Upload
galih-aries-swastanto
View
40
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1. Deskripsi DAS Garang
DAS Garang secara administratif berada pada 3 (tiga) wilayah yaitu di Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal dan Kota Semarang. Secara astronomis, DAS Garang membentang dari 110 18' 28" BT sampai 110 25' 59" BT dan antara 6 56' 46'' LS sampai dengan 7 11' 47'' LS dengan luas keseluruhan DAS Garang adalah 21.277,36 hektar. Dari gambar di atas nampak bahwa Kota Semarang memiliki luas wilayah paling besar yaitu sebesar 53,82% dari luas DAS Garang, sedangkan Kabupaten Semarang sebesar 33,38% dan Kabupaten Kendal sebesar 12,79%. Batas DAS Garang adalah sebagai berikut: Utara : Laut Jawa,
Timur : Kabupaten Demak,
Selatan : Kabupaten Semarang
Barat : Kabupaten Kendal
Gambar 1. Peta Wilayah Administrasi DAS GarangDAS Garang dibagi menjadi empat (4) sub DAS yaitu DAS Garang Hulu, DAS Kreo, DAS Kripik dan DAS Garang Hilir atau Banjir Kanal Barat. Aliran sungai berasal dari Sungai Kreo, Sungai Kripik dan Sungai Garang Hulu yang menyatu menjadi Sungai Garang pada bagian hilir DAS, sehingga bentuknya menyerupai botol dimana pada hulu
DAS menggelembung dan menyempit pada bagian hilirnya.
2. Kondisi Iklim DAS
Iklim merupakan keadaan atmosfer yang terjadi di suatu wilayah selama kurun waktu yang panjang. Untuk menentukan tipe iklim dapat digunakan klasifikasi Schmidt-Ferguson yang didasarkan pada penentuan bulan kering (BK) dan bulan basah (BB). Bulan kering (BK) merupakan bulan dengan curah hujan < 60 mm sedangkan bulan basah (BB) merupakan bulan dengan curah hujan > 100 mm. Penggolongan iklim didasarkan pada nilai Q yang merupakan rasio rerata bulan kering dan bulan basah. Klasifikasi iklim Schmidt Ferguson dikelompokkan menjadi 8 tipe iklim yaitu tipe iklim A H yang dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 2. Klasifikasi iklim menurut SchmidtFergusonNoTipe IklimQKondisi
1. A0 Q 0,143 Sangat basah
2. B0,143 Q 0,333Basah
3. C0,333 Q 0,600Agak basah
4. D0,600 Q 1,000Sedang
5. E1,000 Q 1,670Agak kering
6. F1,670 Q 3,000Kering
7. G3,000 Q 7,000Sangat kering
8. H 7,000Luar biasa kering
Untuk menentukan bulan basah dan kering yang digunakan dalam penentuan nilai Q dibutuhkan data curah hujan. Berdasarkan data curah hujan DAS Garang dapat diketahui rerata bulan kering sebesar 2,64 dan bulan basah sebesar 7,70. Berdasarkan rasio rerata bulan kering dan bulan basah diperoleh nilai Q sebesar 0,34. Nilai tersebut menunjukkan bahwa DAS Garang tergolong tipe iklim C (agak basah). 3. Karakteristik Topografi
DAS Garang memiliki kemiringan lereng yang bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Wilayah datar berada di bagian hilir DAS, daerah bergunung berada di bagian hulu DAS sedangkan daerah bergelombang dan berbukit berada diantara hulu dan hilir. Tempat tertinggi berada di Gunung Ungaran dengan ketinggian 1.900 m di atas permukaan air laut, sedangkan tempat terendah berada di muara Sungai Garang di Kecamatan Semarang Barat. Kemiringan lereng lahan di DAS Garang tersajii pada tabel 3.Tabel 3. kelas kemiringan lerengNoKemiringan LerengLuaspersen
1.Datar (0-8%)894341.48
2.Landai (9-15%)469021.76
3.Agak Curam (6-25%)298713.86
4.Curam (25-40%)228610.60
5.Sangat Curam (.40%)265212.30
Jumlah21558100
4. Curah Hujan
Hujan merupakan komponen utama daur air di alam atau wilayah. Hujan juga merupakan sumber air utama suatu wilayah. Curah hujan yang kecil akan mengakibatkan kesetimbangan air di suatu wilayah mengalami defisit yang cukup besar, terutama di wilayah tropis yang laju evaporasinya cukup besar. Variabel hujan (presipitasi) yakni curahan (tebal), lama (durasi) dan intensitas hujan merupakan variabel atau faktor penting dalam pengendalian air limpasan permukaan dan rekayasa konservasi tanah dan air. Intensitas hujan yang menghasilkan energi pukulan terhadap tanah, menentukan indeks erosivitas hujan. Disamping itu, tebal dan lama hujan juga mempengaruhi besarnya air limpasan (aliran) permukaan (surface runoff), berpengaruh terhadap erosi, banjir dan sedimentasi (Mawardi, 2012).
