23
Hemoragik Subkonjungtiva Okuli Dextra Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Fakultas Kedokteran UKRIDA Jl. Terusan Arjuna no. 6, Tanjung Duren, Jakarta Barat 11510. Kelompok B6 Anggota: William Wijaya 102010009 Beby Pricilia Tanesia 102011011 Rebecca Yolanda 102011017 Maria Mustika Dewanti 102011072 Julvica Heuw 102011175 Adrian Jonathan Tanudarma 102011235 Melani Sugiarti 102011306 Ni Wayan Mirah Wilayadi 102011392 William Prima Christian Kiko 102011407 1

Hemoragik Subkonjungtiva.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

Hemoragik Subkonjungtiva Okuli Dextra

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Fakultas Kedokteran UKRIDA

Jl. Terusan Arjuna no. 6, Tanjung Duren,

Jakarta Barat 11510.

Kelompok B6

Anggota:

William Wijaya 102010009

Beby Pricilia Tanesia 102011011

Rebecca Yolanda 102011017

Maria Mustika Dewanti 102011072

Julvica Heuw 102011175

Adrian Jonathan Tanudarma 102011235

Melani Sugiarti 102011306

Ni Wayan Mirah Wilayadi 102011392

William Prima Christian Kiko 102011407

1

Page 2: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

Pendahuluan

Mata merupakan panca indera halus yang memerlukan perlindungan terhadap faktor-

faktor luar yang berbahaya. Sebagaimana fungsi visualnya yang penting, untuk melindungi mata

terhadap cedera mata terdapat palpebra dan rongga mata yang terdiri atas tulang orbita di sekitar

mata. Mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 22 hingga 24 mm. Bola mata di bagian

depan mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan dua

kelengkungan yang berbeda. 1

Sebagai indera penglihatan makhluk hidup, bagian mata kita melakukan fungsi

penglihatan dengan melakukan koordinasi fungsi mata di setiap bagiannya. Mata kita seperti

yang terlihat dari luar hanya seperti bulatan bola mata, namun pada bagian dalamnya terdapat

jaringan anatomi mata yang cukup rumit untuk memproses penglihatan kita. Saat kita melihat

suatu objek, tentunya kita bisa menyebutkan objek apa yang sedang kita lihat. Hal ini merupakan

koordinasi fungsi pada anatomi dan morfologi mata, sehingga jika salah satu bagian mata ini

mengalami gangguan, baik secara anatomis maupun fungsional, maka akan mempengaruhi

bentuk dan atau fungsinya.1

Kelainan pada mata dapat terjadi pada beragam komponen penyusunnya, baik dicetuskan

oleh kelainan lokal, sistemik, trauma langsung maupun tidak langsung. Salah satu kelainan yang

dapat mengenai mata adalah hematoma atau perdarahan subkonjunktiva.1

Anamnesis

Pada anamnesis, ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, keluhan utama, riwayat penyakit

dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan riwayat obat. 2

Keluhan utama biasanya mata merah mendadak. Untuk mencari tahu riwayat penyakit

sekarang perlu ditanyakan apakah pasien menggunakan kacamata/lensa kontak, apakah ada

penurunan tajam penglihatan, apakah terasa gatal atau tidak, sakit atau tidak, warna sekret mata,

kelopak terasa lengket atau tidak, merasa silau (fotofobia) atau tidak. Tanyakan juga mengenai

ada atau tidaknya demam, sakit kepala, pembengkakan kelenjar, batuk, bersin-bersin, pilek, sakit

ketika menelan, suara serak, dan sakit telinga. 2

Pada riwayat sosial dan keluarga, perlu ditanyakan apakah pasien merokok, baru pergi ke

daerah mana, dan ada tidaknya orang-orang terdekat yang mengalami gejala yang sama.

