Hipertensi Lansia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hipertensi Lansia

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN

CLINICAL STUDY IIDEPARTEMEN GERONTIK

HIPERTENSI PADA LANSIA

Oleh:

Triana Novitasari

NIM. 115070201111027

Reguler Ganjil

Kelompok 8A

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

20151. DefinisiHipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah lebih dari 140 mmHg (tekanan sistolik) dan/atau lebih dari 90 mmHg (tekanan diastolik) ( Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High PressureVII, 2003).Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan peningkatan sistolik dan diastolik dijumpai pada usia pertengahan hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan diastolik meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60 tahun tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia (Nugroho, 2008).Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:a. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.

b. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho,2008). Sedangkan menurut JNC-VII 2003 hipertensi secara umum diklasifikasikan sebagai berikut:Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VII 2003KategoriSistolik(mmHg)Diastolik(mmHg)

Normal12080

Prehipertensi120-13980-90

Hipertensi derajat 1140-15090-99

Hipertensi derajat 2160100

2. Etiologi dan Faktor RisikoMenurut Nugroho (2008), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia adalah :

a. Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.

b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.

c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik.

d. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.

Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan (Tambayong, 2000).

Menurut Gray (2005), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain:

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol

1) Jenis kelaminPrevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.2) UmurSemakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus, hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause.Dipiro et al., (2005) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. 3) Keturunan (Genetik)Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Gray et al., 2005).

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:

1) ObesitasPada usia diatas 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi.Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih (Gray et al., 2005)..2) Kurang olahragaOlahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu . Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri (Gray et al., 2005).3) Kebiasaan Merokok Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis (Gray et al., 2005).4) Mengkonsumsi garam berlebihWorld Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi (Gray et al., 2005).5) Minum alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Smeltzer, 2002).6) Minum kopiFaktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg (Smeltzer, 2002).7) Stres Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal (Smeltzer, 2002).. 3. Patofisiologi (terlampir)4. Manifestasi KlinisSeperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau tersembunyi (occult). Gejala hipertensi yang sering ditemukan pada lanjut seperti ditemukan pada the SYST-EUR trial menunjukkan gejala yang menonjol yang ditemukan pada penderita perempuan dibandingkan penderita laki-laki adalah; nyeri sendi tangan, berdebar, mata kering, penglihatan kabur, kram pada tungkai, dan nokturia merupakan gejala tersering pada kedua jenis kelamin (Dipiro et al., 2005). Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun secara umum berupa : a. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang diserai mual dan muntah, akibat adanya peningkatan tekanan intracranial.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina karena hipertensi atau bisa disebut retinopatic. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.

d. Nokturia yang disebabkan karena adanya peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glommerulus.e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler (Smeltzer, 2002).5. Pemeriksaan DiagnostikPada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran berulang dalam keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, atau merokok. Namun demikian, salah diagnosis lebih sering terjadi pada lanjut usia, terutama perempuan, akibat beberapa faktor seperti berikut. Panjang cuff mungkin tidak cukup untuk orang gemuk atau berlebihan atau orang terlalu kurus. Penurunan sensitivitas reflex baroreseptor sering menyebabkan fluktuasi tekanan darah dan hipotensi postural. Fluktuasi akibat ketegangan (white coat hypertension) dan latihan fisik juga lebih sering pada lanjut usia. Arteri yang kaku akibat arterosklerosis menyebabkan tekanan darah terukur lebih tinggi. Kesulitan pengukuran tekanan darah dapat diatasi dengan cara pengukuran ambulatory (Muttaqin, 2009)

Bulpitt et al.(2001) menganjurkan bahwa sebelum menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya paling sedikit dilakukan pemeriksaan di klinik sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda dalam beberapa minggu. a. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan tekanan darah

Pada observasi awal, tekanan darah sebaiknya diperiksa pada kedua lengan dan jika denyut ekstremitas bawah menghilang, pengukuran tekanan darah dilakukan di tungkai untuk menyingkirkan koarktasioaorta (Smeltzer, 2002).. Pemeriksaan retina

Perubahan retina pada hipertensi dapat merupakan tanda prognosis yang lebih buruk jika terjadi perubahan derajat ll atau lebih tinggi (dikatakan terjadi penyempitan jika diameter arteri kurang dari 50 % diameter vena, Nampak seeperti kawat tembaga atau perak, eksudat hemoragi atau papil edema)

Pemeriksaan jantung dan arteri (Smeltzer, 2002).b. Pemerisaan penunjang

Hemoglobin / hematokrit

Mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.

BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa

Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).

