Upload
ngothien
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN KAS PAJAK HOTEL
SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH
STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA
TUGAS AKHIR
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Akuntansi
Oleh :
MOCH. IQBAL SANY
NIM F3309072
PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tugas Akhir dengan judul “HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN
KAS PAJAK HOTEL SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH
(STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA)“ telah disetujui oleh
Dosen Pembimbing untuk diujikan guna mencapai derajat Ahli Madya Program
Studi DIII Akuntansi FE UNS
Surakarta, Agustus 2012 Disetujui dan diterima oleh, Pembimbing Christiyaningsih Budiwati, SE.,MSi., Ak. NIP. 197511032000122001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji Tugas Akhir Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-
syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Akuntansi
Nama : Moch Iqbal Sany
NIM : F3309072
Judul Tugas Akhir : Hambatan Dalam Sistem Pemungutan Kas Pajak Hotel
Sebagai Akibat Dari Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada
DPPKA Kota Surakarta)
Surakarta, Agustus 2012
Tim Penguji Tugas Akhir
1. Drs. Agus Budiatmanto, M.Si., Ak. (……………………….)
NIP. 195912161990031001
Penguji
2. Christiyaningsih Budiwati, SE.,MSi., Ak. (………………………)
NIP. 197511032000122001
Dosen Pembimbing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
(QS. Alam Nasyroh: 5)
“Laa yukallifullaahu nafsan ilaa wus’ahaa”,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya”.
(QS. Al-Baqarah:286)
Jangan berputus asa dalam mencari Ilmu bila Ilmu yang dicari itu tidak mau
masuk kedalam sanubari, tapi bersabarlah,karena air yang lembut itu
apabila menitis keatas sebiji batu yang besar secara berterusan, batu itu
pasti akan mempunyai lekuk.
(Penulis).
PERSEMBAHAN
karya ini penulis persembahkan untuk:
1. Almighty Allah SWT.
2. Mami dan Papiku.
3. Adikku, Fa’i dan Faza.
4. Sahabat-sahabatku yang selalu
menemaniku dalam suka dan duka.
5. Almamaterku
6. Pembaca yang budiman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala Puji dan Syukur Penulis panjatkan
kehadiran Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya serta ridho-Nya,
sehingga Tugas Akhir dengan judul “HAMBATAN DALAM SISTEM
PEMUNGUTAN KAS PAJAK HOTEL SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI
DAERAH STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA “ dapat
terselesaikan dengan baik.
Penyusunan Tugas Akhir ini bertujuan untuk melengkapi dan memenuhi
persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya Akuntansi Keuangan jurusan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini Penulis mendapat bimbingan, petunjuk
dan bantuan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga Tugas Akhir ini dapat
Penulis selesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu dengan segenap cinta dan
ketulusan batin, Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. The Almighty Allah SWT, Engkau Maha Pengasih dan Maha Penolong.
2. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.Si., selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret
3. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret.
4. Bapak Drs. Agus Budiatmanto, M.Si., Ak. Selaku Ketua Prodi DIII Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Ibu Christiyaningsih Budiwati, SE.,MSi., Ak. Selaku Dosen Pembimbing
Tugas Akhir yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada
Penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
6. Bapak Drs. AG. Agung Hendratno.,Msi. Selaku Kepala Bidang DAFDA &
Dokumentasi DPPKA Surakarta, karena telah memberikan ijin untuk magang
kerja di bidang DAFDA & Dokumentasi DPPKA Surakarta dan atas
bimbingan serta pengarahannya selama magang kerja kepada Penulis.
7. Bapak Sumitro, S.Sos selaku Staf Seksi Pendaftaran dan Pendataan DPPKA
Surakarta yang bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan dengan
penuh kesabaran.
8. Seluruh Karyawan DAFDA & Dokumentasi, atas bantuannya Penulis
mengucapkan banyak terimaksih.
9. Bapak Sutaryo, SE, Msi, Ak. Selaku dosen yang bersedia memberikan
bimbingan dan konsultasinya.
10. Seluruh Staf Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada Penulis.
11. Mami dan Papi tersayang dan tercinta, terima kasih atas segala cinta dan kasih
sayangnya, perhatian, dan pengorbanan yang selama ini engkau berdua
berikan secara moril dan materiil, serta doa engkau berdua yang luar biasa dan
takkan pernah putus. Engkau adalah teladan hidupku.
12. Adik-adiku Faikar dan Faza yang selalu mendukung. Terima kasih atas kasih
sayang, perhatian, kerukunan, dan canda tawanya. Semoga kita tetap bersatu
sampai kapanpun dan selalu kompak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
13. Teman-teman terbaikku sepanjang masa : Lusiana, Icha, Logam, Iphan,
Fanda, Kaendah. Semoga kita bersahabat selamanya, sampai jumpa dalam
sebuah masa depan dan kesuksesanmu kawan. I love you and I miss you!!!!
14. Dua teman spesial kongkow2, Saif Prambors dan Leon PTPN
15. Teman-teman Liason Officer (LO): Leonnore, Saif, Dhamar, Galih, Khakim,
Satriyo, Yustian, dan teman-teman sekelas lainnya Haris, Gunawan, Heru,
Husein. Semoga kita selalu kompak dan setia dalam suka dan duka. Keep your
spirit, Move On…..Friends!!!!
16. Teman-teman magang Balai Kota dan teman-teman DIII Akuntansi ABC
2009 yang selalu kompak dan rajin. We are the best!!!.
17. Dan semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, Penulis
ucapkan banyak terimakasih
Tiada balasan lebih yang dapat Penulis berikan selain ucapan terimakasih dan
do’a atas seluruh bantuan, dukungan, nasehat, bimbingan dan do’a restu yang
telah diberikan dengan tulus kepada Penulis. Semoga Allah SWT membalas
dengan kebaikan yang berlipat. Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir
ini masih jauh dari sempurna, maka dengan terbuka Penulis menerima saran dan
kritik demi kesempurnaan penulisan Tugas akhir ini.
Akhir kata Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
Pembaca pada khususnya dan Masyarakat pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb Surakarta, 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. GAMBARAN UMUM DPPKA SURAKARTA
1. Fungsi dan Tugas Pokok DPPKA Kota Surakarta ...................... 1
2. Struktur Organisasi DPPKA Kota Surakarta .............................. 4
3. Deskripsi Divisi/Bidang DPPKA Kota Surakarta ....................... 7
4. Rencana Stratejik DPPKA Kota Surakarta ................................. 14
B. LATAR BELAKANG MASALAH ................................................... 17
C. PERUMUSAN MASALAH .............................................................. 23
D. TUJUAN PENELITIAN .................................................................... 24
E. MANFAAT PENELITIAN ................................................................ 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Pajak .......................................................................... 26
2. Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya ...................................... 31
3. Pengertian Pajak Daerah ............................................................. 32
4. Jenis-jenis Pajak Daerah ............................................................. 34
5. Tujuan Pajak Daerah ................................................................... 35
6. Fungsi Pajak Daerah ................................................................... 35
7. Landasan Hukum Pajak Daerah .................................................. 36
8. Syarat-syarat Pemungutan Pajak ................................................. 37
9. Sistem Pemungutan Pajak ........................................................... 39
10. Pengertian Hotel .......................................................................... 43
11. Pengertian Pajak Hotel ................................................................ 43
12. Nama ........................................................................................... 46
13. Subjek Pajak Hotel ...................................................................... 46
14. Wajib Pajak Hotel ....................................................................... 46
15. Objek Pajak Hotel ....................................................................... 46
16. Dasar Pengenaan Pajak Hotel ..................................................... 47
17. Tarif Pajak Hotel ......................................................................... 48
18. Cara Penghitungan Pajak Hotel .................................................. 49
19. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak dan Wilayah
Pemungutan Pajak ........................................................................ 49
20. Pembayaran dan Sanksi Pajak Hotel ........................................... 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
21. Pengertian Sistem ........................................................................ 52
22. Pengertian Pemungutan Pajak ..................................................... 53
23. Pengertian Kas ............................................................................ 53
24. Klasifikasi Hotel/Penginapan ...................................................... 54
25. Pengertian Otonomi Daerah ........................................................ 56
26. Surat Pemberitahuan Pajak daerah (SPTPD) .............................. 56
27. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) ........................................... 56
28. Surat Ketetapan Pajak daerah (SKPD) ........................................ 56
29. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) .......... 57
30. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
(SKPDKBT) ................................................................................. 57
31. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN)........................... 57
32. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB) ............. 57
33. Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) .......................................... 57
34. Surat Keputusan Pembetulan ...................................................... 57
35. Surat Keputusan Keberatan ......................................................... 58
36. Putusan Banding ......................................................................... 58
B. PEMBAHASAN
1. Jaringan Prosedur yang Membentuk Sistem Pemungutan
Kas Pajak Hotel pada DPPKA Kota Surakarta ............................ 58
2. Hambatan dalam Sistem Pemungutan Kas Pajak Hotel
Bagi DPPKA Kota Surakarta ....................................................... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
3. Hambatan dalam Sistem Pembayaran Kas Pajak Hotel
Bagi Wajib Pajak Hotel Kota Surakarta ...................................... 73
4. Upaya dalam Mengatasi Hambatan dalam Sistem Pemungutan
Kas Pajak Hotel............................................................................ 76
BAB III TEMUAN
A. KELEBIHAN ..................................................................................... 78
B. KELEMAHAN .................................................................................. 81
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN .................................................................................. 82
B. SARAN .............................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
I.1. Jumlah Pegawai DPPKA Berdasarkan Jabatan ....................................... 13
I.2. Jumlah Pegawai DPPKA Berdasarkan Tingkat Pendidikan .................... 13
II.1.Hasil Wawancara Wajib Pajak Hotel ...................................................... 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
1.1 Struktur Organisasi DPPKA Surakarta ................................................... 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Pernyataan
2. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)
3. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)
4. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD)
5. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN KAS PAJAK HOTEL SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH
STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA
MOCH IQBAL SANY F3309072
Penelitian dalam rangka penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hambatan dalam proses pemungutan pajak hotel dan bagaimana upaya yang dilakukan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta (DPPKA) terhadap masalah tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis melakukan pengumpulan data antara lain metode wawancara, metode dokumentasi. Metode wawancara dilakukan wawancara terhadap petugas pelaksana pemungut kas pajak hotel (karyawan DPPKA) dan Wajib Pajak Hotel di Kota Surakarta. Metode dokumentasi penulis mencari informasi dari buku, jurnal, dan sumber-sumber lain yang dapat mendukung. Sedangkan metode studi pustaka, penulis mempelajari peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang berkaitan dengan pajak hotel. Berdasarkan penelitian ini, penulis menemukan hambatan-hambatan yang menjadikan menurunnya respon para wajib pajak dalam menyetorkan pajak hotel di DPPKA Kota Surakarta. Penulis membaginya menjadi dua bentuk hambatan yaitu, hambatan internal antara lain tidak dilaksanakannya audit secara terus-menerus, tidak terkoordinir secara baik mengenai sosialisasi dan penyuluhan peraturan pajak daerah. Kemudian hambatan eksternal yaitu perlawanan aktif dan perlawanan pasif seperti kurangnya kesadaran masyarakat, perkembangan intelektual dan moral masyarakat, selain itu sistem perpajakan yang sulit dipahami. Selain itu penerapan sistem pemungutan full self assessment system juga berpengaruh besar dalam pemungutas kas pajak hotel. Mengingat kontribusi pajak hotel yang cukup besar terhadap penerimaan sektor pajak, penulis menyarankan, sudah selayaknya terus-menerus dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, agar pajak hotel dapat maksimal dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kata Kunci : Hambatan Pajak, Hambatan Pemungutan Kas Pajak Hotel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN KAS PAJAK HOTEL
SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA
MOCH IQBAL SANY F3309072
The objective of this research is to find out how obstacle in the collecting of
cash hotel process, and how the effort of DPPKA for handling this obstacle. To reach that purpose, the writer do the data collecting such as interview method and documentation method. To do the Interview method, the writer interviewed some collected cash hotel tax staff (DPPKA staff) and tax payer in Surakarta. For Documentation Method, the writer find an information from some sources which support to finish this research. Meanwhile, for the library study method, writer learn the rules of law and also local rules which has a relation with the hotel tax.
