7

Click here to load reader

HIDUP HARMONI DENGAN RESIKO BENCANAtataruang.bpn.go.id/bulletin/upload/data_artikel/HIDUP HARMONI... · BNPB berperan aktif dan konstruktif dalam manajemen kebencanaan erupsi Gunung

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HIDUP HARMONI DENGAN RESIKO BENCANAtataruang.bpn.go.id/bulletin/upload/data_artikel/HIDUP HARMONI... · BNPB berperan aktif dan konstruktif dalam manajemen kebencanaan erupsi Gunung

HIDUP HARMONI DENGAN RESIKO BENCANA

Dr. Syamsul Ma’arif

Ketua Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB)

Mungkin jika ada sosok yang begitu identik dengan bencana di

Indonesia saat ini adalah Mayjen Purn. Syamsul Ma‟arif,

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Kinerja BNPB selama di bawah kepemimpinan Syamsul

Ma‟arif memang cukup menonjol dalam memberikan bantuan

kepada warga bangsa yang tertimpa bencana alam. Misalnya,

BNPB berperan aktif dan konstruktif dalam manajemen

kebencanaan erupsi Gunung Merapi, erupsi Gunung Bromo di

Jatim, bencana gempa bumi di Sumbar, dan bencana lainnya.

Menurutnya, kendati Indonesia sebagai negara dilingkupi

lingkungan alam yang rawan bencana, namun hakikatnya

bencana itu tak ada. Yang ada adalah hazard (bahaya).

Karenanya, strategi mempersiapkan warga yang rawan

bencana itu jauh lebih penting dibanding pemberian bantuan

dalam kondisi darurat. Kepala BNPB ini adalah putera

kelahiran Kediri, Jawa Timur.

Jabatan kepala BNPB dianggapnya seperti karir ke dua, sementara karir pertamanya

adalah di jalur militer. Setelah lulus dari Akmil Magelang tahun 1973, Syamsul pernah

meniti sejumlah jabatan penting di lingkungan TNI AD maupun Mabes TNI. Syamsul

yang juga dikenal sebagai jenderal santri ini pernah menjabat Danrem Bhaskara Jaya

Surabaya, Kasdam V/Brawijaya, Kapuspen TNI di era reformasi, dan jabatan lainnya.

Setelah pensiun dari militer, Syamsul dipercaya memangku jabatan kepala BNPB.

Beberapa kali menerima penghargaan antara lain Bintang Mahaputera Utama dari

pemerintah yang disematkan Presiden SBY di Istana Negara dan Nusa Reksa Pratama

dari civitas akademika Universitas Gadjah Mada yang diserahkan oleh rektor UGM, tidak

mengubah sifat beliau yang rendah hati dan ingin selalu berbuat yang terbaik. Syamsul

yang meraih gelar doktor (S3) Sosiologi Militer dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta

ini, menjelaskan, kunci penting dalam manajemen kebencanaan adalah pendekatan M to

M artinya pendekatan yang berhulu (awal) dari manusia dan berakhir (hilir) manusia pula.

Berikut hasil wawancara terkait kinerja BNPB dan apa yang harus dilakukan BNPB

bersama-sama stakeholder lainnya terutama masyarakat yang terkena risiko langsung

oleh bencana.

Page 2: HIDUP HARMONI DENGAN RESIKO BENCANAtataruang.bpn.go.id/bulletin/upload/data_artikel/HIDUP HARMONI... · BNPB berperan aktif dan konstruktif dalam manajemen kebencanaan erupsi Gunung

Apa aktivitas Anda sebelum menjabatKepala BNPB, serta bagaimana latar

belakang bergabungnya di BNPB ?

Latar belakang saya militer, pangkat terakhir saya Mayor Jenderal, dan jabatan saya yang

terakhir adalah Aster Kasum TNI. Pada saat kejadian bencana di Aceh, saya sudah

menjabat di sana dan tentu saja institusi saya terlibat untuk penanganan tsunami. Begitu

pula di Jogja. Kemudian pada tahun 2006 ketika ada kebakaran hutan, institusi saya

membantu untuk mengendalikan bencana asap pada waktu itu di Kalimantan maupun di

Sumatera. Dan akhirnya pada saat menjelang pensiun, saya diperintahkan Bapak Presiden

untuk menangani jabatan yang kosong, yaitu Kepala Pelaksana Harian Bakornas, yang