Kalium serum

Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.

Kalsium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.

Kolesterol dan trigliserid serum

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )

Pemeriksaan tiroid.

Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.

Kadar aldosteron urin/serum

Mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab ).

Urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.

Asam urat

Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.

Steroid urin

Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme

IVP

Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.

Foto dada

Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung.

EKG

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi (Corwin, 2009).

6. PenatalaksanaanPemakaian obat pada lanjut usia perlu dipikirkan kemungkinan adanya :

a. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan

b. Interaksi obat

c. Efek samping obat.

d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.

Pengobatan hipertensi menurut JNC VII, terdapat tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penderita adalah :

a. Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko kardiovaskuler

b. Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer

c. Organ yang rusak karena hipertensi.

Joint National Committee VII merekomendasikan konsep terapi yang terbaru pada lansia yaitu :

a. Pasien dengan tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolic 80-89 mmHg hanya memerlukan penatalaksanaan nonfarmakologis dengan cara modifikasi gaya hidup.

b. Pasien yang tidak memiliki komplikasi hipertensi, diperlukan penatalaksanaan secara farmakologis dengan diberikan obat golongan diuretik atau bisa juga diberikan obat dari golongan lain.

c. Lebih memperhatikan tekanan darah sistolik dan penanganannya harus dimulai jika tekanan darah sistolik meningkat walaupun tekanan darah diastoliknya tidak.

d. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan obat kombinasi antihipertensi, salah satunya adalah obat dari golongan diuretik tiazid.

e. Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan 2 atau lebih pengobatan untuk mencapai tekanan darah 20/10 mmHg di atas tekanan darah yang diinginkan.

f. Golongan ACE Inhibitor sendiri atau kombinasi dengan golongan diuretic masih merupakan terapi pilihan yang terbaik untuk pasien dengan hipertensi yang sudah mengalami komplikasi penyakit jantung (JNC VII, 2004).

Penatalaksanaan Farmakologi :

Melaksanakan terapi anti hipertensi perlu penetapan jadwal rutin harian minum obat, hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke dan serangan jantung. Mencatat obat-obatan yang diminum dan keefektifan mendiskusikan informasi ini untuk tindak lanjut (Nugroho, 2008).

Menurut JNC VII pilihan pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic atau penyekat beta. Pada hipertensi, direkomendasikan penggunaan diuretic dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskuler.Berbagai jenis obat-obatan yang banyak dikonsumsi pasien hipertensi beserta manfaatnya adalah sebagai berikut:Jenis Obat FungsiContoh obat

ACE inhibitors

untuk memperlambat aktivitas dari enzim ACE, yang mengurangi produksi dari angiotensin II

angiotensin II adalah zat kimia yng sangat kuat yang menyebabkan otot-otot yang mengelilingi pembuluh darah untuk berkontraksi, jadi menyempitkan pembuluh Enalapril (Vasotec)

Captopril (Capoten)

Lisinopril (Zestril and Prinivil)

Benazepril (Lotensin)

Quinapril (Accupril)

Perindopril (Aceon)

Ramipril (Altace)

Trandolapril (Mavik)

Fosinopril (Monopril)

Moexipril (Univasc)

Angiotensin receptor blocker (ARB)

untuk menghalangi aksi dari angiotensin II. ARB mencegah angiotensin II mengikat pada reseptor angiotensin II pada pembuluh-pembuluh darah Losartan (Cozaar)

Irbesartan (Avapro)

Valsartan (Diovan)

Candesartan (Atacand)

Olmesartan (Benicar)

Telmisartan (Micardis)

Eprosartan (Teveten)

Beta-blockers

Untuk menghalangi norepinephrine dan epinephrine (adrenaline) mengikat pada reseptor beta pada syaraf.

Atenolol (Tenormin)

Propranolol (Inderal)

Metoprolol (Toprol)

Nadolol (Corgard)

Betaxolol (Kerlone)

Acebutolol (Sectral)

Pindolol (Visken)

Bisoprolol (Zebeta)

Calcium channel blockers (CCBs)

Untuk menghalangi gerakan dari calcium kedalam sel otot dari jantung dan arteri-arteri.

Calcium diperlukan oleh otot ini untuk berkontraksi. Amlodipine (Norvasc)

Sustained release nifedipine (Procardia XL, Adalat CC)

Felodipine (Plendil)

Nisoldipine (Sular)

Hydrochlorothiazide (Hydrodiuril)

The loop diuretics furosemide (Lasix) dan torsemide (Demadex)

Kombinasi dari triamterene dan hydrochlorothiazide (Dyazide)

Metolazone (Zaroxolyn)

Alpha-blockers

Untuk menurunkan tekanan darah dengan menghalangi reseptor alpha pada otot halus dari arteri peripheral diseluruh jaringan tubuh.

