62
HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO Disampaikan pada: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Tahun 2016 Jakarta, 16-17 Februari 2016

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

  • Upload
    others

  • View
    34

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI

BERBASIS AGRO

Disampaikan pada:

Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Tahun 2016 Jakarta, 16-17 Februari 2016

Page 2: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

OUTLINE

I. PENDAHULUAN

II. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO

II.A. INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT

II.B. INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT

II.C. INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

Page 3: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

I. PENDAHULUAN

Page 4: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

4 4

1. Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena didukung oleh sumber daya alam

yang cukup potensial yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan,

perkebunan dan kehutanan, dengan produksi tahun 2014 sebagai berikut :

2. Di samping itu, industri agro juga membutuhkan bahan baku impor, yaitu yang tidak tersedia di

dalam negeri atau tersedia namun jumlah tidak memenuhi, dengan kebutuhan total tahun 2014:

Kakao (450 ribu ton) No.3 di Dunia

Rumput Laut (Kering)

(237 Ribu ton) No.1 di Dunia

Kelapa

(3,3 Juta Ton) No. 1 Di Dunia

Kopi

(738 Ribu Ton) No. 4 di Dunia

Ikan dan Udang

(10,5 Juta Ton) No. 2 di Dunia

Teh

(147,7 ribu Ton) No.7 di Dunia

Ubi Kayu

(24 Juta Ton)

CPO & CPKO (31 juta ton)

No.1 di Dunia

Lada

(88 ribu ton) No.3 Di Dunia

Pulp

(6,2 juta ton) No.9 di Dunia

Kertas

(10,9 juta ton) No. 6 di Dunia

Karet (3,23 Juta Ton) No.2 di Dunia

Rotan

(143 ribu Ton) No.1 Di Dunia

Jagung (16,72 Juta Ton)

Impor (3,2 Juta Ton)

Kedelai (2,67 juta Ton)

Impor (2,16 Juta Ton)

Kertas Bekas (6,5 Juta Ton)

Impor (3,5 Juta Ton)

Daging (594 ribu Ton)

Impor (69 ribu Ton)

Gula (5,88 Juta Ton)

Impor (2,86 Juta Ton)

Beras (30,13 juta Ton)

Impor (537 ribu Ton)

A. LATAR BELAKANG

Page 5: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

5

B. LINGKUP BINAAN DJIA

Furnitur dari Kayu

Industri Furnitur dari Rotan atau Bambu

Panel Kayu lainnya

Kerajinan Ukir-ukiran dari Kayu

Moulding dan Komponen Bahan Bangunan

Peti Kemas dari Kayu

Anyam-anyaman dari Rotan dan Bambu

Bubur Kertas (Pulp) , Kertas Budaya , Kertas

Berharga

Kertas Khusus , Kertas Industri, Kertas Tissue

Kemasan dan Kotak dari Kertas dan Karton

Buku, Brosur, Buku Musik, dan Publikasi lainnya

Penerbitan Surat Kabar, Jurnal dan Majalah

Percetakan, Jasa Penunjang Percetakan

Pengasapan Karet, Remiling Karet

Karet Remah (Crumb Rubber)

Biodiesel, Bio Ethanol

Bahan Kimia Organik Lainnya dari Hasil Pertanian

Hilir Kelapa Sawit

Biskuit

Daging dalam kaleng

Tepung kelapa (desiccated coconut)

Pengolahan ikan dan udang beku

Ikan dalam kaleng

Kecap dan saos lainnya, kerupuk udang

Margarine, mete olahan

Mie instan

Minyak goreng kelapa/minyak kelapa

Minyak goreng lain dari minyak nabati

Minyak goreng sawit

Monosodium glutamat (MSG)

Olahan rumput laut (agar-agar)

Pakan ternak/ikan

Pengolahan dan Pengawetan Biota Air

lainnya

Pengolahan rumput laut

Makanan ringan (snack food)

Minyak Makan dan Lemak Nabati & Hewani

lainnya

Gelatin, Tepung Beras dan Tepung Jagung

Pati Beras dan Jagung

Tepung ikan, tepung tapioka

Tepung terigu, makaroni dan sejenisnya

Gula pasir, gula pasir (gula kristal rafinasi)

Kembang gula, gula lainnya

Pengolahan Buah-buahan dan

Sayuran

Pengolahan Produk dari Susu

Pengolahan Es Krim dan sejenisnya

Pengolahan Kopi, Pengolahan Teh

Pengolahan Herbal, Sirop

Air Minuman dan Air mineral

Minuman keras,

Minuman Anggur (wine)

Minuman ringan

Pengolahan Tembakau, Rokok

Kretek

Rokok Putih

Bumbu Rokok dan kelengkapan

Rokok lainnya

Saccharin dan Natrium Siklamat

Kakao dan coklat olahan

Industri Hasil Hutan dan

Perkebunan

Industri Makanan, Hasil Laut

dan Perikanan

Industri Minuman,Tembakau

dan Bahan Penyegar

Page 6: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

6 6

C. GAMBARAN UMUM INDUSTRI AGRO

Indikator 2011 2012 2013 2014*) 2015**)

Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 2010 7,42 7,20 3,27 8,29 5,82

Kontribusi Terhadap PDB Industri Pengolahan Non-Migas (%)

44,99 44,77 43,72 44,77 45,42

Nilai Ekspor (US$ Miliar) 39,85 40,34 38,87 42,60 39,15

Nilai Impor (US$ Miliar) 10,50 13,50 13,5 13,94 11,95

Nilai Investasi PMDN (IDR Triliun) PMA (US$ Miliar)

17,75 1,41

18,78 3,17

22,32 3,33

24,2 3,91

32,25 2,27

Sumber : BPS dan BKPM diolah Ditjen Ind. Agro

Cat. :

*) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

***) Industri Hasil Hutan dan Perkebunan terdiri dari Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan

Sejenisnya; Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman; dan industri furnitur.

“Peran sektor industri agro terhadap industri non-migas sebesar 45,42 % pada tahun 2015 disumbangkan oleh industri makanan dan minuman sebesar 30,84%, industri pengolahan tembakau

5,19 %, industri hasil hutan dan perkebunan***) 9,39 %.”

Page 7: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

7 7

D. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO

“Industri Prioritas berbasis Agro diarahkan pada hilirisasi Industri Hulu Agro, Industri Pangan dan Industri Furnitur dan Barang Lainnya dari Kayu.”

a. Industri

Pengolahan Ikan

dan Hasil Laut

b. Industri Bahan

Penyegar.

c. Industri

Pengolahan Minyak

Nabati.

d. Industri

Pengolahan Buah-

Buahan dan

Sayuran.

e. Industri Tepung.

f. Industri gula

berbasis tebu.

a. Industri Oleofood.

b. Industri Oleokimia.

c. Industri Kemurgi.

d. Industri Pakan.

e. Industri Barang dari

Kayu.

f. Industri Pulp dan

Kertas.

