38
BAB I PENDAHULUAN Hemiparese adalah kelemahan otot-otot lengan dan tungkai pada suatu sisi. Pada hemiparese terjadi kelemahan sebagian anggota tubuh dan lebih ringan pada hemiplegi. Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu stroke akibat infark serebral atau perdarahan. Hemiparese yang terjadi memberikan gambaran bahwa adanya kelainan atau lesi sepanjang traktus piramidalis. Lesi ini dapat disebabkan oleh berkurangnya suplai darah, kerusakan jaringan oleh trauma atau infeksi ataupun penekanan langsung dan tidak langsung oleh massa (hematoma, abses, tumor). Hal tersebut selanjutnya akan mengakibatkan adanya gangguan pada traktus kortikospinalis yang bertanggung jawab pada otot-otot anggota gerak atas atau bawah. Lesi yang mengenai daerah kortek serebri, seperti pada tumor, infark, atau trauma menyebabkan kelemahan sebagian tubuh pada sisi kontralateral. Hemiparesis yang terlibat pada wajah dan tangan (hemiparese brakhiofasial) lebih sering terjadi dibandingkan di daerah lain karena bagian tubuh tersebut memiliki area representasi kortikal yang luas. Lesi setingkat pedinkulus serebri, seperti prosses vaskular, perdarahan atau tumor menimbulkan hemiparesis spastik kontralateral yang dapat disertai oleh elumpuhan nervus okulomotorius ipsilateral. Lesi pada pons yang melibatkan traktus piramidalis karena tumor, iskemia pada

Hemiparese Dd Dead Line

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penyebab hemiparesis dan penatalaksanaannyapatomekanisme hemiparesis

Citation preview

Page 1: Hemiparese Dd Dead Line

BAB I

PENDAHULUAN

Hemiparese adalah kelemahan otot-otot lengan dan tungkai pada suatu sisi. Pada

hemiparese terjadi kelemahan sebagian anggota tubuh dan lebih ringan pada hemiplegi.

Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu stroke akibat infark serebral atau

perdarahan. Hemiparese yang terjadi memberikan gambaran bahwa adanya kelainan atau lesi

sepanjang traktus piramidalis. Lesi ini dapat disebabkan oleh berkurangnya suplai darah,

kerusakan jaringan oleh trauma atau infeksi ataupun penekanan langsung dan tidak langsung

oleh massa (hematoma, abses, tumor). Hal tersebut selanjutnya akan mengakibatkan adanya

gangguan pada traktus kortikospinalis yang bertanggung jawab pada otot-otot anggota gerak

atas atau bawah.

Lesi yang mengenai daerah kortek serebri, seperti pada tumor, infark, atau trauma

menyebabkan kelemahan sebagian tubuh pada sisi kontralateral. Hemiparesis yang terlibat

pada wajah dan tangan (hemiparese brakhiofasial) lebih sering terjadi dibandingkan di daerah

lain karena bagian tubuh tersebut memiliki area representasi kortikal yang luas.

Lesi setingkat pedinkulus serebri, seperti prosses vaskular, perdarahan atau tumor

menimbulkan hemiparesis spastik kontralateral yang dapat disertai oleh elumpuhan nervus

okulomotorius ipsilateral. Lesi pada pons yang melibatkan traktus piramidalis karena tumor,

iskemia pada batang otak atau perdarahan dapat menyebabkan hemiparesis kontralateral atau

mungkin bilateral. Lesi pada pyramid medulla biasanya karena tumor dapat merusak serabut-

serabut traktus piramidalis secara terisolasi, karena serabut-serabut non piramidal terletak

lebih ke dorsal pada tingkat ini. Akibatnya dapat terjadi hemiparesis flasid kontralateral.

Kelemahan tidak bersifat total karena jaras desenden lain tidak terganggu.

Page 2: Hemiparese Dd Dead Line

BAB II

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS HEMIPARESE

1. STROKE

A. DEFINISI

Kata stroke berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu serangan mendadak

seperti disambar petir . Stroke adalah serangan otak yang terjadi secara tiba-tiba

dengan akibat kematian atau kelumpuhan bagian tubuh. Karena sifatnya yang

menyerang itu, sindrom ini diberi nama stroke yang artinya kurang lebih pukulan

telak dan mendadak. Stroke disebut juga sebagai CVA (cerebro-vaskuler accident).

