42
Tinjauan Gangguan penggunaan alkohol pada individu lanjut usia: Tinjauan ulang singkat dari mulai epidemiologi sampai dengan opsi-opsi penanganan Fabio Caputo, Teo Vignoli, Lorenzo Leggio, Giovanni Addolorato, Giorgio Zoli, Mauro Bernardi ABSTRAK Gangguan penggunaan alkohol (AUDs – Alcohol use disorders) dialami oleh 1-3% individu lanjut usia. CAGE, SMAST-G, dan AUDIT merupakan kuisioner yang paling umum dan tervalidasi yang digunakan untuk mengidentifikasi pengidapan AUDs pada para individu lanjut usia, dan beberapa penanda laboratorium penyalahgunaan alkohol (AST, GGT, MCV, dan CDR) juga dapat berguna. Secara khusus, sensitivitas MCV atau GGT untuk mengukur penyalahgunaan alkohol adalah lebih tinggi pada populasi lanjut usia dibandingkan dengan pada populasi yang

Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

123

Citation preview

Page 1: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

Tinjauan

Gangguan penggunaan alkohol pada individu lanjut usia: Tinjauan ulang

singkat dari mulai epidemiologi sampai dengan opsi-opsi penanganan

Fabio Caputo, Teo Vignoli, Lorenzo Leggio, Giovanni Addolorato, Giorgio Zoli, Mauro Bernardi

ABSTRAK

Gangguan penggunaan alkohol (AUDs – Alcohol use disorders) dialami oleh 1-3%

individu lanjut usia. CAGE, SMAST-G, dan AUDIT merupakan kuisioner yang

paling umum dan tervalidasi yang digunakan untuk mengidentifikasi pengidapan

AUDs pada para individu lanjut usia, dan beberapa penanda laboratorium

penyalahgunaan alkohol (AST, GGT, MCV, dan CDR) juga dapat berguna. Secara

khusus, sensitivitas MCV atau GGT untuk mengukur penyalahgunaan alkohol adalah

lebih tinggi pada populasi lanjut usia dibandingkan dengan pada populasi yang

berusia lebih muda. Insiden akan komplikasi medis dan neurologis selama

munculnya sindrom akibat upaya penghentian kebiasaan minum alkohol pada

individu lanjut usia yang merupakan pecandu alkohol adalah lebih tinggi

dibandingkan dengan pada individu yang berusia muda. Penyalahgunaan alkohol

kronis memiliki hubungan dengan kerusakan jaringan pada beberapa organ. Yaitu,

peningkatan tekanan darah akan lebih sering terjadi pada individu lanjut usia

dibandingkan dengan pada individu yang berusia muda, dan para individu lanjut usia

Page 2: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

memiliki tingkat vulnerabilitas yang lebih tinggi akan kemunculan penyakit liver

yang diakibatkan oleh alkohol, dan juga telah diketahui bahwa para wanita pecandu

alkohol yang sudah menopaus memiliki tingkat resiko kanker payudara yang lebih

tinggi. Selain itu, tingkat prevalensi demensia/ kepikunan pada individu alkoholik

lanjut usia adalah lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan para individu lanjut

usia non-pecandu-alkohol, hampir dari 25% para pasien dengan demensia juga

memiliki gangguan AUDs, dan hampir dari 20% individu yang berusia 65 tahun

keatas yang terdiagnosa mengalami depresi memiliki hubungan dengan gangguan

AUD. Lebih jauh lagi, pencegahan akan kekambuhan penyalahgunaan alkohol pada

para alkoholik lanjut usia – pada beberapa kasus – adalah lebih baik dibandingkan

dengan pada para pasien yang berusia muda; memang, lebih dari 20% dari para

pasien lanjut usia pencandu alkohol dapat menahan diri dari pengkonsumsian alkohol

sampai 4 tahun. Mengingat insiden AUDs pada individu lanjut usia adalah cukup

tinggi, dan AUDs pada individu lanjut usia masihlah dianggap remeh, maka kita

masih memerlukan banyak penelitian lagi di bidang epidemiologi, pencegahan dan

farmakologis, serta penanganan psikoterapeutik AUDs pada subjek individu yang

berusia lanjut.

© 2012 Elseiver Inc. Hak Cipta Dilindungi.

1. Pendahuluan

Page 3: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

Sekitar 2 milyar masyarakat di seluruh dunia mengkonsumsi minuman beralkohol.

Diketahui bahwa alkohol menyebabkan 3,8% dari seluruh kematian di seluruh dunia

(6,3% pada laki-laki dan 1,1% pada wanita) dan mencapai 4,6% dari seluruh beban

penyakit di dunia (7,6% pada laki-laki dan 1,4% pada wanita) (Rehm dkk, 2009). Di

hampir seluruh negara-negara di Eropa, konsumsi alkohol bertanggungjawab atas

14,6% kematian prematur pada individu dewasa (17,3% pada laki-laki dan 8,0%

pada wanita); lebih jauh lagi, di Eropa Timur, khususnya di beberapa kota industri di

Rusia, alkohol diketahui bertanggungjawab akan lebih dari setengah jumlah

kematian pada laki-laki berusia muda (15-54 tahun), dan merupakan penyebab utama

kematian pada laki-laki lanjut usia (55-74 tahun) dan pada individu perempuan.