Curah hujan harian maksimum rata-rata merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam penentuan potensi penyebab banjir. Curah hujan harian rata-rata DAS Garang memiliki kategori nilai agak tinggi hingga tinggi terhadap potensi penyebab banjir dengan kata lain curah hujan yang ada memiliki kerentanan agak tinggi terhadap terjadinya air penyebab banjir. Curah hujan harian maksimum rata-rata DAS Garang disajikan pada Tabel 5.5. Bentuk DAS
Perbedaan bentuk DAS berpengaruh terhadap kejadian banjir yang akan terjadi pada suatu DAS. Berikut karakteristik bentuk DAS dengan kemungkinan kejadian banjir yang akan terjadi:
1. Daerah aliran sungai berbentuk bulu burungJalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama disebut daerah aliran sungai bulu burung. Daerah pengaliran sedemikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjirnya berlangsung agak lama.2. Daerah aliran sungai radialDaerah aliran sungai yang berbentuk kipas atau lingkaran dimana anak-anak sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial disebut daerah aliran sungai radial. Daerah aliran sungai dengan corak demikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai.3. Daerah aliran sungai parallelBentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur aliran sungai yang bersatu di daerah aliran sungai bagian hilir. Banjir terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai-sungai. 4. Daerah aliran sungai yang kompleksMemiliki beberapa bentuk dari ketiga bentuk daerah aliran sungai di atas disebut daerah aliran sungai yang kompleks (Sosrodarsono, 1980).
6. Gradien Sungai
Gradien sungai merupakan perbandingan antara beda elevasi dengan panjang sungai utama. Gradien menunjukkan tingkat kecuraman sungai, semakin besar kecuraman, semakin tinggi kecepatan aliran airnya. Gradien sungai dapat diperkirakan dengan persamaan (Rahayu, 2009):
Su = (h85 h10)/ (0,75 Lb)
Keterangan : Su = gradien sungai h85= elevasi pada titik sejauh 85% dari outlet DAS h10= elevasi pada titik sejauh 10% dari outlet DAS Lb = panjang sungai utama
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai gradient DAS Garang sebesar 0,079 (m/m). Kecuraman sungai berbanding lurus dengan kecepatan aliran. Kecuraman sungai yang tinggi menyebabkan kecepatan aliran yang tinggi. Gradien sungai DAS Garang yang kecil menunjukkan bahwa kecepatan aliran juga kecil sehingga kerentanan potensi penyebab banjir berdasarkan parameter gradien sungai termasuk rendah.7. Kerapatan Aliran
Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air permukaan dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang mengalir di suatu DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari rasio total panjang jaringan sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air yang dapat tertampung di badan-badan sungai. Kerapatan aliran sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan persamaan (Rahayu dkk., 2009) :
Keterangan : Dd = indeks kerapatan aliran sungai (km/km2) L = jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km) A = luas DAS (km2)Berdasarkan hasil perhitungan diketahui indeks kerapatan aliran sungai Garang adalah 0,194 Km/Km2. Berdasarkan peta aliran sungai DAS Garang dapat diketahui bahwa DAS bagian hulu dan tengah memiliki percabangan sungai yang sangat rapat sedangkan DAS bagian hilir memiliki tingkat percabangan sungai yang jarang. Percabangan sungai yang sangat rapat tersebut merupakan kondisi yang sangat rentan terhadap banjir. Sebaliknya percabangan sungai yang jarang merupakan kondisi kerentanan terhadap banjir rendah.
