142
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan. Sumberdaya merupakan salah satu aset pembangunan Indonesia yang penting. Sebagai modal dasar pembangunan sumberdaya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya tetapi dengan cara yang tidak merusak, bahkan sebaliknya, cara-cara yang dipergunakan harus dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agar modal dasar tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan lebih lanjut di masa mendatang. Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya. Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik makhluk hidup dengan faktor-faktor alam terdiri dari bermacam-macam keadaan dan hubungan yang secara bersama-sama mewujudkan struktur dasar ekosistem sebagai kesatuan yang mantap, hubungan timbal balik tersebut merupakan mata rantai siklus penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup bagi pembangunan.

HAMPIR FIK 2

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya

alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan. Sumberdaya

merupakan salah satu aset pembangunan Indonesia yang penting. Sebagai modal

dasar pembangunan sumberdaya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya

tetapi dengan cara yang tidak merusak, bahkan sebaliknya, cara-cara yang

dipergunakan harus dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agar

modal dasar tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan lebih lanjut di

masa mendatang. Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal

balik antara makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya.

Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik makhluk hidup

dengan faktor-faktor alam terdiri dari bermacam-macam keadaan dan hubungan

yang secara bersama-sama mewujudkan struktur dasar ekosistem sebagai kesatuan

yang mantap, hubungan timbal balik tersebut merupakan mata rantai siklus

penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup bagi pembangunan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup

adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya, yang akan mempengaruhi alam itu sendiri,

kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup

lain. Artinya bahwa lingkungan hidup merupakan suatu ruang yang dalam

penggunaannya sangat memperhatikan daya dukung suatu wilayah lingkungan

hidup itu sendiri. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan

hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, mahkluk hidup lain, dan

keseimbangan antara keduannya.

Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan mengetahui

kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan

manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup, untuk

mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya dilihat dari keadaan dan

karakteristik lingkungan hidup dan digunakan sebagai faktor pembatas dalam

penentuan daya dukung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup terbagi

menjadi dua komponen yaitu: kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan

kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Dalam hal ini daya dukung

lingkungan hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam oleh

karena itu penentuan lingkungan hidup dilakukan dengan berdasarkan pada tiga

pendekatan, yaitu:

1. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang

2. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan

3. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air

Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut, maka dapat diketahui daya

dukung lahan di suatu wilayah, dalam hal ini wilayah yang di kaji adalah Daerah

Aliran Sungai (DAS). Alokasi pemanfaatan ruang, tentunya sangat penting bagi

manusia karena berkaitan dengan segala kegiatan dan aktivitas yang dilakukan

oleh manusia. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia membutuhkan

ruang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung semua aktivitasnya. Selain itu,

manusia juga membutuhkan lahan yang dapat mendukung perikehidupannya

ditinjau dari segi kuantitas serta kualitasnya. Tanpa adanya lahan, manusia akan

sangat sulit melakukan aktivitasnya.

Untuk mengetahui daya dukung suatu wilayah tidak dapat dibatasi

berdasarkan wilayah administratif, dalam hal ini untuk mengetahui daya dukung

suatu wilayah adalah menggunakan satuan DAS (Daerah Aliran Sungai). DAS

adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan

anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan

air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di

darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah

perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan ( PP no 37 tentang Pengelolaan

DAS, Pasal 1).

Dalam penelitian ini digunakan satuan wilayah DAS sebagai satuan

wilayah penelitian . DAS yang digunakan adalah DAS Balekambang yang

merupakan Daerah Aliran Sungai yang terletak di lereng Gunung Lawu bagian

timur laut yang berada di Kabupaten Magetan. DAS Belekambang sebagian besar

penggunaan lahannya berupa tegalan. Dengan kondisi penggunaan lahan yang

demikian sebagian besar hasil pertaniannya di dominasi oleh produk-produk

palawija seperti halnya kacang, singkong, jagung dan lain sebagainya. Penduduk

di DAS Balekambang mayoritan bermata pencaharian sebagai petani. Kebutuhan

lahan di daerah ini dimungkinkan meningkat dari tahun ketahun seperti halnya

kebanyakan daerah pada umumnya. Kebutuhan lahan yang meningkat ini terjadi

karena pertambahan populasi penduduk yang dapat mengibatkan perubahan

penggunaan lahan seperti halnya dari sawah atau tegalan kepermukiman.

Peningkatan kebutuhan lahan diasumsikan dengan peningkatan kebutuhan beras ,

di satu sisi terjadinya perubahan penggunaan lahan dari sawah atau tegalan

menjadi kawasan permukiman membawa dampak terjadinya penurunan produksi

beras.

Dilihat dari kondisi fisiknya, penggunaan lahan di DAS Balekambang di

dominasi oleh tegalan hal ini dibuktikan dengan presentase besarnya penggunaan

lahan tegalan yang besarnya ± 68 % dari seluruh luas penggunaan lahan yang ada

di DAS tersebut. Pada musim penghujan pertanian padi masih memungkinkan

untuk dilakukan, namun pada musim kemarau di dominasi oleh tanam palawija

seperti halnya ketela pohon, jagung, dan kacang-kacanagan. Hal ini terjadi karena

kondisi air di daerah ini cukup sulit ketika kemarsu melanda. Dengan kondisi

tanaman yang demikian, wilayah ini sangat besar resikonya terkena gejala-gejala

degradasi lahan seperti halnya erosi dan sedimentasi karena dominasi

tanamannya kurang dapat menhambat laju erosi dan cenderung mudah merusak

struktur tanah.

Gejala degradasi lahan yang terjadi di DAS Balekambang jika tidak segera

ditangani akan menimbulkan terjadinya kerusakan lingkungan ekosistem yang

berpengaruh terhadap produktivitas lahan sehingga daya dukung lahan terlampaui.

Berkaitan dengan peningkatan kebutuhan lahan penduduk yang tidak diimbangi

dengan ketersediaan dan kebutuhan lahan maka akan mempengaruhi daya

dukung lahan di DAS Balekambang .

Selain diukur dari ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan, daya dukung

lahan di DAS Balekambang juga dapat dinilai dengan cara analisis kemampuan

lahan seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Penentuan daya dukung lahan

berdasarkan kemampuan lahan di DAS Balekambang ini nantinya dilakukan

dengan mengukur dan mengidentifikasi berbagai parameter yang digunakan

sebagai tolok ukur dalam penentuan kemampuan lahan yang ada di suatu wilayah

seperti halnya kemiringan lereng , tingkat bahaya erosi dan lain sebagainya. Hasil

pengukuran daya dukung berdasarkan kempuan lahan, nantinya dapat digunakan

sebagai panduan dalam menganalisis apakah penggunaan lahan di wilayah

tersebut sudah optimal atau belum sesuai dengan kemampuan lahannya. Jika di

wilayah DAS Balekambang memiliki kemampuan lahan tinggi sedangkan

produktivitasnya rendah maka pada lahan tersebut perlu dilakukan usaha-usaha

peningkatan produktivitas lahan agar hasilnya optimal sesuai dengan kemampuan

lahannya. Namun sebaliknya, untuk lahan yang mempunyai kemampuan lahan

rendah jangan sampai kegiatan produksinya melebihi kapasitas kemampuan

lahannya karena tentunya hal ini juga akan semakin memperparah gejala

degradasi lahan di wilayah tersebut. Jadi dapat dipastikan pada penelitian ini,

untuk menentukan daya dukung lahan DAS Balekambang digunakan dua macam

metode atau pendekatan. Metode yang pertama adalah metode penentuan daya

dukung lahan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan lahan. Sedangkan pada

penentuan daya dukung yang kedua digunakan metode analisis daya dukung

berdasrkan indeks kemampuan lahan.

Penentuan daya dukung lahan berdasarkan dua metode ini dipilih karena

kemampuan lahan secara rasional akan mempengaruhi besarnya produktivitas

lahan yang ada di daerah tersebut. Penggunaan lahan yang ada harus disesuaikan

dengan kemampuan lahan yang ada, jangan sampai lahan yang mempunyai

kemampuan lahan tinggi mempunyai produktivitas rendah. Itu artinya, kedua

metode diatas nantinya dapat digunakan sebagai salah satu alternative arahan

penggunaan lahan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan apakah

daya dukung berdasarkan kemampuan lahannya sudah sejalan dengan daya

dukung lahannya berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan lahannya. Beberapa hal

diatas melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Daya Dukung Lahan DAS Balekambang Kabupaten Magetan

Tahun 2013.”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana daya dukung DAS Balekambang berdasarkan indeks

kemampuan lahannya?

2. Bagaimana daya dukung DAS Balekambang berdasarkan perbandingan

antara ketersediaan lahan dengan kebutuhan lahannya?

3. Bagaimana arahan pemanfaatan lahan yang optimal di DAS

Balekambang?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui daya dukung DAS Balekambang berdasarkan indeks

kemampuan lahannya.

2. Untuk mengetahui daya dukung DAS Balekambang berdasarkan

perbandingan antara ketersediaan lahan dengan kebutuhan lahannya.

3. Untuk mengetahui arahan pemanfaatan lahan yang optimal di DAS

Balekambang

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Memperkaya cakrawala penelitian dan kontribusi kepustakaan di bidang

Geografi yang berhubungan dengan analisis status daya dukung lahan di

suatu wilayah

2. Manfaat Empiris

Sebagai kontribusi masukan pada instansi terkait, yaitu pemerintah daerah

Kabupaten Magetan di Propinsi Jawa Timur untuk pengembangan lebih

lanjut di DAS Balekambang

3. Manfaat Bagi Pembelajaran

Sebagai sarana bagi mahasiswa untuk dapat memahami tentang

pengukuran dan pencarian data dalam penelitian.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai ( DAS ) merupakan daerah resapan air yang dapat

mengatur system tata air. Secara alami kualitas DAS dipengaruhi oleh faktor

biofisik, iklim, tanah, air, dan vegetasi ( Tan, 1991). Namaun penggunaan lahan

yang berkaitan erat dengan aktifitas manusia menyebabkan keseimbangan

ekosistem DAS terganggu. Eksploitasi DAS menimbulkan masalah 1) banjir

dimusim hujan dan kekeringan dimusim kemarau, 2) penurunan debit air sungai,

3) erosi dan sedimentasi, 4)longsor. Secara factual masalah tersebut telah

menimbulkan penurunan produktivitas lahan dan kekurangan air tanah

Menurut Asdak Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang

secara topografik dibatasi punggung-punggung gunung yang menampung dan

menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai

utama. Daerah aliran sungai secara yuridis formal tertuang dalam Peraturan

Pemeintah No: 33 tahun 1970 tentang perencanaan hutan. Dalam Peraturan

Pemerintah tersebut DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan

sifanya sedemikian rupa sehingga suatu kesatuan dengan sungai dan anak

sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang

berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya, penyimpanan serta pengalirannya

dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan

daerah tersebut.

Dalam Daerah aliran sungai terdapat ekosistem. Ekosistem adalah suatu

sistem ekologi yang terdiri atas komponen yang saling berintegrasi sehingga

membentuk suatu kesatuan (Asdak, 2010:10). Komponen yang dimaksud adalah

komponen biotik dan abiotik. Setiap komponen tersebut tidak dapat berdiri

sendiri, sehingga aktifitas suatu komponen ekosistem akan selalu memberikan

pengaruh pada komponen ekosistem lainnya. Manusia merupakan salah satu

ekosistem biotik yang penting dan dinamis. Dalam menjalankan aktifitasnya

sering mangakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan dan untuk

kemudian mempengaruhi ekosistem secara berurutan.

2. Lahan

a. Pengertian Lahan

Menurut Food And Agricultural Organisation (FAO:1976) lahan diartikan

sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi

serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan

lahan, termasuk didalamnya juga hasil kegiatan manusia dimasa lalu dan

sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil yang

merugikan seperti tanah yang tersalinasi (Arsyad, 2010: 310).

Malingreau dalam Tegawati (1978:18) mendefinisikan bahwa ”lahan

adalah suatu wilayah tertentu yang ada di permukaan bumi khususnya benda

yang menyusun biosfer yang dianggap mempunyai siklus yang berada diatasnya

atau dibawah wilayah tersebut, yang meliputi tanah, batuan induk, topografi, air,

masyarakat, dan binatang berikut akibat dari manusia dimasa sekarang atau masa

yang akan datang yang kesemuanya mempunyai pengaruh yang nyata terhadap

penggunaan lahan.”

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa lahan

merupakan lingkungan fisik yang meliputi geosfer dan berpengaruh terhadap

aktivitas manusia disekitarnya

b. Satuan Lahan

Satuan lahan merupakan kelompok lokasi yang berhubungan yang

mempunayi bentuk lahan tertentu di dalam sistem lahan dan seluruh satuan lahan

yang sama yang tersebar akan mempunyai asosiasi yang sama pula (Sitorus, 1998:

93). Satuan lahan biasanya merupakan hasil tumpang susun (overlay) dari data

penggunaan lahan , data tanah, data lereng, dan data geologi untuk mengetahui

keterkaitan antara keempat data.

3. Penggunaan Lahan

Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutup lahan

(land cover). Perbedaannya, istilah penggunaan lahan biasanya meliputi segala

jenis kenampakan dan sudah dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam

memanfaatkan lahan, sedangkan penutup lahan mencakup segala jenis

kenampakan yang ada di permukaan bumi yang ada pada lahan tertentu. Kedua

istilah ini seringkali digunakan secara rancu.

Penggunaan lahan merupakan akibat dari segala tindakan manusia pada

lahan. Menurut Arsyad (1989: 207) penggunaan lahan (landuse) diartikan sebagai

bentuk campurtangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. (Arsyad,

1989:207)

4. Degradasi Lahan

a. Pengertian Degradasi Lahan

Barrow (1991) mendefinisikan degradasi lahan sebagai hilangnya atau

berkurangnya kegunaan atau potensi kegunaan lahan untuk mendukung

kehidupan. kehilangan atau perubahan kenampakkan tersebut menyebabkan

fungsinya tidak dapat diganti oleh yang lain. Degradasi lahan akan berdampak

baik bagi manusia dan mahluk hidup lainnya. Degradasi lahan akan

mengakibatkan penurunan produktivitas, migrasi, ketidakamanan pangan, bahaya

bagi sumberdaya dan ekosistem dasar, serta kehilangan biodiversitas melalui

perubahan habitat baik pada tingkat spesies maupun genetika. Selain itu degradasi

lahan akan berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang

bergantung pada lahan sebagai sumber penghidupannya berupa meningkatnya

angka kemiskinan. Degradasi lahan adalah proses penurunan proses produktivitas

lahan, baik yang sifatnya sementara maupun tetap

b. Penyebab Degradasi Lahan

Degradasi lahan secara umum disebabkan oleh proses alami dan akibat

aktivitas manusia. Barrow (1991) secara lebih rinci menyatakan bahwa faktor-

faktor utama penyebab degradasi lahan adalah:

a)      Bahaya alami

b)      Perubahan jumlah populasi manusia

c)      Marjinalisasi tanah

d)     Kemiskinan

e)      Status kepemilikan tanah

f)       Ketidakstabilan politik dan masalah administrasi

g)      Kondisi sosial ekonomi

h)      Masalah kesehatan

i)        Praktek pertanian yang tidak tepat, da

j)        Aktifitas pertambangan dan industri.

Degradasi lahan disebabkan oleh 3 (tiga) aspek, yaitu aspek fisik, kimia

dan biologi. Degradasi secara fisik terdiri dari pemadatan, pengerakan,

ketidakseimbangan air, terhalangnya aerasi, aliran permukaan, dan erosi.

Degradasi kimiawi terdiri dari asidifikasi, pengurasan unsur hara, pencucian,

ketidakseimbangan unsur hara dan keracunan, salinisasi, dan alkalinisasi.

Sedangkan degradasi biologis meliputi penurunan karbon organik tanah,

penurunan keanekaragaman hayati tanah, dan penurunan karbon biomasa.

Proses degradasi lahan dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik

secara langsung maupun tidak langsung. Terjadinya kerusakan lahan dapat

menyebabkan tanah menjadi tidak subur sehingga tidak dapat ditanami. Akibatnya

produksi pertanian akan menurun dan biaya produksi akan meningkat karena

perlu penanganan khusus. Jika biaya produksi pertanian tinggi dan hasilnya

menurun berimbas terhadap petani akan merugi. Dampak degradasi lahan juga

dapat terjadi di lingkungan kota maupun desa.

5. Daya Dukung Lingkungan Hidup

a. Pengertian Daya Dukung Lingkungan Hidup

Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup

untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Berdasarkan

ketentuan Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang, Pemerintah harus menyusun rencana tata ruang

wilayah nasional (RTRWN), pemerintah daerah provinsi harus menyusun rencana

tata ruang wilayah provinsi (RTRW provinsi), dan pemerintah daerah kabupaten

harus menyusun rencana tata ruang wilayah kabupaten (RTRW kabupaten),

dengan memperhatikan daya dukung lingkungan hidup.

Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara

mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung

kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup.

Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan

karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan.

Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas

dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai.

b. Pendekatan Daya Dukung Lingkungan Hidup

Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu

kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah

(assimilative capacity). Dalam pedoman ini, telaahan daya dukung lingkungan

hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan

dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air

dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam tergantung

pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan

daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga)

pendekatan. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No.17 Tahun 2009

pendekatan tersebut antara lain:

1. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang

Kemampuan lahan adalah karakteristik lahan yamn mencakup sifat tanah

(fisik dan kimia), topografi, drainase dan kondisi lingkungan lain. Metode

kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang menjelaskan cara mengetahui

alokasi pemanfaatan ruang yang tepat berdasarkan kemampuan lahan untuk

pertanian yang dikategorikan dalam bentuk kelas dan sub kelas. Dengan metode

ini dapat diketahui lahan yang sesuai untuk pertanian, lahan yang harus

dilindungi, dan lahan yang dapat digunakan untuk pemanfaatan lainnya.

2. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan

Metode perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan adalah

untuk mengetahui daya dukung lahan disuatu wilayah dalam keadaan surplus

atau deficit. Keadaan surplus menunjukan bahwa ketersediaan lahan stempat

disuatu wilayah masih dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati di

wilayah tersebut, sedangkan keadaan deficit menunjukan bahwa ketersediaan

lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan produksi hayati

wilayah tersebut.

3. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.

Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air menunjukan cara

perhitungan daya dukung air di suatu wilayah, dengan mempertimbangkan

ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya air bagi penduduk yang hidup di

wilayah itu. Metode ini menunjukan sumberdaya air disuatu wilayah dalm

keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukan bahwa ketersediaan

air di suatu wilayah tercukupi, sedangkan keadaan defisit menunjukan bahwa

wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuha air.

Hasil penentuan daya dukung lingkungan hidup dijadikan acuan dalam

penyusunan rfencana tata ruang wilayah mengingat daya dukung lingkungan

hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah administratif, penerapan

rencana tata ruang harus memperhatikan aspek keterkaitan ekologis, efektivitas,

dan efisiensi pemanfaatan ruang , serta dalam pengelolaannya memperhatikan

kerjasama antar daerah. (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun

2009).

Dalam hal ini, daya dukung lingkungan hidup terbatas pada dua metode

yaitu ketersediaan dan kebutuhan lahan dalam suatu ruang atau wiliyah dan

berdasarkan kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.

c. Daya Dukung Lahan

Menurut Sjechnadarfuddin dan Indrayanti (2005:3), daya dukung lahan

adalah kemampuan tanah,iklim,orgnisme, tanaman (genetik), waktu dan manusia

sebagai pengelola atau tenaga kerja. Daya dukung lahan adalah kemampuan lahan

untuk menghasilkan produk hayati (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI

No.17 Tahun 2009). Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan

antara ketersediaan lahan (SL) dan kebutuhan lahan (DL).

i. Bila SL > DL , daya dukung lahan dinyatakan surplus.

ii. Bila SL < DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui.

6. Daya Dukung Lingkungan Hidup berdasarkan Ketersediaan dan

Kebutuhan Lahan

a. Produktivitas

Produktivitas adalah nilai bobot hasil tanaman per satuan luas dalam kurun

waktu tertentu (Pusat Pengembangan Pendidikan Pertanian, 2006:3).

Produktivitas menurut Mubyarto (1998) adalah perbandingan antara hasil

produksi yang diperoleh dari satu kesatuan input dengan kemampuan lahan.

Produktivtivitas lahan dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut: Produktivitas =

Produktivitas tanaman (yield) ditentukan oleh kemampuan tanaman

berfotosintesis dan pengalokasian sebagian besar hasil fotosintesis ke bagian yang

bernilai ekonomi.

b. Ketersediaan Lahan

Ketersediaan lahan adalah lahan yang tersisa untuk digunakan sebagai

lahan pertanian/perkebunan/perikanan darat setelah semua lahan itu

dimaksimalkan pemanfaatannya. Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data

total produksi aktual setempat dari setiap komoditas di suatu wilayah, dengan

menjumlahkan produk dari semua komoditas yang ada di wilayah tersebut. Untuk

penjumlahan ini digunakan harga sebagai faktor konversi karena setiap komoditas

memiliki satuan yang beragam. Sementara itu, kebutuhan lahan dihitung

berdasarkan kebutuhan hidup layak. Menghitung Ketersediaan (Supply) Lahan

dapat menggunakan rumus berikut ini :

Rumus :

Jumlah Produksi (Ton)

Luas Lahan (Ha)/Tahun

(Sumber: Lamp. Permen. Lingkungan Hidup, No.17: 2009)

Keterangan:

= Ketersediaan lahan (ha)

Pi = Produksi aktual tiap jenis komoditi (satuan tergantungkepada jenis

komoditas). Komoditas yang diperhitungan meliputi pertanian,

perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

Hi = Harga satuan tiap jenis komoditas (Rp/satuan) di tingkat produsen

Hb = Harga satuan beras (Rp/kg) di tingkat produsen

Ptvb = Produktivitas beras (kg/ha)

Dalam penghitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk

menyetarakan produk non beras dengan beras adalah harga.

c. Kebutuhan Lahan

Kebutuhan lahan adalah kebutuhan hidup minimum. Dalam menghitung

Kebutuhan (Demand) Lahan dapat menggunakan rumus berikut ini :

Rumus:

(Sumber: Lamp. Permen. Lingkungan Hidup, No.17: 2009)

Keterangan:

DL = Total kebutuhan lahan setara beras (ha)

N = Jumlah penduduk (orang)

KHLL = Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk.

Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk dengan

ketentuan sebagai berikut:

i. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk

merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktifitas beras

lokal.

ii. Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara

beras/kapita/tahun.

Total Produksi aktual seluruh komoditas setempatKetersediaan Lahan Kebutuhan

Lahan

Populasi Penduduk

Daya Dukung Lahan

Kebutuhan lahan per orang yang diasumsikan setara dengan luas lahan untuk menghasilkan 1 ton setara beras/tahun

iii. Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal, dapat

menggunaan data rata-rata produktivitas beras nasional sebesar 2400

kg/ha/tahun.

Dengan menggunakan metode perhitungan daya dukung lahan

berdasarkan analisis ketersediaan dan kebutuhan lahan, dapat diketahui gambaran

umum apakah daya dukung lahan di suatu wilayah surplus atau defisit. Keadaan

surplus menunjukan bahwa ketersediaan lahan setempat di suatu wilayah masih

dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut, sedangkan

keadaan defisit menunjukan bahwa ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat

memenuhi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut. Penentuan daya

dukung lahan dilakukan dengan membandingkan ketersediaan dan kebutuhan

lahan seperti digambarkan dalam diagram di bawah ini:

(Sumber: Lamp. Permen. Lingkungan Hidup, No.17: 2009)

7. Daya Dukung Lingkungan Hidup berdasarkan Kemampuan Lahan

untuk Alokasi Pemanfaatan Ruang

a. Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah kapasitas suatu lahan untuk berproduksi

(Yudoyo dkk., 2006 ). Kemampuan ini sering diartikan sebagai potensi lahan

untuk penggunaan pertanian secara umum dengan kemampuan produksi dari

tanah tersebut yang didasarkan pada fakta-fakta iklim, drainase dan kemiringan.

Klasifikasi kemampuan lahan merupakan penilaian lahan secara sistematis dan

pengelompokannya kedalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang

merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari

(Arsyad,2006).

Menurut klasifikasi kemampuan lahan dari Arsyad (2006), terdapat

empat kelas (kelas I sampai IV) yang sesuai untuk usaha pertanian tanaman

pangan dan kelas (kelas V sampai VIII) untuk tanaman keras. Pengelompokan di

dalam kelas kemampuan lahan didasarkan atas intensitas faktor penghambat dari

parameter lahan. Lahan dikelompokkan ke dalam delapan kelas kemampuan

lahan yang ditandai dengan huruf romawi dari I sampai VIII. Ancaman

kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas

VIII. Kelas kemampuan lahan mempunyai potensi yang berbeda-beda.

Klasifikasi potensi kelas kemampuan lahan tersebut berdasarkan kriteria sesuai

tidaknya suatu lahan bila dimanfaatkan untuk penggunaan lahan pertanian dan

permukiman. Kelas kemampuan lahan I (tinggi) hingga kelas kemampuan IV

(sedang) merupakan lahan yang dapat diusahakan atau diolah untuk pertanian

dan permukiman. Kelas kemampuan lahan V – VIII (rendah) merupakan lahan-

lahan dengan potensi rendah atau sulit diusahakan untuk pertanian dan

permukiman, dan sebaiknya diusahakan untuk tanaman keras dan atau fungsi

lindung.

Berdasarkan kriteria yang dikemukakan Arsyad (2006) tersebut terdapat

beberapa kendala atau pembatas tingkat kemampuan lahan yang harus dianalisis.

Rayes (2007) mengemukakan 11 faktor pembatas kelas kemampuan lahan yang

berpengaruh terhadap penggunaannya, yaitu lereng permukaan, kepekaan erosi,

tingkat erosi, kedalaman tanah, tekstur lapisan atas, tekstur lapisan bawah,

permeabilitas, drainase, kerikil/batuan, ancaman banjir, dan salinitas.

Kelas kemampuan lahan didasarkan atas tingkat atau intensitas dan

jumlah faktor pembatas atau bahaya kerusakan yang mempengaruhi jenis

penggunaan lahan, resiko kerusakan tanah jika salah kelola, keperluan

pengelolaan tanah, dan resiko kegagalan tanaman. Untuk membantu klasifikasi

diperlukan kriteria yang jelas yang memungkinkan pengelompokan tanah pada

setiap kategori yaitu kelas, sub kelas, dan satuan kemampuan.

b. Indeks Kemampuan Lahan

Kemudian berdasarkan hasil klasifikasi kemampuan lahan, daya dukung

wilayah dianalisis berdasarkan indeks kemampuan lahan wilayah (IKLw) dengan

asusmsi bahwa kemampuan lahan I-IV untuk pengembangan kawasan budidaya

dan kemampuan lahan V-VIII untuk penetapan kawasan lindung. Koefisien

kawasan lindung yang dipakai antara 0,3-0,4 yang memungkinkan suatu wilayah

dapat mengembangkan potensi kawasan budidayanya, namun tetap menjaga

kelestarian fungsi lindungnya , dimana diasumsikan 30% luas wilayah digunakan

sebagai kawasan lindung dan tidak dibudidayakan. Adapun formulasinya adalah

sebagai berikut:

Keterangan:

IKLw : indeks kemampuan lahan wilayah

LWK 1-4 : luas wilayah yang memiliki kemampuan lahan 1-IV

LW : luas wilayah

0,3 : koefisien minimal 30 % fungsi lindung suatu wiayah (untuk

wilayah berkembang), sedangkan untuk wilayah belum

berkembang dapat menggunakan indeks 0,4 atau yang lebih besar

lagi.

Kisaran nilai indeks kemampuan wilayah adalah:

1. Apabila IKLw > 4 berarti bahwa wilayah memiliki kemampuan

mengembangkan potensi lahannya lebih optimal khususnya untuk berbagai

ragam kawasan budidaya, dengan tetap terjaganya keseimbangan lingkungan.

2. Apabila IKLw < 1 berarti bahwa wilayah lebih banyak memiliki fungsi

lindung , khususnya perlindungan terhadap tata air dan gangguan lainseperti

banjir, erosi, sedimentasi serta kekeringan

IKLw = LWk 1-4

0,3 × LW

8. Arahan Pemanfatan Lahan

Luntungan (1998: 12) menjelaskan bahwa arahan fungsi pemanfaatan lahan

merupakan kajian potensi lahan untuk peruntukan suatu kegiatan ke dalam suatu

kawasan tertentu berdasarkan fungsi utamanya. 

Arahan fungsi pemanfaatan lahan juga dapat diartikan sebagai upaya untuk 

menata pemanfaatan lahan pada suatu kawasan sesuai dengan kemampuannya  

Dalam hal ini tujuan dari arahan fungsi pemanfaatan lahan adalah untuk mencapai

keseimbangan antara kemampuan lahan dengan jenis pemanfaatan dan teknologi

yang digunakan sebagai upaya untuk melindungi kelangsungan fungsi dan

manfaat sumberdaya alam di suatu DAS. Artinya apabila penggunaan lahan pada

masing-masing kawasan tidak sesuai dengan fungsi utamanya maka perlu

dilakukan tindakan arahan fungsi pemanfaatan lahan dengan menerapkan tindakan

rehabilitasi lahan dan konservasi tanah secara vegetatif dan mekanik yang

bertujuan untuk mengembalikan dan menjaga fungsi utama kawasannya.

Arahan fungsi pemanfaatan lahan merupakan bagian dari Pola Rehabilitasi

Lahan  dan Konservasi Tanah yang biasanya menggunakan Daerah Aliran Sungai

(DAS) sebagai unit perencanaan sekaligus sebagai unit wilayah kerja kegiatan

rehabilitasi lahan dan konservasi tanah.Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi

Tanah Departemen Kehutanan menetapkan arahan rehabilitasi lahan dan

konservasi tanah untuk masing-masing fungai kawasan lahan sebagai berikut :

Beberapa bentuk kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah

berdasarkan arahan pemanfaatan lahan dapat dijelaskan sebagai berikut : 

a.   Reboisasi dapat diartikan sebagai usaha untuk memulihkan dan

menghutankan kembali tanah yang mengalami kerusakan fisik, kimia maupun

biologi baik secara alami maupun oleh ulah manusia. Reboisasi merupakan

cara yang cocok untuk menurunkan erosi aliran permukaan, terutama jika

dilakukan pada bagian hulu daerah tangkapan air untuk mengatur banjir.

Tanaman yang digunakan biasanya tanaman yang bisa mencegah erosi, baik

secara habitus maupun umur, juga diutamakan tanaman keras yang bernilai

ekonomis, baik kayunya maupun hasil samping lainnya, misalnya getah, akar

dan minyak. Dalam kaitannya dengan usaha konservasi, tanaman yang dipilih

hendaknya mempunyai persyaratan sebagai berikut:

1)  Mempunyai sistem perakaran yang kuat, dalam dan luas, sehingga

membentuk jaringan akar rapat.

2)  Pertumbuhannya cepat, sehingga mampu menutup tanah dalam waktu

singkat.

3)  Mempunyai nilai ekonomis, baik kayunya maupun hasil sampingnya.

4)  Dapat memperbaiki kualitas/kesuburan tanah.

(Suripin, 2004: 113-114)

b.   Perlindungan sungai yaitu penanaman tanaman secara tetap berbentuk jalur

hijau di sepanjang tepi kanan kiri sungai dengan memilih jenis tanaman yang

memenuhi syarat untuk tujuan perlindungan, yaitu tanaman yang mempunyai

perakaran yang banyak dan kuat. Penanaman tanaman perlindungan ini dapat

juga diterapkan untuk perlindungan mataair, danau, waduk, tebing jurang,

lahan gambut dan daerah resapan air.

c.   Hutan rakyat yaitu hutan yang tumbuh atau dikembangkan pada lahan milik

rakyat/adat/ulayat atau lahan-lahan lainnya yang berada di luar kawasan

hutan. (Departemen Kehutanan, 1997: 230)

d.   Wanatani (agroforestry) yaitu manajemen pemanfaatan lahan secara optimal

dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat berperanserta

(Departemen Kehutanan, 1997: 232). Arsyad (1989: 197) menerjemahkan

agroforestry dengan istilah  pertanian hutan. Bentuk usahatani yang dapat

dikategorikan sebagai  pertanian hutan meliputi: kebun pekarangan, talun

kebun, perladangan, tumpangsari, rumput hutan, perikanan hutan dan

pertanaman lorong. 

e.   Perkebunan yaitu lahan yang ditanamai berbagai jenis tanaman tahunan dan

tanaman keras lainnya yang menghasilkan buah-buahan.

f.   Sumbat jurang (gully plug) adalah bangunan pengawet tanah dan air berupa

bendungan kecil, dengan konstruksi terbuat dari urugan tanah dan gebalan

rumput, batu bronjong atau kayu/bambu yang berfungsi untuk menahan

sedimen yang berasal dari erosi parit.  (Departemen Kehutanan, 1997: 230-

231).

g.    Bronjong batu adalah bangunan pengawet tanah berupa kawat bronjong yang

diisi dengan batu atau beton yang dipasang pada tebing sungai terutama pada

alur yang berbentuk kelokan. Bangunan ini berfungsi sebagai penahan tebing

sungai dari daya gerus aliran air sungai.

h.    Saluran pembuangan air adalah bangunan pengawet tanah berupa saluran air

yang pada dinding dan dasar salurannya ditanami rumput yang merayap.

Saluran ini  berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan secara aman tanpa

menimbulkan erosi. (Departemen Kehutanan, 1997: 267).

.      Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan

meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak

tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004: 118). Talud

(riser) harus ditanami rumput-rumputan atau tanaman penutup lain agar

terlindungi dari erosi percikan ataupun erosi permukaan, begitu pula pada

bibir teras (lip) perlu diperkuat dengan tanaman penguat teras. Agar bidang

olah cukup lebar dan agar tidak mudah longsor, teras bangku dibuat pada

lahan kering untuk tanaman semusim dengan kemiringan kurang dari 40%.

(Departemen Kehutanan, 1997: 267).

i. Teras guludan adalah bentuk konservasi tanah dengan membuat guludan yaitu

tumpukan tanah (galengan) yang dibuat memanjang memotong kemiringan

lahan. Fungsi guludan ini adalah untuk menghambat aliran permukaan,

menyimpan air di bagian atasnya dan untuk memotong panjang lereng. Tinggi

tumpukan tanah berkisar antara 25-30 cm dengan lebar dasar 25-30cm.

(Suripin, 2004: 116). Pada lahan yang berlereng curam atau lahan yang peka

terhadap erosi dapat digunakan guludan bersaluran. Pada sistem guludan

bersaluran, di sebelah atas guludan dibuat saluran memanjang mengikuti

guludan.

B. Penelitian yang relevanTabel 1. Penelitian yang relevan

No. Nama Peneliti Judul Tujuan Penelitian Metode/ Teknik Analisis Penelitian

Hasil

1. La Ode Siwi (2004)

Analisis Daya Dukung Lahan Sera Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhinya pada Kawasan DAS Tiworo Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara

Mengetahui besarnya daya dukung lahan pada bagian hulu, tengah dan hilir kawasan DAS Tiworo Kabupaten Muna

Mengetahui posisi kepadatan penduduk sekarang ditinjau dari daya dukung lahan pada bagian hulu, tengah dan hilir kawasan DAS Tiworo

Mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap besarnya daya dukung lahan di kawasan DAS Tiworo

Memaksimumkan produksi tanaman pangan di kawasan DAS Tiworo

Pendekatan kuantitatif menggunakan Analisis Daya Dukung Lahan menggunakan rumus Bayliss-Smith dengan uji Duncan.