2

Page 3: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

Pada riwayat penyakit dahulu ditanyakan apakah sering menderita penyakit serupa secara

berulang. Pada riwayat obat, ditanyakan apakah menggunakan obat-obatan tertentu dan apakah

alergi terhadap suatu obat tertentu.2

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang diperlukan meliputi survei umum keadaan pasien, tingkat

kesadaran, ekspresi wajah dan aktivitas motorik, tanda-tanda vital, pemeriksaan kelenjar limfe

servikal dan preaurikuler, dan pemeriksaan mata. Bila dicurigai ada infeksi fokal seperti ada

faringitis, maka pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok diperlukan. 3

Pemeriksaan mata yang dilakukan antara lain:

Ketajaman visus, menggunakan kartu Snellen

Palpebra, dilihat apakah ada edema, warna kemerahan, lesi, arah bulu mata, dan

kemampuan palpebra untuk menutup sempurna.

Konjungtiva dan sclera, dilihat warnanya dan vaskularisasinya, cari setiap nodulus atau

pembengkakan. Pada konjungtiva tarsus superior dicari kelainan seperti folikel,

membran, papil, papil raksasa, pseudomembran, sikatriks, dan simblefaron. Pada

konjungtiva tarsus inferior dicari kelainan seperti folikel, papil, sikatriks, hordeolum,

kalazion. Pada konjungtiva bulbi dilihat ada tidaknya sekret. Bila ada amati warna sekret,

kejernihan, dan volume sekret. Kemudian cari ada tidaknya injeksi konjungtival, siliar,

atau episklera, perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron, bercak degenerasi,

pinguekula, pterigium, dan pseudopterigium.

Kornea, lensa, dan pupil, dengan cahaya yang dipancarkan dari temporal dilihat apakah

ada kekeruhan (opasitas) pada lensa melalui pupil, apakah ada bayangan berbentuk bulan

sabit pada sisi medial, kemudian dilihat ukuran, bentuk dan kesimetrisan pupil.

Lapang pandang, dengan tes konfrontasi

Apparatus lakrimalis, dilihat apakah ada pembengkakan pada daerah kelenjar lakrimalis

dan sakus lakrimalis.

Pada kasus ini hasil pemeriksaan fisiknya adalah visus normal, pada pemeriksaan segmen

anterior tampak daerah kemerahan pada pembuluh darah lensa, dan pemeriksaan posterior dalam

batas normal.3

3

Page 4: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

Pemeriksaan Penunjang

Funduskopi atau Ophtalmoscopy

Tujuan dari pemeriksaan dengan tomometer adalah untuk mengukur TIO. Tonometer ada 3

macam yaitu tonometer digital, tonometer schiotz, dan tonometer aplanasi goldman.3

Cara pemeriksaan menggunakan tonometer :

- Klien diintruksikan untuk meliha kea rah bawah tanpa menutup mata

- Palpasi daerah interkalare dengan 2 telunjuk jika normal pasti terdapat fluktuasi atau

aliran

Cara pemeriksaan menggunakan Tonometer Schiotz :

Cara pemeriksannya adalah klien berbaring tanpa bantal, kemudian matanya ditetesi

pantocain 1-2% satu kali. Instruksikan klien untuk melihat ibu jarinya yang diacungkan

didepan matanya dan letakkan tonometer di puncak kornea. Tekanan normalnya antara

10-20 mmHg atau 7/7,5-10,5/7,5.

Cara pemeriksaan menggunakan Tonometer Aplanasi :

Paling akurat, cara pemeriksaannya dengan klien duduk dan langsung ditempelkan pada

kornea klien dan membutuhkan anastesi local dan sebelumnya klien diberikan fluoressein

lalu dilihat skalanya (mmHg).3

Tonometri

Pemeriksaan secara kasar (metode digital)

- Penderita diminta untuk melirik kebawah.

- Kedua jari telunjuk kita gunakan untuk pemeriksaan fluktuasi pada bola mata

penderita

Menggunakan Tonometer dari Schiotz.

- Persiapan : Mata penderita terlebih dulu ditetesi dengan larutan anestesi lokal.

- Tonometer didesinfeksi dengan dicuci alkohol atau dibakar dengan api spiritus.

Penderita tidur telentang, mata yang akan diperiksa melihat lurus keatas tanpa

berkedip.

- Tonometer diletakkan dengan perlahan-lahan dan hati-hati diatas cornea penderita.

