Upload
hoangkiet
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Alat Ukur Pengetahuan,
Sikap dan Praktek Gizi
Penelitian tentang pengembangan alat ukur pengetahuan, sikap dan
praktek gizi pada remaja dilakukan untuk mendapatkan alat ukur atau instrumen
yang baku, yaitu alat ukur atau instrumen yang dikembangkan secara teoritik dan
empiris melalui beberapa kali pengujian. Proses pengembangan alat ukur terdiri
atas: (1) perumusan konsep berdasarkan kajian teori, kalibrasi, analisis kemudian
dilakukan revisi; (2) ujicoba kuesioner kepada sejumlah orang sebagai sampel dari
populasi; (3) melakukan uji validitas dan reliabilitas (4) membuat petunjuk
mengenai pelaksanaan pengisian dan penskoran instrumen (Blood & Budd 1972;
Brown & Frederick 1983). Berdasarkan hal di atas, tahapan pengembangan alat
ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja adalah : (1) identifikasi
konsep; (2) perumusan kisi-kisi pengetahuan, sikap dan praktek gizi; (3)
mengembangkan item pertanyaan untuk kuesioner yang terstruktur; (4) uji
kesahihan dan keterandalan dan (5) evaluasi akhir alat ukur pengetahuan, sikap
dan praktek gizi.
Identifikasi Konsep
Berdasarkan studi literatur ditemukan beberapa masalah gizi yang sering
dialami oleh remaja. Permasalahan gizi yang dialami remaja dikembangkan
menjadi faktor penyebab masalah gizi dan kerangka konseptual. Depkes (2006)
menemukan prevalensi remaja kurang energi kronis (KEK) pada tahun 2003 dan
tahun 2005 masing-masing 35,1% dan 32,5%. Masalah defisiensi zat gizi mikro
yang paling banyak dialami remaja adalah anemia. Anemia pada remaja dan
wanita usia subur adalah sebesar 28,1% dan remaja usia 15-19 tahun adalah
sebesar 35,6% (Depkes 2006).
Gaya hidup remaja yang cenderung memiliki kebiasaan makan yang salah
merupakan penyebab munculnya masalah gizi pada remaja (WHO 1995).
Kebiasaan makan salah antara lain mengurangi frekuensi makan, mengkonsumsi
makanan ringan diantara waktu makan, mengkonsumsi makanan siap saji,
rendahnya konsumsi serat dan makanan yang mengandung kalsium tinggi serta
kebiasaan merokok terutama pada remaja pria. Terjadinya perubahan perilaku
makan di kalangan remaja menyebabkan peningkatan konsumsi fast food. Jika
makanan ini sering dikonsumsi secara terus menerus dan berkelebihan akan
menimbulkan masalah gizi lebih dan konsekuensi kesehatan lainnya (Muniroh &
Sumarmi 2002).
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia menemukan sebanyak
59,0 % remaja merokok pertama kali adalah pada umur 15-19 tahun dan 22,9 %
merokok 10 batang sehari (BPS 2004). BPS (2004) juga menemukan sebesar 12,6
% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan minum-minuman beralkohol.
Delisle (1999) dan WHO (2005) mengemukakan bahwa kerangka
konseptual dan faktor penyebab masalah gizi pada remaja adalah kurang
konsumsi pangan, faktor gaya hidup, penyakit infeksi dan masalah kesehatan
lainnya. Kurang konsumsi pangan disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
psikologi dan faktor sosial ekonomi. Faktor psikologi adalah pola makan,
kebiasaan makan, gangguan makan dan faktor sosial ekonomi seperti akses
terhadap pangan dan ketersediaan pangan. Kurang konsumsi pangan
menyebabkan kekurangan zat gizi makro dan mikro serta berbagai penyakit
kronik yang menyertainya (WHO 2005).
Keinginan yang besar untuk mendapatkan tubuh ideal mendorong remaja
melakukan pembatasan makan dan kebiasaan makan yang salah. Akibat dari
pembatasan makan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada dan melakukan
kebiasaan makan yang salah menyebabkan remaja kekurangan zat gizi makro
maupun mikro.
Berdasarkan permasalahan gizi yang banyak dialami remaja maka
dikembangkan kerangka konseptual penyebab masalah gizi yang perlu diketahui
oleh remaja. Beberapa peneliti telah menemukan konsep-konsep tersebut. Hasil
penelitian Wong et al. (1999) pada remaja Taiwan menemukan konsep
pengetahuan gizi pada remaja adalah konsep dasar gizi, sumber zat-zat gizi,
hubungan zat gizi dengan penyakit dan pedoman makan. Konsep gizi dari
Parmenter dan Wardle (1999) adalah anjuran makan, sumber zat gizi, memilih
makanan setiap hari dan hubungan makanan dengan penyakit. Steven (1999)
menemukan komponen pengetahuan gizi adalah aktivitas fisik, pola makan, sikap
terhadap berat badan dan identitas budaya. Penelitian Whati et al. (2005)
menemukan konsep gizi untuk pengembangan kuesioner untuk remaja adalah
anjuran hidup sehat berdasarkan Pedoman Gizi Seimbang Afrika Selatan, gaya
hidup sehat dengan menjaga kesehatan dan kontrol berat badan, konsumsi
makanan yang mengandung zat gizi (karbohidrat, protein, serat, vitamin A, besi,
iodium dan kalsium) untuk mencegah kekurangan gizi, pemilihan makanan yang
aman untuk dikonsumsi dan gizi selama hamil.
Hasil studi literatur dirumuskan dalam bentuk konsep. Hasil identifikasi
konsep didiskusikan dengan pakar gizi untuk menetapkan indikator pengetahuan
gizi, sikap terhadap gizi dan praktek gizi remaja. Hasil identifikasi konsep
berdasarkan studi literatur dan diskusi dengan pakar gizi adalah konsep dasar gizi,
hubungan gizi dan penyakit, memilih makanan, gizi ibu hamil dan menyusui serta
kebiasaan makan dan gaya hidup.
Perumusan Kisi-kisi Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi
Konsep gizi yang diperoleh pada tahap identifikasi konsep, dijabarkan
dalam bentuk kisi-kisi. Kisi-kisi terdiri atas variabel, konsep dan indikator. Kisi-
kisi berguna untuk menjamin setiap item yang dibuat mencakup semua konsep
secara proporsional (Djaali & Muljono 2004).
Tabel 9 menunjukkan kisi-kisi pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada
remaja. Perumusan kisi-kisi pengetahuan, sikap dan praktek gizi mengembangkan
lima konsep gizi dengan indikatornya. Konsep dasar gizi memiliki tiga indikator
yaitu jenis zat gizi, sumber zat gizi dan fungsi zat gizi. Konsep hubungan gizi dan
penyakit dengan indikator kekurangan dan kelebihan zat gizi, konsep pemilihan
makanan dengan indikator pemilihan makanan yang sehat dan aman. Konsep gizi
ibu hamil dan menyusui dengan indikator gizi ibu hamil dan gizi ibu menyusui
serta konsep kebiasaan makan dan gaya hidup remaja dengan indikator kebiasaan
makan dan gaya hidup remaja.
Berdasarkan sebaran konsep dan indikator ke dalam variabel, kelima
konsep gizi digunakan untuk variabel pengetahuan dan sikap, sedangkan variabel
praktek dijabarkan kedalam dua konsep yaitu pemilihan makanan dan kebiasaan
makan serta gaya hidup.
Tabel 9 Kisi-kisi pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja sebelum diskusi dengan pakar
No Konsep Indikator Pengeta-huan Sikap Prakte
k 1 Konsep dasar gizi
- Jenis zat gizi - Sumber zat gizi - Fungsi zat gizi
√ √
2 Hubungan gizi dan penyakit
- Kekurangan zat gizi - Kelebihan zat gizi √ √
3 Pemilihan makanan
- Pemilihan makanan sehat - Pemilihan makanan aman √ √ √
4 Gizi ibu hamil dan menyusui
- Gizi ibu hamil - Gizi ibu menyusui √ √
5 Kebiasaan Makan dan Gaya Hidup
- Kebiasaan makan remaja - Kebiasaan makan tidak baik √ √ √
Kisi-kisi pengetahuan, sikap dan praktek gizi yang telah dirumuskan,
didiskusikan dengan pakar. Diskusi dilakukan untuk menilai indikator-indikator
yang dapat menggambarkan masing-masing konsep serta sebaran indikator pada
setiap variabel pengetahuan, sikap dan praktek gizi.
Tabel 10 menunjukkan kisi-kisi hasil diskusi dengan pakar. Diskusi
menghasilkan kisi-kisi sebagai berikut : konsep dasar gizi menjadi dua indikator
yaitu jenis dan sumber zat gizi serta fungsi dari zat gizi. Pertanyaan yang akan
dikembangkan tentang jenis dan sumber zat gizi serta fungsi zat gizi pada
pertumbuhan remaja. Hubungan gizi dan penyakit dengan indikator kekurangan
dan kelebihan zat gizi. Pada indikator ini pertanyaan-pertanyaan yang
dikembangkan adalah implikasi kekurangan atau kelebihan makanan terhadap
kesehatan remaja. Pemilihan makanan dengan indikator memilih makanan yang
sehat dan memilih makanan yang aman. Dua indikator tersebut mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan, sikap dan praktek remaja dalam
memilih makanan yang berbeda untuk mengidentifikasi salah satu makanan yang
sehat dan aman. Gizi dan kesehatan reproduksi terdiri dari perkembangan fisik
dan kematangan seksual pada masa growth spurt. Indikator terakhir adalah
kebiasaan makan dan gaya hidup remaja. Kebiasaan makan yang sehat adalah
mengkonsumsi makanan dengan jumlah sesuai kebutuhan remaja serta dengan
frekuensi tiga kali sehari. Kebiasaan makan yang tidak baik yaitu mengurangi
frekuensi makan, mengkonsumsi makanan ringan diantara waktu makan,
mengkonsumsi makanan siap saji, rendahnya konsumsi serat dan kalsium serta
kebiasaan merokok.
Konsep gizi ibu hamil dan menyusui diganti dengan gizi dan kesehatan
reproduksi. Perubahan konsep ini berdasarkan masukan dari pakar bahwa masa
remaja merupakan masa pertumbuhan cepat (growth spurt) terutama pada organ
reproduksi. Organ reproduksi akan tumbuh dengan sempurna apabila remaja
mengkonsumsi makanan dengan zat gizi yang cukup. Namun sebaliknya, apabila
pada masa remaja kekurangan gizi, organ reproduksi tidak berkembang sempurna
sehingga akan berdampak kesulitan pada masa hamil, melahirkan dan menyusui.
Berdasarkan hal tersebut maka konsep gizi dan kesehatan reproduksi dijadikan
sebagai salah satu konsep gizi pada remaja dengan indikator perkembangan fisik,
kematangan seksual serta gizi dan kesehatan reproduksi pada masa remaja, hamil,
dan menyusui.
Kelima konsep gizi dijabarkan dalam bentuk item-item untuk variabel
pengetahuan dan sikap, sedangkan variabel praktek hanya dapat diisi ke dalam
dua konsep yaitu pemilihan makanan dan kebiasaan makan serta gaya hidup
(Tabel 10).
Tabel 10 Kisi-kisi pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja setelah diskusi dengan pakar
No Konsep Indikator Pengeta-huan Sikap Praktek
1 Konsep dasar gizi
- Jenis dan sumber zat gizi - Fungsi zat gizi √ √
2 Hubungan gizi dan penyakit
- Kekurangan zat gizi - Kelebihan zat gizi √ √
3 Pemilihan makanan
- Pemilihan makanan sehat - Pemilihan makanan aman √ √ √
4 Gizi & Kesehatan Reproduksi
- Perkembangan fisik & kematangan seksual - Gizi dan kesehatan reproduksi pada masa remaja, hamil dan menyusui
√ √
5 Kebiasaan Makan dan Gaya Hidup
- Kebiasaan makan remaja - Kebiasaan makan tidak baik dan gaya hidup
√ √ √
Pengembangan Item Pertanyaan untuk Kuesioner yang Terstruktur
Pengembangan item-item pertanyaan berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat
sebelumnya. Kisi-kisi dikembangkan menjadi item pertanyaan untuk pengetahuan
dan praktek gizi, serta pernyataan untuk sikap terhadap gizi. Item yang telah
dikembangkan berdasarkan variabel pengetahuan, sikap dan praktek gizi
dikumpulkan menjadi suatu kumpulan pertanyaan yang dikenal dengan istilah
item pool (Parmenter & Wardle 1999; Wathi et al. 2005). Pada penelitian ini,
pengembangan item-item pertanyaan dan pernyataan dilakukan melalui lima
tahapan sehingga menghasilkan alat ukur yang standar. Gambar dibawah ini
adalah diagram proses pengembangan item-item pertanyaan dan pernyataan
pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja yang diawali dengan
pengembangan dan pengumpulan item-item pengetahuan, sikap dan praktek gizi
pada remaja (item pool).
Item Pool 261 Diskusi Pakar 123 Uji Coba 55 Evaluasi 60 Uji Coba 28
Pengetahuan 124 71 30 34 13 Sikap 111 28 13 14 8 Praktek 26 24 12 12 7
Gambar 5 Diagram proses pengembangan item-item pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja
Item-item pengetahuan dibuat berdasarkan indikator pengetahuan yang telah
dirumuskan sebelumnya. Kemudian setiap item pertanyaan dari indikator
pengetahuan harus memenuhi salah satu taksonomi Benjamin Bloom (1959) yang
terdiri dari pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan
(application) atau penganalisaan (analysis). Penggunaan taksonomi Bloom hanya
sampai pada tahap keempat (analisis) dari enam tahap dengan pertimbangan alat
ukur yang dikembangkan digunakan oleh kelompok remaja dengan latar belakang
yang beragam. Artinya latar belakang pendidikan dan pengetahuan remaja tentang
gizi sangat terbatas terutama pada kelompok remaja putus sekolah sehingga
penggunaan taksonomi Bloom untuk membuat item-item pertanyaan hanya
sampai tingkat analisis. Tujuan setiap item harus memenuhi salah satu taksonomi
Bloom agar setiap item memiliki tingkat kesukaran beragam.
Selain memperhatikan taksonomi Bloom, penulisan item pada tahapan
pengembangan item pertanyaan dan pernyataan yang terstruktur juga
memperhatikan beberapa syarat yaitu (1) mengusahakan agar setiap pertanyaan
ditulis dalam bahasa yang sederhana dan jelas, (2) menghindari kata-kata atau
istilah yang kemungkinan tidak dimengerti oleh responden, (3) menghindari
menulis pertanyaan yang dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran, (4)
menghindari menulis pertanyaan yang sangat besar kemungkinannya akan
disetujui oleh hampir semua orang, (5) pertanyaan atau pernyataan pendek, tidak
melebihi dari 20 kata dan (6) setiap pertanyaan atau pernyataan sikap harus berisi
hanya satu ide yang lengkap (Azwar 1988). Dengan memperhatikan syarat-syarat
penulisan sebuah item dan memenuhi salah satu taksonomi Bloom, item-item
pengetahuan gizi yang dibuat berjumlah 124 item. Sebaran indikator dan jumlah
item pengetahuan gizi pada remaja dapat dilihat pada Tabel 11.