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan

fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam

atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskuler.

Menurut WHO, penyakit serebrovaskular termasuk stroke adalah pembunuh

nomor 2 di dunia. WHO memperkirakan 5,7 juta kematian terjadi akibat stroke pada

tahun 2005 dan itu sama dengan 9,9 % dari seluruh kematian. di Indonesia dari data

Departemen Kesehatan R.I. (2009), prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000

penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh

Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000

penduduk).

B. KLASIFIKASI

Banyak klasifikasi yang telah dibuat untuk memudahkan penggolongan stroke.

Menurut modifikasi marshall, stroke dapat diklasifikasikan

1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

a. Stroke iskemik

Transient Ischemic Attack (TIA)

Trombosis serebri

Emboli serebri

b. Stroke hemoragik

Perdarahan intraserebral

Perdarahan subarakhnoid

Page 3: Hemiparese Dd Dead Line

2. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu :

Transient Ischemic Attack (TIA)

Stroke in evolution

Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):

Tipe karotis

Tipe vertebrobasiler

4. berdasarkan sindroma klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi otak,

bamford dkk mengemukakan klasifikasi stoke menjadi 4 sub tipe :

Total anterior circulation infarct (TACI)

Partial Anterior circulation infarct (PACI)

Posterior Circulation Infarct (POCI)

Lacunar infarct ( LACI)

C. Faktor Resiko

Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan

kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau

potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well documented)

(Goldstein,2006).

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Berat badan lahir rendah

d. Ras/etnis

e. genetik

2. Modifiable risk factors

a. Well-documented and modifiable risk factors

Hipertensi

Paparan asap rokok

Diabetes

Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi

jantung tertentu

Dislipidemia

Stenosis arteri karotis

Sickle cell disease

Terapi hormonal pasca

menopause

Diet yang buruk

Inaktivitas fisik

Obesitas

b. Less well-documented and modifiable risk factors

Sindroma metabolik Penyalahgunaan alkohol

Page 4: Hemiparese Dd Dead Line

Penggunaan kontrasepsi oral

Sleep-disordered breathing

Nyeri kepala migren

Hiperhomosisteinemia

Peningkatan lipoprotein (a)

Peningkatan lipoprotein-

associated phospholipase

Hypercoagulability

Inflamasi

InfeksI

D. Patofisiologi 1. Stroke Iskemik

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas.

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap

an oxic depolarization - infarction

glutamat excitotoxicity

lactic asidosis - cytotoxic oedema

decrease in protein sintesis - selectif gene ekspresion

normal state

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Brain tisue responses to cerebral blood flow (CBF) decrease

Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Page 5: Hemiparese Dd Dead Line

Tahap 3 : Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

2. Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma

(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah

subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan

pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan

patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis

fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien,

peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating

Page 6: Hemiparese Dd Dead Line

arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek

penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh

ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat

menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena

darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena

ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis

Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar

permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.

Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular

atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

E. Manifestasi KlinisManifestasi yang muncul dapat berupa gangguan neurologis fokal maupun global yang akan di jelaskan berikut ini:

Gejala defisit neurologis fokal Gejala defisit neurologis globalGejala motorik kelemahan atau kekakuan tubuh satu sisi ganguan menelan gangguan keseimbangan tubuh

Gangguan Berbicara atau Berbahasa kesulitan pemahaman atau ekspresi berbahasa kesulitan membaca (dsylexia) atau menulis gangguan keseimbangan tubuh

Gangguan Sensorik perubahan kemampuan sensorik

Gejala Visual pandangan ganda gangguan penglihatan

Gejala Vestibular vertigo

Gejala Kognitif gangguan memori gangguan aktifitas sehari-hari

kelumpuhan seluruh tubuhpingsan light-headedness’ blackouts’ dengan gangguan kesadaran inkontinensia urin maupun feses bingung tinnitus

F. KOMPLIKASI STROKE

Page 7: Hemiparese Dd Dead Line

Komplikasi pada penderita stroke selama menjalani perawatan di RS, pasien

stroke dapat mengalami komplikasi akibat penyakitnya. Komplikasi yang umum

terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24 jam sampai 48 jam pertama

setelah stroke.

Berbagai komplikasi lain yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:

- Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan.

Kejadian kejang umumnya memperberat defisit neurologik

- Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan

membutuhkan analgetik dan kadang antiemetik

- Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada

stroke batang otak, bila menetap carI penyebab lain seperti uremia dan iritasi

diafragma.