Menunjukan adanya perbedaan daya dukung lahan antara kawasan hulu, tengah, dan hilir DAS Tiworo

2. Djanat Prasita (2007)

Analisis Daya Dukung Lingkungan dan Optimalisasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir untuk Pertambakan di Kabupaten Gresik

Mengetahui luas lahan tambak yang sesuai untuk budidaya udang dan bandeng

Menentukan luas lahan tambak yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya

Menentukan luas lahan yang optimal untuk budidaya tambak secara tradisional, semi-intensif, intensif sebagai dasar dalam penyusunan

Metode Survey dengan menggunakan 3 pendekatan analisis daya dukung lingkungan yang meliputi: Analisis regresi Analisis kuantitatif

ketersediaan air di perairan

Metode pembobotan dari kelas

Menunjukan apakah di daerah penelitian luas tambak yang ada melampaui daya dukung lingkungannya

arahan pengelolaan kawasan pertambakan secara berkelanjutan

kesesuaian lahan

3. Azwar Hadi (2009)

Analisis Daya Dukung Lahan Desa Ciarutuen Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor

Mengetahui daya dukung lahan desa Ciaruteun Hilir.

Mengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi daya dukung lahan

Penelitian menggunakan metode survey melalui analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif., melalui perhitungan:

Kebutuhan Kalori

Kebutuhan Fisik Minimum

Kebutuhan Hidup Layak

Menunjukan daya dukung lahan desa Ciaruteun Ilir berdasarkan kebutuhan kalori, kebutuhan fisik minimum, dan kebutuhan hidup beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya

4. Silasa (2008) Kajian Daya Dukung dan Pengunaan Lahan Sub DAS Plilanli Kabupaten Bantul

Mengetahui klasifikasi kemampuan lahan dan daya dukung wilayah.

Mengetahui potensi wilayah yang sesuai dengan daya dukung wilayah

Mengetahui pola penggunaan lahan alternatif pada satuan bentuk lahan dan

Analisis Kemampuan dan Daya Dukung Fungsi Lindung

Penggunaan lahan aktual apakah sesuai atau tidak dengan daya lingkunganSub DAS Plilan Kabupaten Bantul

C. Kerangka Berpikir

DAS Balekambang merupakan DAS yang berada pada 3 wilayah

administrasi kecamatan, yaitu sebagian Kecamatan Kawedanan, sebagian

Kecamatan Poncol, dan sebagian Kecamatan Parang – Kabupaten Magetan.

Kabupaten Magetan terletak di sebelah timur gunung Lawu tepatnya dibagian

lerengnya. Bukan menjadi isu belaka bahwa mayoritas penduduk kabupaten ini

bermata pencaharian di sector primer. Banyak penduduk yang berrmata

pencaharian sebagai petani mulai dari tanaman budidaya hingga tanaman keras.

Tiap tahunnya peningkatan hasil produksi pertanian kabupaten ini secara

signifikan selalu mengalami penambahan. Akibat pengolahan lahan yang

intensive inilah timbul degradasi lahan yang ada di DAS Balekambang( tempat

penelitian). Oleh karena itu tanggung jawab kita bersama untuk melestarikan

lahan kita agar tetap produktif dan terhindar dari ancaman degradasi akibat

berbagai kegiatan pembangunan yang tidak terkendali dan tidak ramah

lingkungan, sehingga nantinya lahan yang akan kita wariskan pada anak cucu kita

masih mempunyai daya dukung yang optimal.

Dengan adanya degradasilahan tersebut maka lambat laun indeks daya dukung

lingkungan tersebut semakin menurun pula. Sehingga kami mengadakan

penelitian mengenai indeks daya dukung lingkungan di DAS Balekambang tahun

2013.

Daerah aliran sungai merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya

terdapat komponen yang saling berinteraksi dan berhubungan atau satu kesatuan

sehingga perlu adanya pemeliharaan DAS yang berkelanjutan. Hal tersebut

dilakukan sebab permasalahan pada DAS akan berdampak pula bagi manusia

sebagai bagian dari daerah tersebut. Ancaman degradasi lahan, penurunan

produktivitas lahan, tekanan penduduk dan penurunan kualitas lingkungan harus

dicegah dan segera ditangani untuk memaksimalkan potensi daya dukung lahan

pada suatu DAS. Daya dukung lahan suatu wilayah dapat dianalisis melaui

pendekatan kemampuan lahan serta ketersedian lahan dan kebutuhan lahan. Agar

pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai dengan kapasitas lingkungan hidup

dan sumber daya, alokasi pemanfaatan ruang harus mengindahkan kemampuan

lahan. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air di

suatu wilayah menentukan keadaan surplus atau defisit dari lahan dan air untuk

mendukung kegiatan pemanfaatan ruang. Hasil penentuan daya dukung

lingkungan hidup dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah.

Mengingat daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas

wilayah administratif, penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan aspek

keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang. Ketersediaan

lahan suatu daerah juga dipengaruhi oleh tingkat produktivitas pertanian.

Produktivitas pertanian dikatakan baik apabila produk hayati yang dihasilkan

mampu memenuhi kebutuhan penduduk. Produk hayati/aktual yang digunakan

diantaranya yaitu produksi pertanian, peternakan, perikanan dan buah-buahan.

Ketersediaan lahan tersebut juga dipengaruhi oleh luas kepemilikan lahan dari

penduduk, harga komoditi dari masing-masing hasil produksi serta harga satuan

beras. Sedangkan kebutuhan lahan dipengaruhi oleh populasi penduduk dan

kebutuhan lahan per orang yang diasumsikan setara dengan luas lahan untuk

menghasilkan 1 ton setara beras per tahun.

Hasil analisis daya dukung diperoleh dari perbandingan antara

ketersediaan lahan dengan kebutuhan lahan di DAS Balekambang, apabila

ketersediaan lahan lebih kecil dari kebutuhan lahan maka daya dukung lahan DAS

adalah defisit, sedangkan apabila ketersediaan lahan lebih besar dari kebutuhan

lahan maka dapat dikatakan daya dukung lahan DAS adalah surplus. Untuk lebih

jelasnya alur pemikiran dapat dilihat dari bagan 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Karangka Pemikiran

Daya Dukung Lingkungan Hidup

Kemampuan Lahan Untuk Alokasi

Pemanfaatan Ruang

Ketersediaan Lahan dan Kabutuhan Lahan

(produktivitas)

Ketersediaan dan Kebutuhan Air

Ketersediaan Lahan Kebutuhan Lahan

Daya Dukung Lahan:SurplusDefisit

Daya Dukung Lahan berdasarkan Indeks

Kemampuaan Lahan

Daya Dukung Lahan DASBalekambang untuk arahan pemanfaatan lahan

yang optimal

Degradasi Lahan

Faktor alam:Bahaya Alami

Faktor Manusia:-Perubahan Jumlah Populasi Manusia- Marginalisasi lahan- Praktek pertanian yang tidak tepat

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di DAS Balekambang yang mencakup tiga

kecamatan, yaitu sebagian kecamatan kawedanan, sebagian kecamatan poncol,

dan sebagian kecamatan parang. Desa yang masuk dalam DAS Balekambang

ialah Desa Banyudono, Desa Pendem, Desa Joketro, Desa Selotinatah, Desa

Ngaglik, Desa Cileng, Desa Plangkrongan, Kelurahan Alastuwo. Secara

geomorfologis DAS Balekambang ini terletak di sebelah timur dari gunung lawu.

Berikut ini peta administrasi DAS Balekambang:

Gambar 2. Peta Administasi DAS Balekambang

B. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama + 5 (lima) hari di lapangan, yang

berlangsung sejak tanggal 17 – 19 Juni 2013. Prosedur penelitian diawali tahap

penulisan proposal penelitian, penyusunan instrumen, pengumpulan data, analisis

data, dan penulisan laporan.

Tabel 2. Rancangan waktu penelitian

No.

Tahun 2013

Bulan

KegiatanApril Mei Juni Juli

1. Penyusunan proposal

2. Penyusunan instrument

3. Pengumpulan data

4. Analisis data

5. Penulisan laporan

C. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan tata cara kerja yang sistematis untuk

memahami objek penelitian dengan melalui prosedur ilmiah untuk mencapai

tujuan penelitian dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar. Untuk

mencapai tujuan penelitian tersebut, maka diperlukan suatu pendekatan.

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan deskriptif spasial,

dengan satuan lahan sebagai satuan analisis. Metode yang digunakan dalam

pengambilan datanya adalah metode survei yang didukung oleh data-data

sekunder. Metode survei ialah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk

mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit atau individu dalam

waktu bersamaan (Tika, 1997: 9).

Penelitian deskriptif ialah penelitian yang dimaksudkan untuk

menyelidiki gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara

fenomena yang diuji atau menyelidiki keadaan, kondisi, peristiwa, kegiatan, dan

lain-lain yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian (Arikunto,

2010: 3). Lebih lanjut dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan produktivitas

pertanian, ketersediaan lahan, dan kebutuhan lahan pada DAS.

Untuk menghampiri atau mendekati masalah dalam geografi digunakan

bermacam-macam pendekatan (approach). Pendekatan yang digunakan antara

lain pendekatan analisa keruangan (spatial analysis), analisa ekologi (ecological

analysis) dan analisa kompleks wilayah (regional complex analysis) (Bintarto dan

Hadisumarno, 1979:13). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan analisa keruangan. Analisa keruangan merupakan pendekatan yang

digunakan untuk mempelajari perbedaan ruang mengenai kondisi permasalahan

yang ada berdasarkan data dari wilayah yang menjadi sasaran. Dalam penelitian

ini, Pendekatan keruangan secara makro menggunakan pendekatan DAS dan

secara mikro menggunakan satuan lahan

D. Jenis dan Sumber Data

Terdapat 2 jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data

primer dan data sekunder (Tika, 2005: 43).

a. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan atau

objek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti.

Tabel 3. Jenis Data Primer

No Data Teknik Pengumpulan Data

1

2

3

4

5

6

7

Data Produksi Padi

Data Produksi Non Padi

Data Satuan Harga Beras

Data Harga Satuan Tiap Jenis Komoditas di Tingkat

Produsen

Luas Lahan

Ancaman Banjir,

Kemampuan Lahan (Lereng Permukaan, Kepekaan

erosi, Tingkat Erosi, Kedalaman Tanah, Tekstur

Lapisan Atas, Tekstur Lapisan Bawah, Permeabilitas,

Drainase, Kerikil/batuan, Garam/ Salinitas)

Wawancara

Wawancara

Wawancara

Wawancara

Wawancara

Wawancara

Observasi

Tabel Sumber data primer yang dibutuhkan dalam penelitian

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan

dilaporkan oleh orang atau instansi diluar diri peneliti sendiri. Walaupun data

yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data yang asli (Tika, 1997: 67).

Dalam penelitian ini data sekunder yang dibutuhkan meliputi:

Tabel 4. Jenis Data Sekunder

No Data Sumber Data

1

2

3

4

5

6

Jumlah Penduduk

Kemiringan lereng, dan ketinggian tempat

Data penggunaan lahan

Data tanah

Data litologi

Data Curah Hujan

BPS Kabupaten Magetan

Peta Lereng DAS Balekambang

Kabupaten Magetan Tahun 2013 Skala

1 : 25000

Peta Penggunaan Lahan DAS

Balekambang Kabupaten Magetan Tahun

2013 Skala 1 : 25000

Peta Tanah DAS Balekambang

Kabupaten Magetan Tahun 2013 Skala

1 : 25000

Peta Geologi DAS Balekambang

Kabupaten Magetan Tahun 2013 Skala

1 : 25000

BMKG Kabupaten Magetan

Tabel Sumber data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian

E. Populasi dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2010 : 173).

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah kondisi fisik lahan dan

produksi pertanian di DAS Balekambang. Penentuan satuan lahan di DAS

Balekambang ditentukan dengan melakukan tumpangsusun (overlay) dari Peta

Geologi, Peta Tanah, Peta Lereng, dan Peta Penggunaan Lahan.

Satuan lahan dipilih sebagai satuan analisis dan pemetaan karena setiap

satuan lahan mencerminkan adanya pengaruh sifat batuan, tanah, lereng, dan

penggunaan lahannya. Satuan lahan digunakan sebagai satuan analisis kondisi

fisik lahan dan produktivitas. Ketersediaan lahan menggunakan satuan analisis

administrasi, sedangkan kemampuan lahan menggunakan satuan analisis satuan

lahan. Satuan analisis kebutuhan lahan menggunakan satuan analisis administrasi,

yaitu dengan mengalikan jumlah penduduk per desa dengan kebutuhan hidup

layak penduduk setara 1 ton/kapita/tahun. Satuan analisis daya dukung lahan

menggunakan satuan administrasi, yaitu dengan membandingkan ketersediaan

lahan dan kebutuhan lahan desa dan diklasifikasikan surplus atau defisit.

2. Teknik Sampling

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010 :

174). Pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan

purposive sampling, yaitu berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang

diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri yang ada dalam

populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Narbuko, Cholid, dan Abu Achmadi,

2008 : 116).

Pengambilan sampel bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai

produktivitas lahan. Sampel yang diambil dianggap memiliki ciri yang mewakili

sehingga sesuai dengan tujuan penelitian, jadi setiap satuan lahan yang memiliki

ciri yang sama diambil salah satu. Sampel pada penelitian ini sejumlah 21 sampel

dengan asumsi pengambilan sampel ini dianggap sudah mewakili. Pengambilan

sampel berdasarkan pada jumlah satuan lahan, yaitu 21 satuan lahan

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah upaya-upaya yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data. Beberapa teknik yang digunakan peneliti

dalam mengumpulkan data sebagai berikut :

a. Observasi Lapangan

Observasi lapangan atau pengamatan langsung di lapangan adalah

observasi yang dilakukan terhadap objek di tempat kejadian atau tempat

berlangsungnya peristiwa sehingga observer berada bersama objek yang diteliti

(Tika, 2005: 44). Tujuannya adalah mencari data-data yang diperlukan sekaligus

untuk mengecek kebenaran atas data-data yang telah didapatkan dengan keadaan

sesungguhnya di lapangan, di antaranya untuk mengetahui karakteristik fisik

tanah berupa solum tanah, kemiringan dan panjang lereng, keadaan batuan, dan

penggunaan lahan eksisting pada tiap satuan lahan serta pengambilan sampel

tanah untuk diuji di laboratorium untuk mengetahui struktur dan tekstur tanah,

permeabilitas dan kandungan bahan organik.

b. Analisis Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data dengan menelaah

segala bentuk catatan atau literatur yang terkait dalam penelitian. Data yang

dikumpulkan dari analisis dokumentasi berupa data tanah, penggunaan lahan,

litologi, kemiringan lereng, dan jumlah penduduk.

c. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya

jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian

(Tika, 2005: 49). Data yang ingin diperoleh dari wawancara adalah untuk

mengetahui besarnya produktivitas lahan dengan bertanya pada petani penggarap

lahan dengan menggunakan daftar wawancara seperti pada lampiran 22 yaitu tabel

quesioner.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Moleong ( 2001 : 103 ) adalah proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan

uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja

seperti yang disarankan oleh data. Dalam penelitian ini data yang diperoleh

diorganisasikan dan dikategorikan menurut satuan lahan.

1. Daya Dukung Lahan Berdasarkan Indeks Kemampuan lahan

a. Indeks Kemampuan lahan

Indeks kemampuan lahan wilayah (IKLw) dengan menggunakan asumsi

kemampuan lahan I – IV untuk pengembangan kawasan budidaya dan

kemampuan lahan V – VIII untuk penetapan kawasan lindung. Koefisien kawasan

lindung yang dipakai antara 0,3 - 0,4 yang memungkinkan suatu wilayah dapat

mengembangkan potensi kawasan budidayanya, namun tetap menjaga kelestarian

fungsi lindungnya , dimana diasumsikan 30% luas wilayah digunakan sebagai

kawasan lindung dan tidak dibudidayakan. Adapun formulasinya adalah sebagai

berikut :

IKLw = LWk 1−40,3 LW

Keterangan:

IKLw : indeks kemampuan lahan wilayah

LWK 1-4 : luas wilayah yang memiliki kemampuan lahan 1-IV

LW : luas wilayah

0,3 : koefisien minimal 30 % fungsi lindung suatu wiayah (untuk

wilayah berkembang), sedangkan untuk wilayah belum

berkembang dapat menggunakan indeks 0,4 atau yang lebih besar

lagi.

Kisaran nilai indeks kemampuan wilayah adalah:

1. Apabila IKLw > 4 berarti bahwa wilayah memiliki kemampuan

mengembangkan potensi lahannya lebih optimal khususnya untuk berbagai

ragam kawasan budidaya, dengan tetap terjaganya keseimbangan lingkungan.

2. Apabila IKLw < 1 berarti bahwa wilayah lebih banyak memiliki fungsi

lindung , khususnya perlindungan terhadap tata air dan gangguan lainseperti

banjir, erosi, sedimentasi serta kekeringan

2. Daya Dukung Lahan Berdasarkan Ketersediaan Dan Kebutuhan Lahan

a. Produktivitas Pertanian

Produktivitas adalah nilai bobot hasil tanaman per satuan luas dalam kurun

waktu tertentu (pusat pengembangan pendidikan pertanian, 2006 : 3).