Lebih dari 76 juta individu telah memiliki gangguan penggunaan alkohol (AUDs)

yang terdiri dari gangguan ketergantungan diri pada alkohol, penyalahgunaan

alkohol, atau tindakan minum-minum alkohol yang berbahaya. Definisi dari tindakan

meminum alkohol yang berbahaya ini bisa diartikan dengan asupan alkohol >14 kali

konsumsi alkohol per minggu atau >4 kali konsumsi alkohol dalam satu waktu, dan

>7 klai konsumsi alkohol per minggu atau >3 kali konsumsi alkohol per satu waktu

untuk wanita, dimana satuan untuk satu-kali-konsumsi-alkohol adalah 10-12 g

alkohol murni (Schuckit, 2009). AUDs biasanya ditemukan di seluruh negara maju,

dan lebih rentan dialami oleh laki-laki; yaitu, AUDs seringkali diidap oleh laki-laki

Tiongkok, Jerman, Thailand, dan Amerika Serikat, serta oleh wanita Brasil dan

Amerika Serikat (Rehm dkk, 2009). Resiko AUDs dalam seumur hidup pada laki-

Page 4: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

laki adalah lebih dari 20%, dengan resiko sekitar 15% untuk penyalahgunaan alkohol

dan 10% untuk ketergantungan alkohol (Schuckit, 2009).

Hampir dari 50% dari seluruh individu lanjut usia (berusia lebih dari 65 tahun) dan

hampir dari 25% dari seluruh subjek yang berusia lebih dari 85 tahun meminum

alkohol. AUDs dialami oleh 1-3% subjek lanjut usia, dan merepresentasikan

penyebab akan morbiditas fisik dan psikatrik serta penderitaan sosial (Blazer dan

Wu, 2009). Selain itu, sampai 30% dari seluruh pasien lanjut usia yang dirawat di

bagian pengobatan umum, dan sampai 50% dari seluruh pasien yang dirawat di

bagian psikiatrik mengalami AUDs.

Tujuan dari makalah tinjauan ulang ini adalah untuk secara singkat menganalisa

AUDs pada populasi lanjut usia (berusia >65 tahun). Pembahasan mendalam akan

pencegahan, epidemiologi (yang akan mengimplikasikan pembedaan antara

ketergantungan alkohol, penyalahgunaan alkohol, dan tindakan minum-minum yang

berbahaya), patogenesis, diagnosis, dan penanganan, yang mencakup tindakan

penanganan sosial dan psiko-farmakologis, adalah diluar cakupan dari makalah ini.

Dengan demikian, kami hanya berfokus pada penyakit yang berkaitan-dengan-

alkohol yang disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol kronis, walaupun memang

kami juga akan secara singkat membahas masalah-masalah lainnya.

Page 5: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

2. Patogenesis gangguan/ kerusakan yang berkatian dengan pengkonsumsian

alkohol

Setelah diminum, etanol (hampir 10%) dimetabolisasi oleh alkohol-dehidrogenase

(ADH) di dalam mukosa lambung, dan mengalami apa yang dikenal dengan istilah

“metabolisme lintas-pertama”. Sisa dari proses ini akan meninggalkan lambung dan

secara cepat diserap oleh usus kecil bagian atas. Kemudian, melalui vena portal,

senyawa ini akan mencapai liver, dimana akan dimetabolisasi menjadi asetaldehida

oleh ADH di dalam sitosol, dan oleh sitokrom P-450-IIE1 di dalam mikrosom

(lieber, 2005). Asetaldehida secara cepat dirubah menjadi karbondioksida dan air,

utamanya melalui aksi aldehida-dehidrogenase (ALDH) (Lieber, 2005). Asupan

alkohol yang terlalu berlebihan akan mensatruasi sistem ini, yang dimana akan

menyebabkan aktivasi sistem oksidasi etanol mikrosomal enzimatik (MEOS). Pada

individu lanjut usia, aktifitas lambung dan ADH hati dapat meningkatkan kadar

alkohol darah sampai 20-50%, dan hal ini, dapat meningkatkan efek etanol pada

sistem syaraf pusat (Lieber, 2005). Selain itu, karena keberadaan komorbiditas,

subjek lanjut usia seringkali mengkonsumsi asupan obat yang tinggi. Ketika sistem

MEOS disaturasi oleh obat-obatan, metabolisme menjadi terganggu dan obat-obatan

akan terakumulasi di dalam darah (Moore dkk, 2007) (Tabel 1); di sisi yang lain,

ketika asupan alkohol yang terlalu berlebihan menyebabkan induksi enzimatik, dosis

obat-obatan yang termetabolisasi oleh sistem MEOS perlu diperbaiki karena tingkat

eliminasi nya yang cepat. Terakhir, metabolisme alkohol dipengaruhi oleh

Page 6: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

polimorfisme genetik: dimana variase gen ADH dapat mempercepat pemecahan

alkohol dan menyebabkan akumulasi asetaldehida yang tinggi setelah minum alkohol

(bentuk ALDH inaktif), seperti yang terjadi di masyarakat Asia (Schuckit, 2009).

Alkohol dapat memicu mekanisme yang menyebabkan cedera selular dan jaringan

secara langsung atau melalui metabolitnya (asetaldehida dan asetat). Secara khusus,

asetaldehida akan membentuk protein neo-antigenik yang memicu reaksi anti-bodi –

yang terjadi di dalam liver – yang dapat memicu terjadinya cedera jaringan (Lieber,