Gambar 2. Peta aliran DAS Garang
8. Kondisi Geologi
Pada Kawasan DAS Kaligarang mempunyai 5 jenis formasi batuan yaitu Batuan Endapan Aluvial, Batuan Formasi Kerek, Batuan Formasi Kaliteng, Batuan Formasi Kaligetas dan Batuan Gunungapi Gajahmungkur. Kelima batuan ini mendominasi jenis batuan pada kawasan DAS Kaligarang, dengan dominasi letak yang berbeda- beda.
Batuan Endapan Aluvial
Struktur geologi ini mendominasi Kawasan DAS Kaligarang, yang sebagian besar terdapat di bagian utara Kawasan DAS Kaligarang. Batuan ini terdiri dari kerikil, pasir, lempung, lanau, sisa tumbuhan dan bongkahan batuan gunungapi, dan berumur holosen. Batuan Formasi Kerek Formasi batuan ini mendominasi di sebelah selatan Kawasan DAS Kaligarang (Kecamatan Bergas dan Kecamatan Ungaran). Batuan ini terdiri dari perselingan batu lempung, napal, batupasir tufan, konglomerat, breksi vulkanik dan batu gamping. Batuan ini termasuk dalam batuan tersier dan berumur miosen tengah. Batuan Formasi Kaliteng Kelompok batuan Formasi Kaliteng yang terdiri dari napal pejal, napal sisipan, batupasir tufaan dan batugamping. Batuan ini termasuk dalam batuan tersier dan berumur miosen akhir-pliosen dimana sebagian kecil terdapat di kawasan DAS Kaligarang. Batuan Formasi Kaligetas
Kelompok batuan Formasi Kaligetas di Kawasan DAS Kaligarang terdapat di sebagian kecil Kecamatan Semarang Barat bagian barat, dan memanjang di bagian selatan Kecamatan Gunungpati dan Banyumanik sampai Kecamatan Ungaran. Batuan ini terdiri dari breksi vulkanik, aliran lava, tuf, batupasir tufaan dan batulempung. Termasuk dalam batuan kuarter dan berumur plistosen bawah. Batuan Gunungapi Gajahmungkur
Kelompok batuan Gunungapi Gajahmungkur terdapat di sebagian besar di Kecamatan Ungaran dan memanjang sampai Kecamatan Gunungpati dan Banyumanik. Batuan ini terdiri dari andesit horenblenda augit dimana umumnya merupakan aliran lava dan termasuk dalam batuan kuarter dan berumur plistosen atas.9. Tanah
Kondisi tanah di wilayah DAS Garang didominasi oleh jenis tanah latosol dan regosol sedangkan selebihnya berupa aluvial, grumusol dan mediteran. Pada bagian sub DAS Garang Hulu didominasi oleh tanah latosol dan regosol dengan sedikit grumusol dan mediteran. Demikian pula dengan sub DAS Kreo dan Kripik. Untuk sub DAS Garang Hilir didominasi oleh jenis tanah aluvial dan mediteran. DAS Kreo dan Kripik. Untuk sub DAS Garang Hilir didominasi oleh jenis tanah aluvial dan mediteran. DAS Kreo dan Kripik. Untuk sub DAS Garang Hilir didominasi oleh jenis tanah aluvial dan mediteran. Kondisi tanah di DAS Garang tersaji pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. Peta Jenis Tanah DAS Garang
Sumber: BP DAS Pemali Jratun
10. Penggunaan Lahan
Tata guna lahan di DAS Kaligarang dapat dibedakan menjadi beberapa penggunaan lahan yaitu hutan di bagian hulu, serta industry dan pemukiman penduduk di beberapa bagian pada daerah hilir. Berdasarkan perhitungan dan analisis serta sumber data berupa peta rupa bumi, maka mendapatkan luasan dan bentuk tata guna lahan untuk DAS Kaligarang Tahun 2006 seperti pada Tabel 4.Tabel 4. Kondisi Penggunaan Lahan DAS Garang
NoPenggunaan LahanLuasProsentase
1.Hutan18388.53
2.Perkebunan19949.25
3.Sawah431520.02
4.Kebun Campuran574026.63
5.Tegalan15827.34
6.Permukiman590827.41
7.Industri1000.46
8.Lain-lain810.38
Jumlah21558100
Berdasarkan kondisi tata guna lahan di DAS Kaligarang seperti yang terlihat pada gambar 9 di bawah bahwa yang paling dominan adalah berupa permukiman seluas 5.908 ha atau sekitar 27,41% dari luas Jumlah DAS Kaligarang. Penggunaan lahan lainnya untuk kebun campuran, sawah, hutan, perkebunan, tegalan, industri serta penggunaan lainnya.
