404
Halaman Cover

Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

  • Upload
    others

  • View
    20

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Halaman Cover

Page 2: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

i

Prosiding

Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke IV

Masyarakat Limnologi Indonesia 2019

Penguatan Peran Limnologi Dalam Pemulihan Fungsi Ekosistem

Perairan Darat

Gedung Koesnoto LIPI, 30 Agustus 2019

Penerbit

Masyarakat Limnologi Indonesia

Cibinong | 2020

Page 3: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

ii

Prosiding

Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke IV

Masyarakat Limnologi Indonesia Tahun 2019

Penguatan Peran Limnologi Dalam Pemulihan Fungsi Ekosistem

Perairan Darat

ISBN: 978-602-70157-3-9

Panitia Pelaksana Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke IV MLI 2019

Ketua : Taofik Jasalesmana, M.Si

Sekretaris : I Gusti Ayu Agung Pradnya Paramitha, S.Pd., M.Si

Irma Melati, M.Si

Bendahara : Sugiarti, S.Si., M.Si

Sie. Acara : Aan Dianto, S.T

Haiatus Shohihah, S.Si

Dwi Febrianti, M.Si

Sie. Pubdekdok : Dewi Verawati

Agus Waluyo, S.Pi

Sie. Logistik : Aiman Ibrahim, S.Si., M.Si

Aldiano Rahmadya, M.Si

Ahmad Yusuf Afandi, M.Si

Sie. Konsumsi : Imroatushshoolikhah, S.Si

Denalis Rohaningsih, M.T

Steering Committee:

Prof. Dr. Gadis Sri Haryani

Dr. Anugrah Nontji

Dr. Tri Widiyanto, M.Si

Dr. Ir. Fauzan Ali, M.Sc

Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc

Scientific Committee:

Dr. Ir. R. Gunawan P. Yoga, M.Sc. (Ketua)

Dr. Ir. Lukman, M.Si

Dra. Djamhuriyah, M.Si

Dr. Cynthia Henny, M.Sc

Ir. Fachmijany Sulawesty

Dr. Iwan Ridwansyah, M.Sc

Dr. Niken TM Pratiwi, M.Si

Sunardi, M.Sc, Ph.D

Dr. Evi Susanti, M.T

Nina Hermayani Sadi, S.Si, M.Si

Guruh Satria Ajie, S.Si, M.Sc

Yuli Sudriani, S. Kom., M.MSi

Page 4: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

iii

Penelaah:

1. Dr. Gunawan P. Yoga

2. Dr. Lukman

3. Dr. Evi Susanti

4. Dr. Iwan Ridwansyah

5. Dr. Niken

6. Dr. Sunardi

7. Ir. Fachmijany Sulawesty

8. Nina H Sadi, M.Si

9. Dr. Cynthia Henny

10. Guruh Satria Aji, M.Sc

11. Dra. Djamhuriyah, M.Si

12. Yuli Sudriani, M.MSi

13. Dr. Tri Widiyanto

14. Tri Suryono, M.Si

Penyunting:

1. Dr. Gunawan P. Yoga (ketua) 2. Taofik Jasalesmana, M.Si

Penyunting tata letak:

Aan Dianto, S.T

Penerbit:

Masyarakat Limnologi Indonesia (MLI)

Alamat:

Puslit Limnologi LIPI

Jl. Prof. Dr. D.A. Tisna Amidjaja, Cibinong, Bogor,

Jawa Barat 16911

Tel. (021) 8757071

© 2020, Masyarakat Limnologi Indonesia

Page 5: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

iv

Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Masyarakat Limnologi Indonesia (MLI) ke

empat tahun 2019 dapat diterbitkan. Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) dengan tema

“Penguatan Peran Limnologi Dalam Pemulihan Fungsi Ekosistem Perairan Darat”

telah dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 2019 di auditorium gedung Kusnoto LIPI

Bogor dengan penyelanggara Masyarakat Limnologi Indonesia dan Pusat Penelitian

Limnologi LIPI serta didukung oleh program Pusat Unggulan Iptek.

PIT-MLI merupakan agenda rutin Masyarakat Limnologi Indonesia. PIT MLI

kali ini merupakan pertemuan ilmiah sekaligus kongres keempat yang digelar

Masyarakat Limnologi yang bertema “Penguatan Peran Limnologi Dalam Pemulihan

Fungsi Ekosistem Perairan Darat”. Pemilihan tema ini dilatarbelakangi penurunan

kondisi sebagian perairan darat di Indonesia akibat berbagai tekanan yang antara lain

berasal dari faktor antropogenik. Untuk itu peran Limnologi sebagai keilmuan

merupakan salah satu faktor penentu pemulihan kondisi perairan darat sebagai

komponen penting penunjang kehidupan di muka bumi.

Prosiding ini memuat makalah dari berbagai hasil penelitian yang

berhubungan dengan kondisi terkini perairan darat di Indonesia sebagai bagian dari

perairan darat di wilayah tropis. Makalah-makalah tersebut berasal dari para peneliti

di lingkungan instansi pemerintah dan universitas. Semoga penerbitan prosiding ini

dapat digunakan sebagai data sekunder dalam pengembangan penelitian di masa akan

datang, serta dijadikan bahan acuan dalam pengelolaan perairan darat di Indonesia.

Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu, kami ucapkan terima kasih.

Cibinong, April 2020

Panitia Prosiding MLI

Page 6: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

v

Daftar Isi

Kata Pengantar ......................................................................................................... iv

Daftar Isi ..................................................................................................................... v

Abstrak Pemakalah Utama 1 ................................................................................. viii

Dimensi Kelembagaan Invasi Eceng Gondok ...................................................... viii

Evi Irawan ......................................................................................................................... viii

Abstrak Pemakalah Utama 2 ................................................................................... ix

Teknologi Pengolahan Air Limbah ......................................................................... ix

Dwi Handaya ...................................................................................................................... ix

Penilaian Kondisi Kualitas Air Habitat Ikan Sidat (Anguilla spp.) di Rawa Pesisir

Sungai Cimandiri Sukabumi Jawa Barat ................................................................ 1

Triyanto 1,3*, Ridwan Affandi 2, Mohammad Mukhlis Kamal2, Gadis Sri Haryani3, Iwan

Ridwansyah3, Meti Yulianti3, Fajar Sumi Lestari3 dan Eva Nafisyah3 ................................ 1

Dinamika Status Mutu Air Sungai Mahakam ...................................................... 15

Mislan1* dan Yaskinul Anwar2 ........................................................................................... 15

Kualitas Perairan Danau Siais Periode Maret 2019 ............................................. 25

Aiman Ibrahim*, Syahroma Husni Nasution, Lukman, Aldiano Rahmadya ..................... 25

Profil Populasi Udang Regang (Macrobrachium sintangense) Asal Kabupaten

Cilacap, Jawa Tengah .............................................................................................. 38

Djamhuriyah S. Said*1), Novi Mayasari1), Lukman1), Dan Daisy Wowor2) ....................... 38

Hubungan Kelimpahan Plankton dengan Kelimpahan Ikan di Waduk Penjalin

Kabupaten Brebes Jawa Tengah ............................................................................ 51

Nuning Setyaningrum*, Agatha Sih Piranti, Suswanti ...................................................... 51

Suksesi Fitoplankton di Habitat Semi Eksitu Ikan Bada, Nagari Batang –

Kabupaten Agam ..................................................................................................... 66

Fachmijany Sulawesty dan Lukman .................................................................................. 66

Kinerja Pertumbuhan Dan Kualitas Air Pada Budidaya Udang Vaname Dengan

Teknik Bioremediasi Di Tambak Udang Karawang ............................................ 78

Warih Hardanu1, Anggoro Prihutomo1, Heru Nugroho1, Fitria Nawir1, Dwi Febrianti2,

Yayah Mardianti2 dan Tri Widiyanto2 ............................................................................... 78

Keterkaitan Suksesi Fitoplankton dengan Kualitas Air di Danau Garden House,

Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara ...................................................................... 97

Sisi Meisiana*, Niken Tunjung Murti Pratiwi, Inna Puspa Ayu ........................................ 97

Studi Penyisihan Senyawa Nitrogen dalam Reaktor Fixed Bed Menggunakan

Zeolit Aktif .............................................................................................................. 113

Eka Prihatinningtyas*1, Ignasius DA Sutapa1, Eva Nafisyah1 dan Ariel Hananya2 ......... 113

Page 7: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

vi

Pengaruh Media Limbah Cair Tapioka Dengan Konsentrasi Nacl Berbeda

Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Lipid Navicula sp. ........................... 123

Dwi Sunu Widyartini, A. Ilalqisny Insan, dan Anita Mufidatun ..................................... 123

Pembuatan Smart Kit Fosfat untuk Budidaya Perikanan .................................. 138

Ellis Mursitorini*, Hendro Sulistiono, dan Silvian Rusminar .......................................... 138

Pengaruh Nano Bubble terhadap Penampilan Perkembangan Larva Ikan Mas

(Cyprinus carpio, Linn) di Balai Benih Ikan Samosir ......................................... 153

Syahroma Husni Nasution, Lukman, Tri Widiyanto, Novi Mayasari, dan Bambang Teguh

Sudiyono .......................................................................................................................... 153

Intervensi Teknologi Silvofishery dalam Pemanfaatan Kawasan Hutan

Kemasyarakatan (HKm) Mangrove Lubuk Kertang Kabupaten Langkat

Sumatera Utara ...................................................................................................... 168

Triyanto1*, Tri Widiyanto1, Sutrisno1, Eva Nafisyah1, Dedi S.Adhuri2, M. Nadjib3, Intan

A.P. Putri4, Atika Z.Rahmayanti3 dan Imam Syafi’i5 ...................................................... 168

Pendugaan Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kualitas Air Waduk

Wadaslintang .......................................................................................................... 181

Diana Retna Utarini Suci Rahayu1*, Sutrisno Anggoro2, Tri Retnaningsih Soeprobowati3

......................................................................................................................................... 181

Tren Penelitian Limnologi Berdasarkan Analisis Bibliometrik ........................ 195

Hidayat* dan Gadis Sri Haryani ...................................................................................... 195

Analisis Kandungan COD Dan Bakteri Coliform Di Sungai-Sungai Wilayah Dki

Jakarta .................................................................................................................... 204

Siti Aisyah ........................................................................................................................ 204

Keberadaan Cacing Oligochaeta Di Sungai Ranggeh, Inlet Danau Maninjau

(Sumatera Barat) .................................................................................................... 216

Jojok Sudarso*, Imroatussholikhah ................................................................................. 216

Komposisi Dan Struktur Komunitas Zooplankton di Sungai Ranggeh Sebelum

Restorasi Habitat, Agam – Sumatera Barat ........................................................ 224

Muhammad Bajoeri ......................................................................................................... 224

Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring

Kualitas Perairan Sungai Ranggeh, Maninjau, Sumatra Barat ........................ 245

Imroatushshoolikhah, Jojok Sudarso, Aiman Ibrahim ..................................................... 245

Biosorpsi Perifiton terhadap Ion Pb2+ dan Ni2+ .................................................. 257

Evi Susanti1, Fajar Sumi Lestari2, Nofdianto1.................................................................. 257

Ikan Batak: Klarifikasi Jenis Dan Upaya Konservasi ........................................ 271

Sekar Larashati*, Mey Ristanti Widoretno ...................................................................... 271

Keanekaragaman Tumbuhan Riparian Pada Dua Sungai Di Maninjau untuk

Mendukung Kelestarian Ikan Asli Maninjau ..................................................... 281

I G. A. A. Pradnya Paramitha*, Jojok Sudarso ................................................................. 281

Page 8: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

vii

Pengaruh Debit Aliran Terhadap Jumlah Ikan Bada (Rasbora spp.) Tertangkap

dengan Menggunakan Lukah di Sungai Kampung Tangah, Kabupaten Agam,

Sumatra Barat ........................................................................................................ 295

Octavianto Samir*, Iwan Ridwansyah, Gadis Sri Haryani, Lukman, Syahroma Husni

Nasution, Rahmi Dina, Muhamad Suhaemi Syawal ........................................................ 295

Pengolahan Air Limbah Budidaya Berbasis IMTA (Integrated Multi Trophic

Aquaculture) Menggunakan Constructed Treatment Wetland – Surface Flow

System ..................................................................................................................... 305

Evi Susanti*1, Sari Wulandari2, Cynthia Henny1, Irma Melati1 ....................................... 305

Studi Awal Penyisihan Fosfat Pada Limbah Cair Artifisial Npk Pupuk Npk

Menggunakan Floating Treatment Wetlands (Ftws) ........................................... 319

Sugiarti*, Nurul Setiadewi, dan Cynthia Henny ............................................................... 319

Status Perairan dan Penilaian Habitat Sungai-Sungai Yang Bermuara Ke Danau

Maninjau ................................................................................................................. 328

Tri Suryono, Octavianto Samir dan Jojok Sudarso .......................................................... 328

Analisis Bakteriologi Beberapa Situ di Kawasan Cibinong Science Center -

Botanical Garden Cibinong, Indonesia. ................................................................ 338

Irma Melati* dan Taofik Jasalesmana ............................................................................. 338

Analisis Sebaran Residu Organoklorin dan Organofosfatdi Perairan dan

Tambak Brebes Jawa Tengah Indonesia ............................................................. 351

Benny Diah Madusari, Linayati dan Mahardhika Nur Permatasari ................................. 351

Komposisi Jenis Ikan di Situ Cibuntu, Kawasan Cibinong Science Center-

Botanical Garden (CSC-BG), ................................................................................ 356

Kabupaten Bogor, Jawa Barat.............................................................................. 356

Rahmi Dina1)*, Lukman1), Aiman Ibrahim1), Ira Akhdiana1), dan Gema Wahyudewantoro2)

......................................................................................................................................... 356

Pendugaan Tingkat Pencemaran Perairan Melalui Pendekatan Fisika-Kimia

Dan Biologi Di Danau Ebony, Pantai Indah Kapuk ........................................... 368

Ayu Ika Pratiwi*, Sigid Hariyadi, Niken Tunjung Murti Pratiwi .................................... 368

Fitoplankton Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Di Danau Rawapening 378

Nurul Lathifah*, Jafron Wasiq Hidayat, Fuad Muhammad ............................................. 378

Karakteristik Hidrologi Sebagai Dasar Pengelolaan Danau Cascade Mahakam

.................................................................................................................................. 385

M. Fakhrudin.................................................................................................................... 385

Page 9: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

viii

Abstrak Pemakalah Utama 1

Dimensi Kelembagaan Invasi Eceng Gondok

Evi Irawan

Balai Penelitian dan Pengembangan

Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Jl. A. Yani, Pabelan, P.O. Box 295, Surakarta 57102

email: [email protected]

Abstrak

Invasi eceng gondok (Eichhornia crassipes) sudah menjadi permasalahan pelik

global yang berdampak merugikan terhadap ekosistem dan ekonomi. Berasal dari

wilayah Amazon, tumbuhan gulma air ini menyebar ke sebagian besar dunia. Di

Indonesia, eceng gondok juga telah merambah di hampir semua ekosistem perairan

darat, terutama sungai, danau dan waduk. Makalah ini mengulas permasalahan invasi

eceng gondok dari perspektif ekonomi kelembagaan. Alasan utama adalah bahwa

upaya pengendalian invasi eceng gondok menghadapi tantangan monumental dalam

mengatasi kegagalan kebijakan, pasar, dan kelembagaan. Hambatan yang paling

tangguh adalah kekakuan kelembagaan, khususnya aksi kolektif, dan biaya transaksi.

Kepentingan-kepentingan terselubung memperkuat keteguhan kelembagaan ini.

Reorientasi strategi untuk mendorong pengelolaan ekosistem perairan darat yang lebih

berkelanjutan hanya akan berhasil jika kita mengatasi hambatan dan biaya

kelembagaan ini.

Kata kunci: invasi eceng gondok, kelembagaan, biaya transaksi, aksi kolektif

Page 10: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

ix

Abstrak Pemakalah Utama 2

Teknologi Pengolahan Air Limbah

Dwi Handaya

Ketua Umum idwa.or.id Indonesian Water Association

Abstrak

Jumlah industri sedang dan besar di Indonesia sekitar 26000 perusahaan

(sekitar 0,7% dari total industri) dan 3,7 juta adalah industri mikro dan kecil.

Pemerintah melalui kementrian lingkungan hidup (KLH), telah mengeluarkan

berbagai program pengendalian pencemaran lingkungan, di mulai dari UU 32 tahun

2009 tentang perlindungan lingkungan denda dan penjara. KepMen LH No. 5 tahun

2014 tentang baku mutu berbagai industri , PP No. 27 tahun 2012 tentang Ijin

Lingkungan, KepMen LH No. 68 tahun 2016 tentang pengelolaan limbah domestik,

juga MenLH No 93 tahun 2018 tentang 14 industri wajib memasang online

monitoring. Pemerintah juga telah pengeluarkan program PROPER peringkat kinerja

lingkungan tentang kinerja limbah cair, limbah B3 dan emisi udara, jumlah peserta

PROPER baru sekitar 2000 perusahaan 7 % dari jumlah populasi industri menengah

dan besar yang ada di Indonesia. Jumlah volume air di dunia 98% adalah air laut asin,

sedangkan 2% adalah air tawar yan terdiri dari air es di kutub, air bawah tanah dan air

danau – sungai. Pemerintah juga telah mengeluarkan informasi bahwa lebih dari 70%

sungai di indonesia dalam keadaan tercemar, baik logam maupun e-colli.

Melihat dari kondisi ini, di butuhkan peningkatan komitment dari berbagai

stakeholder untuk memperbaiki kondisi lingkungan terutama pencemaran sungai dan

danau yang semakin parah. Pelaku industri memperbaiki kinerja pengelolaan IPAL

nya, pemerintah menyiapkan berbagai alat kontrol untuk memperbaiki kondisi

lingkungan, elemen masyarakat melakukan fungsi control apabila di temukan industri

yang melanggar aturan yang telah di sepakati.

Pada dasarnya secara teknologi semua limbah cair BISA di olah baik secara fisika,

kimia ataupun biologi. Pengolahan limbah cair bisa di lakukan sendiri di lokasi internal

perusahaan dengan memasang IPAL waste water treatment, atau juga bisa di olah di

kawasan industri menggunakan centralized WWT, atau juga bisa menggunakan

trucking limbah cair pihak ke tiga, apabila volume limbah yang di hasilkan tidak

banyak.

Pengolahan limbah secara biologi menggunakan bakteri, pada dasarnya

mengolah dua komponen kelompok besar yaitu pertama limbah organik dalam bentuk

parameter COD, BOD, TOC dan kedua yaitu kelompok nitrogen yaitu ammonia NH3-

N, NO2, NO3, TKN, TN. Selain dua kelompok besar ini maka proses pengolahan

limbah di lakukan melalui proses pengolahan fisika dan kimia. Proses pengolahan baik

fisika, kimia, biologi butuh monitoring secara terus menerus dengan melakukan uji lab

secara berkala baik harian atau mingguan, bahkan dengan peraturan baru online

monitoring effluent quality air limbah bisa di tracking secara system 24 jam ber hari,

7 hari per minggu, jika implementasi ini segera di sosialisasikan dan di

implementasikan, maka kinerja WWT IPAL industri akan semakin baik, dan resiko

pencemaran sungai bisa di tekan semakin rendah

Page 11: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

1

Penilaian Kondisi Kualitas Air Habitat Ikan Sidat (Anguilla spp.) di

Rawa Pesisir Sungai Cimandiri Sukabumi Jawa Barat

Triyanto 1,3*, Ridwan Affandi 2, Mohammad Mukhlis Kamal2, Gadis Sri

Haryani3, Iwan Ridwansyah3, Meti Yulianti3, Fajar Sumi Lestari3 dan Eva

Nafisyah3

1Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

dan Lautan, IPB Bogor 2Departemen MSP Fakultas Perikanan IPB Bogor

3Pusat Penelitian Limnologi-LIPI

*Email: [email protected]

Abstrak

Penilaian kondisi kualitas air habitat ikan sidat (Anguilla spp.) di rawa pesisir

Sungai Cimandiri, Jawa Barat dilakukan untuk mengkaji kondisi lingkungan dan

kualitas air di rawa pesisir terkait fungsinya sebagai habitat ikan sidat. Penelitian

dilakukan pada Desember 2017-November 2018. Pengamatan kondisi lingkungan dan

pengukuran kualitas air dilakukan pada 4 lokasi terpilih berdasarkan kondisi habitat

yang berbeda. Penilaian kondisi kualitas air berdasarkan perhitungan indeks kesuburan

perairan (Trophic State Index:TSI) dan indeks kualitas air (WQI). Hasil perhitungan

nilai indeks TSI berkisar antara 32,11-45,60. Hasil perhitungan nilai indeks WQI

berkisar antara 69,87-85,13. Berdasarkan penilaian indeks TSI dan WQI perairan rawa

pesisir Sungai Cimandiri tergolong perairan dengan kesuburan rendah-sedang

(oligotrofik-mesotrofik) dengan kondisi kualitas air tergolong baik-sangat baik.

Kondisi lingkungan dan kualitas air rawa pesisir perlu dijaga agar fungsinya sebagai

habitat ikan sidat dapat terus berlangsung.

Kata kunci: Anguilla bicolor bicolor, kesuburan perairan, TSI, WQI

Pendahuluan

Sungai Cimandiri, Sukabumi Jawa Barat merupakan salah satu sungai di Selatan

Jawa Barat yang telah diketahui sebagai habitat dari ikan sidat. Panjang sungai dari

hulu-hilir mencapai 195,9 km dengan luas daerah aliran sungai (DAS)- nya adalah

1.821 km2 (BPDISDA, 2017). Pada bagian muara sungai terdapat genangan air yang

membentuk sistem rawa seluas 52,7 Ha, dengan luas genangan permanen sekitar 7,3

Ha (Triyanto et al. 2019). Rawa pesisir Sungai Cimandiri merupakan lahan pasang

surut yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Wilayah ini termasuk zona I dari

klasifkasi lahan rawa yang bersifat salin/payau (Subagyo, 2006 dalam Suriadikarta,

2012). Rawa pesisir tersebut merupakan bagian dari ekosistem estuari, merupakan

zona transisi antara habitat laut dan perairan tawar. Menurut Noor & Rahman (2015)

Page 12: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

2

lahan rawa pasang surut termasuk salah satu tipe ekosistem lahan basah yang utamanya

dicirikan oleh pengaruh pasang dan surut air dari sungai/laut sekitar.

Sebagai bagian dari ekosistem estuari, ekosistem rawa pesisir mempunyai peran

ekologis penting antara lain : sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut

lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies

hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari

makanan (feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan tempat tumbuh

besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. Kawasan

estuari juga merupakan wilayah migrasi bagi biota yang bersifat diadromous, baik

anadroumus, katadromous dan amphidromous (Mc Dowal, 2008). Berdasarkan

penelitian Triyanto et al. (2019) diketahui rawa pesisir muara Sungai Cimandiri

merupakan habitat ikan sidat terutama pada stadia muda.

Penilaian kondisi kualitas air pada suatu habitat biota air sangat penting

dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi lingkungan yang ada masih mendukung

untuk kehidupan biota tersebut. Penilaian kondisi kualitas air tersebut dapat dilakukan

dengan membandingkan nilai kualitas air yang terukur dilokasi dibandingkan dengan

baku mutu atau nilai optimum kualitas air dari berbagai hasil penelitian. Penelitian

tentang kualitas air di rawa pesisir sebagai habitat ikan sidat belum banyak dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas air di rawa pesisir sebagai

habitat ikan sidat. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai kualitas perairan rawa pesisir sebagai pertimbangan dalam pengelolaan

sumberdaya sidat.

Bahan dan Metode

Penilaian kualitas air di rawa pesisir Sungai Cimandiri dilakukan pada Desember

2017-November 2018. Lokasi penelitian ditentukan sebanyak 4 stasiun penelitian.

Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive sampling pada perairan

rawa pesisir Sungai Cimandiri Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 1). Lokasi tersebut

ditentukan berdasarkan adanya perbedaan karakteristik habitat di rawa pesisir.

Karakteristik pada masing-masing lokasi penelitian dijelaskan pada Tabel 1.

Pengukuran kualitas air meliputi parameter fisika, kimia dan biologi perairan.

Parameter kualitas air yang diukur adalah pH, oksigen terlarut (DO), salinitas,

kedalaman, suhu, transparansi, konduktivitas, total padatan tersuspensi (TSS), total

padatan terlarut (TDS) dan kecepatan arus. Pengukuran pH, DO, suhu, salinitas, TDS

Page 13: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

3

dan konduktivitas menggunakan alat ukur kualitas air multi parameter YSI

professional plus. Pengukuran kecepatan arus dengan digital current meter Tamaya

UC-304. Parameter lainnya yaitu total nitrogen (TN), total fosfor (TP) bahan organik

total (TOM), amonium (N-NH4), total padatan terlarut (TSS) dan klorofil-a.

Pengukuran parameter tersebut dilakukan dengan mengambil sampel air untuk

kemudian dianalisis di laboratorium. Analisis sampel kualitas air dilakukan

berdasarkan standard method (APHA, 2017).

Gambar 1. Lokasi penelitian rawa pesisir estuari Sungai Cimandiri (Sumber Peta:

Google Earth, 2018)

Penilaian kondisi kualitas air rawa pesisir dianalisis melalui penilaian indeks

kesuburan perairan TSI: Trophic State Index (Carlson, 1977) dan indeks kualitas air

WQI: Water Quality Index (Simoes et al. 2008). Perhitungan indeks kesuburan

perairan TSI, dilakukan berdasarkan nilai TSI pada kedalaman Sechi disc (TSI.SD),

TSI klorofil-a (TSI.Chl-a), dan TSI fosfat total (TSI.TP). Perhitungan nilai TSI

menurut Carlson (1977), adalah sebagai berikut:

𝑇𝑆𝐼. 𝑆𝐷 = 10 ( 6 −𝐿𝑛 𝑆𝐷

𝐿𝑛 2 )

Page 14: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

4

𝑇𝑆𝐼. 𝐶ℎ𝑙. 𝑎 = 10 ( 6 −2,04 − 0,68 𝐿𝑛 𝐶ℎ𝑙. 𝑎

𝐿𝑛 2 )

𝑇𝑆𝐼. 𝑇𝑃 = 10 ( 6 −𝐿𝑛 48/𝑇𝑃

𝐿𝑛 2 )

𝑇𝑆𝐼 = ( 𝑇𝑆𝐼.𝑆𝐷+ 𝑇𝑆𝐼.𝐶ℎ𝑙.𝑎+𝑇𝑆𝐼.𝑇𝑃

3 )

Keterangan:

TSI-SD : Nilai indeks status trofik untuk kedalaman Secchi disc (m)

TSI-Chl-a : Nilai indeks status trofik untuk klorofil-a (mg.m-3)

TSI-TP : Nilai indeks status trofik untuk fosfat total (mg.m-1)

TSI : Nilai indeks kesuburan perairan

Penilaian indeks TSI berdasarkan nilai:

TSI <30-40 : Oligotrofik

TSI 40-50 : Mesotrofik

TSI 50-70 : Eutrofik

TSI 70-100 : Hipertrofik

Tabel 1. Karakteristik lokasi penelitian di rawa pesisir Sungai Cimandiri.

Lokasi Posisi Deskripsi Lokasi Kondisi lokasi

ST.01 07o 01’

48,7”

LS; 106 o

32’49.9”

BT

Inlet rawa yang terhubung dengan

Sungai Cimandiri, merupakan alur air

yang masuk ke sistem rawa pesisir,

Lebar alur 33 m, dengan kedalaman

antara 0,5-1,5 m. Substrat dasar

perairan pasir dan kerikil. Vegetasi

riparian berupa tanaman semak/perdu

dan rumput.

ST.02 07o 01’

58,4”

LS; 106 o

32’47.3”

BT

Bagian yang melebar dengan sisi kanan

dan kiri digunakan sebagai areal

persawahan. Kedalaman air antara 0,4-

1,5 m. Substrat dasar perairan pasir

berlumpur. Vegetasi riparian berupa

tanaman semak/perdu dan beberapa

pohon kelapa. Terdapat mangrove

dalam jumlah terbatas (±5 tegakan).

ST.03 07o 02’

23,6”

LS; 106 o

32’38.7”

BT

Bagian genangan air yang luas dengan

sisi kiri digunakan sebagai areal

persawahan. Kedalaman air antara 0,3-

0,75 m. Substrat dasar perairan

berlumpur. Banyak terdapat tumbuhan

air dan terdapat mangrove yang cukup

luas (0,5 Ha). Merupakan area aktivitas

penangkapan ikan (bagan tancap) dan

budidaya ikan dengan kurung tancap.

ST.04 07o 02’

29,9”

LS; 106 o

Bagian genangan air yang luas, dan

terdapat outlet kecil menuju ke area

persawahan, dengan sisi kiri digunakan

Page 15: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

5

32’39.9”

BT

sebagai areal persawahan. Kedalaman

air antara 0,3-0,8 m. Substrat dasar

perairan berlumpur. Terdapat

mangrove dalam jumlah terbatas (±10

tegakan). Merupakan area aktivitas

penangkapan ikan dan pemanfataan

lain (kolam ikan, pemancingan).

Penentuan indeks kualitas air ditentukan berdasarkan penilaian (scoring) nilai

rata-rata pengukuran pada setiap parameter dengan nilai baku mutu kualitas air, dan

nilai optimum kualitas air terhadap biota (ikan sidat). Nilai baku mutu air berdasarkan

PP No. 28 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran

air dan Kep.men LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut.

Nilai optimum kualitas air didekati dengan berbagai hasil penelitian terkait kualitas air

yang optimum untuk kehidupan ikan sidat. Perhitungan nilai WQI modifikasi dari

persamaan Simoes et al. 2008. Normalisasi nilai parameter dilakukan dengan penilaian

0-100. Nilai mendekati 100 merupakan nilai yang sesuai dengan baku mutu kualitas

air atau nilai optimumnya. Perhitungan indeks kualitas air menurut Simoes et al.

(2008) adalah sebagai berikut:

𝑊𝑄𝐼 = 𝐶𝑥1 + 𝐶𝑥2 + 𝐶𝑥3 + ⋯ 𝐶𝑥𝑛

𝑛

Keterangan:

Cx1 : nilai parameter ke-1 setelah di normalisasi

Cx2 : nilai parameter ke-2 setelah di normalisasi

Cx3 : nilai parameter ke-3 setelah di normalisasi

n : jumlah parameter yang digunakan dalam analisis

WQI : Indeks kualitas air

Penilaian WQI berdasarkan nilai:

WQI: >80-100 : Sangat baik

WQI: >60-80 : Baik

WQI: >40-60 : Sedang

WQI:>20-40 : Buruk

WQI: >0-20 : Sangat buruk

Hasil dan Pembahasan

Kondisi Umum Rawa Pesisir Sungai Cimandiri

Rawa pesisir Sungai Cimandiri merupakan sebuah genangan yang terletak di sisi

sebelah kiri dari muara sungai. Lahan rawa pesisir di estuari Sungai Cimandiri berada

pada zona I, dari klasifikasi lahan rawa dan termasuk sebagai zona rawa salin/payau.

Page 16: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

6

Menurut Subagyo (2006) dalam Suriadikarta (2012), berdasarkan pengaruh air pasang

surut, daerah lahan rawa dibagi menjadi tiga mintakat (zona), yaitu zona I disebut

lahan rawa salin/payau, zona II disebut rawa pasang surut air tawar, dan zona III

disebut rawa lebak atau rawa bukan pasang (Gambar 2).

Gambar 2. Pembagian zona lahan rawa di sepanjang daerah aliran sungai

(Subagyo, 2006 dalam Suriadikarta, 2012)

Rawa pesisir Sungai Cimandiri merupakan ekosistem lahan basah yang

ditumbuhi oleh beragam jenis tumbuhan air. Jenis tumbuhan air yang ada terdiri dari

tumbuhan khas wilayah pesisir dan tumbuhan air perairan tawar. Mangrove dari jenis

Sonneratia. sp dijumpai di beberapa tempat yaitu di Stasiun 2, 3 dan 4. Tumbuhan air

khas perairan tawar yang banyak terdapat di wilayah rawa seperti kangkung (Ipomoe

aquatica), genjer (Limnocharis flava), kiambang (Salvinia molesta), apu apu (Pistia

stratiotes) rumput wlingi (Cyprus sp), walingi (Actinoscirpus grossus), eceng gondok

(Eichhornia crassipes), klampis air (Mimosa pigra) dan padi (Oryza sativa).

Menurut Marson (2006) tumbuhan air pada ekosistem rawa memiliki peran yang

penting, yaitu sebagai sumber makanan bagi konsumen primer, tempat pemijahan

ikan, dan serangga air, membantu proses aerasi melalui fotosintetis, membersihkan

aliran yang tercemar melalui proses sedimentasi serta penyerapan partikel dan mineral.

Page 17: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

7

Berbagai jenis hewan air terdapat di rawa pesisir seperti berbagai jenis ikan,

moluska dan kelompok krustacea. Dari hasil pengamatan diketahui biota air yang

terdapat di perairan rawa pesisir adalah ikan belanak (Mugil sp.), keting (Mystus sp),

nila (Oreochromis niloticus), mujair (O. mossambicus), gabus (Chana striata), betok

(Anabas testudineus), belut sawah (Monopterus albus), kepiting bakau (Scylla

serrata), yuyu/kepiting air tawar (Parathelphusa convexa), keong sawah (Pila

ampullacea), dan udang (Macrobrachium sp). Terdapat 2 jenis ikan sidat yaitu

Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla marmorata. Menurut penelitian Triyanto et al.

(2019), sidat yang tertangkap di rawa pesisir memiliki keterkaitan dengan jenis

dominan glass eel yang memasuki perairan muara Sungai Cimandiri yaitu A.bicolor

bicolor, dan A. marmorata. Rawa pesisir merupakan habitat sidat pada fase estuarine.

Pada fase ini sidat yang hidup di wilayah rawa pesisir ada pada fase transisi dari fase

lautan menuju fase perairan tawar.

Kondisi Kualitas Air Rawa Pesisir Sungai Cimandiri

Rawa pesisir di Sungai Cimandiri termasuk kedalam rawa salin/payau yang

dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Salinitas terendah di lahan rawa pesisir adalah

0 ppt dan tertinggi 4,84 ppt, sedangkan salinitas berkisar antara 0,06-4,73 ppt. Salinitas

tertinggi terdapat pada lokasi ST.01 dan ST.02. Kedua lokasi ini merupakan area yang

dekat ke perairan muara, sehingga mendapat pengaruh air laut dari muara Sungai

Cimandiri. Kedalaman perairan minimum 0,2 m dan maksimum 1,2 m. Suhu air di

daerah rawa pesisir 24,2-35,9oC. Suhu air tertinggi terdapat pada lokasi ST.03 (35,8

oC) dan ST.04 (35,9 oC) Warna air coklat kehijauan dengan tingkat kecerahan 0-70

cm. Substrat dasar perairan didominasi oleh substrat pasir. Pada area yang jauh dari

dari wilayah sungai utama substrat dasar perairan semakin halus dan cenderung

berlumpur.

Daerah rawa pesisir yang dekat dengan muara Sungai Cimandiri dipengaruhi

oleh adanya arus pasang-surut yaitu pada lokasi ST.01 dan ST.02 dengan kecepatan

arus sebesar 0,21±0,18 m.S-1 (ST.01) dan 0,13±0,13 m.S-1 (ST.02). Total padatan

terlarut (TDS) 0,079-6,45 g.L-1 dan total padatan tersuspensi (TSS) 5,2-188,5 mg.L-1.

Nilai konduktivitas 0,125-10,16 mS.cm-1. Kandungan oksigen terlarut (DO) 3,08-

14,53 mg.L-1, dan pH air 6,91-8,76. Kandungan amonium (N-NH4) 0-2,68 mg.L-1.

Total nitrogen (TN) dan total fosfor (TP) sebesar 0,367-5,161 mg.L-1 dan 0-0,430

mg.L-1. Bahan organik total (TOM) 0,18-53,22 mg.L-1 dan kandungan klorofil-a 0,39-

Page 18: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

8

434,36 mg.m-3. Kondisi kualitas perairan rawa pesisir Sungai Cimandiri secara

lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai minimum-maksimum hasil pengukuran kualitas air di rawa pesisir

Sungai Cimandiri, Desember 2017-November 2018.

Parameter Lokasi Penelitian

ST.01 ST.02 ST.03 ST.04

Fisika

Suhu air (oC) 25,9-29,8 25,7-32,8 24,2-35,8 25,6-35,9

Kecerahan (cm) 10-54 12-70 0-50 0-40

Kedalaman (cm) 40-84 30-120 20-50 20-50

Konduktivitas (mS.cm-

1)

0,125-10,16 0,144-8,72 0,59-5,72 0,63-6,59

Salinitas (ppt) 0,06-4,84 0,07-4,73 0,26-2,81 0,29-3,32

TDS (g.L-1) 0,079-6,45 0,092-5,54 0,35-3,42 0,29-3,98

TSS (mg.L-1) 5,2-188,5 8,4-152,4 25,2-171,0 15,6-140,33

Kecepatan arus (m.S-1) 0-0,58 0-0,41 0 0

Kimia

pH 7,37-8,03 6,91-8,44 7,56-8,67 7,89-8,76

DO (mg.L-1) 3,5-8,15 3,1-7,60 3,08-12,01 4,9-14,53

N-NH4(mg.L-1) 0,02-0,337 0,007-0,546 0,019-1,612 0-2,68

TN (mg.L-1) 0,395-3,047 0,448-3,452 0,367-3,287 0,495-5,161

TP (mg.L-1) 0-0,267 0-0,197 0-0,430 0,013-0,375

TOM (mg.L-1) 7,48-21,75 7,49-21,59 0,18-23,17 9,99-53,22

Biologi

Klorofil-a (mg.m-3) 0,39-5,53 0,79-6,614 1,11-98,31 3,24-434,36

Kondisi kualitas perairan rawa pesisir berdasarkan indeks kesuburan (TSI)

berada pada tingkat kesuburan oligotrofik-mesotrofik, dengan rata-rata nilai indeks

TSI berkisar antara 32,11-45,60. Berdasarkan indeks kualitas air (WQI) kondisi

kualitas perairan rawa pesisir tergolong baik-sangat baik, dengan nilai indeks WQI

74,86-87,72 (Tabel 3). Lokasi ST.01 dan ST.02 berada pada tingkat kesuburan yang

sama yaitu oligotrofik (kesuburan rendah), sedangkan lokasi ST.03 dan ST.04 tingkat

kesuburannya adalah mesotrofik (kesuburan sedang). Lokasi penelitian dengan indeks

WQI sangat baik terdapat pada lokasi ST.01 dan ST.02. Lokasi penelitian dengan

indeks WQI baik terdapat pada lokasi ST.03 dan ST.04. Perbandingan nilai indeks

kesuburan (TSI) dan indeks kualitas air (WQI) dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 19: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

9

Tabel 3. Nilai rata-rata indeks kesuburan perairan (TSI) dan rata-rata indeks kualitas

air (WQI) di rawa pesisir Sungai Cimandiri.

Lokasi

Penelitian

TSI

(Kesuburan Perairan)

WQI

(Indeks Kualitas Air)

ST.01 32,11 Oligotrofik 87,35 Sangat baik

ST.02 32,13 Oligotrofik 87,72 Sangat baik

ST.03 41,63 Mesotrofik 76,17 Baik

ST.04 45,60 Mesotrofik 74,86 Baik

Gambar 2. Perbandingan antara indeks kesuburan perairan (TSI) dan indeks kualitas

air (WQI) di rawa pesisir Sungai Cimandiri.

Perkembangan kondisi kualitas air rawa pesisir Sungai Cimandiri berdasarkan

indeks kesuburan perairan (TSI) dari Desember 2017-November 2018 (Gambar 3)

mengalami fluktuasi pada tingkat oligotrofik (kesuburan rendah) sampai pada tingkat

mesotrofik (kesuburan sedang). Dari grafik pada Gambar 3 diketahui bahwa kondisi

kesuburan rendah terjadi pada bulan Desember 2017-Oktober 2108. Kecuali pada

lokasi penelitian ST.03 dan ST.04 dimana kondisi kesuburannya adalah sedang

(mesotrofik) yang mulai berlangsung pada bulan Februari-November 2018. Tingkat

kesuburan perairan di rawa pesisir Sungai Cimandiri tegantung dari kondisi kualitas

air dari sungai utamanya yaitu Sungai Cimandiri. Pada bulan Desember-Maret

murapakan musim hujan dengan curah hujan yang terjadi cukup besar (Gambar 4).

Debit air sungai yang besar sangat berpengaruh terhadap kandungan nutrient perairan

sehingga mempengaruhi tingkat kesuburan perairan yang ada. Lokasi penelitian di

ST.03 dan ST.04 merupakan wilayah yang relatif jauh dari pengaruh sungai utama.

Kondisi perairan di lokasi ini masih banyak dipengaruhi oleh aktivitas daratan

0

20

40

60

80

100

ST.01 ST.02 ST.03 ST.04

Nilai Indeks

Lokasi Penelitian

TSI WQI

Page 20: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

10

disekitarnya. Pada saat musim hujan di sekitar lokasi ini banyak dimanfaatkan sebagai

area persawahan. Diduga aktivitas persawahan seperti pemberian pupuk memberikan

pengaruh terhadap tingkat kesuburan perairan di lokasi ini.

Gambar 3. Kondisi kualitas air rawa pesisir berdasarkan indeks kesuburan perairan

(TSI) pada Desember 2017- November 2018.

Gambar 4. Curah hujan bulanan di Cimandiri tahun 2016-2018 (Data : UPTD PSDA

Wilayah Sungai Cisadane-Cibareno, 2016-2018 )

Perkembangan kondisi kualitas air rawa pesisir Sungai Cimandiri berdasarkan

indeks kualitas air (WQI) dari Desember 2017-November 2018 (Gambar 5)

mengalami fluktuasi pada kondisi baik-sangat baik. Dari grafik pada Gambar 5

diketahui bahwa kondisi kualitas air pada ST.01 dan ST.02 adalah sangat baik, dan

berlangsung di semua waktu penelitian. Sedangkan lokasi penelitian ST.03 dan ST.04

kondisi kualitas airnya baik dan terjadi pada semua waktu penelitian dari Desember

2017-November 2018.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Des Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov

ST.01ST.02ST.03

Eutrofik

Mesotrofik

Oligotrofik

Hipereutrofik

Nilai Indek TSI

0

100

200

300

400

500

600

700

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

2016 2017

2018 Rata-rata

Curah Hujan (mm)

Page 21: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

11

Gambar 5. Kondisi kualitas air rawa pesisir berdasarkan indeks WQI pada Desember

2017- November 2018.

Berdasarkan informasi nelayan penangkap sidat dan hasil penelitian Triyanto et

al. (2019), ikan sidat di rawa pesisir banyak tertangkap di sekitar lokasi ST.02. Lokasi

ini merupakan genangan yang terletak antara saluran yang terhubung dengan muara

Sungai Cimandiri dengan genangan utama rawa pesisir. Tingkat kesuburan lokasi ini

adalah oligotrofik (kesuburan rendah) dengan nilai indeks kualitas air WQI tergolong

sangat baik. Kondisi kualitas air di Lokasi ST.02 memiliki karakter kualitas air yang

baik dan mendukung untuk kehidupan sidat berdasarkan nilai baku mutu kualitas air

menurut PP No. 82 Tahun 2001 dan KepMenLH No. 51 Tahun 2004 dan nilai optimum

berdasarkan beberapa penelitian (Tabel 3). Di lokasi ST.02 dijumpai tumbuhan air dan

vegetasi mangrove. Keberadaan tumbuhan air dan mangrove di lokasi ini dapat

menjadi habitat yang baik bagi ikan sidat. Populasi tumbuhan air dan mangrove dapat

menjadi daerah perlindungan dan daerah mencari makan yang potensial bagi ikan

sidat. Hasil penelitian Laffaille et al. (2003) dalam Jellyman & Arai (2016)

melaporkan sidat A. anguilla berukuran kecil benyak terdapat pada habitat yang

dangkal dan ditumbuhi oleh tumbuhan air sedangkan sidat yang berukuran besar

preferensinya di habitat yang dalam dengan sedikit tumbuhan air.

0

20

40

60

80

100

Des Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov

ST.01 ST.02ST.03 ST.04Rerata-WQISangat Baik

Baik

Sangat Buruk

Sedang

Buruk

Nilai Indek WQI

Page 22: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

12

Tabel 3. Nilai baku mutu air dalam penilaian kondisi kualitas air untuk kehidupan ikan

sidat di rawa pesisir Sungai Cimandiri.

Parameter

Nilai Baku

Mutu Keterangan Fisika

Suhu air (oC) 28-32 KepMenLH No. 51 tahun 2004

Konduktivitas (mS.cm-1) 0,02-1,5 Boyd, 1988

TDS (mg.L-1) <1000 PP.No.82 Tahun 2001

TSS (mg.L-1) <400 PP.No.82 Tahun 2001

Salinitas (ppt) 2-7

Affandi & Riani (1995), Yuliani

et al. (2018)

Kecepatan arus (m.S-1) 0,20-0,50 Jellyman & Arai, 2016

Kecerahan (cm) 45 PP.No.82 Tahun 2001

Kedalaman (m) 0,6-1,2

Jellyman & Chisnal (1999) dalam

Jellyman & Arai, 2016

Kimia

pH 7-8,5 KepMenLH No. 51 tahun 2004

DO (mg.L-1) >5 KepMenLH No. 51 tahun 2004

N-NH4 (mg.L-1) <0,3 KepMenLH No. 51 tahun 2004

Total P (mg.L-1) <1 PP.No.82 Tahun 2001

Total N (mg.L-1) <10 PP.No.82 Tahun 2001

TOM (mg.L-1) <50 PP.No.82 Tahun 2001

Biologi

Klorofil-a (mg.m-3) 0-10 OECD, 1982

Lokasi penelitian ST.3 dan ST.04 kondisi kualitas airnya adalah pada tingkat

kesuburan sedang (mesotrofik) dengan tingkat kualitas air nya adalah baik. Kondisi ini

berlangsung selama waktu penelitian atau dalam kurun waktu setahun. Berdasarkan

informasi nelayan setempat sidat yang ada di wilayah ini populasinya terbatas,

umumnya dapat tertangkap pada saat musim hujan dimana saat itu kondisi ketinggian

air di daerah ini meningkat. Menurut Muchsin et al. (2003) dalam Krismono & Putri

(2012), kemunculan ikan sidat banyak ditemukan saat malam hari bulan gelap dan

diikuti hujan. Menurut Parker (1995) dalam Feunteun et al. (2003) aktivitas sidat akan

meningkat pada saat bertambahnya curah hujan. Hasil penelitian Triyanto et al. (2019)

menjelaskan bahwa preferensi keberadaan sidat di rawa pesisir dipengaruhi oleh faktor

kualitas air diantaranya adalah kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, salinitas dan

terdapatnya tumbuhan air.

Kualitas air yang baik akan menunjang produktivitas perairan dan menunjang

perkembangan produktivitas pakan alami. Kondisi ini sangat sesuai untuk menunjang

kehidupan ikan sidat karena tersedianya pakan alami yang cukup. Hal ini dikarenakan

oleh sifat ikan sidat sebagai hewan karnivora alami yang membutuhkan pakan berupa

Page 23: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

13

hewan lain (Affandi, 2005). Menurut Lukman (2012) dalam Suryono & Badjoeri

(2013), sidat termasuk ikan karnivora dan bersifat nokturnal (aktif pada malam hari),

makanan, alaminya berbagai jenis hewan air khususnya organisme benthic seperti

udang dan kepiting (crustacea), cacing dan larva chironomide (polichaeta), kerang-

kerangan (bivalva) serta molusca. Kondisi kualitas air yang baik diharapkan dapat

menunjang produktivitas periran sehingga ketersediaan pakan alami bagi sidat dapat

tersedia dengan kualitas dan kuantitas yang memadai.

Kesimpulan

Status trofik rawa pesisir berada pada tingkat kesuburan rendah-sedang

(oligotrofik-mesotrofik) dengan indeks kualitas air tergolong baik-sangat baik Kondisi

perairan rawa pesisir perlu dijaga kelestariannya agar fungsinya sebagai habitat sidat

dapat terus berlangsung sehingga populasi sidat di Sungai Cimandiri dapat terjaga

kelestariannya.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kementerian RISTEKDIKTI

melalui program Karya Siswa Tahun 2015-2018. Pusat Penelitian Limnologi, melalui

Kegiatan Penelitian Unggulan Kedeputian IPK-LIPI tahun 2017-2018 yang turut

berkontribusi dalam pendanaan kegiatan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan

terimakasih kepada Bapak Lukman, Bapak Idat (nelayan sidat Cimandiri, Sukabumi),

dan sdr. Mochammad Anwar Amd, yang membantu dalam pengambilan sampel di

lapangan.

Referensi

Affandi R, Riani E. 1995. Pengaruh salinitas terhadap derajat kelangsungan hidup

pertumbuhan benih ikan sidat (elver), Anguilla bicolor bicolor. Jurnal Ilmu-ilmu

Perairan dan Perikanan 3 (1): 39-48.

Affandi R. 2005. Strategi pemanfaatan sumberdaya ikan sidat, Anguilla spp. di

Indonesia. Jurnal lktiologi Indonesia, 5 (2): 77-81.

American Public Health Association: APHA. 2017. Standard Methods for The

Examination of Water and Waste Water. (23rded.). Washington DC,

USA:APHA.1545 p.

Balai Pusat Data dan Informasi Sumber Daya Air: BPDISDA. 2017. Buku sumber

daya air Provinsi Jawa Barat. Dinas Sumber Daya Air. Pemerintah Daerah

Provinsi Jawa Barat [Internet]. [diunduh pada 17 Maret 2019]. Tersedia pada:

http://psda.jabarprov.go.id/

Page 24: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

14

Boyd CE. 1988. Water quality in warm water fish ponds. Fourth Printing. Auburn

University Agricultural Experiment Station. Alabama, USA. 359 p.

Carlson RE 1977. A trophic state index for lakes. Limnology and Oceanography,

22(2):361-369.

Feunteun E, Laffaille P, Robinet T, Briand C, Baisez A, Oliver JM, Acou A. 2003. A

review of upstream migration and movements in inland waters by Anguillid Eels:

Toward a General Theory. Dalam: Aida et al. (eds). Eel Biology. Japan (Jp):

Springer-Verlag Tokyo. 191-213 p.

Jellyman DJ, Arai T. 2016. Juvenile eels: Upstream migration and habitat use.

Dalam: Arai, T. (eds). Biology and Ecology of Anguillid Eels. CRC Press Taylor

& Francis Group p: 143-170.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004. Penetapan baku mutu air

laut, Jakarta.

Krismono MRA, Putri. 2012. Variasi ukuran dan sebaran tangkapan ikan sidat

(Anguilla marmorata) di Sungai Poso, Sulawesi Tengah. J. Lit. Perikan. Ind 18

(2): 85-92.

Marson. 2006. Jenis dan peranan tumbuhan air bagi perikanan di perairan lebak

lebung. Bawal 1 (2) 6: 7-11.

Mc Dowal RM. 2008. Diadromus, history and ecology: a question scale.

Hydrobiologia, (602): 5-14.

Noor M, Rahman A. 2015. Biodiversity and local knowledge in the cultivation of food

crops supporting for food security: A case study on tidal swamp land. Pros Sem

Nas Masy Biodiv Indon., 1 (8):1861-1867.

OECD, 1982. Eutrophication of waters. monitoring, assessment and control. Paris

154 pp.

Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian

pencemaran air, Jakarta.

Simoes FdS, Moreira AB, Bisinoti MC, Gimenez SMN, Yabe MJS. 2008. Water

quality index as a simple indicator of aquaculture effects on aquatic bodies.

Ecological Indicators 8:476–484.

Suriadikarta DA. 2012. Teknologi Pengelolaan Lahan Rawa Berkelanjutan: Studi

Kasus Kawasan Ex PLG Kalimantan Tengah. Jurnal Sumberdaya Lahan 6 (1):

45-54.

Suryono T, Badjoeri M. 2013. Kualitas air pada uji pembesaran larva ikan sidat

(Anguilla spp.) dengan sistem pemeliharaan yang berbeda. Limnotek 20 (2) : 169

– 177

Triyanto, Affandi R, Kamal MM, Haryani GS. 2019. Fungsi rawa pesisir sebagai

habitat sidat tropis Anguilla spp. di estuari Sungai Cimandiri, Sukabumi Jawa

Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 11 (2): 475-492.

Yuliani TA, Anggoro S, Solichin A. 2018. Pengaruh salinitas berbeda terhadap respon

osmotik, regulasi ion dan pertumbuhan ikan sidat (Anguilla sp.) fase elver

selama masa aklimasi dan kultivasi. Journal of Maquares 7(4): 333-341.

Page 25: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

15

Dinamika Status Mutu Air Sungai Mahakam

Mislan1* dan Yaskinul Anwar2

1Jurusan Fisika FMIPA Universitas Mulawarman, 2Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Mulawarman

*Email: [email protected]

Abstrak

Sungai Mahakam, selain dimanfaatkan oleh masyarakat untuk air baku air

minum, juga digunakan untuk kegiatan penyediaan air baku domestik pertanian,

perikanan, perkebunan, pertambangan, transportasi dan pariwisata. Penetapan status

mutu air dan perumusan pengelolaan kualitas air di Sungai Mahakam diperlukan

informasi status mutu air dan perubahannya. Penelitian ini mengkaji dinamika status

mutu kualitas air Sungai Mahakam periode 2004-2016. Data kualitas air bersumber

dari data primer dan sekunder di 11 titik pantau (hulu-hilir) yaitu Long Iram, Melak,

Muara Pahu, Penyinggahan, Muara Muntai, Kota Bangun, Muara Pela, Tenggarong,

Samarinda, Palaran dan Anggana. Parameter kualitas air yang dikaji adalah TDS, TSS,

pH, DO, BOD5, COD, Total fosfat, NH3-N dan Fecal Coliform. Data diolah

menggunakan metode indeks pencemaran peruntukan Kelas I (air baku untuk air

minum) berdasarkan Pasal 8 Ayat (1a) PP 82 Tahun 2001. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa indeks pencemaran untuk periode 2004-2016 berkisar antara

0,40-10,60. Long Iram merupakan titik pengukuran yang rata-rata indeks pencemaran

terendah yaitu 3,11 dengan variasi terkecil, sedangkan rata-rata indeks pencemaran

tertinggi di Muara Pahu sebesar 5,09. Dapat disimpulkan bahwa status mutu air Sungai

Mahakam peruntukan Kelas I memiliki kategori memenuhi baku mutu sampai

tercemar berat. Untuk mengetahui lebih rinci mengenai kegiatan yang berpengaruh

terhadap kondisi status mutu air dan perubahannya diperlukan data kualitas air di anak-

anak Sungai Mahakam, dengan pertimbangan kegiatan tersebut terdapat di sub DAS

Mahakam, data kualitas air berdasarkan perubahan tinggi muka air dan data kualitas

air di kawasan Danau Kaskade Mahakam.

Kata Kunci: Sungai Mahakam, kualitas Air, indek pencemaran, tinggi muka air.

Pendahuluan

Sungai Mahakam memiliki panjang 920 km, lebar 300-1.030 m kedalaman

antara 15-70 m, berhulu di perbatasan Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat,

Kalimantan Utara, dan Malaysia, luas daerah aliran sungai 77.600 km2. Potensi sumber

Page 26: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

16

daya air di DAS Mahakam sangat besar yang ditandai oleh curah hujan tahunan antara

2.000-4.000 mm, danau paparan banjir sekitar 40.000 ha, debit aliran (Sungai

Mahakam) antara 1.000-6.000 m3/s, 66 anak sungai (berukuran besar dan kecil) dan

Delta Mahakam 120.000 ha (Kementerian PUPR, 2014). Air Sungai Mahakam

dimanfaatakan untuk berbagai kegiatan yaitu penyediaan air baku untuk domestik,

pertanian, perikanan, perkebunan, pertambangan, transportasi, industri dan

pariwisata.

Pemanfaatan air Sungai Mahakam untuk penyediaan air baku domestik yaitu

untuk air minum dilakukan di sepanjang sungai dari hulu ke hilir yaitu Kabupaten

Mahulu, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda.

Pemanfaatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan lebih dari 1 juta orang melalui

layanan PDAM, dunia usaha (perusahaan non PDAM) dan swadaya mandiri.

Mengingat pentingnya pemanfaatan air Sungai Mahakam untuk penyediaan air baku

maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Perda No. 2 Tahun 2011,

menetapkan sebagian besar panjang Sungai Mahakam menjadi sumber air dengan

status Kelas I (untuk sumber air yang dapat digunakan untuk air baku air minum)

(Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2011). Berdasarkan kebijakan tersebut

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Badan Lingkungan Hidup Provinsi

Kalimantan Timur terus melaksanakan pemantauan kualitas air secara periodik guna

mengetahui kondisi kualitas air Sungai Mahakam. Informasi kualitas air yang

diperoleh digunakan untuk mengetahui perubahan kualitas air, sebagai dasar evaluasi

penetapan status mutu air dan merumuskan program/kegiatan pengelolaan kualitas air.

Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar

atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan

dengan baku mutu air yang ditetapkan sebagaimana digariskan dalam Kepmen LH 115

Tahun 2003 (Kementerian Lingkungan Hidup, 2003). Status mutu air berguna sebagai

gambaran mutu air, sehingga tindakan perbaikan dapat dilakukan untuk

menanggulangi pencemaran dan pemulihan kualitas air sesuai peruntukannya, jika air

dinyatakan berada dalam kondisi cemar atau mempertahankan bahkan meningkatkan

kualitas air jika sudah memenuhi baku mutu air sesuai PP No. 82 Tahun 2001

(Kementerian Lingkungan Hidup, 2001). Dengan cara ini, kualitas suatu badan air

dapat dikelompokkan ke dalam kelas tertentu, sesuai tingkat pencemarannya, apakah

memenuhi standar sesuai peruntukannya, ataukah berada dalam kondisi tercemar

dengan tingkat pencemaran tertentu (tercemar ringan, sedang, atau berat). Dengan

Page 27: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

17

demikian, suatu sumber air dapat dinyatakan berada dalam kondisi baik jika memenuhi

baku mutu air, atau dalam kondisi cemar bila tidak memenuhi baku mutu air yang

ditetapkan. Kualitas air merupakan hal yang lebih kompleks dibanding kuantitas air,

dan menjadi bagian parameter penting dalam penilaian kelayakan sumber daya air.

Dalam konsep ketahanan air, kualitas air menjadi variabel indikator selain kuantitas

dan risiko bencana (Bappenas, 2014).

Banyak permasalahan mengenai pengumpulan data status mutu air di sungai.

Permasalahan tersebut diantaranya pemeriksaan yang tidak kontinyu (sesaat), waktu

pengambilan sampel dan lokasi yang tidak konsisten, belum ada koodinasi dari

berbagai instansi pelaksana pemeriksaan kualitas air, tidak tersedia data pendukung

seperti debit aliran dan tutupan lahan, dan laporan hasil pemeriksaan kualitas air yang

tersebar. Kondisi tersebut menyebabkan informasi dinamika status mutu air tidak

tergambar dengan utuh sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar evaluasi

penetapan status mutu air dan merumuskan program/kegiatan pengelolaan kualitas air.

Mengkompilasi data kualitas air di Sungai Mahakam secara temporal yang

terdapat di berbagai instansi/lembaga dan peneliti merupakan tantangan dan sangat

penting dilakukan untuk memperoleh data kualitas air dan gambaran dinamika status

mutu/kualitas air yang utuh. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dinamika

status mutu kualitas air Sungai Mahakam yang memadai.

Bahan dan Metode

Lokasi penelitian Sungai Mahakam, meliputi 11 stasiun yaitu Long Iram,

Melak, Muara Pahu, Penyinggahan, Muara Muntai, Kota Bangun, Muara Pela,

Tenggarong, Samarinda, Palaran dan Anggana. Pemilihan lokasi berdasarkan

ketersediaan rekaman data hasil pemeriksaan kualitas air. Penelitian menggunakan

data sekunder yang diperoleh dari laporan pemeriksaan kualitas air dari Badan

Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, Dinas PU Provinsi Kalimantan Timur,

BWS Kalimantan III-Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Forum DAS

Kalimantan Timur, dan Kelompok Kajian Iklim, Air dan Bencana FMIPA Universitas

Mulawarman (KK-IAB FMIPA Unmul). Parameter kualitas air yang dikaji adalah

TDS, TSS, pH, DO, BOD5, COD, Total fosfat, NH3-N dan Fecal Coliform. Data diolah

menggunakan metode Indeks Pencemaran peruntukan Kelas I (air baku untuk air

minum) berdasarkan Pasal 8 Ayat (1a) PP 82 Tahun 2001. Status mutu air berdasarkan

indeks pencemaran dinyatakan: memenuhi baku mutu jika 0<IP≤ 1, tercemar ringan

1<IP≤5, tercemar sedang 5<IP≤10, dan tercemar berat IP≥10. Dinamika status mutu

Page 28: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

18

air yang disajikan adalah data rata-rata setiap tahun, yang digambarkan untuk masing-

masing lokasi dan data status mutu air dari hulu ke hilir.

Hasil dan Pembahasan

Hulu dari DAS Mahakam di bagian barat berada di Kabupaten Mahakam Hulu

dan Kabupaten Malinau, di bagian selatan berada di Kabupaten Kutai Barat,

sedangkan di bagian utara berada di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten

Kutai Timur. Beberapa Sub DAS di DAS Mahakam memiliki daerah tangkapan air

lebih dari 1.000 km2 dan panjang sungai lebih dari 100 km, diantaranya Sub DAS

Kedang Kepala, Sub DAS Belayan, Sub DAS Kedang Rantau, Sub DAS Kedang Pahu

dan Sub DAS Boh. Anak-anak sungai tersebut memiliki lebar lebih dari 100 m dan

dilayari kapal-kapal besar untuk angkutan batubara, BBM, sembako, CPO dan hasil

hutan, pertanian dan perkebunan (BWS Kalimantan III, 2014).

Hasil pengumpulan data dari berbagai instansi/lembaga menunjukkan hanya

terdapat 11 stasiun yang secara konsisten dilaksanakan pemeriksaan kualitas air, baik

dilakukan oleh satu intansi maupun lebih. Lokasi-lokasi tersebut adalah Long Iram,

Melak, Muara Pahu, Penyinggahan, Muara Muntai, Kota Bangun, Muara Pela,

Tenggarong, Samarinda, Palaran dan Anggana. Badan Lingkungan Hidup Pemerintah

Provinsi Kalimantan Timur secara rutin melaksanakan pemeriksaan kualitas air di

lokasi Muara Muntai, Tenggarong, Samarinda, Palaran dan Anggana, namun tidak

periodik di Long Iram, Melak, Kota Bangun dan lainnya. BWS Kalimantan III

melaksanakan pengukuran tidak periodik terutama di Long Iram, Muara Pahu, Melak,

Kota Bangun dan sebagainya bersamaan dengan pengukuran hidrometri Sungai

Mahakam guna pemantauan kondisi banjir dan kekeringan. Forum DAS Kaltim, KK-

IAB FMIPA Unmul, Dinas PUPR Kaltim dan instansi lainnya melaksanakan

pemeriksaan kualitas air dengan tujuan tertentu dan tidak dilakukan secara periodik.

Lokasi samplimg dan peta Sub DAS Mahakam periode 2004-2006 dapat dilihat pada

Gambar 1.

Page 29: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

19

Gambar 1. Peta Sub DAS Mahakam (kiri) dan lokasi sampling (kanan)

Keterangan:

1) Long Iram

2) Melak.

3) Muara Pahu.

4) Penyinggahan.

5) Muara Muntai

6) Kota Bangun

7) Muara S. Pela.

8) Tenggarong.

9) Samarinda.

10) Palaran.

11) Anggana.

Selama periode 2004-2016 terdapat 37 data kualitas air. Jumlah pengambilan

sampling tidak sama setiap tahun. Tahun 2006, 2010, 2014, 2015 dan 2016 merupakan

tahun-tahun dengan jumlah pengukuran terbanyak yaitu 5 kali, sedangkan di tahun

lainnya pengukuran dilakukan 1-3 kali. Perbedaan jumlah pengukuran disebabkan

adanya keterbatasan biaya kegiatan terutama pengambilan sampel di lapangan.

Distribusi jumlah pengukuran disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Distribusi jumlah pengukuran kualitas Air periode 2004-2016

Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks pencemaran dari Sungai Mahakam

dengan peruntukan Kelas I untuk periode 2004-2016 berada pada kisaran antara 0,40-

10,60 (Gambar 3). Long Iram merupakan titik pengukuran yang rata-rata indeks

pencemaran terendah yaitu 3,11 dengan variasi terkecil, sedangkan rata-rata indeks

pencemaran tertinggi di Muara Pahu sebesar 5,09 (Tabel 1).

Tabel 1. Nilai Indeks Pencemaran rata-rata di lokasi sampling

0

1

2

3

4

5

6

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Page 30: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

20

*tercemar ringan, *tercemar sedang

Gambar 3. Nilai Indeks Pencemaran maksimum dan minimum 2004-2016.

Berdasarkan nilai Indeks Pencemaran 2004-2016 di setiap lokasi sampling,

lokasi Long Iram, Samarinda, Palaran dan Anggana merupakan lokasi dengan kualitas

air yang lebih baik dibandingkan lainnya. Long Iram merupakan lokasi sampling

paling hulu dengan jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat relatif sedikit sehingga

beban pencemaran tidak tinggi. Kondisi kualitas air yang relatif baik di Samarinda,

Palaran dan Anggana disebabkan adanya pengenceran yang berasal dari aliran Sungai

Mahakam, sehingga beban pencemaran mengalami penurunan konsentrasi. Kondisi

kualitas air di Muara Pahu, Penyinggahan, Muara Muntai, Muara Sungai Pela dan

Tenggarong disebabkan aliran Sungai Mahakam yang lambat dan tingginya jumlah

penduduk dan ragam aktivitas masyarakat di sekitarnya. Lokasi-lokasi tersebut

merupakan pusat pemerintahan kecamatan dan kegiatan ekonomi seperti perikanan,

pertanian, perkebunan, kehutanan dan pertambangan batubara. Status mutu air

Page 31: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

21

berdasarkan nilai Indeks Pencemaran di masing-masing lokasi secara temporal

disajikan pada Gambar 4(a-k) berikut ini.

(a) Long Iram (b) Melak

© Muara Pahu (d) Penyinggahan

(e) Muara Pahu (f) Kota Bangun

Page 32: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

22

(g) Muara Sungai Pela (h) Tenggarong

(i) Palaran (j) Samarinda

(k) Anggana

Gambar 4 (a-k). Dinamika status mutu Air berdasarkan spasial dan temporal periode

2004-2016

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur No. 2 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Perda Kaltim

No. 2 tentang PKA-PPA), seluruh lokasi ditetapkan sebagai sumber air Kelas I yang

dapat digunakan sebagai penyedia air baku untuk air minum. Berdasarkan status mutu

airnya, kondisi kualitas air bervariasi dari memenuhi baku mutu peruntukan Kelas I

dan cemar ringan sampai cemar sedang. Kondisi ini masih layak di manfaatkan oleh

masyarakat, PDAM dan dunia usaha untuk air baku air minum.

Ditinjau dari setelah terbitnya Perda Kaltim No. 2 tentang PKA-PPA nilai Indek

Pencemaran dari 11 lokasi cenderung turun. Hal ini terjadi karena pemantauan kualitas

air dan pengawasan sumber-sumber pencemaran terus ditingkatkan, sehingga

menurunkan beban pencemaran dari aktivitas masyarakat dan dunia usaha di bidang

perikanan, perkebunan, kehutanan dan pertambangan batubara. Program pengelolaan

kualitas air melalui swapantau oleh dunia usaha, pengendalian beban pencemaran,

Page 33: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

23

pemantauan periodik oleh instansi pemerintah dan lainnya, mampu mengurangi beban

pencemaran sehingga status mutu air relatif stabil pada kondisi cemar ringan. Kondisi

kualitas air yang bersifat dinamis penting untuk terus dipantau dan perlu didukung oleh

informasi waktu dan kondisi Sungai Mahakam saat kegiatan sampling dilaksanakan.

Kondisi lahan di DAS Mahakam yang bervariasi dari hutan, lahan pertambangan,

rawa, kawasan danau, gambut dan lainnya menyebabkan terjadi perubahan tinggi

muka air, debit aliran dan awal kondisi banjir menyebabkan data kualitas air sangat

fluktuatif. Lokasi Muara Pahu, Penyinggahan, Muara Muntai, Kota Bangun dan Muara

Sungai Pela sangat dipengaruhi oleh lahan gambut, rawa dan hutan belukar sehingga

nilai parameter DO cepat berubah. Oleh karena itu diperlukan kajian lebih rinci untuk

menjelaskan hubungan status mutu air dengan kondisi tinggi muka air, kondisi banjir,

kondisi aliran di anak-anak Sungai Mahakam, serta kondisi kawasan danau yaitu

Danau Kaskade Mahakam.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa indek pencemaran untuk periode 2004-

2016 berkisar 0,40-10,60. Long Iram merupakan titik pengukuran yang rata-rata indek

pencemarannya terendah yaitu 3,11 dan variasi terkecil, sedangkan rata-rata indek

pencemaran tertinggi di Muara Pahu sebesar 5,09. Dapat disimpulkan bahwa status

mutu air Sungai Mahakam peruntukan Kelas I memiliki kategori memenuhi baku mutu

sampai tercemar berat. Untuk mengetahui lebih rinci mengenai kegiatan yang

berpengaruh terhadap kondisi status mutu air dan perubahannya diperlukan data

kualitas air di anak-anak Sungai Mahakam, dengan pertimbangan kegiatan tersebut

terdapat di sub DAS Mahakam, data kualitas air berdasarkan perubahan tinggi muka

air dan data kualitas air di kawasan Danau Kaskade Mahakam.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi

Kalimantan Timur, Dinas PU-PR Provinsi Kalimantan Timur, BWS Kalimantan III –

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUR, Forum DAS Kalimantan

Timur dan Kelompok Kajian Iklim, Air dan Bencana FMIPA Universitas

Mulawarman yang telah membantu dalam memfasilitasi data penelitian. Ucapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada PT. Bara Tabang (Gunung Bayan

Page 34: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

24

Resources) yang mendukung keikutsertaan dalam kegiatan Pertemuan Ilmiah

Tahunan-Masyarakat Limnologi Indonesia Tahun 2019 (PIT-MLI).

Referensi

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur. 2018. Status Lingkungan

Hidup Daerah Provinsi Kalimantan Timur. Samarinda.

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur. 2012. Laporan Pemantauan

Kualitas Air Sungai Mahakam. Samarinda.

BWS Kalimantan III. 2014. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai

Mahakam. Samarinda.

Dinas PU-PR Provinsi Kalimantan Timur. 2002. Master Plan Pengelolaan Sumber

Daya Air di DAS Mahakam. Samarinda.

Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan. 2016. Atlas Status Mutu Air

Indonesia Tahun 2016. Jakarta.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2010. Peraturan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air.

Jakarta.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003. Tentang

Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Jakarta: Sekretaris Negara.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. 2011. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan

Timur No. 2 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air.

Page 35: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

25

Kualitas Perairan Danau Siais Periode Maret 2019

Aiman Ibrahim*, Syahroma Husni Nasution, Lukman, Aldiano Rahmadya

Puslit Limnologi-LIPI, Jl, Jakarta-Bogor Km 46, 16911, Cibinong, Jawa Barat

*Email: [email protected]

Abstrak

Perairan Danau Siais merupakan tipe danau paparan banjir dengan luas 951,66 ha yang

terletak Desa Rianiate, Kecamatan Angkola Sanur, Kabupaten Tapanuli Selatan,

Provinsi Sumatera Utara. Danau Siais dimanfaatkan sebagai sumber perikanan

tangkap dan perikanan budidaya serta kawasan wisata. Tujuan penelitian adalah

mengetahui kondisi kualitas air sebagai dasar pengelolaan danau. Penelitian dilakukan

pada bulan Maret 2019 dengan menggunakan metode survey di lima stasiun yang

dapat mewakili kondisi perairan danau. Parameter yang diukur meliputi transparansi,

suhu, padatan terlarut total (Total Dissolved Solid, TDS), pH, oksigen terlarut

(Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand,

COD), total fosfor (TP), total nitrogen (TN), dan klorofil-a pada permukaan perairan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air Danau Siais berdasarkan parameter

TDS, pH, dan TP memenuhi Baku Mutu Air Kelas I sesuai PP No. 82 Tahun 2001.

Berdasarkan parameter TP dan TN, perairan Danau Siais tergolong perairan

oligotrofik. Parameter klorofil-a tidak dapat digunakan untuk penentuan status trofik

di Danau Siais karena tidak mewakili kehadiran fitoplankton dan tidak mempengaruhi

transparansi perairan.

Kata kunci : kualitas air, Danau Siais, total fosfor, total nitrogen, klorofil

Pendahuluan

Danau merupakan perairan menggenang (lentik) yang memiliki beberapa tipe

sesuai proses pembentukannya meliputi tipe tektonik, vulkanik, pelarutan, dan paparan

banjir (flood plain). Indonesia memiliki 840 danau dengan ukuran dan jenis yang

beragam. Lebih dari 500 danau merupakan danau besar yang berukuran lebih dari 10

hektar dengan luas total danau mencapai 0,25 % luas daratan. Danau-danau tersebut

memiliki keberagaman fungsi dan keanekaragaman hayati serta perannya yang sangat

penting sebagai sumber air, pengendali iklim global, dan penunjang kehidupan

masyarakat (Harahap dkk., 2018).

Danau Siais merupakan salah satu danau yang terletak di Desa Rianiate,

Kecamatan Angkola Sangkunur, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatra Utara.

Danau Siais dengan luas 951,66 ha merupakan danau terbesar kedua di Provinsi

Sumatera Utara setelah danau Toba (Ridwansyah dkk., 2017). Danau Siais merupakan

bagian dari cekungan Sumatera bagian barat dengan morfologi perbukitan

bergelombang dengan beberapa rawa di dalamnya (Sulistyawan dan Harahap, 2013).

Page 36: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

26

Danau Siais meskipun terkait dengan proses tektonik, tetapi secara ekologis

danau ini sangat dipengaruhi oleh fluktuasi muka air Sungai Batang Toru, sehingga

dapat dikatakan sebagai danau tipe paparan banjir (flood plain lake). Dengan

perubahan debit musiman air Sungai Batang Toru di wilayah Danau Siais yang

berkisar antara 174,49 m3/detik (minimum) hingga 821,73 m3/detik (maksimum),

maka elevasi muka air Sungai Batang Toru di wilayah Danau Siais juga mengalami

perubahan dari ketinggian +27,70 m di atas permukaan laut (dpl) (kondisi normal) dan

elevasi muka air maksimum yang mencapai +30,04 mdpl pada saat banjir (Zevri,

2019). Masuknya air dari Sungai Batang Toru dapat menyebabkan perubahan pola

genangan secara musiman, perubahan kondisi kualitas air, dan peningkatan

sedimentasi. Peningkatan sedimentasi yang terjadi dapat mempercepat pendangkalan

yang mendorong tumbuhnya tumbuhan air terutama di bagian tepian danau (Nasution

dkk., 2019).

Danau Siais telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber perikanan

tangkap dan perikanan budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA), serta kawasan

wisata. Perairan Danau Siais yang berada pada jalur lintas Sumatra bagian barat dan

menghubungkan Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Madina memiliki potensi untuk

dapat dikembangkan menjadi sumber pendapatan daerah yang mendorong

peningkatan perekonomian masyarakat. Dalam upaya pemanfaatan dan

pengembangan potensinya secara berkelanjutan, maka diperlukan suatu kajian

karakteristik kualitas perairan Danau Siais.

Bahan Dan Metode

Penelitian dilakukan di perairan Danau Siais pada bulan Maret 2019 dengan

melakukan pengukuran kualitas air dan pengambilan sampel air pada lima stasiun yang

dapat mewakili kondisi perairan danau (Gambar 1). Parameter yang diukur meliputi

transparansi, suhu, total dissolved solid (TDS), pH, dissolved oxygen (DO), chemical

oxygen demand (COD), total fosfor (TP), total nitrogen (TN), dan klorofil-a pada

permukaan perairan. Transparansi perairan diukur secara in-situ dengan menggunakan

Keping Secchi berdiameter 20 cm. Pengukuran parameter suhu, TDS, pH dan DO

dilakukan secara in-situ dengan menggunakan Water Quality Checker (WQC) YSI.

Parameter klorofil-a dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer setelah hasil

filtrat dari kertas saring GF/F diekstrak menggunakan aseton (APHA AWWA 2012).

Page 37: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

27

Parameter TP, TN, dan COD dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer

mengacu pada APHA AWWA (2012).

Data parameter kualitas air divisualisasikan dengan menggunakan interpolasi

raster pada software ArcGis 10.1. Metode interpolasi yang digunakan adalah

interpolasi IDW (Inverse Distance Weighted) yang menggunakan asumsi nilai hasil

interpolasi akan lebih mirip dari data titik sampel yang terdekat daripada yang lebih

jauh.

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di perairan Danau Siais

Tabel 1. Deskripsi stasiun pengambilan sampel di perairan Danau Siais

Stasiun Deskripsi

Stasiun 1 (Amborlang) Wilayah sekitar inlet dari

Aek Amborlang dan Aek

Simarlaman. Kedalaman

perairan di stasiun 1

sebesar 5,4 m.

Stasiun 2 (Rianiate) Wilayah tengah danau

sejajar Aek Rianiate.

Kedalaman perairan di

stasiun 2 sebesar 8 m.

Stasiun 3 (Bahung) Wilayah tumbuhan air

(tumbuhan bakung).

Kedalaman perairan di

stasiun 3 sebesar 3,9 m.

Page 38: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

28

Stasiun 4 (Dano) Wilayah sekitar outlet.

Kedalaman perairan di

stasiun 4 sebesar 2 m.

Stasiun 5 (Haboran) Wilayah yang berdekatan

dengan aktivitas warga.

Kedalaman perairan di

stasiun 5 sebesar 7,4 m.

Hasil dan Pembahasan

Suhu

Berdasarkan hasil pengukuran, perairan Danau Siais memiliki suhu yang

berkisar 31,1–32,0 0C (Gambar 2). Penelitian Ridwansyah (2009) di Danau Diatas

Sumatera Barat kisaran suhu yang terukur pada permukaan perairan berkisar 22–23

0C. Nilai tersebut lebih rendah dari suhu perairan Danau Sias. Penelitian di danau

paparan banjir lain seperti Danau Sentarum telah dilakukan Zamroni dkk., (2014)

dengan suhu yang menunjukkan kisaran antara 28,1–32,7 0C. Boyd (1990)

menyatakan bahwa pada daerah tropis umumnya memiliki suhu air yang berkisar 24–

32 0C. Suhu berpengaruh pada laju saturasi oksigen terlarut. Suhu yang semakin tinggi

menyebabkan kelarutan oksigen menurun dan tingkat jenuh oksigen terlarut juga

menurun.

Gambar 2. Suhu di perairan Danau Siais pada bulan Maret 2019

Suhu dapat berpengaruh pada kehidupan biota air, peningkatan suhu dapat

meningkatkan laju metabolisme ikan (Affandi, 2002). Ikan yang memiliki toleransi

perubahan suhu yang sempit dapat mengalami stres hingga kematian bila terjadi

perubahan suhu yang signifikan. Nilai suhu di perairan Danau Siais memenuhi Baku

31,1

31,932,0

31,1

31,7

30,6

30,8

31,0

31,2

31,4

31,6

31,8

32,0

32,2

Amborlang (St 1) Rianiate (St 2) Bahung (St 3) Dano (St 4) Haboran (St 5)

Stasiun

Suhu (0C)

Page 39: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

29

Mutu Air Kelas IV menurut PP No.82 Tahun 2001 sehingga layak digunakan untuk

kegiatan pertanian.

Total Dissolved Solid (TDS)

Nilai Total Dissolved Solid (TDS) yang terukur selama penelitian di perairan

Danau Siais berkisar 3,25—67,28 mg/L. Nilai TDS tertinggi diperoleh stasiun 4

(Dano) sebesar 67,28 mg/L, sedangkan nilai terendah diperoleh stasiun 5 (Haboran)

sebesar 3,25 mg/L. Berdasarkan hasil analisis spasial, nilai TDS di perairan Danau

Siais berkisar 0–67,27 mg/L (Gambar 3). Berdasarkan nilai TDS, perairan Danau Siais

memenuhi Baku Mutu Air Kelas I menurut PP No.82 Tahun 2001 sehingga layak

digunakan untuk air baku air minum. Hal ini sejalan dengan penelitian Sianturi (2011)

yang menyatakan bahwa perairan Danau Siais memenuhi Baku Mutu Air Kelas I

berdasarkan nilai TDS dengan kisaran 142–163 mg/L.

Gambar 3. Peta distribusi horizontal Total Dissolved Solid (TDS)

di perairan Danau Siais pada bulan Maret 2019

Transparansi

Transparansi perairan Danau Siais berkisar 1,75—2,20 m (Gambar 4).

Transparansi perairan Danau Siais yang cenderung rendah tidak lepas dari

karakteristiknya sebagai perairan danau dengan tipe paparan banjir (Nasution dkk.,

Page 40: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

30

2019). Nilai transparansi perairan Danau Siais tampak dipengaruhi oleh konsentrasi

TDS. Berdasarkan hasil regresi linier yang diperlihatkan pada gambar 5, parameter

transparansi dan TDS menunjukan pola hubungan yang berbanding lurus (R2 =

0,5245). Transparansi merupakan sifat optik air yang disebabkan oleh adanya bahan

padatan tersuspensi berupa partikel liat, lumpur, dan partikel organik lainnya (Hasim

dkk., 2015). Nilai transparansi yang dihasilkan sesuai kedalaman keping Secchi

digunakan sebagai indikator dalam penilaian kualitas air dan eutrofikasi ekosistem

danau (Wu dkk., 2015).

Gambar 4. Transparansi di perairan Danau Siais pada bulan Maret 2019

Gambar 5. Hubungan antara parameter transparansi dan TDS

di perairan Danau Siais pada bulan Maret 2019

1,751,85

2,202,00

1,90

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

Amborlang (St 1) Rianiate (St 2) Bahung (St 3) Dano (St 4) Haboran (St 5)

Stasiun

Transparansi (m)

y = 118,88x - 199,79

R² = 0,5245

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

1,50 1,70 1,90 2,10 2,30

TD

S (

mg/L

)

Transparansi (m)

Page 41: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

31

Klorofil-a

Nilai klorofil-a yang terukur di perairan Danau Siais berkisar 3,33–8,91 mg/m3

dengan nilai tertinggi pada stasiun 2 sebesar 8,91 mg/m3 dan nilai terendah pada

stasiun 4 sebesar 3,33 mg/m3 (tabel 2). Nilai klorofil-a yang diperoleh di perairan

Danau Siais diduga bukan mencerminkan kelimpahan fitoplankton. Menurut

Sulawesty dkk. (2019), kelimpahan fitoplankton di Danau Siais yang berkisar antara

948–5132 individu/L dan didominasi kelompok Dinophyta menunjukkan kondisi

perairan yang tidak subur. Nilai klorofil-a yang terukur di Danau Siais diduga berasal

dari proses pelarutan klorofil tumbuhan air yang melimpah. Gambar 6 menunjukkan

bahwa klorofil-a di perairan Danau Siais tidak mempengaruhi nilai transparansi

perairan (R2 <0,5). Kelimpahan klorofil tidak dapat digunakan sebagai representasi

kesuburan perairan Danau Siais.

Tabel 2. Nilai klorofil-a di perairan Danau Siais pada bulan Maret 2019

Stasiun Klorofil

(mg/m3)

Stasiun 1 (Amborlang) 4,80

Stasiun 2 (Rianiate) 8,91

Stasiun 3 (Bahung) 6,37

Stasiun 4 (Dano) 3,33

Stasiun 5 (Haboran) 4,80

Gambar 6. Hubungan antara parameter transparansi dan klorofil-a

di perairan Danau Siais pada bulan Maret 2019

pH

y = -0,4329x + 6,48

R² = 0,0012

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

Klo

rofi

l-a

(mg/m

3)

Transparansi (m)

Page 42: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

32

Nilai pH yang terukur berkisar 6,49–7,88 dengan nilai tertinggi sebesar 7,88

diperoleh stasiun 5 (Haboran) dan nilai terendah sebesar 6,49 diperoleh stasiun 3

(Bahung). Hasil analisis spasial pola distribusi horizontal untuk parameter pH

menunjukkan bahwa sebagian besar perairan Danau Siais memiliki nilai pH dengan

kisaran 6,48–6,95 (Gambar 7). Nilai pH yang cenderung rendah atau di bawah netral

(<7,00) diduga berhubungan dengan wilayah tepian perairan Danau Siais yang berupa

rawa-rawa. Tingginya nilai pH di stasiun 5 diduga sebagai pengaruh dari aktivitas

penduduk yang menghasilkan limbah ke perairan seperti limbah organik yang dapat

mempengaruhi nilai pH. Nilai pH suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti kandungan bahan organik, kandungan CO2, serta kandungan mineral atau

alkalinitas. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai

pH netral sekitar 7-8,5. Berdasarkan Baku Mutu Air menurut PP No.82 Tahun 2001,

nilai pH untuk Kelas I sebesar 6–9 sehingga perairan Danau Siais layak digunakan

untuk air baku air minum.

Gambar 7. Peta distribusi horizontal pH di perairan Danau Siais

pada bulan Maret 2019

Page 43: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

33

Dissolved Oxygen (DO)

Nilai Dissolved Oxygen (DO) berdasarkan hasil pengukuran berkisar antara

5,45–6,23 mg/L. Nilai DO tertinggi diperoleh stasiun 5 (Haboran) sebesar 6,23 mg/L,

sedangkan DO nilai terendah diperoleh stasiun 3 (Bahung) dengan nilai 5,45 mg/L.

Hasil analisis spasial memperlihatkan nilai DO di perairan Danau Siais umumnya

berkisar antara 5,71—5,97 mg/L (Gambar 8). Boyd dan Licthkoppler (1982)

menyatakan bahwa nilai DO yang optimal lebih dari 5 mg/L. Menurut Brett (1979),

nilai DO yang lebih besar dari 5 mg/L akan menyebabkan ikan tumbuh maksimal,

sedangkan nilai DO di bawah 5 mg/L hingga 2 mg/L menyebabkan laju pertumbuhan

ikan menurun. Berdasarkan nilai DO, perairan Danau Siais memenuhi Baku Mutu Air

Kelas II menurut PP No.82 Tahun 2001 dengan peruntukan pariwisata, perikanan,

peternakan, dan pertanian.

Gambar 8. Peta distribusi horizontal Dissolved Oxygen di perairan Danau Siais

pada bulan Maret 2019

Secara umum bagian permukaan perairan danau akan memiliki nilai DO yang

cukup tinggi. Hasil kajian Purmaningtyas (2014) di Waduk Saguling menunjukan

bagian permukaan perairan waduk memiliki nilai DO yang relatif lebih tinggi (≤ 4 m).

Nilai DO dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti suhu, ketinggian, dan salinitas.

Pada studi kasus di perairan Danau Siais yang menjadi faktor tingkat kelarutan oksigen

Page 44: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

34

yaitu suhu dan ketinggian. Hal tersebut dikarenakan perairan Danau Siais merupakan

danau air tawar dengan kadar salinitas 0 mg/L.

Chemical Oxygen Demand (COD)

Kadar COD yang terukur selama penelitian di Danau Siais memiliki nilai

berkisar 27,83–36,85 mg/L. Nilai tertinggi sebesar 36,85 mg/L diperoleh stasiun 3

(Bahung), sedangkan nilai terendah sebesar 27,83 mg/L diperoleh stasiun 4 (Dano).

Tingginya nilai COD di stasiun 3 dipengaruhi oleh pasokan serasah dan detritus

sebagai hasil pelapukan tumbuhan air yang menyebabkan banyaknya bahan organik.

Berdasarkan hasil analisis spasial, parameter COD di perairan Danau Siais

menunjukkan nilai kisaran 27,83—36,85 mg/L. Nilai COD di perairan Danau Siais

memenuhi Baku Mutu Air Kelas III menurut PP No.82 Tahun 2001 sehingga layak

digunakan untuk kegiatan perikanan, peternakan, dan pertanian.

Gambar 9. Peta distribusi horizontal Chemical Oxygen Demand (COD)

di perairan Danau Siais pada bulan Maret 2019

Total Fosfor (TP) dan Total Nitrogen (TN)

Fosfor merupakan salah satu unsur hara esensial di perairan tawar, hal tersebut

dikarenakan fosfor merupakan unsur hara yang terbatas. Fosfor terlarut dari mineral –

mineral fosfat dan sumber lainnya. Total fosfor (TP) yang diperoleh di perairan Danau

Siais memiliki konsentrasi <0,001 mg/L di semua stasiun penelitian (tabel 3).

Page 45: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

35

Tabel 3. Nilai TP dan TN di perairan Danau Siais

pada bulan Maret 2019

Stasiun TP

(mg/L)

TN

(mg/L)

Stasiun 1 (Amborlang) < 0,01 0,311

Stasiun 2 (Rianiate) < 0,01 0,131

Stasiun 3 (Bahung) < 0,01 0,200

Stasiun 4 (Dano) < 0,01 0,269

Stasiun 5 (Haboran) < 0,01 0,206

Perairan Danau Siais memenuhi Baku Mutu Air kelas I sesuai PP No. 82 Tahun

2001 berdasarkan nilai TP yang terukur. Kondisi ini disebabkan minimnya kegiatan

perikanan dan pertanian yang dapat menghasilkan limbah fosfat ke perairan. Bila

dibandingkan penelitian Lihawa dan Mahmud (2017) di Danau Limboto, nilai fosfat

yang berkisar 0,7–1,2 mg/L bila dibandingkan dengan Baku Mutu Air sesuai PP 82

Tahun 2001 tergolong kelas IV. Nilai fosfat tersebut dipengaruhi oleh kegiatan

pertanian di sekitar perairan Danau Limboto. Bila mengacu pada PerMen LH Nomor

28 Tahun 2009, kriteria status trofik perairan Danau Siais berdasarkan nilai TP yang

terukur termasuk kategori oligotrofik.

Konsentrasi TN yang diperoleh di perairan Danau Siais berkisar antara 0,131—

0,311 mg/L. Konsentrasi TN tertinggi sebesar 0,311 mg/L diperoleh stasiun 1

(Amborlang), sedangkan konsentrasi terendah sebesat 0,131 mg/L diperoleh stasiun 2

(Rianiate). Konsentrasi TN yang diperoleh termasuk kategori oligotrofik sesuai

PerMen LH Nomor 28 Tahun 2009 yang mensyaratkan konsentrasi sebesar ≤0,650

mg/L. Berdasarkan PerMen LH Nomor 28 Tahun 2009, oligotrofik merupakan status

trofik air danau yang mengandung unsur hara berkadar rendah. Status ini menunjukkan

kualitas air masih bersifat alami belum tercemar dari sumber unsur hara N dan P.

Kesimpulan

Kualitas air Danau Siais berdasarkan parameter TDS, pH, dan TP telah

memenuhi Baku Mutu Air Kelas I sesuai PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Bila mengacu pada PerMen LH No.

28 Tahun 2009, perairan Danau Siais berdasarkan parameter TP dan TN tergolong

perairan oligotrofik. Parameter klorofil-a tidak dapat digunakan untuk penentuan

Page 46: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

36

status trofik di Danau Siais karena tidak mewakili kehadiran fitoplankton dan tidak

mempengaruhi transparansi perairan.

Ucapan Terima Kasih

Kami mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan

pendanaan kegiatan penelitian pada tahun anggaran 2019.

Referensi

Affandi, R. dan T. Usman. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekanbaru. Universitas Riau

APHA. AWWA. 2012. Standard Methods for the Examination of Water and

Wastewater. 22th eds. American Public Health Association Inc.

Brett, J.R., 1979. Enviromental Factors and Growth. In. W.S Hoar, D.J. Randall and

J.R. Brett (Eds.). Fish Physiology, Vol. VIII. Academy Press. New York. P:

599–675.

Boyd, C.E., & F. Lichtkoppler, 1982. Water Quality Management in Pond Fish

Culture. Edition 4th, International Center for Aquaculture, Agriculture

Experiment Station, Auburn, USA. 30 p.

Boyd, E.C., 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Brimingham Publishing

Co. Birmingham. 482 p.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Yogyakarta. Kanisius.

Goldman R. C. & A. J. Horne. 1983. Limnology. Tokyo: Mc-Graw Hill International

Book Company.

Harahap, T. N., S. Purnomo, E. Prijantono, dan Supriyanto. 2018. Pedoman

Penyusunan Rencana Pengelolaan Danau. Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan.

Hasim, Y. Koniyo, dan F. Kasim. 2015. Parameter Fisik-Kimia Perairan Danau

Limboto sebagai Dasar Pengembangan Perikanan Budidaya Air Tawar. Jurnal

Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3 (4).

Lihawa, F dan Mahmud, M. 2017. Evaluasi Karakteristik Kualitas Air Danau Limboto.

J. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 7 (3): 260--266.

Nasution, S H., Lukman, dan A. Ibrahim. 2019. Kajian Limnologis Danau Siais untuk

Pengelolaan Berkelanjutan. Ringkasan Eksekutif.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Kualitas Air

dan Pengendalian dan Pencemaran air.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 28 Tahun 2009. Daya Tampung Beban

Pencemaran Air Danau dan /atau Waduk.

Pramono G. 2008. Akurasi metode IDW dan kriging untuk interpolasi sebaran sedimen

tersuspensi di Maros, Sulawesi Selatan. J Forum Geografi. Vol. 22 (1): 145-

158.

Purmaningtyas, S.E. 2014. Distribusi Konsentrasi Oksigen, Nitrogen dan Fosfat di

Waduk Saguling, Jawa Barat. Limnotek Vol 21 :125 -134.

Ridwansyah, I. 2009. Kajian Morfometri, Zona Perairan dan Stratifikasi Suhu Danau

Diatas Sumatera Barat. Limnotek Vol. XVI (1) : 22--23.

Page 47: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

37

Sianturi, G. 2011. Hubungan Nilai Produktivitas Primer Fitoplankton Dengan

Klorofil A Dan Faktor Fisika Kimia Air Danau Siais Kabupaten Tapanuli

Selatan. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera

Utara.

Sulawesty, F., S. H. Nasution, Lukman, dan A. Ibrahim. 2019. Keanekaragaman

Fitoplankton di Danau Siais – Tapanuli Selatan, Maret 2019. Prosiding

Seminar Masyarakat Limnologi Indonesia (dalam proses).

Wu, Z., Y. Zhang, Y. Zhou, M. Liu, K. Shi, dan Z. Yu. 2015. Seasonal-Spatial

Distribution and Long-Term Variation of Transparency in Xin’anjiang

Reservoir: Implications for Reservoir Management. Int J Environ Res Public

Health Vol. 12 (8) : 9492—9507.

Zamroni, M., A. Musa, S. Rohmy, A. Imani, Dan D. Satyani. 2014. Biolimnologi di

Kawasan Perairan Danau Sentarum Provinsi Kalimantan Barat. Prosiding

Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 967--974.

Zevri, Asril. 2019. Analisis Daerah Genangan Banjir PLTA DAS Batang Toru Bagian

Hilir. https://www.academia.edu.

Page 48: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

38

Profil Populasi Udang Regang (Macrobrachium sintangense) Asal

Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Djamhuriyah S. Said*1), Novi Mayasari1), Lukman1), Dan Daisy Wowor2)

1) Pusat Penelitian Limnologi-LIPI 2) Pusat Penelitian Biologi-LIPI

Komplek CSC-BG, LIPI. Jl Raya Bogor Km 46 Cibinong, Bogor-16911 *Email: [email protected]

Abstrak

Udang Regang (Macrobrachium sintangense) merupakan udang air tawar asli

Indonesia yang berdistribusi di Indonesia bagian Barat (Kalimantan, Sumatra, dan

Jawa), serta Malaysia dan Thailand. Udang tersebut memiliki nilai ekonomis sebagai

sumber protein. Informasi menunjukkan bahwa populasinya di beberapa tempat telah

menurun akibat adanya penurunan kualitas habitat dan persaingan dengan jenis lain.

Penelitian ini mempelajari profil populasi udang regang di Kecamatan Majenang,

Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Pengambilan sampel dilakukan pada Bulan

September 2014 pada empat lokasi (Sungai Cijalu, Cileumeuh, Citalaga dan Kolam

Balai Benih Ikan/BBI Majenang) dengan menggunakan seser. Analisis sampel

dilakukan di Laboratorium Akuatik Pusat Penelitian Limnologi-LIPI, Cibinong yang

meliputi penelaahan variasi ukuran (Panjang Total/PT, Panjang Badan/PB, Panjang

Karapas/PK dan berat) antara jenis kelamin, jumlah individu betina bertelur, jumlah

telur, diameter telur, dan informasi lain. Jumlah total udang regang yang diperoleh

adalah 616 ekor. Ukuran individu jantan selalu lebih besar daripada individu betina.

Ukuran udang jantan adalah PT 5,08±0,45 (4,2-5,8) cm; PB 3,46±0,33 (2,8-3,9) cm;

PK 1,62±0,13 (1,4-1,9) cm dan beratnya 2,93±1,03 (1,40-4,47) g. Ukuran udang betina

PT 3,73±0,42 (2,6-4,6) cm; PB 2,58±0,29 (1,8-3,4) cm; PK 1,18±0,18 (0,8-1,5) cm

dan beratnya 1,07±0,41 (0,31-1,95) g. Persentase jumlah individu betina lebih banyak

yaitu 71,28-89,60%. Jumlah betina bertelur sebanyak 49,68–55,22%. Jumlah telur

berkisar 75-240 butir dengan diameter telur antara 0,8–1,3 mm pada fase telur muda

berwarna kuning. Populasi udang regang secara alami di Kecamatan Majenang masih

baik. Ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan alami wilayah ini masih baik dalam

mendukung kehidupan udang regang. Akan tetapi jumlah udang regang di kolam BBI

relatif sedikit dan telah terkontaminasi oleh jenis udang introduksi (M. lanchesteri)

sebagai pesaing ekologisnya.

Kata Kunci: Macrobrachium sintangense, populasi, profil, Kecamatan Majenang

Page 49: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

39

Pendahuluan

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi di antaranya

adalah jenis udang air tawar. Macrobrachium sintangense atau udang regang

merupakan salah satu jenis udang yang berada pada kelompok Macrobrachium yang

memiliki ciri khas bahwa kaki jalan keduanya berukuran besar dan panjang. Udang

tersebut hidup di perairan tawar seperti sungai, danau, situ, waduk bahkan di kolam.

Jenis M sintangense tergolong dalam jenis udang yang habitatnya murni air tawar

dimana seluruh siklus hidupnya berlangsung di air tawar (Wowor et al., 2009). Kondisi

keterbatasan habitat tersebut dapat menjadi faktor yang mempercepat kepunahan,

meskipun secara umum udang regang memiliki daerah edar yang sangat luas. Udang

regang tersebar luas di seluruh dataran rendah Paparan Sunda, dari Jawa, Sumatra, dan

Kalimantan bagian barat, Semenanjung Malaysia sampai dengan Thailand, Laos, dan

Vietnam (Holthuis, 1950).

Secara umum bahwa udang memiliki fungsi ganda yaitu fungsi ekonomis dan

fungsi ekologis dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Hilangnya komponen udang

dapat berpengaruh pada kestabilan suatu ekosistem. Di beberapa daerah udang regang

dimanfaatkan sebagai sumber protein masyarakat setempat bahkan diperdagangkan

dengan harga yang cukup tinggi seperti halnya udang regang dari Waduk Malahayu,

atau di sekitar Situ Cangkuang Jawa Barat (Said, 2014). Manfaat lainnya sebagai

sumber kitin-kitosan seperti yang pernah dilakukan oleh Zulfikar & Ratnadewi (2006),

sebagai sumber pakan ikan hias, maupun sebagai umpan acara sporfishing

(pemancingan). Hasil penelitian Said et al (2014a) menunjukkan bahwa udang regang

memiliki kandungan protein yang sangat tinggi mencapai 60%, namun dilain pihak

Said et al (2012) menunjukkan rendahnya populasi udang tersebut di beberapa

perairan danau/situ di Jawa Barat. Hal tersebut merupakan akibat dari penangkapan

dan degradasi habitat, juga persaingan dengan spesies ”invasive” udang lain seperti M.

lanchesteri. Menurut Bauer and Delahoussaye (2008), bahwa beberapa hal yang

mungkin dapat menurunkan populasi kelompok Macrobrachium adalah kehilangan

habitat, polusi kimiawi, penangkapan lebih, dan perubahan saluran sungai. Oleh sebab

itu keberadaan udang (regang) perlu dipertahankan dan Pusat Penelitian Limnologi

ikut ambil bagian dalam mempetahankan udang regang dengan program penelitian

domestikasinya yang dilaksanakan pada tahun 2012-2014.

Page 50: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

40

Penelitian tentang profil populasi udang regang di beberapa tempat telah

dilakukan seperti Muhammad (1979) di Waduk Juanda, Jatiluhur-Jawa Barat, Kesuma

(1981) di Bendungan Curug, Karawang-Jawa Barat. Demikian pula Maghfiroh et al

(2012) yang meneliti populasi udang regang di Waduk Malahayu, Brebes Jawa

Tengah dan Said et al (2014b) yang telah meneliti beberapa faktor biologis udang

regang asal Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Pada penelitian ini membahas profil

populasi alami udang regang di sunga-sungai Kecamatan Majenang untuk

mendapatkan informasi kondisinya. Menurut masyarakat setempat, bahwa di perairan

sungai Majenang ditemukan udang yang merupakan salah satu sumber protein

masyarakat yang menjadi target tangkapan harian dan diperdagangkan. Sistematika

biologis atau nomenklatur, udang regang adalah sebagai berikut:

Kerajaan (Kingdom) : Animalia

Filum : Arthropoda

Sub Filum : Crustacea

Kelas : Malakostraka

Bangsa (ordo) : Dekapoda

Suku (family) : Palaemonidae

Marga (genus) : Macrobrachium

Jenis (spesies) : Macrobrachium sintangense (De Man, 1898)

Bahan dan Metode

Pengamatan profil populasi udang regang di daerah Majenang dilakukan pada

Bulan September 2014. Tempat pengambilan sampel di 4 lokasi yaitu Sungai Cijalu,

S. Cilemeuh, S. Citalaga, dan Kolam Balai Benih Ikan (BBI) Kecamatan Majenang.

Pengambilan sampel di S. Cijalu dan di S. Cileumeuh masing-masing pada 2 titik

sedangkan di S Citalaga pada satu titik, serta di Kolam BBI. Posisi dan kondisi titik

pengambilan sampel udang terlihat pada Tabel 1, Gambar 1.

Pengambilan sampel udang menggunakan seser dan dilakukan oleh nelayan

setempat. Sedangkan di BBI dilakukan sendiri. Pengukuran beberapa parameter

kualitas air juga dilakukan pada lokasi yang sama dengan tempat sampel udang

menggunakan WQC (Water Quality Checker) [Horiba]. Parameter kualitas air yang

diukur antara lain : suhu, pH, ORP, konduktifitas, kekeruhan (TDS), salinitas,

kecerahan dan kedalaman. Penentuan titik koordinat dilakukan dengan menggunakan

GPS (Global Posisition System) [Garmin Oregon 550].

Udang kemudian dibawa ke Cibinong, Jawa Barat dalam keadaan hidup.

Kemudian dilakukan pengamatan pada komposisi jenis kelamin, pemisahan antara

Page 51: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

41

udang betina dan jantan, pemisahan antara induk bertelur dan tidak bertelur,

pengukuran panjang, berat, jumlah telur, diameter telur. Pengamatan dilakukan di

laboratorium Akuatik Pusat Penelitian Limnologi-LIPI, sedangkan analisa proksimat

dilakukan di laboratorium Nutrisi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-Institut

Pertanian Bogor.

Perhitungan jumlah individu, rasio kelamin, persentase udang bertelur

dilakukan untuk masing-masing populasi sesuai asal sampel. Perhitungan persentase

jantan atau betina dilakukan hanya pada jumlah individu yang telah teridentifikasi

jenis kelaminnya saja, bukan berdasarkan jumlah total tiap populasi. Persentase udang

betina bertelur dihitung berdasarkan jumlah udang betina bertelur terhadap jumlah

udang betina teridentifikasi. Pengukuran profil panjang, berat udang dilakukan dengan

cara mengambil sampel dari semua daerah asal tanpa pemisahan populasi, demikian

pula untuk penghitungan jumlah telur. Penghitungan jumlah telur dilakukan dengan

tiga ulangan Pengukuran panjang Total (PT); Panjang Karapas (PK), Panjang Badan

(PB) dengan menggunakan Jangka Sorong digital [Krisbow] dan pengukuran berat

masing-masing udang menggunakan timbangan digital [Ohaus] dengan ketelitian

0,01 gram.

Panjang Total (PT) yaitu ukuran panjang udang yang diukur dari ujung telson

hingga pangkal mata. Panjang karapas (PK) yaitu ukuran panjang dari ujung kepala

udang hingga pangkal mata. Panjang badan (PB) yaitu ukuran panjang dari ujung

telson hingga daerah pemisahan antara badan dan bagian karapas/kepala (Gambar 2).