Produktivitas yang dihitung adalah produktivitas pertanian berupa padi dan

palawija. Dalam menganalisis produktivitas pertanian, diperlukan perhitungan

yang menggunakan rumus sebagai berikut :

Sumber : pusat pengembangan pendidikan pertanian

Produktivitas = jumlah produksi (Ton)

Luas lahan( HaTahun

)

b. Ketersediaan lahan

Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total produksi aktual

setempat setiap komoditas disuatu wilayah, dengan menjumlahkan produk dari

semua komoditas yang ada di wilayah tersebut. Untuk penjumlahan ini digunakan

harga sebagai faktor konversi karena setiap komoditas mempunyai satuan yang

beragam. Rumus untuk menghitung ketersediaan lahan yaitu :

Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun 2009

Keterangan :

SL : ketersediaan lahan ( Ha )

Pi : produktivitas aktual setiap jenis komoditi ( satuan tergantu pada jenis

komoditas )

Hi : harga satuan tiap jenis komoditas ( Rp/ satuan) ditingkat produsen

Hb : harga satuan beras ( Rp ) ditingkat produsen

Ptvb : produktivitas beras ( ton/ Ha )

Dalam perhitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk

menyetarakan produk non-beras dan beras adalah harga.

c. Kebutuhan lahan

Kebutuhan lahan adalah kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan hidup

dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak. Dalam menganalisis kebutuhan

lahan, dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :

Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun 2009

Keterangan :

DL : total kebutuhan lahan setara beras (Ha)

N : jumlah penduduk ( orang )

SL = ∑ (Pi x Hi)Hb

x1

Ptvb

DL = N x KHLL

KHLL : luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per

penduduk

Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk dengan

ketentuan sebagai berikut :

a. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk

merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktivitas beras

lokal.

b. Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara

beras/ kapita/ tahun.

c. Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal dapat

menggunakan data-data produktivitas beras nasional sebesar Rp. 8.000/kg

H. Batasan Operasional

1. Lahan adalah suatu silayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda

pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan, (relief), hidrologi,

populasi tumbuhan, dan hewan, serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan

masa kini, yang bersifat mantap atau mendaur.

2. Kemampuan lahan adalah kapasitas suatu lahan untuk berproduksi (Yudoyo

dkk., 2006 ). Kemampuan ini sering diartikan sebagai potensi lahan untuk

penggunaan pertanian secara umum dengan kemampuan produksi dari tanah

tersebut yang didasarkan pada fakta-fakta iklim, drainase dan kemiringan.

3. Indeks kemampuan lahan adalah perbandingan antara luas wilayah yang

mempunyai kemampuan lahan I-IV dengan luas wilayah keseluruhan(dikali

0,3 sebagai nilai koefisien minimal fungsi lindung suatu wilayah.

4. Produksi adalah pendekatan pada total populasi tanaman per satuan luas.

Produktivitas adalah nilai bobot hasil tanaman per satuan luas dalam kurun

waktu tertentu.

5. Produktivitas lahan adalah kemampuan atau daya dukung lahan tersebut

untuk didapatkan nilai bobot hasil tertinggi per satuan luas dalam satuan

waktu tertentu (Sjechnadarfuddin dan Indrayanti, 2005).

6. Ketersediaan lahan adalah lahan yang tersisa untuk digunakan sebagai lahan

pertanian/perkebunan/perikanan darat setelah semua lahan itu di maksimalkan

pemanfaatannya. Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan produksi aktual

setempat dari semua komoditas yang ada di wilayah tersebut.

7. Kebutuhan lahan adalah kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan lahan

tercemin pada kemungkinan penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan

tertentu.

8. Daya dukung lahan adalah kemampuan tanah, iklim, organisme, tanaman

(genetik), waktu dan manusia sebagai pengelola atau tenaga kerja

(Sjechnadarfuddin dan Indrayanti, 2005).

I. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah penelitian. Untuk

mempermudah keterangannya, maka langkah-langkah tersebut divisualisasikan

dalam bentuk bagan arus (Arikunto, 2010 : 60). Adapun prosedur penelitian ini

adalah :

1. Penulisan Proposal Penelitian

Pada tahap ini penulis membuat susunan kerangka penelitian secara garis

besar. Proposal ini berisi tentang pokok-pokok atau bagian-bagian yang paling

penting dari proses penelitian, berupa pendahuluan, landasan teori, dan metode

penelitian.

Tahap ini meliputi berbagai kegiatan dari penulisan latar belakang

masalah, perumusan masalah, menetapkan tujuan dan manfaat penelitian,

menyusun kajian teori dan kerangka berpikir,serta menentukan metodologi

penelitian.

2. Penulisan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data penelitian (Moleong,

2007 : 168). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman

wawancara. Jenis wawancara dengan menggunakan wawancara terstruktur, yaitu

urutan pertanyaan dan cara penyajiannya sama untuk setiap responden.

3. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara, observasi, dan

analisis dokumen, data yan telah terkumpul kemudian dideskripsikan.

Deskripsi data tersebut merupakan gambaran permasalahan penelitian

yang telah teruji melalui tahapan-tahapan analisis data (reduksi data, sajian data,

dan verivikasi).

4. Analisis Data

Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007:48) mendefinisikan analisis data

adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting

dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada

orang lain. Pada tahap ini peneliti melakukan tahap persiapan analisis data,

tabulasi, dan penerapan data sesuai pendekatan penelitian.

5. Penulisan Laporan Penelitian

Tahap terakhir dari proses penelitian adalah menyusun laporan hasil

penelitian. Laporan tersebut ditulis berdasarkan pedoman penulisan laporan

penelitian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Tahun 2012. Laporan hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat luas.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Letak, Luas, dan Batas

a) Letak

1) Letak Astronomis

DAS Balekambang terletak antara 529659 mT – 539022 mT dan

9145205 mU – 9149954 mU. Berdasarkan interpretasi Peta Rupa Bumi

Lembar 1508 – 141 dan hasil observasi lapangan ketinggian DAS

Balekambang adalah ± 286 – 768 mdpl.

2) Letak Administratif

Secara administratif DAS Balekambang terletak di 3 kecamatan, yaitu:

Kecamatan Ngariboyo, Kecamatan Parang, dan Kecamatan Poncol -

Kabupaten Magetan. Batas DAS Balekambang ialah :

Sebelah utara : DAS Bringin

Sebelah selatan: DAS Bringin

Sebelah timur : DAS Gonggang

Sebelah barat : DAS Gonggang

b) Luas

Luas DAS Balekambang ialah 69.4833 Ha. DAS Balekambang terdiri

dari 8 Desa. Adapun rincian luas wilayah masing-masing desa dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 5. Luas Desa di DAS Balekambang

No. Kecamatan Desa/ KelurahanLuas

m2 Hektar

1 Ngariboyo

Banyudono 190956 19,0956

Pendem 2977200 297,72

Selotinatah 3133858 313,3858

2 ParangJoketro 1971517 197,1517

Ngaglik 2311448 231,1448

3 Poncol

Cileng 2122127 212,2127

Plangkrongan 271860 27,186

Alastuwo 694833 69,4833

Berdasarkan table 5, desa yang paling luas adalah Desa Selotinatah

yaitu 313.3858 Ha dari total luas DAS Balekambang, sedangkan desa yang

memiliki luas wilayah paling sempit ialah Desa Plangkrongan dengan luas

27.186 Ha dari total luas DAS Balekambang. DAS Balekambang terletak di

Kabupaten Magetan, meliputi 2 kecamatan dengan 8 desa. Peta administrasi

DAS Balekambang disajikan pada peta 1.

2. Penggunaan lahan

Berdasarkan interpretasi Peta Rupa Bumi Indonesia, citra Ikonos Google

Earth, dan observasi lapangan, penggunaan lahan DAS Balekambang disajikan

dalam bentuk tabel sebaai berikut :

Tabel 6. Luas Penggunaan lahan DAS Balekambang Tahun 2013

No

.Penggunaan Lahan

Luas

m2 Hektar

1 Kebun 1622247 162,2247

2 Permukiman 1214331 121,4331

3 Tegalan 9304007 930,4007

4 Sawah Tadah Hujan 1450437 145,0437

5 Tanah Kosong 2519 0,2519

6 Semak Belukar 70025 7,0025

Penggunaan lahan DAS Balekambang terdiri dari tegalan, permukiman,

perkebunan, sawah, lahan kosong, dan semak belukar. Tegalan merupakan

penggunaan lahan yang paling dominan, yaitu seluas 930,4007 Ha. Lahan kosong

seluas 0,2519 Ha dan semak belukar merupakan penggunaan lahan yang luasanya

paling kecil dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Sedangkan

penggunaan lahan berupa Permukiman memiliki luas 121,4331 Ha. Peta

penggunaan lahan di DAS Balekambang disajikan pada peta 2.

3. Tanah

Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar

permukiman planet bumi yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki

sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan

induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula

(Darmawijaya, 1990: 9).

Macam tanah yang terdapat pada DAS Balekambang ialah :

a) Latosol Merah Kekuningan (LaMerKekuningan)

Tanah latosol ialah tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan

perkembangan tanah lanjut, sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan

organik dan silika, dengan meninggalkan sesquioxid sebagai sisa berwarna

merah (Kellog, 1949 dalam Darmawijaya 1990: 297). Latosol merah

kekuningan berasal dari bahan induk asam, seperti granit dan gneiss, terletak

di daerah bergelombang sampai pegunungan dengan morfologi plinthite atau

lapisan sesquioxiod yang mencirikan. Luas tanah Latosol merah kekuningan

di DAS Balekambang ialah 1044,102 Ha. Latosol merah kekuningan pada

DAS Balekambang tersebar di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Poncol dan

Kecamatan Parang, meliputi Kelurahan Alastuwo, Desa Plangkorangan, Desa

Cileng, Desa Ngaglik, Desa Selotinatah, dan Desa Joketro.

b) Asosiasi Mediteran Coklat, Kemerahan dan Grumusol Kelabu

(AMCKGruKe)

Tanah mediteran ialah tanah yang berasal dari pelarutan batuan kapur

(Darmawijaya, 1990:309). Luas assosiasi mediteran coklat, kemerahan dan

grumusol kelabu di DAS Balekambang ialah 322,2552 Ha. Tanah Assosiasi

mediteran coklat, kemerahan dan grumusol kelabu tersebar di desa

Banyudono dan Desa Pendem, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan.

Tabel 7. Luas Tanah DAS Balekambang Tahun 2013

No

.Jenis Tanah

Luas

m2 Hektar

1 AMCKGruKe 3222552 322,2552

2LatMerKekuning

an

1044101

5

1044,101

5

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa DAS Balekambang

didominasi oleh tanah Latosol Mediteran Kekuningan (LatMerKekuningan)

seluas 1044,1015 Ha, sedangkan jenis tanah Assosiasi Mediteran Cokelat

Kekuningan dan Grumusol Kelabu (LatMerKekuningan) hanya seluas

322,2552 Ha. Peta jenis tanah DAS Balekambang disajikan pada peta 3.

4. Geologi

Dari hasil interpretasi peta Geologi Lembar 1508 – 1 Ponorogo Skala 1 :

100.000 (Sampurna dan H Samodra, 1997), DAS Balekambang memiliki

kenampakan yang dipengaruhi vulkan lawu tua dan muda. Secara umum

kenampakan geologi adalah bagian utara merupakan Gunung Lawu yang

termasuk dalam jalur gunungapi kuarter yang masih aktif. Berikut disajikan tabel

kondisi geologi DAS Balekambang :

Tabel 8. Kondisi geologi DAS Balekambang

No. GeologiLuas

m2 Hektar

1 Qlla (Lahar Lawu) 1063745 106,3745

2 Qvjt (Tuff Jabolarang) 12599822 1259,9822

Berdasarkan tabel, kondisi geologi DAS Balekambang terdiri dari dua

jenis, yaitu Qlla (lahar lawu) berupa endapan lahar, yang terdiri atas andesit,

basalt, dan sedikit batuapung bercampur dengan pasir gunungapi, membentuk

perbukitan rendah ataupun mengisi dataran kaki gunungapi dengan luas 106,3754

Ha, dan Qvjt (tuff jabolarang) yang memiliki luas 1259,9822 Ha, tersusun dari

tuff lapini dan breksi batuapung, tanah pelapukannya umumnya berupa lanau

lempungan, berwarna coklat kemerahan dan memiliki sifat lunak sampai agak

teguh, plastisitas sedang dengan ketebalan tanah pelapukan 1,5 – 3 meter. Peta

geologi DAS Balekambang disajikan pada peta 4.

5. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang

berjarak horizontal 100 meter yang mempunyai selisih 10 meter membentuk

lereng 10 % sama dengan kecuraman 450 ( Arsyad, 1989: 81).

Berikut klasifikasi kelas lereng menurut Perhutani :

Tabel 9. Klasifikasi kelas lereng menurut Perhutani

NO Kelas Kemiringan Kategori

1 1 0 - 8 % Datar

2 2 > 8 - 15 % Landai

3 3 > 15 – 25% Agak Curam

4 4 > 25 - 45 % Curam

5 5 > 45% Sangat curam

Berdasarkan klasifikasi pada tabel 9, Kemiringan lereng di DAS

Balekambang meliputi seluruh kelas kemiringan lereng yang telah disajikan di

tabel tersebut, yaitu datar (0 – 8%), landai (>8 – 15%). Agak curam (>15 – 25%),

curam (>25 – 45%), dan sangat curam (> 45%). Peta kelas kemiringan lereng

disajikan pada peta 5.

6. Kondisi Penduduk

a. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk

Penduduk merupakan salah satu indikator penting dalam penentuan daya

dukung lahan suatu wilayah karena besarnya penduduk dapat mempengaruhi

kebutuhan lahan. Berikut ini deskripsi kondisi penduduk tiap desa di DAS

Balekambang.

Tabel 10. Jumlah penduduk. Luas dan Kepadatan Penduduk Tiap Desa di DAS

Balekambang Tahun 2012

NO Kecamatan/Desa

Jumlah

Penduduk (Jiwa)

Luas Wilayah

(Km2)

Kepadatan Penduduk

(Jiwa/Km2)

A.

Kecamatan

Ngariboyo

1 Desa Banyudono 2.835 2,37 1.196

2 Desa Pendem 1.655 2,82 586

3 Desa Selotinatah 6.303 10,18 619

B Kecamatan Parang

1 Desa Joketro 3.318 5,88 564

2 Desa Ngaglik 3.838 4,63 829

C Kecamatan Poncol

1 Desa Cileng 3.748 6,02 623

2 Desa Plangkrongan 4.984 7,65 652

3 Kelurahan Alastuwo 4.118 4,99 825

Sumber : Data Monografi Desa Tahun 2012 dan Hasil Pengolahan Peta RBI

Lembar Magetan 1508 – 141 Skala 1 : 25000

Berdasarkan table diatas, jumlah penduduk terbanyak berada di Desa

Selotinatah, yaitu sebanyak 6.303 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah

terdapat di Desa Pendem dengan jumlah penduduk 1.655 jiwa. Desa yang

memiliki tingkat kepadatan penduduk paling tinggi adalah Desa Banyudono

dengan kepadatan 1.196 jiwa/Km2, sedangkan Desa Joketro merupakan desa yang

tingkat kepadatan penduduknya paling rendah, yaitu 564 jiwa/km2.

B. Hasil Penelitian

1. Produktivitas Petanian

Produktivitas pertanian di DAS Balekambang berupa padi, palawija,

peternakan, perkebunan, kehutanan, sayur-sayuran, obat-obatan, dan perikanan.

Dilihat dari faktor topografi DAS Balekambang merupakan daerah yang berlereng

datar sampai sangat curam. Produksi pertanian yang utama adalah padi dan

palawija, karena faktor topografi dinilai sesuai untuk area persawahan. Lain

halnya dengan produksi peternakan, perkebunan, kehutanan, sayur-sayuran, obat-

obatan, dan perikanan yang merupakan tanaman selingan. Penelitian ini mengkaji

tentang produktivitas padi dan palawija berupa jagung, ketela pohon, dan kacang

tanah. Produktivitas dapat diperoleh dari rumus berikut :

Satuan analisis produktivitas pertanian adalah administrasi. Administrasi

disusun dari satuan lahan, yaitu tumpangsusun (overlay) peta tanah, peta geologi,

peta penggunaan lahan, dan peta kemiringan lereng. Satuan lahan bertujuan untuk

mengetahui kualitas fisik lahan dan pengaruhnya terhadap produktivitas pertanian

DAS Balekambang. Kualitas fisik lahan akan tercermin dari banyaknya produksi

yang dihasilkan pada setiap satuan lahan.

Peta satuan lahan sebagai dasar untuk menganalisis produktivitas pertanian

kemudian digabung menjadi satuan administrasi. Ketentuan yang berlaku untuk

menghitung produktivitas padi adalah sebagai berikut :

a. Produktivitas Padi

Produktivitas padi DAS Balekambang dihitung berdasarkan jumlah

produksi padi per tahun dibagi luas lahan,. Ketentuan yang berlaku untuk

menghitung produktivitas padi DAS Balekambang adalah sebagai berikut :

1) Penggunaan lahan sawah di DAS Balekambang berupa sawah tadah hujan,

sehingga dalam setahun padi dipanen satu kali

2) Penghitungan produktivitas padi per satuan lahan kemudian

diakumulasikan menjadi satu unit administrasi desa

3) Produksi padi per satuan lahan adalah rata-rata produksi padi dari satu

satuan lahan

4) Luas lahan yang digunakan adalah luas lahan pada setiap satuan lahan

5) Luas lahan per satuan lahan adalah rata-rata luas lahan dari sejumlah

sampel

6) Sawah bero tidak dihitung produktivitasnya

7) Jika menggunakan sistem tumpangsari, maka luas lahan untuk padi dibagi

sejumlah tanaman yang ditumpangsarikan dengan padi berdasarkan luasan

pada tiap komoditas.