11. Analisis Curah Hujan
11.1. Curah hujan harian maksimum
Untuk mengetahui curah hujan rencana yang akan digunakan untuk penentuan debit puncak DAS Garang diperlukan data curah hujan harian beberapa tahun terakhir (10 tahun). Data curah hujan harian yang digunakan diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Pemali Jratun. Data Curah Hujan dari Data curah hujan harian maksimal untuk masing-masing penakar hujan ditentukan kemudian dirata-rata untuk 10 tahun pengamatan. Setelah dilakukan analisis, diperoleh data curah hujan harian maksimum rata-rata selama 14 tahun terakhir seperti pada Tabel 5. Curah hujan harian maksimum rata-rata tertinggi adalah 328 mm dan curah hujan harian maksimum terendah adalah 69 mm.Tabel 5. Data Curah Hujan harian Maksimum tahun 2001-2013TahunHujan Maksimum
2000162
2001328
200269
2003113.67
2004127.67
2005113.67
2006161.33
2007195.67
2008139.33
2009164.67
2010118.33
2011123.67
201286
2013114.33
11.2. Penentuan pola distribusi hujan
Pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisis curah hujan harian maksimum yang diperoleh dengan analisis frekuensi. Analisis frekuensi adalah suatu analisis data hidrologi dengan menggunakan statistika yang bertujuan untuk memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan masa ulang tertentu. Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Kala ulang (return periode) diartikan sebagai waktu dimana hujan atau debit dengan besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam waktu tersebut. Dalam hal ini tidak berarti bahwa selama jangka waktu ulang tersebut (misalnya T tahun) hanya sekali kejadian yang menyamai atau melampaui, tetapi merupakan perkiraan bahwa hujan ataupun debit tersebut akan disamai atau dilampaui K kali dalam jangka L tahun dimana K/L kira-kira sama dengan 1/T (Harto, 1993).
11.3. Curah hujan rancanganLangkah yang harus dilakukan dalam menentukan hujan rancangan adalah mengurutkan data curah hujan dari nilai kecil ke nilai besar, kemudian memberi rangking, dan mencari nilai log-nya. Langkah selanjutnya adalah mencari jumlah dari log, rata-rata log (Xrt), Skewnes (Cs), Standar deviasi (S), dan Curtosis (Ck).