4

Page 5: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

- Pemeriksa membaca angka yang ditunjuk oleh jarum tonometer.

- Kemudian pemeriksa melihat pada tabel, dimana terdapat daftar tekanan bola mata.

Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan menurun

pada hematoma subkonjungtiva, maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari

kemungkinan adanya ruptur bulbusokuli sebagai kemungkinan akibat trauma. Epitel konjungtiva

mudah mengalami regenerasi sehingga luka pada konjungtiva penyembuhannya cepat.3

Diagnosis Banding

Konjungtivitis Virus Faringokonjungtiva

Merupakan peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh

infeksi virus. Gejala muncul berupa demam, faringitis, sekret

berair dan sedikit, folikel pada konjungtiva yang mengenai satu

atau kedua mata. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 3, 4 dan

7, terutama mengenai anak-anak yang disebarkan melalui

droplet atau kolam renang. Masa inkubasi 5-12 hari, yang

menularkan selama 12 hari dan bersifat epidemik. Berjalan akut dengan gejala penyakit

hiperemia konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran,

selain itu dapat terjadi keratitis epitel superfisial dan atau subepitel dengan perbesaran kelenjar

limfe preurikel. Pengobatan hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres,

astringen, lubrikasi, pada kasus berat dapat diberikan antibiotik dengan steroid topikal.

Pengobatan biasanya simtomatik dan atibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Macam infeksi

konjungtiva ec virus antara lain adalah keratokonjungtivitis epidemi, konjungtivitis herpetik,

konjungtivitis varisela-zoster, konjungtivitis inklusi, konjungtivitis New Castle dan

konjungtivitis epidemi episode akut.4

5

Gambar 3. Konjungtivitis viral 4

Page 6: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

Dry Eyes atau Konjungtivitis Mata Kering

Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan

keringnya permukaan kornea dan konjungtiva yang

diakibatkan berkuarnganya fungsi air mata.

Kelainan-kelainan ini terjadi pada penyakit yang

mengakibatkan defisiensi pada komponen lemak

mata dan atau kelenjar lakrimalis, penguapan yang

berlebihan seperti pada keratitis neuropatik, hidup di

gurun pasir, keratitis lagoftalmus, keberadaan sikatriks pada kornea serta menghilangnya

mikrovili kornea. Pasien umumnya datang dengan keluhan gatal, mata seperti berpasir, visus

turun tampak kabur, sekresi mukus yang berlebihan, sukar menggerakan kelopak mata, mata

tampak kering dan terdapat erosi kornea. Konjungtiva bulbi tampak udema, hiperemik menebal

dan kusam. Kadang-kadang terdapat benang mukus kekuningan pada fornix konjungtiva bagian

bawah. Pengobatan tergantung pada penyebabnya dan air mata buatan yang diberikan

selamanya.5

Diagnosis Utama

Mata merupakan organ tubuh yang dapat dilihat dari luar. Bagian depan bola mata juga

dapat dilihat oleh karena medianya yang bening, sedangkan dinding bola mata bagian dalam atau

fundus dapat dilihat dengan oftalmoskop karena media refraksi yang jernih. Keseluruhan sistem

yang menyusun mata mendukung suatu fungsi penting peranan visual manusia. Sebagai indera

penglihatan makhluk hidup, bagian mata kita melakukan fungsi penglihatan dengan melakukan

koordinasi fungsi mata di setiap bagiannya. Mata kita seperti yang terlihat dari luar hanya seperti

bulatan bola mata namun, pada bagian dalamnya terdapat jaringan pada anatomi mata yang

cukup rumit untuk memproses penglihatan kita. Saat kita melihat sesuatu objek, tentunya kita

bisa menyebutkan objek apa yang sedang kita lihat. Hal ini merupakan koordinasi fungsi pada

anatomi mata, sehingga jika salah satu bagian mata ini mengalami gangguan yang

mempengaruhi penglihatan. 5

Tanpa mata dengan bagian bagian mata yang sehat, kita tidak bisa melakukan proses

penglihatan. Selain itu, gangguan pada fungsi mata juga akan terjadi di dalam kegelapan, karena

6

Gambar 4. Dry Eyes 7

Page 7: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

mata tidak bisa melihat sebab tidak adanya cahaya yang masuk ke mata. Berikut merupakan

gambaran anatomi dan fisiologi komponen-komponen penyusun organ mata manusia, yaitu : 3

Kelopak mata : berfungsi untuk menutupi dan melindungi mata pada benda banda luar,

sekaligus memperindah mata, khususnya pada wanita dengan memakai eyeshadow dan

eyeliner sebagai riasan mata.

