Upload
aryoramdhani
View
254
Download
23
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Case Report
Citation preview
LAPORAN KASUS DEPARTEMEN
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN MIXED TYPE HEMANGIOMA SINONASAL
Oleh : Aryo Yunian Ramdhani
Pembimbing :
DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)
Dr. Dina Suryaningrum, Sp.THT-KL MSi. Med
DEPARTEMEN IKTHT-KL FK UNDIP / SMF KTHT-KLRSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Hemangioma adalah tumor jinak vaskular yang seringkali merupakan lesi
kongenital yang terletak pada kulit atau mukosa oral.1 Hemangioma sinonasal sangat
jarang ditemukan, kejadian hemangioma pada mukosa kavum nasi, sinus paranasal
dan nasofaring adalah 10% dari seluruh kelainan hemangioma pada daerah kepala dan
leher dan kurang lebih 25% dari seluruh tumor non eptelial dari regio anatomi ini.1,2
Kasus hemangioma capillare et cavernosum (mixed type hemangioma) sinonasal ini
merupakan kasus pertama yang ditemukan di RSUP Dr Kariadi Semarang.
Mixed type hemangioma merupakan gabungan dari hemangioma jenis kapiler
dan jenis kavernosa. Lesi berupa tumor yang lunak, berwarna merah kebiruan yang pada
perkembangannya dapat memberikan gambaran keratotik dan verukosa. Sebagian besar
ditemukan pada ekstremitas inferior dan seringkali unilateral. 3
Hemangioma dapat terjadi pada semua usia, terbanyak pada anak-anak dan
remaja laki-laki, wanita pada masa reproduktif, dan setara laki dan perempuan pada
usia diatas 40 tahun, sering menetap namun dapat hilang secara spontan.1,2 Belum ada
penelitian yang membandingkan angka kejadian hemangioma campuran sinonasal
antara wanita dan pria. Diagnosis banding hemangioma kapiler dan kavernosa
sinonasal diantaranya adalah angiofibroma, polip sinonasal, inverted papilloma, dan
dengan suatu tumor ganas bila didapatkan adanya suatu destruksi tulang.1,4-6 Diagnosis
mixed type hemangioma ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan temuan
histologis berupa epitel kolumner pseudokompleks bersilia bergoblet yang
mengandung proliferasi pembuluh darah yang melebar membentuk cavernous.1,3
Terapi pilihan untuk hemangioma sinonasal adalah ekstirpasi massa dengan
teknik operasi berdasarkan letak tumor.4,7 Teknik bedah dapat dilakukan dengan
bedah endoskopi atau tehnik eksternal.7,8 Pada tulisan ini dilaporkan satu kasus
pengelolaan mixed type hemangioma sinonasal dengan pendekatan rinotomi lateral.
Tulisan ini bertujuan untuk mengingatkan kembali mengenai cara mendiagnosis serta
pengelolaan mixed type hemangioma dengan ekstirpasi massa.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang wanita berumur 51 tahun, datang dengan keluhan utama hidung
kanan tersumbat. Sejak 8 tahun yang lalu pasien mengeluh hidungnya sering
tersumbat, hilang timbul Pasien juga mengeluh sering pilek disertai ingus warna
bening encer, tidak berbau. Pasien sering mimisan hilang timbul dari hidung kanan,
bila mimisan banyak, dapat berhenti sendiri tetapi dalam waktu yang lama. Sejak 2
tahun terakhir hidung kanan tersumbat menetap, terasa ada daging yang menyumbat
didalam hidung, mimisan menjadi semakin sering tetapi masih dapat berhenti sendiri.
Pasien mengeluh adanya nyeri kepala hilang timbul terutama pada bagian dahi, pipi
kanan terasa sedikit tebal, gangguan penciuman pada hidung kanan, telinga kanan
terasa gembrebeg, tidak ada kurang pendengaran, tidak ada mata kabur maupun
pandangan dobel, tidak ada gigi goyang maupun tanggal, tidak ada benjolan pada
leher, tidak ada benjolan ketiak, tidak ada benjolan selangkangan. Dalam 1 tahun
terakhir keluhan dirasa semakin memberat, mimisan beberapa kali dan banyak sampai
harus dirawat di RS Salatiga, dikatakan ada tumor di hidung dan dirujuk ke RSDK.
Penderita merupakan seorang ibu rumah tangga, tidak mempunyai riwayat
trauma pada hidung atau operasi hidung sebelumnya, tidak ada riwayat
mengkonsumsi pil KB, tidak ada riwayat alergi, kencing manis, darah tinggi, maupun
penyakit kronik berat lainnya. Biaya perawatan ditanggung jamkesmas.