Sama halnya dengan item pengetahuan gizi, item sikap terhadap gizi
dikembangkan dari indikator gizi hasil diskusi dengan pakar. Item sikap terhadap
gizi dijabarkan ke dalam bentuk pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Penulisan pernyataan-pernyataan sikap berdasarkan struktur sikap yang
terdiri atas tiga komponen yaitu komponen kognisi, afeksi dan konasi (Azwar
1999). Komponen kognisi menunjukkan bagaimana seseorang mengetahui tentang
suatu obyek, kejadian, situasi, pemikiran, keyakinan dan ide mengenai sesuatu.
Komponen afeksi adalah perasaan dan emosi terhadap obyek aktual, kejadian atau
situasi tertentu. Komponen konasi menunjukkan kecenderungan untuk bertindak
berkaitan dengan obyek, kejadian atau situasi yang dihadapi. Tabel 12
menunjukkan sebaran indikator dan jumlah item sikap terhadap gizi pada remaja
berdasarkan komponen kognisi, afeksi dan konasi.
Tabel 11 Sebaran indikator dan item pengetahuan gizi sebelum diskusi dengan pakar
Konsep Indikator Sub Indikator Nomor Item Jumlah Karbohidrat-makanan pokok 1,2 Protein-lauk pauk hewani Protein-Lauk pauk nabati
3 4,5
Lemak 6,7 Vitamin A 8,9 Zat besi 10,11 Iodium 12,13 Kalsium 14,15
Jenis dan sumber zat gizi
Serat 16
16
Sumber Zat Tenaga 17,18,19,20 Sumber Zat Pembangun 21
Konsep dasar gizi
Fungsi zat gizi
Sumber Zat Pengatur 22,23,24,25,26,27,28 12
Anemia (Zat besi) 29 Pengeroposan tulang (Kalsium) 30 Kecerdasan (Iodium) 31 Daya tahan tubuh (Vit A) 32
Kekurangan zat gizi
Sembelit (Serat) 33
5
Hubungan gizi dan penyakit
Kelebihan gizi Kegemukan (Obesitas) 34,35,36,37,38,39, 40,41,42 9
Menu seimbang 43,44,45 Karbohidrat komplek 46,47 Makanan rendah lemak 48,49,50 Makanan tinggi protein 51 Makanan tinggi serat 52,53,55 Makanan tinggi iodium 54 Makanan tinggi vitamin A 56,57,58 Makanan tinggi kalsium 59,61,62
Pemilihan makanan sehat
Makanan tinggi besi 60
20
Bebas dari bahaya fisik, kimia dan biologi
63,64,65,66,67,68, 69,70
Pemilihan makanan
Pemilihan makanan aman
Membaca label makan dikemas 71,72,73 11
Perbedaan pertumbuhan fisik remaja putri-putra
74,75,76,77,78,79
Kebutuhan gizi : Ibu hamil Ibu menyusui
81,82,83,84,85,86 87,88,89
Gizi dan Kesehatan Reproduksi
Hubungan gizi dan kesehatan reproduksi, kebutuhan gizi ibu hamil
Gizi dan kesehatan reproduksi 80,90,91,92
19
Frekuensi makan : Makan pagi Makan siang Makan malam
93,94,95 96,97 96,97,98
Kebiasaan makan remaja
Jenis dan jumlah : Makanan Pokok Lauk Pauk Sayur Buah Air
99 100 101 102,103 104
12
Snacking 105,106,107 Skipping meals 108,109 Fast food 110,111 Masalah makan 112,113,114,115
Kebiasaan makan
Kebiasaan makan tidak baik dan gaya hidup
Merokok, alkohol dan olah raga
116,117,118,119,120121,122,123,124
20
Jumlah 124
Pernyataan-pernyataan sikap yang dibuat mengandung salah satu dari tiga
komponen sikap yaitu komponen kognisi (pengetahuan), afeksi (sikap) atau
konasi (praktek). Hasil pengembangan item sikap remaja terhadap gizi
menghasilkan 111 pernyataan yang terdiri dari 62 pernyataan positif dan 49
pernyataan negatif serta mengandung salah satu dari komponen kognisi, afeksi
atau konasi.
Tabel 12 Sebaran indikator dan item sikap terhadap gizi sebelum diskusi pakar
Komponen Konsep Indikator
Kognisi Afeksi Konasi Jum-lah
Jenis dan sumber zat gizi
125,128,131,132,134,137,142,143,147
126,130,133 136,141,145
127,129,135,138,139,140,144,146,148, 149
31 Konsep dasar gizi
Fungsi zat gizi 150,155 154 151,152,153 Kekurangan gizi
156,159,161,162,163,164,165,166
158,160
157
16
Hubungan gizi dan penyakit Kelebihan gizi 167,168,169 171 170
Pemilihan makanan sehat
172,173,174,175,176,182
178,183,185
177,179,180,181,184,186
26
Pemilihan makanan
Pemilihan makanan aman
187,189,193,194,195,196
188,190 191,192,197
Gizi dan Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi
198,199,200,201,202,203,205,206,207,208,209,213
210,211
204,212
16
Kebiasaan makan remaja
217,218,219,223
220,222
90,91,92,97, 100,101
22
Kebiasaan makan
Kebiasaan makan tidak baik dan gaya hidup
228,230,235 227,232 226,229,231233,234
Jumlah 52 20 39 111
Tabel 13 menunjukkan sebaran indikator dan jumlah item praktek gizi pada
remaja. Item praktek gizi pada remaja dikembangkan berdasarkan indikator gizi
hasil diskusi dengan pakar. Terdapat dua buah konsep untuk praktek gizi yaitu
pemilihan makanan dan kebiasaan makan. Pemilihan makanan terdiri dari dua
indikator yaitu memilih makanan yang sehat dan indikator kedua memilih
makanan yang aman yaitu makanan yang bebas dari berbagai bahaya fisik, kimia
dan biologi serta membaca label sebelum membeli makanan yang dikemas.
Tabel 13 Sebaran indikator dan item praktek gizi sebelum diskusi pakar
Konsep Indikator Sub Indikator Nomor Item
Jumlah
Menu seimbang 239 Karbohidrat komplek 236 Makanan rendah lemak 237 Makanan tinggi protein 238 Makanan tinggi serat 240 Makanan tinggi besi 241 Makanan tinggi iodium 242
Pemilihan makanan sehat
Makanan tinggi kalsium 243
8
Bebas bahaya fisik, kimia, biologi 244
Pemilihan makanan
Pemilihan makanan aman
Baca label pada makanan dikemas 245
2
Frekuensi makan : Makan pagi
246
Makan siang 247 Makan malam 248 Jenis & jumlah : Makanan Pokok
236
Lauk Pauk 238 Sayur 249,251 Buah 250
Kebiasaan makan sehat
Air 252
7
Snacking 253,254,255,256,257
Skipping meals 258 Fast food 259 Masalah makan 260
Kebiasaan makan
Kebiasaan makan tidak sehat dan gaya hidup
Merokok 261
9
Jumlah 26
Konsep kebiasaan makan terdiri atas dua indikator: (1) kebiasaan makan
sehat yaitu frekuensi, jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi dan (2)
kebiasaan makan tidak sehat yang terdiri dari snacking, skipping meals, fast food
dan merokok. Berdasarkan konsep dan indikator, item kemudian dijabarkan dalam
bentuk pertanyaan tentang praktek gizi. Hasil pengembangan item praktek gizi
pada remaja menghasilkan 26 pertanyaan.
Secara keseluruhan, pengembangan item kuesioner dari setiap variabel
pengetahuan, sikap dan praktek gizi menghasilkan 261 item (item pool) yang
terdiri atas 124 item tentang pengetahuan gizi, 111 item sikap terhadap gizi dan 26
item praktek gizi (Lampiran 1). Hasil pengembangan item ini didiskusikan dengan
8 orang pakar yang terdiri atas pakar gizi (Human Nutrition and Comunity
Nutrition), pakar pendidikan gizi, pakar penyuluhan serta pakar pendidikan dan
komunikasi.
Diskusi dengan pakar merupakan tahapan yang dilakukan sebelum validasi
item kepada subjek atau contoh dalam penelitian. Penilaian yang dilakukan pakar
meliputi kisi-kisi, kelayakan item dan keterbacaan serta alternatif jawaban yang
digunakan.
Pakar menilai kisi-kisi yang meliputi kesesuaian konsep gizi dengan
indikator dan variabel pengetahuan, sikap dan praktek gizi (construct validity).
Dari segi kelayakan item, pakar menilai keterbacaan, kejelasan kalimat dan
kesesuaian dengan konsep gizi serta indikator untuk setiap item (content validity).
Perbaikan item dilakukan sesuai saran dari pakar baik validasi isi maupun
konstruk. Item-item yang memiliki makna ganda diperbaiki atau dibuang. Selain
diskusi tentang kisi-kisi dan kelayakan item, diskusi tentang penentuan alternatif
jawaban setiap variabel pengetahuan, sikap dan praktek gizi yang sesuai untuk
remaja juga dilakukan. Terdapat tiga alternatif jawaban yang ditawarkan dan
pakar memilih salah satu alternatif jawaban yang dianggap sesuai untuk kelompok
umur remaja dengan latar belakang sosial, ekonomi dan pendidikan yang sangat
beragam.
Hasil diskusi dengan pakar menemukan bahwa banyak item yang berulang
dan memiliki makna ganda. Berdasarkan diskusi ini maka disepakati bahwa kisi-
kisi pengetahuan, sikap dan praktek gizi diganti. Kisi-kisi yang terdiri dari konsep,
indikator, sub indikator, jumlah item dan variabel berubah menjadi konsep,
dimensi, sub dimensi, indikator, jumlah item dan variabel. Dengan demikian
konsep gizi sebelumnya yang terdiri dari konsep dasar gizi, hubungan gizi dan
penyakit, memilih makanan, gizi dan kesehatan reproduksi serta kebiasaan makan
dan gaya hidup diganti menjadi konsep gizi seimbang dengan dua dimensi yaitu
pola makan seimbang dan aman serta pola hidup sehat. Pola makan sehat dan
seimbang dijabarkan menjadi tiga sub dimensi dengan 15 indikator sedangkan
pola hidup sehat terdiri atas tiga sub dimensi dengan lima indikator (Tabel 14).
Tabel 14 Konsep dan Indikator Pengetahuan dan Praktek Gizi pada Remaja Setelah Diskusi dengan Pakar
Konsep Dimensi Sub Dimensi Indikator
Pengetahua
n Sikap
Prak
tek 1. Makan beranekaragam 4 1 3 2. Menggunakan garam beriodium 3 1 1
3. Memberikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan
5
1
-
4. Setiap hari makan pagi 3 2 2 5. Gizi dan kesehatan reproduksi 3 1 -
6. Mengkonsumsi makanan sumber zat besi 3 1 2
7. Konsumsi makanan berserat 5 2 -
Ragam
8. Konsumsi makanan sumber kalsium
3 1 1
9. Mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat secukupnya
3 1 -
10. Batasi konsumsi lemak 4 2 - 11. Batasi konsumsi fast food 3 1 1
Jumlah
12.Snacking secukupnya 2 1 2 13.Minum air bersih 8 gelas sehari 4 2 1
14.Mengkonsumsi makanan yang aman 4 1 1
Pola Makan Sehat dan Seimbang
Keamanan Pangan
15.Baca label setiap membeli makanan dikemas 2 1 1
Jumlah 51 19 15 Olahraga 16.Melakukan aktivitas fisik
atau olahraga secara teratur
3
2
1
Rokok & alkohol
17.Tidak merokok dan minuman beralkohol 5 2 2
18.Memantau berat badan secara teratur 4 1 1
19.Body image yang benar 5 2 4
Gizi Seimbang
Pola Hidup Sehat
Kontrol Berat Badan
20.Tidak membatasi makan (Skipping meal) 3 2 1
Jumlah 20 9 9 Total 71 28 24
Tahap selanjutnya adalah pemilihan item pertanyaan pengetahuan, sikap
dan praktek gizi. Pemilihan item pengetahuan gizi berdasarkan kisi-kisi yang
terdiri dari 20 indikator. Setiap indikator terdiri dari item-item pertanyaan yang
mengandung konsep dari indikator, hubungan indikator dengan penyakit dan
pemilihan makanan sehat (dimensi pola makan seimbang dan aman) dan
berperilaku sehat (dimensi pola hidup sehat). Item-item yang tidak memenuhi
persyaratan seperi di atas dibuang dengan alasan tidak sesuai dengan konsep. Jika
terdapat item-item yang bermakna ganda dan berlebihan (redundant) maka dipilih
beberapa item yang tepat menggambarkan indikator, sedangkan lainnya dibuang.
Selain itu item dengan kalimat yang sangat akademis tidak digunakan dalam
kuesioner ini. Item-item diperbaiki sesuai saran pakar apabila menurut pakar
kurang jelas.
Berdasarkan hal diatas, terjadi pengurangan dan perbaikan item. Item pool
yang telah dikumpulkan sebanyak 261 item, dipilih dan dikelompokkan
berdasarkan indikator yang baru sesuai arahan pakar. Proses pemilihan item di
atas menyebabkan terjadinya pengurangan item. Jumlah item pada kuesioner awal
sebanyak 261 item berkurang menjadi 123 item yang terdiri dari 71 item
pengetahuan tentang gizi, 28 item sikap terhadap gizi dan 24 item tentang praktek
gizi pada remaja (Tabel 15).
Tabel 15 Jumlah item-item pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja setelah diskusi pakar
Status Item Pengetahuan Sikap Praktek Jumlah
Item yang diterima 21 14 6 39
Item yang diperbaiki 30 10 10 50
Item yang ditambah 20 5 8 34
Item yang dibuang 73 88 10 172
Jumlah item yang dipakai 71 28 24 123
Pada tahap ini, sebanyak 172 item dibuang karena tidak sesuai dengan
indikator pengetahuan, sikap dan praktek gizi yang telah ditetapkan, memiliki
makna ganda (ambigous) antar item atau pertanyaan sangat akademis sehingga
sulit dipahami contoh. Item-item yang diterima tanpa perbaikan sebanyak 39 item,
item yang diperbaiki sebanyak 50 item dan item baru sebanyak 34 item. Item-item
ini tersebar pada setiap variabel pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja.
Hasil pengurangan dan penambahan item-item pada setiap variabel dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Tabel 14 menunjukkan hasil secara keseluruhan pemilihan item yang
tersebar pada indikator setiap variabel pengetahuan, sikap dan praktek gizi.