Tabel 7. Hasil analisis Statistik Hidrologi
TahunHujanRlog XiPeluang(%)log Xi-Xr(log Xi-Xr)2(log Xi-Xr)3(log Xi-Xr)4
20026911.838847.14-0.28968910.083919785-0.02431060.00704253
20128621.9344914.281.77290493.1431919035.572580439.879655336
2003113.6732.0556421.421.39236781.9386881342.699366963.758511682
2005113.6742.0556428.570.16957380.028755280.004876140.000826866
2013114.3352.0581635.712.05816024.2360234238.7184148317.94389444
2010118.3362.0730942.852.07309484.2977223178.9095860718.47041712
2011123.6772.09226502.09226434.3775701559.1590340219.16312047
2004127.6782.1060857.142.10608884.4356102799.3417893919.67463855
2008139.3392.1440464.282.14404464.5969274069.8560175521.13174158
2006161.33102.2077171.422.20771514.87400611210.760417123.75593558
2000162112.2095178.572.20951504.88195659910.786756423.83350024
2009164.67122.2166185.712.21661444.91337977710.891068824.14130084
2007195.67132.2915292.852.54485756.47630009416.481261441.94246291
2001328142.515871002.51587386.32962119715.924528440.0641045
jumlah29.79953491
Rata-rata2.128538208
Standart deviasi0.161593518
Skewnes0.663278044
Curtosis1.886072041
Untuk menentuan tipe model (sifat statistik) yang digunakan mengacu pada nilai Cs dengan persyaratan sebagai berikut ini: Agihan normal jika Cs = 0
Agihan Log normal jika Cs = 3Cv dan Cs =0
Agihan Gumbel jika Cs = 1,4 dan Ck = 5,4 Agihan Log Pearson III jika semua syarat diatas tidak masuk
Hasil Cs dari data yang didapat adalah 0,01103 maka kita gunakan Agihan Log Pearson III.
11.3.1. Uji Kecocokan Distribusi Hujan
Uji kecocokan dilakukan untuk menguji sebaran data apakah memenuhi syarat untuk perencanaan. Metode Chi-Square merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian distribusi yang dipilih. Syarat yang harus dipenuhi agar pemilihan distribusi dapat diterima yaitu pada uji kecocokan Chi- Square Xh2 hitung < Xh2 tabel. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai Derajat Kebebasan (DK) = 2 dan derajat kepercayaan 5% yaitu 5,991 sehingga dapat disimpulkan Xh< Xh2 tabel dan hipotesa diterima. Hal ini berarti pemilihan distribusi yang dipilih yaitu Log Pearson Type III sudah tepat.
11.3.2. Nilai Hujan Rancangan Berdasarkan analisis frekuensi yang dilakukan pada data curah hujan maksimum diperoleh bahwa distribusi yang sesuai dengan sebaran curah hujan harian maksimum Daerah Aliran Sungai Garang adalah distribusi Log Pearson Type III. Selanjutnya data curah hujan harian maksimum yang diterima diubah ke dalam bentuk logaritma sehingga diperoleh parameter statistik seperti pada Tabel 7. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hujan rancangan berbagai periode ulang sebagai berikut:
Tabel 8. Hujan Rancangan Untuk Berbagai Periode Ulang
NoKala Ulangx(mm)
12129.5325
25181.056
310220.5249
425276.713
550323.5183
6100375.4363
7200430.8498
11.4. Intensitas hujan
Intensitas hujan merupakan jumlah (tebal) hujan yang jatuh di suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Untuk memperoleh intensitas hujan dalam periode 1 jam dari data curah hujan harian maksimum digunakan metode Mononobe dengan persamaan:
Keterangan :
R = curah hujan rancangan setempat (mm)
t = lamanya curah hujan (jam)
I = intensitas curah hujan (mm/jam)Hasil analisis intensitas hujan jam-jaman ditunjukkan pada Tabel 9.Tabel 9. Intensitas HujanNOLama Hujan
(Jam)Kala Ulang
25102550100200
1158.5229381.801399.63336125.0192146.1659169.6225194.6584
2234.7979448.6393459.2423574.3368886.91077100.8582115.7446
3325.673535.8855243.7082954.8448564.1217274.4119385.39495