Industri Furnitur dan

Barang Lainnya dari

Kayu

Page 8: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

8

1. Meningkatnya Populasi Industri berbasis Agro; 2. Meningkatnya Daya Saing dan Produktifitas Industri Agro.

STRATEGI

HILIRISASI INDUSTRI

Fokus Pembangunan Hilirisasi:

KELAPA SAWIT RUMPUT LAUT

KAKAO

TUJUAN

1. MENINGKATKAN NILAI TAMBAH DAN MEMPERKUAT STRUKTUR INDUSTRI

2. MENUMBUHKAN POPULASI INDUSTRI

3. MENYEDIAKAN LAPANGAN KERJA

4. MENCIPTAKAN PELUANG USAHA

Hilirisasi adalah istilah untuk mendorong pengembangan industri hilir yang menggunakan bahan baku SDA potensial di Indonesia, baik SDA yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.

D. SASARAN STRATEGIS DAN HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO

SASARAN STRATEGIS

Page 9: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

9 9

II. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO

A. Industri Berbasis Minyak Sawit

B. Industri Pengolahan Rumput Laut

C. Industri Pengolahan Kakao

Page 10: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

10 10

a. Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO

& CPKO) terbesar di dunia, dengan produksi CPO tahun 2014 sekitar

31,5 juta ton dan produksi CPKO tahun 2014 sekitar 4,1 Juta Ton.

b. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.14 tahun 2015 tentang

Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-

2035, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM) merupakan

salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai

tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical,

kemurgi dan pharmaceutical.

c. Produksi CPO diperkirakan mencapai 40 juta ton pada tahun 2020,

dan mencapai 60 Juta Ton pada tahun 2030. Produksi diperkirakan

melebihi angka proyeksi diatas karena intensifikasi dan ekstensifikasi.

d. Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri sebagai bahan baku

industri turunan CPO yang masih terbatas yaitu industri pangan (antara lain minyak

goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu

oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan bioenergy/ biodiesel.

II.A. INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT

Page 11: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

11

II.A.1. PETA WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR CPO

Sumut

Riau

Kalbar

Kaltim

Papua

Kalteng

Page 12: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

12 12

No Uraian Satuan Tahun

2010 2011 2012 2013 2014*

1 Investasi Trilyun Rupiah 25.4 26.3 27.8 27.8 29.5

2 Jumlah Unit Usaha Unit 85 89 93 95 106

3

Kapasitas Produksi

Minyak Goreng Sawit Ribu Ton 26.500 27.200 28.000 32.000 35.000

Oleokimia Ribu Ton 2.520 2.650 2.700 3.100 3.500 Biodiesel Kilo Liter (KL) 5.590.000 5.600.000 5.670.000 5.750.000 6.400.000

4

Produksi Minyak Goreng Sawit Ribu Ton 1.650 17.300 17.400 17.450 22.250 Oleokimia Ribu Ton 1.195 1.250 1.300 2.100 2.850 Biodiesel Kilo Liter (KL) 2.685.000 2.750.000 2.800.000 1.850.000 2.785.000

5

Konsumsi Minyak Goreng Sawit Ton 4.875.000 5.350.000 5.500.000 5.575.000 5.750.000 Oleokimia Ton 240.000 245.000 250.000 260.000 350.000 Biodiesel Kilo Liter (KL) 728.000 735.000 750.000 750.000 1.365.000

6

Ekspor Minyak Goreng Sawit Ton 10.850.000 11.350.000 11.900.000 12.050.000 16.500.000 Oleokimia Ton 1.015.000 1.030.000 1.050.000 1.070.000 2.500.000 Biodiesel Kilo Liter (KL) 2.020.000 2.035.000 2.050.000 1.110.000 1.420.000

7 Impor Ton - - - - - 8 Tenaga Kerja Orang 287.000 325.000 330.000 330.000 335.000

II.A.2. KINERJA INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT

* Untuk tahun 2014 data masih bersifat Prognosa Sumber : BPS diolah Kemenperin

Page 13: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

13

MINYAK KELAPA SAWIT

Minyak Sawit Kasar

(CPO)

Asam AminoOlein PFADToco

pherolBeta

Karoten

Minyak Inti Sawit

(PKO)

Protein

Sel Tunggal

Stearin

Confectionaries

dan Eskrim

Minyak

Goreng

Minyak Salad

ShorteningMetil Ester

Surfaktan

Methyl Ester Sulfonat

Detergen

Fat

Powder

Cocoa Butter

Substitute

(CBS)

Biodiesel

Margarin

Sabun

Batangan

Vegetable

Ghee

Ester Asam Lemak :

Palmitat/Propand

Stearat

Sulfonat

Oleat/Glycol

Propylene Glycol

Metalic Salt :

Palmitat Stearat/

Ca, Zn

Stearat/Ca, Mg

Stearat/ Al, Li

Oleat/ Zn, Pb

Oleat/Ba

Polyethoxylated

Derivates :

Palmitat/Ethylene

Propylene Oxide

Stearat/Ethylene

Propylene Oxide

Oleic Acid Dimer

Ethylene

Propylene Oxide

Fatty Amines :

C16 & C18 /

Ethoxylated

Secondary C16 &

C18 / Ethoxylated

Betain

Oxygenated

Fatty Acid/Ester:

Epoxy Stearic/

Octanol Ester

Epthio Stearin

Mono &

Polyhydric Alcohol

Ester

Processed Fatty

Alkohol

C16&C18 Alcohol/

Sulphated

C16&C18 Alcohol/

Esterified

C16&C19 Alcohol/

Ethoxylation

Monogliserida

Ethoxylation

Fatty Acids Amides

Stearamide

Sulphated

Alcanolamide of

Palmitat, Stearic &

Oleic Acids

Oleamide

Alkanolamides

Lipase

Soap ChipFatty Acid/

Asam Lemak

Shortening

Cocoa Butter

Substitute (CBS)

Gliserol

Food

Emulsifier

Cocoa Butter

Substitute

(CBS)

MargarineGlycerol

Mono Oleat

Keterangan Warna

Sudah diproduksi di Indonesia

Belum diproduksi di Indonesia

Target Diverisifkasi Produk Jangka Menengah (hingga 2014)

Target Diverisifkasi Produk Jangka Panjang (2014 - 2025)

Fatty

Alcohol

Bahan Dasar

Kosmetika

II.A.3. Pohon Industri Minyak Sawit

Page 14: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

25 POMs 980 ton

FFB/Hour

92 POMs 3815 ton FFB/Hour

26 POMs 1645 ton FFB/Hour

140 POMs 6660 ton FFB/Hour

1 POMs 40 ton

FFB/Hour

42 POMs 2245 ton FFB/Hour

19 POMs 990 ton

FFB/Hour

10 POMs 375 ton

FFB/Hour 1 POMs 30 ton

FFB/Hour

1 POMs 60 ton

FFB/Hour

65 POMs 5475 ton FFB/Hour

43 POMs 3100 ton FFB/Hour

15 POMs 770 ton

FFB/Hour

29 POMs 1545 ton FFB/Hour

6 POMs 260 ton

FFB/Hour

7 POMs 590 ton

FFB/Hour

3 POMs 260 ton

FFB/Hour 2 POMs 150 ton

FFB/Hour

3 POMs 140 Ton

FFB/hour

4 POMs 360 ton

FFB/Hour

16 POMs 1235 ton FFB/Hour

58 POMs 3555 ton FFB/Hour

Total: 689 POMs

(Palm Oil Mill/ Pabrik Kelapa Sawit)