waktu itu ketuanya Bapak Wapres. Nampaknya pada tahun 2005, masyarakat yang

diwakili oleh DPR menganggap bahwa sistem penanggulangan bencana itu kurang

komprehensif atau belum punya sistem penanggulangan bencana. Saat kejadian tsunami

tahun 2005, ada inisiatif dari DPR untuk membuat undang-undang yang di menyatakan

perlunya ada satu badan menangani masalah bencana. Maka dalam UU tersebut

diamanatkan bahwa pemerintah pusat membentuk BNPB, dan pemerintah daerah

membentuk BPBD. Maka kebencanaan adalah tanggung jawab pemerintah dan

pemerintah daerah. Sedangkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) itu

diatur di bawah gubernur dan bupati, bukan lembaga vertikal di bawah BNPB (pusat).

Artinya?

Sepertinya kata-kata itu perlu dinyatakan secara eksplisit. Dengan otonomi daerah maka

ada kabupaten, juga provinsi. Jadi bila ada penanganan yang dirasa kurang tegas dan

sebagainya, itu tergantung kepala daerahnya, jadi bupati misalnya yangm seharusnya

mengendalikan. Bahkan perjalanan UU ini membutuhkan waktu yang sangat lama

menurut saya. Sejak tahun 2005 UU disusun, baru dua tahun kemudian UU itu

Page 3: HIDUP HARMONI DENGAN RESIKO BENCANAtataruang.bpn.go.id/bulletin/upload/data_artikel/HIDUP HARMONI... · BNPB berperan aktif dan konstruktif dalam manajemen kebencanaan erupsi Gunung

diterbitkan/disahkan. Sebagai konsekuensinya, baru satu tahun kemudian, yaitu pada

2008, BNPB ini dibentuk. Jadi saya itu hanya tinggal pindah saja, yang tadinya Kepala

Pelaksana Harian sebagai eselon I, lalu saya menjadi Kepala BNPB yaitu setingkat

Menteri sesuai yang diamanatkan dalam UU tersebut. Itu pengalaman saya dari sebelum

menjabat sampai saat menjabat dengan serangkaian kegiatan yang dialihstatuskan dari

militer menjadi sipil.

Tugas apa yang diamanatkan Presiden ?

Perintah Presiden tentang penanggulangan bencana secara komprehensif, ya, yang tadi itu,

setiap bencana harus ditangani oleh Pemda, baik Pemda Kabupaten maupun Kota.

Pemerintah Provinsi juga mendapat tugas untuk merapat ke kabupaten dengan

mengerahkan sumber daya yang ada di provinsi termasuk kabupaten dan kabupaten

tengga untuk dikerahkan dalam membantu kabupaten yang terkena bencana. Kemudian

pusat mendapat tugas untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang

ekstrim, yang tidak dapat mereka penuhi. Katakanlah misalnya dana mereka terbatas atau

peralatannya terbatas. Jadi dalam konteks ini hubungannya bukan vertikal, karena tiap

instansi pemerintah diberi tugas yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Jadi

walau Pemda yang diberi tugas mengatasi masalah kebencanaan, provinsi juga jangan

diam saja, karena dia juga punya tugas. Contohnya pada bencana di Pesisir Selatan-

Sumatera Barat. Pemerintah pusat datang untuk mengemban amanat Presiden, yakni

untuk menyelesaikan hal ekstrim yang tidak bisa diatasi daerah yang bersangkutan. Jadi

konkritnya, jika terjadi bencana kami akan datang, tapi tidak untuk memimpin, yang

memimpin tetap bupati. Kalau instansi ini bersifat vertikal, maka begitu datang kami

akan langsung ambil alih. Tapi ini tidak. Tim kami berada di sana untuk mengikutim

rapat bupati dan mendengarkan apa keperluan mereka. Jadi apa yang bisa diatasi

kabupaten, diatasi kabupaten dan apa yang bisa diatasi provinsi, akan diambil provinsi.

Makanya saya katakan konteksnya tidak vertikal. Kami semua memiliki tugas. Misalnya

untuk menyalurkan logistik ke tempat-tempat yang terputus itu membutuhkan helikopter.