Gambar 1. Profil Pasien
2
Dari pemeriksaan fisik, status generalis kompos mentis, kooperatif. Tanda
vital dalam batas normal. Didapatkan deformitas dorsum nasi kesan pendesakan
massa dari cavum nasi dekstra (Gambar 2). Dari pemeriksaan rhinoskopi anterior
cavum nasi dekstra tampak massa kemerahan, permukaan berbenjol-benjol, licin,
kesan tidak rapuh, mudah berdarah, tidak nyeri tekan memenuhi cavum nasi dekstra,
terdapat sekret mukopurulen dari hidung kanan. Kavum nasi sinistra dalam batas
normal. Tidak didapatkan nyeri tekan maupun nyeri ketok sinus. Pemeriksaan telinga
dan tenggorok dalam batas normal. Pasien kemudian diprogramkan untuk
pemeriksaan endoskopi dan biopsi serta MSCT Scan sinus paranasal dengan kontras.
Gambar 2. Deformitas pada dorsum nasi
Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan massa kemerahan permukaan
berbenjol-benjol, licin kesan tidak rapuh dan mudah berdarah disertai secret
mukopurulen memenuhi kavum nasi dekstra. Pada pemeriksaan kavum nasi sinistra
dalam batas normal. Tidak tampak massa pada nasofaring. (Gambar 3). MSCT Scan
SPN dengan kontras didapatkan gambaran massa inhomogen pd kavum nasi kanan
yang meluas sampai koana dan sebagian sinus ethmoid kanan, tampak kesuraman
pada sinus maksilaris kanan, sinus sphenoid kanan, sinus frontalis kanan yang disertai
destruksi pada selulae ethmoid kanan. Tak tampak destruksi tulang maupun perluasan
massa ke intrakranial (Gambar 4). Hasil pemeriksaan patologi anatomi biopsi
preoperatif mikroskopik menunjukkan jaringan dilapisi sel epitel kolumner
pseudokompleks bersilia dengan bagian metaplasia squamous, stroma jaringan
sembab, hiperemik, dengan proliferasi pembuluh darah yang melebar, berukuran kecil
sampai sedang, saling beranastomosis dilapisi endotel berisi eritrosit dan trombus,
bersebukan moderat limfosit, histiosit, sedikit leukosit PMN. Tak tampak tanda ganas.
Hal ini sesuai dengan gambaran Hemangioma capillare et cavernosis disertai radang
kronik non spesifik.
3
Gambar 3. Hasil pemeriksaan endoskopi. A: kavum nasi sinistra, B: nasofaring sinistra, C & D: kavum nasi dekstra
Gambar 4. Foto MSCT Scan SPN potongan aksial koronal dengan kontras.
4
Pasien kemudian didiagnosis Mixed type hemangioma sinonasal dan
direncanakan untuk ekstirpasi massa dengan pendekatan eksternal.
Pada tanggal 26 Maret 2013 dilakukan operasi ekstirpasi massa dengan
pendekatan rhinotomi lateral.
Kronologis Penatalaksanaan
Dilakukan operasi eksterpasi massa mixed type hemangioma sinonasal pada
tanggal 26 Maret 2013 dengan rhinotomi lateral.
Laporan operasi :
Durante operasi dilakukan insisi secara Moure di hidung kanan, diperluas
dengan kauter. Perdarahan dirawat. Sebagian os nasal ditatah ke superior dan
dipatahkan ke medial. Massa dievaluasi, tampak massa memenuhi kavum nasi dekstra
dan perlekatan massa pada sinus ethmoid dekstra serta septum nasi kanan bagian
posterior. Massa berwarna merah kebiruan, kenyal, mudah berdarah. Dilakukan
ekstirpasi pada seluruh massa dan dikirim ke bagian PA. Dilakukan ethmoidektomi
dan dievaluasi tampak discharge kental kekuningan bercampur darah dari sinus
ethmoid dan sphenoid kanan. Sebagian septum nasi bagian posterior mukosanya
diambil. Ostium sinus maksilaris kanan terbuka, tampak discharge kuning kental
bercampur darah. Dipasang tampon roll dengan betadine secara padat. Luka bekas
insisi operasi dijahit lapis demi lapis dengan chromic 3.0 dibagian dalam dan secara
subkutikuler dengan safil pada bagian luar. Durante operasi didapatkan perdarahan
+1300 ml. Seluruh massa yang ditemukan dan telah diekstirpasi dikirim ke
departemen Patologi anatomi.
5
Gambar 5. Massa post ekstirpasi.