2005). Selain itu, asetaldehida yang terikat ke protein yang berkaitan dengan

perbaikan DNA dan metilasi dapat menyebabkan aduksi-DNA, dan hal ini akan

mengganggu proses yang mengendalikan aktifitas gen dan integritas DNA itu

sendiri. Aduksi DNA dapat menyebabkan kesalahan replikasi dan mutasi. Memang,

terdapat bukti yang meyakinkan bahwa efek karsinogenik alkohol disebabkan oleh

sifat mutagenik DNA pada asetaldehida yang beroperasi di banyak level. Lebih jauh

lagi, asetaldehida mampu untuk memodifikasi jalur penyinalan intraselular yang

dapat menimbulkan ketidakstabilan pada kompleks protein taut kedap. Hal ini dapat

menyebabkan gangguan fungsi penahan yang dimiliki oleh taut-kedap, yang dimana

merupakan satu proses yang menjadi penting di dalam sel-sel epitelial lambung

karena meningkatkan permeabilitas terhadap lipopolisakharida (LPS) membran luar

bakteri Gram-negatif. LPS yang diserap di dalam perut akan ditransportasikan oleh

vena portal ke liver untuk mensensitisasi sel-sel Kuppfer ke alur molekular dengan

transkripsi sitokin pro-inflamasi akhir (yaitu: faktor nekrosis tumor alfa: TNF-α;

Page 7: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

interleukin-6: IL-6; faktor pertumbuhan pentransformasi beta: TGF-ß); ketika TNF-α

dan IL-6 terlibat di dalam kolestasis dan sintesis protein-protein fase akut, TGF-ß

secara kritis terlibat di dalam fibrogeneis melalui aktivasi sel-sel stelat hepatik.

Skenari terakhir adalah mulai terjadinya nekro-inflamasi, apoptosis dan fibrosis yang

menyebabkan ALD (penyakit liver alkoholik), yang kemudian menjadi sirosis

(Gramenzi dkk, 2006).

Tabel 1 – Interaksi alkohol dengan beberapa obat (More dkk, 2007)

Obat Efek

Opiod Meningkatnya efek sedatif

Hipotensi

Anksiolitik Meningkatnya efek sedatif

Antihistamin

Cimetidine

Aspirin Menurunnya aktifitas ADH lambung

PPIs/ Penghambat Pompa Proton (metabolisme lintas-pertama)

Antidepresan Meningkatnya efek sedatif

Antipsikotik Hipertensi

Fenitoin Meningkatnya toksistas

(intoksikasi alkohol akut)

Menurunnya efisasi/ kemanjuran

(penyalahgunaan alkohol kronis)

Carbamazepine Meningkatnya efek sedatif

Beta-blockers Hipotensi

Penghambat saluran-kalsium (intoksikasi alkohol kronis)

Digoksin Menurunnya efek digitalis

Page 8: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

Obat-obatan peregulasi hipoglikemia

melalui oral

Hipoglikemia

(penyalahgunaan alkohol kronis)

Meningkatnya resiko laktik asidosis

(metformin)

Heparin Peningkatan resiko pendarahan

Warfarin (yaitu. Saluran lambung-perut)

Aspirin dan NSAID

Statin Peningkatan toksistas hepatik

Parasetamol (hepatitis akut)

Isoniazid

Lithium

Methotrexate

Cefalosporin Peningkatan kadar darah asetaldehida

Kloramfenikol (selama pemberian disulfiram)

Ketokonazol

Metronidrazole

ADH: alkohol-dehidrogenase; NSAIDs: obat-obatan anti inflamasi non steriod; PPI:

penghambat pompa proton

3. Diagnosis AUDs

Beberapa penelitian epidemiologis telah menunjukkan bahwa diagnosis AUDs pada

pasien lanjut usia biasanya terunderestimasi (Moore dkk, 2002). Hal ini

merepresentasikan satu bias yang cukup mengkhawatirkan, karena AUDs pada

individu lanjut usia memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk merespon

penanganan dibandingkan dengan penyakit AUDs pada individu yang berusia lebih

Page 9: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

muda. Terdapat beragam kondisi yang dimana evaluasinya harus menyertakan

tindakan skrining atas potensi AUD seperti contohnya: a) semakin parahnya penyakit

kronis (hipertensi, diabetes melitus, osteoporosis, anema makrisitik,

hiperkolesterolemia, gastritis/ maag, penyakit Parkinsons, dan asam urat); b)

menurunnya atau meningkatnya efek farmakologis dari terapi-terapi berkepanjangan/

jangka-panjang; c) munculnya gangguan-gangguan gastrointestinal, inkontinens tinja

atau urin, hipotermia aksidental, hipotensi ortostatik, sering mengalami insiden

terjatuh, pingsan, gagal jantung, pneumonia aspirasi, dehidrasi dan malnutrisi; d)

munculnya gangguan kognitif atau penyakit-penyakit psikiatrik (kebingungan akut,

sindrom cemas-depresi, insomnia, penyakit Alzheimer, dan sindrom Wernicke-

Korsakoff) (Moore dkk, 2002). Diagnosis AUDs didasarkan pada peniliaian multi-

dimensi pasien yang melibatkan tindakan pemeriksaan fisik dan psiko-sosial, dengan

wawancara pasien dan anggota keluarga. Ketika penyalahgunaan alkohol diduga

diidap oleh pasien, maka konsumsi alkohol haruslah di-assessment dengan

menggunakan kuisioner. Uji empat item dengan pertanyaan-pertanyaan tentang

Pengurangan jumlah alkohol yang dikonsumsi, Tingkat ketidak-sukaan terhadap

kritik, Perasaan bersalah, dan tentang fikiran akan keinginan minum alkohol yang

muncul di pagi hari (CAGE – Cutting down, Annoyance at criticism, Guilty feelings,

dan use of Eye-openers) (Culberson, 2006) (Tabel 2), Uji Skrining Alkoholisme

Michigan versi pendek – Versi Geriatri (SMAST-G – Michigan Alcoholism

Screening Test – Geriatric Version), (Johnson-Greene dkk, 2009) (Tabel 3), dan Uji