Alis mata : berfungsi untuk menahan keringat atau air hujan yang bisa masuk ke dalam

bola mata.

Bulu mata : berfungsi untuk melakukan terhadap filter cahaya yang masuk dan

melindungi mata dari masuknya benda-benda asing.

Konjungtiva : merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.

Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva

mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi

bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

- Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari

tarsus.

- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya.

- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan

konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.Konjungtiva bulbi dan forniks

berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata

mudah bergerak.

Kornea : lapisan paling luar mata ini, bersifat kuat dan tembus terhadap cahaya. Bagian

kornea mata menerima fungsi untuk menerima, dan kemudian meneruskan cahaya yang

masuk ke mata, dan juga melindungi anatomi mata yang bersifat lebih sensitif di

dalamnya.

Aqueous humor : bagian yang merupakan cairan kornea dan lensa mata, memiliki fungsi

untuk melakukan pembiasan terhadap cahaya yang masuk kedalam mata.

Lensa kristalin : lensa mata melakukan peran penting dalam mengatur letak bayangan

objek, agar tepat jatuh pada bintik kuning. Lensa mata berfungsi dalam memfokuskan

obyek sehingga jika terdapat gangguan mata silinder misalnya, hal ini terjadi karena

terdapat kelainan yang terjadi pada lensa mata.

7

Page 8: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

Iris : anatomi mata yang membentuk celah lingkaran mata di tengah-tengahnya. Warna

pada mata ini dipengaruhi oleh iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk pada mata

dan terletak pada tengah-tengah bola mata.

Pupil : sebuah celah yang terbentuk karena cahaya yang masuk melalui iris, sehingga

pupil ini melakukan pengaturan terhadap banyak dan sedikitnya cahaya yang masuk ke

dalam mata. Pupil berada di tengah iris dan mengecil atau membesar untuk

menyesuaikan cahaya.

Vitreus humor : berbentuk cairan bening yang terisi pada rongga mata, yakni memiliki

fungsi untuk meneruskan cahaya dari lensa ke retina. Kelainan pada bagian ini dapat

menyebabkan penyakit glaukoma yang sering sebabkan kebutaan.

Retina : merupakan bagian dinding belakang bola mata, yang merupakan tempat

bayangan dibentuk. Retina atau selaput jala adalah bagian mata yang peka terhadap

cahaya. Kemudian retina inilah yang berfungsi menangkap dan meneruskan cahaya dari

lensa hingga ke saraf mata. Pada ujung ujung syaraf inilah yang menerima cahaya.

Bintik kuning : berbentuk seperti melengkung pada badan retina dan merupakan bagian

paling peka pada retina.

Syaraf optik : berfungsi untuk meneruskan rangsangan cahaya yang diterima retina ke

bagian otak. Saraf optik atau syaraf mata ini akan menerima semua informasi yang akan

nantinya diproses di otak, dengan demikian kita bisa melihat suatu objek.

Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di permukaan

dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Konjungtiva Ini memiliki

suplai limfatik yang tebal dan sel imunokompeten

yang berlimpah. Mukus penting pada air mata.

Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya

infeksi. Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler

dan submandibula, yang berkoresponden dengan aliran

di kelopak mata. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian

yaitu sebagai berikut :

Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan

mukokutaneus pada tepi kelopak dan

bergabung ke lapis tarsal posterior.

8

Gambar 1. Lapisan Konjungtiva 5

Page 9: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke

tarsus. Ditepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks

superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva

bulbaris.4

Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan bulbi.

Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel kornea

pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt. Stroma

beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbusdimana dua lapisan

menyatu.Konjungtiva bulbaris melekat longgar keseptum orbitale di forniks dan melipat

berkali – kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar

permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah

bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan

membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil

semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris

dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.4

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri

siliaris anterior dan arteri palpebralis.

Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan

bersama dengan banyak vena konjungtiva

yang umumnya mengikuti pola arterinya

membentuk jaring – jaring vaskuler

konjungtiva yang banyak sekali.

Pembuluh limfe konjungtiva terusun

dalam lapisan superfisial dan lapisan

profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus

limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama

nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 5

Histologi konjungtiva terdiri dari epitel konjungtiva non-keratinisasi dan tebalnya sekitar

5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatarsebelum sel tersebut terlepas dari

permukaan. Sel goblet terdapat didalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di inferior

dari nasaldan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya sekitar 5 – 10% jumlahsel basal. Lapisan

9

Gambar 2. Vaskularisasi Konjungtiva 5

Page 10: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisansel epitel silinder bertingkat, superfisial

dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di

dekatpersambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel – selepitel skuamosa. Sel-

sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat

mengandung pigmen. Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang

banyak kehilangan pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid

(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid

dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum

germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. 5

Hemoragik subkonjungtiva merupakan keadaan pecahnya pembuluh darah yang terdapat

pada atau di bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera, dan bisa bersifat

unilateral maupun bilateral tergatung etiologi yang mendasari . Pecahnya pembuluh darah ini

dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii atau dikenal dengan hematom kacamata,

pembuluh darah yang rapuh dan rentan pecah, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis, anemia

dan faktor obat-obat tertentu. Bila pendarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu

dipastikan bahwa tidak terdapat robekan di bawah jaringan konjungtiva atau sklera. Kadang-

kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih buruk sepeeti perforasi

bulbus okuli. Besarnya pendarahan subkonjungtivaini dapat kecil ata luas di seluruh

subkonjungtiva. Warna merah pada konjungtiva pasien pastinya memberikan rasa was-was

sehingga pasien akan segera minta pertolongan pada dokter. Warna merah akan berubah menjadi

warna hitam setelah beberapa hari, layaknya hematom pada bagian tubuh lainnya. Berdasarkan

gambaran penyakit yang ada, pasien pada skenario 10 didiagnosis menderita hematoma

subkonjungtiva. 5

Etiologi

Disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan kadang-kadang oleh coxsackievirus A24. Virus

ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti seprei, alat-

alat optic yang terkontaminasi, dan air.6

Terlalu sering mengucek-ngucek mata mengakibatkan lecet pada konjungtiva, namun ada

kalanya pembuluh darah ikut terkena yang akibatnya pembuluh darah kecil ini robek dan

mengeluarkan darah.6

10

Page 11: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

Manuver Valsalva, antara lain seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin. Batuk,

muntah dan bersin  yang terus menerus bisa mengakibatkan naiknya tekanan pembuluh

darah setempat terutama di daerah leher dan kepala sehingga berakibat kaliper mata

menjadi pecah.7

Traumatik. Terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola

mata. Bekas pukulan atau kemasukan benda asing bisa mengakibatkan robeknya

konjungtiva sehingga pembuluh darah ini turut robek dan mengeluarkan darah.7

Hipertensi. Naiknya tekanan darah bisa mengakibatkan tahanan pembuluh kapiler mata

bertambah, akibatnya pembuluh kapiler tidak sanggup menahan naiknya tekanan ini

hingga akhirnya pecah.7

Gangguan perdarahan. Jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat

trauma atau infeksi, termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE, parasit dan

defisisensi vitamin C. Kelainan pada komposisi darah mengakibatkan konsentrasi darah

jauh lebih rendah yang berakibat terjadi perubahan pada tekanan hidrostatis pembuluh

darah sehingga darah merembes keluar dari dalam pembuluh darah.7

Berbagai riwayat pengobatan dengan antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan

vitamin A dan D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan

subkonjungtiva, penggunaan warfarin atau anti koagluan lainnya.7

Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.

Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva,

termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia, malaria,

dan virus (influenza, smallpox, measles,yellow fever, sandfly fever).7

Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan tulang

panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.7

Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi

oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan pinguecula.7

Konjungtivokhalasis merupakan relaksasi dinding pembuluh darah konjungktiva, yang

mana diduga menjadi salah satu faktor resiko yang memainkan peranan penting pada

patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.7

Epidemiologi

11

Page 12: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun

hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur. Penelitian epidemiologi

di Amerika Serikat rata – rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7

tahun. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%). Pada perdarahan

subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan

tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka

terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah,

bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan. Pada kasus melahirkan, telah dilakukan

penelitian oleh Stolp W dkk pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva.

Bahwa kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva.6,7

Patogenesis

Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata

(sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar dari

bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang

halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila

mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan

dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan  terjadinya  perdarahan  subkonjungtiva.

Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera. Karena

struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat

subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama

dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena

daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan

kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata

terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan

tidak disertai rasa sakit.2,3 Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan

yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga

menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata.

Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma ataupun infeksi.

Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke

12

Page 13: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

ruang subkonjungtiva. Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi

dua,yaitu :

Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan

Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini terjadi secara tiba –  tiba (spontan).

Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh

darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah

menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia,

pemakaian antikoagulan dan batuk rejan.5,6

Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada

keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus seperti ini

kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu.

Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata

langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang

terjadi kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bolamata yang terjadi.7

Penatalaksanaan

Hemoragik subkonjungtiva sebenarnya tidak dibutuhkan pengobatan khusus dalam

menangani penyakit ini, bahkan dengan dibiarkan saja akan hilang dengan sendirinya kecuali

pada gangguan yang disebabkan oleh kelainan darah. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang

atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati. Namun dokter mata bisa saja memberikan obat

tetes mata antibiotik sekedar untuk mencegah terjadinya infeksi pada bagian mata yang lecet atau

robek tersebut.2

Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan

sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian airmata buatan juga dapat

membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab

utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah

perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan

multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk

mencegah risiko perdarahan berulang.3,7

13

Page 14: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi

berikut ini :

Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.

Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk melihat).

Terdapat riwayat gangguan perdarahan.

Riwayat hipertensi.

Riwayat trauma pada mata.

Komplikasi

Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 – 2

minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan

subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata apabila ditemui berbagai hal seperti

yang telah disebutkan diatas. Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau

berulang (kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan

Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan

didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal

dari limfoma adneksa okuler.2,7

Preventif

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hematoma subkonjungtiva

antarai lain adalah :7

- pengaturan pola hidup dan makan, terutama untuk pasien yang memiliki riwayat

gangguan sirkulasi darah positif, seperti hipertensi.

- pencegahan trauma baik benda tajam maupun benda tumpul.

Prognosis

Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya

yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering

mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan ketajaman penglihatan maka

14

Page 15: Hemoragik Subkonjungtiva.docx

dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi. Apabila tidak ada gangguan penurunan ketajaman

penglihatan maka prognosisnya sangat baik.4,5

Kesimpulan

Pada kasus yang sudah dibahas yaitu seorang pria yang berusia 50 tahun mengeluh mata

kanannya merah mendadak tanpa disertai penurunan visus dan dengan dilakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka diagnosisnya adalah hemoragik

subkonjungtiva okuli dextra dengan diagnosis banding nya yaitu konjungtivitis virus okuli dextra

dan dry eye okuli dextra.

Daftar Pustaka

1. Ilyas S. Masalah lesehatan mata anda dalam pertanyaan-pertanyaan. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI; 2000.h.1-120.

2. Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2003.h.183.

3. Graber MA, Toth PP, Herting RL. Buku saku dokter keluarga University of Lowa.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.h.558-9.

4. Delp, Manning. Mayor diagnosis fisik. Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2002.h.197-226.

5. Ilyas HS, Yuliyanti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi 4. Jakatra : Balai penerbit FKUI;

2013.h. 118, 265.

6. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Fakultas Kedokteran Universitas

Kristen Krida Wacana : 2011.h.43-4.

7. Vaughan, Asbury. Oftalmogi umum. Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran

EGC :2012.h.120.

15