1 2

3

1. Kawasan Industri Pelintung – Dumai – Riau

2. Kawasan Industri Bontang – Kalimantan Timur

3. Kawasan Industri Sei Mangkei – Sumatera Utara

II.A.4. Peta Lokasi Potensial Kawasan Industri Palm Oil Green Economic

Page 15: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

15 15

Prinsip Pengembangan Kawasan Industri Palm Oil Green Economic Zone

Pembangunan Kawasan Industri berkelas dunia (world class level) untuk Industri Pengolahan Minyak Sawit • Ketersediaan Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri

• Biaya logistik yang rendah dari fasilitas pelabuhan berkelas dunia.

• Kawasan Industri yang efisien menciptakan daya saing industri.

• Pengembang dan Manager Kaasan Industri telah tersedia.

Mengadopsi prinsip Green and Sustainable Aspect yang bersertifikat internasional. • Menggunakan bahan baku yang bersertifikat sustainable > 80%

• Mengunakan green energy (natural gas, biomass, etc.) > 15%.

• Mengadaptasi prinsip 3R (Reduce Reuse Recycle).

• Memperkenalkan teknologi industri baru yang ramah lingkungan.

• Monitoring berkelanjutan atas pengurangan emisi Gas Rumah Kaca sesuai dengan Konvensi Internasional (COP21 Paris)

Tata kelola Kawasan Industri berkelas Interanasional

• Otoritas pengelola Kawasan yang mempunyai kewenangan pengambilan keputusan.

• Pelayanan satu pintu untuk perizinan, kepabeanan, perpajakan, dsb.

• Insentif Perpajakan khusus ((tax, facility, etc.) untuk tenant industri.

Page 16: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

16

a. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei

Simalungun Sumatera Utara

b. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Pelintung-Dumai

Provinsi Riau

c. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Bontang

Page 17: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

17

II.A.4.a. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei

Simalungun Sumatera Utara

1. Industri Refinery Bahan baku : CPO & CPKO Jenis Produk : RBDPO, RBD PKO, RBD Palm Olein, RBD Palm Stearine Kapasitas : 1000 ton CPO/hari Lokasi : Sei Mangkei Sumut Nilai Investasi : Rp 700 miliar Tenaga kerja : 300 org

2. Industri Fatty acid-fatty alcohol Bahan baku : Refined Palm Oil Jenis Produk : fatty acid, fatty alcohol, Kapasitas : 120.000 ton/tahun Lokasi : Sei Mangkei Sumut Nilai Investasi : Rp 2 triliun Tenaga kerja : 400 org

3. Industri Advanced biomaterial Bahan baku : tandan kosong sawit & kayu kelapa sawit Jenis Produk : bioplastic, paper board Kapasitas : 3.000 ton /tahun Lokasi : Sei Mangkei Sumut Nilai Investasi : Rp 500 miliar Tenaga kerja : 200 org

Page 18: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

18

MANFAAT

1. Mengolah sekitar 1 (satu) juta Ton CPO per tahun dan 100.000 Ton CPKO per

tahun.

2. Menyerap tenaga kerja sekitar 2.000 orang untuk operasional industri dan

kawasan.

3. Mengoptimalkan fasilitas riset Pusat Inovasi yang dibangun Sei Mangkei,

dengan menghasilkan produk baru bioplastic, paper board, dsb.

4. Mendorong tumbuhnya industri kelapa sawit yang sustainable-certified dengan

landmarknya pabrik PT. Unilever Oleochemical Indonesia

5. Meningkatkan perekonomian wilayah dengan menjadikan Sei Mangkei sebagai

pusat ekonomi baru dengan konektivitas tinggi.

II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

Page 19: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

19

PERMASALAHAN

1. Harga gas masih tinggi (US$ 16,1/mmbtu)

2. Harga jual lahan kavling kawasan industri terlalu mahal

3. Konektivitas kawasan industri dengan pelabuhan masih perlu ditingkatkan

(jaringan jalan tol, KA dan kawasan permukiman)

4. Belum adanya partner teknologi untuk industri advanced biomaterial

5. Belum adanya penugasan dari Pemegang Saham (Kementerian BUMN)

kepada PTPN III untuk membangun pabrik pengolahan minyak sawit (refinery/

pabrik minyak goreng di Kawasan Industri Sei Mangkei

II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

Page 20: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

20

RENCANA AKSI

Kegiatan Status

1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan

sebagai POGEZ (Palm Oil Green Economic Zone)

Sudah dilakukan (tanggal 8

Januari 2016)

2. Rapat koordinasi pengembangan Klaster/Kawasan

Industri Sei Mangkei

Sudah dilakukan (tanggal 4

November 2015)

3. Penyusunan R-Perpres tentang Penyusunan Harga Gas

Industri, khususnya di Kawasan Sei Mangkei

R-perpres Final telah disusun

dan segera diundangkan

4. Bantuan Kemenperin untuk infrastruktur Kawasan Industri

Sei Mangkei

Gedung dan Fasilitas Pusat Inovasi Sawit

Dry Port kap. 5.300 TEUs

Jalur KA 2,95 Km

Tank Farm 2 x 3000 Ton dan 2 x 5000 Ton.

Jalan ROW 62 4,785 Km & saluran induk.

Telah dilakukan pembangunan

dan selesai pada akhir tahun

2015

II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

Page 21: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

21

RENCANA AKSI

Kegiatan Status

5. Pembangunan Infrastruktur Kawasan oleh PTPN III

(pemilik kawasan industri)

Waste Water Treatment Plant Kap. 250 m3/jam

Gardu Induk PLN

Jalur Pipa gas dan Metering Gas Bumi

Telah dilakukan pembangunan

dan selesei pada akhir tahun

2015

6. Rencana Pembangunan Tahun 2016

Tank Farm 6 unit

Kolam raw water dan intake, WTP kap. 500 m3/jam,

round tank kap. 500 m3/jam, dan jaringan air bersih.

Jalan kawasan, saluran saluran induk dan pagar Kavling

Industri.