Pasien mendapat terapi post operasi injeksi ceftriaksone 1 gram/12 jam,
injeksi dexamethason 5 mg/8 jam, injeksi ketorolac 30 mg/8 jam, injeksi kalnex 500
mg/8 jam, injeksi vit K 1 amp/8 jam, injeksi ranitidin 1 amp/8 jam. Dilakukan
pengawasan tanda-tanda perdarahan, keadaan umum, tanda vital, nyeri post operasi,
cek darah rutin ulang post operasi, ganti balut anterior kavum nasi setiap hari, aff
tampon roll cavum nasi bertahap mulai hari ke tiga post operasi. Hasil darah rutin post
operasi didapatkan Hb: 9,2 gr%, Ht: 27,8%, eritrosit 3,2 juta/mmk, trombosit:
256.000/mmk, leukosit 12.100/mmk. Durante operasi dilakukan transfusi PRC 250 ml
dan tambahan PRC 250 ml di ruangan.
Hari pertama follow up pasien merasa nyeri pada tempat daerah operasi dan
tidak nyaman pada bagian tenggorok; tidak ada gangguan pengelihatan, keluhan
perdarahan tidak ada. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien
kompos mentis, tanda vital dalam batas normal. Pada status lokalis hidung terpasang
tampon pada kedua cavum nasi, rembesan darah minimal, tidak ada perdarahan aktif.
Pada tenggorok tidak didapatkan post nasal bleeding. Telinga dalam batas normal.
Dilakukan ganti kassa anterior cavum nasi. Terdapat bengkak pada bawah kelopak
mata kanan dan pipi dekat jahitan, aproksimasi jahitan baik, tidak didapatkan
perdarahan maupun pus (Gambar 6). Terapi injeksi dexamethasone dinaikkan
menjadi 10 mg/8 jam, terapi lain dilanjutkan. Dilakukan monitoring GDS setiap pagi.
6
Gambar 6. Profil pasien hari pertama post operasi.
Hari kedua post operasi pasien mengeluh nyeri pada bagian dekat mata, nyeri
pada hidungnya sedikit berkurang. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
pasien kompos mentis, tanda vital dalam batas normal. Status lokalis hidung
terpasang tampon pada kedua kavum nasi, rembesan darah minimal, tidak ada
perdarahan aktif. Pada tenggorok tidak didapatkan post nasal bleeding. Telinga dalam
batas normal. Dilakukan ganti balut anterior kavum nasi. Bengkak pada bawah
kelopak mata kanan dan pipi dekat jahitan belum berkurang, luka bekas insisi
aproksimasi jahitan baik, tidak didapatkan perdarahan maupun pus. Terapi
dilanjutkan. GDS: 105 mg/dl. Hasil pemeriksaan darah rutin post transfusi didapatkan
Hb: 10,9 gr%, Ht: 33,1%, eritrosit: 3,91 juta/mmk, trombosit: 248.000/mmk, leukosit:
13.000/mmk.
Hari ketiga follow up pasien mengeluh nyeri di mata dan pada hidung sudah
jauh berkurang, tidak ada gangguan penglihatan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum pasien kompos mentis, tanda vital dalam batas normal. Status lokalis
hidung terpasang tampon pada kedua kavum nasi, tidak ada perdarahan maupun
rembesan darah. Tenggorok tidak didapatkan post nasal bleeding. Telinga dalam
batas normal. Luka bekas insisi aproksimasi jahitan baik, tidak didapatkan perdarahan
maupun pus. Dilakukan aff tampon anterior cavum nasi kanan dan kiri sebagian.
Evaluasi post aff tampon perdarahan mengalir cukup signifikan sehingga dilakukan
drep kassa tekan selama 5 menit masih didapatkan rembesan darah yang banyak
7
sehingga dilakukan pemasangan ulang tampon roll vasenol pada kedua cavum nasi.
Diberikan injeksi kalnex 500 mg ekstra. GDS: 102 mg/dl.
Hari ke empat follow up pasien mengeluh nyeri pada daerah mata dan hidung
berkurang. Pemeriksaan fisik masih tetap. Bengkak pada bawah kelopak mata kanan
dan pipi dekat jahitan rinotomi lateral sudah berkurang. Luka bekas insisi aproksimasi
jahitan baik, tidak didapatkan perdarahan maupun pus. Dilakukan aff tampon anterior
kavum nasi kanan dan kiri seluruhnya. Evaluasi post aff tampon perdarahan mengalir
banyak sehingga dilakukan pemasangan ulang tampon roll vasenol pada kedua cavum
nasi secara ringan. Diberikan injeksi kalnex 500 mg ekstra. Injeksi dexamethasone
diturunkan menjadi 5 mg/8 jam.