Penjabaran item pengetahuan gizi pada dimensi pola makan sehat dan seimbang
menghasilkan tiga sub dimensi, 15 indikator serta 51 item pertanyaan, sedangkan
dimensi pola hidup sehat menghasilkan tiga sub dimensi, lima indikator serta 20
pertanyaan tentang pengetahuan gizi.
Penjabaran item sikap terhadap gizi pada dimensi pola makan sehat dan
seimbang menghasilkan tiga sub dimensi, 15 indikator serta 19 item pernyataan,
sedangkan dimensi pola hidup sehat menghasilkan tiga sub dimensi, lima
indikator serta sembilan pernyataan sikap terhadap gizi.
Penjabaran item praktek gizi pada dimensi pola makan sehat dan seimbang
menghasilkan tiga sub dimensi, 15 indikator serta 15 item pertanyaan, sedangkan
dimensi pola hidup sehat menghasilkan tiga sub dimensi, lima indikator serta
sembilan pertanyaan tentang praktek gizi.
Tabel 16 menunjukkan sebaran pernyataan-pernyataan sikap kedalam sub
dimensi dan komponen sikap. Tiga komponen sikap yang terdiri dari komponen
kognisi, afeksi dan konasi dijabarkan kedalam pernyataan sikap berdasarkan enam
sub dimensi. Komponen kognisi, afeksi dan konasi berturut-turut menghasilkan
13, 9 dan 6 pernyataan sikap sehingga menghasilkan 28 item pernyataan sikap.
Tabel 16 Indikator dan komponen sikap terhadap gizi pada remaja setelah diskusi dengan pakar
Komponen Sikap Sub Dimensi Kognisi Afeksi Konasi Jumlah
Ragam 3 1 2 6
Jumlah 2 2 2 6
Keamanan Pangan 4 1 1 6
Olahraga 1 1 - 2
Rokok dan alkohol 1 2 - 3
Kontrol berat badan 2 2 1 5
Jumlah item 13 9 6 28
Alternatif jawaban yang dipilih berdasarkan diskusi dengan pakar,
digunakan dalam kuesioner pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja.
Alternatif jawaban yang terpilih adalah kelompok alternatif jawaban II yaitu 0, 1
(0 apabila jawaban salah, 1 apabila jawaban benar) dalam hal pengetahuan, 1,2,3
(1= tidak setuju, 2=ragu-ragu, 3=setuju) dalam hal sikap dan 1,2,3 (angka
tertinggi melakukan praktek sesuai dengan kaidah ilmu gizi) dalam hal praktek.
Alasan pemilihan alternatif jawaban II karena jawaban tersebut lebih mudah
dipahami dan dimengerti oleh remaja.
Kesahihan (Validitas) dan Keterandalan (Reliabilitas) Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi
Kesahihan dan keterandalan alat ukur ini diuji melalui dua kegiatan.
Kegiatan pertama adalah uji validitas muka (face validity) dengan melakukan
penelitian pendahuluan. Penelitian pendahuluan dilakukan pada 10 orang remaja
dengan kegiatan mendiskusikan setiap item pertanyaan pengetahuan, sikap dan
praktek gizi. Kegiatan diskusi bertujuan untuk mengetahui keterbacaan dari setiap
item dan memaksimalkan kejelasan dari setiap item pertanyaan menurut remaja.
Remaja yang dipilih mewakili remaja kota dan desa baik yang masih sekolah
maupun yang putus sekolah. Dari 123 item yang didiskusikan, 11 pertanyaan
diperbaiki kalimatnya karena item tersebut kurang dimengerti oleh remaja dan 14
item pertanyaan diperbaiki kata-katanya.
Tahap kedua dilakukan uji coba secara statistik yaitu kesahihan (validitas)
dan keterandalan (reliabilitas) kepada 242 orang contoh. Contoh dalam penelitian
ini mempunyai latar belakang sosial ekonomi yang beragam agar alat ukur
pengetahuan, sikap dan praktek gizi yang dibuat dapat dipergunakan untuk semua
lapisan remaja. Contoh yang berjumlah 242 orang terdiri dari 129 orang tinggal di
kota (53,3%) dan 113 orang tinggal di desa (46,7%). Contoh yang tinggal di kota
terdiri dari 80 orang bersekolah (33,1%) dan 49 orang putus sekolah (20,3%).
Contoh yang tinggal di desa, sebanyak 64 orang (26,5%) bersekolah dan 49 orang
putus sekolah (20,3%). Rata-rata umur contoh dalam penelitian ini adalah 17±1,05
tahun. Dari 242 orang contoh, 43% laki-laki dan 57% perempuan (Tabel 17).
Sebanyak 75,6% contoh berada pada status gizi normal. Nilai IMT contoh
berkisar antara 15,0 sampai 29,5 dengan rata-rata 19,5. Jumlah anggota keluarga
dalam penelitian ini berkisar dari 2-10 orang dengan rata-rata jumlah anggota
keluarga 5 orang. Apabila besar keluarga ini dikelompokkan berdasarkan kriteria
Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (BKKBN 2002) yaitu yang terdiri
dari bapak, ibu dan dua orang anak, hanya 33,9% keluarga (19,8% contoh yang
tinggal di kota dan 14,1 tinggal di desa) yang tergolong kelompok tersebut,
sedangkan lainnya tergolong keluarga sedang dan keluarga besar.
Tabel 17 Sebaran karakteristik contoh dan keluarga
Karakteristik Contoh n % Umur 15 16 17 18 19
19 47 95 61 20
7,9
19,4 39,3 25,2
8,3Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
104 138
42,9 57,0
Status Gizi IMT < P ke-5 kurus IMT P ke 5-85 normal IMT > P ke-85 gemuk
44
183 15
18,2 75,6
6,2Besar Keluarga Keluarga kecil Keluarga Sedang Keluarga Besar
82
127 33
33,9 52,5
13,6 Pendapatan Perkapita Keluarga Miskin Tidak Miskin
68
174
28,1 71,9
Jenis pekerjaan orang tua contoh cukup bervariasi, diantaranya pegawai
negeri atau swasta, pedagang atau wiraswasta, petani, buruh dan jasa. Dilihat dari
jenis pekerjaan pada setiap kelompok, pekerjaan terbesar orang tua contoh yang
tinggal di kota maupun di desa adalah pegawai negeri dan swasta (17,4% dan
14,5%) untuk bapak, mengurus rumah tangga untuk ibu (29,8% dan 27,7%).
Rata-rata pendapatan perkapita perbulan orang tua contoh adalah
Rp.377.219, dengan pendapatan terendah Rp.60.000 dan tertinggi Rp.1.333.333.
Berdasarkan data BPS tahun 2005, batas garis kemiskinan di Kota Bogor yang
dilihat dari pendapatan per kapita per bulan adalah sebesar Rp.175.000 dan
Kabupaten Bogor sebesar Rp.150.000. Rata-rata pendapatan perkapita contoh
yang tinggal di kota Rp.415.903 dan tinggal di desa Rp.320.110 yang berarti
berada di atas garis kemiskinan. Hanya sebesar 28,1 % contoh berada di bawah
garis kemiskinan
Kesukaran Item Pengetahuan Gizi
Tabel 18 menunjukkan tingkat kesukaran item pengetahuan gizi yang
diperoleh dari jumlah item yang dijawab benar dibagi jumlah contoh (p). Tingkat
kesukaran item dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu mudah (<0,25),
sedang (0,25-0,75) dan sukar (>0,75) (Kline 2000; Azwar 2006).
Tabel 18 Tingkat kesukaran item pengetahuan gizi
No Nomor Item Nilai p Tingkat
kesukaran No Nomor Item Nilai p Tingkat
Kesukaran 1 1 0,849 Mudah 37 52 0,397 Sedang 2 2 0,726 Sedang 38 53 0,679 Sedang 3 3 0,849 Mudah 39 54 0,365 Sedang 4 4 0,552 Sedang 40 56 0,873 Mudah 5 6 0,226 Sukar 41 57 0,913 Mudah 6 7 0,933 Mudah 42 58 0,893 Mudah 7 8 0,151 Sukar 43 59 0,655 Sedang 8 9 0,611 Sedang 44 61 0,741 Sedang 9 11 0,175 Sukar 45 62 0,917 Mudah 10 12 0,516 Sedang 46 64 0,909 Mudah 11 13 0,309 Sedang 47 65 0,198 Sukar 12 15 0,369 Sedang 48 66 0,897 Mudah 13 16 0,591 Sedang 49 67 0,226 Sukar 14 17 0,198 Sukar 50 68 0,298 Sedang 15 18 0,714 Sedang 51 71 0,413 Sedang 16 21 0,698 Sedang 52 72 0,741 Sedang 17 22 0,734 Sedang 53 74 0,841 Mudah 18 23 0,639 Sedang 54 75 0,798 Mudah 19 25 0,544 Sedang 55 76 0,741 Sedang 20 26 0,774 Mudah 56 79 0,413 Sedang 21 27 0,595 Sedang 57 80 0,571 Sedang 22 29 0,599 Sedang 58 81 0,813 Mudah 23 30 0,833 Mudah 59 83 0,774 Mudah 24 31 0,841 Mudah 60 84 0,452 Sedang 25 32 0,778 Mudah 61 85 0,333 Sedang 26 33 0,913 Mudah 62 86 0,206 Sukar 27 36 0,492 Sedang 63 87 0,433 Sedang 28 37 0,441 Sedang 64 90 0,905 Mudah 29 38 0,897 Mudah 65 91 0,889 Mudah 30 39 0,456 Sedang 66 93 0,841 Mudah 31 42 0,667 Sedang 67 94 0,345 Sedang 32 43 0,877 Mudah 68 95 0,687 Sedang 33 44 0,691 Sedang 69 97 0,706 Sedang 34 47 0,741 Sedang 70 98 0,528 Sedang 35 48 0,861 Mudah 71 99 0,774 Mudah 36 49 0,206 Sukar
Tabel 19 menunjukkan tingkat kesukaran pengetahuan gizi yang terdiri atas
71 pertanyaan. Hasil analisis menemukan tingkat kesukaran mudah 35%, tingkat
kesukaran sedang 54% dan tingkat kesukaran sukar 11%. Dari 71 item yang
memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai alat ukur pengetahuan, sikap dan
praktek gizi dengan tingkat kesukaran sedang sebanyak 38 item.
Tabel 19 Sebaran tingkat kesukaran item pengetahuan gizi
No Tingkat Kesukaran n %
1 Mudah 25 35
2 Sedang 38 54
3 Sukar 8 11
Total 71 100
Validitas Internal
Validitas internal menunjukkan sejauhmana item-item pada kuesioner
tersebut konsisten dengan item-item lain dalam mengukur suatu konsep atau
konstruk yang hendak diukur. Validitas internal diujicobakan pada 71 item
pengetahuan gizi. Hasil uji validitas internal menemukan bahwa terdapat 30 item
yang dapat digunakan sebagai alat ukur pengetahuan gizi pada remaja. Hal ini
disebabkan 30 item tersebut mempunyai korelasi item–total terkoreksi (corrected
item-total correlation) lebih besar dari 0,3 sebagai batas penerimaan item untuk
Korelasi Biserial pada taraf signifikan 0,05. Sedangkan 41 item ditolak karena
nilai korelasi kurang dari 0,3 sehingga tidak digunakan sebagai alat ukur
pengetahuan gizi pada remaja. Hasil korelasi setiap item dapat dilihat pada Tabel
20.
Berdasarkan tingkat kesukaran item, dari 30 item yang memenuhi kriteria
validitas, terdapat lima item berada pada tingkat kesukaran mudah (item nomor
43,66,81,90,93), sebanyak 24 item berada pada tingkat kesukaran sedang dan dua
item berada pada tingkat kesukaran sukar (nomor item 6 dan 13).
Tabel 20 Sebaran korelasi biserial pengetahuan gizi pada remaja
No Nomor Item r hitung Status No Nomor
Item r hitung Status
1 1 0.186 Gugur 36 49 0.095 Gugur 2 2 0.143 Gugur 37 52 0.383 Valid 3 3 0.211 Gugur 38 53 0.166 Gugur 4 4 0.308 Valid 39 54 0.458 Valid 5 6 0.339 Valid 40 56 0.281 Gugur 6 7 -0.717 Gugur 41 57 0.247 Gugur 7 8 0.165 Gugur 42 58 0.227 Gugur 8 9 0.285 Gugur 43 59 0.37 Valid 9 11 0.073 Gugur 44 61 0.336 Valid
10 12 0.335 Valid 45 62 0.205 Gugur 11 13 0.302 Valid 46 64 0.235 Gugur 12 15 0.316 Valid 47 65 0.177 Gugur 13 16 0.143 Gugur 48 66 0.339 Valid 14 17 0.256 Gugur 49 67 0.290 Gugur 15 18 0.328 Valid 50 68 0.242 Gugur 16 21 0.345 Valid 51 71 0.275 Gugur 17 22 0.136 Gugur 52 72 0.337 Valid 18 23 0.355 Valid 53 74 0.142 Gugur 19 25 0.321 Valid 54 75 0.274 Gugur 20 26 0.284 Gugur 55 76 0.376 Valid 21 27 0.395 Valid 56 79 0.261 Gugur 22 29 0.350 Valid 57 80 0.302 Gugur 23 30 0.277 Gugur 58 81 0.410 Valid 24 31 0.228 Gugur 59 83 0.270 Gugur 25 32 0.129 Gugur 60 84 0.395 Valid 26 33 0.152 Gugur 61 85 0.286 Gugur 27 36 0.325 Valid 62 86 -0.020 Gugur 28 37 0.237 Gugur 63 87 0.388 Valid 29 38 0.225 Gugur 64 90 0.312 Valid 30 41 0.210 Gugur 65 91 0.277 Gugur 31 42 0.309 Valid 66 93 0.377 Valid 32 43 0.345 Valid 67 94 0.246 Gugur 33 44 0.243 Gugur 68 95 0.429 Valid 34 47 0.324 Valid 69 97 0.310 Valid 35 48 0.286 Gugur 70 98 0.319 Valid
71 99 0.26 Gugur
Validitas internal juga dilakukan pada variabel sikap gizi (Tabel 21). Dari
28 item pernyataan sikap tentang gizi yang diuji cobakan terdapat 13 pernyataan
sikap yang diterima, dimana skor item tersebut mempunyai korelasi item–total
terkoreksi (corrected item-total correlation) lebih besar dari 0,3 sebagai batas
penerimaan item untuk Korelasi Pearson pada taraf signifikan 0,05. Sedangkan 14
pernyataan ditolak (gugur) karena nilai korelasi kurang dari 0,3 sehingga tidak
digunakan sebagai alat ukur sikap gizi pada remaja.
