Upload
hathuan
View
259
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
20
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap
Perkecambahan Benih Kelapa Sawit
Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa interaksi antara perlakuan suhu air rendaman dengan intensitas
perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap seluruh tolok ukur yang diamati
kecuali kadar air benih dan persentase benih terserang cendawan. Perlakuan suhu
air (P) menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan intensitas
dormansi namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan persentase benih
terserang cendawan. Faktor perlakuan intensitas perendaman berpengaruh sangat
nyata terhadap peubah daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh
maksimum, intensitas dormansi, dan persentase benih terserang cendawan tetapi
tidak berpengaruh nyata pada kadar air benih (Tabel 1). Kadar air benih pada
percobaan I berkisar antara 21.3% sampai 23.3%. Sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 1 sampai 7.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan suhu air dan intensitas
perendaman pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa
sawit
Peubah Faktor Perlakuan
P I P*I
Kadar air benih tn tn tn
Daya berkecambah ** ** **
Kecepatan tumbuh ** ** **
Potensi tumbuh maksimum ** ** **
Intensitas dormansi ** ** **
Persentase benih terserang cendawan tn ** tn
Keterangan: ** = berbeda nyata pada taraf 1% ; tn = tidak berbeda nyata ; P*I = pengaruh
interaksi suhu air (P) dan intensitas perendaman (I)
21
21
Berdasarkan Tabel 2, perendaman selama 1x24 jam dalam berbagai suhu
tidak mampu membuat benih berkecambah. Semakin tinggi intensitas
perendaman, daya berkecambah benih semakin meningkat. Daya berkecambah
meningkat hingga suhu 80oC lalu mengalami penurunan pada suhu 90
oC. Daya
berkecambah tertinggi didapat pada perlakuan perendaman dalam suhu 80oC
selama 3x24 jam yaitu sebesar 16.7%. Perlakuan ini kemudian digunakan pada
percobaan II sebelum benih direndam dalam ethephon.
Tabel 2. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap daya berkecambah
Suhu Air Intensitas Perendaman
1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam
%
27oC 0.71g (0.0) 0.71g (0.0) 0.71g (0.0)
60oC 0.71g (0.0) 0.72fg (1.3) 0.77c (8.7)
70oC 0.71g (0.0) 0.73ef (3.3) 0.76cd (7.3)
80oC 0.71g (0.0) 0.74de (5.3) 0.82a (16.7)
90oC 0.71g (0.0) 0.73ef (3.3) 0.78b (11.3)
Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah
ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum
ditransformasi ; kk= 1.36%
Pada intensitas perendaman 2x24 jam dan 3x24 jam, terjadi peningkatan
kecepatan tumbuh (Tabel 3) dan potensi tumbuh maksimum benih (Tabel 4)
hingga suhu 80oC lalu mengalami penurunan pada suhu 90
oC. Peningkatan
kecepatan tumbuh dan potensi tumbuh maksimum juga terjadi pada intensitas
perendaman yang lebih tinggi. Kecepatan tumbuh tertinggi didapat pada
perlakuan perendaman dalam suhu 80oC selama 3x24 jam yaitu sebesar 0.59%
KN etmal-1
dengan potensi tumbuh maksimum sebesar 16.7%.
22
22
Tabel 3. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap kecepatan tumbuh
Suhu Air Intensitas Perendaman
1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam
% KN etmal-1
27oC 0.7071g (0.00) 0.7071g (0.00) 0.7071g (0.00)
60oC 0.7071g (0.00) 0.7074fg (0.04) 0.7093c (0.32)
70oC 0.7071g (0.00) 0.7079ef (0.12) 0.7090cd (0.27)
80oC 0.7071g (0.00) 0.7084de (0.18) 0.7112a (0.59)
90oC 0.7071g (0.00) 0.7078efg (0.11) 0.7101b (0.43)
Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah
ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum
ditransformasi ; kk= 0.06%
Tabel 4. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap potensi tumbuh
maksimum
Suhu Air Intensitas Perendaman
1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam
%
27oC 0.7071f (0.0) 0.7071f (0.0) 0.7071f (0.0)
60oC 0.7071f (0.0) 0.7164ef (1.3) 0.7658c (8.7)
70oC 0.7071f (0.0) 0.7303e (3.3) 0.7571cd (7.3)
80oC 0.7071f (0.0) 0.7483d (6.0) 0.8164a (16.7)
90oC 0.7071f (0.0) 0.7303e (3.3) 0.7873b (12.0)
Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah
ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum
ditransformasi ; kk= 1.29%
Perendaman selama 3x24 jam menurunkan persentase benih terserang
cendawan dari 56.8% menjadi 22.5% dibanding pada perendaman 1x24 jam.