Maka kami akan membawakan helikopter, seperti yang kami lakukan di Pesisir Selatan

kemarin.

apa visi dan misi BNPB, berikut Tupoksinya? Berdasarkan pengalaman membantu korban bencana, misalnya

di Muko- Muko, daerah tersebut kehabisan tenda sehingga

terpaksa membeli dari Bandung. Kami yang membeli tetapi

yang membagikan tetap Bupati. Pada saat kejadian gempa di

Padang tahun 2007/2009, mie instan menjadi langka sehingga

kami terpaksa mendatangkan dari Palembang dan sekitarnya.

Dari sini kami simpulkan, penanganannya tidak bisa

sentralistik. Jadi ide besar reformasi bahwa pemerintah daerah

bertanggungjawab melindungi masyarakatnya benar-benar

diwujudkan di sini, karena memenuhi kebutuhan dasar

masyarakat adalah tanggung jawab mereka, kecuali kalau dia

„jatuh‟. Contohnya waktu gempa bumi tahun 2006 di Jogja.

Bupati Bantul sudah pasrah, karena semuanya hancur termasuk

Page 4: HIDUP HARMONI DENGAN RESIKO BENCANAtataruang.bpn.go.id/bulletin/upload/data_artikel/HIDUP HARMONI... · BNPB berperan aktif dan konstruktif dalam manajemen kebencanaan erupsi Gunung

keluarganya seperti halnya di Aceh. Saat itu barulah kami benar-benar ambil alih sampai

mereka mampu mengurusnya sendiri. Sebenarnya strategi dan ideologi kemerdekaan

Indonesia sangat bagus. Kita tidak akan menghilangkan kewibawaan pemerintah daerah

yang dipilih rakyatnya. Kalau semuanya dari pusat dan bupatinya diam saja, lalu bupati

melindungi apa? Ketika suatu provinsi terkena bencana bukan berarti seluruh provinsi

terkena, pasti ada kabupaten-kabupaten yang selamat. Misalnya bencana tsunami Aceh

yang memakan korban sekitar 200 ribu orang meninggal. Ternyata kabupaten yang

sebelah tengah dan timur masih survive. Begitu juga apabila kabupaten terkena bencana.

Pasti tidak seluruh kabupaten menderita langsung, ada beberapa kecamatan yang tidak

kena. Sepertipada bencana di Wasior. Sebenarnya hanya kecamatan di Teluk Wondama

yang terkena bencana, bukan seluruh kabupaten, tapi ributnya ga ketulungan. Dalam

wawancara ini saya ingin meluruskan agar tiap kabupaten diberdayakan. Bahwa dalam

pemberdayaannya kami mengintervensi itu benar, tetapi hanya pada dosis tertentu.

Karena Indonesia, khan, penuh bencana. Kalau selalu diurusi pusat, kapan mereka kuat?

Saya menuju ke visi itu, karena visi kebencanaan kita adalah „Ketangguhan Bangsa

Menghadapi Bencana‟. Artinya seluruh wilayah tanah air harus tangguh.

Strategi untuk mewujudkan Visi seperti apa?

Salah satu strategi untuk menuju ketangguhan bangsa adalah membuat masyarakat di

daerah menjadi tangguh. Ketangguhan itu kami definisikan paling tidak dalam empat

elemen: Pertama, masyarakat dibilang tangguh apabila memiliki daya antisipasi. Tentu

tetap kami bantu, misalnya BMKG memberikan informasi; Ke dua, masyarakat harus

punya daya pengurangan risiko dengan cara menghindari maupun menolak. Misalkan

kalau sudah tahu daerah mereka akan terkena limpahan air jika tanggul jebol. Maka

langkah penolakan bencananya adalah menyiapkan bronjong atau pasir yang ditumbuk,

atau menyiapkan pompa air kalau terjadi banjir. Bisa juga melakukan pengurangan risiko

dengan menghindar kalau sudah tau banjir akan menerobos ke permukiman; Ke tiga,

adaptasi. Misalnya masyarakat 10 kabupaten yang dilewati Sungai Bengawan Solo sudah

paham bahwa setiap tahun wilayahnya terkena banjir. Mereka sudah tau apa adaptasinya.

Selain itu juga ada early warning system yang dibuat untuk adaptasi aliran lahar dingin

sekarang ini; Ke empat, masyarakat mempunya daya lenting atau „Bounce Back‟. Untuk

mendukung masyarakat untuk mempunyai daya lenting kita harus bertanya,

bantuanbantuan itu membuat dia memiliki daya lenting atau bergantung? Kalau

seandainya ada intervensi – katakanlah dengan alasan solidaritas bangsa – itu bagus dan

tetap kita pelihara. Tapi jangan sampai solidaritas itu menjadi suatu ketergantungan yang

merendahkan atau mengurangi daya „bounce back‟ mereka. Visi itu harus kita wujudkan

dalam hal yang konkrit. Jadi saya juga menghimbau untuk menerima bantuan melalui

satu pintu, BPBD setempat atau BNPB.