Jumlah telur dihitung dengan cara mengorek seluruh telur yang terdapat pada

induk yang mengandung telur. Telur kemudian dipisahkan, dan induk udang

dikembalikan ke akuarium pemeliharaan. Penghitungan diameter telur dilakukan

dengan cara mengambil sebanyak masing-masing 30% dari jumlah telur untuk tiap

individu untuk dan mengamati fase telur yang ada.

a). Sungai Cijalu

Page 52: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

42

b). Sungai Cileumeuh

c). Sungai Citalaga

d) Kolam Balai Benih Ikan, Kabupaten Majenang

Gambar 1. Penampilan habitat sebagai titik pengampilan sampel udang regang

3 1

2

4

6

5

Page 53: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

43

Gambar 2. Bagian-bagian tubuh udang [ 1.Rostrum; 2. Karapas; 3. Abdomen

(perut/badan); 4. Telson; 5.Uropod; 6. Kaki jalan ke-2 (Ilustrasi :

NM)]

Hasil dan Pembahasan

Sungai Cijalu terletak di desa Jenang, Kecamatan Majenang. Di sungai ini

terdapat bendungan untuk mengalirkan air dari S Cijalu ke masyarakat sekitar desa

untuk keperluan pertanian, perkebunan dan juga aktivitas Mandi Cuci Kakus (MCK).

Di sungai ini juga terdapat aktivitas penambangan pasir, pasir diangkut dengan

menggunakan perahu-perahu dan dikumpulkan di pinggir sungai yang selanjutnya

diangkut dengan menggunakan truk untuk dikirim ke tempat yang memerlukan pasir

tersebut. Lokasi lainnya yaitu di sekitar bendungan Selis S Cijalu. Di titik sampling ini

warna air keruh dan kecoklatan. Ini diduga karena aktivitas penambangan pasir yang

dilakukan oleh masyarakat sekitar di S Cijalu. Kedalaman air sungai antara 1,8 – 2 m.

Pinggiran sungai banyak rumput dan juga pohon (Tabel 1, Gambar 1). Udang regang

yang didapat di sungai Cijalu ternyata masih banyak, ini terbukti dari hasil perolehan

udang regang yang berjumlah 208 ekor (Tabel 2).

Sungai Cileumeuh merupakan sungai yang juga terdapat di kecamatan Majenang.

Di sungai ini juga dibuat bendungan Cileumeuh untuk keperluan irigasi. Titik

sampling di S. Cileumeuh yaitu sebelum bendungan dan setelah bendungan. Tim

melakukan penyusuran di aliran S. Cileumeuh menuju arah hulu dan menentukan titik

sampling pengukuran dan pengambilan sampel air. Di titik sampling ini, airnya jernih

sedikit kecoklatan. Dasar sungai berlumpur, dengan kedalaman berkisar 0.5 – 1.5 m.

Di kanan dan kiri sungai, terlihat ditumbuhi oleh rerumputan.

Titik sampling berikutnya yaitu di bawah bendungan Cileumeuh. Titik

sampling ini tidak begitu jauh jaraknya dari bendungan sungai Cileumeuh. Air sungai

dibawah bendungan sungai Cileumeuh terlihat berwarna kecoklatan. Dasar sungai

berpasir dan berbatu, dengan kedalaman berkisar antara 0.6 – 2 m. Di pinggir sebelah

barat dari lokasi sampling ini banyak sekali batu-batu besar sedangkan di sebelah

timur, pinggiran sungainya banyak ditumbuhi oleh rerumputan. Dari Sungai

Cileumeuh ini diperoleh udang regang sebanyak 207 ekor (Tabel 2). Sungai Citalaga

ini merupakan salah satu sungai yang berada di kecamatan Cimanggu, kabupaten

Cilacap. Cukup sulit untuk bisa mencapai sungai ini, karena harus naik turun bukit.

Sungai ini terlihat masih sangat alami, karena tidak ada daerah perkampungan

masyarakat yang ada di sepanjang sungai ini. Air sungai berwarna jernih, dengan dasar

Page 54: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

44

sungai berpasir, kerikil dan berbatu-batu (Tabel 1). Di kanan kiri aliran sungai banyak

ditumbuhi oleh rerumputan dan juga pohon-pohon besar (Tabel 1). Dari sungai

Citalaga ini berhasil diperoleh udang regang sebanyak 229 ekor, akan tetapi karena

penanganan pasca penangkapan oleh para pencari udang kurang baik menyebabkan

kematian sebanyak 98 ekor. Total udang regang hidup dari sungai Citalaga yang

berhasil dibawa ke Cibinong dari sungai ini sebanyak 131 ekor (Tabel 2).

Tabel 1. Kondisi habitat udang regang di daerah Majenang

N

o Lokasi

Suh

u

p

H

OR

P

Con

d

TD

S

Sa

l

Ked

a

lam

an

Koordin

at Keterangan

0C mV

mS/

cm g/l

pp

t (m)

1

1

Sungai

Cijalu

23.9

2

7.

65 178

0.07

5

0.0

49 0 1 - 2

S 070

17.251'

Dasar sungai

berpasir,

Majena

ng

E 1080

45.527'

banyak batu-batu

besar,

lebar sungai

sekitar 10 m,

dipinggir sungai

banyak

rumput-

rumputan.

2

2

Bendun

gan

Selis/

24.5

4

7.

68 185

0.07

6

0.0

49 0

1.8 -

2 S 070

17.424'

Dasar

bendungan/sunga

i

Sungai

Cijalu

E 1080

45.553'

berpasir dan

berbatu-batu,

Majena

ng

warna air keruh

kecoklatan.

3

3

Sungai

Cileum

euh

25.4

7

7.

89 159 0.21

0.1

38 0.1

0.5 -

1.5 S 070

18.420'

Dasar sungai

berlumpur dan

Majena

ng

E 1080

47.948'

berpasir, warna

air jernih

kecoklatan,

pinggiran sungai

banyak

ditumbuhi

rumput

dan pohon, aliran

air menuju

bendungan

cileumeuh.

Page 55: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

45

4

4

Sungai

Cileum

euh

26.6

9

7.

73

166,

2

0.22

1

0.1

44 0.1

0.5 -

3 S 070

18.558'

Warna air

kecoklatan, dasar

(bawah

bendun

gan)

E 1080

48.025'

sungai berpasir

dan berbatu

Kec.

Jetis

batu.

5

5

Sungai

Citalag

a

27.6

6

8.

34

0.40

4

0.2

63

0.2

0

0.5 -

1 S 070

17.364'

Warna air

kecoklatan,

Kec.

Cimang

gu

E 1080

48.770'

dipinggir sungai

banyak tumbuh

pohon-pohon.

Cilacap

8.

35

6

6

Kolam

BBI

Majena

ng

29.6

0

8.

91 115

0.06

5

0.0

42 0

0.8 -

1 S 070

17.618'

Dasar kolam

berlumpur,

E 1080

45.293'

warna air

kehijauan, kolam

diisi dengan ikan

gurami

Pengambilan sampling di kolam BBI dilakukan dengan mengukur salah satu

kolam ikan gurami yang ada di kolam-kolam BBI Majenang. Aliran air di kolam BBI

berasal dari saluran irigasi yang berasal dari S. Cijalu (bendungan Selis). Air kolam

berwarna kehijauan dengan dasar kolam berlumpur. Kedalaman air kolam berkisar

antara 0.8 – 1 m. Udang yang berhasil ditangkap dari kolam-kolam di BBI Majenang

tidak semuanya berupa udang regang, akan tetapi sudah ada jenis udang lain yaitu

udang M. lanchesteri. Meskipun begitu, jumlah udang regang yang diperoleh masih

lebih banyak jumlahnya dibandingan dengan udang M. lancehsteri. Udang regang

diperoleh sebanyak 70 ekor, sedangkan udang M.lanchesteri diperoleh sebanyak 50

ekor atau setara dengan 41,67% (Tabel 2). Kehadiran udang M.lanchesteri merupakan

kondisi yang membahayakan, seperti halnya beberapa perairan situ di wilayah Jawa

Barat yang kondisi M sintangense telah tersingkir oleh M.lanchesteri (Said et al.,

2012). Udang M. lanchesteri merupakan udang yang terintroduksi ke Indonesia tanpa

sengaja karena terbawa bibit ikan budidaya.

Page 56: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

46

Tabel 2. Kondisi populasi M sintangense asal beberapa lokasi

Lokasi

Udang

Jantan

(ekor)

Betina

bertelur

(ekor)

Betina

tanpa

telur

(ekor)

Udang

regang

<3 cm

(ekor)

M.

sintangense

(ekor)

M.

lanchesteri

(ekor)

Cijalu 21 78 76 33 208

Cileumeuh 18 77 78 34 207

Citalaga 27 37 30 37 131

BBI

Majenang 70

50

(41,67%)

Total

M.sintangense 616

Analisa terhadap rasio kelamin, persentase udang betina bertelur menunjukkan

bahwa jumlah individu jantan sangat rendah dengan rasio kelamin 1:4 – 1:13. Namun

terlihat pada panelitian ini bahwa persentase individu betina bertelur tinggi (Tabel 3)

jumlah telur juga banyak yaitu antara 75—240 butir (Tabel 4). Hal ini menunjukkan

bahwa kecenderungan reproduksi udang regang berlangsung pada musim hujan.

Demikian pula halnya dengan persentase bertelur M. lanchesteri di Myanmar yang

lebih tinggi pada periode Juni-November (Phone et al., 2005).

Kecenderungan musim reproduksi pada bulan September-Oktober juga

berlangsung pada hewan air lainnya seperti ikan-ikan pelangi Irian (Allen, 1995;

Tappin, 2010). Hal tersebut diduga berhubungan dengan musim hujan. Air hujan dapat

mempengaruhi kualitas air, seperti pH air yang cenderung turun dan suhu yang relatif

rendah. Pada saat yang sama berlangsung peningkatan tinggi muka air. Perubahan

kondisi pH, suhu air, dan ketinggian muka air dapat menjadi pemicu proses reproduksi.

Said et al. (2014c).

Udang regang dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat seagai sumber protein.

Pada udang regang Majenang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu

mencapai 60,7% dan rendah lemak (Tabel 5). Hasil penelitian Said et al (2014a) pada

beberapa populasi udang regang mendapatkan jumlah protein sampai 66%. Ini

menunjukkan bahwa udang regang merupakan sumber protein yang baik. Hasil analisa

proksimat pada Udang Regang yang berasal dari Majenang ini menunjukkan bahwa

kadar protein, lemak, karbohidrat, serat kasar dan abunya yaitu masing-masing sebesar

60,7; 8,62; 6,27; 9,96; dan 14,45.

Page 57: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

47

Tabel 3. Persentase udang jantan, udang betina, dan rasio kelamin M.sintangense

Populasi ∑ udang

teridentifikasi

Kelamin

% ♂ Total

♀ % ♀

% ♀

bertelur

Rasio

kelamin

♂:♀

Cijalu 175 12,00 154 88,00 88.64 1:13

Cileumeuh 173 10,40 155 89.59 85.94 1:12

Citalaga 94 28,72 67 71.28 51.91 1:4

BBI

Majenang ta ta ta ta ta ta

Keterangan: ta= tidak ada data

Tabel 4. Ukuran, Jumlah Telur dan Diameter Telur dari Induk Udang Regang Betina

Ind

uk

Uda

ng

Beti

na

Panj

ang

Total

(cm)

Panj

ang

Bada

n

(cm)

Panj

ang

Kara

pas

(cm)

Ber

at

tota

l

ind

uk

+

telu

r

(g)

Ber

at

ind

uk

tan

pa

telu

r

(g)

Ber

at

telu

r

(g)

Juml

ah

telur

total

(buti

r)

Diameter telur

(mm)

War

na

telu

r

1 4,3 2,9 1,4

1,3

9

1,1

5

0.2

4 240

1,12 ± 0,11

(0,80 - 1,30)

kuni

ng

2 4,0 2,8 1,2

1,0

2

0,9

9

0.0

3 75

1,14 ± 0,09

(0,93 - 1,29)

kuni

ng

3 3,9 2,8 1,1

1,1

7

0,9

7 0.2 197

1,11 ± 0,08

(0,93 - 1,30)

kuni

ng

8,33

25,00

0,00

50,00

16,67

0

10

20

30

40

50

60

Jum

lah

(%

)

Rentang Panjang Badan Udang Regang jantan (cm)

8,33

25,00

0,00

50,00

16,67

0

10

20

30

40

50

60

Jum

lah

(%

)

Rentang Panjang Total Udang Regang Jantan (cm)

Page 58: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

48

Gambar 3. Histogram Panjang dan Berat dari Udang Regang Jantan Asal Majenang

Gambar 4. Histogram Panjang dan Berat dari Udang Regang Betina Asal Majenang.

Dari Gambar 3 dan 4 terlihat bahwa udang regang jantan asal Majenang

memiliki panjang dan berat yang lebih besar dibandingkan udang betinanya.

Persentase terbesar udang regang jantan didapati pada kelas ukuran panjang total 5,16-

5,48 cm. Sedangkan pada udang regang betina, persentase jumlah terbesar didapat

pada kelas ukuran panjang total 3,85-4,10 cm. Hal yang serupa juga didapati oleh

33,33

25,00

33,33

0,00

8,33

05

101520253035

Jum

lah

(%

)

Rentang Panjang Karapas Udang regang Jantan (cm)

33,33

8,33

16,67 16,67 16,67

0

5

10

15

20

25

30

35

Jum

lah

(%

)

Rentang Berat Udang Regang Jantan (g)

9,21

0,00

11,84

18,42

30,26

6,58

21,05

2,63

05

101520253035

Jum

lah

(%

)

Rentang Panjang Karapas Udang Regang Betina (cm)

9,21

13,16

25,00

13,1611,8414,47

9,21

3,95

0

5

10

15

20

25

30

Jum

lah

(%

)

Rentang Berat Udang Regang Betina (g)

2,635,26

13,16

18,4218,42

22,37

14,47

5,26

0

5

10

15

20

25

Jum

lah

(%

)

Rentang Panjang Total Udang Regang Betina (cm)

6,58 5,26

17,11

27,63

32,89

5,26 3,951,32

0

5

10

15

20

25

30

35

Jum

lah

(%

)

Rentang Panjang Badan Udang Regang Betina (cm)

Page 59: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

49

Maghfiroh et al. (2012) pada udang regang asal Waduk Malahayu. Menurut Sabar

(1979) dalam Kesuma (1981), udang M. sintangense dikategorikan dalam fase dewasa

ketika panjang karapasnya sudah mencapai 0,62 cm. Nilai panjang karapas udang

regang jantan maupun betina asal Majenang ini lebih dari 0,62 cm. Oleh karena itu

udang regang asal Majenang bisa dikategorikan ke dalam fase udang dewasa.

Kesimpulan

Populasi alami udang regang (M.sintangense) di beberapa sungai di wilayah

Kabupaten Cilacap masih baik. Kondisi habitat dengan suhu antara 23,92—27,66 oC,

pH antara 7,6—7,9, dengan dasar berbatu dan berpasir, ternaungi pepohonan

merupakan habitat yang baik untuk udang regang. Popolasi udang regang yang di

kolam Balai Benih Ikan-Majenang dengan suhu 29oC dan pH 8,9 telah terkontaminasi

oleh pesaingnya yaitu M.lanchesteri. Persentase udang regang alami betina lebih

tinggi daripada udang berkelamin jantan. Persentase udang betina bertelur tinggi dan

memiliki jumlah telur banyak. Ukuran panjang (karapas) dan berat udang jantan

maupun betina berkorelasi positif .

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini berlangsung atas biaya Program Kompetitif LIPI., Sub Kegiatan

Eksplorasi dan Pemanfaatan Terukur Sumber Daya Hayati (Darat dan Laut) Indonesia.

Terima kasih pada seluruh anggota tim yang ikut aktif, saudara Ira Akhdiana dan

Sahroni yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.

Referensi

Alabaster, J.S & R. Lloyd. 1982. Water Quality Criteria for Freshwater, Second ed.

FAO-United Nation, Butterworth 361 hal.

Bauer, Raymond T., Delahoussaye, J. 008. Life history migrations of the

amphidromous river shrimp Macrobrachium ohione from a continental large river

system. J. of Crustacean Biol.28(4).p:622-632.

Holthuis, L.B. 1950. The Decapoda of The Siboga Expedition Part X. The

Palaemonidae Collected by the Siboga and Snellius Expedition with remarks on

other species I. Subfamily Palaemonidae. E.J.Brill. Leiden. Holland.134 p.

Kesuma, C. 1981. Suatu Studi tentang Frekuensi Panjang, Nisbah Kelamin, dan

Tingkat Kematangan Gonad Udang Regang (Macrobrachium sintangense (de

Man), di Bendung Curug, Kabupaten Karawang. Karya Ilmiah. Institut Pertanian

Bogor, Fakultas Perikanan. 60 hal.

Maghfiroh, M., F.A. Gumilar & D.S. Said. 2012. The profile of freshwater prawn

population, Macrobrachium sintangense, in Malahayu reservoir, Brebes, Central

Java. Proceeding. International Conference on Indonesian Inland Water III,

Palembang, Nov 8th, 2012: 121-128.

Page 60: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

50

Mohammad, A. S. A.S., 1979. Some observations on the biology of Macrobrachium

sintangense (de Man) in Juanda reservoir (jatiluhur) west java with notes on its

fishery and general distribution. Report. College of Fisheries, Mindanno State

University Marawi City, Philippines. Biotrop/Seameo Regional Center for

Tropical Biology, Bogor. pp: 43

Phone,H., H. Suzuki and J. Ohtomi. 2005. Reproductive biology of the freshwater

palaemonid prawn, Macrobrachium lanchesteri (De Man, 1911) from Myanmar.

Crustaceana, Vol 78 (Issue 2): 201-213. DOI 10.1163/1568540054020622

Said, D.S. M. Maghfiroh, D. Wowor, dan Triyanto. 2012. Kondisi Populasi, Kondisi

Ekologis, dan Potensi Udang Macrobrachium sintangense. Studi Kasus Wilayah

Bogor-Jawa Barat dan Brebes-Jawa Tengah. Makalah Seminar Nasional

Limnologi 6. Botanical Convention Center, Bogor 16 Juli 2012.

Said, D.S. 2014. Hibridisasi Macrobrachium sintangense untuk Mendapatkan

Kombinasi Tetua Terbaik. Laporan Akhir Tahunan Kegiatan Kompetitif LIPI

Tahun Anggaran 2014. DIPA Puslit Biologi-LIPI.

Said, D.S., N. Mayasari & Triyanto. 2014a. Sintang Shrimp (Macrobrachium

sintangense): Degraded Protein Source of Tropical Freshwater “Domestication

Strategy” Proceeding Asiahorchs International Symposium, Bali-Indonesia,

November 26-28, 2013

Said, D.S., N. Mayasari , M. Maghfiroh, Lukman, Triyanto , F. Ali, and D. Wowor.

2014b. The Comparison of Some Biological Parameters of Freshwater Prawn,

Macrobrachium sintangense, From, Java, Sumatra, and Kalimantan. Proceeding

of International Biodiversity Symposium, Soedirman University, 30 th Augustus-

1 st September 2013 (92—97).

Said, D.S., N. Mayasari, D. Wowor, Sahroni, Triyanto, Lukman, F. Ali, M. Maghfiroh

& I. Akhdiana. 2014c. Udang Regang: Potensi dan Pengembangan. Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor. iv+101 hal.

Wowor, D., V. Muthu, R. Meier, M. Balke, Y. Cai & P.K.L. Ng, 2009. Evolution of

life history traits in Asian freshwater prawns of the genus Macrobrachium

(Crustacea: Decapoda: Palaemonidae) based on multilocus molecular

phylogenetic analysis. Molecular Phylogenetics and Evolution 52 (2009) 340–

350.

Zulfikar & A A I. Ratnadewi. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Fisikokimia-Fungsional

Kitosan Udang Air Tawar (Macrobrachium sintangense de Man). Jurnal

Teknologi Proses. Vol. 5 (2) Juli: 129-137

Page 61: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

51

Hubungan Kelimpahan Plankton dengan Kelimpahan Ikan di

Waduk Penjalin Kabupaten Brebes Jawa Tengah

Nuning Setyaningrum*, Agatha Sih Piranti, Suswanti

Jl. DR. Soeparno, Karangwangkal, Purwokerto Wetan, Kec. Purwokerto Utara,

Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 53122

*E-mail: [email protected]

Abstrak

Plankton dan ikan dalam ekosistem perairan saling berhubungan sebagai produsen dan

konsumen dalam rantai makanan. Plankton sebagai pakan alami di lingkungan

perairan sangat penting bagi kelimpahan biota perairan termasuk ikan. Ketersedian

plankton dalam jumlah melimpah sangat berpengaruh terhadap kelimpahan ikan,

karena pakan merupakan sumber utama bagi ikan untuk proses pertumbuhan. Tujuan

dari penelitian ini adalah mengetahui komposisi dan kelimpahan plankton, komposisi

dan kelimpahan ikan, serta hubungan kelimpahan plankton dengan kelimpahan ikan

yang tertangkap di Waduk Penjalin Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Metode

penelitian adalah survei dengan pengambilan sampel secara purposif pada lima

stasiun, dilakukan sebanyak dua kali pada bulan April sampai September 2018.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kelimpahan plankton sebesar 12.300 ind/L,

terdiri dari fitoplankton 8.260 ind/L dan zooplankton 4.040 ind/L. Fitoplankton terdiri

dari 4 devisio, yaitu Cyanophyta, Chlorophyta, Crysophyta, dan Phyrrophyta.

Zooplankton terdiri dari dua filum, yaitu Arthopoda dan Rotifera. Kelimpahan ikan

yang tertangkap 324 individu terdiri dari famili Cichlidae, Cyprinidae, Clariidae,

Eleotridae, Hemiramphidae, Balitoridae, Poeciliidae, dan Osphronemidae. Hubungan

antara kelimpahan plankton dan kelimpahan ikan memiliki hubungan kuat (R=0,69).

Kelimpahan plankton sebesar 48 % mempengaruhi keberadaan ikan di waduk

Penjalin.

Kata kunci: ikan, kelimpahan, plankton, waduk Penjalin

Pendahuluan

Waduk merupakan ekosistem terbuka yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar

yang memiliki karakteristik sistem sungai yang mengalir (reverin) dan sistem waduk

yang tergenang (lakustrin), karena waduk merupakan daerah genangan yang

digunakan sebagai penampungan air yang terbentuk karena pembendungan air sungai

(Odum, 1998). Waduk Penjalin terletak di Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan

Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Waduk Penjalin hasil pembendungan beberapa

sungai yaitu aliran Sungai Penjalin, Sungai Soka, dan Sungai Garung. Luas

permukaan waduk adalah 125 ha, kedalaman normal 12 m, volume air 9,5 juta m3,

dengan panjang tanggul 850 m yang terletak pada ketinggian 365 m dpl (Purwati et

al., 2012).

Waduk Penjalin dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk menangkap ikan

dengan menggunakan alat pancing, jala tebar ataupun jaring insang. Ikan yang

tertangkap di waduk Penjalin banyak didominasi oleh famili Cyprinidae, seperti ikan

Page 62: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

52

brek, tawes, lunjar padi, dan wader. Seiring berjalannya waktu perairan Waduk

Penjalin justru lebih banyak didominasi oleh ikan predator seperti betutu dan ikan nila

(Hedianto et al., 2013). Agar tetap terjaga keseimbangan ekosistem perlu dilakukan

introduksi atau restoking beberapa jenis ikan tertentu yang mampu memanfatkan

relung di perairan waduk. Keberhasilan perikanan di waduk dapat dikaji dengan

adanya informasi mengenai kelimpahan plankton sebagai sumber makanan yang dapat

mempengaruhi kelangsungan hidup dan perkembangbiakan ikan (Koeshendrajana et

al., 2009).

Plankton merupakan salah satu organisme perairan dengan pergerakannya

sangat dipengaruhi oleh gerakan air atau arus. Ketersediannya di perairan sebagai

sumber makanan bagi organisme perairan (Shing & Kumardi, 2018). Plankton terdiri

dari dua kelompok, yaitu fitoplankton dan zooplankton (Setiawan et al., 2018). Secara

ekologis fitoplankton merupakan produsen primer yang dijadikan sebagai indikator

kesuburan suatu perairan dan mempengaruhi zooplankton (Dewanti et al.,2018).

Organisme ini memiliki peran penting dalam sistem rantai makanan dan jaring

makanan. Plankton sebagai pakan alami organisme perairan termasuk ikan, namun

tidak semuanya dimanfaatkan oleh ikan sebagai pakan. Pakan menjadi salah satu

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan. Jumlah yang melimpah dan beragam

mempengaruhi keberadaan dan kelimpahan ikan dalam suatu perairan (Sihombing et

al., 2018).

Ekosistem perairan merupakan interaksi antara mahluk hidup dengan

lingkungannya, dalam ekosistem akan membentuk suatu rantai makanan atau piramida

makanan. Piramida makanan merupakan penggambaran perbandingan komposisi

antara jumlah biomassa dan jumlah energi dari produsen hingga konsumen puncak

(konsumen tingkat akhir) di dalam suatu ekosistem. Produsen memiliki komposisi

biomassa yang terbesar dari piramida makanan. Demikian juga jumlah energi yang

terbesar terdapat pada dasar dari piramida (Chrismadha, 2010).

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui komposisi dan kelimpahan

plankton, komposisi dan kelimpahan ikan serta hubungan kelimpahan plankton

dengan kelimpahan ikan yang tertangkap di Waduk Penjalin Kabupaten Brebes Jawa

Tengah.

Page 63: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

53

Bahan dan Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah survey dengan pengambilan sampel

secara purposive pada 5 stasiun. Parameter yang diukur meliputi jumlah plankton,

jumlah ikan, jenis plankton, dan jenis ikan. Kualitas air sebagai data pendukung.

Variabel bebas yaitu kelimpahan plankton dan variabel tergantung kelimpahan ikan.

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 kali dari bulan April hingga September

2018.

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel.

Tabel 1. Lokasi Pengambilan Sampel

No Nama Lokasi Koordinat Lokasi Penggunaan Lahan

1 Inlet Kali

Buntu

7°19'44.3" LU 109°03'14.5"

BT

Tempat wisata dan banyak

tumbuhan air.

2 Tengah Waduk 7°19'45.6" LU 109°02'57.8"

BT Perairan Luas

3 Inlet Kali

Penjalin

7°19'48.9" LU 109°02'42.9"

BT

Banyak Pepohonan dan ada

pemukiman penduduk

4 Inlet Karang

Sempu

7°19'38.0" LU 109°02'53.6"

BT Pemukiman Penduduk

5 Outlet 7°19'33.0" LU 109°03'11.1"

BT Tempat pengeluaran air

Penghitungan Kelimpahan Plankton

Pengumpulan sampel plankton dilakukan dengan menyaring air yang akan

diteliti dengan menggunakan plankton net. Sampel plankton dipindahkan ke dalam

botol sampel dengan ditambahkan 2 tetes larutan lugol dan formalin 40 % 1 tetes.

Identifikasi dilakukan dengan bantuan mikroskop. Plankton yang didapatkan

Page 64: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

54

diidentifikasi menggunakan buku Shirota (1966), Sachlan (1982). Plankton yang telah

diamati kemudian dihitung kelimpahannya menggunakan rumus Sachlan (1982):

N = 𝑛vr

VoX

1

Vs

Keterangan :

N :Jumlah individu per liter

n : Jumlah individu yang diamati atau didapat.

Vr :Volume air tersaring (ml)

Vo:Volume air yang diamati (ml)

Vs : Volume air yang disaring (l)

Pengukuran Kelimpahan Ikan

Sampel ikan ditangkap menggunakan jaring ikan dengan ukuran 60 m x 1 m

yang dipasang pada malam hari kemudian diambil pada pagi hari, jala tebar yang

berukuran 2 m x 2 m sebanyak 10 kali tebar. Sampel ikan di identifikasi menggunakan

buku Saanin (1984) dan Kottelat (1993). Kelimpahan Ikan di hitung berdasarkan

jumlah ikan yang tertangkap tiap stasiun.

Pengukuran Kualitas Air

Kualitas Air yang diukur meliputi kecerahan, kedalaman, temperatur, pH, Total

Dissolve Solid (TDS), Dissolved Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand

(BOD), Nitrat, Amonia dan orthophospat.

Analisis Data

Kelimpahan plankton dan kelimpahan ikan di analisis secara deskriptif

sedangkan hubungan antara kelimpahan plankton dengan kelimpahan ikan dengan

analisis korelasi.

Hasil Dan Pembahasan

Kelimpahan plankton

Plankton yang ditemukan di waduk Penjalin sebanyak 39 spesies yang terdiri

dari fitoplankton dan zooplankton (Tabel 2). Fitoplankton terdiri dari 4 divisio, yaitu

Chlorophyta (25 spesies), Chrysophyta (6 spesies), Cyanophyta (2 spesies), dan

Phyrophyta ( 2 spesies). Zooplankton terdiri dari 2 Filum yaitu Rhotifera (2 spesies),

dan Arthropoda (2 spesies).

Page 65: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

55

Tabel 2. Kelimpahan plankton di perairan Waduk Penjalin

Kelimpahan Plankton

Stasiun

No

Phylum/

Divisio 1 2 3 4 5 Total

Kelimpahan

relatif (%)

Total

(%)

Cyanophyta 3,2

1 Mycrosytis

aeruginosa 20 40 100 30 20 210 1,7

2 Merismopedia 20 140 20 180 1,5 Chlorophyta 49, 4

1 Pediastrum

simplex 40 40

80 0,7

2 Zygnemopsis

Americana 150 160 10 10 50 380 3,1

3 Codatella

quadriseta 10 240 10

260 2,1

4 Scenedesmus

bijuga 30

120 60

210 1,7

5 Monoraphidium

griffithi 40 10 10 20

80 0,7

6 Actinastum sp 60 20 30 110 0,9

7 Cosmarium

contractum 70 20 60

200 350 2,9

8 C. depressum 150 210 440 400 1200 9,8

9 C. subcucumis 40 130 170 1,4

10 Gonium

pectoral 20 10 20

30 80 0,7

11 Ankistrodesmus

falcatus 40 40 0,3

12 Polyedriopsis

spinulosa 40 20 60 0,5

13 Staurastrum

tetracerum 380 40 400 460 360 1640 13,4

14 S. anatinum 20 20 0,2

15 Tetraedron

caudatum 300 300 2,4

16 T. minimum 10 20 30 0,2

17 Schroederia

setigera 70 10 30 110 0,9

18 Straurodesmus

triangularis 100 100 0,8

19 Botryococcus

sp 10 10 0,1

20 Melosiara

varians 40 110 170 320 2,6

21 Melosira

granulate 80 20 100 0,8

22 Tetraspora sp 10 20 30 0,2

Page 66: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

56

22 Geminella

ellipsoidea 30 20 20 70 0,6

23 Closterium

acerosum 10 10 40 60 0,5

24 Ultorix sp 210 10 50 270 2,2

Crysophyta 10 310 80 20 420 3,4 12,6

1 Navicula

radiosa 100 80 160 340 2,8

2 N.

protractoides 40 190 220 20 470 3,8

3 Fragillaria sp. 90 30 120 1,0

4 Synedra ulna 20 10 10 20 60 0,5

5 Pinnularia

nobilia 110 30

140 1,1

6

Nitzschia

filiformis 10 310

80 20 420 3,4

Phyrrophyta 2,0

1 Peridinium

umbolatum 40 80 120 1,0

2 P. palatinum 40 80 120 1,0

Arthopoda 19,0

1 Cyclops

sternuus 500 40 340 560 400 1840 15,0

2

Canthocampus

staphylinus 450

40 490 4,0

Rotifera

13,9

1 Brachionus

falcatus 500 40 30 200 140 910 7,4

2 B.

quadridentatus 700

50 50 800 6,5

Jumlah 12.300 100

Total

Kelimpahan 3.710 960 3.380 2.500 1.750 12.300

Jumlah Spesies 24 25 31 19 14 113

Kelimpahan total plankton yang diperoleh selama penelitian yaitu 12.300 ind/L.

Menurut Veronica et al., (2014) perairan dengan tingkat kesuburan rendah dengan

kepadatan kurang dari 104 ind/L, kesuburan sedang lebih dari 104 ind/L, dan

kesuburan sangat tinggi di atas 107 ind/L. Waduk penjalin teramasuk dalam perairan

dengan kondisi kesuburan sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa Waduk Penjalin

cukup baik untuk menunjang kehidupan ekosistem perairan tersebut. Kelimpahan

fitoplankton sebesar 8.260 ind/L dan kelimpahan zooplankton sebesar 4.040 ind/L.

Page 67: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

57

Kelimpahan fitoplankton lebih melimpah dibandingkan dengan kelimpahan

zooplankton karena zooplankton memiliki siklus hidup yang pendek dibandingkan

dengan fitoplankton sehingga peningkatan zooplankton lebih lambat dari fitoplankton

(Dewanti et al. 2018). Zooplankton juga dipengaruhi oleh faktor fisik seperti cahaya.

Cahaya termasuk dalam faktor yang membatasi pergerakan zooplankton. Zooplankton

bergerak vertikal secara berkala pada waktu tertentu, karena zooplankton bergerak ke

permukaan perairan pada malam hari dan bergerak ke dalam perairan saat matahari

menampakan cahayanya (Tambaru 2014).

Hasil kelimpahan relatif fitoplankton yang paling dominan dimiliki oleh devisio

Chlorophyta sebesar 49, 4 % (Tabel 2). Hal ini karena Chlorophyta memiliki

penyebaran luas dan berperan penting dalam rantai makan di perairan tawar khususnya

waduk dan danau. Chlorophyta termasuk dalam alga terbesar yang mengandung

pigmen krolofil a dan b lebih banyak dibandingkan dengan karotin dan xantofil.

Chlorophyta juga bersifat kosmopolit terutama berada di perairan yang cahayanya

cukup ( Fauziah et al. 2015). Waduk Penjalin memiliki kareteristik fisik yang

mendukung perkembangan Chlorophyta. Kelompok yang paling sedikit ditemukan

yaitu dari kelompok Phyrophyta sebesar 2 %. Phyrophyta merupakan salah satu alga

yang dapat ditemukan di air tawar maupun laut. Phyrophyta yang mendominasi di

perairan dapat merugikan organisme akuatik lainnya termasuk ikan. Phyrophyta

memiliki kemampuan untuk berkembang biak dengan cepat dan mati dalam waktu

yang singkat yang dapat menyebabkan perairan dapat beracun ( Seygita et al. 2015).

Hasil kelimpahan relatif zooplankton yang paling dominan dari kelompok

phylum Arthopoda yaitu 19 % (Tabel 2) berdasarkan kekayaan spesies dan jumlah

individu. Salah satu kelas Arthropoda yaitu Crustacea memiliki adaptasi yang baik

dalam memanfaatkan pakan tersedia di alam dan bersifat omnivora sehingga mudah

untuk mendapatkan makanan (Patmawati et al., 2018).

Kelimpahan plankton di setiap stasiun berbeda beda, tertinggi ditemukan pada

Stasiun 1 (Inlet sungai Buntu) memiliki kelimpahan 3.710 ind/L (Tabel 2).

Penggunaan lahan disekitar inlet sungai Buntu terdapat banyak tumbuhan air. Daerah

inlet merupakan sumber air masuk yang banyak membawa unsur hara sehingga subur.

Sumber hara ini dapat berasal dari aktivitas manusia seperti limbah industri dan limbah

pertanian yang memiliki kandungan nitrat, phospor, dan kalium yang dapat

meningkatkan unsur hara di dalam perairan sehingga mempercepat pertumbuhan

Page 68: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

58

fitoplankton. Bagian tengah waduk memiliki kelimpahan plankton yang lebih sedikit

hal ini dapat disebabkan karena kandungan unsur hara yang sedikit (Priambodo,

2015). Selain hal tersebut pengukuran tingkat kecerahan pada bagian tengah waduk

lebih rendah dari stasiun lainnya (Tabel 2) sehingga dapat menyebabkan

terhambatnya fitoplankton untuk melakukan fotosintesis.

Kelimpahan Ikan

Jumlah ikan yang tertangkap di Waduk Penjalin diperoleh 324 individu dengan

kelimpahan relatif tertinggi ikan Manila (P. managuensis) dan terendah ikan lele lokal

(C.batrachus) dan ikan gurame (O.gourami) (Tabel 3).

Tabel 3. Kelimpahan ikan di Waduk Penjalin

Kelimpahan ikan /

stasiun

Total

kelimpa

han

KR

(%)

Tot

al

(%)

No Nama

lokal Nama ilmiah 1 2 3 4 5

Familia Cichlidae 44,

1

1 Nila

hitam

Oreochromis

niloticus 13 3 4 4 24 7,4

2 Manila Parachromis

managuensis 65

1

3 16

1

0 11 115

35,

5

3 Nila

gift Oreochromis sp. 1 1 2 4 1,2

Familia Cyprinidae 9,1

4 Nilem Osteochilus

hasselti 4 5 4 13 4

5 Mas Cyprinus carpio 1 5

6 12 3,7

6 Tawes Barbonymus

gonionotus 2

2 4 1,2

Familia Clariidae 4

7 Lele

dumbo

Clarias

gariepinus 4 3 3

2 12 3,7

8 Lele

lokal C.batrachus

1 1 0,3

Familia Eleotridae 21,

0

9 Betutu Oxyeleotris

marmorata 14

1

4 16

1

3 11 68 21

Familia Hemiramphidae 0,9

10 Julung

julung

Dermogenys

pusilla 3 3 0,9

Page 69: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

59

Familia Balitoridae 18,

8

11 Uceng Nemacheilus

fasciatus 61 61

18,

8

Familia Poeciliidae 1,9

12 Gupi Poecilia

reticulata 6 6 1,9

` Familia Osphronemidae 0,3

13 Gurame Osphronemus

gouramy 1 1 0,3

Total 16

6

3

9

5

2

4

3 23 324 100

Jumlah ikan yang tertangkap terdiri dari 8 famili yaitu Cichlidae, Cyprinidae,

Clariidae, Eleotridae, Hemiramphidae, Balitoridae, Poeciliidae dan Osphronemidae

dengan di dominasi famili Cichlidae (Tabel 3). Famili Chiclidae terdiri 3 jenis yaitu

ikan nila hitam (Oreochromis niloticus), manila (Parachromis managuensis), dan nila

gift (Oreochromis sp). Famili Cichlidae memiliki kelimpahan terbesar karena

memiliki pertumbuhan yang cepat dan mampu memanfaatkan pakan yang tersedia di

alam. Penelitian Yuliati et al., (2003) ikan nila merupakan salah satu dari famili

Cichlidae yang memiliki kemampuan pertumbuhan dan perkembangbiakan yang cepat

serta memiliki respon yang luas terhadap makanan. Penelitian yang dilakukan oleh

Hedianto et al., (2013) menyatakan bahwa ikan nila di Waduk Penjalin termasuk ikan

herbivora sebagai konsumen tingkat pertama yang berhubungan langsung dengan

produsen (fitoplankton dan makrofita). Hasil analisis lambung ikan nila yang ada di

Waduk Djuanda ikan nila banyak memanfatkan fitoplankton sebagai pakan utamanya,

detritus dan tumbuhan sebagai pakan pelengkap sehingga termasuk dalam kelompok

ikan herbivora yang bersifat generalis dalam memanfaatkan ketersediaan pakan yang

ada di alam, sehingga mempunyai kemampuan yang tinggi menyesuaikan fluktuasi

ketersediaan pakan (Purnamaningtyas & Tjahjo, 2013).

Ikan betutu yang termasuk famili Eleotridae ditemukan di seluruh stasiun. Hal

ini dapat disebabkan karena habitat ikan betutu yang ada di dasar perairan dan

memanfaatkan pakan disekitar habitatnya dengan cara memangsa. Berdasarkan hasil

analisis lambung ikan betutu termasuk kelompok predator dengan pakan utamanya

berupa ikan, dan memanfaatkan insecta serta crustacea sebagai pakan pelengkap

(Hedianto et al., 2013). Menurut Abulias dan Bhagawati (2008) seiring berjalannya

waktu perairan Waduk Penjalin didominasi oleh ikan betutu. Kelompok ikan predator

Page 70: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

60

memiliki peran sebagai keseimbangan dalam ekosistem perairan, namun apabila

mendominasi dapat menyebabkan ikan-ikan herbivora mengalami penurunan

(Purnamaningtyas & Tjahjo, 2013).

Hubungan plankton dan ikan di Waduk Penjalin

Hubungan kelimpahan plankton dan ikan berdasarkan analisis korelasi sebesar

0,69. Nilai korelasi lebih dari 0,5 – 0,75 memiliki hubungan yang kuat (Sarwono,

2006). Hubungan kelimpahan plankton dan ikan dari hasil analisis regresi memperoleh

persamaan y = 0,0351x - 21,662, dan R2 = 0,48 (Gambar 1).

Gambar 1. Hubungan kelimpahan plankton dan kelimpahan ikan.

Plankton memiliki peran dalam rantai makanan di perairan, kelimpahannya

menjadi penting bagi sumber makanan ikan di alam. Hasil analisi korelasi 0,69 yang

artinya ada hubungan yang kuat antara plankton sebagai pakan alami ikan dengan

kelimpahan ikan. Hal ini didukung dengan hasil analis lambung ikan yang ada di

Waduk Penjalin yaitu ikan julung-julung (Dermogenys pusilla) dengan pakan

utamanya terdiri dari fitoplankton yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae dan

Cyanophyceae sedangkan sebagai pakan pelengkap adalah fitoplankton dari kelas

Chlorophyceae. Pakan utama ikan uceng terdiri dari Crustacea. Pakan pelengkap ikan

uceng terdiri dari fitoplankton kelas Bacillariophyceae, zooplankton, insecta dan

fitoplankton dari kelas Clorophyceae. Ikan Cichlidae yang mendominasi di waduk

Penjalin memiliki kebiasaan dengan memanfaatkan pakan alami yang tersedia sebagai

pakan utama fitoplankton dari Chlorophyta, Cyanophyta,Chrysophyta, Euglenophyta,

Zooplankton yaitu Rotifera, cacing, potongan hewan dan serasah. Penelitian yang

dilakukan oleh Kurnia et al ., (2017) melalui analisis lambung ikan di Waduk

Wadaslintang, plankton kelas Bacillariophyceae merupakan pakan utama dari ikan

y = 0,0351x - 21,662R² = 0,4829

0

50

100

150

200

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

ikan

(in

div

idu

)

kelimpahan plankton (ind/L)

Page 71: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

61

tawes, ikan mujair dan ikan nila (non KJA). Ikan tawes dan ikan nila (non KJA)

memanfaatkan kelas Chloropyceae dan kelas Cyanophyceae sebagai pakan pelengkap

dan kelas Zygnematophyceae sebagai pakan tambahan. Pakan utama ikan mujair kelas

Cyanophyceae dan kelas Zygnematophyceae dan kelas Chlorophyceae sebagai pakan

tambahan (Elinah et al .,2016).

Koefisien determinasi hubungan plankton dan ikan sebesar 0,48 (Gambar

1).Plankton sebesar 48 % mempengaruhi kelimpahan ikan, selebihnya dipengaruhi

oleh faktor lain. Faktor lain dapat dilihat dari hasil analisis lambung ikan yang ada di

Waduk Penjalin, ikan tidak sepenuhnya memanfaatkan plankton sebagai pakan utama

ada beberapa jenis ikan yang memanfatkan jenis ikan yang lebih kecil sebagai pakan

utamanya. Selain itu berupa tumbuhan dan detritus lainnya juga dimanfatkan oleh

ikan. Penelitian yang dilakukan oleh Hedianto et al ., (2013) analisis lambung ikan

betutu dan manila pakan utama berupa ikan. Ikan betutu memanfaatkan insecta dan

crustacea sebagai pakan pelengkap.

Fitoplankton memiliki klorofil yang mengubah bahan anorganik menjadi bahan

organik melalui proses fotosintesis. Bahan organik tersebut yang akan dimanfaatkan

zooplankton, larva ikan maupun organisme perairan sebagai sumber makanan.

Fitoplankton memiliki peran sebagai makanan dasar utama dalam siklus makanan di

dalam perairan. Oleh karena itu kelimpahan fitoplankton penting bagi potensi makan

ikan di alam (Andriani et al., 2018).

Kualitas Air di Waduk Penjalin

Kualitas air di Waduk Penjalin dapat sesuai untuk kondisi kehidupan organisme

perairan. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian secara keseluruhan sesuai

dengan baku mutu air dengan PP R.I No 82 tahun 2001. Berdasarkan PP R.I. Nomor

82 Tahun 2001 untuk kehidupan ikan masuk ke dalam baku mutu air kelas III (Tabel

4). Kondisi suhu air di Waduk Penjalin berkisar antara 26–27°C. Menurut Rahayu &

Astria (2012) suhu yang dapat ditoleransi oleh organisme di suatu perairan berkisar

antara 20-30°C.

Tabel 4.Pengukuran faktor fisika dan kimia di perairan Waduk Penjalin

stasiun (April) stasiun (Juni)

Page 72: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

62

parameter Satuan 1 2 3 4 5

BMA

KELAS

III

1 2 3 4 5

Suhu Air °C 30 30 30 30 34 - 30 30 30 28 28

Suhu Udara °C 29 29 29 29 29 - 24 25 25,5 24,5 25

Kecerahan Cm 102 82 80 111 104 - 166 96 134,5 187 168

Kedalaman M 3,23 3,56 1,05 2,95 7,13 - 3,21 1,3 3,22 9,41 13

TDS mg.l-1 55 55 54 54,5 55 <1000 53 53 56 56 56

PH - 6,5 7 7 7 7 6,5 6,5 6 6 6

DO mg.l-1 4,1 6 8,2 6,9 5,8 8,9 9,2 9,9 8,8 9,7

BOD mg.l-1 3,48 5,02 9,08 3,52 3,72 6 12,72 12 12,28 11,7 12

Nitrat mg.l-1 0,6 0,2 02.24 0,1 0,2 <20 0,05 0 0,04 0,03 Ttd

Amonia mg.l-1 0,8 0,7 1,7 0,9 0,3 - 1,08 0,8 0,9 1 1

Ortofosfat mg.l-1 0,01 0,02 0,02 0,04 0,02 <1 - - - - -

Keterangan : PP R.I. Nomor 82 Tahun 2001

Hasil tingkat kecerahan di Waduk penjalin berkisar antara 82-187cm. Kecerahan

merupakan kemampuan cahaya dalam menembus badan perairan (Fajar et al., 2016).

Fitoplankton hidup menyebar di perairan dan memerlukan cahaya matahari untuk

melakukan proses fotosintesis. Jika proses fotosintesis terganggu maka dapat

mempengaruhi ketersediaan oksigen di dalam perairan yang selanjutnya dapat

menyebabkan ganguan terhadap kehidupan plankton (Fachrul et al., 2016).

Hasil pengukuran pH di Waduk Penjalin berkisar antara 6-7. Perubahan pH

dapat dipengaruhi oleh adanya senyawa yang masuk ke dalam perairan. Kondisi

perairan yang terlalu asam dan basa dapat mengganggu kelangsungan hidup

organisme air termasuk fitoplankton pada proses metabolisme dan respirasi. Waduk

Penjalin memiliki pH perairan yang sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan sesuai

dengan PP R.1 No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kulitas air dan pengendalian

pencemaran air.

Hasil pengukuran DO berkisar antara 4,1-9,9 mg/l. Oksigen terlarut

dimanfaatkan oleh biota perairan untuk proses respirasi dan menguraikan zat organik

menjadi anorganik oleh organisme (Susanti et al. 2018). Wijayanti (2011) menyatakan

plankton dapat hidup dengan baik pada konsentrasi oksigen lebih dari 3 mg/l. Nilai

BOD yang diperoleh 3,48-12,78 mg/l. BOD merupakan oksigen yang dibutuhkan oleh

bakteri untuk menguraikan semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat organik

yang tersuspensi dalam air. Pengaruh BOD tinggi karena banyaknya pencemaran

akibat air buangan penduduk atau industri yang masuk dalam perairan (Salmin, 2005).

Kandungan nitrat hasil penelitian berkisar antara 0,1-0,7 dan ortofosfat berkisar

0,01 dan 0,04. Nutrien untuk melakukan pertumbuhan fitoplankton yang lebih banyak

Page 73: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

63

dibutuhkan adalah karbon, nitrogen, phospor, kalium dan silica untuk kelompok

diatom (Agustini et al., 2014). Berdasarkan PP R.I. Nomor 82 Tahun 2001 kadar nitrat

yang diperbolehkan di perairan 20 mg/l dan ortofosfat kurang dari 1.

Kesimpulan

Kelimpahan terbesar fitoplankton pada devisio Chlorophyta (49,4 %) dan

kelimpahan Zooplankton terbesar filum Arthopoda (19 %). Kelimpahan ikan tertinggi

adalah famili Chiclidae sebanyak 143 individu. Hubungan antara kelimpahan plankton

dan kelimpahan ikan memiliki hubungan kuat (R=0,69). Kelimpahan plankton

sebesar 48 % mempengaruhi keberadaan ikan di waduk Penjalin.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini dapat terlaksana karena di danai oleh dana penelitian

Desentralisasi Badan Layanan Umum (BLU) Universitas Jenderal Soedirman tahun

anggaran 2018. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Unsoed atas dana

yang diberikan dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

yang telah menseleksi proposal penelitian Peningkatan Kompetensi.

Referensi

Abulias, M.N., & Bhagawati, D., 2008. Karakter Bilateral Simetri Ikan Betutu

(Oxyeleotris sp.): Kajian Keragaman Morfologi sebagai Dasar Pengembangan

Budidaya, Depik, 1 (2), pp. 103 – 106.

Agustini, M. & Madyowati, S. Oetami. 2014. Identifikasi Dan Kelimpahan Plankton

Pada Budidaya Ikan Air Tawar Ramah Lingkungan. Universitas Dr. Soetomo

Surabaya. Jurnal Agroknow 2 (1).

Andriani, A., Damar, A., Rahardjo, M. F., Simanjutak, C. P., Asryanzah, A., &

Aditriawan, R. M. 2018. Kelimpahan Fitoplankton dan Perannya Sebagai

Sumber Makanan Ikan di Teluk Pabean, Jawa Barat. Jurnal Sumberdaya

Akuatik Indopasifik, 1 (2).pp. 133 :143

APHA. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. New

York: American Public Health Association, American Water Works

Association, Water Environment Federation.

Chrismadha, T. 2010. Rekayasa Rantai Makanan untuk Mendukung Produktivitas

Budidaya Perikanan pada Perairart Tergenang. Pusat Penelitian Limnologi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Dewanti, P. P. L., Putra, N. N. D. I., & Faiqoh, E., 2018. Hubungan Kelimpahan dan

Keanekaragaman Fitoplankton dengan Kelimpahan dan Keanekaragaman

Zooplankton di Perairan Pulau Serangan, Bali. Journal of Marine and Aquatica ,

4 (2) ,pp. 324 – 335.

Page 74: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

64

Elinah, Djamar, T. F., & Ernawati, Y. 2016. Kebiasaan Makan dan Luas Relung

Ikan- ikan Indegenous y ang di Detemukan di Waduk Penjalin Kabupaten

Brebes , Jawa Tengah, Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 21 (2),pp. 98-103

Fachrul, M. F., Rianti, A., Hendrawan, D., & Setiawan, A. 2016. Kajian KualitasAir

dan Keanekaragaman Jenis Fitoplankton di Perairan Waduk Pluit Jakarta

Barat. Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit. 1 (2),pp. 109 - 120

Fajar, M. G. N., Rudiyanti, S. & A’in, C., 2016. Pengaruh Unsur Hara terhadap

Kelimpahan Fitoplankton sebagai Bioindikator Pencemaran di Sungai

Gambir Tembalang Kota Semarang. Diponegoro Journal of Maquares, 5 (1),

pp. 32- 37.

Fatuhrohman, I., Sunarto, & Nurruhwati.2016. Korelasi Kelimpahan Plankton

Dengan Perairan dengan Suhu Perairan Laut di Sekitar Cirebon. Jurnal

Perikanan dan Kelautan . 7 (1), pp. 115-122.

Fauziah, S. M., & Ainun, K. L. 2015. Identifikasi Mikroalga Chlorophyta di Waduk

Sumber Air Jaya Dusun Krebet Kecamatan Bulutawang Kabupaten Malang,

Bioedukasi, 8 (1), pp. 20- 22

Hendianto, A. D., Purnomo, A. K., & Andri, W., 2013. Interaksi Pemanfaatan

Pakan Alami Oleh Komunitas Ikan di Waduk Penjalin, Jawa Tengah, BAWAL

5 (1), pp. 33-40

Koeshendrajana, S., Rizki, A. I., Fatriyandi, N. & Priyatna. 2009. Kajian

Eksternalitas dan Keberlanjutan Perikanan di Perairan Jatiluhur, Jurnal Bijak

dan Riset Sosek.4 (2)

Kottelat. 1993. Freshwater fishes of western indonesia and sulawesi. Peripuls

Edition, Hongkong.

Kurnia, R., Widyorini, N.,& Solichin, A. 2017. Analisis Kompetisi Makanan

Antara Ikan Tawes (Barbonymus gonionotus), Ikan Mujahir (Oreochromis

mussambicus), dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)d di Perairan Waduk

Wadaslintang Kabupaten Wonosobo, Journal of Maquares, 6 (4),pp. 515-

524.

Patmawati, R., Hadi, E., & Santosa, A. 2018. Struktur Komunitas Zooplankton di

Perairan Pulau Pajang dan Teluk Awur, Kabupaten Jepara. Buletin

Oseanografi Marina. 7 (1). pp. 37 - 42

Pemerintahan Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun

2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Jakarta

Prianto, E., Husnah & Aprianti, S. 2013. Komposisi Jenis Dan Struktur Ekologi

Zooplankton Di Sungai Banyuasin Sumatera Selatan. Prosiding Pertemuan

Ilmiah Tahunan MLI I.

Priambodo, B. A. 2015. Kelimpahan Jenis Fitoplankton di Inlet dan Outlet Waduk

Bening Sebagai Bahan Penyusun Media Pembelajaran Berbentuk Poster.

Jurnal Florea. 2 (1), pp. 36- 40

Purnamaningtyas, E. S., & Tjahjo, H. W. D., 2013. Kebiasaan Makan dan Nilai

Relung Beberapa Jenis Ikan di Waduk Djuanda, Jawa Barat, Bawal, 5(3), pp

151- 157

Rahayu, S. Y. S., & Astria, R., 2012. Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton

di Area Waduk Jangri, Bobojong, Cianjur, Omni-Akuatika, 11 (14), pp. 1-6

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta, Jakarta

Page 75: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

65

Sachlan, M. 1982. Planktonology. Fakultas Peternakan dan Perikanan.Universitas

Diponegoro. Semarang

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana,

XXX, (3), pp. 21 – 26

Sarwono, 2006. Metode Penelitian Kunatitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha

Ilmu

Setiawan, A.,Mohadi,R.,& Setiawan, D. 2018. Komposisi, Kekayaan, dan

Kelimpahan Plankton di Perairan Sungai Simpang Heran dan Sungai Sugihan

sebagai Instruemen Bioindikator Lingkungan hidup. Jurnal Penelitian Sains,

20 (1),

Seygita, V., & Siregar, V., 2015. Analisis Kelimpahan dinoflagellata bentik beracun

di Perairan Teluk Bayur Sumatra Barat, Dinamika Lingkungan Indonesia,2

(2) pp. 38-45.

Shirota, A., 1966. The Plankton of South Vietnam. Tokyo: Technical Cooperation

Agency.

Sihombing, P. H., Hendrawan, G. I., & Suteja, Y. 2018. Analisis Hubungan

Kelimpahan Plankton di Permukaan Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Lemuru

Permukaan Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di

Selat Bali, Journal of Marine and Aquatic Sciences 4(1), pp.151-161

Singh, R., & Kumardi, D. 2018. Seasonal Abudance of Some in the River Gangga

with Particular Reference to Water Pollution at Doriganj, Chapra, Bihar.

International Journal of Current Trends in Science and Technology, 8 (5),pp.

20270-20277

Standar Nasional Indonesia (SNI), 2007. Water and Waste Water : Test Methodes

Of Biological Oxygen Demand (BOD). Jakarta : Badan

.Susanti, R., Anggoro, S., & Suprapto, D. 2018. Kondisi Kualita Air Waduk

Jatibarang Ditinjau Dari Aspek Saprobitas Perairan. Journal Of Maquares. 7

(1), pp. 121 - 129

Tambaru, R., Muhiddin, H. A., & Malida, S. H., 2014. Analisis Perubahan Plankton

Kepatadan Zooplankton Berdasarkan Kelimpahan Fitplnakton pada Berbagai

Waktu dan Kedalaman di Perairan Pulau Badi Kabupaten Pangkep, Jurnal

Ilmu Kelautan dan Perikanan, 24 (3), pp. 40-48.

Veronica, E., Setyo L., Soemarno, Arfiati, & Dian. 2014. Effect of Water Quality

on Phytoplankton Abudance in Hampalam River and Fish Pond of Batanjung

Village, Malang. Doctoral Program of Agricultur Science. Faculty of

Agriculture. University of Brawijaya.

Wijayanti, 2011. Keanekaragaman Jenis Plankton pada Tempat yang Berbeda

Kondisi Lingkungannya di Rawa Pening Kabupaten Semarang. Skripsi. IKP

PGRI Semarang : Semarang.

Yuliati, P., Kadarini, T., Rusmaedi, & Subandiyah, S., 2003. Pengarub Padat

Penebaran Terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Dederan Ikan Nila Gift

(Oreochromis niloticus) di Kolam, Jurnal Iktiologi Indonesia, 3 (2).

Page 76: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

66

Suksesi Fitoplankton di Habitat Semi Eksitu Ikan Bada, Nagari

Batang – Kabupaten Agam

Fachmijany Sulawesty dan Lukman

Puslit Limnologi-LIPI, Jl, Jakarta-Bogor Km 46, 16911, Cibinong, Jawa Barat

Email : [email protected]

Abstrak

Habitat baru akan membentuk ekosistem yang baru, begitu pula struktur komunitas

fitoplanktonnya. Keberadaan fitoplankton perlu dilihat karena merupakan salah

satu komponen rantai makanan di perairan. Tujuan pengamatan ini adalah untuk

melihat suksesi fitoplankton di kolam pemijahan Habitat Semi Eksitu. Pengamatan

dilakukan pada bulan Agustus, September, Oktober, dan November 2018, di kolam

pemijahan (KP1 dan KP2) dan di lokasi sumber air (mata air/MA dan Danau

Maninjau/DM). Ada lima kelompok fitoplankton yang ditemukan, yaitu

Chlorophyta, Bacillariophyta, Cyanophyta, Euglenophyta, dan Dinophyta.

Kelimpahan fitoplankton di KP 2 relatif lebih rendah dibanding KP 1. Sementara,

kondisi di sumber air menunjukkan bahwa kelimpahan di MA lebih rendah

dibanding di DM. Proporsi kelimpahan fitoplankton di KP1 serupa dengan DM.

Kelompok fitoplankton dengan kelimpahana tinggi pada bulan Agustus dan

September adalah Bacillaryophyta, sedangkan bulan Oktober dan November adalah

Cyanophyta. Di KP 2 dan DM pada bulan Agustus, kelompok dengan proporsi

yang tinggi adalah Bacillaryophyta, dan pada bulan September dan November

adalah Bacillaryophyta dan Chlorophyta. Selanjutnya, pada bulan Oktober proporsi

kelimpahan yang tinggi di KP2 adalah Bacillaryophyta dan di MA adalah

Chlorophyta. Berdasarkan nilai indeks keragaman, keseragaman, dan dominansi,

komunitas fitoplankton di KP1 stabil dan tidak ada jenis yang mendominasi,

sedangkan komunitas KP2 dan DM cenderung tidak stabil yang ditandai dengan

adanya jenis yang mendominasi, yaitu Synedra ulna dan Synedra acus (Agustus

dan September) dan Cylindrospermopsis raciborskii (Oktober dan November).

Suksesi di kolam pemijahan sangat dipengaruhi oleh sumber airnya, terutama

terlihat di KP 1.

Kata kunci: fitoplankton, kolam pemijahan, kelimpahan, suksesi

Pendahuluan

Danau Maninjau terletak di Kabupaten Agam Sumatra Barat memiliki

beberapa ikan endemik seperti ikan bada (Rasbora sp.) dan rinuak (Psylopis sp.)

yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dilaporkan bahwa populasi ikan bada

semakin menurun, diduga disebabkan oleh penangkapan yang berlebihan (over

fishing) (Dina, 2008) dan kondisi habitatnya yang rusak, sehingga perlu

diupayakan usaha untuk menjaga kelestariannya. Salah satu upaya yang dilakukan

Page 77: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

67

adalah dengan rekayasa habitat melalui penyiapan habitat semi eksitu di luar badan

perairan danau, sistem ini mengadopsi kondisi alamiah ikan bada yang akan

beruaya ke sungai untuk memijah.

Habitat baru memunculkan ekosistem baru, yang diikuti oleh perkembangan

ekosistem. Odum (1971) menyatakan bahwa suatu ekosistem mengalami perubahan

dari waktu ke waktu, yang disebut suksesi ekologi. Sementara, suksesi pada

komunitas fitoplankton adalah perubahan-perubahan dari komposisi spesies yang

disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan masing-masing spesies yang

membuat komunitas berkembang. Laju pertumbuhan dikontrol oleh faktor-faktor

lingkungan, sehingga variasi perkembangan komunitas tersebut merupakan hasil

dari pengaruh kondisi lingkungan (Odum, 1971).

Habitat Semi Eksitu (HSE) yang dibangun di D. Maninjau merupakan

habitat baru bagi ikan target, yaitu ikan bada (Rasbora sp.) dan organisme yang

ada di dalamnya termasuk fitoplankton, sehingga akan terjadi pula perkembangan

fitoplankton di sistem ini. Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengkaji suksesi

fitoplankton di kolam pemijahan Habitat Semi Eksitu. Kolam pemijahan

merupakan bagian dari sistem HSE, yaitu sebagai tempat ikan memijah, bertelur

hingga menjadi anakan. Diharapkan pengamatan ini dapat dimanfaatkan untuk

melihat ketersediaan makanan alami untuk anakan ikan bada di kolam pemijahan

pada sistem HSE.

Bahan dan Metode

Sistem Habitat Semi Eksitu (HSE) ikan bada dibangun di Nagari Sungai

Batang, Kabupaten Agam. Sistem ini terdiri dari kolam pengendapan, kolam filter,

kolam pemijahan (KP) dan fishway (Gambar 1). Sumber air diambil dari mata air

dan air danau, hal ini dilakukan untuk melihat sumber air yang manakah yang

mendekati kondisi alamiah habitat ikan bada. Pengambilan sampel fitoplankton

dilakukan di Kolam Pemijahan 1 (KP1) yang bersumber dari air danau dan Kolam

Pemijahan 2 (KP2) yang bersumber dari mata air, serta daerah mata air (MA) dan

area danau (DM).

Page 78: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

68

Gambar 1. Gambaran posisi pengambilan sampel fitoplankton di kolam HSE,

mata air dan D. Maninjau.

Pengamatan dilakukan pada bulan Agustus, September, Oktober dan

November 2018. Air sebanyak 2 liter (APHA, 2012), disaring menggunakan

plankton net no. 25, dan diawet menggunakan larutan Lugol 1 %. Identifikasi

dilakukan dibawah mikroskop berdasarkan buku identifikasi Prescott (1951), Scott

& Prescott (1961), Prescott (1962), Mizuno (1979), Gell, et al (1999), Taylor et al

(2007), serta Belliger dan Sigee (2010). Kelimpahan dihitung menggunakan

metoda Sedgwick Rafter (APHA, 2012).

Analisa struktur komunitas fitoplankton dilihat dengan menggunakan

Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (D).

Indeks Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman metode Shanon-Wiener (Odum, 1971) dirumuskan

sebagai berikut.

H′ = − ∑ Pi ln Pi

1=1

Keterangan:

H’= Indeks Keanekaragaman

Pi = Ni/N

Ni = Jumlah Individu Jenis ke-i

N = Jumlah Individu Total

Page 79: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

69

Nilai indeks keanekaragaman (H’) berada di kisaran 1 – 3, H<1 menunjukkan

keanekaragaman rendah, 1<H<3 menunjukkan keanekaragaman sedang, H>3

menunjukkan keanekaragaman tinggi.

Indeks Keseragaman (E)

Indeks keseragaman menunjukkan keseimbangan komposisi setiap spesies

dalam suatu komunitas. Nilai indeks keseragaman berkisar 0 – 1., jika nilai tersebut

mendekati 0, menunjukan adanya ketidakstabilan faktor-faktor lingkungan dan

populasi di dalam ekosistem tersebut dan ada kecenderungan terjadi dominansi oleh

spesies tertentu. Tetapi apabila mendekati 1, maka menunjukkan adanya kestabilan

ekosistem karena jumlah individu tiap spesies relatif sama (Krebs 1989). Rumus

indeks keseragamana (Odum 1971) dihitung sebagai berikut.

𝐸 =𝐻′

𝐻′𝑚𝑎𝑥

H’max = ln S

Keterangan:

E = Indeks Keseragaman

H’ = Indeks Keanekaragaman

H’max = Keanekaragaman maksimum

S = Jumlah seluruh genus

Indreks Dominansi (D)

Inderks Dominansi ditujukan untuk mengetahui adanya dominansi jenis

plankton pada suatu perairan (Odum, 1971) dengan persamaan berikut :

𝐷 = ∑ (𝑛𝑖

𝑁)

2𝑠

𝑖=1

Keterangan:

D = Indeks Dominansi Simpson

ni = jumlah individu ke-i

N = jumlah total individu

Indeks dominansi Simpson berkisar antara 0 sampai 1. Nilai mendekati 0

menunjukan tidak ada spesies yang mendominasi atau struktur komunitas bersifat

stabil, tetapi jika nilainya mendekati 1 berarti ada salah satu spesies yang

mendominasi atau struktur komunitas bersifat labil, karena adanya tekanan ekologi.

Page 80: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

70

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Pengamatan bulan Agustus, September, Oktober dan November 2018 di

kolam pemijahan HSE, mata air dan Danau Maninjau menunjukan bahwa terdapat

5 kelompok fitoplankton yang ditemukan, yaitu Chlorophyta, Bacillariophyta,

Cyanophyta, Euglenophyta dan Dinophyta (Tabel 1). Chlorophyta mempunyai

jumlah jenis yang paling tinggi, yaitu 30 jenis, kemudian Bacillariophyta (27 jenis),

Cyanophyta (7 jenis), Euglenophyta (3 jenis), dan Dinophyta (2 jenis).

Tabel 1. Jenis - jenis fitoplankton yang ditemukan di Kolam Pemijahan HSE, mata

air dan D. Maninjau bulan Agustus, September, Oktober dan November 2018

Kelimpahan fitoplankton disajikan pada Gambar 2, nilainya antara 555 –

882.375 ind./L. Kelimpahan di KP2 relatif lebih rendah dibanding di KP1, jika

dilihat dari sumber air yang digunakan yaitu MA memang terlihat kelimpahan

fitoplankton rendah juga terutama pada bulan September dan November dibanding

DM yang merupakan sumber di kolam KP1. Umumnya air danau lebih subur

Chlorophyta Bacillariophyta Cyanophyta Euglenophyta Dinophyta

Ankistrodesmus falcatus Achnanthes sp. Anabaena sp. Euglena acus Dinophiceae sp1

Closterium acerosum Achnanthes taeniata Cylindrospermopsis raciborskii Euglena oxyuris Peridinium sp.

Closterium lineatum Amphora ovalis Gloeotrichia sp. Phacus acuminatus

Closterium turgidum Amphora sp2 Merismopedia sp.

Coelastrum microporum Cymatopleura sp. Microcystis aeruginosa

Cosmarium decoratum Cymbella ehrenbergii Oscillatoria sp.

Cosmarium laeve Cymbella turgida Spirulina sp.

Crucigenia rectangularis Epithemia sp.

Desmidium sp. Fragillaria sp.

Mougeotia sp. Fragilaria sp1

Onychonema laeve Fragillaria capucina

Oocyatis sp. Fragilaria pectinalis

Pediastrum duplex Frustulia rhomboides

Scenedesmus acuminatus Gomphonema sp.

Scenedesmus arcuatus Gyrosigma sp.

Scenedesmus bijuga Navicula sp.

Scenedesmus quadricauda Navicula elegans

Scenedesmus parisiensis Navicula pupula

Sphaerocystis sp. Navicula radiosa

Spirogyra sp. Nitzschia sp.

Spondylosium sp. Pinnularia viridis

Staurastrum sp. Pinnularia gibba

Staurastrum playfairi Pinnularia sp.

Staurastrum sebaldi Surirella elegans

Stigeoclonium sp. Surirella robusta

Tetraedron gracile Synedra acus

Tetraedron quadratum Synedra ulna

Tetraedron trigonum

Ulothrix sp.

Volvox sp.

KOMPOSISI JENIS FITOPLANKTON

Page 81: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

71

dibanding mata air, sehingga kelimpahan fitoplankton juga akan lebih tinggi.

Dilihat dari prosentase kelimpahan (Gambar 3), pola prosentase kelimpahan KP1

sangat mirip DM, kelompok yang mendominasi pada bulan Agustus dan September

adalah Bacillaryophyta, sedangkan bulan Oktober dan November yang

mendominansi adalah Cyanpohyta. Pola prosentase kelimpahan di KP2 mirip

dengan MA, pada bulan Agustus 2018 prosentase kelimpahan didominasi oleh

kelompok Bacillaryophyta, bulan September dan November 2018 kelompok

Bacillaryophyta dan Chlorophyta lebih tinggi dibanding kelompok lainnya, tetapi

ada perbedaan prosentase kelimpahan fitoplankton pada bulan Oktober yaitu di

KP2 yang mendominasi adalah dari kelompok Bacillariophyta dan di MA yang

mendominasi adalah Chlorophyta.

Gambar 2. Kelimpahan dan jumlah jenis fitoplankton bulan Agustus, September,

Oktober dan November 2018.

Kelimpahan Synedra ulna dan Synedra acus (Bacillaryophyta) tinggi di DM

dan KP1 pada bulan Agustus dan September, kemudian menurun pada bulan

Oktober dan November dan diganti oleh Cylindrospermopsis raciborskii

(Cyanophyta) yang mendominasi di kedua habitat ini. Secara umum di KP2

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

900.000

DM KP1 KP2 MA

Agst 2018

Sep-18

Oct-18

Nov 2018

Kel

impah

an

(Ind

./L

Stasiun

Kelimpahan

-

5

10

15

20

25

30

DM KP1 KP2 MA

Agst 2018

Sep-18

Oct-18

Nov 2018

Stasiun

Jumlah Jenis

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

900.000

DM KP1 KP2 MA

Agst 2018

Sep-18

Oct-18

Nov 2018

Kel

imp

aha

n (I

nd./

L

Stasiun

Kelimpahan

-

5

10

15

20

25

30

DM KP1 KP2 MA

Agst 2018

Sep-18

Oct-18

Nov 2018

Stasiun

Jumlah Jenis

Page 82: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

72

kelimpahan jenis fitoplankton tidak ada yang tinggi, tetapi di MA ada jenis yang

tinggi yaitu Amphora ovalis (bulan Agustus) dan Spirogyra sp. (bulan Oktober).

Gambar 3. Prosentase kelimpahan fitoplankton bulan Agustus, September, Oktober

dan November 2018.

Jumlah jenis dan prosentase jumlah jenis fitoplankton di kolam HSE

maupun di DM dan MA disajikan pada Gambar 2 dan 4. Jumlah jenis fitoplankton

pada bulan Agustus 2018 relatif lebih tinggi di DM dan MA dibanding di kolam

HSE (KP1 dan KP2), sebaliknya di bulan September, Oktober dan November 2018

jumlah jenis fitoplankton relatif lebih tinggi di kolam HSE. Jika dilihat dari

prosentase jumlah jenis fitioplankton, maka kolam HSE serupa dengan sumber air

nya, yaitu KP1 serupa DM dan KP2 serupa MA.

MA

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

Agustus 2018

99,62%

0,38%

KP2

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

Agustus 2018

70,14%

14,93% 14,93%

KP1

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

Agustus 2018

99,27%

0,55% 0,18%

MA

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

62,46%

34,17%2,97%0,41%

September 2018KP2

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

64,89%

32,63%

1,91% 0,57%

September 2018KP1

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

97,57%

0,76% 1,67%

September 2018

DM

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

93,41%

4,71%

0,62%

1,26%

Agustus 2018

DM

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

98,89%

0,87%0,24%

September 2018

DM

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

Oktober 2018

99,51%

0,39% 0,08%

0,01%

KP1

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

97,60%

1,06% 1,34%

Oktober 2018 KP2

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

74,03%

15,93%10,04%

Oktober 2018 MA

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

99,98%

Oktober 2018

DM

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

November 2018

98,77%

0,67%0,57%

KP1

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

November 2018

96,91%

2,22%0,87%

KP2

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

November 2018

57,34%

39,36%2,66%0,64%

MA

CHLOROPHYTA

BACILLARYOPHYTA

CYANOPHYTA

DINOPHYTA

EUGLENOPHYTA

November 2018

50,08% 48,96%

0,96%

Page 83: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

73

Gambar 4. Prosentase jumlah jenis fitoplankton bulan Agustus, September, Oktober

dan November 2018.

Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi disajikan pada

Gambar 5, nilai indeks keanekaragaman berkisar 0,003 – 3,642, indeks

keseragaman 0,000 – 0,376 dan indeks dominansi 0,112 – 1,000. Nilai

keanekaragaman menunjukan keanekaragaman yang rendah sampai tinggi, rendah

di KP1 dan DM serta tinggi di KP2 dan MA. Nilai keseragaman mendekati satu di

KP2 dan MA dan mendekati nol di KP1 dan DM, ini menunjukan keseragaman

yang rendah di KP1 dan DM dan ada jenis yang mendominasi. Jika dilihat nilai

dominansi di KP1 dan DM yang mendekati satu menunjukan adanya dominansi

didaerah ini.

-

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

DM KP1 KP2 MA DM KP1 KP2 MA DM KP1 KP2 MA DM KP1 KP2 MA

Aug-18 Sep-18 Okt-18 Nov-18

Prosentase Jumlah Jenis

Chlorophyta Bacillaryophyta Cyanophyta Dinophyta Euglenophyta

%

Page 84: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

74

Gambar 3. Nilai Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks

Dominansi, bulan Agustus, September, Oktober dan November 2018

Pembahasan

Suksesi adalah perubahan spesies dominan, biomassa, dan kepadatan

fitoplankton dalam suatu komunitas (Wetzel, 1975), hal ini terlihat di kolam

pemijahan KP1. Bulan Agustus dan September 2019 kelimpahan Synedra ulna

(Bacillaryophyta) tinggi, kemudian digantikan oleh Cylindrospermopsis

raciborskii (Cyanophyta) pada bulan Oktober dan November 2019. Suksesi di KP1

dipengaruhi oleh sumber airnya yaitu D. Maninjau (DM) yang mempunyai pola

suksesi yang sama, Suksesi yang terjadi di KP1 dan di DM merupakan suksesi

musiman, Hubble & David (2002) menyatakan bahwa suksesi musiman terjadi

karena komposisi spesies berubah ketika kondisi lingkungan berubah, dimana

spesies yang dominan adalah yang dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan

yang baru.

Nilai Indeks Keragaman dan indeks keseragaman di KP1 dan DM relatif

lebih rendah dibanding di KP2 dan MA, sebaliknya nilai indeks dominansi lebih

tinggi di di KP1 dan DM dibanding di KP2 dan MA. Hal ini menunjukkan bahwa

KP1 dan DM komunitas tidak stabil, ditunjukan juga dengan adanya dominasi

spesies tertentu. Sebaliknya di KP 2 komunitas stabil dan tidak ada jenis yang

mendominansi.

Fitoplankton merupakan sumber makanan alami untuk ikan, baik larva ikan

maupun kelompok ikan herbivora. Kebiasaan makan ikan akan akan mengikuti

ketersediaan makanan dan kelimpahan organisma (fitoplankton) di kolam (Kumar

et al dalam Pratiwi dkk, 2011), oleh karena itu makanan yang dimakan oleh larva

ikan akan berkaitan dengan ketersediaanya di perairan (Effendie, 2001).

Page 85: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

75

Ketersediaan fitoplankton di kolam pemijahan sangat penting sebagai sumber

makanan alami bagi ikan dewasa dan larva ikan. Berdasarkan analisis isi lambung

ikan - ikan di D. Maninjau didapatkan bahwa ikan bada dewasa memakan serangga

(78%) dan jenis makanan lainnya, yaitu tumbuhan, zooplankton, dan fitoplankton

(Yuniarti dkk, 2010).

Yu et al. (2015) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa marak alga yang

terjadi di Danau Dianchi mempengaruhi fitoplankton dan kualitas air di sungai–

sungai di bawahnya. Hal ini harus diperhatikan karena seperti diketahui di D.

Maninjau sering terjadi marak alga dari kelompok Cyanophyta, yaitu Microcystis

aeruginosa dan Cylindrospermopsis raciborskii yang sangat beracun (Sulastri et al,

2015; Sulastri dkk, 2016). Keberadaan alga beracun ini akan mempengaruhi

kehidupan ikan–ikan yang dipelihara di kolam pemijahan KP1 yang sumber airnya

berasal dari D. Maninjau. Wu et al. in Ren at al. (2014) mengemukakan bahwa

marak alga Cyanobacteria menyebabkan buih di permukaan air, bau yang tak sedap,

dan memiliki racun yang akan mempengaruhi kehidupan organisma perairan dan

manusia. Perlu dilakukan pengaturan pemasukan air D. Maninjau ke kolam

pemeliharaan ikan, karena marak alga biru ini tidak terjadi sepanjang tahun,

sehingga dampaknya bisa dikurangi.

Kesimpulan

Suksesi fitoplankton di kolam pemijahan KP1 sangat dipengaruhi oleh

suksesi di sumber air nya (Danau Maninjau/DM). Kelimpahan Synedra ulna

(Bacillaryophyta) tinggi, pada bulan Agustus dan September 2019, kemudian

digantikan oleh Cylindrospermopsis raciborskii (Cyanophyta) pada bulan Oktober

dan November 2019. Suksesi fitoplankton di KP1 dan Danau Maninjau merupakan

suksesi musiman.

Ucapan Terima Kasih

Kegiatan ini dibiayai oleh Program Prioritas Nasional Pusat Penelitian

Limnologi, LIPI tahun Anggaran 2018.

Page 86: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

76

Referensi

APHA / American Water Work Association / Water Environment Federation.

2012. Standard methods for examination of water and wastewater, 22nd

ed, Washington DC, USA, ISBN.0875532233 DDC:628.161

Bellinger, E.G. & D.C. Sigee. 2010. Freshwater algae identification and use as

bioindictors. ISBN 978-0-470-05814-5.John Wiley and sons, Ltd.Oxford.

271 pp.

Dina, Rahmi. 2008. Rencana pengelolaan sumberdaya ikan bada (Rasbora

argyrotaenia) berdasarkan analisis frekuensi panjang di Danau Maninjau,

Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Effendie, I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Gell, Peter A., Jason A. Sonneman, Michael A. Reid, Marie A. Illman, & Adam J.

Sincock. (1999). An Illustrated Key to Common Diatom Genera from

Southern Australia. Cooperative Research Centre for Freshwater Ecology.

Identification Guide No. 26. Cooperative Research Centre for Freshwater

Ecology, Thurgoona, NSW. 63 pp.

Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Harper and Row. New York. 649pp.

Hubble, David S., and DavidM. Harper. 2002. Phytoplankton community structure

and succession in the water column of Lake Naivasha, Kenya: a shallow

tropical lake. Hydrobiologia 488: 89–98, 2002.

Larasati, A. 1985. Kelimpahan dan Penyebaran Fitoplankton di Bendung Curug,

Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan, IPB.

Bogor. 65 hal.

Mizuno, T. 1979. Illustration of the freshwater plankton of Japan. Hoikusha

Publishing Co. Ltd. 313 pp.

Odum, EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Thrid Edition. WB Saunders

Company. Philadelphia. 574pp.

Pratiwi, Niken T.M., Winarlin, Yuki Hana Eka Frandy dan Aliati Iswantiri. 2011.

Potensi plankton sebagai pakan alami larva ikan nilem (Osteochilus hasselti

C.V.). Jurnal Akuakultur Indonesia, 10 (1) : 81-88.

Prescott, G.W. 1951. Algae of the western Great Lakes area. Cranbrook Institute

of Science. Bulletin No. 31. 946 pp.

Prescott, G.W. 1962. How to know the freshwater algae. W.M.C. Brown

Company Publisher. Iowa. 348 pp.

Ren, Y., H. Pei, W. Hu, C. Tian, D. Hao, J. Wei, and Y. Feng. 2014. Spatio-temporal

distribution pattern of Cyanobacterial community and its relationship with the

environmental factors in Hongze Lake, China. Environt. Monit. Assess., DOI

10.1007/s10661-014-3899-y.

Scott, Arthur M., & Gerald W. Prescott. 1961. Indonesian Desmids.

HYDROBIOLOGIA, Vol. XVII, No. 1 - 2. 132 pp, 63 plate.

Sulastri, D.I. Hartoto,I vana Yuniarti dan Syahroma H.N. 2010. Karakteristik

habitat, kebiasaan makan, dan system konservasi ikan bada Rasbora

argyrotaenia di Danau Maninjau. Prosiding Seminar Nasional Ikan VI,

Masyarakat Ichtiologi Indonesia. Hal. 487 – 497.

Sulastri, F. Sulawesty, & S. Nomosatryo. 2015. Longterm monitoring of water

quality and phytoplankton changes in Lake Maninjau, West Sumatera,

Page 87: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

77

Indonesia. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Vol. 41, No. 3, Hal. 339

– 353.

Sulastri, S. Nomosatryo dan F. Sulawesty. 2016. Keterkaitan unsur hara dan

biomasa fitoplankton (klorofil-a) di Danau Maninjau, Sumatera Barat.

Prosiding Pertemuan Ilmiah MLI tahun 2015 : Tantangan Terkini Perairan

Darat Di Wilayah Regional Tropis Menyongsong World Lake Conference.

Masyarakat Limnologi Indinesia (MLI), Cibinong. Hal : 129 - 141

Taylor, J.C., W.R. Harding & C.G.M. Archibald. 2007. An Illustrated Guide to

Some Common Diatom Species from South Africa. WRC Report TT 282/07.

Pretoria, South Africa. 178 plate

Wetzel, R.G. 1972. Limnology. W.B. Sounders Company, London. 743 pp.

Yuniarti, I, Sulastri & Sutrisno. 2010. Jaring-Jaring Makan Ikan di DanauManinjau,

Sumatera Barat. Proceeding. Seminar Nasional Limnologi V, 2010.

ResearchCentre for Limnology-Indonesian Institute for Sciences.135-143pp.

Yu, Qian., Yongcan Chen , Zhaowei Liu, Nick van de Giesen and Dejun Zhu.

2015. The Influence of a Eutrophic Lake to the River Downstream:

Spatiotemporal Algal Composition Changes and the Driving Factors. Water,

7, 2184-2201; doi:10.3390/w7052184 ISSN 2073-4441

www.mdpi.com/journal/water Article

.

Page 88: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

78

Kinerja Pertumbuhan Dan Kualitas Air Pada Budidaya Udang

Vaname Dengan Teknik Bioremediasi Di Tambak Udang

Karawang

Warih Hardanu1, Anggoro Prihutomo1, Heru Nugroho1, Fitria Nawir1, Dwi

Febrianti2, Yayah Mardianti2 dan Tri Widiyanto2

1 Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB), Kementerian Kelautan dan

Perikanan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat 2 Pusat Penelitian Limnologi – LIPI

Email: [email protected]

Abstrak

Pemanfaatan mikroorganisme melalui teknik bioremediasi menjadi salah satu

cara yang banyak digunakan untuk menjaga kualitas lingkungan dalam kegiatan

kegiatan budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei). Penelitian ini bertujuan

untuk memberikan gambaran pola pertumbuhan dan kualitas air pada budidaya

udang Vaname melalui teknik bioremediasi. Penelitian ini dilaksanakan pada

tanggal 5 Juni - 12 September 2019 bertempat di Balai Layanan Usaha Produksi

Perikanan Budidaya (BLUPPB), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kabupaten

Karawang, Jawa Barat. Udang uji PL 11 dipelihara dengan kepadatan 60 ekor/m2

pada lima petak tambak air payau, masing-masing berukuran 2500 m2 selama 100

hari. Jenis mikroba yang digunakan sebagai agen bioremediasi terdiri dari

kelompok bakteri Thiobacillus spp., Bacillus spp., dan Lactobacillus spp.

Pengukuran kinerja pertumbuhan dan kualitas air dilakukan secara periodik setiap

sepuluh hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa survival rate (SR) udang yang

dipelihara dengan sistem bioremediasi mencapai 54,99 - 66,86%. Biomassa panen

mencapai 1796,78 - 1991,27 kg dengan size sebesar 43,79 - 50,22 indv Kg-1 dan

final body weight (FBW) mencapai 19,91-22,83 g ind-1. Rata-rata pertumbuhan

harian (ADG) mencapai 0,27 - 0,32 % hari-1, Rasio konversi pakan berkisar antara

1,48 - 1,60 dengan tingkat efisiensi pakan mencapai 59,53 - 65,50%. Nilai pH air

berkisar antara 6,38 -7,92; nitrit berkisar antara 0,01 - 1,60 ppm; ammoniak berkisar

antara 0 - 0,04 ppm; dan ammonium berkisar antara 0,07 - 2,59 ppm. Sementara

itu, suhu selama masa pemeliharaan berkisar antara 24,1 - 28,5 oC; dan salinitas

berkisar antara 16 - 28 ppt. Secara keseluruhan pemanfaatan bakteri agen

bioremediasi dapat mempertahankan pertumbuhan dan kualitas air tambak,

walaupun hanya memberikan hasil kelangsungan hidup sekitar 54,99 sampai

66,86%.

Kata kunci: Litopenaeus vannamei, aquaculture, bioremediasi, pertumbuhan,

kualitas air

Pendahuluan

Budidaya sistem intensif telah menjadi salah satu cara yang banyak

digunakan untuk meningkatan produksi dibidang akuakultur. Dalam sistem

budidaya intensif, persentase jumlah pakan yang termanfaatkan menjadi biomasa

Page 89: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

79

produksi dalam kegiatan budidaya hanya sebagian kecil saja. Dari keseluruhan

kandungan nitrogen yang bersumber dari pakan, hanya 28% nitrogen pakan yang

berhasil dipanen dalam bentuk biomasa, 49% lainnya terbuang kelingkungan

perairan, sementara 23% sisanya mengendap di sedimen. Sementara itu untuk

kandungan fosfor, sebanyak 18% termanfaatkan oleh ikan, 54% diantaranya

menumpuk disedimen dan 28% diantaranya dibuang ke lingkungan perairan (Holby

dan Hall (1991); Hall et al. (1992) dalam White (2013)). Sementara itu, Jackson et

al. (2003) melaporkan bahwa dalam suatu kegiatan budidaya udang, hanya 22%

dari total input nitrogen yang berhasil menjadi biomassa panen sedangkan sebanyak

14% nitrogen akan mengendap di sedimen, sebanyak 3% nitrogen akan hilang

melalui proses denitrifikasi ke udara bebas, sementara sisanya akan terbuang ke

lingkungan.

Dalam suatu sistem budidaya sistem tertutup yang menggunakan pakan

komersil dalam jumlah banyak, jumlah buangan bahan organik baik yang berasal

dari sisa pakan maupun sisa metabolisme biota juga akan semakin meningkat

(White 2013). Hal ini membuktikan secara tidak langsung bahwa semakin banyak

jumlah pakan yang digunakan dalam suatu kegiatan akuakultur, maka potensi

jumlah buangan organik yang akan menjadi limbah bagi lingkungan perairan juga

mengalami peningkatan. Banyaknya sisa pakan yang masuk ke dalam perairan

dapat meningkatkan aktivitas bakteri aerobik dalam badan air yang secara tidak

langsung akan meningkatkan kebutuhan oksigen (chemical oxygen demand and

biochemical oxygen demand) untuk mengoksidasi bahan organik dan menurunkan

kandungan oksigen terlarut di badan air (Timmons dan Lorsodo 1994). Sementara

itu, keberadaan beberapa nutrien terlarut seperti NH3 dan NO2- dalam konsentrasi

tertentu dapat menyebabkan stress, mengganggu kesehatan, bahkan dapat

menyebabkan kematian biota akuatik (Valencia-Castañeda et al. 2019).

Kerugian yang ditimbulkan dari adanya limbah organik ini tidak hanya

berupa kerugian dari sisi ekologi saja, melainkan juga telah menyebabkan kerugian

dari aspek ekonomi baik dari segi biaya produksi maupun kerugian-kerugian lain.

Oleh sebab itu, dibutuhkan penanganan khusus yang dapat meminimalkan dampak

dari buangan organik yang ditimbulkan dari kegiatan produksi akuakultur.

Beberapa metode seperti perbaikan dalam manajemen pakan, pemilihan bahan baku

Page 90: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

80

pakan untuk meningkatkan efisiensi penyerapan nutrien, serta pemanfaatan

mikroba telah banyak dilakukan untuk mengurangi pengaruh merugikan limbah

nutrien dalam kegiatan akuakultur.

Mikroorganisme seperti bakteri, mikroalga dan cyanobacteria memiliki

kemampuan dalam memanfaatkan limbah nutrien menjadi sumber karbon dan

energi untuk metabolisme serta perbanyakan selnya (Megharaj et al. 2014; Lananan

et al. 2014). Mikroorganisme tertentu berperan sebagai bioremediator melalui

proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Beberapa penelitian telah banyak melaporkan

aplikasi mikroba untuk memanfaatkan limbah nutrien di lingkungan perairan

misalnya dari kelompok Bacillus, Lactobacillus dan Thiobacillus (Ma et al. 2009;

Torrento et al. 2010; Lu et al. 2012). Lu et al. (2012) melaporkan bahwa Bacillus

subtilis mampu memanfaatkan limbah nitrogen inorganik terlarut 1,17 kali lebih

besar dibanding kontrol dalam penelitian tersebut. Wu et al. (2011) melaporkan

bahwa penggunaan berbagai jenis strain bakteri mampu mengeliminasi limbah

organik dan unsur logam seperti Cu, Zn, dan Fe dalam suatu bioreaktor. Beberapa

penelitian juga menyebutkan bahwa kelompok Thiobacillus banyak berperan dalam

proses denitrifikasi (Torrento et al. 2010; Pous et al. 2014 Capua et al. 2016; Chen

et al. 2019) dan oksidasi H2S (Oprime et al. 2001; Toth et al. 2015). Thiobacillus

merupakan kelompok bakteri kemolitoautotrofik yang memiliki kemampuan untuk

mengoksidasi sulfur dan mereduksi komponen hidrogen, Fe2+, uranium (IV)

sebagai donor elektron dan karbon anorganik (CO2 or HCO3-) melalui proses

denitrifikasi (Beller 2005; Beller et al. 2006; Zumft 1997). Kelompok bakteri ini

mampu memanfaatkan sulfur dan bentuk tereduksinya (H2S) sebagai sumber energi

untuk pertumbuhan. Jenis T. denitrificans mampu bekerja pada pH mendekati

netral, sementara jenis T. ferrooxidans dan T. thiooxidans merupakan kelompok

bakteri acidofilik yang bekerja optimum pada kisaran pH 1,0-3,5 (Oprime et al.

2001). Sementara itu, anggota genus Lactobacillus yang merupakan kelompok

bakteri asam laktat (Lactic Acid Bacteria) dengan kemampuan fermentatif yang

telah banyak dimanfaatkan dalam kegiatan akuakultur karena dilaporkan mampu

meningkatkan sistem imun dan pencernaan inang, memodulasi komunitas bakteri,

dan menekan keberadaan patogen (Rossland et al. 2003; Yousefian dan Amiri

2009; Ige 2013; Maeda et al. 2014), serta memperbaiki kualitas air dengan

Page 91: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

81

menurunkan konsentrasi nitrogen seperti amoniak, nitrit, dan nitrat dalam air (Ma

et al. 2009)

Pemanfaatan mikroba dalam kegiatan akuakultur diharapkan mampu

menjaga kualitas media budidaya selama masa pemeliharaan. Kualitas media

budidaya yang baik akan memberikan memberikan pengaruh positif terhadap

proses produksi biota akuatik dan diharapkan dapat membantu meningkatkan

kinerja pertumbuhan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat kinerja pertumbuhan

dan kualitas air udang Vaname (Litopenaeus vannamei) yang dibudidayakan

dengan Teknik bioremediasi melalui penambahan konsorsium tiga kelompok

bakteri yaitu Thiobacillus spp., Bacillus sp., dan Lactobacillus spp.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Juni – 12 September 2018

bertempat di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB),

Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Materi Uji

Jenis bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Thiobacillus spp.,

Bacillus sp., dan Lactobacillus spp dalam bentuk produk komersil berbentuk serbuk

(powder). Sementara hewan uji yang digunakan adalah benur udang Vaname

(Litopenaeus vannamei) PL-11 yang berasal dari Balai Layanan Usaha Produksi

Perikanan Budidaya (BLUPPB), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kabupaten

Karawang, Jawa Barat. Pakan yang digunakan selama pemeliharaan adalah pakan

komersial dengan kadar protein 40 %.

Kegiatan Pemeliharaan

Persiapan wadah dilakukan sebelum kegiatan pemeliharaan dilakukan.

Wadah pemeliharaan berupa tambak berlapis plastik mulsa masing-masing

berukuran 2500 m2 sebanyak 5 petak. Kegiatan persiapan tambak terdiri dari

pengeringan, penjemuran tanah dasar tambak, pembersihan dinding dan dasar

tambak, serta dilakukan perbaikan wadah. Media pemeliharaan terlebih dahulu

Page 92: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

82

didesinfeksi dengan menggunakan desinfektan dengan bahan aktif chlor dengan

dosis 10-30 mg L-1 untuk membunuh organisme patogen seperti bakteri dan virus,

dan kelompok krustase pengganggu. Setelah desinfeksi media selesai, maka

dilakukan proses pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik dengan dosis

3-5 mg L-1. Setelah itu, media dibiarkan hingga 14 hari hingga ditumbuhi oleh

plankton dan siap dilakukan penebaran benur. Benur ditebar dengan kepadatan 60

individu/m2 dan dilakukan pemeliharaan selama 100 hari. Pemberian pakan

dilakukan sebanyak 4 kali sehari dengan menggunakan pakan komersil, sementara

feeding rate yang digunakan mengacu pada SNI 7772:2013. Konsorsium bakteri

yang diberikan berupa sediaan tepung dengan dosis pemberian sebesar 1-2 kg/Ha

luasan tambak setiap 1 kali seminggu.

Analisis Data

Parameter biologis udang Vaname

Parameter biologi diamati untuk melihat perkembangan pertumbuhan udang

Vaname selama masa pemeliharaan. Parameter biologis yang diamati meliputi

tingkat kelangsungan hidup, size panen, final body weight (FBW), jumlah konsumsi

pakan (JKP), dan biomassa panen. Nilai average daily growth rate (ADG), feed

convertion ratio (FCR), dan efisiensi pakan (EP) dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut:

Average daily growth rate (ADG) = ( 𝑊𝑡−𝑊𝑜

𝑡 ) 𝑥 100 (Balakrishnan et al.

2011)

Food conversion ratio (FCR) = 𝐹

𝐵𝑡−𝐵𝑜 (Zokaeifar et al. 2012)

Efisiensi pakan (EP) = 𝐵𝑡−𝐵𝑜

𝐹 𝑥 100 (Nobrega et al. 2017)

dengan Wt adalah berat rata-rata udang diakhir pengamatan (g); Wo adalah berat

rata-rata udang diawal pengamatan (g); t adalah lama pemeliharaan; Bt adalah

biomasa udang pada akhir pemeliharaan; Bo adalah biomasa udang pada awal

pemeliharaan dan F adalah total konsumsi pakan.

Page 93: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

83

Parameter kualitas air

Kualitas air selama pemeliharaan diamati pada hari (DOC, days of culture) ke-0,

40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100. Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu,

pH, nitrit (NO2-), amonium (NH4

+), Amoniak (NH3), total alkalinitas, total organic

matter (TOM), dan salinitas. Metode yang digunakan dalam pengukuran kualitas

air mengacu pada APHA (1999), dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1. Metode pengukuran kualitas air tambak

Parameter Satuan Metode/Alat

Suhu oC Termometer

pH - pH meter

Nitrit (NO2-) mg L-1 Spektrofotometer

Amonium (NH4+) mg L-1 Spektrofotometer

Amoniak (NH3) mg L-1 Spektrofotometer

Total alkalinitas mg L-1 CaCO3 Titrasi

Total organic matter (TOM) mg L-1 Titrasi

Salinitas ppt Refraktometer

Hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang yang dipelihara dengan

menggunakan teknik bioremediasi mampu mencapai tingkat kelangsungan hidup

hingga 54,99 - 66,86% (Tabel 2).

Tabel 2. Kinerja pertumbuhan udang Vaname (L. vannamei) yang dipelihara

dengan teknik bioremediasi

Parameter Petak Tambak

A.I-A.5 A.I-A.7 A.I-A.9 A.I-B.7 A.I-B.11

Area (m2) 2500 2500 2500 2500 2500

Populasi Awal (individu) 150000 150000 150000 150000 150000

Populasi Akhir

(individu) 86680 90198 91441 100302 82499

Tingkat Kelangsungan

Hidup (%) 57,78 60,13 60,96 66,86 54,99

Size Panen (ind kg-1) 43,79 50,2 48,12 50,22 44,48

Final Body Weight (g

ind-1) 22,83 19,92

20,7813

8 19,91 22,48

Biomassa panen (Kg) 1979,46 1796,78 1900,28 1997,27 1854,76

Jumlah Konsumsi Pakan

(Kg)

3.010,5

0

3.005,5

0 2.990,50 3.055,50 2.980,50

Page 94: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

84

Feed Convertion Ratio 1,50 1,65 1,56 1,48 1,60

Average daily growth

rate (% hari-1) 0,32 0,3 0,27 0,28 0,30

Efisiensi Pakan (%) 65,50 59,53 63,29 65,12 61,98

Sementara hasil pemanenan mencapai 1796,78 - 1997,27 kg dengan size panen

mencapai 43,79 - 50,22 ind kg-1 udang, dengan berat rata-rata udang mencapai

19,92 - 22,83 g ind-1. Selama masa pemeliharaan, jumlah konsumsi pakan mencapai

2980,50 - 3010,50 kg dengan rasio konversi pakan sebesar 1,48 - 1,65 dan efisiensi

pakan berkisar 59,53 - 65,50%. Berikut ini adalah profil kinerja pertumbuhan udang

Vaname yang dipelihara dengan Teknik bioremediasi (Tabel 2).

Peningkatan biomassa udang Vaname selama masa pemeliharaan dapat

dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peningkatan biomassa udang Vaname (L. vannamei) yang dipelihara

dengan teknik bioremediasi secara periodik selama masa pemeliharaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tren kenaikan biomassa terbesar terjadi antara

DOC 40 menuju DOC 50, dan DOC 80 menuju DOC 90. Sementara, pada DOC 50

menuju DOC 70 dan DOC 90 menuju DOC 100 kenaikan biomassa udang

menunjukkan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan periode

sebelumnya.

Profil kualitas air selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 2.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu (Gambar 2B) selama masa pemeliharaan

berkisar antara 24,1-28,5 oC. Tingkat keasaman media pemeliharaan udang berada

pada kisaran 6,38-7,92.

0

5

10

15

20

25

40 50 60 70 80 90 100

Rat

a-ra

ta B

iom

assa

Ud

ang

(g/i

nd

ivid

u)

Day of Culture

A.1-A.5

A.1-A.7

A.1-A.9

A.1-B.7

A.1-B.11

Page 95: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

85

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

0 40 50 60 70 80 90 100

A. N

O2

-(m

g L-1

)Day of Culture

0

5

10

15

20

25

30

0 40 50 60 70 80 90 100

B. S

uh

u (

oC

)

Days of Culture

A.I-A.5

A.I-A.7

A.I-A.9

A.I-B.7

A.I-B.11

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

0 40 50 60 70 80 90 100

C. N

H4+

(mg

L-1)

Day of Culture

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0 40 50 60 70 80 90 100

D. p

H

Day of Culture

A.I-A.5

A.I-A.7

A.I-A.9

A.I-B.7

A.I-B.11

Page 96: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

86

Gambar 2. Profil kualitas air: A. Nitrit (NO2-); B. suhu; C. amonium (NH4

+); D.

pH; E. amoniak (NH3); F. Total alkalinitas; G. Total organic matter

(TOM); dan H. salinitas udang Vaname (L. vannamei) yang dipelihara

dengan teknik bioremediasi.

0,00

0,01

0,02

0,03

0,04

0,05

0,06

0 40 50 60 70 80 90 100

E. N

H3

(mg

L-1)

Day of Culture

0

50

100

150

200

250

300

350

400

0 40 50 60 70 80 90 100

F. T

ota

l Alk

alin

itas

(mg

L-1C

aCO

3)

Day of Culture

A.I-A.5

A.I-A.7

A.I-A.9

A.I-B.7

A.I-B.11

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 40 50 60 70 80 90 100

G. T

OM

(m

g L-1

)

Day of Culture

Page 97: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

87

Gambar 2. Profil kualitas air: A. nitrit; B. suhu; C. amonium (NH4+); D. pH; E.

amoniak (NH3); F. Total alkalinitas; G. Total organic matter (TOM);

dan H. salinitas udang Vaname (L. vannamei) yang dipelihara dengan

teknik bioremediasi (lanjutan).

Nitrit (Gambar 2A) selama masa pemeliharaan berada pada nilai yang cukup

besar. Pada DOC 80, nilai nitrit berada pada kisaran 1,01-3,21 mg L-1, sedangkan

pada DOC 90 nitrit berada pada konsentrasi 1,84-3,17 mg L-1. Amonium (NH4+)

menunjukkan tren peningkatan selama masa pemeliharaan, dengan konsentrasi

tertinggi diperoleh pada DOC 80 dan 90 pemeliharaan dengan kisaran nilai masing-

masing sebesar 1,01-2,59 mg L-1 dan 0,66-2,34 mg L-1. Amoniak (NH3) juga

mengalami peningkatan selama masa pemeliharaan. Peningkatan amoniak terjadi

mulai DOC 40 hingga DOC 60 dengan kisaran nilai 0,00-0,04 mg L-1. Sementara

pada DOC 70 amoniak terdeteksi pada nilai 0,01 mg L-1, dan mengalami kenaikan

pada DOC 80-90 dengan besaran 0,01-0,05 mg L-1. Sementara pada DOC 100

konsentrasi amoniak menunjukkan penurunan pada kisaran 0,0-0,01 mg L-1. Total

alkalinitas air berada pada nilai 146-360 mg L-1 CaCO3, dengan niai TOM sebesar

25,28-60,68. Berbeda hal nya dengan nilai alkalinitas dan TOM, salinitas selama

masa pemeliharaan cenderung mengalami kenaikan hingga masa pemeliharaan

berakhir. Salinitas selama masa pemeliharaan berada pada kisaran 16-29 ppt.

Pembahasan

Lingkungan pemeliharaan yang optimal akan memberikan pengaruh terhadap

keberhasilan budidaya organisme akuatik. Sampai pada batas tertentu, penambahan

bahan organik, baik yang berasal dari sisa pakan, feses, maupun biomassa sel yang

0

5

10

15

20

25

30

35

0 40 50 60 70 80 90 100H

. Sal

init

as (

pp

t)

Day of Culture

A.I-A.5

A.I-A.7

A.I-A.9

A.I-B.7

A.I-B.11

Page 98: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

88

mengalami kematian dalam suatu badan air berpotensi sebagai sumber nutrien bagi

pertumbuhan fitoplankton. Namun, pada jumlah yang berlebih dapat bersifat toksik

serta menyebabkan pengkayaan nutrien perairan. Kualitas lingkungan

pemeliharaan yang buruk juga memberikan pengaruh terhadap ketahanan tubuh

organisme akuatik dalam menghadapi infeksi organisme patogen dalam suatu

perairan. Pemanfaatan mikroorganisme secara in situ dilakukan dengan tujuan

untuk membantu proses degradasi nutrien yang bersifat toksik menjadi bentuk yang

kurang atau tidak toksik.

Peningkatan biomassa udang secara periodik (Gambar 2) menunjukkan

peningkatan yang positif hingga akhir masa pemeliharaan. Liu et al. (2009)

melaporkan hal serupa dimana peningkatan biomassa udang yang dipelihara dengan

penambahan Bacillus subtilis E20 menunjukkan peningkatan yang positif hingga

akhir masa pemeliharaan. Namun, pemberian Bacillus subtilis pada konsentrasi 106

CFU Kg-1 tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada laju peningkatan

biomasa udang dibandingkan dengan perlakuan kontrol, sementara pada pada

konsentrasi 107 dan 108 CFU Kg-1laju pertambahan biomassa udang signifikan

lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan Bacillus subtilis pada konsentrasi

106 CFU Kg-1dan kontrol. Xie et al. (2019) melaporkan hal yang sama dimana

perlakuan dengan penambahan konsorsium Bacillus subtilis, Bacilus licheniformis,

dan Lactobacillus menghasilkan persentase biomassa udang Vaname sebesar 2052

- 2024%, dan signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dengan nilai

1893%.