Contoh penghitungan produktivitas padi :

1) Satuan lahan Qlla – MG – II – Pmk

Produktivitas = 2,7 Ton

0,45 Ha /Tahun

= 6,0 Ton/Ha/Tahun

2) Satuan lahan Qvjt – MG – IV – Tg

Produktivitas = 3,5 Ton

0,4 Ha /Tahun

= 8,8 Ton/Ha/Tahun

Penghitungan produktivitas padi selengkapnya disajikan pada lampiran 4

1) Desa Pendem

Desa Pendem terdiri dari 14 satuan lahan. Berdasarkan total penghitungan,

Desa Pendem meiliki total produktivitas padi sebesar 70,7 Ton/Ha/Tahun.

Dari 14 satuan lahan yang ada, satuan lahan Qvjt – LM – I – Sw merupakan

satuan lahan yang memiliki produktivitas paling tinggi dibandingkan satuan

lahan lainnya, yaitu 11,3 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas padi Desa

Pendem disajikan pada tabel berikut :

Tabel 11. Produktivitas Padi Desa Pendem Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qlla-MG-III-Kb 6.0

2 Qlla-MG-II-Sw 3.3

3 Qvjt-LM-V-Tg 6.5

4 Qvjt-LM-I-Pmk -

5 Qvjt-MG-III-Tg 6.3

6 Qvjt-MG-IV-Tg 8.8

7 Qvjt-LM-I-Tg -

8 Qlla-MG-IV-Kb 5.0

9 Qvjt-LM-I-Sw 11.3

10 Qvjt-LM-I-Kb 6.0

11 Qvjt-MG-IV-Kb 3.3

12 Qvjt-MG-IV-Sw 6.0

13 Qvjt-MG-I-Sw 7.5

14 Qvjt-MG-II-Kb 0.7

Jumlah 70,7

Sumber : analisis data lapangan

2) Desa Joketro

Desa Joketro terdiri dari 13 satuan lahan. Berdasarkan total penghitungan,

Desa Joketro meiliki total produktivitas padi sebesar 55,7 Ton/Ha/Tahun.

Satuan lahan yang memiliki tingakt produktivitas paling tinggi adalah satuan

lahan Qvjt – LM – I – Sw, yaitu 11,3 Ton/Ha/Tahun. Kondisi ini sama halnya

dengan kondisi yang terjadi di Desa Pendem. Data produktivitas padi Desa

Joketro disajikan pada tabel berikut :

Tabel 12. Produktivitas Padi Desa Joketro Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qlla-MG-II-Pmk -

2 Qlla-MG-III-Kb 6.0

3 Qvjt-MG-II-Sw 3.3

4 Qvjt-LM-IV-Kb 7.0

5 Qvjt-LM-V-Tg 6.5

6 Qvjt-LM-V-Kb 5.0

7 Qvjt-LM-I-Pmk -

8 Qvjt-LM-I-Tg -

9 Qlla-MG-I-Pmk -

10 Qlla-MG-III-Tg 6.7

11 Qvjt-LM-I-Sw 11.3

12 Qlla-MG-II-Sw 3.3

13 Qvjt-MG-IV-Sw 6.6

Jumlah 55,7

Sumber : analisis data lapangan

3) Desa Ngaglik

Desa Ngaglik terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –

LM – V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I –

Tg. Berdasarkan total penghitungan, Desa Ngaglik meiliki total produktivitas

padi sebesar 18,5 Ton/Ha/Tahun, satuan lahan yang memiliki produktivitas

paling tinggi adalah satuan lahan Qvjt – LM – IV – Kb, yaitu 7,0

Ton/Ha/Tahun sedangkan 2satuan lahan lainnya, yaitu Qvjt – LM – I – Pmk

dan Qvjt – LM – I – Tg tidak memiliki produktivitas padi atau 0 (nol). Data

produktivitas padi Desa Ngaglik disajikan pada tabel berikut :

Tabel 13. Produktivitas Padi Desa Ngaglik Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-LM-IV-Kb 7.0

2 Qvjt-LM-V-Tg 6.5

3 Qvjt-LM-V-Kb 5.0

4 Qvjt-LM-I-Pmk -

5 Qvjt-LM-I-Tg -

Jumlah 18,5

Sumber : analisis data lapangan

4) Desa Selotinatah

Desa Selotinatah terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –

LM – V – Tg, Qvjt – MG – III – Tg, Qvjt – MG – IV – Tg, dan Qvjt – LM – I

– Tg. Berdasarkan total penghitungan, Desa Selotinatah meiliki total

produktivitas padi sebesar 28,6 Ton/Ha/Tahun, dengan satuan lahan Qvjt –

MG – IV – Tg yang memiliki produktivitas padi tertinggi dibandingkan satuan

lahan lainnya, yaitu 8,8 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas padi Desa

Selotinatah disajikan pada tabel berikut :

Tabel 14. Produktivitas Padi Desa Selotinatah Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-LM-IV-Kb 7.0

2 Qvjt-LM-V-Tg 6.5

3 Qvjt-MG-III-Tg 6.3

4 Qvjt-MG-IV-Tg 8.8

5 Qvjt-LM-I-Tg -

Jumlah 28,6

Sumber : analisis data lapangan

5) Desa Cileng

Desa Cileng terdiri dari 6 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt – LM

– V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, Qvjt – LM – I – Tg, dan

Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan, Desa Cileng meiliki total

produktivitas padi sebesar 24,5 Ton/Ha/Tahun. Satuan lahan Qvjt – LM – V –

Tg merupakan satuan lahan yang memiliki tingkat produktivitas pad tertinggi,

yaitu 7,0 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas padi Desa Cileng disajikan pada

tabel berikut :

Tabel 15. Produktivitas Padi Desa Cileng Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-LM-IV-Kb 7.0

2 Qvjt- LM-V-Tg 6.5

3 Qvjt-LM-V-Kb 5.0

4. Qvjt-LM- I-Pmk -

5. Qvjt-LM-I-Tg -

6. Qvjt-LM-I-Kb 6.0

Jumlah 24,5

Sumber : analisis data lapangan

6) Desa Plangkrongan

Desa Plangkrongan terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg, Qvjt

– LM – V – Kb, dan Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan, Desa

Plangkrongan meiliki total produktivitas padi sebesar 17,5 Ton/Ha/Tahun.

Dari ketiga satuan lahan yang ada di Desa Plangkrongan, Satuan lahan Qvjt –

LM – V – Tg merupakan satuan lahan yang memiliki tingkat produktivitas

paling tinggi, yaitu 6,5 Ton/Ha/Tahun sedangkan satuan lahan yang

produktivitasnya paling rendah adalah satuan lahan Qvjt – LM – V – Kb yang

hanya menghasilkan padi 5,0 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas padi Desa

Plangkrongan disajikan pada tabel berikut :

Tabel 16. Produktivitas Padi Desa Plangkrongan Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-LM-V-Tg 6.5

2 Qvjt-LM-V-Kb 5.0

3 Qvjt-LM-I-Kb 6.0

Jumlah 17,5

Sumber : analisis data lapangan

7) Kelurahan Alastuwo

Kelurahan Alastuwo terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg,

Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan,

Kelurahan Alastuwo meiliki total produktivitas padi sebesar 12,5

Ton/Ha/Tahun. Satuan lahan dengan tingkat produktivitas tertinggi adalah

satuan lahan Qvjt – LM – V – Tg, sedangkan satuan lahan Qvjt – LM – I –

Pmk tidak menghasilkan padi. Data produktivitas padi Kelurahan Alastuwo

disajikan pada tabel berikut:

Tabel 17. Produktivitas Padi Kelurahan Alastuwo Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-LM-V-Tg 6.5

2 Qvjt-LM-I-Pmk -

3 Qvjt-LM-I-Kb 6.0

Jumlah 12,5

Sumber : analisis data lapangan

8) Desa Banyudono

Desa Banyudono terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – MG – III – Tg, Qvjt

– MG – IV – Kb, dan Qvjt – MG – II – Sw. Berdasarkan total penghitungan,

Desa Banyudono meiliki total produktivitas padi sebesar 13,3 Ton/Ha/Tahun.

Dari ketiga satuan lahan tersebut, penghasil padi tertinggi adalah satuan lahan

Qvjt – MG – III – Tg, yaitu 6,7 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas padi Desa

Banyudono disajikan pada tabel berikut :

Tabel 18. Produktivitas Padi Desa Banyudono Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-MG-III-Tg 6.7

2 Qlla-MG-IV-Kb 3.3

3 Qlla-MG-II-Sw 3.3

Jumlah 13,3

Sumber : analisis data lapangan

Tingkat produktivitas padi diklasifikasikan ke dalam tiga kelas, yaitu

tinggi, sedang, rendah. Klasifikasi tingkat produktivitas padi dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 19. Tingkat Produktivitas Padi

No Interval (Ton/Tahun/Ha) Tingkat Produktivitas

1. 0 –19,4 Rendah

2. 19,4 – 38,8 Sedang

3. > 38,8 Tinggi

Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka tingkat produktivitas padi disajikan

pada tabel berikut ini :

Tabel 20. Klasifikasi Tingkat Produktivitas Padi DAS Balekambang Tahun

2013

No

.

Kecamata

n

Desa/

Kelurahan

Produktivitas

(Ton/Ha/Tahu

n)

Tingkat

Produktivita

s

1 Ngariboyo

Banyudono 13,3 Rendah

Pendem 70,7 Tinggi

Selotinatah 28,6 Sedang

2 ParangJoketro 55,7 Tinggi

Ngaglik 18,5 Rendah

3 Poncol

Cileng 24,5 Sedang

Plangkronga

n 17,5 Rendah

Alastuwo 12,5 Rendah

Sumber : analisis data lapangan

Berdasarkan hasil klasifikasi produktivitas padi tersebut, maka dapat

disimpulkan produktivitas padi tertinggi terdapat di Desa Pendem yang

menghasilkan 70,7 Ton/Ha/Tahun. Desa lain yang memiliki tingkat produktivitas

padi tinggi adalah Desa Joketro (55,7 Ton/Ha/Tahun), Sedangkan untuk Desa

Selotinatah (28,6Ton/Ha/Tahun), dan Desa Cileng (24,5 Ton/Ha/Tahun) masuk

kedalam kategori sedang. Sedangkan Kelurahan Alastuwo merupakan desa yang

memiliki tingkat produktivitas padi paling rendah dibandingkan desa lainnya,

yaitu 12,5 Ton/Ha/Tahun.Namunselain Kelurahan Alastuwo juga masih banyak

desa lain yang memiliki produktivitas padi rendah diantaranya Desa Banyudono,

Desa Ngaglik, dan Desa Plangkrongan.

Gambar 3 . Salah satu wilayah di Desa Pendem sebagai desa yang memiliki

tingkat produktivitas padi paling tinggi

b. Produktivitas Palawija

Tanaman palawija di DAS Balekambang terdiri dari jagung, ketela pohon,

kacang tanah, kedelai, dan ubi jalar. Dalam oenelitian ini, yang menjadi pokok

pembahasan adalah jagung, ketela pohon, dan kacang tanah, sedangkan

kedelai dan ubi jalar tidak merata tumbuh di DAS Balekambang, melainkan

hanya terdapat di beberapa satuan lahan saja. Perhitungan produktivitas

palawija menggunakan rumus produktivitas, ketentuan yang berlaku untuk

menghitung produktivitas palawija adalah sebagai berikut :

a) Tanaman palawija dipanen satu kali dalam setahun

b) Penanaman palawija dilakukan di area persawahan, tegalan, dan kebun

c) Penghitungan produktivitas palawija dilakukan per satuan lahan kemudian

diakumulasikan menjadi unit administrasi desa

d) Produksi palawija per satuan lahan adalah rata-rata produksi palawija dari

sejumlah sampel

e) Luas lahan yang digunakan adalah luas lahan pada setiap satuan lahan

f) Jika menggunakan menggunakan sistem tumpangsari, maka luas lahan

untuk palawija dibagi sejumlah tanaman yang ditumpangsarikan dengan

tanaman palawija

g) Harga tanaman palawija Rp 2.500,00 dan harga gabah kering Rp 4.000,00

h) Penghitungan produktivitas palawija dengan sistem tumpangsari

menggunakan analisis luas tertimbang, yaitu produktivitas palawija

disetarakan dengan berat beras. Rumus :

Contoh penghitungan produktivitas palawija adalah sebagai berikut :

a. Satuan lahan Qvjt – LM – IV – Kb

Produksi = 0,6 Ton

Luas Lahan = 0,1 Ha

Harga Palawija = Rp 2.500,00

Harga Gabah Jering = Rp 4.000,00

Produktivitas = 0,60,1

x25004000

= 3,75 Ton/Ha/Tahun

Penghitungan produktivitas palawija DAS Balekambang selengkapnya disajikan

pada lampiran 5. Produktivitas palawija DAS Balekambang antara lain sebagai

berikut :

a) Desa Pendem

Desa Pendem terdiri dari 14 satuan lahan. Produktivitas palawija Desa

Pendem sebesar 37,1 Ton/Ha/Tahun. Berikut disajikan tabel produktivitas

palawija Desa Pendem :

Tabel 21. Produktivitas Palawija Desa Pendem Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qlla-MG-III-Kb -

2 Qlla-MG-II-Sw 4,6

3 Qvjt-LM-V-Tg 3,1

4 Qvjt-LM-I-Pmk 3,7

5 Qvjt-MG-III-Tg -

6 Qvjt-MG-IV-Tg 3,1

7 Qvjt-LM-I-Tg 3,1

8 Qlla-MG-IV-Kb 3,5

Produktivitas = Jumlah Produksi (Ton )

Luas Lahan( Ha)x

Harga Jagung(Rp)HargaGabah Kering (Rp)

9 Qvjt-LM-I-Sw -

10 Qvjt-LM-I-Kb 3,5

11 Qvjt-MG-IV-Kb 4,6

12 Qvjt-MG-IV-Sw 3,7

13 Qvjt-MG-I-Sw -

14 Qvjt-MG-II-Kb 4,2

Jumlah 37,1

Sumber : analisis data lapangan

b) Desa Joketro

Desa Joketro terdiri dari 13 satuan lahan. Berdasarkan total penghitungan,

Desa Joketro meiliki total produktivitas palawija sebesar 29,5 Ton/Ha/Tahun.

Satuan lahan yang memiliki tingakt produktivitas paling tinggi adalah satuan

lahan Qlla – MG – II - Sw, yaitu 4,6 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas

palawija Desa Joketro disajikan pada tabel berikut :

Tabel 22. Produktivitas Palawija Desa Joketro Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qlla-MG-II-Pmk -

2 Qlla-MG-III-Kb -

3 Qvjt-MG-II-Sw 3,1

4 Qvjt-LM-IV-Kb 3,7

5 Qvjt-LM-V-Tg 3,1

6 Qvjt-LM-V-Kb 0,4

7 Qvjt-LM-I-Pmk 3,7

8 Qvjt-LM-I-Tg 3,1

9 Qlla-MG-I-Pmk -

10 Qlla-MG-III-Tg 4,1

11 Qvjt-LM-I-Sw -

12 Qlla-MG-II-Sw 4,6

13 Qvjt-MG-IV-Sw 3,7

Jumlah 29,5

Sumber : analisis data lapangan

c) Desa Ngaglik

Desa Ngaglik terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –

LM – V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I –

Tg. Berdasarkan total penghitungan, Desa Ngaglik meiliki total produktivitas

palawija sebesar 14 Ton/Ha/Tahun, satuan lahan yang memiliki produktivitas

paling tinggi adalah satuan lahan Qvjt – LM – IV – Kb, yaitu 3,7

Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas palawija Desa Ngaglik disajikan pada tabel

berikut :

Tabel 23. Produktivitas Palawija Desa Ngaglik Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-LM-IV-Kb 3,7

2 Qvjt-LM-V-Tg 3,1

3 Qvjt-LM-V-Kb 0,4

4 Qvjt-LM-I-Pmk 3,7

5 Qvjt-LM-I-Tg 3,1

Jumlah 14

Sumber : analisis data lapangan

d) Desa Selotinatah

Desa Selotinatah terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –

LM – V – Tg, Qvjt – MG – III - Tg, Qvjt – MG – IV - Tg, dan Qvjt – LM – I

– Tg. Berdasarkan total penghitungan, Desa Selotinatah meiliki total

produktivitas palawija sebesar 13 Ton/Ha/Tahun, dengan satuan lahan Qvjt –

LM – IV – Kb yang memiliki produktivitas padi tertinggi dibandingkan satuan

lahan lainnya, yaitu 3,7 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas palawija Desa

Selotinatah disajikan pada tabel berikut :

Tabel 24. Produktivitas Palawija Desa Selotinatah Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-LM-IV-Kb 3,7

2 Qvjt-LM-V-Tg 3,1

3 Qvjt-MG-III-Tg -

4 Qvjt-MG-IV-Tg 3,1

5 Qvjt-LM-I-Tg 3,1

Jumlah 13

Sumber : analisis data lapangan

e) Desa Cileng

Desa Cileng terdiri dari 6 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt – LM

– V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, Qvjt – LM – I – Tg, dan

Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan, Desa Cileng meiliki total

produktivitas palawija sebesar 17,5 Ton/Ha/Tahun. Satuan lahan Qvjt – LM –

IV – Kb dan Qvjt – LM – I Pmk merupakan satuan lahan yang memiliki

tingkat produktivitas palawija tertinggi, yaitu 3,7 Ton/Ha/Tahun. Data

produktivitas palawija Desa Cileng disajikan pada tabel berikut :

Tabel 25. Produktivitas Palawija Desa Cileng Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-LM-IV-Kb 3,7

2 Qvjt- LM-V-Tg 3,1

3 Qvjt-LM-V-Kb 0,4

4. Qvjt-LM- I-Pmk 3,7

5. Qvjt-LM-I-Tg 3,1

6. Qvjt-LM-I-Kb 3,5

Jumlah 17,5

Sumber : analisis data lapangan

f) Desa Plangkrongan

Desa Plangkrongan terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg, Qvjt

– LM – V – Kb, dan Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan, Desa

Plangkrongan meiliki total produktivitas palawija sebesar 7 Ton/Ha/Tahun.