Based on this research, the writer find the obstacle that cause responsibility decrease of tax payer to pay the tax in DPPKA Surakarta.The writer divided this obstacles into two parts, first, the internal obstacle problem, which is careless of audit in continous, and careless of socialism coordinate about local tax rules. Then, the external obstacle problem such as active fight and passive fight, like the less of public obligation, intellectual improving, and public morality, in addition of it, such as tax payment system that hard to understood. Beside it, the full self assessment system also has a big influence in tax hotel payment.
Remember the contribution of hotel tax which make an acceptance income of local tax is big enough, the writer suggest, it should be continue to do the intensification and extensification of tax, in order that the hotel tax can do the maximum, and always has the improvement for years later.
Keyword : Tax Obstacle, Obstacle Of The Collecting Hotel Tax Cash
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. GAMBARAN UMUM DPPKA SURAKARTA
1. Fungsi dan Tugas Pokok DPPKA Surakarta
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA)
merupakan salah satu dinas daerah yang mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan pengelolaan
keuangan dan asset.
Pendapatan yang menjadi kewenangan pengelolaan Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset meliputi :
a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD yaitu :
1) Hasil Pajak Daerah.
2) Hasil Retribusi Daerah.
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan
4) Lain – lain PAD yang sah.
b. Dana Perimbangan, dan
c. Lain – lain Pendapatan Daerah yang sah.
Dalam melaksanakan pengelolaan keuangan dan aset DPPKA
mempunyai kewenangan sebagai berikut.
a. Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan
Umum Anggaran (KUA), Perhitungan Plafon Anggaran Sementara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
(PPAS) dan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (RKA – SKPD).
b. Penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
c. Pelaksanaan dan perubahan APBD.
d. Panatausahaan Keuangan Daerah.
e. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
f. Pengendalian defisit anggaran dan penggunaan surplus APBD.
g. Pengelolaan Kas Umum Daerah.
h. Pengelolaan Piutang Daerah.
i. Pengelolaan Investasi daerah.
j. Pengelolaan Barang Milik Daerah.
k. Pengelolaan dana cadangan.
l. Pengelolaan utang daerah.
m. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah.
n. Penyelesaian kerugian daerah.
o. Pengelolaan Keuangan badan layanan umum daerah.
p. Pengaturan pengelolaan keuangan daerah.
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta
sesuai dengan Perda No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Perangkat Daerah Kota Surakarta dan ditindaklanjuti dengan Peraturan
Walikota No. 24 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan
Tata Kerja Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta
mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset
Untuk Melaksanakan tugas pokok tersebut Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset mepunyai fungsi sebagai berikut.
a. Penyelenggaraan kesekretariatan dinas.
b. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan pelaporan.
c. Penyelenggaraan pendaftaran dan pendataan wajib pajak dan wajib
retribusi.
d. Pelaksanaan perhitungan, penetapan dan angsuran pajak dan retribusi.
e. Pengelolaan dan pembukuan penerimaan pajak dan retribusi serta
pendapatan lain.
f. Pelaksanaan penagihan atas keterlambatan pajak, retribusi dan
pendapatan lain.
g. Penyelenggaraan pengelolaan anggaran, perbendaharaan dan
akuntansi.
h. Pengelolaan aset barang daerah.
i. Penyiapan penyusunan, perubahan dan perhitungan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
j. Penyelenggaraan administrasi keuangan daerah.
k. Penyelenggaraan sosialisasi.
l. Pembinaan jabatan fungsional.
m. Pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Struktur Organisasi DPPKA Surakarta
Dalam suatu badan organisasi diperlukan adanya struktur organisasi untuk
memperlancar tugas serta fungsi dari masing masing staff yang diharapkan.
Sumber : DPPKA Kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Sesuai dengan Perda Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta Bagian
Keempatbelas Pasal 35, Susunan Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset adalah sebagai berikut.
a. Kepala.
b. Sekretariat, membawahi :
1) Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan.
2) Subbagian Keuangan.
3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.
c. Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, membawahi :
1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan.
2) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data.
d. Bidang Penetapan, membawahi :
1) Seksi Perhitungan.
2) Seksi Penerbitan Surat Ketetapan.
e. Bidang Penagihan, membawahi :
1) Seksi Penagihan dan Keberatan.
2) Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain
f. Bidang Anggaran, membawahi :
1) Seksi Anggaran I.
2) Seksi Anggaran II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
g. Bidang Perbendaharaan, membawahi :
1) Seksi Pembendaharaan I.
2) Seksi Perbendaharaan II.
h. Bidang Akuntansi, membawahi :
1) Seksi Akuntansi I.
2) Seksi Akuntansi II.
i. Bidang Aset, membawahi :
1) Seksi Perencanaan Aset.
2) Seksi Pengelolaan Aset.
j. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
k. Kelompok Jabatan Fungsional.
Kepala Dinas memimpin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut diatas;
membawahi :
a. Sekretariat
b. Bidang pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi
c. Bidang Penetapan
d. Bidang Penagihan
e. Bidang Anggaran
f. Bidang Perbendaharaan
g. Bidang Akuntansi
h. Bidang Aset
i. Bidang UPTD
j. Kelompok Jabatan Fungsional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3. Deskripsi Divisi/Bidang DPPKA Surakarta
a. Sekretariat
Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan
kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas
secara terpadu, pelayanan administrasi dan pelaksanaan di bidang
perencanaan, evaluasi dan pelaporan, keuangan, umum dan
kepegawaian.
Untuk melaksanakan tugas tersebut diatas, sekretariat mempunyai
fungsi sebagai berikut.
1) Penyiapan bahan perumusan kebijkan teknis, pembinaan,
pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan
administrasi, dan pelaksanaan di bidang perencanaan, evaluasi dan
pelaporan.
2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan,
pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan
administrasi, dan pelaksanaan di bidang keuangan.
3) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan,
pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan
administrasi dan pelaksanaan di bidang umum dan kepegawaian.
4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
b. Pendaftaran, Pendataan (DAFDA) & Dokumentasi
Bidang Pendaftaran, pendataan dan dokumentasi mempunyai tugas
pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pendaftaran, pendataan, dokumentasi dan
pengolahan data. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12, Bidang Pendaftaran, Pendataan dan
Dokumentasi mempunyai fungsi :
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pendaftaran dan pendataan.
2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang dokumentasi dan pengolahan data.
3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
c. Penetapan
Bidang penetapan mempunyai tugas pokok melaksanakan
perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang
perhitungan dan penerbitan surat ketetapan. Untuk melaksanakan tugas
pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 17, Bidang Penetapan
mempunyai fungsi :
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang perhitungan.
2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang penerbitan surat ketetapan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
3) Pelaksanaan tuags lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
d. Penagihan
Bidang Penagihan mempunyai tugas pokok melaksanakan
perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang
penagihan, keberatan dan pengelolaan penerimaan sumber pendapatan
lain. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22, Bidang penagihan mempunyai fungsi :
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang penagihan dan keberatan.
2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pengelolaan penerimaan sumber pendapatan
lain.
3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
e. Anggaran
Bidang Anggaran mempunyai tugas pokok melaksabnakan
perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang
perencanaan, pengelolaan dan pengendalian anggran pendapatan,
belanja dan pembiayaan daerah dalam rangka penyusunan dan
pelaksanaan APBD dan Perubahan APBD. Untuk melaksanakan tugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Bidang Anggaran
mempunyai fungsi :
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang anggaran I.
2) Penyiapan bahan perumusan kebijkan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang anggaran II.
3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
f. Perbendaharaan
Bidang Perbendaharaan mempunyai tugas pokok melaksanakan
perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang
pengelolaan perbendaharaan I dan II. Untuk melaksanakan tugas
pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, Bidang Perbendaharaan
mempunyai fungsi:
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakanteknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pengelolaan perbendaharaan I.
2) Penyiapan bahan perumusan kebijakanteknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pengelolaan perbendaharaan II.
3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
g. Akuntansi
Bidang akuntansi mempunyai tugas pokok melaksanakan
perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang
penyelenggaraan tata akuntansi keuangan daerah pada tingkat Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan penyusunan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Kota Surakarta. Untuk
melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,
Bidang Akuntansi mempunyai fungsi:
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang akuntansi I.
2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang akuntansi II.
3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oelh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
h. Aset
Bidang Aset mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan
kebijaan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perencanaan
aset dan pengelolaan aset. Untuk melaksanakan tugas pokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Bidang Aset mempunyai
fungsi:
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang perencanaan aset.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pengelolaan aset.
3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
i. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan
Jabatan Fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
1) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga
fungisonal yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan
bidang keahliannya.
2) Jumlah jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat(1),
ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
3) Jenis dan jenjang Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4) Pembinaan terhadap Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Sumber daya manusia di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Kota Surakarta menurut jabatan dan tingkat pendidikan adalah sebagai
berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
a. Menurut Jabatan
Tabel I 1. Jumlah Pegawai DPPKA berdasarkan Jabatan
No Jabatan/Golongan Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
Eselon II
Eselon III a
Eselon III b
Eselon IV a
Eselon IV b
Staff PHS
Staff THL
1
1
6
20
3
103
19
Sumber : DPPKA Kota Surakarta
b. Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel I 2. Jumlah Pegawai DPPKA berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
1
2
3
4
5
6
S2
S1
D3
SMA
SMP
SD / Sarjana Muda
14
50
9
58
-
3
Sumber : DPPKA Kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
4. Rencana Stratejik DPPKA Surakarta
Sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang pendapatan
pengelolaan keuangan dan aset, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan
dan Aset merumuskan rencana stratejik dalam bentuk visi dan misi yang
dijabarkan dalam tujuan dan sasaran yang akan dicapai.
a. Visi dan Misi
Visi :
“Terwujudnya peningkatan pendapatan daerah , pengelolaan keuangan
dan aset daerah yang optimal, efektif, efisien, transparan serta
akuntabel, menuju kemandirian keuangan daerah guna mendukung
pembangunan daerah”
Misi :
1) Meningkatkan dan mengintensifkan pendapatan daerah secara
optimal
2) Meningkatkan kelancaran dan ketertiban pengelolaan keuangan
dan aset daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku
3) Mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang efektif efisien
serta akuntabel dengan memperhatikan azas kepatutan dan
keadilan
4) Meningkatkan pemberdayaan aset daerah secara efektif dan efisien
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b. Tujuan dan Sasaran
Tujuan :
1) Mengoptimalkan sumber – sumber pendapatan daerah untuk
mencapai target pendapatan yang ditetapkan.
2) Mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan keuangan
daerah berdasarkan peraturan yang berlaku.
3) Menyelamatkan dan memberdayakan aset pemerintah kota secara
optimal.
4) Meningkatkan profesionalisme dan peningkatan pelayanan kepada
masyarakat
Sasaran :
1) Terwujudnya pencapaian pendapatan daerah sesuai target yang
ditetapkan
2) Terwujudnya manajemen keuangan daerah yang efektif, efisien,
transparan dan akuntable.
3) Terwujudnya pembakuan status hukum / pensertifikatan dan
perlindungan aset daerah.
4) Peningkatan kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak.
c. Kebijakan dan Program
Sesuai dengan perda no. 6 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta yang ditindaklanjuti dengan
Perwali no. 24 tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi
dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Untuk Kebijakan program yang ditetapkan kaitannya dengan tugas
pokok dan fungsi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
adalah sebagai berikut:
1) Dalam usaha untuk mencapai tingkat pendapatan yang telah
ditetapkan, diupayakan dengan mengintesifikasikan sumber –
sumber pendapatan daerah yang dikelola Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset, baik dengan jemput bola,
pendekatan pelayanan melalui wilayah – wilayah terdekat,
sosialisasi kepada masyarakat langsung dengan pembagian leaflet,
maupun melalui media elektronik (TATV). Bahkan sampai dengan
pembagian hadiah bagi wajib pajak bumi dan bangunan yang
melakukan pembayaran tepat waktu.