Hari ke lima follow up pasien mengeluh sedikit nyeri pada daerah hidung.
Pemeriksaan fisik pada hidung masih terpasang tampon pada kedua kavum nasi.
Bengkak pada bawah kelopak mata kanan dan pipi dekat jahitan rinotomi lateral
minimal. Luka bekas insisi aproksimasi jahitan baik, tidak didapatkan perdarahan
maupun pus. Dilakukan aff tampon anterior cavum nasi kanan dan kiri sebagian.
Evaluasi post aff tampon perdarahan tidak ada. Terapi dilanjutkan.
Hari ke enam follow up pasien mengeluh nyeri kepala hilang timbul.
Pemeriksaan fisik pada hidung terpasang tampon pada kedua kavum nasi. Bengkak
pada bawah kelopak mata kanan dan pipi dekat jahitan rinotomi lateral minimal.
Telinga dalam batas normal. Luka bekas insisi aproksimasi jahitan baik, tidak
didapatkan perdarahan maupun pus. Dilakukan aff tampon anterior kavum nasi kanan
dan kiri sebagian. Evaluasi post aff tampon perdarahan tidak ada. Injeksi ketorolac
dihentikan. Terapi ditambahkan Paracetamol 500 mg/8jam peroral.
Hari ke tujuh follow up pasien mengeluh nyeri kepala hilang timbul.
Pemeriksaan fisik pada hidung masih terpasang tampon pada kedua kavum nasi, tidak
ada perdarahan maupun rembesan darah. Luka bekas insisi aproksimasi jahitan baik,
tidak didapatkan perdarahan maupun pus. Dilakukan aff tampon anterior kavum kiri
seluruhnya, kanan sebagian. Evaluasi post aff tampon tidak terjadi perdarahan. aff
tampon anterior kavum kiri seluruhnya, kanan sebagian. Terapi lain dilanjutkan.
Hari ke delapan follow up pasien mengeluh nyeri kepala hilang timbul.
Pemeriksaan fisik pada hidung terpasang tampon pada kavum nasi kanan. Luka bekas
8
insisi aproksimasi jahitan baik, tidak didapatkan perdarahan maupun pus. Dilakukan
aff tampon anterior kavum nasi kanan seluruhnya. Evaluasi post aff tampon tidak ada
perdarahan dari kedua kavum nasi, tidak ada post nasal bleeding, tampak blood cloth
pada kavum nasi kanan. Dilakukan evaluasi selama 24 jam.
Hari ke sembilan follow up pasien tidak ada keluhan. Tidak didapatkan
perdarahan pada kedua kavum nasi maupun post nasal bleeding, diedukasi untuk cuci
hidung 2 x/hari dan kontrol ke klinik THT 1 minggu kemudian. Pasien pulang dengan
mendapatkan terapi peroral cefixime 100 mg/12 jam, paracetamol 500 mg/8 jam,
vitamin B kompleks 1 tablet/8jam dan vitamin C tablet 50mg/8jam.
Tanggal 11 april 2013 (16 hari post operasi) pasien kontrol di klinik THT-KL
RSUP Dr. Kariadi. Pasien mengeluh nyeri kepala hilang timbul tetapi jarang. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, tanda vital dalam batas normal.
Pada status lokalis hidung kedua kavum nasi baik, tidak ada perdarahan maupun
rembesan darah. Pada tenggorok dan telinga dalam batas normal. Luka bekas insisi
rinotomi lateral aproksimasi jahitan baik, tidak didapatkan perdarahan maupun pus.
Pasien diprogramkan untuk nasoskopi dan diedukasi untuk cuci hidung 2x/hari dan
kontrol ke klinik THT 1 minggu kemudian. Pasien pulang dengan mendapatkan terapi
peroral paracetamol 500 mg/8 jam, vitamin B kompleks 1 tablet/8 jam dan vitamin C
talet 50 mg/8 jam.
Hasil histopatologi post operasi yang diambil dari cavum nasi dan sinus
ethmoid kanan (28 maret 2013) mikroskopik menunjukkan jaringan dilapisi epitel
kolumner pseudokompleks bersilia bergoblet, stroma subepitel sembab, hiperemik,
bersebukan sel radang mononuclear, mengandung proliferasi pembuluh darah yang
melebar membentuk cavernous. Tidak tampak tanda ganas. Sesuai dengan
Hemangioma capillare et cavernosum.