Final body weight (FBW) udang Vaname dalam penelitian berkisar antara

19,91 – 22,83 g ind-1. Nilai tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil

penelitian Xie et al. (2019) dimana udang yang diberi konsorsium bakteri memiliki

nilai FBW sebesar 25,92 – 27,74 g ind-1dan signifikan lebih tinggi dibandingkan

dengan kontrol sebesar 23,96 g ind-1. Rasio konversi pakan (FCR) yang diperoleh

dalam penelitian ini bekisar antara 1,48 - 1,65 dan jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan hasil penelitian Xie et al. (2019) yang melaporkan bahwa udang yang diberi

konsorsium bakteri memiliki nilai FCR berkisar 1,01 – 1,10 dengan FCR kontrol

sebesar 1,24. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penerapan teknik

bioremediasi mampu memberikan pengaruh menguntungkan terhadap parameter

Page 99: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

89

pertumbuhan dan kualitas air (Wang et al. 2005). Hal ini diduga berkaitan dengan

kemampuan kelompok bakteri Bacillus dalam mensekresikan enzim pencernaan

yang bermanfaat bagi pertumbuhan udang. Ochoa-Solano dan Olmos-Soto (2006)

melaporkan bahwa genus Bacillus menghasilkan enzim yang mampu memecah

berbagai macam karbohidrat, lipid, dan protein menjadi unit-unit yang lebih kecil

serta menghasilkan substansi antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan

patogen dan mampu memberikan efek menguntungkan bagi kualitas air

pemeliharaan organisme akuatik. Pertumbuhan udang yang baik akan memberikan

pengaruh positif bagi kesehatan dan kelangsungan hidup. Sementara itu, Talpur et

al. (2013) melaporkan bahwa penambahan Lactobacillus plantarum sebagai

probiotik memberikan pengaruh terhadap kenaikan aktivitas enzim amilase dan

protease udang. Xie et al. (2019) menyatakan bahwa peningkatan aktivitas kedua

jenis enzim ini akan secara langsung meningkatkan proses kecernaan nutrien seperti

karbohidrat dan protein dalam pakan yang akan berkontribusi dalam mendukung

pertumbuhan udang dan dapat menekan rasio FCR selama masa produksi. Kisaran

suhu selama pemeliharaan mencapai 24,1-28,5oC, diduga juga memberikan

pengaruh terhadap pertumbuhan udang Vaname. Suhu optimal untuk pertumbuhan

udang Vaname di tambak berkisar anatara 28-32oC (WWF 2014). Wyban et al.

(1995) dalam risetnya menyebutkan bahwa pertumbuhan dan feeding rate udang

mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan suhu lingkungan. Sementara

itu, Hostins et al. (2015) melaporkan bahwa suhu memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan Farfantepenaeus

brasiliensis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa udang yang dipelihara pada

fase nursery dengan suhu dibawah 27oC memiliki pertumbuhan yang lebih lambat

dibandingkan udang yang dipelihara pada suhu 30oC dan 33oC. Suhu memberikan

pengaruh secara langsung terhadap laju metabolisme mahluk hidup dan pada

akhirnya akan memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan. Besaran suhu

yang kurang optimal dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja metabolisme

organisme akuatik (Tian et al. 2004; Wyban et al. 1995).

Performa pertumbuhan udang Vaname dalam penelitian ini secara

keseluruhan (biomassa akhir, ADG, FCR dan FBW) relatif jauh lebih rendah

dibandingkan dengan beberapa penelitian yang telah ada. Hal ini diduga disebabkan

Page 100: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

90

oleh kinerja bakteri yang belum optimal dalam mendukung pertumbuhan. Kurang

optimalnya kinerja bakteri tersebut dapat dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi

bakteri yang diberikan yang akan mempengaruhi secara langsung besarnya level

enzim pencernaan yang mampu disekresikan untuk membantu dalam mencerna

pakan yang masuk (Ziaei-Nejad et al. 2006; Liu et al 2009). Hal ini didukung oleh

hasil penelitian Liu et al. (2009) yang menyebutkan dimana pemberian Bacillus

subtilis E20 pada konsentrasi 106 dan 107 CFU Kg-1 tidak menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan pada aktivitas enzim saluran pencernaan dan

hepatopankreas yang turut mempengaruhi performa pertumbuhan seperti biomassa

panen, persentase kenaikan biomassa (weight gain) dan nilai FCR yang juga

menunjukkan hasil yang tidak signifikan dibandingkan dengan kontrol tanpa

pemberian bakteri. Selain itu, kemampuan bakteri dalam mengkolonisasi saluran

pencernaan udang diduga menentukan seberapa lama bakteri dapat bertahan dan

bekerja untuk mensekresikan enzim pencernaan untuk mendukung pertumbuhan

udang (Verschuere et al. 2000; Febrianti et al. 2016).

Tingkat keasaman air berada pada pada kisaran 6,38-7,92, namun jika dilihat

secara umum (Gambar 2) nilai pH berada nilai ini masih berada pada kisaran

ditetapkan oleh SNI 8008-2014 yaitu sebesar 7,5-8,5 dan masih termasuk optimal

untuk pertumbuhan udang (BSN 2014). Peningkatan kadar amonium dalam

penelitian ini mulai ditemukan setelah 40 hari masa pemeliharaan. Peningkatan ini

diduga disebabkan oleh akumulasi limbah nitrogen yang berasal dari sisa pakan

maupun sisa metabolisme udang yang diindikasikan oleh besarnya jumlah

konsumsi pakan, rendahnya nilai efisiensi pakan (Tabel 2) dan peningkatan

biomassa udang hingga akhir masa pemeliharaan (Gambar 1). Level amoniak

selama masa pemeliharaan masih berada pada level aman yang dipersyaratkan

dalam panduan Standar Nasional Indonesia (SNI) Produksi Udang Vaname Intensif

ditambak Lining No 8008 (BSN 2014) yakni masih dibawah 0,1 mg L-1. Yang et

al. (2011) melaporkan bahwa jenis Bacillus subtilis memiliki kemampuan untuk

memanfaatkan amonium dan sumber karbon untuk menjalankan proses asimilasi

dan denitrifikasi. Laju konversi amonium dalam percobaan in vitro menggunakan

medium dengan penambahan asetat dapat mencapai 58%. Beberapa penelitian

lainnya juga menyebutkan bahwa proses mineralisasi limbah nitrogen organik

Page 101: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

91

melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi dapat membantu meningkatkan kualitas

air melalui penurunan konsentrasi amoniak dan nitrit oleh mikroba dari genus

Bacillus (Nimrat et al. 2012; Xie et al 2013; Zokaeifar et al. 2012).

Sementara itu, konsentrasi nitrit selama masa pemeliharaan terdeteksi cukup

besar (1,01-3,21 mg L-1) dan melebihi ambang batas yang dipersyaratkan yaitu

maksium 1 mg L-1. Tingginya konsentrasi nitrit pada media pemeliharaan udang,

diduga disebabkan oleh belum optimalnya kerja konsorsium dari tiga jenis bakteri

dalam memetabolisme limbah nitrogen dalam perairan. Tingginya salinitas media

pemeliharaan udang Vaname dalam penelitian ini (lebih dari 15 ppt) dengan pH

6,38-7,92 diduga menghambat laju degradasi nitrit selama masa pemeliharaan

sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi nitrit yang cukup tinggi dalam media

pemeliharaan besar (1,01-3,21 mg L-1). Jeong et al. (2018) menyebutkan bahwa

efisiensi nitrifikasi sangat tergantung dari beberapa faktor eksternal seperti

temperatur, pH, DO, konsentrasi garam dan keberadaan komponen inhibitor. Song

et al. (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa kemampuan bakteri dari

golongan Bacillus dalam mendegradasi nitrit sangat dipengaruhi oleh pH, salinitas,

dan suhu. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kecepatan degradasi nitrit ketiga

bakteri uji yaitu Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Bacillus coagulans terbaik

berada pada salinitas 0-15 ppt dengan pH 5-7 dan suhu 25-30oC. Kecepatan

degradasi nitrit ini menurun secara gradual dengan adanya peningkatan salinitas

diatas 15 ppt, peningkatan pH diatas 7, dan suhu diatas 30oC. Penurunan kecepatan

degradasi nitrit ini bahkan dapat mendekati 0% jika ketiga faktor tersebut berada

jauh diluar kisaran optimal. Kondisi yang kurang optimal ini diduga akan

mempengaruhi kemampuan kelompok Bacillus dalam memproduksi berbagai

enzim ekstraselular dan peptida antimikroba yang bermanfaat dalam meningkatkan

kualitas air pemeliharaan (Kuebutornye et al. 2019). Hal ini diperkuat oleh hasil

penelitian skala laboratorium Song et al. (2011) yang menyatakan bahwa akumulasi

nitrit pada konsentrasi lebih dari 20 mg L-1 dapat menghambat aktivitas

denitrifikasi, dan diduga mekanismenya berkaitan dengan penghambatan ekspresi

gen denitrifikasi reduktase (Yu et al. 2005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan konsorsium bakteri

bioremediasi mampu mempertahankan tingkat kelangsungan hidup udang Vaname

Page 102: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

92

berkisar 54,99-66,86 %. Xie et al (2019) menyebutkan bahwa penambahan

konsorsium bakteri Bacillus subtilis, Bacilus licheniformis, dan Lactobacillus pada

pemeliharaan udang Vaname selama 8 minggu mampu menghasilkan kelangsungan

hidup hingga 97,5 – 100%, dan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda

(p<0,05) dengan kontrol tanpa penambahan konsorsium bakteri. Sementara itu,

Chumpol et al. (2017) melaporkan bahwa pemanfaatan empat jenis probiotik

(Rhodobacter sphaeroides strains SS15, S3W10, TKW17; Afifella marina

STW181) terbukti mampu menghasilkan kelangsungan hidup udang Vaname

sebesar 73,12% atau mencapai 11 % lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan

tanpa pemberian konsorsium probiotik (63,37%) setelah diuji tantang dengan

AHPND-causing V. parahaemolyticus SR2 dan secara signifikan mampu

mengurangi konsentrasi NH4+, NO2, NO3 dan chemical oxygen demand (COD).

Dalam penelitian ini, tingkat kelangsungan hidup udang yang diperoleh masih

relatif rendah jika dibandingkan dengan penelitian Xie et al. (2019). Hal ini diduga

dipengaruhi oleh interaksi antar parameter kualitas air selama masa pemeliharaan

seperti nilai amoniak, nitrit dan suhu. Cheng et al. (2013) menyebutkan bahwa

kombinasi dari paparan amonia (0; 0,38 dan 1,49 mM) dan nitrit (0; 0,38 dan 1,49

mM) dapat memberikan efek sinergis pada udang dalam kaitannya dengan

peningkatan stres jika dibandingkan dengan paparan tunggal. Zhang et al. (2015)

melaporkan bahwa reactive oxygen species (ROS) dan laju apoptosis sel sangat

dipengaruhi oleh kombinasi paparan amoniak dan nitrit. Castaneda et al. (2019)

menyatakan bahwa dalam suatu sistem pemeliharaan organisme akuatik, kombinasi

eksposure antara amoniak, nitrit maupun nitrat dapat meningkatkan toksisitas

toksikan. Castaneda et al. (2019) melalui eksperimennya menyebutkan bahwa level

toksisitas nitrit dan TAN terhadap udang Vaname pada salinitas 3 g L-1 pada

paparan tunggal berturut-turut adalah 1,45 dan 0,53 mg L-1, sementara toksisitas ini

semakin meningkat dengan menurunnya kadar garam dalam air. Udang yang

terpapar nitrit dalam konsentrasi yang tinggi menyebabkan oksidasi hemosianin

menjadi methemosianin atau deoksihemosianin dan akhirnya menghambat

kemampuan hemosianin mengikat oksigen (Cheng dan Chen 2002). Selain itu,

peningkatan konsentrasi nitrit juga dapat menekan sistem kekebalan tubuh serta

Page 103: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

93

meningkatkan besaran kerusakan oksidatif sel dan kerentanan terhadap infeksi

patogen pada krustase (Romano dan Zeng 2013).

Kesimpulan

Aplikasi bakteri agen bioremediasi yang terdiri dari Thiobacillus spp.,

Bacillus sp., dan Lactobacillus spp dengan dosis sebesar 1-2 kg/Ha dan frekuensi

pemberian satu kali seminggu pada kolam pemeliharaan udang Vaname dapat

mempertahankan kualitas air tambak hingga hari ke-40 pemeliharaan. Laju

pertumbuhan harian udang dapat mencapai 0,27-0,32% hari-1, walaupun dari segi

kelangsungan hidup hanya memberikan hasil sekitar 54,99 sampai 66,86%.

Referensi

BSN [Badan Standardisasi Nasional]. 2014. Produksi udang vaname (Litopenaeus

vannamei) intensif ditambak lining. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Balakrishnan G, Peyail S, Ramachandran K, Theivasigamani A, Savji KA,

Chokkaiah M, Nataraj P. 2011. Growth of cultured white leg shrimp

Litopenaeus vannamei (Boone 1931) in different stocking density. Advances

in Applied Science Research 2 (3): 107-113.

Beller HR, Chain PSG, Letain TE, Chakicherla A, Larimer FW, Richardson PM,

Coleman MA, Wood AP, Kelly DP. 2006. The genome sequence of the

obligately chemolithoautotrophic, facultatively anaerobic bacterium

Thiobacillus denitrificans. J. Bacteriol. 188 (4): 1473–1488

Beller HR. 2005. Anaerobic, nitrate-dependent oxidation of U(IV) oxide minerals

by the chemolithoautotrophic bacterium Thiobacillus denitrificans. Appl.

Environ. Microbiol. 71 (4): 2170–2174.

Capua FD, Ahoranta SH, Papirio S, Lens PNL, Esposito G. 2016. Impacts of sulfur

source and temperature on sulfur-driven denitrification by pure and mixed

cultures of Thiobacillus. Process Biochemistry 51: 1576–1584.

Castaneda G.V., Frías-Espericuetab MG, Vanegas-Pérezc RC, Chavez-Sanchezd

MC, Paez-Osuna F. 2019. Toxicity of ammonia, nitrite and nitrate to

Litopenaeus vannamei juveniles in low-salinity water in single and ternary

exposure experiments and their environmental implications. Environmental

Toxicology and Pharmacology In Press.

Chen A, Zhou XF, Liua X, Zeng RJX, Zhou SG, He Z. 2019. Light-driven nitrous

oxide production via autotrophic denitrification by selfphotosensitized

Thiobacillus denitrificans. Environment International 127: 353-360.

Cheng SY and Chen JC. 2002. Study on the oxyhemocyanin, deoxyhemocyanin,

oxygen affinity and acid-base balance of Marsupenaeus japonicus following

exposure to combined elevated nitrite and nitrate. Aquatic Toxicology 61:

181–193.

Cheng SY, Shieh LW, Chen JC. 2013. Changes in hemolymph oxyhemocyanin,

acid–base balance, and electrolytes in Marsupenaeus japonicus under

Page 104: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

94

combined ammonia and nitrite stress. Aquatic Toxicology 130-131C: 132–

138.

Chumpol S, Kantachote D, Nitoda T, Kanzaki H. 2017. The roles of probiotic

purple nonsulfur bacteria to control water quality and prevent acute

hepatopancreatic necrosis disease (AHPND) for enhancement growth with

higher survival in white shrimp (Litopenaeus vannamei) during cultivation.

Aquaculture 473: 327-336.

Febrianti D, Yuhana M, Widanarni. 2016. Dietary Synbiotic Microcapsule

Influence the Immune Responses, Growth Performance and Microbial

Populations to White Spot Syndrome Virus in Pacific White Shrimp

(Litopenaeus vannamei). Journal of Fisheries and Aquatic Science 11 (1): 28-

42.

Hostin B, Braga A, Lopes D LA, Wasielesky W, Poersch LH. 2015. Effect of

temperature on nursery and compensatory growth of pink shrimp

Farfantepenaeus brasiliensis reared in a super-intensive biofloc system.

Aquaculture Engineering 66: 62-67.

Ige BA. 2013. Probiotics use in intensive fish farming. African Journal of

Microbiology Research 7 (22): 2701–2711.

Jeong D, Cho K, Lee CH. 2018. Effects of salinity on nitrification efficiency and

bacterial community structure in a nitrifying osmotic membrane bioreactor.

Process Biochemistry 73: 132–141.

Kuebutornye FKA, Abarike ED, Lu Y. 2019. A review on the application of

Bacillus as probiotics in aquaculture. Fish and Shellfish Immunology 87: 820–

828.

Lananan F, Hamid SHA, Din WNS, Ali N, Khatoon H, Jusoh A, Endut A. 2014.

Symbiotic bioremediation of aquaculture wastewater in reducing ammonia

and phosphorus utilizing Effective Microorganism (EM-1) and microalgae

(Chlorella sp.). International Biodeterioration & Biodegradation 95:127-

134.

Liu CH, Chiu CS, Ho PL, Wang SW. 2009. Improvement in the growth

performance of white shrimp, Litopenaeus vannamei, by a protease-

producing probiotic, Bacillus subtilis E20, from natto. Journal of Applied

Microbiology 107: 1031–1041.

Lu L, Tan H, Luo G, Liang W. 2012. The effects of Bacillus subtilis on nitrogen

recycling from aquaculture solid waste using heterotrophic nitrogen

assimilation in sequencing batch reactors. Bioresource Technology 124: 180–

185.

Ma CW, Cho YS, Oh KH. 2009. Removal of pathogenic bacteria and nitrogens by

Lactobacillus spp. JK-8 and JK-11. Aquaculture 287: 266–270.

Maeda, M., Shibata, A. , Biswas, G., Korenaga, H., Kono, T., Itami, T., Sakai, M.

2014. Isolation of lactic acid bacteria from kuruma shrimp (Marsupenaeus

japonicus) intestine and assessment of immunomodulatory role of a selected

strain as probiotic. Mar. Biotechnol. 16 (2): 181–192

Megharaj M, Venkateswarlu K, Simhapuri V. 2014. Bioremediation. Encyclopedia

of Toxicology. 1st Edition. Elsevier 485–489.

Nimrat S, Suksawat S, Boonthai T, Vuthiphandchai V. 2012. Potential Bacillus

probiotics enhance bacterial numbers, water quality and growth during early

Page 105: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

95

development of white shrimp (Litopenaeus vannamei). Vet. Microbiol. 159:

443–450

Nobrega RO, Corrêa CF, Mattioni B, Fracalossi DM. 2017. Dietary α-linolenic for

juvenile Nile tilapia at cold suboptimal temperature. Aquaculture 471: 66-71

Ochoa-Solano LJ, Olmos-Soto J. 2006. The functional property of Bacillus for

shrimp feeds. Food Microbiol. 23:519-525.

Oprime MEAG, Garcia-Jr O, Cardoso AA. 2001. Oxidation of H2S in acid solution

by Thiobacillus ferrooxidans and Thiobacillus thiooxidans. Process

Biochemistry 37: 111–114.

Pous N, Koch C, Colprim J, Puig S, Harnisch F. 2014. Extracellular electron

transfer of biocathodes: Revealing the potentials for nitrate and nitrite

reduction of denitrifying microbiomes dominated by Thiobacillus sp.

Electrochemistry Communications 49: 93–97.

Romano N and Zeng C. 2013. Toxic effects of ammonia, nitrite, and nitrate to

decapod crustaceans: a review on factors influencing their toxicity,

physiological consequences, and coping mechanisms. Reviews in Fisheries

Science 21(1):1–21.

Rossland E, Borge GIA, Langsrud T, Sorhaug T. 2003. Inhibition of Bacillus cereus

by strains of Lactobacillus and Lactococcus in milk. Int. J. Food Microbiol.

89, 205–212

Song ZF, An J, Fu GH, Yang XL. 2011. Isolation and characterization of an aerobic

denitrifying Bacillus sp. YX-6 from shrimp culture ponds. Aquaculture 319:

188–193.

Talpur AD, Ikhwanuddin M, Abdullah MDD, Bolong AMA. 2013. Indigenous

Lactobacillus plantarum as probiotic for larviculture of blue swimming crab,

Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758): Effects on survival, digestive enzyme

activities and water quality. Aquaculture 416–417: 173–178

Tian X, Dong S, Wang F, Wu L. 2004. The effects of temperature changes on the

oxygen consumption of juvenile Chinese shrimp Fenneropenaeus chinensis

Osbeck. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 310: 59-72.

Timmons MB, Lorsodo T. M. 1994. Aquaculture Water Reuse Systems:

Engineering Design and Management 1st Edition. New York, USA: Elsevier

science, 348pp.

Torrentó C, Cama J, Urmeneta J, Otero N, Soler A. 2010. Denitrification of

groundwater with pyrite and Thiobacillus denitrificans. Chemical Geology

278: 80–91.

Toth G, Nemestothy N, Belafi-Bako K, Vozik D, Bakony P. 2015. Degradation of

hydrogen sulfide by immobilized Thiobacillus thioparus in continuous

biotrickling reactor fed with synthetic gas mixture. International

Biodeterioration & Biodegradation 105: 185-191.

Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotic bacteria as

biological control agents in aquaculture. Microbiol and Molecular Biology

Reviews 64: 655-671.

Wang YB, Xu ZR, Xia MS. 2005. The effectiveness of commercial probiotics in

northern white shrimp Penaeus vannamei ponds. Fisheries Science 71: 1036–

1041.

Page 106: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

96

WWF [World Wildlife Fund]. 2014. Budidaya Udang Vannamei: Tambak Semi

Intensif dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Jakarta: WWF-

Indonesia.

Wu Y, Hu Z, Kerr PG, Yang L. 2011. A multi-level bioreactor to remove organic

matter and metals, together with its associated bacterial diversity.

Bioresource Technology 102:736-741.

Wyban J, Walsh WA, Godin DM. 1995. Temperature effects on growth, feeding

rate and feed conversion of the Pacific white shrimp (Penaeus vannamei).

Aquaculture 138 (1–4): 267-279.

Xie F, Zhu T, Zhang F, Zhou K, Zhao Y, Li Z. 2013. Using Bacillus

amyloliquefaciens for remediation of aquaculture water. SpringerPlus 2: 119

Xie JJ, Liu, QQ, Liao S, Fang HH, Yin P, Xie SW, Tian LX, Liu YJ, Niu J. 2019.

Effect of dietary mixed probiotics on growth, non-specific immunity,

intestinal morphology and microbiota of juvenile pacific white shrimp,

Litopenaeus vannamei. Fish and Shellfish Immunology 90: 456-465.

Yang XP, Wang SM, Zhang DW, Zhou LX. 2011. Isolation and nitrogen removal

characteristics of an aerobic heterotrophic nitrifying–denitrifying bacterium,

Bacillus subtilis A1. Bioresource Technology 102: 854–862.

Yousefian M, Amiri MS. 2009. A review of the use of prebiotic in aquaculture for

fish and shrimp. African Journal of Microbiology Research 8 (25): 7313-

7318.

Yu AR, Li Y, Yu JA. 2005. Denitrification of a newly isolated Bacillus strain W2

and its application in aquaculture. J. Microbiol. 25: 77–81.

Zhang Y, Ye C, Wang A, Zhu X, Chen C, Xian J, Sun Z. 2015. Isolated and

combined exposure to ammonia and nitrite in giant freshwater pawn

(Macrobrachium rosenbergii): effects on the oxidative stress, antioxidant

enzymatic activities and apoptosis in haemocytes. Ecotoxicology 24: 1601–

1610.

Ziaei-Nejad S, Rezaei MH, Takami GA, Lovett DL, Mirvaghefi AR, and Shakouri

M. 2006. The effect of Bacillus spp. bacteria used as probiotics on digestive

enzyme activity, survival and growth in the India white shrimp

Fenneropenaeus indicus. Aquaculture 252: 516–524.

Zokaeifar H, Balcazar JL, Saad CR, Kamarudin MS, Sijam K, Arshad A, Nejat N.

2012. Effects of Bacillus subtilis on the growth performance, digestive

enzymes, immune gene expression and disease resistance of white shrimp

Litopenaeus vannamei. Fish Shellfish Immunol. 33: 683-689.

Zumft WG. 1997. Cell biology and molecular basis of denitrification. Microbiol.

Mol. Biol. Rev. 61 (4): 533–616.

Page 107: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

97

Keterkaitan Suksesi Fitoplankton dengan Kualitas Air di Danau

Garden House, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara

Sisi Meisiana*, Niken Tunjung Murti Pratiwi, Inna Puspa Ayu

1Department Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor. Jl. Agatis, Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

*email: [email protected]

Abstrak

Danau Garden House adalah danau hias yang menerima kandungan organik tinggi

dari perumahan Cluster Garden House, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, yang

berpotensi menjadi nutrisi bagi fitoplankton. Dinamika kualitas air dapat

mempengaruhi suksesi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

suksesi fitoplankton dan kualitas air di danau hias Garden House. Penelitian ini

dilakukan dari Juli 2017 hingga Juni 2018. Suksesi fitoplankton dihitung dengan

Summed Difference Index (SDI), Indeks biologi, dan Similarity Index (SIMI).

Suksesi fitoplankton diilustrasikan oleh grafik suksesi Frontier. Hubungan antara

fitoplankton dan kualitas air dianalisis dengan Analisis Komponen Utama (PCA)

dan uji Korelasi Pearson. Musim kemarau menunjukkan fitoplankton berada di

Stadia 1, 2, dan 3, sedangkan pada musim hujan pada Stadia 3. Nilai laju suksesi

berkisar antara 0,006-0,038 dengan nilai SIMI berkisar antara 0,43-0,99.

Fitoplankton berkorelasi dengan konduktivitas, pH, salinitas, amonia, nitrat, nitrit,

dan ortofosfat, dan berkorelasi dengan kelas zooplankton Protozoa dan Crustacea.

Kata kunci : bahan organik, fitoplankton, kualitas air, nutrien, suksesi

Pendahuluan

Danau Garden House merupakan perairan buatan yang terletak di Perumahan

Bukit Golf Mediterania, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Danau Garden House

memiliki kedalaman rata-rata sekitar 0,7 m dan luas 11 615 m2 (Meidwilestari,

2017). Danau Garden House berfungsi sebagai pengatur hidrologi dan menjadi

bagian landscape yang menjadi daya tarik keindahan kompleks perumahan.

Perairan ini memiliki polder system yang berfungsi dalam pemantauan ketinggian

air dan sebagai pengendali banjir. Perairan ini memiliki sewage treatment plant

(STP) yang berfungsi sebagai instalasi pengelolaan air limbah untuk perumahan di

sekitar perairan.

Danau Garden House mendapatkan masukan air dari hasil kegiatan

antropogenik seperti limbah rumah tangga. Limbah tersebut mengandung bahan

organik yang berpotensi menjadi nutrien, yang kemudian dimanfaatkan oleh

Page 108: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

98

fitoplankton (Tilman et al., 1982). Bahan organik dan nutrrien merupakan faktor

yang dapat mempengaruhi dinamika fitoplankton dan kualitas air.

Perubahan komposisi fitoplankton akibat kondisi fisika, kimia, dan biologi

perairan yang berubah, dinamakan sebagai suksesi fitoplankton (Pratiwi, 2010).

Hal ini didukung oleh William dan Lewis (1978) yang menyatakan bahwa suksesi

merupakan perubahan kelimpahan relatif spesies dalam suatu komunitas yang

terjadi episodik. Keberadaan fitoplankton dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya yaitu suhu, pH, cahaya, dan nutrien (Khan, 2003) serta pemangasaan

oleh zooplankton dan ikan planktivor. Tujuan dari penelitian ini adalah

menganalisis keterkaitan antara laju suksesi fitoplankton dengan kualitas air pada

musim yang berbeda di Danau Garden House, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Metode Penelitian

Pengambilan contoh dilaksanakan pada bulan Juli 2017-Juni 2018 di Danau

Garden House, Bukit Golf Mediterania, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara (Gambar

1). Pengambilan contoh dilakukan dengan metode purposive sampling berdasarkan

keberadaan sewage treatment plant (STP) pada lima stasiun pengambilan contoh.

Stasiun pengambilan contoh tersebut dianggap dapat mewakili area perairan dan

menggambarkan kondisi Danau Garden House .

Gambar 1. Lokasi pengambilan contoh di Danau Garden House, Pantai Indah

Kapuk, Jakarta Utara

Pengumpulan data dilakukan selama satu tahun dengan interval waktu satu

bulan dari bulan Juli 2017-Juni 2018. Data yang dikumpulkan berupa data primer

dan data sekunder. Data primer meliputi data kualitas air dan plankton, yang

Page 109: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

99

diperoleh dari pengukuran di lapang dan hasil analisis laboratorium. Data sekunder

berupa data curah hujan yang diunduh dari http://dataonline.bmkg.go.id.data

Stasiun Maritim Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Pengambilan contoh air dilakukan menggunakan alat Van Dorn Water

Sampler (volume 5 L) dan air contoh disimpan dalam botol polyetilen 1 L yang

disimpan dalam coolbox untuk keperluan analisis kualitas air di laboratorium.

Pengambilan contoh plankton dilakukan dengan cara menyaring 20 L air

permukaan danau menggunakan plankton net dengan mesh size 20 μm. Contoh air

yang telah disaring, ditempatkan ke dalam botol polyethylen dan kemudian.

diawetkan dengan larutan Lugol 1% hingga berwarna kecoklatan (APHA, 2012)

untuk keperluan analisis di laboratorium. Parameter, metode analisis, dan alat ukur

kualitas air disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Metode analisis kualitas air (APHA 2012)

Parameter Satuan Metode/alat ukur

A. BIOLOGI

Fitoplankton* sel/m3 Pencacahan/SRC (Sedgewick Rafter Counting

Chamber)

Zooplankton* ind/m3 Pencacahan/SRC (Sedgewick Rafter Counting

Chamber)

B. FISIKA

Kedalaman** m Tali berskala

Suhu** °C SCT meter (Salinity, Conductivity, dan

Temperature)

Kecerahan** cm Secchi disk

Konduktivitas** µmHos/cm SCT meter (Salinity, Conductivity, dan

Temperature)

C. KIMIA

pH** - pH meter

Salinitas** ppt SCT meter (Salinity, Conductivity, dan

Temperature)

DO** mg/L DO meter

Amonia (NH3-

N)* mg/L Phenate/ Spektofotometer

Nitrit (NO2-N)* mg/L Indophenol/ Spektofotometer

Nitrat (NO3-N)* mg/L Brucine/ Spektofotometer

Ortofosfat (PO4-

P)* mg/L Molybdate Ascorbic Acid/ Spektrofotometer

Keterangan * = Laboratorium

** = In Situ

Page 110: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

100

Analisis parameter fisika dan kimia dilakukan di Laboratorium Fisika Kimia

Perairan dan identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro 1,

Divisi Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor. Perhitungan kelimpahan plankton menggunakan alat Sedgewick Rafter

Counting Chambers (SRC) yang diamati dengan mikroskop majemuk model

Olympus CH-2.

Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) dihitung per jenis dengan penyapuan

sebanyak 15 strip pada chamber (metode strip). Kelimpahan zooplankton (ind/m3)

dihitung per jenis dengan penyapuan seluruh strip yang ada pada chamber (metode

sensus). Perhitungan kelimpahan plankton menggunakan persamaan sebagai

berikut (APHA, 2012):

N = n × Asrc

Aa

× Vt

Vsrc

× 1

Vd

Keterangan = N: kelimpahan fitoplankton (sel/m3) dan zooplankton (ind/m3), n:

organisme yang teramati (sel atau ind), Vd: volume air yang disaring (L), Vt: volume

air yang tersaring (L), Vsrc: volume SRC (1 mL), Asrc: luas penampang SRC (mm2),

Aa: luas amatan (mm2)

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pra analisis

dengan indeks Canberra (Krebs, 1999) untuk pengelompokan stasiun berdasarkan

data kualitas air dan analisis suksesi. Analisis suksesi dilakukan dengan grafik

suksesi Frontier, melalui penyajian nilai persen kelimpahan fitoplankton pada

grafik suksesi Frontier (Frontier, 1985). Grafik suksesi frontier berkaitan dengan

indeks keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan dominansi (C) dari

fitoplankton (Krebs, 1999). Summed difference index (SDI) digunakan untuk

mendapatkan nilai laju suksesi antar waktu pengamatan (William & Lewis, 1978).

Stander similarity index (SIMI) digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan

fitoplankton antar waktu pengamatan. Keterkaitan antara suksesi fitoplankton

dengan kualitas air (fisika, kimia, dan zooplankton) dilihat dari Analisis Komponen

Utama (AKU) dan uji korelasi Pearson (Walpole, 1993) antara kelimpahan

fitoplankton dengan kualitas air.

Page 111: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

101

Hasil dan Pembahasan

Danau Garden House yang berada di dalam kawasan Bukit Golf

Mediterania, Pantai Indah Kapuk menerima masukan dan limpasan air dari hasil

kegiatan antropogenik. Limbah bahan organik tersebut didekomposisi oleh bakteri

heterotrof untuk menjadi nutrien anorganik. Perubahan bahan organik menjadi

nutrien membutuhkan oksigen untuk proses dekomposisi. Nutrien tersebut

kemudian dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk tumbuh. Penelitian ini dilakukan

pada bulan Juli 2017 sampai Juni 2018. Berdasarkan data curah hujan BMKG,

dalam periode satu tahun penelitian terdapat dua musim, yaitu musim kemarau dan

musim hujan. Musim kemarau terjadi pada Juli 2017-Januari 2018 dan Mei-Juni

2018, sedangkan musim hujan terjadi pada Februari 2018-April 2018.

Kelimpahan rata-rata fitoplankton dan jumlah jenis fitoplankton cenderung

berfluktuasi selama dua belas bulan pengamatan. Kelimpahan rata-rata

fitoplankton tertinggi terdapat pada bulan Agustus 2017 dan terendah terdapat pada

bulan Februari 2018. Jumlah jenis tertinggi terdapat pada bulan Juli-November

2017 sebanyak 31 jenis, dan terendah pada bulan Maret sebanyak 27 jenis.

Komposisi kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada kelompok

Cyanophyceae, sedangkan komposisi jenis fitoplankton tertinggi terdapat pada

kelompok Chlorophyceae.

Kelimpahan Cyanophyceae yang tinggi pada perairan dapat mengindikasikan

bahwa perairan tersebut eutrofik (Wang et al., 2013). Kelompok Cyanophyceae

merupakan jenis fitoplankton yang toleran dan dapat ditemukan di perairan yang

terpolusi bahan organik. Sesuai dengan penelitian Pangesti (2017) menyatakan

bahwa Danau Garden House memiliki tingkat kesuburan eutrofik. Selain itu,

kelompok Cyanophyceae melimpah di danau yang bersalinitas (Afonina et al.,

2017). Salinitas perairan pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan pada

musim hujan. Hal ini menyebabkan kelompok Cyanophyceae lebih melimpah

terjadi pada musim kemarau dibandingkan dengan musim hujan.

Kelimpahan rata-rata zooplankton tertinggi terdapat pada bulan Mei 2018 dan

terendah terdapat pada bulan Februari 2018. Jumlah jenis tertinggi sebanyak

sembilan jenis pada beberapa bulan pengamatan. Komposisi kelimpahan

zooplankton (%) dan komposisi jenis zooplankton (%) memiliki persentase yang

Page 112: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

102

berbeda selama pengamatan. Komposisi kelimpahan dan komposisi jenis tertinggi

terdapat pada kelompok Rotifera.

Tabel 2 Komposisi kelimpahan dan jumlah jenis Plankton di Danau Garden

House

Musim Kemarau 1 Hujan Musim Kemarau 2

Kelimpah

an

(sel/L atau

ind/L)

Jumla

h

Jenis

Kelimpah

an

(sel/L atau

ind/L)

Jumla

h

Jenis

Kelimpah

an

(sel/L atau

ind/L)

Jumlah

Jenis

Euglenophyc

eae

688.445-

79.189.37

8

3 849.834-

2.803.501

3 1.336.712-

39.229.60

1

3

Cryptophyce

ae

320.001-

919.401

1 256.001-

1.018.267

1 308.267-

333.067

1

Cyanophycea

e

39.582.00

1-

456.564.6

45

6-7 39.207.73

4-

156.469.9

51

6 43.783.95

6-

176.544.7

12

6

Bacillariophy

ceae

2.359.925-

75.009.79

2

6-9 18.899.41

7-

87.073.75

6

6 29.193.20

1-

42.180.17

9

6

Chlorophyce

ae

1.215.683-

10.088.20

1

12-14 1.967.012-

7.315.022

11-14 9.694.110-

12.961.06

3

11-14

Protozoa 14.170-

59.600

2-4 7580-

73763

3-4 76.450-

185.717

3-4

Crustacea 650-2.800 1-2 0-2.000 0-2 3.400-

10.500

1

Rotifera 26.540-

1.064.695

2-5 18.994-

124.920

3-4 487.230-

1.735.467

3-4

Pra analisis dengan menggunakan indeks Canberra menunjukkan bahwa tidak

ada zonasi secara spasial pada perairan tersebut berdasarkan data kualitas air. Grafik

suksesi Frontier dibuat berdasarkan musim yang berbeda. Grafik suksesi Frontier

dibuat dengan memplotkan ranking jenis dan persen kelimpahan. Terdapat tiga

Stadia suksesi pada Danau Garden House (Gambar 2).

Page 113: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

103

Gambar 2. Grafik suksesi fitoplankton di Danau Garden House (a) musim

kemarau (b) musim hujan

Pola suksesi yang terjadi pada musim kemarau adalah Stadia 1, Stadia 2, dan

Stadia 3. Stadia 1 menggambarkan bahwa kondisi komunitas dalam keadaan tidak

stabil, dan dalam kondisi tertekan. Stadia 2 yang terjadi bulan Mei menggambarkan

kondisi komunitas yang stabil, produktivitas biologis yang tinggi, dan kompetisi

antar jenis rendah. Stadia 3 terjadi di peralihan antara musim kemarau dan musim

hujan. Suksesi fitoplankton pada musim hujan adalah Stadia 3. Stadia 3

menggambarkan bahwa produktivitas biologis menurun, kondisi kurang stabil, dan

kompetisi antarjenis sedang.

Tabel 3 Indeks diversitas biologi fitoplankton di Danau Garden House pada

musim yang berbeda

Musim Kemarau 1 Hujan Kemarau 2

H' 1,11-1,81 1,35-1,49 1,32-2,17

E 0,12-0,53 0,40-0,45 0,40-0,64

C 0,24-0,86 0,32-0,38 0,15-0,43

Nilai indeks diversitas pada kedua musim menunjukan nilai keanekaragaman

(H’) fitoplankton yang rendah, keseragaman sedang, dan tidak ada jenis yang

mendominansi. Nilai keanekaragaman yang rendah menggambarkan kondisi

komunitas tidak stabil, struktur komunitas rendah (Badsi, 2012). Nilai indeks

Page 114: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

104

keseragaman yang kecil atau mendekati nol menunjukkan semakin kecil pula

keseragaman populasi fitoplankton, artinya penyebaran jumlah individu setiap

spesies tidak sama dan cenderung suatu spesies tertentu mendominasi populasi

tersebut (Fachrul et al., 2016). Hal itu diduga disebabkan oleh kondisi kualitas air

yang tidak baik atau telah mengalami eutrofikasi, sehingga hanya jenis-jenis

fitoplankton yang toleran terhadap pencemaran yang dapat hidup di perairan

tersebut (Soedibjo, 2006).

Perubahan Stadia 1 dan Stadia 3 pada grafik suksesi musim kemarau

memperlihatkan perbedaan keragaman, diversitas, dan produktivitas dari

fitoplankton. Hal tersebut dapat dilihat dari laju suksesi bulan Agustus-Oktober

dan April-Juni yang memiliki nilai laju suksesi lebih dari 0,031 dengan kelimpahan

yang mendominansi pada kelompok Euglenophyceae. Sementara, perubahan

Stadia 1 ke Stadia 3 pada musim kemarau ke musim hujan tidak terlalu

memperlihatkan perbedaan keragaman, diversitas, dan produktivitas dari

fitoplankton. Hal tersebut digambarkan melalui nilai laju suksesi yang berkisar

0,006-0,031 dengan jenis yang mendominansi pada setiap kelas sama pada setiap

bulannya.

Laju suksesi dapat dikaitkan dengan nilai similaritas (SIMI) (Gambar 3). Laju

suksesi yang rendah pada bulan Desember-Januari dan Maret-April menandakan

terjadi gerak atau perubahan antara tn dan tn+1 tidak terlalu besar dengan tingkat

similaritas yang tinggi. Sebaliknya, laju suksesi tertinggi pada bulan September-

Oktober dengan nilai similaritas yang rendah menggambarkan terjadi gerak atau

perubahan antara tn dan tn+1 yang besar.

Terlihat pada grafik ketika laju suksesi pada saat tn dan tn+1 minimum, maka

nilai kesamaan keberadaan fitoplankton antar kedua waktu tinggi mendekati 1.

SIMI yang mendekati 1 menunjukkan bahwa tingkat similaritas keberadaan

fitoplankton antarkedua waktu dalam keadaan maksimum. Jika dilihat dari

kelimpahan dan jumlah jenis fitoplankton yang ditemukan pada tn dan tn+1 pada

musim kemarau dan musim hujan, nilainya tidak terlalu berbeda.

Page 115: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

105

Gambar 3 Laju suksesi fitoplankton dan SIMI Danau Garden House

Karakteristik fisika-kimia Danau Garden House mengalami fluktuasi pada

musim hujan dan musim kemarau (Tabel 2). Kedalaman dan kecerahan rata-rata

Danau Garden House kurang dari satu meter. Nilai kedalaman rata-rata musim

kemarau 0,53 m dan nilai kecerahan rata-rata 0,45 m. Nilai kedalaman rata-rata

musim hujan 0,55 m dan nilai kecerahan rata-rata 0,46 m. Kekeruhan rata-rata

perairan pada musim kemarau sebesar 45 NTU dan 43 NTU pada musim hujan.

Tabel 4 Karakteristik fisika kimia perairan Danau Garden House

Bulan Kedalaman Kecerahan Suhu Konduktivitas Kekeruhan pH Salinitas

cm % oC µS/cm NTU - ppt

Jul-17 57±2,25 75±11,82 28±0,32 1291±171 17±10,73 7±0,23 0,62±0,08

Agu-17 51±1,53 38±2,17 29±0,44 1368±43 66±18,10 7±0,48 0,62±0,02

Sep-17 46±1,56 48±2,77 29±0,67 2850±141 41±18,88 8±0,09 1,36±0,11

Okt-17 67±0,93 34±3,05 30±0,50 3344±144 42±8,43 8±0,04 1,55±0,05

Nov-17 55±1,24 42±4,15 29±0,40 2546±136 40±8,18 8±0,08 1,22±0,07

Des-17 57±0,83 41±1,67 28±0,26 1663±14 50±16,80 8±0,05 0,80±0,00

Jan-18 51±1,20 50±6,47 27±0,40 1488±69 49±7,03 8±0,06 0,76±0,05

Feb-18 61±2,07 50±1,79 28±0,38 1810±351 26±4,96 8±0,06 0,92±0,18

Mar-18 53±1,49 42±6,35 29±0,47 1287±90 45±18,66 8±0,05 0,64±0,05

Apr-18 52±1,02 37±4,76 29±0,82 1412±158 60±22,71 7±0,14 0,70±0,10

Mei-18 52±0,89 41±5,76 29±0,26 1365±32 53±26,30 8±0,07 0,70±0,00

Jun-18 46±0,93 42±4,04 30±0,60 2824±237 54±13,58 7±0,27 1,36±0,13

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

0,000

0,005

0,010

0,015

0,020

0,025

0,030

0,035

0,040

SIM

I

La

ju S

uk

sesi

Bulan

Laju Suksesi SIMI

Page 116: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

106

Suhu perairan rata-rata pada musim kemarau dan hujan memiliki nilai yang

hampir sama berkisar 27-30°C. Nilai pH pada musim kemarau sebesar 7,6 dan 7,5

pada musim hujan. Suhu dan pH merupakan faktor penting untuk pertumbuhan

fitoplankton. Suhu optimal untuk pertumbuhan fitoplankton air tawar yaitu berkisar

pada suhu 25°-30°C, Bacillariophyceae tumbuh baik pada kisaran suhu 30°-35°C

dan Chlorophyceae 20°-30°C (Marre, 1962). Fitoplankton dapat hidup dalam suatu

perairan yang memiliki nilai pH yang netral dengan kisaran antara asam lemah

sampai basa lemah (Arizuna et al., 2014). Nilai pH optimal untuk pertumbuhan

fitoplankton berkisar 6,5-8,5 (Odum 1983). Fitoplankton kelompok Cryptophyceae

dan Bacillariophyceae berkorelasi negatif dengan pH. Fitoplankton kelompok

Cyanophyceae biasanya lebih toleran terhadap pH netral sampai dengan basa yang

berkisar 6-9 (Bold & Wyne, 1985).

Konduktivitas dan salinitas menggambarakan ketersedian mineral dan ion

dalam perairan (Boyd, 1990). Nilai konduktivitas rata-rata pada musim kemarau

lebih besar daripada musim hujan. Nilai daya hantar listrik (DHL) rata-rata pada

musim kemarau sebesar 2082 µmHos/cm dan 1503 µmHos/cm pada musim hujan.

Nilai salinitas rata-rata pada musim kemarau sebesar 0,99 ppt dan 0,75 ppt pada

musim hujan.

Ketersediaan mineral dan ion merupakan faktor utama yang secara langsung

maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton dan zooplankton

pada suatu perairan (Afonina et al., 2017). Hal tersebut, ditandai dengan hubungan

korelasi dengan fitoplankton kelas Bacillariophyceae dan dengan zooplankton

kelompok Rotifera (Tabel 4).

Amonia, nitrat, nitrit, dan ortofosfat merupakan nutrien yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan fitoplankton. Konsentrasi nutrien rata-rata pada musim

kemarau lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan (Gambar 11). Konsentrasi

nitrat rata-rata pada musim kemarau sebesar 0,68 mg/L dan nitrit rata-rata 0,37

mg/L pada musim hujan. Konsentrasi ortofosfat rata-rata pada musim kemarau

sebesar 0,75 mg/L dan 0,30 mg/L pada musim hujan. Konsentrasi amonium rata-

rata pada musim kemarau sebesar 3,84 mg/L dan 2,45 mg/L pada musim hujan.

Rasio N:P yang diperoleh selama waktu penelitian bervariasi, berkisar antara

3,9-110,5 dengan nilai rata-rata 45,2. Rasio N:P rata-rata pada musim hujan lebih

Page 117: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

107

tinggi yaitu sebesar 55,25 dan 41,8 pada musim kemarau. Berdasarkan perhitungan,

rasio N:P >7 bahwa unsur hara yang berpotensi menjadi faktor pembatas adalah P

(Ryding dan Rast 1989) pada Danau Garden House.

Gambar 4. Karakteristik nutrien (amonium, nitrat, nitrit dan ortofosfat) Danau

Garden House

Berdasarkan uji korelasi, nutrien dengan kelompok fitoplankton

menunjukkan korelasi negatif. Korelasi yang demikian menunjukkan adanya

penggunaan zat hara oleh fitoplankton dalam jumlah yang cukup besar (Amelia et

al., 2012 dalam Ismunarti, 2013). Hal tersebut diduga karena ketersediaan nutrien

yang selalu ada yang disebabkan karena seringnya bahan organik yang masuk ke

dalam perairan.

Plot nilai rata-rata kelimpahan fitoplankton, zooplankton dan kualitas air pada

musim kemarau menggambarkan terdapat 3 komponen yang paling signifikan.

Komponen 1 merupakan persentase terbesar pertama dari ragam total meliputi

interaksi antara ortofosfat dengan zooplankton. Komponen 2 merupakan

persentase terbesar kedua dari ragam total yang terdiri dari Cryptophyceae dan pH.

Komponen 3 merupakan persentase terbesar ketiga dari ragam total meliputi

interaksi antara konduktivitas dan salinitas.

Page 118: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

108

Gambar 5. Komponen kelimpahan fitoplankton dan kualitas air musim kemarau

Danau Garden House

Sementara itu, plot nilai rata-rata kelimpahan fitoplankton, zooplankton dan

kualitas air pada musim hujan menggambarkan terdapat 2 komponen yang

signifikan. Komponen 1 merupakan persentase terbesar pertama dari ragam total

yang terdiri dari suhu, amonium, konduktivitas, salinitas, dan fitoplankton,

zooplankton. Komponen 2 merupakan persentase terbesar kedua dari ragam total

yang terdiri dari pH, nitrit, fitoplankton (kelompok Chlorophyceae), dan

zooplankton (Crustacea).

Gambar 6. Komponen kelimpahan fitoplankton dan kualitas air pada musim hujan

Danau Garden House

Fitoplankton di Danau Garden House dipengaruhi oleh pH, salinitas,

konduktivitas, amonium, nitrat, nitrit dan ortofosfat serta zooplankton (P<0,15)

Page 119: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

109

(Tabel 4). Secara umum, fitoplankton di Danau Garden House berkorelasi kuat

negatif pada musim kemarau dan berkorelasi sangat kuat pada musim hujan dengan

parameter yang berkorelasi yaitu pH, nitrit, dan ortofosfat. Hal tersebut diduga

pada musim hujan terjadi pengenceran pada air Danau.

Tabel 5 Hasil uji korelasi antara kelimpahan fitoplankton dan kualitas air (a),

zooplankton dan fitoplankton (b) di Danau Garden House

(a) kelimpahan fitoplankton dan kualitas air

Parame

ter

Cryptophycea

e Cyanophyceae

Bacillariophyc

eae

Chlorophycea

e

Kemar

au

Huj

an

Kemar

au

Huj

an

Kemar

au

Huj

an

Kemar

au

Huj

an

DHL - - - - -0,586 - - -

pH

-

-

0,97

1

- -

-0,626

- - -

Salinita

s - - - -

-0,595 - - -

NH4 -0,677 - - - - - - -

NO3-N - - -0,523 - - - -0,727 -

NO2-N - - - - - -

-0,598 0,99

5

PO4-P

- - - - -

-

0,98

9

0,578

-

(b) zooplankton dan fitoplankton

Parameter Protozoa Crustacea

Kemarau Hujan Kemarau Hujan

Cryptophyceae -0,566 - - -

Cyanophyceae - - - -

Bacillariophyceae - - - -

Chlorophyceae 0,619 - 0,713 -

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa komunitas yang

terdapat pada Danau Garden House dalam keadaan tidak stabil. Hal tersebut diduga

karena ekosistem yang berubah yang disebabkan oleh perubahan kualitas air.

Perairan berada pada kondisi eutrofik, sehingga hanya jenis fitoplankton yang

toleran saja yang dapat hidup seperti kelompok Cyanophyceae. Suksesi

fitoplankton yang didominasi oleh kelonpok Cyanophyceae dapat bersifat racun

dan tidak dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan karena memiliki lendir. Kondisi

Page 120: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

110

ekosistem tersebut dapat dipulihkan melalui pengendalian masukan limbah dengan

pengoptimalan penggunaan STP dan penataan pipa air yang masuk secara langsung

tanpa melalui STP. Air limbah yang masuk ke perairan harus sesuai dengan baku

mutu perairan kelas II untuk rekreasi.

Kesimpulan

Pola suksesi fitoplankton di Danau Garden House berada pada Stadia 1, 2,

dan 3 pada musim kemarau, serta Stadia 3 pada musim hujan. Stadia 1, Stadia 2 dan

3 digambarkan dengan nilai diversitas berturut-turut antara 0,43-1,81, 2,17, dan

1,35-1,49 dengan nilai keseragaman sedang pada setiap stadia. Nilai laju suksesi

fitoplankton di Danau Garden House yaitu berkisar antara 0,006-0,038. Suksesi

fitoplankton memiliki korelasi kuat dengan pH, salinitas, konduktivitas, amonium,

nitrat, nitrit, ortofosfat, dan zooplankton pada musim kemarau. Fitoplankton

memiliki korelasi yang sangat kuat pada pH, nitrit, dan ortofosfat pada musim

hujan.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pengelola perumahan Bukit Golf

Mediterania karena telah mengizinkan melakukan penelitian di Danau kawasan

Bukit Golf Mediterania, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Penulis

Referensi

Afonina EY, Tashlykova NA. 2017. Plankton community and the relationship with

the environment in saline lakes of Onon-Torey plain, Northeastern Mongolia.

Saudi Journal of Biological Sciences. 25: 399-408.

APHA. 2012. Standard Method for the Examination of Water and Wastewater 22nd

ed. Washington DC (US): AWWA (American Water Works Association) and

WEF (Water Environment Federation).

Arizuna M, Suprapto D, Muskananfola MR. 2014. Kandungan nitrat dan fosfat

dalam air pori sedimen di sungai dan muara Sungai Wedung Demak.

Diponegoro Journal of Maquares. 3(1): 7-16.

Badsi H, Ali H Oulad, Loudiki M, Aamiri A. 2012. Phytoplankton diversity and

community composition along the salinity gradient of the massa estuary.

American Journal of Human Ecology. 1(2):58-64.

Page 121: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

111

Bold HC, MJ Wyne. 1985. Introduction to the Algae Structure and Reproduction,

2rd ed. Englewood Cliffs (UK): Prentice Hall Inc.

Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agriculture

Experiment Station, Auburn University. Birmingham Publishing Co.

Alabama. 482 p.

Fachrul M F, Rinanti A, Hendrawan D, Satriawan A. 2016. Kajian kualitas air dan

keanekaragaman jenis fitoplankton di perairan waduk Pluit Jakarta Barat.

Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit. 1(2):109-120.

Frontier S. 1985. Diversity and Structure in Aquatic Ecosystems. London (UK):

Aberdeen University Press.

Ismunarti Haryo Dwi. 2013. Analisis komponen utama pada hubungan distribusi

spasial komunitas fitoplankton dan faktor lingkungan. Jurnal Ilmu Kelautan.

18(1):14-19.

Khan TA. 2003. Limnology of four saline lakes in Western Victoria, Australia:

biological parameters. Limnologica. 33: 327-333.

Krebs CJ. 1999. Ecological Methodology (second edition). New York (USA): Jim

Green.

Marre E. 1962. Physiology and Biochemistry of Algae, Part II Physiology of Whole

Cells and Plants. London (UK): Academis Press Inc.

Meidwilestari R. 2017. Indeks diversitas fitoplankton di danau Garden House,

Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian

Bogor.

Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan : Samingan, T.,

Srigandono. Fundamentals Of Ecology. Third Edition. Gadjah Mada

University Press.

Pangesti A. 2017. Tingkat kesuburan dan status ekologi danau hias Garden House,

Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian

Bogor.

Pratiwi, NTM., Ayu, I.P., Frandy, YHE. 2010. Keberadaan komunitas plankton di

kolam pemeliharaan larva ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.). Di dalam:

Wibowo H, Lukman, Sulastri, editor. Prospek Ekosistem Perairan Darat

Indonesia: Mitigasi bencana dan peran Masyarakat dan Seminar Nasional

Limnologi V; 2010 Juli 28; Bogor, Indonesia. Bogor(ID): LIPI. 600-613.

Ryding SO, Rast W (ed). 1989. The Control of Eutrofication of Lakes and

Reservoirs. Man dan The Biosphere Series, Volume I. UNESCO, Paris and

The Parthenon Publishing Group. 314 p.

Soedibjo BS. 2006. Struktur komunitas fitoplankton dan hubungannya dengan

beberapa parameter lingkungan di perairan Teluk Jakarta. Oseanolog dan

Limnologi di Indonesia. 40: 65-78.

Tilman D, Kilham SS, Kilham P. 1982. Phytoplankton Community Ecology: The

Role of Limiting Nutrients. Annual Review of Ecology and Systematics. 13:

349-372.

Page 122: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

112

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. ed 3. Bambang Soemantri, penerjemah.

Jakarta (ID): PT Gramedia.

Wang X, Wang Y, Liu L, Shu J, Zhu Y, Zhou J. 2013. Phytoplankton and

eutrophication degree assessment of Baiyangdian Lake Wetland, China.

Scientific World.

William M, Lewis JR. 1978. Analysis of Succession in A Tropical Phytoplankton

Community and a New Measure Of Succession Rate. The American

Naturalist. 112: 984

Page 123: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

113

Studi Penyisihan Senyawa Nitrogen dalam Reaktor Fixed Bed

Menggunakan Zeolit Aktif

Eka Prihatinningtyas*1, Ignasius DA Sutapa1, Eva Nafisyah1 dan Ariel

Hananya2

1 Puslit Limnologi-LIPI, Jl, Jakarta-Bogor Km 46, 16911, Cibinong, Jawa Barat 2Universitas Gadjah Mada

*email: [email protected]

Abstrak

Kondisi Situ Cibuntu yang terletak di kawasan Cibinong Science Center saat

ini tercemar oleh limbah domestik. Salah satu pencemar dalam limbah domestik

adalah senyawa nitrogen. Adsorpsi menggunakan zeolit aktif berukuran 1,7 – 4,0

mm dalam reaktor fixed bed skala laboratorium telah diaplikasikan untuk

menyisihkan konsentrasi senyawa nitrogen (ammonium, nitrat dan nitrit). Proses

aktivasi zeolit diawali dengan perendaman dalam H2SO4 pekat selama 24 jam yang

dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu 550 oC selama 2 jam. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada kecepatan alir 2 mL/menit, zeolit aktif mampu

menurunkan 96,25% senyawa nitrit, 87,2% senyawa nitrat dan 86,1% senyawa

ammonium at flow rate of . Zeolit aktif juga mampu menurunkan kekeruhan sebesar

82,41% dan warna sebesar 70,94%. Secara umum dapat dikatakan bahwa zeolit

aktif merupakan adsorben yang cukup efektif menurunkan kadar polutan senyawa

nitrogen di suatu perairan.

Kata kunci: adsorpsi, fixed bed, senyawa nitrogen, zeolit

Pendahuluan

Senyawa nitrogen (N) merupakan nutrien penting bagi pertumbuhan

tanaman. Kelebihan senyawa N di perairan akan menyebabkan terjadinya

eutrofikasi yaitu pertumbuhan tanaman mikroalga maupun makro alga yang sangat

cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan normal. Eutrofikasi dapat

menyebabkan terjadinya blooming algae. Dampak dari eutrofikasi adalah

berkurangnya kadar oksigen terlarut, menjadi faktor pemicu terjadinya kematian

ikan massal, meningkatkan resiko toksisitas dan menurunkan nilai estetika sebuah

perairan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah teknologi untuk mengurangi

konsentrasi senyawa N di perairan.

Metode penyisihan senyawa N secara biologi telah banyak diaplikasikan

antara lain dengan menggunakan ecological ditch (Wang, 2017), sequencing batch

reactor (Wei, 2013), wetland (Wen, 2012), modifikasi reaktor oksik dan anoksik

(Son, 2000; Park, 2004), serta kombinasi proses anaerobik-anoksik-aerobik dan

Page 124: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

114

filter aerasi biologi (Wang, 2011). Berdasarkan efisiensinya, teknik pengolahan

secara biologi tersebut, mampu menyisihkan polutan senyawa N dengan

signifikansi yang cukup tinggi. Akan tetapi, proses biologis umumnya

membutuhkan volume reaktor atau lahan yang cukup luas.

Salah satu teknologi alternatif yang bisa diaplikasikan untuk mengatasi

masalah tersebut adalah adsorpsi. Adsorpsi merupakan metode yang cukup praktis,

efisien dan ekonomis. Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh

pemilihan adsorben yang tepat.

Beberapa material dapat digunakan sebagai adsorben dalam proses

penyisihan senyawa N antara lain zeolit, bentonit, slag dan karbon aktif. Norjanna

(2015) mengaplikasikan 3 jenis adsorben yaitu zeolit, arang dan pecahan karang

untuk mereduksi amonia pada kolam lele. Bentonit yang telah dimodifikasi dengan

aluminium dan tanin, dikenal dengan Al-Tan-Bent merupakan salah satu adsorben

termodifikasi yang telah digunakan oleh Cheng (2019) untuk menyisihkan senyawa

N-amonia dari limbah domestik di Harbin, China.

Zeolit adalah mineral tersedimentasi di alam yang berasal dari peersenyawaan

aluminosilikat, yang membentuk kerangka struktur tiga dimensi antara AlO4 dan

SiO4 tetrahedral (Nasir, 2013). Zeolit bekerja dengan memanfaatkan kemampuan

pertukaran ion. Zeolit adalah penukar kation yang efektif dan memiliki nilai

kemampuan tukar kation yang cukup besar (Zhan, 2011).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas zeolit sebagai adsorben

dalam menyisihkan senyawa N (nitrat, nitrit dan ammonia) di Situ Cibuntu,

Cibinong. Bertambahnya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di sekitar situ

menyebabkan peningkatan aktivitas antropogenik. Hal ini berdampak pada

meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan, termasuk di dalamnya limbah cair

domestik. Pembuangan limbah cair domestik ke situ tanpa pengolahan terlebih

dahulu menyebabkan eutrofikasi di Situ Cibuntu.

Page 125: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

115

Bahan dan Metode

Persiapan Limbah Cair Domestik

Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Limnologi – LIPI, Cibinong. Sampel

diambil dari perairan situ Cibuntu, Cibinong, yang merepresentasikan karakteristik

limbah cair domestik.

Aktivasi Zeolit

Proses aktivasi dilakukan untuk meningkatkan kemampuan penyerapan

limbah oleh adsorben dengan cara memperbesar luas permukaan. Aktivasi dapat

dilakukan dengan 3 metode yaitu fisika, kimia dan campuran fisika – kimia. Proses

aktivasi secara fisika dilakukan dengan cara pemanasan baik secara kontak

langsung maupun tidak langsung dengan tujuan menguapkan air kristal yang

terperangkap di dalam pori-pori kristal zeolit. Sedangkan prinsip aktivasi secara

kimia adalah menambahkan pereaksi tertentu, biasanya asam atau basa kuat.

Pada penelitian ini, zeolit diaktivasi dengan cara kimia dan fisika. Proses

aktivasi diawali dengan perendaman zeolit dalam larutan asam sulfat (H2SO4) pekat

selama 24 jam. Langkah selanjutnya adalah pencucian zeolit menggunakan aquades

yang dilanjutkan dengan pengeringan. Pada tahap akhir aktivasi, zeolit dipanaskan

pada suhu 550oC selama 2 jam menggunakan furnace. Pada percobaan digunakan

zeolit dengan ukuran 1,7 – 4,0 mm.

Persiapan Reaktor Fixed Bed

Percobaan dilakukan pada skala laboratorium dengan menggunakan reaktor

fixed bed berukuran tinggi 60 cm dan diameter 15,24 cm. Reaktor diisi dengan

zeolit hingga ketinggian 9 cm. Rangkaian alat percobaan dapat dilihat pada Gambar

1. Proses adsorpsi berlangsung secara semi kontinyu dengan variasi kecepatan alir

1; 1,5; 2; 3 dan 5 mL/menit. Proses adsorpsi dilakukan pada suhu ruang dan tekanan

atmosferik.

Page 126: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

116

Gambar 1. Skema reaktor fixed bed

Pada setiap akhir proses, dilakukan pengambilan sampel dan analisis

parameter nitrat, nitrit, ammonium. Metode yang digunakan untuk pengukuran dan

analisisa parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Selain itu, dilakukan

pengukuran parameter fisika (kekeruhan dan warna). Kekeruhan diukur

menggunakan alat turbidimeter dan warna menggunakan spektrofotometer.

Tabel 1. Metode analisis kimia

Parameter Metode Analisis

Nitrat Brucine

Nitrit Colour Reagent

Ammonium Phenat

Efisiensi Adsorpsi

Kinerja proses adsorpsi dihitung berdasarkan efisiensi penyisihan senyawa N

(nitrat, nitrit dan amonium). Persamaan yang digunakan untuk menghitung efisiensi

atau kinerja adsorpsi merupakan perbandingan antara besarnya penyisihan

komponen dengan kondisi awalnya (Persamaan 1). Perhitungan persentase efisiensi

penyisihan dilakukan untuk masing-masing parameter uji.

𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑖𝑠𝑖ℎ𝑎𝑛 = (𝑘𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑘𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙)

𝑘𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥 100% ................ (1)

Page 127: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

117

Hasil dan Pembahasan

Penyisihan Senyawa Nitrat

Senyawa nitrat merupakan bentuk utama dari senyawa nitrogen di perairan

alami. Senyawa nitrat adalah nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga.

Nitrat bersifat mudah larut dan stabil. Hasil penyisihan senyawa nitrat dari Situ

Cibuntu menggunakan zeolit alam dapat dilihat pada Gambar 2.

Berdasarkan hasil yang terangkum pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa

kecepatan alir air Situ Cibuntu dalam reaktor fixed bed mempengaruhi efisiensi

penyisihan senyawa nitrat. Efisiensi tertinggi dicapai pada kecepatan alir 1

mL/menit yaitu sebesar 87,20%. Sedangkan efisiensi penyisihan senyawa nitrat

yang terendah sebesar 50,45%, dicapai pada kecepatan alir 5 mL/menit.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kecepatan alir berbanding

terbalik dengan efisiensi penyisihan senyawa nitrat. Pada kecepatan alir yang

rendah, waktu kontak antara zeolit dengan senyawa nitrit semakin banyak. Hal ini

menyebabkan proses adsorpsi senyawa nitrit oleh zeolit aktif berlangsung semakin

lama. Oleh karena itu, pada kecepatan alir yang rendah, jumlah senyawa nitrit yang

tersisihkan semakin banyak.

Gambar 2. Hasil analisis penyisihan nitrat

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0

Pen

yis

iha

n N

itra

t (%

)

Kecepatan Alir (ml/menit)

Page 128: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

118

Penyisihan Senyawa Amonium

Amonium merupakan bentuk senyawa nitrogen yang paling banyak ditemui.

Senyawa amonium terbukti menjadi penyebab menurunnya kualitas perairan dan

eutrofikasi (Gupta, 2015). Hasil penyisihan senyawa amonium dari Situ Cibuntu

dengan menggunakan zeolit aktif dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hasil analisis penyisihan amonium

Senyawa amonium dari Cibuntu dapat disisihkan dengan menggunakan zeolit

teraktivasi. Efisiensi penyisihan sebesar 86,10% dicapai pada kecepatan alir 1

mL/menit. Nilai efisiensi menurun menjadi 73,54%; 68,20%; 64,75% dan 58,05%

masing-masing pada kecepatan alir 1,5; 2; 3 dan 5 mL/menit. Fenomena penyisihan

senyawa amonium sama dengan penyisihan nitrat. Semakin tinggi kecepatan alir

maka semakin rendah efisiensi yang bisa dicapai. Hal ini dikarenakan semakin

sedikitnya waktu kontak antara sampel air Situ Cibuntu dengan adsorben zeolit.

Wang (2017) menggunakan zeolit sebagai barrier dalam ecological ditch

pada pengolahan limbah cair pertanian. Penelitian tersebut menyatakan bahwa

zeolit mampu menyisihkan senyawa amonium lebih dari 30% dan total senyawa N

lebih dari 25%. Wei (2013) menginokulasi lumpur aktif dengan zeolit berukuran

150 – 300 μm dan mengapolikasikannya dalam sequencing batch reactor. Wei

20

30

40

50

60

70

80

90

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0

Pen

yis

iha

n A

mm

on

ium

(%)

Kecepatan Alir (ml/menit)

Page 129: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

119

membandingkan hasil kinerja sequencing batch reactor dengan dan tanpa

modifikasi zeolit untuk mengolah limbah cair artisial. Limbah cair artifisial terdiri

dari 800 – 2.000 ng/L COD, 200 mg/L ammonium, 112 mg/L K2HPO4, 2.000 mg/L

NaHCO3, 40 mg/L CaCl2, 20 mg/L MgSO4.2H2O, 20 mg/L FeSO4. 2H2O dan

larutan mikroelemen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sequencing batch

reactor dengan modifikasi zeolit mampu menurunkan amonium, total N dan

Chemical Oxygen Demand (COD) lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor kolom

tanpa zeolit.

Penyisihan Senyawa Nitrit

Senyawa nitrit merupakan bentuk peralihan antara nitrat dan amonium,

sehingga bersifat tidak stabil. Konsentrasi nitrit dalam air minum yang tinggi dapat

menimbulkan bahaya, terutama untuk anak-anak, ibu hamil dan lanjut usia. Nitrit

dapat bereaksi dengan hemoglobin dan menghasilkan fenomena methemoglobin

(Rizza, 2013).

Senyawa nitrit dapat disisihkan secara adsorpsi menggunakan zeolit. Hasil

penyisihan nitrit dari Situ Cibuntu dapat selengkapnya dapat dilihat pada Gambar

4.

Sebagaimana halnya penyisihan senyawa nitrogen yang lain, penyisihan

senyawa nitrit juga sangat ditentukan oleh kecepatan alir air dalam reaktor fixed

bed. Nilai efisiensi penyisihan nitrit berbanding terbalik dengan kenaikan kecepatan

alir. Pada kecepatan alir 1,0 mL/menit diperoleh nilai efisiensi penyisihan nitrit

sebesar 96,25%. Efisiensi penyisihan nitrit menurun menjadi 92,20%; 84,10%;

75,15% dan 66,0% masing-masing pada kecepatan alir 1,5; 2, 3 dan 5 mL/menit.

Penurunan nilai efisiensi disebabkan kurangnya waktu kontak antara air Situ

Cibuntu dengan zeolit, sehingga jumlah nitrit yang dapat diserap oleh zeolit

berkurang.

Page 130: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

120

Gambar 4. Hasil analisis penyisihan nitrit

Penyisihan Kekeruhan dan Warna

Kekeruhan dan warna merupakan parameter fisika yang penting dalam

penentuan kualitas air bersih. Kedua indikator tersebut berkaitan erat dengan nilai

estetika. Pengukuran kekeruhan dan warna juga dilakukan selama percoban dengan

menggunakan zeolit aktif. Hasil pengukuran kekeruhan dan warna selengkapnya

ditampilkan dalam Gambar 5.

Zeolit aktif mampu menurunkan kekeruhan dan warna. Pada kecepatan alir

2,0 mL/menit tercapai nilai efisiensi maksimum, yaitu sebesar 86,92% untuk

kekeruhan dan 72,56% untuk warna. Pada kecepatan alir lebih dari 2 mL/menit,

waktu kontak antara air Situ Cibuntu dengan zeolit aktif sangat cepat. Hal ini

mengakibatkan proses adsorpsi tidak berlangsung secara efektif. Sehingga dapat

dikatakan bahwa kecepatan alir optimum diperoleh pada angka 2 mL/menit.

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0

Pen

yis

iha

n N

itri

t (%

)

Kecepatan Alir (ml/menit)

Page 131: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

121

Gambar 5. Hasil pengukuran kekeruhan dan warna

Kesimpulan

Keberadaan senyawa nitrogen (nitrit, nitrat dan amonium) dalam perairan

menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Berbagai metode telah digunakan

untuk menyisihkan senyawa nitrogen, baik biologi maupun kimia. Adsorpsi

merupakan salah satu proses kimia yang bisa dilakukan untuk menurunkan

konsentrasi senyawa nitrogen. Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh

pemilihan adsorben. Zeolit alam merupakan adsorben yang murah dan mudah

diperoleh. Proses penyisihan senyawa nitrogen dengan menggunakan zeolit dalam

reaktor fixed bed mampu menjadi alternatif dalam pengolahan limbah cair

domestik.

Referensi

Cheng H, Zhu Q, Xing Z. 2019. Adsorption of ammonia nitrogen in low

temperature domestic wastewater by modification bentonite. Journal of

Cleaner Production. 233 : 720 - 730

Gupta VK, Sadegh H, Yari M, Ghoshekandi RS, Maazinejad B, Chahardori M.

2015. Removal of ammonium ions from wastewater A short review in

development of efficient methods. Global J. Environ. Sci. Manage. 1(2) :

149-158. DOI: 10.7508/gjesm.2015.02.007

Nasir S, Budi T, Silviaty I. 2013. Aplikasi filter keramik berbasis tanah liat alam

Dan zeolit pada pengolahan air limbah hasil proses laundry. Jurnal Bumi

Lestari. 13(1) : 45-51

30

40

50

60

70

80

90

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0

Pen

yis

iha

n

(%)

Kecepatan Alir (ml/menit)

Kekeruhan Warna

Page 132: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

122

Norjanna F, Efendi E, Hasani Q. 2015. Reduksi amonia pada sistem resirkulasi

dengan pengunaan filter yang berbeda. e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi

Budidaya Perairan. IV (1) : 427 – 432. ISSN: 2302-3600

Park SJ, Lee TW, Yoon TI. 2004. Production of extracellular polymeric substances

in anoxic/oxic process with zeolite carriers for nitrogen removal.

Biotechnology Letters. 26: 1653–1657

Rizza R. 2013 . Hubungan antara kondisi fisik sumur gali dengan kadar nitrit air

Sumur gali di sekitar sungai tempat pembuangan limbah cair batik. Unnes

Journal of Public Health. 2 (3) : 1 - 10

Son DH, Kim DW, Chung YC. 2000. Biological nitrogen removal using a modified

oxic/anoxic reactor with zeolite circulation. Biotechnology Letters 22: 35–38

Wang J, Peng Y, Chen Y. 2011. Advanced nitrogen and phosphorus removal in

A2O-BAF system treating low carbon-to-nitrogen ratio domestic wastewater.

Front. Environ. Sci. Engin. China. 5(3) : 474–480. DOI 10.1007/s11783-

011-0360-0

Wang X, Li J, Li S, Zheng X. 2017. A study on removing nitrogen from paddy

field rainfall runoff by an ecological ditch–zeolite barrier system. Environ

Sci Pollut Res. 24 : 27090–27103. DOI 10.1007/s11356-017-0269-7

Wei D,Xue X, Chen, Zhang Y, Yan L, Wei Q, Du B. 2013. Enhanced aerobic

granulation and nitrogen removal by the addition of zeolite powder in a

sequencing batch reactor. Appl Microbiol Biotechnol. 97 : 9235–9243. DOI

10.1007/s00253-012-4625-8

Wen Y, Xu C, Liu G, Chen Y, Zhou Q. 2012. Enhanced nitrogen removal reliability

and efficiency in integrated constructed wetland microcosms using zeolite.

Front. Environ. Sci. Engin. 2012. 6(1) : 140–147. DOI 10.1007/s11783-011-

0286-6

Zhan Y, Lin J, Qiu Y, Gao N, Zhu Z. 2011. Adsorption of humic acid from aqueous

solution on bilayer hexadecyltrimethyl ammonium bromide-modified zeolite.

Front. Environ. Sci. Engin. China. 5(1): 65–75. DOI 10.1007/s11783-010-

0277-z

Page 133: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

123

Pengaruh Media Limbah Cair Tapioka Dengan Konsentrasi Nacl

Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Lipid Navicula

sp.

Dwi Sunu Widyartini, A. Ilalqisny Insan, dan Anita Mufidatun

Fakultas Biologi, Universitas Jendral Soedirman

Jl. DR. Soeparno, Karangwangkal, Purwokerto Wetan, Kec. Purwokerto Utara, Kabupaten

Banyumas, Jawa Tengah 53122

*Email: [email protected]

Abstrak

Pertumbuhan Navicula sp. dipengaruhi faktor lingkungan, salah satunya salinitas

yang berkaitan dengan kemampuan Navicula sp. untuk mempertahankan tekanan

osmotik antara protoplasma dan lingkungan hidup dalam menghasilkan lipid.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi NaCl pada limbah

cair tapioka terhadap pertumbuhan Navicula sp. sehingga dapat ditentukan

konsentrasi NaCl yang menghasilkan pertumbuhan dan kandungan lipid tertinggi.

Penelitian menggunakan metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap

(RAL). Perlakuan perbedaan konsentrasi NaCl yang dicobakan 0; 22,5; 25; 27,5;

30; 32,5; 35 dan 37,5 ppt, dengan ulangan sebanyak 3 kali. Variabel terikat yaitu

pertumbuhan dan kandungan lipid Navicula sp. Variabel bebas yaitu konsentrasi

penambahan NaCl. Parameter utama yang diukur yaitu jumlah sel dan kandungan

lipid Navicula sp. Parameter pendukung yang diukur yaitu suhu, pH, intensitas

cahaya, kandungan N, P dan CO2 bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perlakuan konsentrasi NaCl yang semakin tinggi pada media limbah cair

tapioka berpengaruh menurunkan pertumbuhan mikroalga Navicula sp. Perlakuan

konsentrasi NaCl tidak menghasilkan pertumbuhan sel mikroalga Navicula sp.

yang maksimal, akan tetapi penambahan konsentrasi NaCl 22,5 ppt mampu

menghasilkan kandungan lipid Navicula sp. paling tinggi yaitu sebesar 6,7 mg

Kata kunci: Navicula sp.; limbah cair tapioka; penambahan NaCl; pertumbuhan;

lipid

Pendahuluan

Penerapan biofuel menggunakan bahan baku mikroalga, dengan

memanfaatkan kandungan lipid yang terkandung di dalam sel mikroalga. Sifat dari

mikroalga yang mudah beradaptasi untuk tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan

menjadikannya banyak digunakan sebagai bahan baku biofuel berbasis lipid. Salah

satu jenis mikroalga yang dapat dimanfaatkan kandungan lipidnya adalah Navicula

sp. Menurut Maharsyah et al. (2013), kandungan lipid dalam biomassa Navicula

sp. kering dapat mencapai di atas 50 % dengan pertumbuhan yang sangat cepat.

Page 134: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

124

Proses pembiakan mikroalga hanya membutuhkan waktu singkat sekitar 10 hari

untuk siap dipanen.

Penggunaan Navicula sp. juga lebih menguntungkan karena mudah

didapatkan. Martin & Fernandez (2012) menyatakan bahwa, Navicula sp.

terdistribusi secara luas pada semua habitat perairan. Navicula sp. memiliki tingkat

toleransi yang sangat tinggi terhadap kondisi lingkungan karena spesies tersebut

memiliki tangkai berlendir yang digunakan sebagai alat penempel yang kuat pada

substrat sehingga dapat hidup pada perairan berarus. Dengan tingkat toleransi yang

tinggi ini menyebabkan Navicula sp. banyak dikultur dengan menggunakan

berbagai media pertumbuhan dengan kandungan nutrisi yang berbeda-beda.

Kultur mikroalga dapat menggunakan berbagai jenis media dengan

kandungan nutrisi yang berbeda-beda. Penggunaan jenis media seperti limbah cair

tapioka dapat digunakan sebagai salah satu inovasi untuk mengurangi pembuangan

limbah secara langsung ke dalam badan air, yang dapat menurunkan kondisi

lingkungan. Menurut Susilo et al. (2016), limbah cair tapioka merupakan media

yang baik untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme yang mengubah

protein dan bahan-bahan organik lainnya menjadi hidrogen sulfida, amoniak, serta

bahan anorganik sederhana lainnya.

Salinitas pada media pertumbuhan berkaitan dengan kemampuan Navicula

sp. untuk mempertahankan tekanan osmotik antara protoplasma dengan lingkungan

hidupnya. Tinggi rendahnya salinitas akan mempengaruhi tekanan osmotik sel

mikroalga (Supriyantini, 2013). Salinitas juga berpengaruh terhadap kandungan

dan komposisi lipid dari Navicula sp. (Karseno et al., 2004). Menurut Febriana et

al. (2011), semakin tinggi salinitas, semakin rendah konsentrasi biomassa Navicula

sp. yang didapat dan semakin tinggi produktivitas lipidnya. Penambahan NaCl

(garam dapur) pada kultur mikroalga dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroalga.

NaCl juga mempunyai sifat anti mikroba dan meningkatkan tekanan osmotik sel

mikroalga (Widiyanti et al., 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pertumbuhan dan kandungan lipid mikroalga Navicula sp. pada media limbah cair

tapioka dengan penambahan awal konsentrasi NaCl yang berbeda

Page 135: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

125

Bahan dan Metode

1. Bahan

Bahan penelitian ini adalah mikroalga Navicula sp. yang berasal dari stok

murni Laboratorium, garam dapur (NaCl), klorin cair (NaOCl), natrium thiosulfat-

5-hydrate (Na2S2O3), aquades, vitamin B12, media Conway, limbah cair tapioka,

dan pupuk M-Bio. Alat yang digunakan adalah refractometer, haemocytometer,

cover glass, mikroskop cahaya, lampu TL, termometer, pH universal indica, botol

kultur, aerator, oven, dan luxmeter.

2. Metode

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, rancangan acak lengkap (RAL)

dengan 8 perlakuan konsentrasi NaCl. Penentuan konsentrasi didasarkan hasil

penelitian Zhao et al. (2014), salinitas 25 ppt optimal untuk pertumbuhan

Navicula vara, salinitas 35 ppt untuk pertumbuhan N. perminula, dan N.

pseudacceptata tumbuh dengan salinitas optimal 30 ppt. Penelitian ini

menggunakan penambahan NaCl dengan konsentrasi dari 22,5 ppt sampai diatas

35 ppt, yaitu: G1 (22,5 ppt), G2 (25 ppt), G3 (27,5 ppt), G4 (30 ppt), G5 (32,7 ppt),

G6 (35 ppt), G7 (37,5 ppt) dan G8 (0 ppt atau kontrol). Ulangan 3 kali. Variabel

penelitian adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas berupa

konsentrasi penambahan NaCl pada media cair tapioka, sedangkan variabel terikat

berupa pertumbuhan Navicula sp. dan kandungan lipid dari Navicula sp. Parameter

utama yang diukur pengaruh konsentrasi NaCl terhadap pertumbuhan dan

kandungan lipid mikroalga Navicula sp. Parameter pendukung yang diukur suhu,

pH, intensitas cahaya, kandungan N, P dan CO2 bebas. Cara Kerja:

a. Pembuatan media dari limbah cair tapioka

Limbah cair tapioka diperoleh dari pabrik tapioka Sari Bumi Karya di

daerah Kemangkon, Purbalingga. Limbah cair tapioka yang digunakan disaring

terlebih dahulu kemudian ditambahkan pupuk M-Bio. Limbah cair tapioka yang

digunakan sebanyak 20 l ditambahkan sebanyak 10 ml M-Bio dan ditambahkan

gula pasir sebanyak 20 g, yang bertujuan untuk memperbanyak mikroba yang

mendegradasi bahan organik. Limbah cair tapioka kemudian didiamkan selama 5

hari, agar berlangsung proses degradasi limbah cair tapioka.

Page 136: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

126

b. Persiapan bibit Navicula sp.

Stok bibit Navicula sp. berasal dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Payau (BBPBAP) Jepara. Stok bibit Navicula sp. diambil sebanyak 25 ml kemudian

dimasukan kedalam botol untuk perbanyakan bibit yang telah berisi air media steril

sebanyak 600 ml. Ditambahkan vitamin B12 sebanyak 5 ml dan pupuk Conway

sebanyak 2 ml sebagai sumber nutrisi pada perbanyakan bibit, diberi aerasi, ditutup

alumunium dan diberi dengan pencahayaan lampu TL. Perbanyakan bibit Navicula

sp. diinkubasi selama 4 hari dan dihitung kepadatan selnya menggunakan

haemocytometer (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

c. Pelaksanaan kultur Navicula sp. skala laboratorium

Disiapkan 24 botol kultur (volume 1 l) kemudian diisi dengan media limbah

cair tapioka sebanyak 600 ml. Perlakuan salinitas dengan penambahan garam dapur

sesuai dengan perlakuan salinitas. Pencahayaan secara kontinyu dengan lampu TL

36 watt sebanyak 2 buah, serta pemberian aerasi pada masing-masing botol kultur

juga dilakukan secara kontinyu selama 24 jam pada rak kultur. Pengukuran

parameter pendukung, meliputi pengukuran pH, suhu, intensitas cahaya kandungan

N dan P dilakukan mengacu pada Sulaeman et al. (2005), sedangkan pengukuran

CO2 mengacu pada Isnansetyo & Kurniastuty (1995).

Penebaran bibit Navicula sp. dilakukan menurut Isnansetyo & Kurniastuty

(1995) menggunakan rumus:

N1 x V1 = N2 x V2

Keterangan :

N1 = kepadatan mikroalga Navicula sp. yang ditebarkan (sel/ml)

N2 = kepadatan stok bibit mikroalga Navicula sp. yang dimiliki (sel/ml)

V1 = volume media kultur (ml)

V2 = volume dari stok bibit mikroalga Navicula sp. yang diperlukan untuk

penebaran (ml)

Hasil perhitungan yang akan diperoleh kemudian untuk menentukan volume bibit

Navicula sp. yang akan ditebar.

Page 137: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

127

d. Pertumbuhan Navicula sp.

Pelaksanaan kultur selama 7 hari. Setiap hari dilakukan perhitungan

kepadatan Navicula sp. menggunakan haemocytometer Neubauer Improved

(Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Penggunaan haemocytometer dilakukan dengan

meletakkan gelas penutup di atas alat hitung kemudian ditambahkan ± 50 µl (sekitar

1 tetes) menggunakan cairan sampel yang berisi mikroalga Navicula sp.

menggunakan pipet dengan cara meneteskan pada parit kaca (sample introduction

point) pada alat hitung (Kawaroe et al., 2010; Kawaroe et al., 2012). Rumus

perhitungannya sebagai berikut:

N = n x 2,5 x 104 sel/ml

Keterangan:

N = kepadatan Navicula sp.

n = jumlah sel keseluruhan yang terlihat dalam 400 kotak kecil pada

haemocytometer

Pertumbuhan sel mikroalga Navicula sp. diperoleh dengan menghitung kepadatan

sel setiap hari, sehingga dapat diketahui fase pertumbuhan sel mikroalga Navicula

sp. Fase pertumbuhan mikroalga pada sistem kultivasi terbagi menjadi 5 tahap,

yaitu: fase lag, fase eksponensial/logaritmik, fase stasioner, fase penurunan

pertumbuhan dan fase kematian (Kawaroe et al., 2010).

e. Pengukuran kandungan lipid

Kandungan lipid mikroalga Navicula sp. akan diujikan dengan

menggunakan metode Mojonnier (SNI-2891-1992). Metode Mojonnier ini dapat

menentukan kandungan lemak kasar yang dilakukan secara gravimetri setelah

proses ekstraksi dengan dietil eter dan petroleum eter dari larutan alkohol amonia

yang berasal dari sampel (Patil et al., 2014). Tahapan ekstraksi lipid Navicula sp.

adalah gelas beaker dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100 °C selama 30

menit. Diukur berat gelas beaker dengan menggunakan timbangan analitik dan

dicatat hasilnya. Sampel sebanyak 100 ml dimasukkan ke corong pemisah.

Ditambahkan 15 ml ammonium hidroksida NH4OH dan 15 ml ethanol, kemudian

dikocok selama 15 detik, didiamkan selama 5 menit. Sampel diekstrasi dengan

penambahan 15 ml diethil-eter ditambah 15 ml petroleum eter, kemudian dikocok

dan didiamkan selama 5 menit. Larutan yang terekstrasi dimasukkan ke dalam gelas

Page 138: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

128

beaker dan dipanaskan ke dalam oven dengan suhu 100 °C hingga diperoleh

konstanta. Berat residu yang didapatkan dinyatakan sebagai hasil lipid yang

terdapat dalam sampel Navicula sp. dan dibuat kurva hasilnya (Mulyani, 2014).

f. Analisis data pertumbuhan Navicula sp.

Data pertumbuhan Navicula sp. yang telah diperoleh dari hasil penelitian

akan diuji dengan menggunakan uji F untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada

pertumbuhan. Kemudian akan dilanjutkan dengan uji BNJ apabila hasil yang

diperoleh berbeda, uji BNJ ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara

perlakuan.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan penambahan berbagai

konsentrasi awal NaCl pada kultur media limbah cair tapioka Navicula sp.,

diperoleh rata-rata kepadatan sel yang berbeda antara delapan perlakuan (Gambar

1). Hasil penelitian yang dilakukan terlihat Navicula sp. memiliki puncak populasi

pada hari yang berbeda-beda. Penambahan konsentrasi NaCl pada awal kultur

berpengaruh terhadap jumlah sel yang dihasilkan Navicula sp. dari setiap perbedaan

salinitas yang ada pada media kultur. Menurut hasil penelitian Mahardani et al.

(2017), kadar salinitas yang berbeda pada media kultur berpengaruh terhadap

kepadatan mikroalga. Menurut Zainuddin et al. (2017) tingginya konsentrasi garam

pada media yang didominasi oleh ion Na+ dan Cl- dapat menyebabkan

terganggunya kesimbangan osmotik antara protoplasma dengan lingkungan

hidupnya. Salinitas yang tinggi atau rendah dapat menyebabkan aktivitas sel

menjadi terganggu, sehingga pertumbuhan (pertambahan kepadatan sel) terhambat.

Page 139: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

129

Gambar 1. Grafik kepadatan mikroalga Navicula sp. pada media limbah cair

tapioka dengan penambahan NaCl konsentrasi awal G1: 22,5 ppt, G2:

25 ppt, G3: 27,5 ppt, G4: 30 ppt, G5: 32,5 ppt, G6: 35 ppt, G7: 37,5 ppt,

G8: 0 ppt (kontrol).

Grafik kepadatan menunjukkan bahwa pada semua perlakuan penambahan

konsentrasi awal NaCl yang berbeda (G1-G7), kepadatan selnya lebih rendah

dibandingkan perlakuan kontrol (G8). Hal ini dikarenakan media pertumbuhan

tanpa penambahan NaCl sudah sesuai untuk pertumbuhan Navicula sp. sehingga

pertumbuhan optimum. Penambahan NaCl pada penelitian ini bertujuan untuk

menekan pertumbuhan mikroalga agar dapat meningkatkan kandungan lipid.

Tinggi rendahnya salinitas akan mempengaruhi tekanan osmotik sel mikroalga

(Supriyantini, 2013). Menurut Febriana et al. (2011) semakin tinggi salinitas,

semakin rendah konsentrasi biomassa Navicula sp. yang didapat dan semakin tinggi

produktivitas lipidnya. Menurut Tjahjo et al. (2002) dan Widianingsih et al. (2012)

salinitas yang tinggi akan menyebabkan tekanan osmotik di dalam sel lebih rendah,

sehingga aktivitas sel menjadi terganggu. Dengan terganggunya salinitas dapat

menstimulasi kandungan lipid yang dihasilkan oleh Navicula sp.

Kultur Navicula sp. pada media limbah cair tapioka dengan pemberian

konsentrasi NaCl 32,5 ppt (G5) menghasilkan puncak populasi tertinggi dengan

rata-rata kepadatan sebesar 3,33x104 sel/ml. Fase pertumbuhan Navicula sp. pada

hari ke 2 langsung mengalami fase eksponensial, pada hari ke 3 puncak populasi,

kemudian pada hari ke 4 mulai terjadi fase stasioner atau penurunan. Perlakuan

konsentrasi 37,5 ppt memiliki puncak populasi tertinggi dengan rata-rata kepadatan

2,67x104

sel/ml). Menurut Ardianti (2015), bahwa kultur Navicula sp. memiliki

0,000,501,001,502,002,503,003,504,004,505,005,506,006,50

0 1 2 3 4 5 6 7

Kep

ad

ata

n (

x1

04)

sel/

ml

Hari ke-

G1

G2

G3

G4

G5

G6

G7

G8

Page 140: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

130

fase stasioner terjadi pada hari ke 4. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Prayitno

(2016), bahwa kepadatan awal sel yang tinggi dapat memperpendek fase lag dan

membuat fase eksponensial meningkat secara tajam. Kepadatan awal sel yang

tinggi dapat meningkatkan persaingan antar sel untuk mendapatkan nutrisi dan

cahaya untuk tumbuh.

Hasil analisis uji F menunjukkan bahwa pada hari ke 1 dan 2 perlakuan non

signifikan atau tidak berpengaruh nyata karena sel-sel Navicula sp. terjadi kondisi

stressing secara fisiologi yang disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan

media kultivasi dari media awal ke media yang baru sehingga belum terjadi adanya

persaingan dalam penyerapan nutrisi. Perlakuan yang signifikan atau perbedaan

yang nyata antar perlakuan ditunjukkan pada hari ke 3, menurut Ardianti (2015),

terjadi karena sel-sel Navicula sp. sudah dalam kondisi yang normal dan terjadi

keseimbangan antara nutrien dalam media dan kandungan nutrisi dalam sel,

kemudian sel-sel Navicula sp. mulai terjadi persaingan dalam penyerapan nutrisi.

Perlakuan non signifikan atau tidak berpengaruh nyata pada hari ke 4, 5, 6 dan 7

terjadi karena kondisi nutrien pada media masih mencukupi sehingga mikroalga

Navicula sp. tumbuh seragam yang didukung oleh kondisi lingkungan. Kandungan

N rata-rata penelitian antara 16,46-17,16 mg/l dan P rata-rata antara 1,06-1,18 mg/l.

Hasil uji BNJ menunjukkan pada hari ke 3 kepadatan sel tertinggi pada

perlakuan salinitas 0 ppt yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan salinitas 32,5

ppt namun berbeda nyata dengan perlakuan salinitas lainnya. Perlakuan salinitas

22,5 ppt tidak berbeda nyata dengan perlakuan salinitas 25 ppt; 27,5 ppt; 30 ppt dan

37,5 ppt namun berbeda nyata dengan 0 ppt; 35 ppt dan 32,5 ppt. Perlakuan salinitas

35 ppt tidak berbeda nyata dengan perlakuan salinitas 22,5 ppt; 25 ppt; 27,5 ppt; 30

ppt dan 37,5 ppt namun berbeda nyata dengan perlakuan salinitas 0 ppt dan 32,5

ppt (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil uji BNJ pengaruh penambahan konsentrasi awal NaCl terhadap

pertumbuhan Navicula sp.

Perlakuan Kepadatan pada hari ke 3 (x104) sel/ml

G6 (35 ppt) 1,17 a

G1 (22,5 ppt) 1,33 abc

G4 (30 ppt) 1,64 abc

Page 141: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

131

G2 (25 ppt) 1,83 abc

G3 (27,5 ppt) 1,83 abc

G7 (37,5 ppt) 1,83 abc

G5 (32,5 ppt) 3,33 d

G8 (0 ppt) 4,50 d

Keterangan :

Angka yang diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada

taraf 95%

Perbedaan penambahan konsentrasi awal NaCl berpengaruh terhadap

pertumbuhan Navicula sp. Semakin tinggi tingkat konsentrasi awal NaCl maka

tidak berbanding lurus dengan kepadatan sel mikroalga Navicula sp. dalam kultur.

Menurut Widianingsih et al. (2012) bahwa salinitas yang lebih tinggi dari keadaan

optimumnya dapat menurunkan pertumbuhan Navicula sp. yang disebabkan karena

menurunnya proses fotosintesis. Dalam kondisi salinitas optimal Navicula sp.

melakukan proses fotosintesis secara optimal sehingga pertumbuhan selnya akan

meningkat. Tingginya salinitas akan menghambat proses fotosintesis, proses

respirasi serta menghambat pembentukan sel anakan. Hal tersebut merupakan suatu

bentuk adaptasi yang dilakukan oleh Navicula sp. terhadap salinitas yang tinggi

untuk mempertahankan hidupnya. Imron et al. (2016) penghambatan proses

fotoseintesis disebabkan oleh terganggunya keseimbangan osmotik antara bagian

dalam sel dengan lingkungan luarnya dan menyebabkan air dalam sel banyak yang

keluar. Keseimbangan osmotik yang terhambat akan menyebabkan sel kesulitan

untuk menarik air dari media sekitarnya. Sel akan merespon dengan menarik ion

sedangkan penarikan osmotik air dari vakuola sel. Keadaan tersebut

menyebabkan sel mengalami kelebihan ion dan berakibat toksik pada sel

sehingga menyebabkan pertumbuhan Navicula sp. terhambat dan terjadi

penurunan.

Hasil kandungan lipid pada Navicula sp. yang sudah diekstrak terlihat

kandungan lipid terbesar ada perlakuan penambahan awal NaCl konsentrasi 22,5

ppt sebanyak 6,7 mg. Sedangkan hasil kandungan lipid terkecil ada pada perlakuan

penambahan awal NaCl konsentrasi 32,5 ppt sebanyak 1,2 mg (Gambar 2). Hasil

penelitian kandungan lipid Navicula sp. yang diperoleh adalah kandungan lipid

semakin menurun pada tingkat salinitas tinggi, hal ini tidak sesuai dengan pendapat

Page 142: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

132

Widianingsih et al. (2012), bahwa semakin tinggi tingkat salinitas maka kandungan

lipid akan diperoleh dalam jumlah besar. Menurut Norbawa et al. (2013),

kandungan lipid dalam mikroalga tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat salinitas

dalam media kultur saja, namun juga dapat dipengaruhi oleh fase pertumbuhan

yang terjadi pada saat pemanenan sebelum dilakukannya pengukuran kandungan

lipid dari mikroalga. Produksi total lipid mikroalga tertinggi terjadi pada fase

stasioner, daripada fase eksponensial.

Gambar 2. Kandungan lipid Navicula sp. pada media limbah cair tapioka dengan

penambahan awal NaCl konsentrasi G1: 22,5 ppt, G2: 25 ppt, G3: 27,5

ppt, G4: 30 ppt, G5: 32,5 ppt, G6: 35 ppt, G7: 37,5 ppt, G8: 0 ppt

(kontrol).

Hasil kandungan lipid Navicula sp. tertinggi pada perlakuan salinitas 22,5

ppt yang merupakan tingkat salinitas terendah pada perlakuan penelitian ini, dengan

dilakukannya pemanenan pada pertumbuhan fase stasioner. Fase stasioner telah

terjadi penurunan pembelahan sel dan sel mulai menyimpan produknya dalam

bentuk lipid. Semakin menurunnya jumlah nutrien pada fase stasioner

mengakibatkan terjadinya penurunan pembelahan sel pada mikroalga secara

bertahap dan mulai menyimpan produknya dalam bentuk lipid.

Penambahan garam yang diberikan pada perlakuan media kultur Navicula

sp. dengan konsentrasi yang berbeda-beda dapat mempengaruhi kondisi mikroalga

Navicula sp. tersebut. Menurut Zainuddin et al. (2017), salinitas yang terlalu tinggi

6,7

4,8

2,82,5

1,2

3,7

1,8

2,8

00,5

11,5

22,5

33,5

44,5

55,5

66,5

77,5

G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8

Ka

nd

un

ga

n l

ipid

Na

vicu

lasp

.

(mg

)

perlakuan konsentrasi NaCl

Page 143: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

133

menyebabkan terganggunya tekanan osmotik kultivan. Tingginya konsentrasi

garam pada media yang didominasi oleh ion Na+ dan Cl- dapat menyebabkan

terganggunya kesimbangan osmotik yaitu antara bagian dalam sel dengan media

hidupnya yang menyebabkan air dalam sel banyak keluar. Salinitas yang tinggi atau

rendah dapat menyebabkan tekanan osmotik di dalam sel juga menjadi lebih rendah

atau lebih tinggi sehingga aktivitas sel menjadi terganggu. Dengan peningkatan

salinitas dapat menstimulasi kandungan lipid yang dihasilkan oleh Navicula sp.

(Tjahjo et al., 2002; Widianingsih et al., 2012).

Pertumbuhan Navicula sp. didukung dengan unsur hara yang cukup baik

komposisi nutriennya baik makro maupun mikro dan jumlahnya tepat dan sesuai

(Soemarjati & Muqsith, 2014). Menurut Amini & Syamdidi (2016), bahwa kadar

nitrat (NO3) 0,01−45 mg/l merupakan kisaran untuk kesuburan perairan, sedangkan

batasan fosfat untuk kesuburan perairan tidak melebihi dari 40 mg/l. Kandungan

nutrisi pada media limbah cair tapioka terdapat unsur N 17,16 mg/l dan P 1,18 mg/l

dan K 0,94 mg/l, ketiga makro nutrien ini sangatlah berpengaruh sebagai nutrisi

Navicula sp. untuk melakukan pertumbuhan. Nitrogen (N) dan Fosfor (P) sangat

berperan sebagai penyusun senyawa protein dalam sel (Chrismadha et al., 2006).

Unsur nitrogen dalam bentuk nitrat merupakan nutrien utama yang dibutuhkan oleh

pertumbuhan mikroalga (Indarmawan et al., 2012). Adanya nitrat dan fosfat pada

media tumbuh mikroalga dapat mempengaruhi kandungan protein dan karbohidrat

yang dihasilkan oleh mikroalga (Amata et al., 2015).

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

mikroalga. Setiap perlakuan memiliki rata-rata nilai suhu 27-28 °C. Menurut

Kawaroe et al. (2012,) suhu optimal dalam kultur mikroalga antara 24-30 °C. Suhu

yang dipergunakan masih memenuhi syarat untuk proses kultivasi mikroalga

Navicula sp. karena masih berada diantara suhu yang direkomendasikan. Cahaya

merupakan faktor pendukung bagi pertumbuhan mikroalga Navicula sp., karena

mikroalga melakukan fotosintesis. Cahaya yang digunakan selama penelitian ini

berasal dari pencahayaan lampu TL dengan daya listrik 36 watt dengan intensitas

cahaya sebesar 1314-1421 lux. Menurut Padang et al. (2013), intensitas cahaya

yang besar maka akan semakin baik untuk pertumbuhan sel mikroalga. Faktor lain

yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga adalah pH medium. Kisaran pH yang

Page 144: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

134

tercatat dalam kultur Navicula sp. menggunakan media limbah cair tapioka dengan

penambahan konsentrasi awal NaCl pada skala laboratorium yaitu pH awal pada

media berkisar 4-6 dan pH akhir media berkisar 4-8. Derajat keasaman (pH) pada

awal perlakuan bersifat asam berasal dari pH limbah cair tapioka. Menurut

Sihombing (2007), bahwa limbah cair tapioka dalam industri skala kecil memiliki

pH berkisar 5,5; industri skala menengah memiliki pH berkisar 4,5 dan industri

skala besar memiliki pH berkisar 5. Derajat keasaman (pH) akhir media pada

perlakuan salinitas 0 ppt (kontrol) terjadi peningkatan pH dari 6 (bersifat asam)

menjadi 8 (bersifat basa). Peningkatan nilai pH pada media menurut Prihartini et

al. (2005), disebabkan terjadinya penguraian protein dan persenyawaan nitrogen

lain dan akibat adanya penurunan konsentrasi CO2.

Kesimpulan

Tingkat konsentrasi awal NaCl yang berbeda pada media limbah cair

tapioka berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga Navicula sp. Semakin tinggi

tingkat konsentrasi awal NaCl maka semakin menurun kepadatan Navicula sp.

Konsentrasi awal NaCl 32,5 ppt menghasilkan kepadatan Navicula sp. tertinggi,

sebesar 3,33x104 sel/ml. Kandungan lipid mikroalga Navicula sp. tertinggi pada

perlakuan awal NaCl 22,5 ppt sebesar 6,7 mg.

Referensi

Agustira, R., Kemala, S.L. & Jamilah. 2013. Kajian Karakteristik Kimia Air, Fisika

Air dan Debit Sungai pada Kawasan Das Padang Akibat Pembuangan Limbah

Tapioka. Jurnal Online Agroteknologi, 1 (3): 615-625.

Amata, I.W., Gunam, B.W., Anggreni, A.A.M.D., Aryana, W.R. & Loberto, P.M.

2015. Produksi biomassa dan potensi nutrisi mikroalga Nnnochloropsis sp. K4.

Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, 3 (4): 1-12.

Amini, S. & Susilowati, R. 2010. Produksi Biodiesel dari Mikroalga Botryococcus

braunii. Squalen, 5 (1): 23-32.

Amini, S. & Syamdidi. 2016. Konsentrasi Unsur Hara pada Media dan

Pertumbuhan Chlorella vulgaris dengan Pupuk Anorganik Teknis dan Analis.

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.), 8 (2): 201-206.

Ardhianto, F.N., Pawitra, M.G. & Sumardiono, S. 2013. Konversi Asam Sianida

Menjadi Protein Dalam Tepung Ubi Kayu dengan Fermentasi Menggunakan

Rhizopus oligosporus. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2 (2): 51-55.

Ardianti, D.A.S. 2015. Kultur Murni Navicula sp. pada Skala Laboratorium di Balai

Budidaya Laut Stasiun Sekotong, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Skripsi.

Surabaya: Universitas Airlangga.

Page 145: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

135

Chisti, Y. 2007. Biodiesel from microalgae. Elsevier Biotechnology Advances, 25:

294-306.

Chrismadha, T., Panggabean, L.M. & Mardiati, Y. 2006. Pengaruh Konsentrasi

Nitrogen dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Kandungan Protein, Karbohidrat

dan Fikosianin pada Kultur Spirulina fusiformis. Berita Biologi, 8 (3): 163-169.

Febriana, E.D., Mukti, H. & Zullaikah, S. 2011. Pengaruh Nutrisi dan Salinitas

terhadap Produktivitas Lipida dari Botryococcus braunii. Jurnal Teknik Kimia,

1 (1): 1-6.

Imron, M.A., Sudarno & Masithah, E.D. 2016. Pengaruh Salinitas Terhadap

Kandungan Lutein pada Mikroalga Botryococcus braunii. Journal of Marine

and Coastal Science, 5 (1): 36-48.

Indarmawan, T., Mubarak, A.S. & Mahasri, G. 2012. Pengaruh Konsentrasi Pupuk

Azolla pinnata Terhadap Populasi Chaetoceros sp. Journal of Marine and

Coastal Science, 1 (1): 61-70.

Isnansetyo, A. & Kurniastuty, E. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan

Zooplankton: Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Yogyakarta:

Kanisius.

Kapdan, I.K. & Kargi, F. 2006. Bio-hydrogen Production from Waste Materials.

Enzyme Microb. Technol., 38: 569-582.

Karseno, Takagi, M. & Yoshida, T. 2004. Pengaruh Penambahan NaCl sebagai

Stress Agent dalam Kultivasi Sel Mikroalga Dunaliella tertiolecta ATCC 30929

Terhadap Akumulasi Lipid Intrasel. Agritech, 24 (2): 65-69.

Kasrina, Irawati, S. & Jayanti, W.E. 2012. Ragam Jenis Mikroalga di Air Rawa

Kelurahan Bentiring Permai Kota Bengkulu Sebagai Alternatif Sumber Belajar

Biologi SMA. Jurnal Exacta, 10 (1): 36-44.

Kawaroe, M., Prartono, T., Rachmat, A., Sari, D.W. & Agustine, D. 2012. Laju

Pertumbuhan Spesifik dan Kandungan Asam Lemak pada Mikroalga Spirulina

platensis, Isochrysis sp. dan Porphyridium cruentum. Ilmu Kelautan, 17 (3):

125-131.