Page 10: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

Identifikasi Gangguan Penggunaan Alkohol (AUDIT – Alcohol Use Disorders

Identification Test) (Aalto dkk, 2011), kesemuanya ini merupakan kuesioner yang

paling umum dan tervalidasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi AUD

pada individu lanjut usia. Secara khusus, CAGE dan MAST-G dapat digunakan

bersama-sama untuk meningkatkan sensitivitasnya, dan AUDIT yang dimodifikasi

dengan penyederhanaan ≥5 poin, adalah berguna untuk mengidentifikasi HD (Aalto

dkk, 2011; Culberson, 2006; Johnson-Greene dkk, 2009). Pedoman Diagnostik &

Statistik Gangguan Mental – Edisi ke-4 – Revisi Teks (DSM-IV-TR – Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorder – 4th edition – Text Revision) (Asosiasi

Psikiatrik Amerika, 2000) dapat digunakan untuk melakukan diagnosis

penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol. Pemeriksaan laboratorium seperti

contohnya alanine aminotransferase (ALT), asparte aminotransferase (AST),

gammaglutamyl transpeptidase (GGT), volume korpuskular rerata (MCV), dan

pentransferan defisien karbohidrat (CDT) dapat berguna (Tabel 4). Beberapa

penelitian menunjukan bahwa tingkat sensitivitas MCV atau GGT di dalam

mendeteksi penyalahgunaan alkohol adalah lebih tinggi pada individu lanjut usia

dibandingkan pada populasi individu yang berusia muda (Mundle dkk, 1999).

Tabel 2 – Uji CAGE: dua jawaban positif atau lebih menunjukkan keberadaan

masalah yang berkaitan dengan pengkonsumsian alkohol (Culberson, 2006).

C (cut-off): apakah anda perna merasa bahwa anda harus mengurangi jumlah alkohol

Page 11: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

yang anda minum?

A (annoyed): apakah anda merasa tidak suka/ sebal jika ada orang yang mengkritik

kebiasaan minum anda?

G (guilty): apakah anda memiliki perasaan bersalah tentang kebiasaan minum anda?

E (eye-opener): apakah anda pernah merasa membutuhkan minuman di pagi hari

untuk membuat diri anda tenang atau untuk menghilangkan rasa mabuk?

Tabel 3 – Uji Skrining/ Penafisan Alkoholisme Michigan Pendek – Versi Geriatri

(SMAST-G): dua jawaban positif atau lebih menunjukkan keberadaan masalah yang

berkaitan dengan pengkonsumsian alkohol di 12 bulan terakhir (Johnson-Greene

dkk, 2009).

1. Ketika berbicara dengan orang lain, apakah anda pernah meremehkan jumlah

minuman yang anda minum?

2. Setelah sejumlah minuman yang anda konsumsi, apakah anda terkadang tidak

makan atau melewatkan makan anda karena anda tidak merasa lapar?

3. Apakah dengan minum alkohol anda dapat mengurangi intensitas gemetaran

yang anda alami?

4. Apakah alkohol terkadang membuat anda merasa kesulitan untuk mengingat

saat-saat/ kejadian-kejadian di siang atau di malam hari?

5. Apakah anda biasanya minum untuk menenangkan syaraf-syaraf anda?

Page 12: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

6. Apakah anda minum alkohol untuk menghilangkan pusing karena masalah-

masalah yang anda hadapi?

7. Apakah anda pernah meningkatkan asupan alkohol yang anda minum setelah

mengalami hantaman jiwa di dalam hidup anda?

8. Apakah dokter atau perawat pernah berkata bahwa mereka merasa khawatir

dengan kebiasaan minum anda?

9. Apakah anda pernah membuat aturan untuk menangani kebiasaan minum

anda?

10. Ketika anda merasa kesepian, apakah kebiasaan atau aktifitas minum anda

dapat membantu?

4. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan pengkonsumsian alkohol

Efek samping jangka-pendek (intoksikasi alkohol akut) dan jangka panjang

(penyalahgunaan alkohol kronis) dari kebiasaan minum alkohol yang berlebihan

adalah lebih beresiko dibandingkan dengan dampak positif nya yang masih bersifat

dugaan. Bahkan satu episode intoksikasi etanol akut sebelum terjadinya kerusakan

organ jangka-panjang (yaitu cedera traumatik yang diakibatkan oleh kecelakaan

karena intoksikasi alkohol) dapat meningkatkan resiko infeksi. Penyalahgunaan

alkohol kronis berkaitan dengan banyak penyakit, yang melibatkan organ hati,

pankreas, saluran lambung-usus, saluran pernafasan, otot, otak, dan sistem imun.

Propensitas individu untuk mendapatkan penyakit yang berkaitan dengan alkohol

Page 13: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

berkaitan dengan pola dan durasi asumsi alkohol, dalam hal faktor-faktor pengiring

lainnya seperti contohnya predisposisi genetik, gender, faktor makanan/ diet, dan

lingkungan (Schuckit, 2009).

4.1. Alkohol dan sistem kardiovaskular

Asupan alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan resiko kardiovaskular (yaitu

stroke hemorahik) (Mukamal dkk, 2006). Memang, penyalahgunaan alkohol dapat

secara negatif mempengaruhi berbagai determinan/ penentu resiko kardiovaskular

seperti contohnya kelainan/ gangguan metabolisme, peningkatan lingkar pinggang

(Mukamal dkk, 2006), dan secara khusus, peningkatan tekanan sistolik: pada

kenyataannya, terdapat bukti bahwa asupan alkohol akan lebih mudah menyebabkan

hipertensi pada individu lanjut usia dibandingkan dengan pada individu dewasa

muda (Wakabayashi dan Araki, 2010). Selain itu, individu-individu yang

mengkonsumsi lebih dari 90 g alkohol perhari selama lebih dari 5 tahun dapat

menderita penyakit jantung terkembang non-iskhemik yang dapat menyebabkan

disfungsi ventrikular dan gagal jantung (Piano, 2002).