Tanggal 17 april 2013 (3 minggu post operasi) pasien kontrol di klinik THT-
KL RSUP Dr. Kariadi. Pasien tidak memiliki keluhan. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum baik, tanda vital dalam batas normal. Pada status lokalis
hidung kedua kavum nasi baik, tidak ada perdarahan maupun rembesan darah. Pada
tenggorok dan telinga dalam batas normal. Luka bekas insisi rinotomi lateral
aproksimasi jahitan baik, tidak didapatkan perdarahan maupun pus. Pasien dilakukan
nasoskopi, didapatkan massa polipoid transparan minimal pada dinding lateral kavum
9
nasi dekstra (Gambar 7) dan diedukasi untuk cuci hidung 2 x/hari serta dilakukan
semprot hidung dengan avamys nasal spray (flucticasone furoate) 2x/hari. Kontrol ke
klinik THT 2 minggu kemudian. Pasien pulang dengan mendapatkan terapi vitamin B
kompleks dan Vitamin C.
Gambar 7. Hasil nasoskopi 3 minggu post operasi.
Kesan : Tampak massa polipoid transparan minimal pada dinding lateral kavum nasi
dekstra, licin, tidak mudah berdarah.
Tanggal 1 mei 2013 (5 minggu post operasi) pasien kontrol di klinik THT-KL
RSUP Dr. Kariadi. Pasien tidak memiliki keluhan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum baik, tanda vital dalam batas normal. Pada status lokalis hidung kedua
kavum nasi baik, tidak ada perdarahan maupun rembesan darah. Pada tenggorok dan
telinga dalam batas normal. Luka bekas insisi rinotomi lateral aproksimasi jahitan
baik, tidak didapatkan perdarahan maupun pus. Pasien dilakukan nasoskopi evaluasi.
Hasil nasoskopi menunjukkan sudah tidak tampak massa pada kedua kavum nasi
(Gambar 8). Pasien pulang dengan mendapatkan terapi vitamin B kompleks dan
Vitamin C.
10
Gambar 8. Hasil nasoskopi 5 minggu post operasi.
Kesan : Tidak tampak massa pada kedua kavum nasi.
11
BAB III
PEMBAHASAN
Hemangioma adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan pembuluh darah
dari kulit, tulang, otot dan kelenjar. Pertumbuhannya cepat, mengecil perlahan dan
tidak pernah terjadi rekurensi. Dalam klasifikasi biologi yang dikemukakan oleh
Mulliken & Glowacki pada tahun 1982, hemangioma didefinisikan sebagai tumor
vaskular yang bertambah besar karena proliferasi sel yang cepat. Hemangioma
diklasifikasikan sebagai kapiler, kavernosa, dan campuran. Ada 3 fase pada siklus
hidup dari hemangioma: (1) fase proliferasi (usia 0-1 tahun), (2) fase involusi (usia 1-
5 tahun) dan (3) fase sembuh (> 5 tahun). Biasanya kelainan kongenital terletak pada
kulit atau mukosa oral sedangkan pada kavum nasi dan sinus paranasal merupakan
lokasi yang jarang untuk hemangioma. 1,9,10
Hemangioma pada kavum nasi merupakan kasus yang jarang. Hanya sembilan
kasus yang telah dilaporkan pada literatur Inggris antara tahun 1985 sampai 2005.2,7-9
Prevalensi hemangioma adalah sebesar 20% dari seluruh tumor jinak dari kavum nasi.
Kebanyakan hemangioma kavum nasi berupa lesi kapiler kecil yang muncul dari
septum hidung (65%) atau vestibulum (16%), tetapi juga dapat berasal dari dinding
lateral kavum nasi (18%).6,11
Beberapa klasifikasi telah digunakan untuk mengelompokkan berbagai bentuk
hemangioma, salah satu klasifikasi oleh Mulliken dan Glowacki (tahun 1982)
membagi hemangioma berdasarkan pemeriksaan fisik, sifat klinik dan selular dari
lesi. Mereka membagi tumor vasoformatif ke dalam dua kategori yaitu hemangioma
dan malformasi vaskular.1 Secara umum para ahli mengklasifikasikan hemangioma
menjadi tiga jenis yaitu (1) hemangioma kapiler (2) hemangioma kavernosum dan (3)
mixed type hemangioma. Malformasi vaskular lebih lanjut terbagi menjadi malformasi
arterial, venous, kapilari, dan malformasi limfatik.3 Gambaran klinis hemangioma
bervariasi sesuai dengan jenisnya. Hemangioma kapiler tampak sebagai bercak
merah, tegang dan berbentuk lobular, berbatas tegas, yang dapat timbul pada berbagai
tempat pada tubuh. Berbeda dengan hemangioma kapiler, lesi pada hemangioma
kavernosum tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa atau nodus yang
berwarna merah sampai ungu. Bila ditekan mengempis dan akan cepat menggembung
kembali apabila dilepas. Gambaran klinis hemangioma campuran merupakan gabungan
12
dari jenis kapiler dan jenis kavernosum. Lesi berupa tumor yang lunak, berwarna merah
kebiruan yang pada perkembangannya dapat memberikan gambaran keratotik dan
verukosa. Sebagian besar ditemukan pada ekstremitas inferior dan biasanya unilateral.1,3
Pada pasien ini ditemukan massa berwarna merah kebiruan dengan permukaan
berbenjol-benjol memenuhi kavum nasi dekstra yang sebagian melekat pada sinus
ethmoid dan septum nasi.