- Selain itu harus diwaspadai adanya:

- Transformasi hemoragik dari infark

- Hidrosefalus obstruktif

- Peninggian tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun

beberapa hari kemudian.

- Demam dan infeksi. Demam berhubungan dengan prognosa yang tidak baik.

Bila ada infeksi umumnya adalah infeksi paru dan traktus urinarius.

- Emboli pulmonal. Sering bersifat letal namun dapat tanpa gejala. Selain itu,

pasien menderita juga trombosis vena dalam (DVT).

- Abnormalitas jantung. Disfungsi jantung dapat menjadi penyebab, timbul

bersama atau akibat stroke. Sepertiga sampai setengah penderita stroke

menderita komplikasi gangguan ritme jantung.

- Gangguan fungsi menelan, aspirasi dan pneumonia. Dengan fluoroskopi

ditemukan 64% penderita stroke menderita gangguan fungsi menelan.

Penyebab terjadi pneumonia kemungkinan tumpang tindih dengan keadaan

lain seperti imobilitas, hipersekresi dll.

- Kelainan metabolik dan nutrisi. Keadaan undernutrisi yang berlarut-larut

terutama terjadi pada pasien umur lanjut. Keadaan malnutrisi dapat menjadi

penyebab menurunnya fungsi neurologis, disfungsi kardiak dan

gastrointestinal dan abnormalitas metabolisme tulang.

Page 8: Hemiparese Dd Dead Line

- Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia. Akibat pemasangan kateter dauer,

atau gangguan fungsi kandung kencing atau sfingter uretra eksternum akibat

stroke.

- Perdarahan gastrointestinal. Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat

merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke.

Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.

- Dehidrasi : Penyebabnya dapat gangguan menelan

- Hiponatremi. Mungkin karena kehilangan garam yang berlebihan.

- Hiperglikemia. Pada 50% penderita tidak berhubungan dengan adanya

diabetes melitus sebelumnya. Umumnya berhubungan dengan prognosa yang

tidak baik.

- Hipoglikemia. Dapat karena kurangnya intake makanan dan obat-obatan.

G. PROGNOSIS

• Sekitar 50% penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan

fungsi normalnya.

• Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan mental dan tidak mampu

bergerak, berbicara atau makan secara normal.

• Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit.

• Yang berbahaya adalah stroke yang disertai dengan penurunan kesadaran dan

gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung.

• Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap,

meskipun beberapa mengalami perbaikan.

H. PENATALAKSANAAN

Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:

1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh

dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil

2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan

ogsigen sesuai kebutuhan

3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil

4. Bed rest

5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia

6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi

Page 9: Hemiparese Dd Dead Line

8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan

glukosa murni atau cairan hipotonik

9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat

meningkatkan TIK

10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun

atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT

11. Penatalaksanaan spesifik berupa:

Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik

Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi

Page 10: Hemiparese Dd Dead Line

2. TUMOR OTAK

A. DEFINISI

—-Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun

ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial)

atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak

dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase

B. ETIOLOGI

—-Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun

telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau,

yaitu :

1. Herediter

2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest).

3. Radiasi

4. Virus

5. Substansi-substansi Karsinogenik—-

C. KLASIFIKASI

—-Berdasarkan gambaran histopatologi,klasifikasi tumor otak yang penting dari segi

klinis, dapat dilihat pada Tabel-1 (dikutip dari Black 199)

Page 11: Hemiparese Dd Dead Line

D. GAMBARAN KLINIS

—-Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini, karena pada

awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan eragukan tapi

umumnya berjalan progresif. Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:

Gejala Serebral Umum

—-Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat

dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil,

pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas,

mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat

dijumpai pada 2/3 kasus.

1. Nyeri Kepala

—-Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala

awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70%

kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan

berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun

tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi

intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai

tumor otak.

2. Muntah

—-Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering

dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan

tak disertai dengan mual.

3. Kejang

—-Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25%

kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab

bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang

adalah tumor otak bila:

Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

Mengalami post iktal paralisis

Mengalami status epilepsi

Resisten terhadap obat-obat epilepsi

Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain

Page 12: Hemiparese Dd Dead Line

Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan

astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.