Walaupun tidaklah tepat untuk membahas topik ini disini, perlu diketahui bahwa

efek protektif kardiovaskular dari konsumsi alkohol ringan sampai sedang (1 kali

konsumsi/ hari untuk wanita sampai 2 kali konsumsi/ hari untuk laki-laki) dialami

pada populasi dewasa dan individu lanjut usia (Mukamal dkk, 2006; Costanzo dkk,

Page 14: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

2010). Memang, mayoritas penelitian yang membahas tentang asupan alkohol telah

menemukan kurva resiko berbentuk J atau U dengan pengkonsumsi alkohol ringan

sampai sedang yang memiliki resiko penyakit kardiovaskular arterosklerosis yang

lebih rendah dibandingkan dengan non-peminum alkohol dan peminum berat.

Secara khusus, satu pengalaman terbaru pada 13.296 orang kulit putih lanjut usia di

Amerika Serikat menunjukan bahwa konsumsi alkohol sedang baik di kalangan

wanita maupun laki-laki memiliki hubungan dengan penurunan resiko penyakit

kardiovaskular sebanyak 15-30% (Paganini-Hill, 2011). Hasil yang cukup menarik

yang dihasilkan dari penelitian meta-analitik menunjukkan adanya penurunan resiko

penyakit diabetes tipe 2 sebanyak 30% pada pengkonsumsi alkohol sedang (Koppes

dkk, 2005).

4.2. Alkohol dan sistem endokrin

Penyalahgunaan alkohol kronis dapat memicu beberapa alterasi atau gangguan

kelenjar hipotalami-pituitari. Sebagai satu contoh, selama kondisi penyalahgunaan

alkohol kronis dan selama sindrom putus-konsumsi alkohol, kadar hormon kortisol

dan adreno-kortikotropik (ACTH) ditemukan meningkat dengan waktu

pengembalian ke kadar normal yang mencapai 2-6 minggu setelah dalam waktu itu

pasien tidak mengkonsumsi alkohol. Kadar kortisol yang meningkat dapat memicu

Page 15: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

apa yang dikenal dengan istilah kondisi pseduo-Cushing; namun, karena banyak

kesamaan dalam gejala, kondisi ini masihlah sulit untuk dibedakan dari bentuk

gangguan/ sindrom Cushing primer (Newell-Price dkk, 2006).

4.3. Alkohol, liver, lambung, dan pankreas

Subjek penelitian yang berusia lanjut yang menyalahgunakan alkohol secara kronis

memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi terhadap kemunculan penyakit liver

alkoholik (ALD). Gejala dan tanda ALD dan komplikasinya adalah sama dengan

yang terjadi pada pasien di semua usia, dan penanganannya utamanya difokuskan

pada penghentian konsumsi alkohol (Seitz dan Stickel, 2007). Baik konsumsi alkohol

akut maupun kronis bertanggungjawab terhadap efek yang buruk pada mukosa

esofagus seperti contohnya penyakit Barrett’s esophagus. Kondisi klinis ini dicirikan

dengan metaplasia pada sel-sel porsi inferior esofagus dengan gejala-gejala klinis

seperti nyeri ulu hati, disfagia, dan hematemesis. Lambung juga akan terdampak dari

konsumsi etanol akut dan kronis; memang, gastritis akut dan kronis muncul dengan

peningkatan resiko pendarahan ketika adanya ulkus. Selain itu, karena sakit kronis

sering ditemukan pada individu lanjut usia, asumsi obat harian seperti aspirin dan

penghambat pompa proton bersamaan dengan minuman beralkohol dapat

menurunkan aktivitas ADH lambung dengan peningkatan kadar etanol darah dan

efek sedatif. Lebih jauh lagi, penkonsumsian alkohol akut dan kronis dapat memicu

diare yang dapat menyebabkan malnutrisi karena adanya penurunan penyerapan

Page 16: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

mikro-gizi. Lebih lanjut lagi, penyalahgunaan alkohol adalah satu penyebab yang

umum akan penyakit pankreatitis, walaupun hal ini tampaknya lebih sering terjadi

pada individu yang berusia lebih muda (30%) dibandingkan dengan individu lanjut

usia (5%) (Hall dkk, 2005).

Tabel 4 – Tingkat prevalensi alterasi penanda laboratorium akan penyalahgunaan

alkohol kronis pada para pasien lanjut usia dibandingkan dengan subjek yang berusia

lebih muda (Mundle dkk, 1999).

Parameter serum Alterasi (%) (pasien yang berusia ≥65 tahun)

Alterasi (%)(pasien yang berusia ≤65 tahun)

AST yang meningkat 56 42GGT yang meningkat 55 48MCV yang meningkat 44 17Glukosa yang meningkat 32 36Asam urat yang meningkat 21 <1Albumin yang menurun 17 3Alkalin fosfatase yang meningkat

11 15

Trigliserida yang meningkat

16 15

AST: aspartate aminotransferase; GGT: gamma-glutamyl transpeptidase; MCV:

rerata volume korpuskular

4.4. Alkohol dan penyakit paru

Page 17: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

Disamping tingkat kerentanan individu lanjut usia terhadap infeksi paru disebabkan

oleh reduksi fisiologis respons imun, yang dimana dapat menjadi parah oleh asupan

alkohol yang berlebihan, penyalahgunaan alkohol juga telah diketahui dapat menjadi

faktor resiko independen untuk kemunculan Sindrom Gawat Pernafasan Dewasa

(ARDS), yaitu suatu bentuk cedera paru yang parah yang dicirikan dengan

hipoksemia, peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolar, dan akumulasi

protein interstitial dan edma intra-alveolar. Memang, sekitar hampir 200.000

individu yang mengidap ARDS di Amerika serikat tiap tahunnya, hampir dari 50%

dari mereka memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol. Disamping penelitian-

penelitian yang ditujukan pada peningkatan hasil penanganan para pasien pengidap

ARDS, tingkat kematiannya masihlah tinggi (40%), dan bagi mereka yang

menyalahgunakan alkohol memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi (65%) (Boe

dkk, 2009).