Kawaroe, M., Prartono, T., Sunuddin, A., Sari, D.W. & Agustine, D. 2010.

Mikroalga: Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar.

Jakarta: PT Penerbit IPB Press.

Mahardani, D., Putri, B. & Hudaidah, S. 2017. Pengaruh Salinitas Berbeda

Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karotenoid Dunaliella sp. dalam Media

Ekstrak Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala). Jurnal Perikanan dan

Kelautan, 7 (1): 50-58.

Maharsyah, T., Lutfi, M. & Nugroho, W.A. 2013. Efektifitas Penambahan Plant

Growth Promoting Bacteria (Azopirillum sp.) dalam Meningkatkan

Pertumbuhan Mikroalga (Chlorella sp.) pada Media Limbah Cair Tahu Setelah

Proses Anaerob. Jurnal Kesehatan Pertanian Tropis dan Biosistem, 1 (3): 258-

264.

Martin, G. & Fernandez, M.R. 2012. Diatoms Indicators of Water Quality and

Ecological Status: Sampling, Analysis and Some Ecological Remarks.

Voudouris (editor), Ecological Water Quality: Water Treatment and Reuse.

Crotalia: In Tech Europe.

Mulyani, R.I. 2014. Studi Kandungan dan Persentase Daily Value Asam Lemak

Esensial Makanan Indonesia. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Page 146: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

136

Norbawa, P., Yudiati, E. & Widianingsih. 2013. Pengaruh Perbedaan Periode

Aerasi Karbondioksida Terhadap Laju Pertumbuhan dan Kadar Total Lipid pada

Kultur Nannochloropsis oculata. Journal of Marine Research, 2 (3): 6-14.

Nurachman, Z., Brataningtyas, D.S., Hartati & Panggabean, L.M.G. 2012. Oil from

Tropical Marine Benthic-Diatom Navicula sp. Appl Biochem Biotechnol, 168:

1065-1075.

Olivarria, D.F., Elias J.A.L., Cordova L.R.M., Millan, E.C., Ocana, F.E., Holguin,

E.V. & Baeza, A.M. 2015. Growth and Biochemical Composition of Navicula

sp. Cultivated at Two Light Intensities and Three Wavelengths. The Israeli

Journal of Aquaculture, 67: 1-7.

Padang, A., Dari, A.L. & Latuconsina, H. 2013. Pengaruh Intensitas Cahaya yang

Berbeda Terhadap Pertumbuhan Navicula sp. Skala Laboratorium. Bimafika, 5:

560-565.

Patil, R.R., Gholave, A.R., Jadhav, J.P., Yadav, S.R. & Bapat, V.A. 2014. Mucuna

sanjappae Aitawade et Yadav: a new species of Mucuna with promising yield

of anti-Parkinson’s drug L-DOPA. Genet Resour Crop Evol, 1-8.

Prayitno, J. 2016. Pola Pertumbuhan dan Pemanenan Biomassa dalam

Fotobioreaktor Mikroalga untuk Penangkapan Karbon. Jurnal Teknologi

Lingkungan, 17 (1): 45-52.

Prihantini, N.B., Berta, P. & Ratna, Y. 2005. Pertumbuhan Chlorella spp. dalam

medium ekstrak tauge (Met) dengan variasi pH awal. Jurnal Makara Sains, 9

(1): 1-6.

Sihombing, J.B.F. 2007. Penggunaan Media Filtran Dalam Upaya Mengurangi

Beban Cemaran Limbah Cair Industri Kecil Tapioka. Skripsi. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Soemarjati, W. & Muqsith, A. 2014. Aplikasi Water Stimulating Feed (WSF) pada

Media Kultur Navicula sp. Jurnal Ilmu Perikanan, 5 (1): 7-12.

Sulaeman, Suparto & Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah,

Tanaman, Air dan Pupuk. Bogor: Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Supriyantini, E. 2013. Pengaruh Salinitas terhadap Kandungan Nutrisi Skeletonema

coztatum. Buletin Oseanografi Marina, 2: 51-57.

Suryanti, V., Hastuti, S., Handayani, D.S. & Windrawati. 2014. Biosintesis

Biosurfaktan oleh Pseudomonas aeruginosa Menggunakan Limbah Cair

Industri Tapioka Sebagai Media. ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, 10 (1):

22-30.

Susilo, F.A.P., Suharto, B. & Susanawati, L.D. 2016. Pengaruh Variasi Waktu

Tinggal Terhadap Kadar BOD dan COD Limbah Tapioka dengan Metode

Rotating Biological Contactor. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 2 (1):

21-26.

Takagi, M., Karseno & Yoshida, T. 2005. Effects of Salt Concentration on

Intraselular Accumulation of Lipids and Tricyglyceride in Marine Microalgae

Dunaliella Cell. J. Biosci., 101 (3): 223-226.

Tjahjo, W., Erawati, L. & Hanung, S. 2002. Budidaya Fitoplankton dan

Zooplankton. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan

Perikanan: Proyek Pengembangan Perekayasaan Ekologi Balai Budidaya Laut

Lampung.

Page 147: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

137

Widianingsih, Hartati, R., Endrawati, H. & Hilal, M. 2012. Kajian Kadar Total

Lipid dan Kepadatan Nitzschia sp. yang Dikultur dengan Salinitas yang Berbeda.

Jurnal Ilmu Kelautan, 29-37.

Zainuddin, M., Hamid, N., Mudiarti, L., Kursistyanto, N. & Aryono, B.

2017. Pengaruh media hiposalin dan hipersalin terhadap respon pertumbuhan

dan biopigmen Dunaliella salina. Jurnal Anggano, 2 (1): 46-57.

Zhao, X., Pang, S., Liu, F., Shan, T. & Li, J. 2014. Biological identification and

determination of optimum growth conditions for four species of Navicula. Acta

Aceanol. Sin., 33 (8): 111-118.

Page 148: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

138

Pembuatan Smart Kit Fosfat untuk Budidaya Perikanan

Ellis Mursitorini*, Hendro Sulistiono, dan Silvian Rusminar

Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan Serang, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Jl. Raya Carita Desa Umbul Tanjung Kecamatan Cinangka PO. Box 123 Anyer Lor, Kabupaten

Serang Provinsi Banten

*email: [email protected]

Abstrak

Pembuatan test kit uji fosfat yang diberi nama smart kit fosfat telah dilakukan

sebagai alternatif pengujian yang cepat, akurat, murah dan mudah diaplikasikan

sehingga dapat menggambarkan kondisi pengukuran terkini (real time) di lapangan.

Produksi smart kit fosfat dilakukan dengan enam tahapan, yaitu 1) studi literatur,

2) formulasi, 3) validasi, 4) penentuan masa kedaluarsa, 5) pembuatan kertas

standar, dan 6) teknologi pengepakan dan penyimpanan. Berdasarkan hasil

modifikasi, didapatkan formulasi penggunaan smart kit fosfat yaitu reagen 1

(larutan asam sulfat) sebanyak 0,05 mL (1 tetes), reagen 2 (asam askorbat) sebanyak

0,03 g (1 sendok) dan reagen 3 (larutan campuran amonium molibdat dan natrium

antimoni tatrat) sebanyak 0,1 mL (2 tetes). Formulasi digunakan untuk sampel uji

yang memiliki tingkat kecerahan tinggi (>50 cm) dengan volume sebanyak 5 mL.

Validasi formulasi telah memenuhi kriteria penerimaan yang ditetapkan oleh

Association of Official Analytical Chemist (AOAC) yaitu nilai linearitas sebesar

0,9997, uji repitabilitas berkisar antara 0,39 – 12,33% dan nilai akurasi antara 91,02

– 99,58%. Test kit ini memiliki nilai batas deteksi (LoD) sebesar 0,050 mg/L dan

nilai batas kuantifikasi (LoQ) sebesar 0,200 mg/L. Nilai uji robustness didapatkan

pembacaan stabil mulai menit ke-10 hingga menit ke-240. Masa kedaluarsa smart

kit fosfat mencapai 7 bulan smart kit fosfat memiliki kertas standar warna yang

telah divalidasi dan memiliki kemasan yang baik. Rekomendasi penyimpanan

terbaik adalah penyimpanan pada suhu 4oC hingga 8oC, namun pada suhu ruang

masih direkomedasikan. Dari segi nilai kelayakan finansial smart kit fosfat lebih

murah dibandingkan metode atau test kit lainnya. Berdasarkan enam tahapan yang

telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa test kit ini layak digunakan sebagai

metoda pemeriksaan cepat, akurat dengan harga yang terjangkau dan dapat dengan

mudah dipergunakan oleh stakeholder perikanan budidaya dalam pengujian

kandungan fosfat di lingkungan budidaya.

Kata Kunci : fosfat, Smart Kit, validasi

Pendahuluan

Peningkatan produksi dalam usaha perikanan budidaya memberikan

konsekuensi nyata selain peningkatan produksi ikan, juga akan menyebabkan

terjadi peningkatan limbah budidaya. Upaya untuk mendukung usaha perikanan

berkelanjutan sangat diperlukan yaitu melalui manajemen pengelolaan lingkungan

Page 149: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

139

budidaya secara terpadu, baik di dalam maupun di luar unit usaha. Salah satunya

adalah melakukan pemantauan kondisi perairan lingkungan budidaya secara rutin

dan berkala sehingga diperoleh data yang komprehensif tentang kondisi perairan.

Parameter fosfat merupakan satu faktor penting pada lingkungan budidaya

perikanan karena fosfat merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi

kehidupan organisme akuatik terutama dalam kaitannya dengan tingkat kesuburan

perairan dan produktivitas perairan (Effendi, 2003). Sumber utama fosfat di

lingkungan budidaya adalah berasal dari sisa pakan dan limbah bahan organik.

Sistem budidaya intensif yang menjadikan pakan sebagai satu-satunya sumber

protein akan meningkatkan nutrien/unsur hara di dalam perairan utamanya

kandungan nitrogen dan fosfor. Mason (1993) dalam Effendi (2003) menyebutkan

bahwa unsur nitrogen dan fosfor merupakan unsur/elemen yang dapat

menyebabkan perairan mengalami eutrofikasi/pengkayaan.

Pengkayaan zat hara di lingkungan perairan memiliki dampak positif,

namun pada tingkat tertentu juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak

positifnya adalah adanya peningkatan total produksi ikan (biomassa) karena

kelimpahan fitoplankton yang tinggi (JonesLee & Lee, 2005; Gypens et al., 2009).

Adapun dampak negatif yang ditimbulkan diantaranya penurunan kandungan

oksigen terlarut di perairan, penurunan biodiversitas dan terkadang memperbesar

potensi muncul dan berkembangnya jenis fitoplankton berbahaya yang lebih umum

dikenal dengan istilah Harmful Algal Blooms (HABs) (Howart et al., 2000; Gypens

et al., 2009).

Penggunaan metode yang valid dalam penetapan kadar fosfat menjadi syarat

mutlak karena laboratorium dituntut untuk menghasilkan data yang valid dan

objektif serta menunjukkan secara nyata kualitas kinerjanya dengan kesalahan

minimal. Pengujian laboratorium memberikan hasil uji yang valid dan akurat,

namun terdapat kelemahan yaitu hasil uji yang didapatkan relatif membutuhkan

waktu yang lama. Hal ini mendorong pengembangan alternatif pengujian yang lebih

cepat yang dapat menggambarkan kondisi saat dilakukan pengukuran (real time),

salah satunya dengan penggunaan test kit.

Metode smart kit fosfat merupakan pengembangan dari Methods of

Seawater Analysis, 3rd edition, Determination of Dissolve Inorganic Phosphate.

Page 150: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

140

Metode ini awalnya digunakan untuk air yang mengandung salinitas 5 – 34‰,

namun setelah melalui beberapa tahapan pengembangan maka metode smart kit

fosfat secara kualitatif dapat diaplikasikan untuk perairan umum seperti perairan

tawar, laut dan payau.

Kegiatan ini bertujuan untuk menghasilkan test kit fosfat yang telah

tervalidasi berdasarkan ketetapan Association of Official Analytical Chemist

(AOAC). Test kit ini diharapkan dapat digunakan untuk analisis fosfat di lapangan

secara cepat, akurat, sehingga dihasilkan data yang valid dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Kegiatan ini dilakukan di Laboratorium Kualitas Air, Loka Pemeriksaan

Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang, pada bulan Maret - Oktober 2018.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan terdiri atas kalium dihidrogen fosfat anhidrat

(KH2PO4)/larutan induk standar 1000 mg/L PO43-, larutan baku fosfat, larutan kerja

fosfat, air suling, asam askorbat (C6H8O6), asam sulfat pekat, kalium antimonil

tartrat (K(sbo)C4H4O6.½H2O), amonium molibdat ((NH4)6Mo7O24.4H2O), sodium

klorida (NaCl), magnesium sulfate heptahydrate (MgSO4.7H2O) dan sodium

hidrogen karbonat hidrat (NaHCO3.H2O). Sedangkan peralatan yang digunakan

adalah spektrofotometer UV/VIS merk GBC, cuvet disposable, mikropipet, labu

ukur, pipet volumetrik, pipet ukur, gelas piala, erlenmeyer, dan neraca analitik.

Tahap Pembuatan

Tahapan dalam pembuatan metode non standar uji kadar fosfat (PO4)

dengan metode smart kit fosfat yaitu persiapan dan pelaksanaan.

(1) Persiapan

Persiapan yang dilakukan yaitu mengkaji beberapa literatur/metode uji tentang

pengujian fosfat: SNI, APHA, dan Methods of Seawater Analysis. Mencoba

Page 151: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

141

beberapa formulasi sampai ditemukan komposisi/formulasi yang tepat dan

membuat rancangan validasi pengujian. Persiapan penentuan masa kadaluwarsa

dilakukan dengan menyiapkan beberapa botol droop yang ditandai tanggal untuk

pengujian secara berkala. Untuk persiapan pengepakan dilakukan desain pada

kertas untuk kotak kemasan.

(2) Pelaksanaan

a. Formulasi modifikasi

Pembuatan smart kit fosfat dilakukan dengan cara memodifikasi jenis, komposisi,

volume dan waktu pemberian reagen serta volume sampel berdasarkan metode

pemeriksaan fosfat yang telah ditentukan.

b. Validasi test kit

Hasil modifikasi yang dihasilkan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan

validasi. Adapun parameter validasi yang dilakukan antara lain:

• Linearitas

Analisis regresi linier digunakan untuk mengetahui kadar analit terhadap respon

instrumen. Koefisien korelasi (r) didapat dengan menghitung regresi dari

persamaan linearnya, sedangkan perpotongan dengan sumbu y menyatakan ukuran

biasnya. Uji linearitas dilakukan dengan membuat deret standar fosfat dari 0 – 3,0

mg/L.

• Presisi

Presisi meliputi repitabilitas dan reprodusibilitas. Pengujian dilakukan dengan

menghitung besarnya percent relative standard deviation (%RSD), yang diperoleh

dengan cara menambahkan analit (spiking) sampel fosfat dengan standar fosfat 0,2

– 2,0 mg/L. Setiap konsentrasi spiking dibuat sebanyak 7 kali ulangan. Nilai %RSD

tidak boleh melebihi batas presisi berdasarkan persamaan modifikasi Horwitz.

• Akurasi

Akurasi diukur dengan uji perolehan kembali (Recovery test, %R) menggunakan

metode penambahan standar. Batas penerimaan uji perolehan kembali menurut

AOAC adalah 80 – 120%. Hal ini dilakukan dengan cara spiking sampel fosfat

dengan standar fosfat 0,2 hingga 2,0 mg/L. Setiap konsentrasi spiking dibuat 7 kali

ulangan kemudian dihitung nilai perolehan kembalinya (%R)

• Batas deteksi (Limit of detection, LoD) dan batas kuantisasi (LoQ)

Page 152: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

142

LoD dan LoQ dihitung dari rerata kemiringan garis dan simpangan baku intersep

kurva standar yang diperoleh. Setiap konsentrasi dibuat 7 kali ulangan.

Batas deteksi (LoD) = x0 + 30

Batas kuantisasi (LoQ) = x0 + 100

Dimana:

x0 = rerata nilai blanko

0 = simpangan baku blanko

• Uji Robustness

Uji Robustness menurut AOAC (2002) adalah sebuah studi yang menguji kapasitas

suatu metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh variasi parameter metode yang

kecil namun disengaja dan yang memberikan indikasi keandalannya selama normal

pemakaian. Pengukuran dilakukan mulai menit ke-10 hingga menit ke-240.

c. Penentuan masa kedaluwarsa/uji stabilitas

Penentuan masa kedaluarsa dilakukan dengan menguji validasi test kit

secara berkala. Sampel yang digunakan untuk pengujian secara berkala adalah

sampel yang ditambahkan standar fosfat, sehingga dapat diketahui hasil pengujian

yang kemudian dibandingkan pada standar yang telah ditambahkan. Penentuan

masa kedaluarsa sebulan sekali.

d. Pembuatan kertas warna

Dilakukan pembuatan larutan standar pada konsentrasi 0,05 hingga 2,0 mg/L,

kemudian dilakukan pencocokan warna beberapa hasil print out kertas standar

dengan warna yang terbentuk dari larutan standar yang telah dibuat.

e. Teknologi pengepakan dan penyimpanan

Pengujian kemasan yang telah didesain bentuk, warna dan dekorasinya,

dilakukan dengan menyimpan kemasan di dalam refrigerator selama 24 jam untuk

memastikan ketahanan dari pewarna kemasan.

Pengujian penyimpanan test kit dilakukan pada 3 kondisi yaitu

penyimpanan reagen test kit pada; (i) suhu 4 – 8oC (refrigerator), (ii) suhu ruang ≤

25oC, dan suhu lingkungan luar ≥ 28oC. Uji stabilitas dalam pengujian

penyimpanan dilakukan secara bersamaan dengan penentuan masa kadaluarsa.

f. Penentuan kelayakan finansial

Page 153: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

143

Penilaian finansial dilakukan dengan membandingkan antara smart kit fosfat

dengan metode uji lain, baik laboratorium ataupun test kit lainnya.

Pengolahan Data

Data validasi yang telah didapat diolah secara statistika untuk menentukan

nilai regresi linier (r), % Relative Standard Deviation (% RSD), % Perolehan

kembali (% Recovery), Limit of Detection (LoD) dan Limit of Quantification (LoQ)

dan uji Robustness menggunakan Microsoft Excel.

Hasil dan Pembahasan

Modifikasi Formulasi dan validasi test kit

a. Modifikasi formulasi

Setelah melalui beberapa tahapan modifikasi jumlah sampel dan reagen-

reagen yang digunakan, didapatkan formulasi modifikasi dalam pembuatan smart

kit fosfat yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Formulasi smart kit fosfat

No Uraian Jml

1 Sampel (kecerahan >50 cm) 5 mL

2 Reagen 1 (Larutan asam sulfat 4,5 M) 0,05 mL (1 tetes)

3 Reagen 2 (Asam askorbat) 0,04 g (1 sendok)

4 Reagen 3 (Campuran larutan amonium molibdat dan

natrium. antimoni tatrat )

0,1 mL (2 tetes)

Dalam produksi smart kit fosfat, untuk reagen 1 dan 3 menggunakan botol

droop (dropper bottle) dengan konversi 1 ml = ± 20 tetes, jadi 0,05 ml = ± 1 tetes

dan 0,1 ml = ± 2 tetes. Sedangkan untuk reagen 2 menggunakan sendok ukur

(measurement spoon) dengan kapasitas ± 0,05 g (1 sendok).

b. Validasi test kit

Validasi metode analisis adalah suatu proses penilaian terhadap metode

analisis tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa

metode tersebut memenuhi persyaratan untuk digunakan (Harmita, 2004).

Validasi metode menurut Association of Official Analytical Chemist

(AOAC, 2002) adalah suatu proses yang menetapkan bahwa karakteristik suatu

Page 154: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

144

metode yang ditemukan dapat memenuhi kebutuhan untuk aplikasi analisis yang

diharapkan dengan cara studi laboratorium. Proses validasi yang dilakukan

terhadap produk smart kit fosfat meliputi uji linearitas, presisi, akurasi, penentuan

LoD dan LoQ serta uji Robustness. Hasil validasi yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

1) Linearitas

Linearitas menunjukkan hubungan antara konsentrasi dengan nilai absorbansi

yang berbanding lurus. Semakin tinggi nilai absorbansi sebanding dengan

peningkatan nilai konsentrasi (AOAC, 2002). Gambar 1 menunjukkan hubungan

linearitas uji fosfat menggunakan smart kit fosfat.

Gambar 1. Grafik linearitas uji fosfat dengan smart kit fosfat

Berdasarkan data yang diperoleh, pengukuran linearitas dilakukan pada

rentang konsentrasi (0,010 – 2,000) mg PO4/L dengan rentang absorbansi (0,1840

– 0,4495) dihasilkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9997 dan intersep (0,0162).

Nilai intersep ini lebih kecil dari limit deteksi yaitu sebesar 0,050. Hasil linearitas

ini dinyatakan valid apabila memenuhi syarat sesuai dengan AOAC, yaitu nilai r ≥

0,990 dan intersep lebih kecil dari limit deteksi.

Setelah dilakukan uji linearitas, maka dilakukan pengujian untuk menentukan

acuan standar warna dengan konsentrasi di dalam rentang 0,1 – 2,0 mg/L. Pada

Gambar 2 disajikan standar warna yang telah dihasilkan sebagai acuan pembacaan

uji fosfat menggunakan smart kit fosfat.

Page 155: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

145

Gambar 2. Deret standar acuan dan kertas acuan standar warna smart kit fosfat

2) Presisi

Presisi atau ketelitian menurut AOAC (2002) adalah kesamaan hasil dari tiap

individu ketika metode tersebut diterapkan berulang kali pada berbagai pencuplikan

suatu contoh homogen.

Repitabilitas

Data repitabilitas diperoleh dari hasil pengukuran spiking sampel dengan

beberapa konsentrasi yang dilakukan sebanyak 7 ulangan. Berdasarkan hasil

pengukuran spiking sampel tersebut diperoleh nilai %RSD yang dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Nilai %RSD untuk masing-masing konsentrasi

Konsentrasi Spiking

(mg/L) %RSD

Nilai Toleransi

(2/3% CV Horwitz)

0,1 12,33 <15,08

0,2 4,68 <13,59

0,5 2,40 <11,84

1,0 1,94 <10,67

1,5 4,29 <10,04

2,0 0,39 <9,61

Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa %RSD untuk konsentrasi spiking

0,1; 0,2; 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 mg/L memiliki %RSD masing-masing 12,33; 4,68;

2,40; 1,94; 4,29 dan 0,39. Masing-masing konsentrasi spiking memiliki %RSD di

bawah nilai toleransi Horwitz, sehingga nilai yang didapatkan valid dan memenuhi

persyaratan nilai presisi (keterulangan) yang diterima.

Reproduksibilitas

Page 156: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

146

Data reproduksibilitas diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh

analis yang berbeda dari spiking sampel dengan beberapa konsentrasi yang

dilakukan sebanyak 7 ulangan. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh

nilai %RSD yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai %RSD masing-masing konsentrasi yang dilakukan oleh 4 (empat)

analis

Analis %RSD

0,5 mg/L 1,0 mg/L

1 (Ellis) 2,39 1,90

2 (Isna) 3,45 3,74

3 (Silvi) 4,99 3,04

4 (Hendro) 2,25 3,14

Rataan 3,27 2,95

Nilai Toleransi

(%CV Horwitz) <17,76 <16,00

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa pada konsentrasi spiking

0,5 mg/L yang dilakukan oleh analis 1, 2, 3 dan 4, diperoleh %RSD berturut-turut

sebesar 2,39%; 3,45% ; 4,99% dan 2,25%. Sedangkan pada konsentrasi spiking 1,0

mg/L yang dilakukan oleh analis 1, 2, 3 dan 4, diperoleh %RSD berturut-turut

sebesar 1,90%; 3,74%; 3,04% dan 3,14%. Rerata %RSD untuk konsentrasi spiking

0,5 mg/L sebesar 3,25% yang berada di bawah nilai toleransi (17,76%) dan

konsentrasi spiking 1,0 mg/L dengan %RSD sebesar 2,95% yang juga berada di

bawah nilai toleransi (16,00%). Nilai yang didapatkan tersebut dinyatakan valid dan

memenuhi persyaratan nilai presisi yang diterima.

3) Akurasi

Akurasi atau ketepatan menurut AOAC (2002) adalah kedekatan nilai hasil

percobaan yang diperoleh dari suatu metode terhadap nilai sebenarnya.

Konsentrasi berbeda

Pengukuran akurasi dilakukan dengan melakukan spiking dengan konsentrasi yang

berbeda. Hasil akurasi dinyatakan dengan % Recovery (%R) yang disajikan pada

Tabel 5.

Page 157: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

147

Tabel 5. Nilai akurasi uji smart kit fosfat

Konsentrasi Spiking

(mg/L)

% Recovery

(%R)

0,10 98,84

0,20 94,61

0,50 91,02

1,00 94,34

1,50 99,58

2,00 91,48

Nilai Toleransi(%R) 80 – 120

Nilai akurasi pada konsentrasi spiking 0,10; 0,20; 0,50; 1,00; 1,50; dan 2,00 mg/L

memiliki %R berturut-turut sebesar 98,84; 94,61; 91,02; 94,34; 99,58 dan 91,48.

%Recovery pada setiap konsentrasi spiking berada di antara 80 – 120%, sehingga

nilai yang didapatkan valid dan memenuhi persyaratan nilai akurasi yang diterima.

Jenis sampel berbeda

Penentuan akurasi dilakukan juga pada jenis sampel yang berbeda, yaitu air

tawar dan air laut seperti tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai akurasi pada konsentrasi spiking 0,5 mg/L menggunakan sampel

berbeda

Jenis sampel % Recovery (%R)

Air Tawar 99,64

Air Laut 96,23

Nilai Toleransi (%R) 80 – 120

Berdasarkan data pada Tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa %R untuk

konsentrasi spiking 0,5 mg/L pada jenis sampel yang berbeda memiliki %R sebesar

99,64 untuk air tawar dan 96,23 untuk air laut. Nilai %R pada semua jenis sampel

berada di antara 80 – 120%, sehingga nilai yang didapatkan valid dan memenuhi

persyaratan nilai akurasi yang diterima.

Page 158: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

148

4) Limit of Detection (LoD) dan Limit of Quantification (LoQ)

Batas deteksi/limit of detection (LoD) adalah konsentrasi analit terendah di

dalam suatu contoh yang dapat dideteksi tetapi tidak harus terkuantitasi pada

kondisi percobaan yang ditetapkan. Sedangkan limit kuantifikasi/limit of

quantification (LoQ) adalah konsentrasi analit terendah yang terdapat dalam contoh

yang dapat diukur secara tepat dan teliti (AOAC, 2002). Nilai batas deteksi (LoD)

yang diperoleh dari hasil pengujian adalah sebesar 0,05 mg/L dan nilai batas

kuantifikasi (LoQ) sebesar 0,200 mg/L. Nilai LoD tersebut menunjukkan

konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi pada suatu sampel sebesar 0,05

mg/L, sedangkan LoQ konsentrasi analit terendah yang dapat diukur secara tepat

dan teliti pada suatu sampel sebesar 0,200 mg/L.

5) Uji Robustness/Uji Ketahanan

Uji Robustness menunjukkan ketahanan dari smart kit fosfat atau dengan kata

lain uji ini mengukur lama waktu smart kit memberikan hasil pembacaan yang

sama. Hasil uji robustness tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai uji Robustness

Lama pengukuran %Recovery

0,1 mg/L 0,5 mg/L 1,0 mg/L 2,0 mg/L

10’ 115,01 106,06 107,26 103,51

60’ 113,96 105,58 107,68 103,60

120’ 115,27 106,75 107,76 103,93

240’ 115,21 108,68 109,26 104,25

Pengukuran yang dilakukan mulai pada menit ke-10 hingga menit ke-240 tidak

menimbulkan perubahan nilai konsentrasi. Nilai %R yang didapat mulai menit ke-

10 sampai menit ke-240 untuk konsentrasi 0,1; 0,5; 1,0 dan 2,0 mg/L, masing-

masing berkisar antara 113,96 – 115,27; 105,58 – 108,68; 107,26 – 109,26 dan

103,51 – 104,25. Hasil pengukuran %R pada semua perlakuan berkisar antara 80 –

120%, sehingga nilai yang didapatkan valid dan memenuhi persyaratan nilai akurasi

Page 159: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

149

yang diterima dan waktu pembacaan nilai absorbansi yang valid dari menit ke-10

sampai dengan menit ke-240.

c. Penentuan Kedaluarsa

Pengujian berkala yang dilakukan sebulan sekali selama 7 bulan menunjukkan

hasil yang sesuai dengan nilai standar fosfat yang digunakan yaitu standar 0,5 mg/L.

Hasil penentuan kedaluarsa dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji stabilitas (kedaluarsa)

Parameter Bulan ke-

Batas 1 2 3 4 5 6 7

%RSD

(presisi) 3,61 10,73 7,02 2,87 5,56 3,66 2,23 17,76

%R

(Akurasi) 100,72 105,64 99,46 105,24 93,43 94,54 87,72 80 – 120

Jadi selama 7 bulan smart kit fosfat ini tetap stabil pada penyimpanan suhu 4 –

8oC (refrigerator) dan < 25oC. Ibrahim (2012) menyebutkan bahwa faktor-faktor

yang mempercepat kedaluarsa obat meliputi faktor internal yaitu proses peruraian

obat itu sendiri dan faktor eksternal yaitu oksigen, temperatur, cahaya dan

kelembaban, demikian juga untuk test kit yang mengandung bahan-bahan kimia.

d. Teknologi pengepakan dan penyimpanan

Kegiatan pengepakan atau pengemasan merupakan kegiatan merancang dan

memproduksi wadah atau bungkus sebagai sebuah produk (Kotler & Keller, 2009)

dan biasanya fungsi utama dari kemasan adalah untuk menjaga produk. Namun,

sekarang kemasan menjadi faktor yang cukup penting sebagai alat pemasaran

(Rangkuti, 2010). Kemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi

kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya dari bahaya pencemaran

serta gangguan fisik (Ayu et l., 2009). Teknologi pengepakan yang dilakukan

yaitu dengan membuat kemasan smart kit fosfat yang telah melalui proses desain

bentuk, warna dan dekorasinya. Gambar 3 menunjukkan hasil pengemasan smart

kit fosfat.

Page 160: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

150

Gambar 3. Pengepakan dan penyimpanan smart kit fosfat

Kemasan yang telah dibuat, warnanya tidak luntur dan tahan terhadap kondisi

penyimpanan suhu 4 – 8oC (refrigerator). Ukuran kotak kemasan dibuat

menyesuaikan isi dari smart kit fosfat. Isi dari smart kit fosfat ini antara lain kertas

tabel standar warna fosfat, 2 botol tetes berukuran 15 mL (reagen 1 dan reagen 3),

1 botol berukuran 12 mL (reagen 2), 1 sendok ukur, 2 botol kaca/sampel kecil

berukuran 10 ml dan syringe 5 ml.

Hasil uji coba untuk penyimpanan menunjukkan semakin panas suhu yang

diberikan pada smart kit maka waktu kedaluarsa semakin cepat, sehingga untuk

menyimpan smart kit fosfat sebaiknya di tempat sejuk atau terhindar dari kontak

langsung dengan sinar matahari. Kondisi untuk penyimpanan terbaik yaitu

penyimpanan smart kit pada suhu 4 – 8oC. Namun pada kondisi suhu ruang masih

direkomendasikan dengan kondisi tidak terkena sinar matahari secara langsung.

e. Kelayakan Finansial

Biaya pengujian kuantitatif fosfat (orthofosfat) pada laboratorium uji berkisar

Rp. 30.000,00 – Rp. 50.000,00 per sampel dan cukup besar jika bahan yang akan

diuji jumlahnya banyak. Dengan menggunakan smart kit fosfat dengan harga Rp.

200.000,00 untuk 140 sampel, maka biaya analisis fosfat yang diperlukan hanya ±

Rp.1.500,00 per sampel. Berdasarkan harga, smart kit fosfat lebih murah

dibandingkan produk serupa. Harga produk impor berkisar antara Rp.800.000,00

– Rp. 1.200.000,00 untuk 80 kali pengujian atau setara dengan Rp. 15.000 per

sampel.

a

b

Page 161: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

151

Kesimpulan

Dari kegiatan pembuatan smart kit fosfat dapat disimpulkan beberapa hal,

yaitu:

1. Formulasi dan modifikasi penggunaan reagen dan sampel yang digunakan

pada smart kit fosfat telah dilakukan validasi dan memenuhi kriteria

penerimaan yang ditetapkan oleh Association of Official Analytical Chemist

(AOAC) antara lain linearitas, akurasi, presisi, LoD, LoQ dan Robutness.

2. Masa kedaluarsa smart kit fosfat sampai saat ini mencapai 7 bulan dan masih

dalam proses pengujian stabilitas sampai batas waktu maksimal

penyimpanan reagen.

3. Rekomendasi penyimpanan terbaik pada suhu 4 – 8oC, namun masih

direkomendasikan penyimpanan pada suhu ruang.

4. Smart kit fosfat memiliki harga yang lebih ekonomis jika dibandingkan

dengan test kit sejenis, baik impor maupun lokal.

Saran

Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai waktu kedaluarsa, metoda

pengepakan dan penyimpanan test kit, sehingga dapat menjamin kualitas test kit

tetap dalam kondisi stabil.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala LP2IL Serang yang telah

memberikan dukungan dan kepercayaan kepada tim kami untuk menyelesaikan

kegiatan ini, serta seluruh pegawai LP2IL Serang atas dukungan dan kerjasamanya.

Referensi

Anonim. 2002. AOAC International Methods Committee Guidelines for Validation

of Qualitative and Quantitative Food Microbiological Official Methods of

Analysis. J AOAC Int. 85: 1–5.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Edisi kelima. Kanisius.Yogyakarta.

Garsshoff K, Kremling K, Ehrhardt M. 1999. Methods of Seawater Analysis, 3rd,

Determination of Dissolve Inorganic Phosphate. Wiley-VCH. Germany.

Page 162: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

152

Rangkuti F. 2005. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta:

Gramedia. https://www.kajianpustaka.com/2016/10/pengertian-fungsi-tujuan-

dan-jenis-kemasan.html. Diakses pada tanggal 15 November 2019.

Gypens N, Borges AV, Lancelot C. 2009. Effect of eutrophication on air–sea CO2

fluxes in the coastal Southern North Sea: a model study of the past 50 years.

Global Change Biology. 15: 1040–1056. DOI: 10.1111/j.1365-

2486.2008.01773.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksananaan Validasi Metoda dan Cara Perhitungannya.

Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol.1. Hal. 119, 122.

Howart R, Anderson D, Cloern J, Elfring C, Hopkinson C, Lapointe B, Malone T,

Marcus N, McGlathery K, Sharpley A, Walker D. 2000. Nutrient pollution of

coastal rivers, bays, and seas. Issues in ecology. Ecology Society of America.

Washington, DC. 17 p.

Ibrahim AA. 2012. Kinetika Reaksi Kimia. Laporan Praktikum. Jurusan Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Haluoleo,

Kendari.

Jones-Lee A, Lee GF. 2005. Eutrophication (Excessive Fertilization).Water

Encyclopedia: Surface and Agricultural Water. Wiley, Hoboken, NJ. pp 107-

114.

Kotler dan Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid I. Edisi ke 13. Jakarta:

Erlangga. https://www.kajianpustaka.com/2016/10/pengertian-fungsi-tujuan-

dan-jenis-kemasan.html. Diakses pada tanggal 15 November 2019.

Page 163: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

153

Pengaruh Nano Bubble terhadap Penampilan Perkembangan

Larva Ikan Mas (Cyprinus carpio, Linn) di Balai Benih Ikan

Samosir

Syahroma Husni Nasution, Lukman, Tri Widiyanto, Novi Mayasari, dan

Bambang Teguh Sudiyono

Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Jl Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, 16911

Email: [email protected]

Abstrak

Teknologi nanobubble (NAB) telah dimanfaatkan dalam pembenihan ikan selain

dalam bentuk pemberian aerasi (AER). Namun informasi dampak teknologi nanobubble

masih relatif jarang ditemukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh NAB

terhadap penampilan perkembangan larva ikan mas. Penelitian dilakukan di Balai Benih

Ikan Samosir pada bulan Juli 2019. Perlakuan meliputi media pemeliharaan larva yang

dilengkapi nannobuble dan sistem aerasi. Pemijahan ikan dilakukan dengan mengawinkan

induk jantan dan betina secara alami di kolam yang sudah dilengkapi dengan “kakaban”.

Kemudian induk ikan dipindahkan ke kolam pemulihan induk. Telur yang terdapat di

“kakaban” dipindahkan ke dalam strimin berukuran 100 x 100 cm masing-masing,

dilakukan dengan enam ulangan setiap perlakuan. Untuk mengetahui persentase telur yang

menetas dilakukan dengan mengambil sebanyak 100 butir telur dan dipindahkan ke dalam

strimin berukuran 20 x 20 cm sebanyak enam ulangan setiap perlakuan. Diameter telur

diukur dari 600 butir dan perkembangan larva dilakukan dengan mengukur panjang tubuh

larva menggunakan alat ukur kaca berskala dan berat total ikan menggunakan timbangan.

Kualitas air sebagai penunjang penelitian adalah Dissolved Oxygen (DO) dan suhu air.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa persentase telur yang menetas pada perlakuan

NAB dan AER masing-masing adalah 54,7 dan 55,5%. Diameter telur terbesar (56,60%)

berada pada kelas ukuran 1,8-2,1 mm. Rata-rata pertumbuhan panjang harian, pertumbuhan

panjang spesifik dan pertumbuhan berat harian, pertumbuhan berat spesifik larva ikan

perlakuan NAB masing-masing adalah 0,702 ± 0,051mm/hari, 8,190 ± 0,650%/hari, dan

0,0029 ± 0,001 g/hari, 5,632 ± 3,108%/hari. Rata-rata pertumbuhan panjang harian,

pertumbuhan panjang spesifik dan pertumbuhan berat harian, pertumbuhan berat spesifik

larva ikan perlakuan AER masing-masing adalah 0,637 ± 0,096 mm/hari, 7,225 ±

1,083%/hari, dan 0,0032 ± 0,0009 h/hari, 9,099 ± 2,155%/hari. Sintasan rata-rata larva ikan

mas di NAB 89,97 ± 5,34% dan di AER 91,80 ± 5,03%. Nilai kisaran DO di NAB 6,0 –

11,9 mg/L dan di AER berkisar antara 5,7 – 11,3 mg/L. Nilai DO terendah dijumpai jam

06.00 pagi dan tertinggi jam 12.00 siang. Nilai rata-rata suhu air di NAB terlihat lebih

tinggi daripada di kolam AER (suhu air di NAB: 25 – 32 oC; suhu air di AER: 24 – 30 oC).

Secara umum terlihat bahwa pemeliharaan larva ikan mas lebih baik menggunakan sistem

aerasi dibandingkan sistem nanobubble dilihat dari pertumbuhan berat spesifik dan

sintasan larva.

Kata kunci: nanobubble, penampilan, larva ikan mas

Pendahuluan

Gelembung mikro/nano adalah salah satu teknologi yang dikembangkan

untuk meningkatkan level oksigen terlarut (DO) dalam air. Teknologi ini sudah

dikembangkan di Jepang selama lebih dari 50 tahun. Pada tahun 1950 (Alheshibri

et al, 2016), teknologi ini diterapkan untuk membantu degradasi limbah cair

Page 164: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

154

(Yamasaki et al, 2010) dan dipatenkan pada tahun 2005 di Jepang (Yamasaki et al,

2009). Pada prinsipnya, partikel gelembung mikro/nano dihasilkan dari generator

pompa celup plus tekanan udara dan pembuangan air (Agarwal et al, 2011).

Menurut Tsuge (2015) ukuran partikel lebih kecil dan lebih besar luas permukaan

partikel sehingga kelarutan oksigen terlarut dalam air dapat meningkat. Nanobubble

memiliki luas permukaan spesifik tinggi dan waktu stagnasi tinggi karena

ukurannya yang nano, yang mengarah pada efisiensi transportasi massal di

antarmuka gas-cair (Meegoda et al., 2018).

Hewan air menunjukkan pertumbuhan terbaik ketika konsentrasi DO

mencapai saturasi dekat (Boyd, 2017). Oleh karena itu, peningkatan DO telah

menjadi perhatian utama bagi praktik budidaya ikan. Teknologi nanobubble (NAB)

dimanfaatkan dalam pembenihan ikan selain dalam bentuk pemberian aerasi

(AER). Karena sifat dan perilakunya, nanobubble bisa menjadi kegunaan terbaik

untuk aplikasi dalam perikanan. Dengan menambahkan gelembung nano-oksigen,

kadar oksigen dalam air dipertahankan, dan karenanya, memiliki efek positif pada

kinerja pertumbuhan ikan (Meegoda et al., 2018). Namun informasi dampak

teknologi nanobubble masih relatif jarang ditemukan. Teknologi NAB telah

dicoba dimanfaatkan pada kegiatan pembenihan ikan mas (Cyprinus carpio) di

Balai Benih Ikan (BBI) Samosir, yang merupakan bagian dari Teknopark Samosir,

Sumatera Utara. Rahmawatia et al., (2020) melakukan penelitian terhadap

peningkatan pertumbuhan udang Penaeus vannamei menggunakan nanobubble di

kolam raceway tertutup yang menunjukkan bahwa nanobubble telah berhasil

mempertahankan DO pada kisaran optimal dan mempengaruhi pertumbuhan udang

secara signifikan.

Ikan mas merupakan ikan yang banyak dibutuhkan dan dimanfaatkan oleh

masyarakat batak khususnya untuk dikonsumsi dan disajikan dalam upacara adat.

Biasanya ikan yang disajikan untuk keperluan acara adat adalah ikan mera/ikan

jurung/ihan (Neolicochilus sp.) dan sering juga disebut ikan batak. Namun karena

populasinya semakin lama semakin menurun, maka penggunaan ihan sudah jarang

dipakai. Untuk memenuhi kebutuhan akan ihan, dicari alternatif yaitu

menggunakan ikan mas yang penampilannya seperti ihan.

Page 165: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

155

Perkembangan budidaya ikan mas cendrung semakin meningkat, hal ini

terlihat semakin banyaknya pengguna memelihata ikan mas baik di dalam karamba

jaring apung (KJA), kolam air deras, kolam tanah, dan mina padi. Tingginya

permintaan pasar akan komoditas ini harus didukung oleh peningkatan produksi

dari usaha budidaya. Peningkatan produksi bagi usaha budidaya dipengaruhi oleh

banyak hal, yang paling penting adalah kualitas benih. Kondisi mutu benih yang

baik penampilannya/unggul akan sanagt menentukan dalam meningkatakan

produkstivitas usaha, karena mempunyai kecepatan tumbuh yang baik, respon

tinggi terhadap pakan dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

Untuk mengatasi masalah penanganan benih antara lain dapat dilakukan

dengan menstabilkan kualitas air dengan sistem resirkulasi, karena pada fase ini

benih atau larva mempunyai kepekaan yang sangat tinggi terhadap adanya

perubahan lingkungan.

Kabupaten Samosir saat ini masih pemanfaatan kekayaan alam yang

dimilikinya untuk membiayai pembangunan daerahnya. Kabupaten Samosir juga

masih memiliki sumber daya alam, seperti sumber daya perikanan dan pariwisata,

yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

secara nyata. Pemanfaatan kekayaan alam secara besar-besaran untuk memenuhi

pembiayaan pembangunan yang terus meningkat itu dapat menimbulkan berbagai

permasalahan, yang akan membebani generasi mendatang. Dengan demikian, yang

harus Kabupaten Samosir lakukan adalah meningkatkan kemampuan iptek dan

menggalakkan penumbuhan wira usaha untuk menghasilkan nilai tambah yang

lebih besar dari kekayaan alam yang dimilikinya atau potensi yang diciptakannya.

Salah satu pemanfaatan iptek adalah dengan menggunakan teknologi nanobubble

dalam pembenihan ikan mas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh

nanobubble terhadap penampilan perkembangan larva ikan mas.

Bahan Dan Metode

Penelitian dilakukan di Balai Benih Ikan Samosir, Desa Janji Martahan

Kecamatan Harian Kabupaten Samosir pada bulan Juli 2019 menggunakan DOM

(lokasi kolam yang ditutup seluruhnya (Gambar 1). Perlakuan meliputi media

pemeliharaan larva yang dilengkapi nanobubble (NAB) yang dipaparkan selama

Page 166: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

156

penelitian berlangsung (Gambar 1) dan diberi pengudaraan melalui aerasi (AER).

Dilakukan pemilihan induk yang sudah matang gonad dan siap memijah di kolam

induk, selanjutnya dipindahkan ke kolam penelitian (DOM) yang tertutup

keseluruhannya seperti kubah (dome) (Gambar 2). Pemijahan ikan dilakukan

dengan mengawinkan induk jantan dan betina secara alami di kolam yang sudah

dilengkapi dengan kakaban. Indukan jantan yang dipergunakan dalam penelitian

ini beratnya 8 kg ( enam ekor) dan indukan betina dengan berat 9 kg (tiga ekor).

Hal ini dilakukan secara massal karena untuk mencapai target produksi per siklus.

Kesesokan harinya kakaban sudah dipenuhi oleh telur hasil pemijahan yang (Gambar

3). Kemudian induk ikan yang sudah memijah dipindahkan ke kolam pemulihan

induk. Telur yang terdapat di kakaban sebanyak 500 butir dipindahkan ke dalam

bahan strimin berukuran 100 x 100 cm masing-masing sebanyak enam ulangan

setiap perlakuan. Untuk mengetahui persentase telur yang menetas dilakukan dengan

mengambil sebanyak 100 butir telur dari kakaban dan dipindahkan ke dalam strimin

berukuran 20 x 20 cm sebanyak enam ulangan setiap perlakuan. Diameter telur

diukur dari 600 butir dan perkembangan larva dilakukan dengan mengukur panjang

tubuh larva menggunakan alat ukur kaca berskala dan berat total ikan menggunakan

timbangan (Gambar 4). Selanjutnya berdasarkan sampel telur yang diukur, dibuat

distribusi frekuensi berdasarkan diameter telur tersebut.

Kualitas air yang diukur adalah kandungan oksigen terlarut Dissolved

Oxygen (DO) menggunakan alat spectrophotometer dan suhu air menggunakan

termometer. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 pada

masing-masing perlakuan.

Page 167: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

157

Gambar 1. DOM kolam pemeliharaan larva ikan mas yang tertutup (a) dan

seperangkat nanobubble (b), dan posisi penempatan wadah percobaan

dekat nanobubble (c)

Gambar 2. (a) Induk matang gonad dan siap memijah (b) induk terlipih dimasukkan

ke kolam penelitian (DOM)

Gambar 3. Telur-telur ikan mas yang terdapat di “kakaban” dari hasil pemijahan

a) b) c)

c)

a) b)

Page 168: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

158

Gambar 4. Tahapan proses pemindahan telur, penghitungan jumlah telur,

penghitungan jumlah larva, pengukuran panjang larva, dan penimbangan larva

Hasil dan Pembahasan

1. Ukuran diameter telur

Dalam proses reproduksi sebelum terjadi pemijahan, gonad semakin besar

dan bertambah berat, begitu pula butir-butir telur yang ada di dalamnya. Frekuensi

pemijahan dapat diduga dari distribusi diameter telur pada gonad yang sudah

matang, yaitu dengan melihat modus distribusinya, sedangkan lama pemijahannya

dapat diduga dari frekuensi ukuran diameter telur (Hoar, 1957). Dikatakan pula

bahwa ovarium yang mengandung telur masak berukuran sama, menunjukkan

waktu pemijahan yang pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus

menerus ditandai oleh banyaknya ukuran telur yang berbeda di dalam ovarium,

sehingga dapat dikatakan sebaran diameter telur pada tiap tingkat kematangan

gonad akan mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut.

Page 169: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

159

Gambar 5. Sebaran ukuran diameter telur ikan mas

2. Daya tetas telur

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa persentase telur yang menetas pada

perlakuan NAB dan AER masing-masing adalah 54,7 dan 55,5% (Tabel 1). Daya

tetas telur perlakuan NAB dan AER hampir sama.

Tabel 1. Daya tetas telur pada perlakuan Nab dan AER

Ulangan NAB (ekor) AER (ekor)

1 62 39

2 47 35

3 35 86

4 59 51

5 70 43

6 55 79

StDev 54,67 ± 12,27 55,50 ± 21,69

3. Perkembangan larva

Pertumbuhan individu adalah pertambahan ukuran panjang atau bobot

dalam suatu ukuran waktu. Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua

faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi keturunan, sex,

umur, dan penyakit. Faktor luar meliputi jumlah dan ukuran makanan yang tersedia

di dalam perairan serta kualitas air. Laju pertumbuhan organisme perairan

tergantung kepada kondisi lingkungan dan ketersediaan organisme makanan di

dalam perairan (Nikolsky, 1963). Data sebaran frekuensi panjang digunakan untuk

0

10

20

30

40

50

60

1,0-1,3 1,4 - 1,7 1,8 - 2,1 2,2- 2,5 2,6 - 2,9 3,0- 3,3

Fre

ku

ensi

(%

)

Selang kelas diameter telur (mm)

Page 170: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

160

penentuan kelompok ukuran ikan dalam populasi, struktur populasi, ukuran

pertama kali matang gonad, dan lamanya hidup (Spare and Venema, 1999).

• Pertumbuhan panjang dan berat

Panjang total larva ikan mas yang dipelihara di kolam NAB (a) 17 Juli 2019;

(b) 21 Juli 2019; dan (c) 25 Juli 2019 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan

ditemukan variasi dengan kisaran panjang masing-masing ukuran. Ukuran panjang

larva masing-masing berkisar 4,35 – 8,35 mm (ukuran terbanyak berada pada

ukuran 6,35 mm); 7,25 – 10,25 mm (ukuran terbanyak berada pada ukuran 8,25

mm); dan 9,35 – 13,35 mm (ukuran terbanyak berada pada ukuran 12,15 mm)

(Gambar 6).

Panjang total larva ikan mas yang dipelihara di kolam Aerasi (a) 17 Juli

2019; (b) 21 Juli 2019; dan (c) 25 Juli 2019 dapat dilihat pada Gambar 7. Ukuran

panjang larva masing-masing berkisar antara 4,35 – 8,35 mm (ukuran terbanyak

berada pada ukuran 7,15 mm); 6,45 – 11,45 mm (ukuran terbanyak berada pada

ukuran 9,45 mm); dan 10,35 – 14,35 mm (ukuran terbanyak berada pada ukuran

12,35 mm).

1 0

69

0 0

142

0

84

0 0 4 0

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Fre

ku

ensi

Batas kelas panjang (mm)

a)

Page 171: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

161

Gambar 6. Panjang total larva ikan mas yang dipelihara di kolam Nanobubble (a)

17 Juli 2019, (b) 21Juli 2019, dan (c) 25Juli 2019

36

0 0

147

0 0

100

0 0 0

17

0

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Fre

ku

ensi

Batas kelas panjang (mm)

1 011

0 0

97

0

164

0 0

27

0

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Fre

ku

ensi

Batas kelas panjang (mm)

3 0

19

0 0

114

0

148

0 0

16

0

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Fre

ku

ensi

Batas kelas panjang (mm)

b)

a)

c)

Page 172: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

162

Gambar 7. Panjang total larva ikan mas yang dipelihara di kolam Aerasi (a) 17 Juli

2019, (b) 21Juli 2019, dan (c) 25Juli 2019

Rata-rata pertumbuhan panjang harian, pertumbuhan panjang spesifik dan

pertumbuhan berat harian, pertumbuhan berat spesifik larva ikan perlakuan NAB

dan perlakuan AER dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertumbuhan panjang dan berat larva ikan mas pada perlakuan NAB dan

AER

Perlakuan

Panjang total Berat

Pertumbuhan

harian (mm/hari)

SGR

(%/hari)

Pertumbuhan

harian (g/hari)

SGR

(%/hari)

Kolam Nano

bubble (NAB)

0,702 ± 0,051 8,190 ±

0,650

0,0029 ± 0,0013 5,6317 ±

3,1077

Kolam Aerasi

(AER)

0,637 ± 0,096 7,225 ±

1,083

0,0032 ± 0,0009 9,0993 ±

2,1551

4. Sintasan/Kelangsungan hidup larva

Parameter untuk memperlihatkan keberhasilan pemeliharaan larva ikan mas

yaitu sintasan. Hasil pengamatan nilai sintasan dapat dilihat pada Tabel 3. Terlihat

bahwa sintasan di perlakuan NAB adalah sebesar 89,97 ± 5,34% dan di perlakuan

4 014

0

63

0

129

0

83

07

0

0

20

40

60

80

100

120

140

Fre

ku

ensi

Batas kelas panjang (mm)

25

0

106

0 0

133

0

33

0 0 3 0

0

20

40

60

80

100

120

140

Fre

ku

ensi

Batas Kelas Panjang (mm)

c)

b)

Page 173: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

163

AER adalah sebesar 91,80 ± 5,03%. Keberhasilan suatu pembenihan tidak terlepas

dari keberhasilan perawatan larva (larva rearing), karena pada waktu ini larva

mengalami fase kritis yang sangat menentukan tahap berikutnya dari suatu

rangkaian budidaya.

Sintasan larva ikan yang dipelihara pada perlakuan NAB dan AER relatif

tinggi, hal ini diperkirakan karena kualitas air seperti suhu mendukung kehidupan

larava ikan mas (Tabel 3). Pada penelitian Zainal Arifin dan Asyari (1992) sintasan

larva ikan patin yang dipelihara dengan sistem resirkulasi selama 7 hari baru

mancapai 13,15%, hal ini karena peubahan sedikit saja dari faktor lingkungan

seperti suhu, sudah menyebabkan kematian, selain itu juga adanya sifat kanibalisme

dari ikan itu sendiri pada waktu larva (benih).

Tabel 3. Sintasan larva ikan yang dipelihara pada perlakuan NAB dan AER

Ulangan SR NAB (%) SR AER (%)

1 89,40 88,20

2 86,80 86,00

3 85,00 100,00

4 87,60 94,00

5 100,00 89,40

6 91,00 93,20

Jumlah 539,80 550,80

StDEv 89,97 ± 5,34 91,8 ± 5,03

Catatan: SR (Survival Rate/sintasan)

5. Kualitas air

• Suhu

Suhu berpengaruh nyata terhadap kualitas air, peningkatan suhu akan

mendorong reaksi kimia lebih cepat sesuai dengan hukum kinetika kimia. Secara

langsung suhu mempengaruhi sintasan (kelulus hidupan), pertumbuhan (khususnya

pada ikan-ikan muda), dan keberhasilan proses reproduksi. Secara tidak langsung

suhu menentukan daya kompetisi dari satu jenis ikan, resistensi terhadap penyakit,

predator, dan parasit yang terdapat di sekitarnya. Perubahan suhu air antara lain akan

mempengaruhi derajat metabolisme ikan. Bagi ikan perubahan suhu merupakan

tanda secara alamiah dimulainya proses pemijahan dan ruaya. Ikan mempunyai sifat

yang dapat mengadaptasi perubahan suhu lingkungan, dan ikan air tawar mempunyai

daya toleransi yang besar terhadap perubahan suhu (Krebs, 1985) dan (Goto, 1987).

Page 174: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

164

Suhu media pemeliharaan larva ikan mas berada pada kisaran 24o – 32oC,

dengan kisaran yang cenderung lebih lebar pada NAB (Tabel 4). Dalam periode

harian (24 jam), DO mengalami fluktuasi yang mencapai suhu maksimum pada

pukul 18.00 dan suhu minimum pada pukul 06.00. Suhu pada media NAB

mengalami fluktuasi yang lebih tajam dibanding pada media AER (Gambar 8).

Tabel 4. Kisaran suhu media pemeliharaan larva ikan mas

Periode

pengamatan

Sumber penyedian oksigen

AER (oC) NAB (oC)

I 26 - 30 27 - 31

II 27 - 30 27 - 32

III 24 - 28 25 - 28

IV 27 - 30 25 - 28

Gambar 8. Fluktuasi suhu media pemeliharaan larva ikan mas yang diberi

pengudaraan melalui aerasi (AER) dan nanobubble (NAB)

• Oksigen terlarut

Rendahnya oksigen terlarut dalam air dapat menyebabkan stres bahkan

kematian pada ikan. Perairan yang mengalir, perairan yang terdapat tanaman air,

dan permukaan danau umumnya memiliki kandungan oksigen yang tinggi, yaitu

berkisar 6-8 mg/L. Daya larut oksigen menurun pada saat suhu meningkat dan

tingkat konsumsi oksigen melalui oksidasi kimiawi dan biologi juga akan

meningkat (Jeffries and Mills, 1996).

Kadar DO yang terukur umumnya cukup tinggi dan cukup aman untuk

kehidupan ikan (>2,0 mg/L). Kadar DO mengalami fluktuasi dan tertinggi pada

Page 175: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

165

pukul 12.00. Kadar DO yang terukur pada media dengan NAB cenderung lebih

tinggi pada AER (Gambar 9).

Ketersediaan DO pada pengamatan pukul 12 cenderung cukup tinggi

bahkan melebihi tingkat jenuhnya terutama pada periode I dan II. Hal ini diduga

terkait dengan kelimpahan klorofil yang cukup melimpah, dan nampak bahwa

kisaran kadar DO cenderung menurun sejalan dengan waktu periode pengamatan.

Gambar 9. Fluktuasi oksigen terlarut (DO) media pemeliharaan larva ikan mas

yang diberi pengudaraan melalui aerasi (AER) dan nanobubble (NAB)

Kesimpulan

Persentase telur yang menetas pada perlakuan NAB dan AER masing-

masing adalah 54,7 dan 55,5%. Diameter telur terbesar (56,60%) berada pada kelas

ukuran 1,8-2,1 mm. Rata-rata pertumbuhan panjang berat harian larva ikan

perlakuan NAB adalah 0,702 ± 0,051 mm/hari dan 0,0029 ± 0,001 g/hari. Rata-rata

pertumbuhan panjang dan berat harian larva ikan perlakuan AER adalah 0,637 ±

0,096 mm/hari, dan 0,0032 ± 0,0009 h/hari. Sintasan rata-rata larva ikan mas di

NAB 89,97% dan di AER 91,80%. Nilai kisaran DO di NAB 6,0 – 11,9 mg/L dan

di AER 5,7 – 11,3 mg/L. Nilai DO terendah dijumpai jam 06.00 pagi dan tertinggi

jam 12.00 siang. Nilai rata-rata suhu air di NAB terlihat lebih tinggi daripada di

Page 176: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

166

kolam AER (suhu air di NAB: 25 – 32 oC; suhu air di AER: 24 – 30 oC). Secara

umum terlihat bahwa pemeliharaan larva ikan mas lebih baik menggunakan sistem

aerasi dibandingkan sistem nanobubble dilihat dari pertumbuhan berat spesifik dan

sintasan larva.

Ucapan Terima Kasih

Studi ini adalah bagian dari kegiatan penelitian LIPI berjudul Penelitian

Limnologi (Sumber Daya Perairan Darat): Teknopark Pengelolaan Perairan dan

Sumber Daya Perikanan di Kabupaten Samosir yang didanai oleh DIPA Tahun

Anggaran 2019. Terima kasih disampaikan kepada semua anggota tim yang telah

membantu penelitian ini.

Referensi

Agarwal, A., Ng, W.J., Liu, Y. 2011. Review principle and applications of

microbubble and nanobubble technology for water treatment. Chemosphere

Journal 84:1175–1180

Alheshibri M., Qian, J., Jehannin, M., Craig V.S.J. 2016. A History of Nanobubbles.

Langmuir Journal 32:11086−11100.

Boyd, C. E. 2017. General relationship between water quality and aquaculture

performance in ponds. Fish Diseases. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-

804564-0. 00006-5.

Goto, A. 1987. Freshwater fishes: Their grouping by life history strategy and their

distribution pattern. In N. Mizuno and A.Goto (eds.) Freshwater fishes in

Japan: Their distribution, variation and speciation, Tokay University Press,

Tokyo. p 231-244.

Hoar, W.S. 1957. The Physiology of Fishes. Vol I. Academic Press Inc. New York.

Jeffries, M. and D. Mills. 1996. Freshwater Ecology, Principles and Aplications.

John Wiley and Sons. Chichester, UK. 285 p.

Krebs, C.J. 1985. Ecology, The Experimental Analysis of Distribution and

Abundance. 3 rd edition. Harper and Row Publisher, New York. 694 p.

Meegoda, J.N., Hewage, S.A., and Batagoda, J.H. 2018. Stability of nanobubbles.

Environmental Engineering Science 35(11):1216–1227.

Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academy Press, New York. 432 p.

Rahmawatia, A.I, Rizki, N.S., Arief, H., Agus, D, Hardi, J., Dedi, C., Henry,

K.H.S., Wendy, T.P., Ujang, K.A.K., Hanny, S.A.N., and Nurul, T.R. 2020.

Enhancement of Penaeus vannamei shrimp growth using nanobubble in

indoor raceway pond. Article in Press in Journal of Aquaculture and

Fisheries

Sparre, P. and Venema, S.C. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis.

Puslitbangkan, penerjemah. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perikanan. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assessment.

Page 177: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

167

Tsuge, H. 2015. Micro and Nanobubble : Fundamental and Aplications. CRS Press.

Taylor and Francis Group, LLC. Boca Raton – Florida.

Yamasaki, K., Uda, K., Chuhjoh, K. 2009. Wastewater Treatment Equipment and

Method of Wastewater Treatment. US Patent 7578942 B2.

Yamasaki, K., Sakata, K., Chuhjoh, K. 2010. Water Treatment Method and Water

Treatment System. US Patent 7662288.

Page 178: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

168

Intervensi Teknologi Silvofishery dalam Pemanfaatan Kawasan

Hutan Kemasyarakatan (HKm) Mangrove Lubuk Kertang

Kabupaten Langkat Sumatera Utara

Triyanto1*, Tri Widiyanto1, Sutrisno1, Eva Nafisyah1, Dedi S.Adhuri2, M.

Nadjib3, Intan A.P. Putri4, Atika Z.Rahmayanti3 dan Imam Syafi’i5

1Pusat Penelitian Limnologi-LIPI 2 Pusat Penelitian Kemasyarakatn dan Kebudayaan-LIPI

3Pusat Penelitian Kependudukan-LIPI 4Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI

5Pusat Penelitian Politik-LIPI

*Email: [email protected]

Abstrak

Pemanfaatan hutan mangrove melalui kegiatan silvofishery dilakukan oleh

kelompok HKm Lestari Mangrove, dengan melakukan budidaya udang vanamei

(Litopenaeus vannamei). Penilaian terhadap budidaya yang dilakukan masih belum

memenuhi kaidah dari prinsip prinsip silvofishery. Intervensi teknologi silvofishery

dilakukan untuk untuk transfer pengetahuan kepada kelompok masyarakat

pengelola mangrove dalam kegiatan pemanfaatan mangrove dengan sistem

silvofishery. Penelitian dilakukan pada Agustus-Desember 2018. Model

silvofishery yang diterapkan dengan menggunakan model empang parit. Komoditas

yang dibudidayakan adalah kepiting bakau (Scylla serrata). Hasil penelitian

menunjukkan adanya respon positif dari masyarakat dalam menerapkan teknologi

yang diintervensikan.

Kata kunci: budidaya, kepiting bakau, mangrove, Scylla serrata

Pendahuluan

Silvofishery merupakan gabungan dari dua kata yaitu silvi atau silvo yang

berarti hutan dan fishery yang berarti perikanan. Sehingga silvofishery dapat

diterjemahkan sebagai perpaduan antara tanaman mangrove (hutan) dengan

budidaya perikanan. Silvofishery adalah salah satu konsep dalam pengelolaan

sumberdaya pesisir yang mengintegrasikan konservasi mangrove dengan budidaya

perikanan. Di Indonesia sistem ini telah dikenalkan sejak tahun 1976 oleh Perum

Perhutani sebagai program Social Forestry. Jenis-jenis komoditas yang dapat

dibudidayakan di air payau antara lain adalah ikan bandeng (Chanos chanos),

udang windu (Penaeus monodon), udang vanamei (Litopenaeus vannamei), ikan

patin (Pangasius pangasius), ikan kakap (Lates calcarifer), rumput laut, dan

termasuk di antaranya adalah kepiting bakau (Scylla spp.). Produktivitas budidaya

Page 179: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

169

silvofishery sendiri beragam tergantung dari skala produksi yang dilakukan dan

luasan area yang digunakan. Produksi udang dengan sistem silvofishery dapat

mencapai 100-400 kg/ha/tahun (Clough et al. 2002), produksi kepiting dapat

mencapai 270-1500 kg/ha/tahun (Allan & Fielder, 2004).

Menurut Quarto (2005) dalam Gunawan et al. (2007) silvofishery merupakan

bentuk terpadu antara budidaya hutan mangrove dengan budidaya tambak dengan

input rendah tetapi lestari. Pendekatan terpadu antara konservasi dan pemanfaatan

hutan mangrove ini relatif mampu melestarikan hutan mangrove dan memberikan

keuntungan ekonomis bagi masyarakat sekitarnya. Budidaya dengan sistem

silvofishery memungkinkan pengembalian fungsi kawasan mangrove sebesar 80%

untuk konservasi dan sebesar 20% untuk pemanfataan (budidaya yang ramah

lingkungan).

Silvofishery adalah salah satu konsep dalam pengelolaan sumberdaya pesisir

yang mengintegrasikan konservasi mangrove dengan budidaya perikanan (Quarto,

1999 dalam Arifin, 2006). Silvofishery adalah bentuk budidaya perikanan

berkelanjutan dengan input yang rendah. Pendekatan terintegrasi ini

memungkinkan pemanfaatkan sumberdaya mangrove dengan memperhatikan dan

mempertahankan keutuhan mangrove relatif lebih tinggi. Silvofishery dapat

menyediakan alternatif aktivitas ekonomi bagi rakyat pedesaan dan dapat

mengurangi tekanan ekologi terhadap hutan mangrove (Arifin, 2006). Lebih lanjut

budidaya sistem silvofishery di dalam area hutan mangrove memungkinkan adanya

budidaya perikanan tanpa perlu mengkonversi area mangrove. Menurut Triyanto et

al. (2012) dengan alternatif pengelolaan seperti ini diharapkan dapat meningkatkan

nilai ekonomi hutan mangrove, tanpa merusak fungsi ekologisnya.

Kawasan hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang memiliki potensi untuk

dimanfaatkan. Saat ini Desa Lubuk Kertang Kabupaten Langkat memperoleh hak

pengelolaan perhutanan sosial dari pemerintah melalui Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kementerian Kehutanan. Pemanfaatan yang dilakukan dalam

pengelolaan mangrove dilakukan dengan kegiatan ekowisata dan budidaya

perikanan dengan sistem silvofishery. Pemanfaatan hutan mangrove melalui

kegiatan silvofishery dilakukan oleh kelompok HKm Lestari Mangrove, dengan

melakukan budidaya udang vanamei. Hasil penilaian terhadap budidaya yang

Page 180: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

170

dilakukan masih belum memenuhi kaidah dari prinsip prinsip silvofishery. Dimana

saat ini fokus utama dari kegiatan kelompok sebenarnya adalah melakukan

budidaya udang vanamei di kawasan mangrove tanpa adanya interkoneksi antara

ekosistem perairan mangrove dengan perairan budidaya. Sistem budidaya udang

vanemei yang dilakukannya pun belum optimal dimana kedalaman minimum dari

tambak udang vanamei belum terpenuhi. Diduga hal tersebut mempengaruhi hasil

dari budidaya yang dilakukan karena sampai kegiatan berlangsung belum

memperoleh hasil yang diharapkan. Untuk memberikan pemahaman langsung

kepada kelompok masyarakat pengelola mangrove maka perlu dilakukan program

percontohan pengembangan teknologi silvofishery agar model budidaya perikanan

di aera mangrove dapat berlangsung dengan tetap memperhatikan kelestarian

mangrove itu sendiri.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan paket teknologi

silfovishery dalam pemanfaatan hutan mangrove masyarakat. Sasaran yang

diharapkan adalah untuk memberikan nilai tambah dan transfer teknologi kepada

Kelompok masyarakat pengelola HKm dalam pemanfaatan kawasan mangrove

melalui pengembangan model silvofishery.

Bahan dan Metode

Intervensi teknologi silvofishery dalam pemanfaatan hutan mangrove

dilakukan bersama kelompok masyarakat pengelola hutan masyarakat (HKm) di

Desa Lubuk Kertang, Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Gambar 1). Kegiatan

dilakukan selama 4 bulan kegiatan (Agustus-Desember 2018), 1 bulan pertama

untuk persiapan konstruksi silvofishery dan 3 bulan masa pelaksanaan kegiatan

budidaya.

Page 181: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

171

Gambar 1. Lokasi kegiatan di Kawasan Hutan Masyarakat (HKm) Lestari

Mangrove, Desa Lubuk Kertang, Kabupaten Langkat

Model silvofishery yang dilakukan adalah model empang parit (Gambar 2),

dengan luas 2 Ha. Luas area mangrove diperkirakan adalah 70% dan luas area

budidaya adalah 30%. Tingkat kerapatan mangrove 1-3 tegakan/m2, dengan jenis

mangrove dominan adalah jenis Rhizopora sp. Komoditas budidaya yang

digunakan adalah kepiting bakau (Scylla serrata) ukuran kepiting bakau yang

digunakan adalah 150-200 gram. Kepiting bakau dipelihara dalam sistem batre sel

yang ditempatkan pada tambak silvofishery. Sistem batre sel dengan menggunakan

keranjang plastik berlubang berbentuk persegi dengan ukuran 25x20x15 cm.

Jumlah batre sel yang digunakan sebanyak 400 buah. Kepiting dipelihara dan

diberi pakan ikan rucah selama 15-20 hari pemeliharaan. Pakan diberikan 2 kali

yaitu pagi dan sore hari dengan potongan ikan rucah secara ad libitum (sesuai

dengan kebutuhan). Selama pemeliharaan berlangsung dilakukan pengukuran

kualitas air. Parameter kualitas air yang diukur yaitu: suhu, pH, kadar garam/

salinitas, kecerahan, oksigen terlarut, NH4-N, TN (nitrogen total), TP (fosfat total),

TOM (bahan organik total) dan TSS (padatan terlarut).

Sumatera Utara

Page 182: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

172

Gambar 2. Silvofishery model empang parit (Bengen 2000) dan penempatan sistem

batre sel pada pemeliharaan kepiting bakau.

Hasil dan Pembahasan

Pertumbuhan dan Hasil Budidaya Kepiting Bakau

Pemeliharaan kepiting bakau dengan sistem batre sel adalah selama 20 hari.

Selama pemeliharaan kepiting diberi pakan ikan rucah sebanyak ±3 kg/hari.

Ukuran kepiting bakau yang ditebar pada tambak silvofishery terdiri dari 2

kelompok ukuan yaitu kelompok ukuran 30-180 g dengan lebar karapas antara 3,5-

8 cm. Hasil pengukuran pertumbuhan setelah 20 hari pemeliharaan terlihat adanya

pertambahan ukuran kepiting yang dipelihara menjadi 78-400 gram dengan lebar

karapas mencapai 7-11 cm (Gambar 3 dan 4).

Pengukuran pertumbuhan lanjutan yaitu pada usia 42 hari pemeliharaan

kepiting bakau bertambah berat menjadi 131-422 g dengan pertambahan lebar

karapas 8-12 cm (Gambar 5). Berdasarkan laporan Duraisamy et al. (2009),

penggemukan kepiting bakau yang dilakukan di Philiphina menghasilkan

penambahan bobot tubuh mencapai 40-50 gram/ekor selama 20-30 hari

pemeliharaan. Sedangkan kegiatan penggemukan kepiting bakau di Desa Teluk

Semanting Kabupaten Berau penambahan bobot kepiting yang dipelihara dalam

sistem batre sel selama 15 hari mencapi 16-34 g (Triyanto et al., 2013).

Pertumbuhan kepiting yang terjadi menandakan bahwa tambak silvofishery dapat

mendukung pertumbuhan kepiting bakau dengan baik. Pemeliharaan kepiting

bakau dalam sistem batre sel adalah upaya perbaikan kualitas kepiting dengan

ukuran besar (ukuran pasar) yang memang dipelihara secara khusus. Pakan yang

diberikan dijadikan sebagai upaya penggemukan kepiting sehingga kualitas nya

menjadi lebih baik. Menurut Shelley & Novateli, (2011) kegiatan peningkatan

Page 183: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

173

kualitas kepiting bakau sangat singkat yaitu berlangsung antara 20-30 hari.

Kegiatan ini tergantung dari pemberian pakan agar kepiting dapat tumbuh dan

bertambah bobot tubuhnya.

Gambar 3. Grafik pertumbuhan kepiting bakau yang dipelihara di tambak

silvofishery selama 20 hari pemeliharaan

Page 184: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

174

Gambar 4. Grafik pertumbuhan kepiting bakau yang dipelihara dalam sistim batre

sel di tambak silvofishery selama 20 hari pemeliharaan.

Gambar 5. Grafik pertumbuhan kepiting bakau yang dipelihara di tambak

silvofishery selama 42 hari pemeliharaan

Dari Gambar 4 diketahui bahwa hasil penggemukan kepiting bakau dalam

sistem batre sel didominasi pada ukuran 238-410 gram dengan panjang karapas 9-

14 cm. Kualitas hasil penggemukan kepiting bakau dijelaskan dalam Grafik

Gambar 6, dari grafik tersebut diketahui prosentase kualitas kepiting bakau

didominasi pada kelas (200-249 g) sebanyak 45,30% (20 kg). Berdasarkan kelas

harga kepiting bakau yang berlaku di lokasi diketahui bahwa ukuran kepiting bakau

yang memiliki harga yang tinggi berada pada ukuran >400 g dan kepiting bertelur.

Page 185: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

175

Dengan mengetahui struktur harga kepiting bakau yang berlaku di daerah Lubuk

Kertang dapat menjadi acuan dalam menentukan ukuran yang menguntungkan

untuk usaha penggemukan kepiting bakau selanjutnya.

Pendapatan dari kegiatan intervensi teknologi silvofishery ini diperoleh

berdasarkan perhitungan sederhana dalam periode 20 hari pemeliharaan. Hasil yang

diperoleh dari kegiatan penggemukan kepiting bakau dan stock kepiting bakau yang

ada di dalam tambak silvofishery (Gambar 7). Perhitungan sederhana seperti yang

diperlihatkan pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai ekonomi yang dihasilkan

dalam budidaya kepiting bakau sebesar Rp. 1.649.600,-.

Tabel 1. Hasil penggemukan kepiting bakau dan proyeksi hasil usahanya selama 20

hari pemeliharaan.

No Uraian

Jml

(kg)

Harga/kg

(Rp)

Jumlah

(Rp)

Total

(Rp)

A Bibit Kepiting

<100 g 70 22.000 1.540.000

200-300 g 30 25.000 750.000

>300 g 46 40.000 1.840.000

4.130.000

B Hasil Panen (Batre Sel)

AS (>500g) 5,05 110.000 555.500

A (300-399g) 4,65 45.000 209.250

AA (400-

499g) 4,7 75.000

352.500

BB (250-

249g) 1,75 35.000

61.250

CK (200-

249g) 20 49.000

980.000

ACB

(bertelur

300g)

0,3 85.000 25.500

BS (bagian

tubuh tidak

lengkap)

6 33.000 198.000

PT (<100g) 1,7 28.000 47.600

2.429.600

C Nilai Dalam Tambak

Stock Kepiting

CH (140-150g) 70 49.000 3.430.000 3.430.000

D Biaya Pakan

Page 186: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

176

Ikan rucah 40 2.000 80.000 80.000

E Manfaat Ekonomi

Hasil (B+C)-(A+D) 1.649.600

Gambar 6. Hasil penggemukan kepiting bakau yang dipelihara dalam sistem batre

sel pada tambak silvofishery

Gambar 7. Tambak silvofishery dan sistem batre sel dalam pemeliharaan kepiting

bakau

Kondisi Kualitas Air

Selama proses pelaksanaan kegiatan dilakukan pengukuran kualitas air di

lokasi tambak silvofishery dan di saluran air masuk. Hasil pengukuran kualitas air

dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 8. Dari 3 kali pengukuran diketahui bahwa

suhu air permukaan di tambak silvofishery berkisar antara 32,3-33,7 oC, kandungan

oksigen terlarut 4,6-7,4 mg.L-1, Salinitas 10,4-24,0 ppt, pH 7,13-7,37. Sedangkan

di saluran air masuk (inlet) suhu air permukaan di tambak silvofishery berkisar

antara 29,4-30,4 oC, kandungan oksigen terlarut 2,65-3,63 mg.L-1, salinitas 10,42-

Page 187: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

177

24,6 ppt, pH 7,03-7,21. Menurut Setiawan & Triyanto (2012), berdasarkan tekstur

tanah yang halus, nila salinitas pada kisaran 15-25 ppt, dan jenis vegetasi pesisir

mangrove, tambak silvofishery di lokasi penelitian memiliki kriteria kesesuaian

lahan yang sangat seusai untuk pengembangan budidaya kepiting bakau.

Kandungan oksigen terlarut di saluran masuk relative lebih rendah

dibandingkan dengan di tambak silvofishery. Hal ini diduga terkait dengan proses

fotosintesis di daerah saluran masuk yang terhalang dengan tutupan mangrove tidak

berlangsung optimal akibat kurangnya penetrasi cahaya matahari, sementara di

tambak silvofishery proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen berlangsung

lebih optimal. Oksigen terlarut (DO) juga berperan dalam oksidasi atau

perombakan bahan organik. DO semakin rendah pada lokasi yang kelebihan bahan

organik mengingat oksigen diserap untuk penguraian bahan organik tersebut.

Kondisi ini dapat dilihat pada nilai DO yang cenderung turun ketika kandungan

total nitrogen dan fosfor bertambah, sedangkan DO cenderung naik ketika

kandungan total nitrigen dan total fosfor berkurang. Diduga oksigen diserap ketika

proses penguraian bahan organik dan oksigen kembali dihasilkan fitoplankton dan

tumbuhan mangrove itu sendiri setelah menyerap nitrogen dan fosfor.

Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air di tambak silvofishery dan di saluran masuk

No Parameter Tambak Silvofishery Saluran Masuk

4 Okt 30 Okt 9 Des 4 Okt 30 Okt 9 Des

1 Suhu (oC) 32,5 33,7 32,2 29,4 30,4 30,3

2 DO (mg.L-1) 6,2 7,4 4,6 2,65 3,63 2,8

3 Salinitas (ppt) 17,39 16,74 24,0 10,42 16,91 24,6

4 pH 7,13 7,37 7,3 7,2 7,21 7,03

5 NH4-N (mg.L-1) 0,432 0,148 0,116 0,335 0,108 0,138

6 TN (mg.L-1) 1,179 0,021 2,997 3,784 0,017 2,933

7 TP (mg.L-1) 0,488 0 0 0,341 0 0

8 TOM (mg.L-1) 581,48 527,02 395,58 743,97 478,10 374,29

9 TSS (mg.L-1) 5,40 29,80 36,80 35,20 36,00 19,20

Tingkat kesuburan perairan yang ditunjukan oleh kandungan TN (total

nitrogen) dan TP (total fosfor) di tambak silvofishery adalah nilai TN 0,021-2,997

mg.L-1 dan TP 0-0,488 mg.L-1. Di saluran masuk nilai TN 0,017-3,784 mg.L-1 dan

TP 0-0,341 mg.L-1. Menurut Ryding & Rast (1989) perairan yang subur dicirikan

Page 188: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

178

dengan kandungan total nitrogen berkisar antara 0,393–6,1 mg.L-1 dan kandungan

total fosfor berkisar antara 0,016–0,386 mg.L-1. Dari kriteria tersebut menunjukan

bahwa kondisi perairan di tambak silvofishery dan saluran masuknya dalam

kategori perairan yang kesuburannya sedang. Kandungan bahan organik yang di

ukur berdasarkan nilai TOM (Total organic matter) di tambak silvofishery antara

395,58-581,48 mg.L-1 sedangkan pada saluran masuk sedikit lebih tinggi yaitu

374,29-743,97 mg.L-1. Bahan organik di tambak dapat berasal dari aktivitas

budidaya yaitu dari sisa pakan dan kotoran hewan yang dibudidaya serta dari

masukan bahan organik allochtonous (serasah/daun mangrove). Pada saluran air

masuk dengan tingkat kerapatan mangrove yang tinggi diduga menjadi sumber

organik yang tinggi di perairan sekitar area tambak silvofishery.

Gambar 8. Grafik kondisi kualitas air di tambak silvofishery dan di saluran masuk

Nilai total suspended solid/TSS menunjukkan kandungan materi yang

tersuspensi, pada tambak silvofishery antara 5,40-36,8 mg.L-1 dan pada saluran

masuk 19,20-36,0 mg.L-1. Menurut Fairchild et al. (1987), nilai TSS di perairan

Page 189: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

179

yang melebihi 38,7 mg.L-1 dapat memberikan dampak negatif bagi sebagian besar

biota akuatik.

Kesimpulan

Pengembangan silvofishery dalam pengelolaan Hutan Kemasyarakatan

(HKm) Lestari Mangrove merupakan salah satu bentuk intervensi teknologi kepada

kelompok masyarakat pengelola HKm di Desa Lubuk Kertang. Hasil kegiatan

menunjukan sistem silvofishery yang diintervensi dengan penggemukan kepiting

bakau sistem batre sel memberikan manfaat yang cepat hanya dalam periode

pemeliharaan yang cukup singkat 15-20 hari. Respon kelompok masyarakat

terhadap teknologi yang diintervensikan cukup baik. Diharapkan dari intervensi

teknologi yang dilakukan dapat meningkatkan manfaat ekonomi dan kesejahteraan

pengelola hutan mangrove.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Pusat Penelitian Ekonomi LIPI

yang telah mendanai penelitian ini melalui kegiatan Prioritas Nasional (PN)

Kesejahteraan Nelayan tahun 2018. Pemerintah Daerah melalui Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Langkat. UPT Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Wilayah I

Stabat, Kabupaten Langkat, Bapak Zul Insan selaku Kepala Desa Lubuk Kertang,

Bapak Rohman selaku ketua Kelompok HKm Lestari Mangrove dan para anggota

kelompok, Bapak Tajerudin Sangkot selaku ketua KNTI wilayah Lubuk Kertang,

serta pihak-pihak terkait lainnya yang turut membantu kelancaran pelaksanaan

kegiatan ini.

Referensi

Allan, Fielder. 2004. Mud Crab Aquaculture in Australia and Southeast Asia.

Proceedings of a Scoping Study and Workshop, ACIAR Working Paper No.

54. 70 p

Arifin Z. 2006. Carrying Capacity Assessment on Mangrove Forest with Special

Emphasize on Mud Crab Sylvofishery System: A Case Studi in Tanjung

Jabung Timur District Jambi Province. [Thesis]. Post Graduate School. Bogor

Agricultural University.

Page 190: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

180

Bengen DG. 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem

Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Clough B, Johnston D, Xuan TT, Phillips MJ, Pednekar SS, Thien NH, Dan TH,

Thong PL. 2002: Silvofishery farming systems in Ca Mau Province, Vietnam.

Report prepared under the World Bank, NACA, WWF and FAO Consortium

program on shrimp farming and the environment. Work in Progress for Public

Discussion. Published by the Consortium. 70 pages.

Duraisamy S, Senthil KV, Nagaraja C, Sanjeeviraj G, Vijay RS, Sudha N. 2009.

Crab Fattening Alternative Livelihood for Fisher Women. MS Swaminathan

Research Fondation (www.mssrf.org diunduh tanggal 3 Agustus 2012)

Fairchild JF, Boyle T, English WR, Rabeni C. 1987, Effects of sediment and

contaminated sediment on structural and functional components of

experimental stream ecosystems. Water, air, and Soli pollution 36:271-293.

Gunawan W, Adinugroho WC, Noorcahyati. 2007. Model pelestarian ekosistem

mangrove di kawasan Taman Nasional Kutai oleh masyarakat dusun Teluk

Lombok. Loka Litbang Satwa Primata, Badan Litbang Kehutanan, Departemen

Kehutanan.

Ryding SO, Rast W. 1989. The Control of Eutrophication of Lake and Reservoirs

UNESCO and The Parthenon Publishing Group, Paris and U.K

Shelley C, Lovatelli A. 2011. Mud crab aquaculture A practical manual Fao

Fisheries and Aquaculture Technical Paper 567.

Setiawan F, Triyanto. 2012. Studi kesesuaian lahan untuk pengembangan

silvofishery kepiting bakau (Scylla serrata) di Kabupaten Berau, Kalimantan

Timur. LIMNOTEK 19 (2) : 158 – 165.

Triyanto, Wijaya NI, Widiyanto T, Yuniarti I, Setiawan F, Lestari FS. 2012.

Pengembangan silvofishery kepiting bakau (Scylla serrata) dalam

pemanfaatan kawasan mangrove di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Prosiding Seminar Nasional Limnologi VI. hal. 739-751

Triyanto, Wijaya NI, Sutrisno, Yuniarti I, Setiawan F, Lestari FS, Widiyanto T.

2013. Production and quality improvement of mud crab (Scylla serrata) using

silvofishery to increase food security and to conserve the mangrove resource

in Berau East Kalimantan. Proceedings ASIAHORCS. p. 117-126

Page 191: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

181

Pendugaan Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kualitas Air

Waduk Wadaslintang

Diana Retna Utarini Suci Rahayu1*, Sutrisno Anggoro2,

Tri Retnaningsih Soeprobowati3

1Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman

(Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro) 2Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro

3Program Studi Magister Biologi Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro

*email: [email protected]

Abstrak

Waduk Wadaslintang merupakan sumber daya air yang memiliki banyak

fungsi, diantaranya untuk kegiatan akuakultur. Sejalan dengan waktu telah terjadi

perubahan faktor fisik-kimia dan biologi yang diduga disebabkan karena dampak

perubahan iklim. Penelitian ini bertujuan menggambarkan profil temperatur air,

total nitrogen (TN), total phosphat (TP) dan konsentrasi klorofil di Waduk

Wadaslintang. Metode penelitian yang digunakan adalah survai. Penelitian

dilakukan pada tahun 2017, data yang diperoleh dianalisis secara temporal dengan

data sekunder tahun 2008, 2009, 2015 dan 2016. Data sekunder juga meliputi data

curah hujan tahunan dan perubahan tata guna lahan di daerah tangkapan air (DTA)

yang diperoleh berdasarkan peta tata guna lahan yang dibuat dari hasil pengolahan

citra satelit landsat. Hasil kajian menunjukkan adanya perubahan temperatur air di

musim kemarau yang berkisar antara 1,27 – 2,95oC + 0,77 dan musim hujan 0,66 –

1,11 oC + 0,22; perubahan konsentrasi TP pada musim kemarau berkisar antara

0,10 – 0,46 mg.L-1 + 0,14 dan musim hujan antara 0,17 – 0,27 mg.L-1 + 0,04;

konsentrasi TN pada musim kering berkisar antara 0,22 – 22,7 mg.L-1 + 0,76 dan

musim hujan 0,42 – 2,03 mg.L-1 + 0,72; perubahan konsentrasi klorofil pada musim

kemarau berkisar antara 0,27 – 0,82 mg.L-1 + 0,21; musim hujan 0,19 – 0,37 mg.L-

1. Hasil kajian juga menunjukkan telah terjadi pergeseran tipe iklim basah (A-D) ke

tipe iklim kering (E-F) dan penurunan curah hujan rata-rata di wilayah waduk, yang

merupakan indikator terjadinya perubahan iklim, selain itu juga telah terjadi

perubahan tata guna lahan di wilayah DTA. Ketiga faktor tersebut diduga

berpengaruh pada perubahan faktor fisik-kimia dan biologi di Waduk

Wadaslintang. Untuk mengantisipasi penurunan kualitas air lebih lanjut yang dapat

menurunkan produksi akuakultur, perlu adanya pengelolaan yang lebih terstruktur

dan terpadu dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat.

Kata kunci: kualitas air, perubahan iklim, Waduk Wadaslintang

Pendahuluan

Perubahan iklim merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

ekosistem perairan (Hosseinni et al., 2017), perubahan tersebut akan terus

berlangsung dan semakin besar dampaknya seiring dengan peningkatan aktifitas

manusia (Thorne & Fenner, 2011). Fenomena tersebut sangat potensial

Page 192: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

182

mengakibatkan timbulnya permasalahan di bidang akuakultur (Barange et al.,

2018). Waduk sebagai sumberdaya air yang berfungsi sebagai media kelangsungan

hidup dan pertumbuhan ikan adalah ekosistem yang sangat rentan terhadap

perubahan iklim (Chang et al., 2015) karena perubahan iklim dapat mengubah

kualitas air dan bahkan ekosistem air secara langsung maupun tidak langsung

melalui berbagai proses biokimia (Xia et al., 2015). Dampak perubahan iklim

terhadap sumberdaya air telah banyak dibahas oleh para ilmuwan maupun

pemerintah diberbagai negara (Xia et al., 2015), tetapi pembahasan dampak

perubahan iklim terhadap bidang perikanan/akuakultur masih belum banyak

dilakukan (Radiarta et al., 2011). Perubahan iklim di negara-negara berkembang

menjadi isue yang sangat sensitif sehingga membutuhkan penanganan yang serius

(Rejekiningrum, 2014), karena dapat mengancam persediaan pangan dunia

(Hammond & Price, 2007). Hal tersebut terkait dengan peningkatan aktifitas

antrophogenik dan menurunnya ketersedian sumberdaya alam yang lestari

(Hosseini et al., 2017).

Salah satu indikator telah terjadi perubahan iklim diketahui dengan adanya

peningkatan temperatur, perubahan curah hujan atau musim, penurunan kualitas

dan kuantitas perairan, peningkatan frekuensi, intensitas badai, dan lain-lain (Alam

et al., 2013). Perubahan konsentrasi nutrien (Indriani et al., 2016) dan klorofil-a

(Atici & Alas, 2012) dapat pula mengindikasikan adanya dampak perubahan iklim.

Sedangkan dampak utama perubahan iklim terhadap kualitas air yang utama adalah

terhadap temperatur udara yang berpengaruh pada temperatur air dan proses

hidrologi (Hoseini et al. (2017). Perubahan curah hujan, temperatur, dan pola iklim

akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas sumberdaya air (Barange et al., 2018),

yang selanjutnya akan berpengaruh pada kondisi fisika-kimia dan biologi air

diantaranya fluktuasi DO dan intensitas pertumbuhan mikro & makroalga (Xia et

al., 2014). Semua hal tersebut memberikan dampak bagi produksi perikanan (baik

tangkap maupun budidaya) dan biodiversitas (Radiarta et al., 2011). Oleh karena

itu untuk mengantisipasi adanya permasalahan kelaparan dan kekurangan air di

masa depan, perlu adanya konservasi dan pengelolaan sumberdaya air secara bijak.

Penilaian dan monitoring kualitas air merupakan salah satu upaya untuk

mengantisipasi terjadinya kerusakan ekosistem dan kerugian ekonomi lebih lanjut

Page 193: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

183

dimasa depan (El-Serehy, 2018), dan untuk mengetahui tingkat kesehatan

ekosistem perairan dapat dilakukan melalui penilaian kesuburan (Vidovic et al.,

2015; Marselina & Burhanudin, 2017).

Waduk sebagai salah satu sumberdaya air memiliki karakteristik yang

berbeda dengan danau dan sungai, karena ekosistem perairan tersebut merupakan

perpaduan antara danau dengan sungai, kualitas airnya tidak hanya dipengaruhi

oleh faktor antrophogenik disekitar lingkungan perairan tersebut tetapi juga

dipengaruhi oleh faktor alam seperti climate change (Chang et al., 2015).

Mengingat besarnya fungsi waduk dalam mendukung kesejahteraan masyarakat,

maka berlangsungnya operasional waduk sangat penting (Huang et al., 2014; Li et

al., 2017). Oleh karena itu untuk mengetahui karakteristik Waduk Wadaslintang,

maka penelitian ini bertujuan menggambarkan perubahan kualitas air di Waduk

Wadaslintang, Wonosobo pada musim kemarau dan penghujan.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan di Waduk Wadaslintang yang terletak di wilayah

Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pendekatan metode penelitian yang

digunakan adalah survei, dengan metode pengambilan sampel purposive sampling

pada stasiun penelitian yang terdiri dari inlet, outlet, tengah, dan daerah karamba

jaring apung (karamba dengan sistem semi intensif dan karamba sistem intensif).

Pengambilan sample air dilakukan pada permukaan air (kedalaman +0.3 m),

menggunakan horisontal water sampler yang dilakukan pada musim kemarau dan

musim penghujan pada tahun 2017. Pengambilan data temperatur dilakukan secara

in situ menggunakan thermometer digital dan sampel air ex situ dikoleksi dalam

botol polypropylene yang sudah dibersihkan dan dianalisis di laboratorium

berdasarkan prosedur yang ditentukan oleh APHA (1992) untuk parameter Total

Phosphat, Total Nitrogen dan klorofil-a. Metode uji TP menggunakan

Spektrofotometri, TN menggunakan Mikro Kjeldahl dan klorofil menggunakan

Spektrofotometri. Analisis data dilakukan secara deskriptrif terhadap data primer

dan data sekunder hasil kajian tahun 2009, 2015, dan 2016 serta data sekunder

berupa curah hujan dari BMKG dan perubahan tata guna lahan di daerah tangkapan

air (DTA). Data perubahan tata guna lahan berasal dari peta tata guna lahan yang

dibuat dari hasil pengolahan citra satelit landsat.

Page 194: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

184

Hasil dan Pembahasan

Hasil yang diperoleh dalam penelitian pada parameter fisik dan kimia tersaji

pada Tabel 1. Data fisik berupa temperatur air menunjukkan adanya variasi

temperatur dari 26,22oC hingga 29,17oC selama musim kemarau dan 28,79oC

hingga 29,95oC selama musim penghujan. Temperatur air pada tahun 2017

cenderung lebih tinggi dari pada temperatur air pada tahun 2008 di stasiun

penelitian yang sama baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.

Temperatur air merupakan salah satu faktor fisik terpenting yang menunjukkan

karakteristik ekosistem. Perubahan temperatur air akan berpengaruh pada proses

metabolisme biota air pada perairan tersebut, disamping itu juga akan berpengaruh

pada parameter kualitas air lainnya. Variasi temperatur air pada musim kemarau

dan penghujan tersaji pada Gambar 1. Secara langsung perubahan temperatur udara

akan berpengaruh pada temperatur air Chang et al (2015). Perubahan temperatur

udara berkorelasi tinggi dengan perubahan temperatur air pada temperatur yang

lebih tinggi dari 0oC dan meningkatnya temperatur global akan berpengaruh pada

peningkatan temperatur di perairan tersebut (Hammond & Price, 2007). Hasil

kajian International Panel for Climate Change (IPCC), temperatur permukaan

secara global telah meningkat sebesar 0,74 ° C selama 100 tahun terakhir (1906 ~

2005) (Xia et al., 2015). Variasi temperatur air akan berpengaruh pada proses

pengaturan kesetimbangan fisika-kimia seperti proses nitrifikasi dan mineralisasi

bahan organik (Hossaini et al., 2017). Peningkatan temperatur air akan

menyebabkan penurunan kelarutan oksigen sehingga mengakibatkan penurunan

konsentrasi oksigen terlarut yang dapat berdampak pada intensitas pertumbuhan

mikro dan makroalga (Radiarta et al., 2011). Sebagian mikroalga merupakan pakan

alami bagi ikan sehingga perubahan kelimpahan dan distribusi mikroalaga akan

berdampak pada level tropik diatasnya yaitu zooplankton dan benih ikan.

Tabel 1. Variasi Parameter Fisik-Kimia dan Biologi musim kemarau dan penghujan

N

o Parameter

Tahun

2008 2009 2015 2016 2017

K H K H K H K H

Page 195: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

185

1 Temperatur air

(oC)

26.8

6

28.8

6

27.4

7

29.5

3

28.5

4

29.5

8

28.9

3

29.7

1

2 TN (mg/L) 0.82 0.50

4

1.22 0.54 5.19 1.03 5.31 6.67

3 TP (mg/L) 0.12 0.02

8

0.26 0.03 0.55 0.18 0.30 0.26

4 Kholorofil-a

(mg/L)

0.87 0.21 0.44 0.09 8.86 6.02 3.46 4.24

K= musim kemarau, H = musim penghujan

Perubahan iklim telah mengakibatkan temperatur air naik di sungai

(Hosseini et al., 2017), danau (Shekha et al., 2017; Chang & Bonnette, 2017), dan

perairan tawar lainnya seperti waduk (Thorne & Fenner, 2011; Chang et al., 2015)

dan rawa (Chang & Bonnette, 2017). Peningkatan temperatur air tersebut dapat

menyebabkan tekanan bagi kelangsungan hidup ikan sebagai hewan poikiloterm.

Bagi sebagian besar biota air peningkatan temperatur melebihi kisaran optimal akan

berpengaruh pada laju metabolisme, dengan demikian hal tersebut akan

berpengaruh pada rantai makanan ekosistem perairan tersebut. Peningkatan

temperatur juga dapat menyebabkan ikan kehilangan sumber pakan alaminya

sehingga akan terjadi migrasi yang berdampak pada perubahan struktur komposisi

ikan pada suatu perairan. Disamping itu akan terjadi kegagalan reproduksi dan

perkembangan larva, sehingga akan mengakibatkan penurunan kelimpahan dan

perubahan distribusi ikan. Beberapa spesies dapat beradaptasi, sedangkan yang

tidak akan mengalami kepunahan. Pada ikan budidaya peningkatan temperatur air

melebihi batas toleransi akan langsung mengakibatkan kematian karena ikan tidak

dapat menghindar untuk mencari lingkungan yang lebih kondusif.

Beberapa bukti menunjukkan tingkat perubahan temperatur permukaan

secara global telah melambat namun demikian indikator perubahan iklim terus

menunjukkan adanya peningkatan temperatur secara global. Hal tersebut akan

berdampak pada produksi perikanan, oleh karena itu untuk mengoptimalkan

produksi ikan dan menjaga kelestarian sumberdaya perikanan serta lingkungannya

agar tetap berkelanjutan perlu adanya pengelolaan. Hal ini karena adanya beberapa

bukti yang menunjukkan perkembangan jumlah KJA yang ada di Waduk

Page 196: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

186

Wadaslintang telah melebihi daya dukung waduk (Piranti et al. 2016). Hasil

pengamatan di lapangan juga menunjukkan adanya peningkatan jumlah area KJA

yang telah melampaui zona pemanfaatan yang telah ditetapkan. Hal tersebut dapat

disebabkan karena rendahnya proses penegakan hukum, dan kurangnya

managemen pengelolaan waduk yang baik (Radiarta et al., 2011).

Gambar 1. Variasi temperatur air rata-rata pada musim kemarau dan penghujan

Hasil pengukuran parameter kimia yang meliputi total phosphat (TP) dan

total nitrogen (TN) menunjukkan adanya variasi konsentrasi nutrien tersebut.

Konsentrasi TP pada musim penghujan berkisar antara 0.01 – 0.29 mg/L,

sedangkan musim kemarau berkisar antara 0.04 – 0.51 mg/L. Konsentrasi TN

musim penghujan berkisar antara 0.3 – 7.0 mg/L, dan musim kemarau berkisar

antara 0.41 – 8.03 mg/L. Nutrien merupakan komponen penting bagi pertumbuhan

fitoplankton sebagai produktifitas primer.

26,5

27,5

28,5

29,5

30,5

Th-2008 Th-2009 Th-2015 (K)/Th-2016 (H) Th-2017

Tem

per

atur

air

(oC

)

waktu sampling

Temperatur air rata-rata pada musim penghujan dan kemarau di

Waduk Wadaslintang

Hujan Kemarau

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

Th-2008 Th-2009 Th-2015 (K)/Th-2016 (H) Th-2017

Kon

sen

tras

i N

P (

mg/L

)

Waktu sampling

Konsentrasi TN rata-rata pada musim penghujan dan kemarau di

Waduk Wadaslintang

Hujan Kemarau

Page 197: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

187

Gambar 2. Variasi Konsentrasi rata-rata TN musim kemarau dan penghujan

Konsentrasi nutrisi, terutama total nitrogen (TN) dan fosfor juga menunjukkan

adanya perubahan konsentrasi, terkait dengan perubahan iklim, karena adanya

penurunan curah hujan dan lebih diperburuk karena adanya penggunaan lahan di

land use maupun di perairan. (Chang & Bonnette, 2016). Variasi konsentrasi TN

dan TP rata-rata pada musim kemarau dan penghujan tersaji pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 3. Variasi konsentrasi rata-rata TP musim kemarau dan penghujan

Konsentrasi TP dan TN musim kemarau lebih tinggi daripada musim

penghujan, hal tersebut diduga karena unsur hara tersebut menjadi lebih pekat pada

saat musim kemarau akibat tingginya proses penguapan, sedangkan curah hujan

masih rendah. Konsentrasi TP pada hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi

pada kedua musim telah melebihi baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82

Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air.

Menurut Pello et al. (2014), konsentrasi nutrien khususnya nitrat dan fosfat

cenderung meningkat pada musim timur. Hal tersebut diduga karena adanya

peningkatan proses dekomposisi bahan organik. Nutrien yang melebihi ketentuan

ambang batas baku mutu akan menyebabkan pengkayaan perairan (eutrofikasi)

yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kelimpahan fitoplankton Sihombing

et al. (2015).

Konsentrasi klorofil-a pada musim kemarau berkisar antara 0.17 – 0. 35

mg/L dan penghujan antara 0.21 – 0.42 mg/L. Klorofil-a merupakan indikator

kelimpahan fitoplankton (Atici & Alas 2012; Indriani et al., 2016). Tinggi

rendahnya kandungan klorofil sangat erat hubungannya dengan konsentrasi nutrien,

0

0,2

0,4

Th-2008 Th-2009 Th-2015 (K)/Th-2016

(H)

Th-2017Ko

nse

ntr

asi

TP

(m

g/L

)

waktu sampling

Konsentrasi TP rata-rata pada musim penghujan dan kemarau

di Waduk Wadaslintang

Hujan Kemarau

Page 198: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

188

karena konsentrasi nitrat dan phosphat mempunyai tingkat keeratan hubungan yang

sangat kuat dengan kelimpahan fitoplankton (Sihombing et al., 2015). Tingkat

keeratan hubungan/korelasi antara TN dengan klorofil ditunjukkan dengan nilai r =

0.9293, sedangkan keeratan hubungan antara klorofil-a dan TP = 0.9763.

Konsentrasi klorofil cenderung meningkat pada akhir penelitian, hal ini diduga

karena semakin meningkatnya akumulasi nutrien di dalam waduk baik yang berasal

dari DTA maupun dari aktifitas antrophogenik di dalam waduk. Hal ini dapat

menstimulir terjadinya eutrofikasi atau alga bloom yang dapat membahayakan

kelangsungan hidup ikan di waduk. Kondisi tersebut lebih berpotensi terjadi pada

musim kemarau karena terjadi penurunan muka air/volume waduk.

Gambar 4. Variasi kosentrasi klorofil rata-rata musim kemarau dan penghujan

Perubahan temperatur dan curah hujan sebagai variabel iklim dalam jangka

panjang secara berangsur-angsur mengindikasikan adanya perubahan iklim

(Yuliana, 2015). Kondisi tersebut terjadi juga di wilayah Waduk Wadaslintang,

diketahui berdasarkan Gambar 5 yang menunjukkan curah hujan rata-rata di

wilayah Waduk Wadaslintang mengalami penurunan. Hasil analisis menunjukkan

jumlah bulan basah lebih tinggi hingga tahun 2004 selanjutnya pada tahun 2008 –

2016 jumlah bulan kering meningkat (Gambar 6). Selanjutnya berdasarkan Tabel 2

terlihat bahwa sejak tahun 1992 hingga tahun 2004 tipe iklim sangat basah (tipe A)

hingga sedang (tipe D), dengan nilai Q antara 0.0 – 71.43, sedangkan tahun 2008 –

2016 terlihat tipe iklim E – F. Nilai Q 100% - 300% menunjukkan kisaran untuk

tipe iklim E – F, artinya menunjukkan kondisi wilayah yang kering dengan hutan

belantara hingga kering ilalang (Tabel 3).

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

Th-2008 Th-2009 Th-2015 (K)/Th-2016 (H) Th-2017

Ko

nse

ntr

asi

klo

rofi

l-a

(mg/L

)

Sampling time

Konsentrasi klorofil-a rata-rata pada musim penghujan dan kemarau

di Waduk Wadaslintang

Hujan Kemarau

Page 199: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

189

Sumber BMKG, 2017

Gambar 5. Data curah hujan rata-rata di wilayah Waduk Wadaslintang

Sumber BMKG, 2017

Gambar 6. Jumlah bulan basah, kering dan lembab di DTA Waduk Wadaslintang

Salah satu faktor penyebab perubahan tipe iklim dipicu meningkatnya

aktifitas antrophogenik. Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi

perubahan tata guna lahan di DTA dengan perubahan fungsi hidrologi waduk. Hasil

kajian Radiarta et al. (2011), menunjukkan perubahan tata guna lahan pada periode

awal hingga akhir abad 19 yang meningkat secara drastis sehingga mengakibatkan

adanya penurunan curah hujan sebesar 10 mm/th disertai penurunan debit limpasan

sebesar 3 mm/th di DAS Citarum Hulu.