Terazosin (Hytrin)

Doxazosin (Cardura)

Alpha-beta blockers

Cara kerja yang sama seperti alpha-blockers dan juga memperlambat denyut jantung, seperti yang dilakukan beta-blockers, sehingga lebih sedikit darah yang dipompa melalui pembuluh-pembuluh dan tekanan darah menurun.

Carvedilol (Coreg)

Labetalol (Normodyne, Trandate)

Clonidine

Penghalang-penghalang sistim syaraf bekerja dengan menstimulasi reseptor-reseptor pada syaraf-syaraf di otak yang mengurangi transmisi dari pesan-pesan dari syaraf dalam otak ke syaraf pada lain dari tubuh.

Clonidine

Minoxidil

Sebagai vasodilators, yaitu pengendur (relaxants) otot yang bekerja secara langsung pada otot halus dari arteri peripheral diseluruh tubuh, sehingga arteri melebar dan tekanan darah berkurang.

Minoxidil

(Gray et al., 2005)Penatalaksanann non farmakologi :

Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya dianjurkan untuk memodifikasi gaya hidup, termasuk :

(Gray et al., 2005)

7. Komplikasi

a. Komplikasi pada Sistem KardiovaskulerKompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan tekanan sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan penebalan dinding ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel memburuk, kapasitasnya membesar dan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung. Angina pektoris dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi penyakit arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard karena penambahan massanya. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran jantung dengan denyut ventrikel kiri yang menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin ditemukan murmur dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat) sering terdengar pada penyakit jantung hipertensif, dan bunyi jantung protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin saja ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark. Sebagian besar kematian dengan hipertensi disebabkan oleh infark miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga bahwa kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh aldosteron pada asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin II (Smeltzer, 2002).

b. Efek NeurologikEfek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada retina dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan arteri dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan pemeriksaan optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan terhadap proses dampak hipertensi pada pembuluh darah retina.Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien hipertensi. Sakit kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi hari, yang merupakan salah satu dari gejala-gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan keleyengan, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi manifestasi yang lebih serius adalah oklusi vaskuler, perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri terjadi secara sekunder akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan darah dan perkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-Bouchard). Hanya umur dan tekanan arterial diketahui berpengaruh terhadap perkembangan mikroaneurisma (Smeltzer, 2002)..Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda fokal neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri atau transient ischemic attack (Corwin, 2009).Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah (Smeltzer, 2002).c. Efek pada GinjalLesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan berakibat pada penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada glomerulus dan 10 % kematian disebabkan oleh hipertensi akibat gagal ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga sering terjadi pada pasien-pasien ini (Corwin, 2009).8. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Identitas klien

Nama

:

Usia

:

Jenis kelamin:

Status

:

Pekerjaan

:

Status kesehatan saat ini

Keluhan utama: pusingFaktor pencetus: Faktor pemberat:

Riwayat kesehatan saat ini

Pengkajian Pola

Aktivitas/ Istirahat

Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

Sirkulasi

Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/ katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi, perspirasi.

Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.

Integritas Ego

Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan)Tanda :Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).

Makanan/cairan

Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun). Riwayat penggunaan diuretic

Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.

Neurosensori

Gejala: Keluhan pening /pusing, sakit kepala, suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).

Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses pikir, penurunan keuatan genggaman tangan.

Nyeri/ ketidaknyaman

Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit kepala.

Pernafasan

Gejala: Dispnea yang berkaitan dari aktivitas/kerja takipnea, ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.

Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.

Keamanan

Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural

Pemeriksaan fisik

Kesadaran:

Tanda-tanda vitalTekanan darah: systole > 140 mmHg, diastole > 90 mmHgNadi

: > 80 x/menitSuhu

: dbnRR

: dbn Tinggi badan

: cm Berat badan

: kg

Pemeriksaan Head To Toe

Kepala

Pusing (bisa juga terjadi dizziness, sukar tidur, mata berkunang-kunang, migren, epitaksis, tinnitus, ansietas, emosi tak labil)

Thorak

Inspeksi: (biasanya terjadi irama nafas pendek, edema)

Palpasi

: (biasanya ditemukan nyeri tekan)

Perkusi

: (biasanya terjadi perubahan letak jantung)

Auskultasi : (biasanya didapati suara murmur sternosis vaskuler)