4.5. Alkohol dan respons imun

Asupan alkohol diketahui dapat merusak respon imun bawaan. Alkohol dengan dosis

tinggi dapat secara langsung menekan berbagai respon imun dengan menurunkan

imunitas yang termediasi-sel dan fungsi imun humoral, dan juga hal tersebut

berkaitan dengan peningkatan insiden sejumlah penyakit-penyakit infeksi (Diaz dkk,

2002). Jumlah sel-sel T dan B secara signifikan mengalami penurunan pada para

pasien dengan penyakit yang dipicu oleh pengkonsumsian alkohol. Selain itu,

Page 18: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

imunoglobulin yang dihasilkan oleh sel-sel B terhadap patogen sebagai respon

pertahanan tubuh biasanya meningkat pada para pasien penderita ALD. Terakhir,

alkoholisme kronis dan ALD memiliki hubungan dengan peningkatan produksi

sitokin. Pada kenyataannya, sitokin (yaitu IL-6, IL-10, IL-12) akan meningkat pada

pecandu alkohol (Diaz dkk, 2002; Szabo dan Mandrekar, 2009).

4.6. Alkohol dan patah tulang-sendi

Penyalahgunaan alkohol merupakan satu faktor resiko yang penting akan insiden

terjatuh dan patah tulang spontan karena hal tersebut dapat menyebabkan: a)

kebingunan akut, dan hipotensi ortostatik; b) neuropati dan miopati sensori motor

distal; c) penurunan kemampuan penilaian spasial dan ataksia; d) penurunan densitas

mineral tulang, terutama jika dihubungkan dengan kebiasaan merokok (Johnston dan

McGovern, 2004). Harus diingat bahwa subjek lanjut usia dengan penurunan

kemampuan otonomi dan peningkatan resiko kerapuhan tulang harus diingatkan

untuk menghindari konsumsi alkohol.

4.7. Alkohol dan tumor

Pengkonsumsian alkohol sebanyak lebih dari 40 g per hari merepresentasikan satu

faktor resiko untuk kemunculan tumor di banyak organ, termasuk diantaranya:

orofaring, laring, esofagus, liver, kolon-rektum, dan payudara (Bagnardi dkk, 2001).

Page 19: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

Terlebih lagi, hubungan antara konsumsi alkohol dan kemunculan tumor tergantung

pada dosis alkohol. Secara khusus, pada wanita yang sudah menopaus, peningkatan

resiko kanker payudara telah diketahui nyata adanya, dimana hal ini merupakan satu

efek yang berkaitan dengan peningkatan kadar estrogen darah yang dipicu oleh

alkohol. Saat ini, bahkan satu asupan alkohol sedang (dari 3 sampai 6 gelas per

minggu) diketahui dapat menjadi satu faktor resiko independen untuk kemunculan

kanker payudara pada individu wanita berusia lanjut (Chen dkk, 2011). Keberadaan

gejala-gejala gastrointestinal seperti contohnya konstipasi, penurunan berat badan,

diare, disfagia, dan rasa sakit pada perut pada subjek lanjut usia dengan anamnesis

positif akan asupan alkohol yang tinggi harus memunculkan kecurigaan akan

keberadaan kanker yang berkaitan dengan konsumsi alkohol, dan hal ini

membutuhkan pemeriksaan lanjutan. Terakhir, perlu diketahui bahwa di Jepang,

kanker merupakan kategori penyakit yang paling memiliki kaitan tinggi dengan

konsumsi alkohol, hal ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan (Rehm dkk, 2009).

4.8. Alkohol dan otak

Alkohol beraksi pada sistem syaraf pusat melalui efek langsung dan tidak langsung.

Efek langsung ini disebabkan karena perubahan yang terjadi pada fluiditas membran

sel, yang merusak fungsi sel, meningkatkan aktivitas penghambatan reseptor gamma

amino-butyric, dan penghambatan aktivitas eksitatori respetor N-methyl-D-aspartate.

Efek tidak langsung nya termediasi oleh malnutrisi, yang dapat menyebabkan

Page 20: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

defisiensi thiamin, asam nikotin, vitamin B, dan folat. Defisiensi thiamine memicu

pelepasan glutamat yang berlebihan yang dapat menyebabkan kerusakan syaraf

(sindrom Wernicke-Korsafoff dan penyakit Marchiafava Bignami). Sebaliknya,

demensia alkohol, pada bentuk degeneratif dan vaskularnya, biasanya muncul

dengan ketiadaan defisit nutrisional; pada kasus ini, efek neurotoksik langsung

alkohol pun terimplikasi. Pada individu lanjut usia, tingkat prevalensi demensia

adalah 5 kali lebih tinggi pada mereka yang merupakan pecandu alkohol

dibandingkan dengan individu-individu yang non-alkoholik, dan hampir dari 25%

pasien lanjut usia penderita demensia juga mengalami AUDs (Moriyama dkk, 2006).