Rata-rata pengaruh suhu air terhadap persentase benih terserang cendawan
berkisar antara 38.0% hingga 44.2%.
23
23
Tabel 5. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap persentase benih
terserang cendawan
Suhu Air Intensitas Perendaman
1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam Rata-rata
%
27 oC (P0) 54.0 41.3 22.7 39.3
60 oC (P1) 55.3 37.3 21.3 38.0
70 oC (P2) 62.0 40.0 20.7 40.9
80 oC (P3) 52.7 44.7 23.3 40.2
90 oC (P4) 60.0 48.0 24.7 44.2
Rata-rata 56.8a 42.3b 22.5c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut
statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5% ; kk = 15.72%
Berdasarkan hasil dari percobaan I, terlihat bahwa perlakuan perendaman
dalam air 80oC selama 3x24 jam memberikan hasil terbaik dibanding perlakuan
lainnya. Oleh karena itu, perlakuan ini akan digunakan pada percobaan
selanjutnya.
Percobaan II. Pengaruh Konsentrasi Ethephon terhadap Perkecambahan
Benih Kelapa Sawit
Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi ethephon
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah kadar air benih, daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan intensitas
dormansi namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase benih terserang
cendawan (Tabel 6). Sidik ragam perlakuan pengaruh konsentrasi ethephon
terhadap perkecambahan benih kelapa sawit disajikan pada Lampiran 8 sampai
13.
24
24
Tabel 6. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi ethephon pada tolok
ukur perkecambahan benih kelapa sawit
Peubah Konsentrasi Ethephon kk (%)
Kadar air benih ** 3.52
Daya berkecambah ** 0.96#
Kecepatan tumbuh ** 0.05#
Potensi tumbuh maksimum ** 14.75
Intensitas dormansi ** 4.03
Persentase benih terserang cendawan tn 26.72
Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 5% ; tn = tidak berpengaruh nyata ; # =
transformasi √(x+0.5)
Kadar air benih, daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh cenderung
menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Potensi tumbuh maksimum
meningkat hingga konsentrasi 0.4% yaitu sebesar 29.2% lalu menurun pada
konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Nilai intensitas dormansi menurun hingga
konsentrasi ethephon 0.4% yaitu sebesar 70.8% lalu meningkat pada konsentrasi
ethephon yang lebih tinggi. Persentase benih terserang cendawan berkisar antara
12.8% sampai 16.0% (Tabel 7).
Tabel 7. Pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kadar air (KA), daya
berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh
maksimum (PTM), intensitas dormansi (ID), dan persentase benih
terserang cendawan
Konsen-
trasi
Ethephon
(%)
KA
(%)
DB
(%)
KCT
(% etmal-1
)
PTM
(%)
ID
(%)
Benih
Terserang
Cendawan
(%)
0 21.7a 0.802a (14.4) 0.7107a (0.51) 14.4c 85.6a 16.0
0.4 20.8ab 0.713b (0.8) 0.7073b (0.04) 29.2a 70.8c 12.8
0.8 19.6c 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 20.0b 80.0b 16.0
1.2 19.9bc 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 23.2b 76.8b 13.6
1.6 20.0bc 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 20.4b 79.6b 13.2
Keterangan: Angka rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%. Angka
dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi √(x+0.5)
25
25
Percobaan III: Pengaruh Perendaman dalam Berbagai Konsentrasi
Ethephon yang Didahului dengan Perendaman dalam Air
Panas 80oC Selama 3x24 Jam dan Diakhiri dengan
Pemanasan Kering selama 1 Minggu terhadap
Perkecambahan Benih Kelapa Sawit
Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam, perlakuan pematahan dormansi
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah kadar air benih, daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum, namun tidak
berpengaruh nyata terhadap intensitas dormansi dan persentase benih terserang
cendawan (Tabel 8). Sidik ragam perlakuan pematahan benih kelapa sawit
disajikan pada Lampiran 14 sampai 19.