Abdomen

Biasanya ditemukan adanya gangguan eliminasi di ginjal, seperti glomerulonefritis dan nekrosis tubular akut

Ekstermitas

Biasanya ditemukan kelemahan, ganguan koordinasi dan cara berjalan, hipotensi postural)

Hasil pemeriksaan penunjang

TerapiObat antihipertensib. Analisa data

No. DataEtiologiMasalah Keperawatan

1DS :

Klien mengeluh pusing, sakit kepalaDO :

systole > 140 mmHg, diastole > 90 mmHgPeningkatan tekanan vaskuler serebralNyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

2DS :

Klien mengatakan lemah, Klien mengatakan belum bisa memenuhi kebutuhan ADL secara mandiriDO :

Systole > 140 mmHg, diastole > 90 mmHg Kebutuhan pasien dipenuhi dengan bantuan keluarga

Klien tampak lemah

hasil pemeriksaan darah: hiperkoagulabilitas, anemia

Kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigenIntoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

3DS :

Klien mengatakan khawatir karena penyakit yang dideritanya, klien juga mengatakan pikirannya tidak menentuKlien mengatakan

DO :

diagnosa medis: hypertension heart disease klien terlihat gelisahKrisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klienCemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien

4DS :

Klien mengatakan tidak mengerti atau mengetahui mengenai penyakit yang dideritanyaDO :

diagnosa medis: hypertension heart diseaseKurangnya informasi tentang proses penyakitKurangpengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit

c. Diagnosa dan Intervensi keperawatan

NO.DIANGOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)INTERVENSI (NIC)

1Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebralSetelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri dapat terkontrolNOC : Pain Level,

Pain control,

Comfort level

Kriteria Hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal

NIC :1. Pain Management

1.1 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

1.2 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

1.3 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

1.4 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

1.5 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

1.6 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau

1.7 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan1.8 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan1.9 Kurangi faktor presipitasi nyeri

1.10 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)1.11 Ajarkan tentang teknik non farmakologi

1.12 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

1.13 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

1.14 Tingkatkan istirahat

1.15 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil1.16 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

2Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, klien dapat memenuhu ADL secara mandiriNOC : Energy conservation Self Care : ADLs

Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

NIC :1. Energy Management1.1 Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas1.2 Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan1.3 Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat1.4 Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan1.5 Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas1.6 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien2. Activity Therapy2.1 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.2.2 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan2.3 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social2.4 Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan2.5 Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai2.6 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang2.7 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas2.8 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas2.9 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan2.10 Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual

3Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klienSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,cemas pasien berkurang,NOC

Anxiety Control Coping Vital Sign StatusKriteria hasil Menunjukan teknik untuk mengontrol cemasteknik nafas dalam

Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi wajah tidak tegang

Mengungkapkan cemas berkurang

TTV dbn

TD = 110-130/ 70-80 mmHg

RR = 14 24 x/ menit

N = 60 -100 x/ menit

S = 36 37 0C

1. Anxiety Reduction1.1 Gunakan pendekatan yang menenangkan1.2 Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien1.3 Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut1.4 Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis1.5 Dorong keluarga untuk menemani klien1.6 Dengarkan dengan penuh perhatian1.7 Identifikasi tingkat kecemasan1.8 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan1.9 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi1.10 Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

4Kurangpengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakitSetelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam pengetahuan klien dan keluarga meningkatNOC : Kowlwdge : disease process Kowledge : health Behavior

Kriteria Hasil : Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.

NIC :1. Teaching : disease Process1.1 Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik1.2 Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat1.3 Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat1.4 Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat1.5 Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat1.6 Hindari harapan yang kosong1.7 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit1.8 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan1.9 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan1.10 Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat1.11 Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat1.12 Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

DAFTAR PUSTAKACorwin, Elizabeth J. 2009. Buku saku Patofisiologi. Ed.3. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC.Dipiro, Joshep T et al. 2005. Pharmacotherapy : A pathophysiologic Approach New York : Mc Graw Hill Medicine.Gray, Huan H et al. 2005. Lecture Notes : Kardiologi. Jakarta: PT. gelora Aksara Pratama.JNC VII . 2004.The Seventh Report of The Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blodd Pressure. US-Departement of Health and Human Service; USA Marion Johnson, dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). Fourth Edition : Mosby

Mc. Closckey & Buleccheck. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC). Fourth Edition: Mosby

Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Selemba Medika.Nanda International. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.Nugroho.W. 2008.Keperawatan Gerontik. Jakarta: Gramedia.

Smeltzer, Suzanne. 2002. Biku Ajar Keperawatan Medikal bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.