4420.6909828.9211335.2257144.2009751.6774559.9706268.82213
5517.5024424.464329.7973237.3894743.713850.7289758.21643
6615.2655621.3376625.9891132.6109538.12744.245650.77614
7713.5988619.0080123.1516129.0504833.9642939.4148645.23239
8812.3029317.1966120.9453326.2820630.727635.6587440.92188
9911.2627415.7426719.1744524.0599628.1296432.6438737.46202
101010.4070114.5465617.717622.2319125.9923830.1636234.6157
11119.68905713.5430316.495320.6981924.1992328.0827132.22765
12129.07695412.6874515.4532119.3905822.6704526.3085930.19167
13138.54807911.9482114.5528218.2607821.3495424.775728.43254
14148.08593111.3022313.7660317.2735220.1952923.4362226.89534
15157.67816810.7322713.0718316.4024419.1768722.2543625.53905
16167.31536610.2251612.4541715.627418.2707421.2028124.3323
17176.9901969.77065111.9005814.9327617.458620.2603423.25072
18186.6968679.36064611.401214.3061416.7259919.4101622.27505
19196.4307388.98866110.9481213.7376216.0613118.6388221.38986
20206.1880468.64943510.5349513.2191715.4551617.935420.58262
21215.9657028.3386510.1564112.7441914.8998417.2909619.84306
22225.7611488.0527319.80816512.3072214.3889516.6980819.16267
23235.5722457.7886889.48656311.9036713.9171516.1505618.53434
24245.3971897.5440029.18853711.5297113.4799315.6431817.95208
Intensitas hujan dengan durasi dan periode ulang tertentu dihubungkan ke dalam sebuah kurva Intensity Duration Frequency (IDF). Kurva IDF menggambarkan hubungan antara durasi dan intensitas hujan yang selanjutnya dapat digunakan untuk perhitungan debit puncak dengan metode Rasional.
Gambar 5. Kurva IDF
Berdasarkan kurva IDF di atas dapat diketahui bahwa hujan dengan intensitas tinggi biasanya tidak berlangsung dalam waktu yang lama, sedangkan hujan dengan intensitas kecil dapat terjadi dalam waktu atau durasi yang lebih lama.
12. Analisis Debit Puncak
Model rasional seperti yang dikemukakan oleh Larson dan Reich (1973) mengasumsikan, bahwa frekuensi jatuhnya hujan dan aliran permukaan adalah sama. Menurut Rahim (2006) dan Arsyad (2010) model rasional mengasumsikan bahwa waktu konsentrasi DAS sama dengan hujan yang terjadi dengan intensitas yang seragam di seluruh DAS. Metode rasional dalam menentukan laju puncak aliran permukaan (debit puncak) mempertimbangkan waktu konsentrasi, yaitu waktu yang dibutuhkan air yang mengalir di permukaan tanah dari tempat yang terjauh sampai tempat keluarnya (outlet) di suatu daerah aliran (Arsyad 2010). Persamaan dalam menghitung debit puncak dengan model rasional (United State Soil Conservation Service 1987) adalah sebagai berikut (Asdak 2002; Arsyad 2010):
Qp = 0,0028 C I A .......................................................................................... (1.1)
Keterangan :
Qp= debit puncak (m3/dtk)
C = koefisien air larian
I = intensitas hujan (mm/jam)
A= luas wilayah DAS (ha)
12.1. Waktu konsentrasi
Waktu konsentrasi menunjukkan waktu yang dibutuhkan air hujan mengalir dari hulu hingga ke keluaran DAS. Waktu konsentrasi dipengaruhi oleh panjang sungai dan kemiringan sungai. Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan persamaan:
Keterangan :
L = panjang lintasan limpasan maksimum (meter)
S = gradien DAS (m/m)
12.2. Koefisien limpasan
Perhitungan debit puncak dengan metode Rasional membutuhkan data koefisien limpasan. Koefisien limpasan berbeda-beda untuk berbagai jenis penggunaan lahan. Persamaan untuk menghitung koefisen limpasan adalah:
Keterangan : Ai= luas lahan dengan jenis penutupan lahan i Ci= koefisien aliran permukaan jenis penutupan lahan i n = jumlah jenis penutupan lahan