Terkadang orang ingin memberikan bantuan sendiri karena tidak percaya. Sebaiknya

tetap ditunjuk satu tempat supaya tidak terjadi seperti yang terjadi di Jogja – bantuan

banyak datang lewat kereta api dan menumpuk di sana. Posko ingin mengambil tidak

berani karena tidak ada alamatnya. Akhirnya bantuan menumpuk dan masyarakat saling

menyalahkan. Harusnya bantuan dialamatkan ke posko BNPB atau BPBD karena

undangundang akses, dan sebagainya. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah,

Page 5: HIDUP HARMONI DENGAN RESIKO BENCANAtataruang.bpn.go.id/bulletin/upload/data_artikel/HIDUP HARMONI... · BNPB berperan aktif dan konstruktif dalam manajemen kebencanaan erupsi Gunung

masyarakat dan para pemangku kepentingan terkait di Indonesia belum sepenuhnya siap

dalam menghadapi bencana sehingga mengakibatkan tingginya korban jiwa maupun

kerugian material yang ditimbulkan oleh bencana. Upaya pengurangan resiko bencana

dikembangkan melalui usaha-usaha peningkatan ketahanan masyarakat dalam

menghadapi ancaman bencana. Berbagai kebijakan dan implementasi penanggulangan

bencana telah dilakukan. Misalnya, di bidang ilmu pengentahuan dan teknologi telah

dikembangan berbagai teknologi peringatan dini, seperti Indonesia Tsunami Early

Warning System (Ina TEWS) yang mampu menyampaikan informasi peringatan dini

delapan menit setelah gempa bumi. Demikian pula peringatan dini banjir, tanah longsor,

cuaca ekstrem dan sebagainya. Iptek tersebut dilakukan bersamaan dengan sosialisasi dan

pengembangan kapasitas. Namun ternyata jumlah korban bencana tetap banyak seperti

yang terjadi tsunami di Mentawai pada Oktober 2010, erupsi Merapi di Yogyakarta dan

di Jawa Tengah pada Oktober-November 2010 dan sebagainya. Bagaimana bentuk

kelembagaanBNPB dengan BPBD, tugas-tugas apa saja yang membedakan kewenangan

masing-masing (pusat dan daerah)? Sama seperti instansi lain (misalnya dengan dinas ke-

PU-an di daerah), tetapi tidak vertikal. BNPB berkoordinasi terkait permasalahan teknis

sementara BPDB bekerja langsung di lapangan. Jadi sekali lagi ditegaskan bahwa BNPB

dan BPBD tidak vertikal. Baik buruknya kinerja BPBD itu tergantung kepada pimpinan

daerahnya masing-masing, misalnya bupati.

Lebih konkritnya?

Jadi misalnya ada BUMN mau membantu, maka tolong bantuannya dikoordinasikan

dengan kami BNPB dan kalau bisa bantuan itu berdasarkan kebutuhan permintaan daerah.

Terkadang bantuan menjadi mubazir karena tidak butuh. Saya mengertiitu merupakan

solidaritas, tapi mari bekerjasama dengan BNPB. Kalau tidak percaya bantuan akan

sampai silakan membuat posko sendiri, tetapi di bawah pengendalian kami supaya

perhatian kepada masyarakat merata. Itu supaya tidak menimbulkan kesenjangan. UU

memang mengamanatkan kepada kami untuk menghitung dana yang disumbangkan.

BUMN pun hendaknya tetap melapor kepada kami. Ini tidak berarti kami mengambil

domain kementerian lain, tetapi UU yang mengamanatkan hal itu.

Salah satu tupoksi BNPB adalah menyampaikan informasi kegiatan

penanggulangan bencana kepada masyarakat. Dalam bentuk apa?