319,00

231,50

366,00361,42

158,08

446,17

276,08274,42

359,92

289,58253,58

136

22,0019,2917,34 18,42

21,170,00

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

350,00

400,00

450,00

500,00

th

1992

th

1993

th

1994

th

1995

th

1996

th

1997

th

1998

th

1999

th

2000

th

2001

th

2004

th

2008

th

2012

th

2013

th

2014

th

2015

th

2016

Cu

rah

hu

jan

(m

m)

Curah Hujan rata-rata Di Waduk Wadaslintang

87

10

87

12

78

9

7

9

34 4

32

34

5

2 2

5

0

54

34

2

4

87 7

5

8

0

2

4

6

8

10

12

14

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2004 2008 2012 2013 2014 2015 2016

Jum

lah

bu

lan

Jumlah bulan basah, kering dan lembab di DTA Waduk

Wadaslintang Tahun 1992-2016

Jumlah bulan basah Jumlah bulan kering Jumlah bulan lembab

Page 200: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

190

Tabel 2. Perbandingan Jumlah bulan basah, kering dan lembab

Tahun

Jumlah

bulan

basah

Jumlah

bulan

kering

Jumlah

bulan

lembab Q

Tipe

iklim Keterangan

1992 8 4 0 50.00 C agak basah

1993 7 5 0 71.43 D sedang

1994 10 2 0 20.00 B basah

1995 8 2 2 25.00 B basah

1996 7 5 0 71.43 D sedang

1997 12 0 0 0.00 A sangat basah

1998 7 5 0 71.43 D sedang

1999 8 4 0 50.00 C agak basah

2000 9 3 0 33.33 C agak basah

2001 7 4 1 57.14 C agak basah

2004 9 2 1 22.22 B basah

2008 3 4 5 133.33 E agak kering

2012 4 8 0 200.00 F Kering

2013 4 7 1 175.00 F kering

2014 3 7 2 233.33 F Kering

2015 2 5 4 250.00 F kering

2016 3 8 3 266.67 F kering

Sumber: Sumber BMKG, 2017

Tabel 3. Kriteria tipe iklim dan nilai Q

No Tipe

iklim

Nilai Q Keterangan

1 A 0%≤ Q < 14,3% Bulan sangat basah, hutan hujan tropis

2 B 14,3%≤Q<33,3% Basah, hutan hujan tropis

3 C 33,3%≤ Q<60% Agak Basah, hutan musim

4 D 60%≤Q<100% Sedang, hutan musim

5 E 100%≤Q<167% Agak kering, terdapat hutan belantara

6 F 167%≤Q<300% Kering, ilalang

7 G 300%≤Q<700% Sangat Kering

8 H ≤700%≤Q Luar biasa Kering

Sumber: Tukidi, 2004

Hasil analisis peta topografi DTA tahun 2008 – 2018 menunjukkan telah

terjadi perubahan tata guna lahan di daerah tangkapan air Waduk Wadaslintang

Page 201: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

191

seperti tersaji pada Tabel 4. Hal tersebut juga terjadi di beberapa DAS utama di

Pulau Jawa yang dipengaruhi oleh perubahan karakteristik DAS (Rejekiningrum,

2014). Perubahan terbesar terjadi akibat alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan

pertanian, dan dari lahan pertanian menjadi lahan pemukiman dan kebun. Gambar

7a dan 7b menunjukkan adanya perubahan tata guna lahan, tahun 2004 luas

pemukiman sebesar 811.46, Ha. pada tahun 2018 meningkat menjadi 1,033.34;

sawah juga mengalami peningkatan yang semula hanya 740.58 Ha menjadi

2.402,98 Ha., demikian pula kebun mengalami peningkatan luas dari 8.193,01 Ha.

menjadi 11.026,45 Ha. Sedangkan beberapa jenis lahan yang mengalami penurunan

luas adalah semak-semak, hutan dan tanah terbuka. Menurut Setyowati (2016),

penurunan kualitas air disebabkan karena adanya perubahan tata guna lahan akibat

adanya penurunan luasan hutan sebesar 3.7%, peningkatan luas pemukiman sebesar

2.1% dan peningkatan lahan sebesar 3.9%.

Tabel 4. Perbandingan luas dan komposisi jenis lahan di DTA

No Jenis Lahan 2004* 2008* 2012** 2016** 2018**

1 Hutan 2,988.58 2,313.00 1,797.75 1,451.94 1,033.34

2 Pemukiman 811.46 1,027.53 1,266.16 1,293.04 2,473.95

3 Sawah 740.58 822.84 2,473.64 1,414.22 2.402,98

4 Tanah terbuka 1.222,51 1.531,48 52,57 80,82 74.16

5 Kebun 8.193,01 9.238,38 11.624,16 11.349,24 11.026,45

6 Semak-semak 2.564,32 3.226,29 840.33 831,50 874,97

7 Badan air 951,39 694,17 1.385,10 1.019,77 1.374.67

Sumber: * Nursholeh, 2012, **dokumen pribadi

Page 202: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

192

Sumber: Nursholeh, 2012 Sumber: dokumen pribadi

Gambar 7a Komposisi DTA Th. 2004 Gambar 7b. Komposisi DTA Th. 2018

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Terjadi kecenderungan peningkatan temperatur air, TP, TN dan konsentrasi

khlorofil pada musim kemarau dan penghujan yang menyebabkan penurunan

kualitas air Waduk Wadaslintang yang akan berpengaruh pada aktifitas budidaya

ikan di Waduk Wadaslintang;

2. Tipe iklim di area Waduk Wadaslintang dari tahun 1996 – 2004 adalah tipe A

(sangat basah) sampai dengan D (sedang) dan 2008 – 2016 adalah tipe E (kering)

– F (sangat kering);

3. Alih fungsi lahan di DTA merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada

kualitas air di Waduk Wadaslintang;

4. Perubahan iklim bukan merupakan satu-satunya faktor yang mengakibatkan

perubahan kualitas air di Waduk Wadaslintang.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih pada Univeritas Jenderal Soedirman yang telah mendanai salah

satu penelitian ini, ucapan terima kasih kami sampaikan juga kepada PT Jasa Tirta

I atas bantuannya, demikian pula kami ucapkan terima kasih kepada almarhumah

Dr. Endang Widyastuti, Dr. Agatha Sih Piranti, Drs. Gentur Waluyo yang

berkontribusi secara langsung dan tidak langsung dalam kegiatan penelitian atau

persiapan naskah ini.

HUTANPEMUKIM

AN

SAWAH

TANAH TERBUKA

KEBUN

SEMAK-

SEMAK

BADAN AIR

2004HUTAN

PEMUKIMAN

SAWAH

TANAH TERBUKA

KEBUN

SEMAK-SEMAK

BADAN AIR

2018

Page 203: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

193

Referensi

Alam, A., Badruzzaman, A. B. M., & Ali, M. A. (2013). Assessing effect of climate

change on the water quality of the Sitalakhya river using WASP model. J.

Civ. Eng, 41, 21-30.

Atıcı, T., & Alaş, A. (2012). A study on the trophic status and phytoplanktonic algae

of Mamasin Dam Lake (Aksaray-Turkey). Turkish Journal of Fisheries and

Aquatic Sciences, 12(3), 595-601.

Barange, M., Bahri, T., Beveridge, M. C., Cochrane, K. L., Funge-Smith, S., &

Poulain, F. (2018). Impacts of climate change on fisheries and

aquaculture. Synthesis of current knowledge, adaptation and mitigation

options. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Chang, C. H., Cai, L. Y., Lin, T. F., Chung, C. L., Van Der Linden, L., & Burch,

M. (2015). Assessment of the impacts of climate change on the water quality

of a small deep reservoir in a humid-subtropical climatic region. Water, 7(4),

1687-1711.

Chang, H., & Bonnette, M. R. (2016). Climate change and water‐related ecosystem

services: impacts of drought in California, USA. Ecosystem Health and

Sustainability, 2(12), e01254.

El-Serehy, H. A., Abdallah, H. S., Al-Misned, F. A., Irshad, R., Al-Farraj, S. A., &

Almalki, E. S. (2018). Aquatic ecosystem health and trophic status

classification of the Bitter Lakes along the main connecting link between the

Red Sea and the Mediterranean. Saudi journal of biological sciences, 25(2),

204-212.

Harrod, C. (2015). Climate change and freshwater fisheries. Freshwater fisheries

ecology, 641-694.

Hosseini, N., Johnston, J., & Lindenschmidt, K. E. (2017). Impacts of climate

change on the water quality of a regulated prairie river. Water, 9(3), 199.

Huang, T., Li, X., Rijnaarts, H., Grotenhuis, T., Ma, W., Sun, X., & Xu, J. (2014).

Effects of storm runoff on the thermal regime and water quality of a deep,

stratified reservoir in a temperate monsoon zone, in Northwest China. Science

of the Total Environment, 485, 820-827.

Yuliana, L. (2015). Analisis Proyeksi Evapotranspirasi di Wilayah Nusa Tenggara

Barat Menggunakan Skenario Proyeksi Perubahan Iklim (Doctoral

dissertation, Universitas Mataram).

Li, Y., Huang, T. L., Zhou, Z. Z., Long, S. H., & Zhang, H. H. (2017). Effects of

reservoir operation and climate change on thermal stratification of a canyon-

shaped reservoir, in northwest China. Water Science and Technology: Water

Supply, 18(2), 418-429.

Marselina, M., & Burhanudin, M. (2017). Trophic status assessment of saguling

reservoir, Upper Citarum Basin, Indonesia. Air, Soil and Water Research, 10,

1178622117746660.

Nursholeh, A. (2012). Penentuan Laju Erosi Daerah Tangkapan Hujan (DTH)

Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 Menggunakan Teknologi Sistem

Informasi Geografis (SIG) (Doctoral dissertation, Universitas Negeri

Semarang).

Pello, F. S., Adiwilaga, E. M., Huliselan, N. V., & Damar, A. (2014). Pengaruh

musim terhadap beban masukan nutrien di Teluk Ambon Dalam. J. Bumi

Lestari, 14(1), 63-73.

Page 204: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

194

Radiarta, I. N., Kristanto, A. H., & Saputra, A. (2011). KONDISI

METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN PERIKANAN DI KAWASAN

WADUK CIRATA, JAWA BARAT: Analisis Awal Kemungkinan Dampak

Pemanasan Global terhadap Perikanan Budidaya. Jurnal Riset

Akuakultur, 6(3), 495-506.

Rejekiningrum, P. (2014). Dampak Perubahan Iklim terhadap Sumberdaya Air:

Identifikasi, Simulasi, dan Rencana Aksi. Jurnal Sumberdaya Lahan 8(1): 1-

15.

Setyowati, R. D. N. (2016). Studi Literatur Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap

Kualitas Air. SISTEM Jurnal Ilmu Ilmu Teknik, 12(1), 7-15.

Sihombing, I. N., Hutabarat, S., & Sulardiono, B. (2015). Kajian Kesuburan

Perairan Berdasarkan Unsur Hara (N, P) dan Fitoplankton di Sungai Tulung

Demak. Management of Aquatic Resources Journal, 4(4), 119-127.

Thorne, O., & Fenner, R. A. (2011). The impact of climate change on reservoir

water quality and water treatment plant operations: a UK case study. Water

and Environment Journal, 25(1), 74-87.

Vidovic, M. M., Rodic, M. M., Vidovic, M. U., Trajkovic, I. S., & Jovanic, S. Z.

(2015). Assessment of the trophic status by monitoring of reservoir’s water

quality. Journal of Water Resource and Protection, 7, 1-13.

Widyastuti, E., A.S. Piranti, D.R.U.S. Rahayu. 2008. Beban Fosfat Total untuk

Penentuan Daya Dukung Lingkungan di Perairan Waduk Wadaslintang.

Prosiding Seminar Nasional Limnologi IV. I5 Oktober 2008. Pusat Penelitian

Limnologi LIPI. Bogor.

Widyastuti, E., A.S. Piranti, D.R.U.S. Rahayu. 2008. Laporan Penelitian Skim

Fundamental tahap pertama tahun 2008. Universitas Jenderal Soedirman.

Widyastuti, E., Piranti, A. S., & Rahayu, D. R. U. S. (2009). Monitoring Status

Daya Dukung Perairan Waduk Wadaslintang Bagi Budidaya Keramba Jaring

Apung Monitoring of Carrying Capacity Status of Wadaslintang Reservoir on

Cage Net. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 16(3), 133-140.

Widyastuti, E., A.S. Piranti, D.R.U.S. Rahayu. 2009. Laporan Penelitian Skim

Fundamental tahap kedua tahun 2009. Universitas Jenderal Soedirman

Xia, X. H., Wu, Q., Mou, X. L., & Lai, Y. J. (2015). Potential impacts of climate

change on the water quality of different water bodies. J. Environ.

Inform, 25(2), 85-98.

Page 205: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

195

Tren Penelitian Limnologi Berdasarkan Analisis Bibliometrik

Hidayat* dan Gadis Sri Haryani

Puslit Limnologi-LIPI, Jl, Jakarta-Bogor Km 46, 16911, Cibinong, Jawa Barat

*email: [email protected]

Abstrak

Sejak didirikan pada tahun 1986, Pusat Penelitian Limnologi-LIPI

(sebelumnya Puslitbang Limnologi) telah melakukan berbagai kegiatan penelitian

bidang perairan darat. Untuk mengetahui tren perkembangan penelitian limnologi,

telah dilakukan analisis bibliometrik terhadap publikasi hasil-hasil penelitian Puslit

Limnologi-LIPI dari tahun 1989 sampai dengan 2017. Analisis bibliometrik

dilakukan terhadap abstrak publikasi berupa artikel jurnal, prosiding pertemuan

ilmiah, buku, dan tesis/disertasi yang dihasilkan sivitas dengan menggunakan

aplikasi text-mining dalam paket program R. Sebagai pembanding untuk

mengantisipasi bias akibat perbedaan kedalaman isi dan batasan jumlah kata dalam

abstrak, dilakukan juga analisis terhadap judul publikasi. Analisis dilakukan per

periode sepuluh tahunan sebagai berikut: periode awal: 1989-1998, periode

pertengahan: 1999-2008, dan periode terakhir: 2009-2017. Periode 1986-1988 tidak

dimasukkan dalam analisis karena minimnya publikasi pada awal berdirinya Puslit

Limnologi-LIPI. Hasil text-mining terhadap abstrak menunjukkan bahwa ‘ikan’

merupakan kata kunci yang paling sering muncul pada semua periode. Sedangkan

berdasarkan hasil text-mining terhadap judul meskipun masih menunjukkan ‘ikan’

sebagai kata kunci yang paling sering muncul pada dekade pertama dan kedua,

tetapi pada dekade ketiga posisinya tergeser oleh kata kunci ‘danau’. Pada periode

awal, penelitian cenderung berkonsentrasi pada komoditi dengan berbagai

aspeknya, termasuk pengaruh berbagai perlakuan. Hal ini berlanjut pada periode

pertengahan dengan kompleksitas yang lebih tinggi yang diindikasikan dengan

relatif tingginya penggunaan kata kunci ‘habitat’, ‘kelimpahan’ dan ‘distribusi’.

Pada periode terakhir, tren penelitian semakin kompleks yang ditandai dengan

meningkatnya penggunaan kata kunci terkait pemodelan seperti ‘parameter, ‘data’,

dan ‘model’.

Kata kunci: tren penelitian, analisis bibliometrik, perairan darat, Pusat Penelitian

Limnologi-LIPI, text-mining

Pendahuluan

Limnologi didefinisikan sebagai ilmu yang mengungkapkan hubungan

fungsional antara komponen ekosistem perairan darat yang mencakup komponen

biotik (flora dan fauna) dan komponen abiotik (faktor fisik dan kimiawi)

(Puslitbang Limnologi-LIPI, 1986). Limnologiwan berusaha mengungkapkan

hubungan fungsional antara komponen-komponen ekosistem perairan darat

Page 206: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

196

tersebut. Kajian limnologi telah berevolusi dari pendekatan tipologi pada sistem

statis dan tertutup, menjadi pendekatan keterkaitan dan interaksi dinamik antar

komponen, eksperimental, kinetika, input-output, dan limnologi modern yang

memperhatikan sistem transfer serta beban masukan.

Sejak didirikan pada tahun 1986, Puslit Limnologi-LIPI (sebelumnya

Puslitbang Limnologi) telah melaksanakan kegiatan-kegiatan di bidang perairan

darat di Indonesia yang meliputi penelitian dan pengembangan, peningkatan

kemampuan masyarakat ilmiah, pelayanan jasa, dan pemasyarakatan iptek yang

telah dirangkum dalam buku Tiga Dasawarsa Berkarya Pusat Penelitian Limnologi-

LIPI (TDBP2L, 2017) (Lukman, et al., 2017). Sedangkan program pengembangan

penelitian Puslitbang Limnologi-LIPI pada saat itu mencakup tiga hal yaitu: (1)

Program Pembinaan Limnologi Dasar; (2) Program Pengembangan Limnologi

Terapan; (3) Modelling Ekosistem Perairan. Masing-masing program ini

berkembang sesuai dengan kemampuan SDM peneliti dan sarana penelitian yang

tersedia. Hasil-hasil penelitian tersebut yang menjadi dasar dari penelitian text

mining ini.

Bibliometrika merupakan penerapan metode kuantitatif (matematika dan

statistika) untuk studi informasi. Bibliometrika berguna untuk memahami

fenomena informasi dengan mengungkap pola dan struktur data dalam komunikasi

tertulis. Setelah dianalisis, data tersebut dapat memberikan konteks dan alat (tools)

yang lebih baik untuk meningkatkan evaluasi organisasi, pencarian informasi,

desain sistem, perilaku sosial, dan pengetahuan manusia (Jayroe, 2008). Teknik text

mining berguna untuk mengekstrak pengetahuan dari data tekstual yang tidak

terstruktur atau semi-terstruktur. Dengan demikian, kombinasi teknik text mining

dan analisis bibliometrik dapat dimanfaatkan untuk membantu menemukan lebih

banyak pola yang tidak terlihat dalam bidang riset dibandingkan dengan hanya

menggunakan analisis bibliometrik sederhana (Nie & Sun, 2017).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren perkembangan penelitian

limnologi dari waktu ke waktu melalui publikasi yang dihasilkan Puslit Limnologi-

LIPI. Informasi ini dapat menjadi bahan evaluasi dan inspirasi dalam

pengembangan penelitian bidang limnologi ke depan.

Page 207: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

197

Bahan dan Metode

Analisis bibliometrik dilakukan dengan menggunakan aplikasi dalam paket

program R terhadap publikasi Puslit Limnologi yang dirangkum dalam buku

TDBP2L (Lukman et al., 2017). Text-mining dilakukan terhadap abstrak publikasi

berupa artikel jurnal, prosiding pertemuan ilmiah, buku, dan tesis/disertasi yang

dihasilkan para peneliti Puslit Limnologi-LIPI dengan menggunakan skrip program

R yang diunduh dari laman web yang dapat diakses secara bebas

(http://www.sthda.com/upload/rquery_wordcloud.r). Sebagai pembanding,

dilakukan juga analisis terhadap judul publikasi untuk mengantisipasi bias akibat

perbedaan kedalaman isi dan batasan jumlah kata dalam abstrak. Analisis dilakukan

per periode sepuluh tahunan:

1. periode awal: 1989-1998

2. periode pertengahan: 1999-2008,

3. periode terakhir: 2009-2017

Tahun 1986-1988 tidak dimasukkan dalam analisis karena minimnya publikasi

pada awal berdirinya Puslit Limnologi-LIPI, sesuai dengan masih minimnya SDM

peneliti dan sarana-prasarana penelitian serta anggaran riset yang ada di Puslit

Limnologi-LIPI

Proses text-mining, diawali dengan langkah pembersihan data teks dengan

mengecualikan kata-kata umum (seperti kata-kata: ada, adalah, adanya, akan,

antara, atas, atau, bahwa, baik, beberapa, berasal, berupa, cukup, dalam, dan, dapat,

dengan, dilakukan, hal, hanya, hingga, ini, itu, juga, kemudian, karena, kepada,

lain, lainnya, lebih, makin, masih, maupun, merupakan, mempunyai, meliputi,

mengalami, menjadi, memiliki, mencapai, menggunakan, namun, oleh, pada,

penting, saat, salah, sampai, sangat, sebagai, sebanyak, sebesar, sehingga, secara,

sedangkan, selama, semakin, seperti, serta, setelah, setiap, sudah, suatu, telah,

terdapat, terdiri, tersebut, tetapi, tidak, untuk, yaitu, yang, dan kata-kata sejenisnya)

serta padanannya dalam Bahasa Ingris. Langkah selanjutnya adalah menghitung

frekuensi kemunculan kata pada dokumen. Kedua langkah di atas dilakukan

dengan bantuan software R.

Page 208: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

198

Hasil dan Pembahasan

Periode 1989-1998

Abstrak publikasi 1989-1998 didominasi oleh kata kunci 'air' dan 'ikan'

(Gambar 1). Penelitian mengenai ikan umumnya di lakukan di sungai dan di

laboratorium di Puslit Limnologi-LIPI terutama terkait dengan aktivitas budidaya

ikan. Berdasarkan padanan kata berbahasa Inggris, publikasi berorientasi

internasional masih terbatas.

(a) (b)

Gambar 1. Hasil text-mining terhadap abstrak (a) dan judul (b) publikasi 1989-1998.

Berdasarkan text-mining terhadap judul publikasi pada periode 1989-1998,

penelitian di Pusat Penelitian Limnologi-LIPI cenderung berkonsentrasi pada

komoditi dengan berbagai aspeknya, termasuk pengaruh berbagai perlakuan. Kata

'sungai' lebih dominan daripada 'danau' (Gambar 1). Penelitian sungai lebih banyak

dilakukan karena lokasi penelitian yang jaraknya relatif dekat di sekitar Jawa Barat.

Periode 1999-2008

Berdasarkan hasil text-mining abstrak publikasi periode 1999-2008,

penelitian didominasi kata kunci 'ikan' berlanjut dengan kompleksitas yang lebih

tinggi (Gambar 2). Hal ini diindikasikan dengan relatif tingginya penggunaan kata

kunci ‘habitat’, ‘kelimpahan’ dan ‘distribusi’. Mulai tahun 2001, Puslit Limnologi-

Page 209: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

199

LIPI berada di bawah Kedeputian Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI. Hal ini sedikit

banyak mempengaruhi orientasi tema penelitian.

Berdasarkan hasil text-mining terhadap judul 1999-2008, kata 'ikan' masih

tetap mendominasi disamping kata 'danau' yang lebih dominan dibandingkan

dengan 'sungai' (Gambar 2). Pada periode ini kegiatan penelitian di Puslit

Limnologi-LIPI banyak dilakukan di danau. Bahkan di periode ini masalah-

masalah yang terkait dengan danau mulai dikenal oleh publik, yang dalam hal ini

misalnya keterlibatan peneliti Puslit Limnologi-LIPI yang ikut menyusun buku

Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau yang diterbitkan oleh Kementerian Negara

Lingkungan Hidup (KLH, 2008). Kecenderungan orientasi publikasi internasional

sudah mulai tampak tetapi masih relatif rendah.

(a) (b)

Gambar 2. Hasil text-mining terhadap abstrak (a) dan judul (b) publikasi pada

periode 1999-2008.

Periode 2009-2017

Berdasarkan hasil text-mining terhadap abstrak publikasi pada periode

2009-2017, kata 'ikan' dan 'air' masih mendominasi diikuti kata 'danau' dan

'perairan' (Gambar 3). Tren penelitian semakin kompleks, ditandai dengan

meningkatnya penggunaan kata kunci terkait pemodelan seperti ‘parameter, ‘data’,

dan ‘model’.

Page 210: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

200

(a) (b)

Gambar 3. Hasil text-mining terhadap abstrak 2009-2017

Berdasarkan hasil text-mining terhadap judul publikasi 2009-2017, kata

'danau' lebih dominan pada periode ini. Dari padanan kata berbahasa Inggris dapat

diperkirakan perimbangan kuantitas publikasi berorientasi internasional untuk

subyek tertentu relatif tinggi antara lain untuk tema-tema danau dan sungai.

Kecenderungan ini tidak terlihat pada tema ikan. Meskipun selalu mendominasi

tema publikasi, proporsi publikasi berbahasa Inggris untuk tema ini cenderung

rendah pada tiap periode.

Berdasarkan hasil text-mining terhadap abstrak seluruh publikasi Puslit

Limnologi-LIPI yang dimuat pada TDBP2L (Lukman et al., 2017), kata ‘ikan’

merupakan kata yang paling sering muncul pada semua periode disamping kata

'air' dan 'danau' (Gambar 4). Ikan menjadi primadona karena disamping bernilai

komersial, ikan juga sebagai salah satu bioindikator kesehatan perairan dimana

sebagian besar aspek perairan dikaitkan dengan ikan.

Kata ‘danau’ mulai menjadi tren di periode ini, karena secara konsisten penelitian

mengenai ikan di danau yang banyak dilakukan di Puslit Limnologi-LIPI (Haryani,

2005, 2013).

Page 211: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

201

(a) (b)

Gambar 4. Hasil text-mining terhadap abstrak (a) judul (b) seluruh publikasi Puslit

Limnologi-LIPI yang dimuat pada TDBP2L, 2017

Hasil text-mining terhadap seluruh judul (1989-2017) masih menunjukkan

‘ikan’ sebagai kata yang paling sering muncul, tetapi posisinya hampir berimbang

dengan kata ‘danau’ (Gambar 5). Berimbangnya kata ‘ikan’ dan ‘danau’ disebabkan

perhatian masyarakat ilmiah dan instansi pemerintah semakin besar terhadap danau,

hal ini terlihat dari masuknya danau dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM). Kementerian Lingkungan Hidup dan pemerintah daerah

didorong untuk lebih memperhatikan keberlanjutan ekosistem danau dengan

disusunnya Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia dan

Dokumen Germadan (KLH, 2012, 2013).

Ke depan penelitian danau kemungkinan akan semakin banyak mengingat

jumlah danau di Indonesia yang cukup banyak dan juga sedang disusunnya

Rancangan Peraturan Presiden mengenai Penyelamatan Danau Prioritas Nasional

yang diinisiasi oleh Bappenas yang akan mendorong perlunya penelitian-penelitian

terkait danau.

Secara tidak langsung, hasil text mining diatas juga dapat memberikan gambaran

mengenai orientasi ke arah publikasi internasional. Padanan kata dalam Bahasa

Inggris mencerminkan tingkat orientasi ke arah publikasi internasional yang terlihat

dari ukuran kata kecil menunjukkan jumlahnya masih relatif rendah.

Page 212: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

202

Gambar 5. Hasil Text-mining terhadap judul publikasi seluruh publikasi (1989-

2017).

Kesimpulan

Indonesia memiliki tipe-tipe perairan yang beragam yang perlu dikaji

dinamika proses yang terjadi di dalamnya. Masih terbatasnya frekuensi keywords

terkait biogeokimia (seperti 'dissolved', 'carbon', iron, sulfida, dll) mengindikasikan

kajian proses-proses di perairan darat belum banyak dilakukan. Kemungkinan hal

ini disebabkan masih terbatasnya disiplin ilmu yang dimiliki Puslit Limnologi-LIPI

dan juga sarana prasarana serta anggaran riset yang masih cenderung rendah. Hal

ini merupakan salah satu kesenjangan riset yang perlu menjadi pertimbangan dalam

penyusunan grand design penelitian limnologi di Indonesia, mengingat ilmu

limnologi merupakan ilmu yang bersifat interdisiplin. Selain itu perlu juga

dilakukan perluasan jaringan kerjasama penelitian dengan berbagai lembaga

penelitian dan perguruan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kami ucapkan kepada Kepala Pusat Penelitian Limnologi LIPI

yang telah mendukung penyusunan dan penerbitan buku Tiga Dasawarsa Berkarya

Pusat Penelitian Limnologi LIPI dan seluruh sivitas Pusat Penelitian Limnologi

Page 213: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

203

LIPI atas kontribusinya dalam pengumpulan bahan yang digunakan dalam analisis

untuk tulisan ini.

Referensi

Haryani GS. 2005. Penelitian dan Pengembangan Danau di Indonesia. Alami,

Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Vol 10(1):1-6

Haryani GS. 2013. Danau Sebagai Dasar Pijak Pengelolaan Sumber Daya Ikan Air

Tawar Berkelanjutan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Limnologi.

LIPI. Jakarta 14 Juni 2013. 57 hal.

Jayroe T. 2008. Bibliometrics for Dummies. University of Denver. 8 hal.

https://tefkos.comminfo.rutgers.edu/Courses/e530/Readings/Jayroe%20Biblio

metrics%20for%20Dummies%202008.pdf. Diakses 28 Oktober 2019.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2008. Pedoman Pengelolaan Ekosistem

Danau. 119 hal.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Grand Design Penyelamatan Ekosistem

Danau Indonesia. 72 hal.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan).

Danau Kerinci. 84 hal.

Lukman, Hidayat, Haryani GS, Chrismadha T, Henny C, Fakhrudin M, Widiyanto

T, dan Sulastri. 2017. Tiga Dasawarsa Berkarya Pusat Penelitian Limnologi-

LIPI.

Nie P & Sun S. 2017. Using Text Mining Techniques to Identify Research Trends:

A Case Study of Design Research. Appl. Sci. 2017, 7, 401;

doi:10.3390/app7040401.

Puslitbang Limnologi-LIPI, 1986. Perumusan Ekspose Limnologi dan

Pembangunan. Dalam Prosiding Ekspose Limnologi dan Pembangunan, Bogor,

28-29 Oktober 1986

Page 214: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

204

Analisis Kandungan COD Dan Bakteri Coliform Di Sungai-

Sungai Wilayah Dki Jakarta

Siti Aisyah

Puslit Limnologi-LIPI, Jl, Jakarta-Bogor Km 46, 16911, Cibinong, Jawa Barat

Email: [email protected]

Abstrak

COD atau Chemical Oxygen Demand dan bakteri coliform adalah parameter

yang digunakan sebagai indikator pencemaran pada perairan. Keberadaannya di

perairan yang berlebihan dapat mengakibatkan turunnya kandungan oksigen

terlarut dan membahayakan kesehatan manusia. Sungai-sungai di wilayah DKI

Jakarta telah tercemar berbagai limbah organik dan anorganik. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis kandungan COD dan bakteri coliform pada dua

kondisi permukaan air (tinggi dan rendah) serta tingkat pencemarannya pada badan

sungai-sungai di wilayah DKI Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan pada tahun

2015 yaitu bulan Februari (permukaan air tinggi) dan Maret (permukaan air

rendah). Lokasi sampling terdiri dari sepuluh stasiun yang tersebar di delapan ruas

sungai di wilayah DKI Jakarta. Selain parameter utama yaitu COD dan bakteri

coliform, dilakukan juga pengukuran pH, suhu, total padatan terlarut (TDS),

konduktivitas, oksigen terlarut (DO). Parameter COD dan bakteri coliform

dianalisis di laboratorium menggunakan metode dalam Standard Method tahun

2012 & 1989. Pengukuran kualitas air dilakukan secara insitu menggunakan alat

Water Quality Checker. Data hasil pengukuran dibandingkan dengan standar

kualitas air berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 582 Tahun 1995.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pada bulan Maret, nilai COD dan konsentrasi

bakteri coliform di lokasi kajian lebih tinggi. Nilai COD dan konsentrasi bakteri

coliform baik pada bulan Februari maupun Maret, sudah melebihi standar kualitas

air yang ditetapkan. Terdapat hubungan yang signifikan antara nilai COD dengan

konsentrasi DO (r2 = 0,96).

Kata kunci: COD, bakteri coliform, sungai, DKI Jakarta

Pendahuluan

Air merupakan kebutuhan dasar hidup di bumi yang menentukan kesehatan

dan kesejahteraan manusia (Cahyadi et, al, 2011; Sumantri, 2013). Salah satu

sumber air tawar dengan potensi yang besar adalah sungai.

Sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi

penting bagi kehidupan manusia. Adanya peningkatan kegiatan pembangunan di

berbagai bidang akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan ekosistem sungai

baik secara langsung maupun tidak langsung (Yudo, 2010).

Page 215: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

205

Sungai banyak dijadikan sebagai tempat pembuangan kotoran dan sampah

terutama pada kota-kota besar (Indarsih dkk., 2011; Soolikhah dkk., 2014)). Salah

satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah mikrooganisme patogen yang

terkandung dalam tinja karena dapat menularkan berbagai macam penyakit apabila

masuk kedalam tubuh manusia. Dampak limbah ini akan semakin terlihat pada saat

musim kemarau dikarenakan volume debit air sungai mengalami penurunan

sehingga kemampuan pengenceran air sungai terhadap limbah domestik juga

menurun. Aktivitas penduduk yang semakin meningkat di sepanjang aliran sungai

di Provinsi DKI Jakarta, seperti bertambahnya pemukiman penduduk, keberadaan

pasar, rumah sakit, dan lain-lain. Sungai-sungai di Jakarta sendiri memilikii fungsi

penting antara lain sebagai sumber air baku air minum, perikanan, peternakan,

pertanian dan usaha perkotaan (Yudo, 2010).

Berdasarkan evaluasi data monitoring yang dilakukan Badan Pengendalian

Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta tahun 2014 dalam Aisyah (2015),

sungai-sungai di wilayah DKI Jakarta tercemar bakteri Coliform yang mencapai

98x102/100 ml hingga 90x106/100 ml, sedangkan baku mutu berdasarkan

Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 3x103/100 ml.

COD atau Chemical Oxygen Demand dan bakteri Coliform adalah parameter

yang digunakan sebagai indikator pencemaran pada perairan. Keberadaannya di

perairan yang berlebihan mengakibatkan turunnya kandungan oksigen terlarut dan

membahayakan kesehatan manusia. Coliform merupakan golongan

mikroorganisme yang lazim digunakan sebagai indikator, di mana bakteri ini dapat

menjadi sinyal untuk menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh

patogen atau tidak. Berdasarkan penelitian, bakteri koliform ini menghasilkan zat

etionin yang dapat menyebabkan kanker. Selain itu, bakteri pembusuk ini juga

memproduksi bermacam-macam racun seperti indol dan skatol yang dapat

menimbulkan penyakit bila jumlahnya berlebih di dalam tubuh. (Prayitno, 2009).

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis kandungan COD dan bakteri

Coliform pada dua komdisi berbeda dan tingkat pencemarannya pada badan sungai-

sungai di wilayah DKI Jakarta.

Page 216: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

206

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 di badan sungai-sungai yang

berada di wilayah DKI Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode survei. Penentukan waktu sampling dilakukan menggunakan

metode purposive sampling. Berikut Peta lokasi pengambilan sampel (Gambar 1).

Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Februari (permukaan air tinggi)

dan Maret (permukaan air rendah). Pengambilan sampel air sungai sendiri

menggunakan metode random sampling. Berikut deskripsi setiap lokasi

pengambilan sampel (Tabel 1).

Gambar 1. Peta Titik Pengambilan sampel (modifikasi dari Peta Tata Air Jakarta,

2012)

Tabel 1. Stasiun Pengambilan Sampel di Sungai-sungai di Wilayah DKI Jakarta

Titik Sampling Deskripsi

St. 1 Kali Baru Barat, dasar sungai berkerikil, badan

sungai sempit, pemukiman

St. 2

K. Ciliwung Tb Simatupang, dasar sungai

berlumpur, badan sungai lebar, air keruh dan

berwarna coklat, pemukiman

Page 217: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

207

St. 3 K. Krukut, dasar sungai berlumpur, badan sungai

sempit, banyak vegetasi riparian

St. 4 K. Sunter, dasar sungai berlumpur, pemukiman

padat, banyak sampah

St. 5 K. Grogol, dasar berlumpur, badan sungai lebar,

pemukiman padat

St. 6 K. Pesanggrahan, dasar sungai berlumpur, badan

air cukup lebar, pemukiman

St. 7

K. Ciliwung Jembatan Manggarai, dasar sungai

berlumpur, badan air cukup lebar, pemukiman

padat

St. 8

K. Cakung Jatinegara, dasar sungai berlumpur,

badan sungai cukup lebar, banyak sampah, lokasi

pemukiman, industri

St. 9 Banjir Kanal Barat, dasar sungai berlumpur, badan

sungai cukup lebar, pemukiman padat

St. 10 Banjir Kanal Timur, dasar sungai berkerikil dan

lumpur, badan sungai sempit, pemukiman

Sampel air yang diambil selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis

kandungan COD dan bakteri coliform. Selain itu dilakukan juga pengukuran

parameter kualitas air secara insitu yaitu suhu, pH, konduktivitas, kekeruhan dan

oksigen terlarut menggunakan alat Water Quality Checker. Uraian mengenai

metode pengukuran insitu dan analisis laboratorium ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Metode Pengukuran insitu dan Analisis Sampel

No. Parameter Metode

1. pH, suhu, DO, konduktivitas, ORP,

dan TDS

Water Quality Checker

(Horiba type U-50)

2. COD Standard Methode, 2012

3. Bakteri Coliform Standard Methode 1989

(Andrian et al, 2014)

Page 218: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

208

Data hasil pengukuran selanjutnya dianalisis dan dibandingkan terhadap

standar kualitas air sungai/badan air yang tercantum dalam Keputusan Gubernur

DKI Jakarta Nomor 582 Tahun 1995.

Hasil dan Pembahasan

1. Kualitas Air Sungai

Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, konduktivitas, TDS, pH, dan

DO. Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sungai-sungai di DKI Jakarta Bulan

Februari 2015

Titik

sampling

Temp

oC

Konduktivitas

mS/cm

TDS

mg/l pH

DO

mg/l

St. 1 26 0,245 143 7,8 2,14

St. 2 25,9 0,165 105 7,7 5,06

St. 3 26,2 0,351 195 8,1 3,05

St. 4 25 0,127 83 7,1 5,50

St. 5 26,5 0,728 146 7,5 3,05

St. 6 26,1 0,143 91 7,0 2,87

St. 7 25,8 0,152 97 7,1 2,97

St. 8 25,1 0,520 162 7,7 3,81

St. 9 25,7 0,173 110 7,3 1,71

St. 10 25,6 0,179 115 7,3 5,52

Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sungai-sungai di DKI Jakarta Bulan Maret

2015

Titik

Sampling

Suhu

oC

Konduktivitas

mS/cm

TDS

mg/l pH

DO

mg/l

St. 1 26,3 0,192 122 7,2 2,20

St. 2 26,0 0,150 96 6,8 4,50

St. 3 26,7 0,200 126 7,6 4,00

St. 4 28,1 0,690 429 6,8 0,00

St. 5 27,0 0,223 139 6,9 1,00

St. 6 27,8 0,172 106 7,0 2,70

St. 7 26,8 0,197 124 7,0 0,80

St. 8 27,5 0,600 370 6,8 0,00

St. 9 27,4 0,230 153 7,1 1,80

St. 10 26,5 0,213 134 6,67 4,00

Suhu merupakan faktor penting dalam keberlangsungan proses biologi dan

kimia yang terjadi di dalam air, seperti kehidupan dan perkembangbiakan

Page 219: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

209

organisme air. Suhu mempengaruhi kandungan oksigen di dalam air, proses

fotosintesis tumbuhan air, laju metabolisme organisme air dan kepekaan organisme

terhadap polusi, parasit dan penyakit.

Suhu ditimbulkan oleh adanya panas pada badan permukaan air akibat dari

penyerapan radiasi matahari oleh permukaan air. Nilai suhu di lokasi kajian

menunjukkan bahwa nilai suhu pada bulan Maret lebih tinggi. Hal ini diduga pada

bulan Maret terjadi penyerapan radiasi matahari sehingga permukaan badan air pun

menyusut. Nilai suhu pada lokasi kajian relatif lebih rendah dibandingkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Yudo & Nusa (2018) terhadap Sungai Ciliwung

wilayah Jakarta dengan nilai berkisar antara 27,9o C – 32,1o C.

Nilai konduktivitas merupakan gambaran kuantitas garam-garam terlarut

dalam suatu perairan. Tingkatan kandungan garam-garam terlarut tersebut

dipengaruhi oleh aliran air yang masuk ke perairan, lama pergantian masa air, curah

hujan, kondisi daerah aliran sungai dan juga kondisi didalam perairan sendiri

misalnya karena evaporasi, interaksi dengan sedimen dan perputaran proses biologi.

Pada Tabel 3 dan 4 terlihat nilai konduktivitas pada bulan Maret relatif lebih

tinggi dibadingkan bulan Februari. Hal ini diduga garam-garam terlarut yang masuk

ke dalam badan sungai terakumulasi pada saat permukaan air rendah. Pola tersebut

serupa dengan nilai TDS yang cenderung tinggi pada bulan Maret. Tingginya nilai

TDS terutama pada stasiun 4 dan St. 8, diduga berasal dari limbah domestik dan

industri. Hal ini dikemukakan oleh Mahyudin et al. (2015) bahwa biasanya

konsentrasi zat padat terlarut tinggi karena banyaknya zat padat terlarut oleh

berbagai aktivitas manusia. Hubungan antara nilai konduktivitas dan konsentrasi

TDS diperlihatkan pada Gambar 2.

Page 220: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

210

Gambar 2. Hubungan nilai Konduktivitas konsentrasi TDS

Hasil pengukuran pH pada lokasi kajian menunjukkan nilai pH yang normal

cenderung basa terutama bulan Februari. Pada bulan Februari, pengambilan

dilakukan saat hujan dan permukaan air tinggi sehingga diduga nilai pH yang tinggi

disebabkan oleh pengaruh limbah laundry dari pemukiman yang terbawa bersama

air limpasan. Karena larutan deterjen akan menaikkan pH air serta dapat

mengganggu kehidupan organisme dalam air (Yudo, 2015). Kondisi ini tidak

berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 pada Sungai

Ciliwung di area Jakarta dengan nilai pH berkisara antara 6,6 – 7,5 (Yudo & Nusa,

2018).

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan,

karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik

dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan aktivitas biologis yang

dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Sumber utama oksigen terlarut

dalam air adalah difusi dari udara dan hasil fotosintesis organisme yang mempunyai

klorofil yang hidup di perairan (Christina, 2014).

Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa konsentrasi DO di lokasi kajian

berkisar antara 1,71 mg/l – 5,50 mg/l pada bulan Februari dan 0 mg/l – 4,5 mg/l

pada bulan Maret. Terlihat bahwa konsentrasi DO pada bulan Maret, lebih rendah

dari bulan Februari. Hal ini diduga meningkatnya konsentrasi bahan organik di

badan sungai akibat surutnya permukaan air sehingga kebutuhan oksigen untuk

mengoksidasi bahan organik menjadi lebih tinggi. Konsentrasi DO menurun drastis

Page 221: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

211

pada saat beban pencemar yang masuk ke perairan meningkat (Ardiyanto &

Yuantari, 2016). Konsentrasi oksigen terlarut pada penelitian ini relatif sama

dengan hasil monitoring yang dilakukan oleh BPLHD tahun 2014 yg berkisar antar

0 mg/l – 6,51 mg/l (Aisyah, 2015) dan oleh Yudo & Nusa (2018).

2. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD atau Chemical Oxygen Demand adalah parameter yang

menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan

organik secara kimiawi. Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun

dari aktivitas rumah tangga dan industri. COD yang tinggi mengindikasikan tingkat

pencemaran yang terjadi (Yudo, 2010).

Tabel 5. Konsentrasi COD Sungai-sungai di Wilayah DKI Jakarta 2015

Lokasi sampling Februari Maret

St. 1 35,25 92,55

St. 2 24,6 29,48

St. 3 29,56 35,03

St. 4 67,45 138,00

St. 5 62,75 84,71

St. 6 23,25 27,54

St. 7 29,8 35,54

St. 8 92,55 142,35

St. 9 92,55 177,25

St. 10 26,89 31,45

Konsentrasi COD pada di lokasi kajian memiliki nilai yang relatif tinggi. Pada

bulan Maret, nilai konsentrasi COD lebih tinggi dibandingkan bulan Februari.

Permukaan air yang menyusut pada bulan Maret diduga menyebabkan bahan

organik yang masuk ke dalam badan air sungai menjadi terakumulasi. Lokasi

sampling di St. 4, St. 8, dan St. 9 termasuk yang paling tinggi dibandingkan lokasi

lainnya. Hal ini disebabkan pada lokasi tersebut terdapat bangunan-bangunan yang

berpotensi menjadi sumber bahan organik. Pada St. 4 dan St. 9 terdapat pemukiman

Page 222: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

212

yang padat, sedangkan St. 8 selain adanya pemukiman, juga merupakan lokasi

industri.

Nilai COD pada lokasi kajian tidak berbeda dengann hasil penelitian di ruas

S. Ciliwung wilayah DKI Jakarta yang dilakukan oleh Yudo & Nusa (2018) yang

berkisar antara 28 mg/l – 228 mg/l. Nilai ini sudah melebihi nilai ambang batas

maksimal standar baku mutu dalam KepGub DKI Jakarta No. 582 Th. 1995 yaitu

20 mg/l untuk Golongan B dan 30 mg/l untuk Golongan C. Terdapat korelasi yang

sangat signifikan antara konsentrasi oksigen terlarut dengan nilai COD (Gambar 3).

Gambar 3. Hubungan nilai DO dengan nilai konsentrasi COD

3. Bakteri Coliform

Bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme

pathogen yang terkandung dalam tinja, karena dapat menularkan beragam penyakit

bila masuk ke tubuh manusia. Terdapat empat mikroorganisme pathogen yang

terkandung dalam tinja yaitu: virus, protozoa, cacing dan bakteri (Yudo, 2010).

Tabel 6. Konsentrasi Bakteri Coliform Sungai-sungai di Wilayah DKI Jakarta 2015

Lokasi sampling Februari Maret

St. 1 113x103 267x103

St. 2 16,9x103 53x103

St. 3 46,5x103 208x104

St. 4 176x103 208x104

St. 5 42,5x103 125x103

Page 223: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

213

St. 6 137x103 250x103

St. 7 74x103 150x103

St. 8 125x103 165x103

St. 9 64x103 112x103

St. 10 35,3x103 247x103

Kandungan Bakteri coliform di lokasi kajian pada bulan Maret lebih tinggi

dibandingkan pada bulan Februari dan sudah melebihi dari standar kualitas air

dalam KepGub DKI Jakarta No. 582 Th. 1995. Pola ini serupa dengan nilai COD

yang mengindikasikan tingginya bahan organik dalam badan air sungai. Hubungan

antara nilai COD dan bakteri coliform ditunjukkan pada Gambar 4.

Nilai konsentrasi bakteri coliform yang tinggi menunjukkan bahwa buangan

dari rumah tangga dibuang langsung ke dalam sungai tanpa melalui septik tank.

Nilai kandungan bakteri coliform pada penelitian ini tidak berbeda dengan

penelitian di S. Ciliwung yang dilakukan oleh Puspitasari et al (2016) dengan rata-

rata konsentrasi >11.000/100 ml dan lebih rendah dibandingkan hasil monitoring

BPLHD tahun 2008-2014 (Aisyah, 2015), dengan kisaran konsentrasi antara 10,5

x 103 cell/100 ml - 600 x 105/100 ml.

Kesimpulan

Nilai COD dan konsentrasi bakteri coliform sungai-sungai di wilayah DKI

Jakarta meningkat pada bulan Maret (permukaan air rendah). Nilai parameter-

parameter tersebut baik pada bulan Februari maupun Maret sudah melebihi nilai

ambang batas standar kualitas air yang ditetapkan dalam KepGub DKI Jakarta No

582 Tahun 1995. Tingginya kandungan bakteri coliform menjadi salah satu

penyebab utama tercemarnya sungai-sungai di wilayah DKI Jakarta.

Pemantauan kualitas air sebaiknya terus dilakukan secara berkala agar dapat

diketahui perubahan kualitasnya. Peran serta masyarakat dan instansi terkait sangat

penting untuk menjaga keberlangsungan fungsi sungai sebagai sumber kehidupan.

Page 224: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

214

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini didanai oleh Proyek Water and Urban for Megacities in The

South East Asian Countries, United Nation University (UNU) Tokyo. Ucapan

terimakasih penulis ucapkan kepada teman-teman anggota Tim kegiatan penelitian

ini.

Referensi

Aisyah, 2015. Evaluasi Kondisi Kualitas Air Sungai-sungai di Wilayah DKI

Jakarta. Prosiding Pertemuan Ilmiah Masyarakat Limnologi Indonesia. Hal.

188-204

Andrian, B.G., Fatimawati., & Kojong, S.N. (2014). Analisis cemaran bakteri

coliform dan identifikasi escherichia coli pada air isi ulang dari depot di Kota

Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT, 3(3), 325–334.

APHA (American Public Health Association), 2012. Standard Methods for the

Examinatioan of Water and Wastewater, 22st Edition, editor L.S Clesceri, A.E.

Greenberg, A.D. Eaton, APHA, AWWA and WEF, Washington DC. 1360 pp

Ardiyanto, P. Yuantari, M. (2016). Analisis Limbah Laundry Informal dengan

Tingkat Pencemaran Lingkungan di Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan

Pedurungan Semarang. Jukung Jurnal Teknik Lingkungan. Unlam.

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, 2015. Buku

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta. 349 hal.

BBWS Ciliwung Cisadane. Pengendalian Banjir dan Perbaikan Sungai Ciliwung

Cisadane (PBPS CC). Archived in Konservasi DAS Ciliwung - April 2012.

Cahyadi, A., Priadmodjo, A. & Yananto, A. (2011). Criticizing The Conventional

Paradigm of Urban Drainage. Proceeding The 3rd International Graduated

Student Conference on Indonesia. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana

Universitas Gadjah Mada.

Christina, E., H. Wahyuningsih dan T. Siregar. 2014. Tingkat Produktivitas

Primer Fitoplankton Di Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang. [Skripsi].

Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.Diersing, Nancy (2009). Water

Quality: Frequently Asked Questions. Florida Brooks National Marine

Sanctuary, Key West, FL.

Dini, S. 2011. Evaluasi Kualitas Air Sungai-sungai di Provinsi DKI Jakarta Tahun

2000 – 2010. Skripsi Program Sarjana. Fakultas Ilmu Kesehatan. Program Studi

Ilmu Kesehatan Masyarakat. Ktkhususan Kesehatan Lingkungan. 124 Hal.

Indarsih, W., Suprayogi, S. & Widyastuti, M. (2011). Kajian Kualitas Air Sungai

Bedog Akibat Pembuangan Limbah Cair Sentra Industri Batik Desa Wijirejo.

Majalah Geografi Indonesia, 25(1), 40-54.Keputusan Gubernur Provinsi DKI

Jakarta No. 582 Tahun 1995. Tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu

Air Sungai/ Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di wilayah DKI Jakarta.

Mahyuddin., Soemarno dan T.B. Prayoga. 2015. Analisis Kualitas Air dan Strategi

Pengendalian Pencemaran Air Sungai Metro di Kota Kepanjen Kabupaten

Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. Universitas Brawijaya.

Malang. https://jpal.ub.ac.id.

Page 225: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

215

Prayitno, A. (2009). Uji Bakteriologi Air Baku dan Siap Konsumsi dari PDAM

Surakarta Ditinjau dari Jumlah Bakteri Coliform. Skripsi. Surakarta: Universitas

Muhammadiyah Surakarta. (Online)

(http://eprints.ums.ac.id/3821/1/A420040040.pdf diakses 3 Oktober 2015).

Priambodo, A., Fatchiya A., Yulianto G. (2006). Analisis Perilaku Masyarakat

Bantaran Sungai-sungai terhadap Aktivitas Pembuangan Sampah Rumah

Tangga di Kelurahan Kampung Melayu Jakarta Timur. Buletin Ekonomi

Perikanan Vol. VI. No. 2 Tahun 2006. September 2011

Rao, C.S. 1992. Environmentl Pollution Control Engineering, Wiley Eastern

Limited, New Delhi, 431p.

Puspitasari R. L., Dewi E., Resti A., dan Farida A., 2016. Studi Kualitas Air Sungai

Ciliwung Berdasarkan Bakteri Indikator Pencemaran Pasca Kegiatan Bersih

Ciliwung 2015. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN

TEKNOLOGI, Vol. 3, No. 3. Hal. 156 – 162.

Shoolikhah, I., Purnama, Ig.S. & Suprayogi, S. (2014). Kajian Kualitas Air Sungai

Code Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia,

28(1), 23-32.Sumantri, A. (2013). Kesehatan Lingkungan. Jakarta: PT. Fajar

Interpratama Mandiri.

Yudo, S. 2010. “Kondisi Kualitas Air Sungai-sungai di Wilayah DKI Jakarta

ditinjau dari Parameter Organik,Amoniak, Fosfat, Deterjen dan Bakteri Coli”.

Jurnal Akuakultur Indonesia, 6. 34-42.

Yudo, S. (2015). Perancangan Basis Data Sistem Online monitoring Multi-Site

Kualitas Air Sungai. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Lingkungan

dalam Aksi Gerakan Nasional Indonesia Bersih. BPPT

Yudo, S dan Nusa, I.S, 2018. Status Kualitas Air Sungai Ciliwung di Wilayah DKI

Jakarta Studi Kasus: Pemasangan Stasiun Online monitoring Kualitas Air di

Segmen Kelapa Dua – Masjid Istiqlal. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 19, No

1. 22 hal.

Page 226: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

216

Keberadaan Cacing Oligochaeta Di Sungai Ranggeh, Inlet Danau

Maninjau (Sumatera Barat)

Jojok Sudarso*, Imroatussholikhah

Puslit Limnologi-LIPI, Jl, Jakarta-Bogor Km 46, 16911, Cibinong, Jawa Barat

email: [email protected]

Abstrak

Kajian tentang kekayaan dan kelimpahan jenis dari cacing oligochaeta di

Sungai Ranggeh Sumatera Barat untuk pertama kali dilakukan. Cacing oligochaeta

merupakan salah satu komponen penting penyusun rantai makanan di ekosistem

sungai. Sungai Ranggeh merupakan habitat ikan asli Danau Maninjau yang perlu

dilakukan restorasi habitat ekotonnya karena rawan longsor. Oleh sebab itu perlu

informasi awal tentang kekayaan taksa dari cacing oligochaeta sebelum dilakukan

restorasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap kekayaan taksa dan

kelimpahan jenis Cacing oligochaeta di Sungai ranggeh sebelum dilakukan

restorasi habitatnya. Sampling dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan

jaring surber selama 2 bulan (Februari dan Maret 2019). Hasil dari penelitian

tersebut menunjukkan jumlah taksa dari cacing oligochaeta yang ditemukan

sebanyak 6 jenis, yang semuanya dari famili Naididae yaitu: Pristina synclites,

Pristina menoni, Dero (dero) digitata, Dero (aulophorus) flabelliger, Allonais

inequalis, dan Nais communis. Secara umum kelimpahan dari cacing oligochaeta

dari Sungai Ranggeh tergolong rendah yaitu 33-56 individu/m2.

Kata kunci: Oligochaeta, komposisi, kelimpahan, Sungai Ranggeh

Pendahuluan

Sungai Ranggeh merupakan salah satu inlet dari Danau Maninjau di

Sumatera Barat. Sungai tersebut merupakan salah satu habitat penting bagi ikan asli

danau untuk memijah, pengasuhan, perlindungan, maupun untuk pencarian pakan.

Saat ini kondisi Sungai Ranggeh di bagian ekotonnya rawan longsor sehingga

dikhawatirkan memberikan dampak negatif bagi biota air akibat sedimentasi.

Dampak negatif dari sedimentasi tersebut bagi biota akuatik antara lain:

abrasi/pengikisan dan penyumbatan organ respirasi, gagalnya fungsi

pengambilan/pencarian makan, sehingga dampak akhirnya berupa berubahnya

struktur maupun fungsi dari organisme akuatik yang ada (Jones et al. 2012: Kemp

et al. 2011).

Saat ini Pusat Penelitian Limnologi-LIPI melalui program Prioritas

Nasional tahun 2019 melaksanakan program restorasi habitat Sungai Ranggeh guna

menunjang keberlangsungan hidup ikan asli danau maupun pariwisata. Sebagai

Page 227: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

217

langkah awal sebelum dilakukan tahap restorasi, maka diperlukan informasi awal

tentang keanekaragaman jenis biota yang hidup di sungai tersebut yang salah

satunya adalah cacing oligochaeta yang menjadi topik bahasan di penelitian ini.

Cacing oligochaeta merupakan salah satu komponen penting penyusun

rantai makanan di ekositem perairan. Oleh sebab itu keberadaan hewan tersebut di

perairan dapat mempengaruhi keberadaan spesies lainnya yang memiliki status

trofik lebih tinggi (Rodriguez & Reynoldson, 2011). Cacing oligochaeta dapat

terdistribusi luas di berbagai macam tipe ekosistem lotik maupun lentik. Pada

umumnya hewan tersebut dapat berasosiasi dengan substrat halus (lumpur maupun

pasir) di dasar perairan maupun akar tumbuhan makrofit (Van Haaren and Soors,

2013). Keberadaan cacing oligochaeta di Sungai Ranggeh merupakan salah satu

sumber makanan penting bagi ikan asli Danau Maninjau. Namun informasi yang

tersedia mengenai jenis dan kelimpahannya di Sungai Ranggeh masih minim,

sehingga mendorong untuk dilakukkaanya penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengungkap kekayaan taksa dan kelimpahan jenis cacing oligochaeta

di Sungai Ranggeh sebelum dilakukan restorasi habitat.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan di Sungai Ranggeh Kecamatan Tanjung Raya

Kabupaten Agam Sumatera Barat. Ada lima stasiun pengamatan yang akan

digunakan dalam penelitian ini. Deskripsi habitat dari lima stasiun pengambilan

sampel di Sungai Ranggeh ditampilkan dalam Tabel 1. Pengukuran kualitas air

dilakukan secara langsung di lapang dengan menggunakan alat Water Quality

Checker (Horiba type U-50). Parameter yang diukur antara lain: pH, konduktivitas,

suhu, dan oksigen terlarut.

Page 228: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

218

Tabel 1. Deskripsi habitat dari stasiun pengambilan sampel.

No Stasiu

n

Titik

Koordinat

Karakteristik sungai Gambar kondisi

habitat

1 St 1 S: 0020’34,0”

E: 100014’19”

Merupakan bagian hulu dari

sungai ranggeh, di sebelah

kanan merupakan hamparan

sawah dan di sebelah kirinya

berupa hutan. Situs ini

merupakan sumber air

untuk persawahan di hulu

maupun bagian hilir. Debit

air relatif cukup besar (0,3

m3/det) dibandingkan

stasiun lainnya. Kondisi

substrat dasar didominasi

oleh batuan besar dan kecil.

Kondisi air relatif jernih

yang biasanya

mencerminkan minimal-nya

gangguan di ekosistem

akuatik. Kedalaman sungai

50 cm.

2 St 2 S: 0020’33,1”

E: 100014’15”

Situs ini berada lebih kurang

500 meter di bawah St 1.

Kondisi substrat di sungai

berupa batuan besar dan

kecil, di sisi kanan dan kiri

sungai berupa area

persawahan. Aliran air

relatif kecil dan warna air

tampak keruh yang diduga

berasal dari pengaruh

pertanian. Kedalaman

sungai 15 cm.

3 St 3. S: 0020’31,9”

E:

100013’24,8”

Situs ini diperkirakan 700

meter dari lokasi St 1. Debit

air di situs ini sangat kecil

sehingga di beberapa tempat

terlihat gosong pasir.

Sebagian besar air yang ada

digunakan untuk pertanian.

Di sebelah kanan tampak

pemukiman penduduk dan di

sebelah kiri masih berupa

persawahan. Di bagian hilir

sungai tampak bangunan

bronjong guna menahan arus

air yang menggerus bagian

Page 229: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

219

pinggir sungai. Substrat

dasar berupa batu.

4 St 4. S; 0020’50,1”

E:100013”24,1

Situs ini berada dekat

jembatan kurang lebih 50

meter. Bagian kanan dan kiri

sungai berupa persawahan,

lebar sungai hanya 1,2

meter saja, debit air relatif

kecil. Ada batang pohon

yang tenggelam dan

merintangi aliran sungai

sehingga turut membentuk

lubuk sungai. Di sungai ini

ada beberapa lubuk kecil,

kondisi air relatif jernih,

substrat dasar di beberapa

tempat didominasi oleh batu

dan pasir berlumpur. Situs

ini relatif terlindung oleh

pepohonan. Bagian pinggir

sungai tampak bekas tanah

yang longsor. Kedalaman

sungai 35 cm.

5 St 5. S: 0020”51,3”

E:

100013”17,1”

Situs ini berada 30 meter

sebelum muara sungai.

Kondisi kiri dan kanan

sungai terdapat sawah.

Sudah tampak adanya bekas

tanah yang longsor di sisi

kanan dan kiri.

Kondisi substrat sungai

berbatu dan banyak

terdapat gosongan pasir

berlumpur, debit air relatif

kecil. Kedalaman sungai

hanya 10 cm.

Koleksi cacing oligocheta dilakukan di bagian pinggir dan tengah sungai.

Karena kondisi Sungai Ranggeh relatif dangkal dan substrat dasarnya berupa pasir

dan batu, maka pengambilan cacing dilakukan dengan menggunakan jala surber

dengan luas bukaan 900 cm2 (30 cm x 30 cm). Pori pori dari jala surber yang

digunakan adalah 0,5 mm. Pengambilan sampel dilakukan pengulangan sebanyak

tiga kali pengambilan untuk setiap stasiun pengamatan. Batu yang ada dalam jala

surber disikat dengan menggunakan sikat gigi dan pada bagian pasir dilakukan

pengadukan dengan menggunakan tangan. Sampel yang tertahan dalam jala surber

Page 230: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

220

dibilas dengan air dan kemudian dimasukkan dalam toples plastik. Pengawetan

sampel dilakukan dengan menggunakan larutan formalin 4 %. Sortir spesimen

dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo hingga pembesaran 50 x.

Identifikasi spesimen dilakukan dengan prosedur mounting dengan

menggunakan larutan xylol (slide permanen). Tahap dehidrasi dari spesimen

dilakukan dengan menggunakan serangkaian larutan alkohol (Etanol) bertingkat

yaitu: 70%, 96%, hingga alkohol absolut masing masing 10 menit. Setelah dari

alkohol absolut, maka spesimen dipindahkan ke dalam larutan xylol murni.

Spesimen ditaruh di atas obyek glass, ditetesi dengan larutan euparol murni, dan

ditutup dengan cover glass. Preparat ditaruh di atas hotplate yang dipanaskan di

temperatur 700 C. Setelah dua hari spesimen dilakukan pengindetifikasian dengan

menggunakan buku identifikasi dari Haaren & Soors (2013) dan Brinkhurst &

Jamieson (1971)

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengamatan komposisi taksa dan kelimpahan dari cacing oligochaeta

di Sungai Ranggeh telah dicantumkan dalam Tabel 2. Dari tabel tersebut

menunjukkan di St 1 hingga 3 masih belum ditemukan keberadaan cacing

oligochaeta. Cacing oligochaeta mulai ditemukan di Stasiun 4 dan 5 yang

merupakan bagian hilir dari Sungai Ranggeh yang substratnya dasarnya cenderung

pasir berlumpur. Kelimpahan rata-rata dari cacing oligochaeta di stasiun 4 dan 5

berkisar dari 4-56 individu/m2 (Tabel 3), Dari data tersebut menunjukkan taksa

Dero (dero) digitata Müller, (1773) relatif dominan dibandingkan spesies lainnya

di Sungai Ranggeh.

Tabel 2. Komposisi dan Kelimpahan individu (idv/m2) cacing oligochaeta di sungai

Taksa St 1 St 2 St 3 St 4 St 5

Pristina synclites Stephenson, 1925 - - - 26 33

Pristina menoni Aiyer, 1929 - - - 19

Dero (dero) digitata Müller, 1773 - - - 26 56

Dero(Aulophorus)flabelliger Stephenson,

1931

- - - 22 22

Allonais inequalis Stephenson, 1911 - - - 11 22

Nais communis Piquet, 1906 - - - 4

Page 231: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

221

Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ranggeh yang dilakukan secara

langsung di lapang menunjukkan kualitas sungai tersebut secara umum masih

mendukung kehidupan organisme makrozoobentos secara normal (Tabel 3).

Namun untuk parameter turbiditas berpotensi mengganggu kehidupan dari biota

tersebut. Meningkatnya parameter turbiditas di Sungai Ranggeh hingga > 25 NTU

(Stasiun 4) disebabkan oleh air run off dari hujan yang membawa bahan partikulat

tanah masuk ke Sungai Ranggeh (pengambilan sampel bulan Mei 2019) maupun

masukan dari aktivitas pertanian ketika proses pengolahan tanah. Nilai parameter

turbiditas diatas 23 NTU dapat menurunkan kekayaan dan kepadatan taksa di

sebagian besar organisme makrozoobentos (Quinn et al.,1992). Nilai pH air yang

berkisar 5-9 masih mendukung kehidupan biota akuatik dalam jangka waktu yang

lama. Namun nilai pH < 5 atau > 9 dapat membahayakan kehidupan organisme

makrozoobentos secara umum (Anonymous, 2004).

Tabel 3. Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ranggeh.

Parameter St 1 St 2 St 3 St 4 St 5

TDS (mg/l) 37-49,3 72,8-78 84 45-118,3 45-100,1

pH 7,7-8,6 7,5-8,6 7,6-8,6 7-7,3 7,3-7,6

DO (mg/l) 7,13-8,57 6-85-8,18 6-82-8,15 4,68-7,49 5,09-

6,64

Konduktivitas

(mV)

0,062-

0,114

0,062-

0,122

0,054-

0,062

0,069-0,185 0,071-

0,187

Turbiditas

(NTU)

3,7-26,3 36,8-97,7

37-196 2,1-125 2,15-120

Suhu (oC) 21-21,8 21-22,8 21-25,4 26,3-28,3 26,3-

29,2

P-PO4 (mg/l) 0,005-0,05 0,026-

0,045

0,005-

0,129

0,004-0,032 0,005-

0,0465

Cacing oligocheta termasuk dari komponen taksa makrozoobentos yang

umum dijumpai di berbagai macam tipe habitat. Di ekosistem perairan, hewan ini

memiliki daya toleransi yang luas dari belum tercemar hingga tercemar berat. Oleh

sebab itu cacing oligochaeta ini berpotensi digunakan sebagai indikator pencemaran

di perairan tawar (Rodriguez & Reynoldson, 2011). Ditinjau dari taksa cacing

oligochaeta yang ditemukan di Sungai Ranggeh, maka semua taksa dari cacing

oligochaeta termasuk dari famili Naididae. Yoon et al.,(2000) menyebutkan bahwa

cacing famili Naididae merupakan salah satu komponen taksa cacing oligochaeta

penyusun terbesar komunitas makrozoobentos di air tawar. Cacing tersebut

Page 232: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

222

sebagian besar berasosiasi dengan vegetasi akuatik maupun obyek lain di dasar

perairan, namun jarang dijumpai di lingkungan laut maupun estuarin.

Spesies Dero (dero) digitata Müller, 1773 dan Dero (Aulophorus)

flabelliger Stephenson, 1931 mudah dijumpai pada kondisi substrat berpasir,

lumpur, maupun pasir-lumpur dengan berbagai macam kondisi habitat dari stagnan

(rawa, kolam, lubang bekas galian) hingga air mengalir (selokan /parit, maupun

sungai) (Pinder & Brinkhurst,1994). Spesies Dero (dero) digitata biasa berlimpah

di bagian litoral dan predominan dalam kondisi perairan α-mesosaprobik maupun

eutrofik (danau) yang kaya bahan organik. Namun hewan ini dilaporkan dapat juga

hidup di kondisi perairan yang masih alami dengan substrat dasar batu, sungai keruh

oleh lumpur, maupun sungai yang terpolusi oleh organik (Ton van Haaren & Jan

Soors, 2013).

Spesies Pristina synclites Stephenson, 1925 dan Pristina menoni Aiyer,

1929 dapat dengan mudah dijumpai di sungai dan terdistribusi luas di benua Asia,

Amerika maupun Eropah. Hewan ini hidup di sungai dengan karakteristik substrat

dasar berupa sedimen halus, intermitten, perairan yang keruh, dasar yang berbatu,

maupun berasosiasi dengan alga berfilamen. Hewan ini jarang ada di sungai dengan

polusi organik yang berat. Pristina menoni Aiyer, 1929 dapat dijumpai dengan

berbagai macam tipe substrat dan kecepatan arus, diantara vegetasi akuatik (Ton

van Haaren & Jan Soors, 2013).

Nais communis Piquet, 1906 dan Allonais inequalis Stephenson, 1911 dapat

dijumpai pada habitat yang stagnan maupun mengalir. Hewan ini dapat

mentoleransi tingginya tingkat polusi organik dan hidup diantara akar tanaman

akuatik. dan bryozoa.

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keragaman jenis cacing

oligochaeta di Sungai Ranggeh relatif rendah (hanya ditemukan 6 spesies). Cacing

oligochaeta di Sungai Ranggeh cenderung menyukai habitat pasir dan berlumpur.

Cacing Spesies Dero (dero) digitata Müller, 1773 relatif lebih dominan

dibandingkan jenis lainnya di Sungai Ranggeh. Keberadaan cacing oligochaeta di

Page 233: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

223

Sungai Ranggeh menunjukkan kecenderungan berlimpah ketika parameter

turbiditasnya tinggi.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih penulis haturkan pada Sdr. Laela Sari yang telah

banyak membantu penulis dalam sortir bentos. Tak Lupa penulis juga ucapkan

terima kasih pada pemerintah yang melalui kegiatan PN 2019 telah mendanai

terlaksananya kegiatan penelitian ini.

Referensi

Anonymous. 2004. pH requirements of Freshwater Aquatic Life. Robertson-Bryan

Inc.. 13 hal.

Brinkhurst RO, Jamieson BGM. 1971. Aquatic Oligochaeta of The Worlds. Oliver

& boyd, Edinburgh. 859pp.

Jones JI, Murphy JF, Collins AL, Sear DA, Naden PS, Armitage PD. 2012. The

Impact of Fime Sediment on Macroinvertebrates. River Research and

Application 28: 1055-1071.

Kemp P, Sear D, Collins A, Naden P, Jones I. 2011. The Impacts of fine sediment

on riverine fish. Hydrol. Process. 25:1800-1821.

Pinder AM, Brinkhurst RO.1994. A Preliminary Guide to the Identification of the

Microdrile Oligochaeta of Australian Inland Waters. Identification Guide

No 1. Cooperative research Centre for Freshwater Ecology. Albury, NSW,

137pp

Quinn JM, Davies-Colley RJ, Hickey CW, Vickers ML, Ryan PA. 1992. Effects of

Clay Discharges on Streams. 2. Benthic invertebrates. Hydrobiologia 248;

235–247.

Rodriguez P, Reynoldson T. 2011. The Pollution Biology of Aquatic Oligochaetes,

Springer. 199 pp. doi:10.1007/978-94-007-1718-3_2.

Van Haaren T, Soors J.2013. Aquatic Oligochaetes of The Netherlands and

Belgium, KNNV Publishing. Zeist. The Netherlands. 302 pp.

Yoon SM, Kong HB, Kim W. 2000. Freshwater Oligochaetes (Oligochaeta,

Tubificida, Naididae) from seceral swamps in Kyunsagnam-do, Korea.

The Korean Journal of Systematic Zoology 16(2): 239-255

Page 234: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

224

Komposisi Dan Struktur Komunitas Zooplankton di Sungai

Ranggeh Sebelum Restorasi Habitat, Agam – Sumatera Barat

Muhammad Bajoeri

Puslit Limnologi-LIPI, Jl, Jakarta-Bogor Km 46, 16911, Cibinong, Jawa Barat

Email: [email protected]

Abstrak

Sungai Ranggeh termasuk sungai yang airnya bermuara ke Danau Maninjau,

sehingga berperan penting karena berfungsi sebagai zona evakuasi ikan dan fauna

akuatik lainnya bila kondisi air danau memburuk. Kegiatan restorasi di Sungai

Ranggeh diduga berpengaruh terhadap komunitas organisme di habitat tersebut.

Zooplankton merupakan mikroorganisme di perairan yang menjadi sumber pakan

alami larva ikan atau organisme akuatik lainnya, sehingga keberadaannya sangat

penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dan struktur

komunitas zooplankton di Sungai Ranggeh sebelum dilakukan restorasi habitat.

Penelitian dilakukan pada tahun 2019 di Sungai Ranggeh, Nagari Sungai Batang,

Agam-Sumatera Barat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi

ilmiah untuk upaya pelestarian ikan-ikan lokal di Danau Maninjau.Sampling

dilakukan 4 kali yaitu, bulan Februari, Maret, April, dan Juni di 5 stasiun

menggunakan net plankton dengan menyaring air sungai sebanyak 20 liter dan

diawetkan menggunakan larutan Lugol 5%. Identifikasi sampai tingkat genus

menggunakan berbagai referensi, mikroskop binokuler pada pembesaran 400 kali.

Pengukuran beberapa parameter seperti pH, suhu, okeigen terlarut (DO), turbiditas,

konduktivitas dan potensial redoks (ORP) menggunakan alat water quality checker

dan analisis posfat (P-PO4) di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan perairan

Sungai Ranggeh sebelum restorasi merupakan habitat perairan yang cukup stabil

dengan tingkat keragaman jenis sedang (H’ = 1,66 - 2,43) yang tersebar merata (E

= 0,42 - 0,69) dan tidak ditemukan jenis yang dominan (D = 0,09 - 0,14). Perairan

Sungai Ranggeh sebelum restorasi merupakan habitat yang masih mendukung

kehidupan dan pertumbuhan zooplankton.

Kata kunci: Sungai Ranggeh, restorasi, komposisi dan struktur komunitas

zooplankton

Pendahuluan

Sungai Ranggeh merupakan satu di antara sungai-sungai yang aliran airnya

bermuara ke Danau Maninjau, walaupun Sungai Ranggeh termasuk sungai yang

tidak selalu berair sepanjang musim (intermittent), karena dimusim kemarau sungai

ini airnya relatif sedikit bahkan di beberapa ruas hilirnya terkadang menjadi kering,

namun keberadaan sungai ini menjadi sangat penting perannya karena berfungsi

Page 235: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

225

sebagai daerah perlindungan dan evakuasi bagi ikan dan fauna akuatik lainnya pada

saat kondisi air danau memburuk.

Disaat musim hujan, Sungai Ranggeh airnya cukup banyak dan menjadi

sangat penting bagai masyarakat disekitarnya sebagai sumber air untuk irigasi

pertanian, keperluan domestik dan MCK, terutama masyarakat yang bermukim di

ruas sungai bagian hulu dan tengah. Sementara di bagian hilir dan muara sungainya

menjadi lokasi bagi masyarakat memasang alat tangkap ikan tradisional (lukah)

untuk menangkap ikan bada (Rasbora spp.) sehingga sungai ini juga berfungsi

sebagai sumber perekonomian masyarakat.

Disaat terjadi “tubo belerang” di Danau Maninjau yang menyebabkan kondisi

kualitas air danau memburuk yang mengakibatkan kematian massal ikan di danau

(terutama ikan budidaya di dalam keramba jaring apung), sedangkan ikan-ikan

lokal seperti ikan bada (Rasbora spp.), ikan rinua (Gobiopterus brachypterus), ikan

barau (Hampal macrolepidota), ikan asang (Osteochilus haselti), ikan gariang (Tor

spp.), ikan supareh (Puntius spp.) dan fauna akuatik lainnya yang hidup diperairan

danau beruaya (migrasi) ke sungai mencari habitat perlidungan yang kondisi airnya

lebih baik diantaranya Sungai Ranggeh. Sementara itu, Danau Maninjau merupakan

danau yang perlu dijaga kelestariannya karena mempunyai fungsi penting yaitu

fungsi ekologi, fungsi sosial dan fungsi ekonomi (Fakhrudin et al., 2002).

Upaya mengkonservasi ikan-ikan lokal asli Danau Maninjau belum banyak

mendapat perhatian baik oleh masyarakat setempat maupun Pemerintah Daerah.

Sementara itu teknologi budidaya ikan-ikan lokal asli danau masih belum banyak

diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya konservasi ikan-ikan lokal baik

secara eks-situ maupun in-situ.

Panjang Sungai Ranggeh dari muara sampai kebagian hulu sekitar 5,9 km

merupakan habitat yang cukup baik bagi ikan-ikan lokal asli danau untuk beruaya.

Saat ini kondisi vegetasi riparian di sepanjang tepian sungai ini sudah banyak

mengalami perubahan karena meningkatnya aktivitas antropogenik (pertanian,

perkebunan dan permukiman) dan terdapat lokasi rawan longsor di beberapa ruas

tepiannya akibat tergerus arus aliran air sehingga banyak materi dan mineral tanah

yang hanyut dan mengendap di dasar sungai yang menyebabkan habitat dasar

sungai tertutup lumpur tanah dan menjadi cendrung homogen (Anonymous, 2019).

Page 236: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

226

Sejak Juli sampai Agustus 2019 telah dilaksanakan kegiatan restorasi

habitat terutama pada tepian sungai sebagai upaya mengantisipasi terjadinya

longsor dan meningkatkan kompleksitas habitat dasar sungai sehingga terbentuk

habitat yang kondisinya sesuai untuk kehidupan ikan, khususnya untuk ikan-ikan

asli danau yang bermigrasi ke sungai tersebut. Kegiatan restorasi habitat di Sungai

Ranggeh hanya dilakukan di ruas bagian hilir sungai berupa pekerjaan fisik seperti

pemasangan bronjong dan pagar bambu di beberapa ruas tepian sungai,

penambahan batu-batu sungai di bagian dasar dan penanaman tumbuhan bambu dan

papirus. Kegiatan restorasi habitat di Sungai Ranggeh tersebut diduga berpengaruh

terhadap organisme yang hidup di habitat tersebut, di antaranya zooplankton salah

satu mikroorganisme perairan yang menjadi sumber pakan alami larva ikan dan

fauna akuatik lainnya, karena itu kajian ini perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dan struktur

komunitas zooplankton di Sungai Ranggeh sebelum dilakukan restorasi habitat.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan data ilmiah sebagai dasar

untuk pelaksanaan restorasi dan pengelolaan sungai untuk mendukung pelestarian

ikan-ikan lokal asli Danau Maninjau.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2019 di Sungai Ranggeh yang terletak di

dalam wilayah Kanagarian Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten

Agam, Provinsi Sumatera Barat. Sampling dilakukan sebanyak empat kali yaitu

pada bulan Februari, Maret, April, dan Juni di lima stasiun sampling dari ruas hulu

sampai ke hilir serta bagian muara sungai menggunakan net plankton dengan

menyaring air sungai sebanyak 20 liter. Sampel dipreparasi dalam botol sampel

berkapasitas 20 ml dan diawetkan dengan menambahkan larutan lugol 5%.

Identifikasi zooplankton sampai tingkat genus menggunakan mikroskope

binokuler, pembesaran lensa obyektif 10 sampai 40 kali dan menggunakan berbagai

referensi (Shield, 1995; Suthers and Rissik, 2009,dan http://cfb.unh.edu/).

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan langsung di lokasi sampling.

Parameter pH dan suhu, oksigen terlarut (DO), konduktivitas, turbiditas, dan

potensial redoks (ORP) menggunakan alat water quality checker sedangkan analisis

Page 237: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

227

parameter fosfat total, ortopfosfat dan klorofil di Laboratorium Uji Pusat Penelitian

Limnologi LIPI (Tabel 1).

Tabel 1. Parameter fisik-kimia air yang di ukur langsung di lapangan

Parameter Alat dan Metode

pH Horiba U-53G

Suhu (OC) Horiba U-53G

Oksigen Terlarut (DO); (mg.l-1) YSI pro-plus

Konduktivitas (mS.cm-1) YSI pro-plus

Potensial Oksidasi-Reduksi (mV) YSI pro-plus

Turbiditas (NTU) YSI pro-plus

Kecepatan Arus (m/detik) Current meter

Total Padatan Terlarut (TDS) (mg/l) Gravimetri

Debit (m3/detik) Penghitungan

Fosfat (P-PO4) Spektrofotometer-ammonium

molibdat

Analisis Data: Penghitungan kelimpahan zooplankton (N) menggunakan

Sedgewick Rafter Cell (APHA 1992), Indeks keanekaragaman jenis (H’; index of

diversity Shannon-Wiener), indeks dominansi (D; index of dominace Simpson) dan

indeks keserasian (E; index of Eveness) adalah sebagai berikut:

1. Kelimpahan zooplankton (N), (APHA, 1992).

N = (n x Acg x Vt) : (Aa x Vs x VT), dimana:

N: Kelimpahan zooplankton (individu/ml)

n : Jumlah individu zooplankton yang diamati

Acg : Luas permukaan cover glass (1000 mm2)

Vt : Volume sampel tersaring dalam botol (ml)

Aa : Luas kotak yang diamati (mm2)

Vs : Volume konsentrasi dalam cover glass (1 ml)

VT : Volume total air sampel yang disaring (l)

2. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H'), (Michael, 1986; Help etal.,

1998)

H' : indeks keanekaragaman (individu/L)

N : Jumlah seluruh jenis

ni : Jumlah individu jenis ke i

pi : ni/N

ni

H' = - ∑ (pi) (ln pi), dimana:

i =1

Page 238: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

228

Kriteria H' :

H' > 3,0 : keanekaragaman jenis tinggi

H' 1 - 3,0 : keanekaragaman jenis sedang

H' < 1 : keanekaragaman jenis rendah

3. Indeks Dominansi (D) Simpson, (Odum, 1998).

D = Dominansi jenis

ni = Jumlah individu jenis ke i

N = Jumlah seluruh jenis

Kriteia D :

D mendekati 1: terjadi atau adanya dominansi jenis

D mendekati 0: tidak terjadi atau tidak adanya dominansi suatu jenis tertentu

4. Indeks kemerataan (E), (Sheldon, 1969; Magurran, A.E. 1988),

H' Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

S = Jumlah seluruh jenis yang ditemukan

Hmax = ln (S); ln = logaritma natural

Dengan kisaran:

E < 0,3 :kemerataan jenis rendah

E = 0,3 - 0,6 : kemerataan jenis sedang

E >0,8 :kemerataan jenis tinggi

Jika nilai E semakin tinggi menunjukan jenis-jenis yang terdapat dalam

komunitas tersebut semakin menyebar.

5. Analisis statistik CCA (Canonical Correspondent Analysis) menggunakan soft

ware Multi Variate (MVSP V3.1).

Hasil dan Pembahasan

Komposisi zooplankton di Sungai Ranggeh sebelum dilakukan restorasi

ditemukan 20 jenis yang terdiri dari 3 jenis Protozoa, 10 jenis Rotifera, 5 jenis

Cladocera dan 1 jenis Copepoda dan nauplius (larva) nya (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil identifikasi, rerata kelimpahan dan nilai indeks struktur komunitas

Zooplankton di Sungai Ranggeh sebelum kegiatan restorasi habitat

No

. Taxon

Kode

species

Februa

ri Maret April Juni

Protozoa

1 Difflugia sp. Diff 3,2 6 3,6 5

D = ∑(ni/N)2 = ∑ pi2, dimana :

E = H' / Hmax, dimana :

Page 239: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

229

2 Didinium sp. Didi 3 3,4 2,6 4

3 Paramaecium sp. Para 4,6 6,4 3,2 1,8

Rotifera

4 Brachionus sp. Brac 7,2 5,8 5,4 6

5 Keratella sp. Kera 1 1,2 2 2,4

6 Pompholyx sp. Pomp 0,8 1 1,4 2,6

7 Testudinella sp. Testu 2,4 2,4 3 2

8 Tricocerca sp. Trico 2 1,4 1,4 1,4

9 Polyarthra sp. Polya 0,8 2 0,8 1,2

10 Lecane sp. Lec 0,2 0,2 0,4 0,8

11 Monostylla sp. Mon 0,4 0,4 0,2 0,2

12 Lepadella sp. Lepa 1 0,6 1,2 1,8

13 Philodina sp. Philo 0,4 1 0,2 1,8

Cladocera

14 Bosmina sp. Bosm 0,6 0,6 0,8 1,2

15 Chydorus sp. Chydo 0,6 1,4 1,4 1

16 Ceriodaphnia sp. Cerio 2,8 4 2,8 3,2

17 Diaphanosoma sp. Dia 0,2 0,4 0,8 0,4

18 Moina sp. Moi 0,8 0,8 0,2 0,2

Copepoda

19 Cyclops sp. Cycl 2,4 3,6 3,2 3,8

20 Nauplius (larva) Nau 6 7,8 7 5,8

∑ jenis 12,2 11,8 10 13,2

∑ individu/ml 40,4 50,4 41,6 46,6

H' Indeks

Keanekaragaman

2,15 1,66 1,80 2,43

D Indeks

Dominansi

0,14 0,09 0,10 0,10

E

IndeksKemerataan

0,62 0,42 0,47 0,69

Hasil pengukuran kualitas air di Sungai Ranggeh meliputi parameter pH,

suhu, oksigen terlarut (DO), konduktivitas, turbiditas, potensial redoks (ORP),

total padatan terlarut (TDS), kecepatan arus dan fosfat (P-PO4) diperlihatkan pada

tabel 3.

Tabel 3. Rerata hasil pengukuran kualitas air Sungai Ranggeh sebelum restorasi,

Parameter Satuan Sta. 1 Sta.2 Sta.3 Sta.4 Sta.5

pH - 8,06 8,13 8,10 7,18 7,45

Suhu o C 21,46 23,57 23,22 27,12 27,85

Oksigen Terlarut (DO) mg/l 8,09 7,84 7,48 6,08 6,08

Page 240: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

230

Konduktivitas µS/cm 0,08 0,09 0,06 0,13 0,13

Turbiditas NTU 9,05 50,49 216,50 120,03 43,16

Potensial Redoks (ORP) mV 139,50 143,35 218,75 66,33 79,50

Total Padatan Terlarut

(TDS) mg/l 57,11 57,20 37,50 82,08 80,03

Kecepatan arus m/det 1,96 0,54 - 0,27 0,76

Debit m3/det 178,70 48,54 6,27 23,29 41,27

P-PO4 mg/l 0,02 0,03 0,07 0,04 0,03

Air Sungai Rangeh di bagian hulu (Stasiun 1) relatif jernih (turbiditas 9,05

NTU) dengan arus (1,96 m/det) dengan bagian ripariannya ditumbuhi vegetasi

pohon-pohon besar dan belum banyak aktivitas antropogenik seperti permukiman

dan pertanian, namun disekitar lokasi ini ditemukan masyarakat menggembalakan

kerbau atau sapi karena di sekitar lokasi tersebut juga terdapat area terbuka yang

ditumbuhi tumbuhan rumput. Diperkirakan asupan bahan organik di bagian hulu

sungai banyak berupan autochtonous yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang

terdapat disekitarnya dan run off yang membawa bahan organik dari kotoran (feces)

hewan masuk ke perairan sungai.

Pada bagian tengah sungai (stasiun 2) airnya terlihat lebih keruh (turbiditas

23,57 NTU) dibanding bagian hulunya di stasiun 1. Meningkatnya kekeruhan air di

perkirakan karena di sekitar lokasi ini merupakan area sudah dibuka menjadi lahan

pertanian (sawah dan kebun) dengan memanfaatkan air Sungai Ranggeh sebagai

sumber air untuk pengairan (irigasi) dan pada saat pengolahan lahan (sawah) air dari

persawahan dialirkan kembalikan masuk ke sungai sehingga air sungai menjadi

keruh.

Lokasi stasiun 3 masih termasuk bagian tengah sungai dan merupakan area

pemukiman penduduk. Pada stasiun 3 ini terlihat sebagian tepian sungainya sudah

di normalisasi (dibronjong/diturap). Diduga pada bagian ruas sungai ini di saat

musim hujan sering terjadi banjir dan arus air sungai cukup deras yang menggerus

tanah dinding tepi sungai tersebut. Hasil pengamatan pada bulan Maret dan April

di area ini (stasiun3) sungai ditemukan kering. Hal ini dikarenakan di bagian atasnya

(di hulunya) aliran air sungai telah dipecah, dimana sebagian besar airnya dialihkan

masuk kesaluran irigasi untuk pertanian (sawah padi).

Page 241: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

231

Secara umum hasil analisa struktur komunitas zooplankton dari Februari

hingga Juni 2019 menunjukkan jumlah kelimpahan jenis zooplankton di Sungai

Ranggeh sebelum restorasi jumlahnya berfluktuatif (Gambar 1 - 5), sedangkan

berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) berkisar 1,53 – 2,66

dikategorikan perairan yang mempunyai keanekaragaman jenis zooplankton sedang

(Gambar 6).

0

2

4

6

Februari

Kel

imp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.1. Hulu Sungai Ranggeh

Didinium sp. Paramecium sp. Keratella sp.

Testudinella sp. Monostylla sp. Chydorus sp.

Ceriodaphnia sp. Cyclops sp. Nauplius

0

2

4

6

8

Maret

Ke

limp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.1. Hulu Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.

Brachionus sp. Pompholyx sp. Testudinella sp.

Monostylla sp. Philodina sp. Chydorus sp.

Ceriodaphnia sp. Cyclops sp. Nauplius

Page 242: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

232

Gambar 1. Komposisi dan kelimpahan zooplankton di hulu Sungai Ranggeh

(Stasiun1)

Komposisi jenis zooplankton pada bulan Februari, di bagian hulu sungai

ditemukan 8 jenis zooplankton. Nauplius (larva Copepoda) dan Paramaecium sp.

paling banyak ditemukan. Di bulan Maret ditemukan 11 jenis dan nauplius. Di bulan

April ditemukan 8 jenis dan nauplius, dan di bulan Juni ditemukan 10 jenis dan

nauplius.

Kelimpahan dan komposisi zooplankton pada stasun 2 yang masih termasuk

ruas hulu sungai agak kehilir ditemukan adanya jenis Trichocerca sp.dan

Diaphanosoma sp (Gambar 2) yang tidak ditemukan di stasiun 1. Hal ini karena

pada ruas sungai ini (stasiun 2) lingkungan sekitarnya sudah berupa lahan pertanian

yang diperkirakan adanya tambahan asupan bahan organik yang berasal dari

0

2

4

6

8

AprilK

elim

pah

an (

Ind

ivid

u/m

l)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.1. Hulu Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.

Keratella sp. Testudinella sp. Chydorus sp.

Ceriodaphnia sp. Cyclops sp. Nauplius

0

2

4

Juni

Ke

limp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.1. Hulu Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Brachionus sp.

Keratella sp. Testudinella sp. Tricocerca sp.

Lecane sp. Philodina sp. Ceriodaphnia sp.

Cyclops sp. Nauplius

Page 243: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

233

pertanian berupa pupuk sedangkan di stasiun 1 kondisi lingkungannya berupa hutan

yang areanya tertutup vegetasi. Augusta (2013) melaporkan bahwa jenis tutupan

vegetasi disekitar lingkungan perairan berpengaruh terhadap komposisi dan struktur

komunitas zooplankton yang hidup dilokasi tersebut.

0

2

4

6

8

Februari

Ke

limp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.2. Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.

Testudinella sp. Tricocerca sp. Monostylla sp.

Ceriodaphnia sp. Diaphanosoma sp. Cyclops sp.

Nauplius

0

2

4

6

8

10

Maret

Ke

limp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.2. Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.Brachionus sp. Testudinella sp. Tricocerca sp.Monostylla sp. Philodina sp. Bosmina sp.Ceriodaphnia sp. Diaphanosoma sp. Cyclops sp.Nauplius

Page 244: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

234

Gambar 2. Komposisi dan kelimpahan zooplankton di hulu Sungai Ranggeh

(Stasiun2)

Kondisi lingkungan pada ruas tengah Sungai Ranggeh (stasiun 3) sangat

berbeda dibanding ruas hulu sungai, dimana pada ruas sungai ini di bagian tepi

sungainya sudah di normalisasi menggunakan bronjong. Selain itu aliran air sungai

yang mengalir dari bagian sebelah atasnya telah terbagi dua, dimana sebagian

dialirkan ke saluran irigasi untuk pertanian sehingga ruas ini alirannya menjadi

sedikit bahkan kering terutama di musim kemarau yang terjadi pada sampling Maret

dan April. Komposisi zooplankton yang ditemukan pada stasiun 3 diperlihatkan

pada Gambar 3.

0

2

4

6

8

10

April

Ke

limp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.2. Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.

Testudinella sp. Tricocerca sp. Monostylla sp.

Ceriodaphnia sp. Diaphanosoma sp. Cyclops sp.

Nauplius

0

2

4

6

8

Juni

Ke

limp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.2. Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.

Brachionus sp. Keratella sp. Testudinella sp.

Tricocerca sp. Lecane sp. Ceriodaphnia sp.

Diaphanosoma sp. Cyclops sp. Nauplius

Page 245: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

235

Gambar 3. Komposisi dan kelimpahan zooplankton di ruas tengah Sungai Ranggeh

(Stasiun3)

Pada bagian hilir Sungai Ranggeh terdapat cekungan (lubuk) kecil yang

menjadi habitat ikan-ikan danau beruaya (stasiun 4) yang disaat kemarau airnya

cukup jernih namun disaat musim hujan menjadi keruh kecoklatan. Komposisi dan

kelimpahan zooplankton di ruas hilir Sungai Ranggeh diperlihatkan pada Gambar

4.

0

2

4

6

Februari

Kel

imp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.3. Ruas Tengah Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.Brachionus sp. Testudinella sp. Tricocerca sp.Ceriodaphnia sp. Moina sp. CopepodaCyclops sp. Nauplius

0

1

2

3

4

Juni

Kel

imp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.3. Ruas Tengah Sungai Ranggeh

Didinium sp. Brachionus sp.Pompholyx sp. Tricocerca sp.Monostylla sp. Philodina sp.Bosmina sp. Ceriodaphnia sp.Diaphanosoma sp. Cyclops sp.Nauplius

Page 246: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

236

0

2

4

6

8

10

12

14

16

FebruariK

elim

pah

an (

Ind

ivid

u/m

l)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.4. Hilir Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.

Brachionus sp. Keratella sp. Pompholyx sp.

Tricocerca sp. Polyarthra sp. Lecane sp.

Chydorus sp. Ceriodaphnia sp. Cyclops sp.

Nauplius

0

2

4

6

8

10

12

14

Maret

Kel

imp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.4. Hilir Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp.Paramecium sp. Brachionus sp.Keratella sp. Pompholyx sp.Tricocerca sp. Polyarthra sp.Lecane sp. Lepadella sp.Bosmina sp. Chydorus sp.

Page 247: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

237

Gambar 4. Komposisi dan kelimpahan zooplankton di hilir Sungai Ranggeh

(Stasiun 4)

Komposisi jenis zooplankton di hilir Sungai Ranggeh ini terlihat jumlah

jenis yang ditemukan lebih banyak dibanding di ruas sungai sebelumnya. Di bulan

Februari ditemukan 13 jenis, Maret ditemukan 16 jenis, April ditemukan 15 jenis

dan di bulan Juni ditemukan 16 jenis. Hal ini menunjukkan perairan di ruas hilir

sungai merupakan habitat yang mendukung pertumbuhan zooplankton.

Stasiun 5 terletak di ruas paling hilir sungai (muara sungai) dan sudah

berdekatan dengan Danau Maninjau. Kondisi lingkungan disekitarnya sudah berupa

lahan pertanian sawah dan perkebunan jagung. Kondisi kontur sungai relatif landai

0

2

4

6

8

10

12

14

April

Kel

imp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.4. Hilir Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.

Brachionus sp. Keratella sp. Pompholyx sp.

Polyarthra sp. Lecane sp. Lepadella sp.

Bosmina sp. Chydorus sp. Ceriodaphnia sp.

Moina sp. Cyclops sp. Nauplius

0

2

4

6

8

10

12

Juni

Kel

imp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.4. Hilir Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.Brachionus sp. Keratella sp. Pompholyx sp.Polyarthra sp. Lecane sp. Lepadella sp.Philodina sp. Bosmina sp. Chydorus sp.Ceriodaphnia sp. Moina sp. Cyclops sp.Nauplius

Page 248: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

238

dengan dasar sungai berupa pasir berbatu. Hasil identifikasi zooplankton di ruas

muara ini ditemukan jenis zooplankton yang lebih banyak. Di bulan Februari

ditemukan 16 jenis, bulan Maret ditemukan 18 jenis, bulan April ditemukan 16 jenis

dan di bulan Juni ditemukan 17 jenis (Gambar 5).

0

4

8

12

16

20

Februari

Kel

imp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.5. Muara Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.Brachionus sp. Keratella sp. Pompholyx sp.Testudinella sp. Tricocerca sp. Polyarthra sp.Lepadella sp. Philodina sp. Bosmina sp.Chydorus sp. Ceriodaphnia sp. Cyclops sp.Nauplius

0

4

8

12

16

20

24

Maret

Kel

imp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.5. Muara Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp.Paramecium sp. Brachionus sp.Keratella sp. Pompholyx sp.Testudinella sp. Tricocerca sp.Polyarthra sp. Lepadella sp.Philodina sp. Bosmina sp.

Page 249: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

239

Gambar 5. Komposisi dan kelimpahan zooplankton di muara Sungai Ranggeh

(Stasiun 5)

Analisis struktur komunitasnya menunjukkan perairan Sungai Ranggeh

sebelum dilakukan restorasi menunjukkan perairan yang stabil dengan tingkat

keanekaragaman sedang (indeks H’ = 1,66 - 2,43 -), tidak ditemukan jenis yang

dominan (indeks D = 0,09 – 0,14) dan tersebar merata (indeks E = 0,69 - 0,42)

(Gambar 6).

0

4

8

12

16

AprilK

elim

pah

an (

Ind

ivid

u/m

l)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.5. Muara Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.Brachionus sp. Keratella sp. Pompholyx sp.Testudinella sp. Tricocerca sp. Polyarthra sp.Lepadella sp. Philodina sp. Bosmina sp.Chydorus sp. Ceriodaphnia sp. Cyclops sp.Nauplius

0

4

8

12

16

Juni

Kel

imp

ahan

(In

div

idu

/ml)

Pengambilan sampel (Bulan)

St.5. Muara Sungai Ranggeh

Difflugia sp. Didinium sp. Paramecium sp.Brachionus sp. Keratella sp. Pompholyx sp.Testudinella sp. Tricocerca sp. Polyarthra sp.Lecane sp. Lepadella sp. Philodina sp.Bosmina sp. Chydorus sp. Ceriodaphnia sp.Cyclops sp. Nauplius

Page 250: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

240

Gambar 6. Struktur komunitas zooplankton di Sungai Ranggeh sebelum restorasi

Hasil analisis kualitas air di Sungai Ranggeh umumnya menunjukan kondisi

lingkungan yang mendukung untuk kehidupan ikan dan fauna akuatik (Tabel 3).

pH air Sungai Ranggeh berkisar 7,03 – 8,56. Menurut Wang et al. (2012) pH air

dapat berpengaruh terhadap fisiologi organisme akuatik kususnya terhadap reaksi

enzimatik pada proses metabolisme. Zooplankton dapat berkembang baik pada pH

5,6 – 9,4. Konsentrasi pH air juga dapat mempengaruhi plankton dan biota akuatik

yang hidup di dalamnya. Pada pH air berkisar 4,5 - 5,5 air dapat berpengaruh

terhadap komposisi dan keanekaragaman plankton, perifiton dan benthos. Menurut

Effendi (2003) secara umum biota air hidup dan tumbuh dengan baik pada pH 7 -

8,5.

Suhu air di habitat hidup plankton sangat berpengaruh terhadap keberadaan

zooplankton di habitat tersebut. Suhu air secara fisiologis dapat mempengaruhi

kesuburan perairan, masa hidup dan ukuran tubuh zooplankton, bahkan secara

ekologis suhu dapat mempengaruhi komposisi dan kelimpahan zooplankton.

Temperatur air untuk kehidupan zooplankton berkisar 24 -32 ºC dengan toleransi

tidak lebih dari 5 ºC. Suhu optimal untuk pertumbuhan zooplankton di daerah tropis

umumnya berkisar antara 25 - 30 ºC (Fernando, 1979). Suhu air di Sungai Ranggeh

berkisar antara 21,0 hingga 29,2 ºC merupakan kondisi yang mendukung

kehidupan zooplankton.

0

10

20

30

40

50

60

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

Febr Maret Apr Juni

∑ J

enis

dan

∑ I

nd

ivid

u/m

l

Nil

ai i

ndek

s H

', D

, E

Sampling Zooplankton (bulan)

Struktur Komunitas Zooplankton

H' indeks keanekaraman D indeks dominansi E indeks kesergaman

∑ jenis ∑ individu/ml

Page 251: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

241

Konsentrasi oksigen terlarut di air (Dissolved oxygen, DO) merupakan

faktor penting untuk respirasi organisme di perairan. Konsentrasi oksigen terlarut

di perairan dapat memengaruhi kecepatan reaksi metabolisme (Effendi, 2003),

karena itu konsentrasi oksigen di perairan sangat penting untuk pertumbuhan dan

kelangsungan hidup zooplankton. Konsentrasi oksigen terlarut di Sungai Ranggeh

berkisar 4,68 - 8,57 mg/l masih mendukung aktivitas metabolisme zooplankton.

Reaksi reduksi-oksidasi dalam ekosistem perairan menunjukkan aktivitas

transfer elektron dari oksidan ke reduktor. Nilai ORP> 200 mV terjadi dalam

kondisi aerobik sedangkan dalam kondisi anaerob nilai ORP mencapai 0,8 V.

Perairan umum memiliki nilai ORP antara 0,45 - 0,52 V (Efeendi, 2003; Boyd,

1990). ORP di Sungai Ranggeh terlihat relatif rendah (7,1 - 230 mV) diduga karena

aktivitas redoks yang tinggi, namun nilai ORP sangat dipengaruhi oleh konsentrasi

oksigen terlarut di perairan tersebut.

Nilai konduktivitas di Sungai Ranggeh berkisar antara 0,058–0,166 μS/cm.

Perairan alami memiliki nilai konduktivitas sekitar 20 - 1500 μS/cm (Boyd, 1990).

Kondisi ini menunjukkan bahwa nilai konduktivitas di Sungai Ranggeh sangat

rendah. Demikian pula, nilai TDS (Total Dissolved Solid) di Sungai Ranggeh

berkisar 40–100,1 mg/l. Kondisi ini menunjukkan bahwa di perairan Sungai

Ranggeh termasuk perairan yang masih alami dan cukup banyak garam yang

terlarut dan terionisasi (Effendi, 2003).

Nilai kekeruhan (Turbiditas) di Sungai Ranggeh berkisar 2,9 - 225 NTU

yang menunjukkan tingkat kekeruhan di perairan ini cukup berfluatif. Kekeruhan

dalam air sangat dipengaruhi oleh jumlah padatan tersuspensi. Peningkatan nilai

kekeruhan 25 NTU di perairan dangkal dan jernih dapat mengurangi produktivitas

primer perairan sebesar 13% - 50% dan peningkatan kekeruhan 5 NTU di danau

akan dapat mengurangi nilai produktivitas primer sebesar 75% (Effendi, 2003;

Boyd, 1990). Nilai kekeruhan di Sungai Ranggeh mencapai 225 NTU ditemukan di

stasiun 4 (bagian hilir sungai), karena saat itu masyarakat sedang mengolah lahan

pertanian (sawah) dan air dari sawah beserta partikel tanah dan bahan organik

dikembalikan ke sungai dan bermuara ke danau.

Page 252: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

242

Analisis statistik CCA (Canonical Correspondences Analysis) yang

menunjukkan ciri hubungan komunitas zooplankton (biota) dengan faktor

lingkungan di Sungai Ranggeh sebelum dilakukan restorasi (Gambar 7).

Hasil analisis menunjukkan (stasiun 4) Zooplankton di bagian hilir sungai

Ranggeh jenis Bosmina sp., Brachionus sp. dicirikan dengan parameter turbiditas,

suhu dan fosfat (P-PO4) yang tinggi dan dicirikan pula dengan pH, debit, kecepatan

arus dan oksigen terlarut (DO) yang rendah. Jenis-jenis zooplankton lainnya tidak

menunjukkan ciri-ciri khusus di habitatnya dan secara umum dipengaruhi oleh

semua variabel lingkungan. Kondisi lingkungan di hilir sungai (Stasiun 1) dan

stasiun 2 dicirikan dengan kecepatan arus, debit, pH dan oksigen terlarut yang tinggi

dan suhu yang rendah. Pada ruas sungai paling hilir (Stasiun 5) dicirikan dengan

suhu dan fosfat yang tinggi.

Gambar 7. Ciri hubungan antara komunitas zooplankton dengan faktor

lingkungannya di habitatnya.

Kesimpulan

Sungai Ranggeh sebelum restorasi merupakan habitat perairan yang cukup

stabil dengan tingkat keragaman jenis sedang, tersebar merata dan tidak ditemukan

Axis 1

Axi

s 2

Turbiditas

Suhu

Debit

Page 253: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

243

jenis yang dominan. Kondisi Sungai Ranggeh sebelum restorasi merupakan

perairan yang masih mendukung kehidupan dan pertumbuhan zooplankton. Pada

bagian hilir sungai (stasiun 4) jenis Bosmina sp., Brachionus sp. dicirikan dengan

parameter turbiditas, suhu dan fosfat (P-PO4) yang tinggi, juga dicirikan dengan

pH, debit, kecepatan arus dan oksigen terlarut (DO) yang rendah. Jenis-jenis

zooplankton lainnya tidak menunjukkan ciri-ciri khusus dihabitatnya dan

dipengaruhi oleh semua variabel lingkungan.

Ucapan Terima Kasih

Sebagai rasa syukur kepada Allah swt. kami menghaturkan ucapan terima

aksih kepada Bapak Jojok Sudarso sebagai koordinator kegiatan, bapak Tri

Suryono, bapak Octavianto, Bapak Sutrisno, bapak Nasrul Muit, Bapak Slamet

Baryadi, Bapak Endra Triwisesa, Sdr. Aan Dianto, teman-teman UPT LATPD-LIPI

di Maninjau dan teman-teman Puslit Limnologi LIPI yang telah mendukung dan

membantu kegiatan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Anonymous. 2019. Laporan Hasil Kegiatan Restorasi Habitat dalam Mendukung

Pelestarian Ikan Asli Danau Maninjau. Tahun 2019. Tim Potensi dan

Konservasi Sumberdaya Perairan Darat. Pusat Penelitian Limnologi LIPI.