Tabel 21 Sebaran korelasi pearson sikap terhadap gizi pada remaja
No Nomor Item
r hitung Keterangan ssssNo
Nomor Item
r hitung Keterangan
1 5 0,343 Valid 16 51 0,034 Gugur 2 10 0,278 Gugur 17 55 0,379 Valid 3 14 0,379 Valid 18 60 0,316 Valid 4 19 0,143 Gugur 19 63 0,470 Valid 5 20 -0,138 Gugur 20 69 0,508 Valid 6 24 0,159 Gugur 21 70 0,040 Gugur 7 28 0,206 Gugur 22 73 0,229 Gugur 8 34 0,297 Gugur 23 77 0,374 Valid 9 35 0,169 Gugur 24 78 0,446 Valid 10 39 -0,002 Gugur 25 82 0,110 Gugur 11 40 0,405 Valid 26 88 0,235 Gugur 12 45 0,429 Valid 27 89 0,406 Valid 13 46 0,355 Valid 28 92 0,188 Gugur 14 50 0,434 Valid 29 96 0,179 Gugur
Tabel 22 menunjukkan validitas internal pada variabel praktek gizi. Dari
24 pertanyaan praktek yang diuji cobakan terdapat 12 pertanyaan praktek yang
diterima, dimana skor item tersebut mempunyai korelasi item–total terkoreksi
(corrected item-total correlation) lebih besar dari 0,3 sebagai batas penerimaan
item untuk Korelasi Pearson pada taraf signifikan 0,05. Sedangkan 12 pertanyaan
praktek lainnya ditolak (gugur) karena nilai korelasi kurang dari 0,3 sehingga
tidak digunakan sebagai alat ukur praktek gizi pada remaja.
Tabel 22 Sebaran korelasi pearson praktek gizi pada remaja No No Item r hitung Keterangan No NoItem r hitung Keterangan 1 100 0,374 Valid 22 115b 0,415 Valid 2 101 0,489 Valid 23 115c 0,139 Gugur 3 102 0,188 Gugur 24 115d 0,299 Gugur 4 103 0,428 Valid 25 115e 0,433 Valid 5 104 0,546 Valid 26 115f 0,181 Gugur 6 105 0,285 Gugur 27 116a -0,227 Gugur 7 106 0,109 Gugur 28 116b 0,256 Gugur 8 107 0,382 Valid 29 116c 0.192 Gugur 9 108 0,219 Valid 30 116d 0.226 Gugur 10 109 0,100 Gugur 31 116e -0.153 Gugur 11 110 0,197 Gugur 32 117 0.110 Gugur 12 111 0,252 Gugur 33 118a 0.078 Gugur 13 112 0,102 Gugur 34 118b 0.314 Valid 14 113 0,112 Gugur 35 118c 0.188 Gugur 15 114a 0,445 Valid 36 118d 0.049 Gugur 16 114b 0,354 Valid 37 118e 0.179 Gugur 17 114c 0,189 Gugur 38 119 0.379 Valid 18 114d 0,435 Valid 39 120 0.358 Valid 19 114e 0,369 Valid 40 121 0.473 Valid 20 114f 0,221 Gugur 41 122 0.026 Gugur 21 115a 0,363 Valid 42 123 0.348 Valid
Secara keseluruhan dari hasil uji validitas internal, sebanyak 55 item yang
terdiri dari 30 item pengetahuan, 13 item sikap dan 12 item praktek gizi yang
memenuhi syarat diterima, dimana item-item tersebut mempunyai korelasi item–
total terkoreksi lebih besar dari 0,3 (Tabel 23).
Tabel 23 Sebaran kesahihan item pengetahuan, sikap dan praktek gizi
Variabel Jumlah Item Diterima (r>0,3)
Ditolak (r>0,3)
Pengetahuan 71 30 41
Sikap 28 13 15
Praktek 24 12 12
Jumlah 123 55 68
Reliabilitas
Reliabilitas Konsistensi Gabungan Item (Internal Consistency Reliability)
Reliabilitas konsistensi gabungan item (Internal Consistency Reliability)
berkaitan dengan konsistensi antara item dalam sebuah kuesioner. Kuder-
Richardson 20 (KR-20) digunakan untuk item yang mempunyai skor item
nominal. Reliabilitas suatu kuesioner dianggap baik apabila nilai Alpha (α
Cronbach) lebih dari 0,7 (Kline 2000).
Hasil uji coba yang dilakukan pada kuesioner pengetahuan gizi
menghasilkan nilai koefisien reliabilitas 0,828. Pengukuran reliabilitas konsistensi
gabungan item juga dilakukan pada sikap terhadap gizi dan praktek gizi pada
remaja. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi Pearson diketahui
bahwa kuesioner tentang sikap terhadap gizi dan praktek gizi mempunyai
reliabilitas yang ditunjukkan dengan nilai Alpha (α Cronbach) masing-masing
sebesar 0,721 dan 0,749. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan Parmenter dan
Wardle (1999) serta Whati et al. (2005), bahwa nilai Alpha (α Cronbach) untuk
uji Reliabilitas konsistensi gabungan item (Internal Consistency Reliability) lebih
besar dari 0,7. Nilai Alpha (α Cronbach) lebih besar dari 0,7 mencerminkan
bahwa masing-masing item konsisten mengukur konsep yang digunakan dalam
sebuah alat ukur (Azwar 2006).
Reliabilitas Konsistensi Tanggapan
(Test-Retest Reliability)
Dalam penelitian ini, reliabilitas konsistensi tanggapan menggunakan
teknik test retest yaitu pengetesan dua kali menggunakan kuesioner yang sama
pada contoh yang sama dengan waktu yang berbeda. Tabel 24 menunjukkan hasil
perhitungan reliabilitas kuesioner ini mempunyai reliabilitas tes retest yang
ditunjukkan dengan nilai Alpha (α Cronbach) sebesar 0,824 untuk pengetahuan
gizi, 0,809 untuk sikap terhadap gizi dan 0,783 untuk praktek gizi.
Tabel 24 Nilai reliabilitas pengetahuan, sikap dan praktek gizi
Reliabilitas No Peubah Internal Test- retest 1 Pengetahuan 0,828 0,824
2. Sikap 0,721 0,809
3. Praktek 0,749 0,783
Reliabilitas suatu kuesioner dianggap baik apabila nilai Alpha (α
Cronbach) lebih dari 0,7 (Kline, 2000). Hasil uji reliabilitas konsistensi gabungan
item (Internal Consistency Reliability) dan reliabilitas konsistensi tanggapan (test
retest reliability) dalam penelitian ini lebih besar dari 0,7 sehingga memenuhi
syarat reliabilitas sebuah kuesioner. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur
pengetahuan, sikap dan praktek gizi yang dihasilkan dalam penelitian ini mampu
mencerminkan stabilitas hasil meskipun digunakan pada waktu yang berbeda
(Azwar 2006; Djaali & Muljono 2004).
Evaluasi Akhir Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi
Meskipun telah dilakukan uji kesahihan dan keterandalan, evaluasi akhir
dari alat ukur sangat diperlukan untuk meninjau kembali setiap tahapan
pengembangan alat ukur terutama hasil uji kesahihan dan keterandalan (Whati et
al. 2005). Evaluasi akhir dilakukan oleh empat orang pakar yang terdiri dari pakar
gizi (Human Nutrition and Comunity Nutrition), pakar pendidikan gizi dan pakar
penyuluhan.
Setelah dilakukan diskusi akhir dengan pakar, terdapat tujuh item (lima item
pertanyaan pengetahuan gizi dan dua item sikap) yang dimasukkan kembali ke
dalam kuesioner. Selain itu ada satu item pengetahuan gizi dan satu item sikap
yang dianggap tidak perlu sehingga dibuang. Pertimbangan memasukkan lima
item pertanyaan dan dua item pernyataan tersebut kedalam kuesioner karena item
tersebut sangat diperlukan untuk melihat kemampuan dasar atau kompetisi dasar
pengetahuan dan sikap gizi remaja menurut pakar (concept validity dan construct
validity), dan sebaliknya dua item yang terdiri dari satu item pertanyaan dan satu
item pernyataan dibuang karena tidak dapat mengukur kemampuan dasar
pengetahuan dan sikap gizi remaja. Sedangkan variabel praktek gizi tidak ada
penambahan atau pengurangan item. Tabel 25 dan 26 menunjukkan proses
pengurangan dan penambahan item-item pertanyaan pengetahuan dan sikap
terhadap gizi.
Dari proses ini, jumlah item pertanyaan dan pernyataan pengetahuan, sikap
dan praktek gizi pada remaja yang semula berjumlah 55 item bertambah menjadi
60 item yang terdiri dari 34 item pengetahuan gizi, 14 item sikap terhadap gizi dan
12 item praktek gizi.
Tabel 27 menunjukkan sebaran item sikap gizi kedalam sub dimensi dan
komponen sikap terhadap gizi. Dari 14 item sikap, delapan item terdapat pada
komponen kognisi, tiga item masing-masing komponen afeksi dan konasi.
Tabel 27 Sebaran konsep, dimensi, indikator dan variabel sikap terhadap gizi pada remaja
Sub Dimensi Komponen Sikap Keragaman Jumlah Keamanan Olah-
raga Rokok alkohol
Kontrol BB
Jumlahitem
Kognisi 3 1 2 - - 2 8 Afeksi 1 1 - - 1 - 3 Konasi - 1 1 - - 1 3 Jumlah 4 3 3 - 1 3 14
Ada di lanscape tabel 14Tabel 25 Proses Pengurangan Item Pengetahuan Gizi
Sebelum Uji Coba
Setelah Uji Coba Setelah Evaluasi Akhir
Indikator Nomor Item (123)
Jum- lah
Nomor Item (123)
Jum- lah
Nomor Item (123)
Nomor Item (60)
Jum- lah
1. Makan beranekaragam
1,2,3,4 4 4 1 4 24 1
2. Menggunakan garam beriodium
21,22,23 3 21,23 2 21,23 39,9 2
3. Memberikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan
29,30,31 32,33
5 29 1 29 10 1
4. Setiap hari makan pagi 36,37,38 3 36 1 36,38** 22,6 2 5. Gizi dan kesehatan reproduksi
97,98,99 3 97,98 2 97,98 18,35 2
6. Konsumsi makanan sumber zat besi
25,26,27 3 25,27 2 25,26** 27
12,42 48
3
7. Konsumsi makanan berserat
83,84,85 86,87
5 84,87 2 84,87 13,44 2
8. Konsumsi makanan sumber kalsium
93,94,95 3 93,95 2 93,94** 95
27,38 45
3
9. Konsumsi makanan sumber karbohidrat secukupnya
11,12,13 3 12,13 2 12,13 5,32 2
10.Batasi konsumsi lemak
15,16,17 18
4 15,18 2 15,18 2,34 2
11.Batasi konsumsi fast food
71,72 2 72 1 72 4 1
12. Snacking secukupnya 79,80,81 3 81 1 81 1 1 13.Minum air bersih 8 gelas sehari
41,42,43 44
4 42,43 2 42,43 20,31 2
14.Mengkonsumsi makanan yang aman
56,57,58 59
4 59 1 59 16 1
15.Baca label setiap membeli makanan dikemas
61,62 2 61 1 61 19 1
16.Melakukan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur
47,48,49 3 47 1 47 23 1
17.Tidak merokok dan minuman beralkohol
52,53,54 90,91
5 52*,54 90
3 54,90 8,30 2
18.Memantau beratbadan secara teratur
6,7,8,9 4 6 1 6 26 1
19.Body image yang benar
64,65,66 67,68
5 66 1 64**65** 66
28,41 15
3
20.Tidak membatasi makan (Skipping meal)
74,75,76 3 76 1 76 37 1
Jumlah item 71 30 34 34 Keterangan : * nomor item yang dibuang
** nomor item yang dimasukkan kembali
Tabel 26 Proses Pengurangan Item Sikap terhadap Gizi
Sebelum Uji Coba Setelah Uji Coba Setelah
Evaluasi Akhir Indikator Nomor
Item (123)
Jum-lah
Nomor Item (123)
Nomor Item (60)
Jum- lah
Nomor Item (60)
Jum- lah
1. Makan beranekaragam
5 1 5 26 1 26 1
2. Menggunakan garam beriodium
24 1 - - - - -
3. Memberikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan
34 1 - - - - -
4. Setiap hari makan pagi 39,40 2 40 12 1 12 1 5. Gizi dan kesehatan reproduksi
35 1 - - - 17** 1
6. Konsumsi makanan sumber zat besi
28 1 - - - - -
7.Konsumsi makanan berserat
88,89 2 89 19 1 19 1
8.Konsumsi makanan sumber kalsium
96 1 - - - - -
9. Konsumsi makanan sumber karbohidrat secukupnya
14 1 14 3 1 3 1
10. Batasi konsumsi lemak
19,20 2 - - - - -
11. Batasi konsumsi fast food
73 1 - - - - -
12.Snacking secukupnya
82 1 - - - 37** 1
13.Minum air bersih 8 gelas sehari
45,46 2 45,46* 6 2 6 1
14.Mengkonsumsi makanan yang aman
60 1 60 33 1 33 1
15.Baca label setiap membeli makanan dikemas
63 1 63 41 1 41 1
16.Melakukan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur
50,51 2 50 30 1 30 1
17.Tidak merokok dan minuman beralkohol
55, 92 2 55 39 1 39 1
18.Memantau berat badan secara teratur
10 1 - - - - -
19.Body image yang benar 69,70 2 69 10 1 10 1
20.Tidak membatasi makan (Skipping meal)
77,78 2 77,78 42,23 2 42,23 2
Jumlah Item 28 13 14 Keterangan : * nomor item yang dibuang
** nomor item yang dimasukkan kembali
Uji Kesahihan (Validitas) dan Keterandalan (Reliabilitas) Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi untuk Kompetisi Dasar
Untuk mendapatkan suatu kuesioner yang dapat mengukur kompetisi dasar
pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja maka dilakukan kembali uji coba
dengan validitas (r>0,4) dan reliabilitas (Alpha Cronbach >0,7). Untuk itu
dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada 60 item.
Validitas Internal
Tabel 28 menunjukkan hasil uji validitas pada variabel pengetahuan, sikap
dan praktek gizi pada remaja. Validitas internal diujicobakan pada 60 item yang
terdiri dari 34 item pengetahuan gizi, 14 item sikap terhadap gizi dan 12 item
praktek gizi. Hasil uji validitas internal menggunakan korelasi Biserial
menemukan bahwa terdapat 13 item pengetahuan gizi yang dapat digunakan
sebagai alat ukur pengetahuan gizi pada remaja. Hal ini disebabkan 13 item
tersebut mempunyai korelasi item–total terkoreksi (corrected item-total
correlation) lebih besar dari 0,4 sebagai batas penerimaan item untuk Korelasi
Biserial pada taraf signifikan 0,05.
Hasil uji validitas internal untuk sikap dan praktek gizi menggunakan
korelasi Pearson menemukan bahwa terdapat 8 item sikap gizi dan 7 item praktek
gizi yang dapat digunakan sebagai alat ukur sikap dan praktek gizi pada remaja.
