,2%. Kartono mendapatkan angka 14,5% dan 18,5% masing-masing untuk prosedur Duhamel modifikasi dan Swenson. Sedangkan angka kematiannya adalah 3,1% untuk prosedur Swenson dan 4,8% untuk prosedur Duhamel modifikasi. Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit, pemasangan pipa rektal untuk dekompresi, melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari serta pemberian antibiotika yang tepat .PrognosisSetelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi.

DAFTAR PUSTAKA1. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders. Philadelphia. Page 2113-21142. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprungs Disease in: Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia. page 453-468 3. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in: Schwartzs PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition. McGraw-Hill. New York. Page 1496-14984. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease In: Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640

CASE REPORTHirschsprung Disease

Disusun oleh :Ratri Ramadianingtyas1102009238

Pembimbing : dr. Yeppy AN Sp.B, FINaCS, MM

KEPANITERAAN SMF ILMU Bedah RSUD SOREANG

BAB ISTATUS PASIEN

IDENTITAS PASIENNama: An. DUmur: 4 tahunAlamat: Sekeawi 03/14, Kabupaten BandungAgama: IslamPekerjaan: -Tanggal masuk: 27 Januari 2013Tanggal Pemeriksaan: 27 Januari 2013

ANAMNESIS (alloanamnesis)Keluhan Utama: Perut kembungRiwayat Penyakit sekarang:Pasien mengeluh perut kembung sejak 3 hari SMRS, tidak bisa BAB selama 4 hari, perut membuncit. Badan pasien lebih kecil dari anak seusianya. Muntah (+), pilek (+), nafsu makan menurun. Riwayat imunisasi lengkap.Riwayat Penyakit Terdahulu: (-)Riwayat Keluarga : Riwayat penyakit serupa pada keluarga tidak ada.PEMERIKSAAN FISIKStatus GeneralisKesadaran: tampak sakit beratStatus gizi: BurukTanda vital: TD = 110/70 mmHg RR = 20 x/menit N = 84 x/menit S = 36,50CKepala: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikLeher: JVP tak meningkatKGB (aksila/supraklavikula/infraklavikula) : Tidak teraba pembesaran KGBThoraks: Bentuk dan gerak simetris. Pulmo : Sonor, VBS kiri = kanan , Wheezing (-/-) , Rhonki (-/-)Cor: Bunyi jantung reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen: cembung, terlihat gerak peristaltik usus.Ekstremitas : Edema -/-Status LokalisAbdomen :Abdomen membuncit, tegang, terlihat gerak peristaltik usus.PEMBAHASANSeorang anak usia 4 tahun, datang dengan keluhan perut kembung sejak 3 hari SMRS. Tidak bisa BAB selama 4 hari, perut membuncit. Badan pasien lebih kecil dari anak seusianya. Muntah (+), pilek (+), nafsu makan menurun. Riwayat imunisasi lengkap.DIAGNOSIS BANDING Hirschprung Disease Konstipasi Kronik Atresia jejenoilealDIAGNOSIS KLINISHirschprung Disease dan Marasmus

USUL PEMERIKSAAN Laboratorium lengkap Foto polos abdomen Barium enema Rectal biopsi

TERAPI Infus cairan NGT Kateter Antibiotic ColostomyPROGNOSA Quo ad vitam: dubia ad bonam Quo ad functionam: dubia ad bonam