APHA 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 18th

ed. (Washington D C: American Public Health Association).

Augusta T. S. 2013. Struktur Komunitas Zooplankton di Danau Hanjalutung

Berdasarkan Jneis Tutupan Vegetasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Hewan Tropika. Vol

2 (2): 68-74.

Effendi H. 2003 Telaah Kualitas Air. Bagi pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. (Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius) p 256.

Fernando C H 1979 Bull. Fish. Res. Stn. Vol. 29. pp 11-54.

Boyd C. E.1990 Water Quality in Ponds for Aquaculture (Publishing Co.

Birmingham Alabama. p482.

Fakhrudin M., H. Wibowo., L. Subehi dan I. Ridwansyah. 2002. Karakteristik

Hidrologi Danau Maninjau. Prosiding Seminar Nasional Limnologi, Bogor

22 April 2002. hal. 65-75

Michael T 1986 Ecological Methods for Field and Laboratory Investigations.

(USA. Tata Mc.Graw-Hill Publishing).

Help C. H. R, Peter M. J. H & Soetaert K. 1998. Indice of Diversity and Evenness.

Ocѐanis. Vol. 24 (4):61-87.

Page 254: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

244

Odum E.. P 1993 Dasar-Dasar Ekologi Ed Srigandono B, translator Samigan T,

(Yogyakarta: Gajah Mada University Press). p. 697.

Sheldon A.L. 1969. Equitability Indices: Dependence on the Species Count.

Ecology, Vol. 50(3):466-467.

Magurran A E 1988 Ecological Diversity and its Measurement (New Jersey:

Princeton University Press 41) William Street Princeton. p179

Page 255: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

245

Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam

Biomonitoring Kualitas Perairan Sungai Ranggeh, Maninjau,

Sumatra Barat

Imroatushshoolikhah, Jojok Sudarso, Aiman Ibrahim

Pusat Penelitian Limnologi – LIPI,

Jl.Raya Jakarta-Bogor km 46, Cibinong, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Sungai Ranggeh adalah salah satu sungai inlet Danau Maninjau. Masukan limbah

dari sekitar sungai berpotensi mempengaruhi kualitas perairan dan biota yang hidup

didalamnya. Sungai Ranggeh diketahui menjadi habitat bagi biota, salah satunya

adalah makrozoobentos. Komunitas tersebut dapat berperan sebagai bioindikator

yang mencerminkan kualitas perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

struktur komunitas makrozoobentos dan untuk mengetahui kualitas lingkungan

perairan badan dan muara Ranggeh dengan menggunakan makrozoobentos sebagai

bioindikator. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-September 2018 di dua

lokasi yakni sungai dan muara Sungai Ranggeh, Maninjau, Sumatra Barat. Analisis

data terkait struktur komunitas meliputi indeks keragaman, indeks evenness, dan

jumlah taksa yang dianalisis menggunakan software MVSP. Kualitas perairan

ditentukan dengan nilai FBI. Contoh diambil dengan menggunakan D-frame

Kicknet dan Ekman Grab. Contoh kemudian diawet menggunakan formalin 10%.

Pemilahan dan identifikasi makrozoobentos dilakukan di Laboratorium Pusat

Penelitian Limnologi LIPI. Terdapat 20 taksa yang ditemukan, mencakup

kelompok Insekta (40%), Moluska- Gastropoda (19%), Annelida (27%), dan

Platyhelminthes (14%). Sungai Ranggeh memiliki keragaman makrozoobentos

yang berkisar rendah hingga sedang yang ditunjukkan dengan Indeks Keragaman

Shanon-Wiener antara 1,53- 3,082. Adapun Indeks Evenness berkisar antara 0,484-

0,789. Kualitas perairan Sungai dan Muara Sungai Ranggeh berdasarkan indeks

Family Biotic Index (FBI) dapat diketahui bahwa pada bulan April, Agustus, dan

September, nilai FBI secara berturutan adalah 4,97; 5,98; dan 5,12; adapun di

bagian Muara pada bulan Agustus dan September adalah 7,5 dan 8,15. Hal ini

menunjukkan bahwa kualitas perairan di Sungai dan Muara Ranggeh telah terpapar

oleh polutan bahan organik dengan tingkat cemaran yang berbeda.

Kata kunci : Makrozoobentos, Maninjau, Biomonitoring, Sungai Ranggeh

Pendahuluan

Danau Maninjau merupakan danau vulkanik di Sumatra Barat. Terletak pada

0012’26,63”LS-0025’02,80”LS dan 100007’43,74”BT - 100016’22,48”BT serta

ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut [1], Danau Maninjau memiliki fungsi

baik secara ekologi, ekonomi, maupun sosial. Secara ekologi, Danau Maninjau

Page 256: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

246

merupakan habitat bagi bermacam biota, termasuk ikan asli seperti ikan bada

(Rasbora sp.), Ikan Barau (Hampala sp), ikan rinuak, baung (Mystus sp.), garing

(Tor sp), supareh (Puntius binotatus), asang (Osteochilus haselti) [2, 3]. Ikan bada

dikenal memiliki nilai ekonomis tinggi sebagai ikan konsumsi, ikan hias, dan

merupakan salah satu komoditas perikanan tangkap di Danau Maninjau. Ikan ini

memiliki prilaku memijah di sungai-sungai yang bermuara ke Danau Maninjau.

Sungai Ranggeh merupakan salah satu sungai yang bermuara ke Danau

Maninjau. Sungai ini menjadi habitat bagi ikan-ikan lokal Maninjau seperti

gariang,supareh, termasuk juga ikan bada. Berdasarkan laporan teknis Pusat

Penelitian Limnologi LIPI (2018) [4], Sungai Ranggeh termasuk sungai dengan

debit aliran yang yang tergolong kecil, dengan debit ±60,62 L/s pada badan sungai

dan ±49,47 L/s pada bagian muara. Secara fisik, kualitas airnya terlihat jernih,

dengan bagian dasar substrat sungai berupa batuan dan pasir. Vegetasi riparian di

sekitar sempadan sungai masih alami namun semakin ke muara, kerapatannya

semakin berkurang. Vegetasi terdiri dari pohon dan semak dengan tutupan vegetasi

ke arah muara semakin berkurang.

Ditinjau dari ketersediaan air, Sungai Ranggeh memiliki pola aliran air

intermitten yaitu tidak mengalir sepanjang tahun. Sifat sungai yang intermitten

demikian diduga kurang menguntungkan bagi habitat ikan, karena pada saat kering

maka tempat bagi ikan untuk memijah ikan menjadi hilang. Penggunaan lahan di

sekitar Sungai Ranggeh cukup berbeda antara dari hulu dan hilir. Pada bagian hulu,

penggunaan lahan sekitar sungai berupa hutan alami dan sebagian telah dikonversi

menjadi lahan pertanian. Adapun pada bagian tengah hingga ke hilir didominasi

oleh lahan pertanian dan permukiman. Banyaknya lahan pertanian di sekitar sungai

berpotensi menyumbang bahan cemaran ke sungai.

Komunitas makrozoobentos adalah kelompok biota yang hidup di dasar

perairan, baik yang meliang maupun menempel pada substrat. Berdasarkan

ukurannya, hewan bentos dibedakan menjadi mikro, meso, dan makrozoobentos.

Makrozoobentos berukuran antara ≥200 – 500 µm [5,6]. Hewan yang termasuk

dalam makrozoobentos antara lain adalah Moluska, Insekta, Crustacea, Hirudinea,

dan Oligochaeta [7]. Komunitas tersebut menjadi bagian dalam sistem jaring-jaring

makanan sebagai konsumen tingkat I (satu) di Danau Maninjau [3].

Page 257: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

247

Makrozoobentos khususnya Insekta Akuatik diketahui menjadi sumber makanan

bagi ikan lokal seperti ikan Bada dan Hampala [3]. Selain itu, komunitas

makrozoobentos dapat menunjukkan kualitas perairain sehingga menjadi

bioindikator bagi kondisi perairan [4,8]. Salah satu metode yang digunakan untuk

mengetahui kualitas perairan menggunakan makrozoobentos adalah dengan Family

Biotic Index (FBI) [7].

Pengelolaan Sungai Ranggeh sangat diperlukan mempertimbangkan fungsinya

sebagai habitat ikan lokal dan irigasi. Informasi terkait makrozoobentos di Sungai

Ranggeh masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui struktur komunitas makrozoobentos yang berpotensi menjadi sumber

makanan bagi ikan-ikan lokal dan mengetahui kondisi kualitas air badan dan muara

Sungai Ranggeh dengan menggunakan makrozoobentos sebagai bioindikator.

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan dengan metode survei di Sungai dan muara Ranggeh.

Meskipun diketahui Sungai Ranggeh bersifat intermitten, pada tahun 2018, Sungai

Ranggeh tetap mengalir dalam debit yang kecil. Pengambilan sampel dan data

dilakukan pada bulan April, Agustus, dan September yakni satu titik di bagian

badan sungai mendekati muara dan satu titik di bagian muara.

Sampel makrozoobentos diambil menggunakan D-frame kicknet ukuran 30 cm, x

30 cm. Sampel diambil sebanyak 4 kali sepanjang 1 m. Sampel dikomposit

kemudian diawet dengan larutan formaldehid 10%. Preparasi sampel dan

pengamatan dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Invertebrata Pusat Penelitian

Limnologi LIPI. Sampel dibilas dengan air mengalir untuk mengurangi konsentrasi

bahan fiksatif lalu disortir. Sampel kemudian disimpan dalam larutan alkohol 70%

dan diidentifikasi di Pusat Penelitian Limnologi LIPI.

Identifikasi makrozoobentos dilakukan dengan menggunakan mikroskop

NIKON stereo dan Mikroskop compound, serta berdasarkan buku identifikasi

Insekta [9], Chironomid [10], and Oligochaeta [11]. Data hasil identifikasi

kemudian dianalisis secara ekologi [5] meliputi kekayaan taksa, kelimpahan relatif,

Indeks Diversitas (Keragaman), and Indeks Evenness (keseragaman). Indeks

Page 258: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

248

Diversitas (Keragaman) dan Indeks Evenness (keseragaman) dianalisis dengan

software MVSP 3.22.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Nagari Sungai Batang 2018

Figure 2. Lokasi Penelitian di Sungai Ranggeh, Nagari Sungai Batang 2018

Page 259: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

249

Hasil dan Pembahasan

Struktur Komunitas Makrozoobentos

Kekayaan Taksa, Kelimpahan Relatif, dan Perbandingan Indeks

Total terdapat 20 taksa makrozoobentos yang ditemukan selama

pengambilan sampel secara temporal pada tahun 2018, yakni 19 taksa ditemukan di

Sungai Ranggeh dan 6 taksa di muara Sungai Ranggeh. Jenis makrozoobentos yang

ditemukan di Muara, sama seperti jenis yang ditemukan di bagian sungai.

Komunitas tersebut merepresentasikan lima kelas, meliputi Gastropoda (Moluska),

Insekta, Turbellaria (Platyhelminthes), dan Oligochaeta & Euhirudinea (Annelida).

Kelimpahan berkisar antara 58-431 individu/m2, dengan komposisi kelimpahan

relatif Insekta (Ephemeroptera, Trichoptera, Odonata, Coleoptera, Heteroptera, dan

Diptera) sebanyak 40%, Annelida (Oligochaeta dan Euhirudinea) 27%, Gastropoda

19%, dan Turbellaria 14%. Komposisi makrozoobentos yang ditemukan, Insekta

terdiri dari Ordo Ephemeroptera, Diptera, Trichoptera, Coleoptera, Odonata, dan

Heteroptera; Gastropoda terdiri dari famili Planorbidae, Thiaridae, Ampullaridae,

Bythinidae, dan Lymaneidae; Oligochaeta terdiri dari Naididae, Tubificidae, dan

Lumbricullidae; Euhirudinea terdiri atas Glossiphonidae, dan Turbellaria terdiri

atas Dugesidae. Insekta merupakan kelompok yang paling melimpah di Sungai

Ranggeh dibandingkan dengan kelompok bentos lainnya. Terdapat delapan taksa

insekta yang ditemukan di sungai; yang didominasi oleh Ordo Ephemeroptera.

Adapun di bagian muara, didominasi oleh Oligochaeta, dan hanya ditemukan

Insekta dari famili Chironomidae.

Gambar 3 menunjukkan jumlah individu makrozoobentos di Sungai dan

Muara Ranggeh pada bulan April, Agustus, dan September 2018. Berdasarkan

Gambar 3, dapat diamati bahwa makrozoobentos sangat bervariasi. Secara umum,

jumlah makrozoobentos yang ditemukan di sungai lebih melimpah dibandingkan di

bagian muara pada setiap periode pengambilan sampel. Ephemeroptera, Turbellaria

dan Diptera merupakan makrozoobentos yang banyak ditemukan di sungai. Insekta

diketahui sebagai makanan alami bagi ikan bada di daerah Maninjau [3].

Di Sungai Ranggeh, kelompok Insekta khususnya Ephemeroptera dan

Diptera merupakan bentos yang hampir selalu ditemukan pada setiap periode

sampling. Ephemeroptera diketahui paling banyak ditemukan pada bulan Agustus,

Page 260: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

250

sedangkan Diptera paling banyak ditemukan pada bulan September namun dengan

kelimpahan Ephemeroptera yang jauh lebih rendah dibanding Agustus. Secara

kelimpahan, bulan Agustus adalah waktu dimana insekta ditemukan paling banyak

di Sungai Ranggeh dibanding April dan September, namun demikian pada bulan

april, jenis Insekta ditemukan paling bervariasi jika dibandingkan Agustus dan

September (Gambar 5). Ditemukannya insekta dengan jumlah pada setiap waktu

pengambilan sampel ini menunjukkan bahwa secara ekologi, Sungai Ranggeh

berpotensi dalam hal ketersediaan makanan ikan bada, meskipun kelimpahannya

tidak tinggi. Namun demikian, penelitian ini masih bersifat penelitian pendahuluan

yang memiliki keterbatasan, dimana titik sampling hanya di satu lokasi yang

terletak di daerah lubuk di bagian hilir. Perlu dilakukan pengambilan sampel

dibeberapa titik dari hulu sehingga dapat diketahui distribusi spasial makrozobentos

di Sungai Ranggeh.

Berbeda dengan wilayah sungai, Pada Gambar 4 dapat diamati bahwa

Gastropoda dan Oligochaeta adalah kelompok makrozoobentos yang banyak

ditemukan di bagian muara Sungai Ranggeh . Gastropoda yang dominan ditemukan

umumnya adalah Melanoides, adapun Oligochaeta yang dominan yang ditemukan

adalah Limnodrillus. Berdasarkan jenis yang ditemukan, dua makrozoobentos

tersebut mencirikan bentos yang ditemukan di perairan Danau maninjau [12], dan

bagian muara diindikasikan sudah banyak dipengaruhi karakter danau

dibandingkan bagian sungai.

0

50

100

150

200

250

300

S-Apr S-Agu S-Sept MS-Agu MS-Sept

Ju

mla

h I

nd

ivid

u

Periode Pengambilan Sampel

Ephemeroptera Trichoptera Coleoptera Odonata Heteroptera

Diptera Gastropoda Oligochaeta Turbellaria Hirudinea

Page 261: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

251

Gambar 3. Jumlah Individu Makrozoobentos di Sungai (S) dan Muara Sungai (MS)

Ranggeh 2018

Gambar 4. Perbandingan Makrozoobentos di Sungai Ranggeh 2018

Gambar 5. Variasi Temporal Kelimpahan Relatif Makrozoobentos S.Ranggeh 2018

0

2

4

6

8

10

12

14

16

00,5

11,5

22,5

33,5

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

Insect64%

Gastropod9%

Oligochaeta4%

Euhirudinea0%

Platyhelminthes23%

Sungai

Insect3%

Gastropod36%Oligochaeta

61%

Euhirudinea0%

Platyhelminthes0%

Muara Sungai

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Ba

etis

sp

Ca

enis

sp

Hyd

rop

sych

e sp

Co

leo

pte

ra

Od

on

ata

Rh

ag

ove

lia

Ch

iro

no

min

ae

Sim

uliu

m s

p

Gyr

au

lus

sp

Ph

ysa

stra

sp

Melanoides…

Pomacea…

Bit

hyn

ia s

p

Lym

na

ea s

p

Lim

no

dri

lus

sp

Styl

ari

a s

p

Bra

nch

iura

so

wer

by

Lum

bri

culu

s sp

Hel

ob

del

la s

p

Du

ges

ia s

p

MS-Sept

S-Sept

MS-Aug

S-Aug

S-Apr

Page 262: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

252

Gambar 6. Indeks Shanon-wiener (kiri), Indeks Evenness (tengah), Jumlah Taksa

(kanan).

Hasil analisis MVSP dapat diamati pada Gambar 6. Secara umum ditinjau

dari jumlah taksa, terdapat 8 taksa yang ditemukan di Sungai pada bulan Agustus

dan September. Sedangkan pada bulan April ditemukan 15 taksa. Sementara itu, di

muara Sungai Ranggeh terdapat taksa yang tidak diemukan pada sampling periode

September, yaitu dari kelompok cacing Dugesidae dan kelompok keong

Planorbidae. Aspek ekologi lain yang dapat diamati adalah Indeks keragaman

Shanon-Wiener, Indeks keseragaman Evenness.

Berdasarkan Gambar 6, keragaman makrozoobentos termasuk moderat

hingga tinggi, dengan kisaran antara 1,45-3,08. Keragaman makrozoobentos di

badan sungai pada bulan April, Agustus, dan September berturut-turut adalah 3,08;

1,45; dan 1,80. Keragaman makrozoobentos tertinggi badan sungai terjadi pada

bulan April. Hal ini sejalan dengan variasi taksa yang ditemukan dimana bulan

April, jumlah taksa yang ditemukan di Sungai Ranggeh adalah yang terbanyak

selama periode sampling. Keragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu

habitat lebih sehat dan kondusif [13], sehingga kondisi Sungai Ranggeh

kemungkinan lebih kondusif pada bulan April dibanding bulan Agustus dan

September. Kondisi makrozoobentos di bagian muara sungai lebih beragam pada

bulan Agustus yakni 1,85 dan menurun menjadi 1,53 pada bulan September 2018.

Hal ini pun sejalan dengan jumlah taksa yang ditemukan, yaitu bulan Agustus

terdapat 6 taksa yang ditemukan di Muara Sungai Ranggeh namun kemudian

menurun menjadi 4 taksa pada bulan September.

Berbeda dengan Indeks Keragaman Shanon-wiener, Indek keseragaman

Evenness menunjukkan distribusi jenis di habitatnya yang ditunjukkan dengan

kisaran 0 (nol) yang berarti tidak merata hingga 1 (satu) yang berarti merata. Indeks

Evenness menunjukkan bahwa makrozoobentos terdistribusi kurang merata hingga

hampir merata yakni berkisar antara 0,48- 0,78. Makrozoobentos tersebar tidak

merata di Sungai hanya pada bulan Agustus. Adapun makrozoobentos yang

ditemukan di Muara Sungai terdistribusi hampir merata baik pada sampling bulan

Agustus dan September yang terlihat dari indeks Evennes yang hampir seragam

yakni 7,17 dan 7,65.

Page 263: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

253

Functional Feeding Group (FFG)

Selain analisis ekologi, juga dilakukan identifikasi functional feeding group

berdasarkan literatur. Tinjauan FFG makrozoobentos penting untuk dilakukan guna

mengetahui peran makrozoobentos itu sendiri di dalam ekosistem [14].

Chironomidae sebagian besar merupakan Collector gather [15,16]. Kelompok

Chironomidae ini umumnya memakan detritus [17]. Selain Chironomidae,

kelompok lainnya yang bersifat Collector gather adalah Ephemeroptera (Caenidae

dan Baetidae) dan kelompok cacing Oligochaeta [14]. Insekta non-chironomidae

lain yakni Simulidae dan Hydropsyche bersifat Filtering gather, sedangkan

Odonata dan Heteroptera (Veliidae) merupakan predator [14,18]. Kelompok non-

insekta yang juga bersifat Predator adalah Dugesidae dan Helobdella. Adapun

kelompok keong yang meliputi Planorbidae, Thiaridae, Ampullaridae, Bythinidae,

dan Lymaneidae, merupakan kelompok scrapper [16]. Kelompok tersebut

merupakan makrozoobentos yang memakan algae atau alga filamen.

Pengelompokan berdasarkan functional feeding menunjukkan bahwa

makrozoobentos yang ditemukan di Sungai Ranggeh terdiri dari beberapa

kelompok yakni Collector gather, Filtering gather, Scrapper, dan Predator.

Sedangkan di bagian Muara Sungai Ranggeh, terdiri dari Collector gather,

Scrapper, dan Predator. Berdasarkan pengelompokkan functional feeding,

diketahui bahwa functional feeding yang dominan di kedua habitat tersebut adalah

Collector gather, yakni kelompok yang memakan Fine Particulate Organic Matter

(FPOM) atau material organik yang berukuran kecil dengan kisaran 0,05- 1 mm

[16].

Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Air

Kondisi Kualitas Air Berdasarkan Famili Biotic Index (FBI)

Penilaian kualitas air dilakukan dengan menggunakan famili

makrozoobentos yang ditemukan selama periode sampling. Tabel 1 menunjukkan

bahwa kualitas air sungai pada bulan April, Agustus, dan September 2018 masih

bagus meskipun sedikit tercemar oleh polutan organik dengan nilai FBI berturutan

adalah 4,97; 5,12; dan 5,98. Sumber pencemar diduga berasal dari lahan pertanian

(persawahan) di sepanjang jalur sungai. Dari tiga kali periode sampling pada bagian

Page 264: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

254

sungai, kualitas air pada bulan April dan September lebih baik dibanding bulan

Agustus. Diduga pada bulan Agustus, potensi pencemar yang masuk ke sungai

cukup besar.

Tabel 1. Status Kualitas Air Sungai dan Muara Sungai Ranggeh Berdasarkan FBI

Lokasi FBI kualitas air Tingkat Polusi Organik

S-Apr 4,97 Good Some Organic Pollution

S-Ags 5,98 Fair Fairly significant organic pollution

S-Sept 5,12 Good Some Organic Pollution

Ms-Ags 7,5 Fairly poor Significant Organic Pollution

Ms-Sept 8,14 Poor Very significant organic pollution

*keterangan: S= sungai dan Ms= Muara sungai

Berbeda dengan sungai, kualitas air di bagian muara sungai lebih buruk

dibandingkan bagian sungai. Skor FBI pada bulan Agustus adalah 7,5 dan pada

bulan September 8,14. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bagian muara

menerima polutan lebih banyak dibandingkan bagian sungai. Hal ini karena muara

merupakan pertemuan antara sungai dan danau sehingga terjadi akumulasi polutan

dari keduanya. Tingginya polutan organik tersebut ditandai dengan kehadiran

kelompok toleran polutan seperti dari grup cacing Oligochaeta, Limnodrilus di

bagian muara sungai [19].

Kesimpulan

Struktur komunitas makrozoobentos di sungai dan muara Sungai Ranggeh

terdiri dari Insekta akuatik, Gastropoda, Oligochaeta, Euhirudinea, dan Turbellaria.

Secara umum, keragaman makrozoobentos di Sungai Ranggeh berkisar moderat

hingga keragaman tinggi, dimana kondisi paling beragam adalah pada bulan April.

Penentuan kualitas air berdasarkan Famili Biotic Index makrozoobentos

menunjukkan bahwa secara umumnya kualitas air Sungai Ranggeh cukup bagus

meskipun diduga terpapar polutan organik. Adapun kualitas air di bagian muara

tidak lebih baik dibanding bagian sungai.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Penelitian Limnologi LIPI

yang telah mendanai penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Page 265: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

255

rekan-rekan tim PN 2018, Bapak M Badjoeri, Octavianto Samir, dan Ibu Laelasari

yang telah membantu jalannya penelitian.

Referensi

Apip, Fakhrudin M, Sulastri, Subehi L, Dan Ridwansyah I. 2003. Telaah Unsur

Iklim Dalam Proses Fisika Perairan Danau Maninjau. Limnotek X(1): 1-10

Pp

Cummin K W, Merritt W R, and Andrade P C N. 2005. The use of invertebrate

functional groups to characterize ecosystem attribute in sleected streams and

rivers in south brazil. Studies on Neotropical Fauna and Environment 40 69-

89

Epler J H. 2001. Identification Manual For The Larval Chironomidae (Diptera) pf

North & South Carolina.

Imroatushshoolikhah, Sudarso, J, dan Laelasari. 2015. Komposisi Dan Ekologi

Feeding Group Komunitas Makrozoobentos Serta Kaitannya Dengan

Kualitas Air Danau Maninjau, Sumatera Barat. Prosiding Masyarakat

Limnologi Indonesia.

Kornijów, R., Markiyanova, M., and Lange E. 2019. Feeding By Two Closely

Related Species Of Chironomus (Diptera: Chironomidae) In South Baltic

Lagoons, With Implications For Competitive Interactions And Resource

Partitioning. Aquat Ecol (2019) 53:315–324.

Laporan Akhir Tahun Kegiatan Puslit Limnologi Lipi. 2018. Pelestarian Ikan Asli

Danau Maninjau Sebagai Bagian Dalam Mendukung Kegiatan Perikanan

Dan Pariwisata. Puslit Limnologi LIPI.

Merritt W R and Cummins K W. (1996). An Introduction to the Aquatic Insects of

North America. (Iowa: Kendal/ hunt Publishing Company)

Merritt W R and Cummins K W. (1996). An Introduction to the Aquatic Insects of

North America. (Iowa: Kendal/ hunt Publishing Company)

Merritt, R.M., Cummins, K.W., and Berg, M.B. 2002. Development And

Application Of A Macroinvertebrate Functional-Group Approach In The

Bioassessment Of Remnant River Oxbows In Southwest Florida. J. N. Am.

Benthol. Soc., 2002, 21(2):290–310

Odum, E.P.1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press

Orwa, P.O., Omondi, R. Okuku, E., Ojwang W., and Njuguna S.M. 2014.

Composition, Abundance, and Feeding Guilds of Macroinvertebrates in

Lake Kenyatta, Kenya. International Journal of Environmental Monitoring

and Analysis 2 (5) : 239- 243.

Ramirez, A and Fonseca, P E G. 2014. Functional Feeding Groups of Aquatic Insect

in Latin America: a Critical Analysis and Review of Existing Literature. Rev

Biology Tropica (International Journal Tropical Biology) 62: 155-167.

Rashid, R, and Pandit, A.K. 2014. Macroinvertebrates (Oligochaetes) As Indicators

Of Pollution: A Review. Journal of Ecology and the Natural Environment.

Vol. 6(4), pp. 140-144.

Page 266: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

256

Rashid, R, and Pandit, A.K. 2014. Macroinvertebrates (Oligochaetes) As Indicators

Of Pollution: A Review. Journal of Ecology and the Natural Environment.

Vol. 6(4), pp. 140-144.

Rosenberg, D. M. Dan Resh, V. 1993. Freshwater Biomonitoring and Benthic

Macrozoobenthic. USA: Chapman & Hill, Inc.488 hlm.

Said Ds, Haryani Gs, Lukman, Triyanto, Mayasari N, Hamdani A, Sutrisno, Sari L.

2010. Perkembangan Ikan Bada (Rasbora Argyrotaenia) Danau Maninjau-

Sudarso J, Wardiatno Y. 2015. Penilaian Mutu Status Sungai dengan Indikator

Makrozoobentos. Pena Nusantara: Jember.

Sumatera Barat Pada Habitat Ex-Situ. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V:

712-722. Pusat Penelitian Limnologi Lipi, Bogor.

Yule C M and Sen Y H. 2004. Freshwater Invertebrates of The Malaysian Region.

(Malaysia : Universiti Sains Malaysia)

Yuniarti, I., Sulastri, Dan Sutrisno. 2010. Jaring-Jaring Makanan Di Danau

Maninjau. Proc Of Seminar Nasional Limnologi V 135―144.

Page 267: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

257

Biosorpsi Perifiton terhadap Ion Pb2+ dan Ni2+

Evi Susanti1, Fajar Sumi Lestari2, Nofdianto1

Pusat Penelitian Limnologi – LIPI

Komplek CSC-BG LIPI Jalan Jakarta-Bogor KM. 46

Email: [email protected]

Abstrak

Biosorpsi merupakan salah satu metode alternatif yang efektif dalam

mengatasi pencemaran logam berat di perairan. Penelitian ini memanfaatkan

perifiton epilithic sebagai bioakumulator ion Pb2+dan Ni2+ dengan mempelajari

pengaruh waktu, bobot biosorben, konsentrasi logam berat, kapasitas dan efisiensi

biosorpsi Pb2+dan Ni2+. Penelitian dilakukan pada skala laboratorium menggunakan

sistem kanal berliku dengan panjang 1,20 m dan lebar 1,00 m. Sistem kanal diisi

dengan air sebanyak 132 L dengan luas area perifiton sebesar 1,20 m2, kedalaman

0,09 – 0,10 m serta kecepatan arus 0,04 – 0,06 m/s. Konsentrasi Pb2+ dan Ni2+ yang

dilarutkan pada media air masing-masing sebesar 1,40 mg/L dan proses

bioakumulasi diamati selama 24 jam. Komunitas perifiton didominasi oleh jenis

Spirogyra sp berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dan pembacaan

gugus fungsi menggunakan spektrum inframerah (FTIR). Hasil penelitian

menunjukkan konsentrasi Pb2+ yang tersisa dalam air 0,05 mg/L (menyisihkan

96%) dan Ni2+ 0,03 mg/L (menyisihkan 98%). Kapasitas bioakumulasi maksimum

perifiton terhadap Pb2+ sebesar 1,97 mg/g dan Ni2+ sebesar 1,92 mg/g. Kinetika

sorpsi Pb2+dan Ni2+ mengikuti persamaan orde kedua semu masing-masing dengan

nilai k2 = 4,510-3 g.mg-1.menit-1 dan 2,2610-2 g.mg-1.menit-1 dengan koefisien

determinasi (R2) keduanya sebesar 0,971. Penelitian ini menunjukkan bahwa

perifiton memiliki potensi sebagai bioakumulator ion Pb2+dan Ni2+ pada suatu

perairan lotik.

Kata kunci: bioakumulasi, perifiton, Pb2+, Ni2+, lotik

Pendahuluan

Keberadaan logam berat di lingkungan perairan semakin meningkat sejalan

dengan perkembangan industri. Beberapa logam berat berada pada konsentrasi

yang melampaui ambang batas sehingga dapat membahayakan ekosistem perairan

dan kesehatan manusia. Kawasan perairan sering kali tercemar logam berat timbal

(Pb) dan nikel (Ni) yang berasal dari buangan industri. Beberapa metode fisika-

kimia telah diuji untuk mengatasi pencemaran logam berat tersebut, di antaranya

presipitasi kimia, osmosis balik, pertukaran ion dan bioreduksi (Cabuk et al., 2005),

namun membutuhkan biaya yang relatif mahal, tidak efisien atau kapasitas

adsorpsinya rendah. Pengembangan beberapa metode alternatif telah dilakukan

dengan menggunakan metode biosorpsi. Biosorpsi dapat didefinisikan sebagai

kemampuan makhluk hidup dalam mengikat atau menjerap senyawa logam maupun

limbah lainnya pada permukaan dinding selnya (Gadd, 1990; Chojnacka &

Page 268: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

258

Katarzyna, 2009). Biosorpsi terbukti cukup efektif, ekonomis dan ramah

lingkungan dalam memindahkan ion logam dari media yang tercemari (Volesky,

1990). Salah satu biomassa yang dapat digunakan sebagai biosorben adalah

perifiton yang keberadaannya melimpah di perairan tropis Indonesia. Perifiton telah

dimanfaatkan dalam berbagai pengolahan limbah dan bioremediasi.

Perifiton merupakan organisme yang tumbuh atau menempel pada substrat

padat di bawah air, tetapi tidak melakukan penetrasi ke dalam substrat tersebut, dan

dikendalikan oleh energi cahaya untuk fotosintesis (Susanti & Nofdianto, 2014).

Secara alami, perifiton bersifat tetap dan menempel pada substrat cenderung lebih

banyak menerima polutan dari area tersebut dibandingkan dengan biota air lainnya.

Perifiton dapat menjadi akumulator penting dari logam berat (Newman &

McIntosh, 1989). Pemanfaatan perifiton sebagai biosorben logam berat dalam

pengelolaan sumber daya air menjadi sangat penting dan strategis.

Mekanisme penyerapan logam berat menggunakan biomassa ini bersifat

pasif dengan membentuk ikatan fisiko-kimia antara ion logam berat dan permukaan

sorben seperti mineral organik, karbon aktif ataupun biomassa (Susanti &

Nofdianto, 2014). Ekspresi deskripsif dan korelasi data kinetika diuji dan dipantau

menggunakan model kinetika pseudo-first order (orde pertama semu) dan pseudo-

second order (orde kedua semu) (Ho & McKay, 1999; Ho, 2006). Kegiatan

penelitian bertujuan untuk mempelajari potensi dan kapasitas perifiton epilithic

sebagai bioakumulator ion Pb2+ dan Ni2+ pada perairan lotik menggunakan sistem

kanal artifisial. Pengamatan meliputi waktu kontak, bobot biosorben dan

konsentrasi logam berat terhadap kapasitas dan efisiensi biosorpsi.

Bahan dan Metode

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah perifiton, HNO3 65%, larutan standar

Pb 1000 mg/L, larutan standar Ni 1000 mg/L, larutan NPK 2 mg/L dan air

deionisasi. Alat yang digunakan antara lain spektrofotometer serapan atom

(Graphite Furnace – Atomic Absorption Spectrophotometer, AAS) Hitachi Z2000,

Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) Shimadzu IRPrestige-

21, mikroskop Nikon Diaphot 300, neraca analitik, penyaring vakum, oven,

lempeng pemanas dan alat-alat kaca di laboratorium.

Page 269: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

259

Metode Penelitian

Penelitian meliputi beberapa tahapan diantaranya pembuatan sistem kanal,

kolonisasi perifiton, pembuatan larutan tunggal ion Pb2+ dan Ni2+, bioakumulasi ion

logam oleh perifiton, analisis laju kinetika sorpsi dan analisis struktur.

Pembuatan Sistem Kanal

Sistem kanal dirancang menyerupai kondisi perairan lotik (mengalir) pada

kondisi stabil dan pada periode waktu yang pendek (Gambar 1). Sistem kanal yang

digunakan merupakan kolam berliku berbahan akrilik dengan dimensi panjang 1,20

m dan lebar 1,00 m. Kolam sistem kanal diisi dengan air sebanyak 132 L dan luas

area perifiton 1,20 m2. Kedalaman sistem kanal berkisar 0,09 – 0,10 m dengan

kecepatan arus 0,04 – 0,06 m/s.

Gambar 1. Model kanal artifisial pengujian dengan biosorben perifiton

Page 270: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

260

Kolonisasi Perifiton

Perifiton ditumbuhkan pada sistem kanal dengan menyebar bibit perifiton

dan menambahkan larutan NPK 2 mg/L kemudian dibiarkan tumbuh melekat pada

substrat berupa batuan kali berdiameter 5 – 10 cm. Batuan ditempatkan pada sistem

kanal dan dibiarkan tumbuh hingga 1 – 2 minggu dengan asumsi bahwa kurun

waktu tersebut cukup untuk menentukan homogenitas pertumbuhan perifiton pada

lapisan lotik (Susanti & Nofdianto, 2014). Sampel perifiton yang tumbuh diambil

dan diamati di bawah mikroskop. Larutan Pb2+ dan Ni2+ dimasukkan ke dalam

sistem kanal untuk selanjutnya diuji bioakumulasinya oleh biomassa perifiton.

Pembuatan Larutan Tunggal Ion Logam

Larutan tunggal Pb2+ dan Ni2+ dibuat dengan konsentrasi masing-masing 1,4

mg/L dalam pelarut air deionisasi dari larutan standar Pb2+ dan Ni2+ 1000 mg/L.

Konsentrasi 1,4 mg/L merupakan nilai konsentrasi efektif 50% (EC50) dari Pb dan

Ni (Yap et al., 2004).

Bioakumulasi Ion Logam oleh Perifiton

Bioakumulasi ion logam oleh perifiton diamati pada periode waktu

pengamatan 0, 15, 30, 60, 120, 240, 480 dan 1.140 menit setelah pemaparan logam

untuk menentukan laju sorpsi. Sampel air dan biomassa perifiton diambil secara

acak. Sampel air didestruksi dengan HNO3 65% sesuai metode standar (APHA

1998). Biomassa perifiton yang melekat pada substrat batu disikat untuk

selanjutnya dikeringkan pada suhu 40ºC dan ditimbang bobot keringnya, kemudian

didestruksi dengan HNO3 65% sesuai metode standar (APHA 1998). Larutan

diukur menggunakan AAS pada panjang gelombang 261 nm untuk pengukuran

Pb2+dan 232 nm untuk Ni2+.

Kapasitas biosorpsi dapat dihitung dengan rumus:

𝑄 = 𝑉(𝐶awal − 𝐶akhir)

𝑚

Efisiensi biosorpsi dapat dihitung dengan rumus:

Efisiensi = 𝐶 awal − 𝐶akhir

𝐶awal× 100%

Dengan:

Q = kapasitas adsorpsi per bobot biomassa (µg/g biomassa)

V = volume larutan (mL)

Page 271: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

261

Cawal = konsentrasi awal larutan (mg/L)

Cakhir = konsentrasi akhir larutan (mg/L)

m = massa perifiton (g)

Kinetika Biosorpsi

Kinetika biosorpsi laju orde pertama semu dikemukakan oleh Lagergren

(1989) yang diacu dalam Ho et al. (2000) melalui persamaan berikut:

𝑑𝑞𝑡

𝑑𝑡 = 𝑘1(𝑞1 − 𝑞𝑡)

Untuk mendapatkan tetapan k1 dan q, persamaan di atas dapat diturunkan menjadi:

log(𝑞1 − 𝑞t) = log(𝑞1) −𝑘1

2,303 𝑡

dengan k1 adalah tetapan laju orde pertama semu (menitˉ¹), q1 adalah jumlah ion

logam yang dijerap pada kesetimbangan, dan qt adalah jumlah ion logam yang

dijerap pada permukaan adsorben pada waktu t (mg/g).

Kinetika laju orde kedua semu dievaluasi dari persamaan Ho et al. (2000) yang

dapat ditulis sebagai berikut:

𝑑𝑞t

𝑑𝑡 = 𝑘2(𝑞e − 𝑞t)2

dengan k2 adalah tetapan laju orde kedua semu (g/mgmenit), qe adalah jumlah ion

logam divalen yang diserap pada saat t (mg/g). Dengan memisahkan peubah pada

persamaan, dan mengintegrasikan persamaan pada kondisi batas t = 0 sampai t dan

qt = 0 sampai t, persamaan dapat disusun kembali menjadi bentuk linear berikut:

𝑡

𝑞t =

1

ℎ+

1

𝑞e 𝑡

dengan h (mg/g jam) adalah tetapan k2qe². Tetapan laju orde kedua (k2) dapat

ditentukan secara eksperimental dengan mengalurkan t/qt dengan t.

Analisis Struktur

Struktur perifiton dianalisis sebelum dan setelah proses sorpsi. Sampel

perifiton dikeringkan terlebih dahulu dan dicampur dengan KBr. Campuran digerus

hingga halus lalu ditekan untuk membentuk pelet. Pelet yang diperoleh dimasukkan

Page 272: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

262

ke tempat sampel dan direkam spektrum serapan inframerahnya pada panjang

gelombang 400 – 4.000 cm-1.

Hasil dan Pembahasan

Koloni Perifiton

Perifiton ditumbuhkan pada substrat batuan kali (Gambar 2a) setelah dua

minggu membentuk koloni perifiton yang berwarna hijau (Gambar 2b). Perifiton

berupa mikroalga filamen tumbuh memanjang menutupi hampir seluruh permukaan

batu dan mempunyai biomassa yang cukup padat untuk proses bioakumulasi. Suhu

pada perairan sistem kanal berkisar 25 – 35ºC dan pH berkisar 7 – 9. Konsentrasi

oksigen terlarut yang terukur berkisar 5 – 15 mg/L. Suhu dan pH optimum untuk

pertumbuhan perifiton ialah 20 – 36ºC dan 7,5 – 8,4 sedangkan suhu optimum

fotosintesis 28 – 30ºC.

Gambar 2. (a) Substrat batuan kali yang digunakan untuk penumbuhan perifiton,

(b) Koloni perifiton yang dihasilkan setelah 2 minggu.

Koloni perifiton didominasi oleh jenis alga filamen Spirogyra sp (Gambar

3a) dari kelompok Chlorophyta. Selain itu, ditemukan juga Cosmarium sp (Gambar

3b) dan diatom Navicula sp. Spirogyra merupakan alga hijau air tawar bentik

dengan pita kloroplas berbentuk spiral (Lee & Chang, 2011). Dinding sel alga

terdiri atas selulosa, asam alginat, dan mengandung polisakarida sulfat yang

semuanya memiliki sifat pertukaran ion (Loukido et al., 2004; Turker & Baytak,

2004). Polimer ini memiliki berbagai gugus fungsi yang dapat bertindak sebagai

tapak pengikatan ion logam.

(a)

N

ofi

da

nt

o

(b))

Nof

ida

nto

Page 273: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

263

Gambar 3. Koloni perifiton jenis: (a) Spirogyra sp dan (b) Cosmarium sp

Bioakumulasi Ion Logam oleh Perifton

Hubungan konsentrasi ion Pb2+ dan Ni2+ terlarut di perairan terhadap waktu

kontak dapat dilihat pada Gambar 4a. Mekanisme sorpsi ion logam pada alga

mengikuti 2 fase; fase pertama metabolisme cepat dengan adsorpsi pada dinding sel

dan permukaan luar, dan fase kedua berupa metabolisme yang berlangsung lambat

bpengangkutan melintasi membran sel (Bere & Tundisi, 2012). Pada perifiton yang

didominasi Spirogyra ini, sorpsi cepat ion Pb2+ terjadi pada 60 menit pertama dan

Ni2+ terjadi pada 120 menit pertama. Adsorpsi pada menit ke 60 dan 120 menit

tersebut, konsentrasi Pb dan Ni yang tersisa dalam air sebesar 0,59 mg/L dan 0,76

mg/L. Nilai ini mengindikasikan bahwa Pb dan Ni telah terjerap lebih dari 50%

dalam 60 dan 120 menit. Pada adsorpsi cepat terjadi pertukaran ion (adsorpsi fisis)

pada permukaan dinding sel perifiton.

(a) (b)

Page 274: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

264

Gambar 4. Penurunan konsentrasi Pb dan Ni di air (a) dan konsentrasi Pb dan Ni

yang terjerap biomassa perifiton (b)

Laju adsorpsi kedua terjadi hingga waktu kontak mencapai 4 jam, Pb dan

Ni terjerap hingga 85% dari adsorpsi keseluruhan, konsentrasi Pb dan Ni yang

tersisa dalam air berturut-turut 0,20 dan 0,15 mg/L. Selanjutnya laju adsorpsi mulai

konstan menuju keadaan setimbang. Jari-jari Pb (0,175 nm) yang lebih besar

daripada Ni (0,072 nm) menyebabkan pada awal adsorpsi Pb lebih cepat terjerap

sehingga tapak aktif di permukaan adsorben lebih cepat jenuh. Pada fase

selanjutnya terjadi adsorpsi lambat yang melibatkan mekanisme lainnya, seperti

0,0

0,3

0,6

0,9

1,2

1,5

0 240 480 720 960 1200 1440

[Pb

] &

[N

i] d

i A

ir (

mg

/L)

t, menit

(a)

0

2

4

6

8

10

12

0 240 480 720 960 1200 1440

[Pb

] &

[N

i] p

ad

a P

erif

ito

n (

mg

/Kg

)

t, menit

(b)

Page 275: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

265

kejenuhan pada tapak aktif, kompleksasi atau mikro-presipitasi (Lee & Chang,

2011; Onyancha et al., 2008). Setelah 24 jam proses adsorpsi, konsentrasi Pb2+

dalam air 0,05 mg/L dan Ni2+ 0,03 mg/L. Konsentrasi Pb tersebut belum memenuhi

baku mutu kelas air golongan C sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.

115 Tahun 2003, yaitu 0,03 mg/L sedangkan untuk Ni belum ada standar nilai baku

mutu.

Konsentrasi Pb dan Ni yang terjerap biomassa perifiton mengalami

peningkatan seiring dengan bertambahnya waktu (Gambar 4b). Komposisi jenis

perifiton sangat mempengaruhi kemampuan pengikatan logam di perairan yang

disebabkan oleh perbedaan sifat permukaan selnya, khususnya dinding sel.

Permukaan sel merupakan tempat utama pengikatan ion logam pada alga, dan

logam yang terikat di permukaan seringkali jauh melebihi logam yang terakumulasi

dalam kompartemen intraselular (Andrade et al., 2005; Mehta & Gaur, 2005).

Permukaan sel memiliki gugus fungsi yang berbeda seperti hidroksil, fosfat, amino,

aldehida, sulfidril, dan karboksil, dengan afinitas yang beragam dalam mengikat

logam (Pavasant et al., 2006).

Kinetika Biosorpsi

Hasil pengujian menggunakan model kinetika orde satu dan dua semu

terhadap biosorpsi ion Pb2+ dan Ni2+ dalam perifiton menunjukkan hasil yang

mengikuti persamaan orde kedua semu, ditunjukkan dengan nilai koefisien

determinasi (R2) yang tinggi sebesar 0,971 (Gambar 6). Alur linear proses sorpsi ini

dapat digambarkan sebagai kemisorpsi (Ho et. al., 2000). Nilai tetapan laju adsorpsi

orde kedua semu (k2) untuk Pb2+ dan Ni2+ berturut-turut sebesar 4,516 10-3 dan

2,259 10-2 g.mg-1.menit-1, yang menunjukkan kemampuan interaksi Ni dengan

perifiton lebih cepat dibandingkan dengan Pb (Gupta & Bhattacharyya, 2008).

Page 276: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

266

Gambar 5. Kapasitas biosorpsi (a) dan efisiensi biosorpsi ion Pb2+ dan Ni2+ (b)

Nilai kapasitas biosorpsi berbanding lurus dengan konsentrasi logam pada

biomassa. Biosorpsi dilakukan pada pH media sekitar 7 – 8 yang merupakan pH

optimum proses biosorpsi (Sing & Yu, 1998). Kapasitas biosorpsi maksimum

(Qmaks) Pb ialah 1,97 mg/g dan Ni 1,92 mg/g, sedangkan nilai efisiensi biosorpsi Pb

96,43% dan Ni 97,86% (Gambar 5).

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

0 240 480 720 960 1200 1440

Ka

pa

sita

s B

ioso

rpsi

(Q

)

t, menit

Pb Ni

(a)

0

20

40

60

80

100

120

0 240 480 720 960 1200 1440

Efi

sien

si (

%)

t, menit

Pb Ni

(b)

Page 277: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

267

Gambar 6. Model kinetika orde kedua semu adsorpsi ion Pb2+ dan Ni2+ pada

perifiton

Tabel 1. Kinetika reaksi pada adsorpsi Pb dan Ni oleh perifiton

Logam

Kinetika

model orde pertama semu

Kinetika

model orde kedua semu

k1 (menit-

1)

qe

(mg/g) R2

k2

(10-3

g/mgmenit)

qe

(g/mg) R2

Pb -0,052 1,454 0,701 4,516 2,577 0,971

Ni -0,085 3,796 0,330 22,589 0,541 0,971

t/qt = 0.3888t + 33.343

R² = 0.971

t/qt = 1.8484t + 151.27

R² = 0.971

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

0 240 480 720 960 1200 1440

t/q

t

t, menit

Pb Ni

Page 278: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

268

Spektrum FTIR

Spektrum FTIR sebelum proses adsorpsi (Gambar 7b) menunjukkan

kemiripan dengan spektrum FTIR Spirogyra (Gambar 7a). Spektrum FTIR

Spirogyra menunjukkan gugus fungsi O – H dan N – H pada bilangan gelombang

3622 cm-1 dan 3333 cm-1, C – H pada 2925 cm-1, C – C pada 2360 cm-1, C = O

pada 1656 cm-1, dan C – O pada 1038 cm-1 (Onyancha et al., 2008). Spektrum FTIR

perifiton sesudah adsorpsi Pb (Gambar 7c), dan sesudah adsorpsi Ni (Gambar 7d)

menunjukkan gugus fungsi yang merespon dibandingkan sebelum proses adsorpsi

(Gambar 7b).

Gambar 7. Spektrum FTIR Spirogyra (Onyancha et al. 2008) (a); perifiton sebelum

adsorpsi logam (b); perifiton sesudah adsorpsi Pb2+ (c); perifiton sesudah adsorpsi

logam Ni2+ (d)

Tabel 2. Perbandingan spektrum IR perifiton sebelum dan sesudah adsorpsi Pb2+

dan Ni2+

Bilangan gelombang serapan (cmˉ¹)

Ikatan kimia Perifiton

sebelum

adsorpsi

Perifiton

sesudah

adsorpsi

Spirogyra

(Onyancha et al.

2008)

– – 3622 O–H bebas

3339 3420 3341 ulur O–H

Page 279: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

269

2926 – 2925 ulur C–H

– – 2360 –CC– rangkap 3

1654 1653 1656 ulur C=O

1424 1424 – tekuk C–H

1036 1037 1038 ulur C–O

875 – – scissoring C–N–S

Perbandingan spektrum IR perifiton sebelum dan sesudah adsorpsi Pb2+ dan

Ni2+ oleh perifiton Spirogyra selengkapnya diberikan di Tabel 2. Berdasarkan data

pada tabel tersebut hidroksil (O–H) merupakan gugus fungsional yang paling

menunjukkan interaksi terhadap adsorpsi Pb2+ dan Ni2+ oleh perifiton Spirogyra.

Perubahan komposisi dan kelimpahan spesies perifiton akan mengalami

perubahan pada saat terjadinya peningkatan konsentrasi Pb2+ dan Ni2+ yang terlarut

di suatu perairan. Hal ini menunjukkan kegunaan komunitas perifiton dalam

mengidentifikasi tinggi atau rendahnya konsentrasi logam di perairan tersebut.

Perifiton dapat menjadi bioindikator potensial untuk pencemaran logam di perairan

yang sama baiknya dengan pengukuran logam dalam sedimen dan padatan

tersuspensi (Fuchs et al., 1996).

Kesimpulan

Perifiton berpotensi sebagai biosorben Pb dan Ni. Kapasitas biosorpsi

maksimum untuk Pb sebesar 1,97 mg/g dan logam Ni 1,92 mg/g. Kinetika biosorpsi

Pb2+ dan Ni2+ mengikuti persamaan reaksi orde kedua semu dengan nilai k2 =

4,51610-3 g.mg-1.menit-1 untuk Pb dan nilai k2 = 2,25910-2 g.mg-1.menit-1 untuk

logam Ni. Nilai koefisien determinasi (R2) masing-masing 0,971.

Referensi

American Public Health Association. 1998. Standard Method for The Examination

of Water and Wastewater. Ed ke-20. Washington: America Water Works

Association and Water Polution Control Federation.

Andrade AD, Rollemberg MCE, Nobrega JA. 2005. Proton and metal binding

capacity of the green freshwater alga Chaetophora elegans. Process

Biochem 40:1931-1936.

Bere T, Tundisi JG. 2012. Effects of cadmium stress and sorption kinetics on

tropical freshwater periphytic communities in indoor mesocosm

experiments. Sci Environ 432:103-112.

Page 280: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

270

Bere T, Chia MA, Tundisi JG. 2012. Effects of Cr III and Pb on the bioaccumulation

and toxicity of Cd in tropical periphyton communities: implications of

pulsed metal exposures. Environ Poll. 163:184-191.

Cabuk A, Ilhan S, Fluk C, Caliskan F. 2005. Pb2+ biosorption by pretreated fungal

biomass. Turk J Biol 29:23-28.

Chojnacka, K. 2009. Biosorption and bioaccumulation in practice. New York. Nova

Science Publisher, Inc.

Fuchs S, Haritopoulou T, Wilhelmi M. 1996. Biofilms in freshwater ecosystems

and their use as a pollutant monitor. Water Sci Technol 34:137-140.

Gadd, G.M. 1990. Biosorption, Chemistry, and Industry Society. Journal of

Chemical Industry A13, 421-426.

Gupta SS, Bhattacharayya GK. 2008. Immobilization of Pb(II), Cd(II), Ni(II) ions

on kaolinite and montmorillonite surfaces from aqueous medium. J Environ

Manag 87:46-58.

Ho YS, Mc Kay G, Wase DAJ, Forster CF. 2000. Study of sorption of divalent

metal ions onto peat. Adsorp Sci Technol 18:639-650.

Lee YC, Chang SP. 2011. The biosorption of heavy metals from aqueous solution

by Spirogyra and Cladophora filamentous macroalgae. Biores Technol

102:5297-5304.

Loukidou MX, Zouboulis AI, Karapantsios TD, Matis KA. 2004. Equilibrium and

kinetic modeling of chromium(VI) biosorption by Aeromonas caviae. Coll

Surf 242:93-104.

Mehta SK, Gaur JP. 2005. Use of algae for removing heavy metals ions from

wastewater: progress and prospect. Crit Rev Biotechnol 25:113-152.

Susanti E. & Nofdianto. 2014. Model kinetika “pseudo-second order” untuk

penyerapan Ion Cr6+ dari media air ke biomassa perifiton. Limnotek Vol

21(1): 95-102.

Onyancha D et al. 2008. Studies of chromium removal from tannery wastewaters

by green algae biosorbent, Spirogyra condensata and Rhizoclonium

hieroglyphicum. J Hazard Mat 158:605-614.

Pavasant P et al. 2006. Biosorption of Cu2+, Cd2+, Pb2+, and Zn2+ using dried marine

green macroalga Caulerpa lentillifera. Biores Technol 97:2321-2329.

Sing C, Yu J. 1998. Copper adsorption and removal from water by living mycelium

of white-rot fungus Phanerochaete chrysosporium. Water Res 32:2746-

2752.

Turker A, Baytak S. 2004. Use of Escherichia coli immobilized on amberlite XAD-

4 as a solid-phase extractor for metal preconcentration and determination by

atomic absorption spectroscopy. Anal Sci 20:329-334.

Volesky B. 1990. Biosorption and biosorbents. Di dalam: Biosorption of Heavy

Metals, editor. Florida: CRC Pr.

Yap CK, Ismail A, Omar H, Tan SG. 2004. Toxicities and tolerances of Cd, Cu, Pb,

and Zn in a primary producer (Isochrysis galbana) and in a primary

consumer (Perrna viridis). Environ Int 9:1097-1104.

Page 281: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

271

Ikan Batak: Klarifikasi Jenis Dan Upaya Konservasi

Sekar Larashati*, Mey Ristanti Widoretno

Puslit Limnologi-LIPI, Jl, Jakarta-Bogor Km 46, 16911, Cibinong, Jawa Barat

*Email: [email protected]

Abstrak

Masyarakat Sumatra Utara memanfaatkan ikan yang disebut sebagai ihan

atau ikan batak sebagai sajian dalam upacara adatnya. Saat ini, ikan yang sakral

tersebut jarang dijumpai di Danau Toba dan biasanya hanya ditemukan di sungai-

sungai yang mengalir ke danau. Beberapa literatur menyebutkan bahwa ihan yang

asli bernama ilmiah Neolissochilus thienemanni. Marga Neolissochilus memiliki

beberapa jenis dan morfologinya mirip dengan kerabatnya yaitu Tor. Kedua marga

tersebut merupakan ikan yang populer di dunia dengan sebutan mahseer dan

dilaporkan telah banyak mengalami penurunan populasi di alam sehingga

diperlukan upaya untuk mempertahankan kelestariannya di alam. Tulisan ini

memaparkan persepsi masyarakat sekitar Danau Toba mengenai jenis yang disebut

sebagai ikan batak atau ihan saat ini, status konservasinya berdasarkan IUCN, serta

upaya konservasi ikan batak yang dilakukan.

Kata kunci: ikan batak, ihan, Neolissochilus, Tor, konservasi

Pendahuluan

Ikan batak atau ihan merupakan ikan yang bernilai sakral bagi masyarakat

Sumatra Utara. Ikan tersebut banyak disajikan dalam berbagai upacara adat seperti

saat acara pernikahan dan menyambut kelahiran. Selain itu ikan batak juga

dipercaya bisa menyembuhkan penyakit. Tidak hanya di Sumatra Utara, kelompok

ikan batak ini juga bernilai sosial budaya tinggi di beberapa tempat di Indonesia

maupun di negara lain seperti di India (Nautiyal et al., 2015; Ali et al., 2014).

Di Indonesia, terdapat beberapa nama lokal untuk ikan yang sejenis atau

satu kelompok dengan ikan batak tersebut. Nama ilmiah untuk ikan batak ini

merujuk kepada jenis-jenis yang berbeda. Beberapa orang menyebut ikan batak dari

jenis Tor soro. Kottelat et al. (1993) menyebutkan bahwa Tor soro adalah jenis

yang bernilai penting bagi masyarakat Batak di Sumatra Utara yang banyak

digunakan untuk upacara adat. Penamaan T. soro kemudian direvisi oleh Kottelat

(2013) menjadi Neolissochilus soro. Salah satu marga Neolissochilus yaitu N.

thienemanni dinyatakan sebagai ikan yang endemik Danau Toba dan disebutkan

dalam beberapa literatur sebagai ikan batak yang bernilai sakral tersebut (Haryono

Page 282: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

272

& Tjakrawidjaja, 2006; Syafei, 2005; Kottelat et al., 1993). Tor soro dianggap

menggantikan N. thienemanni yang sudah sulit ditemukan di habitat alaminya untuk

sajian upacara adat Batak (Haryono & Tjakrawidjaja, 2006).

Jika ikan batak hanya mengacu kepada N. thienemanni maka ikan batak bisa

dikatakan sebagai ikan yang berstatus rentan terhadap kepunahan (World

Conservation Monitoring Center, 1996). Jenis lain yang disebut sebagai ikan batak

seperti N. soro memiliki area sebaran yang tidak terbatas hanya di perairan darat

alami Sumatra Utara, namun juga dibeberapa wilayah Sumatra kemudian di Jawa,

Malaysia, Birma, Thailand, dan Indocina (Kottelat et al., 1993). Meskipun tidak

berstatus rentan kepunahan, populasi N. soro di habitat alaminya semakin

berkurang karena kerusakan habitat, pencemaran air, dan eksploitasi secara tidak

bijaksana (Kottelat et al., 1993).

Saat ini, masyarakat Batak masih menangkap ikan yang mereka anggap

sakral tersebut di sungai-sungai . Bagaimana masyarakat Batak mengenali ikan

batak atau ihan merupakan informasi yang penting untuk penamaan ilmiah yang

tepat bagi ikan tersebut sehingga dapat ditentukan langkah-langkah

pengelolaannya. Marga Tor dan Neolissochilus secara sekilas memiliki kemiripan

baik di antara jenis dalam satu marga atau antar kedua marga tersebut sehingga ada

kemungkinan bahwa ikan yang dikenali oleh masyarakat lokal sebagai ikan batak

terdiri dari dua marga tersebut. Kajian literatur ini bertujuan untuk mengetahui

persepsi masyarakat sekitar Danau Toba dalam mengenali jenis yang disebut

sebagai ikan batak atau ihan sebagai dasar untuk menentukan ikan batak yang

sebenarnya serta langkah-langkah pengelolannya. Selain itu, status konservasi dari

marga Tor dan Neolissochilus serta upaya konservasi yang dilakukan terhadap ikan

dari kedua marga tersebut yang ada di Indonesia dipaparkan juga dalam tulisan ini.

Jenis-jenis ikan batak yang dikenali oleh masyarakat sekitar Danau Toba

Ikan yang didapat oleh penduduk lokal baik yang ditangkap dari Sungai

maupun diperoleh dari lokasi lain dan disebut sebagai ikan batak terdiri dari dua

marga yaitu Neolissochilus dan Tor. Beberapa sungai di Kabupaten Samosir yang

mengalir ke Danau Toba seperti Sungai Tulas dan Bonan Dolok menjadi habitat

ikan batak. Jenis ikan N. cf sumatranus ditemukan di Sungai Tulas (Larashati &

Page 283: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

273

Widoretno, 2015) dan Bonan Dolok. Dari Sungai Bonan Dolok, selain N.

sumatranus juga didapat T. douronensis (Larashati et al., 2019).

Dalam survei penelitian oleh Larashati et al. (2019) dan Larashati &

Widoretno (2015), penduduk lokal meyakini ikan-ikan tersebut adalah ikan batak.

Kemiripan bentuk tubuh dan penampilan marga Neolissochilus dan Tor sering

membuat orang mengira mereka adalah kelompok ikan yang sama, namun marga

Neolissochilus memiliki ciri yang bisa dibedakan dari Tor yaitu adanya tubus di

bagian moncong dan tidak adanya cuping di bagian bibir bawah (Kottelat et al.,

1993; Weber & de Beaufort, 1916) (Gambar 1).

Gambar 1. Perbedaan morfologi marga Neolissochilus dan Tor. Neolissochilus

memiliki tubus di bagian moncong (A) dan tidak ada cuping di bibir bawah (B).

Tor tidak memiliki tubus (bitnik atau titik yang keras) (C) dan terdapat cuping di

bibir bawah dengan panjang yang bervariasi antar spesiesnya (D).

Berdasarkan Kottelat et al. (1993), N. sumatranus terdistribusi hanya di

wilayah Sumatra. Namun informasi sebaran N. sumatranus berdasarkan referensi

ilmiah yang bisa diakses masih terbatas di sungai yang berlokasi di Sumatra Utara

(Roesma et al., 2016; Larashati & Widoretno, 2015; Barus et al., 2014;

Simanjuntak, 2012). Jenis lain dari marga Neolissochilus di Indonesia juga hidup

Neolissochilus

Tor

A B

C D

Page 284: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

274

di perairan darat Sumatra, seperti N. thienemanni, N. soro, dan N. longipinnis

(Kottelat et al., 1993). Neolissochilus thienemanni dimasukkan sebagai jenis satwa

yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan

Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018.

Tor douronensis selain ditemukan di Sungai Bonan Dolok Kabupaten

Samosir juga di sungai lain di Sumatra Utara seperti di S. Asahan, S. Batang Toru,

dan lokasi sungai lainnya (Roesma et al., 2016; Lumbantoruan, 2013). Jenis-jenis

lainnya dari marga Tor yaitu T. tambra dan T. tambroides juga tersebar di beberapa

sungai di Sumatra Utara (Desrita et al., 2018; Roesma et al., 2016).

Status konservasi ikan batak (Neolissochilus spp. dan Tor spp.) berdasarkan

International Union for Conservation of Nature (IUCN)

Status konservasi marga Neolissochilus dan Tor di Indonesia berdasarkan

Daftar Merah IUCN (The IUCN Red List) ditampilkan dalam tabel 1.

Tabel 1. Status konservasi ikan marga Neolissochilus dan Tor yang hidup di

perairan darat Indonesia berdasarkan IUCN

Nama Jenis Status konservasi berdasarkan IUCN

Neolissochilus thienemanni Rentan kepunahan/vulnerable (V)

Neolissochilus sumatranus Tidak dievaluasi/not evaluated (NE)

Neolissochilus soro Tidak dievaluasi/not evaluated (NE)

Neolissochilus longipinnis Tidak dievaluasi/not evaluated (NE)

Tor douronensis Tidak dievaluasi/not evaluated (NE)

Tor tambra Data kurang/data deficient (DD)

Tor tambroides Data kurang/data deficient (DD)

Sejak sepuluh tahun terakhir hanya terdapat satu publikasi oleh Rachmad et

al. (2019) yang mengkaji aspek biologi ikan batak N. thienemanni yang diperoleh

dari sungai di Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Dairi. Namun dalam publikasinya tersebut tidak dilakukan identifikasi terhadap

sampel ikan yang didapat sehingga tidak dapat dipastikan secara ilmiah jenis yang

diperoleh adalah benar N. thienemanni dan penamaan ilmiah jenis sampel ikan

Page 285: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

275

tersebut kemungkinan hanya berdasarkan asumsi penulis. Koleksi spesimen jenis

ini tidak tersimpan di institusi manapun di Indonesia. Holotipe jenis tersebut

tersimpan di Museum für Naturkunde, Berlin, Jerman (Kottelat, 2013). Status

konservasi N. thienemanni perlu ditinjau kembali untuk mengetahui kemungkinan

adanya perubahan kategori dalam Daftar Merah IUCN.

Disebutkan oleh Kottelat et al. (1993) bahwa taksonomi marga

Neolissochilus dan Tor masih membingungkan. Tor tambra dan T. tambroides

masih diperdebatkan apakah berada dalam jenis yang sama, karena T. tambroides

dari Malaysia secara genetik sama dengan T. tambra dari Jawa namun T.

tambroides dari Sumatra secara genetik berbeda dengan T. tambra dari Jawa dan

Semenanjung Malaysia (Walton et al., 2017). Karena ketidakpastian taksonomi

tersebut, status konservasi T. tambra dan T. tambroides dikategorikan sebagai data

kurang/data deficient (Kottelat et al., 2018a; Kottelat et al., 2018b).

Jenis-jenis yang dikategorikan sebagai tidak dievaluasi/not evaluated

kemungkinan besar juga karena posisi taksonominya yang masih rancu. Tor

douronensis disebutkan sebagai sinonim T. tambra (Pinder et al., 2019; Kottelat et

al., 2013), namun dalam melakukan identifikasi para peneliti masih mengacu

kepada Kottelat et al., (1993) yang menyebutkan T. douronensis adalah jenis

tersendiri. Jenis-jenis Neolissochilus pun taksonominya perlu dievaluasi kembali.

Secara genetik, N. sumatranus sama dengan N. soroides, yaitu jenis yang ditemukan

di Semenanjung Malaysia (Larashati et al., 2019; Larashati & Widoretno, 2015).

Hasil tersebut mendukung Robert dan Khaironizam (2005) yang menyatakan

bahwa N. sumatranus adalah sinonim junior dari N. soroides.

Upaya perlindungan ikan batak

Neolissochilus dan Tor di Indonesia dilaporkan mengalami penurunan

populasi di habitat alaminya karena eksploitasi yang berlebihan serta aktivitas

antropogenik seperti modifikasi fisik sungai, penggundulan hutan, dan penggunaan

lahan untuk pertanian (Kottelat et al., 2018a; Kottelat et al., 2018b; Kottelat et al.,

1993). Upaya perlindungan ikan batak yang tepat diperlukan untuk

mempertahankan populasinya di alam dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Page 286: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

276

Perlindungan di luar habitat alaminya melalui domestikasi telah dilakukan

oleh lembaga penelitian, masyarakat, dan swasta. Upaya domestikasi ikan kancra

(kemungkinan adalah Neolissochilus soro) di Kuningan dilakukan oleh Lukman et

al. (2002) dengan membuat habitat buatan ikan kancra yang mengadopsi habitat

alami kolam Darmaloka. Neolissochilus soro asal Jawa Barat dan Sumatra Utara

telah didomestikasi oleh Balai Riset Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan

Perikanan (BRBATPP) dan pelepasan hasil domestikasinya berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Perikanan Nomor: KEP.66/MEN/2011 (Gustiano et al. 2013;

Subagja dan Juli, 2014).

Nilai ekonomis ikan batak N. soro cukup tinggi, di pasaran harganya per

kilogram bisa mencapai Rp800.000,00 sampai Rp2.000.000,00 (Anonim, 2018).

Peluang pasar tidak hanya lokal tapi juga diekspor untuk memenuhi permintaan

beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Jepang, dan Cina. Untuk mendukung

kegiatan budidaya ikan tersebut, didirikan Perkumpulan Pengusaha Ikan Mahseer

Indonesia (PPIMI). Mahseer adalah nama populer di dunia untuk marga

Neolissochilus dan Tor (Nguyen et al., 2008). Perkumpuan pengusaha mahseer

tersebut tidak hanya mendukung kegiatan dalam budidaya (pembesaran sampai ke

pemasaran) tapi juga untuk pelestarian di alam (Anonim, 2018).

Upaya pelestarian di habitat alaminya telah dilakukan oleh penduduk lokal

berdasarkan kepercayaan secara turun-menurun di masyarakat yang menjadi suatu

kearifan tradisional. Di Sungai Bonan Dolok Kabupaten Samosir terdapat aturan

untuk tidak menangkap ikan batak secara terus menerus dan jika dilakukan akan

mendapat musibah. Untuk menangkapnya dilakukan ritual di pinggir sungai. Selain

itu, di Desa Bonan Dolok kecamatan Balige Kabupaten Tobasa, terdapat embung

yang didiami oleh ikan batak yang pantang ditangkap (Siagian, 2016). Anggapan

keramat terhadap marga Neolissochilus dan Tor juga terdapat di beberapa daerah

lain di Indonesia seperti di Jawa Barat (Cibulan, Cigugur, Darma Loka, Linggar

Jati, dan Pasawahan), Jawa Timur (Blitar), dan Sumatra Barat (Pariaman)

(Haryono, 2017). Tidak hanya di Indonesia, di negara lain seperti India juga

mengkeramatkan ikan tersebut (Pinder et al., 2019).

Konservasi ikan batak berdasarkan kepercayaan turun temurun dan aturan

adat ada di beberapa wilayah di Indonesia. Namun belum ada kawasan konservasi

Page 287: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

277

yang ditetapkan oleh aturan pemerintah di perairan sekitar Danau Toba (Amri et

al., 2009). Beberapa kajian limnologi telah dilakukan untuk mengevaluasi kawasan

yang berpotensi sebagai suaka perikanan atau konservasi perikanan di perairan

sekitar Danau Toba. Hasil kajian tersebut diharapkan dapat menjadi informasi dasar

bagi Pemerintah Daerah setempat untuk pengembangan kawasan konservasi.

Nasution et al., (2013) telah mengidentifikasi 11 stasiun yang berpotensi sebagai

suaka perikanan berdasarkan kondisi kualitas air dan lingkungan sekitar stasiun

pengamatan. Larashati & Ridwansyah (2017) kemudian melakukan survei ke

beberapa sungai di Kabupaten Samosir yang menjadi habitat ikan batak dan

mengusulkan Sungai Bonan Dolok Kab Samosir (Gambar 2) sebagai area yang

berpotensi untuk konservasi ikan batak karena aliran air sungai yang permanen,

sebagian besar wilayahnya masih hutan alami, dan terdapat kearifan lokal berkaitan

dengan pemeliharaan lingkungan termasuk penangkapan ikan batak. Kajian lebih

lanjut di Sungai Bonan Dolok dilakukan untuk aspek biologi beberapa biota,

kualitas air dan sedimen, serta karakteristik hidromorfologi sungai (Larashati et al.,

2019).

Gambar 2. Sungai Bonan Dolok dan air terjunnya yang bernama Sitapigagan

sebagai habitat ikan batak.

Kesimpulan dan Saran

Masyarakat sekitar Danau Toba menangkap ikan batak yang berasal dari

marga Neolissochilus dan Tor, sehingga penamaan ikan batak merujuk kepada

kedua marga tersebut. Posisi taksonomi jenis-jenis dari marga Neolissochilus dan

Tor masih belum jelas sehingga kajian genetik dan morfologi yang mendalam

diperlukan untuk konfirmasi posisi taksonomi, mengetahui sebaran geografisnya

Page 288: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

278

secara tepat, dan status populasi jenis-jenis tersebut. Kejelasan dari aspek biologi

ikan marga Neolissochilus dan Tor ini dapat memperbarui status konservasi dalam

daftar merah IUCN. Upaya konservasi ikan batak dengan restoking ikan hasil

domestikasi harus memperhatikan berbagai aspek agar tidak menghilangkan

keragaman genetik yang bisa menurunkan kemampuan adaptasi suatu populasi

terhadap perubahan lingkungan. Penetapan suaka perikanan atau kawasan

konservasi harus berdasarkan kajian penelitian dan melibatkan pemangku

kepentingan terkait seperti pemerintah daerah dan masyarakat lokal.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada masyarakat sekitar Danau Toba

khususnya Bapak Huntal Wiro Sagala dari Desa Bonan Dolok dan tim peneliti

Limnologi LIPI atas kerjasamanya selama penelitian di perairan sekitar Danau

Toba.

Referensi

Anonim. 2018. Mahseer, Prof.Dr.Ir.Endi Setiadi Kartamihardja MSc: Garap

peluang budidaya ikan mahseer. http://www.trobos.com/detail-

berita/2018/02/15/9887/prof-dr-ir-endi-setiadi-kartamihardja-msc-garap-

peluang-budidaya-ikan-mahseer, diakses 4 September 2018

Amri, K., A. Suman, dan C. Umar. 2009. Status kawasan konservasi perikanan

perairan umum daratan di beberapa lokasi Pulau Sumatera. BAWAL, 2 (5):

199-208

Destrita, I.S. Tamba, A. Muhtadi, J. Ariyanti, dan R. Leidonald. Diversity and

habitat condition of Tor Fish (Tor spp.) in the upstream of Wampu Waters,

North Sumatra, Indonesia. IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 260 012102

Haryono. 2017. Beberapa jenis ikan keramat di Indonesia. Warta Iktiologi, 1(1): 7–

13.

Haryono dan A. H. Tjakrawidjaja. 2006. Morphological study for identification

improvement of tambra fish ( Tor spp .: Cyprinidae ) from Indonesia.

Biodiversitas, 7(1): 59–62. http://doi.org/10.13057/biodiv/d070115

Kottelat M, Pinder A and Harrison A. 2018a. Tor tambra. The IUCN Red List of

Threatened Species 2018: e.T188012A89801879

Kottelat M, Pinder A and Harrison A. 2018b. Tor tambroides. The IUCN Red List

of Threatened Species 2018: e.T187939A91076554

Kottelat, M. 2013. The fishes of the inland waters of Southeast Asia: a catalogue

and core bibliography of the fishes known to occur in freshwaters, mangroves

and estuaries. Raffles Bulletin of Zoology Supplement, (27): 1–663. Retrieved

from papers://838fcd4f-424d-4cac-ae85-bc4755cc911f/Paper/p914

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993.

Page 289: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

279

Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions (HK)

Ltd. 291p.

Gustiano, R., H Wahyuning, E K Kontara, dan J Subagja. 2013. Domestication of

mahseer (Tor soro) in Indonesia. Communications in agricultural and applied

biological sciences, 78 (4): 165-168

Larashati, S., & I. Ridwansyah. 2017. Habitats characterization for ihan

(Neolissochilus sp.) conservation planning around Lake Toba, North

Sumatera, Indonesia. hal. 248–257. Dalam M. Maghfiroh, A. Dianto, T.

Jasalesmana, I. Melati, O. Samir, R. Kurniawan (Eds). Proceedings of the 16th

World Lake Conference. Bali, 7-11 November 2016.

Larashati, S., & M.R. Widoretno. 2015. Pengenalan jenis ihan (Neolissochilus sp.)

dari perairan sekitar Danau Toba secara morfologi dan genetik. hal. 454-467.

Dalam G.S. Haryani, C.H. Azis, Lukman, M. Fakhrudin, T. Chrismadha, L.

Subehi, dan S. Larashati (Eds). Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI:

Tantangan Terkini Perairan Darat di Wilayah Regional Tropis: Menyongsing

World Lake Conference 2016. Cibinong, 10 Desember 2015.

Lukman, H. Fauzi, dan L. Sari. 2002. Upaya domestikasi ikan kancra (Labeobarbus

sp.) di Kuningan. hal. 345–350. Seminar Nasional Limnologi Menuju

kesinambungan pemanfaatan sumberdaya perairan.

Lumbantoruan, R., T.A. Barus, dan S. Ilyas. Hubungan antara kualitas air dengan

kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) di perairan Sungai Asahan

Sumatera Utara. J. Biosains Unimed, 1 (2): 12-20

Nasution, S. H., Lukman, dan I. Ridwansyah. 2013. Penelusuran ulang potensi

suaka perikanan di Danau Toba. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit

Geoteknologi LIPI, 385-396

Nautiyal, P. 2013. Review of the Art and Science of Indian Mahseer (Game Fish)

from Nineteenth to Twentieth Century: Road to Extinction or Conservation?

Proc. Natl. Acad. Sci., India, Sect. B Biol. Sci., 84(2):215–236

Nguyen, T. T. T., U. Na-nakorn, S. Sukmanomon, and C. Ziming. 2008. Short

Communication: A study on phylogeny and biogeography of mahseer species

( Pisces : Cyprinidae ) using sequences of three mitochondrial DNA gene

regions. Molecular Phylogenetics and Evolution, 48: 1223–1231.

http://doi.org/10.1016/j.ympev.2008.01.006

Pinder A C, Britton J R, Harrison A J, Nautiyal P, Bower S D, Cooke S J, Lockett

S, Everard M, Katwate U, Ranjeet K, Walton S, Danylchuk A J, Dahanukar N

and Raghavan R. 2019. Mahseer (Tor spp.) fishes of the world: status,

challenges and opportunities for conservation. Reviews in Fish Biology and

Fisheries, 29: 417-452

Rachmad, B., E. Sihombing, N. Sabariyah. 2019. Pengelolaan ikan batak

(Neolissochilus thienemanni, ahl1933) di perairan umum daratan, Danau

Toba, provinsi Sumatera Utara. Jurnal Kelautan dan Perikanan Terapan, 2

(2): 73-83

Roberts, T.R dan M. Z. Khaironizam. 2008.Trophic polymorphism in the malaysian

fish Neolissochilus soroides and other old world barbs (teleostei, cyprinidae).

Nat. Hist. Bull. Siam soc. 56(1): 25-53

Roesma, D.I., A. Chornelia, A. Mursyid, dan M. Kamsi. Fish diversity of the

Batang Toru River System, South Tapanuli, North Sumatra.

BIODIVERSITAS 17 (2): 634-641. DOI: 10.13057/biodiv/d170235

Page 290: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

280

Siagian, A. (6 Desember 2016). Cerita keramat “Mual Sirambe” ikan batak yang

pantang diambil. Diunduh 18 Desember 2019 dari

http://batakgaul.com/news/cerita-keramat-mual-sirambe-dan-ikan-batak-

yang-pantang-diambil-798-1.html

Subagja, J dan M. Juli. 2014. Pengembangan teknologi pembenihan ikan torsoro

(Tor soro, Valienciennes 1842) di balai benih ikan sentral, Kerinci Provinsi

Jambi. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur, 875-883

Syafei, L. 2005. Penebaran ikan untuk pelestarian sumberdaya perikanan. Jurnal

Iktiologi Indonesia, 5 (2): 69-75

Walton, S., H. Gan, R. Raghavan, A. Pinder, and A. Ahmad. 2017. Disentangling

the Taxonomy of the Mahseers ( Tor spp .) of Malaysia : An Integrated

Approach Using Morphology , Genetics and Historical Records . Reviews in

Fisheries Science & Aquaculture, 1–13.

http://doi.org/10.1080/23308249.2016.1251391

Weber, M., dan L. F. de Beaufort. 1916. The Fishes of the Indo-Australian

Archipelago III Ostariophysi: II Cyprinoidea, Apodes, Synbranchi Leiden pp

xv+455

World Conservation Monitoring Centre. 1996. Neolissochilus theinemanni. Dalam

The IUCN red list of threatened species (Vol. 1996, p. e.T14530A4442867).

http://doi.org/http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.1996.RLTS.T14530A4442

867.en

Page 291: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

281

Keanekaragaman Tumbuhan Riparian Pada Dua Sungai Di

Maninjau untuk Mendukung Kelestarian Ikan Asli Maninjau

I G. A. A. Pradnya Paramitha*, Jojok Sudarso

Puslit Limnologi-LIPI, Jl, Jakarta-Bogor Km 46, 16911, Cibinong, Jawa Barat

*Email: [email protected]

Abstrak

Vegetasi riparian memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan

ekosistem suatu perairan. Komponen vegetasi yang hilang dapat menyebabkan

sedimentasi dan mengubah mikrohabitat di perairan tersebut. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui komposisi vegetasi riparian untuk mendukung

kelestarian ikan asli di sekitar Danau Maninjau. Penelitian ini dilakukan pada bulan

April 2019. Pengambilan data vegetasi dilakukan di 2 sungai (Rangeh dan Batang

Air) yang terbagi ke dalam 8 stasiun: SR. 1 (hulu Sungai Rangeh), SR. 2 (bagian

hulu-tengah Rangeh), SR. 3 (bagian tengah Rangeh), SR. 4 (bagian tengah-hilir

Rangeh), SR. 5 (hilir Rangeh), BA. 1 (hulu Batang Air), BA. 2 (bagian tengah

Batang Air), dan BA. 3 (hilir Batang Air). Data vegetasi diambil menggunakan

metode survei dengan panjang tali transek sepanjang 10 meter ditarik dari tepian

sungai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 55 spesies yang termasuk ke

dalam 31 famili vegetasi riparian. Spesies Pennisetum purpureum Schumach.

(rumput gajah) mendominasi wilayah riparian kedua sungai dengan 210 individu

yang ditemukan di seluruh lokasi sampling. SR 2 (bagian hulu-tengah Rangeh)

memiliki jumlah individu vegetasi riparian yang paling banyak (216 individu).

Ditemukan 39 spesies riparian di Sungai Rangeh dan 34 spesies di Sungai Batang

Air. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam sistem

pengelolaan perairan.

Kata kunci: vegetasi riparian, sungai, Maninjau.

Pendahuluan

Danau Maninjau merupakan danau kaldera yang memiliki tiga fungsi utama,

yaitu fungsi ekonomi, sosial dan ekologi. Fungsi ekonomi adalah sebagai lahan

budidaya ikan dalam keramba jaring apung maupun perikanan tangkap, sebagai

sumber air irigasi, sumber tenaga pembangkit listrik, serta sebagai objek pariwisata.

Sementara itu fungsi sosial Danau Maninjau adalah sebagai tempat mandi, cuci,

kakus masyarakat sekitar. Selain itu fungsi ekologis Danau Maninjau adalah

sebagai pengatur air tanah, iklim mikro dan habitat bagi berbagai macam organisme

perairan, termasuk di dalamnya beberapa jenis ikan asli (Fakhrudin et al, 2010).

Banyaknya fungsi yang dimiliki oleh Danau Maninjau menyebabkan kondisi

perairan di dalamnya harus diperhatikan.

Selama ini Danau Maninjau dikenal memperoleh banyak beban dari

masyarakat yang memanfaatkannya. Beban itu datang secara langsung maupun

Page 292: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

282

tidak langsung melalui dari buangan limbah dari masyarakat sekitar, limbah

budidaya keramba jaring apung (KJA), kegiatan pembangkit listrik tenaga air

(PLTA), penangkapan ikan, sistem irigasi pertanian, dan pariwisata (Erlania et al,

2010; Roesma, 2013; Marganof, et al, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa kualitas air Danau Maninjau telah mengalami penurunan (Erlania et al,

2010; Marganof, et al, 2007).

Air di Danau Maninjau berasal dari anak-anak sungai yang mengalir ke danau

dan air keluar perairan danau secara alami melalui Batang Antokan (Roesma,

2013). Danau Maninjau dialiri sekitar 77 buah sungai besar dan kecil, dengan lebar

maksimum tujuh meter. Beberapa sungai mengalir ke Danau Maninjau antara lain

Sungai Rangeh dan Batang Air. Sungai Rangeh dan Batang Air merupakan sungai

yang keadaannya masih cenderung alami dan masih dapat dijumpai beberapa ikan

asli Maninjau di dalamnya seperti bada, supareh, cide-cide dan asang.

Kualitas air dalam suatu badan air dipengaruhi oleh kondisi hidrologi dan

parameter fisika-kimia yang mendukung keberadaan biota ekosistem danau. Selain

itu, flora dan fauna berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem

perairan (Augusta & Utami, 2014).

Vegetasi merupakan salah satu komponen penting di dalam zone riparian karena

memegang peranan penting sebagai habitat dan penyedia makanan bagi hewan,

penahan arus air, mempertahankan keanekaragaman hayati dan keseimbangan

ekosistem (Burton et al. 2005; Gong, et. al., 2015). Vegetasi pada ekosistem

perairan terdiri dari vegetasi akuatik dan riparian yang berada di wilayah tepian

ekosistem perairan atau disebut dengan zone riparian. Secara umum vegetasi

riparian terdiri dari pepohonan, semak, herba dan rerumputan (Salemi, et al. 2012).

Kehilangan vegetasi riparian dapat menyebabkan fungsi riparian sebagai sumber

nutrisi dan fitoremediasi menjadi berkurang serta meningkatkan masukan sedimen

ke dalam aliran air serta mengubah mikrohabitat perairan (Agustina &

Arisoesilaningsih, 2013; Heartsill-Scalley & Aide, 2003).

Penelitian mengenai vegetasi riparian pada wilayah sungai-sungai di sekitar

Danau Maninjau perlu dilakukan terutama pada beberapa sungai yang didalamnya

masih dijumpai adanya ikan-ikan asli.

Page 293: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

283

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2019 di dua sungai sekitar Danau

Maninjau, Sungai Rangeh dan Sungai Batang Air, Nagari Sungai Batang,

Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam (Gambar 1). Pemilihan dua sungai

tersebut didasarkan pada keadaan wilayah di dua sungai tersebut. Sungai Batang

Air terletak pada ekosistem yang lebih alami, dibanding Sungai Rangeh yang

terletak lebih dekat dengan pemukiman sehingga dianggap lebih banyak mengalami

perubahan lingkungan. Pengambilan sampel vegetasi di Sungai Rangeh dilakukan

pada lima stasiun (SR 1, 2, 3, 4, dan 5), sementara di Batang Air dilakukan di tiga

stasiun (BA 1, 2, dan 3).

Pengambilan data kualitas air secara insitu dilakukan di seluruh stasiun, lima

stasiun di wilayah Sungai Rangeh, dan tiga stasiun di wilayah Sungai Batang Air.

Pemilihan posisi stasiun pengamatan ditetapkan dengan menggunakan Global

Positioning System (GPS). Pemilihan lokasi stasiun pengambilan sampel

berdasarkan beberapa pertimbangan keadaan lingkungan sekitar lokasi. Gambaran

umum masing-masing stasiun pengambilan sampel vegetasi riparian diperlihatkan

dalam Tabel 1.

Gambar 1. Lokasi sampling Sungai Rangeh

Peta Letak

Stasiun Peneltian

Page 294: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

284

Sampel tumbuhan riparian diambil menggunakan metode survei dengan tetap

memperhatikan keadaan topografi. Pengambilan sampel dilakukan di kanan kiri

tepian sungai, dengan menggunakan transek sepanjang 10 m yang ditarik tegak

lurus dari tepian sungai menuju daratan. Pada setiap titik dilakukan pengulangan

sebanyak tiga kali, sehingga total pengambilan sampel vegetasi adalah 48 kali.

Seluruh tumbuhan yang ditemukan di area garis transek dicatat spesies, famili, dan

jumlah individunya. Vegetasi riparian difoto menggunakan kamera digital, diambil

sampelnya kemudian diawetkan menggunakan alkohol 70% dan dibuat herbarium

untuk diidentifikasi pada “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian

Biologi LIPI.

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan langsung menggunakan Water

Quality Checker (WQC) di masing-masing stasiun. Pengukuran kualitas air penting

dilakukan untuk mengetahui kaitannya dengan vegetasi riparian dan keberadaan

biota pada suatu lokasi. Parameter yang diukur adalah suhu, pH, konduktivitas,

ORP, DO dan TDS. Seluruh peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah tali, mistar, meteran kain, gunting, pisau cutter, kantong plastik,

teropong, kamera digital, kertas koran, sasak bambu, botol semprot, alkohol 70%

sebanyak 2 L.

Tabel 1. Gambaran secara umum masing-masing stasiun.

(Stasiun) (Kondisi)

Sungai Rangeh (SR) 1

(S: 0 20’34,0”; E: 100 14’19,0”)

• Merupakan titik hulu sungai, minim gangguan

dan penggunaan lahan berupa hutan alami

dengan tumbuhan rimbun, kiri kanan hutan dan

sawah, vegetasi campuran, bagian hulu terdapat

batu besar bersusun.

Sungai Rangeh (SR) 2

(S: 0 20’33,1”; E: 100 14’15,0”)

• Merupakan titik dekat hulu, penggunaan lahan

sekitar adalah persawahan. Batas di sebelah

selatan ke jarak tepian sungai ke sawah sekitar 3

m, batas sebelah utara jaraknya 12 m.

Sungai Rangeh (SR) 3

(S: 0 20’31,9”; E: 100 13’24,8”)

• Merupakan titik pada segmen tengah, namun di

titik ini kondisi sungainya kering tanpa air.

Page 295: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

285

Dekat area persawahan dan jalan raya, jarak ke

tepi sungai ke sawah sekitar 2 m.

Sungai Rangeh (SR) 4

(S: 0 20’50,1”; E: 100 13’24,1”) • Merupakan titik segmen Sungai Ranggeh,

terdapat lubuk dan bendung alami warga.

Penggunaan lahan sekitar berupa persawahan.

Area persawahan yang teduh, didominasi oleh

rumput gajah, talas, pakis.

Sungai Rangeh (SR) 5

(S: 0 20’51,3”; E: 100 13’17,1”) • Berada sekitar 50 m dari hilir. Dekat area

persawahan, arus air kecil, banyak batu kecil

dan pasir, daerah riparian 11 m ke arah sawah di

sebelah selatan, sedangkan sebelah utara

berbatasan langsung dengan sawah.

Sungai Batang Air (BA) 1

(S:0 21’81,0”; E: 100 13’60,0”)

• Merupakan titik hulu sungai, penggunaan lahan

berupa hutan alami di sekitar titik sampling.

Area persawahan dan perkebunan, ada beberapa

air terjun kecil, jarak dari tepian sungai 11 m,

tepi sungai didominasi tumbuhan semak setelah

11 m didominasi oleh tan perkebunan seperti

pisang, kopi, pinang, dan kapulaga. Sebelah

utara berbatasan dengan semak belukar,

sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan

sawah.

Sungai Batang Air (BA) 2

(S:0 21’65,7”; E: 100 12’84,1”)

• Merupakan titik pada bagian segmen tengah,

sebelum percabangan sungai (9 cabang),

penggunaan lahan sekitar adalah persawahan

dan permukiman. Lokasi di tengah persawahan,

jarak dari tepi sungai ke sawah sekitar 1 m,

didominasi oleh tanaman penutup tanah.

Sungai Batang Air (BA) 3

(S: 0 21’67,1”; E 100 12’81,0”) • Merupakan titik pada segmen hilir beberapa

meter dari muara dan dekat dengan lokasi

pemasangan lukah warga. Berbatasan langsung

dengan danau, lokasi sangat teduh karena

Page 296: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

286

dilingkupi pohon-pohon besar sehingga

tumbuhan penutup tanah sama sekali tidak ada

kecuali jenis paku-pakuan yang mendominasi,

arus pelan dan debit air kecil dan jernih, substrat

dominan berpasir, dengan sedikit batu

berukuran kecil (kerikil), dalam aliran air

terdapat banyak ujung akar pohon.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian dalam kegiatan ini secara garis besar dibagi menjadi dua

subtopik, yaitu mengenai komposisi vegetasi riparian dan kondisi vegetasi di tiap

lokasi.

Komposisi Vegetasi Riparian

Dalam penelitian ini ditemukan 54 jenis vegetasi riparian yang termasuk ke

dalam 29 famili. Terdapat 39 spesies yang ditemukan di Sungai Rangeh, sedangkan

di Sungai Batang Air terdapat 34 spesies (Tabel 2). Famili Compositae merupakan

famili memiliki jumlah jenis terbanyak saat pengambilan data dilaksanakan, dengan

jumlah tujuh spesies. Sementara itu Malvaceae dengan lima spesies, sedangkan

beberapa famili lainnya ditemukan di lapangan hanya dengan satu spesies.

Compositae merupakan famili kedua terbesar dari seluruh tumbuhan di dunia,

mendominasi tumbuhan di dunia, karena jumlahnya mencapai 32.205 (Pertiwi, et

al. 2015) spesies yang tersebar di seluruh dunia, dalam kondisi lingkungan yang

beragam. Sehingga dapat dikatakan bahwa famili ini memiliki toleransi yang

adaptasi lingkungan yang tinggi.

Tabel 2. Vegetasi Riparian pada Sungai Rangeh dan Batang Air, Maninjau.

Sungai Rangeh

No Nama Jenis Famili Jumlah

1 Asystasia gangetica (L.) T. Anderson Acanthaceae 1

2 Cyathula prostrata Blume Amaranthaceae 21

3 Mangifera indica L. Anacardiaceae 3

4 Colocasia esculenta L. Araceae 45

5 Typhonium trilobatum (L.) Schott Araceae 33

Page 297: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

287

6 Areca catechu L. Arecaceae 5

7 Cocos nucifera L. Arecaceae 5

8 Asplenium nidus L. Aspleniaceae 6

9 Murdannia sp. Commelinaceae 1

10 Ageratum conyzoides L. Compositae 21

11 Mikania micrantha Kunth. Compositae 17

12 Spilanthes sp. Compositae 8

13 Spilanthes acmella (L.) L. Compositae 13

14 Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray. Compositae 74

15 Manihot esculenta Crantz. Euphorbiaceae 5

16 Cinnamomum burmanni (Nees & T. Nees) Blume Lauraceae 11

17 Hyptis capitata Jacq. Lamiaceae 5

18 Gliricidia sepium (Jacq.) Kunth ex Walp. Leguminosae 5

19 Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Malvaceae 1

20 Hibiscus tiliaceus L. Malvaceae 2

21 Theobroma cacao L. Malvaceae 3

22 Swietenia macrophylla King Meliaceae 1

23 Toona sinensis (Juss.) M.Roem Meliaceae 5

24 Artocarpus heterophyllus Lamk. Moraceae 1

25 Ficus benjamina L. Moraceae 1

26 Ficus fistulosa Reinw. Ex Blume Moraceae 2

27 Musa sp. Musaceae 39

28 Myristica fragrans Houtt. Myristicaceae 2

29 Piper aduncum L. Piperaceae 5

30 Piper bettle L. Piperaceae 1

31 Bambusa sp. Poaceae 1

32 Pennisetum purpureum Schumach Poaceae 140

33 Coffea sp. Rubiaceae 3

34 Selaginella sp. Selaginellaceae 5

35 Solanum torvum Sw. Solanaceae 7

36 Sphaerostephanos sp. Thelypteridaceae 122

37 Boehmeria virgata Guillem. Urticaceae 5

38 Poikilospermum suaveolens (Blume) Merr. Urticaceae 3

39 Elettaria cardamomum (L.) Maton Zingiberaceae 60

688

Sungai Batang Air

No Nama Jenis Famili Jumlah

1 Asystasia gangetica (L.) T. Anderson Acanthaceae 17

2 Mangifera indica L. Anacardiaceae 9

3 Colocasia esculenta L. Araceae 27

4 Areca catechu L. Arecaceae 6

5 Cocos nucifera L. Arecaceae 1

6 Asplenium nidus L Aspleniaceae 11

7 Calophyllum soulattri Burm.f. Clusiaceae 4

8 Ageratum conyzoides L. Compositae 31

Page 298: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

288

9 Clibadium surinamense L. Compositae 10

10 Crassocephalum crepidiodes S. Moore Compositae 3

11 Mikania micrantha Kunth. Compositae 20

12 Spilanthes sp. Compositae 20

13 Ipomoea aquatica Forsk. Convolvulaceae 1

14 Cyperus sp. Cyperaceae 1

15 Euphorbia pulcherrima Willd. ex Klotzsch Euphorbiaceae 5

16 Mallotus sp. Euphorbiaceae 1

17 Hyptis capitata Jacq. Lamiaceae 25

18 Cinnamomum burmanni (Nees & T. Nees) Blume Lauraceae 2

19 Gliricidia sepium (Jacq.) Kunth ex Walp. Leguminosae 5

20 Uraria sp. Leguminosae 1

21 Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Malvaceae 1

22 Helicteres sp. Malvaceae 1

23 Hibiscus tiliaceus L Malvaceae 5

24 Sida rhombifolia L. Malvaceae 5

25 Mimosa pigra L. Mimosaceae 2

26 Mimosa pudica L. Mimosaceae 3

27 Ficus fistulosa Reinw. Ex Blume Moraceae 1

28 Piper aduncum L. Piperaceae 1

29 Piper betle L. Piperaceae 3

30 Pennisetum purpureum Schumach. Poaceae 70

31 Setaria palmifolia (J.Koenig) Stapf Poaceae 10

32 Selaginella sp. Selaginellaceae 10

33 Sphaerostephanos sp. Thelypteridaceae 33

34 Tetrastigma sp. Vitaceae 5

350

Rumput gajah (P. purpureum) merupakan spesies yang paling mendominasi

pada lokasi penelitian. Sebanyak 210 individu ditemukan dari delapan titik

sampling. Rumput gajah termasuk ke dalam famili rumput-rumputan (Poaceae).

Rumput gajah diketahui berasal dari Afrika dan menyebar secara alami ke Asia

Tenggara. Rumput gajah dapat tumbuh dengan baik dan cepat di tanah terbuka,

mempunyai toleransi yang luas terhadap lingkungan dan hidup kosmopolit. Karena

memiliki produktivitas dan kualitas yang tinggi, rumput gajah menjadi salah satu

alternatif untuk pakan ternak (Sirait, 2017). Rumput gajah yang termasuk ke dalam

famili Poaceae memiliki karakter dalam efisiensi penyerapan air dan stabilitas

tanah. Rumput memiliki produktivitas lebih kecil jika dibandingkan dengan hutan

pada iklim yang sama. Tegakan kecil dan persentase biomasa di bawah tanah besar

(Djufri, 2016). Kondisi lingkungan tempat penelitian didominasi oleh kawasan

Page 299: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

289

terbuka dan dikelilingi oleh area persawahan (Gambar 2). Area terbuka dapat

membuat cahaya matahari dapat menyentuh permukaan tanah sehingga beberapa

spesies penutup tanah seperti rumput-rumputan dapat berkecambah dan tumbuh

dengan baik.

Selain rumput gajah, paku daun jenis Sphaerostephanos sp. merupakan spesies

terbanyak kedua, sejumlah 165 individu paku tersebut ditemukan di wilayah

penelitian. Genus Sphaerostephanos terdiri dari lebih dari 150 spesies di daerah

tropis dan subtropics Asia, Afrika Timur, Australia dan Pasifik. Menurut Hayashi

et al. (2018) karakteristik yang paling menonjol dari genus ini adalah kelenjar

berbentuk bola yang menempel pada permukaan atas atau bawah daun dan beberapa

spesiesnya memiliki rimpang yang tegak atau pendek merayap, walaupun beberapa

spesies lainnya memiliki rimpang yang panjang. Sphaerostephanos sp. termasuk

jenis paku terestrial, ketinggian mencapai hingga 184 cm. Beberapa individu muda

dari genus ini dapat dimanfaatkan sebagai sayuran (Arini & Kinho, 2012). Lokasi

pengambilan sampel merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian lebih dari

400.000 mdpl sehingga memungkinkan tumbuhan paku dapat tumbuh dengan baik.

Kembang bulan (T. diversifolia) merupakan spesies terbanyak ketiga, termasuk

ke dalam famili Compositae/Asteraceae dan dapat bertahan hidup dengan baik pada

daerah yang kurang subur seperti daerah yang terganggu, tempat pembuangan

sampah, pinggir jalan, kaki gunung, aliran sungai maupun area pertanian (Purwani,

2010) seperti di sekitar danau Maninjau. Menurut Lestari (2016) kembang bulan

dapat menjadi sumber N, P, K yang baik bagi tanaman, karena mengandung 3,50-

4,00% N, 0,35-0,38% P, 3,50-4,10% K, 0,59% Ca, dan 0,27% Mg. Selain itu,

tumbuhan ini memiliki produksi biomassa yang tinggi, sekitar 9-11 t.ha-1 selama

musim kering dan 14-18 t.ha-1 selama musim hujan. Sehingga menurut Purwani

(2010) tumbuhan ini sangat baik sebagai sumber pupuk hijau, mulsa dan kompos

utuk memperbaiki kualitas hara tanah.

Page 300: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

290

SR 1 Sungai Rangeh SR 2 Sungai Rangeh

SR 3 Sungai Rangeh SR 4 Sungai Rangeh

SR 5 Sungai Rangeh BA 1 Sungai Batang Air

BA 2 Sungai Batang Air BA 3 Sungai Batang Air

Page 301: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

291

Gambar 2. Keadaan tiap lokasi sampling (Sumber: Laporan Perjalanan Puslit

Limnologi LIPI).

Kondisi Vegetasi pada Tiap Lokasi

Jumlah tumbuhan riparian yang ditemukan di dua sungai sebanyak 1038

individu. SR 2 pada Sungai Rangeh merupakan stasiun yang paling melimpah

individu vegetasinya (Tabel 3), ditemukan 216 individu. Sedangkan BA 3 pada

Sungai Batang memiliki jumlah individu terendah sebanyak 52 individu. Di sisi lain

BA 2 memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu 19 spesies, sedangkan SR 1 memiliki

jumlah spesies terendah yaitu sebanyak 9 spesies.

Tabel 3. Jumlah Spesies dan Jumlah Indivdiu pada tiap lokasi sampling

Stasiun Jumlah Spesies Jumlah Individu

SR 1 9 91

SR 2 15 216

SR 3 13 67

SR 4 12 143

SR 5 16 171

BA 1 14 197

BA 2 19 101

BA 3 10 52

Jumlah 1038

SR 2 merupakan area terbuka yang didominasi oleh rumput gajah dan paku-

pakuan jenis Sphaerostephanos sp. Lokasinya tidak hanya berdekatan dengan hulu

Sungai Rangeh, tetapi juga berdekatan dengan lahan persawahan. Kondisi

sungainya berarus sedang dengan substrat batu berpasir dengan jarak dari tepian

sungai ke tepian sekitar 3-12 meter. Lokasinya yang cukup terbuka memungkinkan

sinar matahari menyentuh lantai tanah sehingga menyebabkan rerumputan dapat

tumbuh dengan baik karena tidak terhalang oleh kanopi pepohonan. Beberapa paku-

pakuan seperti Sphaerostephanos sp. dijumpai menempel pada batang pohon,

namun banyak pula yang tumbuh langsung pada lantai hutan. Beberapa jenis perdu

dan pohon yang dijumpai pada lokasi ini adalah gamal (Gliricidia sepium), surian

(T. sinensis), kayu manis (C. verum), kakao (T. cacao), kopi (Coffea sp.), dan

pinang (A. catechu). Karena lokasinya yang berdekatan dengan persawahan dan

perkebunan warga, maka kemungkinan besar perdu dan pohon yang tumbuh pada

Page 302: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

292

kawasan ini adalah tanaman perkebunan yang memang sengaja dibudidayakan oleh

penduduk sekitar.

Berbeda dengan BA 3 yang lokasinya di salah satu tepian Danau Maninjau, yang

merupakan daerah pasang surut air. Lahan di lokasi ini tidak dimanfaatkan untuk

areal pertanian, melainkan dimanfaatkan untuk memasang lukah penangkap ikan.

Kondisi lingkungan sangat teduh karena didominasi oleh pepohonan besar,

sehingga tumbuhan penutup tanah seperti rerumputan sama sekali tidak dijumpai

pada areal ini, melainkan hanya dijumpai beberapa jenis paku-pakuan pada batang

pohon. Saat survei berlangsung, arus sungai dan debit air pada kawasan ini sangat

kecil, namun sangat jernih. Di dalam aliran air pun dapat dijumpai ujung-ujung akar

pohon yang muncul pada permukaan tanah. Karena kondisinya yang sangat teduh,

benih tumbuhan sukar bertunas karena kondisi yang minim cahaya dan sangat

lembab.

BA 2 merupakan stasiun bagian tengah Sungai Batang Air. Lokasi ini letaknya

sebelum percabangan sembilan sungai. Sekitar lokasi ini adalah area persawahan

dengan jarak dari tepi sungai ke sawah adalah sekitar 1 meter. Sungai cukup lebar

dengan arus sedang dan substrat berbatu. Vegetasi yang mendominasi adalah

tumbuhan herba seperti talas (C. esculenta), tanaman penutup tanah seperti rumput

gajah (P. purpureum), kangkung (I. aquatica), dan rumput teki (Cyperus sp.),

Selain itu ditemukan pula jenis semak tahunan seperti kastuba (E. pulcherrima),

putri malu (M. pudica), bandotan (A. conyzoides) sintrong (C. crepidiodes) dan

knobweed (H. capitata). Dijumpai pula tumbuhan lain seperti sirihan (P. aduncum),

Helicteres sp. dan Uraria sp. BA 2 memiliki spesies yang bervariasi, jumlah

individunya pun cukup banyak mencapai 101 individu, meskipun bukan yang

terbanyak diantara seluruh stasiun pengamatan.

SR 1 merupakan titik hulu Sungai Rangeh, daerah ini masih berupa hutan alami

sehingga masih minim penggunaan lahan. Arus sungai sedang, dengan subtrat

berpasir dan berbatu, tumbuhan rimbun dengan vegetasi campuran dari tumbuhan

penutup tanah, semak, perdu hingga pepohonan. Di tiap sisi lokasi sampling masih

berupa hutan dan persawahan. Pada bagian hulu terdapat batu besar yang bersusun

sehingga membentuk beberapa air terjun kecil. Beberapa vegetasi yang dijumpai di

lokasi adalah Poikilospermum suaveolens, Ageratum conyzoides, Cyathula

Page 303: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

293

prostrata, Hyptis capitata, Spilanthes sp., Mikania micrantha, Solanum torvum,

Boehmeria virgata, dan Sphaerostephanos sp.

Kesimpulan

Compositae merupakan famili dengan jumlah spesies terbanyak (7 spesies).