Hal ini disebabkan 8 item sikap dan 7 item praktek tersebut mempunyai korelasi
item–total terkoreksi (corrected item-total correlation) lebih besar dari 0,4 sebagai
batas penerimaan item untuk Korelasi Pearson pada taraf signifikan 0,05.
Reliabilitas
Reliabilitas Konsistensi Gabungan Item (Internal Consistency Reliability)
Reliabilitas konsistensi gabungan item (Internal Consistency Reliability)
berkaitan dengan konsistensi antara item dalam sebuah kuesioner. Kuder-
Richardson 20 (KR-20) digunakan untuk item yang mempunyai skor item
nominal. Reliabilitas suatu kuesioner dianggap baik apabila nilai Alpha (α
Cronbach) lebih dari 0,7 (Kline 2000).
Hasil uji coba yang dilakukan pada kuesioner pengetahuan gizi
menghasilkan nilai koefisien reliabilitas 0,792. Pengukuran reliabilitas konsistensi
gabungan item juga dilakukan pada sikap terhadap gizi dan praktek gizi pada
remaja. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi Pearson diketahui
bahwa kuesioner tentang sikap terhadap gizi dan praktek gizi mempunyai
reliabilitas yang ditunjukkan dengan nilai Alpha (α Cronbach) masing-masing
sebesar 0,767 dan 0,776. Nilai Alpha (α Cronbach) lebih besar dari 0,7
mencerminkan bahwa masing-masing item konsisten mengukur konsep yang
digunakan dalam sebuah alat ukur (Azwar 2006).
Tabel 28 Sebaran korelasi biserial dan korelasi pearson untuk variabel pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja
Pengetahuan Sikap Praktek No Item r hitung No Item r hitung No Item r hitung
4 0,356 5 0,394 100 0,355 6 0,376 14 0,447 101 0,494 12 0,388 35 0,154 103 0,424 13 0,335 40 0,419 104 0,497 15 0,352 45 0,447 107 0,378 18 0,368 50 0,459 114a 0,459 21 0,362 55 0,303 114b 0,386 23 0,412 60 0,324 114d 0,464 25 0,347 63 0,503 114e 0,378 27 0,411 69 0,531 115a 0,367 29 0,416 77 0,439 115b 0,381 36 0,366 78 0,457 115e 0,466 42 0,336 82 0,109 118b 0,299 43 0,382 89 0,347 119 0,332 47 0,356 120 0,336 52 0,391 121 0,466 54 0,474 123 0,466 59 0,406 61 0,412 66 0,337 72 0,338 76 0,428 81 0,479 84 0,408 87 0,423 90 0,338 93 0,409 95 0,445 97 0,316 98 0,401
Jumlah 13 8 7
Reliabilitas Konsistensi Tanggapan
(Test-Retest Reliability)
Dalam penelitian ini, reliabilitas konsistensi tanggapan menggunakan teknik
test retest yaitu pengetesan dua kali menggunakan kuesioner yang sama pada
contoh yang sama dengan waktu yang berbeda. Tabel 29 menunjukkan hasil
perhitungan reliabilitas kuesioner ini mempunyai reliabilitas tes retest yang
ditunjukkan dengan nilai Alpha (α Cronbach) sebesar 0,882 untuk pengetahuan
gizi, 0,732 untuk sikap terhadap gizi dan 0,886 untuk praktek gizi.
Tabel 29 Nilai reliabilitas pengetahuan, sikap dan praktek gizi
Reliabilitas No Peubah Internal Test- retest 1 Pengetahuan 0,792 0,882
2. Sikap 0,767 0,732
3. Praktek 0,776 0,886
Reliabilitas suatu kuesioner dianggap baik apabila nilai Alpha (α Cronbach)
lebih dari 0,7 (Kline, 2000). Hasil uji reliabilitas konsistensi gabungan item
(Internal Consistency Reliability) dan reliabilitas konsistensi tanggapan (test retest
reliability) dalam penelitian ini lebih besar dari 0,7 sehingga memenuhi syarat
reliabilitas sebuah kuesioner. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur pengetahuan,
sikap dan praktek gizi yang dihasilkan dalam penelitian ini mampu mencerminkan
stabilitas hasil meskipun digunakan pada waktu yang berbeda (Azwar 2006;
Djaali & Muljono 2004).
Tabel 30 menunjukkan tahapan pengembangan dan pengurangan item
pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja. Secara keseluruhan, hasil
analisis kualitatif dan kuantitatif melalui empat tahapan pengembangan kuesioner
pengetahuan, sikap dan praktek gizi ditemukan pengurangan item terjadi tiga kali
yaitu pertama dari item pool sebanyak 261 menjadi 123 item melalui diskusi
pakar. Kedua melalui hasil uji coba secara statistik yaitu uji kesahihan dan
keterandalan berkurang dari 123 item menjadi 55 item. Ketiga melalui evaluasi
akhir kuesioner bertambah dari 55 item menjadi 60 item. Untuk mendapatkan alat
ukur yang dapat mengukur kompetisi dasar dilakukan uji coba. Hasil uji coba
secara statistik jumlah item berkurang dari 60 item menjadi 28 item.
Tabel 30 Tahapan pengembangan jumlah item pengetahuan, sikap dan praktek gizi
Jumlah Item Tahapan Pengetahuan Sikap Praktek Total
Item Pool 124 111 26 261
Hasil Diskusi Pakar 71 28 24 123
Hasil Uji Coba Kuesioner I 30 13 12 55
Hasil Evaluasi Akhir 34 14 12 60
Hasil Uji Coba Kuesioner II 13 8 7 28
Hal yang sama juga dilakukan oleh beberapa peneliti dalam
pengembangan kuesioner pengetahuan, sikap dan praktek gizi. Parmenter (1999)
mengembangkan kuesioner pengetahuan gizi pada orang dewasa dengan
pertanyaan awal 1201 item pertanyaan dan pertanyaan akhir menjadi 35 item
pertanyaan. Whati et al. (2005) mengembangkan kuesioner pengetahuan gizi pada
remaja dengan pertanyaan awal 140 item dan pertanyaan akhir menjadi 60 item.
Nelia et al. (2005) mengembangkan kuesioner pengetahuan tentang suplemen
pada perawat di rumah sakit dengan pertanyaan awal 355 item dan dan pertanyaan
akhir 50 item.
Tabel 31 menunjukkan sebaran konsep, dimensi, indikator dan variabel
pengetahuan dan praktek gizi melalui penambahan dan pengurangan item dengan
jumlah 55 item, 60 item dan 28 item. Tabel tersebut menunjukkan penambahan
dan pengurangan item-item pada setiap indikator untuk jumlah item 55, 60 dan 28.
Variabel pengetahuan dan sikap dengan jumlah item 55 dan 60 memiliki
pertanyaan dan pernyataan sedangkan pada jumlah item 28 ada dua indikator yang
tidak memiliki item pertanyaan yaitu indikator batasi konsumsi lemak dan
snacking secukupnya. Hal ini diduga pertanyaan tersebut sudah terwakili dengan
indikator lain atau pertanyaan lain.
Pengetahuan Gizi
Tabel 44 menunjukkan sebaran tingkat pengetahuan gizi contoh
berdasarkan kelompok tempat tinggal (kota dan desa) dan status sekolah (sekolah
dan putus sekolah). Secara keseluruhan, lebih separoh tingkat pengetahuan gizi
contoh berada pada kategori sedang. Persentase tingkat pengetahuan gizi baik
pada contoh bersekolah lebih tinggi dibanding putus sekolah, sedangkan
persentase pengetahuan gizi baik di kota relatif hampir sama dibanding desa. Hal
ini di tunjukkan oleh hasil uji t bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
contoh sekolah dengan putus sekolah dan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pengetahuan gizi contoh yang tinggal di kota dan desa.
Tabel 44 Sebaran tingkat pengetahuan gizi contoh
Kota Desa Total Total
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah Kota Desa
Tingkat Pengeta-
huan n % n % n % n % n % n % n % n %
Kurang 20 14 17 16 17 14 15 14 37 14 32 15 37 15 32 14
Sedang 99 68 72 69 80 67 74 72 179 68 146 70 171 68 154 69
Baik 26 18 15 14 22 19 15 14 48 18 30 14 41 17 37 17
Total 145 100 104 100 119 100 104 100 264 100 208 100 249 100 223 100
Persentase pengetahuan gizi kurang tertinggi terdapat pada kelompok
contoh putus sekolah dan sebaliknya persentase pengetahuan gizi baik tertinggi
terdapat pada kelompok sekolah baik di kota maupun di desa. Hal ini enunjukkan
bahwa latar belakang pendidikan berhubungan dengan tingkat pengetahuan
contoh. Hampir separoh contoh dalam penelitian ini sekolah sampai tingkat SMP
dan 22,6 persen contoh sekolah hanya sampai tingkat SD. Rendahnya
pengetahuan gizi contoh berkaitan dengan tingkat pendidikan yang rendah dan
terbatasnya lingkungan yang mendukung peningkatan pengetahuan gizi seperti
akses untuk mendapatkan informasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sediaoetama
(2000) bahwa tingkat pendidikan formal menggambarkan kemampuan seseorang
untuk mengerti suatu aspek pengetahuan, dalam hal ini termasuk pengetahuan
tentang gizi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin mudah
seseorang menerima inovasi-inovasi baru terutama yang berkaitan dengan
masalah gizi dan kesehatan.
Tabel 45 menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan gizi contoh
berdasarkan konsep gizi seimbang adalah 62±16 dari nilai maksimum 100. Rata-
rata skor total pengetahuan gizi contoh bersekolah (68±16) lebih tinggi dibanding
putus sekolah (55±18). Hasil uji beda t menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan (p<0,1) pengetahuan gizi contoh bersekolah dan putus sekolah.
Berdasarkan tempat tinggal, rata-rata skor pengetahuan gizi contoh di kota
(67±16) relatif hampir sama dengan contoh yang tinggal di desa (65±16). Hal ini
ditunjukkan dengan hasil uji beda t, bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan
gizi contoh yang tinggal di kota dengan di desa.
Tabel 45 Rata-rata skor pengetahuan gizi contoh berdasarkan konsep gizi
Kota Desa Total Total
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah Kota Desa Konsep
Gizi Mean±SD
Pola Makan Seimbang 73±14ª) 59±16b) 70±13ª) 59±18b) 72±13ª) 59±17b) 67±15ª) 65±16ª)
Pola Hidup Sehat
65±20ª) 53±19b) 62±18ª) 52±19b) 64±19ª) 52±19b) 60±20ª) 58±19ª)
Total 69±17ª) 56±18b) 66±16ª) 56±18b) 68±16ª) 55±18b) 63±18ª) 62±17ª)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan
Secara keseluruhan, rata-rata skor pengetahuan contoh tentang pola makan
sehat dan seimbang tergolong sedang. Rata-rata skor pengetahuan tentang pola
makan sehat dan seimbang pada contoh yang bersekolah lebih tinggi dibanding
putus sekolah, baik yang tinggal di kota maupun di desa. Hasil uji beda t
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,1) pengetahuan pola makan
sehat dan seimbang antara contoh bersekolah dan putus sekolah.
Rata-rata skor pengetahuan contoh tentang pola hidup sehat tergolong
rendah (59±19). Salah satu penyebab adalah terbatasnya informasi yang diperoleh
contoh tentang pola hidup sehat. Syarief et al. (2001) mengungkapkan bahwa
alokasi waktu yang disediakan untuk muatan pengetahuan pangan dan gizi pada
SMU adalah 1,2 persen dan 0,9 persen untuk tingkat SMP. Hal ini membuktikan
bahwa sangat sedikit informasi tentang pengetahuan pangan dan gizi yang
diperoleh contoh dari sekolah, apalagi bagi contoh yang putus sekolah.
Rata-rata skor pengetahuan tentang pola hidup sehat pada contoh
bersekolah (64±19) lebih tinggi dibanding dengan contoh yang putus sekolah
(52±19). Hasil uji t menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,1)
pengetahuan pola hidup sehat pada contoh bersekolah dan putus sekolah. Rata-
rata pengetahuan pola hidup sehat contoh yang tinggal di kota (60±20) relatif
hampir sama dengan contoh yang tinggal di desa (58±19). Hasil uji beda t
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,1)
pengetahuan tentang pola hidup sehat antara contoh yang tinggal di kota dan di
desa.
Tabel 46 menunjukkan rata-rata skor pengetahuan tentang pola makan sehat
dan seimbang berdasarkan indikator. Dari tabel tersebut terlihat bahwa rata-rata
pengetahuan contoh tertinggi terdapat pada indikator ke sembilan yaitu batasi
konsumsi fast food. Indikator dengan kategori rendah berturut-turut terdapat pada
indikator pertama, tujuh, sembilan dan enam.
Indikator pertama adalah makanlah aneka ragam makanan. Makanan yang
beranekaragam adalah makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang
diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya. Mengkonsumsi makanan
yang beranekaragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga,
zat pembangun dan zat pengatur.
Rata-rata skor pengetahuan contoh sekolah (48±50) tentang anekaragam
makanan lebih tinggi daripada putus sekolah (34±47). Pengetahuan gizi dan
tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan remaja dalam memilih
makanan yang beragam (Vijayapuspham et al. 2003). Hasil uji t menunjukkan
adanya perbedaan pengetahuan tentang anekaragam makanan pada contoh sekolah
dan putus sekolah.
Indikator tujuh adalah mengkonsumsi makanan berserat. Kelompok bahan
makanan nabati (buah dan sayur) mengandung serat kasar yang sangat dibutuhkan
tubuh untuk membantu proses pencernaan. Dalam buah dan sayur jumlahnya
sedikit, namun sudah cukup untuk menghasilkan efek positif yang sangat besar
terhadap kesehatan.
Rata-rata skor pengetahuan contoh tentang serat tergolong rendah (42±37)
dari skor maksimum 100. Contoh yang bersekolah baik di kota maupun di desa
mempunyai pengetahuan tentang makanan berserat yang lebih tinggi dibanding
contoh putus sekolah. Rendahnya pengetahuan seseorang tentang gizi dapat
dilihat dalam praktek memilih dan mengkonsumsi makanan. Pengetahuan gizi
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang akan di konsumsi seseorang
(Sediaoetama 2000).
Rata-rata skor pengetahuan tentang serat pada contoh yang tinggal di kota
lebih tinggi dibanding di desa. Hasil uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan
yang signifikan antara pengetahuan tentang serat pada contoh yang tinggal di kota
dibanding di desa.
Indikator sembilan adalah makanlah makanan sumber karbohidrat sesuai
kebutuhan. Makanan sumber karbohidrat terdiri dari karbohidrat sederhana dan
kompleks. Makanan sumber karbohidrat kompleks lebih baik dibanding
karbohidrat sederhana karena mengandung serat yang dapat membantu proses
pencernaan serta penyerapan karbohidrat di dalam tubuh berlangsung lebih lama
(Depkes 2006). Untuk memenuhi kebutuhan energi, dianjurkan makanan sumber
karbohidrat untuk remaja putri setara dengan 3 piring nasi dan remaja putra 4
piring nasi.