4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial

—-Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada

pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan kesadaran. Pada

pemeriksaan ditemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena

setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI

akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan

gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma,

spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan

craniopharingioma.

Gejala Spesifik Tumor Otak

1. Lobus frontal

Menimbulkan gejala perubahan kepribadian

Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang

fokal

Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia

Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy

Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

2. Lobus parietal

Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym

Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus

angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s

3. Lobus temporal

Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului

dengan aura atau halusinasi

Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese

Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala

choreoathetosis, parkinsonism.

4. Lobus oksipital

Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan

Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi

hemianopsia, objeckagnosia

5. Tumor di ventrikel ke III

Page 13: Hemiparese Dd Dead Line

Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan

obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial

mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran

6. Tumor di cerebello pontin angel

Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma

Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan

fungsi pendengaran

Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel

7. Tumor Hipotalamus

Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe

Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan

seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit,

bangkitan

8. Tumor di cerebelum

Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi disertai

dengan papil udem

Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-

otot servikal

9. Tumor fosa posterior

Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan

nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma

E. DIAGNOSIS

—-Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak

yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti, adapun

pemeriksaan penunjang yang dapat membantu yaitu CT-Scan dan MRI. Dari anamnesis

kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang mungkin sesuai

dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya ada tidaknya nyeri kepala,

muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik mungkin

ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan defisit lapangan pandang.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

—-Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk

memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.

Elektroensefalografi (EEG)

Foto polos kepala

Page 14: Hemiparese Dd Dead Line

Arteriografi

Computerized Tomografi (CT Scan)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

G. TERAPI

—-Pemilihan jenis terapi pada tumor otak tergantung pada beberapa faktor, antara lain  :

kondisi umum penderita

tersedianya alat yang lengkap

pengertian penderita dan keluarganya

luasnya metastasis.

—-Adapun terapi yang dilakukan, meliputi Terapi Steroid, pembedahan, radioterapi dan

kemoterapi.

Terapi Steroid

—-Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak

berefek langsung terhadap tumor.

Pembedahan

—-Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik dan untuk

mengurangi efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe tumor tertentu yang tidak

dapat direseksi.

—-Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan tumor otak yakni:

diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan dan persiapan pra bedah yang

lengkap, teknik neuroanastesi yang baik, kecermatan dan keterampilan dalam

pengangkatan tumor, serta perawatan pasca bedah yang baik, Berbagai cara dan teknik

operasi dengan menggunakan kemajuan teknologi seperti mikroskop, sinar laser,

ultrasound aspirator, bipolar coagulator, realtime ultrasound yang membantu ahli bedah

saraf mengeluarkan massa tumor otak dengan aman.

Radioterapi

—-Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total sebesar 5000-

6000 cGy tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari radioterapi hiperfraksi ini

didasarkan pada alasan bahwa sel-sel normal lebih mampu memperbaiki kerusakan

subletal dibandingkan sel-sel tumor dengan dosis tersebut. Radioterapi akan lebih efisien

jika dikombinasikan dengan kemoterapi intensif.

Kemoterapi

—-Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi tetap

diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam. Pada tumor-tumor

Page 15: Hemiparese Dd Dead Line

tertentu seperti meduloblastoma dan astrositoma stadium tinggi yang meluas ke batang

otak, terapi tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat membantu sebagai

terapi paliatif

H. PROGNOSIS

—-Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-negara

maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan

dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar

50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahaun (10 years survival) berkisar 30-40%.—-

Page 16: Hemiparese Dd Dead Line

3. MENINGITIS TB

A. DEFINISI

Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen)

yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis (en.wikipedia.org).

Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada

penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar

secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti

perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.

Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam

tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya

sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis

tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis

tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus tuberkulosis.

B. PATOFISIOLOGI

Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran

tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat

juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan

adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah

melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi

berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase

yang biasanya tenang.

Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951.

Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput

otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa

inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang

(Darto Saharso, 1999). Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka

akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan

meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari

fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut

adalah trauma kepala.

Primernya Di Paru-Paru

Page 17: Hemiparese Dd Dead Line

Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel.

Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang

reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi radang

yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang menyeluruh

akan berkembang.

Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis:

3. Araknoiditis proliferatif

Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang

melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi

radang akut di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna

kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit

dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan

mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi.

Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling

sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul

gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma

optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta

bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan

menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen.

2. Vaskulitis

dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang

melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini

menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri.

Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat.

Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis

interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan

terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena,

ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika

adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan

tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan,

hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan fibrinoid. Kelainan

pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel, proliferasi tunika intima,

degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan

anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak

Page 18: Hemiparese Dd Dead Line

dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan

trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak

jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel

mononuklear dan perubahan fibrin.

3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang

akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.

Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis

akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.

Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu:

1. Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier;

2. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan

meningitis yang difus;

3. Acute inflammatory caseous meningitis

Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks

Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid

4. Meningitis proliferatif

Terlokalisasi, pada selaput otak

Difus dengan gambaran tidak jelas

Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada setiap

pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur,

berat dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang

diberikan, virulensi dan jumlah kuman juga merupakan faktor yang mempengaruhi.

C. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam

tiga stadium:

1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)

Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu

Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan

neurologis

Gejala:

demam (tidak terlalu tinggi)

rasa lemah

anorexia

nyeri perut

sakit kepala

tidur terganggu

mual, muntah

konstipasi

Page 19: Hemiparese Dd Dead Line

apatis irritable

Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi yang

sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan

perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi,

apatis, mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten.

Kejang bersifat umum dan didapatkan sekitar 10-15%.

Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan

berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke

stadium III.

2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)

Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen.

Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk

diatas lengkung serebri.

Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada

bayi.

Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di

dasar otak " menyebabkan gangguan otak / batang otak.

Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan

kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema

ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan

fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul

disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark

bilateral atau edema otak yang berat.

Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala

utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak

yang lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya

makin menurun.

Gejala:

Akibat rangsang meningen " sakit kepala berat dan muntah (keluhan

utama)

Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak:

disorientasi

bingung

kejang

tremor

hemibalismus / hemikorea

hemiparesis / quadriparesis

Page 20: Hemiparese Dd Dead Line

penurunan kesadara

Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial:

Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII

Tanda: - strabismus - diplopia

ptosis - reaksi pupil lambat

gangguan penglihatan kabur

3. Stadium III (koma / fase paralitik)

Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama ± 2-3 minggu

Gangguan fungsi otak semakin jelas.

Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi

oleh eksudat yang mengalami organisasi.

Gejala:

Nadi dan pernapasan

irregular

demam tinggi

(hiperpireksia)

edema papil

hiperglikemia

kesadaran makin menurun,

irritable dan apatik, mengantuk,

stupor, koma.

otot ekstensor menjadi kaku dan

spasme, opistotonus.

pupil melebar dan tidak bereaksi

sama sekali. akhirnya, pasien

dapat meninggal.

Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu

dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum

pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1

minggu.

Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang

penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila

pengobatan terlambat atau tidak adekuat.

D. KRITERIA DIAGNOSIS

namnesa

pemeriksaan fisik: tergantung stadium penyakit. Tanda rangsang meningen seperti

kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 2 tahun.

Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium

o Darah: anemia ringan, peningkatan laju endap darah pada 80% kasus.

Page 21: Hemiparese Dd Dead Line

o Cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis (dengan cara pungsi

lumbal) :

Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-

batang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah berlangsung

lama dan ada hambatan di medulla spinalis.

Jumlah sel: 100 – 500 sel / μl. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan limfosit

sama banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih

banyak (pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase akut

dapat mencapai 1000 / mm3.

Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini

menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan pada

permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang menunjukkan

tingginya kadar fibrinogen (Iskandar Japardi, 2002).

Kadar glukosa: biasanya menurun (<>liquor cerebrospinalis dikenal sebagai

hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis

adalah ±60% dari kadar glukosa darah.

Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun

Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat ditemukan

kuman

Dari pemeriksaan radiologi:

Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.

Pemeriksaan EEG (electroencephalography)

CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah

basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.

Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging)

E. PENGOBATAN

Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni:

Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakni

isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.

Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin

hingga 12 bulan.

Berikut ini adalah keterangan mengenai obat-obat anti tuberkulosis yang digunakan

pada terapi meningitis tuberkulosis:

Page 22: Hemiparese Dd Dead Line

Isoniazid

Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Dosis harian yang biasa diberikan

adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam

satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100

mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak di

darah, sputum, dan liquor cerebrospinalis dapat dicapai dalam waktu 1-2 jam dan

menetap paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang

mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta. Isoniazid

mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan neuritis perifer.