Dari sisi klinis, adalah penting untuk membedakan antara demensia/ kepikunan yang

memiliki kaitan dengan alkohol dengan demensia tipe lain. Dalam hal ini, demensia

yang berkaitan dengan alkohol merupakan satu diagnosis spesifik yang disertakan di

dalam DSM-IV-TR (Asosiasi Psikiatrik Amerika, 2000).

Walaupun satu efek protektif dari asupan alkohol tingkat sedang pada penurunan

kognitif lambat dan kemunculan demensia Alzheimer masihlah kontroversial (Lobo

dkk, 2010), namun hal ini diketahui bahwa mereka yang tidak mengkonsumsi

alkohol memiliki fungsi kognitif yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka

yang mengkonsumsi alkohol dengan tingkat ringan (Rodgers dkk, 2005); selain itu,

satu penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa kepatuhan yang lebih tinggi

terhadap penerapan diet tiep Mediterania, yang dicirikan dengan asupan minuman

anggur dalam jumlah sedang, memiliki hubungan dengan resiko akan penurunan

Page 21: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

fungsi kognitif yang menurun, resiko penyakit Alzheimer yang menurun, dan

penurunan kematian dengan-segala-penyebab pada para pasien pengidap demensia

Alzheimer (Solfrizzi dkk, 2011).

4.9. Alkohol dan gangguan psikiatrik

Hampir dari 20% individu yang berusia ≥ 65 tahun yang didiagnosa dengan depresi

ternyata mengalami AUD (Gunn dan Cheavens, 2008). Sebaliknya, lebih dari 90%

subjek yang berusia lanjut dengan AUD ternyata memiliki riwayat depresi.

Hubungan antara AUD dan depresi di masa tua adalah kompleks dan sangat penting

untuk memahami apakah depresi merupakan akibat dari AUD atau kebalikannya.

Lebih lanjut lagi, ketika dikaitkan dengan AUD, depresi dan gangguan angsietas/

kecemasan adalah bertanggungjawab akan lebih dari 70% insiden bunuh diri, dan

merupakan satu penyebab signifikan akan kekerasan dalam rumah tangga,

perceraian, dan penurunan kualitas sosial dan ekonomi. Para pasien yang depresi

yang berhenti mengkonsumsi alkohol secara progresif dapat meningkatkan kondisi

psikiatriknya dibandingkan dengan mereka yang terus mengkomsi alkohol. Namun

demikian, penanganan gejala-gejala ansietas dan depresi masih merupakan poin

penting selama penanganan AUDs. Disamping kurangnya bukti ilmiah yang

mengindikasikan satu strategi khusus untuk menangani para pasien lanjut usia

pengidap depresi dan AUDs, maka pentingnya penanganan kedua masalah tersebut

sangatlah direkomendasikan.

Page 22: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

5. Penanganan gangguan penggunaan alkohol

5.1. Detoksifikasi

Insiden komplikasi medis (iskhemia miokardial, pneumonia aspirasi, aritmia,

hipotensi ortostatik) dan komplikasi neurologis (halusinasi, delirium tremen, pusing,

dan kejang) selama sindrom putus-konsumsi-alkohol (AWS – alcohol withdrawal

syndrome) pada para pecandu alkohol lanjut usia adalah lebih tinggi dibandingkan

dengan pada para individu yang berusia lebih muda (Letzia dan Reinbolz, 2005).

Penelitian klinis terkendali telah mengevaluasi kemanjuran obat/ medikasi untuk

penanganan AWS pada para pasien lanjut usia belumlah tersedia. Namun, untuk

menghindari setiap resiko sedasi, benzodiazepine efek-singkat (BDZs) [yaitu

lorazepam 30-60 mg oral setiap 4 jam atau oxazepam 1-2 mg oral atau i.m. (injeksi

kedalam otot) atau i.v. (injeksi kedalam vena) setiap 4 jam untuk hari pertama dan

kemudian dosisnya diturunkan sebanyak 50% pada hari ke-2 dan ke-3] adalah

direkomendasikan. Para pasien lanjut usia biasanya rentan terhadap kemunculan

beberapa komplikasi AWS, seperti contohnya sindrom Wernicke-Korsakoff yang

dicirikan dengan neuropati tepi, ataksia, kelumpuhan okular, kebingungan,

konfabulasi, dan amnesia yang disebabkan karena penurunan kadar serum

magnesium. Dengan demikian, selain BDZs, penanganan AWS harus menyertakan

pemberian magnesium dan tiamin (intra-otot dan intra-vena) selama 3 sampai 5 hari.

Page 23: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

Pada kasus agitasi parah yang berkaitan dengan gangguan tidur dan perilaku berat,

jika BDZs saja tidak mampu mengendalikan gejala-gejala AWS, haloperidol dapat

dipertimbangkan. Beta-blocker (yaitu atenolol) telah terbukti efektif di dalam

penanganan takhikardia ataupun hipertensi, namun haruslah digunakan secara bijak

karena adanya peningkatan resiko hipotensi pada populasi pasien lanjut usia. Pada

kasus delirium tremens, pemberian diazepam intravena sebanyak 30-60 mg,

magnesium, tiamin sebanyak 100-250 mg intravena, dan elektrolit (jika diperlukan)

adalah hal yang dibutuhkan (Letizia dan Reinbolz, 2005).