Dari ketiga tipe hemangioma pada sinonasal yang paling banyak dijumpai
adalah tipe kapiler, banyak terdapat terutama pada anak-anak dan timbul dari jaringan
mukosa dan submukosa. Haemangioma kapiler biasanya muncul pada kavum nasi
dari septum nasi atau vestibulum nasi. Hemangioma kavernosa sinonasal lebih banyak
dijumpai pada orang dewasa. Hemangioma kavernosa dapat berasal dari kavum nasi
dan jarang berasal dari sinus. Hemangioma kavernosa sinonasal non-osseus dapat
berasal dari dinding lateral kavum nasi atau dari dinding medial sinus maksilaris.
Hemangioma kavernosa sinonasal memiliki kecenderungan untuk tumbuh menjadi
lebih besar dan lebih agresif.8
Etiologi dari hemangioma sinonasal masih belum jelas, tetapi patogenesis
terjadinya hemangioma termasuk proses neoplastik, reaksi hipersensitivitas, reaksi
inflamasi vaskular atau reaksi jaringan terhadap trauma sebelumnya. Puxeddu et al
mengemukakan bahwa faktor-faktor predisposisi seperti trauma yang terjadi pada
hidung dan kehamilan menjadi etiologi yang mendasari terjadinya hemangioma,
sedangkan Nair menyatakan adanya mikrotrauma atau suatu iritasi kronis dalam
rongga hidung dapat berperan sebagai suatu etiologi haemangioma.4,11,12 Hemangioma
kapiler telah dilaporkan terjadi karena proses trauma atau infeksi dan
hiperestrogenemia (contoh: pada kehamilan, penggunaan obat kontrasepsi oral) dapat
mempercepat pertumbuhan lesi.4,11 Pada pasien ini tidak ada trauma maupun infeksi
pada daerah hidung sebelumnya, pasien sedang tidak hamil maupun menggunakan
kontrasepsi oral. Pasien merupakan seorang wanita sehingga pengaruh hormon
estrogen sebagai faktor penyebab terjadinya tumor pada pasien ini belum bisa
disingkirkan.
Pasien ini memiliki gejala epistaksis unilateral yang berulang dan sering pilek
sejak delapan tahun yang lalu, keluhan hidung kanan tersumbat dan kurang
penciuman pada hidung kanan dirasakan sejak dua tahun terakhir. Nyeri kepala
dirasakan hilang timbul. Puxeddu et al meneliti 40 pasien haemangioma, keluhan
13
yang ditimbulkan selama periode yang bervariasi antara 1 minggu sampai 5 tahun
keluhan epistaksis unilateral (95%), hidung tersumbat (35%), pilek (10%), nyeri
wajah (7,5%), sakit kepala (4%), dan hiposmia (4%) dapat berdiri sendiri atau
bersamaan.4
Ahmad dan Norie membuktikan bahwa tumor vaskular kavum nasi dapat
keliru didiagnosis dengan suatu angiofibroma nasofaring juvenile, tetapi setelah
dilakukan angiografi mereka tidak menemukan pembuluh darah yang memperdarahi
tumor tersebut.5 Sementara itu Puxeddu juga menyatakan bahwa diagnosis banding
dapat menimbulkan masalah-masalah yang menantang pada kasus dengan lesi besar
yang mana dapat salah didiagnosis sebagai suatu angiofibroma dan atau low grade
angiosarcoma.4 Selain itu suatu hemangioma sinonasal juga dapat didiagnosis
banding dengan polip sinonasal, inverted papilloma, dan dengan suatu tumor ganas
bila didapatkan adanya suatu destruksi tulang.8 Karena informasi yang diperoleh
dikorelasikan dengan dengan pemeriksaan pencitraan penunjang, lalu juga
disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin dari pasien, dapat membantu kita dalam
membuat suatu diagnosis yang benar terhadap suatu angiofibroma dan dapat
membedakan suatu kasus hemangioma dari lesi hipervaskuler lainnya.1,4,8
Diagnosis pasti dapat ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologi.1,3 Hasil
histopatologi menunjukkan jaringan dilapisi epitel kolumner pseudokompleks
bersilia bergoblet, stroma subepitel sembab, hiperemik, bersebukan sel radang
mononuclear, mengandung proliferasi pembuluh darah yang melebar membentuk
cavernous yang secara khas menggambarkan suatu hemangioma capillare et
cavernosum (mixed type hemangioma).