2) Dalam mengelola keuangan daerah harus dilaksanakan secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan meperhatikan
azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
3) Dalam usaha meningkatkan pengelolaan aset daerah diupayakan
dengan meningkatkan pemberdayaan aset daerah, peningkatan
status hukum dan pengamanan aset daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena
itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Pembangunan Daerah juga merupakan bagian dari Pembangunan Nasional,
dan Pembangunan Nasional tidak lepas dari Otonomi Daerah merupakan
bagian dari penyelenggaraan pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Otonomi yang nyata maksudnya pemberian otonomi kepada daerah
berdasarkan faktor-faktor perhitungan tindakan dan kebijaksanaan yang benar-
benar menjamin daerah yang bersangkutan secara nyata mampu mengurus
rumah tangganya sendiri. Sedangkan bertanggung jawab maksudnya
pemberian otonomi itu benar-benar sejalan dengan tujuannya yaitu
melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok negara dan
daerah serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah.
Pemberian otonomi bagi pemerintah telah dilaksanakan oleh pemerintah
pusat, walaupun belum semua daerah di Indonesia diberi hak otonomi sendiri.
Prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab bagi pemerintah
pada dasarnya adalah untuk membantu pemerintah pusat dalam
menyelenggarakan pemerintahan. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama
menyelenggarakan pemerintahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, pengertian daerah otonom adalah daerah otonom selanjutnya disebut
daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah
tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi konsep otonomi daerah
menurut UU No 32 Tahun 2004 adalah pelimpahan wewenang dari
pemerintahan pusat ke daerah untuk mengurusi rumah tangganya sendiri.
Tanggung jawab daerah adalah menata dan mengelola sumber penerimaan
untuk keberlangsungan pembangunan di daerahnya sendiri-sendiri, karena
tidak semua pembiayaan pembangunan harus dibiayai oleh pusat, melainkan
juga dibiayai oleh daerah. Otonomi daerah adalah hak daerah untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan inisiatif bebas (Soedjito, 1990
:104 )
Dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah
disebutkan bahwa :
“Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan di ikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang- Undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, dimana besarnya di sesuaikan dan diselesaikan dengan pembagian kewenangan antara pemerintahan dan daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa daerah otonom itu sendiri
mengandung arti bahwa kepada daerah diberi kewenangan untuk mengurus
sendiri rumah tangganya. Salah satunya kewenangan dalam bidang keuangan
daerah yang meliputi pemungutan sumber-sumber pendapatan daerah,
menyelenggarakan pengurusan, pertanggungjawaban serta pengawasan
keuangan daerah, mengadakan anggaran pendapatan dan belanja daerah serta
penghitungannya. Peranan Pendapatan Daerah merupakan peranan yang
sangat penting karena merupakan factor factor yang sangat penting
menentukan volume, kekuatan dan kemampuan keuangan daerah dalam
rangka pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah.
Sesuai dengan pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan
pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, ditetapkan bahwa sumber-
sumber pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD yaitu :
a. Hasil Pajak Daerah.
b. Hasil Retribusi Daerah.
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan
d. Lain – lain PAD yang sah.
2. Dana Perimbangan, dan
3. Lain – lain Pendapatan Daerah yang sah.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka Pajak Daerah merupakan salah
satu factor pendukung dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah, karena
pembiayaan dan pendanaan yang dipungut dari sektor pajak sangat diperlukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
untuk kegiatan menunjang Pembangunan Daerah. Pajak Daerah umumnya
merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan
untuk membiayai penyelengaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan
Daerah.
Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009, Tetang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai
berikut.
1. Pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang-Undang
2. Penentuan tarif dan tata cara pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah
ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan peraturan Perundang-
Undangan.
Adapun jenis Pajak Daerah Kota/Kabupaten berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2
perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan PP
Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah, adalah :
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
7. Pajak Parkir
8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung Walet
10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Dari beberapa jenis Pajak Daerah tersebut, yang mengalami peningkatan
dalam pengembangan setiap tahunnya adalah Pajak Hotel dan Restoran.
Peningkatan ini ditunjang dengan adanya potensi pariwisata yang dimiliki
oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta. Adapun keterkaitan antara sektor
pariwisata dan sektor perpajakan, yakni bahwa dalam sektor pariwisata
terdapat sarana penunjang wisata yaitu objek wisata, hotel dan restoran serta
keanekaragaman seni dan budaya, dari setiap penggunaan sarana wisata
tersebut dikenakan pajak kepada para penggunanya. Dengan demikian
semakin banyak masyarakat yang melakukan kegiatan pariwisata ini maka
semakin besar pendapatan bagi sektor pajak.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011
Tentang Pajak Hotel yaitu :
Pasal 4 :
1. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan
pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas
ruang pertemuan, olahraga dan hiburan.
2. Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas
telepon, facsimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika,
transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola
hotel.
3. Tidak termasuk Objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah :
4. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah.
a. Jasa sewa apartemen, kondominium dan sejenisnya.
b. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan.
c. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti
asuhan, dan panti social lainnya yang sejenis, dan
d. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh
hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
Pasal 5 :
1. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan
pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan Hotel.
2. Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan
hotel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
3. Dasar perhitungan dan penetapan pajak berdasarkan penetapan tarif pajak
hotel, sesuai Peraturan Daerah untuk Pajak Hotel Nomor 4 Tahun 2011,
dimana pengenaan pajak masing-masing yaitu 10% setiap bulan, dari
penerimaan, penyelenggaraan, pengusaha hotel.
Namun besar kecilnya penerimaan pajak daerah dapat dipengaruhi oleh
beberapa factor yang menjadi hambatan dalam sistem pemungutan kas Pajak
Hotel yaitu sikap Wajib Pajak yang ditunjukkan oleh tingkat kepatuhan Wajib
Pajak, sistem perpajakan yang ditunjukkan dengan penerapan Undang-Undang
Pajak dan aparat pelaksana yang ditunjukkan dengan pelayanan yang
diberikan kepada Wajib Pajak..
Berdasar latar belakang diatas, dalam hal ini penulis ingin meneliti
bagaimanakah hambatan dalam proses pemungutan pajak hotel dan apa saja
upaya yang dilakukan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset
Kota Surakarta (DPPKA) sehubungan dengan masalah itu. Serta
menuangkannya dalam bentuk Tugas Akhir yang berjudul :
“HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN KAS PAJAK HOTEL
SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS PADA
DPPKA KOTA SURAKARTA)”.
C. PERUMUSAN MASALAH
Penerimaan pendapatan dari sektor pajak hotel merupakan potensi
pendapatan yang terbesar bagi Kota Surakarta. Dalam hal ini, keefektifan
sistem pemungutan kas pajak hotel sangat perlu untuk diperhatikan guna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
mengatasi dan menghindari kendala maupun hambatan dalam pemungutan kas
pajak hotel di Kota Surakarta. Untuk itu, dalam penulisan Tugas Akhir ini
penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas, antara lain tentang :
1. Apa saja jaringan prosedur yang membentuk sistem pemungutan kas Pajak
Hotel yang dilakukan oleh DPPKA Kota Surakarta ?
2. Apa saja hambatan yang ditemui dalam sistem pemungutan kas Pajak
Hotel oleh DPPKA Kota Surakarta dan pembayaran Kas Pajak Hotel oleh
Wajib Pajak Hotel?
3. Bagaimana upaya mengatasi hambatan dalam sistem pemungutan kas
Pajak Hotel di DPPKA Kota Surakarta ?
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui jaringan prosedur yang membentuk sistem pemungutan
kas pajak hotel yang dilaksanakan oleh DPPKA Kota Surakarta,
2. Untuk mengetahui apa saja hambatan yang dihadapi oleh DPPKA Kota
Surakarta dalam pemungutan pajak hotel dari Wajib Pajak Hotel sehingga
ditemukan solusi maupun upaya dalam mengatasi hambatan tersebut
dengan tetap memperhatikan standar dan pedoman yang telah ditetapkan.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta :
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan referensi
dalam mengatasi kendala maupun hambatan terkait implementasi sistem
pemungutan kas pajak hotel sebagai otonom daerah di Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2. Bagi Penulis :
a. Menambah wawasan Penulis tentang perpajakan
b. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama menjalani
perkuliahan tentang Akuntansi Sektor Publik dan Sistem Informasi
Akuntansi dalam konsep Pemerintah Daerah.
3. Bagi Pembaca / Pihak lain :
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan tambahan
pengetahuan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
BAB II
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Pajak
Ilyas dalam Suhendi (2008:33) menjelaskan bahwa penerimaan
pemerintah yang digunakan dalam membiayai pembangunan berasal dari
beberapa sumber yang dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan
bukan pajak. Penerimaan bukan pajak salah satunya adalah penerimaan
pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman dalam
negeri maupun luar negeri dan penerimaan dari badan usaha milik
pemerintah sedangkan sumber penerimaan yang lainnya adalah berasal
dari pajak.
Masalah pajak adalah masalah masyarakat dan Negara. Dengan
demikian setiap orang yang hidup dalam suatu Negara pasti dan harus
berurusan dengan pajak baik mengenai pengertiannya, kegunaan dan
manfaat serta mengetahui hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak.
Pajak sebagai sumber penerimaan yang besar bagi Negara dan juga
merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang termasuk penting
untuk membiayai pembiayaan umum pemerintah dan segala kegiatan
kenegaraan, dimana dana adalah merupakan penggerak segala kegiatan
dan aktivitas yang sedang dan yang akan dilaksanakan. Salah satu sumber
pendapatan daerah di Kota Surakarta yang memberikan andil besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dibanding pendapatan daerah lainnya yaitu pemungutan pajak hotel yang
berada di wilayah Kota Surakarta.
Sebelum Penulis membahas tentang uraian hambatan sistem
penerimaan kas pajak hotel, terlebih dahulu Penulis uraikan beberapa
pengertian tentang pajak menurut ahli di bidang ekonomi, antara lain
sebagai berikut.
a. Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2006;1), pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
b. Menurut Soemahamidjaja dalam Suandy (2005;10), pajak adalah
iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutupi biaya produksi
barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum.
c. Menurut Smeets dalam Suandy (2005;10), pajak adalah prestasi
kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan
yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontrapestasi yang dapat
ditunjukan dalam hal yang individual: maksudnya adalah untuk
membiayai pengeluaran pemerintah.
d. Menurut Djajadiningrat dalam Munawir (2003:1).pajak adalah suatu
kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,
menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara
langsung untuk memelihara kesehjahteraan umum.
e. Menurut Adriani dalam Resmi (2003;2), pajak adalah iuran
masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
f. Menurut Fieldmann dalam Resmi (2003;1) pajak adalah prestasi
yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa
(menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa
adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran- pengeluaran umum.
g. Menurut Prakoso dalam Rahmanto (2007;22) pengertian Pajak
adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena
Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak
memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk.
h. Menurut Resmi dalam Resmi (2003;.2). mengatakan pajak dipungut
oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya, dimana diperuntukkan bagi pengeluaran-
pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih
terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
i. Menurut Djajadiningrat dalam Tjahjono dan Husein (2005;2) pajak
sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan
ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan
yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai
hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum,
j. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989;636)
pajak adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus
dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada Negara
atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan harga
beli barang dan sebagainya.
Penulis menemukan ada dua hal yang penting yaitu pertama iuran yang
dapat dipaksakan, artinya iuran yang mau tidak mau harus dibayar oleh
rakyat yang dikenakan membayar kewajiban tersebut. Seandainya rakyat
atau badan hukum yang oleh pemerintah dikenakan kewajiban membayar
iuran tersebut (lazim disebut wajib pajak) tidak melaksanakan pembayaran
tersebut, maka wajib pajak yang bersangkutan dapat dikenakan tindakan
hukum oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang atau dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
perkataan lain wajib pajak tersebut dapat dipaksakan oleh pemerintah
untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dengan menggunakan Surat
Paksa dan Sita. Kedua tanpa jasa timbal atau kontra prestasi atau imbalan
langsung, yang dapat ditunjukan mengandung arti bahwa wajib pajak yang
membayar iuran kepada Negara tidak ditunjukan secara langsung imbalan
apa yang diperolehnya dari pemerintah atas pembayaran iuran tersebut.