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki

semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat

dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem

gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum

puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan

dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis

satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis

rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/

kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh,

termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalam liquor

cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami

peradangan daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan

warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata menjadi warma oranye

kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan

trombositopenia.

Pirazinamid

Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada

jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat

bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran

cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram /

hari. Kadar serum puncak 45 μg / ml tercapai dalam waktu 2 jam.. Efek samping

pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan

hiperurisemia (jarang pada anak-anak).

Streptomisin

Page 23: Hemiparese Dd Dead Line

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman

ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk

membunuh kuman intraselular. Streptomisin diberikan secara intramuskular

dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari, maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak

45-50 μg / ml dalam waktu 1-2 jam. Streptomisin sangat baik melewati selaput

otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak

meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura dan

diekskresi melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat

kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita

tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII

yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga

berdengung (tinismus) dan pusing.

Etambutol

Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid

jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu,

berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap

obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25

gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 μg dalam waktu 24 jam.

Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi

dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu

atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada

keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis

optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari

pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya.. Rekomendasi WHO

yang terakhir mengenai pelaksanaan tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan

penggunaannya pada anak dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari.

Bukti klinis mendukung penggunaan steroid pada meningitis tuberkulosis

sebagai terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat

menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak. Steroid yang dipakai

adalah prednison dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah itu

dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu sesuai

dengan lamanya pemberian regimen.

F. KOMPLIKASI

Page 24: Hemiparese Dd Dead Line

Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala

sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia,

dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak,

nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Komplikasi pada

mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan

keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh penyakitnya sendiri.

Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien yang hidup. Pada pasien ini

biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan dengan kelainan neurologis

menetap seperti kejang dan mental subnormal. Kalsifikasi intrakranial terjadi pada

kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima pasien yang sembuh mempunyai kelainan

kelenjar pituitari dan hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual,

hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan

gonadotropin.

G. PROGNOSIS

Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien

didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk

prognosisnya. Apabila tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis dapat

meninggal dunia. Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien yang berumur

kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada pasien yang lebih

tua usianya.

4. TODD’S PARALISIS

Todd paralisis adalah kondisi neurologis yang ditandai dengan periode singkat

kelumpuhan setelah kejang. Kelumpuhan yang mungkin sebagian atau lengkap

umumnya pada suaty sisi tubuh dan biasanya reda sepenuhnya dalam waktu 48 jam.

Todds paralise pada mulanya dapat terancukan dengan stroke. Hemipharese menyertai kejang-kejang setempat, namun tanda kelemahan dan neurologis hilang secara sempurna dalam 24 jam dari konvulsi. Meskipun penyebab todds paralisis belum diketahui secara pasti, hemiparese mungkin karena akibat dari penomena penghambat, mungkin terkait dengan disfungsi neurotransmiter.

Sebenarnya dengan riwayat hipertensi yang diderita kita bisa curiga ada gangguan vaskuler — membentuk epileptic area di otak yang mendasari terjadinya kejang pada pasien. Serangan sebelumnya menunjukkan kemungkinan pasien mengalami epilepsi parsial. Keadaan yang lemas pada saat dirawat hari-hari pertama menunjukkan Todd’s Paralysis yang biasa terjadi pada pasien post convulsion. Terapi dengan antiepilepsi dan suportif untuk kelemahan seluruh tubuh yang dialami.

Page 25: Hemiparese Dd Dead Line

Todd paralisis dapat memperngaaruhi kemampuan berbicara dan penglihatan.

Penyebab paralisis todd tidak diketahui. Teori lain menyebutkan kelainan dari korteks

motorik primer. Pemeriksaan dari seorang individu yang mengalani atau yang baru saja

mengalami kondisi ini dapat membantu dokter mengidentifikasi asal kejang. Hal ini

penting untuk membedakan kondisi dari suatu stroke yang membutuhkan perawatan

berbeda.

5. TRAUMA KAPITIS

Hematoma epidural : Perdarahan epidural terjadi diantara duramater dan tulang

tengkorak. Perdarahan ini terjadi karena robekanya salah satu cabang arteria diploica.

Robekan ini sering akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai

adalah adanya suatu lucid interval ( masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran

menurun lagi), tensi yang semakin tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat,

hemipharese, dan terjadi anisokor pupil.