5.2. Rehabilitasi

Tujuan dari rehabilitasi untuk penanganan AUDs adalah sama seperti halnya semua

gangguan kambuhan kronis lainnya: yaitu untuk mempertahankan tingkat motivasi

yang tinggi, untuk merubah sikap terhadap kesembuhan, dan untuk mengurangi

resiko kekambuhan. Pencegahan kekambuhan akan pengkonsumsian alkohol pada

individu pecandu alkohol lanjut usia adalah sangat krusial, karena hasil

penanganannya pada beberapa kasus lebih baik dibandingkan dengan hasil

penanganan pada individu usia muda. Lebih dari 20% dari seluruh pasien

ketergantungan alkohol lanjut usia dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi

alkohol selama 4 tahun (Satre dkk, 2004). Lebih jauh lagi, dibandingkan para laki-

Page 24: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

laki, para wanita cenderung lebih mudah untuk tetap berpuasa alkohol baik pada

jangka panjang maupun pada jangka pendek (Satre dkk, 2004, 2007).

Diantara obat-obatan yang disetujui untuk penanganan ketergantungan alkohol,

disulfiram secara umum tidak direkomendasikan karena kaitannya dengan

peningkatan resiko akan efek samping yang serius (Oslin dkk, 1997; Satre dkk, 2004,

2007). Selain itu, naltrexone (antagonis µ-opiod) yang diberikan pada dosis 50-100

mg per hari (atau 150 mg tiga kali dalam satu minggu) dapat membantu para pasien

ketergantungan alkohol dengan menurunkan rasa ingin mengkonsumsi minuman

beralkohol ketika minum minuman tersebut, dan hampir dari seluruh penelitian telah

melaporkan waktu yang lebih lama sebelum munculnya kekambuhan atau asupan

alkohol yang lebih rendah pada satuan waktu dengan hasil penanganan yang

meningkat, yaitu 20% (Schuckit, 2009). Karena keamanan profile nya, naltrexone

(50 mg per hari) dianggap sebagai obat farmakologis untuk pencegahan kekambuhan

pada para pecandu alkohol lanjut usia (Olsin dkk, 1997). Lebih jauh lagi, karena

predisposisi individu lanjut usia terhadap kondisi yang membuat mereka menjadi

pelupa, beberapa hipotesis pun muncul dalam hal potensi manfaat formulasi

naltrexone yang diinjeksikan (380 mg/ bulan selama 4 bulan) setelah periode

abstinensi-terhadap-alkohol 3-5 hari (Johnson, 2010). Lebih jauh lagi, walaupun

penelitian-penelitian spesifik pada populasi lanjut usia belum dilakukan, namun

acamprosate (penghambat reseptor asam-glutamat N-metil-D-aspartik) diketahui

dapat memperpanjang waktu menuju kekambuhan, menurunkan jumlah satuan

Page 25: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

konsumsi minuman per hari, dan dapat membantu di dalam menjaga abstinensi

dengan tingkat hasil yang sama dengan naltrexone. Naltrexone terkombinasi dan

acamprosate adalah sedikit lebih baik dibandingkan dengan masing-masing obat

tersebut tanpa terkombinasi, walaupun tidak semua penelitian menyetujuinya

(Schuckit, 2009). Terakhir, obat GABA-ergic seperti contohnya sodium oxybate

(diperobolehkan di beberapa negara di Eropa untuk penanganan ketergantungan

alkohol), baclofen dan topiramate diketahui efisien dan merupakan obat yang

menjanjikan untuk menangani ketergantungan terhadap alkohol dan dapat

mengurangi jumlah episode kebiasaan minum alkohol berat (Addolorato dkk, 2011;

Caputo dan Bernardi, 2010; Johnson, 2010).

Terapi perilaku-kognitif dan kehadiran di dalam kelompok swa-bantu seperti

contohnya Alcoholics Anonymous telah terbukti bermanfaat jika dilakukan

bersamaan dengan pendekatan farmakologis (Oslin dkk, 1997; Satre dkk,

2004,2007). Di sisi lain, depresi, konflik antar-personal, keterasingan, dan kejadian-

kejadian yang membuat depresi adalah faktor-faktor resiko yang penting untuk

kekambuhan di populasi individu lanjut usia. Dengan demikian, pendekatan

multidimensional yang mencakup penanganan farmakologis, psikologis, dan sosial-

perilaku adalah penting untuk mempertahankan abstinens pada para pasien lanjut

usia yang ketergantungan terhadap alkohol.

Page 26: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)

6. Kesimpulan

Tingkat insiden AUDs pada individu lanjut usia adalah tinggi: namun, AUDs pada

individu lanjut usia masih diremehkan, dan pengumpulan data tentang penyakit yang

berkaitan dengan alkohol pada para individu lanjut usia yang dilakukan oleh Uni

Eropa dan WHO masihlah belum lengkap (Lee dkk, 2008). Pengisian jurang

keilmiahan ini dapat mengidentifikasi intervensi/ penanganan AUDs yang efektif

dari sisi biaya pada para individu lanjut usia, yang dimana hal ini akan meningkatkan

sustainabilitas keuangan publik dan mengurangi ketidak-adil-merataan upaya

penanganan kesehatan (Scafato, 2010); penelitian tambahan dibutuhkan untuk

mengidentifikasi strategi-strategi pengimplementasian terbaik.

Dengan demikian, diagnosis dan penanganan AUDs pada subjek lanjut usia harus

selalu diupayakan karena hal tersebut seefektif pada para pasien dengan usia muda;

perhatian yang lebih harus difokuskan pada kerapuhan/ kerentaan para pasien lanjut

usia selama AWS dan terhadap kebutuhan akan pendekatan multi-dimensi di dalam

pencegahan kekambuhan. Lebih banyak penelitian dalam hal penanganan

farmakologis dan psikoterapeutik AUDs pada para individu lanjut usia adalah hal

yang diperlukan.

Page 27: Hasil Terjemahan Punya Dr. Aldo (Fix 2 t)