Dari berbagai definisi pajak menurut para ahli diatas, baik pengertian
secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke
sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang
dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang cirri-ciri yang terdapat
pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut.
a. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat atau pemerintah
daerah berdasarkan atas Undang-Undang serta aturan pelaksananya.
b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya)
dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor Negara
(pemungut pajak/administrator pajak).
c. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik
rutin mauapun pembangunan.
d. Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan kontraprestasi individual
oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh
para wajib pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
e. Selain fungsi budgeter (anggaran) berfungsi mengisi kas
Negara/anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi
sebagai alat untuk mengatur atau melaksakan kebijakan Negara
dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur).
2. Pajak menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
1) Pajak Propinsi
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas
Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota
Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
3. Pengertian Pajak Daerah
Bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah
yang penting guna meningkatkan pendapatan asli daerah dan kemandirian
daerah dalam rangka percepatan perwujudan kesejahteraan masyarakat
dalam Perda (2011;1).
Berikut Penulis jelaskan beberapa pengertian mengenai pajak daerah,
yaitu.
a. Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011
Tentang Pajak daerah , yaitu Pajak daerah yang selanjutnya disebut
pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
b. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU
Nomor 34 Tahun 2000 dan UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan Pajak
Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang
dapat dipaksakan beradasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
c. Menurut Undang Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 1957 Tentang Peraturan Pajak Daerah Pasal 2, yang
dimaksud dengan pajak daerah, ialah pungutan Daerah menurut
peraturan pajak yang ditetapkan oleh Daerah untuk pembiayaan
rumah tangganya sebagai badan hukum publik.
d. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Daerah dalam
Mardiasmo (2006;6).
Dari beberapa pengertian pajak daerah tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan ciri-ciri yang melekat pada pajak daerah, yaitu.
a. Pajak Daerah dipungut berdasar atas kekuatan Undang-Undang
serta aturan pelaksananya.
b. Tidak mendapat imbalan atau kontra prestasi secara langsung
c. Pajak Daerah dipungut oleh Pemeruntah Daerah
d. Pajak Daerah dipungut untuk pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan daerah/rumah tangga daerah
e. Pajak daerah berasal dari pajak Negara yang diserahkan kepada
daerah sebagai pajak daerah.
4. Jenis Jenis Pajak Daerah
Adapun jenis Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) dan Tingkat II
(Kota/Kabupaten) berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2 perubahan atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan PP Nomor
65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah, adalah :
a. Jenis Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) terdiri atas:
1) Pajak Kendaraan Bermotor;
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4) Pajak Air Permukaan; dan
5) Pajak Rokok.
b. Jenis Pajak Daerah Tingkat II (Kota/Kabupaten) terdiri atas:
1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran
3) Pajak Hiburan
4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
7) Pajak Parkir
8) Pajak Air Tanah
9) Pajak Sarang Burung Walet
10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan
11) BPHTB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
5. Tujuan Pajak Daerah
a. untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber
dari konsumsi
b. untuk mendorong tabungan dan menanam modal
c. untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan
pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah
d. untuk memodifikasi pola investasi
e. untuk mengurangi ketimpangan ekonomi
f. untuk memobilisasi surplus ekonomi
6. Fungsi Pajak daerah
Fungsi pajak dibagi menjadi 4 macam , antara lain :
a. Fungsi Anggaran (Budgeter), yaitu pajak berfungsi sebagi salah satu
sumber pendapatan Negara untuk membiayai pengeluaran-
pengeluarannya. Misalnya untuk membiayai pengeluaran rutin dan
pembangunan. Bila terdapat sisa, maka sisa terebut sebagai public
saving yang akan digunakan untuk public investment.
b. Fungsi Mengatur (regulered), yaitu pajak berfungsi sebagai alat
untuk melakasanakan kebijakan Negara dalam bidang ekonomi, social,
cultural dan sebagainya. Misalnya kebijakan di bidang ekonomi, yaitu
mendorong produksi dalam negeri.
c. Fungsi sosial (social), yaitu pajak berfungsi sebagai salah satu alatu
untuk mempengaruhi keadaan social masyarakat. Misalnya :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
pemungutan pajak disesuaikan dengan keadaan ekonomi wajib pajak
yang kurang mampu untuk membayar pajak yang tidak besar.
d. Fungsi Pemerataan (Distribution) yaitu pajak mempunyai fungsi
pemerataan artinya dapat digunakan untuk menyeimbangkan dan
menyesuaikan antara pembagian pendapatan dengan kesejahteraan
masyarakat. Dengan kata lain, pajak berfungsi untuk pemerataan
pendapatan masyarakat, sebagaimana yang tercantum dalam Trilogi
Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.
7. Landasan Hukum Pajak daerah
Landasan hukum yang mengatur pajak daerah telah mengalami
beberapa kali perubahan/pembaharuan, antara lain sebagai berikut.
c. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
d. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Pajak Daerah dan retribusi daerah.
e. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi daerah.
f. Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah.
g. Undang Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1957
tentang Peraturan Pajak Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
h. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah.
8. Syarat–Syarat Pemungutan Pajak
Dalam pembayaran pajak agar tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan maka harus memenuhi beberapa syarat dalam Tjahjono dan
Husein (2005;17), yaitu :
a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan).
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang- undang (syarat
yuridis).
c. Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis).
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial).
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Pemungutan pajak dibenarkan hukum karena adanya hubungan
kausalitas dari pajak itu sendiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pajak yang dipungut secara langsung ataupun tidak langsung akan
kembali digunakan oleh masyarakat dalam bentuk infrastruktur dan
pelayanan dalam Tjahjono dan Husein (2005;18). Beberapa landasan
yang menjadi dasar pembenaran pemungutan pajak adalah :
a. Teori Asuransi
Pajak diasumsikan sebagai premi asuransi yang harus dibayar
oleh masyarakat (tertanggung) kepada negara (penanggung).
Kelemahan teori ini, jika rakyat mengalami kerugian seharusnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
ada penggantian dari negara kenyataannya tidak ada. Selain itu,
besarnya pajak yang dibayar dan jasa yang diberikan tidak ada
hubungan langsung.
b. Teori Kepentingan
Pajak dibebankan atas dasar kepentingan (manfaat) bagi
masing-masing orang. Teori ini dalam ajarannya yang semula
hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut
dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan atas
kepentingan orang masing- masing dalam tugas-tugas pemerintah
(yang bermanfaat baginya), termasuk perlindungan atas jiwa orang-
orang beserta harta bendanya.Teori ini dikenal sebagai Benefit
Approach Theory.
c. Teori Gaya Pikul
Teori ini menekankan pada asas keadilan, bahwasanya pajak
haruslah sama besarnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar
menurut gaya pikul seseorang. Gaya pikul seseorang dapat diukur
berdasar besarnya penghasilan dengan memperhitungkan besarnya
pengeluaran atau pembelanjaan seseorang. Teori ini dikenal
sebagai Ability to Pay Approach Theory.
d. Teori Bakti (Teori Kewajiban Pajak Mutlak)
Teori ini mendasarkan pada paham Organische Staatsleer.
Paham mengajarkan bahwa karena sifat negara sebagai suatu
perkumpulan dari individu-individu maka timbul hak mutlak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Negara untuk memungut pajak. Dari sudut pandang rakyat,
membayar pajak kepada negara merupakan bukti rasa baktinya
rakyat/warga kepada negaranya.
e. Teori Asas Daya Beli
Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut
pajak,melainkan hanya melihat pada efeknya dan memandang efek
yang baik ini sebagai dasar keadilannya. Penyelenggaraan
kepentingan masyarakat dianggap sebagai dasar keadilan
pemungutan pajak, bukan kepentingan individu dan bukan pula
untuk kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang
meliputi keduanya.
9. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System
Sistem ini dilaksanakan sampai pada tahun 1967. Pada sistem ini
wewenang pemungutan pajak ada pada fiskus. Fiskus memiliki hak
untuk menentukan besarnya utang pajak orang pribadi maupun badan
dengan mengeluarkan surat ketetapan pajak, sebagai bukti timbulnya
suatu utang pajak. Jadi Wajib Pajak (WP) bersifat pasif dan menunggu
ketetapan fiskus mengenai utang pajaknya. Sistem ini menguntungkan
pihak fiskus yang menyalahgunakan kewenangannya untuk mencari
kesempatan dalam kesempitan misalnya dalam proses negosiasi
penetapan atau perhitungan besarnya pajak seringkali muncul tawar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
menawar antara fiskus dan WP. Hal ini dimungkinkan juga karena
pada sistem ini petugas pajaklah yang mendatangi masyarakat untuk
mendaftar warga masyarakat sebagai WP.
Kesimpulan atas kelemahan dari sistem official assessment ini adalah
1) Pelaksanaan kewajiban perpajakan sangat tergantung pada aparat
perpajakan, yang berakibat kurangnya kesadaran atau tanggung
jawab dari WP dalam memikul beban negara yang pada
hakekatnya adalah untuk kepentingannya sendiri dalam
bermasyarakat, bernegara dan berpemerintahan;
2) Kelemahan dari sistem ini didukung pula dengan permasalahan dan
kelemahan produk perundang-undangan pajak yang lama, yang
memuat terlalu banyak peraturan pajak dengan penetapan
bermacam-macam tarif yang cenderung tinggi, yang justru
membingungkan sistem pemungutannya dan bahkan ada
kecendrungan terjadinya perlawanan pajak dengan cara
menghindar dari kewajiban perpajakannya;
3) ragam dan jenis pajak dalam sistem perpajakan yang lama terlalu
banyak;
4) sistem pemungutan pajak yang terlalu berbelit-belit.
b. Semi self Assessment system
Sistem ini dilaksanakan pada periode 1968-1983, semi self
Assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana
wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
seseorang berada pada kedua belah pihak yaitu Wajib Pajak (WP). dan
fiskus. Mekanisme pelaksanaannya berdasarkan suatu anggapan bahwa
WP. pada awal tahun menaksir sendiri besarnya utang pajak yang
harus dibayarkan dan pada akhir tahun pajak besarnya pajak terutang
yang sesungguhnya ditetapkan oleh fiskus. Indonesia menerapkan
sistem semi self Assessment ini bersama-sama dengan withholding
system yang pada saat itu dikenal dengan sebutan tatacara Menghitung
Pajak Sendiri (MPS) dan Menghitung Pajak Orang (MPO).
c. With holding system
adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada
pihak ketiga bukan pada fiskus maupun WP. Besarnya angsuran pajak
ditentukan oleh WP dan oleh pihak ketiga berdasarkan suatu anggapan,
sedangkan besarnya pajak terutang sesungguhnya akan ditetapkan
kemudian oleh fiskus. Sistem ini lebih baik dari sistem sebelumnya
(Official Assessment System), tetapi pada sistem ini juga masih terjadi
penyimpangan-penyimpangan oleh oknum pajak, contohnya
pembayaran pajak atas dasar kompromi artinya “Tahu Sama Tahu”
dimana fiskus sering menawarkan jasa perhitungan pembayaran pajak
asal pihak yang dibantu dapat”TST” dan saling mengerti. Tata cara
MPS dan MPO yaitu suatu tata cara menghitung pajak sendiri dan
menghitung pajak orang. Maksudnya pajak dapat dihitung sendiri oleh
WP dan oleh pihak ketiga berdasarkan suatu anggapan atau perkiraan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
mengenai besarnya utang pajak yang terutang. Pada tata cara MPS,
masyarakat harus menghitung sendiri besarnya pendapatan, kekayaan
dan labanya berikut pajak yang harus dibayarkan dan disetorkan ke kas
negara tanpa adanya campur tangan aparatur pajak. Aparatur pajak
terbatas pada pemberian penerangan, penjelasan, penelitian dan
pemeriksaan perhitungan dan penyetoran pajak kepada WP pada akhir
tahun takwim. Untuk menunjang perhitungan dengan sistem MPS agar
pembayaran pajak tepat waktu dan kondisi yang memungkinkan bagi
WP untuk melaksanakan kewajibannya, maka dirasa perlu adanya
sistem MPO untuk melengkapi tatacara pelaksanaan MPS. Tatacara
MPO adalah suatu tatacara untuk menghitung pajak orang lain serta
melakukan pemotongan dan penyetoran pajak kepada kas negara
dengan menunjuk perorangan atau badan-badan oleh Kantor Inspeksi
Pajak (KIP) yang berwenang.
d. Full self assessment system
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib
Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap
tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang
berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta
memungut pajak sepenuhnya ditangan wajib pajak. Wajib Pajak
dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami peraturan
perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang
tinggi,serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Disini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
fiskus hanya bertugas memberikan penerangan dan pengawasan.