Dari ketiga satuan lahan yang ada di Desa Plangkrongan, Satuan lahan Qvjt –

LM – I – Kb merupakan satuan lahan yang memiliki tingkat produktivitas

paling tinggi, yaitu 3,5 Ton/Ha/Tahun sedangkan satuan lahan yang

produktivitasnya paling rendah adalah satuan lahan Qvjt – LM – V – Kb yang

hanya menghasilkan padi 0,4 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas palawija

Desa Plangkrongan disajikan pada tabel berikut :

Tabel 26. Produktivitas Palawija Desa PlangkronganTahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-LM-V-Tg 3,1

2 Qvjt-LM-V-Kb 0,4

3 Qvjt-LM-I-Kb 3,5

Jumlah 7

Sumber : analisis data lapangan

g) Kelurahan Alastuwo

Kelurahan Alastuwo terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg,

Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan,

Kelurahan Alastuwo meiliki total produktivitas palawija sebesar 10,3

Ton/Ha/Tahun. Satuan lahan dengan tingkat produktivitas tertinggi adalah

satuan lahan Qvjt – LM – I – Pmk.. Data produktivitas padi Kelurahan

Alastuwo disajikan pada tabel berikut :

Tabel 27. Produktivitas Palawija Kelurahan Alastuwo Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-LM-V-Tg 3,1

2 Qvjt-LM-I-Pmk 3,7

3 Qvjt-LM-I-Kb 3,5

Jumlah 10,3

Sumber : analisis data lapangan

h) Desa Banyudono

Desa Banyudono terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – MG – III - Tg, Qvjt –

MG – IV - Kb, dan Qvjt – MG – II - Sw. Berdasarkan total penghitungan,

Desa Banyudono meiliki total produktivitas palawija sebesar 8,1

Ton/Ha/Tahun. Dari ketiga satuan lahan tersebut, penghasil palawija tertinggi

adalah satuan lahan Qvjt – MG – II – Sw, yaitu 4,6 Ton/Ha/Tahun. Data

produktivitas palawija Desa Banyudono disajikan pada tabel berikut:

Tabel 28. Produktivitas Palawija Desa Banyudono Tahun 2013

No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)

1 Qvjt-MG-III-Tg -

2 Qlla-MG-IV-Kb 3,5

3 Qlla-MG-II-Sw 4,6

Jumlah 8,1

Sumber : analisis data lapangan

Tingkat produktivitas palawija diklasifikasikan ke dalam tiga kelas, yaitu

rendah, sedang, tinggi. Klasifikasi tingkat produktivitas palawija dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 29. Tingkat Produktivitas Palawija

No Interval (Ton/Tahun/Ha) Tingkat Produktivitas

1. 0 – 8,00 Rendah

2. 8,01 – 10,00 Sedang

3. > 10,00 Tinggi

Tabel 29. Tingkat Produktivitas Palawija DAS Balekambang Tahun 2013

Dari klasifikasi tersebut, maka tingkat produktivitas palawija disajikan

pada tabel berikut ini :

No. Kecamatan Desa/ Kelurahan

Produktivitas

(Ton/Ha/Tahun

)

Tingkat

Produktivitas

1 Ngariboyo

Banyudono 8,1 Sedang

Pendem 37,1 Tinggi

Selotinatah 13 Tinggi

2 ParangJoketro 29,5 Tinggi

Ngaglik 14 Tinggi

3 Poncol

Cileng 17,5 Tinggi

Plangkrongan 7 Rendah

Alastuwo 10,3 Tinggi

Gambar 4. Lahan yang ada di Desa Pendem dengan Produktivitas palawija yang

tinggi

Berdasarkan hasil klasifikasi produktivitas palawija tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa mayoritas produktivitas palawija di DAS Balekambang

dikategorikan tinggi. Produktivitas palawija tertinggi terdapat di Desa Pendem

yang menghasilkan 37,1 Ton/Ha/Tahun. Desa lain yang memiliki tingkat

produktivitas tinggi adalah Desa Joketro (29,5 Ton/Ha/Tahun), Desa Cileng (17,5

Ton/Ha/Tahun), dan Desa Ngaglik (14 Ton/Ha/Tahun). Sedangkan Desa

Plangkrongan merupakan desa yang memiliki tingkat produktivitas palawija

paling rendah dibandingkan desa lainnya, yaitu 7 Ton/Ha/Tahun.

2. Ketersediaan Lahan

Ketersediaan lahan berkaitan dengan produktifitas karena ketersediaan

lahan di hitung berdasarkan total produksi tiap komoditas yang terdapat di DAS

Balekambang. Ketersediaan lahan mencerminkan total produksi aktual yang

terdapat di DAS Balekambang. Produksi aktual yang dihasilkan di DAS

Balekambang adalah komoditas pertanian yang meliputi padi dan palawija.

Komoditas palawija di DAS Balekambang antar lain jagung, ketela pohon, kacang

tanah, kedelai, dan ubi jalar. Rumus menghitung ketersediaan lahan :

SL = ∑ ( Pi x Hi )Hb

x1

Ptvb

Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun 2009

Keterangan :

SL : ketersediaan lahan ( Ha )

Pi : produktivitas aktual setiap jenis komoditi ( satuan tergantu pada jenis

komoditas )

Hi : harga satuan tiap jenis komoditas ( Rp/ satuan) ditingkat produsen

Hb : harga satuan beras ( Rp ) ditingkat produsen

Ptvb : produktivitas beras ( ton/ Ha )

Dalam perhitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk

menyetarakan produk non-beras dan beras adalah harga.

Berikut ini contoh perhitungan ketersediaan lahan DAS Balekambang tahun

2013:

a. Satuan Lahan Qlla-MG-II-Pmk

No Satuan Lahan Komoditas (PI) (HI) PI x HI (HB) (PTVB)1

PTVB(SL)

1. Qlla-MG-II-Pmk Padi 2.7 6000 16200 7000 6.0 0.16 0.37

Palawija - - - - - - -

∑ (PI X HI )=16200

HB = Rp 7000,00

Produksi Padi = 2,7

Ptvb = 6,0

SL = 162007000

×1

6,0=0,37

Penghitungan ketersediaan lahan disajikan pada lampiran 6

Dari Perhitungan dengan menggunakan dengan menggunakan rumus

diatas maka hasil ketersediaan lahan tiap satuan lahan akan diakumulasikan sesuai

satuan lahan yang terdapat pada satu desa .

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut:

1) Desa Pendem

Desa Pendem terdiri dari 14 satuan lahan. Ketersediaaan lahan di Desa

Pendem adalah 2,45 Ha. Dari 14 satuan lahan terdapat 2 satuan lahan yang

tidak memiliki ketersediaan lahan, secara umum ketersediaan lahan rendah.

Ketersediaan lahan Desa Pendem disajikan dalam tabel..

Tabel 30. Ketersediaan Lahan Desa Pendem Tahun 2013

No Satuan Lahan Ketersediaan Lahan (Ha)

1 Qlla-MG-III-Kb 0.12

2 Qlla-MG-II-Sw 0.17

3 Qvjt-LM-V-Tg 0.13

4 Qvjt-LM-I-Pmk 0.11

5 Qvjt-MG-III-Tg 0.17

6 Qvjt-MG-IV-Tg 0.25

7 Qvjt-LM-I-Tg 0

8 Qlla-MG-IV-Kb 0.17

9 Qvjt-LM-I-Sw 0.23

10 Qvjt-LM-I-Kb 0.16

11 Qvjt-MG-IV-Kb 0.17

12 Qvjt-MG-IV-Sw 0

13 Qvjt-MG-I-Sw 0.11

14 Qvjt-MG-II-Kb 0.66

Jumlah 2.45

Sumber : analisis data lapangan

2) Desa Joketro

Desa Joketro terdiri dari 13 satuan lahan. Ketersediaan lahan di Desa ini 1,64

Ha dari 13 satuan lahan terdapat 5 satuan lahan yang tidak memiliki

ketersediaan lahan. Ketersediaan lahan Desa Joketro disajikan dalam tabel...

Tabel 31 Ketersediaan Lahan Desa Joketro Tahun 2013

No Satuan Lahan Ketersediaan lahan (Ha)

1 Qlla-MG-II-Pmk 0.37

2 Qlla-MG-III-Kb 0.12

3 Qvjt-MG-II-Sw 0.17

4 Qvjt-LM-IV-Kb 0

5 Qvjt-LM-V-Tg 0.13

6 Qvjt-LM-V-Kb 0

7 Qvjt-LM-I-Pmk 0.11

8 Qvjt-LM-I-Tg 0

9 Qlla-MG-I-Pmk 0.34

10 Qlla-MG-III-Tg 0

11 Qvjt-LM-I-Sw 0.23

12 Qlla-MG-II-Sw 0.17

13 Qvjt-MG-IV-Sw 0

Jumlah 1,64

Sumber : analisis data lapangan

3) Desa Ngaglik

Desa Ngaglik terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –

LM – V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I –

Tg. Desa Ngaglik memiliki ketersediaan lahan seluas 0,37 Ha. Terdapat 2

satuan lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV –

Kb dan Qvjt – LM – I Tg. Data ketersediaan lahan Desa Ngaglik disajikan

pada tabel..

Tabel 32. Ketersediaan Lahan Desa Ngaglik Tahun 2013

No Satuan Lahan Ketersediaan lahan (Ha)

1 Qvjt-LM-IV-Kb 0

2 Qvjt-LM-V-Tg 0.13

3 Qvjt-LM-V-Kb 0.13

4 Qvjt-LM-I-Pmk 0.11

5 Qvjt-LM-I-Tg 0

Jumlah 0,37

Sumber : analisis data lapangan

4) Desa Selotinatah

Desa Selotinatah terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –

LM – V – Tg, Qvjt – MG – III – Tg, Qvjt – MG – IV – Tg, dan Qvjt – LM – I

– Tg. Luas ketersediaan lahan di desa ini adalah 0,37 Ha, terdapat 2 satuan

lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu Qvjt – LM – I – Tg dan

Qvjt – LM – I Tg. Data ketersediaan lahan Desa Selotinatah disajikan pada

tabel berikut :

Tabel 33. Ketersediaan lahan Desa Selotinatah Tahun 2013

No Satuan Lahan Ketersediaan Lahan (Ha)

1 Qvjt-LM-IV-Kb 0

2 Qvjt-LM-V-Tg 0.13

3 Qvjt-MG-III-Tg 0.13

4 Qvjt-MG-IV-Tg 0.11

5 Qvjt-LM-I-Tg 0

Jumlah 0,37

Sumber : analisis data lapangan

5) Desa Cileng

Desa Cileng terdiri dari 6 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt – LM

– V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, Qvjt – LM – I – Tg, dan

Qvjt – LM – I Kb. Luas ketersediaan lahan di desa ini adalah 0,53 Ha, dan

terdapat 2 satuan lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan. Data

ketersediaan lahan Desa Cileng disajikan pada tabel berikut :

Tabel 34. Ketersediaan Lahan Desa Cileng Tahun 2013

No Satuan Lahan Satuan lahan (Ha)

1 Qvjt-LM-IV-Kb 0

2 Qvjt- LM-V-Tg 0.13

3 Qvjt-LM-V-Kb 0.13

4. Qvjt-LM- I-Pmk 0.11

5. Qvjt-LM-I-Tg 0

6. Qvjt-LM-I-Kb 0.16

Jumlah 0,53

Sumber : analisis data lapangan

6) Desa Plangkrongan

Desa Plangkrongan terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg, Qvjt

– LM – V – Kb, dan Qvjt – LM – I Kb. Luas ketersediaan lahan desa ini

adalah 0,42 Ha. Data ketersediaan lahan Desa Plangkrongan disajikan pada

tabel berikut :

Tabel 35. ketersediaan lahan Desa Plangkrongan Tahun 2013

No Satuan Lahan Ketersediaan lahan (Ha)

1 Qvjt-LM-V-Tg 0.13

2 Qvjt-LM-V-Kb 0.13

3 Qvjt-LM-I-Kb 0.16

Jumlah 0.42

Sumber : analisis data lapangan

7) Kelurahan Alastuwo

Kelurahan Alastuwo terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg,

Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I Kb. Luas ketersediaan lahan di desa

ini adalah 0,4 HaData ketersediaan lahan Kelurahan Alastuwo disajikan pada

tabel berikut :

Tabel 36. Ketersediaan lahan Kelurahan Alastuwo Tahun 2013

No Satuan Lahan Ketersedian Lahan (Ha)

1 Qvjt-LM-V-Tg 0.13

2 Qvjt-LM-I-Pmk 0.11

3 Qvjt-LM-I-Kb 0.16

Jumlah 0.4

Sumber : analisis data lapangan

8) Desa Banyudono

Desa Banyudono terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – MG – III – Tg, Qvjt

– MG – IV – Kb, dan Qvjt – MG – II – Sw. Keseluruhan luas ketersediaan

lahan di desa ini adalah 0,51 Ha. Data ketersediaan lahan Desa Banyudono

disajikan pada tabel berikut :

Tabel 37. Ketersediaan Lahan Desa Banyudono Tahun 2013

No Satuan Lahan Ketersediaan lahan (Ha)

1 Qvjt-MG-III-Tg 0.17

2 Qlla-MG-IV-Kb 0.17

3 Qlla-MG-II-Sw 0.17

Jumlah 0.51

Sumber : analisis data lapangan

Berikut ini hasil ketersediaan lahan tiap desa yang ada di DAS Balekambang :

Tabel 37. Ketersediaan Lahan Tiap Desa di DAS Balekambang Tahun 2013

No. Kecamatan Desa/ KelurahanKetersediaan

Lahan (Ha)

1 Ngariboyo

Banyudono 0,51

Pendem 2,45

Selotinatah 0,37

2 ParangJoketro 1,64

Ngaglik 0,37

3 Poncol

Cileng 0,53

Plangkrongan 0,42

Alastuwo 0,4

3. Kebutuhan lahan

Kebutuhan lahan adalah kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan hidup

dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak. Dalam menganalisis kebutuhan

lahan, dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :

Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun 2009

Keterangan :

DL : total kebutuhan lahan setara beras (Ha)

N : jumlah penduduk ( orang )

KHLL : luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per

penduduk

Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk

dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk

merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktivitas

beras lokal.

b. Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara

beras/ kapita/ tahun.

c. Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal dapat

menggunakan data-data produktivitas beras nasional sebesar Rp. 8.000/kg

Ketentuan Umum yang digunakan untuk mengetahui kebutuhan hidup laak

penduduk DAS Balekambang antara lain :

a. Kebutuhan Hidup Layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara beras/

kapita/tahun

b. Produktivitas beras local desa yang terletak di

Kecamatan Poncol menggunakan data rata-rata produktivitas beras local

Kecamatan Poncol yaitu 7,66 ton/ha/tahun

Kecamatan Ngariboyo menggunakan data rata-rata produktivitas beras local

Kecamatan Ngariboyo yaitu 7,146 ton/ha/tahun

DL = N x KHLL

Kecamatan Parang menggunakan data rata-rata produktivitas beras local

Kecamatan Pareng yaitu 5,67 ton/ha/tahun

Penghitungan kebutuhan lahan DAS Balekambang adalah sebagai berikut :

a. Kebutuhan lahan Desa Banyudono

N = 228 jiwa

KHLL = 1Ton

7,146TonHa

/Tahun

DL = N x KHLL

= 228 x 0,139

= 31,629

b. Kebutuhan lahan Desa Pendem

N = 1747 jiwa

KHLL = 1Ton

7,146TonHa

/Tahun

DL = N x KHLL

= 1747 x 0,139

= 242,833

c. Kebutuhan lahan Desa Selotinatah

N = 1940 jiwa

KHLL = 1Ton

7,146TonHa

/Tahun

DL = N x KHLL

= 1940 x 0,139

= 269,66

d. Kebutuhan lahan Desa Joketro

KHLL Kecamatan Ngariboyo = 1 / 7,146 = 0,139

KHLL Kecamatan Poncol = 1 / 7,66 = 0,13

KHLL Kecamatan Parang = 1 / 5,67 = 0,17

N = 1112 jiwa

KHLL = 1Ton

5,67TonHa

/Tahun

DL = N x KHLL

= 1112 x 0,176

= 144,56

e. Kebutuhan lahan Desa Ngaglik

N = 1916 jiwa

KHLL = 1Ton

5,67TonHa

/Tahun

DL = N x KHLL

= 1916 x 0,176

= 249,08

f. Kebutuhan lahan Desa Cileng

N = 1321 jiwa

KHLL = 1Ton

7,66TonHa

/Tahun

DL = N x KHLL

= 1321 x 0,13=171,73

g. Kebutuhan lahan Kelurahan Alastuwo

N = 573 jiwa

KHLL = 1Ton

7,66TonHa

/Tahun

DL = N x KHLL

No

.

Kecamata

n

Desa/

Kelurahan

Jumlah

Penduduk

Produktivitas

Beras Lokal

(Ton/Ha)

Kebutuha

n Hidup

Layak

(Ton)

KHLL DL

1 Ngariboyo Banyudono 228 7,146 1 0,139 31,692

Pendem 1747 7,146 1 0.139 242,833

Selotinatah 1940 7,146 1 0,139 269,66

2 ParangJoketro 1112 5,67 1 0,176 144.56

Ngaglik 1916 5,67 1 0.176 249.08

3 Poncol

Cileng 1321 7,66 1 0,13 171.73

Plangkrongan 117 7,66 1 0,13 15.21

Alastuwo 573 7,66 1 0,13 74.49

Total 1199,255

= 573 x 0,13

= 74,49

Tabel 38. Kebutuhan Lahan DAS Balekambnag Tahun 2013

Sumber : analisis data lapangan

Kebutuhan lahan DAS Balekambang tahun 20013 adalah 119,225 Ha.