Sementara P. purpureum merupakan spesies dengan populasi tertinggi (210

individu). P. purpureum juga merupakan spesies terbanyak yang ditemukan di

Sungai Rangeh maupun Sungai Batang Air. Jumlah individu terbanyak (216

individu) ditemukan pada stasiun SR 2, sedangkan stasiun BA 3 memiliki jumlah

individu terkecil (52 individu). Jumlah spesies terbanyak ditemukan pada BA 2 (17

spesies), sedangkan jumlah spesies yang paling sedikit ditemukan pada stasiun SR

1 (9 spesies). Data keanekaragaman tumbuhan riparian ini dapat menjadi salah satu

acuan dalam sistem pengelolaan ekosistem sungai di sekitar Danau Maninjau untuk

menunjang kelesatarian ikan-ikan asli di sekitar Maninjau.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh tim yang membantu saat

pengambilan data di lapangan (Imroatushshoolikhah, Siti Aisyah, Octavianto

Samir, dan Agus Waluyo) dan Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat

Penelitian Biologi LIPI atas bantuannya dalam mengidentifikasi vegetasi.

Penelitian ini didanai oleh program penelitian DIPA Pusat Penelitian Limnologi

LIPI tahun anggaran 2019.

Referensi

Agustina, L., dan E. Arisoesilaningsih. 2013. Variasi Profil Vegetasi Pohon

Riparian di Sekitar Mata Air dan Saluran Irigasi Tersier di Kabupaten

Malang. Jurnal Biotropika Vol. 1(3): 85–89.

Arini, D. I. D. dan J. Kinho. 2012. Keragaman Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta)

di Cagar Alam Gunung Ambang Sulawesi Utara. Info BPK Manado Volume

2 (1): 17-40.

Augusta, T.S. dan S. Utami. 2014. Analisis Hubungan Kualitas Air terhadap

Komunitas Zooplankton dan Ikan di Danau Hanjalutung. Jurnal Ilmu Hewani

Tropika Vol. 3(2): 30-35.

Page 304: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

294

Burton, M. L., L. J. Samuelson, dan S. Pan. 2005. Riparian Woody Plant Diversity

and Forest Structure Along An Urban-Rural Gradient. Urban Ecosystem Vol.

8: 93–106.

Djufri. 2016. Potensi Padang Rumput (Grasland) Sebagai Peluang Usaha Prospektif

Belum Dimanfaatkan Secara Optimal. Prosiding Seminar Nasional Biotik

2016. Hlm. 6-19.

Erlania, Rusmaedi, A. B Prasetio, dan J. Haryadi. 2010. Dampak Manajemen Pakan

dari Kegiatan Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Keramba JAring

Apung Terhadap Kualitas Perairan Danau Maninjau. Prosiding Forum

Teknologi Inovasi Akuakultur 2010. Hlm. 621-631.

Fachrudin, H. Wibowo, I. Ridwansyah, H. Agita, D. Daruati, dan A. Hamid. 2010.

Kajian Hidroklimatoplogi sebagai Dasar Peringatan Dini Bencana

Kematian Massal Ikan di Danau Maninjau, Sumbar. Laporan Akhir.

Program Intensif Peneliti dan Perekayasa. Pusat Penelitian Limnologi. 42

hlm.

Gong, Z., T. Cui, R. Pu, C. Lin, dan Y. Chen. 2015. Dynamic Simulation of

Vegetation Abundance in A Reservoir Riparian Zone Using A Sub-pixel

Markov Model. International Journal of Applied Earth Observation and

Geoinformation Vol. 35: 175–186.

Hayashi, T., M. Suleiman, H. Okada, H. Tsukaya. 2018. A new variety of fern from

Borneo, Sphaerostephanos unitus var. dimorphophylla (Thelypteridaceae).

Phytotaxa 346 (3): 287–292

Heartsill -Scalley, T. dan T. M. Aide. 2003. Ecological Application 13(1): 225-234.

Lestari, S. A. D. 2016. Pemanfaatan Paitan (Tithonia diversifolia) sebagai Pupuk

Organik pada Tanaman Kedelai. Iptek Tanaman Pangan Vol. 11 No. 1 49-56

Marganof, L. K. Darusman, E. Riani, dan B. Pramudya. 2007. Analisis Beban

Pencemaran, Kapasitas Asimilasi dan Tingkat Pencemaran dalam Upaya

Pengendalian Pencemaran Perairan Danau Maninjau. Jurnal Perikanan dan

Kelautan 12 (1): 8-14.

Purwani, J. 2011. Pemanfaatan Tithonia diversifolia (Hamsley) A Gray untuk

Perbaikan Tanah. Balai Penelitian Tanah. 253-263.

Roesma. D. I. 2013. Evaluasi Keanekaragaman Spesies Ikan Danau Maninjau.

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013. Hlm. 197-204.

Salemi, L. P., J. D. Groppo, R. Trevisan, J. M. Moraes, W. P. Lima, dan L. A.

Martinelli. 2012. Riparian Vegetation and Water Yield: A Synthesis. Journal

of Hydrology 454: 195–202.

Sirait, J. 2017. Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum cv. Mott) sebagai

Hijauan Pakan untuk Ruminansia. WARTAZOA Vol. 27 (4): 167-176.

Page 305: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

295

Pengaruh Debit Aliran Terhadap Jumlah Ikan Bada (Rasbora

spp.) Tertangkap dengan Menggunakan Lukah di Sungai

Kampung Tangah, Kabupaten Agam, Sumatra Barat

Octavianto Samir*, Iwan Ridwansyah, Gadis Sri Haryani, Lukman,

Syahroma Husni Nasution, Rahmi Dina, Muhamad Suhaemi Syawal

Pusat Penelitian Limnologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

*Email: [email protected]

Abstrak

Ikan bada (Rasbora spp.) merupakan ikan konsumsi yang bernilai ekonomis penting

bagi masyarakat sekitar Danau Maninjau. Ikan bada ditangkap dengan alat tangkap

lukah yang memiliki prinsip kerja memanfaatkan debit aliran sungai dan perilaku

migrasi ikan bada dari danau ke sungai. Sungai Kampung Tangah merupakan salah

satu sungai yang bermuara di Danau Maninjau. Sifat alirannya yang permanen,

kontur yang relatif landai, substrat berkerikil dan berpasir tidak hanya sesuai untuk

habitat pemijahan ikan bada, tetapi juga menjadi tempat penangkapan ikan bada

bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh debit aliran

Sungai Kampung Tangah terhadap jumlah ikan Ikan Bada (Rasbora spp.) yang

tertangkap dengan menggunakan lukah. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan

April dan Mei 2019. Ikan bada yang tertangkap kemudian ditimbang dan dicatat

oleh enumerator. Alat tangkap lukah dipasang pada pukul 12.00 siang dan

diangkat/dipanen pada pukul 6.00 pagi keesokan harinya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa debit aliran memiliki kontribusi pengaruh sebesar 23,6%

terhadap jumlah ikan yang tertangkap, sementara 76,4% dipengaruhi oleh faktor

lain seperti masa pemijahan, dan parameter kualitas perairan lainnya.

Kata Kunci: Debit aliran, ikan bada, Rasbora spp.

Pendahuluan

Ikan bada (Rasbora spp.) merupakan ikan konsumsi yang bernilai ekonomis

penting bagi masyarakat sekitar Danau Maninjau. Untuk mendapatkannya,

masyarakat masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Ikan bada umumnya

ditangkap dengan menggunakan jaring insang. Namun demikian, dibeberapa hilir

sungai yang bermuara di Danau Maninjau, penangkapan ikan bada dilakukan

dengan menggunakan alat tangkap tradisional yang bernama lukah. Lukah

merupakan perangkap ikan yang memiliki prinsip kerja memanfaatkan debit aliran

sungai dan sifat migrasi ikan dari danau ke sungai.

Page 306: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

296

Ikan bada termasuk dalam famili Cyprinidae dan genus Rasbora. Terdapat 4

spesies ikan bada di Danau Maninjau, di antaranya R. lateristriata, R. argyrotaenia,

R. cf. sumatrana (Dina, et al, 2019), dan R. maninjau (Lumbantobing, 2014).

Sementara jenis lain R. jacobsoni ditemukan di sungai sekitar Danau Maninjau

(Roesma, 2013). Secara umum ikan bada memiliki habitat di bagian litoral danau

yang memiliki dasar perairan berbatu-batu (Sulastri, et al., 2011).

Salah satu sungai yang bermuara ke Danau Maninjau yang menjadi daerah

penangkapan ikan bada adalah Sungai Kampung Tangah. Karakteristik Sungai

Kampung Tangah yang memiliki kontur yang relatif landai dan dasar perairan

berkerikil sampai berpasir sesuai dengan karakteristik habitat ikan bada. Sifat

alirannya yang permanen dan terkoneksi dari hulu sampai hilir membuat sungai ini

tetap memiliki debit aliran meskipun di musim kemarau. Debit aliran merupakan

salah satu parameter fisik penyusun habitat biota seperti ikan. Debit aliran sungai

dapat mempengaruhi kualitas air dan kondisi biologis perairan melalui berbagai

macam proses fisika, kimia, dan biologis (Caruso, 2002). Hal tersebut membentuk

kondisi habitat tertentu yang dihuni oleh biota (ikan) tertentu juga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh debit aliran Sungai

Kampung Tangah terhadap jumlah ikan bada (Rasbora spp.) yang tertangkap

dengan menggunakan lukah.

Bahan dan Metode

Lokasi Sampling

Pengambilan sampel berlokasi di Muara Sungai Kampung Tangah,

Kenagarian Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi

Sumatra Barat (Gambar 1). Pemasangan alat tangkap lukah dilakukan di lubuk-

lubuk buatan dengan jarak sekitar 5 meter dari tepi danau.

Page 307: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

297

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel [Dianto, 2019 (unpublished)]

Alat

Ikan bada diperoleh dari hasil penangkapan oleh nelayan setempat (Bapak

Taufik) dengan menggunakan 5 buah lukah. Terdapat 2 jenis lukah yang dipasang,

yaitu 1 buah lukah yang memiliki 3 lubang tempat masuknya ikan, dan 4 lainnya

memiliki 2 lubang. Lukah dengan 3 lubang memiliki ukuran panjang x lebar x tinggi

(50 x 80 x 20) cm, sedangkan lukah dengan 2 lubang berukuran (50 x 50 x 20) cm.

Lukah-lukah ini dipasang di lubuk-lubuk kecil yang dibuat dari Sungai Kampung

Tangah yang disudet menjadi beberapa percabangan.

Gambar 2. Alat tangkap lukah dengan tiga lubang perangkap.

Page 308: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

298

Beberapa kualitas air seperti padatan terlarut total (TDS), pH, oksigen

terlarut, potensial reduksi-oksidasi (ORP), konduktivitas, turbiditas, dan suhu

diukur dengan menggunakan Water Quality Checker Horiba U-55.

Waktu

Waktu pengambilan sampel ikan bada dilakukan pada bulan April dan Mei

2019. Alat tangkap lukah dipasang pada pukul 12.00 siang dan diangkat/dipanen

pada pukul 6.00 pagi keesokan harinya (18 jam dalam 1 kali tangkap/panen).

Gambar 3. Pengangkatan lukah (pemanenan ikan)

Data Debit

Debit aliran diperoleh dari hasil model hidrologi SWAT (Soil and Water

Assessment Tool). Model SWAT dijalankan melalui software ArcGIS dengan

tambahan ekstensi software ArcSWAT.

Analisis Data

Data jumlah ikan bada yang tertangkap dan debit aliran dianalisis regresi non

linier (kuadratik) dengan menggunakan software SPSS 16.

Page 309: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

299

Hasil dan Pembahasan

Jumlah tangkapan ikan bada paling banyak 15,25 kg pada tanggal 26 dan 27

April 2019, sedangkan yang paling sedikit 2,07 kg pada tanggal 9 April 2019. Debit

aliran Sungai Kampung Tangah juga mengalami fluktuasi antara 0,029 m3/s s.d.

0,531 m3/s (Gambar 3),

Gambar 4. Grafik Jumlah Tangkapan Ikan Bada dan Debit Aliran Sungai

Ringkasan hasil analisis regresi dari data debit dan jumlah tangkapan ikan

bada dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Model Hasil Analisis Regresi Kuadratik

R R2 Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

0,486 0,236 0,194 3,203

Dari hasil analisis data didapatkan koefisien korelasi (R) sebesar 0,486 (R ≠

0 dan R bernilai positif) yang berarti bahwa debit dan jumlah ikan bada yang

tertangkap memiliki hubungan positif, meningkatnya debit air menghasilkan

tangkapan ikan yang makin meningkat. Dari besarnya koefisien korelasi dapat

disimpulkan bahwa pengaruh kedua variable tergolong pada kategori sedang

(Sugiyono, 2007). Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,236, yang berarti bahwa

konstribusi pengaruh debit terhadap jumlah ikan bada yang tertangkap sebesar

0,000

0,100

0,200

0,300

0,400

0,500

0,600

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

07

/04

/19

09

/04

/19

11

/04

/19

15

/04

/19

17

/04

/19

19

/04

/19

21

/04

/19

26

/04

/19

01

/05

/19

03

/05

/19

10

/05

/19

12

/05

/19

14

/05

/19

18

/05

/19

20

/05

/19

22

/05

/19

24

/05

/19

26

/05

/19

28

/05

/19

31

/05

/19

Hasil Tangkap (kg) Debit (m3/s)

Page 310: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

300

23,6%, sementara 86,4% dipengaruhi oleh variable (parameter) lain yang tidak

terdapat dalam analisis ini.

Secara statistik disebutkan bahwa jumlah ikan bada yang tertangkap memiliki

hubungan dengan debit aliran. Hal ini dikarenakan, debit aliran dapat

mempengaruhi kualitas perairan, terutama banyaknya suspensi yang dihasilkan.

Menurut Pertiwi (2019), konsentrasi BOD, COD, dan TSS lebih tinggi saat debit

rendah. Peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi sebanding dengan

peningkatan konsentrasi kekeruhan. Kondisi perairan dengan kekeruhan tinggi

dapat mengganggu kehidupan biota perairan seperti ikan, karena beberapa materi

terlarut dapat menempel pada insang sehingga kemampuan insang untuk

mengambil oksigen terlarut dalam air menurun (Fardiaz, 1992). Ikan juga harus

menghindari diri dari tingginya tingkat kekeruhan karena dapat mengganggu

penglihatan saat mencari makan (Berg & Northcote, 1985) ataupun menghindar

dari pemangsa (Johnson & Hines, 1999). Pergerakan atau reaksi ikan juga menjadi

semakin lamban seiring dengan meningkatnya kekeruhan (Sweka dan Hartman,

2001).

Jumlah ikan bada yang tertangkap dengan lukah sejatinya merupakan ikan

yang sedang melakukan migrasi dari zona litoral ke hilir/muara sungai (Sulastri,

2011). Terdapat dua faktor yang dapat mendorong ikan untuk melakukan migrasi,

yaitu faktor eksternal dan internal. Debit merupakan salah satu faktor eksternal

yang terangkum dalam faktor iklim (hidrologi), dimana terdapat juga faktor lain

seperti cahaya, cuaca, suhu, dan kualitas air. Faktor eksternal lain yang juga dapat

mendorong ikan untuk melakukan migrasi antara lain makanan dan pemangsa

(Lucas dan Baras, 2001).

Page 311: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

301

Gambar 5. Hasil analisis jumlah ikan bada yang tertangkap dengan dengan debit

aliran Sungai Kampung Tangah

Hasil sketcher plot data jumlah ikan bada yang tertangkap dengan debit aliran

membentuk pola garis persamaan kuadrat seperti yang terlihat pada Gambar 3. Data

tersebut kemudian dilakukan Analisis Variansi (ANOVA) dengan α = 0,05 yang

menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,008. Kemudian dilakukan analisis regresi

dengan hasil Thitung < ttabel (1,953 < 2,339) dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05

menunjukkan bahwa debit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

hasil tangkap. Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa meskipun kedua variabel

memiliki hubungan, debit tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah ikan bada

yang tertangkap.

Terdapat beberapa faktor yang mendorong ikan untuk melakukan migrasi.

Dalam hal ini, ikan bada melakukan migrasi temporal yang disebabkan oleh faktor

ontogeni (Lucas dan Baras, 2001). Salah satu tahapan dalam ontogeni adalah

pemijahan atau masa matang gonad. Sesaat setelah musim hujan berakhir, ikan bada

yang siap memijah (matang gonad) melakukan migrasi dari danau menuju sungai

dan berkumpul di bagian dasar lubuk. Rasbora lateristriata membutuhkan air

mengalir untuk melakukan pemijahan dan tidak akan memijah pada saat air keruh

dan terlalu banyak gangguan (Djumanto, 2008). Pengambilan sampel yang

Hasil Pengamatan Kurva Regresi

Page 312: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

302

dilakukan di bulan April dan Mei dimana masih dalam kondisi musim kemarau

membuat jumlah ikan yang tertangkap kurang maksimal. Merujuk pada Muchlisin

(2011), bahwa puncak musim pemijahan Rasbora terdapat pada musim hujan yang

dimulai pada akhir Juli sampai dengan akhir Desember. Djumanto (2008)

menambahkan, R. lateristriata yang memijah antara bulan Mei sampai dengan Juli

lebih utama disebabkan oleh air yang jernih dan bersuhu rendah. Jumlah ikan yang

tertangkap pada musim pemijahan akan meningkat dengan makin banyaknya ikan

bada yang melakukan migrasi ke sungai untuk memijah.

Pengukuran kualitas air pada bulan April 2019 (Tabel 2) menunjukkan

bahwa kualitas air di lokasi pengambilan sampel sesuai dengan kriteria habitat ikan

dengan genus Rasbora.

Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air

Waktu pH Oksigen

Terlarut (mg/l) Suhu (°C)

Apr-19 7,98 6,4 25,73

Genus Rasbora tergolong jenis yang memiliki habitat dengan rentang

kualitas air yang cukup luas. R. argyrotaenia di Danau Maninjau dapat ditemukan

pada kondisi air dengan suhu 31,4 °C, pH 9,2, dan oksigen terlarut mencapai 2,3

mg/L (Sulastri, et.al., 2011). Di perairan yang cenderung bersifat asam, seperti

Kalimantan, R. argyrotaenia ditemukan di DAS Barito dengan pH mencapai 4,23

(Rosadi, et al., 2014). Suhu air untuk habitat Rasbora spp. yang terukur di Sungai

Banjaran, yaitu 23 °C. Rentang suhu yang cukup luas ini juga disebabkan karena

perilaku migrasi dari danau ke arah sungai dengan suhu air yang lebih rendah ketika

masa pemijahan.

Kesimpulan dan Saran

Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa debit tidak

berpengaruh signifikan terhadap jumlah ikan bada yang tertangkap. Debit memiliki

pengaruh kontribusi sebesar 23,6% terhadap hasil tangkap, sementara 76,4%

dipengaruhi oleh faktor lain seperti masa pemijahan, dan parameter kualitas

perairan lainnya.

Page 313: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

303

Penelitian ini dapat dikembangkan dan dikaji lebih lanjut terkait dengan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah ikan bada (Rasbora spp.) yang

tertangkap (melakukan migrasi) selain debit, misalnya analisis tingkat kematangan

gonad (TKG) ikan untuk validasi masa pemijahan sebagai pemicu ikan bada

melakukan migrasi ke hilir/muara sungai. Selain itu juga diperlukan data kualitas

air lainnya disetiap pengambilan sampel, terutama suhu, Dissolved Oxygen (DO),

Total Suspended Solid (TSS), Total Dissolve Solid (TDS), dan turbiditas

(kekeruhan), sehingga dapat diketahui parameter kualitas air yang paling

berpengaruh terhadap jumlah ikan bada yang tertangkap.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Jojok Sudarso, M.Si., sebagai

koordinator sub kegiatan Restorasi Habitat Ikan Asli Danau Maninjau dalam

kegiatan PN Puslit Limnologi 2019 dan Bapak Taufik Hidayat, sebagai enumerator

nelayan penangkap ikan bada di Sungai Kampung Tangah.

Referensi

Berg, L. dan Northcote, T.G. 1985. Changes Interritorial, Gill-Flaring, and Feeding

Behaviour in Juvenile Coho Salmon (Onchorynchus kisutch) Following Short

Term Pulses of Suspended Sediment. Canadian Journal of Fisheries and

Aquatic Sciences vol. 42: 1.410-1.417.

Caruso, B.S. 2002. Temporal and Spatial Patterns of Extreme Low Flows and

Effects on Stream Ecosystems in Otago, New Zealand. Journal of Hydrology

257: 115-133.

Dianto, Aan. 2019. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Ikan Bada di Sungai

Kampung Tangah (Unpublished).

Djumanto, E. Setyobudi, A.A. Sentosa, R. Budi, dan N. Nirwati. 2008.

Reproductive Biology of The Yellow Rasbora (Rasbora lateristriata) Inhabitat

of the Ngrancah River, Kulon Progo Regency. Journal of Fisheries Sciences X

(2): 261-275.

Dina, R., O. Samir, Lukman, G.S. Haryani, dan S.H. Nasution. 2019. Fish and

fisheries of Bada (Rasbora spp.) in Lake Maninjau, West Sumatra. IOP

Conference Series: Earth Environment Science 306 012004.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Cetakan ke-11, 190 hal. Yogyakarta:

Kanisus.

Johnson, J.E. dan R.T. Hines. 1999. Effect of Suspended Sediment on Vulnerability

of Young Razorback Suckers to Predation. Transactions of the American

Fisheries Society vol. 128: 648-655.

Lucas, M.C. dan E. Baras. 2001. Migration of Freshwater Fishes. London:

Blackwell Science Ltd.

Page 314: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

304

Lumbantobing, D. N. 2014. Four New Species of Rasbora of the Sumatrana Group

(Teleostei: Cyprinidae) from Northern Sumatra, Indonesia. Zootaxa 3764 (1):

001-025.

Muchlisin, Z.A. 2011. Spawning sites of depik, Rasbora tawarensis (Teleostei,

Cyprinidae) in Lake Laut Tawar, Indonesia. Proceeding of The Annual

International Conference Syiah Kuala University Banda Aceh 2011: 95-99.

Rosadi, E., Endang Y.H., D. Setyohadi, dan G. Bintoro. 2014. Distribution,

Composition, and Abiotic Environment of Silver Rasbora (Rasbora

argyrotaenia Blkr) Fish in Upstream Areas of Barito Watershed, South

Kalimantan. Journal of Environment and Ecology vol. 5 (1): 117-131.

Roesma, D.I. 2013. Evaluasi Keanekaragaman Spesies Ikan Danau Maninjau.

Prosiding Seminar Nasional dan Rapat Tahunan (Semirata) FMIPA Universitas

Lampung 2013: 197-204.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. 308 hal. Bandung: Alfabeta.

Sulastri, D.I. Hartoto, I. Yuniarti, dan S.H. Nasution. 2011. Karakteristik Habitat,

Kebiasaan Makan, dan Sistem Konservasi Ikan Bada Rasbora argyrotaenia di

Danau Maninjau. Prosiding Seminar Nasional Ikan VI: 487-497.

Sweka, J.A. dan Hartman, K.J. 2001. Influence of Turbidity on Brook Trout

Reactive Distance and Foraging Success. Transaction of the American Fisheries

Society vol. 130: 138-146.

Page 315: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

305

Pengolahan Air Limbah Budidaya Berbasis IMTA (Integrated

Multi Trophic Aquaculture) Menggunakan Constructed

Treatment Wetland – Surface Flow System

Evi Susanti*1, Sari Wulandari2, Cynthia Henny1, Irma Melati1

1Puslit Limnologi-LIPI, Jl, Jakarta-Bogor Km 46, 16911, Cibinong, Jawa Barat 2Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan – Universitas Brawijaya

*Email: [email protected]

Abstrak

Air limbah IMTA yang dihasilkan dari kegiatan budidaya ikan di Pusat Penelitian

Limnologi memiliki karakteristik limbah dengan konsentrasi nitrogen dan fosfor

yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan terjadinya ledakan populasi mikroalga

Cyanobacteria dari jenis Microcystis aeruginosa dan Oscillatoria sp pada air kolam

budidaya tersebut. Salah satu teknologi alternatif yang dapat diaplikasikan untuk

mengolah air limbah budidaya tersebut adalah sistem constructed treatment

wetlands (CTWs) yang diuji menggunakan tumbuhan air Heliconia sp dan Cyperus

sp. CTWs merupakan kombinasi pengolahan biofilter dan fitoteknologi. Penelitian

ini bertujuan untuk menurunkan konsentrasi nitrogen, fosfor dan TSS air limbah

budidaya IMTA. CTWs yang digunakan adalah tipe aliran permukaan (surface flow

system - SFS) yang dilengkapi dengan kolam trickling filter. Kolam CTWs

memiliki dimensi dengan diameter 2,00 m2 dan kedalaman 0,55 m yang berisi

media kerikil 1,884 m3, pasir 1,256 m3 dan tanah 0,314 m3. Kolam trickling filter

berisi batu kerikil dengan dimensi 2,00 x 1,00 m2 dan kedalaman 0,50 m. Waktu

tinggal air limbah pada sistem berkisar antara 4 – 6 hari. Pengamatan dilakukan

setiap 7 hari meliputi parameter fisika kimia air serta pengukuran jumlah bakteri

pada akar setiap 30 hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kolam trickling

filter mampu menurunkan kandungan total nitrogen, total fosfor dan fosfat rata-rata

sebesar 22,1%, 36,04% dan 61,16%. Penurunan konsentrasi total nitrogen pada

kolam Heliconia sp sebesar 36,54 – 57,95% dan 44,12 – 76,87% pada kolam

Cyperus sp, dengan beban pencemar yang masuk pada sistem CTWs berkisar antara

28,3 – 35,3 mg–TN/L. Efisiensi penyisihan fosfat berkisar antara 90,58 – 96,98%

pada kolam Heliconia sp dan 94,71– 97,17% pada kolam Cyperus sp, dengan beban

masukan hingga 1,33 mg-PO43-/L. Berdasarkan uji bakteri diperoleh jumlah bakteri

heterotrof pada akar Cyperus sp lebih tinggi dibandingkan pada akar Heliconia sp,

hal ini yang menyebabkan penyisihan nitrogen pada kolam Cyperus sp lebih tinggi

dibandingkan pada kolam Heliconia sp. TSS mengalami penurunan pada kolam

trickling filter, Heliconia sp dan Cyperus sp berturut-turut hingga 78,3%, 66% dan

84%.

Kata kunci: CTWs, SFS, Heliconia sp, Cyperus sp, IMTA

Page 316: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

306

Pendahuluan

Tingginya potensi ekonomi agroidustri dari sektor perikanan mendorong

peningkatan kegiatan budidaya ikan perairan tawar. Pusat Penelitian Limnologi –

LIPI mengembangkan teknik budidaya terpadu berbasis Intergrated Multi Trophic

Aquaculture (IMTA) berdasarkan konsep konservasi lingkungan yang

memungkinkan peningkatan produktivitas dan nilai ekonomi budidaya ikan dengan

tetap mempertahankan kualitas perairan. Teknologi tersebut menggabungkan

komoditas ikan lele dan tumbuhan Lemna perpussila Torr dalam satu sistem

budidaya. Tumbuhan air Lemna perpussila Torr selain berfungsi sebagai sumber

pakan ikan yang mengandung protein tinggi (Landesman, 2005), juga sebagai

fitoremediator yang memanfaatkan nutrien air untuk pertumbuhannya. Lemna

perpussila Torr mampu menggantikan pakan buatan sebanyak 25% untuk

menghasilkan bobot ikan yang signifikan (Ilyas et al., 2014). Ikan memanfaatkan

20 – 30% nutrien pakan dan sisanya 70 – 80% dikeluarkan dari tubuh ikan (Gunadi

& Hafsaridewi, 2008). Peran Lemna perpussila Torr sebagai pakan alami belum

dapat menggantikan seluruh kebutuhan pakan pelet, menyebabkan kualitas air

budidaya ikan menggunakan teknologi IMTA ini masih menghasilkan limbah cair

dengan konsentrasi nitrogen, fosfor, senyawa organik dan total suspended solid

(TSS) yang tinggi. Pencemaran nutrien yang mengacu pada kontaminasi akibat

input nutien yang eksesif, menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan

diantaranya eutrofikasi pada air permukaan, ledakan toksik alga dan hipoksia (EPA,

2004). Pada kolam budidaya berbasis IMTA terjadi ledakan populasi mikroalga dari

kelompok Cyanobacteria seperti Microcystis aeruginosa dan Oscillatoria sp.

Teknologi IMTA belum mencapai kesetimbangan dalam menghasilkan produk

budidaya dan menjaga kualitas air, sehingga masih dibutuhkan teknologi alternatif

untuk mengolah air buangan limbah budidaya tersebut.

Construced treatment wetlands (CTWs) adalah sistem rekayasa yang

didisain dan dibangun untuk melaksanakan fungsi-fungsi alami dari vegetasi lahan

basah, tanah dan populasi mikroba dalam mengolah kontaminan pada air

permukaan, air tanah atau limbah cair (Kadlec & Wallace, 2009). CTWs merupakan

salah satu teknologi alternatif yang dapat diaplikasikan dengan mudah dan rendah

biaya operasional sebagai kombinasi pengolahan biofilter dan fitoteknologi.

Page 317: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

307

Teknologi ini dapat digunakan untuk mengolah berbagai tipe limbah cair dan

memegang peranan penting dalam berbagai konsep sanitasi ekologis. CTWs

banyak digunakan untuk mengolah limbah greywater, domestik dan perkotaan di

negara-negara berkembang. Proses pengolahan dengan CTWs didasari oleh

sejumlah proses biologis dan fisika, seperti adsorpsi, presipitasi, filtrasi, nitrifikasi,

dekomposisi dan sebagainya. CTWs biasanya dijadikan pengolahan sekunder,

dengan menambahkan pre-treatment sebagai upaya untuk mengurangi clogging.

Limbah cair kegiatan budidaya dengan teknologi IMTA diolah menggunakan

CTWs tipe aliran permukaan dengan dua jenis tumbuhan uji Heliconia sp dan

Cyperus sp. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan dan efisiensi

penyisihan sistem CTWs dalam mengolah limbah cair budidaya perikanan berbasis

IMTA.

Metodologi

Penelitian dilakukan di area instalasi sistem CTWs yang berada di Pusat

Penelitian Limnologi – LIPI, Cibinong. Perlakuan terdiri atas sebuah kolam

penampungan dan pengenceran limbah dengan kapasitas 4,00 m3, satu kolam

trickling filter yang berdimensi 2,00 x 1,00 x 1,00 yang diisi dengan batu koral

berdiameter 5 cm sebanyak 1,00 m3, dua buah kolam CTW dengan tipe aliran

permukaan (surface flow system, SFS) yang berdiameter 2,00 m dan kedalaman

1,00 m. Kedua kolam tersebut diisi dengan kerikil, pasir dan tanah dengan masing-

masing volume 1,884 m3, 1,256 m3 dan 0,314 m3. Waktu tinggal limbah dalam

sistem pengolahan berkisar antara 4 – 6 hari. CTWs ditanami dengan Heliconia sp

dan Cyperus sp, masing-masing dipotong pada ketinggian 40 cm dan 55 cm dan

diaklimatisasi selama 2 minggu (Gambar 1). Air limbah diencerkan sebesar 30 –

50% di kolam penampungan sebelum dialirkan pada sistem CTWs.

Page 318: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

308

Gambar 1. Kolam penampungan (a), trickling filter (b) dan CTWs – SFS dengan

Heliconia sp (c) dan Cyperus sp (d)

Pengambilan sampel dilakukan setiap minggu meliputi pengukuran kualitas

air menggunakan water quality checker (WQC) tipe Horiba U-10 dan YSI-Pro,

serta pengambilan sampel air pada kolam penampungan, outlet kolam trickling

filter, outlet kolam CTW Heliconia sp dan outlet kolam CTW Cyperus sp.

Parameter kualitas air yang diukur terdiri atas pH, oksigen terlarut (DO), turbiditas,

suhu, TDS dan konduktivitas. Parameter kimia yang dianalisis berupa fosfat, total

nitrogen, total fosfor dan total suspended solid (TSS).

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Limbah

Air limbah kegiatan budidaya ikan berbasis IMTA (Integrated Multi

Trophic Aquaculture) berwarna hijau kebiruan yang merupakan representasi

populasi mikroalga Cyanobacteria. Kolam budidaya lele berbasis IMTA ini

didominasi oleh kelompok Cyanobacteria dari jenis Microcystis aeruginosa dan

Oscillatoria sp (Gambar 2). Ledakan sejumlah besar fitoplankton merupakan

respon terhadap peningkatan kandungan nutrien pada badan air. Penambahan fosfor

meningkatkan pertumbuhan alga dan tidak semua fosfat dapat dimanfaatkan oleh

alga (Hochanadel, 2010). Kematian alga menyebabkannya tersimpan pada bagian

dasar badan air dimana mereka akan mengalami dekomposisi dan nutrien yang

terkandung pada senyawa organik akan diubah oleh bakteri menjadi senyawa

anorganik. Proses dekomposisi membutuhkan oksigen sehingga terjadi hipoksia

(a) (b) (c)

(d)

Page 319: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

309

dan menurunnya kandungan oksigen terlarut yang dapat menyebabkan kematian

ikan dan organisme lainnya.

Gambar 2. Cyanobacteria (a) Microcystis aeruginosa, (b) Oscillatoria sp dan (c)

Chroococcus sp dan Chlorophyta Pediastrum duplex (d), Scenedesmus sp (e)(f)

Karakteristik air limbah budidaya perikanan berbasis IMTA dapat dilihat

pada Tabel 1. Kandungan total nitrogen dan total fosfor pada air limbah tergolong

tinggi hingga mencapai 47,7 mg/L dan 6,06 mg/L. Beberapa parameter lainnya

melebihi baku mutu diantaranya kandungan oksigen terlarut kurang dari 4,00 mg/L,

pH kurang dari 6,8 dan konsentrasi fosfat melebihi 0,20 mg/L. Perairan yang baik

untuk menunjang kegiatan perikanan dengan kisaran oksigen terlarut > 5 mg/L, pH

6,8 – 8,5, fosfat < 1 mg/L dan nitrat < 5 mg/L (PP No. 82 Tahun 2001 untuk kegiatan

perikanan air tawar (kelas II)).

Tabel 1. Karakteristik air limbah budidaya berbasis IMTA

No. Parameter Satuan Konsentrasi

1. COD mg/L 32,00

2. Total nitrogen (TN) mg/L 47,70

3. Total fosfor (TP) mg/L 6,06

(c)

(d)

(e) (f)

Page 320: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

310

4. Fosfat (PO43-) mg/L 2,08

5. TSS mg/L 112,00

6. pH - 6,20

7. Oksigen terlarut (DO) mg/L 3,50

8. Turbiditas NTU 443,40

9. Konduktivitas mS/cm 0,268

7. Kelimpahan Plankton Ind./L 49.050

Sumber: Data primer, 2019

Parameter fisika dan kimia sistem pengolahan dengan CTWs dapat dilihat

pada Tabel 2. Nilai pH pada sistem pengolahan ini berkisar antara 7,1 – 7,7 yang

merupakan kisaran pH normal untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman.

Konsentrasi oksigen terlarut (DO) mengalami peningkatan pada kolam trickling

filter (TF) dan CTWs, serta mengalami penurunan turbiditas dibandingkan pada

kolam penampungan limbah. Pada kolam TF, air limbah yang mengalir pada

lapisan batuan menyebabkan tumbuhnya lapisan mikroba (biofilm) yang menutupi

permukaan batuan. Biofilm ini akan menguraikan senyawa-senyawa polutan.

Proses nitrifikasi dan denitrifikasi merupakan dua proses yang dapat menurunkan

konsentrasi nitrogen secara signifikan. TF didisain sebagai reaktor aerobik yang

mampu menurunkan nitrogen amonia. Efisiensi proses nitrifikasi dipengaruhi oleh

senyawa organik yang terdapat pada air limbah. Proses nitrifikasi sangat

dipengaruhi oleh suhu dan pH, pada kisaran suhu 25,3 – 30,7oC dan pH cenderung

netral (7,1 – 7,7) laju nitrifikasi berlangsung optimal. Suhu sangat mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme serta kecepatan reaksi kimia dan biokimia dalam

proses-proses biologis (Romadhony & Sutrisno, 2010). Stabilitas performa terbaik

dengan menjaga pH antara 6,5 – 8,0, sedangkan pada pH asam, laju nitrifikasi akan

menurun secara signifikan. Ukuran media filter dengan luas permukaan semakin

besar dapat meningkatkan kemampuan TF melangsungkan proses nitrifikasi (EPA,

2000).

Page 321: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

311

Tabel 2. Parameter fisika dan kimia air pada sistem pengolahan limbah budidaya

IMTA

Kolam pH DO

(mg/L)

Turb.

(NTU)

Suhu

(oC)

TDS

(g/L)

Cond.

(mV)

Penampunga

n

7,1 –

7,3 6,6 – 9,5

51,9 –

109,8

25,3 –

25,9

0,166 –

0,190

0,262 –

0,290

TF

7,1 –

7,5 7,2 – 7,8

21,8 –

23,4

25,3 –

28,2

0,056 –

0,168

0,062 –

0,278

CTW

Heliconia

7,2 –

7,5 8,2 – 9,8

21,7 –

27,3

25,5 –

30,7

0,163 –

0,169

0,100 –

0,240

CTW

Cyperus

7,2 –

7,7

9,1 –

10,2

33,6 –

86,5

25,6 –

29,7

0,080 –

0,156

0,090 –

0,240

TDS berkisar antara 0,056 – 0,190 g/L dengan trend penurunan konsentrasi

pada kolam TF dan mengalami peningkatan kembali pada kolam CTWs. TDS

menunjukkan jumlah kation dan anion dalam air yang berasal dari berbagai sumber,

apabila berada pada konsentrasi tinggi menyebabkan terjadinya pencemaran dan

mengurangi kemampuan badan air untuk menjaga ekosistem air (Ilyas et al., 2013).

Kenaikan TDS menunjukkan bahwa bahan organik yang berukuran kecil belum

terdegradasi secara sempurna dan adanya peningkatan biomassa mikroorganisme

yang berukuran lebih kecil. Penurunan nilai TDS pada biofiltrasi sistem tanaman

disebabkan bahan organik yang terdapat pada sampel air limbah menurun akibat

proses penyerapan unsur hara oleh akar tanaman.

Turbiditas pada sistem CTWs masih berada di atas baku mutu yaitu sebesar

25 NTU, tingginya turbiditas pada outlet CTWs karena adanya alga filamen yang

tumbuh pada permukaan air. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan filtrasi

pada outlet sistem CTWs. Turbiditas disebabkan adanya bahan organik dan

anorganik yang tersuspensi dan terlarut maupun plankton dan mikroorganisme lain.

Efisiensi penyisihan pada kolam TF untuk total fosfor, total nitrogen dan

fosfat berturut-turut sebesar 22,1%, 36,04% dan 61,16% (Tabel 3). Pada CTWs

penurunan konsentrasi total fosfor pada kedua kolam relatif tidak ada perbedaan,

sedangkan penurunan konsentrasi total nitrogen dan fosfat pada CTW dengan

tanaman Cyperus sp lebih tinggi dibandingkan CTW dengan tanaman Heliconia sp.

Page 322: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

312

Tabel 3. Efisiensi penyisihan (%) trickling filter, CTWs – SFS Heliconia sp dan

Cyperus sp

Efisiensi

Penyisihan

TF

(%)

Heliconia sp

(%)

Cyperus sp

(%)

Total Fosfor 11,50 – 36,32 49,17 – 68,55 48,65 – 69,43

22,1 60,57 60,37

Total

Nitrogen 20,68 – 55,83 36,54 – 57,95 44,19 – 76,87

36,04 46,16 64,03

Fosfat 41,01 – 85,02 90,58 – 96,98 94,71 – 97,17

61,16 94,18 96,37

TSS 4,50 – 6,00 42,86 – 65,66 10,53 – 83,83

78,13 42,50 50,54

Penurunan konsentrasi total fosfor, fosfat dan total nitrogen rata-rata pada

CTW dengan tanaman Heliconia sp berturut-turut sebesar 60,57%, 46,16% dan

94,18%. Pada CTW dengan tanaman Cyperus sp penurunan konsentrasi total fosfor,

fosfat dan total nitrogen rata-rata sebesar 60,37%, 64,03% dan 96,37%. Efisiensi

penurunan nutrien pada CTW dengan tanaman Cyperus sp lebih tinggi

dibandingkan tanaman Heliconia sp. Jenis tanaman Cyperus sp telah diketahui

memiliki kemampuan kapasitas yang tinggi dalam mengeliminasi fosfor dan

nitrogen (Ebrahimi et al., 2013).

Page 323: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

313

Gambar 3. Penurunan konsentrasi total nitrogen pada TF, CTW – SFS Heliconia sp

dan Cyperus sp

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

inlet TF Heliconia

Ko

nse

ntr

asi

TN

(m

g/L

)

Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

inlet TF Cyperus

Ko

nse

ntr

asi

TN

(m

g/L

)

Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Page 324: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

314

Gambar 4. Penurunan konsentrasi fosfat pada TF, CTWs – SFS Heliconia sp dan

Cyperus sp

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

Inlet TF Heliconia

Ko

nse

ntr

asi

Fo

sfa

t (m

g/L

)

Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Minggu 5

Minggu 6

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

Inlet TF Cyperus

Ko

nse

ntr

asi

Fo

sfa

t (m

g/L

)

Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Minggu 5

Minggu 6

Page 325: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

315

Gambar 5. Penurunan konsentrasi total fosfor pada TF, CTW – SFS Heliconia sp

dan Cyperus sp

Tingginya konsentrasi TSS pada limbah budidaya berbasis IMTA ini

berasal dari sisa pakan dan feses ikan yang terakumulasi sehingga meningkatkan

kekeruhan yang menyebabkan penetrasi cahaya berkurang dan mempengaruhi

regenerasi oksigen untuk proses fotosintesis. TSS mengalami penurunan pada

kolam TF hingga mencapai 78,13% namun mengalami peningkatan kembali pada

kolam CTWs baik pada kolam Heliconia sp maupun Cyperus sp. Peningkatan ini

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

Inlet TF Heliconia

Ko

nse

ntr

asi

TP

(m

g/L

)

Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Minggu 5

Minggu 6

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

Inlet TF Cyperus

Ko

nse

ntr

asi

TP

(m

g/L

)

Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Minggu 5

Minggu 6

Page 326: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

316

disebabkan tumbuhnya beberapa alga filamen pada lapisan air yang terbawa pada

outlet. Tumbuhnya sejumlah biomassa perifiton merupakan respon terhadap

tingginya konsentrasi nutrien yang masuk ke sistem pengolahan air limbah tersebut

dan keberadaannya turut membantu proses penyerapan nutrien air menjadi

biomassa. CTWs dapat menyisihkan TSS, senyawa organik dan nutrien hingga >

80%. Aplikasi CTWs pada daerah tropis memiliki keunggulan yang sangat

dipengaruhi temperatur tinggi dan cahaya matahari sepanjang tahun serta

meningkatkan produktivitas tanaman sehingga lebih efisien menyisihkan polutan

(Zhang et al., 2012).

Gambar 6. Air limbah IMTA pada inlet (a), outlet trickling filter (b) dan outlet

CTWs (c)

Kemampuan penyisihan nutrien yang lebih tinggi pada tanaman Cyperus sp

ini dipengaruhi sistem perakaran pada tanaman Cyperus sp yang lebih lebat

dibandingkan dengan Heliconia sp. Di daerah rhizosfer yang bersifat aerob

memungkinkan aktivitas bakteri yang berperan dalam perombakan bahan

pencemar. Mikroorganisme yang diharapkan dapat berkembang adalah bakteri

heterotrof aerobik. Peningkatan populasi bakteri heterotrof ini disebabkan

kemampuannya dalam memanfaatkan senyawa organik dan mengubah kandungan

nitrogen yang terdapat pada air limbah tersebut menjadi biomassa mikroba (Sari &

Effendi, 2014). Berdasarkan uji bakteri heterotrof pada sistem perakaran, jumlah

bakteri yang terdapat pada Cyperus sp lebih tinggi dibandingkan Heliconia sp

(Gambar 7).

(c) (b) (a)

Page 327: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

317

Gambar 7. Bakteri heterotrof pada akar (a)(c) Heliconia sp pengenceran 103x dan

(b)(d) pengenceran 104x , (e)(g) Cyperus sp pengenceran 103x dan (f)(h)

pengenceran 104x

Secara umum kombinasi sistem pengolahan air limbah IMTA dengan TF

dan CTWs efektif menurunkan polutan nutrien. Efektivitas penyisihan dapat

ditingkatkan dengan memperpanjang waktu tinggal air limbah pada sistem

pengolahan hingga lebih dari enam hari, atau dengan mengencerkan air limbah

hingga di atas 50%.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan selama 6 minggu, kombinasi sistem TF dan

CTWs mampu menurunkan total nitrogen hingga mencapai 76,87%, dengan beban

pencemar yang masuk ke sistem pengolahan berkisar antara 28,3 – 35,3 mg–TN/L.

Total fosfor dan fosfat mengalami penurunan konsentrasi hingga 60,37% dan

97,37%. TSS mengalami penurunan pada kolam Heliconia sp dan Cyperus sp

berturut-turut hingga 66% dan 84%. Jumlah bakteri heterotrof pada akar Cyperus

sp lebih tinggi dibandingkan pada akar Heliconia sp.

Referensi

Ebrahimi, A., Taheri, E., Ehrampousj, M. H., Nasiri, S. 2013. Efficiency of

constructed wetland vegetated with Cyperus alternifolius applied for

municipal wastewater treatment. J. Env. & Public Health Vol. 2013: 1 – 5.

EPA. 2000. Wastewater technology fact sheet trickling filter nitrification.

Washington DC: EPA 832-F-00-015 September 2000.

Page 328: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

318

EPA. 2004. Reactive nitrogen in the United States: An analysis of inputs, flows,

consequences, and management options; a report of the Science Advisory

Board EPASAB-11-013

Hochanadel, D. 2010. Limited amount of total phosphorus actually feeds alga, study

finds. Lake Scientist.

Kadlec, R. H. & Wallace, S. D. 2009. Treatment wetlands. Second ed. United States

of America: CRC Press.

Gunadi, B. & Hafsaridewi, R. 2008. Pengendalian limbah amonia budidaya ikan

lele dengan sistem heterotrofik menuju akuakultur tanpa limbah. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya 639(805): 437 – 448.

Ilyas, A. P., Nirmala, K., Harris, E., Widiyanti, T. 2014. Pemanfaatan Lemna

perpusilla sebagai pakan kombinasi untuk ikan nila (Oreochromis niloticus)

pada sistem resirkulasi. J. Limnotek 21(2): 1993 – 2001.

Ilyas, N. I, Nugraha, W. D. & Sumiyatu, S. 2013. Penurunan kadar TDS pada

limbah tahu menggunakan teknologi biofilm menggunakan media biofilter

kerikil hasil letusan Gunung Merapi dalam bentuk random. J. Teknik

Lingkungan 2(3): 1 – 10.

Landesman, L., Parker, Fedler, Konikoff. 2005. Modeling duckweed growth in

wastewater treatment systems. Livestock Research for Rular Development.

Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air. Jakarta.

Romadhorny, A & J. Sutrisno. 2011. Kinerja contructed wetland dalam

menurunkan kandungan phospat (PO4) dan ammonia (NH3) pada limbah

rumah sakit. J. Teknik Lingkungan 11(2): 22 – 27.

Sari, E. P. & Effendi, A. J. 2014. Dinamika populasi bakteri heterotrof dan autotrof

pada pengolahan sludge produced water hasil eksplorasi minyak dan gas

bumi dengan metode aerated static pile dan degradasi anaerobik. J. Teknik

Lingkungan 20(1): 68 – 77.

Zhang, D. Q., S.K. Tan, R. M. Gersberg, Y.F. Liu, J. F. Zhu, S. Sadreddin. 2012.

Nutrient removal in tropical subsurface flow constructed wetlands under

batch and continuous flow conditions. J. Environ. Manage. 96: 1 – 6.

Page 329: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

319

Studi Awal Penyisihan Fosfat Pada Limbah Cair Artifisial Npk

Pupuk Npk Menggunakan Floating Treatment Wetlands (Ftws)

Sugiarti*, Nurul Setiadewi, dan Cynthia Henny

Pusat Penelitian Limnologi-LIPI

Jl. Raya Jakarta - Bogor Km 46, Cibinong Bogor Jawa Barat

*email: [email protected]

Abstrak

Lahan Basah Terapung (Floating Treatment Wetlands/FTWs) merupakan salah

satu alternatif pengolahan limbah secara alamiah untuk mengurangi kadar organik

pada suatu badan air tercemar dengan memanfaatkan akar tanaman dan bakteri yang

terdapat pada sistem perakaran sebagai penyerap limbah. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui efisiensi penyisihan kadar fosfat di dalam limbah cair artifisial

NPK menggunakan sistem FTWs dengan pemanfaatan tanaman melati air

(Echinodorus berteroi (Spreng.) Fassett) dan pisang–pisangan (Helliconia

psittaforum) sebagai penyerap fosfat yang terkandung di dalam limbah. Empat

kolam percobaan diisi dengan pupuk NPK berkonsentrasi N sebesar 2 mg/L dan

konsentrasi fosfat sebesar 0,7 mg/L. Kolam 1 merupakan kolam kontrol, kolom 2

berisi FTWs tanpa tanaman, kolam 3 berisi FTWs dengan tanaman melati air dan

kolam 4 berisi FTWs dengan tanaman pisang-pisangan. Sampling air dilakukan

pada interval waktu 5x, 3x, dan 2x seminggu, dalam kurun waktu dua minggu untuk

masing masing interval waktu tersebut. Penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga

pertengahan Agustus 2019. Parameter yang diukur adalah pH, suhu air, kekeruhan,

konduktivitas, oksigen terlarut dan fosfat. Tanaman melati air dapat menyisihkan

kandungan fosfat sebesar 67.70%, sedangkan tanaman pisang-pisangan dapat

menyisihkan fosfat sebesar 45.92%. Kedua jenis tanaman menunjukkan

pertumbuhan yang baik, dengan ditandai tumbuhnya daun, batang, bunga dan akar

tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis tanaman tersebut memiliki

kemampuan menyerap fosfat secara efektif melalui sistem FTWs.

Kata kunci: fosfat, limbah cair artifisial NPK, Floating Treatment Wetlands

Pendahuluan

Lahan Basah Terapung (Floating Treatment Wetlands/FTWs) merupakan

salah satu alternatif pengolahan limbah secara alamiah untuk mengurangi kadar

organik pada suatu badan air tercemar dengan memanfaatkan akar tanaman sebagai

penyerap limbah. FTW dibentuk menggunakan media apung yang mendukung

pertumbuhan tanaman secara hidrofonik (Sample & Fox, 2013). Secara umum

FTWs terdiri atas tanaman, media tanam dan media apung (bouyant material dan

bouyant mat) serta sistem tambatan (anchoring) (Pusparinda & Santoso, 2016).

Page 330: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

320

Penelitian ini merupakan kajian awal pengolahan limbah pupuk NPK

(dengan dasar konsentrasi senyawa N dan fosfat pada konsentrasi tertentu),

menggunakan sistem FTWs. Media tanam yang digunakan yaitu tanah, media

apungnya berupa pipa paralon dan bouyant mat yang terdiri atas tali, lapisan karet,

dan sekam. Sebagai kajian awal, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi

penyisihan kadar fosfat yang terdapat pada limbah pupuk NPK menggunakan

sistem FTWs dengan pemanfaatan tanaman melati air (Echinodorus berteroi

(Spreng.) Fassett) dan pisang-pisangan (Helliconia psittaforum).

Bahan dan Metode

Sistem FTWs dilakukan pada skala laboratorium di Pusat Penelitian

Limnologi – LIPI, Cibinong. Waktu percobaan dari bulan Juli hingga pertengahan

Agustus 2019. Penelitian ini menggunakan kolam beton sebanyak 4 (empat) buah,

dengan dimensi panjang x lebar x kedalaman sebesar 1,8 x 1,2 x 1,0 m. Masing-

masing kolam dimasukkan limbah buatan berupa pupuk NPK dengan konsentrasi

N sebesar 2 mg/L dan konsentrasi fosfat sebesar 0,7 mg/L. Tanaman yang

digunakan pada penelitian ini adalah tanaman melati air (Echinodorus berteroi

(Spreng.) Fassett) dan pisang–pisangan (Helliconia psittaforum) (Gambar 1).

Kolam 1 merupakan kolam kontrol, kolom 2 berisi FTWs tanpa tanaman,

kolam 3 berisi FTWs dengan tanaman melati air dan kolam 4 berisi FTWs dengan

tanaman pisang-pisangan. Jumlah tanaman air yang ditanam pada media FTWs

sebanyak 15 lubang. Pada tahap awal penelitian, panjang batang dihomogenkan

dengan panjang 20 cm dan telah tumbuh akar pada kedua jenis tanaman tersebut

(Gambar 1).

Page 331: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

321

Gambar 1. Sistem Floating Treatment Wetlands (FTWs) skala laboratorium

Pengambilan sampel dilakukan dengan interval waktu 5x, 3x dan 2x

seminggu, dalam kurun waktu dua minggu untuk masing masing interval waktu

tersebut. Pengukuran parameter kualitas air, antara lain pH, suhu air, kekeruhan,

konduktivitas dan DO, dilakukan secara in situ menggunakan instrumen WQC

(Water Quality Checker) YSI Pro. Parameter nutrien fosfat dianalisis di

laboratorium dengan metode asam askorbat (APHA, 2017).

Efisiensi penyisihan fosfat (%) dihitung dengan rumus berikut ini:

𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 (%) =𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙𝑥 100%

Gambar 2. Metode Penelitian Eksperimen FTWs

Hasil Dan Pembahasan

Kualitas Air pada Sistem Floating Treatment Wetlands (FTWs)

Page 332: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

322

Parameter kualitas air yang diukur langsung di lapangan, antara lain suhu,

pH, ORP, Total Dissolved Solid (TDS), kekeruhan dan konduktivitas. Hasil

pengukuran suhu, pH, ORP, Total Dissolved Solid (TDS), kekeruhan, dan

konduktivitas dapat dilihat pada Gambar 3-4.

Gambar 3. Distribusi nilai suhu dan pH pada eksperimen FTWs

Hasil pengukuran suhu pada eksperimen FTWs menunjukkan tren fluktuatif

yang cenderung menurun, dapat dilihat pada Gambar 3, namun masih pada kisaran

suhu normal yakni dengan rentang nilai sebesar 25,50 – 29,85oC. Suhu sangat

berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan yang berpengaruh bagi

pertumbuhan organisme akuatik (Effendi, 2002). Pada penelitian ini, adanya

perubahan suhu dapat menunjang proses-proses biotik dan abiotik pada FTWs.

Nilai pH rata-rata pada eksperimen FTWs sebesar 7,58 dengan tren yang

cukup stabil selama periode pengamatan. Besaran pH pada perairan merupakan

indikator penting dalam penentuan kualitas air dan pencemaran badan air (Fisesa et

al., 2014). Nilai konduktivitas menunjukkan pola yang cukup stabil yakni pada

rentang 0,143 – 0,132 mS/cm, dapat dilihat pada Gambar 4. Pola yang stabil juga

terjadi pada hasil pengukuran parameter TDS yakni pada kisaran 0,106 – 0,203 g/L.

Nilai konduktivitas memiliki hubungan linier dengan TDS (Irwan, 2016).

Konduktivitas dipengaruhi oleh konsentrasi ion yang terkandung di dalam larutan.

Dalam hal ini, limbah NPK pada air sistem FTWs akan terionisasi dan

mempengaruhi konduktivitasnya. Semakin tinggi nilai TDS, maka semakin besar

pula konduktivitas perairan tersebut (Nicola et al., 2015).

Page 333: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

323

Gambar 4. Distribusi nilai TDS dan konduktivitas pada eksperimen FTWs

Nilai ORP erat kaitannya dengan substansi pengoksidasi, yaitu oksigen.

Nilai ORP sedikit dipengaruhi oleh suhu, namun sangat dipengaruhi oleh kadar

oksigen (Effendi, 2002). Pada pengamatan hari ke 19 s/d 22, nilai ORP cenderung

menurun (Gambar 5). Sedangkan, nilai turbiditas pada hari yang sama cenderung

meningkat. Kondisi air kemungkinan menjadi anaerob dengan banyaknya material

tersuspensi yang menyebabkan naiknya nilai turbiditas.

Efisiensi penyisihan fosfat

Hasil analisis fosfat cenderung menurun pada keempat kolam bak

percobaan FTWs. Pada kolam Kontrol dan FTW (tanpa media), nilai fosfat

mengalami fluktuasi pada pengamatan hari ke 7 s/d 21, hal ini dikarenakan

banyaknya fitoplankton yang tumbuh di dalam air, yang ditandai dengan perubahan

warna air menjadi kehijauan (Gambar 6).

Page 334: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

324

Gambar 5. Distribusi nilai ORP dan turbiditas pada sistem FTWs

Page 335: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

325

Gambar 6. Tren efisiensi kadar fosfat pada sistem FTWs untuk pengolahan limbah

artifisial NPK

Kolam FTWs dengan tanaman melati air memiliki efisiensi penyisihan

fosfat sebesar 67,70% dan tanaman pisang-pisangan sebesar 45,92%. Tanaman air

yang digunakan pada FTWs dapat menurunkan konsentrasi fosfat pada air, terlihat

dari pertumbuhan yang baik dari kedua tanaman pada FTWs, yang ditandai

tumbuhnya daun, batang, bunga, dan akar tanaman. Berdasarkan hasil penelitian,

melati air memiliki efisiensi lebih tinggi., dilihat dari pertumbuhan tanaman air

tersebut. Unsur P dan N adalah unsur makro pada tanaman (Sunanisari dkk, 2008)

dan bentuk fosfor pada senyawa fosfat dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Effendi,

2002).

Keberadaan tumbuhan air di badan air dapat menyaring nutrien yang

terkandung didalamnya. Penurunan konsentrasi fosfat pada bak sistem FTWs

terkait dengan faktor penyerapan unsur fosfat oleh tanaman sebagai nutrien. Hal ini

ditandai dengan adanya pertumbuhan tanaman baik batang, daun, dan akar yang

diamati selama masa penelitian (Tabel 1).

Tabel 1. Pertumbuhan daun tanaman pada FTWs pada hari ke-10

No tanaman

pada FTWs

Jumlah daun pada hari

ke 10 (buah)

Panjang Daun pada hari

ke 10 (cm)

Pisang-

pisangan Melati air

Pisang-

pisangan Melati air

1 0 2 12/12

2 1 3 15 15/17/13

3 1 2 20 14/10

4 1 2 15 14/5

5 1 2 17 12/13

6 3 2 7/10/15 9/8

7 2 5 17/10 10/7/7/12/11

8 0 2 12/10

9 1 2 28 13/11

10 0 2 16/15

11 0 3 10/13/14

12 1 3 24 9/11/14

13 1 3 10 12/12/7

14 3 3 11/7/16 14/14/7

15 0 3 13/15

Page 336: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

326

Namun, keseimbangan ekosistem perairan dipengaruhi oleh keberadaan

senyawa fosfat di dalam air. Apabila kadar fosfat dalam perairan rendah,

pertumbuhan organisme atau tumbuhan air akan terhambat. Begitu pula sebaliknya,

kadar fosfat yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan organisme menjadi tidak

terbatas, sehingga dapat merusak ekosistem air (Sutamihardja et al., 2014).

Kesimpulan

Floating Treatment Wetlands menggunakan tanaman melati air

(Echinodorus berteroi (Spreng.) Fassett) dan pisang–pisangan (Strelitzia reginae

Banks) mampu menurunkan konsentrasi fosfat pada limbah NPK. FTWs dengan

tanaman Melati Air mampu menyerap fosfat hingga 67.70%, sementara dengan

jenis tanaman Pisang-pisangan penyerapan terjadi sebesar 45.92%. Kedua jenis

tanaman menunjukkan pertumbuhan yang baik yang ditandai dengan tumbuhnya

daun, batang, bunga, dan akar tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa kedua tanaman

air dapat digunakan sebagai media penyerapan nutrien yang cukup efektif pada

sistem FTWs.

Referensi

APHA (American Public Health Association). 2017. Standard Methods for The

Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association

(APHA), 23th ed. American Water Works Association (AWWA) and Water

Pollution Control Federation (WPCF). 1546 pp.

Effendi, Hefni. 2002. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. 257 hal.

Fisesa, E. D., Setyobudiandi, Isdradjad., Krisanti, Majariana. 2014. Water Quality

Condition and Community Structure of Macrozoobenthos in Belumai River,

Deli Serdang District, North Sumatra Province. Depik. 3: 1-9.

Irwan, F., Afdal. 2016. Analisis Hubungan Konduktivitas Listrik dengan Total

Dissolved Solid (TDS) dan Temperatur pada Beberapa Jenis Air. Jurnal

Fisika Unand. 5(1) : 85-93.

Nicola, F., Mukh Mintadi., Siswoyo. 2015. Hubungan Antara Konduktivitas , TDS

(Total Dissolved Solid) dan TSS (Total Suspended Solid) dengan Kadar Fe2+

dan Fe Total Pada Sumur Air Gali di Daerah Sumbersari, Puger dan Kencong

Kabupaten Jember. Prosiding Seminar Nasional Kimia.

Pusparinda, L dan R.I.B. Santoso. 2016. Studi Literatur Perencanaan Floating

Treatment Wetland di Indonesia. Jurnal Teknik ITS . 5 (2): A471-A475.

Sample, D.J. and L.J. Fox. 2013. Innovative Best Management Fact Sheet No.1:

Floating Treatment Wetlands. Publication BSE-76P. Tanggal Diunduh 26

September 2019. Http://www.ext.vt.edu.

Page 337: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

327

Sunanisari S, A. B. Santoso, E. Mulyana, S. Nomosatryo, Y. Mardiyati. 2008.

Penyebaran Populasi Tumbuhan Air di Danau Singkarak. Limnotek, 15(2):

112-119.

Sutamihardja RTM., Mia Azizah., Yunita Hardini. 2018. Studi Dinamika Senyawa

Fosfat Dalam Kualitas Air Sungai Ciliwung Hulu Kota Bogor. Jurnal Sains

Natural Universitas Nusa Bangsa. 8 (1): 43-49.

Page 338: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

328

Status Perairan dan Penilaian Habitat Sungai-Sungai Yang

Bermuara Ke Danau Maninjau

Tri Suryono, Octavianto Samir dan Jojok Sudarso

Puslit Limnologi-LIPI, Jl, Jakarta-Bogor Km 46, 16911, Cibinong, Jawa Barat

Email: [email protected]

Abstrak

Danau Maninjau merupakan danau tektovulkanik yang keberadaannya

sangat penting dalam menunjang aktivitas masyarakat di sekitarnya. Saat ini

kondisi perairaan Danau Maninjau mengalami penurunan sehingga berpengaruh

terhadap kehidupan akuatik khususnya ikan lokal asli danau. Ikan-ikan tersebut

banyak mengalami perubahan terhadap struktur komunitasnya. Perubahan kualitas

air Danau Maninjau juga dipengaruhi oleh kualitas air sumber yang masuk ke

danau, salah satunya kualitas air dari sungai-sungai disekeliling Danau Maninjau

yang bermuara ke danau. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui

karakteristik kualitas air dan kondisi habitat sungai yang bermuara ke Danau

Maninjau. Hasil survey dari 4 lokasi sungai yang bermuara di Danau Maninjau

(Sungai Kurambik, Koto Kacik, Kularian dan Rangeh) bagian hulu rata-rata kondisi

suhu 23,05 oC, Oksigen terlarut rata-rata 5,67 mg/L, pH rata-rata 8,103, nilai

konduktivitas perairan rata-rata 0,091 mS/cm sementara Turbiditas rata-rata 6,517

NTU, konsentrasi TDS rata-rata 0,06 mg/L, konsentrasi nitrat dan pospat berturut

turut rata-rata 0,47 mg/L dan 0,30 mg/L dengan kecepatan arus di hulu rata-rata

0,25 m/dt. Kondisi berbeda ditunjukkan pada bagian tengah dan hilir yang hampir

sama karakteristiknya yaitu lebih tinggi. Berdasarkan nilai skoring pembobotan dari

parameter kualitas air, kondisi air bagian hulu kategorinya terganggu ringan hingga

baik (56 – 66), di bagian tengah memiliki karekteristik gangguan sedang hingga

ringan (38 – 58), sedangkan di bagian hilir sudah terganggu sedang (38 – 42). Hasil

penilaian karakteristik habitat lokasi bagian hulu dalam kondisi sub optimal sampai

optimal, bagian tengah dan hilir masih tergolong marginal sampai sub optimal.

Kata Kunci : Danau Maninjau, Status Perairan Sungai, Karakteristik Habitat dan

Ikan Lokal Asli.

Pendahuluan

Danau Maninjau merupakan danau tektovulkanik bekas bentukan letusan

Gunung Sitinjau dengan ketinggian 461,50 m dpl. Hasil study morfometri dan

batimetri LIPI (2003) Danau Maninjau memiliki karakteristik luas permukaan

9.737,50 ha, panjang maksimum 16,46 km, lebar maksimum 7,5 km, keliling 65

Km, volume air 10.226.001.629,2 m3 dan kedalaman maksimum 105 m. Luas

daerah tangkapan air (catchment area) Danau Maninjau adalah 13.260 ha. Air

Danau Maninjau berasal dari tiga sumber yaitu air hujan (281 juta m3/th), air tanah

(4,18 juta m3/th) dan air aliran permukaan (250 juta m3/th).

Permasalahan yang terjadi di Danau Maninjau adalah penurunan kualitas perairan

danau akibat aktivitas domestik yang ada disekitar danau seperti, budidaya ikan

sistem KJA, pertanian, pemukiman, hotel dan rumah makan serta pariwisata,

Page 339: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

329

tercatat perkembangan selama satu dasawarsa dilaporkan telah terjadi dampak

negatif dari berbagai aktivitas pemanfaatkan perairan Danau Maninjau secara tidak

terkendali, yaitu pada tahun 1997 pertama kali terjadinya bencana kematian ikan

secara masal yang mencapai 950 ton dan mengakibatkan kerugian hingga Rp. 2,7

Milyar (Syandri, 2004). Bencana ini berulang-ulang terjadi, ditahun 2009

dilaporkan sekitar 13.413 ton ikan mati dengan kerugian mencapai Rp. 150 milyar

dan tahun 2010 yang mencapai 1.150 ton ikan mati (Nasution et al., 2011). Sulastri

(2001) juga melaporkan telah terjadi blooming blue green algae (Micocystis) yang

menyebabkan air danau berwarna kehijauan dan berbau tidak sedap.

Penurunan kualitas air Danau Maninjau pada tahun 2016-2017

mengakibatkan terjadinya kematian ikan budidaya di KJA dan jenis ikan lokal asli

danau. Dilaporkan ikan lokal asli Danau Maninjau mengalami penurunan yang

sangat drastis, dari hasil penelitian tahun 2012 jenis ikan yang ditemukan di Danau

Maninjau sebanyak 14 jenis, 6 diantaranya merupakan ikan jenis baru (Roesma,

2013).

Penilaian kualitas perairan yang terintegrasi antara komponen fisika, kimia

maupun biologi dapat memberikan informasi yang sebenarnya akan kondisi

ekologis perairan tersebut. Status ekologi merupakan gambaran keseimbangan

fungsional komponen ekosistem perairan mengenai keseimbangan kualitas struktur

dan fungsi ekosistemnya (European Community, 2005 dalam Sulastri, 2010).

Status ekologis membandingkan penyimpangan yang terjadi terhadap kondisi

referen (Sondergard et al. 2005).

Penilaian status ekologis saat ini banyak dikembangkan oleh beberapa

Negara maju dalam upaya mencegah terjadinya pencemaran perairan (Lepisto et

al., 2006). Perubahan keseimbangan ekosistem perairan dalam status ekologis

diidentifikasi dengan kuantifikasi berdasarkan parameter-parameter biologi sebagai

parameter utama dengan mempertimbangkan parameter fisika-kimia perairan....

Bahan dan Metode

Penelitian penilaian status perairan sungai yang bermuara di Danau

Maninjau dilakukan dengan mengkompilasi data-data kualitas air dari sungai-

sungai yang pernah dilakukan oleh Puslit Limnologi. Data parameter fisika dan

kimia yang digunakan antara lain: Oksigen terlarut, suhu, pH, nitrit, nitrat,

ammonia, ortho pospat, kecepatan arus, debit dan klorofil-a (APHA, 2012). Data-

data hasil analisis parameter fisika-kimia dari beberapa sungai yang disurvey

diurutkan dan dicari nilai minimum, maksimum dan rata-rata, selanjutnya data

dilakukan perhitungan untuk menentukan batas kisaran setiap parameter fisika-

kmia berdasarkan nilai persentil (95, 75, 50 dan 25).

Page 340: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

330

Gambar 1. Peta pengambilan sampel di Sungai Koto Kaciak, Sungai Kurambik,

Sungai Kularian dan Sungai Rangeh (Sumber peta : DIanto, unpublish).

Tabel 1. Deskripsi lokasi pengambilan sampel.

Kode Lokasi Posisi Keterangan

Danau Matano

St. 1 Kurambik

Hulu

S: 00o 15,489’

E: 100o 09,507’ - Berbatasan langsung dengan hutan

- Subtrat dasar masih banyak batu

besar

- Air jernih, dingin, endapan sedimen

sedikit

St. 2 Kurambik

Tengah

S: 00o 15,558’

E: 100o 09,992’

- Kanan kiri sungai terdapat sawah

pertanian

- Subtrat dasar berbatu sedang, jernih,

arus sedang, endapan sedimen sedikit

St. 3 Kurambik

Hilir

S: 00o 15,772’

E: 100o 10,164’ - Bantaran sungai sudah dilakukan

betonisasi

- Arus lambat, terdapat endapan

sedimen

- Tanaman pingir sungai sdh hilang

- Kawasan terbuka tdk ada kanopi

St. 4 Kularian

Hulu

S: 00o 13,924’

E: 100o 11,010’

- Berbatasan dengan hutan

- Kanopi masih lebat,

- Subtrat banyak batu besar, arus

cepat, jernih, dingin

Page 341: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

331

St. 5 Kularian

Tengah

S: 00o 14,688’

E: 100o 11,353’ - Kanan kiri sungai berupa sawah,

- Melewati beberapa rumah penduduk

- Air keruh, arus sedang, suntrat pasir

berlumpur

St. 6 Kularian

Hilir

S: 00o 15,056’

E: 100o 11,475’ - Arus lambat, subtrat lumpur berpasir

- Air keruh

St. 7 Koto Kacik

Hulu

S: 00o 14,470’

E: 100o 09,917’ - Berbatasan dengan hutan, ada

pertanian

- Air jernih, arus deras, dingin, subtrat

dasar terdapat batuan

St. 8 Koto Kacik

Tengah

S: 00o 14,901’

E: 100o 10,228’ - Kanan-kiri terdapat pertanian dan

pemukiman

- Arus sedang, terdapat endapan

sedimen, jernih

- Subtrat dasar kerikil berpasir

St. 9 Koto Kacik

Hilir

S: 00o 15,238’

E: 100o 10,696” - Pertanian, arus cenderung lambat,

terdapat endapan sedimen

St. 10 Ranggeh

Hulu

S: 00o 15,234’

E: 100o 10,691’ - Dekat kawasan hutan, kanopi

menutup sempurna badan air

- Berarus cepat, sedimen sedikit,

dingin, jernih

- Subtrat berbatu sedang hingga besar

St. 11 Ranggeh

Tengah

S: 00o 15,538’

E: 100o 12,830’ - Wilayah persawahan dan kolam

perikanan, arus sedang

- Subtrat berbatu kecil hingga sedang

St. 12 Ranggeh

Hilir

S: 00o 15,715’

E: 100o 12,629’ - Kawasan persawahan, arus sedang,

kanopi sedikit terbuka, subtrat

berbatu kecil hingga sedang

Hasil nilai penentuan batas kisaran setiap parameter tersebut kemudian

digunakan untuk membuat pembobotan dengan kode angka ganjil antara 1 – 7 yang

dimaksudkan untuk menghindari angka bias apabila dilakukan pengkodean dengan

angka berurutan. Selanjutnya berdasarkan pembobotan tersebut dibuat kriteria

kondisi lingkungan perairannya.

Perkiraan terjadinya gangguan pada habitat di sekitar lokasi sampling

dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (scorring) yang diadopsi dari

metode Barbour et al. (1999). Penilaian habitat yang diskoring meliputi: substrat

epifaunal atau ketersediaan pelindung, banyaknya batuan yang tertanam pada dasar

sungai (embeddedness), banyaknya kombinasi antara kecepatan aliran dan

kedalaman, endapan sedimen, status aliran dari sungai, perubahan saluran,

keberadaan jeram dan kelokan sungai, stabilitas pinggir sungai, perlindungan

pinggir sungai oleh vegetasi, dan lebar zona vegetasi riparian. Kriteria gangguan

pada habitat sungai dapat dilihat dalam Tabel 2. Daerah yang mempunyai nilai skor

habitat tertinggi atau dalam kategori optimal diharapkan dapat dijadikan sebagai

kandidat situs rujukan.

Page 342: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

332

Tabel 2. Kriteria penilaian gangguan terhadap habitat yang diadopsi dari protocol

US-EPA (Barbour et al. 1999).

Kriteria Habitat Skor Penilaian Habitat pada

Gradien Tinggi dan Rendah

Optimal 160 – 200

Sub-Optimal 110 – 159

Marginal 60 - 109

Buruk < 60

Tingkat pencemaran dari masing-masing lokasi penelitian dihitung sebagai

indeks pencemaran dengan merujuk pada Kep men LH No. 115 Tahun 2003 tentang

pedoman penentuan status mutu air. Nilai hasil penilaian indeks pencemaran sesuai

kriteria pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria penilaian kualitas air berdasarkan Kep.MenLH No. 115 Tahun

2003

Status Pencemaran Nilai Indeks Pencemaran

Memenuhi baku

mutu (Kondisi baik) 0 ≤ PI ≤ 1

Tercemar ringan 1 < PI ≤ 5

Tercemar sedang 5 < PI ≤ 10

Tercemar berat >10

Hasil

Tabel 4 menyajikan data-data hasil analisis parameter fisika-kimia dari

beberapa sungai yang bermuara di Danau Maninjau . Data yang diperoleh

menunjukkan bahwa kisaran yang tidak berbeda jauh terutama pada bagian tengah

dan hilir, hal ini dimungkinkan karena aktivitas kegiatan di DAS. Maninjau tidak

kompleks dan kondisi sungai tidak terlalu panjang antara hulu sampai hilir.

Tabel 4. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata data gabungan beberapa sungai

yang bermuara di Danau Maninjau.

Lokasi T DO pH Konduk Turb TDS V Q NO2 NH3 NO3 PO4

[oC] [mg/l] [-] [mS/cm] [NTU] [mg/l] [m/dt] [m3/dt] [mg/l] [mg/l] [mg/l] [mg/l]

Hulu

min 22,4 3,82 7,28 0,071 2,13 0,046 0,165 0,029 0,001 0,25 0,01 0,24

mak 24,3 7,66 9,21 0,137 9,89 0,089 0,436 0,22 0,006 0,75 0,03 0,5

rata-

rata 23,05 5,678 8,104 0,091 6,518 0,059 0,251 0,082 0,003 0,469 0,015 0,301

Tengah

min 23,3 3,58 7,18 0,086 2,9 0,056 0,171 0,0098 0,001 0,125 0,01 0,215

mak 29,9 6,09 8,42 0,152 66,6 0,099 0,643 0,28 0,009 5 0,03 0,74

rata-

rata 26,1 4,406 7,743 0,109 16,221 0,071 0,356 0,109 0,003 1,609 0,016 0,388

Hilir

min 24,2 3,62 7,23 0,083 7,1 0,054 0,179 0,017 0,001 0,25 0,01 0,23

Page 343: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

333

mak 28,4 5,89 8,53 0,155 72,7 0,1 0,643 0,434 0,011 12,25 0,03 0,54

rata-

rata 26,188 4,38 7,729 0,111 27,603 0,072 0,310 0,164 0,005 1,922 0,019 0,337

Tabel 5. Hasil perhitungan penentuan batas kisaran setiap parameter kimia

berdasarkan nilai persentilnya.

Persen

tile

Parameter

T DO pH Konduk Turb TDS NO2 PO4 NH3 NO3 V Q

95 28,345 7,596 8,820 0,149 58,010 0,097 0,009 0,736 4,187 0,030 0,633 0,500

75 24,900 7,198 8,330 0,123 9,170 0,080 0,006 0,420 0,719 0,020 0,396 0,179

50 23,800 6,165 7,970 0,089 6,695 0,058 0,005 0,320 0,375 0,018 0,220 0,087

25 22,850 4,180 7,620 0,074 2,840 0,049 0,002 0,255 0,250 0,010 0,183 0,061

Hasil nilai penentuan batas kisaran setiap parameter tersebut kemudian

digunakan untuk membuat pembobotan dengan kode angka ganjil antara 1 – 7 yang

dimaksudkan untuk menghindari angka bias apabila dilakukan pengkodean dengan

angka berurutan.

Tabel 6. Nilai pembobotan setiap parameter kimia berdasarkan hasil perhitungan

nilai persentil

Parameter 1 3 5 7

T >28,345 24,9 - 28,344 23,8 - 23,99 <22,85

DO < 4,18 4,19 - 6,165 6,166 - 7,19 >7,596

pH >8,82 8,33 - 8,81 7,97 - 8,32 <7,596

Konduk >0,149 0,123 - 0,148 0,089 -0,122 <0,074

Turb >58,01 9,17 - 58,0 6,695 - 9,169 <2,84

TDS >0,097 0,08 - 0,096 0,058 - 0,079 <0,049

NO2 >0,009

0,006 -

0,0089

0,005 -

0,0059 <0,002

PO4 >0,736 0,420 - 0,735 0,320 - 0,419 <0,255

NH3 >4,187 0,719 - 4,186 0,375 - 0,718 <0,25

NO3 >0,03 0,02 - 0,029 0,018 - 0,019 <0,01

V >0,633 0,396 - 0,632 0,22 - 0,395 <0,183

Q >0,5 0,179 - 0,49 0,087 - 0,178 <0,061

Hasil pembobotan di atas (Tabel 6) kemudian dibuat kriteria berdasarkan

kisarannya seperti disajikan pada tabel 7

Tabel 7. Kriteria status perairan berdasarkan bobot penilaian perairan

Kriteria Nilai Kisaran

Baik 63,26 - 79,85

Ringan 42,6 - 63,250

Sedang 21,76 - 42,5

Buruk <21,750

Page 344: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

334

Tabel 8. Rata-rata hasil perhitungan kriteria status beberapa sungai yang bermuara

di Danau Maninjau berdasarkan parameter fisika-kimia perairannya.

Para

meter

Kurambik Kularian Koto Kacik Rangeh

Hul

u

Teng

ah Hilir Hulu

Teng

ah Hilir Hulu

Teng

ah Hilir

Hul

u

Teng

ah Hilir

NO2 7 7 7 7 5 1 7 7 7 7 7 5

NO3 7 7 7 5 3 5 7 7 5 7 7 5

NH4 5 5 5 5 3 3 5 3 5 5 3 1

PO4 7 7 7 7 5 5 7 7 3 5 3 3

T 7 3 3 7 1 1 7 3 3 7 7 3

DO 3 3 1 3 1 1 3 1 1 7 1 1

pH 5 5 3 5 7 7 7 7 7 5 7 7

Kond 7 5 3 7 5 5 3 1 1 5 5 5

Turb 7 5 3 3 1 1 3 3 3 5 3 3

TDS 7 5 5 7 5 5 3 1 1 7 5 3

V 3 5 3 1 1 3 3 1 5 1 7 1

Q 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Juml

ah 66 58 48 58 38 38 56 42 42 62 56 38

Krite

ria

Bai

k

Ringa

n

Ring

an

Ring

an

Sedan

g

Sedan

g

Ring

an

Sedan

g

Ring

an

Bai

k

Ringa

n

Sedan

g

Berdasarkan hasil analisis parameter fisika-kimia air seperti ditunjukkan

Tabel 8 secara umum kondisi sungai bagian hulu memiliki karakteristik kondisi

masih baik. Hal ini dimungkinkan karena bagian hulu aktivitas belum banyak dan

umumnya didominasi oleh pencemaran akibat adanya pembusukan ranting dan

daun kering maupun pelapukan dari tanah dan batuan.

Gambar 2. Karakteristik air sungai di Danau Maninjau berdasarkan kondisi

parameter fisika-kimia.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Sko

rin

g st

atu

s p

erai

ran

Lokasi sampling

Kurambik Kularian Koto Kacik Rangeh

Buruk

Sedang

Ringan

Baik

Page 345: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

335

Tingkat pencemaran ke empat sungai yang bermuara ke Danau Maninjau

berdasarkan indeks pencemaran seperti yang tertuang di Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup (Kep.Men.LH) No. 115 tahun 2003 seperti ditunjukkan pada

Gambar 3. Hampir semua lokasi sudah mengalami pencemaran ringan kecuali di

lokasi Kularian bagian tengah dan hilir yang kondisinya cenderung tercemar

sedang. Hal ini disebabkan karena lokasi pengambilan sampel di Kularian tengah

melewati kawasan rumah penduduk yang relatif padat dan persawahan, sedangkan

pada bagian hilir diambil pada lokasi yang cenderung tergenang dengan kecepatan

aliran rendah sehingga cenderung ada akumulasi beban pencemar.

Gambar 3. Tingkat pencemaran dari sungai-sungai yang mengalir ke Danau

Maninjau berdasarkan Kep.Men.LH No 115 Tahun 2003

Sajikan ringkasan data penilaian habitat dari ke-10 parameter (substrat

epifaunal, embeddedness, dll) dalam bentuk tabel.

Gambar 4 menyajikan hasil penilaian habitat di keempat sungai. Kondisi

karakeristik habitat yang paling baik adalah bagian hulu dengan kondisi habitat sub

optimal hingga optimal. Hal ini disebabkan oleh minimnya gangguan yang berasal

dari aktivitas kegiatan masyarakat. Sedangkan untuk satu segmen sungai yang

bermuara di Danau Maninjau dari hulu sampai hilir dengan kondisi habitat yang

masih tergolong baik adalah Sungai Rangeh meskipun masuk kategori sub optimal.

Kondisi habitat sungai Kurambik sampai bagian tengah kondisinya paling baik

akan tetapi pada bagian hilir kondisinya paling buruk, Buruknya kondisi habitat di

lokasi tersebut disebabkan saat pengambilan sampel bersamaan dengan

dilakukannya pembuatan talud permanen di sisi kiri dan kanan sungai sehingga

terjadi perubahan ekosistem.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Nila

i Pen

cem

aran

Ind

eks

Lokasi sampling

RanggehKurambik Koto KacikKularian

Tercemar sedang

Tercemar ringan

Belum tercemar

Page 346: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

336

Gambar 4. Karakteristik habitat sungai-sungai yang bermuara di Danau Maninjau.

Kesimpulan

Berdasarkan penilaian kondisi perairan sungai-sungai yang bermuara di

Danau Maninjau diketahui bahwa karakteristik kualitas air maupun habitat dari

lokasi pengambilan sampel dari hulu hingga hilir memiliki kemiripan.

Kondisi sungai yang masih bagus baik habitat maupun kualitas airnya dari

hulu hingga hilir adalah Sungai Rangeh.

Perubahan jalur sungai akibat pembangunan mempengaruhi kondisi

habitatnya sehingga berpengaruh terhadap keberadaan ikan yang hidup di sungai

tersebut.

Ucapan Terima Kasih

Kegiatan ini dibiayai oleh Program Prioritas Nasional Pusat Penelitian

Limnologi-LIPI tahun Anggaran 2019.

Daftar Pustaka

APHA / American Water Work Association / Water Environment Federation.

2012. Standard methods for examination of water and waste water, 22nd

ed, Washington DC, USA, ISBN.0875532233 DDC:628.161

Barbour, MT, Gerritsen J, Snyder BD, Stribling JB. 1999. Rapid Bioassessment

Protocols For Use In Streams And Wadeable Rivers: Periphyton, Benthic

Macroinvertebrates And Fish, Second Edition, EPA 841-B-99-002, US-EPA,

Office Of Water Washington, D.C.

Roesma, DI. 2013. Evaluasi Keanekaragaman Spesies Ikan Danau Maninjau.

Prosiding semirata Universitas Lampung. 197 – 204.

Kep.Men. LH No. 115 Tahun 2003, Pedoman Penentuan Status Mutu Air,

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 15pp.

Lepisto, L., P. Kauppila, J. Rapela, M. Pekkarineum, T. Sammoekorpi & L. Villa,

2006, Estimation of Reference Condition for Phytoplankton In Naturally

Eutrophic Shallow Lake. Hydrobiologia (568): 55 – 66.

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

Nila

i kri

teri

a h

abit

at

Lokasi sampling

RanggehKurambik Koto KacikKularian

Optimal

Sub optimal

Marginal

Buruk

Page 347: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

337

Sondergaard, M., Jeppesen, E., Jensen, J.P., & Amsinck, S.L., 2005, Water

Framework Directive: Classification Ecological Classification of Danish

Lake, Journal of Applied Ecology, (42): 616 – 629.

Sulastri, Suryono, T., Sudarso, Y., & Rosidah, 2009, Karakteristik Fisik Dan

Kimiawi Limnologi Danau - Danau Kecil Di Pulau Jawa, Limnotek (XVI)

1:10 -21.

Page 348: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

338

Analisis Bakteriologi Beberapa Situ di Kawasan Cibinong Science

Center - Botanical Garden Cibinong, Indonesia.

Irma Melati* dan Taofik Jasalesmana

Pusat Penelitian Limnologi LIPI

Jl. Prof. Dr. D.A. Tisna Amidjaja, Cibinong, Bogor, Jawa Barat 16911

*Email: [email protected]

Abstrak

Situ merupakan genangan air yang terbentuk secara alamiah ataupun buatan

yang berfungsi baik secara ekologi maupun sosial-ekonomi-budaya. Salah

satu fungsi sosial-ekonomi-budaya situ adalah sumber cadangan air untuk

keperluan manusia dan rekreasi. Begitu pun dengan Situ Cibuntu, Situ Dora

dan Situ Lotus yang berada di kawasan CSC-BG mempunyai fungsi sebagai

cadangan air, sumber air untuk pertanian dan tempat rekreasi. Oleh karena

itu penelitian tentang kondisi bakteriologis di ketiga situ tersebut perlu

dilakukan sebagai upaya pengawasan terhadap kualitas air situ. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui kondisi bakteriologis di beberapa situ kawasan

CSC-BG. Penelitian dilakukan di bulan Januari 2019 dengan titik

pengambilan sampel di inlet dan outlet Situ Cibuntu, Situ Dora dan Situ

Lotus. Parameter yang digunakan adalah kepadatan bakteri heterotrofik,

Escherichia coli (E.coli) dan total bakteri coliform. Analisa bakteri

heterotrofik menggunakan metode Spread plate dan dilusi sedangkan E.coli

dan total bakteri coliform menggunakan metode filtrasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kepadatan bakteri heterotrofik di beberapa situ di

kawasan CSC- BG yaitu berkisar antara 25-249 x102 CFU/mL, kepadatan

tertinggi diperoleh di Situ Dora. Kepadatan E.coli, dan total bakteri coliform

berturut-turut berkisar antara 0- 1540 CFU/100 mL, dan 1630-5540

CFU/100 mL dengan kepadatan tertinggi diperoleh di Situ Lotus.

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa beberapa situ di

kawasan CSC- BG tidak layak digunakan sebagai sumber bahan baku air

domestik (higiene sanitasi) dan kolam renang tetapi masih layak digunakan

sebagai sumber air untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, dan pertanian.

Kata kunci: Situ, CSC-BG, bakteri heterotrofik, E.coli, total bakteri coliform.

Pendahuluan

Air merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kelangsungan

hidup manusia dan makhluk lainnya. Ketersediaan air menjadi salah satu

faktor kunci untuk pertumbuhan ekonomi, pengembangan sosial dan

keberlanjutan ekositem. Upaya mencegah diskontinuitas sumber daya air

wajib dilakukan salah satunya dengan memanfaatkan fungsi situ sebagai

cadangan air. Istilah situ digunakan untuk menggambarkan perairan

tergenang dengan ukuran relatif kecil. Pada umumnya situ terbentuk secara

Page 349: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

339

buatan yang bertujuan untuk bebagai kepentingan seperti resapan air

sekaligus menjadi cadangan sumber air, sarana rekreasi dan laboratorium

alam. Fungsi situ sebagai resapan air berguna untuk menjaga kelangsungan

penyediaan air pada waktu kemarau serta sebagai area penampungan air pada

waktu hujan sehingga dapat mencegah banjir.

Situ Cibuntu, Situ Dora dan Situ Lotus merupakan situ-situ yang

terletak di kawasan CSC-BG LIPI. Situ Cibuntu dilaporkan banyak

menerima masukan bahan organik dari daerah sekelilingnya yang memicu

peningkatan populasi bakteri heterotrof (Kurnia et a., 2016; Badjoeri &

Zarkasyi, 2010). Secara umum, Situ Cibuntu, Situ Dora dan Situ Lotus

mempunyai beberapa fungsi diantaranya sumber irigasi untuk pertanian

sekitar, laboratorium alam dan tempat rekreasi. Bahkan Situ Cibuntu

diproyeksikan oleh Pusat Penelitian (Puslit) Limnologi untuk digunakan

sebagai sumber air baku pada Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPAL) untuk

memenuhi kebutuhan air bersih di lingkungan Puslit Limnologi LIPI.

Beberapa situ di Jabodetabek dilaporkan telah tercemar secara

bakteriologis. Situ Babakan, Ulin Salam, dan Agathis tergolong perairan

tawar yang tercemar sedang, serta danau Sunter dan danau Lido tergolong

perairan yang tercemar berat (Prihantini, et al. 2008). Situ Cibuntu

dikategorikan mempunyai kualitas lingkungan yang sedang

(Kusmaningrum, 2018). Pengaruh polusi sungai atau danau terhadap

kesehatan manusia tergantung pada penggunaan air tersebut dan konsentrasi

dari patogen itu sendiri (Abraham et al. 2007). Penelitian yang melaporkan

kondisi bakteriologis Situ Cibuntu, Situ Dora dan Situ Lotu masih sangat

terbatas. Mengingat hal tersebut di atas diperlukan penelitian tentang kualitas

air ketiga situ tersebut khususnya aspek bakteriologisnya.

Aspek bakteriologis yang bisa digunakan untuk pengukuran kualitas

suatu perairan diantaranya yaitu bakteri Escherichia coli (E.coli), fecal

coliform (FC) , total coliform (TC) dan bakteri heterotrofik. Bakteri coliform

merupakan indikator kontaminasi lingkungan atau sanitasi yang kurang baik

karena mengindikasikan adanya kontaminasi tinja dari manusia dan hewan

berdarah panas (Tururaja & Mogea, 2010). Kelompok bakteri coliform

Page 350: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

340

merupakan mikroorganisme indikator yang paling umum dan biasanya

diukur dan dinyatakan sebagai TC dan FC (Stefanalis & Akratos, 2016).

Total coliforms merupakan grup bakteri yang umum ditemukan di

limgkungan, mencakup berbagai jenis bakteri lain dari keluarga

Enterobacteriaceae yang menunjukkan adanya kontaminasi dari kotoran

manusia dan hewan. Kelompok TC mencakup banyak FC yang berbeda

dengan genera yang paling umum adalah E. coli, Enterobacter, Citrobacter,

dan Klebsiella (Dufour et al., 2003). E.coli adalah satu-satunya kelompok

dari TC yang ditemukan dalam saluran pencernaan (intestines) mamalia

termasuk manusia (Metcafe& Eddy dalam Divya &Solomon, 2016).

Bakteri heterotrofik merupakan mikroorganisme yang dalam

ekosistem berfungsi menghancurkan bahan-bahan organik pencemar dalam

air (Achmad, 2004). Namun demikian keberadaan bakteri ini bisa

menandakan kehadiran bakteri patogen seperti Escherichia, Klebsiella,

Enterobacter, Citrobacter, Serratia, dan Helicobacter yang bisa menyebabkan

gangguan pada kesehatan manusia tetapi belum ditemukan adanya korelasi

antara keberadaan bakteri heterotrofik dengan kesehatan manusia. Saat ini

bakteri heterotrofik dipertimbangkan sebagai indikator pelengkap dalam

penilaian sistem pendistribusian air dan kinerja proses desinfeksi air

(Chowdhury, 2012).Informasi mengenai kondisi bakteriologis di Situ-situ

sekitar kawasan CSC-BG masih terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui kondisi bakteriologis situ-situ kawasan CSC- BG (Situ Cibuntu,

Situ Dora dan Situ Lotus).

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di situ Cibuntu, Situ Dora dan Situ Lotus yang

terletak di sekitar CSC BG. Situ Cibuntu mempunyai luas area 15.026 m2 dan

kedalaman rata-rata 0,85 m (Kurnia, 2016). Sumber air Situ Cibuntu berasal dari

Kali Baru yang alirannya bercabang di daerah Kandang Roda kemudian melewati

Kampung Sampora (Meutia, 2000). Sumber air di Situ Dora berasal dari mata air

dan Situ Lotus berasal dari aliran sungai yang mengalir sepanjang jalan akses

menuju Pusat Penelitian Bioteknologi. Penelitian dilakukan pada bulan Januari

Page 351: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

341

2019. Pengujian Mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat

Penelitian Limnologi LIPI. Sebagai tambahan dilakukan pengukuran pH secara in

situ menggunakan Water Quality Checker (WQC).

Pengambilan sampel dilaksanakan secara purposive sampling. Sampel air

sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam botol steril lalu diletakkan dalam cool box

untuk dibawa ke laboratorium. Analisa bakteri heterotrofik menggunakan metode

Spread plate dan dilusi. Analisa bakteri E.coli dan total coliform dilakukan dengan

metode Filtrasi (EPA, 1986). Contoh air diambil sebanyak 10-15 mL disaring

dengan menggunakan filter selulosa nitrat (porositas 0,45 μm dan diameter 47 mm).

Membran filter kemudian diletakkan dalam cawan petri berupa compact dry yang

berisi media ChromoCult® Coliform Agar ES (PT. Merck tbk.) dan diinkubasikan

dalam inkubator dengan suhu 35oC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh berwarna

biru gelap-violet menunjukkan bahwa koloni tersebut adalah E.coli yang

merupakan sub kelompok dari kelompok bakteri fecal coliform. Sedangkan koloni

yang berwarna salmon-red menujukkan bahwa koloni tersebut merupakan bakteri

coliform lainnya. Dengan demikian jumlah bakteri total coliform diketahui dengan

menjumlahkan koloni yang berwarna biru gelap-violet dan salmon-red. Kedua jenis

koloni bakteri tersebut dihitung dan dikonversikan ke dalam konsentrasiunit

pembentukan koloni CFU (colony forming unit) per 100 mL.

Page 352: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

342

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di tiga situ di kawasan CSC-BG LIPI

Cibinong.

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Analisis Kepadatan Bakteri Heterotrofik

Kelimpahan bakteri heterotrofik di Situ Cibuntu, Dora dan Lotus berkisar

antara 25-249x 102 CFU/mL. Kelimpahan tertinggi di peroleh di inlet Situ Dora dan

terendah di outlet Situ Cibuntu (Gambar 2).

Bakteri heterotrofik mempunyai kemampuan sebagai dekomposer senyawa

organik sehingga keberadaan bakteri ini bisa digunakan sebagai penanda kesuburan

suatu perairan (Sutikno& Ruyitno, 2008). Hal serupa diungkapkan oleh Parwanoyi

(2008) dan Achmad (2004) yang menyatakan bahwa bakteri heterotrofik bisa

menghasilkan enzim ekstraseluler yang mendegradasi senyawa organik komplek

pencemar dalam suatu perairan.

Page 353: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

343

Gambar 2. Kepadatan bakteri heterotrofik di Situ Sekitar CSC-BG

Bakteri heterotrofik merupakan semua bakteri yang bisa menggunakan bahan

organik untuk pertumbuhannya. Kelompok bakteri ini secara umum ditemukan

pada berbagai tife air, makanan, tanah, vegetasi, bahkan udara (Allen at al., 2004).

Meskipun kelompok bakteri ini bukan merupakan indikator keberadaan patogen

seperti halnya bakteri E.coli tetapi beberapa dari anggota bakteri ini seperti

contohnya Psedomonas bersifat oppurtunis dan dapat menyebabkan beberapa

infeksi pada kulit dan ginjal bahkan untuk beberapa spesies Aeromonas bisa

menyebabkan infeksi pada lambung dan usus (Bartram et al. 2003, Helmer et al.

1997, Chopra et al. 1999). Camper, 2004; Regan et al., 2003; Beech and Sunner,

2004; dan Emtiazi et al., 2004 dalam Chowdhury (2012) mendapatkan bahwa

bahwa bakteri heterotrofik bisa menandakan kehadiran bakteri patogen seperti

Escherichia, Klebsiella, Enterobacter, Citrobacter, Serratia, dan Helicobacter

yang bisa meyebabkan gangguan pada kesehatan manusia. Walau demikian

Chowdhury (2012) dalam reviewnya menyatakan bahwa sejumlah penelitian belum

menemukan adanya korelasi antara keberadaan bakteri heterotrofik dengan

kesehatan manusia.

Saat ini bakteri heterotrofik dipertimbangkan sebagai indikator pelengkap

dalam penilaian sistem pendistribusian air dan kinerja proses desinfeksi air

(Chowdhury, 2012). Jumlah bakteri hetrotrofik yang dijinkan pada sistem

pendistribusian air adalah 500 CFU/mL (Dobaradaran et al. 2006). Kehadiran

0

50

100

150

200

250

300

SituCibuntu

Inlet

SituCibuntuOutlet

Situ DoraInlet

Situ DoraOutlet

Situ LotusInlet

Situ LotusOutlet

CFU

x 1

02

/mL

Nama Situ

Page 354: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

344

bakteri heterotrofik pada sistem pengolahan air bisa menurunkan kualitas estetik

air minum (masalah rasa dan warna, dan turbiditas) , clooging pada filter, bio-

fouling dan biokorosi (O’Connor & Banerji ,1984; Geldreich et al., 1985; Allen et

al., 2004; Sartory, 2004). Hasil penelitian Chowdhury (2012) memperlihatkan

bahwa bakteri heterotrofik mempunya kemampuan membentuk biofilm yang bisa

menjadi shelter untuk bakteri patogen dan menyebabkan bakteri patogen terlindung

dari desinfektan yang diberikan. Meskipun demikian di Indonesia sendiri regulasi

atau standar jumlah bakteri heterotrofik dalam sistem pengolahan air minum belum

ditentukan. Peraturan yang ada saat ini hanya terbatas pada pembatasan jumlah

bakteri heterotrofik untuk standar baku air untuk kolam renang yaitu maksimal

sebanyak 100 CFU/ 100 mL (Permenkes No. 32, tahun 2017).

B. Hasil Analisis Total Coliform (TC) .

Gambar 3 menunjukkan distribusi TC dari tiga situ kawasan CSC-BG yaitu

Situ Cibuntu, Situ Dora dan Situ Lotus. Kepadatan bakteri TC tertinggi ditemukan

di Situ Lotus dan terendah di Situ Cibuntu dengan kisaran kepadatan antara 1630-

5540 CFU/100 mL.

Gambar 3. Kepadatan bakteri TC di Beberapa Situ Kawasan CSC-BG.

Gambar 2 juga menunjukkan bahwa di Situ Cibuntu dan Lotus, kepadatan

bakteri TC di inlet lebih besar dibandingkan di outlet. Hal yang berbeda untuk Situ

Dora dimana kepadatan bakteri TC di inlet lebih sedikit dibandingkan di outlet.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

SituCibuntu

Inlet

SituCibuntuOutlet

SituDoraInlet

SituDora

Outlet

SituLotusInlet

SituLotusOutlet

CFU

/10

0 m

L

Titik Sampling

Total Coliform

Page 355: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

345

Perbedaan kepadatan bakteri TC pada ketiga situ ini baik di inlet ataupun outlet

diduga karena dipengaruhi oleh nilai pH perairan tersebut.

Neger & Manjit (2002), menyatakan bahwa faktor pembatas untuk

pertumbuhan bakteri coliform adalah pH. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat

bahwa kisaran pH (inlet-outlet) untuk Situ Cibuntu, Lotus dan Dora berturut-turut

sebesar 7,17-7,96; 6,88-6,75 dan 5,83-6,01. Kisaran pH tersebut masing

memungkinkan coliform untuk bisa bertahan hidup. Seperti yang dijelaskan

McFeters & Stuart (1972) bahwa bakteri coliform hanya bisa bertahan hidup pada

kisaran pH 5,5-7,5. Semakin tinggi pH maka kepadatan bakteri coliform semakin

menurun. Situ Cibuntu yang mempunyai pH rata-rata di atas 7 mempunyai

kepadatan bakteri coliform lebih rendah dibandingkan dua situ lainnya. Hal ini

sesuai dengan pernyataaan Solic& Krstulovic (1992) bahwa pada kondisi

lingkungan yang basa (pH > 7) tejadi penurunan pertumbuhan fecal coliform sekitar

30% utk setiap kenaikan pH. Hasil studi ini sama dengan hasil studi yang ditemukan

Melati (2017) dimana kepadatan bakteri E.coli dan total coliform di Kolong

Belitung menurun dengan kondisi pH >7 dan pH<5 .

Gambar 4. Nilai pH air di Situ Sekitar CSC-BG

Kepadatan TC yang tinggi tercatat di seluruh lokasi penelitian kemungkinan

sebagian besar disebabkan oleh terkontaminasinya ketiga situ oleh limbah domestik

yang berasal dari inlet masing-masing dan aktivitas yang dilakukan di sekitar situ

tersebut. Tingginya TC di suatu perairan bisa disebabkan endapan organik yang

sebagian besar berasal dari pembuangan kotoran manusia dan hewan serta

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

pH

Titik Sampling

Page 356: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

346

tingginya bahan padat tersuspensi dari kegiatan di sekitar perairan seperti mencuci

pakaian, mobil dan mandi (Madema et al. 2003).

C. Hasil Analisis Bakteri E.Coli

Distribusi kepadatan bakteri E.coli di Situ Cibuntu, Dora dan Lotus sangat

bervariasi (Gambar 4). Tidak ditemukan adanya bakteri E.coli di Situ Dora baik di

inlet ataupun outlet. Sedikit berbeda untuk Situ Cibutu dimana di inlet ditemukan

E.coli sebanyak 10 CFU/100 mL tetapi tidak ditemukan di wilayah outlet. Kondisi

yang sangat jauh berbeda ditemukan di Situ Lotus dimana ditemukan kepadatan

E.coli yang sangat tinggi baik di inlet ataupun di outlet dengan kepadatan berturut-

turut sebesar 1420 CFU/mL dan 1540 CFU/mL.

Gambar 5. Kepadatan E.coli di Situ Sekitar CSC-BG.

Tidak ditemukan E.coli di Situ Dora dan outlet Situ Cibuntu diduga karena

adanya pengaruh pH. Berdasarkan pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai pH di

Situ Dora baik inlet ataupun outlet sebesar < 6, sedangkat nilai pH di oulet Situ

Cibuntu sebesar > 7. Nilai pH optimum untuk fecal coliform untuk dapat bertahan

hidup adalah pada 6 dan 7, sedangkan dibawah dan diatas nilai tersebut terjadi

penurunan untuk kepadatan fecal coliform yaitu 40% untuk kondisi asam dan 30%

untuk kondisi basa (Solic & Krstulovic, 1992). Tingginya kepadatan E.coli di Situ

Lotus menandakan sudah tercemarmya situ tersebut oleh kotoran manusia atau

hewan berdarah panas. Hal ini dapat disebabkan Situ Lotus memiliki inlet berupa

aliran sungai besar yang diduga membawa limbah rumah tangga, yaitu salah

satunya buangan kotoran manusia dan hewan. Kehadiran E.coli yang sangat tinggi

di Situ Lotus sangat mengkhawatirkan karena E.coli diketahui sebagai bakteri

0

500

1000

1500

2000

SituCibuntu

Inlet

SituCibuntuOutlet

Situ DoraInlet

Situ DoraOutlet

SituLotusInlet

SituLotusOutlet

CFU

/10

0 m

L

Titik Sampling

Page 357: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

347

indikator perairan dimana kehadirannya menandakan adanya patogen yang lain.

Seperti yang diungkapkan oleh (Divya & Solomon, 2016)., kehadiran bakteri E.coli

dapat menunjukkan kemungkinan kehadiran penyakit yang disebabkan patogen

seperti bakteri, virus atau parasit. Meskipun menurut beberapa studi menunjukan

korelasi yang rendah antara kehadiran bakteri indikator dan beberapa jenis bakteri

patogen (Bitton, 2005).

Berdasarkan Pemenkes No. 32 (2017), kelayakan perairan agar bisa

digunakan sebagai sumber air domestik (keperluan higiene sanitasi) adalah tidak

ditemukannya bakteri E. coli (0 CFU/100 mL) dalam perairan tersebut dan jumlah

TC tidak lebih dari 50 CFU/100 mL. Dari data diatas dapat dilihat ketiga situ

dikawasan CSC-BG (Situ Cibuntu, Situ Dora, dan Situ Lotus) tidak aman dijadikan

sebagai sumber bahan baku air untuk keperluan hygiene sanitasi jika tidak

dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Meskipun demikian berdasarkan PP No.82

tahun 2001,ketiga situ tersebut masih layak dimanfaatkan sebagai air untuk

budidaya perikanan air tawar, irigasi dan pertanian.