Pemeriksaan penunjang radiografi diperlukan untuk menentukan ukuran,
perluasan dan jenis tumor. Pemeriksaan yang disarankan adalah CT scan dan MRI.1,2,8
Dari pemeriksaan CT scan dapat ditemukan adanya gambaran opasitas pada cavum
nasi disertai dengan penyempitan pada satu atau lebih sinus paranasal dan dapat
disertai adanya destruksi tulang.3,8 Hemangioma kavernosa sinonsal dapat tampak
seperti massa jaringan lunak yang tumbuh mengisi kavum nasi atau sinus paranasal.
Mereka dapat tumbuh dari atau masuk ke dalam sinus maksila pada kebanyakan
kasus. Biasanya memberikan suatu tampilan yang memiliki kesan jinak tetapi dapat
juga disertai ekspansi dan penipisan dari struktur tulang akibat penekanan. Mereka
dapat meluas sampai sinus ethmoid, sphenoid dan mengisi seluruh kavum nasi yang
menyebabkan septum deviasi, kompresi struktur orbita. Hemangioma kavernosa
14
sinonasal dapat namun jarang menyebabkan destruksi tulang, membuat mereka
menjadi sulit untuk dibedakan dengan lesi lain termasuk tumor-tumor keganasan. Pola
penyengatan kontras mereka non-homogen karena adanya daerah-daerah perdarahan
dan nekrosis.8
MRI merupakan pemeriksaan yang lebih baik daripada CT scan, dalam hal
membedakan suatu hemangioma sinonasal dengan proses inflamasi dan dapat terlihat
batas massa hemangioma dengan keterlibatan jaringan lunak atau organ-organ
disekitarnya.8 Pada pemeriksaan CT scan terlihat adanya gambaran massa inhomogen
pada cavum nasi kanan yang meluas sampai koana dan sebagian sinus ethmoid kanan,
tampak kesuraman pada sinus maksilaris kanan, sinus sphenoid kanan, sinus frontalis
kanan yang disertai destruksi pada selulae ethmoid kanan. Tak tampak destruksi
tulang maupun perluasan massa ke intrakranial.
Penatalaksanaan hemangioma masih merupakan suatu kontroversi.
Penggunaan kortikosteroid intralesi dan irradiasi pernah digunakan namun sangat
tidak efektif. Terapi menggunakan steroid (intralesi, oral), retinoid oral, pentoksifilin,
kemoterapi intralesi (vinblastin, bleomisin, fluourasil), radioterapi, cryotheraphy.
Penatalaksanaan yang paling direkomendasikan adalah dengan terapi operatif.4,7
Hemangioma pada umumnya mudah untuk diekstirpasi, walaupun pada tumor-tumor
yang besar dapat memberikan komplikasi perdarahan yang banyak. Pada prinsipnya
hemangioma harus diekstirpasi pada segala usia, apabila hemangioma berkaitan
dengan kehamilan biasanya regresi dapat terjadi setelah melahirkan. Rekurensi dapat
terjadi pada anak-anak apabila massa tumor tidak terangkat secara komplit. Metode
pendekatan bedah yang dilakukan harus disesuaikan dengan lokasi dan ukuran tumor.
Tehnik bedah dapat dilakukan dengan bedah endoskopi atau tehnik eksternal yang
lebih radikal.4,6,12 Eksterpasi massa secara eksternal dengan rinotomi lateral dilakukan
dengan alasan karena letak dan besarnya massa yang memenuhi satu sisi cavum nasi
dan perluasannya ke sinus paranasal agar bisa lebih terlihat, sehingga memudahkan
operator saat melakukan eksterpasi massa secara komplit.
Myers dan Thawley menganjurkan rinotomi lateral pada dinding samping
hidung diikuti dengan pengangkatan dengan hati-hati semua mukosa lainnya yang ada
pada ipsilateral sinus paranasal. Sessions, Larson dan Pope menganjurkan cara
rinotomi lateral yang dilanjutkan dengan etmoidektomi dan maksilekstomi medial
untuk mengangkat tumor-tumor yang terlokalisir di hidung, baik jinak maupun ganas.