Dry Port Domestik Kantor Utama dan sarana penunjang

kawasan luas 7000 m2

Akan dilaksanakan pada tahun

2016

II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

Page 22: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

22

II.A.4.b. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Pelintung-Dumai

Provinsi Riau

1. Industri Green Diesel Bahan baku : CPO Jenis Produk : HVO (Hydrogenated Vegetable Oil) Kapasitas : 100.000 TPY Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp. 3 Triliun. Tenaga kerja : 300 org

2. Industri Fatty acid-fatty alcohol- Methyl Ester High Purity (HP) Bahan baku : Refined Palm Oil Jenis Produk : Fatty acid, fatty alcohol, Kapasitas : 150.000 ton/thn Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 2 triliun Tenaga kerja : 400 org

3. Industri Surfaktan Pengeboran Minyak Bahan baku : Methyl Ester Jenis Produk : Methyl Ester Sulphonate Kapasitas : 10.000 ton /tahun Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 1 Triliun Tenaga kerja : 200 org

Page 23: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

23

4. Industri Minyak Goreng Merah Bahan baku : CPO Jenis Produk : Red palm oil Kapasitas : 10.000 ton /tahun Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 400 Miliar Tenaga kerja : 200 org

II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

6. Industri Bio lubricant Bahan baku : Fatty Acid Asam Oleat Jenis Produk : Glycerol Mono Oleat Kapasitas : 25.000 ton /tahun Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 300 Miliar Tenaga kerja : 250 org

5. Pengolahan Limbah padat Industri minyak goreng (SBE/ Spent Bleaching Earth ) Bahan baku : Limbah SBE Jenis Produk : Batu Bata Kapasitas : 10.000 ton /tahun Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 250 Miliar Tenaga kerja : 250 org

Page 24: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

24

MANFAAT

1. Mengolah sekitar 1,5 juta Ton CPO per tahun dan 100.000 Ton CPKO per thn.

2. Menyerap tenaga kerja sekitar 3.500 orang untuk operasional industri dan

kawasan industri.

3. Mengurangi impor BBM Solar dari produksi biodiesel existing di Pelintung

Dumai sebesar 1,4 Juta KL/thn dan tambahan dari investasi Green Diesel

hingga 100.000 KL/per thn.

4. Mengurangi impor surfaktan pengeboran minyak (EOR) senilai 2,5 Juta

USD/thn.

5. Memasok kebutuhan surfaktan EOR di sekitar sumatera bagian tengah untuk

mendongkrak produksi minyak hingga 75.000 barrel per hari.

6. Menyelesaikan masalah Limbah padat SBE menjadi produk yang bernilaiguna.

7. Mempromosikan minyak goreng merah sebagai produk pangan sehat/alami dan

bernutrisi sesuai SNI 7719:2008

II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

Page 25: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

25

MANFAAT

8. Memperkenalkan produk biolubricant sebagai produk pelumas ramah

lingkungan.

9. Menjadikan Provinsi Riau sebagai lumbung energi terbarukan berbasis minyak

sawit untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional dan menjalankan kebijakan

mandatory Biodiesel B-20.

10.Menggeser dominasi Singapore dalam pelayanan bunkering BBM dan

memaksimalkan peluang Dumai sebagai pusat logistic BBM .

II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

Page 26: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

26

PERMASALAHAN

1. Kawasan Industri Pelintung Dumai belum dijadikan Pusat Logistik Berikat

sesuai PP No. 85 Tahun 2015.

2. Belum dibangun pipa dan belum ada pasokan Gas Bumi untuk Kawasan

Industri Pelintung Dumai.

3. Investasi untuk Green Diesel sangat tinggi perlu dukungan konkret dari

Pemerintah dalam hal insentif, standarisasi, dan tata niaga khusus untuk

pemasaran/penggunaan Green Diesel.

4. Harga Minyak Dunia masih relative rendah, industri surfaktan untuk Enhanced

Oil Recovery (EOR) menjadi kurang kompetitif.

5. Belum ada dukungan kebijakan pemerintah untuk industri/pemasaran produk

baru minyak goreng merah.

6. Limbah SBE masih dikategorikan sebagai B3 sehingga perizinan industri

pengolahan SBE menjadi bahan bangunan menjadi kompleks.

II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

Page 27: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

27

RENCANA AKSI

Kegiatan Status

1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan sebagai POGEZ (Palm

Oil Green Economic Zone)

Sudah dilakukan (tanggal 8 Januari 2016)

2. Mengusulkan Kawasan Industri Pelintung Dumai sebagai Pusat Logistik

Berikat (PP 85/2015)

Direncanakan pada tahun 2016 dapat

terealisasi

3. Koordinasi penyaluran gas bumi ex-chevron ke KI Pelintung Dumai Direncanakan pada tahun 2016 dapat

terealisasi

4. Koordinasi pengembangan teknologi green diesel termasuk insentif,

standarisasi, dan tata niaga Green Diesel

Dilaksanakan pada tahun 2016

5. Penambahan kapasitas pelabuhan Pelintung Dumai, oleh Wilmar Group

selaku pengembang kawasan industri

Direncanakan pada tahun 2017 dapat

terealisasi

6. Fasilitasi Insentif dan kemudahan perizinan/ legalitas menyangkut

Pengelolaan Limbah B3 untuk pabrik batu bata di Pelintung Dumai

Dilaksanakan pada tahun 2016 dapat

terealisasi

7. Pengujian kesesuaian produk minyak goreng merah dengan SNI

7719:2008.

Dilaksanakan pada tahun 2016 dapat

terealisasi

8. Promosi Investasi dan Fasilitasi pembangunan pabrik biolubricant dan

pabrik surfactant

Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017

9. Koordinasi pengembangan teknologi, standarisasi produk, dan

pemasaran produk surfaktan pengeboran minyak

Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017

10. Fasilitasi pemasaran biodiesel dan green diesel untuk memenuhi

kewajiban/ mandatory Biodiesel 20% (B-20)

Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017

II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

Page 28: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

28

II.A.4.c. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Bontang

1. Industri Biodiesel Bahan baku : CPO Jenis Produk : Biodiesel Kapasitas : 300.000 TPY Lokasi : Bontang – Kaltim Nilai Investasi : Rp. 600 Miliar. Tenaga kerja : 300 org

2. Industri Fatty Amine Bahan baku : Fatty Acid based dan Ammonia Jenis Produk : fatty Amine Kapasitas : 50.000 ton/thn Lokasi : Bontang Kaltim Nilai Investasi : Rp 750 Miliar Tenaga kerja : 200 org

3. Industri Minyak Goreng Bahan baku : CPO Jenis Produk : Minyak Goreng Kapasitas : 300.000 ton /tahun Lokasi : Bontang Kaltim Nilai Investasi : Rp 600 Miliar Tenaga kerja : 200 org

Page 29: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

29

II.A.4.c. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

1. Infrastruktur, listrik, gas, SDM industri, pelabuhan existing telah tersedia,

selama ini untuk operasional industri petrokimia.

2. Mengolah sekitar 650.000 Ton CPO per tahun dari sekitar Kaltim

3. Menyerap tenaga kerja sekitar 750 orang.

4. Meningkatkan ekspor produk fatty amine senilai USD 50 Juta per tahun.

5. Memenuhi kebutuhan dan mengurangi impor Biosolar (B-20) sebesar 1,5 Juta

KL untuk pertambangan, transportasi, dan industri di Kawasan Indonesia Timur

6. Memenuhi kebutuhan minyak goreng/sembako di Kalimantan Timur dan

sekitarnya sekitar 300.00 Ton per tahun (selama ini didatangkan dari Pulau

Jawa).