Dengan demikian berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan
pajak banyak bergantung pada wajib pajak sendiri (peranan dominan
ada pada Wajib Pajak).
10. Pengertian Hotel
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4
Tahun 2011 pengertian Hotel adalah fasilitas penyedia jasa
penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah
kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah, Hotel adalah
bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat
menginap/istirahat memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya
dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu,
dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan
perkantoran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
11. Pengertian Pajak Hotel
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4
Tahun 2011 pengertian Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh hotel.
Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah, Pajak Hotel adalah
pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel termasuk rumah
penginapan, fasilitas penginapan/ fasilitas tinggal jangka pendek,
pelayanan penunjang, fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan atau
dikelola hotel, dengan pembayaran.
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel disini
termasuk juga rumah penginapan yang memungut pembayaran. Pengenaan
pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada
di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan
suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut
pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih
dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak hotel. Peraturan itu
akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan
pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota
yang bersangkutan dalam Siahaan (2005;245).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi yang
perlu diketahui. Terminologi tersebut adalah sebagai berikut, dalam
Siahaan (2005;246).
a. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk
dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas
lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang
menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh
pertokoan dan perkantoran.
b. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi
apa pun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan
disewakan untuk umum.
c. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa
pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya
melakukan usaha di bidang jasa penginapan.
d. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima
sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan sebagai
pembayaran kepada pemilik hotel.
e. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran yang sekaligus
sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada
saat mengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau
tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada
subjek pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun
2011 Tentang Pajak Daerah dijelaskan mengenai Nama Pajak, Subjek
Pajak, Wajib Pajak, Objek Pajak, Dasar Pengenaan, Tarif, Cara
Penghitungan Pajak, Masa Pajak, dan Sanksi Pajak Hotel.
12. Nama
Setiap pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran dipungut
pajak dengan nama Pajak Hotel
13. Subjek Pajak Hotel
Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
14. Wajib Pajak Hotel
Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang megnusahakan
Hotel.
15. Objek Pajak Hotel
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel
dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel
yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas
olahraga dan hiburan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada paragraf diatas adalah
fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci,
seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau
dikelola Hotel.
Tidak termasuk objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada
paragraf diatas adalah:
a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah;
b. jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagaman;
d. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo,
panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan
e. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan
oleh Hotel yang dapat dimanf tkan oleh umum.
16. Dasar Pengenaan Pajak Hotel
Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang
seharusnya dibayar kepada Hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh
hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga
pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel. Contoh hubungan
istimewa adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa hotel
dengan pengusaha hotel, baik langsung atau tidak langsung, berada di
bawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak
kepada wajib pajak untuk harga jual jumlah uang yang dibayarkan
maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai
penukaran atas pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang
termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun juga dilakukan
berkaitan dengan usaha hotel.
17. Tarif Pajak Hotel
Tarif Pajak adalah besarnya tarif hotel yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah dan besarnya sesuai dengan keputusan Pemerintah
masing- masing daerah.
Tarif Pajak Hotel ditetapkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :
a. Tarif Pajak Hotel sebesar 10% (sepuluh persen),
b. Tarif Pajak selain Hotel sebesar 5% (lima persen) yaitu ;
1) Home Stay
2) Rumah Kos
3) Gubug Pariwisata / Cottage
4) Motel
5) Wisma Pariwisata
6) Pesanggrahan
7) Losmen
8) Rumah Penginapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah
kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai
dengan kondisi masing- masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian,
setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan
besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota
lainnya, asalkan tidak lebih dari sepuluh persen.
18. Cara Penghitungan Pajak
Besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan Tarif Pajak Hotel dengan Dasar Pengenaan Pajak. Secara
umum perhitungan Pajak Hotel adalah dengan rumus sebagai berikut.
19. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak dan Wilayah
Pemungutan Pajak.
a. Masa Pajak
Pada pajak hotel, masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya
sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang
Pajak terutang = Tarif pajak X Dasar pengenaan pajak
=Tarif pajak X Jumlah pembayaran yang
dilakukan Kepada hotel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Dalam pengertian masa
pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
b. Tahun Pajak
Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwim,
kecuali wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun takwim.
c. Pajak Terutang
Saat Pajak Hotel terutang pada saat terjadinya pelayanan hotel. Pajak
yang terutang merupakan pajak hotel yang harus dibayar oleh wajib
pajak pada suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak
menurut ketentuan peraturan daerah tentang pajak hotel yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat. Saat
pajak terutang dalam masa pajak ditentukan menurut keadaan, yaitu
pada saat terjadi pembayaran atau pelayanan jasa penginapan di hotel
atau penginapan.
d. Wilayah Pemungutan
Pajak hotel yang terutang dipungut di wilayah kabupaten/kota tempat
hotel berlokasi.Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah
kabupaten/kota yang hanya terbatas atas setiap hotel yang berlokasi
dan terdaftar dalam lingkup wilayah administrasinya.
Setiap pengusaha hotel yang menjadi wajib pajak dalam memungut
pembayaran pajak hotel dari konsumen yang menggunakan jasa hotel
harus menggunakan bon penjualan atau nota pesanan (bill), kecuali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
ditetapkan lain oleh bupati/walikota. Termasuk pengertian penggunaan
bon penjualan adalah penggunaan mesin cash register sebagai bukti
pembayaran. Dalam bon penjualan sekurang-kurangnya harus
mencantumkan catatan tentang jenis kamar yang ditempati, lama
menginap dan fasilitas hotel yang digunakan. Bon penjualan harus
mencantumkan nama dan alamat usaha, dicetak dengan diberi nomor seri
dan digunakan sesuai dengan nomor urut.
Bon penjualan harus diserahkan kepada subjek pajak sebagai bukti
pemungutan pajak pada saat wajib pajak mengajukan jumlah yang harus
dibayar oleh subjek pajak. Kewajiban wajib pajak untuk menerbitkan dan
menyerahkan bon penjualan kepada subjek pajak selain untuk kepentingan
pengawasan terhadap peredaran usaha wajib pajak juga dimaksudkan
sebagai bagian untuk memasyarakatkan kesadaran tentang pajak hotel
kepada masyarakat selaku subjek pajak. Salinan nota pesanan yang sudah
digunakan harus disimpan oleh wajib pajak dalam jangka waktu tertentu
sesuai peraturan daerah atau keputusan bupati/walikota, misalnya dalam
waktu setahun, sebagai bukti dalam pembuatan surat pemberitahuan pajak
daerah.
Wajib pajak yang wajib menggunakan bon penjualan, tetapi tidak
menggunakan bon penjualan dikenakan sanksi administrasi berupa denda
sebesar dua persen per bulan dari dasar pengenaan pajak. Bon penjualan
baru dapat digunakan setelah diporporasi oleh bupati/walikota atau pejabat
yang ditunjuk. Wajib pajak wajib melegalisasi bon penjualan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Dinas Pendapatan Daerah kabuapten/kota, kecuali dietapkan lain oleh
Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Wajib pajak yang wajib melegalisasi
bon penjualan,tetapi menggunakan yang tidak dilegalisasi dikenakan
sanksi administrasi, umumnya berupa denda sebesar dua persen per bulan
dari dasar pengenaan pajak.
20. Pembayaran dan Sanksi Pajak Hotel
a. Pembayaran Pajak Hotel dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain
yang ditunjuk oleh Walikota, sesuai waktu yang ditentukan dalam
Surat Ketetapan Pajak.
b. Pembayaran harus dilakukan secara tunai atau lunas paling lambat 10
(sepuluh) hari setelah berakhirnya masa pajak.
c. Keterlambatan atas pembayaran pajak dikenakan sanksi administrasi
berupa bunga 2% setiap bulan.
Bunga = 2% x Dasar Pengenaan Pajak
21. Pengertian Sistem
Istilah sistem merupakan istilah dari bahasa yunani system yang
artinya adalah himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan
secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.Pengertian sistem menurut
sejumlah para ahli :
a. Romney dan Steinbert (2004:2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Sistem adalah rangkaian dari dua atau lebih komponen-komponen
yang saling berhubungan, yang berinteraksi untuk mencapai sautu
tujuan. Sistem hamper selalu terdiri dari beberapa subsistem kecil,
yang masing-masing melakukan fungsi khusus yang penting untuk
mendukung sistem yang lebih besar.
b. Baridwan (1990: 1)
sistem merupakan suatu kerangka, suatu kegiatan, dan prosedur-
prosedur yang paling berhubungan yang disusun sesuai dengan
suatu skema yang menyeluruh untuk melaksanakan suatu kegiatan
atau fungsii utama dari perusahaan.
c. Mulyadi (2001;2) Sistem adalah sekelompok unsur yang erat
berhubungan satu dengan lainnya, yang berfungsi bersama-sama
untuk mencapai tujuan tertentu.
d.
22. Pengertian Pemungutan Pajak
Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011,
Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan
data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau
retribusi yan.g terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi
kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan
penyetorannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
23. Pengertian Kas
Menurut Bastian (2007:118), Kas adalah uang tunai dan yang setara
dengan uang tunai serta saldo rekening giro yang tidak dibatasi
penggunaannya untuk membiayai kegiatan entintas pemerintah daerah.
Penerimaan Kas dapat berasal dari :
a. Dana Non-perimbangan yang di dalamnya terdiri atas:
1) Pajak Daerah
2) Retribusi Daerah
3) Penerimaan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
b. Dana Perimbangan yang di dalamnya terdiri atas:
1) Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
2) Dana Alokasi Umum (DAU)
3) Dana Alokasi Khusus (DAK)
4) Dana Darurat (DD)
5) Pajak Bahan Kendaraan Bermotor (PBBKB)
24. Klasifikasi Hotel/Penginapan
a. Hotel Bintang
adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian
bangunan yang disediakan secara khusus, dimana setiap orang dapat
menginap, makan, memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas
lainnya dengan pembayaran, dan telah memenuhi persyaratan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
hotel berbintang seperti yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal
Pariwisata.
Persyaratan tersebut antara lain mencakup :
1) Persyaratan fisik, seperti lokasi hotel, kondisi bangunan.
2) Bentuk pelayanan yang diberikan.
3) Kualifikasi tenaga kerja, seperti pendidikan dan kesejahteraan
karyawan.
4) Fasilitas olahraga dan rekreasi lainnya yang tersedia.
5) Jumlah kamar yang tersedia.
b. Hotel Melati/Losmen/Penginapan
adalah usaha pelayanan penginapan bagi umum yang dikelola secara
komersial dengan menggunakan sebagian atau seluruh bagian
bangunan.
c. Penginapan Remaja/Youth Hostel
Adalah usaha penyediaan jasa akomodasi dalam rangka kegiatan
pariwisata dengan tujuan untuk rekreasi, memperluas pengetahuan
/ pengalaman dan perjalanan.
d. Pondok Wisata/Home Stay
adalah usaha penyediaan jasa pelayanan penginapan bagi umum
dengan pembayaran harian, yang dilakukan perseorangan dengan
menggunakan sebagian dari tempat tinggalnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
e. Jasa Akomodasi lainnya
adalah usaha penyediaan jasa pelayanan penginapan yang tidak
termasuk pada Hotel Melati, Penginapan Remaja dan Pondok Wisata
misalnya Wisma, Gubuk Istirahat.