Salah satu isu yang dihadapi dalam

penanggulangan bencana adalah tingkat

kerentanan (vulnerability) masyarakat dalam

menghadapi bencana masih tinggi. Hal ini

disebabkan berbagai faktor antara lain:

kemiskinan, tingkat pendidikan, pengetahuan,

kesadaran dan infrastruktur penunjang dan

ketersediaan informasi yang mudah diakses,

dan sebagainya. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah, masyarakat dan para

pemangku kepentingan terkait di Indonesia belum sepenuhnya siap dalam menghadapi

bencana sehingga mengakibatkan tingginya korban jiwa maupun kerugian material yang

Page 6: HIDUP HARMONI DENGAN RESIKO BENCANAtataruang.bpn.go.id/bulletin/upload/data_artikel/HIDUP HARMONI... · BNPB berperan aktif dan konstruktif dalam manajemen kebencanaan erupsi Gunung

ditimbulkan oleh bencana. Upaya pengurangan resiko bencana dikembangkan melalui

usaha-usaha peningkatan ketahanan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana.

Berbagai kebijakan dan implementasi penanggulangan bencana telah dilakukan.

Misalnya, di bidang ilmu pengentahuan dan teknologi telah dikembangan berbagai

teknologi peringatan dini, seperti Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina TEWS)

yang mampu menyampaikan informasi peringatan dini delapan menit setelah gempa

bumi. Demikian pula peringatan dini banjir, tanah longsor,,cuaca ekstrem dan sebagainya.

Iptek tersebut dilakukan bersamaan dengan sosialisasi dan pengembangan kapasitas.

Namun ternyata jumlah korban bencana tetap banyak seperti yang terjadi tsunami di

Mentawai pada Oktober 2010, erupsi Merapi di Yogyakarta dan di Jawa Tengah pada

Oktober-November 2010 dan sebagainya.

Bagaimana bentuk kelembagaan BNPB dengan BPBD, tugas-tugas apa saja yang

membedakan kewenangan masing-masing (pusat dan daerah)?

Sama seperti instansi lain (misalnya KemenPU dengan dinas ke-PU-an di daerah), tetapi

tidak vertikal. BNPB berkoordinasi terkait permasalahan teknis sementara BPDB bekerja

langsung di lapangan. Jadi sekali lagi ditegaskan bahwa BNPB dan BPBD tidak vertikal.

Baik buruknya kinerja BPBD itu tergantung kepada pimpinan daerahnya masing-masing

misalnya bupati.

Bagaimana koordinasi penanggulangan bencana bersama pihak-pihak lain ?

Kami sering bertanya kepada kementerian dan institusi lain, “Anda mempunyai potensi

apa di sini?” Jadi kita bisa melihat potensi dan keahliannya apa. Karena kita tahu,

misalnya, tidak semua pihak punya keahlian SAR. Yang mempunyai standarnya tentu

Tim SAR. Dari situ dalam penanggulangan bencana kami membuat struktur organisasi

yang disebut “Komando Tanggap Darurat”, dimana di dalamnya ada cluster-cluster.

Misalnya cluster logistik, siapa yang termasuk di cluster itu? Sementara itu di cluster

SAR ada TNI, POLRI dan relawan-relawan tapi tetap di bawah koordinasi Tim SAR.

Alhamdulillah sewaktu di Yogyakarta hal itu sudah terwujud lebih bagus. Waktu di

Padang sudah mulai terwujud, tapi masih kurang bagus.

Apa harapan Bapak terkait penanggulangan bencana yang terjadi di Indonesia

untuk masa yang akan datang ?

BNPB masih banyak kekurangan, namanya juga organisasi baru dan peralatan juga

belum lengkap. Misalnya belum maksimalnya koordinasi penyaluran bantuan bagi

korban banjir di Pesisir Selatan yang banyak dikeluhkan, karena terjadi penumpukan

bantuan hanya pada lokasi tertentu. Hal itu terjadi karena memang belum semua lokasi

bencana terpetakan dengan baik. Karena itu mari kita sama-sama melengkapinya. Dengan

adanya leadership di BNPB. UU mengatakan, pada saat ada bencana kami mempunyai

fungsi komando. Dan pada saat sebelum dan sesudah bencana kami punya fungsi

koordinasi. Dan sekali lagi kami berharap kita kerja bersamasama. Di dalam kegiatan

bencana ini, antara komando dengan konsensus itu dekat. Maka kami berharap dalam

melakukan kegiatan bersama itu

Page 7: HIDUP HARMONI DENGAN RESIKO BENCANAtataruang.bpn.go.id/bulletin/upload/data_artikel/HIDUP HARMONI... · BNPB berperan aktif dan konstruktif dalam manajemen kebencanaan erupsi Gunung