15
Teknik rinotomi lateral telah mengalami beberapa modifikasi. Moure,
membuat insisi di samping hidung setinggi kantus medial sampai ke ala nasi,
diteruskan sampai ke dasar kolumela, bila insisi Moure dilanjutkan ke bawah melalui
sulkus infranasal dan mendorong bibir atas disebut insisi Weber. Bila insisi Weber ini
diperluas sampai dibawah kelopak mata disebut insisi Weber-Ferguson. Insisi dapat
diteruskan sampai bersambung dengan insisi ginggivobukal.13
Gambar 9. Insisi rinotomi lateral Moore (A) dan Weber-Fergusson (B)13
Pada pasien ini dilakukan tindakan ekstirpasi massa dengan pendekatan
eksternal dengan rinotomi lateral, dan evaluasi selama 5 minggu pasca operasi dengan
pemeriksaan endoskopi, hasilnya sudah tidak tampak massa pada kavum nasi dekstra.
Beberapa penelitian dan laporan kasus menunjukkan bahwa rekurensi sangat jarang
apabila tidak ada sisa yang tertinggal pada permukaan lesi.
BAB IV
16
A B
RINGKASAN
Hemangioma capillare et cavernosum (mixed type hemangioma) sinonasal
merupakan neoplasma jinak pada kavum nasi dan sinus paranasal yang sangat jarang
ditemukan. Hemangioma dapat kita pikirkan sebagai salah satu diagnosis banding bila
ada suatu kasus dengan massa kemerahan pada kavum nasi dengan riwayat epistaksis
yang berulang, sehingga kita dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat dalam
menanganinya.
Dilaporkan satu kasus penderita mixed type hemangioma sinonasal yang
dilakukan ekstirpasi massa dengan pendekatan eksternal. Telah dilakukan follow up
selama 5 minggu pasca operasi, hasilnya sudah tidak tampak massa maupun tanda
rekurensi pada kavum nasi dekstra.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Fanburg-Smith J.C., L.D.R. Thompson. Benign soft tissue tumours. In: Barnes L,
Eveson JW, eds. World Health Organization Classification of tumours, pathology
and genetics head and neck tumours. Lyon, 2005
2. Valencia MP, Castillo M. Congenital and acquired lesions of the nasal: A practical
guided for differential diagnosis. Radiographics 2008;28:205- 33
3. Michael JS, Garrett AW. Hemangiomas: An overview. Clinical Pediatrics. 2007;
46: 206-21.
4. Puxeddu P, Berlucci M, et al. Lobular capillary haemangioma of the nasal cavity: A
retrospective study on 40 patients. Am J Rhinol. 2006; 20: 480–4
5. Ahmad R, Norie A. Endonasal endoscopic resection of intranasal haemangioma.
Med J Malaysia 2006;61(5)
6. Nedev P. Lobular capillary haemangioma of the nasal cavity in children - Literature
survey and case report. Trakia Journal of Sciences 2008;6(1): 63-7.
7. Berlien HP. Principles of Therapy of Infantile Hemangiomas and Other Congenital
Vascular Tumors of the Newborns and Infants. In: Matassi R, Loose DA, Vaghi
M, eds. Hemangiomas and vascular malformations-an atlas of diagnosis and
treatment. Springer verlag Italia, 2009: 49-84
8. Vargas MC, Castillo M. Sinonasal cavernous haemangioma: a case report.
Dermatomaxillofacial Radiology. 2012; 41: 340-1.
9. Duvvuri U, Carrau RL, Kassam AB. Vascular tumours of the head and neck. In:
Byron BJ, Jonas JT, Shawn ND, eds. Head and neck surgery-otolaryngology, 4 th
edition. Pittsburgh. Lippincott Williams & Wilkins, 2006; p: 1812-25
10. Marler JJ, Mulliken JB. Current management of hemangiomas and vascular
malformations. Clin plastic surg 2005;32:99-116
11. Takeda K, Takenaka Y, Hashimoto M. Intraosseous haemangioma of the inferior
turbinate. Case report in medicine, 2010.
12. Nair S, Bahal MA, Bhadauria. Lobular capillary hemangioma of nasal cavity.
MJAFI 2008; 64:270-271
13. Zimmer LA, Carrau RL. Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses. In: Bailey
BJ, Head and neck surgery-otolaryngology. Vol II. 4th. Philadelphia: Lippincot-
William & Wilkins. 2006: 1482-98.
18