MANFAAT

Page 30: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

30

PERMASALAHAN

1. Belum adanya penugasan dari Pemegang Saham (PIHC dan Kemen. BUMN)

untuk membangun industri Biodiesel dan minyak goreng di Bontang – Kaltim.

2. Lahan di Kota Bontang sudah habis, perlu perluasan kearah Kab. Kutai Timur,

3. Hambatan adminstratif, lahan perluasan masih berstatus Taman Nasional dan

masuk wilayah Kab. Kutai Timur.

II.A.4.c. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

Page 31: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

31

RENCANA AKSI

Kegiatan Status

1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan sebagai POGEZ (Palm Oil Green Economic Zone)

Sudah dilakukan (5 Februari 2016)

2. Mengusulkan perubahan status lahan Taman Nasional Kutai untuk kawasan industri.

Dilaksanakan tahun 2016 – 2017

3. Koordinasi pasokan methanol sebagai bahan penolong industri biodiesel.

Dilaksanakan tahun 2016 – 2017

4. Koordinasi pemasaran biosolar untuk pertambangan dan industri di wilayah Indonesia Timur.

Dilaksanakan tahun 2016 – 2017

5. Fasilitasi dan koordinasi pembangunan pabrik dan pemasaran produk Fatty amine (dalam/luar negeri)

Dilaksanakan tahun 2016 – 2017

6. Koordinasi dan fasilitasi pembangunan pabrik minyak goreng di Bontang- Kaltim untuk memenuhi kebutuhan Indonesia timur

Dilaksanakan tahun 2016 – 2017

II.A.4.c. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

Page 32: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

32 32

1. Indonesia sebagai penghasil rumput laut mentah/kering terbesar di dunia dengan

produksi sebesar 237.774 ton atau 60% dari total produksi dunia (395.627 ton),

yang terdiri dari:

Euchema Sp. dengan produksi sebesar 176.000 ton

Gracillaria Sp. dengan produksi sebesar 59.374 ton

Sargassum Sp. dengan produksi sebesar 2.400 ton

2. Masih terbuka peluang yang besar untuk peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi

rumput laut (lebih dari 500 jenis produk turunan). Saat ini sebagian besar hasil

produksi rumput laut nasional masih diekspor dalam bentuk rumput laut kering,

yaitu sebesar 156.380 ton (65,8%), sedangkan yang disuplai untuk industri baru

sebesar 81.394 ton (34,2%).

3. Pengembangan industri pengolahan rumput laut sejalan dengan kebijakan

pemerintah : Mendorong kesempatan kerja (pro-job), Pertumbuhan ekonomi (pro-

growth), Kesejahteraan masyarakat (pro-poor).

se

32

II.B. INDUSTRI BERBASIS RUMPUT LAUT

Page 33: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

33 33

II.B.1. JENIS RUMPUT LAUT KOMERSIAL INDONESIA

Gracilaria sp

Penghasil Alginat

• Tumbuh liar : Sargassum sp

• Rumput laut lain penghasil Alginat: Turbinaria sp

Eucheuma sp

Sargassum sp

Penghasil Karagenan (refined dan semi-refined)

• Spesies yang dibudidayakan: E. cottonii and E. spinosum

• Rumput laut non-budidaya (tumbuh liar):

Hypnea sp & Eucheuma sp

Penghasil Agar

• Spesies yang dibudidayakan : G. gigas, G. verucosa, G. lichenoides

• Rumput laut non-budidaya (tumbuh liar): Gelidium sp, Pterocladia

sp, Gelidiela sp

Page 34: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

34

II.B.2. SEBARAN RUMPUT LAUT INDONESIA

Page 35: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

35

II.B.4. KINERJA INDUSTRI BERBASIS RUMPUT LAUT

No. URAIAN SATUAN Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

1. Jumlah Investasi juta USD 114 114 120 130 130

2.

Jumlah Perusahaan : unit 22 22 23 25 25

a. Karaginan unit 14 14 15 16 16

b. Agar unit 8 8 8 9 9

3.

Kapasitas Terpasang ton 19.938 20.883 21.874 22.912 24.000

a. Karaginan ton 14.809 15.549 16.327 17.143 18.000

b. Agar ton 5.129 5.334 5.547 5.769 6.000

4.

Produksi : ton 12.436 13.033 13.658 14.314 15.000

a. Karaginan ton 9.872 10.366 10.884 11.429 12.000

b. Agar ton 2.564 2.667 2.774 2.885 3.000

5. Konsumsi ton 11.786,32 12.174,30 8.793,36 9.217,16 10.826,84

6.

Ekspor

Agar Nilai (Ribu USD) 10.693,16 12.627,49 12.861,06 13.084,36 11.910,74

Berat (Ton) 1.720,69 1.872,76 1.291,60 1.055,93 774,40

Karagenan Nilai (Ribu USD) 8.743,82 12.127,10 30.905,21 33.988,56 31.797,70

Berat (Ton) 936,65 1.210,62 4.439,85 4.757,21 3.884,38

7.

Impor

Agar Nilai (Ribu USD) 3.305,46 3.742,55 964,24 1.009,41 707,07

Berat (Ton) 750,16 903,86 714,04 381,89 133,25

Karagenan Nilai (Ribu USD) 7.928,38 8.926,59 3.235,51 4.931,25 4.513,09

Berat (Ton) 1.257,50 1.320,82 242,77 334,41 352,37

8. Jumlah Tenaga Kerja orang 2.860 2.860 2.960 3.100 3.100

Sumber : BPS diolah oleh Ditjen Industri Agro

Page 36: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

36

II.B.5. POHON INDUSTRI RUMPUT LAUT

Gracilaria sp

Agarophyte

Eucheuma sp

Carrageenophyte

Gelidium sp

Agarophyte

Sargassum sp

Alginophyte

Turbinaria sp

Alginophyte

Agar

Karaginan

Alginat

Farmasi, kosmetik,

makanan, Pet food, kultur

jaringan, cetakan gigi

Dairy, minuman, dressing,

saus, makanan diet, pet

food, farmasi

Dairy, roti, saus, tekstil,

kosmetik, minuman,

farmasi

Rumput Laut

Alkali Treated

Gracilaria

(Chip)

Alkali Treated

Eucheuma

(SC,SRC,RC)

Page 37: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

37 37

Pembangunan industri di sektor hulu antara dalam rangka memenuhi

kebutuhan bahan baku industri hilir berbasis rumput laut, melalui :

II.B.6. PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT DI SULAWESI SELATAN

1. Pembangunan Pabrik Pengolahan Rumput Laut Alkali Treated Glacilaria (ATG)

Lokasi : Kelurahan Toro, Kec. Tanete Riatang Timur, Kab. Bone, Sulsel

Kapasitas : 6.000 Ton per tahun

Jenis Produk : Chip (rumput laut kering, bersih dalam bentuk potongan)

Tenaga Kerja : Pabrik : 50 orang

Pendukung : 2.100 orang (on farm)

Nilai Investasi : Rp. 30 Milyar

2. Pengelola : KOSPERMINDO Sulawesi Selatan

3. Offtaker : PT. AGARINDO BOGATAMA

Page 38: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

38 38

1. Dampak Ekonomi Wilayah

MANFAAT

• Pengembangan luas lahan budidaya rumput laut Glacilaria + 700 Ha.