Rata-rata skor pengetahuan contoh sekolah (51±33) tentang makanan
sumber karbohidrat relatif sama dengan putus sekolah (50±34), begitu juga
pengetahuan contoh yang tinggal di kota dan di desa. Hasil uji t menunjukkan
tidak adanya perbedaan pengetahuan tentang makanan sumber karbohidrat pada
contoh berdasarkan status sekolah dan tempat tinggal. Rendahnya pengetahuan
contoh tentang makanan sumber karbohidrat mempengaruhi praktek
mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat. Tingkat kecukupan energi yang
rendah merupakan salah satu gambaran rendahnya asupan makanan sumber
karbohidrat pada remaja (Muniroh & Sumarmi 2002)
Indikator enam adalah mengkonsumsi makanan sumber zat besi.
Berdasarkan kelompok umur, anemia gizi besi paling banyak dialami oleh remaja
usia 15-19 tahun yaitu sebesar 35,6 persen (Depkes 2006). Salah satu penyebab
tingginya prevalensi anemia pada remaja karena rendahnya pengetahuan tentang
makanan sumber zat besi. Hal ini sesuai dengan temuan dalam penelitian ini
bahwa rata-rata skor pengetahuan tentang anemia contoh adalah 56±29 dari skor
maksimum 100. Rata-rata skor pengetahuan tentang anemia pada contoh
bersekolah relatif hampir sama dibanding putus sekolah yaitu 59±28 dan 53±31.
Berdasarkan uji t tidak terdapat perbedaan pengetahuan tentang anemia antar
kelompok. Rata-rata skor pengetahuan tentang anemia pada contoh di kota relatif
sama dengan putus sekolah. Berdasarkan uji t tidak terdapat perbedaan
pengetahuan tentang anemia antar kelompok. Hasil ini berbeda sengan hasil survei
yang dilakukan oleh IYARHS pada tahun 2003 (BPS 2004), menemukan bahwa
70 persen contoh menjawab dengan benar pengetahuan remaja tentang anemia.
Tabel 47 menunjukkan rata-rata skor pengetahuan contoh tentang pola
hidup sehat, dengan rata-rata skor terendah terdapat pada indikator 17 dan 18.
Indikator 17 adalah hindari merokok dan minum minuman beralkohol. Merokok
dan minum-minuman beralkohol sangat merugikan kesehatan seseorang.
Tabel 47 Rata-rata skor pengetahuan tentang pola hidup sehat
Kota Desa Total Total Sekolah
Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah
Sekolah
Putus Sekolah
Kota
Desa
Pola Hidup Sehat
Mean ±SD 16.Aktivitas fisik secara teratur
82±38ª) 74±44a) 81±39ª) 74±44a) 81±39ª) 74±44b) 78±41ª) 77±41a)
17.Hindari rokok dan alkohol
67±38ª) 60±38a) 62±45ª) 56±37b) 65±42ª) 60±37b) 65±38ª) 60±42a)
18.Memantau berat badan dg teratur
26±44ª) 13±33b) 18±39ª) 14±35a) 23±41ª) 14±34b) 20±40ª) 17±37a)
19.Body Image benar
75±21ª) 73±19a) 66±27ª) 69±28a) 72±25ª) 71±24a) 75±20ª) 68±27b)
20. Skipping meal
79±41ª) 85±36a) 71±45ª) 69±46a) 75±43ª) 77±42a) 81±39ª) 69±46 b)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung alkohol baik yang
berkadar rendah maupun yang berkadar tinggi. Kebiasaan minum minuman
beralkohol dapat merusak kesehatan seperti terhambatnya masukan zat gizi lain,
ketagihan alkohol, mabuk, hilangnya pengendalian diri yang akhirnya dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain.
Rata-rata skor pengetahuan contoh bersekolah tentang minuman beralkohol
lebih tinggi dibanding contoh putus sekolah. Hasil uji t menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,1) pengetahuan tentang akibat minum
minuman beralkohol bagi kesehatan antara contoh bersekolah dengan putus
sekolah.
Indikator 18 yaitu memantau berat badan secara teratur. Setiap orang
dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung energi, agar dapat hidup dan
melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti belajar, bekerja, berekreasi dan
kegiatan lainnya. Kebutuhan energi dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi
makanan sumber karbohidrat, protein dan lemak. Terpenuhinya kecukupan energi
seseorang ditandai dengan berat badan yang normal.
Rata-rata skor pengetahuan contoh tentang memantau berat badan secara
teratur hanya 18±38 dari skor maksimal 100, meskipun rata-rata skor pengetahuan
contoh yang bersekolah lebih tinggi dibanding contoh putus sekolah. Berdasarkan
uji t tidak terdapat perbedaan pengetahuan tentang memantau berat badan secara
teratur antara kelompok status sekolah maupun tempat tinggal.
Sikap tentang Gizi
Tabel 48 menunjukkan sebaran sikap contoh berdasarkan kriteria
penilaian. Kriteria penilaian skor sikap dikelompokkan menjadi sikap positif
(≥median) dan sikap negatif (<median). Berdasarkan kriteria tersebut, persentase
sikap positif tentang gizi seimbang pada contoh bersekolah sama dengan contoh
putus sekolah sedangkan berdasarkan tempat tinggal, sikap positif contoh yang
tinggal di kota lebih tinggi dibanding contoh yang tinggal di desa.
Tabel 48 Sebaran sikap tentang gizi contoh berdasarkan kelompok
Kota Desa Total Total
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah Kota Desa
Sikap terhadap
Gizi n % n % n % n % n % n % n % n %
Negatif 61 42 52 50 66 56 48 46 127 48 100 48 113 45 114 51
Positif 84 58 52 50 53 44 56 54 137 52 108 52 136 55 109 49
Total 145 100 104 100 109 100 104 100 264 100 208 100 249 100 223 100
Tabel 49 menunjukkan rata-rata sikap tentang gizi seimbang antara contoh
yang tinggal di kota relatif sama dibanding contoh yang tinggal di desa. Hasil uji
beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,1) antara sikap
tentang gizi seimbang pada contoh yang tinggal di kota dan desa. Berdasarkan
kelompok sekolah dan putus sekolah, rata-rata sikap tentang gizi seimbang antara
contoh yang bersekolah lebih tinggi dibanding dengan contoh yang putus sekolah.
Hasil uji beda t menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P<0,1) rata-rata
sikap gizi seimbang antara contoh yang sekolah dan putus sekolah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Azwar (1988) bahwa sikap seseorang berhubungan dengan
tingkat pendidikannya, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula
sikap seseorang.
Tabel 49 Rata-rata skor sikap terhadap gizi
Kota Desa Total Total
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah Kota Desa
Konsep Gizi
Mean±SD Pola Makan Seimbang 82±9ª) 75±10b) 82±9ª) 77±9 b) 82±8ª) 76±10b) 79±10ª) 79±9a)
Pola Hidup Sehat
88±9ª) 74±14b) 83±11ª) 79±11b) 86±10ª) 76±13b) 83±13ª) 81±11a)
Total 85±9ª) 74±12b) 82±10ª) 78±10b) 84±9ª) 76±11b) 81±11ª) 80±10a)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan
Rata-rata skor sikap contoh tentang pola makan seimbang tergolong
sedang dengan skor maksimum 100. Rata-rata skor sikap tentang pola makan
seimbang pada contoh yang tinggal di kota sama dengan di desa. Hasil uji beda t
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,1) sikap
tentang pola makan seimbang antara contoh yang tinggal di kota dan di desa.
Rata-rata skor sikap tentang pola makan seimbang pada contoh yang bersekolah
lebih tinggi dibanding dengan putus sekolah, baik yang tinggal di kota maupun di
desa. Hasil uji beda t menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,1)
sikap tentang pola makan seimbang contoh bersekolah dan putus sekolah.
Rata-rata skor sikap contoh tentang pola hidup sehat tergolong sedang
dengan skor maksimum 100. Rata-rata skor sikap tentang pola hidup sehat contoh
yang tinggal di kota sama dengan di desa. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,1) sikap tentang pola hidup sehat
antara contoh yang tinggal di kota dan di desa. Rata-rata skor sikap tentang pola
hidup sehat pada contoh bersekolah lebih tinggi dibanding contoh yang putus
sekolah. Hasil uji t menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara
contoh bersekolah dan putus sekolah.
Tabel 50 menunjukkan rata-rata skor sikap tentang pola makan seimbang
contoh berdasarkan indikator. Rata-rata sikap contoh tertinggi terdapat pada
indikator ke tujuh yaitu mengkonsumsi makanan berserat.
Tabel 50 Sikap tentang gizi berdasarkan pola makan seimbang
Kota Desa Total Total
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah Kota Desa Pola Makan
Seimbang Mean±SD
Anekaragam makanan 82±24ª) 62±27b) 74±24ª) 69±27a) 78±24ª) 66±27b) 73±27ª) 72±26a)
Makan pagi 87±21ª) 87±22a) 87±22ª) 88±21a) 87±22ª) 87±21a) 87±22ª) 87±21a) Gizi & kesehatan reproduksi
75±24ª) 68±25b) 75±24ª) 70±23a) 75±24ª) 69±24b) 72±25ª) 73±23a)
Konsumsi Serat 87±22ª) 88±21a) 87±21ª) 91±17a) 88±22ª) 89±19a) 87±21ª) 90±19a)
Batasi konsumsi Fast food
66±25ª) 64±27a) 66±21ª) 63±21a) 66±23ª) 64±24a) 65±26ª) 65±21a)
Minum air bersih 8 gelas sehari
93±17ª) 76±29b) 89±21ª) 91±17b) 91±19ª) 77±29b) 86±24ª) 84±25a)
Konsumsi maka- nan yang aman
74±29ª) 82±24b) 87±24ª) 68±29b) 80±28ª) 75±28b) 77±28ª) 78±28a)
Baca label setiap membeli maka-nan dikemas
91±19ª)
78±26ª)
85±24ª)
83±25b)
88±22ª)
80±26ª)
86±23ª)
84±25b)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan
Indikator dengan kategori rendah terdapat pada indikator sebelas yaitu
batasi konsumsi fast food. Rata-rata skor sikap contoh bersekolah dan putus
sekolah serta yang tinggal di desa dan kota tentang fast food relatif sama. Hasil
uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p<0,1) konsumsi
fast food antar kelompok. Kebiasaan mengkonsumsi fast food merupakan salah
satu perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan pada remaja (Muniroh &
Sumarmi 2002). Apalagi gencarnya iklan di media massa tentang berbagai produk
olahan serta menjamurnya penjual makanan tersebut menyebabkan remaja dengan
mudah mendapatkannya. Hal ini membuktikan rata-rata sikap contoh menyukai
makanan fast food relatif sama pada semua kelompok.
Tabel 51 menunjukkan rata-rata skor sikap tentang pola hidup sehat
contoh berdasarkan indikator. Dari tabel tersebut terlihat bahwa rata-rata sikap
contoh tertinggi terdapat pada indikator ke 16 yaitu melakukan aktivitas fisik
secara teratur. Indikator dengan kategori rendah terdapat pada indikator 18 yaitu
memantau berat badan secara teratur. Secara keseluruhan, rata-rata skor sikap
tentang menimbang berat badan secara teratur sebesar 67±29 dari skor maksimum
100. Rata-rata skor sikap contoh sekolah lebih tinggi dibanding putus sekolah.
Hasil uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,1) antara sikap
memantau berat badan antara contoh sekolah dan putus sekolah. Namun tempat
tinggal tidak membedakan sikap contoh tentang memantau berat badan secara
teratur. Hasil uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p<0,1)
sikap contoh yang tinggal di kota dan di desa.
Tabel 51 Sikap tentang gizi berdasarkan konsep gizi dan gaya hidup
Kota Desa Total Total
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah Kota Desa Pola Hidup
Sehat Mean±SD
Aktivitas fisik secara teratur
95±15ª) 84±24b) 94±17ª) 86±23b) 95±15ª) 84±24b) 89±20ª) 90±20a)
Hindari rokok & alkohol
93±17ª) 83±25b) 91±19ª) 88±22a) 93±17ª) 83±25b) 88±22ª) 90±21a)
Memantau berat badan dg teratur
71±29ª) 61±26b) 64±29ª) 64±25a) 71±29ª) 61±26b) 69±29ª) 64±27b)
BodyImage yang benar
81±16ª) 71±18b) 80±15ª) 75±14b) 81±16ª) 71±18b) 76±19ª) 77±15a)
Tidak Skip-ping meal
88±22ª) 83±25b) 83±24ª) 84±24a) 88±22ª) 83±25b) 88±23ª) 83±24b)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan
Praktek Gizi
Tabel 52 menunjukkan sebaran tingkat praktek gizi contoh berdasarkan
kelompok tempat tinggal (kota dan desa) dan status sekolah (sekolah dan putus
sekolah). Secara keseluruhan, persentase tertinggi contoh melakukan praktek gizi
berada pada kategori sedang. Persentase praktek gizi dengan kategori baik pada
contoh yang tinggal di desa lebih tinggi dibanding contoh yang tinggal di kota.
Hal ini di tunjukkan oleh hasil uji t bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara contoh yang tinggal di kota dan desa.
Sebesar 13,7 persen contoh melakukan praktek gizi dengan kategori
kurang. Praktek gizi kurang pada contoh putus sekolah di kota lebih tinggi
dibanding contoh bersekolah. Hal ini diduga karena rendahnya pendidikan dan
pengetahuan contoh tentang gizi yang dapat mempengaruhi praktek gizi contoh.
Tabel 52 Sebaran tingkat praktek gizi contoh
Kota Desa Total Total
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah Kota Desa Praktek
Gizi
n % n % n % n % n % n % n % n %
Kurang 17 12 20 19 21 17 5 5 38 14 25 12 37 15 26 12
Sedang 110 76 77 74 82 69 79 76 192 73 156 75 187 75 161 72
Baik 18 12 7 7 16 13 20 19 34 13 27 13 25 10 36 16
Total 145 100 104 100 119 100 104 100 264 100 208 100 249 100 223 100
Tabel 53 menunjukkan rata-rata praktek gizi contoh berdasarkan konsep
gizi seimbang. Secara keseluruhan rata-rata praktek gizi contoh dalam penelitian
ini tergolong sedang (67±11) dari nilai maksimum 100. Praktek gizi contoh
bersekolah lebih tinggi dibanding contoh yang putus sekolah. Hasil uji beda t
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara praktek gizi contoh
bersekolah dengan putus sekolah. Kondisi ini mencerminkan bahwa praktek gizi
pada contoh sekolah lebih baik dibanding contoh yang putus sekolah.