Tabel 8. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan pematahan dormansi pada
beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa sawit
Peubah Konsentrasi Ethephon kk (%)
Kadar air benih ** 3.44
Daya berkecambah ** 1.60#
Kecepatan tumbuh ** 0.12#
Potensi tumbuh maksimum ** 6.82
Intensitas dormansi tn 9.00
Persentase benih terserang cendawan tn 12.89
Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 5% ; tn = tidak berpengaruh nyata ; # =
transformasi √(x+0.5)
Perlakuan pematahan dormansi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar
air, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum.
Konsentrasi ethephon tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas dormansi dan
persentase benih terserang cendawan. Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar air
benih, daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh nyata menurun pada konsentrasi
ethephon yang lebih tinggi. Potensi tumbuh maksimum meningkat secara nyata
hingga konsentrasi ethephon 0.4% (T2) yaitu sebesar 52.0% lalu menurun pada
konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Nilai intensitas dormansi berkisar antara
56.4% sampai 66.4%, sedangkan persentase benih terserang cendawan berkisar
antara 13.6% sampai 16.4%.
26
26
Tabel 9. Pengaruh perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang
didahului dengan perendaman dalam air panas suhu 80oC selama 3x24
jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1 minggu terhadap
KA, DB, KCT, PTM, ID, dan persentase benih terserang cendawan
Perla-
kuan
KA
(%)
DB
(%)
KCT
(% etmal-1
)
PTM
(%)
ID
(%)
Benih
Terserang
Cendawan (%)
T1 19.5a 0.914a (33.6) 0.7193a (1.75) 33.6d 66.4 16.4
T2 18.8ab 0.729b (3.2) 0.7083b (0.17) 52.0a 61.6 13.6
T3 17.9c 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 43.6b 56.4 15.2
T4 18.2bc 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 39.6c 60.4 13.6
T5 18.2bc 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 36.4cd 63.6 14.0
Keterangan: Angka rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%. Angka
dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi √(x+0.5). KA=
kadar air benih, DB= daya berkecambah, KCT= kecepatan tumbuh, PTM=
potensi tumbuh maksimum, ID= intensitas dormansi.
Pembahasan
Kadar air merupakan faktor penting dalam perkecambahan benih kelapa
sawit. Air harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk pelunakan kulit,
memberi fasilitas masuknya oksigen, mengencerkan protoplasma untuk
mengaktifkan berbagai macam fungsinya, dan sebagai alat transportasi larutan
makanan dari endosperma atau kotiledon ke titik tumbuh pada poros embrio
(Kamil, 1979). Enzim-enzim hidrolase akan aktif dalam menghidrolisis cadangan
makanan dalam benih jika air dalam benih cukup tersedia. Hal ini akan memacu
perkembangan embrio dalam benih untuk menembus testa atau kulit benih dan
muncul melalui operculum (Silomba, 2006). Benih kelapa sawit merupakan benih
yang membutuhkan kadar air di atas 18% untuk dapat berkecambah (Adiguno,
1998). Pada percobaan I, perlakuan meningkatkan kadar air benih, sedangkan
pada percobaan II dan III menurunkan kadar air benih. Hal ini diduga karena pada
percobaan I menggunakan bahan perendam air yang memiliki kepekatan sama,
sedangkan pada percobaan II dan III menggunakan bahan perendam ethephon
dalam berbagai konsentrasi yang memiliki kepekatan berbeda. Semakin pekat
larutan perendam, semakin sulit imbibisi ke dalam benih. Hal ini karena kerasnya
27
27
kulit benih yang mengandung lignin menjadi penghalang masuknya air
(Nurmailah, 1999). Suhu air dan intensitas perendaman mempengaruhi
penyerapan air ke dalam benih, hal ini karena air dan oksigen yang dibutuhkan
untuk perkecambahan dapat masuk ke benih tanpa halangan sehingga benih dapat
berkecambah (Sumanto dan Sriwahyuni, 1993).