Pemanfaatan Situ Cibuntu, Situ Dora dan Situ Lotus sebagai sumber bahan

baku air untuk hygiene sanitasi ataupun air minum masih dimungkinkan dengan

melakukan tahapam pengolahan terlebih dahulu. Salah satu teknologi yang bisa

dipakai adalah constructed wetland (CWs). Telah banyak penelitian yang

melaporkan kemampuan CWs dalam pengolahan berbagai jenis air limbah atau

tercemar khususnya dalam mengurangi kepadatan bakteri patogen seperti fecal

coliform, total coliform, Cryptosporidium, Giardia dan lainnya (Green et al., 1997;

Gerba et., 1999; Neralla et al., 2000; Vymazal, 2005, Garcia et al., 2008) bahkan

dalam menghilangkan parasit seperti Ascaris suum, Toxacara vitullorum dan

Hymenolepis diminuta (Stott et al., 1999).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa beberapa situ

dikawasan CSC-BG (Situ Cibuntu, Situ Dora dan Situ Lotus) memiliki kepadatan

bakteri coliform dan Total Coliform yang melebihi batas yang ditentukan untuk air

konsumsi, oleh karena itu tidak layak digunakan sebagai sumber air domestik

(kepentingan higiene sanitasi) dan bahan baku air kolam renang. Dengan demikian

Page 358: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

348

pemanfaatan air di ketiga situ tersebut untuk keperluan sumber air domestik

(keperluan higiene sanitasi) dan rekreasional memerlukan pengolahan pendahuluan

salah satunya dengan teknologi CWs.

Referensi

Allen, M. J., Edberg, C. S., & Reasoner, D. J. 2004. Heterotrophic plate count

bacteria—What is their significance in drinking water? International Journal

of Food Microbiology, 92, 265–274. Abraham WR, Macedo AJ, Gomes LH and Tavares FCA (2007) Occurrence and

resistance of pathogenic bacteria along the Tietˆe River downstream of S˜ao

Paulo in Brazil. Clean 35 (4): 339–347

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Badjoeri, M., & Zarkasyi, H. (2010). Isolasi dan seleksi bakteri bioremoval logam

berat merkuri. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V, 543-556

Bartram J, Cotruvo J, Exner M, Fricker C, Glasmacher A (2003). Heterotrophic

plate counts and drinking-water safety: the significance of HPCs for water

quality and human health, Ed, IWA Publishing, pp.:7-16.

Bitton, Gabriel. (2005): Microbial Indicators of Fecal Contamination: Application

to Microbial Source Tracking. Department of Environmental Engineering

Sciences University of Florida.

Chopra AK, Houston CW. Enterotoxins in Aeromonas-associated gastroenteritis.

Microbs Infect. 1999;1(13).pp:1129-1137.

Chowdhury, S. 2012. Heterotrophic bacteria in drinking water distribution system:

a review. Environ. Monit Asses Journal. 184: 6087-6137

Divya, AH & Solomon P.A. 2016. Effects of some water quality parameters

especially total coliform and fecal coliform in surface water of Chalakudy

rive. Prosedia Technoogy. 24 : 631-638.

Dobaradaran S, Bina B, Isfahani BN (2006). The Effect of Some Physical and

Chemical Parameters on Regrowth of Aeromonas Bacterium and

Heterotrophic Bacteria in Isfahan Drinking Water System. Water&

Wastwater.pp:2-3.

Dufour A, Snozzi M, Koster W, Bartram J, Ronchi E, Fewtrell L. 2003. Assessing

microbial safety of drinking water: improving approaches and methods.WHO

drinking water quality series, OECD—WHO, Paris, France. IWA Publishing,

London .

Environment Protection Agency (EPA). 1986. Quality criteria for water. US

Government Office of Water Regulations and Standards.Washington D.C.

42-52pp Goldman, CR and AJ. Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill., Inc.

Garcıa,M, Fe´lix S., Juan M. G., Eloy B.2008. A comparison of bacterial removal

efficiencies in constructed wetlands and algae-based systems. ecological

engineering 3 2: 238–243.

Geldreich, E. E., Taylor, R. H., Blannon, J. C., & Reasoner, D. J. 1985. Bacterial

colonization of point-of-use water treatment devices. Journal of American

Water Works Association, 77, 72–80.

Page 359: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

349

Gerba CP, Thurston JA, Falabi JA, Watt PM, Karpiscak MM .1999. Optimization

of artifi cial wetland design for the removal of indicator microorganisms and

pathogenic protozoa. Water Sci Technol 40:363–368

Green MB, Griffin P, Seabridge JK, Dhobie D. 1997. Removal of bacteria in

subsurface fl ow wetlands. Water Sci Technol 35(5):109–116

Helmer R, Hespanhol I, Supply W, Council SC, Organization WH, Press C (1997).

Water pollution control: a guide to the use of water quality management

principles. ed. E & FN Spon London, pp.:400-402.

Kurnia K., N.H Sadi, S. Jumianto. 2016. isolasi bakteri heterotrof di Situ Cibuntu,

Jawa Barat dan karakterisasi resistensi asam dan logam. AL-KAUNIYAH;

Journal of Biology, 9(2): 74-79.

Kusumaningrum N. 2018. Pengelolaan lanskap situ front city dengan pendekatan

kualitas lingkungan berdasarkan persepsi masyarakat di Kecamatan

Cibinong. Skripsi. Deapartemen Arsitekstur Lanskap. Fakultas Pertanian.

Institut Pertanian Bogor.

McFeters, G A & Stuart, D.G. 1972. Survival of cohform bacteria in natural waters

Field and laboratory studies with membrane filter chambers Appl Environ

Mwroblol 24,805-811.

Medema, G.J., Hoogenboezem, W., Van der Veer, A.J., Ketelaars, H.A.M., Hijnen,

W.A.M., Nobel, P.J., 2003. Quantitative risk assessment of Cryptosporidium

in surface water treatment. Water Sci. Technol. 47, 241–247

Melati, I., Cynthia H. 2017. Kondisi beberapa danau bekas tambang (kolong) di

Belitung Provinsi bangka Belitung. Prosiding Pertemuan Ilmiah Masyarakat

Limnologi Indonesia. Hal.44- 48

Meutia, A. 2000. Karakteristik Kandungan Nutrien di Perairan Situ Cibuntu. Hal:

497-502 in Yoga, G.P., H. Wibowo, M. Fakhrudin, T. Partomihardjo, Y.

Suryasari, D. Astuti, H. Julistiono, D. Agustiyani, T. Chrismadha, dan S.

Sunanisari (Eds). Laporan Teknik. Proyek Pengembangan dan

Pendayagunaan Biota Air. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan

Biologi LIPI.

Neger, Manjit K. 2002. Literature Review on the Survival of Fecal Coliform in

Fresh and Saline Waters,a nd Sediments. Lummi Indian Business Council,

Funded By: Environment Protection Agency (Agreement No. GA-97020501-

0).

Neralla, S., Weaver, R.W., Lesikar, B.J., Persyn, R.A. 2000. Improvement of

domestic wastewater quality by subsurface flow constructed wetlands,

Bioresource Technology. 75: 19-25

O'Connor, J. T., & Banerji, S. 1984. Biologically mediated corrosion and water

quality deterioration in distribution systems. EPA/600/2-84/056, US

Environmental Protection Agency, Washington. Permenkes RI. No.32. 2017. Standar baku mutu kesehatan lingkungan dan

persyaratan kesehatan air untuk keperluan hygiene sanitasi, kolam reanag,

Solus per aqua dan pemandian umum.

Parwanayoni, S. 2008. Pergantian populasi bakteri heterotrofik alga dan protozoa

di Lagoon BTDC Penanganan Limbah Nusa dua Bali. Jurna Bumi Lestari.

(8): 180-185.

Prihantini N.B., W. Wardhana, D. Hendrayanti, A. Widyawan, Y. Ariyani, dan R.

Rianto. 2008. Biodiversitas Cyanobacteria dari beberapa situ atau danau di

Page 360: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

350

kawasan Jakarta-Depok-Bogor, Indonesia. J. Makara, Sains. Vol 12 No 1. 44-

54.

Radar Bogor. 2019. Darurat kekeringan, 17 warga Leuwinutug Citeureuo butuh air

bersih. https://www.radarbogor.id/2019/09/04/darurat-kekeringan-17-ribu-

warga-leuwinutug-citeureup-butuh-air-bersih/. Diakses tanggal 28

September 2019

Sartory, D. P. 2004. Heterotrophic plate count monitoring of treated drinking water

in the UK: A useful operational tool. International Journal of Food

Microbiology, 92,297–306.

Sutiknowati, L.I, dan Ruyitno. 2008. Studi bakteriologis dan peruntkkkannya

terhadap budidaya pada perairan teluk klabat, kepulauan provinsi Bangka

Solic. M.& Krstulovic. 1992. Separate and Combined Effects of Solar Radiation,

Temperature, Salinity, and pH on the Survival of Faecal Coliforms in

Seawater. Marine Pollutant Bulletin 24 (8): 411-416.

Stefanakis, Alexandros & Akratos, Christos. 2016. Removal of Pathogenic Bacteria

in Constructed Wetlands: Mechanisms and Efficiency. 10.1007/978-3-319-

41811-7_17.

Stott, R., Jenkins, T., Bahgat, M., Shalaby, I. (1999) Capacity of constructed

wetlands to remove parasite eggs from wastewaters in Egypt. Water Science

and Technology. 40, 117-123

Tururaja, T & R. Mogea. 2010. Bakteri coliform di Peraiaran Teluk Doreri,

manokwari Aspek Pemcemaran Laut dan Identifikasi Spesies. J. Ilmu

Kelauran. Vol.15 (1): 47-52.

Vymazal, J. 2005. Removal of enteric bacteria in constructed treatment wetlands

with emergent macrophytes: A review. Journal of Environmental Science and

Health - Part A Toxic/Hazardous Substances and Environmental Engineering.

40:6-7, 1355-1367.

Page 361: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

351

Analisis Sebaran Residu Organoklorin dan Organofosfatdi

Perairan dan Tambak Brebes Jawa Tengah Indonesia

Benny Diah Madusari, Linayati dan Mahardhika Nur Permatasari

Budidaya Perikanan Universitas Pekalongan, Peklaongan Indonesia

*Email: [email protected]

Abstrak

Pestisida memiliki derajat peguraian yang lama, sehingga sangat mudah

mencapai pantai dan mengkontaminasi biota perikanan. Salah satu biota yang

rawan terkontaminasi adalah rumput laut disebabkan oleh sifat fotosinthetic yang

mampu mengambil nutrisi dari lingkungannya. Residu pestisida adalah zat toksik

tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian bahan pangan atau pakan hewan,

baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida.

Residu pestisida menimbulkan efek yang bersifat tidak langsung terhadap

konsumen, namun dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kesehatan

diantaranya berupa gangguan pada syaraf dan metabolisme enzim. Kandungan

bahan pangan harus memenuhi batas kelayakan terhadap kesediaan bahan beracun.

Tujuan penelitian ini mengidentifikasi residu pestisida golongan organofosfat dan

organochlorin pada rumput laut yang dibudidayakan di tambak Desa Randusanga

Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah, Indonesia. Penelitian ini bersifat

observasional dengan pendekatan deskriptif. Sampel penelitian ini adalah Rumput

laut Gracilaria verucosa yang dipanen pada Bulan Maret 2018 yang berasal dari

enam area tambak. Adapun cara pengambilan sampel secara purposive sampling

yaitu sampel dipilih sesuai kebutuhan penelitian. Hasil uji laboratorium

menunjukkan bahwa dari enam area tambak, nilai residu organoklorin antara 0,07-

0,15 ppb dan residu organofosfat antara 0,0012 sd 0,0035 ppm. Artinya,

organoklorin dan organofosfat dari semua sampel berada masih dibawah ambang

batas. Sedangkan uji kualitas air tambak menunjukkan kandungan organoklorin

berkisar antara 0,93-1,13 ppm dan organofosfat terdapat antara 0,0017 sd 0,0022

ppm. Penelitian ini menyarankan kepada pembudidaya dan konsumen, untuk

berhati-hati dalam menggunakan pupuk dan pestisida dalam pengelolaan tambak.

Kata Kunci : Pestisida,tambak, Rumput laut, organoklorin, organofosfat, Brebes

Pendahuluan

Kabupaten Brebes kota di pantura Jawa Tengah merupakan kawasan yang potensial

dalam produksi produk bawang merah dan areal tambak ikan, udang dan rumput

laut. Faktor-faktor produksi (luas lahan,bibit, tenaga kerja, pupuk organik, pupuk

NPK, dan pestisida) berpengaruh terhadap jumlah produksi bawang merah

(Rahmawati dan Istiyanti, 2011 dan (Novitasari, 2017)

Masalah utama usahatani bawang merah di luar musim adalah tingginya resiko

kegagalan panen karena lingkungan yang kurang menguntungkan, terutama

serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit penting pada bawang merah

antara lain: ulat bawang (Spadopter exigua) dan Thrips, sedangkan penyakitnya

meliputi antraknose, fusarium dan trotol. Keberadaan hama dan penyakit tersebut

menyebabkan petani menggunakan pestisida secara berlebihan karena petani

beranggapan bahwa keberhasilan usahatani ditentukan oleh keberhasilan

Page 362: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

352

pengendalian hama dan penyakit, yaitu dengan meningkatkan takaran, frekuensi

dan pestisida yang berlebihan sehingga mengarah pada pertanian yang kurang

ramah lingkungan. Pertanian bawang merah dengan penggunaan pestisida yang

tidak ramah lingkungan diduga dapat berdampak pada lingkungan sekitarnya.

Disisi lain masyarakat pesisir juga memanfaatkan lahan pantai untuk budidaya ikan

udang dan rumput laut. Kegiatan pertanian bawang merah diduga membuang

limbah ke sekitar pesisir sehingga secara langsung dan tidak langsung juga akan

masuk dalam sistem pengairan ditambak. Maka penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis sebaran pestisida yang masuk kedalam pengairan di kawasan tambak

.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tambak Randusanga Brebes pada bulan Maret 2018.

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu teknik

pengambilan sampel dengan menentukan kriteria kriteria tertentu. (Sugiyono,

2008) Lokasi penelitian dipilih dengan mempertimbangkan tingkat kemungkinan

kontaminasi pestisida yang tinggi. Penentuan enam stasiun dalam penelitian ini

dengan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

materi penelitian di masing-masing stasiun dan didasarkan pada kondisi yang

dapat mewakili secara keseluruhan daerah penelitian. Penelitian ini menggunakan

metode deskriptif analisis. Sampel rumput laut, air dan sedimen diambil dari areal

pertambakan kecamatan Randusanga Kabupaten Brebes. Sampel air, rumput laut

dan sedimen yang diambil secara langsung dari enam tambak di kecamatan

Randusanga Kabupaten Brebes. Dengan urutan pengambilan dari arah darat menuju

ke pesisir. Kemudian sampel air, sedimen dan rumput laut yang didapat diujikan di

laboratorium.

No. Stasiun Kondisi

1. Stasiun 1 Tambak dekat dengan pemukiman

2. Stasiun 2 Tambak dengan udang polikultur

3. Stasiun 3 Tambak dengan bandeng polikultur

4. Stasiun 4 Tambak dekat dengan sungai

5. Stasiun 5 Tambak dengan mangrove

6. Stasiun 6 Tambak disekitar pesisir

Hasil Dan Pembahasan

Hasil analisis pestisida yang diamati dalam penelitian ini adalah jenis pestisida

organofosfat dan organoklorin dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2

Tabel 1. Konsentrasi residu organofosfat pada sedimen, air dan rumput laut di

tambak Randusanga Brebes

Stasiun Sedimen

(mg/l)

Air

(mg/l)

Rumput Laut

(mg/l)

1 0,0067 0.0021 0.0023

2 0.0092 0.0027 0.0034

3 0.0103 0.0018 0.0027

4 0,0156 0.0023 0.0035

5 0.0086 0.0024 0.0012

6 0.0203 0.0170 0.0052

Page 363: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

353

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan residu organophospat lebih banyak

pada sedimen terutama pada stasiun 6 sebesar 0,0156 mg/l, dan kandungan residu

organophosphate pada air paling banyak terdapat pada stasiun 6 sebesar 0.0170

mg/l begitu juga dengan kandungan residu organophospat pada rumput laut paling

banyak pada stasiun 6 sebesar

Tabel 2. Konsentrasi residu organoklorin pada sedimen, air dan rumput laut di

tambak Randusanga Brebes

Stasiun Sedimen

(mg/l)

Air

(mg/l)

Rumput Laut

(mg/l)

1 6,17 1,02 0,12

2 2,55 1,13 0.14

3 3,42 0,87 0,09

4 7,18 0,91 0,07

5 2,90 1,06 0,12

6 4,56 0,93 0,15

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan residu organoklorin paling banyak

terdapat pada sedimen terutama terdapat pada stasiun 4 sebesar 7,18 mg/l. dan

kandungan residu organoklorin pada air sebesar 1,06 mg/l pada stasiun 4 dan pada

rumput laut kandungan residu organoklorin paling banyak terdapat pada stasiun 6

sebesar 0,15 mg/l.

Gambar 1. Diagram Batang Kandungan Residu Organophospat pada tiap stasiun

Dapat dilihat pada gambar 1. Kandungan residu organophospat paling

banyak terdapat pada sedimen kemudian pada rumput laut dan yang terakhir pada

air dan jumlah kandungan residu organophopspat paling banyak adalah distasiun 6

yang dekat dengan muara sungai. Menurut Munawir (2001), muara sungai

merupakan tempat terakumulasinya zat pencemar yang berasal dari daratan.

1 2 3 4 5 60

1

2

3

4

5

6

7

8

sedimen

air

rumput laut

Stasiun

Ka

nd

un

ga

n R

esi

du

Org

an

ok

lori

n

Page 364: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

354

Gambar 2. Diagram Batang Kandungan Residu Organoklorin pada tiap stasiun

Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa kandungan residu organoklorin paling

banyak terdapat pada sedimen. Dalam pertanian bawang merah dan bawang putih

residu dari organoklorin akan mengalir disaluran irigasi yang akan bermuara ke

muara. Sehingga kandungan organoklorin yang paling tinggi adalah sedimen hal ini

dikarena residu organoklorin tersebut akan mengendap pada sedimen. Keberadaan

pestisida dalam perairana laut umumnya terbawa oleh aliran sungai dan dari

atmosfer yang jatuh bersama dengan air hujan dan aktivitas pertanian juga sebagian

besar menyumbang pestisida di perairan ( Rochaddi dan Suryono, 2013).

Hubungan antara kandungan logam berat organoklorin dengan Rumput laut

Berdasarkan hasil uji statistik regresi antara organoklorin dengan rumput

laut menggunakan Microsoft excel diperoleh nilai koefisien korelasi / R sebesar

0,672 dapat disimpulkan bahwa hubungan korelasi antara organoklorin dengan

rumput laut kuat sedangkan berdasarkan R-square 0,452 artinya bahwa nilai R

sebesar 45 % menunjukkan besarnya pengaruh organoklorin dengan rumput laut

memiliki pengaruh sebesar 45% artinya 45 % dipengaruhi oleh keberadaan

organoklorin dan 55 % dipengaruh oleh faktor lain.

Hubungan antara kandungan organofosfat dengan Rumput laut

Berdasarkan hasil uji statistik regresi antara organofosfat dengan rumput

laut menunjukkan nilai koefisien korelasi / R sebesar 0,857 dapat disimpulkan

bahwa hubungan korelasi antara organofosfat dengan rumput laut sangat kuat

sedangkan berdasarkan R-square 0,734 artinya bahwa nilai R sebesar 73,4 %

menunjukkan besarnya pengaruh organophosphate rumput laut pengaruhnya kuat

sebesar 73, 4% dan 26, 6 % di pengaruhi oleh faktor lain

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa residu organokhlorin

dan organofosfat terdapat pada sedimen rumput laut dan air. Residu tertinggi

terdapat pada sedimen terutama didaerah muara sungai. Rumput laut yang

dibudidayakan ditambak terlah terpapar adanya organoklorin dan organofosfat

Referensi

H. Susanti, K. Budiraharjo, dan M. Handayani Analisis pengarug faktor-faktor

produksi terhadap Produksi Usaha Tani Bawang Merah di Kecamatan

1 2 3 4 5 60

1

2

3

4

5

6

7

8

sedimen

air

rumput laut

Stasiun

Ka

nd

un

ga

n R

esi

du

Org

an

ok

lori

n

Page 365: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

355

Wanasari Kab. Brebes (Analysis of Determinant Factors of Red Onion Farm

Production inWanasari District Brebes) Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian

ISSN 2580-0566 http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/agrisocionomics2(1): 23-

30, Mei 2018

Novitasari. 2017. Analisis Pendapatan danFaktor-Faktor yang Memengaruhi

Produksi Bawang Merah (Allium Ascalonicum) di Dataran TinggiKecamatan

Pangalengan Kabupaten Bandung.Program Studi AgribisnisvFakultas

Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Bogor. (SkripsiS1

Pertanian). Pramesti, G. 2014.

Rahmawati, N. dan E. Istiyanti. 2011. Elastisitas Permintaan Input dan Penawaran

Output Bawang Merahditinjau dari Fungsi Produksi. JurusanbSosial

Ekonomi Pertanian FakultasPertanian Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.Yogyakarta. (Skripsi S-1Pertanian).

Rochaddi, B dan C.A. Suryono. 2013. Konsentrasi Pestisida pada Sedimen dan Air

Laut dan Kaitannya dengan Komunitas Benthik di Perairan Pantai Mlonggo

Jepara. Buletin Oseanografi Marina. Vol. 2. 48-55

Sugiyono, (2008). Metode Peneltian Bisnis. Alfabeta. Bandung

Page 366: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

356

Komposisi Jenis Ikan di Situ Cibuntu, Kawasan Cibinong Science

Center-Botanical Garden (CSC-BG),

Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Rahmi Dina1)*, Lukman1), Aiman Ibrahim1), Ira Akhdiana1), dan Gema

Wahyudewantoro2)

1)Pusat Penelitian Limnologi LIPI

2)Pusat Penelitian Biologi LIPI

*email: [email protected]

Abstrak

Situ Cibuntu merupakan salah satu perairan tergenang berukuran kecil yang

terdapat di kawasan Cibinong Science Center-Botanical Garden (CSC-BG),

Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Salah satu bentuk pemanfaatan Situ Cibuntu adalah

untuk perikanan terutama pemancingan.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perkembangan jenis dan komposisi jenis ikan yang terdapat di Situ Cibuntu.

Pengambilan contoh ikan dilakukan dua kali yaitu bulan November dan Desember

2018 masing-masing pada dua titik yaitu dekat pulau dan outlet. Ikan ditangkap

menggunakan jaring insang yang terdiri dari delapan jenis ukuran mata jaring dan

dipasang pada malam hari. Hasil penelitian ini menemukan sembilan jenis ikan

yang tergolong ke dalam tujuh famili. Cyprinidae merupakan family dengan jumlah

jenis terbanyak yaitu 3 jenis (Barbodes binotatus, Osteochilus vittatus, dan Rasbora

argyrotaenia). Famili lainnya masing-masing dengan satu jenis ikan yaitu

Ambassidae: Ambassis buruensis; Eleotridae: Oxyeleotris marmorata; Cichlidae:

Oreochromis niloticus; Osphronemidae: Trichopodus trichopterus; Channidae:

Channa striata; dan Mastacembelidae: Macrognathus aculeatus. Jenis Rasbora

argyrotaenia mendominasi areal Situ Cibuntu.

Kata kunci: Jenis ikan, komposisi, Situ Cibuntu.

Pendahuluan

Situ Cibuntu merupakan salah satu dari beberapa situ yang terdapat di Jawa

Barat. Situ adalah istilah di daerah Jawa Barat yang menggambarkan perairan

tergenang (telaga) berukuran relatif kecil dibandingkan perairan danau. Situ

Cibuntu terletak di halaman Pusat Penelitian Limnologi, kawasan Cibinong Scince

Center (CSC), LIPI Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Situ Cibuntu berfungsi sebagai

daerah resapan air, perikanan, dan pengairan untuk pertanian di sekitarnya. Pada

tahun 1996 Situ Cibuntu mengalami kerusakan akibat dari kemarau panjang, dan

selesai direhabilitasi pada tahun 1998 (Suryono & Aisyah, 2000). Ridwansyah

(belum diterbitkan) dalam Sulawesty (2000) melaporkan bahwa setelah

Page 367: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

357

direhabilitasi Situ Cibuntu memiliki luas 15.295 m2 , kedalaman maksimum 2 m

dengan kedalaman rata-rata 0,88 m. Air Situ Cibuntu bersumber dari Kali Baru

yang bercabang di daerah Kandang Roda dan melewati Kampung Sampora

(Meutia, 2000). Berdasarkan database Situ Pusat Bendungan Direktorat

Sumberdaya Air, Kementrian PUPR diketahui bahwa Situ Cibuntu terakhir

direhabilitasi pada tahun 2009 (http://sda.pu.go.id).

Beberapa penelitian aspek limnologis, setelah rehabilitasi tahun 1998, telah

dilakukan di antaranya kajian fisik (Ridwansyah, dalam Sulawesty, 2000),

distribusi bahan organik dan oksigen terlarut (Suryono dan Aisyah, 2000),

keanekaragaman fitoplankton (Sulawesty, 2000), komunitas makrozoobentos

(Sulawesty, 2000; Lesmana 2002), kandungan nutrient (Meutia, 2000), komunitas

ikan (Nasution, 2000), kajian morfometri dan kimia (Nugroho, 2002), dan bakteri

(Sadi, 2013 dan Kurnia, 2016). Namun belum ditemukan informasi mutakhir

terkait jenis dan komposisi ikan Situ Cibuntu setelah tahun 2000. Oleh sebab itu

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan jenis dan komposisi jenis

ikan yang terdapat di Situ Cibuntu saat ini. Informasi mengenai komposisi jenis

ikan di Situ Cibuntu diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam

pengambilan keputusan pengelolaan Situ Cibuntu. Sebagai contoh dalam

menentukan jenis dan ukuran ikan yang akan ditebar dengan mempertimbangkan

jenis ikan yang sudah ada saat ini di Situ Cibuntu.

Bahan dan Metode

Pengambilan contoh dilakukan dua kali yaitu bulan November dan

Desember 2018 masing-masing pada dua titik yaitu dekat pulau dan outlet Situ

Cibuntu. Titik koordinat diplot di Google Maps seperti pada Gambar 1.

Page 368: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

358

Gambar 7. Lokasi pengambilan contoh

Ikan ditangkap menggunakan jaring insang yang terdiri dari delapan jenis

ukuran mata jaring yaitu 5/8; ¾; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; dan 3,5 inci dengan panjang tiap

mesh size 6.5 m dan tinggi 1.5 m. Jaring dipasang pada sore hari dan diangkat

keesokan paginya (±15 jam). Ikan yang tertangkap dipisahkan menurut jenis dan

diidentifikasi secara morfologi di Laboratorium Ikan, Bidang Zoologi, Pusat

Penelitian Biologi, LIPI dengan mengacu Kottelat et al. (1993). Jumlah individu

tiap jenis dihitung dan selanjutnya diukur panjang standarnya. Anderson &

Gutreuter (1985) mendefinisikan panjang standar yaitu panjang dari ujung rahang

atas ke ujung posterior tulang hypural. Dalam praktiknya panjang standar dapat

diukur ke beberapa fitur eksternal seperti posisi skala garis lateral terakhir, ujung

tangkai ekor berdaging atau garis tengah lipatan yang terbentuk ketika ekor ditekuk

dengan tajam. Panjang diukur menggunakan papan ukur dengan ketelitian 1 mm.

Analisa deskriptif dilakukan yaitu komposisi jenis ikan dan pengelompokan jenis

ikan asli atau asing. Komposisi jenis ikan dihitung menggunakan pendekatan

formula berikut (https://www.webpages.uidaho.edu/veg_measure/index.htm):

Page 369: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

359

jumlah Spp A% Spp = 100

jumlah total individu

Tiap jenis ikan dikelompokkan menjadi ikan asli atau asing berdasarkan informasi

distribusi geografis tiap jenis yang diperoleh melalui studi pustaka (Kottelat et al.,

1993 dan Vidthayanon, 2012). Ikan-ikan dengan distribusi asli di pulau Jawa atau

Sundaland akan dikelompokkan menjadi ikan asli, sebaliknya ikan-ikan dengan

distribusi asli di luar wilayah tersebut akan dikelompokkan sebagai ikan asing.

Hasil dan Pembahasan

Pada survei ini ditemukan sebanyak sembilan jenis ikan di Situ Cibuntu

(Tabel 1). Ikan dari famili Cyprinidae paling dominan dengan 4 jenis,

Osphronemidae 3 jenis, kemudian Zenarcopteridae dan Cichlidae masing-masing 2

jenis. Cyprinidae diketahui mempunyai distribusi yang luas dan 3.163 jenis di

seluruh dunia (Kottelat et al., 1993; Froese and Pauly, 2019). Adapun anggota jenis

dari Osphronemidae diketahui mempunyai kemampuan adaptasi tinggi seperti di

perairan yang miskin oksigen (Kottelat et al., 1993). Zenarchopteridae merupakan

famili ikan yang sebarannya terbatas di Indo Pasifik, namun dari 61 jenis di dunia,

40 jenis tersebar di Indonesia (Kusumah et al., 2018, Nelson, 2006). Kemudian

Cichlidae yang diketahui sebagai pendatang atau introduksi, kemampuan adaptasi

dari anggota jenisnya cenderung tinggi, dan dikhawatirkan dapat menginvasi jenis-

jenis ikan lain di suatu habitat (Kottelat et al., 1993; Wahyudewantoro dan

Rachmatika et al., 2016).

Tabel 6. Jenis Ikan di Situ Cibuntu

Tahun

N

o

Famili Spesies 2000

*

2018*

*

Asli/

asing

1 Zenarchopterida

e

Dermogenys orientalis √ Asing1

2 Nomorhamphus ravnaki √ Asing1

3 Cobitidae Lepidocephalichthys

lorentzi

√ Asing1

4 Cyprinidae Barbodes binotatus √ √ Asli1

5 Osteochilus vittatus √ Asli2

Page 370: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

360

Tahun

N

o

Famili Spesies 2000

*

2018*

*

Asli/

asing

6 Rasbora argyrotaenia √ Asli1

7 Rasbora lateristriata √ Asli1

8 Poeciliidae Poecilia reticulata √ Asing1

9 Ambassidae Ambassis buruensis √ Asli1

10 Eleotridae Oxyeleotris marmorata √ Asing1

11 Cichlidae Oreochromis mossambicus √ Asing1

12 Oreochromis niloticus √ √ Asing1

13 Osphronemidae Betta sp. √ Asing1

14 Trichopodus pectoralis √ Asing1

15 Trichopodus trichopterus √ Asing1

16 Channidae Channa striata √ Asli1

17 Mastacembelida

e

Macrognathus aculeatus √ Asli1

10 9

*hasil penelitian Nasution (2000)

**hasil penelitian ini 1 Kottelat et al. (1993) 2 Vidthayanon (2012)

Jumlah jenis yang ditemukan tidak berbeda signifikan dengan jumlah jenis

ikan yang dilaporkan oleh Nasution (2000) yaitu sebanyak sepuluh jenis. Namun,

komposisi jenis ikan yang tertangkap sangat berbeda, dari sepuluh jenis yang

dilaporkan Nasution (2000), delapan di antaranya tidak ditemukan lagi. Dua

kemungkinan bisa menjadi penyebab tidak ditemukannya ikan-ikan tersebut yaitu

selektivitas alat tangkap dan kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang

biak. Pertama, faktor selektivitas alat tangkap yang digunakan karena beberapa

jenis tersebut merupakan ikan dengan ukuran relatif lebih kecil dibandingkan ikan

lainnya yang tertangkap (Tabel 2). Nasution (2000) menggunakan purse seine

dengan mesh size 3 mm sedangkan pada penelitian ini mesh size terkecil yang

digunakan adalah ±15 mm. Kedua, umumnya ikan-ikan yang tidak ditemukan lagi

Page 371: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

361

didominasi oleh ikan asing yang berpeluang tidak mampu bertahan hidup dan

berkembang biak di Situ Cibuntu. Menurut Baker (1974) dalam Geiger et al.

(2005), suatu spesies akuatik asing dapat bertahan atau bahkan menjadi invasif di

suatu perairan jika memiliki beberapa atribut biologis seperti kemampuan

menyebar tinggi melalui telur atau larva yang berenang, kemampuan reproduksi

secara seksual dan aseksual, fekunditas tinggi, berumur pendek dan waktu

perkembangan juvenil yang singkat, kemampuan adaptasi terhadap tekanan

lingkungan tinggi, toleransi terhadap keragaman lingkungan tinggi, permintaan

untuk kebutuhan manusia tinggi, termasuk kelompok omnivor, dan brood care.

Selanjutnya terdapat tujuh jenis yang sebelumnya tidak ada. Situ Cibuntu

sebagai perairan umum bersifat terbuka (open access) sehingga peluang untuk

masuknya jenis baru sangat besar. Seperti diketahui bahwa pemanfaatan Situ

Cibuntu untuk pemancingan oleh para hobiis maupun masyarakat sekitar untuk

konsumsi. Sehingga, untuk tujuan tersebut telah dilakukan penebaran ikan oleh

beberapa pihak diantaranya LIPI pada tahun 2011 (http://lipi.go.id/berita/situ-

cibuntu-ditebar-150-ribu-benih-ikan/6183) dan pada bulan Agustus 2013 oleh

Sekolah Tinggi Perikanan Jurusan Penyuluhan Bogor sebagai bentuk pengabdian

masyarakat dengan menebar ikan nila hitam

(http://pilarpenyuluhan.blogspot.com/2013/08/restocking-ikan-nila-hitam-di-

situ.html). Berdasarkan komunikasi pribadi dengan staf Pusat Penelitian Limnologi

yang ikut andil dalam pengelolaan Situ Cibuntu (Gunawan, komunikasi dengan

media elektronik, 07 April 2020) diketahui bahwa jenis ikan yang pernah ditebar di

Situ Cibuntu adalah ikan Mas, Toman, Tawes, Grass carp, dan udang Galah.

Kegiatan semacam ini menambah peluang masuknya jenis-jenis lain yang tidak

menjadi target penebaran.

Tabel 7. Ukuran Ikan di Situ Cibuntu

N

o

Spesies Ukuran Sumber

1 Dermogenys orientalis 55 (maks. SL,

mm)

Kottelat et al (1993)

2 Nomorhamphus

ravnaki

84 (maks. SL,

mm)

Kottelat et al (1993)

Page 372: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

362

N

o

Spesies Ukuran Sumber

3 Lepidocephalichthys

lorentzi

33 (maks. SL,

mm)

Kottelat et al (1993)

4 Barbodes binotatus 78,25-129,8 (SL,

mm)

Pengukuran langsung ikan

contoh

5 Osteochilus vittatus 132,6-140,5 (SL,

mm)

Pengukuran langsung ikan

contoh

6 Rasbora argyrotaenia 45,73-72,19 (SL,

mm)

Pengukuran langsung ikan

contoh

7 Rasbora lateristriata 120 (maks. SL,

mm)

Baensch & Riehl (1991)

8 Poecilia reticulata 28 (rata-rata TL,

mm)

Hugg (1996)

9 Ambassis buruensis 24,22-28,64 (SL,

mm)

Pengukuran langsung ikan

contoh

10 Oxyeleotris marmorata 105,2-139,5 (SL,

mm)

Pengukuran langsung ikan

contoh

11 Oreochromis

mossambicus

350 (rata-rata TL,

mm)

Frimodt (1995)

12 Oreochromis niloticus 44,36-63,25 (SL,

mm)

Pengukuran langsung ikan

contoh

13 Betta sp. 65 (maks. SL,

mm)

Rainboth (1996)

14 Trichopodus pectoralis 150 (rata-rata TL,

mm)

Davidson (1975)

15 Trichopodus

trichopterus

43,16-54,57 (SL,

mm)

Pengukuran langsung ikan

contoh

16 Channa striata 210,32 (SL, mm) Pengukuran langsung ikan

contoh

17 Macrognathus

aculeatus

225,47 (SL, mm) Pengukuran langsung ikan

contoh

Dua jenis ikan yang sama-sama ditemukan pada tahun 2000 dan 2018

adalah Rasbora sp. dan Barbodes binotatus. Dua jenis ini diduga merupakan jenis

ikan asli Situ Cibuntu. Berdasarkan jumlah individu, sekitar 50% ikan di Situ

Cibuntu merupakan ikan asli Situ Cibuntu yaitu Rasbora argyrotaenia (43%) dan

Barbodes binotatus (9%) seperti disajikan pada Gambar 2 berikut:

Page 373: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

363

Gambar 8. Komposisi Jenis Ikan di Situ Cibuntu

Jenis B. binotatus digolongkan ke dalam Least Concern dalam The IUCN

Red List of Threatened Species (Chua & Lim, 2019). Chua & Lim (2019)

menjustifikasi bahwa jenis B. binotatus sedang dikaji ulang sehingga ada

kemungkinan jenis ini terdiri dari beberapa jenis. Oleh sebab itu distribusinya akan

lebih sempit sehingga ancaman terhadap populasinya meningkat.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Setu/ Situ sebagai ekosistem

periaran tergenang berukuran kecil memiliki fungsi penting dalam menjaga

keragaman ikan asli di daerah urban. Oleh karena itu, untuk kegiatan penebaran

ikan disarankan untuk menghindari ikan asing seperti nila dan toman serta memilih

jenis-jenis ikan lokal dengan nilai ekonomi sebagai ikan konsumsi. Nila

(Oreochromis niloticus) merupakan ikan yang berasal dari Afrika dan diintroduksi

ke berbagai negara untuk tujuan meningkatkan produksi budidaya perikanan. Jenis

ikan ini menjadi salah satu jenis ikan yang banyak diintroduksi karena toleransi

yang luas terhadap kondisi lingkungan, dapat mendiami berbagai habitat,

pertumbuhan cepat, dan merupakan omnivora yang agresif (Canonico et al. 2005

dan Martin et al. 2010 in Dang et al. 2015). Nila didatangkan di Indonesia pada

awalnya untuk menggenjot konsumsi pakan ikan dan juga sebagai diversifikasi

pangan (Wahyudewantoro dan Rachmatika, 2016). Namun sekarang

keberadaannya di perairan umum juga patut diwaspadai sebagai ikan yang

berpotensi invasif. Toman (Channa micropeltes) termasuk dalam kelompok ikan

Page 374: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

364

predator (Kottelat & Widjanarti, 2005) yang banyak ditebar di pulau Jawa untuk

kepentingan pemancingan (http://wildwaterindonesia.org/anti-introduksi-toman-

di-jawa/). Ikan lokal dengan distribusi geografis pulau Jawa ataupun Sundaland

seperti nilem dan tawes dapat dipertimbangkan untuk kegiatan penebaran di Situ

Cibuntu. Sebagai contoh, nilai ekonomi nilem yang meningkat karena kembali

populer setelah diolah menjadi beragam jenis pangan

(https://suksesmina.wordpress.com; Rahardjo & Marliani, 2007 in Mulyasari et al.,

2010).

Konsep pengelolaan perikanan Cultured Based Fisheries (CBF) sebaiknya

diterapkan. Pola CBF merupakan upaya peningkatan produksi perikanan suatu

perairan yang telah dikembangkan di berbagai wilayah di dunia. Pola CBF adalah

perikanan tangkap yang sebagian besar atau seluruhnya dijaga dengan penebaran

benih ikan secara regular. Perikanan berbasis budidaya sepenuhnya bergantung

pada produktivitas alami dari badan air untuk pertumbuhan dan pada penebaran

benih untuk rekrutmen (Lorenzen, 1995). Hal senada juga disampaikan oleh de

Graaf (2003) bahwa asumsi teknis dari CBF yaitu bahwa : a) produktivitas alami

perairan belum dimanfaatkan secara maksimal; b) potensi perikanan belum

dimanfaatkan maksimal; serta c) penebaran benih ikan secara regular akan

meningkatkan produksi perikanan. de Graaf (2003) menyampaikan bahwa gagasan

utama CBF adalah : benih ikan disediakan/ dari luar sistem perairan; makanan alami

di perairan untuk pertumbuhan cukup tersedia; penangkapan dilakukan setelah ikan

mencapai ukuran komersial. Culture Based Fisheries dapat diterapkan pada

perairan yang tergenang sepanjang tahun maupun yang tidak dengan periode

penggenangan minimal yang cukup untuk perkembangan ikan yaitu 7-9 bulan

(Wijenayake et al., 2005) dengan luas perairan bervariasi. Selain itu stakeholder

yang terlibat harus teridentifikasi dengan jelas dan terlibat langsung baik dalam

penyediaan benih, pengelolaan dalam masa perkembangan maupun dalam

pemanenan, hal ini karena perikanan berbasis budaya (CBF) adalah bentuk

budidaya di mana praktisi/pemangku kepentingan mempunyai hak kepemilikan

terhadap stok ikan yang ditebar, dan pada dasarnya terdiri dari proses penebaran

dan penangkapan kembali (Wijenayake et al., 2005).

Page 375: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

365

Kesimpulan

Hasil survei ini mengungkapkan bahwa ditemukan sembilan jenis ikan yang

tergolong ke dalam tujuh famili. Cyprinidae merupakan famili dengan jumlah jenis

terbanyak yaitu 3 jenis (Barbodes binotatus, Osteochilus vittatus, dan Rasbora

argyrotaenia). Secara keseluruhan Rasbora argyrotaenia merupakan jenis ikan

dominan yang ditemukan diikuti Oreochromis niloticus dan Trichopodus

trichopterus.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada tim Cibuntu yang telah membantu

kegiatan ini seperti Ibu Novi Mayasari. Selain itu penulis juga berterimakasih

kepada Paguyuban Situ Cibuntu yang telah membantu penangkapan ikan.

Referensi

Anderson, R.O. and S.J. Gutreuter. 1985. Length, Weight, and Associated

Structural Indices. hal:283-300 in L.A. Nielsen and D.L. Johnson (eds),

Fisheries Techniques. USA: Southern Printing Company. Inc.

Chua, K.W.J. & Lim, K. 2019. Barbodes binotatus. The IUCN Red List of

Threatened Species 2019: e.T169538A90996154.

http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2019- 2.RLTS.T169538A90996154.en

Dang, E.G., Guang M.M., Yun.J.Z., Meng X., Du L., Ying Y.L., Hui W., Xi D.M.,

Jian R.L., Yin C.H. 2015. The Impacts of Invasive Nile Tilapia (Oreochromis

niloticus) on the Fisheries in The Main Rivers of Guangdong Province, China.

Biochemical Systematics and Ecology, 59:1-7.

de Graaf, G. 2003. Sustainable Fisheries Management And Culture based Fisheries

in Reservoirs : A Case Study From Burkina Faso. Amsterdam: Nefisco

foundation.

Froese, R. and Pauly, D. 2019. World Wide Web electronic

publication.www.fishbase.org.version.

Geiger W, Alcorlo P, Baltanas A, Montes C. 2005. Impact of introduced crustacean

on the trophic webs of Mediterranian wetlands. Biological Invasion, 7: 49-7.

http://lipi.go.id/berita/situ-cibuntu-ditebar-150-ribu-benih-ikan/6183

http://sda.pu.go.id/dse/situ_detail.php?layer=situ&column=Kode_R&id=S2CIC00

68&zoom=10&idsitu=194#

http://wildwaterindonesia.org/anti-introduksi-toman-di-jawa

Hugg, D.O., 1996. MAPFISH georeferenced mapping database. Freshwater and

estuarine fishes of North America. Life Science Software. Dennis O. and

Steven Hugg, 1278 Turkey Point Road, Edgewater, Maryland, USA.

http://www.fishbase.org/summary/3228

https://suksesmina.wordpress.com/2015/08/18/nilem-ikan-jadul-yang-kembali-

populer/

Page 376: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

366

Rainboth, W.J., 1996. Fishes of the Cambodian Mekong. FAO species

identification field guide for fishery purposes. FAO, Rome, 265 p.

https://www.fishbase.in/summary/Betta-splendens.html

https://www.fishbase.se/summary/277

Frimodt, C., 1995. Multilingual illustrated guide to the world's commercial

warmwater fish. Fishing News Books, Osney Mead, Oxford, England. 215 p.

https://www.fishbase.se/summary/3

Baensch, H.A. and R. Riehl, 1991. Aquarien atlas. Bd. 3. Melle: Mergus, Verlag

für Natur-und Heimtierkunde, Germany. 1104 p.

https://www.fishbase.se/summary/5167

Davidson, A., 1975. Fish and fish dishes of Laos. Imprimerie Nationale Vientiane.

202 p. https://www.fishbase.se/summary/Trichopodus-pectoralis

Kottelat, M. and E. Widjanarti, 2005. The fishes of Danau Sentarum National Park

and the Kapuas Lakes area, Kalimantan Barat, Indonesia. Raffles Bull. Zool.

Supplement (13):139-173.

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, dan S. Wijoatmodjo. 1993. Freshwater

Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK), Ltd.

bekerjasama dengan proyek EMDI, Kantor Mentri Negara Kependudukan

dan Lingkungan Hidup, RI. 293 hal.

Kurnia, K., N.H. Sadi, dan S. Jumianto. 2016. Isolasi Bakteri Heterotrof di Situ

Cibuntu, Jawa Barat dan Karakterisasi Resistensi Asam dan Logam. AL-

KAUNIYAH; Journal of Biology, 9(2):74-79.

Kusumah, R.V., Kusrini, E dan Fahmi, M.R. 2018. Biologi, Potensi, dan Upaya

Budidaya Julung-Julung sebagai Ikan Hias Asli Indonesia. Prosiding Seminar

Nasional Ikan Ke 8. Bogor 3-4 Juni 2016. Hal 303-313

Lorenzen, K. 1995. Population dynamics and management of culture-based

fisheries. Fisheries Management and Ecology. 2: 61-73.

Meutia, A. 2000. Karakteristik Kandungan Nutrien di Perairan Situ Cibuntu. Hal:

497-502 in Yoga, G.P., H. Wibowo, M. Fakhrudin, T. Partomihardjo, Y.

Suryasari, D. Astuti, H. Julistiono, D. Agustiyani, T. Chrismadha, dan S.

Sunanisari (Eds). Laporan Teknik. Proyek Pengembangan dan

Pendayagunaan Biota Air. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan

Biologi LIPI.

Mulyasari, D. T. Soelistyowati, A. H. Kristanto, dan I. I. Kusmini. 2010.

Karakteristik Genetik Enam Populasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) di

Jawa Barat. J. Ris. Akuakultur Vol.5 No.2 Tahun 2010: 175-182.

Nasution, S.H. 2000. Komunitas Ikan di Situ Cibuntu. Hal: 497-502 in Yoga, G.P.,

H. Wibowo, M. Fakhrudin, T. Partomihardjo, Y. Suryasari, D. Astuti, H.

Julistiono, D. Agustiyani, T. Chrismadha, dan S. Sunanisari (Eds). Laporan

Teknik. Proyek Pengembangan dan Pendayagunaan Biota Air. Bogor: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI.

Nelson, J.S. 2006. Fishes of The World. John Wiley and Sons, Inc. 601p

Nugroho, N. 2002. Analisis Beberapa Aspek Limnologis Situ Cibuntu, Cibinong,

Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sadi, N.H. 2014. Keanekaragaman Fungsional Bakterioplankton di Situ Cibuntu

dan Situ Cilalay Cibinong Bogor. Prosiding. Pertemuan Ilmiah Tahunan

Masyarakat Limnologi Indonesia tahun 2013. hal: 136-149.

Page 377: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

367

Sulawesty, F., Sulastri, dan S. Nomosatryo. 2000. Keanekaragaman Fitoplankton

di Situ Cibuntu Setelah Rehabilitasi. Hal: 486-496 in Yoga, G.P., H.

Wibowo, M. Fakhrudin, T. Partomihardjo, Y. Suryasari, D. Astuti, H.

Julistiono, D. Agustiyani, T. Chrismadha, dan S. Sunanisari (Eds). Laporan

Teknik. Proyek Pengembangan dan Pendayagunaan Biota Air. Bogor: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI.

Suryono, T dan S. Aisyah. 2000. Distribusi Organik Matter dan Oksigen Terlarut

Air Situ Cibuntu Setelah Direnovasi. Hal: 540-547 in Yoga, G.P., H.

Wibowo, M. Fakhrudin, T. Partomihardjo, Y. Suryasari, D. Astuti, H.

Julistiono, D. Agustiyani, T. Chrismadha, dan S. Sunanisari (Eds). Laporan

Teknik. Proyek Pengembangan dan Pendayagunaan Biota Air. Bogor: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI.

Vidthayanon, C. 2012. Osteochilus vittatus. The IUCN Red List of Threatened

Species 2012:

e.T180750A1658850. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2012-

1.RLTS.T180750A1658850.en. Downloaded on 06 April 2020.

Wahyudewantoro, G dan Rachmatika, I. 2016. Jenis Ikan Introduksi dan Invasif

Asing di Indonesia. LIPI Press. Jakarta. 192 hal.

Wijenayake, W. M. H. K., U. A. D. Jayasinghe, J . A . Athula, K. B. C. Pushpalatha

and S . S . De Silva. 2005. Fisheries Management and Ecology. 12: 249–258.

Page 378: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

368

Pendugaan Tingkat Pencemaran Perairan Melalui Pendekatan

Fisika-Kimia Dan Biologi Di Danau Ebony, Pantai Indah Kapuk

Ayu Ika Pratiwi*, Sigid Hariyadi, Niken Tunjung Murti Pratiwi

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

*Email: [email protected]

Abstrak

Danau Ebony di kawasan perumahan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara

diduga mendapatkan masukan dari kegiatan pasar segar, rembesan air limbah

olahan sewage treatment plant, limbah rumah tangga, dan aliran dari Danau Crown

Golf. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pencemaran melalui pendekatan

fisika-kimia dan biologi berdasarkan pemantauan bulanan selama satu tahun di

perairan Danau Ebony. Analisis data terdiri dari analisis kualitas air, penentuan

tingkat pencemaran, analisis plankton, perhitungan Koefisien Saprobik, dan uji

signifikansi model perhitungan tingkat pencemaran. Hasil penelitian menunjukkan

adanya sepuluh parameter kualitas air yang tidak sesuai baku mutu yang digunakan,

yaitu kekeruhan, salinitas, BOD5, COD, amonia total, nitrit, ortofosfat, fosfat total,

dan hidrogen sulfida. Fitoplankton yang ditemukan meliputi, Chlorophyta,

Chryshophyta, Cyanophyta, Euglenophyta, Cryptophyta dengan kelimpahan

tertinggi ditemukan pada Cyanophyta. Zooplankton yang ditemukan meliputi,

Rotifera, Ciliata, Larva, dan Crustacea dengan kelimpahan tertinggi ditemukan

pada Rotifera. Tingkat pencemaran berdasarkan Indeks Pencemaran menunjukkan

perairan cenderung tercemar sedang saat musim kemarau dan tercemar ringan saat

musim hujan. Namun, berdasarkan Koefisien Saprobik, tingkat pencemaran

perairan pada kedua musim cenderung tercemar ringan. Tingkat pencemaran

berdasarkan kedua model perhitungan Koefisen Saprobik memiliki perbedaan yang

nyata dengan Indeks Pencemaran, sedangkan tingkat pencemaran antar kedua

model perhitungan Koefisien Saprobik tidak memiliki perbedaan yang nyata.

Kata kunci : Pencemaran, Plankton , Kualitas Air

Pendahuluan

Danau Ebony merupakan ekosistem perairan buatan yang berfungsi sebagai

penghias dan pengendali banjir kawasan perumahan, serta menahan air laut saat

pasang. Perairan ini mendapatkan masukkan yang berasal dari rembesan air olahan

limbah rumah tangga, aliran air limbah dari pasar segar, dan aliran dari Danau

Crown Golf. Bahan masukan tersebut diduga menurunkan kondisi kualitas air

Danau Ebony yang juga mengganggu lingkungan sekitar. Hal ini dapat

mempengaruhi kelimpahan dan komposisi plankton dapat berubah sebagai respon

Page 379: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

369

terhadap perubahan kondisi kualitas air (A’Ayun et al. 2015; Fachrul 2008; Laprise

J & Julian J 1994). Hal tersebut menunjukkan bahwa plankton dapat menjadi

informasi mengenai kondisi suatu perairan (Saragih & Erizka 2018).

Bahan dan Metode

Penelitian ini menggunakan sampel yang diambil pada bulan Juli 2017-Juni

2018 di Danau Ebony, Bukit Golf Mediterania, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Analisis plankton dilakukan pada Desember 2018-Februari 2019. Analisis kualitas

air dilakukan di Laboratorium Analisis Fisika-Kimia Perairan dan analisis plankton

dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro 1, Divisi Produktivitas dan Lingkungan

Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan IPB.

Penentuan stasiun pengamatan dilakukan berdasarkan perbedaan

karakteristik dan keterwakilan area perairan. Pengambilan sampel dilakukan pada

lima stasiun (Gambar 1). Penelitian ini menggunakan data curah hujan untuk

menentukan musim yang terjadi di lokasi penelitian yang diperoleh dari

http://dataonline.bmkg.go.id Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika

(BMKG) Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pengambilan data dilakukan selama

satu tahun dengan interval waktu satu bulan.

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara in situ dan analisis

laboratorium. Parameter in situ meliputi kedalaman, kecerahan, suhu,

konduktivitas, DO, pH, salinitas, BOD5, COD, unsur hara, dan hidrogen sulfida.

Pengambilan sampel air menggunakan Van Dorn water sampler. Sampel plankton

diawetkan menggunakan larutan Lugol.

Analisis struktur komunitas plankton dihitung menggunakan Indeks

Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C). Untuk melihat

keterkaitan antara kelimpahan fitoplankton dengan nutrien dan zooplankton

digunakan uji korelasi Pearson. Penentuan tingkat pencemaran dalam penelitian ini

menggunakan Indeks Pencemaran dan dua model Koefisien Saprobik. Dalam

melihat signifikansi hasil tingkat pencemaran dari ketiga model perhitungan

digunakan uji Mann-Whitney.

Page 380: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

370

Gambar 1. Stasiun pengambilan sampel air di Danau Ebony, Bukit Golf

Mediterania, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara

Persamaan Indeks Pencemaran (IP) adalah sebagai berikut (Nemerow 1991):

IP = √( Ci Lij⁄ )

M

2+ ( Ci Lij⁄ )

R

2

2

Keterangan:

IP : Indeks Pencemaran

Ci : Konsentrasi parameter kualitas air ke-i hasil pengukuran

Lij : Konsentrasi parameter kualitas air ke-i yang tercantum dalam baku

mutu peruntukan ke-j (rekreasi air)

(Ci/Lij)M : Nilai maksimum Ci/Lij

(Ci/Lij)R : Nilai rata-rata Ci/Lij

Persamaan Koefisien Saprobik :

X =C + 3D - B - 3A

A + B + C + D

Keterangan:

X : Koefisien Saprobik

A, B, C, D : Jumlah jenis dari kelompok plankton (Tabel 1)

Page 381: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

371

Tabel 1. Kelompok plankton yang digunakan dalam persamaan Koefisien

Saprobik Koefisien Saprobik 1

(Modifikasi in Pratiwi et al. 2011)

Koefisien Saprobik 2

(Dresscher & Van der Mark 1976)

A Cyanophyta Ciliata

B Euglenophyta Euglenophyta

C Chryshophyta Chlorococcales + Diatomae

D Chlorophyta Peridinae + Chrsophyceae + Conjugatae

Uji statistik signifikansi merupakan uji statistik untuk melihat perbedaan

antara dua atau lebih hasil pengamatan (David & Djamaris 2018). Uji ini digunakan

untuk mengetahui perbedaan antara dua model perhitungan Koefisien Saprobik dan

Indeks Pencemaran. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Mann-

Whitney. Data perbandingan yang digunakan yaitu hasil tingkat pencemaran pada

setiap bulan di masing-masing model perhitungan. Data yang digunakan sebanyak

60 data per model perhitungan.

Hasil dan Pembahasan

Pada periode penelitian terdapat dua kali musim kemarau dan satu kali

musim hujan (Gambar 1). Musim kemarau terjadi pada bulan Juli 2017 hingga

Desember 2017 dan bulan Mei 2018 hingga Juni 2018. Musim hujan terjadi pada

bulan Februari 2018 hingga April 2018.

Gambar 1. Curah hujan dan perkiraan musim berdasarkan dasarian

Baku mutu perairan yang digunakan dalam penelitian ini adalah PPRI Nomor

82 Tahun 2001 kelas II dengan peruntukan rekreasi, baku mutu biota laut, dan baku

mutu air bersih Permenkes RI. Danau Ebony mendapatkan bahan masukan yang

Page 382: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

372

diduga meningkatkan kandungan bahan organik di perairan. Tingginya bahan

organik dapat mempengaruhi kekeruhan yang dapat menghambat penetrasi cahaya

ke perairan (Apriliana et al. 2012). Kandungan bahan organik yang tinggi diduga

dapat mempengaruhi konsentrasi amonia total, nitrit, ortofosfat, fosfat total,

hidrogen sulfida, serta jenis dan kelimpahan plankton (Tabel 2). Kandungan bahan

organik di perairan dapat diketahui dari nilai BOD dan COD.

Tabel 2. Data kualitas air Danau Ebony

Parameter Baku Mutu Satuan Kemarau 1 Hujan Kemarau 2

Fisika

Kedalaman - m 31-103 65-108 67-105

Kecerahan - m 2-32 18-39 14-32

Suhu - oC 28,5-31,8 28,4-30,9 29,1-31,3

DHL - µS/cm 1902-15210 1583-5160 5030-14120

Kekeruhan* 25 NTU 29,3-148 29,1-78,2 8,94-90,4

Padatan tersuspensi (TSS)* 50 mg/L 36-244 33-97 11-100

Kimia

pH 6-9 - 7,42-8,71 7,87-8,26 7,3-8,26

Salinitas* 0,5 o/oo 1-7,88 0,8-2,7 2,7-7,6

Oksigen Terlarut (DO) 4 mg/L 3,1-10,6 4,4-9,1 3,1-9,9

BOD5 3 mg/L 6,8-25 5,8-7,4 7,2-8,4

COD* 25 mg/L 48,44-89,23 62,61-80,21 58,74-69,05

Ammonia Total (NH3-N)* 0,3 mg/L 0,09-6,65 0,05-1,14 0,40-2,70

Nitrat (NO3-N)* 10 mg/L 0,04-2,86 0,12-1,22 0,08-2,57

Nitrit (NO2-N)* 0,06 mg/L 0,02-2,14 0,01-0,71 0,01-0,16

Total Nitrogen (TN) - mg/L 9,84-40,11 22,80-41,22 28,89-55,04

Fosfat terlarut (PO4-P)* 0,015 mg/L 0,02-0,33 0,005-0,15 0,02-0,16

Total Fosfor (TP)* 0,2 mg/L 0,36-0,73 0,35-0,78 0,43-0,81

Sulfida (H2S)* 0,002 mg/L 0,01-0,04 0,02-0,03 0,02-0,03

Nilai BOD dan COD di perairan cenderung melebihi baku mutu pada setiap

musim. Pada musim kemarau, nilai BOD dan COD cenderung lebih tinggi

dibandingkan pada musim hujan. Hal tersebut diduga karena limbah organik yang

masuk mengendap dan terakumulasi di dasar perairan, sehingga proses

dekomposisi meningkat. Tingginya nilai BOD dan COD menunjukkan bahwa

oksigen terlarut banyak digunakan mikroorganisme untuk proses dekomposisi

bahan organik (Muthifah et al. 2018).

Page 383: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

373

Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah dapat menurunkan kadar pH di

perairan (Sinaga et al. 2016; Araoye 2009). Kandungan bahan organik yang tinggi

dan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut diduga dapat menyebabkan tingginya

konsentrasi hidrogen sulfida. Konsentrasi hidrogen sulfida yang tinggi dapat

menimbulkan bau yang tidak sedap dan mengganggu lingkungan sekitar perumahan

(Lihawa & Mahmud 2017).

Konsentrasi amonia total di perairan Danau Ebony melebihi baku mutu.

Menurut Maniagasi et al. (2013), konsentrasi amonia total yang tinggi terjadi

karena penguraian senyawa-senyawa organik yang berasal dari limbah domestik.

Hal ini dapat menimbulkan bau tidak sedap dan menyebabkan ketidaknyamanan

kepada lingkungan sekitarnya (Lumban Batu 2017).

Konsentrasi nitrit melebihi baku mutu diduga karena banyak masukan bahan

organik. Sesuai dengan pernyataan Aswadi (2006) bahwa tingginya konsentrasi

nitrit dipengaruhi oleh banyaknya limbah rumah tangga yang masuk ke perairan.

Di samping itu, kondisi nitrit yang tinggi diduga pula berkaitan dengan konsentrasi

amonia total yang rendah dan oksigen terlarut yang tinggi. Hal ini didukung oleh

pernyataan Komarawidjaja (2006) yang menyatakan bahwa proses nitrifikasi dari

amonia menjadi nitrit berlangsung cepat ketika konsentrasi oksigen terlarut tinggi

di perairan.

Fosfat total di perairan terdiri dari senyawa ortofosfat, polifosfat, dan fosfat

organik (Lihawa & Mahmud 2017). Konsentrasi fosfat total dan ortofosfat di Danau

Ebony cenderung melebihi baku. Hal ini diduga karena banyaknya limbah domestik

yang masuk. Sesuai dengan pernyataan Muthifah et al. (2018), tingginya

konsentrasi fosfat di suatu perairan dapat dipengaruhi oleh limbah domestik.

Konsentrasi fosfat total dan ortofosfat yang tinggi dapat memicu eutrofikasi dan

peledakan alga di perairan (Maniagasi et al. 2013; Sayekti et al. 2015).

Page 384: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

374

Gambar 2. Komposisi jenis fitoplankton dan zooplankton di Danau Ebony

Komposisi jenis fitoplankton selama pengamatan didominasi oleh kelompok

Chlorophyta, sedangkan kelimpahan tertinggi selama pengamatan terdapat pada

kelompok Cyanophyta (Gambar 2). Kelimpahan yang tinggi diduga karena

perairan mengalami eutrofikasi dengan tingginya konsentrasi fosfat di perairan. Hal

ini diperkuat dengan rendahnya nilai keanekaragaman dan keseragaman

fitoplankton yang mengindikasikan suatu perairan tercemar (Abadi et al. 2014).

Tingginya kelimpahan Cyanophyta dapat mengindikasikan adanya pencemaran

perairan (Ali M et al. 2003). Cyanophyta memiliki sel pembungkus yang berlapis

serta selubung yang terbentuk pada kondisi lingkungan yang kurang baik (Kamilah

et al. 2014).

Gambar 3. Komposisi kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di Danau Ebony

Komposisi jenis dan kelimpahan zooplankton tertinggi selama periode

pengamatan adalah kelompok Rotifera (Gambar 3). Danau Ebony mengandung

banyak bahan organik diduga dapat memungkinkan kelompok Rotifera ditemukan

dalam jumlah yang tinggi. Kelompok Rotifera memanfaatkan bahan organik,

fitoplankton, dan detritus sebagai sumber makanannya (Zulmi R 2018).

Page 385: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

375

Tabel 3. Tingkat pencemaran perairan di Danau Ebony

Tingkat Pencemaran

Musim IP Kategori KS 1 Kategori KS 2 Kategori

Kemarau1 4,61-5,78 Ringan-Sedang 0,48-0,85 Ringan-Sedang 0,44-0,85 Ringan-Sedang

Hujan 4,88-5,13 Ringan-Sedang 0,61-0,65 Ringan 0,51-0,66 Ringan

Kemarau 2 5,08-5,1 Sedang 0,43-0,54 Ringan-Sedang 0,66-0,66 Ringan

*IP : Indeks Saprobik

KS 1 : Koefisien Saprobik 1

KS 2 :Koefisien Saprobik 2

Tingkat pencemaran berdasarkan Indeks Pencemaran menunjukkan bahwa

Danau Ebony pada musim kemarau cenderung tergolong tercemar sedang,

sedangkan pada musim hujan cenderung tergolong tercemar ringan (Tabel 3). Hal

ini diduga terjadi karena konsentrasi amonia total, nitrit, ortofosfat, fosfat total, dan

hidrogen sulfida lebih tinggi pada musim kemarau. Pada musim kemarau terjadi

penumpukan bahan organik di perairan, sedangkan pada musim hujan, perairan

mengalami pengenceran oleh air hujan (Istadewi et al. 2016). Tingkat pencemaran

berdasarkan Koefisien Saprobik menunjukkan bahwa Danau Ebony cenderung

tergolong tercemar ringan pada musim kemarau dan hujan dengan bahan pencemar

berupa bahan organik (Tabel 3). Kandungan bahan organik yang berasal dari

buangan limbah rumah tangga dan kondisi fisika kimia di perairan secara tidak

langsung dapat mempengaruhi kehidupan plankton (Piirsoo et al. 2008).

Tabel 4. Hasil Uji Signifikansi antara Indeks Pencemaran (A), Koefisien Saprobik

1 (B), dan Koefisien Saprobik 2 (C)

X Y Nilai signifikansi

(Nilai P) Kesimpulan

A B 0,00 Berbeda nyata

A C 0,00 Berbeda nyata

B C 0,64 Tidak berbeda nyata

Nilai signifikansi menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar kedua

model Koefisien Saprobik, sedangkan antar kedua Koefisien Saprobik dengan

Indeks Pencemaran terdapat perbedaan yang signifikan (Tabel 4). Berdasarkan hal

tersebut dalam penentuan tingkat pencemaran di suatu perairan dapat digunakan

Indeks Pencemaran dan salah satu dari kedua model Koefisien Saprobik.

Page 386: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

376

Pencemaran bahan organik di perairan ini dapat menyebabkan warna perairan

menjadi keruh, bau yang tidak sedap, lapisan minyak pada permukaan, hingga

kematian ikan. Saran pengelolaan yang diberikan untuk mengurangi pencemaran di

Danau Ebony adalah perlunya evaluasi kinerja instalasi pengolahan air limbah

sewage treatment plant sehingga dapat mengurangi masuknya limbah domestik ke

perairan, penataan pipa-pipa saluran limbah rumah tangga, dan perbaikan saluran

gendong. Penanaman tumbuhan air juga dapat dilakukan untuk perbaikan kualitas

air di perairan serta menambah nilai estetika dari perairan buatan Danau Ebony.

Kesimpulan

Tingkat pencemaran perairan Danau Ebony berdasarkan Indeks Pencemaran

pada musim kemarau cenderung tercemar sedang dan pada musim hujan cenderung

tercemar ringan. Sementara berdasarkan Koefisien Saprobik, pada kedua musim

perairan cenderung tergolong tercemar ringan.

Referensi

A’ayun NQ, Perdana TAP, Pramono PA, Laily AN. 2015. Identifikasi fitoplankton

di perairan yang tercemar Lumpur Lapindo, Porong Sidoarjo. Bioedukasi.

8(1):48-51.

Abadi YP, Suharto B, Rahadi B. 2014. Analisis kualitas perairan Sungai Klinter

Nganjuk berdasarkan parameter biologi. Jurnal Sumberdaya Alam dan

Lingkungan. 1(3): 36-43.

Afonina EY, Tashlykova NA. 2017. Plankton community and the relationship with

the environment in saline lakes of Onon-Torey plain, Northeastern

Mongolia. Saudi Journal of Biological Sciences. 25: 399-408.

Ali M, Salam A, Jamshaid S, Zahra T. 2003. Studies on Biodiversity in Relation to

Seasonal Variation in Water of River Indus Ghazi GAT, Punjab, Pakistan.

Pakistan Journal of Biological Sciences. 6(21):1840-1844.

Apriliana R, Rudiyanti S, Purnomo PW. 2014. Keanekaragaman jenis bakteri

perairan dasar berdasarkan tipe tutupan permukaan perairan di Rawa Pening.

Dipenogoro Journal of Maquares. 3(2): 119-128.

Araoye PA. 2009. The seasonal variation of pH and dissolved oxygen (DO)

concentration in Asa Lake Ilorin, Nigeria. Journal of Phsyical Science.

4(5):271-274.

Aswadi, M. 2006. Pemodelan fluktuasi nitrogen (nitrit) pada aliran Sungai Palu.

Jurnal SMARTek. 4(2):113-125.

Dresscher GN, van der Mark H. 1976. A simplified method for the biological

assesment of the quality of fresh and slightly brackish water. Journal

Hydrobiologia. 48(3): 199-201.

Page 387: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

377

Fachrul, Ferianita M, Ediyono SH, Wulandari M. 2008. Komposisi dan model

kelimpahan fitoplankton di Perairan Sungai Ciliwung, Jakarta. Biodiversitas.

9:296–300.

Istadewi I, Jamhari M, Kuendera IN. 2016. Kelimpahan plankton di danau Rano

Kecamatan Balaesang Tanjung dan pengembangannya sebagai media

pembelajaran. Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako. 5(3): 75-84.

Kamilah F, Rachmawati F, Indah NK. 2014. Keanekaragaman plankton yang

toleran terhadap kondisi perairan tercemar di Sumber Air Belerang, Sumber

Beceng Sumenep, Madura. LenteraBio. 3(3):226–231.

Komarawidjaja W. 2006. Pengaruh perbedaan dosis oksigen terlarut (DO) pada

degradasi amonium kolam kajian budidaya udang. Jurnal Hidrosfir. 1(1): 32-

37.

Laprise R, Dodson JJ. 1994. Environmental variability as a factor controlling spatial

patterns in distribution and species diversity of zooplankton in the estuary.

Marine Ecology Progress Series. 107:67-81.

Lihawa F, Mahmud M. Evaluasi karakteristik kualitas air Danau Limboto. Jurnal

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 7(3):260-266.

Lumban Batu DF. 2017. Ekotoksikologi Perairan. Bogor (ID): IPB Press.

Maniagasi R, Tumembouw SS, Mundeng Y. 2013. Analisis kualitas fisika kimia air

di areal budidaya ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Budidaya

Perairan. 1(2):29-37.

Muthifah L, Nurhayati, Utomo KP. 2018. Analisis kualitas air Danau Kandung Suli

Kecamatan Jongkong Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Teknologi Lingkungan

Lahan Basah. 1(1):1-10.

Nemerow NL. 1991. Stream, Lake, Estuary, and Ocean Pollution. 2nd ed. New York

(US): Van Nostrand Reinhold.

Pratiwi NTP, Wijaya HK . 2009. Komunitas perifiton dan fitoplankton serta

parameter fisika-kimia perairan sebagai penentu kualitas air di Bagian Hulu

Sungai Cisadane, Jawa Barat. Jurnal Lingkungan Tropis. 5(1):21-32.

Piirsoo K, Peeter P, Tuvikene A, Malle A. 2008. Temporal and spatial patterns of

phytoplankton in a temperate lowland river. Journal of Plankton Research

30(11):1.285-1.295.

Saragih GM, Erizka W. 2018. Keanekaragaman fitoplankton sebagai indikator

kualitas air Danau Sipin di Kota Jambi. Jurnal Daur Lingkungan. 1 (1):22-

28.

Sayekti R, Yuliani E, Bisri M, Juwono PT, Prasetyorini L, Sonia F, Putri AP. 2015.

Studi evaluasi kualitas dan status trofik air Waduk Selorejo akibat erupsi

Gunung Kelud untuk budidaya perikanan. Jurnal Teknik Pengairan.

6(1):133-145.

Sinaga ELR, Muhtadi A, Bakti D. 2016. Profil suhu, oksigen terlarut, dan pH secara

vertikal selama 24 jam di Danau Kelapa Gading Kabupaten Asahan Sumatera

Utara. Omni-Akuatika. 12(2):114-124.

Zulmi R. 2018. Variasi Temporal dan sensitivitas fitoplankton terhadap kualitas air

dan zooplankton di Danau Hias Ebony, Jakarta [tesis]. Bogor(ID): Institut

Pertanian Bogor.

Page 388: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

378

Fitoplankton Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Di Danau

Rawapening

Nurul Lathifah*, Jafron Wasiq Hidayat, Fuad Muhammad

Departemen Biologi Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro

*Email: [email protected]

Abstrak

Fitoplankton mempunyai peranan yang sangat penting di dalam suatu

perairan, antara lain sebagai dasar dari rantai makanan dan juga merupakan

bioindikator pencemaran perairan. Bioindikator merupakan organisme yang

memberi petunjuk tentang lokasi (lokasi geografis suatu tempat), status (petunjuk

keadaan suatu saat), dan kualitas lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengkaji struktur komunitas fitoplankton di Danau Rawapening, dan mengkaji

kualitas air di Danau Rawapening. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April

2018. Penentuan titik sampling dilakukan secara random sampling yaitu dengan

menentukan 5 titik sampling yang berbeda, menggunakan planktonnet ukuran 25

µm dan 30 liter volume air yang disaring. Analisis data menggunakan indeks

keanekaragaman Shannon Wiener (H’), indeks keseragaman € dan indeks saprobik

(X). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis fitoplankton berjumlah 11 jenis

yang meliputi 5 jenis Bacillarriophyta, 2 jenis Chlorophyta dan 4 jenis Cyanophyta.

Jenis fitoplankton yang umum ditemukan adalah Melosira sp. Indeks

keanekaragaman jenis (H’) berkisar antara 1,04-2,18 menggambarkan komunitas

yang tingkat kestabilan ekosistemnya adalah sedang. Adapun nilai indeks

pemerataan € berkisar antara 0,61-1 yang menggambarkan bahwa tiap stasiun

mempunyai pemerataan jenis tinggi. Tingkat saprobitas berada pada status

Oligosaprobik sampai β/α-Mesosaprobik yang menggambarkan pencemaran sangat

ringan sampai ringan.

Kata kunci: fitoplankton, kualitas air, Danau Rawapening, Semarang.

Pendahuluan

Danau Rawapening merupakan danau alam yang terletak di Kabupaten

Semarang Provinsi Jawa Tengah, kurang lebih 40 km ke arah Selatan dari Kota

Semarang. Danau Rawapening mempunyai banyak manfaat bagi penduduk sekitar,

antara lain untuk pertanian, perikanan, tenaga listrik, dan pariwisata. Selain

mempunyai manfaat, Danau Rawapening mempunyai masalah utama yaitu

tingginya laju sedimentasi dan kandungan organik perairan maupun sedimen yang

menyebabkan penurunan kualitas perairan.

Perubahan terhadap kualitas perairan dapat ditinjau dari kelimpahan dan

komposisi fitoplankton. Kelimpahan fitoplankton sangat ditentukan oleh

Page 389: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

379

tersedianya antara lain unsur hara, cahaya yang cukup, dan gerakan air.

Fitoplankton adalah biota renik yang melayang di kolom air, berperan sebagai

produsen primer dalam jaring makanan (Lathifah dkk, 2016) sebagai makanan

zooplankton dan ikan (Champalbert et al, 2007). Fitoplankton merupakan

bioindikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan,

yaitu dengan cara mengetahui nilai koefisien saprobik (tingkat pencemaran).

Koefisien saprobik akan terlihat setelah mengetahui struktur komunitas

fitoplankton di suatu perairan tersebut (Wijaya & Haryati, 2009). Penelitian ini

bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas fitoplankton di Danau Rawapening,

mengkaji kualitas air di Danau Rawapening, dan memberikan database terbaru

tentang fitoplankton Danau Rawapening yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar

dalam upaya konservasi Danau Rawapening.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2018. Sampel diambil dari Danau

Rawapening.

Cara Kerja

Penentuan Stasiun

Stasiun ditentukan berdasarkan kondisi lingkungan yang berbeda di stasiun

penelitian meliputi stasiun A, B, C, D dan E di Danau Rawapening. Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Danau Rawapening.

Page 390: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

380

Pengambilan Sampel Fitoplankton

Pengambilan sampel dengan menggunakan plankton net no.25 dengan cara

menyaring air dengan volume 10 liter dan tiga kali ulangan. Sampel air dipindahkan

ke dalam botol sampel. Selanjutnya, dilakukan pengawetan dengan formalin 4%

dan hasilnya siap diidentifikasi di laboratorium.

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia

Pengukuran parameter fisika dan kimia ini dilakukan secara in situ (diukur

di lokasi penelitian) yang meliputi: suhu, DO, dan pH.

Analisis Laboratorium

Analisis sampel fitoplankton dilakukan di Laboratorium Ekologi dan

Biosistematik Departemen Biologi Fakultas Sains dan Matematika Universitas

Diponegoro.

Kelimpahan fitoplankton dihitung berdasarkan rumus APHA (2005):

𝑁 =𝑇

𝐿×

𝑝1

𝑝2×

𝑉1

𝑉2×

1

𝑊

Di mana :

𝑁: Kelimpahan plankton (ind/L)

𝑇: Jumlah kotak dalam SRC (1000)

𝐿: Jumlah kotak dalam satu lapang pandang

𝑃1: Jumlah plankton yang teramati

𝑃2: Jumlah kotak SRC yang diamati

𝑉1: Volume air dalam botol sampel

𝑉2: Volume air dalam kotak SRC

𝑊: Volume air yang tersaring

Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan indeks keanekaragaman (H’) dan

indeks perataan (e). Keanekaragaman fitoplankton dihitung berdasarkan rumus

Shannon Wiener (Magurran, 1988):

𝐻′ = − ∑ 𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖

𝑛

𝑖=1

dengan 𝑝𝑖 =𝑛𝑖

𝑁

Di mana :

𝐻’: Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener

𝑛𝑖: Jumlah genus ke-i

𝑁: Jumlah total genus

Page 391: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

381

Menurut Odum (1993) kisaran indeks keanekaragaman jenis yaitu

keanekaragaman jenis tinggi jika nilai H’ > 3, keanekaragaman jenis sedang jika

nilai H’ 1-3, dan keanekaragaman jenis rendah jika nilai H’<1.

Perataan fitoplankton dihitung dengan rumus:

𝑒 =𝐻′

𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠

Di mana :

𝑒 : Indeks Perataan Genus

𝐻’ : Indeks Keanekaragaman Genus

𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 :Indeks Keanekaragaman Maksimum

Menurut Odum (1993) kisaran indeks perataan yaitu

a. Pemerataan tinggi jika e > 0,6 : persebaran merata, tidak ada dominansi suatu

jenis, peluang hidup merata / sama.

b. Pemerataan sedang jika e 0,4 – 0,6 : persebaran cukup merata, mulai ada

dominansi jenis, peluang hidup mulai tidak sama.

c. Pemerataan rendah jika e < 0,4 : persebaran kurang/tidak merata, ada dominansi

jenis, peluang hidup tidak sama.

Analisis Parameter Fisika dan Kimia

Analisis parameter fisika dan kimia dilakukan dengan analisis deskriptif.

Dengan cara membandingkan parameter fisika kimia antar stasiun dengan standar

baku mutu kualitas air.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di perairan Danau Rawapening

diperoleh 11 genus yang mencakup dalam 3 divisio. Divisio tersebut adalah

Bacillariophyta 5 genus, Chlorophyta 2 genus, dan Cyanophyta 4 genus (Gambar

1). Pada penelitian ini didapatkan 11 spesies fitoplankton, jumlah spesies paling

banyak (10) dijumpai di stasiun A, sedangkan jumlah spesies paling kecil (3)

dijumpai di stasiun C. Populasi fitoplankton paling banyak dijumpai di lokasi A dan

terendah di lokasi C dan D (Tabel 1). Baik jumlah jenis maupun populasi

fitoplanktonnya didominasi oleh Bacilariophyta, diikuti oleh Cyanophyta dan

Chlorophyta.

Page 392: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

382

Gambar 2. Jenis Fitoplankton di Danau Rawa Pening.

Kelimpahan fitoplankton teringgi pada stasiun A yaitu dengan 306 ind/L yang

didominasi oleh spesies Melosira sp, sedangkan kelimpahan fitoplankton terendah

pada stasiun C dan stasiun D yaitu 68 ind/L. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh

kondisi ekologi stasiun A yang merupakan zona nelayan yang kaya akan bahan

organic. Melimpahnya kelas Bacillariophyceae karena memiliki

kemampuan beradaptasi denganperubahan lingkungan

perairan sehingga kelas tersebut lebih mendominansi

dibandingkan kelas lainnya (Soeprobowati & Suedy, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’)

berkisar antara 1,04 – 2,06 dan indeks pemerataan (e) perairan berkisar antara 0,61

– 1. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman fitoplankton di lokasi penelitian

adalah sedang dan perataan fitoplankton antar spesies adalah merata artinya

persebaran yang dimiliki masing-masing genus hampir sama. Hal ini dikarenakan

hamper di setiap lokasi sampling terdapat spesies yang sama, misalnya Melosira sp

yang terdapat di semua titik sampling. Pola persebaran Melosira sp yang merata ini

resistensinya tinggi terhadap lingkungan yang tercemar.

Tabel 1. Keanekaragaman Fitoplankton di Danau Rawapening.

No Nama Spesies Stasiun

A

Stasiun

B

Stasiun

C

Stasiun

D

Stasiun

E

BACILLARIOPHYTA

1 Aulacoseira sp 17 17 0 0 17

2 Melosira sp 102 51 34 17 153

3 Navicula sp 0 0 0 17 0

4 Nitzchia sp 17 0 0 17 34

5 Synedra sp 34 17 17 0 17

CHLOROPHYTA

6 Chlorella sp 34 17 17 0 17

7 Scenedesmus sp 17 0 0 0 0

Jenis Fitoplankton di Danau Rawapening

BACILLARIOPHYTA CHLOROPHYTA CYANOPHYTA

Page 393: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

383

CYANOPHYTA

8 Anabaena sp 17 17 0 17 0

9 Oscillatoria sp 17 0 0 0 0

10 Peridinium sp 17 0 0 0 0

11 Spirulina sp 34 0 0 0 0

Jumlah Jenis 10 5 3 4 5

Jumlah Spesies (N) 306 119 68 68 238

Indeks Keanekaragaman

(H’)

2,06 1,47 1,04 1,38 1,12

Indeks Keseragaman (e) 0,78 0,87 0,94 1 0,61

Indeks Saprobik (X) 0,2 1,4 2,3 1,5 2,6

Information : Stasiun A: Zona nelayan, Station B: Keramba, Station C:

Sumber mata air, Station D: Sungai Parat, Station E: Sungai Toroh.

Selain pengamatan parameter utama yaitu struktur komunitas fitoplankton,

juga dilakukan pengukuran parameter pendukung yaitu faktor lingkungan yang

terdiri dari faktor fisika dan kimia perairan, berikut ini adalah data hasil pengukuran

faktor tersebut. Hasil pengukuran dari kelima titik sampling diperoleh suhu berkisar

antara 25 – 30,8 OC, hal tersebut baik bagi kehidupan fitoplankton. Suhu yang baik

bagi kehidupan plankton secara umum berkisar antara 20 - 30 OC (Nybakken,

1992). Derajat keasaman atau pH merupakan nilai yang menunjukkan aktivitas ion

hidrogen dalam air. Nilai pH suatu perairan dapat mencerminkan keseimbangan

antar asam dan basa dalam perairan tersebut. Hasil pengukuran nilai pH di lokasi

penelitian masih tergolong normal yaitu berkisar antara 6,17 – 7,2.

Oksigen terlarut (DO) merupakan salah satu parameter kimia air yang

berperan pada kehidupan biota perairan. Penurunan oksigen terlarut dapat

mengurangi efisiensi pengambilan oksigen bagi biota perairan sehingga

menurunkan kemampuannya untuk hidup normal. Kandungan oksigen terlarut

didalam perairan minimal 5 ppm (Wijaya & Haryati, 2009). Hasil kandungan

oksigen terlarut yang diperoleh antara 3,9 – 6,7 ppm. Lokasi yang kandungan

oksigen terlarutnya paling rendah yaitu terdapat di lokasi B, hal ini dikarenakan

beberapa factor, yaitu banyaknya organisme air yang berada diperairan seperti ikan,

kepiting, udang, dan lain-lain. Semakin banyak organisme di perairan, maka

semakin banyak DO yang digunakan sehingga ketersediaan DO tersebut semakin

berkurang.

Page 394: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

384

Kesimpulan

Fitoplankton yang diperoleh selama penelitian di Danau Rawapening

berjumlah 11 jenis. Struktur komunitas fitoplankton menunjukkan bahwa

kelimpahan fitoplankton didominasi oleh Melosira sp. Indeks keanekaragaman

termasuk sedang dengan distribusi merata. Berdasarkan koefisien saprobik

tergolong dalam Oligosaprobik sampai β/α-Mesosaprobik yang berarti tercemar

sangat ringan sampai tercemar ringan. Faktor fisika kimia perairan Danau

Rawapening masih baik untuk kehidupan organisme perairan. Secara umum,

kondisi perairan Danau Rawapening berada dalam kondisi yang stabil.

Referensi

APHA (American Public Health Association). 2005. Standart Methods for

Examination of Water and Wastewater. Twentieth edition. APHA-

AWWA-WEF, Washington, D.C., p. 10-2-10-18.

Champalbert, G., M. Pagano, P. Sene, and D. Corbin. 2007. Relationship between

meso and macro-zooplankton communities and hydrology in the Senegal

River Estuary. Estuarine, Costal and Self Science Journal 74:381-394.

Lathifah, N., J. W. Hidayat., & F. Muhammad. 2016. Struktur Komunitas

Fitoplankton sebagai Dasar Pengelolaan Kualitas Perairan Pantai Mangrove

di Tapak Tugurejo Semarang. Jurnal Bioma Vol.18 (2): 157-163.

Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Pricenton

University Press. USA.

Nybakken, J. W. 1992. Biology Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Odum, E. P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Gajah Mada Universitas Press.

Yogyakarta.

Soeprobowati, T. R., & S. W. A. Suedy. 2011. Komunitas Fitoplankton Danau

Rawapening. Jurnal Sains dan Matematika Vol.19 (1): 19-30.

Wijaya, T. S., & R. Haryati. 2009. Struktur Komunitas Fitoplankton sebagai Bio

Indikator Kualitas Perairan Danau Rawapening Kabupaten Semarang.

Jurnal Bioma 55-61.

Page 395: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

385

Karakteristik Hidrologi Sebagai Dasar Pengelolaan Danau

Cascade Mahakam

M. Fakhrudin

Pusat Penelitian Limnologi LIPI

Email: [email protected]

Abstrak

Danau cascade Mahakam meliputi Danau Jempang, Danau Melintang dan Danau

Semayang merupakan danau paparan banjir, dicirikan oleh fluktuasi tinggi air

danau yang dinamis dan produktivitas perikanan tinggi. Danau cascade ini

mempunyai sistem hidrologi yang komplek, ketika banjir ketiga danau menyatu

dengan sungai Mahakam. Tetapi sebaliknya ketika musim kemaru genangan air

hanya tersisa pada alur-alur yang dalam. Analisis data tinggi muka air selama 29

tahun terakhir menunjukkan bahwa kejadian banjir ekstrim dan surut ekstrim

semakin sering terjadi. Kondisi surut eksrim terjadi tahun 1997 selama 192 hari,

sedangkan kondisi banjir ekstrim terpanjang tahun 2006 selama 63 hari. Ketika

musim penghujan luas genangan danau cascade dapat mencapai enam kali lebih

luas pada saat kemarau. Perubahan pola fluktuasi muka air yang ekstrim ini

berdampak buruk terhadap fungsi perairan danau sebagai habitat dan tatanan siklus

hidup biota perairan.

Katakunci: danau paparan banjir, fluktuasi muka air, produktivitas perikanan, luas

genangan

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai jenis danau, tercatat

lebih dari 500 danau yang tersebar di Sabang sampai Merauke. Proses pembentukan

danau disebabkan oleh aktivitas vulkanik, tektonik dan sungai, serta gabungan

beberapa aktivitas tersebut sehingga danau mempunyai karakteristik yang berbeda-

beda. Karakteristik hidrologi merupakan salah satu perbedaan yang menonjol,

antara lain : morfometri, waktu tinggal air, fluktuasi muka air dan perbandingan

luas permukaan danau dengan luas daerah tangkapan air danau. Parameter tersebut

merupakan faktor yang mempengaruhi kerentanan terhadap pencemaran air dan

tingkat produktivitas hayati perairan, sehingga dalam menyususn rencana

pengelolaan danau harus mempertimbangkan faktor-faktor tesebut.

Danau paparan banjir pada umumnya terletak pada daerah dataran rendah yang

mempunyai fluktuasi muka air yang dinamis, sehingga produktivitas hayati tinggi.

Sedangkan pada danau vulkanik pada umumnya di dataran tinggi, kedalaman air

yang besar, fluktuasi muka air relative kecil dan luasan danau juga besar sehingga

Page 396: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

386

terjadi stratifikasi kualitas air dan waktu tinggal air yang lama. Karakteristik yang

spesifik danau-danau inilah yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan

danau supaya hasilnya lebih optimum.

Danau cascade Jempang, Semayang dan Melintang telah ditetapkan oleh

Pemerintah Indonesia sebagai salah satu dari 15 danau prioritas nasional yang

kondisinya kritis, sehingga mendapat prioritas untuk ditangani (Kesepakatan 9

Kementrian di Bali pada tanggal 13 Agustus 2009, pada acara Konferensi Danau

Indonesia ke I). Pada tingkat Provinsi Kalimantan Timur danau cascade ini menurut

Rencana Tata Ruang Wilayah Kaltim tahun 2016 – 2036 merupakan satu dari enam

Kawasan Strategis Propinsi yang dinilai dari aspek kepentingan fungsi dan daya

dukung lingkungan hidup (Pemda Kaltim, 2016). Danau cascade ini merupakan

danau paparan banjir, yang mempunyai fluktuasi muka air yang dinamis. Fluktuasi

muka air anau yang dinamis ini yang menyebabkan produktivitas perikanan tinggi

(Puslit Limnologi LIPI, 2005). Danau cascade ini mempunyai sistem hidrologi

yang komplek, ketika banjir ketiga danau menyatu dengan Sungai Mahakam.

Tetapi sebaliknya ketika musim kemaru genangan air hanya tersisa pada alur-alur

yang dalam.

Danau cascade ini berfungsi sebagai pengendali banjir di daerah hilirnya,

pengendali iklim mikro, habitat ikan pesut (mamalia ikan air tawar), dan tak kalah

pentingnya sebagai pengendali tata air tanah sekitarnya (Kemen PU, 2011). Tetapi

kondisi Danau cascade ini mengalami degradasi lingkungan yang ditandai oleh

sedimentasi yang tinggi (Fakhrudin, 2015) perubahan pola banjir – kekeringan yang

ekstrim, penurunan kualitas air, penurunan produktivitas perikanan dan

terganggunya biodiversitas. Menurut Fakhrudin, et al, (2006) telah terjadi

peningkatan water regim DAS Enggelam dari 1,1 menjadi 5,6 dan DAS Kahala dari

5,9 menjadi 8,9 selama tahun 1989 – 2004. Kedua DAS ini merupakan sungai

utama yang masuk ke Danau Semayang dan Danau Melintang. Perbandingan debit

minimum dengan debit maksimum ini dapat dijadikan salah satu indicator kondisi

DAS (Asdak, 2010). Pengaruh water regim dari DAS akan berpengaruh juga

terhadap peningkatan fluktuasi air danau yang lebih ekstrim. Menurut Tamar

Zohary, et al (2011) peningkatan fluktuasi tinggi muka air danau kan

Page 397: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

387

mempengaruhi zona litoral dan efek selanjutnya keanekaragaman habitat akan

menurun dan akibatnya juga terhadap jumlah dan kelimpahan spesies.

Pengelolaan danau mencakup tiga aspek, yaitu konservasi, pendayagunaan

dan pengendalian daya rusak air danau. Dalam ketiga aspek tersebut memerlukan

informasi tentang karakteristik hidrologi. Danau paparan banjir yang mempunyai

produktivitas biologi yang tinggi, sangat tergantung pada pola fluktuasi muka air

danau. Bila pola fluktuasi muka air terganggu maka akan mempengaruhi ekosistem

danau (Logez,M., et al, 2016). Jadi fluktuasi ketinggian air merupakan proses utama

yang memengaruhi struktur dan fungsi ekosistem di danau (Gownaris N.J., et al,

2018). Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pola fluktuasi tinggi muka air

danau pada Danau cascade Jempang, Semayang dan Melintang dan diharapkan

sebagai masukan dalam penyusunan rencana pengelolaan danau.

Bahan dan Metode

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan pengamatan atau pengukuran

langsung di lapangan. Pengamatan tinggi muka air Danau Semayang, Danau

Melintang dan Danau Jempang dilakukan pada jam 07, 12, 17 dan 20 setiap hari

selama tujuh minggu (April-Mei 2017) di 6 lokasi, yaitu : Desa Pela,

Kec.Kotabangun; Desa Semayang, Kec. Kenohan; Desa Melintang, Kec. Muara

Wis; Desa Muara Enggelam, Kec.Muara Uwis; Desa Jantur, Kec. Muara Muntai

dan Desa Tanjung Jone, Kec.Jempang (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi pengamatan muka air danau

Page 398: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

388

Data sekunder didapatkan dari data yang telah dikumpulkan sebelumnya

dan tersebar dibeberapa instansi, antara lain: tinggi muka air danau didapatkan dari

Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III – Kaltim, Kementerian PUPR dan

peta rupa bumi dari Badan Informatika Geospasial.

Pengolahan data tinggi muka air danau dilakukan dengan driskripsi

kuantitatif kejadian ekstrim banjir dan kering. Penentuan batas danau dilakukan

dengan tumpang susun (overlay) beberapa peta, yaitu : Peta Batimetri, Peta

topografi dari Peta Rupa Bumi, dan Peta genangan banjir. Analisis spasial ini

dilakukan dengan menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG).

Hasil dan Pembahasan

Faktor penting yang membentuk karakter danau paparan banjir adalah fluktuasi

muka air danau, karena fluktuasi muka air inilah yang memegang peranan utama

menstimulasi tingkat produktivitas biologi yang tinggi di perairan danau. Namun

sejalan dengan perubahan tata guna lahan di bagian hulu daerah tangkap air pola

fluktuasi muka air tahunan berubah yang ditandai semakin ekstrimnya perbedaan

debit maksimum dan minimum.

Pola Fluktuasi Kenaikan Tinggi Muka Air Danau

Hasil pengamatan tinggi muka air Danau Semayang, Danau Melintang dan

Danau Jempang pada 6 stasiun selama periode April - Mei 2017 disajikan pada

Gambar 2. Fluktuasi muka air danau pada enam stasiun selama pengamatan

menunjukkan bahwa kenaikan muka air yang terbagi dalam dua bagian, yaitu

bagian hulu Danau Jempang (Stasiun Desa Jantur dan Desa Tanjung Jone)

kenaikannya berkisar antara 3.31 – 3.63 meter, dengan kecepatan kenaikan muka

air 7,5 cm/hari. Sedangkan bagian hilir Danau Semayang dan Danau Melintang

(Stasiun Desa Melintang, Muara Enggelam, Desa Semayang dan Desa Pela)

kenaikannya berkisar antara 2.93 – 2.97 meter, dengan kecepatan kenaikan muka

air 6,2 cm/hari. Tetapi pola kenaikan muka air danau pada keenam stasiun adalah

serupa.

Page 399: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

389

2,90

3,00

3,10

3,20

3,30

3,40

3,50

3,60

3,70

3,80

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

02/04/17 03/04/17 04/04/17 05/04/17 06/04/17 07/04/17 08/04/17

Tin

ggi m

uka

air

dan

au (

m d

pl)

Desa Pela Desa Semayang

Desa Melintang Desa Muara Enggelam

Desa Jantur Desa Tanjung Jone

3,20

3,40

3,60

3,80

4,00

4,20

4,40

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

09/04/17 10/04/17 11/04/17 12/04/17 13/04/17 14/04/17 15/04/17 16/04/17

Tin

ggi m

uka

air

dan

au (

m d

pl)

Desa Pela Desa Semayang

Desa Melintang Desa Muara Enggelam

Desa Jantur Desa Tanjung Jone

3,90

4,00

4,10

4,20

4,30

4,40

4,50

4,60

4,70

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

17/04/17 18/04/17 19/04/17 20/04/17 21/04/17 22/04/17 23/04/17 24/04/17

Tin

ggi m

uka

air

dan

au (

m d

pl)

Desa Pela Desa Semayang

Desa Melintang Desa Muara Enggelam

Desa Jantur Desa Tanjung Jone

Page 400: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

390

Gambar 2. Pola fluktuasi muka air danau cascade Mahakam

Peningkatan Tinggi Muka Air Ekstrim

Berdasarkan data fluktuasi muka air danau pada Stasiun Pela selama 22

tahun (1989-2010) yang bersumber dari Balai Wilayah Sungai Kalimantan III –

Samarinda (Kementrian PUPR, 2017) membagi kelompok tinggi muka air (TMA)

danau menjadi lima kondisi, yaitu : banjir ekstrim (TMA > 11 m), banjir sedang (9

< TMA < 11 m), normal (6 < TMA < 9 m), surut sedang (4,5 < TMA < 6), dan surut

ekstrim (TMA < 4,5 m). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil

analisa data kondisi banjir - surut menunjukkan bahwa durasi pada tinggi muka air

surut eksrim terjadi pada tahun 1997 dan merupakan kondisi yang terpanjang yaitu

selama 192 hari. Sedangkan kondisi banjir ekstrim terpanjang terjadi pada tahun

2006, yaitu selama 63 hari. Selain itu pada tahun 2006 juga merupakan tahun yang

mempunyai kondisi normal tinggi muka air danau yang relative pendek (80 hari)

dan merupakan jumlah terpendek setelah pada kondisi ekstrim kering tahun 1997

yaitu selama 67 hari.

Tabel 1. Fluktuasi muka air danau pada Stasiun Pela

Lama Hari Lama Hari Lama Hari Lama Hari Lama Hari

Tahun Banjir

Ekstrim Banjir Sedang Normal Surut Sedang Surut Ekstrim

TMA > 11 m 9 < TMA < 11

m

6 < TMA < 9

m

4,5 < TMA <6

m TMA < 4,5 m

1989 0 57 308 0 0

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

07

.00

12

.00

17

.00

20

.00

25/04/17 26/04/17 27/04/17 28/04/17 29/04/17 30/04/17 15/05/17 21/05/17

Tin

ggi m

uka

air

dan

au (

m d

pl)

Desa Pela Desa Semayang

Desa Melintang Desa Muara Enggelam

Desa Jantur Desa Tanjung Jone

Page 401: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

391

Lama Hari Lama Hari Lama Hari Lama Hari Lama Hari

Tahun Banjir

Ekstrim Banjir Sedang Normal Surut Sedang Surut Ekstrim

TMA > 11 m 9 < TMA < 11

m

6 < TMA < 9

m

4,5 < TMA <6

m TMA < 4,5 m

1990 0 56 130 179 0

1991 29 61 243 32 0

1992 0 0 345 20 0

1993 0 44 303 18 0

1994 0 15 350 0 0

1995 11 103 262 0 0

1996 11 126 198 30 0

1997 0 55 41 77 192

1998 0 152 101 104 8

1999 0 160 186 19 0

2000 0 53 183 104 25

2001 23 158 93 65 26

2002 44 191 81 34 15

2003 0 12 284 69 0

2004 11 157 181 16 0

2005 38 94 233 0 0

2006 63 41 80 114 67

2007 58 137 170 0 0

2008 0 57 308 0 0

2009 0 78 233 54 0

2010 35 144 166 20 0

Sumber : BWS Kalimantan III - Kaltim

Page 402: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

392

Kejadian banjir ekstrim semakin sering terjadi, terutama setelah tahun 2000,

hampir setiap tahun terjadi banjir ekstrim yang cukup lama dan pada tahun 2006

berlangsung selama 63 hari. Tetapi sebaliknya, kejadian surut ekstrim juga semakin

sering dan dalam kurun waktu yang lama, pada tahun 2006 surut ekstrim

berlangsung selama 67 hari. Jadi ketika banjir besar terjadi dalam kurun waktu yang

lama (lebih dari dua bulan) dan sebaliknya ketika terjadi kekeringan juga

berlangsung dalam waktu yang lama (lebih dari dua bulan).

Pola fluktuasi tinggi muka air danau yang ekstrim ini berdampak buruk

terhadap fungsi perairan danau sebagai habitat, dimana bencana banjir

kemungkinan besar menyapu bersih sumber daya habitat yang ada, sementara

waktu surut yang cepat dengan periode kering yang lebih panjang tidak lagi sesuai

dengan tatanan siklus hidup biota perairan yang harus dijalani. Perubahan fluktuasi

air juga diduga merubah struktur vegetasi yang tumbuh di perairan danau

(Fakhrudin M, et al, 2011).

Hubungan Tinggi Muka Air dengan Luasan Perairan Danau

Hasil analisa data fluktuasi muka air danau tahunan Stasiun Kotabangun

selama kurun waktu 26 tahun (1989 – 2014) yang bersumber dari BWS Kalimantan

III, Samarinda (Kemen PUPR, 2017) menunjukkan bahwa tinggi muka air

maksimum tahunan tertinggi tahun 2007 sebesar 14,54 meter dari permukaan air

laut. Sedangkan tinggi muka air minimum tahunan terendah pada tahun 1997

sebesar 3,06 meter.

Seperti telah diuraikan di atas bahwa danau cascade Mahakam mempunyai

luasan tergenang yang sangat bervariasi, tergantung kondisi tinggi muka muka air

danau (musim penghujan dan musim kering), ketika musim kering luasan genangan

33.000 ha. Tetapi jika musim hujan dapat mencapai enam kali lebih luas. Pada tahun

2005 tinggi muka air danau mencapai 12,28 m dengan luasan genangan ketiga

Danau Jempang, Danau Melintang dan Danau Semayang mencapai areal seluas

109.900 ha. Ketika banjir besar tahun 2007 dengan tinggi muka air mencapai 14,54

m yang merupakan banjir terbesar selama 1989 – 2017 (Fakhrudin M, et al, 2018)

maka luas genangan ketiga danau tersebut jauh meningkat lagi menjadi 208.000 ha.

Page 403: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

393

Kesimpulan

Kenaikan tinggi muka air harian danau cascade Mahakam bagian hulu

dengan bagian hilir mempunyai pola yang sama tetapi dengan kecepatan yang

berbeda. Pola fluktuasi tinggi muka air tahunan telah terjadi perubahan, semakin

sering terjadi kondisi ekstrim tinggi maupun rendah dengan kurun waktu yang

lama. Ketika musim penghujan luas genangan dapat mencapai enam kali lebih luas

pada saat kemarau.

Referensi

Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi-5. Gajah

Mada University Press. Yogyakarta. 629 hal.

Fakhrudin M, Apip dan Iwan Ridwansyah. Kajian Water Balance Sebagai Dasar

Pengelolaan Danau Semayang – Melintang Kutai Kartanegara Kaltim,

makalah dalam Prosiding Seminar Nasional Perubahan Iklim dan

Lingkungan di Indonesia, LAPAN, di Bandung, 9 Nopember 2006, hal. 353

– 360.

Fakhrudin M. 2005. Kajian Sedimentasi Danau Semayang dan Danau Melintang

Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, makalah dalam Prosiding Seminar

Nasional IGI – Jasa Tirta – Fak. Geografi UMS – PDAM Solo, di UMS

Surakarta, 23 - 24 September 2005, hal. 102 – 110.

Fakhrudin M, Tjandra Chrismadha dan Iwan Ridwansyah. 2011. Kajian Garis

Sempadan Danau Semayang Melintang Untuk Antisipasi Penerapan PP

N0.38 Tahun 2011 tentang Sungai. Makalah dalam Prosiding Seminar

Nasional Limnologi VI Tahun 2012, Pusat Penelitian Limnologi LIPI,

Bogor, 16 Juli 2012. Hal 467 – 479

Fakhrudin M dan Tjandra Chrismadha. 2018. Evaluasi Fluktuasi Tinggi Muka Air

Danau Paparan Banjir Untuk Antisipasi Penerapan Peraturan Perundangan

: Studi Kasus Danau Cascade Mahakam. Makalah dalam Prosiding

Pertemuan Ilmiah Masyarakat Limnologi Indonesia Tahun 2017, Bogor, 31

Oktober 2017. Hal 345 – 349

Gownaris N.J., Rountos K.J., Kaufman.L, Kolding.J, Lwiza K.M.M and Pikitch

E.K.2018. Water level fluctuations and the ecosystem functioning of lakes.

Journal of Great Lakes Research 44 (2018). P 1154–1163

Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2017. Studi batas Badan dan

Sempadan Danau Cascade Jempang, Semayang dan Melintang Provinsi

Kaltim. BWS Kalimantan III.

Kementrian Pekerjaan Umum. 2011. Penyusunan Materi Teknis Pemanfaatan

Terpadu Danau Semayang dan Danau Melintang. Direktorat Bina

Penatagunaan Sumber Daya Air. Jakarta.

Maxime Logez. M, Roy.R, Tissot.Land Argillier.C.2016. Effects of water-level

fluctuations on the environmental characteristics and fish-environment

relationships in the littoral zone of a reservoir. Fundamental and Applied

Limnology/December 2016 DOI: 10.1127/fal/2016/0963

Page 404: Halaman Coverlimnologi.lipi.go.id/doc/prosiding/pit-mli-iv-19.pdfStruktur Komunitas Makrozoobentos dan Perannya Dalam Biomonitoring ... Makalah ini mengulas permasalahan invasi eceng

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-1V MLI 2019

394

Puslit Limnologi LIPI. 2005. Kajian Sedimentasi Danau Semayang dan Danau

Melintang Kutai Kartanegara. Kerjasama antara Puslit Limnologi LIPI

dengan Balitbangda Kutai Kartanegara Tenggarong. Cibinong-Bogor.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. 2016. Perda No. 1 Tahun 2016 tentang

RTRW Provinsi Kalimantan Timur. Samarinda.

Tamar Zohary and Ilia Ostrovsky. 2011. Ecological impacts of excessive water

level fluctuations in stratified freshwater lakes, Inland Waters, 1:1, 47-59