25. Pengertian Otonomi Daerah
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, pengertian daerah otonom adalah daerah otonom selanjutnya
disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Soedjito (1990;104 ) Otonomi daerah adalah hak daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan inisiatif bebas.
26. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)
Adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan
objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan perpajakan daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
27. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD)
Adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke
kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
28. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok
pajak yang terutang.
29. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok
pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
30. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
(SKPDKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan
atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
31. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama
besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak
ada kredit pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
32. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak
yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
33. Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)
Adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif
berupa bunga dan/atau denda.
34. Surat Keputusan Pembetulan
Adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan
hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat
Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.
35. Surat Keputusan Keberatan
Adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat Pemberitahuan Pajak
Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih
Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga
yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36. Putusan Banding
Adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
B. PEMBAHASAN
1. Jaringan Prosedur yang Membentuk Sistem Pemungutan Kas Pajak
Hotel pada DPPKA Kota Surakarta adalah :
a. Pendaftaran dan Pendataan
Tahap pertama ini bermaksud untuk mendapatkan data Wajib
Pajak, dengan melaksanakan pendaftaran dan pendataan terhadap
Wajib Pajak yang memiliki obyek pajak di wilayah Kota Surakarta.
Kegiatan pendaftaran dan pendataan diawali dengan pengisian
formulir pendaftaran dan pendataan oleh Wajib Pajak dengan jelas,
lengkap dan benar serta ditanda tangani Wajib Pajak atas kuasanya.
Kegiatan ini diproses dan diotorisasi oleh Kepala bagian/divisi Dafda
dan Dokumentasi di DPPKA Kota Surakarta. Hal ini dimaksudkan
untuk mendapatkan data yang benar-benar akurat dan diketahui pula
oleh Wajib Pajak serta sesuai dengan peraturan yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Setelah pengisian formulitr pendaftaran dan pendataan selesai,
kemudian petugas pajak mencatat data-data yang selanjutnya
dimasukan dan ditulis kedalam Daftar Induk Wajib Pajak berdasarkan
nomor urut yang kemudian digunakan sebagai NPWPD (Nomor Pokok
Wajib Pajak Daerah). Untuk kemudian pelayanan kepada Wajib Pajak,
NPWPD dicantumkan pada setiap dokumen perpajakan daerah.
b. Perhitungan dan Penetapan
Selanjutnya dalam tahap ini, Wajib Pajak yang telah memiliki
NPWPD setiap tahun pajak atau masa pajak, wajib mengisi SPTPD.
Selanjutnya SPTPD ini harus disampaikan kepada Walikota paling
lambat 10 hari setelah berakhirnya masa pajak. Setelah itu, Wajib
Pajak yang membayar sendiri (self assesment), SPTPD inilah yang
digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan
pajak sendiri yang terutang.
Seluruh data pajak yang diperoleh dari daftar isian SPTPD (Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah), selanjutnya akan dihimpun dan dicatat
dalam berkas atau kartu data yang merupakan hasil akhir untuk
memperhitungkan dan menetapkan besarnya pajak terutang dengan
menerbitkan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah). Untuk bentuk, isi,
tata cara pengisian SPTPD dan SKPD sudah diatur dalam keputusan
Walikota. Tarif Pajak Hotel ditetapkan sebagai berikut.
Tarif Pajak Hotel ditetapkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :
1) Tarif Pajak Hotel sebesar 10% (sepuluh persen),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
2) Tarif Pajak selain Hotel sebesar 5% (lima persen) yaitu ;
a) Home Stay
b) Rumah Kos
c) Gubug Pariwisata / Cottage
d) Motel
e) Wisma Pariwisata
f) Pesanggrahan
g) Losmen
h) Rumah Penginapan
c. Pembayaran Pajak
Untuk pembayaran Pajak Hotel, dilakukan di Kas Daerah atau
ditempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sesuai dengan waktu yang
ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan SPTPD.
Untuk pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil
pembayaran harus disetor ke Kas Daerah selambat-selambatnya 1x24
jam atau sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh Walikota.
Pembayaran ini dilakukan dengan menggunakan SSPD.
Waktu pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas
paling lambat 10 hari setelah berakhirnya masa pajak. Untuk
pengajuan dispensasi wajib pajak untuk mengangsur pajak terutang
dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan diperbolehkan dengan persetujuan dari Walikota atau
pejabat yang berwenang. Pembayaran dengan angsuran harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga
sebesar 2% setiap bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
Setelah pembayaran diselesaikan, maka Wajib Pajak akan diberi tanda
bukti pembayaran dan selanjutnya petugas pajak mencatat dalam buku
penerimaan. Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan
buku penerimaan pajak ditetapkan dalam keputusan Walikota. Berikut
Penulis uraikan mengenai prosedur pembayaran kas pajak hotel di
DPPKA Kota Surakarta.
1) Wajib Pajak mengisi SPTPD rangkap 2 (warna putih untuk
DPPKA Kota Surakarta dan kuning untuk WP) dan slip setoran
dengan melampirkan data pendukung (bill/tagihan, rekap
penerimaan harian)
2) WP Menyerahkan SPTPD, slip setoran dan data pendukung ke
Customer Sevice Office (CSO).
3) CSO menerima form SPTPD dan slip setoran yang disertai data
pendukung dari WP
4) Setelah diterima maka dilakukan pengecekan kelengkapan berkas
pendukung pengisian form SPTPD (nota, bill, kwitansi, dsb).
Selanjutnya mengarahkan WP ke kasir.
5) WP melakukan pembayaran Pajak Hotel, dan kasir menghitung
uang pembayaran Pajak Hotel
6) Kasir mengetik SSPD Hotel rangkap 4 (WP, Bendahara, DPPKA,
UPTD)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
7) Kasir menyerahkan tanda bukti lunas/SSPD kepada Wajib Pajak.
d. Penagihan Pajak
Penagihan pajak dilakukan sesuai dengan prosedur di bawah ini:
1) Surat Teguran atau Surat Peringatan sebagai awal tindakan
pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 10(sepuluh) hari sejak
saat jatuh tempo pembayaran.
2) Dalam jangka waktu 10(sepuluh) hari setelah tanggal Surat
Teguran atau Surat Peringatan, Wajib Pajak harus melunasi pajak
yang terutang.
3) Surat Teguran atau Surat Peringatan sebagaimana di atas
dikeluarkan oleh Pejabat.
4) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi
dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran
atau Surat Peringatan, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih
dengan Surat Paksa.
5) Pejabat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua
puluh satu) hari sejak tanggal penerbitan Surat Teguran atau Surat
Peringatan.
e. Pembukuan dan Pelaporan
Setelah dilakukan pembayaran oleh Wajib Pajak, maka besarnya
penetapan dan penerimaan pajak dilakukan di dalam buku catatan
pajak. Hal ini dimaksudkan sebagai dasar untuk pembuatan daftar
penetapan, penerimaan dan tunggakan pajak dan kemudian dibuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
laporan realisasi hasil penerimaan dan tunggakan pajak sesuai masa
pajak. Hasilnya dapat digunakan untuk pelaporan dan
pertanggungjawaban.
Selain itu pihak Wajib Pajak sendiri, yaitu pengusaha hotel juga
diwajibkan untuk membuat pembukuan atas usahanya. Pembukuan ini
harus dilakukan secara tertib, teratur dan benar, karena pembukuan ini
nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk menghitung besarnya
pajak terutang.
f. Aturan – aturan lainnya
1) Tentang Pemeriksaan mendadak / Audit
Petugas berwenang / tim audit melakukan pemeriksaan setiap 3
bulan sekali untuk menguji ketertiban dan kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan daerah. Wajib Pajak yang diperiksa wajib
untuk :
a) Memperlihatkan dan meminjamkan buku / catatan / dokumen
yang menjadi dasar untuk obyek pajak yang terutang.
b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat/ruangan
yang dianggap perlu untuk kelancaran pemeriksaan.
c) Memberikan keterangan yang diperlukan
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan bukti tentang adanya
tindak pidana perpajakan daerah, maka pemeriksaan akan
dilanjutkan dengan membuat laporan pemeriksaan dan sampai ke
penyidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
2) Tentang penerbitan SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar), SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang
Bayar Tambahan), SKPDN (Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil).
Dikeluarkan oleh Walikota berdasarkan hasil pemeriksaan
pajak terutang atau kurang bayar ini akan diberikan sanksi
administrasi berupa bunga 2% setiap bulan dihitung mulai dari
pajak yang kurang bayar, untuk jangka waktu paling lama 24
bulan.
3) Tentang Keberatan dan Banding
Diajukan oleh Wajib Pajak secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
paling lama 3 bulan sejak SKPD diterima oleh Wajib Pajak kepada
Badan Penyelesaian sengketa pajak. Pengajuan banding ini tidak
menunda kewajiban membayar pajak.
4) Tentang Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pengajuan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
oleh Wajib Pajak secara tertulis dilakukan dengan menyebutkan :
a) Nama dan alamat Wajib Pajak
b) Masa pajak
c) Besarnya kelebihan pembayaran pajak
d) Alasan yang jelas
5) Tetntang kadaluwarsa penagihan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Hak penagihan pajak akan kadaluwarsa setelah melampaui jangka
waktu 5 tahun terhitung sejak saat pajak terutang. Tetapi
kadaluwarsa ini dapat juga tertangguh apabila diterbitkan Surat
Teguran dan Surat Paksa, ada pengakuan utang pajak dari Wajib
Pajak.
6) Tentang Ketentuan Pidana
Bagi Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan
SPTPD, megisi dengan tidak benar, sehingga merugikan keuangan
daerah dapat di pidana dengan kurungan paling lama 1 tahun atau
denda paling banyak 2 kali jumlah pajak yang terutang. Sedangkan
bagi Wajib Pajak yang melakukan hal tersebut dengan sengaja,
maka dipidana paling lama 2 tahun atau denda 4 kali jumlah pajak
terutang.
2. Hambatan dalam Sistem Pemungutan Kas Pajak Hotel Bagi DPPKA
Kota Surakarta.
Sebelum penulis membahas mengenai hambatan dalam sistem
pemungutan kas pajak hotel, terlebih dahulu penulis membahas mengenai
hambatan dalam pemungutan pajak secara umum baik pajak pusat maupun
pajak daerah, seringkali terdapat kendala-kendala yang melemahkan dalam
pemungutan pajak. Kendala-kendala tersebut antara lain:
a. Berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang yang sering kali tidak
konsisten dengan undang-undangnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Melaksanakan tax reform lebih pelik dan makan waktu
dibandingkan dengan ketika merancang tax reform dalam undang-
undang, apabila peraturan pelaksanaan yang dijadikan dasar dalam
melaksanakan aturan hukum pajak tidak konsisten dengan undang-
undang, tentu akan mengakibatkan kendala yang fatal dalam
pemungutan pajak.
b. Kurangnya pembinaan antara pajak daerah dengan pajak nasional.
Pajak daerah dan pajak nasional merupakan satu sistem
perpajakan Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban
masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijaksanaan perpajakan
tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan
perpajakan nasional, maka pembinaan pajak daerah harus dilakukan
secara terpadu dengan pajak nasional. Pembinaan harus dilakukan
secara terus menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajaknya
supaya antara pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi.
c. Database yang masih jauh dari standar Internasional.