Kebutuhan lahan terbesar terletak di Desa Selotinatah yaitu 269,66 Ha. Sedangkan

kebutuhan lahan terkecil adalah Desa Plangkrongan yang hanya membutuhkan

lahan sebesar 15,21 Ha. Kebutuhan lahan dipengaruhi oleh produktivitas beras

lokal, karena terpenuhinya kebutuhan beras penduduk dapat dilihat dari

produktivitas beras lokal itu sendiri. Kebutuhan lahan divisualisasikan dengan

peta kebutuhan lahan yang mencerminkan kebutuhan lahan per desa

menggunakan simbol diagram batang, sehingga dapat diketahui kebutuhan

penduduk paling tinggi dan paling rendah. Peta kebutuhan lahan DAS

Balekambang disajikan pada peta 12.

4. Daya Dukung Lahan berdasarkan Kebutuhan dan Ketersediaan Lahan

di DAS Balekambang

Daya dukung lahan diperoleh dari membandingkan ketersediaan lahan dan

kebutuhan lahan. Cara membandingkan adalah sebagai berikut :

a. Bila SL > DL, daya dukung lahan dinyatakan surplus.

b. Bila SL < DL , daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui

Rincian daya dukung lahan DAS Balekambang Tahun 2013 disajikan pada Tabel

Berikut ini :

Tabel 39. Daya Dukung Lahan Berdasarkan Ketersediaan dan Kebutuhan Lahan

DAS Balekambang Tahun 2013

No

Kecamatan DesaKetersediaan lahan (Ha)

Kebutuhan Lahan (Ha)

Daya Dukung Lahan

1.

Ngariboyo

Banyudono 0,51 31,692 Defisit

2. Pendem 2,45 242,833 Defisit

3. Selotinatah 0,37 269,66 Defisit

4.

Parang

Joketro 1,64 144.56 Defisit

5. Ngaglik 0,37 249.08 Defisit

6.

Poncol

Cileng 0,53 171.73 Defisit

7. Plangkrongan 0,42 15.21 Defisit

8. Alastuwo 0,4 74.49 Defisit

Jumlah 6,69 1199,255

Sumber : Analisis Data Lapangan

Berdasarkan tabel.... dapat diketahui bahwa seluruh desa di DAS

Balekambang mempunyai daya dukung lahan defisit. Hal ini berarti ketersedIaan

lahan di DAS tersebut tidak memenuhi kebutuhan lahan masyarakat setempat.

5. Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah kapasitas suatu lahan untuk berproduksi

(Yudoyo dkk., 2006 ). Kemampuan ini sering diartikan sebagai potensi lahan

untuk penggunaan pertanian secara umum dengan kemampuan produksi dari

tanah tersebut yang didasarkan pada fakta-fakta iklim, drainase dan kemiringan.

Klasifikasi kemampuan lahan merupakan penilaian lahan secara sistematis dan

pengelompokannya kedalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang

merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari

(Arsyad,2006).

Menurut klasifikasi kemampuan lahan dari Arsyad (2006), terdapat empat

kelas (kelas I sampai IV) yang sesuai untuk usaha pertanian tanaman pangan dan

kelas (kelas V sampai VIII) untuk tanaman keras. Pengelompokan di dalam kelas

kemampuan lahan didasarkan atas intensitas faktor penghambat dari parameter

lahan. Lahan dikelompokkan ke dalam delapan kelas kemampuan lahan yang

ditandai dengan huruf romawi dari I sampai VIII. Berikut ini kemampuan lahan

pada setiap satuan lahan yang ada di DAS Balekambang disajikan pada tabel :

Tabel 40. Kelas Kemampuan Lahan Satuan Lahan di DAS Balekambang –

Kabupaten Magetan

No. Nomor Satuan

lahan

Nama Satuan Lahan Kelas Kemampuan

Lahan

Sub

Kelas

Luas

Lahan

1. 2 Qlla – MG – II – Pmk IV W 7,92

2. 4 Qlla – MG – III – Kb IV w 14,91

3. 11 Qvjt – LM – II – Sw IV e, s 18,09

4. 12 Qvjt – LM – IV – Kb V e, w 16,79

5. 14 Qvjt – LM – V – Tg VI e 400,12

6. 13 Qvjt – LM – V – Kb V e 12,22

7. 8 Qvjt – LM – I – Pmk IV e 11,52

8. 18 Qvjt – MG – III – Tg IV e 27,29

9. 21 Qvjt – MG – IV – Tg IV e, s, w 9,44

10. 10 Qvjt – LM – I – Tg IV e, w 104,7

11. 6 Qlla – MG – IV – Kb V e, s 26,87

12. 1 Qlla – MG – I– Pmk III e 13,79

13. 5 Qlla – MG – III – Tg V w, s 3,63

14. 9 Qvjt – LM – I – Sw II w 16,35

15. 7 Qvjt – LM – I – Kb IV e, w 14,72

16. 15 Qvjt – MG – I – Pmk IV w, s 20,43

17. 19 Qvjt – MG – IV – Kb IV w 5,62

18. 3 Qlla – MG – II – Sw IV e, w 22,02

19. 20 Qlla – MG – III – Tg V e 4,19

20. 16 Qvjt – MG – I – Sw III w 37,93

21. 17 Qvjt – MG – II – Kb III e, w, s 39,53

Sumber : Analisis Data Lapangan

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa di DAS Balekambang sebagian

besar lahannya memiliki kemampuan lahan dengan rentang kelas kemampuan

lahan II sampai VI. Dengan rincian sebagai berikut: untuk satuan lahan yang

mempunyai kelas kemampuan lahan II meliputi satuan lahan Qvjt – LM – I – Sw,

satuan lahan yang mempunyai kelas kemampuan lahan III meliputi Qlla – MG –

I– Pmk, Qvjt – MG – I – Sw, Qvjt – MG – II – Kb, satuan lahan yang mempunyai

kelas kemampuan lahan IV meliputi satuan lahan Qlla – MG – II – Pmk, Qlla –

MG – III – Kb, Qvjt – LM – II – Sw, Qvjt – LM – I – Pmk , Qvjt – MG – III –

Tg, Qvjt – MG – IV – Tg, Qvjt – LM – I – Kb, Qvjt – MG – I – Pmk, Qvjt – MG

– IV – Kb, Qlla – MG – II – Sw. Satuan lahan yang memiliki kelas kemampuan

lahan V meliputi Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt – LM – V – Kb, Qlla – MG – IV –

Kb, Qlla – MG – III – Tg, Qlla – MG – III – Tg, sedangkan satuan lahan yang

memiliki kelas kemampuan lahan VI meliputi satuan lahan Qvjt – LM – V – Tg.

Jadi berdasekan data tersebut dapat diketahui bahwa pada DAS

Balekambang jika dikelompokan berdasrkan kelas kemampuan lahannya, satuan

lahan yang memiliki kelas kemampuan lahan I-IV berjumlah 15 satuan lahan,

sedangkan kelas kemampuan lahan V-VI berjumlah 6 satuan lahan.

6. Daya Dukung Lahan Berdasarkan Indeks Kemampuan Lahan

Daya dukung wilayah dianalisis berdasarkan indeks kemampuan lahan

wilayah (IKLw) dengan asusmsi bahwa kemampuan lahan I-IV untuk

pengembangan kawasan budidaya dan kemampuan lahan V-VIII untuk penetapan

kawasan lindung. Koefisien kawasan lindung yang dipakai antara 0,3-0,4 yang

memungkinkan suatu wilayah dapat mengembangkan potensi kawasan

budidayanya, namun tetap menjaga kelestarian fungsi lindungnya , dimana

diasumsikan 30% luas wilayah digunakan sebagai kawasan lindung dan tidak

dibudidayakan. Adapun formulasinya adalah sebagai berikut:

Keterangan:

IKLw : indeks kemampuan lahan wilayah

LWK 1-4 : luas wilayah yang memiliki kemampuan lahan 1-IV

LW : luas wilayah

0,3 : koefisien minimal 30 % fungsi lindung suatu wiayah (untuk

wilayah berkembang), sedangkan untuk wilayah belum berkembang dapat

menggunakan indeks 0,4 atau yang lebih besar lagi.

Kisaran nilai indeks kemampuan wilayah adalah:

1. Apabila IKLw > 4 berarti bahwa wilayah memiliki kemampuan

mengembangkan potensi lahannya lebih optimal khususnya untuk berbagai

ragam kawasan budidaya, dengan tetap terjaganya keseimbangan lingkungan.

2. Apabila IKLw < 1 berarti bahwa wilayah lebih banyak memiliki fungsi

lindung , khususnya perlindungan terhadap tata air dan gangguan lainseperti

banjir, erosi, sedimentasi serta kekeringan

Berikut ini contoh perhitungan indeks Kemampuan Lahan pada satuan

lahan:

a. Qlla – MG – II – Pmk

Diketahui

LWK1-4 : 7.9156

LW : 1366,3567

Koefisien : 0,4 %

Rumus :

Ditanyakan : IKLw?

Jawab: IKLw ; LWK 1−40,4 x LW

7,91560,4 x1366,3567

= 0,0014483

Dari perhitungan diatas diketahui IKLw <4, artinya daya dukung berdasarkan

kemampuan lahan defisit.

Tabel 41. Daya Dukung Lahan Berdasarkan Indeks Kemampuan Lahan

DAS Balekambang Tahun 2013

No Satuan Lahan No

Satlah

Kelas

Kemampuan

Lahan

Luas Lahan yg memiliki

indeks kemampuan lahan

I-IV (LW 1-4)

Luas wilayah

DAS (LW)

Koefisien Fungsi

Lindung

(0,4 %)

IKLw Keterangan

1. Qlla – MG – II – Pmk 2 IV 7.9156 1366.3567 0,4 0.014483 Defisit

2. Qlla – MG – III – Kb 4 IV 14.9115 1366.3567 0,4 0.027283 Defisit

3. Qvjt – LM – II – Sw 11 IV 18.09 1366.3567 0,4 0.033099 Defisit

4. Qvjt – LM – IV – Kb 12 V 16.78 1366.3567 0,4 0.030702 Defisit

5. Qvjt – LM – V – Tg 14 VI 808.9574 1366.3567 0,4 1.480136 Defisit

6. Qvjt – LM – V – Kb 13 V 18.57 1366.3567 0,4 0.033977 Defisit

7. Qvjt – LM – I – Pmk 8 IV 44.2603 1366.3567 0,4 0.080982 Defisit

8. Qvjt – MG – III – Tg 18 IV 37.0385 1366.3567 0,4 0.067769 Defisit

9. Qvjt – MG – IV – Tg 21 IV 12.0535 1366.3567 0,4 0.022054 Defisit

10. Qvjt – LM – I – Tg 10 IV 104.7003 1366.3567 0,4 0.191568 Defisit

11. Qlla – MG – IV – Kb 6 V 26.8722 1366.3567 0,4 0.049168 Defisit

12. Qlla – MG – I– Pmk 1 III 13.791 1366.3567 0,4 0.025233 Defisit

13. Qlla – MG – III – Tg 5 V 3.6325 1366.3567 0,4 0.006646 Defisit

14. Qvjt – LM – I – Sw 9 II 16,3526 1366.3567 0,4 0.299201 Defisit

15 Qvjt – LM – I – Kb 7 IV 14,742 1366.3567 0,4 0.026973 Defisit

16 Qvjt – MG – I – Pmk 15 IV 10.6868 1366.3567 0,4 0.019553 Defisit

17 Qvjt – MG – IV – Kb 19 IV 5,6243 1366.3567 0,4 0.014483 Defisit

18 Qlla – MG – II – Sw 3 IV 39.2517 1366.3567 0,4 0.027283 Defisit

19 Qvjt – MG – IV – Sw 20 V 4,1944 1366.3567 0,4 0.033099 Defisit

20 Qvjt – MG – I – Sw 16 III 69.9518 1366.3567 0,4 0.030702 Defisit

21 Qvjt – MG – II – Kb 17 III 78.0731 1366.3567 0,4 1.480136* Surplus

C.

7. Arahan Pemanfaatan Lahan DAS Balekambang tahun 2013

Luntungan (1998: 12) menjelaskan bahwa arahan pemanfaatan lahan

merupakan kajian potensi lahan untuk peruntukan suatu kegiatan ke dalam suatu

penggunaan tertentu berdasarkan fungsi utamanya. Pada kesempatan kali ini

arahan pemanfaatan lahan dilakukan dengan mengkaitan hubungan antara daya

dukung lahan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan lahan dengan daya dukung

lahan berdasarkan indeks kemampuan lahan di DAS Balekambang tahun 2013.

Setelah dilakukan analisis, dapat diketahui bahwa hanya ada satu satuan

lahan yang memiliki potensi untuk dikembangkan, sedangkan yang lain tidak

karena berdasarkan kedua pendekatan perhitungan daya dukung lahan hasilnya

defisit seluruhnya. Satuan lahan yang masih potensial untuk dikembangkan adalah

satuan lahan 17 (Qvjt – MG – II – Kb) yang terletak pada wilayah administrasi

Desa Pendem, Kecamatan Ngariboyo. Satuan lahan ini memiliki daya dukung

lahan yang defisit berdasarkan analisis ketersediaan dan kebutuhan lahan namun

memiliki daya dukung lahan surplus berdasarkan indeks kemampuan lahannya.

Kondisi tersebut menunjukan bahwa satuan lahan 17 mempunyai kemampuan

lahan yang baik namun belum dikembangkan atau diolah secara maksimal

sehingga produktivitasnya masih sedikit.

Berdasarkan kelas kemampuan lahannya satuan lahan 17 ini mempunyai

kelas kemampuan lahan IV. Lahan dengan kelas kemampuan lahan I-IV

merupakan lahan yang sesuai jika dikembangkan bagi usaha pertanaian. Pada

kelas kemampuan lahan IV, wilayahnya dikategorikan cukup baik, dan kelas ini

lahannya dapat digarap maupun diolah untuk berbagai jenis tanaman. Secara

umum kemampuan lahan kelas IV memiliki cirri daerah yang lerengnya landai /

berombak 3-8%, tanah teksstur lapisan atas agak halus, lempung liat berpasir,

lempung berliat dan lempung liat berdebu, bahaya tingkat erosi ringan <25%

lapisan atas hilang. Tanh kelas IV ini masih dapat dijadikan lahan pertanian

dengan tingkatan pengawetan tanah yang lebih khusus dan lebih berat. Sehingga

daerah pada kelas kemampuan lahan ini sangat cocok apabila dikembangkan

sebagai kawasan pertanian marginal.

Lahan dengan sistem pertanian marginal dapat diartikan sebagai lahan

yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika

digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Sebenarnya faktor pembatas tersebut

dapat diatasi dengan masukan, atau biaya yang harus dibelanjakan. Tanpa

masukan yang berarti budidaya pertanian di lahan marginal tidak akan

memberikan keuntungan. Seperti pada satuan lahan 17 dengan hambatan

kemampuan lahan yang cukup banyak seperti halnya erosi, drainase, dan kondisi

perakaran, maka dibutuhkan pengelolaan yang ekstra untuk menghadapi berbagai

faktor penghambat lahan tersebut agar produktivitas lahannya dapat ditingkatkan.

Oleh karena itu, diperlukan pengembangan di berbagai sektor sektor, baik

biofisik, infrastruktur, kelembagaan usahatani maupun akses informasi khususnya

bagi para petani agar potensi lahan tersebut dapat dipergunakan secara maksimal..

Untuk satuan lahan lain yang ada pada DAS Balekambang , kecuali satuan

lahan 17 berdasarkan hasil perhitungan daya dukungnya disarankan untuk tidak

dikembangkan lagi menjadi bentuk perubahan penggunaan lahan apapun (sama

seperti aslinya). Karena apabila terus dikembangkan nantinya malah akan

memperparah terjadinya degradasi lahan di wilayah tersebut.

Untuk lebih jelasnya berikut ini akan disajikan peta arahan pemanfaatan

lahan di DAS Balekambang tahun 2013.

D. Pembahasan

1. Produktivitas Pertanian

Produktivitas pertanian di DAS Balekambang berupa produktivitas padi

dan palawija. Dilihat dari faktor topografi, DAS Balekambang merupakan daerah

yang memiliki ketinggian ± 286 – 768 mdpl, kemiringan lerengnya adalah 0 –

45%, sehingga lahan produktif digunakan untuk sawah, tegalan, kebun, dan hutan.

Produktivitas padi dan palawija dipilih pada penelitan ini karena komoditas utama

DAS Balekambang adalah padi dan palawija berupa jagung, ketela pohon, ubi,

kacang tanah, dan kedelai. Produktivitas pertanian lain berupa peternakan,

perikanan, kehutanan, perkebunan merupakan komoditas pendamping dan hanya

menempati sebagian kecil lahan, sehingga hasil produksinya kecil. Produktivitas

dihitung dalam satu tahun.

a. Produktivitas Padi

Poduktivitas padi di DAS Balekambang terbagi menjadi beberapa

tingkatan produktivitas dari mulai tinggi sampai rendah. Desa Pendem merupakan

desa yang produktivitas padinya paling tinggi jika dibandingkan dengan desa-desa

lain yang ada pada wilayah DAS Balekambang pada tahun 2013. Desa yang

paling rendah produktivitasnya adalah Kelurahan Alastuwo dengan produktivitas

padi sebesar 12,5 ton/ha

b. Produktivitas Palawija

Produktivitas palawija DAS Balekambang tahun 2013 diklasifikasikan

menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan analisis data lapangan

produktivitas palawija di DAS Balekambang tahun 2013 didominasi oleh

produktivitas tinggi. Produktivitas palawija tertinggi terdapat di Desa Pendem

yang menghasilkan 37,1 Ton/Ha/Tahun. Desa lain yang memiliki tingkat

produktivitas tinggi adalah Desa Joketro (29,5 Ton/Ha/Tahun), Desa Cileng (17,5

Ton/Ha/Tahun), dan Desa Ngaglik (14 Ton/Ha/Tahun). Sedangkan Desa

Plangkrongan merupakan desa yang memiliki tingkat produktivitas palawija

paling rendah dibandingkan desa lainnya, yaitu 7 Ton/Ha/Tahun.