• Penyerapan tenaga kerja di sektor budidaya rumput laut + 2.100 orang.

• Membangkitkan ekonomi daerah.

• Menciptakan industri turunan rumput laut : agar-agar, farmasi, kosmetik

dan produk makanan lainnya.

• Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi bagi daerah + Rp. 35 juta

per tahun.

• Menjaga stabilitas harga rumput laut minimal p. 6.000 per kg.

II.B.6. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

Page 39: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

39 39

MANFAAT

II.B.6. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

2. Aspek Sosial

• Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan kegunaan rumput laut.

• Pergeseran kegiatan utama ekonomi masyarakat dari sektor informal ke formal (pertanian

ke industri)

• Peningkatan infrastruktur di daerah

3. Dampak Pemenuhan Kebutuhan Domestik dan Daya Saing Nasional

• Meningkatkan daya saing industri agar-agar

• Meningkatkan ekspor produk agar-agar

• Meningkatkan pertumbuhan industri pengolahan rumput laut di dalam negeri

• Mengurangi impor bahan baku

4. Dampak yang Bernilai Tambah

• Meningkatkan nilai tambah rumput laut di dalam negeri

• Meningkatkan devisa Negara melalui ekspor produk agar-agar

Page 40: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

40 40

RENCANA AKSI NO KEGIATAN STATUS

1. Melakukan koordinasi dengan Pemda, Kospermindo, PT. Agarindo Bogatama dalam rangka penetapan lokasi, pengelolaan pabrik, dan pengembangan industri turunan.

Sudah dilakukan

2 Pembebasan tanah koperasi oleh Pemda Belum

3 Menetapkan Kospermindo sebagai pengelola pabrik Sudah dilakukan

4 Menetapkan PT. Agarindo Bogatama sebagai offtaker Sudah dilakukan

5 Penyediaan anggaran APBN untuk penyusunan DED dan Pembangunan Pabrik

Diangarkan tahun 2016-2017

6 Menyusun DED pabrik pengolahan Alkali Treated Glacilaria (ATG) Dilaksanakan tahun 2016

7 Penyediaan sarana mesin dan bak pencuci (washing treatmen) Dilaksanakan tahun 2017

8 Penyediaan sarana mesin untuk mendukung proses produksi Alkali treated Glacilaria (ATG)

Dilaksanakan tahun 2018

9 Penyediaan sarana mesin dalam rangka penambahan kapasitas produksi Alkali Treated Glacilaria (ATG)

Dilaksanakan tahun 2019

10 Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan pabrik Alkali Treated Glacilaria (ATG)

Dilaksanakan tahun 2016- 2019

II.B.6. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

Page 41: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

41

• Indonesia merupakan negara produsen kakao nomor 3 di dunia dengan total produksi pada tahun

2015 mencapai 370 ribu ton (berdasarkan data International Cocoa Organization) atau + 9 % dari

produksi kakao dunia (4,3 juta ton) pada tahun 2020 di prediksi produksi kakao akan mencapai 1,2

juta ton.

• Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang adalah : cocoa

liquor, cocoa butter, cocoa powder, makanan dan minuman olahan dari cokelat.

• Kapasitas terpasang industri pengolahan kakao meningkat dari 735.000 ton tahun 2013 meningkat

menjadi 765.000 ton (naik 4%) pada tahun 2014 dengan kenaikan produksi dari 324.000 ton pada

tahun 2013 meningkat menjadi 390.000 pada tahun 2014 (naik 20%).

• Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa

Negara dan penyerapan tenaga kerja karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun

hilirnya. Pada tahun 2014, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD 1,24 milyar.

• Berkembangnya industri pengolahan kakao turut mendorong berkembangnya industri hilir cokelat

seperti Nestle, Mayora, Indolakto, dan Unilever dengan investasi mencapai Rp. 3,0 Triliun.

• Indonesia memiliki tanah yang sangat cocok untuk tanaman kakao, saat ini memiliki areal perkebunan

kakao sekitar 1,7 juta hektar yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Sekitar 95% perkebunan kakao di

Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Lebih dari 60% produksi kakao nasional berasal dari

Sulawesi.

41

II.C. INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

Page 42: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

42

II.C.1. PETA WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

Sulteng

Sumbar

Sulbar

Sulsel

Sultra

Banten Jabar

Page 43: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

43

Sumber : BPS diolah Ditjen Ind Agro

II.C.2. KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

NO URAIAN SATUAN TAHUN

2010 2011 2012 2013 2014

1 Jumlah Investasi Juta USD 250 330 495 570 600

2 Jumlah Perusahaan Unit Usaha 15 16 16 18 19

3 Kapasitas Ribu Ton 345 560 660 735 765

4 Produksi Ribu Ton 150 250 310 324 390

5 Konsumsi Ribu Ton 36,42 59,30 68,61 128,18 102,33

6 Ekspor

Biji Kakao Ton 432.427 210.067 163.501 188.420 63.334

Kakao Olahan Ton 103.055 178.951 196.480 196.333 242.206

Total Ribu Ton 535,48 389,02 359,98 384,75 305,54

Nilai Ribu USD 1.596.824 1.291.397 994.813 1.099.736 1.095.429

7 Impor

Biji Kakao Ton 24.830 19.100 23.943 30.766 109.410

Kakao Olahan Ton 13.851 15.400 13.338 18.480 14.269

Total Ribu Ton 38,68 34,50 37,28 49,25 123,679

Nilai Ribu USD 137.082 136.710 131.509 147.534 392.427

8 Jumlah Tenaga Kerja Orang 4.000 4.300 4.300 5.300 5.800

Page 44: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

44 44

II.C.3. POHON INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

Cokelat Kembang Gula

Powder

Minuman Cokelat

Cake Malt Extract

Es Krim

Essence (Flavour)

Tannin

Liqour Biji

Shell , Pulp , Pod

Oleo Chemical

Fatty Acid

Butter/ Fat

Pupuk

Single Cell Protein

Alkohol

Pektin

Jelly

Plastik Filler

Bahan Bakar

kakao Kosmetika

Bahan Mentah Produk Setengah Jadi

(Intermediate Goods)

Produk Hilir

Berbasis Kakao

Page 45: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

45 45

II.C.4. RANTAI PROSES KAKAO DAN COKLAT

Bahan Mentah

Produk Setengah

Jadi (Intermediate

Goods)

Produk Hilir

Berbasis Kakao

Page 46: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

46 46

II.C.5. PRODUK TURUNAN KAKAO YANG DIKEMBANGKAN DI INDONESIA

Cocoa butter

Cocoa liquor

Cocoa powder

Pasta cokelat atau cocoa liquor dibuat dari biji kakao kering

melalui beberapa tahapan proses untuk mengubah biji kakao

yang semula padat menjadi semi cair atau cair.

pasta cokelat diproses lebih lanjut, maka akan

menghasilkan bubuk kakao (cocoa powder).

pasta cokelat diproses lebih lanjut, maka akan menghasilkan

lemak kakao (cocoa butter)

Page 47: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

47 47

II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI

No Masalah Solusi

1 Produksi Biji Kakao yang menurun Perkebunan kakao di Indonesia umumnya sudah

berumur tua sehingga produktivitasnya sangat rendah yaitu hanya 0.3 ton/hektar/tahun, padahal potensinya bisa sampai 2 ton/hektar/tahun.