Berdasarkan penggunaan lahan, maka dapat dilakukan perhitungan koefisien limpasan seperti pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Perhitungan Koefisien Limpasan DAS Garang
NoPenggunaan LahanLuasCC*A
1Hutan18380.0355.14
2Perkebunan19940.1199.4
3Sawah43150.753236.25
4Kebun Campuran57400.31722
5Tegalan15820.4632.8
6Permukiman59080.74135.6
7Industri1000.770
8Lain-lain810.864.8
Jumlah2155810115.99
Koefisien limpasan0.4692
Berdasarkan perhitungan koefisien limpasan diperoleh koefisien limpasan untuk DAS Garang adalah 0,4692. Hal ini berarti bahwa dari jumlah hujan yang ada maka 46,92% akan menjadi aliran permukaan. Koefisien limpasan yang besar menunjukkan bahwa air yang menjadi limpasan juga besar. Tabel 11. Perhitungan Debit PuncakKala UlangkoefisienCIntensitas (mm/jam)AQ(m3/ detik)
20.00280.649258.5229215582293.353
50.00280.649281.8013215583205.57
100.00280.649299.6334215583904.361
250.00280.6492125.019215584899.153
500.00280.6492146.166215585727.847
1000.00280.6492169.623215586647.062
2000.00280.6492194.658215587628.116
Berdasarkan hasil perhitungan debit puncak dapat diketahui bahwa pada masa ulang satu tahun dengan durasi hujan 1 jam dengan intensitas hujan 58,5229 mm/jam pada daerah aliran sungai seluas + 21558 km2 diperoleh debit puncak DAS Garang Sebesar 2293,353 m3/ detik. Debit puncak yang diperoleh dapat dijadikan sebagai dasar untuk perencanaan bangunan pengendali banjir yang dapat menampung debit puncak sehingga dapat menghemat waktu dan biaya proyek pembangunan.13. Potensi Penyebab Banjir Daerah potensi penyebab banjir merupakan daerah sumber (asal) air penyebab banjir itu terjadi yang berkaitan dengan curah hujan dan karakteristik DAS yang berpotensi menyebabkan kerusakan alam dan menimbulkan kerugian. Setiap parameter yang digunakan dalam penentuan potensi penyebab banjir diberi skor dan bobot masing-masing sesuai dengan perannya dalam potensi penyebab banjir (Tabel 2.1). Pemberian skor dan bobot untuk penentuan potensi penyebab banjir DAS Garang dapat dilihat pada Tabel 4.7.Tingkat kerawanan potensi penyebab banjir ditentukan dari jumlah skor dikali bobot setiap parameter. Skor total untuk penentuan potensi penyebab banjir berdasarkan pengolahan dengan SIG dapat dilihat pada Lampiran 2. Skor total tertinggi dari hasil tumpang susun peta yaitu 420 sedangkan skor terendah adalah 250. Berdasarkan skor yang diperoleh dapat diketahui bahwa DAS Garang tidak memiliki daerah yang tidak rawan terhadap potensi penyebab banjir dimana skor total untuk kategori tidak rawan adalah < 170 (Tabel 3.3).Setiap aspek karakteristik Sub DAS dibedakan antara sifat alami dan sifat dari hasil pengelolaan (manajemen) sebagai bentuk intervensi manusia terhadap sumber daya alam. Pemilahan demikian untuk membantu dan melakukan analisis masalah yang timbul sehingga diperoleh dasar pendekatan pengelolaan Sub DAS yang lebih rasional (Paimin, 2006).NoParameterBesaranKategori NilaiSkor
1Alami
Hujan harian maksimum rata-rata (mm)< 20
21 45
41
Pemetaan potensi penyebab banjir dilakukan agar dapat memberikan informasi tentang sumber atau asal penyebab air banjir terjadi. Dalam penentuan potensi penyebab banjir, parameter alami diberikan bobot lebih besar daripada bobot manajemen dengan pertimbangan bahwa dengan pengendalian banjir pada daerah tangkapan air seperti penghutanan dan pembuatan saluran drainase masih memungkinkan terjadinya banjir karena sifat alami tidak dapat dikendalikan dengan pengelolaan DAS (Paimin, 2006).