Kadar air benih berhubungan erat dengan persentase benih terserang
cendawan. Persentase benih terserang cendawan pada percobaan I cenderung
lebih tinggi dibanding percobaan II dan III. Cendawan banyak menyerang benih
yang memiliki kadar air yang lebih tinggi. Selain itu, persentase benih terserang
cendawan yang tinggi pada penelitian ini diduga karena kerapatan benih pada tray
perkecambahan kecil sehingga uap air yang dihasilkan dari proses respirasi benih
rendah. Uap air yang rendah mengakibatkan kelembaban relatif meningkat
sehingga potensi munculnya cendawan semakin besar. Kerapatan benih dalam
tray pada percobaan yaitu sebesar 0.14 butir cm-2
dengan jumlah benih yang
dikecambahkan sebanyak 300 butir dalam tray berukuran 32x65 cm, sedangkan
kerapatan benih yang digunakan dalam proses pengecambahan konvensional yaitu
sebesar 0.34 butir cm-2
. Cendawan yang menyerang pada percobaan I (Gambar 5)
tidak mampu diidentifikasi karena spora cendawan tidak keluar sehingga hasil
mikroskopis tidak menunjukkan struktur khusus yang mencirikan salah satu jenis
cendawan, sedangkan cendawan yang menyerang pada percobaan II (Gambar 6)
dan III (Gambar 7) adalah Aspergillus sp.
Gambar 5. Serangan cendawan pada percobaan I. A. Cendawan pada benih; B.
Isolat cendawan; C. Bentuk mikroskopis cendawan (Perbesaran 400x)
A B C
28
28
Gambar 6. Serangan cendawan pada percobaan II. A. Aspergillus sp. pada benih;
B. Isolat Aspergillus sp.; C. Bentuk mikroskopis Aspergillus sp.
(Perbesaran 40x)
Gambar 7. Serangan cendawan pada percobaan III. A. Aspergillus sp. pada benih;
B. Isolat Aspergillus sp.; C. Bentuk mikroskopis Aspergillus sp.
(Perbesaran 40x)
Pada percobaan I, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi
tumbuh maksimum yang dihasilkan masih sangat rendah. Peningkatan intensitas
perendaman meningkatkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi
tumbuh maksimum. Peningkatan suhu air juga mempengaruhi perkecambahan
benih kelapa sawit, semakin tinggi suhu air maka daya berkecambah benih
semakin meningkat hingga mencapai maksimum 16.7% pada suhu 80oC dan
mengalami penurunan pada suhu 90oC. Penurunan pada suhu 90
oC dapat terjadi
karena tiap spesies memiliki respon tersendiri terhadap suhu. Agba et al. (2005)
melaporkan bahwa perendaman benih Mucuna flagellipes di dalam air suhu 60oC
A C
B
A C
B
29
29
selama 10 menit memberikan hasil yang lebih baik dibanding perendaman dalam
suhu 80oC dan 100
oC. Menurut Crocker dan Barton (1953), suhu tertentu dapat
menyebabkan terjadinya disintegrasi lapisan kulit benih sehingga membuat benih
permeabel terhadap air, namun pada suhu air yang terlalu tinggi diasumsikan
perendaman tidak hanya melarutkan lapisan kutikula di sekitar kulit benih, tetapi
bagian dalam benih seperti embrio atau kotiledon juga dapat ikut terlarut dalam
air. Hasil perkecambahan benih kelapa sawit disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). A. Kecambah normal;
B. Kecambah normal; C. Kecambah abnormal (plumula tidak ada); D.
Kecambah abnormal (plumula dan radikula tidak tumbuh berlawanan arah).