Tahun 2014 impor biji kakao Indonesia melonjak hingga 109.000 ton dari sebelumnya 30.000 ton, ini sebagai akibat dari menurunnya produksi biji kakao nasional.

Program Gernas Kakao harus dilanjutkan hingga beberapa tahun kedepan sehingga target pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai produsen biji kakao terbesar dunia dapat tercapai dan kebutuhan industri terpenuhi.

Program ini juga untuk membantu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan petani kakao mengingat sekitar 95% perkebunan kakao di Indonesia berupa perkebunan rakyat.

Program Gernas Kakao difokuskan kepada rehabilitasi kebun berupa sambung samping dan sambung pucuk serta peningkatan tenaga penyuluh Pertanian.

Program Gernas Kakao sebaiknya difokuskan hanya kepada provinsi yang merupakan produsen utama biji kakao sehingga hasilnya akan lebih efektif.

2 PPN 10% Atas Komoditi Primer Sejak tanggal 22 Juli 2014 transaksi pembelian biji kakao

local dikenakan kembali PPN 10% sesuai keputusan Mahkamah Agung.

PPN ini menjadi beban untuk petani dan industri kakao karena harus menyediakan modal kerja 10% lebih besar sehingga melemahkan daya saing industri.

Akibat dari PPN ini beberapa industri kakao sudah menghentikan produksinya.

PPN atas komoditi primer harus segera dibebaskan kembali dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini sangat mendesak untuk meningkatkan daya saing industri kakao.

Pembebasan PPN ini dapat juga dengan memberlakukan PPN Ditanggung Pemerintah atau solusi lainnya.

Page 48: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

48 48

II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI (lanjutan ……)

No Masalah Solusi

3 Revisi Tarif Bea Keluar Biji Kakao Transaksi pembelian biji kakao local saat ini dikenakan PPN

10% dan jika impor biji kakao dikenakan tarif bea masuk 5%, PPN 10% dan PPH 2,5% (total 17,5%).

Sementara Ekspor biji kakao saat ini dikenakan Bea Keluar dengan tarif progresif 0% s/d 15%.

Jika harga biji kakao turun, maka tarif bea keluar menjadi 0 atau 5% , hal ini akan mendorong biji kakao untuk diekspor dan industri akan kekurangan bahan baku.

Tarif Bea Keluar kakao yang saat ini dengan tarif progresif 0-15% diusulkan untuk direvisi dengan tarif flat 15%, dengan pertimbangan : o Agar seimbang antara pajak yang dikenakan atas

transaksi local maupun ekspor. o Pantai Gading dan Ghana juga menerapkan pajak ekspor

dengan tarif tunggal 15%. o Agar adanya jaminan supply untuk industri kakao

nasional. o Untuk mengimbangi bea masuk kakao olahan di eropa

dengan tarif 4%-6%. Dana dari Bea Keluar kakao digunakan untuk melanjutkan

program Gernas Kakao.

4 Diskriminasi Tarif Bea Masuk Kakao Olahan di Uni Eropa

Hingga saat ini Industri kakao nasional masih mengalami

diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan di Uni Eropa

dimana produk asal Indonesia dikenakan tarif 4%-6%,

sementara produk sejenis asal Pantai Gading dan Ghana bea

masuknya 0%. Hal ini melemahkan daya saing industri

nasional.

Lakukan lobby dengan pemerintah Uni Eropa untuk

menghapuskan diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan

tersebut.

Pemerintah perlu menagih janji Direktur Eksekutif ICCO yang

pernah menjanjikan untuk selesaikan masalah ini jika

Indonesia masuk menjadi anggota ICCO. Sejak dua tahun yang

lalu Indonesia sudah menjadi anggota ICCO dengan iuran

sekitar Rp.2 milyar/thn tapi belum ada realisasinya.

Kami mengusulkan agar pemerintah mengancam untuk keluar

dari ICCO jika masalah ini tidak diselesaikan.

Page 49: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

49 49

No Masalah Solusi

5 Indonesia mengimpor cocoa powder lebih dari 10.000 ton/tahun

Import berasal dari Malaysia dan Singapura karena mereka

mendapat tarif preferensi 0%.

Bea masuk biji kakao import di Indonesia 5% sedangkan di

Malaysia dan Singapura 0%.

Pada tahun 2014 Indonesia hanya mengekspor biji kakao

sebanyak 63.000 ton, sementara kapasitas industri kakao di

Malaysia dan Singapura totalnya sekitar 350.000 ton. Artinya

Malaysia dan Singapura tidak berhak menikmati fasilitas tarif

Preferensi 0% karena Asean Content produk mereka kurang

dari 40%.

Produk kakao olahan asal Malaysia dan Singapura harus

dikenakan tarif bea masuk MFN 10%.

6 Bea masuk 5% atas impor biji kakao

Adanya bea masuk 5% atas impor biji kakao menyebabkan

industri nasional kurang berdaya saing. Akibatnya industri

makanan/minuman Indonesia masih mengimpor cocoa

powder dari Malaysia dan Singapura lebih dari 10.000 ton

per tahun.

Bea masuk biji kakao di Malaysia dan Singapura 0% dan pada

saat diekspor ke Indonesia bea masuknya juga 0%.

Bea masuk atas impor biji kakao sebaiknya dibuat 0% untuk

meningkatkan daya saing industri sehingga bisa mengurangi

impor produk olahannya.

Untuk menghindari penyalahgunaan oleh importir atau

membanjirnya biji kakao impor pemerintah bisa menerapkan

system kuota kepada industri kakao.

7 Pengembangan industri hilir kakao

Industri cokelat raksasa seperti Hersheys lebih memilih

berinvestasi di Malaysia.

Pemerintah perlu memberikan insentif dan kemudahan

investasi kepada para investor industri hilir kakao agar mereka

tertarik investasi di Indonesia.

Investasi di Industri hilir kakao sangat bermanfaat karena

akan menciptakan nilai tambah yang tinggi dan menyerap

banyak tenaga kerja.