14. Daerah Rawan BanjirDaerah rawan banjir merupakan daerah yang berpotensi mengalami banjir. Daerah rawan banjir ditentukan berdasarkan parameter alami DAS, meliputi bentuk lahan, meandering/pembelokan sungai, pertemuan percabangan sungai, drainase lahan/kelerengan rata-rata DAS dan parameter manajemen yaitu keberadaan bangunan air pengendali banjir. Masing-masing parameter diberi skor dan bobot sesuai pengaruhnya dalam penentuan daerah rawan banjir (Paimin, 2006).Bagian hulu dan tengah DAS Garang memiliki bentuk lahan pegunungan dan perbukitan sehingga tingkat kerawanan banjir rendah sedangkan bagian hilir DAS merupakan dataran aluvial dan daerah pesisir pantai dimana untuk dataran aluvial dan pesisir pantai merupakan daerah yang rawan banjir. DAS Garang memiliki sungai dengan alur yang lurus namun ada juga bagian sungai yang bermeander.Daerah hulu dan tengah merupakan daerah pegunungan dan perbukitan yang memiliki kemiringan lereng rata-rata DAS yang cukup tinggi sehingga drainase dapat berjalan lancar. Selain itu, pada daerah hulu terdapat Waduk Wadaslintang dengan bangunan yang tinggi dan baik yang salah satu fungsinya adalah untuk pengendalian banjir. Waduk Wadaslintang dapat digunakan untuk menyimpan air larian dan kemudian dialirkan kembali dalam jumlah yang terkendali dan dengan manfaat yang lebih yaitu untuk irigasi dan PLTA.Pada bagian hilir DAS, terdapat pertemuan percabangan sungai utama yaitu merupakan pertemuan 4 sungai yaitu Sungai Bedono, Sungai Gebangbesar, Sungai Gentan dan Sungai Pucang. Pertemuan keempat sungai ini menyebabkan penahanan aliran air sehingga elevasi air pada daerah pertemuan bertambah besar sehingga dapat menggenangi daerah sekitar. Selain itu, pada daerah hilir drainase agak terhambat karena kemiringan lahan yang datar dibandingkan dengan bagian tengah dan hulu DAS. Pemberian skor dan bobot untuk masing-masing parameter yang berperan dalam penentuan daerah rawan banjir dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Daerah rawan banjir ditentukan berdasarkan skor total yaitu jumlah hasil kali skor dengan bobot tiap parameter. Berdasarkan pengolahan dengan SIG diketahui bahwa skor total paling tinggi yaitu 390 sedangkan skor total paling rendah yaitu 125. Skor total lebih kecil dari 170 merupakan kategori tidak rawan sedangkan skor 390 menunjukkan daerah yang rawan banjir. Hasil skor dan pembobotan daerah rawan banjir dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan peta daerah rawan banjir DAS Garang dapat dilihat pada Gambar 4.8.
hujan rancangan
NoKala UlanglogXiStdevG(kala ulang)logXx(mm)
122.12853820.1615935-0.12.112379129.5325
252.12853820.16159350.82.257813181.056
3102.12853820.16159351.332.343458220.5249
4252.12853820.16159351.942.44203276.713
5502.12853820.16159352.362.509899323.5183
61002.12853820.16159352.762.574536375.4363
72002.12853820.16159353.132.634326430.8498
Analisis Chi Square
menentukan jumlah kelas
K=1+(3,22*log n)
log 14 1.146128036
K4.690532275
sebaran peluang
100/K20
Uji Simpangan Vertikal 1
noPrLog XrtCsG(kemungkinan)Slog XX(mm)
202.12853820.6632780.80.1615942.257813181.056
402.12853820.6632780.20.1615942.160857144.8295
602.12853820.663278-0.350.1615942.07198118.0268
802.12853820.663278-0.860.1615941.98956897.62651
Uji simpangan vertikal 2
nobatas kelasfeftfe-ft(Fe-Ft)^2/Ft
10-97.6222.8-0.80.228571
297.62-118.0242.81.20.514286
3118.02-144.8232.80.20.014286
4144.82-181.05632.80.20.014286
5>181.05622.8-0.80.228571
jumlah14141
derajat kebebasan K
Dk=K-(p+1)
2 tabel derajat kebebasan = 5,991
jadi x kudrat hitung 2,09 < x kuadrat tabel sebesar 5,991
sehingga model cocok diterapkan