Kendala lain yang dihadapi aparatur pajak adalah database yang
masih jauh dari standar internasional. Padahal database sangat
menentukan untuk menguji kebenaran pembayaran pajak dengan
sistem self-assessment. Persepsi masyarakat, bahwa banyak dana yang
dikumpulkan oleh pemerintah digunakan secara boros atau dikorup,
juga menimbulkan kendala untuk meningkatkan kepatuhan pembayar
pajak. Berbagai pungutan resmi dan tidak resmi, baik di pusat maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
di daerah, yang membebani masyarakat juga menimbulkan hambatan
untuk menaikkan penerimaan pajak.
d. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement) terhadap kepatuhan
membayar pajak bagi penyelenggara negara.
Law enforcement merupakan pelaksanaan hukum oleh pejabat
yang berwenang di bidang hukum, misalnya pelaksanaan hukum oleh
polisi, jaksa, hakim dan sebagainya. Tidak kalah penting untuk disoroti
pelaksanaan hukum di lingkungan birokrasi, khususnya badan
pemerintahan di bidang perpajakan) dalam melakukan pemeriksaan
terhadap para penyelenggara negara, ternyata belum ada gebrakannya.
Seharusnya bila dilakukan tentu membantu dalam mewujudkan good
goverment dalam bentuk pemerintahan yang bersih.
Penegakan hukum pajak dilakukan dalam bentuk penjatuhan sanksi
terhadap pelanggar hukum pajak untuk melindungi kepentingan
Negara untuk memperoleh pembiayaan dari sektor pajak mengingat
hukum pajak tidak melindungi kepentingan wajib pajak tetapi bahkan
melindungi sumber pendapatan Negara yang terokus pada pemenuhan
kewajiban wajib pajak untuk membayar lunas pajak yang terutang.
Penegakan hukum di bidang perpajakan dapat dikatakan masih lemah,
hal ini dapat dilihat dari banyaknya wajib pajak yang tidak membayar
pajak, maraknya kejahatan korupsi di bidang perpajakan dan para
penegak hukum yang tidak becus dalam menegakkan hukum. Kasus
korupsi Gayus merupakan salah satu contoh lemahnya penegakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
hukum di Indonesia, dengan adanya kasus korupsi tersebut berdampak
negatif bagi pemungutan pajak di Indonesia, timbul anggapan bahwa
membayar pajak nantinya tidak sampai ke negara tetapi hanya akan
dikorupsi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab seperti
Gayus.
e. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran masyarakat.
Dalam pemungutan pajak dituntut kesadaran warga negara untuk
memenuhi kewajiban kenegaraan. Kurangnya atau tidak adanya
kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak ke
negara mengakibatkan timbulnya perlawanan atau terhadap pajak yang
merupakan kendala dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan
berkurangnya penerimaan kas negara.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang
dilakukan penulis pada DPPKA Kota Surakarta dalam pelaksanaan
tugasnya masih menemui banyak hambatan. Hambatan-hambatan
tersebut berasal dari internal (dalam lingkungan DPPKA)
maupun dari eksternal (luar lingkungan DPPKA).
a. Hambatan-hambatan internal
1) Keterlambatan penyampaian Surat Ketetapan Pajak Daerah
(SKPD)
Ketidakjelasan data yang akan dimasukan ke dalam komputer
menyebabkan SKPD tidak bisa dicetak sehingga terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
keterlambatan penyampaian dan penandatanganan oleh Kepala
DPPKA.
2) Sistem Komputerisasi Pendapatan Asli Daerah
Apabila tejadi kerusakan dalam sistem komputerisasi,
penetapan pajak tidak dapat dilakukan.
3) Sanksi Administrasi
Sanksi yang diterapkan Pemerintah Kota Surakarta belum
dilaksanakan secara utuh (kurang tegas) sesuai dengan
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011
Tentang Pajak Daerah.
4) Keterbatasan tenaga dan waktu bagi SDM untuk pengawsan
secara langsung di lapangan.
b. Hambatan-hambatan eksternal
1) Perlawanan pasif, masyarakat enggan (pasif) membayar pajak,
Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri
tetapi terjadi karena keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu
yang disebabkan:
a) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b) Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami
masyarakat.
c) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan
dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
d) Terlalu banyaknya biaya yang harus dikeluarkan terutama
untuk hotel-hotel melati.
e) Merasa tidak adanya timbal balik yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Surakarta terhadap para pengusaha hotel.
2) Perlawanan aktif
Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal
dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha dan
perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan
bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban
pajak yang seharusnya dibayar, bentuknya antara lain:
a) Tax avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak
dengan tidak melanggar undang-undang.
Penghindaran yang dilakukan wajib pajak masih dalam
kerangka peraturan perpajakan. Penghindaran pajak terjadi
sebelum SKPD keluar. Dalam penghindaran pajak ini,
wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang
sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan
undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan
pembuat undang-undang
b) Tax evasion, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan
cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).
Pengelakan pajak dilakukan dengan cara-cara yang
melanggar Undang-Undang. Pengelakan pajak terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
sebelum SKPD dikeluarkan. Hal ini merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud
melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan
pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari
penghasilannya. Penghindaran pajak dengan cara
menghilangkan data-data keuangan serta pengecilan omset,
memperbesar biaya sehingga labanya menjadi kecil,
Pengelakan seperti ini akan dikenakan dengan sanksi yang
berat.
c) Melalaikan Pajak
Melalaikan pajak dilakukan dengan cara menolak
membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak
memenuhi formalitas yang harus terpenuhi. Melalaikan
pajak terjadi setelah SKPD keluar. Melalaikan pajak adalah
menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan
menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus
dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi
penyitaan.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa dalam proses
pemungutan pajak hotel masih mengalami hambatan yang cukup besar,
sehingga mempengaruhi penerimaan kas pajak hotel. Hal ini dapat dilihat
dari laporan penerimaan kas hotel di Surakarta yang dikelola oleh DPPKA
kota Surakarta dari setiap bulannya yang cenderung menurun (bisa dilihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
di lampiran). Akan tetapi kecenderungan penurunan ini tampak sekali pada
penerimaan kas hotel kelas melati. Karena banyak sekali tindakan-
tindakan pengelakan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak Hotel Melati.
Hal ini disebabkan karena Hotel Melati dalam penerimaan kas nya sangat
tergantung dari sewa kamar saja tanpa fasilitas-fasilitas lain yang
menunjang penerimaan kas hotel, tidak seperti hotel berbintang, selain
sewa kamar juga banyak sekali fasilitas-failitas yang mereka tawarkan
kepada masyarakat, sehingga mampu menambah pemasukan kas hotel.
3. Hambatan dalam Sistem Pembayaran Kas Pajak Hotel Bagi Wajib
Pajak Hotel Kota Surakarta.
Dalam penulisan Tugas Akhir, penulis melakukan metode wawancara
dengan cara observasi/wawancara secara langsung kepada Wajib Pajak
Hotel di beberapa hotel di Kota Surakarta. Hasil wawancara tersebut,
penulis simpulkan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel II.1 Hasil Wawancara Wajib Pajak Hotel No Nama Hotel Alamat Hambatan/Keluhan
1
2
3
4
Solo Paragon Hotel
Dana Hotel
Wijaya Kusuma Hotel
Griya Kencana Hotel
Jl. A. Yani 40
Jl. Slamet Riyadi 2
Jl. Dr. Rajiman 677
Jl. Latar Ireng 22
1. Jatuh tempo pembayaran
2. Sistem pembayaran CSO
1.Beban pajak terutang lainnya
2. sistem pembayaran CSO
Sistem pembayaran CSO
1.Beban pajak terutang lainnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
5
6
7
8
9
10
Arini Hotel
Hotel Baron Indah
Kusuma Hotel
Seribu Hotel
Gurita Hotel
Puspita Baru 1 Hotel
Jl. Slamet Riyadi 361
Jl. Dr. Rajiman 392
Jl. Dr. Rajiman 374
Jl. R. Saleh
Jl. Setia Budi 31
Jl. Dr. Rajiman 404
2. Sepi pengunjung
Jatuh tempo pembayaran
Sistem pembayaran
1. Jatuh tempo pembayaran
2. Sepi Penugnjung
Sepi pengunjung
Sepi pengunjung
Sepi pengunjung
Sumber : Wajib Pajak Hotel
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan
penulis pada 2 hotel kelas berbintang, serta 8 hotel kelas melati di Kota
Surakarta, ternyata dalam penyetoran kas pajak hotel masih mengalami
banyak keluhan dan hambatan yang sama antara satu hotel dengan hotel
lain. Antara lain :
a. Sedikitnya penerimaan kas hotel / sepi pengunjung
Banyak sedikitnya kas yang diterima hotel dari pelanggan sangat
berpengaruh pada setoran pajak hotel. Menurut Bapak R. Baroto Priyo
Kusumo, selaku Manager Hotel Griya Kencana (Melati III),
mengungkapkan bahwa:
“kesulitan kami dalam membayar pajak erat kaitannya dalam penerimaan kas hotel. Kalau dalam sebulan itu, target penerimaan kami tidak sesuai, maka setoran pajak kami terhadap DPPKA pasti mundur-mundur, atau kami membayar saat kami menerima surat teguran. Tetapi kalau target hotel kami tercapai dalam sebulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
pastilah kami tepat waktu dalam menyetorkan pajak hotel”. (wawancara, 1 Maret 2012). Dilihat dari ungkapan diatas, dapat kita simpulkan bahwa
penerimaan kas hotel menjadi faktor utama atas pengelakan pajak.
Akan tetapi kasus ini sangat akrab sekali didengar oleh pemungut
pajak DPPKA Kota Surakarta, karena hal ini yang menjadikan alasan
utama para Wajib Pajak Hotel.
b. Beban Pajak Terutang lainnya.
Sebuah bangunan hotel tidak hanya dikenakan pajak atas
penerimaan kas dari fasilitas sewa kamar atau fasilitas penunjang
lainnya saja, akan tetapi hotel juga dikenai pajak atas papan reklame
dalam mempromosikan nama hotel dan layanan yang disediakan. Hal
ini menjadikan hambatan wajib pajak hotel dalam menyetorkan pajak
hotel, karena setiap bulannya wajib pajak tersebut tidak hanya dituntut
membayar pajak hotel tetapi juga dituntut untuk membayar pajak atas
reklame yang dipasang diluar atau didalam gedung sebesar 25%.
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Budi selaku Manager Hotel
Dana (bintang II), yaitu :
“sebenarnya tidak ada hambatan yang cukup serius dalam penyetoran pajak, karena teknik dan syarat penyetoran nya cukup mudah,akan tetapi yang menjadi hambatan dan keluhan kami adalah jatuh tempo penyetoran pajak hotel dan reklame dilakukan secara bersamaan. Jadi kami sebagai wajib pajak bingung mana yang akan didahulukan. Sehingga pasti akan ada salah satu pajak terutang kami yang mundur atau telat, entah itu pajak hotel atau reklame”. (wawancara, 2 Maret 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Dapat disimpulkan bahwa faktor kedua yang menjadi hambatan
wajib pajak dalam menyetorkan pajak adalah sistem pemungutan pajak
yang dilakukan secara mendadak dan bersamaan.
c. Jatuh Tempo Pembayaran dan Sistem Pembayaran CSO
Ternyata jatuh tempo pembayaran juga menjadi salah satu keluhan
para wajib pajak, karena jatuh tempo pembayaran dari satu jenis pajak
sama dengan jenis pajak lainnya yaitu jatuh tempo pembayaran paling
lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya. Sistem pembayaran di
Customer Service Office (CSO) juga menjadi keluhan bagi Wajib
Pajak, karena dirasa terlalu rumit dan memakan waktu yang lama.