II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI (lanjutan ……)

Page 50: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

50 50

II.C.7. Strategi Pengembangan IKM Cokelat dan Penumbuhan Wirausaha Baru 2016-2020

IDENTIFIKASI :

1. POTENSI BAHAN BAKU

2. TEKNOLOGI

3. PERALATAN PENGOLAHAN COKELAT (PENUMBUHAN WIRA USAHA BARU DAN ENGEMBANGAN IKM)

4. IKM PENGOLAHAN COKELAT

5. INDUSTRI PENUNJANG

REVITALISASI IKM DAN PENUMBUHAN WIRA USAHA BARU IKM PENGOLAHAN COKELAT (SUPORTING PERALATAN, PENDAMPINGAN TEKNIS)

REVITALISASI IKM DAN PENUMBUHAN WIRA USAHA BARU IKM PENGOLAHAN COKELAT (SUPORTING PERALATAN, PENDAMPINGAN TEKNIS)

PENDIRIAN SENTRA DAN PENGEMBANGAN (MODEL DAN INOVASI IKM PENGOLAHAN COKELAT, SUPORTING PERALATAN, PENDAMPINGAN TEKNIS)

- SENTRA IKM

- WIRASAHA BARU

2016 2017 2018 2019 2020

Page 51: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

51

POTENSI PNGOLAHAN KAKAO DI INDONESIA

ADA SOLUSI

IKM COKLAT

SUDAH ADA 10 CALON

TECKNOPARK COKLAT

JIKA SETIAP TECKNOPARK MENCIPTAKAN 20 WIRAUSAHA YANG

BERPOTENSI MENDIRIKAN PABRIK HILIR KAKAO - AKAN ADA 200 PABRIK CONFECTIONERY COKLAT

ADA SOLUSI 7 PERMASALAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KAKAO SAAT INI

II.C.8. POLA PIKIR PEMBANGUNAN HILIRISASI KAKAO

INDUSTRI BESAR SEDANG (IBS) COKLAT

ADA SOLUSI

PERMASALAHAN IKM PADA TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI

KAKAO

SUDAH ADA 20 IBS PENGHASIL

BAHAN SETENGAH

JADI COKLAT

JIKA SETIAP IBS MENDAPAT IKLIM USAHA KONDUSIV AKAN

MENCIPTAKAN 20 PABRIK HILIR KAKAO MISALNYA 20 PRODUK

CONFECTIONERY COKLAT, BAHAN BAKU KOSMETIK DAN FARMASI

Page 52: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

52 52

II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

Hilirisasi pengembangan industri berbasis kakao dilakukan melalui pendeketan

konsep pembangunan Techno park. Lembaga-lembaga pengembangan olahan kakao

yang telah ada akan diarahkan untuk menjadi “Techno Park Hilirisasi

Pembangunan Industri Pengolahan Kakao”. Adapun hasil inventarisasi terdapat 10

Techno Park yaitu :

1.Techno Park TTP (BPTP) Gunung Kidul,

2.Techno Park TTP (BPTP) Payakumbuh,

3.Techno Park Rumah Cokelat – Palu,

4.Techno Park Ind. Pengolahan Cokelat – Univ. Haluoleo Kendari,

5.Techno Park Teaching Factory di UNHAS

6.Techno Park Kampung Cokelat Kademangan-Blitar, Jatim

7.Techno Park Franchise Chocochock (minuman), Tangerang

8.Techno Park Agrowisata kakao dan Cokelat di Singaraja, Bali

9.Techno Park Chocolate School by Tulip (praline) di Permata Hijau, Jakarta

10.Techno Park BT Chocolate Academy (makanan dan minuman cokelat), Tangerang

Page 53: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

53 53

1. Dampak Ekonomi Wilayah

• Meningkatkan produktivitas dengan lahan yang telah ada dengan potensi 2

ton/hektar/tahun.

• Penyerapan tenaga kerja di + 1,7 juta orang petani, Industri Pengolahan kakao setengah

jadi 100.000 orang, Industri Hilir pengolahan kakao 1.000 orang .

• Membangkitkan ekonomi daerah.

• Meningkatkan kesejahteraan petani kakao

• Menciptakan industri turunan kakao : confectionary, farmasi, kosmetik dan produk

makanan dan minuman lainnya berbasis coklat.

• Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi bagi daerah.

• Menjaga stabilitas harga biji kakao minimal Rp. 35.000 /kg; produk hilir kakao minimal

Rp. 100.000 – 200.000 / kg

MANFAAT

II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

Page 54: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

54 54

2. Aspek Sosial

• Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan

kegunaan kakao.

• Pergeseran kegiatan utama ekonomi masyarakat dari sektor informal ke

formal (pertanian ke industri)

• Peningkatan infrastruktur di daerah

3. Dampak Pemenuhan Kebutuhan Domestik dan Daya Saing Nasional

• Meningkatkan daya saing industri pengolahan kakao

• Meningkatkan pertumbuhan industri pengolahan kakao di dalam negeri

• Meningkatkan ekspor produk pengolahan kakao

II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

MANFAAT

Page 55: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

55 55

No Uraian Tahun

2016 2017 2018 2019 1. Hilirisasi Industri

Makanan/Minuman berbasis kakao

Penetapan Lembaga Techno park hilirisasi industri kakao: 1. Techno Park TTP (BPTP) Gunung Kidul, 2. Techno Park TTP (BPTP) Payakumbuh, 3. Techno Park Rumah Cokelat – Palu, 4. Techno Park Ind. Pengolahan Cokelat – Univ. Haluoleo Kendari, 5. Techno Park Teaching Factory di UNHAS 6. Techno Park Kampung Cokelat Kademangan-Blitar, Jatim 7. Techno Park Franchise Chocochock (minuman), Tangerang 8. Techno Park Agrowisata kakao dan Cokelat di Singaraja, Bali 9. Techno Park Chocolate School by Tulip (praline) di Permata Hijau, Jakarta 10.Techno Park BT Chocolate Academy (makanan dan minuman cokelat), Tangerang

2. Kegiatan Identifikasi potensi dan penguatan IKM disekitar Techno park

Penyiapan Tempat Uji Kompetensi (TUK), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)

Promosi peningkatan konsumsi kakao dan cokelat

Pemenuhan standardisasi

Promosi peningkatan konsumsi kakao dan cokelat bagi kesehatan

Pelipatgandaan (Multiflikasi) value added, melakukan zero waste reduction

Pengembangan produk hilir

RENCANA AKSI

II.C.10.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

Page 56: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

56 56

No Uraian Tahun

2016 2017 2018 2019

3. Output Dari 10 Techno park akan tercipta 200 wirausaha yang berizin P-IRT yang

diharapkan masing-masing akan membangun pabrik produk hilirisasi kakao

Sertifikasi Kompetensi bagi tenaga kerja yang berkompeten.

4. Outcomes Tumbuhnya

industri makanan

dan minuman

serta eduwisata

cokelat

Tumbuhnya

industri makanan

dan minuman

serta eduwisata

cokelat

Tumbuhnya

industri makanan

dan minuman

serta eduwisata

cokelat

Tumbuhnya industri

farmasi dan

kosmetika berbasis

cokelat

RENCANA AKSI

II.C.10.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

Page 57: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

57

CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU

Page 58: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

58

CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU

Page 59: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

59

CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU

Page 60: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

60

CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU

Page 61: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

61

CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU

Page 62: HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS AGRO

62