2. Ketersediaan Lahan

Tabel 42. Ketersediaan lahan DAS Balekambang Tahun 2013

No. Kecamatan Desa/ KelurahanKetersediaan

Lahan (Ha)

1 Ngariboyo

Banyudono 0,51

Pendem 2,45

Selotinatah 0,37

2 ParangJoketro 1,64

Ngaglik 0,37

3 Poncol

Cileng 0,53

Plangkrongan 0,42

Alastuwo 0,4

Sumber : Analisis data lapangan

Ketersediaan lahan DAS Balekambang tahun 2013 diketahui dengan

menjumlahkan ketersediaan lahan tiap satuan lahan yang terdapat di desa.

Ketersediaan lahan dipengaruhi oleh jumlah produksi, harga komoditas, harga

beras, dan produktivitas beras. Berdasarkan tabel... ketersediaan lahan yang paling

tinggi adalah Desa Pendem, yaitu 2,45 Ha dan ketersediaan lahan paling rendah

adalah Desa Ngaglik dan Desa Selotinatah, yaitu 0,37 Ha.

Ketersediaan lahan DAS Balekambang tahun 2013 dapat dianalisis sebagai

berikut :

1) Desa Pendem

Desa Pendem merupakan desa yang terdiri dari 14 satuan lahan, yaitu

Qlla-MG-III-Kb, Qlla-MG-II-Sw, Qvjt-LM-V-Tg, Qvjt-LM-I-Pmk, Qvjt-MG-III-

Tg, Qvjt-MG-IV-Tg, Qvjt-LM-I-Tg, Qlla-MG-IV-Kb, Qvjt-LM-I-Sw, Qvjt-LM-I-

Kb, Qvjt-MG-IV-Kb, Qvjt-MG-IV-Sw, Qvjt-MG-I-Sw, dan Qvjt-MG-II-Kb. Total

ketersediaaan lahan di Desa Pendem adalah 2,45 Ha. Dari 14 satuan lahan

terdapat 2 satuan lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu Qvjt-LM-I-

Tg dan Qvjt-MG-IV-Sw, sedangkan satuan lahan yang memiliki ketersediaan

lahan paling tinggi adalah satuan lahan Qvjt-MG-IV-Tg, yaitu 0,25 Ha.

2) Desa Joketro

Desa Joketro terdiri dari 13 satuan lahan. Total ketersediaan lahan di Desa

ini adalah 1,64 Ha, dari 13 satuan lahan terdapat 5 satuan lahan yang tidak

memiliki ketersediaan lahan yaitu Qvjt-LM-IV-Kb, Qvjt-LM-V-Kb, Qvjt-LM-I-

Tg, Qlla-MG-III-Tg, dan Qlla-MG-III-Tg. Ketersediaan lahan tertinggi berada

pada satuan lahan Qlla-MG-II-Pmk, yaitu 0,37 Ha.

3) Desa Ngaglik

Desa Ngaglik terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt

– LM – V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I –

Tg. Desa Ngaglik memiliki total ketersediaan lahan seluas 0,37 Ha. Terdapat 2

satuan lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb

dan Qvjt – LM – I Tg. Sedangkan ketersediaan lahan tertinggi terdapat pada 2

satuan lahan, yaitu Qvjt-LM-V-Tg dan Qvjt-LM-V-Kb dengan jumlah

ketersediaan lahan 0,13 Ha.

4) Desa Selotinatah

Desa Selotinatah terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb,

Qvjt – LM – V – Tg, Qvjt – MG – III – Tg, Qvjt – MG – IV – Tg, dan Qvjt – LM

– I – Tg. Luas ketersediaan lahan di desa ini adalah 0,37 Ha, terdapat 2 satuan

lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu Qvjt – LM – I – Tg dan Qvjt –

LM – I Tg. Ketersediaan lahan tertinggi terdapat pada 2 satuan lahan, yaitu Qvjt-

LM-V-Tg dan Qvjt-MG-III-Tg dengan luas total 0,13 Ha.

5) Desa Cileng

Desa Cileng terdiri dari 6 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –

LM – V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, Qvjt – LM – I – Tg, dan

Qvjt – LM – I Kb. Luas ketersediaan lahan di desa ini adalah 0,53 Ha, dan

terdapat 2 satuan lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu satuan lahan

Qvjt-LM-IV-Kb dan Qvjt-LM-I-Tg. Ketersediaan lahan paling tinggi terdapat

pada satuan lahan Qvjt-LM-I-Kb dengan luas lahan 0,16 Ha.

6) Desa Plangkrongan

Desa Plangkrongan terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg,

Qvjt – LM – V – Kb, dan Qvjt – LM – I Kb. Luas total ketersediaan lahan desa ini

adalah 0,42 Ha. Satuan lahan Qvjt-LM-I-Kb merupakan satuan lahan yang

memiliki luas ketersediaan lahan paling tinggi, yaitu 0,16 Ha.

7) Kelurahan Alastuwo

Kelurahan Alastuwo terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg,

Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I Kb. Luas ketersediaan lahan di desa ini

adalah 0,4 Ha, dengan luas ketersediaan lahan tertinggi 0,16 Ha tepatnya berada di

satuan lahan Qvjt-LM-I-Kb, sedangkan ketersediaan lahan terendah adalah 0,11

Ha di satuan lahan Qvjt-LM-I-Pmk.

8) Desa Banyudono

Desa Banyudono terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – MG – III – Tg,

Qvjt – MG – IV – Kb, dan Qvjt – MG – II – Sw. Keseluruhan luas ketersediaan

lahan di desa ini adalah 0,51 Ha. Keseluruhan ketersediaan di ketiga satuan lahan

di Desa Banyudono memiliki luas yang sama, yaitu 0,17 Ha.

3. Kebutuhan Lahan

Kebutuhan lahan DAS Balekambang diperoleh dari jumlah penduduk

dikalikan luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk.

Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara

beras/kapita/tahun. Berikut ini kebutuhan lahan DAS Balekambang – Kabupaten

Magetan tahun 2013 :

Tabel 43. Kebutuhan Lahan DAS Balekambang – Kabupaten Magetan

No. KecamatanDesa/

KelurahanJumlah

Penduduk

Produktivitas

Beras Lokal

(Ton/Ha)

Kebutuhan

Hidup Layak

(Ton)

KHLL DL

1 Ngariboyo

Banyudono 228 7,146 1 0,139 31,692

Pendem 1747 7,146 1 0.139 242,833

Selotinatah 1940 7,146 1 0,139 269,66

2 ParangJoketro 1112 5,67 1 0,176 144.56

Ngaglik 1916 5,67 1 0.176 249.08

3 Poncol

Cileng 1321 7,66 1 0,13 171.73

Plangkrongan 117 7,66 1 0,13 15.21

Alastuwo 573 7,66 1 0,13 74.49

Total 1199,255

Sumber : Analisis data lapangan

Kebutuhan lahan total DAS Balekambang adalah 1199,255 (Ha).

Kebutuhan lahan terbesar adalah Desa Selotinatah yaitu sebesar 269,66,

sedangkan kebutuhan lahan terkecil terdapat di Desa Plangkrongan dengan luas

lahan 15,21 Ha. Berikut analisis kebutuhan lahan DAS Balekambang tahun 2013 :

1. Desa Banyudono

Desa Banyudono memiliki jumlah penduduk 228 jiwa, hal ini

berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa

ini berupa tegalan, kebun, dan sawah. Berdasarkan analisis lapangan,

penggunaan lahan permukiman tidak mendominasi, sehingga menjadikan desa

ini jumlah penduduk terendah kedua di DAS Balekambang. Kebutuhan lahan

di Desa Banyudono sebesar 31,692 Ha.

2. Desa Pendem

Desa Pendem memiliki jumlah penduduk 1747 jiwa, hal ini

berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa

ini didominasi oleh kebun, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Pendem

sebesar 242,833 Ha.

3. Desa Selotinatah

Desa Selotinatah memiliki jumlah penduduk 1940 jiwa, hal ini

berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa

ini didominasi oleh tegalan, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Selotinatah

sebesar 269,66 Ha.

4. Desa Joketro

Desa Joketro memiliki jumlah penduduk 1112 jiwa, hal ini

berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa

ini didominasi oleh sawah, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Joketro

sebesar 144,56 Ha.

5. Desa Ngaglik

Desa Ngaglik memiliki jumlah penduduk 1916 jiwa, hal ini

berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa

ini didominasi oleh kebun dan tegalan, sedangkan kebutuhan lahan di Desa

Ngaglik sebesar 249,08 Ha.

6. Desa Cileng

Desa Cileng memiliki jumlah penduduk 1321 jiwa, hal ini berpengaruh

terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa ini didominasi

oleh kebun, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Cileng sebesar 171,73 Ha.

7. Desa Plangkrongan

Desa Plangkrongan memiliki jumlah penduduk 117 jiwa, hal ini

berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa

ini didominasi oleh kebun, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Plangkrongan

sebesar 15,21 Ha.

8. Kelurahan Alastuwo

Kelurahan Alastuwo memiliki jumlah penduduk 573 jiwa, hal ini

berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa

ini didominasi oleh permukiman, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Joketro

sebesar 74,49 Ha.

4. Daya Dukung Lahan

Daya dukung lahan adalah perbandingan antara ketersediaan lahan dengan

kebutuhan lahan. Daya dukung lahan dapat diketahui dengan :

a. Bila SL > DL, daya dukung lahan dinyatakan surplus

b. Bila SL < DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui

Daya dukung lahan DAS Balekambang tahun 2013 disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 44. Daya Dukung Lahan DAS Balekambang Tahun 2013

N

o

Kecamatan Desa Ketersediaan lahan

(Ha)

Kebutuhan

Lahan (Ha)

Daya Dukung

Lahan

1.

Ngariboyo

Banyudono0,51

31,692 Defisit

2. Pendem2,45

242,833 Defisit

3. Selotinatah0,37

269,66 Defisit

4.

Parang

Joketro1,64 144.56

Defisit

5. Ngaglik0,37 249.08

Defisit

6.

Poncol

Cileng0,53 171.73

Defisit

7. Plangkronga

n 0,42 15.21

Defisit

8. Alastuwo0,4 74.49

Defisit

Jumlah 6,69 1199,255 Defisit

Sumber : Analisis Data Lapangan

Ketersediaan lahan yang lebih rendah dari kebutuhan lahan menunjukkan

status daya dukung lahan defisit. Berdasarkan tabel ... dapat diketahui bahwa daya

dukung lahan di DAS Balekambang tahun 2013 memiliki status defisit atau

terlampaui. Kebutuhan lahan terbesar terjadi di Desa Selotintah, yaitu 269,66 Ha

sedangkan ketersediaan lahan yang ada di desa tersebut hanyalah 0,37 Ha. Hal ini

menandakan bahwa ketersediaan lahan yang telah berkembang saat ini, tidak

mampu memenuhi kebutuhan lahan yang sebenarnya. Sehingga, ketersediaan

lahan DAS Balekambang tidak mampu mencukupi kebutuhan produk hayati,

salah satu faktor yang berpengaruh adalah kemiringan lereng maksimal kelas V

(sangat curam), sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.

5. Arahan Pemanfaatan Lahan

Berdasarkan hasil analisis pemanfaatan lahannya , lahan yang ada di DAS

Balekambang Kabupaten Magetan secara keseluruhan sudah tidak dapat

dikembangkan untuk berbagai penggunaan lahan lain. Karena apabila hal tersebut

terjadi nantinya malah akan berakibat vatal pada peningkatan degradasi lahan di

wilayah ini. Namun ada satu wilayah di dalam DAS Balekambang yang memiliki

potensi cukup bagus namun pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal

yaitu pada satuan lahan 17.

Satuan lahan 17 ini memiliki kemampuan lahan yang potensial untuk

dikembangkan sebagae lahan pertanian marginal. Apabila pengelolaan yang

dilakukan sudah tepat tentunya produktivitas lahan di wilayah ini tinggi. Namun

pada kenyataannya berdasrkan hasil analisis daya dukung lahannya produktivitas

yang ada pada satuan lahan ini belum bisa digunakan untuk mememnuhi

kebutuhan, Itu artinya diperlukan suatu usaha yang intensif dalam pengelolaan

lahan pada satuan lahan 17 sehinngga nantinys produktivitas di daerah ini dapat

meningkat sehinggga daya dudung berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan

lahannya menjadi surplus tidak defisit lagi.

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Produktivitas pertanian di DAS Balekambang adalah produktivitas padi dan

produktivitas palawija. Hasil Produktivitas pertaniannnya adalah sebagai berikut:

a. Desa yang memiliki produktivitas padi tinggi adalah Desa Pendem, Desa

Desa Joketro. Desa yang tingkat produktivitas padinya sedang meliputi

Desa Selotinatah, Desa Cileng. Sedangkan Desa yng memiliki produktivitas

padi tinggi meliputi Desa Banyudono, Desa Ngaglik, Desa Plangkrongan

dan Desa Alastuwo.

b. Desa yang memiliki produktivitas palawija tinggi meliputi Desa Pendem,

Desa Selotinatah, Desa Joketro, Desa Ngaglik, Desa Cileng dan Desa

Alastuwo. Desa yang tingkat produktivitas palawijanya rendah meliputi

Desa Banyudono. Desa Plangkrongan merupakan Desa yang produktivitas

padinya paling rendah.

2. Berdasarkan hasil analisis ketersediaan lahan dapat diketahui bahwa Desa yang

ketersediaan lahannya paling besar adalah Desa Pendem (2,45 ha) sedangkan desa

yang ketersediaan lahannya paling kecil adalah Desa Ngaglik (0,37 ha) dan Desa

Selotinatah (0,37 ha ). Untuk ketersediaan lahan di Desa Banyudono ( 0,51 ha),

Desa Joketro (1,64 ha), Desa Cileng (0,53 ha), Desa Plangkrongan (0,42 ha), dan

Desa Alastuwo (0,4 ha)

3. Beradasarkan analisis kebutuhan lahannya , desa yang memilki kebutuhan lahan

paling banyak adalah Desa Selotinatah (269,66 ha), sedangkan yang terendah

kebutuhan lahannya adalah Desa Plangkrongan (15,21 ha). Untuk kebutuhan

lahan Desa Banyudono (31,692 ha), Desa Pendem (242,833 ha), Desa Joketro

(144,56 ha), Desa Ngaglik (249,08 ha), Desa Cileng (171,73 ha), dan Desa

Alastuwo ( 74,49 ha)

4. Berdasarkan Daya Dukung lahan nmenggunakan pendekatan ketersediaan dan

kebutuhan lahannya, wilayah di DAS Balekambang memiliki Daya Dukung

Lahan yang defisit di semua wilayahnya , dimana berdasarkan hasil analisisnya

kebutuhan lahan di DAS Balekambang lebih besar dibandingkan dengan

kemampuan lahannya (SL<DL)

5. Kemampuan lahan di DAS Balekambang berada pada kisaran kelas Kemampuan

Lahan Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa di DAS Balekambang sebagian

besar lahannya memiliki kemampuan lahan dengan rentang kelas kemampuan

lahan II sampai VI. Dengan rincian sebagai berikut: untuk satuan lahan yang

mempunyai kelas kemampuan lahan II meliputi satuan lahan Qvjt – LM – I – Sw,

satuan lahan yang mempunyai kelas kemampuan lahan III meliputi Qlla – MG –

I– Pmk, Qvjt – MG – I – Sw, Qvjt – MG – II – Kb, satuan lahan yang mempunyai

kelas kemampuan lahan IV meliputi satuan lahan Qlla – MG – II – Pmk, Qlla –

MG – III – Kb, Qvjt – LM – II – Sw, Qvjt – LM – I – Pmk , Qvjt – MG – III –

Tg, Qvjt – MG – IV – Tg, Qvjt – LM – I – Kb, Qvjt – MG – I – Pmk, Qvjt – MG

– IV – Kb, Qlla – MG – II – Sw. Satuan lahan yang memiliki kelas kemampuan

lahan V meliputi Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt – LM – V – Kb, Qlla – MG – IV –

Kb, Qlla – MG – III – Tg, Qlla – MG – III – Tg, sedangkan satuan lahan yang

memiliki kelas kemampuan lahan VI meliputi satuan lahan Qvjt – LM – V – Tg.

Jadi berdasekan data tersebut dapat diketahui bahwa pada DAS

Balekambang jika dikelompokan berdasrkan kelas kemampuan lahannya, satuan

lahan yang memiliki kelas kemampuan lahan I-IV berjumlah 15 satuan lahan,

sedangkan kelas kemampuan lahan V-VI berjumlah 6 satuan lahan.

6. Berdasarkan Daya Dukung lahan nmenggunakan pendekatan kemampuan lahan, di

dalam DAS Balekambang terdapat satu satuan lahan yang daya dukungnya

surplus, yaitu satuan lahan Qvjt – MG – II – Kb (nomor satlah 17). Sedangkan

untuk satlah yang lain memiliki daya dukung lahan yang defisit (IKLw < 1).

7. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode perbandingan antara daya dukung

lahan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan lahan dengan metode kemampuan

lahan dapat dilakukan analisis arahan pemanfaatan lahan. Karena hanya satuan

lahan 17 yang daya dukungnya tidak menunjukan angka yang defisit semua, maka

satuan lahan 17 merupakan satu=satunya satuan lahan yang potensial untuk

dikembangkan, salah satunya mnenjadi areal pertanian marginal