Tabel 53 Rata-rata skor praktek gizi contoh berdasarkan konsep gizi seimbang
Kota Desa Total Total
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah Kota Desa
Konsep Gizi
Seimbang Mean±SD
Pola Makan Seimbang 70±10ª) 66±11b) 61±11ª) 63±11a) 66±12ª) 64±11a) 68±11ª) 62±11b)
Pola Hidup Sehat
71±13ª) 70±13a) 66±16ª) 68±13a) 68±15ª) 69±13a) 70±13ª) 67±14b)
Total 70±11ª) 68±12a) 64±14ª) 65±12a) 67±13ª) 66±12a) 69±12ª) 65±12b)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan
Praktek gizi contoh di kota relatif hampir sama dengan contoh yang
tinggal di desa. Artinya bahwa lokasi tempat tinggal tidak mempengaruhi praktek
gizi contoh. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji beda t, bahwa tidak terdapat
perbedaan praktek gizi contoh yang tinggal di kota dengan di desa.
Berdasarkan dimensi pola makan seimbang, secara keseluruhan rata-rata
praktek contoh tergolong sedang (65±11) dari skor maksimum 100. Praktek pola
makan seimbang pada contoh yang bersekolah relatif hampir sama dengan contoh
putus sekolah. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
signifikan (P<0,1) tentang pola makan seimbang contoh bersekolah dan putus
sekolah. Berdasarkan tempat tinggal, praktek pola makan seimbang pada contoh
di kota lebih besar dengan contoh yang tinggal di desa. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil uji beda t, bahwa terdapat perbedaan yang nyata praktek gizi contoh
yang tinggal di kota dengan di desa.
Rata-rata skor praktek contoh tentang pola hidup sehat tergolong sedang
(69±14) dari skor maksimum 100. Rata-rata skor praktek tentang pola hidup sehat
pada contoh bersekolah relatif hampir sama dibanding contoh yang putus sekolah.
Hasil uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan praktek pola hidup sehat
pada contoh bersekolah dan putus sekolah. Rata-rata praktek pola hidup sehat
contoh yang tinggal di kota lebih tinggi dibanding contoh yang tinggal di desa.
Hasil uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan praktek
tentang pola hidup sehat antara contoh yang tinggal di kota dan di desa.
Tabel 54 menunjukkan rata-rata skor praktek tentang pola makan
seimbang berdasarkan indikator. Dari tabel tersebut terlihat bahwa rata-rata
praktek contoh tertinggi terdapat pada indikator ke dua yaitu menggunakan garam
beriodium. Indikator dengan kategori rendah berturut-turut terdapat pada indikator
tujuh yaitu mengkonsumsi makanan berserat, indikator ke enam yaitu
mengkonsumsi makanan sumber zat besi dan pertama yaitu mengkonsumsi
anekaragam makanan setiap hari.
Tabel 54 Rata-rata skor praktek gizi contoh berdasarkan pola makan seimbang
Kota Desa Total Total
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah Kota Desa Pola Makan
Seimbang Mean±SD
Makan beranekaragam 58±15ª) 58±16a) 52±15ª) 55±14a) 55±15ª) 57±14a) 58±15ª) 53±15 b)
Menggunakan garam iodium
90±23ª) 92±20a) 91±21ª) 88±24a) 91±22ª) 90±23a) 91±22ª) 90±23a)
Setiap hari makan pagi 70±32ª) 68±32a) 70±30ª) 73±31a) 70±31ª) 71±31a) 69±32ª) 72±30a)
Mengkonsumsi makanansumber zat besi
61±18ª) 59±19a) 47±23ª) 55±20 b) 54±22ª) 57±20a) 60±18ª) 51±22 b)
Konsumsi makananberserat 46±21ª) 47±18a) 44±17ª) 46±20a) 45±19ª) 47±19a) 46±20ª) 45±19a)
Konsumsi karbohidrat secukupnya
70±23ª) 71±21a) 69±24ª) 66±19a) 69±24ª) 68±20a) 70±22ª) 67±22a)
Batasi konsumsi fast food
76±26ª) 69±3 b) 56±29ª) 54±30a) 67±29ª) 61±31b) 73±28ª) 55±30b)
Snacking secukupnya
71±23ª) 65±26b) 67±22ª) 68±25a) 69±22ª) 66±26a) 68±25ª) 67±23a)
Mengkonsumsi makanan yg aman
79±25ª) 67±28b) 55±32ª) 58±30a) 68±31ª) 62±29b) 74±27ª) 56±31b)
Baca label setiap membeli maka-nan dikemas
80±25ª) 71±29b) 66±32ª) 67±33a) 74±29ª) 69±31ª) 76±27ª) 67±33b)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan
Rata-rata rumahtangga contoh yang menggunakan garam beriodium
adalah 90±22 dari skor maksimum 100. Rata-rata menggunakan garam iodium di
rumah pada contoh sekolah dan putus sekolah serta yang tinggal di kota maupun
desa relatif sama. Hasil uji t menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata
(p<0,1) antara kelompok. Persentase contoh yang menggunakan garam iodium
dalam penelitian ini lebih tinggi dibanding hasil Survei Nasional tentang rumah
tangga yang mengkonsumsi garam beriodium >30 pp tahun 2003 sebesar 73,2
persen (Depkes 2003a). Hal ini diduga lokasi penelitian termasuk daerah yang
telah mengkonsumsi garam iodium >90 persen karena angka persentase konsumsi
garam beriodium cukup bervariasi antar wilayah kabupaten, mulai dari <40%
sampai yang sudah >90% rumah tangga menkonsumsi garam beriodium (Depkes
2003a).
Makanan berserat diperoleh dari konsumsi sayur dan buah-buahan. Rata-
rata konsumsi serat pada contoh sekolah dan putus sekolah serta yang tinggal di
kota maupun di desa sangat rendah. Berdasarkan uji beda t, tidak terdapat
perbedaan yang nyata (P<0,1) konsumsi serat untuk semua kelompok.
Berdasarkan Tabel 55 terlihat bahwa konsumsi sayur dan buah paling
banyak yang dilakukan oleh contoh adalah 1-2 porsi. Menurut WHO (2004),
dianjurkan untuk mengkonsumsi sayur dan buah ≥5 porsi sehari. Berdasarkan
anjuran tersebut, hanya 4,5 persen contoh yang mengkonsumsi sayur dan buah ≥5
porsi sehari, dimana persentase terbesar pada contoh sekolah yang tinggal dikota
dan persentase terkecil pada contoh tidak sekolah yang tinggal di desa. Sebesar
21,4 persen contoh mengkonsumsi sayur dan buah sebanyak 3-4 porsi sehari.
Konsumsi sayur dan buah sebanyak ≥5 porsi sehari untuk contoh laki-laki relatif
sama dengan contoh perempuan
Tabel 55 Konsumsi sayur dan buah berdasarkan jenis kelamin
Laki-laki Perempuan Konsumsi sayur dan buah
n % n %
> 5 porsi 11 4,9 11 4,5 3-4 porsi 57 25,3 52 21,1 1-2 posi 111 49,3 132 53,4 Kadang-kadang 23 10,2 36 14,6 Tidak makan 23 10,2 16 6,5
Jumlah 225 100 247 100
Konsumsi sayur dan buah 3-4 porsi contoh laki-laki lebih tinggi dibanding
contoh perempuan dan sebaliknya persentase contoh yang tidak makan sayur dan
buah laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Sebesar 73,9 persen contoh tidak
mengkonsumsi sayur dan buah sesuai dengan kebutuhan, artinya sebagian besar
contoh tidak mengkonsumsi buah dan sayur sesuai dengan anjuran. Hal ini
didukung oleh Cavadini et al. (2000) yang melakukan penelitian tentang trend
konsumsi makanan remaja Amerika dari tahun 1965-1996 dan menemukan bahwa
terdapat kecendrungan menurunnya konsumsi makanan berserat. Konsumsi buah
menurun terutama untuk buah segar dan buah yang mengandung serat dan
meningkatnya konsumsi jus terutama jus dalam kaleng yang mengandung serat
rendah.
Rata-rata praktek gizi yang rendah dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengkonsumsi makanan sumber zat besi. Kurang mengkonsumsi makanan
sumber zat besi beresiko mengalami anemia. Sekitar sepertiga remaja dan WUS
menderita anemia gizi besi dan berlanjut pada masa kehamilan (2003b). Resiko
anemia selama remaja menjadi sangat besar ketika seorang wanita menjadi hamil.
Rata-rata skor praktek mengkonsumsi makanan sumber zat besi contoh di
kota adalah 54±21 dan di desa 57±20 dengan skor maksimal 100. Hasil uji t
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p<0,1) konsumsi makanan
sumber zat besi antara contoh yang tinggal di kota dan di desa. Rata-rata praktek
mengkonsumsi makanan sumber zat besi pada contoh sekolah lebih tinggi
dibanding contoh yang putus sekolah. Hasil uji t menunjukkan terdapat perbedaan
yang nyata (p<0,1) konsumsi makanan sumber zat besi antara contoh sekolah dan
putus sekolah.
Tabel 56 menunjukkan persentase contoh mengkonsumsi makanan sumber
zat besi yang dikategorikan cukup atau sesuai kebutuhan, kurang dan jarang.
Persentase terbesar konsumsi zat besi dengan kategori cukup terdapat pada contoh
putus sekolah di kota. Persentase terbesar konsumsi zat besi dengan kategori
kurang dan jarang terdapat pada contoh putus sekolah yang tinggal di desa.
Muniroh dan Sumarmi (2002) menemukan bahwa salah satu faktor yang
menyebabkan rendahnya status gizi remaja di pedesaan adalah rendahnya tingkat
kecukupan protein sebagai salah satu sumber zat besi dan pengetahuan gizi
remaja.
Tabel 56 Sebaran konsumsi makanan sumber zat besi
Kota Desa
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Konsumsi Makanan
Sumber Zat Besi n % n % n % n %
Sesuai kebutuhan 51 35,2 64 61,5 47 39,5 19 18,3Kurang 86 59,3 34 32,7 59 49,6 68 65,4Jarang 8 5,5 6 5,8 13 10,9 17 16,3
Jumlah 145 100 104 100 119 100 104 100
Rata-rata praktek terendah yang dilakukan contoh adalah mengkonsumsi
anekaragam makanan. Praktek contoh mengkonsumsi makanan yang
beranekaragam dinilai dari skor yang diperoleh apabila setiap hari mengkonsumsi
pangan yang meliputi paling tidak satu jenis dari masing-masing kelompok
pangan berikut : makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah. Berdasarkan hal di
atas, rata-rata contoh yang mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayur dan
buah setiap kali makan adalah 59±15 pada contoh sekolah dan 53±14 pada contoh
putus sekolah. Hasil uji beda t menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,1)
konsumsi anekaragam makanan antara contoh sekolah dan putus sekolah,
sedangkan tempat tinggal tidak ada perbedaan yang nyata.
Berdasarkan persentase mengkonsumsi anekaragam makanan, hampir
separoh contoh kadang-kadang mengkonsumsi anekaragam makanan dan 20,1
persen yang tidak mengkonsumsi anekaragam makanan. Artinya contoh hanya
mengkonsumsi dua atau tiga jenis kelompok pangan. Konsumsi makanan yang
kadang-kadang beranekaragam pada contoh putus sekolah yang tinggal di desa
lebih tinggi dibanding tiga kelompok lainnya (Tabel 57). Demikian juga
persentase terbesar mengkonsumsi makanan yang tidak beragam paling banyak
dilakukan oleh contoh putus sekolah di desa, kemudian contoh bersekolah yang
tinggal di kota. Rendahnya konsumsi makanan yang beranekaragam diduga
berhubungan dengan pendapatan orang tua dan ketersediaan makanan. Artinya
orang tua dengan pendapatan yang tinggi lebih mampu menyediakan makanan
yang beranekaragam dibanding orang tua dengan pendapatan rendah.
Tabel 57 Sebaran konsumsi makanan beranekaragam
Kota Desa Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus Sekolah
Anekaragam makanan
n % n % n % n % Anekaragam makanan 33 22,8 21 20,2 54 21,7 16 13,4
Kadang-kadang 55 37,9 51 49,0 106 42,6 55 46,2 Jarang 57 39,3 32 30,8 89 35,7 48 40,3
Jumlah 145 100 104 100 119 100 104 100
Tabel 58 menunjukkan rata-rata praktek pola hidup sehat berdasarkan
indikator. Rata-rata praktek pola hidup sehat tertinggi dilakukan oleh contoh
adalah indikator 17 yaitu hindari merokok dan minuman beralkohol. Rata-rata
contoh di kota yang tidak merokok lebih tinggi dibanding contoh yang tinggal di
desa. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
praktek tidak merokok antara contoh yang tinggal di kota dengan di desa.
Tabel 58 Rata-rata skor praktek gizi contoh berdasarkan gizi dan gaya hidup
Kota Desa Total Total
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah Kota Desa
Pola Hidup Sehat
Mean±SD Hindari merokok & alkohol
85±21ª) 84±24a) 76±30ª) 77±27a) 81±26ª) 80±26a) 84±22ª) 77±28b)
Bodyimage yang benar 58±24ª) 59±24a) 56±21ª) 59±21a) 57±23ª) 59±23a) 58±24ª) 57±21a)
Tidak skip- ping meal 71±32ª) 68±32a) 70±30ª) 73±31a) 70±31ª) 71±31a) 70±32ª) 72±31a)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan
Berdasarkan status sekolah, rata-rata contoh bersekolah yang tidak merokok
hampir sama dengan contoh putus sekolah. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan praktek tidak merokok pada contoh
bersekolah maupun putus sekolah.
Berdasarkan jenis kelamin, kebiasaan merokok contoh laki-laki lebih tinggi
dibanding contoh perempuan. Sebesar 70,7 persen contoh laki-laki mempunyai
kebiasaan merokok yang terdiri dari 39,1 persen kadang-kadang merokok dan
31,6 persen merokok setiap hari. Hanya sebagian kecil contoh perempuan (4,45%)
yang mempunyai kebiasaan merokok setiap hari, dimana jumlah terbanyak contoh
perempuan yang merokok setiap hari tinggal di desa (Tabel 59).
Tabel 59 Sebaran kebiasaan merokok Kota Desa Total Total
Sekolah Putus Sekolah Sekolah Putus
Sekolah Sekolah Putus Sekolah Kota Desa Merokok
n % n % n % n % n % n % n % n %
Setiap hari 13 9 34 33 13 11 22 21 26 10 56 27 47 19 35 16
Kadang-kadang 39 27 13 13 27 23 28 27 66 25 41 19 52 21 55 25
Tidak Pernah 93 64 57 55 79 66 53 51 172 65 111 53 150 60 133 59
Total 145 100 104 100 119 100 104 100 264 100 208 100 249 100 223 100
Berdasarkan jenis kelamin dan kelompok contoh yang tinggal di kota dan
desa terlihat adanya perbedaan kebiasaan merokok setiap hari antar kelompok.