Seperti yang diungkapkan oleh ibu denish selaku staf perpajakan Hotel
Solo Paragon (bintang IV) :
“kalau untuk pembayaran kami selalu taat dan patuh ms, kami selalu menunjukan kualitas hotel berbintang kami, tidak hanya dari pelayanan hotel tapi juga kewajiban kami terhadap pemerintah kota Surakarta. Tapi yang kami sayangkan itu jatuh tempo pembayaran nya, kenapa jatuh tempo pajak hotel sama dengan pajak lainnya, soalnya untuk pembayaran di CSO itu pasti antri banyak dan sistem pembayaran di CSO terlalu berbelit, disuruh kesana-kesini.” Jadi, yang menyebabkan para wajib pajak mengeluh mengenai
jatuh tempo pembayaran ialah karena antrian yang panjang, karena
dari ungkapan diatas, jatuh tempo pembayaran antara satu jenis pajak
dengan jenis pajak lainnya sama yaitu paling lambat tanggal 10 setiap
bulannya. Tidak hanya itu, sistem pembayaran juga menjadi keluhan,
karena segala macam verifikasi / validasi dokumen penyetoran pajak
tidak dilakukan oleh satu petugas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
4. Upaya dalam Mengatasi Hambatan dalam Sistem Pemungutan Kas
Pajak Hotel.
Adapun upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada.
a. Upaya mengatasi hambatan internal
1) memberikan petunjuk kepada petugas pendataan agar jelas dalam
pengisian data yang digunakan untuk mencetak SKPD dengan
pelatihan serta memberikan buku panduan pendataan.
2) memperbaharui sistem komputerisasi yang ada dengan sistem yang
terbaru.
3) memberikan sanksi yang tegas bagi masyarakat yang tidak
memenuhi kewajibannya, dalam membayar pajak daerahnya
khususnya pajak hotel sesuai Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.
4) penambahan kuota pegawai setiap divisi sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Selain itu, adanya jam lembur di setiap akhir
pekan yaitu hari Sabtu yang sekarang sudah diterapkan di DPPKA
Kota Surakarta divisi DAFDA dan Dokumentasi secara bergantian
oleh masing-masing pegawai.
b. Upaya mengatasi hambatan eksternal
1) untuk mengatasi perlawanan pasif dari masyarakat dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
a) memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat
yang telah dilakukan oleh DPPKA tentang peraturan pajak
sehingga akan terwujud kesadaran yang tinggi dari masyarakat.
b) memberikan penjelasan sistem pemungutan pajak yang lebih
mudah dimengerti oleh masyarakat yang dapat dilakukan
melalui pelayanan satu pintu di Kantor Pemerintah Kota
Surakarta.
2) upaya mengatasi perlawanan aktif
Melakukan koreksi terhadap ketetapan pajak yang telah ada secara
teliti dengan mengumpulkan keterangan atau laporan berkenaan
dengan penetapan pajak sehingga ketetapan yang dibuat menjadi
jelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
BAB III
TEMUAN
Penelitian terhadap hambatan dalam sistem pemungutan kas Pajak Hotel
Sebagai Otonom Daerah Studi Kasus Pada DPPKA Kota Surakarta yang
dilakukan oleh penulis, telah menemukan hasil penelitian yang digolongkan
menjadi kelebihan dan kelemahan. Hasil penelitian yang menjadi kelebihan jika
sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah, intensifikasi pajak yaitu optimalisasi penerimaan kas pajak yang
sudah ada serta ekstensifikasi pajak yaitu optimalisasi jumlah Wajib Pajak, Objek
Pajak, dan Subjek Pajak. Sedangkan hasil penelitian yang digolongkan menjadi
kelemahan karena berada dalam klasifikasi kurang baik terutama jika tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak
Daerah, intensifikasi pajak dan ektensifikasi pajak. Berikut uraian selengkapnya
dari kelebihan dan kelemahan yang ditemukan, antara lain.
A. KELEBIHAN
Kelebihan yang ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis,
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Intensifikasi Pajak
a. Dalam sistem penerimaan kas pajak hotel pada DPPKA Kota
Surakarta sudah ada pembagian fungsi, antara lain divisi DAFDA dan
Dokumentasi yaitu bagian pendaftaran, pendataan dan dokumentasi
yang bertujuan untuk mendapatkan data yang benar-benar akurat dan
diketahui pula oleh Wajib Pajak serta sesuai dengan peraturan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
berlaku. Kemudian Bagian Perhitungan dan Penetapan, bertujuan
untuk menghitung besarnya pajak dan menetapkan pajak hotel. lalu
Bagian Pembayaran Pajak, bertujuan untuk menghimpun kas pajak dan
sebagai tempat pembayaran pajak, dan Bagian Penagihan Pajak
bertujuan untuk menagih pajak dengan menerbitkan surat teguran,
surat peringatan, dan surat paksa. Terakhir Bagian Pembukuan dan
Pelaporan bertujuan untuk membuat laporan realisasi penerimaan
pajak dan tunggakan pajak, dan hasilnya untuk pelaporan dan
pertanggungjawaban. Semua Pembagian fungsi ini, dimaksudkan
untuk memperlancar proses penerimaan kas pajak dan mencegah atau
meminimalisir tindakan kecurangan/penggelapan pajak dalam
pemungutannya.
b. Program Audit atau pemeriksaan mendadak di berbagai hotel sudah
dijalankan sesuai prosedur, hal ini dimaksudkan untuk mencegah
tindakan penggelapan pajak maupun kecurangan pajak yang dapat
berpengaruh terhadap besar kecilnya penerimaan kas pajak daerah.
c. Sosialisasi persuasif melalui poster, banner maupun iklan media
elektronik sudah dijalankan dan diterapkan di lapangan.
d. Penyuluhan mengenai Peraturan- peraturan Daerah atau kebijakan-
kebijakan baru dengan cara memanggil para pemilik usaha hotel.
e. Sudah diterapkannya penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan,
Surat Paksa, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB),
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011
Tentang Pajak Daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan kas
pajak hotel.
f. Penggunaan database yang sudah cukup memadai, sehingga dalam
pendataan, perhitungan maupun penetapan pajak dapat dioptimalkan
dan mempermudah proses pemungutan pajak.
g. Pelaksanaan Sanksi Administrasi bagi Wajib Pajak Hotel sudah sesuai
Perda Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.
h. Dukungan Pemerintah Kota dari sektor Hiburan, pariwisata, atau
event-event berskala nasional maupun internasional, sehingga akan
menambah hunian Hotel bagi yang menginap. Dengan adanya kegiatan
ini akan menambah penghasilan hotel, dan pastinya juga akan
menmbah penerimaan kas pajak hotel.
2. Ekstensifikasi Pajak
a. Bagian Pendataan dan Pendaftaran sudah dijalankan sesuai prosedur,
dimaksudkan untuk mendata dan mendaftar penambahan jumlah Objek
Pajak maupun Wajib Pajak.
b. Bagian perijinan mendirikan usaha bangunan pada Kantor Pelayanan
Terpadu (KPT) sudah dijalankan sesuai prosedur, hal ini sangat
membantu proses pendataan jumlah Objek Pajak, khususnya hotel.
c. Diterbitkannya Surat Teguran bagi pengusaha hotel yang belum
mendata dan mendaftarkan Objek Pajaknya dan belum mendapat
NPWPD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
B. KELEMAHAN
1. Keterlambatan Penyampaian Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)
Ketidakjelasan data yang akan dimasukan ke dalam komputer
menyebabkan SKPD tidak bisa dicetak sehingga terjadi keterlambatan
penyampaian dan penandatanganan oleh Kepala DPPKA.
2. Program Audit atau pemeriksaan mendadak walaupun sudah dijalankan
sesuai prosedur tetapi tidak dilaksanakan secara continue atau terus-
menerus yaitu setiap 3 (tiga) bulan sekali. Audit ini hanya dilakukan ketika
saat munculnya dugaan atau kecurigaan terhadap Wajib Pajak Hotel saja
(audit by accident).
3. Walaupun sosialisasi dan penyuluhan dengan cara memanggil para
pengusaha hotel sudah dilakukan, tetapi pelaksanaan ini tidak terkoordinir
secara baik dan berkelanjutan terutama sosialisasi khususnya hanya untuk
hotel berbintang saja, sedangkan untuk hotel kelas melati masih
terabaikan. Sehingga menyebabkan kelalaian para Wajib Pajak untuk hotel
kelas melati.
4. Kurang tegasnya pelaksanaan sanksi administratif sesuai Peraturan Daerah
Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.
5. Kurang berjalannya penerbitan Surat Teguran, Surat Tagihan, Surat
Peringatan, Surat Paksa, SKPDLB, SKPDKB.
6. Dalam besaran tarif pajak hotel kurang mengakomodir aspirasi wajib
pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Semenjak diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Otonomi Daerah, masing-masing wilayah diberikan wewenang untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Salah satunya kewenangan
dalam bidang keuangan daerah yang meliputi pemungutan sumber-sumber
pendapatan daerah, menyelenggarakan pengurusan, pertanggungjawaban serta
pengawasan keuangan daerah, mengadakan anggaran pendapatan dan belanja
daerah serta penghitungannya. Peranan Pendapatan Daerah merupakan
peranan yang sangat penting karena merupakan faktor faktor yang sangat
penting menentukan volume, kekuatan dan kemampuan keuangan daerah
dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah.
Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang
sangat vital, antara lain Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak
Restoran, dan lain sebagainya. Maka dari itu Pemerintah Kota Surakarta
menerbitkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah sebagai pedoman untuk mengatur dan menetapkan pajak daerah.
Pajak Hotel adalah pajak daerah yang memberikan kontribusi besar terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan tetapi pada akhir-akhir tahun ini,
pemasukan kas Pajak Hotel cenderung menurun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Berdasarkan penelitian ini, penulis menemukan hambatan-hambatan yang
menjadikan menurunnya respon para wajib pajak dalam menyetorkan pajak
hotel di DPPKA Kota Surakarta. Penulis membaginya menjadi dua bentuk
hambatan yaitu, hambatan internal antara lain keterlambatan penyampaian
Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), tidak dilaksanakannya audit secara
terus-menerus, tidak terkoordinir secara baik mengenai sosialisasi dan
penyuluhan peraturan pajak daerah, kurang tegasnya sanksi administratif.
Kemudian hambatan eksternal yaitu perlawanan aktif dan perlawanan pasif
seperti kurangnya kesadaran masyarakat, perkembangan intelektual dan moral
masyarakat, selain itu sistem perpajakan yang sulit dipahami, tidak ada timbal
balik secara langsung yang dirasakan masyarakat, tax avoidance, tax evasion
dan melalaikan pajak. Tidak hanya uraian diatas saja yang menjadikan
hambatan, melainkan sistem pemungutan full self assessment system juga
berpengaruh besar dalam pemungutas kas pajak hotel.
B. SARAN
Dari pembahasan atas penelitian mengenai hambatan dalam sistem
pemungutan kas pajak hotel sebagai otonom daerah studi kasus pada DPPKA
Kota Surakarta, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut.
1. Perlunya peningkatan kinerja DPPKA Kota Surakarta, mengingat institusi
inilah yang memegang peranan penting dalam melaksanakan proses
pemungutan pajak hotel di Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
2. Dilaksanakannya audit atau pemeriksaan mendadak setiap 3 (tiga) bulan
sekali dengan tanggal audit yang berbeda-beda.
3. Sosialisasi dan penyuluhan secara terus-menerus terhadap pengusaha hotel
terutama hotel kelas melati, dengan cara memanggil pengusaha hotel, agar
tumbuh kesadaran dan tanggungjawab sebagai Wajib Pajak.
4. Perlunya diterapkan sistem reward and punishment di dalam proses
pemungutan kas pajak hotel di Kota Surakarta.
5. Mengingat kontribusi pajak hotel yang cukup besar terhadap penerimaan
sektor pajak, maka sudah selayaknya terus-menerus dilakukan intensifikasi
dan ekstensifikasi pajak, agar pajak hotel dapat maksimal dan terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
6. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian ini kembali,
mengenai hambatan dalam penerimaan kas pajak daerah tidak hanya pajak
hotel saja, melainkan pajak reklame, pajak parkir, pajak restoran dan pajak
lainnya. Serta lebih fokus dalam menambah data-data atau sumber lainnya
yang berkaitan tentang hambatan dalam pembayaran kas pajak hotel bagi
Wajib Pajak, karena banyak masalah dan batasan yang dialami penulis,
sehingga penulis tidak dapat menjelaskan secara terperinci dan luas
mengenai hambatan yang terjadi pada Wajib Pajak dalam membayar pajak
daerah.