Penggunaan ethephon pada percobaan II dan III meningkatkan persentase
benih yang berkecambah dibanding percobaan I. Hal ini karena penambahan
ethephon meningkatkan ketersediaan etilen yang mampu merangsang
perkecambahan benih. Menurut da Silva et al. (2005), beberapa benih berkulit
keras memiliki dinding sel endosperma yang cukup tebal dan berdekatan dengan
ujung radikula. Penipisan dinding sel endosperma diperlukan agar radikula dapat
muncul keluar. Gong dan Bewley (2007) menambahkan bahwa penipisan dinding
sel endosperma dipengaruhi oleh beberapa enzim, salah satunya adalah enzim
endo-β-mannanase. Gong et al. (2005) mengemukakan bahwa peningkatan enzim
endo-β-mannanase di endosperma cukup untuk memunculkan radikula.
Berdasarkan penelitian Nascimento et al. (2000), penambahan etilen pada benih
selada mampu meningkatkan enzim endo-β-mannanase. Menurut Matilla dan
Matilla-Vazquez (2008), peningkatan enzim endo-β-mannanase mampu
menipiskan dinding sel endosperma sehingga radikula dapat muncul dan
A B C D
30
30
mematahkan dormansi benih. Gambar 9 menunjukkan pertumbuhan benih kelapa
sawit selama percobaan.
Gambar 9. Pertumbuhan kecambah kelapa sawit. A.17 hari setelah
tumbuh; B. 14 hari setelah tumbuh; C. 11 hari setelah
tumbuh
Pada percobaan II dan III, perendaman dalam ethephon menurunkan daya
berkecambah dan kecepatan tumbuh, hasil terbaik ditunjukkan pada perendaman
ethephon 0%. Potensi tumbuh maksimum memberikan hasil yang berbeda,
potensi tumbuh maksimum yang lebih tinggi didapat pada konsentrasi ethephon
0.4% dan menurun pada konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena
banyaknya kecambah yang tumbuh tidak normal pada perendaman menggunakan
ethephon konsentrasi 0.4% sampai 1.6%. Berdasarkan hasil penelitian Wan dan
Hor (1983), penggunaan ethephon 0.1% dan 0.2% tidak mampu mematahkan
dormansi benih kelapa sawit. Herrera et al. (1998) melaporkan bahwa
perendaman dalam ethephon 1.2% menghasilkan 60% benih kelapa sawit yang
berkecambah, namun benih banyak yang tumbuh tidak normal. Johnston (1977)
mengemukakan bahwa pemberian etilen dari luar dalam bentuk ethephon mampu
mengimbangi rendahnya kapasitas sintesis etilen alami pada benih dorman,
namun pada konsentrasi ethephon yang semakin tinggi, kandungan morphactin
dalam benih juga semakin besar. Morphactin merupakan senyawa yang dikenal
sebagai penghambat pertumbuhan, terutama menghambat pertumbuhan radikula.
Hal ini yang menyebabkan banyaknya kecambah abnormal (Gambar 10).
A B C
31
31
Percobaan III memberikan hasil potensi tumbuh maksimum sebesar 52.0%
lebih baik dibanding percobaan II (PTM 29.2%). Hal ini karena adanya
pemanasan kering selama 1 minggu di akhir perlakuan. Menurut Hussey (1958),
metode pemanasan kering mampu melunakkan kulit benih sehingga
mempermudah proses imbibisi air ke dalam benih serta merangsang
perkecambahan benih kelapa sawit.
Gambar 10. Pertumbuhan Kecambah Kelapa Sawit pada Perendaman dalam
Berbagai Konsentrasi Ethephon
Benih kelapa sawit memiliki kemiripan struktur dengan benih aren. Benih
aren mengalami dorman karena memiliki kulit benih yang keras dan kadar lignin
yang cukup tinggi. Benih aren juga memiliki operculum yang merupakan titik
keluarnya embrio benih. Perlakuan yang efektif untuk mematahkan dormansi
benih aren yaitu dengan deoperkulasi menggunakan amplas. Benih aren digosok
menggunakan amplas tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian
embrionya. Perlakuan ini menghasilkan 88.33% daya berkecambah pada benih
yang ditanam dalam pasir (Rofik dan Murniati, 2008).
E0 E1 E2 E3 E4