Contoh laki-laki di desa mempunyai kebiasaan merokok setiap hari yang lebih
tinggi dibanding contoh laki-laki kota. Sebaliknya pada kelompok contoh laki-laki
di kota mempunyai kebiasaan merokok tidak setiap hari atau kadang-kadang yang
lebih tinggi daripada contoh laki-laki di desa. Hasil penelitian ini sama dengan
hasil survei yang dilakukan BPS (2004) tentang Indonesia Young Adult
Reproductive Health Survey bahwa persentase merokok setiap hari contoh laki-
laki desa lebih tinggi dibanding persentase merokok setiap hari contoh laki-laki
kota.
Pada contoh perempuan, 87,9 persen contoh perempuan kota maupun desa
tidak merokok. Sebagian kecil contoh perempuan di desa (9,7%) dan 1,56 persen
contoh perempuan di kota merokok setiap hari. Hal yang sama ditemukan BPS
(2004) bahwa hanya 1,1 persen remaja perempuan kota maupun desa yang
merokok setiap hari.
Berdasarkan status sekolah terdapat perbedaan kebiasaan merokok setiap
hari antara kelompok contoh yang bersekolah dengan putus sekolah. Contoh laki-
laki putus sekolah mempunyai kebiasaan merokok setiap hari lebih tinggi
dibanding contoh laki-laki bersekolah. Hasil uji beda t menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata (P<0,1) kebiasaan merokok setiap hari contoh laki-laki
yang putus sekolah dengan bersekolah. Sebaliknya kelompok contoh laki-laki
yang bersekolah (48,2%) mempunyai kebiasaan kadang-kadang merokok yang
lebih tinggi daripada contoh laki-laki putus sekolah (40,9%).
Rata-rata praktek terendah konsep pola hidup sehat yang dilakukan contoh
adalah indikator ke 19 yaitu diet dan persepsi bentuk tubuh. Berdasarkan Tabel 58
rata-rata 58±23 contoh pada penelitian ini pernah melakukan diet seperti
mengurangi jumlah makan, mengurangi frekuensi makan, menggunakan obat
pelangsing atau jamu dan olahraga berlebihan. Rata-rata diet yang pernah
dilakukan contoh sekolah dan putus sekolah relatif sama. Hal yang sama
ditemukan pada contoh yang tinggal di kota maupun di desa. Hasil uji beda t
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P<0,1) antara
kelompok.
Berdasarkan jenis diet yang dilakukan, sebagain besar contoh pernah
melakukan diet lebih dari tiga dari empat cara diet yang ditanyakan, yaitu
mengurangi jumlah makan, mengurangi frekuensi makan, menggunakan obat
pelangsing atau jamu dan olahraga berlebihan. Persentase terbesar contoh yang
melakukan >3 dan 1-2 cara diet terdapat pada contoh putus sekolah yang tinggal
di kota dan sekolah di kota. Perhatian terhadap bentuk tubuh merupakan
perkembangan normal remaja, namun pengaruh budaya dan iklan dari berbagai
media masa yang menekankan bentuk tubuh remaja putri adalah kurus mendorong
remaja untuk melakukan diet (Cavadini, 2000).
Diet lebih banyak dilakukan oleh remaja putri karena dorongan ingin
mempunyai berat badan normal atau merasa mempunyai badan yang gemuk
(Daniel et al. ; Cavadini et al. 2000). Pada penelitian yang dilakukan Daniel et al.
(1998) pada remaja mengemukakan bahwa sebesar 9,7 persen remaja putri dan 4
persen remaja putra menggunakan obat pencahar dan memuntahkan kembali
makanan dilakukan remaja putri karena merasa badannya gemuk. Akibat
melakukan diet pada masa remaja adalah tidak cukupnya makanan yang
dikonsumsi untuk pertumbuhan dan yang lebih penting mempunyai dampak pada
kesehatan terutama untuk pemenuhan zat gizi mikro seperti kalsium, besi dan
folat. Hasil yang sama ditemui pada penelitian ini, contoh perempuan lebih
banyak melakukan diet daripada contoh laki-laki.
Tabel 60 menunjukkan rata-rata skor pengetahuan, sikap dan praktek gizi
contoh. Tabel tersebut memberikan gambaran bahwa rata-rata skor pengetahuan
gizi contoh yang tinggi tidak mencerminkan rata-rata skor sikap dan praktek gizi
tinggi.
Tabel 60 Rata-rata pengetahuan, sikap dan praktek gizi contoh
Pengetahuan
Sikap
Praktek Pola Makan Seimbang
Mean±SD 1. Makan beranekaragam 41±49 73±26 56±15 2. Menggunakan garam beriodium 61±35 - 90±22 3. Memberikan ASI saja pada bayi sampai
umur 6 bulan 87±33 - -
4. Setiap hari makan pagi 63±31 87±22 70±31 5. Hubungan gizi dan kesehatan reproduksi 68±36 72±24 - 6. Mengkonsumsi makanan sumber zat besi 56±29 - 56±21 7. Konsumsi makanan berserat 42±37 88±20 46±19 8. Konsumsi makanan sumber kalsium 88±31 - - 9. Makanan sumber karbohidrat secukupnya 50±34 - 69±22 10. Batasi konsumsi lemak dan minyak 49±34 - - 11 Konsumsi Fast Food 92±27 65±24 64±30 12. Makan selingan secukupnya 79±41 - 68±24 13. Minum air bersih 8 gelas sehari 75±31 85±24 - 14. Mengkonsumsi makanan yang aman 60±48 78±28 66±30 15. Baca label setiap membeli makanan yang
dikemas 75±31 85±24 72±30
16. Melakukan aktivitas fisik secara teratur 78±41 90±20 - 17. Hindari rokok dan minuman beralkohol 51±31 89±21 81±26 18. Memantau berat badan secara teratur 18±38 67±29 - 19. Body Image benar 71±24 77±17 58±23 20. Tidak melakukan Skipping meal 76±42 86±24 70±31
Pada indikator tentang batasi konsumsi fast food, rata-rata pengetahuan
contoh tentang indikator tersebut tergolong tinggi. Namun sikap dan praktek
contoh tentang membatasi konsumsi fast food tergolong sedang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sediaoetama (2000), bahwa tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang
menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari
makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi yang tidak mendukung sikap dan
praktek memilih makanan yang sehat disebabkan karena kurang mampunya
seseorang menerjemahkan pengetahuan gizi yang dimiliki dalam bentuk praktek
pemilihanan makanan yang sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Begitu juga, rata-rata skor pengetahuan contoh yang rendah ternyata
memiliki rata-rata sikap yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada indikator pertama
tentang makan anekaragam makanan. Rata-rata skor pengetahuan contoh
tergolong rendah yaitu 41±49, namun sikap contoh terhadap anekaragam makanan
tergolong sedang meskipun praktek contoh dalam mengkonsumsi anekaragam
makanan rendah. Azwar (1999) menjelaskan bahwa meskipun pengetahuan gizi
remaja rendah sebelum intervensi, namun sikap dan kesadaran remaja untuk
belajar tentang praktek makan yang sehat bisa saja sangat tinggi.
Berdasarkan analisis pengetahuan, sikap dan praktek gizi terlihat bahwa
tingkat pengetahuan dan praktek gizi contoh berada pada kategori sedang dan
sikap terhadap gizi berada pada kategori baik. Selain itu, analisis pengetahuan,
sikap dan praktek gizi dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman contoh
terhadap alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi. Pemahaman contoh
terhadap item-item yang terkandung dalam sebuah alat ukur sangat penting untuk
mengetahui kualitas dari sebuah alat ukur (Djaali & Muljono 2004).
Pemahaman Contoh terhadap Item-item Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi
Pemahaman contoh terhadap item-item atau pertanyaan-pertanyaan yang
terdapat pada alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi ditunjukkan dengan
kemampuan contoh memahami dan menjawab atau mengisi setiap pertanyaan.
Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi
dengan 60 item. Tabel 61 menunjukkan sebaran pemahaman contoh tentang
pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam alat ukur pengetahuan, sikap dan
praktek gizi pada remaja. Hampir semua contoh (91,3%) menjawab atau mengisi
setiap pertanyaan pengetahuan gizi, sedangkan pernyataan sikap dan pertanyaan
praktek gizi dijawab oleh semua contoh. Hal ini membuktikan bahwa pertanyaan-
pertanyaan atau item-item yang terdapat dalam alat ukur pengetahuan, sikap dan
praktek gizi dapat dipahami oleh remaja dengan latar belakang yang beragam.
Tabel 61 Sebaran pemahaman contoh tentang pertanyaan pengetahuan, sikap dan praktek gizi
Menjawab Tidak Menjawab Variabel
n % n %
Pengetahuan 431 91,3 41 8,7
Sikap 472 100 0 0
Praktek 472 100 0 0
Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi pada Remaja
Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali
kandungan gizi makanan serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh (Camire &
Dougherty 2005). Pengetahuan gizi ini mencakup proses kognitif yang dibutuhkan
untuk menggabungkan informasi gizi dengan perilaku makan, agar struktur
pengetahuan yang baik tentang gizi dan kesehatan dapat dikembangkan.
Sikap adalah kecendrungan seseorang untuk bertingkah laku tertentu
dalam menghadapi suatu rangsangan. Misalnya seseorang yang mempunyai sikap
positif terhadap makanan yang pedas, akan selalu memilih atau membeli makanan
yang pedas setiap kali menemui makanan pedas. Sebaliknya orang bersikap
negatif terhadap makanan pedas selalu akan menghindar kalau menjumpai
makanan pedas.
Praktek adalah respon seseorang terhadap suatu ransangan (stimulus)
(Notoatmodjo 1997). Winkel (1996) menjelaskan bahwa sikap biasanya
memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku. Sikap yang positif akan
menumbuhkan perilaku yang positif dan sikap yang negatif menumbuhkan
perilaku yang negatif. Melalui proses belajar akan diperoleh pengalaman yang
nantinya dapat membentuk sikap. Kemudian sikap akan dicerminkan dalam
bentuk praktek yang sesuai dengan yang diharapkan.
Depkes (1997) mengemukakan bahwa perilaku seseorang terhadap gizi
terdiri dari pengetahuan tentang gizi, keyakinan atau sikap tentang manfaat gizi,
serta tindakan-tindakan yang dilakukan dalam memilih dan mengkonsumsi
makanan yang dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya setempat. Tabel 62
menunjukkan bahwa persentase terbesar contoh yang mempunyai sikap positif
terhadap gizi terdapat pada contoh dengan tingkat pengetahuan sedang.
Pengetahuan gizi yang baik diharapkan dapat menimbulkan kesadaran akan
pentingnya pemenuhan zat gizi pada masa remaja sehingga mempengaruhi
pemilihan dan konsumsi makanan yang sehat dan tercapainya status gizi baik pada
remaja (Roininen 2001).
Tabel 62 Sebaran pengetahuan dan sikap terhadap gizi
Sikap Positif Negatif
Pengetahuan
n % n % Kurang 33 13,5 45 19,8 Sedang 172 70,2 153 67,4
Baik 40 16,3 29 12,8 Total 245 100 227 100
Tabel 63 menunjukkan bahwa persentase terbesar contoh dengan
pengetahuan gizi kurang (17,9%) ternyata mempunyai praktek gizi pada kategori
kurang. Persentase terbesar contoh dengan pengetahuan gizi sedang ternyata
persentase terbesar melakukan praktek gizi dengan kategori sedang. Demikian
juga contoh yang memiliki pengetahuan baik, persentase terbesar melakukan
praktek gizi pada kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
contoh mempengaruhi praktek gizi contoh, semakin baik pengetahuan gizi
semakin baik pula praktek gizi yang dilakukan. Seseorang yang memiliki
pengetahuan gizi dengan kategori baik dapat memilih makanan yang sehat 25 kali
lebih baik dibanding individu dengan pengetahuan rendah (Roininen 2001).
Tabel 63 Sebaran pengetahuan dan praktek gizi contoh
Praktek Kurang Sedang Baik Jumlah
Pengetahuan n % n % n % n %
Kurang 14 17,9 42 12,9 7 10,1 63 13,4Sedang 56 71,8 242 74,5 50 72,5 348 73,7
Baik 8 10,3 41 12,6 12 17,4 61 12,9Jumlah 63 100 348 100 61 100 472 100
Tabel 64 menunjukkan sebaran praktek dan sikap gizi contoh. Persentase
terbesar contoh yang melakukan praktek gizi baik mempunyai persentase sikap
positif yang lebih besar dibanding sikap negatif. Namun sebaliknya, persentase
terbesar contoh dengan praktek gizi kurang (15,6%) ternyata mempunyai sikap
positif lebih banyak dibanding sikap negatif. Demikian juga persentase terbesar
contoh dengan praktek gizi sedang mempunyai persentase terbesar sikap gizi
negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat praktek gizi contoh tidak selalu
mencerminkan sikap yang baik.
Tabel 64 Sebaran praktek dan sikap terhadap gizi
Sikap Negatif Positif Jumlah Praktek
n % n % n % Kurang 24 10,8 39 15,6 63 13,4Sedang 172 77,5 176 70,4 348 73,7
Baik 26 11,7 35 14,0 61 12,9Jumlah 222 100 250 100 472 100
Tabel 65 menunjukkan hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktek
gizi. Hasil korelasi Person menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat
signifikan antara skor pengetahuan gizi dengan sikap terhadap gizi contoh pada
taraf α 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi contoh
semakin positif sikap terhadap gizi yang dimiliki oleh contoh. Ini memberikan
gambaran tentang pentingnya peningkatan pengetahuan gizi pada remaja yang
menyebabkan terjadinya peningkatan sikap terhadap gizi.
Hasil korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara skor pengetahuan gizi dengan praktek gizi contoh pada
taraf α 0,01. Hal ini memberikan gambaran bahwa semakin tinggi pengetahuan
contoh semakin baik praktek gizi yang dilakukannya. Menurut Soehardjo (1986),
pengetahuan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam masalah kurang
gizi yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan.
Sediaoetama (2000) juga menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku mengkonsumsi makanan dan
menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari
makanan yang dikonsumsi. Wardlaw et al. (1992) menemukan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara pengetahuan gizi dengan konsumsi sayur dan buah
serta hubungan negatif dengan konsumsi lemak hewani, artinya semakin tinggi
pengetahuan gizi remaja semakin tinggi konsumsi sayur dan buah serta semakin
rendah konsumsi lemak hewani.
Hubungan yang sangat signifikan juga ditunjukkan antara sikap dan
praktek pada taraf α 0,01. Hasil uji Korelasi Pearson menemukan bahwa sikap
terhadap gizi berpengaruh positif dan sangat signifikan dengan praktek gizi.
Semakin baik sikap contoh tentang gizi, semakin baik praktek gizi yang dilakukan
contoh.
Tabel 65 Sebaran koefisien korelasi pengetahuan, sikap dan praktek gizi
Variabel Pengetahuan Sikap Praktek
Pengetahuan 1,0
Sikap 0,392** 1,0
Praktek 0,118** 0,184** 1,0